INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
Inforwas Edisi I 2015.indd 1
1
11/30/2015 1:14:35 PM
SUSUNAN TIM REDAKSI BULETIN INFORMASI PENGAWASAN (INFORWAS) INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN RI Pelindung: Inspektur Jenderal (Drs. Purwadi, Apt, MM, ME) Penasehat: Inspektur I (Drs. Wiyono Budihardjo, MM) Inspektur II (Heru Arnowo, SH, MM) Inspektur III (Dra. Rahmaniar Brahim, Apt, M.Kes) Inspektur IV (Drs. Mulyanto, MM) Inspektur Investigasi (Drs. Wayan Rai Suarthana, MM) Penanggungjawab: Sekretaris Inspektorat Jenderal (drg. S.R. Mustikowati, M.Kes) Redaktur: Pemimpin Redaksi: Irwansyah, SE, M.Kes. Wakil Pemimpin Redaksi: Nona Ambrawati,S.ST, MM Anggota Dewan Redaksi: 1) Edward Harefa, SE, MM 2) drg. Mirna Putriantiwi, MQIH 3) Dede Mulyadi, SKM, M.Kes 4) Hendro Santoso, S.Kp, M.Kep Sp.Kom. 5) R. Sjaefudin, SKM, MKM. 6) Eka Widiyanti, SKM, MM. 7) Retno Budiarti, S.ST,MM Penyunting/Editor: 1) drg. Emilda Hutahaean, MM 2) Hotmedi Listia Doriana, SKM, M.Epid 3) Dian Ambarini, S.Sos, MM 4) Emi Kurniasari, S.Sos 5) Dadi Suhardiman, SKM, MKM 6) Elvie Natalia Damayanti SE, MM 7) Eko Rahman Setiawan, SKM Desain Grafis: 1) Wahono, ST, MM 2) Dedi Permadi, S.Kom 3) Wiji Lestari, SE 4) Deny Yudhistira, SKM 5) Achmad Noor Cholid, SE, MPH Fotografer: 1) drg. Diah N. Imron, MARS 2) dr. Dora 3) Juwita Puspita, S.Ikom Sekretariat: 1) Lisa Yuliana, S.Pd 2) Mungki Sasmito Saputro, SE 3) Ita Oktaviyanti Gartiwa, SE
2
Inforwas Edisi I 2015.indd 2
B
Dari Redaksi
enar, bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Itu sudah jamak diketahui. Namun upaya, usaha dan menuju ‘kesempurnaan’ harus terus dilakukan, tanpa henti. Berbagai contoh dan ketauladanan terus dipupuk untuk kemudian diterapkan pada diri manusia. Contoh baik dari kitab suci, dari manusia, tokoh, ‘masyarakat kecil’, adat istiadat, agama, lingkungan dan sumber lainnya menjadi acuan dan benchmark pada diri kita untuk kita ambil. Sebaliknya, sisi negatif, kekurangan, dan kelemahan usahakan untuk kita tinggalkan, jauhkan dan tidak kita terapkan. Itulah esensi sederhana menuju kesempurnaaan diri. Pada edisi kali ini, Inforwas akan mengangkat tema besar tentang Arti Seorang Inspektur Jenderal. Tema ini kami angkat setelah menunggu di masa penantian proses regenerasi dari dr. Yudhi Prayudha ID, MPH yang menjadi Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Kesehatan RI periode 2 November 2010 sampai dengan 1 November 2014, hingga datangnya Irjen definitif yang baru yakni Drs. Purwadi, Apt, MM. ME yang dilantik pada 12 Februari 2015. Selama hampir empat bulan lebih adalah Ibu dr. Sri Henni Setiawati, MHA disamping tugasnya sebagai seorang Staf Ahli Bidang Pengendalian Faktor Risiko Kesehatan menjadi Pelaksana Tugas Inspektur Jenderal, dan sebagai Pelaksana Harian Inspektur Jenderal adalah drg. S.R.Mustikowati, M.Kes disamping tugasnya sebagai Sekretaris Inspektorat Jenderal. Selama masa penantian inilah, tim Inforwas melakukan wawancara kepada para eselon II khususnya dan narasumber lainnya untuk mendapatkan opini mereka INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
11/30/2015 1:14:36 PM
tentang; Kesan terhadap kepemimpinan Pak Yudhi sekaligus tugas ideal seorang Inspektorat Jenderal. Bersamaan dengan terbitnya Inforwas ini pula, kami berkesempatan untuk menyajikan tentang prosesi pengambilan sumpah Drs. Purwadi, Apt, MM. ME sebagai Irjen yang baru sekaligus wawancara dengan beliau untuk mengenal lebih jauh tentang beliau dari berbagai latar belakang. Semua ini kami
sajikan untuk para pembaca Inforwas yang budiman. Seperti edisi-edisi sebelumnya, pada Inforwas kali ini juga disajikan sejumlah tulisan dari sejumlah narasumber yang diharapkan memberikan inspirasi, pengetahuan dan manfaat bagi pembaca. Selamat membaca Irwan Batusangkar Pemimpin Redaksi
Pedoman Umum & Etika Penulisan: 1. Naskah/artikel merupakan tulisan, gagasan pemikiran, opini, ulasan, pembahasan atau penjelasan atas peraturan, pengalaman di lapangan, dengan prioritas bidang pengawasan. Redaksi juga menerima tulisan selain bidang pengawasan yang berkaitan dengan program kesehatan, pengetahuan umum dan lainnya. 2. Naskah/artikel harus merupakan karya asli atau saduran. Bila mengambil atau mencuplik kalimat penulis lain, harus mencantumkan nama penulis atau sumbernya, yang kemudian diikuti dengan muatan analisis atau kajian dari penulis, sehingga tidak semata-mata hanya menyadur/menjiplak kalimat/tulisan orang lain saja tanpa ulasan penulis. 3. Naskah/artikel dikirim dalam format microsoft words, theme fonts arial 12, paragraph 1,5 line spasing, diberi judul singkat, jelas dan informatif, yang menggambarkan materi yang akan disampaikan, memuat juga foto-foto pendukung, tabel/grafik sesuai kebutuhan. 4. Sistematika penulisan naskah meliputi: judul, penulis, pendahuluan, sub-sub judul sesuai kebutuhan, analisis permasalahan dan pembahasan saran penulis, penutup atau kesimpulan, dan kepustakaan/rujukan/referensi. 5. Redaksi berhak merubah tulisan tanpa merubah substansi materi tulisan artikel. 6. Penulisan kepustakaan/rujukan/referensi terdiri dari nama pengarang, tahun, judul, edisi, penerbit. 7. Naskah/artikel ditulis dalam bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa asing agar dicetak miring, dan sedapat mungkin diberi makna/arti. 8. Nama penulis sedapat mungkin ditulis lengkap termasuk gelar, jabatan, dan unit organisasi, serta alamat/alamat email penulis, dan dapat disertai dengan electric file pasfoto penulis. Untuk satu naskah/artikel, penulisnya dibatasi maksimal 3 orang (dengan menyebutkan penulis utama dan penulis pembantu). 9. Setiap naskah/artikel yang dimuat akan diberikan honor sesuai dengan Standar Biaya yang berlaku, sedangkan naskah/artikel yang tidak dimuat akan diberikan tanggapan (dapat secara lisan atau tertulis) kepada penulis yang bersangkutan. 10. Untuk pengiriman/penyampaian naskah/artikel dapat disampaikan langsung ke tim redaksi atau dikirim ke:
[email protected] dan ke
[email protected]
INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
Inforwas Edisi I 2015.indd 3
3
11/30/2015 1:14:37 PM
Surat Pembaca Yth. Redaksi Inforwas Assalamualaikum ww. Saya membaca beberapa buletin inforwas yang diterbitkan oleh Inspektorat Jenderal Kemenkes RI. Isinya sangat bagus untuk menambah pengetahuan dan wawasan namun saya berharap agar secara rutin dapat didistribusikan setiap kali inforwas terbit. Terimakasih atas perhatian dan bantuannya. Wassalam, Imam, BTKL Batam Tanggapan Redaksi: Terimakasih atas Informasinya. Buletin Inforwas akan berupaya untuk selalu memperbaharui bahasan agar dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca. Buletin Inforwas yang diterbitkan oleh Inspektorat Jenderal Kemenkes RI didistribusikan ke seluruh satuan kerja Kesehatan di seluruh Indonesia termasuk Batam, namun jumlah yang dikirimkan memang terbatas mengingat keterbatasan anggaran.
Yth. Redaksi Buletin Inforwas Saya pernah membaca Buletin Inforwas, isi dan bahasan cukup menjabarkan setiap fungsi pekerjaan yang terdapat di satuan kerja lingkungan Kementrian Kesehatan. Namun buletinnya masih belum rutin saya dapatkan, saya berharap agar pemberian buletin dapat dilakukan secara teratur. Azwar Nazar, KKP Kelas III Dumai. Tanggapan Redaksi: Terimakasih atas masukannnya. Buletin Inforwas Itjen Kemenkes RI dapat menjadi sarana bagi teman-teman tenaga fungsional untuk dapat
4
Inforwas Edisi I 2015.indd 4
menambah angka kredit. Jadi silahkan bagi temanteman yang mengirimkan tulisannya yang terkait dengan tugas dan fungsi pekerjaannya dalam lingkup Kementrian Kesehatan, terutama bidang pengawasan. Kedepan kami akan berusaha agar pendistribusian dapat menyeluruh dan rutin ke setiap satuan kerja.
Salam, saya telah membaca Informasi-informasi yang dimuat dalam buletin kiranya dapat mengakses data dan informasi pelayanan dari masyarakat sebagai kontrol publik terhadap pemerintah, mengingat Inspektorat Jenderal juga melakukan fungsi pembinaan kepada satuan kerja pelayanan publik seperti rumah sakit dll. NR. Dophin, Dinkes Kabupaten Sumba. Tanggapan Redaksi: Apa yang menjadi harapan Saudara akan kami perhatikan untuk artikel pada edisi mendatang. Terimakasih.
Yth. Tim Redaksi Saya belum pernah membaca, sebaiknya dikirim ke kabupaten, kota, agar infonya tersebar luas. Ermy, Dinkes Prov. Sulsel Tanggapan Redaksi: Terimakasih atas saran saudari Ermy, kami memohon maaf apabila di satuan kerja saudara belum pernah mendapatkan majalah inforwas, kami akan memperluas distribusi majalah inforwas agar setiap satuan kerja dapat menerimanya.
INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
11/30/2015 1:14:39 PM
Daftar Isi FOKUS 18 Mengenal Lebih Dekat Pak Purwadi Inspektur Jenderal Kemenkes 21 Komitmen Inpektorat Jenderal Mewujukan Wilayah Bebas Dari Korupsi (WBK) ARTIKEL 23 E-Purchasing Obat Sebuah Pengalaman Empiris Pendampingan Pengadaan Obat Berbasis Kontrak Payung
6 FOKUS ARTI SEORANG INSPEKTUR JENDERAL Menanti seseorang yang sudah sangat dibutuhkan, ibarat menanti seorang kekasih yang telah lama dirindukan. Kekasih lama telah pergi, namun belum ada penggantinya.
28 Pelaksanaan Evaluasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) Kementerian Kesehatan RI Tahun2014 36 Optimalisasi Peran Inspektorat Jenderal Dalam Mendukung Program Transparansi Tata Kelola Pemerintahan dan Reformasi Birokrasi 45 Pembuktian dalam Audit Investigasi 50 Pembangunan Kesehatan dari Pinggir ke Tengah Dalam Pemantapan Program Indonesia Sehat Untuk Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia 58
GALERI FOTO
INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
Inforwas Edisi I 2015.indd 5
15 FOKUS Drs. H. Purwadi, Apt, MM, ME: INSPEKTUR JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN YANG BARU Akhirnya, setelah empat bulan lebih posisi pimpinan tertinggi Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan mengalami kekosongan, maka pada hari Kamis, 12 Februari 2015, bertempat di auditorium J.S Leimena Kementerian Kesehatan Jl.Rasuna Said Blok X-5 Kavling 4-9 Kuningan, Jakarta Selatan, Menteri Kesehatan, Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek Sp.M(K) melantik dan mengambil Sumpah Jabatan Pimpinan Tinggi Madya Kementerian Kesehatan RI Drs. Purwadi, Apt, MM. ME sebagai Inspektur Jenderal tahun 2015 menggantikan pejabat yang lama dr. Yudhi Prayudha Ishak Djuarsa, MPH.
5
11/30/2015 1:14:40 PM
Fokus
Arti Seorang Inspektur Jenderal
M
enanti seseorang yang sudah sangat dibutuhkan, ibarat menanti seorang kekasih yang telah lama dirindukan. Kekasih lama telah pergi, namun belum ada penggantinya. Adalah seorang Yudhi Prayudha ID yang menjadi Inspektur Jenderal Kemenkes yang pernah memimpin Inspektorat Jenderal Kemenkes selama empat tahun sejak dua November 2010 sampai dengan satu November 2014. Lalu sebagai Pelaksana Tugas Inspektur Jenderal ditunjuk Ibu dr. Sri Henni Setiawati, MHA disamping tugasnya sebagai seorang Staf Ahli Bidang Pengendalian Faktor Risiko Kesehatan, dan sebagai Pelaksana Harian Inspektur Jenderal adalah drg. S.R.Mustikowati, M.Kes disamping tugasnya sebagai Sekretaris Inspektorat Jenderal. Selama empat bulan pelaksana tugas dan pelaksana harian inilah yang kemudian memimpin Inspektorat Jenderal. 6
Inforwas Edisi I 2015.indd 6
dr. Yudhi Prayudha Ishak, Djuarsa, MPH, Inspektur Jenderal
Banyak kesan, kenangan, suka duka yang disadari maupun tidak disadari telah melekat dalam jiwa dan hati, INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
11/30/2015 1:14:43 PM
selama 4 tahun kepemimpinan Pak Yudhi Prayudha. Lalu apa komentar mereka tentang sosok Yudhi Prayudha? Yang paling berkesan bagi saya, beliau adalah pimpinan yang tegas, konsisten dan selalu memberikan contoh dalam pelaksanaan tugas, termasuk dalam mengendalikan tugas-tugas yang diberikan oleh beliau. Beliau seorang bapak yang sangat familiar, sangat memperhatikan bawahan dan selalu memberikan arahan dalam rangka perbaikan, baik secara formal kedinasan maupun secara pribadi. Beliau adalah seorang bapak, sekaligus seorang teman. Artinya dalam hal-hal tertentu beliau sangat memperhatikan anak-anaknya (staf) dalam hal kesejahteraan, dan dilain kesempatan bisa bercanda seperti teman. Hal ini bisa membuat suasana damai dan nyaman dalam bekerja yang pada gilirannya tugas-tugas yang diberikan dapat kami laksanakan dengan baik
dr. Sri Henni Setiawati, MHA, Plt. Inspektur Jenderal
Para Pimpinan Inspektorat Jenderal Kemenkes
INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
Inforwas Edisi I 2015.indd 7
7
11/30/2015 1:14:45 PM
Fokus
“Bagi saya, kesan yang sangat mendalam terhadap beliau adalah; kerja keras dan kerja cerdasnya”
drg. S.R. Mustikowati, M.Kes, Plh. Inspektur Jenderal
dan penuh rasa tanggung jawab. Beliau merupakan sosok yang bisa memberikan inspirasi untuk merubah segala-galanya di lingkungan Inspektorat Jenderal baik dari segi perilaku maupun etos kerja. Kesan saya berikutnya, beliau seorang pimpinan yang cerdas, selalu dapat memberikan arahan dan bimbingan kepada kami secara tepat dan akurat dalam pengambilan keputusan. Hal ini dapat dilihat dari prestasi Inspektorat Jenderal sejak beliau menjabat sebagai Inspektur Jenderal tahun 2011, utamanya dalam pencapaian opini yang diberikan BPK-RI berdasarkan hasil audit Laporan Keuangan Kementerian Kesehatan. Tahun 2009-2010: LK Kemenkes masih mendapat opini disclaimer, tahun 2011: Wajar Dengan Pengecualian (WDP), tahun 2012: Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelas (WTP-DPP) dan tahun 2013: Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Selain itu masih banyak lagi yang dicapai 8
Inforwas Edisi I 2015.indd 8
Inspektur I: “Saya tidak tahan untuk tidak tidak menitikkan airmata karena ada sesuatu yang hilang”
yaitu diantaranya upaya pencegahan tindak pidana korupsi di lingkungan Kementerian Kesehatan. Dan yang paling membuat saya terkesan adalah masuknya Pendidikan Budaya Anti Korupsi (PBAK) dalam kurikulum Poltekkes. Demikian kesan yang disampaikan oleh Inspektur I (Drs. Wijono Budihardjo, MM). Lalu apa komentar Inspektur II (Heru Arnowo, SH, MM)? Beliau adalah sosok yang memiliki kepribadian akrab dan friendly. Pada masa itu saya menjadi Ketua IAKES (Ikatan Auditor Kesehatan) sehingga leluasa berbicara berbagai hal terkait dengan auditor. Beliau selalu mengingatkan dalam setiap rapat agar menyampaikan sesuatu harus INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
11/30/2015 1:14:50 PM
berdasarkan data. Hal ini dibuktikan ketika saya menghadap beliau untuk meminta pertimbangan harus ada dasar hukum dan aturan yang jelas. Beliau juga mau menerima kritik dan saran selama aturannya jelas, beliau memiliki kepribadian tegas selain itu hati-hati dan tidak neko-neko, hal ini terlihat dalam menjalankan tugas sehari-hari seperti dalam hal pengadaan barang dan jasa yang meminta persetujuan beliau. Terlepas dari karakter beliau, sesungguhnya senang bercanda dan santai, namun oleh karena tuntutan pekerjaan sehingga waktu bercanda berkurang. Kepemimpinannya selalu mengajak kita untuk berbuat bersih,
Inspektur II : “Dalam menyampaikan sesuatu harus berdasarkan data”.
integritas, jangan angkuh dan sombong dan mengingatkan bahwa semua yang ada pada kita hanyalah titipan yang sewaktu-waktu dapat diambil, apa yang kita lakukan dan kerjakan semata-mata untuk masyarakat khususnya bidang kesehatan. Dan bagaimana kesan Inspektur III (Dra. Rahmaniar Brahim, Apt, M.Kes)? Kesan saya adalah beliau berwibawa, tegas dan apa yang beliau bicarakan itulah yang kemudian beliau praktekkan dalam kesehariannya, tidak banyak bicara, dan meminta kita berfikir jauh kedepan INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
Inforwas Edisi I 2015.indd 9
Inspektur III : “beliau tidak banyak bicara, dan meminta kita berfikir jauh kedepan”
yang membuat kami ingin bekerja lebih baik lagi sesuai dengan aturan. Apa kata Inspektur IV (Drs. Mulyanto, MM)? Kesan pertama saya pak Yudhi sosok yang disiplin, tegas dan bertanggungjawab. Bagi saya beliau kebapakan dan merakyat, sebagai seorang Eselon 1 kalau sedang berkunjung ke suatu daerah tidak harus dilayani. Banyak hal yang dapat dijadikan tauladan dari beliau bagi orang disekelilingnya, bagaimana beliau sebagai pemimpin dapat merubah perilaku kita menjadi lebih baik, tidak hanya teori tapi langsung memberi contoh, sehingga mau tidak mau kita sebagai bawahan mengikuti cara beliau. Karena itu saya juga memberi contoh untuk teman-teman di lingkungan Inspektorat IV untuk dapat merubah
Inspektur IV : “Beliau kalau sedang berkunjung ke suatu daerah tidak harus dilayani”
9
11/30/2015 1:14:59 PM
Fokus perilaku menjadi lebih baik lagi. Dilain pihak beliau sangat membimbing dan sistematik, misalnya beliau sangat teliti dalam membaca konsep surat. Beliau bisa memahami kekurangan bawahan dan memberi bimbingan terhadap tugas yang diberikan. Menurut Inspektur Investigasi (Drs. Wayan Rai Suarthana, MM) bahwa pak Yudhi adalah sosok sederhana dan memiliki komitmen Integritas yang kuat. Komitmen ini sangat dibutuhkan Inspektorat Jenderal dalam mengawal pembangunan kesehatan. Bahkan bukan hanya Inspektorat Jenderal, tapi seluruh insan kesehatan. Beliau telah men-triger nilai integritas kepada insan Kementerian Kesehatan. Kesederhanaannya sangat mendukung beliau dalam menjalankan tugas pengawasan, khusunya bagi kami di Inspektorat Investigasi. Beliau menuntut kita profesional, sehingga kita dapat melaksanakan tugas-tugas secara baik. Hal ini mendorong kita agar lugas dalam bekerja. Beliau pimpinan yang tidak rewel, beliau lebih berfokus pada hal–hal penting yang sifatnya mendesak. Itulah yang menjadi perhatian beliau. Banyak hal yang positif yang beliau tanamkan, terutama komitmen beliau untuk memajukan Inspektorat Jenderal, dan tidak henti-hentinya menanamkan
Inspektur Investigasi : “beliau lebih berfokus pada hal–hal penting yang sifatnya mendesak”
10
Inforwas Edisi I 2015.indd 10
dan memberikan contoh terutama sikap integritas. Beliau telah mengambil ancang-ancang bahwa peran kita ke depan harus berubah, dari watchdog menjadi quality assurance, meskipun beliau tahu bahwa hal ini tidak mudah dilakukan. Lantas apa kata bu Ses (Sekretaris Inspektorat Jenderal) tetang sosok pak Yudhi? Sosok pak Yudhi merupakan role model pemimpin di lingkungan Kementerian Kesehatan, yang memiliki integritas tinggi, tegas dalam bertindak, berwibawa dalam kepemimpinannya, dan merakyat pada kesehariannya. Dalam melaksanakan tugas beliau benar-benar bekerja secara profesional, dan tidak pernah bosan untuk selalu mengingatkan kepada jajaran Kementerian Kesehatan
Sekretaris Itjen: “beliau selalu bekerja ‘jujur, cermat dan tepat”.
untuk selalu bekerja “jujur, cermat dan tepat”, disiplin dan konsisten dalam melakukan pekerjaan, sangat concern dalam pemberantasan serta pencegahan tindakan korupsi dilingkungan Kementerian Kesehatan. Kerja Keras itu akhirnya terbayar ketika beberapa penghargaan telah diraih Kementerian Kesehatan diantaranya opini WTP–DPP atas hasil audit Laporan Keuangan tahun 2013 dari BPK, dan sebagai unit Pengendalian Gratifikasi terbaik yang diberikan oleh KPK. INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
11/30/2015 1:15:04 PM
Figur Inspektur Jenderal yang seperti apa yang didamba?
Menurut Inspektur I bahwa prinsipnya siapa pun beliau, harapan saya bisa membawa organisasi Itjen menjadi satu lembaga pengawasan yang credible, mempertahankan integritas dan tetap menjadi katalis dalam melaksanakan program pembangunan kesehatan, baik dari pengawalan perencanaan maupun pendampingan dari sisi pelaksanaan anggaran. Hal ini sejalan dengan perubahan paradigma pengawasan Itjen Kemenkes dari watchdog menjadi quality assurance. Hal ini sejalan dengan asa Inspektur II yang berharap agar Inspektur Jenderal yang baru dapat meneruskan programprogram yang belum terealisasi dari Inspektur Jenderal yang sebelumnya, meningkatkan dan mempertahankan kegiatan yang sudah ada serta menciptakan kegiatan yang lebih inovatif sehingga peningkatan tujuan program pengawasan lebih terasa dalam pelayanan masyarakat terutama bidang kesehatan. Selain itu harus mau menerima saran dan kritik membangun serta memperjuangkan kesejahteraan sesuai aturan yang berlaku. Menurut Inspektur III bahwa perlu adanya pembenahan kompetensi dan meneruskan apa yang sudah INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
Inforwas Edisi I 2015.indd 11
dilakukan oleh Pak Yudhi, semua kebijakan yang konsepnya telah digariskan oleh Pak Yudhi selama kepemimpinanya dalam beberapa tahun sejak tahun 2011, serta menambah/melengkapi, jadi tidak usah lagi membuat konsep-konsep baru. Beliau yang akan memimpin Inspektorat Jenderal ini tinggal meneruskan kemudian meningkatkan dan menambah apabila ada hal-hal yang masih perlu penambahan sesuai dengan perubahan organisasi. Lalu harapan Inspektur IV adalah bahwa pengganti Pak Yudhi adalah seorang pemimpin yang memahami tentang pengawasan, sehingga tidak sulit dan memerlukan waktu lama untuk melakukan penyesuaian. Tidak peduli mau dari dalam atau luar lingkungan Itjen Kemenkes serta laki-laki atau perempuan, tetapi kalau bisa yang sejalan dengan konsep pemikirannya Pak Yudhi. Dan Inspektur Investigasi berharap tentunya yang telah dimulai oleh pimpinan sebelumnya bisa diteruskan karena arahnya sudah jelas kita mau menuju quality assurance dan yang kedua tentu diharapkan untuk pimpinan yang akan datang 11
11/30/2015 1:15:08 PM
Fokus mempunyai wawasan yang luas tentang bagaimana meningkatkan kuantitas dan kualitas Auditor dalam rangka mendukung tugas-tugas Inspektorat Kementerian dalam mengawal Program Kementerian Kesehatan sebagaimana yang dicanangkan dalam renstra dan RPJPM. Saya juga berharap ada semacam studi banding keluar organisasi seperti Kementerian PU, Dikbud, Pertanian untuk melihat audit operasional/kinerja yang dilakukan, terutama pada aspek teknis non-keuangan. Hal ini untuk melihat apakah arah kita dibagian ini sudah tepat atau belum, selain itu untuk menjaga kemungkinan ketika Satker yang kita awasi lebih paham tentang pengelolaam administrasi dan keuangan, tentu peran kita fokusnya akan berubah pada untuk meyakini keberhasilan suatu program. Dengan demikian peran Inspektorat Kementerian sebagai quality assurance juga perlu diubah fokusnya. Selain itu diperlukan penguatan SDM melalui diklat profesional yang bersertifikasi sehingga kepercayaan diri auditor meningkat dan kapabilitas APIP Inspektorat Jenderal juga meningkat. Harapan saya yang lainnya bahwa pembangunan sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP) memerlukan dukungan dari pimpinan Inspektorat Kementerian dan Setjen dan Unit Eselon I, dengan demikian akan terjadi perubahan paradigma dalam penerapan SPIP, bahwa ber-SPIP adalah merupakan suatu kebutuhan dan bukan merupakan suatu paksaan. Selama ini peran Inspektorat Jenderal untuk memberikan dorongan lebih aktif dibandingkan dengan pihak satker yang mempunyai kewajiban untuk itu. 12
Inforwas Edisi I 2015.indd 12
Lain halnya dengan harapan bu Ses, Siapapun yang nantinya akan mendudukui posisi Inspektur Jenderal, saya berharap agar ia mampu mempertahankan prestasiprestasi yang telah diraih oleh Kemenkes, bahkan bisa membawa nama Kemenkes menjadi baik dan lebih baik lagi. Laporan Keuangan Kementerian Kesehatan RI sehingga dapat tercipta Laporan Keuangan yang akuntabel dan memperoleh opini WTP dari BPK. Menjadi role model yang memiliki integritas tinggi, komitmen terhadap pemberantasan korupsi, serta mengutamakan kejujuran dalam menjalankan amanah kepemimpinan. Diluar lingkungan Inspektorat Jenderal Jenderal, tim redaksi Inforwas berhasil juga mewawancarai beberapa pimpinan satuan kerja di daerah. Harapan pertama yang disampaikan oleh Direktur Poltekkes Kemenkes Ternate (Kartini Muhammad Ali, S.Pd, M.Kes) adalah adanya figur seorang Inspektur yang inovatif, mengayomi, membimbing, bijaksana, penuh ketelitian dan kesabaran, berorientasi pada pemecahan masalah. Harapan beliau terhadap Organisasi Inspektorat Jenderal kedepan adalah dapat mengoptimalkan peran dan fungsinya sebagai consulting dan quality assurance. Sebagai satker yang berdomisili di Indonesia Timur dengan berbagai paradigmanya, maka diperlukan pendampingan yang efektif dan efisien berdasarkan hal tersebut pengembangan konsultasi melalui media online sangat diperlukan sebagai minimum cost, konsultasi tersebut meliputi asistensi laporan keuangan, penilaian risiko, pengendalian dalam rangka penerapan SPIP, konsultasi INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
11/30/2015 1:15:09 PM
pengadaan barang dan jasa, dan konsultasi dalam penetapan kebijakan Direktur Poltekkes sebagai upaya implementasi tata kelola organisasi yang baik. Disamping itu pula dapat menciptakan auditor yang baik dengan mengedepankan nilai softskill sebagai auditor sehingga pelaksanaan audit berorientasi pada upaya pemecahan masalah atau perbaikan sistem/tata kelola instansi pemerintah. Selanjutnya dari Kepala KKP Kelas III Ternate (Suharto, SKM, M.Kes) berharap Inspektur Jenderal mempunyai jiwa kepemimpinan yang kuat, tegas,
mengayomi dan bisa mendengarkan keluhan, dan juga seorang solution maker. Sebagai Organisasi, diharapkan Inspektorat Jenderal bukan sebagai pemadam kebakaran, akan tetapi menjadi Organisasi yang mampu mencegah terjadinya kebakaran (penyelahgunaan), menjadi Organisasi yang lebi independen, meskipun berada dibawah Kementerian, akan tetapi dalam menangani kasus yang terindikasi penyalahgunaan wewenang tetap berpedoman pada aturan, seperti yang selama ini dilakukan.
Kesan Pak Yudhi Berikut kutipan wawancara tim Redaksi Inforwas dengan Pak Yudhi Prayudha ID: “Alhamdulillah saya telah menyelesaikan tugas saya selaku Inspektur Jenderal bertepatan dengan usia saya ke-60. Namun di sisi lain saya masih berharap sesuatu yang lebih besar lagi yang harusnya tercapai di Inspektorat Jenderal, mudahmudahan nanti bisa diselesaikan oleh yang meneruskan saya. Karena, menurut saya, selama 4 tahun ini hanya pondasi, mesti ada pupuk, mesti ada yang melakukan maintenance supaya Inspektorat Jenderal tumbuh besar. Jika saja Inspektur Jenderal yang akan datang dapat melakukan itu, saya pikir Inspektorat Jenderal akan lebih baik. Ada yang baik ada yang tidak baik. Ada yang kurang ada yang lebih. Ya memang itu namanya kita berkehidupan. INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
Inforwas Edisi I 2015.indd 13
Yudhi Prayudha: “Selama 4 tahun ini hanya pondasi, mesti ada pupuk, mesti ada yang melakukan maintenance”
13
11/30/2015 1:15:11 PM
Fokus “Dari sisi anggaran, Itjen kecil karena memang sumber daya kita terbatas. Seharusnya kita punya inovasi lain selain hanya untuk operasional, seharusnya ada cukup dana untuk meningkatkan kapasitas/kualitas SDM. Dan itu hanya bisa dilakukan kalau SDM kita secara kuantitas lebih banyak daripada sekarang. Paling tidak setiap Inspektorat itu seharusnya ada sekitar 50 sampai 60 auditor, sehingga jika ada kegiatankegiatan peningkatan kapasitas SDM misalnya pelatihan, seminar kegiatan tupoksi tidak terganggu sementara kapasitas individu bisa naik.” Saya sangat bersyukur sudah diberi kesempatan untuk bekerjasama dengan teman-teman yang mau berubah, itu yang paling penting untuk saya. Organisasi Inspektorat Jenderal saat ini terlalu minim, terlalu kecil untuk melakukan fungsi. Ketika ada perubahan SOTK, saya mengusulkan ada eselon III di tiap Inspektorat sebagai manager/ pengendali kegiatan yang menjabarkan kebijakan operasional Inspektur dan bisa mempertanggungjawabkan kinerja jabatan fungsional auditor. Dari sisi anggaran, Itjen kecil karena memang sumber daya kita terbatas. Seharusnya kita punya inovasi lain selain hanya untuk operasional, seharusnya ada cukup dana untuk meningkatkan kapasitas/kualitas SDM. Dan itu hanya bisa dilakukan kalau SDM kita secara kuantitas lebih banyak daripada sekarang. Paling tidak setiap Inspektorat itu seharusnya ada sekitar 50 sampai 60 auditor, sehingga jika ada kegiatankegiatan peningkatan kapasitas SDM misalnya pelatihan, seminar kegiatan tupoksi tidak terganggu sementara kapasitas individu bisa naik. 14
Inforwas Edisi I 2015.indd 14
Harapan saya untuk Inspektur Jenderal yang baru adalah dapat bekerja sama internal (auditor, sekretariat) dan eksternal (unit utama lain) harus meyakinkan bahwa Itjen bukanlah momok, namun merupakan partner yang bisa membawa kebaikan bagi kita semua. Harapan saya kepada para Inspektur adalah bahwa Inspektur harus concern kepada internalnya untuk meningkatkan kapasitas SDMnya dan dukungan logistik. Sekretaris Inspektorat Jenderal harus berani mengalokasikan dana-dana yang jauh lebih besar untuk SDM-nya. Terakhir, pesan untuk auditor dan staf Inspektorat Jenderal agar bekerja bukan untuk Inspektur Jenderal, tapi bekerjalah untuk Kementerian Kesehatan”. Terima kasih untuk Pak Yudhi atas kerja cerdasnya selama ini di Inspektorat Jenderal. Semoga ditempat tugas yang baru sebagai Staf Khusus Menteri Kesehatan Bidang Peningkatan Kepemerintahan yang Baik dan Reformasi Birokrasi, mendapat kesuksesan yang lebih. n Penulis: Irwan Batusangkar, dkk
INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
11/30/2015 1:15:12 PM
Drs. H. Purwadi, Apt, MM, ME:
Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan yang Baru
Pengambilan Sumpah jabatan Inspektur Jenderal
A
khirnya, setelah empat bulan lebih posisi pimpinan tertinggi Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan mengalami kekosongan, maka pada hari Kamis, 12 Februari 2015, bertempat di auditorium J.S Leimena Kementerian Kesehatan Jl.Rasuna Said Blok X-5 Kavling 4-9 Kuningan, Jakarta Selatan, Menteri Kesehatan, Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek Sp.M(K) melantik dan mengambil Sumpah Jabatan Pimpinan Tinggi Madya Kementerian Kesehatan RI Drs. Purwadi, Apt, MM. ME sebagai Inspektur Jenderal tahun 2015 menggantikan pejabat yang lama dr. Yudhi Prayudha Ishak Djuarsa, MPH. Dalam sambutannya Menteri Kesehatan menegaskan bahwa INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
Inforwas Edisi I 2015.indd 15
penempatan dan promosi jabatan pimpinan tinggi telah dilaksanakan secara terbuka dan kompetitif, dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi, rekam jejak jabatan, pendidikan dan pelatihan serta integritas. Pemilihan pejabat eselon I ini tentunya telah sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Pada kesempatan yang baik tersebut, Menteri Kesehatan menyampaikan keyakinannya dan percaya bahwa Drs. Purwadi, Apt, MM. ME adalah pribadi pilihan yang benar-benar akan mampu menghasilkan kinerja terbaik dari jabatan yang dipangkunya dan unit kerja yang dipimpinnya. 15
11/30/2015 1:15:12 PM
Fokus Menteri Kesehatan juga berpesan kepada Drs. Purwadi, Apt, MM, ME, agar dapat mempertahankan dan melanjutkan prestasi-prestasi yang sudah dirintis oleh pejabat sebelumnya serta meningkatkan kualitas SDM Pengawasan agar mampu mendukung pelaksanaan
dan akuntabel; serta peningkatan kualitas pelayanan publik. Peningkatkan koordinasi yang baik dengan lintas sektor terkait Juga perlu ditingkatkan oleh Inspektorat Jenderal selaku Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) antara lain dengan:
Penanda tanganan Berita Acara Pengambilan Sumpah dihadapan Menteri
nawacita kedua, yaitu pembangunan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya. Guna mendukung teselenggaranya nawacita kedua, maka harus ada peningkatan peran bagi Inspektorat Jenderal sebagai penjamin mutu, pencegahan korupsi dan konsultasi serta pendampingan dalam rangka membangun integritas; mempertahankan opini laporan keuangan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP); mewujudkan Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM); pengelolaan keuangan negara yang efisien, efektif, transparan 16
Inforwas Edisi I 2015.indd 16
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait laporan keuangan; Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terutama dalam upaya pencegahan korupsi; Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait pelaporan transaksi keuangan yang mencurigakan; dan Ombudsman, terkait pengaduan masyarakat. Menteri juga berpesan kepada Drs. Purwadi, Apt, MM. ME selaku Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan yang baru untuk segera menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
11/30/2015 1:15:13 PM
“Inspektorat Jenderal harus terus menerus mendorong dan mengawal seluruh satker untuk dapat memenuhi indikator WBK, serta mengawal Kementerian Kesehatan agar tidak terjadi kasus yang berhubungan dengan aparat penegak hukum, yaitu KPK, Kejaksaan dan Kepolisian” Pak Yudhi (kanan) memberi ucapan kepada Pak Pur (kiri)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam rangka pembangunan integritas aparatur negara. Diakhir sambutannya Menteri Kesehatan tidak lupa mengucapkan terimakasih dan memberikan apresiasi dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dr. Yudhi Prayudha Ishak Djuarsa, MPH atas pengabdian, dedikasi, loyalitas dan jasa-jasa yang telah diberikan
kepada Kementerian Kesehatan hingga akhir masa jabatan tersebut. Kontribusi yang telah diberikan dr. Yudhi Prayudha Ishak Djuarsa, MPH sangat bermakna bagi Pembangunan Kesehatan dan beliau meminta dr. Yudhi Prayudha Ishak Djuarsa, MPH agar tidak segansegan memberikan masukan usul, saran bahkan kritik kepada jajaran Kementerian Kesehatan. n (Tim Redaksi: Retno Budiarti, Juwita)
Foto Bersama Menteri Kesehatan dengan jajaran pejabat di lingkungan Inspektorat Jenderal
INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
Inforwas Edisi I 2015.indd 17
17
11/30/2015 1:15:13 PM
Fokus
Mengenal Lebih Dekat Pak Pur Inspektur Jenderal Kemenkes
A
wal tahun 2015 ini Inspektorat Jenderal Kemenkes mempunyai pemimpin baru yaitu Drs. Purwadi, Apt, MM, ME menggantikan dr. Yudhi Prayudha Ishak Djuarsa, MPH yang telah mengakhiri masa tugasnya. Tepatnya hari Rabu, 4 Februari 2015, Ir. Joko Widodo, Presiden RI, menandatangani Surat 18
Inforwas Edisi I 2015.indd 18
Keputusan pengangkatan dalam jabatan pimpinan tinggi madya Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan RI, menjawab kebutuhan Organisasi Itjen Kemenkes setelah empat bulan belum diangkat pejabat yang defenitif, yang kemudian pelantikannya dilakukan pada hari Kamis, 12 Februari 2015 di Gedung Kementerian Kesehatan di Jakarta. INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
11/30/2015 1:15:15 PM
Perjalanan karir Pak Pur, (demikian dipanggil akrab oleh orang-orang disekitarnya), sejak diangkat menjadi CPNS tahun 1985 bertugas di Gudang Farmasi Kota Pontianak Provinsi Kalimantan Barat. Kemudian beliau hijrah ke Jakarta dan pada tahun 1995 menjadi salah satu pejabat eselon IV di Sekretariat Direktorat Jenderal POM yang pada waktu itu masih berada di lingkungan Departemen Kesehatan. Bekal pengalaman pejabat eselon II sebagai Direktur Bina Obat Publik & Perbekalan Kesehatan, dan terakhir sebagai eselon II Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alkes Kemenkes, nasib yang kemudian menghantar beliau menjadi orang nomor satu di Inspektorat Jenderal. Pria kelahiran Pontianak 17 Desember 1957 ini telah banyak mengikuti pelatihan teknis yang mendukung penunjukan beliau sebagai seorang pemimpin, diantaranya analisis jabatan, analisis manajemen, strategic leadership, dan yang paling utama adalah diklat jabatan DJJ SEPALA, ADUM, SPAMA, sampai dengan DIKLAT PIM II pada tahun 2004 lalu. Suami dari Dra. Mardiaty ini, menyelesaikan sarjana farmasi/apoteker di Universitas Gadjah Mada pada tahun 1984, kemudian mengambil gelar Magister Administrasi tahun 2000, dan di tahun Pak Pur Bersama Keluarga INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
Inforwas Edisi I 2015.indd 19
2004 lalu meraih gelar Magister bidang Manajemen Kebijakan Publik dari dari Universitas Indonesia. Memiliki satu orang cucu dan dua orang anak. Aditya Pradhana yang kini bekerja sebagai dokter di RSUD Syarif Muhammad di Kota Pontianak dan Aninditha Purwandari yang kini telah bekerja sebagai advocate di DNC. Menurut Pak Purwadi, penugasan sebagai Inspektur Jenderal harus dicermati dengan baik, karena tugas berat di depan mata kita semua yang utama adalah harus mempertahankan opini WTP dari BPK atas Laporan Keuangan Kemenkes. Sesungguhnya ini menjadi beban buat beliau, namun sebagai seorang prajurit, beliau siap mengemban tugas. Satu hal yang
19
11/30/2015 1:15:24 PM
Fokus melegakan beliau adalah adanya dukungan penuh dari para Inspektur dan Sekretaris Itjen atas penunjukan beliau sebagai Inspektur Jenderal. Demikian awal percakapan tim redaksi ketika diterima dengan baik di ruang kerjanya. Selanjutnya pak Purwadi menuturkan bahwa Inspektorat Jenderal sekarang bukan lagi Inspektorat Jenderal zaman dulu yang mengawasi orang, tapi Inspektorat Jenderal sebagai pendamping Unit Eselon I. Kedepan, kehadiran Inspektorat Jenderal harus bermakna untuk mampu menyelesaikan segudang permasalahan yang ada. Bila suasana kebatinan itu atau suasana hati nurani itu bisa dibentuk maka segala hal yang bermasalah dapat diselesaikan. Namun ketika kehadiran Itjen justru sebagai salah satu masalah, maka tidak akan selesai masalahnya, itu yang harus kita bangun. Sebetulnya pejabat sebelum saya sudah memulai ini dan saya tinggal meneruskan saja. Apa yang menjadi pemikiran pak Purwadi tersebut, sudah sejalan dengan harapan Menteri Kesehatan kepada beliau yang disampaikan pada saat pelantikan. Menteri mengharapkan peningkatan peran Inspektorat Jenderal sebagai penjamin mutu, pencegahan korupsi dan konsultansi serta pendampingan, dalam rangka membangun integritas; mempertahankan opini laporan keuangan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP); mewujudkan Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM); pengelolaan keuangan negara yang efisien, efektif, transparan dan akuntabel; serta peningkatan kualitas pelayanan
20
Inforwas Edisi I 2015.indd 20
publik, dan dapat mempertahankan dan melanjutkan prestasi-prestasi yang sudah dirintis oleh pejabat lama serta meningkatkan kualitas SDM Pengawasan agar mampu mendukung pelaksanaan nawacita kedua, yaitu pembangunan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya. Menurut Pak Purwadi, apa yang sudah dicapai oleh pemimpin terdahulu dapat lebih ditingkatkan minimal dipertahankan. Beliau berpesan agar “keberadaan kawan-kawan di Inspektorat Jenderal mulai dari tukang sapu, CPNS, sampai Irjen, keberadaannya adalah bagian dari solusi”. Dengan kata lain harus menjadi solusi, bukan bagian dari masalah. Sebelum mengakhiri percakapan dengan tim redaksi, beliau berpesan kepada para Inspektur agar bisa membangun dan menjalin komunikasi yang baik antar sesama Inspektur dan juga kepada auditor. Bila sudah baik agar dipertahankan untuk kemudian ditingkatkan. Satu harapan penting beliau agar pada setiap Inspektorat dapat mempunyai satu pengendali mutu, karena selama ini pengendali mutu hanya satu orang. Khusus kepada Sekretaris Itjen, beliau berpesan sebagai ibu rumah tangganya Itjen agar dapat memberikan yang terbaik untuk para Inspektur dan auditor. Kepada para pejabat struktural dan staf di lingkungan sekretariat agar memberi dukungan kepada Ibu Ses, itu yang sangat penting, ucap beliau. n (Tim Redaksi: Irwan Batusangkar, Eka Widianti, Dedi Permadi)
INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
11/30/2015 1:15:24 PM
Komitmen Inpektorat Jenderal Mewujukan Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK)
Tekad bersama Para pimpinan Inspektorat Jenderal
J
umat, 16 Januari 2015 bertempat di auditorium J.S Leimena Kementerian Kesehatan Jl.Rasuna Said Blok X-5 Kavling 4-9 Kuningan, Jakarta Selatan, seluruh jajaran Struktural dan Fungsional beserta staf Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan melakukan Penandatanganan Komitmen Melaksanaan Pembangunan Kesehatan yang Baik, Bersih, dan Melayani dengan Semangat Reformasi Birokrasi. Acara tersebut dihadiri pula oleh Staf Ahli Menteri (SAM), dan Kepala Biro Keuangan dan Barang Milik Negara (BMN). Isi Komitmen Melaksanaan Pembangunan Kesehatan yang Baik, Bersih, dan Melayani dengan Semangat INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
Inforwas Edisi I 2015.indd 21
Reformasi Birokrasi dimaksud meliputi: 1. Melaksanakan Reformasi Birokrasi secara konsisten; 2. Menjunjung tinggi integritas Aparatur Sipil Kementerian Kesehatan; 3. Menerapkan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP); 4. Menolak adanya praktik suap, gratifikasi, pemerasan, uang pelican dalam bentuk apapun dan melapkan setiap penerimaan Gratifikasi yang dianggap suap kepada Komisi Pemberantasan Korupsi; 5. Turut serta secara aktif untuk melaporkan setiap penerimaan suap, gratifikasi, uang pelican melalui Whistle Blowing System (WBS); 21
11/30/2015 1:15:24 PM
Fokus 6. Menghindari adanya benturan kepentingan; 7. Melaksanakan pengelolaan keuangan secara transparan dan akuntabel; 8. Membangun zona integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK)/Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani; 9. Mendorong peningkatan kualitas pelayanan public; 10. Mewajibkan semua Aparatur Sipil Kementerian Kesehatan untuk menandatangani pakta integritas. Pada kesempatan tersebut Pelaksana Tugas Inspektur Jenderal, dr. Sri Henni Setiawati, MHA mengajak para jajaran Inspektorat Jenderal untuk memiliki komitmen yang kuat, integritas yang tinggi, kejujuran menjaga kekompakan, dan saling mengingatkan serta saling membantu satu sama lain.
Proses penandatanganan komitmen
banyak”, tutur Plt. Inspektorat Jenderal. Penandatanganan komitmen bersama ini dilakukan oleh seluruh pejabat struktural, fungsional/auditor, para staf, dan para pegawai honorer Inspektorat
Komitmen bersama
Pembacaan deklarasi
“Saya berharap seluruh jajaran Struktural dan Fungsional beserta staf di Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan dapat menjadi role model di lingkup Kementerian Kesehatan khususnya dan bahkan bisa menjadi banch marking dari Kementerian lainnya; mengingat kita telah mendapatkan penghargaan yang cukup 22
Inforwas Edisi I 2015.indd 22
Jenderal Kementerian Kesehatan. Selain penandatanganan komitmen bersama, seluruh elemen Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan juga membacakan deklarasi, yang isinya menyatakan kesiapan bagi Inspektorat Jenderal dalam melaksanakan tugas dengan baik, memberantas korupsi dan mewujudkan WBK. Semoga tugas mulia tersebut akan terwujud secara optimal dan tercapainya tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya Itulah makna dari pelaksanaan kegiatan secara BAIK dan BENAR…. Insya Allah… n (Retno Budiarti & Irwan Batusangkar)
INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
11/30/2015 1:15:28 PM
Artikel
E-PURCHASING OBAT
Sebuah Pengalaman Empiris Pendampingan Pengadaan Obat Berbasis Kontrak Payung Latar Belakang Sejak gema pemberantasan korupsi bergaung, proses pengadaan obat pun tidak luput dari sasaran. Beberapa pihak masih menganggap kue pengadaan obat sebagai kue yang manis dan gurih. Selalu ada aksi dan reaksi, yang mengakibatkan proses pengadaan obat semakin jauh dari efisiensi dan efektivitas. Bahkan masih didapati istilah DoffI atau DonI, Discount off Invoice atau Discount on Invoice. Dalam praktek pengadaan yang benar, maka semakin berkualitas obat dan semakin terjangkau harga obat, maka akan menjadi salah satu tolok ukur dalam peningkatan pelayanan di fasilitas kesehatan. Akan tetapi jauh panggang dari api, harga obat tidak kunjung terjangkau sedangkan satu demi satu kasus pengadaan seputar pengadaan obat mulai muncul ke publik. Sebagai salah satu barang khusus, yang menentukan hajat hidup orang banyak, maka tata kelola pengadaan obat perlu diatur INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
Inforwas Edisi I 2015.indd 23
secara sistematis. Karakteristik produksi obat, jaringan distribusi dan strategi pemasaran perlu ditata ulang untuk menghasilkan obat yang poten/efektif sekaligus terjangkau bagi masyarakat luas. LKPP dan Kementerian Kesehatan bahu membahu untuk menyusun katalog obat, sehingga memudahkan pelayanan kesehatan dalam proses pengadaan obat Dasar penyusunan kontrak payung Dasar penyusunan kontrak payung yang digunakan sebagai bahan acuan kepada prinsipal (pabrik) adalah Rencana Kebutuhan Obat, selanjutnya disebut RKO. Diharapkan setiap pelayanan kesehatan, telah menyusun RKO, sehingga jumlah kebutuhan obat yang ada di seluruh Indonesia dapat terakomodasi dalam kapasitas terpasang prinsipal. Akan tetapi terdapat hal yang memerlukan pencermatan lebih lanjut, karena penyusunan RKO telah 23
11/30/2015 1:15:34 PM
Artikel
“Sebagai salah satu barang khusus, yang menentukan hajat hidup orang banyak, maka tata kelola pengadaan obat perlu diatur secara sistematis. Karakteristik produksi obat, jaringan distribusi dan strategi pemasaran perlu ditata ulang untuk menghasilkan obat yang poten/efektif sekaligus terjangkau bagi masyarakat luas. LKPP dan Kementerian Kesehatan bahu membahu untuk menyusun katalog obat, sehingga memudahkan pelayanan kesehatan dalam proses pengadaan obat”
mulai dikumpulkan sejak pertengahan tahun berjalan. Data RKO dari kabupaten/ kota telah diminta untuk dikumpulkan ke pusat, sementara kebutuhan riil obat tahunan yang sesungguhnya baru akan muncul kemudian. Dalam kondisi seperti ini masih akan didapati database yang mengambang terhadap kebutuhan obat yang sesungguhnya. RKO yang mendekati kondisi yang ideal baru akan tercapai paling tidak 2-3 tahun lagi, ketika sistem E-Catalog telah berjalan. Alur pengadaan obat berdasarkan e-catalog Dalam pengadaan obat melalui E-Catalogue, harga satuan obat telah dilelangkan antar prinsipal dengan LKPP. Kontrak payung obat ditanda tangani oleh LKPP dan prinsipal yang memenangkan penawaran terhadap setiap jenis obat di area tertentu (pengadaan itemized). Yang menjadi menarik, bahwa satuan kerja/fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah 24
Inforwas Edisi I 2015.indd 24
selaku pengguna kontrak payung ini, melakukan pemesanan kepada prinsipal terhadap jenis obat yang dibutuhkan. Akan tetapi, yang melayani pelaksanaan pekerjaan dan berkontrak dengan pemerintah adalah distributor yang ditunjuk oleh prinsipal. Secara bagan digambarkan sebagai berikut :
garis merah : kontrak garis krem : pemesanan garis coklat : perintah dari prinsipal kepada distributor
INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
11/30/2015 1:15:35 PM
Hubungan bisnis antara prinsipal dan distributor masih perlu dipertegas, karena bisa jadi karena kesalahan/ kekurangan produksi di prinsipal, akan berakibat kepada wanprestasi bagi distributor. Contohnya ketika di awal kontrak prinsipal menyatakan sanggup memenuhi pesanan obat dalam 60 hari, dan ditindaklanjuti oleh distributor berkontrak dengan PPK dengan masa pelaksanaan sesuai kesanggupan prinsipal. Akan tetapi, ketika terjadi permasalahan produksi di prinsipal mengakibatkan proses produksi mundur 10 hari, maka PPK tentu akan ragu untuk menetapkan kepada siapakah akan menetapkan denda keterlambatan. Sepintas distributor harus menanggung denda tersebut, tetapi keterlambatan pekerjaan diakibatkan oleh kesalahan dari prinsipal. Kejelasan hubungan hukum antara prinsipal dan distributor perlu dipertegas, sehingga menjadikan PPK atau Satker dapat menjalankan hak dan kewajiban kontrak sebagaimana mestinya. Pemesanan minimal per kemasan Obat Kontrak payung antara LKPP dan prinsipal menggunakan dasar satuan terkecil obat, yaitu tablet, kapsul, botol dan semisalnya. Satuan terkecil tersebut dikemas dalam kemasan sesuai dengan masa pelaksanaan negosiasi kontrak payung tersebut. Dalam distribusi obat, terdapat batasan minimal dalam pemesanan obat. Batasan tersebut adalah bentuk sediaan terkecil yang diizinkan untuk diedarkan dalam rangka menjaga kualitas obat. Misalnya obat A dalam kemasan Box 10 strip @10 tablet, maka dalam pemesanan obat, minimal kita membeli obat A tersebut INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
Inforwas Edisi I 2015.indd 25
“Ketika terjadi permasalahan produksi di prinsipal mengakibatkan proses produksi mundur 10 hari, maka PPK tentu akan ragu untuk menetapkan kepada siapakah akan menetapkan denda keterlambatan. Sepintas distributor harus menanggung denda tersebut, tetapi keterlambatan pekerjaan diakibatkan oleh kesalahan dari prinsipal. Kejelasan hubungan hukum antara prinsipal dan distributor perlu dipertegas, sehingga menjadikan PPK atau Satker dapat menjalankan hak dan kewajiban kontrak sebagaimana mestinya”. dalam satuan box dengan satuan terkecil 100 tablet. Distributor akan kesulitan apabila satker melakukan pemesanan obat sejumlah 6550 tablet. Karena bisa dipastikan bahwa box ke 66 hanya berisi 5 strip atau separuh. Begitu pun halnya apabila terdapat obat injeksi dengan sediaan 10 ampul/box, pemesanan minimal yang dapat dilayani menggunakan pecahan 10 ampul. Apabila satker memesan 333 ampul saja maka dipastikan box ke 34 hanya 25
11/30/2015 1:15:35 PM
Artikel berisi 3 ampul. Hal inilah membutuhkan kecermatan bagi pokja ULP dibantu tim teknis dari bagian farmasi untuk bisa melakukan pemesanan sesuai dengan kemasan dari masing-masing sediaan obat yang ada.
sekedar bukti pembelian dan kuitansi, tetapi ada juga yang menggunakan SPK dan surat perjanjian itu sendiri. Perlu diingat bahwa untuk kontrak obat di atas 200 juta, maka ketentuan jaminan pelaksanaan tetap harus dijalankan.
Pemaketan Kontrak payung LKPP dan prinsipal telah menghasilkan kontrak itemized, yaitu untuk setiap prinsipal yang memenuhi ketentuan kualifikasi, memenangkan kontrak pengadaan satu atau lebih jenis obat. Akan tetapi tidak setiap prinsipal mempunyai jaringan distributor sendiri di semua wilayah, masih menggunakan jaringan distributor dari prinsipal yang lain. Misalnya Afifarma, menggunakan jaringan distributor Kimia Farma untuk wilayah Jawa Tengah. Sehingga pemaketan pengadaan obat sangat dianjurkan berdasarkan pada jumlah distributor yang akan berkontrak dengan satker. Semisal Dinas Kesehatan telah memetakan bahwa kebutuhan obatnya akan dilayani oleh 10 distributor obat sebagaimana tercantum dalam kontrak payung, maka paket pengadaan obatnya juga perlu disesuaikan menjadi minimal 10 paket. Pemaketan menjadi 10 paket tadi akan memudahkan dalam penyusunan dokumen kontrak/bukti perjanjian, sehingga diharapkan akan lebih melancarkan dalam serah terima dan pembayaran.
Permasalahan akun pokja ULP Dalam pelaksanaan pengadaan obat secara e-purchasing ini, masih terdapat kelemahan SPSE yang perlu segera dibenahi. Pemrosesan pengadaan dilaksanakan oleh satu akun anggota Pokja, Prinsipal dan PPK. Hanya 1 orang saja anggota pokja ULP, yang bisa melakukan pemrosesan dalam aplikasi e-Purchasing. Anggota pokja yang lain belum bisa untuk mengakses proses, kecuali menggunakan akun dari anggota pokja yang terlebih dahulu aktif digunakan. Selain itu, belum disediakan alur komunikasi antara prinsipal dan distributor yang ditunjuk di dalam aplikasi. Hambatan yang muncul adalah ketika prinsipal telah menyetujui pemesanan, tetapi distributor tidak bisa memantau pemesanan tadi ditujukan kepadanya, sehingga memunculkan gesekan pelayanan dengan satker. Satker merasa telah melakukan pemesanan dan sudah bersiap untuk mengadakan perikatan, tetapi distributor tidak tahu kalau telah ditunjuk sehingga distributor belum menyiapkan dokumen untuk kontrak, apalagi mengalokasikan obat.
Bukti Perjanjian Pemecahan paket disesuaikan dengan jumlah distributor yang berkontrak dengan PPK, maka memunculkan bukti perjanjian yang bervariasi. Ada yang cukup dengan 26
Inforwas Edisi I 2015.indd 26
Pengalaman unik Berdasarkan pengalaman unik mendampingi beberapa satker dalam menggunakan aplikasi E-Purchasing obat, penulis menjumpai beberapa masalahmasalah yang perlu ditindak lanjuti LKPP maupun Kementerian Kesehatan. INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
11/30/2015 1:15:35 PM
“Tersimpan harapan besar bahwa aplikasi ini terus dikembangkan secara berkelanjutan, baik dari kualitas sistem maupun kuantitas jumlah obat yang terakomodasi. Berawal dari obat generik, aplikasi ini harus merambah kepada obat-obatan bermerk (branded). Dan akhirnya, terobosan E-Purchasing Obat akan menjadi momentum perbaikan tata kelola pengadaan di sektor kesehatan”. Masalah-masalah tersebut antara lain : 1. Adanya penolakan beberapa item atau bahkan semua pesanan yang dilakukan prinsipal kepada satker, dengan alasan bahwa satker belum memasukkan daftar obat yang dimaksud dalam RKO. 2. Adanya dokumen administrasi (ijin usaha) distributor yang masih dalam proses pengurusan, walaupun distributor tersebut telah ditunjuk prinsipal. 3. Pencantuman layanan tambahan atau spesifikasi barang yang belum difasilitasi di dalam aplikasi. Layanan tambahan tersebut diantaranya: a. obat yang dipesan harus memiliki masa kadaluwarsa yang cukup, b. terdapat penggantian untuk obat-obat yang rusak, dan c. penukaran terhadap obat 6 bulan sebelum masa kadaluarsa d. pelaksanaan pekerjaan dalam kurun sekian hari, dan lain sebagainya. 4. Alur waktu dari mulai pemesanan sampai dengan barang dikirim, untuk selanjutnya proses pembayaran,
INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
Inforwas Edisi I 2015.indd 27
belum bisa digambarkan secara utuh seperti summary report pada SPSE, walaupun telah disediakan fitur riwayat paket. Kesimpulan E-Purchasing sebagai idaman satker pelayanan kesehatan, merupakan citacita yang sudah diharapkan sedari dulu. Tidak ada sistem yang luput dari ketidaksempurnaan. Itupun yang terjadi dalam aplikasi ini. Akan tetapi, tersimpan harapan besar bahwa aplikasi ini terus dikembangkan secara berkelanjutan, baik dari kualitas sistem maupun kuantitas jumlah obat yang terakomodasi. Berawal dari obat generik, aplikasi ini harus merambah kepada obat-obatan bermerk (branded). Dan akhirnya, terobosan E-Purchasing Obat akan menjadi momentum perbaikan tata kelola pengadaan di sektor kesehatan. Dengan perubahan positif ini, semoga cita cita mewujudkan derajat kesehatan manusia Indonesia yang setinggi-tingginya dapat segera terwujud. Amin. n Penulis: Atas yuda Kandita, ST, Trainer dan Praktisi Pengadaan Barang/ Jasa
27
11/30/2015 1:15:36 PM
Artikel
PELAKSANAAN EVALUASI SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) KEMENTERIAN KESEHATAN RI TAHUN 2014
I
npres No. 7 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Inpres tersebut mewajibkan setiap instansi pemerintah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan negara untuk membuat laporan akuntabilitas instansi pemerintah (LAKIP) guna mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya serta kewenangan pengelolaan sumber daya dengan didasarkan suatu perencanaan strategi yang ditetapkan oleh masing-masing instansi. Pasal 13 huruf a PerMenpan & RB No. 29/2010, menyatakan bahwa Kementerian/ Lembaga wajib menyusun laporan akuntabilitas kinerja, yang berisi
pertanggung jawaban kinerja suatu instansi dalam mencapai tujuan/sasaran strategis instansi untuk disampaikan ke Presiden melalui Menteri PAN & RB. Sejalan dengan itu, Inspektorat Jenderal Kemenkes RI berkewajiban melakukan evaluasi SAKIP terhadap semua entitas di lingkungan Kementerian Kesehatan RI peningkatan mutu penerapan manajemen berbasis kinerja dan peningkatan kinerja dalam rangka mewujudkan instansi pemerintah yang berorientasi pada hasil (result oriented government). Pelaksanaan Evaluasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP)
Suasana Pelaksanaan Evaluasi SAKIP Tahun 2014
28
Inforwas Edisi I 2015.indd 28
INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
11/30/2015 1:15:37 PM
Terdapat 2 (dua) tujuan Evaluasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah: 1). Mendapatkan informasi yang bermanfaat dalam rangka menyempurnakan inplementasi Sistem AKIP, memperoleh gambaran menyeluruh tentang implementasi Sistem AKIP, mengidentifikasikan kendala/hambatan dan kelemahan imlpementasi Sistem AKIP, memperlihatkan keterkaitan antara Renstra dan LAKIP, dan memberikan rekomendasi perbaikan implementasi sistem AKIP. 2). Menilai kinerja instansi, khususnya; menginformasikan kinerja instansi pemerintah, memberikan saran perbaikan untuk peningkatan kinerja dan penguatan akuntabilitas unit organisasi dan unit kerja. Mulai tahun 2012 Biro Hukum dan Organisasi bekerjasama dengan Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan RI setiap tahun melaksanakan evaluasi akuntabilitas kinerja pada entitas
diingkungan Kementerian Kesehatan RI. Evaluasi SAKIP tahun 2013 dilaksanakan di Bogor pada tgl 05 sd 10 Mei 2014 dengan mengundang sebanyak 219 entitas. Adapun entitas yang diundang terdiri dari unit Eselon I, Eselon II dan satuan kerja mandiri dilingkungan Kementerian Kesehatan RI. Dengan seluruh entitas yang diundang hadir, menunjukkan bahwa kesadaran entitas meningkat tentang pentingnya evaluasi AKIP demi kemajuan organisasi. Menurut jenis kewenangan yang dimilikinya entitas dilingkungan Kementerian Kesehatan RI dapat dibedakan atas entitas Kantor Pusat (KP) sebanyak 55 satuan kerja (satker) dan entitas Kantor Daerah (KD) atau Unit Pelaksana Teknis (UPT) Vertikal sebanyak 164 satuan kerja dengan rincian unit organisasi yang di evaluasi pada tahun anggaran 2013, dapat dilihat pada tabel berikut ini : Pada tahun 2013 dilingkungan Kementerian RI dibagi 5 (lima) komponen besar pemeringkatannya (rating) dari
Tabel 1 Jumlah Entitas Pelaporan yang Dilakukan Evaluasi Akuntabilita Kinerja Menurut Unit Eselon I dan Jenis Kewenangan Tahun 2013 NO
UNIT UTAMA
1 2 3 4 5 6 7 8
Sekretariat Jenderal Inspektorat Jenderal Ditjen Bina Gizi dan KIA Ditjen Buna Upaya Kesehatan Ditjen PP&PL Ditjen Binfar dan Alkes Badan Litbangkes Badan PPSDM Kes JUMLAH
INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
Inforwas Edisi I 2015.indd 29
JUMLAH ENTITAS PELAPORAN Kantor Pusat Kantor Daerah Total KETERANGAN Diundang Hadir Diundang Hadir Diundang Hadir 15 1 7 7 7 6 6 6
15 1 7 7 7 6 6 6
0 0 3 47 59 0 11 44
0 0 3 47 59 0 11 44
15 1 10 54 66 6 17 50
15 1 10 54 66 6 17 50
55
55
164
164
219
219
29
11/30/2015 1:15:42 PM
Artikel seluruh entitas yang di evaluasi sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP) yaitu : Perencanaan Kinerja, Pengukuran Kinerja, Pelaporan Kinerja, Evaluasi Kinerja dan Capaian Kinerja. Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan terhadap lima komponen besar tersebut diatas, diketahui bahwa rata-rata nilai entitas pelaporan dilingkungan Kementerian RI yang meliputi unit Eselon I, Eselon II dan satuan kerja mandiri adalah sebesar 88,59 atau kategori AA. Nilai tersebut merupakan rata-rata akumulasi penilaian terhadap seluruh komponen manajemen kinerja yang
dievaluasi, dengan rincian sebagai berikut: a. Rata-Rata Nilai Perencanaan Kinerja = 31,26 b. Rata-Rata Nilai Pengukuran Kinerja = 18,28 c. Rata-Rata Nilai Pelaporan Kinerja = 13,51 d. Rata-Rata Nilai Evaluasi Kinerja = 8,62 e. Rata-Rata Nilai Pencapaian Kinerja = 16,93 Berdasarkan tabel diatas dijelaskan hal-hal sebagai berikut: 1. Rata-rata nilai evaluasi SAKIP
Tabel 2 Rata-Rata Nilai Evaluasi SAKIP pada Entitas Pelaporan Menurut Unit Eselon I di Lingkungan Kementerian Kesehatan RI Tahun 2013 Jumlah Rata-Rata Nilai Per Komponen Entitas Perencanaan Pengukuran Pelaporan Evaluasi PelaporaN Kinerja Kinerja Kinerja Kinerja 1 Sekretariat Jenderal 15 33.15 19.16 14.25 9.25 19.50 14.72 10.00 2 Inspektorat Jenderal 1 34.18 3 Ditjen Bina Gizi dan KIA 10 33.92 19.70 14.94 10.00 4 Ditjen Bina Upaya Kesehatan 54 31.81 18.80 13.76 8.69 5 Ditjen P2PL 66 29.69 17.50 12.92 8.41 6 Ditjen Binfar dan Alkes 6 34.67 19.10 14.19 9.72 7 Badan Litbangkes 17 31.99 18.08 13.46 7.69 8 Badan PPSDM Kesehatan 50 30.92 18.13 13.41 8.50 Nilai Rata-Rata 219 31.26 18.28 13.51 8.62
No
Unit Eselon I
tertinggi menurut unit Eselon I terdapat pada Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan RI dengan nilai 98,40 dengan kategori AA. 2. Dari 8 (delapan) unit Eselon I, hanya Ditjen P2PL yang memperoleh nilai rata-rata 84,76 dengan kategori A sementara 7 (tujuh) unit Eselon I lainnya memperoleh rata-rata nilai >85,00 atau kategori AA 30
Inforwas Edisi I 2015.indd 30
Rata-Rata Kategori Capaian Total Nilai Kinerja 18.00 93.80 AA 20.00 98.40 AA 18.70 97.26 AA 16.81 89.89 AA 16.23 84.76 A 19.83 97.51 AA 18.24 89.45 AA 16.45 87.41 AA 16.93 88.59 AA
Berdasarkan rating hasil penilaian akhir yang diperoleh entitas pelaporan (terdiri dari unit Eselon I, unit Eselon II dan satuan kerja mandiri) dilingkungan Kementerian Kesehatan RI diketahui bahwa sebanyak 162 (seratus enam puluh dua) satuan kerja memperoleh nilai AA, 37 (tiga puluh tujuh) satuan kerja memperoleh nilai A, 14 (empat belas) INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
11/30/2015 1:15:43 PM
satuan kerja memperoleh nilai B, 5 (lima) satuan kerja memperoleh nilai CC, dan 1 (satu) satuan kerja memperoleh nilai C, dengan rincian sebagai berikut:
Berdasarkan tabel diatas dapat dijelaskan dari 219 entitas entitas pelaporan diperoleh nilai hasil evaluasi
Tabel 3 Rating SAKIP per Eselon I Dilingkungan Kementerian Kesehatan RI Tahun 2013
No
1 2 3 4 5 6 7 8
Rating A D Jumlah AA B CC C Unit Eselon I (> 75 - 85) (0 - 30) Entitas (> 85 - 100) (> 65 - 75) (> 50 - 65) (> 30 - 50) Sangat Sangat Pelaporan Memuaskan Baik Cukup Kurang Baik Kurang Sekretariat Jenderal 15 15 Inspektorat Jenderal 1 1 Ditjen Bina Gizi dan KIA 10 10 Ditjen Bina Upaya Kesehatan 44 9 1 54 Ditjen P2PL 39 17 9 1 66 Ditjen Binfar dan Alkes 6 6 Badan Litbangkes 12 3 2 17 Badan PPSDM Kesehatan 35 8 3 4 50 Nilai Rata-Rata 162 37 14 5 1 219
bervariasi sebagai berikut: a. Terdapat 162 entitas yang memperoleh nilai = AA/memuaskan (>85-100) b. Terdapat 37 entitas yang memperoleh nilai =A/sangat baik (>75-85) c. Terdapat 14 entitas yang memperoleh nilai=B/baik (>65-75) d. Terdapat 5 entitas yang memperoleh nilai=CC/cukup (>50-65)
INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
Inforwas Edisi I 2015.indd 31
e. Terdapat 1 entitas yang memperoleh nilai=C/kurang (>30-50) f. Tidak ada entitas yang memperoleh nilai=D/sangat kurang (>0-30) Berdasarkan seluruh komponen manajemen kinerja yang dievaluasi pada entitas pelaporan/unit kerja di lingkungan Kementerian Kesehatan RI, ditemukan permasalahan-permasalahan antara lain sebagai berikut :
31
11/30/2015 1:15:44 PM
Artikel Tabel 4 Daftar Permasalahan Hasil Evaluasi SAKIP Entitas Dilingkungan Kemenkes No
Uraian
I.
Perencanaan Kerja
Permasalahan Yang Ditemukan 1 2 3 4
II.
Pengukuran Kinerja
5 1 2 2 3 4
III.
IV.
Pelaporan Kinerja
1
Evaluasi Kinerja
2 3 4 1 2 3 4 5 6 7
V
Pencapaian Kinerja
1 2 3
VI
Permasalahan umum lainnya
32
Inforwas Edisi I 2015.indd 32
Renstra belum memenuhi kriteria indikator kinerja yang baik Dokumen RAK atau yang Dipersamakan: a. RAK belum sepenuhnya selaras dengan RPJMN b. RAK belum dibuat/belum ada Target kinerja yang diperjanjikan belum sepenuhnya digunakan untuk mengukur keberhasila/kegagalan unit organisasi Rencana Aksi Atas Kinerja: a. Belum sepenuhnya dimonitor pencapaiannya secara berkala b. Belum sepenuhnya dimanfaatkan dalam pengarahan dan pengorganisasian kegiatan Sasaran belum berorientasi output IKU Kemenkes belum cukup mengukur kinerjanya Indikator Kinerja Kegiatan/Yang Dipersamakan: a. Belum dapat diukur secara objektif b. Belum sepenuhnya menggambarkan hasil kegiatan Belum terdapat mekanisme pengumpulan data kinerja Indikator Kinerja Sasaran: a. Belum diukur realisasinya b. Belum sepenuhnya menggambarkan hasil Pengukuran kinerja belum dikembangkan menggunakan IT Informasi kinerja yang disajikan dalam LAKIP belum dimanfaatkan untuk menilai kinerja unit organisasi LAKIP belum disampaikan tepat waktu LAKIP belum menyajikan evaluasi & analisis menge nai capaian kinerja secara memadai LAKIP belum menyajikan informasi pencapaian sasaran yang berorientasi output Evaluasi kegiatan belum dilakukan secara memadai Evaluasi rencana aksi belum sepenuhnya memberikan alternative perbaikan yang dapat dilaksanakan Belum terdapat pemantauan mengenai kemajuan pencapaian kinerja beserta hambatannnya Hasil evaluasi belum disampaikan dan dikomunikasikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan Hasil evaluasi akuntabilitas kiinerja program belum ditindaklanjuti untuk perbaikan perencanaan Hasil evaluasi akuntabilitas kiinerja program belum ditindaklanjuti untuk perbaikan penerapan manajemen Hasil evaluasi akuntabilitas kinerja belum ditindaklanjuti untuk mengukur keberhasilan unit kerja Capaian kinerja output sebagian besar dapat tercapai sesuai target, namun capaian kinerja outcome masih belum sesuai dengan manfaat yang diharapkan Capaian kinerja tidak lebih baik dari tahun sebelumnya Informasi mengenai kinerja tidak dapat diandalkan Satker tidak membawa lengkap dokumen yang diperlukan untuk di evaluasi, sehingga nilai skor menjadi kecil INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
11/30/2015 1:15:49 PM
Dari tabel diatas dapat dijelaskan halhal sebagai berikut : 1. Dari 5 (lima) komponen besar yang diperingkat (rating), yang paling banyak permasalahannya terdapat pada komponen evaluasi kinerja; 2. Masih terdapat entitas yang lalai dalam pengiriman LAKIP, yaitu tidak tepat waktu 3. Masih terdapat entitas tidak membawa dokumen lengkap yang diperlukan untuk di evaluasi, dan membawa dokumen yang belum disyahkan pimpinannya, sehingga skor nilai menjadi kecil; 4. Masih terdapat target kinerja yang diperjanjikan belum sepenuhnya digunakan untuk mengukur keberhasilan/kegagalan unit organisasi. Setiap tahun Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi melakukan evaluasi akuntabilitas kinerja seluruh instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi juga Kabupaten/Kota. Hasil evaluasi akuntabilitas kinerja seluruh instansi Pemerintah Pusat kemudian di kompilasi dan dirangkum, sebagai bahan penyusunan Laporan Kinerja Pemerintah Pusat, kemudian dilaporkan kepada Presiden melalui Menteri Keuangan, karena laporan kinerja Pemerintah Pusat menjadi Lampiran Keuangan pemerintah Pusat sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hasil Evaluasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi bahwa perolehan nilai angka skor akuntablitas kinerja Kementerian Kesehatan RI dari tahun INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
Inforwas Edisi I 2015.indd 33
2009 sampai dengan 2013 makin meningkat pada tiap tahun, dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 5: Hasil Evaluasi SAKIP Kemenkes RI (Penilaian dari Kemenpan & RB) Tahun Nilai Skor 2009 CC 58,09 2010 CC 63,08 2011 B 66,38 2012 B 68,18 2013 B 69,76 Dari tabel tersebut diatas dapat dijelaskan bahwa: 1. Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2009 dan 2010 mendapat nilai dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara & Reformasi Birokrasi sama, yaitu = CC artinya: cukup baik (memadai), yaitu akuntabilitas kinerjanya cukup baik, taat kebijakan, memiliki sistem yang dapat digunakan untuk memproduksi informasi kinerja, pertanggung jawaban, dan perlu sedikit perbaikan tidak mendasar. 2. Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2011, 2012 dan 2013 mendapat nilai dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara & Reformasi Birokrasi sama, yaitu = BB artinya: baik dan perlu sedikit perbaikan, yaitu akuntabilitas kinerjanya sudah baik, memiliki sistem yang dapat digunakan untuk manajemen kinerja, dan perlu sedikit perbaikan; 3. Hasil penilaian Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara & Reformasi Birokrasi dari tahun 2012 ke tahun 2013 kenaikan nilai skornya 33
11/30/2015 1:15:50 PM
Artikel meningkat, namun sedikit sekali hanya 1.58 dengan interpretasi masih sama yaitu BB. Dari penjelasan tersebut diatas Kementerian Kesehatan masih memperoleh interpretasi BB, dikarenakan pada waktu evaluasi, diketahui : 1. Masih terdapat kelemahan dalam perencanaan; 2. Masing-masing satker belum mempunyai perhitungan biaya terhadap indikator yang berupa kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan.; 3. Masih terdapat Indikator Kinerja Utama (IKU) yang tidak relevan dengan rencana aksi program (RAP) atau kegiatan yang dilaksanakan; Dengan masih terdapat permasalahan-permasalahan tersebut diatas, untuk perbaikan sistem disarankan kepada : A. Kementerian Kesehatan RI 1. Revisi Rencana Strategi, terutama indikator kinerja utama/ pada eselon atas harus relevan dengan indikator pada eselon dibawahnya/satuan kinerja (satker); 2. Menerapkan Plan Do Chek Action
(PDCA) dengan baik pada Sistem Akuntabilitas Instansi Pemerintah (Perencanaan Kinerja, Pengukuran Kinerja, Pelaporan Kinerja, Evaluasi Kinerja). 3. Sesuai dengan perkembangan IPTEK, disarakan yang akan datang pengukuran kinerja dikembangkan menggunakan IT. B. Entitas dilingkungan Kementerian Kesehatan RI : 1. Membuat perencanaan yang matang dan sebaik mungkin, yaitu membuat perumusan indikator kinerja dengan outcome yang tepat/berorintasi hasil; 2. Menyampaikan LAKIP tepat waktu sesuai ketentuan yang telah ditetapkan; 3. Pada waktu evaluasi, entitas membawa dokumen lengkap beserta data pedukungnya, disarankan apabila hard copi berat membawanya dapat membawa dokumen yang telah disyahkan pimpinannya berupa soft copi atau dokumen yang di scan; 4. Masing-masing entitas harus mempunyai perhitungan biaya terhadap indikator kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan;
“Perwujudan kewajiban instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan/ sasaran organisasi, akan lebih mudah tercapai apabila adanya peningkatan komitmen pimpinan dan seluruh personil dalam organisasi untuk penguatan dan peningkatan akuntabilitas kinerja organisasi.” 34
Inforwas Edisi I 2015.indd 34
INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
11/30/2015 1:15:51 PM
Penutup Perwujudan kewajiban instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan/ sasaran organisasi, akan lebih mudah tercapai apabila adanya peningkatan komitmen pimpinan dan seluruh personil dalam organisasi untuk penguatan dan peningkatan akuntabilitas kinerja organisasi. Kepustakaan 1. Lembaga Administrasi Negara (LAN) dan BPKP, 2000 Akuntabilitas dan Good Governance; 2. BPKP, 2003 Akuntabilitas Instansi Pemerintah, Edisi Keempat, Pusdiklat BPKP Ciawi Bogor; 3. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2013, tentang Perubahan Lampiran Permenpan dan reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012
4.
5.
6.
7.
tentang Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi Akuntabilitas kinerja Instansi Pemerintah; Surat Keputusan Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan RI Nomor. HK.02.03/V.2/7502/2013, tentang Pedoman Teknis Evaluasi Akuntabiliats Kinerja Di Lingkungan Kementerian Kesehatan RI; Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010, tentang Pedoman Penyusunan PenetapanKinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah; Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Permenpan) dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012, tentang Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi pemerintah; Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014, tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi pemerintah (SAKIP).
Penulis Utama: Heni Hernawati, S.Si, M.Kes (Auditor Muda) Penulis Pembantu: Warseno, SKom, MM (Auditor Muda)
INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
Inforwas Edisi I 2015.indd 35
35
11/30/2015 1:15:51 PM
Artikel
OPTIMALISASI PERAN INSPEKTORAT JENDERAL DALAM MENDUKUNG PROGRAM TRANSPARANSI TATA KELOLA PEMERINTAHAN DAN REFORMASI BIROKRASI
Bu Mustikowati, Ses Itjen membuka acara konsolidasi internal Itjen Kemenkes
M
engawali babak baru tahun 2015 Inspektorat Kementerian Kesehatan RI mengadakan pertemuan konsolidasi internal dalam rangka penyegaran dan persiapan penugasan audit. Pertemuan dihadiri seluruh jajaran struktural dan fungsional di lingkungan unit kerja Inspektorat Kementerian RI yang dilaksanakan di Gedung Adyatma Ruang Siwabessy Kementerian RI selama dua hari dari tanggal 6 sd 7 Januari 2015. 36
Inforwas Edisi I 2015.indd 36
Penyajian pertemuan konsolidasi internal diawali dengan paparan Sekretaris Inspektorat Kementerian drg.SR Mustikowati, M.Kes yang menyampaikan tentang Optimalisasi Peran Inspektorat Jenderal dalam Mendukung Program Transparansi Tata Kelola Pemerintah dan Reformasi Birokrasi. Pada kesempatan itu beliau memaparkan program Presiden RI sekarang yang harus diemban oleh seluruh aparatur Kementerian Kesehatan yaitu Nawacita atau sembilan agenda INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
11/30/2015 1:15:54 PM
prioritas pemerintahan Jokowi-JK untuk rakyat Indonesia khususnya butir 2 yaitu membuat pemerintahan tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya. Secara garis besar beliau menyampaikan bahwa untuk mencapai tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya maka harus dengan cara membangun transparansi tata kelola pemerintahan dan menjalankan reformasi birokrasi. Sudah bukan rahasia lagi bahwa banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh seluruh aparatur Kementerian Kesehatan khususnya aparatur pengawasan Kementerian Kesehatan terhadap masalah-masalah yaitu: 1. Pengelolaan anggaran khususnya bagaimana menindaklanjuti temuan BPK atas pengadaan barang & jasa yang diselenggarakan satuan kerja di lingkungan Kementerian Kesehatan, Pengelolaan PNBP dan pengelolaan aset. 2. Budaya Anti Korupsi yang telah digalakkan pada satker Kementerian Kesehatan dan bagaimana mensikapi atas hasil assessment PBAK, persepsi gratifikasi & kebutuhan hidup serta kepatuhan pelaporan LHKPN yang masih rendah. 3. Reformasi Birokrasi yaitu bagaimana mensikapi hasil PMPRB bulan Juli 2014 yang masih perlu mendapat perhatian antara lain perubahan pola pikir dan budaya kerja, harmonisasi penataan peraturan perundang-undangan, penerapan SPIP serta proses bisnis dan prosedur operasional.
INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
Inforwas Edisi I 2015.indd 37
Beliaupun memaparkan upayaupaya yang telah dan terus dilanjutkan diantaranya untuk mengatasi permasalahan diatas diantaranya adalah dengan cara mendorong penyelenggaraan SPIP, mendorong satker WBK/WBBM, pendampingan dan konsultasi, pelaksanaan reviu Laporan Keuangan dan RKA-K/L, aksi PPK, dan probity audit pengadaan barang/jasa; Disamping itu juga yang tidak kalah pentingnya adalah Inspektorat Jenderal harus bersinergi dengan berbagai lintas sektoral misalnya dengan KPK, BPKP/APIP lainnya, Ombudsman RI, PPATK. Inspektorat Jenderal sebagai aparat pengawasan internal pemerintah (APIP) berkewajiban dalam membangun birokrasi bersih melayani dan terpercaya dengan cara mengawal dan memberi solusi dalam pelaksanaan Reformasi Birokrasi menuju 8 area perubahan yang meliputi Manajemen Perubahan1); Penataan Peraturan Perundangundangan2); Penataan dan Penguatan Organisasi3); Penataan Tatalaksana4); Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur5); Penguatan Pengawasan6); Penguatan Akuntabilitas Kinerja7); dan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik8) melalui pelaksanaan peran consulting dan assurance. Prestasi pencapaian program dalam pelaksanaan Reformasi Birokrasi periode tahun 2010–2014 yang telah dicapai Kementerian Kesehatan pada tingkat nasional yang cukup membanggakan karena mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Antara lain; (1) Hasil Evaluasi Sistem Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) penilaian dari Kemenpan). (2) Index Integritas Nasonal dan Index Integritas Instansi Pusat berdasarkan hasil 37
11/30/2015 1:15:54 PM
Artikel survey KPK atas penilaian berdasarkan 6 indikator integritas (pengalaman korupsi, cara pandang terhadap korupsi, lingkungan kerja, sistem administrasi, perilaku individu dan pencegahan korupsi2). (3) Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) Kemenkes memperoleh Penghargaan UPG terbaik untuk K/L tahun 2014 yang telah menerapkan pelaporan gratifikasi secara online dari KPK3). (4) Hasil Penilaian WBK oleh Kemenpan & RB pada Tahun 2014 diperoleh predikat satker WBK kepada RSUD Dr. Kariadi Semarang). (5) penghargaan LKPP kepada LPSE Kemenkes dengan kategori pemenuhan terhadap Standar LPSE tahun 2014). Selanjutnya program dan indikator kinerja program Inspektorat Jenderal periode tahun 2015 sd 2019 yaitu peningkatan pengawasan akuntabilitas aparatur Kemenkes dengan indikator persentase satuan kerja yang memiliki temuan kerugian Negara < 1% dan output yang diharapkan yaitu adanya peningkatan kepatuhan, penurunan penyalahgunaan dan SPIP telah dijalankan. Sejalan dengan arah dan tujuan Inspektorat Jenderal dalam membangun birokrasi bersih melayani dan terpercaya. Kondisi-kondisi yang ingin dicapai Inspektorat Jenderal menuju penguatan pelayanan publik maka ada 3 hal yang perlu dilakukan penguatan peran APIP yaitu: (1) Akuntabilitas pengelolaan keuangan sesuai dengan SAP dan ketentuan per UU yang berlaku). (2) SPIP diterapkan sepenuhnya pada semua satker). (3) APIP berperan sebagai Quality Assurance & Consulting. Hasil akhir yang ingin dicapai atas usaha-usaha menuju penguatan peran APIP Inspektorat Jenderal adalah meningkatnya penyelenggaraan tata 38
Inforwas Edisi I 2015.indd 38
Pak Budi (Inspektur I) sedang paparan tentang perubahan paradigm APIP
kelola pemerintahan, yang bersih, transparan dan akuntabel. Acara kemudian dilanjutkan dengan paparan dari masing-masing Inspektur I, II, III, IV dan Inspektur Investigasi. Drs. Wiyono Budihardjo, MM (Inspektur I) memaparkan tentang pentingnya perubahan paradigma APIP Inspektorat Jenderal dari paradigma lama yang lebih fokus pada pengawasan Watch Dog kearah Quality Assurance (sebagai penjamin kualitas kegiatan agar dapat berjalan secara efisien, efekif & sesuai peraturan) dan Consulting Agent (sebagai agen perubahan, pendamping/mitra, konsultan). Disampaikan pula bagaimana peran Inspektorat Jenderal di lingkungan Kementerian Kesehatan diantaranya: (1) Sebagai mitra bagi Unit Eselon I yang tidak hanya berperan dalam mendeteksi permasalahan tetapi juga terlibat aktif dalam upaya pencegahan, penyelesaian yang konstruktif, sekaligus menawarkan solusi perbaikan. (2) Kegiatan pengawasan Itjen selalu diupayakan memberikan nilai tambah unit yang INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
11/30/2015 1:15:56 PM
diawasi. (3) audit yang dilakukan tidak lagi diarahkan untuk semata-mata menghasilkan daftar kesalahan auditi, tetapi juga menghasilkan Policy Recommendation dan solusi perbaikan. Inspektur I mengingatkan bahwa sesuai PP nomor 8 tahun 2006, Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan selaku unit aparat pengawasan intern di lingkungan Kementerian Kesehatan, wajib melakukan reviu atas laporan keuangan serta mendorong agar dihasilkan laporan keuangan yang berkualitas dalam rangka menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas dan menuju opini WTP. Beliau juga menyampaikan bahwa sesuai dengan PP 60 Tahun 2008 dalam rangka menjamin kualitas penyelenggaraan pemerintahan (quality assurance) melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lainnya, perlu dilakukan pengawala proses perubahan serta melakukan pendampingan yang intensif di dalam
proses penyelenggaraan Tatakelola kegiatan dan anggaran, pendorongan satker untuk melakukan penerapan SPIP secara konsisten, dan penguatan pemahaman auditor APIP melalui Diklat Teknis dalam rangka peningkatan kompetensi auditor. Adapun program pembinaan/ pendampingan yang akan dilaksanakan Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan tahun 2015 diantara pendampingan penyusunan laporan keuangan, pendampingan penyusunan RKA-KL, pendampingan implementasi SPIP, pendampingan menuju WBK/ WBBM, pendampingan implementasi PBAK, pendampingan pencegahan gratifikasi, pendampingan penyusunan SAKIP, pendampingan implementasi Reformasi Birokrasi, pendampingan Pengadaan Barang dan Jasa, dan pendampingan atas masalah kepegawaian. Guna menjawab tantangan kebutuhan kedepan untuk dapat
Pak Mulyanto (Inspektur IV) paling kiri, berbicara tentang pembinaan pengadaan barang/jasa
INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
Inforwas Edisi I 2015.indd 39
39
11/30/2015 1:15:58 PM
Artikel menjamin terselenggaranya Tatakelola Pemerintahan yang bersih, Transparan dan akuntabel, ditambahkan beliau, Inspektorat Jenderal Kemenkes selaku APIP harus didukung dengan SDM pengawasan yang memiliki dedikasi, memiliki loyalitas memiliki integritas, memiliki wawasan, memiliki ketrampilan/ skill dan bermental baik. Kata kunci untuk mencapai Keberhasilan dalam tugas pengawasan, pertama, meningkatkan integritas dan terus tetap belajar untuk meningkatkan kapasitas, kompetensi dan kemampuan di bidang pengawasan, jangan malas dan berhenti untuk belajar, karena seorang pejabat auditor dituntut untuk lebih baik dan lebih mampu menjalankan tugas sesuai dengan bidangnya; kedua, tetap mempertahankan dan meningkatkan ritme tugas dan pekerjaan yang selama ini sudah dilakukan. Satu hal yang tidak kalah penting adalah menjaga kekompakan dan kebersamaan, mengedepankan jiwa korsa dan mempunyai kebanggaan sebagai aparat pengawasan dilingkungan Inspektorat Jenderal Kemenkes. Dan yang ketiga tetap menjaga sikap dan perilaku yang baik sebagai aparat pengawas yang profesional, tidak adigang, adigung, adiguna, selalu mawas diri dan selalu ingat pepatah jawa Ojo Sok Rumongso Biso Nanging Bisoa Rumongso. Drs.Mulyanto, MM (Inspektur IV) memaparkan bahwa Inspektorat Jenderal Kemenkes mempunyai tugas melakukan pembinaan pengadaan barang/jasa kepada satuan kerja, dengan maksud antara lain untuk mengetahui apakah proses pengadaan barang/jasa pemerintah di lingkungan Kementerian Kesehatan telah diadakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku 40
Inforwas Edisi I 2015.indd 40
Pak Wayan sedang memberikan paparan WBK/WBBM
dan berjalan dengan prinsip efisien, efektif dan ekonomis; memberikan pengetahuan dan bimbingan teknis pemeriksaan pengadaan barang/ jasa yang baik dan lancar sebagai bekal pengetahuan kepada berbagai pihak yang terlibat secara langsung dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah; memberi manfaat atau nilai tambah kepada pemangku kepentingan pengadaan barang/jasa pemerintah dalam upaya mencegah terjadinya segala bentuk ketidakpatuhan dan senantiasa memenuhi prinsip-prinsip Good Governance, dan memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan pengadaan barang/jasa (assurance activities). Jenis pembinaan pengadaan barang/jasa yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan RI kepada satuan kerja yang selama ini telah dilakukan dan akan terus dilakukan adalah konsultasi pengadaan barang/jasa dan pendampingan pengadaan barang/jasa. Drs. Wayan Rai Suarthana, Ak, MM (Inspektur Investigasi) menyampaikan INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
11/30/2015 1:15:59 PM
tentang WBK dan WBBM (Wilayah Bebas dari Korupsi/WBK dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani/WBBM) dengan rujukan Permenpan dan RB No.52 Tahun 2014 (pengganti Permenpan Nomor 20 Tahun 2012) Tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju WBK dan WWBBM di lingkungan Instansi Pemerintah. Dipaparkan oleh Inspektur Investigasi, bahwa Zona Integritas (ZI) baru akan bisa dilaksanakan apabilia adanya komitmen pimpinan dan jajarannya untuk mewujudkan WBK/WBBM. Adapun yang dimaksud dari WBK adalah predikat yang diberikan pada suatu unit kerja yang memenuhi sebagian besar manajemen perubahan, penataan tatalaksana, penataan manajemen SDM, penguatan pengawasan dan akuntabilitas kinerja; sedangkan WBBM adalah predikat yang diberikan pada suatu unit kerja yang memenuhi sebagian besar dari enam komponen pengungkit yaitu manajemen perubahan, penataan tatalaksana, penataan manajemen SDM, penguatan akuntabilitas kinerja, pengawasan dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Selanjutnya disampaikan tujuan dari masing-masing komponen pengungkit. Manajemen Perubahan bertujuan untuk mengubah secara sistematis dan konsisten mekanisme kerja, pola pikir (mind set), serta budaya kerja (culture set) individu pada unit kerja yang dibangun, menjadi lebih baik sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan zona integritas. Penataan Tatalaksana bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem, proses, dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien, dan terukur pada ZI menuju WBK/ WBBM. Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur bertujuan untuk INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
Inforwas Edisi I 2015.indd 41
meningkatkan profesionalisme SDM aparatur pada ZI menuju WBK/WBBM. Akuntabilitas kinerja adalah perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan program dan kegiatan dalam mencapai misi dan tujuan organisasi, program ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Penguatan Pengawasan bertujuan untuk meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN pada masingmasing instansi pemerintah. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kualitas dan inovasi pelayanan publik pada masing-masing instansi pemerintah secara berkala sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat, disamping itu dilakukan untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara pelayanan publik dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan menjadikan keluhan masyarakat sebagai sarana untuk melakukan perbaikan pelayanan publik. Disampaikan juga bahwa dalam pembangunan ZI menuju WBK dan WBBM, fokus pelaksanaan reformasi birokrasi tertuju pada dua sasaran utama, yaitu pertama terwujudnya pemerintahan yang bersih dan bebas KKN dengan menggunakan ukuran nilai persepsi korupsi (survei eksternal) dan presentase penyelesaian TLHP. Sasaran berikutnya adalah terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat yang diukur melalui nilai persepsi kualitas pelayanan (survei eksternal). Inspektorat Jenderal pada tahun 2004 telah melakukan pembinaan 41
11/30/2015 1:15:59 PM
Artikel secara intensif secara (Sistem Akuntansi bersama-sama dengan Keuangan dan SIMAKTim Penilai Internal BMN), memahami Kemenkes melakukan proses bisnis atau pembinaan kepada kegiatan pokok satuan kerja yang unit akuntansi yang diunggulkan direviu; menguasai menjadi satuan kerja dasar-dasar Audit; yang berpedikat menguasai teknik WBK, dan sesuai komunikasi, dan dengan harapan bahwa memahami analisis pada akhirnya diakhir basis data, selain itu Pak Heru sedang bicara tentang reviu LK tahun 2014, satker RSUP Dr. pereviu harus obyektif dalam Kariadi Semarang memperoleh melaksanakan kegiatan reviu, predikat sebagai unit kerja yang prosedur reviu meliputi berpedoman berkategori WBK dari Menteri PAN & RB. pada standar reviu laporan keuangan Acara kemudian dilanjutkan Kementerian Negara/Lembaga dan sesi paparan dari Inspektur II yang Pedoman Reviu Laporan Keuangan menyajikan tentang Pembekalan Kemenkes RI secara paralel dan Reviu Keuangan. Pada sesi ini berjenjang dengan pelaksanaan diterangkan sekilas tentang perbedaan penyusunan laporan keuangan. Reviu audit dan reviu laporan keuangan, dilaksanakan terhadap seluruh akun tahapan reviu yang dimulai dengan laporan keuangan yang meliputi Laporan perencanaan, pelaksanaan dan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, pelaporan dalam rangka membantu dan Catatan atas Laporan Keuangan efektivitas pelaksanaan pemeriksaan (CaLK). Fokus telaahan reviu meliputi LK K/L oleh BPK, aktivitas reviu permasalahan-permasalahan yang melalui penelusuran LK K/L ke catatan ditemukan BPK ataupun hasil reviu akuntansi dan dokumen sumber, periode sebelumnya dan permasalahan permintaan keterangan mengenai hasil reviu periode sebelumnya yang proses pengumpulan, pencatatan, belum tuntas ditindaklanjuti. pengklasifikasian, pengikhtisaran, Pada kesempatan berikutnya Dra. dan pelaporan transaksi, serta proses Rahmaniar Brahim,M.Apt (Inspektur III) kompilasi dan rekonsiliasi LK K/L antara memaparkan hasil Pengisian LKE oleh unit akuntansi dengan Bendahara Umum Pokja RB, yang meliputi komparasi nilai Negara (BUN) secara berjenjang dan pengungkit LKE tahun 2014 vs LKE per analitik untuk mengetahui hubungan Maret 2015, terdiri dari: indikator proses dan hal-hal yang kelihatannya tidak (manajemen perubahan, penataan biasa. peraturan perundang-undangan, Untuk menjawab kebutuhan tersebut, penataan dan penguatan organisasi, pereviu secara kolektif harus memenuhi penataan tata laksana, penataan kompetensi sebagai berikut: menguasai sistem manajemen SDM, penguatan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), akuntabilitas, penguatan pengawasan, menguasai Sistem Akuntansi Instansi dan peningkatan kualitas pelayanan 42
Inforwas Edisi I 2015.indd 42
INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
11/30/2015 1:16:00 PM
publik) dan indikator hasil (kapasitas dan akutabilitas kinerja organisasi, pemerintah yang bersih dan bebas KKN, serta kualitas pelayanan publik). Dipaparkan bahwa nilai pengungkit Kemenkes per Maret 2015 mengalami kenaikan sebesar 4,27, dimana pada nilai pengungkit pokja 1 (Manajemen Perubahan) terjadi penurunan dibandingkan dengan LKE Tahun 2014 sebesar 0,07, dan untuk ke-7 nilai pengungkit pokja seluruhnya mengalami kenaikan, dan yang tertinggi mengalami kenaikan adalah pada pokja 2 (Penataan Perundang-undangan) sebesar 1,88. Dijelaskan tentang nilai sub pokja yang mengalami penurunan terjadi pada sub pokja Road Map Reformasi Birokrasi sebesar minus 0,23 (pada pokja Manajemen Perubahan), dan pada sub pokja Penegakan Aturan Disiplin/Kode Etik/Kode Perilaku Pegawai sebesar minus 0,30. Sementara itu pokja dengan percapaian terendah adalah pokja 4 Penataan Tatalaksana (77,65%). Disisi lain diungkapkan bahwa terdapat pokja dengan pencapaian target 100% pada sub pokjanya yaitu Penataan Perundangundangan dengan 2 sub pokja (100%), Penguatan Organisasi dengan 1 sub pokja (50%), Penataan Tatalaksana dengan 1 sub pokja (33%), Penataan Sistem Manajemen SDM 4 pokja (50%), Penguatan Pengawasan 4 sub pokja (57%), dan Peningkatan Kualitas Publik 2 sub pokja (40%). Reformasi Birokrasi adalah upaya berkelanjutan yang setiap tahapannya memberikan perubahan atau perbaikan birokrasi ke arah yang lebih baik, dimana pada tahun 2025 diharapkan telah terwujud birokrasi pemerintahan yang profesional dan berintegritas tinggi, yang mampu menyelenggarakan pelayanan INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
Inforwas Edisi I 2015.indd 43
Bu Rahmaniar Brahim paparan tentang RB
prima dan manajemen pemerintahan demokratis dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang baik. Untuk itu telah disusun rencana aksi berupa: 1. Membuat Road Map RB Kemenkes untuk Tahun 2015 s.d. 2019 2. Terhadap nilai pengungkit yang telah mencapai 100% target Kemenpan RB untuk dipertahankan, dalam arti terus melakukan monitoring dan evaluasi untuk perbaikan kinerja dan pelayanan. 3. Terhadap nilai pengungkit yang belum mencapai 100% target ada 2 hal: a. Nilai turun sebagai perhatian prioritas/segera dicarikan solusi penyelesaiannya, melaksanakan RTL yang sudah disampaikan pada LKE per Juli 2014 b. Nilai tetap dilakukan upayaupaya melanjutkan proses sampai selesai. 43
11/30/2015 1:16:00 PM
Artikel 4. Nilai Hasil didapat dari penghargaan lintas sektor yang diberikan pada Kemenkes dan survei internal untuk Kinerja pegawai dan survei eksternal untuk peningkatan pelayanan publik.
peraturan. Selain itu disampaikan pula oleh beliau, apa yang melandasi bahwa setiap saker di lingkungan Kementerian Kesehatan perlu menerapkan SPIP. Hal utama tentu pada PP 60 tahun Pada kesempatan terakhir, Pengendali 2008, kemudian diperkuat dengan Teknis Inspektorat Investigasi, Irwansyah, adanya SK Menkes RI No.238 tahun SE, M.Kes mendapat penugasan dari 2009 tentang Pelaksanaan SPIP di Inspektur Investigasi untuk memaparkan lingkungan Kemenkes, yang secara tegas tentang Perjalanan SPIP di Kementahun memerintahkan seluruh pejabat Es I 2008 sd 2014. Irwan memulai untuk melaksanakan SPIP sebagaimana paparannya dengan menggambarkan diatur dalam PP 60 Tahun 2008, setiap potret akuntabilitas keuangan negara pimpinan unit utama bertanggungjawab dan pentingnya SPIP yang berawal atas efektivitas penyelengaraan SPIP dari beberapa kondisi kinerja instansi dengan berkoordinasi dengan Inspektur pemerintah, rendahnya transparansi Jenderal, dan setiap pimpinan unit dan akuntabilitas, kegamangan utama harus menyampaikan pengadaan barang/jasa, evaluasi pelaksanaan SPIP masih maraknya praktik secara berkala kepada KKN yang menghambat Menteri minimal 2 kali pelaksanaan RPJP, setiap tahun. Namun RPJM, RKP, Visi dan dalam pelaksanaannya Misi dalam rangka belum sesuai harapan, pencapaian tujuan terlihat dari data bernegara. Selanjutnya pemetaan yang disampaikan bahwa dilakukan baru pada penyebab atas terjadinya 96 satker (KKP, Poltekkes, kondisi tersebut antara lain RSUP Pusat, UPT Pusat Pak Irwan bicara tentang SPIP lainnya seperti BBLK, BPFK, peraturan yang tidak ditaati, pegawai kurang kompeten, kurangnya BBKPM, dan BKMM), dan dari satker yang penegakan integritas dan etika, belum telah dilakukan pemetaan tersebut, memahami dan mengantisipasi risiko, baru dapat dilakukan penilaian risiko fungsi pengawasan Internal belum pada 35 satker yang dilakukan oleh efektif, kurang/belum optimalnya Inspektorat Jenderal dan 13 satker yang komitmen pimpinan dan lemahnya dilakukan oleh BPKP. Sementara itu ada sistem pengendalian internal. Adapun beberapa tahapan penyelenggaraan salah satu solusi yang kemudian SPIP dimulai dari tahap sosialisasi, tahap diperlukan untuk mengatasi persoalan pemetaan, penilaian risiko, membangun tersebut adalah penerapan SPIP infrastruktur, tahap internalisasi, dan sebagai tindakan yang integral melalui pengembangan berkelanjutan. n pelaksanaan kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan laporan keuangan, Retno Budiarti (Auditor Ahli Muda) pengamanan aset dan ketaatan terhadap Irwan Batusangkar (Auditor Ahli Madya) 44
Inforwas Edisi I 2015.indd 44
INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
11/30/2015 1:16:01 PM
PEMBUKTIAN DALAM AUDIT INVESTIGASI
“T
idak ada bukti tidak ada kasus”, kalimat tersebut merupakan sebuah ungkapan yang menggambarkan betapa penting kedudukan bukti dalam sebuah kasus. Lewat buktilah sebuah kasus atau kejadian dapat diungkap kebenarannya. Sebaliknya tanpa bukti, sebuah kejahatan/kecurangan tidak akan bisa diungkapan kebenarannya dan tidak akan tahu siapa yang harus bertanggung jawab terhadap kejadian tersebut. Salah satu aksioma dalam audit fraud adalah apa yang disebut “ Fraud is Hidden”, yang diartikan secara bebas adalah “kecurangan selalu tersembunyi”. Secara prisip kejahatan dan kecurangan adalah perbuatan yang sama sama melawan hukum. Istilah kejahatan digunakan dalam dunia kriminal, dimana perbuatan jahatnya dengan mudah dapat diketahui, tetapi istilah kecurangan / fraud adalah bentuk kejahatan “kerah putih” yang sulit dibuktikan. Misalnya, segerombolan orang merampok dengan menodongkan senjata kepada petugas sebuah bank, dengan CCTV dan saksi-saksi yang ada di bank kejahatan seperti ini sangat mudah diungkapkan. Bandingkan sebuah kejahatan yang dilakukan oleh petugas bank yang bekerjasama dengan nasabahnya, misalnya praktik pembukaan L/C fiktif atau kridit bodong, kejahatan seperti ini akan sangat sulit dibuktikan. Kejahatan seperti inilah yang biasa disebut dengan kejahatan kerah putih dan audit disebut dengan fraud.
INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
Inforwas Edisi I 2015.indd 45
Pengertian Bukti Pembuktian dalam audit investigasi adalah sebuah proses atau prosedur yang ditempuh seorang auditor dalam mengumpulkan dan menganalis bukti yang dijadikan dasar dalam menyusun sebuah kesimpulan. Sedangkan bukti adalah segala sesuatu yang terkait dan dapat digunakan dalam mendukung pengungkapan sebuah kecurangan/ fraud, termasuk didalamnya siapa yang seharusnya bertanggung jawab dan yang turut serta dalam kecurangan tersebut. Bukti adalah segala sesuatu yang mendukung sebuah fakta, tanpa bukti maka sebuah kejadian bukan dianggap sebagai fakta. Untuk lebih jelasnya, penulis dapat jelaskan dalam matrik di bawah ini ; Fakta Perbuatan/Kejadian A adalah seorang bendahara di Satker
Dengan merubah SSBP yang sah, A selaku bendahara pada tanggal 10 Januari 2015 menyetorkan uang PNBP sebesar Rp 10 juta ke kas Negara lewat BRI, nilai yang disetor lebih kecil dari seharusnya yaitu sebesar Rp 15 juta
Alat Bukti yang Mendukung - - - - - - - - -
Keterangan dari pelaku ( A ) SK Pengangkatan sebagai Bendahara Keterangan dari pimpinan Satker Keterangan pelaku Keterangan pimpinan satker ( saksi ) PNBP asli PNBP yang dipalsukan Bukti setor Keterangan petugas bank (saksi)
Penyelesaian audit investigasi biasanya dengan kesimpulan layak atau tidak kasus tersebut diteruskan ketahap litigasi/proses hukum. Layak tidaknya diteruskan dengan mempertimbangan kecukupan dan kekuatan bukti serta keyakinan auditor. Namun dengan pertimbangan tertentu, pimpinan 45
11/30/2015 1:16:01 PM
Artikel dapat menyelesaikan kasus-kasus hasil investigasi secara administratif, sepanjang kerugian negara dapat dikembalikan dan pelakunya dikenakan sanksi administratif sesuai ketentuan yang berlaku. Sehingga secara umum dalam audit investigasi dikenal dua istilah bukti, yaitu bukti audit dan bukti hukum, untuk lebih jelasnya akan dijelaskan di bawah ini . Bukti Audit Bukti audit adalah semua data dan informasi yang mendukung sebuah fakta yang diperoleh dalam pelaksanaan prosedur audit. Bukti audit dibutuhkan bukan hanya dalam audit investigasi, tetapi dalam semua bentuk audit, tidak terkecuali dalam audit keuangan maupun audit kinerja/ program. Bukti audit dikumpulkan sesuai dengan tujuan/jenis audit yang sedang dilakukan yang memenuhi unsur relevan, kompeten, cukup dan material ( rekocuma ) dengan penjelasan sebagai berikut: 1. Bukti yang memenuhi unsur relevan adalah bukti yang berhubungan dan punya kaitan baik langsung maupun tidak langsung atas permasalahan yang diaudit, seperti audit pengadaan barang, bukti pendukung mulai dari proses perencanaan, penyusunan, proses lelang, serang terima barang sampai dengan pembayaran. 2. Bukti yang memenuhi unsur kompeten adalah bukti yang dikumpulkan/ diperoleh dengan cara yang benar sesuai dengan prosedur dan standar audit yang ada. Bukti yang diperoleh secara tidak benar, maka bukti tersebut tidak akan memiliki nilai sebagai 46
Inforwas Edisi I 2015.indd 46
bukti audit, karena mudah disangkal atau dipatahkan oleh auditan. Misalnya bukti rekening bank dari orang yang kita curigai secara tidak sengaja atau bahkan “curang” tanpa prosedur yang sesuai aturan, maka bukti tersebut tidak akan bisa kita gunakan. 3. Bukti yang memenuhi unsur cukup adalah bukti yang secara kwantitas dan kwalitas memenuhi kecukupannya. Misalnya untuk mendukung adanya transaksi yang fiktif, kita bisa menganggap bukti yang kita miliki sudah cukup apabila kita sudah memperoleh bukti kuitansi yang dipalsukan dan keterangan dari pelaku sendiri yang mengakui perbuatannya. 4. Bukti yang dianggap memenuhi unsur material adalah bukti yang diperoleh sangat terkait dengan permasalahan utama yang diperiksa. Misalnya uang 100 ribu akan sangat material apabila uang tersebut adalah bukti primer yang mendukung adanya sebuah transaksi gratifikasi. Bukti audit dapat kita peroleh dengan tehnik audit yang ada, antara lain melalui teknik : 1. Tehnik wawancara atau permintaan keterangan, yaitu memperoleh bukti keterangan dari orang yang kita curigai sebagai pelaku atau orang yang kita bisa jadikan saksi. 2. Tehnik inspeksi yaitu memperoleh bukti berupa catatan catatan transaksi yang mendukung misalnya adanya kecurangan yang dilakukan oleh bendahara.
INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
11/30/2015 1:16:03 PM
Ada beberapa jenis bukti dalam audit, antara lain ; 1. Bukti Utama (Primary Evidence) Bukti utama adalah bukti yang dianggap paling terkait dan mendukung sebuah kejadian/fakta, misalnya; kuitansi pembayaran fiktif, untuk membuktikan transaksi fiktif. 2. Bukti tambahan (Secondary Evidence) Bukti tambahan ini adalah bukti pendukung terhadap bukti utama, kedudukan bukti ini akan memperkuat kedudukan bukti utama. Misalnya, keterangan saksi yang tidak secara langsung melihat kuitansi tetapi pernah melihat bendahara membuat kuitansi transaksi fiktif. 3. Bukti langsung (Direct Evidence) Semua hal atau segala sesuatu yang mendukung sebuah fakta atau kejadian secara langsung disebut dengan bukti langsung. Bukti langsung bisa dalam bentuk kesaksian atau berupa barang bukti, misalnya pengakuan rekanan yang telah memberikan gratifikasi kepada PPK dengan didukung oleh tanda terima pemberian gratifikasi tersebut. 4. Bukti tidak langsung (Circumstantial Evidence) Ini adalah kebalikan dari bukti langsung, artinya semua hal atau segala sesuatu yang mendukung sebuah fakta atau kejadian namun posisinya tidak secara langsung terkait dengan kejadian tersebut, misalnya ; Pengakuan seorang karyawan yang bukan panitia pengadaan tetapi pernah mendengar cerita dari PPK kalau panitia pernah mendapatkan gratifikasi dari pihak rekanan yang memenangkan tender. Pengakuan ini bukan secara langsung mendukung sebuah kejadian, namun pengakuan INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
Inforwas Edisi I 2015.indd 47
ini harus dilengkapi dengan buktibukti lain sehingga bukti tersebut memiliki nilai bukti yang lebih kuat. 5. Bukti perbandingan (Comparative Evidence) Bukti perbandingan sering digunakan untuk memperkuat dugaan kita terhadap adanya sebuah penyimpangan, misalnya dalam menentukan kemahalan harga sebuah pengadaan barang dan jasa pemerintah. Untuk menentukan bahwa benar ada kemahalan harga, auditor mencari harga pembanding dengan merk, jenis dan spesifikasi barang yang sama. 6. Bukti statistik (Statistical Evidence) merupakan jenis bukti yang berguna meskipun tidak dapat digunakan untuk membuktikan suatu tuntutan kepada seseorang. Namun demikian bukti statistik dapat membantu dalam membuktikan suatu kasus sebab bukti tersebut dapat digunakan sebagai bukti tidak langsung untuk menetapkan adanya motif lain. Bukti statistik bisa dibangun dari data-data yang ada dan dituangkan dalam bentuk statisik, sehingga akan tergambar misalnya sebuah kecenderungan dari suatu motif atau permasalahan. Misalnya data yang mengungkap atau menggambarkan peningkatan jumlah uang yang digelapkan oleh bendahara selama 3 tahun, dengan menampilkan data dalam bentuk statistik kita akan mampu menganalisis kapan dan dalam kontek apa uang paling banyak digelapkan oleh bendahara, sehingga kita bisa lebih mendalami permasalahan tersebut.
47
11/30/2015 1:16:05 PM
Artikel Bukti Hukum Apakah semua bukti audit yang kita peroleh selama proses audit dapat digunakan di persidangan ? Jawabnya bisa “ya” bisa “tidak”, tergantung pihak penyidik yang akan meneruskan kasus tersebut ke tahap litigasi. Lembaga yang berwenang dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan adalah kejaksaan dan kepolisian, dan yang berwewenang dalam penuntutan adalah kejaksaan. Bila bukti audit yang kita peroleh dianggap cukup kuat untuk dijadikan bukti hukum, maka kejaksaan atau kepolisian bisa menggunakan bukti-bukti audit kita. namun bila bukti audit yang kita peroleh dianggap tidak bisa dijadikan bukti hukum, maka tidak digunakan dalam persidangan. Seperti dalam Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana, pasal 184 ayat (1), disebutkan bahwa alat bukti yang sah ialah: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Dari 5 alat bukti tersebut, semuanya memiliki posisi yang sama dan alat bukti yang baik adalah alat bukti yang saling mendukung antara satu alat bukti dengan bukti yang lainnya. Untuk membawa kasus ke tahap persidangan, minimal ada dua alat bukti yang sah, hal ini ditegaskan dalam KUHP pasal 183 yang berbunyi ; “ Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”. Keterangan saksi adalah bukti berupa keterangan yang disampaikan oleh seseorang yang pernah mendengar, melihat atau mendengar secara langsung sebuah kejadian kejahatan. Keterangan saksi ini bisa menjadi bukti yang sah apabila 48
Inforwas Edisi I 2015.indd 48
keterangannya ini disampaikan di depan pengadilan. Hubungan Tehnik Audit dengan Bukti Audit Keterampilan auditor dinilai dari kemampuannya dalam mengumpulkan dan menganalisis bukti audit. Bukti audit dapat dikumpulkan dengan mengikuti tahapan prosedur audit dan penerapan tehnik-tehnik audit. Ada beberapa tehnik audit yang bisa dikembangkan dalam pelaksanaan investigasi, antara lain ; 1. Wawancara Tehnik wawancara dilakukan oleh auditor dalam mencari dan mengumpulkan seluruh informasi yang terkait dengan kejadian yang diperiksanya. Dari infomasi yang diperoleh dapat dikembangkan ke tahap yang lebih dalam yaitu tahap “interograsi” atau permintaan keterangan yang bertujuan untuk memperoleh pengakuan dari orang –orang yang kita curigai sebagai pelaku dan yang terlibat dalam subuah kecurangan/ fraud. Pengakuan dari orang yang kita curigai dan orangorang yang terlibat didalamnya merupakan bukti keterangan saksi atau keterangan tersangka dalam persidangan apabila menurut jaksa dinilai sebagai bukti yang kuat dan sah menurut ketentuan yang ada. 2. Klarifikasi Klarifikasi adalah salah satu metode atau tehnik dalam audit, metode ini dilakukan dengan melakukan proses penjernihan atau kegiatan yang berupa memberikan penjelasan mengenai permasalahan yang diadukan pada proporsi yang sebenarnya dari sumber pengaduan dan Instansi terkait. Tehnik klarifikasi INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
11/30/2015 1:16:07 PM
dapat menghasilkan bukti keterangan, petunjuk maupun bukti surat. 3. Konfirmasi Dalam audit investigasi tehnik konfirmasi diartikan sebagai sebuah proses kegiatan untuk memastikan, mendapatkan penegasan mengenai keberadaan terlapor yang teridentifikasi, baik bersifat perorangan, kelompok maupun institusional apabila mungkin termasuk masalah yang dilaporkan. Dalam tahapan konfirmasi ini, akan diperoleh bukti-bukti berupa keterangan dan surat. 4. Observasi Observasi adalah tehnik audit dengan cara melihat proses atau sebuah kejadian secara langsung tanpa memberikan tindakan intervensi secara aktif. Auditor melihat kegiatan fisik auditan. Misalnya , auditor dapat mengobservasi penyimpanan barang di gudang untuk menilai kesesuaian jenis dan jumlah barang yang ada. Beberapa kebijakan dan prosedur pengendalian internal hanya dapat diyakini dengan melakukan obvservasi karena pelaksanaan kegiatan ini tidak meninggalkan bukti dokumenter. 5. Inspeksi Inspeksi dapat diartikan sebagai sebuah pemeriksaan yang dilakukan secara langsung, misalnya tanpa terlebih dahulu menyampaikan ke satker kita melakukan pemeriksaan secara langsung ke gudang barang atau ke kunjungan ke pusat pelayanan. Dengan inspeksi ini kita akan mendapatkan bukti secara langsung apabila terdapat kecurangan dalam pelayanan yang diberikan oleh satker tersebut. 6. Tracing/ Penelusuran Tracing adalah tehnik audit dengan INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
Inforwas Edisi I 2015.indd 49
menelusuri data dari hilir ke hulu atau dengan mengikuti dokumen sumber hingga ke pencatatannya dalam catatatn akuntansi. Seorang auditor melaksanakan prosedur ini dengan menyeleksi dokumen sumber, seperti faktur penjualan atau laporan pengiriman dan menelusurinya melalui sistem akuntansi ke pencatatan akhir dalam catatan akuntansi, seperti jurnal dan buku besar. Arah pengujian atas penelusuran adalah kebalikan dari arah pengujian vouching. Dengan tehnik tracing ini akan diperoleh bukti audit berupa kuitansi, faktur maupun dalam bentuk kesalahan pencatatan dalam pembukuan. 7. Vouching Voucing adalah pemeriksaan dokumen yang mendukung suatu transaksi atau jumlah yang telah tercatat. Karena tujuan teknik vouching adalah untuk memperoleh bukti mengenai item yang tercatat dalam catatan akuntansi, maka arah pencarian dokumen pendukung tersebut bersifat krusial. Untuk melakukan vouching, arah pengujian adalah dari item yang tercatat hingga dokumentasi pendukung. Bukti yang akan diperoleh sama dengan tehnik dalam tracing. 8. Counting Tehnik ini digunakan dalam audit investigasi dalam menghitung jumlah kerugian negara yang dapat menjadi bukti dalam persidangan. n Refrensi : 1. Tuanakotta M Theodorus, Akuntansi Forensik & Audit Investigasif , edisi 2, TH.2010. 2. Pedoman Audit Investigasi, Itjen Kemenkes RI. Th. 2011 3. http://www.ikhsanudin.com/2009/06/ pengujian-audit.html Oleh : Kadek Pandreadi, S.Pd,MM,C.FrA
49
11/30/2015 1:16:08 PM
Artikel
PEMBANGUNAN KESEHATAN DARI PINGGIR KE TENGAH DALAM PEMANTAPAN PROGRAM INDONESIA SEHAT UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS HIDUP MANUSIA INDONESIA
J
udul diatas merupakan tema yang diusung pada Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas) tahun 2015. Pemilihan tema ini mengacu pada semangat perubahan Kabinet Kerja dengan mengutamakan sasaran di daerah perbatasan, daerah tertinggal dalam pembangunan kesehatan kurun waktu lima tahun kedepan. Rakerkesnas Kementerian Kesehatan tahun 2015 dilaksanakan pada tiga regional yaitu regional barat, regional tengah dan
regional timur. Putaran pertama adalah Rakerkesnas regional tengah yang dilaksanakan pada tanggal 15 Februari s.d 18 Februari 2015 di Denpasar, Rakerkesnas kedua untuk regional barat yang dilaksanakan pada tanggal 4 sd 7 Maret 2015 di Batam, dan putaran terakhir Rakerkesnas regional tengah yang dilaksanakan pada tanggal 9 sd 12 Maret 2015 di Makassar. Penyelenggaraan Rakerkesnas tahun 2015 ini merupakan tahun pertama pelaksanaan Kabinet Kerja Pemerintahan
MENKES MEMBUKA SECARA RESMI RAKERKESNAS REGIONAL TENGAH
50
Inforwas Edisi I 2015.indd 50
INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
11/30/2015 1:16:14 PM
PERESMIAN PEMUKAAN RAKERKESNAS REGIONAL TIMUR
Jokowi, sehingga momen Rakerkesnas menjadi sarana untuk menyampaikan arah kebijakan dan target pembangunan kesehatan yang dapat menjadi acuan bagi seluruh stakeholder baik pusat maupun daerah lima tahun kedepan, sekaligus sosialisasikan Renstra Kementerian Kesehatan yang telah disusun, sehingga diharapkan dapat diperoleh kesamaan persepsi untuk terselenggaranya pembangunan kesehatan secara bersinergi. Hal ini sejalan dengan tujuan penyelenggaraan Rakerkesnas yaitu untuk meningkatkan koordinasi dan sinergi antara pusat dan daerah dalam rangka percepatan pelaksanaan pembangunan nasional di bidang kesehatan. Sambutan Menteri Kesehatan Prof. Dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M(K) pada saat membuka Rakerkesnas diantaranya menyampaikan bahwa dalam era Jaminan INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
Inforwas Edisi I 2015.indd 51
Kesehatan Nasional (JKN) pemerintah mengambil kebijakan menggeser arah pembangunan kesehatan dari kuratif menjadi promotif preventif, sesuai semangat Nawa Cita yaitu menegaskan sasaran di daerah perbatasan dan tertinggal dalam pembangunan kesehatan dalam kurun waktu lima tahun ke depan, paradigma sehat yang mengarusutamakan pembangunan berwawasan kesehatan, akan ditarik ke hulu. Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah akan menguatkan akses layanan kesehatan primer, melakukan optimalisasi rujukan dan peningkatan mutu layanan kesehatan. Penguatan disebut Menkes akan dilakukan kepada 6.000 puskesmas di seluruh Indonesia dan membentuk 14 rumah sakit rujukan nasional dan 144 rumah sakit rujukan regional. 51
11/30/2015 1:16:20 PM
Artikel Pada setiap putaran Rakerkesnas diikuti oleh Para pejabat eselon I dan II Kemenkes, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota, Direktur RSU Pusat dan Daerah, para pimpinan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kemenkes, termasuk juga adanya nara sumber dari perwakilan Kemen-PPN/Bappenas, perwakilan BPJS Kesehatan, perwakilan BKKBN, dan perwakilan BPOM. Untuk regional tengah dan timur diikuti oleh peserta dari masing-masing 10 provinsi, sedangkan di regional barat diikuti oleh 14 provinsi. Rakerkesnas 2015 telah menghasilkan beberapa kesepakaten langkah-langkah implementasi Program Indonesia Sehat, yakni: A. Rakerkesnas Regional Tengah: 1. Penerapan Paradigma Sehat dalam pembangunan nasional a. Paradigma Sehat diarahkan untuk peningkatan, pemeliharaan, dan perlindungan kesehatan dengan mengutamakan upaya promotif-preventif tanpa melupakan upaya kuratif dan rehabilitatif. b. Sasaran perubahan
ARAHAN MENKES DIDAMPINGI PARA PEJABAT ESELON I PADA RAKERKESNAS REGIONAL TENGAH
52
Inforwas Edisi I 2015.indd 52
paradigma ditujukan kepada para penentu kebijakan pada intas sektor, tenaga kesehatan, institusi kesehatan dan masyarakat. c. Upaya promotif-preventif dalam bidang kesehatan, antara lain dilaksanakan melalui: 1). Penyempurnaan regulasi di tingkat pusat, provinsi dan atau kab/kota sejalan dengan Sistem Kesehatan Nasional dan UU Pemerintahan Daerah. 2). Pemenuhan jumlah dan kualitas tenaga promosi kesehatan dan atau tenaga kesehatan yang mempunyai kemampuan promosi kesehatan melalui jenjang pendidikan dan atau pelatihan paling lambat tahun 2019. 3). Pengembangan metode dan teknologi promosi kesehatan yang sesuai dengan dinamika dan kondisi masyarakat di masing-masing daerah. 4). Pemberdayaan masyarakat melalui penguatan kelembagaan promkes di kab/kota, optimalisasi UKBM dan mobilisasi sumber daya termasuk pemanfaatan potensi dana desa dan pajak rokok. 2. Penguatan Pelayanan Kesehatan Penguatan pelayanan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan akses masyarakat INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
11/30/2015 1:16:25 PM
terhadap pelayanan kesehatan yang komprehensif dan bermutu, melalui: a. Penyusunan Roadmap tentang penguatan pelayanan kesehatan primer dan regionalisasi rujukan di tingkat provinsi dan kab/kota tahun 2015-2019 paling lambat pada April 2015, melalui sarana prasarana dan SDM. b. Penguatan pelayanan kesehatan primer dan sistem rujukan regional difokuskan pada akreditasi dan pemenuhan tenaga kesehatan. c. Penguatan layanan kesehatan primer di daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan dilakukan dengan pendekatan Team Based. d. Advokasi kepada pemerintah pusat dan daerah untuk pemenuhan tenaga kesehatan strategis diawali dari perencanaan kebutuhan, pendayagunaan, penyediaan insentif, sistem informasi dan akreditasi institusi diklat. 3. Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Pelaksanaan JKN termasuk pencegahan fraud menuntut peran aktif Dinkes Provinsi dan Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, upaya pelaksanaan JKN didukung dengan: a. Peningkatan Peran Dinas Kesehatan mempunyai andil dalam mensukseskan penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional, khususnya pada aspek: INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
Inforwas Edisi I 2015.indd 53
kepesertaan, penyediaan pelayanan kesehatan, pembiayaan, dan manajemen. b. Pencegahan fraud dalam Pelaksanaan JKN dilakukan melalui penyusunan regulasi, pembentukan tim pencegahan fraud di tiap tingkatan administrasi termasuk di RS, optimalisasi pengawasan penyelenggaraan JKN dan peningkatan kompetensi coder dan verifikator. 4. Dalam rangka menjamin efektifitas dan efisiensi pelaksanaan Rakerkesnas untuk tahun 2016 diawali dengan pelaksanaan Pra-Rakerkesnas di tingkat Provinsi bersama kab/kota yang difasilitasi oleh Kementerian Kesehatan. B. Rakerkesnas Regional Barat: 1. Penerapan Paradigma Sehat dalam pembangunan nasional. Sasaran perubahan Paradigma Sehat ditujukan kepada: para penentu kebijakanpada lintas sektor, tenaga kesehatan, penyelenggara pelayanan kesehatan, dan masyarakat. Tantangan utama penerapan Paradigma Sehat mencakup: implementasi kebijakan, ketenagaan, dan belum imbangnya pembiayaan UKP dan UKM. Upaya implementasi Paradigma Sehat, antara lain dilaksanakan melalui: a. Pemantapan kebijakan yang holistikdan penyempurnaan regulasilintas sektor terkait 53
11/30/2015 1:16:25 PM
Artikel
upaya penyelenggaraan Paradigma Sehat di tingkat pusat, provinsi dan atau kab/ kota. b. Penguatan advokasi dan sosialisasi untuk meningkatkan komitmen lintas sektor dan pemerintah daerah dalam pembangunan berwawasan kesehatan, khususnya dalam penyediaan anggaran dan sumber daya untuk promotif-preventif dan pemberdayaan masyarakat. c. Pemberdayaan masyarakat memerlukan penguatan kelembagaan Promosi Kesehatan di kab/kota. Untuk itu Kemenkes perlu berkoordinasi dengan Kemendagri untuk melakukan peninjauan atas SOTK SKPD Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/kota, khususnya kelembagaan pelaksana promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. d. Pemenuhan jumlah tenaga promosi kesehatan dilakukan melalui jenjang pendidikan dan pelatihan, serta 54
Inforwas Edisi I 2015.indd 54
pendayagunaan mahasiswa institusi pendidikan tinggi kesehatan sebagai tenaga promosi kesehatan bagi masyarakat. e. Peningkatan pemanfaatan media massa dan media sosial serta teknologi promosi kesehatan yang sesuai dengan dinamika dan kondisi masyarakat di masing-masing daerah. f. Untuk menjamin kesinambungan pembiayaan upaya promotif-preventif, perlu mobilisasi sumberdana yang ada antara lain: potensi dana desa dan pajak rokok, BOK, dan dana operasional kapitasi JKN. 2. Penguatan Pelayanan Kesehatan Penguatan pelayanan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang komprehensif dan bermutu, melalui: a. Penyusunan Roadmap Penguatan Pelayanan Kesehatan Primer dan Regionalisasi Rujukan di tingkat provinsi dan kab/ kota tahun 2015–2019 pada akhir April 2015, antara lain mencakup aspek regulasi, SDM kesehatan, pembiayaan, dan sarana prasarana. b. Penguatan Sistem Rujukan Regional difokuskan pada upaya percepatan akreditasi dan pemenuhan, serta pendayagunaan tenaga kesehatan.
INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
11/30/2015 1:16:31 PM
c. Penguatan layanan kesehatan primer di daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan dilakukan dengan pendekatan tenaga kesehatan berbasis tim dalam mendukung program Nusantara Sehat. d. Untuk pemenuhan kebutuhan tenaga, Kemenkes perlu: meninjau dan merevisi standar ketenagaan di fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk sistem insentif dan penataan pola karier pegawai; mendorong terbitnya Peraturan Pemerintah tentang Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak untuk pemenuhan tenaga kesehatan strategis, dan bersama dengan pemerintah daerah melakukan penguatan sistem informasi manajemen tenaga kesehatan yang terintegrasi. e. Diperlukan upaya pemetaan jumlah, jenis, kompetensi, dan penyebaran tenaga kesehatan di berbagai tingkatan untuk perencanaan tenaga kesehatan provinsi/ kabupaten/kota. f. Untuk menjamin sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bermutu, Kemenkes perlu melakukan penyempurnaan sistem e-catalogue. 3. Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Pelaksanaan JKN termasuk pencegahan fraud menuntut peran aktif Dinas Kesehatan INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
Inforwas Edisi I 2015.indd 55
Provinsi dan Kabupaten/Kota. Oleh karena itu beberapa hal yang dapat dilakukan: a. Dinas Kesehatan mempunyai peran yang penting dan besar dalam mensukseskan penyelenggaraan JKN, khususnya pada aspek: kepesertaan, penyediaan pelayanan kesehatan, pembiayaan, serta organisasi dan manajemen. a. Dinas Kesehatan bekerjasama dengan SKPD terkait akan memberikan perhatian khusus dalam mendorong masyarakat sehat di wilayah kerjanya untuk menjadi peserta BPJS, untuk mewujudkan tercapainya Universal Health Coverage. b. Dinkes Provinsi dan Kabupaten/kota akan mendukung Kemenkes didalam memperkuat sistem data dan informasi yang terintegrasi dengan BPJS Kesehatan. c. Pencegahan fraud dalam Pelaksanaan JKN akan dilakukan melalui: pemantapan implementasi regulasi dan identifikasi regulasi yang diperlukan, pembentukan tim anti fraud di tiap tingkatan administrasi, melibatkan organisasi profesi, BPJS dan lintas sektor, dan perlu tersedianya anggaran pengawasan JKN di setiap tingkatan. 4. Dalam rangka menjamin efektifitas dan efisiensi pelaksanaan Rakerkesnas pada 55
11/30/2015 1:16:31 PM
Artikel tahun 2016 yang akan datang perlu diawali dengan pelaksanaan Pra-Rakerkesnas di tingkat Provinsi bersama kab/kota yang difasilitasi oleh Kementerian Kesehatan. C. Rakerkesnas Regional Timur: 1. Penerapan Paradigma Sehat dalam pembangunan nasional a. Paradigma Sehat diarahkan untuk peningkatan, pemeliharaan, dan perlindungan kesehatan dengan mengutamakan upaya promotif-preventif tanpa melupakan upaya kuratif dan rehabilitatif. b. Sasaran perubahan paradigma ditujukan kepada para penentu kebijakan pada intas sektor, tenaga kesehatan, institusi kesehatan dan masyarakat. c. Upaya promotif-preventif dalam bidang kesehatan, antara lain dilaksanakan melalui: 1). Penyempurnaan regulasi di tingkat pusat, provinsi dan atau kab/kota sejalan dengan Sistem Kesehatan Nasional dan UU Pemerintahan Daerah. 2). Pemenuhan jumlah dan kualitas tenaga promosi kesehatan dan atau tenaga kesehatan yang mempunyai kemampuan promosi kesehatan melalui jenjang pendidikan dan atau pelatihan paling lambat tahun 2019.
56
Inforwas Edisi I 2015.indd 56
3). Pengembangan metode dan teknologi promosi kesehatan yang sesuai dengan dinamika dan kondisi masyarakat di masing-masing daerah. 4). Pemberdayaan masyarakat melalui penguatan kelembagaan promkes di kab/kota, optimalisasi UKBM dan mobilisasi sumber daya termasuk pemanfaatan potensi dana desa dan pajak rokok.
PESERTA RAKERKESNAS REGIONAL TIMUR
2. Penguatan Pelayanan Kesehatan Penguatan pelayanan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang komprehensif dan bermutu, melalui: a. Penyusunan Roadmap tentang penguatan pelayanan kesehatan primer dan regionalisasi rujukan di tingkat provinsi dan kab/kota tahun
INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
11/30/2015 1:16:37 PM
2015-2019 paling lambat pada April 2015, melalui sarana prasarana dan SDM. b. Penguatan pelayanan kesehatan primer dan sistem rujukan regional difokuskan pada akreditasi dan pemenuhan tenaga kesehatan. c. Penguatan layanan kesehatan primer di daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan dilakukan dengan pendekatan Team Based. d. Advokasi kepada pemerintah pusat dan daerah untuk pemenuhan tenaga kesehatan strategis diawali dari perencanaan kebutuhan, pendayagunaan, penyediaan insentif, sistem informasi dan akreditasi institusi diklat. 3. Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Pelaksanaan JKN termasuk pencegahan fraud menuntut peran aktif Dinkes Provinsi dan Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, upaya pelaksanaan JKN didukung dengan: a. Peningkatan Peran Dinas Kesehatan mempunyai andil dalam mensukseskan penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional, khususnya pada aspek: kepesertaan, penyediaan pelayanan kesehatan, pembiayaan dan manajemen. b. Pencegahan fraud dalam Pelaksanaan JKN dilakukan melalui penyusunan
SESSI TANYA JAWAB RAKERKESNAS REGIONAL TIMUR
regulasi, pembentukan tim pencegahan fraud di tiap tingkatan administrasi termasuk di RS, optimalisasi pengawasan penyelenggaraan JKN dan peningkatan kompetensi coder dan verifikator. 4. Dalam rangka menjamin efektifitas dan efisiensi pelaksanaan Rakerkesnas untuk tahun 2016 diawali dengan pelaksanaan Pra-Rakerkesnas di tingkat Provinsi bersama kab/kota yang difasilitasi oleh Kementerian Kesehatan. Ajang Rakerkesnas pun selalu dimanfaatkan oleh pihak-pihak Unit Utama Kemenkes, satuan kerja setempat dan satuan kerja pada wilayah regional, maupun pihak swasta untuk membuka stand tentang pembangunan kesehatan yang dikemas dengan sajian yang menarik dan berbagai hadiah menarik untuk menggiring pengunjung. Tak pelak pameran batu akik pun turut memeriahkan Rakerkesnas. n (Irwan Batusangkar, Nona Ambrawati, Achmad Noor Cholid)
INFORWAS • EDISI I • TAHUN 2015
Inforwas Edisi I 2015.indd 57
57
11/30/2015 1:16:44 PM
galeri foto Kunjungan Kerja Ses Itjen Kemenkes RI, Padang 16 Maret 2015
Paparan Kabag Umum Itjen Kemenkes RI tentang LHKASN, Jakarta 19 Maret 2015
Penandatanganan Komitmen Melaksanakan Pembangunan Kesehatan Umumdan Inspektur Jenderal Kesehatan RI, yangArahan Baik-Bersih Melayani denganKementerian Semangat Reformasi Birokrasi, Maret 2015 Jakarta 13 9 Januari 2015
Penerimaan Mahasiswa Magang dariInspektorat UniversitasJenderal Cenderawasih Papua, Penandatangan Komitmen Bersama Kementerian Jakarta 26 Januari 2015 2015 Kesehatan RI, Jakarta 16 Januari
58
Inforwas • edIsI I • tahun 2015
Focus Group Discussion dengan KPK dengan materi Gratifikasi Dalam Hubungan Profesi Dokter dengan Perusahaan Farmasi dan Alat Kesehatan, Jakarta 30 Maret 2015
Konsolidasi Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan RI, Jakarta 6 Januari 2015
galeri foto Kunjungan Kerja Ses Itjen Kemenkes RI, Padang 16 Maret 2015
Paparan Kabag Umum Itjen Kemenkes RI tentang LHKASN, Jakarta 19 Maret 2015
Penandatanganan Komitmen Melaksanakan Pembangunan Kesehatan yangArahan Baik-Bersih Melayani denganKementerian Semangat Reformasi Birokrasi, Umumdan Inspektur Jenderal Kesehatan RI, Jakarta 13 9 Januari 2015 Maret 2015
Penandatangan Komitmen Bersama Kementerian Penerimaan Mahasiswa Magang dariInspektorat Universitas Jenderal Cenderawasih Papua, Kesehatan RI, Jakarta 16 Januari Jakarta 26 Januari 2015 2015
58
Inforwas Edisi I 2015.indd 58
Inforwas edIsI I • TAHUN tahun 2015 INFORWAS • EDISI
11/30/2015 1:16:49 PM
Ses Itjen Memberikan Paparan dalam Rapat Kerja Nasional PB PAPDI dan Semua PAPDI Cabang, Jakarta 21 Februari 2015
Rakerkesnas Kementerian Kesehatan RI Regional Tengah, Bali 16 Februari 2015
Stand Inspektorat Jenderal pada Rakerkesnas Regional Tengah, Batam 4 April 2015
Rapat Reformasi Birokrasi Inspektorat Jenderal Kemenkes RI, Jakarta 26 Februari 2015
Reviu Laporan Keuangan UAPPA/B Tingkat Wilayah TA 2014, Batam 2-5 Februari 2015
Pelaksanaan Reviu RKAKL oleh Itjen Kemenkes RI, Jakarta 22 Januari 2015
Kabag PI Inspektorat Jenderal Kemenkes RI sedang memberikan paparan di B2P2TOOT, Tawangmangu 3 Fabruari 2015
Monitoring dan Evaluasi Tim Reformasi Birokrasi, Jakarta 9 Februari 2015
Penghimpun foto & pembuat narasi: Achmad Noor Cholid & Wiji Lestari Inforwas edIsI I • TAHUN tahun 2015 INFORWAS • EDISI
Inforwas Edisi I 2015.indd 59
59
11/30/2015 1:16:50 PM
VISI: Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-Royong 7 MISI PEMBANGUNAN: 1. Terwujudnya keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan. 2. Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis berlandaskan negara hukum. 3. Mewujudkan politik luar negeri bebas dan aktif serta memperkuat jati diri sebagai negara maritim.
9 AGENDA PRIORITAS (NAWA CITA): 1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga Negara. 2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya. 3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. 4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya. 5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. 6. Meningkatkan produktifitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional. 7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. 8. Melakukan revolusi karakter bangsa. 9. Memperteguh ke-Bhineka-an dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.
Inforwas Edisi I 2015.indd 60
4. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera. 5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing. 6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional, serta 7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
SASARAN STRATEGIS KEMENTERIAN KESEHATAN: 1. Meningkatnya Kesehatan Masyarakat 2. Meningkatnya Pengendalian Penyakit 3. Meningkatnya Akses dan Mutu Fasilitas Pelayanan Kesehatan 4. Meningkatnya akses, kemandirian, dan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan 5. Meningkatnya Jumlah, Jenis, Kualitas dan Pemerataan Tenaga Kesehatan 6. Meningkatnya sinergitas antar Kementerian/ Lembaga 7. Meningkatnya daya guna kemitraan dalam dan luar negeri 8. Meningkatnya integrasi perencanaan, bimbingan teknis dan pemantauan-evaluasi 9. Meningkatnya efektivitas penelitian dan pengembangan kesehatan 10. Meningkatnya tata kelola kepemerintahan yang baik dan bersih 11. Meningkatnya kompetensi dan kinerja aparatur Kementerian Kesehatan 12. Meningkatkan sistem informasi kesehatan integrasi
11/30/2015 1:16:58 PM