7 Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi (Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)
431
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Lahir dan Besar di Bukittinggi
S
aya lahir di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, tanggal 8 Mei tahun 1948. Keluarga kami bisa dibilang keluarga besar untuk ukuran saat ini, saya adalah anak keenam dari delapan saudara. Selain menanggung hidup delapan anak-anaknya, orang tua saya juga membuka pintu rumah selebar-lebarnya untuk sanak saudara kami yang orang tuanya tinggal di desa, apalagi anak-anak yatim dari adik bapak saya. Akibatnya suasana rumah kami senantiasa ramai, terutama di malam hari ketika jadwal mengaji bersama tiba. Saya sangat merindukan nuansa kekeluargaan seperti itu. Bapak saya seorang guru SMP sehingga pola hidup kami terbilang sangat sederhana. Kami diajarkan untuk mandiri sejak kecil dengan cara pekerjaan rumah dibagi-bagi karena di rumah memang tidak ada pembantu. Bahkan, saking sederhananya, kami sudah terbiasa dengan pola penjatahan makan. Apa yang ada dibagi-bagi, yang penting semua orang bisa mencicipi, tapi bapak saya seorang yang tahu gizi, lauk kami selalu ada proteinnya, apakah nabati atau hewani. Agar dapat harga murah, saya selalu disuruh belanja daging ke pasar pas hampir magrib waktu harga sudah dibanting si penjual. Disiplin juga menjadi salah satu hal penting yang dibudayakan orang tua kami di rumah. Mulai dari disiplin sholat, disiplin belajar, dan disiplin menuntaskan tugas yang sudah menjadi kewajiban harian kami. Orang tua saya pun memberikan pengawasan ketat. Jika kami melakukan kesalahan atau sengaja menyimpang, orang tua tidak segan-segan menjatuhkan hukuman. Bapak selalu mengatakan bahwa hukuman fisik (yang tidak berbahaya) bukanlah berarti kebencian orang tua kepada kami, tetapi sebagai pendidikan agar kami harus selalu menghindari perbuatan tercela. Pada umur enam tahun saya dimasukkan ke SR 7, satu kilometer dari rumah saya. Pada usia tersebut, segalanya sudah saya lakukan mandiri, mandi, makan, pergi dan pulang sekolah, pergi dan pulang mengaji Al Quran di sore hari. Sewaktu SMP, saya mulai bertugas membersihkan rumah dan halaman, mencuci pakaian sendiri dan menolong ibu di dapur. Pengalaman manis saya di SMP 1 Bukittinggi adalah pernah menjuarai sayembara mengarang dan berpidato. Walau bapak saya mengajar di sekolah
432
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi (Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)
yang sama, saya diperlakukan sama, kadang-kadang juga dimarahi, seperti siswa-siswa lainnya. Pada tahun 1957 terjadi peristiwa pemberontakan PRRI ( Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia). Waktu itu saya di kelas 3 sekolah dasar. Saya menyaksikan para prajurit yang muda-muda menyandang senjata yang masih baru dan peluru beruntaian di tubuh mereka. Pada suatu hari pesawat-pesawat tempur dari TNI melayang-layang dengan garangnya dan melepaskan bom di langit Bukittinggi. Kami semua ketakutan. Beberapa lama kemudian kami sekeluarga mengungsi ke desa tempat kelahiran ibu kami.
Keluarga Abdurrahman (1953), Maizar Rahman bersandar di sisi kiri bapaknya.
Beberapa bulan setelah itu, karena bapak saya harus kembali mengajar di Bukittinggi kami pun kembali ke kota itu walau masih suasana perang. Pada malam hari sering bunyi tembakan dan meriam dari pertempuran pihak PRRI dengan TNI. Pagi harinya di jalan raya terserak berbagai selongsong peluru yang kami kumpulkan untuk mainan. Alhamdulillah pada tahun 1960 perang saudara itu berakhir walau meninggalkan luka cukup dalam di hati masyarakat Minangkabau. Satu hal lagi yang masih saya ingat adalah banyak sekali buku cerita yang bisa dibaca di rumah. Orang tua saya memang sengaja membeli buku-buku agar kami memiliki minat baca. Saya khususnya sangat menggemari buku-buku
433
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
cerita, komik, dan cerita silat. Kisah dan gambar di buku itu membuat imajinasi lebih terasa hidup. Kemudian saya akui bahwa saya banyak terinspirasi karakter tokoh-tokoh yang ditampilkan. Salah satu hal positif yang saya peroleh dengan kehidupan kami yang sederhana dulu adalah pengalaman bisnis kecil-kecilan yang membekas hingga kini. Bahkan ketika saya menjabat sebagai Kapus LEMIGAS, jiwa bisnis yang tertanam di masa kecil ini saya amplifikasi dan terapkan saat memimpin LEMIGAS. Di waktu saya kecil bapak mempercayakan sebidang kecil tanah kepada saya yang langsung saya tanami dengan cabe dan tanaman lainnya. Mengurus tanaman sejak masih benih hingga berbuah memberikan pengalaman dan pembelajaran tentang ketekunan. Begitu masa panen tiba, saya petik sendiri dibawa ke pasar. Hasil penjualannya sedikit banyak membantu keluarga kami. Dari pengalaman tersebut, saya merasakan kepuasan tersendiri dan bahwa usaha itu perlu perhatian dan perlu waktu sebelum akhirnya membuahkan hasil. Dan bahwa bisnis apapun harus menempuh proses yang berisiko serta perjuangan yang panjang. Misalnya, di dalam menjual kita harus melewati proses menawarkan, jika pembeli suka, barulah kita mendapatkan keuntungan. Artinya, keuntungan adalah dampak dari proses. Pada tahun 60-an tersebut perekonomian Indonesia pada masa sulit dan gaji bapak saya sebagai guru SMP juga sangat kecil. Karena itu kami sekeluarga mencari kegiatan sampingan, ibu saya membuat kue-kue untuk dijual, dan bapak dengan kami anak-anak yang laki-laki menerima pesanan membersihkan botol-botol bekas obat dari teman bapak seorang pemilik apotik. Nah..., di bagian perjalanan karir yang akan saya elaborasi lebih lanjut ternyata bahwa pengalaman bisnis di masa kecil ini menjadi salah satu strategi yang saya terapkan ketika menjadi Kepala LEMIGAS.
434
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi (Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)
Menempuh Pendidikan di Universitas Gadjah Mada (UGM) Selepas lulus SMA 1 di Bukittinggi, saya mengikuti ujian masuk Universitas Andalas Padang. Saya diterima di fakultas pasti alam jurusan kimia. Apa boleh buat, awalnya ingin di kedokteran, tapi nilai fisika saya rendah, maklum sebelum dan sesudah peristiwa G30S frekuensi belajar kami banyak berkurang sehingga penguasaan fisika saya lemah. Setahun di Padang, penuh dengan kekurangan, maklum bapak saya sudah pensiun. Tahu-tahu ibu saya memberi tahu bahwa saya akan dikirim ke tempat kakaknya di Yogya, yang bersuamikan dokter, KRT Abdul Madjid Purwohusodo, beliau pernah sebagai kepala rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Ibu saya sangat ingin agar saya menempuh pendidikan di Yogyakarta. Pucuk dicinta ulam tiba, pandangan masa depan saya terasa cerah. Saya berangkat ke kota gudeg itu di akhir tahun 1967 dan meninggalkan Universitas Andalas menuju Yogya. Di sana juga ada adik ibu saya, Abdul Aziz, guru SMP Bopkri, seorang yang berjiwa sangat sosialis dan hidup sangat sederhana. Sesampainya di Yogyakarta, saya mengikuti tes masuk Universitas Gajah Mada (UGM). Pilihan pertama saya adalah Fakultas Kedokteran dan Fakultas Teknik. Tapi saya gagal di kedua fakultas itu. Akhirnya saya mendapat kursi di Fakultas MIPA (Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) UGM, tepatnya di Jurusan Kimia. Lagi-lagi jurusan kimia. Namun sebetulnya, sejak SMA saya cukup menggandrungi mata pelajaran kimia. Bahkan kami di waktu SMA pernah melakukan uji coba dengan sekelompok teman-teman membuat roket kecil dengan berbagai campuran bahan kimia. Jadi, masuk ke jurusan kimia adalah “takdir” yang tepat bagi saya. Suasana kehidupan saya di Yogya berbeda banyak dibanding waktu di Bukittinggi. Om atau Pak De saya seorang dokter dengan kehidupan lebih baik. Saya tinggal di rumah besar di kawasan istana Paku Alaman dan oleh pembantu rumah tangga saya dipanggil ‘ndoro’. Agak kikuk juga saya pada awalnya karena di Bukittinggi saya sudah biasa dengan adat egaliter. Selama menempuh masa kuliah, saya juga aktif berorganisasi baik di kampus maupun di luar kampus. Karir organisasi kemahasiswaan yang pernah saya
435
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
capai adalah menjadi Ketua Komisariat FMIPA HMI Yogyakarta. Pembelajaran penting dengan aktif di organisasi ketika mahasiswa adalah kita memperoleh keterampilan sosialisasi dan kepemimpinan yang memberi nilai tambah selain pendidikan di perguruan tinggi. Saya juga aktif dengan kawan-kawan mahasiswa lainnya dalam diskusi-diskusi sekitar perkuliahan kami. Kegiatan tersebut sangat mendorong saya untuk menterjemahkan berbagai artikel bahasa Inggris termasuk membantu kawankawan yang kesukaran dalam penterjemahan. Saya juga aktif dalam English Club, sesuatu yang ternyata sangat berguna dalam karir saya di kemudian hari. Di UGM saya mendapat inspirasi yang berharga dari dosen-dosen. Mereka adalah pendidik yang kadar keilmuannya sangat mumpuni sekaligus juga memiliki kadar keagamaan tinggi. Karakteristik itu bisa dibilang sangat mempengaruhi cara pandang kehidupan saya. Mereka tidak sekedar mengajarkan ilmu-ilmu dasar sesuai kurikulum. Lebih dari itu, dosen-dosen yang penuh dedikasi itu mengajarkan juga nilai-nilai yang harus dimiliki seorang peneliti. Mereka menekankan bahwa peneliti itu harus menjunjung tinggi nilai-nilai profesionalisme dan berintegritas dengan cara bekerja sebaik-baiknya dan sepenuh hati. Budaya kerja keras dan kejujuran benarbenar tampak dalam keseharian mereka. Nilai-nilai positif seperti ini sangat membekas dalam diri saya. Bahwa kita kuliah tidak sekedar mencari ilmu melainkan menanamkan nilai-nilai yang sangat mendukung ilmu tersebut. Tingkat sarjana muda dapat saya selesaikan dalam waktu tepat 3 tahun, termasuk cepat pada sistem waktu itu, dan tahu-tahu saya diberitahu fakultas bahwa saya terpilih mendapat beasiswa sumbangan PT Caltex Pacific Indonesia sampai saya lulus tingkat sarjana. Dukungan keuangan tersebut, sebesar Rp 5000/bulan, cukup besar dan sangat membantu mengatasi berbagai keperluan saya. Di UGM juga saya berkenalan dengan istri saya, Kussusilowati, yang adalah adik kelas saya di jurusan Kimia. Dia juga keluarga dari dosen saya, Dr. Ir. Sahirul Alim (alm), yang juga seorang ustaz kondang di tingkat nasional. Menjelang lulus dari UGM, tepatnya tahun 1973, beberapa orang pejabat Lembaga Minyak dan Gas Bumi (LEMIGAS) datang ke UGM untuk mencari
436
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi (Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)
calon-calon kader spesialis yang akan dipekerjakan di LEMIGAS. Saya termasuk yang dicalonkan fakultas saya dan setelah tes di Yogyakarta dan Jakarta saya dinyatakan lulus sehingga setelah wisuda dari UGM saya langsung mendapat kesempatan menjadi calon pegawai di LEMIGAS.
Mendalami Teknologi Pengolahan Minyak dan Petrokimia di Perancis Waktu baru mulai masuk kerja di LEMIGAS, Direktur LEMIGAS waktu itu, Bapak Ir. Sjarif Lubis (alm) mengumpulkan kami para kader spesialis, beliau mengatakan bahwa kami akan disekolahkan dulu untuk menguasai khususnya ilmu perminyakan di segala sektor. Tempat pendidikan di Perancis atau Amerika dan beberapa negara lainnya. Saya mendapat jatah belajar ke Perancis karena LEMIGAS ketika itu menjalin kerjasama dengan Institut Francais du Petrole (IFP, Institut Perminyakan Perancis). Sebelumnya institut tersebut ikut membidani cetak biru LEMIGAS dan diteruskan dengan program kerjasama pengiriman kader spesialis ke sana. Namun kesempatan itu tidak saya dapatkan begitu saja. Tetap ada rangkaian tes yang harus saya tempuh. Pada tes tersebut dinilai kelayakan saya untuk belajar ke negeri yang terkenal dengan menara Eiffel-nya itu. Tes terakhir adalah wawancara oleh dua ahli orang IFP dalam bahasa Inggris. Saya ingat tesnya cukup sederhana tapi substantif yaitu tentang hukum Kirchoff di bidang listrik dan hukum gas di bidang termodinamika yang tentu saja merupakan makanan empuk saya. Pertanyaan yang sulit adalah waktu ditanya bagaimana visi saya tentang industri Migas Indonesia. Dasar mahasiswa yang hanya berkutat di ilmu dasar, saya masih hijau dengan hal-hal yang makro. Namun alhamdulillah, saya dinyatakan lulus dan berhak berangkat ke Perancis. Pada bulan Maret 1974, kami, beberapa orang kader spesialis diberangkatkan ke Perancis. Masing-masing diberi tugas untuk mengikuti spesialisasi tertentu di bidang teknologi Migas seperti geologi, geofisika, pengeboran, reservoar, pengolahan dan petrokimia, aplikasi produk, dan tekno ekonomi. Beberapa orang lainnya melakukan penelitian di laboratorium IFP, antara lain di bidang
437
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
katalis, analisis batuan geologi, peningkatan pengurasan produksi minyak, pengembangan proses/pilot plant, dan bioteknologi. Berbeda dengan beasiswa luar negeri pada umumnya, kami sebagai kader spesialis yang dikirim ke Perancis akan dinilai per semester. Misalnya, uang saku awal hanya USD 300/bulan. Jika berhasil lulus pada semester pertama, maka beasiswa dan uang sakunya akan ditambah menjadi USD 1400/bulan. Namun, kalau di semester pertama tidak lulus maka langsung dipulangkan ke Indonesia. Peraturan yang ketat ini menjadi dorongan tersendiri bagi saya. Apalagi sebelum berangkat ke Perancis, saya telah menikah. Sesampainya di Perancis, kami merasa aman karena disambut oleh pejabat perwakilan LEMIGAS di Paris, Bapak Tampubolon serta para kader spesialis lain yang sudah berada di Perancis pada tahun-tahun sebelumnya. Selama enam bulan pertama di Perancis saya ditugaskan untuk belajar bahasa Perancis di Lyon, Perancis Tengah. Menguasai bahasa Perancis adalah persyaratan mutlak karena kuliah yang akan saya ikuti diselenggarakan dalam bahasa Perancis. Untuk itu saya bertekad agar dalam enam bulan tersebut sudah bisa menguasai bahasa Perancis, baik dari aspek listening, reading, writing, maupun speaking. Sampai-sampai ketika mandi pun saya gunakan utnuk menghafalkan kalimat-kalimat dalam bahasa Perancis. Pelafalan menjadi salah satu aspek yang sangat sulit karena pelafalan bahasa Perancis berbeda dibandingkan bahasa Indonesia atau Inggris. Saya coba mendisiplinkan diri agar bisa menguasai percakapan dalam bahasa Perancis. Salah satu aktivitas rutin saya adalah mendengar radio-radio berbahasa Perancis setiap hari. Usaha keras itu pun terbayar karena akhirnya saya mendapat nilai bagus dalam pelajaran bahasa Perancis ini. Setelah selesai sekolah bahasa, pada bulan September 1974 saya pindah ke Marseille di Perancis Selatan untuk mengikuti kegiatan di universitas persiapan di sana. Juga berangkat seorang kader spesialis lain, Ir. Anton L Wartawan (alm). Di situ kami tinggal di asrama mahasiswa yang selain didiami mahasiswa Perancis juga oleh mahasiswa-mahasiswa asing. Di Marseille, saya menjadi mahasiswa di Institut de Petroleochimie et de Synthese Organique Industrielle (IPSOI). Di perguruan tinggi tersebut status saya adalah sebagai mahasiswa pendengar (etudiant auditeur libre). Rupanya LEMIGAS memahami
438
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi (Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)
bahwa basis keilmuan utama saya adalah di bidang kimia murni sedangkan kuliah yang akan saya ikuti pada tahun 1975 di Paris tahun berikutnya adalah di bidang teknik kimia petroleum. Jadi kuliah-kuliah di universitas persiapan ini saya ambil sebagai bagian adaptasi perpindahan jurusan S1 Kimia Murni nantinya ke S2 Teknik Kimia bidang Pengolahan Minyak dan Petrokimia. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi saya. Di jurusan Kimia saya belajar ilmu dasar sedangkan di jurusan Teknik Kimia fokusnya adalah industri dan aplikasi sehingga saya harus banyak belajar sendiri. Saya merasa beruntung juga karena dengan cara tersebut saya makin terbiasa dengan kuliah berbahasa Perancis, cuma saya harus lebih lama berpisah dari istri tercinta yang masih menunggu di Indonesia.
Di kampus D’Aix Marseille, Perancis (1975), saya di paling kanan. Nomor dua dari kiri adalah Aman Mustovan, dari Fisika Teknik ITB.
Pada bulan Juni 1975 saya selesai di Marseille dan diperintahkan kembali ke Paris. Sementara itu selama di Marseille saya berhasil menabung sebagian dari biaya hidup yang USD 300 per bulan itu sehingga dapat membelikan tiket ke Perancis untuk istri saya. Maklum masih pengantin baru karena saya meninggalkan Indonesia sebulan setelah menikah. Kami lalu menyewa sebuah
439
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
studio sederhana di kawasan Nanterre, tidak jauh dari Rueil Malmaison, sedikit di luar kota Paris. Kami harus ketat berhemat untuk mencukupkan beasiswa LEMIGAS yang kami terima. Untung juga istri saya seorang ahli modiste sehingga dapat pekerjaan sambilan di rumah untuk menjahit garmen. Di Paris saya bertemu para kader spesialis LEMIGAS lain, antara lain Dr. Rachmat Sudibjo (kemudian menjadi Direktur Jenderal Migas dan Kepala BPMigas), Ir. Subijanto (kemudian menjadi Kepala LEMIGAS dan Direktur di Direktorat Jenderal Migas), Ir. Mardjohan, Ir. Sudijanto, Dr. Djoko Widodo (alm), Dr. Anwar Karim Yusuf, Dra. Sri Kadarwati, Dra. Nurdati, Ir. Wiyono, Drs. Fadjar Kusmadji (alm). Kami seperti keluarga besar penuh rasa silaturahim, Pada bulan Juli 1975, saya dikirim ke Saint Nazaire, kota kecil di Perancis Barat. Di sana saya mengikuti kuliah kerja pendahuluan di kilang minyak milik Total di daerah Donges. Ini pengenalan pertama saya dengan kilang minyak. Sebulan kemudian saya dan istri kembali ke Rueil Malmaison di mana berlokasi perguruan tinggi tempat saya kuliah, yaitu Institut Francais du Petrole (IFP) atau Institut Perminyakan Perancis. Institut ini adalah salah satu perguruan tinggi terbaik di Perancis. Hanya mahasiswa terpilih yang bisa masuk ke institut ini, sehingga saya harus bekerja keras agar bisa sejajar dengan mereka. Di IFP saya ditugaskan mengambil jurusan Raffinage et Genie Chimique atau Kilang Minyak dan Teknik Kimia. Jadwal kuliah yang padat membuat saya harus meningkatkan fokus belajar. Kalau lengah sedikit saja dampaknya bisa tertinggal cukup signifikan. Kegiatan utama saya sehari-hari hanya berkutat di kampus dan di studio kami saja. Untung ada istri di samping saya sehingga saya terdukung dalam masalah-masalah rumah tangga. Kerja keras itu akhirnya berbuah juga, saya lulus semester pertama sehingga berhak mendapatkan kenaikan uang saku dari USD 300 menjadi USD 1400. Kenaikan uang saku ini membawa berkah lain karena dengan tambahan itu saya bisa hidup lebih nyaman bersama istri dan bisa melakukan tur Eropa pada masa liburan. Sebelum semester kedua berakhir, kami para siswa IFP ditugaskan kembali untuk studi lapangan di kilang minyak. Saya mendapat tugas di kilang Fos sur Mer di Perancis Selatan. Pada waktu itu saya melakukan kajian simulasi proses untuk mengoptimalisasikan unit proses penghasil LPG.
440
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi (Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)
Kuliah di IFP saya selesaikan dalam dua semester dan lulus sebagai Diplome Ingenieur in Refining and Petrochemical pada tahun 1976. Ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi saya sebab saya kira inilah buah hasil kerja keras. Menurut info dari kantor LEMIGAS, saya orang kedua yang lulus di bidang tersebut dari beberapa orang yang dikirim LEMIGAS. Ditambah lagi saya yang lulusan Kimia murni ternyata bisa lulus di Teknik Kimia, apalagi dalam bahasa Perancis pula, dimana semula agak diragukan oleh para pimpinan LEMIGAS yang mengirim saya.
Di depan Institut Francais du Petrole (IFP) setelah baru lulus Diplome d’Ingenieur (1976)
Setelah lulus, bulan Agustus 1976 saya kembali ke Indonesia dengan status sebagai pegawai tetap LEMIGAS. Beberapa bulan kemudian di Jakara, pada bulan Januari 1977, istri saya melahirkan anak pertama kami, Diah Bellani. Anak kedua, Leila Fatmasari, lahir tahun 1978 dan anak ketiga, Tri Yaniarrinita, lahir di bulan Januari 1980. Jadi dalam 3 tahun lebih sedikit kami mendapat karunia 3 anak, Alhamdulillah.
441
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Kiprah Awal di LEMIGAS Sekembalinya di LEMIGAS kami diterima oleh para pimpinan LEMIGAS. Direkturnya adalah Prof. Dr. Wahyudi Wisaksono, setelah Ir. Sjarif Lubis. Saya ditempatkan di Bagian Penelitian Pengolahan dan Petrokimia yang dipimpin Dr. Rachman Subroto, seorang ahli kimia lulusan Jerman. Laboratorium ini berada di Bidang Riset Industri dan Pengembangan, yang waktu itu dipimpin oleh Ir. E. Jasjfi, MSc. Tugas saya pertama adalah mencari solusi permasalahan pembekuan dan pemompaan minyak kental untuk PLN (Perusahaan Listrik Negara) yang dikirim melalui pipa bawah laut dari kapal menuju tanki simpan di daratan Muara Karang. Tugas lain adalah sebagai asisten peneliti untuk pengkajian standar bahan bakar minyak Indonesia. Saya juga ditempatkan di laboratorium teknik separasi, yang menangani evaluasi berbagai minyak mentah Indonesia. Laboratorium ini dipimpin oleh Ir. Atung Kontawa (Alm), seorang pribadi yang sangat santun dan sangat ahli di bidang minyak bumi Indonesia. Sementara itu saya memulai menulis tulisan ilmiah yang berfokus pada teknologi separasi di bidang pengolahan migas.
Kembali Lagi ke Perancis Para pimpinan di LEMIGAS ternyata sangat mendukung pembinaan kemampuan profesional para kadernya pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi. LEMIGAS ingin mencetak kader-kader pada tingkat doktor untuk nantinya dapat melakukan penelitian yang lebih berkualitas dan bertaraf internasional. Karena itu saya menyurati profesor saya yang di IFP dulu, Mr. Decroocq, dan menyatakan keinginan saya untuk melanjutkan kuliah. Beliau menyambut baik keinginan saya tersebut dan meminta saya kembali ke Perancis dengan beasiswa dari pemerintah Perancis. Pimpinan LEMIGAS langsung memberi izin. Pada tahun 1979 saya kembali ke Perancis untuk melanjutkan kuliah tingkat doktoral. Keluarga saya menyusul setahun kemudian. Pada kuliah doktoral ini saya mengambil bidang teknik separasi dengan topik penelitian teknologi pemodelan proses pemisahan senyawa aromatik berat.
442
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi (Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)
Tahun pertama saya lewati dengan kuliah dan riset. Sedangkan pada tahun kedua dan ketiga lebih fokus pada riset. Riset saya adalah gabungan penelitian di laboratorium dan pemodelan. Jadi data hasil penelitian dari laboratorium saya gunakan dalam proses simulasi untuk pemodelan. Pemodelan yang saya buat ini nantinya akan bisa memprakirakan proses pemisahan terhadap senyawa aromatik berat. Aplikasinya adalah dalam rancang bangun dasar proses ekstrasi di kilang minyak. Pada saat itu, karena beasiswa yang saya terima adalah untuk status bujangan (beasiswa dari Pemerintah Perancis ditambah dari LEMIGAS yang juga kecil), tidak cukup untuk ukuran keluarga (kami berempat bersama isteri dan dua anak ). Kami lalu tinggal di studio atau apartemen satu kamar ukuran 30 meter persegi, sehingga kamar itu sekaligus menjadi dapur, tempat tidur, dan kamar mandi. Istri saya kemudian mencari tambahan pendapatan seperti dulunya, yaitu dengan menjahit pakaian yang di rumah, dari perusahaan garmen. Saat itu Perancis relatif lebih makmur dibandingkan sekarang. Semua penduduk, apakah warga negara asli atau asing, berhak mendapat bantuan sosial. Setelah Dinas Sosial survei ke tempat kami, kamipun mendapat tambahan bantuan setiap bulannya yang sangat membantu ekonomi keluarga. Di samping itu kesehatan semua keluarga ditanggung asuransi Pemerintah Perancis dan sekolah anak-anak pun gratis. Orang Perancis menyukai hal-hal yang eksotik. Karena itu saya juga kadangkadang mencari uang tambahan dengan menjual wayang golek di Perancis. Wayang-wayang itu saya beli setiap pulang ke Indonesia kemudian saya jual ke toko khusus benda-benda asiatik di Paris. Dari Perancis saya membawa parfum berdiskon untuk kemudian saya jual di Indonesia dengan harga penuh. Jadi ternyata keadaan sulit tersebut malah membuat saya menjadi kreatif. Saya juga pernah menjadi penjual kaki lima di kampus. Ketika itu saya berjualan misalnya ketika ada bazar mahasiswa. Barang yang saya tawarkan adalah barang-barang unik seperti kunci-kunci, kerajinan perak dari Yogyakarta. Usaha-usaha kreatif ini mengembangkan jiwa bisnis saya yang kemudian saya bawa ketika saya memimpin LEMIGAS.
443
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Waktu menjalani riset, saya dibimbing oleh para pembimbing, Mr. Paul Mikitenko dan Mr. Lionel Asselineau, peneliti yang mempunyai reputasi internasional. Mereka serius namun baik hati, suka menolong, komunikatif dan sangat egaliter. Ketika saya menulis tesis misalnya, walaupun bahasa Perancis lisan saya terbilang lancar dan tulisan juga memadai, namun untuk menulis kualitas tesis saya masih memerlukan dukungan terutama berkaitan dengan tata bahasanya. Para pembimbing peneliti tersebut sangat membantu sehingga tesis saya dapat ditulis dalam Bahasa Perancis yang bagus dan sesuai kaidah. Nuansa egaliter ala Perancis yang ditularkan pembimbing saya ini sedikit banyak membentuk karakter saya yang tidak lagi mempermasalahkan kelompok-kelompok manusia. Bahwa manusia adalah sama dan harus kita hormati sekalipun dia adalah bawahan kita langsung. Selain suasana yang egaliter, hal lain yang berkesan adalah kualitas seni budaya di Perancis yang tinggi sehingga turut mempengaruhi juga preferensi dan jiwa seni saya. Ditambah lagi mereka sangat demokratis, disiplin, dan menghormati sesama. Nilai-nilai positif seperti ini menjadi oleh-oleh tambahan selain ilmu perminyakan yang saya dapatkan selama tinggal dan kuliah di Perancis. Program doktoral ini saya tempuh selama tiga setengah tahun sehingga pada tahun 1983 saya sudah mendapat gelar Docteur Ingenieur degree in Chemical Engineering in Petroleum Sciences.
444
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi (Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)
Mempertahankan thesis doktoral di Ecole Nationale Superieure de Petrole et des Moteurs (ENSPM), Institut Francais du Petrole (IFP) Paris, Perancis, 25 Maret 1983.
Karir Penelitian di LEMIGAS Setelah kembali ke Jakarta, saya mulai mendapatkan tugas-tugas di bidang Proses dan Aplikasi LEMIGAS. Di LEMIGAS, kegiatan penelitian dan pengembangan dibagi menjadi tiga kegiatan utama, yaitu hulu, hilir dan lintas sektoral. Pekerjaan saya di bidang proses dan aplikasi termasuk kegiatan hilir yang fokus pada masalah pengolahan minyak bumi, aplikasi bahan bakar minyak (BBM), aplikasi pelumas, dan distribusi. Tugas-tugas awal saya di LEMIGAS berkutat pada riset dengan ruang lingkup yang luas. Misalnya riset kualitas BBM, transportasi minyak mentah melalui pipa, evaluasi dan karakterisasi minyak mentah, mengkaji bahan baku minyak pelumas dari minyak mentah Indonesia, dan kajian emisi gas CO2 dari lapangan gas. LEMIGAS mempunyai visi yang jauh tentang energi baru. Pada akhir tahun 80an, dengan dukungan Pertamina, kami mendapat tugas melakukan uji coba membuat biodiesel dari minyak nabati seperti kelapa sawit, menguji coba campuran minyak bensin dengan alkohol menjadi BBM campuran. Kemudian
445
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
juga penelitian katalisa mengenai peningkatan mutu katalis yang dipakai di kilang atau pembuatan katalis baru sampai simulasi proses. Jadi prinsipnya, kami tidak boleh menolak tugas yang diberikan. Jika tugas itu adalah ilmu baru, kami harus berjuang mempelajarinya dulu sebelum melakukan riset. Selama melaksanakan riset saya juga bersikap fleksibel dalam artian tidak mempermasalahkan apakah nanti saya ditempatkan di laboratorium, terjun langsung ke lapangan, atau cuma bekerja di belakang meja. LEMIGAS lebih banyak memiliki jabatan fungsional dibandingkan jabatan struktural karena terbatasnya jabatan struktural dibanding jumlah pegawainya yang mencapai ribuan. Jabatan struktural ini meliputi seorang direktur yang membawahi beberapa kepala bidang. Kepala bidang akan membawahi beberapa kepala seksi yang memimpin penelitian sesuai seksinya. Secara fungsional jabatan pertama saya di LEMIGAS adalah sebagai peneliti. Kemudian karena para peneliti juga perlu dikoordinir maka dibentuk kelompok-kelompok berdasarkan keahliannya seperti kelompok katalisa, analisis kimia, kelompok bioteknologi, kelompok pemurnian, dan lain-lain. Saya sendiri termasuk pada kelompok separasi atau pemurnian. Saya menjadi peneliti dalam kelompok separasi ini selama tiga tahun. Perjalanan karir saya yang dimulai dari peneliti di bagian separasi kemudian naik menjadi ketua kelompok proses yang membawahi bagian separasi dan katalisis pada tahun sekitar tahun 1984. Penunjukan sebagai Ketua Kelompok itu juga unik, karena sebelum ditunjuk atasan, teman-teman saya sudah mengusulkan agar saya menjadi Ketua Kelompok. Dalam periode tersebut banyak studi-studi yang sifatnya jasa kepada industri, sedangkan penelitian-penelitian yang bersifat mencari teknologi baru tidak dapat diintensifkan karena terbatasnya dana penelitian. Memang pada waktu itu anggaran negara amat terbatas karena penerimaan dari Migas sangat minim berhubung rendahnya harga minyak bumi dunia di masa itu. Kemudian setelah itu saya naik jabatan menjadi Kepala Bidang Proses pada tahun 1992. Pada jabatan ini, selain menangani penelitian berkaitan dengan proses, saya juga mengelola laboratorium-laboratorium yang terdapat di
446
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi (Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)
LEMIGAS. Jabatan sebagai Kepala Bidang Proses saya emban selama enam tahun, yaitu dari 1992 sampai 1998. Saya tetap bisa merangkap sebagai pejabat fungsional peneliti sehingga jalur karir peneliti saya tidak terputus menuju tingkat Ahli Peneliti Utama.
Sebagai Kepala LEMIGAS Pada bulan Mei tahun 1998, bulan ulang tahun saya ke-50 dan dalam suasana reformasi politik, saya dipromosikan menjadi Kepala Pusat (Kapus) LEMIGAS. Kenaikan jabatan ini menuntut saya untuk belajar banyak hal karena harus memahami seluruh bidang di LEMIGAS. Selama menjadi Kapus LEMIGAS, saya bertekad memberikan sumbangsih signifikan bagi perkembangan LEMIGAS ke depannya. Ketika itu kami berhasil menyusun buku rencana strategis LEMIGAS. Padahal pada waktu itu rencana strategis di instansi pemerintah belum populer seperti saat ini. Alasan menyusun rencana strategis adalah kami ingin melihat LEMIGAS memiliki potensi menjadi lembaga penelitian yang unggul, profesional, dan bertaraf internasional. Untuk mewujudkan potensi itu maka kita perlu merancang rencana strategis yang bisa dipahami oleh seluruh pemangku kepentingan, baik internal maupun eksternal. Dampak dari adanya rencana strategis itu adalah LEMIGAS perlu meningkatkan kualitas dari segala sisi. Misalnya dari sisi kelembagaan, LEMIGAS harus meningkatkan kualitas kelembagaan, mutu, kualitas manajemen, kualitas SDM. Kita menyasar target agar 40% peneliti adalah doktor. Peningkatan mutu ini ditempuh dengan cara mengakreditasi setiap bidang dan laboratorium oleh lembaga akreditasi internasional. Akreditasi dirintis mulai tahun 1994 dan pada tahun 1998 LEMIGAS mendapatkan akreditasi pertama dalam ISO 25 yang kemudian diikuti akreditasi lain-lainnya sehingga pada tahun 2002 LEMIGAS diakreditasi Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000 Kemudian dari sisi penelitian, LEMIGAS harus mampu melakukan riset yang menghasilkan paten. Penelitian itu juga harus berorientasi manfaat bagi industri dan pemerintah, bukan sekedar penelitian yang menghasilkan paper semata.
447
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Penelitian yang berorientasi manfaat bagi pemerintah akan dapat digunakan untuk memberikan masukan-masukan terkait permasalahan minyak dan gas ke pemerintah. Sedangkan untuk industri, penelitian, dan pengembangan yang kita lakukan diarahkan untuk membantu menyelesaikan masalahmasalah industri. Perubahan paradigma pegawai juga dilakukan dengan melakukan pelatihan “team building” dan kecerdasan emosional, agar di lembaga ini terbina semangat kerja sama dan sinergi yang baik antar pegawai. Tata nilai dari lembaga dan personil juga telah dirumuskan oleh Komite Arahan dan Evaluasi. Demikian juga komite ini telah menyusun berbagai panduan tentang perencanaan dan evaluasi penelitian. Dari perjalanan lembaga ini terlihat bahwa adalah para pelaksana penelitian yang sangat berdedikasilah yang membuat bagusnya reputasi lembaga ini. Mereka bekerja keras dan tekun serta fokus tanpa mengedepankan penerimaan gaji dan honor mereka ataupun kenaikan jabatan. Saya lalu berpikir bahwa dalam seleksi penerimaan pegawai haruslah ada tambahan tes minat penelitian bagi calon-calon pegawai baru. Pada saat memimpin LEMIGAS, salah satu program utama saya adalah meningkatkan kerjasama dengan industri. Sebab, LEMIGAS memiliki kapasitas penelitian untuk melakukan hal ini. Untuk memperluas layanan LEMIGAS ke industri, kami melakukan roadshow ke industri-industri migas. Seperti Pertamina, Caltex, BP (British Petroleum), dan yang lainnya. Pada suatu hari kantor saya membelikan seperangkat stick golf. Alasannya, saya harus ikut bermain golf karena ternyata bahwa ‘market’ LEMIGAS di industri migas ada di lapangan golf, para pimpinan perusahaan-perusahan migas itu berkumpulnya di lapangan golf. Dan ini memang terbukti, misalnya pernah dari omongomong sebentar di lapangan golf dengan petinggi Pertamina, Bapak Gatot K. Wiroyudo ( waktu itu menjabat Direktur Ekplorasi dan Eksploitasi Pertamina), beliau lalu memahami bahwa LEMIGAS perlu ditingkatkan kemampuan sarana risetnya. LEMIGAS kemudian mendapat bantuan Pertamina untuk membeli peralatan laboratorium, lumayan. Akibatnya, saya jadi terbiasa dengan lingkungan pebisnis meskipun saya adalah pimpinan lembaga pemerintah yang notabene lebih mengutamakan pendekatan birokratis. Menurut saya,
448
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi (Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)
ini ada baiknya karena banyak hal positif yang mudah dikomunikasikan dan diselesaikan di lapangan golf. Maka, keterampilan lobbying di “lapangan hijau” ini saya ajarkan juga pada teman-teman di LEMIGAS. Meningkatkan layanan LEMIGAS ke industri bermanfaat juga bagi internal LEMIGAS karena dapat meningkatkan kesejahteraan pegawai LEMIGAS. LEMIGAS memiliki kekhususan tersendiri dibandingkan lembaga pemerintahan lainnya, karena LEMIGAS diperkenankan memberikan jasa penelitian dan pengembangan melalui sisterm keuangan Swadana. Dengan demikian pada masa itu LEMIGAS semakin banyak mendapat pekerjaanpekerjaan penelitian dan pengembangan dari industri. Keuntungan yang diperoleh bukan saja dari sisi meningkatnya kesejahteraan pegawai LEMIGAS, lebih dari itu, LEMIGAS mendapatkan banyak ilmu dari pengalaman menuntaskan tantangan dari industri. (Namun sayang kemudian, pada era sesudah saya, Pemerintah mengganti sistem itu dengan sistem yang sangat rumit dan tidak mampu mengakomodasi dinamika jasa teknologi yang memerlukan lalu lintas keuangan yang cepat, satu contoh bagaimana Pemerintah tidak cermat dalam memutuskan sesuatu). Pendekatan roadshow ke industri-industri yang saya lakukan dulu relatif tidak lazim di lembaga negara. Namun, hal itu tetap saya lakukan karena memiliki dampak positif bagi LEMIGAS maupun industri itu sendiri. Lagi pula, secara hukum hal tersebut masih dalam koridor yang benar. Salah satu keinginan kami di LEMIGAS waktu itu adalah menjadikan LEMIGAS sebagai lembaga yang memiliki otonomi luas agar dapat melaksanakan penelitian-penelitian yang inovatif secara produktif. Hal ini disimpulkan setelah kami mengadakan suatu diskusi besar pada tahun 2001 tentang struktur dan status LEMIGAS ke depan. Namun ketentuan restrukturisasi Pemerintah yang kaku tidak memungkinkan hal itu sehingga visi dan realisasi rencana strategis yang ingin dicapai jauh dari harapan. Pada bulan Januari 2002, saya ditunjuk sebagai Sekretaris Dewan Komisaris Pemerintah untuk Pertamina (DKPP). Jabatan Kepala LEMIGAS diserahterimakan kepada Dr. Ing. Evita H Legowo, seorang figur dan mitra peneliti yang sangat aktif, kooperatif, penuh inisiatif, pekerja keras, tegas dan
449
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
tegar (beliau kemudian dipercayakan menjadi Direktur Jenderal Minyak dan Gas dan Komisaris Pertamina). Selepas menjadi Kapus LEMIGAS, saya diberi penugasan-penugasan lain dari pemerintah. Diantaranya adalah menjadi Sekretaris DKPP, acting Sekjen OPEC, Gubernur OPEC, dan Komisaris PT Pertamina. Namun, selama menjalani jabatan-jabatan yang ditugaskan pemerintah tersebut saya tetap memiliki jabatan fungsional di LEMIGAS. Peran saya di LEMIGAS adalah menjadi menjadi penasehat dan penilai program dan hasil penelitian. Pada tahun 2005, saya dikukuhkan sebagai Ahli Peneliti Utama. Setahun kemudian juga dikukuhkan sebagai Profesor Riset, jabatan tertinggi dari fungsional peneliti.
Usai acara pengukuhan Ahli Peneliti Utama oleh Ketua LIPI, 11 Juli 2005 di LEMIGAS, Jakarta.
450
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi (Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)
Usai pengukuhan Ahli Peneliti Utama, bersama keluarga.
PENUGASAN DI KORPORASI Ketua Kelompok Kerja Dewan Komisaris Pemerintah untuk Pertamina Sewaktu menjabat Kepala Pusat LEMIGAS, pada tahun 1999 saya diminta Bapak Dr. Rachmat Sudibjo, Sekretaris Dewan Komisaris Pemerintah untuk Pertamina (DKPP) waktu itu, untuk menjabat Ketua Kelompok Kerja III (Bidang Eksplorasi, Produksi dan Pengolahan) di Sekretariat DKPP untuk menggantikan Prof. Kho Kian Ho, yang memasuki masa purnabakti. Jabatan ini sifatnya ad hoc dan tidak penuh waktu dengan jadwal rapat sekali seminggu. Anggotanyai terdiri dari tenaga ahli yang berasal dari kementerian di mana menterinya adalahi anggota Dewan Komisaris. Kelompok Kerja DKPP ini bertugas melakukan pengkajian berbagai permasalahan migas khususnya yang terkait dengan pengelolaan Pertamina yang disampaikan oleh Direksi untuk mendapatkan persetujuan Dewan Komisaris. Kelompok Kerja DKPP ini
451
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
terdiri atas Kelompok Kerja I Bidang Ekonomi dan Keuangan, Kelompok Kerja II Bidang Pemasaran dan Pembekalan, Kelompok Kerja III Bidang Eksplorasi, Produksi dan Pengolahan. Hasil kajian dan rekomendasi diberikan sebagai masukan kepada Dewan Komisaris melalui sekretaris DKPP mengenai semua masalah. Penunjukan saya di jabatan ini memperkuat sinergi LEMIGAS yang saya pimpin dengan Pertamina karena saya dapat berkomunikasi lebih mudah dengan pejabat-pejabat Pertamina.
Sekretaris Dewan Komisaris Pemerintah untuk Pertamina Atas usul Menteri ESDM, pada tahun 2002 saya diangkat oleh Presiden RI menjadi Sekretaris Dewan Komisaris Pemerintah untuk Pertamina (DKPP). Ketika itu masih menggunakan nama DKPP karena Pertamina belum menjadi perseroan terbatas sehingga anggota Dewan Komisarisnya pun terdiri dari para menteri terkait sesuai dengan UU Pertamina. Saya lalu melepaskan jabatan sebagai Kepala Pusat LEMIGAS. Pada waktu itu yang menjadi Ketua Dewan Komisaris adalah Menteri ESDM, Pak Purnomo Yusgiantoro. Adapun anggotanya adalah Pak Kwik Kian Gie dari Bappenas, Pak Budiono Menteri Keuangan, Pak Laksamana Sukardi Menteri BUMN, dan Pak Bambang Kesowo Menteri Sekretaris Negara. Sesuai aturan yang ada, selama saya menjadi Sekretaris Dewan, saya ternyata masih boleh memegang status peneliti saya. Bagi saya menjadi Sekretaris Dewan adalah penugasan sementara dari pemerintah. Jadi setelah tugas selesai, saya akan kembali sepenuhnya menangani tugas peneliti di LEMIGAS. Sebelum pengangkatan, Pak Purnomo mengajak ngobrol, “Pak Maizar, Anda itu memang menunjukkan kemampuan manajemen di LEMIGAS. Tapi itu kemampuan menangani suatu lingkup internal yang terbatas cakupannya. Sedangkan begitu Anda menjadi sekretaris dewan, akan berbeda sama sekali, karena Anda akan menghadapi berbagai instansi dan orang dari luar instansi yang kalangannya sangat luas sehingga kemampuan manajemen yang diperlukan adalah manajemen penanganan eksternal.” Beliau mengingatkan perubahan situasi yang akan saya alami. Selama di LEMIGAS, saya mengelola orang-orang yang sudah lama saya kenal. Tetapi menjadi sekretaris DKPP, saya harus mengelola orang-orang luar. Artinya,
452
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi (Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)
saya akan berinteraksi dengan berbagai macam orang yang memiliki interest terhadap Pertamina. Misalnya pengusaha, pejabat pemerintah, anggota dewan, wartawan, sampai LSM. Ternyata apa yang Pak Purnomo sampaikan benar adanya. Banyak ragam karakter orang-orang yang saya hadapi dan semuanya unik. Oleh karena itu, saya harus menentukan sikap yang tepat. Prinsip saya ketika itu, setiap orang bertemu saya, setelah selesai dan keluar dari ruangan saya, hatinya senang dan wajahnya penuh senyuman. Namun ini tidak berarti saya harus memenuhi kehendak mereka. Tentu saja jika kehendak mereka tidak sesuai aturan yang berlaku, saya tolak. Hanya saja, meskipun saya menolak, saya ingin dia tetap tersenyum ketika keluar dari kantor saya. Sejak awal Pak Purnomo sudah wanti-wanti, “Anda akan bertemu banyak orang, banyak permintaan, upayakan penuhi permintaan mereka tapi jangan sampai melanggar aturan,” begitu pesan beliau. Pendekatan seperti ini ternyata memberikan respon positif. Sebab, orangorang jadi sadar bahwa kami bisa melayani dengan baik namun ada hal-hal yang tidak bisa dilanggar. Tugas-tugas sekretaris dewan adalah menyiapkan semua hal yang terkait dengan tugas-tugas Dewan Komisaris. Dewan Komisaris sendiri bertugas memberikan pengawasan dan pengarahan terhadap Direksi Pertamina. Jadi setiap bulan Dewan Komisaris menggelar rapat dengan Direksi Pertamina karena dalam beberapa hal Direksi Pertamina tidak dapat mengambil keputusan tanpa persetujuan Komisaris. Di dalam pelaksanaan tugasnya, DKPP dibantu oleh Kelompok Kerja DKPP yang dikoordinir oleh Sekretaris DKPP. Perlu dicatat bahwa seperti dijelaskan sebelumnya saya sudah familiar juga dengan DKPP karena pada tahun 1999 sebelumnya saya sudah berfungsi sebagai Ketua Kelompok Kerja III di DKPP. Ketika ada materi bahasan yang disampaikan oleh Direksi Pertamina kepada DKPP, saya akan mengkoordinasikan kelompok kerja terkait untuk mengkajinya. Hasil pembahasan itulah yang akan disampaikan ke Dewan Komisaris. Jadi fungsi Sekretariat Dewan Komisaris itu seolah-olah ‘dapurnya’ Dewan Komisaris dan Kelompok Kerja ‘think tank’nya DKPP.
453
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Karena tugas Sekretariat DKPP ini lebih kental pada pengkajian maka saya pun tidak mengalami banyak masalah dalam menjalaninya karena tugas saya di LEMIGAS sebelumnya juga terutama bergelut dengan pengkajian, studi, dan penelitian. Penugasan menjadi sekretaris DKPP sangat memperluas wawasan dan membuat saya memiliki banyak teman-teman baru. Saya juga membawa suasana di LEMIGAS ke tempat kerja saya yang baru ini, yaitu suasana egaliter, suasana demokratis, dan suasana penuh kesantunan dan saling menghargai. Rekan-rekan yang bertugas di Kelompok Kerja, beberapa tahun kemudian, hampir semuanya mendapat promosi pada jabatan-jabatan tinggi dan strategis di Pemerintahan dari instansi masing-masing. Pada masa itu, Pertamina berada dalam masa transisi sejak diberlakukannya Undang Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi di mana Pertamina harus disiapkan menjadi Persero. Suasana tuntutan transparansi mulai terasa. Misalnya lelang pembangunan Kilang Langit Biru di Balongan. Kami mendukung upaya Direksi untuk melakukan lelang secara terbuka dan transparan dengan menerapkan good corporate governance dan pada waktu itu dimenangkan oleh PT Rekayasa Industri. Juga ada masalah lelang pasokan katalis AHRDM untuk kilang Balongan sehingga diperlukan “penengah” sebagai “fact finding” untuk memilih katalis yang kinerja teknisnya paling baik. Dengan bantuan LEMIGAS bersama lembaga-lembaga akademis lain, ITB dan UGM, masalah tersebut dapat diselesaikan. Cara-cara lelang terbuka tersebut ternyata berhasil menurunkan nilai penawaran dari pemasok dan biaya operasi kilang jadi turun sehingga dapat meningkatkan keuntungan Pertamina. Berbagai masalah yang terkait terhentinya proyek-proyek Pertamina karena krisis 1998 turut menjadi bahan bahasan di Kelompok-kelompok Kerja. Demikian juga keputusan keikutsertaan Pertamina dalam proyek swasta PT TPPI (Trans Pacific Petrochemical Indonesia) yang saat itu sangat sekarat. Keputusan itu berdasarkan semangat ingin membantu agar proyek petrokimia tersebut dapat terwujud dan dapat menjadi penggerak industri petrokimia hilir sehingga dapat memberikan nilai tambah dan lapangan kerja yang signifikan dalam perekonomian nasional. Pihak financer proyek
454
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi (Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)
mau membantu dengan kredit baru kalau Pertamina hadir dalam proyek dan memberikan garansi pembayaran utang dengan produk residu berkadar belerang rendah yang dipunyai Pertamina, sedangkan pembayaran itu akan diganti TPPI dengan produk BBM, Pertamina juga dikompensasi dengan kepemilikan saham sebesar 15%. Akhirnya TPPI bisa selesai dibangun dan beroperasi. Di kemudian hari ternyata terdapat “dispute” panjang yang akhirnya pada tahun 2013 ditemukan jalan penyelesaian. Pada akhir tahun 2003, Pertamina berubah status dari perusahaan negara yang langsung di bawah presiden menjadi perseroan terbatas di bawah Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Dengan demikian saya adalah Sekretaris DKPP yang terakhir dalam sejarah Pertamina. Setelah berubah jadi Perseroan Terbatas, saya masih dipercaya untuk melanjutkan tugas pada Dewan Komisaris dari PT Pertamina (Persero) sebagai Sekretaris Dewan Komisaris. Tugas tersebut saya jalani sampai bulan Juni tahun 2004.
Anggota Kelompok-kelompok Kerja Dewan Komisaris Pemerintah untuk Pertamina (DKPP), 2003. Dari kiri, Erie Soedarmo PhD , Dr. Maizar Rahman (Sekretaris DKPP), Ir. Komar Tiskana MSc, Ir. Bemby Uripto MSc, Ir. Subijanto, Dr Bambang Widianto, Dr. Sahala Lumban Gaol, Dr. Bardi Nurahman (Direktur Umum Pertamina), Drs. Soedibjo Darnosusanto, Dr. Nenny Miryani Saptadji.
455
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Presiden Komisaris PT Chandra Asri Petrochemical Pada suatu hari, sekretaris saya menginfokan bahwa saya diangkat sebagai Presiden Komisaris PT Chandra Asri. Saya agak bingung juga karena itu adalah perusahaan swasta dan tentu kalau saya menjabat di sana akan terjadi benturan kepentingan dengan Pertamina. Ternyata kemudian diketahui bahwa memang pengangkatan ini penugasan dari Pemerintah. PT Chandra Asri Petrochemical adalah satu-satunya perusahaan swasta petrokimia terbesar di Indonesia yang memproduksi produk petrokimia utamanya berupa poletilena dan propilena untuk bahan baku plastik. Selepas krisis ekonomi tahun 1998, sebagian aset perusahaan petrokimia ini diambil alih oleh pemerintah karena utangnya yang besar. Hal ini menyebabkan pemerintah harus mengangkat presiden komisaris PT Chandra Asri dari pihak pemerintah. Ketika itu Pak Syafruddin A Temenggung, kepala BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional), mencari seorang presiden komisaris yang tepat untuk PT Chandra Asri dan meminta Pak Purnomo, Menteri ESDM, untuk merekomendasikan calon yang tepat. Pak Purnomo yang menilai saya sebagai orang yang memiliki latar belakang petrokimia, akhirnya menunjuk saya sebagai Presiden Komisaris PT Chandra Asri. Pada saat yang sama, saya masih menjabat sebagai Sekretaris DKPP di Pertamina (2002 hingga 2004). Karena PT Chandra Asri adalah perusahaan petrokimia, permasalahannya sangat mirip dengan apa yang dihadapi Pertamina, yaitu masalah penjualan, masalah produksi, dan masalah bahan baku. Saya memacu PT Chandra Asri misalnya untuk memikirkan bagaimana mengurangi biaya produksi. Misalnya mencari pengganti bahan kimia pembantu seperti katalis, yang biasanya diimpor dari Amerika, sangat mahal harganya. Ternyata, ada penggantinya buatan China yang lebih murah sehingga dapat menekan biaya produksi. Atau bahan baku seperti kondensat yang biasanya diimpor dari Arab Saudi dicarikan penggantinya dari dalam negeri demi menghemat biaya transportasinya . PT Chandra Asri sebenarnya adalah industri teknologi tinggi. Saya angkat topi kepada perusahaan ini karena sebagai perusahaan swasta mampu
456
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi (Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)
mengelola industri besar seperti itu. Perusahaan ini dapat memberikan ribuan lapangan kerja dan berpotensi memberikan pajak yang besar. Produk dari pabrik ini berupa olefin, poliolefin, styrene monomer dan merupakan bahan baku industri petrokimia hilir. Ribuan perusahaan, kemasan plastik, pipa, dan berbagai produk dari plastik bergantung dari pasokan PT Chandra Asri ini. Untungnya Dewan Direksi perusahaan tersebut diisi oleh figur-figur profesional yang menata kembali perusahaan ini dengan baik, dipimpin CEOnya Ibu Loeki Sundjaja Putera, hal mana sangat meringankan tugas kami di dewan komisaris. Perusahaan ini makin berkembang dari neracanya yang negatif karena dilanda krisis ekonomi 1998 kemudian menghasilkan profit dan menurut laporan tahunan 2012 sudah mencapai penjualan sebesar 2.3 miliar dollar. Selama di sana, saya sering meninjau perusahaan-perusahaan yang memproduksi berbagai barang dari plastik dengan bahan baku yang dihasilkan Chandra Asri, di berbagai kota seperti Bandung, Surabaya, dan Solo. Perusahaan-perusahaan tersebut melayani perusahaan-perusahaan produksi barang yang memerlukan bahan baku, atau kemasan maupun peralatan yang terbuat dari plastik. Dari sini dapat dilihat rantai nilai tambah ekonomi yang dihasilkan dari bahan baku petrokimia dasar. Namun agak disayangkan perkembangan industri petrokimia dasar Indonesia termasuk tertinggal karena produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga olefin maupun aromatik sebagian besar masih diimpor.
457
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Pabrik petrokimia Chandra Asri di Anyer, Banten
Beberapa tahun kemudian perusahaan ini mulai meraih untung, didorong dengan membaiknya harga petrokimia, dan dengan demikian mereka dapat membeli kembali perusahaan ini dari pemerintah. Dari sisi operasional semua berjalan lancar dan saya belum pernah mendengar ada laporan kecelakaan kerja yang serius di pabrik petrokimia yang canggih ini. Selepas menjadi presiden komisaris pada tahun 2006 saya diminta sebagai senior advicer di PT Chandra Asri yang saya jalani sampai tahun 2009. Di waktu itu sayapun berkenalan dan sering rapat dengan Pak Prayogo Pangestu, salah seorang pemegang saham utama perusahaan itu. Beliau seorang enterpreneur sungguhan. Beliau mengajarkan sedikit falsafah bisnis ke saya, yaitu konsistensi dan ketabahan dalam berusaha. Ujar beliau “Pak Maizar, kalau mau terjun ke bisnis, mulailah dengan toko kecil, kemudian jagalah toko itu dengan sabar, serta jadikanlah isteri kita untuk memegang urusan keuangan”. Nasihat itu saya pegang dan selalu saya ingat. Pada suatu hari saya berkata ke beliau “ Pak Prayogo, Indonesia memerlukan seribu Prayogo Pangestu supaya cepat maju perekonomiannya”. Memang demikian, lebih dari itu, negara ini memerlukan ribuan enterpreneur, inovator di segala
458
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi (Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)
bidang. Diperlukan dari generasi penerus munculnya seribu Ciputra, seribu Chairul Tanjung, seribu Habibie, seribu Hamka, seribu Muhammad Hatta, tersebar di seluruh kabupaten dan provinsi, dan yang juga sangat penting munculnya nobelis-nobelis dari para peneliti yang dapat mendorong negara ini menjadi knowledge based economy.
Komisaris di Pertamina Pada bulan Desember 2006, saya sedang berada di Wina menghadiri seminar OPEC tentang faktor spekulasi dalam mempengaruhi harga minyak dunia. Saya kemudian mendapat telepon agar segera kembali ke Jakarta menemui Menteri BUMN, Bapak Sugiharto. Ternyata kemudian di rumah dinas beliau, saya diuji kelayakan dan kepatutan sebagai calon komisaris Pertamina. Pak Purnomo mencalonkan saya untuk mengisi jabatan komisaris yang sedang kosong. Alhamdulillah, saya diterima sebagai komisaris Pertamina. Saya dilantik bersama Komisaris Pertamina lainnya yang baru yaitu Jenderal (Purn) Endriartono Sutarto (mantan Panglima TNI ) sebagai Komisaris Utama yang kemudian pada tahun awal 2009 digantikan Jenderal Polisi (Purn) Sutanto (mantan Kapolri), Irnanda Laksanawan yang kemudian digantikan Achmad Rochjadi (alm) dari Departemen Keuangan. Komisaris lain adalah Umar Said dan Muhammad Abduh. Tugas komisaris adalah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan perusahaan. Sebagai komisaris Pertamina, kami juga berperan dalam mengawal Pertamina agar dapat beroperasi secara efisien dan efektif, dapat menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya dan meningkatkan produktifitasnya, serta dapat dengan lancar melakukan fungsi penugasan distribusi bahan bakar minyak. Ternyata pekerjaan sebagai komisaris Pertamina ini cukup berat sehingga saya harus menghabiskan sebagian besar waktu saya untuk tugas tersebut. Walaupun demikian tugas saya sebagai profesor riset tetap dapat saya lakukan karena sifatnya lebih kepada pembinaan para peneliti muda dan melakukan evaluasi perencanaan dan pelaksanaan penelitian di LEMIGAS.
459
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Ruang lingkup kegiatan usaha di Pertamina luas sekali yang mencakup eksplorasi dan produksi migas di hulu, pengilangan minyak mentah dan petrokimia, transportasi dan distribusi bahan bakar migas di hilir, serta berbagai anak perusahaan yang melakukan kegiatan penunjang. Kegiatan investasi dan operasional perusahaan tersebut melibatkan dana ratusan triliun rupiah setiap tahunnya. Nilai asetnya tahun 2010 mencapai 266 trilliun rupiah dan pendapatan sebesar 438 trilliun rupiah. Karena itu keputusan investasi/ keuangan juga harus melalui kajian dan bahasan yang cermat di tingkat komisaris sebelum persetujuan diberikan kepada direksi Pertamina. Biaya pembangunan kilang RFCC Pertamina Cilacap misalnya, dengan pendekatan “good governance” dapat diturunkan dari perkiraan semula sebesar 17 trilliun menjadi hanya sekitar 9 trilliun rupiah.
Pelantikan Komisaris baru PT Pertamina (Persero) Jenderal (Purn) Endriartono Sutarto sebagai Komisaris Utama dan Dr Maizar Rahman sebagai Komisaris, 8 Desember 2006 (Sumber: Koran Seputar Indonesia)
Rapat komisaris dilakukan setiap minggu, jauh lebih sibuk dari dewan komisaris perusahaan-perusahaan lain. Belum lagi rapat gabungan Direksi dan Komisaris. Ketentuan Anggaran Dasar Perusahaan memang memberi tugas cukup banyak kepada Dewan Komisaris di samping lingkup kegiatan Pertamina yang sangat luas. Pada saat itu Pertamina sedang gencar melakukan reformasi korporasi dibantu konsultan McKinsey. Memang reformasi di segala bidang sangat
460
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi (Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)
diperlukan oleh Pertamina karena baru berubah menjadi persero pada September 2003 setelah lebih dari 30 tahun dalam status regulator di hulu dan monopoli di hilir, yang membuat perusahaan ini masih lemah bersaing di pasar bebas waktu diubah menjadi persero. Salah satu produk yang dihasilkan Dewan Komisaris bersama Direksi pada tahun 2007 adalah rencana strategis Pertamina 15 tahun ke depan mulai tahun 2008. Pada 5 tahun pertama, sasaran Pertamina adalah menjadi perusahaan Migas nomor satu di Indonesia. Pada 5 tahun ke-2 menjadi perusahaan kelas wahid di Asia Tenggara, pada 5 tahun ke-3 masuk sebelas besar IOC dan NOC dunia. Pada Desember 2007, Dewan Direksi bersama Dewan Komisaris mendeklarasikan visi baru Pertamina “ Menjadi Perusahaan Minyak Nasional Kelas Dunia” Tugas Komisaris yang lainnya adalah menyelesaikan penetapan neraca awal keuangan Pertamina terhitung sejak berubahnya perusahaan ini menjadi persero pada tahun 2003, termasuk penyelesaian laporan tahunan dan laporan keuangan teraudit. Pada tahun 2009 dapat dituntaskan semua laporan keuangan untuk tahun 2003 hingga 2006 dengan memakai perusahaan Purwantono Sarwoko Sanjaya-Ernst & Young sebagai auditor independen. Dengan demikian, Pertamina sudah lengkap dengan laporan keuangan yang sudah teraudit sejak awal statusnya sebagai persero. Gebrakan lain yang dilakukan Dewan Direksi yang dipimpin oleh Ari Sumarno adalah pengubahan mindset karyawan Pertamina yang masih dipengaruhi pola sebelum jadi persero yang dianggap sangat birokratis dan berjiwa mandor, diubah agar memiliki jiwa dan semangat korporasi yang unggul didasari enam tata nilai yang disebut 6C, yaitu Clean, Competitive, Confident, Customer Focused, Commercial, Capable. Persepsi Pertamina waktu itu untuk mengembangkan sendiri teknologi juga belum mendalam karena portofolio teknologi Pertamina masih terbatas kepada pengkajian, baik di hulu maupun di hilir. Pernah diwacanakan suatu direktorat Penelitian dan Pengembangan, tapi belum berhasil. Yang bisa saya usulkan dan kemudian dilaksanakan Pertamina adalah menaikkan status unit Penelitian dan Laboratorium di Pulo Gadung menjadi setingkat Divisi Penelitian dan Pengembangan demi meningkatkan perhatian Direksi kepada penguasaan teknologi melalui riset. Kiprah unit riset ini kemudian
461
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
meningkat dengan dihasilkannya beberapa inovasi di bidang katalis, produksi pelarut treated distillate aromatic extract untuk rubber processing oil ramah lingkungan, bahan bakar spesial, pelumas, yang beberapa diantaranya mendapatkan paten. Pada awal tahun 2008, kami melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon-calon anggota Direksi baru. Janji akan melaksanakan Good governance dan pencegahan KKN serta upaya untuk memajukan Pertamina adalah beberapa kriteria penting yang kami tanyakan dalam seleksi tersebut. Di samping rekam jejak, kemampuan leadership si calon juga diuji oleh suatu lembaga pengujian sumber daya manusia. Calon-calon yang lulus adalah Karen Agustiawan sebagai Direktur Hulu (yang setahun kemudian ditunjuk menjadi Direktur Utama), Waluyo sebagai Direktur Umum, dan Rukmi Hadihartini sebagai Direktur Pengolahan.
Dewan Komisaris Pertamina 2009. Duduk, Jenderal Polisi (Purn) Sutanto, Komisaris Utama. Berdiri dari kiri: Gita Wiryawan, Maizar Rahman, Umar Said, Muhammad Abduh, Soni Sumarsono, Humayunbosha.
462
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi (Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)
PENUGASAN DI DIPLOMASI Acting Sekjen OPEC Pada bulan Februari tahun 2004, saya ditugaskan menjadi acting Sekjen OPEC (Organization Petroleum Exporter Countries) di Wina, Austria. OPEC adalah organisasi negara-negara pengekspor minyak yang terdiri dari sebelas negara. Sekjen OPEC pada tahun 2004 adalah Presiden OPEC yang ketika itu dijabat oleh Bapak Purnomo Yusgiantoro, Menteri ESDM Indonesia. Pada saat yang bersamaan sebagai Presiden OPEC, Pak Purnomo juga diminta Konferensi OPEC untuk merangkap sebagai Sekjen OPEC karena ketika itu belum terpilih Sekjen OPEC baru yang definitif. Sekjen OPEC sebelumnya sudah selesai masa tugasnya sehingga perlu segera diangkat sekjen yang baru. Namun sidang menteri OPEC belum berhasil menyepakati atau memilih dari calon-calon sekjen yang diusulkan oleh beberapa negara anggota. Sesuai peraturan internal OPEC, seorang sekjen harus berdomisili atau berkantor di Wina. Namun hal tersebut tidak memungkinkan bagi Pak Purnomo karena sebagai Menteri ESDM beliau tidak dapat meninggalkan Indonesia sepenuhnya. Atas saran sidang OPEC Pak Purnomo dapat menunjuk wakilnya sebagai pejabat pelaksana yang disebut Acting for Secretary General of OPEC. Pak Purnomo lalu menunjuk saya dalam tugas tersebut. Secara substantif tugas tersebut tidak asing bagi saya karena sebelum itu saya sudah selalu mendampingi Pak Pur dalam sidang-sidang OPEC. Sebelumnya, Pak Purnomo kemudian meminta duta besar Indonesia di Wina waktu itu, Dubes T.A. Samodra Sriwidjaja untuk melakukan semacam “fit and proper” test kepada saya untuk jabatan Acting Sekjen tersebut. Pak Samodra lalu mengundang saya ngopi dan ngobrol di suatu cafe di kota Wina. Sebagai hasilnya beliau ternyata merekomendasikan saya. Setelah Pak Purnomo melaporkan rencana ini kepada Ibu Presiden Megawati, saya kemudian diperintahkan langsung berangkat ke Wina. Di bandara Wina, saya dan isteri disambut manajemen OPEC dan langsung diantar ke rumah dinas Sekjen OPEC.
463
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Walaupun sebagai acting, tanggung jawab dan kewenangan serta fasilitas di Wina dipersamakan sebagai sekjen kecuali saya tentu harus selalu melapor hal-hal krusial kepada Pak Purnomo. (Lucunya, sepuluh tahun sebelumnya pada tahun 1994, saya pernah melamar dan dites di Wina untuk menjadi staf OPEC tapi tidak lulus, dikalahkan calon dari negara Arab, namun kemudian nasib membawa saya kemudian sebagai orang nomor satu di kantor OPEC tersebut walau hanya setahun). Misi OPEC adalah mengkoordinasikan kebijakan bersama OPEC untuk melindungi kepentingan negara anggota, menstabilkan pasar minyak global, melindungi kepentingan produsen, menjamin pasokan yang teratur, ekonomis dan efisien untuk negara konsumen dan menjamin keuntungan yang layak bagi investor. Berdasarkan misi tersebut, Sekretariat OPEC menyiapkan bahan untuk sidang menteri OPEC. Bahan rapat berupa studi dan kajian yang dihasilkan Sekretariat dibahas lebih dulu dalam Sidang Economic Commission Board (ECB) yang dihadiri oleh perwakilan nasional dari seluruh negara anggota. Sidang ini, dua kali dalam setahun, bertugas merumuskan status energi dan pasar minyak dunia baik yang yang sedang berjalan maupun perkiraan ke depannya. Bahan sidang ECB disiapkan oleh Divisi Riset yang mencakup mengkaji dan menganalisa perkembangan pasar sewaktu dan yang akan datang, kecenderungan dan indikator serta outlook tentang minyak dan energi. Kajian tersebut juga mencakup faktor perekonomian dunia dan faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi harga minyak dan strukturnya, permintaan terhadap minyak OPEC dan non-OPEC serta penerimaan negara-negara penghasil minyak. Semua hasil tersebut diformulasikan berupa pandangan dan rekomendasi untuk Konferensi melalui Sekjen OPEC. Jadi salah satu tugas Sekretariat Jendral adalah sebagai dapurnya OPEC yang mengurusi penelitian mengenai energi, permintaan dan penawaran minyak, perdagangan minyak internasional dan kajian-kajian lainnya yang terkait dengan perminyakan dan energi. Hasil kajian ini akan diajukan dalam konferensi OPEC yang dihadiri oleh menteri-menteri negara anggota OPEC. Konferensi kemudian memutuskan antara lain tentang harga, produksi minyak serta masalah-masalah internal dan eksternal OPEC.
464
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi (Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)
Manajemen Sekretariat Jenderal OPEC 2004. Dr Maizar Rahman, Acting for Secretary General. Berdiri dari kiri ke kanan: Al Tayyeb dari Saudi Arabia, Head of Data Service Department, Dr Omar Farouk Ibrahim dari Nigeria, Head of Public Relation and Information Department, Karin Kachin dari Venezuela, Head Of Secretary General Office, Dr I.L. Worika dari Nigeria, Senior Legal Councel, Senussi J Senussi dari Libya, Head of Administration and Human Resources Development Department, Mohammad Hamel dari Aljazair, Head of Energy Studies Department, Alipour Jeddi dari Iran, Head of Petroleum Market Analysis Department.
Sekretaris Jenderal, yang merupakan eksekutif puncak dari Sekretariat, bertanggung jawab kepada sidang menteri, yang dalam pelaksanaannya dilakukan melalui Dewan Gubernur OPEC. Bila analoginya para menteri adalah pemegang saham, maka Dewan Gubernur adalah dewan komisaris. Dewan Gubernur bertugas memberikan arahan dan mengawasi pelaksanaan kegiatan Sekretariat, menerima laporan-laporan dari Sekjen, menentukan agenda sidang Menteri, menyetujui program dan anggaran serta mengawasinya, auditnya, dan menyetujui pengangkatan anggota manajemen inti dari Sekretariat. Dewan Gubernur, apa yang saya alami, dengan kewenangannya yang cukup besar, kadang-kadang cukup strict terhadap Sekjen. Untuk melaksanakan tugas Sekretariat di atas, inti organisasi ini terdiri dari Divisi Riset yang didukung oleh tenaga ahli dari berbagai bidang keilmuan, terutama ahli energi, ahli data, ahli statistik dan ahli pasar minyak. Pegawainya yang berjumlah sekitar 150 orang terdiri dari sekitar 30 kebangsaan dan diantaranya 100 orang tenaga ahli dan profesional. Tenaga-tenaga ahli yang
465
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
secara resmi ditunjuk oleh negara-negara anggota OPEC berjumlah sekitar 30 orang. Komposisi yang multi kultural ini juga memerlukan penanganan khusus agar jajaran pegawai itu dapat bekerja sama dengan baik tanpa konflik apapun. Alhamdulillah, pengalaman saya memimpin lembaga riset di LEMIGAS banyak membekali saya dalam menangani sekretariat OPEC ini, yang intinya juga riset. Saya juga menerapkan salah satu cara silaturahim yang diterapkan dulu oleh Bapak Subroto, yaitu open house pada saat idul fitri. Selama bekerja saya dibantu oleh dua sekretaris yang bekerja secara profesional, satu dari Jerman dan lainnya berasal dari Inggris. Setiap sebelum rapat mereka sudah menyiapkan topik dan permasalahan yang akan dibahas untuk rapat. Sehingga rapat berjalan sangat efisien. Notulen rapat juga selesai dibuat beberapa lama sesudah itu. Salah satu tugas sebagai acting Sekjen OPEC adalah harus sering melayani berbagai media untuk diwawancarai, termasuk media besar seperti BBC dan CNN. Karena penugasan saya di OPEC tersebut agak mendadak sedangkan permintaan tersebut tidak bisa ditolak maka saya harus jungkir balik menyiapkan bahan dan harus banyak belajar tentang lika-liku perminyakan dunia yang rupanya jauh lebih luas dari apa yang saya ketahui sebelumnya. Pada awalnya, setiap Sabtu dan Minggu saya tidak dapat banyak menikmati liburan tapi belajar keras di rumah dinas sekjen OPEC yang besar dan berhalaman luas itu. Perkembangan produksi dan potensi minyak dunia, kilang-kilang minyak dunia, transportasi minyak dunia, geopolitik dan sejarahnya, teknologi, perdagangan internasional, spekulasi pasar minyak serta berbagai faktor apa yang memengaruhi harga minyak dunia merupakan isu yang sering ditanyakan. Apalagi pada waktu itu harga minyak terus menaik sehingga menimbulkan keresahan dunia. Wawancara itu seperti gunung es, di permukaan muncul kecil saja, tapi di bawahnya begitu besar. Artinya wawancaranya mungkin cuma beberapa menit, tapi harus didukung pengetahuan yang padat dan luas sehingga untuk menyiapkannya butuh berminggu-minggu. Agar tidak ‘memalukan’ dalam wawancara, terutama dalam penguasaan substansi serta artikulasi bahasa maka saya sering berlatih di rumah
466
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi (Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)
dibantu anak saya seolah-olah sebagai media. Alhamdulillah, semuanya cukup berhasil. Setelah berjalan tiga bulan, saya sudah mulai terbiasa dan memahami perkembangan berbagai isu dan dapat menghadapi media tanpa persiapan yang berat. Selama setahun bertugas sebagai Acting for Secretary General, penuh dengan sidang-sidang, yaitu sidang Economic Commission Board, sidang Dewan Gubernur, sidang Ministerial Monitoring Sub-Commitee dan ujungnya sidang Menteri OPEC, baik sidang tertutup maupun terbuka. Kalau masing-masing sidang tersebut minimal dua kali dalam setahun, kenyataannya pada tahun 2004 untuk konferensi OPEC saja ada lima kali sidang. Selain itu, sekali lima tahun sidang OPEC Summit yang dihadiri para pimpinan negara-negara anggota. Di samping itu, ada pula pertemuan rutin OPEC dan non-OPEC producing country, pertemuan dengan organisasi konsumen energi seperti IEA (International Energy Agency), organisasi energi IEF (International Energy Forum) dan banyak lagi kunjungan-kunjungan dan pertemuan lainnya. Selain itu, sebagai pimpinan organisasi internasional, Sekjen OPEC juga harus hadir dalam acara-acara diplomatik di kota Wina, yang penuh dengan berbagai organisasi internasional. Gedung sekretariat OPEC pada waktu itu berlokasi di tepi sungai Danube dan kelihatan dari seberang sungai, yang merupakan pusat kota. Foto- foto gedung ini selalu menghiasi media dunia sehingga logo OPEC seolah-olah menjadi salah satu ikon kota Wina. Karena terbatasnya ruangan dengan pertambahan kegiatan, gedung Sekretariat sekarang sudah pindah ke suatu bangunan klasik yang juga indah dan terletak di tengah kota Wina. Pada tahun 2004 tersebut, persis pada saat saya menjabat acting Sekjen, OPEC sedang dalam keadaan senang karena harga minyak yang tinggi. Hampir 17 tahun lamanya rata-rata harga minyak dunia hanya berkisar 18 dollar perbarel. Mulai tahun 2004 harga minyak melejit sampai 41 dollar dan terus naik pada tahun-tahun berikutnya. Karena itu, pada tahun 2004 tersebut sidang-sidang OPEC selalu berjalan lancar dan tidak memakan waktu lama, berbeda dengan sebelumnya
467
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
rapat OPEC bisa sampai berhari-hari. Misalnya pada harga minyak rendah, produksi minyak harus diturunkan agar tidak makin jatuh. Kuota penurunan ini nanti akan dibagi ke setiap anggota OPEC. Masalahnya beberapa negara membutuhkan penjualan minyak yang besar karena anggaran negaranya kurang sehingga berkeberatan apabila produksi minyaknya dipotong. Jadi rapat bisa berlangsung lama untuk membahas perbedaan pendapat tersebut. Pengalaman di OPEC sangat memperluas wawasan saya. Saya berkenalan dengan menteri-menteri OPEC dari berbagai kebangsaan dan memiliki beragam gaya serta karakter. Namun dalam komunikasi semuanya amat santun. Demikian juga interaksi saya dengan staf OPEC yang multinasional, beragam karakter dan rata-rata berkualitas akademis yang tinggi.
Kunjungan Acting for Secretary General Maizar Rahman ke Presiden Austria, Heinz Fischer, Vienna, 2004
Saya menjabat sebagai acting Sekjen sampai bulan Desember 2004. Alhamdulillah, saya bisa menyelesaikan jabatan saya selama setahun tersebut. Pak Purnomo mendapatkan apresiasi yang tinggi dari Konferensi OPEC dalam menjalankan tugasnya sebagai Presiden OPEC maupun saya sendiri dalam menjalankan roda sekretariat, seperti dinyatakan dalam hasil sidang luar biasa OPEC ke-133 di Kairo, Mesir tanggal 10 Desember 2004: Conference paid tribute to the services of its outgoing President, HE Dr. Purnomo Yusgiantoro, Minister of Energy & Mineral Resources of Indonesia, expressing
468
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi (Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)
particular appreciation of his also shouldering the responsibilities of Secretary General of the Organization during the year 2004, and thanked Dr. Maizar Rahman, the Governor for the Indonesia, for his excellent conduct of the dayto-day affairs of the Secretariat during the same period Dalam acara perpisahan dengan para staf sekretariat OPEC, saya sangat terharu atas testimoni dan apresiasi mereka atas gaya kepemimpinan saya yang dikatakan sangat komunikatif disertai sikap yang humble. Wallahu ‘alam, itu yang mereka sampaikan. Barangkali ini adalah buah dari pendekatan yang saya terapkan terhadap staf, saya memang selalu berupaya melakukan pendekatan yang egaliter. Menurut saya karakter humble tidaklah terlalu istimewa, karena menjadi humble adalah karakter harus melekat pada seorang peneliti. Yang saya amati, peneliti sesungguhnya jarang ada yang sombong. Saya mendapat pelajaran bahwa ketika kita melakukan pendekatan yang humble kepada siapa saja, saluran komunikasi akan lebih terbuka dan lebih lancar. Sebaliknya, sekat-sekat birokratis membangun jarak sehingga komunikasi kian susah. Di sekretariat OPEC, selain staf tetap ada tenaga-tenaga profesional peneliti yang dikirim resmi dari negara-negara anggota. Mereka diberi status officer dan perlakuan sebagai diplomat oleh pemerintah Austria. Masa tugas mereka berkisar antara 5-7 tahun. Penerimaan mereka juga melalui rangkaian saringan yang cukup ketat. Biasanya selalu ada 4 orang officer Indonesia yang mengisi jabatan-jabatan di sana. Pada umumnya, officer Indonesia selalu mendapat apresiasi tinggi dari para pimpinan sekretariat OPEC karena kemampuan profesional mereka yang sangat baik, komunikatif serta santun. Dr Abdul Muin misalnya, di luar kegiatan kantor malah dapat menggalang senam pernafasan bagi karyawan-karyawan OPEC dan sangat dikenang oleh para staf tetap karena banyak yang merasakan kesembuhan dari penyakit setelah mengikuti senam tersebut. Silaturahim antar warga Indonesia di Austria juga sangat akrab. Berbagai hari besar dirayakan bersama dan menjadi kesempatan untuk menikmati makanan Indonesia. Kediaman saya, rumah dinas Sekretaris Jenderal OPEC di jalan Zwerngasse, Wina, juga tidak sepi dari berbagai acara dengan warga Indonesia di samping juga tidak sepi kunjungan-kunjungan para pejabat
469
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
dari Indonesia apabila sedang ada Konferensi OPEC maupun kegiatankegiatan internasional lain yang diselenggarakan Sekretariat OPEC. Pada waktu hari raya Idul Fitri, selain open house untuk warga Indonesia, saya juga mengadakan open house untuk seluruh staf OPEC, yang sangat diapresiasi oleh mereka. Mereka mengenang bahwa dulu Bapak Prof. Subroto, waktu menjabat Sekjen OPEC di tahun 1988-1994, juga selalu mengadakan open house idul fitri.
Silaturahim dalam acara halal bihalal Idul Fitri dengan staf Sekretariat Jenderal OPEC di kediaman resmi Sekretaris Jenderal (2004)
470
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi (Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)
Para officer Indonesia di Sekretariat Jenderal OPEC dan para isteri. Dari kiri ke kanan: Sugeng Haryanto, Denie Tampubolon, Ny. Denie Tampubolon, Ny. Sugeng Haryanto, Ny. Maizar Rahman, Ny. Huddie Dewanto, Ny. Bagus Prihastono, Bagus Prihastono, Maizar Rahman, Huddie Dewanto (2004).
Gubernur OPEC Selepas menjadi acting Sekjen OPEC, saya langsung kembali ke Jakarta. Kemudian Pak Purnomo berkata kepada saya untuk melanjutkan pekerjaan saya di OPEC sebagai Gubernur OPEC untuk Indonesia. Pertimbangan Pak Purnomo mungkin karena saya sudah menguasai lika-likunya OPEC. Kalau diangkat orang baru nanti harus belajar lagi. Kata Pak Purnomo yang saya ingat “ Pak Maizar, Anda tidak perlu menjabat sebagai dirjen migas, sebagai gubernur OPEC juga penting”. “Baik Pak, saya tidak ada masalah dengan itu”. Gubernur OPEC semacam duta besar mewakili Indonesia dalam dewan Gubernur OPEC. Setiap negara anggota OPEC diwakili seorang gubernur. Dewan Gubernur OPEC adalah pengawas dan pemberi arahan bagi sekretaris jenderal. Dengan pengangkatan tersebut, saya beralih status di OPEC, kalau
471
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
sebelumnya di jabatan sekjen saya diawasi dan diarahkan oleh dewan gubernur, maka sebagai gubernur OPEC saya ganti mengawasi sekjen. Selama menjabat Gubernur OPEC, saya berkantor di Jakarta dan beberapa kali setahun ke Wina untuk menghadiri rapat dewan gubernur, menghadiri konferensi OPEC serta pertemuan-pertemuan OPEC lainnya. Tugas saya sebagai Gubernur OPEC untuk Indonesia di Jakarta adalah adalah menyiapkan bahan-bahan untuk menteri ESDM dalam sidang-sidang OPEC, termasuk melakukan pemantauan terus-menerus mengenai perkembangan dan situasi perminyakan dunia. Tugas lainnya adalah membantu Indonesia dalam hal-hal yang terkait dengan masalah Migas nasional seperti misalnya bantuan pinjaman pasokan LNG, suplai minyak mentah untuk kilang baru Banten. Saya menjadi Gubernur OPEC selama empat tahun, mulai 2004 sampai tahun 2008. Pada tahun 2006, saya menjabat sebagai ketua dewan gubernur yang bertugas memimpin rapat dewan gubernur. Sebagai gubernur OPEC, saya tidak digaji oleh OPEC karena saya wakil Pemerintah Indonesia, tapi segala biaya perjalanan dan akomodasi ke Wina ditanggung oleh sekretariat OPEC. Indonesia masuk ke dalam OPEC tahun 1962, tepat dua tahun setelah pembentukan OPEC. Walaupun Indonesia tidak termasuk negara pendiri tapi karena termasuk anggota yang masuk OPEC paling awal sering disamakan dengan negara pendiri. Figur Indonesia yang sangat berperan di OPEC, paling dikenal dan paling diingat adalah Pak Prof. Soebroto. Banyak prestasi yang ditorehkan oleh Pak Broto selama menjabat menjadi sekjen OPEC. Salah satunya adalah beliaulah perintis komunikasi antara OPEC dengan konsumen minyak dunia maupun dengan produsen minyak dunia non-OPEC. Indonesia memang merupakan negara anggota yang dihormati dan banyak berjasa kepada OPEC. Produksi minyak Indonesia tergolong kecil jika dibandingkan dengan negara OPEC lainnya. Produksi minyak Indonesia memang pernah mencapai 1,6 juta barel tetapi kemudian terus menurun. Sedangkan konsumsi dalam negeri terus meningkat sehingga tidak seimbang lagi antara produksi dan konsumsi. Kemudian mulailah negeri kita mengimpor minyak. Hal ini menyebabkan
472
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi (Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)
Indonesia menjadi negeri pengimpor minyak. Sehingga pada tahun 2008 Indonesia membekukan diri dari OPEC. Dengan perubahan situasi itu memang tidak pas lagi untuk hadir dalam forum rapat OPEC, karena yang dibicarakan adalah bagaimana mempertahankan harga minyak yang tinggi, sedangkan sebagai importir, Indonesia tentu cenderung kepada harga yang rendah agar subsidi BBM tidak besar.
Dewan Gubernur OPEC 2006. Dr Maizar Rahman, Chairman, dari Indonesia, dan duduk di kanannya, Dr A Majid Al Moneef dari Saudi Arabia, Ammuna Lawan Ali dari Nigeria, dan di kirinya Siham A Razzouqi dari Kuwait. Berdiri dari kiri: Hamid Dahmani dari Aljazair, El Aswad Hammouda M dari Libya, HE Abdulla H Salat dari Qatar, HE Hossein Kazempour Ardebili dari Iran (Vice Chairman), Ivan A Orellana dari Venezuela, HE Saif Bin Ahmed Al Ghafly dari Uni Emirat Arab, Dr Mussab H Al Dujayli dari Irak.
OPEC tidak mau Indonesia keluar dari keanggotaannya karena akan memberikan citra negatif bagi OPEC. Indonesia adalah satu-satunya negara Asia Timur yang mengikuti OPEC dan negara Asia yang penduduk muslimnya besar sehingga pengaruhnya juga besar. Secara legal Indonesia memang tidak keluar dari OPEC, karena bila berdasarkan konstitusi OPEC, Indonesia secara otomatis bisa kembali menjadi anggota. Jadi jika sewaktu-waktu produksi
473
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
minyak Indonesia meningkat lagi dan bisa mengekspor minyak lagi, maka Indonesia bisa kembali ke forum OPEC lagi. Dengan tidak hadirnya lagi Indonesia di OPEC, boleh dikatakan saya menjadi orang Indonesia terakhir yang menjadi Gubernur OPEC untuk Indonesia, kecuali kalau di masa depan Indonesia Indonesia kembali ke OPEC. Wallahu ‘alam. Selama menjadi Gubernur OPEC, saya banyak belajar mengenai hubungan internasional atau diplomasi internasional. Kemudian betapa pentingnya organisasi sebagai wadah komunikasi. Misalnya, kalau menteri antar negara akan bertemu, banyak proses protokoler yang harus dilalui, yang dapat memakan waktu lama. Tapi dengan adanya forum OPEC, komunikasi ini dapat dengan mudah dilakukan bahkan ketika bertemu langsung dapat mengobrol secara berdampingan. Saya pernah mengalami beberapa kemudahan tersebut, misalnya untuk mendapatkan jatah impor minyak mentah dari Aljazair untuk Pertamina, Pak Purnomo dengan didampingi Pak Baihaki Hakim tinggal bicara dengan Menteri Perminyakan Aljazair dan CEO Sonatrach. Demikian juga waktu dengan Nigeria. Pengalaman yang unik adalah ketika Indonesia akan membangun kilang minyak sehingga memerlukan pasokan minyak mentah sebesar tiga ratus ribu barel per hari dari Iran. Waktu itu, di selasela Seminar OPEC 2004 di Vienna, pada waktu makan siang Pak Purnomo dengan didampingi oleh saya menyampaikan ke Menteri Iran bahwa Indonesia memerlukan minyak mentah. Menteri Iran, HE Zanganeh, langsung mengundang saya agar membahas hal tersebut di ruangannya di hotel. Saya lalu mengajak ikut serta direktur utama PT Elnusa, Pak Rudy Radjab. PT Elnusa direncanakan untuk membangun kilang tersebut di Banten. Menteri Iran itu lalu meminta dibuatkan surat permintaan minyak mentah tersebut, maka kami buatlah suratnya. Kemudian ternyata Pak Rudy tidak membawa kop surat resmi, lalu menteri itu menjawab bahwa cukup menempel kartu nama Pak Rudy saja sebagai pengganti kop surat. Ini menunjukkan betapa mudahnya proses tersebut bila dibandingkan dengan jika harus mengikuti prosedur protokoler. Jadi inilah contoh betapa komunikasi dalam organisasi atau forum internasional itu penting sekali dalam memfasilitasi dan mempercepat kerjasama antar negara.
474
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi (Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)
Kesepakatan dengan Iran tersebut lalu dilanjutkan dengan studi kelayakan kilang Banten dengan memakai konsultan Perancis, Axens. Namun sayang, setelah studi kelayakan selesai, progres menuju realisasi pembangunan kilang terkendala imbas ketegangan politik antara Iran dan negara-negara barat. Contoh lainnya adalah pada waktu kilang LNG ARUN menurun produksinya karena sangat berkurangnya produksi gas dari lapangan Arun. Karena itu Indonesia kesulitan untuk memenuhi kewajibannya memasok LNG sesuai kontrak kepada para buyer. Pak Purnomo lalu menugaskan saya dengan didampingi Pertamina untuk menemui Menteri Industri dan Energi Qatar, Abdullah bin Hamad Al Attiyah agar dapat ‘meminjamkan’ sejumlah kargo dari LNG Qatar untuk memenuhi kewajiban Indonesia tersebut. Pada tanggal 31 Desember 2008, dengan dibekukannya keanggotaan Indonesia di OPEC, tugas saya sebagai Gubernur OPEC juga berakhir. Saya kembali fokus kepada tugas sebagai Komisaris yang masih saya pegang sampai bulan Mei 2010 dan tugas sebagai profesor riset di LEMIGAS.
Foto bersama Presiden RI beserta Ibu Negara dalam perjalanan pulang dari Sapporo, Jepang, menghadiri sidang 34th G8 summit, Juli 2008 di Hokkaido, Jepang. Juga berdiri di belakang Sutarto Alimoeso, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Indonesia, mewakili Menteri Pertanian. Kehadiran saya dalam delegasi mewakili Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia.
475
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Kembali Ke ‘Kampus’ Lemigas Setelah selesai penugasan sebagai komisaris di Pertamina pada bulan Mei 2010, saya lalu kembali ke pangkal organisasi saya, LEMIGAS. Karena masih berusia 62 tahun, saya masih 3 tahun lagi sebagai pegawai negeri sipil pada jabatan fungsional peneliti dengan status profesor riset. Saya boleh dikatakan “back to campus”, karena kembali sepenuhnya ke LEMIGAS. Penugasan yang diberikan kepada saya adalah sebagai ketua Scientific Board di Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) dan di LEMIGAS. Terjun kembali ke dunia akademis setelah berbagai macam penugasan tidaklah menjadi masalah bagi saya. Di samping itu, sebagian besar pejabat struktural dan fungsional di Balitbang dan di LEMIGAS dulunya adalah figur-figur muda yang sudah sangat saya kenal. Kendala yang dihadapi lembaga penelitian tersebut saat ini adalah berkurangnya tenaga-tenaga peneliti senior karena pensiun tanpa tergantikan disebabkan adanya kebijakan ‘ zero growth’ dari Pemerintah sejak lebih dari 10 tahun lamanya. Akibatnya amat minim penerimaan kader-kader baru dan dengan sendirinya para peneliti senior tidak berkesempatan mewariskan pengetahuan, pengalaman, dan keahlian mereka kepada generasi penerus. Tantangan Pemerintah di bidang energi makin berat karena menurunnya produksi minyak Indonesia serta juga menurunnya jumlah cadangan terbukti minyak bumi. Sementara itu permintaan energi terus meningkat seiring pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk. Karena itu, Balitbang juga memfokuskan peningkatan pemanfaatan sumber-sumber energi fosil lain maupun energi terbarukan. Sehingga program dan kegiatan penelitian diarahkan ke yang ‘quick wins’ sehingga segera dapat dimanfaatkan, serta kajian-kajian lebih bersifat strategis yang dapat membantu Pemerintah dalam menentukan kebijakan-kebijakan di bidang energi dan sumber daya mineral.
476
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi (Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)
“ Pascom Power”, Modal Masa Pensiun Semua penugasan dan penunjukan yang saya terima dalam perjalanan karir saya tidak ada yang saya duga atau harapkan sebelumnya, saya tidak pernah bercita-cita jadi Kepala LEMIGAS, Presiden Komisaris Chandra Asri, Komisaris Pertamina, Gubernur OPEC atau menjadi Acting Sekjen OPEC. Semua itu berjalan begitu saja dan hanya berdasarkan adanya kepercayaan dari yang menugaskan dan sesuai dengan pegangan saya “ I never pursue any position but I do not refuse any assignment from my country”. Artinya, seseorang itu tidak perlu mengejar-ngejar suatu kedudukan atau jabatan karena itu semua akan datang dengan sendirinya. Tapi tentu kerja keras yang tanpa pamrih dan menyiapkan diri dalam kemampuan akan jadi faktor penentu datang atau tidaknya kesempatan tersebut. Ada satu formula rumusan saya yang saya rasa dapat menjadi modal seseorang dalam karir atau kehidupannya. Formula itu adalah “PASCOM power”, terdiri dari 6 unsur. P adalah Profesional, A adalah Akademis, S adalah Spiritual, C adalah Komunikasi, O adalah Occupation, dan M adalah Money. Seseorang tidak perlu mengejar jabatan dan uang bila dia memiliki kekuatan dari 4 unsur pertama: profesional, akademis, spiritual dan komunikasi, pada usia berapapun. Sedangkan Occupation atau jabatan dan Money atau kekayaan akan datang sendiri kalau memiliki 4 unsur yang pertama tersebut. Karena itu saya selalu menyarankan kepada teman-teman saya di angkatan senior ataupun kepada para generasi muda agar memelihara kekuatan-kekuatan tersebut demi dapat selalu bermanfaat selama masih berada di dunia ini.
477
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Speech of Dr Maizar Rahman In Farewell Gathering For Acting For Secretary General 6th January 2005, OPEC Secretariat, Vienna
Dear colleagues, ladies and gentlemen First of all, I would like to thank you very much for holding this farewell gathering for me. I appreciate the gesture very much. It seems no time at all -last February in fact – since we were here for my introduction. And as the proverb goes: “The start is the beginning of the end.” Time really has flown by. Usually, when I have to deliver a speech, Brigitte or Jane asks the Public Relations and Information Department to prepare the text for me. This time, I felt I should have a go at writing it myself - even if it was likely to take me 10 times longer than Keith Marchant to complete it! In fact, I did not really have a choice, since Keith decided to go on leave - leaving me to fend for myself. I hope he was not trying to tell me something. Anyway, after finishing my first draft, in record time, I might add, I discovered just how much I liked what I was doing. English really is such a beautiful language, and that is something Keith has shown me with his speeches over the past year. With Keith away, fortunately Jerry Haylins was there to add the final flowers of English to my speech. Thanks Jerry. The first day I arrived at the OPEC Secretariat for my new job, I must admit that, on entering the reception area, I said a little prayer to myself, which went something like … “Please, God, give me the inspiration I need and show me the way to carry out my responsibilities in the Organization. Also, could you please open my mind, and the minds of staff members, so that, together, we can perform our tasks amiably and successfully”. Looking back now, I think God actually granted me my wish, since all the people I met on that first day had a smile for me, which of course, I gladly returned. I can also remember saying to myself: “Look Maizar, you really are in a nice place – what were you afraid of?” I immediately realized that with such friendly colleagues, I would not have much of a problem in carrying out my duties in OPEC.
478
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi (Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)
It did not take me long to appreciate that my tasks in this Organization were not much different than those of the research and development center I headed some years ago. The main difference was that, here, we have financial resources already made available through the contributions of our Member Countries, whereas, at the research center, I always had to convince our clients, whether government officials or private companies, about the benefits our research proposals could bring them, Only then did I manage to secure the finances I needed. Thus, in terms of financial resources, which are one of the most important building blocks in the life of any organization, we have no problem here in OPEC. Thank God.
Staf Sekretariat Jenderal OPEC di Vienna, Austria, pada waktu acara perpisahan dengan Acting for Secretary General, Dr Maizar Rahman, 6 Januari 2005
But in managing a research organization like the OPEC Secretariat, apart from the financial side, the working situation here is almost the same as in other institutions. I once read a book entitled ‘Management of Research and Development Organization’ with an interesting subtitle ‘Managing the Unmanageable’. According to this book, managing an organization like the OPEC Secretariat is not easy, because this type of institution consists of intellectual people who, by nature, are analytical, curious, independently minded, on many occasions introvert, and who enjoy scientific and mathematical activities. Such people tend to be complex, flexible, selfsufficient, task-oriented, tolerant of ambiguity, and they have a high need for autonomy and change, and a low need for deference. However, success
479
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
in any R & D organization requires joint action and teamwork. People should not be loners, they should be able to work in teams, while at the same time, the organization should have an appropriate environment for enhancing the creativity of its staff. What I experienced here in the last year matched this prognosis to a tee. Here, we have professional people, who understand their jobs, and know their responsibilities. Admittedly, the fact that we are very much multinational, with many different cultures and ways of thinking, requires more consideration when working together, but I found members of staff to be very considerate and tolerant, which has led to an excellent working environment. I was not actually quite one year at the Secretariat, yet it proved to be an extremely busy and eventful time for all of us. We had two OPEC Conferences in Vienna, three Ministerial Meetings abroad, plus a busy and successful OPEC Seminar. These were all held against a backdrop of surprisingly high oil prices, which OPEC eventually managed to bring down by increasing production three times throughout the year. They proved to be actions that received due recognition from the consumer countries. Also, we had to take in our stride three Governing Board meetings, two ECB meetings, and many other important activities, here and outside the Secretariat. Every one of those events required good and timely preparation, in order to satisfy our stakeholders, who, as you all know, comprise the OPEC Ministers, Governors and National Representatives. We also had to consider our partners, the mass media, the public, and, of course, internally our people at the Secretariat. Based on the comments I received, and the many words of appreciation, I can say that, in 2004, together we accomplished all of our tasks to a high degree. For every one of those accomplishments, I would like to thank you all. It was your dedication that brought about this level of success. I know full well that many of you had to give up a great deal of your valuable free time in helping to maintain such a high standard of work. Looking at each department, the Research Division, with its departments, as always, is playing its usual highly-supportive role. The Division’s staff makes substantial contributions to the decisions of the Conference, as well as to the other core activities of the Secretariat. During my mission here, I learnt very
480
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi (Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)
much about the oil market, about energy strategy and the dynamics of the industry. Not to forget the importance of transparent, accurate and timely data. I am happy to have acquired so much knowledge, even if I did have to dedicate some of my weekends to furthering this education. PRID (Public Relation and Information Department) remains fully aware of the importance of its public relations campaign for OPEC’s future image. Many improvements have been made. The Department’s staff members are dynamic, and show great skill and perseverance in carrying out their duties. Here, also, PRID taught me just what public relations is all about, and I am happy to have been involved in such an interesting subject. AHRD (Administration and Human Resources Department) is facilitative of all the Secretariat’s needs. Its tough opinions on some subjects reflect a strong spirit of wanting to do the right thing for the Organization and its members of staff. I have heard few complaints, and everyone appears to be satisfied … as long as the salaries are received on time! The Department does a fantastic job in supporting the Conferences and meetings, and is always looking at new ways to bring improvements to the work place. SGO (Secretary General Office) has a team of dedicated, untiring people, possessing an abundance of patience and understanding, and first-class work ethics. I have never known them not to finish a particular task on time. The secretaries, who were with me day in and day out, really do have formidable experience and are extremely capable. It would indeed be difficult to find a higher secretarial standard anywhere, a factor that made my job all the more easier. SLC (Senior Legal Council) and the Internal Auditor are very loyal to their profession and take their responsibilities very seriously. Their valuable input helped me to settle legal problems which actually threatened OPEC’s very existence, as well as effectively dealing with internal matters. All in all, then, I can say that OPEC staff members are highly professional and wholeheartedly committed to the work they do. As a team, they perform like a finely-tuned orchestra … with barely a wrong note audible. Thank you again.
481
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
You know, at our last OPEC Conference in Cairo, in December, some Ministers said that 2004 was a lucky year for the Organization because prices were so good … even though we were not in favor of prices going too high. I am very happy to have been involved in OPEC’s affairs during this lucky year. I hope this will continue in 2005. However, on a sad note, I have to mention that the last days of 2004 were a particularly sorrowful time - for all of us, I think. The big earthquake and tsunamis that hit South East Asia were catastrophic, causing unimaginable devastation for my country and some other states in the region. I thank you all very much for the messages of condolence conveyed on me; it was truly heartwarming in a period of such acute sadness. I would especially like to thank the OPEC Fund and our Member Countries for their generous donations to the international relief effort. Their contributions will help a great deal in assisting these countries recover from what can only be termed as an unprecedented disaster. Colleagues, ladies and gentlemen Finally, I would again like to thank you all for the support you gave me during my time here. I can truthfully say that my assignment in OPEC will always be a very pleasant memory. Nice people, nice experiences, a nice environment, and, of course, a beautiful city. I am sure that I will continue to see many of you in the future. It will just be in a different capacity, as Governor for my country. And, of course, I will still be looking to make my best contribution for the sake of the future wellbeing of OPEC and you all. And lastly, I should tell you my very happy news that, next week, in Indonesia, I will take up the helm of another important position - that is, as a “grandfather to my grandson”. I think that tenure will last a little longer than one year – but will surely be equally as eventful, and rewarding. Thank you Maizar Rahman OPEC Acting for Secretary General
482
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi (Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)
Maizar Rahman dengan istri Kussusilowati, 3 anak putri dan suami masing-masing dari kiri, Leila Fatmasari & Dimas Fajar, Triyaniarrinita dan Yopie Pieter, Diah Bellani dan Endang Mulyana serta 1 cucu perempuan dan 3 cucu laki-laki (foto tahun 2009).
483
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Beberapa Kesan-Kesan Terhadap Maizar Rahman -------------------------------------------------------------------------------------------------------Majalah Kabare Prof Dr Maizar Rahman Shock Dipanggil “Ndoro” di Pakualaman
DIA MEWARISI KEGIGIHAN ORANG PADANG, MEMILIKI KELEMBUTAN PRIAYI JOGJA DAN JUGA KECERDASAN INTELEKTUAL EROPA. TAPI, GUBERNUR OPEC UNTUK INDONESIA INI MERASA SEGALA YANG DIMILIKI SEKARANG, DATANG LEBIH KARENA FAKTOR KEBERUNTUNGAN. Majalah KABARE, Sept 2008
Suatu pagi di tahun 1967-an, seorang pemuda berdiri ragu di depan pintu sebuah rumah di kawasan Pakualaman, Yogyakarta. Wajahnya kusut seperti menahan kantuk semalaman, sekusut baju yang dikenakan. Sebuah tas berisi pakaian dan buku-buku serta beberapa surat penting menggelantung di pundaknya. Pemuda itu mengetuk pintu yang di atasnya tertera sederet nama dr KRT R. Abdoel Madjid Purwohusodo. Dengan ritme ketukan tiga-tiga: tok tok tok… tok tok tok…, tak lama kemudian pintu terbuka, sepasang suami istri muncul
484
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi (Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)
dari balik pintu dan langsung merangkul pemuda tersebut, membawanya masuk ke dalam rumah. Pemuda itu adalah Maizar Rahman yang baru pertama kalinya menginjakkan kaki di Kota Jogja. Ia meninggalkan tanah kelahirannya, Bukittinggi, Padang, Sumatra Barat, begitu lulus dari SMA, untuk mengejar impian melanjutkan kuliah di Fakultas Ilmu Pasti Alam Universitas Gadjah Mada. Selama enam tahun kuliah di Jogja, Maizar tinggal di rumah budhe-nya yang menjadi istri dokter KRT R. Abdoel Madjid Purwohusodo, yang saat itu kepala Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Tinggal bersama keluarga dokter di lingkungan Keraton Pakualaman, bagi orang Padang miskin seperti Maizar menjadi pengalaman luar biasa. Ia yang biasa mengurus kebutuhannya sendiri selama di Bukit Tinggi, tiba-tiba semuanya harus dilayani oleh pembantu. Dari urusan makan hingga pakaian yang akan dikenakan setiap pagi, semua sudah tersaji, teratur dan rapi. Maizar merasa sungguh tak nyaman. “Tapi yang benar-benar membuat saya kaget ketika simbok pembantu itu memanggil saya dengan sebutan Ndoro. Waduh, saya benar-benar shock saat itu. Lha saya ini siapa…” ujarnya terbahak mengenang pengalaman tersebut, dalam kesempatan ngobrol dengan Ida Susanti, Sritapi dan Sugito dari Kabare di Jakarta. Maizar Rahman tak bisa melupakan pengalaman di Jogja itu, bahkan ketika kemudian susul-menyusul berapa tempat di dalam dan luar negeri yang disinggahinya. Ia pernah dua kali mengenyam hidup di Perancis karena tugas sekolahnya sebagai peneliti di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”. Yaitu tahun 1974 selepas mengantong ijazah Sarjana Kimia dari UGM sampai tahun 1976, dan kembali lagi ke negeri Napoleon itu tahun 1976 sampai 1983. Duapuluh tahun lebih berkarier sebagai peneliti di LEMIGAS, telah membuat laki-laki kelahiran Bukittinggi 8 Mei 1948 itu benar-benar menjadi bagian tak terpisahkan di dunia perminyakan. Sejumlah jabatan penting tingkat nasional dan internasional pernah dipegangnya. Sejak tahun 2005, ia dipercaya sebagai gubernur OPEC untuk Indonesia.
485
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Pernah aktif menjadi anggota Pakar Dewan Riset Nasional dan ikut mengasuh sebuah majalah ilmiah. Ia juga mengabdikan ilmunya di bidang akademis sebagai dosen luar biasa di Universitas Trisakti, UI, UGM dan Institut Teknologi Indonesia. Bermacam tulisannya tentang migas kerap menghias media massa dalam dan luar negeri. Mengenal Prof Dr Maizar adalah menatap sosok dengan satu kepribadian yang komplit. Kebiasaan hidup di Bukittinggi membuatnya menjadi orang yang gigih berusaha. Ia juga memiliki kelembutan orang Jogja dari pengalaman enam tahun dalam keluarga kerabat Keraton Pakualaman. Pergaulannya yang luas di kalangan intelektual Perancis juga telah membuatnya menjadi seorang yang kritis berpikir dan senang belajar segala hal. Satu perpaduan kepribadian yang memungkinkan seorang mencapai kesuksesan. Tapi, Maizar ternyata lebih mempercayai semua yang dicapainya ini lebih banyak datang karena keberuntungan. “Keberuntungan adalah kesiapan seseorang untuk mengambil setiap peluang yang lewat. Dan, itulah yang selalu terjadi dalam perjalanan karier saya,” ujarnya. Ia juga mengaku bukan tipe orang yang ambisius. Prinsipnya, lakukan dengan kecintaan dan penuh tanggung jawab pekerjaan yang ada di depan mata. Selanjutnya, jangan pernah takut untuk menerima sebuah tanggung jawab baru. Baginya, tak ada yang tak bisa dipelajari dan ketakutan hanya akan membuat orang tidak akan maju. “Pengalaman membuktikan, apa yang semula kita takutkan ternyata sangat mudah ketika sudah menghadapinya,” ucap bapak tiga anak yang mengaku hidupnya banyak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh dalam komik yang selalu dibacanya saat remaja.
486
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi (Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)
Maizar Rahman Yang Saya Kenal Oleh : Dr. Adiwar
Ada tiga orang laki muda yang baru pulang dari tugas belajar luar negeri yang kelihatan berbeda dari orang-orang di kelompok mereka. Ketiganya adalah Dr. Anwar Karim Yusuf, Subakat Hadi MSc dan Maizar Rahman MSc. Berbeda dari yang lainnya terlihat dari sisi sikap akademis, pola kerja dan keterbukaan berdiskusi. Ketiganya dengan berjalannya waktu mengambil jalan yang berbeda. Dr Anwar Karim Yusuf kemudian berkiprah di Pupuk Kaltim, sempat menjabat sebagai Direktur Pengembangan. Subakat Hadi MSc juga keluar dari LEMIGAS dan berkiprah sebagai pengusaha yang sukses. Maizar Rahman yang kemudian sempat melanjutkan studinya meraih gelar doktor tetap berkiprah di LEMIGAS dan sempat menjadi Kapus (Kepala Pusat) LEMIGAS untuk beberapa tahun sebelum akhirnya ditugaskan oleh Pemerintah sebagai Gubernur OPEC, Komisaris Chandra Asri, dan Komisaris Pertamina. Pertanyaan yang muncul dalam pikiran saya adalah akan bagaimanakah kiranya kiprah LEMIGAS sebagai institusi Litbang di dunia Perminyakan seandainya ketiga orang ini tidak keluar dari LEMIGAS atau tidak ditarik keluar dari LEMIGAS. Pertanyaan yang sama juga muncul terhadap jebolan-jebolan akademik lain yang dialih tugaskan di luar LEMIGAS seperti Dr. Evita Legowo, Dr. Rahmat Sudibjo, Dr. Abdul Muin dan Dr. Umar Said. Hebatnya, ialah dalam kesibukan mereka sebagai orang-orang yang dalam kesehariannya tidak lagi bergulat dengan masalah litbang, perhatian mereka terhadap kelitbangan LEMIGAS masih besar, dan bahkan Dr. Maizar Rahman masih sempat menjaga statusnya sebagai peneliti yang pada akhirnya juga sempat meraih gelar Profesor Riset. Bicara lebih jauh tentang salah seorang dari ketiga orang tersebut, Prof. Dr Maizar Rahman; suatu ketika, dalam posisi saya sebagai teknisi lab, pak Maizar Rahman mengajak saya berdiskusi tentang permasalahan penentuan viskositas aspal yang terhadap aspal tersebut tidak dapat dilakukan pengujian. Saya mengemukakan cara pem-blending-an, yaitu pem-blending-an aspal
487
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
tersebut dengan suatu fraksi minyak yang diketahui viskositasnya dan mengukur viskositas hasil pencampuran tersebut. Viskositas aspal kemudian dapat dihitung. Sebagai teknisi saya menghargai sikapnya yang mau mengajak diskusi dan mendengarkan saran dari level pekerja. Pada kesempatan lain, dalam posisi saya sebagai Korkel (Koordinator Kelompok) dan pak Maizar Rahman sebagai Kapus, dalam pertemuan dengan sejumlah staf senior KPRT (Kelompok Program Ristek Teknologi) Proses, yang mempersalahkan tindakan saya yang dianggap sering melakukan tindakan-tindakan bernuansa struktural, melewati wewenang Korkel yang mereka anggap hanya terbatas dalam bentuk koordinasi; pak Maizar Rahman menyampaikan bahwa dalam keadaan organisasi berjalan lancar dan orangorang mengerti apa yang harus dikerjakan, wewenang Korkel memang hanya bersifat koordinatif, tetapi dalam keadaan tertentu, demi jalannya organisasi sebagaimana apa yang semestinya tindakan-tindakan Korkel yang bersifat instruksional atau dicisive juga kadang-kadang diperlukan. Sebagai Korkel saya menghargai sikapnya yang mau meletakkan dirinya secara proporsional, tidak terpengaruh oleh status dan posisi para senioran. Sebagai orang yang baru pulang dari tugas belajar di luar negeri, yang berkeinginan untuk melakukan penelitian, tetapi belum punya program untuk pendanaan kegiatan. Saya menghadap pak Maizar Rahman yang waktu itu Kepala Bidang Proses dengan dua proposal penelitian yang ingin saya lakukan dan meminta kepada beliau pengadaan biaya bahan-bahan kimia yang diperlukan. Dengan izin beliau kegiatan tersebut dapat saya lakukan. Dari kedua kegiatan tersebut lahir dua makalah, yang satu dipresentasikan dalam seminar di dalam negeri dan makalah yang satu lagi, dengan izin Kapus, dipresentasikan dalam seminar di luar negeri. Sebagai Doktor yang baru mencoba berkiprah dalam penelitian, saya menghargai kepeduliannya akan keinginan dan antusias orang-orang di lingkungannya dalam membentuk diri di kelitbangan. Sebagai Kepala Bidang Proses, pada tahun 1995, pak Maizar meminta saya untuk melakukan kegiatan terkait penguasaan dan pengembangan teknologi membran dalam pemisahan gas. Kegiatan membran ini benar-benar dimulai dari pijakan nol, belum ada ada fasilitas lab sama sekali dan belum ada
488
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi (Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)
orang-orang yang disiapkan untuk kegiatan ini. Dari penugasan top-down ini terlihat, bahwa sebagai Kepala Bidang beliau mempunyai wawasan kelitbangan ke depan, dan mempunyai kemauan untuk merealisasikannya. Pada tahun 2001, saya sebagai Korkel KPRT Proses, bersama dengan Dr. Eri Sudarmo sebagai Korkel KPRT Teknogas dan Dr. Hadi Purnomo sebagai KPRT Eksploitasi bersepakat untuk memberanikan diri menangkap pekerjaan flow assurance terkait dengan sumur minyak/gas laut dalam yang dipunyai oleh Unocal yang pada waktu itu dimintakan oleh Unocal untuk dikerjakan di home base-nya secara TSA (Technical Service Assistance). Suatu pekerjaan yang pada saat itu belum pernah dikerjakan oleh LEMIGAS. Sewaktu hal ini kami sampaikan pada pak Maizar Rahman sebagai Kapus, beliau menyetujui dan bersedia memberikan bantuan sepenuhnya. Penguasaan teknik dan keilmuan terkait flow assurance dilakukan secara marathon. Kepercayaan BKKA (Badan Koordinasi Kontraktor Asing) dapat diperoleh setelah melalui pertemuan dan diskusi sengit dengan expert Unocal dari Houston. Dari kegiatan bottom-up ini terlihat, bahwa sebagai Kapus beliau tidak mau menyia-nyiakan kesempatan penguatan eksistensi LEMIGAS di kalangan BPKA dan Perusahaan Kontraktor Asing. Ini sejalan dengan salah satu karakter LEMIGAS yang diinginkan yang sering dikumandangkan oleh beliau yaitu LEMIGAS dengan kualitas internasional. Demikian sedikit cuplikan kesan dari sekian banyak hal-hal yang dapat dikemukakan yang terkait dengan ke-LEMIGAS-an. Dari sisi kekeluargaan, saya melihat pak Maizar Rahman sebagai pribadi yang berhasil dalam membina keluarganya. Mempunyai anak-anak yang berpendidikan tinggi, berikut mantu-mantu dan cucu-cucu. Mempunyai istri yang tidak hanya cantik, setia dan sekata, tetapi juga jeli dalam mengisi waktunya dengan hal yang berguna. Secara pribadi saya dan juga beberapa teman-teman lain, pernah sangat terbantu secara financial oleh kegiatan yang dijalankan oleh keluarga ini. Jakarta, 21 Februari 2014.
489
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Pak “Gubernur” Yang Correct dan Pendengar yang Baik Oleh : Ir Maskurun*
Sebagai pegawai yang mulai bekerja di Pertamina sejak 1973, saya mengenal pertama kali pak Maizar Rahman pada akhir 1970-an saat beliau bersama rekan-rekannya dari LEMIGAS berkunjung secara berkala ke kilang untuk melakukan berbagai penelitian. Peranan LEMIGAS saat itu sebagai lembaga penelitian di bidang migas sangat penting dalam ikut membantu memecahkan permasalah operasi dan teknologi di kilang-kilang Pertamina, setelah Pertamina mampu membangun kilang-kilang baru di Dumai dan Cilacap. Setelah itu, relatif lama tidak bertemu dan agak sering dipanggil oleh pak Maizar Rahman pada saat beliau menjabat sebagai Sekretaris Dewan Komisaris Pemerintah untuk Pertamina yang disingkat dengan DKPP pada tahun 2002-2003 dan sekaligus mengkoordinir tugas Kelompok-Kelompok Kerja. Pertemuan-pertemuan diatas sangat terkait dengan kegiatan pengelolaan perusahaan dan utamanya yang berkaitan dengan rencana strategis Direktorat Pengolahan dalam menghadapi tantangan ke depan utamanya untuk pemenuhan konsumsi BBM yang meningkat karena keberhasilan pembangunan nasional di bidang ekonomi, yang cukup tinggi. Pertemuan selanjutnya dan termasuk “sering dan dekat” yakni pada saat pak Maizar Rahman yang juga Gubernur OPEC ditunjuk sebagai Anggota Dewan Komisaris PT Pertamina dari akhir Desember 2006 sampai Mei 2010. Mengapa “dekat” ? Karena beliau sebagai Anggota Komisaris PT Pertamina yang memiliki tugas, tanggung jawab dan wewenang yang besar, hampir setiap hari datang ke kantor dan melakukan interaksi secara rutin dengan kawankawan di Komite termasuk diri saya. Dari sinilah, saya bisa menyampaikan kesan singkat saya atas leadership “Gubernur” Maizar Rahman. Pertama, beliau adalah orang yang paling suka mendengar sebelum memberikan arahan atau mengambil keputusan. Pak Maizar sebagai pendengar yang baik, akan selalu memberi kesempatan kepada setiap yang hadir atau diundang untuk menyampaikan pandangan atas suatu
490
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi (Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)
agenda disertai analisa, tanggapan, pendapat dan saran. Setelah itu dengan pengalaman dan “jam terbang”yang dimiliki, beliau akan memberikan direction yang jelas untuk ditindak lanjuti sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan di tingkat Dewan Komisaris, tentu bersama anggota Dewan lainnya. Selain itu, beliau sangat teliti terutama dalam rangka menyusun kata-kata dan kalimat atas memorandum atau surat yang akan dikeluarkan Dewan Komisaris. Isi suratnya harus ringkas, jelas dan tidak multi tafsir, mengingat surat dimaksud akan dibaca terus sampai kapan saja. Satu hal yang selalu saya ingat adalah nasehat beliau kepada anggota-anggota Komite di Dewan Komisaris agar bersedia untuk membuat tulisan pengalaman pribadi atau komite dalam menghadapi setiap permasalahan dan pemecahannya, yang disebut sebagai knowledge management. Tujuannya, agar tulisan dimaksud dapat dibaca oleh generasi berikut sebagai acuan atau syukur lagi menjadi jawaban atas permasalahan yang mirip atau sama di kemudian hari. Dengan bahasa sederhananya dan menggunakan analogi kehidupan sosial kebudayaan kuno, adalah semacam “Pitutur Luhur” para sesepuh dan pinesepuh yang patut untuk dibaca agar arah jalan hidup dalam mengarungi kehidupan di dunia yang penuh tantangan ini,generasi penerus akan lebih baik, lebih sukses dan selamat. Suwun . Jakarta, Februari 2014 *Sekretaris Dewan Komisaris Pertamina sejak 2010
491
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Prof. Dr. Maizar Rahman yang Saya Kenal Oleh: Komar Tiskana
Kami bersama-sama selama di PPPTMGB (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi) “LEMIGAS” sejak 1980-2001. Status terakhir beliau, di samping sebagai Peneliti Utama di bidang teknologi hilir migas, secara struktural menjabat Kepala LEMIGAS dan saya sebagai perekayasa teknologi di bidang hulu migas. Waktu di PERTAMINA 2001-2003, beliau adalah Sekretaris DKPP (Dewan Komisaris Pemerintah untuk Pertamina), dan saya di sana sebagai Kepala Bidang Umum (2003-2008). Di waktu beliau Anggota Dewan Komisaris, saya anggota Komite Remunerasi dan SDM (Sumber Daya Manusia). Selama bertugas di PERTAMINA tersebut, beliau juga ditugaskan Pemerintah RI sebagai Gubernur OPEC, dan juga pernah menjabat sebagai Acting Sekretaris Jenderal OPEC. Di LEMIGAS, Pak Maizar adalah seorang peneliti di bidang teknologi hilir minyak dan gas bumi, yang tekun dan kaya idea dalam mengantisipasi kebutuhan teknologi ke depan. Beliau juga terlibat dalam peningkatan kemampuan LEMIGAS melaksanakan penelitian dan pengembangan teknologi EOR (enhanced oil recovery) dalam upaya meningkatkan produksi minyak Indonesia. Dia berupaya keras dalam mengembangkan kemampuan LEMIGAS melaksanakan penelitian dan pengembangan teknologi untuk menunjang industri, terutama di sektor hilir minyak dan gas bumi. Pada setiap kesempatan berhubungan dengan industri, peran serta LEMIGAS senantiasa diusahakan. Beliau berkarier lancar sampai ke puncak, sebagai peneliti meraih gelar Profesor Riset di samping sebagai kepala LEMIGAS. Pak Maizar adalah Sekretaris DKPP terakhir karena pada tanggal 17 September 2003 status PERTAMINA berubah dari UU No. 8/1971 (PERTAMINA sebagai satu-satunya Perusahaan Pertambangan minyak dan Gas Bumi Negara) menjadi Persero mengikuti ketentuan UU No. 22/2001. Dengan demikian DKPP resmi dibubarkan, namun agar kelancaran operasional migas di hulu dan hilir tidak boleh terganggu, beliau masih ditugaskan beberapa bulan sebagai sekretaris Dewan Komisaris PT PERTAMINA (Persero), sampai semua
492
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi (Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)
penataan organisasi baru menjadi tuntas. Setelah itu, pada awal 2004 beliau ditugaskan ke OPEC Wina sebagai Akting Sekjen OPEC. Pada bulan Desember 2006, Pak Maizar diangkat sebagai anggota Dewan Komisaris bersama Komisaris Utama Endriartono Sutarto dan 3 Komisaris lainnya yaitu Umar Said, Muhammad Abduh dan Achmad Rochjadi. Sebagai anggota Dewan Komisaris beliau ditugasi sebagai Ketua Komite SDM dan Remunerasi. Produknya antara lain Pedoman Rekruitmen dan Pengangkatan Direksi dan komisaris Anak Perusahaan PT PERTAMINA (Persero). Beliau juga aktif dalam mempersiapkan calon maupun seleksi Direksi dan Komisaris Pertamina dan anak perusahaan yang memenuhi kriteria sesuai ketentuan yang berlaku. Hasil seleksinya antara lain terpilihnya Karen Agustiawan sebagai Direktur Hulu PT PERTAMINA (Persero) yang kemudian menjadi Direktur Utama. Beliau juga memprakarsai usul penyesuaian gaji Direksi dengan merujuk kepada hasil suvei biro jasa yang independen terhadap perusahaan sejenis di bidang minyak dan gas bumi, baik di dalam maupun di luar negeri. Pada waktu itu survei dilaksanakan oleh HayGroup. Dia sangat mengutamakan good governance dalam pekerjaan. Saya ingat waktu di DKPP berbagai permintaan izin penjualan gas oleh swasta yang harus diurus antara direksi, kelompok kerja dan komisaris. Semuanya dilaksanakan beliau dengan sangat lurus tanpa ada keinginan memanfaatkkannya untuk kepentingan pribadi. Demikian juga beliau mendapat apresiasi karena sangat mendukung tender terbuka proyek Langit Biru kilang Balongan di tahun 2003. Di luar kedinasan, kami sering bersama-sama belajar bahasa Arab dan bermain golf. Kami juga sama-sama se-paham bahwa:
yang artinya menuntut ilmu itu wajib bagi muslimin dan muslimat, sejak dari buaian sampai masuk liang lahat. Ilmu yang beliau pilih antara lain bahasa Arab, karena dengan belajar bahasa Arab maka secara tidak langsung juga belajar mendalami Qur’an dan Hadist. Kami sering diskusi bersama, dipandu guru bahasa Arab kami sejak lebih dari 10 tahun, Ustaz H Qomaruddin. Di
493
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
mana saja, baik melalui pesan singkat atau lapangan golf kami praktekkan bahasa arab. Misalnya “ Tafadhol yaa Sayyid , tadrib kurotuka awalan”, ‘ajiib, dhorobta towiilan” ( “Silahkan Pak, anda memukul lebih dulu”. “Hebaat pukulan anda jauh”). Dari kebersamaan sekian lama seperti disampaikan di atas, saya merasakan bahwa dia itu seorang pemimpin yang baik, jujur, bijak, tegas, kompromistis, santun dan visioner. Dia juga ceria, senang bergaul tidak pilih-pilih, setia kawan, rasa sosialnya tinggi, sabar, penolong dan senantiasa menjaga kesyukuran atas nikmat Tuhan yang dia terima. Barokallahu fihim, semoga Allah melimpahkan barakah kepada beliau, istri, anak, mantu dan cucu, atas semua kebaikan beliau, aamiin. Jakarta, 2 Maret 2014
494
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi (Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)
Prof. (R) Dr. Maizar Rahman di Mataku Oleh: Yanni Kussuryani* Seorang tokoh Minang (Datuk) Prof. (R) Dr. Maizar Rahman adalah salah satu senior, mantan Kepala PPPTMGB “LEMIGAS” periode tahun 1998 s.d 2002, beliau seorang pekerja keras yang telah mengabdikan dharma baktinya sejak beliau menjadi pegawai LEMIGAS tahun 1974. Pertama bertemu beliau di awal tahun 1987 di ruang kerjanya di salah satu bangunan yang saat ini menjadi Gedung Proses. Saya diberi amanah oleh salah satu dosen Universitas Indonesia untuk disampaikan kepada beliau, mungkin beliau tidak ingat lagi tentang hal ini. Berjalannya waktu beliau menjadi pimpinan kami yaitu sebagai Kepala Bidang Litbang Teknologi Proses. Pada saat itu kegiatan kami di Kelompok Bioteknologi cukup banyak sehingga sering berinteraksi dengan beliau sebagai Kepala Bidang, yaitu dengan keikutsertaan saya dalam rapat terkait dengan kegiatan Kelompok Bioteknologi. Menurut hemat saya, Pak Maizar sebagai Kepala Bidang mempunyai kinerja yang baik dengan didukung oleh pasukannya yang kompak dengan selalu mengedepankan kebersamaan. Saat itu, sebagai Kepala Unit adalah Ibu Evita H. Legowo dan Bapak Maranaek Siagian serta para Ketua Kelompok dan Kepala Seksi yang kompeten. Karier Bapak Maizar terus melaju menjadi pimpinan LEMIGAS pada tahun 1998, Acting Sekretaris Jenderal OPEC (2004) dan menjadi Gubernur OPEC (2004-2008), sebagai anggota Komisaris PT. Pertamina (2006-2010). Selain itu, sebagai Presiden Komisaris PT Chandra Asri (2002-2006). Saat inipun beliau masih aktif sebagai Ketua Scientific Board Badan Litbang ESDM guna memberikan saran dan masukan bagi berjalannya kegiatan Badan Litbang ESDM ke depan lebih baik, khususnya juga kegiatan LEMIGAS. Terima kasih Pak Maizar atas sumbangsihnya untuk Negara, dan Buku ini menjadi catatan lengkap perjalanan panjang karier Bapak.
495
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman
Jakarta, April 2014 *Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi ‘LEMIGAS’ (2010 s/d sekarang)
496