02 | Dapur Redaksi - Juni 2016
Dapur Redaksi opini mengenai makna Jantera di mata mereka.
Salam lestari! Tidak terasa Buletin Jantera hadir lagi nih, bertepatan juga dengan Bulan Ramdhan 1437 H. Semoga di bulan suci ini kita mampu memaknai hidup dengan lebih bijaksana. Buletin kali ini dibuka oleh ulasan singkat mengenai kegiatan apa saja yang sudah dilakukan oleh Jantera. Ada perayaan ulang tahun Jantera ke39, Diklanjut IMPK AM 35, pendakianRaung, pendakian Gunung Rinjani, sidang 6 orang anggota Jantera, dan juga event Bubarkan Jantera yang tak kalah seru.
Di rubrik “Sosok”, kami akan mengajar pembaca untuk mengenal keenam orang anggota Jantera yang sudah sidang itu, kita bakal denger
Beralih ke Rubrik Catatan Perjalanan, dengan menyelami setiap kata yang tertulis, kita akan diajak untuk melihat bagaimana asiknya Jantera Orienteering Challenge, terus jalanjalan ke Puncak Gunung Koromong, sekalian ikut pemetaan gua dengan Anggota Jantera 34. Ah iya, jangan lupa baca tentang Ujung Kulon juga, pasti gak kalah seru. Ke Rubrik Nyastra, kita bakal membaca beberapa puisi karya anak UPI dan salah satu siswi MAN. Setiap bait dalam puisi tersebut akan sedikit menyindir kita selaku manusia yang telah Tuhan ciptakan sebagai pemimpin di muka bumi, tapi malah selalu membuat kerusakan dan menegakkan ketidakadilan. Semoga terhibur. Satu lagi rubrik yang ditunggutunggu, hayu Carita-carita Jan! Aseli, budak Jantera dan anak Pecinta Alam lainnya wajib baca ini. Ada Kadat Acil yang sedang bercerita tentang Sekre Emak Summit, Engkreg, dan Ngalubang. Ada cerita dari Om Gelar tentang Se-
jarah Topi Lapangan. Ada cerita Om Oka tentang Bunga Edelweis. Ah iya, kalian pernah dengar kan soal bunga abadi itu? Tuh yang suka muncak ke Ciremai, GedePangrango, atau ke Semeru, inget! Jangan suka petik-petik Edelweis sembarangan ya, nanti kalau punah siapa yang mau tangungjawab :( Oke, di rubrik selanjutnya kita bakal disuguhkan dengan pemandangan Gumuk Pasir (Sand Dune) yang ada di Parangtritis. Indah lho, apalagi dipotret saat sunset, gak akan nyesel kalau kalian dating langsung ke tempatnya. Satu lagi, jangan lupa Ng-Iklan, biar eksis. Akhir kata, selamat membaca. Jangan lupa sebarkan informasi menarik ini ke teman-teman lainnya ya, biar kita sama-sama belajar tentang alam dan dengan bijak bersedia untuk menjaganya. Selamat berpuasa. Satu lagi, alam menitipkan pesan, katanya “Kapan kalian akan berkunjung?’. Bravo!
| 03
Daftar Isi Dapur Redaksi
2
REDAKSI
Daftar Isi
3
Penanggungjawab:
Kabar Lapangan
6
Windya Renata
Sosok: Jantera di Mata Mereka
8
Pemimpin Redaksi:
Catatan Perjalanan:
5
Lutvia Resta Setyawati
Diklanjut IMPK 35
10
Pesona Gunung Koromong (996 mdpl)
14
Menjelajah Ujung Timur Jawa Barat
18
Jantera Nyastra
22
Carita-carita Jan!
26
Kami Memanggilnya Sekre Emak Summit
26
Sejarah Topi Lapangan
28
Engkreg dan Ngalubang
32
Edelwies
34
Teman Perjalanan Tetaplah Teman
36
Staff Redaksi: Haikal M. Ihsan Dwi Indah Permatasari
Reporter: Haikal M. Ihsan Layouter: Lutvia Resta Setyawati Distributor:
Winda Noer Fajarwati Lisna Nurdianti
Popotoan: Gumuk Parangtritis
38
Nissa Adlina Fitria
Ng-Iklan: Jantera Outbond Training
40
Herwan Dery K. Putra
Punya kritik, saran, atau tulisan untuk Buletin Jantera? Silahkan hubungi redaksi kami di alamat berikut ini. Jln. Setiabudi No. 229 Kampus UPI Bandung Gd FPIPS Lt 2
[email protected] atau kunjungi web: jantera.geografi.upi.edu 085974030103/085795790815
06 | Kabar Lapangan - Juni 2016
Ulang Tahun Jantera ke-39 Minggu, 24 April 2016 lalu, Jantera secara resmi telah menyandang kepala 3 yang terakhir. Usia yang cukup mapan jika dibandingkan dengan seorang manusia. Seperti biasa, perayaan ulangtahun Jantera dikelola oleh Anggota Muda, dan tahun ini AM 35 berhasil mengemas perayaan itu dengan meriah
dan dibalut hangatnya suasana keluarga. Mengambil lokasi yang sama dengan sebelumnya, ulang tahun Jantera diadakan di Lobi Timur FPIPS UPI dan dimulai sekitar pukul 18.00 WIB. Acara dimeriahkan dengan penampilan seni yang dimainkan oleh para anggota Jantera lintas angkatan. Selain itu, ada games menarik tentang Jantera, awarding, dan acara seru lainnya.
Sebagai puncak acara, AM 35 kemudian mempersembahkan sebuah video untuk memperkenalkan nama angkatan mereka, yakni Adanu Abimantra Satria (orang-orang yang bersinar dan diberkahi). Sebenarnya bukan tentang perayaannya, melainkan tentang makna di dalamnya. Semoga Jantera selalu bergerak dan tidak pernah berhenti berkarya. Jayalah, bravo! — Lutvia Resta Setyawati
Diklanjut IMPK Jantera 35 Jantera Orienteering Challenge, (JOC) itulah sebutan menarik untuk Pendidikan Latihan Lanjutan Jantera 35. JOC adalah sebuah perlombaan internal Jantera yang dilaksanakan pada tanggal 30 April 2016. Cuaca cerah pada hutan hujan tropis beserta perkebunan teh khas daerah Sukawana
kabupaten Bandung Barat menjadi suasana yang sangat menyenangkan dalam berkegiatan. Perlombaan tersebut adalah salah satu uji kompetensi, ajang silaturahmi dan bermain sambil belajar anggota muda beserta anggota utama jantera. Aturan main ini secara umum, para anggota Jantera
dibagi menjadi beberapa tim, masing-masing tim tersebut harus menemukan beberapa titik kordinat yang ditentukan oleh instruktur. Titik tersebut berawal dari start dan berkahir pada titik finish. Bagi peserta yang berhasil mencapai titik finish terlebih dahulu akan mendapat hadih menarik. Acara terebut
berjalan dengan lancar sesuai dengan harapan para anggota jantera. Tawa canda selalu menghiasi atmosfir kekeluargaan kami dalam kegiatan JOC. Selamat kepada AM Jantera 35 yang telah menyelasaikan Diklanjut IMPK, sampai ketemu lagi di pendidikan latihan lanjutan selanjutnya—Haikal M. Ihsan
Ekspedisi Rinjani Tiga Jantril Pulau lombok selalu menjadi incaran para penikmat/penggiat alam. Ada banyak tempat yg menarik untuk dikunjungi —gunung tertinggi ke-3 di Indonesia, Gunung Rinjani misalnya. Tanggal 19 mei 2016 lalu, tiga orang pendaki wanita Jantera akhirnya memulai pendakian ke Puncak Anjani. Mereka adalah Dwi Endah (J33), Lisna Nurdianti (J33) dan Winda Noer Fajarwati (J33),
berjalan menjajaki Gunung Rinjani selama 5 hari. Perjalanan yang luar biasa, apalagi untuk pendakian yang terdiri dari para w a n it a . R in j an i d en ga n panorama alamnya, yang indah, jalur yang terjal dan panjang, serta membutuhkan persiapan yang matang. Jangan pergi sebelum merasa nyaman, itulah prinsip para anggota Jantera sebelum berangkat. Pendakian Gunung Rinjani merupakan pendakian paket komplit. Dalam perjalanan kita dapat berjumpa dengan padang savana, hutan hujan tropis,
pemandangan pulau dan laut di puncak, negeri di atas awan, danau vulkanik, gunung di dalam gunung (Gunung Barujari, sumber mata air panas, air terjun, dll). “Sumpah Rinjani indah pisan euy! teu bohong si Rizka, si Jubed dll teh beja Rinjani luar biasa! salam puncak rinjani 3726 mdpl!” itulah katakata yang tersirat dari ketiga wanita pendaki tersebut. Ucapan terima kasih pula kepada pecinta alam Universitas Muhammadiyah Mataram yang telah mengantar mereka menuju keindahan Sang Dewi Anjani.
| 07
Ekspedisi Pendaki Senjati (G. Raung) Gunung Raung memiliki ketinggian 3344 mdpl ini, menjadi idaman dikalangan pendaki. Untuk mencapai puncak tertinggi dapat dibilang timudah, diperlukan alat vertikal dalam mencapainya. Ketiga anggota jantera. Muhammad Abia (J34), Windya Renata(J33) dan Reza Santosa (J31) melakukan perjalanan menuju puncak sejati. Perjalanan tersebut bertempatkan pada tanggal 18 mei 2016 dengan durasi waktu empat hari. Rumah bu soeto
menjadi persinggahan mereka, sebelum berjalan menuju puncak sejati. Gunung raung memiliki 4 pos dan 9 camp. Kondisi air bisi dibilang minim sekali karena hanya ada di pos 1. Dalam perjalanan rasanya luar biasa, bayangkan saja ketika berjalan kami membawa air untuk 4 hari perjalanan dan peralatan vertikal. beban berat di pundak bukan menjadi alasan para anggota jantera ini dalam menggapai puncak sejati. Gunung raung memiliki beberapa puncak, puncak
pertama merupakan puncak bendera, dari sana kita dapat melihat gunung argopuro, gunung semeru dan gunung agung. Untuk mencapai puncak sejati perlu melewati beberapa puncak lagi. “Rasanya senang sekali bisa mengibarkan bendera jantera di puncak sejati gunung raung”
itulah ungkapan para tiga pendaki pria ini. Ucapan syukur kepada Sang Maha Kuasa menjadi ungkapan kami, karena pulang dan pergi dengan selamat—Haikal M. Ihsan (J33)
Sidang 6 Orang Anggota Jantera Senin, 13 Juni 2016, merupakan saksi waktu yudisium beberapa anggota Jantera. Mereka adalah Chintia (J31), Ambar (AK), Binta Zidni Ilma (J33), Inarotul Faizah (J33), Andi Wibawa (J33), dan Rodhia Izzati (J33). “Jantera telah masuk dengan riang ke dalam hati banyak orang, terutama para penghuninya. “Jantera adalah sebuah rumah” begitu yang sering mereka katakan. Ya, dan meninggalkan rumah adalah suatu keniscayaan bagi setiap orang, begitupun bagi kita semua selaku
kannya, semoga ilmu yang didapat barokah dan dapat diamalkan seNamun, kepergiaan tidak harus berbagaimana mestinya. laku abadi kan? Suatu saat nanti, ada kalanya kita akan kembali dan Sukses untuk kehidupan setelah menengok rumah yang ternyata lebih mahasiswa. Dimanapun kalian beindah karena masih dijaga oleh ang- rada, dan kemanapun kalian pergi Jantera dengan pintu lebar akan gota keluarga yang lain.” terbuka untuk tempat kalian singgah, —sebuah intermezzo perpisahan, karena kita adalah keluarga, dan selamat jalan kak. Hati-hati di jalan, keluarga tidak akan pernah saling kata orang: hidup adalah pengemmeninggalkan—Haikal M. Ihsan dan baraan sesungguhnya. Tapi Jantera Lutvia Resta Setyawati tidak pernah mengajarkan kita untuk jadi penakut kan? :) anggota Jantera.
Selamat atas gelar sarjana pendidi-
Coming Soon, Bubarkan Jantera! “Bubarkan Jantera!” Bukan sebuah teriakan anarki untuk mendepak Jantera dari kancah perorganisasian UPI.
Bubarkan Jantera adalah sebuah acara Buka Bareng Angota Jantera, ajang silaturahim dan temu sapa Anggota Muda, Anggota Utama, dan Anggota Luar Biasa Jantera. Bubarkan Jantera selalu diadakan
setiap tahunnya, untuk waktu dan lokasi biasanya akan diserahkan kepada kebijakan panitia penyelenggara. Ketua Pelaksana Bubarkan Jantera Tahun 2016 ini adalah Suci Fadhilla (J.334.34.GGS) dan menurut rencana akan diadakan pada Hari Senin (27 Juni 2016) di Sekre Jantera yang baru (Sekre 31 Kang Aas).
Harapan kami, semoga Bubarkan Jantera bisa menjadi event tahunan yang akan terselenggaran hingga berpuluhpuluh tahun ke depan. Aamiin.—Lutvia Resta Setyawati
“Bagiku, Jantera bukan hanya berperan sebagai tempat belajar, tapi memiliki makna yang lebih dalam. Jantera itu rumah, dimana aku bebas pulang dan kembali dalam hangatnya pelukan keluarga” —Chintia
08 | Sosok - Juni 2016
Chintia Khoerunisa (Jantera 31) Menurut wanita yang akrab disapa ‘Uchin’ ini, Jantera bukan hanya sekadar tempat untuk belajar dan mencari pengalaman baru, tapi juga memiliki makna yang lebih dalam, mungkin karena selalu melibatkan ikatan kekeluargaan yang terbilang erat. Intinya, Jantera baginya adalah rumah kedua, saat jauh pasti terindukan dan suatu saat wanita ini bertekad akan pulang. Hal menarik yang tidak bisa dia lupakan adalah ketika Diklatsar XXXI, karena kalau pun diceritakan tidak akan pernah ada habisnya. Amanat buat adik-adiknya, “jaga kekompakan kalian selama menjabat, jangan sampai terjadi miss communication. Nitip Jantera, maaf kalau selama menjabat teteh gak banyak bantu dan gak ngasih apa-apa buat kalian. Sukses! Tetap semangat dan jadikan Jantera sebagai ladang amal”. Untuk Teh Ucin, selamat dan sukses untuk melanjutkan perjalanan di medan yang lebih terjal. Tetap semangat dan ceria teh! Lantas tularkan semua kebahagiaan itu dimanapun berada—LRS
Binta Zidni Ilma (Jantera 33) Menurut wanita mungil asal Bandung ini, Jantera adalah sebuah keluarga yang paling mengerti, karena memiliki tingkat toleransi yang tinggi. Jantera menarik dengan style dan kegiatan menjelajahnya, karena kami menjelajah dengan keilmuwan dan menghasilkan karya. Hal yang tidak pernah terlupakan di Jantera adalah aktivitas yang dilakukan bersama secara outdoor maupun indoor. Wanita ini juga berpesan untuk anggota Jantera: jangan lupa makan, jangan lupa tidur, tetap semangat dan bergerak, dan jangan lupa kalau kita bersama dalam satu keluarga. Akhir kata “nuhun Jantera.” Semangat Binta, semoga dilancarkan segalanya, dan kalo naik gunung ketika malam hari diusahakan jangan pakai kacamata hitam, karena malam itu gelap (apabila memakai kacamata hitam akan semakin gelap). Takutnya nanti salah ambil pijakan, tapi mantaplah untuk Binta yang mendaki Puncak Rinjani dini hari dengan kacamata hitamnya. Diusahakan belilah kacamata bening dan pakailah sebagaimana mestinya—HMI
Andi Wibawa (Jantera33) Selalu spartan ketika mendaki gunung, kecepatan menjadi acuan pria ini ketika mendaki, jarang sekali istirahat. Ketika berdiskusi selalu membawa beberapa teori sehingga kawan diskusi tertarik dengan pembicaraan. Pria yang tinggal di kaki Gunung Tampomas ini adalah Jantera angkatan 33, memiliki rasa penasaran yang tinggi terhadap suatu fenomena. Merasa senang masuk Jantera, karena bisa mengenal orang-orang lintas angkatan (dengan karakter yang berbeda-beda). Menurutnya hal paling penting di Jantera itu kekeluargaannya yang sangat kuat. Bagi Andi, kalan-jalan di Jantera itu menarik, apalagi dengan slogan seperti ini “nu penting mah bisa ulin”. Momen yang tidak pernah dia lupakan adalah peristiwa Diklatsar 33. Andi berpesan kepada Jantera “tetap semangat barudak, kalau punya harapan jangan menunggu untuk nanti, karena nanti itu tidak pasti, tapi bersiaplah untuk nanti. Semoga jantera tetap jaya!!” Selamat atas gelar sarjananya, semoga sukses melanjutkan studinya, pesan dari Jantera jangan lupa jalan-jalan, karena dengan jalan-jalan kita bisa tahu dunia—HMI
| 09
Ambar (Anggota Kehormatan Jantera) Ambarwati lahir di Bandarlampung pada 25 Mei 1993. Wanita yang hobi membaca ini sempat mencoba ikut Diklatsar XXXII sebelum akhirnya harus dipulangkan karena sakit ketika di perjalanan. Menurutnya, Jantera adalah sebuah rumah bagi para anggotanya . Sejauh apapun, atau selama apapun anggotanya pergi, pasti akan kembali lagi. Kekeluargaannya, konfliknya, mimpi-mipi lliarnya, selalu punya cerita untuk para anggotanya. Teh Ambar berpesan, jangan lupa tujuan awal kita kuliah. Menurutnya hal yang tidak pernah terlupakan adalah ketika Pendiidkan dan Latihan Dasar Jantera XXXII, apalagi saat pertama kali diberitahu untuk pulang, “rasanya nyess banget” ujar wanita berusia 23 tahun ini. Jantera secara tidak langsung telah jadi bagian hidup yang menyenangkan untuknya. Ah iya, tekadnya masuk Jantera muncul setiap dia muncak Gede-Pangrango, tepatnya setiap melihat Lembah Mandalawangi. “Gak ada hubungannya sih. Tapi tidap liat Lembah Mandalawangi the pingin masuk Jantera”, alasan yang sederhana. Semoga sukses ya teh, jangan lupa jalan-jalan dan bahagia. Bravo! —LRS
Rhodia Izzati (Jantera33) Uni—panggilan akrab wanita ini, mahir sekali dalam memasak, apalagi masakan yang pedaspedas. Wanita Padang ini memiliki hobi bernyanyi, sampai-sampai ada salah satu yel yel Diklatsar 33 yang sangat disukainya. Uni juga pandai bermain catur. Merantau ke tanah Jawa dari tanah Sumatera untuk belajar. Rantauan tersebut menghasilkan buah yang manis, hasil manis tersebut adalah telah selesainya studi Uni dalam tingkat sarjana. Senang berbungabunga merupakan perasaan dia ketika yudisium. Wanita ini beruntung sekali mengikuti jantera karena bertemu banyak teman, dan mendapatkan ilmu serta pengalaman. Hal yang tidak akan dilupakan Uni di jantera adalah ketika pendidikan latihan dasar. Ada banyak sekali cerita di dalam kegiatan tersebut, dan apabila diceritakan entah kapan habisnya. Uni menitipkan pesa untuk Jantera, “tetap tertawa karena Jantera adalah tempat tertawa, ada banyak sekali hal konyol yang dilakukan anak-anak. Jangan lupa bahagia,dan semangat kepada Jantera, lancar jaya selalu!! Selamat kepada Rodhia Izzati atas gelar sarjananya, semoga menjadi wanita yang sukses dunia akhirat, dimudahkan dalam segalanya dan semoga aturnya semakin hebat—HMI
Inarotul Faizah (Jantera 33) Wanita keturunan Jawa Tengah ini merantau dari Kebumen ke Bandung untuk melanjutkan studi. Sifatnya yang tangguh membuat dia berhasil mencapai klimaksnya di perguruan tinggi. Rasa syukur telah menyelesaikan studi terucap dalam lisannya. Gadis yang biasanya disapa Ais ini merupakan anggota Jantera angkatan 33. Sangat menyukai kegiatan pendakian gunung. Kesan ais di Jantera, katanya rame. Bertemu dengan berbagai macam karakter. Jantera ketika rapat terkadang mengadakan semacam hiburan kuis. Kami dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan angkatan. Kalau mau jawab, masing-masing kelompok harus membunyikan belnya. Ais sangat menyukai sahut-sahutan bel ketika kuis, karena suasananya yang membaur antara sesama. Hal yang tidak akan terlupakan di Jantera adalah ketika diklatsar, karena tidak akan ada habisnya ketika diceritakan. Pesannya untuk Jantera, semoga lebih baik dan semangat. Sukses untuk Ais dalam menggapai karirnya, semoga lancar dalam menempuh setiap perjalanan menuju kesuksesan. Jangan lupa makan karena kasian perut kalo ga dikasih makan, nanti ada bunyi, krubuk, krubuk, krubuk, seperti bel ketika kuis—HMI
Foto bersama pasca Jantera Orienteering Challenge
I DIKLANJUT
IMPK JANTERA 35 Oleh: Ika Kartikasari
lmu Medan Peta Kompas (IMPK) menjadi mata latih kedua yang harus kami laksanakan pada
Diklanjut Jantera 35. Di kalender pendidikan Jantera, mata latih ini dilaksanakan pada bulan ketiga sesudah pelantikan AM. Instruktur atau pemateri yang membimbing kami adalah A Eja, Teh Jubed, Teh Binta dan A Abia. Pada tanggal 12, 13, 14 dan 18 April kami melaksanakan materi kelas yang dilaksanakan di Lab. Fisik, Dibawah Pohon Rindang (DPR), dan sekre Jantera.
| 11
Sebelum ke lapangan dilakukan technical meeting di sekre Jantera pada sore harinya. Ternyata ada 10 tim yang akan bertanding, sudah termasuk kami didalamnya. Dalam technical meeting tersebut dijelaskan hal-hal yang perlu diketahui dalam JOC, kami diberikan lembaran tata cara perlombaan dan contoh kertas
kontrol. Kertas kontrol adalah kertas yang nantinya menjadi lembar jawaban tiap pos yang sudah dipasang semacam cetakan dari mika. Saya berpasangan dengan Hasanudin dan mendeklarasikan nama tim sebagai “Asterix dan Obelix”. Nama itu terispirasi dari film dengan judul sama dan merupakan refleksi dari kami. Kami berangkat sore hari (29 April 2016) dari sekre Jantera, menggunakan angkot Lembang. Raka, Fauzia dan Hasanudin tidak ikut nge-camp di Sukawana. Mereka baru datang esok harinya. Ternyata base camp kami adalah tempat diklat dulu, dan sepanjang jalan menuju lokasi ajaibnya kami Foto: dok. Jantera
Ternyata ada perbedaan sistem dari Diklanjut sebelumnya, kali ini Diklanjut dikemas menjadi sebuah game yang akan mengingatkan kembali anggota Jantera yang sudah senior mengenai IMPK. Instruktur Eja sampai membuat pamflet yang isinya ajakan agar anggota lama mengikuti game ini. Namanya Jantera Orienteering Challenge (JOC). “Hayu miluan!! Iraha deui kikieuan!!” dan “bisi poho IMPK sabari kemcer”, ajak A Eja. Tanpa ajakanpun kami memang harus melaksanakan kewajiban kami.
selalu berpapasan dengan cacing sondari yang mungkin lezat sekali jika digoreng, mirip-mirip kulit ayam. Besoknya kami melakukan Diklanjut. Tapi diawali dengan memasak dan sarapan dulu, biar kuat! Sebelum dimulai, Teh Jubed dan A Eja menyimpan mika di tempat yang sudah mereka survey sebelumnya. Kami sampai di tempat start. Setiap pasangan diberi jeda pemberangkatan 10 menit. Strategi kami sama sepertinya, yakni nge-plot terlebih dahulu semua titik di peta baru mencarinya di lapangan.
12 | Catatan Perjalanan - Juni 2016
Setelah mendapatkan titik di peta kami saling membidik dan melakukan jalan kompas. Sampai akhirnya merasa senang karena menemukan titik pertama. Untuk AM, kami diharuskan menemukan minimal 4 titik untuk syarat kelulusan Diklanjut ini. Saya dan Hasanudin sampai naik turun bukit beberapa
kali dan nihil tidak ada mika yang kami cari. Sampai pada akhirnya kami melihat saudara kami yang lain sedang istirahat dibawah kebun teh. Hasanudin dan saya berlari menghampiri mereka. Kami berbincang dan tertawa bersama. Ternyata ada titik yang terlewat, titik di dekat menara. Saya dan
Anggota Muda Jantera sedang menginterpretasi peta
Hasanudin kembali lagi ke atas dan mencari mika
yang terlewat sementara saudara yang lainnya kembali ke titik pertama. Tim saya menyusul ke titik pertama, dan hari semakin siang. Setelah menjernihkan pikiran beberapa saat, kami melanjutkan pencarian titik-titik yang masih bersembunyi. Lagi, Tim saya berpisah dengan yang lainnya. Di peta ada gambar titik hitam yang menandakan objek buatan manusia, kami menemukan saung dan yakin ada mika disekamir saung tersebut. Mondar-mandir di sekamir saung dan tahu nggak? Saungnya dipake pacaran euy! Ada sepasang manusia yang sepertinya lagi ngirit biaya pacaran dan berbelok ke kebun teh. Kami mondar-mandir emang sekalian bikin mereka risih dan segera tobat pulang ke rumah hehe.
setiap pohon yang tertiup semilir angin, melambailambai. Kami pergi ke lembahan mencari titik yang masih bersembunyi, terlalu penasaran dan masuk ke lembahan tidak baik juga karena bisa tersesat dan ngariwehkeun batur. Hal itu mungkin yang sempat akan
terjadi pada Tim kami karena penasaran Hasanudin terus berjalan ke depan meninggalkan saya yang sebelumnya dijanjikan “Ika, tunggu ya! Kalo ada saya kabari, kalo nggak saya balik lagi.” Diam di lembahan yang lembab malah bikin mikir yang aneh-aneh, karena sieun Hasanudin nyasar, saya maju juga sambil teriak-teriak manggil “Kang Udiiiin!!!” Beberapa kali tapi tidak ada sautan, sontak bikin degdegan dan membuat saya teriak lebih brutal. Akhirnya si penasaran muncul kembali dari
Akhirnya ketemu lagi! Ya, kami lantas belajar dari
balik rumput sambil bilang, “Ayok balik lagi, gak
kesalahan, memusatkan perhatian penuh kepada
ada jalan.”
| 13
menemukan semua titik rasanya plong sekali, tapi sayang sepertinya titiknya masih tertukar karena pasangan Ai dan Raka yang menjadi pemenangnya. Ada insiden memalukan saat menuju garis finish. Saking semangatnya saya dan Hasanudin berlari ke titik awal yang menjadi start dan finish-nya. Ternyata tim lain juga baru sampai dan mereka juga
berlari. A Eja dengan entengnya bilang, “Lain didieu da finish nage, tuh diditu!” Kata beliau sambil menunjuk tempat di depan saya. Tanpa pikir panjang karena yang ada di kepala hanya garis finish, langsung saya sibak semak depan saya dan duaar! Foto: dok. Jantera
Ternyata titik kedua yang dicari terletak sebelum titik yang pertama kami temukan di lembahan, kalau saja mata kami lebih jeli mungkin nggak perlu
Saya dan Hasan tabrakan, bibir atas saya terasa nyut-nyutan dan Hasan memegang tulang pipinya.
Di sebelah kiri saya ada si Raka yang ngetawain sambil megang perut dan di depan sana ada segerombolan instruktur yang menertawakan.
masuk terlalu dalam. Setelah kami menemukan
Kami pulang kembali ke UPI menggunakan angkot
titiknya dan berbalik arah, saudara kami yang lain
Lembang, kembali ke sekre menyimpan barang
malah berlawanan arah dan sepertinya akan men-
dan pulang ke kosan bersiap untuk pergi KKL
cari titik yang ada di lembahan. Kami saling bertu-
besoknya. Terimakasih IMPK, terimakasih in-
kar informasi. “Kami yang jauh dulu, baru habis itu
struktur, terimakasih mang angkot, terimakasih
tinggal yang dekat! Pintar kan! HAHAHA” Ha-
Sukawana yang selalu punya cerita. ***
sanudin
berujar
sambil
mengeluarkan
tawa
khasnya. Kami kembali lewat saung dan sepasang manusia itu belum tobat juga ternyata. Tim kami sempat dibuat pusing juga mencari titik
terakhir, udah bidik sana-sini nihil semua. Clue dari saudara kami tadi titiknya dekat dengan tempat dulu kami evaluasi DIKSAR IMPK. Akhirnya kami menemukan titik terakhir itu dan take a selfie with mika hejo nu ngagantung dina tangkal. Setelah
Penulis adalah Mahasiswa Pendidikan Geografi Angkatan 2015, dan Anggota Muda Jantera 35 (Abimantra Adanu Satria).
Pesona Gunung Koromong (996 mdpl) Oleh: Habib A. Izzudin
16 | Catatan Perjalanan - Juni 2016
Gunung Malabar terlihat megah dari arah puncak koromong Foto: Haikal M. Ihsan
D
iantara banyaknya gunung di Bandung, ada satu gunung yang cukup menarik dan
sangat sayang untuk dilewatkan, namanya Gunung Koromong. Gunung yang hanya
memiliki ketinggian 996 mdpl ini memang tak kalah elok dengan gunung-gunung lain di Tanah Priangan.
Wargaluyu Kecamatan Arjasari Kab. Bandung. Adapun akses kendaraan menuju lokasi terbilang sangat mudah. Dari Bandung (tegallega) cukup naik angkot Banjaran-Tegallega sampai ke Patal Banjaran dengan tarif 7000 rupiah. Kemudian dari Patal Banjaran bisa naik ojek sampai Kampung Ciruum, tepatnya di kantor
Gunung Koromong atau penduduk sekitar
Desa Wargaluyu. Dengan tarif 7000 rupiah dari
menyebut
kantor Kepala Desa.
terletak
di
dengan
sebutan
Bandung
ini
Korombong
Selatan
tepatnya
di
perbatasan antara desa Wargaluyu dengan kelurahan Baleendah - Kabupaten Bandung.
Untuk memulai pendakian jalan yang dilalui
cukup mengikuti jalan penduduk sampai batas akhir jalan. Kemudian kita akan menemukan
Untuk jalur pendakian sendiri, kita bisa
jalan setapak yang mulai menanjak. Jalur masih
melewati
asri, hijau dan rimbun masih terlihat jelas.
jalur
kampung
Ciruum,
Desa
| 17
Habib, salah satu teman sahabat Jantera di Puncak Koromong
Foto: Haikal M. Ihsan
Untuk mencapai puncak Koromong, terlebih
Namun jika kondisi cuaca hujan, jarak tempuh
dahulu kita akan melewati Puncak Wangun. Ciri
bisa mencapai 1 1/2 sampai 2 jam perjalanan.
khas dari puncak ini adalah terdapatnya pohon
Setelah sampai di Puncak Koromong, kita akan
bambu dan 2 (dua) makam. Yang menurut
bisa melihat pemandangan yang tidak kalah
penduduk sekitar merupakan makam dari Mbah
indahnya dengan Gunung yang lain. Ketika
Wangun.
melihat ke Utara kita akan disuguhkan dengan
Waktu tempuh dari desa sampai ke Puncak
gagahnya Gunung Tangkuban Parahu, se-
Wangun kurang lebih sekira 40 menit. Jarak
dangkan ketika menengok ke arah selatan kita
tempuh untuk mencapai puncak Koromong dari
akan
puncak Wangun sekira 30 menit.
Malabar. ***
Jalur menuju puncak Koromong relatif mudah. Ciri khas dari gunung hutan yang masih rimbun dengan tumbuhan dan semak belukar akan menemani kita selama perjalanan.
takjub
dengan
kegagahan
Penulis adalah kerabat Jantera
Gunung
18 | Catatan Perjalanan - Juni 2016
Keindahan sore hari di sekitaran pantai barat Ujung Kulon Foto: dok. Geografi UPI 2012
P PENJELAJAHAN UJUNG BARAT PULAU JAWA Oleh: Vicky Taniadi
ertama kalinya, kuinjakan kaki di salah satu wilayah paling barat Pulau Jawa. Sebuah desa
yang masih termasuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Banten ini memang merupakan desa paling pojok setelah Desa Ujung Jaya. Jalur darat menjadi akses yang kami pilih untuk dapat menjangkau desa ini ternyata tidak bersahabat. Jalanan penuh lubang dan disertai kubangan lumpur sesekali menjadi satu-
| 19
hanya beberapa meter dari bibir pantai. Selama 4 hari 4 malam kami menghabiskan waktu di wilayah dengan penduduk lebih dari 4000 orang ini. Desa Taman Jaya ini merupakan model desa konservasi yang “katanya” sedang dan hendak dikembangkan oleh pemerintah. Akan tetapi, melihat kenyataan dan pernyataan
dari Kepala Desa pun tampaknya tergambar ketidakseriusan
pemerintah
pusat
untuk
dapat
mengembangkan daerah ini, bahkan untuk dapat menilik parahnya kerusakan jalan pun tidak. Desa ini memang dikaruniai kekayaan alam yang berlimpah, mulai dari kekayaan bahari hingga rimbunnya vegetasi dari dataran sekitar pantai hingga pegunungan yang ada, salah satunya Gunung Honje. Curah hujan yang turun khususnya pada bulan Oktober hingga Maret tampaknya cukup untuk memenuhi kebutuhan irigasi areal sawah yang beberapa diantaranya adalah sawah tadah hujan. Bahkan desa ini juga dapat panen hingga 3 kali dalam setahun, kata seorang warga saat kami mencoba berdialog. Besar potensi, besar juga risikonya, begitulah slosatunya jalan darat yang harus ditempuh. Akan
gan yang cocok untuk menggambarkan kondisi
tetapi, hijaunya hamparan sawah dan kebun milik
sumber daya di Desa Taman Jaya ini. Karena seba-
masyarakat di sepanjang jalan menjadi obat
gian besar mata pencaharian di wilayah ini merupa-
tersendiri untuk mengobati badan yang pegal kare-
kan petani dan nelayan yang sangat bergantung pa-
na mobil yang kami tumpangi terbanting kesana
da kondisi alam. Aku jadi teringat akan konsep de-
kemari akibat jalanan yang penuh lubang.
terminis fisis yang mengatakan bahwa kehidupan
Setelah menempuh dua belas jam lebih akhirnya sampailah kami di sebuah penginapan yang jaraknya
manusia sangat bergantung pada alam dan alam seakan memiliki kekuasaan untuk mengendalikannya. Memang, alam di Taman Jaya ini sangat mem-
20 | Catatan Perjalanan - Juni 2016
Vicky Taniadi, Mahasiswa Pend. Geografi 2012 Foto: Deni Mahmudin
berikan banyak kontribusi bagi kehidupan petani
Berbagai upaya dilakukan masyarakat untuk mem-
misalnya, tetapi saat alam tidak bersahabat, disitu-
buat alam mau bersahabat lagi dengan Desa Taman
lah petani akan kocar-kacir.
Jaya.
Carik (sebutan bagi sekretaris desa) mengatakan
Mulai dari hal-hal yang berbau adat dan cenderung
bahwa di tahun 2014 ini, pendapatan atau kondisi
mitos hingga propaganda yang memang bisa
ekonomi masyarakat Desa Taman Jaya merosot
diterima oleh akal pikiran manusia. Seperti upacara
hingga 70-80 persen. Hal tersebut dikarenakan
Saban Taun, Ngaruat, dan Sidekah Bumi yang meru-
kondisi alam yang memang sedang tidak kooperat-
pakan adat masyarakat setempat untuk mensyuku-
if, terlebih posisi desa ini yang agak terisolasi
ri sekaligus meminta keberhasilan hasil tani di
dengan jalan yang cacat. Hal itu tampaknya cukup
kemudian hari. Akan tetapi, ada juga propaganda
mempersulit masyarakat untuk dapat mencari
yang ditunjukan melalui slogan tertentu guna
penghasilan di sektor lain di wilayah sekitarnya.
menyadarkan masyarakat akan pentingnya menjaga
Hujan yang tidak menentu dan kemarau yag men-
lingkungan sekitarnya.
dominasi musim di tahun ini menyebabkan gagal panen terpaksa harus menjadi risiko tersediri yang harus ditanggung petani.
“Lembur hejo, masyarakat ngejo”, begitulah slogan yang saat ini masih dipegang oleh masyarakat. En-
| 21
tah kebetulan atau tidak yang jelas ini telah
menjadi
sebuah
kearifan
lokal
tersendiri dari bagi wilayah yang masih termasuk dalam kawasan Taman Nasional Ujung Kulon ini. Daerah ini memang menjadi daerah penyangga bagi wilayah konservasi setelahnya
sehingga
menjadi
suatu
kewajiban
tersendiri untuk masyarakatnya dapat menjaga keberlangsungan lingkungan ter-
Keindahan hamparan sawah dan pegunungan daerah Ujung Kulon
sebut. Walaupun belum diketahui jelas
Foto: Rizka Bahari
dari mana asal usul slogan tersebut yang jelas slogan tersebut sedikit banyak telah mengarahkan sikap masyarakat untuk lebih dapat hidup beriringan dengan alam. Makna dari slogan “Lembur Hejo, Masyarakat Ngejo” ini sendiri merujuk pada suatu pilihan yang berkonsekuensi, dimana jika kampung mereka asri, subur, dan senantiasa hijau maka masyarakat dapat makan atau memenuhi kebutuhan pangannya yang dalam bahasa setempat disebut ngejo (diambil dari kata kejo yang berarti nasi). Dalam cakupan yang lebih luas, pernyataan ini juga dapat dipakai oleh masyarakat untuk dapat menjaga TNUK (Taman Nasional Ujung Kulon) sebagai salah satu tempat yang juga memberikan penghidupan bagi
mereka. Contoh kecilnya, masyarakat yang sebagian besar menggunakan suluh untuk memasak dapat mencari ranting-ranting yang ada di sekitar TNUK. Dapat dibayangkan jika TNUK tidak ada, kemana mereka akan mencari suluh? Banyak mitos yang juga mendukung slogan “Lembur Hejo, Masyarakat Ngejo” ini seperti adanya hutan larangan atau wilayah yang tidak boleh dirambah oleh masyarakat. Karena konon, saat kita tidak menjaganya bahkan ketika kita mematahkan dahan ataupun ranting disana, kita dapat melihat dan diteror oleh seekor macan jadi-jadian. Entah benar atau tidak, yang jelas mitos ini juga telah mengikat masyarakat untuk dapat menjaga lingkungannya. Hal ini menjadi sangat penting karena selain untuk memenuhi kebutuhannya, masyarakat juga harus menjaga TNUK sebagai wilayah konservasi—Vicky Taniadi Penulis adalah Mahasiswa Pendidikan Geografi 2012.
SUARA RAKYAT
Dan mereka terus mencari
Oleh: Rahayuni Tyas Pratiwi
Sekomplotan penguasa yang tak peduli
Di Banten Selatan... Ada sebuah desa nan jauh dan kumuh
Hey! Para pemimpin janganlah kau bertapa
Berpuluh kilometer jarak di tempuh
Tengoklah kami rakyat jelata
Kaki berpijak kulit berlumpur
Yang butuh dan haus akan kenikmatan dunia
Bak prajurit yang bertempur Tambang membentang pada bambu dan tiang
Keserakahan para Tuan Mari bangun jangan tidur Genggamlah erat tangan dan langkah kaki Rangkulah kami tiada henti Menuju masyarakat yang hakiki
(Mahasiswi P. Geografi 2014) Dimana janjimu Ketika kau membutuhkan kami
MANUSIA
Penghubung desa dengan tanah sebrang
Mengejar kesana kemari
Oleh: Lutvia Resta Setyawati
Ada seorang bocah mencari impian
Tapi kini tiadapun satu bukti
Menggenggam penuh sebuah harapan
Bila korupsi menjadi panglima
Tatkala bentangan tambang lepas Tak ada pemerintah yang bergegas
Berucap kata yang tak pasti
Kemana rakyat harus bersandar Kami rakyat menjadi korban
Manusia, hanya semesta yang terpecah kecil yang berjalan dengan angkuh lantas merasa hebat dengan
segala kerusakan Manusia, hanya pecahan kecil yang beruntung yang terencana tidak tertindas lantas kemudian bersengaja saling menindas
yang berusaha buta, tuli, dan bisu atas butala
yang merasa aman di bumi lantas menyepelekan setiap elegi dari galaksi
dan tertawa dengan gagahnya di atas peluh keringat budak itu
—dalam dekapan Bandung yang dingin S kecil, 18 Juni 2016 (Mahasiswi P. Geografi 2014)
Manusia, hanya keberuntungan yang fana
Hanya bergelut denga asap rokok
TERJAJAH Oleh: Vicky Taniadi Di pangkuan raga rapuh itu
Manusia,
Terkapar lemah tubuh mungil
pecahan kecil yang beruntung dan fana
Yang terkucilkan hirup pikuk kota gemerlap lampu peradaban dan gelinding roda-roda mesin Tapi lihat ! Otot-otot pria metropolitan itu hanya bisa terdiam tanpa bahasa
AH ! Nampaknya kau tak mengerti Sudah lama mereka terjajah Tak sempat ia kecap kemerdekaan Tak sempat ia berdiri tegap Keping-keping koinmu itu Debu-debu kendaraanmu itu Butir-butir sisa makanmu itu Menjadi teman sejatinya untuk tegar dan bertahan
di tengah gilanya peradaban ini. Kini, sudahkah kau rasakan itu? (Mahasiswa P. Geografi 2012)
24 | Jantera Nyastra - Juni 2016
MATA AIR
Menangkap ramainya gemericik air
Oleh: Ravica Sagita Puterie
Telah ramai-ramai
Tanah asriku
Menggoda hati untuk
Menjadi potret masa depan
Untuk mencari tau
Menggenggam damai dalam diam
Nada air mulai bersuara ramai
Tumbuhan hijau bak menjadi bingkai alami Sentuhan bayu yang sejuk menggores setiap kulit Gelisah hati seakan menghilang
Seakan mengajakku untuk bermain
Bersemayam kesejukan di balik kedamaian
Itulah penasaran peti hati
Tertarik hati untuk menoleh
Menafsirkan estetika keasrian mata air
Menyelimuti setiap langkah
Nada air itu…
Telusur tanaman hijau
Menuntunku untuk lebih dekat
(Mahasiswa SPIG 2014)
Gelap bukan berarti mati
Terkejut hati…
Sepi bukan berarti diam
Tersaji indahnya mata air
SAJAK MATAHARI
Buruk bukan berarti taka da keindahan
Yang memanjakan mata…
Oleh: Rahayuni Tyas Pratiwi
Rasa ingin menari
Aku mencintai bumi
Di tempat kediamannya
Tapi aku tidak berani mendekat padanya
Indra pendengaran
| 25
Mendekat padanya sama aja membinasakan orang yang aku cinta Aku mencintai bumi Walau aku jauh aku tetap selalu ada untuk bumi, tanpa bumi sadari atau tidak Aku mencintai bumi Perhatianku sebatas memberi cahaya di setiap harinya
Aku mencintai bumi
Mematai sembilu insan,
Menjaga nya dari kejauhan
dalam setiap detik yang tercipta
Aku mencintai bumi, dengan segala keterbatasanku.
Terkadang berdecak, kagum
Tertanda, matahari.
Atau menggerutu, kesal
(Mahasiswa P. Geografi 2014)
(Siswi MAN 1 Kab.Sukabumi)
MATA SEMESTA Oleh: Ariska Dian Novari
jika malam aku pergi, bukan berarti aku menghilang
Mereka tercerai,
Aku tetap ada untuknya, cahayaku tetap sampai untuk bumi
Berkilau bak permata,
Tanpa bumi sadari atau tidak
dalam porosnya
dalam peti harta karun semesta
26 | Carita-carita Jan! - Juni 2016
Carita-carita Jan! “Kami Memanggilnya Sekre Emak Summit”
S
emenjak Gedung Teropong diratakan dengan
Tak banyak yang aku tahu tentang tempat ini, hanya
tanah dan berganti menjadi taman, keberadaan
beberapa cerita dari seniorlah yang membuatku bisa
Sekretariat Jantera di pindahkan ke ruangan yang berada di lantai 2 FPIPS UPI, tepat di samping Kantor De-
partemen Pendidikan Geografi.
mereka-reka keadaan disana. Konon, tempatnya sempit, di dindingnya terpampang foto-foto kadat terakhir, dan naasnya ketika pindah ke
Kondisi ruangan yang tak bisa menampung banyaknya
tempat ini banyak barang yang hilang, penyebabnya
barang operasional dan arsip data Jantera yang sudah
bukan tak lain karena belum terbiasanya kami untuk
berumur puluhan tahun, memaksa nyekre di luar kampus
berpindah tempat sekedar untuk nyekre di luar kampus.
sebagai opsinya. Beberapa anggota harus rela koskosan nya di jadikan sebagai sekretariat. Seingatku, ketika pertama kali nyekre di kos-kosan adalah di daerah geger arum. Saya tak pernah di ijinkan untuk bersua dengan tempat ini, ketika itu saya masih anak SMA yang belum terpikirkan untuk masuk Geografi UPI, bahkan masuk jantera.
Beberapa tahun berselang, saya pun masuk Geografi UPI dan mengikuti rangkaian Diklatsar XXXI Jantera.
Perkenalanku dengan sekre Jantera di mulai disini. Sehabis kuliah, sering kusempatkan mengunjungi sekre yang terletak di geger arum, sebagai informasi tempat ini berbeda lokasi dengan sekre awal ketika terusir dari kampus di tahun 2009 akan tetapi masih di daerah geger arum. Di tempat ini, hal yang sering aku lakukan adalah
beristirahat dan merebahkan badan dikala suntuk datang. Tak disangka, kunjungan yang berkelanjutan telah menumbuhkan rasa penasaran untuk mengetahui arti sekre untuk anggota Jantera. Tak jarang menginap di sekre menjadi keinginan yang tak bisa ditolak olehku. Dari sanalah aku mengenal beberapa orang penghuni sekre, Ferry Khairul, Ardi, dan Angga Resgiana. Jika
rapat pengurus tiba, Kadat Firman dan beberapa pengurus yang lain menyesakki ruangan sempit di lantai 2 tersebut, bahkan tak jarang beberapa orang mengikuti rapat di luar ruangan, di teras tempat menyimpan sepatu -sepatu tepatnya.
| 27
Asap mengepul membuat pengap seisi ruangan, rokok
Ferry selain bertugas menemui sang empu kos-kosan ini
dan kopi menjadi konsumsi wajib para pengurus waktu
juga bertugas mengurusi logistik Jantera waktu itu
itu. Jika tak salah kos-kosan yang di jadikan sekre ini
sehingga ruangan terakhir akrab dengan dirinya,
adalah kos-kosan Ardi. Letakya di lantai 2 di daerah
Ruangan terakhir adalah ruangan logistik. Disini pun
Geger Arum dekat kuburan.
pengap dan gelap. Pintunya selalu terkunci dari luar.
Jika dari Daarut Tauhid, jalanlan terus ke arah barat
Ruangan ini adalah ruangan paling luar dari sekre waktu
hingga sampai di pertigaan SMP 29, belok kananlah di
itu, berada di depan tangga di samping ruangan tengah.
pertigaan itu, dari sana teruslah berjalan ke utara hingga
Sekilas tentang emak summit, nama aslinya entah siapa,
berada di depan SMP 29, setelah itu belok kanan di
akan tetapi anak-anak selalu memanggil beliau dengan
pertigaan yang tak jauh dari SMP 29, 150 meter dari
nama itu, karena jika ada keperluan apapun, entah
sana kan kamu temui jalan gang di sebelah toko laundry,
menagih uang listrik atau mengambil sampah, si emak
masuk lah ke gang tersebut sampai menemui beberapa
selalu naik ke lantai 2 dengan langkah yang gontai
kuburan, dari kuburan tersebut belok kiri, disanalah
seperti seseorang jika berada pada kondisi summit
sekre Jantera waktu itu berada, lantai 2 tepatnya.
attack, pemuncakan sebuah gunung. Maka anak-anak
Ruangannya ada 4, ruangan yang paling luas adalah
memanggil beliau emak summit. Panggilan tersebut, di
ruang tengah dengan luas tak lebih dari 10 meter
kemudian hari berimbas pada nama kos-kosan ini
persegi dengan TV milik Prawida Nico di salah satu
menjadi sekre emak summit. Sederhana dan bebas
sudut ruangannya bersanding dengan lemari besi tempat
adalah gambaran singkat tentang tampat ini.
menyimpan data dan arsip Jantera. Selain ruang tengah,
Tak nyaman untuk didiami akan tetapi indah dan
di sisi timurnya terdapat ruang untuk tidur, di ruangan ini
menimbulkan banyak kenangan bagi para penghuninya,
tersimpan komputer Ardi dan beberapa kasur di sudut
Ahmad Wiliana yang tergeletak tak sadarkan diri di
lainnya.
depan WC setelah semalaman rela begadang hanya
Ruangannya pengap karena tak ada jendela untuk
untuk menemani anak-anak indramayu hingga tidur
menyambut sinar matahari. Ruangan selanjutnya yaitu
pindang tersaji di tempat ini. Hingga kebutuhan akan
kamar mandi, di ruangan ini pun sangat gelap, lampu
ruangan yang lebih luas untuk menampung anggota
yang menggantung dibiarkan mati oleh penghuninya,
yang semakin banyak memaksa mereka meninggalkan
seingatku hingga waktu kontrakan habis tak ada yang
tempat itu, tempat dimana aku menjadi sangat
berinisiatif untuk mengganti bola lampu di ruangan ini.
penasaran terhadap jantera waktu itu. Mereka berpindah
Jika air mati, maka harus ada orang yang rela turun
ke tempat yang lebih luas dan pilihannya yaitu, kos-
menemui ibu kos di lantai 1, emak summit namanya.
kosan 5C! (Rizqi Fadlillah—J.229.31.SN)
Biasanya orang yang bertugas akan hal-hal seperti ini adalah Ferry Khairul.
28 | Carita-carita Jan! - Juni 2016
Carita-carita Jan! “Sejarah Topi Lapangan”
I
stilah topi dalam bahasa Indonesia berakar dari bahasa Urdu atau bahasa Hindi. Dua istilah bahasa yang sebenarnya merujuk pada satu bahasa yang sama yang terpisahkan identitas modern Pakistan dan India. Awalnya, kedua bahasa itu hanya disebut dengan satu istilah saja, yakni bahasa Urdu. Yakni suatu cabang termuda dari rumpun bahasa Indo-Aria (Hindustan). Sementara rumpun bahasa Indo-Aria sendiri adalah rumpun bahasa yang biasa diidentikkan dengan bahasa Sangsekerta, yang menjadi cabang tertuanya dan dikenal melalui bahasa tertulisnya dalam kitab Weda. Sebagaimana umumnya pada semua cabang bahasa IndoAria, maka bahasa Urdu juga sangat dipengaruhi oleh bahasa Sangsekerta sebagai lapisan dasar kebahasaannya. Namun demikian, pada tahap selanjutnya bahasa
Urdu mengalami pembauran dengan berbagai bahasa lainnya di luar rumpun bahasa Indo-Aria. Misalnya dengan bahasa Parsi dari rumpun bahasa IndoIran yang masih berkerabat dekat dengan rumpun bahasa Indo-Aria; bahasa Turki dari rumpun bahasa Turkis yang identik dengan bahasa dari suku-suku Iranian-Saka (Scytia); dan bahasa Arab dari rumpun bahasa Semit, yang secara kekerabatan dianggap terpisahkan jauh dari keluarga besar rumpun bahasa Indo-Eropa. Sehingga ada kemungkinan jika istilah topi yang terdapat dalam bahasa Urdu, sebenarnya berakar dari bahasa Arab, thaqiyah.
Apa yang dimaksud dengan topi dalam bahasa Urdu dan thaqiyah dalam bahasa Arab tersebut, tidak sama dengan pengertian topi dalam tahap perkembangan bahasa Indonesia pada waktu sekarang. Topi dalam bahasa Urdu dan thaqiyah dalam bahasa Arab, sebenarnya merujuk pada apa yang dalam bahasa Indonesia sebut dengan kata peci. Lebih tepatnya ‘peci haji,’ yakni topi dengan bentuknya yang bulat seperti kubah dan warnanya yang cenderung putih. Sementara peci dengan bentuknya yang seperti perahu dan warnanya yang cenderung hitam, biasa disebut dengan kata khusus kupiah atau songkok. Istilah peci yang terdapat dalam bahasa Indonesia sendiri, sebenarnya berakar dari bahasa Turki, yakni pezzi atau pez. Sementara Turki sendiri memperolehnya dari kebudayaan Yunani, yakni sejak Sultan Mahmud II (1784-1839 M) melakukan pembaharuan pada dinas ketentaraannya. Sehingga surban Arab ((imamah) pada akhirnya digantikan oleh pezzi atau pez yang
| 29
secara teknis diambilnya melalui rantai pewaris kebudayaan Yunani (Helenis) itu sendiri, yakni Romawi. Sementara istilah kupiah dalam bahasa Indonesia, juga berakar dari bahasa Arab; kufiyah. Yakni selembar kain persegi yang bisa dilipat menjadi persegi tiga dan kemudian digunakan sebagai penutup kepala dengan cara ditudungkan, dibelitkan, atau untuk sekedar dikalungkan di leher saja.
Hebatnya, dalam bahasa Indonesia; pengertian kufiyah sebagai kain yang dililitkan pada masyarakat Arab tersebut, dalam bahasa Indonesia disebutnya dengan nama surban. Suatu istilah yang berakar dari bahasa Persia, dulband atau turban. Semenatara songkok, ada yang menduganya berasal dari bahasa Inggris skull cap yang kemudian mengalami metamorfosa menjadi songkok. Sementara bahasa Belanda, juga sempat menjadi tempat bagi transisinya istilah Turki; pezzi atau pez menjadi petje. Yakni kata dasar pet (dari bahasa Turki, pezzi atau pez) dengan kebiasaan memberikan imbuhan akhir –je dalam tradisi bahasa Belanda. Maka jadilah pezzi atau pez (Turki) tersebut sebagai kata petje (Belanda) dan kemudian peci dalam bahasa Indonesianya. Namun demikian, apa yang dimaksud dengan topi dalam pengertian bahasa Indonesia modern; selain merujuk pada maknanya yang umum sebagai berbagai jenis topi; maka secara khusus bermakna suatu jenis topi yang secara khusus dirujuk sebagai baseball cap dalam tradisi berbahasa Inggris. Dalam bahasa Inggris sendiri sebenarnya terdapat dua istilah untuk merujuk pada apa yang dimaksud dengan pelindung kepala (topi). Yakni hat dan cap, entah apa yang menjadi perbedaan utamanya. Hanya citarasa hat cenderung bermakna menutupi lebih banyak bagian kepala. Sementara cap cenderung menutupi sebagian kecil bagian kepala.
Namun demikian, terlepas dari adanya perbedaan istilah tersebut; baik istilah hat maupun cap, pada dasarnya sama-sama menjalankan fungsinya sebagai pelindung kepala. Atau dengan kata lain merujuk pada apa yang dimaksud dengan konsep modern, perlengkapan kepala (headgear) atau ‘yang dikenakan oleh kepala’ (headwear). Kabarnya, kosakata hat sendiri berakar dari bahasa Sakson (induk bahasanya disebut Gothic), suatu bahasa yang tiba ke wilayah kepulauan Inggris Kuno pada abad ke5/6 M; yakni Haet. Sementara cap, bisa jadi berakar dari bahasa Arab kufiyah atau bahasa Ibrani kipah. Meski dalam kedudukan yang sama-sama sebagai rumpun bahasa Semit, apa yang dimaksud dengan kata Arab kufiyah dan kata Ibrani kipah tampaknya ada sedikit perbedaan mendasar. Apabila kufiyah merujuk pada sehelai kain (square scarf), yang terkadang disebut juga dengan kata: ghutrah,syimargh, hathah, masyadah, atau imamah. Yakni suatu kemajemukkan istilah kufiyah berdasarkan situasi khususnya berkaitan dengan warna, pola, dan cara mengenakannya. Bila dibelitkan di kepala sebagaimana dalam tradisi Parsi dulband atau turband misalnya, maka jadilah kufiyah ini sebagai imamah. Meski biasanya, kain yang digunakan untuk imamah menggunakan ukurannya yang lebih panjang agar tampak sempurna dalam tahap pembelitannya. Sementara istilah kipah dalam bahasa Ibrani, merujuk pada apa yang dalam bahasa Arab sebut dengan kata thaqiyah dan bahasa Urdu topi.
Namun demikian, keterhubungan gagasan antara kufiyah dan thaqiyah sebenarnya dekat. Karena ketika menggunakan kufiyah, maka masyarakat Arab akan menggunakan thaqiyah pada lapisan dalamnya. Dengan kata lain, antara kufi-
30 | Carita-carita Jan! - Juni 2016
yah dan thaqiyah adalah sesuatu yang identik. Sehingga cukup wajar dan alogis, apabila kosa-kata Arab kufiyah (baca: kufi-yah) dan juga kosa-kata Ibrani kipah (baca: kipa-(a)h), dianggap memberikan inspirasi bagi lagirnya kosa-kata dalam bahasa Inggris cap. Sementara apa yang dimaksud dengan kata Urdu topi dan Arab thaqiyah, dalam bahasa Inggris sebut dengan kata skull cap. Dimana skull merujuk pada tulang keras pelindung otak (tempurung kepada), dan cap bermakna secara umum sebagai topi. Sementara apa yang dirujuk dengan kata baseball cap, dapat diketahui dengan mempelajari ciri-cirinya sebagai berikut: yakni bentuknya seperti kubah, dimana masih terlihat asosiasinya dengan bentuk dasar topi (Urdu) dan taqiyah (Arab), sementara pada bagian dasar di depan topinya terdapat unsur tambahan berupa bidang datar yang membujur ke arah depan. Bidang datar tersebut bentuknya mengesankan sebagai tudung (‘canopy’) yang dapat dilengkungkan agar terlihat lebih stylis, atau sebenarnya dapat berfungsi untuk memberikan daya visual yang lebih fokus pada waktu seseorang berjalan atau berlari pada waktu menggunakannya.
Sementara bagian mata sendiri, menjadikannya terlindung dari silaunya pancaran sinar matahari dan juga tetesan air pada waktu turunnya hujan. Namun demikian, meskipun baseball cap ini secara teoritik bisa melayang-layang kepada cerita kufiyah dan kipah atau juga topi dan taqiyah; tapi secara praktik jelas diketahui kelahirannya pada waktu digemarinya tradisi olahraga baseball di Amerika Serikat. Adalah tim amatir Brooklyn Excelsiors yang pertamakali menggunakannya sejak tahun 1860 M, kemudian disusul oleh tim profesional Cincinnati Reds pada tahun 1888 M. Sehingga, jikapun harus
Mcam-macam tipe topi secara umum Dok: pixabay.com
diperhubungkan; maka pith helmet kemungkinan dapat dijadikann sebagai kandidat dan sumber inspirasi teknisnya yang lebih dekat. Yakni suatu jenis penutup kepala yang biasa digunakan orang Eropa antara tahun 1840-1870 M untuk menunjang kegiatannya dalam bidang penjelajahan (explorers) dan lintas-batas (travelers). Dimana bentuknya seperti pelindung kepala (helmet) yang biasa digunakan pekerja konstruksi modern. Apabila pith helmet memiliki tonjolan (‘pith’) pada bagian depan dan belakangnya, maka baseball cap hanya memiliki pada bagian depannya saja. Sementara pada pith helmet bentuk tonjolan tersebut pendek, maka pada baseball cap tonjolan tersebut menjadi lebih lebar dan panjang. esekali, tonjolan pada baseball cap ini secara tidak baku diputar orang ke arah belakang dan digunakannya. Dengan demikian, secara prinsipil
| 31
masih terasa citarasanya yang melekat dan mengesankan adanya fungsi dasar sebagai pelindung (protector) yang keras dan kaku daripada sekedar menjalankan fungsi alamiahnya sebagai pelindung cuaca. Dari identitas olahraga baseball, topi jenis ini dapat diterima sebagai citarasa umum olahraga (sporty style). Dari citarasa umum olahraga, kemudian berkembang pesat seiring pemaknaannya atas ketersediaan ruang bagi tumbuhnya daya ekspresi, eksistensi, kreatifitas, dan periklanan. Dimana pada bagian depan topi, dapat digunakannya untuk mencantumkan logo, gambar, dan tulisan sesuai dengan apa yang diinginkan. Meski berakar dari tradisi masyarakat sipil, pihak militer dan kepolisian juga pada akhirnya menggunakan jenis topi ini untuk melengkapi identitas dan menyokong aktifitas profesinya. Sementara bagi komunitas penggiat alam, jenis topi ini memberikan alternatif lain untuk pergi ke lapangan. Jika dibandingkan dengan topi rimba yang cenderung identik dengan medan berat dan alamiah, maka baseball cap menjadi jawaban dalam kegiatan lapangan (outdoor) yang cenderung lebih lembut dan bernuansa perkotaan (urban tactical). Biasanya, sebagian masyarakat memberikan istilah “topi pet” sebagai alternatif bagi baseball cap; untuk menghindari gamangnya penyebutan dengan kata umum “topi” saja. Dengan demikian terlihat adanya usaha menerjemahkan “baseball cap” (disebut juga “contractor cap”) tidak secara lugas dan kaku sebagai “topi bisbol” (atau “topi kontraktor”) saja. Melainkan dengan cara memberikan waktu bagi tumbuhnya keterikatan secara emosional (psikologis) dan landasan berpijaknya secara sosiokultural.
Namun demikian, istilah topi pet yang kemungkinan masih berakar dari bahasa Belanda itu, tampaknya belum mampu memberikan asosiasi kreatifnya yang kuat dan tepat untuk bisa dipertautkan dengan nama baseball cap dalam penerimaannya yang massif. Sehingga ada baiknya jika istilah topi lapangan yang biasa dipertukarkan dengan topi rimba sebagai padanan bagi boonie hat, dapat disumbangkan kepada baseball cap sebagai istilah alternatif. Dengan demikian, sebut saja “topi pet” sebagai padanan kata Inggris baseball cap itu jika dirasa sudah nyaman, atau sebut saja “topi lapangan” sekiranya dapat memberikan geliat yang lebih baik; setidaknya bagi khazanah petualangan Indonesia. Salam! Varman Dynasty Corp. (Sabtu, 10 April 2016) — Gelar Taufiq Kusumawardhana Penulis adalah Anggota Jantera Angkatan 23 (Meygeiya Napak Kelana)
32 | Carita-carita Jan! - Juni 2016
Carita-carita Jan! “Tentang Engkreg dan Ngalubang”
B
erada di Kabupaten Sukabumi, Cikarang tak ubahnya
Engkreg, sebutan untuk kendaraan roda dua yang dimodifi-
sebuah desa pada umumnya, sejauh mata memandang
kasi sedemikian rupa di tempat ini. Bagian luar dari roda-
bukit-bukit anggun terbentang dengan sawah terhampar di kiri
rodanya dilingkari rantai, sehingga memudahkan pengen-
kanan jalanannya. Desa ini berbatasan langsung dengan De-
daranya menyusuri jalanan desa yang didominasi tanah,
sa Sinarbentang di utaranya, sebelah selatan berbatasan
kerikil dan bongkahan-bongkahan batu. Dengan model seperti
dengan Desa Hegarmulya, Desa Cidadap menjadi batas di
ini engkreg jarang terjadi slip ban. Stangnya mirip moge, mo-
sebelah timurnya, dan dua desa di sebelah baratnya yaitu
tor gede, lebih tinggi dari stang kendaraan sejenis pada
Desa Cipamingkis dan Desa Mekarjaya menggenapkannya
umumnya.
menjadi sebuah wilayah di salah satu Kecamatan di Kabupat-
belakangnya saja, hanya bisa diduduki oleh seorang, bagian
en Sukabumi, Kecamatan Cidolog tepatnya.
depannya dipotong. Jika mengendarainya, tangan harus lurus
Adzan maghrib bersahut-sahutan, melantunkan nada yang mendesirkan hati setiap orang. Langit di ufuk barat berwarna keemasan sesekali tertutup awan yang beriringan. Dengan anggunnya, lambat laun sinar mentari seakan hilang ditelan bumi, digantikan sinar rembulan dihiasi gemintang di sekitarnya. Polusi cahaya yang rendah di wilayah ini memungkinkan kita melihat dengan jelas eloknya langit malam.
Jok
nya
dipangkas
menyisakan
bagian
dan kuat. Posisi kaki tak menginjak apapun, menggantung diantara motor dan jalanan. Rangkanya diubah menyesuaikan
dengan fungsinya, mengangkut bongkahan-bongkahan kayu berdiameter 25-50 cm. di bagian depannya terdapat rangka cekung dari besi untuk menahan bongkahan-bongkahan kayu. Kayu yang bisa diangkut sekitar 6-8 buah bongkah kayu sekali jalan. Perlu ketelitian, kesabaran dan kekuatan yang besar untuk mengendalikan sebuah engkreg. Bongkahan
Mobil diparkir di halaman depan salah satu rumah mertua
kayu tersebut di antarkan kepada para tengkulak, untuk di-
kerabat kami, oka sumarlin. Lelah dan suntuk terbayar lunas
proses lebih lanjut. Kendaraan modifikasi seperti ini dibutuh-
dengan senyum hangat pemilik rumah yang menyambut ked-
kan oleh warga karena pergerakannya yang efektif dan efisien
atangan kami. Rumah yang berada di pinggir jalan memu-
di jalanan Desa Cikarang.
dahkan kami melihat langsung kebiasaan yang dilakukan masyarakat disini. Lampu-lampu rumah mulai dinyalakan, para pemuda lengkap dengan sarung dan kopiah lari terburuburu mengejar ajakan muadzin di mesjid-mesjid, beberapa warung mulai ditutup pemiliknya dengan beberapa bilah kayu yang dipotong sedemikian rupa, para pengendara engkreg memacu kendaraannya menuju rumah masing-masing. Seketika suasana menjadi hening, hanya suara beberapa jangkrik yang terdengar saling sahut menyahut. Inilah Desa Cikarang di waktu malam, Sunyi.
Selain mengangkut bongkahan-bongkahan kayu dengan engkreg, Hal unik lain yang tersaji di desa ini adalah Ngalubang. Jika malam penuh bintang dan tak berawan, ngalubang menjadi pilihannya. Ngalubang adalah istilah penduduk setempat untuk mencari lubang di kedalaman Gua. Lubang, sejenis ikan mirip ikan lele dengan ukuran yang variatif, banyak ditemukan di gua-gua di sekitar desa cikarang, harga penjualan lubang terbilang menggiurkan, biasanya 1 kg dihargai sekitar Rp. 25.000. Sebagai perbandingan, tak jarang
Novi K dan Migawa G yang sedang berpose menaiki engkreg milik warga.(Foto: Dok. Jantera)
warga menemukan lubang dengan berat mencapai 10 kg.
Hasil yang didapat berbanding sama dengan resiko yang di-
harga yang ditawarkan sangat menggiurkan bukan?
ambil yaitu memasuki gua aktif dengan lubang sempit, sungai
Berbalut jaket serta kupluk untuk menahan dingin, iringiringan pencari lubang bergerak mendekati gua-gua yang tersebar di daerah ini. Untuk mencari lubang, biasanya dilakukan berkelompok. Satu kelompok biasanya berisi 5-10 orang. Ke-
banyakan Gua didaerah ini masih dialiri sungai bawah tanah, sehingga sangat berpotensi ditemukannya beberap hewan yang hidup di air, termasuk lubang. Senter atau headlamp tak lupa dibawa, sebagai sumber cahaya satu-satunya di dalam kegelapan gua. Iring-iringan pencari lubang berjalan berbaris di tegalan sawah, inilah akses jalan menuju gua-gua yang tersembunyi. Ada yang memakai sepatu boot, tak jarang pula
yang mengalir dibawahnya, atap gua yang berjarak beberapa jengkal dari kepala, dan kegelapan yang mencekam. Kematian mengancam mereka dari berbagai sisi, jika salah memprediksi kehilangan anggota kelompok bisa saja terjadi. Hujan bisa saja tiba-tiba turun dengan derasnya, meluapkan aliran sungai bawah tanah, merendam gua, menenggelamkan pencari lubang, membenamkan harapan keluarga. Atau bisa jadi tiba-tiba atap gua roboh, menghantam aliran sungai bawah tanah, menindih pencari lubang, menjepit masa depan keluarga. Resiko besar diambil untuk menghidupi keluarga mereka.
yang hanya memakai sandal jepit. Menjelang akhir malam,
Desa yang menakjubkan ini menjadi salah satu ciri masyara-
para pencari lubang kembali pulang dengan membawa hasil
kat yang hidup berdampingan dengan alam. Selain sawah
yang memuaskan, beberapa ekor lubang bisa mereka
dan bongkahan-bongkahan kayu, Gua termasuk aorta ke-
tangkap. Tertangkap senyum sumringah diantara mereka,
hidupan masyarakat disana. Gua menjadi sumber kehidupan.
jerih payah mencari lubang sepanjang malam berbuah manis.
Denyut nadi masyarakat! — Rizqi Fadlillah (J.229.31.SN)
34 | Carita-carita Jan! - Juni 2016
Carita-carita Jan! “Edelweis”
B
eberapa waktu yang lalu, ketika saya akan berkun-
2000 meter di atas permukaan laut. Dengan demikian, tid-
jung ke Gunung Gede-Pangrango, beberapa teman
ak semua gunung bisa ditumbuhi edelweis. Beberapa
meminta dibawakan edelweis sebagai kenang-kenangan
gunung yang terkenal dengan edelweisnya antara lain G.
atau oleh-oleh pendakian. Permintaan seperti itu sudah
Gede-Pangrango, G. Ciremai, G. Papandayan, G. Semeru,
seringkali saya dengar, dan mungkin dialami pula oleh
G. Lawu, G. Sindoro-Sumbing dan G. Slamet. Meskipun
mereka yang sering melakukan pendakian. Betapa tidak,
dalam satu spesies yang sama, bunga ini biasanya mem-
selama ini edelweis dikenal sebagai lambang keabadian,
iliki perbedaan dalam cirri-ciri tertentu. Perbedaan ini meru-
kesucian atau semangat petualangan. Edelweis adalah
pakan akibat dari perbedaan kondisi iklim dan karakteristik
bunga langka yang awet dan tidak akan layu dimakan
tempat tumbuhnya. Di Alun-alun Suryakancana, G. Gede, edelweis tumbuh dengan subur. Dengan luas 50 Ha, dataran ini menjadi padang edelweis terluas di Indonesia. Di sana, edelweis terhampar sejauh mata memandang. Bunga-bunganya yang mekar, selalu menjadi pesona yang tak bosan untuk dipandang. Ya, menatap hamparan edelweis dan melihatnya dari dekat, memang merupakan kepuasan batiniah bagi sebagian besar pendaki gunung. Hal itu bisa segera menawarkan rasa lelah ketika melewati tanjakantanjakan curam pegunungan.
Dari dulu hingga sekarang, edelweis masih memiliki daya pikat yang kuat untuk dipetik dan dibawa pulang. Foto: dok. Jantera (Alun-alun Mandalawangi G. Pangrango)
waktu. Oleh karena itu, tak heran jika banyak orang yang tertarik untuk memilikinya. Bunga yang tampak membanggakan tersebut, biasanya dijadikan hiasan. Dipajang di ruang tamu, di kamar, atau disimpan dalam dompet dian-
tara foto sang pacar.
Dengan keunikan dan berbagai julukan yang melekat pada setangkai edelweis, bunga ini selalu menggoda untuk dipetik dan dibawa pulang. Hal ini sering menimbulkan perang batin yang sengit dalam diri seorang pendaki gunung. Semua tahu, edelweis merupakan bunga langka yang harus dilindungi. Dibiarkan dalam habitatnya yang asli. Jika memetik edelweis tidak dilarang, populasinya akan terus berkurang. Dalam jangka panjang gangguan terhadap suatu populasi dapat berdampak pada ter-
Edelweis (Anaphalis Javanica) merupakan vegetasi khas
ganggunya keseimbangan ekosistem pegunungan secara
yang dapat ditemui diatas ketingian pegunungan. Bi-
meluas. Akan tetapi, pesona edelweiss seringkali men-
asanya, bunga ini tumbuh di ketinggian yang lebih dari
galahkan kesadaran akan pentingnya kelestarian alam.
| 35
Faktanya, banyak sekali pendaki yang nekad mencuri edel-
Saat ini, edelweis bahkan mulai terlihat diperjualbelikan. Di
weiss. Ada yang hanya memetik beberapa tangkai, ada
beberapa kota, misalnya Bandung dan Yogyakarta, bunga
pula yang memetiknya dalam jumlah yang besar. Iro-
itu banyak dijual di warung-warung kaki lima, menemani
nisnya, kebanyakan dari mereka menyebut dirinya pecinta
berbagai jenis cinderamata lainnya. Di dataran tinggi
alam.
Dieng, cinderamata edelweis bahkan sangat banyak
Sebagai upaya menangani maraknya pencurian edelweiss, para petugas pengelola pendakian biasa melakukan pemeriksaan. Para pendaki yang turun gunung harus membongkar ranselnya. Lalu, para petugas memeriksa apakah ada edelweiss di dalamnya. Mereka yang didapati membawa edelweiss, harus siap menerima sanksi-sanksi yang berat. Misalnya, mengembalikan ke tempatnya semula. Akan tetapi, belum semua gunung yang memiliki edelweiss memberlakukan pengawasan yang ketat. Artinya, kesempatan untuk mencuri edelweiss masih terbuka dengan
lebar. Gunung Ciremai (3078 m dpl) yang merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat, memiliki beberapa jalur pendakian. Di sana, pemberlakuan aturan masih tampak begitu longgar. Pemeriksaan umumnya dilakukan pada musim pendakian tertentu saja, misalnya pada peringatan hari kemerdekaan, ketika para pendaki sangat banyak jumlahnya.
jumlahnya. Ada yang bunganya di cat warna-warni, ada juga yang dikemas dalam pot-pot kecil dari batang pakis yang memiliki motif seperti kain batik. Cinderamata ini me-
mang unik dan sangat menarik. Apabila peminat cinderamata edelweis semakin banyak, tentu semakin besar pula dorongan untuk menambah produksinya. Kondisi ini dapat mengakibatkan pencurian edelweis terus-menerus berlangsung dalam jumlah yang lebih besar. Oleh karena itu, perjual-belian cinderamata edelweis sebaiknya dilarang, sementara pengawasan terhadap kelestarian edelweis jelas harus ditingkatkan melalui manajemen yang lebih matang. Harapan untuk melestarikan keberadaan edelweis tentu akan sulit diwujudkan, jika para pendaki yang notabene “pecinta
alam”
masih
mengabaikan
norma-norma
kepecintaalamannya. Dengan kata lain, masih sering tergoda untuk melakukan berbagai perilaku vandalisme yang berdampak buruk terhadap kelestarian lingkungan. Besar kecilnya kesadaran dan tanggungjawab moral yang diper-
Pada hari-hari biasa, para pendaki jarang diperiksa. Se-
lihatkan, dapat mempengaruhi perspektif masyarakat luas
mentara itu, di G. Gede-Pangrango pengawasan penda-
terhadap kaum petualang/pecinta alam pada umumnya.
kian jauh lebih ketat dari tempat-tempat lain. Meskipun pa-
Saat ini, banyak pihak yang menyebut bahwa PA adalah
da hari-hari biasa, pemeriksaan tetap dilakukan se-
perusak alam, bukan pecinta alam. Kritik pedas seperti ini,
bagaimana mestinya. Namun, selalu saja ada celah-celah
tampaknya harus diterima dengan lapang dada, dan harus
untuk melakukan pelanggaran. Pendaki yang turun pada
dijadikan cermin dalam memperbaiki citra pecinta alam
malam hari biasanya luput dari pemeriksaan. Ya, para
pada masa-masa selanjutnya. Berbagai opini yang timbul
petugas yang jumlahnya terbatas, memang tidak bisa
saat ini, mungkin dilatarbelakangi oleh pandangan atau
melakukan pengawasan penuh selama 24 jam. Kesem-
fakta-fakta tertentu. Misalnya, kalau bukan pendaki
patan ini, biasanya dimanfaatkan oknum-oknum pendaki
gunung, siapa lagi yang membawa edelweis ke tengah-
untuk meloloskan edelweis yang mereka curi.
tengah kota? — Oka Sumarlin (J.190.21.WK)
Menikmati sunset di Gumuk Pasir Parangtritis (Bantul, DIY) Foto: Rizki Arif Pangrestu, edited: Luthpi Padlulloh
36 | Carita-carita Jan! - Juni 2016
Carita-carita Jan! “Teman Perjalanan Tetaplah Teman”
Sepatu merupakan teman setiap perjalanan berjalan (Foto: Haikal M. Ihsan)
merupakan kata yang sederhana bagi P erjalanan, masyarakat umum. Kata kesederhanaan ini tercipta,
karena masyarakat sudah biasa mendengar kata perjalanan. Perjalanan apabila diartikan sangatlah bervariasi. Definisi tersebut akan terbentuk sesuai dengan persepsi individu yang terbentuk karena latar belakang dan lingkungan masing-masing. Perjalanan merupakan aktivitas yang sangat menarik bagi kalangan muda yang penasaran dengan apa yang di rasakan maupun difirkan.
Setiap perjalanan memiliki cerita masing-masing karena dibatasi dengan ruang dan waktu yang berbeda-beda. Cerita tersebut akan sangat menarik apabila dikenang dan sangat bermanfaat apabila diceritakan kepada orang yang membutuhkan. Setiap cerita tentunya ada subjek yang berperan sebagai aktor, aktor tersebut bisa diri sendiri,
bisa orang lain, atau bisa juga suatu benda. Dalam persepsi saya sebagai orang awam, aktor tidak hanya berbentuk makhluk saja tetapi bisa juga berbentuk benda, dengan catatan benda tersebut memainkan peran sesuai yang diinginkan oleh sang sutradara. Sang sutradara adalah orang yang memakai benda tersebut. Ketika berkegiatan tentunya kita akan memakai peralatan yang sesuai dengan yang dibutuhkan. Kegiatan alam bebas seperti hiking memerlukan peralatan yang khusus salah satunya adalah sepatu hiking. Sepatu hiking ada banyak merek dan jenisnya, mulai dari yang dibawah mata kaki sampai di atas mata kaki. Ada juga sepatu hiking yang dijadikan style bagi kalangan tertentu. Saya memiliki sepatu hiking yang dimana merupakan teman perjalanan.
| 37
Mungkin untuk beberapa orang ada yang memberi nama terhadap benda kesayangan mereka. Dalam benak diri apalah arti sebuah nama, karena benda merupakan benda mati. Nama berfungsi untuk membedakan dan menandai pada suatu objek atau subjek, ketika suatu benda sudah memiliki simbol fungsi dalam artian, tidaklah usah diberi nama. Seiring berjalannya waktu, suatu rasa sayang atau senang terhadap benda akan terbentuk, karena benda tersebut selalu bersama dan fungsinya terpakai oleh si pemilik, begitupun dengan saya. Pertama kali suka berkegiatan alam bebas ketika menduduki kuliah di semester 1, rasanya membutuhkan alas kaki yang nyaman dan cocok untuk medan tempur. Awal membeli sepatu hiking ketika iseng-iseng bermain di sekitaran jln riau. Tidak sengaja ketika melewati taman pramuka ada tempat yang menjual sepatu bekas bisa disebut tempat loak. Rasa penasaran menuntun saya untuk sekedar melihatlihat, tidak terpikir untuk membeli sepatu. Suatu waktu mata tertuju pada sepasang sepatu yang terlihat biasa saja, namun rasanya akan sangat dibutuhkan apabila dimiliki. Karena tidak niat membeli akhirnya bergegas untuk pulang. Beberapa hari setelah kejadian itu, saya bermain kembali disekitaran jln riau, dan tiba-tiba hujan deras membasahi, secara otomatis mencari tempat untuk berlindung dari keroyokan air hujan. Tibalah ditempat berteduh yang dimana tempat tersebut merupakan toko ketika saya melihat sepasang sepatu biasa saja. Sambil menunggu hujan deras saya melihat-lihat sepatu dan entah kenapa rasanya ingin sekali membeli sepatu hiking yang pernah dilihat pada waktu iseng ke toko ini, sepasang sepatu biasa saja. Terjadilah tawar menawar di tengah hujan deras antara saya dan bapak penjual. Jujur saja pada masa itu saya memang sedang membutuhkan sepatu untuk perjalanan pendakian. Jadi saya pikir solusi yang bagus apabila membeli sepatu tersebut. Tanpa tawar menawar panjang terbelilah sepatu tersebut dengan harga yang relatif murah, maklum sepatu bekas jadi murah. Saya tidak tahu sepatu hiking bagus yang seperti bagaimana. Saya tidak tahu merk sepatu yang bagus bernama apa yang terpenting di dalam benak, memiliki sepatu yang cocok untuk medan tempur.
Sepatu biarpun benda mati, tapi tetaplah teman (Foto: Haikal M. Ihsan)
Perjalanan demi perjalanan dilalui oleh sepatu tersebut. Mulai dari ketinggian 0 mdpl (pantai) sampai ketinggian 3.726 mdpl. Banyak sekali cerita di perjalanan tersebut. Berjalan belusukan di tengah hutan, berjalan belusukan dipinggir pantai, berjalan belusukan ditanah rawa, berjalan belusukan di medan terjal, berjalan belusukan di dalam guha, berjalan di aspal panas pinggir jalan tol dan berjalan blusukan menuju tempat yang membuat saya penasaran. Dari luar sepatu tersebut tidaklah terlihat bagus biasa saja, tetapi saya bangga karena sepatu loak ini sudah menginjak beberapa puncak gunung, pantai, rawa, guha dan lainnya, baik perjalanan sendiri maupun perjalanan bersama teman. Kebanggaan yang tercipta dikarenakan ketahanan sepatu tersebut. Bayangkan saja selama tiga tahun ketika bepergian yang bersifat alam bebas sepatu ini selalu menjadi pendamping ketika melangkah dan intensitas pemakai bisa dibilang sering. Bukan hanya saya sajah yang selalu memakai sepatu ini, ada beberapa teman yang terkadang meminjam sepatu hiking, karena hanya punya satu maka dipinjamkanlah sepatu tersebut . Bagi kalangan tertentu merk dan jenis sepatu pasti dipertimbangkan ketika membeli. Bagi saya yang terpenting adalah rasa syukur memiliki, sehingga seolaholah sepatu tersebut memiliki ruh yang jiwanya sama ingin menjelajah. Walaupun tidak bisa berbicara asalkan sudah nyaman dan cocok rasanya seperti berbicara namun pada dimensi lain. Sepatu ini memang tidak memiliki nama tetapi selalu menjadi teman melangkah, karena teman perjalanan tetaplah teman—Haikal Muhammad Ihsan (J.323.33.BKA)
Langit senja di Diklatsar XXXI (Foto: dok. Jantera)
“Congratulation!”
Hilman Fathurrohman dan M. Aziz Fikki sebagai pemenang Teka-teki Silang Buletin Jantera April 2016 (Edisi Semangat Baru)
JANTERA Outbond Manajemen Training Menyediakan EO (Event Organizaer) di Jawa Barat, yang siap melayani acara outbond adventure yang Anda adakan dengan teman, rekan kerja, keluarga, dan lain-lain. Cukup sampaikan pada kami acara outbond dan fasilitas yang Anda inginkan, kami siap mengadakan acara secara maksimal, meriah, dan unforgettable moment. Kami juga menyediakan katalog pake outbond khusus. Info lebih lengkap, silahkan hubungi 085782649639 a.n. Siti Jubaedah.
Keindaha Danau Sipatahunan Kelurahan Baleendah Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung