PENGUJIAN SURABAYA
RADIOV AKSIN
KOKSIDIOSIS
DI
KOTAMADY A
Dannawan*, Iman Suryanto*, S. Partodihardjo**, Mumihati 1.**, dan M. Arifin**
ABSTRAK - ABSTRACT PENGUJIAN RADIOV AKSIN KOKSIDIOSIS Dl KOTAMADY A SURABAVA. Penelitian bertujuan untuk mengetahui keamanan, daya kekebalan, dan lamanya masa kekebalan radio' vaksin koksidiosis yang dibuat di Pusa~ Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR), BATAN. Radiovaksin diJiapkan dengan menggunakan media alhidrogel dan diinaktifkan dengan dosis iradiasi 12,5 Gy. Uji lapang dilakukan di tiga lokasi peternakan di Surabaya, menggunakan anak ayam yang terdiri dari Bab-cock brown dan Black beauty. Uji tantang dilakukan mulai 2 minggu, 1 bulan, kemudian tiap bulan sampai 6 bulan sesudah vaksinasi dengan 1 x 105 ookista ganas. Serum yang diambil sebelum uji tantang dianalisis secara elektroforesis. Hasil penelitian menun' jukkan bahwa di ketiga lokasi peternakan, semua ayam kontrol memperlihatkan tanda sakit, kematian, berak darah serta adanya ookista pada fesesnya. Pada pemeriksaan patologi anatomi, caecum mengalami pendarahan dan ditemukan ookista pada mukosanya, sedang semua ayam yang divaksinasi tidak memperlihatkan gejala sakit; TEST OF COCCIDIOSIS RADlOVACClNE IN SURABAYA. The study was designed to examine the safety, potency, and duration of immunity of the vaccine, made by the Centre for the Application and Isotopes and Radiation (CAIR), BATAN. Radiovaccine was prepared using alhydrogel media and inactivated by irradiation at a dose of 12.5 Gy. Field test was done in three poultry farms located at Surabaya, using Bab-cock brown and Black beauty chickens as starters. The challen~e test was started from two weeks and then regularly one month interval up to six months post vaccination by inoculating 1 x 105 virulent oocyste. Before challenging the chickens "were bled, then the serum were analyzed by electrophoresis. The result of the study revealed that all control chickens showed a sign of sickness, haemorrhagic diarrhea and a few oocyste were observed in the faeces. Severe haemorrhagic was apparent in the caecum and large amount of oocyste were found in the mucous as macroscopic changes. AU vaccinated chickens showed neither sign of sickness nor macroscopic changes.
PENDAHULUAN Vaksin masih sangat diperlukan dalam petemakan, sebab dari sekian penyakit temak di Indonesia barn bebetapa yang telah dapat dibuat vaksinnya. Bilamana dapat dihasilkan vaksin dengan cara iradiasi, maka akan dapat membantu program pemerintah dalam rangka menanggulangi dan memberantas penyakit ternak. Akibat semakin banyaknya temak impor, maka timbul efek samping, yaitu penyakit bawaan dari negeri asal sehingga perlu kewaspadaan agar penyakit terse but tidak menyebar.
* **
PUSVETMA, Surabaya Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATAN
553
Usaha untuk membuat vaksin dengan iradiasi dapat dibenarkan dan merupakan
suatu kenyataan yan~ da\>at membetikan hara~an \1). femaka\a\\'{~k~\\\\\~kti( telah banyak dikembangkan di negara Eropa, Amerika, dan negara berkembang (2), tetapi belum ada vaksin koksidia khususnya Eimeria tene/la yang dibuat dengan cara iradiasi, meskipun penelitian penggunaan iradiasi telah banyak dilakukan antara lain oleh SIBALIC !!~. (3), dan ABU ALI!!~. (4). SUKARDJI dkk. (5) menggunakan radiasi sinar gamma untuk membuat vaksin E. ten ella, serta memperoleh hasil yang memuaskan pad a aplikasi lapang di daerah sekitar Surabaya. Kasus penyakit ini pada petemakan rakyat banyak dijumpai secara kronis maupun akut, terutama pada petemakan yang tidak menjaga higiene usahanya secara baik. Penggunaan radiovaksin koksidiosis pad a skala aplikasi lapang adalah suatu hal yang sangat menarik, karena penggunaan obat-obatan koksidiostat dapat menimbulkan galur koksidia yang tahan obat atau drug resistant strain. Menurut KLIMES ~ al. (1972) yang kemudian dikutip oleh SOKOLIC tl !!l:. (6), jenis koksidia yang patogen antara lain ialah Eimeria fenella, yang ban yak mengakibat. kan kematian pada ternak ayam dan telah dicoba melemahkannya dengan cara ira diasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keamanan, daya kekebalan, dan lamanya masa kekebalan radiovaksin koksidiosis yang disiapkan dengan menggunakan media alhidrogel dan diinaktitkan dengan iradiasi 12,5 Gy.
BAHAN DAN METODE Untuk pengujian digunakan strain anak ayam Bab cock brown dan Black beauty, sebanyak 140 ekor untuk tiap lokasi penelitian, yaitu 105 ekor untuk yang divaksinasi (P) dan 35 ekor untuk kontrol (K). Pengujian dilakukan di Karah rnilik Pusvetma, di Rungkut Mananggal milik Kasbulah dan di Rungkut Woriorejo rnilik Ngadiono. Radiovaksin yang digunakan adalah yang dibuatdi PAIR, BATAN , disiapkan dalam media a1hidrogel dan diiradiasi gamma 60Co dengan dosis 12,5 Gy pada laju dosis sebesar 962,3 Gy/jam. "Cora Valainasi. Anak ayam umur 12 hari sebanyak 105 ekor dipuasakan kirakira 3 jam, ayam dibagi 7 kelompok masing-masing terdiri dari 15 ekor. Di peternakan ayam PUSVETMA, tiap kelompok anak ayam diberi rninum terdiri dari 50 m1 aquadest ditambah 5 m1 vaksin sehingga tiap ekor menerima 100000 ookista. Di pctemakan ayam milik Kasbullah, tiap 15 ekor anak ayam diberi rninum terdiri dari 50 m1 aquadest ditambah 7,5 ml vaksin sehingga tiap ekor menerima 150000 ookista. Di peternakan ayam rnilik Ngadiono, tiap ke1ompok anak ayam diberi rninuman terdiri dari 50 m1 aquadest ditambah 10 m1 vaksin sehingga tiap ekor menerima 200 000 ookista. Minuman yang mengandung vaksin terse but ditunggu sampai habis dirninum, baru kemudian ditambah air seperti biasanya. Com Ufi Tantrzng. Diberikan ookista strain ganas berspora dengan dosis inoku1asi 100 000 ookista tiap ekor anak ayam. Pengamatan dilakukan pada 2 rninggu, sampai dengan 6 bulan pasca vaksinasi. Tiap uji tantang digunakan 15 ekor anak ayam yang telah divaksinasi dan 5 ekor anak ayam yang tidak divaksinasi sebR88i 554
kontrol. Sebelum dilakukan uji tantang, ayam diambil darahnya untuk uji serologi dan ayam dipuasakan kira-kira 3 jam. Dosis inokulasi tantangan 100000 ookista berspora diberikan di dalam air minum yang terdiri atas 100 ml aquadest dan 5 ml ookista berspora strain ganas. Jadwal vaksinasi dan tantangan seperti pada Tabel1, 2, dan 3. Pengamatan K]fnis. Observasi dilakukan selama 14 hari, apakah ada anak ayam yang mati, ada tidaknya darah dalam feses, pemeriksaan natif feses untuk melihat adanya ookista dan schizont. Ayam yang mati dibedah bangkainya, diadakan pemeriksaan patologi anatomi (PA) terutama pada usus buntunya. Serum darah anak ayam diambil setiap akan diberikan tantangan, kemudian ditentukan kadar protein total dan nisbah globulin/albuminnya, untuk mengetahui berapa lama zat kebal tersebut terdapat dalam anak ayam. Untuk pengujian digunakan metode elektroforesis serta pembaeaan seeara spektrofotometrik pada 525 nm, seperti yang dilakukan oleh MUHAMMAD FARUQ (7), HAWK et &. (8), JATKAR ~~. (9), dan SUKARDJI dkk. (5)
HASIL DAN PEMBAHASAN HasH pereobaan di Karah milik PUSVETMA, uji tantang 2 minggu pasca vaksinasi, anak ayam kontrol berak darah pada hari ke 6. Pemeriksaan seeara natif pada feses, ditemukan sedikit ookista. Ayam mati sebanyak 3 ekor pada hari ke 7. Pemeriksaan PA terlihat laesi dan perdarahan berat pada usus buntu. Pada pemeriksaan natif kerokan usus buntu, ban yak ditemukan ookista (+ ). Sedang pada anak ayam kontrol dari peternakan Kasbullah, berak darah pada hari ke 6, pemeriksaan natif feses ookista ( + ), kematian 3 ekor (3/5), pemeriksaan PA ada laesi dan perdarahan be rat pada usus buntu, ookista ( +++ ). Peternakan ayam milik Ngadiono berak darah pada hari ke 7, pemeriksaan natif ookista ( + ), kematian anak ayam 2 ekor (2/5), pemeriksaan PA adanya laesi dan perdarahan berat pada usus buntu, ookista eukup ban yak (+++ ). Hasil observasi dari ketiga lokasi terse but diatas dapat dilihat pada Tabel4. Pengamatan 1 bulan pasea tantangan pada kelompok kontrol (K) : pereobaan di Rungkut menunjukkan bahwa berak darah terjadi pada hari ke 9, pemeriksaan natif feses ookista (+ ), kematian anak ayam 1 ekor (1/5), pemeriksaan PA terdapat adanya laesi dan perdarahan ringan pada usus buntu ookista ( ++ ). Lokasi berikutnya, di Peternakan Kasbullah, anak ayam yang berak darah terjadi pada hari ke 9, pemeriksaan natif pada feses ookista ( +), kematian anak ayam 1 ekor (1/5), dan pemeriksaan PA terjadinya laesi dan perdarahan ringan pada usus buntu ookista ( ++ ). Sedang di Petemakan Ngadiono . anak ayam yang berak darah terjadi pada hari ke 10, pemeriksaan natif ookista ( + ), kematian anak ayam 1 ekor (1/5), dan pemeriksaan PA ada laesi dan perdarahan ringan pada usus buntu ookista (++ ). Hasil ini dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil pemeriksaan setelah uji tantang 2 bulan sampai 6 bulan pasea vaksinasi adalah tidak terjadi gejala atau perubahan apapun, seperti terlihat pada Tabel 6, 7,8,9, dan 10. Dari hasil observasi anak ayam pasca vaksinasi radiovaksin koksidiosis di ketiga lokasi, pada pengamatan hari ke 14, tidak ditemukan gejala atau perubahan apapun, hasil ini dapat dilihat pada Tabe1 11. Bilarnana anak ayam setelah mendapatkan 555
vaksinasi keri1Udian ditantang, produksi ooldsta yang dibasilkan kembali sangat berkurang, maka keadaan terse but dapat dianggap sebagai telah menunjukkan 6ldanya reak& kekebalan (I 0). Pada anak ayam yang divak3ina~i tidak diternui adanya produksi ooldsta ( - ), jadi telah menunjukkan adanya kekebalan. Sedang pada kontrol terutal1)a pada pemeriksaan natif ( + ) dan PA masih terdapat ooldsta (+++), tidak kebal. Variasi dosis vaksinasi yang pemah digunakan oleh SUKARDJI dkk. (~) mulai dari 60.000, 100.000, sedang SOKOLIC (11) menggunakan dosis inokulasi 20.000 dan ABU ALl menggunakan dosis inokulasi 100.000 ooldsta yang dianggap cukup untuk memberikan proteksi. Mengenai dosis inokulasi ini hendaknya dipikirkan bahwa jumlah produksi dari vaksin itu sendiri harus efisien penggunaannya dan yang penting mampu memberikan proteksi terhadap tantangan yang diberikan. Juga hams difikirkan agar ada keseimbangan antara dosis vaksinasi dan dosis tantangan yang diberikan. Ev31uasi nisbah albumin/globulin dari ketiga lokasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 12 yang menunjukkan bahwa un,tuk daerah Karah, Rungkut Mananggal, dan Rungkut Wonorejo lama kekebalan dalam tubuh anak ayam berturut-turut mencapai 6, 5, dan 6 bulan. Sedang basil analisis fraksi protein total serum belum dapat dilaporkan dalam penelitian ini. Jelas bahwa menurut pus taka (5,8,9), di kedua tempat tersebut, yaitu Karah dan Rungkut Wonorejo mempunyai nisbah albumin dan globulin yang lebih rendah daripada kontrol, berarti bahwa pada jangka waktu 6 bulan titer zat kebal (globulin) masih lebih tinggi. Sedang daerah terakhir yaitu Mananggal pada jangka waktu lebih dari 5 bulan globulin masih tinggi, tetapi nisbah albumin/globulin rendah. KESIMPULAN 1. 2.
3.
Radiovaksin koksidiosis dengan dosis 100 000 ookista per ekor sudah cukup untuk menanggulangi tantangan 100 000 ooldsta berspora. Radiovaksin koksidiosis aman dipakai untuk vaksinasi anak ayam umur 12 hari atau lebih, tidak menimbulkan gejala apapun. Vaksinasi terhadap penyakit koksidiosis dengan menggunakan radiovaksin koksidiosis sangat dianjurkan terutama pada petemakan yang mempunyai kandang dengan kelembaban udara tinggi, kurang sinar matahari, dan keadaannya kotor.
4.
Untuk kelompok anak ayam yang divaksinasi kemudian ditantang dari ketiga lokasi tidak teIjadi gejala atau perubahan apapun, meskipun dibedakan tingkat dosis vaksinasi.
5.
Pada kelompok kontrol gejala koksidiosis sangat nampak, yaitu terutama pada pemeriksaan PA ooldsta (+++). Uji serologi menunjukkan bahwa lama kekebalan dalam tubuh anak ayam dari 2 lokasi yaitu Karah milik PUSVETMA dan Kasbullah adalah sampai 6 bulan, sedang di petemakan milik Ngadiono selama 5 bulan.
6.
UCAP AN TERIMA KASIH Rasa terima kasih disampaikan kepada Bapak Ahmad Mahjuddin, Kepala Pusat
556
Veterinaria Farma, Surabaya, serta kepada Bapak Kasbullah dan Bapak Ngadiono atas bantuan, petunjuk, dan fasilitas yang diberikan sehingga uji lapang inidapat dilaksanakan dengan baik. Ucapan yang sarna juga disamp~n kepada Kepala Dinas Peternakan Kotamadya Dati I Surabaya, atas bantuannya.
DAFTAR PUSTAKA 1. URQUHART, GM., ''Immune response of young animals to infection with X-irradiated and normal nematode larvae", Isotopes and Radiation in Parasitology (Proc. Panel Vienna, 1967), IAEA, Vienna (1968) 35. 2. SADIK, A., dan SOELISTY ANTO, Bulletin Pusat Veterinaria Farma Surabaya (1979) 7. 3. SIBAUC, S., TOMANOVIC, B., and MLADENOVIC, A., Immunizing potency and serological testing of immunity after vaccination by gamma irradiated oocyst of Eimeria tenella, Animal Institute, Beirut, Lebanon (1972). 4. ABU ALl, N., BINNERS, W.L, and KLIMES, B., Immunization E. teneOa, J. of Parasitology 19 (1972) 177.
by irradiated
5. SUKARDJI,P.,SUTEDJO, R., SRI ASMINAH, MURNIHATI, I., dan DANIUS, J., "Pengaruh radiasi sinar gamma dengan dosis optimal terhadap produksi dan daya kekebalan yang ditimbulkan oleh E. tenella '; Risalah Seminar Penyakit Reproduksi dan Unggas, LPPH Bogor (1980) 237 .. 6. SOKOLlC, A., TANIELlAN, Z., and ABU-ALl, N., Studies in Cell Culture of Development and Antigenicity of ~Oco) Irradiated Eimeria tenella Publication No. 49, Magon Institut de Recherches Agronomogques, TelAman (1973). 7. FARUQ, M., "Pengamatan hippuran 1311 dalam darah dan ekresi ginjal pada hewan percobaan", Aplikasi Teknik Nuklir Di Bidang Peternakan dan Biologi, PAIR -BAT AN, Jakarta (1983) 329. 8. HAWK, P .B., OSER, BL., and SOMERSON, W.W., Practical Physiological Chemistry, The BlacktonCompany Inc., London (1954). 9. JATKAR, P.R., CHOSAL, A.K., and MOHAN SING, Pathogenesis ofanaemia in Trypanosoma evansi, Indian Vet. J. SO (1973)634. 10. CULBERSTON, J.T., Immunity Against Parasites, Columbia University Press, New York (1941). 11. SOKOLlC, AM., MOVESESIJAN, M., TANIELlAN, Z., and ABU ALl, N., Irradiated E. ten ella, E. necatrix and E. brunetti in the simultanious immunization of chickens, British Vet. J. 132 (1976) 416.
557
0
VI VI
------ --
-
5-5-1984 5-12-1983 20-11-1983 5-1-1984 5-2-1984 5-3-1984 Tabd 5-4-1984 Jadwal pengambilan darahfchalenge pengujian radiovaksin koksidiosis di lapangan. vaksinasi 125-11-1983 hari Lokasi : 20-11-1983 Peternakan PUSVETMA, Karah - Surabaya. 5 vaksinasi, Daur vaksinasi sinasi ayam 1v-ak15 23post 4sinasi bulan Jumlah 511.6post bulan bulan bulan 2 minggu dara!).!chalenge Tanggal vakWaktu pengambilan Kelompok
P K
=
-
perlakuan kontrol
Ketera~an
Tabel 2. Jadwal vaksinaai, penpmbilan darah/chalenge pengujian radiovaksin koksidosis di lapangan. Lokasi : Petemakan milik Bapak Kasbullah Rungkut Mananggal - Kodya Surabaya.
---I-- -- ---
30-3-1984 304-1984 30-5-1984 30-12-1983 30-1·1984 30-1-1984 15-12-1983 29-2-1984 30-5-1984 -yaksinasi .5 54Daur 6sinasi bulan sinasi sinasi ayam 12 30-11-1983 had 15yak5bulan 32post 30·11-1983 had 15 Jumlah 5bulan harl yaksinasi post yak· post yak· Yak· 15-12-1983 Tanggal 2 minggu darahl chalenge Waktu pengambilan Keterangan Kelompok
)
U\ U\
~
LP = KLP •
perlakuan kontrol
Vt
~
- - - ----------
-
-30-1-1984 30-3-1984 304-1984 30-5-1984 29-2-1984 15-12-1983 30-12-1983 --30-11-1983 sinasi 15-12-1983 12 hari 23post bulan ayam Tabcl pengambiJan darah/chalenge pengujianWonorejo radiovaksin koksidiosi5 di lapangan. 55JadwAt 12hari sinasi sinasi 4Daur 13. 6post bulan bulan bwart vaksinasi Jumlah 15 15 5yak5vaksinasi 2 minggu yak· vaksinasi, TanggaJ vakyakWaktu pengambilan darah/ chalenge post Keterangan Lokasi : Petemakan milik Bapak Ngadiono Rungkut - Kodya Surabaya.
Kelompok
NP = KNP=
perlakuan kontrol
feses dengan 100 000 ookista benpora pada 2 Tabel 4. Hasil observasi tantangan Hari ke 67ayam Perneriksaan Berak Perneriksaan Kernatian darah Ookista 3/5 2/5 (+ ) natif ( + sesudah patologi Laesi Laesi dan perdaminggu setelah vaksinasi. KLPIA ana tomi KIA KNPIA buntu.ookis+++ usus ta ( +++ buntu. ookis· ) t ookisrahan berat pada bera Kelornpok
561
(sakit )
feses Berat Pemeriksaan Pemeriksaan Hari kedarah 910 Kematian Tabd 5. Halil observasi ayam tantangan dengan 100 000 ookista benpora pada 1 1/5 rahan ringan Ookista 1/5 (pada +lesudah ) natif patologi Laesi dan perdaLaesi dan perdabulan letdah vaksinasi. KNP 1B ana KLP1B K1B tomi usus buntu, ta(++) ookista (H) taCH) rahan pada ringan
Kelompok
Tabel 6. Hasil observasi ayam lesudah tantangan dengan 100 000 ookista benpora pada 2 bulan letclah vaksinasi.
Kelompok ayam P2 K2 LP2 KLP2 NP2 KNP2
562
Berak darah
Pemeriksaan natif feses
Kematian
Pemeriksaan patologi
anatomi
Tabd 7. HasH observasi ayam sesudah tantangan dengan 100 000 ookista benpora pada 3 bulan setelah vaksinasi.
Kelornpok ayarn
Berak darah
Perneriksaan natif feses
Kernatian
Perneriksaan patologi anatomi
P3
K3 LP3 KLP3 NP3 KNP3
Tabel 8. HasH observasi ayam sesudah tantangan dengan 100 000 ookista benpora pada 4 bulan setelah vaksinasi.
Kelompok ayarn
Berak darah
Pemeriksaan natif feses
Kerna tian
Perneriksaan patologi
an at orni
P4 K4 LP4 KLP4 NP4 KNP4
Tabel 9. Huil observasi ayam sesudah tantangan dengan 100 000 ookista benpora pada 5 bulan setelah vaksinasi
Kelornpok ayarn
Berak darah
Perneriksaan natif feses
Kernatian
Perneriksaan patologi
anatomi
P5 K5 LP5 KLP5 NP5 KNP5
563
Tabd 10. Huil obeervui ayam lesUdah tantangandengan bulan letdah vaksinali.
Kelompok ayam P6 K6 LP6 KLP6 NP6 KNP6
564
Berak darah
Pemeriksaan oatif feses
100 000 ookista benpora pada 6
Kematian
Pemeriksaan patologi
anatomi
Tabeili.
Hasil observaai ayam lesUdah vaksinasi dengan radiovakain koksidiosis (lama pengamatan 14 hari).
Kelornpok ayam
Berak darah
Perneriksaan na tif feses
Kernatian
Perneriksaan patologi
anatomi
PIA PIB P2 P3
P4
P5 P6
LPIA LPIB LP2 LP3 LP4 LP5 LP6 NPIA NPIB NP2 NP3 NP4 NP5
NP6
Kelompok PIA, PIB, P2, P3, P4, P5, P6 dosis 100000 ookista Kelompok LPIA, LPIB, LP2, LP3, LP4, LP5, LP6 dosis 150000 ookista Kelompok NPIA, NPIB, NP2, NP3, NP4, NP5, NP6 dosis 200000 ookilta
565
Tabcll2.
Hasil uji nisbah albumin/globulin Wonorejo, dan Mananggal.
dari serum yang diambil dari Katah, Rungkut
65(mgfml) Observasi 0,871 4236= 0,872 bulan ke 0,998 1,108 0,893 Nisbah globulin albumin/ (mg/ml) albumin/ Milik/ ::= kekebalan UjiP6 serum Uji LP5 pertama P4 = 0,829 KNP3 0,922 NP3 NP6 ::serum 0,768 ::kedua 0,722 ~KLP2= ~ globulin KLP5= 0,832 0,8545 LP2 = 0,830 KNP6:: Observasi Lama Lama sampai 65 bulan
K P
·566
= =
kontrol perlakuan
DISKUSI
Im11ANTO
UTOMO :
Kalau tidak salah dosis vaksin yang diberikan pada tiga lokasi berbeda-beda, sedang dosis untuk uji tantang sarna, yaitu 100000 ookista per ekor. Tetapi hasil percobaan rnenunjukkan respon yang sarna, yaitu kernatian 60% pada minggu pertarna dan 20% pada minggu kedua. Bahkan pada dosis vaksin 100 000 ookista per ekor dengan yang dua kalinya (200 000 ookista per ekor), juga menunjukkan respon yang sarna. Menurut Anda apakah yang menyebabkan teIjadinya respon yang sarna pada dosis yang berbeda-beda tersebut ? DARMAWAN:
Pada penelitian ini sernua ayam yang divaksinasi memberikan respon yang sarna setelah uji tantang, yaitu tidak ada kernatian. Tujuan penggunaan radiovaksin koksidiosis dengan dosis yang berbeda adalah untuk : 1. Mengetahui dosis berapa yang paling aman. 2. Mengetahui dosis berapa yang sanggup rnenanggulangi tantangan 100 000 ookista berspora, maksudnya untuk menentukan dosis yang optimal. DESMAYATIZ.
:
Dalam makanan (ransurn) ayam biasanya sudah mengandung koksidiostat. Apakah masih diperlukan vaksinasi terhadap Cocci, dan sebaiknya dilakukan pada urnur berapa? DARMAWAN:
Apabila rnakanan ayam tersebut telah mengandung koksidiostat, maka vaksinasi tidak perlu lagi dilakukan. Namun ada bahayanya apabila koksidia telah resisten terhadap koksidiostat, penyakit akan beIjangkit. Dalarn keadaan ini harns diadakan vaksinasi. Vaksinasi sebaiknya dilakukan pada urnur 7 - 10 hari. HARSONO
:
Pertimbangan apa yang diarnbil sehingga tantangan yang diberikan pada aYam di Pusvetma 100 000 ookista, Kasbullah 150 000 ookista, dan Ngadiono 200 000 ookista. Apakah tidak lebih baik kalau di setiap petemakan dibagi rnenjadi bagianbagian yang diberi ookista yang berbeda (100 000, 150000, dan 200 000) ? DARMAWAN:
Pertimbangan teknis saja, yaitu mernudahkan terbatasnya ayarn percobaan.
pelaksanaan
penelitian
dan juga
567
ENDRAWANTO: Ba.~ana
cats. vemberian 100 ml ait sulin'6 den~n 5 ml sttain ~anas a~r ayarn
perlakuan memperoleh dosis tantang seperti yang dikehendaki.
DARMAWAN: Dalam 1 ml suspensi strain ganas telah diketahui kandungan ookistanya, dengan demikian bisa dihitung jumlah suspensi strain ganas yang dibutuhkan sesuai dengan jumlah ayam dan jumlah ookista yang dikehendaki.
C.J. SOEGIARTO : Kalau ada dua species yang sangat ganas (E. necatrix dan E. tenet/a) apakah ada cross immunity terhadap kedua species tersebut.
DARMAWAN: Tidak ada cross immunity antara kedua species.
568