HUKUM
I SLAM
DAN M A S J A R A K A T
Prof. M r. Dr. H A Z A IR IN
Penerbit „BULAN-BINTANG"
'iJAK. HU K. !
FÄH. HU KUH
ffaNö. HÄjJ.
Tanggal ..... IÜLjb., No. Süsilah:. ...... :2 £ L _
K A T A P E N G A N TA R . Sesudah kita menerbitkan „H U K U M B A RU D I IN D O N E SIA” , Imaka sekarang tiba pula sa’atnja kita menerbitkan „H U K U M IS LA M D A N M A S J A R A K A T ” . Dengan gembira, kita akan terus-menerus menerbitkan karangan-karangan Prof. Mr. Dr. H A Z A IR IN , jang makin njata tjita-tjitanja itu. Untuk pengetahuan para pembatja, dapat kita terangkan bahwa bahagian pertama dari risalah ini: M AKSUD „P E R G U R U A N T IN G G I IS L A M ” (Quran bahan bagi Ilmu Pengetahuan), adalah berasal dari pidato Prof. Mr. Dr. Hazairin pada pembukaan „P E R G U R U A N T IN G G I IS L A M ” di Djakarta pada tanggal 14 Nopember 1951. PENERBIT.
I S I
B U K U
Maksud „ Perguruan Tinggi Islam” (Quran bahan bagi Ilmu ' Pengetahuan). Muhammad dan Hukum.
Popustakaan Soedunan Kartohadiprodjo FHUI Buku nu harus dikembalikan pada P (Keterlambatan pengembalian pada tanggal dibawah mi dikenakan dendaju. Mm __
Tanggal
No.kartu (Nama")
■ 5 NOV 200? ^ !? - ■// m k -P 6H
19
Paraf Petugas
/l <%V
•i £ flPT vw- 'y'f'-t -j 3 'v ,,; w?*'. ftlfr z A 1 5 ViK1 2MSS A J o U z- /
t S fH ' : ^ 2 7 SEP 2009 F 't m
% —
~ Jf\
m g \ t
\ •w
F -
'L + S I * (jû - 4 ^
RALAT Harap diperbaiki lebih dahulu, sebelum dibatja!
l'
tahuan” " 3 k *™ ? ^
b* watt Perkataan: „pegetahuan”, seharusnja: „P en .,e .
2.
Halaman 4 baris 11 dari atas, perkataa^: „pengadjaran dalam Islam tahuan , seharusnja: „pengadjaran dalam ’ilmu pengetahuan”. ge3. Halaman 5 baris 21 dari atas, perkataan: „kepada”, seharusnja: „pada”. 4. Halaman 6 baris 19 dari bawah, perkataan: „mendjundjung”, seharn*~„mendjondjong”. n) a 5. Halaman 7 baris 13 dari atas, perkataan: „mendielma”. seharusnja- — djelmakan”. ' ”m e n 6. Halaman 7 baris 17 dari atas, perkataan: „menhentikan”, seharusnja: r«, hentikan”. ! »n ie n S 7. 8. 9.
Halaman 7 baris 16 dari bawah, perkataan: „Sjafei”, seharusnja: „Sjaf ........ Halaman 8 baris 13 dari atas, tanda ; seharusnja : 1 Halaman 8 baris 13 dari bawah, perkataan: „penjesuaikan”, seharus penjesuaian”. n ja :
10. Halaman 8 baris 6 dari bawah, perkataan: „puasa dan hadji”, seharum „puasa dan hadj.” n ja 11. Halaman 10 baris 15 dari atas, perkataan: „berdjihad”, seharusnja: . tihad”. ,r ,J12. Halaman 10 baris 21 dari atas,perkataan: „Masjarakat kepunjaan N e Cr. ... (letaknja pada garis baru), seharusnja bersambung dengan Fakultet Fju¥ e ri dan Pengetahuan”; hingga mendjadi: „Fakultet Hukum dan Pengeta » l l n * ■ Masjarakat kepunjuun Negeri”. u ,n 13. Halaman 10 baris 6 dari bawah, perkataan: „kemasjarakatan”, seharuSn% kemasjarakatannja”. Ja: 14. Halaman 12 baris 1 dari atas, perkataan: „keluargaan”, seharusnja: s>. luargaan”. c' 15. Halaman 12 baris 20 dari bawah, perkataan: „djuga mebangunkan p djaan berat”, seharusnja: „djuga dapat membangunkan pekerdjaan b * ^ 16. Halaman 12 baris 15 dari bawah, perkataan: „tersadur”, seharusnja; u salur”. 17.- Halaman 14 bara /2d liri htiiH, perkataan2: „masjarakat itu”, seharus ^
„ m a s ja ru k a tn ja itu ”. . a' 18. Halaman 14 baris 8 dari bawah, perkataan?: „dari masjarakat k e m a s ja ,^ an”, seharusnja: „dari masjarakat kemasjarakat . 19. Halaman 16 baris 9 dari bawah, perkataan: „hakikatnja , se arusnja. kikinja”. »20. Halaman 17 baris 17 dari bawah, perkataan: „ketjintaan”, seharusnjatjitaan”. „ , 21. Halaman 17 baris 12 dari bawah, perkataan^: „mereka bukan , seharU s ri. ^ „mereka — bukan”. , . „hn 22. Halaman 18 baris 15 dari bawah, perkataan: „berkepandangan , seharu ^ _ ^ berkepandjangan”. „ , • 23. Halaman 18 baris 1 dari bawah, perkataan: „suruan , sehiarus j 24. Halaman 19 baris 17 dari atas, perkataan: „masjarakat”, seharusnja. rakatnja”. „ „t, 25. Halaman 19 baris 4 dari bawah, perkataan: „penghargaan , „pengharapan”.
,
M A K S U D „ P E R G U R U A N T IN G G I IS L A M ” (Quran bahan bagi Umu-Pengetahuan).
.
Perguruan Tinggi Islam, jang pada saat ini dibuka, dengan sendirinja bagi setiap penindjau jang budiman akan merupakan suatu soal, jaitu suatu soal ditengah-tengah lapangan masjarakat. Seorang budiman akan menanjakan „apakah ini?” , „apakah artinja ini?” , „apakah gunanja ini?” , dan soal-soal itu akan ditindjaunja dari sudut kemasjarakatan, jaitu apakah kepentingannja „in i dan itu” dan „arti dan guna” itu bagi masjarakat jakni, bagi kepentingan psr- ' gaulan hidup bersama antara manusia dengan manusia. Bagi seorang budiman itu suatu soal jang tidak ada hubungannja dengan masjarakat adalah suatu soal jang sepi, jang hampa kering, jang melajang sebagai udara, jang tak dapat dipegang, umpama keris jang tidak bermata dan tidak berhulu, jaitu soal jang tak guna diper soalkan. Sebabnja ialah oleh karena seorang budiman itu menginsafi dirinja sebagai anggota masjarakaf. Hanja orang jang tidak menginsafi akan dirinja sebagai anggota masjarakat dapat melihat sesuatunja itu sebagai soal arti dan guna bagi dirinja sendiri sadja, maka soalnjapun sangat singkat jaitu akan berputar-putar disekitar lima perkara jaitu lidah, kerongkongan, perut, kulit dan sjahwat. Segala sesuatu jang tidak ada singgungannja dengan lima perkara itu bukanlah soal baginja. . Kembali kita kepada apanja Perguruan Tinggi Islam ini. Ia ada lah perguruan jaitu suatu tempat atau pusat perhimpunan guru-guru, pengadjar-pengadjar, jang siap sedia untuk memberikan peladjaran jang disanggupinja kepada murid-murid, peladjar-peladjar, jang berke butuhan kepada tahu dan ketahuan. Dengan hanja memperoleh tahu dan ketahuan belumlah seorang murid mentjapai pegetahuan. Sesuatu perguruan jang sanggup pula mengadjarkan pengetahuan, lazim disebut ilmu pengetahuan, itulah perguruan tinggi. Rupanja ada perbedaan antara tahu atau Ketahuan dan pengeta huan atau ilmu pengetahuan. Perbedaannja itu dapat kita lukiskan setjara kasar seperti berikut. Kerbau tahu akan rumput dan berhubung dengan itu ada ketahuannja makan rumput, akan tetapi dengan demi-
kian belumlah kerbau itu mempunjai ilmu pengetahuan tentang rum pui itu. Setiap orang di Djakarta tahu akan kawat listrik, lampu listrik dan radio, dan berhubung dengan itu ada ketahuannja memasang lam pu listrik dan memasang radio, akan tetapi hanja sedikit benar oran» d i Djakarta jang ada mempunjai ilmu pengetahuan tentang listrik. ° Orang Islam dinegeri kita ini tahu akan mesdjid, tahu akan sem bahjang setjara Islam, tahu akan nikah setjara Islam, banjak ketahuan nja setjara Islam, akan tetapi dapat dihitung siapa-siapa jang mempu njai ilmu pengetahuan tentang Islam. Maka Perguruan Tinggi Islam ini adalah dihadjadkan m em beri kan pengadjaran dalam i i m » pengetahuan tentang Islam. Apakah jan n dimaksud dengan ilmu pengetahuan? Terang, bukan sadja perkara ta h u dan ketahuan, tetapi lebih dari pada itu. Maka apakah'jang selebihrn^ itu? Bagaimana perhubungan antara ilmu pengetahuan dengan ta h ^ atau ketahuan? Paling pertama harus ditegaskan bahwa tahu dan ketahuan buj-^ sadja hanja dimiliki oleh manusia, tetapi sekadarnja djuga d im jjji. oleh semua djenis binatang, akan tetapi ilmu pengetahuan hanja d a p a t dimiliki oleh manusia sadja. Kedua harus dikemukakan bahwa tahu dengan tidak berketahUan tidak ada kegunaannja, umpamanja apatah gunanja tahu akan p otl0ri _ ¿ „ L ____7 a U i U /4
rohnja dan segala alam, termasuk alam hidupnja sendiri, persatupa duan mana sebagai keinsjafan dinamakannja ilmu pengetahuan. • Djika tahu dan ketahuan hanja berharga djika dapat dihubungkan dengan sesuatu kegunaan buat sesuatu, maka ilmu pengetahuan umumnja tidak langsung menudju kepada sesuatu kegunaan jang tertentu akan tetapi meskipun demikian ia tetap djua mempunjai harga tersen diri jang tak terbatas sebagai sumber dari tahu dan ketahuan jang baru dan karena itu membuka pintu bagi pantjaran bermatjam-matjam kegunaan jang tak dapat ditindjau dari semula. Hingga itulah, djika kita dibelakang segala-galanja mau mentjari guna dan harga. Sungguh pun ilmu pengetahuan mentjetjerkan guna dan harga akan tetapi ia sendiri tidak tertarik 'oleh guna dan harga.. Jang menariknja, jaitu tudjuannja, adalah diluar segala guna dan harga, kearah memperluas penerangan dan pengert'ian sehingga ia tertumbuk kepada kebenaran, jaitu dimana habis semua gelap dan semua soal. Kebenaran itu baru tertjapai apabila telah dapat memberikan keterangan dan pengertian tentang apakah, betapakah, dari manakah, hendak kemanakah dan untuk apakah segala-galanja jang dinamakan alam dengan segala tena ga zahirnja dan tenaga batinnja, jaitu tenaga hidup dan tenaga roh. Djika demikian halnja dengan ilmu pengetahuan itu, apakah pula jang dinamakan ilmu pengetahuan Islam, jang akan diadjarkan kepada Perguruan Tinggi Islam ini? Djawabnja tidak menjimpang dari jang telah diberikan, oleh karena Islam, sebagai bahan jang hendak diselidiki, jang hendak diberikan penerangan dan pcngertiannja, telah meliputi segala apa jang disebutkan tadi, telah meliputi seluruh alam, alam mati, alam hidup serta roh manusia dan tidak itu sadja, tetapi Islam membawa pula bahan-bahan jang lain jaitu bahan-bahan terachir, jakni Tuhan Jang Maha Esa, perhubungan antara Tuhan itu dengan alam, istimewa dengan manusia, kekuasaan Tuhan itu dan hidup setelah mati. Bahanbahan tersebut adalah bahan-bahan istimewa disamping bahan-bahan jang ada dibawah sungkupan alam ini. Sebagai tadi dikatakan ilmu pengetahuan mentjetjerkan harga dan guna seumpama pertaburan bibit jang baru bagi pertumbuhan jang baru. Harga dan guna itu seharusnja diperhatikan, dipungut dan dipergunakan oleh setiap orang jang mengenal akan harga dan guna. Ditangan o ra n g -o ra n g jang hanja menilik harga dan guna dari sudut kepentingannja sendiri, bibit jang ditjetjerkan itu akan tumbuh seum pama benih jang tertabur ditanah kering. Hanja ditangan orang-orang jang menilik guna dan harsa dari sudut kepentingan masjarakat, masjarakat kampungnja, masjarakat bangsanja, dan masjarakat seluruh manusia umunmja, benih itu akan
tumbuh merupakan kebahagiaan umum. Hanja orang-orang jang b e r pedoman kepada kepentingan dan kebutuhan masjarakat, akan s a n g g u p 1 pula mengarahkan tudjuan ilmu pengetahuan langsung kepada ke<--u-i naan jang tertentu. 43 Memenuhi keinginan budiman jang tersebut tadi pada p erm u laan madah ini, dapatlah diterangkan bahwa Perguruan Tinggi Islam in j' hanja berguna bagi masjarakat, bila ia sungguh-sungguh m en ebarkan ilmu pengetahuan, mendidik murid-muridnja kepada tjinta pengetahuan dan tjinta masjarakat, membukakan mata dan minat m urid-m uridnja kepada soal-soal kepentingan, kemadjuan dan perbaikan m a sja rak at Menebarkan ilmu pengetahuan bukan berarti hanja m enjam paikfln ilmu pengetahuan jang telah ada, sebab djika hanja demikianlah h a lri j a maka ia belum melampaui tingkat tahu dan ketahuan. Inilah kesulita n _ nja dalam memberikan batas-arti kepada ilmu - pengetahuan! H m u pengetahuan jang telah ada bergelcr merupakan bahan-baru bagi p e n j e lidikan dari sudut ilmu pengetahuan barti, sehingga teranglah b a h v v a ilmu pengetahuan itu adalah suatu matjam usaha jang berkepandjarig an jang tidak ada batasnja selama roh belum tertumbuk atau kepada p ^ ^ tjak kebenaran ataupun kepada batas kesanggupan jang gemar d is e ^ orang dengan nama kadar, sedangkan kesanggupan atau kadar : • adalah pula suatu pengertian sangat dinamis sifatnja l a*t u , M.Q «»-lu.iuii ^ u ia ouaiu p u jg v iu u ii jang -----O gupan jang diperoleh akan membukakan pintu pula Jcepaaa gupan jang baru dan dengan meluasnja lapangan kesanggupan akan mendjundjung tinggi pula persada kebenaran. Dengan d e rn ^ - _ maka njatalah bahwa ilmu pengetahuan jang sesungguhnja itu hidup, bergerak, dinamis dan tidak mati. Djika mati maka ia djextuh kepada tingkat tahu dan ketahuan, tingkat kebudajaan jang tidak gerak, jang statis, dan karena semua jang ada jang tersmgK _ ari p e j. tumbuhan akan mundur gugur b e r a n g s u r - a n g s u r , maka nas jaan jang telah statis itu ialah djuga pada achimja akan me m Uv ^ musnahan kematiannja. Sebagai telah tergambar djua diat:a ’ ^ E ik a ilmu pengetahuan itu senantiasa produktif, jaitu ia J „ er J ^ n a dan harga, sekalipun guna dan harga itu mungkin tid B dipergunakan atau dihargakan akan tetapi kemudian , iim. ^ k ti sebagai guna atau harga. Siapakah akan menjang a i'**"ngenai roda itu berkat perkembangan ilmu pengeta u mekaran «i' 1 *1 R' kat-ningkat harga dan gunanja sebagai Jan g kita a a^^^untjak g ini. Dan sepotong pohon bulat jang digulingkan dia tel ,. tetapi i- P a da roda auto dan roda kereta-api. Bahannja roda J > diperrr,e § u' naan dan harganja telah berlipat-lipat ganda jang a mania A l O v^^ai lagi nilaiannja. Demikian djugalah halnja dengan u P sampai itu. D ia tetap tinggal Quran semendjak Muham
hari kiamat. Sebagai Qurân ia tetap merupakan bahan, bahan bagi ilmu pengetahuan. Ilm u pengetahuan tentang Qur'ân itu telah mentjetjerkan harga dan guna jang tak dapat ternilai. Bersama dengan ilmu H adith ia telah mentjetjerkan ilmu Fikh dan ilmu Fikh ini telah mentjetjerkan fikh mazhab-mazhab. Tetapi segala-galanja itu tetap djuga kembali lagi mendjadi bahan bagi ilmu pengetahuan jang menindjaunja kemudian. Dengan hanja menjuruh apalkan Quràn, Hadith dan ki tab-kitab fikh, orang tidak akan mentjapai tingkat jang lebih tinggi dari tahu dan ketahuan jang telah ada, sedangkan tahu dan ketahuan ini tidak ia dengan sendirinja productif, tidak ia akan membawakan ke pada guna dan harga jang baru dengan tiada bantuan ilmu pengetahu an. Hanja ilmu pengetahuan, jaitu mempeladjari kembali dan mema sukkan soal-soal jang baru, jang sanggup mendjelma guna dan harga jang baru. Inilah djuga jang orang sesalkan dalam sikap hendak bertaklid sadja kepada ulama-ulama jang telah mendahului. Sikap taklid serupa itu menhentikan djalannja ilmu pengetahuan, berarti menghambat lahirnja guna dan harga jang baru, berarti mendahului Tuhan dalam urusan kadac dan bertentangan dengan sifat kadar jang senantiasa siap sedia untuk mengembang dengan tumbuhnja kesanggupan, dan seluruhnja itu djuga berarti menolak rahmat Tuhan jang bersifat Rahman dan Rahim. K ita ambillah tjontoh jang paling mudah sebab dikenal oleh setiap orang Islam dinegeri kita ini. Adakah orang teringat ak^uj mempersoalkan urusan wali nikah? Orang terima sadja fikh Sj nfyi-y bahwa setiap perempuan jang mau nikah mesti mempunjai wali, wali nasab, wali mudjbir, seterusnja wali hakim, hakam atau muhakkam. Adakah dipersoalkan mengapakah mesti begitu dan haruskah mesti begitu, dan hanja dengan begitu sadja| kah orang dapat kawin menurut kemauan Islam? I Kita ketahui bahwa fihak Hanafi dan Sji’ a tidak mewadjibkan ' wali nikah bagi perempuan jang telah dewasa dan berakal. Selandjutnja sepaham mazhab-mazhab bahwa perempuan ataupun laki-laki jang belum dewasa mesti memakai wali nikah, dan ditundjukkan wali itu dari kalangan asabat. Bagi masjarakat Arab telah benar penundjukan itu sebab masjarakatnja tersusun menurut garis bapak, akan tetapi benarkah djua penundjukan itu bagi masjarakat di \ Indonesia ini? D i Djawa kedudukan pihak ibu sama kuatnja dengan kedudukan 1 pihak bapak, di Minangkabau masjarakatnja menurut garis ibu, di Tapanuli menurut garis bapak. 7
Kalau d! Tapanuli telah selaraslah dengan susunan masjarakatrna djika wali itu diambil dari pihak garis bapak, maka bagi M in an gk abau penundjukan dan pihak .garis ibulah jang selaras dengan susuran masjarakatnja, sedangkan di Djawa penundjukan itu dapat dilakuV-.n dari kalangan garis ibu ataupun garis bapak. Seandainja kita di Indonesia mentjotjokkan hal wali itu m en u n susunan masjarakat kita, apakah karena menjimpang dari pen gerti asabat menurut fikh itu kita tidak lagi pengikut Muhammad? I ni soal jang patut dipikirkan, sebab dalam Quran tidak ada kew ad iiK ^ 3 atau pudjian menundjukkan^ wali dari asabat. n Orang boleh mendjawab, djika tidak ada soal itu diputuskan 0 i Quran, tentu keputusannja terletak pada hadith dan idjma’ . Jang w akan berkata; djawab seperti ini tidak akan memberikan sesuatu p e n ln tjah soal, sebab hadith dan idjma’ serupa itu tentu menundjuk k e p a keadaan atau kebutuhan masjarakat Arab, sedangkan jang dipers a kan ialah masjarakat di Indonesia jang tidak dikenal oleh Rasul <3 oleh ulama-ulama mazhab pada masa pertumbuhan fikh itu. ..an jang benar dan tjotjok dan idjma’ jang benar dan tjotjok bagi rakat Arab tidak perlu senantiasa tjotjok pula bagi masjarakat dj Jj. j a' nesia. Maka soal besarnja ialah: Hadith jang diakui benar itu sarr^ ^ 0 kedudukannja dengan Quran, jakni dalam arti djika Quran ^ di-ikut dan dipedomani oleh segala matjam masjarakat manusia, kah ada hadith jang hanja tertentu bagi satu matjam masjarakat s ^ J 1. dan karena itu hanja wadjib diikut dalam masjarakat jang tertent^ --*a’ sadja, sedangkan bagi masjarakat jang lain susunannja, hanja b o j *}1 dipandang sebagai salah satu tjontoh tempat mengambil peladj ^ * ^ 1 bagaimana mungkin tjaranja menjesuaikan bentuk masjarakat k e p n kehendak Quran dan untuk selandjutnja membiarkan kepada a kat jang lain itu apa tjaranja penjesuaikan jang lajak bagi dmnja aSoal jang besar pula jang sangat mengedjutkan pihak-piha^ ketahuannja hanja bertaklid, ialah mungkinkah kita di ln onesi^ mendirikan mazhab kita sendiri, mazhab nasional, “ S ^Pili » g un jang langsung mempunjai kepentingan kemasjarakatan. ^ ibadat, urusan jang langsung mengenai perhubungan ma < e i i gnn Tuhannja dan karena itu tidak begitu langsung benar me g kemasjarakatan, seperti sembahjang, puasa dan hadji, 1 cl i (j e ngar kebutuhan hendak menjimpang dari fikh Sjafi iSoal hendak mendirikan mazhab sendiri itu tidak kedudukan moedjtahid, jang telah seribu tahun orang ada S t ,„, kin bangun lagi, sebab telah hilang kepertjajaan orang Allah.
Diabad jang kedua puluh ini orang tidak lagi mendewa-dewakan manusia dan karena itu tidak mau lagi, mendewa-dewakan mudjtahid. Pekerdjaan mereka dihargakan menurut ukurannja dan menurut masanja. Selagi orang pertjaja bahwa roch itu hidup dan rahmat Tuhan tidak pernah tertutup, selama itu ada hak bagi mempertjajai bahwa pintu-baru bagi mudjtahid-baru masih terbuka pula. Mudjtahid-baru ini dibutuhkan untuk memberikan hidup baru kepada barang jang mati, untuk mendjelmakan kembali ilmu pengeta huan dari bahan-bahan jang ada. Dan mudjtahid itu hanja dibutuhkan dalam lapangan kemasjarakatan, bukan dalam lapangan ibadat. Maka teranglah bahwa mudjtahid jang diidam-idamkan itu ialah orang jang dapat mengatur lebih rapi kembali urusan mengenai masjarakatnja sehingga sesuai dengan kehendak Quran jang diperdjelas oleh tjontohtjontoh jang terdapat dalam hadith. Djika itu jang dikehendaki maka orangnja itu mestilah mempunjai ilmu jang tjukup pula tentang soalsoal kemasjarakatan dan salah satu soal jang sangat besar peranannja dalam masjarakat ialah soal hukum. Soal besar jang dihadapi dewasa ini ialah apakah hukum jang berlaku dinegeri kita ini telah selaras dengan djiwa rakjatnja jang kebe tulan 90% beragama Islam? Djawabnja mungkin telah selaras, atau mungkin tidak selaras, dan djika telah selaras maka mungkin artinja telah selaras dengan djiwanja, akan tetapi belum selaras dengan djiwa Islam. Djawab jang sebenarnja „telah pasti belum selaras!” , sebab djika telah selaras kesemuanja maka soalnja tidaklah sebagai jar>g kita hadapi sekarang ini. Soal besar jang kita hadapi sekarang ir.i ialah bahwa setelah lebih dari 5 abad Islam masuk ditanah air kita, masih Islam itu memperdjuangkan tempatnja dalam djiwa rakjat dan lebih hebat lagi perdjuangannja dalam masjarakat rakjat, jakni rakjat Islam itu sendiri. Perdjuangannja jang tertudju kepada djiwa rakjat nampaknja lebih ringan dan hanja bergantung kepada perkembangan dan kelantjaran peladjaran agama. Tetapi perdjuangannja terhadap masjara k a t ternjata sangat berat. Djika kita kupas lebih landjut tentang kesulitan jang tersebut belakangan ini, maka akan kenjataan bahwa kesulitan itu ada terletak dilapangan hukum, sebab hukum itu banjak sangkut-pautnja dengan bentuk dan susunan masjarakat. Islam jang tertentu bagi segenap manusia dan dengan demikian bagi segenap bentuk dan susunan masjarakat manusia telah tertumbur kepada masjarakat itu sendiri dan bibit pertumburan itu tidak terletak dalam isi Quran sendiri, akan tetapi dalam bentuk hukum fikh jang dimasukkan ketanah air kita ini, sehingga sebenarnja pertumburan jang dimaksud
adalah antara hukum fikh dan hukum-hukum jang didapati berlaV v dalam masjarakat. u Dengan demikian maka soal apakah hukum dalam m asiarakat kita dapat kita selaraskan dengan kemauan Islam, tergantung kepada adanja mudjtahid-mudjtahid jang mengenal djiwa rakjat Islam kita itu, jang mengenal masjarakat rakjat Islam kita itu dan jang m e n gen a l dmu hukum umumnja, sehingga ia dapat mendjelmakan dari Q urU n dengan berpedoman tjara kepada Hadith, pembaharuan hukum f i k h jang sebanjak mungkin bersesuaian dengan djiwa rakjat dan m a sja ra katnja dalam lingkungan kemungkinan jang diizinkan oleh Q ur g ' Akan ternjata bahwa lingkungan kemungkinan itu tjukup lapangr ; ' dan tidak sebegitu sempit sebagaimana terdapat dalam fikh A r a b Mudjtahid jang dimaksudkan hanja dapat kita peroleh dari <3idika n " sebab Tuhan tidak akan menurunkan mudjtahid itu dari langit, te ta .iv hanja akan memberkati mereka jang mau berdjihad. Sebab itu k i t butuhkan Perguruan-perguruan Tinggi Islam, jang sekarang telah k i t & punjai pula diibu kota Negara kita ini. Djika itu haluan jang heixdn ^ kita tempuh, maka mengertilah kita mengapa mata peladjaran Perguruan Tinggi Islam kita ini disusun hampir serupa dengan ix v i. a peladjaran pada Fakultet Hukum dan Pengetahuan. ~^ Masjarakat kepunjaan Negeri dikota ini ditambah dengan segej, nja mata-mata peladjaran mengenai Islam. Teranglah bahwa m u dj'.t*“ hid-mudjtahid jang hendak ditelurkan itu ialah orang-orang jang menggabungkan dalam dirinja kesanggupan-kesanggupan jurist Hukum) modern dengan kesanggupan ulama modem. Jurist sadja tidak akan menjanggupi tugasnja dalam masjarakat rakjat walaupun sekali djuga dia ada diberi peladjaran dalam hukum sebab hukum Islam jang diperolehnja itu hanja hukum fikh jang import dari luar, lagi pula hanja sedikit benar, sedangkan alat-ala t ibuat dapat sendiri meneruskan ilmu keislaman sedalam-dalamnja t i d ^ mungkin diberikan pada facultet hukum biasa itu. Ulama sadja, dalam arti ahli keagamaan, meskipun 1 dia modern, tetapi tidak mengetahui ilmu hukum modern, tidaK puia ^ sanggup melajani kebutuhan masjarakat Islam kita itu. a rnJ 1 § g x lr) ia maka telah lamalah mestinja tampak pengaruhnja a kat. Pengaruhnja baru sedikit benar, sebab ilmu kemasjaraka sa il kurang dan pengertian ilmu hukumnja sangat terba as p • Mungkinkah soal pendidikan jang dimaksud tertjapai memberatkan mata-mata peladjaran pada faculte* huku/ ^ J L k u sekian tambahan mata-mata peladjaran Islam djuga Arab? Djawabnja mungkin, akan tetapi hendaklah lama bela ] r d lp 10
pandjang barang 3 tahun lagi, sehingga lama beladjar mendjadi 7 á 8 tahun, dan akibat ini sangat memberatkan bagi pemuda kita umumnja. K ita akui bahwa ilmu hukum modem jang dapat dipeladjari pada Perguruan Tinggi Islam ini hanja kira-kira seperdua jang dipeladjari pada fakultet hukum negara, akan tetapi jang seperdua itu, sebagai bibit jang akan tumbuh lagi dalam praktek hidup, dikira telah mentjukupi. . K ita mengharapkan bahwa pemerintah mengerti akan soal dan kebutuhan jang kita hadapi dengan mendirikan Perguruan Tinggi Islam ini dan mengharapkan supaja doctorandus-doctorandus lepasan Per guruan ini dapat ikut meringankan beban pemerintah dilapangan keha kiman dan kedjaksaan, sekalipun tingkatnja dalam lapangan itu akan mau disamakan dengan kandidat jurist ataupun bakkaloreat Selain dari lapangan kehakiman dan kedjaksaan, termasuk pula lapangan kehakiman a°ama, dipertjajai bahwa doctorandus-doctorandus terse but dapat pula dipekerdjakan pada djawatan-djawatan menengah diseeala Kementerian-kementerian dan dilapangan pendidikan pada seko lah-sekolah menengah. Djuga dilapangan masjarakat sendiri, sebagai orang partikelir,' mereka akan dapat pula menjumbangkan tenaganja iane berharga. Tentu tidak semuanja akan mendjelma mendjadi mudjtahid tetapi kita pertjaja bahwa diantara beberapa dari mereka nistjaja dikemudian hari akan mendapat rahmat itu, dan djika telah ditjapai . sedemikian itu, maka telah berhasillah apa jang ditudju oleh usaha euruan ini. Mutu sesuatunja itu tidak terletak pada banjaknja. «Tbab itu djuga tidak akan dihiraukan apakah murid banjak atau tidak. ' Tan<* akan dihiraukan ialah mutu ilmu pengetahuan guru-gurunja dan mutu itu tidak begitu terletak kepada banjaknja bahan pengetahuan tetapi lebihlah kepada kesanggupan melihat soal, sebab soallah ibu seeala pengetahuan! Barang siapa jang tertjengang karena mengamat-amati sesuatu, maka dia telah pada hakikinja berdiri dimuka pintu gerbang ilmu en"etahuan! Satu utjapan: „Apakah ini?” disusul oleh kemauan serta langkah pertama hendak mengetahuinja, maka iapun telah melalui pin tu gerbang itu. Untuk menghindarkan salah faham, maka patut pada achir uraian ini dengan tegas diterangkan, bahwa politik hukum jang dibentangkan disini hanja tertudju kepada orang-orang Islam dan masjarakat orang Islam ditanah air kita ini dan sekali-kali tidak ada hadjat untuk mena rik orang jang berlainan agama kedalam lingkungan hukum Islam itu. Masing-masing golongan berhak hidup dalam hukum jang selaras dengan kebutuhan djiwanja dan masjarakatnja. Teranglah bahwa soal jang disinggung disini terutama terletak dilapangan hukum perdata,
p id a n a ^ dilapangan hidup keluargaan, dan sedikit dilapangan hukum !
Apakah soal-soal itu akan merembet pula kelapangan h u k u m : kenegaraan akan tergantung kepada soal apakah ada dalam p eratu ran peraturan kenegaraan jang berlaku terdapat sesuatu jang bertentang I engan Quran, dan djika ada nistjaja rakjat Islam dinegeri ini akan ■ perdjuangkan persesuaiannja. j Urusan politik jang sematjam itu mestilah diperdjuangkan o l e l i 1 partai-partai dalam parlemen. Perdjuangan politik bukanlah tugas n p r i guruan tinggi. j-’er-i
. Meskipun demikian, perguruan tinggi tidak boleh menghindark-in dm dan kewadjibannja untuk mempeladjari, mempersoalkan dan h p 1 ichtiar membantu memetjahkan soal-soal politik dalam batas-ba t ' tugas ilmu pengetahuan. Perguruan tinggi hendaklah m em berik tjontoh dengan tjara jang berdasarkan ilmu pengetahuan b aga im a an 1 seharusnja melajani soal-soal politik terlepas dari pengaruh senti ,-,,113 dan terlepas dari pengaruh kekuasaan djumlah terbanjak. S e n til -.011 adalah seumpama topan jang laid; ia dapat 'memburu menerbangi..Cn ■ barang jang hampa atau lajiuk busuk, tetapi ia djuga dapat an nahkan barang jang berharga. Pengaruh kekuasaan djumlah t e r b ^ ^ " dapat merupakan hanja tenaga buta, jang akibatnja serupa sentimen, dapat menumbangkan barang jang berharga tetapi muilo ¥ ^ n djuga mebangunkan pekerdjaan berat jang berharga. Semua kinan jang tidak dingini sebagai akibat sentimen atau tenaga b ! ^ dapat terhindar oleh pengaruh ilmu pengetahuan. ta Djika sesuatu tudjuan aliran hidup setelah melalui saringan. }j pengetahuan, disainping itu dapat bantuan dorongan pula dari men dan ten aga buta jang tersadur pula dalam bendungan ilmu p e >tahuan, maka dapatlah hasil jang sebesar-besarnja akan tertjapai d a j ^ e " waktu jang sesingkat-singkatnja setjara jang dinamis dan h a r n ^ Kesimpulannja, perdjuangan politik jang tidak dibantu oleh ilmu P e j ^ ' tahuan samalah dengan perdjuangan tenaga buta jang »ar, gu n^ s' perusak * Mengenai lapangan urusan politik kenegaraan h e n d a k la h <jiin . oleh rakjat Islam dinegeri ini bahwa negara kita ini hukania bangunkan hanja oleh rakjatnja jang Islam sadja tetapi D e»a m a-S dengan rakjatnja jang lain-lain agama dalam satu Jerijasam aK ese ti jang kokoh. Peristiwa ini adalah suatu ajat jang besar dai a£ t buhan sedjarah kebangsaan kita. Djarang dalam sedjaran kerdjasama jang begitu sama rata diantara bermatjai M a ia M Ini djua ajat r a h m a t T u h a n Dalam hubungan ajat rahmat itulah seharusnja kita -
agama.
12
adalah
dan
Jang
kan bagi negara kita ini ajat Quran tentang „ulu’lamri minkum” . Ulu’ lamri jang tidak menentang akan Quran dan Rasul dan mereka warganegara kita dan karena itu bertakluk kepada Pantja Sila kita, meskipun ia bukan Islam, lebih berharga bagi kita dari pada ulu’ lamri jang menamakan dirinja Islam tetapi berlawanan dengan sjarat-sjarat jang tersebut itu.
M UH AM M AD D AN HUKUM. nia t i r „ t ? ° aI ” Muha™mad ^ Hukum” sangatlah luasnja dan p e u t m ’ . ma karena ditemui dalam ilmu hukum pertentangan p a h a m mengenai apa hukum. Pandangan mengenai „apakah hukum” a k - ^ kum n Pan gan terhadaP Muhammad berkenaan dengan b u *
2 . Setjara meringkaskan dikemukakan disini dua matiam aangan mengenai hukum. fa n Pertama: hukum hanjalah suatu segi dari pendjelmaan hidup kem asi rakatan, jakni seperangkaian perhubungan jang tertentu jang ti ~ bui dalam dan dari masjarakat jang tertentu pula, jaitu s e p e r a k ' kaian peraturan hidup jang terpatok kepada hak dan kew^djiK*®“ jang berlaku selama dikuatkan oleh masjarakat itu — , jang a V ^ 11 terletak tidak berkekuatan manakala masjarakatnja itu beroK^Xn sikap dan menimbulkan pendjelmaan jang baru jang sesuai d e ^ ^ h kebutuhan hidupnja jang baru pula. Menurut paham ini tiap-tiap masjarakat disetiap masa m e i p p ^ . pendjelmaan hukumnja jang selaras dengan tjorak, bentuk, an dan kebutuhan masjarakat itu pada masanja itu. Paham 1-1* " tidak mengenal lain-lain unsur bagi pendjelmaan hukum s el/ ? 1* dari unsur-unsur jang ada dalam pergaulan manusia dengan J **1* nusia dalam masjarakatnja itu. X£l~ Pergaulan antara manusia dan bukan manusia, perhubungan a^».. ra roh manusia dan roh bukan manusia adalah diluar p an dan » paham tersebut. 11 Ringkasnja, hukum itu hanja sebagian dari tjiptaan kebudaj^ manusia, jang akan berlainan menurut masjarakat jang men^j- 11 makan kebudajaan itu dan menurut masanja masjarakat sehingga hukum itu akan berbeda dari masjarakat k e m a s ja ra k a t^ dan dari zaman kezaman. Kedua: hukum bukanlah hanja suatu segi dan pendjelmaan h i^ kemasjarakatan sadja, jang semata-mata hanja bertakluK k e p ^ P unsur-unsur jang ada dalam pergaulan manusia dengan sadja dalam masjarakatnja itu. Selam dari perhubungan an t a manusia dengan manusia jang dengan demikian m* a rakat sesama manusia, setiap manusia jang mendjadi anggota 14
r
siarakat itu mempunjai pula — mau tak mau perhubungan roh dengan Roh Akbar, jakni perhubungannja dengan Tr.hannja jang Maha Esa kepada siapa tergantung hidup matinja, demikian diuca keselamatan hidup kemasjarakatannja. Menurut paham ini masjarakat manusia itu bukan urusan manusia sadia, tetapi pula mendjadi urusan Sang Pendjelma manusia itu sendiri sehingga pergaulan hidup sesama manusia itu bukanlah merupakan perhubungan antara-dua, jaitu antara m anula dan manusia, tetapi adalah perhubungan antara-hga, jaitu antara ma nusia dan manusia dan Tuhannja bersama itu. 'i Paham ian« kedua inilah jang dianut oleh sekalian nabi dan disampaikan oleh sekalian rasul, terachir oleh Muhammad dalam A I ^ n g u p a s a n mana jang benar diantara dua paham tersebut sulit diberikan oleh karena persoalan ,>mana jang benar itu achirnja akan lereantung kepada soal „pertjajakah atau tidakkah akan adanja T u h a n Jang Maha Esa sebagai faktor pertama bagi kemasjarakatan manusia Siapa jang pertjaja - beriman - akan perbaiki dan lengkapi paham
akibat-akibat dari penganutan paham
jang dua matjam
pertama (paham kemasjarakatan) maka aki-
batnja ialah: kan perSeimbangan antara hak dan kewadjiban; W hukum hanjalah hukum djika dan bila dan sekadar hak itu memn n S k a d r a t pelaksanaannja atau kewadjiban itu dapat dipaksapunjai Kdui f , mana berarti bahwa dalam masjarakat mes-
kan penun?.a^ja. W maM
us ^ !il0i a ™ S S r t S „ a i a n kewadjiban itu;
. C)
^
J f i u n s a n hukum dibatasi dan lingkungan kesusilaan dengan lmgKunga mana berlakun]a dan apa t]aranja ber. menundjukkan aai kesusilaan itu ada sebahagian jang
dala'm S i n g a n hukum, tetapi buat selebihnja tidak
d) e)
i v S a n alat-alat hukum kepada penguasa terhadap orang-orang diberiKan baris-baris kesusilaan; jang m e ia m & boleh didjalankan oleh penguasa sekadar oiama itu telah mendiadi hukum biasa dalam masjarakat; hukum ag diterima oleh masjarakat sebagai hukum
S M d S ffiU j-
dengan kesusilaan.
„ t mham kedua (paham ketuhanan) maka akibatnja ialah:
2 ! hutum alama mana jangP langsung dapat ditarik dari K iti, Allah 15
S ! ! ah PaHng ll.tam.a didjalankan, meskipun bertentangan d en ean I 1 masJarakat atau bertentangan d e n ia n fl tjorak, bentuk dan susunan masjarakat; *1 b)
djika tidak dapat langsung ditarik dari Kitab Allah maka ditarik- I hukumnja langsung dari sunnah Rasul; I e) djika tidak dapat langsung ditarik dari Kitab Allah dan dari SUn- ' u a ^ i m a k a ditarik hukumnja setjara berpedoman k ep a H> Kitab Allah dan sunnah Rasul; 1 Qa d) hukum jang selebihnja boleh didjelmakan menurut paham k ern a - I sjarakatan asal sadja tidak bertentangan dengan R oh Kitab A ll^ u ! dan tidak bertentangan dengan maksudnja sunnah Rasul; e) antara hukum dan kesusilaan tidak diadakan batasan lingkungan i tjuma sesuatunja itu hanja dapat dipandang sebagai kesusilaan % ]] ’ i ia tidak bertentangan dengan A l Ouran dan sunnah Rasul; * a f) keseluruhan hukum jang tidak dipisahkan dari kesusilaan bukan dipatokkan hanja kepada hak, kewadjiban dan paksa pengokohnja, akan tetapi kepada lima pengertian p erh u ku ^J 111 jaitu wadjib, sunnah, djaiz (halal), makruh dan haram; lima ngertian perhukuman ini jang dinamakan alahkam alehamsah b muat pengertian pahala, hukuman, pudjian. tjelaan dan pembiar ^ r ~ 5. Hak dapat direlakan atau dipertahankan. Djika dire]aj_ maka habislah hak itu. Hak dipertahankan bila terganggu. M enir» a n tahankan itu dilakukan dengan menuntut pada penguasa supaja pe]gV“ r ~ gar dihukum. Hukuman itu mungkin berupa penderitaan bagi diri Jiaria sipeianggar, mungkin berupa menimpakan sesuatu kew adjj ^ ^ 11 bagi sipelanggar untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu perbu n an. Hak umumnja bertimbalkan kewadjiban, jaitu hak bagi jang s orang berarti kewadjiban bagi jang lain, atau hak seseorang itu rr*^~ ngandung pula kewadjiban bagi dirinja sendiri. Demikian pula ke\y ~ djiban itu umumnja bertimbalkan hak sedangkan pelanggaran s e s t j^ ~ kewadjiban akan membawakan pula kepada sesuatu tuntutan hukuj. u an. Djuga suruhan dan larangan pada hakikatnja bermuat kew adjib^ ~ jaitu kewadjiban melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu p , buatan. Hukuman itu pada sifatnja ialah paksaan bagi hak jang terganggu, mengokohkan penunaian sesuatu kewadjiban ngokohkan pelaksanaan suruhan dan larangan. Sesuatu jang «aafc t ~ larang dan djuga tidak tersuruh adalah merupakan sesuatu K e o e b a ^ ~ atau kebolehan jang terserah kepada kemauan s e s e o r a n g semara * dan oleh karena sifat bebasnja itu maka lapun terletak auuar segiU paksaan. 16
Segala jang tersebut itu, jang terpatok kepada pengertian hak, kewadjiban dan paksaan, dikenal dalam ilmu hukum menurut paham kemasjarakatan itu, dan djuga dikenal dalam ilmu hukum menurut paham ketuhanan, sehingga semua pengertian itu djuga telah tergeng gam dalam alahkam alehamsah itu. Tjuma dalam paham ketuhanan itu ada terdapat lagi tiga pengertian tambahan, jaitu pahala, pudjian dan tjelaan. 6. Tidak menghiraukan pengertian pahala, pudjian dan tjelaan itu akibatnja ialah bahwa kesempurnaan hidup rohani, jang dalam masjarakat akan mendjelmakan pula kesempurnaan dan kesatuan hi dup kemasjarakatan, terhalang dan karena itu maka pergaulan hidup kemasjarakatan itu tidaklah merupakan ketertiban jang sesungguhnja. Ketertibannja itu galing (pintjang). Karena tidak ada pengertian pahala maka kewadjiban hanja dilakukan sekadar melepas hutang akan tetapi hak dikeruk sampai kekerak-alasnja; larangan hanja diikuti sekadar menjingkirkan kesulitan bagi diri dan harta, tetapi djika terhindarkan kesulitan itu maka larangan itu dilanggar djua. Karena tidak ada pengertian' tjelaan maka orang tidak segan melakukan perbuatan jang tidak atau kurang baik djika hukumannja tidak ada. Karena tidak ada pengertian pudjian maka orang tidak menghiraukan usaha perbaikan djika tidak ada suruhannja benar. Kegalingan zahir dan batin seperti itu mentjenderongkan masjarakat kepada perderaian jang mempertadjam hidup perseorangan jang dalam perhubungannja didalam masja rakat akan mengutamakan kepentingan sendiri jang terutama terletak dilapangan kebendaan dengan membelakangkan kepentingan masjarakat jang terutama terletak dilapangan ketjintaan. Demikianlah gelagatnja misalnja dalam perhubungan buruh dengan madjikan bila perhu bungan itu semata-mata didasarkan kepada pengertian hak dan kewa djiban sadja. Kerdjasama dalam perusahaan jang seharusnja menim bulkan perhubungan kemasjarakatan jang merapatkan dan mempersa tukan antara mereka bukan sadja bagi kepentingan mereka bersama tetapi djuga bagi masjarakat mereka — beralih mendjadi perpetjahan antara mereka dan perpetjahan masjarakat, jang menimbulkan golong an buruh jang hanja memikirkan kepentingan golongannja sadja disatu ; pihak dan golongan madjikan jang begitu pula achlaknja dilain pihak. Dalam perusahaan-perusahaan dimana pemimpin-pemimpmnja mempunjai sifat-sifat jang lebih tinggi, jang ikut memperhitungkan da lam perhubungan hak dan kewadjibannja terhadap pekerdja-pekerdjanja djuga faktor-faktor jang hanja bersifat pahala, pudjian dan tjelaan, terlihat jang sebaliknja jaitu hubungan persatuan erat antara madjikan dan buruhnja dan dengan demikian menimbulkan masjarakat jang sehat. 17
Tjontoh jang lain jang menggambarkan kegalingan dalam mas'arakat berhubung dengan mematokkan hukum hanja kepada hak dai kewadjiban sadja terdapat dalam sedjarah pengertian „onrechtmatigf daad” di Negeri Belanda 30 sekian tahun jang lampau, dimana kewadjiban membajar kerugian karena „onrechtmatige daad” semulanj» hanja diperhubungkan kepada perbuatan jang melanggar hak oranj lain atau jang berlawanan dengan kewadjiban sendiri, djika pula hai atau kewadjiban itu dapat langsung dialirkan dari undang-undan& Akibatnja banjak perbuatan jang merugikan jang tak dapat diguga' djika perbuatan itu hanja bertentangan dengan kesusilaan atau berten tangan dengan kehati-hatian jang patut dalam masjarakat. Semendja* tahun 1919 diputuskan oleh Mahkamah Agung Belanda bahwa djugf perbuatan-perbuatan jang teri jela sebagai dimaksud dibelakangan inii. jaitu perbuatan jang tidak selaras dengan kesusilaan atau ukuran ke* hati-hatian jang patut terhadap diri dan benda orang lain, membawakan kewadjiban penggantian kerugian jang timbul karenanja. Dengan demi' i kian maka faktor tjelaan termasuklah pula dalam sebahagian perhukuman di Negeri Belanda. 7. Dari jang tersebut diatas itu akan terbajanglah bahwa hukuiD dalam arti sempit itu tidak seharusnja dipisahkan, sungguhpun dapa1 dibedakan, dari hukum dalam arti luas itu dimana selaras dengan ketjonderongan rohani manusia ukuran-ukuran kesusilaan itu mendjad' dasar, inti dan udjian bagi semua perhubungan kemasjarakatan termasuk perhubungan hukum dalam masjarakat. Kita harus insjafi bahv/3 kesusilaan itu bukan seluruhnja barang jang siap; sebagaimana halnja dengan roh kita jang senantiasa dalam pertumbuhan maka demikiaO' lah pula dengan kesusilaan itu jang senatiasa dalam pertumbuhan pula, berkepandangan dengan tidak kundjung sudahnja. Dengan demikia^ maka ukuran-ukurannja itu ada jang telah siap, telah matang, ada setengah matang, ada jang masih berupa putik dan ada jang sedang kabur-kabur dan ada pula jang runtuh kembali. Oleh karena kesusilaa*1 itu hidup maka tidak mengherankan djika djuga ia bertakluk kepada lahir, tumbuh dan mati untuk bangkit kembali dalam kelahiran baru dan pertumbuhan jang baru menudju kepada tingkat kesempufl13' an, tetapi mungkin djuga ketingkat kedjatuhan! Djika kesusilaan itu telah matang, telah terpantjang dalam ma‘ ia' ra at dan mendapat pengakuan umum, maka pada suatu ketika ia W'*1' / nf a ,^ a[n perhukuman ditangan penguasa-penguasa, maka iap1* j an hukum. Sebelum sampai kepada pendjelmaan jang dima. i n a kesusilaan itu berada dalam taraf pudjian atau tje diikan v ? 1 tmula' mula sesuatu Pemuatan itu ditjela atau dipu' dan kesu^hannja didjadikan larangan atau suruan. 18
Tentang sumbernja kesusilaan itu terdapat pula dua matjam pa ham; pertama, paham jang hanja mau mentjari sumber itu semata-mata dalam perhubungan kemasjarakatan antara manusia dan manusia sadja; kedua, paham jang mentjarinja bukan sadja dalam perhubungan kemasjarakatan antara manusia dan manusia, tetapi djuga dalam per hubungan setiap manusia dengan Tuhannja. Djuga disini kita diumpai paham „perhubungan antara dua” dan paham „perhubungan antara tiga” , paham kemasjarakatan dan paham ketuhanan. Djuga disini sangat sulit pengupasan tentang soal mana jang benarnja, sebab achirnja akan tertumbuk djua kepada soal iman, soal pertjaja atau tidaknja akan adanja Tuhan. Siapa jang pertjaja bahwa sesungguhnja ada per hubungan antara roh manusia dan Roh Tuhannja, maka dia akan per baiki dan lengkapi paham kemasjarakatan itu dengan paham ke tuhanan. Dalam paham ketuhanan, kesempurnaan kesusilaan dan kedjatuhan kesusilaan mendapat pendjelasan jang pasti, jakni dipergantungkan kepada peristiwa apakah manusia ingat atau lupa akan Tuhannja, atau apakah perhubungan masjarakat masih antara tiga ataukah hanja antara dua. Dalam paham kemasjarakatan kemadjuan dan kemunduran kesusilaan itu ditjari-tjari dilapangan kebendaan, dilapangan perekonomian, dilapangan kebidjaksanaan pemerintahan dan sebagainja dan kerap kali dalam mentjari itu lapangan jang satu menuduh lapangan jang lain. Hanja dalam paham ketuhananlah dapat muntjulnja pengertian pahala, jang diartikan kebahagiaan bagi dunia dan achirat. Dalam paham kemasjarakatan maka pengertian pahala itu diganti dengan pe ngertian kegunaan bagi keselamatan pergaulan dalam masjarakat. Ijuma, penggantian itu bukanlah berarti pertukaran jang sama, sebab pengertian pahala terlepas dari ukuran kebendaan , terikat kepada penghargaan keredaan — , tertudju kepada tjita-tjita , sedangkan ke gunaan itu terpaku kepada ukuran kebendaan, terikat kepada pertim bangan laba rugi, tertudju kepada pertambahan harta bagi kepentingan diri sendiri.
19
Penerbit : „BULAN - BINTANG” JAiiCt SUDAH TE R B IT : 1. Islam dan Socialisme, oléh H.O.S. Tjokroaminoto. 2. Menegakkan Benang Basah, oléh Harsono Tjokroaminoto. 3. Tarich Agam a Islam, oléh H.O.S. Tjokroaminoto. 4. Massa Psychologie, oléh Mr. Djody G. 5. Parlemen Indonesia, djilid I oléh Mr. Djody G. dan Amelz. 6. Islam dan Negara, oléh Moechtar Jahja. 7. Hukum Baru di Indonesia, oléh Prof. M r. D r. Hazairin. 8. Hukum Tata-Negara R.I., djilid X oléh M r. Assaât. 9. Kebudajaan Indonesia, oléh Mr. M. Nasroen. 10. Kemakmuran Rakjat dalam Hubungan Pindjam an Exim Bank, (dengan kata pengantar Prof. D r Sumitro). 11. Hukum Islam dan Masjarakat, oléh Prof. M r. D r. Hazairin. J A N G A K A N T E R B IT : 1. Perang Habis2an atau Dam ai Abadi? oléh Mr. Soenario. 2. Uni Parlementer (.Langkah ke organisasi N e g a ra Sedunia P a r lementer) oléh Mr. Soenario. 3. Konstituante Republik Indonesia, oléh Mr. Mohd Yamin. 4. Blembangun M asjarakat Murba, oléh Soetardjo Kartohadikoe soemo.5. Hidup dan Perdjuangan H.O.S. Tjokroaminoto, oléh Amelz. u 6. Hukum Tata N egara R.I. djilid H, oléh M r. Assaât. 7. Psychologie-PoUtik, oléh Mr. M. Nasroen. 8. Parlemen Indonesia djilid n , oléh Mr. Djody G. dan Amelz. 9. Hak2 Asasi Rakjat Merdeka, oléh M r. Iw a Kusumasumantri. 10. Soal Pemilihan Umum, oléh Mr. Soenario. U . Undang2 Dasar Negara? di Asia, oléh Mr. Soenario. Dan laina ! Mentjari Agen 2 di seluruh Indonesia! D aftar buku sedia.
Perpustakaan UI