Dampak Pembangunan Prasarana Transportasi terhadap Kesejahteraan Masyarakat Perdesaan: Kasus Kabupaten Bulu Kumba Sulawesi Selatan
DAMPAK PEMBANGUNAN PRASARANA TRANSPORTASI TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PERDESAAN: Kasus Kabupaten Bulu Kumba Sulawesi Selatan Impact of Transportation Development on The Welfare of Rural Community: The Case of Bulu Kumba Regency of South Sulawesi Tri Bastuti Purwantini dan Rudi Sunarja Rivai Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161
ABSTRACT With objective to accelerate poverty alleviation in Indonesia, the government has conducted Rural Facility Development (Pengembangan Prasarana Perdesaan/P2D) under the financial support of Loan JBIC IP-506. This loan is expected to improve development targets. The objective of this paper is to observe the impact of P2D (transport facility) on rural community ewelfare. A study was conducted in Balleanging village in January 2008. The analysis considers rural conditions before the implementation of P2D (2001-2002) and after P2D (2007) using qualitative descriptive type of approach. The study shows that the impact of transportation facilities: (a) increasing trend of community mobility and reduction of time spend and transport cost to various centers (economic, health, education, and administration centers); (2) increasing employment opportunities; (3) faster transportation of agricultural and industrial products; (4) improving household income, both absolute and actual values; (5) indirect benefits and positive impact on education and health of the community; (6) to gain long term benefits from transportation development and to reduce community burden, the current achievement enjoyed through P2D should be well managed and continued by local government. Key words: transportation, welfare, rural community ABSTRAK Dalam rangka mendukung percepatan penanggulangan kemiskinan, pemerintah telah melaksanakan kegiatan Pengembangan Prasarana Perdesaan (P2D) melalui Loan JBIC IP-506. Dengan adanya bangunan tersebut diharapkan berdampak positif terhadap sasaran pembangunan. Tulisan ini melihat dampak keberadaan P2D (prasarana transportasi) terhadap kesejahteraan masyarakat perdesaan. Penelitian ini dilakukan di Desa Balleanging pada Januari 2008. Untuk melihat dampak kajian ini menggunakan analisis kondisi sebelum P2D (tahun 2001-2002) dan setelah P2D (tahun 2007), sementara analisis dilakukan secara deskriptif kualitatif dengan tabel-tabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan adanya bangunan prasarana transportasi berdampak pada: (1) mobilitas masyarakat meningkat, waktu tempuh dan biaya transportasi ke beberapa fasilitas (perekonomian, pemerintahan, kesehatan dan pendidikan) menurun, (2) kesempatan kerja semakin banyak, (3) pemasaran hasil pertanian maupun hasil industri semakin mudah, (4) pendapatan rata-rata rumah tangga meningkat baik secara absolut maupun riil, (5) secara tidak langsung berdampak positif terhadap pendidikan dan kesehatan masyarakat, (6) agar pembangunan prasarana transportasi dalam hal ini P2D bisa lebih bermanfaat bagi masyarakat sasaran, maka sebaiknya prasarana yang dibangun dan dirintis oleh program
99
Tri Bastuti Purwantini dan Rudi Sunarja Rivai
P2D kemudian dilanjutkan, ditingkatkan dan dikembangkan oleh program pembangunan Pemerintah Daerah, sehingga akan bermanfaat dalam jangka panjang, dan mengurangi beban masyarakat untuk pemeliharaannya Kata kunci : prasarana transportasi, kesejahteraan, masyarakat perdesaan
PENDAHULUAN
Dalam rangka mendukung percepatan penanggulangan kemiskinan yang dimulai dengan pelaksanaan Inpres Desa Tertinggal (IDT) pada tahun 1994, Pemerintah Indonesia dengan pinjaman pemerintah Jepang telah melaksanakan kegiatan Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal mulai tahun anggaran 1995/1996. Kemudian dilanjutkan pada Fase III mulai tahun 2000 sampai 2003 dengan nama kegiatan Pengembangan Prasarana Perdesaan (P2D) melalui Loan JBIC IP-506. Salah satu prasarana yang dibangun pada program P2D adalah prasarana transportasi, termasuk di dalamnya adalah jalan, jembatan dan tambatan perahu. Dengan adanya bangunan tersebut diharapkan akan berpengaruh terhadap perekonomian wilayah dan kesejahteraan masyarakat pengguna (masyarakat sekitar) baik dampak secara langsung maupun tidak langsung. Dengan kata lain prasarana transportasi yang dibangun mendukung kegiatan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat. Dalam kaitan dengan pembangunan perdesaan, pemerintah daerah pada umumnya cenderung masih belum memberikan perhatian yang besar. Sebaliknya, mereka lebih mengutamakan dan memfokuskan kepada pembangunan fisik di perkotaan (Bappenas, 2008) Tulisan ini bertujuan untuk melihat dampak pembangunan prasarana transportasi (P2D) terhadap kesejahteraan masyarakat dilihat dari dampak secara langsung dan tidak langsung. Dampak secara langsung seperti dampak terhadap mobilitas/aksesibilitas penduduk pengguna. Dampak lainya dapat dilihat dari beberapa sisi, seperti terhadap kesempatan kerja, pemilikan asset, pendapatan, pemasaran hasil pertanian dan industri (rumah tangga).
METODE PENELITIAN Secara garis besar pengembangan prasarana perdesaan dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu : (1) aksesibilitas wilayah, (2) fasilitas produksi, dan (3) fasilitas kesehatan. Aksesibilitas wilayah dalam hal ini adalah prasarana transportasi yang sudah dikembangkan selama tahun 2001 s/d 2003 adalah jalan, jembatan dan tambatan perahu. Fasilitas tersebut diharapkan dapat membuka ”jalan” bagi pengembangan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat sasaran. Pranoto (2008) mengemukakan bahwa, keterbatasan pembangunan prasarana dan sarana yang memadai untuk mendukung kegiatan ekonomi rakyat
100
Dampak Pembangunan Prasarana Transportasi terhadap Kesejahteraan Masyarakat Perdesaan: Kasus Kabupaten Bulu Kumba Sulawesi Selatan
perdesaan menjadi prakondisi bekerjanya mekanisme pasar secara efisien. Sehingga pada gilirannya dapat memicu dinamika perekonomian di wilayah perdesaan. Sementara itu fasilitas aksesibilitas wilayah dapat bermanfaat untuk menghubungkan lokasi masyarakat sasaran terhadap pusat perekonomian dan fasilitas kehidupan lainnya, seperti puskesmas, pedagang dan toko serta pasar dan pusat pemerintahan (kantor desa dan kantor kecamatan). Dalam kajian evaluasi dampak pengembangan P2D (dalam kajian ini ditekankan pada prasarana transportasi), yang berakhir pada tahun 2003, maka saat ini (tahun 2007) akan melihat bagaimana penggunaan fasilitas P2D tersebut dan dampak langsung, maupun tidak langsung dari pemanfaatannya. Setelah memanfaatkan prasarana P2D selama lebih dari empat tahun, diharapkan dapat melihat dengan jelas baik dampak langsung, maupun dampak tidak langsung bagi masyarakat sasaran. Penelitian ini dilakukan di Desa Balleanging, Kecamatan Ujung Loe, Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan. Kegiatan dilaksanakan pada bulan Januari 2008. Data primer dikumpulkan dengan mewawancara rumah tangga pengguna dengan menggunakan kuesioner terstruktur, dengan jumlah responden 8 rumah tangga. Untuk mendukung informasi primer terutama untuk mendapatkan data dan informasi terkait dengan eksisting kondisi bangunan, pemanfaatan/ pengembangan dan dampaknya. Juga dilakukan wawancara group (Group interview/ FGD). FGD ini terdiri dari tokoh masyarakat, aparat desa, petani, pedagang dan pengguna lainnya yang berjumlah 12 orang Analisis data dilakukan secara diskriptif dengan menggunakan tabel-tabel analisis. Sementara untuk analisis pengaruh inflasi menggunakan deflator Indeks Harga Konsumen (IHK) gabungan. Dalam analisis ini IHK sebelum adanya bangunan (tahun 2001/2002) menggunakan IHK tahun 2002 yang besaran nilai sama dengan seratus sementara untuk menghitung nilai riil setelah adanya bangunan menggunakan IHK rata-rata setahun (tahun 2007).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Manfaat Pembangunan Prasarana Transportasi (P2D) Pola pembangunan prasarana P2D ini baik untuk dikembangkan di tempat lain, karena manfaatnya menyebar di berbagai tempat dan memeratakan pembangunan, sehingga lebih banyak masyarakat dapat merasakan pembangunan yang diprakarsai oleh Pemerintah (Konsultan Monitoring dan Manajemen Pusat, 2004). Jalan dan jembatan yang dibangun dengan dana P2D, di lokasi contoh sangat besar pengaruhnya terhadap aksesibilitas masyarakat. Sebagai ilustrasi sebelum P2D jalan tersebut sudah ada (berupa jalan tanah), namun kondisi jalannya sempit dan rusak parah, tidak bisa dilalui kendaraan roda empat, waktu itu kuda adalah alat angkut populer di desa ini. Setelah P2D seluruh jalan di Dusun Galagang (ruas Tamato – Karassing – Tugendon) dapat dilalui kendaraan roda empat, sehingga angkutan barang dan
101
Tri Bastuti Purwantini dan Rudi Sunarja Rivai
orang lancar, terutama sangat dirasakan oleh penduduk yang bermukim di dusun Galagang. Waktu tempuh dari rumah penduduk ke jalan poros terdekat (termasuk ke pasar dan desa) menjadi setengah dari waktu sebelumnya, secara rinci Tabel 1 menyajikan perubahan waktu tempuh dan ongkos transpor ke beberapa tempat tujuan. Secara umum dapat dikatakan bahwa dengan jarak/waktu tempuh yang makin singkat berdampak pada biaya transpor yang makin rendah. Tabel 1. Aksesibilitas Dilihat dari Waktu Tempuh dan Ongkos Transpor di Desa Balleanging, Provinsi Sulawesi Selatan, Sebelum dan Setelah P2D Dari rumah ke tempat tujuan Ke jalan aspal terdekat
Satuan
menit Rp/org Ke pasar terdekat menit Rp/org Ke terminal terdekat menit Rp/org Ke puskesmas terdekat menit Rp/org Ke kantor desa menit Rp/org Ke kantor kecamatan menit Rp/org Ke sekolah terdekat menit Rp/org Sumber : data primer FGD (diolah)
Sebelum P2D 39,0 6.875 35.0 5.750 86 30.625 43 11.250 45,0 17.500 71,0 26.250 16,3 -
Sulawesi Selatan Perubahan Setelah (%) P2D 17,0 -56 4.375 -36 16.0 -54 4.125 -28 51 -41 19.375 -37 29 -33 11.000 -2 26,0 -42 9.625 -45 51,0 -28 16.875 -36 14,1 -13 -
Dampak P2D terhadap Kesempatan Kerja Rumah Tangga Sasaran pembangunan perdesaan pada tahun 2008 adalah terciptanya perluasan kesempatan kerja di perdesaan terutama lapangan kerja baru di bidang kegiatan agribisnis off-farm dan industri serta jasa berskala kecil dan menengah, sehingga berdampak pada berkurangnya angka pengangguran dan kemiskinan serta meningkatnya produktivitas dan pendapatan masyarakat perdesaan Dengan dibangunnya prasarana transportasi akan mempengaruhi aksesibilitas penduduk yang selanjutnya akan membuka kesempatan kerja di wilayah tersebut, di beberapa kasus muncul adanya usaha baru. Beberapa temuan hasil penelitian ini, disajikan pada Tabel 2. Tampak bahwa rataan jumlah yang bekerja berkisar 2-3 orang per rumah tangga, jumlah perempuan yang bekerja sebelum dan sesudah P2D meningkat walaupun relatif kecil. Meningkatnya jumlah ini terutama disebabkan berkembangnya agroindustri, industri gula merah/kelapa yang padat tenaga kerja. Mata pencaharian penduduk dominan adalah sebagai petani, sebelum dan setelah P2D relatif tetap, sedangkan buruh tani bukan lagi sebagai matapencaharian utama, mereka beralih ke industri rumah tangga. Walaupun terjadi perubahan sumber mata pencaharian utama kepala rumah tangga, rata-rata
102
Dampak Pembangunan Prasarana Transportasi terhadap Kesejahteraan Masyarakat Perdesaan: Kasus Kabupaten Bulu Kumba Sulawesi Selatan
ragam pekerjaan anggota rumah tangga relatif tetap. Sebaliknya untuk anggota rumah tangga perempuan sebelum P2D banyak yang tidak bekerja tetapi setelah P2D jumlah yang bekerja meningkat. Tabel 2. Perkembangan Kesempatan Kerja dan Pekerjaan Anggota Rumah Tangga Sebelum dan Setelah Pembangunan Jalan P2D di Provinsi Sulawesi Selatan 2008 Uraian
Satuan
Jumlah ART perempuan yg bekerja Org/ RMT Matapencaharian utama RT - Petani (%) - Industri rumah tangga - Buruh tani - Pedagang - Jasa Rata-rata jumlah jenis pekerjaan ART Jenis Jenis Rata-rata jumlah jenis pekerjaan ART Perempuan Sumber : data primer rumah tangga (diolah)
Sulsel Sebelum P2D Setelah P2D 0,9 1,1 50,0 37,5 12,5 1,6 0,2
50,0 50,0 1,6 1,6
Selain di tingkat rumah tangga, secara wilayah perkembangan kesempatan kerja lebih menonjol. Makin banyaknya usaha industri gula merah berarti lebih banyak kesempatan kerja di usaha tersebut karena usaha ini merupakan usaha dengan padat tenaga kerja. Dengan makin baiknya kondisi jalan dan didukung dengan makin mudahnya kredit pemilikan sepeda motor belakangan ini kesempatan kerja ojek makin terbuka.
Dampak P2D terhadap Perkembangan Asset Rumah Tangga Pemilikan asset rumah tangga merupakan salah satu indikator ekonomi rumah tangga. Sehingga semakin banyak dan bernilai ekonomi tinggi aset rumah tangga mengindikasikan kemampuan atau kesejahteraan rumah tangga yang bersangkutan. Indikator yang dipakai Badan Pusat Statistik (2008) untuk rumah tangga/penduduk miskin antara lain adalah kepemilikan aset/barang yang berharga minimal Rp 500.000. Aset tersebut dapat dibedakan antara aset produktif dan tidak produktif. Keragaan perkembangan pemilikan asset rumah tangga sebelum dan setelah P2D disajikan pada Tabel 3. Dari Tabel 3, dapat dikemukakan bahwa rataan pemilikan asset relatif tetap sebelum dan setelah P2D, kecuali untuk pemilikan rumah, TV dan sepeda motor terjadi peningkatan. Peningkatan ini antara lain karena tingkat pendapatan meningkat dan sebagian digunakan untuk membeli/membangun rumah. Selain karena tingkat pendapatan meningkat juga karena masyarakat semakin membutuhkan asset tersebut sebagai alat transportasi (sepeda motor) dan komunikasi maupun hiburan (TV). Nilai kurang dari 1 untuk pemilikan rumah berarti sebagian rumah tangga tersebut ada yang belum memiliki rumah, dalam hal ini menumpang di saudaranya.
103
Tri Bastuti Purwantini dan Rudi Sunarja Rivai
Tabel 3. Keragaan (Rataan) Asset Rumah Tangga Contoh Sebelum dan Setelah Pembangunan Jalan P2D di Desa Balleanging, Kecamatan Ujung Loe, Kabupaten Bulukumba, 2003 Jenis aset
Satuan
Rumah Unit Lahan (Total) Hektar - Sawah Hektar - Tegalan Hektar - Kebun Hektar - Pekarangan Hektar - Kolam Unit Ternak - Sapi/kerbau/kuda Ekor -Kambing/domba/babi Ekor Sepeda motor Unit TV Unit Sumber : data primer rumah tangga (diolah)
Sulsel Sebelum P2D 0,75 2,63 0,875 0,880 0,875 -
Setelah P2D 0,88 2,63 0,875 0,880 0,875 -
0,875 0,880 0 0,1
0,875 0,880 0,3 0,6
Lahan, terutama lahan pertanian sebagai asset produktif untuk menghasilkan produksi pertanian, sesuai dengan agroekosistem lokasi contoh adalah lahan kering yang berbasis komoditas palawija dan perkebunan, maka lahan dominan yang diusahakan adalah tegalan dan kebun. Di lokasi penelitian rata-rata petani memiliki kuda, tujuan dari pemeliharaan kuda ini dominan untuk alat angkut hasil pertanian dari kebun, sedangkan sapi sebagai tenaga kerja untuk mengolah tanah, terlepas dari hal tersebut pemeliharaan ternak ini digunakan sebagai tabungan yang sewaktu-waktu dapat dijual.
Dampak P2D terhadap Pendapatan Rumah Tangga Ragam dan sumber pendapatan rumah tangga secara agregat meningkat setelah P2D dibanding dengan sebelum P2D. Persentase peningkatan dan keragaan serta perkembangan pendapatan rumah tangga disajikan pada Tabel 4. Bila dilihat dari sumber pendapatan tampak bahwa peningkatan tertinggi dari usaha industri rumah tangga dan usahatani perkebunan, masing-masing meningkat sekitar 394 persen dan 500 persen. Sementara pendapatan dari buruh tani berkurang, ini disebabkan sebagian anggota rumah tangga beralih dari buruh tani ke kegiatan lain. Secara agregat total pendapatan absolut meningkat mencapai lebih dari 150 persen. Peningkatan ini tidak semata-mata menggambarkan peningkatan riil karena peningkatan ini dipengaruhi juga oleh tingkat inflasi di wilayah masingmasing. Untuk melihat peningkatan riil dengan memperhatikan inflasi dalam hal ini di deflator dengan rata-rata nilai Indeks Harga Konsumen (IHK) gabungan di kota provinsi, maka diperoleh nilai lebih rendah dari nilai absolut (Tabel 4). Berdasarkan peningkatan riil ini, tampak bahwa dampak adanya P2D dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga berkisar 64 persen. Fenomena ini juga
104
Dampak Pembangunan Prasarana Transportasi terhadap Kesejahteraan Masyarakat Perdesaan: Kasus Kabupaten Bulu Kumba Sulawesi Selatan
diperjelas dengan persepsi responden yang menyatakan bahwa ada keterkaitan antara peningkatan pendapatan dengan adanya bangunan jalan di lokasi tersebut. Tabel 4. Sumber dan Ragam Pendapatan Rumah Tangga Setahun Sebelum dan Setelah Pembangunan Jalan P2D di Desa Balleanging, Kecamatan Ujung Loe, Kabupaten Bulukumba, 2003
Sumber pendapatan
Rataan pendapatan rumah tangga (Rp 000) Sebelum P2D Setelah P2D
Perubahan (%)
Pertanian A. Usahatani 1. Tegalan/ladang 2983 (47,71) 4587 (29,02) 53,77 2. Perkebunan 949 (15,18) 4686 (29,04) 393,78 3. Pekarangan 0 60 (0,38) 4. Peternakan 173 (2,77) 389 (2,46) 124,86 B. Luar Usahatani 1. Buruh tani 1056 (16,89) 219 (1,39) -79,26 2. Jasa ternak 135 (2,16) 428 (2,71) 217,04 Non Pertanian 1. Usaha industri rumah tangga 856 (13,69) 5144 (32,54) 500,93 2. Pedagang 81 (1,30) 270 (1,71) 233,33 3. Kiriman 19 (0,30) 25 (0,16) 31,58 Total (absolut) 6252 (100,00) 15808 (100,00) 152,85 Total (riil) 6252 10264 64,17 Keterangan : angka dalam kurung merupakan persen masing-masing terhadap total pendapatan
Adapun berbagai alasan responden dengan meningkatnya pendapatan tersebut digambarkan seperti pada Tabel 5. Alasan utama adalah karena jumlah anggota rumah tangga yang bekerja bertambah. Lebih jauh diketahui bahwa tidak hanya jumlah angkatan kerja rumah tangga bertambah tetapi lebih pada pemberdayaan perempuan, yang sebelumnya tidak bekerja. Setelah P2D mereka umumnya bekerja terutama pada usaha industri rumah tangga. Dengan bertambahnya anggota rumah tangga yang bekerja tentunya akan meningkatkan rata-rata pendapatan anggota rumah tangga. Sebagian responden juga menyatakan selain merubah juga menambah jenis usaha Tabel 5. Alasan Peningkatan Pendapatan Keluarga Akibat Adanya Pembangunan Jalan P2D di Desa Balleanging, Kabupaten Bulukumba, 2008 Alasan
Jawaban responden (%)
Jumlah ART yang bekerja bertambah
62,5
Perluasan usaha ekonomi keluarga
25,0
Menambah jenis usaha ekonomi keluarga
12,3
Merubah jenis usaha ekonomi keluarga
36,8
Total Sumber : data primer rumah tangga (diolah)
136,6
105
Tri Bastuti Purwantini dan Rudi Sunarja Rivai
Dampak P2D terhadap Pemasaran dan Perdagangan Secara umum pemasaran hasil pertanian semakin lancar dengan adanya prasarana transportasi. Indikasi ini juga terlihat dengan meningkatnya jumlah pedagang yang beroperasi di wilayah tersebut. Dampak P2D terhadap perkembangan jumlah pedagang cenderung meningkat, baik pedagang dalam desa maupun pedagang luar desa yang dapat dilihat pada Tabel 6. Sebelum P2D pedagang hasil pertanian tidak ada yang datang ke desa, sehingga bila akan menjual hasil pertaniannya harus mengangkut komoditas tersebut ke jalan poros dengan menggunakan alat angkut kuda atau dipikul dengan tenaga manusia. Tabel 6. Dampak Pembangunan Jalan P2D terhadap Perkembangan Jumlah Pedagang (Dalam dan Luar Desa) di Desa Ballenging, Kabupaten Bulukumba, 2008 Jenis Pedagang
Jumlah Pedagang Dalam Desa (Dusun) Luar Desa
Hasil Pertanian - Sebelum P2D - Setelah P2D - Perubahan (%) Hasil Industri RMT - Sebelum P2D - Setelah P2D - Perubahan (%) Sumber : data primer rumah tangga (diolah)
2 9 350
4 --
1 2 100
-
Selain pedagang hasil pertanian, jumlah pedagang pengumpul hasil industri rumah tangga juga meningkat. Dengan banyaknya pedagang yang beroperasi di desa tersebut pada posisi tawar petani juga meningkat. Dampak P2D terhadap Pendidikan dan Kesehatan Secara tidak langsung dengan adanya bangunan prasarana transportasi akan mempengaruhi pendidikan bagi anak-anak di wilayah sekitar. Sampai sejauh mana pengaruh adanya bangunan tersebut disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Dampak Pembangunan Jalan P2D Terhadap Peningkatan Pendidikan Anak di Desa Ballenging, Kabupaten Bulukumba, 2008 Uraian Dampak Memberikan dampak Tidak tahu Total Tingkatan Dampak Sangat Baik Baik Total Sumber : data primer rumah tangga (diolah)
106
Persepsi Responden (%) 75,0 25,0 100,0 16,7 83,3 100,0
Dampak Pembangunan Prasarana Transportasi terhadap Kesejahteraan Masyarakat Perdesaan: Kasus Kabupaten Bulu Kumba Sulawesi Selatan
Tingkatan dampak terhadap pendidikan anak rata-rata baik hingga sangat baik. Dengan adanya prasarana tranportasi, anak makin rajin ke sekolah, selain itu waktu tempuh rata-rata juga relatif lebih singkat dibandingkan dengan sebelum P2D. Bangunan prasarana transportasi (P2D) secara tidak langsung berdampak pada kesehatan masyarakat sekitar. P2D memberikan dampak positif terhadap kesehatan masyarakat. Jalan tersebut sangat membantu kelancaran masyarakat bila pergi berobat. Sebelum ada jalan P2D masyarakat sulit menjangkau fasilitas kesehatan. Berdasarkan informasi FGD kasus kematian ibu melahirkan cukup tinggi karena angkutan mobil jarang dan sulit masuk wilayah ini terutama musim hujan, akhirnya terlambat dalam penanganan persalinan. Dengan adanya jalan secara langsung mempengaruhi waktu tempuh ke fasilitas kesehatan, sehingga frekuensi berobat rata-rata rumah tangga meningkat bila anggota keluarganya ada yang sakit. Selain itu bila ada kasus dalam penanganan kesehatan lebih cepat teratasi, sehingga secara tidak langsung dapat menekan tingkat kematian bayi dan ibu melahirkan.
Dampak P2D terhadap Ketahanan Pangan Rumah Tangga Pangan pokok utama masyarakat Desa Ballengging umumnya adalah jagung, yang sebagian besar merupakan hasil sendiri. Jagung ini biasanya dikonsumsi dicampur dengan beras. Dengan adanya Beras Miskin (Raskin) yang didistribusikan di wilayah ini berdampak meningkatkan tingkat konsumsi beras rumah tangga. Tabel 8. Dampak Pembangunan Jalan P2D terhadap Pola Pangan Pokok di Desa Balleanging, Kecamatan Ujung Loe, Kabupaten Bulukumba Uraian
Proporsi Jawaban Responden (%)
Ada pengaruh
62,5
Tidak ada pengaruh
25,0
Tidak tahu
12,5
Sumber : data primer rumah tangga (diolah)
Sebelum adanya bangunan jalan (P2D) masyarakat cenderung subsisten dalam memenuhi kebutuhan pangannya. Selain akses keluar sulit, ketersediaan jagung di lokasi relatif cukup. Petani umumnya mengusahakan jagung dengan dua jenis, sebagian lahan tegalnya ditanami dengan jagung lokal, biasanya dengan luasan relatif kecil sekedar untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga setahun. Di luar luasan tersebut petani menanam dengan jagung hibrida, yang biasanya dijual. Rata-rata petani mengusahakan jagung dua kali setahun. Harga pangan, dalam hal ini harga beras meningkat setelah P2D, namun secara riil harga beras justru menurun sekitar 35 persen, dari Rp 2800/kg secara riil menurun menjadi Rp 2420/kg. Oleh karena itu wajar bila terjadi peningkatan konsumsi beras, sebaliknya secara kuantitatif jumlah ketersediaan pangan
107
Tri Bastuti Purwantini dan Rudi Sunarja Rivai
(campuran jagung dan beras) untuk dikonsumsi cenderung menurun (Tabel 9). Jagung lokal jarang diperjual belikan, rasa sosial antar warga relatif besar, sehingga bila tidak memiliki produksi jagung biasanya saling memberi diantara warga setempat, sehingga sulit untuk mendapatkan informasi harga jagung lokal. Pengaruh dari mudahnya akses ke luar desa sebagai dampak langsung adanya jalan, menyebabkan akses rumah tangga untuk membeli beras semakin mudah. Terkait dengan hal tersebut rumah tangga cenderung membeli beras lebih banyak, selain mudah harga juga terjangkau dan relatif murah. Pada dasarnya jenis pangan yang dikonsumsi tetap, tetapi berpengaruh terhadap proporsi campuran jenis pangan yang dikonsumsi. Sebagai ilustrasi sebelum P2D perbandingan beras : jagung = 25 :75, setelah P2D umumnya proporsi beras meningkat yakni beras : jagung = 50 :50. Tabel 9. Dampak Pembangunan Jalan P2D Terhadap Jumlah dan Harga Pangan Pokok di Desa Balleanging, Kecamatan Ujung Loe, Kabupaten Bulukumba Uraian
Sebelum P2D
Saat Ini
Harga beras (Rp/kg)
2.800
3.725
Harga beras riil (Rp/kg)
2.800
2.420
Ketersediaan pangan (kg/kap/hari)
0,73
0,68
25 : 75
50 :50
Proporsi beras : jagung Sumber : data primer rumah tangga (diolah)
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
Prasarana transportasi berdampak sangat luas terhadap aksesibilitas penduduk, agar pembangunan prasarana jalan (P2D) bisa lebih bermanfaat bagi masyarakat sasaran, maka sebaiknya prasarana yang dibangun dan dirintis oleh program P2D kemudian dilanjutkan, ditingkatkan dan dikembangkan oleh program pembangunan Pemerintah Daerah, sehingga akan bermanfaat dalam jangka panjang, dan mengurangi beban masyarakat untuk pemeliharaannya. Dengan adanya bangunan prasarana transportasi mobilitas masyarakat meningkat, waktu tempuh dan biaya transportasi ke beberapa fasilitas (perekonomian, pemerintahan, kesehatan dan pendidikan) menurun. Kesempatan kerja semakin banyak. Pemasaran hasil pertanian maupun hasil industri semakin mudah. Dampak terhadap pendapatan rata-rata rumah tangga meningkat baik secara absolut maupun riil. Secara tidak langsung jalan P2D berdampak positif terhadap pendidikan dan kesehatan masyarakat. Harga pangan (beras) secara relatif lebih murah dibanding sebelum P2D, terkait dengan proporsi konsumsi pangan campuran jagung dan beras berubah. Secara umum dapat dikatakan dengan adanya bangunan sarana transportasi (P2D) rata-rata masyarakat sasaran relatif lebih sejahtera dibanding sebelumnya.
108
Dampak Pembangunan Prasarana Transportasi terhadap Kesejahteraan Masyarakat Perdesaan: Kasus Kabupaten Bulu Kumba Sulawesi Selatan
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2008. Penyediaan Data untuk Program Anti-Kemiskinan, Mekanisme dan Permasalahannya. Paparan dihadapan Jajaran Bakohumas. Jakarta, 21 Mei 2008. htttp://209.85.175.104/search?q=cache:yzxYIbzo6FoJ:indonesiamasadepan net/FileIMD/ Bappenas. 2008. Pembangunan Perdesaan. module=Filemanager&func
http://www.bappenas.go.id/index.php?
Bappenas. 2008. Pengurangan Ketimpangan Pembangunan Wilayah. http://209.85.175. 104/search?q=cache:yLTnWqivMgkJ:www.bappenas.go.id/index.php Pengembangan Prasarana Perdesaan Tahun 1995-2003 dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia. Rural Areas Infrastructure Development Project JBIC Loan No. IP-437, I*P-500 dan IP-506. Jakarta. Pranoto, S. 2008. Reformasi Kebijakan Pembangunan Prasarana dan Sarana Perdesaan melalui Pengembangan Agropolitan. http://www.pu.go.id/Ditjen_kota/BULETIN/ Edisi%20No.1/ref-agro.htm.
109