Seminar Nasional DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani Bogor, 19 Nopember 2008
DAMPAK PEMBANGUNAN PRASARANA TRANSPORTASI TERHADAP KESEJAHTERAA MASYARAKAT PEDESAAN: Kasus Kabupaten Bulu Kumba Sulawesi Selatan oleh
Tri Bastuti Purwantini dan Rudi Sunarja Rivai
PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2008
DAMPAK PEMBANGUNAN PRASARANA TRANSPORTASI TERHADAP KESEJAHTERAA MASYARAKAT PEDESAAN: Kasus Kabupaten Bulu Kumba Sulawesi Selatan Tri Bastuti Purwantini dan Rudi Sunarja Rivai Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor
ABSTRAK Dalam rangka mendukung percepatan penanggulangan kemiskinan, pemerintah telah melaksanakan kegiatan Pengembangan Prasarana Pedesaan (P2D) melalui Loan JBIC IP-506. Dengan adanya bangunan tersebut diharapkan berdampak positif terhadap sasaran pembangunan. Tulisan ini melihat dampak keberadaan P2D (prasarana transportasi) terhadap kesejahteraan masyarakat pedesaaan. Penelitian ini dilakukan di Desa Balleanging pada Januari 2008. Untuk melihat dampak kajian ini menggunakan analisis kondisi sebelum P2D (tahun 2001-2002) dan setelah P2D (tahun 2007), sementara analisis dilakukan secara deskriptif kualitatif dengan tabel-tabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1).Dengan adanya bangunan prasarana transportasi berdampak pada mobilitas masyarakat meningkat, waktu tempuh dan biaya transportasi ke beberapa fasilitas (perekonomian, pemerintahan, kesehatan dan pendidikan) menurun. (2). Kesempatan kerja semakin banyak dengan adanya bangunan jalan P2D. (3). Dampak lain adalah pemsaran hasil pertanian maupun hasil industri semakin mudah. Pemilikan aset produktif relatif tidak berpengaruh, namun pemilikan sepeda motor dan TV relatif meningkat. (4) Sementara dampak terhadap pendapatan rata-rata rumahtangga meningkat baik secara absolut maupun riil. Secara absolut meningkat sekitar 153 persen, sedangkan pendapatan total riil meningkat sekitar 64 persen, peningkatan tertinggi berasal dari hasil perkebunan dan usaha industri rumahtangga. (5) Secara tidak langsung jalan P2D berdampak positif terhadap pendidikan dan kesehatan masyarakat. Harga pangan (beras) secara relatif lebih murah dibanding sebelum P2D, terkait dengan proprsi konsumsi pangan campuran jagung dan beras berubah, porsi jagung meningkat dari 25 persen menjadi rata-rata 50 persen. (6) Agar pembangunan prasarana jalan (P2D) bisa lebih bermanfaat bagi masyarakat sasaran, maka sebaiknya prasarana yang dibangun dan dirintis oleh program P2D kemudian dilanjutkan, ditingkatkan dan dikembangkan oleh program pembangunan Pemerintah Daerah, sehingga akan bermanfaat dalam jangka panjang, dan mengurangi beban masyarakat untuk pemeliharaannya Kata kunci : prasarana transportasi, kesejahteraan, masyarakat pedesaan
PENDAHULUAN
Dalam rangka mendukung percepatan penanggulangan kemiskinan yang dimulai dengan pelaksanaan Inpres Desa Tertinggal (IDT) pada tahun 1994, Pemerintah Indonesia dengan pinjaman pemerintah jepang telah melaksanakan kegiatan Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal mulai tahun anggaran 1995/1996. Kemudian dilanjutkan pada Fase III mulai tahun 2000 sampai 2003 dengan nama kegiatan Pengembangan Prasarana Pedesaan (P2D) melalui Loan JBIC IP-506. Salah satu prasarana yang dibangun pada program P2D adalah prasarana transportasi,
1
termasuk didalamnya adalah jalan, jembatan dan tambatan perahu. Dengan adanya bangunan tersebut diharapkan akan berpengaruh terhadap perekonomian wilayah dan kesejahteraan masyarakat pengguna (masyarakat sekitar) baik dampak secara langsung maupun tidak langsung. Dalam kaitan dengan pembangunan perdesaan, pemerintah daerah pada umumnya cenderung masih belum memberikan perhatian yang besar. Sebaliknya, mereka lebih mengutamakan dan memfokuskan kepada pembangunan fisik di perkotaan (Bappenas, 2008) Tulisan ini bertujuan untuk melihat dampak pembangunan prasarana transportasi (P2D) terhadap kesejahteraan masyarakat dilihat dari dampak secara langsung dan tidak langsung. Dampak secara langsung seperti dampak terhadap mobilitas/aksesibilitas penduduk pengguna. Dampak lainya dapat dilihat dari beberapa sisi, seperti terhadap kesempatan kerja, pemilikan asset, pendapatan, pemasaran hasil pertanian dan industri (rumahtangga).
METODE DAN MATERI
Penelitian ini dilakukan di Desa Balleanging, Kecamatan Ujung Loe, Kabupaten Bulukumba, Propinsi Sulawesi Selatan. Kegiatan dilaksanakan pada bulan Januari 2008. Data primer dikumpulkan dengan mewawancara rumahtangga pengguna dengan menggunakan kuesioner terstruktur, dengan masing-masing desa responden berjumlah 7-8 rumahtangga. Untuk mendukung informasi primer terutama untuk mendapatkan data dan informasi terkait dengan eksisting kondisi bangunan, pemanfaatan/ pengembangan
dan
dampaknya.
Juga
dilakukan
wawancara
group
(Group
interview/FGD). Analisis data dilakukan secara diskriptif dengan menggunakan tabel-tabel analisis. Sementara untuk analisis pengaruh inflasi menggunkan deflator Indeks Harga Konsumen (IHK), dimana IHK sebelum adanya bangunan (tahun 2001/2002) menggunakan IHK tahun 2002 sama dengan seratus sementara untuk menghitung nilai riil setelah adanya bangunan menggunakan IHK rata-rata setahun (tahun 2007) untuk masing-masing daerah.
2
HASIL DAN PEMBAHASAN
Manfaat Pembangunan Prasarana Transportasi (P2D Pola pembangunan prasarana P2D ini cukup baik untuk dikembangkan ditempat lain, karena manfaatnya menyebar di berbagai tempat dan memeratakan pembangunan, sehingga lebih banyak masyarakat dapat merasakan pembangunan yang diprakarsai oleh Pemerintah (Konsultan Monitoring dan Manajemen Pusat, 2004). Jalan dan jembatan yang dibangun dengan dana P2 D, di lokasi contoh sangat besar pengaruhnya terhadap aksesibilitas masyarakat. Tabel 1. Aksesibilitas Dilihat dari Waktu Tempuh dan Ongkos Transpor Di Desa Balleanging, Propinsi Sulawesi Selatan, Sebelum dan Setelah P2D Dari rumah ke tempat tujuan Ke jalam aspal terdekat Ke Pasar Terdekat Ke Terminal terdekat Ke Puskesmas terdekat Ke Kantor Desa Ke Kantor Kecamatan Ke Sekolah terdekat
Satuan menit Rp/Org menit Rp/Org menit Rp/Org menit Rp/Org menit Rp/Org menit Rp/Org menit Rp/Org
Sulawesi Selatan Setelah Sebelum P2D P2D 39.0 17.0 6,875 4375 35.0 16.0 5,750 4125 86 51 30,625 19375 43 29 11,250 11000 45.0 26.0 17,500 9625 71.0 51.0 26,250 16875 16.3 14.1 -
Perb (%) -56 -36 -54 -28 -41 -37 -33 -2 -42 -45 -28 -36 -13 -
Sumber : Data Primer FGD (diolah)
Sebagai ilustrasi sebelum P2D jalan tersebut sudah ada (berupa jalan tanah), namun kondisi jalannya sempit dan rusak parah, tidak bisa dilalui kendaraan roda empat, waktu itu kuda adalah alat angkut populer di desa ini. Setelah P2D seluruh jalan di Dusuin Galagang (ruas Tamato – Karassing – Tugendon) dapat dilalui kendaraan roda empat, sehingga angkutan barang dan orang lancar, terutama sangat dirasakan oleh penduduk yang bermukim di dusun Galagang. Waktu tempuh dari rumah penduduk ke jalan poros terdekat (termasuk ke pasar dan desa) menjadi setengah dari waktu sebelumnya, secara rinci tabel 1 menyajikan perubahan waktu tempuh dan ongkos transpor ke beberapa tempat tujuan. Secara umum dapat dikatakan bahwa dengan
3
jarak/waktu tempuh yang makin singkat berdampak pada biaya transpor yang makin murah.
Dampak P2D terhadap Kesempatan Kerja Rumahtangga Sasaran pembangunan perdesaan pada tahun 2008 adalah yerciptanya perluasan kesempatan kerja di perdesaan terutama lapangan kerja baru di bidang kegiatan agribisnis off-farm dan industri serta jasa berskala kecil dan menengah, sehingga berdampak
pada
berkurangnya
angka
pengangguran
dan
kemiskinan
serta
meningkatnya produktivitas dan pendapatan masyarakat perdesaan Dengan dibangunnya prasarana transportasi akan memepengaruhi aksesibilitas penduduk yang selanjutnya akan membuka kesempatan kerja di wilayah tersebut, dibeberapa kasus muncul adanya usaha baru. Beberapa temuan hasil penelitian ini, disajikan pada Tabel 2. Tampak bahwa rataan jumlah yang bekerja berkisar 2-3 orang per rumahtangga, jumlah perempuan yang bekerja sebelum dan sesudah P2D meningkat walaupun relatif kecil, meningkatnya jumlah ini terutama berkembangnya agroindustri, industri gula merah/kelapa yang padat tenaga kerja.. Tabel 2. Perkembangan Kesempatan Kerja dan Pekerjaan Anggota Rumahtangga Sebelum dan Setelah P2D di Propinsi Sulse, NTB, Jambi dan Kalbar, 2008 Uraian
Sulsel Stl
Satuan Sbl
Jumlah ART perempuan yg bekerja Matapencaharian Utama KK - Petani - Industri Rumahtangga - Buruh Tani - Pedagang -Jasa Rata-rata jumlah jenis pekerjaan ART Rata-rata jumlah jenis pekerjaan ART Perempuan
Org/ RMT
0.9
1.1
Jenis
50.0 37.5 12.5 1.6
50.0 50.0 1.6
Jenis
0.2
1.6
(%)
Sumber : Data Primer Rumahtangga (diolah)
Mata pencaharian penduduk dominan adalah sebagai petani, sebelum dan setelah P2D relatif tetap, sedangkan buruh tani bukan lagi sebagai matapencaharian utama, mereka beralih ke industri rumahtangga Walaupun terjadi perubahan sumber mata pencaharian utama KK, rata-rata ragam pekerjaan anggota rumahtangga relatif tetap
4
sebaliknya untuk anggota rumahtangga perempuan. Meningkat, artinya sebelum P2D kaum perempuan banyak tidak bekerja setelah P2D jumlah yang bekerja meningkat. Selain di tingkat rumahtangga, secara wilayah perkembangan kesempatan kerja lebih menonjol, dengan makin banyaknya usaha industri gula merah berarti akan lebih banyak kesempatan kerja di usaha tersebut mengingat usaha ini merupakan usaha dengan padat tenaga kerja. Dengan makin baiknya kondisi jalan didukung dengan makin mudahnya kredit pemilikan motor belakangan ini kesempatan kerja ojek makin terbuka. Dampak P2D terhadap Perkembangan Asset Rumahtangga Pemilikan asset rumahtangga merupakan salah satu indikator ekonomi rumahtangga, sehingga semakin banyak dan bernilai ekonomi tinggi mengindikasikan kemampuan atau kesejahteraan rumahtangga yang bersangkutan. Indikator yang dipakai Badan Pusat Statistik (2008) untuk rumahtangga/penduduk miskin antara lain adalah kepemilikan aset/barang berharga minimal Rp. 500.000,- tidak ada, aset sendiri dapat dibedakan antara aset produktif dan tidak produktif. Keragaan perkembangan pemilikan asset rumahtangga sebelum dan setelah P2D disajikan pada Tabel 3. Dari Tabel 3, dapat dikemukakan bahwa rataan pemilikan asset relatif tetap sebelum dan setelah P2D, kecuali untuk pemilikan rumah, TV dan sepeda motor terjadi peningkatan. Peningkatan ini antara lain karena tingkat pendapatan meningkat dan sebagian digunakan untuk membeli/membangun rumah. Selain karena tingkat pendapatan meningkat juga karena masyarakat semakin membutuhkan asset tersebut sebagai alat transportasi (sepeda motor) dan komunikasi maupun hiburan (TV). Nilai kurang dari 1 berarti sebagian rumahtangga tersebut ada yang belum memiliki rumah, dalam hal ini menumpang di saudaranya. Tabel 3. Keragaan (Rataan) Asset Rumahtangga Contoh Sebelum dan Setelah P2D Jenius Asset
Satuan
Unit Rumah Hektar Lahan (Total) - Sawah Hektar - Tegalan Hektar - Kebun Hektar - Pekarangan Hektar - Kolam Unit Ternak - Sapi/kerbau/kuda Ekor -Kambing/domba/babi Ekor Unit Sepeda motor Unit TV Sumber : Data Primer Rumahtangga (diolah)
Sebelum P2D 0.75 2.63 0.875 0.880 0.875 0.875 0.880 0 0.1
Sulsel Setelah P2D 0.88 2.63 0.875 0.880 0.875 0.875 0.880 0.3 0.6
5
Lahan, terutama lahan pertanian sebagai asset produktif untuk menghasilkan produksi pertanian, sesuai dengan agroekosistem lokasi contoh adalah lahan kering yang berbasis komoditas palawija dan perkebunan, maka lahan dominan yang diusahakan adalah tegalan dan kebun. Di lokasi penelitian rata-rata petani memiliki kuda, tujuan dari pemeliharaan kuda ini dominan untuk alat angkut hasil pertanian dari kebun, sedangkan sapi sebagai tenaga kerja untuk mengolah tanah, terlepas dari hal tersebut pemeliharaan ternak ini digunakan sebagai tabungan yang sewaktu-waktu dapat dijual.
Dampak P2D terhadap Pendapatan Rumahtangga Ragam dan sumber pendapatan rumahtangga secara agregat meningkat setelah P2D dibanding dengan sebelum P2D. Persentase peningkatan dan keragaan serta perkembangan pendapatan rumahtangga disajikan pada Tabel 4. Bila dilihat dari asal sumber pendapatan tampak bahwa peningkatan tertinggi dari usaha industri rumahtangga dan usahatani perkebunan, masing-masing meningkat sekitar 394 persen dan 500 persen. Sementara pendapatan dari buruh tani berkurang, ini disebabkan sebagian anggota rumahtangga beralih dari buruh tani ke sektor lain. Tabel 4. Sumber dan Ragam Pendapatan Rumahtangga Setahun di Desa Balleanging, Kecamatan Ujung Loe, Kabupaten Bulukumba, 2003 Sumber Pendapatan Pertanian A. Usahatani 1. Tegalan/ladang 2. Perkebunan 3. Pekarangan 4. Peternakan B. Luar Usahatani 1. Buruhtani 2. Jasa ternak Non Pertanian 1. Usaha Industri Rumahtangga 2. Pedagang 3. Kiriman Total (absolut) Total (riil)
Rataan Pendapatan Rumahtangga (Rp 000) Sebelum P2D Setelah P2D
Perubahan (%)
2983 (47.71) 949 (15.18) 0 173 (2.77)
4587 (29.02) 4686 (29.04) 60 (0.38) 389 (2.46)
53.77 393.78
1056 (16.89) 135 (2.16)
219 (1.39) 428 (2.71)
-79.26 217.04
856 (13.69) 81 (1.30) 19 (0.30) 6252 (100.00) 6252
5144 (32.54) 270 (1.71) 25 (0.16) 15808 (100.00) 10264
500.93 233.33 31.58 152.85 64.17
124.86
Keterangan : Angka dalam kurung merupakan persen masing-masing terhadap total pendapatan
6
Secara agregat total pendapatan absolut meningkat mencapai lebih dari 150 persen. Peningkatan ini tidak semata-mata menggambarkan peningkatan riil karena peningkatan ini dipengaruhi juga dengan besarnya inflasi di wilayah masing-masing, untuk melihat peningkatan riil dengan memperhatikan inflasi dalam hal ini di deflator dengan rata-rata nilai Indeks Harga Konsumen (IHK) gabungan di kota propinsi, maka diperoleh nilai lebih rendah dari nilai absolut (Tabel 4). Berdasarkan peningkatan riil ini, tampak bahwa dampak dari P2D meningkatkan pendapatan rumahtangga berkisar 64 persen. Fenomena ini juga diperjelas dengan persepsi responden yang menyatakan bahwa ada keterkaitan antara peningkatan pendapatan dengan adanya bangunan jalan di lokasi tersebut. Adapun berbagai alasan responden dengan meningkatnya pendapatan tersebut digambarkan seperti pada Tabel 5. Alasan utama adalah karena jumlah anggota rumahtangga yang bekerja bertambah, hal ini menarik karena bukan berarti jumlah angkatan kerja bertambah tetapi lebih pada pemeberdayaan perempuan, yang sebelumnya tidak bekerja, setelah P2D mereka bekerja terutama di usaha industri rumahtangga. Dengan bertambahnya anggota rumahtangga yang bekerja tentunya akan meningkatkan pendapatan rata-rata anggota rumahtangga. Sebagian responden juga menyatakan merubah atau menambah jenis usaha Tabel 5. Alasan Peningkatan Pendapatan Keluarga Akibat Adanya Pembangunan Transportasi P2D di Desa Balleanging, Kabupaten Bulukumba, 2008 Alasan
Jawaban responden (%)
Jumlah ART yang bekerja bertambah Perluasan usaha ekonomi keluarga Menambah jenis usaha ekonomi keluarga Merubah jenis usaha ekonomi keluarga Total
62.5 25.0 12.3 36.8 136.6
Sumber : Data Primer Rumahtangga (diolah)
Dampak P2D terhadap Pemasaran dan Perdagangan Secara umum pemasaran hasil pertanian semakin lancar dengan adanya prasarana transportasi. Indikasi ini juga terlihat dengan meningkatnya jumlah pedagang yang beroperasi di wilayah tersebut. Sementara dampak P2D terhadap perkembangan jumlah pedagang, menunjukkan bahwa baik pedagang dalam desa maupun pedagang luar desa rata-rata meningkat, keragaan perkembangan jumlah pedagang dapat dilihat pada Tabel 6. Yang menarik
7
disini, sebelum P2D pedagang hasil pertanian tidak ada yang masuk ke wilayah responden, sehingga waktu itu bila akan menjual hasil pertaniannya, responden harus mengangkut komoditas tersebut ke jalan poros biasanya menggunakan alat angkut kuda atau dipikul dengan tenaga manusia. Tabel 6. Dampak P2D terhadap Perkembangan Jumlah Pedagang (Dalam dan Luar Desa) di Desa Ballenging, Kabupaten Bulukumba, 2008 Jumlah Pedagang Jenis Pedagang Hasil Pertanian - Sebelum P2D - Setelah P2D - Perubahan (%) Hasil Industri RMT - Sebelum P2D - Setelah P2D - Perubahan (%)
Dalam Desa (Dusun)
Luar Desa
2 9 350
4 --
1 2 100
-
Sumber : Data Primer Rumahtangga (diolah)
Selain pedagang hasil pertanian, jumlah pedagang pengumpul hasil industri rumahtangga juga meningkat. Dengan banyaknya pedagang yang beroperasi di desa tersebut berdampak pada posisi tawar petani juga meningkat.
Dampak P2D terhadap Pendidikan dan Kesehatan Secara tidak langsung dengan adanya bangunan prasarana transportasi akan mempengaruhi pendidikan bagi anak-anak di wilayah sekitar. Sampai sejauh mana pengaruh dari adanya bangunan tersebut dan data tingkatan dampaknya disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Dampak Pembangunan Jalan P2D Terhadap Peningkatan Pendidikan Anak di Desa Ballenging, Kabupaten Bulukumba, 2008 Uraian Dampak Memberikan dampak Tidak tahu Total Tingkatan Dampak Sangat Baik Baik Total
Persepsi Responden (%)
75.0 25.0 100.0 16.7 83.3 100.0
Sumber : Data Primer Rumahtangga (diolah)
8
Tingkatan dampak terhadap pendidikan anak rata-rata baik hingga sangat baik. Dengan adanya prasarana tranportasi, anak makin rajin ke sekolah, selain itu waktu tempuh rata-rata juga relatif lebih singkat dibandingkan dengan sebelum P2D. Bangunan prasarana transportasi (P2D) secara tidak langsung berdampak pada kesehatan masyarakat sekitar. Seluruh responden menyatakan P2D memberikan dampak positif terhadap kesehatan masyarakat. Jalan tersebut sangat membantu kelancaran masyarakat bila pergi berobat. Sebagai ilustrasi, sebelum ada jalan P2D masyarakat sulit menjangkau fasilitas kesehatan, berdasarkan informasi FGD kasus kematian ibu melahirkan cukup tinggi pada waktu sebelum P2D karena angkutan mobil jarang dan sulit masuk wilayah ini terutama musim hujan, akhirnya terlambat dalam penanganan persalinan. Dengan adanya jalan secara langsung mempengaruhi waktu tempuh ke fasilitas kesehatan, sehingga frekuensi berobat rata-rata rumahtangga meningkat bila anggota keluarganya ada yang sakit. Selain itu bila ada kasus dalam penanganan kesehatan lebih cepat teratasi, sehingga secara tidak langsung dapat menekan tingkat kematian bayi dan ibu melahirkan.
Dampak P2D terhadap Ketahanan Pangan Rumahtangga Pola Pola pangan pokok utama masyarakat Desa Ballengging umumnya adalah jagung, pangan ini sebagain besar merupkan hasil sendiri. Jagung ini biasanya dikonsumsi dicampur dengan beras. Dengan adanya Beras Miskin (Raskin) yang didistribusikan di wilayah ini berdampak meningkatkan tingkat konsumsi beras rumahtangga. Tabel 8. Dampak P2D terhadap Pola Pangan Pokok di Desa Balleanging, Kecamatan Ujung Loe, Kabupaten Bulukumba Uraian Ada pengaruh Tidak ada pengaruh Tidak tahu
Proporsi Jawaban Responden (%) 62.5 25.0 12.5
Sumber : Data Primer Rumahtangga (diolah)
Sebelum adanya bangunan jalan (P2D) masyarakat cenderung subsisten dalam memenuhi kebutuhan pangannya. Selain akses keluar sulit, ketersediaan jagung di lokasi relatif cukup. Petani umumnya mengusahakan jagung dengan dua jenis, sebagian lahan tegalnya ditanami dengan jagung lokal, biasanya dengan luasan relatif kecil
9
sekedar untuk mencukupi kebutuhan rumahtangga setahun. Diluar luasan tersebut petani menanam dengan jagung hibrida, jagung inilah yang biasanya dijual. Rata-rata petani mengusahakan jagung dua kali setahun. Harga pangan, dalam hal ini harga beras meningkat setelah P2D, namun secara riil harga beras justru menurun sekitar 35 persen, dari Rp 2800/Kg secara riil menurun menjadi Rp 2420/Kg. Oleh karena itu wajar bila terjadi peningkatan konsumsi beras, sebaliknya secara kuantitatif jumlah ketersediaan pangan (campuran jagung dan beras) untuk dikonsumsi cenderung menurun (Tabel 9). Jagung lokal jarang diperjual belikan, rasa sosial antar warga relatif besar, sehingga bila tidak memiliki produksi jagung biasanya saling memberi diantara warga setempat, sehingga sulit untuk mendapatkan informasi harga jagung lokal. Yang menarik disini pengaruh dari mudahnya akses ke luar desa sebagai dampak langsung adanya jalan, menyebabkan akses rumahtangga untuk membeli beras semakin mudah. Terkait dengan hal tersebut rumahtangga cenderung membeli beras lebih banyak, selain mudah harga juga terjangkau dan relatif murah. Pada dasarnya jenis pangan yang dikonsumsi tetap, tetapi berpengaruh terhadap proporsi campuran jenis pangan yang dikonsumsi, sebagai ilustrasi sebelum P2D perbandingan beras : jagung = 25 :75, setelah P2D umumnya proporsi beras meningkat yakni beras : jagung = 50 :50. Tabel 9. Dampak Pembangunan Jalan P2D Terhadap Jumlah dan Harga Pangan Pokok di Desa Balleanging, Kecamatan Ujung Loe, Kabupaten Bulukumba Uraian Harga Beras (Rp/Kg) Harga Beras Riil (Rp/Kg)
Sebelum P2D
Saat Ini
2 800 2 800
3 725 2420
0.73
0.68
25 : 75
50 :50
Ketersediaan pangan (kg/kap/hari) Proporsi beras : jagung Sumber : Data Primer Rumahtangga (diolah)
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
Prasarana transportasi berdampak sangat luas terhadap aksesibilitas penduduk, agar pembangunan prasarana jalan (P2D) bisa lebih bermanfaat bagi masyarakat sasaran, maka sebaiknya prasarana yang dibangun dan dirintis oleh program P2D kemudian dilanjutkan, ditingkatkan dan dikembangkan oleh program pembangunan
10
Pemerintah Daerah, sehingga akan bermanfaat dalam jangka panjang, dan mengurangi beban masyarakat untuk pemeliharaannya. Dengan adanya bangunan prasarana transportasi berdampak pada mobilitas masyarakat meningkat, waktu tempuh dan biaya transportasi ke beberapa fasilitas (perekonomian, pemerintahan, kesehatan dan pendidikan) menurun. Kesempatan kerja semakin banyak dengan adanya bangunan jalan P2D. Pemasaran hasil pertanian maupun hasil industri semakin mudah. Dampak terhadap pendapatan rata-rata rumahtangga meningkat baik secara absolut maupun riil.
Secara tidak langsung jalan P2D berdampak positif terhadap
pendidikan dan kesehatan masyarakat. Harga pangan (beras) secara relatif lebih murah dibanding sebelum P2D, terkait dengan proprsi konsumsi pangan campuran jagung dan beras berubah. Secara umum dapat dikatakan dengan adanya bangunan sarana transportasi (P2D) rata-rata masyarakat sasaran relatif lebih sejahtera dibanding sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA.
Badan Pusat Statistik. 2008. Penyediaan Data untuk Program Anti-Kemiskinan, Mekanisme dan Permasalahannya. Paparan dihadapan Jajaran Bakohumas. Jakarta, 21 Mei 2008 htttp://209.85.175.104/search?q=cache:yzxYIbzo6FoJ :indonesiamasadepannet/FileIMD/ Bappenas. 2008.
Pembangunan Perdesaan. http://www.bappenas.go.id/index.php?module=
Filemanager&func
Bappenas. 2008. Pengurangan Ketimpangan Pembangunan Wilayah. http://209.85.175.104/search?q=cache:yLTnWqivMgkJ:www.bappenas.go.id/in dex.php Pengembangan Prasarana Persedaan Tahun 1995-2003 dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia. Rural Areas Infrastructure Development Project JBIC Loan No. IP-437, I*P-500 dan IP-506. Jakarta.
11