PERAN APARATUR PEMERINTAHAN DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN PERDESAAN PARTISIPATIF DI KABUPATEN BONE DAN KABUPATEN JENEPONTO PROVINSI SULAWESI SELATAN
Mappamiring
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul “Peran Aparatur Pemerintahan dalam Pelaksanaan Pembangunan Perdesaan Partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan” adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor,
April 2010
Mappamiring Nrp. P 061050071
ii
ABSTRACT MAPPAMIRING. The Role of Government Official in the Implementation of Participatory Rural Development in Bone and Jeneponto Regencies of South Sulawesi Province. Under supervision by MA’MUN SARMA as a chairman, DARWIS S. GANI and PANG S. ASNGARI, as members. In the new autonomy era, the arrangement of government institutions in the region, especially in the participatory rural development is very important and urgent. The objectives of the study are to: (1) indentify factors affecting the management of participatory rural development; (2) analyze the supervision and the development of the government officials and the leadership of participatory rural development; (3) analyze the correlation between related factors of the management of government and the participatory rural development; (4) study the aspects of coordination and communication on the problems of development based on community response to the participatory rural development; and (5) formulate management strategic to the participatory rural development in Bone and Jeneponto Regencies of South Sulawesi province.The study was conducted by survey method and direct observation. The respondents were the total of 200 and chosen based on probability and non probability sampling techniques. The data were analyzed based on qualitative and quantitative and the Rank Spearman and Canonic correlations were employed. Several results of the study are illustrated. There are three important aspects in the effort to create the prospect of the management of government and participatory rural development: aspects of leadership, good governance and the aspects of sensitivity and concern for the officers. The level of stakeholders participation in all elements of Bone and Jeneponto regencies of South Sulawesi Province can be categorized as medium. Achievement motivation and increased competence to the officers should be a prerequisite condition of adequate welfare, a clear career path, and the improvement of internal aspects of the system and working procedures and institutional structures of government. Community empowerment program has been running well, but there are still weak in terms such as socialization and the awareness of citizens. One of the recommendation of the study is the strategy of extension through education and training and other programs related to new public management and human resources development of the government officials and the community need to be implemented and supported by political synergism between the government (as an executive) and the legislators in Bone and Jeneponto Regencies of South Sulawesi province. Bureaucratic reforms should remain the important agenda to implement the new public management by implementing universal values and local wisdoms in reality. Keywords: institutional governance, participatory, autonomy and government official.
iii
RINGKASAN MAPPAMIRING. Peran Aparatur Pemerintahan dalam Pelaksanaan Pembangunan Perdesaan Partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan; dibimbing oleh MA’MUN SARMA (Sebagai ketua), DARWIS S. GANI, dan PANG S. ASNGARI, masing-masing sebagai anggota. Aparatur pemerintahan di daerah memiliki peran yang sangat penting di dalam pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan, khususnya pemerintahan tingkat perdesaan di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. Tuntutan otonomi daerah, dampak globalisasi, good governance, reformasi dan tuntutan kebutuhan pemberdayaan masyarakat seluruhnya membuktikan pentingnya peran aparatur pemerintahan tersebut. Kepemimpinan adalah salah satu faktor penting yang dominan dalam manajemen pembangunan perdesaan partisipatif, di samping aspek lainnya antara lain: kualitas sumber daya manusia, kepekaan dan kepedulian aparatur, dan tingkat pendidikan pegawai. Mengubah kultur dan akses terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi baik pada kalangan aparatur maupun masyarakat adalah kunci sukses pembangunan perdesaan partisipatif. Selama ini banyak program pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan belum berhasil secara optimal karena faktor tersebut di atas belum mendukung. Penelitian ini adalah jenis penelitian explanatory melalui penelitian deskriptif dan penelitian asosiatif. Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan pengelolaan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan; (2) Menganalisis pembinaan dan pengembangan aparatur dan kepemimpinan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan; (3) Menganalisis tingkat keeratan hubungan antara faktor-faktor yang saling terkait dalam manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan; (4) Mempelajari aspek koordinasi dan komunikasi tentang penanganan permasalahan pembangunan sesuai respon masyarakat terhadap pengelolaan pembangunan perdesaan partisipatif dan (5) Merumuskan strategi manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto dengan responden aparatur desa dan kecamatan sebanyak 200 orang ditambah dengan sejumlah informan yang terkait dengan kajian penelitian. Metode penelitian adalah metode survei dan pengamatan langsung. Pengambilan sampel ditetapkan dengan teknik kombinasi probability dengan non probability sampling. Analisis data menggunakan analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Analisis kuantitatif menggunakan korelasi Rank Spearman dan Korelasi Kanonik. Faktor-faktor yang berhubungan dalam manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan adalah aspek kepemimpinan dengan good governance; kepemimpinan dengan kebijakan pemberdayaan masyarakat; motivasi berprestasi dengan birokrasi yang profesional; kebijakan pemberdayaan masyarakat dengan optimalisasi sumber daya; kompetensi dengan birokrasi yang profesional; good governance dengan birokrasi yang profesional; motivasi berprestasi dengan iv
kepedulian dan kepekaan aparatur. Hubungan antar kelompok peubah antara faktor eksternal dengan kelompok peubah manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif mempunyai nilai koefisien korelasi tertinggi. Secara spesifik wilayah yang luas dan struktur organisasi pemerintahan yang cukup besar, adalah halhal yang berkaitan langsung dengan aspek kepemimpinan dalam manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone. Sedangkan sumber daya alam yang terbatas dan desa-desa tertinggal jumlahnya cukup besar, berkaitan langsung dengan kebijakan pemberdayaan masyarakat dalam manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Jeneponto. Pembinaan dan pengembangan aparatur pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan, berhubungan kuat, positif dan nyata dengan kepemimpinan pejabat di daerah. Reformasi birokrasi terkendala oleh kultur dan infrastruktur. Pejabat daerah Kabupaten Bone masih kurang dalam monitoring kinerja aparatur di tingkatan perdesaan yang cukup besar dan luas, diklat yang dilakukan masih ada cara konvensional, rasa tanggung jawab terhadap tugas terkesan sekedar gugur kewajiban. Di Kabupaten Jeneponto menunjukkan bahwa pembinaan dan pengembangan aparatur berkorelasi positif dan erat dengan tingkat efektivitas kinerja birokrasi. Secara umum korelasi kanonik antara pembinaan dan pengembangan aparatur dengan efektivitas kinerja birokrasi menunjukkan adanya korelasi negatif, namun korelasi Rank Spearman menunjukkan adanya korelasi positif dan nyata dengan aspek kompetensi dan budaya kerja. Terdapat hubungan positif dan nyata antara faktor eksternal dengan manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif, dan faktor eksternal dengan efektivitas kinerja birokrasi, serta efektivitas kinerja birokrasi dengan manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif, berlaku untuk kedua kabupaten penelitian. Untuk Kabupaten Bone hal spesifik adalah keeratan hubungan positif antara motivasi berprestasi dengan kepedulian dan kepekaan aparatur; kepemimpinan dengan birokrasi yang profesional; kebijakan pemberdayaan masyarakat dengan optimalisasi sumber daya; kepemimpinan dengan good governance. Sub peubah yang paling banyak berkorelasi kuat, positif dan nyata dengan sub peubah lainnya adalah kepemimpinan. Untuk Kabupaten Jeneponto adalah hubungan kuat, positif dan nyata antara kebijakan pemberdayaan masyarakat dengan optimalisasi sumber daya; kebijakan pemberdayaan masyarakat dengan masyarakat madani yang mandiri; good governance dengan optimalisasi sumber daya; kebijakan pemberdayaan masyarakat dengan kompetensi dan budaya kerja. Sub peubah yang paling banyak kerkorelasi positif, kuat, erat dan nyata dengan sub peubah lainnya adalah kebijakan pemberdayaan masyarakat. Pelaksanaan fungsi dan peran aparatur yaitu peran teknis/koordinasi, peran sosialisasi/penyuluhan dalam penanganan masalah, terutama komunikasi pembangunan perdesaan partisipatif belum mencerminkan efektivitas penerapan norma good governance, kebutuhan, masalah dan respon masyarakat, serta kompetensi dan kepuasan kerja aparatur pada kedua lokasi penelitian yaitu: Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto. Hal ini semua terkait dengan mental pengabdian, tradisi budaya kerja, kuantitas dan kualitas aparat serta infrastruktur. Strategi yang dijalankan selama ini sebagai solusi dalam manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan
v
Kabupaten Jeneponto dalam menangani masalah pembinaan dan pengembangan aparatur, kepemimpinan dan kebijakan pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan dan pelatihan, rekruitmen politik, peran sosialisasi, koordinasi, serta penyuluhan dan komunikasi pembangunan, belum mengintegrasikan nilai-nilai budaya lokal, nilainilai dasar universal dan belum menggambarkan penerapan konsep filosopi new public management dan human resources development. Hal ini disebabkan karena reformasi birokrasi yang dijalankan selama ini juga masih ada cara-cara konvensional dan feodal. Kendala utamanya memang adalah aspek Tur 3 Tem yaitu struktur, kultur, aparatur dan sistem dan prosedur, serta daerah yang cukup luas, selain itu karakter masyarakat sedikit ada perbedaan yaitu: Kabupaten Bone cenderung lebih tertutup, sedangkan Kabupaten Jeneponto cenderung lebih terbuka terhadap masukan dari luar. Penelitian ini mengajukan saran antara lain; strategi penyuluhan melalui pendidikan dan pelatihan dan program lainnya yang berkaitan dengan new public management and human resources development aparatur dan masyarakat, perlu dilakukan dan didukung oleh sinergi politik pemerintahan antara eksekutif dan legislatif Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto dalam bentuk perencanaan dan penganggaran yang sesuai. Reformasi birokrasi tetap menjadi agenda yang penting untuk penerapan new public management dengan menerapkan nilai-nilai universal dan local wisdom yang lebih nyata. Kata kunci: Kelembagaan pemerintahan, pembangunan perdesaan partisipatif, otonomi dan aparatur pemerintahan.
vi
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
vii
PERAN APARATUR PEMERINTAHAN DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN PERDESAAN PARTISIPATIF DI KABUPATEN BONE DAN KABUPATEN JENEPONTO PROVINSI SULAWESI SELATAN
MAPPAMIRING
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
viii
Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. (Riset) Dr. Djoko Susanto, SKM. Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc.
Penguji pada Ujian Terbuka : Prof. Dr. H. Murtir Jeddawi, SH. S.Sos, M.Si. Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, MA.
ix
Judul Disertasi
Nama NRP
: Peran Aparatur Pemerintahan dalam Pelaksanaan Pembangunan Perdesaan Partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan : Mappamiring : P 061050071
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS, M.Ec. Ketua
Prof. Dr. Pang S. Asngari Anggota
Prof. Dr. Ir. Darwis S. Gani, MA Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Siti Amanah, M. Sc.
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.
Tanggal Ujian: .......
Tanggal Lulus: ……
x
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan rasa syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan Rahmat dan Ijin-Nya lah penulisan disertasi bidang Ilmu Penyuluhan Pembangunan telah dapat penulis wujudkan, sebagai salah satu syarat untuk penyelesaian studi doktor pada Institut Pertanian Bogor. Disadari bahwa dalam proses penyelesaian studi ini penulis banyak mengalami suka dan duka dan berbagi rasa dengan banyak pihak, terutama dari segi bantuan dan dukungan
sehingga
selayaknya pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih terutama kepada: (1) Bapak-Bapak Komisi Pembimbing disertasi dan komisi akademik yang diketuai oleh Bapak. Dr. Ir. H. Ma’mun Sarma, MS. M.Ec, dengan
beranggotakan
masing-masing Bapak Prof. Dr. Ir. H. Darwis S. Gani, MA; Bapak Prof. Dr. H. Pang S. Asngari, dan anggota Komisi Akademik yaitu: Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sumardjo, M.Si; dan Bapak Prof (Riset) Dr. Djoko Susanto, SKM. atas segala jerih payah, kesediaan, kepedulian dan perhatian serta bantuannya yang telah mengarahkan penulis dalam studi dan pembuatan disertasi ini. Demikian pula kepada Koordinator Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan yaitu Ibu Dr. Ir. Hj. Siti Amanah, M.Sc, beserta seluruh staf dan dosen di lingkungan Institut Pertanian Bogor yang tak sempat lagi penulis sebutkan namanya satu persatu. (2) Bapak Rektor Institut Pertanian Bogor beserta segenap jajarannya, atas penerimaan dan kesempatan yang penulis gunakan untuk menimba ilmu pada Program Pascasarjana IPB. (3) Bapak Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar beserta segenap jajarannya atas segala dukungan dan bantuannya untuk penyelesaian studi ini. (4) Bapak
Direktur Jenderal Pendidikan tinggi, beserta
Koordinator Kopertis
wilayah IX Sulawesi atas ijin dan dukungan sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor (5) Pemerintah
Kabupaten
Bone dan
Kabupaten
Jeneponto
beserta segenap
jajarannya yang telah memberikan ijin dan dukungan penelitian untuk penulisan disertasi
xi
(6) Kepada Bapak Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bone yaitu Bapak Prof. Dr. H. Murtir
Jeddawi, SH, S.Sos, M.Si. yang
banyak
membantu penulis di lapangan terutama dalam pengumpulan data dan materi kajian untuk penulisan disertasi. (7) Keluarga penulis sendiri, kepada Ibu kandung penulis, anak isteri, saudara dan segenap handaitolan penulis yang tak henti-hentinya memberi dukungan dan doa sehingga proses penyelesaian studi ini dapat penulis jalani. (8) Kepada semua rekan dan sahabat, baik yang ada pada program studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan maupun dari program studi lain yang selalu menjadi partner dan lawan dalam berdiskusi tentang akademik dan penelitian untuk disertasi, maupun sebagai partner atau lawan tangguh untuk refreshing setiap hari Sabtu dan Minggu di lapangan bulu tangkis terbuka di bawah pohon Fahutan IPB. (9) Kepada bapak-bapak dan ibu-ibu informan, tokoh kunci serta pakar yang menjadi nara sumber dan semua responden yang telah membantu dalam penelitian ini tak lupa disampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Perlu pula penulis sampaikan, disertasi ini baru merupakan bagian kecil dari upaya kajian mengenai pembangunan perdesaan partisipatif, karena itu penelitian lanjutan yang berkaitan dengan hal ini dianggap sangat penting. Globalisasi, otonomi daerah dan reformasi yang berlangsung selama ini berimplikasi pada perlunya upaya pembenahan aspek kepemimpinan, kelembagaan, sumber daya manusia dan aspek finansial di tingkat desa yang selama ini terasa merupakan masalah serius dan kalau tidak dikaji secara detil, maka tugas umum pemerintahan dan pembangunan akan monoton,
stagnan dan akan menghambat pencapaian tujuan pembangunan pada
umumnya dan kesejahteraan masyarakat pada khususnya. Akhirnya kepada semua pihak yang banyak memberi masukan, saran dan kritikan membangun yang banyak mengilhami inspirasi penulis, disampaikan penghargaan dan terima kasih yang tulus atas semua kontribusi pemikiran tersebut. Kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa kita kembalikan usaha dan niat yang baik ini, semoga bermanfaat adanya. Amin. Bogor,
April 2010
Penulis
xii
BIODATA / CURICULUM VITAE Penulis dilahirkan di Sanrego, Sulawesi Selatan 31 Desember 1959 sebagai anak sulung dari pasangan Bapak (Alm) Andi Basyo dengan Ibu Hj. Andi Bae. Pendidikan dasar diselesaikan di SDN. No. 281 Sanrego tahun 1971, Pendidikan menengah pada Sekolah Menengah Ekonomi Pertama Negeri (SMEPN) Watampone, tamat tahun 1974, dan Pendidikan menengah atas pada Sekolah Menengah Ekonomi Atas Negeri (SMEAN) Sinjai, tamat tahun 1977. Selanjutnya penulis menyelesaikan studi S1 pada Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Ujung Pandang (sekarang Universitas Negeri Makassar) Program Studi Administrasi Keterampilan Jasa tahun 1984. Studi S2 pada Universitas Hasanuddin Ujung Pandang Program Studi Administrasi Pembangunan, tamat tahun 1998. Studi Doktor pada Institut Pertanian Bogor, Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan Fakultas Ekologi Manusia dari tahun 2005-2010. Studi Sandwich di University Putra Malaysia dari September 2008 sampai Januari 2009 memperdalam kajian pembangunan perdesaan partispatif. Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil sejak diangkat sebagai tenaga pengajar di Kopertis Wilayah VII Surabaya tahun 1987 (IKIP Widya Darma Surabaya). Mutasi ke kopertis wilayah IX Sulawesi tahun 2000 dan ditugaskan pada Universitas Muhammadiyah Makassar. Konsentrasi Tridarma Perguruan Tinggi yaitu: Pendidikan dan Pengajaran; mengampuh mata kuliah manajemen perkantoran, ilmu sosial dan budaya dasar, administrasi pembangunan, perencanaan pembangunan, manajemen pembangunan nasional dan regional, komunikasi pembangunan, ilmu perbandingan administrasi negara, sistem administrasi negara Republik Indonesia, teori dan isu kontemporer mengenai pembangunan, analisis kebijakan dan pembangunan sektoral, ilmu alamiah dasar dan lain-lain. Karya Ilmiah dan penelitian; Jurnal ilmiah antara lain: Kelembagaan pemerintahan dan pembangunan perdesaan di Sulawesi Selatan (2002), Tinjauan pembangunan dalam perspektif sejarah (2003), Pendidikan dan penyuluhan dalam mengatasi kebutuhan energi biofoel di perdesaan (2007). Strategi alternatif pembangunan kawasan timur Indonesia (2007). Tinjauan makro mengenai ketahanan pangan, kemiskinan dan pembangunan pertanian (2009). Penelitian: Analisis mengenai manajemen PDAM kota Surabaya (1991). Strategi peningkatan kualitas tenaga kademik di lingkungan kopertis wilayah IX Sulawesi (1998). Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap indeks prestasi belajar mahasiswa program strata satu Unismuh Makassar (2001).Tinjauan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja administrasi umum di lingkungan Unismuh Makassar (2003). Dan berbagai tulisan di koran. Pengabdian masyarakat; Nara sumber Yayasan laut biru Indonesia dalam diklat pemberdayaan masyarakat nelayan di Kabupaten Pangkep (2001). Instruktur desa binaan Unismuh, pengurus dan khatib pada organisasi sosial kemasyarakatn, dan keagamaan di Makassar (2003). Ikut berperan aktif pada pertemuan ilmiah; semi nar, simposium, loka karya baik lokal, regional, nasional maupun internasional.
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT .................................................................................................. RINGKASAN ............................................................................................... KATA PENGANTAR .................................................................................. DAFTAR TABEL ......................................................................................... DAFTAR GAMBAR..................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
i ii iii iv v vi
PENDAHULUAN ......................................................................................... Latar Belakang............................................................................................... Masalah Penelitian......................................................................................... Tujuan Penelitian ........................................................................................... Kegunaan Hasil Penelitian ............................................................................ Definisi Istilah ..............................................................................................
1 1 9 11 12 13
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. Persepsi……………………………………………………………………. Kelembagaan dan Organisasi ...................................................................... Pengertian Kelembagaan dan Lembaga Pemerintahan Desa ............ Perkembangan Konsep Organisasi Abad XXI ................................... Kinerja Organisasi ............................................................................. Kepemimpinan .................................................................................. Penerapan Prinsip Good Governance dan Otonomi Daerah ............. Partisipasi .................................................................................................... Pengertian Partisipasi ........................................................................ Kompetensi ....................................................................................... Motivasi sebagai Dasar Berprestasi dan Berpartisipasi .................... Transformasi Semangat Kewirausahaan Masyarakat Desa .............. Pendekatan Pembangunan Perdesaan ......................................................... Pengertian Pembangunan Perdesaan ................................................. Pembangunan SDM Aparatur Berkualitas di Daerah ....................... Proses Perencanaan dari Bawah dan Program Pembangunan Perdesaan ......................................................................................... Pembangunan dan Ciri-Ciri Perencanaan Pembangunan Reformatif di Daerah ............................................................................................ Paradigma Baru Penyuluhan Pembangunan ............................................... Memperbaiki Pelayanan Penyuluhan Lapangan ................................ Mengembangkan Kreativitas dan Inovasi ......................................... Pembinaan SDM dan Pengembangan Perekonomian Perdesaan .......
19 19 20 20 23 25 26 29 31 31 36 43 45 47 47 47
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS ............................................ Kerangka Berpikir ............................................................................ Hipotesis Penelitian ..........................................................................
58 58 61
xiv
49 51 52 53 54 56
METODE PENELITIAN ........................................................................... Rancangan Penelitian ........................................................................ Populasi dan Sampel ........................................................................ Pengumpulan Data ........................................................................... Peubah, Definisi Operasional, Indikator serta Parameter Pengukuran......................................................................................... Validitas Instrumen ........................................................................... Reliabilitas Instrumen ....................................................................... Analisis Data ....................................................................................
62 62 63 65
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................. Profil Kabupaten Bone ............................................................... Profil Kabupaten Jeneponto ....................................................... Karakteristik Responden .................................................................... Faktor Eksternal ................................................................................. Pembinaan dan Pengembangan Aparatur ..................................... Kualitas Kepemimpinan ............................................................... Partisipasi Stakeholders ................................................................ Good governance.......................................................................... Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat ......................................... Kondisi Faktor Eksternal .............................................................. Efektivitas Kinerja Birokrasi .............................................................. Mutu Pelayanan Publik................................................................. Tingkat Kompetensi dan Budaya Kerja ....................................... Motivasi Berprestasi ..................................................................... Tingkat Kepekaan dan Kepedulian Aparatur ............................... Tingkat Efektivitas Kinerja Birokrasi .......................................... Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif Optimalisasi Sumber daya ............................................................ Tingkat Profesionalisme Birokrasi ............................................... Masyarakat Madani yang Mandiri................................................ Kualitas Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif ................................................................... Persepsi Aparatur terhadap Kepuasan dalam Bekerja …………. Faktor-faktor yang Berhubungan dalam Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif ........................................... Pembinaan dan Pengembangn Aparatur dalam Pelaksanaan Pembangunan Perdesaan Partisipatif .................................................. Korelasi antara Faktor-Faktor yang Berhubungan dalam Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif .................... Aspek Koordinasi dan Respon Masyarakat Terhadap Dinamika Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif Patisipasi Masyarakat Perdesaan dalam Pembangunan .............. Persepsi Masyarakat Terhadap Partisipasi Stakeholders ............. Persepsi Masyarakat Terhadap Good governance ...................... Persepsi Masyarakat tentang Optimalisasi Sumber Daya dan Pembangunan Ekonomi Masyarakat ...........................................
80 80 80 85 88 90 90 91 92 94 94 96 96 96 98 99 100 102 102 102 103 105
xv
66 71 75 77
106 107 110 129 131 135 135 140 140 141
Penilaian Masyarakat tentang Pembinaan dan Pengembangan SDM Aparatur ............................................................................ Persepsi Masyarakat Terhadap Pelayanan Publik ....................... Persepsi Masyarakat Terhadap Kepedulian dan Kepekaan Aparatur ....................................................................................... Penilaian Masyarakat Terhadap Birokrasi yang Profesional....... Faktor-Faktor yang Berhubungan dalam Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan ............................... Strategi Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif........................................................................................... Sumber daya dan Program Pembangunan ................................... Peluang dan Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat .................... Analisis Mengenai Peran Aparatur Pemerintah dalam Pembangunan Perdesaan Partisipatif ........................................... Strategi Pengembangan Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif Melalui Pendekatan Penyuluhan..............
142 142 143 144
145 150 150 152 155 159
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... Kesimpulan ................................................................................. Saran ...........................................................................................
167 167 169
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................
172
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................
177
xvi
DAFTAR TABEL No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11 12. 13. 14. 15. 16 17 18 19 20
21
22 23 24 25 26 27
Hal Sepuluh Komitmen Kepemimpinan………………………………… Matriks Perubahan Pola Pikir……………………………………….. Bentuk-bentuk Partisipasi…………………………………………… Perbedaan Antara Penyuluhan Paradigma Lama dengan Penyuluhan Paradigma Baru……………………………………………………… Jumlah Sampel Penelitian…………………………………………… Karakteristik Aparatur Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif…………………………………………………………... Faktor Eksternal Kelembagaan Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan……………………………………………………………. Efektivitas Kinerja Birokrasi………………………………………… Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif…………………………………………………………… Persepsi Masyarakat Mengenai Dinamika Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif …………………………… Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian………………………………… Sebaran Responden dilihat dari Jenis Kelamin……………………… Sebaran Responden dilihat dari Segi Umur…………………………. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan……………… Sebaran Responden Berdasarkan Masa Kerja………………………. Rekapitulasi Kualitas Faktor Eksternal……………………………… Rekapitulasi Tingkat Efektivitas Kinerja Birokrasi…………………. Rekapitulasi Kualitas Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif……………………………………………… Korelasi Kanonik antara Faktor Eksternal dengan Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif…………… Korelasi Internal Peubah Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif dengan Peubah Kanoniknya Kaitannya dengan Faktor Eksternal………………………………….. Korelasi antara Peubah Faktor Eksternal dengan Peubah Kanoniknya Kaitannya dengan Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan partisipatif……………………………….... Korelasi Kanonik antara Peubah Karakteristik Aparatur Pemerintahan dengan Faktor Efektivitas Kinerja Birokrasi………… Korelasi antara Peubah Efektivitas Kinerja Birokrasi dengan Peubah Kanoniknya Kaitannya dengan Karakteristik Aparatur……. Korelasi antara Peubah Karakteristik Aparatur dengan Peubah Kanoniknya Kaitannya dengan Efektivitas Kinerja Birokrasi………. Korelasi Kanonik antara Peubah Faktor Eksternal dengan Peubah Efektivitas Kinerja Birokrasi ………………………………………. Korelasi antara Peubah Efektivitas Kinerja Birokrasi dengan Peubah Kanoniknya Kaitannya dengan Peubah Faktor Eksternal… Korelasi antara Peubah Faktor Eksternal dengan Peubah Kanoniknya Kaitannya dengan Efektivitas Kinerja Birokrasi……..
xvii
28 28 35 53 65 67 68 69 70 71 77 88 89 89 90 96 102 107 111
112
112 117 118 118 120 121 122
28
29
30
31
32.
33.
34.
35. 36. 37. 38. 39 40 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49.
Korelasi Kanonik antara Peubah Karakteristik Aparatur dengan Peubah Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif …………………………………………………………… Korelasi antara Peubah Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif dengan Peubah Kanoniknya Kaitannya dengan Peubah Karakteristik Aparatur…............................ Korelasi antara Peubah Karakteristik Aparatur dengan Peubah Kanoniknya Kaitannya dengan Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif ……………………………….. Korelasi Kanonik antara Faktor Efektivitas Kinerja Birokrasi dengan Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif …………………………………………………………… Korelasi Kanonik antara Peubah Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif dengan Peubah Kanoniknya Kaitannya dengan Peubah Efektivitas Kinerja Birokrasi……............ Korelasi antara Peubah Efektivitas Kinerja Birokrasi dengan Peubah Kanoniknya Kaitannya dengan Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif…………………………… Korelasi antara Peubah Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif dengan Peubah Kanoniknya dari Peubah Efektivitas Kinerja Birokrasi…………………………… Korelasi antara Peubah Efektivitas Kinerja Birokrasi dengan Peubah Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif.. Korelasi Rank Spearman Internal Peubah Faktor Eksternal ………… Korelasi Kanonik antar Kelompok Peubah Gabungan dua Kabupaten …………………………………………………………… Korelasi Rank Spearman antara Peubah Faktor Eksternal dengan Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif .. Korelasi Rank Spearman antara Peubah Faktor Eksternal dengan Peubah Efektivitas Kinerja Birokrasi………………………………… Korelasi Kanonik antara Peubah Karakteristik Aparatur dengan Peubah Faktor Eksternal …………………………………………….. Korelasi antara Peubah Karakteristik Aparatur dengan Peubah Kanoniknya Kaitannya dengan Peubah Faktor Eksternal …………… Persepsi Masyarakat Terhadap Pelayanan Publik…………………….. Persepsi Masyarakat Terhadap Kepedulian dan Kepekaan Aparatur Persepsi Masyarakat Terhadap Birokrasi yang Profesional………….. Uji Korelasi Kanonik Keeratan Hubungan antar Kelompok Peubah Uji Rank Spearman Keeratan Hubungan Langsung antar Sub Peubah …………………………………………………………….. Uji Korelasi Kanonik Keeratan Hubungan antar Kelompok Peubah Uji Rank Spearman Keeratan Hubungan Langsung antar Sub Peubah …………………………………………………………….. Aspek Peluang Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat……………….
xviii
123
123
124
126
126
127
127 129 130 132 133 134 139 139 143 144 145 146 147 148 149 154
DAFTAR GAMBAR
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
21.
Hal Posisi Kompetensi dalam Model Gunung Es......................................... Posisi Kompetensi dalam Model Lingkaran…………………………... Definisi Kompetensi…………………………………………………… Model Pengembangan Kualitas SDM di Daerah……………………… Kerangka Berpikir Konseptual Penelitian……………………………... Pernyataan Responden Berdasarkan Pembinaan dan Pengembangan Aparatur……………………………………………………………….. Pernyataan Responden Berdasarkan Kepemimpinan Aparatur.............. Pernyataan Responden Berdasarkan Partisipasi Stakeholders………… Pernyataan Responden Berdasarkan Good governance………………. Pernyataan Responden Berdasarkan Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat……………………………………………………………… Pernyataan Responden Berdasarkan Pelayanan Publik………………… Pernyataan Responden Berdasarkan Kompetensi dan Budaya Kerja …. Pernyataan Responden Berdasarkan Motivasi Berprestasi …….............. Pernyataan Responden Berdasarkan Kepedulian dan Kepekaan Aparatur ………………………………………………………………… Pernyataan Responden Berdasarkan Optimalisasi Sumber daya ………. Pernyataan Responden Berdasarkan Birokrasi yang Profesional ………. Pernyataan Responden Berdasarkan Masyarakat Madani yang Mandiri…………………………………………………………………… Pernyataan Responden Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai…………….. Lembaga Implementasi Pembangunan Perdesaan Partisipatif…………… Diagram Strategi Rasional Membangun Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif Konteks Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto ………………………………………………. Kebijakan Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan Partisipatif ……………………………………………………………….
xix
39 39 41 48 60 91 92 93 94 95 97 98 100 101 103 105 106 108 158
162 164
DAFTAR LAMPIRAN
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.
Hal Kerangka Berpikir Teoritis Penelitian……………………………. Kuesioner untuk Responden Aparatur…………………………… Kuesioner untuk Informan Kunci………………………………… Pedoman Umum Indepth Interview………………………………. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ………………………… Sebaran Responden Berdasarkan Pembinaan dan Pengembangan SDM Aparatur…………………………………... Sebaran Responden Berdasarkan Kepemimpinan Aparatur............ Sebaran Responden Berdasarkan Partisipasi Stakeholders……….. Sebaran Respongen Berdasarkan Good governance …………….. Sebaran Responden Berdasarkan Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat………………………………………………………… Sebaran Responden Berdasarkan Efektivitas Pelayanan Publik … Sebaran Responden Berdasarkan Kompetensi dan Budaya Kerja… Sebaran Responden Berdasarkan Motivasi Berprestasi…………… Sebaran Responden Berdasarkan Kepedulian dan Kepekaan Aparatur …………………………………………………………... Sebaran Responden Berdasarkan Optimalisasi Sumber daya…….. Sebaran Responden Berdasarkan Birokrasi yang Profesional…….. Sebaran Responden Berdasarkan Masyarakat Madani yang Mandiri …………………………………………………………… Persepsi Masyarakat Terhadap Partisipasi Stakeholders …………. Persepsi Masyarakat Terhadap Faktor-faktor yang Mempengaruhi Good Governance di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto… Persepsi Masyarakat Terhadap Optimalisasi Sumber Daya Pembangunan Ekonomi Masyarakat………………………………. Persepsi Masyarakat Tentang Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Aparatur/Pejabat …………………………
xx
177 179 188 194 196 199 200 201 202 204 206 207 208 209 210 211 212 213 214 216 217
135
PENDAHULUAN Latar Belakang Kualitas sumber daya manusia pelaksana pembangunan merupakan isu yang tidak henti-hentinya diwacanakan sebagai kata kunci determinan yang paling menentukan berhasil tidaknya pencapaian tujuan pembangunan. Manusia adalah objek dan subjek serta sasaran pelaksanaan pembangunan. Secara spesifik pada diri manusia pembangunan (agent of change) terdapat tiga hal yang sangat diperlukan yaitu: Pertama, wawasan dan cara pandang (mind set) tentang pembangunan dan perubahan sosial. Kedua, kompetensi yang memadai dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. Ketiga, kemampuan kepemimpinan untuk mengikuti perkembangan yang selalu dinamis dan berlangsung terus menerus. Apabila ketiga hal itu dicermati dalam penyusunan dan pelaksanaan program pembangunan masyarakat desa di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan, tampaknya masih merupakan suatu yang sangat memperihatinkan dalam arti keterbatasan dalam banyak hal, baik dari aspek kemampuan individual maupun dari segi profil kelembagaan. Rancangan Pembangunan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2001–2005 yang memuat tentang arah kebijakan pembangunan daerah yaitu percepatan pembangunan perdesaan dalam rangka pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan pendekatan profesionalisme aparatur pemerintahan desa, mengembangkan kelembagaan, penguasaan teknologi tepat guna dan pemanfaatan sumber daya alam secara lestari. Peningkatan
kesejahteraan
rakyat
dan
pemerataan
hasil-hasil
pembangunan harus dapat dirasakan kelompok mayoritas penduduk
yaitu
mayarakat perdesaan. Salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah peningkatan kemampuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Selanjutnya untuk meningkatkan partisipasi seluruh lapisan masyarakat, diperlukan efektivitas peran kelembagaan dari aparatur birokrasi pemerintah, terutama di tingkat desa. Kondisi yang ada saat ini di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi 1
2 Selatan perlu dikaji terus mengingat adanya tuntutan kebutuhan sebagai konsekuensi dari desentralisasi pemerintahan, berupa otonomi daerah dan lebih fokus lagi adalah upaya untuk mewujudkan otonomi desa. Secara obyektif pada umumnya kondisi yang memperihatinkan dalam pelaksanaan pembangunan di tingkat desa di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan saat ini masih berkisar pada masalah: (1) Kemampuan kelembagaan pembangunan masyarakat desa baik dilihat dari segi struktur organisasi, mekanisme kerja, maupun
profil sumber daya
manusia. Hal ini merupakan bagian utama pembenahan administrasi pemerintahan dan pembangunan. (2) Aspek perilaku dan budaya tradisional yang masih dominan, serta kesadaran yang rendah dalam pengelolaan pembangunan dan pelayanan publik. (3) Belum jelasnya program pengembangan sumber daya manusia aparatur terutama dalam pelaksanaan pembangunan perdesaan partisipatif. (4) Tuntutan
otonomi daerah dan globalisasi sebagai prasyarat mutlak
keberhasilan pembangunan, masih terdapat kesenjangan pada tahap kesiapan dari perilaku yang tampak dengan perilaku yang harus dimiliki oleh segenap aparatur dan institusi pemerintah dalam pembangunan. Hal inilah yang menyebabkan penyusunan, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi program pembangunan yang efektif dan efisien masih belum optimal. (5) Upaya yang dapat dilakukan oleh institusi pemerintah desa guna menindak lanjuti hasil dari kegiatan pembangunan yang belum optimal itu tampaknya belum jelas. Termasuk kesadaran akan pentingnya informasi dan iptek rendah (6) Keseriusan dan kebijakan yang fokus dan tajam dari pemerintah untuk membangkitkan partisipasi masyarakat perdesaan juga belum optimal. (7) Pembangunan selama ini belum optimal memberdayakan masyarakat. Masyarakat pada umumnya masih dalam prroses pencerdasan
untuk
melakukan sesuatu, agar memiliki informasi yang berguna untuk dapat memilih alternatif perilaku yang menguntungkan bagi kehidupannya. Pemberdayaan (empowerment) dewasa ini digunakan secara luas oleh berbagai pihak, seperti oleh pembuat kebijakan, praktisi/pelaksana program, petugas sosial dan kelompok
3 profesional. Tampaknya konsep tersebut digunakan sebagai pengganti konsep pembangunan yang selama ini dilaksanakan dinilai kurang berhasil atau gagal meningkatkan kualitas hidup, termasuk mengangkat manusia dari lembah kemiskinan. Kebijakan pembangunan selama ini adalah kombinasi top down dengan bottom up, tapi sering mengabaikan aspirasi serta kebutuhan masyarakat bawah. Oleh karena itu perlu adanya perubahan orientasi kelembagaan pemerintahan
dengan
tetap
memperhatikan
faktor-faktor
dominan
yang
mempengaruhi manajemen pemerintahan yaitu perubahan struktural dan perubahan fungsional. Perubahan besar pada manajemen pemerintahan terjadi dengan adanya konsep pemikiran dari Osborne dan Gaebler (Wasistiono, 2003:24) yang menawarkan perlunya transformasi semangat kewirausahaan pada sektor publik. Osborne dan Gaebler (Wasistiono, 2003:24) mengemukakan sepuluh pokok pikiran yang intinya adalah mengurangi peranan pemerintah dengan cara memberdayakan masyarakat serta menjadikan sektor pemerintah lebih efisien. Sedarmayanti, dkk. (2006:12) dalam kaitan pemerintahan daerah, globalisasi menuntut keterbukaan, akuntabilitas dan ketanggapan dari segenap jajaran birokrasi. Dalam dunia yang penuh kompetisi, sangat diperlukan kemampuan birokrasi untuk memberikan tanggapan terhadap berbagai masalah secara akurat, bijaksana, adil dan efektif. Munculnya partisipasi dalam proses pengambilan keputusan politik di era globalisasi,
merupakan konsekuensi dari komitmen
terhadap demokrasi. Dalam
hal
ini
perlu
diupayakan
cara-cara
birokrasi
untuk
membangkitkan partisipasi dalam program pemerintah. Oleh karena itu, kelembagaan pemerintah harus mampu memberdayakan masyarakat yaitu membuat
masyarakat
mampu
membangun
dirinya sendiri
memperbaiki
kehidupannya sendiri dalam arti mampu (berdaya), tahu (mengerti), termotivasi, dapat memanfaatkan peluang, bersinergi, mampu bekerja sama, tahu berbagai alternatif, mampu mengambil keputusan, berani mengambil resiko, mampu mencari dan menangkap informasi serta mampu bertindak sesuai situasi.
4 Aparatur birokrasi harus mampu memberikan pelayanan yang bermutu bagi masyarakat, agar mereka dengan sendirinya dapat terus melakukan partisipasi dalam pembangunan di perdesaan secara berkelanjutan (sustainable). Secara teknis aparatur harus dapat melakukan penyuluhan kepada segenap warganya; artinya aparatur desa berfungsi mengembangkan masyarakat madani yang memiliki kemampuan (berdaya) untuk membangun dirinya sendiri atau berdaya memperbaiki kehidupannya sendiri. Mengingat betapa pentingnya peranan aparatur di perdesaan, maka langkah utama dan pertama yang harus segera dibenahi ialah kepemimpinan pada tingkat institusi perdesaan. Selain itu masih muncul isu-isu yang mensinyalir adanya berbagai kelemahan antara lain: banyak sumber daya yang belum ditangani secara optimal, belum tumbuhnya etos kerja produktif yang optimal. Terkesan masih banyaknya perangkat desa yang seharusnya berfungsi sebagai agen-agen pembangunan, namun belum melaksanakan fungsinya secara baik, masih bersifat menunggu, kurang kreatif dan inovatif, kurang mandiri, kurang memberikan peluang kepada masyarakat untuk ikut serta merumuskan perencanaan pembangunan di desa dan lain-lain. Beberapa informasi sebagai fakta lapangan mengenai eksistensi perubahan kelembagaan pemerintahan kabupaten/kota dengan mengacu pada Undang-Undang No. 32/2004 tentang pemerintahan daerah, esensinya adalah: (1) Filosofi yang digunakan tetap “keanekaragaman dalam kesatuan.” (2) Paradigma politik yang digunakan tetap dalam rangka demokratisasi, pemerataan dan keadilan. (3) Penambahan paradigma ekonomi
dengan
menekankan pada daya saing
daerah dalam menghadapai persaingan global melalui pemberdayaan masyarakat. (4) Penambahan paradigma administrasi dengan menekankan pada perlunya efektivitas dan efisiensi. (5) Memberi tekanan pada pelayanan masyarakat sebagai fokus utama untuk mencapai hasil akhir berupa kesejahteraan masyarakat.
5 Menurut
Sedarmayanti,
dkk.
(2006:
5-6)
implementasi
aspek
kewenangan kelembagaan, kewenangan daerah dan sumber daya manusia aparatur, dalam kenyataannya otonomi daerah acapkali diinterpretasikan sebagai otonomi pemerintahan daerah dengan mengabaikan masyarakat. Di lain pihak masyarakat tidak mengalami perubahan yang berarti atau mendasar karena mereka tetap diposisikan sebagai “komoditas” oleh segelintir elit birokrat yang lebih mengutamakan kekuasaan daripada kualitas pelayanan yang mengedepankan kesejahteraan masyarakat. Apapun yang dilakukan oleh mereka, terutama yang lebih menguntungkan, selalu mengatasnamakan masyarakat. Padahal mereka sesungguhnya mementingkan dan berusaha mempertahankan posisi dan jabatannya. Fakta lain di lapangan yang paling mendasar juga adalah masalah sumber dana pembangunan. Di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan misalnya, tuntutan atas pemenuhan kebutuhan anggaran sebenarnya sudah disadari tetapi masih sulit untuk merealisasikannya yaitu Alokasi Dana Desa (ADD). Penelitian Guricci, dkk. (2002:2) tentang Perubahan Kelembagaan ini di Propinsi Sulawesi Selatan menyimpulkan bahwa: (1) Aspek kewenangan, pelaksanaan otonomi daerah ternyata belum sepenuhnya dipahami sumber daya aparatur, sehingga pelaksanaan otonomi daerah lebih diartikan sebagai perubahan kelembagaan daripada pelimpahan kewenangan. (2) Aspek kelembagaan pemerintahan kabupaten/kota ternyata melakukan perubahan kelembagaan dengan mengembangkan yaitu dengan menambah dinas/badan/kantor
baik
dengan
membuat
baru
maupun
dengan
memisahkannya dengan kelembagaan sebelumnya. (3) Aspek partisipasi masyarakat, meningkatnya kesadaran masyarakat dalam setiap kegiatan dalam bentuk kelembagaan masyarakat misalnya Badan Perwakilan Desa (BPD). (4) Aspek pelayanan kepada masyarakat; masih ditemukan ketidak efisienan misalnya birokrasi yang berbelit dan adanya pungutan tidak resmi.
6 Kelembagaan Pemerintah Desa dan BPD dibentuk sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat setempat, sehingga kegiatan pemerintah dapat terlaksana secara efektif dan efisien. Hasil kajian menunjukkan bahwa: (1) Masih ada desa yang belum membentuk BPD sehingga pengawasan dan penyaluran aspirasi masyarakat tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. (2) Perda kabupaten yang mengatur tentang desa yang ditetapkan berdasarkan Kep-Men-dagri No.64/1999 sering menimbulkan konflik antara pemerintah desa dengan BPD karena masih minimnya peraturan daerah tentang desa. (3) Belum adanya aturan main/norma yang mengatur mekanisme kerja antara Pemerintah Desa dengan BPD. Dari hasil temuan kajian ini direkomendasikan: (1) Pembentukan kelembagaan pemerintahan desa (Pemerintah desa dan BPD) didasarkan pada ketentuan PP No.76/2001. (2) Pemerintah
Kabupaten
melakukan
pembinaan
dan
fasilitas
dalam
pembentukan kelembagaan pemerintah desa dan segera menetapkan perda kabupaten yang mengatur tentang desa berdasarkan ketentuan yang berlaku antara lain PP. No.76/2001. (3) Melakukan sosialisasi hasil kajian khususnya yang berkaitan dengan rancangan perdes tentang pembentukan kelembagaan pemerintah desa untuk ditetapkan sesuai kondisi desa setempat. Lokakarya lapangan yang menyangkut tentang perencanaan parsitipatif di Sulawesi Selatan dapat dilihat pada Kelembagaan Agribisnis dan SDM pertanian, temuan Saing (2002:7) memperlihatkan bahwa kelembagaan agribisnis dan SDM penting utnuk pemberdayaan dan peningkatan partisipasi, akses dan kontrol masyarakat perdesaan laki-laki dan perempuan dalam setiap kegiatan yang difasilitasi dan dipandu oleh penyuluh atau petugas fasilitator desa dan petani pemandu yang sudah dilatih. Masyarakat tani laki-laki dan perempuan melaksanakan penyusunan profil keluarga, profil desa dalam kerangka penyusunan Rencana Usaha Keluarga (RUK), Rencana Kegiatan Kelompok (RKK), serta penyusunan Rencana Kegiatan Penyuluh Desa (RKPD), seluruhnya
7 memerlukan adanya peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang mencerminkan betapa pentingnya kompetensi teknis dan profesional manajerial. Gerakan pembangunan pengentasan masyarakat miskin (Gerbang Taskin) yang dicanangkan oleh Badan Penelitian Pembangunan Daerah (Balitbangda) di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2005 menunjukkan secara umum bahwa kegiatan Gerbang Taskin telah berjalan dengan baik dan sudah memberikan manfaat bagi masyarakat prasejahtera, dengan mengurangi beban hidup serta meningkatkan pendapatan masyarakat, meskipun beberapa bantuan yang diberikan belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan mereka. Kelemahan lainnya adalah masih terdapat beberapa kekurangan dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pembiayaan dan pengawasan kegiatan yang memerlukan perbaikan sehingga efektivitas Gerbang Taskin dapat lebih di tingkatkan. Kekurangan dimaksud adalah bantuan yang belum sepenuhnya sesuai kebutuhan masyarakat prasejahtera, dana yang masih kurang, pembinaan masyarakat prasejahtera pasca bantuan yang belum optimal dan sebagainya. Hasil penelitian Sukri (2007:5) mengklasifikasikan berdasarkan tiga kelompok urutan tingkat kemakmuran penduduk perdesaan
Sulawesi Selatan
bagian Selatan yaitu Kabupaten Takalar, Kabupaten Jeneponto dan Kabupaten Bantaeng berada pada kelompok yang mempunyai tingkat kemakmuran penduduknya relatif rendah. Hal ini berimplikasi pada masih banyaknya desa-desa miskin atau 30 persen dari jumlah desa yang ada (BPS 1993) di wilayah Selatan dengan perimbangan tingkat pendapatan perkapita yang relatif rendah. Semakin rendah tingkat pemerintahan semakin operasional suatu kegiatan
dan
semakin
memungkinkan
karakteristik
dan
aspirasi
dapat
terakomodasi dalam program pembangunan. Kajian ini akan memudahkan penyusunan program yang berjangka panjang, menengah dan berjangka pendek beserta sumber daya pendukungnya. Untuk jangka panjang, pembangunan infrastruktur bukan hanya sebagai kebutuhan dasar tetapi sebagai wadah pengembangan potensi sosial ekonomi masyarakat.
8 Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM (Universitas Gajah Mada, 2001:7) dalam penelitiannya menemukan bahwa reformasi birokrasi publik di Indonesia menunjukkan bahwa tingkat akuntabilitas aparatur birokrasi dalam kondisi buruk. Di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan di antara 300 responden terdapat 261 memberi jawaban buruk. Bakri (2001:9) mengungkapkan bahwa di sektor lainnya dalam rangka peningkatan skill manajemen petugas kesehatan Kabupaten/Kota terungkap pula secara umum mengenai lemahnya kemampuan sebagian petugas kesehatan dalam berbagai aspek proses perencanaan di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. Sementara itu wilayah operasional cukup luas dan beragam. Selain itu pusat-pusat pelayanan publik jika dilihat dari jumlah penduduk, jumlah kecamatan dan desa serta pemukiman, maka hal ini berkaitan dengan masalah rembesan atau tetesan yang dapat diperoleh oleh daerah belakang terhadap perkembangan pusat-pusat pelayanan itu (Yamin, dkk. 2008). Semua permasalahan di atas dapat ditangani secara efektif melalui pendekatan pembangunan perdesaan yang tepat. Menurut Slamet (2003:7) pembangunan perdesaan perlu didekati dengan berbagai cara sekaligus: (1) Penggalian potensi-potensi yang dapat di bangun oleh masyarakat setempat. (2) Pembinaan teknologi tepat guna meliputi penciptaan, pembangunan, penyebaran sampai digunakannya teknologi itu oleh masyarakat perdesaan. (3) Pembinaan organisasi usaha atau unit pelaksanaan yang melaksanakan pene rapan berbagai teknologi tepat guna untuk mencapai tujuan pembangunan (4) Pembinaan organisasi penunjang yang menyambungkan usaha yang dilakukan oleh individu warga masyarakat perdesaan dengan lembaga lain atau dengan tingkat di atasnya (Kota, Kecamatan, Kabupaten, Provinsi dan Nasional). (5) Pembinaan kebijaksanaan pendukung, yaitu yang mencakup input, biaya kredit, prasarana dan lain-lain. Penataan kelembagaan pemerintah Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto mutlak dilakukan karena
banyak hal
terkait, dan berpengaruh
langsung dengan kinerja kelembagaan seperti aspek kewenangan, aspek teknologi,
9 aspek kebutuhan pelayanan dan aspek nilai strategi daerah. Oleh karena itu dirasa penting membangun prospek manajemen pemerintahan perdesaan partisipatif. Masalah Penelitian Masalah dapat diartikan sebagai kesenjangan antara kondisi sekarang dengan kondisi yang diharapkan, masalah memerlukan pembahasan, pemecahan dan informasi atau keputusan. Mc Millan dan Schoemaker (Tamba, 2007) mengemukakan bahwa dalam penelitian secara teknis, masalah menyiratkan adanya kemungkinan untuk dilakukan suatu penelitian secara empiris yaitu: pengumpulan dan analisis data. Dari uraian latar belakang di atas, tampak sekali banyaknya permasalahan atau problem yang muncul di dalam melihat peran aparatur perdesaan dalam penyusunan dan pelaksanaan program pembangunan seperti tertera di bawah ini: (1) Karakteristik aparatur: otonomi dan otoritas serta kapasitas aparatur pemerintahan daerah terutama di tingkat perdesaan di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan belum siap menyongsong era otonomi daerah saat ini. Kondisi ini
disebabkan antara lain
terutama
kesiapan dari segi kelembagaan, aspek pendanaan, partisipasi masyarakat yang masih rendah, cara kerja yang belum profesional, fasilitas yang terbatas, kualitas sumber daya aparatur yang rendah, kesadaran dan motivasi sumber daya aparatur desa serta kepemimpinan yang masih cenderung hanya reaktif, amatir dan tradisional. Manajemen kepegawaian desa yang belum profesional, sulitnya melakukan pembaharuan, keterampilan administratif manajerial serta kemahiran enterpreneurship aparatur kelembagaan di tingkat desa di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan masih tergolong rendah. Pemahaman tentang visi dan misi pemerintahan desa serta tugas pokok fungsi dan peran aparatur khususnya dalam penyusunan dan pelaksanaan program pembangunan masih belum optimal. Masalahnya masih berkisar pada aspek kultur, struktur dan kelangkaan sumber daya pembangunan. Selain itu faktor komunikasi, kemitraan dan koordinasi antar lembaga juga belum efektif.
10 (2) Faktor eksternal dan global; salah satu faktor yang cukup berpengaruh terhadap peran aparatur
desa dan kecamatan dalam pelaksanaan
pembangunan partisipatif perdesaan di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan ialah faktor eksternal dan global yang dimaksudkan dalam tulisan ini ialah kemampuan aparatur tingkat desa untuk mengakses informasi, menemukan jaringan kerja sama. Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tepat, serta peran kepemimpinan otoritas daerah di era otonomi daerah relatif masih belum optimal. Kemampuan melakukan sinergi dengan sumber dan potensi pasar global yang keseluruhannya belum memperlihatkan hasil yang memadai. Berdasarkan
uraian
pada latar belakang di atas,
maka
beberapa
pertanyaan yang perlu dijawab dalam permasalahan penelitian sebagai berikut: (1) Faktor-faktor apa yang berhubungan
dengan pembangunan perdesaan
partisipatif, yang dapat meningkatkan kinerja dan kompetensi sumber daya aparatur pemerintahan di tingkat perdesaan dan kecamatan dalam manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan? (2) Bagaimana pembinaan aparatur pemerintah desa dan kepemimpinan yang dapat mengintegrasikan kebijakan pembangunan Top Down dan Bottom Up, untuk mendorong partisipasi dan pemberdayaan masyarakat perdesaan di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan? (3) Bagaimana hubungan antara faktor-faktor yang berpengaruh pada partisipasi masyarakat dalam manajemen
pembangunan perdesaan partisipatif di
Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan? (4) Bagaimanakah
respon
masyarakat
terhadap
kebijakan pembangunan
perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan? (5) Bagaimana kualitas good governance dan strategi pembangunan perdesaan partisipatif untuk menunjang manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan?
11 Tujuan Penelitian Tujuan penulisan disertasi ini secara garis besarnya dibagi menjadi dua tujuan, yaitu: tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan Umum Dihasilkannya suatu alternatif pengembangan peran dalam membangun kompetensi dan kinerja
aparatur pemerintahan desa dalam manajemen
pemerintahan dan pembangunan perdesaan yang partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan, sehingga dapat menjadi elemen utama dalam upaya akselerasi pembangunan. Tujuan Khusus (1) Mengidentifikasi
faktor-faktor
yang
berhubungan
dalam
manajemen
pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. (2) Menganalisis pembinaan dan pengembangan aparatur dan kepemimpinan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. (3) Menganalisis tingkat keeratan hubungan antara faktor-faktor yang saling terkait
dalam manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan
partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. (4) Mempelajari aspek koordinasi dan komunikasi tentang penanganan permasalahan pembangunan sesuai respon masyarakat terhadap pengelolaan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. (5) Merumuskan strategi manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan.
12 Kegunaan Hasil Penelitian Kegunaan Praktis (1) Menyediakan informasi yang akurat bagi pengambil kebijakan di bidang administrasi pemerintahan dan pembangunan khususnya dalam rangka peningkatan kemampuan profesionalisme aparatur pemerintahan di desa dan kecamatan, serta peningkatan peran aparatur kelembagaan pemerintahan di tingkatan perdesaan yang ideal di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. (2) Sebagai dasar untuk melakukan upaya revitalisasi mengenai fungsi dan struktur serta sistem dan budaya organisasi pemerintahan desa yang profesional di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. (3) Menyadarkan
para pihak terkait, khususnya
para “stakeholders”
pembangunan untuk melakukan self correction guna mencapai efisiensi dan peningkatan kemanfaatan dalam setiap pelaksanaan program pembangunan di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. (4) Sebagai data/dokumen dan acuan dalam mempersiapkan dan melaksanakan penyuluhan
pembangunan
khususnya
dalam
upaya
mengaplikasikan
pendekatan multi disiplin. (5) Memperbaiki substansi kebijakan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif. (6) Meningkatkan
manfaat
dari
kelembagaan desa dan kecamatan untuk
percepatan pembangunan perdesaan di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. (7) Membangun sinergi yang lebih efektif lagi di antara semua elemen institusi pemerintahan desa dan kecamatan di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. (8) Mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah, khususnya pembangunan perdesaan partisipatif Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan.
di Kabupaten Bone dan
13 Kegunaan Normatif dan Teoritis (1) Kajian ini menghasilkan pengembangan Iptek khususnya ilmu-ilmu sosial dan humaniora (2) Menemukan paradigma baru pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. (3) Mempersiapkan data awal untuk kajian dan penelitian selanjutnya (4) Melihat hambatan serta relevansi teori-teori pembangunan kaitannya dengan kebutuhan masyarakat dan tuntutan global. Definisi Istilah Agar lebih mudah memahami substansi kajian tulisan ini, dan untuk membatasi makna dan arti istilah yang digunakan sehingga terarah dan fokus, maka beberapa pengertian istilah perlu diberi pengertian yang sesuai dengan maksud dan tujuan penulisan disertasi ini yaitu: (1)
Peran adalah sesuatu hal yang menentukan suatu proses dalam kegiatan yang dilakukan. Peran dapat menjadi unsur penentu dan dapat juga menjadi faktor bukan penentu dalam kegiatan itu.
(2)
Kelembagaan adalah institusi atau organisasi; baik institusi pemerintah maupun
non pemerintah yang ada di daerah serta norma-norma yang
berlaku di Institusi tersebut dan di tengah-tengah masyarakat yang sangat menentukan keberhasilan pengelolaan pembangunan. (3)
Pengelolaan pembangunan yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah segala macam bentuk upaya
menghimpun potensi sumber daya untuk
kemudian digerakkan melalui birokrasi pemerintahan tingkat desa yang diwujudkan dalam bentuk
kepemimpinan yang partisipatif. Untuk itu
meningkatkan kualitas pelayanan publik, serta pemberdayaan, baik kepada masyarakat maupun kepada aparatur merupakan suatu keharusan. (4)
Perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan monitoring pembangunan adalah aktivitas yang melibatkan segenap stakeholders pembangunan khususnya di tingkat desa untuk bersinergi dalam suatu kolektivitas menuju aktualisasi diri dan kesejahteraan yang merata
14 (5)
Partisipasi masyarakat adalah segala macam bentuk kontribusi masyarakat dalam pengelolaan pembangunan, baik berupa materi, waktu, tenaga dan pemikiran serta kesadaran dan kemauan
kuat yang diharapkan dapat
memicu percepatan pembangunan. (6)
Pembangunan perdesaan adalah upaya
menciptakan suasana melalui
penyiapan fasilitas berupa infrastruktur yang diperlukan oleh seluruh elemen masyarakat desa, baik dalam bentuk fisik, maupun non fisik guna merealisasikan potensi diri manusia menuju peningkatan kesejahteraan. (7)
Paradigma pemerintahan di era otoda berdasar undang-undang dan peraturan pemerintah ialah model
pembagian
kewenangan urusan
pemerintahan antara pusat dan daerah serta hubungan di antara keduanya yang tercermin di dalam undang-undang dan peraturan-peraturan lainnya. (8)
Aspek politik dan kepemimpinan di daerah adalah menyangkut tentang sistem pengkaderan dan rekruitmen SDM di daerah, baik secara formal maupun informal
(9)
Prinsip penataan administrasi desa adalah mencakup upaya-upaya yang rasional, efisien, efektif realistik dan operasional guna menunjang tugas pelayanan publik dan tugas-tugas pembangunan.
(10) Visi,
misi
dan
orientasi pemerintahan desa
menyangkut tentang
optimalisasi partisipasi masyarakat, privatisasi dan profesionalisme serta arah kegiatan untuk mencapai tujuan pembangunan perdesaan. (11) Human Resource Development aparatur
dan
masyarakat
adalah
pengembangan kemampuan dan kapasitas aparatur dan masyarakat yang terkait dengan tingkat pendidikan, pengalaman dan budaya. (12) Profil dan potensi sumber daya desa adalah ciri dan kondisi saat ini mengenai karakteristik sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan serta lingkungan. (13) Prospektif manajemen
pemerintahan dan pembangunan
desa adalah
peluang-peluang perubahan yang mungkin dapat dilakukan sesuai dengan kondisi desa yang bersangkutan, baik berupa manajemen yang diterapkan secara spesifik, maupun penerapan manajemen yang dapat berlaku general,
15 guna mewujudkan optimalisasi sumber daya, birokrasi yang profesional, dan masyarakat madani yang mandiri. (14) Kepemimpinan informal, komunikasi dan penyuluhan merupakan ciri pengendalian pemerintahan di desa yang didominasi oleh suasana kekeluargaan, kekerabatan yang ditandai dengan adanya figur yang sering menjadi sentral pengaruh. (15) Komitmen
Pemerintah
daerah
menyangkut tentang kesadaran
serta
swadaya
masyarakat
adalah
dan kepedulian elit birokrat di tingkat
daerah untuk mewujudkan masyarakat madani untuk saling
percaya
(trust) dalam merealisasikan peran dan fungsi masing-masing. (16) Pendekatan pembangunan dan aspek partisipasi adalah hal yang menyangkut tentang strategi pencapaian tujuan pembangunan dengan memberdayakan masyarakat melalui bantuan modal, pelatihan, pemberian kemudahan
dalam
mengakses
informasi,
penciptaan
kesempatan,
kemampuan dan kemauan bagi masyarakat agar dia bisa berdaya. (17) Pola pengembangan kompetensi aparatur adalah cara yang selama ini ditempuh untuk
meningkatkan
kemampuan
dan
profesionalisme
aparatur, atau mendapatkan SDM (sumber daya manusia) aparatur yang kafabel, akseptabel dan kompatibel melalui sistem rekruitmen yang tepat, pelatihan penjenjangan karir, magang, studi banding dan sebagainya. (18) Perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian program pembangunan yang partisipatif di desa adalah salah satu ciri dari otonomi desa yang nyata, luas, dan bertanggungjawab yang ditopang oleh pelaksana dan penggerak pembangunan yang kompeten. (19) Kelembagaan desa adalah semua institusi yang ada di desa baik institusi pemerintah maupun swasta yang memiliki karakteristik personil yang punya kriteria yang memadai untuk pelaksanaan tugas pokok fungsinya. (20) Desa adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang
16 diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (21) Otonomi daerah adalah hak, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (22) Lembaga non pemerintahan di desa yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah organisasi non institusi pemerintah desa yang turut berperan dalam penyelenggaran pemerintahan dan pembangunan seperti LSM, Koperasi, perusahaan atau badan usaha milik swasta. (23) Good Governance adalah kepemerintahan yang baik yang dicirikan oleh; akuntabilitas, Transparency, keterbukaan, supremasi hukum dan lain-lain. (24) Stakeholders pembangunan adalah merupakan orang atau kelompok orang dengan suatu kepentingan atau perhatian pada permasalahan pembangunan. (25) Istilah Bottom Up yang digunakan dalam disertasi ini adalah suatu strategi pendekatan pembangunan dari bawah sejak dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan yang pada prinsipnya selalu didasari oleh aspirasi, kebutuhan dan kepentingan dari bawah. (26) Istilah Top Down yang digunakan dalam disertasi ini adalah suatu strategi pendekatan pembangunan yang didasari oleh kebijakan dari atas, pembangunan yang senantiasa
mengandalkan konsep
dan aplikasinya
berupa cetak biru dari pemerintah pusat. (27) Trust
adalah
saling
keterpercayaan di antara Stakeholders dalam
melaksanakan pembangunan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. (28) Kompatibilitas adalah posisi dan peran pemerintahan di tingkat daerah dan desa yang melaksanakan tugas pokok fungsinya berupa kemampuan mengakomodasikan kebijakan dari
pemerintah tingkat atasnya maupun
tuntutan dari masyarakat, para pengikut dan pendukungnya. (29) Kearifan merupakan
lokal (local wisdom) adalah suatu sistem nilai budaya yang kekhususan sumber daya daerah/desa dalam pelaksanaan
pembangunan dan pemerintahan.
17 (30) Social capital adalah modal sosial berupa budaya kerja keras, motivasi dan organisasi atau kelompok dan saling keterpercayaan yang berkembang di tengah mayarakat. (31) Kebijakan pemberdayaan masyarakat adalah pelaksanaan berbagai macam program pembangunan serta aturan dalam pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan di tingkat perdesaan. (32) Kepedulian dan kepekaan adalah menyangkut tentang aspek moral, kesadaran akan tanggung jawab terhadap tugas, hak dan kewajiban baik bagi aparatur maupun bagi masyarakat. (33) Partisipasi stakeholders
adalah tingkat sinergitas pada semua elemen
pemangku kepentingan pembangunan. (34) Motivasi berprestasi adalah keinginan untuk berkembang dalam meniti karir kepegawaian dan kesejahteraan, kepuasan kerja menuju aktualisasi diri bagi aparatur maupun warga masyarakat. (35) Optimalisasi sumber daya adalah wujud kinerja birokrasi yang profesional yang menunjukkan bahwa semua potensi pembangunan memberikan manfaat langsung kepada seluruh elemen masyarakat, yang berlangsung secara rutin dan alamiah karena disokong oleh aparatur yang berkualitas, proaktif, dan masyarakat yang memiliki kemampuan swakelola, swadaya, swasembada dan lain-lain. (36) Pembangunan
berdasar
partisipatif
adalah
pembangunan
yang
mengoptimalkan fungsi dan peran semua elemen stakeholders, sejak tahapan awal perencanaan, pelaksanaan, pengawasan sampai kepada pencapaian hasil, pemanfaatan, pelestarian dan keberlanjutannya. (37) Aparatur pemerintahan adalah pegawai negeri sipil atau non pegawai negeri sipil yang memangku tugas dan jabatan untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan dan pelayanan kepada publik yaitu aparatur desa
yang
terdiri
dari:
Kepala
Desa,
Sekretaris
Desa,
Badan
permusyawaratan Desa, Kepala Urusan dan Kepala Dusun, dan aparatur kecamatan yang terdiri dari: Camat, Sekretaris Kecamatan, Kasubag, Kepala Seksi dan Bendahara ditambah dengan tenaga honorer.
18 (38) Strategi dalam pengertian untuk membangun manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif adalah seperangkat instrumen yang menjadi cara melalui suatu tahapan yang ditempuh untuk mencapai suatu tujuan berdasarkan suatu visi dan misi yang jelas. (39) Kepemimpinan aparatur pemerintahan adalah merupakan rangkaian penataan berupa kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain dalam situasi tertentu agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (40) Persepsi adalah pengertian, pemahaman dan pendapat anggota masyarakat dan aparatur mengenai persoalan tertentu dalam manajemen pemerintahan dan pembangunan. (41) Manajemen strategi adalah langkah-langkah yang diperlukan dalam suatu proses untuk menetapkan berbagai pilihan-pilihan terbaik dari sejumlah pilihan-pilihan yang ada secara lebih tepat dan menguntungkan atas peng gunaan berbagai potensi sumber daya yang ada. (42) Pembangunan perdesaan partisipatif adalah pembangunan yang dirancang sejak awal dari kalangan masyarakat perdesaan berdasarkan kemauan, kemampuan, kebutuhan dan aspirasi dari bawah untuk memanfaatkan seluruh potensi sumber daya dengan pelaku utamanya adalah masyarakat perdesaan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi dan pelestariannya, pemerintah hanyalah sebagai fasilitator.
19
TINJAUAN PUSTAKA Persepsi Menurut Rakhmat (2004) persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan
informasi dan menafsirkan pesan. Menurut Desederato (Rakhmat, 2004) persepsi adalah memberikan makna pada stimuli inderawi. Pendapat serupa menyatakan bahwa persepsi adalah proses yang digunakan individu mengelola dan menafsirkan kesan indera mereka dalam rangka memberikan makna kepada lingkungan mereka. Meski demikian, apa yang dipersepsikan seseorang dapat berbeda dari kenyataan obyektif (Robbins, 2007). Orang memberikan reaksi atau tanggapan sesuai dengan persepsi dirinya terhadap dunianya daripada kondisi-kondisi obyektif dimana mereka sebenarnya berada. Seseorang hanya bisa menggunakan sebagian kecil rangsangan kesadaran (sensory stimuli) yang ada pada suatu peristiwa, dan bagian ini diinterpretasikan sesuai dengan harapan, nilai-nilai serta keyakinan-keyakinannya (Wexley dan Yuki, 2005). Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi adalah pelaku persepsi, obyek atau target yang dipersepsikan dan konteks situasi dimana persepsi itu dibuat (Robbins, 2007) Proses terbentuknya persepsi menurut Krech dan Crutchfield (Rakhmat, 2004) ditentukan oleh faktor fungsional dan faktor struktural. Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan hal lain yang termasuk sebagai faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli itu. Faktor yang mempengaruhi persepsi lazim disebut sebagai kerangka rujukan (frame of reference) Walaupun seseorang hanya mendapat bagian-bagian informasi, dia dengan cepat menyusunnya menjadi suatu gambaran yang menyeluruh. Menurut Litterer (Asngari, 1984). Seseorang akan menggunakan informasi yang diperolehnya untuk menyusun gambaran menyeluruh. Ada tiga mekanisme pembentukan informasi menurut Litterer yaitu: selectivity, closure dan interpretation. Informasi 19
20 yang sampai kepada seseorang menyebabkan individu yang bersangkutan membentuk persepsi, dimulai dengan pemilihan atau menyaringnya, kemudian informasi yang masuk tersebut disusun menjadi kesatuan yang bermakna, dan akhirnya terjadilah interpretasi mengenai fakta keseluruhan informasi itu. Pada fase interpretasi ini, pengalaman masa silam memegang peran yang penting. Kelembagaan dan Organisasi Pengertian Kelembagaan dan Lembaga Pemerintahan di Perdesaan Kata “kelembagaan” menunjuk kepada sesuatu yang bersifat mantap (established) yang hidup (constitued) di dalam masyarakat. Tiap kelembagaan dibangun untuk suatu fungsi tertentu. Dalam kelembagaan terdapat dua aspek yaitu aspek struktural dan aspek kultural Syahyuti (2006:87). Kedua aspek ini secara bersama-sama membentuk dan menentukan perilaku orang dalam kelembagaan tersebut. Keduanya merupakan komponen pokok yang selalu eksist dalam setiap kelompok sosial, selemah atau sekuat apapun ia. Dalam aspek kultural terdapat nilai, aturan, norma, kepercayaan, moral ide, gagasan, doktrin, keinginan, kebutuhan, orientasi dan lain-lain. Sementara aspek struktural berisi struktur, peran, hubungan antar peran, integrasi antar bagian, struktur umum, perbandingan struktur tekstual dengan struktur riel, struktur kewenangan, hubungan kegiatan dengan tujuan, aspek solidaritas, keanggotaan, klik, profil, pola kekuasaan dan lain-lain. Jika dianalogikan dengan sistem komputer, maka aspek kultur adalah softwarenya dan aspek struktur adalah hardwarenya. Hardware memberi kesempatan kepada software apa yang dapat dioperasikannya, namun sekaligus juga membatasinya. Dalam hubungan dengan kepemerintahan di desa, maka kelembagaan pemerintah desa itu dapat ditelusuri melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintahan Desa dijelaskan sebagai berikut: (1) Umum (a) Pemerintah Desa terdiri atas: (1) Kepala Desa
21 (2) Lembaga Musyawarah Desa (b) Pemerintah desa dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh perangkat desa (c) Perangkat desa terdiri dari (1) Sekretaris Desa (2) Kepala-kepala Dusun (d) Susunan organisasi dan tata kerja pemerintah desa dan perangkat desa sebagai mana dimaksud di atas diatur dengan peraturan daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Mendagri. (e) Peraturan Daerah yang dimaksud dengan ayat 4 di atas baru berlaku sesudah ada pengesahan dari pejabat yang berwenang (2) Susunan Organisasi Pemerintah Desa (a) Pemerintah Desa terdiri atas: (1) Kepala Desa (2) Lembaga Musyawarah Desa (b) Pemerintah Desa dibantu oleh (1) Sekretariat Desa (2) Kepala Dusun (c) Sekretariat Desa terdiri dari (1) Sekretaris Desa sebagai pimpinan (2) Kepala-kepala dusun (3) Kedudukan Tugas dan Fungsi Kepala Desa (a) Kedudukan Kepala Desa (1)Alat pemerintah (2)Alat pemerintah Daerah. (3)Alat Pemerintah Desa (b) Tugas Kepala Desa (1)Menjalankan urusan rumah tangganya (2)Menjalankan urusan pemerintahan dan pembinaan masyarakat (3)Menumbuhkan dan mengembangkan semangat jiwa gotong royong (c) Fungsi Kepala Desa (1)Kegiatan dalam rumah tangganya sendiri
22 (2)Menggerakkan partisipasi masyarakat (3)Melaksanakan tugas dari pemerintah di atasnya (4)Keamanan dan ketertiban masyarakat (d) Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pemerintah di atasnya (e) Kepala Desa bertanggung jawab kepada: (1)Bertanggung jawab kepada Bupati Kepala Daerah Tingkat II (2)Memberikan keterangan pertanggungjawaban Kepala Desa kepada Lembaga Musyawarah Desa (4) Sekretaris Desa (a) Kedudukan Sekretaris Desa (1)Urusan staf sebagai orang kedua (2)Memimpin Sekretariat Desa (b) Tugas Sekretaris Desa (1)Memberikan pelayanan Staf (2)Melaksanakan administrasi Desa (c) Fungsi Sekretaris Desa (1)Kegiatan surat-menyurat, kearsipan dan pelaporan (2)Kegiatan pemerintahan dan keuangan Desa (3)Administrasi Kependudukan (4)Administrasi umum (5)Melaksanakan fungsi Kepala Desa apabila berhalangan, Sekretaris Desa bertanggung jawab kepada Kepala Desa (5) Kepala Urusan (a) Kedudukan kepala urusan adalah sebagai unsur pembantu Sekretaris desa (b) Tugas kepala urusan adalah membantu sekretaris desa dalam bidang tugasnya (c) Fungsi Kepala Urusan adalah (1)Kegiatan sesuai dengan unsur bidang tugas (2)Pelayanan administrasi terhadap Kepala Desa Kepala Urusan bertanggung jawab kepada Sekretaris Desa
23 (6) Kepala Dusun (a) Kedudukan kepala Dusun adalah sebagai pelaksana tugas Kepala Desa di wilayahnya. (b) Tugas kepala dusun yaitu melaksanakan tugas-tugas di wilayah kerjanya (c) Fungsi Kepala Dusun adalah: (1) Melaksanakan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan (2) Melaksanakan keputusan desa di wilayah kerjanya.. (3) Melaksanakan
kebijaksanaan
Kepala
Desa.
Kepala
Dusun
bertanggungjawab kepada Kepala Desa. Perkembangan Konsep Organisasi Abad XX1 C. K Prahalad (Wasistiono, 2003:84) mengemukakan bahwa: “If you learn, you’ll change, if you don’t change, you’ll die.“ Artinya kalau kau mau belajar berarti kita akan berubah, sedangkan kalau kita tidak mau berubah mengikuti atau mendahului perubahan, maka kita akan tersingkir. Hal ini juga berlaku pada organisasi pada umumnya serta organisasi pemerintah pada khususnya. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Senge (Wasistiono, 2003:84) mengenai perlunya membentuk organisasi pembelajaran (Learning Organization), yang dimulai dari pembelajaran individual (Individual Learning) dan kelompok pembelajaran (Group Learning). Senge (Wasistiono, 2003:84) mengemukakan pendapatnya mengenai disiplin kelima yaitu berpikir sistemik (systemic thinking), yang dimulai dari empat disiplin lainnya yaitu: (1) kematangan pribadi (personal mastery), (2) model mental (mental models), (3) menyebarkan visi (shared vision), dan (4) tim pembelajaran (team learning) Para ahli organisasi seperti Wasistiono (2003:84) pada umumnya sepakat bahwa organisasi abad 21 memiliki ciri: (1)
Lebih kecil (smaller)
(2)
Lebih cepat (faster)
(3)
Lebih terbuka (openness)
24 (4)
Lebih melebar (wideness) Pada sisi yang lain Wasistiono (2003:85) menyarankan agar organisasi
abad 21, khususnya organisasi pemerintahan lebih mengutamakan kemampuan profesional dibandingkan kewenangan yang dimilikinya. Dalam bahasa yang sederhana mereka mengatakan perlunya pergeseran dari paradigma kewenangan pada paradigma profesionalisme (from macho to maestro). Ahli lain yakni Wasistiono (2003:85) mengemukakan pendapatnya bahwa organisasi abad 21 bersifat lebih melebar dan mengarah pada bentuk organisasi horizontal bertujuan agar lebih banyak anggota organisasi yang diberdayakan agar menjadi lebih mandiri dalam mengambil keputusan. Ada tiga langkah membentuk organisasi horizontal yaitu: (1)
Menentukan tujuan
(2)
Menyusun formulasi desain
(3)
Melembagakan pendekatan Agar organisasi dapat selalu beradaptasi dengan lingkungannya,
diperlukan proses transformasi. Wasistiono (2003:85) mengemukakan empat tahap proses transformasi yaitu: (1)
Menyusun kembali kerangka acuan organisasi dengan menetapkan visi dan misi sesuai dengan kekuatan, kelemahan, peluang dan rintangan yang dihadapi (Analisis SWOT).
(2)
Menata ulang struktur organisasi sesuai dengan visi dan misinya.
(3)
Memperbaiki iklim, mekanisme serta budaya organisasi agar sesuai dengan visi dan misi yang baru.
(4)
Memperbaharui orang, baik dalam arti pisik berupa penggantian orang atau memperbaharui cara pandang dan semangatnya. Transformasi organisasi sebagaimana dikemukakan oleh Wasistiono
(2003:86) di atas pada dasarnya mencakup tiga dimensi yaitu: (1)
Dimensi struktural
(2)
Dimensi fungsional
(3)
Dimensi kultural
25 Dari ketiga dimensi di atas, maka dimensi kultural yang paling sulit berubah karena menyangkut tata nilai yang sudah lama tertanam. Terlebih lagi setiap orang mempunyai daya retensi terhadap perubahan. Secara hipotetis dapat dikatakan bahwa semakin besar kepentingan seseorang terganggu oleh adanya perubahan, semakin besar pula daya retensinya terhadap perubahan tersebut. Di sini diperlukan kepemimpinan yang kuat dan memiliki visi yang jelas, sehingga dapat meyakinkan semua anggota organisasi bahwa perubahan tersebut memang perlu dan untuk kepentingan bersama. Wasistiono (2003:85) menawarkan desain organisasi masa depan yang berbasis teknologi informatika di dalam membuat konvigurasi organisasi yang baru diperlukan langkah-langkah: (1)
Memberdayakan struktur organisasi yang sederhana
(2)
Menyempurnakan mesin birokrasi
(3)
Memperkuat profesionalisme birokrasi
(4)
Mengintegrasikan kembali bentuk-bentuk pembagian unit-unit di dalam organisasi.
(5)
Mentransformasi bentuk-bentuk unit khusus (adhocracy). Organisasi yang berbasis pada teknologi informatika perlu diimbangi
dengan penggunaan manajemen yang sesuai yakni manajemen generasi kelima yang dinamakan “Human Net Working Management.” (Wasistiono, 2003:86). Manajemen generasi kelima ini berbasis pada pengetahuan dengan dipandu oleh visi yang telah dipahami bersama. Organisasi tidak lagi berbentuk piramida yang hierarkhis, melainkan berbentuk jaringan yang diisi oleh orang-orang profesional. Kepemimpinan masih diperlukan tetapi tidak dominan, karena anggota organisasi bekerja atas dasar tangggung jawab yang tinggi. Kinerja Organisasi Kinerja (performance) sudah menjadi kata populer yang sangat menarik dalam pembicaraan manajemen publik. Kinerja merupakan konsep yang sangat luas dan tersamar, makna yang berbeda untuk setiap orang dalam konteks yang berbeda pula. Bisa jadi satu lembaga publik memfokuskan kinerjanya pada bidang keuangan, sedangkan politisi lebih tertarik pada efektivitas kebijakan. Konsumen
26 yang satu lebih peduli pada kualitas pelayanan, sedangkan konsumen lainnya lebih peduli pada kualitas produk. Pada tahun 1980 an, perdebatan tentang indikator kinerja didominasi oleh 3 E: economy, efficiency, effectiveness. Indikator ini mengemuka karena banyak pemerintahan yang sedang mengalami tekanan untuk mengurangi pengeluaran sektor publik. Namun pada tahun 1990 an, muncullah skema indikator kinerja yang memasukkan dimensi lain di luar keuangan, seperti kepuasan konsumen dan kualitas pelayanan. Belakangan, kinerja sektor publik diukur melalui penggunaan dimensi kinerja yang lebih seimbang. Dalam kaitan ini Sedarmayanti, dkk. (2006:177) menyebutkan bahwa dimensi kinerja yang diukur mencakup keuangan dan kepuasan konsumen, inovasi dan pembelajaran, serta proses internal organisasi. Dengan keempat dimensi ini, pengukuran kinerja sektor publik tidak hanya terfokus pada lag indicators, tetapi juga lead indicators. Kelompok indikator kedua ini sangat penting untuk melihat kapasitas organisasi kedepan. Menurut Sedarmayanti, dkk. (2006:177) ketahanan organisasi ke depan tidak hanya dilihat indikator keuangan yang secara de facto lebih berorientasi kemasa lalu, tetapi juga harus memperhitungkan prospektif konsumen, inovasi, pembelajaran dan proses internal organisasi Konsep pengukuran kinerja dengan melibatkan empat dimensi itu dikenal dengan nama konsep pengukuran balanced score card. Aplikasi balanced score card (BSC) di sektor publik, saat ini relatif baru. Penerapannya masih terus dikembangkan untuk sementara, dimensi kinerja pelayanan lebih difokuskan pada tiga kelompok indikator. Pertama, kelompok indikator yang mengukur usaha pelayanan. Kedua, kelompok yang mengukur antara usaha pelayanan dan pencapaiannya. Ketiga, kelompok indikator yang berfungsi sebagai informasi penjelas. Kepemimpinan James dan Posner (1999:59) mendefinisikan kepemimpinan sebagai seni memobilisasi orang lain supaya ingin berjuang mengejar aspirasi bersama. Dalam pembangunan suatu bangsa ada dua pola kepemimpinan yang dapat
27 berkembang yaitu pola kepemimpinan aktivisme dan pola kepemimpinan yang menganut kepatuhan (Arifin, 1997:28). Pada hakekatnya pola kepemimpinan aktivisme bertolak dari suatu asumsi bahwa keberhasilan pembangunan memerlukan partisipasi yang luas berdasarkan inisiatif masyarakat sendiri. Inisiatif yang tumbuh dengan sendirinya dari masyarakat akan memberi tanggung jawab sendiri. Hal ini dapat timbul jika masyarakat dianjurkan dan didorong untuk mengembangkan potensinya, sesuai penglihatan masing-masing. Keyakinan
masyarakat akan kekuatan dan
kesempatan yang besar untuk mencapai tujuan pembangunan nasional dan kemajuan hidupnya sendiri, mendorong mereka berusaha secara kreatif dalam kegiatan pembangunan. Sedangkan pola kepemimpinan yang menuntut kepatuhan berkembang dengan asumsi bahwa untuk berhasilnya pembangunan diperlukan sentralisasi untuk memudahkan koordinasi dalam pelaksanaan. Lima
praktek
mendasar
yang
memungkinkan
pemimpin
bisa
menyelesaikan banyak hal yang luar biasa (James dan Posner, 1999:32) mengemukakan bahwa kalau pemimpin yang berada dalam keadaan terbaik ia mampu: (1) Menantang proses (2) Mengilhamkan wawasan bersama (3) Memungkinkan orang lain bisa bertindak (4) Menjadi petunjuk jalan (5) Mendorong hati Kelima praktek mendasar dan sepuluh komitmen kepemimpinan yang selayaknya digunakan dalam kepemimpinan pemerintahan daerah terutama di tingkat desa disajikan pada Tabel 1. Di dalam lima praktek mendasar kepemimpinan yang telah disebutkan di atas tertanam perilaku yang bisa berlaku sebagai landasan bagi pelajaran pemimpin. James dan Posner (1999:43) mengemukakan sepuluh komitmen kepemimpinan yang
dapat dijadikan
petunjuk
bagaimana cara pemimpin
menyelesaikan banyak hal yang luar biasa dalam organisasi dan sebagai struktur tentang apa yang akan menyusul.
28 Tabel 1. Sepuluh komitmen kepemimpinan Praktek
Komitmen
Menantang proses
1. 2.
Mengilhamkan wawasan bersama
3. 4.
Memungkinkan orang lain bisa bertindak
5. 6.
Menjadi penunjuk jalan
7. 8.
Mendorong hati
28
Mencari kesempatan yang menantang untuk mengubah mengembangkan, membuat inovasi dan meningkatkan Melakukan eksperimen, mengambil resiko dan belajar dari kesalahan yang menyertainya Membayangkan masa depan, meningkatkan semangat dan memuliakan mereka. Mengajak orang lain dalam wawasan bersama dengan menghimbau nilai-nilai perhatian, harapan dan impian mereka. Menganjurkan kerja sama dengan mengemukakan tujuan yang penuh kerja sama dan membina kepercayaan. Memperkuat orang dengan memberikan kekuasaan, menyediakan pilihan, mengembangkan kecakapan, memberikan tugas penting dan menawarkan dukungan yang kelihatan. Memberikan teladan dengan berperilaku dengan cara yang konsisten dengan wawasan bersama Mencapai kemenangan kecil yang meningkatkan kemajuan yang konsisten dan membina komitmen.
9.
Menghargai sumbangan individu kepada keberhasilan setiap proyek 10. Merayakan keberhasilan tim secara teratur
Sumber: Tantangan kepemimpinan oleh James dan Posner Copyright 1999.
Sedarmayanti, dkk. (2006:19) mengemukakan perlunya perubahan 10 mind set para pemimpin untuk memasuki abad persaingan global terutama dalam upaya membentuk karakter kepemimpinan pemerintahan yang profesional, akseptabilitas, kompatibilitas dan proaktif seperti terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Matriks perubahan pola pikir pemimpin Dari Reaktif Berorientasi pada permasalahan Mengembangkan ketakutan Berorientasi pada aktivitas Mengelak dari tanggung jawab Menunjukkan adanya saling tidak mempercayai 7. Mengekang bakat dan kemampuan dan hanya melihat ke dalam 8. Memamerkan kekuasaan 9. Selalu hanya melihat ke dalam 10. Menolak perubahan Sumber: Sedarmayanti, dkk. (2006:19). 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Menjadi Proaktif Berorientasi pemecahan masalah Mengembangkan percaya diri Berorientasi pada nilai-nilai Mengambil tanggung jawab Saling mempercayai dan melihat peluang keluar 7. Mengembangkan bakat & kemampuan 8. Mendayagunakan manfaat dan nilai pengaruh 9. Melihat peluang keluar 10. Memimpin pembaharuan 1. 2. 3. 4. 5. 6.
29 Arifin (1997:32) mengemukakan Teori Lima Jari yang dapat diterapkan dalam pembangunan nasional. Teori lima jari diperkenalkan dan dipraktekkan oleh Kepala Desa Bulutana Kecamatan Tinggi Moncong Kabupaten Gowa. Teori ini akan maju dan stabil jika lima komponen bersatu, seperti bersatunya kelima jari tangan kita. Kelima komponen itu adalah pemerintah (ibu jari), militer/orang berani (telunjuk), cendekiawan/orang pintar (jari tengah), orang kaya (jari manis) dan orang-orang kecil (kelingking). Dengan menggunakan analogi kelima jari tangan, teori ini selanjutnya menjelaskan bahwa kelima komponen itu dapat bersatu jika pemerintah bersifat terbuka dan selalu berorientasi kepada kepentingan rakyat. Ibu jari yang melambangkan pemerintah dapat menyentuh dengan mudah semua jari yang lain. Sebaliknya empat jari tangan yang lain
sangat sulit menyentuh ibu jari
(pemerintah). Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa pembangunan suatu masyarakat dapat dilaksanakan dengan partisipasi rakyat jika pemerintah mau turun dari istananya dan melakukan dialog dengan semua komponen yang ada dalam masyarakat. Dalam hal ini pemerintah sebagai pemimpin mengembangkan pola kepemimpinan
aktivisme, dengan aktif melakukan komunikasi dengan
semua komponen dalam masyarakat (militer/orang berani, cendikiawan, pengusaha dan rakyat kecil (Arifin, 1997:28). Model kepemimpinan lima jari atau model kepemimpinan Bulutana ini dapat dipandang
sebagai
bentuk
konkrit dari
pola
kepemimpinan yang
mendorong aktivitas masyarakat dalam pembangunan. Teori ini sebaiknya dijadikan model kepemimpinan bagi semua pemimpin politik dan pemimpin sosial di tanah air. Penerapan Prinsip Good Governance dan Otonomi Daerah Prinsip dasar yang melandasi perbedaan antara konsepsi kepemerintahan (governance) dengan pola pemerintahan yang tradisional, adalah terletak pada adanya tuntutan yang demikian kuat agar peranan pemerintah dikurangi dan peranan
masyarakat
(termasuk
dunia
usaha
dan
lembaga
swadaya
30 masyarakat/organisasi non pemerintah) semakin di tingkatkan dan semakin terbuka aksesnya. Kepemerintahan yang baik (good governance) menurut Sedarmayanti, dkk. (2006:5) menyebutkan bahwa Good Governance adalah proses pengelolaan pemerintahan yang demokratis, profesional, menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak asasi manusia, desentralistik, partisipatif, transparan, keadilan, bersih dan akuntabel, selain berdaya guna, berhasil guna dan berorientasi pada daya saing bangsa. UNDP (United Nation Development Program) dalam Sedarmayanti, dkk. (2006:5) mengemukakan; bahwa karakteristik atau prinsip yang harus dianut dan dikembangkan dalam praktek penyelenggaraan kepemerintahan yang baik meliputi: (1) Partisipasi (Participation): Setiap orang atau warga negara memiliki hak suara yang sama dalam proses pengambilan keputusan. (2) Aturan hukum (Rule of Law): Kerangka aturan hukum dan undangan harus
berkeadilan, ditegakkan
dan
dipatuhi
perundangsecara
utuh,
terutama aturan hukum tentang hak-hak asasi manusia. (3) Transparansi (Transparency): Transparansi harus dibangun dalam rangka kebebasan aliran informasi. (4) Daya tanggap (Responsiveness): Setiap institusi dan
prosesnya harus
diarahkan pada upaya untuk melayani berbagai pihak yang berkepentingan. (5) Berorientasi konsensus (consensus orientation): Pemerintahan yang baik akan bertindak sebagai penengah bagi berbagai kepentingan yang berbeda.. (6) Berkeadilan (Equity): Pemerintahan yang baik akan memberi kesempatan yang baik
terhadap warganya untuk meningkatkan
dan memelihara
kualitas hidupnya. (7) Efektivitas
dan
efisiensi (Effectiveness and Efficiency): Setiap
proses
kegiatan dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan melalui pemanfaatan yang baiknya berbagai sumber yang tersedia.
sebaik-
31 (8) Akuntabilitas (Accountability): Para pengambil keputusan dalam organisasi sektor publik, swasta dan masyarakat madani memiliki pertanggungjawaban (akuntabilitas) kepada publik. (9) Visi strategis (Strategic Vision): Para pemimpin dan masyarakat memiliki prospektif yang luas dan jangka panjang tentang
penyelenggaraan
pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, bersamaan dengan dirasakannya kebutuhan untuk pembangunan tersebut. Ide dasar dari pemberian otonomi kepada daerah sejatinya untuk: pertama, meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik; kedua, memelihara hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI); ketiga, mengembangkan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan. Kenyataan bahwa pemerintah daerah paling dekat dengan masyarakat, sehingga dinilai paling mampu menerjemahkan aspirasi, kebutuhan dan kepentingan masyarakat yang dilayaninya. Menurut Agustino (2005:153) sebuah pemerintahan yang demokratis akan menunjukkan kadar partisipasi rakyat yang tinggi, baik dalam memilih pejabat publik, mengawasi perilakunya, hingga menentukan arah kebijakan umum kepemerintahannya. Partisipasi Pengertian Partisipasi Keberhasilan
pembangunan nasional sangat ditentukan oleh tingkat
partisipasi masyarakat, baik dalam masukan (input) maupun dalam menikmati hasilnya. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan menurut Slamet (2003:8) dapat diartikan sebagai ikut sertanya masyarakat dalam pembangunan, ikut dalam kegiatan-kegiatan pembangunan dan ikut serta memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil pembangunan. Davis dalam Syahyuti (2006:43) mengatakan bahwa partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosional orang-orang dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk memberikan kontribusi kepada tujuan dan berbagi tanggung jawab bagi pencapaian tujuan itu. Sajogyo (1980:12)
32 mengatakan partisipasi masyarakat khususnya golongan petani adalah jalan yang paling strategik
dalam seperangkat delapan jalur pemerataan pembangunan
nasional. Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Sangaji (2010) mendefinisikan partisipasi sebagai keterlibatan aktif dan bermakna dari massa penduduk pada tingkatan-tingkatan yang berbeda: (a) dalam proses pembentukan keputusan untuk menentukan tujuan-tujuan kemasyarakatan dan pengalokasian sumber-sumber untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, (b) pelaksanaan program-program dan proyek-proyek secara sukarela, dan (c) pemanfaatan hasil-hasil dari suatu program atau suatu proyek. Sukanto dalam Sangaji (2010) menyebutkan beberapa faktor yang mengakibatkan masyarakat tidak berpartisipasi dalam pembangunan di antaranya: (1) Faktor sosial budaya, yaitu adanya kebiasaan atau adat istiadat yang bersifat tradisional statis dan tertutup terhadap suatu perubahan; (2) faktor sosial ekonomi, yaitu adanya ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat khususnya di daerah perdesaan
yang
mengakibatkan
ketidak
mampuan
masyarakat
untuk
berpartisipasi; (3) faktor sosial politik, yaitu masih adanya birokrasi politik yang ketat dan kokoh yang menyebabkan masyarakat semakin tidak berdaya terhadap birokrasi tersebut. Partisipasi masyarakat pada kenyatannya dalam pembangunan dapat bersifat vertikal dan dapat pula bersifat horizontal. Partisipasi vertikal berlangsung bilamana masyarakat berperan serta dalam suatu program dari atas sedangkan partisipasi horizontal bilamana masyarakat mampu berprakarsa, yakni setiap anggota masyarakat, secara horizontal satu dengan yang lain berperan serta dalam kegiatan-kegiatan pembangunan. Partisipasi memiliki konotasi yang berbeda-beda dalam pandangan para ahli. Janabrota Bhattacharyya dalam Ndraha (1990:102) mengartikan partisipasi sebagai pengambilan bagian dalam kegiatan bersama. Mubiyarto, dkk. (1994) mendefinisikan partisipasi sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan diri sendiri.
33 Partispasi adalah proses tumbuhnya kesadaran terhadap kesaling hubungan di antara stakeholders yang berbeda
dalam masyarakat, yaitu antara
kelompok-kelompok sosial dan komunitas dengan pengambil kebijakan dan lembaga-lembaga jasa lain. Secara sederhana partisipasi dapat dimaknai sebagai “the act of taking part or sharing in something.” Dua kata yang dekat dengan konsep partisipasi adalah “engagement” dan “involvement.” Syahyuti
(2006:153)
mengemukakan
bahwa
partisipasi
dapat
didefinisikan sebagai proses di mana seluruh pihak dapat membentuk dan terlibat dalam seluruh inisiatif pembangunan. Maka pembangunan yang partisipatif (partisipatory development) adalah proses yang melibatkan masyarakat secara aktif dalam seluruh keputusan substansial yang berkenaan dengan kehidupan mereka. Dalam bidang politik dan sosial, partisipasi bermakna sebagai upaya melawan ketersingkiran (opposite marginally). Jadi dalam partisipasi siapapun dapat memainkan peranan secara aktif, memiliki kontrol terhadap kehidupannya sendiri, mengambil peran dalam masyarakat, serta menjadi lebih terlibat dalam pembangunan. Oleh karena itu stakeholders pembangunan harus mampu melakukan pengelolaan bersama yang dikenal populer dengan istilah Comanagement, yang berintikan partisipasi, komitmen dan kerja sama. Freeman dalam Sangaji (2010) mendefinisikan stakeholders sebagai kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi, atau dipengaruhi oleh suatu pencapaian tujuan tertentu. Karena itu stakeholders merupakan orang dengan suatu kepentingan atau perhatian pada permasalahan. Berkaitan dengan perihal partisipasi ini oleh Syahyuti (2006:154) mengutip pendapat pakar bahwa ada tuju karakteristik tipologi partisipasi yaitu: (1) Partisipasi pasif
atau manipulatif. Ini adalah bentuk partisipasi yang
paling lemah. Masyarakat menerima pemberitahuan apa yang sedang dan telah
terjadi,
pengumuman
sepihak
oleh
pelaksana
proyek
tanpa
memperhatikan tanggapan masyarakat sebagai sasaran program. (2) Partisipasi informatif. Di sini masyarakat hanya
menjawab pertanyaan
pertanyaan untuk proyek, namun tidak berkesempatan untuk terlibat dan mempengaruhi proses keputusan.
34 (3) Partisipasi konsultatif. Masyarakat berpartisipasi dengan cara berkonsultasi, sedangkan orang luar mendengarkan, serta menganalisa masalah dan pemecahannya. Dalam pola ini belum ada peluang untuk pembuatan keputusan bersama. (4) Partisipasi insentif. Masyarakat memberikan korbanan dan jasa untuk memperoleh imbalan insentif berupa upah, walau tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran atau eksperimen-eksperimen yang dilakukan. (5) Partisipasi fungsional. Masyarakat
membentuk kelompok sebagai bagian
proyek, setelah ada keputusan-keputusan utama yang disepakati. (6) Partisipasi interaktif. Masyarakat berperan dalam
proses
analisis untuk
perencanaan kegiatan dan pembentukan penguatan kelembagaan. Pola ini cenderung melibatkan metoda interdisipliner yang mencari
keragaman
prospektif dalam proses belajar yang terstruktur dan sistematis. (7) Mandiri (self mobilization). Masyarakat mengambil inisiatif sendiri secara bebas (tidak dipengaruhi oleh pihak luar) untuk mengubah sistem atau nilai-nilai yang mereka junjung. Ada
enam
bentuk
partisipasi
masyarakat
lokal dalam proses
pelaksanaan pembangunan yang pada umumnya merupakan intrumen untuk melihat besar kecilnya partisipasi masyarakat yang secara berurutan semakin baik. Partisipasi masyarakat perdesaan dalam pembangunan ekonomi pada saat ini bukan lagi masalah mau atau tidaknya mereka berpartisipasi, melainkan lebih pada sejauh mana mereka melalui partisipasi tersebut dapat memperoleh manfaat bagi perbaikan kehidupan sosial ekonomi mereka. Ketiadaan collective organization yang mampu melindungi dan memperjuangkan aspirasi masyarakat perdesaan dan pemerintahan desa yang lebih memfungsikan dirinya sebagai pelaksana kebijaksanaan pemerintah. Keberpihakan kebijakan kepada masyarakat marjinal perdesaan sudah barang tentu sangat diharapkan. Oleh karena itu komitmen dan kepedulian menjadi sesuatu yang sangat penting dimiliki oleh para elit birokrasi di perdesaan. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.
35 Tabel 3. Bentuk-bentuk partisipasi Bentuk partisipasi
Tipe partisipasi
1. Co-option
Tidak ada input apapun dari masyarakat lokal yang dijadikan bahan 2. Co-operation Terdapat insentif, namun proyek telah di daerahin oleh pihak luar yang menentukan seluruh agenda dan proses secara langsung 3. Consultation Opini masyarakat ditanya, namun pihak luar menganalisis informasi sekaligus memutuskan bentuk aksinya sendiri 4. Collaboration Masyarakat lokal bekerja sama dengan pihak luar, untuk menentukan prioritas, dan pihak luar bertanggung jawab secara langsung kepada proses. 5. Co-learning Masyarakat lokal dan luar saling membagi pengetahuannya untuk memperoleh saling pengertian dan bekerja sama untuk merencanakan aksi, sementara pihak luar hanya memfasilitasi 6. Collective action Masyarakat lokal menyusun dan melak sanakan sendiri, pihak luar absen Sumber: Syahyuti (2006:156).
Peran masyarakat lokal sebagai Subyek Employees atau subordinat Clients
Collaborators
Partners
Directors
Soetrisno (1995:219) berpendapat: agar masyarakat perdesaan dapat memperoleh manfaat seoptimal-optimalnya dari partisipasi mereka dalam pembangunan ekonomi nasional, maka pemerintah perlu menciptakan suatu style of development yang lebih demokratis, yang menganggap rakyat perdesaan sebagai subyek pembangunan. Organisasi petani seperti HKTI dan Koperasi Unit Desa harus didorong menjadi pelindung dan pejuang aspirasi rakyat desa, bukan melulu sebagai pejuang dan pelindung interes ekonomi dan politik pemerintah. Hal ini membuat pemerintah perlu meninjau konsep penguasa tunggal yang sampai sekarang menjadi dasar “style of development” dari pemerintah desa. Pemerintah desa harus dibuat lebih bertanggung jawab pada masyarakat desa daripada atasan mereka. Mengubah wajah birokrasi perlu dilakukan khususnya dalam pelayanan publik terutama pada beberapa prinsip dasarnya yaitu: (1) Lebih sebagai fasilitator ketimbang sebagai pelaksana (2) Lebih menjalankan fungsi penguatan ketimbang pengurus semua hal (3) Lebih digerakkan oleh misi daripada oleh peraturan (4) Lebih sebagai membantu ketimbang sebagai penguasa. Berdasarkan penjelasan di atas, menurut Mahardika (2001:247) aparatur sebaiknya bersikap:
36 (a) Terbuka mengenai kebijakan dan rencana (b) Merencanakan kebutuhan masyarakat secara partisipatif (c) Perencanaan secara terdesentralisasi (d) Mengembangkan forum bersama (e) Membuat jaringan (f) Mempermudah akses informasi; dan lain-lain. Perencanaan partisipatif menurut Mahardika (2001) merupakan suatu keharusan khususnya dalam pengembangan masyarakat perdesaan. Namun juga diperhadapkan pada masalah yang mungkin timbul yaitu antara lain: (1) Akan ditanyakan mengenai tingkat keterlibatan masyarakat, apakah hanya bersifat formal, terbatas di mana hanya elit lokal yang terlibat, ataukah umum. (2) Sampai di mana sebetulnya masyarakat memahami atau dapat merumuskan dengan benar apa yang menjadi kebutuhan mereka. Sangat perlu disadari bahwa dalam era global sekarang, bisa jadi apa yang menjadi harapan seseorang bukan merupakan harapan yang sesungguhnya. (3) Masalah keterwakilan dan konflik kepentingan: kadang kala secara teknis sangat sulit untuk menghadirkan semua orang dalam suatu aktivitas perencanaan akan tetapi alasan teknis ini bisa berakibat ideologis; apakah benar mereka yang hadir dapat merepresentasikan atau mewakili keseluruhan yang tidak hadir apakah yang hadir tidak memiliki kepentingan tersendiri?. Bagaimanakah mereka mengatasi konflik yang berkembang?. Kompetensi Dalam pengembangan kompetensi dikenal istilah assessment centre, yaitu proses, prosedur, atau metode pendekatan untuk menilai kompetensi orang. Selain itu lazim pula dikenal sebagai program, jika sekumpulan orang, serangkaian aktivitas, perangkat perlengkapan dan berbagai sumber daya diorganisasikan untuk melaksanakan metode pendekatan tersebut. Istilah serupa lainnya adalah development centre (Prihadi, 2004:3).
37 Pokok-pokok
pengertian
mengenai
kompetensi
dalam
konteks
assessment centre mencakup (a) kompetensi adalah hal-hal yang mampu dilakukan seseorang, (b) kompetensi menghasilkan kinerja yang efektif dan atau superior (unggul), (c) kompetensi merupakan perilaku yang didasari karakteristik fundamental, (d) kompetensi mengandung motivasi dan (e) kompetensi didasari oleh potensi intelektual (Prihadi, 2004: 105-106). Jadi pengertian kompetensi mencakup bidang-bidang yang luas, yaitu kemampuan, kinerja, perilaku, motivasi dan potensi intelektual seseorang. Demikian pula halnya definisi kompetensi yang dikemukakan para ahli terdapat beraneka ragam, namun dari berbagai pendapat tentang kompetensi, setidaknya dapat dibedakan menjadi dua kelompok orientasi, yaitu: (1) kompetensi yang berorientasi pada karakteristik fundamental, dan (2) kompetensi yang berorientasi pada perilaku. Kelompok pertama memandang bahwa karakteristik fundamental individu merupakan titik berat kompetensi, dengan berpijak pada pandangan bahwa perilaku manusia hanyalah pucuk permukaan sebuah gunung es (Prihadi, 2004:92). Menurut Mc Clleland (1975) mengatakan bahwa: “Competency is basic personal characteristic that are determinin factors for acting successfully in ajob or a situation.” Kompetensi adalah karakteristik personal yang mendasar, yaitu faktorfaktor yang menentukan keberhasilan tindakan dalam suatu pekerjaan atau situasi. Definisi kompetensi yang serupa juga dikemukakan Boyatzis (Kustnierkiewicz 2006:6) mengatakan bahwa: “Competency is understanding characteristic of aperson that leads to or causes or superior or effective performance.” Kompetensi adalah suatu karakteristik mendasar pada diri seseorang yang berperan untuk kinerja yang efektif atau unggul. Definisi kompetensi yang berorientasi fundamental lainnya juga dikemukakan Spencer dan Spencer (1993:9):
38 “A competency is underllying characteristic of an individual that is causally related to criterion referenced effective and/or superioe perfor mance in a job or situation.” Kompetensi adalah karakteristik yang mendasari seseorang yang berhubungan secara kausal dengan kinerja efektif ataupun superior menurut kriteria standar tertentu yang sudah ditetapkan dalam suatu jabatan atau situasi. Karakteristik yang mendasari seseorang berarti kompetensi yang sangat baik, mendalam dan abadi merupakan bagian dari kepribadian seseorang dan perilakunya dapat diprediksi dalam bermacam situasi dan tugas pekerjaan yang luas. Berhubungan secara kausal berarti kompetensi menyebabkan atau meramalkan perilaku dan prestasi. Kriteria standar berarti kompetensi secara aktual meramalkan siapa kira-kira yang baik atau jelek. Selanjutnya Spencer dan Spencer (1993) mengatakan, ada lima macam karakteristik kompetensi, yaitu: (1) motive, (2) trait, (3) self consept, (4) knowledge dan (5) skill. Motives adalah halhal yang seorang pikir atau inginkan secara konsisten yang menimbulkan tindakan. Traits adalah karakteristik fisik dan respon-respon konsisten terhadap situasi atau informasi. Self consept dalam kategori ini mencakup sikap-sikap, values, atau self image seseorang. Pengetahuan, kategori ini merujuk pada informasi yang dimiliki seseorang dalam bidang-bidang content tertentu. Keterampilan adalah kemampuan melakukan tugas pisik atau mental. Model kompetensi Spencer dan Spencer terlihat pada Gambar 1 dan 2. Uraian definisi-definisi tersebut setidaknya kompetensi mengandung halhal: watak (trait), sikap (attitudes), motif (motives), keterampilan (skill), kemampuan (ability), citra diri (self image), pengetahuan (knowledge)
dan
kontrol sosial (sosial role). Hal ini mencerminkan bahwa kompetensi merupakan suatu keterkaitan antara beberapa aspek (intersection). Dalam dunia birokrasi kompetensi sering dihubungkan dengan kewenangan (authority), capacity dan capability.
39 Model Gunung Es
Mudah diobservasi
skill knowledge Self Concept Trait Motive
Sulit diobservasi Gambar 1. Posisi Kompetensi dalam Model Gunung Es Diadaptasi dari Spencer dan Spencer (1993:13). Model Lingkaran
Skill Self concept Traits/motive Attitude value
Lebih mudah dikembangkan
Knowledge
Lebih sulit di kembangkan
Gambar 2. Posisi kompetensi dalam model lingkaran Diadaptasi dari Spencer dan Spencer (1993:13) Pada Gambar 1 yang menyerupai gunung es, kompetensi traits dan motives menempati posisi lebih bawah, mendasar. Self consept menempati posisi di atas traits dan motives. Kompetensi self consept, traits dan motives lebih sulit
40 diobservasi, dan lebih sulit dikembangkan. Sebaliknya kompetensi knowledge dan skill lebih mudah diobservasi dan lebih mudah dikembangkan. Demikian halnya pada Gambar 2 dalam bentuk lingkaran, kompetensi traits dan motives menempati posisi lebih tersembunyi, lebih dalam dan menjadi
pusat
dari
kepribadian. Self consept, attitudes, value menempati posisi di atas traits dan motives. Kompetensi traits, motives, self consept, attitudes dan value lebih sulit diobservasi, dan lebih sulit dikembangkan. Sebaliknya kompetensi knowledge dan skill lebih mudah diobservasi, dan lebih mudah dikembangkan. Menurut Sinnott, dkk. (2002:3) kompetensi berbeda dari pengetahuan, keterampilan-keterampilan dan kemampuan-kemampuan. “ Kompetensi didefinisikan sebagai suatu karakteristik pegawai yang mem berikan kontribusi terhadap keberhasilan kinerja dan pencapaian tujuan organisasi.” Dalam hal ini kompetensi meliputi pengetahuan, keterampilan dan kemampuan-kemampuan, serta karakteristik lainnya, seperti nilai-nilai, motivasi, inisiatif, dan kontrol diri. Definisi kompetensi yang berorientasi fundamental juga dikemukakan Schonover (Kustnierkiewicz, 2006:7): “The competence is a combination of knowledge, skill, motifation, attitude, and personal characteristic which are demonstrated in behaviour and influence employee’s superior performance.” Kompetensi adalah kombinasi pengetahuan, keterampilan, motivasi, sikap dan karakteristik pribadi yang ditunjukkan dalam perilaku dan mempengaruhi kinerja unggul. Kelompok kedua memandang bahwa perilaku sebagai fokus kompetensi, dengan bertumpu pada asumsi bahwa hanya perilaku yang dapat diamati dalam latihan-latihan simulasi sebagai metode utama yang seharusnya menjadi sasaran pengukuran dalam assessment centre (Prihadi, 2004:91). Pelopor-pelopor kelompok ini antara lain sejumlah pakar SDM pada konferensi kompetensi di Johannnesburg pada tahun 1995 dan para perumus SK Mendiknas nomor 045/U/2002. Menurut sejumlah pakar SDM pada konferensi kompetensi di Johannesburg tahun 1995 (Prihadi, 2004:91) kompetensi adalah: “A cluster of related knowledge, skill, and attitudes that affects a major part of one’s job (role and responsibility, that correlates with performa
41 nce on the job that can be measured against well accepted standars, and that can be improved via training and development.” Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan sikap yang saling terkait yang mempengaruhi sebagian besar jabatan (peranan dan tanggung jawab), berkorelasi dengan kinerja pada jabatan tersebut dan dapat diukur dengan standar-standar yang dapat diterima, serta dapat di tingkatkan melalui pelatihan dan pengembangan, seperti terlihat pada Gambar 3.
Kompetensi Keterampilan
Pengetahuan Sikap
Gambar 3. Definisi Kompetensi. Diadaptasi dari Schonover (Kustnierkiewicz, 2006:7) Demikian pula definisi kompetensi yang dirumuskan dalam SK. Mendiknas nomor 045/U/2002, yaitu bahwa kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas dibidang pekerjaan tertentu. Definisi tersebut menunjuk pada perilaku atau kemampuan terdiri dari tiga komponen yang terintegrasi, yaitu; keterampilan intelektual, keterampilan psikomotorik dan keterampilan sikap/berperilaku bersifat spesifik untuk setiap profesi, dapat diamati dan diukur dan dinamis, artinya dapat berubah menurut perkembangan. Dari berbagai definisi tersebut, definisi kompetensi yang ideal sesungguhnya merupakan perpaduan antara orientasi fundamental dan orientasi perilaku. Namun dengan pertimbangan berbagai keterbatasan (waktu, biaya dan tenaga) penggalian kompetensi yang berorientasi fundamental, terutama motive,
42 trait dan self consept, kiranya masih sulit dilaksanakan, karena itu dalam konteks penelitian ini, definisi kompetensi difokuskan pada orientasi perilaku. Pergeseran paradigma dari konsep kecakapan menjadi kompetensi telah menimbulkan implikasi strategis yang sangat positif bagi upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Cavey, Roger dan Rebecca dalam Sedarmayanti (2004:61) menyatakan bahwa kompetensi mencakup hal sebagai berikut: (1) Kompetensi teknis: pengetahuan dan keahlian, untuk mencapai hasil yang telah disepakati, kemampuan untuk memikirkan persoalan dan mencari alternatif baru (2) Kompetensi konseptual: kemampuan melihat gambar besar, untuk menguji berbagai pengandaian dan mengubah perspektif. (3) Kompetensi untuk hidup dalam ketergantungan: kemampuan berinteraksi secara
efektif
untuk
dengan orang lain, termasuk kemampuan
mendengar berkomunikasi, mendapat
alternatif lain, kemampuan untuk
melihat dan beroperasi secara efektif dalam organisasi. Kompetensi mempunyai cakupan yang jauh lebih komprehensif yang terdiri atas: (1) Motif: kebutuhan dasar seseorang yang mengarahkan cara berpikir dan bersikap. (2) Sifat dasar: menentukan cara seseorang bertindak/bertingkah laku (3) Citra pribadi: pandangan seseorang terhadap identitas dan kepribadiannya sendiri atau inner self. (4) Peran kemasyarakatan: bagaimana seseorang melihat diri dalam interaksinya dengan orang lain atau outer self. (5) Pengetahuan yang dapat dimanfaatkan dalam tugas pekerjaan tertentu. (6) Keterampilan: kemampuan teknis untuk melakukan sesuatu dengan baik. Startegi peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui peningkatan kompetensi, pengembangan kreativitas, inovasi dan pendayagunaan modal intelektual dalam upaya menghadapi dinamika perubahan harus dilakukan secara simultan. Strategi tersebut dimaksudkan untuk mengadakan penyempurnaan disegala bidang, secara terus menerus untuk mencapai keunggulan kompetitif,
43 memberdayakan seluruh sumber daya yang dimiliki organisasi, sehingga dapat meningkatkan kinerja dan produktivitas organisasi. Motivasi sebagai Dasar Berprestasi dan Berpartisipasi Motivasi berasal dari kata motif yang berarti adalah suatu proses yang menstimuli seseorang untuk melakukan suatu tindakan yang mengarah kepada pemenuhan kebutuhan atau pencapaian tujuan. Dengan demikian, motif sebagai akibat interaksi seseorang dengan lingkungannya, sehingga motif dapat tumbuh dari dalam diri seseorang (intrinsic motive), atau karena dorongan dari luar (ekstrinsic motive). Mc Clleland (Lumintang, 2006:1) menyebutkan bahwa cerminan dari motif seseorang dalam tindakannya berupa: (1) Motivasi komsumtif: Motivasi yang tercermin dari tindak tanduknya yang ingin langsung terpenuhi. (2) Motivasi instrumental: Motivasi yang tercermin dari tindak tanduknya yang tidak ingin segera mendapat umpan balik. Mc Clleland (Lumintang, 2006:1) menyebutkan; bahwa motif manusia bertumpu pada tiga jenis kebutuhan yaitu: (1) Kebutuhan berprestasi (need for achievement) = n Ach), yaitu kebutuhan untuk melakukan
sesuatu yang terbaik menurut standar dan hasil yang
dicapai. (2) Kebutuhan akan kekuasaan (need for power) = n Pow), yaitu kebutuhan untuk mempengaruhi orang lain dan sekaligus mengendalikannya. (3) Kebutuhuan untuk berafiliasi (need for affiliation) = n Aff), yaitu kebutuhan perkawanan dan menciptakan kebutuhan pribadi. Tiga macam kebutuhan manusia di atas secara umum dapat menggambarkan kondisi mental yang mndorong aktivitas dan memberi energi yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan, melatar belakangi perilaku seseorang dan turut menentukan besar kecilnya usaha yang diberikan seseorang untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Masyarakat dengan motivasi untuk berprestasi tinggi akan menghasilkan usahawan yang lebih giat dan selanjutnya akan menghasilkan perkembangan ekonomi yang lebih cepat.
44 Motivasi
untuk
berprestasi,
yang
menjadi
prasyarat
universal
pertumbuhan ekonomi, dapat muncul dalam berbagai epos sejarah dan karena itu harus dirumuskan dengan pengertian relatif. Seperti yang dinyatakan oleh McClelland (1975) bahwa motivasi untuk berprestasi adalah perjuangan untuk mencapai sukses dengan cara berupaya sendiri dalam situasi yang membutuhkan penilaian pelaksanaan pekerjaan seseorang dalam kaitannya dengan standar keunggulan. Ada beberapa sikap dan perilaku yang dikaitkan dengan motivasi untuk berprestasi yang dihasilkan oleh sindrom kepribadian. Di sinilah perilaku motivasi untuk berprestasi, ternyata berkaitan dengan mobilitas ke atas, frekuensi bepergian, lamanya jam kerja, keinginan untuk mengakumulasi kapital, aspirasi untuk mendidik anak dan aktivitas berusaha. Di sini sikap terlihat dorongan inovatif, ketinggian rasa tanggung jawab, rencana tindakan, pilihan atas perhitungan rasional dan kesediaan untuk memikul resiko tingkat menengah. Bagaimana cara lahir dan berkembangnya sindrom kepribadian yang sangat penting ini? Kuncinya ada dalam proses sosialisasi yang tepat, pengasuhan anak yang memadai dan latihan yang menitik beratkan pada kepercayaan diri, ketekunan dalam mencapai tujuan, mengarahkan ke keunggulan dan penghargaan terhadap kerja keras. McClelland (1975) menyarankan agar menyebarkan motivasi untuk berprestasi agar dapat memanen hasil pertumbuhan ekonomi. Ada model memotivasi berdasarkan teori kepuasan dari motivasi yang layak dijadikan rujukan pula dalam memotivasi seseorang seperti yang dikemukakan oleh Gibson, Ivancevich dan Donnelly (1996:186) mengatakan bahwa teori kepuasan memusatkan perhatian pada faktor-faktor di dalam individu yang mendorong, mengarahkan, mempertahankan dan menghentikan perilaku yaitu: (1) Teori Hierarkhi kebutuhan dari Abraham Maslow: bahwa setiap individu memiliki kebutuhan-kebutuhan dasar yang diupayakan untuk dipenuhi. (2) Teori ERG (Existence-Relatedness-Growth) dari Alderfer. (3) Teori dua faktor Herzberg: bahwa kepuasan kerja berasal dari keberadaan motivator intrinsik dan bahwa ketidak puasan kerja berasal dari ketidak beradaan faktor-faktor ekstrinsik.
45 (4) Teori Kebutuhan yang dipelajari dari McClelland: kebutuhan seseorang dipelajari dari kebudayaan suatu masyarakat. Tiga kebutuhan yang dipelajari adalah; (a) kebutuhan berprestasi (n Ach), (b) kebutuhan berafiliasi (n Aff) dan (c) kebutuhan berkuasa (n Pow). Transformasi Semangat Kewirausahaan pada Masyarakat Desa Wasistiono (2003:60) mengemukakan bahwa pemberdayaan adalah upaya membuat orang, kelompok atau masyarakat menjadi lebih berdaya sehingga mampu mengurus kepentingannya sendiri secara mandiri. Dengan demikian inti pemberdayaan adalah menciptakan kemandirian, baik individu, kelompok maupun masyarakat. Pemberdayaan orang, kelompok atau masyarakat dapat
dilakukan
dengan berbagai cara antara lain: (a) Memberi kebebasan yang lebih luas untuk mengambil tindakan tertentu. (b) Memberi kesempatan yang lebih besar untuk melaksanakan sesuatu. (c) Memberi akses yang lebih luas, baik berupa akses kepada pengambil keputusan, akses dukungan pembiayaan maupun akses-akses lainnya yang diperlukan untuk membangun kemandirian. (d) Membangun karakter yang mengarah pada kemandirian. Proses pemberdayaan masyarakat desa ditentukan oleh dua faktor yakni faktor eksogen dan faktor endogen. Dari dua faktor yang menentukan upaya pemberdayaan masyarakat desa, maka faktor endogen terutama sikap mental masyarakat merupakan determinan bagi keberhasilan proses tersebut. Oleh karena itu dalam pemberdayaan masyarakat desa melalui transformasi semangat kewirausahaan pada dasarnya adalah upaya mengubah sikap mental, sebab titik lemah bangsa Indonesia justru memang terletak pada sikap mentalnya. Koentjaraningrat (Wasistiono, 1976:61) mengatakan adanya beberapa sifat negatif dari bangsa Indonesia seperti: (1) Suka menerabas (2) Tidak memiliki disiplin murni
46 (3) Berorientasi ke atas (4) Mengabaikan mutu Transformasi
semangat
kewirausahaan
dimaksudkan
sebagai
pemasukan sikap mental ke dalam setiap anggota masyarakat di perdesaan melalui berbagai cara antara lain: (1) Melalui penyuluhan (2) Melalui pemberian contoh nyata (3) Melalui pemberian kesempatan (4) Melalui pembelajaran secara kontinyu, melalui program pendampingan. Semangat kewirausahaan yang dimaksudkan di sini adalah suatu cara (semangat kejiwaan) dengan ciri-ciri: (1) Berorientasi kemasa depan, bukan hanya masa lalu (2) Berani mengambil resiko dengan penuh perhitungan (3) Berani bertanggungjawab terhadap keputusan yang telah diambil tanpa melimpahkan kesalahan pada pihak lain. (4) Memegang teguh janji (5) Penuh daya kreativitas dan innovasi (6) Cenderung berpikir positif (7) Sangat menghargai waktu. Di dalam melaksanakan proses pemberdayaan masyarakat desa perlu digunakan pendekatan etnosentris, yakni mencoba melihat sesuatu menurut sudut pandang mereka, bukan sudut pandang kita. Dengan sudut pandang tersebut, setiap individu merupakan entitas yang unik. Pemberdayaan adalah jalan menuju partisipasi dan penyuluhan adalah salah sau cara yang ditempuh untuk pemberdayaan. Penyuluhan dan pemberdayaan bertujuan untuk membangun kemandirian, baik individu, kelompok
maupun organisasi. Membangun
kemandirian berarti menggali dan mengembangkan potensi individu
baik
perorangan maupun kelompok. Karakter dan perilaku merupakan salah satu aspek yang perlu dipahami dalam proses pemberdayaaan, karena bisa jadi karakter dan perilaku adalah pembawaan atau bisa juga terbentuk oleh sebuah situasi, sistem dan lingkungan.
47 Pendekatan Pembangunan Perdesaan Pengertian Pembangunan Perdesaan Bryant dan Louis (1987:372) menyebutkan tiga definisi masalah dalam pembangunan perdesaan yaitu: saling ketergantungan global, perilaku petani dan komitmen kebijakan nasional. Lebih lanjut Bryant menawarkan tiga macam diagnosa
masalah
keterbelakangan
perdesaan;
yang
pertama,
bahwa
pembangunan perdesaan dapat didekati sebaik-baiknya sebagai masalah teknologi; yang kedua, bahwa petani kecil sering diabaikan dan bahwa ada anggapan keliru bahwa keuntungan skala besar dan pemilikan usaha besar adalah lebih efisien dan yang ketiga, bahwa petani perdesaan yang miskin menjadi miskin karena tidak memiliki kekuasaan. Ketiga perspektif yang saling bersaing ini membawa implikasi administratif yang berbeda-beda. Secara umum yang termasuk kelompok pertama paling tertarik pada inovasi dan diseminasi pertanian sedangkan kelompok kedua ialah bagaimana mekanisme pasar demikian rupa sehingga harga mencerminkan kontribusi para petani kecil. Sementara kelompok ketiga menganjurkan pendekatan yang lebih komprehensif terhadap pembangunan perdesaan merupakan
dan hal
mengatakan yang
bahwa
memperbaiki
sekurang-kurangnya
sama
penghasilan
perdesaan
pentingnya
sambil
memperjuangkan peningkatan kekuatan dan bobot produsen kecil di perdesaan. Pembangunan SDM Aparatur Berkualitas di Daerah Otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab sebagai salah satu tujuan otonomi daerah diperhadapkan kepada kendala dalam hal keterbatasan sumber daya manusia yang berkualitas. Ada tiga pilar utama yang diharapkan dapat menjadi motor penggerak pembangunan SDM daerah yang berkualitas melalui pembentukan organisasi pembelajaran, yaitu: (1) Pemerintah Daerah sebagai Badan Eksekutif Daerah, yang berfungsi membuat rencana dan menjalankan aktivitas pemerintahan sehari-hari. (2) DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah, yang berfungsi membuat kebijakan
48 (3) Perguruan Tinggi di daerah, yang berfungsi sebagai “pusat keunggulan” (centre of exellence) dan sekaligus menjadi dapur pemikir (think tank). Inisiatif pengembangan SDM berkualitas datang dari Badan Eksekutif Daerah kemudian dibicarakan dengan DPRD untuk dijadikan kebijakan daerah. Kebijakan tersebut kemudian diterjemahkan menjadi bahasa perencanaan dan bahasa anggaran. Selanjutnya kegiatan operasionalnya dilakukan oleh perguruan tinggi setempat atau bekerja sama dengan pihak ketiga. Salah satu model berikut (Gambar 4) untuk merancang pengembangan kualitas SDM di Daerah. BED
DPRD
PT
MASYARAKAT
Gambar 4. Model Pengembangan Kualitas SDM. Diadaptasi dari Wasistiono (2003:38) Strategi pengembangan SDM yang berkualitas harus sejalan dengan visi serta misi daerah otonom masing-masing. Setiap daerah akan membutuhkan kualitas SDM yang beraneka ragam sesuai dengan potensi sumber daya alamnya. Apabila proses pengembangan SDM berkualitas sudah berjalan dan berhasil, maka inisiatif pengembangannya bukan lagi berasal dari tiga pilar utama sebagaimana diutarakan di atas, melainkan akan dijalankan sendiri oleh masyarakat sehingga akan menjadi proses yang bersifat “self propelling.” Kristiadi (1997) mengatakan; bahwa aparatur pemerintah hendaknya mampu mengikuti perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam sistem kemasyarakatan, dengan meninggalkan pola pikir dan sikap ambtenaar. Aparatur hendaknya
menerapkan
semangat
profesionalisme
dalam
memberikan
pelayanan. Kristiadi mengatakan; setiap aparatur senantiasa dituntut untuk melaksanakan tugas secara profesional. Perubahan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat sebagai hasil dinamika pembangunan akan terus berlangsung dengan cepat. Mengerjakan jenis pekerjaan dalam konteks dan cara yang sekarang berlaku pada hakekatnya secara cepat akan tertinggal dan untuk itu kecepatan penyesuaian dalam cara pelaksanaan tugas akan selalu menjadi
49 tuntutan. Dikatakan, pada tahun-tahun awal abad ke-21 nanti, bangsa Indonesia harus semakin mampu mewujudkan kinerja yang jauh lebih baik agar dapat mengatasi persaingan ketat, tranparansi dan iklim kesejagatan di mana arus masuknya nilai-nilai universal serta profesionalisme akan semakin tinggi. Dalam rangka memasuki abad ke-21 yang bercirikan persaingan ketat itu, peningkatan kualitas aparatur pemerintah merupakan keharusan. Menurut Kristiadi; sejalan dengan perkembangan iptek, penataan administrasi kepegawaian di lingkungan aparatur pemerintahan harus terus di tingkatkan sebagai dasar untuk pembinaan aparatur agar senantiasa memiliki etos kerja yang tinggi, sikap mental dan budaya kerja yang produktif, efisien, dan profesional. Oleh karena itu, sejak saat ini harus dipersiapkan transformasi bidang kepegawaian, dari tata usaha kepegawaian menjadi manajemen sumber daya manusia. Proses pemberdayaan aparatur yang dapat berkiprah secara profesional hanya dapat terwujud apabila pengelolaan SDM aparatur itu sendiri dilakukan secara profesional. Proses Perencanaan dari Bawah dan Program Pembangunan Perdesaan Proses ini menarik banyak minat, karena berkaitan langsung dengan usulan memperoleh rezeki anggaran melalui usulan-usulan program/proyek. Usulan-usulan dari desa/kelurahan diolah dalam rakorbang II bersamaan dengan usulan dari dinas/instansi melalui format usulan A2/B2. Khusus unuk dana-dana Inpres ada format khusus misalnya. D1, D2, D3, dsb. Dengan dasar Inmendagri 4/81 dilakukan rapat koordinasi pembangunan mulai dari desa/kel. Hingga nasional (Musbangdes hingga Konsulnas). Hari H penyelenggaraan rapat koordinasi semacam itu menjadi demikian penting, bahkan jauh lebih penting dibanding kebutuhan pembahasan secara dialogis dan informal. Ribuan usulan dibahas hanya dalam waktu 2-3 hari pertemuan. Intinya proses perencanaan dari bawah adalah menghimpun atau mengumpulkan usulan-usulan proyek. Ada yang diterima dan banyak yang ditolak. Tidak ada sistem data base untuk merekam usulan, sehingga usulan yang
50 ditolak
sering hilang tanpa jejak tanpa
penjelasan apapun. Tidak ada
akuntabilitas dan juga tidak ada transparansi. Apabila masyarakat desa/kelurahan menjadi gregetan kiranya cukup dapat dimaklumi karena usulannya yang telah berpuluh kali diajukan tidak jelas jumtrungnya. Diterima atau ditolak, tidak pernah ada penjelasan secara terbuka dan bertanggung jawab. Struktur pendapatan APBD untuk pembangunan hampir 90 persen merupakan bantuan pusat, sehingga usulan dari bawah benar-benar memerankan pusat (Bappenas) sebagai lembaga dewa yang sungguh sangat berkuasa. Hitam, putih, atau hijau semuanya ada di sana, namun demikian yang aneh adalah bahwa selama puluhan tahun model semacam ini sudah dianggap merupakan manifestasi dari penjaringan aspirasi dan partisipasi masyarakat. Model ini sudah dianggap perencanaan partisipatif. Meskipun mekanisme perencanaan pembangunan di tingkat bawah secara nyata belum menggambarkan filosofi Bottom Up yang sesungguhnya, namun pada program-program pembangunan perdesaan yang tercantum pada Program pembangunan nasional terlihat bahwa tujuan dari program pembangunan perdesaan adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan, mempercepat kemajuan kegiatan ekonomi perdesaan yang berkeadilan, dan mempercepat industrialisasi perdesaan. Sasaran yang akan dicapai adalah meningkatnya pendapatan masyarakat perdesaan, terciptanya lapangan kerja, tersedianya bahan pangan dan bahan lainnya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan produksi, terwujudnya keterkaitan ekonomi antara perdesaan dan perkotaan, menguatnya pengelolaan ekonomi lokal, dan meningkatnya kapasitas kelembagaan dan organisasi ekonomi masyarakat perdesaan. Kegiatan pokok yang dilakukan adalah: (1) Pembangunan prasarana dan sarana, (2) pembangunan sistem agribisnis, (3) pengembangan industri kecil dan rumah tangga, (4) Penguatan lembaga dan organisasi ekonomi masyarakat, (5) pengembangan jaringan produksi dan pemasaran, (6) penguasaan teknologi tepat guna, (7) pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan dan peningkatan kehidupan sosial ekonomi kelompok masyarakat dan keluarga miskin secara terpadu dan (8) penyempurnaan terhadap struktur organisasi pemerintahan desa dan lembaga-lembaga sosial ekonomi.
51 Pembangunan dan Ciri-Ciri Perencanaan Pembangunan Reformatif di Daerah Bryant dan Louis (1987:3) menyebutkan bahwa pembangunan adalah suatu konsep normatif; ia menyiratkan pilihan-pilihan tujuan untuk mencapai apa yang disebut Gandhi sebagai “realisasi potensi manusia.” Pertumbuhan semata tidak banyak menyelesaikan persoalan, dan kadang-kadang mempunyai akibat yang tidak menguntungkan. Michael Todaro (Bryant dan Louis, 1987:3) menyimpulkan
bahwa pembangunan adalah “proses multi dimensi yang
mencakup perubahan-perubahan penting dalam struktur sosial, sikap-sikap rakyat dan lembaga-lembaga nasional, dan juga akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan kesenjangan (in equality), dan pemberantasan kemiskinan absolut.” Selanjutnya dikemukakan pula bahwa; pembangunan
mengandung tiga nilai
utama yaitu: (1) Menunjang kelangsungan hidup (2) Harga diri dan (3) Kemerdekaan dari penjajahan dan perbudakan Bryant dan Louis (1987:21) mengusulkan agar pembangunan diartikan sebagai peningkatan kemampuan orang untuk mempengaruhi masa depannya. Karena itu pembangunan mencakup: (a) Peningkatan kapasitas (b) Keadilan (c) Penumbuhan kuasa dan wewenang (d) Kelangsungan yang tertunjang dan; (e) Saling ketergantungan. Oleh karena itu pembangunan perlu dilaksanakan secara sadar dan terencana melalui pengembangan kebijakan publik. Dalam konteks perencanaan pembangunan mencakup tiga aspek managemen yang perlu dibenahi, yaitu: aspek program pembangunan, pembiayaan dan institutional. Logikanya dapat dijelaskan demikian; dengan pengembangan kebijakan publik akan dapat dikembangkan “program pembangunan yang progressif, inovatif.” Pengembangan program pembangunan berarti memerlukan peningkatan pembiayaan (yang tidak hanya
52 dari APBN/D tetapi justru dari masyarakat, terutama swasta). Pengembangan program dan pembiayaan memerlukan dukungan institutional yang memadai (baik itu kebijakan publik khusus, aspek legal/peraturan, SDM aparatur dan sebagainya). Salah satu sisi kelemahan pengelolaan pembangunan di Daerah adalah dari segi perencanaan terutama di era otonomi daerah dan di era reformasi ini yang disebabkan oleh tuntutan perubahan dan kebutuhan serta pengaruh globalisasi. Situasi dan kondisi seperti ini menyebabkan munculnya ide untuk membuat suatu sistem dan pendekatan perencanaan pembangunan yang reformatif di daerah yang dicirikan oleh beberapa kriteria, yaitu: (1) Perencanaan yang partisipatif (2) Perencanaan yang transparan (3) Perencanaan yang akuntabel (4) Perencanaan yang didasarkan pada pengembangan dan perumusan berbagai kebijakan publik yang progresif, taktis, strategik, berorientasi pada good governance. (5) Perencanaan yang mampu memberdayakan semua potensi dan pelaku utama pembangunan; (Undang-Undang No.25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional). Paradigma Baru Penyuluhan Pembangunan Pengertian paradigma, menurut Kuhn ( 2000:43) adalah konstelasi teori, suatu nilai dan tema pemikiran, yang dikembangkan dalam rangka memahami kondisi sejarah dan keadaan sosial, untuk memberikan kerangka konsepsi dalam memberi makna realitas sosial. Paradigma merupakan tempat kita berpijak dalam melihat realitas sosial. Memilih paradigma dan teori pembangunan adalah suatu pemihakan dan berdasarkan nilai-nilai tertentu yang kita anut, karena pemihakan adalah mustahil untuk dapat dihindarkan. Misalnya untuk mengatasi masalah kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat, formula-formula yang selama ini digunakan dapat dipandang tidak/kurang dapat mengatasi masalah kemiskinan namun justru
53 menciptakan kemiskinan massal. Oleh karena itu tuntutan untuk mencari dan mengembangkan paradigma baru sangat penting untuk dilakukan secara lebih intensif dan serius guna perbaikan di masa datang. Dari studi literatur diketahui bahwa penyuluhan yang menekankan transfer teknologi dengan segala turunannya dikenal sebagai paradigma lama penyuluhan. Sedangkan penyuluhan yang menekankan proses perubahan perilaku melalui pendidikan yang memberdayakan masyarakat dikenal sebagai paradigma baru penyuluhan seperti terlihat pada Tabel 4. Tabel 4. Perbedaan antara penyuluhan paradigma lama dengan paradigma baru Unsur yang dianalisis Model
Paradigma lama
Paradigma baru
a. Transfer Teknologi; ukuran keberhasilan adalah produksi yang meningkat. Manusia (klien) dipandang sebagai obyek penyuluhan b. Model S-M-C-R-E berfungsi sebagai jembatan antara peneliti dengan masyarakat Keberhasilan sangat tergantung kepada peneliti yang menemukan teknologi dan si penyuluh c. Arus komunikasi bersifat liner, penyuluh lebih berperan daripada klien dan informasi bersifat satu arah (top down).
a. Berdasarkan pada falsafah pendidikan yang berorientasi pada unsur manusia (klien). Keberhasilan adalah manusia yang mandiri. b. Model pemberdayaan (empowerment) yang mengutamakan kemandirian keberhasilan tergantung pada klien c. Partisipasi klien lebih besar daripada penyuluh, komunikasi konvergen bersifat bottom up.
Klien
Klien sebagai penerima (receiver) informasi belaka, kurang dilibatkan dalam keseluruhan kegiatan.
Klien sebagai mitra atau warga belajar. Masyarakat sebagai sumber informasi dan banyak terlibat.
Penyuluh
Memiliki ciri-ciri pengajar, penyuluh melakukan kegiatan mengajar dan sebagai sumber infor masi serta dianggap sebagai ahli.
Penyuluh melibatkan diri, penyu luh berperan sebagai sumber info rmasi, fasilitator, mediator dan pe mandu yang bersifat demokratis dan egaliter.
Proses
Adanya proses pemberian ilmu, penyuluh sudah siap sedia tentang materi yang akan diberikan, sudah ada praktek yang akan diberikan. namun terbeban dengan target tertentu.
Adanya proses penemuan ilmu, oleh klien melalui penelusuran dan penggalian. Klien berinteraksi dengan lapangan dan menerapkan ilmu sesuai kebutuhannya.
Sumber: Diadaptasi dari Undang-Undang No. 16 Th 2006 tentang Penyuluhan Pertanian, perikanan dan kehutanan.
54 Memperbaiki Pelayanan Penyuluhan Lapangan Bryant dan Louis (1987:385) menyebutkan bahwa tindakan paling langsung yang dapat dilakukan pemerintah untuk mengatasi kemelaratan di perdesaan ialah memperbaiki mutu dan memperluas ketersediaan pelayanan penyuluhan pertanian. Ume Lele (Bryant dan Louis, 1987:386) mengatakan bahwa yang menjadi persoalan ialah bahwa petugas penyuluh tidak banyak dan terpencar-pencar jauh, dibayar murah, tidak terlatih baik, tidak disertai kelengkapan paket teknis yang baik dan akibatnya sangat rendah mutunya. Bahwa petani lebih tahu, sekurang-kurangnya mengenai cacat dan kekurangan innovasi baru, dan
bahwa
penyuluh sering
tidak
melakukan
hal-hal yang
dinasihatkannya sendiri, sudah merupakan bagian “dongeng rakyat” tentang penyuluhan di negara-negara sedang berkembang. Untuk jelasnya dapat dilihat Tabel 4. Beberapa dari kekurangan-kekurangan pelayanan penyuluhan pertanian yang sering ditulis ialah bahwa pelayanan itu: (1) tidak tersedia untuk sejumlah besar petani, (2) tanpa perlengkapan teknis, (3) jangkauan sasarannya bukan tanpa bias, (4) tidak didukung oleh sasaran yang hendak dijangkaunya dan (5) tidak dapat menjelajahi daerah yang luas atau tidak dapat sering melakukan perjalanan di wilayah kerjanya. Namun demikian taraf dan sifat kekurangan-kekurangan itu amat berbeda-beda. Mengembangkan Kreativitas dan Inovasi Beberapa cara
mengembangkan kreativitas dan innovasi dalam
organisasi, dimulai dari tingkat individu, meningkat kepada kelompok atau tim di tempat kerja, dan kemudian menuju pada inovasi organisasional. Tujuannya adalah agar seluruh pihak di tempat kerja mampu mengembangkan keterampilan, membangun lingkungan kerja yang akan melepaskan dan memandu energi kreativitas mereka serta energi seluruh individu yang bekerja dengan mereka. Kreativitas merupakan penyatuan pengetahuan dari berbagai bidang pengalaman yang berlainan untuk menghasilkan ide baru yang lebih baik. Apabila kreativitas merupakan pengembangan ide baru, maka inovasi merupakan proses
55 penerapan ide tersebut secara aktual ke dalam praktek. Tantangan terbesar bagi individu kreatif adalah mempengaruhi pihak lain untuk menerima ide mereka dan kemudian sukses dalam mengimplementasikan ide tersebut di tempat kerja. Menurut West (Sedarmayanti, 2004:65) pengertian inovasi adalah pengenalan cara baru yang lebih baik dalam mengerjakan berbagai hal di tempat kerja. Inovasi tidak mengisyaratkan pembaharuan secara absolut dan perubahan bisa dipandang sebagai suatu inovasi jika perubahan tersebut dianggap baru bagi seseorang, kelompok, atau organisasi yang memperkenalkannya Salah satu penentu utama inovasi adalah tantangan dalam lingkungan organisasi. Organisasi inovatif memberi tekanan kuat pada kualitas, dan dukungan manajerial untuk inovasi dan sangat menentukan apabila seluruh individu ingin mengembangkan dan mengimplementasikan ide mengenai cara baru yang lebih baik dalam mengerjakan berbagai hal. Untuk dapat meningkatkan kemampuan berpikir ada beberapa hal yang perlu dikuasai: (1) penguasaan pengertianpengertian kunci, (2) penguasaan bahasa, (3) penguasaan metode pemecahan masalah, (4) penguasaan pengetahuan yang luas dan (5) penggunaan alat bantu (Asngari, 2001:25). Mengembangkan kreativitas dan inovasi di tempat kerja dimulai dengan mengembangkan kreativitas individu,
sedangkan ide baru yang berasal dari
motivasi, pemikiran dan implementasi oleh individu di tempat kerja. Sampai dengan taraf tertentu, hal ini dipengaruhi oleh sifat pekerjaan dan sifat organisasi. Salah satu penyumbang terpenting kreativitas individual di tempat kerja adalah kepercayaan atau “sense of efficacy” dari individu pada kemampuan sendiri. Apabila seseorang kurang percaya pada kemampuan sendiri, maka tantangan akan menjadi ancaman, dan perubahan akan dihindari dan ditentang, bukan disambut baik, akhirnya kepercayaan diri yang rendah akan menghambat kreativitas. West (Sedarmayanti, 2004:66) mengutarakan pula bahwa ciri individu yang secara konsisten kreatif adalah sebagai berikut: (1) Nilai-nilai intelektual dan artistik (2) Ketertarikan pada kompleksitas
56 (3) Kepedulian pada pekerjaan dan pencapaian (4) Ketekunan (5) Pemikiran yang mandiri (6) Toleransi terhadap ambiquitas (7) Otonom (8) Kepercayaan diri (9) Kesiapan mengambil resiko. Berkaitan dengan hal tersebut, maka menciptakan lingkungan kerja yang suportif dan menantang berarti juga meningkatkan kepercayaan pada kreativitas. Riset telah mengungkapkan bahwa lingkungan yang ramah, suportif dan fleksibel tetapi secara intelektual bersifat menantang akan menghasilkan kreativitas tinggi. Pembinaan SDM dan Pengembangan Perekonomian Perdesaan Dalam upaya pembangunan perekonomian perdesaan di Indonesia saat ini, pengembangan agribisnis merupakan syarat keharusan (necesary condition) agar “kue” yang besar dari hasil pembangunan agribisnis dapat dinikmati secara nyata dan memadai oleh masyarakat perdesaan. Salah satu mekanisme yang dapat diandalkan agar manfaat pembangunan agribisnis
dapat dinikmati oleh
masyarakat perdesaan adalah mengembangkan organisasi bisnis petani berupa pengembangan koperasi agribisnis. Melalui pengembangan koperasi agiribisnis beserta pengembangan jaringan bisnisnya, petani yang berada pada agribisnis usaha tani dapat mengembangkan unit-unit usaha, baik pada agribisnis hulu maupun hilir untuk merebut nilai tambah (added value) yang ada. Dengan demikian, manfaat yang ditimbulkan oleh pengembangan agribisnis seperti manfaat kemajuan teknologi, peningkatan permintaan
dan lain-lain dapat
dinikmati oleh masyarakat petani perdesaan. Dalam upaya mendorong pengembangan koperasi agribisnis ini kita memerlukan reorientasi pengembangan SDM petani maupun SDM agribisnis yang lain seperti penyuluh pertanian dan SDM yang berada pada departemen teknis. Pembinaan SDM petani di masa lalu masih cenderung terbatas pada peningkatan kemampuan agro-teknik. Pembinaan kemampuan bisnis, manajerial
57 dan berorganisasi bisnis petani kita hampir tidak pernah dilakukan. Akibatnya organisasi bisnis petani sulit (tidak) berkembang sehingga manfaat dari pembangunan agribisnis sangat sedikit dinikmati petani. Di masa yang akan datang, pembinaan SDM petani perlu diarahkan pada peningkatan kemampuan dalam aspek bisnis, manajerial, organisasi bisnis dan peningkatan wawasan agribisnis sehingga petani kita mampu membangun organisasi bisnisnya seperti koperasi agribisnis. Perubahan kebutuhan SDM petani yang demikian, tentu saja memerlukan reorientasi peran penyuluhan pertanian yang secara tradisional merupakan lembaga pembinaan SDM petani. Bila di masa lalu cakupan penyuluhan pertanian hanya pada aspek agroteknis, maka yang diperlukan selanjutnya adalah penyuluhan dan pembinaan aspek bisnis, manajerial dan organisasi bisnis SDM petani. Tentu saja, dengan pendidikan para penyuluh pertanian kita yang hanya SLTA/Akademi saja, tidak dapat diandalkan lagi. Oleh karena itu, peningkatan kemampuan penyuluh perlu dilakukan, baik melalui pendidikan formal yang lebih tinggi maupun melalui kursus singkat (short course), studi perbandingan ke negara yang maju agribisnisnya dan lain-lain. Dengan demikian fungsi balai penyuluhan pertanian
yang selama ini hanya sebagai lembaga penyuluhan
agroteknis dapat berfungsi sebagai klinik konsultasi agribisnis. Saragih (2001:190) menyebutkan bahwa untuk memberdayakan ekonomi rakyat termasuk pembangunan ekonomi perdesaan, percepatan pembangunan sektor agribisnis merupakan satu-satunya pilihan bagi kita saat ini. Percepatan pembangunan agribisnis tidak akan mungkin bila tidak didukung oleh SDM yang memadai. Oleh sebab itu pembinaan SDM agribisnis yang mencakup sekitar 60 persen angkatan kerja nasional, hendaknya menjadi prioritas utama dalam strategi dan kebijakan pembinaan SDM nasional. Dalam upaya mendukung pembinaan SDM agribisnis, perguruan tinggi perlu mengembangkan model-model simulasi pembinaan SDM yang bersifat cross training yang dapat digunakan untuk pembinaan SDM agribisnis baik, yang berada pada birokrasi, perusahaan maupun petani.
Semua ini harus didukung
oleh suatu komitmen kebijakan yang jelas dalam pengabdian masyarakat.
58
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Agenda utama nasional yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini berkisar pada upaya mewujudkan cita-cita reformasi, melanjutkan pembangunan, mengatasi krisis multi dimensi dan merealisasikan desentralisasi sistem politik pemerintahan. Untuk hal ini semua, maka peranan birokrasi lokal sangat menentukan. Namun di sisi lain, birokrasi lokal di daerah nampaknya belum memiliki kesiapan yang memadai untuk menyongsong era baru itu. Persoalan yang menjadi kendala adalah kelemahan kelembagaan, kualifikasi sumber daya aparatur yang masih tergolong rendah serta sulitnya mendapatkan sumber-sumber pendanaan dan pembiayaan pembangunan. Kondisi masalah seperti ini hampir merata umumnya di seluruh pelosok tanah air dan khususnya di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan meskipun dukungan kebijakan ada, namun hasilnya belum optimal. Persoalan kelembagaan pemerintah daerah Provinsi Sulawesi Selatan, seperti komitmen dan sinergi politik antara eksekutuf, legislatif sejak otonomi daerah dikembangkan telah menjadi wacana yang mengundang perhatian karena terkait dengan banyak hal, misalnya tentang pelimpahan kewenangan dari pusat, persoalan kualifikasi sumber daya manusia aparatur, pendanaan pembangunan, koordinasi pembangunan sektoral dan regional, sarana dan prasarana perkantoran, mekanisme kerja dan Iain-lain. Keseluruhan persoalan tersebut berpengaruh terhadap peran kelembagaan pemerintahan di daerah terutama di ujung tombak birokrasi pemerintahan yaitu di tingkat perdesaan, berupa UU. No. 32 Th 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, UU No 25 Th 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional: PP. No. 41/2005 Tentang Struktur Organisasi Pemerintahan, PP No. 38 Th 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, Penyusunan Perangkat Daerah;
dan PP No 84 Th 2000 Tentang Pola seluruhnya merupakan muara dari seluruh
persoalan pemerintahan daerah menuju kepada Good Governance yang selalu didamba-dambakan oleh semua pihak. 58
59 Aspek politik dan kepemimpinan pusat sampai di daerah termasuk aspek yang mendasar, karena berkaitan dengan aspek kapabilitas, akseptabilitas, dan kompatibilitas pemerintahan di daerah terutama di tingkat perdesaan di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Propinsi Sulawesi Selatan, dan hal ini berpengaruh langsung dengan pelaksanaan tugas pokok fungsi termasuk juga dalam upaya pengembangan sumber daya manusia serta penataan birokrasi di tingkat perdesaan. Hal ini tercermin pada kerangka berpikir teoritis Lampiran 1. Sebagai langkah awal untuk dapat melaksanakan tugas-tugas administrasi pemerintahan dan pembangunan, maka sangat dipengaruhi oleh sejauh mana aktivitas penyuluhan dan aspek kepemimpinan informal mewarnai aktivitas tugastugas teknis dan fungsional di perdesaan yang meliputi seluruh sektor kehidupan. Selanjutnya administrasi pemerintahan dan pembangunan ini dihadapkan kepada suatu tantangan untuk senantiasa membangun kompetensi aparatur secara terus menerus, guna memenuhi kebutuhan internal dan eksternal institusi pemerintahan dan ini merupakan suatu modal yang diharapkan menuju kepada kemampuan untuk merumuskan visi dan misi serta pendekatan pembangunan perdesaan yang realistik dan feasible untuk dilaksanakan. Faktor-faktor yang berpengaruh yang sering menjadi hambatan ke arah pencitraan birokrasi yang profesional ialah yang menyangkut tentang relevansi struktur, kultur, sarana, mekanisme kerja serta pendanaan yang serba terbatas merupakan tantangan yang harus di atasi dan bukan dibiarkan berlangsung terusmenerus dengan melalui strategi evaluasi diri, serta kepedulian dan kesadaran (care) yang tinggi untuk membangun suatu profil kelembagaan yang ideal. Visi, dan misi serta pendekatan pembangunan perdesaan yang tepat dan didukung oleh kompetensi aparatur serta profil kelembagaan yang memadai diharapkan mampu membangkitkan dan mengembangkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat perdesaan secara rutinitas alamiah. Jika kondisi seperti ini sudah tercipta, maka birokrasi yang responsif, proaktif dan antisipatif akan mampu melakukan suatu mekanisme kerja terutama dalam penyusunan, pelaksanaan, dan pengendalian program pembangunan yang betul-betul sesuai dengan tuntutan pasar dan kebutuhan masyarakat. Sehingga dengan demikian
60 program-program pembangunan infrastruktur ekonomi sosial dan peningkatan kualitas sumber daya manusia masyarakat perdesaan menjadi kenyataan, yang selama ini dapat dikatakan baru dalam tahapan wacana dan retorika. Sebagai gambaran singkat alur berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat hubungan antar peubah penelitian yang disajikan pada Gambar 5.
Karakteristik Aparatur Pemerintahan Kecamatan dan Desa .(X 1). X 1.1. Umur. X 1.2. Jenis Kelamin X 1.3. Masa Kerja X 1 4 Pendidikan
Faktor Eksternal (X 2). X 2 1. Pembinaan dan Pengembangan SDM X 2.2. Kepemimpinan. X 2.3. Partisipasi Stakeholders X 2.4. Good governance X 2 5. Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat
New public management Partisipasi masyarakat dalam pembangunan
Efektivitas Kinerja/Performance Birokrasi (X 3). X 3.1. Pelayanan Publik X 3.2. Kompetensi dan Budaya Kerja X 3.3. Motivasi Berprestasi X 3.4. Kepedulian dan
Kepekaan
Manajeman Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif (Y) Y 1. Optimalisasi Sumber Daya Y 2. Birokrasi yang Profesional Y 3. Masyarakat Madani yang Mandiri
Persepsi elemen masyarakat mengenai dinamika pemerintahan dan pembangunan
Gambar 5. Kerangka Berpikir Konseptual Penelitian Peran birokrasi di tingkat lokal di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan semakin dirasakan sebagai suatu hal yang paling
menentukan
tingkat
efektivitas
pengelolaan
pemerintahan
dan
pembangunan. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya tantangan yang dihadapi seperti adanya pemekaran daerah Kabupaten, Kecamatan, dan Desa, tuntutan pelayanan yang bermutu, pemberdayaan masyarakat dan lain-lain. Kondisi seperti ini menuntut upaya peningkatan kemampuan kepemimpinan,
61 kesiapan kelembangaan, sumber daya manusia yang profesional, pendanaan yang cukup, serta lingkungan internal dan eksternal yang kondusif. Gambaran
.
hubungan antar peubah di atas memberi suatu ilustrasi
mengenai fenomena aktual peran birokrasi tingkat desa sebagai pilar otonomi dalam mengawal implementasi program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Hasil-hasil penelitian dan kajian akademik menunjukkan, bahwa visi dan misi aparatur pemerintahan desa merupakan fondasi awal dari setiap usaha
untuk
memperbaiki
pelaksanaan
pembangunan
perdesaan yang
partisipatif. Karena itu aspek manajemen dan kepemimpinan di daerah dan di desa sangat menentukan terutama dalam mengambil suatu kebijakan mengenai strategi pembinaan dan pengembangan kualitas SDM aparatur di tingkat desa. Hipotesis Penelitian Bertitik tolak dari masalah penelitian, tujuan dan tinjauan pustaka dan
kerangka
kegunaan
serta
berpikir, dengan melihat hubungan antar
peubah, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: (1) Karakteristik aparatur pemerintahan, faktor eksternal dan efektivitas kinerja birokrasi adalah faktor-faktor yang berhubungan positif dan nyata dengan manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. (2) Pembinaan dan pengembangan aparatur mempunyai hubungan positif dan nyata dengan kepemimpinan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. (3) Birokrasi
yang
profesional dalam manajemen
pemerintahan dan
pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan berhubungan positif dan nyata dengan kompetensi dan budaya kerja dan motivasi berprestasi aparatur.
62
METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Mengacu pada tujuan penelitian ini, peneliti berusaha mencari hubungan antar peubah yang terkait dengan kompetensi aparatur pemerintahan desa. Dalam upaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan pembangunan. Untuk mencapai tujuan tersebut, peneliti merancang penelitian ini dengan menggunakan jenis penelitian menerangkan (explanatory research), melalui penelitian deskriptif (descriptive research) dan penelitian asosiatif (associative research). Penelitian penjelasan dimaksudkan untuk menjelaskan hubungan kausal antara peubah-peubah melalui pengujian hipotesis (Singarimbun
dan
Effendi, 1989:5). Sebelum menjelaskan hubungan kausal, terlebih dahulu dilakukan hal-hal sebagai berikut: (1) Mendeskripsikan data dan
informasi
peubah berdasarkan fakta yang
diperoleh dari lapangan melalui instrumen dan wawancara mendalam. Data dan
informasi diperoleh dari berbagai sumber dicross-check dan dicatat
sehingga diperoleh kesimpulan yang valid. (2) Menguji hubungan antar peubah yang dihipotesiskan. (3) Menguji pengaruh antar peubah yang dihipotesiskan. Dari
hasil pengujian hipotesis tersebut, dan merujuk pada data dan
informasi yang relevan, kemudian dilakukan analisis lebih lanjut. Dengan demikian dapat diketahui atau dijelaskan seberapa kuat hubungan antar peubah tersebut, dan seberapa kuat pengaruh peubah yang satu terhadap peubah lainnya. Dengan demikian selain dapat memperoleh hasil pengujian hipotesis, sekaligus dapat menjawab tujuan penelitian. Penelitian deskriptif
dimaksudkan untuk memberi gambaran tentang
suatu fenomena sosial, yaitu: suatu penelitian yang berusaha menjawab pertanyaan seperti: seberapa besar produktivitas kerja pegawai/aparatur desa, seberapa baik kepemimpinan, etos kerja dan prestasi kerja pegawai/aparatur desa?. Penelitian asosiatif merupakan suatu penelitian yang mencari hubungan
62
63
dengan peubah yang lain. Hubungan antara peubah ada tiga bentuk yaitu: simetris, kausal dan interaktif (Abustam, 2001:29). Populasi dan Sampel Populasi Populasi dengan rincian sebagai berikut; (1) Populasi aparatur pemerintahan desa dan aparatur pemerintahan kecamatan di Kabupaten Bone sejumlah 2583 orang. (2) Populasi aparatur pemerintahan desa dan aparatur pemerintahan kecamatan di Kabupaten Jeneponto sejumlah 821 orang. Teknik sampling area (sampel wilayah) digunakan untuk menentukan jumlah sampel yang terdiri atas aparatur yang diambil secara proporsional pada dua daerah kabupaten sebagai responden karena populasi memiliki homogenitas cukup tinggi. Pertimbangan penentuan sampel kedua kabupaten di atas didasari atas kekhasan Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto. Kabupaten Bone sebagai suatu daerah bekas kerajaan yang ditandai dengan rekruitmen politik seorang kepala desa biasanya yang terpilih adalah orang yang masih ada garis keturunan ningrat di desa itu. Hal ini dapat dikatakan budaya yang agak feodal tradisional dengan identiti sebagai ciri khasnya dan Kabupaten Jeneponto merupakan daerah yang agak marjinal dilihat dari segi sumber daya alam dan tergolong banyak memiliki desa tertinggal di Provinsi Sulawesi Selatan. Dengan demikian kajian tentang birokrasi dan masyarakat difokuskan pada kedua kabupaten tersebut. Kerangka sampel dipilih kombinasi Probability Sampling dengan non Probability Sampling yang dimulai dengan pengelompokan kecamatan menjadi tiga yaitu: kecamatan yang bernuansa kota/maju dan kecamatan yang tergolong biasa, serta kecamatan pemekaran. Kemudian dirandom dan menghasilkan untuk Kabupaten Jeneponto dua kecamatan dengan responden 20 orang aparatur dan untuk Kabupaten Bone tiga kecamatan dengan responden 30 orang aparatur. Selanjutnya sebagai pertimbangan dengan adanya perbedaan jumlah sampel kecamatan
ialah jumlah desa dan kecamatan, jumlah populasi, luas
64
wilayah Kabupaten Bone yang lebih besar dibanding Kabupaten Jeneponto. Penentuan sampel desa ditetapkan melalui random untuk mendapatkan empat sampai sembilan desa dari masing-masing kecamatan sehingga dengan demikian diperoleh 21 desa untuk Kabupaten Bone, 14 desa untuk Kabupaten Jeneponto. Responden ditetapkan
yaitu aparatur desa dan kecamatan dengan
menggunakan tehnik Simple Random Sampling untuk memperoleh empat sampai enam responden dari setiap desa. Kriteria responden ditetapkan berdasarkan latar belakang pendidikan, pengalaman kerja, pendidikan dan pelatihan yang pernah diikuti, jenjang jabatan atau posisi serta unit-unit satuan yang ada dalam institusi desa. Responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini berjumlah 200 aparatur. Selanjutnya informan dari tokoh masyarakat ditetapkan secara proporsional dengan menggunakan teknik Snowball Sampling yaitu: 40 orang; masing-masing 25 responden untuk Kabupaten Bone, 15 responden untuk Kabupaten Jeneponto dengan kriteria berdasarkan latar belakang profesi yaitu dari kalangan tokoh masyarakat, pegawai negeri, petani, pedagang, nelayan dan buruh yang banyak mengetahui tentang kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat, pemerintahan, pembangunan dan sering terlibat dalam pertemuan dan musyawarah dan berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat. Informan kunci lainnya ditentukan secara purposive, ialah para pejabat pemerintah kabupaten dan kecamatan, kalangan pengusaha, para pakar, kalangan akademisi, LSM, dan para pemerhati masalah pemerintahan dan pembangunan. Unit analisisnya adalah personil aparatur pemerintahan desa dan kecamatan. Teknik Penarikan Sampel Sistematika penentuan responden dilakukan dengan menggunakan teknik Simple Random Sampling dengan pertimbangan bahwa populasi penelitian ini adalah pegawai/aparatur Desa dan Kecamatan. Penarikan atau penentuan jumlah sampel dari setiap populasi dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin (Sevilla, dkk. 1993-161) yaitu: Bone n
=
N 1 + N (e)2
n
=
2583 = 121 1 + 2583 (0.09)2
Jeneponto n
821 = = 79 1 + 821 (0.11)
65
Keterangan: n : Ukuran Sampel N : Ukuran Populasi e : Persen kelonggaran sebesar 15 %
Berdasarkan rumus Slovin tersebut, didapatkan sejumlah 200 sampel. Secara rinci terlihat sebagaimana disajikan pada Tabel 5. Penetapan sampel desa dan responden tetap mengacu pada nilai-nilai obyektivitas, kondisi aktual dan representase dari kondisi aparatur desa dan kecamatan pada kedua Kabupaten lokasi penelitian. Tabel 5. Jumlah sampel penelitian Aparatur Desa dan Kecamatan per kabupaten Bone 2583
Nama Kecamatan Kahu Libureng Patimpeng
Kategori Maju Biasa Pemekaran
Jumlah Desa 9 8 4
Kelara Bangkala barat
Maju Pemekaran
7 7
Sampel/responden (orang aparatur) 51 50 20 + 121
Jeneponto
821
40 39 +
Total
79 200
Pengumpulan Data Ditinjau dari asal sumber datanya, data tersebut dapat dibedakan menjadi data utama, dan data pelengkap (yang mendukung data utama). Dalam hal ini, data primer adalah data yang diambil dari responden dan informan, sedangkan data sekunder adalah data yang diambil dari pihak-pihak lain yang terkait berupa dokumen-dokumen, seperti data tentang jumlah pegawai, jumlah desa, jumlah kecamatan, jumlah RW, serta data kependudukan tahun terakhir dan sebagainya. Untuk memperoleh data tersebut digunakan teknik sebagai berikut: (1) Melakukan wawancara langsung dengan responden, atau nara sumber dengan menggunakan petunjuk interview yang sudah disiapkan untuk memperoleh data utama, kemudian melakukan tanya jawab untuk bagian-bagian tertentu yang dianggap penting dan perlu pendalaman (indepth interview) dari responden atau nara sumber yang bersangkutan. Kuesioner untuk aparatur
66
dan informan kunci disajikan dalam Lampiran 2 dan Lampiran 3. Pedoman umum indepth interview disajikan dalam Lampiran 4. (2) Mengedarkan angket untuk dijawab para responden yang telah ditetapkan dengan petunjuk yang jelas sesuai dengan jumlah sampel yang telah ditetapkan dengan menggunakan tenaga pembantu lapangan (enumerator) yang telah dilatih seperlunya. (3) Mengumpulkan dokumen yang relevan dari pihak-pihak yang terkait (4) Melakukan pengamatan langsung di lapangan mengenai situasi dan kondisi keadaan aparatur pemerintahan desa dalam
melaksanakan
tugas
kesehariannya terutama dalam pelaksanaan program pembangunan dan pelayanan publik. Peubah, Definisi Operasional, Indikator, Parameter dan Pengukuran Peubah erat kaitannya dengan konsep. Konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik, keadaan, kelompok, atau individu tertentu. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka konsep-konsep tersebut harus dioperasionalkan menjadi peubah. Peubah adalah sesuatu yang mempunyai variasi nilai. Definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu peubah. Dengan kata lain, definisi operasional adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu peubah. Singkatnya definisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang amat membantu peneliti lain yang ingin menggunakan peubah yang sama (Singarimbun dan Effendi, 1989:34-46). Sebagaimana diketahui bahwa dari definisi operasional dapat diketahui dimensi-dimensi yang tercakup di dalam peubah/sub peubah tersebut. Dimensidimensi tersebut sebagai indikator-indikator peubah/sub peubah. Selanjutnya indikator-indikator tersebut dioperasionalkan kembali dalam bentuk parameterparameter. Dari parameter-parameter tersebut, kemudian dibuat pertanyaanpertanyaan atau pernyataan untuk pengukuran (Ancok, 1987:5-9). Untuk mengetahui sikap, persepsi dan pemahaman responden dalam penelitian ini
67
digunakan pertanyaan atau pernyataan yang disusun dalam bentuk skala likert yang dimodifikasi ke dalam lima skala, yaitu: Sangat setuju, skor lima, Setuju skor empat, Ragu-ragu skor tiga, Tidak setuju skor dua dan Sangat tidak setuju skor satu, untuk item pertanyaan positif dan skor sebaliknya untuk item pertanyaan negatif. Bentuk pernyataan positif adalah bentuk pernyataan yang menjadi indikasi sikap positif, dan bentuk pernyataan negatif adalah bentuk pernyataan yang menjadi indikasi sikap negatif. Adapun
peubah,
definisi
operasional,
indikator,
parameter
dan
pengukuran dalam penelitian ini untuk analisis statistik adalah sebagai berikut: (1) Karakteristik Aparatur Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan
yang
dimaksudkan di sini; adalah umur, jenis kelamin, masa kerja dan pendidikan aparatur tingkatan perdesaan dan kecamatan, yang pelopor,
motivator,
katalisator
dan
berperanan
fasilitator
atau
sebagai pelayan
masyarakat, baik yang ada di lembaga formal, maupun yang ada di lembaga non formal dan swasta. Untuk jelasnya mengenai indikator dan parameter peubah ini dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Karakteristik aparatur pemerintahan dan pembangunan Perdesaan partisipatif Sub peubah
Indikator
X11 Umur X12 Jenis Kelamin X13 Masa kerja X14 Pendidikan
Tua dan muda Lamanya menjabat Jenjang pendidikan
Jenis data
Parameter dan pengukuran
Ratio Nominal Ratio Nominal
Tahun Pengelompokan Tahun Tinggi, menengah, dan rendah
(2) Faktor Eksternal yang dimaksudkan di sini adalah implikasi otonomi
daerah
dan otoritas
pemerintahan dan pembangunan yang meliputi;
pembinaan dan pengembangan SDM aparatur, kepemimpinan, partisipasi stakeholders,
good
governance,
program
pemberdayaan
masyarakat,
penyediaan unsur fasilitas pembangunan, pengawasan pembangunan dan jaringan kerja serta lingkungan
global. Kepemimpinan
dan lingkungan
eksternal dalam pengelolaan pembangunan merupakan faktor kunci terhadap semua unsur birokrasi dan masyarakat di daerahnya. Untuk jelasnya terlihat pada Tabel 7.
68
Tabel 7. Faktor eksternal kelembagaan pemerintahan dan pembangunan perdesaan Sub Peubah X21 Pembinaan dan Pengembangan Aparatur
Indikator Mengungguli prestasi teman Persaingan antar teman Semangat kerja Mengabaikan tugas Mengerjakan pekerjaan menyimpang Menghindari tanggung jawab
Jenis data Ordinal
Parameter dan Pengukuran Frekuensi
X22 Kepemimpinan
Menjelaskan tugas kelompok Memperhatikan kerja kelompok Mendorong pegawai untuk mendapat hadiah Mendorong semangat kerja Keterbukaan terhadap masalah
Ordinal
Frekuensi
X23 Partisipasi Stakeholders
Penyusunan rencana Peningkatan kompetensi msasyarakat Penetapan tujuan Tugas tanggung jawab pribadi Mengatasi kendala
Ordinal
Persentase kehadiran Pengaruhnya terhadap Income dan ksejahteraan Frekuensi
X24 Good Governance
Perhatian terhadap konflik/perbedaan Mengabaikan tugas Memanfaatkan kepercayaan untuk pribadi Menyususn tugas bersama anggota Menetapkan hubungan yang jelas tentang garis komando Efektivitas pembangunan Kejelasan penetapan tujuan Sikap terhadap tugas yang mengantar kemajuan Partisipasi sebagai media komunikasi
Ordinal
Frekuensi
Pembangunan infrastruktur Bantuan masyarakat Pelayanan administrasi Dampak otonomi daerah Otoritas Pembangunan Instruksi kepada pegawai Bimbingan atasan
Ordinal
X25 Kebijakan pemberdayaan masyarakat
Tingkat kejelasan Frekuensi
Tingkat kesesuaian Tingkat efektivitas Tingkat kualitas Tingkat kemampuan, Tingkat kontribusi Frekuensi
(3) Efektivitas Kinerja Birokrasi Kelembagaan Desa; yang dimaksudkan di sini adalah keberhasilan institusi perdesaan melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan yang dapat dilihat dari pelayanan publik yang bermutu
69
kompetensi dan budaya kerja yang profesional, motivasi berprestasi yang tinggi, meningkatnya kepedulian dan kesadaran serta kepekaan aparatur dalam pembangunan dan lain-lain. Ukuran-ukuran
parameternya dapat
terlihat secara singkat pada Tabel 8. Tabel 8. Efektivitas kinerja birokrasi Sub peubah Indikator X31 Penguasaan kerja pegawai Pelayanan Publik Gagasan baru Tugas yang kurang sesuai kemampuan Tugas dengan prosedur yang kaku Kualitas SDM pegawai X32 Kompetensi dan Budaya kerja
Pelaksanaan tugas Keterpaduan kerja administrasi dan lapangan Kesibukan lain di luar Menolak kerja Bosan kerja menantang Menghindari tugas Menghindari peran Mendapat tugas rutin
Jenis data Ordinal
Parameter dan Pengukuran Tingkat penguasaan Frekuensi
Tingkat kualitas Ordinal
Tingkat kelancaran Tingkat kemampuan Frekuensi
X33 Motivasi berprestasi
Komunikasi dengan atasan Kerja untuk prestasi Sukses untuk panutan Bersaing untuk berhasil Mempertimbangkan masa lalu Mempertahankan setiap kepercayaan
Ordinal
Frekuensi
X34 Kepedulian dan kepekaan aparatur
Menghindari menyelesaikan tugas Mendapatkan pemecahan Memperbaiki kinerja Menyukai situasi prestasi Mempertimbangkan tindakan Menghindari tugas beresiko
Ordinal
Frekuensi
(4) Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif; yang dimaksudkan dalam kajian ini adalah pengelolaan pemerintahan dan pembangunan berdasarkan aturan, kebijakan, undang-undang dan segala macam bentuk norma yang menjadi acuan dalam desentralisasi pemerintahan bukan hanya sekedar norma tetapi berimplikasi positif di daerah. Birokrasi menjadi pelayan masyarakat yang handal dan profesional, masyarakat
70
menjadi berdaya dan mandiri, memiliki trust yang kental di antara sesama masyarakat demikian pula dengan pemerintah. Program pembangunan yang dilancarkan betul-betul sesuai dengan real need dan felt need yang ada di masyarakat dan
bergulir sesuai dengan
mekanisme
pembangunan
partisipatif yang senantiasa berupaya melakukan evaluasi, tindakan korektif untuk follow upnya melalui media pembelajaran secara berkelanjutan. Oleh karena itu seluruh potensi dapat dioptimalkan. Jelasnya dapat dilihat Tabel 9. Tabel 9. Manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif Sub Peubah Y1 Optimalisasi sumber daya
Indikator Data sumber daya Pelaksanaan program Sistem pembelajaran Perhatian atasan terhadap kelompok yang tidak sukses Menghindari kegiatan untuk berperan
Jenis Data Ordinal
Y2 Birokrasi yang profesional
Pemahaman pardigma pembangunan Penggunaan incentive untuk kontrol pegawai Menikmati tugas dan tanggung jawab Memikul tanggung jawab pribadi Mendapat tugas beresiko
Ordinal
Y3 Masyarakat madani yang mandiri
Kesempatan menggunakan keterampilan Kebebasan menyelesaikan pekerjaan Swakelola, swadaya, Swasembada Tanggung jawab terhadap semua tindakan Harapan terpenuhi di tempat ini
Ordinal
Parameter dan Pengukuran Tingkat kelengkapan Tingkat relevansi Tingkat efektivitas Frekuensi
Tingkat kejelasan Frekuensi
Frekuensi
(5) Persepsi elemen masyarakat mengenai dinamika manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif, yang dimaksudkan dalam kajian ini adalah menyangkut tentang pengertian dan pemahaman serta sikap dan pendapat warga masyarakat mengenai: partisipasi stakeholders, good governance, optimalisasi sumber daya, pembinaan dan pengembangan SDM,
71
pelayanan publik, kepedulian dan kepekaan aparatur dan birokrasi yang profesional. Untuk Jelasnya dapat dilihat Tabel 10. Tabel 10. Persepsi masyarakat mengenai dinamika manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif Aspek yang dinilai Partisipasi stakeholders
Indikator Kedisiplinan, Kemauan, Keseriusan dan kemampuan aparatur. Motivasi kerja aparatur pemerintah dan swasta, Keberpihakan program pembangunan kepada masyarakat
Jenis Data Ordinal
Good governance
Transparansi, Responsiveness Efektivitas koordinasi, Ketepatan dan Kecepatan mengambil keputusan
Ordinal
Tinggi, sedang, rendah
Optimalisasi sumber daya
Pemahaman aparatur dan masyarakat mengenai program pembangunan, Kemajuan usaha swasta, Pendanaan pembangunan, Tingkat pendidikan dan lapangan kerja
Ordinal
Tinggi, sedang, rendah
Pembinaan dan pengembangan SDM aparatur
Kesadaran kerjasama tim, Kerelaan berkorban, Kejujuran dan keadilan, Ketaatan pada aturan
Ordinal
Tinggi, sedang, rendah
Pelayanan publik
Kemampuan kerja aparatur, Efisiensi waktu pengurusan administrasi, Penepatan janji aparatur
Ordinal
Tepat, cukup, dan kurang tepat
Kepedulian dan kepekaan aparatur
Penciptaan peluang kerja, Keseriusan mewjudkan rencana, Kepedulian dan kepekaan kepada warga masyarakat, . Kemampuan lobby, Prestasi kerja, Kekompakan para pejabat
Ordinal
Peduli, cukup peduli dan kurang peduli.
Ordinal
Tinggi, sedang, rendah
Birokrasi yang profesional
Parameter dan Pengukuran Tinggi, sedang, rendah
Validitas Instrumen Instrumentasi penelitian menunjuk pada alat ukur, berupa instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data. Instrumen untuk mengumpulkan data penelitian adalah Questionnaire yang berisi butir-butir pernyataan dan pertanyaan yang berhubungan dengan peubah atau sub peubah penelitian. Kuesioner tersebut berisi pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka. Kuesioner pertanyaan tertutup
72
kepada responden jawabannya sudah ditentukan, berupa alternatif jawaban yang disediakan yang dianggapnya paling sesuai dengan pendapatnya, sedangkan pertanyaan terbuka kepada responden untuk memberikan jawaban lain sesuai pendapatnya atau penilaiannya. Penyusunan instrumen penelitian dilakukan dengan memperhatikan aspek validitas dan reliabilitas alat ukur. Validitas atau kesahihan menunjuk pada sejauh mana alat ukur mengukur apa yang ingin diukur, dan reliabilitas atau keterandalan menunjuk pada sejauh mana alat ukur relatif konsisten apabila pengukuran dilakukan kembali sebanyak dua kali atau lebih. Ancok (Singarimbun dan Effendi, 1989:122-123). Alat ukur, seperti instrumen setidak-tidaknya mempunyai dua perangkat penting, yaitu validitas (validity) dan keterandalan (reliability) (Black dan Champion, 1999:193). Hasil penelitian yang valid perlu instrumen penelitian yang valid, artinya instrumen dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur (Sugiono, 1994:97). Instrumen dikatakan valid, bila memiliki butir-butir pertanyaan yang saling berhubungan dengan konsep-konsep yang hendak diukur. Jika ada pertanyaan yang tidak berhubungan berarti pertanyaan itu tidak valid, karena itu pertanyaan tersebut harus diganti dengan pertanyaan lain yang valid atau dihilangkan saja. Dalam penelitian ini digunakan validitas isi dan validitas konstruk. Validitas berdasarkan kriteria tidak digunakan, karena sulit mencari alat ukur serupa yang dapat dijadikan kriteria: (1) Validitas Isi Menurut Ancok (Singarimbun dan Effendi, 1989:128) validitas isi (content validity) suatu alat ukur ditentukan oleh sejauh mana isi alat ukur tersebut mewakili semua aspek yang dianggap sebagai aspek kerangka konsep. Berdasarkan pengertian tersebut, instrumen sebagai alat ukur yang dikembangkan dalam penelitian ini, mengacu pada indikator-indikator sebagai aspek dari konsep atau peubah. Dengan demikian, validitas isi yang baik atau tinggi dapat terlihat dari sejauh mana butir-butir pertanyaan atau pernyataan yang dikembangkan dari parameter-parameter tersebut mewakili dan mengukur indikator tertentu; demikian selanjutnya sehingga butir-butir pertanyaan dan pernyataan itu secara keseluruhan dapat mewakili atau
73
mengukur peubah yang akan diukur. Kegiatan telaah pertanyaan atau pernyataan merupakan kegiatan esensial dalam mengkaji validitas isi. (2) Validitas Konstruk Menurut Ancok (Singarimbun dan Effendi, 1989:125) konstruk adalah kerangka dari suatu konsep. Selanjutnya Singarimbun dan Effendi mengemukakan setidaknya ada tiga cara untuk mencari kerangka konsep tersebut, yaitu: (1) Mencari definisi-definisi konsep yang dikemukakan para ahli di literatur; (2) Mendefinisikan sendiri definisi tersebut, bila tidak ditemukan literature dan (3) Menanyakan definisi konsep yang akan diukur kepada calon responden. Berdasarkan pengertian dan cara-cara tersebut, maka untuk menyusun kerangka konsep dalam penelitian ini, pertama-tama membuat definisi operasional dari peubah atau sub peubah. Dari definisi operasional, selanjutnya ditentukan indikator-indikatornya, dari indikatorindikator ditentukan parameter-parameternya. Berdasarkan parameter-parameter tersebut dirumuskan pertanyaan atau pernyataan untuk pengukuran. Setiap indikator dapat dikembangkan menjadi beberapa pernyataan atau pertanyaan sesuai jumlah parameternya. Menurut Sevilla, dkk. (1993:196) dalam validitas konstruk yang utama adalah teori-teori ataupun konsep-konsep yang mendukung test, karena itu validitas konstruk disebut validitas konsep yang menunjukkan korelasi positif antara beberapa peubah yang menegaskan konsep. Dikemukakan pula bahwa analisis faktor telah dipertimbangkan sebagai metode yang paling kuat dalam validitas konstruk. Sejalan dengan pendapat tersebut, maka dalam penelitian ini analisis faktor digunakan untuk menguji konsep-konsep atau peubah karakteristik SDM aparatur, Kompetensi dan motivasi aparatur daerah, profil kelembagaan, tugas pokok fungsi dan kepemimpinan pemerintah daerah dan lingkungan eksternal sehingga dapat diketahui loading nilai dari masingmasing faktor tersebut. Berdasarkan loading nilai tersebut dapat ditetapkan tingkat keterandalan dari masing-masing konsep tersebut.
74
(3) Validitas Eksternal Dalam dunia penelitian sosial sudah cukup banyak alat pengukur yang diciptakan oleh para peneliti untuk mengukur gejala sosial, dan alat pengukur tersebut sudah memiliki validitas. Sebagai contoh skala pengukur motivasi berprestasi yang diciptakan oleh Mehrabian (Ancok, 1987) para peneliti di Amerika Serikat banyak memakai skala pengukur tersebut, karena dianggap sudah teruji validitasnya. Di Indonesia, alat ini sudah diteliti dan ternyata memiliki validitas yang cukup tinggi (Ancok, 1987). (4) Validitas Prediktif Alat pengukur yang dibuat oleh peneliti seringkali dimaksudkan untuk memprediksi hal-hal yang akan terjadi di masa yang akan datang. Contoh alat pengukur yang demikian adalah ujian seleksi masuk perguruan tinggi. Ujian masuk tersebut adalah upaya untuk memprediksi apa yang terjadi di masa yang akan datang. Peserta yang lulus dengan nilai baik diprediksikan akan dapat mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan sukses. Demikian pula dengan ujian seleksi penerimaan pegawai di pemerintahan. Adapun langkah-langkah cara menguji validitas menurut Ancok (1987:132) sebagai berikut: (1) Mendefinisikan secara operasional konsep yang akan diukur (2) Melakukan uji coba skala pengukur pada sejumlah responden (3) Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban. (4) Menghitung korelasi antara masing-masing pernyataan dengan skor total dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment (Singarimbun dan Effendi, 1989:137) dengan formula sebagai berikut:
Keterangan :
r = Koefisien korelasi N = Banyaknya kasus X = Peubah bebas y = Peubah terikat
Pada penelitian ini digunakan uji validitas konstruk, dengan cara menyususn indikator pengukuran operasional berdasarkan kerangka teori dari
75
konsep yang akan diukur. Validitas konstruk instrumen ditentukan dengan jalan mengkorelasikan skor masing-masing item dengan skor total masing-masing item. Jika r-hitung lebih besar dari r-tabel pada taraf signifikan tertentu, berarti instrumen yang dibuat memenuhi kriteria validitas. Secara statistik angka korelasi yang diperoleh harus dibandingkan dengan angka kritik tabel korelasi nilai r. Cara melihat angka kritik adalah dengan melihat baris N-2. Misalnya, untuk taraf signifikan lima persen, jika angka korelasi yang diperoleh dari setiap pertanyaan di atas angka kritis taraf lima persen, maka pertanyaan tersebut signifikan dan memiliki validitas konstruk. Sebaliknya jika angka korelasi yang diperoleh di bawah angka kritis atau berkorelasi negatif, maka pertanyaan tersebut bertentangan dengan pertanyaan lainnya, dan dapat dikatakan pertanyaan tersebut tidak valid. Analisis validitas dengan menggunakan rumus korelasi product moment. Item pernyataan atau pertanyaan dinyatakan valid jika mempunyai nilai r hitung lebih besar dari r.tabel atau nilai -p < taraf nyata lima persen. Hasil pengujian validitas instrumen penelitian dinyatakan valid dan terlihat pada Lampiran 5. Reliabilitas Instrumen Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya dan diandalkan. Suatu alat ukur disebut reliabel apabila digunakan dua kali atau
lebih untuk mengukur gejala yang sama, hasil
pengukuran yang diperoleh relatif konsisten (Ancok dalam Singarimbun dan Effendi, 1989:128). Selain itu reliabilitas suatu alat ukur dapat dilihat dari galat pengukurannya (Kerlinger, 2004). Sejalan dengan pengertian tersebut, maka untuk menguji keterandalan instrumen penelitian akan dilakukan uji coba terhadap sejumlah pegawai di daerah. Jumlah responden untuk uji coba sedikitnya 30 orang sudah cukup memadai, karena distribusi skor (nilai) hasil pengukuran akan mendekati distribusi normal (Ancok, 1987:13). Lebih lanjut Kerlinger (2004:708) menyatakan bahwa ada tiga pendekatan untuk mengukur reliabilitas yaitu: (1) Suatu alat ukur dikatakan reliabel apabila alat ukur tersebut digunakan berulang kali dan memberikan hasil yang sama, (2) Suatu alat ukur dikatakan reliabel
76
apabila alat ukur tersebut dapat mengukur hal yang sebenarnya, dari sifat yang diukur dan (3) Reliabilitas suatu alat ukur dapat dilihat dari galat pengukurannya (galat acak yang merupakan himpunan akibat dari berbagai pengaruh). Langkah-langkah cara menguji reliabilitas menurut Ancok (1989:143) adalah sebagai berikut: (1)
Menyajikan alat pengukur kepada sejumlah responden kemudian dihitung validitas itemnya. Item-item yang valid kemudian dikumpulkan jadi satu, yang tidak valid dibuang.
(4)
Membagi item-item yang valid menjadi dua belahan, dengan cara acak separuh masuk belahan pertama, dan separuh lagi masuk belahan kedua atau membagi item berdasarkan nomor genap dan ganjil. Nomor ganjil belahan pertama dan nomor genap belahan kedua.
(5)
Menjumlahkan skor pada masing-masing belahan. Langkah ini akan menghasilkan dua skor total.
(6)
Melakukan korelasi skor total belahan pertama dengan skor total belahan kedua dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment, dengan rumus yang telah disampaikan di atas.
(7)
Mengukur angka reliabilitas untuk keseluruhan item tanpa dibelah. Selanjutnya untuk mengukur reliabilitas instrumen digunakan uji
reliabilitas. Singarimbun dan Effendi (1989:144) menunjukkan cara mencari reliabilitas untuk keseluruhan item adalah dengan mengoreksi angka korelasi yang diperoleh dengan memasukkannya ke dalam rumus:
Keterangan:
r. tot = Angka reliabilitas keseluruhan item r. tt = Angka korelasi belahan pertama dan belahan kedua.
Dapat pula digunakan uji reliabilitas Alpha Cronbach dengan Formula sebagai berikut:
Keterangan:
r k σi σ
= = = =
Koefisien reliabilitas Banyaknya bagian (potongan test) Varian test bagian pertama yang panjangnya tak terbatas Varian skor total.
77
Menurut Azwar (2003:184) tingkat reliabilitas instrumen diukur berdasarkan skala Alpha Cronbach
antara nol sampai dengan satu yang
dikelompokkan sebagai berikut: 0,00 - 0,20 berarti kurang reliabel 0,61 – 0,80 berarti reliabel 0,21 - 0,40 berarti agak reliabel
0,81 – 1,00 berarti sangat reliabel
0,41 - 0,60 berarti cukup reliabel Tahap-tahap dalam pengujian keterandalan instrumen penelitian adalah sebagai berikut: (1) Melakukan survei ke lembaga pemerintahan desa sampel yaitu di Kabupaten Jeneponto dan Kabupaten Bone Provinsi Sulawesi Selatan. (2) Membuat tabulasi butir-butir pertanyaan yang mampu dijawab pegawai pada setiap peubah, kemudian dihitung validitas butir-butir pertanyaan tersebut. (3) Hasil perhitungan yang
diperoleh
berupa koefisien keterandalan Alpha
Cronbach dari setiap instrumen peubah yang berbeda. Hasil uji validitas dan reliabilitas dapat menunjukkan bahwa instrumen tersebut sahih dan terpercaya untuk digunakan dalam pengumpulan data penelitian atau sebaliknya perlu direvisi terlebih dahulu sebelum diimplementasikan pada responden penelitian. Kuesioner dinyatakan reliabel jika mempunyai nilai koefisien alpha yang lebih besar dari r.tabel (n=200) dan alfa 0.05 = 0.138. Hasil pengujian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Uji reliabilitas instrumen penelitian Peubah X21 X22 X23 X24
Koefi sien .509 .761 .444 .479
Status Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
Peubah X25 X31 X32 X33
Koefi sien .673 .311 .474 .611
Status
Peubah
Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
X34 Y1 Y2 Y3
Koefi sien .586 .447 .438 .506
Status Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
Analisis Data (1) Analisis Korelasi Rank Spearman Untuk menganalisis arah hubungan
antar sub peubah terhadap sub
peubah yang lain digunakan analisis korelasi Rank Spearman, yaitu korelasi yang
78
didasarkan atas tingkatan atau peringkat (Rank) dari peubah bebas dan peubah tak bebas (Kusmaryadi, 2004) dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
rs = Koefisien Korelasi; d = Ranking X – Ranking Y; n = Banyaknya pasangan Ranking.
(2) Analisis Korelasi Kanonik Analisis Korelasi Kanonik yaitu analisis keeratan hubungan antara kelompok peubah dengan kelompok peubah lainnya. Kelompok-kelompok peubah tersebut bisa berupa kelompok peubah berbeda atau kelompok peubah yang sama akan tetapi diamati pada waktu yang berbeda. Ciri-ciri dari metode analisis ini adalah: Input data: yaitu data dari observable variable atau merupakan skor faktor dari indikator peubah latent. Data yang dapat dianalisis adalah data hasil pengukuran (metrik). Metode perhitungan: Konsep eigen value dan eigen vector, Out put: Koefisien korelasi kanonik. Kegunaan: Merupakan alat untuk eksplanasi keeratan hubungan antar kelompok peubah (Solimun 2002:24). Eigen value adalah akar ciri yang diperoleh dari matriks persamaan yang menggunakan vector, dan berhubungan dengan nilai korelasi kanonik untuk dapat dinyatakan nyata (erat) atau tidak nyata (tidak erat). Komponen terpenting dalam analisa korelasi kanonik ini ialah nilai koefisien korelasi, setelah terlebih dahulu diketahui eigen value (akar ciri) yang nyata. Analisis Korelasi Kanonik ini akan dilakukan untuk mengetahui: (a) Hubungan keterkaitan antara karakteristik aparatur pemerintahan
(X1)
dengan faktor eksternal (X2). (b) Hubungan keterkaitan antara karakteristik aparatur pemerintahan dengan efektivitas kinerja birokrasi (X3).
(X1)
79
(c) Hubungan keterkaitan antara faktor eksternal (X2) dengan efektivitas kinerja birokrasi (X3). (d) Hubungan keterkaitan antara karakteristik aparatur pmerintahan (X1) dengan manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif (Y) (e) Hubungan keterkaitan antara faktor eksternal
(X2) dengan manajemen
pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif (Y). (f) Hubungan keterkaitan antara efektivitas kinerja birokrasi (X3) dengan manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif (Y). Pemaknaan angka koefisien korelasi ditetapkan sebagai berikut: <0.20
: korelasi tidak ada
0.21 - 0.30 : korelasi lemah 0.31 - 0.50 : korelasi cukup kuat 0.51 - 0.90 : korelasi sangat kuat 0.91 - 0.99 : korelasi tertinggi Analisis data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Salah satu fungsi pokok statistik adalah menyederhanakan data penelitian yang amat besar jumlahnya menjadi informasi yang sederhana dan lebih mudah untuk dipahami. Di samping itu, statistik membandingkan hasil yang diperoleh dengan hasil yang terjadi secara kebetulan (Singarimbun dan Effendi, 1989:263). Pendekatan analisis yang digunakan adalah secara kuantitatif
dan
kuanlitatif berdasarkan data dan fakta yang diperoleh di lapangan. Data yang bersifat kuantitatif dianalisis dengan menggunakan analisis korelasi kanonik dan analisis korelasi Rank Spearman, dan data kualitatif digunakan untuk mendukung dan mempertajam hasil analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan mendeskripsikan dan mengetengahkan kasus terutama yang berkaitan dengan proses dan tahapan kebijakan pembangunan perdesaan atau pemberdayaan masyarakat pada suatu program tertentu melalui wawancara langsung dan pengamatan.
80
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Profil Kabupaten Bone Kabupaten Bone merupakan salah satu kabupaten di pesisir timur Provinsi Sulawesi Selatan yang berjarak sekitar 174 km dari Kota Makassar mempunyai garis pantai sepanjang 138 km dari arah Selatan ke arah utara. Secara astronomis terletak pada posisi 4.13o - 15.06o Lintang Selatan dan antara 119.42o 120.40o Bujur Timur dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Wajo dan Soppeng Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sinjai dan Gowa Sebelah timur berbatasan dengan Teluk Bone Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Maros, Pangkep dan Barru Kabupaten Bone terdiri dari 27 kecamatan yang diperinci menjadi 333 desa dan 39 kelurahan dengan jumlah dusun sebanyak 888 dan lingkungan sebanyak 121. Jumlah penduduk seluruhnya adalah 699.474 jiwa pada tahun 2007. Penduduk dan Ketenagakerjaan Kabupaten Bone Pembangunan yang dilaksanakan adalah dalam rangka membentuk manusia Indonesia seutuhnya dari seluruh masyarakat Indonesia. Untuk itu pemerintah telah melaksanakan berbagai usaha dalam rangka memecahkan masalah kependudukan seperti program Keluarga Berencana yang terbukti dapat menekan laju pertumbuhan penduduk. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) merupakan salah satu ukuran yang sering digunakan untuk mengukur kegiatan ekonomi penduduk. TPAK merupakan perbandingan antara jumlah angkatan kerja dengan jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas. TPAK penduduk 15 tahun ke atas di Kabupaten Bone pada tahun 2007 tercatat 5.860 pegawai. Dilihat dari lapangan usaha sebagian besar penduduk Kabupaten Bone bekerja di sektor pertanian yang berjumlah 375.548 jiwa (66,03 persen) dari 80
81
jumlah penduduk yang bekerja. Sektor lain yang juga banyak menguras tenaga kerja adalah sektor jasa (18,37 persen) dan perdagangan, hotel dan restoran (12.92 persen). Kondisi Sosial Kabupaten Bone Pancasila dan UUD 1945 mengamanatkan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk meningkatkan iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, budi pekerti, kepribadian dan semangat kebangsaan sehingga dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang mampu membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. Karena itu sarana dan prasarana pendidikan harus tersedia. Aspek kesehatan merupakan bagian yang terpenting pula diharapkan dapat menghasilkan derajat kesehatan yang lebih tinggi dan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial maupun ekonomis. Pembangunan kesehatan di Kabupaten Bone diharapkan agar pelayanan kesehatan meningkat lebih luas, lebih merata terjangkau oleh lapisan masyarakat. Penyediaan sarana pelayanan kesehatan berupa rumah sakit sebanyak dua buah, puskesmas sebanyak tiga puluh enam buah, puskesmas pembantu sebanyak enam puluh lima buah dan posyandu sebanyak sembilan ratus lima belas buah. Potensi Pertanian Kabupaten Bone Sasaran yang ingin dicapai adalah peningkatan produktivitas dan kualitas tanaman pangan. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan, diarahkan untuk meningkatkan produksi palawija dan holtikultura. Peningkatan produksi padi dilakukan melalui program dalam bentuk Insus dan Inmum serta ditunjang dengan pencetakan sawah baru dan peralatan yang memadai. Secara umum perekonomian daerah Kabupaten Bone di dominasi sektor pertanian khususnya di sektor pertanian tanaman pangan. Selanjutnya, adalah sub sektor perkebunan, sub sektor peternakan, dan sub sektor perikanan.
82
Luas panen tanaman padi di Kabupaten Bone akhir tahun 2007 sebesar 117.066 ha. Produksinya tercatat 658.441 ton gabah kering giling atau rata-rata produksi 5.62 ton/ha. Luas panen tanaman palawija (jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kedelei dan kacang hijau) pada tahun 2007 seluas 61.796 ha dengan jumlah produksi tercatat 215.783 ton. Usaha pokok yang ditempuh dalam pembangunan tanaman perkebunan adalah intensifikasi, rehabilitasi dan extensifikasi tanaman di perkebunan Kabupaten Bone termasuk banyak. Namun yang termasuk dalam komoditi andalan tahun 2007 adalah antara lain kakao 12.870 ton, kelapa 11.667 ton, tebu 25.710 ton, kemiri 6.890 ton dan cengkeh 2.087 ton. Hutan sebagai sumber daya alam merupakan modal kekayaan bangsa yang mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Karena hutan juga berfungsi sebagai daerah penyanggah terutama sangat berperan dalam menjaga kelestarian air dan lingkungan hidup. Dengan demikian hutan perlu dilindungi, dikelola dan dimanfaatkan dengan baik untuk kemakmuran rakyat sekaligus dijaga kelestariannya, dengan melakukan usaha seperti reboisasi dan penghijauan bagi hutan/tanah yang nampak mulai gundul pada tahun 2007 luas areal reboisasi 2.100 ha sedangkan luas areal penghijauan 1.150 ha. Sumber protein yang utama bagi manusia berasal dari protein hewan termasuk ikan. Keberhasilan sub sektor peternakan dapat dillihat melalui indikator naik turunnya populasi ternak dan unggas. Populasi ternak besar di Kabupaten Bone
selama kurun waktu tahun 2006-2007 mengalami peningkatan yaitu::
populasi ternak besar (sapi, kerbau, kuda, kambing) pada tahun 2006 tercatat 156.433 ekor naik menjadi 164.006 ekor pada tahun 2007 atau naik sekitar 4,84 persen. Trenak unggas (ayam ras petelur, ayam ras pedaging, ayam buras dan itik) pada tahun 2006 populasinya sebesar 1.538.672 ekor turun menjadi 1.001.074 ekor pada tahun 2007 atau turun sekitar 34,94 persen.
83
Perikanan Kabupaten Bone Kabupaten Bone terletak dipinggir pantai yang berpotensi terhadap sub sektor perikanan, khususnya penangkapan ikan di laut. Pada sub sektor perikanan laut jumlah perahu motor dan perahu tanpa motor penangkap ikan pada tahun 2007 masing-masing tercatat 600 buah dan 2.551 buah. Untuk sub sektor perikanan darat, menurut jenis pemeliharaan, meliputi tambak dan kolam masimgmasing luasnya tercatat sebesar 15.244 ha dan 1.970 ha. Perindustrian Pertambangan Kabupaten Bone Sumbangan sektor industri terhadap PDRB Kabupaten Bone adalah sebesar 8,28 persen. Angka ini lebih rendah di banding tahun 2006 yang mencapai 8,36 persen. Jumlah unit usaha sektor industri pengolahan di Kabupaten Bone tahun 2002 tercatat 4.945 dan pada tahun 2007 meningkat menjadi 5.421. Adapun jumlah tenaga kerja yang diserap oleh sektor industri pengolahan pada tahun 2002 sebanyak 15.906 orang dan pada tahun 2007 sebanyak 17.718 orang. Peningkatan jumlah unit usaha dan jumlah tenaga kerja di sektor industri pengolahan ini akibat dari adanya kemudahan–kemudahan dalam proses industri dan tersedianya sarana dan prasarana yang bertujuan untuk memacu sektor industri agar lebih efisien dan mampu bersaing pada pangsa pasar. Potensi pertambangan di Kabupaten Bone cukup besar dan terdiri dari emas, batu bara, pasir silika, tembaga mangan, endapan besi, batu gamping, marmer, pasir kuarsa, dan lain-lain. Namun sampai saat ini masih dalam tahap penjajakan (survei) dan belum ada yang diolah.. Transportasi dan Komunikasi Kabupaten Bone Pekembangan sarana dan prasarana perhubungan baik langsung maupun tidak langsung, akan berpengaruh pada perkembangan kehidupan sosial ekomoni suatu wilayah demikian juga sebaliknya. Hal itu menjadi sesuatu yang penting terutama daerah yang cukup luas dengan sumber daya yang beragam seperti halnya Kabupaten Bone.
84
Keuangan Kabupaten Bone Pada tahun 2007 PAD Kabupaten Bone mancapai 34,59 miliyar rupiah atau meningkat 63,65 persen dibanding tahun 2006. Kontribusi PAD terhadap APBD pada tahun 2007 juga mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2006. Pada tahun 2006 kontribusi PAD terhadap APBD mencapai 3.67 persen sedangkan tahun 2007 meningkat menjadi 5.2 persen. Penyumbang PAD terbesar adalah retribusi daerah ysng mencapai 44.62 persen. Pendapatan Regional Bruto Kabupaten Bone Kondisi perekonomian suatu daerah/wilayah sangat tergantung pada potensi dan sumber daya alam yang dimiliki dan kemampuan daerah itu untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki. Semua upaya dan kebijaksanaan pembangunan yang telah dilakukan menunjukkan hasil yang mengembirakan. Hal tersebut dapat dilihat dari besarnya nilai PDRB atas dasar harga berlaku tahun 2007 telah mencapai Rp. 4.423,74 miliyar. Jika dibanding dengan nilai PDRB tahun 2006 sebesar Rp. 3.680,83 miliyar maka terjadi kenaikan sebesar 14,58 persen Salah satu manfaat hasil perhitungan PDRB yaitu dapat digunakan untuk melihat gambaran struktur perekonomian suatu daerah atau wilayah. Struktur perekonomian di dominasi oleh sektor pertanian. Hal ini terlihat dari kontribusi sektor pertanian terhadap pembentukan total PDRB tahun 2007 sebesar 54,34 persen urutan kedua sektor–sektor jasa sebesar 12,40 persen disusul sektor industri pengolahan 8,28 persen dan sektor perdagangan restouran dan hotel 7,41 persen dan sektor lainya sebesar 17,58 persen. Salah satu indikator untuk mengukur tingkat kemakmuran penduduk suatu daerah adalah PDRB perkapita. PDRB perkapita penduduk Kabupaten Bone dari tahun 2004 sampai tahun 2007 telah berkembang sangat pesat. Pada tahun 2004 PDRB perkapita penduduk Kabupaten Bone mencapai Rp. 4.336.948 dan pada tahun 2007 telah meningkat menjadi Rp. 6.324.386.
85
Profil Kabupaten Jeneponto Kabupaten Jeneponto terletak antara 5.230 - 5.420 Lintang Selatan dan 119.290 – 119.560 Bujur Ttimur. Berbatasan dengan Kebupaten Gowa dan Takalar di sebelah utara, Kabupaten Bantaeng di sebelah timur, Kabupaten Takalar di sebelah barat dan laut Flores di sebelah Selatan. Luas wilayah Kabupaten Jeneponto tercatat 749,79 km persegi meliputi 11 kecamatan. Topografi Kabupaten Jeneponto pada bagian utara terdiri dari dataran tinggi dengan ketinggian 500-1400 meter di atas pemukaan laut bagian tengah dengan ketinggian 100–500 meter dari permukaan laut dan pada bagian Selatan meliputi wilayah dataran rendah dengan ketinggian 0–150 meter di atas pemukaan laut. Terdapat enam jenis tanah di Kabupaten Jeneponto: (1) Jenis Tanah Alluvial terdapat di Kecamatn Bangkala, Binamu, dan Tamalatea. (2) Jenis Tanah Gromosal terdapat di Kecamatan Tamalate, Binamu, Bangkala, dan Batang. (3) Jenis Tanah Mediteran terdapat di Kecamatan Bangkala, Batang, Kelara. (4) Jenis Tanah Latosol terdapat di Kecamatan Bangkala, Tamalate, dan Kelara. (5) Jenis Tanah Andosil terdapat di Kecamatan kelara (6) Jenis Tanah Regonal Terdapat pada 11 Kecamatan di Kabupaten Jeneponto. Kabupaten Jeneponto memiliki beberapa sungai (hidrologi) yang sebagian telah dibendung yaitu Kelara, Tino, Poko, Bulo yang telah berfungsi untuk mengairi sebagian lahan persawahan. Daerah bagian Selatan memiliki perairan laut dengan panjang pantai berkisar 114 km. Musim di Kabupaten Jeneponto pada umumnya sama dengan keadaan musim di Sulawesi Selatan yakni; musim hujan paada bulan November sampai dengan bulan April dan musim kemarau pada bulan Mei sampai dengn bulan Oktober. Terdapat dua tipe iklim di daerah yakni iklim D3 dan Z4 berkisar lima sampai enam bulan dengan kondisi kering dan satu sampai tiga bulan untuk kondisi basah, sedangkan tipe iklim C2 berkisar lima sampai enam bulan dengan kondisi basah dan dua sampai tiga bulan dengan kondisi lembab di jumpai pada dataran tinggi yang pada umumnya berada di wilayah Kecamatan Kelara dan Rumbia.
86
Pemerintahan Kabupaten Jeneponto Di
bidang
pemerintahan
daerah
Jeneponto
mencangkup
113
desa/kelurahan dengan rincian 85 desa dan 28 kelurahan. Ditinjau dari tingkat perkembangan desa/kelurahan, kondisi yang banyak di jumpai yaitu kondisi berkembang sebanyak 32 desa/kelurahan, menyusul kondisi lamban berkembang sebanyak 56 desa/kelurahan dan kurang berkembang sebanyak 21 desa/kelurahan serta cepat berkembang sebanyak empat desa/kelurahan. Pada tahun 2007 anggota DPRD Kabupaten Jeneponto sebanyak 35 orang yang terdiri dari Fraksi Partai Golkar sebanyak 14 kursi Fraksi PPP lima orang dan Fraksi Amanat Bersatu sebanyak 16 kursi. Kependudukan dan Sosial Kabupaten Jeneponto Penduduk di Kabupaten Jeneponto pada tahun 2007 berjumlah 330.735 orang yang tersebar di 11 kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar di kecamatan Binamu yaitu sebanyak 48.375 oarang. Jenis kelamin perempuan ada 170.981 orang dan laki–laki sebanyak 159.754. Pembangunan semberdaya manusia suatu negara akan menentukan karakter dari pembangunan ekonomi dan sosial karena manusia pelaku aktif dari seluruh kegiatan tersebut. Pada tahun 2007 di Kabupaten Jeneponto jumlah taman kanak – kanak sebanyak 117 buah. Jumlah sekolah dasar sebanyak 279 buah. Jumlah guru sebanyak 2010 orang dan murid sebanyak 47.059 orang. Jumlah SLTP sebanyak 40 buah dengan jumlah guru 509 orang dan murid sebanyak 11.595 orang. Jumlah SLTA sebanyak 14 buah dengan jumlah guru 237 orang dan murid 5.050 orang. Pada sektor kesehatan di Kabupaten Jeneponto dapat dilihat pada dua aspek yaitu sarana kesehatan dan sumber daya manusia. Jumlah sarana kesehatan tahun 2007 terdiri dari satu Rumah Sakit, 17 Puskesmas, 55 Puskesmas Pembantu dan 408 Posyandu. Di samping sarana kesehatan terdapat sumber daya manusia kesehatan yakni dokter umum sebanyak 19 Orang, dokter gigi sebanyak sembilan orang, perawat 171 orang, bidang 78 orang, dan perawat gigi sebanyak 27 orang.
87
Sektor Pertanian di Kabupatem Jeneponto Sektor pertanian di Kabupaten Jeneponto pada tahun 2007 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2006. Jenis tanaman pangan yang ada yaitu padi, jagung, ubi jalar, ubi kayu, dan kacang–kacangan. Produksi padi sawah tahun 2007 sebesar 82.676 ton dengan luas 16.408 ha atau rata – rata 50,40 kw/ha produksi jagung sebesar 172.604 ton dengan luas 40.184 ha atau rata – rata 4,30 ton/ha. Produksi ubi jalar 58.000 ton ubi kayu 141.195 atau kacang hijau 2.637 ton. Tanaman kelapa merupakan komoditi perkebunan yang terluas yaitu 5.483,25 ha disusul jambu mente 2.576 ha kopi robusta 2.443,25 ha. Produksi tanaman kelapa dalam tahun 2007 adalah sebesar 3.490.230 ton dari luas tanaman 5.483.25 ha. Di sektor perikanan dan peternakan juga sangat menjanjikan untuk dikembangkan terutama peternakan kuda yang merupakan ciri unggulan Kabupaten Jeneponto yang selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada sektor perdagangan tahun 2007 di Kabupaten Jeneponto terdapat dua koperasi baru yang terdapat pada dinas perindustrian perdagangan dan energi sebanyak lima perusahaan komanditer (CV), perusahaan perorangan (PO) sebanyak 38 perusahaan. Pendapatan Regional Kabupaten Jeneponto Berdasarkan penghitungan PDRB atas Dasar Harga Konstan 2000, laju pertumbuhan ekonomi Jeneponto tahun 2007 adalah sebesar 4,06 persen. Nilai PDRB atas dasar harga konstan 2000 pada tahun 2007 adalah 745.302,57 juta rupiah. Struktur ekonomi bisa memberikan gambaran masing-masing sektor dalam pembentukan total PDR suatu daerah. Semakin besar persentase suatu sektor makin besar pula pengaruh sektor tersebut dalam perekonomian daerah tersebut. Struktur ekonomi masih didominasi oleh sektor pertanian. Pada tahun 2007 sektor ini memberikan sumbangan terbesar terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Jeneponto yaitu sebesar 52,55 persen. PDRB perkapita penduduk tahun 2007 Rp.3.908.755,- meningkat tahun 2008 menjadi Rp.4.693.927,-
88
Karakteristik Responden Responden dilihat dari berbagai aspek merupakan unsur–unsur yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas–tugas umum pemerintahan dan pembangunan di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. Sebaran responden jika dilihat dari jenis kelamin, ternyata masih terdapat ketidak seimbangan yang cukup besar dengan jelas kelihatan pada Tabel 12 bahwa di antara 200 responden dari aparatur desa dan kecamatan yang berjenis kelamin laki–laki sebesar 143 orang responden atau 71.5 persen sedangkan perempuan sebesar 57 orang responden atau 28,5 persen. Tabel 12. Sebaran responden dilihat dari jenis kekamin Kabupaten Bone Jeneponto
Laki-Laki 87 56
Perempuan 34 23
Total 121 79
% 60.5 39.5
Total
143
57
200
100
Sebaran responden dilihat dari segi umur dapat dilihat pada Tabel 13 usia antara 32–44 tahun menempati persentase tertinggi yaitu 109 responden (54,5 persen) dan usia 19-31 tahun menempati persentase urutan ke dua yaitu 46 responden (23 persen), kemudian disusul dengan usia antara 45-57 tahun sebanyak 34 responden atau sekitar 17 persen. Hal ini berarti bahwa kelompok umur antara 19-44 tahun adalah usia perkembangan maksimal yang dapat dikembangkan melalui pendidikan dan pelatihan serta penugasan-penugasan yang bersifat cukup dinamis misalnya tugas-tugas teknis fungsional lapangan. Usia kematangan intelektual psikologis yaitu 45-57 tahun idealnya berada pada posisi leader atau pimpinan satuan di birokrasi yang pada intinya adalah staf dan pemikir. Sayangnya aspek umur ini belum menjadi pertimbangan utama dalam upaya pemberdayaan dan pemanfaatan sumber daya manusia aparatur di perdesaan. Secara keseluruhan umur rentang rata–rata maksimum responden yaitu 49 tahun dan rentang rata-rata minimum umur responden yaitu 29.4 tahun. Hal ini artinya sangat berpontensi untuk dikembangkan guna memikul tanggung jawab
89
pelaksanaan tugas–tugas umum pemerintahan dan pembangunan di era otoda ini. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Sebaran responden dilihat dari segi umur Kabupaten
Umur (tahun)
Bone 18 65 28 10 121
19 – 31 32 – 44 45 – 57 58 – 70 Total
Jeneponto 28 44 6 1 79
Total 46 109 34 11 200
% 23 54.5 17 5.5 100
Latar belakang pendidikan lebih baik karena hampir setengah aparatur/responden berlatar belakang pendidikan tinggi yaitu 94 responden (47 persen) dari total responden 200 orang. Hal ini mengindikasikan bahwa sumber daya manusia aparatur desa dan kecamatan berpotensi untuk dikembangkan dan tidaklah susah untuk menyesuaikan dengan tugas–tugas pokok fungsinya. Hanya saja posisi-posisi yang di tempati oleh masing-masing personil aparatur perdesaan belum sepenuhnya mencerminkan kesesuaian antara latar belakang pendidikan dengan tugas dan jabatannya. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat Pendidikan SD/MI SMP/MTs SMA/SMK/MI Perguruan Tinggi Total
Bone 5 13 46 57 121
Jeneponto 3 2 39 35 79
n 8 15 85 92 200
% 4.0 7.5 42.5 46.0 100.0
Sebaran responden jika dilihat dari masa kerja, tampaknya merupakan suatu masalah karena mayoritas masa kerja responden masih rendah yaitu hampir setengahnya bermasa kerja satu sampai tujuh tahun sebesar 132 responden (66 persen). Hal ini artinya ada indikasi bahwa pengalaman kerja masih kurang, meskipun harus diakui pula bahwa masa kerja tidak indentik dengan pengalaman kerja. Jika dilihat rata–rata masa kerja pegawai/aparatur desa dan kecamatan ratarata maksimal yaitu 13.3 tahun, dan rata-rata minimum yaitu satu koma lima tahun, maka hal ini tidaklah menjadi problem yang serius, apa lagi kalau programprogram
pemberdayaan/diklat
kepegawaian
sering
dilaksanakan.
mencermati masa kerja pegawai ini dapat dilihat pada Tabel 15.
Untuk
90
Tabel 15. Sebaran responden berdasarkan masa kerja Masa Kerja (tahun) 1-7 8 - 15 16 - 22 23 - 30 Total
Bone 84 25 8 4 121
Jeneponto 48 23 4 4 79
Total 132 48 12 8 200
% 66 24 6 4 100
Faktor Eksternal Pembinaan dan Pengembangan Pegawai Banyak hal yang dapat dicermati berkaitan dengan aspek pembinaan dan pengembangan SDM aparatur di dalam berpartisipasi dalam pembangunan, namun dalam hal ini yang penting dikaji adalah kondisi aktual mengenai sikap mereka dalam menjalankan tugas kesehariannya sebagai pengabdi dan pelayan masyarakat. Di samping itu perlu dicermati bahwa persaingan di antara para pegawai untuk meniti karir tergolong kurang, terbukti dari jawaban responden mengenai motivasi bersaing tidak optimal karena berada pada posisi angka tertinggi yaitu kadang-kadang 28.5 persen dari total 200 rseponden. Demikian pula kinerja dan tanggung jawab pegawai sangat memerlukan pembinaan dari unsur manajemen. Angka-angka dalam Gambar 6 dan Lampiran 6 menunjukkan partisipasi aparatur tingkat desa dalam melaksanakan tugas pokok fungsinya dapat dikatakan belum maksimal dan bekerja terkesan sekedar gugur kewajiban. Hal ini menjadi penting karena partisipasi yang diharapkan dari kalangan masyarakat perdesaan tidak bisa diwujudkan tanpa partisipasi dari semua elemen aparatur, baik secara personal maupun secara kelompok dalam setiap tingkatan elit birokrasi. Karena itu partisipasi dapat terlihat wujudnya pada semua elemen dan tingkatan sosial. Dengan kata lain upaya pembinaan dan pengembangan SDM aparatur selama ini hasilnya belum optimal. Untuk jelasnya terlihat pada Gambar 6 dan Lampiran 6. Fakta lapangan menunjukkan (wawancara Kepala BKD Kabupaten Jeneponto 7 Juli 2009) mengemukakan bahwa: “Pengaruh diklat dan pengarahan pimpinan di tempat kerja sedikit sekali, hal ini disebabkan oleh aspek lainnya belum mendukung misalnya kesejahteraan pegawai, sarana dan prasarana, kejelasan jalur karir dan sebagainya.”
91
Keterangan: Pernyataan 1: sikap mengenai keunggulan prestasi. Pernyataan 2: motivasi bersaing. Pernyataan 3: rasa tanggung jawab. Pernyataan 4: semangat kinerja.
Gambar 6. Pernyataan responden berdasarkan pembinaan dan pengembangan aparatur Sikap apatis aparatur untuk unggul dalam melaksanakan tugas tampak pula dari Gambar 6 di atas yaitu 13 persen. Meskipun terlihat pula angka yang menonjol pada rasa tanggung jawab sebesar 71.5 persen dari total 200 responden. Hal ini berarti bahwa masih ada potensi yang dapat dikembangkan pada diri aparatur. Kualitas Kepemimpinan Kualitas kepemimpinan aparatur di perdesaan terlihat pula jawabanjawaban responden (Lampiran 7) yang dapat dimaknai antara lain dari segi kemampuan mengarahkan, mendidik, memfasilitasi, memberi motivasi, dan gaya kepemimpinan. Jawaban responden yakni kemampuan mengarahkan dapat dikategorikan sedang karena angka tertinggi jawaban responden yaitu sering 34.5 persen dan kadang-kadang 32 persen dari total 200 responden. Kemauan memfasilitasi tergolong rendah (Gambar 7) menilai pimpinan jarang memberikan award dalam bentuk hadiah atau penghargaan. Demikian pula kemauan dan kemampuan memotivasi terlihat dari jawaban responden ada 44 persen yang
92
menilai bahwa pimpinan jarang dan tak pernah menjelaskan caranya mendapatkan insentif. Keterbukaan dan komunikasi dan sikap demokratis unsur pimpinan dinilai oleh responden termasuk kategori baik. Kepemimpinan
dilihat
dari
segi
partisipasi
pemerintahan
dan
pembangunan juga belum optimal. Untuk jelasnya dapat dilihat Gambar 7 dan Lampiran 4.
Keterangan: Pernyataan 1: kemampuan direktif. Pernyataan 2: koordinasi. Pernyataan 3: memberi motivasi/insentif. Pernyataan 4: kemauan memfasilitasi. Pernyataan 5: keterbukaan
Gambar 7. Pernyataan responden berdasarkan kepemimpinan aparatur Ciri feodalisme dalam manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif masih ada kelihatan pada kedua lokasi penelitian terutama dalam hal musyawarah dan pengorganisasian kegiatan seperti yang diungkapkan oleh sekretaris Balitbang Bappeda Kabupaten Jeneponto
(wawancara 9
September 2009): “Dalam musyawarah dan pengorgaisasian kegiatan masih banyak warga masyarakat yang belum bisa mengungkap aspirasinya dan sulit menolak dan mengkritisi arahan elit birokrasi dan tokoh informal lainnya.” Partisipasi Stakeholders Penggagas awal dari skenario perancangan pembangunan perdesaan adalah diperoleh dari suatu forum yang dihadiri oleh stakeholders. Jawaban
93
responden (Lampiran 8) menunjukkan persepsi yang beragam yakni 37 persen responden yang menilai ada 75 persen komponen Stakeholders yang turut berpartisipasi dan ada 37.5 persen responden yang menilai bahwa 50 persen elemen stakeholders berpartisipasi dalam perancangan pembangunan perdesaan. Persepsi yang menilai bahwa partisipasi stakeholders dalam perencanaan pembangunan sampai 30 persen saja adalah jawaban dari 10 persen responden. Semua ini mengandung makna bahwa partisipasi sepenuhnya juga belum terwujud. Dampak program pemberdayaan masyarakat terhadap upaya partisipasi sudah berjalan normal, namun demikian jarang ada pegawai atau pejabat pemerintahan dan pembangunan perdesaan di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Sulawesi Selatan yang berusaha mendapatkan tugas dan tanggung jawab pribadi dengan angka jawaban sebesar 30.5 persen
dari total 200
responden. Hal ini berarti bahwa upaya terobosan dan prakarsa individu pejabat dan aparatur di tingkat desa tergolong rendah. Hal ini terlihat pada Gambar 8 dan Lampiran 8.
Keterangan: Pernyataan 1: tingkat partisipasi. Pernyataan 2: kompetensi. Pernyataan 3: usaha menetapkan tujuan yang rasional. Pernyataan 4: sikap terhadap tugas dan tanggung jawab pribadi. Pernyataan 5: mengatasi kendala.
Gambar 8. Pernyataan responden berdasar partisipasi stakeholders
94
Derajat Good Governance Ciri monoton yang selalu tampak pada kenyataan manajemen pemerintahan dan pembangunan di daerah ternyata terbukti dari jawaban responden (Lampiran 9), bahwa unsur pimpinan dalam melibatkan anggota masyarakat dalam merumuskan tujuan untuk pengambilan keputusan masih tergolong sedang-sedang saja. Hal ini terlihat dari angka jawaban sering sebesar 39.5 persen dari total 200 responden. Jawaban kadang-kadang masih tergolong juga tinggi yaitu 25 persen dan bahkan jawaban jarang
masih ada sebesar sembilan persen. Tingkat
responsiveness kelihatan dari jawaban responden masih ada 10 persen yang menilai jarang dilakukan terutama dalam memperhatikan konflik yang terjadi. Untuk jelasnya hal ini terlihat pada Gambar 9 dan Lampiran 9.
Keterangan: Pernyataan 1: responsiveness/orientasi consensus. Pernyataan 2: akuntabilitas. Pernyataan 3: akuntabilitas. Pernyataan 4: transparansi. Pernyataan 5: penegakan aturan. Pernyataan 6: efektivitas. Pernyataan 7: efisiensi. Pernyataan 8: visi strategis.
Gambar 9. Pernyataan responden berdasar good governance Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat Efektif tidaknya pemberdayaan masyarakat terlihat jelas pada angka-angka jawaban responden (Lampiran 10) antara lain: kesesuaian dengan kebutuhan
95
masyarakat: angkanya pada kisaran normal yaitu 39 persen menjawab sesuai dan 25.5 persen yang menjawab cukup sesuai. Gambar 10 menunjukkan bahwa tingkat efektivitas pemberdayaan berada pada tingkat cukup efektif dengan jawaban responden 40 persen, namun masih ada 17.5 persen responden menilai kurang efektif dari total 200 responden. Hal ini menjadi bahan evaluasi terhadap kinerja pemberdayaan, termasuk kualitas layanan administrasi yang masih perlu di tingkatkan. Di lain pihak ada penilaian pula dari responden, bahwa era otonomi ini belum sepenuhnya mampu secara optimal membawa perubahan yang berarti dalam pembangunan. Hal ini terlihat dari komposisi jawaban responden yang mengatakan sedang-sedang saja, tidak ada perubahan berarti sebesar 39 persen responden dan bahkan ada delapan responden menilai tidak mampu. Selain itu juga jawaban responden kurang membantu percepatan pembangunan angkanya masih tinggi yaitu 13 persen dari total 200 responden. Hal ini berarti kebijakan pemberdayaan yang dilakukan selama ini berjalan di tempat. Diperkuat pula dengan jawaban responden yang tersebar merata dan beragam pada aspek frekuensi pemberian instruksi dan bimbingan atasan terhadap stafnya dan masyarakat. Untuk jelasnya dapat dilihat Gambar 10 dan Lampiran 10.
Keterangan: Pernyataan 1: kesesuaian dengan kebutuhan masyarakat. Pernyataan 2: efektivitas kebijakan Pernyataan 3: layanan administrasi. Pernyataan 4: dampak otonomi daerah. Pernyataan 5: otoritas percepatan pembangunan. Pernyataan 6: instruksi
96
dan bimbingan pimpinan kepada aparatur.
Gambar 10. Pernyataan responden terhadap kebijakan pemberdayaan masyarakat Kondisi Faktor Eksternal Mengenai kondisi faktor eksternal berdasarkan uraian dan Gambar 6 sampai dengan Gambar 10 di atas, serta Lampiran 6 sampai Lampiran 10 dapat dilihat kesimpulan hasil mengenai kualitas faktor eksternal dengan menetapkan tiga kriteria penilaian berdasarkan skor yang telah dibuat yaitu: Baik, Sedang, No Peubah Faktor eksternal 1 2 3 4 5
Persentase per responden tiap Kabupaten (%) Bone Jeneponto
100 82,6 52 65,1 Pembinaan dan pengembangan aparatur (X21) Kepemimpinan (X22) 58 47,1 45 56,1 91 75,2 54 68,0 Partisipasi stakeholder (X23) Good governance (X24) 101 83,4 69 87,3 82 67,7 45 56,9 Kebijakan pemberdayaan masyarakat (X25) Kurang. Untuk jelasnya dapat dilihat hasilnya pada Tabel 16.
Total
(%)
Kategori kualitas
152
76
Sedang
103 145 170 127
51,5 72,5 85,0 63,5
Sedang Sedang Sedang Sedang
Tabel 16. Rekapitulasi kualitas faktor eksternal Penilaian dengan kategori sedang mengenai faktor eksternal ini oleh responden adalah diperkuat dari penjelasan yang diungkapkan oleh Camat Kahu Kabupaten Bone (wawancara 7 Agustus 2009): “Apa yang dilakukan pemerintahan di tingkat desa dan kecamatan adalah sesuai dengan norma dan aturan yang ada, namun memang masih banyak kendala dan tantangan terutama dari segi komunikasi, koordinasi serta integrasi dari semua elemen dan sektor terkait.” Efektivitas Kinerja Birokrasi Mutu Pelayanan Publik Tingkat penguasaan pekerjaaan pegawai pemerintah perdesaan di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto (Gambar 11) tergolong normal saja dilihat dari angka jawaban responden (Lampiran 11), yang mengatakan cukup menguasai sebesar 93 responden atau 46.5 persen, namun di sisi lainnya juga masih ada jawaban sebesar 29 responden atau 14.5 persen menilai bahwa aparatur
97
perdesaan kurang menguasai bidang kerjanya. Gagasan atau ide baru dalam pelaksanaan tugas sehari-hari masih belum optimal,
apalagi pada aspek
penugasan dan penempatan pegawai masih banyak yang kurang sesuai dengan keahliannya dan mekanisme kerja yang tergolong kaku. Hal ini semua menandakan pentingnya dimantapkan aspek job analysis, job spesification, job description, dan on the job training, mutasi dan promosi dan kalau perlu ada demotion. Kenyataan di lapangan hal ini belum menjadi prioritas dalam menata kelembagaan pemerintahan perdesaan. Untuk jelasnya dapat dilihat Gambar 11 dan Lampiran 11.
Keterangan:
Pernyataan 1: penguasaan pekerjaan. Pernyataan 2: gagasan baru Pernyataan 3: kesesuaian tugas. Pernyataan 4: mekanisme kerja Pernyataan 5: kualitas aparatur.
Gambar 11. Pernyataan responden berdasarkan pelayanan publik Kategori jawaban dengan persentase tertinggi adalah pada kualitas aparatur yaitu 47.5 persen dan penguasaan pekerjaan 46.5 persen termasuk kategori sedang. Hal ini artinya pelayanan publik masih butuh pembaharuan menuju new public management. Sama dengan yang diungkapkan oleh pakar sosial budaya Universitas Hasanuddin yaitu Prof. Dr. Abu Hamid yang mengungkapkan (wawancara 5 juli 2009): “Umumnya desa-desa Bugis, khususnya di Sulawesi Selatan pelayanan birokrasi kepada warganya masih transisi, belum sepenuhnya demokratis,
98
masih ada nilai feodal, dan ini adalah tantangan.”
Tingkat Kompetensi dan Budaya Kerja Aparatur Keluhan-keluhan yang sering ditemukan penulis ketika turun ke lapangan dalam mengumpulkan data menandakan masih adanya problem yang berkaitan dengan pelayanan publik terutama sekitar kelancaran pelayanan, kemampuan aparatur memberikan pelayanan di kantor dan luar kantor. Termasuk ketaatan dan kedisiplinan pegawai tehadap aturan dan waktu kerja, apalagi banyak di antara pegawai di tingkat perdesaan memiliki kegiatan pokok lainnya di luar tugasnya sebagai pegawai. Bahkan waktunya di luar lebih banyak ketimbang waktu yang digunakan untuk melayani publik di kantor. Hal ini semua bisa dipahami karena fasilitas dan pendukung berupa kesejahteraan masih sangat terbatas. Fakta-fakta lapangan ini menjadi kuat dengan dukungan persepsi responden yang disajikan pada Gambar 12.
Keterangan: Pernyataan 1: kombinasi kerja administrasi dan lapangan. Pernyataan 2: kedisiplinan dan loyalitas. Pernyataan 3: sikapterhadap pekerjaan. Pernyataan 4: semangat motivasi menghadapi tantangan.
Gambar 12. Pernyataan responden berdasarkan kompetensi dan budaya kerja.
99
Mencermati jawaban responden yang terlihat pada Gambar 12 dan diperjelas pada Lampiran 12, menjelaskan bahwa aspek kemampuan memadukan kerja administrasi perkantoran dengan kerja lapangan masih memperihatinkan. Sebesar 22 persen responden dengan jawaban kurang mampu, dan aparatur yang banyak kesibukan di luar juga masih tinggi yaitu kategori sering, selalu, dan kadang-kadang sebesar 76.5 persen dari total 200 responden. Motivasi Berprestasi Setiap manusia mempunyai naluri dan instink untuk maju dan meningkat menuju kepada tingkat aktualisasi dirinya. Kenyataan di lokasi penelitian menunjukkan bahwa karakteristik aparatur pegawai dan faktor eksternal pegawai yang bersangkutan sangat dominan mempengaruhi prestasi. Salah satu yang sangat mempengaruhi itu adalah jaminan kepastian jenjang karir yang kurang jelas di tingkat perdesaan dan kecamatan, akibatnya motivasi kerja pegawai monoton saja, alias kurang adanya variasi tentang sistem dan metode kerja yang dilakukan. Visi dan misi personal, kelompok, dan kelembagaan berbaur tak terpisahkan satu sama lain. Mestinya visi dan misi organisasi/kelembagaan jelas dan menjadi patokan dan acuan dalam rekruitmen personil yang visi dan misinya harus sesuai dan sejalan dengan visi dan misi instansi/organisasi. Angka-angka jawaban responden pada Gambar 13
tersebar merata dan beragam pada semua tingkat. Hal ini
disebabkan karena kurang jelas batas visi dan misi organisasi dengan visi dan misi yang dimiliki oleh aparatur. Oleh karena itu tingkat partisipasi dalam upaya mendorong motivasi berprestasi juga masih perlu di tingkatkan. Motivasi dari kalangan pegawai/responden umumnya positif, seperti antara lain: kemauan kerja keras, usaha untuk sukses, bersaing secara sehat dengan teman sejawat, menyelesaikan tugas dengan sebaik–baiknya, menetapkan tujuan yang akan dicapai, menyusun rencana kerja, berusaha mendapatkan cara pemecahan masalah, memperbaiki kinerja, belajar dari pengalaman masa lalu, berusaha sekuat tenaga mengatasi kendala, bertanggung jawab atas semua
100
tindakan dan lain–lain. Ini semua adalah semacam modal awal untuk lebih mengoptimalkan fungsi dan peran lembaga pemerintahan dan pembangunan di daerah. Namuan demikian dari keseharian hasil pengamatan ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian serius dari unsur pemimpin daerah seperti antara lain menyelesaikan tugas dengan asal–asalan, menolak mengerjakan tugas– tugas yang lebih menantang, merasakan bosan dengan tugas–tugas yang menantang, menetapkan tujuan yang kurang jelas, menghindari tugas yang beresiko, memanfaatkan kepercayaan yang diberikan untuk kepentingan pribadi. Hal ini diperjelas pula pada Lampiran 13.
Keteraangan: Pernyataan 1: intensitas komunikasi dengan pimpinan. Pernyataan 2: keseriusan dan kerja keras. Pernyataan 3: keinginan sukses. Pernyataan 4: Persaingan untuk berhasil. Pernyataan 5: menggunakan masa lalu sebagai dasar sukses. Pernyataan 6: Integritas dalam menjaga kepercayaan.
Gambar 13. Pernyataan responden berdasarkan motivasi berprestasi Tingkat Kepekaan dan Kepedulian Aparatur Sikap dan naluri responsif aparatur di daerah idealnya menjadi karakter aparatur mengingat ujung tombak pelayanan birokrasi pemerintah
di daerah
101
adalah aparatur yang berada di tingkat perdesaan dan kecamatan. Etos kerja dan pemahaman serta pengalaman merupakan prasyarat
utama untuk memiliki
karakter peka dan peduli. Dukungan kepemimpinan dan iklim organisasi sangat diperlukan
untuk
mewujudkan
suatu
kepedulian.
Kecenderungan
untuk
menghindar dari tugas-tugas yang berat dan menantang bagi para pegawai sering tampak. Hal ini terlihat dari jawaban responden (Lampiran 14) yang kalau ditotal kadang-kadang, sering dan selalu menghindar angkanya masih cukup tinggi yaitu sebesar 99 responden atau 49,5 persen dari total 200 responden. Demikian pula dalam hal memperbaiki kinerja jawaban responden masih beragam dan merata pada semua tingkatan, termasuk dalam menghadapi tugastugas yang penuh resiko semuanya terlihat jelas pada Gambar 14. Kepekaan dan kepedulian aparatur di daerah sangat penting karena semua bidang dan sektor pembangunan serba ada di daerah perdesaan dan kecamatan. Dengan demikian tingkat partisipasi responden dalam hal kepedulian dan kepekaan masih perlu peningkatan. Untuk jelasnya terlihat pada Gambar 14 dan Lampiran 14.
Keterangan: Pernyataan 1: keseriusan kerja. 2: kreasi pemecahan masalah. Pernyataan 3: memperbaiki kinerja. Pernyataan. 4: sikap terhadap nilai prestasi. Pernyataan 5: kecermatan dan kehati-hatian. Pernyataan 6: menolak kerja beresiko.
Gambar 14. Pernyataan responden berdasarkan kepedulian dan kepekaan aparatur.
102
Gambar 14 menjelaskan bahwa adanya tingkat-tingkat kategori efektivitas kinerja birokrasi yang secara rinci terlihat pada Tabel 17. Tingkat Efektivitas Kinerja Birokrasi Tingkat efektivitas kinerja birokrasi dapat disimpulkan berdasar uraian dan Gambar 11 sampai dengan Gambar 14 di atas, serta Lampiran 11 sampai No. Peubah efektivitas kinerja birokrasi 1 2 3 4
Pelayanan publik (X31) Kompetensi dan budaya kerja((X32) Motivasi berprestasi (X33) Kepedulian dan kepekaan aparatur (X34)
Persentase responden per kabupaten (%) Bone
Total
Persen tase (%)
Jeneponto
Kategori efektivitas
86 76
71,0 62,8
58 59
73,3 74,6
144 135
72,0 67,5
Sedang Tinggi
84 80
69,4 66,1
55 52
69,6 65,8
139 132
69,5 66,0
Sedang Sedang
Lampiran 14 menjadi tiga tingkatan yaitu: Tinggi, Sedang dan Rendah. Untuk jelasnya dapat dilihat hasilnya pada Tabel 17. Tabel 17. Rekapitulasi tingkat efektivitas kinerja birokrasi Tabel 17 mengenai tingkat efektivitas kinerja birokrasi antara Kabupaten Bone dengan Kabupaten Jeneponto pada umumnya relatif sama yaitu: bahwa responden memberi penilaian kategori sedang pada aspek pelayanan publik (X31), motivasi berprestasi (X33) dan aspek kepedulian dan kepekaan aparatur (X34). Selain itu penilaian mengenai kompetensi dan budaya kerja (X32) dinilai kategori tinggi. Hal ini menandakan bahwa responden atau masyarakat pada umumnya cenderung puas dengan situasi dan kondisi yang sudah ada yaitu rutinitas yang sudah dijalani selama ini, tanpa melihat prospek ke depan yang berpeluang untuk dikembangkan. Kondisi stagnan seperti ini membuat semua pihak kurang kreasi untuk melakukan inovasi, yang sesungguhnya sangat penting di era persaingan dan globalisasi saat ini. Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif Optimalisasi Sumber daya
103
Sumber daya pembangunan di daerah yang sangat beragam dan tersebar di seluruh pelosok merupakan tantangan untuk mengoptimalkannya. Sumber daya sebenarnya adalah merupakan instrumen kemakmuran, karena itu perlu dijaga dan dipelihara kelanjutannya. Untuk daerah penelitian khususnya, dan Provinsi Sulawesi Selatan pada umumnya dari segi keragaman dan jumlah sumber daya hampir
tak
ada
persoalan,
termasuk
relevansinya
dengan
kebutuhan
pembangunan. Yang menjadi persoalan adalah aspek pembelajaran dalam upaya memanfaatkan sumber daya tersebut, termasuk aspek keseriusan dalam mengelola program pembangunan. Untuk hal ini dapat dilihat Gambar 15 dan Lampiran 15.
Keterangan: Pernyataan 1: kelengkapan sumber daya. Pernyataan 2: relevansi dengan kebutuhan. Pernyataan 3: sistem pengajaran. Pernyataan 4: perhatian pimpinan terhadap kelompok. Pernyataan 5: sikap penolakan aparatur terhadap perannya pada setiap kegiatan.
Gambar 15. Pernyataan responden berdasarkan optimalisasi sumber daya Pada pernyataan nomor satu kategori jawaban responden yang menilai bahwa sumber daya yang ada kurang lengkap sebanyak 30 persen (Gambar 15) menandakan bahwa sumber daya yang ada masih banyak yang belum terolah sedemikian rupa untuk dapat langsung memenuhi kebutuhan. Terutama hal ini disebabkan oleh terbatasnya sumber daya teknologi dan sumber daya modal.
104
Tingkat Profesionalisme Birokrasi Komitmen pemimpin untuk mau mengubah pola dan strategi pengelolaan pemerintahan dan pembangunan merupakan kata kunci dari segala sesuatu yang berkaitan dengan upaya membangun kelembagaan atau birokrasi yang profesional. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa institusi pemerintahan di daerah khususnya di wilayah penelitian Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto merupakan tantangan untuk di atasi. Hasil jawaban responden menunjukkan bahwa pemahaman aparatur desa dan kecamatan mengenai pilosofi atau paradigma pembangunan partisipatif masih sangat minim. Hal ini terlihat pada Lampiran 16. Terdapat 62.5 persen dari total 200 responden yang menilai bahwa aparatur baru memahami sebagian arti dan makna pembangunan partisipatif. Pimpinan kurang mendorong pegawai agar mau membangun kemampuan dirinya dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya pun oleh pimpinan kurang menaruh perhatian. Terlihat dari jawabaan responden yang menilai bahwa pimpinan belum sepenuhnya menggunakan reward and funishment dalam mengontrol para pegawai. Hal ini semua terlihat pada Lampiran 16. Tugas dan tanggung jawab aparatur idealnya harus sesuai dengan naluri dan bakat sehingga dia bisa menikmati pekerjannya itu, tetapi hal ini semua belum optimal. Guna membangkitkan kemauan, kemampuan dan kesempatan bagi para pegawai untuk berpartisipasi secara optimal membangun birokrasi yang profesional perlu lebih memahami etika organisasi secara sungguh-sungguh dan penerapan nilai-nilai universal secara menyeluruh pada semua jenjang birokrasi dan semua level kepemimpinan. Untuk jelasnya hal ini terlihat pada Gambar 16 dan Lampiran 16. Gambar 16 memberi penjelasan tentang kemampuan dan rasa tanggung jawab birokrasi dalam pelayanan publik dan pengelolaan pembangunan perdesaan partisipatif. Hal ini membuktikan perlunya penataan kelembagaan khususnya yang berkaitan dengan kepegawaian dan human resources development. Reformasi birokrasi yang dijalankan selama ini belum banyak mengalami
105
kemajuan. Hal ini merupakan tantangan yang harus diagendakan oleh pemerintah Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto.
Keterangan: Pernyataan 1: pemahaman terhadap pembangunan partisipatif. Pernyataan 2: perhatian pimpinan dan control pegawai. Pernyataan 3: kerja optimal dan rasa tanggung jawab. Pernyataan 4: sikap terhadap tanggung jawab. Pernyataan 5: optimisme aparatur menghadapi pekerjaan berat.
Gambar 16. Pernyataan responden berdasarkan birokrasi yang profesional Gambar 16 mengilustrasikan bahwa apresiasi manajemen birokrasi terhadap kinerja aparatur masih tergolong lemah dengan kata lain human resources development belum diterjemahkan secara memuaskan pada semua aspek kepegawaian. Recognition juga masih tanda tanya, dengan melihat sanksi dan kontrol pegawai serta rasa tanggung jawab aparatur masih tergolong lemah. Masyarakat Madani yang Mandiri Masyarakat madani adalah masyarakat sipil yang berwawasan luas, memiliki keterampilan dan mampu mandiri mengurusi pekerjaannya, terbuka terhadap segala macam kemampuan yang dibutuhkan serta memiliki rasa tanggung jawab yang memadai. Gambar 17 menunjukkan angka-angka yang mengindikasikan bahwa masyarakat madani yang menjadi salah satu tujuan pembangunan perdesaan di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan, terkesan masih banyak hambatan terutama dari segi:
106
swasembada, swadaya, swakelola dan swakarsa. Hal ini terlihat pada Lampiran 17. Uraian dan Gambar 15 sampai dengan Gambar 17 di atas serta Lampiran 15 sampai Lampiran 17, dapat disimpulkan dengan membuat kategori penilaian menjadi tiga yaitu: Tinggi, Sedang, Rendah. Untuk jelasnya dapat dilihat hasil nya pada Tabel 18.
Keterangan: Pernyataan 1: kesempatan menggunakan keterampilan. Penyataan 2: kebebasan kerja tugas. Pernyataan 3: Perkembangan swasta. Pernyataan 4: sikap dan tanggung jawab terhadap tindakan. Pernyataan 5: pemenuhan kebutuhan dan harapan
Gambar 17. Pernyataan responden berdasarkan masyarakat madani yang mandiri Kualitas Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif Peubah penelitian ini yaitu: manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif yang diharapkan mengalami peningkatan mutu, baik dari segi
pelayanan
publik,
maupun
dari
segi
pengelolaan
pembangunan.
Konsekwensi daripada pembangunan sumber daya aparatur, faktor eksternal dan efektivitas kinerja birokrasi menunjukkan bahwa; kinerja pemerintahan dan
107
pembangunan tergolong biasa dan belum menunjukkan kondisi yang betul-betul mempercepat peningkatan kemampuan, kompetensi dan profesionalisme aparatur serta kesadaran, keberdayaan dan partisipasi masyarakat, masih banyak hal-hal yang perlu dibenahi. Penilaian responden dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Rekapitulasi kualitas manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif No
1 2 3
Manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif Optimalisasi sumber daya (Y1) Birokrasi yang profesional (Y2) Masyarakat madani yang mandiri (Y3)
Persentase responden per kabupaten (%) Bone Jeneponto 89 60 98
73,5 40,9 80,9
60 44 58
75.9 55.6 73.4
Total
(%)
Kualitas manaje men
149 104 156
74.5 52.0 78.0
Sedang Sedang Sedang
Deskripsi Tabel 18 di atas menunjukkan bahwa secara umum kualitas manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto dapat dikatakan sama saja pada semua peubah. Namun yang perlu pula digaris bawahi adalah aspek birokrasi yang profesional (Y2) di Kabupaten Bone kategori nilai sedangnya sedikit lebih rendah dibanding nilai kategori sedang pada aspek yang sama di Kabupaten Jeneponto. Persepsi Aparatur terhadap Kepuasan dalam Bekerja Terdapat beberapa hal yang perlu dicermati dari jawaban responden mengenai kepuasan kerja pegawai di tingkat kecamatan dan desa di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. Pada dasarnya pegawai mendapatkan kesempatan untuk menggunakan keterampilan mereka dalam melaksanakan tugas dalam kategori sering dan selalu. Hal ini terlihat dari angka jawaban responden yaitu: 91 atau 45,5 persen dan 40 atau 20,0 persen, meskipun ada juga yang mengatakan jarang sebanyak 16 responden atau 8,0 persen dan tidak pernah 15 responden atau 7,5 persen dari total 200 responden. Hal ini berarti ada sejumlah pegawai yang belum optimal menerapkan keterampilan
dalam
melaksanakan
tugas.
Kebebasan
berkreasi
dalam
108
menyelesaikan tugas pekerjaan bagi pegawai kelihatannya mendapat tempat yang memadai dengan persentase jawaban responden dengan akumulasi angka tertinggi pada kategori sering, selalu dan kadang-kadang yaitu 91,5 persen. Data selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 18. Konsentrasi perhatian pegawai untuk fokus pada bidang pekerjaannya di kantor kelihatannya banyak hambaatan, dan ini menjadi ciri umum dari keseluruhan pegawai di tingkat desa dan kecamatan di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. Fakta menunjukkan bahwa mayoritas pegawai mempunyai pekerjaan lain selain tugasnya sebagai pegawai. Hal ini terbukti dari angka jawaban responden yang mengatakan kadang-kadang sering dan selalu angkanya cukup tinggi yaitu 157 responden atau 78,5 persen dari keseluruhan responden. Promosi,
mutasi,
sistem
pengajaran
dan
pembelajaran
pegawai
keseluruhannya adalah sesuatu yang berkaitan langsung dengan unsur pimpinan pemerintahan di daerah. Hal ini masih merupakan hal yang memperihatinkan karena persepsi yang cenderung negatif dari responden tentang hal ini. Sebagai contoh
mutasi jarang dilakukan, pembelajaran secara internal juga jarang
dilakukan dan bahkan ada kecenderungan pegawai jenuh karena terjebak oleh tugas-tugas rutinitas, serta kurangnya promosi dan mutasi yang diharapkan menghasilkan penyegaran bagi pegawai yang bersangkutan.
Apalagi upaya–
upaya terobosan pimpinan untuk mendapatkan tambahan penghasilan jarang dilakukan. Untuk jelasnya dapat dilihat Gambar 18.
109
Gambar 18. Pernyataan responden terhadap kepuasan kerja pegawai.
Gambar 18. Pernyataan responden terhadap kepuasan kerja pegawai (Lanjutan).
110
Gambar 18. Pernyataan responden terhadap kepuasan kerja pegawai (lanjutan). Sebagai implikasi dari masalah yang berkaitan dengan kepuasan kerja aparatur seperti tersebut dalam Gambar 18, maka dampaknya terhadap kinerja terlihat pada kemampuan kerja yang belum optimal, mekanisme kerja yang kurang efektif, kemampuan loby rendah, pengawasan kurang efektif, keahlian memanfaatkan sumber pembangunan dari luar lemah dan lain-lain. Semua ini menjadi tantangan untuk pengembangannya melalui pendidikan dan pelatihan dan penyuluhan. Faktor-Faktor yang Berhubungan dalam Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif Korelasi kanonik yang digunakan untuk melihat keeratan hubungan antar kelompok peubah penelitian adalah salah satu yang dapat digunakan untuk mencermati fenomena sosial yang pada umumnya mengandung banyak hal yang terkait. Fenomena manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan
111
partisipatif khususnya di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto termasuk memiliki banyak hal yang saling terkait. Oleh karena itu analisis korelasi kanonik digunakan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa koefisien korelasi dapat digunakan untuk menilai perubahan suatu peubah berdasarkan perubahan peubah lain. Akan tetapi di dalam penilaian tersebut hanya dapat memberikan prakiraan (prediksi) bersifat kualitatif (Solimun 2002:30). Tabel 19 menjelaskan hubungan antara faktor eksternal dengan manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif. Tabel 19. Korelasi kanonik antara faktor eksternal dengan manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif No
Canonical correlation
Adjusted canonical correlation
Approximate standard error
Squared canonical correlation
1 2 3
0.8375 0.4102 0.2294
0.8326 0.3878 0.2176
0.0212 0.0590 0.0672
0.7015 0.1682 0.0526
Pada Tabel 19 korelasi kanonik di atas menghasilkan tiga peubah kanonik. Akar ciri ini harus diuji terlebih dahulu apakah nyata atau tidak. Jika nyata maka kita dapat menggunakan korelasinya.
Nilai korelasi 0.8375 (sangat kuat)
merupakan nilai korelasi tertinggi yang mungkin dari kombinasi linier antara faktor eksternal dengan manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif. Nilai korelasi kanonik kedua dan ketiga ialah sebesar 0.4102 (korelasi cukup kuat) dan 0.2294 (korelasi lemah) sebagaimana disajikan pada Tabel 19. Hipotesis nol yang diuji dari ketiga eigen value/akar ciri yang ada adalah korelasi bernilai nol dan hipotesis alternatifnya korelasi bernilai tidak nol. Didapatkan hasil bahwa akar ciri pertama, akar ciri kedua, dan akar ciri ketiga memiliki nilai signifikansi (Pr>F) <0.05 yang berarti kita dapat menggunakan akar ciri pertama, kedua dan ketiga untuk mencari korelasi kanonik antara faktor eksternal dengan manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif. Pada Tabel 20 terlihat bahwa manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif memiliki korelasi sangat kuat dengan peubah kanonik pertama miliknya sendiri sebesar 0.7822, 0.6434 dan 0.8084 dan Y1 dan Y2 memiliki korelasi sangat kuat dengan peubah kanonik kedua sebesar 0.5765 dan
112
-0.6600 dan Y3 memiliki korelasi korelasi sangat kuat dengan peubah kanonik ketiga sebesar -0.5849 yang dilihat ketiga peubah manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif karena ada tiga akar ciri yang nyata. Hal ini terlihat jelas pada Tabel 20. Tabel 20. Korelasi internal peubah manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif dengan peubah kanoniknya, kaitannya dengan faktor eksternal
Peubah
Y1 Y2 Y3
Optimalisasi sumber daya Birokrasi yang profesional Masyarakat madani yg mandiri
Manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif 1 0.7822 0.6434 0.8084
Pada Tabel 21 terlihat
Manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif 2 0.5765 -0.6600 -0.0659
bahwa faktor eksternal
pemerintahan memiliki korelasi sangat kuat dengan miliknya
Manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif 3 0.2363 0.3879 -0.5849
kelembagaan
peubah kanonik pertama
sendiri sebesar 0.7761, 0.5916, 0.7141 dan 0.8264, X25 memiliki
korelasi sangat kuat dengan peubah kanonik kedua sebesar 0.5202 dan X21 dan X25 memiliki korelasi sangat kuat dengan peubah kanonik ketiga sebesar 0.8510 dan 0.5608 yang dilihat ketiga peubah manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif karena ada tiga akar ciri yang nyata. Hal ini terlihat jelas pada Tabel 21. Tabel 21. Korelasi antara peubah faktor eksternal dengan peubah kanoniknya kaitannya dengan manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partispatif Peubah X21 X22 X23 X24 X25
Pembinaan dan pengembangan aparatur Kepemimpinan Partisipasi stakeholders Good governance Kebijakan pemberdayaan masyarakat
Faktor eksternal 1 -0.1121 0.7761 0.5916 0.7141 0.8264
Faktor eksternal 2 -0.0317 -0.3141 -0.2040 0.0798 0.5202
Faktor eksternal 3 0.8510 0.0472 -0.3802 0.5608 -0.0962
Keeratan hubungan antara peubah X2 (faktor eksternal) dengan peubah Y (manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif) sangat kuat, ditunjukkan dengan koefisien korelasi kanonik sebesar 0.8375 (Tabel 19)
113
pada eigen value Pr>F<.0001 nyata pada α<0.05. Hal ini mengandung makna bahwa faktor eksternal yaitu: pembinaan dan pengembangan SDM aparatur, kepemimpinan, partisipasi stakeholders, memiliki keeratan hubungan yang sangat kuat dengan faktor manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif yaitu: optimalisasi sumber daya, birokrasi yang profesional dan masyarakat madani yang mandiri. Gejala seperti ini membuktikan bahwa untuk memperbaiki atau menata kelembagaan pemerintahan yang profesional dalam menangani masalah pembangunan dan pelayanan publik diperlukan dukungan aspek pembinaan dan pengembangan SDM aparatur, kepemimpinan, good governance, partisipasi stakeholders dan kebijakan pemberdayaan masyarakat. Fenomena lapangan menunjukkan pula bahwa aparatur pemerintah di daerah belum sepenuhnya memahami arti dan makna serta hakekat good governance terutama dari segi political actionnya. Artinya political will tentang faktor eksternal dan karakteristik aparatur kelembagaan sebenarnya sudah ada, tetapi dalam implementasinya masih sering terkendala oleh banyak hal terutama dari segi pengalaman dan praktek yang selama ini dilakukan. Diakui bahwa untuk mewujudkan sebuah birokrasi yang profesional yang akan menghasilkan good governance, efektivitas program pemberdayaan masyarakat serta partisipasi stakeholders syarat pertamanya adalah aparatur pemerintahan yang sudah mantap, dengan kata lain faktor SDM dan kepemimpinan birokrasi di tingkat desa dan kecamatan harus sudah siap untuk bekerja keras, profesional dan bekerja cerdas. Untuk konteks pemerintahan tingkatan desa dan kecamatan, aspek pembinaan dan pengembangan SDM dan aspek kepemimpinan merupakan satu paket yang tidak terpisahkan. Rekruitmen pemimpin atau pejabat di tingkatan desa kebanyakan didasari oleh faktor kefiguran sebagai salah satu syarat utama. Aspek lainnya seperti pengalaman, pendidikan, kompetensi, profesionalitas merupakan syarat tambahan. Kefiguran itu ditentukan oleh banyak hal antara lain: karena yang bersangkutan adalah tokoh berpengaruh dan mengakar (keluarga besar di desa itu), warga asli setempat, keturunan ningrat atau raja di daerah itu, punya kemampuan sosialisasi diri dan yang terpenting punya dukungan dan fasilitas
114
pada saat kampanye terutama pada hari H pemilihan. Demikian pula personil yang terbentuk oleh kandidat terpilih umumnya masih terkesan didasari oleh nilai-nilai subyektivitas. Kondisi seperti ini sangat mewarnai aspek kepemimpinan dan SDM di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi
Sulawesi
Selatan. Meskipun hal ini tidak sepenuhnya buruk, tapi ada unsur negatifnya. Nilai-nilai kefiguran yang merupakan bagian dari budaya yang selama ini diterapkan di birokrasi di tingkatan perdesaan Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan, merupakan situasi yang tampak sejak dari dahulu sampai sekarang. Pendidikan dan pelatihan untuk pengembangan SDM memang juga dilakukan, akan tetapi perubahan kemampuan kerja aparatur belum memperlihatkan peningkatan yang memadai. Hal ini disebabkan oleh aspek lain tidak bisa bergerak secara simultan yaitu dukungan sarana dan prasarana dan kesejahteraan, refreshing/mutasi jarang dilakukan. Akibatnya ialah kinerja institusi monoton, stagnan, terkesan sekedar gugur kewajiban saja. Karena itulah ada pendapat salah seorang pakar dan birokrat di daerah yaitu: Drs. Mappigau Samma M.Si. mantan Sekda Kabupaten Bulukumba dan mantan Kabag. Kepegawaian Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (wawancara 9 September 2009). Mengatakan bahwa: ”Demi peningkatan kemampuan kinerja dan mendinamiskan pemerintahan dan pembangunan di tingkatan perdesaan, maka Pemerintah Daerah harus mau melakukan mutasi dan penempatan pegawai negeri sipil di desa. Kebijakan ini harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana serta pendanaan untuk pembangunan agar supaya program-program pembangunan menjadi lebih efektif dan efisien. Dengan demikian otoritas perdesaan menjadi nyata karena memang kelihatannya aparatur PNS di kantor daerah tingkat II sudah berlebihan dan sebagian hanya menunggu pekerjaan dari perdesaan, apalagi otonomi daerah pilar-pilarnya adalah otonomi di tingkatan perdesaan.” Tabel 21 menunjukkan bahwa pembinaan dan pengembangan SDM aparatur (X21) dan kebijakan pemberdayaan masyarakat (X25) memiliki nilai korelasi sangat kuat yaitu 0.8510 dan 0.8264 sebagaimana disajikan pada Tabel 21. Hal ini bermakna bahwa faktor eksternal yang paling dominan menentukan keeratan hubungan dilihat hubungannya dengan manajemen pemerintahan dan
115
pembangunan perdesaan partisipatif adalah pembinaan dan pengembangan SDM aparatur dan kebijakan pemberdayaan masyarakat. Tugas pokok fungsi kelembagaan pemerintahan dan pembangunan ialah pelayanan publik dan community development. Agar kelembagaan ini mampu melakukannya, maka diperlukan pengetahuan dan kondisi yang siap untuk itu. Implementasi good governance dan pembangunan masyarakat perdesaan di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan, sifatnya masih monoton, dalam arti bahwa selera birokrasi pada pelayanan publik dan pelaksanaan pembangunan masih dominan sebagaimana yang terjadi selama ini. Ada kecenderungan pemerintah daerah mengejar target peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), dengan membuat Peraturan Daerah sebanyak mungkin yang kelihatannya berujung pada ekonomi biaya tinggi yang harus dipikul oleh anggota masyarakat karena banyaknya retribusi, dengan anggapan bahwa PAD yang tinggi dapat dijadikan sebagai indikator keberhasilan kinerja pemerintahan. Idealnya adalah PAD yang tinggi didapatkan melalui optimalisasi seluruh potensi sumber daya di daerah dalam arti masyarakat perdesaan sudah berdaya di dalam menunjang PAD yang tinggi itu. Oleh karena itu pembangunan masyarakat sebaiknya menjadi prioritas utama. Kondisi demikian adalah pengaruh dari ciri masa lalu yang masih ada di birokrasi pemerintahan, yang cirinya sering ada unsur arogansi dan egoisme birokrasi untuk pertanggungan jawab keatas. Sesungguhnya yang terpenting adalah pertanggungan jawab kebawah yaitu kesejahteraan masyarakat. Kondisi sejarah masa lalu, menguntungkan dari segi budaya karena menghasilkan kestabilan politik di daerah, tetapi sesungguhnya dapat merugikan dari sisi pembangunan masyarakat masa kini. Banyak hal yang dapat dicermati dari hubungan keterkaitan kedua kelompok peubah penelitian ini yaitu bahwa nilai koefisien korelasi tertinggi ada pada pembinaan dan pengembangan SDM aparatur (X21) 0.8510 dan kebijakan pemberdayaan masyarakat (X25) 0.8264 (sangat kuat) sebagaimana disajikan pada Tabel 21. Artinya aspek pembinaan aparatur dan kebijakan pemberdayaan masyarakat merupakan icon yang paling menentukan pengelolaan pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten
116
Jeneponto Sulawesi Selatan. Dapat pula dikatakan bahwa untuk mengukur derajat good governance dan kualitas kepemimpinan dapat dilihat dari efektivitas tidaknya kebijakan pemberdayaan masyarakat dan kemampuan kerja dari SDM aparatur di perdesaan. Efektivitas kepemimpinan pembangunan dan good governance di Sulawesi Selatan umumnya dapat dicermati dari berbagai macam program yang dilancarkan untuk kepentingan masyarakat. Salah satu institusi daerah yang bertanggung jawab khususnya dalam implementasi program pemberdayaan masyarakat ialah Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa. Salah satu bidangnya
ialah bidang pengelolaan sumber daya alam dan teknologi
perdesaan. Sayangnya institusi ini belum bisa maksimal karena banyak hal antara lain jumlah personil yang terbatas, luas wilayah kerja yang perlu ditangani dan sektor-sektor pembangunan yang beraneka ragam. Hal-hal seperti ini semua yang menjadi penghambat perwujudan kepemimpinan pembangunan perdesaan dan good governance yang efektif. Hubungan keterkaitan antara peubah X2 yaitu faktor eksternal dengan peubah Y yaitu manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif adalah cukup tinggi. Hal seperti ini sebenarnya dapat dipahami bahwa visi dan misi pemerintahan dan pembangunan seperti apa yang menjadi cita-cita di daerah, khususnya di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan itu sangat tergantung pada sejauh mana tingkat koordinasi dan sinergi serta partisipasi stakeholders menjadi suatu action yang maksimal di daerah. Demikian pula dari segi implementasi nilai-nilai good governance sangat menentukan dalam upaya menciptakan suatu situasi dan kondisi pemerintahan dan pembangunan yang betul-betul mampu mewujudkan suatu otonomi yang nyata, luas dan bertanggung jawab. Hubungan keterkaitan antar kelompok peubah X2 dengan Y terlihat bahwa peubah X25 yaitu pemberdayaan masyarakat memiliki keterkaitan hubungan tertinggi di kelompoknya dengan nilai koefisien korelasi sangat kuat sebesar 0.8264 (Tabel 21). Hal ini berarti bahwa pemberdayaan masyarakat adalah peubah
117
yang mewarnai faktor eksternal terhadap manajemen pemerintahan dan pembangunan
perdesaan
partisipatif.
Hal
ini
mengindikasikan
bahwa
memperbaiki pemberdayaan masyarakat merupakan prasyarat kondisi yang dibutuhkan untuk suatu manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif yang efektif. Koefisien korelasi tertinggi pada hubungan keterkaitan secara internal pada peubah Y ialah pada peubah Y3 yaitu masyarakat madani yang mandiri. Hal ini berarti bahwa, masyarakat madani
merupakan peubah yang menentukan
manajemen pemerintahan dan pembangunan yang ideal dan sesuai dengan keinginan semua pihak. Karena itu dengan memperbaiki unsur yang dapat menciptakan masyarakat madani yang mandiri dianggap pilihan untuk suatu pemerintahan dan pembangunan yang efektif. Dengan melihat angka koefisien korelasi ternyata yang berkaitan erat dengan peubah Y3 ini adalah peubah X25. Hal ini artinya dengan memperbaiki kebijakan pemberdayaan masyarakat maka dapat pula menunjang manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif. Selanjutnya untuk mencermati korelasi antara karakteristik aparatur pemerintahan dengan efektivitas kinerja birokrasi dapat dilihat pada Tabel 22. Pada Tabel 22 korelasi kanonik di atas menghasilkan 3 peubah kanonik. Akar ciri ini harus diuji terlebih dahulu apakah nyata atau tidak, jika nyata maka kita dapat menggunakan korelasinya. Nilai korelasi 0.4715 (cukup kuat) merupakan nilai korelasi tertinggi yang mungkin dari kombinasi linier antara karakteristik dengan efektivitas kinerja birokrasi. Tabel 22. Korelasi kanonik antara peubah karakteristik aparatur pemerintahan dengan peubah efektivitas kinerja birokrasi No 1 2 3
Canonical Correlation
Adjusted Canonical Correlation
Approximate Standard Error
Squared Canonical Correlation
0.4715 0.1557 0.1156
0.4460
0.0555 0.0697 0.0705
0.2223 0.0242 0.0134
.
Hipotesis nol yang diuji dari ketiga eigen value/akar ciri yang ada adalah korelasi bernilai nol dan hipotesis alternatifnya korelasi bernilai tidak nol. Didapatkan hasil bahwa akar ciri pertama memiliki nilai signifikansi (Pr>F) <0.05
118
yang berarti kita dapat menggunakan akar ciri pertama untuk mencari korelasi kanonik antara karakteristik aparatur dengan efektivitas kinerja birokrasi. Dapat dilihat bahwa X32 memiliki korelasi sangat kuat dengan peubah kanonik pertama miliknya sendiri sebesar 0.7903 (Tabel 23) yang dilihat peubah efektivitas pertama karena hanya satu akar ciri yang nyata. Tabel 23. Korelasi antara peubah efektivitas kinerja birokrasi dengan peubah kanoniknya kaitannya dengan karakteristik aparatur Peubah X31 X32 X33 X34
Pelayanan publik Kompetensi & budaya kerja Motivasi berprestasi Kepedulian & kepekaan aparatur
Efektivitas kinerja birokrasi 1 -0.3616 0.7903 0.1758 0.0519
Efektivitas kinerja birokrasi 2 0.2755 -0.0132 0.3149 0.9590
Efektivitas kinerja birokrasi 3 -0.1351 -0.3684 -0.9223 -0.2438
Efektivitas kinerja birokrasi 4 0.8804 0.4895 -0.1390 -0.1351
Dapat dilihat bahwa jenis kelamin, umur, masa kerja, dan pendidikan terakhir memiliki korelasi dengan peubah kanonik pertama miliknya sendiri sebesar 0.4208 (cukup kuat) -0.5227 (sangat kuat), 0.4953 (cukup kuat) dan 0.6827 (sangat kuat) sebagaimana disajikan dalam Tabel 24. Yang dilihat peubah karakteristik pertama karena hanya satu akar ciri yang nyata. Tabel 24. Korelasi antara peubah karakteristik aparatur dengan peubah kanoniknya kaitannya dengan efektivitas kinerja birokrasi Peubah X11 Jenis Kelamin X12 Umur X13 Masa kerja X14 Pendidikan terakhir
Karakteristik aparatur 1 0.4208 -0.5227 0.4953 0.6827
Karakteristik aparatur 2 0.4557 -0.7955 -0.6079 -0.1834
Karakteristik aparatur 3 0.6890 0.1755 -0.1391 0.3934
Karakteristik aparatur 4 -0.3748 -0.2511 -0.6048 0.5878
Keeratan hubungan antara peubah X1 dengan peubah X3 ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi 0.4715 (cukup kuat) sebagaimana disajikan pada Tabel 22 pada eigen value Pr>F 0.0001 nyata pada α<0.05. Program pembangunan masyarakat yang dilancarkan di perdesaan Sulawesi Selatan antara lain PNPM-MP (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan), Program Bantuan Pembangunan Desa dan berbagai program lainnya. Seluruhnya memerlukan pelayanan yang bermutu, motivasi berprestasi, kompetensi dan budaya kerja serta kepedulian dan kepekaan seluruhnya sangat dipengaruhi oleh faktor masa kerja dan pendidikan aparatur.
119
Pantauan di lapangan menunjukkan bahwa partisipasi pada semua elemen yaitu; employs participation, organization participation, political participation, democratic participation, community participation pada semua tingkatan memperlihatkan peringkat kategori sedang, Idealnya ialah bahwa partisipasi seluruh komunitas daerah menjadi optimal dengan adanya otonomi daerah dengan penerapan
good governance. Dengan kata lain bahwa pergeseran paradigma
kepemerintahan yang baik menuju otonomi yang betul-betul nyata, luas dan bertanggung jawab memerlukan prasyarat kondisi yang sangat luas dan harus bergerak simultan, dan hal ini kata kuncinya adalah pendidikan di peringkat daerah otonom/kabupaten. Pemekaran-pemekaran daerah kabupaten, kecamatan dan desa seluruhnya memerlukan kuantitas dan kualitas SDM,
sarana dan
prasarana serta pendidikan yang memadai. Hakekat pemekaran itu sendiri belum bisa dikatakan mencapai tujuan secara maksimum karena prasyarat yang diperlukan seperti yang disebutkan di atas untuk daerah Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan masih minim. Untuk memulai hal yang sangat urgen guna menghasilkan kelembagaan yang paling ideal ialah substansinya terletak pada Key Person seorang pimpinan pemerintahan di daerah dan ini sangat tergantung pada pemahaman mereka dalam menerjemahkan Undang-Undang Otonomi daerah, pembagian urusan pemerintahan dan sistem perencanaan pembangunan serta hakekat good governance, dan berbagai undang-undang dan peraturan lainnya. Tabel 23 menunjukkan angka koefisien korelasi internal X3 tertinggi ialah X32 (kompetensi dan budaya kerja)) dengan nilai koefisien korelasi 0.7903 (sangat kuat) disusul dengan X14 (pendidikan terakhir) dengan nilai koefisien korelasi 0.6827 (sangat kuat) sebagaimana disajikan pada Tabel 24. Hal ini berarti bahwa untuk meningkatkan kualitas kompetensi dan budaya kerja di perdesaan maka key words nya adalah memperbaiki unsur pendidikan. Dengan kata lain memperbaiki pendidikan aparatur merupakan salah satu syarat untuk memperbaiki kompetensi dan budaya kerja. Nilai korelasi sangat kuat (0.6833) pada Tabel 25 merupakan nilai korelasi tertinggi yang mungkin dari kombinasi linier antara faktor eksternal dengan
120
efektivitas kinerja birokrasi. Nilai korelasi kanonik kedua, ketiga, dan keempat ialah sebesar 0.5321 (sangat kuat) 0.3977 (cukup kuat) dan 0.1098 (Tabel 25). Keterangan: Hipotesis nol yang diuji dari keempat eigen value/akar ciri yang ada adalah korelasi bernilai nol dan hipotesis alternatifnya korelasi bernilai tidak nol. Tabel 25. Korelasi kanonik antara peubah faktor eksternal dengan peubah efektivitas kinerja birokrasi No
Canonical Correlation
Adjusted Canonical Correlation
Approximate Standard Error
Squared Canonical Correlation
1 2 3 4
0.6833 0.5321 0.3977 0.1098
0.6662 0.5154 0.3944 0.0927
0.0378 0.0508 0.0597 0.0700
0.4669 0.2832 0.1582 0.0121
Didapatkan hasil bahwa akar ciri pertama dan akar ciri kedua memiliki nilai signifikansi (Pr>F) <0.001 yang berarti kita dapat menggunakan akar ciri pertama, kedua, dan ketiga untuk mencari korelasi kanonik antara faktor eksternal dengan efektivitas kinerja birokrasi dan dari tabel sebelumnya didapat bahwa korelasinya sangat kuat bernilai 0.6833, 0.5321 dan 0.3977 (cukup kuat) seperti terlihat pada Tabel 25. Tabel 26 menjelaskan bahwa X32, X33, dan X34 memiliki korelasi sangat kuat dengan peubah kanonik pertama miliknya sendiri sebesar -0.5137, 0.6988 dan 0.7050, X31 dan X32 memiliki korelasi tertinggi dengan peubah kanonik kedua sebesar 0.9100
dan 0.5234 (sangat kuat) serta X32 dan X33 memiliki
korelasi cukup kuat dengan peubah kanonik ketiga sebesar 0.4557 dan 0.6048 (sangat kuat) yang dilihat ketiga peubah efektif karena ada tiga akar ciri yang nyata. Kompetensi dan budaya kerja (X32) berkorelasi negatif terhadap komponen peubah internal X3. Hal ini berarti ada sesuatu yang perlu dibetulkan pada aspek kompetensi dan budaya kerja. Demikian juga pada peubah X2. Peubah X21 Pembinaan dan pengembangan aparatur berkorelasi negatif terhadap peubah kelompoknya yaitu peubah X2 jika dilihat kaitannya dengan faktor efektivitas kinerja birokrasi (X3).
121
Tabel 26 Korelasi antara peubah efektivitas kinerja birokrasi dengan peubah kanoniknya kaitannya dengan peubah faktor eksternal Peubah X31 X32 X33 X34
Pelayanan publik Kompetensi & budaya kerja Motivasi berprestasi Kepedulian dan kepekaan aparatur
Efektivitas kinerja birokrasi 1 0.0312 -0.5137 0.6988 0.7050
Efektivitas kinerja birokrasi 2 0.9100 0.5234 0.3813 0.2558
Efektivitas kinerja birokrasi 3 -0.3551 0.4557 0.6048 -0.1217
Efektivitas kinerja birokrasi 4 -0.2118 0.5046 0.0219 0.6502
Analisis ini menandakan bahwa apabila efektivitas kinerja birokrasi pemerintahan daerah Sulawesi Selatan dilihat kaitannya dengan faktor eksternal, maka pelayanan publik (X31), kompetensi dan budaya kerja (X32), motivasi berprestasi (X33), serta kepekaan dan kepedulian (X34) menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan satu sama lain. Artinya dengan melihat koefisien korelasi, maka motivasi berprestasi (X33) koefisien korelasi sangat kuat (0.6988) dan kepedulian dan kepekaan aparatur (X34) koefisien korelasi sangat kuat (0.7050) sebagaimana disajikan pada Tabel 26 adalah peubah-peubah yang dominan memiliki keeratan hubungan. Peubah X2 (faktor eksternal) dan peubah X3 (efektivitas kinerja birokrasi) memiliki hubungan keterkaitan yang sangat kuat yang ditandai dengan koefisien korelasi 0.6833 (Tabel 25) pada eigen value Pr>F 0.0001 nyata pada α<0,05. Kondisi ini menggambarkan bahwa faktor kompetensi dan budaya kerja, motivasi berprestasi dan kepedulian dan kepekaan aparatur memiliki korelasi yang sangat kuat dan terlihat bahwa nilai koefisien tertinggi adalah X34 Kepedulian dan kepekaan aparatur dengan nilai koefisien 0.7050 (Tabel 26). Hal ini berarti bahwa kepedulian dan kepekaan aparatur dominan menentukan efektivitas kinerja birokrasi. Angka-angka nilai korelasi kanonik di antara kelompok peubah eksternal terlihat pada Tabel 27 dapat dikatakan bahwa apabila dikaitkan dengan peubah efektivitas kinerja birokrasi (X3) maka faktor eksternal (X21, X23, dan X25) memiliki hubungan keterkaitan yang cukup kuat. Yang paling menonjol hubungan keterkaitannya adalah peubah pembinaan dan pengembangan aparatur (X21) dengan nilai koefisien korelasi sangat kuat yaitu: -0.8047 (Tabel 27), kemudian disusul dengan peubah partisipasi stakeholders (X23) dengan nilai koefisien
122
korelasi sangat kuat (0.6345). Hal ini memperkuat hasil pengamatan dan wawancara yang berhasil dihimpun bahwa tingkat partisipasi semua elemen komunitas masyarakat dan aparatur di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan belum maksimal. Demikian pula dengan aspek good governance secara political will sebenarnya sudah ada, akan tetapi secara political action belum juga maksimal, tentu hal ini karena banyak hal sebagai prasyarat kondisi yang belum dipenuhi. Tabel 27 menjelaskan bahwa X21 yaitu pembinaan dan pengembangan aparatur memiliki nilai koefisien negatif artinya aspek ini tidak berpengaruh nyata terhadap perbaikan faktor eksternal bahkan cenderung sebaliknya. Namun pada korelasi kanonik kedua kelihatan berkorelasi positif dengan aspek partisipasi stakeholders dan kebijakan pemberdayaan masyarakat. Demikian seterusnya keeratan hubungan antara unsur kepemimpinan dengan good governance memiliki keeratan hubungan yang cukup tinggi pada korelasi kanonik ketiga. Hal ini bisa dipahami dengan dasar logika bahwa aspek kepemimpinan merupakan faktor penentu tata kelola pemerintahan yang baik di daerah. Untuk konteks Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan, bahwa kepemimpinan yang sifatnya lebih proaktif, kelihatannya masih perlu di tingkatkan dan ini tentu sangat erat kaitannya dengan mind set para pejabat di daerah. Kepeloporan, prakarsa ide dan inisiatif pembangunan harus banyak muncul dari kalangan elit agar mampu membangkitkan semangat warga masyarakat yang menjadi subyek pembangunan. Tabel 27. Korelasi antara peubah faktor eksternal dengan peubah kanoniknya kaitannya dengan efektivitas kinerja birokrasi Peubah X21 X22 X23 X24 X25
Pembinaan dan pengembangan aparatur Kepemimpinan Partisipasi stakeholders Good governance Kebijakan pemberdayaan masyarakat
Faktor eksternal 1 -0.8047 0.2602 0.6345 -0.2015 0.4350
Faktor eksternal 2 0.5462 0.1560 0.5052 0.2823 0.6600
Faktor eksternal 3 0.0662 0.6817 0.3349 0.6157 0.0243
Faktor eksternal 4 -0.1519 -0.3712 0.2680 0.4676 0.1523
Tabel 28 korelasi kanonik menghasilkan 3 peubah kanonik. Akar ciri ini harus diuji terlebih dahulu apakah nyata atau tidak, jika nyata maka kita dapat menggunakan korelasinya. Nilai korelasi 0.4228 (cukup kuat) merupakan nilai
123
korelasi tertinggi yang mungkin dari kombinasi linier antara karakteristik aparatur dengan manajeman pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif. Hipotesis nol yang diuji dari ketiga eigen value/akar ciri yang ada adalah korelasi bernilai nol dan hipotesis alternatifnya korelasi bernilai tidak nol. Didapatkan hasil bahwa akar ciri pertama dan akar ciri kedua memiliki nilai signifikansi (Pr>F) <0.001 yang berarti kita dapat menggunakan akar ciri pertama untuk mencari korelasi kanonik antara karakteristik aparatur dengan manajeman pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif dan dari tabel sebelumnya didapat bahwa korelasinya cukup kuat bernilai 0.4228 (Tabel 28). Tabel 28. Korelasi kanonik antara peubah karakteristik aparatur dengan peubah manajeman pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif No 1 2 3
Canonical Correlation 0.4228 0.1915 0.0578
Adjusted Canonical Correlation 0.3967 0.1565 0.0238
Approximate Standard Error 0.0587 0.0688 0.0712
Tabel 29 memperlihatkan bahwa Y1 dan Y3 memiliki korelasi cukup kuat dengan peubah kanonik pertama miliknya sendiri sebesar 0.4821 dan 0.7668 (sangat kuat) yang dilihat peubah manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif pertama karena hanya satu akar ciri yang nyata. Untuk jelasnya dapat dilihat Tabel 29. Tabel 29. Korelasi antara peubah manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif dengan peubah kanoniknya kaitannya dengan karakteristik aparatur
Peubah Y
Y1 Y2 Y3
Optimalisasi sumber daya Birokrasi yang profesional Masyarakat madani yang mandiri
Manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif 1 0.4821 -0.3098 0.7668
Manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif 2 0.6535 0.8804 0.4862
Manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif 3 -0.5835 0.3590 0.4191
Tabel 30 memperlihatkan bahwa umur dan pendidikan terakhir memiliki korelasi sangat kuat dengan peubah kanonik pertama miliknya sendiri sebesar 0.6972
dan -0.6268 yang dilihat peubah manajemen pemerintahan dan
124
pembangunan perdesaan partisipatif pertama karena hanya satu akar ciri yang nyata. Tabel 30. Korelasi antara peubah karakteristik aparatur dengan peubah kanoniknya kaitannya dengan manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif Karakteristik aparatur Jenis Kelamin Umur Masa kerja Pendidikan terakhir
Karakteristik aparatur 1 -0.3650 0.6972 -0.3364 -0.6268
Karakteristik aparatur 2 0.5106 -0.6076 -0.5087 -0.3997
Karakteristik aparatur 3 -0.4100 0.1077 0.5029 -0.6657
Dapat disimpulkan bahwa peubah masyarakat madani yang mandiri (Y3) memiliki hubungan yang cukup kuat dengan umur dan pendidikan terakhir. Hubungan keterkaitan antara peubah X1 dengan peubah Y ditandai dengan nilai koefisien korelasi 0.4228 (Tabel 28) pada eigen value Pr>F0.0001 nyata pada α<0.05. Hal ini menandakan bahwa peubah Y yaitu manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan sangat terkait dengan aspek karakteristik aparatur pemerintahan dan pembangunan (X1). Maknanya ialah untuk membangun manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif yang ideal, maka terlebih dahulu harus memantapkan karakteristik aparatur terutama pada aspek pendidikan. Dengan kata lain bahwa optimalisasi sumber daya pembangunan (Y1) dan birokrasi yang profesional (Y2) sangat tergantung pada sejauh mana pembenahan SDM aparatur sudah dilakukan. Suatu problem yang tak henti-hentinya menjadi bahan diskusi di daerah. SDM aparatur merupakan key words yang sangat dominan. Hal ini jelas dapat diterima oleh karena semua sektor pembangunan selalu terkait dengan SDM, demikian pula dengan institusi apapun visi dan misinya selalu terkait dengan SDM. Tugas-tugas fungsional dan teknis administratif dalam pelaksanaan pembangunan merupakan alasan yang sangat kuat untuk pembenahan aspek SDM aparatur.
125
Hubungan keterkaitan yang kuat dalam kelompok peubah karakteristik aparatur (X1) jika dilihat hubungan keterkaitannya dengan peubah Y (manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif), maka yang cukup kuat hubungan keterkaitannya ialah tetap pada aspek umur (X12). Demikian pula secara ke dalam hubungan keterkaitan di antara peubah Y yaitu optimalisasi sumber daya (Y1) dan masyarakat madani yang mandiri (Y3). Dengan kasat mata dan dari data sekunder dapat dipastikan bahwa sumber daya yang tersedia belum bisa dioptimalkan khususnya yang ada di perdesaan Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. Fenomena seperti ini semua membuktikan bahwa, aspek SDM di daerah, optimalisasi sumber daya dan birokrasi yang profesional merupakan suatu elemen-elemen penting dalam proses pembangunan yang tak dapat dipisahkan satu sama lain karena saling menunjang dan bisa juga saling menghambat. Koefisien korelasi tertinggi dalam hubungan keterkaitan peubah ini ialah pada peubah Y1 yaitu optimalisasi sumber daya dengan nilai koefisien korelasi sangat kuat yaitu: 0.7668 (Tabel 29) disusul dengan X14 dengan nilai koefisien korelasi -0.6268 (Tabel 30) berkorelasi tidak nyata dengan peubah Y. Hal ini mengandung makna bahwa untuk memperbaiki manajemen pemerintahan agar lebih efisien, dan efektif, maka aspek masyarakat madani yang mandiri dan optimalisasi seluruh sumber daya harus menjadi prioritas utama dalam manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partispatif, karena ternyata yang berhubungan dan berkaitan cukup kuat dalam
peubah Y1 yaitu optimalisasi
sumber daya dengan nilai koefisien korelasi 0.4821 (Tabel 29) dan peubah Y3 yaitu masyarakat madani yang mandiri dengan nilai koefisen korelasi sangat kuat yakni 0.7668 (Tabel 29). Hal ini berarti bahwa kedua peubah ini sangat menentukan kualitas manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. Korelasi kanonik pada Tabel 31 menghasilkan 3 peubah kanonik. Akar ciri ini harus diuji terlebih dahulu apakah nyata atau tidak, jika nyata maka kita dapat menggunakan korelasinya. Nilai korelasi 0.6195 (sangat kuat) terlihat pada
126
Tabel 31 merupakan nilai korelasi tertinggi yang mungkin dari kombinasi linier antara efektivitas kinerja birokrasi dengan manajeman pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif. Nilai korelasi kanonik kedua dan ketiga ialah sebesar 0.4387 (cukup kuat) dan 0.2923 (lemah) terlihat pada Tabel 31. Hipotesis nol yang diuji dari ketiga eigen value/akar ciri yang ada adalah korelasi bernilai nol dan hipotesis alternatifnya korelasi bernilai tidak nol. Didapatkan hasil bahwa akar ciri pertama dan akar ciri kedua memiliki nilai nyata (Pr>F) <0.001 yang berarti kita dapat menggunakan akar ciri pertama dan kedua untuk mencari korelasi kanonik antara efektivitas kinerja birokrasi dengan manajeman pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif. Tabel 31. Korelasi kanonik antara faktor efektivitas kinerja birokrasi dengan manajeman pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif No
Canonical Correlation
Adjusted Canonical Correlation
Approximate Standard Error
Squared Canonical Correlation
1 2 3
0.6195 0.4387 0.2923
0.6040 0.4254 .
0.0437 0.0572 0.0648
0.3838 0.1924 0.0854
Pada Tabel 32 dapat dilihat bahwa Y2 memiliki korelasi tertinggi dengan peubah kanonik pertama miliknya sendiri sebesar 0.9873, Y3 memiliki korelasi tertinggi dengan peubah kanonik kedua sebesar 0.9352 dan Y1 memiliki korelasi tertinggi dengan peubah kanonik ketiga sebesar 0.9089 yang dilihat ketiga peubah manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif karena ada tiga akar ciri yang nyata. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 32. Tabel 32. Korelasi antara peubah manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif dengan peubah kanoniknya kaitannya dengan peubah efektivitas kinerja birokrasi
Peubah Y1 Y2 Y3
Optimalisasi sumber daya Birokrasi yang profesional Masyarakat madani yang mandiri
Manajemren pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif 1 0.3490 0.9873 0.3241
Manajemren pemerintahan dan pembangunan perdesaanpartisipatif 2 0.2283 0.0413 0.9352
Manajemren pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif 3 0.9089 -0.1535 0.1424
127
Tabel 32 menjelaskan bahwa peubah birokrasi yang profesional merupakan penentu dalam membangun prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif, karena koefisien korelasinya terbesar dan korelasi kanoniknya berada pada korelasi kanonik pertama. Pada Tabel 33 dapat dilihat bahwa X32, X33 dan X34 memiliki korelasi sangat kuat dengan peubah kanonik pertama miliknya sendiri sebesar 0.7320, 0.7609 dan 0.4032 (cukup kuat) X32, X33, dan X34 juga memiliki korelasi sangat kuat dengan peubah kanonik kedua sebesar -0.6786, 0.6361 dan 0.4250 (cukup kuat) serta X31 memiliki korelasi tertinggi dengan peubah kanonik ketiga sebesar 0.9725 yang dilihat ketiga peubah efektivitas kinerja birokrasi, karena ada tiga akar ciri yang nyata. Tabel 33. Korelasi antara peubah efektivitas kinerja birokrasi dengan peubah kanoniknya kaitannya dengan manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif Peubah X31 X32 X33 X34
Pelayanan publik Kompetensi dan budaya kerja Motivasi berprestasi Kepedulian dan kepekaan aparatur
Efektivitas kinerja birokrasi 1 0.1271 0.7320 0.7609 0.4032
Efektivitas kinerja birokrasi 2 -0.0761 -0.6786 0.6361 0.4250
Efektivitas kinerja birokrasi 3 0.9725 0.0537 0.0866 0.2854
Tabel 34 menunjukkan bahwa peubah Y2 (birokrasi yang profesional) memiliki hubungan keterkaitan yang sangat kuat dengan koefisien korelasi 0.6117 jika peubah Y dikaitkan dengan peubah X3 (efektivitas kinerja birokrasi). Hal ini mengandung makna bahwa, birokrasi yang profesional (Y2) dapat dipastikan sebagai indikator kualitas manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif, dengan demikian dapat dijadikan sebagai sasaran reformasi kelembagaan pemerintahan. Tabel 34. Korelasi antara peubah manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif dan peubah kanoniknya kaitannya dengan peubah efektivitas kinerja birokrasi Peubah Y1 Y2 Y3
Optimalisasi sumber daya Birokrasi yang profesional Masyarakat madani yang mandiri
Efektivitas kinerja birokrasi 1 0.2162 0.6117 0.2008
Efektivitas kinerja birokrasi 2 0.1002 0.0181 0.4102
Efektivitas kinerja birokrasi 3 0.2657 -0.0449 0.0416
128
Hubungan keterkaitan yang cukup kuat antara peubah X32 yaitu kompetensi dan budaya kerja dengan nilai korelasi 0.4535 (Tabel 35) dan X33 motivasi berprestasi dengan nilai koefisien korelasi 0.4714 (Tabel 35) dengan peubah Y2 yaitu: birokrasi yang profesional dengan nilai korelasi sangat kuat yakni 0.6117 (Tabel 34).
Hubungan keterkaitan antara peubah X3 yaitu
efektivitas kinerja birokrasi dengan peubah Y yaitu manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif, ternyata juga memiliki hubungan keterkaitan yang sangat kuat dengan nilai koefisien korelasi 0.6195 (Tabel 31) pada Pr>F 0.0001 nyata pada α <0.05. Kenyataan ini memberi pemahaman bahwa peubah X3 tetap menjadi faktor yang berkorelasi kuat terhadap peubah Y yaitu manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif, sehingga dengan demikian untuk mendapatkan manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif yang ideal, harus memperbaiki komponen peubah X3, apalagi dengan melihat analisis korelasi yang ada menunjukkan bahwa komponen peubah X3 yaitu: X32, X33 dan X34 memiliki hubungan keterkaitan yang kuat sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan sebagaimana disajikan pada Tabel 33. Paling menonjol adalah hubungan keterkaitan pada peubah X33 (motivasi berprestasi) dengan nilai koefisien korelasinya adalah sangat kuat yaitu 0.7609 (Tabel 33). Hal ini berarti bahwa efektivitas kinerja birokrasi dikaitkan dengan upaya menciptakan citra atau prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif didominasi oleh aspek motivasi berprestasi. Hal ini dengan jelas tampak di lapangan bahwa tingkat profesionalisme birokrasi di daerah belum bisa dikatakan memadai, karena upaya peningkatan kompetensi SDM aparatur juga sifatnya masih konvensional, belum dirancang secara sistematis berdasarkan konsep-konsep human resources development yang ideal.
Begitu juga motivasi kerja pegawai belum menunjukkan suatu yang
menonjol, semuanya serba monoton dan cenderung kerja sekedar gugur kewajiban. Unsur pimpinan jarang melakukan sidak untuk monitoring kinerja aparatur perdesaan dan lain-lain, ditambah pula dengan banyaknya pekerjaan utama lainnya dari para pegawai.
129
Tabel 35. Korelasi antara peubah efektivitas kinerja birokrasi dengan peubah manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif
Peubah
X31 X32 X33 X34
Pelayanan publik Kompetensi dan budaya kerja Motivasi berprestasi Kepedulian dan kepekaan aparatur
Manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif 1 0.0787 0.4535 0.4714 0.2498
Manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif 2 -0.0334 -0.2977 0.2790 0.1864
Manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif 3 0.2843 0.0157 0.0253 0.0834
Keterangan: Dari Tabel 34 dan 35 disimpulkan bahwa peubah birokrasi yang profesional Y2 memiliki hubungan yang cukup tinggi dengan kompetensi dan budaya kerja (X32) dan motivasi berprestasi (X33).
Pembinaan dan Pengembangan Aparatur dalam Pelaksanaan Pembangunan Perdesaan Partisipatif Hasil pengamatan di lapangan dalam pelaksanaan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan banyak dipengaruhi oleh aspek kepemimpinan. Karena kepemimpinanlah yang mampu membangun dan menata lembaga, menghimpun potensi, menggerakkan seluruh sumber daya serta melakukan komunikasi dengan semua pihak dan terutama sekali dalam upaya mengembangkan sumber daya manusia aparatur. Mencermati hal ini akan terlihat pada analisis hubungan keterkaitan antara aspek kepemimpinan sebagai aspek yang paling dominan terlihat pada Tabel 36. Dari nilai korelasi (menggunakan software SPSS 15) antara peubah faktor eksternal terlihat bahwa ada hubungan linier antara peubah X21 dengan X23 dan X24, antara X22 dengan X23, X24 dan X25, antara X32 dengan X24 dan X25. Komunikasi, monitor dan pengarahan aparat masih sangat terbatas. Kepemimpinan pemerintahan dan pembangunan perdesaan di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan, ditandai dengan dominannya aspek figur ketimbang aspek pendidikan dan pengalaman serta profesionalitas. Gaya partisipatif, direktif dan supportif fasilitatif, terobosan dan parakarsa dalam upaya pengembangan SDM aparatur melalui diklat dan semacamnya belum maksimal meningkatkan kinerja dan kompetensi aparat.
130
Rekruitmen politik untuk pemilihan seorang kepala desa sangat ditentukan oleh faktor kefiguran. Tim personal aparatur desa yang terbentuk pun termasuk upaya pembinaannya sangat kental bermuatan/berkaitan erat dengan aspek kefiguran apalagi belum ada peraturan daerah yang mengatur secara khusus mengenai pembinaan karir aparatur di tingkatan perdesaan. Karakteristik individu aparatur belum sepenuhnya menjadi acuan murni untuk pemanfaatan SDM. Kefiguran sebenarnya tidak semuanya buruk, akan tetapi kefiguran yang dijadikan satu-satunya indikator dengan mengabaikan aspek capacity dan profesionalitas serta kompetensi dan kecerdasan adalah suatu hal yang kurang baik. Kefiguran perlu dilengkapi dengan aspek lain yang sifatnya obyektif sesuai kebutuhan. Kebijakan pengembangan karir SDM aparat harusnya maksimal. Tabel 36. Korelasi Rank Spearman internal peubah faktor eksternal X21
Peubah Pembinaan dan pengembangan aparatur Sig. (2-tailed) n
X22
Kepemimpinan Sig. (2-tailed) n
X23
Partisipasi stakeholders Sig. (2-tailed) n Good governance Sig. (2-tailed) n Kebijakan pemberdayaan masyarakat Sig. (2-tailed) n
X24
X25
X21
X22
X23 -.186(**) .009
X24 . 202(**) .004
1.000 .
-.112 .115
200
X25 -.125 .077
200
200
200
200
-.112 .115 200
1.000 . 200
.151(*) .033 200
.475(**) .000 200
.528(**) .000 200
-.186(**)
.151(*)
1.000
.097
.412(**)
.009 200 202(**) .004 200
.033 200 .475(**) .000 200
. 200 .097 .170 200
.170 200 1.000 . 200
.000 200 .471(**) .000 200
-.125
.528(**)
.412(**)
.471(**)
1.000
.077 200
.000 200
.000 200
.000 200
. 200
Keterangan: ** Korelasi sangat nyata pada taraf signifikan 0.01 * Korelasi nyata pada taraf signifikan 0.05
Aspek Kepemimpinan pada kelembagaan pembangunan
merupakan
kekuatan aspirasional, kekuatan semangat dan kekuatan moral kreatif yang mampu memperngaruhi para anggota untuk mengubah sikap. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Inu (Yunus, 2009:196) bahwa pemimpin adalah orang yang mempengaruhi pihak lain melalui proses kewibawaan
131
komunikasi sehingga orang lain tersebut bertindak sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu. Korelasi antara Faktor-Faktor yang Berhubungan dalam Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif Uraian ini dijadikan sebagai acuan untuk melakukan solusi guna perbaikan manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif khususnya di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. Hasil uji statistik memperlihatkan bahwa peubah penelitian memiliki hubungan, baik antar kelompok peubah maupun antar sub-sub peubah secara langsung. Analisis Korelasi kanonik dan analisis korelasi Rank Spearman menunjukkan hal-hal sebagai berikut: Tabel 37. Korelasi kanonik memperlihatkan: (1) Korelasi cukup kuat antara kelompok peubah X1 (karakteristik aparatur) dengan kelompok peubah X2 (faktor eksternal) dengan nilai koefisien korelasi 0.3889 Pr>F<0.0001 nyata pada <0.05. (2) Korelasi sangat kuat antara kelompok peubah X2 (faktor eksternal) dengan Kelompok peubah Y (manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif) dengan nilai koefisien korelasi 0.8375 Pr>F <0.0001 nyata pada <0.05. (3) Korelasi sangat kuat antara kelompok peubah X3 (efektivitas kinerja birokrasi) dengan kelompok peubah Y (manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif) dengan nilai koefisien korelasi 0.6196 Pr>F<0.0001 nyata pada <0.05. (4) Korelasi sangat kuat antara kelompok peubah X2 (faktor eksternal) dengan kelompok peubah X3 (efektivitas kinerja birokrasi) dengan nilai koefisien korelasi 0.6833 Pr>F<0.0001 nyata pada <0.05. (5) Korelasi cukup kuat antara kelompok peubah X1 (karakteristik aparatur) dengan kelompok peubah Y (manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif) cukup kuat dengan nilai korelasi 0.4228 Pr>F<0.0001 nyata pada <0.05.
132
(6) Korelasi cukup kuat antara Kelompok peubah X1 (karakteristik aparatur) dengan kelompok peubah X3 (efektivitas kinerja birokrasi) dengan nilai koefisien korelasi 0.4715 Pr>F<0.0001 nyata pada <0.05. Selain itu, hubungan antar sub peubah juga menggambarkan korelasi yang nyata maupun yang sangat nyata. Dari keeratan hubungan antar peubah penelitian menunjukkan bahwa untuk
memperbaiki manajemen pemerintahan dan
pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto, maka terlebih dahulu pemerintahan di daerah harus memperbaiki faktor eksternal yaitu aspek kualitas SDM aparatur, kepemimpinan, good governance, kebijakan pemberdayaan masyarakat, dan aspek partisipasi stakeholders. Prioritas berikutnya adalah memperbaiki aspek atau peubah efektivitas kinerja birokrasi yang meliputi: pelayanan publik, kompetensi dan budaya kerja, motivasi berprestasi, serta kepedulian dan kepekaan aparat. Korelasi kanonik ini terlihat pada Tabel 37. Tabel 37. Korelasi kanonik antar kelompok peubah gabungan dua kabupaten No Koefisien
Eigen value
Sig
Peubah
1
0.3889
Pr>F<0.0001
α <0.05
X 1 dgn X 2
2
0.8375
Pr>F<0.0001
α <0.05
X 2 dgn Y
3
0.6196
Pr>F<0.0001
α <0.05
X 3 dgn Y
4
0.6833
Pr>f<0.0001
α <0.05
X 2 dgn X 3
5
0.4228
Pr>F<0.0001
α <0.05
X 1 dgn Y
6
0.4715
Pr>F<0.0001
α <0.05
X 1 dgn X 3
Keterangan: X1: Karakteristik aparatur X2: Faktor Eksternal X3: Efektivitss kinerja Birokrasi Y : Manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif
Hubungan keterkaitan antara beberapa aspek dalam menggerakkan organisasi pembangunan perdesaan partisipatif ini dapat pula dicermati analisis korelasi Rank Spearman antar peubah penelitian terlihat pada Tabel 38. Dari nilai korelasi (menggunakan software SPSS 15) antara peubah faktor eksternal dengan peubah manajeman pemerintahan dan pembangunan partisipatif terlihat bahwa
133
ada hubungan linier antara peubah Y1 dan Y2 dengan X22, X23, X24 dan X25, serta antara Y3 dengan faktor eksternal. Korelasi yang paling menonjol adalah Y1 (optimalisasi sumber daya) dengan X25 (kebijakan pemberdayaan masyarakat) dengan nilai koefisien 0.663** (Tabel 38), disusul Y3 (masyarakat madani yang mandiri) dengan X25 (kebijakan pemberdayaan masyarakat) dengan nilai Koefisien 0.568** (Tabel 38), kemudian X22 (kepemimpinan) dengan Y3 (masyarakat madani yang mandiri) dengan nilai koefisien 0.504** (Tabel 38), seterusnya kepemimpinan (X22) berkorelasi sangat nyata dengan optimalisasi
sumber daya (Y1) dengan nilai koefisien 0,409**
(Tabel 38). Hal ini menunjukkan bahwa, aspek kepemimpinan merupakan kata kunci keberhasilan dalam menggerakkan kegiatan organisasi pembangunan perdesaan di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto
Provinsi Sulawesi
Selatan. Tabel 38. Korelasi Rank Spearman antara peubah faktor eksternal dengan manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif (Y) X21 Pembinaan dan peng embangan aparatur
Peubah Y1
Y2
Y3
Optimalisasi sumber daya Sig. (2-tailed) n Birokrasi yang profesional Sig. (2-tailed) n Masyarakat madani Sig. (2-tailed) n
X22 Kepemi mpinan
X23 Partisipasi stakeholders
X24 Good governance
X25 Kebijakan pemberdayaan
-.015
.409(**)
.311(**)
.475(**)
.663(**)
.832 200
.000 200
.000 200
.000 200
.000 200
.034
.551(**)
.321(**)
.415(**)
.305(**)
.633 200
.000 200
.000 200
.000 200
.000 200
-.176(*)
.504(**)
.437(**)
.341(**)
.568(**)
.013 200
.000 200
.000 200
.000 200
.000 200
Keterangan: ** Korelasi sangat nyata pada taraf signifikan 0.01 * Korelasi nyata pada taraf signifikan 0.05.
Bukti nyata terlihat pada pelaksanaan Musyawarah Antar Desa (MAD) untuk Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan yang banyak melibatkan aparatur dan masyarakat dengan peran masing-masing, bila dianalisis dari indikator organisasi maka peran yang dilakukan oleh para pelaku terlaksana berdasarkan mekanisme organisasi yang telah ditetapkan. Selain itu
134
aspek kepemimpinan Kepala Desa sebagai bagian dari pimpinan yang ada di desa, lebih kuat berpengaruh
dibandingkan elemen lainnya yang disiapkan untuk
memandu masyarakat dalam melaksanakan tahapan pembangunan perdesaan. Bahkan demikian pula halnya di tingkat kecamatan, peran camat tidak dapat dipungkiri dalam perannya sebagai pemimpin eksekutif. Hal ini berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kecamatan Kahu Kabupaten Bone sebagaimana diungkapkan sekretaris UPK (unit pengelola kegiatan) wawancara 5 Juni 2009: “Perencanaan dalam pelaksanaan PNPM dilakukan berdasarkan atas Musyawarah Antar Desa (MAD) namun dalam melakukan musyawarah peran pak desa berpengaruh kuat sebagai pemimpin formal walaupun tidak ada intervensi dalam pelaksanaan program yang akan diusulkan. Hubungan antara faktor eksternal dengan efektivitas kinerja birokrasi terlihat pula pada sajian Tabel 39. Dari nilai korelasi antara peubah faktor eksternal dengan peubah efektivitas kinerja birokrasi terlihat ada hubungan linier yang erat dan sangat nyata antara peubah X31 dengan X21, X23, dan X25, antara X32 dengan X21 dan X24, antara X33 dengan X21, X22, X23, dan X25, serta antara X34 dengan X21, X23, dan X25. Tabel 39. Korelasi Rank Spearman antara peubah faktor eksternal (X2) dengan peubah efektivitas kinerja birokrasi (X3) Peu bah X31
X32
X33
X34
Pelayanan publik Sig. (2-tailed) n Kompetensi dan budaya kerja Sig. (2-tailed) n Motivasi berprestasi Sig. (2-tailed) n Kepedulian dan kepekaan Sig. (2-tailed) n
X21 X22 Pembinaan dan Kepemimpin pengembangan aparatur an .244(**) .050 .001 .480 200 200
X23 Partisipasi stakeholders .219(**) .002 200
X24 Good governance .021 .763 200
X25 Kebijakan pemberdayaan .323(**) .000 200
.476(**)
.031
.002
.280(**)
-.008
.000 200
.662 200
.975 200
.000 200
.911 200
-.218(**)
.355(**)
.447(**)
.072
.317(**)
.002 200
.000 200
.000 200
.311 200
.000 200
-.296(**)
.125
.383(**)
-.054
.318(**)
.000 200
.077 200
.000 200
.451 200
.000 200
** Korelasi sangat nyata pada taraf signifikan 0.01 * Korelasi nyata pada taraf signifikan 0.05.
135
Hal lain bahwa aspek kepemimpinan camat sebagai pembina program pemberdayaan masyarakat di Kecamatan Libureng Kabupaten Bone
sangat
berperan dan mempunyai korelasi kuat dalam upaya pemberdayaan masyarakat, agar masyarakat dapat keluar dari lingkup kemiskinan yang membelenggunya. Hal ini menjadi satu bukti bahwa peran pemimpin formal masih mempunyai pengaruh yang kuat di daerah tersebut sehingga otomatis masyarakat termotivasi untuk bekerja sama dalam pelaksanaan program yang akan dilakukan, sebagaimana diungkapkan oleh ketua TPK (tim pengelola kegiatan) Kecamatan Kelara Kabupaten Jeneponto mengungkapkan, (wawancara, 23 Agustus 2009): “Kelompok PNPM dalam mengikuti pelaksanaan Musyawarah Antar Desa (MAD) berperan aktif dalam menyatakan usulan-usulan yang akan dilakukan, yaitu usulan yang akan dilaksanakan mendapat dukungan sepenuhnya dari pemerintah setempat, bahkan pertemuan-pertemuan yang diadakan sering kali dilakukan di Kantor Kecamatan yang dihadiri oleh Camat selaku Pembina PNPM.” Berdasarkan pengamatan penulis, peran camat selaku Pembina PNPM telah terlaksana dengan baik serta dapat melakukan pengawasan dan monitoring terhadap pelaksanaan PNPM, di mana peran ini dapat dilakukan dengan mudah, karena keberadaan kantor Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat satu atap dengan kantor kecamatan, sehingga dengan mudah dapat dilakukan monitoring. Aspek Koordinasi dan Persepsi Masyarakat Terhadap Dinamika Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif Partisipasi Masyarakat Perdesaan dalam Pembangunan Tujuan program pembangunan yang dilancarkan selama ini ialah mendorong partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan desanya. Perlunya partisipasi masyarakat dalam pembangunan sudah sering diucapkan dan ditulis oleh berbagai pihak, terutama para ahli dan pemimpin yang terlibat langsung dalam upaya-upaya pembangunan. Bahkan salah satu ciri negara yang menganut sistem pemerintahan demokrasi ialah mengikut-sertakan masyarakat dalam proses usaha-usaha pembangunan melalui “partisipasi.” Partisipasi seluruh elemen
136
masyarakat dalam proses usaha-usaha pembangunan adalah sebagai faktor yang amat penting dan menentukan berhasil tidaknya pembangunan nasional dan daerah. Penerapan
partisipasi dalam kehidupan nyata tidak semudah dengan
mengucapkannya. Dalam kenyataan di beberapa desa sampel, masyarakat hanya diikut sertakan dalam proses pelaksanaan pembangunan, tetapi terbatas dalam ikut menentukan hal-hal yang sebaiknya dibangun. Salah satu cirinya yang masih ada kelihatan dalam proses pelaksanaan pembangunan adalah dalam bentuk-bentuk mobilisasi tenaga kerja dan sumber dana masih ditemukan di lokasi penelitian. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa partisipasi masyarakat dalam pembangunan, khususnya pembangunan desa, amatlah penting dan turut menentukan berhasil-tidaknya pembangunan tersebut. Namun yang dimaksud partsisipasi masyarakat kiranya masih perlu diperjelas persepsi dan pengertian orang terhadap partisipasi yang berbeda-beda, bukan saja di kalangan masyarakat tetapi juga di kalangan para ahli. Pembangunan yang meliputi segala segi kehidupan: politik, ekonomi, sosial budaya, baru akan berhasil apabila merupakan kegiatan terlibatnya seluruh rakyat. Partisipasi diperlukan tidak saja dari para pemimpin (formal dan informal) tetapi juga rakyat yang terdiri dari para petani, nelayan, buruh, pedagang kecil, pegawai negeri dan lain-lain. Banyak rencana pembangunan yang tidak berhasil karena untuk siapa pembangunan itu dilaksanakan tidak terlibat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan. Keberhasilan suatu program pembangunan kiranya lebih terjamin apabila mendapat dukungan dari semua lapisan rakyat di samping peranan pemerintah yang aktif dan dengan usaha berencana. Jadi partisipasi masyarakat dalam kegiatan-kegiatan pembangunan, bukan saja sebagai alat untuk berhasilnya pembangunan, tetapi juga merupakan tujuan tersendiri. Melibatkan rakyat dalam pembangunan merupakan proses yang lama tetapi bila berhasil akan dapat membawa manfaat yang mengagumkan. Pembangunan desa sudah dilaksanakan sejak tahun 1957, dengan landasan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1957, dilanjutkan secara lebih
137
intensif mulai Tahun 1969 dalam bentuk Inpres BPD (Bantuan Pembangunan Desa), tetapi pertanyaan kemudian muncul “sudahkah penduduk desa dilibatkan atau
terlibat secara berarti dalam pembangunan desa tersebut?” Jika
membicarakan masalah partisipasi dalam pembangunan perdesaan, maka sebagian yang dimaksudkan adalah respon masyarakat desa (local response) terhadap anjuran-anjuran,
penggunaan
cara-cara
baru,
pemakaian
teknologi
dan
memberikan pengorbanan pemikiran, waktu, tenaga dan uang untuk tercapainya tujuan-tujuan pembangunan. Partisipasi atau kurangnya partisipasi masyarakat terhadap upaya pembangunan, pada hakekatnya adalah respon masyarakat terhadap anjuran dan kebijaksanaan pemerintah dalam pembangunan. Dengan demikian adalah wajar jika gejala rendahnya “Response” masyarakat desa dalam proses pembangunan dirisaukan oleh para pengambil keputusan. Pembangunan menuntut perubahan dan perubahan yang paling penting ialah perubahan dalam sikap (attitudes) dan tindakan (actions) dari warga masyarakat. Meskipun cita-cita dan konsep-konsep pembangunan itu bagus karena direncanakan secara baik dan sempurna oleh para ahli dan diterima oleh lembaga lembaga yang berwenang memutuskannya, namun apabila sikap masyarakat tidak berubah dan tidak ada tindakan nyata dari kelompok sasaran (target groups), maka tujuan pembangunan juga akan sulit dicapai. Di lain pihak walaupun masyarakat sudah berubah untuk menerima perubahan, diperlukan pula adanya kebijakan yang membuka peluang dan kesempatan untuk berpartisipasi. Tanpa peluang atau kesempatan untuk berpartisipasi, masyarakat tidak dapat diharapkan berpartsipasi. Yang menjadi masalah ialah siapakah yang bertanggung jawab dalam upaya membangkitkan “response” yang akan membangkitkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan?. Dalam hal ini peranan pemuka-pemuka masyarakat (pemuka agama, pemuka adat, tokoh pendidikan dan tokoh politik) sangat diperlukan. Di samping itu berbagai organisasi dan lembaga baik pemerintah, atau swasta juga diharapkan berperan membangkitkan response.
Hal ini amat tergantung pada kesediaan masing-
masing lembaga atau organisasi tersebut untuk berperan sesuai fungsi-fungsi yang
138
diharapkan
akan
dilaksanakan
oleh
lembaga-lembaga
tersebut.
Institusi
pemerintahan dan lembaga sosial yang sifatnya informal seperti disebutkan diatas masih perlu ditingkatkan dalam hal koordinasi dan komunikasi pembangunan terutama
dalam
memformulasi
dan
konsistensi
pelaksanaan
kebijakan
pembangunan perdesaan partisipatif pada kedua kabupaten lokasi penelitian. Proses pembangunan terdiri atas tahap-tahap mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan, pengawasan/pengendalian dan pemantauan serta keberlanjutan, maka partisipasi haruslah terlaksana dalam keseluruhan tahaptahap pembangunan tersebut. Dengan kata lain berpartisipasi harus terlaksana dalam perencanaan, dalam pelaksanaan, dalam pemeliharaan, dalam pengawasan dan dalam pelestarian. Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan desa dapat dibedakan dalam empat jenis yaitu: dalam bentuk tenaga,
dana,
material
dan
pemikiran.
Peran
aparatur,
kepemimpinan
pemerintahan dan pemahaman serta kesadaran masyarakat merupakan aspek yang saling berhubungan untuk membangkitkan response untuk berpartisipasi. Hasil penelitian sebagai acuan untuk memahami secara jelas mengenai hubungan keterkaitan berbagai faktor dalam proses pembangunan perdesaan di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan dapat dicermati
faktor
karakteristik
aparatur
kelembagaan
pemerintahan
dan
pembangunan antara lain: umur, jenis kelamin, pengalaman dan masa kerja, pendidikan SDM aparatur, di dalam penelitian ini di sebut peubah X1. Sementara faktor eksternal disebut sebagai peubah X2 antara lain adalah pembinaan dan pengembangan aparatur, kepemimpinan, tingkat partisipasi Stakeholders, derajat Good Governance, dan efektivitas kebijakan pemberdayaan masyarakat. Hasil analisis statistik korelasi kanonik memperlihatkan hubungan keterkaitan antara kedua kelompok peubah tersebut terlihat pada Tabel 40. Korelasi Kanonik pada Tabel 40 menghasilkan empat peubah kanonik. Akar ciri ini harus diuji terlebih dahulu apakah nyata atau tidaknya, jika nyata maka kita dapat menggunakan korelasinya. Nilai korelasi 0.3890 (cukup kuat) merupakan nilai korelasi tertinggi yang mungkin dari kombinasi linier antara karakteristik aparatur dengan faktor eksternal.
139
Tabel 40. Korelasi kanonik antara peubah karakteristik aparatur dengan faktor eksternal No
Canonical correlation
Adjusted canonical correlation
Approximate standard error
Squared canonical correlation
1 2 3 4
0.3890 0.1420 0.0831 0.0224
0.3489 . . .
0.0606 0.0700 0.0709 0.0714
0.1513 0.0202 0.0069 0.0005
Hipotesis nol yang diuji dari ketiga eigen value/akar ciri yang ada adalah korelasi bernilai nol dan hipotesis alternatifnya korelasi bernilai tidak nol. Didapatkan hasil bahwa akar ciri pertama dan akar ciri kedua memiliki nilai signifikansi (Pr>F) <0.05 yang berarti kita dapat menggunakan akar ciri pertama untuk mencari korelasi kanonik antara karakteristik aparatur dengan faktor eksternal dan dari Tabel 40 sebelumnya didapat bahwa korelasinya cukup kuat bernilai 0.3890. Keeratan hubungan antar peubah karakteristik aparatur secara internal terlihat bahwa masa kerja dan pendidikan terakhir memiliki korelasi sangat kuat dengan peubah kanonik pertama miliknya sendiri sebesar 0.5132 dan 0.8698 (Tabel 41) yang dilihat peubah karakteristik aparatur pertama karena hanya satu akar ciri yang nyata. Tabel 41. Korelasi antara peubah karakteristik aparatur dengan peubah kanoniknya kaitannya dengan peubah faktor eksternal Peubah Jenis kelamin Umur Masa kerja Pedidikan terakhir
Karakteristik aparatur 1 0.1339 -0.0275 0.5132 0.8698
Karakteristik aparatur 2 -0.0591 0.8702 0.6667 -0.3862
Karakteristik aparatur 3 0.9668 -0.2287 -0.0819 0.1740
Karakteristik aparatur 4 0.2096 -0.4354 0.5343 -0.2531
Setelah diuji korelasi kanonik nyata atau tidak melalui uji statistic multivariate dapat disimpulkan bahwa memang ada korelasi atau hubungan keterkaitan yang kuat antara faktor karakteristik aparatur pemerintah dengan faktor eksternal cukup kuat dengan nilai koefisien korelasi 0.3890 (Tabel 40). Pr>F <.0129 nyata pada nilai signifikansi α <0,05. Hal ini mengandung makna bahwa di dalam upaya menata kelembagaan pemerintahan dan pembangunan perdesaan di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan yaitu memperbaiki karakteristik aparatur dapat dipastikan memiliki
140
keterkaitan timbal balik yang kuat dengan upaya peningkatan pembinaan dan pengembangan SDM, kualitas kepemimpinan, partisipasi stakeholders, good governance dan efektivitas kebijakan pemberdayaan masyarakat. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kinerja aparatur dalam implementasi program pemberdayaan masyarakat masih terkait dengan cara-cara lama yang belum sepenuhnya mencerminkan filosofi yang dikandung oleh program pemberdayaan masyarakat itu, atau kebijakan pembangunan yang lebih menekankan aspek sinergitas, dan koordinasi serta kepemimpinan yang demokratis dan SDM yang profesional. Good governance yang selalu menjadi bahan diskusi, seminar dan wacana di mana-mana untuk konteks Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan, masih banyak terkendala oleh faktor kultur dan sistem. Persepsi Masyarakat terhadap Partisipasi Stakeholders Dari beberapa komponen penilaian masyarakat mengenai partisipasi stake holders, dari segi ketaatan dan kedisiplinan adalah tergolong sedang dengan angka jawaban responden sebesar 62.5 persen di antara 40 orang responden. Kemauan, pengetahuan dan kemampuan, keseriusan, keberpihakan aparatur dan swasta kepada masyarakat, keberanian mengambil resiko, motivasi kerja, dan kesesuaian bidang kerja, semua dalam penilaian normal. Kecuali aspek budaya kerja ada penilaian monoton dan memelihara tradisi angkanya cukup tinggi yaitu monoton 10 informan dan memelihara tradisi tujuh informan dari total 40 informan. Hal ini menjadi salah satu kajian pemberdayaan, dan terkait dengan upaya penerapan nilai-nilai universal. Oleh karena itu program penyuluhan menjadi sesuatu yang penting untuk dilakukan. Selanjutnya angka penilaian anggota masyarakat dapat dilihat pada Lampiran 18. Persepsi Masyarakat terhadap Good Governance Angka-angka penilaian masyarakat tentang Good Governance sebenarnya juga dinilai sudah berjalan apa adanya namun masih terlihat pula hal-hal yang
141
perlu mendapat perhatian yaitu dalam hal komunikasi antar pejabat ada kesan kurang dinamis dan cenderung tertutup. Kepekaan terhadap isu yang muncul, kemampuan memecahkan masalah, koordinasi musayawarah pembangunan, transparansi, dan pengawasan pembangunan dianggap masih kurang atau lemah. Hal yang perlu segera di atasi oleh pimpinan pemerintahan di daerah ialah memantapkan aspek pengawasan, transparansi, koordinasi serta ketepatan dan kecepatan reaksi (responsiveness) terhadap seluruh kegiatan pembangunan dan kebutuhan masyarakat. Efektivitas dalam penerapan pengalaman dari luar mutlak diperlukan di era globalisasi saat ini. Orientasi kinerja yang dikembangkan saat ini sarat dengan kemampuan
profesionalisme
aparatur
terutama
dalam
hal
membangun
kemampuan daya saing daerah dan pemberdayaan masyarakat. Untuk jelasnya hal ini dapat dilihat pada Lampiran 19. Persepsi Masyarakat tentang Optimalisasi Sumber daya dan Pembangunan Ekonomi Masyarakat Penilaian masyarakat dalam hal ini terlihat juga sudah berjalan apa adanya, namun tetap ada hal-hal yang masih perlu pembenahan atau dianggap masih perlu peningkatan yaitu: antara lain dalam hal pendanaan pembangunan, sosialisasi program pembangunan, kemajuan usaha, ketajaman visi dan misi. Tingkat pendidikan warga masyarakat termasuk kategori sedang dan perlu upaya pembelajaran yang lebih intensif lagi. Semua ini merupakan tantangan utama untuk pembangunan partisipatif perdesaan. Hal ini terlihat pada Lampiran 20. Sehubungan dengan hal ini juga, pendapat pakar dan konsultan pembangunan perdesaan dari United Nation Development Programs (UNDP) untuk Kawasan Timur Indonesia termasuk Provinsi Sulawesi Selatan Dr. Ega, M.Si. mengungkapkan (wawancara 6 September 2009): “Ada tiga peran aparatur khususnya pada pembangunan perdesaan yang Perlu dioptimalkan keberpihakannya kepada masyarakat yaitu: peran teknis, peran sosialisasi dan peran politis agar program itu benar-benar mampu membangkitkan partisipasi masyarakat.”
142
Penilaian Masyarakat tentang Pembinaan dan Pengembangan SDM Aparatur Hal-hal yang berkaitan dengan keihlasan pengabdian dan kerelaan berkorban aparatur, kesadaran untuk kerja sama, keterampilan kerja dan ketaatan pada aturan masih merupakan hal-hal yang perlu pembenahan yang merupakan tanggung jawab unsur manajemen birokrasi. Terhadap upaya pembinaan dan pengembangan SDM aparatur ini dapat dikategorikan sedang, meskipun hal-hal yang memerlukan peningkatan dan perbaikan juga jelas terlihat skala prioritasnya ialah keterampilan kerja pegawai, kerelaan berkorban serta kesadaran kerja sama tim. Hal ini terlihat pada Lampiran 21. Persepsi Masyarakat terhadap Pelayanan Publik Penilaian masyarakat yang paling utama mendapat perhatian adalah pendidikan, pengalaman dan kemampuan kerja pegawai dinilai kurang memadai dan konsistensi aparatur dalam mewujudkan program yang sering dikampanyekan juga dinilai perlu disadari dan ada tindak lanjut untuk masyarakat. Penepatan janji aparatur dinilai oleh masyarakat masih perlu diperbaiki serta peningkatan kemampuan kerja juga mutlak diperlukan. Hal ini terlihat pada Tabel 42. Pelayanan administrasi publik yang dilakukan selama ini berjalan sesuai dengan tradisi, yakni didominasi oleh ciri reaktif dan masih jarang sekali adanya cara-cara proaktif. Standar kinerja masih perlu dirancang untuk pelaksanaannya. Filosofi cara kerja pemadam kebakaran masih mewarnai birokrasi yang sebenarnya sedikit demi sedikit harus direformasi. Peran dan komitmen unsur kepemimpinan menjadi sesuatu yang sangat penting. Pelayanan publik yang prima dan bermutu adalah merupakan pelayanan yang berstandar kinerja, dengan selalu melihat kebutuhan dan kepuasan pelanggan, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal. Perangkat administrasi dan perilaku aparatur dapat terlihat pada Tabel 42.
143
Tabel 42. Persepsi masyarakat terhadap pelayanan publik No 1
2
3
4
Pernyataan Pendidikan, pengalaman dan kemampuan kerja pegawai di desa a. Sangat memadai b. Memadai c. Cukup memadai d. Kurang memadai e. Sangat tidak memadai Jumlah satuan unit kerja di desa dirasakan a. Sangat penting b. Penting c. Cukup penting d. Kurang penting e. Tidak penting Waktu yang diperlukan dalam pengurusan administrasi di kantor desa . a. Sangat singkat b. Singkat c. Cukup singkat d. Lama e. Sangat lama Penepatan janji aparatur di desa . a. Selalu ditepati b. Ditepati c. Sebagian ditepati d. Kurang ditepati e. Tidak ditepati
n (40)
%
3 16 13 7 1
7,5 40,0 32,5 17,5 2,5
8 13 15 2 2
20,0 32,5 37,5 5,0 5,0
2 13 20 3 2
5,0 32,5 50,0 7,5 5,0
1 11 22 6 0
2,5 27,5 55,0 15,0 0,0
Persepsi Masyarakat terhadap Kepedulian dan Kepekaan Aparatur Masyarakat menilai bahwa penggunaan waktu kerja pegawai ada kecenderungan kurang efektif, mekanisme kerja pegawai juga kurang efektif dan yang terpenting pula ialah kemampuan menciptakan lapangan kerja untuk masyarakat dinilai biasa-biasa saja dan ada kecenderungan kurang memuaskan. Hal yang terpenting pula ialah kepedulian aparatur terhadap masyarakat hanya tergolong biasa-biasa saja. Mengenai kepedulian dan kepekaan aparatur dapat dilihat pada Tabel 43. Hasil wawancara dengan anggota Legislatif Kabupaten Jeneponto mengungkapkan (wawancara 10 September 2009): “Petani kapas di daerah ini banyak yang berhenti karena harga saprodi ketimbang penjualan hasil produksi mengalami kerugian, dan sulit sekali menemukan jaringan pemasaran produk pertaniannya. Hal ini terkait dengan anggaran yang diajukan untuk saprodi sangat rendah ketimbang anggaran makan minum untuk tamu yang diajukan oleh pemerintah kabupaten.”
144
. Tabel 43. Persepsi masyarakat terhadap kepedulian dan kepekaan aparatur No 1
2
3
4
5
Pernyataan Penciptaan peluang kerja di desa a. Sangat terbuka b. Terbuka dan memuaskan c. Biasa-biasa saja d. Sedikit dan kurang memuaskan e. Jarang ada lowongan kerja Keseriusan untuk mewujudkan apa yang direncanakan. a. Sangat serius b. Serius c. Cukup serius d. Kurang serius e. Tidak serius Penggunaan waktu kerja aparatur di kantor desa. a. Sangat efektif b. Efektif c. Cukup efektif d. Kurang efektif e. Tidak efektif Mekanisme kerja aparatur di desa a. Sangat efektif b. Efektif c. Cukup efektif d. Kurang efektif e. Tidak efektif Kepedulian aparatur terhadap masyarakat a. Sangat peduli b. Peduli c. Biasa-biasa saja d. Kurang peduli e. Tidak peduli sama sekali
n (40)
%
0 10 26 4 0
0,0 25,0 65,0 10,0 0,0
2 14 20 4 0
5,0 35,0 50,0 10,0 0,0
2 12 16 9 1
5,0 30,0 40,0 22,5 2,5
2 9 16 13 0
5,0 22,5 40,0 32,5 0,0
5 12 19 3 1
12,5 30,0 47,5 7,5 2,5
telah
Penilaian Masyarakat terhadap Birokrasi yang Profesional Terdapat beberapa hal yang dapat dilihat di sini yaitu antara lain kemampuan loby aparatur dinilai responden perlu peningkatan hal ini terlihat ada 15 informan dari total 40 informan yang menilai sedang-sedang saja dan ada 10 informan yang menilai rendah. Begitu pula dengan kemampuan memanfaatkan sumber dari luar angka yang menunjukkan kurang mampu juga cukup tinggi yaitu 11 informan dari total 40 informan. Demikian pula dengan kekompakan antar para pejabat seluruhnya memerlukan perbaikan. Aspek kekompakan ini menjadi sesuatu yang sangat penting karena program-program pembangunan yang dilancarkan sifatnya adalah multi dimensional. Alasan efisiensi juga menjadi
145
bahan pertimbangan, Komunikasi pembangunan perlu lebih diintensifkan guna menunjang upaya pemerataan pembangunan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 44. Tabel 44. Persepsi masyarakat terhadap birokrasi yang profesional No 1
2
3
4
5
Pernyataan Kemampuan lobby aparatur desa dan kecamatan di daerah a. Sangat tinggi b. Tinggi c. Cukup tinggi/sedang-sedang saja d. Rendah e. Sangat rendah Prestasi kerja aparatur desa dan kecamatan a. Sangat tinggi b. Tinggi c. Cukup tinggi/sedang d. Rendah e. Sangat rendah Pendapatan dan kesejahteraan pegawai di daerah /desa a. Sangat memadai b. Memadai c. Cukup memadai d. Rendah e. Sangat rendah Keahlian memanfaatkan sumber dari luar di desa a. Sangat mampu b. Mampu c. Cukup mampu d. Kurang mampu e. Tidak mampu Kekompakan para pejabat di desa a. Sangat kompak b. Kompak c. Cukup kompak d. Kurang kompak e. Tidak kompak
n (40)
%
3 11 15 10 1
7,5 27,5 37,5 25,5 2,5
6 9 22 2 1
15,0 22,5 55,0 5,0 2,5
2 2 22 2 2
5,0 30,0 55,0 5,0 5,0
0 9 19 11 1
0,0 22,5 47,5 27,5 2,5
3 12 14 7 4
7,5 30,0 35,0 17,5 10,0
Faktor-Faktor yang Berhubungan dalam Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan Pembangunan perdesaan partisipatif berkaitan dengan banyak aspek. Keterlibatan masyarakat, swasta, LSM, pejabat pemerintahan serta seluruh elemen stakeholders memerlukan koordinasi yang tepat. Oleh karena itu perlu dipahami aspek-aspek yang terkait tersebut guna mendapatkan alternatif solusi melalui pendekatan komunikasi pembangunan dan penyuluhan yang efektif dan efisien.
146
Kabupaten Bone Uji korelasi kanonik menunjukkan nilai korelasi yang erat pada semua komponen peubah. Dengan demikian pendekatan komunikasi pembangunan dan penyuluhan dapat dilakukan pada semua komponen peubah. Nilai korelasi tertinggi adalah korelasi antara peubah X2 (faktor eksternal) dengan peubah Y (manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif). Oleh karena itu, maka untuk lebih efesien dan lebih efektifnya pendekatan komunikasi pembangunan untuk Kabupaten Bone skala prioritasnya adalah pada peubah X2 (faktor eksternal) dan peubah Y (manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif). Hal ini terlihat pada Tabel 45. Korelasi Rank Spearman memperlihatkan korelasi dengan nilai koefisien yang merata dan sangat nyata pada semua peubah, namun yang paling menonjol adalah nilai koefisiem korelasi tertinggi yaitu X33 – X34 (.578**), disusul X22 – Y2 (.570**). Artinya penyuluhan lebih efektif dilakukan pada aspek motivasi berprestasi, kepedulian dan kepekaan, kepemimpinan dan aspek birokrasi yang profesional. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 46. Uji korelasi kanonik tertinggi adalah korelasi sangat kuat peubah X2 dengan peubah Y dengan nilai koefisien 0.8442 (Tabel 45). Disusul korelasi sangat kuat peubah X2 dengan peubah X3 dengan nilai koefisien korelasi 0.7135 (Tabel 45). Hal ini mencerminkan betapa pentingnya peran birokrasi dalam implementasi program pembangunan. Tabel 45. Uji Korelasi Kanonik keeratan hubungan antar kelompok peubah Kelompok Peubah
Eigen value Sig
Keragaman
Koefisien korelasi
X2 dengan Y
Pr>F<.0001<0.05
90.70%
0.8442
X3 dengan Y
Pr>F<.0001<0.05
66.68%
0.7108
X2 dengan X3
Pr>F<.0001<0.05
66.95%
0.7135
X1 dengan Y
Pr>F<.0001<0.05
82.52%
0.5218
X1 dengan X2
Pr>F<.0021<0.05
82.49%
0.4691
X1 dengan X3
Pr>F<.0001<0.05
87.65%
0.5227
Keterangan : X1 : : Karakteristik aparatur X2 : Faktor eksternal X3 : Efektivitas kinerja birokrasi Y : Manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif.
147
Tabel 46. Uji Korelasi Rank Spearman keeratan hubungan langsung antar sub peubah Peubah
Koefisien
Sig
Peubah
Koefisien
Sig
X22 - X24
.535**
0.01
X22 - Y2
.570**
0.01
X25
.510**
Y3
.521**
X23 - X25
.416**
X33 - X34
.578**
Y3
.479**
Y2
.522**
X33
.424**
Y3
.482**
X32 - Y2
.466**
X24 - Y2
.464**
X13
315**
X25 - Y1
.549**
.424**
Y3
.471**
Y2
- Y3
Keterangan: ** Korelasi sangat nyata pada taraf signifikan X13 : Masa kerja X33 X22 : Kepemimpinan X34 Y1 X23 : Partisipasi stakeholders Y2 X24 : Good governance X25 : Kebijakan pemberdayaan masyarakat Y3 X32 : Komepetensi dan budaya kerja
0.01 : : : : :
Motivasi berprestasi Kepedulian dan kepekaan aparatur Optimalisasi sumber daya Birokrasi yang profesional Masyarakat madani yang mandiri
Kabupaten Jeneponto Sama halnya dengan Kabupaten Bone, maka di Kabupaten Jeneponto juga memiliki keeratan hubungan antar kelompok peubah yang sangat kuat terutama korelasi antara peubah X2 (faktor eksternal) dengan peubah Y (manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif) yaitu dengan nilai koefisien 0.8821 (Tabel 47). Hal ini terlihat jelas pada Tabel 47. Hal ini berarti pelaksanaan penyuluhan lebih tepat dan lebih efisien melalui aspek faktor eksternal dan aspek manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif. Namun di sisi lain peubah karakteristik aparat tidak ditemukan adanya keeratan hubungan dengan kelompok peubah yang lain. Analisis korelasi Rank Spearman, hubungan antar peubah kelihatan merata sangat nyata pada semua peubah. Korelasi tertinggi adalah korelasi antara X25 (kebijakan pemberdayaan masyarakat) dengan Y1 (optimalisasi sumber daya). Peubah yang paling banyak berkorelasi dengan peubah yang lain adalah peubah X25 (kebijakan pemberdayaan masyarakat). Hal ini berarti bahwa untuk pendekatan dan pelaksanaan penyuluhan dan pembangunan di Kabupaten Jeneponto lebih tepat dan lebih efisien melalui aspek faktor eksternal dan aspek
148
manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif. Untuk jelasnya dapat dilihat Tabel 48. Tabel 47. Uji korelasi kanonik keeratan hubungan antar kelompok peubah Kelompok Peubah
Eigen Value
Sig
Keragaman
Koefisien korelasi
X2 dengan Y
Pr>F<0.0001<0.05
85.76%
0.8821
X3 dengan Y
Pr>F<0.0001<0.05
66.69%
0.5421
X2 dengan X3
Pr>F<0.0001<0.05
53.61%
0.7481
Keterangan : X2 : Faktor eksternal X3 : Efektivitas kinerja birokrasi Y : Manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif.
Uji Korelasi Kanonik antara kelompok peubah dan korelasi Rank Spearman yaitu hubungan langsung antar sub peubah secara mandiri yang agak menonjol mengenai keterkaitan beberapa peubah terlihat jelas bahwa banyak hal yang perlu menjadi dasar acuan dalam menata pemerintahan perdesaan partisipatif. Untuk Kabupaten Bone korelasi kanonik yang menonjol adalah korelasi kanonik peubah X2 (faktor eksternal) dengan peubah Y (manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif).
Peubah X2 (faktor
eksternal) dengan X3 (efektivitas kinerja birokrasi) dan peubah X3 (efektivitas kinerja birokrasi) dengan peubah Y (manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif). Sama halnya dengan korelasi kanonik pada peubah yang sama di Kabupaten Jeneponto. Korelasi Rank Spearman untuk Kabupaten Bone yang menonjol adalah peubah X33 (motivasi berprestasi) dengan peubah X34 (kepedulian dan kepekaan aparatur) dengan koefisien korelasi .578** Sig 0.01. Peubah X22 (kepemimpinan) dengan peubah Y2 (birokrasi yang profesional) dengan koefisien korelasi .570** Sig 0.01 dan peubah X25 (kebijakan pemberdayaan masyarakat) dengan peubah Y1 (optimalisasi sumber daya) dengan koefisien korelasi .549** Sig 0.01. Secara keseluruhan aspek birokrasi yang profesional (Y2), masyarakat madani yang mandiri (Y3), dan aspek kepemimpinan (X22) berkorelasi sangat nyata dengan banyak peubah yang lain.
149
Tabel 48. Uji Korelasi Rank Spearman keeratan hubungan langsung antar sub peubah Peubah
Koefisien
Sig
Peubah
Koefisien
Sig
X21 - X31
.421**
0.01
X22 - X23
.315**
0.01
X32
.634**
X24
.320**
X34
.-298**
X25
.585**
X23 - X25
.421**
Y1
.483**
X33
.492**
Y2
.487**
X34
.338**
Y3
.514**.
Y2
.476**
X33 - X34
345**
Y3
.381**
Y2
418**
X25 - X24
.624**
Y3
.358**
X31
.294**
X24 - Y1
.656**
Y1
.790**
Y2
.311**
Y2
.301**
Y3
.361**
Y3
678**
X31 - Y1
.374**
X34 - Y3
.317**
X11 - X13
.564**
Y1 - Y3
.569**
X14 - X23
-.326**
X25
-.231*
<0.05
Keterangan: ** Korelasi sangat nyata pada taraf significant 0.01 * Korelasi nyata pada taraf significant 0.05: X11 : Jenis kelamin X21 : Pembinaan dan pengembangan aparatur X12 : Umur X22 : Kepemimpinan X13 : Masa kerja X23 : Partisipasi stakeholders X14 : Pendidikan terakhir X24 : Good governance X25 : Kebijakan pemberdayaan masyarakat X32 : Kompetensi dan budaya kerja X31 : Pelayanan publik X34 : Kepedulian dan kepekaan aparatur X33 : Motivasi berprestasi Y1 : Optimalisasi sumber daya Y2 : Birokrasi yang profesional Y3 : Masyarakat madani yang mandiri
Uji korelasi Rank Spearman yang menonjol di Kabupaten Jeneponto adalah: (1) Peubah X25 (kebijakan pemberdayaan masyarakat) dengan peubah Y1 (optimalisasi sumber daya) dengan koefisien korelasi .790** Sig 0.01. (2) Peubah X25 (kebijakan pemberdaayaan masyarakat) dengan peubah Y3 (masyarakat madani yang mandiri) dengan koefisien korelasi .678** Sig 0.01. (3) Peubah X24 (good governance) dengan peubah Y1 (optimalisasi sumber daya) dengan koefisien korelasi .656** Sig 0.01.
150
(4) Peubah X25 (kebijakan pemberdayaan masyarakat) dengan peubah X24 (good governance) dengan koefisien korelasi .624** Sig 0.01. (5) Peubah X21 (pembinaan dan pengembangan aparatur) dengan peubah X32 (kompetensi dan budaya kerja) dengan koefisien korelasi .634** Sig 0.01. (6) Peubah X22 (kepemimpinan) dengan X25 (kebijakan pemberdayaan masyarakat) dengan koefisien korelasi .585** Sig 0.01. (7) Peubah Y1 (optimalisasi sumber daya) dengan Y3 (masyarakat madani yang mandiri) dengan koefisien korelasi .569** Sig 0.01. Secara keseluruhan peubah peubah yang paling banyak berkorelasi sangat nyata dengan peubah lainnya adalah aspek kebijakan pemberdayaan masyarakat (X25), masyarakat madani yang mandiri (Y3), birokrasi yang profesional (Y2) dan aspek kepemimpinan (X22). Strategi Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif Sumber Daya dan Program Pembangunan Potensi dan profil keseluruhan sumber daya manusia, sumber daya alam, teknologi dan sumber daya buatan yang dikelola dalam pelaksanaan program dan kebijakan pembangunan ditanggapi secara beragam oleh responden. Akan tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa keseluruhan sumber daya pembangunan di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto, masih banyak yang perlu dipersiapkan
lagi
terutama
dari
segi
teknologi,
dukungan
kebijakan,
permodalan/keuangan dan lain-lain. Hal ini terbukti dengan persepsi responden yang diperkuat dengan hasil pengamatan dan wawancara yang menyatakan bahwa sumber daya pembangunan di Kabupaten Bone dan Jeneponto masih tergolong kurang lengkap. Mengenai relevansi pelaksanaan program pembangunan yang dijalankan selama ini dengan kebutuhan masyarakat dapat dikategorikan sedang. Hal ini artinya peran aparatur untuk mempersiapkan semua dan merancang kegiatan pembangunan sangatlah penting, karena
hal ini amat berpengaruh
terhadap kemauan dan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan.
151
Uraian terdahulu menjelaskan bahwa tingkat partisipasi stakeholders dalam penyusunan program pembangunan juga masih perlu di tingkatkan. Hal ini berarti bahwa aspek penyusunan rencana pembangunan itu masih ada masalah sekitar kesadaran, kepedulian dan motivasi serta pemahaman dan koordinasi penyusunan rencana pembangunan. Ketersediaan infrastruktur sosial ekonomi di perdesaan Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Sulawesi Selatan kelihatannya juga masih ada masalah terutama dalam hal kesesuaian dengan kebutuhan masyarakat. Mengenai program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan selama ini juga masih ada masalah dengan masih perlu optimalisasi tingkat efektivitasnya. Ini bisa dipahami bahwa kondisi aktual di lapangan yang begitu luas dan sangat plural mengenai latar belakang sosial ekonomi masyarakat sehingga infrastruktur yang harus dipersiapkan sangat beraneka ragam dan dalam jumlah yang cukup besar. Fenomena lain berkaitan dengan tingkat kecerdasan dan pemahaman serta kesadaran semua elemen pemangku kepentingan dalam pembangunan masih perlu dioptimalkan. Kondisi mengenai
pelayanan administrasi pemerintahan juga masih
memperlihatkan hal-hal penting yang perlu diperbaiki antara lain mutu pelayanan, kreasi, motivasi dan kekompakan kerja. Kualitas kerja/kinerja aparatur desa adalah merupakan ukuran utama yang mencerminkan mutu dari pelaksanaan tugas–tugas teknis dan fungsional pemerintahan dan pembangunan di daerah. Aparatur desa dan kecamatan adalah ujung tombak paling depan birokrasi pemerintahan yang sangat penting dalam manajemen pembangunan. Hal ini bermakna bahwa aspek Human Resouces Development (HRD) harus menjadi agenda prioritas pemerintah Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. Selanjutnya peluang otonomi daerah betul-betul dirasakan sebagai kesempatan untuk berimprovisasi di tingkat daerah untuk mengelola pemerintahan dan pembangunan. Hal ini terbukti dari uraian sebelumnya bahwa peluang otonomi belum sepenuhnya memberi makna yang optimal bagi pemerintah Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto.
152
Mengenai pentingnya otoritas dalam pemerintahan dan pembangunan khususnya di daerah masih dipersepsikan secara positif oleh responden. Meskipun keterbatasan pemda kabupaten sebagai pelaksana utama otoda masih juga terkendala dengan banyak hal misalnya dalam hal kualitas sumber daya manusia, koordinasi, pendanaan, dan kesiapan. Patut pula dicermati bahwa dalam otonomi daerah saat ini paradigma pembangunan partisipatif merupakan isu yang harus betul-betul dipahami arti dan filosofinya oleh segenap stakeholders pembangunan. Dari uraian terdahulu telah disebutkan bahwa pemahaman aparatur tentang filosofi pembangunan perdesaan partisipatif masih perlu peningkatan, karena baru sebagian aparatur yang memahami. Karena itu jikalau pembangunan ini mau dijalankan dengan sukses, maka langkah awal adalah bahwa pemerintah Provinsi dan pemerintah Kabupaten
wajib melakukan diseminasi, sosialisasi, dan
penyuluhan serta diklat mengenai hal ini kepada seluruh jajaran di bawahnya. Untuk mengetahui tinggi rendahnya partisipasi masyarakat
terhadap
pelaksanaan pembangunan, salah satu ukurannya adalah dengan melihat tinggi rendahnya swakelola, swadaya, swasembada dan swakarsa yang berkembang di tengah masyarakat. Data lapangan menunjukkan bahwa aspek ini masih tergolong lambat perkembangannya. Sebagai
wujud
keberdayaan
anggota
masyarakat
dalam
ikut
berpastisipasi dalam pembangunan dapat dilihat pula melalui relevansi dan signifikansi antara upaya pengembangan kompetensi dengan pengaruhnya terhadap peningkatan income perkapita. Dari hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan penulis menunjukkan bahwa kompetensi yang dimiliki masyarakat sebagai hasil dari program pemberdayaan juga masih perlu di tingkatkan. Peluang dan Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat Kekayaan atau potensi desa berupa sumber daya alam mandapat penilaian yang paling diakui oleh responden untuk menunjang upaya pemberdayaan masyarakat atau pembangunan pada umumnya disusul dengan potensi dengan jumlah penduduk dan kemampuan kerja penduduk. Hal ini berarti
153
bahwa untuk upaya percepatan pembangunan di wilayah Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan memiliki dasar yang sangat kuat. Di samping itu kekurangan juga terkait pada aspek etos kerja penduduk yang rendah dan daerah tertentu tingkat kesuburan tanah yang rendah. Peluang yang berpotensi paling besar untuk menciptakan lapangan kerja adalah di sektor pertanian dan perternakan disusul dengan sub sektor perkebunan. Hal ini menunjukan bahwa sektor agribisnis perdesaan di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Sulawesi Selatan sangat menjanjikan. Sementara itu tantangan yang saat ini menuntut upaya segera untuk memecahkannya adalah peningkatan kualitas SDM, peningkatan kualitas produksi dan persaingan global. Selain itu harapan dari responden untuk mengatasi krisis yang selama ini melanda Indonesia dan daerah Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Sulawesi Selatan ialah ditempuh berbagai macam cara, namun yang paling menonjol adalah melatih keterampilan berusaha dan membantu permodalan. Hal lain yang berkaitan dengan akses penguasaan yang harus dimiliki oleh masyarakat adalah menyangkut tentang penentuan harga produksi pertanian adalah merupakan harapan–harapan yang dominan. Untuk mencermati hal ini dapat dilihat pada Tabel 49. Sejalan dengan hal ini upaya peningkatan produksi bagi masyarakat masih terhambat seperti yang dikemukakan oleh Asisten Bidang Ekonomi Kabupaten Bone mengatakan (wawancara 7 Juli 2009): “Hambatan utama peningkatan penghasilan masyarakat petani khususnya ialah kurang fokusnya warga masyarakat terhadap bidang tertentu, dan serba mau mengerjakan semua bidang dan juga terbatasnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki.” Peluang lain yang merupakan tantangan untuk dihadapi dan merupakan kelebihan yang dirasakan oleh masyarakat adalah tanah yang luas dan obyek wisata. Selain itu kekurangan yang dirasakan adalah kualitas SDM dan sumber air bersih. Fakta demografi juga menunjukkan banyaknya warga desa yang beradu nasib ke kota walaupun dengan keahlian yang tidak sesuai dengan kebutuhan perkotaan. Secara umum juga dinilai oleh responden bahwa untuk keluar dari krisis saat ini diperlukan adanya keseriusan pemerintah untuk menangani
154
persoalan yang berkaitan dengan sarana produksi pertanian, serta peningkatan kerajinan tangan dan home industry. Tabel 49. Aspek peluang kebijakan pemberdayaan masyarakat No 1.
2.
3.
4.
5.
6.
Pernyataan Kelebihan yang dimiliki oleh desa (wilayah) ini adalah : a. Kekayaan/potensi sumber daya alam b. Potensi jumlah penduduk c. Kemampuan kerja penduduk d. Kekayaan budaya e. Lainnya sebutkan (kesuburan tanah) Kekurangan yang dimiliki oleh desa ini adalah : a. Kesuburan tanah rendah b. Luas areal pertanian sempit c. Etos kerja penduduk rendah d. Jumlah penduduk cukup banyak. e. Terbatasnya sarana umum f. Distribusi pupuk yang tidak merata g. Kualitas SDM yang rendah h. Irigasi yang kurang baik Peluang yang dapat dimanfaatkan oleh desa adalah : a. Permintaan produksi pertanian meningkat b. Permintaan produksi perkebunan meningkat c. Permintaan produksi peternakan meningkat d. Jumlah penduduk petani makin berkurang e. Meningkatnya permintaan hasil pertanian dan perkebunan f. Kesejahteraan penduduk meningkat g. Lainnya sebutkan (obyek wisata) Tantangan yang dihadapi desa ini adalah : a. Tingginya persaingan tenaga kerja b. Persaingan kualitas produksi c. Persaingan kualitas sumber daya manusia d. Adanya persaingan global Tindakan yang harus dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi berbagai krisis yang menimpa bangsa kita ini adalah : a. Menciptakan program padat karya. b. Memberikan bantuan tunai langsung c. Membantu permodalan kelompok d. Melatih keterampilan berusaha e Lainnya, sebutkan (bantuan langsung tunai) Pengetahuan yang harus dikuasai setiap masyarakat yang dapat membantu mengatasi keluar dari krisis a. Peluang bisnis b. Peluang kerja c. Peluang pemasaran hasil d. Harga produk pertanian e. Lainnya, sebutkan (wira usaha, dan peningkatan kerajinan tangan)
n (200)
%
79 58 52 4 7
39.5 29.0 26.0 2.0 3.5
47 18 74 32 6 5 10 8
23.5 9.0 37.0 16.0 3.0 2.5 5.0 4.0
91 34 42 17 9 4 3
45.5 17.0 21.0 8.5 4.5 2.0 1.5
26 59 63 52
13.0 29.5 31.5 26.0
28 27 58 80 7
4.0 13.5 29.0 40.0 3.5
28 27 58 80 7
14.0 13.5 29.0 40.0 3.5
155
Analisis Mengenai Peran Aparatur Pemerintahan dalam Pembangunan Perdesaan Partisipatif Persoalan otonomi daerah memang senantiasa menjadi isu aktual dan dinamis dalam penyelenggaraan pemerintahan. Kedinamisan tersebut antara lain dapat dilihat dari produk perundang–undangan yang mengatur pemerintahan daerah sebagai pelaksanaan pasal 18 UUD 1945 yang sudah diamandemen. Pada peraturan perundang–undangan tersebut, pada substansinya telah memberikan kewenangan yang lebih luas pada daerah kabupaten kota dalam mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya. Kewenangan yang luas tersebut, dalam arti memberikan peluang dan kreasi pada daerah yang ditafsirkan beragam di masing–masing tingkatan pemerintahan, baik pusat, provinsi dan kabupaten atau kota mulai dari kewenangan, kelembagaan sampai produk hukum daerah, sehingga dalam beberapa hal terdapat praktek yang tidak sama antara daerah, apalagi peraturan perundang-undangan yang masih terdapat hal yang multi tafsir memberikan peluang ke hal tersebut. Kebijakan otonomi daerah sejak tahun 1999 tersebut, makin menggairahkan daerah dalam penyelenggaraan kewenangannya. Di satu sisi adanya kewenangan yang besar dan kebebasan bagi daerah merupakan hal positif yang selama ini diperjuangkan daerah dalam rangka akselerasi observasi pelayanan masyarakat. Hal ini bermakna kebijakan otonomi daerah diharapkan pada implementasi, terutama kewenangan kelembagaan, manajeman dan produk hukum daerah dapat konsisten dan bersinergi. Namun kenyataannya kebijakan yang ada belum mencerminkan totalitas penyelenggaraan pemerintahan. Sebab antara elemen satu dengan elemen lainnya masih belum saling mendukung sehingga out put akhir untuk pelayanan dan pemberdayaan masyarakat belum berjalan dengan optimal. Bahkan untuk kelembagaan daerah yang mengacu pada regulasi pusat, sering terjadi perubahan. Padahal kebijakan pertama belum dilaksanakan sehingga daerah perlu lagi melakukan penyesuaian. Di sisi lain, kewenangan tersebut sering terjadi inkonsistensi, bahkan terkadang tidak sejalan dengan jiwa otonomi daerah itu sendiri yang rohnya adalah partisipasi, pemberdayaan, kebebasan dan efisiensi. Pada hal partisipasi,
156
pemberdayaan dan efisiensi serta kebebasan seharusnya menjadi nilai–nilai dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan otonomi daerah ini. Penyerahan kewenangan yang lebih besar kepada daerah selama ini baik bedasarkan UU No 22 Th 1999 maupun Undang–undang nomor 32 tahun 2004, secara faktual memberi manfaat yang besar bagi daerah. Untuk melihat manfaat secara riil implikasi kebijakan pembangunan perdesaan yang melibatkan seluruh sumber daya yang ada di era otonomi daerah ini, maka baiklah pada kajian penelitian sebagai contoh kasus program pengembangan kecamatan/program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri perdesaan (PNPM-MP) di wilayah penelitian yaitu di Kabupaten Bone dan Jeneponto. Banyak program pembangunan perdesaan partisipatif yang diluncurkan oleh pemerintah, khususnya pemerintah pusat. Semua program itu memerlukan kesiapan SDM aparatur, kepemimpinan dan institusi yang sesuai. Saat ini lagi bergulir secara nasional kelembagaannya diatur bedasarkan pola struktur yang telah ditata pemerintah pusat, pemerintah daerah hingga pemerintah desa bedasarkan fungsi dan perannya masing–masing yang akan menjadi pelaksana bagi seluruh masyarakat Indonesia. Masyarakat adalah pelaku utama mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan pelestarian sedangkan pelaku–pelaku lainnya yang berada di tingkat desa, maupun kecamatan, kabupaten dan seterusnya berfungsi sebagai pelaksana, fasilifator, pembimbing dan pembina agar tujuan serta prinsip–prinsip dan kebijakan prosedur dan mekanisme dapat tercapai dan dilaksanakan secara benar dan konsisten berdasarkan arahan dan peraturan yang ditetapkan. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Terry (Yunus, 2009:196) bahwa fungsi manajemen merupakan bagian dari kepemimpinan meliputi (1) perencanaan, (2) pengorganisasian, (3) aktualitas serta (4) pengawasan di mana ke empat unsur ini merupakan aturan pelaksanaan sebagai upaya pemerintah dalam pemberdayaan masyarakat. Belum adanya kejelasan pelaksanaan perda yang mengatur tentang pembangunan perdesaan partsipatif pada dua kabupaten lokasi penelitian
mengindikasikan
bahwa
pengelolaan
pembangunan
perdesaan
partisipatif sudah pasti cara dan strategi pengelolaannya masih dipengaruhi oleh
157
strategi pembangunan ala manajemen proyek. Sebenarnya program pemberdayaan masyarakat perdesaan melalui pembangunan perdesaan partisipatif harus terlebih dahulu dipersiapkan perangkat dan aturannya yang pasti. Perencanaan Analisis hubungan keterkaitan mengenai peran good governance dengan tingkat efektivitas kebijakan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat memang harus berawal dari kesuksesan penyusunan dan kualitas suatu rencana. Keterkaitan good governance dengan kebijakan pemberdayaan masyarakat pada uraian sebelumnya dinyatakan sangat nyata, Hal ini
menunjukkan begitu
tingginya hubungan keterkaitan aspek kebijakan pemberdayaan masyarakat dengan good governance yang terbukti pula dari hasil interview dengan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan pemerintahan Desa Kabupaten Jeneponto (Wawancara 7 Juli 2009): “Titik lemah dalam proses perencanaan ini adalah dari segi kesadaran masyarakat, konsistensi terhadap keputusan dari identifikasi skala prioritas serta aspek-aspek yang berkaitan dengan tradisi manajemen pembangunan.” Organisasi Kegiatan Dalam manajemen pembangunan perdesaan partisipatif sebenarnya peran aparatur pemerintahan sangat jelas yaitu bagaimana membuat masyarakat sebagai sasaran pembangunan mampu membentuk sendiri secara otonom mengenai struktur dan elemen msyarakat yang akan berperan secara maksimal mulai dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pelestariannya menjadi tanggung jawab sepenuhnya masyarakat dengan demikian pemerintah tidak lebih dari sekedar fasilitator. Tetapi kenyataan di lapangan masih sulit untuk membedakan peran sebagai fasilitator atau sebagai pelaku inti kegiatan dengan berbagai macam alasan. Sebagai contoh kasus organisasi pengelolaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan.
Hasil wawancara dengan
sekretaris Balitbang Bappeda Kabupaten Jeneponto diungkapkan (wawancara 7 September 2009):
158
“Dalam pengorganisasian kegiatan pengaruh elit birokrasi dan tokoh informal sangat besar dan warga masyarakat sebagai sasaran pemberdayaan belum berani menolak apalagi mengkritisi keputusan.” KEPUTUSAN
TERTINGGI KEGIATAN KERJASAMA ANTAR DESA
MANAJEMEN PARTISIPATIF ADVOKASI DAN JARINGAN KERJASAMA
MICRO FINANCE INSTITUTION Keterangan:
MAD BKAD UPK
RESOLUSI KONFLIK/ PERSELISIH AN CHANNELING EXCITING INSTITUTION
MAD (Musyawarah Antar Desa) BKAD (Badan Kerjasama Antar Desa) UPK (Unit Pelaksana Kegiatan)
Gambar 19. Lembaga Implementasi Pembangunan Perdesaan Partisipatif (kasus PNPM mandiri perdesaan). Bukti nyata terlihat pada pelaksanaan Musyawarah antar Desa (MAD) yang melibatkan para pelaku-pelaku dengan peran masing-masing, bila dianalisis dari indikator organisasi maka peran yang dilakukan oleh para pelaku terlaksana berdasarkan struktur organisasi yang telah diatur oleh pemerintah pusat. Selain itu berdasarkan hasil penelitian ini tampak bahwa aspek kepemimpinan Kepala Desa sebagai bagian dari pelaku yang ada di desa, lebih kuat berpengaruh dibandingkan fasilitator-fasilitator yang disiapkan untuk memandu masyarakat dalam melaksanakan tahapan program di tingkat desa bahkan demikian pula halnya di tingkat kecamatan, peran camat tidak dapat dipungkiri dalam perannya sebagai pemimpin eksekutif. Hal ini bisa dipahami bahwa aspek personality, pengalaman, kompetensi kualitas aparatur di perdesaan, kualitas kepemimpinan, seluruhnya tidak bisa dipisahkan dengan kinerja pemerintahan dan pembangunan. Tim pengelola
159
kegiatan pembangunan perdesaan yang terdiri dari unsur ketua, sekertaris dan bendahara pada umumnya adalah orang-orang pemerintahan di tingkat perdesaan dalam melaksanakan peranannya harus berbuat optimal guna tercapainya program berdasarkan apa yang menjadi prioritas dan usulan kegiatan yang dilaksanakan di masing-masing daerah bersangkutan. Hal ini disebabkan karena masyarakat sasaran belum memiliki kesiapan dan kecakapan yang memadai untuk secara mandiri mengelola program. Kondisi seperti ini menyebabkan aparatur pemerintah masih sering terlibat dalam penegelolaan program. Strategi Pengembangan Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif Melalui Pendekatan Penyuluhan Potensi SDM aparatur
dengan segala keunggulan dan kelemahannya
dalam melaksanakan peran dan fungsinya selalu terkait dengan banyak hal. Norma lingkungan internal manajemen institusi, tugas-tugas teknis dan administratif, faktor eksternal seluruhnya merupakan masukan untuk suatu proses membangun profil SDM
yang berkualitas. Membangun kelembagaan
pemerintahan yang kredibel sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Keberadaan aparatur, struktur organisasi, sistem nilai (value system), sarana dan prasarana, lingkungan sosial budaya (social culture) tak terpisahkan dengan penataan kelembagaan pemerintahan dan pembangunan. Membentuk pola perilaku manusia pembangunan sudah pasti harus memperhatikan Tur 3 Tem yaitu aparatur, struktur, kultur serta sistem dan prosedur. Idealnya adalah semua elemen ini adalah rasional, efektif dan efisien. Kepemimpinan politik dapat disebut sebagai cikal bakal dari seluruh aktivitas pemerintahan dan pembangunan, karena input SDM birokrat sumbernya adalah dari partai politik yang dominan. Otonomi daerah, globalisasi dan revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, seluruhnya merupakan alasan kuat untuk membangun kepemimpinan pemerintahan di daerah yang profesional, peduli, peka, bermotivasi tinggi dan kompeten. Problem ini memerlukan prasyarat kondisi (qonditio sine quanon), yaitu adanya prakarsa institusi pemerintahan
160
untuk menata birokrasi, mengembangkan aparatur, dan memberdayakan masyarakat melalui suatu diklat yang mumpuni, sistematis, berstandar dan pelayanan yang bermutu. Pihak yang paling berkompeten dan punya otoritas yang kuat dalam hal ini adalah Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten. Komitmen yang dituangkan dalam visi dan misi pemerintahan adalah merupakan langkah awal. Luaran yang diharapkan adalah Kompetensi dan life skill aparatur dan masyarakat berkembang secara berkelanjutan, dan birokrasi pemerintahan dan pembangunan dirasakan sebagai .milik bersama semua warga bangsa (sense of belonging) serta saling keterpercayaan terhadap sesama (trust) dan tidak ada dusta di antara kita. Hasil sesungguhnya yang diharapkan adalah pengembangan pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif melalui suatu tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Implikasinya adalah kebersamaan dan kemampuan seluruh elemen institusi memperkuat negara kesatuan Republik Indonesia yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan. Diagram di bawah ini menawarkan sebuah solusi dari upaya
yang
memungkinkan untuk membangun suatu prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan seperti terlihat pada Gambar 20. Penyajian ini didasari oleh kajian peubah penelitian, baik dari hasil analisis kuantitatif maupun dari analisis kualitatif. Setelah ditelusuri secara saksama mengenai perkembangan kajian dari substansi penelitian, dengan metode dan pendekatan yang sama dalam penelitian ini (state of the art) di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto, maka paradigma yang berbasis kemandirian lokal melalui pengembangan kemampuan dan kompetensi aparat dan masyarakat dalam pengelolaan pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif, adalah sesuatu yang baru (Novelty). Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis yang dilakukan, maka strategi yang harus dijalankan adalah: (1) Komitmen yang kuat, baik oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintahan di daerah melalui regulasi yang ketat mengenai sistem rekruitmen politik dan
161
kepemimpinan yang obyektif dan konsisten, yang mengacu pada kriteria bersih, peduli dan profesional. (2) Human resources development dijalankan secara terintegrasi dengan kasus program pembangunan perdesaan partisipatif. New public management yang didukung oleh reformasi kepemimpinan dan didasari dengan suatu sistem nilai budaya lokal dan nilai dasar universal. Sasarannya adalah bagi aparatur yaitu: peningkatan kemampuan administrasi, organisasi dan manajemen serta kemampuan teknis fungsional di lapangan. Bagi masyarakat awam/petani dan sektor usaha lainnya adalah peningkatan kemampuan sebagai cultivator usaha taninya, atau usaha lainnya dan sebagai manajer dari usaha taninya atau usaha lainnya itu jika ia dari kalangan swasta. (3) Sinergitas yang kuat antara eksekutif dan legislatif di daerah untuk terus mereformasi, merevitalisasi, meredefinisi aspek kelembagaan, SDM aparatur dan unsur keuangan adalah key words keberhasilan pembangunan perdesaan. Jikalau ini menjadi kenyataan, maka akselerasi pembangunan akan tercapai secara sustainable, agrobussines, agroindustry dan agropolitan tumbuh dan berkembang menjadi prasyarat kondisi (condition sine quanon) untuk suatu keadilan dan kemakmuran bersama. The best farmer, the best official and the best businessman akan mampu berkembang dan menolong dirinya sendiri (how to help them self), setelah melalui proses helping people to help them self. Mengembangkan konsep manajemen strategi perlu dilakukan. Seperti yang diungkapkan oleh Siagian (Kusmulyono, 2009) bahwa manajemen strategi adalah: serangkaian keputusan dan tindakan mendasar yang dibuat oleh manajemen puncak dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran suatu organisasi dalam rangka pencapaian tujuan dan pengembangan organisasi tersebut. Grant (Kusmulyono, 2009) Strategi sebagai keseluruhan rencana mengenai penggunaan sumber daya-sumber daya untuk menciptakan suatu posisi yang menguntungkan. Hal inilah yang menjadi acuan dari kajian ini untuk merumuskan sebuah strategi yang sangat memungkinkan untuk dilaksanakan dan berdampak sistemik jangka panjang, seperti terlihat pada Gambar 20.
162
Kepemimpinan dan kebijakan pemerintahan dan pembangunan (Eksekutif dan Legislatif) yang memili ki Care and sensitivity, Competences, Motivation, Compatibility, Capacity Etc
IN PUT SDM Aparatur dan warga, Faktor Eksterna,l Efektivitas kenerja
Struktur Organisasi Sistem Nilai budaya Sarana dan prasarana Lingkungan dan budaya
PROSES BAPPEDA, BKD, Badan pemberdayaan masyarakat sebagai proponen HRD, Penataan kelembagaan, Pembinaan dan pengembangan aparatur, Diklat pengembangan kesadaran mutu PSK warga yang mengacu pada mains constrain dan leading sector, sumber daya dan lingkungan.
OUT PUT Kompetensi aparat berkembang secara berkelanjutan. Akses terhadap semua prasyarat kondisi , Institusi birokrasi yang kredibel, life skill warga masyarak
OUT COME Pengembangan pemerintahan dan pembangunan perdesaan yang partisipatif
Impact Semua institusi birokrasi pemerintahan dan swasta serta institusi sosial berkembang dan siap melaksanakan peran dan fungsinya masing-masing secara maksimal,. Otonomi desa menjadi pilar otonomi daerah dan daerah yang kuat menjadi pilar NKRI. Pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat akan terwujud. Daya saing meningkat, aksesibilitas tinggi dan seterusnya.
Gambar 20. Diagram strategi rasional membangun manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif konteks Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. Guna mewujudkan tujuan-tujuan untuk segera direalisasikan dan masalahmasalah yang mendesak untuk solusi
mengenai pembangunan perdesaan
partisipatif, melalui pendekatan penyuluhan pembangunan, tampaknya diperlukan penjabaran
manajemen strategik dalam bentuk sebuah kebijakan. Islamy
(Kusmulyono, 2009) kebijakan adalah suatu program pencapaian tujuan, nilainilai dan praktek yang terarah. Oleh karena itu Gambar 21 yang akan disajikan di bawah ini adalah refleksi pemikiran yang didasari oleh hasil kajian dan
163
pembahasan dari hubungan keterkaitan antar peubah penelitian yang dianalisis dengan cara korelasi Kanonik, maupun dengan cara korelasi Rank Spearman serta analisis kualitatif yang diperoleh melalui diskusi, wawancara, maupun dari hasil pengamatan di lapangan. Dari uraian dan pembahasan sebelumnya, selanjutnya dirumuskan suatu kebijakan
penyuluhan pembangunan perdesaan partisipatif
secara makro untuk peningkatan kemampuan aparatur dan masyarakat dalam pembangunan perdesaan partisipatif seperti disajikan pada Gambar 21. Adapun kerangka materi Pendidikan dan Latihan yang ideal untuk dilaksa nakan sebagai tindak lanjut hasil kajian penelitian ini adalah sebagai berikut: Topik I Ceramah “ Falsafah dan strategi baru pembangunan perdesaan partisipatif dan gerakan daya wawasan.” (Pengantar pada Pembukaan) Topik II Ceramah “ Aktivitas perencanaan, pelaksanaan dan monitoring pembangunan.” (Pengantar pada
Pembukaan).
Diskusi dalam format Loka karya, dengan tema antara lain: ~ Kelembagaan Pemerintahan, Kepemimpinan, Pembinaan dan pengembangan aparatur, Pelayanan publik, Motivasi berprestasi, Kepedulian, Kebijakan pemberdayaan masyarakat, Good governance, Kompetensi dan sebagainya). ~ Pembahasan mengenai respon masyarakat terhadap kinerja pemerintahan dan pembangunan ~ Pembahasan mengenai kepuasan kerja aparatur, pengembangan agrobisnis dan agropolitan serta kondisi sosial ekonomi masyarakat dan sebagainya. Kombinasi berbagai metode dan media disesuaikan dengan kondisi peserta (aparatur dan masyarakat) serta situasi lapangan yang aktual untuk dikaji. Rancangan penyuluhan ini dilakukan atau dibangun melalui suatu dasar kekuatan mental spiritual dengan tetap mengacu pada real need dan felt need masyarakat dan aparatur yang sedang aktual. Sumber daya aparatur yang mau dibangun harus dilakukan secara terencana dengan standar dan sumber awalnya yang benar dan didukung oleh komitmen kepemimpinan, melalui visi dan misi yang kuat. Filosopi dasar yang menjadi acuan dalam merancang kebijakan membangun kompetensi aparatur dan masyarakat yaitu: SMART (specific, measurable, attainable, realistic, time frame).
164
Penyuluhan Pembangunan Komitmen kepemimpinan politik dan Kebijakan pemerintahan & pembangunan (eksekutif dan legislatif) melalui institusi yang berwenang untuk membangun collective care behaviour : 1. Badan perencanaan pembangunan daerah 2.Badan kepegawaian daerah 3. Badan pemberdayaan masyarakat dan pemerintaha an desa
Rekruitmen SDM aparatur berstandar, placement, dan pengembangannya, HRD.
Tantangan yang merupa kan “main contrains.” 1.Membangun karakter pengabdian berdasar kekuatan mental spiritual 2.Penataan kelembagaan 3.Filosopi demokrasi yang amanah Social Trust 4.Accountability, inovasi dan kreativitas 5.Motivasi berprestasi 6.Paradigma pembangunan perdesaan partisipatif 7.Reward and funishment
Mengubah Perilaku
Pengetahuan Motivasi/Traits Sikap
Keterampilan
Fungsi birokrasi pemerintahan 1. Pelayanan publik yang bermutu 2. Tugas fungsional dan politis 3. Sosialisasi pembangunan
Kerjasama pemerintah kabupaten, pergu ruan tinggi (akademisi) dan lembaga lain yang kompeten. 1. Diklat pengembangan kesadaran mutu warga yang fokus, komprehensip, terpadu 2. Kasus program pembangunan perdesa an partisipatif dijadikan acuan agenda rutin dalam praktek pelatihan. 3.Studi lanjut, studi banding, magang di reaktualisasi agar fokus dan efisien
Warga Masyarakat 1. Sense of belonging 2. Life skiil dalam pembangunan
Masyarakat madani yang mandiri dan partisipatif/aksesibi litas tinggi Social
Trust
Personality aparat: 1. Orientasi kinerja 2. Nilai universal 3. Getteng, lempu ada tongeng, macca yang diikat oleh siri napacce
Kepemimpinan pemerintahan daerah yang partisipatif, implementasi new public management and new skill leadership dalam pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif dengan dasar tata kelola yang baik (good governance), tabligh amanah, sidiq fathaanah.
Impact: Wellfare State Mengeliminir kondisi dan gejala paradoxal serta cara kerja model pemadam kebakaran dalam proses pencapaian tujuan pembangunan nasional
Gambar 21 Kebijakan membentuk pola perilaku manusia pembangunan partisipatif.
165
Berdasarkan Gambar 21 bahwa untuk membentuk pola perilaku manusia pembangunan di daerah, memerlukan suatu komitmen kepemimpinan politik pemerintahan yang kuat. Komitmen yang dimaksud itu adalah kemauan politik unsur pimpinan pemerintahan (eksekutif dan legislatif) di daerah untuk memberi peluang yang kuat, melalui penganggaran dan perencanaan, serta perangkat sistem dan prosedur yang berstandar dan konsisten dalam pelaksanaannya. Mengubah perilaku berarti mengubah substansi kemanusiaan (watak/trait, motivasi, sikap, pengetahuan dan keterampilan). Perilaku manusia pembangunan
aparatur di
daerah dapat dibangun melalui rekruitmen, pelaksanaan fungsi dan peran, pelatihan dan pemberdayaan aparatur dan masyarakat. Tantangan utama yang dihadapi dalam pembangunan perdesaan partisipatif, semuanya terkait dengan pelaksanaan peran dan fungsi aparatur, baik selaku personality, maupun sebagai suatu tim kerja institusi dan mengembang visi dan misi organisasi. Sedangkan dari kalangan masyarakat adalah dari segi sense of belonging, awareness dan life skill. Untuk Jelasnya dapat dilihat pada Gambar 21. Secara khusus masing-masing lokasi penelitian yaitu: untuk Kabupaten Bone dengan skala prioritas: ~ Gaya kepemimpinan direktif fasilitatif harus lebih banyak dikembangkan untuk menjangkau wilayah yang cukup luas dengan jumlah penduduk yang cukup besar (membentuk tim koordinasi pemantauan kinerja di desa dan kecamatan). ~ Sosialisasi program pembangunan harus lebih intensif dilakukan melalui kerja sama dengan banyak pihak terutama kalangan akademisi seperti yang diamanat kan dalam Undang-Undang No.32/2004. ~ Kepedulian dan Kepekaan aparatur, motivasi kerja dikembangkan melalui diklat khusus di daerah oleh Badan eksekutif daerah. Untuk Kabupaten Jeneponto perlu berbagai macam alternatif kebijakan yang intinya adalah mengatasi keterbatasan sumber daya, terutama yang berkaitan infrastruktur pertanian serta program yang banyak berkaitan dengan pengentasan kemiskinan. Kepemimpinan dan SDM aparatur dari tingkat desa sampai daerah tingkat dua perlu melakukan lobi keluar baik secara politis kepada pemerintah pusat maupun kepada dunia usaha terutama untuk mengatasi kelangkaan sumber
166
air untuk pertanian. Kementerian teknis pusat perlu turun tangan membangun dan memfasilitasi infrastruktur pertanian karena hal ini termasuk main constrains utama Kabupaten Jeneponto. Aspek penyuluhan tetap merupakan hal yang sangat penting guna memberikan penyadaran kepada seluruh elemen stakeholders. Banyak hal yang menjadi main constrains yang dapat dan harus dijadikan acuan dalam program penyuluhan guna membangun prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif. Main constrain tersebut antara lain peran dan fungsi aparatur yang belum optimal yaitu: transparansi, pengawasan pembangunan, teknis dan koordinasi, mekanisme kerja, kemampuan lobi dan sosialisasi, keahlian memanfaatkan sumber dari luar dan lain-lain. Semua problem ini memerlukan action untuk membangun collective care behaviour yang maximal yang didasari oleh nilai-nilai universal. Gejala paradoxal dan cara kerja model pemadam kebakaran dalam pengelolaan pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif, yang selama ini masih sering tampak merupakan tantangan utama bagi aparatur. Karena itu perlunya dilakukan suatu kebijakan yang mampu mengangkat harkat dan martabat aparat melalui peningkatan kinerja, yang pada gilirannya akan membawa manfaat dan maslahat yang besar untuk masyarakat.
167
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan (1) Faktor-faktor yang berhubungan dalam manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan adalah aspek kepemimpinan dengan good
governance;
kepemimpinan
dengan
kebijakan
pemberdayaan
masyarakat; motivasi berprestasi dengan birokrasi yang profesional; kebijakan pemberdayaan masyarakat dengan optimalisasi sumber daya; kompetensi dengan birokrasi yang profesional; good governance dengan birokrasi yang profesional; motivasi berprestasi dengan kepedulian dan kepekaan aparatur. Hubungan antar kelompok peubah antara faktor eksternal dengan kelompok peubah manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif mempunyai nilai koefisien korelasi tertinggi. Secara spesifik wilayah yang luas dan struktur organisasi pemerintahan yang cukup besar, adalah hal-hal yang berkaitan langsung dengan aspek kepemimpinan dalam manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone. Sedangkan sumber daya alam yang terbatas dan desa-desa tertinggal jumlahnya cukup besar, berkaitan langsung dengan kebijakan pembedayaan masyarakat dalam manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Jeneponto. (2) Pembinaan dan pengembangan
aparatur pemerintahan dan pembangunan
perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan, berhubungan kuat, positif dan nyata dengan kepemimpinan pejabat di daerah. Reformasi birokrasi terkendala oleh kultur dan infrastruktur.
Pejabat daerah Kabupaten Bone masih kurang dalam
monitoring kinerja aparatur di tingkatan perdesaan yang cukup besar dan luas, diklat yang dilakukan masih ada cara konvensional, rasa tanggung jawab terhadap tugas terkesan sekedar gugur kewajiban. Di Kabupaten Jeneponto menunjukkan bahwa pembinaan dan pengembangan aparatur berkorelasi positif dan erat dengan tingkat efektivitas kinerja birokrasi. Secara umum korelasi kanonik antara pembinaan dan pengembangan aparatur dengan 167
168
efektivitas kinerja birokrasi menunjukkan adanya korelasi negatif, namun korelasi Rank Spearman menunjukkan adanya korelasi positif dan nyata dengan aspek kompetensi dan budaya kerja. (3) Terdapat hubungan positif dan nyata antara faktor eksternal dengan manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif, dan faktor eksternal dengan efektivitas kinerja birokrasi, serta efektivitas kinerja birokrasi dengan manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif, berlaku untuk kedua kabupaten penelitian. Untuk Kabupaten Bone hal spesifik adalah keeratan hubungan positif antara motivasi berprestasi dengan kepedulian dan kepekaan aparatur; kepemimpinan dengan birokrasi yang profesional; kebijakan pemberdayaan masyarakat dengan optimalisasi sumber daya; kepemimpinan dengan good governance.
Sub
peubah yang paling banyak berkorelasi kuat, positif dan nyata dengan sub peubah lainnya adalah kepemimpinan. Untuk Kabupaten Jeneponto adalah hubungan kuat, positif dan nyata antara kebijakan pemberdayaan masyarakat dengan optimalisasi sumber daya; kebijakan pemberdayaan masyarakat dengan masyarakat madani yang mandiri; good governance dengan optimalisasi sumber daya;
kebijakan pemberdayaan masyarakat dengan
kompetensi dan budaya kerja. Sub peubah yang paling banyak kerkorelasi positif, kuat, erat dan nyata dengan sub peubah lainnya adalah kebijakan pemberdayaaan masyarakat. (4) Pelaksanaan fungsi dan peran aparatur yaitu peran teknis/koordinasi, peran sosialisasi/penyuluhan dalam penanganan masalah, terutama komunikasi pembangunan perdesaan partisipatif belum mencerminkan efektivitas penerapan norma good governance, kebutuhan, masalah dan respon masyarakat, serta kompetensi dan kepuasan kerja aparatur pada kedua lokasi penelitian yaitu: Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto. Hal ini semua terkait dengan mental pengabdian, tradisi budaya kerja, kuantitas dan kualitas aparat serta infrastruktur. (5) Strategi yang dijalankan selama ini sebagai solusi dalam manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone
169
dan Kabupaten Jeneponto dalam menangani masalah pembinaan dan pengembangan aparatur, kepemimpinan dan kebijakan pemberdayaan masyarakat
melalui pendidikan dan pelatihan, rekruitmen politik, peran
sosialisasi, koordinasi, serta penyuluhan dan komunikasi pembangunan, belum mengintegrasikan nilai-nilai budaya lokal, nilai-nilai dasar universal dan belum menggambarkan penerapan konsep filosopi new public management, dan human resources development. Hal ini disebabkan karena reformasi birokrasi yang dijalankan selama ini juga masih ada cara-cara konvensional dan feodal. Kendala utamanya memang adalah aspek Tur 3 Tem yaitu struktur, kultur, aparatur dan sistem dan prosedur, serta daerah yang cukup luas, selain itu karakter masyarakat sedikit ada perbedaan yaitu: Kabupaten Bone cenderung lebih tertutup, sedangkan Kabupaten Jeneponto cenderung lebih terbuka terhadap masukan dari luar. Saran (1) Bappeda, Badan Kepegawaian Daerah dan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa disarankan untuk lebih meningkatkan komunikasi pembangunan menuju good governance dan kepemimpinan visioner untuk menunjang pelaksanaan agenda utama pemerintah kabupaten khususnya di Kabupaten Bone adalah peningkatan motivasi berprestasi, kepedulian dan kepekaan aparatur dan kepemimpinan, birokrasi yang profesional, kebijakan pemberdayaan masyarakat dan optimalisasi sumber daya. Di Kabupaten Jeneponto adalah aspek kebijakan pemberdayaan masyarakat, optimalisasi sumber daya, masyarakat madani yang mandiri, good governance, kompetensi dan budaya kerja, pembinaan dan pengembangan aparatur serta aspek kepemimpinan dalam upaya membangun karakter culture building. (2) Pembinaan dan pengembangan aparatur pemerintahan dan pembangunan hendaknya dilakukan dengan membuat suatu regulasi yang tepat, fragmatis dan konsisten dalam pelaksanaannya terutama menyangkut tentang penyuluhan/diklat, pemahaman visi dan misi, tugas pokok fungsi institusi, berupa job description personalia, job specification, job analysis. Rekruitmen
170
politik tingkatan perdesaan dan pembinaan SDM yang lebih rasional, dengan meninggalkan cara tradisional konvensional. Untuk Kabupaten Bone terpenting perlu membentuk tim monitoring kinerja aparatur serta perbaikan secara sistematis sejak awal, mengingat wilayah administratif teritorial dan struktur organisasi pemerintahan yang cukup besar sedangkan untuk Kabupaten membangun
Jeneponto motivasi
penekanannya berprestasi,
adalah
juga
meningkatkan
penyuluhan/diklat,
kompetensi,
sinergi
stakeholders serta peningkatan pelayanan dan kesejahteraan. (3) Melihat banyaknya faktor yang berhubungan erat dalam membangun manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif, maka Pemeritah
Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto disarankan untuk
menetapkan skala prioritas untuk melakukan usaha perbaikan yaitu dari sisi kepemimpinan dan kebijakan pemberdayaan masyarakat. Upaya
untuk
meningkatkan kualitas dan profesionalitas manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone aspek pertama yang perlu diperbaiki adalah aparatur pemerintah kabupaten harus banyak turun ke bawah memberikan arahan, fasilitas, motivasi dan mengenali kebutuhan aparatur dan masyarakat dan menjamin kepastian tentang hal-hal yang telah diputuskan untuk dilaksanakan. Di Kabupaten Jeneponto disarankan untuk melakukan sosialisasi program pembangunan baik kepada aparatur maupun kepada masyarakat, masih merupakan hal yang mendasar dalam membangun kesadaran dan keterampilan. Variasi kebijakan pemberdayaan masyarakat dan aparat yang hanya mengandalkan program pemerintah pusat dianggap belum cukup, perlu terobosan daerah. (4) Untuk meningkatkan pelaksanaan peran aparatur, maka syarat utama harus dimiliki adalah mengenali masalah, kebutuhan dan respon masyarakat, mental pengabdian, kepekaan dan kepedulian, willingness, capacity, dan opportunity untuk dapat setiap saat mengembangkan kemampuannya. Untuk Kabupaten Bone pimpinan daerah perlu banyak turun ke bawah untuk membangun motivasi dan kepedulian, sedangkan untuk Kabupaten Jeneponto pimpinan daerah perlu banyak terobosan untuk mengatasi kelangkaan sumber daya agar
171
kebijakan dapat lebih ditingkatkan baik jumlah maupun kualitasnya. Hal ini semua tetap menjadi agenda utama perbaikan di samping kreasi dan inovasi juga harus diupayakan melalui penerapan new public management. (5) Komitmen kepemimpinan politik pemerintahan di daerah (eksekutif dan legislatif) di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan melalui suatu visi dan misi yang jelas, untuk pemberdayaan dan peningkatan mutu kehidupan warga dan aparatur secara fokus, komprehensif dan terintegrasi, serta sosialisasi dan komunikasi pembangunan yang dirancang secara sistematis perlu lebih ditingkatkan
lagi. Kebijakan ini
dilakukan dengan mengaitkan pada isu pemerintahan dan pembangunan yang sedang aktual, serta sumber daya lokal yang dirancang dengan memadukan nilai-nilai dasar universal, nilai-nilai budaya dan kearifan lokal serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini diperlukan kerja sama antara pemerintah Kabupaten dan pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dengan kalangan ahli atau akademisi dan pihak luar yang kompeten. (6) Strategi penyuluhan melalui pendidikan dan pelatihan dan program lainnya yang berkaitan dengan new public management and human resources development aparatur dan masyarakat, perlu dilakukan dan didukung oleh sinergi politik pemerintahan antara eksekutif dan legislatif Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto dalam bentuk perencanaan dan penganggaran yang sesuai.
Reformasi birokrasi tetap menjadi agenda yang penting untuk
penerapan new public management dengan menerapkan nilai-nilai universal yang lebih nyata.
172
DAFTAR PUSTAKA A. Buku Abustam, I. 2001. Metode Penelitian Administrasi. Makassar: Program Pascasarjana Magister Administarsi Kerja sama LAN–UNHAS. Agustino, L. 2005. Politik dan Otonomi Daerah. Serang. Banten: Untirta Press. Ancok, D. 1987. Teknik Penyusunan Skala Pengukur. Penelitian Kependudukan.
Jogyakarta: Pusat
_________. 1989. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian. Dalam Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi; Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES. Arifin, A. 1997. Komunikasi, Globalisasi dan Pembangunan Nasional. Makassar: UVRI Ujung Pandang. Asngari, Pang S. 1984. Persepsi Direktur Penyuluhan Tingkat Keresidenan dan Kepala Penyuluh Pertanian Terhadap Peranan dan Fungsi Lembaga Penyuluhan Pertanian di Negara Bagian Texas Amerika Serikat. Bogor: Media Peternakan Institut Pertanian Bogor. ________ . 2001. Peranan Agen Pembaruan dalam Usaha Memberdayakan (Empowerment) Sumber daya Manusia Pengelola Agribisnis. Orasi Ilmiah Guru besar Tetap Ilmu Sosial Ekonomi. Bogor: Fakultas Peternakan IPB. Azwar, S. 2003. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Badan
Penelitian Pembangunan Daerah. 2005. Gerakan Pembangunan Pengentasan Masyarakat Miskin (Gerbang Taskin) Provinsi Sulawesi Selatan.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bone. 2008. Kabupaten Bone dalam Angka. Kerjasana BPS dengan Bappeda dan Statistik Kabupaten Bone. Badan Pusat Statistik Kabupaten Jeneponto. 2008. Kabupaten Jeneponto dalam Angka. Bakri. 2001. Pelatihan penguatan Sistem Perencaanaan Kesehatan. Makassar: Makalah. Biro Pusat Statistik. 1993. Desa-desa Miskin di Provinsi Sulawesi Selatan. BPS 172
173
Provinsi Sulawesi Selatan. Black, J. A., Champion, D. J. 1999. Metode dan Masalah Penelitian Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama. (Terjemahan oleh Koeswara E, Salam D, Ruzhandi A). Boyatzis, RE. 1984. The Competence Manager: A Model for Effective Performance. New York: Jihn Willy and Sons. Bryant, C., dan Louis, G. 1987. Manajemen Pembangunan untuk Dunia Ketiga. Jakarta: LP3ES. Effendi, S. 1989. Unsur-unsur Penelitian Survei. Dalam Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES. Gibson, J.L, J.M Ivancevich dan J.H. Donnelly. 1996. Organisasi, Pelaku, Struktur dan Proses. Jakarta: Terjemahan Erlangga. Guricci, dkk. .2002. Perubahan Kelembagaan Desa. Makassar: Hasanuddin University Press. Kerlinger, F,N. 2004. Asas-Asas Penelitian Bihavioral. Landung R.Simatupang (Penerjemah). H,J. Koesoemanto (Editor). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Koentjaraningrat. 1980. Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta: PT. Gramedia. James, M. dan Posner, B. 1999. Tantangan Kepemimpinan. (Terjemahan). Batam: Interaksara. Kristiadi. 1997. Kumpulan Makalah Seminar Nasional. Makassar: Kerjasama UNHAS-LAN RI. Kuhn, T. 2000. Peran Paradigma dalam Revolusi Sains. Bandung: CV Remadja Rosdakarya. Kusmaryadi. 2004. Statistika Pariwisata Deskriptif. Jakarta: Gramedia. Kusmulyono, B. S. 2009. Menciptakan Kesempatan Rakyat Berusaha. Bogor: IPB Press. Kusnierkiewicz, D.S. 2006. Competency Based Management in HRM, Warsaw University. http://.ipb.uw.edu.pl/download/2005-2006/businessethicss 2006/Competency Based Approach B.E 2006 dsk.pdf.
174
Lumintang, R. 2006. Achievement Motivation Test dan Dinamika Kelompok. Bogor: Kerjasama Kementerian Koperasi dan UKM dengan Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB. Mahardika, T. 2001. Pendidikan Politik, Pemberdayaan Desa, Pedoman Politisi. Jogyakarta: Lapera Pustaka Utama. Maslow, Abraham H. 1984. Motivasi dan Kepribadian. Jakarta: PT Pustaka Binaman Presindo Gramedia. Mc Clelland. 1975. The Achievement Motive. New York: Irvington Publishers Inc. Mubiyarto, dkk. 1994. Keswadayaan Masyarakat Desa Tertinggal. Jogyakarta: Aditya Media. Ndraha, T. 1990. Pembangunan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta. Osborn, David dan Gaebler Ted. 1992. Reinventing Government (How The Intrepreneurial Spirit is Transforming The Public Sector. AddisonWisley Publishing Company Inc. Prihadi. 2004. Assesment and development centre: Identifikasi Pengukuran dan Pengembangan Kompetensi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan. 2001. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Jogyakarta: Universitas Gajah Mada. Rakhmat, J. 2004. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Robbins, S. P. 2007. Perilaku Organisasi. Edisi ke sepuluh. Jakarta: PT. Macananjaya Cemerlang. Rogers, E. M. 1987. Komunikasi dan Pembangunan; Perspektif Kritis. Jakarta: LP3ES. Saing. 2002. Kelembagaan Agribisnis dan SDM Pertanian. Makassar: Studi Kasus Pembangunan Pertanian Sulawesi Selatan. Salusu, J. 1996. Pengambilan Keputusan untuk Organisasi Publik Non Profit. Makassar: Hasanuddin University Press. Sangaji, M. Nur. 2010. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Taman Nasional Kepulauan Togean Provinsi Sulawesi Tengah. Bogor: Disertasi Program Doktor Ilmu Penyuluhan Pembangunan Pascasarjana IPB.
175
Saragih, B. 2001. Kumpulan Pemikiran Agribisnis Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. Jakarta: PT. Surveior Indonesia. ________, 2001. Suara dari Bogor: Membangun Sistem Agribisnis. Bogor: Yayasan Usese bekerja sama dengan Sucofindo. Sajogyo. 1980. Sosiologi Perdesaan. Bogor: IPB Press. Schonover, S. 2003. Competence Frequently Asked Questions. New York: Schonover Associates. Sedarmayanti. 2004. Good Governance. Bandung: CV. Mandar Maju. Sedarmayanti, Utomo, Dawud, Nugraha, Kusumah. 2006. Desentralisasi dan Tuntutan Penataan Kelembagaan Daerah. Bandung: Humaniora. Sevilla, C. G. Jesus A. O, Twila G. P., Gabriel G. U. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: UI Press. Singarimbun, M. dan Effendi, S. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES. Sinnott, G.C., Madison G.H., Pataki G,E. 2002. Competencies – Report of the Competencies Work Group. NYS: Department of Civil Service and Governor’s Office of Employe Relations. Slamet, M. 2003. Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. Bogor: IPB Press. Spencer, Jr, LM. dan S.M. Spencer. 1993. Competence at work. Canada: John Wiley and Sons Inc. Soetrisno, L. 1995. Menuju Masyarakat Partisipatif. Jogyakarta: Kanisius. Solimun. 2002. Multivariate Analysis; Structural Equation Modelling (SEM) Lisrel dan Amos. Malang: Universitas Negeri Malang. Sugiono. 1992. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta. Sukri, A. M. 2007. Implementasi Progran IDT dalam pengentasan Kemiskinan di Sulawesi Selatan. Makassar Tesis S2. Makassar: Sulawesi Selatan. Syahyuti. 2006. 30 Konsep Penting Dalam Pembangunan Perdesaan dan Pertanian. Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara.
176
Tamba, M. 2007. Kebutuhan Informasi Pertanian dan Aksesnya Bagi Petani Sayuran: Pengembangan Model Penyediaan Informasi Pertanian dalam Pemberdayaan Petani, Kasus di Provinsi Jawa Barat. Disertasi. Bogor: IPB. Terry, G. R. 1997. Principle of Management. Richard D Irwin Homewood, Illinoi Amerika Serikat. Wasistiono, S. 2003. Kapita Selekta Manajemen Bandung: CV. Fokus media.
Pemerintahan
Daerah.
Wexley, K.N. dan Yuki, G.A. 2005. Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia. Terjemahan. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya. Widjaya, A.W. 2002. Pemerintahan Desa dan Administrasi Desa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Yamin, A. Rohana, B. Alimuddin, R. 2008. Pengkajian Pusat-pusat Pelayanan dalam Rangka Peningkatan Pelayanan Kepada Masyarakat di Sulawesi Selatan. Mozilla firefox file:///E: amas yamin-balitbangda. hlm. Website Engine code by Rhoely Mquire. Yunus, R. 2009. Aspek Kelembagaan dalam Program Pengentasan Kemiskinan di Provinsi Sulawesi Selatan. Makassar: Disertasi Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin. B. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Undang-Undang No. 16 Tahun 2006. Tentang Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan. Undang-Undang No.5 Tahun 1979. Tentang Pemerintahan Desa. Undang-Undang No.32 Tahun 2004. Tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang No.25 Tahun 2004. Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Peraturan Pemerintah No. 84 Tahun 2000. Tentang Pola Penyusunan Perangkat Daerah. Peraturan Pemerintah No. 76 Tahun 2001. Tentang Pemerintahan desa dan BPD Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2005. Tentang Struktur Organisasi Pemerintahan. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007. Tentang Pembagian Urusan pemerintahan.
177
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Kerangka Berpikir Teoritis Penelitian Bertolak dari sejumlah permasalahan dan pertanyaan penelitian serta tujuan penelitian yang akan direalisasikan sebagai usaha pemecahannya, maka secara konvensional dilakukan analisis berdasar fakta yang aktual, sehingga akar permasalahan dapat diidentifikasi untuk kemudian action sebagai follow upnya. Oleh karena itu paradigma berpikir yang digunakan sebagai gambaran makro solusi masalah adalah sebagai berikut:
Masalah: 1. Kelembagaan 2. Keuangan 3. SDM 4. Kepemimpinan
Penataan kelembaga an di daerah dan Human Resource Develop ment Extension Untuk: 1. Pelayanan publik 2. Pelaksanaan prog ram pembangunn partisipatif. 3.Nilai universal
Faktor Internal dan Eksternal: 1. HRD 2. Sarana dan prasarana 3. Profil daerah 4. Sumber daya 5. Budaya organisi Tuntutan global 6. Iptek dan informasi 7. Kemitraan dgn Institusi lain
Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Nasional: Aspek kepemimpinan politik, demokratisasi/Otoda. Redefinisi dan revitalisasi, birokrasi (reinventing gover nment). Regulasi dikawal, komitmen terhdap reformasi. Intensitas turun ke daerah di tingkatkan (Collection care).
Prospek Manajemen Pemerin tahan dan Pembangunan Daerah (Tugas Pemkab): 1. Kepemimpinan yang berko mitmen dan demokratisasi 2. Ketajaman visi dan misi 3. Interkoneksitas 4. Caracter building/HRD 5. Berani, tahu dan mampu reinventing local governm ent, Tur 3 Tem rasional Manajemen Pembangunan Partisipatif (Tk. Desa dan Kec) 1. Aparat.yang profesional, kompeten dan proaktif 2. Peran dan fungsi yang jelas serta rasa tanggungjawab 3. Sektor swasta dan masyara kat semakin dominan sebagai subyek/pelaksana pembangunan 4. Transformasi human mind, kesadaran, empati dan kepedulian (care) akan tugas dan tanggung jawab semakin nyata
Kondisi Ideal; Good Governance, SDM aparat yang Kompeten dan pro fesional. Optimalisasi seluruh Sumberdaya. Otonomi Daerah/Desa yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Peran masyarakat madani yang berdaya dan mandiri makin luas. Sinergi, koor dinasi dan komunikasi stakeholders terus memperkuat (Trust). Social Capital, aplikasi New skill leadership dan new public management. Eliminasi gejala paradoxal dalam pembangunan, serta cara kerja paradigma pemadam kebakaran semakin berkurang.
178
Keterangan: = Gambaran mengenai keterkaitan langsung atau pengaruh dari suatu fenomena terhadap phenomena lainnya. = Keterkaitan timbal balik antara dua fenomena yang sifatnya saling mempengaruhi (korelasi) = Naskah yang ada dalam kotak ini menunjukkan fenomena masalah yang memerlukan solusi atau kebijakan untuk pemecahannya. =
Naskah yang ada dalam kotak ini menunjukkan prasyarat kondisi atau perubahan yang harus terjadi menuju cita-cita yang diharapkan.
= Konsepsi Ideal mengenai komponen-komponen manajemen Pemerintahan dan pembangunan yang diharapkan menjadi kenyataan.
Gambar Kerangka Berpikir Teoritis Penelitian Mengenai Peran Aparatur Pemerintahan dalam Pelaksanaan Pembangunan Perdesaan Partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan.
179
Lampiran 2 Kuesioner untuk Responden Aparatur Peran Aparatur Pemerintahan dalam Pelaksanaan Pembangunan Perdesaan Partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan Angket untuk Aparat Desa dan Kecamatan Sebanyak 200 Responden Kabupaten : ......................................................... Asal Kecamatan/Desa : ......................................................... Pekerjaan/Unit Satuan : ......................................................... Jenis Kelamin : ......................................................... Umur : .........................Tahun. Masa kerja : ......................................................... Pendidikan Terakhir : ......................................................... Petunjuk Umum 1. Angket ini hanyalah semata-mata untuk penulisan Disertasi Studi Doktor Ilmu Penyuluhan Pembangunan di IPB Bogor. 2. Kepada Bapak dan Ibu aparatur selaku responden diminta untuk menjawab apa adanya/kenyataannya dan tidak ada konsekwensi apa-apa dibalik jawaban bapak dan ibu. 3. Beri tanda/lingkari ( O ) pada abjad yang sesuai menurut pendapat anda. Atas keihlasannya membantu kami, disampaikan banyak terima kasih. Pembinaan dan Pengembangan SDM Aparatur No Pernyataan/Pertanyaan 1. Semangat solidaritas dan kerjasama tim aparat di desa/kecamatan anda a. Sangat Tinggi d. Rendah b. Tinggi e. Sangat rendah c. Sedang 2. Saya menghindari upaya mengungguli prestasi teman-teman a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang 3. Saya berusaha menghindar dari persaingan antar teman-teman dalam mengejar prestasi a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang 4. Saya berusaha untuk menghindar dari tanggung jawab a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang
180
5. Akibat adanya penilaian kerja (umpan balik) semangat kerja saya semakin menurun a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang Kepemimpinan Aparatur No Pernyataan/Pertanyaan 1. Apakah atasan anda menjelaskan tugas-tugas dan kerja kelompok a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang 2. Apakah atasan anda lebih memperhatikan kerja kelompok dari pada kompetisi individual a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang 3. Apakah pimpinan anda mengatakan kepada para pegawai bagaimana caranya mendapat tambahan penghasilan/hadiah a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang 4. Apakah pimpinan anda memberi hadiah kepada para pegawai supaya mereka lebih semangat kerja a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang 5. Apakah pimpinan anda memberi kesempatan kepada para pegawai untuk mendiskusikan masalah dengan atasan a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang Partisipasi Stakeholders. No Pernyataan/Pertanyaan 1 Dalam penyusunan perencanaan pembangunan di desa anda melibatkan seluruh komponen yaitu; pemerintah, swata/pengusaha, tokoh masyarakat, pakar dan masyarakat sendiri jika dihitung persentasenya: a. 100% diikuti komponen tersebut di atas b. 75% diikuti komponen tersebut diatas c. 50% diikuti komponen tersebut di atas
d. 30% diikuti komponen tersebut di atas e. 10% diikuti komponen tersebut di atas
181
2 Peningkatan kemampuan dan kompetensi masyarakat melalui diklat dan program pembangunan lainnya a. Sangat membantu peningkatan kesejahteraan b. Membantu peningkatan in come dan kesejahteraan c. Cukup membantu pada sektor tertentu d. Kurang membantu e. Tidak ada pengaruhnya 3 Saya berusaha menetapkan tujuan yang akan saya capai secara rasioanl a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang Saya berusaha mendapatkan tugas-tugas yang sifatnya menuntut tanggung 4 jawab pribadi a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang 5 Saya berusaha sekuat tenaga untuk mengatasi setiap kendala yang saya hadapi a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang
Good Governance No Pernyataan/pertanyaan 1 Apakah atasan anda mengajak anggota kelompok bersama-sama merumuskan tujuan a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang 2 Apakah atasan anda memberikan kepada para pegawai tentang apa yang harus di kerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang 3 Apakah pimpinan anda mempunyai sifat bersahabat a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang 4 Apakah atasan anda mengikutkan anggota kelompok untuk menyusun tugasnya masing-masing a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang
182
5 Apakah atasan anda menetapkan hubungan yang jelas tentang garis-garis untuk komando a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang 6 Hasil akhir pembangunan adalah banyaknya infrastruktur yang tersedia dan program pembangunan yang efektif dan dimanafaatkan masyarakat luas, hal ini a. Tampak sangat jelas dirasakan b. Tampak jelas dirasakan c. Ada pengaruh yang dirasakan d. Kurang terasa sampai saat ini e. Sama sekali tidak ada perubahan 7 Saya menetapkan tujuan yang kurang jelas arah tujuannya a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang 8 Saya menghindar dari tugas-tugas yang menghantarkan saya pada kemajuan a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat No
Pernyataan/pertanyaan Pembangunan infrastruktur di daerah anda a. Sangat sesuai kebutuhan masyarakat d. Kurang sesuai b. Sesuai e. Tidak sesuai c. Cukup sesuai 2 Program pemberdayaan dan bantuan kepada masyarakat marjinal a. Sangat efektif d. Kurang efektif b. Efektif e. Tidak efektif c. Cukup efektif
3 Pelayanan administrasi pemerintah selama ini di desa anda dinilai a. Sangat bermutu d. Kurang bermutu b. Bermutu e. Tidak bermutu c. Cukup bermutu 4 Dalam era otonomi pemerintahan dan pembangunan saat ini darasakan a. Paling mampu menjembatani aspirasi pemerintahan b. Mampu menangkap aspirasi c. Sedang-sedang saja tidak ada perubahan berarti d. Kurang mampu menangkap aspirasi e. Sangat lemah dalam menangkap aspirasi
183
5 Otoritas dalam mengelola pemerintahan dan pembangunan saat ini a. Sangat membantu percepatan pembangunan b. Membantu percepatan pembangunan c. Cukup membantu percepatan pembangunan d. Kurang membantu percepatan pembangunan e. Tidak membantu sama sekali 6 Apakah pimpinan anda melakukan instruksi kepada para pegawai a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang 7 Saya mendapat bimbingan dari atasan tentang bagaimana cara mencapai keberhasilan a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang Pelayanan Publik No 1
2
3
4
5
No
Pernyataan/pertanyaan Tingkat penguasaan pekerjaan pegawai di desa anda a. Sangat menguasai d. Kurang menguasai b. Menguasai e. Tidak menguasai c. Cukup menguasai Cara dan gagasan baru dalam pelayanan administrasi publik dan pelaksanaan program pembangunan di desa anda a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang Saya mendapat tugas-tugas yang kurang sesuai dengan kemampuan saya a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang Saya mendapat tugas dimana prosedur penyelesaiannya sangat kaku a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang Kualitas kerja/kualitas SDM aparat di desa anda dirasakan a. Sangat tinggi d. Rendah b. Tinggi e. Sangat rendah c. Sedang
Pernyataan/pertanyaan
184
1
2
3
4
5
Dalam melaksanakan tugasnya di kantor, aparat desa menunjukkan a. Sangat Lancar d. Kurang lancar b. Lancar e. Tidak lancar c. Cukup lancar Memadukan kerja administrasi di kantor dengan kerja lapangan oleh aparat di rasakan a. Sangat mampu d. Kurang mampu b. Mampu e. Tidak mampu c. Cukup mampu Saya berusaha mencari tambahan penghasilan di luar organisasi ini a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang Saya menolak mengerjakan tugas-tugas yang lebih menantang a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang Saya merasa bosan dengan tugas-tugas yang lebih menantang a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang Kompetensi dan Budaya Kerja Aparatur Motivasi Berprestasi Aparatur
No
Pernyataan/pertanyaan
1 Apakah pimpinan anda memberikan kesempatan kepada pegawai untuk menyampaikan perasaan dan perhatiannya a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang 2 Saya bekerja keras agar prestasi saya lebih baik a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang 3 Saya berusaha mencapai sukses, agar sukses saya menjadi panutan a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang 4 Saya bersaing dengan teman-teman pada setiap meraih keberhasilan a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang 5 Saya mempertimbangkan masa lalu sebagai pendorong meraih sukses a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah
185
6
c. Kadang-kadang Saya mempertahankan setiap kepercayaan yang diberikan a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang Kepedulian dan Kepekaan Aparatur
No
Pernyataan/pertanyaan
1
Saya menghindar dari tugas-tugas sekalipun tugas itu akan menghantarkan saya berprestasi a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang Saya berusaha menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang Saya berusaha untuk mendapatkan cara pemecahan terbaik terhadap setiap masalah yang saya hadapi a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang Saya berusaha memperbaiki kenerja saya pada masa lalu a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang Saya menyukai situasi, dimana nilai prestasi menjadi pendorong perbaikan kinerja a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang Saya mempertimbangkan secara matang setiap tindakan yang akan saya lakukan a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang Saya menghindari tugas-tugas yang beresiko, sekalipun resiko itu dapat saya kendalikan a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang Optimalisasi Sumber Daya
2
3
4
5
6
7
No
Pernyataan/pertanyaan
186
1
2
3
4
5
Data dan fakta tentang sumber daya pembangunan yang dipergunakan a. Sangat lengkap d. Kurang lengkap b. Lengkap e. Sangat minim c. Cukupan Pelaksanaan program pembangunan yang dilakukan selama ini a. Selalu relevan dengan kebutuhan masyarakat b. Relevan dengan kebutuhan masyarakat c. Sebagian relevan d. Kurang relevan dan sering menyimpang e. Tidak relevan sama sekali System pengajaran ditempat ini terasa a. Sangat baik d. Kurang baik b. Baik e. Tidak baik c. Cukup baik Apakah atasan anda memberikan perhatian terhadap kelompok yang tidak sukses dalam kerja a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang Saya menghindari kegiatan-kegiatan di mana saya berperan di dalamnya a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang Birokrasi yang Profesional
No
Pernyataan/pertanyaan
1
Perubahan paradigma pembangunan partisipatif yang dipahami aparat desa selama ini a. Sangat jelas dipahami d. Kurang dipahami b. Jelas dipahami e. Tidak dipahami c. Baru sebagian dipahami Apakah pimpinan anda menggunakan hadiah dan hukuman untuk mengontrol para pegawai a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang Saya menikmati tugas-tugas yang sifatnya menuntut tanggung jawab secara pribadi a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang Saya selalu berusaha memikul tanggung jawab pribadi a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang
2
3
4
187
5
Saya berusaha mendapatkan tugas yang beresiko sepanjang resiko itu masih dibawa kendali saya a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang
Masyarakat Madani yang Mandiri No
Pernyataan/pertanyaan
1
Saya mendaptakan kesempatan menggunakan keterampilan dalam melaksanakan tugas a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang Saya mendapatkan kebebasan dalam menentukan bagaimana cara menyelesaikan pekerjaan a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang Upaya peningkatan swakelola, swadaya, swakarsa dan swasembda selama satu dekade terakhir ini a. Sangat pesat d. Lambat b. Pesat e. Lambat sekali c. Cukup pesat untuk hal-hal tertentu Saya bertanggung jawab atas semua tindakan yang saya lakukan a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang Sebahagian harapan saya terpenuhi di tempat kerja sekarang a. Selalu d. Jarang b. Sering e. Tidak pernah c. Kadang-kadang
2
3
4
5
188
Lampiran 3 Kuesioner untuk Informan Kunci Persepsi dan Respon Elemen Masyarakat Desa di Daerah Mengenai Dinamika Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Angket untuk Elemen Masyarakat Sebanyak 40 Responden Kabupaten : ......................................................... Asal Kecamatan/Desa : ......................................................... Pekerjaan/Status : ......................................................... Jenis Kelamin : ......................................................... Umur : .........................Tahun. Pendidikan Terakhir : ......................................................... Petunjuk umum 1. Angket ini hanyalah semata-mata untuk penulisan Disertasi Studi Doktor Ilmu Penyuluhan Pembangunan di IPB Bogor. 2. Kepada Bapak dan Ibu selaku responden diminta untuk menjawab apa adanya, tidak ada konsekwensi apa-apa dibalik jawaban bapak dan ibu. 3. Beri tanda/lingkari ( O ) pada abjad yang sesuai menurut pendapat anda Atas keihlasannya membantu kami, disampaikan banyak terima kasih. Partisipasi Stakeholders No 1
2
3
4
5
Pernyataan Kedisiplinan dan Ketaatan aparat desa dan kecamatan terhadap aturan. a. Sangat tinggi d. Rendah b. Tinggi e. Sangat rendah c. Sedang Kemauan, pengetahuan dan kemampuan aparat dan LSM di desa dan kecamatan anda. a. Sangat tinggi d. Rendah b. Tinggi e. Sangat rendah c. Sedang Keseriusan dan keberpihakan aparat dan swasta kepada masyarakat. a. Sangat tinggi d. Rendah b. Tinggi e. Sangat rendah c. Sedang Keberanian mengambil resiko dan terobosan bagi aparat di desa dan daerah anda. a. Sangat tinggi d. Rendah b. Tinggi e. Sangat rendah c. Sedang Motivasi kerja pegawai pemerintah dan swasta. a. Sangat tinggi d. Rendah b. Tinggi e. Sangat rendah c. Sedang
189
6
7
Kesesuaian bidang kerja dengan posisi pegawai a. Sangat Sesuai d. Kurang sesuai b. Sesuai e. Tidak sesuai c. Cukup Sesuai Mengenai budaya kerja pegawai di desa anda a. Selalu ada peningkatan dan perbaikan b. Sekali-sekali ada perbaikan c. Biasa-biasa saja (monoton) d. Hampir tidak ada perubahan e. Memelihara tradisi dan tidak ada perubahan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Good Governance
No 1
2
3
4
5
6
7
Pernyataan Kelancaran dan dinamisme komunikasi antar para pejabat/aparat. a. Sangat dinamis dan terbuka b. Dinamis dan terbuka c. Biasa-biasa saja d. Kurang dinamis dan cenderung tertutup e. Komunikasi tidak jelas/tertutup Kepekaan aparat/pejabat/pegawai terhadap isu-isu yang muncul. a. Sangat tinggi d. Rendah b. Tinggi e. Sangat rendah c. Sedang Keterbukaan terhadap kritik dan kemampuan solusi a. Sangat peduli dan menghargai d. Kurang perhatian b. Peduli dan menghargai e. Tidak ada perhatian c. Biasa-biasa saja Rasa Tanggung Jawab aparat/pejabat di desa anda a. Sangat besar d. Kecil b. Besar e. Sangat kecil c. Cukup besar Kemampuan memecahkan masalah aparat di desa/ di kecamatan anda. a. Sangat tinggi d. Rendah b. Tinggi e. Sangat rendah c. Sedang Kordinasi musyawarah pembangunan di desa anda a. Sangat mantap d. Kurang mantap b. Mantap e. Tidak mantap c. Cukup mantap Transparansi di desa/di kecamatan anda a. Sangat transparan d. Kurang transparan b. Jelas transparan e. Sangat tidak transparan c. Cukup transparan
190
8
10
11
12
Ketepatan dan kecepatan dalam mengambil keputusan. a. Sangat tepat dan cepat d. Kurang tepat b. Tepat dan cepat e. Sangat tidak tepat c. Cukup tepat dan cepat Kemampuan menerapkan pengalaman yang diperoleh di tempat lain. a. Sangat tinggi d. Rendah b. Tinggi e. Sangat rendah c. Sedang Program pembangunan yang dilancarkan di desa anda. a. Sangat sesuai dengan kebutuhan masyarakat b. Sesuai dengan kebutuhan masyarakat c. Sebagian sesuai dengan kebutuhan masyarakat d. Kurang sesuai dengan kebutuhan masyarakat e. Sangat tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pengawasan pembangunan yang dilakukan selama ini. a. Sangat efektif d. Kurang efektif b. Efektif e. Tidak efektif c. Cukup efetif Pendidikan dan pelatihan pegawai a. Sangat penting sekali d. Kurang penting b. Penting sekali e. Tidak penting c. Cukup penting Optimalisasi Sumber daya Pembangunan Ekonomi Masyarakat
No 1
2
3
4
Pernyataan/Pertanyaan Pemahaman masyarakat dan aparat tentang program pembangunan yang disosialisasikan a. Sangat tinggi d. Rendah b. Tinggi e. Sangat rendah c. Sedang Visi-misi pembangunan yang dimiliki aparat dan masyarakat desa/kecamatan anda. a. Sangat jelas d. Kurang jelas b. Jelas e. Tidak jelas sama sekali c. Cukup jelas Perkembangan dan kemajuan usaha di desa anda. a. Sangat banyak dan bervariasi d. Kurang b. Banyak dan luas e. Sedikit sekali c. Cukup banyak Masalah pendanaan dan keuangan di desa anda. a. Sama sekali tidak masalah b. Tidak menjadi masalah c. Masalah d. Sering menjadi masalah e. Selalu menjadi penghambat pembangunan
191
5
Apakah tingkat pendidikan anggota keluarga anda dapat menjamin untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai. a. Sangat menjamin d. Kurang menjamin b. Menjamin e. Sangat tidak menjamin c. Sukup menjamin Pembinaan dan Pengembangan SDM Aparatur/Pejabat
No 1
2
3
4
5
No 1
2
3
Pernyataan Kesadaran untuk kerjasama dan komunikasi diantara pegawai a. Sangat tinggi d. Rendah b. Tinggi e. Sangat rendah c. Sedang Kerelaan berkorban untuk mengurusi tugasnya sehari-hari para pegawai a. Sangat tinggi d. Rendah b. Tinggi e. Sangat rendah c. Sedang Ketaatan kepada aturan dan undang-undang a. Sangat taat d. Kurang taat b. Taat e. Tidak taat sama sekali c. Cukup taat Keterampilan kerja pegawai di desa anda. a. Sangat terampil d. Kurang terampil b. Terampil e. Tdak terampil c. Cukup terampil Kejujuran dan keadilan pegawai di desa anda. a. Sangat tinggi d. Rendah b. Tinggi e. Sangat rendah c. Sedang Pelayanan Publik Pernyataan Pendidikan, pengalaman dan kemampuan kerja pegawai di desa anda. a. Sangat memadai d. Kurang memadai b. Memadai e. Sangat tidak memadai c. Cukup memadai Jumlah satuan unit kerja di desa anda dirasakan a. Sangat penting d. Kurang penting b. Penting e. Tidak penting c. Cukup penting Waktu yang diperlukan dalam pengurusan administrasi di kantor desa anda. a. Sangat singkat d. Lama b. Singkat e. Sangat lama c. Cukup singkat
192
4
Penepatan janji aparat di desa anda. a. Selalu ditepati b. Ditepati c. Sebagian ditepati
d. Kurang ditepati e. Tidak ditepati
Kepedulian dan Kepekaan Aparatur No 1
2
3
4
5
Pernyataan Penciptaan peluang kerja di desa anda a. Sangat terbuka d. Kurang memuaskan b. Terbuka dan memuaskan e. Jarang ada lowongan c. Biasa-biasa saja Keseriusan untuk mewujudkan apa yang telah direncanakan. a. Sangat serius d. Kurang serius b. Serius e. Tidak serius c. Cukup serius Penggunaan waktu kerja aparat di kantor desa anda. a. Sangat efektif d. Kurang efektif b. Efektif e. Tidak efektif c. Cukup efektif Mekanisme kerja aparat di desa anda a. Sangat efektif d. Kurang efektif b. Efektif e. Tidak efektif c. Cukup efektif Kepedulian aparat terhadap masyarakat a. Sangat peduli d. Kurang peduli b. Peduli e. Tidak peduli c. Biasa-biasa saja Birokrasi yang Profesional
No 1
2
3
Pernyataan Kemampuan lobby aparat desa dan kecamatan di daerah anda. a. Sangat tinggi d. Rendah b. Tinggi e. Sangat rendah c. Sedang-sedang saja Prestasi kerja aparat desa dan kecamatan anda. a. Sangat tinggi d. Rendah b. Tinggi e. Sangat rendah c. Cukup tinggi/sedang Pendapatan dan kesejahteraan pegawai di daerah /desa anda. a. Sangat memadai d. Rendah b. Memadai e. Sangat rendah c. Cukup memadai
193
4
5
Keahlian aparat memanfaatkan sumber dari luar di desa anda. a. Sangat mampu d. Kurang mampu b. Mampu e. Tidak mampu c. Cukup mampu Kekompakan para pejabat di desa anda a. Sangat kompak d. Kurang kompak b. Kompak e. Tidak kompak c. Cukup kompak
194
Lampiran 4 Pedoman Umum Indepth Interview Nara sumber antara lain: Birokrat di daerah, Tokoh masyarakat, LSM, Politisi, Akademisi, Praktisi dan Pemerhati masalah pemerintahan dan pembangunan di perdesaan. 1. Bagaimana pemahaman masyarakat, aparat desa dan swasta di daerah ini tentang arti dan makna partisipasi dalam pembangunan? 2. Partisipasi pembangunan/kontribusi masyarakat seperti apa yang paling tepat menurut pendapat Bapak/Ibu/Sdr. di daerah ini? 3. Jelaskan pendapat Bapak/Ibu/Sdr. Tentang proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di desa ini. 4. Di mana letak kelebihan/keunggulan dan kelemahan/kekurangan dalam proses pembangunan di daerah ini? 5. Skala prioritas yang paling mendesak untuk dibenahi di kelembagaan desa adalah sebagai berikut; urutkan berdasarkan urgensi/skala prioritas ……………Sistem dan prosedur kerja ……………Sarana dan prasarana ……………Peningkatan kompetensi dan kesejahteraan pegawai 6. Dari segi jumlah dan kualitas pegawai di desa ini, mana yang harus didahulukan untuk dibenahi jika seandainya harus memilih salah satunya? 7. Jelaskan mengenai ciri dan budaya kerja masyarakat di daerah ini. 8. Kompetensi dalam bidang apa yang sangat diperlukan saat ini oleh aparat desa. 9. Dukungan seperti apa yang paling diperlukan dari Pemda saat ini dan apa yang sudah dilakukan serta kekurangan dan masalahnya apa? 10,Bagaimana pandangan Bapak tentang peran Bappeda dan dinas-dinas daerah dalam pengelolaan pembangunan partisipatif perdesaan? 11.LSM dan Badan Usaha Swasta yang ada di Desa; apa dirasa sangat menentukan keberhasilan program pembangunan atau hanya mengejar profit untuk kelompok sendiri? 12.Menurut pendapat Bapak/Ibu/Sdr. Pendidikan dan pelatihan yang dilakukan/diikuti para pegawai dan masyarakat; apakah dianggap memadai atau sedikit sekali manfaatnya atau bahkan cenderung tidak efektif? 13.Proyek-proyek pembangunan, terutama pembangunan pisik dan pembangunan masyarakat sering mengalami kemacetan menurut pendapat Bapak/Ibu/Sdr. Apa penyebabnya dan apa solusinya? 14.Tupoksi aparat desa saat ini menurut Bapak/Ibu/Sdr. Apakah sudah dapat dijalankan dengan baik, atau sama sekali kurang bermakna untuk mendorong partisipasi masyarakat?
195
15.Bagaimana penilaian Bapak/Ibu/Sdr. Mengenai kelembagaan baik struktur, kultur, aparatur, system dan prosedur serta sarana dan prasarana kaitannya dengan Good Governance? 16.Bagaimana penilaian Bapak/Ibu/Sdr, mengenai tingkat kesadaran dan kepedulian aparat terhadap tupoksinya? 17.Seberapa jauh keaktifan masyarakat dalam merespon setiap kebijakan/program pembangunan di desa ini. 18.Bagaimanakah kejelasan visi dan misi desa yang dijalankan? 19.Bagaimanakah penilaian anda tentang gaya dan karakter kepemimpinan dan komunikasi kepala desa dan aparatnya di daerah ini? 20.Bagaimanakah penilaian anda tentang potensi pembangunan yang dapat dielaborasi oleh Pemda dan Desa untuk menghasilkan program pembangunan yang partisipatif?. 21. Bentuk partisipasi apa yang paling menonjol yang dapat dilakukan oleh masyarakat di daerah ini? 22.Bagaimana penilaian anda mengenai koordinasi dan sinergi stakeholders pembangunan desa di daerah ini? 23. Bagaimanakah kesiapan aparat dalam menanggapi setiap kebutuhan dan keinginan masyarakat yang mendesak? 24. Motivasi seperti apa yang mendorong LSM dan Badan Usaha Swasta untuk berpartisipasi dalam pembangunan perdesaan di daerah ini 25. Bagaimana pandangan anda mengenai Social Trust dan Social Capital diantara stakeholders pembangunan perdesaan? 26. Bagaiamana tingkat variasi dan intensitas serta inovasi program pembangunan yang dilancarkan di daerah ini? 27. Apakah program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan selama ini dinilai efektif dan efisien? 28. Bagaimana penilaian anda tentang kemampuan kepala desa dan aparatnya untuk mendorong kreativitas dan kecerdasan masyarakat untuk merencanakan bersama program pembangunan? 29. Bagaimanakah pendapat anda mengenai kondisi kepegawaian aparat desa saat ini dilihat dari karakteristik individu? 30. Apa saja keberhasilan yang menonjol dalam pembangunan perdesaan dan pemberdayaan masyarakat di daerah ini? 31. Apa saja hambatan yang paling menonjol dalam pencapaian skala prioritas pembangunan perdesaan partisipatif di daerah ini? 32. Menurut Bapak/Ibu apa saja yang dapat dijadikan program jangka pendek maupun program jangka panjang, untuk solusi mengenai pembangunan di daerah ini?
196
Lampiran 5 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Reliabilitas Reliabilitas menunjukan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila alat ukur digunakan berulangkali. Validitas Validitas menunjukan sejauh mana data yang ditampung pada suatu kuesioner akan mengukur apa yang ingin diukur. Uji Validitas Analisis validitas dengan menggunakan rumus korelasi product moment. Item pernyataan atau pertanyaan dinyatakan valid jika mempunyai nilai r hitung yang lebih besar dari r Tabel atau nilaip < taraf nyata 5%. Hasil pengujian validitas dapat dilihat pada Tabel berikut ini : Faktor X21
X22
X23
X24
X25
Pertanyaan A4 F4 F5 F29 F38 F12 F17 E8 E10 D1 D12 D13 D14 D15 B3 B12 F13 F33 F21 D11 F31 F32 D6 D7 B13 F16 F24 D9 B4 B5 B6 B8 B9 D10
Korelasi Pearson 0.036 0.361 0.451 0.517 0.460 0.546 0.521 0.513 0.442 0.682 0.733 0.781 0.632 0.744 0.567 0.634 0.606 0.449 0.580 0.398 0.291 0.495 0.542 0.570 0.329 0.421 0.350 0.463 0.665 0.599 0.685 0.466 0.610 0.489
Nilaip 0.610 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Keterangan Tidak valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
197
E6 A1 A2 E2 E5 B7 A3 A5 E9 F22 F23 F10 F11 F37 E4 D8 F1 F2 F3 F15 F28 F6 F7 F8 F9 F34 F36 F39 B1 B2 E11 D18 F30 B10 D16 F25 F26 F35 E1 E3 B11 F27 E7
X31
X32
X33
X34
Y1
Y2
Y3
Faktor X21 X22 X23 X24 X25 X31 X32
0.574 0.567 0.405 0.635 0.514 0.474 0.121 0.214 0.335 0.686 0.664 0.343 0.689 0.241 0.293 0.447 0.706 0.627 0.645 0.550 0.558 0.108 0.474 0.560 0.601 0.565 0.596 0.483 0.672 0.646 0.662 0.621 0.159 0.210 0.616 0.704 0.605 0.542 0.744 0.596 0.549 0.302 0.652 Banyaknya Item 9 5 5 9 7 5 9
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.087 0.002 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.001 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.127 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.025 0.003 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 Keterangan A4 tidak valid Semua valid Semua valid Semua valid Semua valid Semua valid A3 tidak valid
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
198
X33 6 Semua valid X34 7 F6 tidak valid Y1 5 Semua valid Y2 5 Semua valid Y3 5 Semua valid Pertanyaan yang tidak valid dikeluarkan dari analisis. Uji Reliabilitas Kuesioner dinyatakan reliable jika mempunyai nilai koefisien alpha yang lebih besar dari r Tabel (n=200) dan alfa 0.05 =0.138. Hasil pengujian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel berikut : Faktor X21 X22 X23 X24 X25 X31 X32 X33 X34 Y1 Y2 Y3
Koefisien alfa cronbach 0.509 0.761 0.444 0.479 0.673 0.311 0.474 0.611 0.586 0.447 0.438 0.506
Status Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
199
Lampiran 6 Sebaran Responden Berdasarkan Pembinaan dan Pengembangan SDM Aparatur No Pertanyaan/Pernyataan 1. Saya menghindari upaya mengungguli prestasi teman-teman a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah 2. Saya berusaha menghindari persaingan antar teman-teman dalam mengejar prestasi a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah 3. Saya berusaha untuk menghindari tanggung jawab a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah 4. Akibat adanya penilaian kinerja / DP3 (umpan balik) semangat kerja saya semakin menurun a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah
Bone
Jeneponto
n ( 200 )
%
19 15 31 24 31
7 19 19 21 12
26 34 50 45 43
10 11 35 34 29
6 12 22 23 14
16 23 57 57 43
8,0 11,5 28,5 38,5 21,5
2 2 7 29 80
0 3 4 11 61
2 5 11 40 141
1,0 2,5 5,5 20,0 71,5
2 5 30 26 56
0 5 23 9 41
2 10 53 35 97
1,0 2,0 25,5 20,0 48,5
13,0 17,0 25,0 22,5 21,5
200
Lampiran 7 Sebaran Responden Berdasarkan Kepemimpinan Aparatur No Pertanyaan/Pernyataan 1. Apakah atasan anda menjelaskan tugastugas kelompok (direktif) a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah 2. Apakah atasan anda lebih memperhatikan kerja kelompok daripada kompetisi individual a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah 3. Apakah pimpinan anda mengatakan kepada para pegawai bagaimana caranya mendapat insentif /tambahan pendapatan a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah 4. Apakah pimpinan anda memberi award kepada para pegawai supaya mereka lebih semangat kerja a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak Pernah 5. Apakah pimpinan anda memberi kesempatan kepada para pegawai untuk mendiskusikan masalah dengan atasan a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah
Bone
Jeneponto
n(200)
%
36 37 32 14 2
9 31 32 5 1
45 69 64 19 3
22,5 34,5 32,0 9,5 1,5
25 40 32 17 5
11 32 22 9 5
36 74 54 26 10
18,0 37,0 27,0 13,0 5,0
12 22 29 21 35
2 15 31 22 9
14 37 60 44 44
7,0 18,5 30,0 22,0 22,0
3 12 29 41 36
3 15 25 18 18
6 27 54 59 54
3,0 13,5 27,0 39,5 27,0
34 41 21 19 10
11 34 23 9 2
45 75 44 28 12
22,5 37,5, 22,0 14,0 6,0
201
Lampiran 8 Sebaran Responden Berdasarkan Partisipasi Stakeholders. No Pertanyaan/Pernyataan 1 Dalam penyusunan perencanaan pembangunan di desa anda melibatkan seluruh komponen yaitu; pemerintah, swata/pengusaha, tokoh masyarakat, pakar dan masyarakat sendiri, jika dihitung persentasenya a. 100% diikuti komponen tersebut di atas b. 75% diikuti komponen tersebut di atas c. 50% diikuti komponen tersebut di atas d. 30% diikuti komponen tersebut di atas e. 10% diikuti komponen tersebut di atas 2 Peningkatan kemampuan dan kompetensi masyarakat melalui diklat dan program pembangunan lainnya a. Sangat membantu peningkatan kesejahteraan b. Membantu peningkatan in come dan kesejahteraan c. Cukup membantu pada sektor tertentu d. Kurang membantu e. Tidak ada pengaruhnya 3 Saya berusaha menetapkan tujuan yang akan saya capai secara rasional a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah
Bone
Jeneponto
n(200)
%
19 40 47 11 1
3 34 28 9 5
22 74 75 20 6
11,0 37,0 37,5 10,0 3,0
11
11
22
11,0
43
23
66
33,0
53 13 0
35 8 1
88 21 1
44,0 10,5 0,5
51 45 13 8 1
24 36 12 3 3
75 81 25 11 4
37,5 40,5 12,5 5,5 2,0
4 Saya berusaha mendapatkan tugas-tugas yang sifatnya menuntut tanggung jawab pribadi a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah
5 19 27 42 26
4 14 22 19 20
9 33 49 61 46
4,5 16,5 24,5 30,5 23,0
5 Saya berusaha sekuat tenaga untuk mengatasi setiap kendala yang saya hadapi a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah
60 41 15 4 0
32 30 10 4 1
92 71 25 8 1
46,0 35,5 12,5 4,0 0,5
202
Lampiran 9 Sebaran Responden Berdasarkan Good Governance No Pertanyaan/pernyataan 1 Pimpinan memperhatikan konflik-konflik yang terjadi pada anggota kelompok pegawai (orientasi konsensus) a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah 2 Mengabaikan setiap tuntutan tugas yang dibebankan kepada saya (akuntabilitas) a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah 3 Memanfaatkan kepercayaan yang diberikan untuk kepentingan pribadi (akuntabilitas) a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah 4 Apakah atasan anda mengikutkan anggota kelompok untuk menyusun tugasnya masingmasing yang berbeda (partisipasi) a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah 5 Apakah atasan anda menetapkan hubungan yang jelas aturan hukum tentang garis-garis untuk komando a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah 6 Hasil akhir pembangunan adalah banyaknya infrastruktur yang tersedia dan program pembangunan yang efektif dan di manafaatkan masyarakat luas, hal ini a. Tampak sangat jelas dirasakan b. Tampak jelas dirasakan c. Ada pengaruh yang dirasakan d. Kurang terasa sampai saat ini e. Sama sekali tidak ada perubahan 7 Saya menetapkan tujuan yang kurang jelas arah tujuannya (visi) a. Selalu b. Sering
Bone
Jeneponto
n(200)
%
35 44 26 11 2
14 38 14 9 3
49 82 40 20 5
24,5 41,0 20,0 10,0 2,5
2 1 11 32 74
1 3 3 19 52
3 4 14 51 126
1,5 2,0 7.0 25.5 63.0
7 7 19 16 71
3 2 12 13 49
10 9 31 29 120
5,0 4,5 15,5 14,5 60,0
29 39 32 12 9
11 40 18 6 4
40 79 50 18 13
20,0 39,5 25,0 9,0 6,5
19 46 31 14 8
13 28 24 10 3
32 74 55 24 11
16,0 37,0 27,5 12,0 5,5
12 50 45 12 1
20 18 29 12 0
32 68 74 24 1
16,0 34,0 37,0 12,0 0,5
17 18
4 16
21 34
10,5 17,0
203
Lampiran 9 (lanjutan) c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah 8 Saya menghindar dari tugas-tugas yang menghantarkan saya pada kemajuan (profesional) a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah
19 26 40
13 26 19
32 52 59
16,0 26,0 29,5
3 3 10 24 80
2 2 7 15 53
5 5 17 39 133
2,5 2,5 8,5 19,5 66,5
204
Lampiran 10 Sebaran Responden Berdasarkan Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat No
Pertanyaan/pernyataan
1 Pembangunan infrastruktur di daerah anda a. Sangat sesuai kebutuhan masyarakat b. Sesuai c. Cukup sesuai d. Kurang sesuai e. Tidak sesuai 2 Program pemberdayaan dan bantuan kepada masyarakat marjinal a. Sangat efektif b. Efektif c. Cukup efektif d. Kurang efektif e. Tidak efektif 3 Pelayanan administrasi pemerintah selama ini di desa anda dinilai a. Sangat bermutu b. Bermutu c. Cukup bermutu d. Kurang bermutu e. Tidak bermutu 4 Dalam era otonomi pemerintahan dan pembangunan saat ini dirasakan a. Paling mampu menjembatani aspirasi pemerintahan b. Mampu menangkap aspirasi c. Sedang-sedang saja tidak ada perubahan berarti d. Kurang mampu menangkap aspirasi e. Sangat lemah dalam menangkap aspirasi Otoritas dalam mengelola pemerintahan dan pembangunan saat ini a. Sangat membantu percepatan pembangunan b. Membantu percepatan pembangunan c. Cukup membantu percepatan pembangunan d. Kurang membantu percepatan pembangunan e. Tidak membantu sama sekali 6 Apakah pimpinan anda melakukan instruksi kepada para pegawai a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah
Bone
Jenepont o
n(200)
%
26 48 31 9 0
13 30 20 11 5
39 78 51 20 5
19,5 39,0 25,5 10,0 2,5
3 52 48 15 0
0 26 32 20 1
3 78 80 35 1
1,5 39,0 40,0 17,5 0,5
18 35 47 18 0
4 23 39 12 1
22 58 86 30 1
11,0 29,0 43,0 15,0 0,5
3
7
10
5,0
62 50
37 28
99 78
49,5 39,0
3 0
5 2
8 2
4,0 1,0
6
17
23
11,5
44
21
65
32,5
55
26
81
40,5
11
15
26
13,0
2
0
2
1,0
24 47 29 19 1
11 29 25 14 0
35 79 54 33 1
17,5 39,5 27,0 16,5 0,5
205
Lampiran 10 (lanjutan) 7 Saya mendapat bimbingan dari atasan tentang bagaimana cara mencapai keberhasilan a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah
33 41 26 14 6
13 40 15 7 4
46 81 41 21 10
23,0 40,0 20,5 10,5 5,0
206
Lampiran 11 Sebaran Responden Berdasarkan Efektivitas Pelayanan Publik No 1
2
3
4
5
Pertanyaan/pernyataan Tingkat penguasaan pekerjaan pegawai di desa anda a. Sangat menguasai b. Menguasai c. Cukup menguasai d. Kurang menguasai e. Tidak menguasai Cara dan gagasan baru dalam pelayanan administrasi publik dan pelaksanaan program pembangunan di desa anda a. Selalu ada b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah Saya mendapat tugas-tugas yang kurang sesuai dengan kemampuan saya a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah Saya mendapat tugas di mana prosedur penyelesaiannya sangat kaku a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah Kualitas kerja/kualitas SDM aparatur di desa anda dirasakan a. Sangat tinggi b. Tinggi c. Sedang d. Rendah e. Sangat rendah
Bone
Jeneponto
n(200)
%
8 41 54 18 0
1 26 39 11 0
9 67 93 29 0
4,5 33,5 46,5 14,5 0,0
26 45 35 13 2
10 22 30 15 0
36 67 65 28 2
18,0 33,5 32,5 14,0 1,0
1 21 28 47 23
2 12 26 29 10
3 33 54 77 33
1,5 16,5 27,0 38,5 16,5
2 24 28 46 18
1 10 25 34 9
3 34 53 83 27
1,5 17,0 26,5 41,5 13,5
9 30 57 21 0
2 29 38 10 0
11 59 95 31 0
5,5 39,5 47,5 15,5 0,0
207
Lampiran 12 Sebaran Responden Berdasarkan Kompetensi dan Budaya Kerja No
Pertanyaan/pernyataan
1
Memadukan kerja administrasi di kantor dengan kerja lapangan oleh aparatur dirasakan a. Sangat mampu b. Mampu c. Cukup mampu d. Kurang mampu e. Tidak mampu Saya berusaha mencari tambahan penghasilan di luar organisasi ini a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah Saya menolak mengerjakan tugastugas yang lebih menantang a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah Saya merasa bosan dengan tugastugas yang lebih menantang a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah
2
3
4
Bone
Jeneponto
n(200)
%
1 51 43 24 0
2 32 22 20 0
3 83 65 44 0
1,5 41,5 32,5 22,0 0,0
27 32 37 15 9
17 15 25 14 7
44 47 62 29 16
22,0 23,5 31,0 14,5 8,0
15 19 26 32 28
4 9 12 29 25
19 28 38 61 53
9,5 14,0 19,0 30,5 26,5
14 19 27 24 36
1 7 29 16 26
15 26 56 40 62
7,5 13,0 28,0 20,0 31,0
208
Lampiran 13 Sebaran Responden Berdasarkan Motivasi Berprestasi No
Pertanyaan/pernyataan
1 Apakah pimpinan anda memberikan kesempatan kepada pegawai untuk menyampaikan perasaan dan perhatiannya a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah 2 Saya bekerja keras agar prestasi saya lebih baik a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah 3 Saya berusaha mencapai sukses, agar sukses saya menjadi panutan a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah 4 Saya bersaing dengan teman-teman pada setiap meraih keberhasilan a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah 5 Saya mempertimbangkan masa lalu sebagai pendorong meraih sukses a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah 6 Saya mempertahankan setia kepercayaan yang diberikan a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah
Bone
Jeneponto
n(200)
%
37 44 21 12 7
26 22 19 9 3
63 66 40 21 10
31,5 33,0 20,0 10,5 5,0
55 40 18 4 3
35 21 14 7 1
90 61 32 11 4
45,0 30,5 16,0 5,5 2,0
55 38 21 7 3
27 24 18 5 0
82 62 39 12 3
41,0 31,0 19,5 6,0 1,5
25 42 25 16 12
7 27 20 12 12
32 69 45 28 24
16,0 34,5 22,5 14,0 12,0
56 41 20 2 0
28 40 9 1 0
84 81 29 3 0
42,0 40,5 14,5 1,5 0,0
89 15 8 8 0
49 16 9 2 3
138 31 17 10 3
69 15,5 8,5 5,0 1,5
209
Lampiran 14 Sebaran Responden Berdasarkan Kepedulian dan Kepekaan Aparatur No
Pertanyaan/pernyataan
1
Saya berusaha menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah Saya berusaha untuk mendapatkan cara pemecahan terbaik terhadap setiap masalah yang saya hadapi a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah Saya berusaha memperbaiki kinerja saya sekarang ini dengan mengacu masa lalu a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah Saya menyukai situasi, di mana nilai prestasi menjadi pendorong perbaikan kinerja a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah Saya mempertimbangkan secara matang setiap tindakan yang akan saya lakukan a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah
2
3
4
5
6 Saya menghindari tugas-tugas yang beresiko, sekalipun resiko itu dapat saya kendalikan a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah
Bone
Jeneponto
n(200)
%
70 48 1 1 0
45 24 6 2 0
115 72 7 3 0
57,5 36,0 3,5 1,5 0,0
62 43 12 2 1
43 21 10 3 0
105 64 22 5 1
52,5 32,0 11,0 2,5 0,5
56 48 11 3 1
38 30 5 3 1
94 78 16 6 2
47,0 39 8,0 3,0 1,0
41 44 26 4 5
30 29 16 2 2
71 73 42 6 7
35,5 36,5 21,0 3,0 3,5
75 27 11 5 1
36 32 7 2 2
111 59 18 7 3
55,5 29,5 9,0 3,5 1,5
13 23 27 29 27
2 11 23 24 17
15 34 50 53 44
7,5 17,0 25,0 26,5 22,0
210
Lampiran 15 Sebaran Responden Berdasarkan Optimalisasi Sumber Daya No
Pertanyaan/pernyataan
1
Data dan fakta tentang sumber daya pembangunan yang dipergunakan a. Sangat lengkap b. Lengkap c. Cukup d. Kurang lengkap e. Sangat minim Dalam pelaksanaan program pembangunan yang dilakukan selama ini sumber daya yang tersedia a. Selalu relevan dengan kebutuhan masyarakat b. Relevan dengan kebutuhan masyarakat c. Sebagian relevan d. Kurang relevan dan sering menyimpang e. Tidak relevan sama sekali System pengajaran di tempat ini terasa a. Sangat baik b. Baik c. Cukup baik d. Kurang baik e. Tidak baik Apakah atasan anda memberikan perhatian terhadap kelompok yang tidak sukses dalam kerja program pembangunan a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah Saya menghindari kegiatan-kegiatan di mana saya seharusnya berperan di dalamnya a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah
2
3
4
5
Bone
Jeneponto
n(200)
%
2 30 53 35 1
3 28 23 25 0
5 58 76 60 1
2,5 29,0 38,0 30,0 0,5
25
13
38
19,0
53
39
92
46,0
38 5
19 8
57 13
28,5 6,5
0
0
0
0,0
17 37 47 13 5
13 30 29 6 0
30 67 76 24 5
15,0 33,5 38,0 12,0 2,5
22 40 24 21 14
9 30 25 10 3
31 70 49 31 17
15,5 35,0 24,5 15,5 8,5
1 1 11 37 69
1 1 7 20 50
2 2 18 57 119
1,0 1,0 9,0 28,5 59,5
211
Lampiran 16 Sebaran Responden Berdasarkan Birokrasi yang Profesional No
Pertanyaan/pernyataan
1
Perubahan paradigma pembangunan partisipatif yang dipahami aparatur desa selama ini a. Sangat jelas dipahami b. Jelas dipahami c. Baru sebagian dipahami d. Kurang dipahami e. Tidak dipahami sama sekali Apakah pimpinan anda memberikan imbalan dan hukuman untuk mengontrol para pegawai a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah Saya menikmati tugas-tugas yang sifatnya menuntut tanggung jawab secara pribadi a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah Saya selalu berusaha memikul tanggung jawab pribadi a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pesrnah Saya berusaha mendapatkan tugas yang beresiko sepanjang resiko itu dapat saya kendalikan a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah
2
3
4
5
Bone
Jeneponto
n(200)
%
8 25 78 7 0
8 16 47 7 1
16 41 125 14 1
8,0 20,5 62,5 7,0 0,5
15 16 18 26 46
3 14 20 17 25
18 30 38 43 71
9,0 15,0 19,0 21,5 35,5
33 33 30 19 5
14 31 15 10 9
47 64 45 29 14
23,5 32,0 22,5 14,5 7,0
49 33 23 9 6
29 27 10 5 8
78 60 33 14 14
39,0 30,0 16,5 7,0 7,0
12 41 41 18 8
1 16 42 10 10
13 57 83 28 18
6,5 28,5 41,5 14,0 9,0
212
Lampiran 17 Sebaran Responden Berdasarkan Masyarakat Madani yang Mandiri No
Pertanyaan/pernyataan
1
Saya mendapatkan kesempatan menggunakan keterampilan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah Saya mendapatkan kebebasan dalam menentukan bagaimana cara menyelesaikan tugas dan pekerjaan a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah Upaya peningkatan swakelola, swadaya, dan swasembda selama satu dekade terakhir ini a. Sangat pesat b. Pesat c. Cukup pesat untuk hal-hal tertentu d. Lambat e. Lambat sekali Saya bertanggung jawab atas semua tindakan yang saya lakukan a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarasng e. Tidak pernah Sebagian harapan saya terpenuhi di tempat kerja dan daerah saya sekarang a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah
2
3
4
5
Bone
30 40 25 10 10
Jeneponto
10 43 15 6 5
n(200)
40 83 40 16 15
%
20,0 41,5 20,0 8,0 7,5
31 47 30 11 1
18 26 30 3 2
49 73 60 14 3
24,5 36,5 30,0 7,0 1,5
2 10 71
2 11 41
4 21 112
2,0 10,5 56,0
36 0
20 3
56 3
28,0 1,5
75 27 12 1 1
52 21 4 1 1
127 48 16 2 2
63,5 24,0 8,0 1,0 1,0
11 36 40 26 6
7 29 32 4 6
18 65 72 30 12
9,0 32,5 36,0 15,0 6,0
213
Lampiran 18 Persepsi Masyarakat Terhadap Partisipasi Stakeholders No 1
2
3
4
5
6
7
Pernyataan Kedisiplinan dan Ketaatan aparatur desa dan kecamatan terhadap aturan. a. Sangat tinggi b. Tinggi c. Sedang d. Rendah e. Sangat rendah Kemauan, pengetahuan dan kemampuan aparatur dan LSM di desa dan kecamatan a. Sangat tinggi b. Tinggi c. Sedang d. Rendah e. Sangat rendah Keseriusan dan keberpihakan aparatur dan swasta kepada masyarakat. a. Sangat tinggi b. Tinggi c. Sedang d. Rendah e. Sangat rendah Keberanian mengambil resiko dan terobosan bagi aparatur di desa dan daerah a. Sangat tinggi b. Tinggi c. Sedang d. Rendah e. Sangat rendah Motivasi kerja pegawai pemerintah dan swasta. a. Sangat tinggi b. Tinggi c. Sedang d. Rendah e. Sangat rendah Kesesuaian bidang kerja dengan posisi aparatur a. Sangat Sesuai b. Sesuai c. Cukup Sesuai d. Kurang Sesuai e. Tidak Sesuai Mengenai budaya kerja pegawai di desa a. Selalu ada peningkatan dan perbaikan b. Sekali-sekali ada perbaikan c. Biasa-biasa saja (monoton) d. Hampir tidak ada perubahan e. Memelihara tradisi, tidak ada perubahan
n (40) Informan
%
3 7 25 3 2
7,5 17,5 62,5 7,5 5,0
3 15 15 6 1
7,5 37,5 37,5 15,0 2,5
3 13 18 4 2
7,5 32,5 45,0 10,0 5,0
5 22 5 5 3
12,5 55,0 12,5 12,5 7,5
10 11 15 2 2
25,0 27,5 37,5 5,0 5,0
2 14 19 3 2
5,0 35,0 47,5 7,5 5,0
14 8 10 1 7
35,0 20,0 25,0 2,5 17,5
214
Lampiran 19 Persepsi Masyarakat Terhadap Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Good Governance di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto No 1
2
3
4
5
6
7
8
Pernyataan Kelancaran dan dinamisme komunikasi antar para aparaturr. a. Sangat dinamis dan terbuka b. Dinamis dan terbuka c. Biasa-biasa saja d. Kurang dinamis dan cenderung tertutup e. Komunikasi tidak jelas/tertutup Kepekaan aparatur/pejabat/pegawai terhadap isu-isu baru. a. Sangat tinggi b. Tinggi c. Sedang d. Rendah e. Sangat rendah Keterbukaan terhadap kritik dan kemampuan solusi a. Sangat peduli dan menghargai b. Peduli dan menghargai c. Biasa-biasa saja d. Kurang perhatian e. Acuh/tidak ada perhatian Kemampuan memecahkan masalah aparatur di desa/di kecamatan a. Sangat tinggi b. tinggi c. sedang d. rendah e. sangat rendah Koordinasi musyawarah pembangunan di desa a. Sangat mantap b. Mantap c. Cukup mantap d. Kurang mantap e. Tidak mantap Transparansi di desa/di kecamatan a. Sangat transparan b. Jelas transparan c. Cukup transparan d. Kurang transparan e. Sangat tidak transparan Ketepatan dan kecepatan dalam mengambil keputusan. a. Sangat tepat dan cepat b. Tepat dan cepat c. Cukup tepat dan cepat d. Kurang tepat dan kurang cepat e. Sangat tidak tepat dan tidak cepat Kemampuan menerapkan pengalaman yang diperoleh di tempat lain. a. Sangat tinggi b. Tinggi c. Sedang d. Rendah
n (40)
%
7 15 8 7 3
17,5 37,5 20,0 17,5 7,5
6 3 22 8 1
15,0 7,5 55,0 20,0 2,5
4 21 14 1 0
10,0 52,0 35,0 2,5 0,0
6 10 14 8 2
15,0 25,0 35,0 20,0 5,0
2 8 18 10 2
5,0 20,0 45,0 25,0 5,0
4 12 11 12 1
10,0 30,0 27,5 30,0 2,5
4 9 21 6 0
10,0 22,5 52,5 15,0 0,0
1 6 30 3
2,5 15,0 75,0 7,5
215
Lampiran 19 (Lanjutan) 9
10
11
e. Sangat rendah Program pembangunan yang dilancarkan di desa . a. Sangat sesuai dengan kebutuhan masyarakat b. Sesuai dengan kebutuhan masyarakat c. Sebagian sesuai dengan kebutuhan masyarakat d. Kurang sesuai dengan kebutuhan masyarakat e. Sangat tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pengawasan pembangunan yang dilakukan selama ini. a. Sangat efektif b. Efektif c. Cukup efetif d. Kurang efektif e. Tidak efektif Pendidikan dan pelatihan pegawai a. Sangat penting b. Penting sekali c. Cukup penting d. Kurang penting e. Tidak penting
0
0,0
3 23 13 1 0
7,5 57,5 32,5 2,5 0,0
2 8 14 15 1
5,0 20,0 35,0 37,5 2,5
19 8 12 1 0
47,5 20,0 30,0 2,5 0,0
216
Lampiran 20 Persepsi Masyarakat Terhadap Optimalisasi Sumber Daya Pembangunan Ekonomi Masyarakat No 1
2
3
4
5
Pernyataan Pemahaman masyarakat dan aparatur tentang program pembangunan yang disosialisasikan a. Sangat tinggi b. Tinggi c. Cukup tinggi d. Rendah e. Sangat rendah Visi dan misi pembangunan yang dimiliki aparatur dan masyarakat desa/kecamatan a. Sangat jelas b. Jelas c. Cukup jelas d. Kurang jelas e. Tidak jelas sama sekali Perkembangan dan kemajuan usaha di desa. a. Sangat banyak dan bervariasi b. Banyak dan luas c. Cukup banyak d. Kurang e. Sedikit sekali Masalah pendanaan dan keuangan di desa a. Sama sekali tidak masalah b. Tidak menjadi masalah c. Masalah d. Sering menjadi masalah e. Selalu menjadi penghambat pembangunan Apakah tingkat pendidikan anggota keluarga anda dapat menjamin untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai. a. Sangat menjamin b. Menjamin c. Cukup menjamin d. Kurang menjamin e. Sangat tidak menjamin
n (40)
%
4 14 15 5 2
10,0 35,0 37,0 12,5 5,0
6 8 19 5 2
15,0 20,0 37,5 12,5 5,0
2 14 12 7 5
5,0 35,0 30,0 17,5 12,5
5 16 0 9 10
12,5 40,0 0,0 22,5 25,0
1 8 26 4 1
2,5 20,0 65,0 10,0 2,5
217
Lampiran 21 Persepsi Masyarakat tentang Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Aparatur/Pejabat No 1
2
3
4
5
Pernyataan Kesadaran untuk kerja sama dan komunikasi di antara pegawai a. Sangat tinggi b. Tinggi c. Sedang d. Rendah e. Sangat rendah Kerelaan berkorban untuk mengurusi tugasnya sehari-hari para pegawai a. Sangat tinggi b. Tinggi c. Sedang d. Rendah e. Sangat rendah Ketaatan kepada aturan dan undang-undang a. Sangat taat b. Taat c. Cukup taat d. Kurang taat e. Tidak taat sama sekali Keterampilan kerja pegawai di desa. a. Sangat terampil b. Terampil c. Cukup terampil d. Kurang terampil e. Tidak terampil sama sekali Kejujuran dan keadilan pegawai di desa anda. a. Sangat tinggi b. Tinggi c. Cukup tinggi d. Rendah e. Sangat rendah
n (40)
%
5 13 14 5 3
12,5 32,5 35,0 12,5 7,5
6 10 15 6 3
15,0 25,0 37,0 15,0 7,5
6 15 13 6 0
15,0 37,5 32,5 15,0 0,0
2 10 22 6 0
5,0 25,0 55,0 15,0 0,0
4 22 13 1 0
10,0 55,0 32,5 2,5 0,0
218
Uji Korelasi Korelasi Rank Spearman antar Peubah Faktor Eksternal Kelembagaan Pemerintahan X21
X22
Peubah Pembinaan dan pengembangan aparatur Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
X21
X22
X23
X24
X25
1.000
-.112
-.186(**)
.202(**)
-.125
.115
.009
.004
.077
n
200
200
200
200
200
-.112
1.000
.151(*)
.475(**)
.528(**)
.115
.
.033
.000
.000
200
200
200
200
200
-.186(**)
.151(*)
1.000
.097
.412(**)
.009
.033
.
.170
.000
200
200
200
200
200
.202(**)
.475(**)
.097
1.000
.471(**)
.004
.000
.170
.
.000
200
200
200
200
200
-.125
.528(**)
.412(**)
.471(**)
1.000
.077
.000
.000
.000
.
200 200 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
200
200
200
Kepemimpinan Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
X23
Partisipasi stakeholders Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
X24
Good governance Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
X25
Kebijakan pemberdayaan masyarakat Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
Dari nilai korelasi (menggunakan software SPSS 15) antara peubah faktor eksternal terlihat bahwa ada hubungan linier antara peubah X21 dengan X23 dan X24, antara X22 dengan X23, X24 dan X25, antara X32 dan X24 dengan X5. Korelasi Rank Spearman antar peubah efektivitas kinerja birokrasi
X31
X32
Peubah Pelayanan publik Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
X31
X32
X33
X34
1.000
.165(*)
.151(*)
.161(*)
.
.019
.033
.023
n
200
200
200
200
.165(*)
1.000
.094
.026
.019
.
.184
.714
200
200
200
200
.151(*)
.094
1.000
.488(**)
.033
.184
.
.000
200
200
200
200
.161(*)
.026
.488(**)
1.000
.023 200
.714 200
.000 200
. 200
Kompetensi dan budaya kerja Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
X33
Motivasi berprestasi Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
X34
Kepedulian dan kepekaan aparatur Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
219
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Dari nilai korelasi antara peubah efektivitas kinerja birokrasi terlihat bahwa ada hubungan linier antara peubah X31 dengan X32, X33, X34 dan antara X34 dengan X33. Korelasi Rank Spearman antar peubah prospektif manajeman pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif
Y1
Y2
Peubah Optimalisasi sumber daya Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
Y1
Y2
Y3
1.000
.265(**)
.426(**)
.
.000
.000
n
200
200
200
.265(**)
1.000
.343(**)
.000
.
.000
200
200
200
.426(**)
.343(**)
1.000
.000
.000
.
200
200
Birokrasi yang profesional Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
Y3
Masyarakat madani yang mandiri Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
200 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Dari nilai korelasi antara peubah prospektif manajeman pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif terlihat bahwa ada hubungan linier yang erat antara peubah Y1, Y2 dan Y3. Korelasi Rank Spearman antara peubah faktor eksternal dengan peubah efektivitas kinerja birokrasi Peubah
X31
X32
X33
X34
Pelayanan public
X21 Pembinaan & pengembangan aparatur
X22 Kepemimpinan
X23 Partisipasi stakeholders
X24 Good governance
X25 Kebijakan pemberdayaan masyarakat
.244(**)
.050
.219(**)
.021
.323(**)
Sig. (2-tailed)
.001
.480
.002
.763
.000
n
200
200
200
200
200
Kompetensi dan budaya kerja
.476(**)
.031
.002
.280(**)
-.008
Sig. (2-tailed)
.000
.662
.975
.000
.911
n
200
200
200
200
200
-.218(**)
.355(**)
.447(**)
.072
.317(**)
Sig. (2-tailed)
.002
.000
.000
.311
.000
n
200
200
200
200
200
-.296(**)
.125
.383(**)
-.054
.318(**)
Sig. (2-tailed)
.000
.077
.000
.451
.000
n
200
200
200
200
200
Motivasi berprestasi
Kepedulian aparatur
dan
kepekaan
220
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Dari nilai korelasi (menggunakan software SPSS 15) antara peubah faktor eksternal dengan peubah efektivitas kinerja birokrasi terlihat bahwa ada hubungan linier yang erat antara peubah X31 dengan X21, X23, dan X25, antara X32 dengan X21 dan X24, antara X33 dengan X21, X22, X23, dan X25, serta antara X34 dengan X21, X23, dan X25. Korelasi Rank Spearman antara peubah faktor eksternal dengan prospektif manajeman pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif X21 Pembinaan pengembangan aparatur
X22 Kepemimp inan
X23 Partisipasi stakeholders
X24 Good governance
X25 Kebijakan pemberdayaan masyarakat
-.015
.409(**)
.311(**)
.475(**)
.663(**)
Sig. (2-tailed)
.832
.000
.000
.000
.000
n
200
200
200
200
200
.034
.551(**)
.321(**)
.415(**)
.305(**)
Sig. (2-tailed)
.633
.000
.000
.000
.000
n
200
200
200
200
200
-.176(*)
.504(**)
.437(**)
.341(**)
.568(**)
.013
.000
.000
.000
.000
200
200
200
Peubah
Y1
Y2
Y3
&
Optimalisasi sumber daya
Birokrasi yang profesional
Masyarakat mandiri
madani
yang
Sig. (2-tailed) n
200 200 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Dari nilai korelasi (menggunakan software SPSS 15) antara peubah faktor eksternal dengan peubah prospektif manajeman pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif terlihat bahwa ada hubungan linier antara peubah Y1 dan Y2 dengan X22, X23, X24 dan X25, serta antara Y3 dengan X21, X22, X23, X24, dan X25. Korelasi Rank Spearman antara peubah efektivitas kinerja birokrasi dengan prospektif manajeman pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif Peubah
Y1
Optimalisasi sumber daya Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
Y2
Birokrasi yang profesional Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
X31 Pelayanan publik
X32 Kompetensi dan budaya kerja
X33 Motivasi berprestasi
X34 Kepedulian kepekaan aparatur
.293(**)
.080
.195(**)
.227(**)
.000
.261
.006
.001
200
200
200
200
.050
.386(**)
.488(**)
.218(**)
.484
.000
.000
.002
200
200
200
200
&
221
Y3
Masyarakat madani yang mandiri Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
.083
-.162(*)
.427(**)
.240(**)
.243
.022
.000
.001
200 200 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
200
200
Dari nilai korelasi (menggunakan software SPSS 15) antara peubah efektivitas kinerja birokrasi dengan peubah prospektif manajeman pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif terlihat bahwa ada hubungan linier yang erat antara peubah Y1 dengan X31, X33 dan X34, antara Y2 dan Y3 dengan X32, X33 dan X34. Korelasi Rank Spearman antara peubah karakteristik aparatur dengan prospektif manajeman pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif Y1
Y2
Peubah Optimalisasi sumber daya Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
Jenis kelamin
Umur
Masa kerja
Pendidikan terakhir
.020
.036
-.048
-.202(**)
.775
.617
.503
.004
n
200
200
197
200
.110
-.151(*)
-.046
-.019
.122
.033
.521
.788
200
200
197
200
-.097
.187(**)
-.080
-.257(**)
.173
.008
.266
.000
200 200 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
197
200
Birokrasi yang profesional Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
Y3
Masyarakat madani yang mandiri Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
Dari nilai korelasi (menggunakan software SPSS 15) antara peubah internal birokrasi dengan peubah prospektif manajeman pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif terlihat bahwa ada hubungan linier yang erat antara peubah Y1 dengan pendidikan terakhir, antara Y2 dengan umur, Y3 dengan umur dan pendidikan terakhir. Korelasi Rank Spearman antara peubah faktor eksternal dengan peubah karakteristik aparatur Peubah X21 Pembinaan & pengembangan Jenis kelamin
Umur
Masa kerja
Coefficient
X22 Kepemimpinan
X23 Partisipasi stakeholders
X24 Good governance
X25 Kebijakan pemberdayaa n masyarakat
.054
.041
-.047
.119
.004
Sig. (2-tailed)
.447
.561
.512
.095
.954
n
200
200
200
200
200
Coefficient
-.033
.012
-.010
-.084
.056
Sig. (2-tailed)
.645
.864
.893
.236
.432
n
200
200
200
200
200
Coefficient
.089
-.013
-.189(**)
-.044
-.056
Sig. (2-tailed)
.212
.856
.008
.541
.434
222
n Pendidikan terakhir
Coefficient Sig. (2-tailed) n
197
197
197
197
197
.139(*)
-.144(*)
-.251(**)
-.076
-.232(**)
.049
.042
.000
.284
.001
200
200
200
200 200 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Dari nilai korelasi (menggunakan software SPSS 15) antara peubah eksternal dengan peubah internal birokrasi terlihat bahwa ada hubungan linier yang erat antara peubah masa kerja dengan X2, pendidikan terakhir dengan X21, X22, X23, dan X25. Korelasi Rank Spearman antara peubah efektivitas kinerja birokrasi dengan peubah karakteristik aparatur Peubah Correlation Coefficient
Jenis kelamin
Umur
Masa kerja
Pendidikan terakhir
X31 Pelayanan publik
X32 Kompetensi & budaya kerja
X33 Motivasi berprestasi
X34 Kepedulian & kepekaan aparatur
-.125
.124
-.051
.088
Sig. (2-tailed)
.078
.079
.471
.218
n
200
200
200
200
Correlation Coefficient
.066
-.166(*)
-.010
-.098
Sig. (2-tailed)
.356
.019
.884
.167
n
200
200
200
200
Correlation Coefficient
-.089
.142(*)
-.048
-.016
Sig. (2-tailed)
.212
.047
.507
.823
n
197
197
197
197
Correlation Coefficient
-.127
.249(**)
-.057
-.014
Sig. (2-tailed)
.074
.000
.424
.845
200
200
n
200 200 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Dari nilai korelasi (menggunakan software SPSS 15) antara peubah efektivitas kinerja birokrasi dengan peubah karakteristik aparatur terlihat bahwa ada hubungan linier yang erat antara peubah X32 dengan umur, masa kerja, dan pendidikan terakhir. Korelasi Rank Spearman antar peubah karakteristik aparatur Peubah
Jenis kelamin 1.000
Umur -.400(**)
Masa kerja .043
Pendidikan terakhir .255(**)
Sig. (2-tailed)
.
.000
.549
.000
n
200
200
197
200
-.400(**)
1.000
.427(**)
-.241(**)
Sig. (2-tailed)
.000
.
.000
.001
n
200
200
197
200
.043
.427(**)
1.000
.047
Sig. (2-tailed)
.549
.000
.
.508
n
197
197
197
197
Jenis kelamin
Umur
Masa kerja
223
Pendidikan terakhir
.255(**)
-.241(**)
.047
1.000
.000
.001
.508
.
200 200 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
197
200
Sig. (2-tailed) n
Dari nilai korelasi (menggunakan software SPSS 15) antar peubah karakteristik aparatur terlihat bahwa ada hubungan linier yang erat antara jenis kelamin dengan umur dan pendidikan, umur dengan masa kerja dan pendidikan terakhir. Korelasi kanonik antara faktor eksternal dengan prospektif manajeman pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif Canonical correlation analysis No
Canonical Correlation
Adjusted Canonical Correlation
Approximate Standard Error
Squared Canonical Correlation
1
0.8375
0.8326
0.0212
0.7015
2
0.4102
0.3878
0.0590
0.1682
3
0.2294
0.2176
0.0672
0.0526
Keterangan: Pada Tabel korelasi kanonik di atas menghasilkan 3 peubah kanonik. Akar ciri ini harus diuji terlebih dahulu apakah nyata atau tidak, jika nyata maka kita dapat menggunakan korelasinya. Nilai korelasi 0.8375 merupakan nilai korelasi tertinggi yang mungkin dari kombinasi linier antara faktor eksternal pemerintah dengan prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif. Nilai korelasi kanonik kedua dan ketiga ialah sebesar 0.4102 dan 0.2294. Eigen values = CanRsq/(1-CanRsq)
of
Inv(E)*H
Test of H0: The canonical correlations in the current row and all that follow are zero
Eigen value
Differen ce
Proport ion
Cumulativ e
Likelihood Ratio
Approximate F Value
um D F
n DF
Pr > F
2.3499
2.1477
0.9011
0.9011
0.2352
24.37
15
530.43
.0001
0.2023
0.1467
0.0776
0.9787
0.7880
6.11
8
386
.0001
0.0213
1.0000
0.9474
3.59
3
194
0.0146
0.0556
Hipotesis nol yang diuji dari ketiga eigen value/akar ciri yang ada adalah korelasi bernilai nol dan hipotesis alternatifnya korelasi bernilai tidak nol. Didapatkan hasil bahwa akar ciri pertama, akar ciri kedua, dan akar ciri ketiga memiliki nilai signifikansi (Pr>F) <0.05 yang berarti kita dapat menggunakan akar ciri pertama, kedua, dan ketiga untuk mencari korelasi kanonik antara faktor
224
eksternal dengan prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif dan dari Tabel sebelumnya didapat bahwa korelasinya bernilai 0.8375, 0.4102, dan 0.2294. Berdasarkan kontribusi keragaman yang dijelaskan oleh fungsi kanonik terlihat bahwa fungsi kanonik pertama menjelaskan keragaman total sebesar 90.11%, sedangkan yang kedua sebesar 7.76% dan ketiga sebesar 2.13%.
Multivariate statistics and F Approximations S=3 M=0.5 N=95 Statistic
Value
F Value
Num DF
Den DF
Pr > F
Wilks' Lambda
0.2352
24.37
15
530.43
<.0001
Pillai's Trace
0.9224
17.23
15
582
<.0001
Hotelling-Lawley Trace
2.6078
33.22
15
357.47
<.0001
Roy's Greatest Root
2.3499
91.18
5
194
<.0001
NOTE: F Statistic for Roy's greatest root is an upper bound. Keterangan: Pada Tabel di atas merupakan pengujian oleh beberapa statistic multivariate untuk menguji apakah korelasi kanonik nyata atau tidak dan dari uji-uji tersebut dapat disimpulkan memang ada korelasi kanonik antara faktor eksternal dengan prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif karena nilai signifikansi <0.001. Korelasi antara peubah prospektif dengan peubah kanoniknya Peubah
Prospektif1
Prospektif2
Prospektif3
Y1
Optimalisasi sumber daya
0.7822
0.5765
0.2363
Y2
Birokrasi yang profesional
0.6434
-0.6600
0.3879
Y3
Masyarakat madani yang mandiri
0.8084
-0.0659
-0.5849
Keterangan: Dapat dilihat bahwa Y1, Y2, dan Y3 memiliki korelasi dengan peubah kanonik pertama miliknya sendiri sebesar 0.7822, 0.6434, dan 0.8084, Y1 dan Y2 memiliki korelasi dengan peubah kanonik kedua sebesar 0.5765 dan -0.6600, dan Y3 memiliki korelasi dengan peubah kanonik ketiga sebesar -0.5849. (yang dilihat ketiga peubah prospektif karena ada tiga akar ciri yang nyata). Korelasi antara peubah eksternal dengan peubah kanoniknya
225
Peubah
Eksternal 1
Eksternal 2
Eksternal 3
X21
Pembinaan dan pengembangan aparatur
-0.1121
-0.0317
0.8510
X22
Kepemimpinan
0.7761
-0.3141
0.0472
X23
Partisipasi stakeholders
0.5916
-0.2040
-0.3802
X24
Good governance
0.7141
0.0798
0.5608
X25
Kebijakan pemberdayaan masyarakat
0.8264
0.5202
-0.0962
Keterangan: Dapat dilihat bahwa X22, X23, X24, dan X25 memiliki korelasi dengan peubah kanonik pertama miliknya sendiri sebesar 0.7761, 0.5916, 0.7141, dan 0.8264, X25 memiliki korelasi dengan peubah kanonik kedua sebesar 0.5202, dan X21 dan X25 memiliki korelasi dengan peubah kanonik ketiga sebesar 0.8510 dan 0.5608. (yang dilihat ketiga peubah prospektif karena ada tiga akar ciri yang nyata). Korelasi antara peubah prospektif dan peubah kanonik dari peubah eksternal Peubah
Eksternal 1
Eksternal 2
Eksternal 3
Y1
Optimalisasi sumber daya
0.6551
0.2365
0.0542
Y2
Birokrasi yang profesional
0.5389
-0.2707
0.0890
Y3
Masyarakat madani yang mandiri
0.6771
-0.0270
-0.1342
Korelasi antara peubah eksternal dan peubah kanonik dari peubah prospektif Peubah
Prospektif 1
Prospektif 2
Prospektif 3
X21
Pembinaan dan pengembangan aparatur
-0.0939
-0.0130
0.1953
X22
Kepemimpinan
0.6501
-0.1288
0.0108
X23
Partisipasi stakeholders
0.4955
-0.0837
-0.0872
X24
Good governance
0.5981
0.0327
0.1287
X25
Kebijakan pemberdayaan masyarakat
0.6921
0.2134
-0.0221
Keterangan: Dari kedua Tabel disimpulkan bahwa peubah prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif memiliki hubungan yang cukup tinggi dengan faktor eksternal.
Korelasi kanonik antara peubah efektivitas kinerja birokrasi dengan prospektif manajeman pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif
226
Canonical correlation analysis No
Canonical correlation
Adjusted canonical correlation
Approximate standard error
Squared canoniccorrelation
1
0.6195
0.6040
0.0437
0.3838
2
0.4387
0.4254
0.0572
0.1924
3
0.2923
.
0.0648
0.0854
Keterangan: Pada Tabel korelasi kanonik di atas menghasilkan 3 peubah kanonik. Akar ciri ini harus diuji terlebih dahulu apakah nyata atau tidak, jika nyata maka kita dapat menggunakan korelasinya. Nilai korelasi 0.6195 merupakan nilai korelasi tertinggi yang mungkin dari kombinasi linier antara efektivitas kinerja birokrasi dengan prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif. Nilai korelasi kanonik kedua dan ketiga ialah sebesar 0.4387 dan 0.2923. Eigen values of Inv(E)*H = CanRsq/(1-CanRsq)
Test of H0: The canonical correlations in the current row and a ll that follow are zero
Eigen value
Differen ce
Proporti on
Cumulat ive
Likelihood Ratio
Approximate F Value
Num D F
Den DF
Pr > F
0.6229
0.3846
0.6525
0.6525
0.4551
14.76
12
510.92
<.0001
0.2383
0.1449
0.2496
0.9021
0.7386
10.58
6
388
<.0001
0.0979
1.0000
0.9146
9.11
2
195
0.0002
0.0934
Hipotesis nol yang diuji dari ketiga eigen value /akar ciri yang ada adalah korelasi bernilai nol dan hipotesis alternatifnya korelasi bernilai tidak nol. Didapatkan hasil bahwa akar ciri pertama dan akar ciri kedua memiliki nilai signifikansi (Pr>F) <0.001 yang berarti kita dapat menggunakan akar ciri pertama, kedua, dan ketiga untuk mencari korelasi kanonik antara efektivitas kinerja birokrasi dengan prospektif mananjemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif dan dari Tabel sebelumnya didapat bahwa korelasinya bernilai 0.6195, 0.4387, dan 0.2923. Berdasarkan kontribusi keragaman yang dijelaskan oleh fungsi kanonik terlihat bahwa fungsi kanonik pertama menjelaskan keragaman total sebesar 65.25%, sedangkan yang kedua sebesar 24.96% dan ketiga sebesar 9.79%.
227
Multivariate statistics and F Approximations S=3 M=0 N=95.5 Statistic
Value
F Value
Num DF
Den DF
Pr > F
Wilks' Lambda
0.4551
14.76
12
510.92
<.0001
Pillai's Trace
0.6617
13.79
12
585
<.0001
Hotelling-Lawley Trace
0.9546
15.29
12
333.46
<.0001
Roy's Greatest Root
0.6229
30.37
4
195
<.0001
NOTE: F Statistic for Roy's Greatest Root is an upper bound. Keterangan: Pada Tabel di atas merupakan pengujian oleh beberapa statistic multivariate untuk menguji apakah korelasi kanonik nyata atau tidak dan dari uji-uji tersebut dapat disimpulkan memang ada korelasi kanonik antara efektivitas kinerja birokrasi dengan prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif karena nilai signifikansi <0.05. Korelasi antara peubah prospektif dengan peubah kanoniknya Peubah
Prospektif 1
Prospektif 2
Prospektif 3
Y1
Optimalisasi sumber daya
0.3490
0.2283
0.9089
Y2
Birokrasi yang profesional
0.9873
0.0413
-0.1535
Y3
Masyarakat madani yang mandiri
0.3241
0.9352
0.1424
Keterangan: Dapat dilihat bahwa Y2 memiliki korelasi dengan peubah kanonik pertama miliknya sendiri sebesar 0.9873, Y3 memiliki korelasi dengan peubah kanonik kedua sebesar 0.9352, dan Y1 memiliki korelasi dengan peubah kanonik ketiga sebesar 0.9089. (yang dilihat ketiga peubah prospektif karena ada tiga akar ciri yang nyata). Korelasi antara peubah efektivitas dengan peubah kanoniknya Peubah
Efektivitas 1
Efektivitas 2
Efektivitas 3
X31
Pelayanan publik
0.1271
-0.0761
0.9725
X32
Kompetensi dan budaya kerja
0.7320
-0.6786
0.0537
X33
Motivasi berprestasi
0.7609
0.6361
0.0866
X34
Kepedulian aparatur
0.4032
0.4250
0.2854
dan
kepekaan
228
Keterangan: Dapat dilihat bahwa X32, X33, dan X34 memiliki korelasi dengan peubah kanonik pertama miliknya sendiri sebesar 0.7320, 0.7609, dan 0.4032, X32, X33, dan X34 juga memiliki korelasi dengan peubah kanonik kedua sebesar -0.6786, 0.6361, dan 0.4250, serta X31 memiliki korelasi dengan peubah kanonik ketiga sebesar 0.9725. (yang dilihat ketiga peubah prospektif karena ada tiga akar ciri yang nyata). Korelasi antara peubah prospektif dan peubah kanonik dari peubah efektivitas Peubah
Efektivitas1
Efektivitas2
Efektivitas3
Y1
Optimalisasi sumber daya
0.2162
0.1002
0.2657
Y2
Birokrasi yang profesional
0.6117
0.0181
-0.0449
Y3
Masyarakat madani yang mandiri
0.2008
0.4102
0.0416
Korelasi antara peubah efektivitas dan peubah kanonik dari peubah prospektif Peubah
Prospektif1
Prospektif2
Prospektif3
X31
Pelayanan publik
0.0787
-0.0334
0.2843
X32
Kompetensi dan budaya kerja
0.4535
-0.2977
0.0157
X33
Motivasi berprestasi
0.4714
0.2790
0.0253
X34
Kepedulian dan kepekaan aparatur
0.2498
0.1864
0.0834
Keterangan: Dari kedua Tabel disimpulkan bahwa peubah prospektif Y2 memiliki hubungan yang cukup tinggi dengan efektivitas X32 dan X33.
Korelasi kanonik antara faktor eksternal dengan prospektif manajeman pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif dan efektivitas kinerja birokrasi No
Canonical correlation
Adjusted canonical correlation
Approximate standard error
Squared canonical correlation
1
0.6833
0.6662
0.0378
0.4669
2
0.5321
0.5154
0.0508
0.2832
3
0.3977
0.3944
0.0597
0.1582
4
0.1098
0.0927
0.0700
0.0121
229
Keterangan: Pada Tabel korelasi kanonik di atas menghasilkan 4 peubah kanonik. Akar ciri ini harus diuji terlebih dahulu apakah nyata atau tidak, jika nyata maka kita dapat menggunakan korelasinya. Nilai korelasi 0.6833 merupakan nilai korelasi tertinggi yang mungkin dari kombinasi linier antara faktor eksternal dengan prospektif manajeman pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif dan efektivitas kinerja birokrasi. Nilai korelasi kanonik kedua, ketiga, dan keempat ialah sebesar 0.5321, 0.3977, dan 0.1098. Eigen values of Inv(E)*H = CanRsq/(1-CanRsq)
Test of H0: The canonical correlations in the current row and all that follow are zero
Eigen value
Differen ce
Proporti on
Cumula tive
Likelihood Ratio
Approximate F Value
Num DF
Den DF
Pr > F
0.8759
0.4809
0.5954
0.5954
0.3178
13.10
20
634.43
<.0001
0.3950
0.2071
0.2685
0.8639
0.5962
9.15
12
508.28
<.0001
0.1879
0.1757
0.1278
0.9917
0.8317
6.21
6
386
<.0001
0.0083
1.0000
0.9879
1.18
2
194
0.3082
0.0122
Hipotesis nol yang diuji dari keempat eigen value/akar ciri yang ada adalah korelasi bernilai nol dan hipotesis alternatifnya korelasi bernilai tidak nol. Didapatkan hasil bahwa akar ciri pertama dan akar ciri kedua memiliki nilai signifikansi (Pr>F) <0.001 yang berarti kita dapat menggunakan akar ciri pertama, kedua, dan ketiga untuk mencari korelasi kanonik antara faktor eksternal dengan efektivitas kinerja birokrasi dan dari Tabel sebelumnya didapat bahwa korelasinya bernilai 0.6833, 0.5321, dan 0.3977. Berdasarkan kontribusi keragaman yang dijelaskan oleh fungsi kanonik terlihat bahwa fungsi kanonik pertama menjelaskan keragaman total sebesar 59.54%, sedangkan yang kedua sebesar 26.85% dan ketiga sebesar 12.78%.
Multivariate Statistics and F Approximations S=4 M=0 N=94.5 Statistic
Value
F Value
Num DF
Den DF
Pr > F
Wilks' Lambda
0.3178
13.10
20
634.43
<.0001
Pillai's Trace
0.9203
11.59
20
776
<.0001
Hotelling-Lawley Trace
1.4710
13.97
20
412.82
<.0001
230
Multivariate Statistics and F Approximations S=4 M=0 N=94.5 Statistic
Value
F Value
Num DF
Den DF
Pr > F
Roy's Greatest Root
0.8759
33.98
5
194
<.0001
NOTE: F Statistic for Roy's Greatest Root is an upper bound. Keterangan: Pada Tabel di atas merupakan pengujian oleh beberapa statistic multivariate untuk menguji apakah korelasi kanonik nyata atau tidak dan dari uji-uji tersebut dapat disimpulkan memang ada korelasi kanonik antara faktor eksternal dengan efektivitas kinerja birokrasi karena nilai signifikansi <0.001.
Korelasi antara peubah eksternal dengan peubah kanoniknya Peubah dan
pengembangan
Eksternal1
Eksternal2
Eksternal3
Eksternal4
-0.8047
0.5462
0.0662
-0.1519
X21
Pembinaan aparatur
X22
Kepemimpinan
0.2602
0.1560
0.6817
-0.3712
X23
Partisipasi stakeholders
0.6345
0.5052
0.3349
0.2680
X24
Good governance
-0.2015
0.2823
0.6157
0.4676
X25
Kebijakan pemberdayaan masyarakat
0.4350
0.6600
0.0243
0.1523
Keterangan: Dapat dilihat bahwa X21, X23, X25 memiliki korelasi dengan peubah kanonik pertama miliknya sendiri sebesar -0.8047, 0.6345, dan 0.4350. X21, X23, X25 juga memiliki korelasi dengan peubah kanonik kedua sebesar 0.5462, 0.5052, dan 0.6600, serta X22, dan X24 memiliki korelasi dengan peubah kanonik ketiga sebesar 0.6817, dan 0.6157. (yang dilihat ketiga peubah prospektif karena ada tiga akar ciri yang nyata). Korelasi antara peubah efektivitas dengan peubah kanoniknya Peubah
Efektivitas1
Efektivitas2
Efektivitas3
Efektivitas4
X31
Pelayanan publik
0.0312
0.9100
-0.3551
-0.2118
X32
Kompetensi dan budaya kerja
-0.5137
0.5234
0.4557
0.5046
X33
Motivasi berprestasi
0.6988
0.3813
0.6048
0.0219
X34
Kepedulian dan kepekaan aparatur
0.7050
0.2558
-0.1217
0.6502
231
Keterangan: Dapat dilihat bahwa X32, X33, dan X34 memiliki korelasi dengan peubah kanonik pertama miliknya sendiri sebesar -0.5137, 0.6988, dan 0.7050, X31 dan X32 memiliki korelasi dengan peubah kanonik kedua sebesar -0.9100 dan 0.5234, serta X32 dan X33 memiliki korelasi dengan peubah kanonik ketiga sebesar 0.4557 dan 0.6048. (yang dilihat ketiga peubah prospektif karena ada tiga akar ciri yang nyata).
Korelasi antara peubah faktor eksternal dan peubah kanonik dari peubah efektivitas Peubah
Efektivitas1
Efektivitas2
Efektivitas3
Efektivitas4
X21
Pembinaan dan pengembangan aparatur
-0.5499
0.2906
0.0263
-0.0167
X22
Kepemimpinan
0.1778
0.0830
0.2711
-0.0408
X23
Partisipasi stakeholders
0.4336
0.2689
0.1332
0.0294
X24
Good governance
-0.1377
0.1502
0.2449
0.0513
X25
Kebijakan pemberdayaan masyarakat
0.2972
0.3512
0.0097
0.0167
Korelasi antara peubah efektivitas dan peubah kanonik dari peubah eksternal Peubah
Eksternal 1
Eksternal 2
Eksternal 3
Eksternal 4
X31
Pelayanan publik
0.0213
0.4842
-0.1412
-0.0233
X32
Kompetensi dan budaya kerja
-0.3510
0.2785
0.1812
0.0554
X33
Motivasi berprestasi
0.4775
0.2029
0.2406
0.0024
X34
Kepedulian dan kepekaan aparatur
0.4817
0.1361
-0.0484
0.0714
Keterangan: Dari kedua Tabel disimpulkan bahwa peubah eksternal X21 dan X23 memiliki hubungan yang cukup tinggi dengan efektivitas X33 dan X34.
Korelasi kanonik antara peubah karakteristik aparatur dengan prospektif manajeman pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif Canonical correlation analysis No
Canonical correlation
Adjusted canonical correlation
Approximate standard error
Squared canonical correlation
1
0.4228
0.3967
0.0587
0.1788
2
0.1915
0.1565
0.0688
0.0367
232
No
3
Canonical correlation
Adjusted canonical correlation
Approximate standard error
Squared canonical correlation
0.0578
0.0238
0.0712
0.0033
Keterangan: Pada Tabel korelasi kanonik di atas menghasilkan 3 peubah kanonik. Akar ciri ini harus diuji terlebih dahulu apakah nyata atau tidak, jika nyata maka kita dapat menggunakan korelasinya. Nilai korelasi 0.4228 merupakan nilai korelasi tertinggi yang mungkin dari kombinasi linier antara karakteristik aparatur dengan prospektif manajeman pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif. Nilai korelasi kanonik kedua, ketiga ialah sebesar 0.1915, dan 0.0578. Eigen values of = CanRsq/(1-CanRsq)
Inv(E)*H
Test of H0: The canonical correlations in the current row an d all that follow are zero
Eigen value
Differen ce
Proportio n
Cumula tive
Likelihoo d Ratio
Approximate F Value
Num DF
Den DF
Pr > F
0.2177
0.1796
0.8401
0.8401
0.7885
3.94
12
502.98
<.0001
0.0381
0.0347
0.1470
0.9871
0.9601
1.31
6
382
0.2516
0.0129
1.0000
0.9967
0.32
2
192
0.7253
0.0034
Hipotesis nol yang diuji dari ketiga eigen value/akar ciri yang ada adalah korelasi bernilai nol dan hipotesis alternatifnya korelasi bernilai tidak nol. Didapatkan hasil bahwa akar ciri pertama dan akar ciri kedua memiliki nilai signifikansi (Pr>F) <0.001 yang berarti kita dapat menggunakan akar ciri pertama untuk mencari korelasi kanonik antara karakteristik aparatur dengan prospektif manajeman pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif dan dari Tabel sebelumnya didapat bahwa korelasinya bernilai 0.4228. Berdasarkan kontribusi keragaman yang dijelaskan oleh fungsi kanonik terlihat bahwa fungsi kanonik pertama menjelaskan keragaman total sebesar 84.01%.
Multivariate statistics and F Approximations S=3 M=0 N=94 Statistic
Value
F Value
Num DF
Den DF
Pr > F
Wilks' Lambda
0.7885
3.94
12
502.98
<.0001
233
Multivariate statistics and F Approximations S=3 M=0 N=94 Statistic
Value
F Value
Num DF
Den DF
Pr > F
Pillai's Trace
0.2188
3.78
12
576
<.0001
Hotelling-Lawley Trace
0.2591
4.08
12
328.21
<.0001
Roy's Greatest Root
0.2177
10.45
4
192
<.0001
NOTE: F Statistic for Roy's Greatest Root is an upper bound. Keterangan: Pada Tabel di atas merupakan pengujian oleh beberapa statistic multivariate untuk menguji apakah korelasi kanonik nyata atau tidak dan dari uji-uji tersebut dapat disimpulkan memang ada korelasi kanonik antara antara karakteristik aparatur dengan prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif karena nilai signifikansi <0.001. Korelasi antara peubah prospektif dengan peubah kanoniknya Peubah
Prospektif 1
Prospektif 2
Prospektif 3
Y1
Optimalisasi sumber daya
0.4821
0.6535
-0.5835
Y2
Birokrasi yang profesional
-0.3098
0.8804
0.3590
Y3
Masyarakat madani yang mandiri
0.7668
0.4862
0.4191
Keterangan: Dapat dilihat bahwa Y1 dan Y3 memiliki korelasi dengan peubah kanonik pertama miliknya sendiri sebesar 0.4821 dan 0.7668. (yang dilihat peubah prospektif pertama karena hanya satu akar ciri yang nyata). Korelasi antara peubah karakteristik dengan peubah kanoniknya Peubah
Karakteristik 1
Karakteristik 2
Karakteristik 3
Jenis kelamin
-0.3650
0.5106
-0.4100
Umur
0.6972
-0.6076
0.1077
Masa kerja
-0.3364
-0.5087
0.5029
Pendidikan terakhir
-0.6268
-0.3997
-0.6657
Keterangan: Dapat dilihat bahwa umur dan pendidikan terakhir memiliki korelasi dengan peubah kanonik pertama miliknya sendiri sebesar 0.6972 dan -0.6268 (yang dilihat peubah prospektif pertama karena hanya satu akar ciri yang nyata).
234
Korelasi antara peubah prospektif dan peubah kanonik dari peubah karakteristik Peubah
Karakteristik 1
Karakteristik 2
Karakteristik 3
Y1
Optimalisasi sumber daya
0.2038
0.1252
-0.0337
Y2
Birokrasi yang profesional
-0.1310
0.1686
0.0207
Y3
Masyarakat madani yang mandiri
0.3242
0.0931
0.0242
Korelasi antara peubah karakteristik dan peubah kanonik dari peubah prospektif Peubah
Prospektif 1
Prospektif 2
Prospektif 3
Jenis kelamin
-0.1543
0.0978
-0.0237
Umur
0.2948
-0.1164
0.0062
Masa kerja
-0.1422
-0.0974
0.0291
Pendidikan terakhir
-0.2650
-0.0766
-0.0385
Keterangan: Dari kedua Tabel disimpulkan bahwa peubah prospektif Y3 memiliki hubungan yang cukup tinggi dengan umur dan pendidikan terakhir.
Korelasi kanonik antara peubah karakteristik aparatur dengan faktor eksternal pemerintah No
Canonical correlation
Adjusted canonical correlation
Approximate standard error
Squared canonical correlation
1
0.3890
0.3489
0.0606
0.1513
2
0.1420
.
0.0700
0.0202
3
0.0831
.
0.0709
0.0069
4
0.0224
.
0.0714
0.0005
Keterangan: Pada Tabel korelasi kanonik di atas menghasilkan 4 peubah kanonik. Akar ciri ini harus diuji terlebih dahulu apakah nyata atau tidak, jika nyata maka kita dapat menggunakan korelasinya. Nilai korelasi 0.3890 merupakan nilai korelasi tertinggi yang mungkin dari kombinasi linier antara karakteristik aparatur dengan faktor eksternal. Eigen values of = CanRsq/(1-CanRsq)
Inv(E)*H
Test of H0: The canonical correlations in the current row and al l that follow are zero
235
Eigen value
Differenc e
Proport ion
Cumulati ve
Likelihood Ratio
Approximat e F Value
Num DF
Den DF
Pr > F
0.1783
0.1577
0.8642
0.8642
0.8254
1.86
20
624.48
0.0129
0.0206
0.0136
0.0997
0.9639
0.9726
0.44
12
500.34
0.9469
0.0069
0.0064
0.0337
0.9976
0.9926
0.24
6
380
0.9647
.0024
1.0000
0.9995
0.05
2
191
0.9532
0.0005
Hipotesis nol yang diuji dari ketiga eigen value/akar ciri yang ada adalah korelasi bernilai nol dan hipotesis alternatifnya korelasi bernilai tidak nol. Didapatkan hasil bahwa akar ciri pertama dan akar ciri kedua memiliki nilai signifikansi (Pr>F) <0.05 yang berarti kita dapat menggunakan akar ciri pertama untuk mencari korelasi kanonik antara karakteristik aparatur dengan faktor eksternal dan dari Tabel sebelumnya didapat bahwa korelasinya bernilai 0.3890. Berdasarkan kontribusi keragaman yang dijelaskan oleh fungsi kanonik terlihat bahwa fungsi kanonik pertama menjelaskan keragaman total sebesar 86.42%. Multivariate statistics and F Approximations S=4 M=0 N=93 Statistic
Value
F Value
Num DF
Den DF
Pr > F
Wilks' Lambda
0.8254
1.86
20
624.48
0.0129
Pillai's Trace
0.1789
1.79
20
764
0.0183
Hotelling-Lawley Trace
0.2063
1.93
20
406.22
0.0098
Roy's Greatest Root
0.1783
6.81
5
191
<.0001
NOTE: F Statistic for Roy's Greatest Root is an upper bound. Keterangan: Pada Tabel di atas merupakan pengujian oleh beberapa statistic multivariate untuk menguji apakah korelasi kanonik nyata atau tidak dan dari uji-uji tersebut dapat disimpulkan memang ada korelasi kanonik antara antara karakteristik aparatur dengan faktor eksternal karena nilai signifikansi <0.05. Korelasi antara peubah eksternal dengan peubah kanoniknya Peubah
Eksternal 1
Eksternal 2
Eksternal 3
Eksternal 4
236
Korelasi antara peubah eksternal dengan peubah kanoniknya Peubah
Eksternal 1
Eksternal 2
Eksternal 3
Eksternal 4
X21
Pembinaan dan pengembangan aparatur
0.5266
-0.0276
0.0248
0.3008
X22
Kepemimpinan
-0.4540
0.2529
0.5051
-0.5823
X23
Partisipasi stakeholders
-0.8520
-0.3029
-0.3036
0.1472
X24
Good governance
-0.2828
-0.1889
0.8602
0.2003
X25
Kebijakan pemberdayaan masyarakat
-0.7036
0.5375
0.3015
0.2991
Keterangan: Dapat dilihat bahwa X21, X22, X23, dan X25 memiliki korelasi dengan peubah kanonik pertama miliknya sendiri sebesar 0.5266, -0.4540, -0.8520, dan -0.7036 . (yang dilihat peubah prospektif pertama karena hanya satu akar ciri yang nyata).
Korelasi antara peubah karakteristik dengan peubah kanoniknya Peubah
Karakteristik 1
Karakteristik 2
Karakteristik 3
Karakteristik 4
Jenis kelamin
0.1339
-0.0591
0.9668
0.2096
Umur
-0.0275
0.8702
-0.2287
-0.4354
Masa kerja
0.5132
0.6667
-0.0819
0.5343
Pendidikan terakhir
0.8698
-0.3862
0.1740
-0.2531
Keterangan: Dapat dilihat bahwa masa kerja dan pendidikan terakhir memiliki korelasi dengan peubah kanonik pertama miliknya sendiri sebesar 0.5132 dan 0.8698. (yang dilihat peubah prospektif pertama karena hanya satu akar ciri yang nyata). Korelasi antara peubah eksternal dan peubah kanonik dari peubah karakteristik Peubah
Karakteristik 1
Karakteristik 2
Karakteristik 3
Karakteristik 4
X21
Pembinaan dan pengembangan aparatur
0.2048
-0.0039
0.0021
0.0067
X22
Kepemimpinan
-0.1766
0.0359
0.0420
-0.0130
X23
Partisipasi stakeholders
-0.3314
-0.0430
-0.0252
0.0033
X24
Good governance
-0.1100
-0.0268
0.0714
0.0045
X25
Kebijakan pemberdayaan masyarakat
-0.2737
0.0763
0.0250
0.0067
237
Korelasi antara peubah karakteristik dan peubah kanonik dari peubah eksternal Peubah
Eksternal 1
Eksternal 2
Eksternal 3
Eksternal 4
Jenis kelamin
0.0521
-0.0084
0.0803
0.0047
Umur
-0.0107
0.1236
-0.0190
-0.0098
Masa kerja
0.1996
0.0947
-0.0068
0.0120
Pendidikan terakhir
0.3383
-0.0548
0.0145
-0.0057
Keterangan: Dari kedua Tabel disimpulkan bahwa peubah prospektif X23 memiliki hubungan yang cukup tinggi pendidikan terakhir.
Korelasi kanonik antara peubah karakteristik aparatur dengan faktor efektivitas kelembagaan pemerintahan No
Canonical correlation
Adjusted canonical correlation
Approximate standard error
Squared canonical correlation
1
0.4715
0.4460
0.0555
0.2223
2
0.1557
.
0.0697
0.0242
3
0.1156
.
0.0705
0.0134
4
0.0245
.
0.0714
0.0006
Keterangan: Pada Tabel korelasi kanonik di atas menghasilkan 4 peubah kanonik. Akar ciri ini harus diuji terlebih dahulu apakah nyata atau tidak, jika nyata maka kita dapat menggunakan korelasinya. Nilai korelasi 0.4715 merupakan nilai korelasi tertinggi yang mungkin dari kombinasi linier antara karakteristik aparatur dengan efektivitas kinerja birokrasi. Eigen values = CanRsq/(1-CanRsq)
of
Inv(E)*H
Test of H0: The canonical correlations in the current row and all that follow are zero
Eigen value
Difference
Proportion
Cumulative
Likelihood Ratio
Approximate F Value
Num D F
Den D F
Pr > F
0.2859
0.2611
0.8800
0.8800
0.7482
3.60
16
578.04
<.0001
0.0248
0.0113
0.0765
0.9565
0.9621
0.82
9
462.56
0.5967
0.0135
0.0129
0.0417
0.9981
0.9861
0.67
4
382
0.6110
238
Eigen values = CanRsq/(1-CanRsq) Eigen value
Difference
0.0006
of
Inv(E)*H
Test of H0: The canonical correlations in the current row and all that follow are zero
Proportion
Cumulative
Likelihood Ratio
Approximate F Value
Num D F
Den D F
Pr > F
0.0019
1.0000
0.9994
0.12
1
192
0.7344
Hipotesis nol yang diuji dari ketiga eigen value/akar ciri yang ada adalah korelasi bernilai nol dan hipotesis alternatifnya korelasi bernilai tidak nol. Didapatkan hasil bahwa akar ciri pertama memiliki nilai signifikansi (Pr>F) <0.05 yang berarti kita dapat menggunakan akar ciri pertama untuk mencari korelasi kanonik antara karakteristik aparatur dengan efektivitas kinerja birokrasi dan dari Tabel sebelumnya didapat bahwa korelasinya bernilai 0.3890. Berdasarkan kontribusi keragaman yang dijelaskan oleh fungsi kanonik terlihat bahwa fungsi kanonik pertama menjelaskan keragaman total sebesar 88.00%.
Multivariate statistics and F Approximations S=4 M=-0.5 N=93.5 Statistic
Value
F Value
Num DF
Den DF
Pr > F
Wilks' Lambda
0.7482
3.60
16
578.04
<.0001
Pillai's Trace
0.2605
3.34
16
768
<.0001
Hotelling-Lawley Trace
0.3249
3.82
16
372.04
<.0001
Roy's Greatest Root
0.2859
13.72
4
192
<.0001
NOTE: F Statistic for Roy's Greatest Root is an upper bound. Keterangan: Pada Tabel di atas merupakan pengujian oleh beberapa statistic multivariate untuk menguji apakah korelasi kanonik nyata atau tidak dan dari uji-uji tersebut dapat disimpulkan memang ada korelasi kanonik antara antara karakteristik aparatur dengan efektivitas kinerja birokrasi karena nilai signifikansi <0.05. Korelasi antara peubah efektivitas dengan peubah kanoniknya Peubah
Efektivitas 1
Efektivitas 2
Efektivitas 3
Efektivitas 4
239
Korelasi antara peubah efektivitas dengan peubah kanoniknya Peubah
Efektivitas 1
Efektivitas 2
Efektivitas 3
Efektivitas 4
X31
Pelayanan public
-0.3616
0.2755
-0.1351
0.8804
X32
Kompetensi dan budaya kerja
0.7903
-0.0132
-0.3684
0.4895
X33
Motivasi berprestasi
-0.1758
0.3149
-0.9223
-0.1390
X34
Kepedulian dan kepekaan aparatur
0.0519
0.9590
-0.2438
-0.1351
Keterangan: Dapat dilihat bahwa X32 memiliki korelasi dengan peubah kanonik pertama miliknya sendiri sebesar 0.7903. (yang dilihat peubah prospektif pertama karena hanya satu akar ciri yang nyata). Korelasi antara peubah karakteristik dengan peubah kanoniknya Peubah
Karakteristik 1
Karakteristik 2
Karakteristik 3
Karakteristik 4
Jenis kelamin
0.4208
0.4557
0.6890
-0.3748
Umur
-0.5227
-0.7955
0.1755
-0.2511
Masa kerja
0.4953
-0.6079
-0.1391
-0.6048
Pendidikan terakhir
0.6827
-0.1834
0.3934
0.5878
Keterangan: Dapat dilihat bahwa jk, umur, masa kerja, dan pendidikan terakhir memiliki korelasi dengan peubah kanonik pertama miliknya sendiri sebesar 0.4208, -0.5227, 0.4953, dan 0.6827. (yang dilihat peubah prospektif pertama karena hanya satu akar ciri yang nyata). Korelasi antara peubah efektivitas dan peubah kanonik dari peubah karakteristik Peubah
Karakteristik 1
Karakteristik 2
Karakteristik 3
Karakteristik 4
X31
Pelayanan publik
-0.1705
0.0429
-0.0156
0.0216
X32
Kompetensi dan budaya kerja
0.3726
-0.0021
-0.0426
0.0120
X33
Motivasi berprestasi
-0.0829
0.0490
-0.1066
-0.0034
X34
Kepedulian dan kepekaan aparatur
0.0245
0.1493
-0.0282
-0.0033
Korelasi antara peubah karakteristik dan peubah kanonik dari peubah efektivitas Peubah
Efektivitas 1
Efektivitas 2
Efektivitas 3
Efektivitas 4
240
Korelasi antara peubah karakteristik dan peubah kanonik dari peubah efektivitas Peubah
Efektivitas 1
Efektivitas 2
Efektivitas 3
Efektivitas 4
Jenis kelamin
0.1984
0.0710
0.0796
-0.0092
Umur
-0.2465
-0.1239
0.0203
-0.0062
Masa kerja
0.2336
-0.0947
-0.0161
-0.0148
Pendidikan terakhir
0.3219
-0.0285
0.0455
0.0144
Keterangan: Dari kedua Tabel disimpulkan bahwa peubah prospektif X32 memiliki hubungan yang cukup tinggi pendidikan terakhir.
Kabupaten Bone Korelasi kanonik antara faktor eksternal dengan prospektif manajeman pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif Canonical correlation analysis No
Canonical correlation
Adjusted canonical correlation
Approximate standard error
Squared canonical correlation
1
0.8442
0.8364
0.0262
0.7126
2
0.3908
0.3449
0.0773
0.1527
3
0.2624
0.2553
0.0850
0.0689
Keterangan: Pada Tabel korelasi kanonik di atas menghasilkan 3 peubah kanonik. Akar ciri ini harus diuji terlebih dahulu apakah nyata atau tidak, jika nyata maka kita dapat menggunakan korelasinya. Nilai korelasi 0.8442 merupakan nilai korelasi tertinggi yang mungkin dari kombinasi linier antara faktor eksternal dengan prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif. Nilai korelasi kanonik kedua dan ketiga ialah sebesar 0.3908 dan 0.2624. Eigen values of Inv(E)*H = CanRsq/(1-CanRsq)
Test of H0: The canonical correlations in the current row an d all that follow are zero
Eigen value
Difference
Proporti on
Cumulat ive
Likelihoo d Ratio
Approximate F Value
Num DF
Den DF
Pr > F
2.4798
2.2996
0.9070
0.9070
0.2267
14.82
15
312.34
<.0001
0.1803
0.1063
0.0659
0.9730
0.7889
3.59
8
228
0.0006
241
Eigen values of Inv(E)*H = CanRsq/(1-CanRsq) Eigen value
Difference
0.0740
Test of H0: The canonical correlations in the current row an d all that follow are zero
Proporti on
Cumulat ive
Likelihoo d Ratio
Approximate F Value
Num DF
Den DF
Pr > F
0.0270
1.0000
0.9311
2.83
3
115
0.0413
Hipotesis nol yang diuji dari ketiga eigen value/akar ciri yang ada adalah korelasi bernilai nol dan hipotesis alternatifnya korelasi bernilai tidak nol. Didapatkan hasil bahwa akar ciri pertama, akar ciri kedua, dan akar ciri ketiga memiliki nilai signifikansi (Pr>F) <0.05 yang berarti kita dapat menggunakan akar ciri pertama, kedua, dan ketiga untuk mencari korelasi kanonik antara faktor eksternal dengan prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif dan dari Tabel sebelumnya didapat bahwa korelasinya bernilai 0.8442, 0.3908 dan 0.2624. Berdasarkan kontribusi keragaman yang dijelaskan oleh fungsi kanonik terlihat bahwa fungsi kanonik pertama menjelaskan keragaman total sebesar 90.70%, sedangkan yang kedua sebesar 6.59% dan ketiga sebesar 2.70%.
Multivariate statistics and F Approximations S=3 M=0.5 N=55.5 Statistic
Value
F Value
Num DF
Den DF
Pr > F
Wilks' Lambda
0.2267
14.82
15
312.34
<.0001
Pillai's Trace
0.9342
10.40
15
345
<.0001
Hotelling-Lawley Trace
2.7341
20.43
15
208.27
<.0001
Roy's Greatest Root
2.4798
57.04
5
115
<.0001
NOTE: F Statistic for Roy's Greatest Root is an upper bound. Keterangan: Pada Tabel di atas merupakan pengujian oleh beberapa statistic multivariate untuk menguji apakah korelasi kanonik nyata atau tidak dan dari uji-uji tersebut dapat disimpulkan memang ada korelasi kanonik antara faktor eksternal dengan prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif karena nilai signifikansi <0.001.
242
Korelasi antara peubah prospektif dengan peubah kanoniknya Peubah
Prospektif 1
Prospektif 2
Prospektif 3
Y1
Optimalisasi sumber daya
0.7001
0.6563
0.2813
Y2
Birokrasi yang profesional
0.6600
-0.5408
0.5215
Y3
Masyarakat madani yang mandiri
0.8626
-0.1800
-0.4728
Keterangan: Dapat dilihat bahwa prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif memiliki korelasi dengan peubah kanonik pertama miliknya sendiri sebesar 0.7001, 0.6600, dan 0.8626, Y1 dan Y2 memiliki korelasi dengan peubah kanonik kedua sebesar 0.6563 dan -0.5408, sedangkan Y2 dan Y3 memiliki korelasi dengan peubah kanonik ketiga sebesar 0.5212 dan -0.4728. (yang dilihat ketiga peubah prospektif karena ada tiga korelasi kanonik yang nyata). Korelasi antara peubah eksternal dengan peubah kanoniknya Peubah
Eksternal 1
Eksternal 2
Eksternal 3
X21
Pembinaan dan pengembangan aparatur
-0.1537
-0.3185
0.4870
X22
Kepemimpinan
0.7497
-0.3336
0.3168
X23
Partisipasi stakeholders
0.6487
0.1656
-0.6799
X24
Good governance
0.6310
0.0062
0.6754
X25
Kebijakan pemberdayaan masyarakat
0.7412
0.5654
0.1064
Keterangan: Dapat dilihat bahwa X22, X23, X24, dan X25 memiliki korelasi dengan peubah kanonik pertama miliknya sendiri sebesar 0.7497, 0.6487, 0.6310, dan 0.7412, X25 memiliki korelasi dengan peubah kanonik kedua sebesar 0.5654, dan X21, X23, dan X24 memiliki korelasi dengan peubah kanonik ketiga sebesar 0.4870, -0.6799, dan 0.6754. (yang dilihat ketiga peubah eksternal karena ada tiga korelasi kanonik yang nyata). Korelasi antara peubah prospektif dan peubah kanonik dari peubah eksternal Peubah
Eksternal 1
Eksternal 2
Eksternal 3
Y1
Optimalisasi sumber daya
0.5910
0.2565
0.0738
Y2
Birokrasi yang profesional
0.5571
-0.2114
0.1368
Y3
Masyarakat madani yang mandiri
0.7282
-0.0703
-0.1241
Korelasi antara peubah eksternal dan peubah kanonik dari peubah prospektif
243
Peubah
Prospektif 1
Prospektif 2
Prospektif 3
X21
Pembinaan dan pengembangan aparatur
-0.1297
-0.1245
0.1278
X22
Kepemimpinan
0.6329
-0.1304
0.0831
X23
Partisipasi stakeholders
0.5477
0.0647
-0.1784
X24
Good governance
0.5326
0.0024
0.1772
X25
Kebijakan pemberdayaan masyarakat
0.6257
0.2210
0.0279
Keterangan: Dari kedua Tabel disimpulkan bahwa peubah prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif memiliki hubungan yang cukup tinggi dengan faktor eksternal.
Korelasi kanonik antara peubah efektivitas kinerja birokrasi dengan prospektif manajeman pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif Canonical correlation analysis No
Canonical correlation
Adjusted canonical correlation
Approximate standard error
Squared canonical correlation
1
0.7108
0.6927
0.0452
0.5052
2
0.5603
0.5536
0.0626
0.3139
3
0.2231
0.2128
0.0867
0.0498
Keterangan: Pada Tabel korelasi kanonik di atas menghasilkan 3 peubah kanonik. Akar ciri ini harus diuji terlebih dahulu apakah nyata atau tidak, jika nyata maka kita dapat menggunakan korelasinya. Nilai korelasi 0.7108 merupakan nilai korelasi tertinggi yang mungkin dari kombinasi linier antara efektivitas kinerja birokrasi dengan prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif. Nilai korelasi kanonik kedua dan ketiga ialah sebesar 0.5603 dan 0.2231. Eigen values of Inv(E)*H = CanRsq/(1-CanRsq)
Test of H0: The canonical correlations in the current row and all that follow are zero
Eigen value
Differen ce
Proporti on
Cumulat ive
Likelihood Ratio
Approximat e F Value
Num D F
Den DF
Pr > F
1.0211
0.5635
0.6669
0.6669
0.3225
13.43
12
301.91
<.0001
0.4576
0.4052
0.2989
0.9658
0.6519
9.14
6
230
<.0001
0.0342
1.0000
0.9502
3.04
2
116
0.0517
0.0524
244
Hipotesis nol yang diuji dari ketiga eigen value/akar ciri yang ada adalah korelasi bernilai nol dan hipotesis alternatifnya korelasi bernilai tidak nol. Didapatkan hasil bahwa akar ciri pertama dan akar ciri kedua memiliki nilai signifikansi (Pr>F) <0.05 yang berarti kita dapat menggunakan akar ciri pertama dan kedua untuk mencari korelasi kanonik antara efektivitas kinerja birokrasi dengan prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif. Dan dari Tabel sebelumnya didapat bahwa korelasinya bernilai 0.7108 dan 0.5603. Berdasarkan kontribusi keragaman yang dijelaskan oleh fungsi kanonik terlihat bahwa fungsi kanonik pertama menjelaskan keragaman total sebesar 66.69%, sedangkan yang kedua sebesar 29.89%. Multivariate statistics and F Approximations S=3 M=0 N=56 Statistic
Value
F Value
Num DF
Den DF
Pr > F
Wilks' Lambda
0.3225
13.43
12
301.91
<.0001
Pillai's Trace
0.8690
11.83
12
348
<.0001
Hotelling-Lawley Trace
1.5311
14.44
12
195.23
<.0001
Roy's Greatest Root
1.0211
29.61
4
116
<.0001
NOTE: F Statistic for Roy's Greatest Root is an upper bound. Keterangan: Pada Tabel di atas merupakan pengujian oleh beberapa statistic multivariate untuk menguji apakah korelasi kanonik nyata atau tidak dan dari uji-uji tersebut dapat disimpulkan memang ada korelasi kanonik antara efektivitas kinerja birokrasi dengan prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif karena nilai signifikansi <0.001.
Korelasi antara peubah prospektif dengan peubah kanoniknya Peubah
Prospektif 1
Prospektif 2
Prospektif 3
Y1
Optimalisasi sumber daya
0.1829
0.5341
0.8254
Y2
Birokrasi yang profesional
0.8889
0.4270
-0.1658
Y3
Masyarakat madani yang mandiri
-0.0349
0.9794
-0.1987
245
Keterangan: Dapat dilihat bahwa Y2 memiliki korelasi dengan peubah kanonik pertama miliknya sendiri sebesar 0.8889, Y1, Y2, Y3 memiliki korelasi dengan peubah kanonik kedua sebesar 0.5431, 0.4270, dan 0.9794. (yang dilihat kedua peubah prospektif karena ada dua korelasi yang nyata). Korelasi antara peubah efektivitas dengan peubah kanoniknya Peubah
Efektivitas 1
Efektivitas 2
Efektivitas 3
X31
Pelayanan publik
-0.0340
0.2231
0.9735
X32
Kompetensi dan budaya kerja
0.9072
-0.2254
0.2152
X33
Motivasi berprestasi
0.3919
0.9176
-0.0583
X34
Kepedulian dan kepekaan aparatur
0.4580
0.4577
0.1746
Keterangan: Dapat dilihat bahwa X32, dan X34 memiliki korelasi dengan peubah kanonik pertama miliknya sendiri sebesar 0.9702 dan 0.4580, X33 dan X34 juga memiliki korelasi dengan peubah kanonik kedua sebesar 0.9176 dan 0.4577. (yang dilihat kedua peubah efektivitas karena ada dua korelasi yang nyata).
Korelasi antara peubah prospektif dan peubah kanonik dari peubah efektivitas Peubah
Efektivitas 1
Efektivitas 2
Efektivitas 3
Y1
Optimalisasi sumber daya
0.1300
0.2993
0.1842
Y2
Birokrasi yang profesional
0.6318
0.2392
-0.0370
Y3
Masyarakat madani yang mandiri
-0.0248
0.5488
-0.0443
Korelasi antara peubah efektivitas dan peubah kanonik dari peubah prospektif Peubah
Prospektif 1
Prospektif 2
Prospektif 3
X31
Pelayanan publik
-0.0242
0.1250
0.2172
X32
Kompetensi dan budaya kerja
0.6448
-0.1263
0.0480
X33
Motivasi dan berprestasi
0.2785
0.5142
-0.0130
X34
Kepedulian dan kepekaan aparatur
0.3256
0.2565
0.0390
246
Keterangan: Dari kedua Tabel disimpulkan bahwa peubah prospektif Y2 memiliki hubungan yang cukup tinggi dengan efektivitas X32, peubah prospektif Y3 memiliki hubungan yang cukup tinggi dengan efektivitas X33.
Korelasi kanonik antara faktor eksternal dengan prospektif manajeman pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif dan efektivitas kinerja birokrasi Canonical correlation analysis No
Canonical correlation
Adjusted canonical correlation
Approximate standard error
Squared canonical correlation
1
0.7135
0.6910
0.0448
0.5091
2
0.5100
0.4783
0.0675
0.2601
3
0.3603
0.3479
0.0794
0.1298
4
0.1058
0.0772
0.0903
0.0112
Keterangan: Pada Tabel korelasi kanonik di atas menghasilkan 4 peubah kanonik. Akar ciri ini harus diuji terlebih dahulu apakah nyata atau tidak, jika nyata maka kita dapat menggunakan korelasinya. Nilai korelasi 0.7135 merupakan nilai korelasi tertinggi yang mungkin dari kombinasi linier antara faktor eksternal dengan efektivitas kinerja birokrasi. Nilai korelasi kanonik kedua, ketiga, dan keempat ialah sebesar 0.5100, 0.3603, dan 0.1058. Eigen values of Inv(E)*H = CanRsq/(1-CanRsq)
Test of H0: The canonical correlations in the current row and all that follow are zero
Eigen value
Differen ce
Proporti on
Cumulat ive
Likelihood Ratio
Approximat e F Value
Num DF
Den DF
Pr > F
1.0373
0.6857
0.6695
0.6695
0.3125
7.82
20
372.41
<.0001
0.3516
0.2024
0.2269
0.8964
0.6366
4.64
12
299.26
<.0001
0.1491
0.1378
0.0963
0.9927
0.8605
2.97
6
228
0.0083
0.0073
1.0000
0.9888
0.65
2
115
0.5233
0.0113
Hipotesis nol yang diuji dari keempat eigen value/akar ciri yang ada adalah korelasi bernilai nol dan hipotesis alternatifnya korelasi bernilai tidak nol. Didapatkan hasil bahwa akar ciri pertama, akar ciri kedua, dan akar ciri ketiga memiliki nilai signifikansi (Pr>F) <0.05 yang berarti kita dapat menggunakan
247
akar ciri pertama, kedua, dan ketiga untuk mencari korelasi kanonik antara faktor eksternal dengan efektivitas kinerja birokrasi. dan dari Tabel sebelumnya didapat bahwa korelasinya bernilai 0.7135, 0.5100, dan 0.3603. Berdasarkan kontribusi keragaman yang dijelaskan oleh fungsi kanonik terlihat bahwa fungsi kanonik pertama menjelaskan keragaman total sebesar 66.95%, sedangkan yang kedua sebesar 22.69% dan ketiga sebesar 9.63%. Multivariate statistics and F Approximations S=4 M=0 N=55 Statistic
Value
F Value
Num DF
Den DF
Pr > F
Wilks' Lambda
0.3125
7.82
20
372.41
<.0001
Pillai's Trace
0.9103
6.78
20
460
<.0001
Hotelling-Lawley Trace
1.5493
8.59
20
239.06
<.0001
Roy's Greatest Root
1.0373
23.86
5
115
<.0001
NOTE: F Statistic for Roy's Greatest Root is an upper bound. Keterangan : Pada Tabel di atas merupakan pengujian oleh beberapa statistic multivariate untuk menguji apakah korelasi kanonik nyata atau tidak dan dari uji-uji tersebut dapat disimpulkan memang ada korelasi kanonik antara faktor eksternal dengan efektivitas kinerja birokrasi karena nilai signifikansi <0.001.
Korelasi antara peubah eksternal dengan peubah kanoniknya Peubah dan
pengembangan
Eksternal 1
Eksternal 2
Eksternal 3
Eksternal 4
-0.5735
0.6940
0.3539
-0.2368
X21
Pembinaan aparatur
X22
Kepemimpinan
0.2103
-0.3401
0.8592
0.2578
X23
Partisipasi stakeholders
0.8140
0.1159
0.0585
-0.0076
X24
Good governance
-0.2066
0.0694
0.5758
0.7350
X25
Kebijakan pemberdayaan masyarakat
0.6480
0.3453
0.3193
0.5528
Keterangan: Dapat dilihat bahwa X21, X23, X25 memiliki korelasi dengan peubah kanonik pertama miliknya sendiri sebesar -0.5735, 0.8140, dan 0.6480. X21 juga memiliki korelasi dengan peubah kanonik kedua sebesar 0.6940, serta X22 dan X24 memiliki korelasi
248
dengan peubah kanonik ketiga sebesar 0.8592 dan 0.5758. (yang dilihat ketiga peubah eksternal karena ada tiga akar ciri/korelasi kanonik yang nyata). Korelasi antara peubah efektivitas dengan peubah kanoniknya Peubah
Efektivitas 1
Efektivitas 2
Efektivitas 3
Efektivitas 4
X31
Pelayanan publik
0.4238
0.9018
-0.0382
-0.0749
X32
Kompetensi dan budaya kerja
-0.3596
0.3921
0.7035
0.4712
X33
Motivasi dan berprestasi
0.7643
-0.1782
0.6138
0.0849
X34
Kepedulian dan kepekaan aparatur
0.6764
-0.0014
0.0541
0.7345
Keterangan: Dapat dilihat bahwa X31, X33, dan X34 memiliki korelasi dengan peubah kanonik pertama miliknya sendiri sebesar 0.4238, 0.7643, dan 0.6764, X31 memiliki korelasi dengan peubah kanonik kedua sebesar 0.9018, serta X32 dan X33 memiliki korelasi dengan peubah kanonik ketiga sebesar 0.7035 dan 0.6138. (yang dilihat ketiga peubah efektivitas karena ada tiga korelasi kanonik yang nyata). Korelasi antara peubah faktor eksternal dan peubah kanonik dari peubah efektivitas Peubah
Efektivitas 1
Efektivitas 2
Efektivitas 3
Efektivitas 4
X21
Pembinaan dan pengembangan aparatur
-0.4092
0.3539
0.1275
-0.0251
X22
Kepemimpinan
0.1500
-0.1734
0.3095
0.0273
X23
Partisipasi stakeholders
0.5808
0.0591
0.0211
-0.0008
X24
Good governance
-0.1474
0.0354
0.2074
0.0778
X25
Kebijakan pemberdayaan masyarakat
0.4624
0.1761
0.1150
0.0585
Korelasi antara peubah efektivitas dan peubah kanonik dari peubah eksternal Peubah
Eksternal 1
Eksternal 2
Eksternal 3
Eksternal 4
X31
Pelayanan publik
0.3024
0.4600
-0.0137
-0.0079
X32
Kompetensi dan budaya kerja
-0.2566
0.2000
0.2534
0.0499
X33
Motivasi dan berprestasi
0.5454
-0.0909
0.2211
0.0090
X34
Kepedulian aparatur
0.4827
-0.0007
0.0195
0.0777
dan
kepekaan
249
Keterangan: Dari kedua Tabel disimpulkan bahwa peubah eksternal X21, X23, dan X25 memiliki hubungan yang cukup tinggi dengan efektivitas X33 dan X34.
Korelasi kanonik antara peubah karakteristik aparatur dengan prospektif manajeman pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif Canonical correlation analysis No
Canonical correlation
Adjusted canonical correlation
Approximate standard error
Squared canonical correlation
1
0.5218
0.4970
0.0664
0.2723
2
0.2677
0.2466
0.0847
0.0717
3
0.0450
.
0.0911
0.0020
Keterangan: Pada Tabel korelasi kanonik di atas menghasilkan 3 peubah kanonik. Akar ciri ini harus diuji terlebih dahulu apakah nyata atau tidak, jika nyata maka kita dapat menggunakan korelasinya. Nilai korelasi 0.5218 merupakan nilai korelasi tertinggi yang mungkin dari kombinasi linier antara karakteristik aparatur dengan prospektif manajeman pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif. Nilai korelasi kanonik kedua, ketiga ialah sebesar 0.2677, dan 0.0450. Eigen values of Inv(E)*H = CanRsq/(1-CanRsq)
Test of H0: The canonical correlations in the current r ow and all that follow are zero
Eigen value
Differe nce
Proport ion
Cumulative
Likelihood Ratio
Approximate F Value
Num DF
Den DF
Pr > F
0.3741
0.2969
0.8252
0.8252
0.6742
5.47
9
280.03
<.0001
0.0772
0.0752
0.1703
0.9955
0.9264
2.26
4
232
0.0636
0.0045
1.0000
0.9980
0.24
1
117
0.6273
0.0020
Hipotesis nol yang diuji dari ketiga eigen value/akar ciri yang ada adalah korelasi bernilai nol dan hipotesis alternatifnya korelasi bernilai tidak nol. Didapatkan hasil bahwa akar ciri pertama memiliki nilai signifikansi (Pr>F) <0.05 yang berarti kita dapat menggunakan akar ciri pertama untuk mencari korelasi kanonik antara karakteristik aparatur dengan prospektif manajeman pemerintahan dan
pembangunan perdesaan partisipatif dan dari Tabel sebelumnya didapat
bahwa korelasinya bernilai 0.5218. Berdasarkan kontribusi keragaman yang dijelaskan oleh fungsi kanonik terlihat bahwa fungsi kanonik pertama menjelaskan keragaman total sebesar 82.52%.
250
Multivariate Statistics and F Approximations S=3 M=-0.5 N=56.5 Statistic
Value
F Value
Num DF
Den DF
Pr > F
Wilks' Lambda
0.6742
5.47
9
280.03
<.0001
Pillai's Trace
0.3460
5.08
9
351
<.0001
Hotelling-Lawley Trace
0.4534
5.76
9
177.56
<.0001
Roy's Greatest Root
0.3741
14.59
3
117
<.0001
NOTE: F Statistic for Roy's Greatest Root is an upper bound. Keterangan : Pada Tabel di atas merupakan pengujian oleh beberapa statistic multivariate untuk menguji apakah korelasi kanonik nyata atau tidak dan dari uji-uji tersebut dapat disimpulkan memang ada korelasi kanonik antara karakteristik aparatur dengan Prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif karena nilai signifikansi <0.001. Korelasi antara peubah prospektif dengan peubah kanoniknya Peubah
Prospektif 1
Prospektif 2
Prospektif 3
Y1
Optimalisasi sumber daya
0.3444
-0.5435
0.7655
Y2
Birokrasi yang profesional
-0.3349
-0.9258
-0.1751
Y3
Masyarakat madani yang mandiri
0.6962
-0.6467
-0.3115
Keterangan: Dapat dilihat bahwa Y3 memiliki korelasi dengan peubah kanonik pertama miliknya sendiri sebesar 0.6962. (yang dilihat peubah prospektif pertama karena hanya satu akar ciri yang nyata). Korelasi antara peubah karakteristik dengan peubah kanoniknya Peubah
Karakteristik 1
Karakteristik 2
Karakteristik 3
Umur
0.6772
0.5231
0.5175
Masa kerja
-0.5008
0.3557
0.7891
Pendidikan terakhir
-0.5977
0.6074
-0.5232
251
Keterangan: Dapat dilihat bahwa umur, maker, dan pendidikan terakhir memiliki korelasi dengan peubah kanonik pertama miliknya sendiri sebesar 0.6772, -0.5008, dan -0.5977 (yang dilihat peubah karakteristik pertama karena hanya satu akar ciri yang nyata).
Korelasi antara peubah prospektif dan peubah kanonik dari peubah karakteristik Peubah
Karakteristik 1
Karakteristik 2
Karakteristik 3
Y1
Optimalisasi sumber daya
0.1797
-0.1455
0.0344
Y2
Birokrasi yang profesional
-0.1747
-0.2479
-0.0079
Y3
Masyarakat madani yang mandiri
0.3633
-0.1731
-0.0140
Korelasi antara peubah karakteristik dan peubah kanonik dari peubah prospektif Peubah
Prospektif 1
Prospektif 2
Prospektif 3
Umur
0.3533
0.1400
0.0233
Masa kerja
-0.2613
0.0952
0.0355
Pendidikan terakhir
-0.3119
0.1626
-0.0235
Keterangan: Dari kedua Tabel disimpulkan bahwa peubah prospektif Y3 memiliki hubungan yang cukup tinggi dengan umur dan pendidikan terakhir.
Korelasi kanonik antara peubah karakteristik aparatur dengan faktor eksternal Canonical correlation analysis No
Canonical correlation
Adjusted canonical correlation
Approximate standard error
Squared canonical correlation
1
0.4691
0.4255
0.0712
0.2200
2
0.2207
0.1503
0.0868
0.0487
3
0.0928
0.0251
0.0905
0.0086
Keterangan: Pada Tabel korelasi kanonik di atas menghasilkan 3 peubah kanonik. Akar ciri ini harus diuji terlebih dahulu apakah nyata atau tidak, jika nyata maka kita dapat menggunakan korelasinya. Nilai korelasi 0.4691 merupakan nilai korelasi tertinggi yang mungkin dari kombinasi linier antara (X12, X13, X14) dengan faktor eksternal.
252
Eigen values of = CanRsq/(1-CanRsq)
Inv(E)*H
Test of H0: The canonical correlations in the current row and all that follow are zero
Eigen value
Differen ce
Proporti on
Cumulat ive
Likelihood Ratio
Approximate F Value
Num DF
Den DF
Pr > F
0.2821
0.2309
0.8249
0.8249
0.7356
2.45
15
312.34
0.0021
0.0512
0.0425
0.1497
0.9746
0.9431
0.85
8
228
0.5623
0.0254
1.0000
0.9914
0.33
3
115
0.8017
0.0087
Hipotesis nol yang diuji dari ketiga eigen value/akar ciri yang ada adalah korelasi bernilai nol dan hipotesis alternatifnya korelasi bernilai tidak nol. Didapatkan hasil bahwa akar ciri pertama memiliki nilai signifikansi (Pr>F) <0.05 yang berarti kita dapat menggunakan akar ciri pertama untuk mencari korelasi kanonik antara (X12, X13, X14) dengan faktor eksternal dan dari Tabel sebelumnya didapat bahwa korelasinya bernilai 0.4691. Berdasarkan kontribusi keragaman yang dijelaskan oleh fungsi kanonik terlihat bahwa fungsi kanonik pertama menjelaskan keragaman total sebesar 82.49% Multivariate Statistics and F Approximations S=3 M=0.5 N=55.5 Statistic
Value
F Value
Num DF
Den DF
Pr > F
Wilks' Lambda
0.7356
2.45
15
312.34
0.0021
Pillai's Trace
0.2773
2.34
15
345
0.0033
Hotelling-Lawley Trace
0.3420
2.55
15
208.27
0.0016
Roy's Greatest Root
0.2821
6.49
5
115
<.0001
NOTE: F Statistic for Roy's Greatest Root is an upper bound. Keterangan : Pada Tabel di atas merupakan pengujian oleh beberapa statistic multivariate untuk menguji apakah korelasi kanonik nyata atau tidak dan dari uji-uji tersebut dapat disimpulkan memang ada korelasi kanonik antara (X12, X13, X14) dengan faktor eksternal karena nilai signifikansi <0.05. Korelasi antara peubah eksternal dengan peubah kanoniknya
253
Peubah
Eksternal 1
Eksternal 2
Eksternal 3
X21
Pembinaan dan pengembangan aparatur
0.5914
0.0374
0.2721
X22
Kepemimpinan
-0.3779
0.2340
-0.6006
X23
Partisipasi stakeholders
-0.8951
-0.2141
0.2906
X24
Good governance
-0.1457
0.4036
-0.6143
X25
Kebijakan pemberdayaan masyarakat
-0.6292
0.7374
0.1004
Keterangan: Dapat dilihat bahwa X21, X23, dan X25 memiliki korelasi dengan peubah kanonik pertama miliknya sendiri sebesar 0.5914, -0.8951, dan -0.6292. (yang dilihat peubah prospektif pertama karena hanya satu akar ciri yang nyata). Korelasi antara peubah karakteristik dengan peubah kanoniknya Peubah
Karakteristik 1
Karakteristik 2
Karakteristik 3
Umur
-0.0383
0.2801
0.9592
Masa kerja
0.7833
0.6101
0.1192
Pendidikan terakhir
0.6987
-0.7016
-0.1402
Keterangan: Dapat dilihat bahwa masa kerja dan pendidikan terakhir memiliki korelasi dengan peubah kanonik pertama miliknya sendiri sebesar 0.7833 dan 0.6987. (yang dilihat peubah karakteristik pertama karena hanya satu akar ciri yang nyata).
Korelasi antara peubah eksternal dan peubah kanonik dari peubah karakteristik Peubah dan
pengembangan
Karakteristik 1
Karakteristik 2
Karakteristik 3
0.2774
0.0082
0.0252
X21
Pembinaan aparatur
X22
Kepemimpinan
-0.1773
0.0516
-0.0557
X23
Partisipasi stakeholders
-0.4199
-0.0473
0.0270
X24
Good governance
-0.0683
0.0891
-0.0570
X25
Kebijakan pemberdayaan masyarakat
-0.2951
0.1627
0.0093
Korelasi antara peubah karakteristik dan peubah kanonik dari peubah eksternal
254
Peubah
Eksternal 1
Eksternal 2
Eksternal 3
Umur
-0.0180
0.0618
0.0890
Masa kerja
0.3674
0.1346
0.0111
Pendidikan terakhir
0.3277
-0.1548
-0.0130
Keterangan: Dari kedua Tabel disimpulkan bahwa peubah eksternal X23 memiliki hubungan yang dengan masa kerja pendidikan terakhir.
Korelasi kanonik antara peubah karakteristik aparatur dengan faktor efektivitas kinerja birokrasi Canonical correlation analysis No
Canonical correlation
Adjusted canonical correlation
Approximate standard error
Squared canonical correlation
1
0.5227
0.4935
0.0664
0.2732
2
0.1913
0.1066
0.0879
0.0366
3
0.1214
.
0.0899
0.0148
Keterangan: Pada Tabel korelasi kanonik di atas menghasilkan 3 peubah kanonik. Akar ciri ini harus diuji terlebih dahulu apakah nyata atau tidak, jika nyata maka kita dapat menggunakan korelasinya. Nilai korelasi 0.5227 merupakan nilai korelasi tertinggi yang mungkin dari kombinasi linier antara karakteristik aparatur dengan Efektivitas kinerja birokrasi. Eigen values of = CanRsq/(1-CanRsq)
Inv(E)*H
Test of H0: The canonical correlations in the current row a nd all that follow are zero
Eigen value
Differen ce
Proporti on
Cumulat ive
Likelihood Ratio
Approximat e F Value
Num DF
Den DF
Pr > F
0.3758
0.3378
0.8765
0.8765
0.6899
3.79
12
301.91
<.0001
0.0380
0.0230
0.0886
0.9651
0.9492
1.01
6
230
0.4177
0.0349
1.0000
0.9853
0.87
2
116
0.4224
0.0150
Hipotesis nol yang diuji dari ketiga eigen value/akar ciri yang ada adalah korelasi bernilai nol dan hipotesis alternatifnya korelasi bernilai tidak nol. Didapatkan hasil bahwa akar ciri pertama memiliki nilai signifikansi (Pr>F) <0.05 yang berarti kita dapat menggunakan akar ciri pertama untuk mencari korelasi
255
kanonik antara karakteristik aparatur dengan efektivitas kinerja birokrasi dan dari Tabel sebelumnya didapat bahwa korelasinya bernilai 0.5227. Berdasarkan kontribusi keragaman yang dijelaskan oleh fungsi kanonik terlihat bahwa fungsi kanonik pertama menjelaskan keragaman total sebesar 87.65%. Multivariate Statistics and F Approximations S=3 M=0 N=56 Statistic
Value
F Value
Num DF
Den DF
Pr > F
Wilks' Lambda
0.6899
3.79
12
301.91
<.0001
Pillai's Trace
0.3245
3.52
12
348
<.0001
Hotelling-Lawley Trace
0.4288
4.04
12
195.23
<.0001
Roy's Greatest Root
0.3758
10.90
4
116
<.0001
NOTE: F Statistic for Roy's Greatest Root is an upper bound. Keterangan : Pada Tabel di atas merupakan pengujian oleh beberapa statistic multivariate untuk menguji apakah korelasi kanonik nyata atau tidak dan dari uji-uji tersebut dapat disimpulkan memang ada korelasi kanonik antara (X12, X13, X14) dengan Efektivitas kinerja birokrasi karena nilai signifikansi <0.05. korelasi antara peubah efektivitas dengan peubah kanoniknya Peubah
Efektivitas 1
Efektivitas 2
Efektivitas 3
X31
Pelayanan publik
-0.3338
0.5611
0.5798
X32
Kompetensi dan budaya kerja
0.8420
0.3207
0.4333
X33
Motivasi berprestasi
-0.1443
0.7329
-0.0033
X34
Kepedulian dan kepekaan aparatur
0.0669
0.8850
-0.4589
Keterangan: Dapat dilihat bahwa X32 memiliki korelasi dengan peubah kanonik pertama miliknya sendiri sebesar 0.8420. (yang dilihat peubah efektivitas pertama karena hanya satu akar ciri yang nyata). korelasi antara peubah karakteristik dengan peubah kanoniknya Peubah Umur
Karakteristik 1
Karakteristik 2
Karakteristik 3
-0.5245
-0.5905
0.6134
256
korelasi antara peubah karakteristik dengan peubah kanoniknya Peubah
Karakteristik 1
Karakteristik 2
Karakteristik 3
Masa kerja
0.6374
-0.2368
0.7332
Pendidikan terakhir
0.6189
-0.5382
-0.5721
Keterangan: Dapat dilihat bahwa umur, masa kerja, dan pendidikan terakhir memiliki korelasi dengan peubah kanonik pertama miliknya sendiri sebesar -0.5245, 0.6374, dan 0.6189. (yang dilihat peubah karakteristik pertama karena hanya satu akar ciri yang nyata). Korelasi antara peubah efektivitas dan peubah kanonik dari peubah karakteristik Peubah
Karakteristik 1
Karakteristik 2
Karakteristik 3
X31
Pelayanan publik
-0.1745
0.1073
0.0704
X32
Kompetensi dan budaya kerja
0.4401
0.0614
0.0526
X33
Motivasi berprestasi
-0.0754
0.1402
-0.0004
X34
Kepedulian dan kepekaan aparatur
0.0350
0.1693
-0.0557
Korelasi antara peubah karakteristik dan peubah kanonik dari peubah efektivitas Peubah
Efektivitas 1
Efektivitas 2
Efektivitas 3
Umur
-0.2741
-0.1130
0.0745
Masa kerja
0.3332
-0.0453
0.0890
Pendidikan terakhir
0.3235
-0.1030
-0.0695
Keterangan: Dari kedua Tabel disimpulkan bahwa peubah prospektif X32 memiliki hubungan dengan masa kerja dan pendidikan terakhir.
Kabupaten Jeneponto Korelasi kanonik antara faktor eksternal dengan prospektif manajeman pemerintahan dan pembangunan partisipatif
257
Canonical correlation analysis No
Canonical Correlation
Adjusted Canonical Correlation
Approximate Standard Error
Squared Canonical Correlation
1
0.8821
0.8731
0.0251
0.7782
2
0.5513
0.5156
0.0788
0.3039
3
0.3568
0.3445
0.0988
0.1273
Keterangan: pada Tabel korelasi kanonik di atas menghasilkan 3 peubah kanonik. Akar ciri ini harus diuji terlebih dahulu apakah nyata atau tidak, jika nyata maka kita dapat menggunakan korelasinya. Nilai korelasi 0.8821 merupakan nilai korelasi tertinggi yang mungkin dari kombinasi linier antara Faktor eksternal dengan Prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif. Nilai korelasi kanonik kedua dan ketiga ialah sebesar 0.5513 dan 0.3568. Eigen values of Inv(E)*H = CanRsq/(1-CanRsq)
Test of H0: The canonical correlations in the cur rent row and all that follow are zero
Eigen value
Differen ce
Proporti on
Cumulat ive
Likelihood Ratio
Approximat e FValue
Num DF
Den D F
Pr > F
3.5082
3.0715
0.8576
0.8576
0.1347
13.97
15
196.4
<.0001
0.4367
0.2908
0.1067
0.9643
0.6075
5.09
8
144
<.0001
0.0357
1.0000
0.8727
3.55
3
73
0.0185
0.1458
Hipotesis nol yang diuji dari ketiga eigen value/akar ciri yang ada adalah korelasi bernilai nol dan hipotesis alternatifnya korelasi bernilai tidak nol. Didapatkan hasil bahwa akar ciri pertama, akar ciri kedua, dan akar ciri ketiga memiliki nilai signifikansi (Pr>F) <0.05 yang berarti kita dapat menggunakan akar ciri pertama, kedua, dan ketiga untuk mencari korelasi kanonik antara Faktor eksternal dengan Prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif. dan dari Tabel sebelumnya didapat bahwa korelasinya bernilai 0.8821, 0.5513 dan 0.3568. Berdasarkan kontribusi keragaman yang dijelaskan oleh fungsi kanonik terlihat bahwa fungsi kanonik pertama menjelaskan keragaman total sebesar 85.76%, sedangkan yang kedua sebesar 10.67% dan ketiga sebesar 3.57%.
258
Multivariate Statistics and F Approximations S=3 M=0.5 N=34.5 Statistic
Value
F Value
Num DF
Den DF
Pr > F
Wilks' Lambda
0.1347
13.97
15
196.4
<.0001
Pillai's Trace
1.2094
9.86
15
219
<.0001
Hotelling-Lawley Trace
4.0907
19.11
15
128.97
<.0001
Roy's Greatest Root
3.5082
51.22
5
73
<.0001
NOTE: F Statistic for Roy's Greatest Root is an upper bound. Keterangan : Pada Tabel di atas merupakan pengujian oleh beberapa statistic multivariate untuk menguji apakah korelasi kanonik nyata atau tidak dan dari uji-uji tersebut dapat disimpulkan memang ada korelasi kanonik antara Faktor eksternal dengan Prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif karena nilai signifikansi <0.001. Korelasi antara peubah prospektif dengan peubah kanoniknya Peubah
Prospektif 1
Prospektif 2
Prospektif 3
Y1
Optimalisasi sumber daya
0.9051
-0.4250
0.0139
Y2
Birokrasi yang profesional
0.5199
0.7096
0.4756
Y3
Masyarakat madani yang mandiri
0.7556
0.1962
-0.6249
Keterangan: Dapat dilihat bahwa Y1, Y2, dan Y3 memiliki korelasi dengan peubah kanonik pertama miliknya sendiri sebesar 0.9051, 0.5199, dan 0.7556, Y1 dan Y2 memiliki korelasi dengan peubah kanonik kedua sebesar -0.4250 dan 0.7096, sedangkan Y2 dan Y3 memiliki korelasi dengan peubah kanonik ketiga sebesar 0.4756 dan -0.6249. (yang dilihat ketiga peubah prospektif karena ada tiga korelasi kanonik yang nyata). Korelasi antara peubah eksternal dengan peubah kanoniknya Peubah
Eksternal 1
Eksternal 2
Eksternal 3
X21
Pembinaan dan pengembangan aparatur
0.0049
-0.4319
0.8571
X22
Kepemimpinan
0.7718
0.3012
0.0126
X23
Partisipasi stakeholders
0.5071
0.5788
0.1383
X24
Good governance
0.7973
-0.1391
0.2859
X25
Kebijakan pemberdayaan masyarakat
0.9143
-0.2416
-0.2557
259
Keterangan: Dapat dilihat bahwa X22, X23, X24, dan X25 memiliki korelasi dengan peubah kanonik pertama miliknya sendiri sebesar 0.7718, 0.5071, 0.7973, dan 0.9143, X21 dan X23 memiliki korelasi dengan peubah kanonik kedua sebesar -0.4319 dan 0.5788, serta X21 memiliki korelasi dengan peubah kanonik ketiga sebesar 0.8571. (yang dilihat ketiga peubah eksternal karena ada tiga korelasi kanonik yang nyata). Korelasi antara peubah prospektif dan peubah kanonik dari peubah eksternal Peubah
Eksternal 1
Eksternal 2
Eksternal 3
Y1
Optimalisasi sumber daya
0.7984
-0.2343
0.0050
Y2
Birokrasi yang profesional
0.4586
0.3912
0.1697
Y3
Masyarakat madani yang mandiri
0.6666
0.1081
-0.2229
Korelasi antara peubah eksternal dan peubah kanonik dari peubah prospektif Peubah
Prospektif 1
Prospektif 2
Prospektif 3
X21
Pembinaan dan pengembangan aparatur
0.0043
-0.2381
0.3058
X22
Kepemimpinan
0.6809
0.1660
0.0045
X23
Partisipasi stekeholders
0.4474
0.3191
0.0493
X24
Good governance
0.7033
-0.0767
0.1020
X25
Kebijakan pemberdayaan masyarakat
0.8066
-0.1332
-0.0912
Keterangan: Dari kedua Tabel disimpulkan bahwa peubah prospektif Y1, Y2, Y3 memiliki hubungan yang cukup tinggi dengan faktor eksternal X22, X23, X24, dan X25.
Korelasi kanonik antara peubah efektivitas kinerja birokrasi (X3) dengan prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif Canonical correlation analysis No
Canonical correlation
Adjusted canonical correlation
Approximate standard error
Squared canonical correlation
1
0.5421
0.4242
0.0800
0.2938
2
0.5025
.
0.0846
0.2525
3
0.3240
.
0.1013
0.1050
260
Keterangan: Pada Tabel korelasi kanonik di atas menghasilkan 3 peubah kanonik. Akar ciri ini harus diuji terlebih dahulu apakah nyata atau tidak, jika nyata maka kita dapat menggunakan korelasinya. Nilai korelasi 0.5421 merupakan nilai korelasi tertinggi yang mungkin dari kombinasi linier antara Efektivitas kinerja birokrasi dengan Prospektif pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif. Nilai korelasi kanonik kedua dan ketiga ialah sebesar 0.5025 dan 0.3240. Eigen values of Inv(E)*H = CanRsq/(1-CanRsq)
Test of H0: The canonical correlations in the current row and all that follow are zero
Eigen value
Differen ce
Proporti on
Cumulat ive
Likelihood Ratio
Approximate F Value
Num DF
Den DF
Pr > F
0.4161
0.0783
0.4777
0.4777
0.4725
5.21
12
190.79
<.0001
0.3378
0.2205
0.3877
0.8654
0.6691
5.42
6
146
<.0001
0.1346
1.0000
0.8950
4.34
2
74
0.0165
0.1173
Hipotesis nol yang diuji dari ketiga eigen value/akar ciri yang ada adalah korelasi bernilai nol dan hipotesis alternatifnya korelasi bernilai tidak nol. Didapatkan hasil bahwa akar ciri pertama dan akar ciri kedua memiliki nilai signifikansi (Pr>F) <0.05 yang berarti kita dapat menggunakan akar ciri pertama dan kedua untuk mencari korelasi kanonik antara Faktor eksternal dengan Prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif dan dari Tabel sebelumnya didapat bahwa korelasinya bernilai 0.7108 dan 0.5603. Berdasarkan kontribusi keragaman yang dijelaskan oleh fungsi kanonik terlihat bahwa fungsi kanonik pertama menjelaskan keragaman total sebesar 66.69%, sedangkan yang kedua sebesar 29.89%.
Multivariate Statistics and F Approximations S=3 M=0 N=35 Statistic
Value
F Value
Num DF
Den DF
Pr > F
Wilks' Lambda
0.4725
5.21
12
190.79
<.0001
Pillai's Trace
0.6513
5.13
12
222
<.0001
Hotelling-Lawley Trace
0.8712
5.17
12
121.76
<.0001
Roy's Greatest Root
0.4161
7.70
4
74
<.0001
NOTE: F Statistic for Roy's Greatest Root is an upper bound.
261
Keterangan : Pada Tabel di atas merupakan pengujian oleh beberapa statistic multivariate untuk menguji apakah korelasi kanonik nyata atau tidak dan dari uji-uji tersebut dapat disimpulkan memang ada korelasi kanonik antara Faktor eksternal dengan Prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif karena nilai signifikansi <0.001. Korelasi antara peubah prospektif dengan peubah kanoniknya Peubah
Prospektif 1
Prospektif 2
Prospektif 3
Y1
Optimalisasi sumber daya
0.1991
0.5620
0.8028
Y2
Birokrasi yang profesional
0.9669
0.1986
-0.1601
Y3
Masyarakat madani yang mandiri
0.4452
-0.3065
0.8413
Keterangan: Dapat dilihat bahwa Y2 dan Y3 memiliki korelasi dengan peubah kanonik pertama miliknya sendiri sebesar 0.9669 dan 0.4452, Y1 memiliki korelasi dengan peubah kanonik kedua sebesar 0.5620, Y1 dan Y3 mempunyai korelasi dengan peubah kanonik ketiga sebesar 0.8028 dan 0.8413. (yang dilihat ketiga peubah prospektif karena ada tiga korelasi yang nyata).
Korelasi antara peubah efektivitas dengan peubah kanoniknya Peubah
Efektivitas 1
Efektivitas 2
Efektivitas 3
X31
Pelayanan publik
0.0295
0.8600
0.3810
X32
Kompetensi dan budaya kerja
0.3241
0.6653
-0.2350
X33
Motivasi berprestasi
0.9238
-0.0532
0.3496
X34
Kepedulian aparatur
0.1193
-0.2288
0.9197
dan
kepekaan
Keterangan: Dapat dilihat bahwa X33 memiliki korelasi dengan peubah kanonik pertama miliknya sendiri sebesar 0.9238, X31 dan X32 juga memiliki korelasi dengan peubah kanonik kedua sebesar 0.8600 dan 0.6653, X34 mempunyai korelasi dengan peubah kanonik ketiga sebesar 0.9197. (yang dilihat ketiga peubah efektivitas karena ada tiga korelasi yang nyata). Korelasi antara peubah prospektif dan peubah kanonik dari peubah efektivitas Peubah
Efektivitas 1
Efektivitas 2
Efektivitas 3
Y1
Optimalisasi sumber daya
0.1079
0.2824
0.2601
Y2
Birokrasi yang profesional
0.5241
0.0998
-0.0519
262
Korelasi antara peubah prospektif dan peubah kanonik dari peubah efektivitas Peubah Y3
Masyarakat madani yang mandiri
Efektivitas 1
Efektivitas 2
Efektivitas 3
0.2413
-0.1540
0.2726
Korelasi antara peubah efektivitas dan peubah kanonik dari peubah prospektif Peubah
Prospektif 1
Prospektif 2
Prospektif 3
X31
Pelayanan publik
0.0160
0.4322
0.1234
X32
Kompetensi dan budaya kerja
0.1757
0.3343
-0.0761
X33
Motivasi berprestasi
0.5008
-0.0267
0.1133
X34
Kepedulian dan kepekaan aparatur
0.0647
-0.1150
0.2979
Keterangan: Dari kedua Tabel disimpulkan bahwa peubah prospektif Y2 memiliki hubungan yang cukup tinggi dengan efektivitas X32.
Korelasi kanonik antara faktor eksternal dengan prospektif manajemen pemerintahan dan efektivitas kinerja birokrasi No
Canonical correlation
Adjusted canonical correlation
Approximate standard error
Squared canonical correlation
1
0.7481
0.7125
0.0499
0.5596
2
0.6270
0.5965
0.0687
0.3931
3
0.4856
0.4651
0.0865
0.2358
4
0.3538
.
0.0991
0.1252
Keterangan: Pada Tabel korelasi kanonik di atas menghasilkan 4 peubah kanonik. Akar ciri ini harus diuji terlebih dahulu apakah nyata atau tidak, jika nyata maka kita dapat menggunakan korelasinya. Nilai korelasi 0.7481 merupakan nilai korelasi tertinggi yang mungkin dari kombinasi linier antara Faktor eksternal dengan Efektivitas kinerja birokrasi. Nilai korelasi kanonik kedua, ketiga, dan keempat ialah sebesar 0.6270, 0.4856, dan 0.3538. Eigen values of Inv(E)*H = CanRsq/(1-CanRsq) Eigen value
Differen ce
Proporti on
Cumulat ive
Test of H0: The canonical correlations in the current row and all that follow are zero Likelihood Ratio
Approximate F Value
Num DF
Den DF
Pr > F
263
Eigen values of Inv(E)*H = CanRsq/(1-CanRsq)
Test of H0: The canonical correlations in the current row and all that follow are zero
Eigen value
Differen ce
Proporti on
Cumulat ive
Likelihood Ratio
Approximate F Value
Num DF
Den DF
Pr > F
1.2708
0.6231
0.5361
0.5361
0.1787
7.94
20
233.11
<.0001
0.6477
0.3391
0.2733
0.8094
0.4057
6.37
12
188.14
<.0001
0.3086
0.1655
0.1302
0.9396
0.6685
5.35
6
144
<.0001
0.0604
1.0000
0.8748
5.22
2
73
0.0076
0.1431
Hipotesis nol yang diuji dari keempat eigen value/akar ciri yang ada adalah korelasi bernilai nol dan hipotesis alternatifnya korelasi bernilai tidak nol. Didapatkan hasil bahwa akar ciri pertama, akar ciri kedua, akar ciri ketiga, dan akar ciri keempat memiliki nilai signifikansi (Pr>F) <0.05 yang berarti kita dapat menggunakan akar ciri pertama, kedua, ketiga, dan keempat untuk mencari korelasi kanonik antara Faktor eksternal dengan Efektivitas kinerja birokrasi dan dari Tabel sebelumnya didapat bahwa korelasinya bernilai 0.7481,
0.6270,
0.4856, dan 0.3538. Berdasarkan kontribusi keragaman yang dijelaskan oleh fungsi kanonik terlihat bahwa fungsi kanonik pertama menjelaskan keragaman total sebesar 53.61%, sedangkan yang kedua sebesar 27.33%, ketiga sebesar 13.02% dan keempat sebesar 6.04%.
Multivariate Statistics and F Approximations S=4 M=0 N=34 Statistic
Value
F Value
Num DF
Den DF
Pr > F
Wilks' Lambda
0.1787
7.94
20
233.11
<.0001
Pillai's Trace
1.3137
7.14
20
292
<.0001
Hotelling-Lawley Trace
2.3702
8.17
20
146.72
<.0001
Roy's Greatest Root
1.2708
18.55
5
73
<.0001
NOTE: F Statistic for Roy's Greatest Root is an upper bound.
264
Keterangan : Pada Tabel di atas merupakan pengujian oleh beberapa statistic multivariate untuk menguji apakah korelasi kanonik nyata atau tidak dan dari uji-uji tersebut dapat disimpulkan memang ada korelasi kanonik antara faktor eksternal dengan efektivitas kinerja birokrasi karena nilai signifikansi <0.001. Korelasi antara peubah eksternal dengan peubah kanoniknya Peubah
Eksternal 1
Eksternal 2
Eksternal 3
Eksternal 4
X21
Pembinaan dan pengembangan aparatur
0.9569
-0.0407
0.1935
-0.0261
X22
Kepemimpinan
-0.0650
0.2360
0.1470
0.9549
X23
Partisipasi stakeholders
-0.1246
0.9185
0.2623
0.0501
X24
Good governance
0.3667
0.5321
-0.0543
0.3463
X25
Kebijakan pemberdayaan masyarakat
-0.0624
0.3482
0.6800
0.3864
Keterangan: Dapat dilihat bahwa X21 memiliki korelasi dengan peubah kanonik pertama miliknya sendiri sebesar 0.9569. X23 dan X24 juga memiliki korelasi dengan peubah kanonik kedua sebesar 0.9185 dan 0.5321, X25 memiliki korelasi dengan peubah kanonik ketiga sebesar 0.6800, serta X22 memiliki korelasi dengan peubah kanonik keempat sebesar 0.9549. (yang dilihat keempat peubah eksternal karena ada empat akar ciri/korelasi kanonik yang nyata). Korelasi antara peubah efektivitas dengan peubah kanoniknya Peubah
Efektivitas 1
Efektivitas 2
Efektivitas 3
Efektivitas 4
X31
Pelayanan publik
0.4269
0.0107
0.7981
0.4251
X32
Kompetensi dan budaya kerja
0.8088
0.5059
0.0661
-0.2923
X33
Motivasi berprestasi
-0.2735
0.8508
0.1091
0.4352
X34
Kepedulian dan kepekaan aparatur
-0.6038
0.3911
0.5870
-0.3712
Keterangan: Dapat dilihat bahwa X31, X32, dan X33 memiliki korelasi dengan peubah kanonik pertama miliknya sendiri sebesar 0.4269, 0.8088, dan -0.6038, X32 dan X33 memiliki korelasi dengan peubah kanonik kedua sebesar 0.5059 dan 0.8508, X31 dan X34 memiliki korelasi dengan peubah kanonik ketiga sebesar 0.7981 dan 0.5870, serta X31 dan X33 memiliki korelasi dengan peubah kanonik keempat sebesar 0.4251 dan 0.4352. (yang dilihat keempat peubah efektivitas karena ada empat korelasi kanonik yang nyata).
Korelasi antara peubah faktor eksternal dan peubah kanonik dari peubah efektivitas
265
Peubah
Efektivitas 1
Efektivitas 2
Efektivitas 3
Efektivitas 4
X21
Pembinaan dan pengembangan aparatur
0.7158
-0.0255
0.0940
-0.0092
X22
Kepemimpinan
-0.0486
0.1480
0.0714
0.3379
X23
Partisipasi stakeholders
-0.0932
0.5759
0.1274
0.0177
X24
Good governance
0.2743
0.3336
-0.0264
0.1225
X25
Kebijakan pemberdayaan masyarakat
-0.0466
0.2183
0.3302
0.1367
Correlations Between the WITH Variables and the Canonical Variables of the VAR Variables Peubah
Eksternal 1
Eksternal 2
Eksternal 3
Eksternal 4
X31
Pelayanan publik
0.3194
0.0067
0.3875
0.1504
X32
Kompetensi dan budaya kerja
0.6051
0.3172
0.0321
-0.1034
X33
Motivasi berprestasi
-0.2046
0.5334
0.0530
0.1540
X34
Kepedulian dan kepekaan aparatur
-0.4517
0.2452
0.2851
-0.1314
Keterangan: Dari kedua Tabel disimpulkan bahwa peubah eksternal X21 memiliki hubungan yang cukup tinggi dengan efektivitas X32 dan X34, X23 memiliki hubungan dengan efektivitas X33.
Korelasi kanonik antara peubah karakteristik dengan prospektif manajeman pemerintahan dan pembangunan partisipatif Canonical correlation analysis No
Canonical correlation
Adjusted canonical correlation
Approximate standard error
Squared canonical correlation
1
0.3221
0.2031
0.1035
0.1037
2
0.2436
.
0.1086
0.0593
3
0.0819
.
0.1147
0.0067
Keterangan: Pada Tabel korelasi kanonik di atas menghasilkan 3 peubah kanonik. Akar ciri ini harus diuji terlebih dahulu apakah nyata atau tidak, jika nyata maka kita dapat menggunakan korelasinya. Nilai korelasi 0.3221 merupakan nilai korelasi tertinggi yang mungkin dari kombinasi linier antara (X12, X13, X14) dengan prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif. Nilai korelasi kanonik kedua, ketiga ialah sebesar 0.2436 dan 0.0819.
266
Eigen values of Inv(E)*H = CanRsq/(1-CanRsq)
Test of H0: The canonical correlations in the current r ow and all that follow are zero
Eigen value
Differen ce
Proporti on
Cumulat ive
Likelihood Ratio
Approximate F Value
Num DF
Den DF
Pr > F
0.1157
0.0527
0.6237
0.6237
0.8374
1.43
9
170.51
0.1775
0.0631
0.0563
0.3399
0.9636
0.9343
1.23
4
142
0.3025
0.0364
1.0000
0.9933
0.49
1
72
0.4876
0.0068
Hipotesis nol yang diuji dari ketiga eigen value/akar ciri yang ada adalah korelasi bernilai nol dan hipotesis alternatifnya korelasi bernilai tidak nol. Didapatkan hasil bahwa tidak ada akar ciri yang memiliki nilai signifikansi (Pr>F) <0.05 yang berarti kita tidak dapat menggunakan akar ciri semua untuk mencari korelasi kanonik antara karakteristik aparatur dengan prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif. Multivariate Statistics and F Approximations S=3 M=-0.5 N=34 Statistic
Value
F Value
Num DF
Den DF
Pr > F
Wilks' Lambda
0.8374
1.43
9
170.51
0.1775
Pillai's Trace
0.1698
1.44
9
216
0.1725
Hotelling-Lawley Trace
0.1856
1.43
9
106.86
0.1849
Roy's Greatest Root
0.1157
2.78
3
72
0.0473
NOTE: F Statistic for Roy's Greatest Root is an upper bound. Keterangan : Pada Tabel di atas merupakan pengujian oleh beberapa statistic multivariate untuk menguji apakah korelasi kanonik nyata atau tidak dan dari uji-uji tersebut dapat disimpulkan tidak ada korelasi kanonik yang nyata antara (X12, X13, X14) dengan (Y1, Y2, Y3) karena nilai signifikansi > 0.05
Korelasi kanonik antara peubah karakteristik dengan faktor eksternal Canonical Correlation Analysis No
1
Canonical Correlation
Adjusted Canonical Correlation
Approximate Standard Error
Squared Canonical Correlation
0.3877
0.2439
0.0981
0.1503
267
No
Canonical Correlation
Adjusted Canonical Correlation
Approximate Standard Error
Squared Canonical Correlation
2
0.3154
.
0.1040
0.0995
3
0.2045
.
0.1106
0.0418
Keterangan: Pada Tabel korelasi kanonik di atas menghasilkan 3 peubah kanonik. Akar ciri ini harus diuji terlebih dahulu apakah nyata atau tidak, jika nyata maka kita dapat menggunakan korelasinya. Nilai korelasi 0.3877 merupakan nilai korelasi tertinggi yang mungkin dari kombinasi linier antara (X12, X13, X14) dengan (X21, X22, X23, X24, X25). Eigen values of Inv(E)*H = CanRsq/(1-CanRsq)
Test of H0: The canonical correlations in the cur rent row and all that follow are zero
Eigen value
Differen ce
Proporti on
Cumulat ive
Likelihoo d Ratio
Approximate F Value
Num DF
Den DF
Pr > F
0.1768
0.0664
0.5343
0.5343
0.7332
1.49
15
188.
0.1113
0.1105
0.0668
0.3338
0.8681
0.8628
1.32
8
138
0.2381
0.1319
1.0000
0.9582
1.02
3
70
0.3896
0.0437
Hipotesis nol yang diuji dari ketiga eigen value/akar ciri yang ada adalah korelasi bernilai nol dan hipotesis alternatifnya korelasi bernilai tidak nol. Didapatkan hasil bahwa tidak ada akar ciri memiliki nilai signifikansi (Pr>F) <0.05 yang berarti kita tidak dapat menggunakan semua akar ciri untuk mencari korelasi kanonik antara (X12, X13, X14) dengan (X21, X22, X23, X24, X25).
Multivariate Statistics and F Approximations S=3 M=0.5 N=33 Statistic
Value
F Value
Num DF
Den DF
Pr > F
Wilks' Lambda
0.7332
1.49
15
188.12
0.1113
Pillai's Trace
0.2916
1.51
15
210
0.1045
Hotelling-Lawley Trace
0.3310
1.48
15
123.31
0.1225
Roy's Greatest Root
0.1768
2.48
5
70
0.0401
268
Multivariate Statistics and F Approximations S=3 M=0.5 N=33 Statistic
Value
F Value
Num DF
Den DF
Pr > F
NOTE: F Statistic for Roy's Greatest Root is an upper bound. Keterangan : Pada Tabel di atas merupakan pengujian oleh beberapa statistic multivariate untuk menguji apakah korelasi kanonik nyata atau tidak dan dari uji-uji tersebut dapat disimpulkan tidak ada korelasi kanonik yang nyata antara (X12, X13, X14) dengan (X21, X22, X23, X24, X25) karena nilai signifikansi > 0.05.
Korelasi kanonik antara peubah karakteristik dengan faktor efektivitas Canonical Correlation Analysis No.
Canonical Correlation
Adjusted Canonical Correlation
Approximate Standard Error
Squared Canonical Correlation
1
0.4017
0.3108
0.0968
0.1614
2
0.2721
0.2194
0.1069
0.0740
3
0.1506
.
0.1129
0.0227
Keterangan: Pada Tabel korelasi kanonik di atas menghasilkan 3 peubah kanonik. Akar ciri ini harus diuji terlebih dahulu apakah nyata atau tidak, jika nyata maka kita dapat menggunakan korelasinya. Nilai korelasi 0.4017 merupakan nilai korelasi tertinggi yang mungkin dari kombinasi linier antara (X12, X13, X14) dengan (X31, X32, X33, X34). Eigen values of = CanRsq/(1-CanRsq)
Inv(E)*H
Test of H0: The canonical correlations in the current r ow and all that follow are zero
Eigen value
Differe nce
Proporti on
Cumulati ve
Likelihood Ratio
Approximate F Value
Num D F
Den DF
Pr > F
0.1924
0.1125
0.6510
0.6510
0.7589
1.67
12
182.85
0.0755
0.0799
0.0567
0.2705
0.9215
0.9050
1.19
6
140
0.3128
0.0785
1.0000
0.9773
0.82
2
71
0.4429
0.0232
Hipotesis nol yang diuji dari ketiga eigen value/akar ciri yang ada adalah korelasi bernilai nol dan hipotesis alternatifnya korelasi bernilai tidak nol. Didapatkan hasil bahwa tidak ada akar ciri yang memiliki nilai signifikansi (Pr>F)
269
<0.05 yang berarti kita tidak dapat menggunakan semua akar ciri pertama untuk mencari korelasi kanonik antara (X12, X13, X14) dengan (X31, X32, X33, X34).
Multivariate Statistics and F Approximations S=3 M=0 N=33.5 Statistic
Value
F Value
Num DF
Den DF
Pr > F
Wilks' Lambda
0.7589
1.67
12
182.85
0.0755
Pillai's Trace
0.2581
1.67
12
213
0.0750
Hotelling-Lawley Trace
0.2956
1.68
12
116.51
0.0801
Roy's Greatest Root
0.1924
3.42
4
71
0.0130
NOTE: F Statistic for Roy's Greatest Root is an upper bound. Keterangan : Pada Tabel di atas merupakan pengujian oleh beberapa statistic multivariate untuk menguji apakah korelasi kanonik nyata atau tidak dan dari uji-uji tersebut dapat disimpulkan tidak ada korelasi kanonik antara (X12, X13, X14) dengan (X31, X32, X33, X34) karena nilai signifikansi banyak yang >0.05.
Kabupaten Bone korelasi Rank Spearman antar peubah faktor eksternal Peubah X21
Pembinaan dan pengembangan aparatur Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
X22
Kepemimpinan Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
X23
Partisipasi stakeholders Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
X21
X22
X23
X24
X25
1.000
-.129
-.313(**)
.219(*)
-.208(*)
.
.157
.000
.016
.022
121
121
121
121
121
-.129
1.000
.050
.535(**)
.510(**)
.157
.
.589
.000
.000
121
121
121
121
121
-.313(**)
.050
1.000
-.035
.416(**)
.000
.589
.
.704
.000
121
121
121
121
121
270
X24
X25
Good governance Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
.219(*)
.535(**)
-.035
1.000
.364(**)
.016
.000
.704
.
.000
n
121
121
121
121
121
-.208(*)
.510(**)
.416(**)
.364(**)
1.000
.022
.000
.000
.000
.
121
121
121
Kebijakan pemberdayaan masyarakat Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
121 121 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Dari nilai korelasi (menggunakan software SPSS 15) antara peubah faktor eksternal terlihat bahwa ada hubungan linier antara peubah X21 dengan X23, X24, dan X25, antara X22 dengan X24 dan X25, X23 dan X24 dengan X25. Korelasi Rank Spearman antar peubah efektivitas kinerja birokrasi Peubah X31
X31
X32
X33
X34
1.000
.107
.126
.199(*)
.
.241
.167
.028
121
121
121
121
.107
1.000
.083
.138
.241
.
.365
.130
121
121
121
121
.126
.083
1.000
.578(**)
.167
.365
.
.000
121
121
121
121
.199(*)
.138
.578(**)
1.000
.028
.130
.000
.
121 121 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
121
121
Pelayanan publik Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
X32
Kompetensi dan budaya kerja Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
X33
Motivasi berprestasi Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
X34
Kepedulian dan kepekaan aparatur Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
Dari nilai korelasi antara peubah efektivitas kinerja birokrasi terlihat bahwa ada hubungan linier antara peubah X34 dengan X31 dan X33.
Korelasi Rank Spearman antar peubah prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan partisipatif Y1
Y2
Y3
Peubah Optimalisasi sumber daya Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
Y1
Y2
Y3
1.000
.313(**)
.307(**)
.
.000
.001
n
121
121
121
.313(**)
1.000
.424(**)
Birokrasi yang profesional Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
.000
.
.000
n
121
121
121
Masyarakat madani yang mandiri Correlation Coefficient
.307(**)
.424(**)
1.000
271
.001
Sig. (2-tailed) n
121 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
.000
.
121
121
Dari nilai korelasi antara peubah prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan partisipatif terlihat bahwa ada hubungan linier yang erat antara peubah Y1, Y2 dan Y3.
Korelasi Rank Spearman antara peubah faktor eksternal dengan peubah efektivitas kinerja birokrasi Peubah
X31
Pelayanan publik Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
X32
Kompetensi dan budaya kerja Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
X33
Motivasi berprestasi Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
X34
Kepedulian dan kepekaan aparatur Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
X21 Pembinaan dan pengembangan aparatur
X22 Kepemi mpinan
X23 Partisipasi stakeholders
X24 Good governance
X25 Kebijakan pemberdayaan masyarakat
.136
-.022
.330(**)
-.067
.342(**)
.136
.808
.000
.468
.000
121
121
121
121
121
.377(**)
.106
-.160
.282(**)
.003
.000
.248
.080
.002
.976
121
121
121
121
121
-.280(**)
.424(**)
.379(**)
.035
.384(**)
.002
.000
.000
.702
.000
121
121
121
121
121
-.283(**)
.193(*)
.386(**)
-.051
.379(**)
.002
.034
.000
.575
.000
121
121
121
121 121 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Dari nilai korelasi (menggunakan software SPSS 15) antara peubah faktor eksternal dengan peubah efektivitas kinerja birokrasi terlihat bahwa ada hubungan linier yang erat antara peubah X31 dengan X23 dan X25, antara X32 dengan X21 dan X24, antara X33 dan X34 dengan X21, X22, X23, dan X25. Korelasi Rank Spearman antara peubah faktor eksternal dengan prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan partisipatif Peubah
Y1
Y2
Optimalisasi sumber daya Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
X21 Pembinaan dan Pengembangan aparatur
X22 Kepemimpi nan
X23 Partisipasi stakeholders
X24 Good governance
X25 Kebijakan pemberdayaan masyarakat
-.094
.363(**)
.336(**)
.377(**)
.540(**)
.304
.000
.000
.000
.000
n
121
121
121
121
121
Birokrasi yang profesional Correlation Coefficient
.034
.570(**)
.221(*)
.464(**)
.325(**)
272
Y3
Sig. (2-tailed)
.713
.000
.015
.000
.000
n
121
121
121
121
121
-.154
.521(**)
.479(**)
.334(**)
.471(**)
.092
.000
.000
.000
.000
121 121 121 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
121
121
Masyarakat madani yang mandiri Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
Dari nilai korelasi (menggunakan software SPSS 15) antara peubah faktor eksternal dengan peubah prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan partisipatif terlihat bahwa ada hubungan linier antara peubah Y1, Y2, dan Y3 dengan X22, X23, X24 dan X25. Korelasi Rank Spearman antara peubah efektivitas kinerja birokrasi (X3) dengan prospektif manajeman pemerintahan dan pembangunan partisipatif (Y4) Peubah
Y1
Optimalisasi sumber daya Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
Y2
Birokrasi yang profesional Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
Y3
Masyarakat madani yang mandiri Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
X31 Pelayanan publik
X32 Kompetensi dan budaya kerja
X33 Motivasi berprestasi
X34 Kepedulian dan kepekaan aparatur
.249(**)
.105
.248(**)
.241(**)
.006
.252
.006
.008
121
121
121
121
-.009
.466(**)
.522(**)
.380(**)
.922
.000
.000
.000
121
121
121
121
.119
-.177
.482(**)
.182(*)
.192
.052
.000
.046
121
121
121 121 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Dari nilai korelasi (menggunakan software SPSS 15) antara peubah efektivitas kinerja birokrasi dengan peubah prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan partisipatif terlihat bahwa ada hubungan linier yang erat antara peubah Y1 dengan X31, X33 dan X34, antara Y2 dengan X32, X33 dan X34, antara Y3 dengan X33 dan X34.
Korelasi Rank Spearman antara peubah karakteristik dengan prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan partisipatif Y1
Y2
Peubah Optimalisasi sumber daya Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
Umur
Masa kerja
Pendidikan terakhir
.039
.044
-.246(**)
.673
.632
.007
n
121
121
121
Birokrasi yang profesional Correlation Coefficient
-.228(*)
.038
-.038
273
Y3
Sig. (2-tailed)
.012
.679
.679
n
121
121
121
.160
-.131
-.260(**)
.080
.153
.004
121 121 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
121
Masyarakat madani yang mandiri Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
Dari nilai korelasi (menggunakan software SPSS 15) antara peubah internal birokrasi dengan peubah prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan partisipatif terlihat bahwa ada hubungan linier yang erat antara peubah Y1 dengan pendidikan terakhir, antara Y2 dengan umur, Y3 dengan umur dan pendidikan terakhir. Korelasi Rank Spearman antara peubah faktor eksternal dengan peubah karakteristik Peubah
Umur
Masa kerja
Pendidikan terakhir
X21 Pembinaan dan pengembangan aparatur
X22 Kepemim pinan
X23 Partisipasi stakeholders
X24 Good governance
X25 Kebijakan pemberdayaan masyarakat
Correlation Coefficient
-.017
-.072
.038
-.058
.105
Sig. (2-tailed)
.853
.435
.683
.525
.250
n
121
121
121
121
121
Correlation Coefficient
.168
.005
-.300(**)
.077
-.012
Sig. (2-tailed)
.065
.953
.001
.402
.896
n
121
121
121
121
121
Correlation Coefficient
.183(*)
-.127
-.211(*)
-.071
-.263(**)
Sig. (2-tailed)
.044
.166
.020
.441
.004
121
121
121
n
121 121 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Dari nilai korelasi (menggunakan software SPSS 15) antara peubah eksternal dengan peubah internal birokrasi terlihat bahwa ada hubungan linier yang erat antara peubah masa kerja dengan X23, pendidikan terakhir dengan X21, X23, dan X25. Korelasi Rank Spearman antara peubah peubah efektivitas kinerja birokrasi dengan peubah karakteristik Peubah
Umur
Masa kerja
Pendidikan
X31 Pelayanan publik
Correlation Coefficient
.096
X32 Kompetensi dan budaya kerja -.226(*)
X33 Motivasi berprestasi -.054
X34 Kepedulian dan kepekaan aparatur -.103
Sig. (2-tailed)
.296
.013
.557
.262
n
121
121
121
121
Correlation Coefficient
-.009
.315(**)
-.036
.001
Sig. (2-tailed)
.925
.000
.694
.994
n
121
121
121
121
Correlation Coefficient
-.173
.260(**)
-.039
.031
274
terakhir Sig. (2-tailed)
.057
.004
.673
.732
n
121
121
121
121
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Dari nilai korelasi (menggunakan software SPSS 15) antara peubah efektivitas dengan peubah internal birokrasi terlihat bahwa ada hubungan linier yang erat antara peubah X32 dengan umur, masa kerja, dan pendidikan terakhir. Korelasi Rank Spearman antar peubah karakteristik Umur
Masa kerja
Pendidikan terakhir
Peubah Correlation Coefficient
1.000
Umur
.362(**)
Masa kerja
-.351(**)
Sig. (2-tailed)
.
.000
.000
n
121
121
121
Correlation Coefficient
.362(**)
1.000
.063
Sig. (2-tailed)
.000
.
.490
n
121
121
121
Correlation Coefficient
-.351(**)
.063
1.000
Sig. (2-tailed)
.000
.490
.
121
121
n
121 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Pendidikan terakhir
Dari nilai korelasi (menggunakan software SPSS 15) antar peubah internal terlihat bahwa ada hubungan linier yang erat antara umur dengan masa kerja dan pendidikan terakhir.
Kabupaten Jeneponto Korelasi Rank Spearman antar peubah faktor eksternal X21
X22
X23
Peubah Pembinaan dan pengembangan aparatur Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
1.000
-.094
-.063
.147
-.069
.
.412
.583
.195
.548
n
79
79
79
79
79
-.094
1.000
.315(**)
.320(**)
.585(**)
Kepemimpinan Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
X21
X22
X23
X24
X25
.412
.
.005
.004
.000
n
79
79
79
79
79
Partisipasi stakeholders Correlation Coefficient
-.063
.315(**)
1.000
.267(*)
.421(**)
275
X24
X25
Sig. (2-tailed)
.583
.005
.
.017
.000
n
79
79
79
79
79
Good governance Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
.147
.320(**)
.267(*)
1.000
.624(**)
.195
.004
.017
.
.000
n
79
79
79
79
79
-.069
.585(**)
.421(**)
.624(**)
1.000
.548
.000
.000
.000
.
79
79
79
Kebijakan pemberdayaan masyarakat Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
79 79 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Dari nilai korelasi (menggunakan software SPSS 15) antara peubah faktor eksternal terlihat bahwa ada hubungan linier antara peubah X22 dengan X23, X24, antara X23 dengan X24 dan X25, antara X24 dengan X25. Korelasi Rank Spearman antar peubah efektivitas kinerja birokrasi Peubah X31
X31
Pelayanan publik Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
X32
Kompetensi dan budaya kerja Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
X33
Motivasi berprestasi Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
X34
Kepedulian dan kepekaan aparatur Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
X32
X33
X34
1.000
.288(*)
.172
.068
.
.010
.130
.551
79
79
79
79
.288(*)
1.000
.074
-.207
.010
.
.518
.067
79
79
79
79
.172
.074
1.000
.345(**)
.130
.518
.
.002
79
79
79
79
.068
-.207
.345(**)
1.000
.551
.067
.002
.
79
79
n
79 79 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Dari nilai korelasi antara peubah efektivitas kinerja birokrasi terlihat bahwa ada hubungan linier antara peubah X31 dengan X32, X33 dengan X34.
Korelasi Rank Spearman antar peubah prospektif manajeman pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif Peubah Y1
Optimalisasi sumber daya Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
Y2
Birokrasi yang profesional Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
Y1
Y2
Y3
1.000
.215
.569(**)
.
.057
.000
79
79
79
.215
1.000
.249(*)
.057
.
.027
276
n Y3
Masyarakat madani yang mandiri Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
79
79
79
.569(**)
.249(*)
1.000
.000
.027
.
79
79
n
79 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Dari nilai korelasi antara peubah prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan partisipatif terlihat bahwa ada hubungan linier yang erat antara peubah Y3 dengan Y1 dan Y2. Korelasi Rank Spearman antara peubah faktor eksternal (X2) dengan peubah efektivitas kinerja birokrasi (X3) Peubah
X31
Pelayanan publik Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
X32
Kompetensi dan budaya kerja Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
X33
Motivasi berprestasi Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
X34
Kepedulian dan kepekaan aparatur Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
X21 Pembinaan dan pengembangan aparatur
X22 Kepemimpi nan
X23 Partisipasi stakeholders
X24 Good governance
X25 Kebijakan pemberdayaan masyarakat
.421(**)
.194
.067
.210
.294(**)
.000
.087
.560
.063
.009
79
79
79
79
79
.634(**)
-.144
.194
.259(*)
-.031
.000
.205
.087
.021
.784
79
79
79
79
79
-.157
.232(*)
.492(**)
.123
.263(*)
.166
.040
.000
.280
.019
79
79
79
79
79
-.298(**)
-.006
.338(**)
-.058
.266(*)
.008
.958
.002
.614
.018
79
79
79
79 79 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Dari nilai korelasi (menggunakan software SPSS 15) antara peubah faktor eksternal dengan peubah efektivitas kinerja birokrasi terlihat bahwa ada hubungan linier yang erat antara peubah X31 dengan X21 dan X25, antara X32 dengan X21, antara X33 dengan X22, X23, dan X25, antara X34 dengan X21, X23, dan X25.
Korelasi Rank Spearman antara peubah faktor eksternal (X2) dengan prospektif manajeman pemerintahan dan pembangunan partisipatif (Y) Peubah
Y1
Optimalisasi sumber daya Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
X21 Pembinaan dan pengembangan aparatur
X22 Kepemim pinan
X23 Partisipasi stakeholders
X24 Good governance
X25 Kebijakan dan kepekaan masyarakat
.113
.483(**)
.287(*)
.656(**)
.790(**)
.323
.000
.010
.000
.000
277
n Y2
Birokrasi yang profesional Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
Y3
Masyarakat madani yang mandiri Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
79
79
79
79
79
.015
.487(**)
.476(**)
.311(**)
.301(**)
.896
.000
.000
.005
.007
79
79
79
79
79
-.194
.514(**)
.381(**)
.361(**)
.678(**)
.086
.000
.001
.001
.000
79
79
79
79 79 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Dari nilai korelasi (menggunakan software SPSS 15) antara peubah faktor eksternal dengan peubah prospektif manajeman pemerintahan dan pembangunan partisipatif terlihat bahwa ada hubungan linier antara peubah Y1, Y2, dan Y3 dengan X22, X23, X24 dan X25. Korelasi Rank Spearman antara peubah efektivitas kinerja birokrasi dengan prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan partisipatif Peubah
Y1
Optimalisasi sumber daya Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
Y2
Birokrasi yang profesional Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
Y3
Masyarakat madani yang mandiri Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
X31 Pelayanan publik
X32 Kompetensi dan budaya kerja
X33 Motivasi berprestasi
X34 Kepedulian dan kepekaan aparatur
.374(**)
.080
.142
.231(*)
.001
.485
.211
.040
79
79
79
79
.170
.228(*)
.418(**)
-.065
.134
.043
.000
.571
79
79
79
79
.015
-.124
.358(**)
.317(**)
.893
.276
.001
.004
79
79
79
79
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Dari nilai korelasi (menggunakan software SPSS 15) antara peubah efektivitas kinerja birokrasi dengan peubah prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan partisipatif terlihat bahwa ada hubungan linier yang erat antara peubah Y1 dengan X31 dan X34, antara Y2 dengan X32 dan X33, antara Y3 dengan X33 dan X34. Korelasi Rank Spearman antara peubah karakteristik (X1) dengan prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif (Y) Y1
Y2
Peubah Optimalisasi sumber daya Coefficient Sig. (2-tailed)
Umur
Masa kerja
Pendidikan terakhir
-.026
-.155
-.127
.820
.182
.265
n
79
76
79
Birokrasi yang profesional
.000
-.175
-.001
278
Correlation Coefficient
Y3
Sig. (2-tailed)
.999
.130
.994
n
79
76
79
.233(*)
.012
-.268(*)
.039
.919
.017
79
76
79
Masyarakat madani yang mandiri Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Dari nilai korelasi (menggunakan software SPSS 15) antara peubah internal birokrasi dengan peubah prospektif manajemean pemerintahan dan pembangunan partisipatif terlihat bahwa ada hubungan linier yang erat antara Y3 dengan umur dan pendidikan terakhir. Korelasi Rank Spearman antara peubah faktor eksternal dengan peubah karakteristik aparatur Peubah
Umur
Masa kerja
Pendidikan terakhir
X21 Pembinaan dan pengembangan aparatur
X22 Kepemim pinan
X23 Partisipasi stakeholders
X24 Good governance
X25 Kebijakan pemberdayaan masyarakat
Correlation Coefficient
-.036
.233(*)
-.052
-.095
.037
Sig. (2-tailed)
.755
.039
.646
.403
.749
n
79
79
79
79
79
Correlation Coefficient
-.014
.007
-.060
-.221
-.091
Sig. (2-tailed)
.903
.951
.605
.055
.433
n
76
76
76
76
76
Correlation Coefficient
.084
-.183
-.326(**)
-.098
-.231(*)
Sig. (2-tailed)
.460
.106
.003
.392
.041
79
79
79
n
79 79 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Dari nilai korelasi (menggunakan software SPSS 15) antara peubah eksternal dengan peubah internal birokrasi terlihat bahwa ada hubungan linier yang erat antara peubah pendidikan terakhir dengan X23 dan X25. Korelasi Rank Spearman antara peubah peubah efektivitas kinerja birokrasi (X3) dengan peubah karakteristik aparatur (X1)
Umur
Masa kerja
Pendidikan terakhir
Peubah Correlation Coefficient
X31 Pelayanan publik
X32 Kompetensi dan budaya kerja
X33 Motivasi berprestasi
X34 Kepedulian dan kepekaan aparatur
.026
-.024
.148
-.069
Sig. (2-tailed)
.819
.836
.193
.544
n
79
79
79
79
Correlation Coefficient
-.193
-.134
-.056
-.052
Sig. (2-tailed)
.094
.249
.629
.656
n
76
76
76
76
Correlation Coefficient
-.061
.198
-.099
-.107
Sig. (2-tailed)
.591
.080
.385
.350
279
n 79 79 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
79
79
Dari nilai korelasi (menggunakan software SPSS 15) antara peubah efektivitas dengan peubah internal birokrasi terlihat bahwa tidak ada hubungan linier yang erat antara semua peubah tersebut. Korelasi Rank Spearman antar peubah karakteristik aparatur Peubah Umur
Masa kerja
Pendidikan terakhir
Umur
Masa kerja
Pendidikan terakhir
Correlation Coefficient
1.000
.564(**)
-.006
Sig. (2-tailed)
.
.000
.955
n
79
76
Correlation Coefficient
.564(**)
1.000
.014
Sig. (2-tailed)
.000
.
.901
n
76
76
Correlation Coefficient
-.006
.014
Sig. (2-tailed)
.955
.901
n
79 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
76
79
76 1.000 . 79
Dari nilai korelasi (menggunakan software SPSS 15) antar peubah internal terlihat bahwa ada hubungan linier yang erat antara umur dengan masa kerja.
280
281