DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN PERUBAHAN FAKTOR LAIN TERHADAP PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA: ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN
LYZA WIDYA RUATININGRUM
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN LYZA WIDYA RUATININGRUM, Dampak Kebijakan Pemerintah dan Perubahan Faktor Lain terhadap Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia: Analisis Simulasi Kebijakan. Dibimbing Oleh NOVINDRA. Saat ini sebagian besar penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai bahan pangan utama. Seiring dengan tingkat pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat dan semakin meluasnya daerah yang mulai beralih mengkonsumsi beras, maka pemerintah harus mampu menyediakan stok beras sesuai dengan kebutuhan. Salah satu upaya pemenuhan kebutuhan beras domestik dapat dilakukan melalui peningkatan produksi beras. Kebutuhan beras nasional saat ini terus meningkat sedangkan produksi domestik tidak mencukupi, harga beras internasional yang relatif rendah mengakibatkan tingginya peluang beras impor masuk ke Indonesia. Ketergantungan terhadap beras impor merupakan cerminan dari rawannya ketahanan pangan yang dapat mengganggu ketahanan nasional. Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di Indonesia dan merumuskan alternatif kebijakan pemerintah dalam menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan permintaan dan penawaran beras di Indonesia. Pengumpulan data dilakukan selama tiga bulan, yaitu dari awal bulan Februari sampai dengan April 2010. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan rentang waktu (time series) dari tahun 1971 sampai dengan tahun 2008. Metode analisis data dilakukan secara kualitatif (deskriptif) dan analisis kuantitatif (model ekonometrika). Model ekonometrika dalam penelitian ini terdiri dari 7 persamaan struktural dan 3 persamaan identitas. Persamaan struktural, yaitu luas areal panen padi (AREA), produktivitas padi (PRDV), harga riil gabah tingkat petani (HGTPR), jumlah impor beras (IMPR), permintaan beras (QDBR), harga riil beras Indonesia (HBINR), dan harga riil beras impor Indonesia (HIMPR). Sedangkan persamaan identitas, yaitu produksi padi (PRDP), produksi beras (PRDB), dan penawaran beras (QSBR). Metode estimasi terhadap persamaan dalam model yang digunakan adalah Two Stage Least Squares (2 SLS) yang diolah menggunakan software Statistical Analysis System (SAS) 9.1. Skenario simulasi model yang diterapkan dalam penelitian ini ada tujuh. Diantaranya, harga riil gabah tingkat petani naik 9 persen, harga riil pembelian pemerintah naik 8 persen, harga riil pupuk urea naik 4 persen, luas areal panen padi turun 1 persen, jumlah penduduk naik 0.04 persen, curah hujan naik 10 persen, dan tarif impor beras turun 0.8 persen. Simpulan dari penelitian ini sebagai berikut: faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di Indonesia, yaitu 2
(1) permintaan beras secara nyata dipengaruhi oleh harga riil beras Indonesia, jumlah penduduk, dan permintaan beras tahun sebelumnya, (2) penawaran beras dipengaruhi oleh produksi beras, jumlah impor beras, stok beras, dan stok beras tahun sebelumnya, (3) harga riil gabah tingkat petani secara nyata dipengaruhi oleh harga riil pembelian pemerintah, produksi padi, dan harga riil gabah tingkat petani tahun sebelumnya, dan (4) harga riil beras Indonesia secara nyata dipengaruhi oleh harga riil pembelian pemerintah. Beberapa alternatif kebijakan pemerintah yang disarankan terkait penelitian ini, yaitu pemerintah sebaiknya tetap menerapkan kebijakan subsidi pupuk, meningkatkan harga pembelian terhadap gabah dan beras, mendorong peningkatan produksi beras (sehingga penawaran beras juga meningkat) melalui pengembangan program intensifikasi. Kebijakan pemerintah lainnya yang disarankan, yaitu menggalakkan program Keluarga Berencana (KB), menyimpan kelebihan produksi beras agar petani tidak merugi ketika produksi beras meningkat yang umum terjadi saat musim panen tiba, dan menggalakkan kembali program diversifikasi konsumsi pangan (substitusi beras) sebagai upaya memenuhi kebutuhan pangan melalui pola pangan harapan. Kata kunci: kebijakan pemerintah, permintaan dan penawaran beras, kesejahteraan petani.
3
DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN PERUBAHAN FAKTOR LAIN TERHADAP PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA: ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN
LYZA WIDYA RUATININGRUM H44053027
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 4
Judul Skripsi : Dampak Kebijakan Pemerintah dan Perubahan Faktor Lain terhadap Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia: Analisis Simulasi Kebijakan Nama
: Lyza Widya Ruatiningrum
NRP
: H44053027
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Novindra, SP NIP. 19811102 200701 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP. 19660717 199203 1 003
Tanggal Lulus : 5
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN PERUBAHAN FAKTOR LAIN TERHADAP PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA: ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
6
RIWAYAT HIDUP Penulis yang bernama lengkap Lyza Widya Ruatiningrum merupakan putri kedua dari lima bersaudara dari pasangan Suyoto dan Tri Budi Utami lahir di Ngawi, 11 April 1987. Penulis memulai jenjang pendidikan di SDN Kedunggalar 1 kemudian meneruskan ke SMPN 2 Ngawi dan SMAN 2 Magetan sampai lulus. Penulis kemudian berkesempatan untuk meneruskan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) tahun 2005. Selama satu tahun di IPB masuk pada program Tingkat Persiapan Bersama (TPB), kemudian pada tahun 2006 penulis secara resmi terdaftar sebagai mahasiswa di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan (ESL) dan mendapat bantuan dari POM dengan mayor ESL dan minor Pengelolaan Wisata Alam dan Jasa Lingkungan. Selama kuliah penulis aktif dalam berbagai organisasi dan kegiatan intra maupun ekstra kampus, diantaranya BEM KM IPB, BEM FEM IPB, Formasi IPB, DKM Al Hurriyyah, dan kepanitiaan lainnya. Selama kuliah penulis pernah menjadi asisten Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam selama tiga periode.
7
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehigga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penelitian yang berjudul “Dampak Kebijakan Pemerintah dan Perubahan Faktor Lain terhadap Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia: Analisis Simulasi Kebijakan” ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Novindra, SP selaku dosen pembimbing atas arahan dan bimbingannya selama ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT sebagai Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberi manfaat bagi pembangunan pertanian pada umumnya serta pemerintah Indonesia khususnya, dalam rangka pemanfaatan sumberdaya pertanian secara berkelanjutan. Kritik dan saran sangat diharapkan penulis agar dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis untuk berperan serta dalam pembangunan pertanian di Indonesia.
Bogor, Maret 2011
Penulis
8
UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan skripsi ini, antara lain kepada: 1. Allah SWT, karena dengan rahmat dan bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Orang tua tercinta, Ayahanda Suyoto dan Ibunda Tri Budi Utami atas segala doa, nasihat, dan dukungan baik moral maupun spiritual yang telah diberikan selama ini. 3. Bapak Novindra, SP, selaku dosen pembimbing skripsi atas semua masukan, transfer ilmu, bimbingan, dan arahan yang sangat berharga bagi penulis selama penyusunan skripsi ini. 4. Bapak Ir. Nindyantoro, MSP, selaku dosen pembimbing akademik dan dosen penguji utama atas segala bimbingan dan masukannya sehingga penulis mendapatkan kemudahan dalam proses perkuliahan. 5. Ibu Pini Wijayanti, SP, M.Si, selaku dosen penguji wakil departemen atas segala kritikan dan masukannya yang membangun sehingga penulis mendapat tambahan pengetahuan baru serta dapat mengetahui kelemahan dan kekurangan dalam penulisan skripsi. 6. Kakak dan adik tercinta (Lusi Prafitri Yuniarti, M. Badarudin Hadinata, D. Syawaludin Ra’is, dan M. Syarifudin S. Hidayat) atas segenap daya dan upaya yang senantiasa mendo’akan, memberikan kasih sayang, dorongan, dan kesabaran yang tidak kenal lelah kepada penulis.
9
7. Bapak Hari Agung A., Ibu Ade Irma Rufaidah, Mba Eliyawati, Mba Tika, Mba Luki, Dinar, Lisma, Titin, Najmi, dan Ncun yang telah menemani, memberikan semangat, dan motivasi. 8. Teman-teman satu atap (Wisma Vamdi): Mba Mila, Mba Yofi, Teh Pipit, Jatil, Vida, Winda, Phyto, Adian, Mega, Intan dan Ira. 9. Teman-teman seperjuangan: Intan, Pipit, dan Ira yang telah bersama-sama mengikuti bimbingan. 10. Sahabat-sahabat di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan (ESL) 42 yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Atas segala persahabatan, kenangan, perjuangan, dan asa untuk mencapai tujuan. 11. Sahabat-sahabat Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. 12. Sahabat-sahabat Kuliah Kerja Profesi (KKP) IPB 2008 Desa Leuwiliang, teman bermain dan belajar dalam masyarakat. 13. Tak lupa rasa terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh keluarga besar ESL serta kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi besar selama pengerjaan penelitian ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Bogor, Maret 2011
Penulis
10
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ...........................................................................
Halaman xiii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................
xv
I. PENDAHULUAN ................................................................ 1.1. Latar Belakang ............................................................ 1.2. Perumusan masalah ..................................................... 1.3. Tujuan Penelitian ........................................................ 1.4. Manfaat Penelitian ...................................................... 1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian .............. II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................... 2.1. Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia .......... 2.1.1. Produksi ....................................................... 2.1.2. Konsumsi ..................................................... 2.1.3. Stok, Pengadaan, dan Penyaluran Beras ...... 2.2. Kebijakan Pemerintah dalam Perberasan ................... 2.3. Tinjauan Beberapa Studi Terdahulu ............................ III. KERANGKA PEMIKIRAN ............................................... 3.1. Kerangka Teoritis ........................................................ 3.1.1. Fungsi Produksi ........................................... 3.1.2. Fungsi Konsumsi ......................................... 3.1.3. Persamaan Simultan ..................................... 3.2. Kerangka Operasional ................................................. IV. METODE PENELITIAN ................................................... 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................... 4.2. Jenis dan Sumber Data ................................................ 4.3. Metode Analisis Data .................................................. 4.3.1. Analisis Kualitatif ........................................ 4.3.2. Analisis Kuantitatif ...................................... 4.4. Perumusan Model ....................................................... 4.4.1. Luas Areal Panen Padi ................................. 4.4.2. Produktivitas Padi ........................................ 4.4.3. Harga Riil Gabah Tingkat Petani ................. 4.4.4. Jumlah Impor Beras ..................................... 4.4.5. Permintaan Beras ......................................... 4.4.6. Harga Riil Beras Indonesia .......................... 4.4.7. Harga Riil Beras Impor Indonesia ............... 4.4.8. Produksi Padi ............................................... 4.4.9. Produksi Beras ............................................. 4.4.10. Penawaran Beras .......................................... 4.5. Identifikasi Model .......................................................
1 1 3 8 8 9 10 10 10 11 12 14 16 21 21 21 23 25 26 30 30 30 30 31 31 31 32 33 33 33 34 34 35 35 35 36 36
xi
4.6.
Estimasi Model ........................................................... 4.6.1. Uji Statistik-F ............................................... 4.6.2. Uji Statistik-t ................................................ 4.6.3. Uji Statistik Durbin-h ................................... 4.7. Validasi Model ............................................................ 4.8. Simulasi Model ........................................................... 4.9. Definisi Operasional ................................................... V. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................ 5.1. Hasil Identifikasi Model ............................................. 5.2. Hasil Estimasi Model .................................................. 5.2.1. Luas Areal Panen Padi ................................. 5.2.2. Produktivitas Padi ........................................ 5.2.3. Harga Riil Gabah Tingkat Petani ................. 5.2.4. Jumlah Impor Beras ..................................... 5.2.5. Permintaan Beras ......................................... 5.2.6. Harga Riil Beras Indonesia .......................... 5.2.7. Harga Riil Beras Impor Indonesia ............... 5.3. Dampak Simulasi Kebijakan Pemerintah dan Perubahan Faktor Lain terhadap Pendapatan Petani Padi di Indonesia .......................................................... 5.3.1 Validasi Model ............................................. 5.3.2. Simulasi Historis .......................................... 5.3.2.1. Kenaikan Harga Riil Gabah Tingkat Petani Sebesar 9 Persen ............... 5.3.2.2. Kenaikan Harga Riil Pembelian Pemerintah Sebesar 8 Persen ....... 5.3.2.3. Kenaikan Harga Riil Pupuk Urea Sebesar 4 Persen .......................... 5.3.2.4. Penurunan Luas Areal Panen Padi Sebesar 1 Persen .......................... 5.3.2.5. Ke na ik a n Ju m la h P e nd udu k Sebesar 0.04 Persen ..................... 5.3.2.6. Kenaikan Curah Hujan Sebesar 10 Persen ..................................... 5.3.2.7. Penurunan Tarif Impor Beras Sebesar 0.8 Persen ....................... 5.4. Penentuan Alternatif Kebijakan untuk Peningkatan Produksi Beras di Indonesia ....................................... VI. SIMPULAN DAN SARAN ................................................. 6.1. Simpulan ..................................................................... 6.2. Saran ........................................................................... DAFTAR PUSTAKA .....................................................................
37 38 38 39 39 40 41 45 45 47 49 52 54 56 58 60 62
LAMPIRAN ...................................................................................
77
63 64 64 65 66 66 67 68 68 69 70 71 71 72 74
xii
DAFTAR TABEL Nomor 1. Komposisi Energi, Protein, dan Lemak dari Berbagai Bahan Makanan (per 100 gram) Tahun 2008 ................... 2. Produksi Padi dan Tanaman Pangan Utama Lain (000 ton) di Indonesia Tahun 2002-2008 .......................................... 3. Ketersediaan dan Konsumsi Beras (ton) di Indonesia Tahun 2005-2008 .............................................................. 4. Luas Areal Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi di Indonesia Tahun 2004-2008 .............................................. 5. Konsumsi Rata-rata Per Kapita Seminggu Beberapa Macam Bahan Makanan Penting Indonesia (rupiah) Tahun 2005, 2007, 2008 ................................................... 6. Pengadaan dan Penyaluran Beras (juta ton) di Indonesia Tahun 2005-2008 .............................................................. 7. Ha s i l I d e nt i f ik a s i Mo de l d ar i Ma s ing - M as ing P er sa ma a n .................................................................... 8. Hasil Validasi Model Perberasan di Indonesia Tahun 1971-2008 ......................................................................... 9. Hasil Simulasi Model Perberasan di Indonesia Tahun 1971-2008 .........................................................................
Halaman 2 3 4 10
11 13 46 64 65
xiii
DAFTAR GAMBAR Nomor 1. Kerangka Pemikiran Operasional .....................................
Halaman 29
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1. Nama Variabel yang Digunakan dalam Model Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia ................................... 2. Data Time Series yang Digunakan dalam Penelitian ........ 3. Hasil Estimasi Persamaan LuasAreal Panen Padi ............ 4. Hasil Estimasi Persamaan Produktivitas Padi .................. 5. Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Gabah Tingkat Petani ................................................................................ 6. Hasil Estimasi Persamaan Jumlah Impor Beras ............... 7. Hasil Estimasi Persamaan Permintaan Beras .................... 8. Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Beras Indonesia .... 9. Hasil Est imasi Persamaa n Harga Riil Beras Impor Indonesia ........................................................................... 10. Hasil Validasi Model ......................................................... 11. Hasil Simulasi Model ........................................................ 12. Model Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia .....
Halaman 78 79 83 84 85 86 87 88 89 90 93 95
xv
I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar
menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan pemantapan ketahanan pangan menjadi isu sentral dalam pembangunan serta merupakan fokus utama dalam pembangunan pertanian. Peningkatan kebutuhan pangan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan kesempatan kerja bagi penduduk guna memperoleh pendapatan yang layak agar akses terhadap pangan merupakan dua komponen utama dalam perwujudan ketahanan pangan. Kebijakan pemantapan ketahanan pangan dalam hal ini termasuk di dalamnya adalah terwujudnya stabilitas pangan nasional (Suryana, 2005). Pembangunan ketahanan pangan di Indonesia telah ditegaskan dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Pasal 1 Ayat 17 menyatakan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Undang-undang ini sejalan dengan definisi ketahanan pangan menurut FAO dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1992, yaitu akses setiap rumah tangga atau individu untuk dapat memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup yang sehat. Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999-2004 memberikan arahan yang lebih jelas tentang ketahanan pangan, dalam dokumen tersebut disebutkan, bahwa pengembangan sistem ketahanan pangan yang berbasis pada keragaman sumberdaya bahan pangan, kelembagaan dan budaya lokal, dalam rangka
1
menjamin tersedianya pangan dan nutrisi dalam jumlah dan mutu yang dibutuhkan, pada tingkat harga yang terjangkau dengan memperhatikan peningkatan pendapatan. Amanat yang terdapat dalam GBHN tersebut, mengandung tiga pokok yang harus diperhatikan dalam mengembangkan sistem ketahanan pangan, yaitu: 1. Sistem ketahanan pangan harus dimulai pada tingkat lokal dengan memanfaatkan atau mengusahakan variasi bahan pangan yang ada di tingkat lokal. 2. Perencanaan pangan harus dibangun pada satuan rumah tangga atau keluarga, dimana ketahanan pangan nasional hanya akan mantap apabila kondisi ketahanan pangan masing-masing rumah tangga atau keluarga juga mantap. 3. Pentingnya efisiensi produksi dalam menghasilkan bahan pangan lokal agar memiliki daya saing dan harganya terjangkau oleh para konsumen tetapi tetap menguntungkan bagi produsen atau petani. Tabel 1. Komposisi Energi, Protein, dan Lemak dari Berbagai Bahan Makanan (per 100 gram) Tahun 2008 No. 1. 2. 3. 4.
Jenis Bahan Makanan Beras Jagung Ubi Jalar Ubi Kayu
Energi (Kkal) 360 355 123 146
Protein (gram) 6.8 9.2 1.8 1.2
Lemak (gram) 0.7 3.9 0.7 0.3
Sumber: Kementerian Pertanian, 2008 Saat ini sebagian besar penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai bahan pangan utama. Hal tersebut dapat dibuktikan dari konsumsi beras per kapita, yaitu sebesar 104,85 Kg/kapita/tahun dengan konsumsi totalnya mencapai 32 juta ton (BPS, 2008). Jika dibandingkan dengan jenis bahan makanan lain, beras menghasilkan jumlah energi paling tinggi seperti terlihat pada Tabel 1.
2
Tabel 2. Produksi Padi dan Tanaman Pangan Utama Lain (000 ton) di Indonesia Tahun 2002-2008 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Tanaman Padi Jagung Ubi Kayu Ubi Jalar K. Tanah Kedelai
2002 51,490 9,585 17,055 1,749 718 673
2003 52,138 10,886 18,524 1,991 786 672
2004 54,088 11,225 19,425 1,902 837 723
2005 54,151 12,524 19,321 1,857 836 808
2006 54,455 11,609 19,987 1,854 838 748
2007 57,157 13,288 19,988 1,887 789 593
2008 60,326 16,317 21,758 1,881 770 775
Sumber: Kementerian Pertanian, 2008 Selama tujuh tahun terakhir, produksi padi dari tahun ke tahun masih mendominasi dibandingkan produksi pangan lainnya seperti yang terlihat pada Tabel 2. Hanya produksi jagung yang cenderung meningkat akibat kenaikan permintaan industri pakan bukan oleh peningkatan konsumsi langsung. Sementara komoditi lain seperti ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, dan kedelai hanya dimanfaatkan sebagai bahan makanan sampingan sehari-hari dan sebagai bahan baku industri pangan. Tingginya konsumsi beras dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya rasa beras yang lebih enak dan mudah diolah dibandingkan dengan bahan pangan lain, kandungan gizi beras, konsep makan (merasa belum makan jika belum mengkonsumsi nasi), rendahnya pengembangan teknologi pengolahan dan promosi atau sosialisasi pangan non beras serta pendapatan masyarakat yang masih rendah (Ashari dan Ariani, 2003). 1.2.
Perumusan Masalah Saat ini Indonesia membutuhkan stok beras yang cukup besar karena
jumlah penduduk terus meningkat. Selain itu, beberapa daerah yang sebelumnya mengkonsumsi bahan pokok seperti jagung, umbi-umbian, dan sagu juga mulai beralih mengkonsumsi beras. Seiring dengan peningkatan konsumsi beras, maka ketersediaan beras juga mengalami peningkatan. Namun, perbedaannya tidak
3
signifikan. Kondisi seperti ini menuntut perlunya peningkatan produksi beras domestik. Data ketersediaan dan konsumsi beras dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Ketersediaan dan Konsumsi Beras (ton) di Indonesia Tahun 2005-2008 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Uraian Produksi Padi (GKG) Ketersediaan Beras Konsumsi Impor Beras Stok Akhir
2005 54,151,097 30,668,730 30,592,434 189.62 2,035,324
2006 54,454,937 30,840,811 30,995,189 438.11 2,318,835
2007 57,157,435 32,371,384 31,398,084 1,406.85 4,586,114
2008 60,279,897 34,139,805 31,799,017 289.69 6,926,902
Sumber: BPS, 2009 Menurut Hessie (2009), ada sejumlah kendala yang menjadi tantangan peningkatan produksi beras di Indonesia. Pertama, jumlah pupuk bersubsidi yang tersedia belum dapat memenuhi kebutuhan yang diusulkan daerah. Kedua, masih ada penyimpangan penyaluran pupuk bersubsidi di luar peruntukannya. Ketiga, pabrik pupuk masih beroperasi di bawah kapasitas terpasang, karena keterbatasan pasokan bahan baku gas maupun non gas. Keempat, belum optimalnya pelaksanaan pengawasan di daerah. Menurut Sood (1995) sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota organisasi perdagangan internasional, Indonesia terikat untuk mematuhi ketentuan-ketentuan
perdagangan
internasional
yang
disepakati
dalam
perundingan General Agreement on Tariffs and Trade (GATT)–World Trade Organization (WTO). Ketentuan-ketentuan tersebut sedikit banyak memberikan pengaruh terhadap sistem dan pranata hukum nasional di sektor perdagangan termasuk pada kegiatan industri kecil. Pengaruh tersebut tidak dapat dihindari terutama dalam pembangunan ekonomi nasional, karena Indonesia telah menganut sistem perdagangan bebas semenjak ditandatanginya persetujuan Perundingan Putaran Uruguay (Uruguay Round) yang berakhir di Marrakesh (Maroko) tanggal 15 April 1994.
4
Masuknya Indonesia sebagai anggota perdagangan dunia melalui ratifikasi terhadap Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement on Establishing WTO membawa konsekuensi baik eksternal maupun internal. Konsekuensi eksternal, Indonesia harus mematuhi seluruh hasil kepakatan dalam forum WTO. Konsekuensi internal Indonesia harus melakukan harmonisasi peraturan perundang-undangan nasional dengan ketentuan hasil kesepakatan WTO, artinya dalam melakukan hormonisasi, Indonesia harus tetap memikirkan kepentingan nasional namun tidak melanggar rambu-rambu ketentuan WTO. Keikutsertaan Indonesia dalam perjanjian perdagangan internasional baik pada tataran global (GATT-WTO) maupun regional (Asean Free Trade Area, AsiaPacific Economic Cooperation, dan China-Asean Free Trade Area) diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi terutama sektor usaha industri kecil dan menengah baik secara nasional maupun internasional, sehingga peranan industri kecil dan menengah merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian nasional. Salah satu upaya penting sebagai perlindungan terhadap kelompok industri kecil dan menengah melalui upaya penerapan tarif bagi produk impor. Hal ini dilakukan karena kedua kelompok ini merupakan salah satu bagian dari sektor industri manufaktur nasional yang akan menerima dampak, baik dampak positif maupun negatif secara langsung dari pemberlakuan GATT-WTO. Dampak positif maupun negatif juga terjadi terutama dalam menghadapi pasar bebas ASEAN pasca Asean Free Trade Area (AFTA) sejak tahun 2003 yang kemudian diikuti oleh pasar bebas China-ASEAN melalui kesepakatan China-Asean Free Trade Area (CAFTA) sejak tanggal 1 Januari tahun 2010, kemudian Asia-Pacific
5
Economic Cooperation (APEC) yang akan berlaku untuk negara berkembang pada tahun 2020. Kebutuhan beras nasional saat ini terus meningkat sedangkan produksi domestik tidak mencukupi, harga beras internasional yang relatif rendah mengakibatkan tingginya peluang beras impor masuk ke Indonesia. Permasalahan yang dikhawatirkan terjadi, yaitu jika pada akhirnya tarif impor beras akan menuju nol. Jika petani sudah bisa menghasilkan produksi gabah yang banyak dan berkualitas, minimal kualitas beras yang dihasilkan sama dengan beras impor, maka tidak perlu lagi ada proteksi sesuai peraturan dalam perdagangan bebas. Akan tetapi, petani Indonesia tidak semuanya siap sehingga akan semakin memperlancar masuknya beras impor ke Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia harus segera mempersiapkan diri untuk menghadapi perdagangan bebas tersebut, antara lain dengan swasembada beras sehingga mampu memenuhi kebutuhan domestik secara mandiri dan mengurangi jumlah impor. Permasalahan lain yang harus dihadapi, yaitu adanya konversi lahan sawah.
Rancangan rencana strategis
Kementerian Pertanian 2010–2014
menyebutkan bahwa konversi lahan sawah menjadi lahan non pertanian dari tahun 1999–2002 mencapai 563,159 hektar atau 187,719.7 hektar per tahun. Antara tahun 1981–1999, neraca pertambahan lahan sawah seluas 1.6 juta hektar, namun antara tahun 1999–2002 terjadi penyempitan luas lahan seluas 0.4 juta hektar atau 141,285 hektar per tahun. Besaran laju alih fungsi lahan pertanian dari lahan sawah ke non sawah sebesar 187,720 hektar per tahun, dengan rincian alih fungsi ke non pertanian sebesar 110,164 hektar per tahun dan alih fungsi ke pertanian
6
lainnya sebesar 77,556 hektar per tahun. Adapun alih fungsi lahan kering pertanian ke non pertanian sebesar 9,152 hektar per tahun (BPS, 2004). Konversi lahan sawah tidak hanya berkurangnya luas lahan untuk memproduksi padi maupun komoditi lainnya, tetapi juga merupakan salah satu bentuk degradasi agroekosistem, degradasi tradisi dan budaya pertanian, dan penyusutan rata-rata luas garapan petani pada umumnya. Dalam beberapa kasus, konversi lahan sawah cenderung progresif sehingga semakin besar lahan sawah yang terkonversi maka semakin besar pula lahan-lahan sawah di sekitarnya yang terkonversi pada waktu-waktu berikutnya (Sumaryanto dan Sudaryanto, 2005). Setelah tahun 1987, Indonesia sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan beras bagi masyarakatnya, sehingga sampai saat ini mengandalkan impor dari negara lain seperti Vietnam, Thailand, India, dan Amerika. Ketergantungan terhadap beras impor merupakan cerminan dari rawannya ketahanan pangan yang dapat mengganggu ketahanan nasional. Pada kondisi tertentu, ketiadaan stok beras dapat memicu terjadinya gejolak sosial yang dapat meresahkan masyarakat dan akhirnya bisa mengganggu stabilitas nasional (Solahuddin, 2009). Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1.
Faktor-faktor apa yang mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di Indonesia?
2.
Alternatif kebijakan apa yang bisa dirumuskan dalam menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan permintaan dan penawaran beras di Indonesia?
7
1.3.
Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mempelajari dan menganalisis
dampak kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah dan perubahan faktor lain terhadap pendapatan petani padi di Indonesia. Secara spesifik tujuan penelitian ini sebagai berikut: 1.
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di Indonesia.
2.
Merumuskan alternatif kebijakan dalam menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan permintaan dan penawaran beras di Indonesia.
1.4.
Manfaat Penelitian Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
antara lain sebagai berikut: 1.
Bagi peneliti diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan.
2.
Bagi akademisi diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi dalam mengkaji dampak perubahan kebijakan pemerintah dan faktor lainnya terhadap pendapatan petani padi di Indonesia.
3.
Bagi pemerintah Indonesia diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan khususnya dalam peningkatan produksi padi dan perencanaan kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan petani padi dalam menghadapi era perdagangan bebas.
8
1.5.
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini mulai tahun 1971 sampai tahun
2008 dan supaya tujuan dari penelitian tercapai, maka dibangun suatu model yang menggambarkan fenomena ekonomi dengan keterbatasan sebagai berikut: 1.
Permintaan beras tidak dilakukan pemisahan berdasarkan jenis beras pada permintaan beras sedangkan penawaran beras merupakan agregat nasional.
2.
Kebijakan pemerintah dan faktor lain difokuskan pada kebijakan harga riil gabah tingkat petani, harga riil pembelian pemerintah, harga riil pupuk urea, luas areal panen padi, jumlah penduduk, curah hujan, dan tarif impor beras.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia Kondisi permintaan dan penawaran beras di Indonesia dapat diidentifikasi
berdasarkan perkembangan yang berkaitan dengan produksi, konsumsi, dan stok beras. Perkembangan dari hal-hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut. 2.1.1. Produksi Salah satu upaya yang dilakukan untuk mewujudkan swasembada beras secara nasional pada tahun 2008, yaitu dengan peningkatan produksi beras. Besarnya produksi beras diperoleh dari hasil perkalian antara produksi padi dengan faktor konversi atau tingkat rendemen pengolahan padi menjadi beras seperti yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yaitu sebesar 0.63. Sementara, besarnya produksi padi ditentukan oleh luas areal panen dan tingkat produktivitas padi (Nainggolan dan Suprapto, 1987). Luas areal panen, produktivitas, dan produksi padi di Indonesia disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Luas Areal Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi di Indonesia Tahun 2004-2008 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Tahun 2004 2005 2006 2007 2008
Luas Areal Panen (Ha) 11,922.97 11,839.06 11,786.43 12,147.64 12,327.43
Produktivitas (ton/Ha) 4.54 4.57 4.62 4.71 4.89
Produksi (ton) 54,088.47 54,151.10 54,454.95 57,157.44 60,325.93
Sumber: BPS, 2009 Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa produksi padi tahun 2006 sebesar 54.45 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) bertambah sebesar 303.85 ribu ton dibanding dengan produksi tahun 2005. Kenaikan produksi tahun 2006 diimbangi dengan peningkatan produktivitas sebesar 0.05 ton/hektar namun luas panen mengalami penurunan seluas 52.63 ribu hektar. Peningkatan produksi padi tersebut dapat disebabkan oleh adanya usaha-usaha intensifikasi pertanian seperti 10
pemakaian air irigasi yang efektif dan efisien, penggunaan bibit unggul, dan pemakaian pupuk yang tepat guna dan tepat sasaran (Girsang, 2009). Ketersediaan lahan persawahan memiliki peran yang sangat penting terhadap dinamika produksi padi. Peningkatan luas panen padi dapat ditempuh melalui pembangunan jaringan irigasi yang memungkinkan peningkatan intensitas tanam padi per tahun dan peningkatan luas sawah melalui pencetakan sawah baru. Namun demikian, keterbatasan sumberdaya lahan dan anggaran pembangunan menyebabkan kedua upaya tersebut semakin sulit diwujudkan (Irawan, 2005). 2.1.2. Konsumsi Saat ini beras mendominasi pola konsumsi pangan penduduk Indonesia. Beras menjadi bahan makanan yang lebih superior daripada bahan makanan lainnya seperti jagung, ketela, ikan, dan lainnya. Data konsumsi rata-rata per kapita seminggu beberapa macam bahan makanan penting Indonesia disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Konsumsi Rata-rata Per Kapita Seminggu Beberapa Macam Bahan Makanan Penting Indonesia (rupiah) Tahun 2005, 2007, 2008 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Jenis Makanan Beras Jagung basah berkulit Jagung pocelan, pipilan Ketela pohon Ketela rambat Gaplek Ikan dan udang segar Ikan dan udang diawetkan Daging sapi, kerbau Daging ayam ras, kampung Telur ayam Telur itik, manila, asin Susu kental manis Susu bubuk kaleng, bayi Tahu Tempe Minyak kelapa, goreng Kelapa Gula pasir Gula merah
Satuan Kg Kg Kg Kg Kg Kg Kg ons Kg Kg Kg butir 397 gr Kg Kg Kg liter butir ons ons
2005 1.872 0.018 0.047 0.161 0.060 0.003 0.281 0.499 0.010 0.076 0.106 0.075 0.057 0.018 0.153 0.159 0.195 0.209 1.618 0.192
2007 1.740 0.046 0.060 0.134 0.046 0.005 0.260 0.523 0.008 0.079 0.122 0.093 0.068 0.026 0.163 0.152 0.198 0.216 1.654 0.209
2008 1.797 0.024 0.044 0.147 0.051 0.005 0.263 0.537 0.007 0.073 0.115 0.088 0.061 0.025 0.137 0.139 0.196 0.184 1.617 0.188
Catatan: 1) Ikan segar meliputi ikan darat, laut, dan udang 2) Satu butir telur ayam diperkirakan beratnya sebesar 0.05 Kg
Sumber: BPS, 2009 11
2.1.3. Stok, Pengadaan, dan Penyaluran Beras Campur tangan pemerintah dalam ekonomi perberasan antara lain dilakukan melalui lembaga pangan yang bertugas melaksanakan kebijakan pemerintah di bidang perberasan baik yang menyangkut aspek pra produksi, proses produksi, dan pasca produksi. Salah satu lembaga pangan yang mendapat tugas dari pemerintah untuk menangani masalah pascaproduksi beras khususnya dalam bidang harga, pemasaran, dan distribusi adalah Badan Urusan Logistik (Bulog) (Saifullah, 2001). Sesuai dengan perkembangan kondisi perberasan di Indonesia, tugas pokok Bulog dibatasi hanya pada komoditi beras. Hal ini telah termaktub dalam Keputusan Presiden (Keppres) No. 29 Tahun 2000. Sejak 1 Januari 2003, dengan mengacu pada Keppres No. 103 Tahun 2001 yang kemudian direvisi lagi dengan Keppres No. 110 Tahun 2001 serta Keppres No. 3 Tahun 2002, Bulog yang pada awalnya berbentuk Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) berubah menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berbentuk Perusahaan Umum (Perum). Dengan berbentuk Perum, tugas Bulog sama dengan BUMN lainnya, yaitu berusaha mencari keuntungan dalam segala kegiatannya. Meskipun demikian Bulog diharapkan tetap menjalankan misi sosialnya sebagai Public Service Obligation (PSO) dalam menyalurkan beras untuk keluarga miskin (Raskin) dan menjaga stabilisasi harga beras petani. Tugas Bulog tersebut berdasarkan pada Peraturan Menteri Perdagangan RI (Permendag) No. 22/M-DAG/PER/10/2005 tentang penggunaan cadangan beras pemerintah (CBP) untuk pengendalian gejolak harga. Pertama, CBP adalah sejumlah tertentu beras milik pemerintah pusat yang pengadaannya didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai cadangan stok beras
12
nasional dan dikelola oleh Perum Bulog dengan arah penggunaan untuk penanggulangan keadaan darurat, kerawanan pangan pasca bencana, pengendalian gejolak harga beras, dan untuk memenuhi kesepakatan Cadangan Beras Darurat ASEAN (ASEAN Emergency Rice Reserve). Kedua, gejolak harga beras adalah kenaikan harga beras di tingkat konsumen mencapai lebih dari 25 persen dari harga normal dan berlangsung selama seminggu. Ketiga, harga normal adalah harga rata-rata beras kualitas medium di tingkat konsumen yang telah berlangsung selama tiga bulan sebelum terjadinya gejolak harga beras. Keempat, beras kualitas medium adalah beras dengan kualitas yang setara dengan CBP. Pengadaan beras nasional yang dibeli oleh pemerintah dari petani disimpan dan disalurkan pada gudang-gudang Bulog. Pemerintah mewajibkan Bulog untuk menjaga stok yang aman sepanjang tahun sebesar satu sampai satu setengah juta ton beras. Jika jumlah ini berkurang, maka kewajiban Bulog untuk segera mengisinya kembali baik melalui pengadaan beras dalam negeri maupun melalui impor. Untuk mengetahui perkembangan pengadaan dan penyaluran beras oleh Bulog dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Pengadaan dan Penyaluran Beras (juta ton) di Indonesia Tahun 2005-2008 No. 1. 2.
Deskripsi Pengadaan Beras Penyaluran Beras
2005 1.53 2.23
2006 1.43 1.62
2007 1.77 1.52
2008 3.20 2.67
Sumber: Bulog, 2008 Tabel 6 menunjukkan bahwa jumlah pengadaan dan penyaluran beras cenderung berfluktuasi. Jumlah pengadaan dan penyaluran beras tertinggi dari data tahun 2005 sampai 2008 adalah pada tahun 2008 sebesar 3.20 dan 2.67 juta ton. Jumlah pengadaan beras terendah pada tahun 2006 sedangkan jumlah penyaluran beras terendah pada tahun 2007. 13
2.2.
Kebijakan Pemerintah dalam Perberasan Kebijakan adalah suatu peraturan yang telah dirumuskan dan disetujui
untuk dilaksanakan guna mempengaruhi suatu keadaan (Firdaus et al., 2008). Kebijakan berguna sebagai alat pemerintah untuk campur tangan dalam mempengaruhi perubahan secara sektoral dalam masyarakat. Begitu pula, termasuk di dalamnya kebijakan pada sektor pertanian. Berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 2 Tahun 2005 kebijakan perberasan di Indonesia terbagi menjadi kebijakan harga, kebijakan produksi, kebijakan distribusi, dan kebijakan impor. Kebijakan pemerintah yang paling menonjol pada pemasaran beras di Indonesia yang dimulai sejak tahun 1968-1969 adalah kebijakan harga, stabilitas harga dalam negeri, dan perdagangan (Darwanto, 2005). Sebagai instrumen kebijakan harga adalah penetapan harga dasar dengan tujuan meningkatkan produksi beras dan pendapatan petani melalui pemberian jaminan harga yang wajar dan penetapan batasan harga eceran tertinggi dengan tujuan memberikan perlindungan kepada konsumen. Agar pelaksanaan kebijakan berjalan efektif, pemerintah menunjang dengan sistem pengelolaan stok beras nasional melalui Perum Bulog di tingkat nasional dan Depot Logistik (Dolog) untuk tingkat propinsi. Melalui Inpres No. 9 Tahun 2002, pemerintah mengubah istilah Harga Dasar Gabah (HDG) menjadi Harga Dasar Gabah Pembelian Pemerintah (HDPP) atau lebih dikenal dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Kebijakan HPP hanya menjamin harga gabah pada tingkat tertentu di lokasi yang telah ditetapkan,tetapi tidak lagi menjamin HDG minimum di tingkat petani. HPP juga
14
berlaku di gudang Bulog, bukan di tingkat petani sebagaimana kebijakan HDG. Apabila perubahan secara drastis mungkin akan membuat gejolak, maka diperlukan kebijakan transisi dalam bentuk kebijakan HPP. Melalui kebijakan ini pemerintah melakukan pembelian (pada waktu panen raya) dengan jumlah yang ditentukan pada tingkat harga pasar. Kebijakan ini akan menambah permintaan sehingga pada tingkat harga pasar, petani telah memperoleh keuntungan yang memadai. Selain kebijakan di atas, beberapa kebijakan beras nasional lainnya adalah kebijakan produksi yang bertujuan untuk mencukupi kebutuhan beras domestik melalui intensifikasi dan ekstensifikasi, kebijakan impor yang bertujuan untuk menekan dan mengurangi tingkat ketergantungan impor beras Indonesia yang diimplementasikan melalui dua instrumen pokok, yaitu hambatan tarif dan non tarif (kuota tarif), dan kebijakan distribusi yang diperlukan untuk menjaga ketahanan pangan setiap daerah. Pada tahun 2000 pemerintah mengeluarkan kebijakan protektif dengan menetapkan tarif impor spesifik sebesar Rp 430 per kilogram. Kemudian nilai tarif tersebut dikoreksi kembali pada akhir tahun 2004 menjadi sebesar Rp 450 per kilogram yang bertujuan untuk menekan laju impor beras dari pasar dunia serta untuk pengamanan HPP. Pemerintah Indonesia sejak tahun 2003 menempuh kebijakan non tarif yang bersifat protektif, disamping kebijakan tarif yang sudah ada, yaitu berupa ketentuan tentang importansi beras tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 9/MPP/Kep/1/2004 tentang Ketentuan Impor Beras. Beberapa ketentuan penting adalah: (1) impor beras hanya dapat dilakukan oleh importir yang telah mendapat pengakuan sebagai Importir Produsen Beras
15
(IP Beras) dan importir yang telah mendapat penunjukan sebagai importir Terdaftar Beras (IT Beras), (2) impor beras dilarang dalam masa satu bulan sebelum panen raya, selama panen raya, dan dua bulan setelah panen raya (ditetapkan oleh Menteri Pertanian), yang berarti impor beras hanya boleh dilakukan diluar masa-masa yang telah ditetapkan tersebut, (3) pelaksanaan importasi beras oleh IT Beras hanya dapat dibongkar di pelabuhan tujuan sesuai dengan persetujuan impor yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, dan (4) beras yang diimpor oleh IP Beras hanya boleh digunakan sebagai bahan baku untuk proses produksi industri yang dimilikinya dan dilarang diperjualbelikan atau dipindahtangankan. Kombinasi kedua kebijakan defensif tersebut diharapkan dapat meredam laju impor dan mampu mengangkat harga beras di pasar domestik dan harga gabah petani (Hadi dan Wiryono, 2005). 2.3.
Tinjauan Beberapa Studi Terdahulu Hessie (2009) menyatakan bahwa perkembangan produksi dan konsumsi
beras di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Selama kurun waktu 37 tahun (1970-2006), pertumbuhan produksi beras di Indonesia sebesar 2.8 persen per tahun. Angka ini lebih tinggi dari pertumbuhan konsumsi beras 1994 sebesar 2.6 persen per tahun. Pertumbuhan produksi beras per tahun memang lebih tinggi dari konsumsi beras, namun rata-rata konsumsi beras per tahun masih lebih tinggi dari rata-rata produksi beras, yaitu sebesar 27,859.140 ton sedangkan rata-rata produksi beras per tahun hanya 26,725.780 ton. Oleh karena itu, secara umum produksi beras Indonesia selama kurun waktu 37 tahun terakhir ini masih belum dapat menutupi konsumsi beras, sehingga pemerintah masih mengimpor beras. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi yang dapat direpresentasikan
16
dari luas areal panen dan produktivitas padi adalah resiko harga riil gabah di tingkat petani dengan upah riil buruh tani, jumlah penggunaan pupuk urea, luas areal intensifikasi, dan tren waktu. Sementara faktor yang mempengaruhi konsumsi beras adalah harga beras dan populasi. Sunani (2009) menyimpulkan bahwa pada persamaan luas areal panen, variabel harga gabah di tingkat petani, luas areal irigasi, dan curah hujan daerah setempat berpengaruh positif sedangkan harga pupuk urea dan harga jagung sebagai komoditi kompetitif tanaman padi dalam penggunaan lahan berpengaruh negatif, sehingga harga riil jagung atau semua variabel berpengaruh nyata secara statistik. Pada persamaan produktivitas padi, variabel harga gabah di tingkat petani, luas areal panen, jumlah penggunaan pupuk urea, dan tren berpengaruh positif, sedangkan upah tenaga kerja berpengaruh negatif. Selain itu, harga riil gabah di tingkat petani, semua variabel berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi. Pada persamaan konsumsi beras, variabel jumlah penduduk, PDRB, dan harga jagung sebagai komoditi substitusi berpengaruh positif sedangkan harga eceran beras berpengaruh negatif. Hanya jumlah penduduk yang berpengaruh nyata sedangkan variabel lainnya tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi beras. Pada persamaan harga eceran beras, variabel jumlah konsumsi beras, dan harga eceran beras t-1 berpengaruh positif sedangkan jumlah produksi beras berpengaruh negatif. Hanya variabel harga eceran beras t-1 yang berpengaruh nyata. Pratiwi (2008) menuliskan beberapa kesimpulan, diantaranya kebijakan peningkatan produk beras diintervensi pemerintah melalui berbagai Program
17
Peningkatan Produksi Padi (P4) seperti pengelolaan Bimbingan Massal (Bimas) tahun 1965, Intensifikasi Khusus (Insus) tahun 1798, dan Program Peningkatan Beras Nasional (P2BN) tahun 2007. Pelaksanaan program melalui dua paket teknologi, yaitu bantuan alat dan bahan serta pendekatan sosial. Kebijakan impor dilakukan melalui penetapan tarif spesifik, kuota tarif, dan red line untuk menekan jumlah ekspor beras. Kebijakan harga dilakukan dengan menetapkan HDPP untuk produsen, OPM, Raskin, dan menetapkan pagu harga untuk konsumen. Kebijakan distribusi menunjuk Bulog sebagai pengelola CBP sekaligus sebagai penyalur Raskin. Keempat kebijakan mengalami berbagai hambatan baik dari internal maupun eksternal sehingga belum mencapai sasaran yang diharapkan. Kebijakan distribusi merupakan kebijakan paling efektif dibandingkan dengan ketiga kebijakan yang lainnya. Baiknya distribusi beras didukung oleh spesifiknya intervensi Bulog terhadap distribusi beras nasional. Bulog hanya menguasai kurang dari sepuluh persen pangsa pasar beras dan hanya digunakan sebagai CBP melalui pengadaan dalam negeri. Selain itu, juga didukung dengan gudang yang tersebar di seluruh Indonesia dan koordinasi dengan baik antar wilayah dan hak istimewa yang dimiliki Bulog sebagai State Trading Enterprise (STE) stabilitator harga. Kebijakan harga dinilai tidak efektif karena kecenderungan pemerintah melindungi konsumen melalui ceilling price, OPM, dan Raskin justru mendistorsi harga pasar beras karena sarat subsidi. Kebijakan impor juga dinilai tidak efektif karena tarif impor justru memicu tingginya penyelundupan yang akibatnya merusak harga beras domestik. Selain itu juga tercermin dari perbedaan data jumlah impor antar instansi. Kebijakan produksi
18
dinilai sebagai kebijakan paling tidak efektif karena kegagalan pemerintah mengurangi konversi, mendiversifikasi pangan, dan produktivitas yang stagnan. Prioritas strategi kebijakan pengembangan perberasan nasional adalah mengkombinasikan kebijakan protektif dengan kebijakan promotif untuk melindungi
beras
dalam
negeri.
Strategi
kebijakan
lainnya
adalah
mengembangkan diversifikasi berbasis pangan lokal, mengembangkan input dan teknologi melalui kemitraan, memperbaiki infrastruktur dan teknologi budidaya, memperbaiki mekanisme kredit, mengawasi kinerja dan transparansi Bulog serta melakukan reformasi agrarian. Prioritas pertama dari program peningkatan produksi padi adalah membangun sarana irigasi berkoordinasi dengan pemerintah daerah terkait. Prioritas kedua adalah mengadopsi teknologi sesuai dengan kondisi wilayah dan sumber daya lokal. Prioritas ketiga adalah memperketat aturan alih fungsi lahan dan pemberian insentif bagi pemilik lahan sehingga tingkat konversi lahan pertanian dapat dikurangi. Adriana (2007) menyimpulkan bahwa penawaran beras dunia bagi Indonesia semakin meningkat karena beras yang diperdagangkan di pasar dunia cenderung mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan produksi beras dunia. Peningkatan tersebut karena didukung kebijakan perberasan negara-negara eksportir utama dalam memberikan insentif kepada petani untuk meningkatkan produksi beras secara berkelanjutan. Kebijakan perberasan Indonesia yang ditujukan melindungi produsen dalam pengembangannya saat ini telah berjalan cukup efektif dikarenakan telah ada penetapan tarif, pengaturan izin, dan tata laksana impor yang ditujukan untuk perlindungan produsen dan konsumen.
19
Penelitian Sitepu (2002) menunjukkan bahwa permintaan beras domestik dan dunia dipengaruhi oleh harga beras dunia, tetapi responnya inelastis. Sedangkan terhadap jumlah penduduk dan jumlah produksi beras, responnya elastis. Menurut Sitepu (2002), kebijakan harga dasar akan menyebabkan net surplus akan bertambah, sedangkan kebijakan penghapusan harga input berdampak pada penurunan produksi, namun demikian total net surplus akan mengalami peningkatan. Pemberlakuan liberalisasi perdagangan (penghapusan peran Bulog dalam pengadaan dan penyaluran gabah atau beras serta penghapusan tarif) tidak efisien dan tidak tepat karena keuntungan yang diterima konsumen lebih kecil jika dibandingkan dengan kerugian yang diterima oleh produsen, sehingga net surplus akan berkurang. Model ekonometrika dalam penelitian ini terdiri dari 7 persamaan struktural yaitu luas areal panen padi, produktivitas padi, harga riil gabah tingkat petani, jumlah impor beras, permintaan beras, harga riil beras Indonesia, dan harga riil beras impor Indonesia serta 3 persamaan identitas yaitu produksi padi, produksi beras, dan penawaran beras. Berdasarkan hasil analisis dari ketujuh simulasi yang diterapkan, diperoleh kebijakan paling layak untuk disarankan kepada pemerintah Indonesia sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai melalui program pencapaian target pemenuhan beras dari kemampuan produksi sendiri (swasembada) dan untuk meningkatkan kesejahteraan petani padi, yaitu kebijakan kenaikan harga riil pembelian pemerintah terhadap gabah dan beras. Kebijakan ini terbukti mampu mendorong peningkatan produksi padi/beras dan menambah pendapatan petani padi yang cukup besar melalui peningkatan harga riil gabah tingkat petani dan harga riil beras Indonesia.
20
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.
Kerangka Teoritis Komponen utama pasar beras mencakup kegiatan produksi dan konsumsi.
Penelitian ini menggunakan model persamaan simultan karena memiliki lebih dari satu variabel endogen/persamaan. Berikut dipaparkan teori dari fungsi produksi, fungsi konsumsi, dan persamaan simultan. 3.1.1. Fungsi Produksi Fungsi produksi dapat didefinisikan sebagai hubungan secara teknis dalam transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara hubungan input dengan output (Debertin, 1986; Doll dan Orazem, 1984). Secara umum hubungan antara input-output untuk menghasilkan produksi suatu komoditi pertanian (Y) secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: Y =f dimana: Y x1 x2 x3 x4
(x1, x2, x3, x4) .......................................................................... (3.1) = Output (Kg/Ha) = Luas areal produksi (Ha) = Jumlah modal (Rp/Ha) = Tenaga kerja (HOK/Ha) = Faktor produksi lainnya
Produsen yang rasional berusaha memaksimumkan keuntungannya pada tingkat produksi optimum dengan tingkat harga tertentu. Keuntungan maksimum harus memenuhi syarat First Order Condition (FOC) dan Second Order Condition (SOC). Syarat pertama dipenuhi apabila turunan pertama dari fungsi keuntungan sama dengan nol, yang berarti produktivitas marginal faktor produksi sama dengan harga faktornya, sedangkan syarat kedua yang harus dipenuhi yaitu, jika fungsi produksinya cembung, dan nilai determinan Hessian lebih besar dari nol
21
(Koutsoyiannis, 1979). Jika digambarkan secara sederhana fungsi produksi dari padi adalah: Y = f (A, M, Z) ................................................................................ (3.2) dimana: Y A M Z
= Jumlah produksi padi (Kg) = Luas areal produksi (Ha) = Jumlah pupuk (Kg/Ha) = Tenaga kerja (HOK/Ha)
Pada tingkat harga produksi padi tertentu (HY), maka fungsi keuntungan produksi padi dapat dirumuskan sebagai berikut: = HY * f (A, M, Z) – HA * A – HM * M – HZ * Z ....................... (3.3) dimana: HY HA HM HZ
= Keuntungan (Rp) = Harga padi/gabah (Rp/Kg) = Sewa lahan (Rp/Ha) = Harga pupuk (Rp/Kg) = Upah tenaga kerja (Rp/HOK)
Fungsi keuntungan maksimum diperoleh jika turunan pertama dari fungsi keuntungan sama dengan nol dan turunan keduanya mempunyai nilai determinan Hessian lebih besar dari nol. Dengan melakukan prosedur penurunan secara matematis dari persamaan 3.3 di atas maka diperoleh:
y y HY * HA 0 atau HY * HA ................................ (3.4) A A A y y HY * HM 0 atau HY * HM ........................ (3.5) M M M y y HY * HZ 0 atau HY * HZ .............................. (3.6) Z Z Z
Dimana
y y y , , dan adalah produk marginal dari masing-masing Z A M
faktor produksi. Oleh sebab itu, keuntungan maksimum diperoleh jika produk marginal sama dengan rasio harga faktor produksi terhadap harga produk
22
(padi/gabah). Dapat juga dikatakan bahwa keuntungan maksimum diperoleh jika nilai produk marginal sama dengan harga faktor produksinya (NPM = HFP). Dari persamaan 3.4, 3.5, dan 3.6, fungsi permintaan faktor produksi oleh petani dirumuskan sebagai berikut: A = g (HA, HY, HM, HZ) ................................................................ (3.7) M = h (HM, HY, HA, HZ) ................................................................ (3.8) Z = i (HZ, HY, HA, HM) ................................................................. (3.9) Dengan mensubstitusikan persamaan 3.7, 3.8, dan 3.9 ke persamaan 3.2 maka diperoleh fungsi penawaran padi/gabah sebagai berikut: Qs = qs (HY, HA, HM, HZ) ............................................................ (3.10) Dolan (1974), mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran suatu komoditi, yaitu harga komoditi itu sendiri, harga komoditi lain (sebagai substitusinya), biaya faktor produksi, biaya perusahaan, tujuan perusahaan, tingkat teknologi, pajak, subsidi, harapan harga dan keadaan alam. 3.1.2. Fungsi Konsumsi Secara umum, fungsi permintaan konsumen terhadap suatu barang diturunkan dari fungsi utilitas konsumen. Diasumsikan fungsi utilitas konsumen adalah: U = u (Cs, Cn) .................................................................................. (3.11) dimana U adalah total utilitas konsumen dari konsumsi beras (Cs) dan komoditi lain
yang
dikonsumsi (Cn).
Konsumen
yang
rasional
akan berupaya
memaksimumkan utilitas pada tingkat harga yang berlaku dan sesuai dengan kendala pendapatan (I).
atau
Ps * Cs Pn * C n I ......................................................................... (3.12) Ps * Cs Pn * C n I 0
23
dimana Ps adalah harga beras dan Pn adalah harga komoditi lain. Dengan pendekatan Lagrangian Multipliers, persoalan maksimisasi berkendala di atas dapat dinyatakan sebagai berikut: Maksimum: U = u (Cs, Cn) dengan kendala: Ps * Cs Pn * C n I Fungsi komposit berupa gabungan dari kedua fungsi di atas atau disebut sebagai fungsi Lagrangian dapat ditulis sebagai berikut: U u (Cs , C n ) (Ps * Cs Pn * C n I) ....................................... (3.13)
Untuk mendapatkan utilitas maksimum, maka syarat pertama adalah turunan parsial dari fungsi Lagrangian harus sama dengan nol. U (Ps ) 0 ..................................................................... (3.14) Cs Cs U (Pn ) 0 .................................................................... (3.15) C n C n (Ps * Cs Pn * Cn I) 0 ...................................................... (3.16)
dari persamaan (3.14), (3.15) dan (3.16) di atas diperoleh: U / Cs U (Ps ) atau ........................................................ (3.17) Ps Cs U U / C n (Pn ) ........................................................ (3.18) C n Pn Ps * Cs Pn * C n I .......................................................................... (3.19)
sedangkan U / Cs MU s dan U / Cn MUn maka: MU s / Ps MU n / Pn .................................................................. (3.20)
dan
MUs / MU n Ps / Pn MRSs,n ......................................................... (3.21)
yang menyatakan bahwa kepuasan konsumen akan maksimum pada kondisi dimana rasio marjinal utilitas terhadap harga sama untuk semua komoditi, yaitu sebesar koefisien pengganda Lagrangian ( ).
24
Penyelesaian P s dan Pn pada persamaan (3.21) dan kemudian substitusikan ke dalam persamaan (3.19), maka dapat diperoleh fungsi permintaan terhadap beras, yaitu: Cs f (Ps , Pn , I) ................................................................................ (3.22)
yang menyatakan bahwa konsumsi atau permintaan konsumen terhadap beras ditentukan oleh harga beras, harga komoditi alternatif, dan pendapatan konsumen. Dengan asumsi bahwa permintaan tersebut bersifat dinamis maka elastisitas permintaan beras terhadap harga beras, harga substitusinya, dan terhadap pendapatan dapat dihitung, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Menurut Dolan (1974) permintaan suatu barang dipengaruhi oleh harga barang tersebut, harga barang lain, selera, pendapatan, distribusi pendapatan, jumlah penduduk dan harapan harga. 3.1.3. Persamaan Simultan Menurut Gujarati (1978) bahwa persamaan simultan adalah model dimana terdapat lebih dari satu variabel endogen dan lebih dari satu persamaan. Persamaan simultan berbeda dengan persamaan tunggal yaitu tidak hanya terdapat satu persamaan yang menghubungkan antara satu variabel endogen tunggal dengan sejumlah variabel eksogen non stokastik atau jika stokastik (diasumsikan) didistribusikan secara bebas dari unsur gangguan stokastik. Suatu ciri unik dari persamaan simultan adalah variabel endogen dari satu persamaan mungkin muncul sebagai variabel yang menjelaskan (eksogen) dalam persamaan lain dari sistem. Bentuk umum dari persamaan simultan dapat dirumuskan sebagai berikut: Y1i = β10 + β12 Y2i + γ11 X1i + u1i ...................................................... (3.23) Y2i = β20 + β21 Y1i + γ21 X1i + u2i ...................................................... (3.24)
25
dimana Y1 dan Y2 merupakan variabel yang saling bergantung, atau bersifat endogen, dan Xt merupakan variabel yang bersifat eksogen, dimana u1 dan u2 adalah unsur gangguan stokastik, variabel Y1 dan Y2 kedua-duanya stokastik. Pemilihan model yang akan digunakan didasarkan pada tujuan penelitian yang ingin dicapai, yaitu untuk mendapatkan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di Indonesia. Berdasarkan penelitian terdahulu persamaan simultan merupakan model yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang jumlah persamaannya lebih dari satu. Pada masing-masing variabel terdapat hubungan yang saling berpengaruh, sehingga tidak dapat diselesaikan hanya dengan menggunakan persamaan tunggal. Berikut adalah kerangka model ekonometrika yang menggambarkan keterkaitan permintaan dan penawaran beras Indonesia. 3.2.
Kerangka Operasional Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam pertumbuhan
ekonomi nasional. Sebagian penduduk Indonesia tinggal di perdesaan dan lebih dari setengah penduduk tersebut menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian (Daniel, 2004). Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan kebutuhan beras nasional menjadi faktor utama dalam mendorong usaha pemerintah untuk terus meningkatkan produksi beras domestik. Kendala besar yang harus dihadapi dalam pengembangan sektor pertanian diantaranya adalah penyempitan lahan sawah yang dikonversi menjadi lahan non pertanian sehingga mempengaruhi jumlah produksi beras yang dihasilkan. Melihat perkembangan produksi dan konsumsi beras serta berbagai faktor yang mempengaruhi,
maka dilakukan penelitian mengenai dampak kebijakan
26
pemerintah yang efektif dan perubahan faktor lain terhadap permintaan dan penawaran beras di Indonesia. Permintaan dan penawaran atas suatu barang atau komoditi produk pertanian berkaitan erat dengan perkembangan harga. Menurut hukum ekonomi, apabila harga naik maka jumlah yang diminta akan turun dan apabila harga turun jumlah yang diminta akan naik. Apabila penawaran naik maka harga akan turun dan apabila penawaran turun maka harga akan naik. Permintaan suatu komoditi dipengaruhi oleh harga barang yang bersangkutan, harga barang substitusi atau komplemennya, selera, jumlah penduduk, dan tingkat pendapatan. Penawaran suatu komoditi dipengaruhi oleh teknologi, harga input, harga komoditi lain, jumlah produsen, dan harapan produsen terhadap harga dimasa mendatang. Persamaan-persamaan yang diasumsikan mempengaruhi model permintaan dan penawaran beras di Indonesia dimodifikasi sedemikian rupa agar diperoleh suatu model terbaik sesuai dengan kriteria teori ekonomi (theoritically meaningful), kriteria statistika yang dilihat dari suatu derajat ketepatan (goodness of fit) yang dikenal dengan koefisien determinasi (R2) serta nyata secara statistik (statistically significant) sedangkan kriteria ekonometrika menetapkan apakah suatu taksiran memiliki sifat-sifat yang dibutuhkan seperti unbiasedness, consistency, sufficiency, dan efficiency. Statistik durbin-h adalah salah satu kriteria ekonometrika yang digunakan untuk menguji validitas dari asumsi serial korelasi (Koutsoyiannis, 1977). Setelah model divalidasi dan memenuhi kriteria secara statistik, maka model tersebut dapat dijadikan sebagai model dasar simulasi terhadap variabel endogen dan eksogen. Simulasi ini bertujuan untuk melihat adanya perubahan
27
variabel yang disimulasi (eksogen maupun endogen) terhadap variabel endogen, sehingga dapat diperoleh alternatif rekomendasi kebijakan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan beras domestik dan meningkatkan pendapatan petani padi di Indonesia. Kerangka pemikiran operasional disajikan pada Gambar 1.
28
Beras merupakan bahan pangan utama penduduk Indonesia
Pertambahan jumlah penduduk, peningkatan kebutuhan beras nasional, konversi lahan sawah, dan perubahan lainnya
Kebijakan pemerintah yang efektif
Permintaan dan penawaran beras di Indonesia
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di Indonesia dengan model persamaan simultan
Rumusan alternatif kebijakan dalam menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan permintaan dan penawaran beras di Indonesia
Rekomendasi kebijakan
Keterangan: : Hubungan satu arah : Respon positif Sumber: Peneliti, 2010 Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional 1
IV. METODE PENELITIAN 4.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilaksanakan di wilayah
Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di Indonesia dan merumuskan alternatif kebijakan pemerintah dalam menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan permintaan dan penawaran beras di Indonesia. Pengumpulan data untuk keperluan penelitian dilakukan selama tiga bulan, yaitu dari awal bulan Februari sampai dengan April 2010. 4.2.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
dengan rentang waktu (time series) dari tahun 1971 sampai tahun 2008. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari beberapa instansi yang terkait, yaitu Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Pertanian (Kementan). Selain itu juga dilakukan pengambilan data dari beberapa publikasi seperti Bank Indonesia (BI), Kementerian Perdagangan (Kemendag), dan instansi lain yang bersangkutan dengan penelitian. 4.3.
Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif (deskriptif) dan
analisis kuantitatif. Metode analisis kuantitatif yaitu perumusan model yang dibangun terkait erat dengan tujuan penelitian. Untuk menjawab tujuan penelitian digunakan model ekonometrika, yaitu model sistem persamaan simultan. Model ekonometrika dalam penelitian ini terdiri dari 7 persamaan struktural yaitu luas areal panen padi, produktivitas padi, harga riil gabah tingkat petani, jumlah impor
30
beras, permintaan beras, harga riil beras Indonesia, dan harga riil beras impor Indonesia serta 3 persamaan identitas yaitu produksi padi, produksi beras, dan penawaran beras. Metode estimasi terhadap persamaan dalam model yang digunakan adalah Two Stage Least Squares (2 SLS) kemudian diolah menggunakan software Statistical Analysis System (SAS) 9.1. 4.3.1. Analisis Kualitatif Analisis kualitatif atau analisis deskriptif digunakan untuk memberikan penjelasan terhadap perkembangan permintaan dan penawaran beras di Indonesia. Analisis deskriptif juga memberikan penjelasan dari hasil analisis kuantitatif. 4.3.2. Analisis Kuantitatif Analisis kuantitatif digunakan untuk menghitung seberapa besar faktorfaktor yang telah diperoleh mampu mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di Indonesia. Model permintaan dan penawaran beras dalam penelitian ini memiliki lebih dari satu persamaan (variabel endogen), sehingga digunakan sistem persamaan simultan. Metode estimasi persamaan dalam model adalah 2 SLS. Metode ini dipilih karena cukup toleran terhadap kesalahan spesifikasi model dan kesalahan spesifikasi satu persamaan tidak ditransfer ke persamaan lain. Selain itu, metode 2 SLS lebih efisien dibandingkan OLS, cocok digunakan pada contoh yang jumlahnya sedikit, konsisten serta dapat menghindari estimasi yang bias (Supranto, 2004). 4.4.
Perumusan Model Setiap analisis suatu sistem ekonomi didasarkan atas suatu struktur logis
yang kemudian dikenal sebagai model. Model menggambarkan perilaku dalam sistem dan merupakan kerangka dalam analisis. Model disusun dalam bentuk
31
persamaan-persamaan sehingga mampu menggambarkan perilaku ekonomi dan variabel-variabel yang berhubungan. Jadi, model dapat didefinisikan sebagai abstraksi atau penyederhanaan dari realitas (Juanda, 2008). Model ekonometrika adalah suatu ukuran ekonomi atau didefinisikan sebagai analisis kuantitatif dari fenomena ekonomi yang sebenarnya (aktual) yang didasarkan pada pengembangan dari teori dan pengamatan, dihubungkan dengan metode inferensi yang sesuai (Gujarati, 1978). Model Ekonometrika dalam penelitian disebut model permintaan dan penawaran beras di Indonesia. Model tersebut terdiri atas 7 persamaan struktural dan 3 persamaan identitas yang disajikan pada Lampiran 12. Penjelasan hasil perumusan model yaitu sebagai berikut. 4.4.1. Luas Areal Panen Padi Luas areal panen padi diestimasi sebagai fungsi dari rasio harga riil gabah tingkat petani dengan harga riil pupuk urea, harga riil jagung tingkat petani, kredit usahatani, curah hujan, dan luas areal panen padi t-1. Hubungan ini dirumuskan sebagai berikut: AREAt
= a 0 + a 1 R HGHP t + a 2 HJT PR t + a 3 KUT A t + a 4 CRA H t + a5LAREA t + ε1 ............................................................ (4.1)
Keterangan: AREAt = Luas areal panen padi tahun ke-t (Ha) RHGHPt = Rasio harga riil gabah tingkat petani dengan harga riil pupuk urea tahun ke-t HJTPRt = Harga riil jagung tingkat petani tahun ke-t (Rp/Kg) KUTAt = Kredit usahatani tahun ke-t (Rp) CRAHt = Curah hujan tahun ke-t (mm/th) LAREAt = Luas areal panen padi tahun ke-t-1 (Ha) a0 = Intersep ai = Koefisien regresi (i = 1,2,3...) ε1 = error Tanda parameter estimasi yang diharapkan adalah a1, a3, a4 > 0; a2 < 0 dan 0 < a5 < 1 32
4.4.2. Produktivitas Padi Produktivitas padi dipengaruhi oleh harga riil gabah tingkat petani t-1, harga riil pupuk urea, tren waktu, kredit usahatani, dan produktivitas padi t-1. Persamaan tersebut dirumuskan sebagai berikut: PRDVt
= b 0 + b 1 LHGTPR t + b 2 HPUKR t + b 3 TREN t + b 4 KUTA t + b5LPRDVt + ε2 ........................................................... (4.2)
Keterangan: PRDVt = Produktivitas padi tahun ke-t (ton/Ha) LHGTPRt = Harga riil gabah tingkat petani tahun ke-t-1 (Rp/Kg) HPUKRt = Harga riil pupuk urea tahun ke-t (Rp/Kg) TRENt = Tren waktu KUTAt = Kredit usahatani tahun ke-t (Rp) LPRDVt = Produktivitas padi tahun ke-t-1 (ton/Ha) ε2 = error Tanda parameter estimasi yang diharapkan adalah b1, b3, b4 > 0; b2 < 0 dan 0 < b5 < 1 4.4.3. Harga Riil Gabah Tingkat Petani Harga riil gabah tingkat petani dipengaruhi oleh harga riil pembelian pemerintah, produksi padi, dan harga riil gabah tingkat petani t-1. Harga riil gabah tingkat petani dirumuskan sebagai berikut: HGTPRt = c0 + c1HDPPRt + c2PRDPt + c3LHGTPRt + ε3 ................. (4.3) Keterangan: HGTPRt = Harga riil gabah tingkat petani tahun ke-t (Rp/Kg) HDPPRt = Harga riil pembelian pemerintah tahun ke-t (Rp/Kg) PRDPt = Produksi padi tahun ke-t (ton) LHGTPRt = Harga riil gabah tingkat petani tahun ke-t-1 (Rp/Kg) ε3 = error Tanda parameter estimasi yang diharapkan adalah c1 > 0; c2 < 0 dan 0 < c3 < 1 4.4.4. Jumlah Impor Beras Jumlah impor beras dipengaruhi oleh harga riil beras impor Indonesia, produksi beras, jumlah penduduk, stok beras t-1, dan jumlah impor beras t-1. Jumlah impor beras dirumuskan sebagai berikut:
33
IMPRt
= d 0 + d 1 HI M PR t + d 2 PR DB t + d 3 J PD K t + d 4 L ST O K t + d5LIMPR t + ε4 ............................................................ (4.4)
Keterangan: IMPRt HIMPRt PRDBt JPDKt LSTOKt LIMPRt ε4
= Jumlah impor beras tahun ke-t (ton) = Harga riil beras impor Indonesia tahun ke-t (Rp/Kg) = Produksi beras tahun ke-t (ton) = Jumlah penduduk tahun ke-t (juta jiwa) = Stok beras tahun ke-t-1 (ton) = Jumlah impor beras tahun ke-t-1 (ton) = error
Tanda parameter estimasi yang diharapkan adalah d3 > 0; d1, d2, d4 < 0 dan 0 < d5 < 1 4.4.5. Permintaan Beras Berdasarkan teori ekonomi, permintaan terhadap suatu barang dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri, harga barang lain yang berkompetisi (substitusi) dalam hal ini adalah jagung, selera, pendapatan, dan jumlah penduduk. Persamaan permintaan beras untuk konsumsi secara nasional dirumuskan sebagai berikut: QDBRt
= e 0 + e 1 HBINR t + e 2 LHJTPR t + e 3 INCKR t + e 4 JPDK t + e5 LQDBR t + ε5 .......................................................... (4.5)
Keterangan: QDBRt HBINRt LHJTPRt INCKRt JPDKt LQDBRt ε5
= Permintaan beras tahun ke-t (ton) = Harga riil beras Indonesia tahun ke-t (Rp/Kg) = Harga riil jagung tingkat petani tahun ke-t-1 (Rp/Kg) = Pendapatan riil per kapita tahun ke-t (Rp) = Jumlah penduduk tahun ke-t (Juta jiwa) = Permintaan beras tahun ke-t-1 (ton) = error
Tanda parameter estimasi yang diharapkan adalah e2, e3, e4 > 0; e1 < 0 dan 0 < e5 < 1 4.4.6. Harga Riil Beras Indonesia Harga riil beras Indonesia dipengaruhi oleh penawaran beras, harga riil pembelian pemerintah, dan harga riil beras Indonesia t-1. Persamaan harga riil beras Indonesia dirumuskan sebagai berikut: HBINRt = f0 + f1QSBRt + f2HDPPRt + f3LHBINRt + ε6 .................... (4.6)
34
Keterangan: HBINRt QSBRt HDPPRt LHBINRt ε6
= Harga riil beras Indonesia tahun ke-t (Rp/Kg) = Penawaran beras tahun ke-t (Kg) = Harga riil pembelian pemerintah tahun ke-t (Rp/Kg) = Harga riil beras Indonesia tahun ke-t-1 (Rp/Kg) = error
Tanda parameter estimasi yang diharapkan adalah f2 > 0; f1 < 0 dan 0 < f3 < 1 4.4.7. Harga Riil Beras Impor Indonesia Harga riil beras impor Indonesia dipengaruhi oleh harga riil beras dunia, tarif impor beras t-1, dan harga riil beras impor Indonesia. Persamaan ini dirumuskan sebagai berikut: HIMPRt = g0 + g1HBRDRt + g2LTRIFt + g3LHIMPRt + ε7 ............... (4.7) Keterangan: HIMPRt = Harga riil beras impor Indonesia tahun ke-t (Rp/Kg) HBRDRt = Harga riil beras dunia tahun ke-t (US$/Kg) LTRIFt = Tarif impor beras tahun ke-t-1 (Rp/Kg) LHIMPRt = Harga riil beras impor Indonesia tahun ke-t-1 (Rp/Kg) ε7 = error Tanda parameter estimasi yang diharapkan adalah g1, g2 > 0 dan 0 < g3 < 1 4.4.8. Produksi Padi Jumlah produksi padi merupakan perkalian antara luas areal panen padi dengan produktivitas padi. Persamaan produksi padi dirumuskan sebagai berikut: PRDPt
= AREAt * PRDVt .............................................................. (4.8)
Keterangan: PRDPt AREAt PRDVt
= Produksi padi tahun ke-t (ton) = Luas areal panen padi tahun ke-t (Ha) = Produktivitas padi tahun ke-t (ton/Ha)
4.4.9. Produksi Beras Jumlah produksi beras Indonesia diperoleh dari hasil perkalian antara produksi padi dengan faktor konversi atau tingkat rendemen pengolahan padi
35
menjadi beras. Berdasarkan hal tersebut, produksi beras Indonesia dapat dirumuskan sebagai berikut: PRDBt
= PRDPt * FKt .................................................................. (4.9)
Keterangan: PRDBt PRDPt FKt
= Produksi beras tahun ke-t (ton) = Produksi padi tahun ke-t (ton) = Faktor konversi (0.63)
4.4.10. Penawaran Beras Penawaran beras merupakan persamaan identitas dari penjumlahan produksi beras, jumlah impor beras, dan stok beras serta dikurangi dengan stok beras t-1. Persamaannya sebagai berikut: QSBRt
= PRDBt + IMPRt + LSTOKt - STOKt ............................... (4.10)
Keterangan: QSBRt PRDBt IMPRt STOKt LSTOKt 4.5.
= Penawaran beras tahun ke-t (ton) = Produksi beras tahun ke-t (ton) = Jumlah impor beras tahun ke-t (ton) = Stok beras tahun ke-t (ton) = Stok beras tahun ke-t-1 (ton)
Identifikasi Model Identifikasi model ditentukan atas dasar order condition sebagai syarat
keharusan dan rank condition sebagai syarat kecukupan. Menurut Koutsoyiannis (1977), rumusan identifikasi model persamaan struktural berdasarkan order condition ditentukan oleh: (K - M) ≥ (G - I) .............................................................................. (4.11) Keterangan: K = Total variabel dalam model, yaitu endogenous variables dan predetermined variables M = Jumlah variabel endogen dan eksogen yang termasuk dalam suatu persamaan tertentu dalam model G = Total persamaan dalam model, yaitu jumlah variabel endogen dalam model
36
Menurut Supranto (2004) predetermined variable merupakan variabel yang nilainya harus ditentukan terlebih dahulu (predetermined) kemudian berdasarkan persamaan yang ada, nilai variabel endogen dapat diperkirakan atau dihitung. Predetermined variable terdiri atas current exogenous variable, lagged exogenous variable, dan lagged endogenous variable. Jika suatu persamaan dalam model menunjukkan kondisi sebagai berikut: 1. (K - M) ≥ (G - 1) : maka persamaan dinyatakan teridentifikasi secara berlebih (over identified) 2. (K - M) = (G - 1) : maka persamaan dinyatakan teridentifikasi secara tepat (exactly identified) 3. (K - M) < (G - 1) : maka persamaan dinyatakan tidak teridentifikasi (unidentified) Hasil identifikasi untuk setiap persamaan struktural haruslah exactly identified atau over identified untuk dapat menduga parameter-parameternya. Kendati suatu persamaan memenuhi order condition, mungkin saja persamaan itu tidak teridentifikasi. Karena itu, dalam proses identifikasi diperlukan suatu syarat perlu sekaligus cukup. Hal itu dituangkan dalam rank condition untuk identifikasi yang menyatakan, bahwa dalam suatu persamaan teridentifikasi jika dan hanya jika dimungkinkan untuk membentuk minimal satu determinan bukan nol pada order (G-1) dari parameter struktural peubah yang tidak termasuk dalam persamaan tersebut. Atau dengan kata lain kondisi rank ditentukan oleh determinan turunan persamaan struktural yang nilainya tidak sama dengan nol (Koutsoyiannis, 1977). 4.6.
Estimasi Model Menurut Koutsoyiannis (1977) bahwa hasil identifikasi untuk setiap
persamaan struktural haruslah over identified atau exactly identified agar dapat mengestimasi parameter-parameternya. Berdasarkan ketentuan kriteria identifikasi
37
model, maka semua persamaan struktural yang disusun dalam penelitian ini bersifat
teridentifikasi
secara
berlebih
(over
menggunakan metode estimasi model yaitu
identified).
Penelitian
ini
2 SLS, dengan beberapa
pertimbangan, yaitu penerapan 2 SLS menghasilkan taksiran yang konsisten, lebih sederhana dan lebih mudah (Gujarati, 1978). 4.6.1. Uji Statistik-F Uji statistik-F adalah persamaan yang digunakan untuk mengetahui dan menguji apakah variabel eksogen secara bersama-sama berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel endogen (Koutsoyiannis, 1977). Hipotesis: H0 H1
: β1 = β2 ….. = βi = 0 : minimal ada satu βi ≠ 0
Nilai peluang uji statistik-F < taraf α = 5% : tolak H0 Keterangan: Tolak H0 berarti variabel eksogen secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel endogen. 4.6.2. Uji Statistik-t Uji statistik-t adalah persamaan yang digunakan untuk menguji apakah masing-masing variabel eksogen berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel endogen (Koutsoyiannis, 1977). Hipotesis: H0 H1
: βi = 0 : βi ≠ 0
Nilai peluang uji statistik-t < taraf α = 5% : tolak H0 Keterangan: Tolak H0 berarti suatu variabel eksogen berpengaruh nyata terhadap variabel endogen.
38
4.6.3. Uji Statistik Durbin-h Menurut Pindyck dan Rubinfeld (1981), pengujian uji statistik durbin-h dilakukan untuk mengetahui apakah dalam setiap persamaan terdapat serial korelasi (autokorelasi) atau tidak, sebagai berikut: ............................................................ (4.12) Keterangan: h d n var β
= Angka statistik durbin-h = Nilai durbin-watson = Jumlah observasi = Varian koefisien regresi untuk lagged dependent variable
Ditetapkan taraf α = 5%, jika -1.96 ≤ h ≤ 1.96, maka dalam persamaan tidak mempunyai masalah serial korelasi. 4.7.
Validasi Model Menurut Pindyck dan Rubinfeld (1981), uji validasi dilakukan agar model
dapat diketahui apakah cukup valid untuk membuat suatu simulasi alternatif rekomendasi kebijakan yang bertujuan menganalisis sejauhmana model tersebut dapat mewakili dunia nyata. Kriteria statistik yang digunakan untuk validasi nilai estimasi model ekonometrika adalah Root Means Squares Percent Error (RMSPE), Theil’s Inequality Coefficient (U), dan R-Square (R2). Kriteria-kriteria tersebut dirumuskan seperti pada persamaan (4.13) dan (4.14):
………………………………………… (4.13)
………………………………………. (4.14)
39
Keterangan: Yts Yta n
= Nilai hasil simulasi dasar dari variabel observasi = Nilai aktual variabel observasi = Jumlah periode observasi
Statistik RMSPE digunakan untuk mengukur seberapa jauh nilai-nilai variabel endogen hasil estimasi model dapat menyimpang dari alur nilai-nilai aktualnya dalam ukuran relatif (persen), atau seberapa dekat nilai estimasi itu mengikuti perkembangan nilai aktualnya. Jika nilai-nilai ringkasan statistik mendekati nol, maka simulasi model mengikuti nilai-nilai aktualnya. Berdasarkan hal tersebut, nilai statistik U-Theil dapat digunakan sebagai ukuran validasi model. Nilai statistik U-Theil selalu bernilai antara 0 dan 1. Jika U = 0, maka model secara historis adalah sempurna. Jika U = 1, maka performance model adalah naif (Sitepu dan Sinaga, 2006). Koefisien determinasi (R2) bermanfaat untuk melihat sejauh mana keragaman yang dapat diterangkan oleh variabel eksogen terhadap variabel endogen, semakin besar R2 maka model semakin baik. Nilai R2 terletak antara 0 < R2 < 1. Jika R2 = 1 berarti 100 persen total variasi variabel eksogen yang dapat diterangkan oleh variabel-variabel endogen. Oleh karena itu, semakin besar nilai R2 mendekati nilai 1 maka hasil persamaan yang diperoleh akan semakin baik. 4.8.
Simulasi Model Setelah model diestimasi, langkah selanjutnya adalah menguji keakuratan
model atau validasi model dengan simulasi. Proses simulasi dilakukan untuk mempelajari dampak yang terjadi jika terdapat perubahan pada variabel eksogen dan variabel endogen dalam model. Setelah menguji keakuratan model (validasi model) dan jika itu telah sesuai dengan kriteria statistik yang ditentukan, maka selanjutnya dapat dilakukan studi tentang kebijakan dan melakukan beberapa 40
skenario kebijakan. Beberapa variabel yang digunakan dalam skenario simulasi adalah harga riil gabah tingkat petani, harga riil pembelian pemerintah, harga riil pupuk urea, luas areal panen padi, jumlah penduduk, curah hujan, dan tarif impor beras. Pemilihan variabel-variabel tersebut
dan persentase perubahannya
didasarkan pada fenomena yang terjadi dengan tren waktu 7 tahun dari tahun 2002 sampai tahun 2008. Adapun tren kenaikan jumlah penduduk diperoleh dari hasil regresi logaritmik antara ln jumlah penduduk (ln JPDK) dengan ln indeks tahun (ln t), sehingga diperoleh pesamaan ln JPDK = 5.34 + 0.04 ln t. Angka 0.04 digunakan sebagai nilai persentase perubahan jumlah penduduk. Selain itu, pemilihan variabel juga ditentukan berdasarkan signifikansi variabel tersebut pada suatu persamaan. Jadi, skenario simulasi yang akan diterapkan adalah: 1.
Kenaikan harga riil gabah tingkat petani sebesar 9 persen.
2.
Kenaikan harga riil pembelian pemerintah sebesar 8 persen.
3.
Kenaikan harga riil pupuk urea sebesar 4 persen.
4.
Penurunan luas areal panen padi sebesar 1 persen.
5.
Kenaikan jumlah penduduk sebesar 0.04 persen.
6.
Kenaikan curah hujan sebesar 10 persen.
7.
Penurunan tarif impor beras sebesar 0.8 persen.
4.9. 1.
Definisi Operasional Padi atau gabah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gabah kering giling (GKG).
2.
Beras adalah hasil proses gilingan dari buliran padi atau gabah.
41
3.
Produksi padi adalah jumlah total produksi padi yang dihasilkan dari seluruh wilayah pertanian di Indonesia yang dinyatakan dalam satuan ton.
4.
Produksi beras adalah jumlah total produksi beras yang dihasilkan dari seluruh wilayah pertanian di Indonesia, dinyatakan dalam satuan ton.
5.
Produktivitas padi merupakan hasil bagi antara produksi padi dengan luas areal panen tanaman padi di Indonesia, dinyatakan dalam satuan ton per hektar.
6.
Permintaan beras adalah jumlah beras yang diminta atau dikonsumsi untuk keperluan pangan oleh seluruh penduduk Indonesia, dinyatakan dalam satuan ton.
7.
Penawaran beras adalah jumlah beras yang ditawarkan atau disediakan untuk keperluan pangan seluruh penduduk Indonesia, dinyatakan dalam satuan ton.
8.
Harga riil gabah tingkat petani adalah harga gabah yang terdapat di tingkat petani setelah dideflasi dengan indeks harga konsumen (IHK) Indonesia, dinyatakan dengan satuan rupiah per kilogram.
9.
Harga riil beras Indonesia adalah harga besar eceran di tingkat konsumen setelah dideflasi dengan indeks harga konsumen (IHK) Indonesia, dinyatakan dengan satuan rupiah per kilogram.
10. Harga riil jagung tingkat petani merupakan harga jagung tingkat petani setelah dideflasi dengan indeks harga konsumen (IHK) Indonesia, dinyatakan dengan satuan rupiah per kilogram. 11. Harga riil pupuk urea adalah harga faktor produksi yang diwakili oleh harga pupuk urea yang merupakan pupuk utama dalam produksi padi, yang telah
42
dideflasi dengan indeks harga konsumen (IHK) Indonesia, dinyatakan dengan satuan rupiah per kilogram. 12. Harga riil pembelian pemerintah merupakan harga pembelian terhadap gabah kering giling dan harga pembelian terhadap beras setelah dideflasi dengan indeks harga konsumen (IHK) Indonesia, dinyatakan dengan satuan rupiah per kilogram. 13. Harga riil beras impor Indonesia merupakan harga beras impor setelah dideflasi dengan indeks harga konsumen (IHK) Indonesia, dinyatakan dengan satuan rupiah per kilogram. 14. Harga riil beras dunia merupakan harga beras dunia setelah dideflasi dengan indeks harga konsumen (IHK) Indonesia, dinyatakan dengan satuan rupiah per kilogram. 15. Luas areal panen padi adalah luas seluruh areal produktif atau panen tanaman padi di Indonesia dinyatakan dalam satuan hektar. 16. Kredit usahatani adalah sejumlah uang yang disediakan oleh pemerintah melalui bank untuk dipinjamkan kepada petani, dinyatakan dalam satuan rupiah. 17. Curah hujan adalah curah hujan yang ada di wilayah Indonesia, dinyatakan dalam satuan mm per tahun. 18. Jumlah impor beras adalah jumlah total beras yang diimpor dari negara lain, dinyatakan dalam satuan ton. 19. Tarif impor beras dinyatakan dengan satuan rupiah per kilogram.
43
20. Pendapatan riil per kapita adalah produk domestik bruto setelah dideflasi dengan indeks harga konsumen (IHK) Indonesia, dinyatakan dalam satuan rupiah. 21. Jumlah penduduk Indonesia adalah banyaknya populasi, dinyatakan dalam satuan jiwa. 22. Stok beras merupakan jumlah beras yang disimpan sebagai cadangan beras pemerintah yang dikelola oleh Bulog, dinyatakan dalam satuan ton. 23. Tren waktu merupakan variabel yang mewakili teknologi yang berlaku, terdiri dari tahun 1971-2008.
44
V. HASIL DAN PEMBAHASAN Bab hasil dan pembahasan berisi mengenai hasil perhitungan yang telah dilakukan. Pembahasan meliputi penyajian hasil identifikasi model, hasil estimasi model, dan hasil simulasi model. Hasil simulasi model tersebut divalidasi kemudian dilakukan simulasi historis terhadap beberapa variabel endogen dan eksogen untuk mengetahui dampak yang terjadi. Sesuai dengan tujuan penelitian, maka hasil dari perhitungan ini dapat dijadikan dasar dalam menentukan alternatif kebijakan untuk meningkatkan produksi beras di Indonesia. 5.1.
Hasil Identifikasi Model Model yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah model linier
persamaan simultan. Proses perumusan dilakukan dalam beberapa langkah. Langkah pertama yang dilakukan yaitu spesifikasi model bertujuan membuat model terbaik sesuai dengan permasalahan yang diangkat. Langkah selanjutnya, identifikasi pada beberapa persamaan untuk melihat apakah over identified, exactly identified ataukah unidentified. Metode estimasi untuk pengujian model ada beberapa macam, diantaranya metode kuadrat terkecil (OLS), metode kuadrat terkecil tidak langsung (ILS = Indirect Least Squares), metode kuadrat terkecil dua tahap (2 SLS), dan metode kuadrat terkecil tiga tahap (3 SLS = Three Stage Least Squares). Umumnya metode OLS tidak sesuai untuk menaksir persamaan tunggal dalam hubungan model persamaan simultan, walaupun OLS dapat diterapkan untuk menaksir parameter dari dua persamaan secara individual. Metode OLS hanya digunakan sebagai standar atau norma perbandingan. Selain itu, metode OLS hanya cocok untuk persamaan yang exactly identified (Gujarati, 1978).
45
Tabel 7. Hasil Identifikasi Model dari Masing-Masing Persamaan Persamaan AREA PRDV HGTPR IMPR QDBR HBINR HIMPR
K 30 30 30 30 30 30 30
M 6 6 4 6 6 4 4
G 10 10 10 10 10 10 10
(K-M) 24 24 26 24 24 26 26
(G-1) 9 9 9 9 9 9 9
Keterangan Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified
Sumber: Data (diolah), 2010 Penelitian ini terdiri dari variabel endogen dan variabel eksogen. Dimana variabel endogen mencakup 10 variabel, yaitu AREA, PRDV, HGTPR, IMPR, QDBR, HBINR, HIMPR, PRDP, PRDB, dan QSBR. Sedangkan, variabel eksogen mencakup 10 current variable dan 3 lagged variable. Current variable, yaitu RHGHP, HJTPR, KUTA, CRAH, HPUKR, TREN, HDPPR, JPDK, INCKR, HBRDR dan lagged variable, yaitu LSTOK, LHJTPR, LTRIF. Disamping itu, terdapat 7 lagged variable endogenous, yaitu LAREA, LPRDV, LHGTPR, LIMPR, LQDBR, LHBINR, dan LHIMPR. Setelah dilakukan identifikasi yang dapat dilihat pada Tabel 7, model dinyatakan over identified sehingga metode ILS tidak dapat digunakan karena metode tersebut memiliki dua kelemahan. Pertama, tidak memberikan standard error bagi parameter struktural yang dihitung berdasarkan parameter dari bentuk sederhana (parameters of reduced form). Kedua, tidak dapat digunakan untuk menghitung perkiraan parameter struktural yang unik dan konsisten bagi suatu persamaan yang over identified dalam suatu model atau sistem persamaan simultan (Supranto, 2004). Metode estimasi untuk pengujian model selanjutnya adalah metode 3 SLS. Metode 3 SLS lebih cocok digunakan dalam estimasi model karena metode ini umumnya memberikan hasil estimasi yang konsisten dan secara asimtotik lebih
46
efisien. Namun, metode 3 SLS menuntut spesifikasi model yang akurat karena model tersebut sangat peka terhadap kesalahan spesifikasi dan memerlukan data yang besar (Koutsoyiannis, 1977). Metode 2 SLS sangat ekonomis untuk memecahkan suatu model dengan banyak persamaan dan dapat diterapkan bagi setiap persamaan dalam suatu model tanpa memberikan pengaruh yang jelek pada persamaan lain dalam model. Selain itu, metode 2 SLS mudah sekali penerapannya, yaitu membuat regresi bagi setiap variabel endogen terhadap seluruh variabel eksogen atau predetermined variable dalam model, kemudian mengganti variabel endogen asli dengan variabel endogen perkiraan, hasil regresi. Walaupun metode 2 SLS khusus dirancang untuk persamaan yang over identified, tetapi juga dapat diterapkan untuk persamaan yang exactly identified (Supranto, 2004). Berdasarkan penjelasan di atas, metode 2 SLS dipilih untuk pengujian model karena cukup toleran terhadap kesalahan spesifikasi model dan kesalahan spesifikasi satu persamaan tidak ditransfer ke persamaan lain. Selain itu, metode 2 SLS lebih efisien dibandingkan OLS, cocok digunakan pada contoh yang jumlahnya sedikit, konsisten serta dapat menghindari estimasi yang bias (Supranto, 2004). 5.2.
Hasil Estimasi Model Secara umum berdasarkan hasil estimasi model dalam setiap persamaan
yang tersaji dalam Lampiran 3 sampai Lampiran 9 dapat ditunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R2) dari masing-masing persamaan berkisar antara 0.28 sampai 0.99. Berdasarkan nilai tersebut, keragaman masing-masing variabel endogen dapat dijelaskan dengan baik oleh variabel-variabel eksogen yang
47
dimasukkan dalam masing-masing persamaan struktural. Variabel-variabel eksogen secara bersama-sama dapat menjelaskan keragaman variabel endogen sebagaimana ditunjukkan dengan nilai peluang uji statistik-F yang lebih rendah dari taraf α = 5%, berkisar antara 0.0001 sampai 0.0083. Disamping itu, setiap persamaan struktural dalam model mempunyai tanda parameter estimasi sesuai dengan harapan dari sudut pandang ekonomi. Nilai peluang uji statistik-t digunakan untuk menguji apakah masingmasing variabel eksogen berpengaruh nyata terhadap variabel endogennya. Nilai peluang uji statistik-t menunjukkan bahwa ada beberapa variabel eksogen yang tidak berpengaruh nyata (tidak signifikan) terhadap variabel endogennya pada taraf α = 20%. Berdasarkan uji statistik durbin-h, dari 7 persamaan struktural terdapat 3 persamaan yang mempunyai masalah serial korelasi, yaitu produktivitas padi (PRDV), harga riil gabah tingkat petani (HGTPR), dan harga riil beras impor Indonesia (HIMPR). Hal ini dikarenakan nilai D h yang dimiliki masing-masing persamaan sebesar -3.14, 5.83, dan -1.97 sedangkan 2 persamaan tidak mempunyai masalah serial korelasi, yaitu luas areal panen padi (AREA) dan jumlah impor beras (IMPR) dengan nilai D h masing-masing sebesar -1.82 dan 0.78. Dua persamaan lainnya yaitu permintaan beras (QDBR) dan harga riil beras Indonesia (HBINR) tidak terdeteksi serial korelasinya karena hasil kali antara jumlah contoh observasi dengan ragam variabel bedakala nilainya lebih besar dari satu. Menurut Pindyck dan Rubinfeld (1981), masalah serial korelasi hanya mengurangi efisiensi estimasi parameter dan serial korelasi tidak menimbulkan
48
bias parameter regresi, maka hasil dalam estimasi model dalam penelitian ini dapat dinyatakan cukup representatif dalam menggambarkan fenomena ekonomi beras di Indonesia. Penjelasan lebih rinci dari masing-masing persamaan disajikan dalam pembahasan berikut ini. 5.2.1. Luas Areal Panen Padi Hasil estimasi persamaan luas areal panen padi secara lengkap disajikan pada Lampiran 3. Adapun secara ringkas, hasil estimasinya terlihat pada persamaan (5.1) sebagai berikut: AREAt
= – 147.763 + 75.680RHGHP t – 0.209HJTPR t + 0.006KUTA t + 0.240CRAHt + 0.968LAREA t ..................................... (5.1)
R-Square = 95.25%, nilai peluang uji-F = 0.0001, dan Dh = -1.82 Variabel yang secara nyata mempengaruhi luas areal panen padi pada taraf α = 5% adalah luas areal panen padi t-1 (LAREA) sedangkan curah hujan berpengaruh nyata pada taraf α = 10%. Adapun rasio harga riil gabah tingkat petani dengan harga riil pupuk urea, harga riil jagung tingkat petani, dan kredit usahatani tidak berpengaruh nyata terhadap luas areal panen padi. Tidak nyatanya pengaruh variabel rasio harga riil gabah tingkat petani dengan harga riil pupuk urea, harga riil jagung tingkat petani, dan kredit usahatani terhadap luas areal panen padi menunjukkan bahwa perubahan variabel harga riil gabah tingkat petani, harga riil pupuk urea, harga riil jagung tingkat petani, dan kredit usahatani hanya menyebabkan perubahan yang kecil dibandingkan jika yang berubah variabel eksogen yang pengaruhnya signifikan. Variabel rasio harga riil gabah tingkat petani dengan harga riil pupuk urea berpengaruh positif terhadap luas areal panen padi. Hal ini berarti jika terjadi kenaikan harga riil gabah tingkat petani, maka luas areal panen padi akan 49
bertambah, ceteris paribus. Hal tersebut menunjukkan bahwa kenaikan harga riil gabah tingkat petani akan menstimulus petani untuk memperluas lahan garapannya, sehingga luas areal panen padi akan bertambah. Sebaliknya jika harga riil gabah tingkat petani menurun, maka petani tidak mempunyai insentif atau gairah untuk menanam padi. Harga riil pupuk urea naik (harga gabah tetap) sehingga rasio harga riil gabah tingkat petani dengan harga riil pupuk urea menjadi turun. Hal ini menyebabkan petani mengurangi jumlah pembelian pupuk urea sehingga luas areal panen padi akan semakin menurun. Oleh karena itu, intervensi pemerintah sangat diperlukan dalam menentukan harga riil pupuk urea melalui kebijakan subsidi pupuk. Variabel harga riil jagung tingkat petani sebagai komoditi kompetitif padi berpengaruh negatif terhadap luas areal panen padi sebesar 0.209. Hal ini berarti jika harga riil jagung tingkat petani naik sebesar satu rupiah per kilogram, maka kemungkinan petani beralih menanam jagung, sehingga luas areal panen padi akan berkurang sebesar 0.209 hektar. Sebaliknya, jika harga riil jagung tingkat petani turun sebesar satu rupiah per kilogram, maka petani akan banyak yang menanam padi sehingga luas areal panen padi akan bertambah sebesar 0.209 hektar, ceteris paribus. Harga riil jagung tingkat petani terhadap luas areal panen padi diketahui tidak berpengaruh nyata. Hal ini sesuai dengan kondisi di lapangan bahwa meskipun terjadi peningkatan harga riil jagung, maka petani tidak mudah secara langsung akan beralih menanam jagung karena harus melakukan persiapan lahan dari yang semula ditanam padi menjadi jagung ataupun sebaliknya.
50
Faktor lain yang memberikan insentif bagi petani dalam pelaksanaan usahatani padinya yaitu kredit usahatani. Hasil estimasi model menunjukkan kredit usahatani berpengaruh positif sebesar 0.006. Oleh karena itu, jika terjadi peningkatan kredit usahatani sebesar satu rupiah maka luas areal panen padi akan bertambah sebesar 0.006 hektar, ceteris paribus. Kredit usahatani diketahui tidak berpengaruh nyata terhadap luas areal panen padi. Hal ini terjadi karena umumnya petani Indonesia sulit mendapat pinjaman dari bank untuk mendapatkan modal usahataninya sehingga cenderung lebih memilih meminjam uang kepada keluarganya sendiri atau kepada tengkulak. Faktor-faktor teknis budidaya seperti curah hujan berpengaruh nyata terhadap luas areal panen padi. Hasil estimasi model menunjukkan parameter estimasi variabel curah hujan berpengaruh positif sebesar 0.240. Hal ini berarti jika curah hujan naik sebesar satu mm per tahun maka ketersediaan air bagi tanaman padi akan meningkat sehingga luas areal panen padi bertambah sebesar 0.240 hektar. Sedangkan jika curah hujan turun sebesar satu mm per tahun, maka luas areal panen padi berkurang sebesar 0.240 hektar, ceteris paribus. Rata-rata curah hujan yang sesuai agar tanaman padi tumbuh dengan baik adalah 200 mm per bulan atau 1,500–2,000 mm per tahun1. Hal ini berarti peningkatan curah hujan yang dapat meningkatkan luas areal panen padi harus berada dalam kisaran 1,500–2,000 mm per tahun. Adapun penurunan curah hujan yang dapat menurunkan luas areal panen padi, yaitu jika curah hujan lebih rendah dari 1,500–2,000 mm per tahun.
1
http//www.ristek.go.id/ diakses tanggal 23 Januari 2011
51
Variabel luas areal panen padi t-1 berpengaruh nyata terhadap luas areal panen padi. Hal ini berarti luas areal panen padi lamban dalam merespon perubahan ekonomi karena variabel dirinya sendirilah yang mempengaruhi adanya perubahan tersebut. Besarnya luas areal panen padi pada tahun sebelumnya mempengaruhi besarnya luas areal panen padi yang digunakan pada tahun sekarang. 5.2.2. Produktivitas Padi Hasil estimasi persamaan produktivitas padi secara lengkap disajikan pada Lampiran 4. Adapun secara ringkas, hasil estimasinya terlihat pada persamaan (5.2) sebagai berikut: PRDVt
= 0.294107 + 0.000063LHGTPRt – 0.000130HPUKRt+ 0.003366TRENt + 0.000002KUTA t + 0.925215LPRDVt ........................ (5.2)
R-Square = 98.92%, nilai peluang uji-F = 0.0001, dan Dh = -3.14 Variabel yang secara nyata mempengaruhi produktivitas padi pada taraf α = 5% adalah harga riil pupuk urea dan produktivitas padi t-1 (LPRDV) sedangkan harga riil gabah tingkat petani t-1 (LHGTPR), tren waktu, dan kredit usahatani tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi. Tidak nyatanya pengaruh variabel harga riil gabah tingkat petani t-1, tren waktu, dan kredit usahatani terhadap produktivitas padi menunjukkan bahwa perubahan variabel harga riil gabah tingkat petani t-1, tren waktu, dan kredit usahatani hanya menyebabkan perubahan yang kecil dibandingkan jika yang berubah variabel eksogen yang pengaruhnya signifikan. Variabel harga riil gabah tingkat petani t-1 berpengaruh positif terhadap produktivitas padi sebesar 0.000063. Hal ini berarti jika terjadi kenaikan harga riil
52
gabah tingkat petani t-1 sebesar satu rupiah per kilogram, maka produktivitas padi akan bertambah sebesar 0.000063 ton per hektar, ceteris paribus. Variabel harga riil pupuk urea berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi. Hasil estimasi model menunjukkan parameter estimasi variabel harga riil pupuk urea berpengaruh negatif sebesar 0.000130. Hal ini berarti jika harga riil pupuk urea naik sebesar satu rupiah per kilogram, maka produktivitas padi akan berkurang sebesar 0.000130 ton per hektar. Jika harga riil pupuk urea turun satu rupiah per kilogram, maka produktivitas padi akan bertambah sebesar 0.000130 ton per hektar, ceteris paribus. Naik atau turunnya harga riil pupuk urea bergantung pada kebijakan pemerintah. Hal ini berkaitan dengan kemampuan petani untuk membeli pupuk. Jika pemerintah memberikan subsidi pupuk atau jika subsidi pupuk dinaikkan, maka harga riil pupuk urea bisa lebih murah sehingga produktivitas padi akan bertambah. Namun, jika pemerintah mengurangi bahkan mencabut subsidi pupuk, maka harga riil pupuk urea akan menjadi mahal. Oleh karena itu, petani akan mengurangi
jumlah
pembelian
pupuk
yang
menyebabkan
menurunnya
penggunaan pupuk urea sehingga produktivitas padi akan berkurang. Adapun parameter estimasi tren waktu yang dihasilkan sebesar 0.003366. Hal ini berarti terdapat pengaruh positif perkembangan teknologi yang diwakili oleh variabel tren waktu. Hasil estimasi model menunjukkan variabel kredit usahatani berpengaruh positif terhadap produktivitas padi. Parameter estimasi variabel kredit usahatani sebesar 0.000002. Jika kredit usahatani naik sebesar satu rupiah maka produktivitas padi akan bertambah sebesar 0.000002 ton per hektar dan jika kredit
53
usahatani turun satu rupiah maka produktivitas padi akan berkurang sebesar 0.000001743 ton per hektar, ceteris paribus. Variabel produktivitas padi t-1 berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi. Hal ini berarti produktivitas padi lamban dalam merespon perubahan ekonomi karena variabel dirinya sendirilah yang mempengaruhi adanya perubahan tersebut. Besarnya produktivitas padi pada tahun sebelumnya mempengaruhi besarnya produktivitas padi yang dihasilkan pada tahun sekarang. 5.2.3. Harga Riil Gabah Tingkat Petani Hasil estimasi persamaan harga riil gabah tingkat petani secara lengkap disajikan pada Lampiran 5. Adapun secara ringkas, hasil estimasinya terlihat pada persamaan (5.3) sebagai berikut: HGTPRt = 1052.998 + 0.634HDPPRt – 0.021PRDPt + 0.335LHGTPRt ..... (5.3) R-Square = 85.37%, nilai peluang uji-F = 0.0001, dan Dh = 5.83 Semua variabel eksogen secara nyata mempengaruhi harga riil gabah tingkat petani pada taraf α = 5%. Variabel harga riil pembelian pemerintah berpengaruh positif terhadap harga riil gabah tingkat petani sebesar 0.634. Hal ini berarti jika harga riil pembelian pemerintah naik sebesar satu rupiah per kilogram, maka harga riil gabah tingkat petani naik sebesar 0.634 rupiah per kilogram. Jika harga riil pembelian pemerintah turun sebesar satu rupiah per kilogram, maka harga riil gabah tingkat petani turun sebesar 0.634 rupiah per kilogram, ceteris paribus. Selain secara nyata mempengaruhi harga riil beras Indonesia, variabel harga riil pembelian pemerintah juga mempunyai nilai besaran parameter paling tinggi. Hal ini berarti kebijakan harga riil pembelian pemerintah sangat besar
54
pengaruhnya terhadap harga riil gabah tingkat petani. Jika pemerintah menaikkan harga riil pembelian pemerintah, maka harga riil gabah tingkat petani juga akan naik sehingga pendapatan petani akan bertambah. Variabel produksi padi berpengaruh negatif terhadap harga riil gabah tingkat petani sebesar 0.021. Hal ini berarti jika produksi padi naik sebesar satu ton, maka harga riil gabah tingkat petani akan turun sebesar 0.021 rupiah per kilogram. Sedangkan jika produksi padi turun sebesar satu ton, maka harga riil gabah tingkat petani akan naik sebesar 0.021 rupiah per kilogram, ceteris paribus. Produksi padi secara nyata mempengaruhi harga riil gabah tingkat petani. Hal ini berarti perubahan produksi padi memiliki pengaruh cukup besar terhadap harga riil gabah tingkat petani. Jika produksi padi berlebih, maka padi tersebut bisa dibeli oleh pemerintah untuk disimpan agar petani tidak merugi ketika produksi padi meningkat yang umum terjadi saat musim panen tiba. Sedangkan jika produksi padi menurun, maka padi yang telah disimpan tersebut bisa disalurkan kepada masyarakat. Variabel harga riil gabah tingkat petani t-1 (LHGTPR) berpengaruh nyata terhadap harga riil gabah tingkat petani. Hal ini berarti harga riil gabah tingkat petani lamban dalam merespon perubahan ekonomi karena variabel dirinya sendirilah yang mempengaruhi adanya perubahan tersebut. Besarnya harga riil gabah tingkat petani pada tahun sebelumnya mempengaruhi besarnya harga riil gabah tingkat petani yang berlaku pada tahun sekarang.
55
5.2.4. Jumlah Impor Beras Hasil estimasi persamaan jumlah impor beras secara lengkap disajikan pada Lampiran 6. Adapun secara ringkas, hasil estimasinya terlihat pada persamaan (5.4) sebagai berikut: IMPRt
= – 2661.550 – 0.134HIMPR t – 0.284PRDB t + 64.767JPDKt – 0.386LSTOK t + 0.362LIMPR t .................................. (5.4)
R-Square = 38.10%, nilai peluang uji-F = 0.0083, dan Dh = 0.78 Variabel yang secara nyata mempengaruhi jumlah impor beras pada taraf α = 5% adalah jumlah impor beras t-1 (LIMPR). Adapun produksi beras, jumlah penduduk, dan stok beras t-1 (LSTOK) berpengaruh nyata pada taraf α = 10% sedangkan harga riil beras impor Indonesia tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah impor beras. Tidak nyatanya pengaruh variabel harga riil beras impor Indonesia terhadap jumlah impor beras menunjukkan bahwa perubahan variabel harga riil beras impor Indonesia hanya menyebabkan perubahan yang kecil dibandingkan jika yang berubah variabel eksogen yang pengaruhnya signifikan. Variabel harga riil beras impor Indonesia berpengaruh negatif terhadap jumlah impor beras sebesar 0.134. Hal ini berarti jika terjadi kenaikan harga riil beras impor Indonesia sebesar satu rupiah per kilogram, maka jumlah impor beras berkurang sebesar 0.134 ton, ceteris paribus. Variabel produksi beras berpengaruh nyata terhadap jumlah impor beras. Hasil estimasi model menunjukkan parameter estimasi variabel produksi beras berpengaruh negatif sebesar 0.284. Hal ini berarti jika produksi beras naik sebesar satu ton, maka jumlah impor beras akan berkurang sebesar 0.284 ton. Sedangkan jika produksi beras turun sebesar satu ton, maka jumlah impor beras akan bertambah sebesar 0.284 ton, ceteris paribus.
56
Hal ini menunjukkan adanya perubahan pada produksi beras sangat besar pengaruhnya terhadap jumlah impor beras. Oleh karena itu, dapat diketahui jika Indonesia ingin mengurangi jumlah impor beras yang masuk ke dalam negeri, maka pemerintah harus berupaya memberikan dorongan supaya petani mau meningkatkan produksi berasnya sehingga ketergantungan terhadap beras impor berkurang. Ketika produksi beras berlebih, maka pemerintah bisa menyimpannya sebagai cadangan atau stok beras dalam negeri sedangkan ketika produksi beras menurun, maka beras yang sudah disimpan bisa disalurkan kepada masyarakat melalui operasi pasar. Hasil estimasi model menunjukkan variabel jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap jumlah impor beras. Parameter estimasi variabel jumlah penduduk sebesar 64.767. Semakin banyak jumlah penduduk, semakin besar jumlah impor beras. Hal ini berarti jika jumlah penduduk naik satu juta jiwa, maka jumlah impor beras akan bertambah sebesar 64.767 ton. Sedangkan jika jumlah penduduk turun satu juta jiwa, maka jumlah impor beras akan berkurang sebesar 64.767 ton, ceteris paribus. Variabel jumlah penduduk berpengaruh nyata terhadap jumlah impor beras. Hal ini berarti bahwa dampak dari peningkatan atau penurunan jumlah penduduk sangat besar terhadap jumlah impor beras. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu kebijakan pemerintah yang efektif bagaimana supaya tingkat pertumbuhan penduduk bisa diatur. Jika jumlah penduduk terus meningkat maka konsumsi beras akan semakin tinggi sehingga menyebabkan jumlah impor beras semakin besar.
57
Variabel stok beras t-1 berpengaruh nyata terhadap jumlah impor beras. Hasil estimasi model menunjukkan parameter estimasi variabel stok beras t-1 berpengaruh negatif sebesar 0.386. Variabel ini menggambarkan besarnya stok beras yang dimiliki Bulog pada tahun sebelumnya. Hal ini berarti jika stok beras t-1 naik sebesar satu ton, maka jumlah impor beras akan turun sebesar 0.386 ton. Sedangkan jika stok beras t-1 turun sebesar satu ton, maka jumlah impor beras akan naik sebesar 0.386 ton. Besarnya stok beras pada tahun sebelumnya mempengaruhi besarnya jumlah impor yang diimpor pada tahun sekarang. Variabel jumlah impor beras t-1 berpengaruh nyata terhadap jumlah impor beras. Hal ini berarti jumlah impor beras lamban dalam merespon perubahan ekonomi karena variabel dirinya sendirilah yang mempengaruhi adanya perubahan tersebut. Besarnya jumlah impor beras pada tahun sebelumnya mempengaruhi besarnya jumlah impor beras yang dihasilkan pada tahun sekarang. 5.2.5. Permintaan Beras Hasil estimasi persamaan permintaan beras secara lengkap disajikan pada Lampiran 7. Adapun secara ringkas, hasil estimasinya terlihat pada persamaan (5.5) sebagai berikut: QDBRt
= – 10519.900000 – 1.637520HBINR t + 0.872939LHJTPR t + 0.000242INCKRt + 187.495200JPDKt + 0.146603LQDBRt ........ (5.5)
R-Square = 98.21%, nilai peluang uji-F = 0.0001, dan Dh = tidak ada Variabel yang secara nyata mempengaruhi permintaan beras pada taraf α = 5% adalah jumlah penduduk dan harga riil beras Indonesia. Adapun harga riil jagung tingkat petani t-1 (LHJTPR), pendapatan riil per kapita, dan permintaan beras t-1 (LQDBR) tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan beras. Tidak nyatanya pengaruh variabel harga riil jagung tingkat petani t-1, pendapatan riil per
58
kapita, dan permintaan beras t-1 terhadap permintaan beras menunjukkan bahwa perubahan variabel harga riil jagung tingkat petani t-1, pendapatan riil per kapita, dan permintaan beras t-1 hanya menyebabkan perubahan yang kecil dibandingkan jika yang berubah variabel eksogen yang pengaruhnya signifikan. Variabel harga riil beras Indonesia berpengaruh nyata terhadap permintaan beras. Hasil estimasi model menunjukkan parameter estimasi variabel harga riil beras Indonesia berpengaruh negatif sebesar 1.63752. Hal ini berarti jika harga riil beras Indonesia naik sebesar satu rupiah per kilogram, maka permintaan beras akan berkurang sebesar 1.63752 ton. Sedangkan jika harga riil beras Indonesia turun sebesar satu rupiah per kilogram, maka permintaan beras akan bertambah sebesar 1.63752 ton, ceteris paribus. Perubahan pada harga riil beras memberikan pengaruh yang besar terhadap jumlah beras yang diminta. Hal ini terkait dengan kemampuan masyarakat untuk membeli beras. Kondisi saat ini beras masih menjadi komoditi pilihan sebagai bahan pangan utama. Namun, yang terjadi di lapangan dengan naiknya harga beras tidak menyebabkan masyarakat beralih mengkonsumsi bahan pangan lain sehingga mereka menjadi kelaparan karena terbiasa mengkonsumsi nasi. Variabel harga riil jagung tingkat petani t-1 berpengaruh positif terhadap permintaan beras dengan nilai sebesar 0.872939. Hal ini berarti jika terjadi kenaikan harga riil jagung tingkat petani t-1 sebesar satu rupiah per kilogram, maka permintaan beras akan bertambah sebesar 0.872939 ton, ceteris paribus. Hasil estimasi model menunjukkan variabel pendapatan riil per kapita berpengaruh positif terhadap permintaan beras. Parameter estimasi variabel pendapatan riil per kapita sebesar 0.000242. Nilai tersebut menunjukkan bahwa
59
semakin tinggi pendapatan riil per kapita, maka permintaan beras akan semakin meningkat. Jika pendapatan riil per kapita naik satu rupiah, maka permintaan beras akan bertambah sebesar 0.000242 ton, ceteris paribus. Hal ini berarti beras merupakan barang normal. Variabel jumlah penduduk berpengaruh nyata terhadap permintaan beras. Hasil estimasi model menunjukkan parameter estimasi variabel jumlah penduduk berpengaruh positif sebesar 187.4952. Hal ini berarti jika jumlah penduduk naik satu juta jiwa, maka permintaan beras akan bertambah sebesar 187.4952 ton. Sedangkan jika jumlah penduduk turun satu juta jiwa, maka permintaan beras akan berkurang sebesar 187.4952 ton, ceteris paribus. Perubahan pada variabel jumlah penduduk memberikan pengaruh sangat besar terhadap permintaan beras karena pada saat ini sebagian besar penduduk Indonesia mengkonsumsi beras sebagai bahan pangan utama. Variabel permintaan beras t-1 berpengaruh nyata terhadap permintaan beras. Hal ini berarti permintaan beras lamban dalam merespon perubahan ekonomi karena variabel dirinya sendirilah yang mempengaruhi adanya perubahan tersebut. Besarnya permintaan beras pada tahun sebelumnya mempengaruhi besarnya permintaan beras pada tahun sekarang. 5.2.6. Harga Riil Beras Indonesia Hasil estimasi persamaan harga riil beras Indonesia secara lengkap disajikan pada Lampiran 8. Adapun secara ringkas, hasil estimasinya terlihat pada persamaan (5.6) sebagai berikut: HBINRt = 294.839 – 0.009QSBRt + 1.693HDPPRt + 0.111LHBINRt ................ (5.6) R-Square = 93.13%, nilai peluang uji-F = 0.0001, dan Dh = tidak ada
60
Variabel yang secara nyata mempengaruhi harga riil beras Indonesia pada taraf α = 5% adalah harga riil pembelian pemerintah. Adapun penawaran beras dan harga riil beras Indonesia t-1 (LHBINR) tidak berpengaruh nyata terhadap harga riil beras Indonesia. Oleh karena itu, pengaruh variabel penawaran beras dan harga riil beras Indonesia t-1 terhadap luas areal panen padi menunjukkan bahwa perubahan variabel penawaran beras dan harga riil beras Indonesia t-1 hanya menyebabkan perubahan yang kecil dibandingkan jika yang berubah variabel eksogen yang pengaruhnya signifikan. Variabel penawaran beras berpengaruh negatif terhadap harga riil beras Indonesia. Parameter estimasi variabel penawaran beras sebesar 0.00923. Nilai tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi penawaran beras, maka harga riil beras Indonesia akan semakin turun. Jika penawaran beras naik satu ton, maka harga riil beras Indonesia akan turun sebesar 0.00923 rupiah per kilogram. Sedangkan jika penawaran beras turun satu ton, maka harga riil beras Indonesia akan naik sebesar 0.00923 rupiah per kilogram, ceteris paribus. Variabel harga riil pembelian pemerintah berpengaruh nyata terhadap harga riil beras Indonesia. Hasil estimasi model menunjukkan parameter estimasi variabel harga rill pembelian pemerintah berpengaruh positif sebesar 1.692716. Hal ini berarti jika harga riil pembelian pemerintah naik sebesar satu rupiah per kilogram, maka harga riil beras Indonesia akan naik sebesar 1.692716 rupiah per kilogram. Sedangkan, jika harga riil pembelian pemerintah turun sebesar satu rupiah per kilogram, maka harga riil beras Indonesia akan turun sebesar 1.692716 per kilogram, ceteris paribus. Hal tersebut menunjukkan bahwa jika pemerintah mengeluarkan kebijakan menaikkan harga riil pembelian pemerintah, maka harga
61
riil beras Indonesia juga akan meningkat sehingga pendapatan petani akan bertambah. Variabel harga riil beras Indonesia t-1 tidak berpengaruh nyata terhadap harga riil beras Indonesia. Hal ini berarti harga riil beras Indonesia cepat dalam merespon perubahan ekonomi. 5.2.7. Harga Riil Beras Impor Indonesia Hasil estimasi persamaan harga riil beras impor Indonesia secara lengkap disajikan pada Lampiran 9. Adapun secara ringkas, hasil estimasinya terlihat pada persamaan (5.7) sebagai berikut: HIMPRt = – 4 4. 82 3 5 + 0. 5 35 9 4 3 HB R DR t + 0. 6 726 5 9 L T R I F t + 0.496565LHIMPRt ...................................................... (5.7) R-Square = 90.27%, nilai peluang uji-F = 0.0001, dan Dh = -1.97 Variabel yang secara nyata mempengaruhi harga riil beras impor Indonesia ada dua variabel, yaitu harga riil beras dunia dan harga riil beras impor Indonesia t-1 (LHIMPR) pada taraf α = 5%. Adapun tarif impor beras t-1 (LTRIF) tidak berpengaruh nyata terhadap harga riil beras impor Indonesia. Tidak nyatanya pengaruh variabel tarif impor beras t-1 terhadap harga riil beras impor Indonesia menunjukkan bahwa perubahan variabel tarif impor beras t-1 hanya menyebabkan perubahan yang kecil dibandingkan jika yang berubah variabel eksogen yang pengaruhnya signifikan. Variabel harga riil beras dunia berpengaruh nyata terhadap harga riil beras impor Indonesia. Hasil estimasi model menunjukkan parameter estimasi variabel harga riil beras dunia berpengaruh positif sebesar 0.535943. Nilai tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi harga riil beras dunia, maka harga riil beras impor Indonesia akan semakin naik. Hal ini berarti jika harga riil beras dunia naik
62
satu dollar per kilogram, maka harga riil beras impor Indonesia akan naik sebesar 0.535943 rupiah per kilogram. Sedangkan jika harga riil beras dunia turun satu dollar per kilogram, maka harga riil beras impor Indonesia akan turun sebesar 0.535943 rupiah per kilogram, ceteris paribus. Ketika harga riil beras impor lebih murah dibandingkan dengan harga riil beras Indonesia, maka akan banyak beras yang diselundupkan ke Indonesia. Variabel tarif impor beras t-1 berpengaruh positif terhadap harga riil beras impor Indonesia dengan nilai sebesar 0.672659. Hal ini berarti jika terjadi kenaikan tarif impor beras t-1 sebesar satu rupiah per kilogram, maka harga riil beras impor Indonesia akan naik sebesar 0.672659 ton. Sedangkan jika terjadi penurunan tarif impor beras t-1 sebesar satu rupiah per kilogram, maka harga riil beras impor Indonesia akan turun sebesar 0.672659 ton, ceteris paribus. Variabel harga riil beras impor Indonesia t-1 berpengaruh nyata terhadap harga riil beras impor Indonesia. Hal ini berarti harga riil beras impor Indonesia lamban dalam merespon perubahan ekonomi karena variabel dirinya sendirilah yang mempengaruhi adanya perubahan tersebut. Besarnya harga riil beras impor Indonesia pada tahun sebelumnya mempengaruhi besarnya harga riil beras impor Indonesia yang berlaku pada tahun sekarang. 5.3.
Dampak Simulasi Kebijakan Pemerintah dan Perubahan Faktor Lain terhadap Pendapatan Petani Padi di Indonesia Kebijakan pemerintah dan faktor lain difokuskan pada kebijakan harga riil
gabah tingkat petani, harga riil pembelian pemerintah, harga riil pupuk urea, luas areal panen padi, jumlah penduduk, curah hujan, dan tarif impor beras. Berikut ini dipaparkan hasil dari validasi model dan simulasi historis yang diolah dalam penelitian.
63
5.3.1. Validasi Model Salah satu tujuan penelitian dengan menggunakan model ekonometrika, yaitu pengambilan keputusan yang menyangkut masa mendatang. Melalui teknik simulasi dapat dianalisis dampak yang terjadi akibat pemilihan berbagai alternatif kebijakan. Oleh karena itu, model yang digunakan perlu divalidasi apakah daya ramal yang dimilikinya cukup baik atau tidak. Hasil validasi model permintaan dan penawaran beras di Indonesia dari tahun 1971 sampai tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa rata-rata nilai statistik U-Theil sebesar 0.075. Hal ini berarti nilai statistik U-Theil mendekati nilai ideal yaitu nol, nilai ini mengindikasikan bahwa simulasi model mengikuti data aktualnya dengan baik. Tabel 8. Hasil Validasi Model Perberasan di Indonesia Tahun 1971-2008 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Persamaan AREA PRDV HGTPR IMPR QDBR HBINR HIMPR PRDP PRDB QSBR
RMSPE 3.9823 3.3553 23.9484 405.7 4.4346 12.0215 369.1 3.6860 3.6860 9.2698
R 0.97 0.99 0.90 0.49 0.98 0.96 0.95 1.00 1.00 0.98
UM 0.31 0.13 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 0.05 0.05 0.57
UR 0.08 0.05 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.26 0.26 0.08
UD 0.61 0.82 1.00 0.99 1.00 1.00 1.00 0.69 0.69 0.35
US 0.14 0.09 0.06 0.31 0.00 0.02 0.04 0.30 0.30 0.05
UC 0.55 0.78 0.94 0.68 1.00 0.97 0.96 0.65 0.65 0.39
U 0.02 0.02 0.09 0.34 0.02 0.07 0.12 0.01 0.01 0.05
Sumber: Data (diolah), 2010 5.3.2. Simulasi Historis Variabel yang disimulasikan pada penelitian ini, yaitu kenaikan harga riil gabah tingkat petani sebesar 9 persen, kenaikan harga riil pembelian pemerintah sebesar 8 persen, kenaikan harga riil pupuk urea 4 persen, penurunan luas areal panen padi sebesar 1 persen, kenaikan jumlah penduduk sebesar 0.04 persen, kenaikan curah hujan sebesar 10 persen, dan penurunan tarif impor beras sebesar 0.8 persen. Tujuan dari ketujuh simulasi di atas, yaitu untuk mengetahui
64
bagaimana dampak perubahan kebijakan pemerintah dan faktor lain terhadap pendapatan petani padi di Indonesia. Hasil simulasi model perberasan di Indonesia tahun 1971 sampai tahun 2008 disajikan pada Tabel 9 berikut ini. Tabel 9. Hasil Simulasi Model Perberasan di Indonesia Tahun 1971-2008 No.
Persamaan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
AREA PRDV HGTPR IMPR QDBR HBINR HIMPR PRDP PRDB QSBR
Nilai Dasar 10,548.4 3.8688 1,132.5 942.3 24,488.9 1,810.5 1,776.4 41,583.8 26,197.8 28,872.9
I 0 1.71 9.00 -20.28 0.02 -0.14 0 1.66 1.66 0.84
II 0 0.70 5.29 -8.53 -1.09 7.77 0 0.72 0.72 0.37
Perubahan (%) IV V 0 -1.00 0 -0.73 0.54 0 0.85 2.73 0 8.85 28.44 0.75 -0.01 -0.03 0.06 0.06 0.19 -0.01 0 0 0 -0.74 -2.28 0 -0.74 -2.28 0 -0.38 -1.14 0.61
III
VI 7.13 -0.98 -7.42 -76.92 0.08 -0.55 0 6.40 6.40 3.30
VII 0 0 0 0.03 0 0 -0.06 0 0 0.00069
Keterangan: I : Harga riil gabah tingkat petani naik 9 persen II : Harga riil pembelian pemerintah naik 8 persen III : Harga riil pupuk urea naik 4 persen IV : Luas areal panen padi turun 1 persen V : Jumlah penduduk naik 0.04 persen VI : Curah hujan naik 10 persen VII : Tarif impor beras turun 0.8 persen
Sumber : Data (diolah), 2010 5.3.2.1. Kenaikan Harga Riil Gabah Tingkat Petani Sebesar 9 Persen Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa jika harga riil gabah tingkat petani dinaikkan sebesar 9 persen akan mendorong petani untuk meningkatkan produktivitas padi sebesar 1.71 persen sehingga produksi padi/beras dan penawaran beras meningkat masing-masing sebesar 1.66 persen dan 0.84 persen. Adapun permintaan beras hanya meningkat sebesar 0.02 persen sehingga jumlah impor beras dan harga riil beras Indonesia menurun masing-masing sebesar 20.28 persen dan 0.14 persen. Besarnya persentase peningkatan produksi beras sama dengan produksi padi karena produksi beras merupakan hasil perkalian antara produksi padi dengan faktor konversi atau tingkat rendemen pengolahan padi menjadi beras. Dampak kenaikan harga riil gabah tingkat petani menyebabkan peningkatan paling besar pada produktivitas padi dan penurunan paling besar pada 65
jumlah impor beras. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah sebaiknya tetap menerapkan kebijakan subsidi pupuk untuk meningkatkan produktivitas padi sehingga dapat menurunkan jumlah impor beras. 5.3.2.2. Kenaikan Harga Riil Pembelian Pemerintah Sebesar 8 Persen Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa jika harga riil pembelian pemerintah dinaikkan sebesar 8 persen, akan mendorong petani untuk meningkatkan produktivitas padi sebesar 0.70 persen sehingga produksi padi/beras dan penawaran beras juga mengalami kenaikan masing-masing sebesar 0.72 persen dan 0.37 persen. Oleh karena itu, jumlah impor beras mengalami penurunan sebesar 8.53 persen yang juga disebabkan penurunan permintaan beras sebesar 1.09 persen. Adanya kenaikan harga riil pembelian pemerintah akan meningkatkan harga riil gabah tingkat petani dan harga riil beras Indonesia masing-masing sebesar 5.29 persen dan 7.77 persen. Dampak kenaikan harga riil pembelian pemerintah menyebabkan peningkatan paling besar pada harga riil beras Indonesia dan penurunan paling besar pada jumlah impor beras. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah sebaiknya meningkatkan harga pembeliannya agar harga riil beras Indonesia naik sebagai upaya mensejahterakan petani sehingga dapat mengurangi jumlah impor beras. 5.3.2.3. Kenaikan Harga Riil Pupuk Urea Sebesar 4 Persen Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa jika harga riil pupuk urea dinaikkan sebesar 4 persen. Kenaikan harga riil pupuk urea menyebabkan petani mengurangi penggunaannya sehingga berdampak pada produktivitas padi akan menurun sebesar 0.73 persen. Hal tersebut juga menyebabkan penurunan produksi padi/beras dan penawaran beras masing-masing sebesar 0.74 persen dan 0.36
66
persen sehingga harga riil gabah tingkat petani, harga riil beras Indonesia, dan jumlah impor beras mengalami peningkatan masing-masing sebesar 0.85 persen, 0.06 persen, dan 8.85 persen. Peningkatan harga riil beras Indonesia menyebabkan permintaan beras mengalami penurunan sebesar 0.01 persen. Dampak kenaikan harga riil pupuk urea menyebabkan peningkatan paling besar pada jumlah impor beras dan penurunan paling besar pada produksi padi/beras. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah masih perlu memberikan subsidi pupuk kepada petani seperti pada tahun 2008, yaitu sebesar Rp 2.5 triliun2 karena dengan penurunan atau bahkan penghapusan subsidi, maka harga pupuk akan semakin mahal yang membuat produksi padi/beras semakin menurun dan akibatnya jumlah impor beras akan semakin meningkat. 5.3.2.4. Penurunan Luas Areal Panen Padi Sebesar 1 Persen Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa jika luas areal panen padi diturunkan sebesar 1 persen dapat menyebabkan produksi padi/beras dan penawaran beras menurun masing-masing sebesar 2.28 persen dan 1.14 persen. Sedangkan produktivitas padi, harga riil gabah tingkat petani, jumlah impor beras, dan harga riil beras Indonesia meningkat berturut-turut sebesar 0.54 persen, 2,73 persen, 28.44 persen, dan 0.19 persen. Adapun permintaan beras mengalami perubahan yang sangat kecil, yaitu sebesar 0.03 persen. Dampak penurunan luas areal panen padi menyebabkan peningkatan paling besar pada jumlah impor beras dan penurunan paling besar pada produksi padi/beras. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah perlu mewaspadai dengan semakin meluasnya konversi luas areal panen padi akibat alih fungsi lahan 2
http://www.tempointeraktif.com/ diakses tanggal 12 Maret 2011
67
pertanian akan berdampak pada peningkatan jumlah impor beras dan penurunan produksi padi/beras. 5.3.2.5. Kenaikan Jumlah Penduduk Sebesar 0.04 Persen Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa jika jumlah penduduk meningkat sebesar 0.04 persen, akan terjadi perubahan terhadap 4 variabel, yaitu jumlah impor beras, permintaan beras, harga riil beras Indonesia, dan penawaran beras. Harga riil beras Indonesia mengalami penurunan sebesar 0.01 persen sedangkan jumlah impor beras dan permintaan beras mengalami peningkatan masing-masing sebesar 0.75 persen dan 0.06 persen. Penawaran beras domestik juga meningkat sebesar 0.61 persen karena terjadi peningkatan jumlah impor beras. Dampak kenaikan jumlah penduduk menyebabkan peningkatan paling besar pada jumlah impor beras dan penurunan pada harga riil beras Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa jika setiap tahun jumlah penduduk terus meningkat, maka jumlah impor beras akan semakin besar karena sebagian besar masyarakat mengkonsumsi beras sebagai bahan pangan utama sehingga kebutuhan beras domestik semakin tinggi. Oleh karena itu, diperlukan suatu kebijakan pemerintah yang efektif dalam pengaturan jumlah penduduk. 5.3.2.6. Kenaikan Curah Hujan Sebesar 10 Persen Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa jika curah hujan meningkat sebesar 10 persen, akan meningkatkan luas areal panen padi, produksi padi/beras, permintaan beras dan penawaran beras masing-masing sebesar 7.13 persen, 6.40 persen, 0.08 persen, dan 3.30 persen. Adapun produktivitas padi, harga riil gabah tingkat petani, jumlah impor beras, dan harga riil beras Indonesia mengalami
68
penurunan masing-masing sebesar 0.98 persen, 7.42 persen, 76.92 persen, dan 0.55 persen. Dampak kenaikan curah hujan menyebabkan peningkatan paling besar pada luas areal panen padi dan penurunan paling besar pada jumlah impor beras. Hal ini menunjukkan bahwa curah hujan sangat berpengaruh pada luas areal panen padi. Jika curah hujan meningkat, maka luas areal panen padi juga akan meningkat sehingga produksi padi akan mengalami peningkatan. Sedangkan jika curah hujan menurun, maka luas areal panen padi juga akan menurun sehingga produksi padi akan mengalami penurunan. 5.3.2.7. Penurunan Tarif Impor Beras Sebesar 0.8 Persen Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa jika tarif impor diturunkan sebesar 0,8 persen, akan menyebabkan jumlah impor beras naik sebesar 0.03 persen sedangkan penawaran beras domestik meningkat sebesar 0.00069 persen. Adapun harga riil beras impor Indonesia mengalami penurunan sebesar 0.06 persen. Dampak penurunan tarif impor beras menyebabkan peningkatan paling besar pada jumlah impor beras (tahun 2008 tarif impor beras diketahui sebesar Rp 450 per kilogram). Hal ini menunjukkan jika tarif impor beras diturunkan maka jumlah impor beras yang masuk ke Indonesia akan semakin meningkat akibatnya harga riil beras Indonesia semakin menurun. Penurunan harga riil beras Indonesia merugikan petani karena pendapatan petani akan berkurang. Disisi lain jika harga riil beras impor Indonesia menurun, maka harga riil beras Indonesia tidak akan mampu bersaing dengan beras impor sehingga memungkinkan adanya penyelundupan beras.
69
5.4.
Penentuan Alternatif Kebijakan untuk Peningkatan Produksi Beras di Indonesia Berdasarkan hasil analisis dari ketujuh simulasi di atas, diperoleh
kebijakan paling layak untuk disarankan kepada pemerintah Indonesia sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai melalui program pencapaian target pemenuhan beras dari kemampuan produksi sendiri (swasembada), yaitu kebijakan kenaikan harga riil pembelian pemerintah. Kebijakan ini terbukti mampu mendorong peningkatan produksi padi/beras yang cukup besar melalui peningkatan harga riil gabah tingkat petani dan harga riil beras Indonesia. Pilihan alternatif kebijakan yang dipilih disesuaikan dengan kondisi perberasan di Indonesia. Jika harga riil gabah tingkat petani dan harga riil beras Indonesia mengalami peningkatan, maka diharapkan pendapatan petani padi bisa bertambah sehingga kesejahteraan dapat dirasakan oleh petani.
70
VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1.
Simpulan Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis yang telah dilakukan, dapat
ditarik simpulan: 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi model permintaan dan penawaran beras di Indonesia sebagai berikut: a. Permintaan beras secara nyata dipengaruhi oleh harga riil beras Indonesia, jumlah penduduk, dan permintaan beras tahun sebelumnya. b. Penawaran beras dipengaruhi oleh produksi beras, jumlah impor beras, stok beras, dan stok beras tahun sebelumnya. c. Harga riil gabah tingkat petani secara nyata dipengaruhi oleh harga riil pembelian pemerintah, produksi padi, dan harga riil gabah tingkat petani tahun sebelumnya. d. Harga riil beras Indonesia secara nyata dipengaruhi oleh harga riil pembelian pemerintah. e. Produktivitas padi secara nyata dipengaruhi oleh harga riil pupuk urea dan produktivitas padi tahun sebelumnya. f. Jumlah impor beras secara nyata dipengaruhi oleh produksi beras, jumlah penduduk, stok beras tahun sebelumnya, dan jumlah impor beras tahun sebelumnya. 2. Alternatif kebijakan bagi pemerintah agar produksi beras meningkat, yaitu penetapan harga pembelian pemerintah, penurunan harga pupuk urea, dan penyimpanan kelebihan produksi beras.
71
6.2.
Saran Beberapa alternatif kebijakan pemerintah yang disarankan terkait
penelitian ini sebagai berikut: 1. Pemerintah sebaiknya tetap menerapkan kebijakan subsidi pupuk untuk meningkatkan produktivitas padi. 2. Pemerintah sebaiknya meningkatkan harga pembelian terhadap gabah agar harga gabah pada tingkat petani meningkat, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani padi. Sebagai upaya mensejahterakan petani yang telah mengolah gabahnya menjadi beras, maka pemerintah sebaiknya juga meningkatkan harga pembeliannya terhadap beras. 3. Pemerintah sebaiknya mendorong peningkatan produksi beras (sehingga penawaran beras juga meningkat) agar jumlah impor beras berkurang dan permintaan beras domestik dapat dipenuhi. Peningkatan produksi beras dapat dilakukan dengan cara pengembangan program intensifikasi seperti teknik pengolahan lahan pertanian, pengaturan irigasi, pemupukan, pemberantasan hama, dan penggunaan bibit unggul. 4. Pemerintah sebaiknya terus berupaya menggalakkan program KB sebagai upaya menanggulangi tingkat pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi yang memungkinkan peningkatan jumlah impor beras. 5. Jika terjadi kelebihan produksi beras, maka beras tersebut bisa disimpan menjadi cadangan beras pemerintah agar petani tidak merugi ketika produksi beras meningkat yang umum terjadi saat musim panen tiba. Sedangkan jika produksi beras menurun (musim paceklik), maka beras yang telah disimpan bisa disalurkan kepada masyarakat melalui operasi pasar.
72
6. Pemerintah dapat menggalakkan kembali program diversifikasi konsumsi pangan (substitusi beras) sebagai upaya memenuhi kebutuhan pangan melalui pola pangan harapan.
73
DAFTAR PUSTAKA Adriana, R. 2007. Penawaran Beras Dunia dan Permintaan Impor Beras Indonesia serta Kebijakan Perberasan di Indonesia. Skripsi. Fakultas Pertanian IPB, Bogor. Ashari, dan M. Ariani. 2003. Arah, Kendala, dan Pentingnya Diversifikasi Konsumsi Pangan Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol. 21 No. 2. Desember 2003 : 99-112. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor. Badan Pusat Statistik. 2004. Laju Alih Fungsi Lahan Pertanian Tahun 2004, Jakarta. . 2009. Ketersediaan dan Konsumsi Beras (ton) di Indonesia Tahun 2005-2008, Jakarta. . 2009. Konsumsi Rata-rata Per Kapita Seminggu Beberapa Macam Bahan Makanan Penting Indonesia (rupiah) Tahun 2005, 2007, 2008, Jakarta. . 2009. Luas Areal Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi di Indonesia Tahun 2004-2008, Jakarta. Bulog. 2008. Pengadaan dan Penyaluran Beras (juta ton) Tahun 2005-2008, Jakarta. Daniel, M. 2004. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara, Jakarta. Darwanto, D. H. 2005. Ketahanan Pangan Berbasis Produksi dan Kesejahteraan Petani. Ilmu Pertanian Vol. 12 No. 2, 2005 : 152-164. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Debertin, D. L. 1986. Agricultural Production Economics. Macmillan Publishing Company, New York. Dolan, E. G. 1974. Basic Microeconomics: Principles and Reality. The Dryden Press, Illinois. Doll J. P., and F. Orazem. 1984. Production Economics: Theory with Applications 2nd ed. John Wiley and Sons, New York. Firdaus, M, L. M. Baga, dan P. Pratiwi. 2008. Swasembada Beras dari Masa ke Masa. Telaah Efektifitas Kebijakan dan Referensi Perumusan Strategi Nasional. IPB Press, Bogor.
74
Girsang, M. I. T. 2009. Penilaian Ekonomi Air Irigasi pada Usahatani Padi Sawah (Kasus Daerah Irigasi Teknis Cigamea, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, Bogor. Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Erlangga, Jakarta. Hadi, P. U., dan B. Wiryono. 2005. Dampak Kebijakan Proteksi terhadap Ekonomi Beras di Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi, Vol. 23 No. 2, Oktober 2005 : 159-175. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor. Hessie, R. 2009. Analisis Produksi dan Konsumsi Beras dalam Negeri serta Implikasinya terhadap Swasembada Beras di Indonesia. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, Bogor. Irawan, B. 2005. Konversi Lahan Sawah : Potensi Dampak, Pola Pemanfaatannya, dan Faktor Determinan. Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol. 23 No. 1. Juli 2005 : 1-18. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Juanda, B. 2008. Ekonometrika. Modul Kuliah. Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, Bogor. Kementerian Pertanian. 2008. Komposisi Energi, Protein, dan Lemak dari Berbagai Bahan Makanan (per 100 gram) Tahun 2008, Jakarta. . 2008. Produksi Padi dan Tanaman Pangan Utama Lain (000 ton) di Indonesia Tahun 2002-2008, Jakarta. Koutsoyiannis, A. 1977. Theory of Econometrics. The Macmillan Press Ltd, London. . 1979. Mo der n Microeconomics. The Macmillan Press Ltd, London. Nainggolan, K., dan A. Suprapto. 1987. Supply Response for Rice in Java : Empirical Evidence. Ekonomi dan Keuangan Indonesia, XXXV (2) : 239-264. Pindyck, R. S., dan D. L. Rubinfeld. 1981. Econometric Models and Economic Forecasts, Second Edition. Exclusive Rights by Mc. Graw-Hill Book Company, Tokyo. Pratiwi, P. 2008. Efektifitas dan Perumusan Strategi Kebijakan Beras Nasional. Skripsi. Fakultas Pertanian IPB, Bogor.
75
Saifullah, A. 2001. Peran Bulog dalam Kebijakan Perberasan Nasional. Bunga Rampai Ekonomi Beras. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta. Sitepu, R. K. 2002. Dampak Kebijakan Ekonomi dan Liberalisasi Perdagangan Terhadap Penawaran dan Permintaan Beras di Indonesia. Tesis. Program Pascasarjana IPB, Bogor. Sitepu, R. K., dan B. M. Sinaga. 2006. Aplikasi Model Ekonometrika. Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor. Solahuddin, S. 2009. Pertanian : Harapan Masa Depan Bangsa. IPB Press, Bogor. Sood, M. 1995. Penerapan Tarif Impor Berdasarkan Ketentuan GATT-WTO, AFTA dan Perundang-Undangan Indonesia, Mataram. Sumaryanto, dan T. Sudaryanto. 2005. Pemahaman Dampak Negatif Konversi Lahan Sawah Sebagai Landasan Perumusan Strategi Pengendaliannya. Dalam S. Sunito, H. Purwandari, dan D. I. Mardiyaningsih (penyunting). Prosiding Seminar Penanganan Konversi Lahan dan Pencapaian Lahan Pertanian Abadi. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Bekerja sama dengan Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan LPPM-IPB, Bogor. Sunani, N. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi dan Konsumsi Beras di Kabupaten Siak, Riau. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, Bogor. Supranto, J. 2004. Ekonometri. Ghalia Indonesia, Jakarta. Suryana, A. 2005. Kebijakan, Kendala, dan Tantangan dalam Upaya Mewujudkan Pemantapan Ketahanan Pangan Nasional Kedepan. Makalah disampaikan pada Semiloka Nasional Bidang IPTEK yang diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPP-IMM), Jakarta.
76
LAMPIRAN
77
Lampiran 1. Nama Variabel yang Digunakan dalam Model Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia
TREN IHK EXCT PRDP PRDB PRDV LPRDV QDBR LQDBR QSBR HGTP HGTPR LHGTPR HBIN HBINR LHBINR HJTP HJTPR LHJTPR HPUK HPUKR HDPP HDPPR HIMP HIMPR LHIMPR HBRD HBRDR AREA LAREA KUTA CRAH IMPR LIMPR TRIF LTRIF FK INCK INCKR JPDK STOK LSTOK RHGHP
: Trend Waktu : Indeks Harga Konsumen : Nilai Tukar Rupiah (Rp/US$) : Produksi Padi (000 ton) : Produksi Beras (000 ton) : Produktivitas Padi (ton/Ha) : Produktivitas Padi t-1 (ton/Ha) : Permintaan Beras (ton) : Permintaan Beras t-1 (ton) : Penawaran Beras (ton) : Harga Gabah Tingkat Petani (Rp/Kg) : Harga Riil Gabah Tingkat Petani (Rp/Kg) : Harga Gabah Tingkat Petani t-1 (Rp/Kg) : Harga Beras Indonesia (Rp/Kg) : Harga Riil Beras Indonesia (Rp/Kg) : Harga Beras Indonesia t-1 (Rp/Kg) : Harga Jagung Tingkat Petani (Rp/Kg) : Harga Riil Jagung Tingkat Petani (Rp/Kg) : Harga Riil Jagung Tingkat Petani t-1 (Rp/Kg) : Harga Pupuk Urea (Rp/Kg) : Harga Riil Pupuk Urea (Rp/Kg) : Harga Pembelian Pemerintah (Rp/Kg) : Harga Riil Pembelian Pemerintah (Rp/Kg) : Harga Beras Impor Indonesia (Rp/Kg) : Harga Riil Beras Impor Indonesia (Rp/Kg) : Harga Riil Beras Impor Indonesia t-1 (Rp/Kg) : Harga Beras Dunia (US$/Kg) : Harga Riil Beras Dunia (US$/Kg) : Luas Areal Panen Padi (000 Ha) : Luas Areal Panen Padi t-1 (000 Ha) : Kredit Usahatani (Rp) : Curah Hujan (mm/thn) : Jumlah Impor Beras (ton) : Jumlah Impor Beras t-1 (ton) : Tarif Impor Beras (Rp/Kg) : Tarif Impor Beras t-1 (Rp/Kg) : Faktor Konversi : Pendapatan Per Kapita (Rp) : Pendapatan Riil Per Kapita (Rp) : Jumlah Penduduk (Juta Jiwa) : Stok Beras (ton) : Stok Beras t-1 (ton) : Rasio Harga Riil Gabah Tingkat Petani dengan Harga Riil Pupuk Urea 78
Lampiran 2. Data Time Series yang Digunakan dalam Penelitian TAHUN
TREN
IHK
1971
1
2.35
1972
2
2.63
1973
3
1974
EXCT
PRDP
PRDB
PRDV
QDBR
QSBR
HGTP
HBIN
HJTP
HPUK
391.88
20,228.10
12,743.70
2.43
12,953.84
12,719.10
40.70
45.35
38.89
29.06
415.00
19,428.19
12,239.76
2.46
13,080.60
13,336.66
48.85
49.41
43.12
28.30
3.56
415.00
21,513.23
13,553.33
2.56
14,412.54
15,004.72
77.30
83.40
47.80
36.71
4
4.61
415.00
22,462.70
14,151.50
2.64
14,503.66
15,016.07
86.95
100.42
52.99
50.89
1975
5
5.09
415.00
22,342.10
14,075.52
2.63
14,416.88
14,883.20
102.42
111.00
58.75
69.61
1976
6
7.69
415.00
23,265.15
14,657.04
2.78
15,620.90
16,148.03
123.95
128.48
65.13
73.28
1977
7
8.53
415.00
23,323.19
14,693.61
2.79
16,218.47
16,746.47
128.34
132.62
62.51
71.77
1978
8
9.24
442.05
25,805.30
16,257.34
2.89
16,716.91
17,485.92
133.28
140.46
65.73
71.18
1979
9
10.73
623.06
26,322.66
16,583.27
2.99
17,996.00
18,796.70
166.37
170.31
82.72
72.72
1980
10
22.38
626.99
29,626.66
18,664.80
3.29
18,740.87
19,792.91
189.32
198.39
70.73
72.01
1981
11
25.12
631.76
32,742.62
20,627.85
3.49
19,268.87
20,616.23
212.16
226.19
96.28
72.11
1982
12
27.50
661.42
33,616.82
21,178.60
3.74
20,584.11
22,038.84
229.61
254.92
125.75
81.98
1983
13
30.75
909.26
35,275.51
22,223.57
3.85
21,899.35
23,470.69
274.69
304.24
122.69
92.66
1984
14
33.95
1,025.94
38,175.60
24,050.63
3.91
21,452.96
23,298.78
284.81
330.97
129.13
96.24
1985
15
35.56
1,110.58
39,015.03
24,579.47
3.94
22,702.19
24,642.62
288.59
322.07
132.25
100.21
1986
16
37.64
1,282.56
39,754.04
25,045.05
3.98
23,736.87
25,669.22
167.27
345.24
147.62
105.57
1987
17
41.13
1,643.85
40,087.28
25,254.99
4.04
23,858.26
25,922.07
184.73
386.86
152.83
126.93
1988
18
44.44
1,685.70
41,676.04
26,255.90
4.11
24,993.15
27,058.73
381.62
469.20
178.77
135.90
1989
19
47.28
1,770.06
44,757.63
28,197.31
4.25
24,799.56
27,329.13
475.48
496.56
197.38
169.37
1990
20
47.55
1,842.81
45,160.14
28,450.89
4.30
26,542.76
28,998.77
466.68
525.17
216.79
215.89
1991
21
57.30
1,950.30
44,724.61
28,176.50
4.35
26,431.69
28,347.49
517.47
557.84
239.01
227.08
1992
22
62.91
2,029.90
48,299.43
30,428.64
4.35
26,005.16
30,345.12
303.70
603.68
245.79
246.91
1993
23
64.24
2,087.10
48,129.32
30,374.78
4.38
28,088.33
30,845.70
284.05
592.25
266.05
263.26
79
Lampiran 2. Lanjutan TAHUN
TREN
PRDP
PRDB
PRDV
QDBR
QSBR
1994
24
IHK 66.52
EXCT 2,160.80
46,598.38
29,402.54
4.35
28,549.21
31,129.59
HGTP 352.83
HBIN 660.37
HJIN 302.57
HPUK 292.90
1995
25
72.85
2,248.60
49,697.44
31,347.93
4.35
28,398.69
31,845.01
419.81
776.38
342.42
318.60
1996
26
78.55
2,383.00
51,048.90
32,217.07
4.42
30,196.43
34,023.13
432.75
880.00
393.39
376.04
1997
27
83.79
4,650.00
49,339.09
31,120.36
4.43
29,012.11
32,240.64
498.27
1,064.03
443.67
443.88
1998
28
88.87
8,025.00
49,236.69
31,016.27
4.20
27,932.84
33,147.49
933.01
2,099.71
727.47
572.56
1999
29
96.34
7,100.00
50,866.39
32,031.48
4.25
28,189.18
37,649.38
1,159.43
2,665.58
987.11
1,088.40
2000
30
100.00
9,595.00
51,898.85
32,698.96
4.40
29,378.69
34,250.55
964.72
2,424.22
952.34
1,352.81
2001
31
80.64
10,265.67
50,460.78
31,805.55
4.39
29,016.00
32,213.73
1,141.22
2,537.09
1,136.81
1,334.29
2002
32
84.45
9,261.17
51,489.69
32,471.55
4.47
29,665.00
33,944.05
1,255.46
2,826.06
1,212.09
1,400.32
2003
33
88.27
8,571.17
52,137.60
32,756.73
4.54
31,123.49
33,818.01
1,249.33
2,785.85
1,255.19
1,596.87
2004
34
113.20
9,030.42
54,088.47
34,102.08
4.54
33,621.32
34,242.27
1,258.31
2,850.96
1,528.39
1,626.77
2005
35
125.10
9,750.58
54,151.10
34,085.84
4.57
34,301.57
34,380.54
1,567.67
3,631.77
1,668.30
1,758.06
2006
36
141.50
9,141.25
54,454.95
34,305.58
4.62
30,995.19
34,460.17
2,127.82
4,651.47
2,221.00
1,865.46
2007
37
150.60
9,142.42
57,157.44
36,007.43
4.71
30,618.67
35,147.01
2,315.59
5,438.96
2,605.00
1,200.00
2008
38
109.80
9,772.17
60,325.93
37,977.08
4.89
31,799.02
35,925.98
2,417.00
5,791.71
3,122.00
1,200.00
80
Lampiran 2. Lanjutan TAHUN
HDPP
HIMP
HBRD
AREA
KUTA
CRAH
IMPR
TRIF
FK
INCK
JPDK
STOK
1971
20.90
237.15
94.00
8324.32
9.82
2,700.67
506.00
0
0.63
93,972
119.21
530.60
1972
20.90
211.09
104.00
7897.64
15.33
1,801.01
734.30
0
0.63
102,826
125.64
168.00
1973
25.60
204.85
146.00
8403.60
36.49
3,481.67
1,862.69
0
0.63
114,457
128.80
579.30
1974
41.80
330.50
459.20
8508.60
53.10
2,988.96
1,132.07
0
0.63
123,193
132.00
846.80
1975
58.50
471.96
312.90
8495.10
72.29
2,862.47
691.78
0
0.63
129,327
135.67
730.90
1976
68.50
345.90
222.50
8368.76
71.31
1,880.36
1,301.19
0
0.63
128,395
133.53
541.10
1977
71.00
343.58
237.30
8359.57
62.08
2,177.42
1,973.36
0
0.63
150,344
136.63
461.60
1978
75.00
321.19
335.30
8929.17
60.28
2,602.52
1,841.58
0
0.63
162,132
139.80
1,074.60
1979
85.00
310.25
308.50
8803.56
49.50
2,207.81
1,922.03
0
0.63
172,275
143.04
783.20
1980
105.00
343.20
395.10
9005.07
50.12
2,498.49
2,011.71
0
0.63
189,295
147.49
1,666.80
1981
120.00
383.42
417.30
9381.84
62.50
2,232.72
538.28
0
0.63
204,300
151.31
2,216.70
1982
135.00
333.11
250.90
8988.46
59.35
1,926.97
309.64
0
0.63
208,889
154.66
1,666.10
1983
145.00
328.56
246.61
9162.47
23.49
1,962.23
1,168.82
0
0.63
217,648
158.08
1,587.80
1984
165.00
318.73
235.23
9763.58
5.65
2,096.56
414.35
0
0.63
232,830
161.58
2,754.00
1985
175.00
260.15
198.14
9902.29
10.96
1,894.08
33.85
0
0.63
238,563
164.63
2,724.70
1986
175.00
214.08
172.10
9988.45
13.07
2,343.66
27.77
0
0.63
253,251
168.35
2,128.30
1987
190.00
223.92
202.35
9922.59
74.83
2,138.36
54.98
0
0.63
263,057
172.01
1,516.20
1988
210.00
264.16
283.23
1,0140.16
137.42
2,637.53
32.73
0
0.63
266,318
175.59
746.10
1989
250.00
282.95
296.51
1,0531.21
37.33
2,729.65
268.32
0
0.63
301,246
179.14
1,882.60
1990
270.00
285.05
254.00
1,0502.36
164.80
2,296.74
49.58
0
0.63
322,759
179.38
1,384.30
1991
295.00
310.22
244.13
1,0281.52
161.00
1,717.49
170.99
0
0.63
342,875
181.38
1,384.30
1992
330.00
283.07
235.17
1,1103.32
166.80
1,916.71
597.58
0
0.63
365,023
184.49
2,065.40
81
Lampiran 2. Lanjutan 1993
HDPP 340.00
HIMP 295.91
HBRD 215.63
AREA 10,993.92
KUTA 158.00
CRAH 2,115.94
IMPR 24.32
TRIF 0
FK 0.63
INCK 388,735
JPDK 187.60
STOK 1,618.80
1994
360.00
249.69
270.78
10,717.73
161.00
1,586.69
633.05
0
0.63
418,046
190.68
524.80
1995
400.00
280.34
304.25
11,420.68
279.90
2,605.70
1,807.88
0
0.63
452,381
194.75
1,835.60
1996
450.00
356.47
331.80
11,550.05
346.30
2,352.78
2,149.76
0
0.63
490,683
196.81
2,179.30
1997
525.00
312.96
289.96
11,126.40
998.50
2,507.23
349.68
0
0.63
627,695
199.87
1,408.70
1998
800.00
454.43
275.99
11,730.33
2,878.60
2,173.88
2,895.12
430
0.63
955,754
204.42
2,172.60
1999
1,400.00
279.58
216.21
11,963.20
59,436.00
2,952.74
4,742.00
430
0.63
1,099,732
209.26
1,296.70
2000
1,400.00
291.41
172.83
11,793.48
28,107.00
3,060.59
1,356.09
430
0.63
1,389,770
205.10
1,101.20
2001
1,519.00
2,194.50
150.00
11,500.00
20,863.00
2,515.63
645.97
430
0.63
1,646,322
207.93
1,338.99
2002
1,519.00
1,696.51
180.00
11,521.17
22,332.00
2,026.00
1,810.00
430
0.63
1,821,833
210.74
1,676.49
2003
1,725.00
1,705.60
180.00
11,488.03
23,950.00
2,556.36
1,428.51
430
0.63
2,013,675
213.55
2,043.72
2004
1,740.00
61.75
230.00
11,922.97
32,376.00
2,506.80
246.26
450
0.63
2,295,826
216.40
2,140.40
2005
2,250.00
51.50
270.00
11,839.06
36,678.00
2,524.53
195.02
450
0.63
2,774,281
219.80
2,035.32
2006
2,280.00
132.62
346.44
11,786.43
45,003.00
1,657.64
439.78
450
0.63
3,339,217
222.70
2,318.84
2007
2,575.00
467.72
243.41
12,147.64
55,905.00
2,391.40
1,396.60
450
0.63
3,949,321
225.60
4,586.11
2008
2,800.00
124.14
454.60
12,327.43
66,160.00
3,010.00
289.27
450
0.63
4,954,029
228.50
6,926.90
TAHUN
Sumber: BPS, BI, Kementan, dan Kemendag, 1971-2008
82
Lampiran 3. Hasil Estimasi Persamaan Luas Areal Panen Padi The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model
LUAS_ARE
Dependent Variable
AREA
Label
LUAS AREAL PANEN PADI
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
5
61604286
12320857
124.37
<.0001
Error
31
3070975
99063.72
Corrected Total
36
64675262
Root MSE Dependent Mean
314.74390
R-Square
0.95252
10331.5632
Adj R-Sq
0.94486
Coeff Var
3.04643
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept
1
-147.763
954.7469
-0.15
0.8780
Intercept
RHGHP
1
75.68043
96.12537
0.79
0.4371
RASIO HRGA RIIL GBAH TKT PETANI HRGA RIIL PUPUK UREA
HJTPR
1
-0.20927
0.165569
-1.26
0.2157
HARGA RIIL JAGUNG TINGKAT PETANI
KUTA
1
0.005800
0.006001
0.97
0.3412
KREDIT USAHATANI
CRAH
1
0.239922
0.129921
1.85
0.0744
CURAH HUJAN
LAREA
1
0.968430
0.070320
13.77
<.0001
LUAS AREAL PANEN PADI t-1
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
Variable Label
2.53943 37 -0.27914
83
Lampiran 4. Hasil Estimasi Persamaan Produktivitas Padi The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model
PRDV_PDI
Dependent Variable Label
PRDV PRODUKTIVITAS PADI
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
5
18.16290
3.632580
569.24
<.0001
Error
31
0.197826
0.006381
Corrected Total
36
18.36072
Root MSE
0.07988
R-Square
0.98923
Dependent Mean
3.91486
Adj R-Sq
0.98749
Coeff Var
2.04053
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept
1
0.294107
0.322601
0.91
0.3690
Intercept
LHGTPR
1
0.000063
0.000063
1.00
0.3228
HARGA RIIL GABAH TINGKAT PETANI t-1
HPUKR
1
-0.00013
0.000056
-2.22
0.0340
HARGA RIIL PUPUK UREA
TREN
1
0.003366
0.008111
0.42
0.6810
TREND WAKTU
KUTA
1
1.743E-6
1.531E-6
1.14
0.2637
KREDIT USAHATANI
LPRDV
1
0.925215
0.105945
8.73
<.0001
PRODUKTIVITAS PADI t-1
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
Variable Label
1.397825 37 0.28772
84
Lampiran 5. Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Gabah Tingkat Petani The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model
HRGA_GBH
Dependent Variable Label
HGTPR HARGA RIIL GABAH TINGKAT PETANI
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
3
7808059
2602686
64.18
<.0001
Error
33
1338168
40550.56
Corrected Total
36
9174328
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
201.37168
R-Square
0.85369
1136.96932
Adj R-Sq
0.84039
17.71127
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept
1
1052.998
316.0538
3.33
0.0021
Intercept
HDPPR
1
0.633910
0.129741
4.89
<.0001
HARGA RIIL PEMBELIAN PEMERINTAH
PRDP
1
-0.02150
0.006364
-3.38
0.0019
PRODUKSI PADI
LHGTPR
1
0.335289
0.150242
2.23
0.0325
HARGA RIIL GABAH TINGKAT PETANI t-1
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
Variable Label
1.260453 37 0.326289
85
Lampiran 6. Hasil Estimasi Persamaan Jumlah Impor Beras The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model
IMPR_BRS
Dependent Variable Label
IMPR JUMLAH IMPOR BERAS
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
5
13360772
2672154
3.82
0.0083
Error
31
21703357
700108.3
Corrected Total
36
35958192
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
836.72473
R-Square
0.38104
1014.78135
Adj R-Sq
0.28121
82.45370
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Intercept
1
-2661.55
HIMPR
1
PRDB
Standard Error
t Value
Pr > |t|
1889.381
-1.41
0.1689
Intercept
-0.13406
0.131330
-1.02
0.3153
HARGA RIIL BERAS IMPOR INDONESIA
1
-0.28356
0.162258
-1.75
0.0904
PRODUKSI BERAS
JPDK
1
64.76731
33.05602
1.96
0.0591
JUMLAH PENDUDUK
LSTOK
1
-0.38637
0.215835
-1.79
0.0832
STOK BERAS t-1
LIMPR
1
0.362066
0.144700
2.50
0.0178
JUMLAH IMPOR BERAS t-1
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
Variable Label
1.879544 37 0.0586
86
Lampiran 7. Hasil Estimasi Persamaan Permintaan Beras The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model
DEMD_BRS
Dependent Variable Label
QDBR PERMINTAAN BERAS
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
5
1.3135E9
2.6271E8
340.66
<.0001
Error
31
23906508
771177.7
Corrected Total
36
1.3402E9
Root MSE Dependent Mean
878.16722
R-Square
0.98213
24455.8784
Adj R-Sq
0.97924
Coeff Var
3.59082
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept
1
-10519.9
3489.684
-3.01
0.0051
Intercept
HBINR
1
-1.63752
0.675164
-2.43
0.0213
HARGA RIIL BERAS INDONESIA
LHJTPR
1
0.872939
0.921118
0.95
0.3506
HARGA RIIL JAGUNG TINGKAT PETANI t-1
INCKR
1
0.000242
0.000598
0.40
0.6890
PENDAPATAN RIIL PER KAPITA
JPDK
1
187.4952
50.24146
3.73
0.0008
JUMLAH PENDUDUK
LQDBR
1
0.146603
0.212950
0.69
0.4963
PERMINTAAN BERAS t-1
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
Variable Label
1.958298 37 -0.02967
87
Lampiran 8. Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Beras Indonesia The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model
HRGA_BRS
Dependent Variable
HBINR
Label
HARGA RIIL BERAS INDONESIA
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
3
36791423
12263808
149.21
<.0001
Error
33
2712360
82192.72
Corrected Total
36
39498250
Root MSE Dependent Mean
286.69272
R-Square
0.93134
1828.83232
Adj R-Sq
0.92510
Coeff Var
15.67627
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Intercept
1
294.8396
QSBR
1
HDPPR
LHBINR
Standard Error
t Value
Pr > |t|
234.1200
1.26
0.2167
Intercept
-0.00923
0.008427
-1.10
0.2813
PENAWARAN BERAS
1
1.692716
0.290975
5.82
<.0001
HARGA RIIL PEMBELIAN PEMERINTAH
1
0.110942
0.172284
0.64
0.5241
HARGA RIIL BERAS INDONESIA t-1
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
Variable Label
0.961284 37 0.450231
88
Lampiran 9. Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Beras Impor Indonesia The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model
HRGA_IMP
Dependent Variable Label
HIMPR HARGA RIIL BERAS IMPOR INDONESIA
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
3
1.8052E8
60173275
102.09
<.0001
Error
33
19451512
589439.8
Corrected Total
36
1.9997E8
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
767.74980
R-Square
0.90273
1795.64884
Adj R-Sq
0.89389
42.75612
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept
1
-44.8235
198.1968
-0.23
0.8225
Intercept
HBRDR
1
0.535943
0.098196
5.46
<.0001
HARGA RIIL BERAS DUNIA
LTRIF
1
0.672659
0.692410
0.97
0.3384
TARIF IMPOR BERAS t-1
LHIMPR
1
0.496565
0.072208
6.88
<.0001
HARGA RIIL BERAS IMPOR INDONESIA t-1
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
Variable Label
2.585927 37 -0.32268
89
Lampiran 10. Hasil Validasi Model The SAS System The SIMNLIN Procedure Model Summary Model Variables
20
Endogenous
10
Exogenous
10
Parameters
36
Equations
10
Number of Statements
20
Program Lag Length
1
The SAS System The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Data Set Options DATA=
SASUSER.PADI
Solution Summary Variables Solved
10
Simulation Lag Length
1
Solution Method
NEWTON
CONVERGE=
1E-8
Maximum CC
8.24E-13
Maximum Iterations
2
Total Iterations
74
Average Iterations
2
Observations Processed Read
Variables Solved For
38
Lagged
1
Solved
37
First
2
Last
38
AREA PRDV HGTPR IMPR QDBR HBINR HIMPR PRDP PRDB QSBR
90
Lampiran 10. Lanjutan The SAS System The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Descriptive Statistics Actual N Obs
Variable
Predicted
N
Label Mean
Std Dev
Mean
Std Dev
AREA
37
37
10331.6
1340.3
10548.4
1193.4
LUAS AREAL PANEN PADI
PRDV
37
37
3.9149
0.7142
3.8688
0.6737
PRODUKTIVITAS PADI
HGTPR
37
37
1137.0
504.8
1132.5
451.0
HARGA RIIL GABAH TINGKAT PETANI
IMPR
37
37
1014.8
999.4
942.3
509.6
JUMLAH IMPOR BERAS
QDBR
37
37
24455.9
6101.5
24488.9
6038.1
PERMINTAAN BERAS
HBINR
37
37
1828.8
1047.5
1810.5
1001.8
HARGA RIIL BERAS INDONESIA
HIMPR
37
37
1795.6
2356.9
1776.4
2214.0
HARGA RIIL BERAS IMPOR INDONESIA
PRDP
37
37
41310.8
11903.5
41583.8
11231.2
PRODUKSI PADI
PRDB
37
37
26025.8
7499.2
26197.8
7075.6
PRODUKSI BERAS
QSBR
37
37
26867.7
7333.2
28872.9
7928.3
PENAWARAN BERAS
Statistics of fit
Mean Error
Mean % Error
Mean Abs Error
Mean Abs % Error
RMS Error
RMS % Error
RSquare
Variable
N
AREA
37
216.9
2.3445
327.5
3.2803
391.0
3.9823
9.2698
37
-0.0460
-0.9061
0.1109
2.8874
0.1296
3.3553
0.9662
37
-4.4939
4.0485
177.0
17.8566
219.4
23.9484
0.8058
37
-72.4447
160.6
572.9
195.3
861.1
405.7
0.2371
JUMLAH IMPOR BERAS
QDBR
37
33.0574
0.3591
867.2
3.5746
1122.0
4.4346
0.9652
PERMINTAAN BERAS
HBINR
37
-18.3757
0.5944
197.8
9.4452
289.1
12.0215
0.9217
HARGA RIIL BERAS INDONESIA
HIMPR
37
-19.2397
113.2
459.2
138.5
699.6
369.1
0.9094
HARGA RIIL BERAS IMPOR INDONESIA
PRDP
37
273.0
1.3705
1007.7
2.8176
1212.7
3.6860
0.9893
PRODUKSI PADI
PRDB
37
172.0
1.3705
634.8
2.8176
764.0
3.6860
0.9893
PRODUKSI BERAS
QSBR
37
2005.2
7.6076
2143.3
7.9808
2666.5
9.2698
0.8641
PENAWARAN BERAS
PRDV
HGTPR
IMPR
Label
LUAS AREAL PANEN PADI PRODUKTIVITAS PADI HARGA RIIL GABAH TINGKAT PETANI
91
Lampiran 10. Lanjutan The SAS System The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Theil Forecast Error Statistics
MSE Decomposition Proportions Variable
N
MSE
Corr (R)
Inequality Coef Label
Bias (UM)
Reg (UR)
Dist (UD)
Var (US)
Covar (UC)
U1
U
AREA
37
152873
0.97
0.31
0.08
0.61
0.14
0.55
0.0375
0.0186
LUAS AREAL PANEN PADI
PRDV
37
0.0168
0.99
0.13
0.05
0.82
0.09
0.78
0.0326
0.0164
PRODUKTIVITAS PADI
HGTPR
37
48142.1
0.90
0.00
0.00
1.00
0.06
0.94
0.1768
0.0893
HARGA RIIL GABAH TINGKAT PETANI
IMPR
37
741416
0.49
0.01
0.00
0.99
0.31
0.68
0.6086
0.3468
JUMLAH IMPOR BERAS
QDBR
37
1258973
0.98
0.00
0.00
1.00
0.00
1.00
0.0446
0.0223
PERMINTAAN BERAS
HBINR
37
83579.5
0.96
0.00
0.00
1.00
0.02
0.97
0.1376
0.0694
HARGA RIIL BERAS INDONESIA
HIMPR
37
489481
0.95
0.00
0.00
1.00
0.04
0.96
0.2382
0.1216
HARGA RIIL BERAS IMPOR INDONESIA
PRDP
37
1470549
1.00
0.05
0.26
0.69
0.30
0.65
0.0282
0.0141
PRODUKSI PADI
PRDB
37
583661
1.00
0.05
0.26
0.69
0.30
0.65
0.0282
0.0141
PRODUKSI BERAS
QSBR
37
7110169
0.98
0.57
0.08
0.35
0.05
0.39
0.0958
0.0462
PENAWARAN BERAS
The SAS System The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Theil Relative Change Forecast Error Statistics
Relative Change
MSE Decomposition Proportions
Inequality Coef
Variable
Label N
MSE
Corr (R)
Bias (UM)
Reg (UR)
Dist (UD)
Var (US)
Covar (UC)
U1
U
AREA
37
0.00159
0.56
0.34
0.21
0.45
0.01
0.65
1.1674
0.4741
LUAS AREAL PANEN PADI
PRDV
37
0.00117
0.54
0.07
0.54
0.39
0.16
0.77
1.0725
0.4752
PRODUKTIVITAS PADI
HGTPR
37
0.0528
0.60
0.00
0.09
0.91
0.03
0.97
0.8300
0.4452
HARGA RIIL GABAH TINGKAT PETANI
IMPR
37
13.6880
0.85
0.11
0.51
0.38
0.30
0.60
0.8078
0.3229
JUMLAH IMPOR BERAS
QDBR
37
0.00204
0.41
0.00
0.31
0.69
0.00
1.00
0.9333
0.4560
PERMINTAAN BERAS
HBINR
37
0.0223
0.68
0.00
0.00
0.99
0.18
0.82
0.7213
0.4261
HARGA RIIL BERAS INDONESIA
HIMPR
37
13.0732
0.20
0.04
0.80
0.15
0.33
0.63
2.4675
0.7066
HARGA RIIL BERAS IMPOR INDONESIA
PRDP
37
0.00143
0.73
0.14
0.31
0.55
0.07
0.79
0.7396
0.3181
PRODUKSI PADI
PRDB
37
0.00143
0.73
0.14
0.31
0.55
0.07
0.79
0.7396
0.3181
PRODUKSI BERAS
QSBR
36
0.00917
0.51
0.67
0.16
0.17
0.03
0.30
1.7742
0.5383
PENAWARAN BERAS
92
Lampiran 11. Hasil Simulasi Model 1. Kenaikan HGTPR Sebesar 9 persen No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Persamaan AREA PRDV HGTPR IMPR QDBR HBINR HIMPR PRDP PRDB QSBR
Dasar 10,548.4 3.8688 1,132.5 942.3 24,488.9 1,810.5 1,776.4 41,583.8 26,197.8 28,872.9
Perubahan 10,548.4 3.9348 1,234.425 751.2 24,493.8 1,807.9 1,776.4 42,273.8 26,632.5 29,116.5
% Perubahan 0 1.71 9.00 -20.28 0.02 -0.14 0 1.66 1.66 0.84
Label Luas Areal Panen Padi Produktivitas Padi Harga Riil Gabah Tingkat Petani Jumlah Impor Beras Permintaan Beras Harga Riil Beras Indonesia Harga Riil Beras Impor Indonesia Produksi Padi Produksi Beras Penawaran Beras
% Perubahan 0 0.70 5.29 -8.53 -1.09 7.77 0 0.72 0.72 0.37
Label Luas Areal Panen Padi Produktivitas Padi Harga Riil Gabah Tingkat Petani Jumlah Impor Beras Permintaan Beras Harga Riil Beras Indonesia Harga Riil Beras Impor Indonesia Produksi Padi Produksi Beras Penawaran Beras
% Perubahan 0 -0.73 0.85 8.85 -0.01 0.06 0 -0.74 -0.74 -0.38
Label Luas Areal Panen Padi Produktivitas Padi Harga Riil Gabah Tingkat Petani Jumlah Impor Beras Permintaan Beras Harga Riil Beras Indonesia Harga Riil Beras Impor Indonesia Produksi Padi Produksi Beras Penawaran Beras
% Perubahan -1.00 0.54 2.73 28.44 -0.03 0.19 0 -2.28 -2.28 -1.14
Label Luas Areal Panen Padi Produktivitas Padi Harga Riil Gabah Tingkat Petani Jumlah Impor Beras Permintaan Beras Harga Riil Beras Indonesia Harga Riil Beras Impor Indonesia Produksi Padi Produksi Beras Penawaran Beras
2. Kenaikan HDPPR Sebesar 8 persen No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Persamaan AREA PRDV HGTPR IMPR QDBR HBINR HIMPR PRDP PRDB QSBR
Dasar 10,548.4 3.8688 1,132.5 942.3 24,488.9 1,810.5 1,776.4 41,583.8 26,197.8 28,872.9
Perubahan 10,548.4 3.8958 1192.4 861.9 24,222.3 1,951.1 1,776.4 41,881.9 26,385.6 28,980.3
3. Kenaikan HPUKR Sebesar 4 persen No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Persamaan AREA PRDV HGTPR IMPR QDBR HBINR HIMPR PRDP PRDB QSBR
Dasar 10,548.4 3.8688 1,132.5 942.3 24,488.9 1,810.5 1,776.4 41,583.8 26,197.8 28,872.9
Perubahan 10,548.4 3.8405 1,142.10 1,025.7 24,486.8 1,811.6 1,776.4 41,276.3 26,004.1 28,762.5
4. Penurunan AREA Sebesar 1 persen No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Persamaan AREA PRDV HGTPR IMPR QDBR HBINR HIMPR PRDP PRDB QSBR
Dasar 10,548.4 3.8688 1,132.5 942.3 24,488.9 1,810.5 1,776.4 41,583.8 26,197.8 28,872.9
Perubahan 10,442.9 3.8898 1,163.4 1,210.3 24,482.3 1,813.9 1,776.4 40,637.5 25,601.6 28,544.7
93
Lampiran 11. Lanjutan 5. Kenaikan JPDK Sebesar 0.04 persen No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Persamaan AREA PRDV HGTPR IMPR QDBR HBINR HIMPR PRDP PRDB QSBR
Dasar 10,548.4 3.8688 1,132.5 942.3 24,488.9 1,810.5 1,776.4 41,583.8 26,197.8 28,872.9
Perubahan 10,548.4 3.8688 1,132.5 949.4 24,504.6 1,810.4 1,776.4 41,583.8 26,197.8 28,880.0
% Perubahan 0 0 0 0.75 0.06 -0.01 0 0 0 0.61
Label Luas Areal Panen Padi Produktivitas Padi Harga Riil Gabah Tingkat Petani Jumlah Impor Beras Permintaan Beras Harga Riil Beras Indonesia Harga Riil Beras Impor Indonesia Produksi Padi Produksi Beras Penawaran Beras
% Perubahan 7.13 -0.98 -7.42 -76.92 0.08 -0.55 0 6.40 6.40 3.30
Label Luas Areal Panen Padi Produktivitas Padi Harga Riil Gabah Tingkat Petani Jumlah Impor Beras Permintaan Beras Harga Riil Beras Indonesia Harga Riil Beras Impor Indonesia Produksi Padi Produksi Beras Penawaran Beras
% Perubahan 0 0 0 0.03 0 0 -0.06 0 0 0.00069
Label Luas Areal Panen Padi Produktivitas Padi Harga Riil Gabah Tingkat Petani Jumlah Impor Beras Permintaan Beras Harga Riil Beras Indonesia Harga Riil Beras Impor Indonesia Produksi Padi Produksi Beras Penawaran Beras
6. Kenaikan CRAH Sebesar 10 persen No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Persamaan AREA PRDV HGTPR IMPR QDBR HBINR HIMPR PRDP PRDB QSBR
Dasar 10,548.4 3.8688 1,132.5 942.3 24,488.9 1,810.5 1,776.4 41,583.8 26,197.8 28,872.9
Perubahan 11,301.0 3.8309 1,048.5 217.5 24,507.6 1,800.6 1,776.4 44,245.4 27,874.6 29,824.9
7. Penurunan TRIF Sebesar 0.8 persen No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Persamaan AREA PRDV HGTPR IMPR QDBR HBINR HIMPR PRDP PRDB QSBR
Dasar 10,548.4 3.8688 1,132.5 942.3 24,488.9 1,810.5 1,776.4 41,583.8 26,197.8 28,872.9
Perubahan 10,548.4 3.8688 1,132.5 942.6 24,488.9 1,810.5 1,775.3 41,583.8 26,197.8 28,873.1
94
Lampiran 12. Model Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia Lag Tarif Impor
Stok Beras
Penawaran Beras
Beras Kredit Usahatani Harga Riil Jagung Tingkat Petani Curah Hujan
Lag Harga Riil Beras Impor Indonesia
Harga Riil Beras Dunia Faktor Konversi
Harga Riil Beras Impor Indonesia
Luas Areal Panen Padi
Lag Jumlah Impor Beras
Lag Stok Beras
Jumlah Impor Beras
Jumlah Penduduk
Produksi Beras
Lag Luas Areal Panen Padi
Pendapatan Riil Per Kapita
Permintaan Beras Harga Riil Gabah Tingkat Petani
Harga Riil Pupuk Urea
Produksi Padi
Harga Riil Pembelian Pemerintah
Lag Produktivitas Padi Produktivitas Padi
Lag Harga Riil Jagung Tingkat Petani
Lag Permintaan Beras
Lag Harga Riil Gabah Tingkat Petani Harga Riil Beras Indonesia
Trend Waktu
Variabel Endogen:
Variabel Eksogen :
Lag Harga Riil Beras Indonesia
Sumber: Peneliti, 2010 95