Sarifin, Dampak Faali Dari Program Pelatiha Pada Orang Dewasa
8
DAMPAK FAALI DARI PROGRAM PELATIHAN (EXERCISE PROGRAM) PADA ORANG DEWASA Sarifin Program Studi Ilmu Keolahragaan FIK Universitas Negeri Makassar Jln. Wijaya Kusuma Raya No.14, Kampus Banta-bantaeng Kode Pos 90222, Tlp. (0411) 872602
Abstract: Dampak Faali Dari Program Pelatihan (Exercise Program) Pada Orang Dewasa. Ketika tubuh melakukan latihan fisik yang merupakan salah
satu bentuk stressor fisik dapat menyebabkan gangguan homeostatic, maka tubuh akan memberi tanggapan berupa mekanisme umpan balik negatif. Tanggapan tersebut berupa: respon „jawaban sewaktu‟ adalah perubahan fungsi organ tubuh yang sifatnya sementara dan berlangsung tiba-tiba, sebagai akibat dari aktivitas fisik. dengan melakukan training „pelatihan‟ akan terjadi perubahan penting di dalam tubuh sedangkan dengan melakukan exercise perubahan yang terjadi kurang penting. Dampak Faali atau sistem tubuh akibat program pelatihan yang dilakukan pada orang dewasa adalah terjadinya perubahan otot, perubahan kardiorespirasi, aspek hormonal, pada individu yang terlatih terjadi peningkatan pengaturan panas tubuh karena dapat menyesuaikan diri terhadap kondisi panas dengan mudah, hal ini disebabkan oleh besarnya volume plasma dan lebih responsifnya mekanisme termoregulator, perubahan penampilan atau performa dengan meningkatnya kapasitas endurance „daya tahan‟. Kata kunci: program pelatihan, orang dewasa.
Di dalam dunia olahraga antara pria dan wanita terdapat perbedaan yang cukup signifikan, ini dapat dilihat dari faktor faali. Untuk pria dewasa muda atau pada atlet golongan ini, telah dilakukan pengukuran yang relatif lengkap. Namun pengukuranpengukuran tersebut telah dilakukan juga pada wanita, dengan menggunakan prinsip fisiologi dasar yang hampir identik seperti pada pria kecuali perbedaan-perbedaan kuantitatif yang disebabkan oleh perbedaan dalam ukuran tubuh, komposisi tubuh, dan ada tidaknya hormon sekspria testosteron. Umumnya, sebagaian besar nilai kuantitatif untuk wanita seperti kekuatan otot, ventilasi paru, dan curah jantung, di mana semuanya berkaitan dengan massa otot akan bervariasi antara dua pertiga dan tiga perempat nilai pada pria (Guyton,1994 : 374). Ketika tubuh melakukan latihan fisik yang merupakan salah satu bentuk stressor fisik dapat menyebabkan gangguan homeostatic, maka tubuh akan memberi tanggapan berupa mekanisme umpan balik negatif (Sugiharto, 2003:7). Tanggapan tersebut berupa: respon „jawaban sewaktu‟ adalah
perubahan fungsi organ tubuh yang sifatnya sementara dan berlangsung tiba-tiba, sebagai akibat dari aktivitas fisik. Perubahan fungsi ini akan hilang dengan segera dan kembali normal setelah aktivitas dihentikan. Adaptasi „jawaban lambat‟ adalah perubahan struktur atau fungsi organ-organ tubuh yang sifatnya lebih menetap karena latihan fisik yang dilakukan dengan teratur dalam periode waktu tertentu. Reaksi adaptasi hanya akan timbul apabila beban latihan yang diberikan intensitasnya cukup memadai dan berlangsung cukup lama. Berdasarkan teori stres fisik adaptasi jaringan terjadi sebagai respon terhadap stres fisik. Menurut McArdle menyebutkan bahwa ada dua istilah latihan yang kita kenal yaitu acute exercise dan chronic exercise. Acute exercise adalah latihan yang dilakukan hanya sekali saja atau disebut juga dengan exercise, sedangkan chronic exercise adalah latihan yang dilakukan secara berulang-ulang sampai beberapa hari atau sampai beberapa bulan (training). Hal penting yang perlu diperhatikan ialah bahwa dengan melakukan training
8
Sarifin, Dampak Faali Dari Program Pelatiha Pada Orang Dewasa
„pelatihan‟ akan terjadi perubahan penting di dalam tubuh sedangkan dengan melakukan exercise perubahan yang terjadi kurang penting. Perubahan yang terjadi pada waktu seseorang melakukan exercise disebut dengan respon. Sedangkan perubahan yang terjadi karena training disebut adaptasi (Supriadi, 2000:69). Adaptasi sistem tubuh akibat latihan aerobik adalah sebagai berikut (McArdle, 2001:466-477): (1) Perubahan otot , (2) Perubahan kardiorespirasi, (3) Aspek hormonal, (4) Pada individu yang terlatih terjadi peningkatan pengaturan panas tubuh karena dapat menyesuaikan diri terhadap kondisi panas dengan mudah, hal ini disebabkan oleh besarnya volume plasma dan lebih responsifnya mekanisme termoregulator, (5) Perubahan penampilan atau performa dengan meningkatnya kapasitas endurance „daya tahan‟. Sedangkan pada usia lanjut proses ketuaan akan terjadi perubahan fungsi dan struktur sel tubuh manusia. Maturitas akan terjadi pada sekitar usia 20 atau 25 tahun, dan pertumbuhan akan berhenti, dan proses ketuaan ini akan mulai nampak usia kira kira 30 tahun. Akan terjadi proses berkurangnya jumlah dan ukuran satuan fungsional pada setiap sistem tubuh. Jadi dapat dikatakan, proses ketuaan ditandai oleh menurunnya kemampuan tubuh untuk beradaptasi atau pulih dari suatu rangsangan. Begitu pula orang tua akan berkurang kemampuannya dalam melaksanakan kegiatan fisik.Pada proses ketuaan, terjadi proses kehilangan massa tulang pada sekitar usia 30 - 35 tahun dan menjadi lebih cepat pada manopause (pada wanita) dan pada usia 50 - 55 tahun (pada pria). Berarti tulang mereka akan lebih rapuh. Proses lain yang terjadi adalah bertambahnya lemak tubuh dan mengecilnya otot-otot. Dalam tingkat sel, terjadi penurunan cadangan ATP, CP dan glikogen. Pada sel syaraf, terjadi penurunan fungsi syaraf, sehingga semua gerakan menjadi lebih tidak presisi. Tendon dan ligamen akan menjadi lebih kaku,sedangkan pada paru-paru terjadi penurunan fungsi yang menyebabkan supply oksigen ke seluruh tubuh akan berkurang, dan ini akan nampak pada latihan yang intensif. Sistem kardiovaskuler
9
jugs menurun, yaitu kemampuan adaptasi terhadap. latihan. Jadi memang orang tua akan lebih lemah, lambat dan kurang kekuatan serta kemampuannya dalam setiap aktivitas. Kecuali aktivitas-aktivitas ringan, di mana kebutuhan enersi masih dapat dipenuhi. Beberapa penyakit akan lebih sering ditemui pada usia tua, misalnya: artritis; penyakit kardiovaskuler, diabetes melitus, dislipoproteinemia, emfisema dan hipertensi. Ini juga akan menghalangi kemampuan orang tua dalam latihan fisik. (Tilarso ;Cermin Dunia Kedokteran No. 48, 1988: 20). PEMBAHASAN Latihan Kata ”latihan” dalam lingkup pembinaan olahraga sehari-hari sering digunakan untuk menyebutkan secara praktis istilah ”exercise” dan ”training” yang sesungguhnya kedua istilah itu mempunyai makna yang berbeda. Kata ”respons” dan ”adaptasi” juga sering digunakan secara bergantian dalam buku teks fisiologi kerja sehubungan dengan perubahan yang terjadi didalam tubuh. Istilah-istilah exercise, training, respons dan adaptasi ini perlu diperjelas karena berkaitan dengan pengaruhnya terhadap tubuh serta ciri beban latihan dan prinsip latihan itu sendiri. Dalam Oxforf Dictionary of Sport Science and Medicine (Kent, 1994), kata ”exercise” diartika sebagai : 1) gerakan-gerakan dan kegiatan fisik yang melibatkan penggunaan kelompok otot besar seperti dansa, kalistenik, permainan dan aktivitas yang lebih formal seperti jogging, berenang dan berlari, 2) susunan gerakan apa saja yang dirancang untuk melatih atau memperbaiki keterampilan, sedangkan “training” diartikan sebagai suatu program exercise yang dirancang untuk membantu pembelajaran keterampilan, memperbaiki kesegaran jasmsni untuk menyiapkan atlet menghadapi kompetisi tertentu. Lamb (1984) mengindentikkan “exercise” dengan “acute exercise”, sedangkan “training” bersesuaian dengan istilah “chronic exercise”. Acute exercise adalah latihan dengan periode pemberian
Dampak Faali8 Dari 10 Jurnal ILARA, Volume I I, Nomor Sarifin 2, Juli, 2011, hlm. – 14Program Pelatiha Pada Orang Dewasa
beban kerja tunggal, sedangkan chronic exercise adalah pemberian beban kerja yang dilakukan berulang-ulang melebihi beberapa hari atau bulan. Menurut Rushall dan Pyke (1990), serta Dick (1995) exercise merupakan unit dasar suatu sesi latihan yang disebut “training unit” yaitu pelaksanaan suatu tugas dengan tujuan yang telah ditetapkan, seperti berenang 20 meter, melempar cakram, dan melakukan usaha melompat sejauh dua meter. Menurut Janssen (1989) exercise adalah usaha yang mengerahkan tenaga, atau menurut Fox (1993) yaitu aktivitas apa saja yang melibatkan pembangkitan tenaga melalui penggiatan otot. Sedangkan latihan (training) menurut Bompa (1994) adalah suatu program exercise untuk mengembangkan kinerja dan kapasitas energi atlet menghadapi kejuaraan tertentu. Jadi jelas bahwa exercise adalah aktivitas yang dilakukan dalam satu sesi, sedangkan training merupakan exercise yang dilakukan secara berulang-ulang yang harus memenuhi ciri-ciri beban latihan dan prinsip pembebanan. Dosis Latihan Aktivitas pengguanaan energi dari suatu item latihan disebut beban-lebih (overload), sedangkan jumlah beban-lebih untuk setiap segmen latihan disebut ransang latihan (stimulator). Keseluruhan ransang latihan yang menghasilkan bebanlebih dalam segmen latihan yang membentuk suatu beban umum sesi latihan disebut session load (Rushall dan Pyke, 1990). Session load ini oleh Nossek (1981) dan Harre (1982) disebut beban latihan (training load). Tidak semua aktivitas fisik dapat merupakan stimulator bagi fungsi organ tubuh (Pyke dan Woodman, 1991). Suatu latihan menguntungkan sepanjang latihan itu cukup memberi rangsang yang kuat untuk beradaptasi terhadap stress dari suatu usaha fisik. Jika stress tidak cukup menantang tubuh maka tidak akan terjadi penyesuaian, atau sebaliknya suatu stress sedemikian berat dimana hal itu tidak dapat ditoleransi, malahan akan berakibat cedera atau over training, atau penyesuaian hanya terjadi jika suatu rangsang mencapai intensitas yang proporsional pada ambang
10
kapasitas individu (Harre, 1982; Bompa, 1994). Besarnya beban latihan perlu dikaji sebelum diaplikasikan untuk program latihan, agar tidak menimbulkan jejas mikro atau stressor organ (Setyawan, 1996). Karena beban latihan harus terukur, maka disebut dosis latihan (Kent, 199Karena beban latihan harus terukur, maka disebut dosis latihan (Kent, 1994). Ada dua bentuk dosis latihan : dosis eksternal dan dosis internal (Nossek, 1981); Harre, 1982; Bompa, 1994). Dosis eksternal (outer load) adalah jumlah beban kerja yang direncanakan bagi seseorang atlet yang menyusun kerangka sesi latihan dari suatu program latihan. Untuk menyusun program latihan yang benar, seorang pelatih perlu mengenal karakteristik dosis eksternal. Komponenkomponen dosis eksternal menurut Nossek (1981), Fox (1993), dan Bompa (1994), adalah (1). Volume, yaitu jumlah kerja yang ditampilkan selama satu sesi latihan atau satu fase latihan. Volume latihan dapat berupa durasi, jarak tempuh, dan jumlah pengulangan (repetisi). (2). Intensitas, yaitu komponen kaulitatif dari kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang tersedia. Intensitas latihan dinyatakan dalam bentuk presentase beratnya beban yang diangkut dengan satu ulangan maksimal (pada latihan kekuatan), dan tingkat keseriusan pengerahan kecepatan (pada latihan kecepatan dan daya tahan). (3). Kepadatan (density), yaitu kekerapan dimana seorang dipaparkan serangkaian ransang atau beban latihan per unit waktu. Istilah kepadatan menunjukkan hubungan waktu-antara fase kerja dan pemulihan yang dinyatakan rasio kerja-istirahat. (4). Frekuensi, yaitu jumlah sesi latihan dalam suatu periode tertentu (hari, minggu, bulan). Oleh karena semua komponen ini dengan mudah dapat diukur, maka dalam penyusunannya harus dinyatakan dalam bentuk angka. Dosis internal (inner load) merupakan reaksi (respons) fisiologis, biokimia, dan psikologis akibat dari pemaparan suatu dosis eksternal. Reaksi terhadap dosis eksternal ini dapat berupa meningkatnya frekuensi denyut jantung, frekuensi pernafasan, angka keringat, akumulasi asam laktat darah, naiknya
Sarifin, Dampak Faali Dari Program Pelatiha Pada Orang Dewasa
tekanan darah, tingginya keterlibatan sistem endokrin, dan lain-lain.(Harre, 1982; Lamb, 1984; Bompa, 1994; Dick, 1995). Untuk memberi pengaruh terhadap peningkatan kapasitas fungsional organisme, maka suatu program latihan harus disusun secara sistematik, terencana dan berulang-ulang, atau mengikuti prinsipprinsip latihan.Perubahan otot. Pembesaran jaringan dapat terjadi akibat proses hipertrofi atau hiperplasi. Hipertofi berarti bertambahnya massa atau ukuran sel, sedangkan hiperplasi adalah bertambahnya jumlah sel dari proses pembelahan. Pada otot skelet manusia belum ditemukan bukti, bahwa pembebanan latihan fisik dapat terjadi hiperplasia tetapi hanya terjadi hipertrofi. Namun demikian, besar dosis atau pembebanan latihan fisik terhadap mekanisme hipertrofi belum jelas tetapi fakta dilapangan menunjukkan, bahwa beban latihan fisik dengan overload progression dapat menimbulkan hipertrofi. Substansi hipertrofi otot skelet terutama meliputi: (1) penambahan jumlah myofibril aktin dan miosin secara pararel, (2) penambahan sejumlah enzim untuk metabolisme energi. Sedangkan pada usia lanjut otot akan mengalami penurunan, yaitu : Jumlah sel-sel otot lurik = turun 50% pada usia 80. Berat otot lurik = pada 21 thn = 45% dari berat badan,untuk usia 70 thn berat otot lurik = 27% dari berat badan . ( Tilarso ;Cermin Dunia Kedokteran No. 48, 1988: 20). Perubahan Kardiorespirasi Fungsi kardiovaskular dalam olahraga adalah mengangkut oksigen dan nutrisi lain ke otot. Untuk itu, selama aliran darah otot meningkat secara dramatis selama latihan. Hampir separuh dari kenaikan aliran ini merupakan akibat vasodilatasi intramuskular yang disebabkan oleh pengaruh langsung kenaikan metabolisme otot, separuh penyebab kenaikan lainnya disebabkan oleh banyak faktor, dimana yang paling penting mungkin kenaikan tekanan darah arteri dalam tingkat sedang yang terjadi selama latihan, biasanya naik kira-kira 30%. Kenaikan aliran darah juga meregangkan dinding anteroil dan lebih lanjut
11
menurunkan tahanan vaskular. Oleh sebab itu, kenaikan tekanan darah sebanyak 30 persen sering dapat meningkatkan aliran darah, lebih dari sekedar menggandakan, hal ini akan menambah kenaikan aliran yang lebih besar yang telah disebabkan oleh vasodilatasi metabolik paling sedikit dua kali lipat lagi. Selama olahraga karena curah kerja otot meningkatkan konsumsi oksigen, dan selanjutnya konsumsi oksigen akan melebarkan pembuluh darah otot, sehingga meningkatkan aliran balik vena dan curah jantung. Konsumsi oksigen normal pada pria dewasa muda sewaktu istirahat adalah sekitar 250 ml per menit. Namun pada keadaan maksimum, hal ini dapat ditingkatkan sampai tingkat berikut : Pria rata-rata terlatih 3600 ml/menit, pria rata-rata terlatih dalam atletik 4000 ml/menit, pelari maraton pria 5100 ml/menit Jadi kapasitas pernapasan maksimum adalah sekitar 50% lebih besar daripada ventilasi paru sesungguhnya selama latihan maksimum. Hal ini jelas menyediakan elemen keamanan bagi atlet, memberikan ventilasiekstra yang dapat digunakan pada kondisi seperti (1) latihan pada ketinggian, (2) latihan pada kondisi sangat panas, dan (3) abnormalitas sistem pernapasan. Hal yang penting adalah bahwa sistem pernapasan secara normal bukanlah pembatas utama pengangkutan oksigen ke dalam otot selama metabolisme aerob otot maksimum. Kita akan melihat secara singkat bahwa kemampuan jantung untuk memompa darah ke otot merupakan faktor pembatas yang lebih besar. Kecepatan pemakaian oksigen dalam metabolisme aerob maksimum disingkat menjadi VO2 Maks. progresif dari latihan atletik terhadap VO2 Maks yang dicatat dalam suatu kelompok subjek yang dimulai pada tingkat tanpa latihan dan kemudian meningkatkan program latihan selama 7-13 minggu. Dalam penelitian ini, sangat mengejutkan bahwa VO2 Maks meningkat hanya sekitar 10%. Frekuensi latihan, baik 2 kali atau 5 kali per minggu, memberikan sedikit perbedaan dalam peningkatan VO2 Maks. Seperti yang dikemukakan, VO2 Maks pelari maraton adalah sekitar 45% lebih besar daripada orang yang tidak terlatih. Sebagian VO2 Maks yang lebih besar ini
Dampak Faali8 Dari 12 Jurnal ILARA, Volume I I, Nomor Sarifin 2, Juli, 2011, hlm. – 14Program Pelatiha Pada Orang Dewasa
ditentukan oleh genetik ; yaitu, orang yang memiliki ukuran dada lebih besar dan otot pernapasan lebih kuat terseleksi menjadi pelari maraton.(Guyton,1994:382). Aspek Hormonal Perbedaan hormonal antara pria dan wanita tentulah bertanggung jawab untuk bagian yang besar, bila tidak untuk sebagian besar perbedaan pada performa atletik. Testosteron yang disekresi oleh testis pria memiliki daya anabolik kuat, yang berarti dapat menyebabkan dengan hebat peningkatan deposisi protein ke seluruh tubuh, terutama dalam otot. Kenyataannya, pria yang jarang melakukan aktivitas olahraga namun dianugerahi dengan testosteron yang baik mempunyai otot yang tumbuh 40% lebih besar atau lebih dari wanita. Sedangkan pada wanita Estrogen telah diketahui meningkatkan deposisi pada lemak, terutama dalam jaringan tertentu seperti payudara, pinggul dan jaringan subkutan. Karena alasan ini, rata-rata wanita bukan atlet memiliki komposisi lemak tubuh sebesar 25% dibandingkan dengan pria bukan atlet, yang memiliki sekitar 15%. Pada pelari maraton yang telah melatih diri sehingga kelebihan lemak sangat sedikit, pelari pria memiliki komposisi lemak tubuh sekitar 4% dan atlet wanita 6%. Jadi, baik dalam keadaan terlatih baik maupun tidak, wanita umumnya memiliki lemak tubuh 50% lebih banyak dibandingkan pria. Ini merupakan suatu hambatan untuk mencapai performa pada perlombaan yang ditentukan oleh kecepatan atau kekuatan tubuh, namun sebaliknya merupakan penolong dalam lomba daya tahan tubuh yang meletihkan yang memerlukan lemak sebagai energi. Estrogen memainkan peran lain yang lebih tidak kentara dalam atletik, karena estrogenlah yang disekresi oleh ovarium wanita setelah pubertas, yang menyebabkan tinggi badan wanita lebih pendek dari pria. Setelah pubertas, sentakan sekresi estrogen menyebabkan dorongan pertumbuhan yang cepat yang menyebabkan wanita pascapubertastumbuh lebih cepat dari pria. Pertumbuhan ini berlangsung singkat karena kartilago epifisi dari tulang panjang, tempat dimana
12
pertumbuhan terjadi dengan cepat menjalankan rangkiannya dan menghilang. Sehingga epifisi menyatu dengan badan tulang panjang, dengan demikian tidak terdapat lagi pertumbuhan memanjang. Tidak dapat di kesampingkan pengaruh hormon seks terhadapa watak seseorang. Tidak diragukan lagi bahwa testosteron meningkatkan agresivitas dan bahwa estrogen berkaitan dengan watak yang lebih halus. Bagian terbesar dari olahraga kompetisi adalah semangat agresif yang mendorong seseorang pada usaha maksimum, dengan pengendalian yang bijaksana.(Guyton,1994:375). Pengaturan Latihan
Panas
Tubuh
Akibat
Hampir semua energi yang dilepaskan pada metabolisme nutrien internal pada akhirnya diubah menjadi panas tubuh. Ini berlaku pada energi yang menyebabkan kontraksi otot, karena : efisiensi maksimum untuk pengubahan energi nutrien menjadi energi kerja, dalam kondisi terbaik sekalipun hanyalah 2025% ; sisa energi nutrien diubah menjadi panas selama berlangsungnya reaksi kimia intraseluler. Hampir semua energi yang digunakan untuk kerja otot masih menjadi panas tubuh karena hanya sebagian saja enegi ini yang digunakan untuk (1) mengatasi tahanan cairan terhadap gerakan otot dan sendi, (2) mengatasi friksi darah yang mengalir melalui pembuluh darah, dan (3) pengaruh sejenis lainnya yang mengubah energi kontraksi otot menjadi panas. Komsumsi oksigen oleh tubuh dapat meningkatkan sebesar 20 kali lipat pada atlet yang terlatih baik dan bahwa jumlah panas yang dilepaskan ketubuh secara langsung sebanding dengan komsumsi oksigen, bahwa panas dalam jumlah besar masuk kejaringan tubuh internal selama lomba atletik daya tahan. Dengan menggandakan aliran panas yang cepat ini kedalam tubuh dihari yang sangat panas dan lembab dimana mekanisme berkeringat tak dapat mengeliminasi panas tersebut, seorang atlet dengan mudah dapat mengalami situasi yang tak dapat ditoleransi bahkan letal yang disebut heat stroke. Heat stroke adalah kenaikan suhu
Sarifin, Dampak Faali Dari Program Pelatiha Pada Orang Dewasa
pada tubuh dari tingkat yang normal menjadi bersifat destruktif terhadap sel-sel jaringan, terutama merusak sel-sel otak. Apabila ini terjadi, mulai timbul gejala multipel, meliputi kelemahan yang ekstrim, kelelahan, nyeri kepala, pusing, mual, banyak berkeringat, kelam pikiran, gaya jalan sempoyongan, koleps, dan tidak sadar. Penurunan suhu tubuh tidak dengan sendirinya dapat turun dengan mudah, salah satu alasannya adalah bahwa pada suhu yang tinggi ini sering kali terjadi kegagalan mekanisme pengaturan suhu tubuh itu sendiri. Alasan kedua adalah bahwa suhu tinggi menggandakan semua reaksi kimia intra seluler, jadi masih membebaskan lebih banyak panas.(Guyton,1994:386) Daya Tahan Daya tahan (strength endurance) adalah kemampuan seluruh organisme tubuh untuk mengatasi lelah pada waktu melakukan aktivitas yang menuntut strength dalam waktu yang lama. Ketahanan ditinjau dari kerja otot adalah kemampuan kerja otot atau sekelompok otot dalam jangka waktu yang tertentu, sedangkan pengertian ketahanan dari sistem energi adalah kemampuan kerja organorgan tubuh dalam jangka waktu tertentu. Ada beberapa macam ketahanan, sebagai contoh ;ketahanan jangka panjang, menengah, dan pendek. Untuk istilah dalam sistem energi , ada ketahanan aerobik, anaerobik alaktik, dan anaerobik laktik. Ketahanan selalu terkait erat dengan lama kerja (durasi) dan intensitas kerja, semakin lama durasi latihan dan semakin tinggi intensitas kerja yang dapat dilakukan seorang olahragawan, berarti ia memiliki ketahanan yang baik.(Sukadiyanto,2005:57). Sedangkan pemberian dosis latihan untuk daya tahan orang tua harus lebih rendah dapat juga yang biasa. Program latihan harus dimulai dengan beban yang lebih rendah (ringan), lebih-lebih bila orang tersebut lama tidak aktif berolahraga. Misalnya untuk usia 65 tahun, beban dapat dimulai dengan 2 - 3 METs (misalnya berjalan kaki 2 - 3 mph = 3,2-4,8 Km/jam). Lalu intensitas ini juga harus dipertahankan
13
lama, barulah ditingkatkan misalnya sampai 50-70% VO max. DeVries menganjurkan, intensitas latihan sekitar 40% V0 max dan Smith dan Gilligan menganjurkan 40-70% V0 max. Karena orang tua kurang cepat adaptasi dan menurun pemulihannya terhadap reaksi luar, maka setiap perubahan beban latihan harus berangsur-angsur (meningkat/menurun). Jadi orang tua harus lebih lama pemanasan dan pemulihan (pendinginannya). Harus dihindari perubahan beban/aktivitas yang cepat/tibatiba. Lama latihan ini harus cukup,untuk membakar kalori yang ada, sehingga dianjurkan lamanya kira-kira 1 jam atau kira-kira 10% dari kalori sehari-hari. Jadi ± 10% x 1800 = 2200 Kcal atau sekitar 200 Kcal harus dibakar perhari dengan beban ringan. Bila beban lebih berat maka lama latihan dikurangi. Bila seseorang telah dapat berlatih reguler maka lama minimal latihannya harus kira-kira 30 menit. Latihan-latihan yang diberikan ini sebaiknya 3x seminggu. Macam latihan yang diberikan umumnya yang bersifat lama dan melibatkan otot besar tubuh. Jadi yang dianjurkan adalah berjalan, jogging, bersepeda dan latihan ditambah beberapa bentuk lain misalnya, permainanpermainan untuk meningkatkan koordinasi, keseimbangan dan kelenturan tubuh. (Tilarso ;Cermin Dunia Kedokteran No. 48, 1988: 20). PENUTUP Dampak Faali atau sistem tubuh akibat program pelatihan yang dilakukan pada orang dewasa adalah terjadinya perubahan otot, perubahan kardiorespirasi, aspek hormonal, pada individu yang terlatih terjadi peningkatan pengaturan panas tubuh karena dapat menyesuaikan diri terhadap kondisi panas dengan mudah, hal ini disebabkan oleh besarnya volume plasma dan lebih responsifnya mekanisme termoregulator, perubahan penampilan atau performa dengan meningkatnya kapasitas endurance „daya tahan‟.
Dampak Faali8 Dari 14 Jurnal ILARA, Volume I I, Nomor Sarifin 2, Juli, 2011, hlm. – 14Program Pelatiha Pada Orang Dewasa
DAFTAR RUJUKAN Andriewongso, 2007. Olahraga Ringan Lebih Efektif, SmartFM, Indonesia. (www.Andriewongso.com, diakses 14 Januari 2008). Bowers RW. (1992). Sport Physiology. 3rd edition. New York : Wm C Brown Pub. Falsing NF brasel JA Cooper DM. Effect of low and high intensity exercise on circulation Growth Hormone in men J clinical endocrinol Metb 1992. Fox, T.L.E.L., Bowers, R.W., dan Foss M.L. (1993). The Physiological Basis for Exercise and Sport, fifth edition. Lowa: Brown & Benchmark Publisher. Ganong W.F. (1999). Fisiologi Kedokteran. Alih bahasa Ken Ariata Tengadi. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC. Guyton,M.D. 1994. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran : Penerbit Buku Kedokteran EGC. McClenaghan,Rotella,Pate.1993. Dasardasar Ilmiah Kepelatihan : IKIP Semarang Press. Marieb EN, . Human Anatomy and Physiology. 5 th ed. USA : Benjamin Cumming, 2001
14
McArdle, William D, Katch, Frank I. & Katch, Victor L. 2001. Exercise Physiology: Energy, Nutrition, and Human Performance. Philadelphia etc: Lippincott Williams and Wilkins. Sherwood, L. (2001). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, alih bahasa Brahm U. Pendit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Sukadiyanto, (2005). Pengantar Teori dan Metodologi Melatih Fisik. Universitas Negeri Yogyakarta Sugiharto. 2000. Pembentukan Radikal Bebas Oksigen Dalam Aktivitas Fisik. Lab Jurnal Ilmu Keolahragaan dan Pendidikan Jasmani, 10 (1): 22-32. Supriadi. 2000. Pengaruh Latihan Aerobik dan Anaerobik Terhadap Luas Penampang Serabut Otot Merah (Slow Twitch) dan Otot Putih (Fast Twitch) Pada Tikus Wistar. Tesis Surabaya: Program Pasca Sarjana UNAIR. Sri Pamoedjo Rahardjo, 2004. Demografi dan Konflik dalam Masyarakat. Sinar Harapan No. 4629. Copyright © Sinar Harapan ). Warren MP Constantini NW. sport endocrinology New Jersey Human Pressing 2000.