Dalam Rangka Pelaksanaan Permenkes No 31 Th 2016 Serta Binwas Implementasinya disampaikan pada Rapat Kerja Cabang dan Seminar Ilmiah IAI Kabupaten Sukoharjo Tahun 2017 dr. Yulianto Prabowo, MKes. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Sukoharjo, 22 April 2017
TANTANGAN PEMBANGUNAN KESEHATAN
Pencapaian MDGs dan Post MDGs
• ↙ angka kematian • ↙ angka kemiskinan • ↙ angka kesakitan
• ↗ akses pelayanan Implementasi • Pelayanan yg terstruktur JKN • Pelayanan yg efisien & efektif
Derajat kesehatan rakyat yg setinggitingginya
PARADIGMA SEHAT: Mengutamakan Promotive Preventif Sehat (70%)
Mengeluh Sakit (30%)
Self care (42%)
Yankes (58%)
Self care Nasional
Sarana Kesehatan
KIE, Self care Promosi Kesehatan
UKBM( Posyandu, Posyandu Lansia, Posbindu PTM, Polindes, Poskesdes, Desa Siaga, SBH, Dokter kecil, dll Sumber : Susenas 2010
Kualitas Yankes
KINERJA BANGKES JATENG NO
INDIKATOR
TARGET 2016
CAPAIAN TAHUN 2016
KET
TARGET AKHIR RPJMD
1
ANGKA KEMATIAN IBU (PER 100.000 KH)
117
109,65
119
2
ANGKA KEMATIAN BAYI (PER 1000 KH)
12,00
9,99
11
3
ANGKA KEMATIAN BALITA (PER 1000 KH)
11,80
11,80
11
4
ANGKA KESAKITAN DBD (PER 100.000 PDDK)
<20
43,4
< 47
5
ANGKA KEMATIAN DBD (%)
<1
1,46
<2
NO
INDIKATOR
TARGET TARGET CAPAIA AKHIR KET 2016 2016 RPJMD
PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT 1 2 3 4
ANGKA PENEMUAN KASUS BARU TB (CNR) ANGKA PENEMUAN KASUS BARU HIV/ AIDS (%) ANGKA PENEMUAN KASUS BARU KUSTA (PER 100.000 PDDK) ANGKA PENEMUAN KASUS DIARE BALITA
5
ANGKA PENEMUAN KASUS ISPA BALITA
6
ANGKA KESAKITAN MALARIA
122
118
118
13
15
34,4
6
7
5,5
60
50
51
60
52
53,22
0,06
0.07
0,03
NO
INDIKATOR
TARGET AKHIR RPJMD
TARGET 2016
CAPAIA 2016
KET
PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT 7
8
PROPORSI KASUS HIPERTENSI DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PROPORSI KASUS DIABETUS MELITUS DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN
<20
<25
17,7
<20
<50
15,96
9
AFP RATE (/100.000)
2
2
2,11
10
CAKUPAN UCI
99
99
99,71
11
PROPORSI KLB PD3I
100
100
100
NO
INDIKATOR
TARGET RPJMD
TARGET 2016
CAPAIAN TAHUN KET 2016
PROGRAM FARMASI DAN PERBEKALAN KESEHATAN 12
PROPORSI SARANA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI DI BIDANG FARMASI DAN PERBEKES SESUAI STANDAR (%)
80
70
80
13
PROPORSI SARANA PELAYANAN KEFARMASIAN SESUAI STANDAR (%)
80
60
65
14
PROPORSI KABUPATEN / KOTA MELAKUKAN BINWAS MAKANAN MINUMAN SESUAI STANDAR (%)
100
71,43
95
NO
INDIKATOR
TARGET 2016
CAPAIAN TAHUN 2016
98,50
98
98,00
85
83
86,27
TARGET RPJMD
PROGRAM PELAYANAN KESEHATAN 15 16
CAKUPAN PERTOLONGAN PERSALINAN NAKES CAKUPAN NEONATAL KOMPLIKASI YANG DITANGANI
17
CAKUPAN KUNJUNGAN BAYI
98
97,50
97,58
18
PREVALENSI GIZI BURUK (%)
0,04
0,05
0,03
19
PROPORSI PUSKESMAS MEMILIKI IJIN OPERASIONAL (%)
100
50
67,89
20
PROPORSI PUSKESMAS PONED SESUAI STANDAR (%)
22
17
18
KET
NO
INDIKATOR
TARGET TARGET RPJMD 2016
CAPAIAN TAHUN 2016
PROGRAM PELAYANAN KESEHATAN 21
PROPORSI PUSK. TERAKREDITASI (%)
RASIO PUSKESMAS PER JUMLAH PENDUDUK PROPORSI RS YG MEMILIKI IJIN 23 OPERASIONAL
22
15
12
14,4
1 : 35.500 1:36.500 1:38.879 100
79,26
100
24 PROPORSI RS TERAKREDITASI
37,04
18.52
32.35
25 PROPORSI RS TERKLASIFIKASI
40
27,41
30.51
40,82
28,57
29,77
26 PROPORSI RS PONEK TERSTANDAR
KET
NO
INDIKATOR
TARGET RPJMD
TARGET 2016
CAPAIAN TAHUN KET 2016
PROGRAM KESEHATAN LINGKUNGAN 2.697
28% (2,447)
(61,5%) 5.346
PROPORSI TTU YANG MEMENUHI SYARAT
82
80
82,31
PROPORSI TPM YANG MEMENUHI SYARAT
65
59
59,67
27
DESA MELAKUKAN STBM
28 29
NO
INDIKATOR
TARGET RPJMD
TARGET 2016
CAPAIAN TAHUN 2016
PROGRAM SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN 30 31 32
PROPORSI TENAGA KESEHATAN TERSERTIFIKASI (%) PROPORSI PELATIHAN KESEHATAN YANG TERAKREDITASI (%) PROPORSI INSTITUSI PENDIDIKAN KESEHATAN YANG TERAKREDITASI (%)
83
82
85
13
12 (100%)
12 (100%)
53
52
52
KET
NO
INDIKATOR
TARGET RPJMD
TARGET 2016
CAPAIAN TAHUN 2016
PROGRAM PROMOSI DAN PEMBERDAYAAN 33
PROPORSI RUMAH TANGGA SEHAT
75,50
75,2
77,38
34
PROPORSI KABUPATEN/ KOTA YANG MENERBITKAN REGULASI BIDANG KESEHATAN (ASI, PSN, KTR)
22,86
17,43
17,43
35
PROPORSI PASAR YANG MENYEDIAKAN GARAM BERYODIUM
70
70
70
36
PROPORSI DESA/ KELURAHAN SIAGA AKTIF MANDIRI
10
8
8,94
KET
NO
37
38
INDIKATOR PROPORSI PENDUDUK MISKIN NON KUOTA YANG MEMPUNYAI JPK PERSENTASE KABUPATEN/ KOTA MENGALOKASIKAN 10 % APBD UNTUK KESEHATAN
TARGET RPJMD
TARGET 2016
CAPAIAN TAHUN 2016
51
27,57
37,06
25,71
20
80
KET
PROGRAM MANAJEMEN, INFORMASI DAN REGULASI KESEHATAN 39
JUMLAH DOKUMEN KESEHATAN PERENCANAAN, PENGANGGARAN, EVALUASI DAN INFORMASI KESEHATAN
21
21
21
KASUS KEMATIAN IBU TAHUN 2016 60
54
Jateng = 602 kasus
50
45
40 32
30 20 8
10 3
4
10 10 10 10
18 18 19 19 17 16 16 16 16 14 14 15 15 15 15 13 12
22 22 20
25
27 28
4
0
0
25
KASUS KEMATIAN IBU JAWA TENGAH PER 31 MARET 2017 Jml Kasus : 113
KASUS KEMATIAN BAYI TAHUN 2016 444
450
Jateng = 5.485 kasus
400
376
350 300
262 234
250 200 150
110 112 113 114 115
100 50 16
33 39
53
72
136 121 124 129 130
143 147 151
172172
165
193 197 179 180 181 188 189
201 208
86
0
31
JUMLAH KEMATIAN BAYI (0 - 1 Tahun) PER 31 MARET 2017 Jml Kasus : 706
14
0
54,00
Masalah dlm Pengobatan • Intensitas penggunaan antibiotik (AB) yg meningkat Resistensi bakteri thd AB morbiditas & mortalitas. • Resistensi Ab terjadi krn : – Penggunaan Ab yg tdk bijaksana (terlalu sering, irasional, berlebihan, waktu yg lama) – Faskes tdk menerapkan standard yg benar. • > 50% peresepan obat diberikan scr irasional (WHO) – Di masyarakat : 43% E Coli resisten thd berbagai Ab. (Ampicillin 34% ; Citrimoxazol 29% ; Kloramfenicol 25%) – Di RS : 81% E Coli resisten thd berbahgai Ab. (Ampicillin 73% ; Ciprofloxacin 22% ; Gentamicin 18%) • TB MDR : – Meningkat
DAMPAK PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA TIDAK RASIONAL • Dampak negatif paling berbahaya akibat penggunaan antibiotika secara tidak rasional adalah muncul dan berkembangnya kumankuman kebal antibiotik atau dengan kata lain terjadinya resistensi antibiotika. Hal ini mengakibatkan pengobatan yang diberikan menjadi tidak efektif, peningkatan morbiditas maupun mortalitas pasien, serta meningkatnya biaya perawatan kesehatan.
Penyebab Masalah DOKTER • Pemberian AB profilaksis pada pembedahan sering tidak mengikuti kebijakan atau pedoman yang sudah ada. • Tidak dilakukan tes resistensi sebelumnya, sebagian besar empiris saja. • Tekanan dari pasien yang memaksa.
APOTEK • Ketersediaan jenis antibiotika tertentu yang belum memadai, • Pembelian antibiotik tanpa resep dokter • Kurangnya update pengetahuan terbaru dan kurangnya akses terhadap informasi
SELF MEDICATION. • Masih banyak AB yang di”resep”kan oleh petugas farmasi atau dibeli oleh pasien tanpa resep dokter. Dalam keadaan ini dapat terjadi penggunaan antibiotika yang tidak rasional.
Peran Dinas Kesehatan • Standard Pofesi • Standard Pelayanan Profesi • Standard Operating Prosedur
• Akreditasi • Binwas
TRISAKTI: Mandiri di bidang ekonomi; Berdaulat di bidang politik; Berkepribadian dlm budaya
9 AGENDA PRIORITAS (NAWA CITA) Agenda ke 5: Meningkatkan kualitas Hidup Manusia Indonesia
PROGRAM INDONESIA PINTAR
PROGRAM INDONESIA SEHAT
PROGRAM INDONESIA KERJA PROGRAM INDONESIA SEJAHTERA
RENSTRA 20152019
PARADIGMA SEHAT
JKN
PENGUATAN YANKES
KELUARGA SEHAT
D T P K
NORMA PEMBANGUNAN KABINET KERJA
3 DIMENSI PEMBANGUNAN: PEMBANGUNAN MANUSIA, SEKTOR UNGGULAN, PEMERATAAN DAN KEWILAYAHAN
VISI DAN MISI PRESIDEN
SASARAN, STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJMD) PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013-2018 (URUSAN KESEHATAN) VISI : MENUJU JAWA TENGAH SEJAHTERA DAN BERDIKARI “mboten korupsi, mboten ngapusi” MISI 6 : MENINGKATKAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN DASAR MASYARAKAT
TUJUAN : MENINGKATKAN DERAJAT KESEHATAN MASYARAKAT SASARAN
MENURUNNYA ANGKA KEMATIAN DAN ANGKA KESAKITAN
STRATEGI PENINGKATAN PROMOSI KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, PELAYANAN KESEHATAN DASAR DAN RUJUKAN, SERTA PENINGKATAN CAKUPAN JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN
ARAH KEBIJAKAN MENINGKATKAN PEMENUHAN PRASARANA SARANA PELAYANAN KESEHATAN DASAR DAN RUJUKAN SERTA PEMERATAAN TENAGA MEDIS
PROGRAM UNGGULAN : RAKYAT SEHAT
2 7
KETERPADUAN PERAN DALAM PENANGANAN MASALAH KESEHATAN RPJMD 50 INDIKATOR LINSEK : 1.
2. 3. 4. 5. 6.
LINSEK (Dis Permasdes Dukcapil, Dinas P3AP2KB, DisDikbud PKK FATAYAT AISIYAH NGO MASYARAKAT
MITRA : 1. OP KESHT 2. KNCV 3. GF 4. PPTI 5. DLL….
MSLH KES PRIORITAS P2 : DB, TB, MALARIA, KUSTA HIV/AIDS PTM : HYPERTENSI DM, CA AKI AKB/AKAB GIZI BURUK PERMASALAHAN MANAJEMEN : 1. REGULASI 2. SARANA PRASARANA 3. KOMPET & JML SDM
1. DINAS KESEHATAN 2. RS PUSAT/ PRUMAH SAKITOV/KABKOTA / SWASTA 3. PUSKESMAS PT KESHT: 1. FK 2. FKM 3. STIKES 4. AKBID 5. AKPER 6. KESLING 7. GIZI 8. DLL
FASE
5NG
SBLM
1
HAMIL
2
HAMIL
selamatkan ibu dan bayi
STOP: jika a.Sudah memiliki anak, Usia >35th b.kondisi kesehatan tdk memungkinkan/ berbahaya. TUNDA: jika a.usia <20th dan b.kondisi kesehatan belum optimal.
catat
CARI
PKK /DAWIS
DIN. P3AP2&KB
K B
DISPERMASDES&
LINSEK
DUKCAPIL DISDIKBUD KEMENAG DA MASYA ORMAS(Fatayat, PKK WIS RAKAT Asiysiyah dll)
D I O K
kawal periksa ORMAS
DOK TER
peme riksaan
risti
tan dai
HPL
non risti
S N O A
EMAS; PSC/SPGDT
C
PKK
3
4
PERSA LINAN
NIFAS
kawal dampingi
BU FAS
risti non risti Asuhan pasca persalinan
rujuk
DAWIS
RS
MASYA RAKAT
FASYANKES Standar
Dokter/ Perawat/Bidan
PKK DAWIS
MASYA RAKAT
SIKIB - EKIB
TIM PENGGERAK PKK JAWA TENGAH
K
E S
SISTEM PELAYANAN KESEHATAN YANG DIHARAPKAN
Sistem Rujukan dan Rujukan Balik
YANKES TERSIER
Sistem Rujukan dan Rujukan Balik
YANKES PRIMER
MASYARAKAT
UKM
UKP
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
RPJMN I 2005 -2009 Bangkes diarahkan untuk meningkatkan akses dan mutu yankes
RPJMN II 2010-2014
RPJMN III 2015 -2019
Akses masyarakat thp yankes yang berkualitas telah lebih berkembang dan meningkat
Akses masyarakat terhadap yankes yang berkualitas telah mulai mantap
KURATIFREHABILITATIF
UPAYA PROMOTIF - PREVENTIF
RPJMN IV 2020 -2025 Kes masyarakat thp yankes yang berkualitas telah menjangkau dan merata di seluruh wilayah Indonesia VISI: MASYARAKAT SEHAT YANG MANDIRI DAN BERKEADILAN
Arah pengembangan upaya kesehatan, dari kuratif bergerak ke arah 31 promotif, preventif sesuai kondisi dan kebutuhan
FIVE LEVEL OF PREVENTION PEMERINTAH
MASYARAKAT REHABILITATION
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
DISABILITY LIMITATION EARLY DIAGNOSIS AND PROMPT TREATMENT
SPECIFIC PROTECTION
HEALTH PROMOTION
PERAN NAKES
Penguatan Peran Dinkes • Penguatan Peran Yg lemah diperkuat Yg sudah kuat lebih kuat lagi
• Apa saja peran yg akan diperkuat ? Upaya promotif, preventif (PKM) Upaya kuratif, rehabilitatif (Klinik/RS) Regulator Pembinaan & Pengawasan.
• Apa peran dinkes ? Steering Rowing
Apa yg diperlukan ? • Perkuat regulasi : – – – –
Tata kerja Dinkes dgn UPT RS Tata kerja Dinkes dgn non RS Tata kerja Dinkes dgn Fasyankes swasta Tata kerja Dinkes dgn LS, mitra 7 stake holder lain.
• Perkuat kompetensi SDM Dinkes. – Peningkatan kapasitas/ orientasi Kadinkes & SDM Dinkes. – Perlunya dikembangkan Pasca sarjana Mgt Dinas kesehatan.
• “Rekonsiliasi hati” Dinkes-RSD
KEWENANGAN KAB/KOTA - PROVINSI
KEWENANGAN PUSAT DAN DAERAH PEMERINTAH PUSAT
PEMERINTAH DAERAH
1. Menetapkan NSPK, paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak peraturan pemerintah mengenai pelaksanaan urusan konkuren diundangkan serta melaksanakan pembinaan dan pengawasan;
1. Dalam jangka waktu 2 (dua) tahun, Pusat belum menetapkan NSPK, Pemda melaksanakan urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah;
2. Membatalkan kebijakan daerah yang tidak berpedoman pada NSPK;
2. Menetapkan kebijakan daerah untuk menyelenggarakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah berpedoman pada NSPK;
3. Menetapkan SPM
3. Memprioritaskan pelaksanaan Urusan Pemerintahan Wajib yg berkaitan dengan Pelayanan Dasar berpedoman pada SPM 36
PEMBAGIAN KEWENANGAN URUSAN KESEHATAN
UPAYA KESEHATAN SDM KESEHATAN
PUSAT
SEDIAAN FARMASI, ALKES, & MAKANAN MINUMAN
PROVINSI KAB/KOTA
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Berdasarkan Lampiran UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah 37
ORGANISASI DAN TATA HUBUNGAN KERJA DINKES DENGAN UPT, SEKTOR LAIN & STAKEHOLDER
FUNGSI DINAS DAERAH yang melaksanakan tugas dan fungsi sebagai pembantu kepala Daerah dalam melaksanakan
DINAS DAERAH
merupakan pelaksana fungsi inti (operating core)
fungsi mengatur dan mengurus sesuai bidang Urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah, baik urusan wajib maupun urusan pilihan
PERAN DAN HUBUNGAN DINAS KESEHATAN (PROVINSI DAN KAB/KOTA) DENGAN UPT, SEKTOR LAIN DAN STAKEHOLDER
Upaya Upaya Kesehata Kesehata n n
UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemda
Sub Urusan
A
B
Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat
Peran 1. Binwas thd penyelenggaraan Pemda Kab/Kota 2. Binwas Penyelenggaraan Tugas Pembantuan
UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemda UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN UU No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan PP No 18 tahun 2016 tentang Perangkat Daerah PP No 19 Tahun 2010 tentang tata cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta Kedudukan Keuangan Gubernur sebagai wakil Pemerintah di Wilayah Provnsi
Perpres No. 72 Thn 2012 tentang SKN Permenkes No. 56 Tahun 2014 Ttg Klasifikasi dan Perizinan RS Permenkes No. 75 Tahun 2014 Ttg Puskesmaas
Dinas Kesehatan Provinsi/kab/Kota Peran Menyelenggarakan Urusan Pemerintahan Bidkes
Sektor lain STAKEHOLDER lain LSM
C
UPT Peran Menyelenggarakan tugas teknis operasional tertentu yang berkaitan dengan pelayanan publik
Organisasi Profesi
SKEMA URUSAN KESEHATAN SESUAI UU NO. 23 TAHUN 2014 UKM
KEMKES UKP
BB Kesmas
WILAYAH KERJA
RSUP
ANTAR PROV
RSUD Prov
ANTAR KAB/KOT
DINKES PROV
Balkesmas KETERANGAN : Grs Hub Kerja Grs Hub Fungsional Grs Hub RS Rujukan Grs Hub Komunikasi
Puskesmas
UPT LAIN
DINKES KAB/KOTA RSUD Kab/Kota
DLM KAB/KOT
Dasar hukum Faskes UKM • Dasar hukum perlunya disediakan Faskes UKM Primer (Puskesmas), Sekunder (Balkesmas), Tersier (Babalkesmas) • UU 36/2009 Ttg Kesehatan : Ps 30, 46, 52, 53, 62. • UU 23/2014 Ttg Pemda : Lampiran pembagian urusan Pem pusat, Provinsi, Kab/Kota. • Permenkes 425/2006 Tentang BALKESMAS
TATA HUBUNGAN KERJA RUMAH SAKIT DAN DINAS KESEHATAN
PENGORGANISASIAN Pembagian Kewenangan berdasarkan Urusan Pemerintahan Pelaksana Kewenangan melalui penetapan Kelembagaan Pemerintah Daerah Kelembagaan Pemda Dilaksanakan oleh Perangkat Daerah “DINAS” dalam hal ini Urusan Kesehatan oleh DINAS Perspektif KESEHATAN Dalam melaksana pelayanan kepada masyarakat,DINAS UU No.44/2009 KESEHATAN didukung oleh UNIT PELAKSANA TEKNIS ttg Rumah antaralain RUMAH SAKIT Sakit
UU NO. 44 / 2009 tentang Rumah Sakit, Pasal 7 AYAT 3 Rumah Sakit yang didirikan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus berbentuk Unit Pelaksana Teknis dari Instansi yang bertugas di bidang kesehatan, Instansi tertentu, atau Lembaga Teknis Daerah dengan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
PP 18 / 2016 tentang Perangkat Daerah, Pasal 21 dan Pasal 43 …..terdapat UPT Dinas Daerah di bidang kes berupa RSD sbg unit organisasi bersifat fungsional dan unit layanan yang bekerja secara profesional..
Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata hubungan kerja serta pengelolaan keuangan rumah sakit Daerah diatur melalui Peraturan Presiden
Monitoring dan Evaluasi • RSD wajib membuat laporan kinerja sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan rumah sakit • Laporan kinerja disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan secara berkala setelah mendapat persetujuan Dewas Pengawas RSD • Laporan kinerja sekurang-kurangnya memuat data dan informasi tentang pencapaian indikator pelayanan di RS, pengelolaan ketenagaan, dan pengelolaan keuangan serta aset Informasi kesakitan dan kematian dilaporkan secara periodik sesuai kebutuhan daerah. • Dinas Kesehatan wajib melakukan monitoring dan evaluasi terhadap performa RS secara teratur.
PENGUATAN DINKES
DINKES PASCA UU 23/2014 • Kapasitas Dinkes sebagai penaggungjawab kesehatan, baik UKP maupun UKM – Dalam konsep kewilayahan
• Pembagian peran, Pemda Provinsi / Pemda kab/Kota • Peran Dinkes dalam melakukan pengawasan pelaksanaan JKN bidang Kesehatan. • Membangun relasi dengan semua faskes yang ada (UKM-UKP) dlm upaya melindungi masyarakat
TANTANGAN DINKES • FASKES yang bermutu rendah; • Tenaga Kedokteran dan Kesehatan yang tidak / kurang kompeten; • Pelayanan kesehatan tradisional dan alternatif yang belum optimal. • Jaminan kesehatan yang belum optimal dan banyak fraud; • Bisnis Farmasi yang kurang baik; • Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Makanan Minuman yang belum optimal.
Harus ada komitmen, Fokus & Konsisten
SUKSES AKREDITASI FASKES
PERAN DINKES DALAM AKREDITASI FASKES UU 23 / 2014
DINAS KESEHATAN
PP 18 / 2016
REGULATOR PMK 75/2015 PMK 012/2012
KOORDINATOR BINWAS 50
HARAPAN PELAJARI PERUNDANGAN, BENTUK KOMITMEN
FKTP FKRTL
DUKUNG PROGRAM CAPAI INDIKATOR RPJMD JADILAH PELAKU
RPJMD tercapai
AKREDITASI :
SIAPKAN SISTEM TINGKATKAN SDM & SARPRAS JAGA STANDAR MUTU
BIMBINGAN TEKNIS DUKUNGAN REGULASI DAERAH
2015 : 10% 2016 : 25% 2017 : 50% 2018 : 75% 2019 : 100%
51
PUSKESMAS TERAKREDITASI NASIONAL PROVINSI JAWA TENGAH PER 31 JANUARI 2017
JUMLAH TERAKREDITASI : 209 PUSKESMAS, terdiri dari : • DASAR : 85 Puskesmas • MADYA : 104 Puskesmas • UTAMA : 18 Puskesmas • PARIPURNA : 2 Puskesmas
SARANA KESEHATAN KEFARMASIAN & PERBELKES DI JATENG a.Sarana Produksi/ Industri 1) Alat Kesehatan
:
29 unit
2) Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT)
:
27 PKRT
3) Kosmetika
:
53 buah
4) Industri Farmasi
:
21Industri
5) Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT)
:
58 Usaha
6) Industri Obat Tradisional (IOT)
:
16Industri
7) Industri Ekstrak Bahan Alam (IEBA)
:
8) Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP)
:
5 Industri 19.882 industri 14
SARANA KESEHATAN b. Sarana Penyalur 1)
Penyalur Alat Kesehatan Pusat :
133 penyalur 75 penyalur
2)
Penyalur Alat Kesehatan Cabang
:
3)
Pedagang Besar Farmasi (PBF)
:
Pedagang Besar Farmasi Bahan Obat (PBFBO)
:
5 PBFBO
4)
216 PBF
5)
PBF Cabang Lintas Provinsi
:
42 PBF
6)
Apotek
:
3.470 unit
:
335 toko
:
21 toko
7)
Toko Obat
8) Toko Alat Kesehatan
15
KETERSEDIAAN TENAGA KESEHATAN DI JATENG NO 1.
JENIS TENAGA
BERDASARKAN PROFESI
Dokter Spesialis
3,828
a.
Dokter Spesialis Dasar
1,930
b.
Dokter Spesialis Penunjang
c.
Dokter Spesialis Lainnya
1.166
2.
Dokter Umum
3786
3.
Dokter Gigi
964
4.
Dokter Gigi Spesialis
168
5.
Perawat
6.
Perawat Gigi
7.
Bidan
8.
Teknis Kefarmasian
732
28,860 862 14,886
3,153
145
TENAGA KESEHATAN NO
JENIS TENAGA
BERDASARKAN PROFESI
9.
Apoteker
10.
Kesehatan Masyarakat
11.
Sanitarian
1,035
12.
Gizi
1,503
13.
Keterapian Fisik :
778
a. Fisioterapis
648
619
b. Terapis Okupasi
73
c. Terapis Wicara
48
d. Akupuntur 14.
1,124
Keteknisian Medis : a. Radiografer
9 5,023 903 146
TENAGA KESEHATAN NO
JENIS TENAGA
b. Radioterapis c. Teknisi Elektromedis d. Tekniker Gigi e. Analis Kesehatan
BERDASARKAN PROFESI
27 224 37 2,386
f. Refraksionis Optisien
35
g. Ortotik Prostetik
16
h. Rekam Medis
1,382
i. Terapis Gigi dan Mulut
-
j. Penata Anestesi
-
k. Teknisi Transfusi Darah JUMLAH
13 66,589 147
TENAGA KESEHATAN STRATEGIS Apoteker NO.
Kab/Kota
Tenaga Kesehatan Masyarakat
Sanitarian
Tenaga Gizi
Ahli Teknologi Laboratorium Medik/Analis Kesehatan
Jumlah
Rasio
Jumlah
Rasio
Jumlah
Rasio
Jumlah
Rasio
Jumlah
Rasio
1.
Cilacap
46
2.70
25
1.47
45
2.64
50
2.94
45
2.64
2.
Banyumas
68
4.12
36
2.18
63
3.82
67
4.06
98
5.94
3.
Purbalingga
11
1.21
21
2.31
24
2.64
31
3.42
42
4.63
4.
Banjarnegara
11
1.21
18
1.98
34
3.75
38
4.19
46
5.07
5.
Kebumen
44
3.70
12
1.01
28
2.36
36
3.03
78
6.56
6.
Purworejo
27
3.79
8
1.12
68
9.54
36
5.05
71
9.96
7.
Wonosobo
21
2.69
3
0.38
24
3.07
32
4.10
33
4.23
8.
Magelang
10
0.80
9
0.72
36
2.86
37
2.94
59
4.69
9.
Boyolali
29
2.99
7
0.72
33
3.40
53
5.47
98
10.11
10.
Klaten
31
2.66
25
2.15
42
3.61
53
4.56
85
7.31
11. Sukoharjo
78
8.95
10
1.15
33
3.79
64
7.34
12.
Wonogiri
12
1.26
36
3.78
30
3.15
41
4.31
49
5.15
13.
Karanganyar
30
3.47
17
1.97
20
2.31
35
4.05
63
7.29
103 11.71
151
TENAGA KESEHATAN STRATEGIS Apoteker NO
Kab/Kota
Tenaga Kesehatan Masyarakat
Sanitarian
Tenaga Gizi
Ahli Teknologi Laboratorium Medik/Analis Kesehatan
Jumla h
Rasio
Jumlah
Rasio
Jumlah
Rasio
Jumlah
Rasio
Jumlah
Rasio
14. Sragen
27
3.06
36
4.08
42
4.76
57
6.46
68
7.71
15. Grobogan
51
3.75
11
0.81
35
2.58
50
3.68
105
7.73
16. Blora
14
1.64
7
0.82
27
3.16
44
5.14
47
5.49
17. Rembang
11
1.76
28
4.49
19
3.04
22
3.53
48
7.69
18. Pati
25
2.02
38
3.06
43
3.47
43
3.47
68
5.48
19. Kudus
182
21.63
53
6.30
30
3.57
46
5.47
99
11.77
20. Jepara
6
0.50
25
2.07
18
1.49
28
2.32
40
3.32
21. Demak
8
0.71
20
1.77
28
2.48
40
3.54
51
4.52
22. Semarang
22
2.17
14
1.38
20
1.97
34
3.35
48
4.73
23. Temanggung
20
2.66
2
0.27
28
3.72
32
4.25
45
5.98
24. Kendal
27
2.84
10
1.05
28
2.95
52
5.48
76
8.00
25. Batang
8
1.07
26
3.47
8
1.07
18
2.40
31
4.14
26. Pekalongan
29
3.29
22
2.5042
25
2.84
39
4.43
85
9.66 152
TENAGA KESEHATAN STRATEGIS Apoteker
NO
Kab/Kota
Tenaga Kesehatan Masyarakat
Sanitarian
Tenaga Gizi
Ahli Teknologi Laboratorium Medik/Analis Kesehatan
Jumlah
Rasio
Jumlah
Rasio
Jumlah
Rasio
Jumlah
Rasio
Jumlah
Rasio
27. Pemalang
23
1.78
27
2.09
23
1.78
36
2.79
56
4.33
28. Tegal
25
1.75
18
1.26
38
2.66
46
3.22
88
6.16
29. Brebes
29
1.62
66
3.69
39
2.18
46
2.57
69
3.86
30.
Kota Magelang
38
31.35
13
10.73
14
11.55
25
20.63
61
50.33
31.
Kota Surakarta
448
87.12
36
7.00
42
8.17
89
17.31
338
65.73
4
2.15
0
0
12
6.44
19
10.19
29
15.56
32. Kota Salatiga 33.
Kota Semarang
133
7.69
29
1.68
25
1.45
166
9.60
192
11.10
34.
Kota Pekalongan
84
28.07
35
11.70
18
6.02
30
10.03
55
18.38
26
10.52
13
5.26
24
9.71
38
15.38
48
19.43
35. Kota Tegal
153
RASIO TENAGA KEFARMASIAN JAWA TENGAH PER 100.000 PENDUDUK (TH. 2016) • APOTEKER: 4, 87 ---- Nasional: 9 Ideal : 12 • TTK : 6,34
REGULASI TENAGA KESEHATAN Berdasarkan UNDANG – UNDANG No. 36 / 2014
64
KESEHATAN keadaan SEHAT baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan seseorang untuk hidup produktif baik secara sosial dan ekonomis (Ps 1 UU 36/2009)
PEMBANGUNAN KESEHATAN adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
MASYARAKAT
(dokter, dokter gigi, apoteker, perawat, bidan, kesmas, dlsb)
(orang, keluarga, kelompok – pelakuusaha, pekerja, pemberi kerja)
PEMERINTAH (eksekutif, legistatif, yudikatif – Pusat, Provinsi,Kab/Kot, Desa) 65
TUJUAN REGULASI TENAGA KESEHATAN (pasal 3) a
Memenuhi kebutuhan masyarakat akan Tenaga Kesehatan;
b
Mendayagunakan Tenaga Kesehatan dengan kebutuhan masyarakat;
c
sesuai
Memberikan pelindungan kepada masyarakat dalam menerima penyelenggaraan Upaya Kesehatan;
d
Mempertahankan dan meningkatkan penyelenggaraan Upaya Kesehatan diberikan oleh Tenaga Kesehatan; dan
e
Memberikan kepastian hukum masyarakat dan Tenaga Kesehatan.
mutu yang
kepada
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab terhadap: 1. Pengaturan, pembinaan, pengawasan, dan peningkatan mutu tenaga kesehatan; 2. Perencanaan, pengadaan, dan pendayagunaan tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan; 3. Pelindungan kepada tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik.
Wewenang Pemerintah Pusat: 1.Menetapkan kebijakan Nakes skala nasional ; 2.Merencanakan kebutuhan Nakes; 3.Melakukan pengadaan Nakes; 4.Mendayagunakan Nakes; 5.Membina, mengawasi, dan meningkatkan mutu nakes : Sertifikasi kompetensi dan Registrasi tNakes; 6.Melaksanakan KS, baik DN & LN di bidang Nakes; dan 7.Menetapkan kebijakan yang berkaitan dg Nakes yg akan praktik di LN & Nakes WNA yg akan praktik di Indonesia.
UU NO.36/2014 TENAGA KESEHATAN Ketentuan mengenai tenaga kesehatan masih tersebar dalam berbagai peraturan Per UU
Perlu dibentuk undangundang tersendiri yang mengatur tenaga kesehatan secara komprehensif
UU TENAGA KESEHATAN Pengelompokkan Nakes : 13 KELOMPOK NAKES terdapat perubahan nomenklatur untuk perawat gigi menjadi terapis gigi dan mulut, serta perawat anestesi menjadi penata anestesi. Selain itu juga masuknya tenaga kesehatan tradisional yaitu tenaga kesehatan ramuan (ex:jamu) dan tenaga kesehatan tradisional ketrampilan (ex:akupuntur)
PENGELOMPOKKAN TENAGA KESEHATAN (pasal 11 – 12)
1. Dokter (T. Medis) 2. T. Psikologi Klinis 3. T. Keperawatan 4. T. Kebidanan 5. T. Kefarmasian 6. T. Kesmas 7. T. Kesling
8. T. Gizi 9. T. Keterapian Fisik 10. Keteknisian Medis 11. T. Teknik Biomedika 12. T. Kestrad 13. T. Kes. Lainnya.
PERENCANAAN TENAGA KESEHATAN (Pasal 13 – 15) Pemerintah dan Pemda wajib memenuhi kebutuhan Nakes, (jumlah, jenis, kompetensi) secara merata untuk menjamin keberlangsungan pembangunan kesehatan (Pasal 13 )
Menteri menetapkan kebijakan dan menyusun perencanaan Tenaga Kesehatan dalam rangka memenuhi kebutuhan Tenaga Kesehatan secara nasional. (Pasal 14)
Dilakukan Scr Berjenjang Melalui Pemetaan Nakes
KUALIFIKASI TENAGA DI BIDANG KESEHATAN
TENAGA KESEHATAN • Kualifikasi minimum D3 • Kecuali tenaga medis.
• Kualifikasi minimum pendidikan menengah di bidang kesehatan • Hanya dapat bekerja di bawah supervisi Tenaga Kesehatan.
Tenaga Kefarmasian Apoteker
Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK)
• Apoteker
• Sarjana Farmasi, • Ahli Madya Farmasi, • Analis Farmasi
Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 2 Asisten Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan / atau keterampilan melalui pendidikan bidang kesehatan di bawah jenjang Diploma Tiga
Tenaga Menengah Farmasi / Asisten Apoteker
Asisten Tenaga Kesehatan (bukan Nakes)
Tugas Apoteker Pembina ATK
ASISTEN NAKES
• Pendidikan < D3 • Bekerja di bawah Supervisi Nakes • Perlu didoromg untuk menjadi Nakes
NAKES
Bab XV Ketentuan Peralihan Pasal 88 Tenaga Kesehatan pendd < D3 yang telah melakukan praktik sblm UU nakes tetap diberikan kewenangan menjalankan praktik sbg Nakes utk jangka wkt 6 (enam) tahun (tahun 2020)
Masih dapat mengajukan permohonan mendapatkan STR Tenaga Kesehatan
Bab XVI Ketentuan Penutup Pasal 93 dan 95 KTKI harus dibentuk paling lama 2 th sejak UU ini diundangkan Peraturan Pelaksanaan UU ini ditetapkan paling lama 2 th sejak UU ini diundangkan Lulusan baru SMK Farmasi diberikan STR s/d th 2016
REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KESEHATAN
REGISTRASI TENAGA APOTEKER PERMENKES NO.889/MENKES/PER/V/2011 ttg Reg, Ijin Praktek & Ijin Kerja Tenaga Kefarmasian tgl 3 Mei 2011
STRTTK KFN (Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia Belum terbentuk)
Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker
SIPA (Dinkes Kab/Kota)
Persyaratan STRA : – – – – –
FC Ijazah Apoteker FC Surat Sumpah/Janji Apoteker FC Sertifikat Kompetensi Profesi Surat Keterangan sehat fisik dan mental Surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanaan ketentuan etika profesi – Pas foto terbaru berwarna uk 4x6 dan uk 2x3 masingmasing sebanyak 2 lembar Tata Cara Memperoleh STRA : • Apoteker mengajukan permohonan kepada KFN, cc: DJ Kefar & Alkes dan PP Org. Profesi • Dapat dilakukan secara online • 10 HK setelah permohonan diterima dan dinyatakan lengkap, KFN menerbitkan STRA
PERMENKES NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN
REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN Pekerjaan Kefarmasian wajib memiliki Surat Izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja. a. SIPA bagi Apoteker (utk satu tempat fasilitas kefarmasian), kecuali : b. SIPTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian ( paling banyak tiga tempat fasilitas kefarmasian).
PENGECUALIAN 1. SIPA bagi Apoteker di fasilitas kefarmasian hanya diberikan untuk satu tempat fasilitas kefarmasian, Dikecualikan Apoteker di fasilitas pelayanan kefarmasian dapat diberikan untuk paling banyak tiga tempat fasilitas pelayanan kefarmasian. 2. Apoteker YG telah memiliki Surat Izin Apotek, hanya dapat memiliki 2 (dua) SIPA pada fasilitas pelayanan kefarmasian lain.
PEMBERIAN SURAT IZIN SIPA atau SIPTTK diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atas rekomendasi pejabat kesehatan yang berwenang di Kabupaten/Kota tempat Tenaga Kefarmasian menjalankan praktiknya.
SURAT EDARAN NOMOR HK.02.02/MENKES/24/2017 • TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN • Surat Edaran ini bertujuan untuk memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian surat izin praktik bagi apoteker dan tenaga teknis kefarmasian yang akan melaksanakan pekerjaan kefarmasian.
Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) a. Setiap apt yg akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat izin berupa Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) sesuai tempat fasilitas kefarmasian. b. Apt yang menjalankan pekerjaan kefarmasian di Fasilitas Produksi atau Fasilitas Distribusi/Penyaluran hanya dapat diberikan 1 (satu) SIPA sesuai dengan tempatnya bekerja. c. Apt yang menjalankan pekerjaan kefarmasian di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) SIPA, berupa: 1) SIPA Kesatu; 2) SIPA Kedua; dan/atau 3) SIPA Ketiga.
d. Dikecualikan dari butir 1.b bagi apoteker yang bekerja di Instalasi Farmasi Pemerintah/TNI/POLRI dapat memiliki paling banyak 3 (tiga) SIPA. e. Apoteker hanya boleh mempunyai 1 (satu) Surat Izin Apotek (SIA). Dalam hal apoteker telah memiliki SIA, maka apoteker yang bersangkutan hanya dapat memiliki 2 (dua) SIPA pada fasilitas pelayanan kefarmasian lain. f. Bagi apoteker sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bekerja di fasilitas pelayanan kefarmasian milik pemerintah harus memiliki SIPA. g. Dalam rangka permohonan untuk memperoleh SIA, apoteker dapat menggunakan SIPA Kesatu, SIPA Kedua atau SIPA Ketiga.
PP 51 tahun 2009 Pasal 52 • (1) Setiap Nafar yg melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian wajib memiliki surat izin : • a. SIPA bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di Apotek, puskesmas atau IFRS; • b. SIPA bagi yg melakukan Pekerjaan Kefarmasian sbg Aping ; • c. SIK bagi yg diluar Apotek dan IFRS; atau • d. SIK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Kefarmasian. Pasal 53 • (1) Surat izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dikeluarkan oleh pejabat kesehatan di Kabupaten/Kota setempat . • (2) Tata cara pemberian surat izin dikeluarkan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.
PERMASALAHAN
Kualitas/ Kuantitas Tenaga Kefarmasian Sarpras yang tersedia Pembinaan dan pengawasan tenaga kesehatan Didorong untuk menjalankan praktik yang bertanggung jaswab (no pharmacist no service) Adanya sistem dan regulasi Binwas tenaga kesehatan Pengaturan sinkronisasi penerbitan SIP Perbup/ Perwal mendesak diterbitkan Pengaturan penenmpatanSDM: the right man on the right place Integrasi SIP pd semua jajaran kesehatan Disusun SOP untuk penerbitan SIPA
DISKUSIKAN • Pengkajian penerbitan SIPA • Persyaratan untuk memperoleh SIPA ke dua dan Ke tiga • Kelayakan sarana kefarmasian • Ijin dari instansi induk • Mempertimbangkan peraturan ketenagakerjaan (waktu shift , hari kerja dsb.) • Pertimbangan dari Organisasi Profesi