·
• .1
"
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
DALAM RANGKA DIES NATALIS KE· 46 UNY ISBN: 978-979-562-021-1
"PENGEMBANGAN BERBASIS KEARIF T
IDIKAN KARAKTER BANGSA AL UNTUKMENGHADAPI GLOBAL" ..
11 Mei 2010 Auditorium UNY
Diterbitkan oleh:
LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Mei 2010
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
DALAM RANGKA DIES NATALIS KE· 46 UNY
.~
1· B~Y lffl>WA-;ol--X?,">.t ..
ISBN: 978-979-562-021-1
"PENGEMBANGAN BERBASIS KEARIF T
IDIKAN KARAKTER BANGSA AL UNTUKMENGHADAPI GLOBAL"
Penyunting: Dr. dr. Wara Kushartanti, M.Kes Satino, M.Si Agung Wijaya 5., M.Pd Yuni Wibowo, M.Pd
Diterbitkan oleh:
LEMBAGA PENELITIAN UNY Mei 2010
'!tu-e.: w~
KATAPENGANTAR Akulturasi adalah keniscayaan bagi sebentuk kebudayaan, yang dapat memicu penataanulang kebudayaan tersebut. Tata ulang ini menyangkut nilai-nilai dan konsep dasar yang menjadi arah berbagai tindakan masyarakat. Akulturasi pun tak bisa ditolak bagi pencitraan ulang karakter bangsa kita, yang senyatanya terbangun atas sistem budaya nasional dan budaya etnik lokal. Kearifan-kearifanlokal pada dasamya dapat dipandang sebagai landasan bagi pembentukan jatidiri bangsa secara nasional, dan karenanyalah identitas bangsa ini memiliki akar. Kebhinekaan ragam budaya pada dasamya menjadi potensi keunggulan bangsa Indonesia, yang membutuhkan daya dukung masyarakat baik sebagai pewaris sekal igus agen kultural yang hidup danmembawa pesan identitas. Di sisi lain, dinamika globalisasi memberi tekanan besar bagi masyarakat untuk mampu memilih, akar budayanya sendiri atau bentuk budaya 'yang lain', yang akan jadi pijakan perkembangan kehidupannya. Pada konteks inilah, pemahaman 'sadar budaya' menjadi krusial keberadaannya. Persoalannya, bagaimana pembentukan atau pengembangan pemahaman 'sadar budaya' ini bagi masyarakat? Berpijak atas pemikiran dan persoalan di atas, dalam rangka hari jadi Universitas Negeri Yogyakarta ke-46 tahun ini, Lembaga bagi Penelitian UNY berupaya menghimpun pemikiran-pemikiran masyarakat sumbangsih pembentukan dan pengembangan paham 'sadar budaya' tersebut, sekaligus uotuk reorientasi langkah UNY sebagai institusi pendidikan yang mengemban visi pembentukan karakter bangsa, melalui seminar nasional ini. Menyadari luasnya semesta kajian seminar , kami memberi kesempatan padamasyarakat untuk mengisinya melalui sub tema - sub tema seminar di antaranya: 1. profil atau potret kearifan lokal bangsa, 2. pengembangan pendidikan karakter bangsa di berbagai bidang dan jenjang pendidikan, 3. kearifan lokal dan pendidikan lingkungan, 4. kearifan lokal dan pemberdayaan masyarakat, 5. kearifan lokal bangsa-bangsa lain, dan sub tema lain yang rei evan.
Yogyakarta, Juli 2010
Panitia
JADWAL ACARA SEMINAR NASHJNAL DALAM RANGKA DIES NATALIS KE-46 UNI"ERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Auditorium UNY, 11 Mei 2010
•
1
PEMBAGIAN KELOr~OK & WAKTU PRESENTASI SIDANG P ARALEL SEMINAR NASIONAL DALAM RANGKA DIES NATALIS KE-46 UNY Auditorium UNY, 11 Mei 2010
I.
Kelompok I Sub-tema: Pengembangan Pendidikan Karakter di Indonesia Ruang: 1 ,-
,
:'~
.. ~ft ~
~ ~~
}"i
~~ f..
~i
i~
Y':;:".)
"I, ,t ....
12.30 - 13.25
13.30 -- 14.25
14.30 - 15.15
" ~
, ' ~
1) Sri Wening Pembentukan Karakter Bangsa meZalui Pendidikan Nilai. 2) Ikhwanuddin Lilna Karakter Penting da/am Pengembangan Karakter ... 3) Arifah Khusnuryani Membangun Karakter Bangsa melalui Pend. Bioetika. 4) S)'ukri Fathudin A. W Pengembangan PendieJikan Karakter melaZui Reposisi ... 1) TJ i Kartika Hand ayalli Penerapan Azas TRI-KON dalam Pendidikan Karakter di ... 2) Tri Hartiti Retnowati Membangun Karakter Bangsa melalui Pendidikan Seni di ... 3) Alntuni Wiyarsi Pembentukan Karakter Mahasiswa Calon Guru Kimia ... 4) M:uhammad Yahya Pembentukan Karakter Kerja lewat PembeZajaran ... 1) In.sih Wilujeng Ko"!petensi IPA Terintegrasi dengan Pendekatan ... 2) Sufriati Tanjung Persepsi Mahasiswa tenlang -N urturant Effect dari ... 3) M[artono Bermain & Berekspresi Seni Lukis untuk Pembentukan ... 4) Gunardo Pendidikan Karakter Bangsa: Alulai Dari Diri Kita
--
4
2
KelompokII Sub-tema: Kearifan Lokal sebagai Basis Pembentukan Karakter Bangsa Ruang: 2
12.30 -13.15
1) Siti Supeni Internalisasi Nilai-Nilai Kepemimpinan Budaya Jawa ... 2) Retno Endah Sri M Pendidikan sebagai Karakter Kehidupan & Kebudayaan ... 3) WlLlri Wuryandari I - -_ _ _ _ _--+_ _ In_t~grasi Nilai-Nilai Kear~-f(ln Lokal dalam Pembelajaran ... 13.20 _. 14.05 1) Bibit Supardi Peran Guru dalam Kearifan Lokal sebaga; Basis ... 2) Mukhamad Murdiono Strategi Pembelajaran Kewarganegaraan berbasis ... 3) Kurotul Aeni Peranan Sekolah Dasar sebqgai Lembaga Pengembangan 14.10 _. 15.00 1) R(j.hmatunnazilah Menggali Sikap para Pahlawan Bangsa sebagai Salah ... 2) Triyanto Puspito N ugr'oho Integrasi Nilai Profetik dalam Pendidikan Karakter.· 3) N lJIrhidayati Hubungan antara Konsep Dir; & Kearifan Lolcal dengan ...
•
3
III. Kelompok III Sub-tema: - Menjadi warga dunia dengan bekal kearifan lokal - Kearifan lokal yang berwawasan Iingkungan & kawasan Ruang: 3
12.30 - 13.25
13.30 -14.15
14.20 -15.00
•
1) Wagiran Irnplementasi Pendidikan Karakter dalam Menyiapkan ... 2) RS. Purwantoro, dkk. Pule Pandak (Rauvolfia serpentine (Linn.) Benth. ex Kurz) ... 3) lIla Anggraeni & Agus Ismanto E.lektivitas Insektisida Nabati Berbahan AktifSerai Wangi ... 4) Sudarmono & Sumanto Kearifan Lokal Masyarakat Distrik Teluk Mayalipit, ... 1) Riskan Efendi Kearifan Lokal Melestarikan Hutan & Menanam Pohon ... 2) Ri.na Bogidarmanti & . Nina Mindawati Kearifan Lokal Masyarakat dalam Pemanfaatan Tumbuhan ... 3) Viarsi Rahmad Atmadja, dkk. Pengendalian Ulat Handeuleum dengan Bahan Kimia .. . 1) Fransina S. Latumahina & Ilia Anggraeni Eksplorasi & Identifikasi Bama Tanaman Tusam di ... 2) Sumanto & Sudarmono E.~oleksi Tumbuhan Obat di Kebun Raya Bogor dalam ... 3) Illa Anggraeni & Tati Rostiwati Serangan Penyakit Blendok pada Nyamplung di Kab. ...
Catatan: 1) Setiap penyaji pada setiap kelompok diberi waktu untuk mempresentasikan makalahnya selama J1[laksimal 10 menit. 2) Sesi tanya jawab untuk setiap sesi pada tiap kelompok selama 15 menit•
4
Prosiding Seminar !NasionaC d'aCam (}?g.ngRg (])ies NataCis R!-46 V:NY ISBN: 978-979-562-021-1
KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT DISTRIK TELUK MAYALIPIT, PULAU WAIGEO, KABUPATEN RAJA AMPAT, PROVINSI PAPUA BARAT DALAM MELESTARIKAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN Sudarmono dan Sumanto Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, LIP I e-mail:
[email protected] Abstrak Untuk mendalami kearifan lokal pada masyarakat di Distrik Teluk Mayalipit, Pulau Waigeo, Kepulauan Raja Ampat, Provinsi Papua Barat maka perlu adanya pemahaman tentang hutan adat untuk konservasi dan keanekaragaman jenis-jenis tumbuhan pada tanah kapur (karst). Tujuan penelitian ini untuk menginventarisasi jenis-jenis tumbuhan yang ada pada tanah kapur dan selanjutnya juga menganalisa budaya kearifan lokal masyarakatnya terhadap keanekaragaman hayati. Berbagai jenis anggrek dan Areeaeeae (Palmae) mendominasi kawasan Sungai Warambiae dan Teluk MayaLipit. Budaya sasi pada mahluk air juga diterapkan pada hutan adat di Bukit Warsambin seluas 25 hektar. Kata kunci: hutan adat, keanekaragaman hayati, Kabupaten Raja Ampat, Warsambin, Pulau Waigeo.
Pendahuluan Kepulauan Raja Ampat terkenal sebagai perairan dengan tingkat keaneka ragaman hayati tinggi di dunia. Program Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) di wilayah ini sudah mulai menampakan hasil dalam mensejahteraan masyarakatnya. Pulau Waigeo, Kepulauan Raja Ampat merupakan salah satu pulau besar dari tiga pulau lainnya, yaitu P.Batanta dan P. Salawati. Dari segi keragaman floranya, Pulau Waigeo mempunyai kekayaan tumbuhan endemik yang sangat penting. Beberapa jenis seperti Pule Waigeo (Alstonia beatricis), Guioa waigeoensis, Calophyllum parvifolium, Nepenthes danseri dan Scefflera apiculata. Vegetasi umumnya merupakan hutan primer dan sekunder. Formasi
batuan pada kawasan Waiged Timur dan Selatan pada umumnya merupakan batuan basah vulkanik dan kapur dengan; lapisan tanah podsolik. Hingga saat ini, sebagian besar pulaupulau keeil di sekitar Kepulauan Burung Papua belum dieksplorasi dan diteliti seeara seksama, khususnya kekayan floranya. Informasi yang tersedia mengenai flora dan kearifan lokal dengan budaya "sasi"nya masih sangat sedikit, termasuk Pulau Waigeo. Sementara keragaman floranya merupakan salah satu yang paling tinggi di daerah tropis (John, 1997). Penelitian ini bertujuan untuk menginventarisasi jenis-jenis flora yang ada di kawasan Distrik Teluk Mayalipit dan kawasan sepanjang Sungai Warambiae, di Pulau
"Pengem6a1tlJan PenclidiRg,n 1(flraR]er(]3angsa (]3er6asis 1(farifan LoRg,{ untu~:Mengliaclapi rrantangan (jfo6af'
Suaarmono dan Sumanto
2 14
Waigeo dan kearifan lokal masyarakat Kampung Warsambin dalam melestarikan keanekaragaman hayati didalam hutan adat Warsambin seluas 25 hektar.
Gambar 1. Pulau Papua dan Pulau Waigeo (dalam kotak merah), Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat (diambil dari Webb, 2005)
Metode Penelitian Lokasi Penelitian Distrik Teluk Mayalipid, Desa Warsambin, Kabupaten Raja Ampaf pada ketinggian 22 m dpl. merupakan wilayah perkampungan di P. Waigeo yang dijadikan lokasi basecamp penelitian ini. Penelitian dilakukan di hutan adat Warsambin dan sekitamya serta hutan di wilayah alur Sungai Warambiae sampai Camp Belgia. Koleksi sampel
Metode eksploratif dan deskriptif digunakan sebagai teknik umum yang digunakan untuk mengidentifikasikan suatu tumbuhan yang sudah dikenal ataupun sebagai jenis baru dengan memperhatikan hubungan kekerabatannya yang paling dekat. Untuk itu spesimen hidup yang dikoleksi diharapkan yang fertil dengan bagian daun, bunga dan buah bila ada selain itu juga dibuat spesimen kering. Koleksi hidup yang akan ditanam di Kebun Raya Bogor dan spesimen kering disimpan di Herbarium Bogoriensis (HO) dan Herbarium Kebun Raya Bogor. HasH Penelitian dan Pembahasan Teluk Mayalipit dipilih sebagai lokasi penelitian karena lingkungannya yang unik, berupa teluk yang tertutup dengan mulut yang sempit, yang lebamya hanya sekitar 350 m. Hutan mangrove di dalam teluk terdapat hanya di pantai yang datar. Vegetasi mangrove kondisinya masih sangat baik karena dukungan pemerintah daerah dan kesadaran masyarakat setempat yang masih memelihara adat dan kearifan lokal. Terdapat 27 jenis
1(flarif an £o~{ ;Masyara~t ...
215
pohon mangrove di teluk ini. Padang lamun juga terdapat di teluk ini yang terdiri dari hanya satu jenis saja yakni Enhalus acoroides. Koleksi tumbuhan di hutan sekitar aliran Sungai Warambiae dan hutan adat serta hutan disekitarnya di Kampung Warsambin (Lampiran 1). Pada lokasi sekitar Kantor Distrik Teluk Mayalipit, Desa Warsambin, Kabupaten Raja Ampat pada ketinggian 22 m dpl. didominasi oleh Hydriastele costata (Arecaceae) dan Ficus sp. (Moraceae) (Lampiran 1). Eksplorasi wilayah hutan adat Gunung Warsambin dengan ketinggian 244 m dpl. terdapat jenis anggrek eksotis berikut bunganya yaitu Pteroceras sp berbunga warna kuning dengan bintil-bintil coklat, Tropedia sp. anggrek tanah berbunga putih dan
Neuwiedia zollingeri berbunga kuning. Pada lokasi di tepi teluk yang terjal dan bergua-gua ditemukan jenis Alocasia sp. (Araceae) pada ketinggian 2 m dpl. Selanjutnya masuk ke dalam hutan Waindur dan menemukanjenis Begonia sp dengan bunga warna merahjambu dan tangkai putik putih-oranye dan Pinang hutan (Pinanga sp.) dengan buah wama merah berukuran buah 1 cm. Sepanjang perjalanan tepi S. Warambiae ditemukan beberapa jenis paku-pakuan, pada lokasi Kali Bambu (Sungai Bambu) ditemukan jen!s-jenis anggrek yaitu Agrostophylum mayus dan Appendicula rejlexa, sirih hutan (Piper decumanum),
Medinilia sp. (Melastomataceae), beberapa palem serta jenis Keluarga Clussiaceae. Webb (2005) mengemukakan bahwa pada lokasi Camp Belgia pada ketinggian 30-130 m dpl pohonnya didominasi oleh matoa (Pometia pinnata), kayu besi (Intsia sp.), kenari
(Canarium sp.), pisang pisang (Annonaceae), Diospyros, Mangifera, Callophylum inophylium,
Dracaena,
Syzygium,
Semecarpus
Widyatmoko
dkk
(2007)
juga
mengemukakan bahwa jenis-jenis endemik banyak ditemukan pada wilayah sekitar Gunung Nok. Pada puncak G. Nok (700 m dpl), van Royen (1960) mengidentifikasi
Evodia sp., Rhodomyrtus trineura, Drimys piperita, Elaeocarpus sp., Rhododenron cornubovis Genis bam), Melastoma ,sp. dan Rapanea sp. (Webb, 2005). Jenis yang dominanjuga l
ditemukan pada hutan dataran rendah dengan vulkanik asam yaitu Intsia bijuga,
Koorderiodendron pinnatum, Pometia pinnata, Terminalia cf. copeland;;, Celtis, Ficus, Dysoxylum, Myristica, Alstonia scholaris, Gastonia serratifolia, Morinda citrifolia, dan Trema cannabina (Takeuchi, 2003). Pemeliharaan keanekaragaman hayati seperti ini merupakan bagian dari kearifan lokal secara tradisional tadi, masyarakat Papua juga memiliki budaya "sasi" yang sering dipakai untuk jenis ikan yang mempunyai nilai jual tinggi. Budaya Sasi dikenal sebagai suatu aturan yang dibuat berdasarkan kesepakatan bersama yang kemudian dinasar dan
Suaarmono cfan Sumanto
21
dibuat larangan yang berlaku terhadap seluruh penduduk kampung selama jangka waktu tertentu yang telah disepakati. Setelah batas waktu yang ditentukan selesai barulah dibuat musyawarah bersama untuk memutuskan apakah hasillaut yang tadinya telah di sasi boleh di panen atau di tangkap oleh masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar populasi jenis-jenis tertentu dapat berkembang biak dengan jumlah yang besar sehingga tetap terjaga dan tidak punah. Pada tumbuhan, yaitu pada jenis-jenis pinang dan sirih yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. Meskipun begitu kayu tumbuhan juga merupakan bagian dari sasi sehingga tumbuhan berkayu di hutan tidak habis ditebang. Dari berbagai jenis tumbuhan yang ada dan keberadaan hutan adat sebagai bagian dari budaya sasi atau aksi konservasi menunjukkan kearifan lokal masyarakat Desa Warsambin dan khususnya distrik Teluk Mayalipit untuk melestarikan alamo Sim\lulan. d an. Sa~an ,
Masyarakat Desa Warsambin, Pulau Waigeo m ayoritas b ennatapencaharian
sebagai nelayan namun tumbuh-tumbuhan merupakan bagian dari kehidupannya. Hal
ini
ditunjukkan dengan adanya kearifan lokal untuk memelihara hutan adat seluas 25 hektar sebagai budaya sasi pada pelestarian keanekaragaman hayati dan juga dengan menanam tumbuh-tumbuhan yang bermanfaat sehari-hari di halaman rumahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Takeuchi, W. (2003) A Community-level floristic reconnaissance of the Raja Ampat Islands in New Guinea. SIDA 20, 1093-1138. van Royen, P (1960) The vegetation of some parts ofWaigeo island. Novo Guinea, Botany 5,25-68.
•
Webb, C.O. (2005) Vegetation of the Raja Ampat Islands, Papua, Indonesia. A report to the Nature Conservancy. Arnold Arboretum of Harvard University, USA. Widyatmoko D, D.O. Pribadi, 'fihermanto, Saripudin, Sudarsono, Supardi, Rustandi, D. Mudiana, I.G. Tirta (2007) Eksplorasi dan studi keragaman flora cagar alam pulau Waigeo Timur dan T~an Wisata Alam Sorong, Papua Barat. PKT-Kebun Raya Bogor, LIPI.