SAMBUTAN DIREKTUR POLITEKNIK NEGERI BANDUNG PADA SIDANG TERBUKA SENAT DALAM RANGKA DIES NATALIS KE- 34
Yth. Para Tamu Undangan, Yth. Para Pimpinan Daerah Propinsi Jawa Barat, Yth. Para Pimpinan Kota Madya dan Kabupaten, Yth. Sekretaris Senat dan Para Anggota Senat Politeknik Negeri Bandung, Yth. Para Pembantu Direktur dan kepala UPPM, Yth. Para Ketua Jurusan dan UP.MKU, Yth. Para Sekretaris Jurusan, Yth. Para ketua Program Studi, Yth. Para Ketua Laboratorium, Yth. Para Ketua KBK, Yth. Para Wakil Dosen, Yth. Para Kepala Bagian dan Sub. Bagian, Yth. Para Ketua UPT, Yang kami banggakan, Para Mahasiswa Politeknik Negeri Bandung.
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Selamat Pagi dan Salam Sejahtera Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, atas rakhmat dan hidayahNya, sehingga kita semua dalam keadaan sehat wal’afiat serta dapat hadir dalam Sidang Terbuka Senat Politeknik Negeri Bandung dalam rangka Dies Natalis ke-34. Pada kesempatan yang baik ini, perkenankan kami menyampaikan perkembangan, capaian penyelenggaraan program-program yang telah dilaksanakan sepanjang tahun 2015 serta Visi Misi Politeknik Negeri Bandung. Bapak, ibu, hadirin yang berbahagia, Ijinkan kami menyampaikan sekilas sejarah pertumbuhan Politeknik Negeri Bandung. Politeknik Negeri Bandung dimulai dengan pelaksanaan Program Pendidikan Diploma (tiga tahun) dalam bidang teknik/rekayasa dan ditetapkan melalui SK Direktur Jendral Pendidikan Tinggi No. 03/DJ/Kep/1979 tanggal 27 Januari 1979, dan saat itu dinamakan Politeknik ITB karena berada dalam naungan Institut Teknologi Bandung (ITB). Pada awal berdirinya Politeknik Negeri Bandung melaksanakan 4 program studi dalam 3 (tiga) jurusan yaitu Program studi Teknik Sipil (Jurusan
1
Teknik Sipil); Program studi Teknik Mesin (Jurusan Teknik Mesin); Program studi Teknik Elektronika dan Teknik Listrik (Jurusan Teknik Elektro). Dalam perkembangannya, pada Tahun 1997 POLITEKNIK ITB menjadi institusi mandiri berpisah dari ITB secara passing out dengan nama baru “Politeknik Negeri Bandung” (Polban) melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 085/O/1997. Saat ini Politeknik Negeri Bandung melaksanakan 40 program studi yang tersebar ke dalam 10 Jurusan yang meliputi: Tabel 1: Program Studi dan Jurusan di lingkungan Politeknik Negeri Bandung Jurusan
Program Studi
Teknik Sipil
Program Diploma III: Teknik Konstruksi Sipil Teknik Konstruksi Gedung Program Sarjana Terapan (Diploma IV): Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan Teknik Perawatan dan Perbaikan Gedung Magister Terapan: Rekayasa Infrastruktur
Teknik Mesin
Program Diploma III: Teknik Mesin Teknik Aeronutika Program Sarjana Terapan (Diploma IV): Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin Proses Manufaktur. Program Diploma II (PDD): Teknik Mekatronika Pendidikan diluar Domisili (PDD-Kab. Pekalongan) Mekatronika.
Teknik Elektro
Program Diploma III: Teknik Listrik Teknik Telekomunikasi Teknik Elektronika Program Sarjana Terapan (Diploma IV): Teknik Telekomunikasi Teknik Elektronika Teknik Otomasi Industri
Teknik Komputer
Program Diploma III: Teknik Informatika Program Sarjana Terapan (Diploma IV): Teknik Informatika Pendidikan diluar Domisili (PDD-Kab. Pekalongan) Rekayasa Perangkat Lunak
2
Jurusan
Program Studi
Teknik Kimia
Program Diploma III: Teknik Kimia Analis Kimia Program Sarjana Terapan (Diploma IV): Teknik Kimia Produksi Bersih Pendidikan diluar Domisili (PDD-Kab. Pekalongan) Kimia Tekstil
Teknik Energi
Program Diploma III: Teknik Konversi Energi Program Sarjana Terapan (Diploma IV): Teknologi Pembangkit Tenaga Listrik Teknik Konservasi Energi
Teknik Refrigerasi dan Tata Program Diploma III: Teknik Pendingin dan Tata Udara Udara Program Sarjana Terapan (Diploma IV): Teknik Pendingin dan Tata Udara Administrasi Niaga
Program Diploma III: Administrasi Bisnis Manajemen Pemasaran Usaha Perjalanan Wisata Program Sarjana Terapan (Diploma IV): Manajemen Aset Adimistrasi Bisnis Manajemen Pemasaran
Akuntansi
Program Diploma III: Akuntansi Keuangan dan Perbankan Program Sarjana Terapan (Diploma IV): Akuntansi Manajemen Pemerintahan Keuangan Syariah. Akuntansi
Bahasa Inggris
Program Diploma III: Bahasa Inggris
Dalam menjalankan tugasnya Politeknik Negeri Bandung memiliki Visi: “Menjadi institusi yang unggul dan terdepan dalam pendidikan vokasi yang inovatif dan adaptif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terapan”. Misi Politeknik Negeri Bandung yang telah dijadikan acuan sebagai landasan penyusunan kegiatankegiatan Jurusan dan Unit-unit untuk mencapai Visi adalah :
3
1. Menyelenggarakan pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang kompeten, memiliki semangat terus berkembang, bermoral, berjiwa kewirausahaan dan berwawasan lingkungan. 2. Melaksanakan penelitian terapan dan menyebarluaskan hasilnya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. 3. Melaksanakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat melalui pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mendukung peningkatan mutu kehidupan. Sebagai gambaran perjalanan dan tahapan yang telah dilaksanakan oleh Politeknik Negeri Bandung dapat dicermati pada gambar berikut. Pada tahun 2016 ini penguatan dilakukan untuk mencapai target Peningkatan Daya saing Regional. Langkah nyata yang telah dilakukan adalah penguatan kerjasama baik dengan industri maupun perguruan tinggi di kawasan Asean maupun Asia pada umumnya.
Gambar 1. Rencana Strategis dan Rencana Jangka Panjang Politeknik Negeri Bandung.
Bapak, ibu serta hadirin yang berbahagia. Dalam pelaksanaan program kegiatan, perlu kami sampaikan rangkaian kegiatan utama di bidang akademik, Politeknik Negeri Bandung melaksanakan proses seleksi penerimaan mahasiswa baru melalui jalur PMDK (maksimum 50% dari daya tampung), serta Ujian Tulis. Dari kedua pola penerimaan tersebut, Politeknik Negeri Bandung mengutamakan kemampuan akademik, dengan tetap memberikan kesempatan seluas luasnya bagi calon mahasiswa yang, secara ekonomi, kurang beruntung. Pada penerimaan mahasiswa baru tahun akademik 2015/2016, sebanyak 185 mahasiswa mendapatkan beasiswa Bidik Misi.
4
Kebijakan-kebijakan yang terkait dengan seleksi mahasiswa baru yang dilaksanakan melalui jalur PMDK ditetapkan dengan memperhatikan aspek-aspek: 1. Prestasi Sekolah Politeknik Negeri Bandung sebagai institusi pendidikan tinggi memberikan penghargaan terhadap sekolah SMA/SMK/MA/MAK yang telah melaksanakan proses pembelajaran dengan baik yang dinyatakan oleh rekam jejak akademiknya. 2.
Prestasi Calon Dalam upaya mendukung visi Politeknik Negeri Bandung untuk menjadi institusi pendidikan tinggi vokasi yang unggul dan terdepan, Politeknik Negeri Bandung berupaya mendapatkan calon mahasiswa yang berprestasi. Memperhatikan kedudukannya sebagai institusi pendidikan tinggi maka Politeknik Negeri Bandung memprioritaskan prestasi akademik calon mahasiswa dengan tetap memperhatikan prestasi non akademik yang menunjang bidang akademik yang akan dipilih calon.
3.
Karakter Calon Politeknik Negeri Bandung memiliki keperdulian dalam pengembangan karakter mahasiswanya. Pengembangan karakter ini antara lain dilakukan dalam kegiatan ekstrakurikuler untuk mendapatkan lulusan yang memiliki kecerdasan emosional, spiritual, dan kinestetis, selain memiliki kecerdasan akademik. Oleh karena itu, Politeknik Negeri Bandung memberikan penghargaan bagi calon mahasiswa yang memiliki prestasi non akademik yang dipandang dapat mendukung prestasinya di bidang akademik.
4.
Keluasan aksesibilitas bagi semua golongan Sebagai institusi pendidikan tinggi yang mengemban tugas pembinaan kader Bangsa dan Negara, Politeknik Negeri Bandung memberikan kesempatan bagi semua golongan ekonomi, dan daerah untuk memperoleh pendidikan di Politeknik Negeri Bandung tanpa membedakan gender.
5.
Keluasan aksesibilitas jenis sekolah menengah Sebagai institusi pendidikan tinggi vokasi, Politeknik Negeri Bandung memberikan kesempatan kepada lulusan semua jenis sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan yang ada di Indonesia untuk mendapatkan pendidikan di Politeknik Negeri Bandung.
6.
Kualitas pendidikan Memperhatikan visi Politeknik Negeri Bandung, maka kualitas pendidikan merupakan hal yang penting diperhatikan.Kualitas pendidikan ini terkait dengan daya tampung dan ketersediaan sarana dan prasarana. Mengingat Pola penerimaan telah dilakukan melalui pola yang berbeda, dalam upaya
memetakan potensi mahasiswa baru, maka Politeknik Negeri Bandung melakukan Test pemetaan
5
terhadap para calon mahasiswa yang telah dinyatakan diterima dan telah melakukan pendaftaran ulang. Test ini dilakukan melalui test psikologi yang telah dilaksanakan pada tanggal 22 September 2015. Hasil test pemetaan menunjukkan bahwa secara umum mahasiswa baru Polban tergolong cerdas dan memiliki motivasi yang tinggi seperti dinyatakan dengan nilai IQ sebagai representasi kecerdasan dan nilai Pauli sebagai representasi motivasi yang ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3. Dari ketiga jalur seleksi yaitu PMDK Bidik Misi (BM), PMDK Akademik (AK), dan Ujian Tulis (SMB) terlihat bahwa jalur ujian tulis memberikan jumlah terbanyak mahasiswa untuk nilai IQ dan Pauli tertinggi.
Gambar 2. Pemetaan tingkat kecerdasan mahasiswa baru tahun 2015. Kriteria IQ disajikan melalui Level 1 sampai dengan 5 mengambarkan level IQ mahasiswa baru. Level 1: IQ kurang dari 81(kurang sekali), Level 2: IQ 82 – 93 (kurang), Level 3: IQ = 94 – 105 (sedang), Level 4: IQ = 106 – 117 (baik), Level 5: IQ = lebih dari 118 (baik sekali).
Gambar 3. Pemetaan tingkat motivasi/daya juang mahasiswa baru tahun 2015. Level 1 sampai .dengan 5 mengambarkan level IQ mahasiswa baru. Level1: Kurang sekali, Level 2: .Kurang, Level 3: Rata-rata, Level 4: Baik, Level 5: Baik sekali.
6
Alhamdulillah dari total pendaftar kami sampai saat ini telah mampu menyediakan sebanyak 1746 tempat bagi mahasiswa baru, dengan tingkat keketatan yang digambarkan dalam rasio 1:12. Data penerimaan mahasiswa baru dalam 5 (lima) tahun terakhir adalah sebagai berikut: Tabel 2: Rasio pendaftar dan yang diterima dalam 5 tahun terakhir. Tahun 2007/2008 2008/2009 2009/2010 Tahun
Persentase yang diterima 21.69% 29.41% 25.92% Persentase yang diterima 20.10% 17.36% 14.61% 8,17% 8,42%
Pendaftar Diterima 5794 5076 5818
1257 1493 1508
Pendaftar Diterima
2010/2011 2011/2012 2012/2013 2014/2015 2015/2016
7377 8940 12550 21162 20731
1483 1552 1833 1728 1746
Yang Rasio mendaftar kompetisi kembali 1:4.61 1257 1:3.40 1389 1:3.86 1425 Yang Rasio mendaftar kompetisi kembali 1:4.97 1437 1:5.76 1527 1:6.85 1707 1:12 1710 1:12 1698
Rasio yang mendaftar ulang 1:1 1:0,93 1:0,94 Rasio yang mendaftar ulang 1:0,97 1:0,98 1:0,93 1:099 1:0,98
Merujuk pada data tahun akademik 2014/2015, rata-rata mahasiswa program Diploma III dapat menyelesaikan studinya selama 3,02 tahun dengan rata rata Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3.07. Sedangkan pada program Sarjana Terapan (Diploma IV) rata-rata masa penyelesaian studi 4,06 tahun dengan rata-rata IPK 3.14. Disamping sukses yang telah dicapai, beberapa mahasiswa dengan terpaksa harus diberhentikan status kemahasiswaan akibat kedisiplinan seperti ditunjukkan dalam gambar 4 berikut. 25
21
20 15
14 11 8
10
5
4
5
1
0 PMDK
SMB
Do Absen
PMDK
SMB
DO Nilai
PMDK
SMB
GMF
Mengundurkan Diri
Gambar 4. Data mahasiswa yang harus diberhentikan statusnya sebagai mahasiswa. Upaya untuk mengurangi jumlah mahasiswa yang lulus tidak tepat waktu telah dilaksanakan dengan meningkatkan peran dosen wali sebagai pendamping, mulai dari pemeriksaan rekap
7
kehadiran, melakukan kegiatan tutor sebaya, menjadwalkan kegiatan pelaksanaan Proyek Akhir lebih ketat, dan menyempurnakan panduan Praktik Kerja Lapangan dan Tugas Akhir. Hal terakhir tersebut dilakukan karena seringkali Tugas Akhir diinisiasi dari hasil Praktik Kerja Lapangan. Sedangkan upaya peningkatan IPK lulusan terus dilakukan melalui peningkatan layanan proses belajar mengajar. Hal-hal yang sudah dilakukan adalah meningkatkan pemantauan terhadap kehadiran mahasiswa, mengumumkan IPK rata-rata setiap Program Studi pada papan pengumuman untuk menimbulkan minat meningkatkan IPK, mengembangkan metodologi pembelajaran antara lain pengembangan metode e-learning, memberikan kuliah tamu dengan dosen tamu dari industri dan praktisi untuk meningkatkan pemahaman pentingnya belajar dan minat terhadap bidang studi yang dipilih, dan mengembangkan kegiatan kemahasiswaan yang mendukung mahasiswa dalam pengembangan kepribadiannya sehingga diharapkan menjadi lebih matang dan bertanggung jawab terhadap tugas dan pilihannya. Pertumbuhan penelitian serta program Pengabdian Kepada Masyarakat yang telah dilakukan pada tahun 2015 menunjukkan adanya dinamika seperti tercantum dalam gambar 5 dan gambar 6. Penelitian yang dilakukan di Politeknik Negeri Bandung bersumber pada: 1. APBN melalui program yang dikoordinasikan terpusat melalui Direktorat Jenderal Riset dan Inovasi Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, 2. PNBP, dengan proporsi sebesar 10% dari PNBP tahun berjalan, dan 3. Industri.
1,200 1,100 1,000
1 Penelitian(Pemula/Terapan/DSK/Kap.Lab/PKMKC/Ungg.Polban/Mandiri/Fungsional)
900 800 700
2 Penelitian(DIKTI)
600 541
500 400 300 200 100 -
2013
115
75
20
55
2014
95 43
2015
48
2016
Total
Gambar 5. Perkembangan penelitian di Politeknik Negeri Bandung
8
160 140 120
1 PKM-DIKTI
100 80
2 PKM-DIPA POLBAN
60
61 51
40 20 -
57
16
2013
52
16
16
2014
2015
16
2016
TOTAL
Gambar 6. Perkembangan program kegiatan Pengabdian pada Masyarakat Disamping prestasi dibidang akademik, mahasiswa Politeknik Negeri Bandung telah banyak mengukir prestasi baik di tingkat nasional maupun Internasional. Pada tahun 2015, kontingen Robot Politeknik Negeri Bandung telah berhasil mempersembahkan medali emas, perak maupun perunggu kepada Republik Indonesia sebagai ”Juara Umum pada kompetisi Robot Internasional di Trinity College, USA”. Pertumbuhan kegiatan mahasiswa Politeknik Negeri Bandung sangatlah positif dengan kecenderungan yang meningkat dari tahun ke tahun. Perhatian khusus terus diberikan kepada seluruh bentuk kegiatan mahasiswa, baik yang sudak mencapai hasil yang signifikan maupun yang mengalami penurunan sebagaimana disajikan dalam gambar 7, gambar 8.
30
Juara 1
Juara 2
Juara 3
25 20 15 10
0
8
6
5
8 4
1 2011
2012
2013
2014
2015
Gambar 7. Dinamika prestasi mahasiswa Politeknik Negeri Bandung.
9
12 10
10 8 6 4 2 0
0 2011
1
0 2012
2013
2 2014
2015
Gambar 8. Prestasi perolehan medali pada kegiatan kompetisi di kancah Internasional.
Hadirin sekalian, Untuk mewujudkan seluruh misi menuju kepada ketercapaian Visi diatas, berbagai usaha telah Polban laksanakan baik melakukan pelatihan bagi tenaga Pendidik maupun kependidikan, baik melalui program non-Gelar dan juga pendidikan lanjut bergelar, baik diluar maupun dalam negeri. Persoalan mendasar yang harus segera ditangani adalah masalah SDM. Polban yang telah dimulai 34 tahun lalu, memliki tenaga pendidik maupun kependidikan dengan usia masuk yang tidak jauh, hal tersebut akan memunculkan konsekuensi serius pada saat mereka memasuki masa purnabaktinya. Dengan kondisi tersebut, usaha perekrutan terus diusulkan, namun sangatlah tergantung dari formasi yang tersedia. Dilain pihak Politeknik Negeri Bandung sebagai institusi Pendidikan Tinggi bidang vokasi sangatlah mempersyaratkan ketrampilan tinggi bagi seluruh SDMnya. Sehingga apabila kita sandingkan dengan syarat penerimaan tenaga pendidik dengan kualifikasi minimal S2, maka harus ada usaha tambahan dari internal Polban untuk menyelenggarakan pelatihan tambahan sebelum mereka ditugaskan. Menyangkut masalah pertumbuhan jumlah program studi maupun jumlah mahasiswa. Berbagai usaha pemenuhan kebutuhan Sarana maupun Prasarana terus diusahakan. Pada tahun 2015 lalu telah diselesaikan gedung Kuliah Umum program Magister Terapan yang disatukan dengan Perpustakaan Pusat. Sesuai dengan namanya, agar perpustakaan mudah dijangkau, gedung baru tersebut berada ditengah kampus (gambar 9). Disisi lain kebutuhan lahan parkir saat ini sudah sangat mendesak. DED gedung parkir telah dipersiapkan pada tahun 2015 dan sedianya akan dilakukan pembangunannya pada tahun 2016 ini, namun karena keterbatasan pembiayaan, maka harus ditunda.
10
Pekerjaan lajutan yang masih merupakan tugas mendatang yang tidak kalah pentingnya adalah penyesuaian kapasitas dan teknologi yang harus mengejar ketinggalannya dengan teknologi terkini.
Gambar 9. Gedung Magister Sains Terapan.
Gambar 10. DED gedung parkir mahasiswa.
Bapak, ibu dan hadirin sekalian, Mengakhiri laporan singkat ini, atas segala upaya dan kontribusinya, kami mengucapkan Terimaksih sebesar besarnya kepada seluruh Civitas akademika di lingkungan Politeknik Negeri Bandung. Tanpa bapak ibu sekalian, tidak banyak yang kita lakukan untuk mensejahterakan bangsa ini. Ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada Kementerian Pendidikan Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi beserta para jajaran Direktorat Jenderal dan Sekretaris Jenderal Kemenristek Dikti yang telah memberikan perhatian terhadap pekembangan Politeknik Negeri Bandung. Tidak lupa kepada seluruh masyarakat, Industri dan pihak lainnya yang tidak bisa kami sebut satu per satu, kami juga sampaikan rasa terimakasih kami yang sebesar-besarnya. Semoga Allah SWT mencatat semua amal baik kita semua. Demikian juga kepada seluruh hadirin, kami ucapkan terimakasih atas waktu dan perhatiannya. Mohon maaf atas tuturkata yang kurang berkenan dalam menyampaikan pidato ini.
11
Mengakhiri Sidang Terbuka Senat ini, kami mengundang hadirin sekalian untuk dapat beramah-tamah dengan para anggota senat serta diantara kita semua.
Wabillahi Taufiq Walhidayah Wassalamualaikum Wr. Wb.
Direktur Politeknik Negeri Bandung,
Dr. Ir. Rachmad Imbang Tritjahjono, M.T. NIP 196003161987101001
12
GRAPHENE: MATERIAL ABAD 21 ANTARA TANTANGAN DAN PELUANG
Eko Andrijanto, LRSC, Ph.D Staf Pengajar Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Bandung
[email protected]
ABSTRAK Beberapa tahun belakangan, kita turut menyaksikan penemuan baru di bidang material yang disebut dengan GRAPHENE. Graphene adalah sebuah material yang sangat luar biasa dan memiliki sifat-sifat yang tidak dipunyai oleh material lain. Graphene adalah material yang paling tipis yang pernah ditemukan orang dengan ketebalan kurang lebih satu atom, akan tetapi memiliki kekuatan 100 kali dibandingkan dengan baja yang paling kuat sekalipun dengan asumsi memiliki ketebalan yang sama yaitu 3,35 A. Material graphene ditemukan di Universitas Manchester pada tahun 2004 dan menghasilkan ribuan paten dalam 10 tahun setelah itu. Material ini sangat menjanjikan mengingat banyak aplikasi yang bisa mungkin bisa dihasilkan seperti material super kuat, material dengan daya hantar listrik tertinggi dibandingkan dengan material yang pernah ditemukan, memiliki sifat transparan dan dapat menghantarkan listrik, elastis dan masih banyak sifat-sifat lainnya yang akan banyak mengubah peradaban kita ke depan. Dalam kajian ilmiah ini, sifat, karakter dan aplikasi graphene akan dibahas secara lebih dalam dan semoga akan memberikan inspirasi kepada para peneliti di Polban khususnya untuk dapat berkolaborasi menghasilkan karya-karya dalam bentuk teknologi yang dapat memberikan dampak nyata kepada masyarakat. Penguasaan teknologi pembuatan graphene pada dasarnya telah dikuasai oleh Polban dan masih harus terus ditingkatkan sedangkan aplikasi pemanfaatan graphene mengundang para peneliti Polban untuk dapat berkolaborasi dan bekerjasama. Minimnya peralatan penunjang bukanlah kendala, namun demikian harus tetap kita jadikan perhatian. Kata Kunci: graphene, supermaterial, aplikasi, peluang, tantangan, penelitian graphene di Polban. 1. LATAR BELAKANG Ketertarikan akan material graphene ditunjukkan oleh jumlah publikasi dan paten yang dihasilkan dalam beberapa tahun terakhir. Jumlah publikasi graphene sejak ditemukan oleh Andrei Geim dan Konstantin Novoselov di Universitas Manchester pada tahun 2004, sampai saat ini hampir mencapai 26,000 publikasi dan 13,000 paten (Gambar 1). Dalam kurun waktu 10 tahun terdapat 26,000 publikasi, yang berarti kurang lebih 2,600 publikasi per tahun untuk satu jenis material yang bernama graphene. Hal ini merupakan perhatian yang luar biasa yang ditunjukkan oleh masyarakat ilmiah dan industri untuk graphene, ini tentunya tidak lepas dari aplikasi yang dijanjikannya.
1
Gambar 1. Jumlah publikasi graphene dari tahun 2005 sampai 2014. Jumlah paten mengenai graphene ini per tahunnya dapat dilihat pada grambar 2 di bawah.
Gambar 2. Jumlah paten graphene dari tahun 2005-2014. Jumlah paten tersebut dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dari hanya kurang lebih 50 paten per tahun di tahun 2005 menjadi 3,600 paten per tahun di tahun 2014. Sedangkan jumlah negara yang paling banyak mempatenkan graphene adalah Cina (47%) dan diikuti oleh Amerika (14%) dan
2
Korea (13%) dan sisanya dibagi oleh banyak negara termasuk Inggris (negara tempat ditemukannya graphene pertama kali). Institusi/industri yang paling banyak mematenkan graphene adalah SAMSUNG, dimana pada tahun 2013 saja SAMSUNG mematenkan hampir 450 lebih paten dan diikuti oleh perusahaan maupun institusi lain seperti dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah. SAMSUNG mempatenkan graphene sebagian besar untuk aplikasi Flexible Electronic dan Energy Storage (Battery dan Supercapacitor).
Gambar 3. Jumlah paten didaftarkan dari Institusi dan Perusahaan. Melihat kenyataan ini, kita tentunya menyadari bahwa kita memang tertinggal dari negaranegara tersebut, namun bukan berarti kita harus berpangku tangan dan tidak melakukan apa-apa. Penguasaan teknologi pembuatan graphene, Alhamdullilah juga sudah kita kuasai walaupun dengan fasilitas yang sangat terbatas. Yang kita perlukan adalah mengambil sebagian kecil dari kue yang besar dan kita aplikasikan untuk keperluan kita, sebagai contoh menggunakan graphene untuk aplikasi penjernihan air, aplikasi graphene untuk sel surya, dan masih banyak peluang lainnya yang dapat kita manfaatkan.
2. APLIKASI GRAPHENE Aplikasi graphene mencakup lintas bidang ilmu, mulai dari bidang kimia, fisika, kedokteran, mekanik, sipil, elektronik, energi, lingkungan dan merambat ke bidang-bidang lain yang belum disebutkan. Beberapa contoh aplikasi dari material graphene ini adalah sebagai material antipeluru, material untuk desalinasi air laut (air laut menjadi air tawar) dan ultrafiltrasi, material untuk
3
penyimpan energi (super baterai dan superkapasitor), sensor medis (glukosa, kolesterol, immunosensing), katalis, sel surya, tranparent electronic, body implant, supercharging quantum computer, smart clothing dan masih banyak aplikasi lainnya yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. Hal ini tentunya membuka jalan dan kesempatan kepada kita untuk melakukan terobosan teknologi sehingga memungkinkan terjadinya kolaborasi antar Jurusan di dalam POLBAN, atau POLBAN dengan lembaga riset di luar POLBAN, bahkan kerjasama POLBAN dengan Industri. Untuk itulah topik tentang graphene menjadi sangat menarik untuk bisa diangkat dan dikaji dalam ORASI ILMIAH kali ini.
3. SIFAT-SIFAT GRAPHENE Mengapa graphene sangat istimewa? Graphene sangat istimewa karena sifat-sifatnya yang luar biasa dan tidak dimiliki oleh material lain. Sifat-sifat luar biasa (wonder properties) yang dimiliki oleh graphene di antaranya adalah : Pada suhu kamar memiliki daya hantar listrik hampir 1,000,000 kali lebih baik dibandingkan tembaga dengan asumsi ketebalan yang sama; Memiliki konduktifitas termal tertinggi dibandingkan dengan material yang pernah ditemukan (5300 W⋅m−1⋅K−1 );
Material yang tidak dapat ditembus oleh apapun dan memiliki impermeabilitas yang tidak pernah ditemukan orang sebelumnya, bahkan gas hidrogen sekalipun tidak bisa melaluinya; Selain itu, graphene adalah material yang bersifat transparan dan sekaligus mampu menghantarkan listrik; Graphene memiliki sifat mekanik yang sangat kuat yang pernah diukur Tensile strength of 130 GPa and a Young's modulus (stiffness) of 1 TPa. Kesemua sifat tersebut ada di dalam satu material yang bernama graphene, untuk itu graphene sering disebut dengan “Supermaterial”. Dari awal saya menyinggung sekian kali istilah graphene. Namun apakah yang dimaksud dengan graphene? “Graphene adalah atom karbon yang tersusun dalam bentuk struktur sarang tawon (honeycomb structure) atau chicken wires seperti ditunjukkan pada Gambar 4 di bawah dan memiliki ketebalan hanya satu atom (0,5 x 10-10 m) serta memiliki sifat-sifat yang unik seperti disebutkan di atas.” Bahan pembuat graphene adalah grafit (karbon yang terdapat pada pensil tulis) yang kemudian dimodifikasi baik secara kimia maupun fisika menjadi graphene.
4
Gambar 4. Atom karbon (Chicken wires & Honeycomb Structure) dengan berbagai cara pemotongan dihasilkan struktur (a) bucky balls (b) carbon nanotube dan (c) graphene.
4. PEMBUATAN GRAPHENE Graphene apabila disusun bertingkat membentuk susunan grafit, seperti pada Gambar paling kanan (biru) dan sebaliknya apabila grafit (karbon) dikupas (exfoliation) lapisan demi lapisan, grafit akan kembali membentuk unit penyusunnya yaitu graphene. Metoda pembuatan atau sintesa graphene yang dikenal ada beberapa yaitu [6]. Mechanical Exfoliation (pengelupasan secara mekanik) Chemical Exfoliation (pengelupasan secara kimiawi) Microwave assisted solvent exfoliation (pengelupasan dengan bantuan pelarut) Pyrolysis of sodium ethoxide Unzipping of carbon nanotubes Thermal Chemical Vapor deposition Plasma Enhanced Chemical Vapor deposition Dari kesemua teknik pembuatan graphene tersebut di atas, teknik chemical exfoliation dan solvent exfoliation adalah 2 metoda yang mudah dilakukan untuk menghasilkan graphene dengan peralatan yang sederhana dan dihasilkan graphene dalam jumlah yang cukup signifikan. Alhamdullilah kedua metoda ini sudah dapat kita (POLBAN) kuasai dengan baik. Namun demikian, metoda karakterisasi material bagi kita masih menjadi kendala, mengingat peralatan untuk mengkarakterisasinya masih harus menggunakan fasilitas dari intitusi lain seperti ITB, UPI dan LIPI. Peralatan karakterisasi material seperti SEM, XRD, XRF, Particle analyzer, FTIR, TEM dan lainnya
5
ke depan mutlak harus kita miliki jika kita ingin berkontribusi terhadap penguasaan teknologi graphene dan teknologi material lainnya.
5. TIMELINE GRAPHENE Apabila kita melihat ke belakang sebentar dan melihat apa yang terjadi saat ini, serta berimajinasi apa yang akan dapat dilakukan oleh graphene di masa depan, maka banyak hal yang sudah berubah dan akan terus terjadi perubahan yang disebabkan dari keberadaan graphene sebagai contoh: telpon genggam dengan touch screen yang dapat dilipat (Samsung), komposit yang tahan panas, baju yang dapat memberikan informasi keadaan tubuh kita, alat-alat deteksi kondisi tubuh manusia yang lebih kecil dan canggih, super komputer dengan kecepatan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya, membran pembuat air tawar dari air laut yang 100 kali lebih efesien dibandingkan yang ada sekarang (Perforene-Locheed Martin) dan masih banyak lagi hal-hal baru yang akan mengejutkan kita yang dihasilkan oleh graphene. Untuk itulah mari kita coba melihat kembali sejarah bagaimana graphene berevolusi seperti diilustrasikan pada Gambar 5 dan melihat apa yang akan terjadi dalam 20 tahun ke depan seperti dapat diilustrasikan pada Gambar 6.
Gambar 5. Timeline graphene dari tahun 2004 sampai 2012.
6
Gambar 6. Timeline graphene 20 tahun ke depan.
Dari timeline tersebut dapat dibayangkan bahwa graphene mengalami evolusi yang sangat cepat bahkan bisa dianggap sebagai revolusi seperti halnya penemuan transistor ataupun internet. Graphene secara teori telah dikemukakan sejak tahun 1947 walaupun tidak pernah diisolasi. Pada tahun 1987 nama graphene baru diberikan secara resmi. Kemudian pada abad ke 21 graphene mulai dipatenkan dan diproduksi. Pada tahun 2002 proses produksi graphene dimulai oleh perusahaan Nanotek Instrumen dan kemudian dipatenkan. Namun demikian, di kalangan masyarakat ilmiah, paten Nanotek Instrumen masih menjadi perdebatan apakah yang mereka temukan itu memang betul graphene. Pada tahun 2004, graphene secara resmi dapat diisolasi dari grafit dan menjadi penemuan baru yang dilakukan oleh 2 ilmuwan dari Universitas Manchester, Inggris. Kedua ilmuwan tersebut bernama Andre Geim dan Konstantin Novoselov. Mereka menemukan cara yang sangat sederhana untuk mengisolasi graphene dari grafit yaitu dengan menggunakan selotip. Pada tahun yang sama Andrei Geim dan Novoselov mempublikasikan penemuan mereka tentang graphene dan menjadikannya publikasi yang banyak disitasi di kalangan akademisi pada tahun tersebut. Pada tahun 2010 Andre Geim dan konstantin Novoselov dianugerahi Hadiah Nobel di bidang fisika dan menjadi salah satu peraih nobel tercepat dalam sejarah. Pada tahun 2014 SAMSUNG membuat terobosan dengan menciptakan perangkat komunikasi menggunakan graphene dan menjadi produk komersial yang mulai dapat nikmati oleh masyarakat. Seperti diilustrasikan pada Gambar 6 di atas, hal-hal baru telah dimunculkan oleh graphene dan mungkin kita masih akan menyaksikan hal-hal baru lainnya yang dapat dilakukan oleh graphene dalam beberapa tahun ke depan. Tantangan yang kita hadapi adalah apakah kita akan menjadi bagian dari para inovator tersebut atau kita hanya jadi penonton dari perubahan yang ada?
7
6. PENELITIAN GRAPHENE DI POLBAN Penelitian graphene bagi POLBAN sendiri sudah dimulai walaupun baru dikerjakan 2-3 tahun ke belakang. Beberapa penelitian graphene yang sudah, sedang dan akan dikerjakan adalah: Penggunaan graphene sebagai penyangga katalis Platinum untuk elektroda Fuel Cell (energy generator-alkohol menjadi listrik)-PUPT 2013-2015; Conductive and transparent plastic (untuk touch screen). Mandiri-In Progress; Sand coated graphene untuk water treatment. (Mandiri-In Progress); Pakaian antipeluru (Mandiri); New type solar cell based on graphene-plastic (Mandiri); Exfoliated graphene for oil spill (Mandiri); Graphene for lithium ion battery electode (PUPT-2016-2018). Beberapa penelitian tersebut saat ini sudah siap untuk diaplikasikan dan bisa dikolaborasikan dengan pihak-pihak yang potensial untuk bekerjasama. Penelitian yang sekiranya dapat diaplikasikan dalam waktu dekat adalah graphene sebagai media filter (graphene coated sand) untuk mengolah air kotor menjadi air yang bisa dikonsumsi. Graphene coated sand adalah media filter pengganti arang aktif dengan banyak kelebihan tidak saja dapat menyaring kotoran tapi juga bakteri dan virus. Dalam waktu dekat apabila kita tidak memanfaatkan teknologi ini, graphene coated sand produk dari Cina dan Australia akan membanjiri pasar Indonesia dalam waktu dekat dan kita hanyalah sebagai pengguna. Untuk itulah Polban sangat berharap, hasil temuan ini bisa cepat kita aplikasikan. Solar sel berbasis graphene juga potensial untuk dapat diaplikasikan dan dikembangkan lebih lanjut. Solar sel berbasis graphene adalah jenis solar sel generasi baru, yang juga memiliki keunggulan dibandingkan dengan solar sel berbasis silikon yang mahal dalam investasinya dan juga secara teknologi kita belum tentu mampu membuat silikon wafer untuk tujuan tersebut.
7. PENUTUP Keikutsertaan peneliti POLBAN dalam riset graphene tidak lepas dari tanggung jawab POLBAN untuk turut berperan aktif dalam memberikan sumbangan terhadap penelitian terapan yang dapat diaplikasikan. Kerjasama POLBAN dengan intitusi lain harus terus digalakkan dan mutlak untuk ditingkatkan mengingat keterbatasan fasilitas yang dimiliki POLBAN, terutama dari sisi peralatan karakterisasi material. Kerjasama dengan pihak swasta juga tidak kalah penting guna membantu mengkomersialkan hasil penelitian-penelitian tersebut. Polban memiliki potensi sumber daya manusia yang cukup, dengan kurang lebih 60 Doktor dan ratusan Magister. Menurut hemat saya, jumlah tersebut adalah sumber daya yang cukup untuk menggerakkan potensi penelitian POLBAN ke depan. Potensi lain yang dimiliki adalah sumber
8
pendanaan yang makin tahun makin besar. Saat ini saja tidak kurang dari 7 Milyar rupiah/tahun dana telah disediakan oleh pemerintah melalui DIPA-POLBAN dengan berbagai macam skema penelitian. Namun demikian, tantangan dan hambatan penelitian masih ada dan perlu diselesaikan bersama diantaranya: Kendala peralatan yang terbatas, khususnya peralatan yang ada sebagian besar adalah peralatanperalatan lama yang sudah harus diperbaharui. Lebih dari itu, peralatan tersebut bukanlah peralatan riset. Untuk itu POLBAN perlu memikirkan pengadaan peralatan penunjang riset yang dapat digunakan oleh semua peneliti lintas jurusan. Akan lebih baik jika bisa dibentuk suatu Pusat Riset (Research Center); Kendala tempat, mengingat POLBAN adalah salah satu Pendidikan Tinggi Vokasi maka tidak terlepas dengan fungsi utamanya dalam menyiapkan tenaga terdidik dan terampil sehingga banyak aktifitas dosen masih dalam bentuk mengajar dan membimbing praktikum. Dengan kondisi seperti itu, waktu untuk bisa melakukan penelitian sangat terbatas dan tempat untuk meneliti pun bergantian dengan laboratorium-laboratorium yang dipergunakan untuk praktikum regular; Kendala waktu, mengingat jam kerja karyawan POLBAN terbatas sampai pukul 5 sore dan biasanya waktu selesai praktikum antara pukul 3-4 sore. Dengan demikian, penelitian yang dilakukan setelah jam kerja sangat sulit untuk dilaksanakan. Untuk itu perlu kita pikirkan fleksibilitas waktu bagi peneliti sehingga dapat melakukan penelitian sampai malam bahkan pagi jika memungkinkan; Aturan main terkait penelitian juga menyebabkan terjadinya penurunan jumlah usulan proposal namun demikian KEMENRISTEKDIKTI pada tahun 2016 sedang mengusulkan deregulasi ke Menteri Keuangan mengenai hal tersebut dan semoga menjadikan iklim penelitian lebih kondusif. 8. REKOMENDASI Salah satu usaha yang dianggap membantu mengatasi kendala-kendala tersebut di atas adalah dengan menumbuhkan Pusat Riset. Pada saat ini kita sudah memiliki dua Pusat Riset dan sedang mengusulkan satu pusat riset lagi yang bernama Pusat Riset Material dan Nanoteknologi. Pusat penelitian material dan nanoteknologi sedang kita usulkan kepada pimpinan POLBAN pada tahun 2016 ini dan semoga Bapak Direktur dan SENAT Polban sekalian dapat menyetujui dan membantu pendirian COT (Center of Technology) di bidang Material dan Nanoteknologi. Pusat penelitian ini merupakan pusat penelitian multi disiplin serta lintas berbagai bidang ilmu baik kimia, fisika, mekanik, listrik, elektronika, energi, sipil, dan disiplin ilmu lainnya yang mungkin juga bisa turut berkontribusi.
9
POLBAN sebenarnya juga sudah memiliki kegiatan mahasiswa yang berhubungan dengan material dan nanoteknologi yang disebut Masyarakat Nanoteknologi POLBAN. Bahkan masyarakat Nanoteknologi POLBAN ini juga sudah tergabung di dalam masyarakat nanoteknologi Indonesia (MNI). Masyarakat nanoteknologi POLBAN didirikan pada tahun 2014 oleh berbagai mahasiswa lintas program studi dan pada saat ini sudah terdapat sekitar 200 anggota terdaftar. Melihat antusiasme mahasiswa dan beberapa peneliti di POLBAN, tidak salah jika Pusat Penelitian Material dan Nanoteknologi selayaknya didorong dan diberi tempat untuk berkembang sekaligus dapat berperan lebih banyak lagi dalam penelitian-penelitian terapan yang berhubungan dengan nanoteknolgi.
9. UCAPAN TERIMA KASIH Akhir kata saya ucapkan terima kasih atas perhatian para hadirin yang telah mengikuti penyampaian makalah saya sampai akhir, semoga bermanfaat bagi saya pribadi dan Bapak Ibu sekalian. Tidak lupa saya sekali lagi, ucapkan terima kasih kepada Direktur Politeknik Negeri Bandung, Dr. Ir. Rachmad Imbang Tritjahjono, MT, Kajur Teknik Kimia dan teman-teman yang telah memberikan masukan dan koreksi terhadap makalah ini seperti Pak Hayadi dan Pak Edi. Apabila terdapat kealpaan terhadap segala sesuatu yang saya sampaikan, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.
10. DAFTAR PUSTAKA Ermin, M., Andreas, K.(2013). Ultrafast Relaxation Dynamics and Optics, Graphene and carbon Nanotube, pp.164. Choi, W., Lahin, I. (2010). Synthesis of graphene and its applications: A Review, Solid State Material Sciences, 35-1, pp. 52-71. Geim, A., Status and Prospect. (2009). Graphene : Status and Prospect. Science, 324- 5934, pp. 1530-1534. Novoselov K.S., et al. (2009). Road map for graphene, Nature, 490, pp. 192-200. ZurutuzaA., Marinelli, C. 2014.Challenges and opportunities in graphene commercialization, Nature Nanotechnology, 9-10, pp. 730-734.
10
PENGEMBANGAN ASET DESAWISATA BERBASIS PENTAHELIX MODEL
Dr. A Gima Sugiama, SE., MP. Staf Pengajar Manajemen Aset Politeknik Negeri Bandung
[email protected] ABSTRAK Pariwisata menjadi industri tercepat pertumbuhannya dibanding industri lainnya di berbagai negara. Pariwisata diyakini dapat menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi termasuk di kawasan pedesaan sebagaimana di Indonesia. Tujuan tulisan ini untuk mendiskusikan pengembangan desawisata berbasis Pentahelix Model yang berkelanjutan. Mengacu pada landasan teori pengembangan desawisata dapat diungkap bahwa, kawasan pedesaan yang berpotensi dikembangkan menjadi desawisata adalah yang memiliki 4 komponen dasar sebagai aset desawisata yang disebut 4A. Keempat komponen aset kepariwisataan dimaksud meliputi Atraksi, Aksesibilitas, Ameniti, dan Ansilari. Pengembangan aset desawisata yang berkelanjutan dapat dirancang dalam sebuah Pentahelix Model. Model tersebut melibatkan lima pihak yakni pengelola desawisata, publik, pebisnis, akademia, dan masyarakat setempat. Masing-masing pihak dapat berkontribusi sesuai kapasitas dan kapabilitasnya. Rangkaian riset telah dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dengan metode deskriptif di Desawisata Penglipura Bali, Selasari, dan di Kertayasa Pangandaran. Hasil riset menunjukkan, jika kelima pihak dapat bekontribusi bersama-sama secara holistik dan terintegrasi, maka desawisata dimaksud dapat terjamin keberlanjutannya sesuai tujuan. Selain itu, sikap dan budaya serta keterbukaan masyarakat setempat (host community) terhadap kedatangan wisatawan sangat menentukan keberhasilan desawisata yang dikembangkan tersebut. Kata kunci: pengembangan aset desawisata, pentahelix model. 1. PENDAHULUAN Pariwisata diyakini menjadi industri terbesar dan yang paling cepat pertumbuhannya di dunia (Esmailzade, 2013, Matiza and Olabanji, 2014, Sugiama, 2014b). Pada umumnya di negara-negara sedang berkembang, industri pariwisata menjadi upaya untuk mendorong perekonomiannya sebagaimana di Indonesia (Lietaer and Stephen, 2003., Matiza and Olabanji, 2014., Mir, 2014., Sugiama, 2014a, Sugiama, 2014b). Karena itulah hingga saat ini, industri pariwisata menjadi isu sangat populer di berbagai negara sebagai penggerak perekonomian termasuk di Indonesia (Esmailzade, 2013., Lietaer and Meulenaere, 2003, Ivolga and Vasily, 2013., Mir, 2014., Sugiama, 2014a, Sugiama, 2014b). Pengembangan pariwisata dapat dibangun di kawasan pedesaan yang disebut desawisata. Pengembangan desawisata umumnya ditujukan untuk membangun ekonomi, dan untuk pelestarian alam serta budaya masyarakat pedesaan setempat (Guo and others, 2014., Mutana, 2013., Sugiama, 2013., Sugiama, 2014a, Sugiama, 2014b). Desawisata dapat berkontribusi positif bagi pendapatan masyarakat, memperluas kesempatan kerja, meningkatkan distribusi barang, menekan serendah mungkin tingkat urbanisasi, dan mengurangi tingkat kemiskinan (Esmailzade, 2013., Mir, 2014).
11
Khususnya dampak pariwisata pada perekonomian, pariwisata dapat berdampak positif bagi tingkat pertumbuhan kesejahteraan ekonomi (pro-growth), diharapkan makin terbukanya kesempatan kerja bagi masyarakat setempat (pro-job), dan dapat mengurangi jumlah penduduk miskin atau pro-poor (Sugiama,:12, 2011.c)” Setiap pengembangan tempat wisata perlu dipertimbangkan 4 komponen dasar kepariwisataan yang perlu dielaborasi. Keempat komponen dimaksud disebut 4A yakni: Attraction, Accessibility, Amenities, and Ancillary (Cooper, 2000., Sugiama, 2014a., Sugiama, 2013., Sugiama, 2014c). Pengelolaan seluruh komponen tersebut perlu dukungan berbagai pihak (stake holder) yang di dalamnya terutama: masyarakat setempat, pemerintah, pengelola desawisata, dan perguruan tinggi sebagaimana dikenal dalam model triple helix (Sugiama, 2014). Perkembangan kolaborasi antar pihak dalam sebuah stake holder terus meningkat, dan dalam pengembangan kepariwisataan dapat diaplikasikan Penta Helix Model (adaptasi dari Boras, 2013., Calzada dan Bjork, 2013., Nanotechnology, 2012., Noorul, 2014). Indonesia memiliki potensi alam dan budaya melimpah yang dapat menjadikan industri pariwisata sebagai andalan, bahkan menjadi unggulan di masa datang. Dengan posisi geografis di katulistiwa serta kondisi alam, hayati, dan budaya yang beragam, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan pariwisata. Namun potensi tersebut belum dapat menarik kunjungan wisatawan mancanegara sebagaimana harapan. Angka kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia selama tahun 2012 sebanyak 8.044.462 orang. Ada peningkatan dari tahun 2011 yang hanya mencapai 7.649.731 orang (Parekraf, 2013). Jumlah ini melampaui target yang ditetapkan dalam Rencana Strategis (Renstra) yaitu 7,2 juta orang. Untuk jumlah wisman tahun 2011 meningkat 8,5 persen dibanding dengan tahun 2010. Selain itu, pengeluaran yang mereka habiskan selama berwisata juga meningkat dari US$ 1.085,75 di tahun 2010 menjadi US$ 1.118, 26 per orang per kunjungan tahun 2011.
Pengeluaran wisman ini berpengaruh pada naiknya perolehan devisa
pariwisata 2011 dari US$ 7,6 miliar menjadi US$ 8,5 miliar, atau tumbuh 11,8% dibanding tahun lalu. Tetapi, berdasarkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara, naiknya angka kunjungan wisatawan ke Indonesia telah membawa peringkat Indonesia naik ke posisi ke-74 dunia di antara 139 negara (World EconomicForum, 2012). Awalnya peringkat Indonesia adalah ke-81 pada 2010 dan kini naik peringkat ke-74 pada 2011. Indonesia mengalami kenaikan dua peringkat, dari peringkat 15 ke ranking 13 di Asia-pasifik (Budpar, 2012). Pemerintah Indonesia dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara antara lain melalui upaya memaksimalkan pengembangan Desa Wisata. Potensi wisata alam dan budaya di Indonesia tersebar di berbagai daerah terutama di kawasan pedesaan. Namun aset kepariwisataan yang ada di pedesaan tersebut masih belum dimanfaatkan untuk kepariwisataan. Di sisi lain, kondisi umum perekonomian di pedesaan jauh tertinggal oleh pembangunan di kota. Menurut Dao (2004),
12
umumnya penduduk pedesaan di berbagai negara miskin tersebar terutama di pedesaan. Khan (2000) memperhitungkan sekira 63 persen penduduk miskin dunia itu berada di daerah pedesaan. Kondisi demikian juga terjadi di negara-negara miskin dan di negara-negara berkembang (Todaro and Smith dalam Dao, 2004). Khusus di Indonesia, pada Maret 2011, jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 30,2 juta orang. Dari jumlah tersebut tersebar di pedesaan mencapai 18,97 juta orang. Sebagian besar penduduk miskin di pedesaan tersebut bermata pencaharian sebagai petani subsisten (BPS, 2011). Kawasan Desawisata telah berkembang dalam segi jumlah kawasan di Indonesia dari tahun ke tahun. Namun di sisi lain, pengembangan desawisata tersebut belum menghimpun berbagai pihak secara holistik dan terintegrasi. Sebuah pengembangan desawisata dapat menjamin pertumbuhan yang positif bagi kehidupan masyarakat setempat, dan tumbuh secara berkelanjutan dengan melibatkan 5 pihak secara terpadu. Kelima pihak dimaksud meliputi: pengelola desawisata, publik, pebisnis, akademi, dan masyarakat sosial setempat. Pengembangan model yang holistik, dan kolaborasi terintegrasi antar kelima pihak tersebut dapat dibentuk dalam sebuah model yang disebut Pentahelix Model (adaptasi dari Boras, 2013., Calzada dan Bjork, 2013., Nano-technology, 2012., Noorul, 2014., Yahya, 2015).
2. PENGEMBANGAN ASET DAN USAHA KEPARIWISATAAN Setiap pedesaan memiliki karateristik alam dan budaya cenderung berbeda. Beberapa kawasan berpotensi dikembangkan menjadi kawasan wisata. Kreativitas dan inovasi berwirausaha di tiap pedesaan dapat dikembangkan melalui dorongan berbagai pihak pemangku kepentingan (Kajanus, 2000). Potensi yang dimiliki tiap kawasan pedesaan dapat didorong dan diwujudkan melalui serangkaian usaha kepariwisataan.Semua pihak yang berkepentingan perlu bersatu padu mewujudkannya. Bagaimana upaya tersebut harus dilakukan? Kajanus memberikan langkah strategik untuk mendorong kreativitas dan inovasi penduduk pedesaan setempat dalam berwirausaha (Kajanus, 2000:712). Setiap destinasi wisata yang terjamin keberlanjutannya tidak lepas dari upaya pengintegrasian atau penyatuan upaya semua pihak pemangku kepentingan. Semua pihak perlu mengoptimasi pengembangan potensi masing-masing. Potensi tersebut ditujukan untuk memuaskan wisatawan (Joppe, 2003., Levantis, 2000). Beragam potensi wisata yang perlu dikembangkan menjadi kombinasi komponen aset kepariwisataan sebagaimana Gambar 1.
13
Atraksi wisata
Aksesibilit as Komponen Kepariwisataan
Ansilari
Ameniti
Gambar 1. Komponen Destinasi Wisata (Sugiama, 2014) Pariwisata sebagai sebuah sistem mencakup beragam bisnis layanan kepariwisataan. Pariwisata dapat dikategorikan sebagai industri, artinya industri pariwisata meliputi berbagai sektor layanan dan setiap sektor mencakup serangkaian items bisnis. Pariwisata di antaranya meliputi sektor layanan transportasi, akomodasi, dan atraksi wisata. Sebuah sektor layanan akomodasi wisata di dalamnya meliputi sejumlah layanan berbeda antara lain layanan penginapan, makanan, dan minuman bagi wisatawan. Untuk kepentingan penginapan ditawarkan layanan hotel, motel, homestay, guest house, dan lainnya. Sedangkan untuk makanan dan minuman ada beberapa macam penawaran misal layanan restoran, dan catering. Pengembangan setiap destinasi wisata dapat membuka lapangan usaha yang menjadi sumber pendapatan berbagai pihak. Ada delapan sektor usaha yang telah sektor usaha kepariwisataan yang terbuka karena adanyapengembangan industri pariwisata di sebuah destinasi wisata meliputi Accommodation, Adventure Tourism and Recreation, Attractions, Events and Conferences, Food and Beverage, Tourism Services, Transportation, Travel Trade (CTHRM, 2012). Jika dilakukan simplifikasi pembagian sektor di atas sebagaimana pengkategorian menurut Canadian Tourism Human Resource Council (CTHRM, 2012) industri pariwisata, berkenaan dengan kepentingan pengembangan desawisata, pembagian sektor dalam pariwisata yang lebih sederhana dapat dikelompokkan menjadi 6 sektor sebagaimana Gambar 2.
14
Penginapan
Makanan & minuman Desawisata
Organisasi kepariwisataan
Perjalanan wisata
Transportasi Rekreasi & hiburan
wisata
Gambar 2. Enam Sektor dalam Industri Pariwisata (Sugiamac), 2011) 3. METODOLOGI Rangkaian penelitian telah dilakukan sejak 2013 hingga 2015, menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dengan metode deskriptif. Penelitian dilakukan di tiga desawisata yakni di Penglipuran Bali, di Kertayasa, dan di Selasari Pangandaran. Penelitian difokuskan pada elaborasi pengembangan komponen aset desawisata (4A) mencakup Atraksi, Aksesibilitas, Ameniti, dan Ansilari. Lima pihak sebagai stake holder pengembangan desawisata yakni pengelola desawisata, publik, pebisnis, akademia, dan masyarakat setempat. Untuk mengetahui kualitas layanan dari masing-masing desawisata tersebut, dikaji pula penilaian wisatawan pada layanan desawisata.
4. PENGEMBANGAN DESAWISATA HUBUNGANNYA DENGAN PENDAPATAN .MASYARAKAT Menurut Holland dkk (2003:3), kira-kira 75% masyarakat miskin di dunia tersebar di pedesaan. Di sisi lain, tempat tujuan paling disukai di negara-negara berkembang berupa taman nasional, area hutan (wilderness areas), pegunungan, danau, dan kawasan budaya berada di pedesaan. Artinya kawasan pedesaan memiliki potensi aset untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata di desa bersangkutan. Holland menyebut pengembangan kepariwisataan di kawasan pedesaan miskin dengan istilah Pro-Poor Tourism atau PPT (Holland dkk, 2003., Dao, 2004). Sebagian besar penduduk miskin berada di daerah pedesaan. Menurut Dao (2004:504) umumnya masyarakat miskin di pedesaan bekerja sebagai petani. Potensi yang dapat digali dari pekerjaan mereka sehari-hari antara lain mengembangkan agritourism atau agrowisata. Pekerjaan umunya di pedesaan adalah berpencaharian sebagai petani. Kemampuan meningkatkan produktivitas
15
para petani sangat diperlukan dan menjaga peningkatan produktivitas tersebut secara berkelanjutan. Namun banyak kendala dalam mengembangkan ekonomi di pedesaan (Regmi dan Karl, 2000:798): 1. Peningkatan populasi penduduk di pedesaan sulit dikendalikan 2. Para petani di pedesaan umumnya sebagai petani subsisten (petani gurem) 3. Kemiskinan di pedesaan memiliki kekhasan tersendiri 4. Sumberdaya di pedesaan makin berkurang/menurun 5. Penggundulan hutan (deforestation) 6. Menurunnya kualitas dan kuantitas lahan/tanah di pedesaan (land degradation) Berkenaan dengan upaya “pengentasan kemiskinan di daerah pedesaan”, pemerintah beserta seluruh pemangku kepentingan perlu bekerjasama meningkatkan pendapatan masyarakat. Pengembangan kreativitas dan inovasi usaha di pedesaan perlu mempertimbangkan faktor sosio-ekonomi dan karakteristik masing-masing pasar
terutama pemenuhan relung pasar (Diamra dkk, 2003).
Sustainabilitas pengembangan kepariwisataan perlu berbasis pada kultur masyarakat setempat. Sustainabilitas kepariwisataan yang memelihara budaya telah terbukti sebagaimana di Bali oleh Lietaer dan Stephen (2003). Setiap daerah yang memiliki potensi kepariwisataan perlu dikembangkan berdasarkan kekhasan masing-masing. Ciri khusus yang membedakan antara satu dengan tempat lainnya dapat dijadikan sebagai “brand” (Medway dan Gery, 2008., Farrah dkk., 2204:5) Indikator pembangunan ekonomi pedesaan dikelompokkan menjadi dua, yaitu: (1) indikator produksi meliputi produktivitas usaha tani dan insentif produksi, dan (2) indikator kesejahteraan petani meliputi struktur pendapatan, pengeluaran untuk pangan, daya beli rumah tangga petani, dan ketahanan pangan rumah tangga petani. Pendapatan menjadi salah satu indikator penting bagi petani di pedesaan. Tingkat pendapatan ini menjadi indikator utama dalam mengukur kesejahteraan penduduk pedesaan yang identik dengan petani (Sarjana dan Munir, 2008, Susilowati dkk, 2010). Indikator pendapatan masyarakat pedesaan khususnya penduduk miskin dapat dijadikan ukuran keberhasilan pengembangan kawasan pedesaan (desawisata). Jika dihubungkan secara kausalitas, pemasaran aset wisata berkualitas itu dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan dan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.
Pengembangan aset desawisata berkualitas
Jumlah Kunjungan wisatawan
Tingkat pendapatan masyarakat
Gambar 3. Kausalitas Upaya Pemasaran Aset Wisata Berkualitas terhadap Jumlah Kunjungan dan Tingkat Pendapatan.
16
5. PENTAHELIX MODEL Ada 5 (lima) pihak yang dapat dirancang untuk berkontribusi bagi pengembangan desawisata secara berkelanjutan. Kelima pihak dimaksud meliputi: pengelola desawisata, publik, bisnis, akademi, dan masyarakat sosial setempat. Pengembangan model yang holistik, dan kolaborasi terintegrasi antar kelima pihak tersebut dapat dibentuk dalam sebuah model yang disebut Pentahelix Model (adaptasi dari Boras, 2013., Calzada dan Bjork, 2013., Nano-technology, 2012., Noorul, 2014). Berkenaan dengan upaya integrasi para pemangku kepentingan dan pihak yang berkolaborasi dalam pengembangan serta pemasaran desawisata dirancang model sebagaimana Pentahelix Model yang dicerminkan Gambar 4.
Pemerintah
Industri
Bisnis Desawisata Masyarakat lokal
Akademi a
Gambar 4. Model Penta Helix Desawisata. Pada dasarnya integrasi pengembangan dan pemasaran desawisata perlu dibangun dengan melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan. Pihak-pihak tertentu menjadi pilar yang kokoh dalam membangun desawisata sebagaimana dicerminkan Gambar 5.
Deswisata
Akademia
Bisnis
Pemerintah
Industri
Masy. lokal
Gambar 5. Kolaborasi Pilar Utama Pengembangan dan Pemasaran Desawisata Berkelanjutan berbasis Pentahelix Model (Adaptasi dari Yahya, 2015).
17
Pengembangan desawisata akan menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung ke kawasan pedesaan tersebut, karena itu pengembangan desawisata berdampak positif pada kehidupan masyarakat setempat di antaranya pada pengurangan pengangguran (Adamowicz, 2010., Guo and others, 2014., Sugiama, 2009., Sugiama, 2014c Sugiama, 2014a). Setiap desawisata yang telah dikembangkan perlu dijaga keberlanjutannya, agar dampak positif tersebut juga berkelanjutan, untuk itulah penting diterapkan prinsip dan konsep konservasi alam dan budaya sebagaimana dikenal dalam ecotourism atau pariwisata berwawasan ekologi. (Dorobantu et al., 2012., Sugiama, 2014c). Studi menujukkan bahwa, tidak semua tempat wisata di kawasan pedesaan dapat dikembangkan sebagai desawisata yang dapat meningkatkan kunjungan dan pendapatan masyarakat setempat sebagaimana hasil studi Sugiama di Kawasan pantai Selatan Cipatujah (Sugiama, 2014c), dan hasil studi Boscovic et al. (2013). Beberapa tempat wisata di kawasan pedesaan yang dikembangkan tidak berbasis pada labor intensive yang berasal dari desa setempat, namun mengutamakan capital intensive yang berasal dari para investor. Pengembangan desawisata yang ideal bagi kesejahteraan masyarakat setempat adalah yang berbasis pada potensi aset kepariwisataan setempat. Untuk itu, perlu rangkaian tahapan yang perlu dielaborasi, mulai dari menggali potensi hingga pengendalian dampak kepariwisataan tersebut (Boskovic et al., 2013., Sugiama, 2014a).
Pengembang an Aset desawisata (Atraksi, aksesibilitas, ameniti, ansilari)
Kepuasan Wisatawan Jumlah Kunjungan Wisatawan
Loyalitas Wisatawan
Pendapatan Penduduk pedesaan
Daya dukung: Pengelola, Pemerintah, Publik, Pebisnis, & Masyarakat setempat (Pentahelix)
Gambar 6. Model Hipotetik Upaya Strategis Pentahelix Integrasi Pengembangan dan Pemasaran Aset Desawisata untuk meningkatkan Jumlah Kunjungan dan Pendapatan Masyarakat Pedesaan.
6. PENGEMBANGAN DAN PEMASARAN DESAWISATA BARU Hasil riset menunjukkan bahwa, tidak semua desa yang menjadi tempat wisata dapat dikembangkan menjadi sebuah desawisata, karena sebuah desawisata memerlukan daya dukung terutama dari pihak masyarakat setempat atau host community (Sugiama, Jann, dan Adrianto, 2014b). Sebaliknya ada beberapa kawasan pedesaan yang telah menjadi tempat wisata memiliki potensi
18
untuk dikembangkan menjadi desawisata. Penelitian yang telah dilakukan di dua desa yakni di Desa Selasari dan Kertayasa, Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran misalnya (Sugiama., Jann, dan Adrianto, 2014b). Desa Selasari memiliki karakteristik serupa dengan Desa Kertayasa. Desa Selasari mempunyai potensi untuk dijadikan sebuah Desawisata, karena di desa ini terdapat aliran sungai yang telah dijadikan kawasan wisata body rafting. Selain itu memiliki panorama alam pedesaan, serta potensi gastronomi, homestay. Namun pengelolaan kepariwisataan belum optimal dan pemasarannya belum terintegrasi dengan baik. Karena itulah menarik untuk dijadikan sebuah kajian pemasaran desawisata (Sugiama., Jann, dan Adrianto, 2014b). Berdasarkan
hasil
kajian
sebelumnya,
kosep
pengembangan
desawisata
yang
mengintegrasikan antar berbagai pihak berdasarkan potensi aset kepariwisataan masyarakat pedesaan setempat tercermin sebagaimana Gambar 7 (Sugiama., Jann, dan Adrianto, 2014b). Pengembangan desawisata dapat dirancang secara terpadu yang didukung berbagai pihak dalam sebuah konsep integrated rural tourism development sebagaimana dikenal dalam konsep quadro helix. Accessibility Transportation infrastructure, transportation services
Government
Prospective rural toruism
Attraction Natural, cultural, spec. attractions
Local commu -nity
Integrated rural tourism dev’t (quadro
Business
Amenity Foods & beverages, hotels, guides, etc.
New rural toruism
Academia Ancillary Tourism board, tourism associations, tourism communities
Gambar 7. Integrated Rural Tourism Development Model (Sugiama., Jann, dan Adrianto, 2014b). Berdasarkan hasil kajian, pemasaran desawisata melibatkan 6 pihak yang merupakan interelasi, dan sekaligus merupakan interkoneksi antar pihak yang terintegrasi dalam sebuah sistem terpadu (Sugiama., Jann, dan Adrianto, 2014b). Pengembangan sebuah desawisata memerlukan serangkaian langkah strategis sebagaimana dicerminkan Gambar 8 yang menunjukkan general framework of rural tourism(Sugiama., Jann, dan Adrianto, 2014b). Hasil riset di beberapa desawisata menunjukkan bahwa, desawisata yang berkelanjutan adalah yang berbasis pada konservasi alam dan
19
budaya setempat, serta berakar dari masyarakat yang didukung pemerintah, industri dan akademia (Sugiama., Jann, dan Adrianto, 2014b).
Pedesaan prospektif untuk kepariwisataan Aset alam pedesaan
Aset budaya pedesaan
Konservasi alam
Konservasi budaya
Atraksi wisata
Ameniti
Pengembangan aset desawisata
Aksesibilitas
Ansilari
Organisasi kepariwisataan
Penyedia paket perjalanan wisata
Penyedia Atraksi wisata
Integrasi pemasaran aset desawisata Penyedia layanan penginapa n
Penyedia Layanan transporta si Penyedia makanan dan minuman
Desawisata baru
Dampak kepariwisataan
Ekonomi
Lingkungan fisik
Sosial & budaya
Pengendalian dampak kepariwisataan
Gambar 8. Kerangka Kerja Umum Pengembangan Desawisata dan Integrasi Pemasaran Berbasis Potensi Aset Kepariwsataan Masyarakat Setempat (Sugiama., Jann, dan Adrianto, 2014b). Setiap kerangka kerja konseptual perlu dilengkapi panduan langkah kerja teknis dan operasional. Pemasaran adalah satu di antara upaya teknis dan operasional pengembangan desawisata. Sebagai gambaran sebab-akibat dalam rangkaian langkah strategis dan teknis operasional
20
pemasaran desawisata dapat digambarkan sebagaimana dalam Gambar 9. Gambar fishbone/cause and effect diagram langkah strategi dan teknis pemasarana desawisata tersebut, mencerminkan rangkaian langkah yang konsisten dan memerlukan komitmen tinggi dari semua pihak dalam pemasaran desawisata. Penyebab Infrastruktur Transportasi Bangunan Air & sanitasi lingkungan
Konservasi budaya
Akibat Sarana kepariwisataan
Penyedia Atraksi wisata
Tempat rekreasi
Transportas i Akomodas i Ansilari Prasarana publik
Peralatan dan perlengkapan Teknologi informasi
Perjalanan Transportasi
Kebijakan Konservasi alam Penduduk lokal
Aturan Pemerintah
Pengabdian
Pemasaran desawisata yangberkelanjutan
Pendidikan & pelatihan
Prinsipal Penelitian Pengusaha
Akademia
Gambar 9. Langkah Strategis dan Teknis Operasional Pemasaran Desawisata(Sugiama., Jann Hidajat, dan Tomy Adrianto, 2014b)
7. PENUTUP Pentahelix Model dapat dijadikan sebuah model pengembangan desawisata berkelanjutan. Model tersebut dapat memicu pertumbuhan kesejahteraan masyarakat pedesaan setempat, dan menumbuhkan sadar konservasi alam serta budaya setempat. Pengembangan model yang holistik, dan kolaborasi terintegrasi antar lima pihak dapat dibentuk dalam sebuah model Penta Helix, yang di dalamnya meliputi pihak: pengelola desawisata, publik, pebisnis, akademi, dan masyarakat sosial setempat. Pengembangan sebuah desawisata yang memiliki sustainabilitas yang tinggi sangat besar dipengaruhi dan bergantung pada kesadaran, keterbukaan serta budaya masyarakat setempat. Artinya praktek integrasi pengembangan dan pemasaran desawisata tidak lepas dari peran utama host community di mana desawisata dikembangkan. Beragam permasalahan yang dihadapi dan menjadi kendala dapat ditemui di kawasan pedesaan yang memiliki potensi alam dan budaya untuk
21
kepariwisataan.
Permasalahan
yang
berkenaan
dengan
pengembangan
dan
pemasaran
kepariwisataan terutama menyiapkan masyarakat untuk menjadi penyedia layanan kepariwisataan. Untuk itu, upaya strategis dan teknis guna menyiapkan masyarakat khususnya di kawasan pedesaaan sangat penting disiapkan untuk dijadikan sebuah desawisata yang berbasis pada kesediaan untuk menjadi penyedia layanan wisata. Adapun pihak lain dalam pentahelix berperan mendukung masyarakat setempat dalam mengembangkan dan menjaga sustainabilitas desawisata bersangkutan.
10. DAFTAR PUSTAKA Adamowicz, Joanna (2010), Towards Synergy Between Tourism and Nature Conservation. the Challenge for the Rural Regions: the Case of Drawskie Lake District, Poland, Versita, Europ. Countrys; Vol. 3· 2010; p. 118-131 Boskovic, Tatjana., Radovan Tomic., Danilo Tomic (2013), Potentials And Limitations For The Development of Rural Tourism In Vojvodina., Economics of Agriculture, Vol 60., No. 1., p. 103-113 Boras, Valkommen Till, (2013), Penta Helix: Textile and Fashion Center, Calzada, Igor and Fredrik Bjork, (2013), Future of Cities Programme andForum for Social Innovation Sweden, Oxford University., Diunduh 24 April 2015., sumber: http://www.incontext-fp7.eu/sites/default/files/Bjork_POSTER_berlin_2013_1.pdf Cooper, Chris Cs., (2000), Tourism: Principles and Ppractice, Second Edition, Longman, England CTHRM (Canadian Tourism Human Resource Council), (2012), Sectors In Tourism, diunduh 5 Mei 2012, http://www.tc.gov.yk.ca/df/SectorsinTourism.pdf Dao, Minh Quang (2004), Rural poverty in developing countries: an empirical analysis, Journal of Economic Studies, Emerald Group Publishing Limited, Vol. 31 No. 6, 2004, pp. 500-508 Dimara, Efthalia., Anastasia Petrou dan Dimitris Skuras, (2003), The socio-economics of niche market creation A social ecology paradigm for the adoption of organic cultivation in Greece, International Journal of Social Economics, Vol. 30 No. 3, pp. 219-235 Dorobuntu, Maria Roxana., Gheorghe, Georgica; Nistoreanu, Puiu (2012)., Competitiveness of AgroFood and Environmental Economy., Conference Papers & Proceedings., Faculty of Agro Food and Environmental Economics - Bucharest University of Economic Studies., p. 385-394 Esmailzade, Aliakbar, (2013), Factor Analysis of Rural Tourism Development from Villagers Viewpoint in Chaharmahalva Bakhtiari Province (Case study: Yancheshmeh Village), International Journal of Agriculture and Crop Sciences, Vol. 5., Num 21., pp. 2630-2633 Farrah, Judy (2001), Strategic Planning, Foundation for Community Association Research, Alexandria Guo, Jumping., Bin Zhang, and Xiyan Zhang, (2014), Study in Rural Reduction Effect to Traffic Infrastrucutre, Asian Agricultural Research, Vol 6., Num. 7., p. 4-8. Holland, Jenny., Michael Burian and Louise Dixey (2003), Tourism in Poor Rural Areas: Diversifying the product and expanding the benefits in rural Uganda and the Czech Republic, Pro-poor Tourism, Uganda Ivolga, Anna and Vasily Erokhin (2013), Tourism as an Approach to Sustainable Rural Development: Case of Southern Russia, Economic of Agriculture, Vol. 60, No. 4, p.789-800 Joppe, Marion (2003), Optimizing Tourism Destination Development in Canada, International Journals of Contemporary Hospitality Management, Vol 14, No 6, pp. 308-311
22
Kajanus, Miika, (2000), A model for creating innovative strategies for anenterprise and its application to a rural enterprise, Management Decision, Vol 38/10, pp. 711-722 Lietaer, Bernard and Stephen De Meulenaere, (2003), Sustaining Cultural Vitality in a Globalizing World: the Balinese Example, International Journal of Social Economics, Vol. 30 No. 9, 2003, pp. 967-984 Matiza, Tafadwa and Olabanji A Oni (2014), The Perceived Economic Benefits of Tourism: The Case of a Rural Community Bordering the Kruger National Park in Limpopo Province, South Africa, Mediteranian Journal of Sciences, Vol 5. No. 20, p.322-328 Medway, Dominic dan Gary Warnaby, (2008), Alternative perspectives on marketing and the place brand, European Journal of Marketing, Vol. 42 No. 5/6, pp. 641-653 Mutana, Sarudazai (2013), Rural tourism for pro-poor development in Zimbabwean rural communities: Prospects in Binga rural district along lake Kariba. International Journal of Advanced Research in Management and Social Sciences, 2(4), 147-164. Nano-technology, (2012), Penta Helix, diunduh 24 April 2015, sumber: http://congresses. icmab.es/ews2012/ presentations/Leif%20Rasmussen.pdf Noorul, Dato’ Sri, (2014),Open Innovation in Public Service Reform, Putrajaya International Convention Centre (PICC), Diunduh: 24 April 2015, sumber: http://capam2014.mampu.gov.my/NOTES/DAY%203/Hall%203/Dato%27% 20Sri %20Dr%20Noorul.pdf Regmi Punya P. dan Karl E. Weber, (2000), Problems to agricultural sustainability in developing countries and a potential solution: diversity, International Journal of Social Economics, International Journal of Social Economics, Vol. 27 No. 7/8/9/10, pp. 788-801 Sugiama, A Gima (2014), Kerangka Kerja Pengembangan Aset Pariwisata Berdasarkan Model Triple Helix: Hubungan Akademia-Industri-Pemerintah, Prosiding Seminar Ilmiah, Seminar Nasional Ekonomi dan Bisnis (SNEB), Universitas jenderal A Yani Sugiama, A Gima (2009), Ecotourism: Tourism Development Based on Natural Conservation , First ed., Guardaya intimarta, Bandung Sugiama, A Gima (2008), Metode Riset Bisnis dan Manajemen, Guardaya Intimarta, Bandung Sugiama, A Gima (2013), Tourism Asset Management:The Effect of Service Quality on Tourist Satisfaction and Loyalty (Manajemen Aset Kepariwisataan: Pelayanan Berkualitas agar Wisatawan Puas dan Loyal), Edisi 1, Guardaya Intimarta, Bandung. Sugiama, A Gima (2014a), Pengembangan Bisnis dan Pemasaran Aset Pariwisata, Edisi 1, Guardaya Intimarta, Bandung Sugiama, A Gima., Jann Hidajat, dan Tomy Adrianto, (2014b), The Integrated Marketing Strategy to Increase Tourist Visit and Income of Poverty in the Rural Area (Strategi Integrasi Pemasaran Desawisata untuk Meningkatkan Kunjungan Wisatawan danPendapatan Masyarakat Miskin Pedesaan), Research Report of The Strategic National Research in Indonesia, Bandung State Polytechnic Sugiama, A Gima (2014c), The Framework of Rural Tourism Development, Business and Economic Seminar, Proceeding, Jenderal A Yani University, Bandung, ISSN2406-8942., pp. 404-410.
23
Sumber lainnya: BPS (2011), Hasil Sesnsus Penduduk, sumber; bps.go.id Kemenbudpar (2012), dan Kemenbudpar (2014), Ranking Devisa Pariwisata Terhadap Komoditas Ekspor Lainnya tahun 2004-2009. Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI. Diakses pada 27 Juni 2011. Parekraf (2013), Data Kunjungan Wisatawan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sumber: http://web.parekraf.go.id Yahya, Arief, (2015), Seminar Nasional Ekonomi dan Bisnis, Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) Tahun 2015
24
PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN KAMPUS MELALUI INKUBATOR BISNIS POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Tomy Andrianto, SST., MM.Par Staf Pengajar Jurusan Administrasi Niaga Politeknik Negeri Bandung
[email protected] ABSTRAK Pengembangan kewirausahaan Kampus merupakan kebutuhan yang harus diperhatikan oleh para pengelola Perguruan Tinggi baik Negeri ataupun Swasta. Pengembangan Kewirausahaan bukan saja mencetak para pengusaha baru atau mengembangkan usaha menjadi lebih maju saja, namun juga menanamkan jiwa wirausaha kepada seluruh Sivitas Akademik Kampus agar dapat terus bertumbuh, haus akan kreativitas dan inovasi, dan selalu memberikan terobosan baru yang berdampak positif. Intinya tidak pernah puas akan pencapaian dan selalu ingin lebih baik. Inkubator Bisnis Politeknik Negeri Bandung (disingkat InBis), yang didirikan sejak Tahun 2013 hadir memberikan tujuh layanan inti, yaitu (1) ruangan, (2) fasilitas yang digunakan bersama, (3) konsultasi, (4) pendampingan bisnis, (5) pelatihan inwall/ outwall, (6) akses dana, dan (7) sinergisitas antar unit untuk Mahasiswa dan Alumni. Fokus pada tahun 2015 dan 2016 InBis mengembangkan wadah dan komunitas kewirausahaan di Kampus Polban, salah satunya membantu mengembangkan Inkubator Bisnis Jurusan Teknik Kimia, peningkatan kapasitas Unit Kegiatan Mahasiswa Kewirausahaan, Koperasi Mahasiswa dan Alumni serta komunitas wirausaha di bawah Organisasi Mahasiswa Polban lainnya. Pada Tahun 2016 ini InBis melebarkan sayap bekerjasama dengan Komunitas wirausaha luar Kampus, seperti Ganesha Entrepreneur Club, Indonesian Business Scholl serta beberapa Inkubator yang tergabung dalam Asosiasi Inkubator Bisnis Indonesia (AIBI). InBis tidak akan berhasil apabila hanya berjalan sendiri, oleh sebab itu dalam pengembangan Kewirausahaan sangat dibutuhkan koordinasi dan bantuan segala pihak terutama pihak Jurusan, Program Studi dan Unit-unit layanan lainnya. Bersama-sama segala pihak pasti Politeknik Negeri Bandung dapat mencetak lebih banyak Entrepreneur baru yang dapat mensejahterakan Bangsa Indonesia menjadi lebih baik di masa depan. Kata Kunci: kewirausahaan, jiwa wirausaha, layanan Inkubator, komunitas wirausaha.
1. LATAR BELAKANG Bangsa Indonesia saat ini dihadapkan pada masalah ekonomi dan kurangnya lahan pekerjaan serta kemiskinan yang memerlukan perhatian khusus dari semua pihak. Jumlah pengangguran di Indonesia pada Agustus 2015 sebanyak 7,56 juta orang, bertambah 320 ribu orang dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yaitu 7,24 juta orang (BPS, 2016). Kenyataan ini juga menujukkan relevansi dengan kemiskinan dan kesejahteraan sebagian besar warga Negara Indonesia. Menurut Economic welfare ranking kesejahteraan masyarakat Indonesia, adalah ke 126 di dunia dengan angka kemiskinan lebih dari 12,5 persen atau lebih dari 30 juta orang (BPS, 2015). BPS mencatat dibandingkan beberapa negara, Indonesia hanya mencetak 1,26% jumlah entrepreneur dari total populasi sedangkan USA, mencetak 7,6% dan Singapore 7,2% (BPS, 2016). Menurut McClelland (2000), salah satu faktor yang menyebabkan sebuah negara menjadi maju adalah
25
ketika jumlah wirausahawan yang terdapat di negara tersebut berjumlah 2% dari populasi penduduknya. Faktor yang saat ini disinyalir menjadi pemicu sedikitnya Entrepreneur di Indonesia, yaitu masih kurangnya mental bewirausaha dan masih sedikit kreatifitas dan inovasi lulusan Perguruan Tinggi yang bisa dikembangkan menjadi usaha nyata. Hal ini berujung pada kurang banyaknya penciptaan lapangan pekerjaan baru di masyarakat. Salah satu upaya dalam mengurangi tingkat pengangguran terdidik di Indonesia adalah dengan menciptakan lulusan-lulusan yang tidak hanya memiliki orientasi sebagai job seeker namun job maker atau yang kita sebut wirausaha. Bagaimanapun juga setiap tahunnya Perguruan Tinggi baik Negeri maupun swasta di Indonesia mewisuda lebih dari ratusan ribu mahasiswa per tahun, jangan sampai mereka menjadi pengangguran terdidik lainnya. Di lain sisi masyarakat luas menilai Mahasiswa atau generasi muda memiliki banyak kelebihan dari segi Akademis dan keterampilan dibandingkan generasi muda lain yang tidak merasakan bangku kuliah. Mahasiswa juga dicap sebagai agent of change, di pundaknyalah masyarakat berharap banyak, bahwa masalah yang dihadapi bangsa akan terselesaikan. Banyak harapan yang dibebankan kepada mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa, salah satunya sebagai seorang wirausahawan yang mampu membuka lahan pekerjaan baru. Wirausahawan handal bisa berarti memiliki usaha untuk mencari uang memenuhi kebutuhan hidup dan keluarganya, selanjutnya juga memberikan kesejahteraan kepada orang lain sebagai Pegawai dan lingkungan sekitarnya. Hal ini tentu saja mendukung usaha pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia dengan menciptakan peluang-peluang usaha baru (entrepreneurship). Potensi entrepreneur ini perlu segera dikembangkan dalam diri mahasiswa karena diharapkan sedari muda bisa membentuk pola pikir yang matang, sehingga pada saatnya nanti dapat memetik hasil yang signifikan. Harapan ini dapat diwujudkan apabila didukung oleh komitmen yang kuat dari semua pihak untuk menggali dan memberdayakan potensi mahasiswa dalam berwirausaha di dunia nyata sekaligus mempraktekan ilmu yang didapat baik di kelas ataupun di Laboratorium. Tantangan ini menjadi tantangan juga bagi pengelola Perguruan Tinggi yang mencetak lulusan-lulusan yang akan membangun Bangsa. Hal ini juga dirasakan cukup kental oleh Mahasiswa dan Alumni Politeknik Negeri Bandung (Polban). Kenyataan di lapangan: proses kegiatan kuliah, penyampaian teori di kelas, praktek di laboratorium, dan dukungan pelatihan singkat serta program instan tahunan dirasakan kurang cukup memberikan kepercayaan diri dan kematangan mahasiswa Polban dalam berbisnis. Diperlukan Komunitas/wadah/Inkubator
yang
senantiasa
berkesi-nambungan,
terus
berkonsentrasi
melaksanakan tahap demi tahap proses pengembangan sekaligus memantau, bersinergi dalam setiap
26
kegiatan, serta turut berperan aktif menciptakan jiwa wirausaha yang handal dari seorang Mahasiswa, yang nantinya akan berhasil dan dapat mempertahankan bisnisnya untuk terus berkembang. Seiring dengan tantangan di atas, Politeknik Negeri Bandung (Polban) sebagai salah satu kampus yang memiliki lebih dari 5 ribu mahasiswa (Tahun 2015) dan mewisuda hampir 1.600 mahasiswa per tahunnya berusaha menjawab tantangan sersebut dengan baik sesuai Visi Misi Polban yang di dalamnya juga ingin mencetak Wirausaha yang handal di Masyarakat. Sejak lama iklim kewirausahaan Polban terbentuk cukup baik salah satunya dengan memberikan matakuliah kewirausahaan pada satu semeseter (wajib). Setiap Jurusan saat ini memiliki dosen yang memang mengajarkan kewirausahaan secara khusus berdasarkan bidang keahliannya. Secara terintegrasi Polban memiliki staf pengajar bidang kewirausahaan dalam KBK (Kelompok berbasis Kompetensi) khusus Kewirausahaan. Kendalanya beberapa tahun yang lalu di beberapa program studi (Prodi) matakuliah ini diajarkan pada semester akhir. Dua tahun belakangan sebagian Prodi sudah mulai berbenah memperbaiki kurikulum 2011, 2013 dan 2015 mengajarkan kewirausahaan pada semester awal, untuk membangun jiwa wirausaha. Selain itu, program tahunan seperti PMW, PKM-K yang dilaksanakan sejak tahun 2009 cukup memberikan rangsangan berarti, namun sekali lagi tanpa kesinambungan kenyataannya sebagian besar peserta tidak cukup tangguh untuk terus melanjutkan usahanya. Dari sejumlah paparan di atas sudah waktunya seluruh Sivitas Akademik Polban saling bahu membahu untuk bersinergi dalam membangun hard skill maupun soft skill, sehingga jiwa wirausaha Mahasiswa Polban bisa meningkat dan dapat ikut berperan aktif memberikan iklim perubahan menjadi lebih baik pada saat mereka di Kampus ataupun setelah lulus nantinya. Salah satu upaya yang dilakukan saat ini dengan membangun Inkubator Bisnis yang bersinergi dengan unit lain terutama Jurusan-Jurusan yang ada.
Potensi dan Keunggulan Kampus Politeknik Negeri Bandung Polban sebagai Institusi negeri dipercaya oleh Dikti dalam mengelola berbagai program kewirausahaan untuk kemahasiswaan. Program-program tersebut mendorong Mahasiswa untuk berkompetisi membuat proposal dan atau karya ilmiah lainnya. Program-program tersebut diantaranya, PMW (Program Mahasiswa Wirausaha, PKM-K (Program Kreativitas Mahasiwa – Kewirausahaan), dan lain sebagainya. Skema pendanaan program-program di atas banyak diketahui dan dikenal oleh mahasiswa bersifat hibah, tanpa perlu dikembalikan. Hal ini mengakibatkan pada banyak kasus pelaksanaan bisnisnya tidak berjalan baik. Pada pelaksanaannya selama empat tahun 2010, 2011, 2012 dan 2013 terakhir dana yang diberikan harus dikembalikan, sesuai dengan perjanjian yang dibuat sedari dini di awal. Hal ini cukup mendorong munculnya beberapa mahasiswa
27
yang serius dalam berbisnis. Iklim kewirausahaan sebaiknya dibangun dengan kesadaran penuh oleh semua lini yang juga berdasarkan potensi dan keunggulan masing-masing Institusi dilihat dari karakter kampus tersebut. Beberapa tahun terakhir selain PMW, jajaran DIKTI juga membuka kesempatan sebesar-besarnya bagi mahasiswa mengikuti berbagai kegiatan yang berhubungan dengan Program Kreativitas Mahasiswa khususnya kewirausahaan (PKM-K). Di sisi lain Pembantu Direktur III bidang kemahasiswaan Polban periode sebelumnya Bambang Wisnuadhi dan periode saat ini Angki Apriliandi Rachmat, mengklaim bahwa perputaran keuangan kegiatan baik segi pengeluaran ataupun pemasukan mahasiswa Polban di segala bidang pada tahun 2010-2015 disinyalir melebihi 100-150% dari angka yang dianggarkan untuk mereka pada tahun yang sama atau sebelumnya. Banyak dana usaha swadaya yang dilakukan para pengelola Organisasi Mahasiswa (Ormawa) untuk membiayai kegiatan mereka sendiri. Hal ini menunjukkan kesadaran dan potensi yang luar biasa yang dimiliki mahasiswa Polban, untuk merintis dan berjuang sesuai iklim berusaha memberikan terobosan dan melaksanakan kegiatan dengan sungguh-sungguh. Terlebih dengan adanya komunitas yang selalu dikembangkan seperti Inkubator Bisnis yang ideal, mumpuni, sehingga mampu membangkitkan jiwa kewirausahaan mereka secara berkesinambungan sampai lulus dan hidup di masyarakat nantinya. Secara keseluruhan Politeknik Negeri Bandung telah siap dalam mengembangan entrepreneurship Kampus dengan memelihara keuggulan, menjawab tantangan dan terus bersemangat mengembangkannya.
2. PENGEMBANGAN JIWA WIRAUSAHA KAMPUS Entrepreneurship bukan berarti hanya membangun bisnis sendiri saja, berbagai jenis dan definisi entrepreneur muncul beberapa tahun ke belakang sebagai gambaran betapa luasnya bidang pengembangan diri ini. Entrepreneurship berarti mengembangkan jiwa wirausaha. Definisi Entrepreneur Secara etimologis, wirausaha/wiraswasta berasal dari bahasa Sansekerta, terdiri dari tiga suku kata : “wira“, “swa“, dan “sta“. Wira berarti manusia unggul, teladan, tangguh, berbudi luhur, berjiwa besar, berani, pahlawan, pionir, pendekar/pejuang kemajuan, memiliki keagungan watak. Swa berarti sendiri, dan Sta berarti berdiri (DIRJEN BELMAWA, DIKTI, 2013). Istilah kewirausahaan, pada dasarnya berasal dari terjemahan entrepreneur, yang dalam bahasa Inggris di kenal dengan between taker atau go between. Entrepreneur menurut para Pakar Peter F Drucker (1959), Zimemmer (1996), Sanusi (1994), Prawiro, (1997) dan lain sebagainya dalam Modul Pembelajaran Kewirausahaan (DIKTI, 2013), Secara singkat menjelaskan kewirausahaan didefinisikan sebagai sesuatu kemampuan kreatif dan inovatif
28
(create new and different) yang dijadikan kiat, dasar, sumber daya, proses dan perjuangan untuk menciptakan nilai tambah barang dan jasa yang dilakukan dengan keberanian untuk menghadapi risiko. Dari segi karakteristik perilaku, Wirausaha (entepreneur) adalah mereka yang mendirikan, mengelola, mengembangkan, dan melembagakan perusahaan miliknya sendiri. Wirausaha adalah mereka yang bisa menciptakan kerja bagi orang lain dengan berswadaya. Definisi ini mengandung asumsi bahwa setiap orang yang mempunyai kemampuan normal, bisa menjadi wirausaha asal mau dan mempunyai kesempatan untuk belajar dan berusaha. Karakter Wirausaha McGraith and Millan (2000) dalam Dikti (2013) menyebutkan terdapat 7 Karakter Wirausaha, yaitu: 1. Berorientasi pada tindakan 2. Berpikir sederhana 3. Selalu mencari peluang baru 4. Mengejar peluang dengan disiplin tinggi 5. Hanya mengambil peluang yang terbaik 6. Fokus pada eksekusi 7. Memfokuskan energi pada usaha yang digeluti. Secara kesimpulan terdapat beberapa istilah untuk entrepreneur, yaitu bukan hanya menciptakan usaha baru yang dibangun sendiri, tetapi juga Intrapreneur, yaitu pegawai/karyawan yang mampu mencari terobosan baru terhadap usaha yang digeluti sesuai bidangnya, memberikan kreativitas dan inovasi tinggi setiap saat untuk kemajuan Perusahaan. Akhirnya, biasanya Intrapreneur akan berubah menjadi entrepreneur sesungguhnya setelah bisa mengakses sumberdaya yang ada, menciptakan dan mencari peluang untuk selanjutnya membuat bisnis baru yang luar biasa. Hal ini cocok dengan kebutuhan Mahasiswa Politeknik Negeri Bandung yang memang dididik menjadi pekerja profesional sesuai dengan karakter pendidikan vokasi, pada akhirnya setelah mereka sangat mampu, adalah menjadi bonus apabila lulusan Polban mampu menciptakan usaha sendiri dan menyerap pengangguran yang ada.
3. PELAKSANAAN INKUBATOR BISNIS Pada tahun 2016 ini, setelah menjalankan program Inkubator Bisnis Polban sepanjang Tahun 2013 - 2015, Inkubator Bisnis (InBis) Polban seperti tahun sebelumnya membina tenant dan bersinergi dengan program yang berkaitan dengan wirausaha yang dijalankan Mahasiswa. Setelah 7 tahun menjalankan program mahasiswa wirausaha (PMW) dan cukup berpengalaman dengan
29
Program kreativitas Mahasiswa (PKM) mulai disadari bahwa Polban memerlukan wadah untuk berkonsentrasi bekerja secara berkesinambungan di luar dana program-program tersebut untuk terus maju. Pada Tahun 2016 ini Polban menganggarkan kembali sejumlah dana untuk kegiatan operasional dengan dukungan dosen yang khusus mengajarkan matakuliah Kewirausahaan dan kaitannya dengan pengembangan bisnis sesuai keilmuwan. Pengelola Inkubator Bisnis Polban juga bekerjasama dengan pihak luar yang secara mandiri, dalam segala pelaksanaan kegiatan. Adapun tujuan Inkubator Bisnis Polban pada tahun 2016, sebagai berikut Merekrut tenant Mahasiswa dan Alumni menggantikan tenant lama yang berhasil Untuk memberi wadah bagi para mahasiswa, alumni membangun iklim kewirausahaan, bersamasama menuangkan ide/ gagasan, inovasi dan kreatifitas berpikir menjadi sebuah tindakan nyata sebagai entrepreneuer dan calon investor. Untuk meningkatkan keterampilan Polban dan selalu mengasah, menguji sebagai institusi yang bukan hanya menciptakan mahasiswa untuk bekerja saja tetapi juga mencetak mereka mampu menjadi pengusaha baru di masyarakat. Untuk menambah ilmu dan pengetahuan dalam mempersiapkan studi kelayakan bisnis, juga teknik-teknik kewirausahaan kepada mahasiswa, dan Alumni yang sedang mengembangkan bisnis. Sebisa mungkin sesuai dengan latar belakang keilmuan terdapat hubungan yang baik antara sisi akademik dan lapangan industri. Menjadi wadah utama menjalankan program kewirausahaan secara berkesinambungan. Turut membantu menciptakan model dan metode yang tepat dengan terus menerus mengasahnya sehingga cocok dipakai sebagai model (blue print) pembentukan karakter dari mulai awal sampai mahasiswa menjadi seorang entrepreneur. Fasilitas yang diberikan oleh Inkubator Bisnis Polban menagdopsi 7’s dari Reith (2000) yaitu Space, shared, service, support, skill development, seed capital, dan synergy. Di InBis Polban digambarkan sebagai berikut:
30
Gambar 1. Layanan Inkubator Bisnis Polban
Model Inkubator Bisnis Polban Inkubator Bisnis Polban mengadopsi konsep penta helix, dengan menggandeng unsur pemerintah, Industri, Asosiasi yang bersinergi dengan Kampus Politeknik Negeri Bandung, dalam menjalankan proses pra Inkubasi, masa Inkubasi dan pasca Inkubasi dengan pelatihan inwall dan outwall yang berkesinambungan. Ditampilkan dengan gambar di bawah ini,
Gambar 2. Model InBis Polban
31
Pencapaian yang diraih Inkubator Bisnis Polban Inkubator Bisnis Polban yang telah berdiri lebih dari tiga tahun dan telah diinisiasi sejak Tahun 2010 baru memiliki sekretariat dan ruangan pelatihan di Gedung P2T lantai I. Fokus utama InBis awalnya mewadahi para pengusaha Kampus Polban yang ingin melanjutkan, mengembangkan bisnisnya memiliki website yang dapat berinteraksi, yaitu Portal web: www.InBis.polban.ac.id. Sejak tahun 2013 terdapat lebih dari 90 tenant (30 tenant per tahun) yang telah di Inkubasi dan tahun ini terdapat 27 calon tenant yang sedang memasuki masa pra Inkubasi, karena telah bersinergi dengan Program Mahasiswa Wirausaha Tahun 2016. Dari total jumlah tenant yang di Inkubasi, InBis telah mencetak 25 pengusaha yang dianggap telah berhasil dan mengembangkan bisnisnya. Rata-rata yang berhasil mengembangkan bisnisnya adalah Mahasiswa dan Alumni yang memiliki semangat wirausaha dan selalu aktif dalam kegiatan InBis. Kegiatan InBis sendiri dibagi ke dalam tiga tahap, yaitu pra Inkubasi, masa Inkubasi dan pasca Inkubasi. Pada setiap tahapan InBis mengukur keberhasilan dengan table KPI (key performance indicator) yang diisi sendiri oleh tenant. Pra Inkubasi dilakukan kurang lebih 3 bulan, lalu Inkubasi kurang lebih 6 bulan dan pasca Inkubasi bisa mencapai 6-12 bulan, tergantung kebutuhan tenant tersebut. Pelatihan inwall dan outwall dilaksanakan untuk meningkatkan baik itu keterampilan ataupun menjaga semangat para pengusaha muda. Fokus InBis Polban sejak tahun 2015 adalah mengembangkan komunitas wirausaha Kampus dengan mengoptimalkan kinerja UKM Kewirausahaan dan Koperasi Mahasiswa dan Alumni serta masuk ke dalam bidang wirausaha Organisasi Mahasiswa yang ada di Jurusan. Dipercaya dengan mengembangkan komunitas-komunitas tersebut, roda penggerak kewirausahaan Kampus Politeknik Negeri Bandung dapat berjalan lebih mandiri dan berkesinambungan.
4. TANTANGAN, DAN RENCANA PENGEMBANGAN SELANJUTNYA Secara umum tantangan InBis Polban adalah membantu pemerintah untuk menciptakan para pengusaha yang sukses dari kampus, sehingga akan lebih banyak mahasiswa yang sadar untuk memiliki jiwa wirausaha dan mengembangkan usaha sejak dini. Secara khusus tantangan InBis Polban adalah mengoptimalkan program-program wirausaha yang telah dan akan dijalankan setiap tahunnya, seperti Program Mahasiswa Wirausaha, Program Kreativitas Mahasiswa – Kewirausahaan serta program lain yang menargetkan mahasiswa untuk mengembangkan bisnisnya, seperti Wirausaha Muda Mandiri, pencetakan 1 juta wirsauaha dan lain sebagainya. Program-program yang digulirkan dirasa masih belum optimal karena hasil yang didapatkan dirasa belum signifikan, namun virus kewirausahaan diyakini telah menyebar ke semua mahasiswa Politeknik Negeri Bandung. Tantangan utama InBis Polban yang paling penting adalah meningkatkan kapasitas Unit dari fasilitas
32
yang dimiliki, kualitas dan kuantitas pengelola bahkan kerjasama yang lebih intensif dengan pihak luar. Rencana Pengembangan selanjutnya adalah mengembangkan bentuk Inkubator Bisnis Polban menjadi unit yang bisa mengakses modal dari pihak luar, sebisa mungkin menjadi Lembaga yang bisa berdiri sendiri, bahkan nantinya akan melengkapi ketujuh fasilitas yang selayaknya dimiliki oleh sebuah Inkubator Bisnis. Hal ini tetap menjadi rencana jangka panjang yang menjadi fokus utama sambil melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam rencana jangka pendek yang telah disusun setiap tahunnya. Peningkatan kapasitas Komunitas Wirausaha juga mejadi fokus pengembangan bisnis di Kampus agar dengan menciptakan banyak wadah bisnis, akan memberi ruang untuk pengusaha saling berinteraksi.
5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan Bangsa Indonesia adalah berusaha menambah jumlah entrepreneur secara signifikan sejak mereka mengeyam pendidikan di bangku kuliah. Diharapkan dari upaya ini akan dihasilkan banyak pengusaha baru yang bisa membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan perekonomian Bangsa menjadi lebih baik lagi di masa yang akan datang. Kehadiran Inkubator Bisnis Polban sejak Tahun 2013 diharapkan mampu menjadi wadah dalam pengembangan jiwa wirausaha mahasiswa Polban secara lebih optimal. Konsep pembelajaran Kewirausahaan di Polban memiliki 3 unsur penting, yaitu learning to know yang dilaksanakan dalam perkuliahan selama satu semester di Program Studi masing-masing. Yang kedua adalah learning to do, dengan dukungan pendanaan dan program yang memberikan modal langsung agar Mahasiswa memulai bisnisnya, yaitu PMW, PKM-K, IBT, WMM dan lain sebagainya. Terakhir yaitu learning to live together, yang diimplementasikan dengan penciptaan wadah-wadah atau komunitas wirausaha seperti Inkubator Bisnis, Komuniats UKM, Koperasi Mahasiswa dan Alumni Polban. Dalam menjalankan kegiatan dan upaya untuk meraih hasil optimal Inkubator Bisnis Polban sebaiknya didukung oleh semua Unit terutama pihak Jurusan dan pengelola Prodi. Sinergisitas adalah kunci utama sehingga secara bersama-sama bisa meraih hasil yang optimal. Penambahan fasilitas InBis perlu dilakukan agar mempermudah proses Inkubasi. Saat ini InBis Polban baru memiliki satu sekretariat dan beberapa ruangan yang bisa digunakan untuk pelatihan. Ke depannya perlu ada ruangan tambahan untuk tenant melakukan aktivitas bisnis, berkantor, bahkan bisa berjualan sehingga setelah mereka matang dengan uji produknya, bisa mulai menjual di luar Kampus.
33
REKOMENDASI Terdapat beberapa saran yang sifatnya konstrukti untuk mengembangkan jiwa wirausaha mahasiswa melalui Inkubator Bisnis Polban saat ini, yaitu: a. Penambahan alokasi dana operasional dan pengelolaan Inkubator Bisnis dengan proses pencairan yang relatif mudah dalam setiap tahapannya. b. Menambah ruangan dan kelengkapan kantor/sekretariat InBis yang masih dirasakan kurang ideal, bahkan tidak memiliki ruang kerja atau tempat berjualan sekaligus belajar menguji produk untuk tenant di dalam kampus. c. Peningkatan soft skill tenant InBis dirasa kurang optimal karena kurangnya waktu untuk berlatih, karena dibutuhkan keseriusan dan kesinambungan program pelatihan. Relatif motivasi tenant masih belum stabil, sehingga kemungkinan besar setiap tahun akan ada tenant yang mundur. d. Peningkatan Sumber Daya Manusia pengelola InBis baik dari segi kualitas atau kuantitas, karena hanya dengan satu staff dan dibantu oleh beberapa Dosen masih dirasa kurang optimal untuk menjalankan sekian banyak tahapan dan program. e. Peningkatan koordinasi dan sinergisitas masing-masing Unit, Organisasi di dalam Sivitas Akademik Polban yang dirasakan belum optimal, sepenuhnya mendukung keberadaan Inkubator Bisnis dan masih kurang komitmen dalam mendukung Program, untuk memajukan iklim entrepreneur di Kampus Polban.
6. DAFTAR PUSTAKA Agustina, Tri Siwi, (2013), Peran Inkubator Bisnis Perguruan Tinggi Dalam Meminimalkan Resiko Kegagalan Bagi Wirausaha Baru Pada Tahap Awal (Start Up). DP2M. (2013). Panduan Pelaksanaan Penelitian dan PPM, EDISI IX, Dirjen Dikti, Kemendikbud, Jakarta. Dirjen BELMAWA, DIKTI, (2013), Modul Pembelajaran Kewirausahaan, Kemendikbud, Jakarta. Hamdan (2013), Model Inkubator Bisnis untuk menumbuhkan kompetensi kewirausahaan, research and development pada Universitas Serang Raya Banten, Jurnal penelitian pendidikan Vol. 14, No.1, April 2013. Inkubator Bisnis Polban. (2015), Laporan akhir Pelaksanaan IbK Ipteks bagi kewirausahaan. Politeknik Negeri Bandung. Bandung. Irawan, Dandan. (2013). Materi Pelatihan – proses Inkubasi dan pembinaan pasca Inkubasi, IKOPIN, Bandung. Irawan, Dandan, (2013), Pembentukan Inkubator Bisnis. Pusat Inkubator Bisnis IKOPIN, Bandung. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomer. 27 Tahun 2013 tentang Pengembangan Inkubator Wirausaha. Kementerian riset dan Teknologi, (2013), Peran Inkubator Wirausaha dalam akselerasi alih teknologi. Artikel dalam http://www.ristek.go.id/index.php/module/, diakses pada 07 Desember 2013
34
Petunjuk Teknis Nomor: 81.3/KEP/M.KUKM/VIII/2002 tentang perkuatan permodalan usaha kecil, menengah, koperasi dan lembaga keuangannya dengan penyediaan modal awal dan padanan melalui Inkubator, ___ Setyobudi, L, (2013), Butuhkan kota Batu? Inkubator Bisnis. Paparan materi dinas sosial tenaga kerja, divisi pendidikan entreprenuership, Universitas Brawijaya. Widjanarko, Hendro, dkk (2013), Pembelajaran berbasis Inkubator Bisnis untuk mengembangkan jiwa kewirausahaan. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jogjakarta.
35