PILKADA, PERAN TOKOH AGAMA DAN ADAT Jumat, 21 Agustus 2015 08:22
DUSKI SAMAD
Ketua MUI Kota Padang
Empat bulan ke depan masyarakat disibukkan oleh aktivitas politik, berupa pemilihan kepala daerah, disingkat PILKADA, Gubernur, Bupati dan Walikota. Pemilihan oleh rakyat secara langsung, melibatkan semua unsur dan komponen masyarakat menjadikan helat politik pemilihan pemimpin dan agenda yang mengharuskan semua pihak terlibat, melibatkan diri untuk mensukseskannya. Tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat dan pimpinan komunitas menjadi pintu penting dan key person untuk mendapatkan simpati, dan suara pemilih.
Dalam masyarakat yang memiliki akar budaya komunitas, tokoh agama dan adat adalah pilar strategis dalam merebut hati pemilih untuk meraih dukungan. Harus diakui, f akta social menunjukkan bahwa tokoh adalah kunci utama untuk mengerakkan masyarakat, pembangunan dan perbaikan masyarakat. Keberhasilan pembangunan diukur dari seberapa besar sumber-sumber local (tokoh dan institusi local) yang mereka miliki dapat diperankan untuk mencapai tujuan bersama.
Dalam mengerakkan satu komunitas perlu diperhatikan beberapa modal penting yang hendaknya diperankan secara maksimal. Setidaknya ada lima jenis modal, (1).Modal Manusia ( human resourches) , yang meliputi jumlah penduduk, skala rumah tangga, kondisi pendidikan dan keahlian serta kondisi kesehatan warga. (2) Modal Alam ( natural resourches ), meliputi sumber daya tanah, air, hutan, tambang, sumberaya hayati dan sumber lingkungan hidup. (3).Modal Finansial ( financial Resourches ), meliputi sumbers-umber keuangan yang ada seperti tabungan, pinjaman, subsidi, dan sebagainya.(4) Modal Fisik ( Phisichal Resourches) , meliputi infrastruktur dasar yaitu transportasi, perumahan, air bersih, sumber energi, komunikasi, peralatan produksi maupun sarana yang membantu manusia untuk memperoleh
1/5
PILKADA, PERAN TOKOH AGAMA DAN ADAT Jumat, 21 Agustus 2015 08:22
mata pencaharian.(5) Modal Social ( Social Capital Resourches ), yakni jaringan kekerabatan dan budaya, serta keanggotaan dalam kelompok, rasa saling percaya, lembaga.
Pemanfataan modal social yang key personnya tokoh agama dan adat bersama institusi tempat mereka bernaung adalah factor penting untuk m endapatkan perhatian, pengakuan dan akhirnya tentu akan dipilih masyarakat dalam pemilihan. U paya pemberdayaan tokoh agama harus diarahkan pada tiga hal, (1). ENABLING, yakni membantu tokoh agama dan aktivis institusi agama agar mampu mengenal potensi dan kemampuan yang mereka miliki, mampu merumuskan secara baik masalah-masalah yang mereka hadapi, sekaligus mendorong mereka agar memiliki kemampuan merumuskan agenda-agenda penting dan melaksanakannya demi mengembangkan potensi dan menanggulangi permasalahan yang mereka hadapi. (2) EMPOWERING, yakni memperkuat dan daya yang dimilikinya dengan berbagai macam masukan ( input ) maupun pembukaan akses menuju ke berbagai peluang. Penguatan disini meliputi penguatan pada modal manusia, modal alam, modal financial, modal fisik, maupun modal sosial yang mereka miliki. (3) PROTECTING, yakni mendorong terwujudnya tatanan structural yang mampu melindungi dan mencegah yang lemah agar tidak semakin lemah. Melindungai tak berarti mengisolasi dan menutupi dari interaksi. Karena hal itu justru akan mengerdilkan yang kecil, dan melunglaikan yang lemah. Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah adanya persaingan yang tidak seimbang serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah
Restorasi Kearifan Lokal dan Pelestarian Tradisi.
Issue strategis yang diharapkan dapat dikembangkan kandidat Kepala Kepala daerah adalah penguatan kearifan lokal. Kearifan lokal yang hadir dalam bentuk tradisi, nilai atau norma, kaidah atau keyakinan-keyakinan yang masih dihayati dan dipelihara, bahkan dipatuhi oleh masyarakat local atau satuan masyarakat adalah upaya mewujudkan tertib sosial dan kesejahteraannya. Tradisi itu sering kali terwujud secara lestari dan berkembang berdasarkan ikatan keyakinan komunitas lokal. Pelestarian tradisi penting dilakukan sebagai filter terdepan dalam menghadapi budaya asing, khusu snya sejalan dengan perkembangan teknologi informasi yang sedemikian pesat lajunya.
Disamping itu, tradisi yang tumbuh pada suatu masyarakat pada dasarnya juga menjadi asset atau modal social yang penting dalam rangka memberdayakan (empowering) masyarakat demi
2/5
PILKADA, PERAN TOKOH AGAMA DAN ADAT Jumat, 21 Agustus 2015 08:22
mewujudkan kualitas hidup dan kesejahteraan. Harus diakui bahwa selama ini masih berkembang pandangan sederhana mengenai pengelolaan pembangunan yang beredar luas pada khalayak umum. Proses pembangunan dimaknai secara sederhana sebagai perubahan kehidupan masyarakat tradisional menuju masyarakat modern. Modernitas dilakukan dengan memperkenalkan lembaga dan nilai-nilai baru dengan menghancurkan tatanan nilai atau kelembagaan tradisional, yang dipandang sebagai kendala terhadap jalannya proses modernisasi.
Tolok ukur sukses pengelolaan pembangunan adalah seberapa pesat nilai yang berlaku di masyarakat meningkatkan ikatan nilai tradisi seperti kekeluargaan, kegotong-royongan, nilai-nilai keagamaan, adat-kebiasaan lokal, maupun pranata budaya yang sebenarnya telah berurat dan berakar dalam formasi kehidupan sosial. Pandangan semacam ini jelas mengandung kelemahan mendasar, karena mengabaikan asas kerakyatan serta mengabaikan nilai-nilai dan lembaga-lembaga yang dirujuk secara pekat dan terbukti unggul sebagai kerangka acuan dalam membina kelangsungan dan peningkatan kualitas hidup juga kesejahteraan masyarakat local.
Dampak ikutan yang tidak mudah mengendalikannya pasca pengabaian nilai-nilai, tokoh dan institusi local adalah meluasnya penyimpangan social. Penyimpangan social sering pula diberi julukan penyakit masyarakat, disingkat PEKAT. Maraknya penyakit masyarakat tentunya tidaklah datang secara tiba-tiba namun merupakan hasil suatu proses yang berlangsung dalam waktu yang relatif lama.
Upaya penanggulangan penyakit masyarakat hendaknya dilakukan secara terus menerus mulai dari lingkungan terkecil yaitu keluarga. Sedemikian pentingnya peran keluarga dalam masyarakat sehingga segala hal yang terjadi dalam keluarga dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat secara umum. Oleh karena itu, pembekalan moral yang teguh sejak dini oleh keluarga mampu mencegah semakin berakarnya penyakit masyarakat. Masyarakat sebagai salah satu mitra aparat keamanan dalam upaya mewujudkan masyarakat yang aman dan tertib serta bebas dari penyakit masyarakat diharapkan mampu, mengungkapkan berbagai pesan moral dalam perwujudannya.
Mengentaskan akan pentingnya penguatan dan pelaksanaan aturan beradat di dalam Masyarakat Minangkabau, Sumatera Barat) adalah pilihan bijak untuk tetap maju dalam keadaban . Sesungguhnya pimpinan mestilah
(baca
3/5
PILKADA, PERAN TOKOH AGAMA DAN ADAT Jumat, 21 Agustus 2015 08:22
p aham betul dan mendalam bahwa pembinaan masyarakat dimulai dari akar rumput, dari surau dan rumah tangga dan dari lingkungan masyarakat sendiri. Disini letak kekuatan utama. Potensi masyarakat mesti di gerakkan terpadu untuk menghidupkan tata masyarakat beradat , bermartabat dalam berkemajuan .
Tujuan mulia yang hendak dicapai adalah mencerdaskan umat dengan terlebih dahulu menanamkan budi pekerti (akhlaq) sesuai adat bersandi syara’, syara’ bersandi Kitabullah, syarak mangato adat memakai. Merosotnya peran kelembagaan adat dan syarak di Minangkabau banyak terkait oleh kurangnya pemungsian surau menjadi lembaga pendidikan anak nagari dan lemahnya pagar adat dalam kekerabatan masyarakat sehingga menjadi penyebab hilangnya daya saing pemuka agama dan pemuka adat berperan membina anak nagari.
Mendudukkan peran serta masyarakat memerlukan musyawarah dan mufakat. Kekayaan sangat berharga yang tersimpan didalam adat salingka nagari mesti digerakkan menjadi kekuatan dasar bagi membangun daerah dan negara. Perbedaan mesti dihormati. Maka disini diperlukan kearifan akan adanya perubahan-perubahan. Yang perlu dijaga ialah supaya dalam segala sesuatu harus pandai mengendalikan diri, agar jangan melewati batas, dan berlebihan:“ Ka lauik riak mahampeh,Ka karang rancam ma-aruih, Ka pantai ombak mamacah. Jiko mangauik kameh-kameh, Jiko mencancang putuih – putuih, Lah salasai mangko-nyo sudah” . Artinya, pemahaman syarak menekankan kepada kehidupan yang dinamis, mempunyai martabat ( izzah diri ), bekerja sepenuh hati, menggerakkan semua potensi yang ada, dengan tidak menyisakan kelalaian ataupun ke-engganan. Tidak berhenti sebelum sampai. Tidak berakhir sebelum benar-benar sudah.
Aktualisasi Kitabullah, nilai-nilai al-Qur’an, hanya dapat dilihat melalui gerakan amal yang berkesinambungan (kontinyu) dalam seluruh aktivitas kehidupan manusia, seperti kemampuan bergaul, mencintai, berkhidmat, menarik, mengajak (da’wah), merapatkan potensi barisan, sehingga membuahkan agama yang mendunia. Usaha inilah yang akan menjadi gerakan antisipatif terhadap arus globalisasi negatif pada abad-abad sekarang.
4/5
PILKADA, PERAN TOKOH AGAMA DAN ADAT Jumat, 21 Agustus 2015 08:22
Nilai dasar ABS-SBK dalam tataran identitas masyarakat Minang sebagai kelompok masyarakat adat dan Islam, mengacu pada 4 nilai yakni budi, akal, ilmu, mungkin – patut, Islamlah yang paling cocok dalam memperkuat nilai-nilai dasar Minang. Tertuanglah dalam mamang adat : ka hakikat landasan budi/ ka tarekat landasan aka/ ka ma`rifat landasan mungkin dan patuik/ ka syari’at landasan ilmu. Berarti nilai dasar Islam adalah (1) hakikat, (2) tarekat, (3) ma`rifat dan (4) syari’at. Empat nilai dasar Islam ini digunakan sebagai pengayaan adat dalam mengatur tertib sosial dalam bentuk norma disebut undang adat.
Dalam realisasinya nilai-nilai dasar adat itu disosialisasikan di lembaga-lembaga yang menjadi persyaratan berdirinya nagari, yakni (1) budi di surau (juga di gobah, palanta), (2)akal dibentuk di Balai, (3) Ilmu diuji di Gelanggang, dan (4) mungkin dan patut disosialisasikan di tepian tempat mandi dan tempat umum lainnya. Peran tokoh dan intitusi begitu penting dalam mempertahankan dan mewariskannya.
Akhirnya patut ditegaskan bahwa peran tokoh agama dan tokoh adat dalam mengerakkan masyarakat berbudaya, bermartabat dan berkemajuan sulit dapat terlaksana tanpa mendapat dukungan penuh dan keseriusan mendalam dari pimpinan formal. Kepala Daerah adalah tokoh kunci yang memungkinkan hadirnya kehidupan masyarakat yang didasari local wisdom, maruah dan martabat dirinya. Tidak ada pilihan lain bagi siapa saja, pemilih, yang cinta dan percaya pada kebaikan agama, budaya, adat dalam membimbing kehidupan di era digital ini, kecuali ya pilihlah sosok pemimpin yang sudah menunjukkan komitmen dirinya untuk peduli agama, budaya dan adat. Semoga diarifi adanya. Tks. Ds.21082015.
5/5