Lesson 8 for November 19 2016
Dalam Ayub pasal 10, Ayub mengeluh tentang penderitaannya yang dia angggap tidaklah adil. Allah menciptakan dan mendukung segala sesuatu dengan kasih, jadi bagaimana Allah dapat menghukum dia dengan cara ini? Tidak ada jawaban yang mudah untuk pertanyaan itu dalam dunia yang penuh dosa ini. Kita tidak dapat menemukan penjelasan yang memuaskan tentang penderitaan dan kejahatan.
“padahal Engkau tahu, bahwa aku tidak bersalah.”
(Ayub 10:7)
Ayub hanya ingin mengetahui mengapa ia menderita seperti itu. “Jangan mempersalahkan aku; beritahukanlah aku, mengapa Engkau beperkara dengan aku.” (Ayub 10:2)
Semua yang dia tahu mengenai Allah tidak sesuai dengan realitas penderitaannya. Dia percaya bahwa: Allah lebih unggul dari manusia (ay. 4). Allah adalah kekal (ay. 5). Allah adalah Pencipta say (ay. 8-11). Allah penuh belas kasihan (ay. 12). Allah peduli terhadap saya (ay. 13). Allah adalah adil (ay. 14). Di sisi lain, ia bersedia mengakui kesalahannya dan tidak bermegah dalam dirinya yang tidak bersalah (ay. 15). Dia tidak tahu bahwa dia menderita karena dia setia. Hal itu tidaklah benar-benar sesuai dengan karakter Allah.
“Mereka bersekongkol melawan jiwa orang benar, dan menyatakan fasik darah orang yang tidak bersalah.” (Mazmur 94:21)
“Darah yang tidak bersalah” dapat ditemukan beberapa kali dalam Alkitab untuk menggambarkan orang yang meninggal tanpa belas kasihan (Yesaya 59: 7; Yeremia 22:17; Yoel 3:19). Tidak bercacat? Bukankah kebenaran bahwa “maut itu telah menjalar kepada semua orang karena semua orang telah berbuat dosa.” (Roma 5:12)?
Dalam cara yang mutlak, bukankah kita semua layak menderita dan mati karena kita berdosa? Hal itu menolong kita untuk memahami dengan jelas bahwa kita benar-benar memerlukan Salib. Namun demikian, Allah berbicara tentang darah tak berdosa yang tertumpah, bahkan orang-orang berdosa sekalipun dapat menderita secara tidak adil. Artinya, tidak setiap penderitaan dalam hidup ini disebabkan oleh dosa-dosa kita sendiri.
“Atau sangkamu kedelapan belas orang, yang mati ditimpa menara dekat Siloam, lebih besar kesalahannya dari pada kesalahan semua orang lain yang diam di Yerusalem?” (Lukas 13:4)
Tidak semua penderitaan disebabkan oleh dosa tertentu, namun semua penderitaan adalah akibat dari dosa. Jika dosa tidak masuk ke dalam dunia ini, maka penderitaan tidak akan ada. Oleh karena itu, ada banyak situasi yang tidak adil. Mengapa anak-anak Ayub mati? Mengapa hambanya mati? Mengapa ternaknya mati? Apakah mereka bersalah?
Saat ini, mengapa orang meninggal karena bencana alam atau serangan teroris? Bagaimana dengan kecelakaan, kanker atau kekerasan? Haruskah kita mengharapkan keadilan dalam kehidupan ini?
“Memang benar bahwa Allah mengasihi kita, bahwa Ia bekerja demi kebahagiaan kita, dan bahwa jikalau hukumNya telah selalu ditaati, maka kita tidak pernah mengenal penderitaan; dan tidak kurang benarnya, bahwa di dunia ini, sebagai akibat dosa, penderitaan, kesusahan, beban hidup, menimpa setiap hidup. Kita dapat membuat anakanak dan orang muda menjadi baik seumur hidup dengan mengajar mereka untuk menghadapi kesusahan-kesusahan dan tanggungan-tanggungan ini dengan berani… Mereka harus diajar bahwa dunia ini bukanlah lapangan pawai, tetapi suatu medan pertempuran. Semua dipanggil untuk menanggung kesukaran, sebagai serdadu yang baik. Mereka harus menjadi kuat dan perkasa seperti kaum pria. Biarlah mereka diajar bahwa ujian yang benar terhadap tabiat terdapat dalam kerelaan memikul beban, menempati tempat yang sukar, melaksanakan pekerjaan yang harus diselesaikan, walaupun hal itu tidak akan membawa upah atau ketenaran dunia.” E.G.W. (Education, cp. 34, p. 295)
“Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.” 6:34)
(Matius
Setiap hari memiliki kesusahannya sendiri. Oleh karena itu, Yesus mengajak kita untuk sepenuhnya mempercayai Tuhan setiap saat dalam kehidupan kita. Namun demikian, Allah kadang-kadang mengizinkan kejahatan menjadi sengit hadir dalam kehidupan anak-anak-Nya. Mari kita lihat beberapa contoh.
Habel (Kejadian 4:8)
Uria orang Het (2 Samuel 11:17)
Yeremia (Yeremia 38:6)
Anak-anak di Betlehem (Matius 2:16)
Yohanes Pembaptis (Matius 14:10)
Dilempari, disiksa, digergaji… (Ibrani 11:35-38)
Bagaimana kita dapat menjelaskan penderitaan yang tidak masuk akal bagi kita dan yang menumpahkan darah yang tak berdosa?
“Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.” (Amsal 3:5)
Satu-satunya penjelasan yang benar adalah di luar apa yang kita dapat lihat. Ini adalah pertempuran yang tak terlihat, namun hal itu begitu nyata yang mempengaruhi setiap aspek kehidupan kita. Itu adalah Pertentangan Besar antara yang baik dan jahat, antara Kristus dan Setan. Kita tidak berdaya dihadapan kuasa kejahatan, sehingga kita harus sepenuhnya percaya kepada Allah dan janji-janji-Nya. Hal ini sangatlah penting ketika kita tidak dapat menemukan sesuatu yang baik dalam kejahatan dan penderitaan di sekitar kita.
Allah telah berjanji bahwa semua kejahatan ini suatu hari nanti akan berakhir dan tidak akan pernah terjadi lagi (Nahum 1: 9).
E.G.W. (The Great Controversy, cp. 29, p. 504)
“Seluruh alam semesta akan menjadi saksi bagi sifat dan akibat dosa itu. Dan pemberontakan total dosa itu, yang pada mulanya mendatangkan ketakutan kepada malaikat-malaikat dan kehinaan kepada Allah, sekarang akan membuktikan kebenaran kasih-Nya dan menetapkan kemuliaan-Nya di hadapan makhluk makhluk semesta alam yang senang melakukan kehendak Allah, dan yang di dalam hatinya ada hukum-Nya. Kejahatan tidak akan pernah muncul lagi. Firman Allah berkata, “Kesangsaraan tidak akan timbul dua kali!” ( Nahum 1: 9 ). Hukum Allah yang telah dicela oleh Setan sebagai kuk perhambaan akan dihormati sebagai hukum kemerdekaan. Ciptaan yang telah teruji dan terbukti tidak akan pernah lagi berpaling dari kesetiaan kepada Dia yang tabiat-Nya telah dinyatakan sepenuhnya di hadapan mereka sebagai kasih yang tak terduga dalamnya dan hikmat yang tak terbatas.”