DAFTAR SINGKATAN A-PON
: (ATM-PON) Asynchronous Transfer Mode-Passive Optical Network
BER
: Bit error rate
B-PON
: Broadband – PON
DFA
: Doped Fiber Amplifier
EDFA
: Erbium doped fiber amplifier
FTTH
: Fiber to the home
FSAN
: Full Service Access Network
GE-PON
: Gigabit Ethernet – PON
G-PON
: Gigabit - PON
ITU-T
: International Telecommunication Union
NG-PON2
: Next Generation – PON stage 2
OA
: Optical Amplifier
ODN
: Optical Distribution Network
OLT
: Optical Line Termination
ONU
: Optical Network Unit
OSNR
: Optical Signal to Noise Ratio
SNR
: Signal to Noise Ratio
TWDM-PON
: Time and Wavelength Division Multiplexing – PON
TDM
: Time Divsion Multiplexing
WDM
: Wavelength Division Multiplexing
XG-PON/NG-
: Next Generation – PON stage 1
PON1
xiii
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Layanan broadband yang cepat dan effisien menjadi salah satu kebutuhan
utama bagi masyarakat modern. Dalam upaya mencari solusi terbaik dalam memenuhi hal tersebut, serat optik terpilih menjadi primadona untuk layanan ini. Dengan terus meningkatnya permintaan bandwidth maka sebuah teknologi PON atau lebih dikenal dengan istilah FTTx menjanjikan layanan triple-play (voice, data, dan video) dengan performansi yang baik. Berbagai platform aktif dikembangkan oleh operator telekomunikasi terkemuka untuk perkembangan teeknologi PON, dimulai dari A/BPON, G-PON, GE-PON, XG-PON/NG-PON1 [1] dan NG-PON2 menjadi teknologi terbaru yang dikenalkan pada 2014 lalu oleh IEEE dan ITU-T bersama-sama dengan Full Services Access Network (FSAN) menjadikan teknologi lanjutan ini dianggap sebagai long-term next generation [2]. Teknologi NG-PON2 yang telah diusungkan oleh FSAN ini memiliki kapasistas transmisi minimum untuk downstream minimum 40 Gbit/s dan 10 Gbit/s untuk upstream serta harus tetap kompatibel dengan teknologi dan jaringan distribusi sebelumnya. TWDM-PON direkomendasikan sebagai solusi utama untuk merancang dan implementasi teknologi NG-PON2 [1]. Penggunaan kapasitas transmisi 80 Gbit/s telah dianalisis terhadap kapasitas transmisi 40 Gbit/s pada jarak 30 km [3], yang menjadikan kapasitas transmisi 80 Gbit/s sebagai yang terbaik dengan nilai parameter Q factor dan BER yang baik. Pada tugas akhir ini dilakukan penelitian pada NG-PON2 menggunakan delapan kanal TWDM berkapasistas transmisi 80 Gbps TWDM-PON dengan EDFA sebagai
pre-amplifier dan booster amplifier sehingga dapat diketahui
pengaruh karakteristik EDFA pada sistem ini berdasarkan parameter Q factor, BER, Power Rerceive, Gain dan OSNR sebagai parameter batas keberhasilan dari perancangan ini. 1.2
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian, tujuan dari penelitian ini adalah
melakukan simulasi dan analisis pengaruh EDFA sebagai pre-amplifier dan booster amplifier terhadap performansi sistem 80 Gbit/s TWDM-PON berbasis NG-PON2.
1
1.3
Rumusan Masalah
Dalam tugas akhir ini, permasalahan yang dirumuskan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana mengukur performansi NG-PON2 dengan arsitektur TWDM-PON? 2. Bagaimana mengetahui pengaruh EDFA terhadap performansi NG-PON2? 3. Bagaimana hasil pengujian dari sistem dan arsitektur TWDM-PON berdasarkan parameter Q factor, Bit Error Rate, Gain dan OSNR? 4. Bagaimana permodelan sistem untuk solusi dari analisa yang didapat? 1.4
Batasan Masalah
Batasan masalah yang ada pada tugas akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Menggunakan delapan channel dengan kecepatan transmisi data 80 Gbit/s (8*10 Gbit/s) 2. Line Coding yang digunakan pada sistem transmisi adalah Non-Return-to-Zero (NRZ) 3. Arrayed Waveguide Gratings (AWG) sebagai Multiplexer/Demultiplexer 4. Erbium Dopped Fiber Amplifier (EDFA) sepanjang 1 hingga 5 meter digunakan sebagai booster amplifier dan pre-amplifier 5. EDFA Pump Laser Wavelength yang digunakan adalah 980 nm dan 1480 nm 6. Pump Laser Power dengan daya 100 hingga 1000 mW 7. Optical Distribution Network (ODN), tiga titik split dengan split ratio 1:256 dengan jarak transmisi terjauh 40 km 8. Wavelength Plan, pita C-band yang digunakan 195.6 – 194.9 THz untuk upstream dan L-band 187.9 – 187.2 THz untuk downstream 9. Parameter pengujian yang digunakan yaitu Q factor, BER, Power Received, Gain dan Optical Signal-to-Noise Ratio 10. Penelitian dilakukan dengan penggunakan perangkat lunak Optiwave Optisystem 14.0.
2
1.5
Metodologi Penelitian
Metodologi penilitian ini memiliki beberapa tahapan, sebagai berikut: 1. Studi Literatur Tahap ini mempelajari teori-teori yang digunakan dan mengumpulkan literature terkait berupa buku referensi, artikel, jurnal ataupun dengan dilakukannya diskusi dan konsultasi dengan dosen dan mahasiswa dalam menentukan spesifikasi dan standarisasi dalam analisis performansi 80 Gbit/s TWDM-PON pada teknologi NG-PON Stage 2 sebagai pendukung dalam penyusunan tugas akhir ini. 2. Simulasi Sistem Tahap ini akan dilakukan proses simulasi jaringan dengan skenario desain arsitektur penelitian yang berdasarkan dengan standar NG-PON2 yang telah distandarisasi oleh ITU-T G.989.1 dan G.989.2. 3. Analisis Hasil Simulasi Tahap ini dilakukan analisis terhadap hasil pengamatan untuk menentukan penanganan terbaik dalam masalah yang terjadi. Proses analisis dan evaluasi dilakukan terhadap hasil pengujian dari setiap parameter desain yang telah disimulasikan dan kemudian dilakukan penarikan kesimpulan dari simulasi yang sesuai hasil pengujian. 1.6
Sistematika Penulisan
Sistematika yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latarbelakang, tujuan penelitian, permasalahan yang dibahas, pembatasan masalah dalam pembahasan, metodologi yang digunakan dalam penelitian ini, beserta dengan sistematika pembuatan penelitian.
BAB II DASAR TEORI Bab ini menjelaskan secara teoritis NG-PON2, TWDM-PON, EDFA dan parameter performansi (Q factor, BER, Power Received, Gain, dan OSNR).
BAB III PERANCANGAN SISTEM 80 G TWDM-PON BERBASIS NGPON2 Bab perancangan sistem ini menjelaskan diagram alir penelitian, perancangan jaringan dan amplifier beserta dengan parameter performansi.
3
BAB IV SIMULASI SISTEM DAN ANALISIS HASIL Bab sismulasi sistem dan analisis hasil ini membahas analisis hasil dari setiap skenario simulasi downstream dan upstream yang dilakukan berdasarkan parameter-parameter performansi.
BAB V PENUTUP Bab penutup ini berisikan kesimpulan dari seluruh pembahasan skeranio simulasi yang telah dilakukan. Dan berisikan saran yang membangun untuk pengembangan yang lebih untuk penelitian selanjutnya
4
BAB II DASAR TEORI 2.1
Next Generation – Passive optical Network stage 2 (NG-PON2) Passive Optical Network (PON) bertahun-tahun perkembangannya selalu
dikaitkan dengan kemajuan dalam inovasi multiplexing. Pada tahun-tahun pertamanya PON dalam pemanfaatannya dikaitkan dengan teknik Asynchronous Transfer Mode (ATM) yang lebih dikenal dengan A-PON dan B-PON, dengan kapasitias tranmisi 155 dan 622 Mbit/s untuk upstream/downstream, yang mengacu pada standar ITU-T G.983.1/x. Kemudian penggunaan Time Division Multiplexing (TDM) memungkinkan untuk mencapai kecepatan tranmisi 2.5/1.5 Gbit/s (downstream/upstream) yang mengacu pada standar G-PON (ITU-T G.984). Dengan cepat TDM mendorong perkembangan PON sampai ke 10/2.5 Gbit/s (downstream/uptsream) yang mengacu pada standar XG-PON1/NG-PON1 (ITUG.987), dan 10/10 Gbit/s untuk downstream dan upstream yang mengacu pada standar NG-PON2 (ITU-T G.989). Namun, untuk Ethernet PON (E-PON) dan 10GE-PON merupakan teknologi yang dikembangkan oleh IEEE [1] [4] [5] [6]. NG-PON2 berdasarkan ITU-T G.989 [4], yaitu:
ITU-T G.989.1 40-Gigabit capable passive optical network: berisikan pembahasan tentang ketentuan umum dari jaringan NG-PON2
ITU-T G.989.2 40-Gigabit capable passive optical network: berisikan pembahasan spesifikasi Physical Media Dependent (PMD) layer, yaitu wavelength plan, optical loss budgets, line rates, modulation format, wavelength channel parameters, dan ONU tuning time classes
ITU-T G.989.3 40-Gigabit capable passive optical network: berisikan spesifikasi transmission convergence layer protocol.
Berikut ini adalah requirement dari sistem NG-PON2 [5], mendukung: -
Multiple wavelength channel dengan arsitektur TWDM
-
4
hingga
8
TWDM
channel,
dapat
dikonfigurasi
untuk
pengembangan/penambahan setiap channel-nya, sebagai contoh: “pay as you grow” atau pengedaan dilakukan ketika ada penambahan channel yang berada di OLT.
5
-
bitrate dari setiap channel downstream dan upstream [4]: o 10 Gbit/s downstream dan 10 Gbit/s upstream o 10 Gbit/s downstream dan 2.5 Gbit/s upstream o 2.5 Gbit/s downstream dan 2.5 Gbit/s upstream
-
Jangkauan fiber minimal 40 km dengan jarak pengembangan yang dapat dikonfigurasi adalah 20 km dan sebagai opsional mencapai 40 km,
-
Kemampuan mencapai 60 km,
-
Mendukung untuk split ratio paling tidak 1:256 Syarat dari NG-PON2 akan dibahas secara detail pada sub bab 3.2,
mengenai segala hal yang berhubungan dengan OLT, ODN, ONU dan OA yang dapat digunakan pada jaringan NG-PON2. 2.2
Time and Wavelength Division Multiplexing – Passive Optical Network
(TWDM-PON) TWDM-PON merupakan kombinasi antara teknik multiplexing TDM dengan WDM. Dimana, TDM berperan penting dalam mentransmisikan informasi pada sisi upstream. Sedangkan WDM berperan pada sisi downstream.
Gambar 2.1 Skema WDM [7]
Aspek terkuat dari link komunikai optik adalah dapat mentransmisikan banyak panjang gelombang yang berbeda pada satu serat secara bersamaan pada pita spektral 1300 – 1600 nm. Teknologi penggabungan sejumlah panjang gelombang berbeda untuk ditransmisikan pada satu serat dikenal dengan wavelength division multiplexing (WDM). Secara konseptual, skema dari WDM (Gambar 2.1) memiliki kesamaan dengan frequency division multiplexing (FDM) yang digunakan pada microwave radio dan sistem satelite. Sama halnya seperti pada FDM, panjang gelombang di WDM harus memiliki channel spacing untuk
6
menghindari interchannel interference. Sebagai contoh, output dari modulasi laser DFB memiliki spektrum frekuensi 10 – 15 MHz, yang setara dengan linewidth 103
nm. Saat menggunakan sumber seperti itu, guard band yang digunakan adalah 50
GHz (0,4 nm), 100 GHz (0,8 nm) dan 200 GHz (1,6 nm) yang biasanya digunakan. Yang kemudian setiap panjang gelombang berbeda tersebut dimultipleksi pada saluran transmisi dan untuk diterima oleh user dilakukan proses demultipleksi agar dapat menerima sesuai dengan panjang gelombang tertentu.
Gambar 2.2 Sistem transmisi ultrafast point-to-point dengan TDM [7]
Pada ultrahigh capacity network (jaringan dengan kapasitas yang besar) ada dua skema TDM yang menjadi kandidat, yaitu bit-interleaved TDM dan timeslotted TDM. Bit-interleaved TDM memiliki kesamaan dengan WDM karena satu node akses dibagi menjadi banyak channel dalam satu media. Sebagai contoh, bitrate dari setiap channel dapat bervariasi dari 100 Mb/s – 1 Gb/s, dimana timemultiplexed dari media tersebut dapat mencapai sekitar 100 Gb/s. Gambar 2.2 merupakan ilustrasi daru konsep dasar traansmisi point-to-point dengan bit interleaved optical TDM. Sumber laser menghasilkan sinyal optis dengan pulsa optik narrow RZ/NRZ dengan pengulangan senilai B. Bitrate ini biasanya digunakan berkisar antara 2,5 Gb/s – 10 Gb/s, yang sesuai dengan bitrate dari data electronic tributaries yang menyelurkannya kepada sistem. Optical splitter membagi satu pulse stream menjadi senilai N. Sebagai contoh pada Gambar 2.2, pulse stream dengan bitrate 10 Gb/s dan N=4. Masing-masing channel kemudian dimodulai secara individual oleh modulator pada bitrate senilai B. keluaran sinyal termodulasi kemudian mengalami delay secara terpisah dengan periode clock yang berbeda, dan kemudian dimultiplexing untuk menghasilkan aggregat bitrate NxB.
7
Optical postamplfier dan preamplifier umumnya termasuk dalam link untuk mengkompensasi redaman splitting dan atau redaman lainnya. Pada titik terminasi, aggregat dari arus pulsa didemultipleksikan kesaluran data N untuk pemerosesan sinyal lebih lanjut. Pada teknik ini, mekanisme dari clock-recovery yang beroperasi pada bitrate B diperlukan pada receiver guna mengendalikan sinkronisasi saat demultipleksi. Pada time-slotted TDM, node akses berbagi satu channel yang mampu mengirim rate burst pada 100 Gb/s. Dalam sistem seperti itu, generasi high-speed signal berkecepatan tinggi dengan pemisahan pulsa yang seragam sangat penting untuk menekan efek dari crosstalk dari pulsa yang berdekatan dan untuk meminimalkan jiter selama ekstraksi waktu. Fitur paling penting dari jaringan timeslotted TDM adalah untuk menyediakan backbone yang terdengan jaringan highspeed, untuk mentransfer block data yang besar dengan sangat cepat, untuk mengalihkan aggregasi yang besar pada data traffic, dan memberikan high-rate dan low-rate kepada pengguna. Jenis jaringan ini dapat menyediakan layanan bandwidth-on-demand yang fleksibel dengan burst yang beroperasi mulai dari kecepatan 10 – 100 Gb/s, dan juga dapat digunakan pada kecepatan yang lebih rendah. Hal ini mencakup layanan high speed video server, terabyte media bank, dan super komputer. Keuntungan menggunakan TDM berkecepatan tinggi adalah bergantung pada rate pengguna dan traffic statistic, TDM dapat memberikan improvisasi dalam hal waktu akses pengguna yang lebih pendek, delay yang lebih rendah, dan throughput yang lebih tinggi. Selain itu, untuk end-node equipment secara konseptual lebih sederhana untuk pendekatan single-channel dengan multiples-channel. [7]
8
2.3
Isu dan Ketersediaan Optical Spectrum Jaringan akses sebagian besar menggunakan ITU-T G.652 single mode fiber
(SMF). Seperti diketahui, karakteristik SMF bergantung pada panjang gelombang. Gambar 2.3 menunjukkan attenuation
SMF pada setiap rentang panjang
gelombang ITU-T. Attenuation sinyal optik paling rendah di C-band dan lebih rendah lagi pada L-band.
Gambar 2.3 Attenuation SMF [5]
Chromatic Dispertion (CD), dapat membatasi jangkauan sistem karena line rate sinyal sinyal yang meningkat, juga bergantung pada panjang dengan nilai nol pada ~1310 nm untuk SMF. Variasi CD panjang gelombang juga ditunjukkan pada Gambar 2.3. Satu aspek lebih lanjut mengenai panjang gelombang menyangkut ketersediaan komponen opto-elektronik. Misalnya, erbium doped fiber amplifiers (EDFAs) yang umumnya berkerja di C dan L-band, sedangkan SOA dapat dibuat untuk bekerja disalah satu band yang diperlukan. Namun, komponen optoelektronik semikonduktor bervariasi dalam hal kinerja bergantung pada panjang
9
gelombang operasinya, misal kinerja laser pada suhu tertentu atau responsivitas photodiode.
Gambar 2.4 wavelength plan [5]
Wavelength plan (Gambar 2.4) sistem PON terdahulu, NG-PON2 mungkin perlu mempertimbangkan persyaratan migrasi dan koeksistensi. Faktor lebih lanjut yang membatasi spektrum tersedia adalah karakteristik filter yang telah dibangun pada sistem terdahulu. Paling penting mungkin filter RF-video yang mungkin memerlukan guardbands yang menempati sebagian besar C-band dimana nilai loss paling rendah dan menjadi daerah operasi dari EDFA. Perencanaan panjang gelombang di sistem NG-PON2 harus memastikan kesesuaian dengan sistem PON yang lama dan RF-layer video. Seperti spectrum panjang gelombang yang digambarkan pada Gambar 2.4. Dua pita panjang gelombang dipilih untuk transmisi NG-PON2. Untuk upstream terletak pada CBand dikarenakan attenuation pada fiber lebih kecil dibandingkan dengan Band atau pita lainnya. Dan untuk downstream telah ditentukan setikar pita L-Band, dimana redaman atau attenuation lebih tinggi dibandingkan dengan chromatic dispersion, dikarenakan EDFA dapat digunakan untuk menciptakan kondisi jaringan yang stabil. [5] 2.4
Optical Amplifier (OA) Saat perancangan link optik, seseorang merumuskan power budget dan
menambahkan repeater saat daya kurang dari margin yang ditetapkan. Untuk menguatkan sinyal optis dengan repeater konvensional, diperlukan konversi photon ke electron, penguatan elektrik, retiming, pulse shaping, dan kemudian konversi electron ke photon. Meskipun proses ini bekerja dengan baik untuk operasi panjang gelombang satu dengan moderate-speed, repeater akan
10
menghadirkan kemacetan transmisi data untuk mulltiple-wavelength dengan highspeed system. Demikian untuk mengeliminasi masalah delay transmisi banyak usaha yang telah dilakukan untuk mengembangkan optical amplifier. Perangkat ini beroperasi sepenuhnya di domain optik guna meningkatkan power level bebrapa sinyal optis diatas pita spektral 30 nm dan lebih. Ada tiga jenis optical amplifier yang biasa digunakan, yaitu semiconductor optical amplifier (SOA), doped-fiber amplifiers (DFAs), dan Raman amplifiers. Tetapi yang akan dibahas pada bab ini hanyalah erbium-doped fiber amplifiers (EDFAs), yang banyak digunakan pada C-band (1530-1565 nm) untuk jaringan komunikasi optik. Secara general aplikasi dari penggunaan optical amplifier dibagi menjadi tiga kelas [8], yaitu:
Gambar 2.5 In-line amplifier [8]
In-line Optical Amplifiers pada link single-mode, effect dispersi mungkin lebih kecil sehingga keterbatasan untuk repeater adalah redaman serat. Karena link tidak membutuhkan regenerasi sinyal secara lengkap, maka amplifikasi sinyal optis yang sederhana sudah cukup memadai. Sehingga penguat in-line optical amplifier digunakan untuk mengkompenasasi rugi-rugi transmisi dan meningkatkan jarak antara repeater, Gambar 2.5Gambar 2.5 merupakan ilutrasi dari in-line optical amplifiers.
Gambar 2.6 Preamplifier [8]
Preamplifier Gambar 2.6 Gambar 2.6menunjukkan optical amplifier digunakan sebagai front-end preamplifier dari optical receiver. Dengan demikian, sinyal optis yang lemah dikuatkan sebelum photodetection jadi degradasi signal-tonoise ratio yang diakibatkan thermal noise pada receiver electronic dapat ditekan. Dibandingkan dengan perangkat fornt-end lainnya seperti avalanche
11
photodiodes
atau
optical
heterodyne
detetctor,
optical
preamplifier
menyediakan Gain faktor yang lebih besar dan bandwidth penguatan yang lebih luas.
Power (booster) amplifier pengaplikasian power atau booster amplifier
Gambar 2.7 Booster amplfier [8]
penempatannya perangkat ini setelah optical transmitter (Gambar 2.7Gambar 2.7) untuk meningkatkan daya yang ditransmisikan. Digunakan untuk meningkatkan daya transmisi untuk jarak 10 - 100 km tergantung dari Gain amplifier dan fiber loss. 2.5
Erbium Doped Fiber Amplifier (EDFA) Medium aktif dalam optical amplifier terdiri dari serat optik yang secara
umum memiliki panjang 10 hingga 30 m yang telah didoping rare-earth-element, seperti erbium (Er), ytterbium (Yb), thulium (Tm), atau praseodymium (Pr). Yang mana fiber host material yang digunakan dapat berupa silica, fluoride, atau tellurite. Daerah operasi perangkat ini bergantung pada bahan fiber host material dan elemen doping. Material yang popular digunakan untuk pada aplikasi long-haul telecommunication adalah fiber silika dengan doping erbium, atau yang lebih dikenal dengan Erbium-Doped Fiber Amplifier (EDFA). Daerah standar operasi EDFA secara normal hal tersebut terbatas di 1530 hingga 1565 nm. Sebenarnya EDFA beroperasi pada spektral C-band atau conventional band. Namun, beberapa teknik telah mengusulkan agar dapat digunakan pada daerah operasi L-Band dan SBand. Optical pumping digunakan untuk mengeksitasi elektron ke level energi yang lebih tinggi. Dalam proses ini, paling tidak dibutuhkan satu photon untuk secara langsung menaikan electron ke pita eksitasi. Optical pumping memiliki tiga atau lebih pita level energi. Pita energi paling tertinggi dari elektron dapat dicapai dengan energi tertentu yang diperlukan untuk mencapai pita energi berdasarkan level emisi elektron. Setelah dicapainya state eksitasi, elektron melepaskan energi
12
dan turun ke pita level energi yang lebih rendah. Sinyal photon dapat ditrigger kembali untuk dapat mengalami emsisi terstimulasi lagi ketika elektron telah menduduki pita level energi terendah, dimana elektron dapat melepas sisa energinya dalam bentuk photon baru dengan panjang gelombang yang sama dengan sinyal photon sebelumnya. Pump photon harus memliki energi yang lebih besar dibandingkan dengan sinyal photon, jadi panjang gelombang pump harus lebih pendek dari panjang gelombang sinyal. Untuk mengetahui phenomenological cara kerja EDFA, perlu dilihat struktur level energi dari erbium. Atom erbium pada silika dilambangkan dengan , yang dapat diartikan dengan atom erbium dapat melepaskan tiga elektron terluarnya. Dijelaskan dengan trasnsisi elektron terluar ion ini ke pita energi yang lebih tinggi, hal tersebut merujuk pada proses “raising the ions to higher energy level” atau “berpindahnya ion ke pita level energi yang lebih tinggi”. Gambar 2.8 menunjukkan diagram sederhana dari level energi dan berbagai proses transisi ion dalam silica glass. Ada 2 prinsip level energi untuk pengaplikasian dalam telekomunikasi yaitu metastable level atau dapat disebut dengan 4
/
dan 4
/
sebagai pump level. Metastable memiliki lifetime transisi ke ground state sama dengan lifetime pada LED untuk mencapai state ini. Metastable level, pump level dan ground state level sebenarnya menyerupai spasi level energi berupa manifold effect yang dikenal dengan Stark splitting.
Gambar 2.8 Diagram Level Daya Erbium [8]
Untuk dapat memahami variasi transisi energi dan range emisi photon, dengan mempertimbangkan kondisi sebagai berikut:
13