DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Identitas Pribadi Nama
:
Muhammad Akbar Tawakal
Alamat
:
JL. Kertamukti No.8 Rt 04/008, Pisangan – Ciputat, 15419.
Pekerjaan
:
Mahasiswa
Tempat,tanggal lahir
:
Jakarta, 26 Februari 1986
Jenis Kelamin
:
Laki-laki
Agama
:
Islam
Status
:
Belum menikah
Tinggi/Berat
:
168 cm / 55 Kg
Telepon
:
HP
: 085697939736
Rumah: (021)7429114 E-mail
:
[email protected]
Kewarganeraaan
:
Indonesia
Hobi
:
Olahraga
i
Pendidikan
FORMAL Tingkatan Sekolah Kuliah
Tempat
Tahun
: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2004 - 2009
Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen
Sekolah Atas
: MAN 4 Pondok Pinang, Jakarta Selatan
2002 – 2004
Sekolah Menengah
: MTS Pembangunan, UIN Jakarta
2000 – 2002
Sekolah Dasar
: MI Pembangunan, UIN Jakarta
1995 – 2000
ii
Pengalaman Kerja Tahun
Spesifikasi
Institusi
Crew
MC-DONALD’S
Surveyor “Pengelompokan
Centre for Strategic and International
Industri”.
Studies (CSIS)
Relawan
Lembaga Amil Zakat Online PORTALINFAQ
Magang Bag. Keuangan Interviewer Potensi Wakaf di DKI Jakarta Interviewer Potensi Wakaf di Banten
Lembaga Amil Zakat Online PORTALINFAQ
2005 2007
2007 - Sekarang
2007
DEPAG RI
2007
DEPAG RI
2008
iii
ABSTRACK
This research aims to analyze the performance of the company using financial ratio in the manufacturing companies that go public in the securities exchange indonesia period 2007-2003. That this research also aims to test the relationship between the ratio of financial capital lease with a mutual or not. Research sample consisted of 33 manufacturing companies that go public in the securities exchange indonesia with a predicted period of research between 2003-2007. Research with a sample taken purposively sampling method. Statistical methods used in this research is kausalitas Granger. These results indicate that the 3 (three) financial ratio on granger causality test based on the discussions that have been made, that the three null hypotheses can not be rejected (Ho accepted) because the results were not significant (F stat < F critical) and α = 0.05 so can be stated that this study failed to exceeds indigo demonstrate any casual relationship between capital lease with the ROI, EVA and Debt to Equity. Keyword : performance company, financial ratio and granger causality test.
iv
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja perusahaan dengan menggunakan metode rasio keuangan pada perusahaan manufaktur yang go public di Bursa Efek Indonesia pada periode 2003-2007. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk menguji hubungan antara rasio keuangan dengan capital lease saling berpengaruh atau tidak. Sampel penelitian ini terdiri dari 33 perusahaan manufaktur yang go public di Bursa Efek Indonesia dengan periode prediksi penelitian antara 2003-2007. sampel penellitian diambil dengan metode purposive sampling. Metode statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah kausalitas granger. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 3 (tiga) rasio keuangan pada uji kausalitas granger berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan, bahwa ke tiga hipotesis nol tidak dapat ditolak (Ho diterima) karena hasilnya tidak signifikan (F stat < F kritis) dan melebihi nila α = 0.05, sehingga dapat dinyatakan bahwa penelitian ini tidak berhasil menunjukkan adanya hubungan kausalitas antara capital lease dengan ROI, EVA, Debt to Equity. Kata kunci : Kinerja perusahaan, Rasio keuangan, dan Uji Kausalitas Granger.
v
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmanirrahiim,
Segala puji bagi Allah SWT yang menguasai alam semesta dan yang telah begitu banyak memberikan Rahmat dan Kasih Sayang-Nya. Rangkainan kata syukur tak kan pernah cukup untuk menggambarkan rasa terima kasih penulis pada Allah SWT. sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Capital Lease Terhadap ROI, EVA dan Debt to Equity Pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar Di Bursa Efek Indonesia “. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Rosulullah Muhammad SAW sebagai Tauladan terbaik, keluarga, sahabat serta para pengikutnya, yang telah merubah dari zaman jahiliyah menjadi zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan, semoga kita mendapat safa’atnya dihari yang pasti dan dinanti. Pada kesempatan ini, penulis rasanya wajib mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang-orang yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, “semoga Allah SWT memberikan balasan yang terbaik”, terutama kepada: 1.
Ibunda
tercinta
Nunung
Nurhayati,
yang
selalu
mendukung
dan
mendo’akanku dengan penuh keikhlasan serta tak akan pernah kulupakan nasehat-nasehatmu. Serta Ayahanda Lili Sadili yang telah menjadikan bagi penulis untuk memamahi arti kesabaran dan keikhlasan, serta telah mendidik penulis untuk menjadi seorang laki-laki yang tangguh. 2.
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah bekerja keras mengembangkan FEIS.
3.
Prof. Dr. Ahmad Rodoni, selaku Pembimbing I, yang telah memberikan bimbingan, tuntunan, motivasi, pengarahan yang luar biasa kepada penulis menyempatkan waktunya untuk membaca dan mengkoreksi skripsi ini, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. vi
4.
Bpk Indoyama Nasarudin, SE, MAB, selaku Ketua Jurusan Manajemen dan Pembimbing II yang banyak meluangkan waktunya untuk berdiskusi dengan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan memberikan banyak ilmu-ilmu baru.
5.
Abangku M. Soleh .N terimakasih untuk segala bantuannya, sehingga akhirnya skripsi ini dapat disidangkan.
6.
Sahabat-sahabat serta saudara-saudaraku yang telah memberi pertolongan yang tiada pamrih terimakasih untuk, Doni Akbar, Agung Gemah Permana, Miftahuddin, Achmad Faryabi, Badai Arif, Farid Wahyu Ramadhan, Muchlis Haetami, Muhammad Fadli
7.
Saudara seperjuangan Juliansyah Roni dan Muhammad Yamani jangan pernah menyerah serta putus asa ok…serta terimakasih kuucapkan kepada saudaraku Rizaul Anwar yang telah memberiku masukan dan sarannya…
8.
Teman-teman Manajemen keuangan A & Manajemen A angkatan 2004 akan ku ingat selalu wisata perjalanan yang terlalu amat berkesan bagiku.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi semua yang membaca, amien…..
Muhammad Akbar Tawakal Penulis
vii
DAFTAR ISI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
i
ABSTRACK
iv
ABSTRAK
v
KATA PENGANTAR
vi
DAFTAR ISI
viii
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1
B. Perumusan Masalah
15
C. Tujuan Penelitian
15
D. Manfaat Penelitian
16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Leasing
18
B. Sejarah Perkembangan Leasing
21
C. Manfaat dan Kerugian Leasing
25
D. Jenis Leasing
30
E. Pengertian Laporan Keuangan
35
F. Kinerja Perusahaan
41
G. Rasio Keuangan
43
H. Economic Value Added (EVA)
48
I. Penelitian Terdahulu
57
J. Kerangka Pemikiran
65
K. Hipotesis
67
viii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian
68
B. Metode Penentuan Sampel
68
C. Metode Pengumpulan Data
69
D. Metode Analisis
70
E. Operasional Variabel Penelitian
74
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian
83
B. Analisis Data dan Pembahasan
89
1. Analisis Deskriptif
89
2. Pengujian Hipotesis
96
3. Interprestasi
104
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan
106
B. Implikasi
107
C. Saran-saran
108
DAFTAR PUSTAKA
109
LAMPIRAN
112
ix
DAFTAR TABEL
Nomor
Keterangan
Halaman
2.1
Tabel Rincian Hasil Penelitian Terdahulu
62
4.1
Tabel kategori perusahaan manufaktur
88
4.2
Tabel stasioneritas data perusahaan
96
4.3
Tabel hasil uji kausalitas granger ROI & capital lease
98
4.4
Tabel hasil uji kausalitas granger EVA & capital lease
100
4.5
Tabel hasil uji kausalitas granger Debt to Equity & capital
102
lease
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Keterangan
Halaman
2.1
Kerangka pemikiran
66
4.1
Perbandingan capital lease pada perusahaan manufaktur
89
4.2
Perbandingan ROI pada perusahaan manufaktur
91
4.3
Perbandingan EVA pada perusahaan manufaktur
93
4.4
Perbandingan debt to equity pada perusahaan manufaktur
95
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Keterangan
Halaman
1
Suku bunga Bank Indonesia
112
2
Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
113
3
Hasil perhitungan variabel-variabel
114
4
Hasil Perhitungan ROI
119
5
Hasil Perhitungan EVA
124
6
Hasil Perhitungan Debt to Equity
129
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi saat ini dimana perekonomian semakin maju, diikuti pula perkembangan IPTEK yang sangat pesat. Dengan adanya perkembangan yang pesat di bidang perekonomian maka mau tidak mau Indonesia dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan perekonomian dan melihat peluangpeluang yang ada agar mampu bersaing dengan Negara-negara tetangganya. Semakin tinggi dan pesatnya tingkat perkembangan perekonomian di Indonesia
menimbulkan
persaingan-persaingan
dalam
bisnis
yang
menyebabkan perusahaan-perusahaan berlomba-lomba untuk meningkatkan kualitas produk dan pelayanannya kepada konsumen. Perusahaan yang mampu memasarkan produknya sehingga dapat menarik minat konsumen untuk membeli barang dagangannya yang akan menghasilkan permintaan produk yang tinggi. Dengan semakin besarnya jumlah pelanggan dan permintaan akan produk, perusahaan yang bersangkutan akan memerlukan tambahan mesin-mesin untuk meningkatkan kemampuan produktivitasnya, yang pada akhirnya dapat mencapai tujuan yang dinginkan oleh
setiap
perusahaan-perusahaan
pada
umumnya
yaitu
untuk
memaksimalkan nilai kekayaan perusahaan (Wealth Maximization). Berkembangnya perekonomian Indonesia yang semakin pesat serta mempunyai dampak bagi perusahaan untuk meningkatkan kualitas produknya
xiii
dengan menambah mesin-mesin produksinya, maka dari dampak tersebut perusahaan yang lain juga dapat melihat peluang usaha atau bisnis untuk mendirikan suatu perusahaan. Dan salah satu peluang mendirikan perusahanya yang dapat dilihat adalah bussisnes di bidang leasing. Dan ternyata dalam perkembangan dunia usaha leasing di Indonesia mempunyai peranan yang berarti dalam meningkatkan perekonomian dan pembangunan. Cepat dan tepatnya suatu informasi akan memudahkan bagi para pengusaha untuk menjual barangnya baik ke dalam negeri maupun ke luar negeri, maka akan mendorong tingkat produktivitas, yang akhimya memerlukan modal untuk meningkatkan hasil produksinya. Dengan adanya perusahaan leasing dapat membantu mereka yang mempunyai tingkat produktivitas tinggi akan tetapi tidak memiliki cukup dana untuk menyediakan aktiva yang akan digunakan untuk proses produksinya. Karena dengan cara menyewa produsen memerlukan dana yang lebih kecil, apabila dibandingkan dengan harus membeli untuk menyediakan aktiva tersebut. Maka jalan satusatunya untuk memperoleh aktiva yang akan digunakan untuk produksinya secara cepat adalah melalui leasing. Ketatnya tingkat persaingan yang di alami industri-industri dalam suatu perekonomian saat ini memaksa individu-individu yang berada di dalamnya untuk lebih kompetitif dari para pesaingnya. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut suatu satuan usaha harus terus menggali sumbersumber daya yang dimilikinya atau mencari terobosan-terobosan untuk memperoleh sumber daya yang baru.
xiv
Sumber daya yang akan digunakan untuk pembiayaan barang modal adalah salah satu dari sumber daya yang harus terus digali. Kondisi ini kemudian yang akan mendorong timbulnya alternatif-alternatif baru. Untuk itu leasing, yang di Indonesia dikenal sebagai sewa guna usaha, yang relatif baru dibandingkan sumber dana lain seperti perbankan, merupakan salah satu sumber pembiayaan yang dapat digunakan oleh perusahaan. Leasing merupakan suatu perjanjian berdasarkan kontrak yang disepakati oleh pihak lessor dan pihak lessee, dimana perjanjian ini memberikan hak kepada pihak lessee untuk menggunakan suatu properti selama periode tertentu dengan kewajiban melakukan pembayaran tunai secara periodik (Donald E. Kieso and Jerry J.Weygand, 2001:1035). Dalam bahasa Inggris istilah leasing berasal dari kata to lease yang berarti suatu kontrak dimana suatu pihak memberikan kepada pihak lainnya hak penggunaan dan pemilikan terhadap tanah, bangunan atau properti lainnya untuk jangka waktu tertentu dengan pembayaran yang tertentu pula (Victoria Neufel,2000:769). Definisi leasing yang berlaku di Indonesia yang tercantum dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) adalah setiap kegiatan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai hak opsi bagi perusahaan tersebut untuk membeli barangbarang modal yang bersangkutan atau memperpanjang waktu leasing
xv
berdasarkan
nilai
sisa
yang
telah
disepakati
bersama
(PSAK
No.30,2007:30.1). Melihat kedua definisi di atas, dapat kita lihat adanya kemiripan antara leasing dengan kontrak sewa menyewa biasa. Kemiripan ini terletak atau berada pada hak yang dimiliki oleh lesse untuk menggunakan suatu properti dalam jangka waktu tertentu, selain itu lessee juga berkewajiban untuk melakukan pembayaran secara periodik. Definisi menurut Standar Akuntansi Keuangan di atas, kita dapat melihat adanya ciri spesifik dari transaksi leasing ini yaitu bahwa properti yang di lease atau sewa guna usaha ini adalah merupakan barang modal yaitu barang yang memiliki nilai produktif, sedangkan kontrak sewa menyewa biasa dapat meliputi barang produksi dan barang konsumsi. Perbedaan lainnya yang mungkin juga merupakan salah satu kelebihan leasing adalah bahwa pihak lessee memiliki hak opsi untuk membeli barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang kontrak lease di akhir periode. Bisnis leasing ini di Amerika Serikat telah dimulai atau dikenal pada tahun 40-an. Namun kesepakatan perlakuan akuntansinya baru berhasil dicapai pada tahun 1964, 1965, 1972 dan 1976 dengan terbitnya AFB 5, APB 7, APB 27 dan FASB 13 (Ruchyat kosasih, 2001:50). Leasing dapat maju dan berkembang seiring dan sejalan dengan unsurunsur lain yang mempengaruhi pesatnya perkembangan perekonomian di Indonesia. Di Indonesia kegiatan leasing baru mulai berkembang dan dikenal sejak dikeluarkannya peraturan kegiatan usaha leasing yang sementara masih
xvi
terbatas dalam bentuk Surat Keputusan Bersama (SKB) dari tiga Menteri yaitu: Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan Nomor 122/MK/IV/2/1979, Nomor 32/M/SK/1974 dan Nomor 30/kpb/I/1974 yang tertanggal 7 Februari 1974 (Dahlan Siamat, 2004:296). Beberapa tahun terakhir ini khususnya di kota-kota besar, telah banyak perusahaan-perusahaan leasing. Bisnis leasing merupakan cara baru untuk membiayai tambahan investasi baru aktiva tetap dan lebih mengesankan lagi karena leasing merupakan salah satu alternatif yang sangat relevan bagi perusahaan, baik dipandang dari segi pendanaan, pengoperasian, fleksibilitas atau bahkan sampai pengaruhnya dalam perbaikan neraca. Karena dalam kenyataannya yang diterapkan dalam leasing bukan hanya operating lease yaitu sewa menyewa biasa tetapi juga capital lease(financial lease) yaitu sewa guna usaha dengan hak opsi. Faktor yang menjadikan bisnis leasing tumbuh begitu cepat adalah karena leasing
merupakan suatu
sistem
yang sesuai dengan arah
perkembangan ekonomi dewasa ini, yang sangat menguntungkan menurut pandangan dari segi manajemen. Kalau ditinjau dari segi perekonomian nasional, maka leasing telah memperkenalkan suatu metode baru untuk mendapatkan capital equipment dan menambah modal kerja (Achmad Anwari, 2006:5). Hingga saat ini leasing di Indonesia telah ikut berkiprah dalam pembiayaan perusahaan. Jenis barang yang dibiayai pun terus meningkat. Jika sebelumnya hanya terfokus pada pembiayaan transportasi, kini berkembang
xvii
pada keperluan kantor, manufaktur, konstruksi dan pertanian. Hal ini mengindikasikan perusahaan pembiayaan kian dikenal pelaku usaha nasional. Menurut Dahlan Siamat (2004:140) disetiap transaksi dari leasing di dalamnya melibatkan empat pihak utama yaitu: lessor (perusahaan leasing), lessee (perusahaan penyewa), supplier (pihak yang mengadakan atau menyediakan barang kepada lessee), bank atau kreditur (pihak yang menyediakan dana kepada pihak lessor). Mengingat pentingnya akuntansi untuk sewa guna usaha (leasing), maka Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) menyusun Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.30 yaitu tentang akuntansi sewa guna usaha. Dalam PSAK No.30 dijelaskan tentang kriteria pengelompokan transaksi sewa guna usaha, perlakuan akuntansi oleh perusahaan sewa guna (lessor), perlakuan akuntansi oleh penyewa guna usaha (lessee), pelaporan dan pengungkapan transaksi sewa guna usaha oleh perusahaan sewa guna usaha, pelaporan dan pengungkapan transaksi sewa guna usaha oleh penyewa guna usaha. Transaksi sewa guna dapat digolongkan sebagai sewa guna usaha dengan hak opsi atau capital lease (financial lease) bila kriteria kapitalisasi yang disyaratkan telah dipenuhi. Bila tidak, sewa guna usaha digolongkan sebagai transaksi sewa menyewa biasa (operating lease). Aktiva sewa guna usaha dengan hak opsi dicatat sebagai aktiva tetap sebesar nilai tunai dari pembayaran sewa guna pada awal masa sewa guna usaha ditambah dengan nilai sisa (harga opsi) yang harus dibayar pada akhir periode sewa guna usaha.
xviii
Dan aktiva sewa guna usaha dengan operating lease dicatat sebagai beban sewa. Pencatatan dengan capital lease akan menyebabkan hal-hal berikut: kenaikan dalam jumlah hutang yang dilaporkan, kenaikan dalam jumlah total aktiva (khususnya aktiva berumur panjang), dan laba yang lebih rendah pada awal umur lease. Sedangkan pencatatan dengan operating lease akan menyebabkan hal-hal berikut; penurunan dalam jumlah hutang yang dilaporkan, penurunan dalam jumlah total aktiva, dan laba yang lebih tinggi pada awal umur lease. Leasing hanya merupakan salah satu pilihan dari beberapa alternatifalternatif lain yang telah ada sebelum timbulnya yang dimiliki perusahaan untuk pengadaan barang modal yang dibutuhkannya. Alternatif-alternatif lain yang telah ada sebelum timbulnya leasing ini adalah dengan membeli baik secara tunai maupun cicilan atau dengan menyewa. Dalam leasing itu sendiri minimal terdapat dua jenis, financial atau capital lease dengan operating lease. Masing-masing jenis leasing ini dalam prakteknya juga memiliki beberapa alternatif lagi. Dengan demikian maka secara teoritis suatu perusahaan memiliki cukup banyak alternatif pengadaan barang modal. Memutuskan alternatif mana yang akan digunakan, sebelumnya perusahaan tentu harus melakukan suatu analisa yang sangat teliti, karena keputusan yang akan diambil ini merupakan keputusan yang memiliki nilai strategis yang akan mempengaruhi kinerja perusahaan.
xix
Ditinjau dari sudut akuntansinya, masing-masing alternatif ini juga memiliki implikasi yang berbeda dalam pencatatannya pada laporan keuangan perusahaan. Perbedaaan-perbedaan ini pada akhirnya dapat atau bahkan sangat mungkin menghasilkan laba akuntansi yang berbeda pula. Karena itulah keputusan ini dapat disebut sebagai keputusan strategis perusahaan. Sekalipun bukan satu-satunya indikator untuk menilai kinerja perusahaan laba akuntansi ini seringkali digunakan sebagai salah satu alat dalam melakukan evaluasi. Disamping itu, masyarakat awam sering kali menilai keberhasilan suatu perusahaan hanya dengan melihat besarnya laba atau rugi yang dialami perusahaan.. Perlu dilakukan analisa-analisa yang lebih lanjut dari pada hanya sekedar melihat laba atau rugi yang merupakan bottom line dari laporan laba rugi perusahaan, salah satu analisa yang mungkin dilakukan untuk evaluasi ini adalah analisa kinerja perusahaan dengan menggunakan ROI, EVA dan Debt to Equity. Berbagai macam penelitian yang berkaitan dengan sewa guna usaha atau leasing pada perusahan telah banyak dilakukan dengan menganalisis laporan keuangan pada berbagai jenis industri. Lusy Lemantara (2003) menganalisa capital lease dan operating lease terhadap ROI, EVA dan Debt to Equity pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek surabaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan capital lease dan operating lease terhadap kinerja perusahaan yang menggunakan alat ukur ROI, EVA dan Debt to Equity pada 20 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BES. Metode yang digunakan dalam penelitian
xx
ini adalah penelitian inferensial. Pengukuran data dengan menggunakan skala rasio. Jenis dan sumber data adalah data kuantitatif yang berupa laporan keuangan selama 3 tahun. Sedangkan instrumen dan metode pengumpulan data menggunakan metode studi dokumentasi, studi pustaka/studi literatur, studi lapangan dan instrumen pencatatan. Kemudian untuk teknik analisa data yang sesuai dengan masalah, jenis data dan tujuan penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik statistik komparasi. Yang menjadi latar belakang penelitian ini adalah karena dengan adanya perkembangan yang pesat di bidang ekonomi maka Indonesia dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan perekonomian dan melihat peluangpeluang yang ada. Dan salah satu peluang yang dapat dilihat adalah bussisnes di bidang leasing. Dan ternyata dalam perkembangan dunia usaha leasing di Indonesia
mempunyai
peranan
yang
berarti
dalam
meningkatkan
perekonomian dan pembangunan. Yang menjadi kelebihan dalam penelitian ini adalah perusahaan yang diteliti ini adalah perusahaan yang terdaftar di BES (Bursa Efek Surabaya) lalu banyaknya jumlah perusahaan yang diteliti, dimana perusahaan tersebut memiliki transaksi leasing baik itu operating lease juga capital lease. Selain itu perusahaan yang memiliki transaksi leasing ini diteliti dari tiga jenis ukuran kinerja keuangan yaitu ROI, EVA, dan Debt to Equity. Kelebihan lainnya adalah proses penghitungannya yang lumayan banyak dimulai dari penghitungan EVA, ROI dan Debt to Equity pada perusahaan yang memiliki
xxi
Capital Lease dan Operating Lease, kemudian hasil keduanya dibandingkan dengan t-test. Keterbatasan Penelitian dari penelitian ini adalah karena terbatasnya waktu, tenaga dan biaya didalam melakukan penelitian untuk mengetahui perbedaan capital lease dan operating lease terhadap kinerja perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Surabaya. Maka peneliti membatasi penelitian ini hanya pada kinerja perusahaan yang menggunakan alat ukur ROI, EVA dan Debt to Equity. Dan penelitian ini juga dibatasi hanya untuk perusahaan yang mempunyai transaksi leasing dan memiliki laporan keuangan yang lengkap yang telah terdaftar di Bursa Efek Surabaya dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2000. Keterbatasan lainnya yang mungkin akan mengganggu hasil penelitian yaitu sampel yang digunakan dalam penelitian ini hanya mendasarkan pada perusahaan industri, sehingga hasil penelitian ini tidak dapat digunakan sebagai dasar generalisasi dan memungkinkan terjadinya effek industri. Kesimpulan dari penelitian ini berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan yaitu pengujian perbedaan capital lease dan operating lease terhadap ROI, EVA dan Debt to Equity, maka dapat ditarik kesimpulan yaitu hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan confidence interval 95%, ketiga hipotesis nol tidak dapat ditolak (Ho diterima) karena hasilnya tidak signifikan (t hitung < t tabel), sehingga dapat dinyatakan bahwa penelitian ini tidak berhasil menunjukkan adanya pengaruh atau perbedaan yang berarti
xxii
antara komponen ROI, EVA dan Debt to Equity dalam perlakuan capital lease dan perlakuan operating lease. Dwi Melani (2003) analisa perbandingan penghematan pajak sebagai dasar pengambilan keputusan memperoleh aktiva tetap melalui leasing atau kredit pada bank (studi kasus pada ud 'x'). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alternatif pembelian yang paling menguntungkan antara leasing dengan pembelian melalui kredit bank, ditinjau dari dampak atau pengaruh biaya yang dapat dikurangkan untuk masing-masing pilihan transaksi aktiva tetap terhadap pajak penghasilan yang dapat dihemat oleh perusahaan. UD 'X' yang menjadi subjek penelitian penulis merupakan sebuah perusahaan kecil yang bergerak di bidang garment khususnya pakaian tidur, sprei, dan bedcover. Rancangan penelitian yang digunakan berupa studi kasus deskriptif dengan 2 (dua) jenis data yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data berasal dari sumber yang asli atau disebut data primer. Sumber data digolongkan menjadi sumber informasi internal (dari dalam perusahaan) seperti perusahaan yang akan diteliti dan eksternal (dari luar perusahaan) seperti bank dan perusahaan leasing (leasing company) yang menjadi rekanan perusahaan. Alat yang digunakan untuk memperoleh data adalah daftar pertanyaan pedoman wawancara, sedangkan metode pengumpulan datanya adalah metode survei yaitu melalui interview atau wawancara secara langsung. Perusahaan merupakan unit analisis dalam penelitian ini. Data dianalisis dengan menggunakan logika penjodohan pola. Teknik analisis data yang digunakan
xxiii
untuk melakukan pembahasan dalam studi kasus deskriptif ini adalah penggunaan logika penjodohan pola (Yin 2002:140), dimana data yang diperoleh dari UD 'X', bank, dan leasing company rekanan perusahaan akan dianalisis sesuai dengan teori yang dipakai kemudian ditarik kesimpulan. Penelitian ini membuktikan bahwa alternatif pembelian melalui sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) merupakan alternatif yang paling menguntungkan karena penghematan pajak yang diperoleh perusahaan untuk alternatif ini lebih besar dibandingkan altematif pembelian melalui kredit bank. Dengan demikian akan lebih menguntungkan bagi perusahaan jika memilih alternatif pembelian melalui sewa guna usaha dengan hak opsi (fmance lease) sebagai dasar pengambilan keputusan dalam memperoleh aktiva tetap. Listia Tri Wahyuni (2004) Perbandingan kredit perusahaan dan analisis perpajakan atas transaksi sewa guna usaha. Pada penelitian ini akan membatasi permasalahan yang akan dibahas yaitu sekitar perkembangan perusahaan pembiayaan dan menganalisa
perbedaan rata-rata
kredit
perusahaan pembiayaan selama 13 tahun (1991 sampai 2003) dan juga mengangkat permasalahan pajak yang terkait dengan salah satu jenis perusahaan pembiayaan yaitu leasing. Adapun tujuan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah untuk mengetahui bagaimana perkembangan perusahaan pembiayaan di Indonesia dengan melihat perbandingan rata-rata penyaluran kredit dari perusahaan pembiayaan. Selain itu, penulis bermaksud
xxiv
untuk mengetahui perpajakan yang terkait dengan salah satu jenis pembiayaan yaitu leasing. Penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah menggunakan ”Analysis of Variance” untuk melihat perbedaan rata-rata penyaluran kredit perusahaan pembiayaan (Ho = tidak terdapat perbedaan rata-rata penyaluran kredit perusahaan pembiayaan, dan Ha = terdapat perbedaan kredit pada perusahaan pembiayaan) selama 13 tahun terakhir, dan menggunakan metode literatur dalam menganalisis perpajakan atas transaksi leasing. Adapun hasil penelitiannya adalah dalam uji perbedaan Ho ditolak dan menerima Ha yang berarti ada perbedaan rata-rata penyaluran kredit pada perusahaan pembiayaan selama 13 tahun. Pada permasalahan perpajakan dalam leasing terdapat perbedaan pengakuan beban angsuran leasing dan penyusutan aktiva tetap leasing jika dilihat dari perlakuan akuntansi menurut komersial dan fiskal, atas perbedaan tersebut akan mempengaruhi penghasilan kena pajak bagi perusahaan tersebut. Penelitian tentang pengaruh risiko likuiditas terhadap profitabilitas telah dilakukan oleh Riki Antariksa (2005) Dalam penelitian ini variabel bebas yang digunakan adalah LTA, LAD, dan FDR, sedangkan variabel terikatnya ROA dan ROE. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dengan Uji Kausalitas Granger
hanya
Profitabilitas.
xxv
variabel LTA
yang menyebabkan
Berdasarkan latar belakang masalah dan penelitian terdahulu, peneliti tertarik meneliti lebih lanjut dan menulisnya pada skripsi dengan judul: ”Analisis Pengaruh Capital Lease Terhadap ROI, EVA dan Debt to Equity Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Pada Bursa Efek Indonesia (BEI)”. Dalam penelitian ini permasalahan hanya dibatasi pada perlakuan capital lease terhadap kinerja perusahaan dengan menggunakan alat ukur ROI, EVA dan Debt to Equity. Dan penelitian ini juga dibatasi hanya untuk perusahaan yang bergerak di bidang industri Manufaktur per 31 Desember yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama 5 periode dari tahun 2003 sampai dengan 2007. serta perusahaan yang terdapat capital lease pada laporan keuangan tahunannya. Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya Lusy Lemantara (2003). Adapun perbedaan yang pertama terletak pada objek penelitian. Penelitian terdahulu dilakukan pada perusahaan yang bergerak di bidang industri makanan dan minuman, tekstil, otomotif, kertas dan semen yang telah terdaftar di Bursa Efek Surabaya (BES), sedangkan pada penelitian ini yang dijadikan sebagai objek penelitian adalah perusahaan manufaktur yang telah terdaftar dan tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Perbedaan lain adalah terletak pada periode penelitian, pada penelitian terdahulu periode penelitian adalah dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2000 sedangkan periode penelitian ini adalah dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007. Yang melatar belakangi mengapa perusahaan Manufaktur yang dijadikan objek penelitian adalah karena jumlah perusahaan Manufaktur yang
xxvi
tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) jumlahnya lebih dari 200 perusahaan, sehingga dalam penentuan sampel akan lebih banyak sampel yang dapat dipilih. Alasan lain yang melatar belakangi industri manufaktur dipilih sebagai objek penelitian adalah karena pada industri manufaktur jumlah perusahaan yang memiliki transaksi sewa guna usaha lebih banyak dibandingkan dengan jenis industri yang lain.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian permasalahan tersebut di atas maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah ROI menyebabkan capital lease ? 2. Apakah EVA menyebabkan capital lease ? 3. Apakah Debt to Equity menyebabkan capital lease ?
C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk menganalisis apakah ROI menyebabkan capital lease. 2. Untuk menganalisis apakah EVA menyebabkan capital lease. 3. Untuk menganalisis apakah Debt to Equity menyebabkan capital lease.
xxvii
D. Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Bagi penulis Sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar kesarjanaan Strata 1 dan untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang bagaimana cara menganalisa
capital
lease
terhadap
kinerja
perusahaan
dengan
menggunakan alat ukur ROI, EVA, Debt to Equity. 2. Bagi Perusahaan Sebagai
bahan
pertimbangan
bagi
perusahaan-perusahaan
dalam
mengukur kinerja perusahaan. 3. Bagi Pembaca Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca baik mahasiswa maupun pihak lain yang tertarik dengan kegiatan leasing. Semoga penelitian dapat sebagai bahan informasi bagi pihak lain yang melakukan penelitian yang menyangkut tentang perlakuan capital lease terhadap performance atau kinerja perusahaan dengan menggunakan alat ukur (ROI, EVA dan Debt to Eguity). 4. Bagi Dunia Pustaka Penelitian ini diharapkan dapat dan bisa dipergunakan sebagai sumbangan yang berguna bagi dunia pustaka dalam memperkaya koleksi dalam ruang lingkup karya-karya penelitian lapangan.
xxviii
5. Bagi Investor Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat atau bisa menjadi informasi yang bermanfaat bagi para investor dalam berinvestasi terhadap perusahaan yang menggunakan leasse khususnya capital lease.
xxix
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Leasing Secara etimologi istilah leasing berasal dari bahasa Inggris, yakni dari kata lease yang berarti sewa-menyewa (Achmad Anwari, 2006:9) Namun demikian, istilah leasing mempunyai perbedaan maksud dengan istilah rent (rental), walaupun keduanya memiliki arti yang sama (Suhardi K. Lubis, 2000:94). Karena dasar leasing adalah sewa-menyewa, maka leasing merupakan suatu bentuk derivatif dari sewa-menyewa. Tapi kemudian dalam dunia bisnis berkembanglah sewa-menyewa dalam bentuk khusus yang disebut dengan leasing. Dalam istilah indonesia leasing sering diistilahkan dengan ”sewa guna usaha”. Leasing di Indonesia baru dikenal dan berkembang pada tahun 1974, yaitu sejak dikeluarkannya peraturan kegiatan leasing yang diterbitkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga Menteri yaitu : dari Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan Nomor 122/MK/IV/2/1979, Nomor 32/M/SK/1974 dan Nomor 30/kpb/I/1974 yang tertanggal 7 Februari 1974. Menurut Surat Keputusan Bersama tersebut menyatakan bahwa leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih (hak opsi) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang xxx
modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan
nilai
sisa
yang
telah
disepakati
bersama
(Soerjono
Soekanto,2006:15). Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tertanggal 21 November 1991 tentang kegiatan sewa guna usaha. Sewa guna usaha atau sekarang lebih dikenal leasing adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk hak opsi yang sering disebut financial lease (capital lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi yang sering disebut operating lease untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Finance lease (capital lease) merupakan sewa guna usaha, dimana selama masa sewa guna lessor diharapkan dapat memenuhi (recoup) seluruh nilai perolehan dari aset beserta pengembalian bagi lessor yang mencerminkan overhead dan keuntungan. Ada hak opsi atas barang sewa guna usaha. Kepemilikan barang akan berpindah ketangan lessee pada akhir masa sewa guna usaha bila mana lessee menggunakan hak opsinya. lease pada akhir masa kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati. Sebaliknya operating lease pada kontraknya hanya akan membayar biaya sewa. Masa kontrak operating lease lebih pendek dari pada umur ekonomis alat, lessor memperoleh keuntungan dari nilai sisa alat atau dengan jalan menyewakan kembali. tidak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha (Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, 2006:190).
xxxi
Sri Suyatmi dan J. Sadiarto (2000:8-9) mendefinisikan leasing adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik secara finance lease maupun operating lease yang digunakan oleh penyewa guna usaha dengan jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Menurut Budi Rahmat (2001:2), sewa guna usaha atau leasing adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara financial lease maupun operating lease untuk digunakan oleh penyewa usaha selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Sedangkan menurut Keiso dan Weygandt (2001:91), leasing adalah suatu perjanjian kontraktual antara lessor dan lessee yang memberikan hak kepada lessee untuk menggunakan harta tertentu, yang dimiliki oleh lessor, selama periode waktu tertentu dengan membayar sejumlah uang (sewa) yang sudah ditentukan, yang umumnya dilakukan secara periodik. Pada atau disetiap transaksi leasing di dalamnya melibatkan empat pihak utama (Dahlan Siamat, 2004:140) yaitu: 1. Lessor adalah pihak perusahaan sewa guna usaha (leasing) atau pihak yang memberikan jasa. 2. Lessee adalah pihak perusahaan atau pihak yang memperoleh pembiayaan dalam bentuk barang modal dari pihak lessor. 3. Supplier adalah pihak perusahaan atau pihak yang mengadakan atau menyediakan barang untuk dijual kepada pihak lessee dengan pembayaran secara tunai dari pihak lessor.
xxxii
4. Bank atau kreditur, dalam kontrak leasing bank atau kreditur tidak terlibat secara langsung dalam kontrak tersebut, namun pihak bank atau kreditur memegang peranan penting dalam hal penyediaan dana kepada lessor terutama dalam mekanisme leverage lease dimana sumber dana pembiayaan lessor diperoleh melalui kredit bank. Dari definisi-definisi atau pengertian di atas dapat dimengerti leasing sebagai alat pendanaan dalam pemilikan barang modal dapat diterima secara luas, karena adanya berbagai kemudahan yang ditawarkan seperti pada akhir masa leasing, lessee mempunyai hak untuk membeli barang modal sebesar nilai residu ataupun kebebasan untuk memperpanjang jangka waktu leasing dan dari beberapa pengertian rumusan leasing di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam perjanjian leasing terdapat dua pihak yang saling mengikatkan diri, yaitu: 1. Lessor yang merupakan perusahaan pembiayaan atau perusahaan sewa guna yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan dan melakukan kegiatan sewa guna usaha. 2. Lessee, merupakan perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari lessor.
B. Sejarah Perkembangan Leasing Leasing adalah suatu bangunan hukum yang tidak lain merupakan improvisasi dari pranata hukum konvensional yang disebut dengan sewamenyewa. Hal ini merupakan bangunan tua dan sudah lama sekali ada dalam
xxxiii
sejarah
peradaban
manusia.
Pranata
hukum
sewa-menyewa
yang
dikembangkan sebagai suatu ilmu pengetahuan, telah terekam dalam sejarah, kurang lebih 4500 tahun SM. Yaitu sewa-menyewa yang dikembangkan oleh bangsa Sumeria (Sri Suyatmi dan J. Sudiarto, 2000:8-9). Dokumen leasing orang Sumeria yang dibuat dari tanah liat, mencatat transaksi leasing mulai dari peralatan pertanian, hak-hak penggunaan tanah dan air, sampai dengan lembu dan binatang-binatang lainnya. Temuan terakhir tahun 1984 menunjukkan bahwa pendeta dari satu kuil pada masa itu telah melakukan transaksi leasing (sebagai lessor) dengan para petani di wilayahnya (sebagai lessee) (Dahlan Siamat, 2004:243). T.M. Tom Clark, sebagaimana dikutip oleh Ahmad Rodoni (2006:74), mengatakan dalam bukunya yang berjudul leasing menyebutkan bahwa dengan diciptakannya kereta api maka hal ini merupakan daya dorong yang kuat atas berkembangnya leasing secara modern. Dimana pada tahun 1850 dicatat adanya perusahaan leasing yang pertama yang menyewakan kereta. Meskipun pada kenyataannya perusahaan tersebut tidak bisa bertahan cukup lama, namun hal ini memberikan sumbangan serta dampak yang sangat berarti kepada perkembangan pengangkutan barang-barang melalui kereta api. Disamping hal tersebut, peristiwa ini merupakan suatu contoh terhadap sistem pembayaran secara cicilan (Eddy P Soekadi, 2001:18). Berabad-abad lamanya leasing untuk barang pribadi tidak dikenal dalam undang-undang (common law) di Inggris sampai tahun 1284. Namun sejak awal tahun 1980-an mulai terjadi peningkatan jenis barang yang dapat
xxxiv
dijadikan objek leasing di Inggris. Di bidang industri pertanian, manufaktur dan transportasi membawa banyak jenis peralatan yang memungkinkan untuk dibiayai dengan cara leasing. Di Amerika Serikat transaksi leasing pertama kali dilakukan pada tahun 1970-an berupa kuda kereta. Kemudian jenis barang yang dapat dileasingkan bertambah sejalan dengan bertambahnya jenis kebutuhan. Perkembangan leasing di Amerika Serikat tumbuh pesat dengan dilakukannya pembangunan jaringan rel kereta api di sebagian besar wilayah. Pembiayaan industri rel kereta api dilakukan dengan cara kontrak leasing yang mulai menawarkan kontrak leasing jangka pendek dan diakhir kontrak, objek leasing tersebut dikembalikan kepada perusahaan leasing yang bersangkutan. Bentuk transaksi leasing tersebut merupakan awal dimulainya istilah dari operating lease (Ahmad Rodoni, 2006:74). Kegiatan leasing atau sering disebut di Indonesia adalah sewa guna usaha diperkenalkan untuk pertama kalinya di Indonesia pada tahun 1974 dengan dikeluarkanya Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri yaitu: Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian pada tanggal 7 Februari 1974 tentang perizinan usaha leasing. Sejak saat itu khususnya pada tahun 1980 jumlah perusahaan sewa guna usaha atau leasing dari tahun ke tahun untuk membiayai penyediaan barang-barang modal dunia usaha. Untuk mendukung perkembangan usaha ini, Menteri Keuangan selanjutnya mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pada
xxxv
tanggal 6 Mei 1974 tentang penegasan ketentuan pajak penjualan dan besarnya bea materai terhadap usaha leasing. Lalu selanjutnya pasal 1 ayat (2) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 tahun 1988 dengan kebijakan deregulasi tanggal 20 Desember 1988, menjabarkan perusahaan sewa guna usaha (leasing company) sebagai badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara finance lease maupun operating lease untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Pada finance lease penyewa guna usaha pada masa akhir kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha berdasar nilai sisa yang disepakati bersama. Sedangkan pada operating lease penyewa guna usaha tidak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha. Perusahaan pembiayaan diantaranya usaha leasing diatur dalam paket tersebut dengan berlakunya paket kebijakan tersebut, juga diperkenalkan istilah lembaga pembiayaan yaitu badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat (Kasmir, 2002:256). Kegiatan utama perusahaan sewa guna usaha atau leasing adalah bergerak pada bidang pembiayaan untuk keperluan barang-barang modal yang diinginkan oleh nasabah. Pembiayaan disini dimaksud, jika seorang nasabah membutuhkan barang-barang modal seperti peralatan kantor atau mobil, motor dengan cara sewa atau beli secara kredit dapat diperoleh pada perusahaan
xxxvi
leasing. Pihak leasing dapat membiayakan atau memberikan keinginan nasabah sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak atau antara pihak lessor dengan lessee. Perusahaan leasing dapat diselenggarakan oleh suatu badan usaha yang berdiri sendiri. Meski demikian, keterbatasan usaha leasing adalah tidak dibolehkannya melakukan kegiatan yang dilakukan oleh bank seperti memberikan simpanan dan kredit dalam bentuk uang. Oleh karena itu, perusahaan leasing harus pandai-pandai dalam memberikan atau memilih sasarannya jangan sampai bertentangan dengan jasa yang diberikan oleh lembaga keuangan bank (Kasmir, 2002:257). Dengan demikian kegiatan usaha pembiayaan leasing bergerak di bidang pembiayaan yang menyediakan keperluan barang-barang yang diinginkan oleh nasabah atau masyarakat dengan cara menyewa barang tersebut atau dapat membeli barang tersebut berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati. Dan nasabah tetap dapat memiliki barang yang diinginkan.
C. Manfaat dan Kerugian Leasing Di dalam kegiatan leasing tentunya terdapat manfaat atau keuntungan dan kerugian yang ada dari pembiayaan leasing yang diungkapkan serta dijelaskan oleh Wijdjaya dan Djohan (2001:11) yaitu: 1. Keuntungan leasing a. Tidak diperlukan jaminan (agunan), karena hak kepemilikan sah atas aktiva yang di lease serta pengaturan pembayaran lease sesuai dengan
xxxvii
pendapatan yang dihasilkan oleh aktiva yang di lease sudah merupakan jaminan bagi lease itu sendiri. b. Cepat dalam pelayanan, maksudnya secara prosedur leasing lebih sederhana dan relatif lebih cepat dalam realisasi pembiayaan bila dibandingkan dengan kredit investasi dari bank, jadi tanpa prosedur yang rumit itu memberikan kemudahan bagi para pengusaha untuk memperoleh mesin-mesin dan peralatan yang mutakhir untuk memungkinkan dibukanya suatu bidang usaha produksi yang baru atau untuk memodernisasi perusahaan atau pabrik yang telah dimilikinya. c. Kemudahan dalam penyusunan anggaran tahunan bagi lessee, karena adanya pembayaran lease berkala yang relatif tetap selama periode leasing, maka lessee dapat mengetahui dengan pasti jumlah lease rentalnya dan dengan demikian menghindari resiko atas turun naiknya tingkat suku bunga. d. Hak kepemilikan tetap pada lessor sampai lessee mempergunakan hak opsinya atau hak memilihnya. e. Adanya kepastian hukum, artinya suatu perjanjian leasing tidak dapat dibatalkan (non cancelable) dalam keadaan keuangan umum yang sangat sulit, sehingga dalam keadaan keuangan yang sulitpun perjanjian leasing tetap berlaku, yaitu disatu pihak si lessee tetap berhak menggunakan barang modalnya, sedangkan dilain pihak si lessor tetap akan mendapatkan jumlah uang yang telah diperjanjikan sejak semula.
xxxviii
f. Capital saving, yaitu tidak perlu menyediakan dana yang besar, maksimum hanya uang muka yang biasanya jumlahnya tidak terlalu besar tetapi lessee mendapatkan dana untuk membeli peralatan atau mesin-mesin untuk proses produksi hingga sebesar seratus persen dari harga barang tersebut. Hal ini merupakan suatu penghematan modal bagi pihak lessee, yaitu lessee dapat menggunakan modal yang tersedia untuk keperluan lain. g. Fleksibel/luwes, artinya struktur kontrak dapat disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan (lessee) yaitu besarnya pembayaran atau periode lease dapat diatur sedemikian rupa sesuai dengan kondisi perusahaan. h. Keuntungan cash flow. Fleksibel dari penentuan besarnya rental sangat menguntungkan cash flow. Untuk suatu investasi dimana pendapatan penjualan diperoleh secara musiman atau juga dimana keuntungan baru bisa diperoleh pada masa-masa akhir investasi, maka besarnya rental juga bisa disesuaikan dengan kemampuan cash flow yang ada. i. Adanya hak opsi bagi lessee pada masa akhir lease, yang memungkinkan lessee membeli aktiva leasing tersebut. j. On/off balance sheet, artinya barang modal dapat ditampilkan atau tidak ditampilkan dalam neraca perusahaan. Bila pembiayaan merupakan off balance sheet berarti lease tersebut termasuk operating lease sehingga tidak menaikkan hutang neraca. Demikian sebaliknya jika pembiayaan merupakan on balance sheet berarti lease tersebut termasuk capital lease.
xxxix
k. Kadang-kadang
leasing
merupakan
satu-satunya
cara
untuk
perusahaan, terutama perusahaan ekonomi lemah, untuk memenuhi atau memodernisasi pabriknya, sehingga memenuhi selera masyarakat. l. Menahan pengaruh inflasi, lessee tetap mengeluarkan biaya rental yang sama selama periode lease 2. Kerugian leasing a. Resiko yang lebih besar pada lessor, artinya ada tanggung jawab atas ketentuan pihak ketiga jika terjadi kecelakaan atau kerusakan atas barang orang lain yang disebabkan oleh lease property tersebut. b. Pembiayaan secara leasing merupakan sumber pembiayaan yang relatif mahal bila dibandingkan dengan kredit investasi dari bank. Hal ini terjadi karena sumber dana lessor pada umumnya berasal dari bank atau lembaga keuangan bukan bank. c. Bagi para pengusaha tertentu kadang-kadang timbul masalah prestise antara memiliki sendiri barang modal atau lease. Alasan pengambilan keputusan pengadaan barang modal melalui pembelian atau leasing (lease or buy) menurut Gerald I.White(2000:85) adalah: Management choice between purchase and leasing may be a function of strategic investment and capital structur objective, the comparative cost of leasing versus costs of internal resources or externally generated funds, the availability of and ability to use tax benefits, and perceived financial reporting advantages.
xl
Dalam pengambilan keputusan pengadaan barang modal melalui transaksi leasing, perusahaan selalu mendasarkan pertimbangannnya pada faktor-faktor di bawah ini (Wijdjaya dan Djohan, 2001:13): a. Adanya hak opsi untuk membatalkan perjanjian sewa guna usaha. Hal ini penting bagi lessee karena sukar untuk memperkirakan seberapa cepat barang modal akan menjadi usang oleh karena perubahan teknologi atau sifat yang dimiliki barang modal itu sendiri. Jadi lessee tidak menanggung resiko atas usangnya barang modal dan mudah untuk mengganti atau memodernisir barang modalnya. b. Lessee akan menerima jasa pemeliharaan dari lessor, sehingga lessee tidak perlu untuk menguasai teknik pemeliharaan. c. Sewa guna usaha menghindarkan lessee dalam pengendalian capital expenditure sehingga menghindari prosedur pembelian suatu barang modal yang rumit dan komplek. d. Sewa guna usaha akan memelihara dan melindungi modal kerja, karena perusahaan sewa guna usaha akan menyediakan seluruh pendanaan barang modal yang dibutuhkan, sehingga perusahaan dapat menghemat atau mengalokasikan kasnya untuk keperluan lain. Selain itu perusahaan terhindarkan diri dari keharusan untuk membayar uang muka barang modal yang sedang dalam proses jika harus membeli. e. Pertimbangan laporan keuangan. Jika leasing diklasifikasikan sebagai operating lease maka leasing dapat membuat laporan keuangan (neraca dan rugi laba) akan kelihatan lebih baik karena adanya off balance sheet
xli
financing, yaitu pemilikan aset dengan kewajiban yang timbul tidak dilaporkan. Asset tidak dikapitalisasikan sehingga Return of Asset (ROA) akan meningkat, karena adanya kenaikan income sebagai akibat biaya depresiasi dan biaya bunga yang tidak dilaporkan. Dalam operating lease ini, leasing hanya dianggap sebagai sewa menyewa biasa sehingga biaya yang terjadi hanya sewa biasa dimana jumlahnya biasanya lebih kecil jika dibandingkan dengan biaya depresiasi dan biaya bunga. Jadi off balance sheet
financing
akan
membantu
perusahaan
untuk
kepentingan
penyusunan struktur modal yang dikehendaki, yaitu perimbangan antara kewajiban dan modal perusahaan. Praktek off balance sheet ini akan menyajikan laporan keuangan menjadi lebih baik. Disamping adanya manfaat yang diperoleh, leasing memiliki kekurangan. Kelemahan utama pembiayaan dengan cara ini adalah costnya yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan bentuk pendanaan lain. Kelemahan lainnya adalah barang modal yang lease tidak dapat digunakan untuk tujuan jaminan kredit dari bank, tidak dimilikinya nilai residu dan kadang-kadang timbul masalah prestise antara memiliki barang modal sendiri atau leasing.
D Jenis Leasing Secara umum leasing dapat dibedakan ke dalam dua kelompok utama yaitu financial lease dan operating lease (CIC Multi Finance, 2001:109). Hal penting yang sangat perlu diperhatikan dari perbedaan dua jenis ini adalah
xlii
mengenai hak pemilikan secara hukum, cara pencatatan di dalam akuntansi serta mengenai besarnya rental. 1. Operating lease Pada operating lease, lessor membeli barang dan kemudian menyewakan kepada lessee untuk jangka waktu tertentu. Dalam prakteknya lessee membayar rental yang besarnya secara keseluruhan tidak meliputi harga barang serta biaya yang telah dikeluarkan oleh lessor. Di dalam menentukan besarnya rental, lessor tidak memperhitungkan biaya-biaya tersebut karena setelah masa lease berakhir diharapkan harga barang tersebut masih cukup tinggi. Di sini secara jelas tidak ditentukan adanya nilai sisa serta hak opsi bagi lessee. Setelah masa lease berakhir, lessor merundingkan kemungkinan dilakukannya kontrak lease yang baru dengan lease yang sama atau juga lessor mencari calon lessee yang baru. Dari beberapa kontrak lease ini, lessor mengharapkan keuntungannya. Disamping hal tersebut, lessor juga mengharapkan adanya kemungkinan keuntungan dari hasil penjualan asset tersebut setelah masa lease berakhir. Pada operating lease ini biasanya lessor bertanggung jawab mengenai perawatan asset. Operating
lease
memiliki
beberapa
karakteristik
yang
membedakan dengan lainnya, seperti (Dahlan Siamat, 2004:308): a. Jangka waktu kontrak leasing biasanya kurang dari umur ekonomis dari barang modal, jadi bersifat short term. Lessor mengharapkan
xliii
dapat menutup harga perolehan dengan pembayaran kontrak leasing yang diperbarui ataupun dari nilai residu barang modal. b. Pembayaran sewa di dalamnya sudah meliputi biaya pemeliharaan yang merupakan tanggung jawab lessor atau juga bisa dikontrakkan secara terpisah. c. Lessee berhak membatalkan kontrak lessee dan mengembalikan barang modal yang disewa sebelum waktu kontrak berakhir. 2. Financial lease Financial lease sendiri sebetulnya bisa dibedakan menjadi dua yaitu yang berbentuk direct financing dan sale and lease back (Dahlan Siamat, 2004:302). a. Direct finance lease Transaksi ini terjadi jika lessee ini sebelumnya belum pernah memiliki barang yang dijadikan obyek lease. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa lessor membeli suatu barang atas permintaan lessee dan akan dipergunakan oleh lessee. Segi yang bisa kita perhatikan dari transaksi ini adalah lessee memerlukan suatu barang untuk kepentingan proses produksi atau jasa yang dihasilkan dalam usahanya. b. Sale and lease back Sesuai dengan namanya, dalam transaksi lease ini lessee menjual barang yang sudah dimilikinya kepada lessor. Atas barang yang sama ini kemudian dilakukan suatu kontrak leasing antara lessor dan lessee. Memperhatikan mekanisme dari perjanjian jenis leasing ini, akan jelas
xliv
bagi kita bahwa pandangan dari segi lessee perjanjian ini dibuat dengan tujuan yang berbeda dengan direct fianance lease. Disini lease memerlukan cash yang bisa dipergunakan untuk tambahan modal kerja atau untuk kepentingan lainnya. Bisa dikatakan bahwa dengan sistem sale and lease back ini memungkinkan lessor memberikan dana untuk keperluan apa saja kepada kliennya. Antara direct finance lease dan sale and lease back ini tidak ada perbedaan yang mendasar mengenai rental, residual value serta lease period. Dalam capital lease atau financial lease memiliki karakteristik sebagai berikut (Eddy P. Soekadi, 2001:77): a. Jangka kontrak leasing biasanya adalah jangka panjang. b. Lessor tidak bertanggung jawab terhadap jasa pemeliharaan barang modal. c. Lessee memilih sendiri barang modal yang diperlukan, menegosiasikan harga dan jangka waktu pengiriman dan pabrikan (manufacture) atau distributor dan pada saat yang sama mengadakan perjanjian leasing dengan perusahaan leasing. d. Lessee tidak mempunyai hak untuk membatalkan kontrak dengan lessor, tetapi mempunyai hak untuk membeli barang modal setelah kontrak berakhir ataupun memperpanjang kontrak. e. Nilai kontrak sewa leasing dari pembayaran sewa besarnya sama dengan harga perolehan dari barang modal yang disewakan.
xlv
Standar akuntansi keuangan Indonesia No.30 (2007:30) menyebutkan mengenai perlakuan akuntansi oleh penyewa guna usaha (lessee) sebagai berikut: a. Financial lease (capital lease) 1) Transaksi sewa guna usaha diperlakukan dan dicatat sebagai aktiva tetap dan kewajiban pada awal masa sewa guna usaha sebesar nilai tunai dari seluruh pembayaran sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) yang harus dibayar oleh penyewa guna usaha pada akhir masa sewa guna usaha. 2) Kewajiban sewa guna usaha harus disajikan sebagai kewaiban lancar dan jangka panjang sesuai dengan praktek yang lazim untuk jenis usaha penyewa guna usaha. 3) Tingkat diskonto yang digunakan untuk menentukan nilai tunai dari pembayaran sewa guna usaha adalah tingkat bunga yang dibebankan oleh perusahaan sewa guna usaha atau tingkat bunga yang berlaku pada awal masa sewa guna usaha. b. Operating lease Pembayaran sewa guna usaha selama tahun berjalan merupakan biaya sewa yang diakui dan dicatat berdasarkan metode garis lurus selama masa sewa guna usaha, meskipun pembayaran sewa guna usaha dilakukan dalam jumlah yang tidak sama setiap periode.
xlvi
Menurut Juli Irmayanto (2002:156) dalam hal teknik pembiayaan tentunya financial lease atau capital lease maupun operating lease memiliki perbedaan yang antara lain adalah sebagai berikut: No Financial atau capital lease 1
Perjanjian
lease
tidak
Operating lease dapat Dapat dibatalkan setiap saat
dibatalkan 2
Masa sewa selama umur ekonomis
Masa sewa relatif singkat
3
Terdapat hak opsi beli
Tidak terdapat hak opsi
4
Angsuran leasing tidak dikenakan Angsuran
dikenakan
leasing
PPN dan PPH pasal 23
PPN dan PPH pasal 23
5
Bersifat ful pay out
Tidak bersifat ful pay out
6
Lessor tidak dapat menyusutkan Lessor barang modal
Dapat
menyusutkan
barang modal
E. Pengertian Laporan Keuangan Media yang dapat digunakan untuk meneliti kondisi kesehatan perusahaan adalah laporan keuangan yang di dalamnya terdiri dari neraca, perhitungan rugi laba, ikhtisar laba yang ditahan dan laporan posisi keuangan. Laporan keuangan menurut Standar Keuangan (2007) adalah meliputi neraca, perhitungan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan dan catatan atas laporan keuangan. Gibson dan Bayer (1980), dan Gibson (1982), Lev dan Thiagarajan (1993) sebagaimana dikutip oleh Zainuddin dan Harono (2004:66-90)
xlvii
mencatat bahwa untuk memahami tentang laporan keuangan, analisa laporan keuangan sangat dibutuhkan. Hal ini disebabkan analisa laporan keuangan dapat berguna dalam pengambilan keputusan ekonomis, antara lain struktur pendanaan dalam meningkatkan profitabilitas bagi kemakmuran pemilik perusahaan. Laporan keuangan adalah terdiri dari neraca dan perhitungan rugi/laba berisi tentang laporan informasi tentang prestasi perusahaan di masa lampau dan dapat dipakai untuk penetapan kebijaksanaan perusahaan di masa yang akan datang (Weston, 2006:20). Menurut Riyanto (2000:327) laporan keuangan adalah laporan yang memberikan ikhtisar mengenai keadaan financial suatu perusahaan, dimana neraca atau balance sheet mencerminkan nilai aktiva, hutang dan modal sendiri pada suatu saat tertentu dan laporan rugi laba atau income statement mencerminkan hasil yang dicapai selama satu tahun. Laporan keuangan adalah suatu alat bagaimana informasi yang dikumpulkan dan diproses dalam akuntansi keuangan yang akhirnya dimasukkan dalam bentuk laporan yang dikombinasikan secara periodik kepada pemakainya (Harahap, 2003:117). Analisis laporan keuangan adalah menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau mempunyai makna antara satu dengan yang lainnya, antara data kuantitatif maupun dengan data kualitatif, dengan tujuan untuk
xlviii
mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat (Harahap, 2003:199). Sedangkan menurut Kismono (2001:444) yang menyatakan bahwa analisis laporan keuangan adalah proses pengumpulan dan menyaring data, serta menyajikan informasi keuangan yang dihasilkannya dalam format ringkas yang sesuai untuk pembuatan keputusan yang efektif. Tujuan utama analisis keuangan adalah menyajikan informasi yang relevan, untuk membantu pembuatan keputusan agar dapat mengambil keputusan dengan baik. Laporan
keuangan
juga
menunjukkan
pertanggung
jawaban
(stewardship) manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka, sedangkan bagi pihak di luar manajemen suatu perusahaan, laporan keuangan merupakan jendela informasi yang memungkinkan mereka untuk mengetahui kondisi perusahaan-perusahaan tersebut. Untuk mengetahui kinerja serta perubahan posisi keuangan perusahaan dapat diperoleh dengan melakukan analisis terhadap laporan keuangan. Analisis laporan keuangan merupakan metode atau cara untuk memperoleh gambaran rentang perkembangan keuangan perusahaan selama periode tertentu, apakah mengalami kenaikkan, tetap atau bahkan mengalami penurunan. Neraca atau balance sheet merupakan daftar aktiva, kewajiban dan modal suatu perusahaan yang terdapat pada laporan keuangan. Daftar ini juga menunjukkan tentang kekayaan yang dimiliki perusahaan serta sumber
xlix
pembelanjaannya. Neraca menunjukkan posisi keuangan perusahaan pada suatu saat tertentu (Soemarso, 2005:58). Menurut Weston (2006:149) neraca disebut juga sebagai daftar posisi keuangan, melaporkan tentang sumber daya (harta), kewajiban (hutang), dan tuntutan-tuntutan pemilikan residual atas sumber daya perusahaan (kekayaan pemilik) pada saat tertentu. Laporan rugi laba adalah suatu laporan yang menunjukkan pendapatan-pendapatan dan biaya-biaya dari suatu unit usaha untuk suatu periode tertentu (Bariddwan, 2006:30). Laporan ini menunjukkan hasil usaha suatu perusahaan dalam jangka waktu tertentu. Singkatnya, laporan rugi laba merupakan ikhtisar pendapatan dan biaya-biaya suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu. Aktiva menurut Soemarso (2005:57) adalah kekayaan yang dimiliki perusahaan. Aktiva merupakan sumber daya (resource) bagi perusahaan untuk melakukan usaha. Sedangkan aktiva lancar (current asset) menurut Soemarso (2005:247) adalah kas dan aktiva-aktiva lain yang dapat ditukarkan menjadi kas dalam jangka waktu satu tahun atau dalam satu siklus kegiatan normal perusahaan. Laporan keuangan disajikan untuk berbagai pihak-pihak yang berkepentingan
terhadap
posisi
keuangan
atau
perkembangan
suatu
perusahaan, menurut Munawir (2006:2-4) sebagai berikut: 1. Pemilik perusahaan, karena dengan laporan keuangan tersebut pemilik perusahaan akan dapat menilai sukses tidaknya manager dalam memimpin
l
perusahaannya dan kesuksesan seorang manajer biasanya dinilai dari laba yang diperoleh perusahaan. 2. Manajer atau pemimpin perusahaan dapat: a. Mengukur tingkat biaya dari berbagai kegiatan perusahaan. b. Mengukur efisiensi tiap-tiap bagian, proses atau produksi, serta menentukan derajat keuntungan yang dapat dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan. c. Menilai atau mengukur hasil kerja tiap individu yang telah diserahi wewenang dan tanggung jawab. d. Menentukan perlu tidaknya kebijaksanaan atau prosedur yang baru untuk mencapai hasil yang lebih baik. 3. Para investor, mereka berkepentingan terhadap prospek keuntungan di masa mendatang dan perkembangan perusahaan selanjutnya untuk mengetahui jaminan investasinya dan mengetahui kondisi kerja atau kondisi keunutngan jangka pendek perusahaan tersebut. Dengan analisa laporan tersebut mereka dapat menentukan langkah yang harus ditempuh. 4. Para kreditur atau banker sebelum mengambil keputusan untuk memberi atau menolak permintaan kredit dari suatu perusahaan, mereka perlu mengetahui terlebih dahulu posisi keuangan dari perusahaan yang bersangkutan. 5. Pemerintah di mana perusahaan itu bedomisili, laporan keuangan sangat penting disamping untuk menentukan besarnya pajak yang harus ditanggung oleh perusahaaan, juga sangat diperlukan oleh BPS, Dinas
li
Perindustrian, Perdagangan dan Tenaga Kerja adalah dasar perencanaan pemerintah. 6. Karyawan, dengan melihat laporan keuangan perusahaan mereka akan mengetahui kemampuan perusahaan untuk memberikan upah dan jamian sosial yang lebih baik. Laporan keuangan dibuat dengan tujuan untuk memberikan gambaran atau laporan kemajuan secara periodik yang dilakukan oleh pihak manajemen. Dengan demikian laporan keuangan merupakan informasi histori guna melengkapi analisis untuk proyeksi masa depan perusahaan. Tujuan dari laporan keuangan menurut Garisson (1998) sebagaimana dikutip oleh Suhardito (2000) menyatakan bahwa tujuan laporan keuangan adalah dapat membantu para pemakai potensial laporan keuangan untuk memprediksi masa depan melalui perbandingan atau analisa. Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi (SAK No. 1, 2004). Ikatan Akuntan Indonesia dalam PSAK paragraf 12 seperti dikutip oleh Komala Dewi (2006:27) mengemukakan tujuan dari laporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.
lii
F. Kinerja perusahaan. Kinerja menurut Mulyadi (2001:419) adalah penentuan secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang ditetapkan sebelumnya. Sedangkan menurut Simamora (2000:329) kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis suatu organisasi. Sedangkan kinerja keuangan adalah penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba. Kinerja perusahaan merupakan elemen penting dalam mengukur tingkat keberhasilan corporate governance. Melalui penilaian kinerja keuangan manajer dapat menentukan struktur keuangan perusahaan dengan lebih baik. Serta kinerja keuangan merupakan cerminan apakah perusahaan telah berhasil atau belum dalam usahanya. Pengukuran kinerja keuangan menunjukkan apakah perencanaan, implementasi dan pelaksanaan serta strategi dapat memberikan perbaikan yang mendasar yang tercantum dalam sasaran secara khusus pada keuntungan yang terukur. Kinerja perusahaan berkaitan erat dengan tingkat kesehatan perusahaan karena dilihat dari laporan keuangan perusahaan bersangkutan. Bila kinerja perusahaan tersebut baik, maka kesehatan perusahaan juga baik. Kinerja perusahaan merupakan suatu prestasi yang harus dicapai oleh suatu perusahaan guna memperoleh kepercayaan dari masyarakat, pihak luar,
liii
maupun pemerintah. Kepercayaan tersebut dapat dilihat dari profit atau margin yang dihasilkan atau diperoleh oleh perusahaan yang bersangkutan. Kinerja perusahaan dapat diukur dengan analisis dan mengevaluasi laporan keuangan dan kinerja keuangan di masa lalu yang digunakan sebagai dasar untuk memprediksi keuangan pada masa yang akan datang. Kinerja keuangan adalah hasil atau akibat proses pengambilan keputusan secara continue atau terus-menerus oleh manajemen perusahaan yang dilakukan dalam bidang investasi, operasi dan pendanaan (Herfred, 2000:53). Menurut Mulyadi (2001:3), kinerja keuangan dapat diartikan sebagai hasil atau prestasi yang telah dicapai oleh perusahaan dalam usahanya dalam jangka tertentu. Informasi kinerja perusahaan, diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan di masa depan. Informasi
kinerja bermanfaat untuk memprediksi perusahaan dalam
menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada (Sufitri, 2006:76). Disamping itu, informasi tersebut juga berguna dalam perumusan pertimbangan tentang aktivitas perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya. Informasi ini berguna bagi pemakai sebagai dasar untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas serta kebutuhan perusahaan untuk memanfaatkan arus kas tersebut.
liv
G. Rasio keuangan Berdasarkan definisi dari Oxford Dictionary, sebagaimana dikutip oleh Suryawan Pancakusuma (2004:16) rasio adalah ekspresi dari suatu hubungan kuantitatif antara satu ukuran dengan ukuran lain yang serupa. Menurut Bambang Riyanto (2000:263) rasio keuangan adalah alat yang dinyatakan dalam ”aritmatical term” yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara dua macam data financial. Menurut Keown (2000:108) rasio keuangan merupakan alat utama untuk menganalisa keuangan. Sedangkan menurut Warsidi (2000) analisis rasio keuangan merupakan instrumen analisis prestasi perusahaan yang menjelaskan berbagai hubungan dan indikator keuangan yang digunakan untuk menunjukkan perubahan dalam kondisi keuangan atau prestasi operasi di masa lalu, serta membantu menggambarkan trend pola perubahan tersebut yang kemudian menunjukkan resiko dan peluang yang melekat pada perusahaan yang bersangkutan. Menurut Munir sebagaimana dikutip oleh Ryan Ariyafinanda (2006:25) rasio keuangan dapat diartikan sebagai suatu hubungan atau pertimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain dan dengan menggunakan alat analisis berupa rasio ini akan dapat menjelaskan keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan. Analisis rasio keuangan merupakan instrumen analisa prestasi perubahan yang menjelaskan berbagai hubungan dan indikator keuangan yang ditujukan untuk menunjukkan perubahan dan kondisi keuangan atau prestasi
lv
di masa lalu, dan membantu menggambarkan trend pola perubahan tersebut untuk kemudian menunjukkan resiko dan peluang yang melekat pada perusahaan yang bersangkutan makna dan kegunaan rasio keuangan dalam praktek bisnis pada kenyataannya bersifat subjektif tergantung kepada untuk apa suatu analisis dilakukan dalam konteks apa analisis tersebut diaplikasikan. Serta analisis rasio keuangan merupakan penghubung unsur-unsur neraca dan perhitungan laba rugi, serta dapat memberikan gambaran tentang sejarah perusahaan dan penilaian posisi pada saat ini. Rasio keuangan juga menggambarkan suatu hubungan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah lainnya dan dengan menggunakan alat analisa rasio akan dapat memberikan gambaran kepada penganalisa tentang baik buruknya keadaan posisi keuangan pada suatu perusahaan. Rasio keuangan didesain untuk memperlihatkan hubungan antara itemitem pada laporan keuangan (neraca dan laporan laba rugi). Ada lima jenis rasio keuangan menurut Lukas Setia Atmaja (2008:415) yaitu: 1. Leverage ratios, memperlihatkan berapa hutang yang digunakan perusahaan. Rasio ini terbagi dalam total debt to total asset, total debt to equity ratio, times interest earned. 2. Liquidity ratios, mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban
yang
jatuh
tempo.
Serta
untuk
mengukur
kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendek. Rasio ini terbagi dalam current ratio, quick ratio, cash ratio, dan net worth to capital ratio.
lvi
3. Efficiency atau turnover atau asset management ratios, mengukur seberapa efektif perusahaan mengelola aktivanya dalam menggunakan sumber dananya, terdiri dari inventory turn over, fixed asset turn over, total asset turn over, receivable turn over dan average collection period. 4. Profitability ratios, mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba. Rasio ini terdiri dari return on investment, return on equity, net profit margin, gross profit margin, dan operating profit margin. 5. Market value ratios, memperlihatkan bagaimana perusahaan dinilai oleh investor di pasar modal. Rasio ini terdiri dari price earning ratio, market book value ratio. Analisis rasio keuangan ini banyak digunakan dalam berbagai tujuan penelitian khususnya dalam menilai kinerja perusahaan, walaupun sebenarnya masih banyak kegunaan lain yang dapat diambil dari analisi rasio keuangan. Di bawah ini akan dijelaskan lebih lanjut dari rasio-rasio keuangan yang akan digunakan pada penelitian ini yang biasa dipakai sebagai alat ukur kinerja perusahaan: 1. Debt to equity rasio Debt to equity ratio adalah perbandingan jumlah hutang dengan modal sendiri yang mengukur persentase penggunaan dana yang berasal dari kreditur. Para kreditur lebih menyukai debt to equity rasio yang rendah, karena semakin rendah semakin besar pula perlindungan yang diperoleh para kreditur dalam keadaan likuidasi dan sebaliknya pada pemilik perusahaan mungkin lebih menyukai debt to equity yang tinggi
lvii
dengan pertimbangan tingkat keuntungan atau karena mengeluarkan saham baru berarti mengurangi kendali perusahaan. Menurut Rosyadi (2002:37) menjelaskan debt to equity yaitu menggambarkan perbandingan antara total hutang dengan total ekuitas perusahaan yang yang digunakan sebagai sumber pendanaan perusahaan. Menurut Moeljadi (2006:51) debt to equity ini menggambarkan kemampuan modal sendiri menjamin hutang. Dengan kata lain, bagian dari hutang yang dapat dijamin dengan menggunakan modal sendiri. Untuk perhitungannya sebagai berikut:
Debt to equity ratio = Total hutang Modal sendiri
Debt to equity yang baik adalah kurang dari seratus persen yang artinya jumlah hutang harus lebih kecil dari jumlah modal sendiri. 2. Return on Investment (ROI) Return on Investment adalah alat ukur yang sangat umum digunakan untuk mengukur kinerja sebuah pusat investasi. Return on investment merupakan salah satu ukuran yang digunakan perusahaan untuk melihat profitabilitas perusahaan dan dengan jalan meneliti sampai sejauh mana tingkat laba yang diperoleh dengan sejumlah basis investasi yang ditanam perusahaan.
lviii
Menurut Syamsudin (2000:63) bahwa Return on Investment (ROI) merupakan pengukuran kemampuan perusahaan secara keseluruhan di dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan di dalam perusahan. Husnan
(2004:63)
menyatakan
bahwa
ROI
merupakan
perbandingan antara laba bersih dengan total aktiva dalam mengukur tingkat pengembalian investasi total. Sebagai alat untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan, ROI mempunyai keunggulan menurut Halim dan Supomo (2007:139) diantaranya; merupakan alat pengukur prestasi yang komprehensif yang sensitif terhadap setiap pengaruh yang mempengaruhi keadaan keuangan perusahaan serta perhatian manajemen dititik beratkan pada maksimasi laba atas modal yang diinvestasikan. Untuk perhitungannya sebagai berikut:
ROI = Laba bersih setelah pajak Total Aktiva
lix
H. Economoic Value Added (EVA) Konsep Economoic Value Added adalah suatu metode pengukuran kinerja keuangan perusahaan yang dikembangkan dan dikenalkan oleh perusahaan konsultasi dari Amerika Serikat yaitu Stern Steward. Konsep EVA datang dari kemampuan manajer perusahaan untuk dapat menghasilkan return bagi investor untuk dapat menutupi biaya modalnya. Menurut Widiyanto (2007:50) mengemukakan bahwa EVA merupakan konsep yang dapat menilai kinerja perusahaan secara adil. Adil disini mengandung pengertian bahwa dalam
pengukuran laba
perusahaan,
perusahaan harus dengan adil memperhatikan dan mempertimbangkan harapan-harapan penyedia dana (kreditur dan pemegang saham) dan derajat keadilan ini diukur dengan penggunaan ukuran tertimbang dari struktur modal yang ada. Menurut Agnes Sawir (2001:46) bahwa EVA merupakan suatu ukuran biaya dan yang digunakan untuk membiayai investor yang berasal dari keuntungan operasi setelah pajak. Agnes Sawir (2001:48) menjelaskan bahwa EVA salah satu cara untuk menilai kinerja keuangan. Sedangkan menurut Siddarta Utama (2000:10) EVA merupakan indikator tentang adanya penciptaan nilai dari suatu investasi. EVA yang positif menunjukkan bahwa manajemen perusahaan berhasil meningkatkan nilai perusahaan sesuai dengan tujuan manajemen keuangan dalam memaksimumkan nilai perusahaan.
lx
Hansen dan Mowen (2005:127) berpendapat bahwa EVA adalah suatu ukuran akuntansi manajemen internal, dan pengeluaran-pengeluaran ini dapat dianggap sebagai investasi. Beberapa keunggulan EVA menurut Widiyanto (2007:54) sebagai pengukur kinerja finansial diantaranya: a.
Sebagai pengukur kinerja yang dapat berdiri sendiri tanpa adanya perbandingan dengan perusahaan sejenis.
b.
Alat ukur yang mudah digunakan.
c.
Dapat melihat segi ekonomis dalam pengukuran kinerja perusahaan secara adil memperhatikan harapan penyandang dana. Sedangkan menurut Isnani dan Iswati (2001:198) keunggulan dari
konsep EVA yaitu: a.
Bermanfaat sebagai penilai kinerja yang berfokus pada penciptaan nilai (value creation).
b.
Membuat perusahaan lebih memperhatikan struktur modal.
c.
Dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kegiatan atau proyek yang memberikan pengembalian lebih tinggi dari pada biaya modal. Adapun kelemahan EVA menurut Zamawarni (2005:15) yaitu:
a.
EVA hanya menggambarkan penciptaan nilai pada suatu tahun tertentu.
b.
EVA hanya mengukur hasil akhir, konsep ini tidak mengukur aktivitasaktivitas penentu seperti loyalitas dan tingkat retensi konsumen.
lxi
c.
EVA terlalu bertumpu dalam mengkaji dan mengambil keputusan untuk menjual dan membeli saham tertentu padahal faktor-faktor lain terkadang lebih dominan.
d.
Konsep ini sangat tergantung pada transparansi internal dalam perhitungan EVA secara akurat. Dalam kenyataannya sering kali perusahaan kurang transparan dalam mengemukakan kondisi internalnya.
e.
Proses perhitungan EVA memerlukan estimasi bagi biaya modal dan untuk perusahaan yang belum go public, estimasi ini sulit dilakukan.
f.
Secara konseptual EVA memang lebih unggul dari pada analisa keuangan, namun secara praktis EVA belum tentu dapat diterapkan dengan mudah. Sedangkan kelemahan EVA menurut Isnani dan Iswati (2001:198)
yaitu: a.
Hanya menggambarkan penciptaan nilai pada suatu periode tertentu.
b.
Proses perhitungan memerlukan estimasi atas biaya modal, estimasi tersebut cukup sulit dilakukan dengan tepat terutama pada perusahaan yang belum go public.
c.
EVA terlalu menekankan pada keyakinan bahwa investor sangat mengandalkan pendekatan fundamental dalam mengkaji dan mengambil keputusan untuk menjual atau membeli saham tertentu, padahal faktorfaktor lain kadang-kadang justru dominan.
d.
Konsep EVA sangat tergantung pada transparansi internal untuk menghasilkan perhitungan yang akurat. Di dalam kenyataan, perusahaan jarang mengemukakan kondisi internalnya.
lxii
Adapun langkah-langkah menurut Arifin Johar (2004:133) yang perlu dilakukan untuk menghitung EVA adalah sebagai berikut: a.
Menghitung atau menaksir ongkos modal hutang atau cost of debt.
b.
Manghitung atau menaksir ongkos modal saham atau cost of equity.
c.
Menghitung struktur permodalan dengan mengambil data dari laporan neraca.
d.
Menghitung biaya modal rata-rata tertimbang (weighted average cost of capital).
e.
Menghitung EVA (Economic Value Added). Untuk penjelasan
rumus langkah-langkah menghitung Economic
Value Added (EVA) adalah sebagai berikut: a. Menghitung atau menaksir ongkos modal hutang atau cost of debt Dalam hal ini modal yang dimiliki perusahaan berasal dari dua sumber yaitu modal hutang jangka panjang dan modal saham perusahaan. Karena terdapat hutang jangka panjang, maka perusahaan harus menanggung atau mambayar bunga. Untuk menghitung biaya modal adalah sebagai berikut : Ongkos modal hutang (KD) 1. beban bunga 2. jumlah
hutang
jangka
panjang 3. bunga (%) 4. tariff pajak penghasilan 5. faktor koreksi 6. ongkos modal hutang Sumber: (Johar, Arifin, 2004,135)
lxiii
b. Menghitung atau menaksir ongkos modal saham atau cost of equity. Setiap pemegang saham atau investor tentu mengharapkan tingkat penghasilan tertentu sebagai konsekuensi dari dana yang diinvestasikan pada perusahaan. Salah satu cara untuk menentukan ongkos modal saham (kE) yaitu dengan pendekatan CAPM dengan beberapa parameter yang telah diketahui, dengan rumus sebagai berikut: kE = rf + β (rm – rf) Sumber: (Johar, Arifin, 2004, 135) Keterangan: rf = Tingkat bunga interval yang biasa diperoleh tanpa resiko; untuk kondisi di Indonesia dapat dipasarkan pada tingkat bunga deposito pada bank pemerintah. rm = Tingkat bunga investasi rata-rata pasar. Berdasarkan rumus untuk menghitung tingkat pengembalian saham biasa tersebut, maka variabel yang diamati: 1) Beta (β) berdasarkan beta dapat dilihat faktor resiko perusahaan yang menjadi parameter, dimana pengukur perubahan yang diharapkan pada return suatu saham, jika terjadi perubahan return pasar. Pengukuran beta ini dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan regresi dengan rumus (Sartono, 2001:177):
lxiv
( n.∑XY ) – ( ∑X. ∑Y ) β= ( n. ∑X² ) – ( ∑X )² dimana: n = banyaknya periode pengamatan. X = tingkat keuntungan portofolio pasar (Rm). Y = tingkat keuntungan suatu saham (Ri). 2) Tingkat keuntungan portofolio pasar atau return pasar (Rm) perhitungan return pasar didasarkan atas indeks harga saham gabungan (IHSG) di pasar modal, perhitungannya dapat dilakukan menurut Keown (2000:221) dengan rumus:
IHSGt – IHSGt-1 Rm = IHSGt-1 dimana: RM
= Tingkat pengembalian pasar bulan ke t.
IHSG
= Indeks harga saham gabungan pada akhir bulan t.
IHSGt-1
= Indeks harga saham gabungan pada akhir bulan t-1.
3) Tingkat keuntungan suatu saham atau return individual (Ri) perhitungan return individual dapat dilakukan menurut Keown (2000:220) dengan rumus:
lxv
Pt – Pt-1 Ri = Pt-1 dimana: Ri = Tingkat keuntungan suatu saham. Pt = Harga saham perlembar pada akhir bulan t. Pt-1 = Harga saham perlembar pada akhir bulan t-1.
c.
Menghitung struktur permodalan dengan mengambil data dari laporan neraca. Prosedur untuk menghitung struktur modal adalah sebagai berikut: Struktur modal Hutang jangka panjang. Modal saham. Jumlah modal. Komposisi hutang Komposisi modal saham Sumber: (Johar, Arifin, 2004, 135)
d.
Menghitung biaya modal rata-rata tertimbang (weighted average cost of capital) Pemahaman konsep WACC sangatlah penting dalam penerapan konsep EVA. Sebagaimana EVA merupakan konsep adil mempertimbangkan harapan dan kepentingan para investor yang dinyatakan dengan biaya
lxvi
modal rata-rata tertimbang. Menurut Arifin Johar (2004 :137) Perhitungannya adalah sebagai berikut: WACC = (Wd X Kd) + (Ke X We)
dimana:
e.
WACC
= Biaya modal rata-rata tertimbang.
Wd
= Komposisi hutang.
Kd
= Ongkos modal hutang.
Ke
= Komposisi modal saham.
We
= Faktor koreksi
Menghitung EVA Economic Value Added. EVA merupakan nilai tambah ekonomis yang diciptakan perusahaan dari kegiatan atau strateginya selama periode tertentu. Pada prinsipnya EVA memberikan sistem pengukuran yang baik untuk menilai suatu kinerja dan
prestasi
keuangan
manajemen
perusahaan,
karena
EVA
berhubungan langsung dengan nilai pasar sebuah perusahaan. Secara matematis, rumus yang digunakan untuk menghitung EVA (Martin dan Petty, 2008:88 dalam Majidah 2003:190) adalah sebagai berikut:
lxvii
EVA = NOPAT – ( C* X Capital) = EBIT – TAX – ( WACC X Capital)
dimana: EVA
= keuntungan operasional setelah pajak dikurang dengan biaya modal.
NOPAT = laba operasi bersih setelah pajak. C*
= cost of capital yaitu ongkos modal baik dari modal berupa hutang maupun modal berupa saham.
Capital = jumlah dana yang terdiri dari hutang berbunga dan ekuitas saham yang tersedia di perusahaan untuk mendanai usaha perusahaan. EBIT TAX
= laba perusahaan sebelum dampak pembiayaan dan perpajakan. = besarnya pajak yang harus dibayar perusahaan.
Untuk itu perlu dipahami dalam rumusan sederhana sebagai berikut: 1) Jika EVA > 0, maka berarti ada nilai tambah ekonomis terhadap perusahaan selama masa operasionalnya. 2) Jika EVA = 0, maka berarti perusahaan berada pada kondisi impas selama operasionalnya. 3) Jika EVA < 0, maka berarti kinerja operasional perusahaannya gagal memenuhi harapan.
lxviii
I. Penelitian Terdahulu Lusy Lemantara (2003) menganalisa capital lease dan operating lease terhadap ROI, EVA dan Debt to Equity pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Surabaya (BES). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan capital lease dan operating lease terhadap kinerja perusahaan yang menggunakan alat ukur ROI, EVA dan Debt to Equity pada 20 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BES. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian inferensial. Pengukuran data dengan menggunakan skala rasio. Jenis dan sumber data adalah data kuantitatif yang berupa laporan keuangan selama 3 tahun. Sedangkan instrumen dan metode pengumpulan
data
menggunakan
metode
studi
dokumentasi,
studi
pustaka/studi literatur, studi lapangan dan instrumen pencatatan. Kemudian untuk teknik analisa data yang sesuai dengan masalah, jenis data dan tujuan penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik statistik komparasi. Lalu yang menjadi latar belakang penelitian ini adalah karena dengan adanya perkembangan yang pesat di bidang ekonomi maka Indonesia dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan perekonomian dan melihat peluangpeluang yang ada. Dan salah satu peluang yang dapat dilihat adalah bussisnes di bidang leasing. Dan ternyata dalam perkembangan dunia usaha leasing di Indonesia
mempunyai
peranan
yang
berarti
dalam
meningkatkan
perekonomian dan pembangunan. Sehingga yang menjadi kelebihan dalam penelitian ini adalah perusahaan yang diteliti ini adalah perusahaan yang terdaftar di BES (Bursa
lxix
Efek Surabaya) lalu banyaknya jumlah perusahaan yang diteliti, dimana perusahaan tersebut memiliki transaksi leasing baik itu operating lease juga capital lease. Selain itu perusahaan yang memiliki transaksi leasing ini diteliti dari tiga jenis ukuran kinerja keuangan yaitu ROI, EVA, dan Debt to Equity. Kelebihan lainnya adalah proses penghitungannya yang lumayan banyak dimulai dari penghitungan EVA, ROI dan Debt to Equity pada perusahaan yang memiliki capital lease dan operating lease, kemudian hasil keduanya dibandingkan dengan t-test. Penelitian ini juga dibatasi hanya untuk perusahaan yang mempunyai transaksi leasing dan memiliki laporan keuangan yang lengkap yang telah terdaftar di Bursa Efek Surabaya dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2000. Keterbatasan lainnya yang mengganggu hasil penelitian yaitu sampel yang digunakan dalam penelitian ini hanya mendasarkan pada perusahaan industri, sehingga hasil penelitian ini tidak dapat digunakan sebagai dasar generalisasi dan memungkinkan terjadinya efek industri. Kesimpulan dari penelitian ini berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan yaitu pengujian perbedaan capital lease dan operating lease terhadap ROI, EVA dan Debt to Equity, maka dapat ditarik kesimpulan yaitu hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan confidence interval 95%, ketiga hipotesis nol tidak dapat ditolak (Ho diterima) karena hasilnya tidak signifikan (t hitung < t tabel), sehingga dapat dinyatakan bahwa penelitian ini tidak berhasil menunjukkan adanya pengaruh atau perbedaan yang berarti
lxx
antara komponen ROI, EVA dan Debt to Equity dalam perlakuan capital lease dan perlakuan operating lease. Dwi Melani (2003) analisa perbandingan penghematan pajak sebagai dasar pengambilan keputusan memperoleh aktiva tetap melalui leasing atau kredit pada bank (studi kasus pada ud 'x'). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alternatif pembelian yang paling menguntungkan antara leasing dengan pembelian melalui kredit bank, ditinjau dari dampak atau pengaruh biaya yang dapat dikurangkan untuk masing-masing pilihan transaksi aktiva tetap terhadap pajak penghasilan yang dapat dihemat oleh perusahaan. UD 'X' yang menjadi subjek penelitian penulis merupakan sebuah perusahaan kecil yang bergerak di bidang garment khususnya pakaian tidur, sprei, dan bedcover. Rancangan penelitian yang digunakan berupa studi kasus deskriptif dengan 2 (dua) jenis data yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data berasal dari sumber yang asli atau disebut data primer. Sumber data digolongkan menjadi sumber informasi internal (dari dalam perusahaan) seperti perusahaan yang akan diteliti dan eksternal (dari luar perusahaan) seperti bank dan perusahaan leasing (leasing company) yang menjadi rekanan perusahaan. Alat yang digunakan untuk memperoleh data adalah daftar pertanyaan pedoman wawancara, sedangkan metode pengumpulan datanya adalah metode survei yaitu melalui interview atau wawancara secara langsung. Perusahaan merupakan unit analisis dalam penelitian ini. Data dianalisis dengan menggunakan logika penjodohan pola. Teknik analisis data yang digunakan
lxxi
untuk melakukan pembahasan dalam studi kasus deskriptif ini adalah penggunaan logika penjodohan pola (Yin 2002:140), dimana data yang diperoleh dari UD 'X', bank, dan leasing company rekanan perusahaan akan dianalisis sesuai dengan teori yang dipakai kemudian ditarik kesimpulan. Penelitian ini membuktikan bahwa alternatif pembelian melalui sewa guna usaha dengan hak opsi (fmance lease) merupakan alternatif yang paling menguntungkan karena penghematan pajak yang diperoleh perusahaan untuk alternatif ini lebih besar dibandingkan altenatif pembelian melalui kredit bank. Dengan demikian akan lebih menguntungkan bagi perusahaan jika memilih altematif pembelian melalui sewa guna usaha dengan hak opsi (fmance lease) sebagai dasar pengambilan keputusan dalam memperoleh aktiva tetap. Listia Tri Wahyuni (2004) Perbandingan kredit perusahaan dan analisis perpajakan atas transaksi sewa guna usaha. Pada penelitian ini akan membatasi permasalahan yang akan dibahas yaitu sekitar perkembangan perusahaan pembiayaan dan menganalisa
perbedaan rata-rata
kredit
perusahaan pembiayaan selama 13 tahun (1991 sampai 2003) dan juga mengankat permasalahan pajak yang terkait dengan salah satu jenis perusahaan pembiayaan yaitu leasing. Adapun tujuan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah untuk mengetahui bagaimana perkembangan perusahaan pembiayaan di Indonesia dengan melihat perbandingan rata-rata penyaluran kredit dari perusahaan pembiayaan. Selain itu, penulis bermaksud untuk mengetahui perpajakan yang terkait dengan salah satu jenis pembiayaan yaitu leasing.
lxxii
Penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah menggunakan ”Analysis of Variance” untuk melihat perbedaan rata-rata penyaluran kredit perusahaan pembiayaan (Ho = tidak terdapat perbedaan rata-rata penyaluran kredit perusahaan pembiayaan, dan Ha = terdapat perbedaan kredit pada perusahaan pembiayaan) selama 13 tahun terakhir, dan menggunakan metode literatur dalam menganalisis perpajakan atas transaksi leasing. Adapun hasil penelitiannya adalah dalam uji perbedaan Ho ditolak dan menerima Ha yang berarti ada perbedaan rata-rata penyaluran kredit pada perusahaan pembiayaan selama 13 tahun. Pada permasalahan perpajakan dalam leasing terdapat perbedaan pengakuan beban angsuran leasing dan penyusutan aktiva tetap leasing jika dilihat dari perlakuan akuntansi menurut komersial dan fiskal, atas perbedaan tersebut akan mempengaruhi penghasilan kena pajak bagi perusahaan tersebut. Penelitian tentang pengaruh risiko likuiditas terhadap profitabilitas telah dilakukan oleh Riki Antariksa (2005) Dalam penelitian ini variabel bebas yang digunakan adalah LTA, LAD, dan FDR, sedangkan variabel terikatnya ROA dan ROE. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dengan Uji Kausalitas Granger hanya variabel LTA yang menyebabkan Profitabilitas. Untuk lebih jelasnya, tabel di bawah ini menunjukkan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu:
lxxiii
Tabel 2.1 Rincian Hasil Penelitian Terdahulu NO PENELITI 1
Lusy Lemantara (2003)
JUDUL
PENEMUAN
Menganalisa capital lease Berdasarkan dan
operating
pembahasan
yang
telah
lease dilakukan yaitu pengujian perbedaan capital
terhadap ROI, EVA, dan lease dan operating lease terhadap ROI, Debt
Equity pada EVA dan Debt to Equity, maka dapat ditarik
to
perusahaan
manufaktur kesimpulan
yaitu
hasil
penelitian
ini
yang terdaftar di Bursa menunjukkan bahwa dengan confidence Efek Su rabaya. Periode interval 95%, ketiga hipotesis nol tidak 1998 – 2000.
dapat ditolak (Ho diterima) karena hasilnya tidak signifikan (t hitung < t tabel), sehingga dapat dinyatakan bahwa penelitian ini tidak berhasil menunjukkan adanya pengaruh atau perbedaan yang berarti antara komponen ROI, EVA dan Debt to Equity dalam perlakuan capital lease dan perlakuan operating lease.
2
Dwi Melani (2003)
Analisa
perbandingan Penelitian ini membuktikan bahwa alternatif
penghematan
pajak pembelian melalui sewa guna usaha dengan
sebagai
dasar hak
opsi
pengambilann keputusan alternatif
(fmance
yang
lease)
paling
merupakan
menguntungkan
memperoleh aktiva tetap karena penghematan pajak yang diperoleh melalui
leasing
atau perusahaan untuk alternatif ini lebih besar
kredit pada bank (studi dibandingkan altematif pembelian melalui kasus pada UD x).
kredit bank. Dengan demikian akan lebih menguntungkan
bagi
perusahaan
jika
memilih altematif pembelian melalui sewa guna usaha dengan hak opsi (fmance lease)
sebagai dasar pengambilan keputusan dalam memperoleh aktiva tetap. lxxiv
3
Listia Tri
Perbandingan
Wahyuni
perusahaan dan analisis perbedaan Ho ditolak dan menerima Ha
(2004)
kredit Adapun hasil penelitiannya adalah dalam uji
perpajakan atas transaksi yang sewa guna usaha.
berarti
ada
perbedaan
penyaluran
kredit
pada
pembiayaan
selama
13
rata-rata
perusahaan tahun.
Pada
permasalahan perpajakan dalam leasing terdapat
perbedaan
pengakuan
beban
angsuran leasing dan penyusutan aktiva tetap leasing jika dilihat dari perlakuan akuntansi menurut komersial dan fiskal, atas
perbedaan tersebut akan mempengaruhi penghasilan kena pajak bagi perusahaan tersebut. 4
Riki Antariksa (2005)
Pengaruh risiko liquiditas Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terhadap
profitabilitas dengan Uji Kausalitas Granger variabel
bank syariah.
LTA
yang
hanya
menyebabkan
Profitabilitas. 5
Itzhak Ben- Company Performance
Bukti yang disajikan dalam penelitian ini
David
and Leased Assets in
menunjukkan sebagian besar perusahaan-
(2005)
Sale-and-Leaseback
perusahaan yang terlib at dalam penjualan
Transactions.
dan transaksi leaseback adalah mencari likuiditas untuk mengetahui kesanggupan memenuhi kewajiban.
6
Ing. Adriana Csikósová, CSc., (2005)
Measuring
The Tujuan dari artikel ini telah membuat
Efficiency of Financial metodologi Leasing.
u ntuk
menilai
efisiensi
keuangan leasing dalam kondisi Republik Slovakia. model ini merupakan salah satu syarat
memenuhi
syarat
keputusan
pada
lxxv
untuk
pengambilan
efisiensi
pembiayaan
aset jangka panjang. 7
Sutrisno & Yuana (2004)
Analisis Kausalitas
Hasil penelitian terhadap kausalitas antara
keputusan investasi,
ketiga variabel keputusan menunjukkan
pembiayaan dan dividen
bahwa terdapat hubungan antara ketiga
pada perusahaan asuransi. keputusan tersebut meskipun tidak secara keseluruhan (hubungan dua arah antara
ketiga keputusan tidak secara menyeluruh ada) dan sifatnya lemah.
lxxvi
Kerangka pemikiran Untuk dapat mengetahui terjadinya hubungan kausal antara capital lease dan kinerja perusahaan pada perusahaan manufaktur di Indonesia dapat menggunakan analisis rasio keuangan dan EVA. Rasio keuangan yang dipakai adalah ROI yang terdapat dalam profitabilitas dan Debt to Equity yang terdapat pada leverage ratio. Dengan adanya laporan keuangan dapat diketahui berapa hasil ROI, EVA dan Debt to Equity. Setelah hasil ROI, EVA, Debt to Equity serta nilai capital lease diketahui, maka langkah selanjutnya adalah uji persyaratan analisis stationeritas data, uji ini dilakukan untuk mendeteksi data apakah benar-benar bersifat stasioner, karena data tidak stasioner berarti terdapat ketidakstabilan model time series yang memungkinkan untuk dapat menimbulkan gangguan autokorelasi. Setelah uji stationeritas data baru menguji kausalitas granger untuk mengetahui apakah variabel bebas benar-benar variabel yang menyebabkan variabel terikat. ROI, EVA dan Debt to Equity sebagai variabel dependen dan Capital Lease sebagai variabel independen. Sehingga hasilnya adalah dapat diketahui variabel apa saja yang menyebabkan variabel yang lain yang dapat mempengaruhi terhadap kinerja perusahaan, maka perusahaan akan lebih memperhatikan
variabel-variabel
tersebut
perusahaannya.
lxxvii
dalam
laporan
keuangan
Perusahaan Manufaktur
Laporan keuangan perusahaan (tahun 2003 sampai tahun 2007)
Kinerja Keuangan • ROI • EVA • Debt to Equity
Capital lease
Uji Persyaratan Analisis Stationeritas Data
Uji kausalitas Granger
Interpretasi
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
lxxviii
Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran yang ada dapatlah dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Ho1 = Capital lease menyebabkan ROI. Ho2 = Capital lease menyebabkan EVA. Ho3 = Capital lease menyebabkan Debt to Equity
lxxix
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan berdasarkan laporan keuangan tahunan perusahaan selama periode tahun 2003 sampai 2007 yang dipublikasikan Bursa Efek Indonesia (BEI). Adapun laporan keuangan dalam penelitian ini diambil dari neraca dan laporan laba rugi yang akan diubah menjadi rasiorasio keuangan untuk memperediksi pengaruh capital lease atau financial lease terhadap perusahaan. Data yang digunakan dalam penelitian adalah 33 perusahaan manufaktur yang go public di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2003 sampai 2007. Periode penelitian per 31 Desember tahun 2003 sampai 2007. Menyajikan informasi harga saham bulanan dari Januari 2003 sampai dengan Desember 2007.
B. Metode Penentuan Sampel Populasi penelitian adalah perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia (BEI), dengan penentuan sampel menggunakan teknik purposive sampling atau judgment sampling, yakni teknik yang dilakukan berdasarkan kriteria yang disesuaikan dengan tujuan penelitian atau pertimbangan tertentu dari peneliti (Asnawi dan Chandra, 2006). Adapun kriteria dalam pemilihan sampel adalah:
lxxx
1. Perusahaan yang terdaftar dalam BEI secara terus-menerus sejak tahun 2003 sampai 2007. 2. Perusahaan tersebut mengeluarkan atau mempublikasikan data laporan keuangan perusahaan tahunan secara konsisten mulai dari tahun 2003 sampai 2007. 3. Saham-saham perusahaan manufaktur yang listed di BEI selama periode tahun 2003 sampai 2007. 4. Di dalam laporan keuangan tersebut tercantum capital lease 5. Perusahaan-perusahaan yang diteliti bukan merupakan perusahaan tidur.
C. Metode Pengumpulan Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini bersumber dari: 1. Sumber Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data skunder yaitu data yang dikumpulkan, diolah dan disajikan oleh pihak lain. Data yang diperlukan adalah data harga-harga saham dan laporan keuangan tahunan yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan aktiva tetap periode tahun 2003, 2004, 2005, 2006 dan 2007. Data-data tersebut dapat diperoleh dari Bursa Efek Indonesia (BEI) dan pada website Bursa Efek Indonesia yaitu www.jsx.co.id serta pada website www.yahoofinance.com
lxxxi
2. Studi Pustaka Pengumpulan
data
ini
dilengkapi
pula
dengan
membaca,
mempelajari, mencatat serta menganalisis literatur yang bersumber dari buku dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini sehingga memperoleh dasar-dasar teori dan informasi yang mendukung.
D. Metode Analisis Langkah awal untuk menilai kinerja keuangan serta capital lease pada perusahaan manufaktur adalah menghitung variable-variabel yang digunakan dalam pengaruh kinerja perusahaan, dihitung dengan menggunakan rumus: 1.
Debt to equity ratio =
Total hutang Modal sendiri
2.
ROI = Laba bersih setelah pajak Total Aktiva
3. EVA = NOPAT – ( C* X Capital) = EBIT – TAX – ( WACC X Capital)
4. Capital lease didapat dari aktiva sewa guna usaha yang terdapat pada neraca laporan keuangan perusahaan.
lxxxii
Langkah selanjutnya adalah memasukan rasio-rasio tersebut kedalam Software Microsoft Excel kemudian dikonversi dengan menggunakan program EVIEWS dan Metode yang digunakan untuk menguji hipotesis ini adalah sebagai berikut: 1. Stationeritas Data Uji ini dilakukan untuk mendeteksi data apakah benar-benar bersifat stasioner, karena data tidak stasioner berarti terdapat
ketidakstabilan
model time series yang memungkinkan untuk dapat menimbulkan gangguan autokorelasi pada model ekonometrik. a. Uji Unit Root Augmented Dickey Fuller (Gujarati,2003:814 - 817) Pengujian stasioner tidaknya data yang akan dianalisis, dilakukan dengan mengunakan pengujian unit root. Prosedur pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut : Misalnya model time series memiliki bentuk seperti : (1)
Yt = b1 Yt-1 + e 1t (tanpa intercept)
(2)
Yt = a2 + b1 Yt-1 + e 1t (dengan intercept)
(3)
Yt = a 3 + b1 Yt-1 + c3t + e
1t
(dengan intercept dan trend
waktu) Ho: b1= 0 (terdapat unit root, Variabel Y tidak stasioner) H1: b1 ≠ 0 (tidak terdapat unit root, Variabel Y stasioner) Dengan menggunakan tabel Dickey Fuller yang sesuai dengan model time series (2) , null hypothesis yang menyatakan adanya sifat stasioner dalam model (2) akan ditolak apabila nilai t-statistik yang
lxxxiii
diperoleh berkaitan dengan koefisien regresi model ini lebih kecil dari tabel dickey-fuller pada tingkat signifikansi tertentu. 2. Uji Kausalitas Granger Untuk mengetahui apakah variabel bebas benar-benar variabel yang menyebabkan variabel terikat, maka dilakukan uji kausalitas granger dengan bentuk model sebagai berikut : Unrestricted Regresion : m
m
ε
ROI, EVA, DER=∑αt(ROI, EVA, DER)t-i +∑βt (capital lease)t-i + t t-1 t-1 Restricted Regression : m
ε
ROI, EVA, DER =∑ αt (ROI, EVA, DER)t-i + t t-1 Uji kausalitas Granger juga akan digunakan untuk menentukan jumlah lag yang signifikan mempengaruhi variabel terikat. Waktu t (bulan) akan dibatasi sebanyak 12 bulan ke belakang dengan alasan terutama adalah masa/periode operasional suatu perusahaan dari satu tahun ke tahun berikutnya. Berdasarkan hasil uji kausalitas Granger, maka variabel bebas yang signifikan menyebakan profitabilitas (diukur dengan nilai F statistik yang signifikan) akan digunakan dalam analisis regresi dengan persamaan model sebagai berikut : m ROI, EVA, DER =∑
βt (capital lease) t-i + εt t-1 lxxxiv
Dimana variabel terikat adalah ROI, EVA dan Debt to Equity (DER) sedangkan variabel bebas adalah Capital lease, tergantung hasil dari uji kausalitas. Hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini adalah : Pengujian Pertama ♦ Ho: Capital Lease tidak menyebabkan (granger cause) Debt to Equity H1: Capital Lease menyebabakan (granger cause) Debt to Equity ♦ Jika α = 5% maka daerah kritis untuk menolak Ho adalah F > F α ;(q,(N-p)) atau F > 2.66 Pengujian Kedua ♦ Ho: Debt to Equity tidak mempengaruhi (tidak menyebabkan) Capital Lease H1: Debt to Equity mempengaruhi (menyebabkan) Capital Lease ♦ Jika α = 5% maka daerah kritis untuk menolak Ho adalah F> F α ;(q,(N-p)) atau F > 2.66.
lxxxv
E. Operasional Variabel Penelitian Dalam penelitian ini peneliti memberikan definisi operasional dari masing-masing variabel penelitian yaitu : 1.
Variabel dependen (variabel Terikat) a. Debt to Equity Ratio Debt to equity ratio adalah perbandingan jumlah hutang dengan modal sendiri yang mengukur persentase penggunaan dana yang berasal dari kreditur. Para kreditur lebih menyukai debt to equity rasio yang rendah, karena semakin rendah semakin besar pula perlindungan yang diperoleh para kreditur dalam keadaan likuidasi dan sebaliknya pada pemilik perusahaan mungkin lebih menyukai debt to equity yang tinggi dengan pertimbangan tingkat keuntungan atau karena mengeluarkan saham baru berarti mengurangi kendali perusahaan. Menurut Rosyadi (2002:37) menjelaskan debt to equity yaitu menggambarkan perbandingan antara total hutang dengan total ekuitas perusahaan yang yang digunakan sebagai sumber pendanaan perusahaan. Menurut Moeljadi (2006:51) Debt to equity ratio ini menggambarkan kemampuan modal sendiri menjamin hutang. Dengan kata lain, bagian dari hutang yang dapat dijamin dengan menggunakan modal sendiri. Untuk perhitungannya sebagai berikut:
lxxxvi
Debt to equity ratio = Total hutang Modal sendiri
Debt to equity yang baik adalah kurang dari seratus persen yang artinya jumlah hutang harus lebih kecil dari jumlah modal sendiri. b. Return on Investment (ROI) Return on Investment adalah alat ukur yang sangat umum digunakan untuk mengukur kinerja sebuah pusat investasi. Return on Investment merupakan salah satu ukuran yang digunakan perusahaan untuk melihat profitabilitas perusahaan dan dengan jalan meneliti sampai sejauh mana tingkat laba yang diperoleh dengan sejumlah basis investasi yang ditanam perusahaan. Menurut Syamsudin (2000:63) bahwa Return on Investment (ROI) merupakan pengukuran kemampuan perusahaan secara keseluruhan di dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan di dalam perusahan. Husnan (2004:63) menyatakan bahwa ROI merupakan perbandingan antara laba bersih dengan total aktiva dalam mengukur tingkat pengembalian investasi total.
lxxxvii
Sebagai alat untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan, ROI
mempunyai
keunggulan menurut Halim
dan Supomo
(2007:139) diantaranya; merupakan alat pengukur prestasi yang komprehensif
yang
sensitif
terhadap
setiap
pengaruh
yang
mempengaruhi keadaan keuangan perusahaan serta perhatian manajemen dititik beratkan pada maksimasi laba atas modal yang diinvestasikan. Untuk perhitungannya sebagai berikut:
ROI = Laba bersih setelah pajak Total Aktiva
c. Economoic Value Added (EVA) Konsep Economoic Value Added adalah suatu metode pengukuran kinerja keuangan perusahaan yang dikembangkan dan dikenalkan oleh perusahaan konsultasi dari Amerika Serikat yaitu Stern Steward. Konsep EVA datang dari kemampuan manajer perusahaan untuk dapat menghasilkan return bagi investor untuk dapat menutupi biaya modalnya. Untuk
penjelasan
rumus
langkah-langkah
Economic Value Added (EVA) adalah sebagai berikut:
lxxxviii
menghitung
f. Menghitung atau menaksir ongkos modal hutang atau cost of debt Dalam hal ini modal yang dimilki perusahaan berasal dari dua sumber yaitu modal hutang jangka panjang dan modal saham perusahaan. Karena terdapat hutang jangka panjang, maka perusahaan harus menanggung atau mambayar bunga. Untuk menghitung biaya modal adalah sebagai berikut : Ongkos modal hutang (KD) 7. Beban bunga 8. Jumlah hutang jangka panjang 9. Bunga (%) 10. Tarif pajak penghasilan 11. Faktor koreksi 12. Ongkos modal hutang Sumber: (Johar, Arifin, 2004, 135) g. Menghitung atau menaksir ongkos modal saham atau cost of equity. Setiap pemegang saham atau investor tentu mengharapkan tingkat penghasilan tertentu sebagai konsekuensi dari dana yang diinvestasikan pada perusahaan. Salah satu cara untuk menentukan ongkos modal saham (kE) yaitu dengan pendekatan Capital Asset Pricing Model (CAPM) dengan beberapa parameter yang telah diketahui, dengan rumus sebagai berikut:
lxxxix
kE = rf + β (rm – rf) Sumber: (Johar, Arifin, 2004, 135) Keterangan: rf
= Tingkat bunga interval yang biasa diperoleh tanpa resiko; untuk kondisi di Indonesia dapat dipasarkan pada tingkat bunga deposito pada bank pemerintah.
rm = Tingkat bunga investasi rata-rata pasar. Berdasarkan
rumus
untuk
menghitung
tingkat
pengembalian saham biasa tersebut, maka variabel yang diamati: 4) Beta (β) Berdasarkan beta dapat dilihat faktor resiko perusahaan yang menjadi parameter, dimana pengukur perubahan yang diharapkan pada return suatu saham, jika terjadi perubahan return pasar. Pengukuran beta ini dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan regresi dengan rumus (Sartono, 2001:177)
( n.∑XY ) – ( ∑X. ∑Y ) β= ( n. ∑X² ) – ( ∑X )²
xc
dimana: n = banyaknya periode pengamatan. X = tingkat keuntungan portofolio pasar (Rm). Y = tingkat keuntungan suatu saham (Ri). 5) Tingkat keuntungan portofolio pasar atau return pasar (Rm) perhitungan return pasar didasarkan atas Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dipasar modal, perhitungannya dapat dilakukan menurut Keown (2000:221) dengan rumus:
IHSGt – IHSGt-1 Rm = IHSGt-1 dimana: RM
= Tingkat pengembalian pasar bulan ke t.
IHSG
= Indeks harga saham gabungan pada akhir bulan t.
IHSGt-1 = Indeks harga saham gabungan pada akhir bulan t-1 6) Tingkat keuntungan suatu saham atau return individual (Ri) Perhitungan return individual dapat dilakukan menurut Keown (2000:220) dengan rumus:
xci
dimana: Ri = Tingkat keuntungan suatu saham. Pt = Harga saham perlembar pada akhir bulan t. Pt-1 = Harga saham perlembar pada akhir bulan t-1.
h. Menghitung struktur permodalan dengan mengambil data dari laporan neraca. Prosedur untuk menghitung struktur modal adalah sebagai berikut:
Struktur modal Hutang jangka panjang. Modal saham. Jumlah modal. Komposisi hutang Komposisi modal saham Sumber: (Johar, Arifin, 2004, 135) i.
Menghitung biaya modal rata-rata tertimbang (weighted average cost of capital) Pemahaman konsep WACC sangatlah penting dalam penerapan konsep EVA. Sebagaimana EVA merupakan konsep adil mempertimbangkan harapan dan kepentingan para investor yang dinyatakan dengan biaya modal rata-rata tertimbang. Menurut Johar, Arifin (2004 :137) Perhitungannya adalah sebagai berikut:
xcii
WACC = (Wd X Kd) + (Ke X We)
dimana: WACC = Biaya modal rata-rata tertimbang. Wd = Komposisi hutang. Kd
= Ongkos modal hutang.
Ke
= Komposisi modal saham.
We = Faktor koreksi j.
Menghitung EVA Economic Value Added. EVA merupakan nilai tambah ekonomis yang diciptakan perusahaan dari kegiatan atau strateginya selama periode tertentu. Pada prinsipnya EVA memberikan sistem pengukuran yang baik untuk menilai suatu kinerja dan prestasi keuangan manajemen perusahaan, karena EVA berhubungan langsung dengan nilai pasar sebuah perusahaan. Secara matematis, rumus yang digunakan untuk menghitung EVA (Martin dan Petty, 2008:88 dalam Majidah 2003:190) adalah sebagai berikut:
EVA = NOPAT – ( C* X Capital) = EBIT – TAX – ( WACC X Capital)
xciii
dimana: EVA
= keuntungan operasional setelah pajak dikurang dengan biaya modal.
NOPAT = laba operasi bersih setelah pajak. C*
= cost of capital yaitu ongkos modal baik dari modal berupa hutang maupun modal berupa saham.
Capital = jumlah dana yang terdiri dari hutang berbunga dan ekuitas saham yang tersedia di perusahaan untuk mendanai usaha perusahaan. EBIT
=
laba perusahaan sebelum dampak pembiayaan dan perpajakan.
TAX 2.
= besarnya pajak yang harus dibayar perusahaan.
Variabel independen (variabel bebas) a. Capital lease Capital lease berasal dari aktifa sewa guna usaha. Capital lease didapat dari aktiva sewa guna usaha yang terdapat pada neraca laporan keuangan perusahaan.
xciv
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian Kata manufaktur berasal dari bahasa Latin manus factus yang berarti dibuat dengan tangan. Kata manufactur muncul pertama kali tahun 1576, dan kata manufacturing muncul tahun 1683. Manufaktur, dalam arti yang paling luas, adalah proses merubah bahan baku menjadi produk. Proses ini meliputi: 1. perancangan produk 2. pemilihan material, dan 3. tahap-tahap proses dimana produk tersebut dibuat Pada konteks yang lebih modern, manufaktur melibatkan pembuatan produk dari bahan baku melalui bermacam-macam proses, mesin dan operasi, mengikuti perencanaan yang terorganisasi dengan baik untuk setiap aktifitas yang diperlukan. Mengikuti definisi ini, manufaktur pada umumnya adalah suatu aktifitas yang kompleks yang melibatkan berbagai variasi sumberdaya dan aktifitas sebagai berikut: 1. perencanaan produk – pembelian – pemasaran. 2. Mesin dan perkakas – manufakturing – penjualan. 3. Perancangan proses – production control – pengiriman. 4. Material – support service – Customer service.
xcv
Sektor manufaktur merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor ini tidak saja berpotensi mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu memberikan kontribusi yang besar dalam transformasi kultural bangsa ke arah modernisasi kehidupan masyarakat yang menunjang pembentukan daya saing nasional. Selama dua dasawarsa sebelum krisis ekonomi, peran sektor manufaktur terhadap perekonomian nasional hampir mencapai 25%. Sejak pertengahan tahun 1980-an, peranan sektor industri ini meningkat sangat tajam, melebihi peranan sektor migas dan pertanian. Perkembangan yang sangat menakjubkan tidak hanya terjadi di dalam negeri, tetapi juga dalam perdagangan internasional. Pada tahun 1996, pangsa nilai ekspor non migas mencapai 76,44% dari seluruh nilai ekspor Indonesia. Sekitar 61,14% diantaranya berasal dari ekspor barang industri. Kemajuan ekonomi yang diraih Indonesia pada saat itu, menyebabkan Bank Dunia memasukkan Indonesia sebagai salah satu Negara Ajaib di Asia Timur (The East Asian Miracle). Namun krisis ekonomi yang melanda sebagian besar negara Asia disekitar tahun 1996-1998 mengguncangkan segalanya. Perekonomian terguncang sangat dahsyat. Krisis ini telah berdampak sangat negatif terhadap sektor industri, yang mengakibatkan beberapa sektor industri tumbuh negatif dan beberapa sektor stagnan, walalupun ternyata masih ada beberapa sektor industri yang masih dapat tumbuh.
xcvi
Pemerintahan Orde Baru yang saat itu baru saja terbentuk, sedikit demi sedikit mulai berusaha untuk memulihkan kondisi perekonomian hasil warisan dari pemerintahan sebelumnya. Pada Sidang Pleno Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRGR) yang diadakan pada tanggal 16 Agustus 1966, Pemerintah menjelaskan bahwa Fase Rehabilitasi dan Stabilisasi akan dilaksanakan dalam dua tahun pertama dengan rincian sebagai berikut : 1. Fase Rehabilitasi, yang terdiri dari dua tahap : a. Fase Penyelamatan (enam bulan pertama) b. Fase Rehabilitasi (enam bulan kedua) 2. Fase Stabilisasi, yang terdiri dari dua tahap : a. Fase Konsolidasi (enam bulan ketiga) b. Fase Stabilisasi (enam bulan keempat) Pemerintah juga menjalankan serangkaian kebijakan yang bertujuan untuk memulihkan perekonomian yang sudah sangat terpuruk. Beberapa kebijakan yang diambil adalah : 1. Mengendalikan inflasi 2. Mencukupi kebutuhan sandang dan pangan 3. Merehabilitasi prasarana ekonomi 4. Menggalakkan ekspor Rehabilitasi perekonomian nasional dilakukan bersama-sama oleh pemerintah dan pihak swasta. Untuk mempercepat pembangunan, pemerintah berusaha menarik modal bukan pinjaman yang diharapkan dapat mengolah sumber daya yang tersedia lebih banyak sekaligus dapat menciptakan
xcvii
lapangan kerja baru. Namun modal seperti itu membutuhkan kepastian hukum dan undang-undang. Maka pada tanggal 10 Januari 1967 pemerintah mengeluarkan Undang-undang Penanaman Modal Asing (UU PMA). Setahun kemudian menyusul dikeluarkannya Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri (UU PMDN). Pada masa itu hampir semua bidang usaha terbuka bagi modal asing kecuali untuk industri yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945 disebutkan bahwa untuk cabang industri yang berhubungan dengan orang banyak dikuasai oleh negara. Beberapa bidang tersebut adalah pelabuhan, pembangkit tenaga listrik, transmisi dan distribusi, telekomunikasi, pelayaran, penerbangan, air minum, kereta api dan media massa. Meskipun tertutup untuk PMA, pemerintah masih memberi kesempatan kepada para penanam modal asing untuk turut berpartisipasi dengan sistem kerjasama (patungan) dengan pemerintah. Selama
periode
rehabilitasi
ini,
peran
industri dalam
PDB
menunjukkan kenaikan yang sangat berarti. Pada tahun 1965, sektor industri hanya menyumbang PDB sebesar Rp 35,6 miliar. Tetapi pada tahun 1967 naik menjadi Rp 37,5 miliar dan setahun kemudian menjadi Rp 40,8 miliar. Bila dihitung atas harga dasar tahun 1960, kenaikan ini sebesar 8,8%. Kenaikan sumbangan sektor industri tidak hanya bersumber dari industri besar dan sedang, tetapi juga dari industri kecil. Pada
xcviii
tahun 1965 industri besar dan sedang menyumbang Rp 22,7 miliar dan industri kecil Rp 12,9 miliar. Sedangkan pada akhir tahun 1968 sumbangan industri besar dan sedang mencapai Rp 26,7 miliar dan industri kecil Rp 14,1 miliar. Peningkatan peran sektor industri ini terutama disebabkan oleh semakin meningkatkan pemanfaatan kapasitas terpasang. Setahun sebelum terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri nonmigas terhadap PDB nasional sebesar 22,1%, sedangkan pada tahun 2004 sebesar 24,6% dan pada tahun 2003 sebesar 25,0%. Cabang industri yang memberikan sumbangan terbesar terhadap PDB pada tahun 2004 adalah industri makanan, minuman dan tembakau, meskipun tahun 2004 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun sebelum 2003, yaitu sebesar 6,9%. Kontribusi terbesar lainnya adalah industri alat angkut, mesin dan peralatan sebesar 5,5%, produk industri pupuk, kimia serta barang dari karet sebesar 4,2%. Langkah-langkah kebijakan yang diterapkan sejak terjadinya krisis moneter sampai dengan sekarang adalah program Revitalisasi, Konsolidasi dan Restrukturisasi industri. Kebijakan ini ditempuh dengan tujuan untuk mengembalikan kinerja industri yang terpuruk akibat goncangan krisis ekonomi yang berlanjut dengan krisis multi dimensi. Industri-industri yang direvitalisasi adalah industri yang mempekerjakan banyak tenaga kerja serta yang memiliki kemampuan ekspor.
xcix
Perusahaan-perusahaan manufaktur yang dipilih pada penelitian ini adalah yang terdapat kegiatan capital lease pada laporan keuangannya. Perusahaan-perusahaan manufaktur tersebut terdapat pada tabel 4.1 berikut ini: Tabel 4.1 Kategori Perusahaan Manufaktur No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Perusahaan agis alfa retalindo apac citra centertex arwana citra mulia astra internasional bakrieland development centris multi persada p. daya sakti unggul ever shine tex fast food indonesia gunung agung indal aluminium Indocement indomobil sukses internsnl intanwijaya internasional jembo cable company lautan luas modern photo internasional pelangi indah polysindo eka perkasa Prima pyridam farma resource alam indonesia Siwani steady safe sumalindo lestari jaya suprime cable manufacturing surya toto indonesia texmaco jaya tira autenite tunas baru lampung united tractors zebra nusantara
Sumber : BEI
c
Analisis Data dan Pembahasan 1. Analisis Deskriptif a. Capital Lease Gambar 4.1 Perbandingan Capital Lease pada Perusahaan Manufaktur Periode 2003-2007 Capital lease 60.000 50.000 40.000 30.000 20.000 10.000 2003
2004
(10.000)
2005
2006
2007
capital lease
agis
alfa retalindo
apac citra centertex
arwana citra mulia
astra internasional
bakrieland development
centris multi persada p.
daya sakti unggul
ever shine tex
fast food indonesia
gunung agung
indal aluminium
Indocement
indomobil sukses internsnl
intanwijaya internasional
jembo cable company
lautan luas
modern photo internasional
pelangi indah
polysindo eka perkasa
Prima
pyridam farma
resource alam indonesia
Siwani
steady safe
sumalindo lestari jaya
suprime cable manufacturing
surya toto indonesia
texmaco jaya
tira autenite
tunas baru lampung
united tractors
zebra nusantara
Sumber : (BEI) data diolah. Pada Gambar 4.1 di atas terlihat bahwa perusahaan yang memiliki transaksi capital lease yang mengalami kenaikan tertinggi pada tahun 2003 adalah perusahaan Astra Internasional sebesar 11.583, tahun ci
2004 adalah perusahaan Modern Photo Internasional sebesar 5.717, tahun 2005 perusahaan Alfa Retalindo sebesar 3.907, untuk tahun 2006 perusahaan Steady Safe sebesar 53.016, sedangkan tahun 2007 perusahaan yang mengalami kenaikan adalah Apac Citra Centertex sebesar 11.583. Dari hasil rata-rata perusahaan yang memiliki transaksi capital lease paling tinggi adalah perusahaan Steady Safe. Sehingga mempunyai rata-rata (mean) capital lease sebesar 10.409 lebih besar jika dibandingkan mean perusahaan-perusahaan lain. Hal ini menunjukan selama tahun 2003 – 2007 perusahaan Steady Safe menggunakan capital lease lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan lainnya, hal ini membuktikan bahwa alternatif pembelian melalui sewa guna usaha dengan hak opsi (capital lease) merupakan alternatif yang paling menguntungkan karena penghematan pajak yang diperoleh perusahaan untuk alternatif ini lebih besar dibandingkan altematif pembelian melalui kredit bank. Dengan demikian akan lebih menguntungkan bagi perusahaan jika memilih altematif pembelian melalui sewa guna usaha dengan hak opsi (capital lease) sebagai dasar pengambilan keputusan dalam memperoleh aktiva tetap.
cii
b. ROI Gambar 4.2 Perbandingan ROI pada Perusahaan Manufaktur Periode 2003-2007 ROI
0.300 0.200 0.100 (0.100)
2003
2004
2005
2006
2007
ROI
(0.200) (0.300) (0.400) (0.500) (0.600) agis
alfa retalindo
apac citra centertex
arwana citra mulia
astra internasional
bakrieland development
centris multi persada p.
daya sakti unggul
ever shine tex
fast food indonesia
gunung agung
indal aluminium
Indocement
indomobil sukses internsnl
intanwijaya internasional
jembo cable company
lautan luas
modern photo internasional
pelangi indah
polysindo eka perkasa
Prima
pyridam farma
resource alam indonesia
Siwani
steady safe
sumalindo lestari jaya
suprime cable manufacturing
surya toto indonesia
texmaco jaya
tira autenite
tunas baru lampung
united tractors
zebra nusantara
Sumber : (BEI) data diolah. Pada Gambar 4.2 di atas terlihat bahwa perusahaan Fast Food Indonesia mempunyai nilai positif dari tahun 2003 sampai tahun 2007 yaitu sebesar 0.148, 0.149, 0.139, 0.182, 0.214 dengan total jumlah 0.831 yang memperoleh rata-ratanya (mean) ROI sebesar 0.166 lebih besar jika dibandingkan mean perusahaan-perusahaan lainnya.
ciii
Hal ini menunjukan selama tahun 2003–2007 ROI perusahaan Fast Food Indonesia mempunyai nilai yang relatif lebih baik bila dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lainnya, semakin tinggi ROI semakin bagus karena perolehan laba yang dihasilkan pada perusahaan tersebut semakin besar. Selain itu, ROI merupakan alat pengukur prestasi yang komprehensif mempengaruhi
yang
sensitif
keadaan
terhadap
keuangan
setiap
perusahaan
pengaruh serta
yang
perhatian
manajemen dititik beratkan pada maksimasi laba atas modal yang diinvestasikan.
civ
c. EVA Gambar 4.3 Perbandingan EVA pada Perusahaan Manufaktur Periode 2003-2007 EVA 50.000 40.000 30.000 20.000 10.000 2003
(10.000)
2004
2005
2006
2007
EVA (20.000) (30.000)
agis
alfa retalindo
apac citra centertex
arwana citra mulia
astra internasio nal
bakrieland develo pment
centris multi persada p.
daya sakti unggul
ever shine tex
fast foo d indonesia
gunung agung
indal aluminium
Indo cement
indomo bil sukses internsnl
intanwijaya internasio nal
jembo cable co mpany
lautan luas
modern photo internasio nal
pelangi indah
po lysindo eka perkasa
P rima
pyridam farma
resource alam indo nesia
Siwani
steady safe
sumalindo lestari jaya
suprime cable manufacturing
surya to to indo nesia
texmaco jaya
tira autenite
tunas baru lampung
united tractors
zebra nusantara
S umber : (BEI) data diolah. Pada Gambar 4.3 di atas terlihat bahwa EVA pada perusahaan Ever Shine Tex mengalami kenaikan yang signifikan pada tahun 2005 yaitu sebesar
41.770 bila dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan
lainnya. cv
Sehingga perusahaan Ever Shine Tex mempunyai rata-rata (mean) EVA sebesar 11.819 lebih besar jika dibandingkan mean perusahaanperusahaan yang lain. Hal ini menunjukan selama tahun 2003 – 2007 perusahaan Ever Shine Tex menggunakan EVA lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan lainnya, hal ini membuktikan bahwa EVA yang positif menunjukkan bahwa manajemen perusahaan berhasil meningkatkan nilai perusahaan sesuai dengan tujuan manajemen keuangan dalam memaksimumkan nilai perusahaan.
cvi
d. Debt to Equity Gambar 4.4 Perbandingan Debt to Equity pada Perusahaan Manufaktur Periode 2003-2007 Debt to Equity
90.000 80.000 70.000 60.000 50.000 40.000 30.000 20.000 10.000 (10.000)
2003
2004
2005
2006
2007
Deb to Equity
(20.000) agis
alfa retalindo
apac citra centertex
arwana citra mulia
astra internasional
bakrieland development
centris multi persada p.
daya sakti unggul
ever shine tex
fast food indonesia
gunung agung
indal aluminium
Indocement
indomobil sukses internsnl
intanwijaya internasional
jembo cable company
lautan luas
modern photo internasional
pelangi indah
polysindo eka perkasa
Prima
pyridam farma
resource alam indonesia
Siwani
steady safe
sumalindo lestari jaya
suprime cable manufacturing
surya toto indonesia
texmaco jaya
tira autenite
tunas baru lampung
united tractors
zebra nusantara
Sumber : (BEI) data diolah. Pada Gambar 4.4 di atas terlihat bahwa perusahaan Gunung Agung mempunyai rata-rata (mean) Debt to Equity sebesar 27.217 lebih besar jika dibandingkan dengan mean perusahaan-perusahaan lainnya. Hal ini menunjukan selama tahun 2003–2007 Debt to Equity perusahaan Gunung Agung mempunyai nilai yang relatif tinggi dibandingkan
cvii
dengan perusahaan lainnya, semakin tinggi Debt to Equity semakin tidak baik karena perolehan laba yang dihasilkan pada perusahaan tersebut semakin menurun. 2. Pengujian Hipotesis a. Stasioneritas Data
Tabel 4.2 Stasioneritas Data Perusahaan Null Hypothesis: ROI has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-14.04978 -3.470427 -2.879045 -2.576182
0.0000
Null Hypothesis: EVA has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-13.25901 -3.470427 -2.879045 -2.576182
0.0000
Null Hypothesis: Debt to Equity has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
cviii
t-Statistic
Prob.*
-4.664798 -3.470934 -2.879267 -2.576301
0.0002
Null Hypothesis: CAPITALLEASE has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-5.970332 -3.470679 -2.879155 -2.576241
0.0000
Sumber : Data diolah, 2009. Pada data tabel 4.2 di atas menghasilkan Uji Akar Unit dengan menggunakan uji ADF test untuk mengidentifikasi data yang telah stasioner dan yang belum stasioner. Berdasarkan hasil pengujian pada rasio ROI, EVA, Debt to Equity, dan Capital Lease ditemukan bahwa semua variabel stasioner tanpa intercept yang berarti Ho ditolak.
cix
b. Uji Kausalitas Granger Tabel 4.3 Hasil Uji Kausalitas Granger dengan Variabel ROI dan Capital Lease Pairwise Granger Causality Tests Date: 02/06/10 Time: 11:42 Sample: 1 165 Lags: 2 Null Hypothesis:
Capital Lease does not Granger Cause ROI ROI does not Granger Cause Capital Lease Sumber : Data diolah, 2009
Obs
F-Statistic
Probability
163
0.12741 1.04718
0.88046 0.35335
Dari pengujian data pada tabel 4.3 di atas dapat disampaikan, bahwa dengan tingkat keyakinan 95% maka dapat dinyatakan bahwa secara statistik data mendukung hipotesa yang menyatakan Capital Lease tidak menyebabkan (granger cause) ROI. Untuk melakukan pengujian hipotesis dapat juga digunakan konsep P-Value. Konsep ini membandingkan α dengan nilai PValue. Jika nilai P-Value kurang dari α maka Ho akan ditolak. Pada kasus diatas dengan tingkat keyakinan 95%, maka pada pengujian pertama dengan variabel bebas Capital Lease yang memiliki nilai P-Value lebih dari α yaitu = yang dihasilkan lebih kecil dari F kritis atau
0.88046 dan F stat 0.12741 < 2.66.
Sehingga pada pengujian ini Ho diterima. Pada pengujian kedua dengan variabel terikat Capital Lease yang memiliki nilai P-Value lebih dari α yaitu = 0.35335 dan
cx
karena F stat lebih besar dari F kritis atau 1.04718 < 2.66. Sehingga pada pengujian ini Ho juga diterima. Berdasarkan pengujian pertama dan kedua diperoleh variabel Capital Lease dan ROI tidak memiliki hubungan kausalitas, dimana pada pengujian pertama Ho diterima sehingga Capital Lease tidak menyebabkan ROI dan pada pengujian kedua Ho juga diterima sehingga ROI tidak menyebabkan Capital Lease. Hasil pengujian ini mengindikasikan bahwa Perlakuan capital lease terhadap ROI akan mengakibatkan laba mengalami penurunan dan aktiva mengalami peningkatan. Karena perhitungan ROI adalah laba/rugi dibagi dengan jumlah total aktiva.
Tabel 4.4 Hasil Uji Kausalitas Granger dengan Variabel EVA dan Capital Lease cxi
Pairwise Granger Causality Tests Date: 02/06/10 Time: 11:15 Sample: 1 165 Lags: 5 Null Hypothesis:
Capital Lease does not Granger Cause EVA EVA does not Granger Cause Capital Lease Sumber : Data diolah, 2009
Obs
F-Statistic
Probability
160
0.32666 2.96776
0.89629 0.01389
Berdasarkan hasil pengujian kausalitas granger pada tabel 4.4 di atas dapat dijelaskan bahwa dengan tingkat keyakinan 95% maka dapat dinyatakan bahwa secara statistik data mendukung hipotesa yang menyatakan Capital Lease tidak menyebabkan (granger cause) EVA. Untuk melakukan pengujian hipotesis dapat juga digunakan konsep P-Value. Konsep ini membandingkan α dengan nilai PValue. Jika nilai P-Value kurang dari α = 5% maka Ho akan ditolak. Pada kasus diatas dengan tingkat keyakinan 95%, maka pada pengujian pertama dengan variabel Capital Lease yang memiliki nilai P-Value lebih dari α yaitu = 0.89629 dan karena F stat lebih kecil dari F kritis atau 0.32666 < 2.66. Sehingga pada pengujian ini Ho diterima. Pada pengujian kedua dengan variabel terikat Capital Lease yang memiliki nilai P-Value kurang dari α yaitu = 0.01389 dan F stat yang dihasilkan lebih besar dari F kritis atau 2.96776 > 2.66. Sehingga pada pengujian ini Ho ditolak. Berdasarkan pengujian pertama dan kedua diperoleh variabel Capital Lease dan EVA tidak memiliki hubungan kausalitas, dimana cxii
pada pengujian pertama Ho diterima sehingga Capital Lease tidak menyebabkan EVA dan sedangkan pada pengujian kedua Ho ditolak sehingga EVA menyebabkan Capital Lease. Hasil pengujian ini mengindikasikan bahwa Pencatatan transaksi aktiva sewa guna usaha sebagai capital lease yaitu sewa guna usaha (leasing) diakui sebagai aktiva tetap yang terdapat dalam laporan neraca. Pencatatan transaksi sewa guna usaha dengan capital lease akan menyebabkan hal-hal berikut ini: a. Kenaikan dalam jumlah hutang yang dilaporkan b. Kenaikan dalam jumlah total aktiva (khususnya aktiva berumur panjang) c. Laba yang lebih rendah pada awal umur lease. Perlakuan capital lease terhadap EVA akan mengakibatkan laba operasi mengalami penurunan dan jumlah hutang mengalami peningkatan. Karena perhitungan EVA adalah selisih antara laba operasi bersih setelah pajak dengan biaya modal. .
Tabel 4.5 Hasil Uji Kausalitas Granger dengan Variabel Debt to Equity dan Capital Lease Pairwise Granger Causality Tests Date: 02/06/10 Time: 10:59 Sample: 1 165
cxiii
Lags: 2 Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Probability
Capital Lease does not Granger Cause Debt to Equity Debt to Equity does not Granger Cause Capital Lease
163
0.30122 1.61020
0.74034 0.20311
Sumber : Data diolah, 2009 Berdasarkan hasil pengujian kausalitas granger pada tabel 4.5 di atas dapat dijelaskan bahwa dengan tingkat keyakinan 95% maka dapat dinyatakan bahwa secara statistik data mendukung hipotesa yang menyatakan Capital Lease tidak menyebabkan (granger cause) Debt to Equity. Untuk melakukan pengujian hipotesis dapat juga digunakan konsep P-Value. Konsep ini membandingkan α dengan nilai PValue. Jika nilai P-Value kurang dari α = 5% maka Ho akan ditolak. Pada kasus diatas dengan tingkat keyakinan 95%, maka pada pengujian pertama dengan variabel bebas Capital Lease yang memiliki nilai P-Value lebih dari α yaitu = 0.74034 dan karena F stat lebih kecil dari F kritis atau 0.30122 < 2.66. Sehingga pada pengujian ini Ho diterima. Pada pengujian kedua dengan variabel terikat Capital Lease yang memiliki nilai P-Value lebih dari α yaitu = 0.20311 dan F stat yang dihasilkan lebih kecil dari F kritis atau 1.61020 < 2.66. Sehingga pada pengujian ini Ho diterima. Berdasarkan pengujian pertama dan kedua diperoleh variabel Capital Lease dan Debt to Equity tidak memiliki hubungan kausalitas, dimana pada pengujian pertama Ho diterima sehingga
cxiv
Capital Lease tidak menyebabkan (granger cause) Debt to Equity dan pada pengujian kedua Ho juga diterima sehingga Debt to Equity tidak menyebabkan (granger cause) Capital Lease. Hasil pengujian ini mengindikasikan bahwa Debt to Equity dengan capital lease yang besar, akan mengakibatkan jumlah hutang yang tinggi. Karena perhitungan Debt to Equity adalah jumlah hutang dibagi dengan modal sendiri.
3. Interprestasi Dari hasil perhitungan uji akar unit dengan menggunakan uji Augmented Dicky-Fuller (ADF) test dalam hal menstasionerkan data.
cxv
Dapat disimpulkan bahwa berdasarkan hasil pengujian Augmented DickyFuller pada rasio ROI, EVA, Debt to Equity, dan Capital Lease ditemukan bahwa semua variabel stasioner tanpa intercept. Hasil atau nilai yang didapat dari hasil perhitungan uji akar unit dengan menggunakan uji Augmented Dicky-Fuller pada rasio ROI untuk statistik t sebesar -14.04978 dan nilai prob yang lebih kecil dari 0,05 sebesar 0,000. Sehingga hasil tersebut menunjukkan bahwa data ROI stasioner. Untuk hasil atau nilai yang didapat Dari hasil perhitungan uji akar unit dengan menggunakan uji Augmented Dicky-Fuller pada rasio EVA untuk statistik t sebesar -13.25901 dan nilai prob yang lebih kecil dari 0,05 sebesar 0,000. Lalu pada rasio Debt to Equity untuk statistik t sebesar 4,664798 dan nilai prob yang lebih kecil dari 0,05 sebesar 0,0002. Sehingga hasil kedua rasio tersebut menunjukkan bahwa data stasioner. Pada rasio Capital Lease dalam uji akar unit dengan menggunakan uji Augmented Dicky-Fuller diperoleh hasil atau nilai untuk statistik t sebesar -5.970332 dan nilai prob yang lebih kecil dari 0,05 sebesar 0,000. Sehingga hasil tersebut menunjukkan bahwa data Capital Lease stasioner. Lalu setelah data semua variabel yang dihasilkan stasioner langkah yang dilakukan selanjutnya adalah melakukan uji kausalitas granger. Hasil uji kausalitas granger pada penelitian ini adalah tidak ada variabel terikat dengan variabel bebas yang menyebabkan kausalitas (granger cause).
cxvi
Berdasarkan pengujian pertama dan kedua untuk variabel Capital Lease dan ROI mengindikasikan bahwa tidak memiliki atau tidak terjadi hubungan kausalitas, di mana pada pengujian pertama Ho diterima dikarenakan memiliki nilai P-Value lebih dari α yaitu = 0.88046. Sehingga Capital Lease tidak menyebabkan ROI. Pada pengujian kedua Ho juga diterima dengan nilai P-Value lebih dari α yaitu = 0.35335 yang artinya ROI juga tidak menyebabkan Capital Lease. Untuk hasil pengujian pada variabel EVA dan Capital Lease dapat dinyatakan bahwa secara statistik data mendukung hipotesa yang menyatakan Capital Lease tidak menyebabkan (granger cause) EVA. Dengan pengujian pertama yang memiliki nilai P-Value lebih dari α yaitu = 0.89629 dan pengujian kedua yang hasilnya adalah nilai P-Value kurang dari α yaitu = 0.01389. Sedangkan pada variabel Debt to Equity dan Capital Lease hasil pengujian dapat dinyatakan tidak menyebabkan (granger cause). Karena pada pengujian pertama nilai P-Value melebihi dari α yaitu = 0.74034 dan pengujian yang kedua nilai P-Value melebihi dari α yaitu = 0.20311. Lalu pada pengujian ini pula dapat diketahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat yang hasilnya adalah variabel bebas tidak mempunyai pengaruh terhadap ketiga variabel terikat.
cxvii
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
Kesimpulan Dari hasil pembahasan pada penelitian ini, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Dari hasil perhitungan uji akar unit dengan menggunakan uji Augmented Dicky-Fuller (ADF) test dalam hal menstasionerkan data, dengan menggunakan laporan keuangan selama 5 tahun dari tahun 2003-2007 terhadap 33 perusahaan manufaktur yang terdaftat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dapat disimpulkan bahwa berdasarkan hasil pengujian Augmented Dicky-Fuller pada variabel ROI, EVA, Debt to Equity, dan Capital Lease ditemukan bahwa semua variabel stasioner tanpa intercept. Berdasarkan hasil uji kausalitas granger dapat diperoleh bahwa dalam pengujian ini tidak ada sama sekali yang menyebabkan (granger cause) antara variabel independen (Capital Lease) dengan variabel dependen (ROI, EVA , dan Debt to Equity). 3. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 3 (tiga) rasio keuangan pada uji kausalitas granger berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan yaitu pengujian pengaruh capital lease terhadap ROI, EVA dan Debt to Equity, maka dapat ditarik kesimpulan yaitu hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan confidence interval 95%, ketiga hipotesis nol tidak dapat ditolak (Ho diterima) karena hasilnya tidak signifikan (F stat < F kritis), sehingga dapat dinyatakan bahwa penelitian ini tidak berhasil menunjukkan adanya pengaruh yang
cxviii
berarti antara komponen ROI, EVA dan Debt to Equity dalam perlakuan capital lease.
Implikasi Hendaknya bagi manajemen perusahaan yang bergerak di sektor industri perusahaan manufaktur dalam melakukan transaksi capital lease minimal satu tahun sekali melakukan evaluasi agar dapat mengetahui apakah dari transaksi tersebut mengurangi laba atau justru menambah laba karena dapat mempengaruhi kinerja suatu perusahaan. bagi perusahaan yang ingin lebih meningkatkan asset yang dimilikinya yaitu dengan cara meningkatkan aktiva lancar seperti mengelola kas dan piutang secara lebih efektif, mengelola hutang dengan lebih efektif agar pajak yang akan dibayar perusahaan menjadi lebih sedikit. Perusahaan juga harus bisa mengelola laba yang ada secara efektif sehingga perusahaan bisa survive dalam jangka panjang. perlunya untuk terus menggalakan upaya-upaya yang dapat mendorong kearah peningkatan pencapaian laba. Bagi investor yang akan melakukan investasi sahamnya pada perusahaan-perusahaan manufaktur hendaknya memilih perusahaan yang memiliki kinerja keuangan yang baik untuk mengurangi tingkat resiko yang ada.
1. Saran-saran 1. sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan manufaktur yang masih terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode cxix
2003-2007. disarankan pada penelitian mendatang sampel yang dipilih bukan hanya perusahaan-perusahaan yang masih terdaftar di BEI tetapi juga perusahaan-perusahaan yang sudah tidak terdaftar di BEI. 2. penelitian ini hanya menggunakan 5 tahun periode penelitian. Diharapkan penelitian lain dapat meneliti lebih banyak sampel dan memperpanjang waktu penelitian. 3. sampel
dalam
penelitian
ini
adalah
hanya
33
perusahaan
manufaktur.disarankan pada penelitian mendatang dapat menambah jumlah sampel menggunakan data dari seluruh perusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia (BEI).
cxx