DAFTAR PUSTAKA 1. Complete Specification : Acylation of Ricinoleic Esters (1968), U.K. Pat. No. 590,386. 2. Denis, J., Durans, J-P. (1991), Modification of Wax Crystallization in Petroleum Products, Revue de L’Institut francais du Petrole, 40,5, 637– 648. 3. Diaz, M. F., dkk (2006), Comparative Study of Ozonized Olive Oil and Ozonized Sunflower Oil, Journal of Bazilian Chemical Society, 17, 2, 403 – 407. 4. Dunn, R.O. dan M.O. Bagby (1995), Low Temperature Properties of Triglyseride/Base Diesel Fuels : Transesterified Methyl Esters and Petroleum Middle Distillates/ Esters Blends, J.Am.Oil Chemistry Society, 72, 895 - 904. 5. Dunn, R.O. dan M.O. Bagby (1996), Improving The Low Temperature Properties of Alternatives Diesel Fuels : Vegetable Oils/Derived Methyl Esters, J.Am.Oil Chemistry Society, 73, 1719 – 1728. 6. El-Gamal, I.M., dkk.(1996), Polymeric Structures as Cold Flow Improvers for Waxy Distillate Fuels and Crudes, Fuel Journal, Elsevier, 7 5, 6, 743 – 750. 7. El-Gamal, I.M., dkk. (1997), Polymeric Structures as Cold Flow Improvers for Waxy residual Fuel Oil, Fuel Journal, Elsevier, 7 5, 6, 1471– 1478. 8. Feldman, N., dkk. (1980), Combination of Ethylene Polymer, Normal Paraffin Wax and Nitrogen Containing Compound to Improve Cold Flow Properties of Distillate Fuel Oils, US Patent 4,210,424. 9. Holder, G.A., Winkler, J., (1965), Wax Crystallization from distillate Fuels, Journal of The Institute of Petroleum, 51,499, 243 – 252. 10. Lewtas, K., dkk. (1988), Middle Distillate Compositions with Reduced Wax Crystal Size, European Patent Application, 0 261 958. 11. Machado, A.LL.C., dkk. (2001), Poly(ethylene-co-vinyl acetate) (EVA) as Wax Inhibitor of a Brazilian Crude Oil : Oil Viscosity, Pour Point and Phase Behavior of Organic Solution, Journal of Petroleum Science & Engineering, 32, 159 – 165. 12. Machado, A.LL.C., dkk. (2002), Influence of Ethylene-co-Vinyl Acetate Copolimers on the Flow Properties of Wax Synthetic Systems, Journal of Applied Polymer Science, 85, 1337 – 1348.
38
13. Mittelbach, M. (Remschmidt, C. (2004), Biodiesel: The Comprehensive Handbook, Boersedurck Ges.m.b.H. Viena., 9 – 160. 14. Mullin, J.W. (1965), Crystallization, dalam Kirk Othmer Encylopedia of Chemical Engineering, Kirk Othmer, Editor, John Willey & Son. 15. PERTAMINA ( 2004), Bio Solar, www.pertamina.com. 16. Soerawidjaja, T.H. (2006), Fondasi-Fondasi Ilmiah dan Keteknikan dari Teknologi Pembuatan Biodiesel, Seminar Nasional “Biodiesel Sebagai Energi Alternatif Masa Depan” ,UGM Yogyakarta. 17. Tack, R.D.,dkk. (1982), Two Component Flow Improver Additive for Middle Distillate Fuel Oils, UK Patent Application, 2 095 698. 18. Tat, M.E. dan Van Gerpen, J.H. (2003), Fuel Property Effects on Biodiesel, ASAE Paper 036034, dipresentasikan pada the American Society of Agricultural Engineers 2003 Annual Meeting, Las Vegas, NV 19. Van Gerven, J., Shanks, B., dkk. (2004), Biodiesel Analytical Methods, National Renewable Energy Laboratory United States.. 20. Wells, A.F. (1965), Crystals, dalam Kirk Othmer Encylopedia of Chemical Engineering, Kirk Othmer, Editor, John Willey & Son, 1965. 21. Zhang, J., dkk. (2003)., Study on Performance Mechanism of Pour Point Depressant with differential scanning Calorimetric and X-ray Diffraction Methods, Fuel Journal, 82, 1419 – 1426.
39
LAMPIRAN A PENGUJIAN TITIK AWAN (ASTM D 2500--91)
Alat : 1. Tabung sampel, berbentuk silinder, bagian dasar rata, diameter luar 33,2 mm dan tinggi 115 sampai 125 mm 2. Termometer, dengan rentang temperatur High cloud and pour
-38 sampai +50°C
Low cloud and pour
-80 sampai +20°C
3. Cork, untuk mengatur posisi tabung sampel 4. Jacket, dari bahan metal atau gelas, kedap air, bagian dasar rata, dengan ukuran tinggi 115 mm, diameter dalam 44,2 – 45,8 mm. Jacket harus disangga dengan penyangga yang kuat untuk menghindari getaran dari cooling bath 5. Disk, dengan tebal 6 mm, diletakkan pada dasar jacket untuk menyangga tabung sampel 6. Gasket, bentuk cincin dengan ketebalan 5 mm, untuk memantapkan posisi tabung sampel dalam jacket. Tujuan pemasangan gasket adalah untuk mencegah tabung sampel menyentuh dinding jacket 7. Coling bath, untuk mendinginkan sampel. Temperatur bath dipertahankan dengan menggunakan pendingin sebagai berikut: a. Air dan es untuk temperatur 10°C b. Es dan kristal NaCl untuk temperatur -12°C c. Es dan kristal CaCl2 untuk temperatur -26°C d. Aseton, metanol atau etanol yang didinginkan dengan campuran es – garam sampai -12°C, dan dengan CO2 padat (es kering) untuk mencapai temperatur yang diinginkan (sampai -57°C)
Prosedur 40
1. Kondisikan sampel pada temperatur minimal 14°C di atas titik awan yang diperkirakan. Buang uap air yang tersisa dengan cara penyaringan dengan kertas saring sampai sampel benar-benar kering. 2. Tuangkan sampel ke dalam tabung sampel 3. Tutup tabung sampel dengan cork (dan termometer) dengan posisi termometer menyentuh dasar dan sejajar dengan tabung sampel 4. Letakkan disk di dasar jacket, lalu letakkan jacket dalam medium pendingin minimal sepuluh menit sebelum pengujian. Disk, jacket, dan bagian dalam jacket harus dikeringkan sebelum digunakan. Gasket diletakkan 250mm dari dasar jacket, lalu masukkan botol sampel ke dalam jacket. 5. Pertahankan temperatur pendingin pada temperatur -1 sampai 2°C. 6. Pada setiap perubahan temperatur termometer 1°C , keluarkan tabung sampel dari jacket dengan cepat, amati apakah terbentuk awan kristal, lalu kembalikan ke dalam jacket. Langkah ini harus dilakukan dalam waktu tiga detik. Apabila awan kristal belum terbentuk sampai temperatur 10°C , pindahkan jacket dan tabung sampel ke dalam pendingin kedua dan seterusnya dengan rentang temperatur sebagai berikut: Temperatur Sampel (°C)
Temperatur Bath (°C)
+27
0
+9
-18
-6
-33
-24
-51
-42
-69
7. Titik awan adalah temperatur pada saat terbentuk awan kristal pada bagian dasar tabung sampel, dengan pendekatan temperatur sebesar 1°C.
41
Gambar Peralatan Uji Titik Awan
42
LAMPIRAN B PENGUJIAN TITIK TUANG (ASTM D 97-98)
Alat : 8. Tabung sampel, berbentuk silinder, bagian dasar rata, diameter 33,5 mm dan tinggi 115 sampai 125 mm 9. Termometer, dengan rentang temperatur High cloud and pour
-38 sampai +50°C
Low cloud and pour
-80 sampai +20°C
Melting
+32 sampai +127°C
10. Cork, untuk mengatur posisi tabung sampel 11. Jacket, dari bahan metal atau gelas, kedap air, bagian dasar rata, dengan ukuran tinggi 115 mm, diameter dalam 44,2 – 45,8 mm. Jacket harus disangga dengan penyangga yang kuat untuk menghindari getaran dari cooling bath 12. Disk, dengan tebal 6 mm, diletakkan pada dasar jacket untuk menyangga tabung sampel 13. Gasket, bentuk cincin dengan ketebalan 5 mm, untuk memantapkan posisi tabung sampel dalam jacket. Tujuan pemasangan gasket adalah untuk mencegah tabung sampel menyentuh dinding jacket 14. Coling bath, untuk mendinginkan sampel. Temperatur bath dipertahankan dengan menggunakan pendingin sebagai berikut: a. Air dan es untuk temperatur 10°C b. Es dan kristal NaCl untuk temperatur -12°C c. Es dan kristal CaCl2 untuk temperatur -26°C d. Aseton, metanol atau etanol yang didinginkan dengan campuran es – garam sampai -12°C, dan dengan CO2 padat (es kering) untuk mencapai temperatur yang diinginkan (sampai -57°C)
Prosedur 8. Masukkan sampel minyak ke dalam tabung sampel. Sebelumnya, panaskan minyak dalam water bath sehingga cukup cair untuk dituangkan ke dalam tabung sampel. Apabila sebelumnya sampel telah dipanaskan pada temperatur 43
di atas 45°C, maka diamkan sampel pada temperatur ruang selama 24 jam sebelum pengujian. 9. Tutup tabung sampel dengan cork (dan termometer). Posisi termometer koaksial dengan tabung sampel, dan termometer terendam dalam sampel, dengan kapilernya terletak 3 mm di bawah permukaan sampel. 10. Pengujian titik tuang: a. Apabila titik tuang sampel di atas -33°C, panaskan sampel tanpa pengadukan 9°C di atas perkiraan titik tuang, minimum sampai 45°C dalam water bath yang dipertahankan pada temperatur 12°C di atas titik tuang (minimal 48°C). Pindahkan tabung sampel ke dalam water bath yang dipertahankan pada temperatur 54°C dan mulai amati titik tuang, b. Apabila titik tuang di bawah -33°C, panaskan sampel tanpa pengadukan sampai temperatur 45°C dalam bath yang dipertahankan pada temperatur 48°C dan dinginkan sampai 12°C dalam air yang dipertahankan pada temperatur 6°C. 11. Keringkan disk, gasket, dan bagian dalam jacket. Letakkan disk pada dasar jacket, dan gasket di sekeliling tabung sampel sekitar 25 mm dari dasar. Masukkan tabung sampel ke dalam jacket. 12. Dinginkan sampel hingga terbentuk cairan kental, jaga agar sampel tidak terganggu oleh pergeseran termometer. 13. Lakukan pengamatan pada rentang temperatur 3°C. Pengamatan mulai dilakukan pada temperatur 9°C di atas perkiraan titik tuang. a. Setiap 3°C, keluarkan tabung sampel dari dalam jacket, sisihkan uap air yang menempel pada dinding tabung, miringkan tabung dn perhatikan apakah terjadi pergerakan sampel dalam tabung. Prosedur ini harus dilakukan dalam waktu tiga detik. b. Apabila sampel tidak berhenti mengalir pada temperatur 27°C, pindahkan tabung sampel ke dalam bath yang memiliki temperatur lebih rendah dengan rentang sebagai berikut:
44
Temperatur Sampel (°C)
Temperatur Bath (°C)
+27
0
+9
-18
-6
-33
-24
-51
-42
-69
c. Pada saat sampel dalam tabung mulai tidak mengalir, letakkan tabung pada posisi horizontal selama lima detik dan amati dengan teliti. Apabila terjadi pergerakan sampel, kembalikan tabung ke dalam jacket dan teruskan pengujian. 14. Lanjutkan pengujian sampai sampel dalam tabung tidak mengalami pergerakan ketika diletakkan pada posisi horizontal selama 5 detik. Pada saat itu, temperatur yang terbaca pada termometer merupakan titik tuang sampel.
Gambar Peralatan Uji Titik Tuang 45
FBI-A01-03 LAMPIRAN C Metode Analisis Standar untuk Angka Asam Biodiesel Ester Alkil
Definisi Dokumen metode analisis standar ini menguraikan prosedur untuk menentukan angka asam biodiesel dengan proses titrimetri. Angka asam adalah banyaknya miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam bebas didalam 1 g sampel biodiesel, sekalipun terdiri atas asam-asam lemak bebas, sisa-sisa asam mineral jika ada, juga akan tercakup di dalam angka asam yang ditentukan dengan prosedur ini.
Lingkup Dapat diterapkan untuk biodiesel yang berupa ester alkil (metil, etil, isopropil, dsj) dari asam-asam lemak serta berwarna pucat.
Peralatan 1. Labu erlenmeyer 250 atau 350 ml 2. Buret mikro 10 ml dengan skala 0,02 atau 0,05 ml 3. Neraca analitik dengan ketelitian ukur ± 0,05 g atau lebih baik.
Larutan-larutan 1. Larutan 0,1 N KOH dalam etanol 95%-v (jika tak tersedia etanol 95%-v, isopropanol kering/absolut). Refluks campuran 1,2 l etanol 95%-v (lihat catatan peringatan) dengan 10 g KOH dan 6 g pelet alumunium (atau alumunium foil) selama 1 jam. Kemudian tampung 1 l alkohol distilat berikutnya dalam wadah bersih bertutup gelas. Larutkan 7 g KOH mutu reagen atau pro analisis ke dalam 1 l alkohol distilat tersebut; biarkan selama 5 hari untuk mengendapkan pengotor-pengotor dan kemudian dekantasi larutan jernihnya ke dalam botol gelas coklat bertutup karet. Normalitas larutan ini harus diperiksa/ distandarkan setiap akan digunakan (lihat catatan no. 1)
46
2. Larutan fenolftalein. Fenolftalein sebanyak 10 g dilarutkan dalam 1 l etanol 95%-v 3. Campuran pelarut yang terdiri atas 50%-v dietil eter dan 50%-v etanol 95%-v, atau 50%-v toluen dan 50%-v etanol 95%-v atau 50%-v toquen dan 50%-v isopropanol (lihat catatan peringatan). Campuran pelarut ini harus dinetralkan dengan larutan KOH (larutan no.1) dan indikator fenolftalein (larutan no. 2, 0,3 ml per 100 ml campuran pelarut sesaat sebelum digunakan.
Prosedur analisis 1. Timbang 19-21 ± 0,05 g sampel biodiesel ester alkil ke dalam sebuah labu erlenmeyer 250 ml 2. Tambahkan 100 ml campuran pelarut yang telah dinetralkan ke dalam labu erlenmeyer tersebut 3. Dalam keadaan teraduk kuat, titrasi larutan isi labu erlenmeyer dengan larutan KOH dalam alkohol sampai kembali berwarna merah jambu dengan intensitas yang sama seperti pada campuran pelarut yang telah dinetralkan diatas. Warna merah jambu ini harus bertahan paling sedikitnya 15 detik. Catat volume titran yang dibutuhkan (V ml).
Perhitungan
Angka asam (A a ) =
56,1 x V x N mg KOH/g biodiesel W
dengan: V = volume larutan KOH alkoholik yang dibutuhkan pada titrasi, ml N = normalitas eksak larutan KOH alkoholik W = berat sampel biodiesel ester alkil, g Nilai angka asam yang dilaporkan harus dibulatkan sampai dua desimal (dua angka dibelakang koma).
47
Catatan Peringatan
Etanol merupakan zat yang mudah tebakar. Lakukan pemansan atau penguapan etanol di dalam lemari asam. KOH seperti alkali-alkali lainnya dapat membakar kulit, mata dan saluran pernapasan. Kenakan sarung tangan karet tebal dan pelindung muka untuk menangkal bahaya larutan alkali pekat. Gunakan peralatan penyingkir asap atau topeng gas untuk melindungi saluran pernapasan dari uap atau debu alkali. Pada waktu bekerja dengan bahan-bahan sangat basa seperti KOH, tambahkan selalu pelet-pelet basa ke air/akuades dan bukan sebaliknya. Alkali bereaksi sangat eksoterm jika dicampur dengan air. Persiapkan sarana utuk mengurung larutan basa kuat jika bejana pencampur sewaktu-waktu pecah/retak atau bocor akibat besarnya kalor pelarutan yang dilepaskan. Dietil eter sangat mudah menguap dan terbakar serta dapat membentuk peroksida yang eksplosif. Tangani dengan hati-hati. Toluen sangat mudah terbakar dan merupakan sumber risiko kebakaran. Batas eksplosifnya dalam udara adalah 1,27 – 7%-v. Zat ini juga beracun jika termakan, terhisap atau terabsorpsi oleh kulit. Angka ambang kehadirannya di udara tempat kerja adalah 100 ppm-v. Oleh karena itu, penanganannya harus dilakukan di dalam lemari asam. Isopropanol (isopropil alkohol atau 2-propanol) adalah zat yang mudah terbakar. Batas eksplosifnya di udara adalah 2 – 12%-v. Zat ini toksik jika termakan dan terhisap. Angka ambang kehadirannya di udara tempat kerja adalah 400 ppm-v.
Catatan bernomor
1. Standarisasi (penentuan normalitas) larutan KOH dalam alkohol (≈ 0,1 N) . Prosedur A : dengan kalium hidrogen ftalat. Timbang seksama kira-kira 100 mg kalium hidrogen ftalat kering (KHC8H4O4) dan larutkan dalam sebuah gelas piala ke dalam 100 ml akuades. Tambahkan 0,5 ml larutan indikator fenolftalein. Isi buret dengan larutan KOH dalam alkohol yang akan distandarkan. Atur posisi gelas piala pada pelat pengaduk sehingga ujung buret cukup dekat dengan permukaan cairan, untuk menjamin semua percikan 48
jatuh ke dalam cairan dalam gelas piala tersebut. Sambil terus diaduk, titrasi isi gelas piala dengan larutan KOH beralkohol sampai ke titik akhir munculnya warna merah jambu. Catat volume larutan KOH dalam alkohol yang dibutuhkan (VKOH, ml) dan hitung normalitasnya (N) dengan formula =
WKHF (VKOH x 204,21)
dengan: WKHF = berat kalium hidrogen ftalat yang ditimbang diatas, mg 204,21 = berat molekul hidrogen ftalat. Prosedur B : dengan HCl. Pipet tepat larutan HCl 0,1 ± 0,0005 N ke dalam sebuah gelas piala yang berisi 100 ml akuades. Tambahkan 0,5 ml larutan indikator fenolftalein. Isi buret dengan larutan KOH dalam alkohol yang akan distandarkan. Atur posisi gelas piala pada pelat pengaduk sehingga ujung buret cukup dekat dengan permukaan cairan, untuk menjamin semua percikan jatuh ke dalam cairan dalam gelas piala tersebut. Sambil terus diaduk, titrasi isi gelas piala dengan larutan KOH beralkohol sampai ke titik akhir munculnya warna merah jambu. Catat volume larutan KOH dalam alkohol yang dibutuhkan (VKOH, ml) dan hitung normalitasnya (N) dengan formula
N=
5 . N HCl VKOH
Dengan NHCl = normalitas eksak (sampai empat angka dibelakang koma) larutan HCl.
49