Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………..
i
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………………………..
iii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………………………….
Iv
I
PENDAHULUAN ……………………………………………………………………..
I-1
1.1. Latar Belakang
………………………………………………………………
I-1
1.2. Maksud dan Tujuan ……………………………………………………………
I-4
1.3. Ruang Lingkup Pekerjaan …………………………………………………
I-6
1.4. Landasan Hukum …..………………………………………………………..
I-6
PENDEKATAN KONSEP ……………………………………………………………
II-1
2.1. Pengertian-Pengertian ……………………………………………………….
II-1
2.2. Tembakau dan Industri Rokok ………………………………………….
II-9
METODOLOGI ……………..………………………………………………………..
III-1
3.1. Metode Pendekatan .………………………………………………………..
III-1
3.2. Metode Analisis ……………………………………………………………….
III-1
3.3. Lokasi Kegiatan ……………………………………………………………….
III-6
3.4. Tahap Pelaksanaan ………………………………………………………….
III-7
KONDISI PERTEMBAKAUAN SAAT INI ..……………………………………
IV-1
4.1. Peran Komoditas Tembakau ….…………………………………………
IV-1
4.2. Kondisi Umum Pertembakauan di Kabupaten Bandung ……….
IV-6
4.3. Keragaan Tembakau Setiap Kecamatan di Kabupaten Bandung
IV-40
4.4. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Tembakau di
IV-50
II
III
IV
Kabupaten Bandung ………………………………………………………… V
PROSPEK, POTENSI DAN ARAH PENGEMBANGAN …..…………………
V-1
5.1. Prospek ………………………………………………………………………….
V-1
5.2. Potensi …………………………………………………………………………..
V-2
5.3. Arah Pengembangan ….……………………………………………………
V-5
i
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
VI
VII
KEBIJAKAN, STRATEGI DAN PROGRAM PENGEMBANGAN ….………
VI-1
6.1. Kebijakan ……………………………………………………………………….
VI-1
6.2. Sistem Pengembangan
VI-3
………………………….……………………….
6.3. Program dan Kegiatan Pengembangan Agribisnis Tembakau
VI-6
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI …………..………………………………
VII-1
7.1. Kesimpulan ……………………………………………………………………….
VII-1
7.2. Rekomendasi
VII-2
………………………….……………………………………..
DAFTAR PUSTAKA
ii
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
DAFTAR TABEL Tabel
Uraian
Halaman
2.1.
Target dan Realisasi Penerimaan Cukai Anggaran Pendapatan Belanja Negara 2005- 2010 ……………………….. Penerimaan DBHC Hasil Tembakau Jawa Barat Tahun 20082011 ………………………………………………………………........... Bobot Penilian pada Analisis AHP .....................................
II-7
2.2. 3.1.
II-8 III-3 iii
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
3.2. 4.1. 4.2. 4.3. 4.3. 6.1. 6.2.
Jadwal Pelaksanaan Penyusunan Roadmap Komoditas Cengkeh dan Tembakau di Kabupaten Bandung …………… Luas Lahan dan Kelembagaan Petani Tembakau di Kabupaten Bandung Tahun 2011 ……………………………….. Varietas dan Penggunaan Sarana Produksi Pada Usahatani Tembakau Di Kabupaten Bandung ………………………………. Produksi Tembakau Setiap Kecamatan di Kabupaten Bandung ………………………………………………………………….. Produksi Tembakau Setiap Kecamatan di Kabupaten Bandung ……………………………………………………………………. Kegiatan Sesuai Dengan Pedoman Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) ........................... Matriks Kegiatan Pengembangan Agribisnis Tembakau Di Kabupaten Bandung Pada Tahun 2012-2016 ....................
III-12 IV-6 IV-13 IV-30 IV-33 VI-6 VI-9
DAFTAR GAMBAR Tabel 2.1.
Uraian Pohon Industri Komoditas Tembakau ………………………………..
Halaman II-15 iv
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
3.1.
Diagram AHP …………………………………………………………………..
III-5
3.2.
Lokasi Kegiatan Pemetaan Industri Hasil Tembakau di Kabupaten Bandung ………………………………………………………..
III-7
3.3.
Hirarki kebijakan/program pengembangan tembakau ............... Tahapan Penyusunan Roadmap Tembakau di Kabupaten Bandung ……………………………………………………………………….. Kerangka Keterkaitan Industri Hasil Tembakau yang mendukung arah pengembangan tembakau di Kabupaten Bandung ……….
III-9
3.4. 5.1.
III-11 V-7
6.1.
Strategi Umum Pengembangan Agribisnis Tembakau di Kabupaten Bandung ………………………………………………………..
VI-5
6.2.
Kerangka Roadmap Pengembangan Agribisnis Tembakau di Kabupaten Bandung …………………………………………………………
VI-24
v
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
1.1. Latar Belakang Industri Hasil Tembakau (IHT) sampai saat ini masih mempunyai peran penting dalam menggerakkan ekonomi nasional terutama di daerah penghasil tembakau, cengkeh dan sentra-sentra produksi rokok, antara lain dalam menumbuhkan industri/jasa terkait, penyediaan lapangan agribisnis dan penyerapan tenaga kerja. Dalam situasi krisis ekonomi, IHT tetap mampu bertahan dan tidak melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), bahkan industri ini mampu memberikan sumbangan yang cukup signifikan dalam penerimaan negara. Dalam
pengembangan
IHT,
aspek
ekonomi
masih
menjadi
pertimbangan utama dengan tidak mengabaikan faktor dampak kesehatan. Industri Hasil Tembakau mendapatkan prioritas untuk dikembangkan karena mengolah sumber daya alam, menyerap tenaga kerja cukup besar baik langsung maupun tidak langsung sehingga memberikan sumbangan dalam penerimaan negara (cukai). Namun demikian, IHT dewasa ini dihadapkan pada berbagai permasalahan antara lain isu dampak merokok terhadap kesehatan baik di tingkat global yang disponsori oleh WHO sebagaimana tertuang dalan
Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dan di tingkat nasional pengendalian produk tembakau tertuang dalam PP No.19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan. Di samping itu, IHT juga dihadapkan pada masalah kebijakan cukai yang tidak terencana dengan
I-1
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
baik, tidak transparan dan lebih berorientasi pada upaya peningkatan pendapatan negara tanpa mempertimbangkan kemampuan industri rokok dan daya beli masyarakat ditambah dengan maraknya produksi dan peredaran rokok ilegal. Pengelompokan Industri Hasil Tembakau yaitu: 1)
Kelompok Industri Hulu Dalam Klasifikasi Baku Lapangan Agribisnis Indonesia (KBLI) tahun 2005, Industri Hasil Tembakau yang tergolong dalam Kelompok Industri Hulu adalah Industri Pengeringan dan Pengolahan Tembakau (KBLI 16001). Kelompok yang termasuk yaitu kegiatan agribisnis di bidang pengasapan dan perajangan daun tembakau.
2)
Kelompok Industri Antara Industri Hasil Tembakau yang termasuk dalam kelompok Industri Antara yaitu Industri Bumbu Rokok serta kelengkapan lainnya (KBLI 16009), meliputi: tembakau bersaus, bumbu rokok dan kelengkapan rokok lain seperti klembak menyan, saus rokok, uwur, klobot, kawung dan pembuatan filter.
3)
Kelompok Industri Hilir Industri Hasil Tembakau yang termasuk dalam Kelompok Industri Hilir meliputi: Industri Rokok Kretek (KBLI 16002), Industri Rokok Putih (KBLI 16003 dan Industri Rokok lainnya (KBLI 16004) meliputi cerutu, rokok klembak menyan dan rokok klobot/kawung. Dari pengelompokkan Industri Hasil Tembakau di atas, potensi
tembakau di Kabupaten Bandung termasuk dalam Kelompok Industri Hulu yaitu industri pengeringan dan pengolahan tembakau dengan kegiatan agribisnis di bidang pengasapan dan perajangan daun tembakau.
I-2
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
Dalam Peraturan Menteri Keuangan RI No 20 Tahun 2009 Pasal 6 disebutkan bahwa Pemetaan industri hasil tembakau merupakan bagian dari pembinaan industri berupa kegiatan pengumpulan data yang berkaitan dengan industri hasil tembakau di suatu daerah, kegiatan ini sedikitnya memuat tentang asal daerah bahan baku (tembakau dan cengkeh). Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor 84/PMK.07/2008
tentang
Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dan Sanksi Atas Panyalahgunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau mengatur penggunaan DBHC – HT oleh daerah penerima.
Dana Bagi Hasil Cukai
Hasil Tembakau (DBHC – HT) yang diterima harus dialokasikan kembali pada kegiatan – kegiatan yang berhubungan dengan pertembakauan. Petani sebagai ujung tombak utama pelaku agribisnis tembakau harus menerima manfaat paling besar dalam penggunaan DHBC – HT tersebut. Namun, DBHC – HT tersebut tidak bisa diberikan langsung dan dikelola langsung oleh petani. Data dari Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bandung bahwa potensi tembakau tahun 2010 meliputi: luas areal tanaman sebesar 1.216 hektar, produksi bahan mentah produksi hasil olahan
sebesar 5.218,40 ton,
sebesar 1.050,88 ton, rata-rata produksi sebesar
0,864 ton/hektar, dengan tenaga kerja
sebanyak 3.252 KK atau jumlah
tenaga kerja yang terlibat sebanyak 7.296 orang, atau 20 kelompok tani, tersebar di 15 kecamatan yaitu Arjasari, Cicalengka, Cikancung, Ciwidey, Cileunyi, Ibun, Pacet, Paseh, Soreang, Cilengkrang, Nagreg, Kutawaringin, Pasirjambu,Baleendah dan Cimaung. Dari data potensi tembakau di atas, permasalahan yang terjadi dalam pengembangan tembakau di Kabupaten Bandung yaitu minimnya data,
belum
adanya
pemetaan
dan
rencana
aksi
(masterplan)
pengembangan tembakau, sehingga menghambat dalam penyusunan
I-3
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
rencana kerja maupun pengembangan tembakau secara terpadu dan berkelanjutan. Berdasarkan kondisi tersebut di atas, diperlukan Penyusunan Roadmap Pengembangan Tembakau di Kabupaten Bandung yang dapat menggambarkan potensi, lokasi, dan rencana aksi dengan mensinergikan rencana pengembangan tembakau secara terkoordinasi dan terintegrasi, sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani.
1.2. Maksud dan Tujuan Maksud Maksud Kegiatan Penyusunan Roadmap Pengembangan Tembakau
adalah
memperoleh road map komoditas tembakau yang mendukung peningkatan kesejahteraan petani tembakau melalui agribisnis yang integrated dan
sustainable di Kabupaten Bandung. Tujuan Tujuan Pelaksanaan
Kegiatan
Penyusunan Roadmap Pengembangan
Tembakau yaitu: a. Memetakan
kekuatan
dan
peluang,
sumberdaya
lokal,
potensi
kelompok petani, kegiatan agribisnis dan taraf hidup petani tembakau pada 15 kecamatan penghasil tembakau di Kabupaten Bandung. b. Pembuatan
model
kelembagaan
dan
pengembangan
agribisnis
tembakau secara terpadu dan berkelanjutan.
I-4
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
c.
Penyusunan arah pengembangan tembakau kedalam sebuah dokumen
road
map
pembangunan
dan
pengembangan
agribisnis
petani
tembakau di Kabupaten Bandung khususnya pada 15 lokasi kecamatan penghasil tembakau di Kabupaten Bandung. Sasaran : a. Terumuskannya kebijakan, strategi, arah pengembangan agribisnis petani tembakau tahun 2012-2016 (5 tahun) di Kabupaten Bandung . b. Tersusunnya model kelembagaan dan pengembangan agribisnis petani tembakau yang terpadu dan berkelanjutan. c. Terumuskannya Road map yang mencakup sasaran yang dilakukan secara
berkelanjutan
mencakup:
teknologi,
komoditas,
organisasi/kelembagaan, infrastruktur, sosialisasi dengan indikator antara lain : organisasi, Sumber Daya lahan, kepemilikan lahan, pembiayaan/kelayakan usaha, penjaminan, remunerasi/upah, motif usaha/diversifikasi usaha, motif pasar, kemandirian, taraf hidup, prasarana dan sarana, pelayanan (services). d. Tersusunnya program dan rencana aksi (action plan) kegiatan agribisnis petani
tembakau
tahun
2012-2016
(5
tahun,
yaitu
masa
persiapan/pembenahan, transisi dan masa pencapaian). Output : a. Buku Roadmap Pengembangan Tembakau atau roadmap pembangunan dan pengembangan agribisnis petani tembakau tahun 2012-2016 (5 tahun) di Kabupaten Bandung. b. Media sosialisasi
road map pembangunan dan pengembangan
agribisnis petani tembakau terpadu.
I-5
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
1.3. Ruang Lingkup Pekerjaan Ruang lingkup kegiatan Penyusunan Roadmap Pengembangan Tembakau meliputi substansi pekerjaan sebagai berikut : 1. Melakukan
telaahan,
koordinasi
dan
fasilitasi
perencanaan
pengembangan tembakau. 2. Mengidentifikasi
potensi
tembakau
di
15
wilayah
kecamatan
berdasarkan kondisi sumber daya lahan, kegiatan agribisnis petani, kelembagaan agribisnis dan taraf hidup petani. 3. Mengidentifikasi pengembangan nilai tambah dan daya saing produk tembakau. 4. Mengkoordinasikan dan mensinergikan
potensi masyarakat dan
swasta/asosiasi sesuai dengan kapasitas pemerintah daerah untuk mewujudkan optimalisasi pengembangan tembakau di daerah. 5. Melakukan penyusunan dokumen road map pembangunan dan pengembangan
agribisnis
petani
tembakau
yang
terpadu
dan
berkelanjutan. 6. Melakukan sosialisasi hasil pemetaan industri hasil tembakau pada 15 kecamatan di Kabupaten Bandung.
1.4. Landasan Hukum Road
Map
Pengembangan
Tembakau
Kabupaten
Bandung
merupakan dokumen resmi untuk memandu berbagai aktivitas pengelolaan tembakau di Kabupaten Bandung, adapun yang menjadi landasan penyusunannya adalah :
I-6
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
1.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai;
2.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4268);
3.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
4.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Daerah;
5.
Undang-Undang
Nomor
18
Tahun
2004
tentang
Perkebunan
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4411); 6.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
7.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
8.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah menjadi Undang-undang;
9.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
I-7
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
10. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; 11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; Sebagaimana telah di ubah dengan Permendagri No.59 Tahun 2007 12. Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
43/PMK.04/2005
tentang
Penetapan Dasar dan Tarip Cukai Tembakau; 13. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.07/2008 tentang Dana Alokasi Cukai Hasil Tembakau; 14. Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
84/PMK.07/2008
tentang
Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau Dan Sanksi Atas Penyalahgunaan Alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau; Sebagaimana telah di ubah dengan PMK No.20/PMK.07/2009. 15. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Penggunaan Dan Pengalokasian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Tahun 2009; 16. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 85 Tahun 2010 Tentang Pembagian Alokasi Sementara Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Jawa Barat Tahun 2011. 17. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung No.3 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Tahun 2007-2027. 18. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung No.7 Tahun 2011 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten bandung Tahun 2005-2025
I-8
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
19. Peraturan Bupati Bandung No. 55 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pengelolaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) Kabupaten Bandung.
I-9
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
2.1. Pengertian-Pengertian 2.1.1. Pengertian Road map
Roadmap merupakan idiom dalam ragam bahasa Inggris-Amerika. Secara harfiah maknanya „peta jalan bagi kendaraan bermotor‟. Makna idiomatiknya ialah „a detailed plan to guide progress toward a goal‟ (Merriam-Webster, mengarahkan
2008).
gerak
Tafsirannya,
maju
menuju
rencana
terperinci
sasaran
atau
yang
matlamat
(http://rubrikbahasa.wordpress.com/2010/08/13/pemadanan-idiominggris) 2.1.2. Pengertian Cukai dan Barang Kena Cukai Undang-Undang yang mengatur tentang cukai pada saat ini adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai dan UndangUndang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai. Pengertian cukai berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 adalah sebagai berikut :
“Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barangbarang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam undang-undang ini”. Selanjutnya berdasarkan pasal 2 UU Nomor 11 Tahun 1995 Jo. UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, maka yang dimaksud dengan
barang-barang
tertentu
yang
mempunyai
sifat
atau
karakteristik
dimaksud,mengandung arti : II-1
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
1. konsumsinya perlu dikendalikan; 2. peredarannya perlu diawasi; 3. pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup; atau 4. pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan, dikenai cukai berdasarkan undang-undang ini. Barang-barang yang mempunyai sifat dan karakteristik tersebut di atas dinamakan Barang Kena Cukai. Barang Kena Cukai terdiri atas : 1. Etil alkohol atau etanol, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya. Pengertian "etil alkohol atau etanol" adalah barang cair, jernih, dan tidak berwarna, merupakan senyawa organik dengan rumus kimia C2H5OH, yang diperoleh baik secara peragian dan/atau penyulingan maupun secara sintesa kimiawi. 2. Minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapa pun, dengan
tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses
pembuatannya, termasuk konsentrat yang mengandung etil alkohol; Pengertian "minuman yang mengandung etil alkohol" adalah semua barang cair yang lazim disebut minuman yang mengandung etil alkohol yang dihasilkan dengan cara peragian, penyulingan, atau cara lainnya, antara lain bir, shandy, anggur, gin, whisky, dan yang sejenis. Pengertian "konsentrat yang mengandung etil alkohol" adalah bahan yang mengandung etil alkohol yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan minuman yang mengandung etil alkohol.
II-2
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
3. Hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris,
dan
hasil
pengolahan
tembakau
lainnya,
dengan
tidak
mengindahkan digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya. o Sigaret adalah : Hasil tembakau yang dibuat dari tembakau rajangan yang dibalut dengan kertas dengan cara dilinting untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. (Sigaret Kretek, Sigaret Putih dan Sigaret Kelembak Kemenyan).
Sigaret Kretek adalah : Sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya.
Sigaret Putih adalah : Sigaret yang dalam pembutannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak atau kemenyan.
Sigaret Kretek/Putih yang dibuat dengan Mesin adalah : Sigaret Kretek dan Sigaret Putih yang dalam pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, seluruhnya atau sebagian menggunakan mesin.
Sigaret Kretek/Putih yang dibuat dengan cara lain daripada Mesin adalah Sigaret Kretek dan Sigaret Putih yang
dalam
pembuatannya
mulai
dari
pelintingan,
pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin.
II-3
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
o Cerutu adalah : Hasil tembakau yang dibuat dari lembaranlembaran daun tembakau diiris atau tidak, dengan cara digulung demikian rupa dengan daun tembakau, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. o Rokok Daun adalah : Hasil tembakau yang dibuat dari daun Nipah,daun Jagung (Klobot), atau sejenisnya, dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. o Tembakau Iris adalah : Hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau yang dirajang, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. o Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau selain yang disebut dalam huruf ini yang dibuat secara lain sesuai dengan perkembangan tehnologi dan selera konsumen, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. 2.1.3. Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHC – HT) Untuk penetapan harga dasar dan tarif cukai hasil tembakau ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 43/PMK.04/2005, pada peraturan ini dilakukan pembagian jenis-jenis hasil tembakau, penggolongan pengusaha pabrik hasil tembakau, nilai tarif cukai dan batasan harga jual eceran hasil tembakau buatan dalam negeri dan luar negeri, batasan harga jual eceran dan tarif cukai hasil tembakau yang diimpor maupun tidak. Peraturan ini diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 118/PMK.04/2006 pada tahun 2006, diubah kembali pada tahun 2007 dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 134/PMK.04/2007. II-4
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
Pada tahun 2008 dikeluarkan peraturan baru yang mengatur tentang tarif cukai hasil tembakau dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 203/PMK.011/2008 dan diubah kembali pada tahun 2009 dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 181/PMK.011/2009. Perubahan yang dilakukan berulang-ulang ini dimaksudkan untuk mengikuti perubahan perekonomian negara mengikuti inflasi dan kenaikan harga yang terjadi. Hal-hal
yang
diubah
adalah
mengenai
tarif
dasarnya.
Mengenai
pengaturan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 84/PMK.07/2008 tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) & Sanksi Atas Penyalahgunaan Alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT). Tata urutan pelaksanaan pembagian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) ke daerah diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan
No.
126/PMK.07/2010
tentang
Pelaksanaan
dan
Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah. Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHC – HT) adalah dana yang diberikan kepada daerah, provinsi, kabupaten dan kota dari penerimaan
negara
yang
berasal
sebagaimana tertuang dalam
dari
cukai
rokok
sebesar
2%
Pasal 66 A Undang-Undang Nomor 39
Tahun 2007 tentang Cukai, dinyatakan bahwa : (1)
Penerimaan negara dari cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia dibagikan kepada Provinsi penghasil cukai hasil tembakau sebesar 2 % yang digunakan untuk mendanai : a) peningkatan kualitas bahan baku, b) pembinaan industri, c) pembinaan lingkungan sosial, d) Sosialisasi ketentuan di bidang cukai, e) Pemberantasan barang kena cukai ilegal
II-5
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
(3)
Gubernur mengelola dan menggunakan DBH Cukai hasil tembakau dan mengatur pembagian DBH Cukai hasil tembakau kepada Bupati/Walikota di daerahnya masing-masing berdasarkan besaran kontribusi penerimaan cukai hasil tembakau.
(4)
Pembagian DBH Cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan persetujuan Menteri, dengan komposisi : a) 30 % untuk provinsi penghasil, b) 40 % untuk kabupaten/kota penghasil, dan c) 30 % untuk kabupaten/kota lainnya. Penerimaan Negara dari cukai secara keseluruhan setiap tahun
mengalami peningkatan dengan kontribusi terbesar 75 % berasal dari cukai rokok. Dari cukai rokok, pemerintah bisa mendapatkan sekitar Rp 50 triliun
setiap
tahunnya.
Peraturan
Menteri
Keuangan
No.
181/PMK.011/2009 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau, yang mulai berlaku pada 1 Januari 2010 menetapkan besaran kenaikan tarif cukai pada 2010 untuk sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret kretek tangan (SKT). Tarif cukai untuk SKM I ditetapkan rata-rata Rp. 20 per batang. Adapun, tarif cukai untuk SKM II sebesar Rp20 per batang, sementara untuk sigaret putih mesin (SPM) golongan I Rp 35 per batang, SPM II Rp. 28 per batang. Adapun cukai untuk sigaret kretek tangan (SKT) I Rp15, SKT II Rp. 15, dan SKT III Rp. 25 per batang. Penerimaan Negara dari cukai dalam kurun waktu tiga tahun terakhir adalah sebagai berikut :
II-6
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
Tabel 2.1 . Target dan Realisasi Penerimaan Cukai Anggaran Pendapatan Belanja Negara 2005- 2010 Target
Realisasi
(Rp. Triliun)
(Rp. Triliun)
Rasio Cukai (Persen)
2005
32,24
33,26
103,16
2006
38,52
37,80
98,13
2007
42,03
44,70
106,35
2008
45,72
51,25
112,10
2009
53,30
54,5
102,25
2010
57,0
59,3
104,04
2011
60,7
-
-
Tahun
Sumber : Departemen Keuangan Republik Indonesia, 2011. Sementara penerimaan cukai dari industri rokok yang ada di Jawa Barat cukup siginifikan untuk tiga tahun terakhir. Kontribusi penerimaan Negara tersebut Kabupaten
berasal dari 4 pabrik besar tembakau yang ada di
Cirebon,
Kabupaten
Bekasi,
Kabupaten
Karawang
dan
Kabupaten Bandung serta lebih dari 120 industri kecil menengah pengolah hasil tembakau yang tersebar di Jawa Barat. Atas penerimaan cukai tersebut, Jawa Barat memperoleh dana bagi hasil cukai hasil tembakau dalam dua tahun terakhir sebagai berikut :
II-7
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
Tabel 2.2 Penerimaan DBHC Hasil Tembakau Jawa Barat tahun 2008-2011 No.
Daerah
Tahun 2008
Tahun 2009
Tahun 2010
Tahun 2011
(Rp)
(Rp)
(Rp)
(Rp)
2.843.336.960
21.168.078.000
113.733.480
827.398.867
1
Provinsi Jawa Barat
20.866.760.654 28.437.475.162
2
Kabupaten Bandung
3
Kabupaten Bekasi
2.273.866.200
17.527.734.661
4
Kabupaten Bogor
113.733.480
814.156.846
481.540.630
1.004.632.005
5
Kabupaten Ciamis
113.733.480
815.416.522
2.905.578.773
1.586.353.522
6
Kabupaten Cianjur
113.733.480
815.900.699
874.924.464
1.597.627.430
7
Kabupaten Cirebon
113.733.480
1.792.779.429
1.427.096.877
1.796.508.233
8
Kabupaten Garut
113.733.480
823.344.814
4.553.534.987
6.037.160.796
9
Kabupaten Indramayu
113.733.480
814.156.846
782.804.789
1.101.187.703
10
Kabupaten Karawang
113.733.480
5.535.032.242
5.377.449.124
7.080.460.263
11
Kabupaten Kuningan
113.733.480
814.597.634
934.776.106
1.453.412.828
12
Kabupaten Majalengka
113.733.480
815.260.916
2.788.834.226
4.786.930.865
13
Kabupaten Purwakarta
113.733.480
814.156.846
782.804.789
1.545.635.712
14
Kabupaten Subang
113.733.480
814.156.846
481.540.630
1.819.391.360
15
Kabupaten Sukabumi
113.733.480
814.156.846
779.249.872
1.302.369.006
16
Kabupaten Sumedang
113.733.480
819.525.517
4.334.903.596
5.510.583.891
17
Kab. Tasikmalaya
113.733.480
819.095.531
868.038.777
1.487.048.450
18
Kota Bandung
113.733.480
814.717.067
724.202.942
1.386.814.858
19
Kota Bekasi
113.733.480
814.156.846
782.804.789
1.164.805.676
20
Kota Bogor
113.733.480
814.174.038
553.027.059
1.037.455.468
1.866.774.819
2.187.307.060
10.035.323.807 10.414.478.140
21
Kota Cirebon
2.843.336.960
6.582.136.601
3.824.979.755
4.273.743.806
22
Kota Depok
1.627.860.700
814.156.846
481.540.630
1.402.867.794
23
Kota Sukabumi
113.733.480
814.156.846
491.030.451
1.358.657.907
24
Kota Cimahi
113.733.480
814.156.846
481.540.630
1.115.775.303
25
Kota Tasikmalaya
113.733.480
815.182.169
846.509.136
1.363.088.140
26
Kota Banjar
113.733.480
818.011.052
667.888.406
1.308.614.992
27
Kab. Bandung Barat
113.733.480
814.462.627
560.408.128
1.231.197.455
II-8
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
2.2. Tembakau dan Industri Rokok 2.2.1. Tembakau Tembakau yang dikabarkan ada sejak abad ke-16 adalah produk pertanian yang diproses dari daun tanaman dari genus Nicotiana. Tembakau dapat dikonsumsi, digunakan sebagai pestisida, dan dalam bentuk nikotin tartrat dapat digunakan sebagai obat. Jika dikonsumsi, pada umumnya tembakau dibuat menjadi rokok, tembakau kunyah, dan sebagainya. Tembakau telah lama digunakan sebagai entheogen di Amerika. Kedatangan bangsa Eropa ke Amerika Utara mempopulerkan perdagangan tembakau terutama sebagai obat penenang. Kepopuleran ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat bagian selatan. Setelah Perang Saudara Amerika Serikat, perubahan dalam permintaan dan tenaga kerja menyebabkan perkembangan industri rokok. Produk baru ini dengan cepat berkembang menjadi perusahaan-perusahaan tembakau hingga terjadi kontroversi ilmiah pada pertengahan abad ke-20. Dalam Bahasa Indonesia tembakau merupakan serapan dari bahasa asing. Bahasa Spanyol "tabaco" dianggap sebagai asal kata dalam bahasa Arawakan, khususnya, dalam bahasa Taino di Karibia, disebutkan mengacu pada gulungan daun-daun pada tumbuhan ini (menurut Bartolome de Las Casas, 1552) atau bisa juga dari kata "tabago", sejenis pipa berbentuk y untuk menghirup asap tembakau (menurut Oviedo, daun-daun tembakau dirujuk sebagai Cohiba, tetapi Sp. Tobaco (juga It.
tobacco) umumnya digunakan untuk mendefinisikan tumbuhan obatobatan sejak 1410, yang berasal dari Bahasa Arab, sebagai nama dari berbagai jenis tumbuhan. Kata tobacco (bahasa Inggris) bisa jadi berasal dari Eropa, dan pada akhirnya diterapkan untuk tumbuhan sejenis yang berasal dari Amerika.
II-9
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
Tembakau dan industri hasil ikutannya (rokok) selama ini telah memberikan kontribusi cukup besar terhadap perekonomian nasional. Industri tembakau dari hulu (usaha tani) sampai hilirnya (Industri Hasil Tembakau/Pabrik Rokok) mampu menyediakan lapangan kerja yang cukup besar.
Tembakau di Indonesia bisa menghidupi sekitar 6 juta
orang. Mereka adalah petani tembakau, buruh pabrik rokok, distributor, biro iklan, dan orang-orang yang berkecimpung di dunia jasa event organizer (EO) yang menjadikan rokok sebagai sponsor utama kegiatan. Selain
itu,
tembakau
juga
“berkontribusi‟‟
dalam
memutar
roda
pembangunan nasional. Untuk mencapai usahatani tembakau yang profesional, telah dilakukan intensifikasi tembakau antara lain melalui ; 1) penggunaan benih unggul, baik berupa penggunaan benih introduksi maupun lokal ; 2) pengolahan tanah sesuai dengan baku teknis; 3) pengaturan air termasuk peramalan iklim ; 4) pemupukan tanaman ; 5) perlindungan tanaman dan 6) panen serta pasca panen. Tanaman tembakau terdiri dari batang, daun tembakau dan bunga. Setelah tanaman tembakau berumur, daun secara bertahap dipetik mulai dari daun bawah, tengah dan atas. Selanjutnya batang tembakau dimanfaatkan untuk kayu bakar dan biji dari bunga digunakan (secara selektif) untuk bibit dan daun tembakau diproses menjadi rokok, cerutu, tembakau iris dan/atau diekspor dalam bentuk tembakau yang sudah dikeringkan. Secara singkat, pohon industri tembakau dapat digambarkan pada Gambar 2.1.
II-10
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
Pengusahaan tembakau oleh petani rakyat terutama ditujukan untuk ekspor, biasanya merupakan tembakau asepan yang digunakan sebagai bahan baku cerutu dan tembakau rajangan yang digunakan sebagai bahan baku rokok umumnya terkena pajak biaya cukai yang sangat tinggi kurang lebih 40 persen. Kondisi ini sangat memberatkan dan tidak kondusif bagi pengembangan tembakau nasional, padahal komoditas ini sangat prospektif baik sebagai industri yang mampu menyerap tenaga kerja secara ekstensif khususnya di pedesaan, menciptakan nilai tambah melalui kegiatan industri pengopenan, pengasapan, perajangan dan pabrik rokok, serta sebagai penghasil devisa melalui kegiatan ekspor. Liberalisasi
perdagangan
yang
makin
menguat
dewasa
ini
memberikan peluang-peluang baru sekaligus tantangan-tantangan baru yang harus dihadapi. Dari segi permintaan pasar, liberalisasi perdagangan memberikan peluang-peluang baru seperti pasar yang semakin terbuka sejalan dihapuskannya berbagai hambatan perdagangan antar negara. Namun liberalisasi perdagangan juga menimbulkan masalah-masalah serius jika komoditas yang diproduksi secara lokal tidak mampu bersaing di pasar dunia.
II-11
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
Gambar 2.1. Pohon Industri Komoditas Tembakau 2.2.2. Daerah penghasil tembakau
Di Indonesia, tembakau yang baik (komersial) hanya dihasilkan di daerah-daerah tertentu. Kualitas tembakau sangat ditentukan oleh lokasi penanaman dan pengolahan pascapanen. Akibatnya, hanya beberapa tempat yang memiliki kesesuaian dengan kualitas tembakau terbaik, tergantung produk sasarannya. Berikut adalah jenis-jenis tembakau yang dinamakan menurut tempat penghasilnya. II-12
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
1. Tembakau Deli, penghasil tembakau untuk cerutu 2. Tembakau Temanggung, penghasil tembakau srintil untuk sigaret 3. Tembakau Vorstenlanden (Yogya-Klaten-Solo), penghasil tembakau untuk cerutu dan tembakau sigaret (tembakau Virginia) 4. Tembakau Besuki, penghasil tembakau rajangan untuk sigaret 5. Tembakau Madura, penghasil tembakau untuk sigaret 6. Tembakau Lombok Timur, penghasil tembakau untuk sigaret (tembakau Virginia)
2.2.3. Industri Rokok Manusia di dunia yang merokok untuk pertama kalinya adalah suku bangsa Indian di Amerika, untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad ke-16, Ketika bangsa Eropa menemukan benua Amerika, sebagian dari para penjelajah Eropa itu ikut mencoba-coba menghisap rokok dan kemudian membawa tembakau ke Eropa. Kemudian kebiasaan merokok mulai muncul di kalangan bangsawan Eropa. Tapi berbeda dengan bangsa Indian yang merokok untuk keperluan ritual, di Eropa orang merokok hanya untuk kesenangan semata-mata. Abad ke-17 para pedagang Spanyol masuk ke Turki dan saat itu kebiasaan merokok mulai masuk negara-negara Islam. Rokok
dibedakan
menjadi
beberapa
jenis.
Pembedaan
ini
didasarkan atas bahan pembungkus rokok, bahan baku atau isi rokok, proses pembuatan rokok, dan penggunaan filter pada rokok. A. Rokok berdasarkan bahan pembungkus. 1. Klobot: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun jagung. 2. Kawung: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun aren. 3. Sigaret: rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas. 4. Cerutu: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun tembakau. II-13
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
B. Rokok berdasarkan bahan baku atau isi. 1. Rokok Putih: rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun tembakau yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu. 2. Rokok Kretek: rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau dan cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu. 3. Rokok Klembak: rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau, cengkeh, dan kemenyan yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu. C. Rokok berdasarkan proses pembuatannya. 1. Sigaret Kretek Tangan (SKT): rokok yang proses pembuatannya dengan cara digiling atau dilinting dengan menggunakan tangan dan atau alat bantu sederhana. 2. Sigaret Kretek Mesin (SKM): rokok yang proses pembuatannya menggunakan mesin. Sederhananya, material rokok dimasukkan ke dalam mesin pembuat rokok. Keluaran yang dihasilkan mesin pembuat rokok berupa rokok batangan. Saat ini mesin pembuat rokok telah mampu menghasilkan keluaran sekitar enam ribu sampai delapan ribu batang rokok per menit. Mesin pembuat rokok, biasanya, dihubungkan dengan mesin pembungkus rokok sehingga keluaran yang dihasilkan bukan lagi berupa rokok batangan namun telah dalam bentuk pak. Ada pula mesin pembungkus rokok yang mampu menghasilkan keluaran berupa rokok dalam pres, satu pres berisi 10 pak. Sayangnya, belum ditemukan mesin yang mampu menghasilkan SKT karena terdapat perbedaan diameter pangkal dengan diameter ujung SKT. Pada SKM, lingkar pangkal rokok dan lingkar ujung rokok sama besar.
II-14
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
D. Sigaret Kretek Mesin sendiri dapat dikategorikan kedalam 2 bagian : 1. Sigaret Kretek Mesin Full Flavor (SKM FF): rokok yang dalam proses pembuatannya ditambahkan aroma rasa yang khas. Contoh: Gudang Garam Filter Internasional, Djarum Super, dll. 2. Sigaret Kretek Mesin Light Mild (SKM LM): rokok mesin yang menggunakan kandungan tar dan nikotin yang rendah. Rokok jenis ini jarang menggunakan aroma yang khas. Contoh: A Mild, Class Mild, Star Mild, U Mild, LA Light, Surya Slim, dll. E. Rokok berdasarkan penggunaan filter. 1. Rokok Filter (RF): rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat gabus. 2. Rokok Non Filter (RNF): rokok yang pada bagian pangkalnya tidak
terdapat
gabus.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Rokok).
II-15
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
3.1. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan adalah survey deskriptif melalui proses pengumpulan data untuk mendapatkan informasi dari berbagai sumber (existing
informasi mengenai fenomena pada saat sekarang
condition)
secara
obyektif.
Tujuannya
untuk
menyusun
gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang akan dikaji, sehingga diperoleh buku roadmap tembakau yang betul-betul akurat sebagai pedoman untuk pengembangan tembakau di Kabupaten Bandung.
3.2. Metode Analisis Setelah
mengumpulkan
semua
data
dan
informasi,
maka
selanjutnya data diolah dan dianalisis dengan: 1.
Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats). Kegiatan
yang
paling
penting
dalam
proses
analisis
adalah
memahami seluruh informasi yang terdapat pada suatu kasus, menganalisis situasi untuk mengetahui isu apa yang sedang terjadi, dan memutuskan strategi apa yang harus segera dilakukan untuk memecahkan masalah.
III-1
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
Analisis SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan
kekuatan
dan
kelemahan
yang
dimilikinya.
Dengan
dilakukannya analisis SWOT, maka akan dapat menghasilkan alternatif strategi yang sesuai dengan misi, sasaran dan kebijakan (Rangkuti, 2002). Analisis
SWOT
ini
didasarkan
pada
logika
yang
dapat
memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun
secara
bersaman
dapat
meminimalkan
kelemahan
(Weaknesses) dan ancaman (Threats). 2.
Penyaringan dengan menggunakan sharing criteria : Kriteria
Alternatif Kegiatan (Program)
1
2
3
Total 4
5
Skor
Kegiatan A Kegiatan B Kegiatan C Kegiatan D Kegiatan E Dst ...
Keterangan : 1 = manfaat yang diperoleh 2 = ketersediaan modal 3 = dukungan manajemen (intern) 4 = dukungan kebijakan pemerintah (ekstern) 5 = SDM Skoring misalnya : SB = sangat baik Skor 3 B = Baik Skor 2 SK = Kurang Skor 1 III-2
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
3.
Untuk
mengetahui
program
yang
menjadi
prioritas
dapat
menggunakan Analisys Hierarchy Process (AHP). Analysis Hierarchy
Process (AHP), merupakan suatu metode pengambilan keputusan dimana fator-faktor logika, intuisi, pengalaman dan pengetahuan (data), emosi dan rasa dicoba dioptimasikan melalui suatu proses yang sistimatis. Penentuan prioritas dilakukan dengan menghitung bobot relatif antar variabel
(elemen)
sehingga
dapat
diketahui
bobot
(tingkat
kepentingan) setiap elemen terhadap suatu kriteria (prioritas lokal) atau terhadap pencapaian tujuan (prioritas global).
Penentuan
prioritas dilakukan dengan menggunakan metode perbandingan berpasangan (pairwise comparison) antar elemen pada tingkat (level) hierarki yang sama, yaitu dengan menggunakan skala mulai dari 1 sampai dengan 9. Nilai bobot 1 menggambarkan “sama penting”, ini berarti bahwa nilai atribut yang sama skalanya, nilai bobotnya 1, sedangkan nilai bobot 9 menggambarkan kasus atribut yang “penting absolut” dibandingkan dengan yang lainnya. Skala penilaian seperti pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Bobot Penilian pada Analisis AHP. Tingkat Kepentingan 1 3 5 7 9
Definisi Kedua elemen sama penting Elemen yang satu sedikit lebih Penting daripada elemen yang Lain Elemen yang satu lebih penting daripada elemen yang lain Satu elemen jelas lebih penting dari elemen lainnya Satu elemen mutlak lebih penting daripada elemen yang lainnya
Penjelasan Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu elemen dibanding elemen yang lainnya Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen dibanding elemen yang lainnya Satu elemen dengan kuat didukung dan dominan terlihat dalam praktek Bukti yang mendukung elemen
III-3
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung Tingkat Kepentingan 2,4,6,8 Kebalikan
Definisi
Penjelasan
Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangaan yang berdekatan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i
Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan
Di dalam AHP, penetapan prioritas kebijakan dilakukan dengan menangkap secara rasional persepsi orang, kemudian mengkonversi faktor-faktor yang intangible (yang tidak terukur) ke dalam aturan yang biasa, sehingga dapat dibandingkan. Adapun tahapan dalam analisis data sebagai berikut : a).
Identifikasi sistem, yaitu untuk mengidentifikasi permasalahan dan menentukan solusi yang diinginkan. Identifikasi sistem dilakukan dengan cara mempelajari referensi dan berdiskusi dengan para pakar yang memahami permasalahan, sehingga diperoleh konsep yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi.
b).
Penyusunan struktur hierarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan
sub tujuan, kriteria dan kemungkinan
alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah. c).
Perbandingan berpasangan, menggambarkan pengaruh relatif setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Teknik perbandingan berpasangan yang digunakan dalam AHP berdasarkan “judgement” atau pendapat dari para responden yang dianggap sebagai “ key person“. Mereka dapat terdiri atas: 1) pengambil keputusan; 2) para pakar; 3) orang yang terlibat dan memahami permasalahan yang dihadapi. III-4
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
d).
Matriks pendapat individu, formulasinya dapat disajikan sebagai berikut: C1
C2
Cn
C1
1
a12
a1n
C2
1/a12
1
A2n
.
.
.
1/a1n
1/a2n
1
Cn
Dalam hal ini C1, C2, ..... Cn adalah set elemen pada satu tingkat dalam hierarki.
Kuantifikasi pendapat dari hasil perbandingan
berpasangan membentuk matriks n x n. Nilai aij merupakan nilai matriks pendapat hasil perbandingan yang mencerminkan nilai kepentingan Ci terhadap Cj. Adapun diagram AHP secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 3.1. Mulai
Analisa Kebutuhan
Penyusunan hierarki
Penilaian perbandingan setiap elemen
Pengolahan horizontal 1. 2. 3. 4. 5.
Perkalian elemen Perhitungan vektor prioritas Perhitungan nilai eigen Perhitungan indeks konsistensi Perhitungan rasio konsistensi CI dan CR
Revisi pendapat
Tidak
CI, CR memenuhi
Ya
Penyusunan matrik gabungan
Perhitungan vector prioritas gabungan
CI, CR memenuhi Pengolahan vertikal
Ya
Perhitungan vector prioritas sistem
CI, CR memenuhi
Revisi pendapat
SELESAI
Gambar 3.1. Diagram AHP III-5
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
e).
Matriks pendapat gabungan, merupakan matriks baru yang elemen-elemennya berasal dari rata-rata geometrik elemen matriks pendapat individu yang nilai rasio inkonsistensinya memenuhi syarat.
f).
Pengolahan horisontal, yaitu : a) Perkalian baris; b) Perhitungan vektor prioritas atau vektor ciri (eigen vektor); c) Perhitungan akar ciri (eigen value) maksimum, dan d) Perhitungan rasio inkonsistensi. Nilai pengukuran konsistensi diperlukan untuk menghitung konsistensi jawaban responden.
g).
Pengolahan
vertikal,
digunakan
untuk
menyusun
prioritas
pengaruh setiap elemen pada tingkat hierarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama.
3.3. Lokasi Kegiatan Lokasi Kegiatan Pemetaan Industri Hasil Tembakau
dilaksanakan
di wilayah Kabupaten Bandung dengan objek di 15 kecamatan yaitu Arjasari, Cicalengka, Cikancung, Ciwidey, Cileunyi, Ibun, Pacet, Paseh, Soreang, Baleendah, Cilengkrang, Nagreg, Kutawaringin, Pasirjambu dan Cimaung (Gambar 3.2.) .
III-6
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
Gambar 3.2. Lokasi Kegiatan Pemetaan Industri Hasil Tembakau di Kabupaten Bandung
3.4. Tahapan Pelaksanaan
Pelaksanaan pekerjaan Pemetaan Industri Hasil Tembakau meliputi beberapa tahapan kerja yakni :
3.4.1 Tahapan persiapan meliputi : a. Pembuatan rencana kegiatan, pekerjaan yang dilaksanakan adalah penyusunan persiapan pekerjaan b. Konsolidasi tim pelaksana c. Konsolidasi dan koordinasi dengan instansi terkait III-7
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
3.4.2 Tahap pengumpulan data. a. Pengumpulan data Melakukan berbagai studi literatur tentang berbagai sumber literatur yang relevan. Konsolidasi
para
pemangku
kepentingan
dalam
kegiatan
pengembangan tembakau (stakeholders), seperti : BPS, Bappeda, Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan, Dinas Kesehatan di Kabupaten Bandung, dan lain-lain. Melakukan
survey
lapangan
untuk
mengidentifikasi
tentang
aktivitas usaha dari subsistem hulu sampai hilir untuk komoditas tembakau dari 15 Gapoktan Tembakau
(15 kecamatan) yang
mencakup perwakilan dari kelompok tani tingkat desa sentra tembakau. Pengumpulan data kondisi dan potensi tembakau berdasarkan data sekunder dan data primer
hasil survey (FGD) serta data hasil
kuesioner dari para pemangku kepentingan. Pengumpulan data primer dari Gapoktan dan kelompok tani akan dilaksanakan untuk 15
Gapoktan
Tembakau
(15
kecamatan)
yang
mencakup
perwakilan dari kelompok tani tingkat desa sentra tembakau.
III-8
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
Roadmap dan Kebijakan Pengembangan tembakau
FOKUS
FAKTOR
AKTOR
TUJUAN
Ekonomis
Ekologis
Pemerintah
Pengendalian SD lahan (erosi, kesuburan)
Infrastruktur/ saranaprasarana
Masyarakat
Peningkatan teknologi pengolahan dan mutu komoditas
Swasta/BUMD
Kesehatan petani dan masyarakat
Sosial Budaya
Pemerintah & Masyarakat
Lapangan Kerja dan pendapatan daerah
Pemerintah & Swasta/BUMD
Produksi Tembakau
Kelembagaa n dan Pendidikan kelompok tani
Gambar 3.3. Hirarki kebijakan/program pengembangan tembakau
III-9
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung Secara ringkas teknis pengumpulan data adalah :
NO 1 2 3
Jenis Data
Sifat
Potensi dan masalah pengembangan tembakau di lapangan Kebijakan dan program perioritas pengembangan tembakau Peraturan-peraturan, data BPS dst.
Primer dan sekunder primer
Teknik Analisis SWOT,
sharing criteria AHP, HIPRE 3+
sekunder statistik
Alat pengumpulan data Kuisioner, studi pustaka Kuisioner Studi pustaka
b. Tahap diskusi dan analisis data Diskusi dilaksanakan dengan tujuan untuk mengidentifikasi dan memetakan berbagai informasi dan data yang diperoleh, baik berupa data sekunder maupun data primer di lapangan. Analisis data dilaksanakan untuk mengolah berbagai informasi yang ada, dengan menggunakan beberapa parameter dari data yang telah terhimpun pada tahapan diskusi sebelumnya. c. Tahap penyusunan buku roadmap Buku roadmap disusun berdasarkan outline yang telah ditentukan dalam KAK, yang terdiri atas: -
BAB I.
PENDAHULUAN
-
BAB II.
PENDEKATAN KONSEP
-
BAB III.
METODOLOGI
-
BAB IV.
KONDISI SAAT INI
-
BAB V.
PROSPEK, POTENSI DAN ARAH PENGEMBANGAN
-
BAB VI.
KEBIJAKAN, STRATEGI DAN PROGRAM
PENGEMBANGAN -
BAB VII.
PENUTUP
III-10
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
d. Tahap pembuatan buku roadmap Seluruh hasil dan pelaksanaan kegiatan akan dilaporkan dalam bentuk sebuah buku Roadmap Pengembangan Tembakau dan sosialisasi melalui media seminar diskusi. Mulai
Penyiapan Rencana Kegiatan
Persiapan
Konsolidasi Tim Konsolidasi Instansi Terkait Laporan Pendahuluan Desk Study
Pelaksanaa
Lap. Pendahuluan
Pengumpulan Data
n Diskusi dan Analisis Data
Penyusunan Strategi
Penyusunan Rekomendasi Laporan Akhir Selesai
Penyerahan Laporan-Laporan
Laporan Akhir
Gambar 3.4. Tahapan Penyusunan Roadmap Tembakau di Kabupaten Bandung III-11
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
3.4.3 . Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Merujuk pada Kerangka Acuan Kerja (KAK), jadwal pelaksanaan penyusunan roadmap komoditas tembakau disajikan pada Tabel 3.2. Tabel 3.2. Jadwal Pelaksanaan Penyusunan Roadmap Komoditas Cengkeh dan Tembakau di Kabupaten BAndung
No
Tahapan Kegiatan
1.
Administrasi Kegiatan
2.
Tahap Persiapan
Waktu Pelaksanaan Minggu ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
a. Konsolidasi dan Koordinasi b. Konsolidasi tim pelaksana c. Pembuatan rencana kegiatan 3.
Tahap Pelaksanaan a. Koordinasi tim pelaksana b. Penyusunan Desain Kajian c. Penyempurn aan Desain d. Penyusunan quesioner
III-12
15
16
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung e. Survey lapangan f. Diskusi awal dengan narasumber g. Pengumpulan data sekunder h. Pengolahan data i. Analisis dan Kajian akademis j. Penyusunan Draft Lap. Awal k. Penyusunan draft lap. akhir l. Diskusi draft lap. akhir m. Lokakarya
III-13
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
4.1. Peran Komoditas Tembakau
Industri Hasil Tembakau (IHT) baik pada sisi hulu maupun hilir terbukti memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Efek pelipatgandaan (multiplier effect) yang ada dalam rangkaian panjang mulai dari hulu sampai hilir telah menciptakan aliran ekonomi yang besar. Beberapa
indikator
penting
yang
dapat
digunakan
untuk
mengukur tentang besarnya peranan dan konstribusi sektor industri tembakau, misalnya dapat dilihat dari jumlah sumbangan devisa hasil ekspor tembakau maupun berbagai jenis produk rokok, setoran cukai dan pembayaran pajak lainnya yang mengalir ke kas negara, jumlah tenaga yang terserap, serta bentuk-bentuk sumbangan pembangunan dan kontribusi yang bersifat sosial. Adapun sumber pendapatan tersebut antara lain dari : a. Sumber devisa, neraca perdagangan dan penerimaan negara Industri Hasil Tembakau dapat dipakai sebagai indikator sumbangan industri ini terhadap perekonomian negara, devisa negara terutama diterima
dari
ekspor
tembakau
dan
produk
rokok
ke
pasar
internasional. Perkembangan ekspor rokok ini berfluktuasi seiring dengan permintaan ekspor produk rokok kretek di dunia internasional. Namun selama 3 tahun terakhir cenderung turun karena gencarnya kampanye anti rokok/ Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Sedangkan sumbangan pajak (penghasilan, usaha) dan cukai IV-1
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
yang diterima pemerintah, baik pada tingkat nasional maupun daerah terus meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun. Bahkan dibandingkan dengan pajak lainnya cukai memiliki andil hampir 10% dari penerimaan negara. Tembakau dan Industri Hasil Tembakau (IHT) merupakan sumber devisa
dan
pendapatan
negara
yang
mempunyai
trend terus
meningkat. Tahun 1985 menghasilkan devisa sebesar US $ 111,2 juta, tahun 2000 meningkat sebesar US $ 211,0 juta dan pada tahun 2006 sudah mencapai US $ 219,0 juta. Namun demikian, Indonesia selain sebagai eksportir, juga mengimpor tembakau dan Hasil Industri Tembakau. Dari impor tembakau selama dua dasa warsa sebagian besar yang diimpor tersebut adalah jenis tembakau Virginia yaitu sebanyak 23.000 ton (80% dari total impor) senilai US $ 80 juta dan tembakau Burley serta Oriental sebanyak 5.178 ton (20%) senilai US $ 16,5 juta. Tembakau yang diimpor dilihat dari bentuknya, antara lain dapat berupa tembakau murni sesuai dengan jenisnya dan ada juga berupa tembakau yang sudah diblending. Tembakau yang sudah diblending ini pada umumnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri rokok multinasional yang diproduksi di Indonesia. Berdasarkan neraca perdagangan tembakau dan rokok dari tahun 1985 –
2006,
terlihat
pembayarannya.
bahwa Selama
Indonesia kurun
mengalami
waktu
tersebut
suplus
dalam
nilai
surplus
perdagangan tembakau dan rokok selalu berfluktuasi. Nilai surplus terendah sebesar US $ 49,7 juta terjadi pada tahun 2005. Sedangkan nilai surplus perdagangan yang relatif besar terjadi pada tahun 2002 sebesar US $142,7 juta dan tahun 2001 sebesar US $ 190 juta.
IV-2
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
Perolehan cukai yang semakin meningkat setiap tahunnya selama periode dua dasa warsa tergambar bahwa, pada tahun 1985 sebesar Rp. 856,7 milyar, tahun 1990 sebesar Rp. 1,7 trilyun tahun 2000 sebesar Rp. 11,4 trilyun dan pada tahun 2005 sebesar Rp 33,26 trilyun, tahun 2006 meningkat menjadi Rp. 37,80 trilyun , pada tahun 2007 diperkirakan mencapai Rp 44,70 trilyun dan pada tahun 2010 mencapai Rp 59,30 trilyun. b. Pembangunan Daerah dan Sumbangan Lain Kehadiran Industri Hasil Tembakau (IHT) telah memberi kontribusi pada Pendapatan Asli Daerah (PAD), antara lain dengan tumbuhnya warung dan pedagang eceran, industri penunjang lainnya seperti kertas, periklanan serta kontribusinya pada aktivitas sosial seperti pembinaan dan pengembangan olah raga, kesenian, rekreasi dan fasilitas keagamaan. c. Peranan Sosial dan Budaya Dilihat dari segi sosial, peranan tembakau dan industri hasil tembakau (IHT) juga cukup strategis karena telah dapat menyediakan lapangan kerja yang cukup besar. Menurut perhitungan, jumlah tenaga kerja yang terkait langsung dan tidak langsung pada Industri Rokok Kretek yaitu sekitar 6,4 juta KK, dimana pada kegiatan hulu, pembudidayaan tembakau dan cengkeh terlibat sekitar 4,2 juta KK atau sekitar 21 juta jiwa petani dan keluarganya.
IV-3
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
Dilihat dari angka-angka diatas tampak bahwa penyerapan tenaga kerja di tembakau dan Industri Hasil Tembakau (IHT) ini telah mampu menyumbangkan penanganan masalah di sektor ketenagakerjaan nasional. Selain itu besarnya tenaga kerja yang terserap tersebut dapat menyangga kehidupan beberapa jiwa yang menjadi anggota keluarganya. d. Penciptaan nilai output dan nilai tambah Peranan sektor tembakau dan sektor industri hasil tembakau dalam penciptaan nilai tambah (value-added) nasional hampir sama dengan peranannya dalam penciptaan output nasional.
Dengan mengolah
hasil panen tembakau yang berupa daun tembakau menjadi berbagai macam hasil olahan, maka hal ini akan menciptakan nilai tambah pada produk tembakau terebut. Dengan demikian, nilai produk tembakau akan bertambah dan tentunya akan lebih menguntungkan daripada tanpa pengolahan. Salah satu hasil olahan tembakau yang memiliki prospek yang baik di masa yang akan datang yaitu dengan mengolah tembakau menjadi obat. Obat yang dimaksud disini adalah obat anti kanker yang sangat berguna bagi penderita kanker yang hingga kini masih sulit ditemukan obatnya.
IV-4
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
4.2. Kondisi Umum Pertembakauan di Kabupaten Bandung 4.2.1. Luas Areal Usahatani Tembakau Tanaman
Tembakau
merupakan
salah
satu
komoditas
perkebunan berumur pendek/ musiman yang banyak diusahakan oleh petani di Kabupaten Bandung. Sentra komoditas tembakau di Kabupaten Bandung terdapat di 15 kecamatan yaitu Arjasari, Cicalengka, Cikancung, Ciwidey, Cileunyi, Ibun, Pacet, Paseh, Soreang, Cilengkrang, Nagreg, Baleendah, Kutawaringin, Pasirjambu dan Cimaung. Wilayah kecamatan sebagai wiayah studi dan sentra tembakau di Kabupaten Bandung tertera pada Lampiran. Berdasarkan
hasil survey dengan mengambil sampel 54
kelompok tani dari 15 kecamatan tersebut di atas, diperoleh data sebagai berikut : luas areal tanam komoditas tembakau adalah 835,4 ha; yang diusahakan oleh 1269 KK (Tabel 4.1). perbedaan
dengan
data
yang
Data hasil survey ini ada sedikit
dikeluarkan
oleh
Dinas
Pertanian
Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bandung bahwa potensi tembakau tahun 2010 meliputi: luas areal tanaman sebesar 1.216 hektar, produksi bahan mentah
sebesar 5.218,40 ton, produksi hasil olahan
sebesar
1.050,88 ton, rata-rata produksi sebesar 0,864 ton/hektar, dengan tenaga kerja sebanyak 3.252 KK atau jumlah tenaga kerja yang terlibat sebanyak 7.296 orang, atau 20 kelompok tani.
Perbedaan data tersebut
kemungkinan disebabkan oleh perbedaan pendekatan pengambilan sampel. Namun demikian, data wilayah kecamatan dan rata-rata produksi antara
data
dari
Dinas
Pertanian
Perkebunan
dan
Kehutanan
(Distanbunhut) dan data hasil survey adalah sama.
IV-5
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
Tabel 4.1. Luas Lahan dan Kelembagaan Petani Tembakau di Kabupaten Bandung Tahun 2011
1.
Arjasari
Ds. Ancolmekar
NAMA KELOMPOK/ GAPOKTAN Tani Wargi
2.
Cimaung
Ds. Malasari
Karya bakti mulya
Jaji
19
20
1
3.
Cikancung
Ds. Ciluluk Ds. Mekarlaksana Ds Mandalasari
Ciheulet Sagatan 3 Sagatan Mandala
Tarmin Daud S Aliah Ikin
36 20 30 50
20 20 20 25
1 1 1 1
Hurip Mukti Mekarsari Nanjungwangi Dampit Mekar harapan
Juju Alia Samsu Uum Aca Sasmita Asep Sumarna
30 30 60 30 30
25 20 50 35 25
1 1 1 1 1
Harapan Nyi Mas Doyongsari Ciaro Rido Manah
Unang Ebak Bakri
8 12
20 20
1 1
Pandi Johir
5 10
20 20
1 1
No
KECAMATAN
DESA
4
Cicalengka
Ds. Ds. Ds. Ds. Ds.
Nagrog Narawita Tanjungwangi Dampit Babakan Peuteuy
5
Nagreg
Ds. Mandalawangi Ds. Citaman Ds. Ciaro Ds. Bojong
KETUA Enjeh
LUAS LAHAN (Ha) 45
JUMLAH ANGGOTA
KELOMPOK
60
1
IV-6
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
No 6
KECAMATAN Paseh
DESA Ds. Loa
Ds. Drawati Ds. Sindangsari 7
Cilengkrang
NAMA KELOMPOK/ GAPOKTAN Walahir II (Gapoktan sabilulungan) Mekar wangi Mekar Mustika Jaya
LUAS LAHAN (Ha) 18
ANGGOTA
KELOMPOK
25
1
Daud Ayat Ence S
20 30 25
20 20 20
1 1 1
KETUA Tata
JUMLAH
Kp.Paratag, Ds Melati Wangi Giri Mekar
Berkah
Syarifudin
25
30
1
Babakan Cimahi
Agus Syarif M
27
35
1
8
Cileunyi
Kp. Cibiru Beet, Ds. Cileunyi Wetan
Cibiru beet
U. Ruspendi
17
37
1
9
Ciwidey
Ds. Lebak Muncang Ds. Sukawening
Trikarya Mandiri Sauyunan
Dadang Koswara H. Kohar
3 5
18 20
1 1
10
Ciparay
Ds. Ds. Ds. Ds.
Tandang Girilaya Mekar Mekar Saluyu
Anda Aceng Anwar Uju Cece S.
2,5 5 3,5 4
15 15 15 20
1 1 1 1
11
Pacet
Ds. Cikawao
Harapan 1 Calingcing
Manan Rukman
1 8
20 20
1 1
Pakutandang Ciheulang Mekar Laksana Babakan
IV-7
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
No
KECAMATAN
NAMA KELOMPOK/ GAPOKTAN Gumati Harapan 1 Harapan II Harapan II Tali Wargi Manik Jaya Ngancik Tunas Baru Harapan Baru Karya Bakti Pamili Harapan Baru Mekarwangi Sawargi Mandiri
Udin Sambas Asep Nurdin H. Karmo Atep Maman Endang A Emed Ahmad Eman Sulaeman Dadan Asep Burhanudin Agus Suparman Koko Saepudin
Ds. Laksana Ds. Dukuh Ds. Mekar Wangi
Giri Asih Dukuh Wanoja Tembakau Mekarwangi
Ade Suhana Mamat H. Eti Sumiati Ayon Ukar Suryana
Ds. Sukajadi
Sugih mukti
H. Nana Suryana
DESA
Ds. Nagrak
Ds. Mandalahaji Ds. Sukarame Ds. Mekarjaya Ds. Cinanggela Ds Tanjungwangi Ds. Pangauban Ds. Cipeujeuh 12
13
Ibun
Soreang
Ds. Neglasari
KETUA
LUAS LAHAN (Ha) 1,5 1,7 0,8 5 6,2 6 5,7 9,6 5,9 6,6 5 5.4 4,2 4,8 2
JUMLAH ANGGOTA
KELOMPOK
20 20 20 20 20 20 22 20 25 25 20 20 16 25 16
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
5,2 13 86 20 60
15 25 45 30 30
1 1 1 1 1
5
15
1
IV-8
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
No
KECAMATAN
Ds. Sukanagara
NAMA KELOMPOK/ GAPOKTAN Girimukti
Anung
DESA
KETUA
LUAS LAHAN (Ha) 6
JUMLAH ANGGOTA
KELOMPOK
20
1
14
Kutawaringin
Ds. Cilame
Sugih tani
Amur Sutrisna
9
25
1
15
Baleendah
Kp. Pasir Endah, Kel. Baleendah
Cipta Karya
Dadang Gunawan
10
25
1
IV-9
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
Luas lahan budidaya tembakau di Kabupaten Bandung relatif kecil dan masih memiliki prospek pengembangan perluasan dan intensifikasi lahan. Walaupun demikian di tingkat nasional pengembangan tembakau sangat ditentukan oleh perkembangan produksi rokok nasional dan daya serap
pasar
ekspor.
Mengingat
belum
terpenuhinya
kebutuhan
perusahaan pengelola/pabrik rokok untuk kualitas tertentu dalam jumlah besar yang menyebabkan masih tingginya impor tembakau, khususnya
Virginia, Burley dan Oriental. Untuk mengurangi impor, pengembangannya perlu ditingkatkan melalui program-program akselerasi di kecamatankecamatan yang potensial dengan menitikberatkan pada peningkatan produktivitas dan mutu hasil. Demikian juga agar diperoleh mutu sesuai dengan permintaan dan juga adanya jaminan pasar bagi petani, maka pengusahaan tembakau Virginia harus melalui binaan dari perusahaan pengelola atau pabrik rokok. Dukungan fasilitasi kemitraan malalui asosiasi dan dinas terkait dengan pihak industri tembakau diperkirakan akan mempercepat substitusi impor melalui pengembangan areal di Kabupaten Bandung. Di
Kabupaten
Bandung,
tembakau
virgina
kurang
cocok
dikembangkan karena faktor kesesuaian tanah dan iklim di Kabupaten Bandung
kurang
cocok
dengan
pertumbuhan
tembakau
virginia.
Tembakau white burley merupakan salah satu jenis tembakau bernikotin rendah.
Jenis white burley ini sudah dikembangkan di Kabupaten
Bandung. Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan (Distanbunhut) Kabupaten
Bandung
pada
tahun
2009
melakukan
mengembangkan tembakau white burley di lahan sawah.
uji
coba
Pada tahun
2010 kembali melakukan uji coba penanaman tembakau jenis white burley di lahan kering.
IV-10
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
Di Jawa Barat, varietas white burley dikembangkan dengan pembuatan demplot seluas dua belas hektare di lima kabupaten, yaitu Sumedang, Garut, Kuningan, Majalengka dan Kab. Bandung. Tahun lalu (2009), di Kabupaten Bandung, uji coba tembakau white burley dilakukan di lahan 7 ha di Kecamatan Katapang, Paseh dan Ibun. Memasuki musim kemarau, tembakau juga disarankan ditanam sebagai tanaman penyela. Nilai ekonomisnya juga cukup tinggi. Pasar internasional juga masih terbuka. Apalagi kualitas tembakau Indonesia lebih baik bila dibandingkan dengan produksi Brasil yang selama ini menjadi pemasok utama kebutuhan tembakau AS dan Inggris. Namun, biaya produksi per hektar tembakau jauh lebih mahal daripada padi sehingga menjadi kendala bagi petani. Untuk mendukung keberhasilan dalam pelaksanaan kegiatan ini perlu didukung oleh semua pihak yang terkait, biaya dan waktu yang tepat dalam melaksanakan teknis budidaya.
4.2.2.
Penggunaan Varietas dan Sarana Produksi Berusahatani
memperoleh
merupakan
pendapatan
bagi
kegiatan
yang
rumahtangga
bertujuan
petani.
untuk
Begitupun
berusahatani tembakau merupakan kegiatan utama bagi sebagian petani di Kabupaten Bandung. Disamping itu komoditi tembakau juga merupakan komoditi yang kontroversial yaitu antara manfaat dan dampaknya terhadap kesehatan, sehingga dalam pengembangannya harus mengacu pada penyeimbangan
supply
dan
demand,
peningkatan
produktivitas
dan
mutu
serta
peningkatan peran kelembagaan petani. Untuk mencapai usahatani tembakau yang profesional, maka telah dilakukan intensifikasi tembakau antara lain melalui :
IV-11
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
1) penggunaan
benih
unggul,
baik
berupa
penggunaan
benih
introduksi maupun lokal ; 2) pengolahan tanah sesuai dengan baku teknis; 3) pengaturan air termasuk peramalan iklim ; 4) pemupukan tanaman ; 5) perlindungan tanaman dan 6) panen serta pasca panen. Menurut musimnya, tanaman tembakau di Indonesia, khususnya di Kabupaten Bandung dapat dipisahkan menurut dua jenis, yaitu : 1.
Tembakau VO (Voor-Oogst) Tembakau ini biasanya dinamakan tembakau musim kemarau atau
onberegend. Artinya, jenis tembakau yang ditanam pada waktu musim penghujan dan dipanen pada waktu musim kemarau. 2.
Tembakau NO ( Na Oogst) Tembakau Na-Oogst adalah jenis tembakau yang ditanam pada musim kemarau, kemudian dipanen atau dipetik pada musim penghujan. Penggunaan benih unggul bermutu dan bersertifikat, merupakan
salah satu faktor pendukung peningkatan mutu dan produktivitas tembakau. Namun untuk petani dengan pola swadaya (tanpa kemitraan) umumnya sebagian masih menggunakan jenis unggul lokal. Adapun penggunaan benih untuk pertanaman tembakau adalah sekitar 10 – 15 gram per hektar. Dalam usahatani tembakau, petani menggunakan sejumlah sarana produksi
yaitu
bibit,
pupuk,
dan
pestisida,
serta
tenaga
kerja.
Penggunaan sarana produksi untuk masing-masing kecamatan agak bervariasi tapi umumnya sama.
Hal ini disebabkan petani tembakau
sudah sangat memahami budidaya tembakau.
Usahatani tembakau di IV-12
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
Kabupaten
Bandung
dilakukan
secara
turun
temurun.
Mengenai
penggunaan varietas dan sarana produksi dalam usahatani tembakau di Kabupaten Bandung disajikan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Varietas dan Penggunaan Sarana Produksi Pada Usahatani Tembakau Di Kabupaten Bandung No KECAMATAN
VARIETAS
1.
Arjasari
nani, himar
2.
Cimaung
Nani, himar
3.
Cikancung
kedu nani, kaplek, himar, kenceh
4
Cicalengka
boma, kedu sano, kedu nani, kenceh,kedu dasep, kaplek
Benih (phn)
12000
NPK (kg) 250350 250350
12000
300500
12000
12000
350500 350500
nani,himar, darwati, omas, dongdot/kedu nangka
12000
5
Nagreg
Nani
6
Paseh
12000
PUKAN PESTISIDA (kg) 40006000 35006000 6000
6000 5000
0,25 lt
250450
4500
0,5 lt
7
Cilengkrang
Kedu sano
12000
400
6000
8
Cileunyi
Kedu nani, kedu sano
12000
300
4500
9
Ciwidey
Nani, koplo, kenceh
12000
400
6000
10
Ciparay
Nani, himar
11000
400
4000
11
Pacet
Nani, himar, darwati,komoloko
12000
550
5000
12
Ibun
Nani, darwati
12000
500
5000
13
Soreang
Nani
11000
300
4000
14
Kutawaringin
Nani, kaplek
10000
400
4000
15
Baleendah
Nani
10000
400
4500
0,5 lt 0,5 lt 0,25 lt
IV-13
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa petani tembakau seluruhnya menggunakan pupuk NPK dan pupuk kandang, sedangkan pupuk urea dan TSP digunakan hanya oleh beberapa orang petani saja dan dosis yang digunakannya pun relatif sedikit.
Begitupun pestisida,
hanya digunakan oleh beberapa orang petani yang belum sepenuhnya menerapkan standar kualitas pertanian organik. Budidaya tembakau sesungguhnya mengarah kepada pertanian organik. Untuk mendukung ke arah itu aktivitas produksi tembakau terpadu dengan ternak, penggunaan pestisida nabati dan pembuatan pupuk organik akan lebih mendorong pertanian tembakau organik.
4.2.3. Budidaya Tanaman Tembakau di Kabupaten Bandung Tahapan budidaya tembakau yang dilakukan petani di Kabupaten Bandung dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Pohon Induk -
varietas terpilih
-
berasal dari kebun induk
-
bebas dari hama dan penyakit
-
produksi tinggi
2. Mutu Benih Fisik
:
- Benih tua dan bernas - Utuh, tidak cacad atau pecah - Tidak tercampur bahan asing (pasir, biji gulma dll)
Fisiologi : - Viabilitas tinggi, daya kecambah minimal 80 % - Vigor tinggi, tercermin dari kecepatan dan keserempakan berkecambah, mulai berkecambah normal tidak lebih dari 7 hari
IV-14
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
Genetik : - Varitasnya benar/tepat -
Murni, seragam, tidak tercampur dengan varitas lai
Secara umum posisi daun pada batang dibagi 5 bagian yantiu : 1.
Daun tanah/koseran/obreg.
2.
Daun kaki/rengrang
3.
Daun tengah/ bagus I
4.
Daun atas/ super
5.
Daun pucuk/bagus II
Jumlah daun pada setiap batang setelah diadakan pemangkasan antara 18 – 24
lembar berdasarkan bentuk daun dan
dapat
dibedakan menjadi 3 yaitu : 1.
Daun bawah berbentuk bulat, tebal mudah robek dan pecah,
2.
Daun tengah lebar, tipis, panjang dan lancip elastis
3.
Daun atas panjang, tebal, lancip dan elastis
3. Syarat Pertumbuhan Tanaman Tembakau: Tanaman tembakau, curah hujan rata-rata 2000 mm/tahun, suhu udara yang cocok antara 21-32 derajat C, pH antara 5-6. Tanah gembur, remah, mudah mengikat air, memiliki tata air dan udara yang baik sehingga dapat meningkatkan drainase, ketinggian antara 2003.000 m dpl.
IV-15
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
4. Teknik Budidaya : 1). Pembibitan:
Jumlah benih ± 8 -10 gram/ha, tergantung jarak tanam.
Biji utuh, tidak terserang penyakit dan tidak keriput
Media semai = campuran tanah (50%) + pupuk kandang matang (50%).
Bedeng persemaian diberi naungan berupa daun-daunan, tinggi atap 1 m sisi Timur dan 60 cm sisi Barat.
Benih yang berumur 30 – 35 hari setelah semai, dilakukan pendederan/pembumbunan (dipindahkan ke polibag yang terbuat dari daun pisang atau daun bambu)
Bibit sudah dapat dipindahtanamkan ke kebun apabila berumur 5570 hari setelah semai.
2). Pengolahan: Lahan dibajak dan dibuat bedengan dengan ukuran antara 100120 cm dengan tinggi bedengan antara 20-30 cm Dibuatkan lubang dengan jarak tanam antara 70-90 x 120 cm cm dan ditaburi pupuk kandang dan siap ditanam Lakukan pengapuran jika tanah masam, Dilakukan penetralan tanah dengan cara menaburkan arang. 3). Cara Penanaman Benamkan bibit sedalam leher akar. Waktu tanam pada pagi hari atau sore hari dan diberi pelindung agar tidak langsung terkena sinar matahari. 4). Penyulaman Penyulaman dilakukan 1- 3 minggu setelah tanam, bibit kurang baik dicabut dan diganti dengan bibit baru yang berumur sama. IV-16
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
5). Penyiangan Penyiangan dapat dilakukan bersamaan dengan pemupukan awal dan dilakukan sebanyak 3 kali (ngoyos). 6). Pemupukan Pemupukan dilakukan saat tanam, umur 7 hst, 14 hst, umur 21 hst, umur 28 hst. Pemupukan dilakukan dengan 2 cara: 1. Ditabur (diperelek) 2. Dicor yaitu pupuk dilarutkan dalam air dan dimasukkan ke dalam lubang yang telah disediakan dengan jarak 5-10 cm dari pohon tembakau. 7). Pengairan dan Penyiraman (Bila diperlukan) Pengairan diberikan 7 HST = 1-2 lt air/tanaman, umur 7-25 HST = 3-4 lt/tanaman, umur 25-30 HST = 4 lt/tanaman. Pada umur 45 HST = 5 lt/tanaman setiap 3 hari. Pada umur 65 HST penyiraman dihentikan, kecuali bila cuaca sangat kering. 8). Pendangiran (nyaeur) Dilakukan bila umur tembakau telah mencapai 35 – 40 hari dengan tujuan : 1. Untuk merangsang pertumbuhan akar 2. Untuk menjaga kebersihan daun tembakau dari cipratan air hujan dan tanah berdebu 9). Pemangkasan (naruk) Dilakukan apabila daun tembakau antara 18-25 daun (tergantung suburnya pertumbuhan)
IV-17
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
10). Wiwilan (nyirung)/pembuangan tunas baru Wiwilan dilakukan apabila telah keluar tunas baru dan dilakukan selama 5 kali sampai tembakau habis dipanen dengan tujuan: 1. Untuk pembentukan daun yang bagus dan berkualitas 2. Untuk meningkatkan bobot daun dan bodi (awak) hasil olahan 3. Untuk membentuk warna sesuai yang diinginkan petani 4. Untuk pengaturan kadar tar dan nikotin 11). Pengendalian Hama dan Penyakit Kegiatan pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan oleh petani tembakau di Kabupaten Bandung sudah menerapkan pengendalian hama dan penyakit terpadu, artinya para petani melakukan
pengamatan
perkembangan
populasi
hama
atau
penyakit terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan pengendalian. Apabila populasi hama dan penyakit melewati titik kritis ambang ekonomi maka harus dilakukan pengendalian baik secara fisik, mekanik,
biologis,
teknik
budidaya
maupun
secara
kimia.
Pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan oleh petani di Kabupaten Bandung pada umumnya dilakukan secara fisik jika populasi hama berada di bawah ambang ekonomi, misalnya dalam mengendalikan hama ulat pucuk, pada kepadatan populasi tertentu cukup dikendalikan dengan mengutip ulat tersebut. Ada beberapa hama dan penyakit yang biasa menyerang tanaman tembakau yaitu: 1. Hama a. Ulat Grayak ( Spodoptera litura ) Gejala : berupa lubang-lubang tidak beraturan dan berwarna putih pada luka bekas gigitan. Pengendalian: Pangkas dan bakar sarang telur dan ulat, penggenangan sesaat pada pagi/sore hari , semprot pestisida. IV-18
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
b. Ulat Tanah ( Agrotis ypsilon ) Gejala : daun terserang berlubanglubang terutama daun muda sehingga tangkai daun rebah. Pengendalian: pangkas daun sarang telur/ulat, penggenangan sesaat, semprot pestisida. c. Ulat penggerek pucuk ( Heliothis sp. ) Gejala: daun pucuk tanaman terserang berlubang-lubang dan habis. Pengendalian: kumpulkan dan musnah telur / ulat, sanitasi kebun, semprot pestisida. d. Nematoda ( Meloydogyne sp. ) Gejala : bagian akar tanaman tampak bisul-bisul bulat, tanaman kerdil, layu, daun berguguran dan akhirnya mati. Pengendalian: sanitasi kebun, e. Kutu – kutuan ( Aphis Sp, Thrips sp, Bemisia sp.) pembawa penyakit
yang
disebabkan
virus.
Pengendalian:
predator
Koksinelid f. Hama lainnya Gangsir (Gryllus mitratus ), jangkrik (Brachytrypes
portentosus), orong-orong (Gryllotalpa africana), semut geni (Solenopsis geminata), belalang banci (Engytarus tenuis). 2. Penyakit a. Hangus batang ( damping off ), Penyebab : jamur Rhizoctonia
solani. Gejala: batang tanaman yang terinfeksi akan mengering dan
berwarna
coklat
sampai
hitam
seperti
terbakar.
Pengendalian : cabut tanaman yang terserang dan bakar. b. Lanas, Penyebab : Phytophora parasitica var. nicotinae. Gejala: timbul bercak-bercak pada daun berwarna kelabu yang akan meluas, pada batang, terserang akan lemas dan menggantung lalu layu dan mati. Pengendalian: cabut tanaman yang terserang dan bakar
IV-19
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
c.
Patek pucuk daun,
Penyebab : jamur Cercospora nicotianae.
Gejala: di atas daun terdapat bercak bulat putih hingga coklat, bagian daun yang terserang menjadi rapuh dan mudah robek. Pengendalian: desinfeksi bibit, renggangkan jarak tanam, olah tanah intensif, gunakan air bersih, bongkar dan bakar tanaman terserang. d. Bercak coklat,
Penyebab : jamur Alternaria longipes. Gejala:
timbul bercak-bercak coklat, selain tanaman dewasa penyakit ini juga menyerang tanaman di persemaian. Jamur juga menyerang batang dan biji. Pengendalian: mencabut dan membakar tanaman yang terserang. e. Busuk daun, Penyebab : bakteri Sclerotium rolfsii. Gejala: mirip dengan lanas namun daun membusuk, akarnya bila diteliti diselubungi oleh massa cendawan. Pengendalian: cabut dan bakar tanaman terserang. f.Penyakit Virus, Penyebab: virus mozaik (Tobacco Virus Mozaic /TVM), Kerupuk (Krul), Pseudomozaik, Marmer, Mozaik ketimun (Cucumber
Mozaic
Virus).
Gejala:
pertumbuhan
tanaman
menjadi lambat. Pengendalian: menjaga sanitasi kebun, tanaman yang terinfeksi di cabut dan dibakar.
g. Layu daun, penyebabnya apabila tanah terlalu basah dan tanah mengandung zat besi. 11) Panen Pemetikan daun tembakau yang baik adalah jika daun-daunnya telah cukup umur dan telah berwarna hijau kekuning-kuningan. Untuk golongan tembakau cerutu maka pemungutan daun yang baik pada tingkat tepat masak/hampir masak hal tersebut di tandai dengan warna keabu-abuan. Sedangkan untuk golongan sigaret pada tingkat kemasakan tepat masak/masak sekali, apabila pasar menginginkan IV-20
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
krosok yang halus maka pemetikan dilakukan tepat masak. Sedangkan
bila
menginginkan
krosok
yang
kasar
pemetikan
diperpanjang 5 -10 hari dari tingkat kemasakan tepat masak. Daun dipetik mulai dari daun terbawah ke atas. Waktu yang baik untuk pemetikan adalah pada sore/pagi hari pada saat hari cerah. Pemetikan dapat dilakukan berselang 3 - 5 hari, dengan jumlah daun satu kali petik antara 2 - 4 helai tiap tanaman. Untuk setiap tanaman dapat dilakukan pemetikan sebanyak 5 kali. Sortir daun berdasarkan kualitas warna daun yaitu: a) Trash (apkiran): warna daun hitam b) Slick (licin/mulus): warna daun kuning muda c) Less slick (kurang liciin): warna daun kuning (seperti warna buah jeruk lemon) d) More grany side ( sedikit kasar ) : warna daun antara kuningoranye. Pemanenan pada tembakau rakyat secara umum dilakukan secara manual, dalam pelaksanaannya diperlukan identifikasi terhadap rangkaian proses menjelang sampai waktu dilakukan pemanenan, antara lain pengamatan terhadap tingkat kematangan daun, waktu pemanenan, cara pemanenan serta pengamanan terhadap hasil panen. Daun masak diartikan sebagai daun yang telah berada dalam kondisi optimal siap panen untuk menghasilkan Tembakau Irisan (TIS) yang bermutu baik. Penentuan kemasakan daun secara umum didasarkan kepada perubahan warna, dimana daun tepat masak secara kasat mata dapat dilihat mempunyai warna hijau, kuning atau kemerahmerahan. Tingkat kemasakan daun terhadap mutu tembakau mole mempunyai pengaruh yang sangat besar dan dapat dibedakan menjadi 3 yaitu : IV-21
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
1. Daun kurang masak, warna hijau dan bobot timbangan berat, fase untuk agar cepat pematangan lama. 2. Daun masak, warna kuning keputih-putihan kualitas, rasa dan aroma bagus, 3. Daun layu, warna menjadi kecoklat-coklatan kadar tar dan nikotin naik/tinggi, kualitas rendah 1. Waktu dan cara Pemanenan Untuk menghasilkan produk rajangan yang mempunyai kualitas bagus waktu dan syarat pemanenan merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaanya agar : 1. Dipanen bila telah tidak ada embun pagi, jangan terlalu pagi dan jangan terlalu
siang yaitu antara jam 09.00 – 11.00 atau jam
02.00 – 17.00 WIB, 2. Tahapan pemanenan harus selektif mungkin agar tidak terjadi salah panen secara sortasi panen yang benar dan tepat, 3. Cara pemanenan dimulai dari daun bawah sampai daun atas sesuai dengan ketuaan daun berurutan dan pada saat iklim yang normal, 4. Setiap pohon dapat dipanen selama 4 - 5 kali panen, 5. Proses pemetikan berkisar anatra 2 – 5 daun tiap pohon sesuai kematangan daun, 6. Pemanenan tembakau lokal dilakukan dengan cara pemetikan dimana daun satu persatu dipetik,
2. Pengamanan Hasil Panen
IV-22
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
1. Pengamanan upaya
terhadap
untuk
hasil
panen
dimaksudkan
sebagai
mempertahankan secara optimal sifat fisik dan
kimiawi daun sehingga dapat dihasilkan mutu yang baik. Beberapa upaya
yang
harus
dilakukan
setelah
pemanenan
yaitu
pengangkutan daun dengan cara digulung dengan menggunakan karung agar tidak memar, sobek, daun pecah dan terhindar dari sinar matahari secara langsung, 2. Dalam proses pengangkutan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu : a. Daun yang
baru
dipanen
masih
cukup
getas
dan jika
tidak terpaksa tidak perlu diikat, b. Waktu pengangkutan tidak terlalu lama maksimal 4 - 5 Jam, c.
Hindari pemindahan dari kendaraan yang satu kepada yang lainnya agar tidak terjadi layu daun,
d. Hindari daun dari sengatan matahari secara langsung. e. Hindari daun dari guyuran hujan. 3. Setelah sampai ditempat pengolahan daun segera turunkan dari kendaraan dan segera buka dari gulungan karung, daun disortir dipilih daun yang telah menguning, hijau, dan merah dipisahkan dan yang hijau diperam, yang merah dan kuning dibuang langsung batang daun untuk siap di rajang agar warna serupa dan tidak campur kualitas hasil rajangan. 3. Pasca Panen Tindakan pasca panen tembakau merupakan rangkaian kegiatan proses berupa perlakuan tertentu terhadap daun tembakau yang telah dipetik/dipanen. Tindakan/perlakuan yang dilaksanakan, khususnya pada tembakau lokal dimana produk yang yang dipanen berdasarkan cara panen daun tembakau yaitu :
IV-23
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
1. Sortasi daun dipisahkan berbagai grade yang diinginkan, sortasi daun dilakukan melalui pengelompokan daun berdasarkan : a. Daun lewat masak, b. Daun tepat masak, c. Daun kurang masak, d. Daun cacat : Kegiatan ini dilakukan untuk memilih daun sesuai tingkat kemasakannya sebelum dilakukan proses pemeraman. 2. Pemeraman: proses pemeramanan dapat dilaksanakan melalui 2 cara yaitu : a. Tanpa menghilangkan gagang daun dan tanpa penggulungan, b. Dengan cara pembuangan gagang daun dan penggulungan daun,
Pemeraman cara 1 yaitu menumpuk atau menata daun sesuai dengan cara batang dibawah, ujung daun di atas dengan tujuan: (1) untuk pelayuan, (2) menurunkan kadar air, (3) menurunkan kadar tar dan nikotin. Setelah selesai antara 2-3 malam baru pembuangan gagang daun. Pemeramanan cara kedua yaitu dilakukan pembuangan gagang daun
dan digulung baru dilakukan pemeraman
waktunya antara 1-2 malam. 3. Penyiapan
tempat
penyimpanan
daun,
pembuangan
batang
daun/pakang, 4. Perajangan daun, dilakukan pada malam hari sampai siang hari dengan cara memotong daun hasil dari pemeraman diiris dengan ketebalan 1-2 mm,
IV-24
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
5. Penyetakan (icisan) hasil irisan, daun yang diiris dicetak dengan cara diicis dihamparkan pada bilah bambu yang dianyam (sasag) ukuran 52 x 92 Cm 6. Penjemuran hasil penyetakan, 7. Penyimpanan hasil penjemuran 8. Penjemuran kembali 9. Pengembunan, tujuannya adalah untuk pengikatan warna 10. Pelurusan (ngabatek) 11. Pelipatan 12. Sortasi hasil olahan 13. Pengemasan dan pengebalan hasil olahan merupakan perlakuan sebelum proses penjualan dilaksanakan. Pengebalan merupakan tindakan pengumpulan untingan/bundel yang sama bentuk kotak dengan menggunakan pembungkus plastik, tikar atau yang lainnya dengan tujuan untuk : 1. Menjaga agar tidak rusak dan pecah serta pengaturan suhu udara, 2. Memudahkan proses pemindahan/penjualan sekaligus untuk meng klasifikasi ulang jenis mutu hasil olahan, 3. Memudahkan penyimpanan. Dalam penyimpanan ditempat kering, diberi las kayu, tutup rapat dengan terpal/plastik Tembakau olahan yang dihasilkan di Kabupaten Bandung yaitu tembakau mole merah dan putih serta krosok.
Dilihat dari sisi
pengolahan, Kabupaten Bandung masih tergolong rendah, karena apabila dibandingkan dengan daerah lain seperti Sumedang dan Majalengka sudah menghasilkan tembakau olahan mole putih, hijau, merah dan hitam. Selain itu, dilihat dari aspek kualitasnya, tembakau
IV-25
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
olahan dari Kabupaten Bandung masih di bawah Kabupaten Sumedang dan Majalengka. Pengolahan tembakau diartikan sebagai kegiatan untuk mengubah dari daun tembakau menjadi hasil Tembakau Irisan halus (TIS) sampai mencapai
keadaan
tertentu
yang
diharapkan
untuk
diproses
dimanfaatkan menjadi hasil olahan tembakau yang siap konsumsi. Pengolahan ini sering kita sebut tembakau ”Mole” dan perubahan ini meliputi perubahan fisik dan kimia pada daun tembakau melalui pengaturan suhu dan kelembaban. Perubahan ini meliputi : 1. Perubahan dari daun menjadi rajangan halus seperti rambut, 2. Perubahan dari warna daun hijau menjadi kuning keemasan, 3. Kandungan air permentasi 84 % Hasil akhir berupa : 1. Tembakau kering berbentuk lempengan/rajangan halus, 2. Warna sesuai keinginan pengolah dan pasar (konsumen), 3. Kandungan Tar dan Nikotin rendah,serta kandungan gula tinggi 4. Penguningan
menggunakan
panas
matahari
dengan
cara
penjemuran, 5. Pengeringan menggunakan panas matahari dengan cara dijemur, Adapun proses sortasi untuk grade yaitu : a.
Tahapan sortasi dan pengolahan hasil tembakau lokal 1. Sortasi sebelum pengolahan Sortasi
dilakukan
dengan
maksud
untuk
memperoleh
keseragaman daun berdasarkan tingkat kemasakannya, klasifikasi daun dapat dibedakan yaitu : a. Daun kurang masak, berwarna hijau dan lebih segar serta rapuh, b. Daun yang telah masak hijau kekuning-kuningan,
IV-26
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
c. Daun yang lewat masak, berwarna kuning dan bagian ujungnya
berwarna
kecoklat-coklatan
atau
kehitam-
hitaman. 2. Penyiapan alat pemeraman a. Tempat suhu untuk pemeraman jangan terlalu lembab dan panas, b. Hindari dari sinar matahari, c. Hindari dari air d. Gunakan tutup pembungkus yang tidak menguap. 3. Perajangan Perajangan dilakukan pada malam hari dengan memotong gulungan daun yang telah selesai diperam, gulungan daun dimasukkan pada alat perajang kemudian diiris dengan pisau yang tajam dan ukuran ketebalan rajangan antara 1 - 2 mm. 4. Penjemuran Daun tembakau yang telah dirajang dihamparkan pada cetakan yang telah disediakan pada bilah bambu yang dianyam dengan ukuran
52 x 92 cm, yang kemudian
dijemur di panas matahari, agar pengeringan merata dilakukan pembalikan untuk memeriksa penjemuran yaitu apabila tembakau yang dijemur dipegang mudah patah dan kasar.
Selanjutnya
daun
hasil
perajangan/penjemuran
tersebut disimpan diruangan selama 2 hari agar hasil rajangan menjadi lemas, dan disimpan dalam plastik untuk menjaga suhu dan kelembaban. Alat Perajangan yaitu ; 1. Rimbag, 2. Sasag, 3. Pisau Rajang
IV-27
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
4. Kaen alas pencetak, 5. Ebeg/sasag icisan 6. Ebeg/sasag penjemuran, 7. Alat penjemuran/Panagan 8. Batu asahan, 9. Batu osrengan/amril/gurinda dll 5. Pengaturan hasil rajangan dalam penjemuran Dalam penjemuran harus diperhatikan tentang suhu udara hindari dari suhu dingin di bawah 16
0
C karena akan
mempengaruhi rasa, warna dan aroma. Pagi penjemuran dimulai jam 08.00 sampai jam 16.00 WIB 6. Penjemuran dan Pematangan hasil Hasil perajangan dijemur antar 20-25 hari untuk dimasakan bagian luarnya selama 12-15 hari dan setelah itu dibalik agar masak bagian dalamnya selama 12-15 hari dan kemudian pada hari-hari terakhir diembunkan mulai jam 4.00 WIB dan siangnya dijemur lagi selama 2-3 malam, setelah itu dilakukan penarikan (dibatek) agar mudah diatur dalam pengebalan dan seragam besarnya serta siap untuk dilipat menjadi tembakau sudah jadi untuk pengepakan dan siap dijual. 4.2.4. Produksi, Biaya dan Pengolahan Tembakau
Pendapatan
Usahatani
dan
Berdasarkan hasil survey terhadap 54 kelompok tani, pelaku usaha tembakau di Kabupaten Bandung terbagi menjadi 3 kelompok yaitu:
IV-28
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
1.
Petani pembudidaya saja, ada 3 orang (5 %)
2.
Petani pembudidaya dan pengolah, ada 32 orang (60 %)
3.
Pengolah saja, ada 19 orang (35 %) Sebagian besar pelaku usaha tembakau di Kabupaten Bandung
merupakan petani pembudidaya sekaligus pengolah.
Jadi mereka
langsung mengolah daun tembakau basah menjadi tembakau kering siap jual. Dalam penjualan hasil tembakau mereka tidak pernah menjual ke pasar karena para bandar selalu mendatangi mereka. Rata-rata produksi tembakau basah adalah 9150 kg/ha, dan ratarata produksi tembakau kering 875 kg/ha . Produktivitas tembakau basah yang dihasilkan oleh petani di Kabupaten Bandung masih tergolong rendah apabila dibandingkan dengan potensi yang dapat tercapai yaitu 12.000 – 15.000 kg/ha. Rendahnya produktivitas tembakau ini secara teknis dipengaruhi oleh berbagai berbagai faktor seperti iklim, cara budidaya serta keterbatasan modal untuk membeli input produksi. Hal ini disebabkan komoditas tembakau merupakan tanaman yang sangat peka terhadap lingkungan fisik, penanganan pada saat penanaman maupun pemeliharaan, kondisi cuaca dan pengolahan hasil hingga menjadi tembakau rajangan kering yang siap dipasarkan.
IV-29
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
Tabel 4.3. Produksi Tembakau Setiap Kecamatan di Kabupaten Bandung
KECAMATAN
1
Arjasari
Ds. Ancolmekar
Tani Wargi
Enjeh
900
2
Cimaung
Ds. Malasari
Karya bakti mulya
Jaji
850
3
Cikancung
Ds. Ciluluk
Ciheulet
Tarmin
850
Ds. Mekarlaksana
Sagatan 3
Daud S
Sagatan
Aliah
850
Ds Mandalasari
Mandala
Ikin
850
Ds. Nagrog
Hurip Mukti
Juju
850
Ds. Narawita
Mekarsari
Alia Samsu
850
Ds. Tanjungwangi
Nanjungwangi
Uum
Ds. Dampit
Dampit
Aca Sasmita
Ds. Babakan Peuteuy
Mekar harapan
Asep Sumarna
Ds. Mandalawangi
Harapan
Unang
850
Ds. Citaman
Nyi Mas Doyongsari
Ebak Bakri
825
Ds. Ciaro
Ciaro
Pandi
850
Ds. Bojong
Rido Manah
Johir
Ds. Loa
Walahir II (Gapoktan sabilulungan)
Tata
Mekar wangi
Daud
Ds. Drawati
Mekar
Ayat
900
Ds. Sindangsari
Mustika Jaya
Ence S
900
Kp.Paratag, Ds Melati wangi
Berkah
Syarifudin
950
Giri Mekar
Babakan Cimahi
Agus Syarif M
5
6
7
Cicalengka
Nagreg
Paseh
Cilengkrang
KETUA
Produksi (kg/ha) PembudiPembudiPengolah daya dan daya saja saja pengolah
No
4
DESA
NAMA KELOMPOK/ GAPOKTAN
9800
8000 850 2000
9000 900 9000
8800
IV-30
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
KECAMATAN
8
Cileunyi
Kp. Cibiru beet, Ds. Cileunyi wetan
Cibiru beet
U. Ruspendi
900
9
Ciwidey
Ds. Lebak Muncang
Trikarya Mandiri
Dadang Koswara
850
Ds. Sukawening
Sauyunan
H. Kohar
875
Ds. Pakutandang
Tandang
Anda
850
Ds. Ciheulang
Girilaya
Aceng Anwar
8500
Ds. Mekar laksana
Mekar
Uju
9000
Ds. Babakan
Mekar Saluyu
Cece S.
900
Ds. Cikawao
Harapan 1
Manan
900
Calingcing
Rukman
9000
Gumati
Udin
9000
Harapan 1
Sambas
9750
Harapan II
Asep Nurdin
900
Harapan II
H. Karmo
900
Tali Wargi
Atep
9500
Manik Jaya
Maman
9500
Ngancik Tunas Baru
Endang A Emed
900 900
Harapan Baru
Ahmad Eman Sulaeman
900
11
Ciparay
Pacet
Ds. Nagrak
Ds. Mandalahaji
KETUA
Produksi (kg/ha) PembudiPembudiPengola daya dan daya saja h saja pengolah
No
10
DESA
NAMA KELOMPOK/ GAPOKTAN
Ds. Sukarame
Karya Bakti
Ds. Mekarjaya
Pamili
Ds. Cinanggela
Harapan Baru
Ds Tanjungwangi
Mekarwangi
Agus Suparman
Ds. Pangauban
Sawargi
Koko
Ds. Cipeujeuh
Mandiri
Saepudin
9000
Dadan Asep Burhanudi n
2500 900 9500 900 9500
IV-31
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
No
KECAMATAN
12
Ibun
NAMA KELOMPOK/ GAPOKTAN
DESA
Ds. Neglasari
Ade Suhana
Giri Asih Dukuh
13
Soreang
KETUA
Produksi (kg/ha) PembudiPembudiPengola daya dan daya saja h saja pengolah 9000
Mamat H. Eti Sumiati
2500
Ds. Laksana
Wanoja
Ds. Dukuh
Tembakau
Ayon
875
Ds. Mekar Wangi
Mekarwangi
Ukar Suryana
875
Ds. Sukajadi
Sugih mukti
H. Nana Suryana
9500
Ds. Sukanagara
Girimukti
Anung
9000 9500
14
Kutawaringin
Ds. Cilame
Sugih tani
Amur Sutrisna
15
Baleendah
Kp. Pasir Endah, Kel. Baleendah
Cipta Karya
Dadang Gunawan
850
800
Jumlah Responden
19
32
Rata-rata Produksi
9150
875
3
Dalam analisis usahatani tembakau, perlu mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh dari usahatani tersebut. Minat petani untuk mengembangkan tembakau pada saat ini sangat
besar
mengingat
dalam
melaksanakan
usahanya
cepat
memberikan hasil, harga jual pada tahun 2011 antara Rp 35.000 - Rp 50.000,-/kg tembakau mole. Biaya adalah semua biaya yang dikeluarkan dalam rangka pelaksanaan kegiatan
usaha tembakau
yang dinilai dengan rupiah.
Menurut Soekartawi (1986), biaya dalam usahatani dapat dibedakan menjadi biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai usahatani merupakan pengeluaran tunai yang dikeluarkan oleh petani. Sedangkan biaya yang diperhitungkan merupakan pengeluaran yang secara tidak tunai dikeluarkan petani, biaya ini dapat berupa faktor produksi yang digunakan petani tanpa mengeluarkan uang tunai seperti sewa lahan yang IV-32
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
diperhitungkan atas lahan milik sendiri, penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, penggunaan benih dari hasil produksi dan penyusutan dari sarana produksi. Pengeluaran usahatani secara umum meliputi biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang sifatnya tidak dipengaruhi oleh jumlah produksi yang dihasilkan. Biaya tetap dapat berupa biaya sewa lahan, pajak dan bunga pinjaman. Biaya variabel adalah biaya yang sifatnya dipengaruhi jumlah produksi yang dihasilkan. Biaya variabel dapat berupa biaya yang dikeluarkan untuk benih, pupuk, pestisida dan upah tenaga kerja. Penerimaan usahatani adalah nilai produksi yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu dan merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi total dengan harga satuan dari hasil produksi tersebut. Harga tembakau basah yang berlaku saat ini di Kabupaten Bandung adalah Rp 2500/kg, sedangkan tembakau kering antara Rp 35.000 – Rp 50.000/kg. Harga tembakau basah dan tembakau kering yang diterima petani sering berfluktuasi.
Hal ini menjadi tantangan bagi pemerintah daerah
Kabupaten Bandung untuk mendorong dan memfasilitasi kemitraan usaha antara petani dengan pabrikan sehingga kepastian pasar dan harga yang layak dapat dinikmati petani.
Jumlah biaya yang dikeluarkan dan
penerimaan yang diperoleh petani tembakau di Kabupaten Bandung dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4. Analisa Usaha Tembakau Lokal Di Kabupaten Bandung (Berdasarkan skala usaha luasan 1 Ha) No
Jenis Kegiatan
Kebutuhan HOK
Harga Satuan
Jumlah (Rp)
I
Budidaya :
1.
Pengolahan Lahan sampai siap tanam
60 orang
25.000
1.500.000
2.
Pemupukan Dasar
14 orang
25.000
350.000
3.
Penanaman
14 orang
25.000
350.000 IV-33
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
No
Kebutuhan HOK
Jenis Kegiatan
Harga Satuan
Jumlah (Rp)
4.
Penyulaman
4 orang
25.000
100.000
5.
Penyiangan /Pembumbunan
28 orang
25.000
700.000
6
Pemupukan Susulan I
12 orang
25.000
300.000
7.
Pendangiran II
14 orang
25.000
350.000
8.
Pemupukan Susulan II
12 orang
25.000
300.000
9.
Pengendalian H/P
2 orang
25.000
50.000
10
Pemangkasan Pucuk/Naruk
4 orang
25.000
100.000
11
Pembuangan Wiwilan 1,2,3,4
4 orang
25.000
100.000
Jumlah I :
168 HOK
4.200.000
II
Kebutuhan Sarana Produksi
12
Benih Tembakau
11.600 phn
100
1.160.000
13
Pupuk Kandang
4.900 Kg
500
2.450.000
14
Pupuk NPK BASF (15+15+15)
410 Kg
7.000
2.870.000
15
Obat (Insek/Fungi)
1 Paket
200.000
200.000
Jumlah II : Jumlah Biaya penanaman
6.680.000 10.880.000
( I+II)
III
Biaya Tenaga Kerja di Pascapanen
16
Panen
60 orang
25.000
1.500.000
17
Ongkos angkut/Transport
60 orang
25.000
1.500.000
18
Biaya Pengolahan : a. Permentasi/pembuangan tulang
25 hok
25.000
625.000
b. Perajangan
40 hok
25.000
1.000.000
c. Penjemuran
60 hok
25.000
1.500.000
d. Pengembunan
30 hok
25.000
750.000
e. Pengepakan
20 hok
25.000
500.000
Jumlah III : Jumlah I + II + III
295 HOK
7.375.000 18.255.000
IV-34
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
Berdasarkan Tabel 4.4. di atas, dapat dilihat bahwa usahatani tembakau memerlukan tenaga yang besar, sehingga biaya tenaga kerja merupakan komponen biaya produksi terbesar. Hal ini disebabkan tembakau membutuhkan perhatian lebih besar dibandingkan dengan padi, sehingga dituntut lebih telaten mengurusnya. Dari
hasil
pendapatan.
usaha
tembakau,
petani
tentunya
memperoleh
Pendapatan yang diperoleh merupakan selisih antara
penerimaan dengan biaya produksi yang dikeluarkan selama proses produksi. Dalam menganalisis pendapatan usaha tembakau, dibedakan menjadi
dua
yaitu
analisis
pendapatan
dari
usahatani
tembakau
(tembakau basah) dan usaha pengolahan tembakau (tembakau kering). Hal ini dilakukan karena petani tembakau di Kabupaten Bandung terbagi menjadi 3 golongan, yaitu ada petani yang hanya membudidayakan tembakau, petani yang membudidayakan sekaligus menjadi pengolah, serta ada pelaku usaha yang mengolah saja. Adapun analisis pendapatan usaha tembakau sebagai berikut: 1.
Daun tembakau di kebun dihargai Rp. 2.500 per pohon, dan hasil tembakau kering dan siap dijual, sebagai gambaran, bahwa pada Bulan Juli 2011, harganya dikisaran rata-rata Rp. 35.000 s/d 50.000/Kg
2.
Apabila dalam 1 Ha menghasilkan sebanyak 9150 kg tembakau basah dengan harga jual per pohon Rp. 2.500,- maka perhitungan usaha tembakau di tingkat petani pembudidaya/ penanam adalah sebagai berikut : a.
9150 kg x Rp. 2.500 = Rp. 22.875.000
b.
Rp. 22.875.000 – Biaya produksi = Hasil Bersih per musim tanam tembakau asumsi dijual di kebun (kebiasaan petani) Rp. 22.875.000 – 10.880.000 = Rp . 11.995.000
IV-35
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
c.
Hasil bersih per musim tanam tembakau = Rp. 11.995.000
d.
Hasil bersih per bulan
=
Hasil bersih per musim tanam
tembakau : 3 bulan e.
Hasil bersih per bulan = Rp. 11.995.000 : 3 bulan = Rp. 3.998.000
3.
Sedangkan apabila dalam 1 Ha menghasilkan 875 Kg tembakau kering siap jual, maka perhitungan usaha tembakau di tingkat petani/pedagang pengolah adalah sebagai berikut : A. Biaya produksi untuk proses pengolahan terdiri dari : -
Biaya beli bahan baku daun tembakau (9150 kg x Rp. 2.500) = Rp. 22.875.000
-
Biaya panen dan pengolahan (Rp. 7.375.000)
-
Total biaya = Rp. 22.875.000 + 7.375.000
-
= Rp. 30.250.000
B. Hasil usaha a. 875 kg rajangan kering x Rp. 42.500 = Rp. 37.187.500 b. Rp. 37.187.500 – Biaya produksi = Hasil Bersih per proses produksi tembakau c. Rp. 37.187.500 – Rp. 30.250.000 = Rp. 6.937.500 d. Hasil bersih per musim tanam tembakau = Rp. 6.937.500 e. Hasil bersih per bulan nya = Hasil bersih per musim tanam tembakau : 3 bulan (asumsinya dari panen sampai siap jual) f. Hasil bersih per bulan = Rp. 6.937.500 : 3 bulan = Rp. 2.312.500
IV-36
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
4. Proporsi Biaya dan Keuntungan Berdasarkan perhitungan di atas, proporsi biaya usaha budidaya yag menghasilkan daun tembakau basah sebesar 47 % dengan proporasi keuntungan 53 %. Sementara itu biaya usaha tembakau olahan (mole) proporsi biaya sebesar 81 % dengan keuntungan 19 %. 5.
Lahan atau tanah yang dipergunakan untuk tanaman tembakau di Kabupaten Bandung adalah lahan tidur atau lahan kebun atau lahan sawah yang ditanami padi yang hanya menghasilkan atau ditanam
1 kali musim tanam tiap tahunnya. Jadi untuk lahan
tanaman tembakau bukan saja lahan yang produktif tetapi juga lahan yang kurang produktif. 4.2.5. Perkembangan Kelembagaan Pada
pengusahaan
tembakau,
kelembagaan
petani
sudah
terbentuk pada tahun 2000 yaitu Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), pembentukan Asosiasi ini sudah relatif berkembang dengan baik dalam memperjuangkan kepentingan anggotanya. Selanjutnya di tingkat provinsi sentra-sentra penanaman tembakau juga telah terbentuk asosiasi tingkat provinsi (APT Jabar, APT Jateng, APT DI. Yogyakarta, APT Jatim, APT Bali dan APT NTB), bahkan terbentuk di tingkat kabupaten, begitupun di Kabupaten Bandung telah terbentuk APT Kabupaten Bandung. Asosiasi petani tembakau merupakan wadah untuk menyalurkan kepentingankepentingan petani dalam meningkatkan posisi tawar petani tembakau. Disisi lain pembentukan kelembagaan formal seperti Koperasi kurang berkembang walaupun ada kegiatannya terbatas pada simpan pinjam dan penyediaan kebutuhan sehari-hari.
IV-37
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
Kelompok tani (Gabungan kelompok tani/Gapoktan) tembakau yang sudah terbentuk seharusnya diarahkan untuk bermitra dengan KUD yang ada di wilayah tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan sarana produksi terutama pupuk dan obat-obatan, petani tembakau dapat memanfaatkan KUD yang ada. Pada kenyataannya hubungan petani dengan KUD hanya sebatas memenuhi kebutuhan sarana produksi dan hubungan yang melembaga belum terwujud. 4.2.6. Diversifikasi Usaha dan Intercroping Tembakau sebagai komoditas yang kontroversial, menghadapi tantangan dengan adanya kampanye anti rokok dari organisasi kesehatan WHO/ FCTC (Framework Convention on Tobacco Control) yang akan berdampak pada penurunan kebutuhan tembakau. Dilain pihak saat ini belum ada bidang usaha lain yang mampu mengganti peran tembakau di sentra-sentra tembakau yang umumnya beriklim kering. Untuk itu perlu dilakukan pembaharuan untuk menghasilkan produk tembakau yang berdaya saing (aman, diterima pasar dan harga yang wajar), bertanggung jawab sosial, ramah lingkungan, berkesinambungan dan dapat diterima oleh masyarakat global. Beberapa upaya untuk menyikapi FCTC antara lain dengan melaksanakan usahatani dengan diversifikasi dan intercroping dengan tanaman lainnya, yang sekaligus sebagai upaya konservasi lahan atau mengurangi degradasi lahan. Disamping itu juga dilakukan usahatani terintegrasi dengan ternak (Mix farming) yang diharapkan kedepan mampu menjadi pilihan bagi para petani tembakau, sekaligus sebagai upaya untuk menjaga kesuburan tanah.
IV-38
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
Tembakau juga memiliki keunggulan lain yaitu sebagai tempat berkembangnya predator yang menyerang hama dan penyakit tanaman. Hal ini memberikan peluang bagi petani, bahwa menanam dengan pola tumpangsari antara suatu komoditas dengan komoditas tembakau akan memberikan keuntungan tersendiri yaitu penekanan jumlah hama dan penyakit.
Dengan
demikian,
suatu
komoditas
tersebut
dapat
menghasilkan hasil panen yang lebih besar dan dapat memberikan keuntungan bagi petani karena petani tidak perlu mengeluarkan dana untuk memberantas hama dan penyakit yang menyerang tanaman mereka. Di Kabupaten Bandung, kegiatan Mix farming
antara tanaman
tembakau dengan domba dan kelinci telah dilaksanakan oleh sebagian petani yang tergabung dalam kelompok tani di Kecamatan Baleendah, Ciparay dan Pasirjambu. Dengan telah dilaksanakannya mix farming ini, petani tembakau di Kabupaten Bandung dapat menghemat biaya untuk membeli pupuk kandang. Namun pada saat ini, keadaan ternak domba dan kelinci yang diberikan oleh Dinas Peternakan Kabupaten Bandung banyak yang mati. Begitupun kegiatan diversifikasi usaha telah dilakukan oleh Dinas Koperasi,perindustrian dan perdagangan Kabupaten Bandung. Kelompok sasarannya adalah kelompok tani Karya Bakti Mulya di Kecamatan Cimaung. Kegiatannya meliputi pelatihan produk olehan berbahan baku singkong dan pemberian bantuan alat /mesin pengolahan keripik singkong. Jenis usaha ini dipilih karena Kecamatan Cimaung merupakan daerah sentra penghasil komoditas singkong di Kabupaten Bandung. Kagiatan diversifikasi usaha ini ditujukan untuk menambah pendapatan keluarga petani tembakau.
IV-39
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
4.3. Karagaan Tembakau Setiap Kecamatan di Kabupaten Bandung Mengacu
penjelasan
kondisi
tembakau
di
atas
keragaan
(deskripsi) tembakau setiap kecamatan yang mencakup lokasi kecamatan, desa penghasil tembakau, luas areal, varietas, produksi dan rata-rata produksi responden, kelompok tani dan ketua kelompok tani diuraikan sebagai berikut : (1)
Kecamatan Arjasari Kecamatan Arjasari terletak di kaki Gunung Malabar. Desa Ancol Mekar Kecamatan Arjasari merupakan sentra penghasil tembakau dengan varietas Nani dan Himar yang ditanam pada lahan kering. Musim tanam tembakau dilakukan petani sebanyak satu kali per tahun. Adapun Luas areal mencakup 45 hektar yang dikelola oleh 60 anggota petani. Di desa ini nama kelompok tani adalah “Tani Wargi” yang diketua Enjeh. Ketua kelompok berusaha sebagai pembudidaya dan pengolah. Di desa ini, budidaya tembakau diusahakan dengan jumah bibit 12000 bibit/hektar. Adapun pemupukan menggunakan pupuk NPK sebanyak antara 250-350 kg/hektar dan pupuk kandang sebanyak 4000 – 6000 kg per hektar. Adapun rata-rata produktivitas daun tembakau basah yang dihasikan responden sebesar 900 kg/hektar. Aktivitas pengolahan tembakau sampai dengan saat ini masih bersifat manual terutama dalam penjemuran tembakau. Aktivitas tersebut selama
ini
menghadapi kendala dikala cuaca mendung atau jatuh dimusim hujan, kuaitas tembakau akibat kendala cuaca ini umumnya menjadi
menurun.
Teknologi
tepat
guna
yang
membantu
penjemuran akan diperlukan pada wilayah sentra tembakau yang memiliki cuaca fluktuatif (hujan gunung, orografis). IV-40
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
(2)
Kecamatan Cimaung Kecamatan Cimaung terletak di wilayah Selatan Kabupaten Bandung. Kecamatan Cimaung memiliki lahan basah (sawah) dan lahan kering. Untuk pengusahaan tembakau di kecamatan ini menggunakan lahan sawah dan lahan kering. Sentra tembakau terdapat di Desa Malasari. Pemasaran tembakau basah biasanya ke pengolah di wilayah sekitarnya.
Pelaksanaan teknis budidaya
oleh petani belum berdasarkan teknis budidaya yang baik dan benar (bersifat asal-asalan). Kemampuan petani dalam mengolah produk tembakau masih tergolong rendah (produk yang dihasilkan berkualitas rendah). Produk olahan tembakau yang dihasilkan oleh petani di Kecamatan Cimaung adalah tembakau mole merah dan kuning (rajangan) tapi bukan tembakau iris halus.
Aktivitas
pengolahan tembakau sampai dengan saat ini masih bersifat manual terutama dalam penjemuran tembakau, disamping adanya kendala dikala cuaca. (3)
Kecamatan Cikancung Kecamatan Cikancung terletak di wilayah timur Kabupaten Bandung di sekitar suku Gunung Padaringan dan Gunung Haji. Lahan yang digunakan untuk usahatani tembakau adalah lahan tegalan/lahan darat.
Sentra tembakau di Kecamatan Cikancung adalah Desa
Ciluluk, Desa Mekarlaksana dan Desa Mandalasari. Produk olahan tembakau yang dihasilkan oleh petani di Kecamatan Cikancung adalah tembakau mole merah (rajangan) tapi bukan tembakau iris halus. Cara penjualan tembakau basah dilakukan secara tebasan ke pedagang/pengolah di sekitar wilayah Kecamatan Cikancung,
IV-41
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
Tanjungsari
(Sumedang) dan
Garut yang dating ke
lokasi
usahatani.
Pelaksanaan teknis budidaya oleh petani belum
berdasarkan teknis budidaya yang baik dan benar (bersifat asalasalan). Untuk kegiatan pengolahan, kemampuan petani pengolah dalam mengolah produk tembakau masih tergolong rendah (produk yang dihasilkan berkualitas rendah).
Pemasaran produk olahan
tembakau dari Kecamatan Cikancung biasanya dijual ke daerah Tanjungsari (Sumedang) dan Garut. (4)
Kecamatan Cicalengka Kecamatan Cicalengka terletak di wilayah Timur Kabupaten Bandung. Sentra usahatani tembakau di sekitar Dampit, Cihanyir dan pesawahan Cikuya.
Lahan yang digunakan untuk usahatani
tembakau adalah lahan tegalan/lahan darat dan sawah. Luas lahan yang digunakan untuk usahatani tembakau seluruhnya 180 hektar. Sentra tembakau di Kecamatan Cicalengka adalah Desa Nagrog, Desa Narawita, Desa Tanjungwangi, Desa Dampit, dan Desa Babakan Peuteuy.
Pemasaran tembakau basah ke Tanjungsari/
Sumedang, Garut dan dijual secara tebasan. Pelaksanaan teknis budidaya oleh petani belum berdasarkan teknis budidaya yang baik dan benar (bersifat asal-asalan). Kemampuan petani dalam mengolah produk tembakau masih tergolong rendah (produk yang dihasilkan berkualitas rendah).
Produk olahan tembakau yang
dihasilkan oleh petani di Kecamatan Cicalengka adalah tembakau mole merah (rajangan) tapi bukan tembakau iris halus. Pemasaran produk olahan tembakau dari Kecamatan Cicalengka biasanya dijual ke bandar dari Tanjungsari/ Sumedang dan Garut.
IV-42
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
(5)
Kecamatan Nagreg Kecamatan Nagreg terletak di wilayah timur Kabupaten Bandung. Lahan yang digunakan untuk usahatani tembakau adalah lahan tegalan/lahan darat. Luas lahan yang digunakan untuk usahatani tembakau seluruhnya 35 hektar. Sentra tembakau di Kecamatan Nagreg adalah Desa Mandalawangi, Citaman, Ciaro, dan Bojong. Pemasaran tembakau basah ke sesama pengolah di sekitar wilayahnya (lokal), Tanjungsari/ Sumedang, Garut dan dijual secara tebasan.
Pelaksanaan teknis budidaya oleh petani belum
berdasarkan teknis budidaya yang baik dan benar (bersifat asalasalan) dan petani yang melaksanakan usahatani tembakau ini adalah petani pemula.. Kemampuan petani dalam mengolah produk tembakau masih tergolong rendah (produk yang dihasilkan berkualitas rendah). Produk olahan tembakau yang dihasilkan oleh petani di Kecamatan Nagreg adalah tembakau mole merah (rajangan kasar/zak) dan kualitasnya lebih rendah dibandingkan dengan Kecamatan Cicalengka dan Cikancung. Pemasaran produk olahan tembakau dari Kecamatan Nagreg
biasanya dijual ke
bandar dari Tanjungsari/Sumedang dan Garut. (6)
Kecamatan Paseh Kecamatan Paseh terletak di selatan Kabupaten Bandung. Sentra usahatani tembakau di sekitar wilayah desa Loa yang merupakan sentra terbesar budidaya dan pengolahan tembakau di Kabupaten Bandung.
Kecamatan
Paseh
juga
merupakan
perintis
pengembangan budidaya tembakau di Kabupaten Bandung. Lahan yang
digunakan
untuk
usahatani
tembakau
adalah
lahan
tegalan/lahan darat. Luas lahan untuk usahatani tembakau di Kecamatan Paseh merupakan yang terluas di Kabupaten Bandung
IV-43
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
(600 ha menurut data dari APTI Kabupaten Bandung), namun berdasarkan hasil survey, luas lahan usahatani tembakau di Kecamatan Paseh adalah 76,8 hektar dan yang dijadikan responden sebanyak 4 kelompok tani. Sentra tembakau di Kecamatan Paseh adalah Desa Loa, Desa Drawati dan Desa Sindangsari. Pemasaran tembakau basah ke Majalaya, Tanjungsari, Garut.
Pelaksanaan
teknis budidaya oleh petani sudah berdasarkan teknis budidaya yang baik dan benar . Kemampuan petani dalam mengolah produk tembakau
masih
tergolong
bagus
(produk
yang
dihasilkan
berkualitas bagus). Produk olahan tembakau yang dihasilkan oleh petani di Kecamatan
Paseh adalah tembakau mole merah
(rajangan) dan mendekati tembakau iris halus. Pemasaran produk olahan tembakau dari Kecamatan Paseh biasanya dijual ke bandar dari Tanjungsari/ Sumedang dan Garut. Adapun didalam aktivitas penjemuran tembakau di wiayah ini kendala cuaca menjadi sebab menurunnya kualitas tembakau. Wilayah ini bersinggungan dengan pegunungan di bagian selatannya. (7)
Kecamatan Cilengkrang Kecamatan Cicalengka terletak di utara Kabupaten Bandung. Lahan yang digunakan untuk usahatani tembakau adalah lahan tegalan/lahan darat. Sentra tembakau di Kecamatan Cilengkrang adalah Desa Melatiwangi dan Girimekar.
Pemasaran tembakau
basah biasanya ke pengolah di Tanjungsari / Sumedang dan dijual secara tebasan. Pelaksanaan teknis budidaya oleh petani sudah berdasarkan teknis budidaya yang baik dan benar. Untuk ukuran Kabupaten Bandung Kecamatan Cilengkrang merupakan pelaku usaha pembudidaya tembakau yang paling baik.
Hal ini
ditunjukkan dengan penggunaan varietas yang terseleksi baik dan
IV-44
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
menggunakan pupuk yang sesuai dengan anjuran (NPK-BASF Nithrosphoska 16-16-16). Kemampuan petani dalam mengolah produk tembakau sudah tergolong bagus (produk yang dihasilkan berkualitas bagus). Produk olahan tembakau yang dihasilkan oleh petani di Kecamatan Cilengkrang adalah tembakau mole kuning (rajangan) dan mendekati tembakau iris halus. Pemasaran produk olahan tembakau dari Kecamatan Cilengkrang biasanya dijual ke bandar dari Tanjungsari/ Sumedang dan Garut. Aktvitas usaha tembakau di wilayah ini lebih didukung oleh modal petani tembakau (bandar) dari kabupaten lain. Petani lebih bersifat penggarap. (8)
Kecamatan Cileunyi Kecamatan Cileunyi terletak di wilayah utara Kabupaten Bandung. Lahan yang digunakan untuk usahatani tembakau adalah lahan tegalan/lahan darat.
Luas lahan untuk usahatani tembakau
seluruhnya adalah 17 hektar.
Sentra tembakau di Kecamatan
Cileunyi adalah Desa Cileunyi Wetan. Pemasaran tembakau basah biasanya ke pengolah dari Tanjungsari dan sebagian dijual secara tebasan.
Pelaksanaan
teknis
budidaya
oleh
petani
sudah
berdasarkan teknis budidaya yang baik dan benar. Hal ini ditunjukkan dengan penggunaan varietas yang terseleksi baik dan menggunakan pupuk yang sesuai dengan anjuran (NPK-BASF Nithrosphoska 16-16-16). Namun, kemampuan petani dalam mengolah produk tembakau masih tergolong kurang baik sehingga hasil olahannya pun tidak optimal.
Produk olahan tembakau yang
dihasilkan oleh petani di Kecamatan Cileunyi adalah tembakau mole putih (rajangan) dan mendekati tembakau iris halus. produk
olahan
tembakau
ini
biasanya
Pemasaran ke
daerah
IV-45
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
Tanjungsari/Sumedang. Aktvitas usaha tembakau di wilayah ini lebih didukung oleh modal petani tembakau (bandar) dari kabupaten lain. Petani lebih bersifat sebagai petani penggarap. (9)
Kecamatan Ciwidey Kecamatan Ciwidey terletak di wilayah selatan Kabupaten Bandung. Lahan yang digunakan untuk usahatani tembakau adalah lahan tegalan/lahan darat dan bekas tanaman sayuran (bawang). Sentra tembakau di Kecamatan Ciwidey adalah Desa Desa Lebakmuncang dan Desa Sukawening. Pemasaran tembakau basah biasanya ke pengolah di Majalaya dan Garut. Pelaksanaan teknis budidaya oleh petani belum berdasarkan teknis budidaya yang baik dan benar (bersifat asal-asalan). Kemampuan petani dalam mengolah produk tembakau masih tergolong rendah (produk yang dihasilkan berkualitas rendah). Produk olahan tembakau yang dihasilkan oleh petani di Kecamatan Ciwidey adalah tembakau mole merah (rajangan) dan masih di bawah standar tembakau iris halus. Kecamatan Ciwidey saat ini sedang mengembangkan tembakau olahan zak (rajangan kasar). Pemasaran produk olahan tembakau ini biasanya ke daerah Majalaya dan Garut. Di wilayah ini aktivitas cuaca menjadi kendala dalam penjemuran tembakau.
(10) Kecamatan Ciparay Kecamatan Ciparay terletak di wilayah tengah kota Kabupaten Bandung.
Lahan yang digunakan untuk usahatani tembakau
adalah lahan tegalan/lahan darat. Sentra tembakau di Kecamatan Ciparay adalah Desa Pakutandang, Ciheulang, Mekar Laksana, dan Desa Babakan. Pemasaran tembakau basah biasanya ke pengolah di Majalaya dan Garut. Pelaksanaan teknis budidaya oleh petani
IV-46
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
belum berdasarkan teknis budidaya yang baik dan benar (bersifat asal-asalan).
Kemampuan
petani
dalam
mengolah
produk
tembakau masih tergolong rendah (produk yang dihasilkan berkulaitas rendah). Produk olahan tembakau yang dihasilkan oleh petani di Kecamatan Ciparay adalah tembakau mole merah (rajangan) tapi bukan tembakau iris halus.
Pemasaran produk
olahan tembakau ini biasanya ke daerah Majalaya dan Garut. (11) Kecamatan Pacet Kecamatan Pacet terletak di wilayah selatan Kabupaten Bandung. Kecamatan Pacet merupakan sentra yang cukup besar dalam budidaya dan pengolahan tembakau di Kabupaten Bandung. Lahan yang
digunakan
untuk
usahatani
tembakau
adalah
lahan
tegalan/lahan darat. Sentra tembakau di Kecamatan Pacet adalah Desa
Cikawao,
Cimanggela,
Nagrak,
Mandalahaji,
Tanjungwangi,
Sukarame,
Pangauban,
dan
Mekarjaya, Cipeujeuh.
Pemasaran tembakau basah biasanya ke pengolah di Majalaya, Tanjungsari/ Sumedang, Garut. Pelaksanaan teknis budidaya oleh petani sudah berdasarkan teknis budidaya yang baik dan benar . Kemampuan petani dalam mengolah produk tembakau sudah tergolong bagus (produk yang dihasilkan berkualitas bagus). Produk olahan tembakau yang dihasilkan oleh petani di Kecamatan Pacet adalah tembakau mole merah (rajangan) dan mendekati tembakau iris halus.
Pemasaran produk olahan tembakau ini
biasanya ke daerah Majalaya, Tanjungsari/Sumedang dan Garut. . Di wilayah ini aktivitas cuaca menjadi kendala dalam penjemuran tembakau. Menurut para petani tembakau, kebutuhan teknologi tepat
guna
untuk
penjemuran
akan
membantu
aktivitas
penjemuran tembakau di wilayah ini.
IV-47
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
12. Kecamatan Ibun Kecamatan Ibun terletak di wilayah selatan Kabupaten Bandung. Lahan yang digunakan untuk usahatani tembakau adalah lahan tegalan/lahan darat dan lahan kehutanan.
Sentra tembakau di
Kecamatan Ibun adalah Desa Neglasari, Laksana, Dukuh dan Mekar Wangi.
Pemasaran tembakau basah biasanya ke pengolah di
Majalaya dan Garut.
Pelaksanaan teknis budidaya oleh petani
belum berdasarkan teknis budidaya yang baik dan benar (bersifat asal-asalan).
Benih yang digunakan bukan varietas unggul
(seadanya). Kemampuan petani dalam mengolah produk tembakau masih tergolong rendah (produk yang dihasilkan berkualitas rendah). Produk olahan tembakau yang dihasilkan oleh petani di Kecamatan Ibun adalah tembakau mole merah (rajangan) tapi bukan tembakau iris halus. Pemasaran produk olahan tembakau ini biasanya ke daerah Majalaya dan Garut. (12) Kecamatan Soreang Kecamatan Soreang terletak di wilayah tengah/ pusat kota Kabupaten Bandung.
Lahan yang digunakan untuk usahatani
tembakau adalah lahan tegalan/lahan darat. Sentra tembakau di Kecamatan Soreang adalah Desa Sukajadi dan Sukanegara. Pemasaran
tembakau
basah
biasanya
ke
pengolah
di
Tanjungsari/Sumedang dan Garut. Pelaksanaan teknis budidaya oleh petani belum berdasarkan teknis budidaya yang baik dan benar (bersifat asal-asalan). Kemampuan petani dalam mengolah produk tembakau masih tergolong rendah (produk yang dihasilkan berkualitas rendah). Produk olahan tembakau yang dihasilkan oleh petani di Kecamatan Soreang
adalah tembakau mole merah
(rajangan) tapi bukan tembakau iris halus.
Pemasaran produk IV-48
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
olahan tembakau ini biasanya ke daerah Tanjungsari/ Sumedang dan Garut. (13) Kecamatan Kutawaringin Kecamatan Kutawaringin terletak di wilayah tengah Kabupaten Bandung.
Pengolahan tembakau di Kecamatan Kutawaringin
merupakan terbaik di Kabupaten Bandung. Lahan yang digunakan untuk usahatani tembakau adalah lahan tegalan/lahan darat. Luas lahan untuk usahatani tembakau seluas 9 hektar.
Sentra
tembakau di Kecamatan Kutawaringin adalah Desa Cilame. Pemasaran tembakau basah biasanya ke pengolah di Majalaya, Tanjungsari/Sumedang dan Garut.
Pelaksanaan teknis budidaya
oleh petani belum berdasarkan teknis budidaya yang baik dan benar. tembakau
Namun kemampuan petani dalam mengolah produk sudah
tergolong
bagus
(produk
yang
dihasilkan
berkualitas bagus). Produk olahan tembakau yang dihasilkan oleh petani di Kecamatan Kutawaringin adalah tembakau mole merah dan kuning (rajangan) dan mendekati tembakau iris halus. Pemasaran produk olahan tembakau
biasanya ke bandar
di
Majalaya, Tanjungsari/Sumedang dan Garut. (14) Kecamatan Baleendah Kecamatan Baleendah terletak di wilayah tengah Kabupaten Bandung.
Lahan yang digunakan untuk usahatani tembakau
adalah lahan tegalan/lahan darat. Sentra tembakau di Kecamatan Baleendah adalah Kelurahan Baleendah. Pemasaran tembakau basah biasanya
ke pengolah sekitar wilayahnya.
Pelaksanaan
teknis budidaya oleh petani belum berdasarkan teknis budidaya yang baik dan benar (bersifat asal-asalan). Kemampuan petani
IV-49
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
dalam mengolah produk tembakau masih tergolong rendah (produk yang dihasilkan berkualitas rendah). Produk olahan tembakau yang dihasilkan oleh petani di Kecamatan Baleendah adalah tembakau mole merah (rajangan) tapi bukan tembakau iris halus.
4.4. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Tembakau di Kabupaten Bandung
Permasalahan, tantangan dan peluang pengembangan tembakau di Kabupaten Bandung yang dihadapi dalam 5 (lima) tahun ke depan akan menentukan sasaran yang harus dicapai dan serta rencana kegiatan yang harus diimplementasikan. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem perencanaan yang dapat memecahkan masalah yang lebih sistematis dan konsisten. 1. Masalah
a. Lingkungan Eksternal 1) Kebijakan cukai yang meningkat drastis dari Rp. 1,7 trilyun (1990) menjadi Rp. 29 trilyun (2004),tahun 2006 Rp. 38,52 trilyun, tahun 2007 mencapai Rp. 42,03 trilyun dan tahun 2010 Rp 57,0 trilyun. 2)
Kampanye anti rokok yang dipelopori WHO (World Health
Organization) sejak tahun 1974. Serta adanya fatwa “haram merokok” yang dikeluarkan oleh MUI pada pada 8 Maret 2010 yang diamini oleh beberapa Organisasi kemasyarakatan yang berbasis agama.
IV-50
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
3) Issue kesehatan (Departemen Kesehatan) PP 19/2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan dan PP 38/2000, antara lain menetapkan pembatasan kadar nikotin dan tar (dalam asap) maksimum 1,5 dan 20 mg per batang rokok. Sebagai informasi kandungan nikotin dan tar tembakau yang dihasilkan petani di Sleman berkisar pada angka 3-6 mg nikotin dan 40-60 mg tar per batang rokok, masih dua kali lipat yang dipersyaratkan PP No.38/2000. 4) Pergeseran selera konsumen ke rokok jenis mild. 5) Perubahan iklim dan cuaca yang dapat mempengaruhi mutu tembakau. 6) Rencana produksi rokok yang sulit diprediksi. 7). Belum adanya Peraturan Penggunaan DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau) Meskipun penggunaan DBHCHT telah diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.07/2009 tentang perubahan atas 84/PMK.07/2008 tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dan Sanksi Atas Penyalahgunaan Alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau, dalam implementasinya di Kabupaten Bandung perlu diatur lebih lanjut dengan Keputusan atau Peraturan Bupati Kabupaten Bandung atau supaya penggunaan DBHCHT di Kabupaten Bandung lebih memiliki kekuatan hukum dan tepat sasaran karena penggunaan dananya tidak akan tumpang tindih dengan kegiatan lainnya. Sampai saat ini Kabupaten Bandung belum memiliki Keputusan atau Peraturan Bupati mengenai hal tersebut
IV-51
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
b. Sisi Produksi Tembakau 1) Keterbatasan benih murni dan bermutu. 2) Pemilihan areal pertanaman yang kurang sesuai seperti : lahan mengandung chlor. 3)
Belum semua petani memperhatikan informasi iklim dan cuaca, yang berdampak pada mutu yang diperoleh.
4) Pengairan dan pupuk untuk tembakau belum mendapat perhatian sehingga produktivitas relatif rendah. 5) Pendanaan untuk biaya usaha tani diperoleh dari sumberdana sendiri, kredit komersial, pinjaman pihak ke-3. Belum ada kebijakan kredit lunak untuk tembakau (kecuali dalam sistem KEMITRAAN). 6) Perluasan pertanaman tembakau sering tidak didasarkan pada informasi kebutuhan tembakau menurut jenis dan mutu. Pada saat komoditas non tembakau tidak prospektif, banyak petani yang berspekulasi menanam tembakau. 7) Persoalan lingkungan terjadi pada tembakau yang ditanam di tanah miring (kemiringan > 30 %) dapat menyebabkan erosi/degredasi lahan.
c. Sisi Pengolahan dan Pemasaran 1) Belum adanya kelembagaan informasi permintaan dan penawaran 2) Mutu hasil tembakau dipengaruhi oleh : Iklim dan cuaca Kelancaran pasokan minyak tanah pada tembakau Virginia Tingkat pemeliharaan dan ketekunan petani Praktek pencampuran tembakau oleh pelaku usaha Masuknya tembakau daerah lain ke wilayah tembakau spesifik
IV-52
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
3)
Sistim pemasaran masih melalui jalur yang relatif panjang. Di provinsi Jawa Barat upaya untuk mengatasi masalah tersebut telah dibangun
Pasar
Lelang
Tembakau
dan
cukup
dirasakan
pada
agribisnis
manfaatnya. 2. Tantangan Berbagai
tantangan
yang
akan
dihadapi
pertembakauan di Kabupaten Bandung antara lain sebagai berikut : a. Skala Usaha Tani Skala usaha tani di tingkat petani di Kabupaten Bandung umumnya adalah skala kecil (< 0,5 Ha) sehingga tidak mampu memberikan keuntungan optimal. Kondisi
seperti
ini
merupakan
tantangan
dalam
peningkatan
produktivitas dan mutu, terutama dalam penerapan teknologi tepat guna dan penumbuhan kelembagaannya. b. Transfer Teknologi Kurang terinformasinya hasil penelitian yang dihasilkan oleh Pusat Penelitian untuk sampai diterapkan petani. Hal ini karena semakin kurangnya tenaga lapangan sebagai penyuluh dalam mentransfer teknologi kepada petani. Hasil penelitian dan pengembangan dari lembaga
penelitian
mengenai
tembakau
(BALITTAS)
belum
terinformasikan kepada petani tembakau di Kabupaten Bandung. Sebagai contoh dalam perajangan, petani menganggap bahwa perajangan dengan tangan menghasilkan kualitas lebih baik daripada perajangan dengan mesin. Padahal menurut BALITTAS tidak terdapat perbedaan kualitas, karena yang mempengaruhi kualitas adalah kebersihan dan ketajaman pisau. Selain itu perajangan dengan mesin menghasilkan jumlah rajangan yang lebih banyak dibandingkan dengan tangan dalam per satuan waktu yang sama.
IV-53
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
c. Peran Aktif Pabrik Rokok sebagai Mitra Petani Adakalanya petani dalam pengusahaan tembakau sulit mengontrol dan mentaati untuk menjual hasil kepada mitra usahanya. Seringkali pabrik rokok/perusahaan/ pengelola mengeluhkan bahwa petani binaannya tidak menyepakati kesepakatan menjual hasil kepada perusahaan pengelola yang membina, padahal mereka telah mengeluarkan biaya pembinaan. Hal ini akan melemahkan peran aktif/perusahaan pengelola/pabrik rokok dalam membina kemitraan. d. Kebijakan cukai dari pemerintah yang meningkat terus setiap tahun, kurang mendukung industri rokok sehingga menyulitkan dalam perencanaan produksi rokok. e. Adanya regulasi/PERDA yang membatasi ruang gerak pemasaran rokok dan tempat-tempat umum untuk tempat merokok dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya rokok bagi kesehatan. 2.
Peluang a.
Peningkatan DBHC - HT Kabupaten Bandung DBHC - HT Kabupaten Bandung memperlihatkan trend kenaikan setiap tahun. Dana yang diterima tahun 2008 sebesar Rp 113.733.480, tahun 2009 sebesar Rp 827.398.867,-,
tahun
2010 Rp 1.866.744.819,- dan alokasi sementara tahun 2011 Rp 2.187.307.060,-. Hal ini menjadi salah satu modal dalam pengembangan tembakau di Kabupaten Bandung. Selain itu, DBHC - HT tidak boleh dipergunakan untuk kegiatan yang tidak ada
hubungannya
dengan
pertembakauan
sehingga
penggunaan dana ini tidak bisa digunakan untuk kegiatan di luar pertembakauan.
IV-54
Laporan Akhir Penyusunan Roadmap Komoditas Tembakau
b.
Target 240 milyar batang rokok tahun 2015 Meskipun
industri
rokok
menimbulkan
pro
dan
kontra,
Pemerintah RI menetapkan target produksi rokok nasional sebanyak 240 milyar batang pada tahun 2015 sebagai salah satu sasaran dalam Sasaran Industri Tembakau Nasional Tahun 2010
–
2015.
Produksi
rokok
sebanyak
ini
tentunya
memerlukan bahan baku tembakau yang sangat besar. Menurut Manajer Pembelian Bahan Baku PT. Djarum Kudus pasokan tembakau saat ini baru memenuhi kebutuhan bahan baku industri rokok sebesar 60%. Kondisi tersebut menjadi peluang bagi tembakau Kabupaten Bandung untuk menjadi salah satu bahan baku industri rokok. c.
Diversifikasi jenis rokok Merokok adalah kenikmatan dan rokok adalah selera. Agar merokok terasa nikmat, maka rokok yang diisap harus memenuhi selera. Selera bisa sama, namun sering pula berbeda. Katakanlah, Tuan A bisa merasakan kenikmatan jika mengisap rokok “berat” , namun dia tidak merasakan kenikmatan
merokok
jika
diberi
rokok
“ringan”.
Guna
memenuhi selera konsumen yang berbeda – beda tersebut, industri rokok menciptakan berbagai jenis rokok. Diversifikasi jenis rokok ini memerlukan tembakau yang berbeda – beda, karena tembakau merupakan salah satu unsur rokok yang mempengaruhi rasa. Menurut Manajer Pembelian Bahan Baku PT. Djarum Kudus (hasil dialog, 2010) dalam satu racikan (blend) rokok minimal diperlukan 20 jenis tembakau. Suatu peluang bagi tembakau Kabupaten Bandung untuk menjadi salah satu unsur penikmat (pemberi rasa) rokok. IV-55
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
Berdasarkan peran, kinerja dan sentra komoditas tembakau eksisting di Kabupaten Bandung yang telah diuraikan pada Bab IV, maka pada bab ini akan diuraikan lebih lanjut mengenai : prospek, potensi dan arah pengembangan industri hasil tembakau.
5.1. Prospek
Prospek pengembangan agribisnis tembakau sangat ditentukan oleh perkembangan produksi rokok nasional dan daya serap pasar ekspor. Untuk tembakau, kelihatan perkembangan pasar ekspor relatif stabil dengan permintaan hampir konstan yaitu sekitar 10.000 – 12.000 ton setiap tahunnya. Oleh karena itu perluasan tidak dianjurkan dan yang perlu mendapat perhatian adalah mempertahankan keseimbangan supply dan mutu agar pasar ekspor tidak direbut oleh negara pesaing (kompetitor). Untuk jenis tembakau VO tertentu yang pasar dalam negerinya sudah jenuh, juga tidak diajurkan pengembangannya, tetapi lebih
difokuskan
kepada
penanaman
di
lahan
potensial/sesuai,
peningkatan produktivitas dan mutu, sehingga dari pengurangan luasan tanam tetap dapat memenuhi kebutuhan.
Market share tembakau Indonesia adalah 2,3% dari produksi dunia, merupakan persentase yang kecil. Akan tetapi khusus tembakau cerutu bahan dekblad dan omblad mencapai market share 57% dari produksi
V- 1
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
dunia,
suatu
persentase
yang
sangat
diperhitungkan
oleh
dunia
pertembakauan cerutu (sumber data perantara GmBH). Tembakau dan Industri Hasil Tembakau (IHT) di Indonesia memiliki peranan strategis dalam perekonomian nasional dan regional karena berperan
sebagai
sumber
pendapatan
negara
berupa
cukai
dan
pembayaran pajak-pajak disamping itu pada tingkat daerah berperan dalam penyerapan tenaga kerja baik di on farm, off farm maupun sistem informal lainnya. Kontribusi terhadap pendapatan negara berupa cukai menunjukkan trend yang selalu meningkat, dari Rp. 10 triliun pada tahun 2001 menjadi Rp. 31 triliun pada tahun 2006 Rp. 37,8 triliun, tahun 2007 mencapai Rp. 44,70 trilyun dan tahun 2010 mencapai Rp 59,3 trilyun. Ditinjau dari aspek ekonomi komoditas tersebut pada tahun menghasilkan devisa negara dari ekspor tembakau dan rokok sebesar US $ 107.282 ribu dan US $ 111.758 ribu.
5.2. Potensi Tanaman tembakau memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi, karena hampir semua petani di daerah ini selalu berkeinginan untuk menanamnya pada musim kemarau. Tanaman tembakau merupakan tanaman yang diminati oleh petani di Kabupaten Bandung karena mampu meningkatkan kesejahteraan hidup petani. Tembakau umumnya dikenal sebagai bahan baku rokok. Belum banyak yang mengetahui bahwa batang tembakau dapat dimanfaatkan sebagai pestisida dan bahan kompos. Penggunaan pestisida nabati sangat dianjurkan karena ramah lingkungan. Bahan baku juga relatif mudah
diperoleh.
Pembuatannya
cukup
sederhana
dan
tidak
membutuhkan banyak biaya. Namun demikian perlu diperhatikan
V- 2
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
keterbatasannya seperti daya tahan pestisida nabati yang singkat karena sangat mudah berubah dan terurai. Untuk itu volume aplikasi harus direncanakan dengan cermat agar efisien. Di samping itu, konsentrasi larutan yang dihasilkan tidak konsisten karena sangat tergantung pada tingkat kesegaran bahan baku. Masa depan tembakau sebagai bahan rokok kelihatannya tidak lagi cerah karena rokok tembakau semakin tersudut oleh anggapan sebagai pengganggu kesehatan. Tetapi sebaliknya, sebagai sumber bahan obatobatan untuk berbagai penyakit bisa jadi cerah sebagaimana hasil studi yang dilakukan oleh para ilmuwan Universitas Verona, Italia. Studi yang dipimpin oleh Prof. Mario Pezzotti dan merupakan bagian dari proyek Pharma-Planta (tanaman obat) universitas tersebut telah berhasil merekayasa tanaman tembakau transgenik yang bisa menghasilkan
obat-obatan
bagi
penyakit-penyakit
autoimmune,
peradangan dan diabetes. Hasil penelitian itu telah dipublikasikan melalui BMC Biotechnology. Tanaman tembakau bisa dijadikan bahan yang murah dan mudah, untuk membuat vaksin yang mengatasi sakit perut akibat virus yang dikenal dengan nama Norovirus. tembakau
yang
menghasilkan
Para peneliti di AS menemukan protein
untuk
digunakan
sebagai
pembuatan vaksin melawan Norovirus. Penyakit itu konon mudah sekali menular dengan gejala seperti muntah-muntah dan diare. Begitu pula para peneliti dari laboratorium Bioteknologi Thomas Jefferson University telah mengidentifikasi kandungan minyak dalam daun tembakau. Hal dimaksudkan untuk menggunakan tanaman tembakau untuk sumber biofuel. Menurut para peneliti di laboratorium ini, tembakau dapat menghasilkan biofuel lebih efisien daripada tanaman pertanian lainnya. Selama ini tembakau telah digunakan para produsen parfum untuk menambah bau/wangi. Penelitian ini mengambarkan bahwa
V- 3
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
sebagian besar kandungan minyak biasanya lebih banyak ditemukan dalam biji benih tembakau.
Menurut peneliti, kandungan minyak
tembakau sekitar 40 % minyak per berat kering.
Benih yang
dihasilkandari budidaya tembakau mencapai sekitar 600 kg biji per hektar. Kandungan minyak bij tembakau telah diuji untuk digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel. Dr. Andrianov dan rekan-rekannya berusaha menemukan cara untuk mendestilasi tembakau dari daun, sehingga minyak yang dihasilkan benar-benar dari daun. Menurut peneliti tersebut, “tembakau
sangat
menarik
sebagai
bahan
biofuel,
karena
tidak
bersinggungan dalam produksi bahan pangan. Mereka telah menemukan cara cara untuk merekayasa genetic, sehingga daun tembakau lebih banyak kandungan minyaknya. Dalam beberapa kasus, bibit hibdrida yang dimodifikasi mampu menghasilkan 20 kali lipat lebih banyak minyak pada bagian daun”. Daun tembakau mengandung 1,7 % sampai 4 % kandungan minyak per berat kering. Tanaman tembakau yang direkayasa dapat ditinghkatkan menjadi 6,8 % minyak per berat kering. Berdasarkan data ini, tembakau mewakili tanaman yang mengandung minyak atsiri sebagai sumber energy. Selain itu bias juga melayani model untuk pemanfaatan biomas tinggi pada kelompok tanaman untuk biofuel. Potensi tembakau di tingkat petani di Kabupaten Bandung umumnya berasal dari daun yang diolah para petani kemudian digunakan untuk industri rokok. Potensi lain mencakup tulang-tulang daun tembakau, batang tanaman tembakau dan korosok (daun pertama). Tulang-tulang daun dan batang tanaman apabila diolah (dirajang dengan mesin perajang) akan bermanfaat untuk bahan pupuk organik dari bahan pestisida nabati. Potensi sisa potongan daun tembakau ini sebesar 20 % dari produksi per hektar daun tembakau, misalnya produksi daun 15 ton per hektar, sisa tulang-tulang daun mencapai 1,5 ton per hektar (10 %). Menurut para petani sisa potongan daun tembakau ini bila diolah dengan
V- 4
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
hijauan lainnya melalui rumah kompos (mesin perajang) akan diperoleh pupuk organik yang bernanfaat untuk mendukung kebutuhan pupuk untuk budidaya tanaman pertanian (integrated dengan kopi, jagung dst.) lainnya secara swadaya.
5.3. Arah Pengembangan Adanya keberlanjutan
industri
rokok
nasional
telah
memberi
prospek
tembakau di Kabupaten Bandung. Begitu pula potensi
penggunaan tembakau sebagai bahan baku industrI rokok, bahan baku obat, pupuk, pestisida, parfum dan biofuel
(dua potensi terakhir telah
menjadi isu dunia) telah memberi inspirasi dan gairah petani untuk konsisten mengusahakan tembakau. Kabupaten Bandung dalam mensikapi potensi perkembangan penggunaan tembakau ke depan selayaknya memiliki arah pengembangan tembakau dan industri hasil tembakau. Arah pengembangan ini menitik beratkan kepada upaya dan proses apa yang akan dicapai ke depan.
Arah ini seharusnya memberi
inspirasi pula
kepada stakeholders untuk bergerak bersama melalui titik tolak dan patokan yang sama, apa yang akan dikembangkan selanjutnya. Adapun arah pengembangan tembakau dan industri hasil tembakau di Kabupaten Bandung mencakup : •
Peningkatan kualitas bahan baku
•
Pemantapan pola kemitraan dan perluasan akses pasar,
•
Untuk tembakau rakyat, perlu dijajagi pola pemasaran melalui kemitraan usaha, utamanya untuk menjamin kepastian pasar
•
Pengembangan tembakau (areal tanam) senantiasa disesuaikan dengan kebutuhan pasar.
•
Kegiatan research and development untuk komoditi tembakau,
V- 5
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
•
Pengembangan industri hasil tembakau dengan kadar nikotin dan kadar tar rendah atau pengembangan tembakau tanpa nikotin untuk jenis rokok tidak bernikotin.
•
Peningkatan kualitas SDM petani tembakau melalui pelatihan dan pendidikan.
•
Diversifikasi produk berbahan baku tembakau misalnya untuk obatobatan dan kosmetik
•
Penguatan kelembagaan pelaku agribisnis tembakau
•
Penguatan ekonomi masyarakat di lingkungan industri hasil tembakau. Sepuluh point arah pengembangan yang dicanangkan di atas akan
berhasil dilaksanakan apabila,
para pelaku usaha dan pemangku
kepentingan dari berbagai lembaga yang terkait dengan industri hasil tembakau turut berperan dan bekerja sama, serta menjalankan sesuai proporsinya secara sinergi working together or, combine action). Adapun Kerangka Keterkaitan Industri Hasil Tembakau yang mendukung arah pengembangan tembakau di Kabupaten Bandung tertera pada Gambar 5.1.
V- 6
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
Gambar 5.1. Kerangka Keterkaitan Industri Hasil Tembakau yang mendukung arah pengembangan tembakau di Kabupaten Bandung
V- 7
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
Arah pengembangan tembakau di Kabupaten Bandung yang mengacu Kerangka Keterkaitan Industri Hasil Tembakau selayaknya memberi ruang dalam rumusan kebijakan, strategi dan program pengembangan tembakau dan industri hasil tembakau. Kebijakan merupakan kewenangan pemerintah dalam memberikan dorongan atau intervensi agar arah pengembangan atau program pengembangan dapat berjalan sebagaimana mestinya. Untuk mendukung kebijakan dapat didorong melalui produk hukum agar kewenangan instansi pemerintah berjalan sebagaimana mestinya. Sedangkan strategi dimaksudkan untuk mengokohkan atau pemenangan pencapaian terhadap tujuan-tujuan bersama. Selanjutnya kebijakan, strategi dan program yang diperlukan dalam pengembangan tembakau dan industri hasil tembakau di Kabupaten Bandung di uraikan pada sub-bab ini.
6.1. Kebijakan
Permasalahan ketidakpastian harga dan produksi tembakau sudah saatnya ditanggulangi secara serius oleh berbagai pihak yang terkait dengan dunia perkebunan di Indonesia. Masyarakat dan pemerintah bersama-sama berupaya untuk mencari dan melakukan perubahan ke
VI - 1
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
arah peningkatan. Beberapa arah kebijakan yang bisa ditempuh yaitu : kebijakan jangka pendek, menengah dan panjang.
6.1.1. Kebijakan Jangka Pendek Sebagai fokus kebijakan pengembangan agribisnis tembakau dalam jangka pendek adalah : a. Kebijakan pengembangan potensi sumberdaya lahan untuk tanaman tembakau melalui peningkatan produksi dan produktivitas. b. Kebijakan pemberdayaan petani melalui penumbuhan dan penguatan asosiasi petani tembakau; c. Kebijakan penataan kelembagaan yang mendukung pengembangan agribisnis pertembakauan. d. Kebijakan pada sub sistem agribisnis on-farm, mutu panen dan diversifikasi usahatani tembakau (off farm) melalui pemanfaatan sumberdaya secara efisien dan efektif. e. Kebijakan pengembangan kelembagaan yaitu memanfaatkan dan meningkatkan kemampuan kelembagaan/ organisasi pertembakauan yang sudah ada. f. Kebijakan kegiatan research and development sektor perkebunan khususnya komoditi tembakau, yang dimulai riset lahan, budidaya dan kultivar, serta pupuk organik. 6.1.2. Kebijakan Jangka Menengah Dalam rangka mewujudkan sistem dan usaha agribisnis tembakau jangka
menengah
diperlukan
serangkaian
kebijakan
yang
dapat
mengakomodasi semua subsistem yaitu : VI - 2
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
a. Kebijakan pola pendanaan pengembangan agribisnis tembakau melalu pendanaan yang bersumber dari kredit perbankan dan non perbankan dengan suku bunga kredit yang lebih rendah dari suku bunga kredit komersial. b. Kebijakan pada sub sistem hulu dimana terwujudnya ketersediaan sarana produksi dapat tercukupi dari produksi dalam negeri dengan tingkat mutu dan harga bersaing dengan produk impor. c. Kebijakan pada sub sistem infrastruktur agribisnis tembakau diarahkan pada
upaya
konsolidasi
dan
optimalisasi
pendayagunaan
dan
pemanfaatan potensi sumberdaya sarana prasarana yang ada, d. Kebijakan pendayagunaan sumberdaya alam dan lingkungan yaitu upaya
untuk
mewujudkan
usaha
agribisnis
tembakau
yang
berkelanjutan/ ramah lingkungan. e. Kebijakan peningkatan kegiatan research and development sektor perkebunan khususnya komoditi tembakau, diawali dengan riset bioteknologi ke arah produk lainnya seperti pestisida, pupuk organic, parfum, energy alternatif
6.2. Strategi Pengembangan Strategi pengembangan
agribisnis tembakau pada dasarnya
merupakan perumusan tentang cara untuk mencapai tujuan dan sasaransasaran pembangunan tanaman tembakau secara jangka pendek (1 tahun) dan jangka menengah (5 tahun) yang dituangkan ke dalam berbagai kebijakan yang disertai rencana operasionalnya (program dan kegiatan).
VI - 3
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
6.2.1. Strategi Jangka Pendek (1 tahun) 1. Meningkatkan kapasitas sumberdaya pertanian untuk pengembangan agribisnis tembakau; 2. Meningkatkan kapasitas sumberdaya pelaku agribisnis tembakau; 3. Meningkatkan kapasitas aparatur pelaksana teknis pertanian di tingkat kabupaten, 4. Meningkatkan kebutuhan penyediaan sarana produksi pertanian komoditas tembakau; 5. Meningkatkan kapasitas teknologi pra produksi, produksi dan pasca produksi komoditas tembakau; 6.2.2. Strategi Jangka Menengah (5 tahun) 1. Meningkatkan penguatan kelembagaan pertanian dan jaringan usaha kemitraan dalam rangka pengembangan agribisnis tembakau, 2. Meningkatkan sistem dukungan dan layanan (sarana dan prasarana) bagi pembangunan agribisnis tembakau, 3. Meningkatkan kapasitas penelitian dan pengembangan agribisnis tembakau yang terpadu dan berkelanjutan melalui kerjasama dengan lembaga riset dan perguruan tinggi, dan produsen rokok. 4. Meningkatkan
pengembangan
sistem
informasi
pembangunan
agribisnis tembakau, 5. Meningkatkan keberlanjutan pengelolaan agribisnis tembakau dan produk turunan (produk lainnya) tembakau di tingkat kelompok tani di sentra/kluster tembakau. Dari 10 strategi
pembangunan tanaman perkebunan maka arah
strategi akan dikembangkan ke dalam tahapan jangka waktu 1 tahun dan 5 tahun yang akan lebih dituangkan ke dalam bentuk kebijakan, program dan kegiatan pada komoditas tembakau seperti tertera pada Gambar di bawah ini. VI - 4
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
Prospek dan potensi
Kondisi Terkini (Existing condition) Komoditas Tembakau Kab. Bandung
Tujuan
Arah Pengembangan
KEBIJAKAN
Sasaran
STRATEGI UMUM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS TEMBAKAU
JANGKA PENDEK Meningkatkan kapasitas sumberdaya untuk pengembangan agribisnis tembakau
Meningkatkan kemampuan dan keterampilan teknis pelaku agribisnis tembakau
Meningkatkan profesionalisme dan kemampuan teknis aparatur pertanian di tingkat kabupaten
Meningkatkan kebutuhan penyediaan sarana dan prasarana produksi dalam pengembangan agribisnis tembakau
Meningkatkan kapasitas teknologi pra produksi, produksi, dan pasca produksi agribisnis tembakau
JANGKA MENENGAH Meningkatkan penguatan kelembagaan pertanian dan jaringan usaha kemitraan dalam rangka pengembangan agribisnis tembakau
Meningkatkan sistem dukungan dan layanan (sarana dan prasarana) bagi pengembangan agribisnis tembakau
Meningkatkan kapasitas penelitian dan pengembangan agribisnis tembakau
Meningkatkan pengembangan sistem informasi pengembangan agribisnis tembakau
Meningkatkan keberlanjutan pengelolaan agribisnis tembakau dan produk turunannya
PROGRAM DAN KEGIATAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS TEMBAKAU Gambar 6.1 Strategi Umum Pengembangan Agribisnis Tembakau di
Kabupaten Bandung
VI - 5
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
6.3. Program dan Kegiatan Pengembangan Agribisnis Tembakau Program
pengembangan
agribisnis
tembakau
di
Kabupaten
Bandung dapat dijabarkan dalam berbagai langkah-langkah operasional dengan bentuk kegiatan sebagai implementasi dari kebijakan dan strategi yang telah disusun. Program dan kegiatan yang disusun secara terencana dan terarah diharapkan akan mendukung tercapainya tujuan dan sasaran pengembangan komoditas tembakau di Kabupaten Bandung sebagai komoditas unggulan yang memiliki daya saing dan dapat menyumbang PAD kabupaten dan devisa negara, serta memiliki manfaat ekonomi yang lebih baik bagi semua fihak yang terlibat dalam agribisnis tembakau. Program dan kegiatan pengembangan agribisnis tembakau di Kabupaten Bandung ini tidak lepas dari Peraturan Menteri Keuangan No 84/PMK.07/2008
yang
disusul
dengan
perubahan
PMK
no
20/PMK.07/2009. Adapun substansi yang tertuang di dalam PMK tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.1. Tabel 6.1.
Kegiatan Sesuai Dengan Pedoman Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT)
No
UU 39/2007 tentang Cukai dan PMK 84/PMK.07/2008
PMK 20/PMK.07/2009
1
2
3
1
Peningkatan Kualitas Bahan Peningkatan Kualitas Bahan Baku 1 Baku a standarisasi kualitas bahan baku; a standarisasi kualitas bahan baku; b mendorong pembudidayaan b mendorong pembudidayaan bahan baku dengan kadar nikotin bahan baku dengan kadar rendah; nikotin rendah; c pengembangan sarana c pengembangan sarana laboratorium uji dan laboratorium uji dan pengembangan metode pengembangan metode
VI - 6
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung pengujian; d penanganan pascapanen dan/atau
pengujian; panen bahan
dan baku;
e penguatan kelembagaan kelompok petani bahan baku untuk industri hasil tembakau. 2
Pembinaan Industri
panen dan bahan baku;
e penguatan kelembagaan kelompok petani tembakau. 2 Pembinaan Industri
a pendataan mesin/peralatan mesin produksi hasil tembakau (registrasi mesin/peralatan mesin) dan memberikan tanda khusus;
a pendataan mesin/peralatan mesin produksi hasil tembakau (registrasi mesin/peralatan mesin) dan memberikan tanda khusus;
b penerapan ketentuan terkait Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI);
b penerapan ketentuan terkait Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI);
c
c
pembentukan kawasan hasil tembakau; d pemetaan industri tembakau;
industri hasil
e kemitraan Usaha Kecil Menengah (UKM) dan usaha besar dalam pengadaan bahan baku; f
penguatan kelembagaan asosiasi industri hasil tembakau;
g pengembangan industri hasil tembakau dengan kadar tar dan nikotin rendah melalui penerapan
Good
(GMP).
3
d penanganan pascapanen dan/atau
Manufacturing
Practises
Pembinaan Lingkungan Sosial a pembinaan kemampuan dan ketrampilan kerja masyarakat di lingkungan industri hasil tembakau dan /atau daerah
pembentukan kawasan industri hasil tembakau; d pemetaan industri hasil tembakau; e kemitraan Usaha Kecil Menengah (UKM) dan usaha besar dalam pengadaan bahan baku; f penguatan kelembagaan asosiasi industri hasil tembakau; dan/atau g pengembangan industri hasil tembakau dengan kadar tar dan nikotin rendah melalui penerapan Good
Manufacturing (GMP).
Practises
3 Pembinaan Lingkungan Sosial a pembinaan kemampuan dan ketrampilan kerja masyarakat di lingkungan industri hasil tembakau dan /atau daerah VI - 7
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung penghasil bahan baku industri hasil tembakau;
penghasil bahan baku industri hasil tembakau;
b penerapan manajemen limbah industri hasil tembakau yang mengacu kepada Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL);
b penerapan manajemen limbah industri hasil tembakau yang mengacu kepada Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL);
c
c
penetapan kawasan tanpa asap rokok dan pengadaan tempat khusus untuk merokok di tempat umum;
d peningkatan derajat kesehatan masyarakat dengan penyediaan fasilitas perawatan kesehatan bagi penderita akibat dampak asap rokok;
4
Sosialisasi Ketentuan di Bidang Cukai Penyampaian ketentuan di bidang cukai kepada masyarakat yang bertujuan agar masyarakat mengetahui, memahami, dan mematuhi ketentuan di bidang cukai.
penetapan kawasan tanpa asap rokok dan pengadaan tempat khusus untuk merokok di tempat umum;
d peningkatan derajat kesehatan masyarakat dengan penyediaan fasilitas perawatan kesehatan bagi penderita akibat dampak asap rokok; e Penguatan sarana dan prasarana kelembagaan pelatihan bagi tenaga kerja industri hasil tembakau;dan/atau f Penguatan ekonomi masyarakat di lingkungan industri hasil tembakau dalam rangka pengentasan kemiskinan mengurangi pengangguran, dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, dilaksanakan antara lain melalui bantuan permodalan dan sarana produksi. 4 Sosialisasi Ketentuan di Bidang Cukai Penyampaian ketentuan di bidang cukai kepada masyarakat yang bertujuan agar masyarakat mengetahui, memahami, dan mematuhi ketentuan di bidang cukai.
VI - 8
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
5
Pemberantasan Barang Kena Cukai 5 Pemberantasan Barang Kena Ilegal Cukai Ilegal a Pengumpulan informasi hasil a Pengumpulan informasi hasil tembakau yang dilekati pita cukai tembakau yang dilekati pita palsu di peredaran atau tempat cukai palsu di peredaran atau penjualan eceran; dan tempat penjualan eceran; dan b Pengumpulan informasi hasil b Pengumpulan informasi hasil tembakau yang tidak dilekati pita tembakau yang tidak dilekati cukai di peredaran atau tempat pita cukai di peredaran atau penjualan eceran; tempat penjualan eceran. c Pengumpulan informasi barang kena cukai berupa etil alkohol dan minuman mengandung etil alkohol yang ilegal di peredaran atau tempat penjualan eceran.
Pada laporan akhir ini, disajikan beberapa
kegiatan yang akan
dilaksanakan oleh SKPD di Kabupaten Bandung selama 5 tahun (2012 – 2016). Secara lengkap, kegiatan dalam rangka pengembangan agribisnis tembakau di Kabupaten Bandung disajikan pada Tabel 6.2.
VI - 9
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung Tabel 6.2. Matriks Kegiatan Pengembangan Agribisnis Tembakau Di Kabupaten Bandung Pada Tahun 2012-2016
No 1.
Permenkeu No 20/PMK.07/2009 Peningkatan Kualitas Bahan Baku
Tahun Kegiatan Sasaran
Kegiatan
a. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani tembakau dalam teknis budidaya tembakau
1. Meningkatkan kapasitas sumberdaya pelaku agribisnis tembakau melalui penyuluhan dan pendampingan 2. Bimbingan teknis tentang desain konservasi tanah dan pemeliharaan pengusahaan tembakau untuk menjaga kelestarian lingkungan 3. Bimbingan teknis mengenai mix farming pola usahatani konservasi terpadu tembakau-ternak
X
X
X
X
X
BKP3
X
X
X
X
X
Distanbunhut
X
X
X
X
X
Disnakan
4. Pelatihan tembakau
X
X
Integrated
teknis melalui
crop
tembakau - kopi
2012
budidaya pendekatan
2013
2014
2015
2016
SKPD
Distanbunhut
management
VI - 9
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung b. Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan petani mengenai standarisasi kualitas bahan baku
1. Penyusunan dan penerapan Standar Prosedur Operasional (SPO) Komoditas Tembakau
X
2. Peningkatan pengetahuan tentang standar kualitas tembakau kualitas ekspor dan penerapan standar nasional Indonesia (SNI) 3. Pelatihan tentang pengenalan Standar Kualitas produk olahan tembakau untuk pasar domestik dan ekspor 4. Fasilitasi Kerjasama Penyusunan Karakteristik dan Kualitas Tembakau Mole, Hitam, Merah dan Hijau
Distanbunhut
X
Diskoperindag X
X
Diskoperindag
5. Diseminasi standar kualitas hasil olahan tembakau (penerapan SNI) 6. Pelatihan Total Quality Control (TQC) bagi pelaku usaha pengolah tembakau untuk pasar domestik maupun ekspor
Diskoperindag
X
X
X
X
X
Diskoperindag
Diskoperindag
VI - 10
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung c. mendorong pembudidayaan bahan baku dengan kadar nikotin rendah
d. Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan pelaku agribisnis tembakau dalam penanganan panen dan pasca panen bahan baku
1. Penyediaan benih tembakau unggul melalui penangkar benih tingkat lokal yang berkadar nikotin rendah 2. Penggunaan varietas tembakau berkadar nikotin rendah
X
X
X
X
X
Distanbunhut
X
X
X
X
X
Distanbunhut
3. Bimbingan teknis budidaya tembakau yang rendah nikotin dan tar dan cara mengekstrak nikotin 4. Pengadaan kebun benih unggul
X
X
Distanbunhut
X
X
BKP3
1. Magang bagi pelaku usaha ke daerah yang berhasil mengembangkan produk olahan tembakau 2. Peningkatan kemampuan dan keterampilan pelaku agribisnis tembakau dalam penanganan pasca panen dan pengolahan tembakau baik untuk pangan, pakan maupun bahan baku industri 3. Peningkatan kemampuan teknologi pengeringan (drying), pengolahan (processing), pengemasan (packaging), dan penyimpanan (storage)
X
X
Distanbunhut dan BKP3
X
X
Distanbunhut dan BKP3
X
X
Diskoperindag
VI - 11
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung 4. Identifikasi teknologi tepat guna spesifik lokasi dalam pengolahan tembakau (teknologi pembuatan parfum, minyak atsiri, pupuk atau pestisida nabati, pewarna kain). 5. Pengadaan alat pascapanen tembakau: pengering tembakau (dryer) 6. Pengadaan alat pascapanen tembakau: pemotong/perajang 7. Penguatan modal untuk pengadaan peralatan pasca panen 8. Pengembangan teknik kemasan, labelisasi, dan promosi bagi pelaku usaha pengolahan tembakau 9. Peningkatan fasilitas, kapasitas, dan kualitas pasca panen dan pengolahan 10. Indentifikasi peluang investasi on farm dan off farm activity dalam agribisnis tembakau 11. Kajian tentang ragam produk berbasis bahan baku tembakau (diversifikasi produk tembakau, bahan baku industry, misalnya pelatihan teknologi modifikasi warna hasil olahan tembakau )
X
Diskoperindag
X
Diskoperindag
X X
Distanbunhut X
Diskoperindag
X
X
X
Diskoperindag
X
X
X
Diskoperindag
X
Diskoperindag
X
Diskoperindag
VI - 12
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung 12. Kajian peluang dan potensi pasar pengolahan berbahan baku tembakau. 13. Pengembangan teknologi diversifikasi produk olahan tembakau
X
Diskoperindag Diskoperindag
14. Pola pengembangan promosi produk olahan tembakau
Diskoperindag
15. Penyusunan Business Plan untuk pengembangan agribisnis tembakau
X
16. Kelayakan usaha (feasibility study) pengembangan agribisnis tembakau e. Penguatan kelembagaan kelompok petani tembakau
1. Fasilitasi Kerjasama antar daerah
X
X
Bappeda
Bag. Koord. Perekonomian
dalam pengembangan tembakau 2. Magang petani pada kelompok maju dalam pengembangan usahatani tembakau 3. Pengembangan kerjasama kelompok tani dengan pihak swasta dalam memenuhi kebutuhan saprodi dan alsin untuk penyiapan lahan, pemeliharaan, panen, pascapanen, dan pengolahan
Bappeda
X
BKP3 dan Distanbunhut
X
Diskoperindag
VI - 13
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung 4. Pembentukan kelompok usaha jasa penanganan alsin untuk penyiapan lahan, pemeliharaan, panen, pascapanen, dan pengolahan 5. Pelatihan mekanisme pengelolaan jasa penanganan alsin untuk penyiapan lahan, pemeliharaan, panen, pascapanen, dan pengolahan bagi para pengurus kelompok
X
BKP3
X
BKP3
6. Pelatihan tentang operasi dan pemeliharaan alsin untuk penyiapan lahan, pemeliharaan, panen, pascapanen, dan pengolahan bagi para pengurus kelompok f. Pengembangan sarana laboratorium uji dan pengembangan metode pengujian
X
1. Kajian bioteknologi pada sistem produksi tembakau
X
2. Fasilitasi pengembangan Sarana dan Metode Uji Kualitas Tembakau
X
3. Pengembangan Sarana dan Metode Uji Kualitas Tembakau
BKP3
X
Distanbunhut Distanbunhut
X
X
X
Distanbunhut
VI - 14
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung 4. Pengembangan teknologi pestisida hayati dan pupuk organic dengan memanfaatkan limbah tembakau 5. Kajian rantai pasok (supply chain tembakau dan industri hasil tembakau di Kabupaten Bandung 2.
Pembinaan Industri
a. Terinventarisirnya mesin/peralatan mesin produksi hasil tembakau b. Terbentuknya kawasan industri hasil tembakau
c. Pemetaan industri hasil tembakau
X
X
Distanbunhut
Bappeda
1. Pendataan mesin/peralatan mesin produksi hasil tembakau
X
Diskoperindag
1. Pembentukan kawasan industri hasil tembakau
X
Bappeda
2. Penyebaran jumlah unit pengolahan tembakau termasuk pendukungan sarana rumah kompos per kecamatan 1. Identifikasi data spasial agribisnis tembakau (lokasi pembudidayaan dan pengolahan tembakau) 2. Pemetaan wilayah yang memiliki kesesuaian lahan untuk penanaman tembakau
X
X
X
Disperindag
Bappeda
VI - 15
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung d. kemiitraan UKM dan usaha besar dalam pengadaan bahan baku
e. Penguatan kelembagaan asosiasi industry hasil tembakau
1. Penyusunan regulasi kemitraan antara petani dengan usaha menengah dan usaha besar (pabrik rokok,industry berbahan baku tembakau) dalam pengadaan bahan baku 2. Fasilitasi kemitraan petani dengan usaha menengah dan usaha besar (pabrik rokok,industri berbahan baku tembakau) dalam pengadaan bahan baku 1. Penguatan kelembagaan asosiasi industri hasil tembakau ke arah kluster industri pupuk, pestisida, parfum atau biofuel, pewarna kain batik/ soga 2. Pembentukan kelompok usaha pengolahan berbahan baku tembakau (usaha pupuk, pestisida, parfum atau biofuel) dan pewarna kain batik/soga. 3. Penerapan model consultancy skill bagi pengembangan usaha industry hasil tembakau 4.
Pembentukan kelompok usaha pemasaran hasil-hasil pertanian terutama tembakau dan produk hasil olahannya
X
X
Bappeda
X
X
X
X
X
X
Bappeda
Disperindag
X
Disperindag
X
X
X
Disperindag
Disperindag
VI - 16
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung 5. Pemberdayaan lembaga penyuluhan pertanian di daerah sentra industry hasil tembakau
X
BKP3
6. Pembentukan Jaringan Kerja Informasi Penyuluhan (Extension Information Network) 7. Kaderisasi Pemandu Penyuluhan Wilayah Sentra industry hasil Tembakau
X
X
f. Pengembangan industry hasil tembakau dengan kadar tar dan nikotin rendah melalui penerapan good
1. Pengembangan industry hasil tembakau dengan kadar nikotin dan tar rendah melalui penerapan
g. Penerapan ketentuan HAKI
1. Fasilitasi Kerjasama Penyusunan Karakteristik dan Kualitas Tembakau Mole, Hitam, Merah dan Hijau
X
a. Meningkatnya kemampuan dan keterampilan kerja masyarakat
1. Pembinaan kemampuan dan keterampilan kerja masyarakat tembakau
X
X
X
X
BKP3
BKP3
X
Diskoperindag
good manufacturing
2. Pengadaan mesin blower dan pengering tembakau
X
Diskoperindag
manufacturing
3.
Pembinaan Lingkungan sosial
Diskoperindag
X
X
X
X
BKP3
VI - 17
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung di lingkungan industry hasil tembakau
2. Pelatihan peningkatan SDM pelaku usaha berbahan baku tembakau 3. Pelatihan SDM dalam rangka alih profesi ke selain usaha tembakau
X
X
X
BKP3
X
X
X
BKP3, Dsitanbunhut, Disnakan, Diskoperindag
4. Program Pelatihan kewirausahaan petani tembakau b. Meningkatnya derajat kesehatan masyarakat c. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat di lingkungan industry hasil tembakau
Tunjangan kesehatan petani tembakau dan keluarganya 1. Pengadaan sarana produksi untuk meningkatkan kualitas tembakau
BKP3, Distanbunhut X
X
X
X
X
Diskes
X
X
X
X
X
Distanbunhut
2. Kerjasama kelompok dengan lembaga kredit lembaga pemasaran, koperasi, dll. 3. Pengembangan kios saprodi di tingkat lokal melalui peran dan fungsi kelompok tani dan koperasi tani
Diskoperindag
X
X
Diskoperindag
VI - 18
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
4.
5.
Sosialisasi ketentuan di bidang cukai
Pemberantasan barang kena cukai ilegal
d. Penerapan manajemen limbah industry hasil tembakau yang mengacu kepada Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL)
1. Kajian penerapan manajemen limbah industry hasil tembakau yang mengacu kepada Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL)
Meningkatnya pemahaman, pengetahuan dan kepatuhan masyarakat terhadap ketentuan di bidang cukai
1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang ketentuan cukai
Menurunnya peredaran barang kena cukai ilegal
BPLH X
2. Meningkatkan ketaatan masyarakat untuk mematuhi ketentuan cukai
X
X
3. Pendataan penerapan cukai tembakau
X
X
1. Pelatihan peningkatan kapasitas aparatur pelaksana teknis di bidang cukai
X
2. Pengawasan terhadap cukai tembakau
X
3. Lokakarya pengembangan perencanaan program pemberantasan barang kena cukai illegal
X
X
X
Diskoperindag
X
X
X
Diskoperindag
Diskoperindag Satpol PP
X
X X
X
X
Satpol PP Satpol PP
VI - 19
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
VI - 20
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
Setelah kebijakan, strategi,
program dan kegiatan yang akan
dilaksanakan oleh SKPD di Kabupaten Bandung selama 5 tahun (2012 – 2016) diuraikan di atas, selanjutnya dirangkumkan dan diakumulasikan kedalam pokok-pokok pengembangan selama 5 tahun ke depan dalam bentuk ”Roadmap industri hasil tembakau Kabupaten Bandung tahun 2012-2016 sebagaimana Gambar 6.2. Di dalam road map ini terpetakan dan tergambarkan langkahlangkah arah pencapaian pengembangan industri hasil tembakau di Kabupaten Bandung selama 5 tahun kedepan yang dimulai sejak tahun 2012, yaitu melalui 5 (lima) pokok-pokok pengembangan yang terdiri dari : pokok pengembangan riset, kelembagaan, teknologi, produksi dan pasar. Kelima pokok pengembangan ini dilaksanakan setiap tahun secara simultan. Karena bersifat simultan, maka koordinasi atau leading sector perlu
ditetapkan,
misalnya
oleh
Bappeda.
Sifat
simultan
arah
pengembangan melalui roadmap ini memberi konsekuensi perlunya kesatuan langkah dan kontrol serta instansi pelaksana yang konsisten menjalankan kegiatan-kegiatan pengembangan yang telah disusun. Anggaran
pelaksanaan
kegiatan
yang
bersumber
DBHCT
perlu
dialokasikan secara proporsional setiap tahun mengacu roadmap dan Matriks Kegiatan Pengembangan Agribisnis Tembakau (Tabel 6.2). Pengembangan riset (studi, kajian, penelitian, perencanaan) yang melibatkan perguruan tinggi, lembaga penelitian dan lembaga lainnya ditujukan untuk menjawab persoalan yang diperlukan untuk memperkuat langkah pengembangan. Sebagai misal, pengembangan teknologi benih unggul tembakau memerlukan riset pemuliaan dan bioteknologi. Teknologi yang dihasilkan memerlukan standar prosedur (SOP, manual teknis) untuk penerapannya di lapangan (baik ditingkat kelompok tani, atau kluster kecamatan). Di dalam konteks pokok pengembangan riset ini pemerintah
VI - 21
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
daerah
Kabupaten
Bandung
melalui
Bappeda
atau
Distanbunhut
menciptakan kemitraan dengan lembaga riset dan perguruan tinggi. Output yang diharapkan adalah ketersediaan benih unggul tembakau untuk mendukung aspek budidaya dan pengembangan pasar. Petani tembakau tidak hanya memproduksi tembakau melalui pemanfaatan daun tembakau saja namun memproduksi benih unggul dijual kepada pasar (pasar lokal/wlayah kecamatan pada tahun 2012, pasar kluster kecamatan pada tahun 2013, pasar kabupaten pada tahun 2014 dan seterusnya). Pada tahun 2013 roadmap memberi arah agar penggunaan benih unggul yang dihasilkan pada tahun sebelumnya dapat mendukung budidaya
tembakau bersertifikat (yang memenuhi cara atau praktek
budidaya
tembakau yang baik, disingkat CBTB). Untuk mencapai CBTB
diperlukan kontrol produksi yang mencakup kualitas dan kuantitas produk dari asosiasi, dinas teknis terkait, atau lembaga sertifikasi yang berkompeten. Pada tahun 2013 upaya memandirikan kelompok tani dari segi kemampuan pembiayaan, organisasi, penggalangan kemitraan dapat tercapai. Pencapaian akhir pada tahun 2013 mengacu roadmap adalah terciptanya pasar lokal di tingkat kecamatan yang terbuka untuk umum dan menjadi ajang transaksi tembakau dan hasil industri tembakau di setiap wilayah kecamatan di Kabupaten Bandung. Pada tahun 2014 pengembangan riset dicapai melalui peningkatan SDM petani tembakau, kelompok atau asosiasi (APTI Kabupaten Bandung) melalui pelatihan, pendampingan atau kajian. Target dari pengembangan riset ini adalah peningkatan produksi tembakau (bahan primer dan sekunder-olahan) dan penguatan kelompok atau petani menjadi petani wirausaha. Petani wirausaha tembakau di Kabupaten Bandung diharapkan terus meningkat karena kontribusinya dalam mendukung pengembangan lapangan kerja, inovasi dan implementasi usaha. Petani wirausaha yang
VI - 22
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
dimaksudkan adalah berubahnya sikap dan perilaku usaha terutama melalui
perubahan
mencakup
kecerdasan
peningkatan
emosional
integritas,
petani
kejujuran,
(unsur-unsurnya kreativitas-inovasi,
komitmen, ketahanan mental, pengendalian diri, sinergi) dan praktek usaha bisnis yang baik. Inovasi dan implementasi usaha dapat diarahkan ke arah produk tembakau lainnya berupa rokok tanpa nikotin dan tanpa tar, parfum, biofuel, pupuk organik atau pestisida dan lain-lain. Pada akhir pengembangan tahun 2014 adalah terciptanya pasar tembakau ditingkat kabupaten. Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah kabupaten perlu mendukung penyediaan sarana dan prasarana yang diperlukan. Tahun 2015, peta jalan pertembakauan di Kabupaten Bandung yang cukup mendasar adalah penciptaan kerjasama petani dengan mitrausaha-industri, penggunaan teknologi pengolahan (mesin penjemur, mesin perajang daun tembakau, perajang untuk pupuk organik, mesin ekstraksi nikotin dan tar dan sebagainya), swasembada tembakau. Swasembada tembakau yang dimaksudkan adalah bahwa produksi tembakau di Kabupaten Bandung secara mandiri benar-benar mendukung permintaan pasar berdasarkan potensi lahan dan produksi Kabupaten Bandung. Sedangkan pasar regional dicanangkan bersama kabupaten penghasil tembakau lainnya sebagai upaya memangkas biaya pemasaran dan penyeragaman mutu produk serta meningkatkan daya tawar. Pasar regional dapat pula mendorong investasi industri rokok dan produk tembakau lainnya di Jawa Barat. Dalam memetakan pasar lokal, pasar kecamatan, pasar kluster, pasar kabupaten dan pasar regional industri hasil tembakau terkait dengan pemahaman rantai pasok (supply chains). Dalam hal ini,
perlu kejelasan tentang rantai pasok tembakau di
Kabupaten Bandung.
VI - 23
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
Hal yang paling fundamental dalam roadmap industri hasil tembakau di Kabupaten Bandung pada tahun 2016 adalah pengembangan riset, teknologi dan pasar. Seiring dengan isu kesehatan akibat rokok, namun aktivitas produksi tembakau tetap berjalan di Kabupaten Bandung, maka riset yang mendorong bahan baku lainnya dari bahan baku tembakau harus sudah terwujud. Hal ini dimaksudkan bahwa budidaya tembakau tetap memberi peluang usaha ditingkat petani tembakau dan memberi nilai tambah bagi kelompok atau asosiasi atau mitra usaha pada saat memproduksi produk turunan dari bahan baku tembakau. Untuk mencapai hal ini, pemerintah kabupaten perlu memfasilitasi secara bertahap dan terencana penguasaan teknologi industri produk turunan tembakau kepada petani wirausahawan atau asosiasi. Pemampuan petani wirausahawan yang telah disiapkan tahun 2015 akan mendorong kemitraan dengan para pelaku di industri hilir. Keadaan ini yang dapat memberikan daya saing produk bahan baku tembakau dan nilai tambah tembakau petani pada saat bertujuan pasar regional dan pasar ekspor.
VI - 24
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
Road Map Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung 2012-2016 Pengembangan
PASAR
2012 Pasar Lokal Wilayah kecamatan
Benih Unggul
PRODUK
2013
Pasar Lokal Kluster
Budidaya Bersertifikat
Pemetaan Sentra Tembakau Standar Prosedur Operasi
Kontrol Produksi
2014
2015
2016
Pasar Regional
Pasar Regional
Swasembada Tembakau
Swasembada Tembakau
Bahan Baku Industri Rokok
Bahan baku industri lainnya
Pasar Lokal Kabupaten
Tembakau olahan
Rekayasa Sosial, Ekonomi dan Budaya
Pasar Ekspor
Rekayasa Sosial, Ekonomi dan Budaya
Teknologi budidaya
Teknologi panen dan pasca panen
Teknologi pengolahan bahan baku rokok
Pembentukan/ Penguatan Kelompok tani
Kemandirian kelompok tani tembakau
Pengembangan petani wirausahawan
Kerjasama dengan pelaku usaha/ lembaga lain
Rakayasa lahan dan air (Leisa, organik, irigasi)
Rekayasa pra-produksi (pemuliaan, bioteknologi, optimalisasi input
Rekayasa SDM dan produksi (PPT,PHT, Pupuk organik, pupuk berimbang)
Teknologi benih unggul
TEKNOLOGI
Implementasi Teknologi
Teknologi industri produk turunan tembakau
Penerapan Teknologi Terpadu Tembakau
KELEMBAGAAN
RISET
Rekayasa pasca produksi (kualitas, kuantitas, diversifikasi produk)
Rekayasa alat-mesin (pra-produksi, produksi, pasca produksi)
Gambar 6.2.Kerangka Roadmap Pengembangan Agribisnis Tembakau di Kabupaten Bandung
VI - 24
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
Roadmap yang memberi arahan daam mengembangkan pasar lokal kabupaten dapat saja berupa transaksi tembakau di Kabupaten Bandung sebagai pusat penjualan tembakau yang dihasilkan di kabupaten ini. Seiring dengan kemitraan dan swasembada tembakau, sewajarnya pada akhir tahun arah pengembangan industri hasil tembakau di Kabupaten Bandung dapat dilaksanakan ekspor ke pasar regional dan ekspor. Untuk mencapai ultimate goal pengembangan pasar ditingkat regional dan ekspor tentunya pelaksanaan standarisasi atau pengujian kualitas produk telah
berjalan
sebagaimana
mestinya
oleh
instansi
terkait
atau
memberdayakan Asosiasi Petani Tembakau. Sebuah roadmap akan berjalan sebagaimana mestinya, apabila terdapat kesatuan derap langkah, sinergitas, gotong royong atau working
togethers dan mampu memadukan kekuatan serta instrumen dinas teknis yang ada. Sebuah roadmap adalah sebuah peta jalan dimana arah harus ditentukan dan dijalankankan. Dana bagi hasil cukai tembakau (DBHCT) seharusnya menjadi pemicu bagaimana industri hasil tembakau dapat mendorong transformasi sosial petani tembakau, juga transformasi teknologi dan transformasi produk yang bernilai tambah. Oleh karena itu strategi besar industri hasil tembakau ini adalah tetap mendukung aktivitas usaha petani tembakau melalui transformasi dan nilai tambah produk, namun memberi manfaat sebesar-besarnya bagi para manusia pada umumnya. Dalam konteks inilah penemuan dan pengembangan produk lainnya dari pengembangan
tembakau, dapat menjadi ciri utama pencapaian tembakau
di
Kabupaten
Bandung.
VI - 24
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
7.1. Kesimpulan
Sebagai upaya penyelenggaraan dan pengharmonisan dengan kebijakan
pelaksanaan
otonomi
daerah
serta
mempertimbangkan
terbatasnya kemampuan pendanaan pemerintah pusat, maka ke depan diperlukan perubahan paradigma dalam pembangunan perkebunan termasuk di dalamnya pengembangan agribisnis tembakau. Untuk itu, diperlukan penumbuhan kemandirian pelaku usaha pertembakauan dalam mengembangkan usaha taninya. Sementara itu pemerintah ke depan, akan lebih berperan sebagai fasilitator, motivator dan dinamisator, utamanya pada penyediaan fasilitas sarana dan prasarana pendukung sesuai kemampuan yang tersedia. Oleh karena itu, untuk lebih meningkatkan pengembangan agribisnis komoditas tembakau dan industri hasil tembakau, perlu adanya komitmen serta dukungan yang proporsional dari seluruh stakeholders. Sehingga
seluruh
pendukungnya
perlu
rangkaian
kegiatan
diintegrasikan
dan
subsistem
agribisnis
dioptimalkan
agar
dan dapat
diimplementasikan secara tepat. Dengan demikian upaya yang sinergis tersebut diharapkan akan dapat meningkatkan produktivitas dan daya saing tembakau, yang pada tahap berikutnya akan meningkatkan pendapatan petani dan kesejahteraan masyarakat. VII-1
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau di Kabupaten Bandung untuk periode waktu 2012-2016 ini, dapat digunakan sebagai pedoman dan arah bagi para stakeholders dalam pengembangan tembakau ke depan. Hal yang sangat strategis untuk mewujudkan peran penting pengembangan tembakau kedepan adalah dilaksanakannya kegiatan secara sinergis, holistik dan berkelanjutan berpatokan kepada roadmap industri hasil tembakau yang telah disusun. Untuk itu diperlukan komitmen, dukungan, tekad dan kerjasama aktif
yang
sungguh-sungguh
dari
para
stakeholders
untuk
mengimplementasikan langkah-langkah operasional yang didasarkan pada kebijakan secara proporsional dan profesional sesuai dengan tugas dan kewenangan dan fungsi masing-masing pihak terkait.
7.2. Rekomendasi Beberapa
hal
yang
perlu
direkomendasikan
adalah
perlu
penguatan dan dukungan untuk : 1.
Aspek Budidaya a. Penyediaan kebun bibit unggul b. Pengadaan rumah kompos c. Peningkatan produktivitas d. Adanya subsidi pupuk e. Pengadaan alsintan
VII-2
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
2.
Aspek Pengolahan dan Teknologi a. Mekanisasi produk olahan b. Pelatihan standar kualitas bahan baku olahan c.
Desiminasi
d. Teknologi produk turunan tembakau yang didukung riset 3.
Aspek Pemasaran a. Pergudangan b. Payung hukum tentang tataniaga tembakau c.
4.
Penguatan keterampilan pemasaran asosiasi petani tembakau
Aspek kelembagaan a. Peningkatan SDM petani yang kreatif dan mandiri melalui pelatihan wirausaha/wiraswasta. b. Penguatan kelembagaan kelompok tani dan APTI Kabupaten Bandung yang mampu menciptakan mitra usaha.
5.
Aspek Riset Pemerintah daerah Kabupaten Bandung melalui Bappeda dan Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan menggalang kemitraan strategis dalam penelitian/pengkajian terapan/pelatihan dengan perguruan tinggi dan lembaga riset lainnya secara kontinu dan terprogram selama pelaksanaan roadmap tahun 2012-2016. Riset yang dapat difasilitasi mencakup teknologi kimia, bioteknologi dan
breeding,
tehcnopreneur,
rekayasa
pertanian,
rekayasa
kelembagaan, marketing, psikologi dan pendidikan.
VII-3
Laporan Akhir Penyusunan Pemetaan Industri Hasil Tembakau Kabupaten Bandung
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Kadir. 2011. Modul Undang-Undang Cukai. Kementrian Keuangan Republik Indonesia Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan PUSDIKLAT Bea Dan Cukai. Departemen Pertanian. 2007. Road Map Pengembangan Komoditi Tembakau. Departemen Pertanian Republik Indonesia Kementrian
Keuangan. 2009. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.07/2009 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan 84/PMK.07/2008 Tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dan Sanksi atas Penyalahgunaan Alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau.
Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 85 Tahun 2010 Tentang Pembagian Alokasi Sementara Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau di Jawa Barat Tahun 2011. Rangkuti, F. 2000. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT. Gramedia Pusataka Utama. Jakarta. Saaty, Thomas L. 1980. “The Analytical Hierarchy Process. Planning, Priority Setting, Resource Allocation”, McGraw-Hill, Inc., USA.