Daftar Isi Istilah-istilah yang merujuk kepada karya-karya Ibnu Khaldun Pengantar Bab pertama: Kehidupan Ibnu Khaldun Bagian
pertama
: Fase perkembangan dan menuntut ilmu
Bagian
kedua
: Fase pekerjaanya di kantor
pemerintahan dan bidang politik Bagian Ketiga
: Fase Menulis
Bagian keempat
: Fase tugasnya dalam bidang pengajaran
dan pengadilan di Mesir Bab Kedua: Buah Karya
Ibnu Khaldun
Bagian Pertama
: Ibnu Khaldun Bapak Ilmu Sosial
Bagian kedua
: Hal yang hadapi Ibnu Khaldun
Bagian ketiga
: Ibnu Khaldun, Pakar dan pembaharu Ilmu
Sejarah Bagian keempat
: Ibnu Khaldun,Pakar dan pembaharu seni
Auto-Biografi Bagian kelima
:Ibnu Khaldun, Pakar dan pembaharu
penulisan Bahasa Arab Bagian keenam
: Ibnu Khaldun;Pakar dan pembaharu dalam
penelitian-penelitian tentang sejarah pendidikan dan pengajaran Bagian ketujuh
: Tapak kaki Ibnu Khaldun dalam ilmu
hadits Bagian kedelapan
: Tapak kaki Ibnu Khaldun dalam Ilmu
Fiqh Maliki Bagian kesembilan
:
Ibnu Khaldun dan keahliannya dalam
bidang keilmuan dan juga kesenian lainnya
Kejeniusan Ibnu Khaldun Dr. Ali Abdul Wahid Wafi’ Istilah-istilah yang merujuk kepada karya-karya Ibnu Khaldun Dalam banyak buku ini akan banyak istilah-istilah yang meruujuk kepada karya-karya Ibnu Khaldun. Karenanya, penulis memandang perlu untuk menjelaskan istilah-istilah tersebut secara ringkas: Mukaddimah (Bayan): yang penulis maksud disini adalah kitab Mukaddimah Ibnu Khaldun, terbitan ‘Lajnah al Bayan Al Arabi’, yang merupakan terbitan yang telah penulis tahkik dan
penulis
terangkan
menambahkan bab-bab
secara
gambang.
dan bagian-bagian
Penulis
pun
yang kurang pada
terbitan sebelumnya. Sampai saat ini, buku tersebut telah dibagi terbitan
menjadi besar.;
tiga
bagian
mencakup
dalam
di
1148
dalamnya
halaman
2000
dengan
komentar
di
pinggiran sampignya – sedang bagian ke empat dan bagian terakhir masih dalam proses penerbitan. Mukaddimah (Fahmy): yang penulis maksud di sini adalah Mukaddimah Ibnu Khaldun, terbitan ‘Matba’ah Taqaddum’ yang telah di takhrij oleh Musthafa Fahmy pada thaub 1329 H. Penulis akan menjelaskan –khususnya- bagian akhir yang belum tampak wujudnya dalam terbitan ‘Lajnah al Bayan’ Mukaddimah
(Cartmeir):
yang
penulis
maksud
disini
adalah Mukaddimah Ibnu lai muncul di permukaan pada tahun 1858
H.
terbitan
Penulis Paris
orientalis
akan yang
Cartmeir,
menjelaskan dipimpin yang
bagian-bagian
pembukuannya
muyang
kurang
oleh dari
Khaldun seorang terbitan
Musthafa Fahmy yang belum tampak wujudnya dalam terbitan ‘Lajnah al Bayan’
Al „Ibr: yang penulis maksud disini adalah kitab kedua dan ketiga dari ‘Kitab Al „Ibr,
Diwan Mubtada wa khabar, Fi
ayyamil „arab wal „ajm wal barbar, wa man Asharahum min Dzawi Sulthon Al Akbar „ terbitan Bulak yang muncul pada tahun
1284
H
(1868
M)
dalam
bentuk
tujuh
jilid.
Ia
mengkhususkan jilid pertamanya sebagai kata pengantar (atau lebih dikenal dengan kitab Mukaddimah); sedang enam jilid lainya
dibagi menjadi buku kedua dan ketiga.
„Ta‟rif’ yang dimaksud adalah ’Ta‟rif bi Ibni khaldun wa rihlatuhu Gharban wa Syarqan‟ cetakan ‘Lajnah Ta’lif wa tarjamah Wa Nasr’ yang muncul pada tahun 1951 M. Ia adalah cetakan yang telah ditahkik dan diberi catatan oleh Muhammad Tawit Thanji. Pengantar Banyak Usaha yang telah dikerahkan dalam penulisan buku ini untuk dapat mengungkapkan kejeniusan Ibnu Khaldun dan kemuliaannya atas semua yang telah ia hasilkan, khusus buku Mukaddimahnya dimana telah memunculkan ilmu baru, yang lebih dikenal
sekarang
dengan
ilmu
sosiologi
atau
ilmu
sosial
kemasyarakatan. Ia banyak memberikan pembahasan dimana belum ada seorang pun sebelumnya yang mampu menandinginya dalam hal ini, bahkan belum ada pula seorang pun yang sesudahnya dari pakar ilmu sosial yang mampu menghasilkan suatu resume sebagaimana yang telah ia hasilkan, semua penelitiannya ini menjadi bukti akan intensnya pada banyak ilmu pengetahuan. Disamping itu pula, ia tetap tidak meninggalkan cabang ilmu lainnya; bahkan sampai ilmu tentang sihir, mantera, rahasia hurufpun, ia tetap pelajari. Dengan penelitian akan dirinya lah, maka dapat ditulis bab kedua dari bukunya, Mukaddimah
Pembahasan sejarah
hidup
buku Ibnu
ini
dimulai
Khaldun
dengan
dan
kondisi
pengenalan yang
ada
akan pada
zamannya serta pekerjaan yang telah dijalaninya. Pengenalan ini tidak terbatas hanya pada kehidupan Ibnu Khaldun dan berbagai pekerjaan yang turut mempengaruhi dan
membentuk
pengetahuan akal dan sikap, namum juga akan tampak dari perjalanan hidupnya tersebut, berbagai bukti atas kejeniusan Ibnu Khaldun. Ibnu Khaldun dilahirkan dalam lingkungan dan kondisi yang tidak bisa dikatakan aman dan damai; bisa di bilang
ia
dilahirkan
dalam
lingkungan
yang
penuh
dengan
chaos, krisis dan keterpurukan dalam banyak hal. Hingga ia harus menjalani semua ini dengan penuh petualangan, cobaan dan
ia
pun
harus
berhadapan
dengan
berbagai
pihak
yang
mencoba menghalangi gerak langkahnya dengan penuh rasa iri dan
dengki;
mereka
telah
menyiapkan
banyak
tipuan
dan
konspirasi untuknya. Tugas Ibnu Khaldun di mahkamah, politik dan kehakiman, telah menghabiskan banyak waktu dalam fase kehidupannya.
Ia
telah
bangkit
untuk
maju
dalam
bidang
keilmuan sedang ia pada saat itu belum genap berusia dua puluh tahun; hal ini terus berlangsung sampai pada usianya ke tujuh puluh, dimana tak ada seorang pun seumurannya yang mampu
untuk
memahami
bidang
keilmuan
seperti
yang
Ibnu
Khaldun lakukan. Ialah satu-atubya orang yang paling jenius diantara para manusi jenius lainnya. Dari
permasalahan
definisi
akan
sejarah,
maka
ditulislah bab pertama dalam buku ini. Kedua dirinya
bab
secara
ini umum
berusaha dan
untuk juga
mengungkap
tidak
gambaran
langsung
akan
kejeniusannya Ibnu Khaldun dan kemuliaan tempatnya. Kepada Allahlah kami meminta taufi atas apa yang telah kami tulis dan Ialah yang memberikan petunjuk. Ali Abdul Wahid Wafi
Bab pertama Kehidupan Ibnu Khaldun Kehidupan Ibnu khaldun terbagi atas 4 fase, yang satu sama
lainnya
mempunyai
ciri
khasnya
tersendiri
dari
aktivitas keilmuan dan juga aktivitas tugas yang ia sandang. (Fase Pertama) adalah fase dimana ia lahir, dan
menuntut
tahun
ilmu;
dimulai
732 H hingga tahun
dari
tahun
berkembang
kelahirannya
pada
751H. Waktunya yang kurang lebih
20 tahun itu dihabiskannya di kota kelahirannya di Tunis. 15 tahun ia pergunakan untuk menghapal Al Qur’an beserta tajwid dan qiraahnya, juga menuntut ilmu pada banyak guru serta mendalaminya. (Fase kedua) pemerintahan
masa di mana ia telah bekerja di kantor
dan bidang politik. Masa ini di mulai
di
akhir tahun 751 H hingga akhir tahun 775 H. Waktu yang kurang lebih dua puluh lima tahun ini dihabiskannya dengan berpindah-pindah dari negara Maroko bagian bawah, tengah dan juga atas dan juga sebagian negara Andalusia. Aktivitasnya dalam bidang politik ini telah menghabiskan banyak waktu dan tenaganya pada fase kedua ini. (Fase ketiga) untuk
memulai
masa dimana ia mengosongkan waktunya
karyanya
dalam
bidang
penulisan.
Fase
ini
dimulai pada akhir tahun 776 H hingga akhir tahun 784 H. Waktu
yang
kurang
lebih
delapan
tahun
ini,
setengah
pertamanya dihabiskan di benteng Ibnu Salamah dan setengah lainnya dihabiskan di Tunis. Pada fase masa-masa ini, ia mengosongkan
semua
aktivitasnya
untuk
mulai
konsentrasi
menulis kitab yang berjudul ‘kitabul ibr wa diiwanul mubtada wal khabar, fi ayyamil „arab wal „ajm wal barbar wa man „asharahum min dzawi sulthon al akbar‟
Bagian pertama dari
kitab itu kini lebih dikenal dengan nama ‘Mukaddimah Ibnu Khaldun’.
Ia
lebih
berkonsentrasi
pada
satu
bagian
ini
dibanding tujuh bagian lainnya sebagaimana yang ada pada terbitan penerbit Bulak. Pengkajian lebih dalam akan bagian pertama ini hanya memakan waktu tidak lebih dari lima bulan dari penulisan-penulisan sebelumnya. (Fase
keempat)
masa
dimana
ia
mulai
mengaktifkan
dirinya dalam bidang pengajaran dan pengadilan. Fase ini dimulai pada akhir tahun 784 H hingga akhir tahun 808 H. Waktu yang kurang lebih dua puluh empat tahun ini dihabiskan di
Mesir.
Aktivitasnya
dalam
bidang
pengajaran
dan
pengadilan ini telah menghabiskan banyak waktu dan tenaganya pada fase terakhir ini. ***** Setiap terperinci.
fase
ini
Referensi
akan
dibahas
penting
secara
dalam
mendalam
penulisan
pada
dan bab
pertama ini adalah kitab yang ditulis Ibnu Khaldun sendiri tentang kisah hidupnya yang berjudul ‘Ta‟rif bi Ibn Khaldun wa
rihlatuhu
gharban
wa
syarqan‟1dengan
dibantu
dengan
banyak referensi lainnya untuk dapat melengkapi kekurangan apa
yang
sebagian
ada
peristiwa
menjelaskan tersebut
dalam
yang
catatan-catatan
sebagaimana
biografinya
bukunya
‘ta‟rif‟
tersebut
terjadi. samping
yang
Penulis
dari
meralat
pun
akan
dalam
buku
nukilkan
dari
buku
lainnya
yang
bisa
yang
penulis
ataupun
ataupun ada
melengkapi ataupun meralatnya.
1
Penulis akan menjelaskan lebih banyak tentang kitab yang ditulisnya ini secara mendalam pada tempatnya di bab dua bagian keempat tentang Ibnu Khaldun dan autobiograpi (penulisan seorang penulis akan kisah hidupnya)
Bagian
pertama
Fase perkembangan dan menuntut ilmu 732-751 H (1332-1350 M) 1. Nama lengkap Ibnu Khaldun, Kunyah, gelar dan juga sebutan terkenalnya Nama lengkapnya adalah Abdurrahman bin Zaid Waliyuddin bin
Khaldun.2
Maka
namanya
adalah
Abdurrahman,
Kunyahnya
adalah Abu Zaid dan gelarnya adalah Waliyuddin; namun ia lebih dikenal dengan sebutan Ibnu Khaldun. Tampak
ia
memperoleh
kunyahnya
Abi
Zaid,
dari
anak
pertamanya yang terbesar; sebagaimana adat yang berlaku di daerah arab dalam penulisan Kunyah; walau penulis pun tidak mengetahui secara pasti nama anak-anaknya. Sedangkan gelar waliyuddin
ia
peroleh
setelah
ia
memegang
jabatannya
di
pengadilan Mesir. Menanggapi hal ini, Maqrizy berkata dalam bukunya yang berjudul ‘Suluk‟:
‘
pada hari senin tertanggal 12 Jumadil tsani tahun 786 H,
guru
kami
dipanggil sultan
Abu
untuk
Zaid
datang
(maksudnya
ke
Sultan
Abdurrahman benteng. Dzahir
Ibnu
Ia
Khaldun
minta
Barquq,
salah
oleh satu
sultan dari kesultanan Bani Mamalik di Mesir) untuk menjadi
hakim
madzhab
Maliki.
Setelah
selesai
masa
jabatannya, ia diberikan gelar Waliyuddin’ Namanya yang lebih terkenal, Ibnu Khaldun, dinisbatkan kepada
kakeknya
yang
kesembilan,
Khalid
adalah orang pertama dari keluarganya 2
bin
Ustman;
ia
yang memasuki kota
penulisan Ibnu khaldun ini dengan memfathahkan kha’ sebagaimana yang selalu Ibnu Khaldun tekankan, dan juga yang dikatakan oleh As Sakhawy dalam bukunya ‘Ad Dhaw‟u lami‟ Bagian keempat hal 145, tentang ‘ta‟rif hal 1
Andalusia
bersama
para
pejuang
pembebasan negeri Andalusia,
dari
arab
pada
masa
yang kemudian ia lebih dikenal
dengan nama Ibnu Khaldun, mengikuti adat yang pada saat itu berlaku pada bangsa arab dan juga Maroko –mereka biasanya menambahkan pada nama belakang mereka huruf waw dan nun, sebagai bentuk (khaldun,
penghormatan kepada pemilik nama tersebut
hamidun,
Zaiduun...................).
Anak
dan
keturunannya yang tinggal di maroko dan Andalusia pun lebih dikenal dengan sebutan Bani Khaldun. Banyaknya kemunculan orang terkenal dari keluarga –dimana setiap individu dari mereka menyertakan namanya dengan kalimat Ibnu Khaldun, maka secara istilah, nama Ibnu Khaldun ini bisa diartikan secara umum dengan bermacam orang yang masuk dalam arti ini kecuali bila di deskripsikan person yang di maksud. Banyak pula
yang menambahkan pada nama Ibnu khaldun,
kalimat ‘Maliki’ yang dinisbatkan dari mazhab fiqihnya. Ia adalah mazhab Imam Malik bin Anas. Ia mendapatkan tambahan nama
ini
setelah
memegang
jabatan
sebagai
hakim
di
pengadilan yang bermazhab Maliki di Mesir. Ada pula yang menambahkan kalimat ‘Hadromy’ pada namanya, yang dinisbatkan pada nama asal daerahnyah Hadhramy; keluarganya berasal dari daerah
Hadramy
di
Yaman,
jelaskan
pada
bagian
berusaha
untuk
menuliskan
karya-karyanya.
sebagaimana
selanjutnya. kalimat
Sebagaimana
ia
yang
Ibnu Hadromy
akan
penulis
Khaldun ini
menuliskan
di
dalam
selalu setiap kata
pengantar di kitabnya ‘Ibr’: ‘Seorang hamba yang
fakir akan
rahmat Tuhannya yang
Maha Kaya dengan segala kelembutannya, Abdurrahman bin Muhammad
bin
menyertainya‟
Khaldun
Al
Hadromy;
semoga
Allah
Banyak
pula
didapati
-dari
banyak
karya-karyanya,
surat-suratnya yang tercetak baik pada masanya ataupun masa sesudahnya- gelar-gelar ataupun tambahan pada namanya yang menjelaskan akan
tugasnya juga
kedudukannya dalam bidang
keilmuan ataupun keagamaan; seperti; Wazir (mentri), Rais (pemimpin), Hajib (seseorang yang tidak pernah megerjakan maksiat), Shadrul Kabir (seseorang yang sangat bijaksana), Al Faqih Al Jalil (Ahli Fikih), Allamatul Ummah (Pemimpin umat), Imamul Aimmah (Imannya para imam), Jamalul Islam dan muslimin (teladan kaum muslim) 2. Keluarganya Imam Ibnu Hazm menyebutkan dalam kitabnya ‘Jamharatul Ansaabul Arab’
bahwasannya keluarga Ibnu khaldun berasal
dari daerah Hadromy Yaman. Nasabnya dalam Islam berasal dari Wail
bin
terkenal
Hajar; dan
ia
telah
adalah
seorang
meriwayatkan
sahabat
hadits
yang
sangat
Rasulullah
Saw
sebanyak 70 hadits. Rasulullah Saw telah mengutusnya dan juga Muawiyah bin Abi Sofyan untuk pergi menuju Yaman dengan maksud mengajarkan Al-Qur’an dan Islam kepada penduduknya. Ibnu Abdil barr pun menyebutkan dalam kitabnya ‘Al Istii‟ab‟ bahwasannya Wail bin hajar ketika di utus untuk menemui Rasulullah Saw. Ketika ia datang, Rasulullah membentangkan kainnya dan mempersilahkannya untuk duduk diatasnya seraya berkata: „Ya Allah, berkahilah Wail bin Hajar dan semua keturunannya hingga hari kiamat‟ (Lihat kitab ta‟rif Seorang
dari
keluarga
inipun
akhirnya
hal 2) memasuki
Andalusia bersama dengan para pejuang dari Arab pada masa pembebasan Andalusia –sebagaimana riwayat dari Ibnu Hazmyaitu Khalid bin Ustman (yang lalu lebih dikenal dengan nama Khaldun,
mengikuti
adat
yang
berlaku
pada
saat
kalangan masyarakat Andalusia dan maroko, sebagai
itu
di
bentuk
penghormatan
pada
pemilik
nama),
cucu
Wail
bin
Hajar.
Berkembanglah keturunannya sebagaimana berkembangnya sejarah Islam itu sendiri. Kebanyakan dari mereka mengambil jalur polik dan akademis. Mereka lalu dikenal dengan sebutan Bani Khaldun, yang dinisbatkan dari nama kakek yaitu Khalid bin Ustman.
Termasuk
dari
keturunan
mereka
yaitu
Imam
Abdurrahman Abu Zaid Waliyuddin, penulis kitab yang terkenal ‘Mukaddimah‟ yang lebih dikenal dengan sebutan Ibnu Khaldun, yang dinisbatkan dari nama kakeknya tersebut. Sedangkan mata rantai nasab antara Ibnu Khaldun dan Wail bin Hajar, telah dijelaskan oleh Ibnu Khaldun sendiri dalam kitabnya ‘Ta‟rif’,
sebagai berikut:
Muhammad
bin
Muhammad
Muhammad
bin
Jabir
Abdirrahman
bin
bin
bin
Khalid
Muhammad
Muhammad (yang
bin
bin
lebih
Hasan
bin
ibrahim
bin
dikenal
dengan
sebutan Khaldun. Dialah orang pertama dalam keluarga yang
memasuki
dinisbatkan
daerah
semua
andalusia
keturunannya
dan
Maroko.
Darinya
sebagaimana
telah
dijelaskan sebelumny) bin Ustman bin Hani bin Khattab bin Kuraib bin Muid Yakrub bin Harits bin Wail bin Hajar (Ta‟rif 1,3) Ibnu
Khaldun
berpegangan
keluarganya terakhir hingga
Wail
bin
teguh
tentang
silsilah
-yang dimulai dari kakeknya Khaldun
Hajar-
atas
riwayat
Ibnu
Hazm
dalam
kitabnya ‘jamharatu Ansaabul Arab‟. dikatakan didalamnya: Disebutkan
bahwasannya
Bani
Khaldun
Asybiliyun
dari
anaknya (yang dimaksud disini adalah anaknya Wail bin Hajar). Sedang kakeknya yang berasal dari Timur dan berhasil masuk Eropa, Kholid, yang lebih dikenal dengan
Khaldun bin Ustman bin Hani bin Khattab bin Kurain bin Harits bin Wail bin Hajar (Ta‟rif 3) Sedang Silsilah
awalnya yang dimulai dari orang tuanya
hingga kakeknya Khaldun, ia hanya berpegangan pada apa yang ia ketahui; baik melalui riwayat yang terdengar atapun yang tertulis (Ta‟rif 1) Ibnu Khaldun sendiri pun sebenarnya masih menyimpan keraguan akan kebenaran silsilah awalnya, yang dimulai dari orang
tuanya
bahwasannya beberapa
hingga
ada
nama
kakeknya,
kemungkinan
yang
tak
Khaldun.
dalam
tercantum
Ia
silsilah dan
berpendapat tersebut
hilang.
ada
Karena
ia
menganggap, apabila memang kakeknya, Khaldun, adalah orang pertama dari seluruh keluarganya yang memasuki bersama
masa
pembebasan
Andalusia –sebagaimana yang diriwayatkan oleh
Ibnu Hazm-
maka
para
rentang
pejuang waktu
berkisar sekitar
dari
yang
Arab
pada
Andalusia
memisahkannya
dengan
bapaknya
700 tahun (Pembebasan Andalusia terjadi
pada tahun 92 H, sedang wafat bapaknya pada tahun 739 H). Rentang waktu ini masih lebih dari cukup bila hanya diisi oleh
sepuluh
bahwasannya
kakeknya.
ada
Ibnu
kemungkinan
Khaldun rentang
sendiri waktu
berpendapat
tersebut
bisa
diisi oleh dua puluh nama kakek-kakeknya, berlandaskan atas tiga keturunan yang bisa lahir untuk setiap satu abadnya. Menanggapi hal ini, ia berkata: „Aku tidak bisa mengingat nasab yang aku punya hingga pada Ibnu Khaldun, kecuali hanya sepuluh saja. Saya berkeyakinan sesungguhnya kenyataannya lebih dari itu. Ada beberapa nama yang hilang ataupun tidak tercantu; karena
Khaldun
adalah
orang
pertama
yang
memsuki
Andalusia. Apabila demikian, maka rentang waktu yang
ada hingga sampai kepada bapakku adalah 700 tahun, dan dimungkinkan
bisa
muncul
dua
puluh
keturunan,
tiga
keturunan setiap seratus tahunnya. Sebagaimana telah dijelaskan dalam kitab pertamanya‟3 Dengan berlandaskan akan hal yang sama, maka silsilah terakhirnya yang dimulai dari kakeknya Ibnu Khaldun hingga Wail bin Hajar pun mengalami keraguan yang sama. Apabila Ibnu
Khaldun
sendirinya, dalam
sendiri
maka
silsilah
bisa
tidak jadi
tersebut.
memaparkan ada
Nama
hal
penambahan kakeknya
itu
secara
beberapa
yang
ada
nama dalam
rentang silsilah terakhir tersebut ada delapan orang, sedang rentang waktu yang ada antara Ibnu Khaldun dan Wail bin Hajar
tidak
lebih
dari
satu
seperempat
abad
saja.
Ini
disebabkan karena Wail bin Hajar merupakan seorang sahabat Rasulullah, sebelum
hingga
Hijrah.
bisa
dipastikan
Sedang
Ibnu
kelahirannya
Khaldun
adalah
–sebagaimana
diriwayatkan Ibnu Hazm- adalah orang pertama yang measuki Andalasia bersama para pejuang Arab pada masa pembebasan Andalusia yang terjadi pada akhir abad pertama hijriah atau pada tahun 92 H. Dengan rentang waktu ini, maka kemungkinan yang lahir hanyalah tiga generasi saja. 3
kitab Ta‟rif hal 1. Ibnu Khaldun mengisyaratkan hal tersebut sebagaimana yang ia jelaskan pada bagian empat belas dari bab ketiga dari bukunya ‘Mukaddimah‟ dengan sub judul: ‘faslun fi anna daulah laha a‟marun thabiiyatun kama lil askhos ( bahwasannya suatu begara mempunyai batasan umur yang alami sebagaimana manusia). Namun Ibnu Khaldun pun memperhatikan bahwasannya ia telah menuliskan dalam sub judul ini bahwa standar umur bagi satu generasi adalah 40 tahun. Ia mengungkap hal ini sebagai berikut: ‘dengan pengecualian, sebuah Negara pada umumnya tidak dianggap biloa berada dalam rentang masa hidup tiga generasi. Satu generasi mewakili umur manusia pada umumnya yaitu empat puluh tahun‟ (Mukaddimah; Bayan; 485). Hingga bisa dikatakan bahwasannya tiga generasi dilintasi dengan waktu 120 tahun dan bukan 100 tahun sebagaimana yang ia sebutkan dalam kitabnya „Ta‟rif‟. Hingga nama-nama kakek yang mengisi rentang waktu antara hidup bapaknya hinggak kakeknya Ibnu Khaldun atau sekitar enam setengah abad, diperkirakan hanya enam belas nama dan bukan dua puluh.
Yang menjadi kemungkinan kuat dalam hal ini, bisa jadi Khaldun memasuki Andalusia pada abad ketiga hijriah atau setelah pembebasan Andalusia dengan rentang waktu yang tidak pendek.
Hal
ini
dipertegas
lagi
dengan
pernyataan
bahwasannya kedua anak dari cucunya (dalam pendapat yang dikatakan Ibnu Hazm adalah cucunya) yaitu: Kuraib bin Utsman bin Khaldun dan saudaranya Khalid, mereka adalah pemimpin gerakan revolusi
yang melanda Asybiliah melawan
pimpinan
pemerintahan yang ada pada saat itu Abdullah bin Muhammad al Umawy di tahun-tahun terakhir dari abad ketiga hijriah, sebagaimana
akan
penulis
lebih
perjelas
di
bagian
berikutnya. Hingga tidak masuk akal bila Khaldun memasuki Andalusia bersamaan dengan Thariq bin Ziyad di akhir abad pertama hijriah, lalu ia mempunyai cucu yang hidup hingga tahun-tahun terakhir pada abad ketiga hijriah. Dari sini bisa diyakini, bahwasannya ia masuk ke Andalusia pada abad ketiga ini pula atau tak jauh darinya. Apabila ini semua biasa diterima, maka akan mempermudah dalam
penggambaran
silsilah;
baik
dari
silsilahnya
yang
pertama ataupun yang terakhir. Dengan rentang waktu yang ada antara bapaknya Ibnu Khaldun hingga kakeknya adalah empat abad, hingga memungkinkan
dalam rentang waktu ini muncul
sepuluh generasi atau sepuluh nama kakeknya sebagaimana yang ada dalam silsilah;
dengan berlandaskan bahwa setiap empat
puluh tahun, timbul satu generasi atau timbul satu nama. Sedang rentang waktu yang ada antara kakeknya Khaldun hingga Wail bin Hajar sekitar tiga abad, hingga memungkinkan dalam rentang waktu ini muncul delapan generasi atau delapan nama kakeknya
sebagaimana
yang
ada
dalam
silsilah;
dengan
berlandaskan bahwa kurang lebih setiap empat puluh tahun, timbul satu generasi atau timbul satu nama
***** Demikianlah; namun sayangnya Penulis tidan mempunyai banyak bukti yang kuat untuk membuktikan keshahihan silsilah keluarga
Ibnu
Khaldun
untuk
keturunannya
dari
Arab
sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu Hazm pada pertama kalinya di
abad
dalam
kelima
hijriah.
menyikapi
Yang
keshahihan
menjadikan
nasab
ini
adanya
adalah
keraguan
bahwasannya
kebanyakan dari keluarga-keluarga di Andalusia dan Maroko pada saat itu sangat berkeinginan untuk menasabkan dirinya sebagai
bagian
dari
bangsa
Arab,
karena
siapapun
yang
bernasab kepada negara Arab, akan memperoleh kemuliaan dan kedudukan yang tinggi dalam pandangan masyarakat setempat. Karena bangsa Arab pada saat itu umumnya adalah pemimpin dan penguasa di negara tersebut. Namun keinginan itu hanya ada pada bangsa Andalusia dan Maroko, dan tidak bangsa Barbar. Mendapatkan nasab dari bangsa Arab adalah suatu kemuliaan yang tertinggi bagi petinggi non Arab. karenanya, banyak dari mereka –non arab- yang bekerja pada pemerintahan yang dikuasai
bangsa
menambahkan
Arab
nasab
dengan mereka
harapan
dapat
membuat
dan
kepada
bangsa
Arab
dan
mengumumkannya pada masyarakat setempat. Dari sinilah akhir mulai timbul banyak keraguan akan banyak orang yang bernasab pada bangsa Arab. bahkan dari pihak pejuang yang membebaskan bangasa Arab pun, banyak yang non Arab; namun mereka turut mengatakan bahwa mereka adalah keturunan Arab. sebagaimana dikatakan bahwasannya Thariq bin Ziyad sebenarnya adalah keturunan
bangsa
bahwasannya ia
Barbar.
Namun
ada
pula
yang
mengatakan
sesungguhnya keturunan bangsa Persia dari
budak bangsa Arab. Bisa jadi, keluarga Ibnu Khaldun bukan asli keturunan Arab. Mereka hanya membanggakan diri mereka bila bisa memakai nasab ini sebagaimana kebanyakan orang
lainnya lalu mereka mengumumkannya pada masyarakat setempat sebagaimana
yang
dilakukan
para
petinggi
dan
pemilik
kekuasaan saat itu. Namun demikian, penulis meyakini nasabnya akan bangsa Arab
Hadromy;
detail
pada
bukan
karena
kehati-hatian
penulis
Ibnu
mendapatinya
hazm
dalam
secara
memilah
nasab
bangsa Arab saja, namun juga karena penulis tidak mendapati seorang pun yang bersilang pendapat akan hal ini. Mereka hanya tidak meyakini dan tidak setuju akan nasabnya pada bangsa Arab sebagaimana yang Ibnu Khaldun tulis dalam banyak karyanya. Seandainya keraguan itu muncul sebagaimana yang tumbuh dalam pikiran mereka, sedang ia sendiri merupakan bagian
dari
mereka,
dan
diantara
mereka
banyak
yang
mengetahui nasab Imam Hafidz bin Hajar Asqalany. Mereka sama sekali tidak begitu gigih akan
dijelaskan
panjang
dalam mengkritik –sebagaimana
lebar
pada
bagian
lainnya-
atau
mencela akan nasabnya. Tidak pernah terucap sedikitpun dari bicara mereka akan keraguan mereka baik dari segi ilmiah ataupun
secara
karya-karyanya
personal akan
Mereka
kritikan
hanya mereka
mencantumkan akan
pakaian
dalam yang
dikenakannya dan juga tempat tinggalnya di atas sungai Nil. 3. Sejarah keluarganya Ibnu Khaldun tumbuh dan berkembang di kota Kormuna di Andalusia, dimana kakeknya Khalid bin Ustman tinggal lalu ia berpindahh setelahnya ke kota Asybiliah. Keluarga besar Khaldun tidak mengetahui akan sejarah Andalusia sebelum abad ketiga hijiriah. Kejayaan keluarga mereka dimulai pada masa Pangeran Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman Al Umawy (273-300 H). Pada saat itu, banyak terjadi chaos dan tersebar fitnah di Andalusia di berbagai segi. Sedang Asybiliah yang merupakan daerah keluarga besar
Khaldun adalah daerah pertama yang mengalami ketergoncangan akan hal tersebut. Terjadi revolusi diberbagai daerah yang dipimpin
oleh
Umayyah
bin
Abdul
Ghafir
(yang
menjabat
sebagai Hakim pada daerah itu sebelum kepemimpinan Pangeran Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman Al Umawy) dan juga Abdullah bin Hujjaj. Ikut serta dengan mereka adalah dua orang cucu Khaldun yaitu: Kuraib bin Ustman dan sudaranya Khalid. Revolusi itu selesai setelah melalui beberapa fase seperti adanya sikap kesewenang-wenangan Kuraib bin Khaldun dalam memimpin rakyatnya dan juga tidak memperhatikan akan pembangunan terjadi
Asybiliah.
hingga
Setelahnya
kemudian
banyak
terhenti
dan
revolusi selesai
yang dengan
kematiannya. Setelah itu, daerah Asybiliah tidak mempunyai pemimpin selama
kepemimpinan
tersebiy,
hingga
Bani
Umawiyah
kemudian
Bani
berkuasa
Thawaif
di
negara
berkuasa,
dan
kejayaan kembali kepada keluarga Khaldun. Para pemimpin dari mereka turut serta dalam peperangan yang terkenal ‘Zalaqah’ dan dimenangkan oleh Mu’tamid bin Ibad dan anak buahnya, Yusuf bin Tasyfain Murabithy melawan Qistalah
(49-1086
M).
Banyak
dari
Alfonso keenam, raja keluarga
Ibnu
Khaldun
turut serta dalam peperangan lalu diangkatlah sebagian dari mereka untuk menjadi pemimpin dan menteri pada masa Ibnu Ibad berkuasa. Tampak jelas, setelah tumbangnya kekuasaan Thawaif dan lalu berkuasa bani Murabithun di Andalus, keluarga Khaldun tidak memegang peranan penting dalam pemerintahan negara. Hal ini terus terjadi selama pemerintahan Bani Murabithun ini. Setelah melepaskan menunjuk
berkuasanya
Andalusia Abu
Bani
dari
Hafsin,
Muwahhidun
Bani
pemimpin
di
Murabithun, kabilah
Maroko mereka
Hantana
dan lalu untuk
mempimpin Asyniliah dan Andalusia bagian barat. Abu Hafsin menjadi
pemimpin
daerah
ini
selama
hidupnya
dibawah
pemerintahan Muwahhidun. Lalu kepemimpinan ini diwariskan kepada anak-anaknya setelah kematiannya. Keluarga Khaldun pun
akhirnya
kepemimpinan
diberikan mereka
dan
kesempatan mereka
untuk
pun
meneruskan
akhirnya
mendapatkan
kembali kejayaannya. Ketika pemerintahan Muwahhidun mulai melemah, dan mulai banyak terjadi
pergolakan di Andalusia. Para
pimpinannya
gugur satu persatu dibawah pedang raja Qistalah. Akhirnya Bani Hafsin meninggalkan Asybiliah dibawah jaminan seorang Nasrani.
Mereka
berpindah
ke
negara
Afrika
(Tunis
dan
sekitarnya) pada tahun 620 H/1223 M, dimana mereka akhirnya membebaskan diri dari pemerintahan Muwahhidun. Hal tersebut membuat mereka mendapatkan kekuasan atas wilayah yang cukup besar dengan bantuan Bnai Khaldun. Bani hafsin pun akhirnya memberikan kemuliaan dan kehormatan pada mereka. Kakek kedua Ibnu Khaldun (Abu Bakar Muhammad) diberi kepercayaan untuk mengurusi masalah kenegaraan di Tunis., sebagaimana kakek pertamanya memegang
(Muhammad
jabatan
bin
untuk
Abu
Bakar
mengurus
Muhammad
masalah
lakukan)
Hijabah
Bijayah
(menarik iuran negara), yangmerupakan daerah kekuasaan
Bani
Hafsin. Akhirnya kakek keduanya menjadi pemimpin di daerah Tunis perwakilan dari Bani Hafsin hingga ia terbunuh oleh Ibnu
Abi
Hafsin.
Imarah Sedang
dari
Khawarij
kakeknya
yang
pertama
ingin
tetap
membunuh
pada
Bani
jabatannya
setelah kematian bapaknya dalam rentang waktu yang lama, menggantikan jabatannya pada urusan pemerintahannya di bawah kekuasaan Bani Hafsin. Ketika Bani Hafsin mulai ditumbangkan oleh pemimpin Muwahhidun dan Tunis dikuasai oleh pangeran Abu Yahya bin Lihyany (711 H), ia –Muhammad bin Abu Bakar Muhammad
bin
Khaldun,
kakeknya
pertama-
tetap
pada
jabatannya. Pangeran Abu Yahya bin Lihyany mendekatinya dan ia pun memintanya untuk tetap memimpin daerahnya sebagai wakil dari dirinya. Lalu ia mengasingkan diri dari kehidupan umum;
namun
demikian
ia
masih
memegang
kekuasaannya
di
pemerintahan hingga ia meninggla pada tahun 737 H (1337 M) Sedang
anaknya
Abu
Abdillah
Muhammad
(bapak
Ibnu
4
Khaldun) , menjauhkan dirinya dari masalah politik dan lebih berkonsentrasi pada masalah pengajaran dan keilmuan. ‘ia
melepaskan
dirinya
dari
jalannya
pedang
dan
mengabdikan dirinya pada bidang keilmuan dan ribath ‟5.... ia membaca dan memperdalaminya;. Ia adalah hal pertama yang dilakukan bangsa Arab. Ia pun sangat mahir akan syair dan segala ilmu tentangnya‟ (Ta‟rif 14) Ia
meninggal
pada
tahun
749
H
(1339
M)
dengan
meninggalkan lima anak laki-laki yaitu: Abdurrahman (yang menulis
masterpice
“Mukaddimah’
pada
saat
ia
berumur
18
tahun), Umar, Musa, Yahya dan Muhammad. Ibnu Khaldun atau
4
Di berbagai tempat, bapak Ibnu Khaldun lebih terkenal dengan kunyahnya;Abu Abdillah. Hal inilah yang ia tulis di kitabnya “Ibr‟ dan juga yang ia isi dalam forlumir pendaftaran ketika ia ingin menuntut ilmu di Universitas Kurawiyyin di Vas, yang terletak di Kairo tahun 799 H. Ada suatu pernyataan yang berbunyi: ‘berhenti, dihentikan, berjalan, teguh pendirian, diharamkan, dan adanya pembenaran atas tuan kami hamba yang sangat fakir dihadapan Allah Swt Syeikh Imam A‟lim Allamah Al afidz Al Muhaqqiq,pemersatu, satu-satunya pada masanya hakim para hakim, waliyuddin Abu Zaid Abdurrahman Bin Syeikh Imam Abi Abdillah Muhammad bin Khaldun Al Hadhromy Al Maliki. ....‟, tealah terdapat plagiat pada susunan kerangka biografinya ‘Ta‟rif‟ dengan mengatakan bahwasannya bapak dari Ibnu Khaldun memilik kunyah ‘Abu Bakar’ : ‘sedangkan bapaknya adalah Muhammad Abu Bakar‟ (Ta‟rif 14). Sedangnya yang sesungguhnya yang paling benar dari dua buku tersebut adalah dua paragraf akhir dalam naskah ‘Ta‟rif‟: sedangkan bapaknya adalah Muhammad bin Abu Bakar´(Ta‟rif 14, komentar atas 11) 5 Yang dimaksud adalah Tasawuf
Abdurrahman adalah anak tertua dalam keluarga.6. tidak ada seorangpun selain Abdurrahman
yang menonjol kecuali Yahya
(Abu Zakaria Yahya) yang memegang jabatan sebagai menteri di kemudian harinya.7 Bapak Ibnu Khaldun bukanlah pelopor yang berkonsentrasi dalam bidang keilmuan. Banyak dari pendahulunya di Maroko dan
Andalusia
bidang
yang
keilmuan;
mengkonsentrasikan
diantaranya:
Umar
diri
bin
mereka
Khaldun
pada
(wafat
sebelum kelahiran Ibnu Khaldun tiga abad sebelumya) yang menjadi pelopor ilmu dalam bidang matematika dan astronomi8 Hingga bisa dikatakan bahwa dalam keluarga Khaldun ini, umumnya
mereka
menapaki
jalan
keilmuan
dan
juga
bidang
politik secara bersamaan. Seorang sejarawan terkenal, Ibnu Hayyan (hidup pada abad sebelas masehi dan juga abad lima hijriah) ketika perjalanannya ke Andalusia, mengatakan: ‘ kediaman Ibnu Khaldun di Asybiliah sampai saat ini merupakan titik
terakhir
menyamai
yang
kepopuleran
menjadi para
perhatian.
pemimpin
Kepopulerannya
kerajaan
dan
para
pemikir’ (Ta‟rif 5)
6
tidak terdapat dalam kelima anaknya seorangpun yang bernama Abdullah. Yang tampak hanyalah bahwa anak pertamanya adalah anak laki-laki. Karenanya kunyahnya adalah Abu Abdullah. 7 Yahya menulis satu kitab yang terkenal tentang sejarah negara Maroko; ia merupakan kedaulatan Bani Abdul wad. Ia memberikan judul pada kitab tesebut :’Bagiyyatun Rawwad fi Akhbar Bani Abdul wad‟ sebagian orang mencampur adukkan antara karyanya dan karya Abdurrahman. Sehingga ada yang menganggap buku ini sebagian dari karya penulis kitab Mukaddimah. 8 Ibnu Hayyan berkomentar akan Umar bin Khaldun: ‘Ia adalah Abu Muslim Umar bin Khaldun Al Hadromy yang merupakan pemuka kaum Asybiliah. Ia adalah pakar dalam bidang filsafat, terkenal dalam bidang ilmu ukur, astronomi dan kedokteran. Sedang ilmu-ilmu ini masih dianggap kesatuan dalam bidang ilmu filsafat. Wafat di negaranya pada tahun 449 H’. Sedang Asyibaah mengatakan: ‘ia merupakan murid dari Abi Qasim Majrithy, yang terkenal dengan bidang ilmu olah raga’ demikian pula orang banyak yang mencampur adukkan antara Umar dan Ibnu Khaldun, hingga mereka menganggap bawa IbnuKhaldunlah yang mengupas habis akan ilmu Matematika dan astronomi. Pada kenyataannya, yang lebih terkenal akan kedua ilmu tersebut dalam keluarga Khaldun adalah Umar bin Khaldun yang wafat sebelum kelahiran Ibnu Khaldun itu senndiri, tiga abad sebelumnya.
4. Tempat kelahiran, lingkungan dan tempat belajarnya Ibnu Khaldun dilahirkan di
Tunis di awal Ramadhan pada
tahun 732 H ( tepatnya 27 Mei 1332 M). Masyarakat Tunis hingga
saat
inipun
masih
mengenali
tempat
dimana
Ibnu
Khaldun dilahirkan, ia adalah suatu rumah yang terletak di salah satu jalan protokol dari sebuah kota tua. Jalan ini dikenal
dengan
nama
jalan
Turbatul
Bay.
Rumah
itu
lalu
menjadi sekolah tinggi manajemen, dimana di pintu masuknya terdapat
suatu
sebuah
marmer
yang
bertuliskan
‘tempat
kelahiran Ibnu Khaldun’ Ketika
sudah
mencapai
umur
untuk
belajar,
ia
mulai
menghapal Al Qur’an dan tajwidnya sesuai dengan metode yang berlaku di sebagian besar negara-negara Islam. Masjid pada masa-masa itu adalah sentral pendidikan. Di sanalah Ibnu Khaldun
menghafal
Al
Tajwid dan berbagai mempelajari
banyak
Qur’an
dan
memperdalaminya
dengan
Qiraatnya. Disana pula Ibnu Khaldun ilmu
dari
syeikh-syeiknya.
Masyarakat
Tunis pun sampai saat ini masih mengenali Masjid dimana ibnu Khaldun belajar
dan mengemukakan pendapatnya
pada awal
masa belajar. Masjid itu dikenal dengan nama Masjid Qubah; namun
masyarakat
sesuai
dengan
Tunis
logat
sering
yang
menyebutnya
berlaku
‘Masid
diantara
Qubah’
mereka
yang
membaca huruf Jim dengan bacaan Ya Orang
tua
Ibnu
Khaldun
adalah
pendidik
pertamanya.
Tunis pada saat itu adalah sentral para ulama dan sastrawan di
negara
Maroko
dan
merupakan
tempat
berkumpulnya
para
ulama Andalusia bila mereka menemukan satu kejadian yang bisa
dibahas
secara
keilmuan.
Diantara
mereka
akhirnya
menjadi guru Ibnu Khaldun dan mengajarkan padanya banyak hal -setelah ia menerima pendidikan pertamanya dari kedua orang tuanya.
Ia
mempelajari
dari
mereka
Al
Qur’an
dan
memperdalami lebih dalam lagi Qiraat Sab’ah (tujuh bacaan
para
ulama
terkenal)
mempelajari
dan
hukum-hukum
ya’kub.9
Qiraat
syariat
dari
tafsir,
Ia
pun
hadits
dan
memperdalaminya lagi dengan mazhab Maliki (yang dulu dan masih merupakan mazhab yang dipakai di Jazirah arab). ia pun mempelajari
Ushul
dan
Tauhid.
Ia
pun
mempelajari
ilmu
linguistik seperti Nahwu, Shorof, Balaghoh dan adab; lalu mempelajari
ilmu
Matematika.
Ia
Mantiq,
mendalami
Filsafat, semua
bilologi
bidang
dan
keilmuan
juga
tersebut
disertai dengan kekaguman para gurunya dan iapun memperoleh pengakuan dan Ijazah dari mereka. Ibnu Khaldun sangat teliti dalam menyebut nama-nama pengajar dan gurunya dalam berbagai penelitian
dan
mensifatinya
membuat
dengan
biografi
penuh
akan
sosok
penghormatan
dan
mereka
dan
meyebutkan
kedudukan mereka yang tinggi dalam setiap ilmu yang ia dapat dan karya yang ia tulis.
Beberapa nama gurunya yang ia
sering sebut: Muhammad bin Saad bin Baraal
Al Anshary,
Muhammad bin araby Al Husyairy, Muhammad bin Syawwas Az Zilzaly, Ahmab bin Qashar, Muhammad bin Bahr, Muhammad bin Jabir
Al
Qaisy,
Muhammad
bin
Abdillah
Al
Jayany10-
Ahli
Fiqh, Abu Qasim Muhammad Al Qashir, Muhammad bin Abdussalam, Muhammad bin Sulaiman Asy Syatthi, Ahmad Zawawy, Abdullah bin 9
Yusuf
bin
Ridwan
Al
Maliqi,
Abu
Muhammad
bin
Abu
Qiraat Ya’qub termasuk salah satu dari tiga qiraat penambah dalam Qiraat Sab’ah. Hingga Qiraat yang mashur adalah sepuluh Qiraat. Yang mempeloporinya adalah Ya’kub bin Ishaq bin Zaid bin Abdillah Al Hadromy Al Basry (118-205 H). Qiraat ini diriwayatkan melalui dua jalan: pertama, melalui riwayat Muhammad bin Mutawakkil yang terkenal dengan sebutan Biruwais; kedua, melalui riwayat Ruh bin Abdil mu’min Al Hazly (lihat Thabaqaatul Qura 1/275). Dengan ini, Ibnu Khaldun berkata: ‘Lalu aku membaca dengan riwayat Ya’kub dengan satu kesatuan sebagai penggabungan dari dua riwayat tersebut’ (Ta‟rif 16) 10 Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah Al Jayany, Ahli Fiqh mazhab Maliki. Darinya, Ibnu Khaldun memepelajari Fiqh Mazhab Maliki. Ia bukanlah ‘Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah bin Malik Al Andalusy Al Jayyan’ seorang ahli Nahwu (grammatical) yang terkenal dengan sebutan ‘Shahibul Alfiyah wat Tashil wa ghairuhuma‟ (dilahirkan pada tahun 600 H dan meninggal pada tahun 672 H atau sebelum Ibnu Khaldun dilahirkan kurang lebih setengah abad lamanya)
Muhaimin Al Hadhromy dan
Abu Abdullah Muhammad bin Ibrahim
Aabily. Dari berbagai perkataan dan ucapannya, akan tampak dua guru yang mempuyai pengaruh yang besar dalam bidang keilmuan yang digelutinya baik dari segi hukum, bahasa dan hikmah; salah satunya adalah Muhammad bin Abd Abdul Muhaimin bin Abdul Muhaimin Al Hadhromy, Imam para ahli hadits dan Nahwu di Maroko. Ia banyak belajar banyak darinya tentang hadits, Mustholah hadits, Sirah dan ilmu linguistik. Sedang satu
lainnya
Aabily11,
adalah
pakar
ilmu
Abu
Abdillah
akal
Muhammad
(dahulu
disebut
bin
Ibrahim
sebagai
ilmu
filsafat atau ilmu hikmah. Mencakup didalamnya ilmu Mantiq, biologi, matematika, astronomi dan musik). Ia banyak belajar darinya hadits),
akan
‘Aslaini
Mantiq
dan
(dua semua
sumber seni
ilmu: hukum
Al dan
Qur’an
dan
pengajaran’
(Ta‟rif 15-22). Karena besarnya pengaruh kedua guru tersebut dalam
keilmuan
Ibnu
Khladun,
iapun
mendeskripsikan
dan
menuliskan biografi kedua gurunya tersebut adalam kitabnya ‘Ta‟rif” secara mendetail. (Ta‟rif 21,33 -41). Ibnu Khaldun pun sangat memperhatikan pencantuman nama-nama gurunya yang telah memberikan ilmu disaat kecilnya dan juga memperhatikan buku-buku yang dipelajari dari mereka. Dari sekian banyak yang Ibnu Khaldun sangat perhatikan akan buku-buku yang ia pelajari antara lain: Al Lamiah Fil Qiraat dan
Raaiah fi
Rasmil Mushaf karangan Syatiby, Tashil Fi Nahwi karya Ibnu Malik,
Kitabul
Aghany
karya
Abi
Faraj
Al
Ashfahany,
Muallaqat, Kitabul Hamasah lil A‟lam, Thaifah min Syi‟r Abi Tamam wal Mutabanny, sebagian besar buku Hadits khususnya Shahih Muslim dan Muwatha karya Imam Malik, Iltaqasa li Ahaditsil Muwatha karya ibnu Barr, Ulumul Hadits karya Ibnu Shalah, Kitabu Tahdzib karya Barady Mukhtasar Al Mudawwanah 11
Dinisbatkan kepada Aviila; ia merupakan suatu kota laut, provinsi Madrid di negara Avila.
di daerah barat
Lisahnun Fil Fiqh Al Maliki, Mukhtasar Ibni Hajib Fil Fiqh wal Ushul, Assair karya Ibnu Ishak.12 5. Tahkik akan sebagian buku yang dipelajari Ibnu Khaldun pada masanya. Demikianlah,
Dr
Thaha
Husein
dalam
suratnya
yang
berbahasa perancis, telah meragukan akan ‘filsafat Sosial Ibnu
Khaldun’;
bisa
jadi
Ibnu
Khaldun
telah
mempelajari
sejak kecilnya semua buku yang ia ingat. Ia berpendapat bisa jadi Ibnu Khaldun tidak mengenal dan mengetahui sebagian buku yang dipelajarinya itu,dan hanya mengetahui judulnya saja.; dimana ia menyebutkan dengan maksud kebanggan atau ingin dipuji. Keraguan Thaha Husein ini diperkuat dengan pernyataan Ibnu Khaldun bahwasannya ia mempelajari dua buku, yaitu: Mukhtasar Ibnu Hajib fi Fiqh Imam Malik dan Kitabul aghany. Ia mengatakan tentang buku pertama: ‘Ibnu Khaldun mengatakan
bahwa Mukhtasar Ibnuhajib
adalah satu buku yang
ia pelajari di Tunis; dan ia telah memasukkan sebagian isi buku tersebut dalam karyanya (maksudnya kitab ‘Ta‟rif‟) dan juga di masterpicenya, Mukaddimah. Sedangkan Mukhatasar Ibnu Hajib bukanlah kitab yang membahas tentang Fiqh, namun ia adalah buku tentang Ushul Fiqh. Penulisnya masih bertualang dalam keilmuan dan masih belajar di azhar sampai saat ini. Penulisnya
bermazhab
Maliki,
namun
ia
tidak
membatasi
pembahasannya di Fiqh Mazhab Maliki saja; ia pun membahas akan konsep dasar hukum di semua mazhab yang ada. Ini adalah ilmu khusus. Sedang tentang buku kedua Kitabul Aghany, Thaha Husein berpendapat: ‘Kita pun masih dapat meragukan apa 12
yang
telah
dinyatakan
Ibnu
Khaldun
tentang
akan
Kitabul
Penulis akan membicarakan lebih mendetail lagi tentang semua guru Ibnu Khaldun dan buku-buku yang dipelajarinya di Bab kedua dengan berbagai jenis ilmu dan seninya.
Aghany
yang
terkenal
mengungkapkan tersebut;
bahwasannya
sedang
kemustahilan
ini.
dapat diyakini
ia
dalam
untuk
Dalam
biografinya,
menukil
sebagian
Mukaddimah,
ia
mendapatkan
buku
bahwasannya Ibnu
ia
isi
buku
menyebutkan
tersebut.
Dari
Khaldun tidak
sini
mengetahui
buku itu, namun hanya mengenal namanya saja.13 Kenyataannya, semua buku yang Ibnu Khaldun sebutkan dalam
bagian
Khaldun
ini,
dalam
telah
memberikan
memperdalam
semua
inspirasi
bagi
Ibnu
ilmunya.
Hal
ini
dipertegasnya dalam ungkapannya di Mukaddimah bab 6
pada
sub-judul yang berisi tentang semua buku-buku, metode dan tanggapan
penulis,
tanggal
penerbitan,
waktu
penerbitan,
sebagaimana yang akan penulis ulas lebih dalam pada bab kedua banyak
dalam
buku
karena
ini.
ia
Buku-buku
tidak
tersebut
mempunyai
cukup
tidak
waktu
terlalu
ia
telah
mengkonsentrasikan waktunya untuk belajar selama 15 tahun. Seandainya ia dianggap seorang pelajar biasa, maka siapakah orang
yang
mampu
menandingi
kejeniusan
IbnuKhaldun?
Ia
adalah seorang yang langka
bila dibanding dengan waktu yang
cukup
tidak
luas
belajar.
ini,
dan
Buku-buku
ia
tersebut
melakukan
apapun
sesungguhnya
adalah
selain hanya
mewakili sedikit dari sekian banyak ilmu yang Ibnu Khaldun dapatkan. banyak
Telah
buku
bertambah
disebutkan,
sejak
umur,
ia
kecilnya pun
bahwasannya secara
banyak
ia
mandiri.
mempelajari
mempelajari Lalu
buku
setelah lainnya.
sebagaimana yang ia katakan tentang gurunya, Abu Muhammad bin Abdul Muhaimin: ‘aku
mengikutinya,
mendapat
ijazah
dan
banyak
menuntut ilmu darinya dengan mendengar langsung: kitab 13
12
Falsafah Ibnu Khaldun Al Ijtima‟iyyah, Biographi Abdullah Anan, Hal
utama
yang enam14, kitab muwattha, kitab Sair karya
Ibnu Ishak,
karya-karya Ibnu Shalah tentang hadits dan
banyak buku lain yang masih kuingat dalam pikiranku‟ (Ta’rif 20) Sedangkan, disaat ia berbicara akan guru pertamanya, Muhammad Bin Saad bin Baral: aku banyak belajar akan banayk buku
darinya
seperti
kitab
Tsahil
karya
Ibnu
Malik,
Mukhtasar Ibnu Malik dalam Fiqh‟ (Ta’rif 16-17). Penyebutan Ibnu Khaldun akan buku-bukunya tersebut hanyalah sebagian kecil dari berbagai banyak buku yang ia pelajari. Dari semua buku yang disebutkannya ini, dapat dilihat banyak darinya adalah
Mukhtasar
(ringkasan-ringakasan
pemula. Tidak mungkin buku-buku
kitab)
untuk
kaum
ini bisa digunakan untuk
menyombongkan diri dalam mempelajarinya , dimana para pakar yang mendengarnya tidak akan sedikitpun tertarik akannya. Ibnu Khaldun sendiri telah mengingatkan kita untuk lebih teliti dalam semua periwayatan tentang apa yang ia pelajari; bahkan seolah ia sendiripun memberikan batasan akan bahan yang tidak sempat ia pelajari lebih dalam
dalam suatu buku,
dengan mengatakan: ‘aku telah mendengar semua
penjelasan
akan Shahih Muslim bin Hajjaj dari Muhammad bin Jabir Al Qaisy, selain sebagian kecil dari masalah berburu‟ (Ta‟rif 18). Ia pun menegaskan sesuatu yang berhubungan dengan kitab Ibnu
Hajib
sebagaimana
Husein:
‘ia
belum
(Ta‟rif
17)
dengan
hafal
yang
diungkapkan
sepenuhnya
ucapannya:
‘Aku
akan
oleh kitab
telah
Dr
Thaha
tersebut‟
membaca
kitab
Zawawi Al Qur‟anul Adziem bil Jam‟i Al Kabir Baina Qiraatus Sab‟a‟
14
dari Abi Umar Ad Dani dan Ibnu Suraikh, namun aku
yang dimaksudkan adalah kitab Shahih bukhari, Shahih muslim, Sunan Abi Daud, Sunan Tirmidzi, Sunan Nasa’I dan Sunan Ibnu Majah
belum menyempurnakannya (belum sempurna dalam menghafalnya). (Ta‟rif 20, 21) Karenanya apa yang diungkapkan Dr Thaha Husein tentang kitab Mukhtasar Ibnu Hajib
dan Kitabul Aghani, tidaklah
benar Kenyataanya,
Sesungguhnya
Ibnu
Hajib
telah
membuat
Mukhtasan (ringkasan) yang terkenal akan Fiqh Imam Malik yang dikenal dengan Mukhtasar Al Fiqh atau Far‟ie atau Al Jami‟ bainal Ummahat. Ia telah mengkonsentrasikan dirinya dengan menggabungkan semua penjelasan yang teramat banyak dari orang-orang yang suka menjelajah dalam mencari ilmu, seperti: Qadhi Ibnu Abdussalam At Tunisy, guru Ibnu Khaldun dan juga Isa bin Mas’ud Al Munkilaty. Syarah (penjelasan) dari keduanya itu bisa didapatkan di penerbit Darul kutub Misriah. Selain itu, ia pun diberi penjelasan lebih banyak lagi dari para ahli fiqh dari Mesir seperti: Syeikh Khalil Al Maliki, yang akhirnya penjelasannya ini dibentuk dalam suatu buku yang disebut Taudhih yang diterbitkan pula oleh Darul Kutub Misriah. Kitab inilah yang dipelajari oleh Ibnu Khaldun –yang DR Thaha Husein mengira ia tiada wujudnya. Ibnu Khaldun telah menyebutkan di bukunya Mukaddimah, Bab VI penjelasan terperinci akab kitab ini dan waktu sampainya kitab itu ke Maroko, juga waktu penyebarannya dan dimulainya banyak
diskusi
akan
kitan
tersebut
di
negaranya,
dengan
mengatakan: „Ibnu bin Zaid telah mengumpulkan semua permasalahan, khilafiah ( pertentangan) dan ungkapan setiap buku-buku yang
berjudul
sebagian besar
yang ada di
utama, dan dibukukan menjdadi buku
„Nawadir‟... darinya kedalam
Ibnu
Yunus
kitabnya yang
menukil diberi
nama „Al Mudawwanah‟. Lalu kedua buku itu dijadikan
referensi ditulis
oleh
masyarakat
oleh
Abi
Maroko
hingga
kitab
bin
Hajib,
dimana
Umar
mengkhususkan didalamnya
yang ia
jalan-jalan para ahli mazhab
dalam setiap babnya, dan mengungkapkan semua pendapat mereka dalam setiap permasalahan; sehingga buku itu seolah diprogram
untuk setiap mazhab... ketika
buku
tersebut sampai di Maroko, diakhir abad ketujuh, kitab tersebut mampu menyedot banyak perhatian penuntut ilmu di
Maroko;
khususnya
ulama
menarik iuran negara).
bijayah
(yang
bertugas
Yang telah membawa kitab ini ke
maroko adalah guru besar Abu ali Nashiruddin Zawawi. Ia telah
membaca
sahabatnya
kitab
dan
membawanya.
lalu
Lalu
mengajarkannya
tersebut
di
Mesir
mencopy
ia
berpindah
kepada
para
bersama
para
mukhtasarnya
dan
ke
Qatar
murid-muridnya.
dan Lalu
sebagian murid-muridnya berpindah ke seluruh penjuru Maroko. Para sarjana Fiqh di Maroko mempelajari dan mengupas
habis
akan
kitab
tersebut
refleks
akan
kesenangan guru mereka, Nashiruddin dalam membaca sdan memahaminya.
Kitab
keterangan-ketrangan
inipun guru
makin mereka
diperjelas seperti
dengan
Abdussalam,
Ibnu Rusdi, Ibnu Haru; yang kesemuanya adalah para guru besar yang berasal dari Tunis. diantara mereka yang paling bersungguh-sungguh dalam mempelajarinya adalah Ibnu Abdussalam. (Mukaddimah: Bayan hal 1025). Sedang yan dimaksud dengan muktasar dari karya-karya Ibnu Hajib akan ilmu Ushul Fiqh yang diungkapkan oleh Dr Thaha Husein, maka sebenarnya yang dimaksud darinya
adalah
dua mukhtasar dan bukan satu mukhtasar yang di ambil dari kitab Al Ahkam karya ‘Amidy. Mukhtasar
yang lebih luas
pandangan didalamnya lebih dikenal dengan nama
Mukhtasar
kabir dan yang lebih kecil darinya lebih dikenal dengan nama Mukhtasar atau mukhtasar Shagir. Ibnu Khaldun sendiri telah membahas
kedua
buku
tersebut
pada
bab
Mukaddimahnya, dengan ungkapannya sebagai
ke
enam
di
berikut:
Sedangkan kitab Ahkam karya Amidy, maka ia mengalami banyak tahkik dalam setiap pembahasannya. Umar
bin
Hajib
mengkhususkan
setiap
15
Lalu Abu
permasalahan
tersebut dalam bukunya yang terkenal „Mukhtasar kabir‟ lalu diringkas lagi di buku lainnya, yang dijadikan banyak rujukan oleh para penuntut ilmu yaitu masyarakat Maroko
dan
masyarakat
memeprmudah
dalam
timur
merujuk
lainnya padanya
hingga
lebih
ataupun
dalam
memahami penjelasan yang ada di dalamnya (Mukaddimah: Bayan, hal 1032) Ibnu Khaldun telah mengatakan secara terus terang dalam bagian lainnya bahwa Ibnu Hajib mempunyai dua mukhtasar: salah satunya dalam ilmu Fiqh; sedang lainnya dalam bidang ilmu
ushul
ungkapannya:
Fiqh. áku
Ia
telah
telah
mempelajari
menghafalkan
keduanya;
dengan
qasidah
(syair)
dua
Syatiby di kedua bukunya (Kubra dan Syugra) dan akupun telah mempelajari dua buku Ibnu Hajib dalam bidang Fiqh maupun ushul Fiqh. (Mukaddimah: Bayan 1126, Mukaddimah: Fahmy 661). Ia pun berkata di tengah pembicaraannya tentang Abi Abdillah Muhammad Al Maqry: Ia mempelajari kitab tashil dalam ilmu tentang
Arab,
lalu
ia
menghafalkannya.
Lalu
ia
pun
mempelajari dua mukhtasar Ibnu Hajib dalam bidang fiqh dan ushul fiqh dan menghafal keduanya. (Ta‟rif 59).
15
Yang dimaksud dengan banyak tahkik dalam setiap pembahasannya dari kitab mashul karya Fakhruddin Razi, yang telah disebutkan sebelumnya.
Ia pun memberikan penjelasan dalam alinea lainnya akan kedua mukhatasar ini dalam bagian dimana ia mengungkapkan pendapatnya tentang banyak mukhtasar yang di tulis dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Sesesungguhnya ia berguna untuk
mempermudah
belajar,
dengan
ungkapannya:
‘mungkin
mereka berpegangan pada banyak buku-buku penting yang sangat banyak
dan
penafsiran
luas dan
penjelasannya penjelasan;
dalam
yang
bidang
lalu
keilmuan,
diringkas
untuk
memudahkan sebagaimana yang dilakukan oleh Ibnu Hajib dalam ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh (Mukaddimah: Fahmy, 610) Sangat mengagumkan! Ibnu Khaldun begitu memperhatikan hal semacam ini; sedang ia sendiri adalah Imam besar dan merupakan ahli Fiqh mazhab Maliki, juga hakim di pengadilan bermazhab Maliki di negara Islam termaju pada masa itu, Mesir.
Ia
pun
menangani
pengajaran
akan
Fiqh
Maliki
di
Maroko dan banyak perguruan tinggi di Mesir, salah satunya adalah Azhar, sebagaimana penulis akan jelaskan lebih banyak lagi di bagian selanjutnya
dalam bab bab ini yaitu bab
kedua.
Seseorang
Betapa
mengagumkan!
yang
berada
dalam
kapabilitas yang tinggi seolah-olah ia tidak mengetahui apa yang ia pahami betul dalam mazhab ini dan seolah-olah ia mempelajari mazhab ini secara ringkas; walau kenyataannya berkata lain. Kenyataan pun berkata, bahwasannya Ibnu Khaldun telah membaca buku Kitabul Aghany dan menghafalkan banyak syair yang terdapat didalamnya; dengan bukti adalah adanya nash yang dinukil dari kitab tersebut ke dalam bukunya Mukaddimah dan Al Ibr. Dahulu, kitab tersebut berada di perpustakaan Nashir umawy di Andalusia. Lalu Abu Bakar bin Zahr dan Ibnu Abidun
memiliki
copinya.
Suhaily
pun
telah
menukil
dari
kitab Al Aghany beberapa nash yang ada di dalam bukunya Ar Raudh Al Anf (Ta’rif 18). Kitab tersebut akhirnya berpindah
tangan dari satu ulama kepada ulama lainnya dan mereka pun mengahafal
syair-syair
yang
ada
didalamnya
dan
menukil
sebagian darinya. Hal demikian sudah menjadi kebiasaan yang telah berlangsung sejak zaman dahulu kala. Demikian pula Ibnu Khaldun; ia telah menukil beberapa nash dari kitabul Aghany ke dalam buku tentang riwayat hidupnya Al Ibr (Al Ibr Jilid 2 hal 19, 240, 241, 272, 273, 275, 276, 286, 287, 288); bahkan ibnu Khaldun telah mengkhususkan tema akan buku tersebut
beserta
seluruh
pembahasan
dan
metodenya.
Ia
menukil semua ungkapan yang ada dalam buku tersebut sesuai dengan
aslinya.
Ia
menuliskan
dalam
bagian
yang
harus
dipenuhi dalam ilmu sastra ‘Qadhi abu Faraj Al Asbahany telah
menuliskan
bukunya
Al
Aghany
dimana
ia
telah
mengumpulkan semua informasi tentang dunia Arab, sayairsyairnya,
nasab-nasabnya,
hari-harinya
dan
juga
negara-
negaranya. Ia telah menuliskannya dalam konteks lagu dengan seratus dengan ialah
nada
yang
penuh pusat
dipilih
kebijaksanaan. informasi
oleh
penyanyinya
Sepanjang
akan
Arab.
yang
itu aku
telah
sendiri ketahui,
terkumpul
di
dalamnya berbagai macam kebaikan dan keindahan yang telah dibuat didalam setiap seni syair, sejarah, lagu dan lainnya. tiada
satu
bukupun
menandinginya.
–sepanjang
Ialah
tujuan
pengetahuanku-
yang
yang
diinginkan
oleh
dapat para
sastrawan; terminal terakhir dimana mereka berhenti akannya; sebagaimana yang aku lakukan(Mukaddimah: Fahmy, 634). Ibnu Khaldun pun berkata dalam bagian yang berbicara keinginan para
pakar
linguistik
dari
segala
penjuru
untuk
dapat
menggapai apa yang ada didalamnya: lihatlah keteraturan dan keindahan syair yang ada dalam Kitab Aghany. Sesungguhnya kitab tersebut adalah pusat informasi
tentang
Arab.
didalamnya
akan
didapati
berbagai
bahasa
beredar,
kehidupan
yang dianut dan Tidak
ada
kitab
yang
berlaku
keseharian
di yang
juga lagu-lagu yang
Arab,
mencakup
kabar
dijalani,
yang agaman
yang disenandungkan. akan
Arab
secara
keseluruhan selain kitab tersebut‟ (Mukaddimah: Fahmy 647). Ia pun berkata di bagian yang berbicara
tentang
proses
pembuatan
syair
dan
pembelajarannya: ‘Ketahuilah, sesungguhnya untuk pembuat syair dan hukum memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi. Pertama; menghafal jenisnya dari semua jenis syair Arab hingga ia
seolah
tempat
mampu
tenunnya
menjadi dan
ratu
memilih
yang
sebaik-baiknya
dengan bebasnya dan menghasilkan sesuatu Tidak
banyak
tenunan
menenun
yang
diatas tenunan
yang terbaik.
terpilih
ini
mampu
dihasilkan oleh penyair-penyair Islami seperti Ibnu Abi rubaiah,
pemilik
bakat,
jarir,
Abu
Nawas,
Habib
(maksudnya Abu Tamam), Buhtari, Ridho, Abu Faras, dan yang lebih banyak lagi adalah syair yang terdapat dalam kitabul Aghany; karena didalamnya mencakup banyak syair dari berbagai tingkatan penyair muslim dan syair-syair terpilih dari penyair jahiliyah.‟ (Mukaddimah: Fahmy 655) Ibnu Khaldun pun telah menukil di bab kedua bagian kelima belas dalam kitab mukaddimahna yan menjelaskan bahwa sebaik-baiknya kemuliaan suatu nasab ditentukan oleh empat generasi, dengan ungkapannya sebagai berikut:
‘Dari kitabul aghany tentang aziful ghawani (kebanggaan seorang terpandang); sesungguhnya Kisra bertanya kepada Nukman, apakah di Arab ada suatu kabilah yang lebih dimuliakan dibanding kabilah lainnya? lalu ia menjawab, iya. Lalu ditanya lagi: apa sebabnya?. Ia menjawab, bagi siapa yang memiliki tiga bapak yang secara terus menerus
menjadi
pemimpin
kabilah
lalu
dilanjutkan
kepemimpinannya oleh dirinya, sehingga lengkap menjadi empat generasi, maka rumahnya tersebut dianggap sati kabilah tersendiri. Hal tersebut tidak terjadi
pada
banyak kecuali di rumah Huzaifah bin Badr Al Fazari, keluarga Al Ash‟at bin Qois dari Kandah, keluarga Hajib bin Zararah, keluarga Qais bin „Ashim Al Minqary dari Bani
Tamim,
dan
berbagai
kelompok
lainnya
ataupun
keturunannya dari keluarga dan mendudukkan mereka untuk menjadi hakim yang adil......‟ hingga akhir seperti apa yang
ia
nukil
tentang
pembahasan
ini
dari
Kitabul
Aghany (Mukaddimah: Bayan, 437) Tidak didapatkan sedikitpun dari ucapan Ibnu Khaldun yang mengatakan sulit untuk mendapatkan copi dari kitabul Aghany pada masanya sebagaimana yang diungkapkan oleh Dr Thaha Husein; bisa jadi Dr Thaha Husein mengartikan dan membaca hal tersebut dari terjemahan prancis dari Kitab Ibnu Khaldun,
yang
banyak
orientalis
–Duice
kalimat
sebagai
lane.
isinya
diselewengkan
Hal
tersebut
berikut:
‘Kitabul
dapat
oleh dilihat
Aghany
ini
para dari tidak
mempunyai tandingan ( dalam hal seni syair Arab, sejarah, keseharian atau lagunya) apapun dari kitab yang telah kami ketahui
sebelumnya.
Kitab
tersebut
(maksudnya
Kitabul
Aghany) adalah tujuan tertinggi yang ingin dicapai semua sastrawan. Mereka akan berhenti padanya untuk mendalaminya;
demikian pula aku‟
Duice lane tidak memahami arti ‘demikian
pula aku’ ia berpikir bahwa kalimat tersebut mengandung arti bahwasannya para sastrawan berkeinginan untuk mendalami buku tersebut demikian pula Ibnu Khaldun. Hal ini masih merupakan keinginan saja, karenanya ia menterjemahkan kalimat tersebut dengan
kata:
Mais
comment
pourra-t-on
se
le
procurer
(bagaimana mungkin kitab tersebut bisa didapatkan?) Demikianlah. Penulis telah membahas terlalu
panjang;
karena
tahkik
permasalahan ini
semacam
ini
membutuhkan
rujukan kepada biografi Ibnu Khaldun sendiri ‘Ta‟rif’ yang mencakup akan sejarah dan riwayat hidupnya yang terpercaya yang akan berguna sekali dalam pembahasan masalah ini. 6.
keterputusan
Ibnu
Khaldun
dari
masa
belajar
dan
penyebabnya. Ketika Ibnu Khaldun telah mencapai usia delapan belas tahun, terjadi dua peristiwa yang sangat genting yang datang bertubi-tubi
yangmenyebabkan
putusnya
keinginannya
untuk
dapat terus menuntut ilmu; kedua peristiwa ini mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam kehidupannya. Salah
satunya
adalah
peristiwa
musibah
tha‟un
yang
menyebar pada tahun 749 H di sebagian besar negara dunia; baik
timur
maupun
negara-negara
barat.
Islam
Penyakit
dari
tersebut
samarkand
mewabah
hingga
di
Maroko;
sebagaimana ia mewabah di Itali dan hampir sebagian besar benua
Eropa,
menggambarkan
juga
Andalusia.
musibah
tersebut
Ibnu
Khatimah
dalam
Andalusy
suratnya
dan
menyebutkan bahwa wabah penyakit tersebut menyerang sebagian besar negara Andalusia, hingga ia sendiri harus mengungsi di sebuah kota’Mariyyah’ selama beberapa bulan. Korba jiwa yang meninggal
karena
wabah
ini
diperkirakan
sekitar
70
jiwa
setiap harinya. Iapun menegaskan bahwa jumlah tersebut belum
mencakup
korban
jiwa
yang
ada
lainnya ataupun negara nasrani. yang
dapat
dipercaya
di
negara-negara
muslim
Dari berbagai banyak sumber
mengatakan
bahwasannya
korban
yang
meninggal di Tunis (ia adalah negara dimana pada saat itu Ibnu Khaldun menetap), setiap harinya mencapai 1200 korban jiwa; di Thalmasan mencapai 700 korban jiwa, sedang di Pulau Mayrokoh
1000
korban
jiwa....16
peristiwa
ini
sebagai
Tha‟un
Ibnu
Jaarif
Khaldun
(wabah
menyebut
yang
membabi
buta). Ia pun menggambarkan wabah ini sebagai musibah besar yang Thut Al Bashat bima Fiihi (mewabah dipenjuru dunia). Musibah ini telah mengubah jalan hidup Ibnu Khaldun, karena wabah tersebut telah merengut nyawa kedua orang tuanya dan sebagian
guru
yang
telah
mengajarkannya
banyak
ilmu.
Ia
mengungkapkan: “sejak aku tumbuh dan berkembang, aku selalu mempunyai terbaik;
bnayak
semangat
berpindah
dari
untuk
satu
mendapatkan
kelompok
semua
keilmuan
yang
kepada
keilmuan lainnya sampai datangnya wabah penyakit yang telah menghilangkan banyak kesadaran dan kelapangan, juga banyak pengajar sebagaimana ia pun telah menghilangkan kedua orang tuaku dari kehidupanku‟ (Ta‟rif 25). Ia pun mengatakan dalam bagian
lainnya
akan
kehilangannya
atas
wafatnya
guru
tercintanya: Ibnu Abdul Muhaimin dalam musibah ini ‘Lalu datanglah musibah ini yang melanda dunia beserta isinya dan menghancurkan kehidupan Abdul Muhaimin dan yang berada dalam tanggungannya; ia dikuburkan di pekuburan kakek-kakek kami terdahulu di Tunis‟ (ta‟rif 27). Sedang peristiwa lainnya adalah berpindahnya sebagian ulama dan sastrawan yang 16
mencoba menghindar dari musibah
Pernyataan ini dinukil dari teman penulis Ustadz Muhammad Abdullah Anan dari surat tertulis Ibnu Khatimah Al Andalusy yang telah melihat banyak tulisannya di sebuah pameran dengan judul: Tahsilul Gard Al Qashid Fi Tafsilil Mardh Ar Rafidh‟ di perpustakaan Escorial. Surat ini tercantum dengan nomor 1785. (LIhat: Abdullah Anan, Ibnu Khaldun, Terbitan kedua, hal 20)
tersebut dari Tunis ke Maroko pada tahun 750 H beserta Abi Hasan, pemimpin Bani Maryan. Kedua peristiwa tersebut membuat Ibnu Khaldun goncang dan membuatnya putus dari semangatnya untuk menuntut banyak ilmu;
karena
kesedihan
hati
disatu
sisinya,
juga
karena
meninggalnya sebagian ulama dan hijrahnya sebagian lainnya disisi lainnya. ia pun berkeinginan untuk ikut hijrah ke Maroko agar ia bisa meneruskan dan memperdalam ilmu yang telah dipelajarinya bersama dengan para ulama yang hijrah kesana; namun saudaranya Muhammad memalingkan keinginannya tersebut. Musibah yang terjadi ini membuat segalanya di Tunis bertambah sulit. Ia tidak bisa lagi melanjutkan pelajarannya sebagaimana
yang
orang
sebagaimana
niatnya
tuanya
pada
lakukan
walnya.
Jalan
sebelumnya, hidupnya
atau telah
berubah. Iapun mengambil pekerjaan di bidang kemasyarakat, sebagaimana
yang
pendahulu
dan
banyak
dari
keluarganya
lakukan sebelumnya. Bagian
kedua
Fase pekerjaanya di kantor pemerintahan dan bidang politik di Maroko dan Andalusia 751-776 H (1351-1374 M) 1. Aktivitas Ibnu Khaldun di Maroko bagian bawah dan tengah (751-755 H) Sebagaimana
telah
dijelaskan
sebelumnya,
kedaulatan
Muwahhidin sejak awal abad ketujuh hijriah telah tumbang. Tumbuh setelahnya bebagai kedaulatan dan negara-negara baru. Tiga yang terkenal darinya yaitu: Salah satunya adalah kedaulatan Bani Hafsin di Afrika (Maroko bagian bawah, Tunis dan sekitarnya). Tunis dipimpin
oleh
kakek
memimpin
kedua Bijayah
Ibnu
Khaldun,
sedang
sebagaimana
yang
kakek
pertamanya
telah
dijelaskan
sebelumnya. Kedua adalah kedaulatan bani Abdul Wad di Maroko bagian tengah yang berkedudukan di Thalmasan. Ketiga adalah
kedaulatan Bani Maryan di Maroko bagian
atas yang berkedudukan di Vas. Dari kesemua negara dan daulah yang ada, Bani Maryan adalah kedaulatan terkuat. Daerah
kekuasannya
makin hari
makin meluas; khususnya pada masa Sultan Abu Hasan yang mempimpin Arsy Vas dan Maroko bagian atas pada tahun 731 H (1330 M). Sultan ini telah bertempur di Jabal Thariq dan merebut kekuasaan daerah tersebut dari tangan kaum nasrani pada tahun 743 H.
Ia pun lalu kembali ber ekspansi ke
daerah timur. Pada tahun 737, ia menguasai daerah Thalmasan dan
Maroko
bagian
tengah
yang
pada
saat
itu
ada
dalam
kekuasaan Bani Abdul Wad; dan pada tahun 748 ia menguasai Tunis (yang berada di Maroko bagian bawah, yang kadang orang lebih mengenalnya dengan nama negara Afrika) dan melepaskan kekuasaan yang berada di tangan Bani Hafsin dan keluarganya. Ia
tinggal
di
Tunis
selam
adua
tahun
untuk
memperbaiki
keadaan, lalu meninggalkannya pada tahun 750 atau tepatnya setelah setahun meluasnya wabah penyakit di Maroko bagian atas. Ia meninggalkan Tunis bersama sebagian besar ulama dan sastrawan sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Dengan keseluruhan
demikian, bagian
kekuasaan
Maroko
(atas,
Bani
Maryan
tengah
dan
meluas juga
atas
bagian
bawah Maroko). Ia selalu berhadapan dengan kekuatan yang selalu tidak dapat bertahan. Bani Abdul wad dan Bani Hafsin pun akhirnya dihapuskan keberadaannya. Sebenarnya sultan Abu Hasan tidak pergi meninggalkan Tunis pada tahun 750 H, hingga ia menarik pengaruh kekuasaan
Abi
Yahya
Maryan
Hafsy
dan
mengangkat
dan
kemudian
mengembalikan Abu
Muhammad
melepaskan
kekuasaan bin
kekuasaan
Bani
Tafrakin
Hafsin
sebagai
Bani
dengan
mentri
di
Tunis. Namun kekuasannya tidak berlangsung lama, karena ia keluar dan mengasingkan diri.
Tempatnya kemudian diambil
alih oleh saudaranya Abi Ishak bin Abu Yahya yang pada saat itu masih anak-anak; dengan
dibantu oleh Kafil kementrian
yang masih ada dalam kekuasaannya. Pada
masa
Ibnu
Tafrakin
inilah,
Ibnu
Khaldun
mulai
bekerja di pemerintahannya pada akhir tahun 751 H (1350 M) dengan
jabatan sebagai Kitabatul Allamah (sekretaris atau
penulis cap kekuasaan) yang bertugas untuk menuliskan kata hamdalah dan ungakapan syukur kepada Allah dengan pulpen tinta, baik sebelum ataupun sesudah basmalah dari setiap pidato
gambar.17
ataupun
Dari
sini
mulai
tampak
ia
membutuhkan kepada keahlian akan penyusunan kata-kata indah hingga
ia
pun
menyesuaikannya
akhirnya dengan
dapat
pidato
menguasainya
yang
ada
dan
ataupun
dapat sekedar
gambar. Ia menuliskan cap tersebut atas nama sultan yang menyewanya.
Ini
adalah
masa
pertama
Ibnu
Khaldun
dengan
pekerjaan kemasyarakatannya dan inilah pekerjaan pertamanya yang berhubungan dengan tugas pemerintahan. Di awal tahun 753 H, Pangeran Qistnitina, Abu Zaid, cucu sultan Abi Yahya Hafsi, melarikan diri dari Tunis untuk melepaskan
turats
(warisan)
pendahulunya
dari
kungkungan
penjahat Ibnu Tafrakin. Akhinya Ibnu Tafrakin beserta para serdadunya bersiap untuk menghadapinya; termasuk di dalamnya Ibnu 17
Khaldun.
peperangan
dasyat
terjadi
antara
kedua
Ta’rif 55. tampak ada cap lainnya yaitu dengan menuliskan cap di setiap tulisan pemerintahan. Ibnu Khaldun sendiri telah menyebutkan dalam bukunya Ta’rif hal 20, bahwa gurunya Abu Muhammad bin Abdul Muhaimin sebelumnya bekerja sebagai sekretaris sultan Abi Hasan dan sebagai pemberi cap pemerintahan yang diletakkan di setiap surat pemerintahan.
kelompok
tersebut
dan
berakhir
dengan
kekalahan
serdadu
Ibnu Tafrakin. Ibnu Khaldun pun akhirnya melarikan diri dari serangan musuh dan menyelamatkan dirinya. Ia pun berpindah dari
satu
terdampar
negara di
ke
negaralainnya
Baskara
(termasuk
hingga
negara
akhirnya
Jazair
di
ia
Maroko
bagian tengah) dan menghabiskan musim dinginnya pada tahun itu di tempat tersebut. Tampak, disaat itulah ia menikah. Pernikahannya berbicara
berkisar
sedikitpun
biografinya
Ta‟rif
,
tahun akan
754
H.
keluarga
kecuali
Ibnu dan
disaat
ia
Khaldun
tidak
anak-anaknya menjelaskan
di
akan
permulaan perjalanannya ke Andalusia. 2. Pekerjaannya di kantor pemerintahan dan bidang politik di Maroko
bagian
atas
sebelum
perjalanan
pertamanya
ke
Andalusia (755 – 764 H) Sultan
Abu
Hasan
(Pemimpin
Maroko
bagian
atas)
meninggal pada tahun 752 H. Kedudukannya di gantikan oleh anaknya Abu Anan. Abu Anan adalah adalah seorang pemimpin yang sangat egois dan tamak. Ia menduduki posisi ayahnya dengan melepaskan sebagian daerah yang pernah dikuasai oleh ayahnya dengan susah payah.
Ia melarikan diri ke Maroko
bagian tengah (yang pada saat itu berkedudukan di Thalmasan Dahulu
ayahnya
pernah
kekuasaannya
dari
darinya
ia
dan
tersebut);
Bani
pun
menguasainya wad
lalu
mengembalikan
mereka
dan
melepaskan
merebut
sebagian
kembali
besar
daerah
lalu ia menguasai Thalmasan tahun 753 H dengan
membunuh rajanya lalu menguasai Bijayah (yang terletak di Maroko bagian bawah yang merupakan bagian dari afrika atau Tunis).
kedudukannya
pun
akhirnya
ditumbangkan
oleh
Abu
Abdullah Muhammad Hafsy dan ia pun di jadikan tawanan di Vas.
Ibnu Khaldun pada saat itu sedang berada di daerah Baskara (yang terletak di Maroko bagian tengah); ia pun berusaha untuk menemui sultan Abu Anan; yang saat itu berada di
Thalmasan
menyambutnya
(Ibukota dengan
Maroko
hnagat.
bagian Ibnu
tengah).
Khaldun
Sulan
pun
pun
mendekat
padanya dan memberikan kesetiannya kepadanya dan berusaha untuk
menjadi
orang
kepercayaannya,
hingga
ia
pun
mendapatkan keinginannya. Sultan tersebut menunjuknya untuk menjadi
anggota
menugaskannya
dewan
beserta
bidang banyak
keilmuan ilmuwan
di
Vas,
besertanya.
dan Ibnu
Khaldun pun pergi ke Vas pada tahun 755 H. Sultan pun masih mendekatinya
dan
mempercayakannya
mengangkat
pada
tahun
derajatnya
sesudahnya
hingga
untuk
ia
bertanggung
jawab atas penulisan atasnya dan tanda tangannya.18 Ibnu
Khadun
pun
diberi
kesempatan
untuk
kembali
memperdalami ilmu yang pernah di dapatnya bersama para ulama dan sastrawan yang datang dari
Andalusia, Tunis dan negara
lainnya di Maroko; dan kesemuanya itu berkumpul di Vas. ia pun
bisa
mengunjungi
banyak
perpustakaan
di
Vas
(Vas
terkenal dengan kekayaan perpustakaannya) hingga ilmu Ibnu Khaldun pun makin bertambah dan bertambah dan makin meluas cakrawalanya dan keinginannya yang terdahulu sempat terkubur kembali
bangkit
dan
menemui
semangat
barunya
dalam
mengembangkan keilmuan dan ia pun berkenalan dengan dunia baru yaitu dunia politik hingga ia pun mengambil jabatannya di tugas-tugas kenegaraannya. Ibnu Khaldun mengungkapkan hal ini sebagai berikut :’aku pun berkonsentarsi dalam meneliti, membaca 18
dan
menemui
para
ilmuwan,
baik
dari
Maroko,
Ta’rif 57,58. yang dimaksud tanda tangan disini adalah adalah untuk kekuasaan untuk mengeluarkan perintah, keputusan pemerintahan dengan kalimat dan ungkapan yang ringkas dan dapat dipahami tujaunnya. Seseorang yang menduduki posisi ini disebut Muwaqqi ia adalah jabatan tertinggi di suatu Negara, yang pada umumnya diduduki oleh penulis yang sudah terpandang.
Andalusia dimaksud
ataupun adalah
utusan
kedutaan
dari
bebrapa
diantara
kedutaan
(yang
pemimpin-pemimpin
dan
sultan negara Maroko bagian atas), hingga aku mendapatkan manfaat yang banyak dari mereka. (Ta‟rif 59).
Lalu Ibnu
Khaldun pun membuat tingkatan para guru-guru; siapa yang menemui mereka dan mengambil ilmu dari mereka dan membuat biografi bagi mereka dan dari siapa mereka mendapatkan ilmu tersebut. Ia pun menjelaskan kedudukan mereka dan kedudukan guru yang mengajar mereka sebelumnya; karya-karya mereka dan juga pekerjaan mereka, sebagaimana yang ia lakukan ketika ia menggambarkan tingkatan pengajar sebelumnya. Diantara yang disebutkannya adalah Muhammad bin Shafar (Imam Qiraat pada zamannya), banyak
Muhammad
ilmu
Muqri
hingga
(Hakim
tiada
di
Vas
seorang
yang
pun
menguasai
yang
dapat
menandinginya), Muhammad Ibn Muhammad Al Hajj Al Balfiqi (Syeikh para ahli hadits, sastrawan, para ahli fiqih, para sufi dan para khatib di Andalusia dan merupakan seorang pakar keilmuan) Muhammad bin Ahmad Syarir Al Husni (Imam para ilmuwan, pemimpin pemikiran Ma’qul dan Manqul) Muhammad bin Yahya Al Barji (sekretaris sultan Abi Anan dan penulis terkenal
di
keilmuan mengakhiri
negaranya),
dan
Muhammad
pengajaran
tulisannya
di
tentang
bin
Abdul
negaranya). hal
ini
Razaq Ibnu
dengan
(pakar Khaldun
mengatakan
bahwa para guru dan ilmuwan yang disebutkannya lebih kecil jumlahnya dibanding yang pernah ditemuinya dan diambil dari mereka ilmu dan menganugrahinya ijazah keilmuan. Setelah ia menyebut kan nama-nama yangtelah disebutkan, ia berkataL ‘ ...
dan
lainnya
dan
lainnya
dari
Andalusia. Semuanya telah aku temui telah
mengambil
banyak
ilmu
ilmuwan
Maroko
dan
dan aku ingat dan aku
darinya;
merekapun
memberikan padaku Ijazah keilmuan (Ta‟rif 59 – 66)
telah
Demikianlah. Pekerjaan yang Ibnu Khaldun lakukan di pemerintahan Abu Anan, bukanlah untuk memuaskan keinginan dan
cita-citanya
ataupun
menduduki
pendahulunya lakukan; namun ia keterpaksaan
dan
keadaan.
pekerjaannya
dengan
yang
pernah
melakukannya karena suatu
Ketika
Abu
jabatan
Anan,
ia
ia
berbicara
tentang
mengungkapkan:
‘aku
mengajukan padanya pekerjaan pada tahun 755 H. Ia meletakkan posisiku
diantara
melakukan
dewan
syuhudut
keilmuannya.
shalawat
Ia
mengharuskan
bersamanya;
lalu
ia
memperbantukan aku di tulisan-tulisannya dan tanda tangan yang harus dilakukannya; dengan suatu keterpaksaan ku jalani semuanya;
karena
pendahuluku
ku
tahu
tidak
ada
seorangpun
dari
yang melakukannya. (Ta‟rif 59) Pada saat itu, mulai timbul kecenderungan Ibnu
Khaldun untuk melakukan sesuatu hal yang tercela, hingga ia sendiri tidak bisa membayangkankannya dan iapun tidak bisa menyembunyikannya; disetiap
saat.
namun
Yaitu
kecenderungan
kecenderungan
itu
selalu
untuk
datang
mempergunakan
kesempatan dengan berbagai jalannya dan merencanakan untuk mencapai
tujuannya
membahayakannya.
dengan
Selama
semua
jalan
jalan,
itu
selama
untuk
itu
tidak
mencapai
suatu
kemaslahatan dan tujuan khususnya ataupun untuk menghindari bahaya
yang
berbuat
akan
jahat
terjadi,
kepada
sebagaimana
semua
yang
halnya
berlaku
baik
ia
harus
padanya,
menentang siapapunyang berbeda pendapat dengannya ataupun mengingkari
siapapun
yang
pernah
berbuat
baik
Kecenderungan-kecenderungan terus bermunculan politiknya pemimpin
dan
hubungan
ataupun
eratnya
penguasa
sejak
dengan ia
padanya.
dalam dunia
para
raja
memasuki
dan dunia
pemerintahan hingga ia meninggal. Karenanya, ia tidak meninggalkan Vas secara teratur dua tahun setelahnya hingga ia mengerakkan dirinya sendiri untuk
masuk seutuhnya dalam kubangan politik demi mewujudkan semua jalan keinginan dan cita-citanya. Walau Abu Anan sendiri tidak berusaha –sebagaimana pengakuan Ibnu Khaldun sendiriuntuk menghormati ataupun berlaku baik padanya, namun semua itu tampak dengan pengkhususan dirinya untuk duduk di dewan keilmuan dan kemudian memberikannya Ibnu
Khaldun
lainnya Walau
pun
untuk
diserahi
menulis
perlakuan
tanggung jawab atasnya.
tanggung
dan
bertanda
itu
semua,
baik
jawab
tangan Ibnu
pemerintahan atas
namanya.
Khaldun
sendiri
sebenarnya telah berkolaborasi dengan Abu Abdullah Muhammad Hafsy,
pemimpin
Bijayah
sebelumnya
(yang
saat
itu
telah
menjadi tawanan di Vas) untuk menggulingkan kekuasaan Abu Anan. Ibnu Khaldun mengungkapkan cerita ini dengan ungkapan yang aneh dan mengakui atas kesepahamanan
yang terjadi
antara dirinya dengan pemimpin bijayah yang saat itu menjadi tawanan.
Ia
tugasnya.
Ia
telah pun
melakukan
hal
menyesali
tersebut
dan
diluar
mengakui
bahwa
batas yang
membuatnya berprilaku seperti itu adalah adanya hubungan antara keluarganya dengan Bani Hafsin. Pada masa mereka, kakek pertama dan keduanya telah mengurusi Tunis dan Bijayah sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Ibnu Khaldun telah sepakat tersebut
dengan dan
pemimpin
menjadi
yang
tawanan
telah di
Vas
terlepas untuk
jabatannya merencanakan
pembebasannya dari tahanan dan mengembalikan kekuasaannya dengan kemudian
memposisikan Ibnu Khaldun untuk
memegang
jabatan hijabah (yang merupakan jabatan tertinggi di suatu negara; ia menyerupai kedudukan
seorang perdana mentri).
Rencana ini sampai ke telinga Abu Anan, Ibnu Khaldun dan Abu Abdullah
Muhammad
Hafsy
pun
di
tangkap
dan
keduanya
di
penjara. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 758 H. Lalu Abu Abdullah pun dilepas, namun dalam penjaranya.
Ibnu Khaldun tetap berada
Ibnu Khaldun pun akhirnya menjadi tahanan selama dua tahun lamanya; tidak sekalipun selama dalam masa tahanannya ia berhenti untuk menyesali perbuatannya dan meminta maaf atas
apa
yang
telah
ia
lakukan.
Namun
sultan
selalu
menolaknya. Semua ini terus berlangsung hingga pada tahun 759 H, saat itu Ibnu Khaldun memberikannya suatu Qasidah yang sangat indah dengan 200 bait. Hal itu mengetuk hati sultan dan membuatnya berjanji untuk membebaskannya. Namun kematian yang datang tiba-tiba di akhir tahun tersebut telah merenggutnya
sebelum
ia
sempat
melaksanakan
janjinya
tersebut. Ibnu Khaldun menggambarkan fase kehidupannya ini secara mendetail dengan mengatakan: ‘hubunganku dengan sultan Abu Anan pada tahun 756 H membaik dan membuatku bertambah dekat dengannya. Lalu ia
mempercayakanku
untuk
menulis
untuknya
hingga
keadaanku agak renggang terhadapnya. Keadaaan tersebut tidak jua membaik, hingga di akhir tahun 767 H, telah terjadi
kesepakatan
antara
diriku
dengan
pangeran
Muhammad -penguasa bijayah terdahulu dari Muwahhidinsuatu sangat
konspirasi penuh
(kalimat
kehati-hatia
ini
diungkapkannya
tetang
rencananya
dengan dengan
pengeran tersebut), aku akan menguasainya sebagaimana yang pendahuluku lakukan sebelumnya du daerah tersebut. Aku terlupa untuk menjaga hal tersebut dari kecemburuan sultan, walau ia sendiri sibuk dengan sakitnya hingga aku mengabarkannya bahwa pemimpin bijayah merencanakan untuk
kabur
dari
tahanannya
demi
mengembalikan
kekuasaannya yang dulu pernah direbutnya. Seorang yang bekerja sama dengannya adalah mentrinya Abdullah bin Ilmi. Sultan terkejut dengan kabar tersebut, dan segera
memerintahkan
untuk
menangkapnya;
dan
disaat
ia
mengetahui keterkaitanku dengannya, ia pun menangkapku dan
mengujiku
(dengan
cambukan
dan
siksaan)
serta
menahanku. Hal itu terjadi pada tanggal 12 shafar 758 H, lalu pangeran Muhammad dibebaskan, sedang aku masih berada dalam tahanan, hingga ia meninggal. Sebelumnya, aku
telah
mencoba
memaafkanku,
hingga
berbicara aku
dengannya
menyerahkan
untuk
qasidah
yang
isinya: Disetiap malam aku sesali * Namun tak ada masapun dapat berempati Cukup kesedihaku tinggal dan pergi * Aku menyaksikan kehilangan diriku Dalam setiap peristiwa, aku terpencil * Selalu datang padaku setiap
pertarungan
Juga ada nada kerinduan didalamnya: Hiburan mereka tidak lain memperkeruh lembaga * Disetiap
malamku
dihinggapi
perasaan
asing Gemerisik angin menambah kerinduanku Kepada
mereka
dan
menakutkanku
dan
menyenangkanku Qasidah tersebut cukup panjang, sekitar 200 bait. Iapun menjadi utusan
diriku, untuk menemui sultan.
Sultan
mendapatkannya di Thalmasan. Ia pun akhirnya tersentuh dan
berjanji
mengunjungi kembali
akan
Vas.
kambuh
mengeluarkanku
lima dan
hari
lima
ketika
setelahnya,
belas
hari
ia
akan
penyakitnya
setelahnya
ia
meninggal; tepatnya pada tanggal 24 dzulhijjah 759 H (ta‟rif
66-68)
Ini adalah Qasidah pertama yang disebutkannya kitan ‘ta‟rifí‟
dalam
dan ia merupakan qasidah terlama dari semua
qasidah yang disebutkannya. Bisa jadi ini adalah usahanya pertama kali dalam membuat diasebutkan
oleh
Ibnu
syair. Namun di tegaskan dan
Khladun,
bahwa
permulaan
ia
mulai
mendalami syair adalah disat ia bertugas dengan Sultan Abu Salim atau setahun setelah peristiwa tersebut terjadi. ***** Sepeninggalnya Abu Anan, pemerintahan di ambil anaknya
Abu
Ziyan.
Namun
mentrinya
Hasan
bin
oleh Umar
menurunkannya dari kekuasaannya dan menyerahkannya kekuasaan tersebut kepada anak Abu Anan lainnya yang masih kecil yaitu Said bin Abu Anan dengan menjadikan dirinya sebagai walinya dan
juga
dengan
membunuh
pesaingnya,
mentri
lainnya;
kemudian iapun mulai memegang kendali kekuasaan. Mentri Hasan bin Umar inilah yang akhirnya melepaskan Ibnu Khaldun dan sejumlah tahanan lainnya dari penjara dan mengembalikannya
kepada
jabatan
sebelumnya
dan
memperlakukannya dengan baik. Ibnu Khaldun pernah meminta izin
untuk
tersebut
dapat
ditolak
kembali dan
ke
dirinya
negaranya, tetap
namun
keinginan
diperlakukan
dengan
penuh kehormatan dan kebaikan. (Ta‟rif 68) Setelah Mansur bin Sulaiman ( orang tua dari Ya’kub bin Abdul Haq, peletak asas Bani Maryan di Maroko bagian atas) mengalahkan mentri Hasan bin Umar dan melepaskannya dari kekuasaan yang dipegangnya, Ibnu Khaldun seolah lupa akan apa yang pernah diperbuat Mentri Hasan bin Umar kepadanya; baik dari pelepasan dirinya
dari penjara ataupun semua
kebaikan dirinya. Seperti biasanya, Ibnu Khaldun kemabli
mendekati sultan baru dan terus berupaya mendekatinya hingga akhirnya ia mendapatkan jabatan kitabah (sekretaris) Namun Ibnu khaldun tetap melakukan sebagaimana
yang
pernah ia lakukan terhadap Abu Anan dan mentri Hasan bin Umar sebelumnya. Ini karena salah satu saudara Abu Anan, yaitu
Abu
Salim
bin
Abi
mengembalikan
kekuasaan
mempertahankan
dirinya.
Andalusia
(yang
pada
Hasan yang
Ia
masa
pun
telah
berusaha
untuk
telah
diambil
dan
menyeberang
dari
lalu
saudaranya
Abu
Anan,
hal
itu
dilarang) ke Maroko dan mendatangi raja dengan sendirinya. Seorang
ahli
Fiqh,
Ibnu
Marzuq,
menemui Ibnu Khaldun untuk permohonannya
tersebut
akhirnya
diutus
untuk
membantunya dalam menuliskan
dan
menyebarkannya
yang
merupakan
langkah awal dalam menguasai kembali kekuasaan yang ada. Apabila
Ibnu
Khaldun
bersedia
membantunya,
maka
ia
menjanjikannya ganjaran yang besar dan memposisikannya di posisi yang terpandang. Ibnu Marzuq lalu melakukan kontak rahasia dengan Ibnu Khaldun dan menyampaikan pesan Abu Salim tersebut. Ibnu dalam
Khaldun tidak mengupayakan terlalu banyak
melaksanakan
tugas
yang
diminta
kepadanya,
karena
disaat ia mengumpulkan para pemuka dan para syeikh dalam membicarakan menyetujui
masalah upaya
menyokongnya.
ini,
mereka
Abu
Salim,
saat
itulah,
Pada
beberapa
orang
lalu
dengan
kediaman
Abu
Salim
dan
semua juga Ibnu
setuju
bersedia Khaldun
sembunyi-sembunyi memberikan
untuk untuk beserta
mendatangi
rencananya
dalam
melepaskan Mansur bin Sulaiman dari kekuasaannya tersebut. Disaat inilah
–sebagaimana sebelumnya, yang ia
ungkapkan
dalam bukunya Ta’rif, ia selalu menyesali apa yang telah ia lakukan dan yang telah terjadi pada Mansur bin Sulaiman, karena ia meyakini bahwa kekuasaan pun akhirnya akan jatuh ketangan Abu Salim. Abu Salim pun melaksanakan semua rencana
yang Ibnu Khaldun gambarkan kepadanya. Ia, Ibnu Khaldun dan serdadunya
berjalan
menuju
Vas;
melihat
keadaan
seperti
itulah, Mansur bin Sulaiman melarikan dirinya. Abu Salim pun akhirnya
kembali
berkuasa
di
tahya
ayahnya
pada
bulan
Sya’ban 760 H; dan ia pun menunjuk Ibnu Khaldun sebagai penulis rahasianya dan wakil darinya dalam segala pidata dan pernyataan-pernyataannya. (ta’rif 70) Selama menggunakan
menjalankan konsep
pemerintahan.
Ia
tugas
terbarunya
melepaskannya
barunya
ini,
Ibnu
dalam
menulis
dari
belenggu
Khaldun
surat-surat sajak
yang
berlaku pada masa itu. Pada masa inilah, kemampuan syairnya berkembang, hingga akhirnya ia mampu menulis banyak syair dan Sultan pun
hingga menyanyikan lirik-lirik
dalam
kesempatan.
berbagai
Dalam
hal
ini,
qasidahnya
Ibnu
Khaldun
mengungkapkan: „ kebanyakan surat yang berasal dariku penuh dengan kalimat-kalimat mursal
(sederhana dan langsung). Aku
tidak mengikuti metode umum
yang menggunakan sajak
didalamnya, karena sangat lemah dalam penggunaan katakatanya dan banyaknya arti tersembunyi yang tidak dapat dipahami
banyak
orang;
namun
tidak
demikian
dengan
penggunaan kalimat mursal. Karenanya aku adalah satusatunya orang yang menggunakannya pada saat itu. Banyak yang merasa aneh dengan apa yang kulakukan lalu aku pun mulai menulis syair dan mendalaminya, hingga aku bisa menjadi
penengah
antara
kaum
pemikir
juga
kaum
bangsawan‟ Penulis akan menunjukkan secara terperinci akan pokok bahasan ini pada bagiannya khususnya tentang pada tulisan
tentang Ibnu Khaldun dalam alam sastra dan bayannya di bab kedua dari buku ini. Ibnu
Khaldun
pernyataan,
pun
ungkapan
mulai
dan
konsentrasi
banyak
gambar
pada
untuk
penulisan Sultan
Abu
Salim selama dua tahun. Lalu ia diberi tanggung jawab untuk ‘khittatul Mazolim‟ lalu ia menunaikannya dengan penuh rasa keadilam Ibnu
Khaldun
menggambarkan
tugasnya
ini
di
bukunya
menggabungkan
antara
Mukaddimah, sebagai berikut: ia
adalah
kekuasaan
pekerjaan
yang
pemerintahan
dan
juga
kekuasaan
seorang
hakim. Ia membutuhkan seseorang yang mempunyai kuasa namun sangat bijaksana, yang mampu menghentikan orang dzolim dari pertengakaran yang
yang
bertindak
dan juga membuat kapok orang
sewenang-wenang.
Hal
ini
baru
terlaksana apabila seorang hakim tidak mampu menangani masalah
yang
ada.
Seorang
yang
bekerja
pada
bagian
tersebut harus meneliti lebih dalam akan masalah yang ada dengan melihat kepada bukti yang ada, pernyataan, dan juga alibi-alibi. Dan juga ia mempunyai hak untuk mengakhirkan
suatu
keputusan
demi
mencapai
suatu
kebenaran dan juga demi suatu perdamaian antara dua orang yang bertentangan ataupun untuk meminta sumpah dari saksi yang ada. Pekerjaan ini meliputi cakupan yang
luas
dari
pekerjaan
pemimpin-pemimpin
pertama
seorang di
hakim.
Bani
Bisa
Abbas
jadi
menangani
langsung masalah-masalah seperti ini. Atau bisa jadi menjadikan
maslah
seperti
hal
itu
adalah
masalah
pengadilan bagi mereka
sebagaimana yang dilakukan umar
dengan
Idris
hakimnya
Abu
Al
Khulani
atau
yang
dilakukan Ma‟mun atas Yahya bin Aktsam dan Mu‟tashim atas Ahmad bin Abu Daud (Mukaddimah: Bayan, 571) Tampak dari sini bagaimana ketika Sultan memposisikan Ibnu Khaldun pada posisi yang sangat tinggi, maka ia pun melakukan
hal yang sama pada seorang ahli fiqh Ibnu Marzuq,
hingga seolah berusaha memfitnahnya yang dengan demikian membuat hubungan antara dirinya dengan sultan tidak terlalu baik. Dalam hal ini Ibnu Khaldun mengungkapkan: Lalu Ibnu Marzuq menguasai nafsunya. Iapun menyendiri dari
interaksinya.
Orang-orang
yang
dekat
dengannya
ditahan. Aku pun demikian, hingga langkahku menjadi pendek namun aku tetap menjadi penulis rahasianya dan membuat
pidato-pidato
resminya.
Lalu
datang
padaku
khitthatul madzolim, dan aku berusaha untuk menunaikan haknya
dan
harapkan.
aku Ibnu
membayar Marzuq
banyak
masih
dari
apa
berusaha
yang
aku
cemburu
dan
bersaing denganku seperti aku dan dengan orang seperti aku di negara, hingga rencana ini pun sampai ke telinga sultan karena pengaduannya. Diakhir tahun 762 H (1361 M), petugas pemerintahan dan juga para pemikir melakukan revolusi kepada Sultan Abu Salim atas pemerintahan menteri Umar bin Abdullah, saudara ipar sultan
(suami
saudara
perempuannya)
dan
para
pembesar
kepercayaannya. Revolusi ini berakhir dengan turunnya sultan dari
kekuasaan
yang
lalu
digantikan
posisinya
oleh
saudaranya Tasfin dan menteri Umar bin Abdullah tetap pada posisinya dan memberikan sultan baru pandangan dan arahannya atas
permasalahan
kenegaraan.
Ibnu
Khaldun
-seperti
biasanya- bersama para orang yang kalah dalam revolusi mulai
mendekati kekuasaan menteri Umar bin Abdullah, hingga ia pun tetap
pada
posisi
sebelumnya
bahkan
lebih.
Namun
Ibnu
Khaldun menginginkan lebih dari in semua karena persahabatan yang ada padanya dan menteri sudah sangat lama. Dalam hal ini, ia mengungkapkan: aku termasuk orang yang idealis yang menginginkan sesuatu yang lebih baik dari aku saat ini, hal ini dapat dilihat bagaimana aku bersaing dengannya sejak masa sultan Abu Anan hingga terjalin persahabatan antara diriku dengannya (Ta‟rif 77). untuk
diserahi
(penarik
iuran
Karenanya ia bercita-cita
jabatan
negara
tertinggi
negara)
ataupun
sebagai
menteri.
Namun
jibayah
tampaknya
mentri belum mewujudkan ambisi besarnya ini. Ibnu Khaldun pun marah dan mengundurkan diri dari jabatannya. Mentri pun menolak dan mengingkarinya. Perlakuan Ibnu Khaldun padanya pun semakin hari semakin memburuk dan ia berkeinginan untuk pergi darinya. Ia pun lalu pergi dan meminta persetujuan kepada mentri Mas’ud bin Rahwi bin Masay untuk memberikan somasi padanya akan permasalahan Umar bin Abdullah. Ibnu Khaldun
mendatanginya
memberikan panjang
padanya
yang
yang
pada
hari
senandung pada
raya
dengan
intinya
Idul
qasidah
adalah
Fitri yang
pujian
dan
sangat
untuknya,
ucapan selamat Idul Fitri dan juga memberi tahukan kepadanya akan
keinginannya.
Ia
pun
memberikan
somasinya
akan
permasalahan yang ada pada dirinya dan Umar bin Abdullah, dan Umar pun menerima somasi tersebut dan mengizinkan Ibnu Khaldun
untuk
bepergian
dengan
syarat
untuk
menjauhi
Thalmasan dan tidak pergi ke tempat tersebut lewat jalan manapun. Ia pun tidak diberi kesempatan untuk berkomunikasi dengan Abu Hamuw (dari Bani abdul wad, pada saat itu mereka telahmendapatkan kembali kekuasaan mereka di Maroko bagian tengah)
pemimpin
Thalmasan
pada
saat
itu
yang
merupakan
musuh Umar bin Abdullah; semua ini disebabkan -disaat ia
mengetahui prilaku Ibnu Khaldun- oleh ketakutan mentri akan adanya
konpirasi
kepadanya
apabila
Ibnu
Khaldun
bisa
berkomunikasi dengan Abu Hamuw. Ibnu Khaldun pun akhirnya pergi menuju Granada di Andalusi dan sampai pada tempat tersebut pada awal tahun 764 H. Ibnu
Khaldun
mengungkapkan
permasalahan
ini
dalam
tulisannya: lalu kuberanikan
diri untuk mendatangi pengikut
dan
sahabatnya, mentri Ms‟ud bin Rahwi bin Masay dan aku bertemu dengannya pada hari Idul Fitri pada tahun enam puluh tiga (763 H). Lalu aku menyenandungkan untuknya: Bahagia dengan puasa yang diterima * Bahagia
dengan
Eid
dimana
kaulah
dalam
setiap
yang menerima Selamat atas kemuliaan dan kebahagiaan * Yang
selalu
ada
tahunmu (Ibnu
Khaldun
berkisar
menyebutkan
sekitar
tiga
keseluruhan
puluh
bait,
qasidah
yang
yang
ia
tutup
jadi
yang
dengan:) Aku makin kagum pada Ibnu Masay * Ia
penolong
dan
tetap
terkasih Lalu ia mengatakan: Lalu mentri Mas‟ud menyampaikan permintaanku padanya, hingga aku diberi izin untuk pergi dengan syarat untuk menjauhi Thalmasan dengan berbagai caranya. Maka aku pun memilih untuk pergi ke Andalusia (Ta‟rif 77-79) Disinilah mebicarakan
untuk
tentang
pertama
istri
dan
kalinya
Ibnu
anak-anaknya,
Khaldun
walau
tanpa
menentukan
secara
pasti
akan
anak
yang
mana,
jumlahnya dan juga nama-namanya. Ia mengatakan:
berapa
lalu aku
pergi bersama anak-anakku dan ibu mereka ke kediaman paman mereka Muhammad bin Hakim di Qisnitiyah. Hal ini terjadi pada tahun enam
puluh empat (764 H) dimana aku membuat
perjalananku ke Andalusia.19 ***** Dengan demikian, maka masa yang ia habiskan selama ia tinggal di Maroko bagian pada fase ini adalah delapan tahun; dimana ia menghabiskan dua tahun darinya di penjara di kota vas (758-760) dan enam tahun sisanya ia habiskan dengan mengemban tugas dan pekerjaannya di Vas. Ia telah bekerja pada tiga pemimpin dan juga dua mentri dengan urutan sebagai berikut: Pertama; Sultan Abu Anan di Vas. Ibnu Khaldun masuk dalam
anggota
sekretarisnya
dewan dan
bidang
yang
keilmuan
bertanggung
dan jawab
salah atas
satu tanda
tangannya (tahun 755 hingga awal tahun 758 H). lalu ia pun menghabiskan dua tahun setelahnya di penjara Vas (758-760 H) Kedua;
Mentri
Hasan
bin
Umar
di
Vas
yang
telah
membebaskannya dari penjara dan memposisikannya pada tugas dan jabatannya sebelum ia dipenjara (760 H) 19
Ta’rif 79. demikianlah; Ibnu Khaldun tidak pernah membicarakan tentang istri dan anak-anaknya sebelumnya. Karenanya, penulis pun belum dapat menemukan tanggal pernikahannya secara pasti. Diperkirakan tanggal pernikahan sekitar tahun 754 H pada saat petualangannya di Maroko bagian atas setelah kepergiannya dari Tunis setelah pertarungannya dengan Ibnu Tafrikin pada tahun 753 H. lalu Ibnu Khaldun pun mulai menyebutkan perihal keluarganya. Ia mengisyaratkan akan keikut sertaan mereka dalam perjalanannya ke berbagai kota hingga akhir kehidupan mereka karena tengelam dalam kapal laut dalam perjalanan menuju Pelabuhan Iskandariah, disaat ia menunggu kedatangan mereka di Mesir; walau kesemuanya, baik istri dan anak-anaknya ataupun kehidupan rumah tangganya, tidak ia kisahkan secara mendetail. Namun tampak bahwasannya anak sulungnya bernama Zaid, karena kunyah Ibnu Khaldun adalah Abu Zaid.
Ketiga; Sultan Mansur bin Sulaiman di Vas. Ibnu Khaldun mengemban tugas sebagai sekretaris pada masanya (760 H) Keempat;
Sultan
Abu
Salim
di
Vas;
Ibnu
Khaldun
mengemban tugas pada zamannya sebagai penulis hal-hal yang bersifat rahasia, menyusun pidato dan juga gambar. Lalu ia pun yang merencanakan khittatul madzolim (760-762 H) Kelima; Mentri Umar bin Abdullah di Vas. Ibnu Khaldun tetap pada posisi sebelumnya (763-764 H) 3. Perjalanannya ke Andalusia dan kegiatannya di sana (764766 H) Dalam
perjalanannya
menuju
Andalusia,
ia
berhenti
sejenak di Sibtah pada awal tahun 764 H dan berkunjung ke rumah Syarif Abu Abbas Ahmad, pemimpin permusyawaratan di Sibtah.
Kedatangannya
memuliakannya.
Dengan
disambut
hangat
penggambarannya
Khaldun mengugnkapkan:
yang
dan
sangat
menarik,
Ibnu
Aku diturunkan di rumahnya dekat
sebuah Masjid Jami. Aku mendapatkan sambutan
sebagaimana
layaknya seorang raja. Akupun dinaikkanke Haraqah (sejenis perahu kecil yang dipergunakan untuk berjalan-jalan) pada malam
keberangkatanku
hingga
memungkinkannya
untuk
menyentuh. Penghormatan yang sangat mulia dan juga sangat bersahabat (Ta‟rif 82) Setelahnya, ia punpergi ke pegunungan Jabal Fath yang lebih
dikenal
sekarang
ini
dengan
nama
Jabal
Thariq.
Darinya, ia sampai di Granada. Ibnu Khaldun memilih Granada di
banding
kota
lainnya
di
Andalusia
karena
adanya
persahabatan yang kental antara dirinya dengan pemimpin dan kementri setempat. Ia mempunyai kenangan baik dengan mereka berdua. Sultan Granada saat itu adalah Muhammad bin Yusuf bin Sulaiman bin Ahmar An Nasry (Raja ketiga Ahmar);
sedang
mentrinya
adalah
sastrawan
dari Bani terkenal,
Lisanuddin bin Khatib. Antara Ibnu Khaldun dan kedua orang ini, persahabatan yang sudah lama dan erat dimana mereka selalu bersama-sama di pemerintahan Abu Salim di Vas, dimana pada
saat
itu
sekretaris
yang
Ibnu
Khaldun
mengurusi
mengemban
surat-surat
tugas
rahasia
sebagai dan
juga
penulis pidato dan juga gambar bagi Sultan Abu salim. Selama di Granada, mereka selalu memberikan bantuannya kepada Ibnu Khaldun. Disaat ia masih empat Farashah dari Granada, datang tulisan dari sahabatnya Ibnu Khatib yang mengucapkan selamat datang atas kehadirannya, yang isi tulisannya dibuka dengan ucapannya: Kuhalalkan segala bantuan di negara yang halal * Demi burung baik dengan segala kehangatan dan kemudahan Baik sebagaimana tampak pada wajahnya * Syeikh dan anak yang diber20i dan juga orang yang berumur Aku telah mempersiapkan diri untuk menyambutmu bahagia * Lupa
kebahagianku
dengan
diri
dan
juga
keluarga21 Disaat
Ibnu
maupun mentrinya
Khaldun
sampai
di
Granada,
baik
Sultan
sangat menyambut akan kedatangannya dan
memuliakan kedudukannya. Sultan memposisikannya untuk masuk kedalam anggota majlisnya. Ibnu Khaldun makin dekat padanya dan demikian pula persahabatan juga
posisi
yang
yang ada pada mereka dan
disandangnya,
khususnya
pada
tahun
setelahnya (tahun 765 H) dimana ia menjadi utusan antara sultan
dan
Azqanisy20 21
juga untuk
raja
Qistalah
mengadakan
–Bathrah
perdamaian
bin
Hansyah
dan
Istrinya memberikannya anak yang membuat nyenyak tidurnya Ta’rif 72, 83
bin
menyatukan
hubungan politik antara keduanya. Ia lalu pergi kr Asybiliah (yang
merupakan
kota
pertama
bagi
Bani
Khaldun)
yang
dijadikan pusat pemerintahan rajanya yang beragama Nasrani di Qistalah, dengan membawa hadiah yang megah dari Ibnu Ahmar,Sultan
Granada.
Ibnu
Khaldun
berhasil
mengemban
tugasnya dengan penuh keberhasilan. Ia menyebutkan kejadian ini
dalam
auto-biografinya
memintanya untuk
Ta‟rif
bahwasannya
raja
nya
tinggal di daerahnya dan menjanjikannya
untuk mengembalikan harta keluarganya di Asybiliah –dimana dahulu, asybiliah merupakan daerah kekuasaan keluarganya. Dan iapun meminta maaf atas kejadian yang tidak menyenangkan yang terjadi pada keluarganya. Namun Ibnu Khaldun menolak. Ia pun lalu diiazinkan untuk pergi. Sesampainya di Granada, Sultan menghadiahinya dengan sepetak tanah yang sangat luas atas kerjanya yang bagus dalam menyatukan politik antara Granada
dan
juga
Qistalah.
Maka
bertambah
banyaklah
rezrkinya dan makin membaik keadaannya. Sultan
pun
keluarganya
dari
seseorang untuk
mengizinkannya Qisnitinah.
untuk
Sultan
pun
mendatangkan lalu
mengutus
mendatangkan mereka dari Thalmasan. Lalu
Ibnu Khaldun pun bersiap menerima mereka dan memberikan pada mereka
semua
kebutuhan
istirahat
dan
kebahagiaan.
Ibnu
Khaldun pun tinggal bersama keluarganya dengan senang dan bahagia selama beberapa bulan setelahnya. Ibnu Khaldun mengambarkan dalam auto-biografinya masamasa
bahagianya
ini
dan
pengaruhnya
dalam
perkembangan
politik dan sastranya, dengan ungkapannya: Lalu
akupun
bersiap
untuk
datang
kekota
itu.
yaitu
padatanggal delapan rabiul awal tahun enam puluh empat (764 H). Sultan pun telah siap dalam menyambutku. Ia telah
mempersiapkan
untukku
sebuah
rumah
dalam
istananya, dengan tempat tidur dan segala kebutuhannya. Ia
mengendarai
dengan
penuh
kebaikanku Khaldun
kendaraan kemuliaan
pribadinya dan
kebaikan,
(atau
balasan
atas
berikan
padanya
dan
Lisanuddin bin
untuk
apa
balasan
atas
pernah
Ibnu
yang
juga
menemuiku
pada
mentrinya
Khatab pada pemerintahan Abu Salim).
Lalu aku menemuinya dan ia pun menemuiku dengan penuh suka cita. Kemudian ia memberikan jabatan kepadaku dan lalu ia pun pergi. Menri Ibnu Khatib pun keluar dari tempatnya
menuju
tempatku
lalu
memposisikanku
untuk
masuk dalam aggota dewannya dan mengkhususkanku untuk menerima
semua
disandangnya dengannya
serta
dengan
keriangannya
bantuannya berjalam
perwakilan
dalam
kebaikan
dengan dalam dan
jabatan
perahu
juga
hatinya.
yang
yang
sama
kebaikan
juga
Lalu
aku
pun
tinggal di tempatnya. Aku lalu pergi dari mereka (atau dia mengutusku untuk menjadi utusannya) pada tahun enam puluh lima (765 H) kepada seorang raja Qistalah yang lalim
pada saat itu –Bathrah bin Hansyah bin azqunisy-
untuk
menyempurnakan
dirinya
dan
juga
perjanjian
musuhnya
itu
perdamaian dengan
antara
memberikannya
hadiah yang megah yang terdiri dari baju-baju sutra dan juga kuda-kuda yang gagah (jiyad muqarrabah22). Yang penih dengan emas yang berat. Lalu aku menemui raja yang
lalim
menyinggung
tersebut akan
di
sejarah
asybiliah
dan
pendahuluku
di
aku
banyak
Asybiliah,
hingga akhirnya ia menghormatiku dengan sebaik-baiknya dan merasa senang dengan kehadiranku dan menyebutkan pendahulu-pendahulunya kami yang 22
ada di Asybiliah. Ia
ia adalah kuda asli; karenanya disebut Muraqqabah karena ia adalah kuda yang taqrubu (mendekari) dan dihormati karena keasliannya. Ia tidak akan ditinggalkan jauh dari habitat unggulnua. Semua ini dilakukan untuk menjaga keaslian nasab unggulan kuda itu sendiri
pun memujiku di hadapan dokter pribadinya Ibrahim bin Zarzar, seorang Yahudi yang menguasai ilmu kedokteran dan astronomi, yang pernah menemuiku di Majlis Sultan Anan.
Ia
memanggilnya
untuk
meminta
pengobatannya
sedang pada saat itu ia sedang berada di rumah Ibnu Ahmar
di
Andalusia.
Lalu
ia
pun
pergi
setelah
mendapatkan persetujuan dari pejabat pemerintahan di daerahnya ke pada raja lalim itu dan tingal bersamanya dan
memperoleh
jabatan
sebagai
salah
satu
dokter
pribadinya. Ketika aku datang kepada raja lalim itu, dokternya
sedang
bersamanya,
dihadapannya. Pada saat itulah
ia
pun
memujiku
raja lalim memintaku
untuk tinggal di daerah kekuasaannya dan ia mengatakan akan mengembalikan harta pendahuluku di Asybiliah yang berada di genggaman tangan pemimpin daerahnya. Aku pun menggunakan gembira
kesempatan
dengan
hal
meninggalkannya.
ini
ini
Ia
hingga
lalu
membawakanku
bekal
dan
mengkhususkan
untukku
seperti pada
sebelumnya. saat
memberikanku kebutuhan
bagal
betina
aku
Ia
harus
bekal
dan
perjalanan
dan
(peranakan
kuda
dengan keledai) yang tangkas dengan muatan yang berat dan
sabuk
dari
emas.
Keduanya
aku
hadiahkan
kepada
sultan. Lalu sultan memberikan padaku satu petak besar tanah desa Biirah yang merupakan cakupan dari tanah safy di daerah Granada, lalu aku menuliskan hal ini secara
tersebar...
lalu
aku
menghadiri
Maulid
Nabi
untuk menyambut kedatanganku. Maulid itu diepringati dengan kegiatan yang mencakup didalamnya seruan dalam membuat syair sebagai pujian bagi raja Maroko. Pada saat itu, akupun menyenandungkan: Lembaga
itu muncul sebelum kemunculanku *
Dengan
tetesan
air
mata
ku
isi
kehidupanku Aku bersumpah meninggalkan rumahku dan rumah mereka * Membawa hati akan memori mereka tanpaku Kuhentikan senandung sabar yang hilang setelahnya * Kupinta gambaran namun tak dijawab Ibnu Khaldun menuliskan keseluruhan qasidah ini yang berjumlah tiga
puluh satu bait, termasuk didalamnya
penolakan
apa
atas
yang
dilakukan
mentri
Umar
bin
Abdullah: Demi persahabatanku, mereka bersumpah meninggalkan * Tempat pertahanan mereka bila mereka kehilanganku Aku tinggal di tempat
tertinggi hingga terlarang *
Hampir Mereka berseri menyambutku Sedang aku menyendiri tak menemui mereka * waktu
ku
ratapi
namun
tak
seorangpun
meralat Lalu ia berkata: aku menyenandungkannya pada tahun enam puluh lima (765 H) dalam acara khitanan anaknya dan juga dalam acara yang digelar untuk merayakannya. Ia lalu mengundang mereka ke jamuan makan yang merupakan satu Adat andalusia. Ia tidak mengundangku kecuali pada saat
aku
mengingatkannya.
Ia
lalu
menyebutkan
qasidahnya sebanyak tiga belas bait yang diawali dengan ungkapannya: Kerinduan
tampak
bila
tak
terhalangi
ungkapan
dan
ratapan * Peringatan
akan
mendatangkan
dan ganjaran Hati ayahku hanyalah amanah jabatannya *
kesatuan
Bila
kutinggalkn
rumah
dan
berpisah
dengan terkasih Diantara
Qasidah
ini
pula,
ada
pujian
akan
kedua
putranya akan khitanan mereka: Keduanya api yang membara dalam petunjuk * Dengan ayat membuka hati mereka dengan kekaguman Dua bintang dilangit yang berkelip memanggil * Mengalirkan Tempat tertinggi daripadanya Dua tangan mengulurkan kehormatan mengembang * Kepada
kemuliaan
yang
penuh
dengan
bakat. Lalu ia mengatakan: Aku
menyenandungkannya
pada
malam
Maulid
Nabi
pada
tahun yang sama: Dia menolak untuk membiasakan karena ragu * Siapa
aku
yang
berkhayal
untuk
menjadi muslim Aku memberinya petunjuk demi kepentinganku * Kelopak
mata
menghujaninya
demi
hilangnya sedih Ia menyebutkan qasidah ini secara keseluruhannya yang berjumlah sepuluh bait, lalu ia berkata: setelah aku kuat dengan keputusanku, dan ketenangan rumahku sedang sultan dalam keadaan senang, hingga banyak kasih sayang kepasa keluarga dan juga kenangan, aku lalu mengajukan permohonan
untuk
mendatangkan
keluargaku
dari
pengasingan mereka di Qistinah. Diutuslah orang untuk menjemput
mereka
ke
Thalmasan,
dan
memerintahkan
laksamana angkatan laut di Mariyyah23 untuk menerima
23
kota yang penuh dengan pantai di tenggara Andalusi
mereka
di
Mariyyah.
armada
mereka.
Akupun
Mereka
meminta
izin
pun
lalu
Sultan
pergi
untuk
ke
menemui
mereka. Aku menemui mereka dan menyembut mereka setelah sebelumnya aku menyiapkan rumah bagi mereka, taman dan juga
perkebunan
kurma
serta
semua
kebutuhan
hidup
(Ta‟rif 84-90) ***** Kebahagian ini tidak berlangsung lama, karena ‘musuh’ dan juga ‘tukang fitnah’ tidak pernah menunggu untuk merusak apa yang ada antara Ibnu Khaldun dan juga menteri Ibnu Khatib yang pada saat itu orang kuat di pemerintahan dan penguasa di setiap masalah dan juga tidak ada lagi kedekatan yang ada antara Ibnu Khaldun dengan sultan Granada. Mereka meniupkan
angin
terciumlah
kecemburuan
angin
busuk
dan
ini
oleh
mengingkarinya Ibnu
lalu
Khaldun
yang
memperkeruh suasana diantara keduanya (Ta’rif 91-97). Ibnu Khatib Khaldun
sendiri dan
berusaha
raja,
dan
untuk raja
memperbaiki
pun
hubungan
terpengaruh
atas
Ibnu
segala
usahanya dan terjadilah kekurang harmonisan antara dirinya dan Ibnu Khaldun. pada saat itulah Ibnu Khaldun menyadari bahwasannya ia tidak mempunyai tempat lagi di Granada dan tidak
ada
lagi
yang
bisa
dilakukannya
kecuali
pergi
meninggalkan Andalusia. Bertepatan dengan itu, Abu Abdullah Hafsy, pemimpin Bijayah
yang diturunkan kekuasaannya oleh Sultan Abu Anan,
lalu dijadikan tahanan di Vas dan memenjarakannya bersama dengan
Ibnu
sebagaimana
Khaldun telah
atas
konspirasi
dijelaskan-
telah
mereka mengambil
mereka alih
kekuasaannya kembali dan memimpin kekuasaan Bijayah sejak tahun 765 H dengan menjadikan Yahya –saudara terkecil Ibnu
Khaldun-
sebagai
mentrinya.
Abu
Abdullah
Hafsy
belum
melupakan Ibnu Khaldun yang merupakan teman seperjuangannya dan juga ia tidak melupakan janji yang ia katakan kepadanya di
saat
konspirasi
itu
terjadi
atas
abu
Anan,
dengan
mendudukkan Ibnu Khaldun posisi Hijabah apabila ia kembali mendapatkan
kekuasaannya.
Lalu
Khaldun
memanggilnya
untuk
dan
ia
menulis
kepada
meninggalkan
Ibnu
Granada
dan
menyertainya dalam kepimpinannya dengan memberikan jabatan hijabahnya (yang merupakan jabatan tertinggi di pemerintahan setelah jabatan sultan, ia menyerupai jabatan perdana mentri pada masa sekarang ini),
sebagai amanahnya atas janji yang
pernah diucapkannya untuknya. Undangannya ini berpengaruh besar
pada
diri
Ibnu
berkeinginan
kuat
untuk
Khaldun,
khususnya
meninggalkan
disaat
Andalusia.
ia
Setelah
selesai permasalahannya dengan Sultan Granada dan mentrinya Lisanuddin bin tersebut
Khatib, Ibnu Khaldun menunjukkan undangan
kepada
sultan
Granada
dan
meminta
izin
untuk
meninggalkan Granada. Ia diberi izin dan ia diberi bekal dengan semua kebutuhannya. Ia menuliskan kejadian ini pada tanggal 19 Jumadil Awwal 766 H seperti yang tertera pada Tasyyi‟24 yang diisi oleh mentri Ibnu Khatib sekitar dua halaman
dari kertau ukuran besar yang berisi pujian kepada
Ibnu Khaldun, keluarga dan pendahulunya serta kesedihannya atas
perpisahan
setiap
komandan
masyarakat;
baik
yang
terjadi,
tentara, yang
dan
kepala
ada
di
memerintahkan
suku,
darat
ataupun
ataupun
kepada pegawai
lautan
di
berbagai perbedaan daerah dan tingkatan dan berbagai keadaan dan
nasab
untuk
mengetahui
hak
seseorang
kertas ini, disetiap waktu dan tempat, bantuan dan perlindungan
24
yang
memegang
yang membutuhkan
dan menjaga keselamatannya hingga
Ia mirip dengan passport pada masa kini.
tujuannya. Perintah ini wajib dilaksanakan.25
Ibnu Khaldun
pun meninggalkan Andalusi dengan mengendarai kapal laut dari Mariyyah menuju Bijayah di pertengahan tahun 766 H. Dengan demikian,maka ia telah mneghabiskan waktunya di Andalusia selama dua setengah tahun saja. 4. Aktivitas
politiknya di Maroko (766-776)
Setelah Ibnu Khaldun sampai di Bijayah di pertengahan tahun
766
H,
pemimpin
daerah,
abu
Abdullah
Hafsy
menyambutnya dengan sambutan hangat yang digambarkan Ibnu Khaldun dengan ungkapannya: Sultan Bijayah mengadakan pesta dan
mengerahkan
masyarakat
kotanya
untuk
menemuiku.
Masyarakat kota berdesak-desakan disetiap tempatnya untuk menyentuh
dan
memegang
segala
sisiku
serta
menciumi
tanganku. Hari itu benar-benar sejarah (Ta‟rif 97-98) Ibnu Khaldun pun langsung menempati posisi
Hijabah
bagi kepemimpinan Bijayah. Jabatan Hijabah adalah jabatan tertinggi di pemerintahan. Ibnu Khaldun memberikan definisi bahwasannya jabatan ini menganugrahi tokoh yang memegangnya itu dengan kebebasan dalam pemerintahan dan keadilan bagi sultan dan warga negaranya, yang tidak ada seorang pun yang dapat
berpartisipasi
dengannya
(Ta’rif
97).
Tema
yang
membahas pembahasan ini adalah Perjalanan dari Andalusia ke Bijayah dan jabatannya sebagai hijabah di Bijayah. Ibnu Khaldun pun menggambarkan apa yang dilakukannya dalam
jabatan
ini
dengan
ungkapannya:
Aku
akan
mulai
memegang jabatan ini mulai besok. Sultan telah memerintahkan warga negaranya untuk mengenang ayahku dan akupun diberi kebebasan dalam mengendalikan kekuasaannya serta mengerahkan segala usahaku dalam politik dan mengatur kepemimpinannya. 25
LIhat Naskah secara lengkapnya akan penggambaran ini di Ta’rif, hal 92-93
Ia memberikan tawaran padaku untuk berpidato di Universitas Qasbhah,
sedang
aku
pada
saat
itu
berniat
kepergianku dari mengurus kerajaan musuhilmu
disiang
hari
di
Universitas
–setelah
untuk mempelajari
Qushbah
dan
aku
tidak
masa-masa
itu
pernah meninggalkannya (Ta‟rif 98) Demikianlah
Ibnu
Khaldun
pada
mengumpulkan antara jabatan tertinggi di pemerintahan dan juga
posisi
menangani
tertinggi
di
bidang
keilmuan,
dan
ia
pun
permasalahan yang ada dengan adil dan memperbaiki
fitnah yang terjadi serta melakukan banyak studi banding dan inspeksi di kabilah-kabilah yang priitif untuk mengumpulkan iuran negara dengan ketenangan dan juga ketegasanya (Ta’rif 98) Namun
musuh
tidak
akan
tinggal
diam.
Ia
mulai
melancarkan serangannya antara Sultan Abu Abdullah, pemimpin Bijayah dengan sepupunya Sultan Abu Abbas Ahmad pemimpin Qisnitiyah. Abu
Abbas berencana untuk menguasai Bijayah,
lalu ia mulai mempengaruhi para pemimpin yang ada dalam setiap kabilah dan juga negara tetangganya. Pada tahun 767 H, ia bermaksud melakukan ekspansinya, lalu ia menyerang Abu Abdullah
dan
membunuhnya
lalu
memasuki
Bijayah
sebagai
penguasa baru. Ibnu Khaldun pada saat itu mau tidak mau akan terputus dari jabatannya. Sebagian pemimpin di negara sepakat untuk memanggil seorang anak dari anak-anak Sultan yang terbunuh dan
lalu
menolak
mereka untuk
memimpin
melaksanakan
tersebut.
Ia
lalu
penguasa
baru
dan
posisi
atas
seoerti
keluar
ini,
Ibnu
anak
perintah
untuk
bergabung
nama
di
ini.
sebagian
mengucapkan bawah
Khaldun
Namun
pemimpin
salam
kepada
kekuasaannya.
menggambarkan
ia
Pada
dengan
ungkapannya: aku mendapatkan kabarnya, sedang aku saat itu sedang
tinggal
di
ibukota,
di
istana
sultan.
sebagian
masyarakat kota memintaku untuk melaksanakan perintah itu, dengan membaiat sebagian anak dari anak-anak sultan. aku menolaknya. Aku lalu keluar menemui sultan Abu abbas; ia menghormatiku dan menyembutku dan meletakkan posisiku dalam negara barunya (Ta‟rif 99) Abu
abbas
posisinya
menghormati
sebagaimana
Ibnu
Khaldun
dan
meletakkan
Namun
hal
itu
sebelumnya.
tidak
berlangsung lama hingga datangnya keraguan dalam dirinya. Ia lalu mengingkarinya dan tidak menyukai bantuannya. Mulailah Ibnu Khaldun merasa takut dalam hatinya. Ibnu Khaldun pun lalu
meminta
izin
untuk
pergi
mengunjungi
kerabatnya
terdekat. Namun yangterjadi setelahnya adalah penahanan bagi Ibnu Khaldun. Ibnu Khaldun lalu melarikan diri ke Baskarah, karena persahabatan yang ada antara dirinya dan pemimpij Baskarah.
Abu
Abbas
menahan
saudara
kecilnya,
Yahya
dan
mengasingkannya di negara Buna.26
Ibnu abbas pun memeriksa
kediaman
tinggal
Ibnu
Khaldun
selama
ia
di
Bijayah,
Ia
mengira banyak harta karun dan juga uang, namun perkiraannya salah (ta‟rif 99) Ibnu Khaldun pun tinggal di Baskarah mengamati setiap kejadian
yang
terjadi.
Sebelumnya,
Abu
Hamuw,
sultan
Thalmasan (di Maroko bagian tengah. Ia merupakan anggota keluarga Bani wad) dan ipar sultan bijayah yang terbunuh, berkeinginan untuk membuka Bijayah. Namun setelah mendengar kematian iparnya, ia mengirim tentaranya ke Bijayah untuk kembali menguasai daerah itu. Namun tentaranya dihantam oleh tentara Abu abbas dengan hantaman yang keras. Abu Hamuw berpikir untuk membantu Ibnu Khaldun yang telah mendamaikan para kabilah dan menghimpunnya untuk menghadapi Abu Abbas, itu 26
karena
ia
mengetahui
kemampuannya
di
Bijayah
dan
Bonne atau Bona yang disebut juga sebagai Negara anggur, suatu kota di Al Jazair di tepi laut putih
sekitarnya.
Ia
lalu
menuliskan
rencananya
itu
dan
memintanya untuk kembali memegang posisi Hijabah; bahkan ia mendefinikan tugasnya itu dengan ungkapannya: Allah memuliakanmu wahai ahli fiqih, Abu Zaid. Aku telah
memutuskan
kecintaanmu
dan
akan
melihat
negri
akan
kami
kemampuanmu
serta
selalu
dan
loyal
disamping kami. Isu yang ada sejak dulu dan sekarang dan
juga
meliputi
yang semua
kami
ketahui
sifat
yang
akan
ada
kebaikanmu
dalam
dirimu
yang serta
banyaknya pengetahuan yang mengokohkan pandanganmu juga kemampuanmu
dalam
menguasai
banuak
bidang
keilmuan,
kesenian dan juga sastra arab. rencana hijabah tetap pada prioritas kami hanya dikhususkan bagi orang-orang sepertimu, rencana ini butuh banyak pandangan orangorang sepertimu agar bisa makin mendekatkan hubungan yang ada diantara kita dan kekhususan yang ada untuk kita dengan banyak mengetahui banyak rahasia-rahasia kami.
Pengaruhmu
menyuguhkan
masih
jabatan
kuat
itu
pada
untukmu
kami
dan
dengan
kami penuh
pertimbangan. Ketahuilah hal ini untuk dapat mencapai pintu kami yang tertinggi, yang Allah sebut sebagai penobatan dengan kemampuan kenabian menuju pintu kami dengan menjaga segala rahasi-rahasia kami dan menjadi orang yang mulia adalah tanda-tanda yangada pada kami, hingga beragam kenikmatan yang datang, juga kebaikan yang berbentuk serta perhatian, kemuliaan yang tidak dapat seorang pun menyamainya banyak orang...
ataupun dipenuhi
oleh
Penggambaran ini ditulis dengan tulisan seorang penulis (sekretaris),
namun
menyusul
setelahnya
secara
bertahap
tulisan Abu hamuw secara langsung, dengan naskah: Segala
puji
kepada
allah
diketahui
bagi
bahwasannya kedudukan
atas
segala
apa
yang
telah
atas
oelh
Abdurrahman
Allah
bin
ahli
Khaldun
dirimu kami
Fiqih -
yang
yang
mulia,
syukur
diberikan. mulia
semoga
mempunyai
nikmat,
Allah
Abu
Zaid
menjaganya-
keterkaitan dimana
Agar
dengan
kami
telah
mengkhususkan dirimu untuk menduduki posisi terbaik dan juga
martabat
yang
tinggi
dan
inilah
konsep
kekhalifahan kami. Keteraturan dalam prilaku pemimpin kami,
kami
ditulis
beritahukan
dengan
itu
tulisan
semua
tangan
padamu.
hamba
Hal
Allah
ini yang
bertawakkal kepada Allah, Musa bin Yusuf –semoga Allah bersikap lembut padanya dan memilihnyaLalu
setelahnya
kembali
dengan
tulisan
tangan
penulisnya dengan naskah: tertanggal 17 Rajab 769 H, Allah mengetagui yang terbaik bagi kita (Ta;rif 102, 103) Tulisan ini lalu diberikan kepada Ibnu Khaldun melalui utusan dari kementrian Abu Hamuw. Ibnu Khaldun meminta maaf akan ketidak bisaannya dalam menerima jabatan itu kali ini. Ia lalu mengutus saudaranya Yahya sebagai perwakilan darinya (pada saat itu sultan Abu Abbas telah melepaskannya dari tempat hukumannya di Bona). Ibnu Khaldun mengatakan sebab penolakannya adalah keinginannya untuk terlepas dari masalah politi
dan
keinginan
kuatnya
untuk
kembali
mempelajari
pelajaran. Dalam hal ini ia mengungkapkan: saudaraku Yahya telah bebas dari tempat pengasingannya di Bona. Ia lalu datang ke Baskarah dan aku pun kemudian mengutusnya untuk
menemui Sultan Abu Hamuw sebagai perwakilan dariku dalam melaksanakan jabatan yang ditawarkan, mengambil manfaat dari kekacauan keadaan, disaat aku ingin melepaskan diri dari keinginan berkedudukan. Dan aku telah lalai akan keilmuanku. Aku tolak semua keinginanku yang berkaitan dengan masalah kerajaan dan aku mengalihkannya dan menjadikannya semangat untuk lebih banyak belajar dan mengajar. Saudaranya tealh sampai
kepadanya
dan
ia
mencukupkannya
demikian
dan
membayarnya kepadanya (Ta‟rif 103) Namun demikian, Ia telah melaksanakan apa yang diminta oleh Abu Hamuw dalam menyiarkan seruan kepada setiap kabilah dan mengalihkan mereka dari kekuasaan Abu Abbas. Ia lalu bekerja mengamati hal tersebut dengan cermat. Ia kemudian keluar bersama pemimpin Baskarah dan sebagian pemimpin yang mengerahkan
kekuatan
mereka
untuk
membantu
kemenangan
tentara yang diutus oleh Abu Hamuw untuk kedua kalinya untuk memerangi
musuhnya
Abu
Abbas
Hamuw
kali
ini
tentara
Abu
melawan
tentara
Abu
Abbas.Ibnu
pada
tahun
771
H.
Namun
memenangkan
pertarungannya
Khaldun
kembali
lalu
ke
Bskarah untuk kembali memulai usahanya dalam mempersiapkan dirinya untuk berkeliling dan memastikan kabilah-kabilah ada di pihak Abu Hamuw. Di tahun berikutnya, Ibnu Khaldun atas nama
utusan
mengadakan rencana
para
satu
pemimpin
kesepahaman
kelilingnya
untuk
mengunjungi dengannya
selanjutnya.
Abu dalam Ia
Hamuw
dan
pengaturan
menemuinya
di
Jazair, yang lalu ia di muliakan disana dan tinggal dalam jangka waktu yang lama. Disaat ia tinggal di daerahnya tersebut, Sultan Persia, Abdul Aziz
bin Abu abbas dari Bani Maryan, Sultan Maroko
bagian atas pada saat itu27 (dahulu pernah menjabat sebagai raja pada tahun
767 dibawah
kekuasaan mentri Umar bin
Abdullah. Lalu keadaan bertambah kacau, ia lalu menghampiri mentri Umar bin Abdullah dan membunuhnya secara keji dan akhirnya keluar
ia
memiliki
bersama
semua
pasukannya
kekuasaan berperang
secara di
seutuhnya)
Thalmasan
dan
mengembalikan kekuasaan yang ada dari genggaman Bani Wad. Ketika Ibnu Khaldun dikabari akan kedatangan penguasa Maroko bagian atas, dan melihat jalan ke Baskarad telah tertutup baginya dan ia pun melihat fitnah telah merebak di setiap penjurunya, dan kekuasaan Abu Hamuw tergoncang dan hancur dibawah kekuasaannya, ia lalu takut hal ini akan berpengaruh pada dirinya. Ibnu Khaldun pun lalu meminta izin kepada Abu Hamuw untuk pergi ke Andalusia. Ia lalu diberi izin dan dikirim
bersama
dengan
kepergiannya
surat
kepada
raja
Granada. Ibnu Khaldun pun langsung pergi menuju Pelabuhan Hunain28. Untuk pergi mengendarai kapal laut. Sedang raja Maroko bagian atas telah menyiapkan tentaranya di Thalmasan. Lalu Abu Hamuw pergi ke padang pasir untuk mengumpulkan tentaranya
dan
kekuatannya.
Ia
memberitakan
kepada
raja
Maroko bahwasannya Ibnu Khaldun berada di pelabuhan Hunain dan ia membawa titipan dari Abu Hamuw. Dalam permintaannya, ia
minta
dikirimi
tentara
rahasianya
untuk
menjemputnya
secara tiba-tiba. Mereka lalu memeriksa Ibnu Khaldun, namun tidak menemukan apapun darinya, ia lalu dibawa menghadap sultan dan menyelidiki masalahnya. Mereka menyiksanya atas
27
Ia adalah AbuFaris Abdul Aziz bin Abu Abbas bin Salim Al Maryani yang memerintah pada tahun 767 dan wafat pada tahun 773 H. ia bukanlah Abu Faris Abdul aziz bin Abu Hasan bin Abu Said Maryani yang merupakan sultan Maroko bagian atas yang memerintah pada tahun 796 H dan wafat tahun 799 H, yang mana Ibnu Khaldun menghadiahinya Mukaddimah yang ditulisnya, setelah ia matangkan konsepnya selama ia di Mesir. 28 Hunain adalah kota di tepi pantai yang terletak di barat laut Thalmasan. Di tempatnya sekarang ada satu kota yang bernama Bani saf
peperangan yang terjadi atas Bani Maryan dan juga karena ia lebih memilih untuk bernaung di bawah kekuasaan musuh Bani Maryan. Ibnu Khaldun meminta maaf dan mengatakan bahwasannya semua ini terjadi karena apa yang terjadi antaranya dirinya dan mentri Umar bin Abdullah. Ia lalu dimaafkan oleh para petinggi
pemerintahan
yang
hadir
dan
mereka
menyebutkan
akan pengorbanannya kepada Bani Maryan sebelumnya, hingga akhirnya
sultan
menerima
permohonan
maaf
baginya.
Ibnu
Khaldun menggambarkan apa yang terjadi antara dirinya dan sulatn dengan ungkapannya: Anggota Majlis menanyakan padaku akan permasalahan Bijayah, dan aku paham mereka ingin sekali menguasainya.
Kemudian
kuberikan
kemudahan
jalan
dalam
mencapainya dan juga kekupas habis akannya. Malam itu aku tinggal
di
tahanan,
namun
kemudian
aku
dilepaskan
keesokan harinya. Kueratkan hubunganku dengan
di
Syeikh Abu
Madyan dan aku selalu berpihak disisinya. Karena aku akan terputus dari ilmu pengetahuan apabila aku meninggalkannya (Ta‟rif 134) Namun kenyataanya ia tidak meninggalkannya; itu karena ketika sultan Abdul aziz menguasai Thalmasan setelahnya, ia memanggil Ibnu Khaldun dari kesendiriannya dalam ikatan Abi Madyan
dan
memberikan
tugas
padanya
untuk
menyebarkan
seruannya diantara para kabilah dan membawa mereka untuk menolongnya dan membunuh semua musuh Abu Hamuw. Ibnu Khaldun menerima tugas ini, ia pun berusaha menyatukan kabilah dan memalingkan seperti
mereka
sebelumnya.
dalam Ia
memerangi
pun
mulai
saudaranya
menyusun
sendiri
dirinya
dalam
membawa seruan yang diemban dari sultan abu hamuw. Ia tetap mengemban tugas ini hingga ia menemukan jejak Abu Hamuw di tengah
padang
Terbanglah
pasir
dan
perkemahan,
kemudian tentara
dan
kacaulah juga
tentaranya.
hartanya,
ia
hanyalah seorang yang selamat dibawah naungan malam. hancur
semua
anak
dan
juga
istrinya,
hingga
mereka
dapat
menemukannya beberapa hari setelahnya (Ta‟rif 137) Ibnu Khaldun meninggalkan keluarganya saat itu selama beberapa hari lamanya di Baskarah. Lalu ia pergi menuju Sulatn Abdul aziz di Thalmasan dan iapun disambut dengan baik
dan
memuliakan
kedudukannya.
Ia
lalu
diutus
untuk
menjinakkan sebagian pendatang asing di maroko bagian tengah dan
mengembalikan
mengerti
mereka
permasalahnnya.
kepada Namun
ketaatan. semua
ini
Ia
lalu
tidak
mulai
mencapai
kesuksesan yang diharapkan dalam tugasnya, ia lalu kembali ke Baskarah dan menghentikan dirinya menjadi utusan sultan. Ketika revolusi
sultan
mengumpulkan
kepemimpinan
mentrinya
seruan Abu
untuk
Bakar
bin
memerangi Ghazy,
ia
menugaskan Ibnu Khaldun untuk mengerahkan kabilah-kabilah. Ibnu
Khaldun
menjalankan
tugas
ini
dan
pergi
mendatangi
mentri di tempatnya di Padang pasir bersama para syeikh yang memimpin setiap kabilah dan menyusun rencana kerja bersama, lalu setelahnya, ia pun kembali ke Baskarah. Namun masa tinggalnya di Baskarah kali ini tidak lama; dari satu sisi, ia mengetahui dari pemimpinnya Ahmad bin Yusuf
bin
mazny
akan
kecenderungannya
untuk
melakukan
revolusi; sedang pada sisi lain, ia merasa dikuasai olehnya. Ibnu
Khaldun
ungkapannya:
menggambarkan
aku
belum
perasaannya
merasakan
sesuatu
ini
dengan
apapun
kecuali
telah terjadi persaingan dalam kepemimpinan Arab dan adanya permusuhan dalam dadanya dan segala pikiran dan perkiraanya terbukti, adanya persetujuan atas apa yang dilancarkan oleh para tukang fitnah, baik itu adalah basa basi ataupun kabar yang
dibuat-buat.
(Ta‟rif
216).
Hatinya
tenggelam
melihat
semua
itu‟
Hinga tidak ada lagi yang bisa dilakukan
Ibnu Khaldun selain pergi meninggalkan Baskarah.
Ibnu
Khaldun
pun
lalu
pergi
meninggalkan
Baskarah
bersama keluarganya dan sebagian pengikutnya ke Thalmasan, dimana disana didapati Sultan Abdul aziz. Namun ia tidak pernah sampai kepada impiannya untuk mendapatkan pekerjaan di
Maroko
bagian
tengah,
karena
di
pertengahan
perjalanannya, ia mendaoat kabar bahwasannya Sultan Abdul aziz
meningal
dibawah
dan
digantikan
pengawasan
mentri
oleh
anaknya,
Ibnu
Ghary,
Said
dengan
dan
terjadi
perpindahan pusat kota dari Thalmasan ke Vas pada tahun 774 H, sebagaimana ia ketahui bahwasannya Abu Hamuw mempunyai kemungkinan untuk mendapatkan kembali kekuasaan Thalmasan. Ibnu Khaldun pun lalu memutar arahnya menuju Vas. ketika kabar ini sampai ke telinga Abu Hamuw, ia memerintahkan penjahat dari bani Yagmur untuk menemuinya. Mereka pun lalu menangkapnya di padang pasir dan mencuri barang-barangnya dan barang-barang yang ikut dengannya. Tidak ada seorang pun yang selamat dari mereka kecuali dengan perjuangan keras. Ibnu Khaldun menggambarkan kejadian ini dengan ungkapannya: Abu
Hamuw
memberikan
isyarat
pada
Bani
Magmur
untuk
mengganggu kami bila telah melewati perbatasan negara mereka di Ra‟sul Ain29, tempat keluarnya dari bukit Za30. Mereka menggangu kami disana. Selamatlah dari kami orang-orang yang mampu
melarikan
diri
dengan
kuda
mereka
menuju
gunung
Dibdow31. Mereka mengambil semua yang kami miliki. Banyak dari
kuda
kami
yang
kabur
termasuk
kudaku
dan
aku
ada
diatasnya. Aku lalu tinggal selama dua hari di persembunyian yang
gelap32
bangunan. 29
hingga
Kemudian
akhirnya aku
aku
menyusul
mampu
mencapai
teman-temanku
di
suatu bukit
daerah ini kini lebih dikenal dengan nama Ain Bani Madzhar, ia adalah pertambangan di timur kota Dibdow 30 terletak di utara kota Ain bardil 31 Dibdow adalah kota perbatasan di timur Maroko bagian atas. 32 Gelap karena tidak ada sinar matahari
Dibdow. Akhirnya Ibnu Khaldun dan keluarganya sampai di Vas dengan keadaan yang sangat menyedihkan. Namun namun mentri Ibnu Gazy mengantikan semua musibah yang dialaminya dengan banyak kebaikan; ia benar-benar memuliakan Ibnu Khaldun dan sangat memperhatikan semua kebutuhannya. Ibnu Khaldun pun lalu tinggal di Vas dalam waktu yang lama. Ia diberikan posisi
dalam
tinggal
dan
tingkatan juga
yang
ditawarkan
lumayan, untuk
diberikan
menjadi
tempat
anggota
dalam
dewan pemerintahan. Ia lalu berkonsentrasi dalam membaca dan mempelajari ilmu pengetahuan, walau pada masa ini ia tidak mendapatkan posisi jabatan kepemerintahan. (Ta’rif 218, 224) Pada tahun 776,tersebar fitnah di Maroko bagian atas, yang semuanya ini berakhir dengan turunnya sultan Said dari jabatannya
dengan
menyingkirkan
mentri
yang
bertanggung
jawab atasnya Ibnu Ghazy dan lalu kekuasaan di pegang oleh sultan Abu Abbas Ahmad (anak dari sultan sebelumnya; sultan Abu salim) di Vas. Sedang Ibnu Khaldun pada saat itu sedang tinggal di Vas. ketika terjadi penggulingan kekuasaan, tersebar fitnah akan jabatan barunya di pemerintahan baru; ia pun lalu di tangkap dan kemudian dilepaskan. ***** Dari sini tampak bahwasannya ia menghabiskan waktunya di
Maroko
pertama
setelah
ke
pertengahan
kembalinya
Andalusia tahun
766
ia
sekitar H
perjalanannya
sepuluh
ke
diantaranya, sekitar satu tahun
dari
tahun
pertengahan
(
tahun
yang dari 776),
(dari pertengahan tahun 766
ke pertengahan tahun 767), ia habiskan di Bijayah dengan jabatannya sebagai Hijabah bagi Abu Abdullah Muhammad Hafsy lalu
bagi
sepupu
Abu
Abdullah;
Abu
Abbas.
Inilah
tahun
pertamanya dimana ia menghabiskan ssepenuhnya untuk tugas kepemerintahan; lalu tujuh tahun berikutnya di habiskannya di Baskarah (pertengahan tahun 767 H ke pertengahan tahun 774),
ia
menghabiskannya
dengan
menjauhkan
dirinya
dari
tugas pemerintahan kenegaraan yang penuh dengan pertarungan dan kekotoran untuk mengerjakan tugas dari abu Hamuw, sultan Thalmasan
melawan Abu Abbas, sultan Bijayah; lalu demi
mengemban tugas Abu faris abdul Aziz, sultan Vas melawan Abu Hamuw; lalu dua tahun berikutnya (774-776) ia habiskan di Vas,
juga
jaugh
waktunya
di
beberapa
bulan
dari
bawah di
jabatan
lindungan akhir
knegaraan. mentri
setiap
Ia
Ibnu
menghabiskan
Ghazy,
tahunnya,
yang
kecuali mana
ia
habiskan dalam mengemban tugas sultan Abu abbas Ahmad. 5. Perjalanannya yang kedua kali ke Andalusia Setelah Ibnu Khaldun kembali bebas dari tahanannya yang terakhir
kalinya,
Ia
memandang
bahwasannya
semua
Istana
Maroko telah tertutup baginya. Ia merasa dirinya menjadi pusat kecurigaan di setiap masalahnya. Ia tidak menemukan lagi tempat di Maroko yang bisa ia jadikan tempatnya. Ia pun lalu meninggalkan Vas dan meninggalkan Maroko untuk kedua kalinya untuk pergi menuju Andalusi pada musim gugur tahun 776 H. ia pun berhenti di Granada dimana ia menjadi tamu sultannya keadaannya
Ibnu
Ahmar.
karena
Namun
negeri
keputusannya
Vas
untuk
makkin
tetap
memburuk
tinggal
di
Andalusi karena takut akan kekotoran yang ada didalamnya. keluarganya pun menolak untuk menyusulnya dan mereka meminta kepada sultan Granada Ibnu Ahmar untuk sudi mengirimkannya pada mereka, namun ia menolak untuk menyerahkannya kepada mereka. Mereka lalu meminta kepadanya untuk membolehkannya kepada
musuh
Thalmasan
atau
untuk
menjauhkannya
dari
negerinya agar ia pergi
ke Maroko. Ia pun menyetujuinya
(Ta’rif 227) Demikianlah perjalanannya
Ibnu
ke
Khaldun
Andalusia
tidak
dengan
sampai
selamat
kepada
hingga
ia
mengucapkan selamat tinggal padanya. Bagian Ketiga Fase Menulis 776 – 784 H (1374 – 1382 M) 1. Penulisan kitab Ibr di
benteng Ibnu Salamah (776 -780 H)
setelah Ibnu Khaldun meninggalkan Andalusia, ia pun menyeberang lautan untuk dapat pergi ke Maroko dan berlabuh di
pelabuhan
Hunain,
melangkah.
Ia
berpikir
saudaranya
Yahya
tidak untuk
telah
mengetahui pergi
kembali
ke
kemana
harus
Thalmasan,
dimana
bekerja
dalam
membantu
pemerintahan sultan Abu Hamuw, namun sultan ini menyimpan dendam pada Ibnu Khaldun dengan sedendam-dendamnya karena pengkhianatannya dan juga karena ia selalu meninggalkannya berulang-ulang. Hingga bisa dipastikan, bila Ibnu Khaldun memang ingin menetap di Thalmasan,
maka Ibnu Khaldun harus
meminta maaf kepada Abu Hamuw atas kesalahan yang pernah dilakukannya
dan
menerimanya
untuk
dapat
menetap
di
Thalmasan. Ibnu Khaldun pun lalu meminta bantuan pada orangorang yang memiliki kekuasaan untuk membantunya meminta maaf padanya. Mereka pun menyetujuinya dan memintakan maaf Ibnu Khaldun kepadanya. Usaha ini terus dilakukan hingga akhirnya sultan
memaafkannya
dan
mengizinkan
Thalmasan. Ia menerimanya di hari M).
kedatangannya
di
Idul Fitri 776 H (1374
Selama
Ibnu
memutuskan
Khaldun
untuk
mulai
tinggal
meninggalkan
di
Thalmasan,
masalah
politik
ia dan
menfokuskan dirinya untuk membaca dan menulis. Namun
sultan
mewakilinya
Abu
berkeliling
Hamuw ke
memberikannya
setiap
tugas
kabilah
yang
untuk ada
di
negaranya, dan tampaknya Ibnu Khaldun pun menyanggupinya, padahal ia sudah bertekad untuk tidak memasuki dunia politik lagi. Dengan keinginan kuatnya, ia hampir saja meninggalkan Thalmasan hingga datang masa dimana ia diberikan kebesan untuk membaca banyak dan juga menulis. Ia lalu memutuskan untuk memilih salah satu rumah sahabatnya di Bani Suaif dan menetap
disana
guna
merealisasikan
tekadnya
itu.
Mereka
memuliakan kedatangannya dan ia pun mendatangi sultan dan meminta maaf
karena tidak bisa melaksanakan perintah yang
diminta darinya. sultan lalu menerima kedatangan keluarganya menyusulnya di Thalmasan, dan mereka semua berhasil dalam membujuk sultan dalam merealisasikan keinginan Ibnu Khaldun. sultan
pun
lalu
meletakkan
Ibnu
Khaldun
di
tengah
keluarganya di salah satu istananya di benteng Ibnu Salamah di negara Toujin33. Ibnu
Khaldun
mengambarkan
hal
tersebut
dengan
ungkapannya: Ditunjukkan tentang
pada
Dawawdah34
sultan dan
Abu
Hamuw
kebutuhan
pada
saat
mereka
itu dalam
menjinakkannya. Ia lalu memanggilku dan menugaskanku 33
Benteng Ibnu Salamah atau Bani Salamahkadang disebut juga benteng Taoughzout yang terletak di daerah Wahran di Negara AlJazair. Yang berjarak sekitar enam kilometer di barat laut dari kota Frenda sekarang. Sedangkan Salamah yang namanya dinisbatkan ke benteng ini adalah Salamah bin ali bin Nasr bin sultan pemimpin dari Bani Yadlalten dari kedalaman Toujin. Taoughzout tinggal disana dan menjaga benteng ini, karenanya benteng ini pun dinisbatkan padanya (Ta’rif 228) 34 Dawawdah merupakan salah satu kabilah Riyah. Dan Riyah merupakan kabilah termulia dari kabilah bani hilal.
untuk
mewakilinya
menjadi
utusan
bagi
mereka
dalam
masalah ini. Aku sungguh takut padanya walau kadang aku mengingkarinya. menghentikan secara
walau
aktivitas
langsung.
keinginan politik.
Aku
lalu
kuatku
Aku
untuk
lalumenjawabnya
keluar
bepergian
dari
Thalmasan hingg sampai ke Batha35. Lalu aku berputar ke kanan ke arah Minda36s dan aku menemui anak-anak suku di
belakang
Kazul37.
gunung
Mereka
lalu
menemuiku
dengan penyambutan yang hangat dan juga kemuliaan. Aku menetap
bersama
mengutus Mereka
mereka
keluargaku
meminta
dan
maaf
selama
hari
anak-anakku
kepada
sultan
hingga dari
atas
mereka
Thalmasan. kelemahanku
dalam menjalankan tugas yang ditugaskan padaku. Lalu mereka pun meletakkanku di tengah keluargaku di benteng Abu salamah, dari Bani Toujin yang merupakan salah satu kekuasaan sultan (Ta‟rif 227-228) Ibnu Khaldun dan keluarganya pun akhirnya tinggal di tempat
terpencil
ketenangan
dan
itu
selama
kenyamanan
empat
saat
tahun.
itu,
Ia
hingga
mendapatkan ia
pun
bisa
meluangkan waktunya untuk belajar dan juga menulis. Ia pun mulai
menyusun
Kitabul
Ibr
penelitiannya
tulisannya dan
tentang
mempersiapkan
selama
setahun
sejarah tulisannya tentang
yang ini
terkenal dengan
permasalahan
kemasyarakatan manusia dan undang-undangnya; penelitian ini kemudian dikenal dengan nama Mukaddimah Ibnu Khaldun (yang mencakup di dalamnya Daftar isi akan
buku tersebut yang
berjumlah sekitar tujuh halaman dan juga pengantar kecil 35
Suatu tempat yang terletak antara Baskarah dan Thalmasan, jarak diantara keduanya sekitar tiga hari. Lihat Yaqut 2/217, Ta’rif hal 87 36 Dalam bahasa Eropanya adalah Mendès, yaitu suatu desa yang terletak di barat kota Tiaret dan diselatan kota Relizane. Lihat ta’rif 228 37 gunung yang terletak di barat daya kota Tiaret. Ta’rif 228
yang Ibnu Khaldun sebut sebagai Mukaddimah fi fadli ilmu tarikh....
yang
pertamanya
ini
dimuat memuat
dalam enam
tiga
bab
puluh
besar
halaman.
dalam
Kitab
permasalahan
peradaban yang termuat dalam 650 halaman) Ibnu Khaldun pada saat itu berusia sekitar 45 tahun, dimana ilmu pengetahuannya telah matang ia
baca
makin
banyak
hingga
dan referensi yang
makin
berkembanglah
pemikirannya. Ia banyak mengambil manfaat dari percobaannya dan juga pengamatannya dalam masalah kemasyarakatan manusia secara umumnya,
khususnya setelah ia hampir menghabiskan
seperempat dari umurnya untuk bergelut dengan dunia politik, dan juga juga
bekerja dalam membantu pemerintahan Maroko dan
Andalusia;
permasalahan
ia
yang
banyak ada
mempelajari
hingga
ia
akan
bisa
segala
mengisahkan
perjalanannya dan juga informasi yang didapatkannya, serta mampu
masuk
dalam
kehidupan
di
antara
kabilah
mengmati
tabiat, keadaan dan adat istiadatnya. Akalnya yang kritis dan pikirannya yangmatang pengamatannya
yang
cermat
membuatnya
mampu
serta
mendalami
fenomena-fenomena ini. Ia terkadang menemukan masalh yang hampir
sama
di
satu
daerah
dengan
daerah
lainnya
dan
kemudian mencari penyebabnya serta memilah mana yang datang karena ada suatu keinginan tertentu ataupun karena memang sudah demikian jalannya, lalu ia akan mencocokkan semuanya itu dengan aturan dan ketentuan yang umum terjadi. Hingga Mukaddimahnya
merupakan
pioner
terbesar
dalam
ilmu
penelitian sosial sebagaimana yang akan dijelaskan lebih lanjut. Ibnu Khaldun menyelesaiakn penulisan Mukaddimahnya di pertengahan tahun 779 H, yang penulisannya ini memakan waktu selama lima bulan saja, sebagaimana yang diungkapkannya di akhir Mukaddimahnya, dengan ungkapannya: penulis buku ini
berkata semoga Allah mengampuninya. Aku telah menamatkan juz pertama ini -baik dalam menyusun dan juga menulisnya sebelum aku matangkan konsepnya- sekitar lima bulan lamanya atau sekitar
diakhir tahun 779 H. lalu kemudian barulah aku
revisi ulang dan aku matangkan konsep yang ada didalamnya. Tampak bahwasannya Ibnu Khaldun sendiri terkejut dan kagum akan
selesainya
bukunya
itu
dalam
waktu
yang
relatif
singkat, dengan ungkapannya: Lalu aku tinggal di dalamnya (yang dimaksud adalah di benteng Ibnu Salamah) selama empat tahun lamanya dengan meninggalkan semua kesibukan yang ada. Aku lalu berencana untuk menulis buku ini disaat aku masih tinggal didalamnya. aku lalu menyempurnakan Mukaddimah dari penulisannya
dengan
perasaan
aneh,
seolah
ada
kemanisan
didalamnya. kutanyakan akan materiyang ada di dalamnya pada ahli
kalam
dan
mendapatkan
juga
kepuasabn
ma‟na dan
atas aku
pikiranku
menuliskan
hingga
aku
kesimpualnnya
(ta‟rif 229) wajar apabila ia merasa kagum dan terkejut, karena penelitian seperti penelitiannya merupakan satu karya yang seharusnya memakan banyak waktu. Tampak bahwa pandangannya yang cermat dan kritis selalu bergerak
secara
aktif
selama
ia
hidup
dalam
mempelajari
kejadian yang ada; dan akalnya penelitinya yang cemerlang tidak
bosan
batinnya
untuk
selalu
menyimpan menyusun
banyak
ilmu;
realitas
sedang
akal
ada
dan
yang
membandingkannya serta menghasilkan kesimpulan. Semua ini berjalan
dengan
benar
ataupun sekedar
dan
bukan
hanya
sekedar
perasaan
pendekatan saja. Ketika ia mempersiapkan
dirinya untuk menerima sesuatu dengan penuh ketenangan dan kepedulian serta ketetapan hidup, maka pengamatannya akan aktif menyimpan dan suatu kesimpulan akan mampu dihasilkan dari
pekerjaan-pekerjaan
sinilah
akhirnya
terbit
yang
dilakukan
suatu
akalnya.
penelitian
dan
Dari buku
Mukaddimahnya, ditunjang dengan pendapat dan pikirannya yang mendalam dalam suatu penggambaran yang akhirnya menimbulan kekaguman
dan
keterkejutan
akan
kemampuan
dirinya,
sebagaimana kekaguman yang tampak dari para penemu dan juga para jenius lainnya akan diri mereka sendiri. Tujuan awal dari penelitiannya yang berkaitan dengan pembahasan
sejarah
hanyalah
mengenal
lebih
dalam
sejarah Maroko. Ia mengungkapkan hal ini dengan
akan
ucapannya:
aku meyebutkan dalam bukuku ini apa yang bisa aku dapatkan dari sejarah Maroko baik secara yang tamapk ataupun yang bertingkat dalam kabar yang ada ataupun kritikan akannya. Semua ini akan
untuk mengkhususkan tujuanku
Maroko
dan
keadaan
menyebutkan kerajaan
generasinya
dalam penulisan
dan
umatnya
dengan
dan negaranya; dan hanya terbatas pada
itusaja dan bukan lainnya, karena terbatasnya pengetahuanku akan keadaan Masyriq dan umatnya. Sesungguhnya kabar yang banyak darinya
dinukil
tidak
(Mukaddimah;
sesuai Bayan
dengan
259)
apa
Namun
yang
ia
kuinginkan
tetap
bertahan
dalam penulisan hingga makin meluaslah kemampuannya dengan menuliskan sejarah secara umum pada umat-umat yang terkenal dn
mashur
dalam
pada
zamannya.
pengantarnya
Ia
tanpa
mengisyaratkan
menghapuskan
hal
tersebut
ungkapannya
yang
terdahulu yang menunjukkan akan keterbatasannya dengan hanya menuliskan sejarah Maroko saja, dengan ungkapannya: kemudian aku
menyususnya
ulang
dalam
Mukaddimah
dan
tiga
kitab
lainya. Setelah ia menyebutkan tema Mukaddimah dan kitab pertamanya,
yang
keduanya
Mukaddimah Ibnu Khaldun, membahas kabar Arab
lebih
dikenal
dengan
nama
Ia berkata: kitab kedua banyak tentang, generasi mereka dan
negara-negara yang ada di Arab
sejak dimulainya penciptaan
hingga masa ini. Didalamnya pun mencakup tentang gabungan dari sebagian yang pernah menjajah mereka dari umat-umat
terkenal dan negara-negara mereka seperti Nibet, Suryan, Persia, Bani Israel, Qibti, Yunani, Romawi, Turki dan juga Eropa. Sedang kitab ketiganya lebih banyak membahas tentang Barbar
serta
yang
menguasainya
seperti
zanatah
dengan
menyebutkan juga akan pemuka-oenukanya dan juga generasigenerasi mereka serta apa yang mereka lakukan di Maroko, khususnya akan kerajaan dan juga negaranya... maka penulisan ini
sudah
mencakup
secara
menyeluruh
tentang
kabar
penciptaan (Mukaddimah; Bayan, 213,214) pada saat itulah, Ibnu Khaldun memberikan nama bukunya yang terkenal dengan nama: Kitabul Ibr wa diiwabul mubtada wal khabar fi ayyamil „arab
wal‟
ajm
wal
barbar
wa
man
„asharahum
min
dzawi
sulthan akbar. Ibnu Khaldun mulai menulis bukunya Ibr ini pada kahir tahun 776 H dan selesai penulisannya untuk pertama kalinya di akhir tahun 780 H. Dengan demikian maka penulisan kitabul ibr nya memakan waktu sekitar empat tahun. Sedang kami telah menyebutkan bahwasannya ia menuliskan Mukaddimahnya hanya lima bulan saja dan selesai pada pertengahan tahun 779 H. Dengan demikian maka ia telah memulai penulisan Mukaddimah setelah
ia
menyelesaikan
penulisan
bagian
sejarahnya
di
kitabul Ibr. 2. Pematangan konsep buku dan penyempurnaannya di Tunis dan menjadikannya sebagai hadiah bagi sulatn Abu Abbas (780784 H) Selama terpencil
di
berdasarkan ataupun
Ibnu
benteng
akan
dengan
Khaldun apa
menulis
Ibnu yang
dalam
Salamah, ia
mengembalikan
hafal
tempatnya
ia dan
ingatannya
hanya dari
dan
yang
menulis
ingatannya
juga
dengan
sedikit referensi yang ia bisa dapatkan selama ia menetap disana;
atau
bisa
jadi
juga
ia
menadaptkannya
dari
perpustakaan
khususnya,
apabila
memang
ia
memiliki
perpustakaan khusus pada masa itu. Lalu ia melihat bahwasannya ia perlu mematangkan konsep yang
ada
dalam
didalamnya,
bukunya
yang
dan
kesemuanya
juga
menyempurnakan
ini
mengharuskannya
materi untuk
mencari lebih banyak referensi dan juga rujukan yang lebih luas cakupannya dan penting serta terkait erat dengan ilmu sejarah. Akhirnya ia pun memutuskan untuk kembali ke kota kelahirannya di Tunis, dimana disana perpustakaan yang ada banyak
mengalami
kemajuan
sehingga
ia
bisa
mendapatkab
banyak referensi dan rujukan yang diperlukannya. Sultan Tunis pada saat itu, Abu Abbas -yang sebelumnya menjabat sebagai pemimpin di Qisnitiyah,
yang lalu merebut
Bijayah dari tangan sepupunya, Abu Abdullah yang kemudian dibunuhnya-
menunjuk Ibnu Khaldun untuk menjadi Hijabah
baginya dalam waktu yang relatif singkat. Ini adalah jabatan yang sama yang pernah disandang Ibnu Khaldun pada masa Abu Abdullah
yang
kemudian
mengingkarinya
dan
menahannya,
apabila ia tidak kabur pada saat itu ke Baskarah. Ibnu Khaldun
snediri
telah
menghabiskan
waktu
yang
lumayan
panjang dalam pergelutannya dalam bidang politik melawan Abu abdullah ini dengan tugas dari Abu Hamuw, Sultan Thalmasan. Hingga sebelum Ibnu Khaldun dapat hijrah ketunis, ia harus meminta maaf kepada Sultan Abu abbas atas kesalahannya yang lalu yang kemudian barulah ia dipersilakan untuk menetap di negerinya dan memanggilnya utuk datang ke Tunis. Ibnu Khaldun meninggalkan tempat terpencil
itu
pada
bulan rajab 780 H dengan melewati banyak padang pasir. Lalu ia pergi menuju sultan Abu abbas, yang pada saat itu sedang bersama komandan tentaranya yang sedang merencanakan suatu revolusi di berbagai aspeknya. Ibnu Khaldun menemuinya di
Susa38, sultan lalu memberinya salam dengan sebaik-baiknya salam
dan
memberikan
mendekatinya
dan
padanya
mengajaknya
penghormatannya. bemusyawarah
Ia
dalam
lalu segala
permasalahannya dan kemudian ia mengutusnya untuk pergi ke Tunis dan mengeluarkan perintahnya untuk memberikan Ibnu Khaldun segala kebutuhannya dari berbagai sumbernya dan juga kebutuhan
hidup.
kelahirannya,
Ibnu
Tunis
Khaldun
untuk
pun
pertama
sampai
kalinya
di
kota
setelah
ia
meninggalkannya karena suatu kejadian dan ia pada saat itu belum genap berusia 20 tahun yang bertepatan pada tahun 753 H. Lalu berdatanganlah keluarganya
dari daerah Bani Arif.
Ia pun menetap dengan penuh ketenangan dan rasa aman. Ibnu Khaldun mengambarkan hal itu dengan ungkapannya: lalu aku menemui sultan di daerah susa, ia menyambut kedatanganku dengan
perhormatan
denganku
di
berlebih.
berbagai
mengembalikanku ajudannya
yang
ke
agar
urusan
Tunis
Ia
bermusyawarah
pentingnya.
dengan
memerintahkan
lalu
Lalu
memerintahkan
pemimpin
disana
ia
kepada untuk
menyediakan rumah dengan kecukupan makanan dan minuman serta kebutuhan lainnya. lalu aku kembali ke Tunis bulan Sya‟ban pada tahun yang sama. Aku pun berlindung di bawah lindungan dan perhatian dari sultan dan juga istrinya. Diutus juga kepadaku keluarga dan anak-anakku dan kukumpulkan mereka semua
dalam
limpahan
nikmat
inidan
kulemparkan
tongkat
penderitaan (Ta‟rif 231) Ibnu
Khaldun
tetap
tinggal
di
Tunis
dan
meneruskan
penelitian dan pengajarannya untuk para pencari ilmu hingga ia menyelesaikan
tulisannya dan
mematangkan konsep serta
menyempurnakannya. Lalu hasil tulisannya itu ia persembahkan 38
suatu kota terkenal di Tunis. Ia terkenal sejak zaman dahulu kala dengan perindustriannya, yang pada umumnya adalah daerah penghasil perahu. Lihat Yaqut 5/173 dan Ta’rif hal 27
kepada Sulatn abu Abbas pada permulaan tahun 784 H (awal tahun 1382 H). Sultan pun menerimanya dengan baik. Inilah naskah
yang
pertamanya
memuat
(yang
pidatonya,
kesemuanya
pengantar
ini
dan
digabung
juga
kitab
kemudian
lebih
dikenal dengan nama Mukaddimah Ibnu Khaldun), juga sejarah Maroko (Barbar dan Zanatah), negara-negara arab dan juga segala sesuatu
yang mempunyai
keterkaitan dengan sejarah
Maroko. Ia pun membahas didalamnya akan sejarah arab sebelum Islam dan juga setelahnya serta sejarah negara-negara Islam. Semua
naskah inikah yang kemudian
dikenal dengan nama
nuskhoh Tunisiah. Dalam hal ini, ibnu Khaldun mengungkapnya dengan ucapannya: aku menyempurnakannya dengan kabar tentang Barbar dan Zanatah; lalu aku tulis juga tentang kabar dua negara
sebelum
sempurnakan
Islam
naskah
dan
yang
yangterjadi
ada
didalamnya
padanya.
dan
Aku
kukembalikan
kepada lemari sultan (maksudnya kepada Sultab Abu Abbas) (Ta‟rif
233).
kesempatan
ini
Ibnu
Khaldun
suatu
qasidah
lalu yang
menyenandungkan panjang,
yang
pada
isinya
pujian akan sultan dan juga nilai dari tulisannya dan materi yang ada didalamnya. Ibnu Khaldun menyebutkan qasidah ini dalam auto-biografinya Ta‟rif yang memuat sekitar 101 bait yang dibuka dengan ungkapannya: Apakah ada selain pintumu yang bisa diharapkan * Atau
ada
selain
sayapmu
yang
bisa
pedang
tajam
menyimpan cita-cita Ini adalah keinginan yang datang kepadamu * Kuat
bagaikan
desakan
terasah Mengharapkan dunia dan menghasilkan cita-cita * Dan hujan disaat kuat
penolakan
Ibnu Khaldun pun meyebutkan materi yang ada dalam bukunya tersebut, dengan ungkapannya:
Ditanganmu perjalanan masa dan penghuninya * Hingga ibr pun kembali karena kemurahan hatinya Halaman biografi tentang banyak peristiwa * Meningkat
dari
yang
global
hinga
mendetail Mulai dari tatabu‟
dan amaliq sebagai rahasia * Tsamud
sebelumnya
dan
kaum
Ad
yang
pertama Penegak Islam dari * Bangsa Mudhir dan Barbar didapatkan Inilah
naskah
yang
telah
ia
sempurnakan
setelah
perpindahannya ke Mesir. Ia banyak menambahkan kedalamnya beberapa bian besar lainnya tentang sejarah negara-negara Islam di Syarq dan juga Andalusi, juga sejarah negara-negara kuno, juga negara-negara Nasrani dan negara asing lainnya dan juga sejarah Maroko. Ia pun banyak mematangkan bagian dari
tulisannya
yang
kini
lebih
dikenal
dengan
nama
Mukaddimah Ibnu Khaldun, dimana ia juga banyak menambahkan di dalamnya beberapa bagian yang belum ada sebelumnya dan mengedit sebagian pembahasannya dengan edit yang baru. Akhirnya Sultan
abu abbas kembali bersahabat
dengan
Ibnu Khaldun pada tahun 783 dalam keputusan perang Syanhanya atas Ibnu Yamlul (Yahya bin Muhammad bin Ahmad bin Yamlul)39 untuk kembali mengambil alih kekuasaanya di Touzer40 yang telah dikuasai pada tahun yang sama, dimana anak Abu Abbas di usir darinya yang pada saat itu menjadi pemimpin di sana sebelum diambil alih oleh ayahnya. Persahabatan yang ada ini bukan 39
karena
pilihan
Ibnu
Khaldun
ataupun
bukan
karena
Ia adalah Yahya bin Muhammad bin Ahmad bin Yamlul, pemimpin Touzer. Nasabnya kembali kepada keluarganya sebagaimana yangdikatakan. 40 Touzer dalah kota yang terletak di sebelah utara Syattil Jarid, sebelah selatan Tunis.
perbuatan baiknya, namun karena ia selalu menuruti perintah sultan, walau hanya sekedar basa basi; karena Ibnu Khaldun pada
saat
itu
telah
membenci
semua
permasalahan
yang
berhubungan dengan politik dan juga peperangan. Ia memilih untuk
menfokuskan
Terdetik
di
hati
dirinya Ibnu
dalam
Khaldun
belajar
dan
ketakutannya
meneliti.
bila
sultan
kembali menyeretnya kepada persahabatannya dengannya untuk kepentingan bertekad
politik untuk
yang
sudah
ia
meninggalkan
benci.
Tunis,
Ia
dan
pun
lalu
terbbetik
keinginannya untuk melaksanakan ibadah haji. Ia lalu meminta maaf
kepada
sultan
dan
juga
memohon
kepadanya
untuk
mengabulkan keinginannya. Sultanpun akhirnya mengizinkannya untuk melaksanakan ibadah wajibnya itu. Bertepatan dengan itu, di pelabuhan terdapat kapal laut untuk pedagang Iskandariah yang telah bergerak dengan segala barang dagangan mereka, dan ia tidak diragukan lagi akan bertolak ke Iskandariah. Ibnu Khaldun pun lalu keluar menuju pelabuhan dengan disertai pesta yang dihadiri banyak orang dan sahabatnya, juga murid-muridnya yang ia undang; mereka merasakan perpisahan yang terakhir dengan guru mereka yang telah lama bersama mereka dan juga yang berpengaruh besar pada perpolitikan di Maroko. Ia pun menaiki kapal lautnya menuju
Masyriq
meninggalkan
pada
Maroko
tahun
dan
784
tidak
akan
H
(Oktober pernah
1382
kembali
H) lagi
setelahnya. ***** Dengan demikian, maka Ibnu Khaldun telah menghabiskan waktunya di Maroko setelah kepulangannya yang kedua kali dari perjalanannya ke Andalusia sekitar delapan tahun, yang kesemuanya ia habiskan dengan belajar dan menulis.; empat
tahun diantaranya ia habiskan di benteng Ibnu Salamah (dari akhir tahun 776 hingga pertengahan tahun 780 H), dan empat tahun lainnya ia habiskan di Tunis (dari pertengahan tahun 780 H hingga akhir tahun 784 H) Bagian keempat Fase tugasnya dalam bidang pengajaran dan pengadilan di Mesir 784 – 808 H (1382 – 1406) 1. Pengajarannya di Al Azhar dan sekolah Qumhiyah (784 – 786 H) Ibnu Khaldun sampai di pelabuhan Iskandariah pada hari Idul
Fitri
tahun
784
H
(November
tahun
1382
M).
Sebab
kedatanganya ke Mesir adalah keikut sertaannya dalam
kapal
laut yang mengangkut para haji; namun penyebab sebenarnya yang ia sembunyikan adalah lari dari kekacauan politik di Maroko. Ia menetap di Iskandariyah selama sebulan menyiapkan persiapan haji atau setidaknya demikian yang tampak; namun kemudian ia tidak mendapatkan kesempatan untuk bisa pergi haji ke Mekkah atau bisa jadi memang ia tidak begitu serius untuk itu atau bisa juga ia mengalihkan pilihannya itu. Namun yang tampak dari ucapannya bahwasannya ia menyiapkan bekal haji, namun sayangnya ia tidak mempunyai kesempatan untuk merealisasikannya. Akan hal ini, ia mengungkapkan: aku menetap
di
Iskandariyah
selama
sebulan
untuk
menyiakan
perbekalan haji, namun ternyata aku tidak mampu untuk pergi tahun itu (Ta’rif 246). Apapun yang telah terjadi, ia lalu bermaksud untuk pergi Ke Kairo. Inilah untuk pertama kalinya ia melihat kota kairo. Ia menggmbarkan perasaan hatinya dan peradaban
yang
tampak
di
mata
dengan
penggambaran
yang
menarik dalam auto-biografinya Ta‟rif, dengan ungkapannya:
Lalu aku pindah ke Kairo pada awal Dzulqa‟dah. Aku melihat peradaban dunia, taman alam, sesaknya manusia, tingkatan manusia, keberagaman Islam, kursi kerajaan, istana
yang
megah,
bermacam-macam
disetiap penjuru kota dan
sekolah
yang
ada
kumpulan ulama di berbagai
bidangnya. Ia memisalkan pantai laut nil sebagai sungai surga
yang
mengalirkan
air
ke
langit,
memberikan
minuman dan juga mengairi banyak tempat, memberikan banyak buah dan
jugakebaikan.
Aku berjalan melewati
pusat kota dan kudapati banyak orang berlalu lalang. Pasar-pasarnya
penuh
dengan
kenikmatan.
Kami
masih
membicarakan tentang kota ini setelah banyak pembahasan akan
bangunannya
dan
luasnya
keadaannya.
Sungguh
berbeda ungkapan-ungkapan yang disampaikan oleh para syeikh
dan
sahabat
perdagangan
mereka
kami
tentangnya;
semuanya
bisa
kebutuhan
dan
dibicarakan.
Aku
pernah bertanya pada seorang sahabat, hakim umum di Vas dan pembesar ulama di Maroko, Abu Abdullah Muqri yang baru
datang
dari
haji
pada
tahun
740
H.
lalu
aku
bertanya padanya, bagaimana kairo itu? ia lalu berkata: bagi
siapa
yang
belum
melihatnya,
maka
ia
belum
mengetahui kejayaan Islam. Lalu aku pun bertanya pada syreikh
kami
Abu
Abbas
bin
Idris,
pemuka
ulama
di
Bijayah dengan pertanyaan yang sama. Lalu ia menjawab: masyarakatnya seolah dimulai dari ilmu matematika, ia mengisyaratkan
akan
banyaknya
masyarakat
yang
ada
didalamnya dan keamanan daerahnya. Lalu seorang sahabat kami, hakim dari ketentaraan di Vas, seorang ahli Fiqh dan
juga
penulis,
Abu
Qasim
Al
Barji
di
dewan
kesultanan Abu anan, diutus untuk pergi menemui raja
mesir
dan
menyerahkan
surat
kepada makam yang mulia menanyakan
tentang
/
nabawiyah41
risalah
pada tahun 756 H dan aku
Kairo,
lalu
dijawab:
aku
akan
menjawabnya dengan ungkapan yang ringkas. Sesungguhnya apa yang dikhayalkan manusia, maka mereka tidak akan melihatnya
dalam
dunia
nyatanya,
karena
luasnya
khayalan dari setiap perasaan, namun tidak berlaku bagi Kairo.
Karena
ia
lebih
luas
dari
apa
yang
mampu
dikhayalkan manusia. ungkapannya tersebut mampu membuat sultan dan semua yang hadir terkagum-kagun (ta‟rif 246248) Kairo pada saat itu adalah tempat pertemuan pemikiran dari
timur
dan
juga
barat.
Setiap
sultan
dan
rajanya
terkenal secara luas akan perlindungan mereka akan bidang keilmuan dan juga kesenian di berbagai sekolah yangmereka bangun, juga di masjid Azhar yang oleh
Bani
Fathimiyah.
berkeinginan
untuk
Maka
bisa
telah dibangun sebelumnya
wajar
menetap
apabila di
kota
Ibnu
Khaldun
ini
dengan
perlindungan dan juga posisi yang berhak ia dapatkan sesuai dengan kemampuan dan kedudukannya yang tinggi diantara para ulama di zamannya, khususnya setelah nasibnya membawanya ke Kairo. Semua masyarakat Mesir mengetahu banyak akan profile dirinya, perjalanan hidupnya dan juga penelitian sosial dan sejarahnya, terkenal,
apalagi
yang
telah
dengan membuat
kitab kagun
Mukaddimahnya para
pakar
yang
keilmuan,
pemikiran dan juga sastrawan di Kairo dengan keoriginalannya dan 41
usahanya
serta
keabsahan
penelitiannya
dimana
Ia adalah risalah atau surat yang biasa ditulis dalam berbagai peristiwa dan hari-hari peringatan penting. Mereka mengutusnya untuk pergi ke kuburan Rasulullah Saw yang dibawa oleh utusan khusus ke raudhoh syarifah dimana surat itu lalu dibaca di dekat kuburan Rasulullah Saw.
tersembunyi
didalamnya
kejeniusannya
akan
permasalahan
kemasyarakatan. Nampak tulisannya ini telah dicetak berkalikali dan disebarkan secara luas di semua negara Islam. Ibnu Khaldun
termasuk
salah
satu
kutu
buku
(teman
setia
perpustakaan) yang mempunyai banyak aktivitas di bidang ini. Ibnu Khaldun pada saat itu berusia 52 tahun, namun ia masih mempunyai banyak aktivitas dan juga kekuatan, meneliti ke
berbagai
tingkatan
orang-orang
yang
berkuasa
dengan
keilmiahannya dan bukan dengan petualangan politiknya yang pernah kental dengan dirinya dan yang karenanya juga ia pergi dari Maroko untuk menghindari jilatannya. Ketika
ia
sampai
di
Kairo,
ia
banyak
menemui
para
ulamanya, khususnya masyarakatnya yang menyambutnya dengan baik. Ia banyak menarik manfaat yang beasr dari banyaknya orang
ini.
Sekelilingnya
penuh
dengan
orang-orang
yang
berpendidikan yang saling tukar menukar keilmuan mereka. Ia pun mengambil manfaat dari mereka dengan mengamati banyak karya mereka juga metode penelitian yang mereka lakukan. Azhar merupakan lembaga terbanyak dalam bidang keilmuan di Kairo, hingga telah muncul Universitas pada masa itu.Ibnu Khaldun pun lalu mengunjungi sekolah terbaik yang ada di Kairo dan menemui murid-murid yang ada disan dan kemudian ia pun
mengadakan
Khaldun
perkumpulan
menggambarkan
keilmuan
ramahnya
secara
penyambutan
umum.
mereka
Ibnu dengan
ungkapannya yang penuh dengan bahagia dan juga rasa tawadhu: ketika aku memasukinya, aku menetap di dalamnya beberapa hari.
Ia
mencari
tampak
menfaat
sesak
dengan
para
pencari
ilmu.
dengan
barang
yang
sedikitdan
aku
Mereka tidak
menemukan sedikitpun kata maaf atas itu. akupun lalu duduk untuk
mengajar
bahwasannya menjelaskan
ia
di
Masjid
mengajar
pandangan
Azhar
hadits sosialnya
(Ta‟rif dan
Fiqh
yang
248). Maliki
tercakup
Tampak serta dalam
Mukaddimahnya. Pelajaran-pelajaran ini merupakan publikasi atas ketinggian
ilmunya dan keluasan ilmu pengetahuannya
serta besarnya kemampuannya dalam menjelaskan pemikirannya dan
mempengaruhi
pendengarnya.
Ibnu
Khaldun
selain
bisa
meneliti secara ilmiah, orator yang ulung, muhadharah yang menarik
yang
mantiqq
dan
membuka keindahan
banyak pemikir,
pikiran
pendengarnya
bahasanya.
Inilah
dengan
yang
ilmu
dikatakan
pakar lingusitik Mesir yang mendengarkan
perkulihan darinya ataupun belajar darinya. diantara mereka sejarawan terkenal Taqiyuddin Al Maqrizy dan Ibnu Hajar Al Atsqalany walau pada akhirnya ia berbeda pendapat dengannya. Maqrizy
berkata
dalam
bukunya
Suluk:
pada
bulan
ini
(ramadhan 784 H), datang syeikh kami Abu Zaid Abdurrahman bin Khaldun dari Maroko. Ia lalu menghubungi pemmpin wilayah Thanbaga Jubany dan ia ditawari untuk menyibukkan diri di Mesjid Azhar. Banyak orang yang menerima hal ini dan kagum akan
dirinya
(Ta‟rif
248).
Abu
Mahasin
bin
mengatakan dalam biografinya akan Ibnu Khaldun:
Tagry
Bardy
ia menjadi
warga dan masyarakat Kairo dan ia banyak membaca di Jami‟ Azhar dalam beberapa waktu dan ia pun mulai menyibukkan diri dengannya
dan
mengambil
manfaatnya42.
Sedang
Sakhawi
mengatakan: masyarakat Kairo menemuinya dan memuliakannya dan banyak yang berkonsultasi padanya. Bahkan ia menerbitkan bacaan di Jami Azhar dalam beberapa waktunya.43
Sedang Ibnu
Hajar dalam buku Raf‟ul Ashar mengatakan: Sesungguhnya Ibnu Khaldun
mempunyai
lisan
yang
fasih
dan
sebaik-baiknya
ungkapan Musrsal (sederhana dan terang).. dengan kemampuan
42
Munhil Shafi, Ibnu Tagri Bardy, naskah asli pada Darul Kutub Mistriah Khattiah, nomor 113 43 Dhau’ Al Lami’ fi a’yanil qur’an at tasi’, Sakhawi, jld 4 hal 146
yang
sempurna
dalam
tiap
permasalahan,
khususnya
yang
berkenaan dengan penguasan dan pemahaman.44 Raja Mesir pada masa itu adalah Adz Dzohir Barquq yang menjadi pemimpin di Mesir sepuluh hari sebelum kedatangan Ibnu
Kaldun
(akhir
ramadhan
784
H)
Ibnu
Khaldun
selalu
berupaya untuk berkomunikasi dengannya dan mendekatinya , sedang
pada
saat
itu
kabar
tentangnya
telah
sampai
di
telinganya, maka ia pun dihormati dan dipenuhi kebutuhannya. Pertemuan
yang
terjadi
sangat
baik,
mampu
melupakan
keterasingan yang ada diantara mereka dan mengisi bejana persahabatan antara mereka dan juga hubungannya dengan para pakar keilmuan.45 Lalu pada awal tahun 25 Muharram 786, ia ditunjuk
untuk
Qumhiyah.46
menjadi
Dalam
pengajar
pengalamanannya
Fiqh
Maliki
di
sekolah
yang pertama kali , ia
melihat begitu banyak ulama , pemukam pemimpin yang dikirim sultan
untuk
menyaksikan
kemampuannya.
Kemampuannya
akan
keberaneka ragaman pikirannya dengan bantuan dari sultan, diantaranya
yang ada diposisinya.47 Diantaranya Thanbaga
Jubany, Yunus Ad Dawadir, hakim empat mazhab48. Ia bertemu dengan mereka semua dan menyempaikan kepada mereka pidato yang sangat panjang yang membahas tentang keutamaan ulama dalam meyebarkan benih negara keislaman; ; juga membahasa akan kelebihan para pemimpin Mesir dalam membela Islam dan memuliakannya 44
dengan
penuh
semangat
dalam
berbagai
Ibnu Khaldun, Muhammad Abdullah Anan, hal 93 Perkataan Ibnu Khaldun sendiri yang ditulisnya dalam auto-biografinya Ta’rif 46 Sekolah di Mesir yang dibangun oleh Shalahuddin bin Ayyub, yang berlandaskan atas mazhab Maliki, dimana orang bisa belajar fiqh didalamnya. Ia berdiri diatas sepetak tanah di Fayyum dimana banyak di tumbuhni gandum, karenanya sekolah tersebut dinamakan qumhiyah (gandum) 47 Perkataan Ibnu Khaldun sendiri yang ditulisnya dalam auto-biografinya Ta’rif 48 Suluk, Maqrizy, kejadian pada tahun 287 dan pada tanggal 25 Muharram, Syeikh Abu Zaid Abdurrahman bin Khaldun mengajar di sekolaj qumhiyah di Mesir, menggantikan pelajaran ilmu agama yag dipegang oleh Sulaiman Basath.pada saat itu, pemimpin kami hadir…(Ta;rif 279) 45
aktivitasnya menjaga
seperti
ilmu
membangun
pengetahuan,
Masjid
ulamanya
dan dan
sekolah juga
serta
hakimnya,
khususnya apa yang dilakukan oleh Sultan Barquq dan juga menjelaskan akan keutamaan sultan dalam memposisikan dirinya dalam
dewan
pelajaran
pengajardi
yang
ia
sekolah
pegang
ini
mampu
(Ta’rif
membuat
280-285
niali
H).
lebih
di
telinga para pendengarnya dan di tangan orang yang mempunyai banyak ilmu, kefasihan lisan dan sebaik-baik dalam
memberikan
pengaruh.
Dalam
hal
ini,
pelaksanaan
Ibnu
Khaldun
berkata: Aku melaksanakan tugasku di dewan pengajar tersebut dan telah banyak pasang mata yang menatapku kagum dan mampu menggerakkan hati para pejabat (Ta‟rif 285) 2.Jjabatannya
sebagai
hakim
mazhab
Maliki
untuk
pertama
kalinya pada tanggal 19 Jumadil tsani pada tahun yang sama (786 H), pada saat itu, sultan marah kepada hakim
mazhab Maliki,
Jamaluddin Abdurrahman bin Sulaiman bin Khair Al Maliky atas sebagian
pertentangan.
Ia
menunjuk
Ibnu
untuk
Khaldun dapat
Khaldun
menggambarkan
menduduki
dengan
menurunkan
mengantikan
kejadian
posisi
ungkapannya:
lalu
yang
tertinggi
ketika
aku
di
saat
posisinya
posisinya.
dan Ibnu
mengangkatnya
untuk
pemerintahan
Mesir
itu
sedang
bertugas
sebagai dewan pengajar di sekolah Qumhiyah. Sulatn sedang marah kepada hakim malikinua karena sebagian pertentangan yang ada pada mereja, yagn kemudian ia pun mengucilkannya... ketika hakim ini dikucilkan pada tahun 768 H, sultan lalu menunjukku
untuk
menggantikan
posisinya
karena
kekuatan
berpikirku. Lalu aku berbicara langsung untuk bernegoisasi dengannya. Ia menolaknya kecuali apabila aku setuju dengan ususlannya. Ia lalu mengutus pembesar untuk pada
dewan
hukum
di
sekolah
shalihiyah
di
memposisikanku daerah
Baina
Qasraini (Ta‟rif 255) Maqrizy mencatat kejadian ini dalam bukunya suluk dengan ungkapannya sebagai berikut:
pada hari
senin 19jumadil tsani 786 H, syeikh kami Abu Abdurrahman bin khaldun
dipanggil
untuk
menuju
benteng,
lalu
sultan
menugasinya untuk memegang jabatan sebagai hakim Maliki dan lalu di sandangkan padanya gelar Waliyuddin dan ia pun lalu menjadi hakim mengantikan Jamaluddin Abdurrahmna bin Khair, hakim
sebelumnya.
Hal
ini
terjadi
setelah
mengutus ketua majlis dan adatnya ini lalu diamati
oleh
sekolah
shalihiyah
yang
pemimpin
kami
di baca dan
terletak
di
daerah
bernama baina qasraini. Dan mengungkakan akan firman Allah yang berbunyi: Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit,bumi dan gunung-gunung... Qs 33:72
(ta‟rif
254). Sesungguhnya jabatan hakim Maliki di Mesir merupakan salah satu jabatan dari empat mazhab, dimana setiap mazhab mempunyai hakimnya masing-masing. Karenanya, selain dirinya, ada juga hakim Hanafi, Hakim Syafi’i dan Hakim Hambali; dan dianggap masing-masing dari keempat hakim itu bertanggung jawab atas daerahnya masing-masing; khususnya hakim Syafii yang meliputi hampir keseluruhan masyarakat Mesir –karena kebetulan tiga mazhab lainnya belum menyebar secara luas; juga karena kebebasan mazab syafii dalam memandang harta anak yatim dan juga permasalahan wasiat. Wajah pengadilan di Mesir pada saat itu penuh dengan kerusakan
dan
kekacauan
serta
banyak
yang
lebih
memihak
nafsu dan kepentingan pribadi. Ibnu Khaldun ternyata mampu berbuat banyak
dalam memperbaiki kerusakan yan ada dan juga
merealisasikan keadilan dengan keberadaannya yang idealis dan juga maknanya yang mendetail sebagaimana yang banyak disaksikan
dalam
banyak
kitab
kontemporer.
Abu
Mahasin
menggambarkan kekuasaannya di kehakiman dengan ungkapannya:
ia lalu lasngsung menjalaninya dengan penuh kebersahajaan dan kemuliaan yang makin bertambah dan perjalanan hidupnya yang
makin
pembesar
membaik.
Ia
pemerintahan
rekomendasi
bagai
menggambarkan
banyak
dan
para
membalas
banyak
memberikan
masyarakat.49
ketegasan
Ibnu
surat-surat syafaat
Sedang
Khaldundalam
para
Ibnu
dan
Hakar
melaksanakan
hukuman: ia sangat berani dalam menghukum orang-orang yang bersalah
dan juga saksi-saksi yang mengatakanhal yang tidak
benar. Ia lalu mula menghukumnya dengan pukulan. Apabila ia marah kepada seseorang ia akan berkata: hukum ia, maka orang itu akan dipukul hingga merah lututnya50 Ketegasan
yang
ditunjukkannya
untuk
merealisasikan
keadilan dengan segala maknanya dan juga keinginannya untuk menyamaratakan
semua
manusia
di
depan
hukum
dan
untuk
menghindari jalan-jalan tipuan dan sejenisnya; karena semua itu
akan
mengakibatkan
kemarahan
di
berbagai
pihak.
Ia
banyak menyerang manusia dengan lidahnya yang tajam dimana ia banyak menangani hal suap-menyuap kepada sultan. Bila dilihat dari sisi Ibnu Khaldun yang
adalah orang Maroko
namun mampu menduduki jabatan hakim di Mesir yang merupakan jabatan yang tertinggi dan banyak dilirik oleh ulama Mesir itu sendiri
menunjukkan akan kedekatannya dengan sultan dan
juga kemampuannya dalam menjalankan tugasnya. Wajar apabila jabatannya kepadanya.
ini
menimbulkan
banyak
perasaan
iri
dengki
Karena ia adalah orang asing di negara mereka
dengan jabatan yang cukup tinggi. Inilah salah satu sebab, mengapa
akhirnya
banyak
orang
yang
berusaha
untuk
menghalangi jalannya dengan berbagai cara, yang diantaranya dengan menuduhnya tidak mengetahui sedikitpun akan proses 49
Mihal Shafi, Jilid 2 hal 301 Raf‟ul ashar „an qudhotul Misr, Ibnu Hajar dalam biografi Ibnu Khaldun yang ia nukil dari Dhau‟u lami‟ Sakhawi, jilid 2 bagian ke 2 hal 367 50
hukum.
Pada
saat
kematian istri
itu,
ia
tertimpa
dan anak-anaknya
musibah
besar
dengan
serta harta kekayaannya.
Sejak kedatangannya ke mesir,ia selalu berharap dan menunggu kedatangan keluarganya di Mesir. Namun Sultan Tunis menahan kepergian mereka agar Ibnu Khaldun dapat kembali ke Tunis. ia lalu memohon kepada sultan Dzoir Barquq untuk memintakan permohonannya itu kepada sultan Tunis hingga ia melepaskan kepergian
keluarganya
dilakukan
hingga
untuk
akhirnya
dapat
menyusulnya.
keluarganya
pun
Hal
ini
diperbolehkan
untuk menyusulnya di Mesir dengan mengendarai kapal laut. Namun kapal laut yang ditumpangi, tidak pernah sampai ke pelabuhan Iskandariah karena bencana yang menimpa, dengan datangnya angin
besar yang akhirnya menenggelamkan semua
penumpangnya. Maka pada saat itu, hilanglah semua yang ia miliki; istri,anak dan juga harta miliknya termasuk semua buku-bukunya.
Tampak
penderitaannya
kejadian
hingga
akhirnya
ini
ia
makin
menguat
mengundurkan
dengan
diri
dari
jabatan yang diembannya juga karena pertahanannya yang lemah terhadap
musuh-musuhnya
yang
berusaha
menjegalnya.
Pengunduran dirinya di terima pada tahun 787 H atau tepat setahun dari jabatannya itu. Ibnu Khaldun menggambarkan fase ini secara mendetail dengan ungkapannya: Lalu akupun mulai menjalankan tugas mulia yang sultan amanatkan
padaku.
Kukerahkan
semua
menegakkan hukum-hukum Allah. Celaan manghalangiku
untuk
melakukan
suatu
usahaku
dalam
tidak akan mampu kebenaran
dan
akupun tidak pernah membedakan status yagn ada dalam setiap pertentangan yang ada. Aku membelayang
lemah
dari setiap pertentangan yang ada, siapapun dia dan menolak
semua
rekomendasi
dan
juga
semua
hal
yang
datang dari kedua belah pihak demi mendengarkan suatu penjelasan mengamati
akan
kebenaran
keadilan
yang
serta
untuk
datang
dengan
lebih
dapat
bukti.
Namun
ternyata kebaikan menurut mereka telah bercampur dengan keburukan;
sesuatu
yang
buruk
seoalh
terselubungi
dengan sesutau yang baik. Para hakim banyak berpegang teguh atas keyakinan ini. Mereka melebihi batasan yang ada dan tampak karena kedekatan mereka dengan orangorang yang tidak baik. Kebanyakan dari mereka bergaul dengan
para
melaksanakan
pemimpin, shalat.
mempelajari
Namun
mereka
Al-Qur‟an
dan
masihmenyamarkan
keadilan yang ada. Mereka berpikir, itulah kebaikan yag sebenarnya
dan
keberuntungan
mereka
kepada
menginginkannya
pun
para
danmemohon
mulai
penguasa
padanya.
membagikan bagi
Penyakit
yang mereka
makin akut. Kerusakan makin menyebar dengan pemalsuan dan
kebohongan
yang
ada
diantara
manusia.
mereka
menghentikan suatu hukuman namun pula menghukumi dengan hukuman di luar batas. Semunya ini menyebabkan luka pada
setiap
terkadang
golongan
menahan
yang
seseorang
ada.
51
yang
mereka ingin
pun
memberikan
kesaksian; diantara mereka ada yag mempunyai buku untuk administrasi
kehakiman
dan
juga
tanda
tangan
atas
majlis yang ada untuk menuliskan setiap tuduhan yang ada, sehinggasemua itu bisa terdaftar di pemerintahan, dan
para
pemerintah
menunjukkan
akad
pun
dapat
mereka.
menggunakannya
Dengan
menghukumi
untuk buku
tersebut dan kekuatan syarat-syaratnya, yang demikian membuat mereka lebih transparan untuk orang-orang yang ada 51
di
golongan
mereka
hingga
mereka
atau ia tahu mereka terluka dan bukan termasuk adil untuk hanya berlandaskan kepada kesaksian saja.
mampu
mengendalikan pengadilan dan berjaga-jaga atas sesuatu yang tidak diinginkan yang kesemuanya itu aka tampak dari
refleksi
mereka
mereka.
yang
melakukan
Sedang
mencampur
akad
hukum.
banyak
adukkan Mereka
juga
pena
akan
diantara
mereka
untuk
berusaha
mencari
jalan
keluarbaik dari segi fiqh ataupun ahli kitab.
Mereka
akan
diminta
langsung
oleh
permasalahan
orang waqaf
melakukan yang
yang
hal
berkuasa, meelbihi
tersebut
disaat
khususnya
dalam
batasan
di
mesir
dengan banyak problemnya. Hingga semua ini seolah sudah menjadi rahasia umum. kecuranganyang
Dengan kebodohan masyarakat dan
dilakukan
orang
yang
jahat
dengan
perbedaan mazhab yang ada. Bagi yang memilih jual beli dan hak milik, maka akan ada banyak persyaratan dan masalah
itu
akan
dijawab
oleh
banyak
mufti
yangmemihaknya hingga semua ini seola perlindungan akan adanya praktek main-main dalam hukum. Bahaya pun mulai merebak di permasalahan waqaf.. dengan banyak tipuan dalam
setiap
langkah
,
baik
itu
jual
beli
ataupun
kepemilikan. Aku lalu memohon perlindungan Allah untuk dapat
memberantas
daging
dari
melaksanakan
kesemuanya
pendahulu hukum
iniyang
yang
dengan
telah
ada.
seabiknya
mendarah
Akupun akupun
mulai banyak
menghukum orang-orang yang memenangkan hawa nafsunya. Hasilnya,
akupunsemakin
dibenci.
menyebarkan kepada orang-orang
Mereka
pun
mulai
yang bodoh itu
untuk
melepaskan jabatanku. Banyak kejadian buruk menimpaku, baik
itu
disebar
tipuna, luaskan
kabar di
bohong
khalayak
ataupun
umumdan
fitanh
mereka
yang
adukan
kepada sultan akan kezaliman yang telah aku lakukan, namun hal ini tidak diindahkannya. Sedang aku pada saat itu hanya bisa bertwakallal kepada Allah atas segala
permasalahan ini dan agar terhindar dari orang-orang itu dan tetap berlalu dengan jalanku yangmenurut mereka sangat kejam demi menegakkankeadilan dan memberikan hak kepada siapapun yang memilikinya dan juga menghancurkan rencana
jahat
dimanapun
ia
muncul.
Inilah
yang
seharusnya dilakukan oleh setiap hakim. Namun mereka tidak mempedulikanku dan mengingkari apa yang telah aku lakukan.
Dan
memanggilku
agar
dapat
mengikuti
cara
mereka dalam mmberikan kepuasan kepada penguasa dengan menjaga
golonga-golongan
tertentu.
Sedang
suatu
pengadilan adalah tempat pengaduan dengan gambarannya yang
jelas
ataupun
sebagai
pemisah
antara
dua
pertentangan, pabila mereka tidak bisa menyelesaikannya sendiri, berlandaskan pada bahwasannya seorang hakim tidak boleh memilah-milah hukum
dengan hal lainya..
mungkin
membuat
perasaanku
memenuhi
hal
kebalikannya.
inilah
ini,
karena
Sedang
yang
mereka
Rasulullah
merak
lebih
Saw
tidak
mengetahui
berkata
dalam
haditsnya: barang siapa yang menghukumi hak saudaranya dengan lainnya, maka aku akan menghukumnya di neraka.52 Karenanya, aku menolak segala hak kecuali memberikan yang
benar
hingga
haknya
banyak
untukku.
orang
Banyak
bermunculanlah
dan
menjalankan
yang
orang
kata-kata
amanat
merencanakan yang
fitnah
untuknya
sesuatu
mengingkariku yang
hal dan
makinmeningkat.
Mereka menginginkanku untuk menghukumi mereka sesuai 52
Hadits ini pun ada dalam shahih Bukhari dengan nashnya: dari Ummu Salamah, Istri Nabi Saw, sesungguhnya Rasulullah mendengarkan pertengkaran dibalik pintu kamarnya. Ia lalu keluar enemui mereka dan berkata: sesungguhnya aku adalah manusia dan telah didatangkan padaku satu pertengkaran. Bisa jadi ada satu diantara kaian yag telah berlebihan dsbanding satu lainnya. Bila ada mengrtahui kejujuran diantara kalian, maka aku akan menghukumi sesuai itu. Maka barang siapa menghukumi seseorang dengan hak lainnya, maka itu adalah sumbangsihnya bagi tempatnya di neraka.
dengan keinginan mereka, namun aku tidak mau... Dan berangkatlah orang
mereka
miskin)
dengan
padahal
niat
mereka
menghalangi
mampu
(orang-
(menolongnya).53
Mereka pun meracuni para pemimpin pemerintahan dengan memburukkan reputasi dan juga atas penolakannya dalam memberikan
rekomendsai
dan
beranggapan
bahwa
yang
melakukan hal tersebut adalah orang-orang bodoh. Mereka memang dipenuhi rasa iri dan dengki. Kebatilan inilah yang dinisbatkan kepadaku. Banyaknya kebencian dari berbagai pihak dan suasana yang makin memburuk antara diriku dan juga masyarakat setempat
bertepatan
dengan
musibah
yang
menimpa
keluarga dan anak-anakku. Mereka meninggalkan Maroko dengan
menggunakan
tertiimpa
angin
sar
kapal
laut,
yang
namu
kapal
menyebabkan
mereka
mereka
semua
tenggelam. Dan pergilah semua yagnaku ada, ketenangan dan juga anak. musibah dan kesedihan makin memincak karenanya.
Akhirnya
kuputuskan
untuk
berzuhud
dan
kuputuskan pula untuk mengundurkan diri dari jabatan yang aku sandang. Namun hal ini tidak disetujui oleh siapapun
yang
aku
mintai
nasihatnya,
takut
akan
kemarahan sultan dan juga pengingkarannya atas diriku. Tak
lama
kemudian,
aku
makin
dekat
dengan
rahmat
Rabbani ketika sulatn mengizinkanku untuk mengundurkan diri dari jabatanku itu yang aku sudah tak sanggup lagi aku pikul dan aku pun tidak tahu lagi –sebagaimana yang orang-orang
jahat
itu
inginkan-
bagaimana
menghadapinya. Lalu jabatan itupun dikembalikan kepada orang sebelumku dan akupun pergi dengan penuh syukur.
53
QS Qalam: 25
Banyak mata memandanmgku dengan penuh rahmat dan mereka mengharapkanku mengfokuskan
untuk
diri
membaca
buku
dengan
harapan
dapat
pada
ataupun
kembali.
bidang
menulis
agar
Allah
Akupun
pengajaran dan
juga
menghitung
kembali
dan
juga
menyusunnya semuanya
ini
sebagai ibadah (Ta‟rif 254-260) 3. kembalinya kepada pengajarannya dan pelaksanaan Ibadah Haji (787-801 H) pengunduran dirinya dari jabatannya sebagai hakim tidak terkait dengan
kemarahan sultan
padanya sebagaimana yang
disebutkan Ibnu Khaldun dalam auto-biografinya. Ini didasari bahwasannya Maliki
sultan
di
menunjukknya
sekolah
Ad
untuk
Dzohiriyah
menjadi Al
guru
Fiqh
Barquqiyah
di
pembukaannya pada tahun 788 H. ini adalah sekolah yang besar yang dinisbatkan namanya dari nama sultan. Barquq membangun sekolah tersebut di daerah yang bernama baina qasraini pada tahun 786 H yang pembangunnaya selesai dan sipa digunakan pada tahun 788 H. ia menjadikannya sekolah tinggu dan juga membangun
di
dekatnya
pekuburan
khusus
keluarganya.
Ia
memilih guru dalam pelajaran Fiqihnya dengan memilih pemuka ahli
fiqh
empat
mazhab.
Ibnu
Khaldun
pun
memberikan
pidatonya yang panjang pada pembukaan sekolah itu yang lebih panjang dari pidatonya pada pembukaan sekolah di Qumhiyah. Lalu terjadi aksi penyuapan pada direktur sekolah ini. Ia meminta sultan untuk memberhentikan Ibnu Khaldun. sultan pun mengabulkan permintaanya. Dalam hal ini Ibnu khaldun berkata
dengan
ungkapanya:
musuh-musuh
pun
saling
bahu
membahu menyuap ma‟khuriah -seseorang yang diberi tanggung jawab
oleh
menyuruhnya menyebabkan
sultan untuk harus
dalam
menangani
menentangku keluar
dari
dan
sekolah mencari
daerahnya.
inihal
Sultan
dan yang
pun
tak
punya pilihan lain kecuali menyanggupi apa yang ia mau. Lalu aku pun meninggalkannya dan lebih menyibukkan diri dengan pengajaran dan penulisan (Ta‟rif 293) Pada tahun 789, Ibnu Khaldun berniat untuk melaksanakan Ibadah Haji. Ia meminta izin pada sultan dan sultan pun memberikan izin padanya. Ia pun lalu melaksanakan niatnya itu
dan
kembali
menggambarkan
pada
awal
tahun
perjalanannya
790
sejak
H
Ibnu
Khaldun
kepergian
hingga
kepulangannya itu dengan melalui jalan yang dilalui para orang mesir dalam menunaikan ibadah ini, dengan ungkapannya: Lalu
aku
keluar
pada
tahun
789
untuk
melaksanakan
Ibadah haji. Aku sudah mengantongi izin sultan untuk itu. aku pun mempersiapakan segala kebutuhannya
dan
perbekalannya lalu aku menaiki kapal laut Swiss dari Thur hingga ke Yanba‟ lalu aku pergi menuju Mekkah dengan semua bawaanku. Aku melaksanakan ibadah pada
saat
itu.
lalu
aku
kembali
dengan
haji
menggunakan
kalap lauy dan turun di Sahili Qasir. Lalu aku pergi darinya ke kota Qaws ke akhir sha‟id. Dari sana aku menaiki
kapal
laut
ke
Mesir.
Aku
temui
sultan,
kukabarkan akan doaku untukknyadi tempat-tempat yang mustajab dan ia kemuliaannya
dan
pun menempatkanku di temapat-tempat aku
tetap
berlindung
di
bawah
kekuasaannya (ta‟rif 293) Pada bulan Muharram tahun 791 H, sultan memberikannya jabatan untuk bertanggung jawab atas pengajaran hadits di sekolah Sharghatmis. Ia pun lalu memutuskn untuk memakai landasan
dalam
pembelajarannya
dengan
menggunakan
kitab
muwatha karya Imam Malik bin Anas. Ia memulai pelajaran pertamanya
dengan
pidatonya
yang
panjang
yang
ia
beri
pengantar atas pujian yang ia berikan untuk Malik Dzohir dan semua yang telah dilakukannya serta doanya untuknya. Lalu ia menggambarkan biografi Imam Malik. Ia membahas akan tempat kelahirannya, kehidupannya, ilmunya, keutamaannya. Gurunya, dan karya-karyanya. Ia pun juga membahas tentang penyebab yagn membuatnya menulis kitab muwatha dan cakupan yang ada didalamnya serta landasan dasarnya dan juga berbgai jalan periwayatan yang ditempuh oleh Malik. Juga tentang guru-guru Ibnu Khaldun yang mengajarinya akan kitab ini. Ibnu Khaldun menjelaskan
akan
proses
belajarnya
biografinya ta‟rif yang termuat
itu
dalam
auto-
dalam lima belas halaman
dari kertas berukuran besar (hal 294-310), yang kesemuanya ini
menunjukkan
akan
mempelajari ilmu kuatnya
Ibnu
Khaldun
dalam
hadits. Ibnu khaldun menggambarkan akan
pengaruh
pendengarnya
partisipasi pelajarannya
dengan
tersebutdalam
ungkapannya:
majlis
hati
itu
tersa
sunyisenyap dan lalu begitu banyak mata yang memandangku dengan jelas, dan juga memperhatikan pelajaranku, saat itu aku merasa akan kemampuanku(Ta‟rif 310) Setelah tiga bulan berada dalam jabatannya tersebut, sultan menambahkan tugasnya dengan menunjuknya –pada tanggal 26
Rabiul
majlisnya
awwal di
791
H)
Bebres
untuk
setelah
menjadi
guru
meninggalnya
besar guru
pada besar
sebelumnya, Syarifuddin UtsmanAl Asyqar. Majlis bebres ini adalah suatu tempat berkumpulnya sebagian kelompok filosof yang dibangun biybris
di daerah
Babu
nasr malik mudzfir ruknu
(karenanya terkadang disebut juga khanaqah bebres,
khanaqah bebresiah, khanaqah madzfariah dan khanaqah runiah) ia menetap dan bertahan didalamnya dalam waktu yang cukup lama. Ia diberikan rizki akan pemandangan didalamnya para syeikh yang sangat luas pengetahuannya, bertanggung
jawab
akan
tempat
ini
(Ta’rif
dan
yang juga 313).
Dengan
demikian,
maka
berkembanglah
sumber
keilmuan
bagi
Ibnu
Khaldun. bagi yang ingin menjadi guru besar atau syeikh di Bebres ini, disyaratkan untuk menjadi anggota Dewan kesufian didalamnya. Ibnu Khaldun pun lalu menetap disana selama satu hari
untuk
menjadi
anggota
sebelum
diputuskan
akan
jabatannya sebagai guru besar disana hingga akhirnya ia bisa memenuhi persyaratan ini. Namun tidak diketahui sedikitpun dalam
sejarah
hidupnya
bila
ia
meninggalkan
keilmuannya
untuk bisa menjadi lebih zuhud dan lebih banyak i’tikaf sebagaimana yang banyak dilakukan para sufi dizamannya. Pada tahun yang sama, 792 H, terjadi revolusi Nashiry yang berakhir dengan tumbangnya Barquq dari kekuasaannya. Ibnu Khaldun lalu kehilangan semua jabatan dan semua rizki yang
datang
darinya.
kekuasaannya,
ia
setelah
pun
sultan
kembali
kembali
mendapatkan
memberikannya
banyak
kenikmatan, namun pada saat itulah ia mengundurkan diri dari jabatannya
sebagai
guru
besar
di
Bebres,
setelah
hampir
setahun menyandangnya,karena banyaknya usaha musuhnya dalam menjegalnya
dan
pengaruh
mereka
pada
Barquq
akan
permasalahan fatwa yang ditulis oleh banyak ahli fiqh dalam menentangnya; termasuk di antara ahli fiqih itu adalahIbnu Khaldun atau dengan kata lain seolah mereka semua –ahli fiqh –berniat
menentangnya
di
tengah
revolusi
nashiri
yang
menumbangkannya.Maqrizy memberitahukan akan fatwa ini dengan ungkapannya: Pada tanggal 25 Dzulqa‟dah 791 H, naskah
fatawa
Malik
Dzahir,
yang
aku mendapatkan telah
ditambahkan
padanya: ia telah meminta bantuan orang-orang
kafir
untuk membunuh kaum muslim. Hadir dalam penandatangan fatwa itu khalifah mutawakkil, para hakim dari banyak hakim seperti: Badruddin Muhammad bin Abu Baqa Sya‟fii,
Ibnu Khaldun, Sirojuddin Umar
binMulqin Syafi‟i dan
banyak
di
lainnya
dihadiri
oleh
yagn
berkumpul
raja
Manshur
dan
istana raja
Ibliq
Minthas.
yang Aku
berikan kepada mereka fatwa itu, mereka menuliskannya secara keseluruhan dan lalu mereka pun pergi (Ta‟rif 330) Ibnu
Furat
pun
mnunjukkan
dalam
sejarahnya
akan
kejadiantahun 791 H: Di hari senin, berkumpullah para pemimpin di istana Ibliq di benteng Jabal dengan dihadiri sultan manshur Rahaji dan juga pangeran minthas, khalifah Muhammad, hakim
dari
4
mazhab,
anaknyaJalaluddin
syeikh
sirojuddin
abdurrahman
-hakim
Balqini
dan
ketentaraan,
Badruddin bin abu Baqa Syafii.... lalu kutulis fatwa yang Dzahir
mencakup
didalamnya
Barquq,
apakah
diperbolehkan
pembunuhan
atau
tidak?
sultan Mereka
menyebutkan di fatwa akan banyak hal yang tidak sesuai dengan syariat serta termasuk dalam cakupannya dalam meminta bantuan orang sultan
kafir.
kepada orang nasrani dalam membunuh
Mereka
barquq
pun
telah
menanyakan
melakukan
hal
hal
ini
ini;
(karena
dikatakan
bahwasannya sultan barquq meminta bantuan kepada kaum nasrani syubak yag berjumlah sekitar 600 orang untuk berperang sesunggunya
dengan tidak
kaum
muslim.
seperti
itu.
Namun
yang
sesungguhnya
terjadi mereka
hanya ingin menimbulkan keraguian di hati para mufti. Dalam hal ini fatwa tersebut menyebutkan akan bolehnya membunuhnya dan selesailah perkumpulan itu.54
54
Tarikh Ibnu Furat tahun 791,juz pertama hal 160
Ibnu Khaldun sendiri membahas hal tersebut dalam autobiografinya ta‟rif dengan ungkapannya: Dzohir
sangat
dendam
kepada
kami
para
ulama
karena
fatwa yang minthas minta pada kami untuk membuatnya. Kami pun sebenarnya sangat benci untuk menuliskannya, namun kami tetap menuliskannya. Dan terjadilah sesuatu diluar kemampuan kami. Sultan tidak menerima hal ini dan mencela akan hal ini khususnya kepadaku. Ia lalu bertemu
orang
mengeluarkanku
sudan dari
yagn
mengusulkan
posisiku
dan
agar
menggantikan
jabatankuserta mengucilkanku. Aku pun lalu menuliskan kepada
Jubani
meminta
maaf
atas
apa
yang
telah
ku
perbuat dan mempertimbangkan lagi keputusannya. Namun ia
tidak
mengindahkannya
dan
tidak
memperdulikanku
selama setahun lamanya, namun kemudian, akhirnya aku kembali mendapatkan ridho dan kebaikannya. Ibnu Khaldun punmenyebutkan 67 bait qasidah yang ia persembahkan untuk sultan yang dubuka dengan ungkapannya: Tuanku, pikiranku selalu indah akanmu
*
Bantuanmu tuk mewujudkan harapanku cukup bagiku Jangan menghalangi pikiran baik tentangmu sedang aku * Tidak
sedetikpun
menghalangi
pikiranku
akanmu Ibnu
Khaldun
pun
mengisyaratkan
adanya
persekongkolan
musuhnya padanya dengan ungkapannya: Musuh mengukir peristiwa Ifki * Semuanya dengan cara yang menyakitkan Mereka menginginkanku dalam suasana asing *
Dinisbatkan
padaku
semua
urusan
yag
mereka sukai Melempar apapun yang mereka inginkan dari * Kebohongan
yang
mereka
pikir
akan
berhasil Ibnu Khaldun dalam qasidah ini menggunakan kalimat ma‟lul (menyakitkan)
dan
juga
gharib
(asing)
juga
maqbul
(berhasil) yang merupakan kata-kata yang sering digunakan oleh para ahli hadits pada beberapa kelompok yang sering meriwayatkan hadits dari Rasulullah Saw. 4. jabatannya sebagai hakim untuk kedua kali dan kunjunganya ke palestina (801-802 H) di pertengahan tahun 801 H, ia kembali ditunjuk untuk menjabat sebagai
hakim Maliki,
setelah sebelumnya semapt
berhenti darinya selama14 tahun lamanya. Pada tahun itu, sultan dzahir Barquq wafat dan digantikan oleh anaknya Nasir Farj, dan Ibnu Khaldun pun tetap pada posisinya sebagai hakim. Ia pun tidak menunggu lama untuk mendapatkan izin sultan
guna
dapat
mengunjungi
palestina
khususnya
bitul
maqdis dan menyaksikan sejarah yang ada dinegeri ini. Ia pun mendapatkan bersejarah
izinnya. yang
ada
Ia
lalu
padanya,
mengunjungi naun
tidak
semua
gereja
tempat Qiyamah,
karena ia tidak diberikan izin masuk untuk dapat melihatnya lebih
dekat,
dimana
para
nasrani
bersikeras
bahwasannya
disinilah Isa Al Masih disalib dan inilah peristiwa yang ada di dalam Al-Qur’an dengan firman-Nya Surat An Nisa ayat dan karena ucapan mereka: "Sesungguhnya Kami membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, padahal
mereka
tidak
membunuhnya
dan
157 telah
Rasul Allah", tidak
menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah)
(pula) orang
yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa,
benar-benar
dalam
keragu-raguan
tentang
yang
dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. Ia pun berlalu di semua jalan yang ada di betlehem yang merupakan
tempat
menyaksikan
kelahiran
banyak
Isa
sejarah
Al
Masih
ditempat
dan
itu.
juga
Ibnu
untuk
Khaldun
menggambarkan perjalanannya itu dan apa yang telahia lihat dengan penggambaran yang mendetail hingga mampu mengungkap sejarah yang terjadi dan juga tempat bersejarah yang sangat bernilai di auto-biografinya Ta‟rif: Aku meminta izin kepada sultan dengan kedatanganku ke Mesir agar ia mengizinkanku untuk mengunjungi baitul Maqdis. Iapun lalu mengizinkanku untu itu. lalu aku pun sampai
di
palestina
meinta
berkah
dan
kumasuki
kepada-Nya
atas
masjidnya
kunjungaku
dan
aku
dan
aku
melaksanakan shalat didalam masjid itu. namun ternyata aku tidak diizinkan untuk masuk ke qumamah (yang ia maksud
adalah
gereja
qimamah
yang
kemudian
lebih
dikenal dengan gereja qiyamah) karena didalamnya banyak kebohongan atas Al-Quran. Ia adalah bangunan bagi umat nasrani
dengan
salib
diatasnya,
aku
mengingkarinya
dalam diriku dan juga menolak untuk masuk kedalamnya. Aku
melaksanakan
sunnah-sunnah
mengunjungi
kuburab
mengunjungi
betlehem,
Nabi yang
ziyarah
Ibrahim
As
merupakan
disana. dan
Aku
akupun
bangunan
yang
besar dan diyakini sebagai tempat kelahiran isa As.
Kaisar membangun tempat itu dengan banyak bebatuan yang terpilih yang pada atasnya terdapat gambar kaisar dan juga sejarah negaranya secara
ringkas bagi siapapun
yang ingin mentahqiq apa yang pernah dinukil dengan terjemahannya.
Bangunan
ini
sebagai
bukti
atas
kebesaran kaisar yang membangunnya dan juga kebesaran negara mereka. Lalu akupun pergi ke giza dan kemudia selesailah kunjunganku aku lalu menemui sultan di Mesir dan kembali masuk dalam lindungannya di akhir ramadhan 802 H (Ta‟rif 349-350) Ibnu Khaldun lalu kembali menduduki jabatannya sebagai hakim Maliki yang menjadi kegiatannya sebelum kepergiannya ke Palestina, namun ia kemudian kembali mengundurkan diri di pertengahan
muharram
pada
tahun
berikutbya
(803
H)
atau
setelah tiga bulan dari kepulangannya dari Palestina. Ibnu Khaldun adalah
menyebutkan rusaknya
alasan
penunjang
pengunduran hukum
di
dirinya
Mesir
pada
kali
ini
masa
itu
dengan ungkapannya: di Mesir ada seorang ahli Fiqh Maliki yang dikenal dengan nam Nuruddin bin Khilal yang banyak mewakilinya dalam banyak waktunya sebagai hakim Maliki (atau mewakilinya selama ia pergi ataupun sakit)
sebagian teman-
temannya mendorongnya untuk dapat memegang posisi ini dan ia pun mengerahkan tenaganya untuk mencapainya dengan berbagai caranya. Usahanya ini berhasil, iapun memegang jabatan in di pertengaan Muharram 803 H dan aku kembali menyibukkan diri dengan mengajar dan juga menulis. 5. Pertemuan Ibnu Khaldun dengan Timur Lang Di awal Lang
telah
803 H, datang suatu berita bahwasannya Timur memerintahkan
tentaranya
untuk
menuju
Syam
(Syiria) dan lalu menguasai kota Halb dengan pertarungan
yang penuh dengan pertumpahan darah dan juga pengahancuran banyak hal. Kesia-siaan, hal omong kosong, membolehkan yang haram yag belum pernah dilihat pada manusia lainnya (ta‟rif 365) sedang ia sendiri pada waktu itu ke
Damaskus.
Syam
pada
saat
itu
dalam perjalanannya
masih
berada
di
bawah
kekuasaan raja-raja Mesir. Kabar ini membuat sultan Nashir Farjtakut lalu ia segera menahan serangan tartar
memerintahkan tentaranya untuk
ini dengan membawa Ibnu Khaldun dan
juga hakim dan para ahli Fiqh. Ibnu Khaldun pada saat itu sedang
menyendiri
dari
posisinya
sebagai
hakim.
Tentara
Mesir dan tentara timur lang akhirnya bertemu di Damaskus dengan pertarungan yang sengit, yang kemudian dimenangkan oleh Tentara Mesir. Lalu dimulailah negoisasi
perdamaian
dari kedua belah pihak. Namun terjadi pertentangan yang seru di kamp Tentara Mesir hingga banyak pemimpinnya meninggalkan kamp
tersembutg
akhirnya
secara
mengetahui
bahwasannya
konspirasi
terhadapnya
menggantikan
posisinya
langsung
meninggalkan
secepatnya.
Ibnu
sembunyi-sembunyi. mereka
untuk
dengan
Khaldun
mengadakan
menumbangkannya
pemimpin
Damaskus
Sultan
dan
lainnya. pergi
menggambarkan
ia
ke
peristiwa
pun satu dan pun Kairo yang
terjadi di kamp dengan ungkapannya: Datang kepadaku para hakim dan ahli fiqih dan kami pun berkumpul di sekolah adiliyah. Aku bersepakat dengan mereka agar meminta jaminan keamanan kepada Timur Lang atas
rumah
dan
juga
keluarga
mereka.
Mereka
pun
akhirnya memusyawarahkannya dengan wakil benteng mesir namun usulan ini ditolak. Akhiranya Burhanuddin bin Muflih Hambali dan juga Syeikh Qura bizawah menemuinya. Ia pun menerima ususlan jaminan itu dan meminta mereka untuk mengumpulkan para hakim untuk menuliskan naskan
jaminan ini. Mereka pun akhirnya menemuinya. Kedatangan mereka disambut dan ia pun menuliskan diatas
sebuah
kertas akan jaminan keamanan dan mengembalikan mereka dengan harapan yang baik. Mereka pun sepakat dengannya untuk
membuka
Burhanuddin
kota
baru
mengabarkanku
sejal
esok
bahwasannya
harinya...
ia
menanyakan
tentangku, apakah aku pergi bersama tentara mesir atau tetap
tinggal
di
kota.
Aku
pun
memberi
tahukan
kediamanku di sekolah dimana aku tinggal dan kuputuskan malam itu untuk menemuinya. Lalu terjadilah keributan di
Masjid
jaminan
Jami.
yang
Sebagian
telah
dari
diberikan
mereka
timur
mengingkari
lang.
Kabar
itu
sampai padaku di tengah malam, aku pun mulai merasa takut
(takut
dianggap
sebagai
provokator
khususnya
setelah akhirnya ia pergi menemui timur lang bersama para hakim lainnya yang merupakan penyalahan yang
seharusnya
menimbulkan
tidak
banyak
boleh
keraguan
ia
lakukan)
dan
aturan
kabar
prasangka
ini
dalam
diriku. Lalu kudapatkan sahabat timur langdan wakilnya yang bertanggung jawab ats Damaskus ada didepan pintu. Nama sahabatnya adalah Shah Malik dari bani Huqtay, mereka
menyapapu
memberikanku
kuda
dan
aku
menyapa
yang
mengantarkanku
mereka. untuk
Ia bisa
menemui Timur lang. Lalu aku pun berhenti di pintu hingga aku dipersilakan untuk duduk di satu lemah yang bersebelahan dengan kemah duduknya. Lalu aku mengetahu bahwasannya mereka menambahkan pada namaku Qadhi Maliki Magribi.
Ia
lalu
memanggilku
lalu
akupun
memasuki
kemahnya. Aku pun lalu memberinya salam. Ia mengangkay kepalanya dan mejulurkan tangannya kepadku lalu akupun memeluknua.
Ia
menyuruhku
untuk
duduk,
lalu
akupun
duduk. Lalu ia memanggil temannya seorang ahli fiqh
Abdul jabbar bin nu‟man dari ulama hanafi di khawarizm, ia lalu menyuruhnya duduk dan menjadi penerjemah bagi kami berdua (Ta‟rif 367-369) Setelah
Ibnu
khaldun
menjelaskan
percakapan
yang
terjadi diantara mereka dari semua kejadian yang berhubungan dengan sejarah Ibnu Khaldun dan kehidupannya di Mesir serta kehidupan keluarganya di Maroko juga tentang sejarah Maroko bagian atas, tengah dan bawah serta pertanyaan Timur lang akan
letak
negara-negara
ini
dan
ia
menyatakan
tidak
kepuasannya aka penjelasan yang disampaikan padaku secara lisan,
dan
berkata:
aku
lebih
menyukai
bila
kau
menuliskannya untukku semua kisah, gunung-gunungnya, sungai, desa
dan
kotanya
sehingga
seolah
aku
telah
menyaksikan
kesemuanya ini. Dan aku mengatakan aku akan melakukannya. Lalu aku langsung menuliskan apa yang diinginkannya dariku setealh aku meninggalkan pertemuan itu. aku pun membuatnya menjadi
menyeluruh
dan
ringkas
dalam
dua
belas
halaman
(Ta‟rif 370) Bisa jadi Timur lang bermaksud menyerang Maroko karenanya
ia
memintanya
untuk
menuliskannya
secara
terperinci akan negara dan letak geografisnya. Tampak
bahwasannya
Ibnu
Khaldun
kembali
kepada
penyakitnya yag lama. Ia kembali menceburkan dirinya dalam pergelutan politik. Ia mengkaitkan hubungannya dengan timur lang akan memberikannya banyak harapan baru diluar masalah damaskus dan juga yang berhubungan dengan teman-temannya, para ulama dan hakim. Bisa jadi ia mengharapkan keteraturan dalam
teman
melakukan mengatakan
barunya
ekspansi. berapa
ia
yangmerupakan Karenanya ingin
ia
seorang selalu
menemuinya
yang
memujinya
sejak
lama
suka dan dan
menggambarkan bahwa ia akan menjadi raja yang agung denagn berlandaskan
akan
apa
yang
ada
dipikirannya
dan
mengkombinasikannya dengan realitas masyrakat yang terjadi dan perkataan pera peramal dan paranormal. Bisa jadi Ibnu khaldun sengaja melakukan ini semua hinnga makin membesar kesombongannya dengan segala pujiannya ini. Ibnu Khaldun menyebutkan
apa
yang
telah
diucapkanya
untuk
timur
lang
dengan tidak mengatakan terus terang akan tujuannya dengan ungkapannya: lalu
aku
menenuinya
dan
berkata:
Aydakallah
(Demi
Allah) aku memiliki tiga puluh hari dan juga empat puluh tahun bercita-cita untuk dapat menemuimu. Abdul jabbar,
penerjemah
kami
mengatakan
padaku:
apa
sebabnya? Kukatakan padanya, karena dua hal; pertama; karena engakaulan sultan alam ini dan juga raja duni dan aku bukan seorang yang suka mengatakan hal yang omong kosong, karena aku termasuk ilmuwan .. ia lalu menguatkannya dengan pandangannya akan teori masyarakat akan kuarnya fanatisme dan pengaruhnya bagi seorang raja.. sedang hal kedua yang membuatku bercita-cita untuk menemuinya adalah aku pernah mendengar namanya dari
peramal
dan
paranormal
dan
juga
orang
yang
mengetahui hal gaib yang mengetahui akan kejadian masa depan sejak aku masih di Maroko. Ia lalu menyebutkan nama-nama kelompok yang memeprcayai hal ini (Ta‟rif 372, 373) namun ternyata merealisasikan
Ibnu Khalun sendiri tidak menyetujui
harapannya
tersebut.
Ia
menetap
beberapa
minggu hingga akhirnya ia bosan tinggal di Damaskus dan kemudian meminta izin kepada timur lang untuk kembali ke mesir, dan ia pun mengizinkanya.
Terlepas dari apa yang disembunyikan Ibnu Khaldun dalam merealisasiakan
apa
yang
diinginkannya
dari
timur
lang,
namun sesungguhnya perjalanan yang ia lakukanny aitu sendiri merupakan kesalahn terbesar baginya. Ketika menemui timur lang,
ia
bernilai,
memberikan
kepadanya
namun
kehilangan
ia
dua
hadiah
yang
sangat
semua
barangnya
disaat
hadiah
pertamanya
perjalanan pulangnya. Ibnu
Khaldun
menggambarkan
untuk
timur lang dengan mengatakan: Sebagian sahabatku memberitahukan akan keadannya dan juga kesenangannya kan hadiah. pasar
sebuah
bersahaja
mushaf
dan
juga
yag
Lalu aku menemukan di
indah
naskah
dari
dan
sajadah
qasidah
yang
burdah
yang
terkenal dari abwashiry yang berisi akan puji-pujian kepada
Rasulullah
Saw
dan
juga
empat
botol
halawah
mesir yang lux. Aku membawa itu semua dan menemuinya, sedang ia duduk di benteng Ibliq. Ketika ia melihatku, ia
berdiri
disamping
mngisyaratkanpadaku
kanannya.
menunjukkan tangan
dan
para
menerimaku.
Aku
kepadanya
pun
hadiah
duduk,
dan
tersebut
pembantuku
dan
Lalu
membuka
aku
untuk lalu
yang
meletakkan mushaf,
duduk aku
ada
di
untuknya.
Ia
ketika
ia
melihatnya dan mengetahuinya, ia langsung meletakkannya di atas kepalanya. Lalu kuberikan padanya burdah. Ia menanyakan
padaku
akan
susunanya
dan
aku
jelaskan
padanya permasalahannya. Lalu kuberikan sajadah, ia pun menerimanya; lalu kuletakkan halawa diantara tangannya, ia
pun
mencobanya
sebagaimana
orang
yang
baru
mencicipinya. Ia lalu bersumpah akan apa yang ada dalam halawa di hadapan para hadirin di tempatnya dan ia
menerima itu semua, dan akupun merasa senang dengannya (Ta‟rif 377) Ibnu Khaldun menggambarkan akan hadiah keduanya dengan ucapannya: Ketika kepergiannya mulai mendekat, ia telah bertekad untuk pergi dari Syam, aku menemuinya dan menghabiskan waktu
sebagaimana
biasanya.
Ia
menoleh
berkata: apakah kau punya bagal dengan kedelai)
padaku
dan
(kuda berperanakan
disini? Aku katakan iya. Apakah baik?
Kujawab: iya. Ia nertanya, apakah aku menjualnya, aku akan
membelinya
darimu!
Lalu
kukatakan
padanya:
Aydakallah (Demi Allah) tidak mungkin orang sepertiku menjual
kepada
orang
sepertimu.
Sesungguhnya
aku
hanyalah melayanimu dengannya dan dengan sejenisnya, apabila
itu
memang
milikku.
Ia
lalu
berkata:
sesunggunya aku ingin membayarnya dengan harga bagus. Lalu kukatakan padanya: apakah masih tersisa kebaikan dibalik
kebaikanmu,
datang
ke
tempat
penuh
penghormatan
kau
telah
khususmu dan
dan
mempersilakanku kau
menemuiku
akumengharap
semoga
untuk dengan Allah
memberikan ganjarannya bagimu. Ia hanya terdiam lalu kubawakan
padanya
bagal
yang
menjadi
tungganganku
sebelumnya. Lalu aku tidak pernah lagi melihat bagal itu (Ta‟rif 378) Ibnu Khaldun menyebutkan di bagian lainnya bahwasannya Timur lang telah mengirimkannya harga bagalnya, walau yang sampai kepadanya berkurang. Ia berkata:
Diutuslah seorang kepadaku yang mengatakan bahwasannya timur
lang
telah
memerintahkanku
untuk
memberikan
padamu harga bagal yang telah dibelinya darimu. Inilah dia
dan
ambillah.
Sesungguhnya
ia
ingin
melepaskan
tangungannya dari uangmu ini. Lalu aku mengatakan, aku tidak
akan
menerimanya
kecuali
dengan
izin
sultan
yagnmengutusmu kepadanya. Akupun lalu pergi ke sultan dan memberitahukan kabar ini. Ia lalu berkata: apa yang terjadi padamu? Aku berkata, sesunggunya itu akan buruk padaku
bilaa
kumenerimanya
tanpa
kau
mengetahuinya.
Lalu diutuslah uang itu kepadaku. Pembawanya meminta maaf
atas
itulah
berkurangnya yang
bersyukurkepada
uang
tersebut
diberikannya Allah
atas
padanya selesainya
karena
hanya
dan
aku
semua
ini.
(Ta‟rif 380) Ibnu Khaldun pun menggambarkan akan apa yang menimpanya dari kehilangan barang-barangnya di perjalanan pulangnya ke Mesir dengan ungkapannya: Lalu aku pergi bersama dengan sahabat-sahabatku. Lalu kami
berpapasan
dengan
segerombolan
perompak
dan
mengambil semua yang kami miliki dan kami pun melarikan diri ke desa terdekat dengan keadaan telanjang. Lalu setelah
dua
tiga
hari
kemudian,
oleh
kepala
desa,
barulah sebagian pakaian kami diganti.. (ta‟rif 378) Ibnu
Khaldun
pun
menuliskan
surat
kepada
sultan
Maroko mengisahkan padanya tentang Timur lang dan sebagian sejaran bangsanya dan menutup surat itu dengan menggambarkan profil timur lang dengan ungkapannya:
Kekuasaan raja ini melebihi kekuasaan para raja dan fir‟aun lainnya. masyarakat mengenalnya karena ilmunya, sedang
lainnya
karena
ajaran
sesatnya,
karena
ia
mengutamakan ahli bait, dan lainnya mengenalnya karena kemampuannya
akan
sihir.
Namun
ini
semua
belumlah
cukup. Sesungguhnya ia sangat jerdik dan pandai, banyak mengamati dan memahami apa yang ia ketahui dan juga apa yang tidak ia ketahui. Ia berusia antara enam puluh dan tujuh puluh tahunan. Lutu kanannya rusak karena terkena panaha
dalam
suatu
peperangan
pada
masa
mudanya,
sebagaimana yang ia beritakan padaku hingga jalannya sangat lambat dan para ajudannya memegannya jika ia harus berjalan dalam jarak yan jauh (Ta‟rif 382-383) 6. Jabatannya sebagai hakim selama empat kali dalam lima tahun (803-808) Setelah ia kembali dari pertemuannya dengan timur lang di syam, ia kembali menyibukkan dirinya untuk mendapatkan kembali posisinya sebagai Hakim Maliki. Usahanya berhasil dan turunlah perintah sultan untuk menurunkan Aqfahsy, salah satu rival Ibnu Khaldun dari jabatannya dan kemudian Ibnu Khaldun menggantikan posisinya. Ibnu khaldun menggambarkan tentang
rivalnya
kecerdikan
dan
ini
dengan
pujiannya
kesederhanaannya
dan
pada juga
dirinya
akan
kelembutannya
dengan ungkapannya: ketika aku menetap di kediaman timur lang saat itu... tersebar kabar akan kehancuranku, hingga posisi hakimpun lalu diberikan kepada salah satu pemuka fiqh maliki, Jamaluddin Al aqfahsy hafalannya
dan
memenuhi
kebutuhan
(Ta‟rif
383)
juga
hal
yang sangat kuat dan banyak
sangat
lembut
dalam
memberikan
manusia
serta
wara‟
dalam
ini
menunjukkan
akan
dan
agamanya
keobjetivan
Ibnu
Khaldun
dengan
apa
yang
ditulisnya,
walaupun
itu
adalah
rivalnya. Ibnu Khaldun menduduki posisi ini selama satu tahun (dari akhir sya’ban 803 H) lalu kembali diberhentikan dari posisinya
untuk
ketiga
kalinya
pada
bulan
rajab
804
H;
posisinya lalu digantikan oleh Jamaluddin Al Basathy. Ibnu Khaldun menuduh Basathy akan apa yang telah menimpa pada dirinya sebagaimana usahanya dalam mendapatkan posisi ini, sebagaimana
yang
dituduhkan
Ibnu
ucapannya:
mereka
berusaha
keras
menempatkan dikenal
seorang
dengan
dari
nama
ahli
padanya
membujuk
fiqh
jamaluddin
memberikannya sebagian uang dan
Khilal
mazhab al
dengan
sultan
untuk
Maliki
Basathy
yang
dengan
juga akan memperjuangkan
kepentingannya di pengadilan. Semoga Allah menghukum mereka semua. Mereka lalu melepaskan jabatannya di akhir rajab 804 H (Ta‟rif 383) Pertarungan pun masih terjadi antara Ibnu Khaldun dan musuh-musuhnya di seputar jabatan hakim; dan jabatan ini seolah berputar-putar diantara
mereka, Ibnu Khaldun akan
memegang posisi tersebut apabila ia menang atas mereka dan juga sebaliknya,
hingga terjadi
penggantian hakim selama
delapan kai selama empat tahunpada masa ini, Ibnu Khaldun memegang posisi sebagai hakim tiga kali lainnya; pertama sejak awal dzulhijjah 804 hingga rabiul awwal 806 H, atau sekitar
satu
tahun
dua
bulan;
kedua;
sejak
sya’ban
807
hingga akhir dzulqa’dah pada tahun yang sama, atau hanya sekitar tiga bulan saja. Dan ketiga; sya’ban 808 hingga hingga wafatnya pada 26 ramadhan pada tahun yang sama (16 maret 1406 M) atau sekitar sebulan setengah. 7. pematangan materi akan karya-karyanya selama ia menetap di Mesir dan menghadiahkannya kepada sultan Barquq dan
juga sultan Abu Faris Abdul aziz, sultan Maroko bagian atas. Selama
Ibnu
Khaldun
tinggal
di
Mesir
selama
kurang
lebih empat belas tahun, ia banyak melakukan revisi ulang atas karya-karyanya dan juga Mukaddimahnya. Ia
menambahkan
beberapa
bagian
dalam
sejarahnya
pembahasan
dan
yang
ada
di
memperluasnya
Ibr
dengan
penelitian khususnya yang berkaitan dengan sejarah negaranegara Islam di Masyriq dan sejarah negara-negara terdahulu serta negara-negara nasrani dan juga negara asing yang lalu disambung
dengan
kejadian
yang
terjadi
di
Masyriq,
Andalusia, Maroko hingga akhir abad kedelapan hijriah atau beberapa
saat
sebelum
wafatnya.
Dalam
hal
ini,
ie
mengemukakan: lalu perjalanan ke Masyrik untuk mengungkap apa
yang
ada
disana
dan
mengamati
sejarahnya...
aku
tambahkan apa yang kurang dari kabar tentang raja-raja asing di
negeri
itu
dan
juga
negara
Turki
yang
dikuasainya
(Mukaddimah; Bayan 214) Ia lalu berkata: Aku telah menyelesaikan penulisan buku hingga kekuasaan Ibnu Yamlul, dimana pada saat itu aku sedang menetap di Tunis (ia mengisyaratkan dengan kembalinya sulatn Abu Abbas ke negaranya dan mengambil alih kekuasaan dari Ibnu Yamlul pada tahun 783 H disaat Ibnu Khaldun sedang menetap di Tunis sebelum kepergiannya ke Mesir. Lalu ku naiki
kapal
laut
pada
pertengahan
784
H
ke
negara
Masyriq... dan aku turun di skandariyah lalu di di Mesir (Kairo), hingga kabar tentang negara Maroko aku dapatkan dari para pengimpor (Ibr, Jilid 6 hal 396) Ia pun menambahkan beberapa bagian dan paragraf kedalam Mukaddimahnya
dan
mengedit
sebagian
pembahasan
yang
ada
didalamnya
dengan
editan
terbaru.
Dalam
hal
ini
ia
mengemukakan: aku telah menyelrsaikan juz ini (yaitu bagian yang kini lebih dikenal dengan nama Mukaddimah Ibnu Khaldun) dengan susunan materinya
dan penulisan sebelum diadakan
selama
lima
bulan
yang
pematangan
terakhirnya
pada
pertengahan 779 H, lalau aku matangkan materinya dan aku susun ulang isinya. (penutup Mukaddimah) Ia
pun
mematangkan
auto-biografinya
Ta‟rif
bi
Ibnu
Khaldun muallifu hadza kitab yang merupakan cakupan dari kitab
Ibr
.
ia
banyak
melakukan
didalamnya
perubahan-
perubahan serta perluasan materi yang ada serta penambahan pada fase akan sejarah riwayat hidupnya hingga akhir tahun 807 H atau beberapa bulan sebelum wafatnya. Halaman yang ada pun
bertambah
banyak
karena
banyak
revisi
yang
terjadi
dalamnya hingga akhirnya Ibnu Khaldun berpikir untuk merubah judulnya dan menamakannya: Ta‟rif bi Ibnu Khaldun mualliful kitab wa rihlatuhu gharban wa syarqan. Ia memberikan semua karyanya (Mukaadimah, sejarah dan auto
biografinya)
kepada
sultan
Dzohir
Barquq
dan
memanfaatkan kesempatan yang didapatkan seorang utusan
dari
sultan untuk pergi mengantarkan surat dan hadiah atas nama sultan Barquq kepada sultan Maroko bagian atas; ia pun turut menitipkan
kepadanya
tulisannya
untuk
diberikan
kepada
sultan abu Faris Abdul aziz bin abu Hasan, yangterjadi pada tahun 799 H. naskah asli terakhirnya ini kemudian lebih dikenal dengan nama Niskhoh farisiahi (yang dinisbatkan dari nama sultan Abu Faris). Di naskah inilah, ia banyak menukil baik secara langsung ataupun tidak langsung akan berbagai tingkatan negara di dunia arab dalam Mukaddimahnya. Setelah Faris,
Ibnu
ia
memberikan
Khaldun
pun
naskahnya
masih
kepada
beusaha
sulatan
melakukan
Abu
banyak
revisi, khususnya akan Mukaddimahnya. Ia banyak memasukkan
didalamnya perluasan materi,perubahan dan penambahan. Ia pun banyak
menambah
materi
Mukaddimah
yang
ada
di
tangannya
ataupun pada naskah-naskahnya yang lain. Sebagian naskah yang ditulisnya ini berada di perpustakaan Eropa dan juga perpustakaan Mesir; diantaranya ada yang dijaldikan landasan penerjemahan
yang
dilakukan
oleh
seorang
orientalis,
Cartmeir dalam cetakan perancisnya. 8. Rencana musuhnya dalam menyerangnya dan pendapat orangorang adil akan pemboikotan haknya Tampak bahwasannya Ibnu Khaldun –selama masa tinggalnya di Mesir-
banyak menghadapi serangan dari musuh-musuhnya
hingga ia pernah diminat –setelah pengunduran dirinya yang kedua kalinya- untuk berhadapan dengan banyak orang yang menuduhnya dan mencelelanya. Dalam hal ini, ibnu Hajar dan sakhawy
berkata:
mereka
memanggilnya
akan
banyak
permasalahan yang tidak bisa diselesaikannya -yang sebagian besar darinya adalah fiktif, dan ia pun banyak menerima celaan
karenanya.
Sedangkan
Ibnu
Qadhi
Syuhbah
dalam
sejarahnya menuliskan tentang peristiwa pada 803 sebagai berikut:
sebab
pengucilannya
adalah
karena
ia
terlalu
berlebih-lebihan dalam menghukum dan juga dengan proses yang sangat cepat. Ia pun dicela dan minta kepada perwakilan Ibnu Hajib
untuk
menemuinya
di
aklibisy
dan
menemuinya
dan
mengambarkan atasnya dan hal ini menimbulkan kemarahannya. Ibnu
Hajib
pun
lalu
melepaskan
sebagian
tahanan
Ibnu
Khaldun. Dari sini tampak akan kegilaan musuh dan juga rivalnya yang kesemuanya itu disebbkan oleh rasa iri dan dengkinya, dan cara yang mereka lontarkan membuat mereka tidak panytas untuk menyandang gelar ulama. Sebagian penulis mengungkapkan akan banyaknya tuduhan padanya; bahkan Ibnu Hajar Atsqalani,
seorang sejarawan besar menyebutkan dalam biografinya akan Ibnu
Khaldun
bahwasannya
ia
adalah
orang
yang
cepat
menghukumi seseorang dengan tanpa pertimbangan dan dengan metode yang belum pernah ada sebelumnya di Mesir. Karenanya, disaat ia memegang jabatannya sebagai hakim, banyak orang yang
mengingkarinya.
Dan
setiap
seorang
hakim
masuk
ke
ruangannya untuk menyalaminya, ia tidak memperdulikannya dan ia
menyesal
akan
orang
yang
telah
mencelanya.
Ia
pun
bersikap berani pada banyak orang dan juga saksi yang ada. Telah terjadi ntara dirinya dan juga Rakraaky persaingan dalam
mendapatkan
posisi
menghadiri
majlisnya.
mengatakan
akan
di
Tampak
satu
fatwa,
hati
sultan
bahwasannya padahal
Barquq. Ibnu
fatawa
Ia
Khaldun tersebut
dihasilkan oleh Rakraaky. Rakraaky pun meminta bantuan yang pernah
membacanya
fatwanya
tersebyt
dan
akhirnya
terungkaplahpenipuan ini. Ketika sultan mengetahuinya, ia mengucilkannya
dan
mengembalikan
posisinya
kepada
Ibnu
Khair. Hal ini terjadi pada bulan Jumadil awwal 787 H. Ibnu Khaldun pun bertekad dengan pakaian Marokonya dan menolak untuk berpakaian layaknya seorang hakim, yang kesemuanya ini karena kesenangannya dalam melanggar. Ia pun banyak berbuat baik
pada
Ibnu
Hajar
padahal
ia
adalah
rivalnya.
Ibnu
Khaldun banyak menukil di kitabnya Raf‟ul ashar „an qudhatul misr akan banyaknya tuduhan dan sebab yang ada dalam pikiran dan juga lisan para musuhnya. Ia menukil dari sebagian ulama Maroko, bahwasannya mereka ketika mendaoatkan posisinya di kehakiman, mereka terkejut dan menisbatkan orang-orang Mesir dengan kecetekan pengetahuannya hingga Ibnu Arafah berkata: kami
mempersiapkan
untuk
mendapatkan
posisi
hakim
yang
merupakan posisi tertinggi. Ketika ia menjabatnyasebgaian dari kami, ini ternyata bertentangan dengan apa yang ada. Dan
dinukil
dari
Badruddin
aini:
Sesunggunyaia
telah
di
tuduh
dengan
Basybisyi,
masalah-masalah bahwasannya
bersenang-senang
buruk
ia
dengan
Ia
pun
menukil
ditahun-tahun
kehidupan
laut
dari
terakhirnya dan
banyak
mendengarkan penyanyi serta berinteraksi dengan sesuatu yang baru.
Ia
seorang
menikah
sudara
dengan
laki-laki
seorang yang
wanita
paling
yang
mempunyai
durhaka.
Ia
banyak
berinteraksi dengan manusia, namun ia hanya bisa berbuat baik pada mereka disaat ia mengasingkan dirinya. . bila ia memegang tidak
kendali,
terlalu
terlihat.
suka
Ibnu
sesungguhnya
maka
banyak
pertentanga,
berinteraksi
Hajar
Lisanuddin
dan
mengatakan telah
karenanya
seyogyanya tentang
menjelaskan
ia
ia
tidak
Lisanuddin: tentang
Ibnu
Khaldun dalam sejarah Granadanya dan ia tidak sedikitpun mensifatinya dengan ilmu sedang Lisanuddin bin Khatib adalah oran yang paling suka menyebut Ibnu Khaldun sebagai ilmuwan yang cemerlang dan juga cerdik. Bisa jadi semua ini hanyala usaha para musuhnya dalam menjatuhkan reputasinya. Lisanuddin berkata dalam kitabnya Ihathah: sungguh
mulia kedudukannya dari orang-orang
yag
cemerlang karena ia jauh dari menunggu dan jugakemampuannya dalammemahami dan menalar; sebagaimana yang dikatakan oleh salah satu muridnya di Mesir, Maqrazy –seorang sejarawan: ...sesunggunya, ia banyak kemuliaannya dan posisinya yang tinggi
dan
sangat
dihormati,
yang
tidak
akan
mampu
menghilangkan musuh ataupun orang yang dengki atasnya dan ia pun tidak pernah kehilangan waktu melawan orang yang iri. Walaupun semuanya itu, namun itu tidak mengahalangi Ibnu Hajar untuk dapat berpartisipasi dalam pelajaran Ibnu Khaldun
dan
mengambil
manfaat
darinya,
sebagaimana
yang
dikatakannya: aku selalu berkumpul dengan Ibnu Khaldun dan mendengarkan mempelajari
banyak
manfaat
karyanya,
keilmuan
khususnya
yang
darinya
dan
berkaitan
juga dengan
sejarah.
Hal
inipun
tidak
menghalanginya
untuk
meminta
ijazah ilmiah kepada Ibnu Khaldun, yang umumnya dilakukan pada saat itu dan dikeluarkan oleh para ulama besar sebagai penghormatan atasnta. Sesungguhnya ibnu Khaldun berada di posisi yang kuat diantara para pemikir mesir lainnya, khususnya
ia dalah
pemimpin kelompok sejarawan TaqiyuddinAl Maqrizi. Maqrizy telah mempelajari banyak hal darinya dan ia pun kagun pada keluasan
ilmuanya
keoriginalam
dan
pendapat
muhadharahnya dan
teorinya.
yangmenarik Maqrizy
serta
mengatakan
tentang syeikhnya Ibnu Khaldun dengan penuh rasa hormay dan kemuliaan dan menambahkan gelarnya syeikh kami al a‟lam al allamah,
alustadz
kabarnya
,
baik
qadhi ketika
qudhot. ia
di
Ia Mesir
menuisknnya dalam bukunya Suluki
selalu ataupun
mengikuti Sya,
dan
dn menuliskan biografi
tentangnya dalam bukunya daurul uqud al faridah bi ishaabi wa i‟jab. Sejarawan lainnya adalah abu Mahasin bin Tugry bardy yang
menggaris
bawahi
pernyataan
penghormatannya
kepada
Ibnu
syeikhnya
Khaldun
dengan
Maqrizy
atas
menggambarkan
kemampuannnya di wilayah kehakiman, ia mengungkapkan:
hakim
langsung dengan kehormatannya yang penuh dan kemuliaannya yang makin bertambah dan kehidupannya yag disyukuri. Dan tampak pengaruh Ibnu Khaldun ini dibanyak buku para pembesar mesir kontemporer dengan menukil sebagain yang ada dalam Mukaddimah dan kitab sejarahnya; diantara mereka adalah Abu abbas Qalqasynidi, dengan karyanya Shubhul „asya; banyak
menukil
dari
karya
ensiklopedianya. 9. Rumah Ibnu Khaldun di Kairo.
Ibnu
Khaldun
di
dimana ia berbagai
Penggambaran dilandasi
atas
akan
nash
rumah
yag
Ibnu
dinukil
Khaldun
Ibnu
di
Hajar
Kairi,
dari
jamal
Basybisyi, dimana Jamal berkata : seungguhnya ia saat itu sedang berada dekat sekolah shalihiyah. Lalu ia melihat Ibnu Khaldun
sedang
pergi
menuju
arah
rumahnya
yang
ada
didepannya dari sini tampak bahwasannya rumah Ibnu Khaldun dekat
dengan
sekolaj
Shalihiyah
yang
terletak
di
daerah
Bayna Qasrain atau disalah satu daerah yang dekat dengannya; itu semua karena pusat jabatannya sebagai hakim dari para hakim adalah di sekolah ini dan tempat berkumpulnya para ahli
fiqh
keduanya,
Maliki Jamal
berada
disebelahnya.
mengisyaratkan
akan
Sedang
wilayah
nash
kehakimannya
setelah kepulangan Ibnu Khaldun dari Damaskus 783:
pada
pada tahun
ia sesungguhnya sudah senang dengan kehidupannya di
atas laut dari sini bisa dipahami sesungguhnyaia tinggal di satu
daerah
adalah
yang
daerah
berdekatan
Jazirah
dengan
raudhah
Nil,
yang
ataupun
di
bisa tepi
jadi yang
bersebrangan dengannya (Fisthath), karena disana masih ada daerah yang cukup tinggi yang dibangun dan menjadi rumah dengan lantai di pertengahan abad ke tujuh. Banyak para pembesar
yang
tinggal
fisthath
ini.
Namun
di
bisa
tepi
yang
diyakini,
bersebrangan sesungguhnya
dengan sekolah
qumhiyah dimana Ibnu Khaldun mengajar didalamnya terletak berdekatan dengan daerah ini. 10. Wafatnya Ibnu Khaldun dan membangkitkan kenangannya pada tanggal 26 Ramadhan 808 H (16 Maret 1406), Ibnu Khaldun
meninggal
dunia
secara
mendadak
dengan
usia
76
tahun. Demikianlah dengan
pudarnya
banyaknya
cahaya
aktivitas
kehidupan
dan
yang
kemuliaan
dipenuhi pengaruh,
pikirannya yang menarik dan juga penuh dengan penemuan.
Kenangan
terakhirnya,
sebagaimana
disebutkan
oleh
Sakhawy: ia dimakamkan di pekuburan para sufi kharija babu nasr Maqrazy pun berbicara tentang letak kuburan ini yang ada di antara golongan kuburan khusus bagi para pembesar dan pemimpin pada abad delapan hijriah yang berada di Khariju babu nasr yang berada dalam daerah Ridaniah (sekarang daerha itu bernama Abbasiyah). Pekuburan ini pun hanya dikhususkan bagi
para
sufi
saja;
sebagaimana
Ibnu
Khaldun
termasuk
anggota dewan Sufi, karenanya ia berhak atas tempat ini. Sampai saat inipun, penulis tidak mengetahui
secara
pasti akan letak kuburan tersebut; dan para ulama islam pun tidak
begitu
memperhatikan
akan
hal
ini-
sepanjang
yang
penulis ketahui- tidak dengan mencarinya ataupun menetapkan tempatnya.
Ini
merupakn
bukti
adalah
hal
yang
ketidak
sangat
pedulian
disayangkan atas
dan
sumbangsih
pemikirannya. ***** ketidak pedulian ini pun akhirnya agak tertutupi dengan didirikannya jinaiyyah soasial
Markaz
(pusat dan
qaumi
lil
melayanan
juga
buhuts
al
masyarakat
kriminalitas).
ijtimaiiyah dalam
Mereka
wal
penelitian
lalu
melakukan
aktivitas dan pameran ilmiah untuk memperingati Ibnu Khaldun dengan
mengundang
para
pembesar
yang
intens
dalam
mempelajari keilmuannya di sembilan negara; Jumhuriyyah Al Arabiyyah
Al
Muttahidah,
Tunis,
Jazair,
Irak,
Libanon,
Turki, Italia, perancis dan Jerman barat. Setiap undangan yang
hadir
penelitian telah
di
pameran
diminta yang
pernah
tetapkan
ini
untuk
adalah
menyerahkan
mereka
oleh wakil
lakukan
panitia
dan dengan
pemeran.
presiden
menyampaikan judul
Ketua
republik
yang
panitia
Mesir
yaitu
Sayyid
Husein
Syafii
dengan
waktu
pameran
selama
empat
hariyang dimulai sejak 2 Januari 1961 hingga 5 januari 1961. pada pameran itu banyak dibacakan penelitian para anggota dan dibahas secara umum. Dengan kesempatan ini, didirikan patung Ibnu Khaldun yang dibuat oleh abdul qadir Rizqdi lapangan di mana Markaz itu
berada
di
Madinah
Awqaf.
Untuk
lebih
mengekalkan
peringatan ini dan juga mengenang namanya, maka lapangan dimana patung Ibnu Khaldun didirikan disebut sebagai maidan Ibnu
Khaldun
(lapangan
Ibnu
Khaldun)
menggantikan
nama
lamanya maidan nabat (lapangan tumbuh-tumbuhan) Bab Kedua Buah Karya Kejeniusan
Ibnu
Khaldun
Ibnu Khaldun
tampak
di
berbagai
bidang
ilmu,
hingga ia disebut sebagai pelopor akan banyak ilmu baru. Diantaranya: 1. Ia adalah pelopor pertama ilmu sosial 2. Ia adalah pakar dan pembaharu ilmu sejarah 3. Ia adalah pakar dan pembaharu dalam seni autobiografi atau penulisan seorang penulis akan riwayat hidupnya sendiri 4. Ia adalah pakar dan pembaharu dalam pengungkapan katakata dalam penulisan bahasa arab 5. Ia
adalah
pengajaran
pakar dan
dan
pembaharu
pendidikan
juga
dalam ilmu
penelitian psikologi
pendidikan dan pengajaran. 6. Ia
adalah
pakar
dalam
ilmu
hadits
(
kitab
mustholah hadits dan rijalul hadits) 7. Ia adalah pakar dalam ilmu Fiqih mazhab Maliki
hadits,
8. Ia tidak meninggalkan sedikitpun ilmu pengetahuan dari jangkauannya Untuk
pembahasan
pada
nomor
pertama,
penulis
telah
membaginya atas dua pembahasan; sedang ketujuh lainnya akan dibahas satu persatu secara mendetail. Bagian Pertama Ibnu Khaldun Bapak Ilmu Sosial Mukaddimah mencetak satu ilmu baru yaitu Ilmu sosial 1. Pengantar dalam cakupan
Mukaddimahnya Ibnu Khaldun
Mukkadimah Ibnu Khaldun kini berdiri sendiri dari tujuh jilid lainnya yang ditulisnya dengan judul Kitabul Ibr, wa diwanul mubtada wa khabar fi
ayyamil arab wal „ajm wal
barbar wa man „asharahum min zawi sulthan al akbar‟ (sesuai dengan terbitan Bulak tahun 1868 M). Pada jilid ini, ia mencakup hal-hal sebagai berikut: Pertama; tujuan
kitab ataupun
pengantar awalnya. Ia
mencakup sekitar tujuh halaman.55 Setelah
ungkapan syukur
kepada Allah dan juga shalawat kepada Rasulullah Saw, Ibnu Khaldun sebelumnya
memaparkan dengan
penelitian-penelitian
menyebutkan
kelompok
mereka
sejarawan dan
juga
kekurangan-kekurangan yang ada dalam penelitian tersebut. Lalu ia pun memberikan beberapa sebab penulisan buku yang ia beri judul Kitabul Ibr dengan menjelaskan metode dan bagianbagiannya. Lalu ia tutup pengantar tersebut dengan Al Ihda (persembahan
penulisannya)
yang
mu’minin Abu Faris Abdul Aziz 55
ditujukan
kepada
Amirul
bin abu Hasan Al Maryani
Namun apabila ditambah dengan ta‟liqat (komentar) seperti yang ada dalam terbitan Lajnah Bayan El Araby, maka ia meluas menjadi 12 halaman (207-218)
(Sultan di Maroko bagian atas tahun 796 – 799 H) Tulisan tersebut dicetak di Mesir dan dikirimkan langsung kepada Sultan Abu Faris Abdul Aziz bin Abu Hasan sekitar tahun 799. sedangkan tulisan pertamanya, ia telah persembahkan kepada Sultan Abu Abbas Ahmad bin Abu Abdullah Al Hafsym Sultan Tunis terdahulu pada tahun 783 H. Kedua; Pengantar semua
aliran
yang
dalam keutamaan sejarah dan tahkik
ada
dan
meralat
semua
kesalahan
dan
kekurangan yang ditunjukkan para sejarawan dan menunjukkan sebab dan bukti-buktinya. Bahasan ini memakan tempat sekitar 30 halaman. Dilihat dari judulnya, telah jelas akan cakupan yang ada didalamnya.56 Ketiga; kitab pertama57 yang membahas tentang keadaan dan arsitektur bangunan pada awal kehidupan hingga saat ini, persaingan hidup, mata pencaharian, hasil karya manusia, ilmu
dan
banyak
penyebabnya. 58
halaman. nama
lainnya
Bahasan
ini
yang
disertai
alasan
dan
memakan
tempat
sekitar
650
Ini adalah pembahasan utama yang lalu diberi
tersendiri
yaitu
‘Mukaddimah
Ibnu
Khaldun’.
yang
mencakup hal-hal sebagai berikut: 1. kata
pengantar
dibahas
sebanyak
tentang
tujuh
sejarah
dan
halaman59.
Didalamnya
perkembangannya
serta
banyaknya kesalahan dalam periwayatan suatu peristiwa dan 56
penyebab
dilakukannya
penulisan
buku
ini
dari
Namun apabila ditambah dengan ta‟liqat (komentar) seperti yang ada dalam terbitan Lajnah Bayan El Araby, maka ia meluas menjadi 42 halaman (219-260) 57 yang dimaksud kitab pertama disini adalah kitab pertama bila dilihat dari keseluruhan kitab ‘Ibr’ yang mencakup kedua kitab lainya, sebagaimana akan dijelaskan kemudian 58 Namun apabila ditambah dengan ta‟liqat (komentar) seperti yang ada dalam terbitan Lajnah Bayan El Araby, maka ia meluas menjadi 1200 halaman (halaman 261 di Jilid pertama hingga akhir jilid ke empat ) 59 Namun apabila ditambah dengan ta‟liqat (komentar) seperti yang ada dalam terbitan Lajnah Bayan El Araby, maka ia meluas menjadi 11 halaman (261-271)
penulisnya. Disinipun dijelaskan ringkasan akan enam pembahasan utama yang mencakup dalam buku ini dan judul dari setiap pembahasannya. 2. enam penelitian utama (yang disebut juga enam bab)60, yang mempelajari akan fenomena sosial kemasyarakatan, yaitu: -
Bab pertama:
Peradaban manusia secara global. Hal
ini mencakup enam pengantar. Pengantar pertama yang menjelaskan bahwasannya manusia sangat butuh untuk bersosialisasi
dengan
sesamanya.
Pengantar
kedua
sampai kelima adalah penelitian dan pembahasan akan letak
geografis
dan
pengaruh
lingkungan
geografis
yang mengakibatkan adanya perbedaan warna akan kulit manusia dan juga perbedaan prilaku serta cara hidup. Sedang pengantar kelima membahas akan wahyu, ru’ya dan golongan baik
dengan
manusia yang mengetahui masalah gaib, fitrah
ataupun
latihan-latihan,
juga
tentang hakikat kenabian, ru’ya, ramalan dan juga paranormal. Bahasan ini memakan tempat sebanyak 90 halaman
(Namun
apabila
ditambah
dengan
ta‟liqat
(komentar) seperti yang ada dalam terbitan Lajnah Bayan El Araby, maka ia meluas menjadi 120 halaman) -
Bab kedua: Peradaban nomaden serta umat dan kabilah primitif. Bahasan ini mencakup dua puluh sembilan pembahasan
sun
jjudul.
Sepuluh
pembahasan
pertama
dalam bab ini dibahas akan bangsa-bangsa nomaden dan perkembangannnya dasar-dasar
serta
kehidupan
sosialnya
serta
dan pijakannya dalam menuju kehidupan
modern. Sedang
sembilan belas pembahasan lainnya
menerangkan akan kelompok-kelompok yang berpengaruh 60
Ibnu Khaldun menyebubnya fasl (bagian), sedang penulis menyebutnya bab hingga tidak bercampur aduk dengan bagian cabangnya.
pada
pembentukan
bangsa
nomaden
Pembahasan
bab
hukum
dan
tersebut kedua
ini
politik
serta
pada
bangsa
memakan
bangsalainnya.
tempat
sebanyak
empat puluh halaman (Namun apabila ditambah dengan ta‟liqat (komentar) seperti yang ada dalam terbitan Lajnah Bayan El Araby, maka ia meluas menjadi 54 halaman) -
Bab ketiga: Negara secara umumnya serta kerajaan, penguasaan empat
serta
puluh
tiga
susunannya.
Bahasan
pembahasan
ini
sebagaimana
mencakup yang
ada
dalam terbitan Lajnah bayan61. Semuanya bahasan ini menjelaskan perkara
tentang
politik.
Peraturan
Pembahasan
Undang-undang
pada
bab
ini
dan
memakan
tempat sebanyak 200 halaman (Namun apabila ditambah dengan ta‟liqat (komentar) seperti yang ada dalam terbitan
Lajnah
Bayan
El
Araby,
maka
kota
dan
ia
meluas
menjadi 320 halaman) -
Bab
keempat:
Negara,
peradabannya.bahasan pembahasan
yang
ini
mencakup
menjelaskan
dua
akan
berbagai puluh muncul
dua dan
berkembangnya kota dan rakyat yang ada didalamnya serta
keunikan
dari
peradaban,
yang
ada
sosial
diberbagai
seginya,
kemasyarakatannya,
baik
ekonomi
ataupun bahasanya. Pembahasan memakan tempat sekitar empat puluh halaman (Namun apabila ditambah dengan ta‟liqat (komentar) seperti yang ada dalam terbitan Lajnah Bayan El Araby, maka ia meluas menjadi 63 halaman)
61
Terbitan baru yang ada, bertambah halaman dari terbitan yang sudah menyebar sebelumnya, dengan tambahan satu pembahasan lain sekitar empat halaman. Ini dapat dilihat dalam beberapa copy yang telah tercetak dalam kitab Mukaddimah
Bab
-
kelima:
Kehidupan
dan
mata
pencaharian
serta
berbagai karya dan keadaan yang ada. Bahasan ini mencakup 61 pembahasan sebagaimana yang ada dalam terbitan Lajnah Bayan62. Bab ini banyak menjelaskan akan banyak cabang ilmu pengetahuan, seni, sastra, peraturan
penddikan
sebagainya.
dan
Pembahasan
pengajaran.....
memakan
tempat
dan
lain
sekitar
250
(Namun apabila ditambah dengan ta‟liqat (komentar) seperti
yang
ada
dalam
terbitan
Lajnah
Bayan
El
Araby, maka ia meluas menjadi 500 halaman) 2.
Fenomena
Sosial
yang
ada
dalam
tema
Mukaddimah
Ibnu
Khaldun Dalam buku Mukaddimahnya, tampaknya Ibnu Khaldun banyak
memberikan
kontribusinya
dalam
fenomena-fenomena
sosial (phénomènes sociaux) yang disebutnya peristiwa yang terjada
dalam
peradaban
manusia
atau
keadaan
sosial
kemasyarakatan. Dalam memberikan
pembahasannya definisi
tersebut,
tertentu
akan
Ibnu
Khaldun
tidak
fenomena-fenomena
ini
ataupun menerangkan akan kriteria yang dapat membedakannya dengan yang lainnya yang umunya dijelaskan panjang lebar oleh
para
bukunya
pakar
‘la
ilmu
méthode
sosiologi
seperti
sociologique‟;
Ibnu
Dwrkheim
dalam
Khaldun
hanya
memberikan beberapa contoh, sebagaimana yang ia ungkapkan sebagai berikut: ‘telah menjadi sunnah sejarah adalah adanya kabar
yang
datang
dari
masyarakat
untuk
membentuk
satu
peradaban, dimana dalam peradaban itu sendiri mencakup hidup liar, keterputus asaan, fanatisme, penguasaan atas golongan 62
Terbitan baru yang ada, bertambah halaman dari terbitan yang sudah menyebar sebelumnya, dengan tambahan sepuluh pembahasan lain. Ini dapat dilihat dalam beberapa copy yang telah tercetak dalam kitab Mukaddimah
lainnya
dan
urutan-urutab
juga
kemunculan
kejadiannya.
para
Juga
raja
dan
banyak
negara
diterangkan
serta akan
usaha manusia dalam pekerjaan dan mata pencaharian mereka diberbagai bidang, baik itu nafkah, keilmuan, buah tangan atapun semua kejadian yang membentuk peradaban itu sendiri pada
umunya...(
Mukaddimah:
Bayan
261).
Iapun
kembali
menambahkan: sedang kami akan banyak menjelaskan dalam buku ini akan apa yang telah diusahan manusia dalam kehidupan bermasyarakatnya hingga membentuk satu peradaban, dilihat dari
kemunculan
berkembangnya
kerajaan,
ilmu
adanya
pengetahuan
mata
pencahariab,
serta
industrinya.
(Mukaddimah: Buan, 270) Definisi Fenomena sosial pada umumnya adalah ungkapan atas adanya aturan-aturan dan tujuan umum yang diambil satu golongan
masyarakat
tertentu
untukmengatur
kehidupan
bermasyarakat yang ada pada mereka dan merekatkan hubungan yang mengikat mereka satu sama lain, baik antara individu masyarakat tersebut atapun dengan yang lainnya. Fenomena
ini
dapat
dibagi
menjadi
beberapa
bagin
dilihat dari berbagai jenisnya. Bila dilihat dari tugasnya atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai dari semua aturan yang dibuat untuknya, maka kita pun masih dapat membaginya lagi dalam berbagai bagian: Diantaranya adalah peraturan rumah tangga yang berhubungan erat dengan perkara keluarga dan rekatnya hubungan yang mengikat individu satu dengan lainnya dari anggota keluarga itu sendiri ataupun dengan lainnya dengan menetapkan hak dan kewajiban yang ada pada mereka; seperti undang-undang pernikahan, perceraian, kekerabatan. Hak waris... dan banyak lainnya. Lalu ada pula undang-undang politik yang berhubungan dengan perkara hukum dalam suatu negara
dan
pemilihan
pemimpin
yang
ada
didalamnya,
menetapkan kriteria setiap pemimpin yang akan dipilih, hak
dan kewajiban serta berbagai hubungannya dengan kekuasaan, baik hubungan dengan rakyat ataupun yang berkaitan dengan negara lainnya... dan lainnya. Selain itu pula, terdapat undang-undang
yang
menyangkut
perekonomian
negara
yang
mengarah kepada masalah kekayaan yang ada dalam masyarakat dengan
menetapkan
cara
mendapatkannya
dan
distribusinya
serta kepemilikannya serta semua yang berhubungan dengan hal tersebut. mengurusi
Lalu
terdapat
perkara
juga
tanggung
peraturan jawab,
kehakiman
ganjaran,
yang proses
pengadilan ataupun semua yang berhubungan dengan masalah keadilan. Lalu terdapat pula peraturan moral kemasyarakatan yang membedakan antara yang baik dengan yang buruk, yang terpuji
atau
yang
tercela
serta
segala
kewajiban
untuk
selalu bersikap dan berpikir baik hingga kedua ini mampu menjadi dasar kehidupan masyarakat. Terdapat pula peraturan beragama yang mengurusi masalah akidah yang memahami alam yang
suci
atau
pun
hal-hal
mistis
dan
semua
hal
yang
berhubungan dengan masalah keagamaan yang dianut oleh banyak masyarkat, baik dari kaidah dasar ataupunbentuk pengajaran dan
penyebarannya.
bahasa
yang
Didapati
berhubungan
pula
perundang-undangan
dengan
cara
komunikasi
akan dan
memunculkan adanya sikap saling pengertian dalam individu masyarakat dengan menukil pemikiran yang ada pada mereka juga dan juga menampung semua
ide-ide
satu pemikiran tertentu. Lalu ada pula
yang menghasilkan perundang-undangan
yang mengatur masalah pendidikan yang berhubungan dengan cara
yang
ditempuh
masyarakat
dalam
mencetak
generasi
selanjutnya serta dalam usahanya dalam menyambut masa yang akan
datang.
mengatur
Lalu
masalah
didapati estetika
pula
perundang-undangan
(keindahan)
kehidupan masyarakat dalam masalah keindahan halnya
yang
yang
mengatur
seni seperti
puisi, syair, musik, lagu, fotografi dan semua yang
berhubungan dengan hal ini. Dan pula ada perundang-undangan yang mengatur akan pembangunan kemasyarakatan atau undangundang
kelompok,
dimana
sekolah
Durkheim
menyebutnya
La
morphologie Sociale, yang mengatur masalah himpunan individu yang berkembang menjadi satu kelompok tertentu atau mengatur masalah kelompok itu sendiri., sebagaimana halnya masalah kaidah dasar yang ada pada kepadatan dan kosongnya penduduk dilihat dari luasnya daerah, dan juga kaidah dasar akan adanya undang-undang yang mengantur migrasi penduduk dari kota ke desa atau pun sebaliknya; juga dari satu negara ke negara lainnya. golongan
migrasi adalah
individu
yang
berhubungan dengan adanya
membentuk
akan
satu
kelompok
tertentu, lalu keadaan pun berubah dengan adanya migrasi ini. Selain itu hal ini pun menyangkut perundang-undangan yang harus dipatuhi masyarakat dalam hal membangun suatu daerah
tempat
berkumpulnya
individu
masyarakat
seperti
halnya desa, kota, tempat tinggal penduduk, jalan penghubung yang harus di design
bentuk dan rupanya sesuai dengan medan
yang harus dilaluinya seperti halnya gunung, laut, sungai dan semua hal yang berhubungan dengan perkara ini. Namun
apabila
dilihat
dari
fenomena
sosial
yang
berhubungan dengan pemikiran dan tugas yang dilaksanakan, maka kita dapat membaginya hanya kepada dua bagian. Pertama adalah
yang
mewakili
pemikiran yang
akan
kaidah
dasar
yang
muncul atau undang-undang dan
membimbing rambu-rambu
yang harus dipenuhi dan dipatuhi setiap anggota masyarakat dalam
menelurkan
pemikirannya,
baik
yang
bersifat
umum
ataupun pribadi, sebagaimana adanya rambu-rambu moral yang harus dimiliki setiap anggota masyarakat
sebagaimana ia
meyakini bahwasannya jujur adalah perbuatan baik dan bohong adalah perbuatan buruk. Sedang bagian lainnya adalah yang mewakili akan kaidah dasar yang mengarahkan segala tindak
tanduk
individu;
seperti
halnya
adanya
rambu-rambu
yang
harus dipenuhi dalam melakukan segala hal. Dengan misal, apabila
ia
melakukan
menginginkan akad
dengannya
dengan
dengan
suatu
pernikahan,
pihak
lainnya
memenuhi
segala
maka
yang
ia
harus
akan
hidup
persyaratan
yang
ditetapkan. Apabila dilihat dari ketetapan dan perkembangan, maka kita dapat membaginya atas dua bagian pula. Pertama adalah yang mewakili akan undang-undang dan peraturan yang tetap dan kokoh, yang lalu menjadi bagian dari hukum yang ada di masyarakat; seperti halnya undang-undang keluarga,
politik,
kehakiman, agama dan juga etika yang ada dalam lingkungan masyarakat. Sedang bagian lainnya mewakili atas pemikiranpemikiran namun
ia
yang berkembang namun belum menjadi acuan tetap; masih
dalam
satu
proses
untuk
itu.
Semua
ini
disebabkan karena fenomena sosial kemasyarakatan sifatnya berkembang dan berubah. Ia berbeda satu samalain sebagaimana berbedanya satu kebutuhan
masyarakat dengan lainnya dan
berbedanya
hidup satu dengan lainnya; sebagaimana berbedanya
masyarakat yang satu bila dilihat dari zaman yang berbeda. Perkembangan-perkembangan
ini
pemikiran-pemikiran
mengarah
yang
akan
muncul
setelah
padanya,
lalu
adanya
ia
akan
berusaha untuk merubah aturan lama dengan memasukkan unsurunsur baru
di dalamnya atau dengan mengubah haluan dan
tujuannya. Pemikiran-pemikiran ini sudah tentu bersebrangan dengan aturan lama hingga akhirnya bisa dilihat yang lebih mendominasi diantara keduanya dan lalu ditetapkan menjadi acuan yang kokoh. Pemikiran pun pada dasarnya akan mengalami banyak fase sebelum ia akhirnya diakui keberadaannya atau bisa dijadikan satu acuan untuk menjadi satu fenomena sosial kemasyarakatan. Selama pemikiran itu masih bisa muncul dalam masyarakat dan
diinginkan keberadaannya dan di
gambarkan
tujuanya, maka ia akan mampu menjadi acuan hidup yang tetap dan mengubah acuan sebelumnya. Kita
pun
masih
dapat
melihat
fenomena
sosial
kemasyaratan ini dari berbagai segi lainnya dan membaginya atas
beberapa
bagian
lainya.
Namun
bagian
yang
telah
disebutkan di atas adalah bagian-bagian pentung yang penulis rasa cukup mewakili bagian-bagian lainnya. ***** Demikianlah. Tampak dari apa yang ditulis Ibnu Khaldun dalam
Mukaddimahnya, bahwa ia meiliki banyak ide-ide yang
jelas dan luas akan fenomena-fenomena sosial kemasyarakatan yang
meliputi
semua
jenis
fenomena
sebagaimana
telah
dijelaskan sebelumnya. Ia tidak meninggalkan sedikitpun dari bagian-bagian yang ada; ia telah mempelajari semuanya. Pada bab pertama dan keempat dari kitab Mukaddimahnya, jelas digambarkan fenomena-fenomena yang berkaitan dengan cara berkumpulnya individu-individu yang akhirnya membentuk suatu
kelompok
masyarakat.
Jelas
digambarkan
pada
bab
pertama akan pengaruh letak geografis akan fenomena sosial yang terjadi. Bangsa inilah yang disebut oleh Durkheim ‘La morphologie
sociale‟
atau
ilmu
pembentukan
suatu
masyarakat. Setiap murid yang belajar pada Durkheim mengira bahwa ialah orang pertama yang mempelajarinya dan juga orang pertama yang mempelopori akan ilmu kemasyaratan dan juga mempelajarinya secara mendalam. Tidak ada seorang pun yang mengira bahwa ada seseorang yang telah mendahuluinya dalam mempelajari ilmu tersebut beberapa abad sebelumnya. Ialah Ibnu
Khaldun,
yang
telah
menjelaskan
masalah
ini
secara
gamblang dalam dua bab yang ada dalam kitab mukaddimahnya.
Ibnu
Khaldun
pertamanya dari
menjelaskan
akan
sepuluh
pembahasan
Bab keduanya akan fenomena-fenomena yang
berkaitan tentang masa lalu, kini dan yang akan datang dan asal usul akan pembentukan masyarakat madani (perkotaan) Sedang pada sembilan belas pembahasan lainnya pada bab yang sama dan demikian pula disemua pembahasan pada bab ketiga, ia banyak menjelaskan tentang undang-undang hukum dan politik. Ia
menggambarkan
dalam
tujuh
pembahasan
pada
bab
ketiga63 dan enam pembahasan lainnya pada bab empat64 dan semua
pembahasan
pada
bab
kelima
tentang
fenomena
perekonomian. Sedang pada bab keenam, ia menggambarkan akan fenomena pendidikan metode
dan
ilmu
pengetahuan,
pengajarannya.
masalahini,
banyak
Ditengah
didapati
tingkatannya
dan
pembahasannya
fenomena-fenomena
juga akan
lainnya
seperta fenomena keadilan, moral, kesenian, agama dan juga bahasa. 63
65
pembahasan ini pun terkait dengan perkara perundang-undangan hukum dan politik. Dua unsur penting pada bab ini adalah adanya pembahasan jibayah dan juga penyebab kematiannya serta akan volumenya yang meningkat. Juga adanya pembahasan akan perang yang dilakukan oleh Mukawwis terhadap Negara-negara terakhir yang muncul hal 155. dan pembahasan akan jual beli yang dilakukan seorang pemimpin berbahaya bagi rakyatnya. Juga pembahasan bahwa kekayaan seorang pemimpin dan sampingan yang didapatkannya didapatkan di tengah waktu kepemimpinannya. Juga pembahasan bahwa berkurangnya pemberian dari seorang raja berdampak akan berkurangnya jibayah. Juga pembahasan bahwa kedzoliman membolehkan adanya perusakan suatu bangunan dan pembahasan akan hancurnya bangunan adalah akhir dari suatu pemerintahan. 64 Yaitu pembahasan-pembahasan yang mengandung dua unsur; pembahasan akan kelebihan suatu daerah dan suatu kota dilihat dari moral yangbaik dari penduduknya dan penghasilan yang dihasilkan oleh pasarnya. Juga pembahasan akan harga-harga yang ada di suatu daerah, pembahasan akan perbedaan keadaan suatu daerah dilihat dari moral akhlak dan juga kefakirannya, pembahasan akan hak pembangunan suatu bangunan dan juga hilangnya hak tersebut, pembahasan akan kebutuhan para investor akan tempat tinggal dan perlindungan dari penduduk yang ada juga pembahasan akan kekhususan sebagian daerah dilihat dari industrinya. 65 Ia pun banyak menjelaskan akan fenomena beragama dan semua yang berkaitan dengannya seperti pembahasan akan wahyu, ru’ya, tingakatan
***** Dalam menjelaskan semua pembahasan ini, Ibnu Khaldun sangat memperhatikan dan juga membahas akan banyak kelompok dalam dua halnya; yaitu kestabilan dan juga perkembangannya secara
bersamaan.
Juga
membahas
akan
pemikiran-pemikiran
yang muncul dan pengaruhnya dalam perubahan yang terjadi dan juga adanya komunikasi dan kesepahaman antara
masyarakat
akan undang-undang yang berhubungan pekerjaan dan juga moral masyarakat. 3.Tujuan Mukaddimah Ibnu Khaldun: Menyingkap adanya undangundang
yang
berpengaruh
atas
fenomena
sosial
kemasyarakatan yang terjadi Dibalik pembahasan Ibnu Khaldun akan banyak fenomena sosial
kemasyarakatan,
tampak
berusaha menyingkap akan Qanun
bahwasannya
Ibnu
Khaldun
undang-undang setempat yang
mempengaruhi terjadinya fenomena tersebut. Ia pun membahas undang-undang
ini,
dimulai
dari
kemunculannya
hingga
perkembangannya diberbagai waktu dan keadaan. Kalimat Qanun dalam definisi ilmiahnya adalah adanya keterkaitan akan
sebab dan penyebabnya, suatu
mukaddimah
(permulaan) dengan hasil akhirnya atau dengan bahasa lainnya yaitu: Sesuatu yang hasil yang timbul atas suatu sebab yang khusus yang menyertainya hingga hasil yang timbul tersebut merupakan diungkapkan
hasil
dari
Montesquieu:
penyebabnya. les
lois
Sebagaimana sont
les
yang
rapports
nécessaires que résulten de la nature des choses (suatu hal orang-orang yang mengetahui masalah ghaib, hakikat kenabian dan banyak lainnya. Ia pun banyak menjelaskan akan fenomena bahasa pada pembahasan kedua dan kedua puluh pada bab keempat dimana ia banyak menjelaskan akan banyak bahasa masyarakat perkotaan.
yang mengisyaratkan akan adanya keterkaitan yang terjadi dan merupakan hasil dari adanya suatu penyebab yang dilakukan. Sedang para pakar biologi dan matematika menjelaskannya bahwasannya ia merupakan kaidah dasar yang menjelaskan akan hubungan seba-akibat diantara dua hal atau lebih maka itulah yang
disebut
qanun
atau
hukum;
sebagaimana
adanya
hukum
gravitasi, hukum Archimedes, hukum Bowl dalam hal biologi, hukum-hukum leuntungan yang mencapai dua pertiganya dan juga hukum perkalian dalam hitungan matematika. ***** Demikianlah. Dapat dilihat bahwasannya manusia sejak zaman
terdahulu
telah
mengamati
akan
tunduknya
bintang-
bintang dan planet dalam perputarannya dan tunduk terhadap peraturan yang tetap. Semua ini hanya dapat disadari apabila ia akan terus mengamatinya hari demi hari dan meneliti lebih dalam akan prilaku dan peraturan yang ada. Pengamatan inilah yang
akhirnya
menjadi
landasan
dan
pondasi
dasar
akan
munculnya suatu ilmu pengetahuan yang semuanya itu diawali dengan pengamatan bintang, bulan dan segala benda yang ada dilangit yang kemudian dikenal dengan nama ilmu astronomi. Dengan
berkembangnya
pemikiran
manusia,
mereka
pun
akhirnya meyakini akan adanya ketertundukan fenomena undangundang yang
mulai sedikit demi sedikit
stabil hingga
meliputi semua aspek dan kisi-kisi kehidupan. Para peneliti itu
pun
lambat
laun
mulai
membuat
dan
mengenal
ilmu
biologi, kimia, geografi, Fisiologi dan banyak ilmu lainnya yang semuanya bermula dari fenomena alami yang ada dalam kehidupan
keseharain.
ilmu-ilmu
tersebut
Semua
terus
perkembangan
diamati
dengan hukum yang menaunginya.
yang
ada
perkembanannya
dalam sesuai
Sebelumnya,
manusia
telah
mengetahui
adanya
hukum
hitung, berat dan ukuran dimana semua hal tersebut dapat dilihat bila ditimbang dan diukur ataupun
dihitung, lalu
dari sini, muncullah ilmu-ilmu matematika seperti ilmu ukur, aljabar, geometri dan lainnya Tak
berselang
lama,
para
pemikir
pun
mulai
melihat
adanya suatu peraturan yang terpancar dalam sisi kejiwaan individu
mansuia
seperti
halnya
bagaimana
ia
menghafal,
mengkhayal, membutuhkan suatu arti, bertelepati, merasakan, menghukumi,
menjelaskan,
optimis,
rasa
kasih
sayang,
keinginan dan banyak lainnya. dari sini kemudian timbul ilmu yang dikenal dengan ilmu psikologi. Tidak
ada seorang pun yangmengamati fenomena
sosial
kemasyarakatan untuk pertama kalinya, kecuali yangdipelopori oleh Ibnu Khaldun yang menerangkan akan rentetan peristiwa yang terjadi dan ketertundukannya atas peraturan yang ada dan stabil sebagaimana yang adalam dalam peraturan dan hukum yang
ada
dalam
demikian,
bisa
ilmu
biologi
dilihat,
mengkonsentrasikan
ataupun
belum
masalah
ini
ada
matematika. seorang
sebelumnya
Dengan
pun
yang
kecuali
Ibnu
Khaldun. 4. Penelitian akan masalah sosial kemasyarakatan sebelum Ibnu Khaldun dan perbedaan yang mencolok antaranya dengan penelitian Khaldun
yang
yang
tergambar
kemudian
dalam
buku
memunculkan
satu
Mukaddimah ilmu
Ibnu
baru
yag
dikenal dengan ilmu sosial. Penelitian sebelum Ibnu
yang
dilakukan
para
pemikir
dan
pakar
Khaldun akan fenomena sosial kemasyarakatan
menempuh jalan yang berbeda dari jalan yang dilalui oleh para pakar ilmu biologi dan matematika dalam mendalami ilmu mereka. Mereka memberikan dan mengarahkan satu solusi atas
suatu permasalahan dan tidak terikat
untuk tunduk kepada
hukum sebab-akibat, serta tidak terlalu dipentingkan untuk mengungkap latar belakang yang ada padanya ataupun pengaruh yang merefleksikan adanya fenomena tersebut. Cara
yang
mereka
tempuh
untuk
mempelajari
fenomena
sosial tersebut dapat dibagi menjadi tiga jalan: Pertama
adalah
dengan
melihat
sejarah
murni
yang
melatar belakangi satu individu atau kelompok akan fenomena yang
terjadi
dengan
munculnya, tanpa
menjelaskan
definisi
dan
permulaan
adanya usaha untuk menyimpulkan sesuatu
apapun dari penggambaran ini semua yang berkaitan dengan semua fenomena dan hukum sebab-akibatnya. Jalan ini telah ditempuh
banyak
sejarawan
sebelum
Ibnu
Khaldun.
Disaat
mereka mencoba memberikan solusi atas permasalahan sejarah secara umum, mereka menemui banyak kesulitan dan ketimpangan dalam
berbagai
dengan
hal
kisi-kisinya;
lainnya,
begitupun
seperti
dalam
kaitannya
perundang-undangan
politik,
kehakiman, ekonomi, keluarga, pendidikan, bahasa dan semua fenomena sosial yang mereka banyak gambarkan kesemuanya itu disaat mereka mempelajari sejarah suatu bangsa, merekapun menemui kesulitan yang sama.
Diantara mereka pun ada yang
mempelajari sejarah fenomena sosial masyarakat yang terjadi secara
independen
dengan
tidak
mengaitkannya
dengan
permasalahan lainnya. mereka mengkhususkan topik-topik yang mereka akan pelajari. Apakah hanya fenomena politiknya saja, atau
keadilan
yang
ada
dalam
negara
tersebut,
ekonomi,
pendidikan atau pun hanya masalah keagamaannya saja. Mereka mengerucutkan
permasalahan
dan
pembahasan
dengan
menggambarkan definisi dan sejarahnya secara keseluruhan. Inilah yang dilakukan oleh Ibnu Hazm yang tergambar dalam bukunya
yang
membahas
akan
masalah
keberagamaan
dan
keyakinan suatu masyarakat; juga yang dilakukan para pakar
fiqh dalam mempelajari syariat yang ada, dan juga dilakukan oleh para peneliti dalam mengkaji sejarah pembentukan hukum ataupun sejarah hukum itu sendiri.. dan banyak lainnya. Jalan
kedua
permulaan
adalah
sejarah
melalui
itu
jalan
sendiri
yang
mencakup
dimulai semua
dari aspek
didalamnya baik dari berbagai fenomena sosial kemasyarakatan yang ada, baik dilihat dari keyakinan yang dianut, urf (adat kebiasaan)
nya
dengan
menyebutkan
semua
kebaikan
dan
keinginan yang ingin dicapai masyarakat tersebut dan muncul dalam diri mereka dan kekuatan dalam pencapaiannya, juga peringatan bagi siapapun dari mereka yang melewai batasan yang
telah
ditetapkan,
hal-hal
yang
harus
dipenuhi
dan
dilaksanakan dalam hak dan kewajibannya dan banyak lainnya. jalan ini adalah jalan yang banyak ditempuh oleh para pemuka agama dan juru dakwah dan juga para pakar kepribadian, juga sebagian peneliti dalam urusan
politik dan pemerintahan,
sebagaimana yang dilakukan Ibnu Miskawaih dan terlihat dalam bukunya yang berjudul Tahzibul Akhlak, ataupun Gazãli dalam bukunya Ihya Ululmuddin, Juga Ibnu Qutaibah Ad Danury dengan bukunya Uyunul Akhbar, Mawardi dengan karyanya Al Ahkam As Sulthaniah dan juga Al Wuzara wa siyasatul Malik, diikuti pula oleh Tharbusy dengan bukunya Sirajul Muluk, dan Ibnu Thabathaba At Thaqtaqi dalam karyanya Al Fakhru fil Adab As Sulthaniah wa Daul Al Islamiah. Jalan peneliti
ketiga sebelum
adalah Ibnu
jalan
yang
Khaldun
ditempuh
dalam
sebagian
mengamati
dan
mempelajari fenomena-fenomena sosial kemasyarakatan adalah dengan memberikan hal yang harus dilakukan suatu masyarakat dengan fenomena yang ada dalam masyarakat tersebut menurut aspek idealis yang diharapkan dari keseluruhan masyarakat yang ada. tergambar
Hal ini ditempuh oleh Plato sebagaimana yang dalam
bukunya
Jumhuriyah
dan
Qawanin,
atau
Aristoteles dalam karyanya Akhlak dan Siyasah, juga Ibnu Farabi dalam bukunya Araau Ahli Madinatul Fadhilah. Setiap individu dari mereka menjelaskan apa yang harus dilakukan dengan
segala
mereka
mampu
fenomena
pandangannya,
menjadi pandangan
yang
ada
di
masyarakatnya
masyarakat para
filsafat
yang
maju
yang
hingga dalam
merumuskan
sesuatu yang baik dan juga buruk, tatanan hukum dan berbagai permasalahan masyarakat. Ada
satu
mempelajari
bagian
lagi
yang
fenomena-fenomena
tersisa
soasial
dalam
metode
belum
pernah
yang
dilakukan seorangpun sebelum Ibnu Khaldun; metode ini adalah metode terpenting dan merupakan penelitian yang berdasarkan atas
suatu
fenomena
kebenaran;
tersebut
yaitu
berdasar
dengan
tidak
penggambarannya
mempelajari saja,
atau
mengamatinya lebih dalam ataupun hanya menjelaskan apa yang harus dilakukan lebih banyak dalam mencapai masyarakat yang ideal, namun semua ini harus disertai dengan analisa yang mendalam hingga mampu mengungkap pembawaan dasarnya dan juga dasar yang melandasinya juga aturan yang berlaku didalamnya; atau dengan mempelajari
apa yang dipelajari pakar astronomi
dalam mempelajari ilmu perbintangan ataupun ilmuwan biologi, kimia atau kedokteran atau yang berhubungan dengan keilmuan tersebut. Metode dalam mengamati dan mempelajari fenomena sosial ini dapat dilakukan bagi siapapun yang dapat meyakini bahwa fenomena sosial kemasyarakatan tidak berjalan berdasarkan hawa
nafsu
atau
hanya
satu
kebetulan
saja,
atau
sesuai
dengan keinginan individu perorangan. Namun ia tumbuh dan berkembang berdasarkan aturan yang stabil dan diakui oleh masyarakat tersebut, sebagaimana aturan yang harus dipenuhi oleh bulan dalam masa sabit atau purnamanya di malam hari; ataupun
adanya
perpindahan
siang
dan
malam
sebagaimana
aturan yang mengaturnya. Kenyataan seperti ini tidak pernah terlintas sedikitpun oleh para pemikir dan peneliti sebelum Ibnu Khaldun; bahkan kebalikannya lah yang justru menguasai alam pikiran mereka. Mereka meyakini bahwa fenomena-fenomena sosial kemasyarakatan keluar dari masalah perundang-undangan yang
berlaku
penguasa
dan
ataupun
kesemuanya arahan
ini
dari
diatur
para
oleh
pemimpin
keinginan
dan
pembuat
keputusan ataupun para pencipta kebenaran. Karena pikiran itulah,
dirasakan
banyak
akan
sebagaimana
sangat
sulit
untuk
fenomena-fenomena seseorang
mempelajari
lebih
sosial
yang
berlaku
ilmu
biologi
ataupun
mempelajari
matematika. Namun Ibnu Khladun seolah membuktikan, mengamati dan berharap banyak bahwa
akan masalah kemasayrakatan dan meyakini
fenomena
sosial
kemasyarakatan
tidak
berbeda
keadaannya dengan fenome-fenomena lainnya yang ada di alam semesta ini. Ia juga mengikuti aturan yang berlaku dengan berbagai
seginya
mengikuti
aturan
alam
yang
yang
juga
mengatur fenomena lainnya seperti halnya fenomena pergerakan bintang, biologi, kimia, juga fenomena binatang dan juga tumbuh-tumbuhan. Disinilah bahwa mempelajari dan mengamati lebih dalam akan fenomena-fenomena sosial kemasyarakatan ini tidak jauh berbeda
sebagaimana
keilmuan
lainnya
sseseorang yang
mempelajari
kesemuanya
ini
fenomena mengikuti
dan dan
dipengaruhi lingkungan dan juga tunduk terhadap peraturanperaturan
yang
berlaku.
Inilah
yang
akhirnya
dipelajari
lebih dalam oleh Ibnu Khaldun dalam Mukaddimahnya. Dari muncullak
semua
penelitian
dan
ilmu
baru
pernah
sebelumnya. Ibnu
yang
pembahasan diungkap
Ibnu
Khaldun,
seorang
Khaldun menyebutnya dengan sebutan
pun Ilmu
Umranil Busyra (Ilmu peradaban manusia) atau Al Ijtima‟ Al
Insani (kemasyarakatan manusia) yang lebih dikenal saat ini dengan nama Ilmu Sosial, La Sociologie, Ilmu El Ijtima‟; karena landasan ilmu ini adalah dalam mempelajari fenomenafenomena kemasyarakatan untuk dapat mengungkap aturan yang membentuknya. Ibnu Khaldun berkata: Ilmu ini bagaikan berdiri secara sendirinya. Karena ia mempunya judul dan temanya sendiri yaitu peradaban
manusia dan juga kemasyarakatan manusia;
juga mempunyai banyak pembahasan akan
(Awaridh Dzatiah)
kebutuhan primer manusia yang semakin lama bertambah.. Semua permasalahan ini merupakan bagian dari ilmu positif atau yang disebut juga dengan
hukum akal (Mukaddimah: Bayan,
265) Maksud dari kalimat yang Ibnu Khaldun seperti halnya kebutuhan
primer
atau
apa
yang
dibutuhkan
manusia
akan
kebutuhan primer adalah kalimat yang selalu ia pergunakan dalam
banyak
kalimat Qanun
tempat
di
buku
Mukaddimahnya,
sebagaimana
(aturan). Ia menjelaskan tujuan
penggunaan
kalimat tersebut salam pembahasan yang khusus tentang ilmu ukur dengan ungkapannya: Ilmu ini adalah ilmu yang mengamati akan suatu ukuran, baik yang berurutan dan bersatu seperti halnya terpisah menjadi
baris, deretan, luas ataupun bentuk; ataupun yang seperti satu
penjumlahan,
kelaziman,
atau
seperti
sesuatu halnya
yang
bahwa
sudah setiap
segitiga, maka ia akan dapat membentuk dua sudut siku-siku; atau bagaikan dua garis yang sama panjang tak akan pernah bertemu kedua sisinya walaupun ia keluar dati batasan yang ada; atau bagaikan dua garis yang terputus, maka dua sisinya yang bertemu satu sama lainnya akan sama ketebalannya; atau bagaikan
empat
bilangan
yang
lainnya,
maka
pengkalian
saling
bilangan
berkaitan pertama
satu
sama
dengan
yang
keempat akan sama hasilnya sebagaimana perkalian bilangan kedua dengan bilangan ketiganya (Mukaddimah: Bayan, 1097) Ibnu
Khaldun
pun
menegaskan
bahwa
mempelajari
dan
mengamati fenomena sosial kemasyarakatan yang ia lakukan, belum
pernah
dilakukan
seorang
pun
sebelumnya.
Ia
mengungkapkan dalam kata-kata sebagai berikut: ketahuilah, bahwa apa yang telah terungkap ini adalah sesuatu yang baru, suatu hal yang sangat asing, penuh dengan faidah; dimana kau mengungkapkan
penelitian
dan
bahasan
masalah
ini
dan
memggambarkan tujuannya. Ia bukankah merupakan suatu ilmu persuasi yang merupakan salah satu ilmu linguistik, karena suatu hal yang persuasif adalah satu usaha
untuk meyakinkan
orang lain dan kalangan khayalak luas walau
hanya sekedar
mengalihkan pandangannya kepadanya (ia mengisyaratkan kepada metode
yang
ditempuh
para
pemikir
sebelumnya
dalam
mempeljari masalah kemasyarakatan, yaitu metode yang kita sebut
Thariqah
da‟wah
ilal
mabadi‟
(melalui
jalan
yang
dimulai dari permulaan sejarah itu sendiri). Ia pun bukan merupakan
bagian
dari
ilmu
politik
negara;
karena
ilmu
politik negara adalah suatu ilmu yang mengatur aturan rumah tangga atau negara dengan aturan-aturan etika dan hikmah untuk
mengantarkan
masyarakatnya
kepada
keberlangsungan
hidup komunitas masyarakat (menurut pandangan pakar politik bidang
ini).
dengan
Ibnu
metode
sebelumnya sosial
dari
Khaldun
lain
yang
pengamatan
kemasayarakatan;
jelaskan
sebelumnya,
pun
diambilnya mereka
metode
akan
untuk
mencapainya
dari
hal
dari
akan
inilah
keinginan
menciptakan tatanan masyarakat cara
menerangkan
tersebut
orang-orang
masalah-masalah
yang
para
telah
pemikir
kami untuk
yang idealis dan berbagai pendangan
mereka.
Kedua
permasalahan ini sangat berbeda walau seolah sama. Penulis pun
ingin
menambhakan,
bahwasannya
tema
pembahasannyapun
berbeda bila dilihat dari pembahasan sejarah dimana ia hanya membahas sedikit tentang sifat akan fenomena yang ada dan pembahasan definisi dan kemunculannya; ini merupakan salah satu dari ketiga metode yang telah dijelaskan sebelumnya yang telah ditempuh oleh para pemikir sebelum Ibnu Khaldun dalam
mempelajari
dan
mengamati
fenomena-fenomena
sosial
kemasyarakatan. Ibnu Khaldun menyambung ungkapannya dengan mengatakan: (ringkasan
‘ia
bagaikan
sejarah);
ilmu
sedang
aku
mustanbituln sendiri,
tidak
Nasy‟ah pernah
sekalipun membahas dengan metode seperti itu sebagaimana yang
dilakukan
lupa?
Aku
sebelumku.
tidak
Aku
menyangka
tidak
begitu‟
tahu,
apakah
mereka
lalu
setelahnya
ia
memberikan ungkapan yang tampak dengan ungkapan tersebut ia menyanjung
para
pemikir
dan
kedududan
mereka
dengan
mengatakan: mungkin mereka memang sengaja menulis pembahasan ijni dengan satu tujuan yang belum terpikirkan sedikitpun oleh kita akan tujuan itu. Karena ilmu sangat beragam dan para pemikir pun beragam macamnya, sedang ilmu yang tidak sampai pada kita lebih banyak dibanding ilmu yang
sudah
sampai pada kita (Mukaddimah: Bayan 266) ***** Kenyataannya,
sampai
saat
ini
pun
penulis
belum
menemukan para pemikir yang telah mengungkapkan fenomenafenomena
sosial
kemasyarakat
yang
menyeluruh
sebagaimana
yang telah Ibnu Khaldun lakukan. Ia adalah ilmu yang berdiri sendiri sebagaimana fenomena yang ada dalam ilmu matematika, dan
juga
biologi,
atau
suatu
ilmu
untuk
mengungkapkan
lingkungan dan aturan yang ada didalamnya. 5. Penyebab Ibnu Khaldun menimbulkan ilmu baru ini
Penyebab utama yang menginspirasikan Ibnu Khaldun untuk membidani kelahiran ilmu baru ini adalah keinginannya untuk melepaskan info-info
semua
penelitian
kamuflase.
dan
Dengan
pembahasan
menciptakan
sejarah
semua
dari
peralatan
dalam mempelajari ilmu sejarah inilah, maka para peneliti dan juga para pemikir dapat membedakan semua kabar dan info yang diyakini kebenarannya ataupun yang mempunyai bibitbibit
kebohongan
kemasyarakat
dilihat
yang
dari
berkembang
fenomena-fenomena
pada
saat
sosial
peristiwa
yang
dimaksud terjadi, hingga semua kabar atau informasi yang diperkirakan bohongnya, dapat dijauhkan dari penelitian yang diinginkan dan
mereka pun dapat lebih mengkonsentrasikan
diri pada semua kabar dan informasi yang lebih akurat dan dipercaya
atau
kemungkinan
yang
lebih
terjadinya
diyakini
dilihatdari
keakuratannya fenomena
dan
sosial
kemasyarakatan yang berlaku. Ibnu
Khaldun
melihat,
bahwasannya
buku-buku
sejarah
yang ditulis dan diterbitkan banyak mengandung berita-berita yang kurang bisa diyakini kebenarannya; hingga ia merasa mempunyai kewajiban untuk membersihkan hal tersebut dari kabar-kabar dan berita tersebut dan memberikan kabar yang lebih akurat kepada semua pembaca yang menginginkan suatu kebenaran akan fenomena sosial yang terjadi dengan berusaha untuk
tidak
mencampur
adukkan
antara
berita
yang
akurat
kebenarannya dengan berita yang diragukan kebenarannya. Ia melihat bahwasannya solusi dan masalah diatas
pemecahan
untuk
mengatasi
adalah dengan mengetahui penyebab mengapa
para penulis dan para pemikir menuliskan dan menyebarkan kabar
dan
berita
yang
diragukan
kebenarannya
dan
juga
terkadang mereka menukil berita yang tidak layak tersebut. Disaat ia mengetahui penyebab-penyebab tersebut, maka akan didapati solusi dan pemecahan akan permasalahan tersebut dan
juga membersihkan diri dari hal-hal tersebut. Ia pun banyak merenung
dan
memikirkan
hal
ini
dengan
mengamati
karya-karya sejararawan sebelumnya dan apa yang didalamnya dari
banyak
tertulis
kabar-kabar yang diragukan kebenaran dan
keakuratannya dan ia akhirnya dapat menyimpulkan, bahwasanya penyebab dalam adanya kebohongan dalam menulis suatu sejarah ataupun menerima dan menukil sejarah dari orang lain, dapat dilihat dari tiga aspek: Pertama;
semua
ini
kembali
kepada
pribadi
penulis
sejarah itu sendiri, juga keinginan dan kecenderungannya akan orang-orang yang dapat ia nukilkan akan sejarah yan ia inginkan dan seberapa jauh kecenderungan ini menguasainya ambisinya dan kepercayaannya atas semua kabar dan berita yang ia dapatkan; termasuk didalamnya isu-isu pendapat akan suatu peristiwa dan juga para mazhabnya. Karena jiwa bila dalam keadaan normal dalam menerima suatu berita, maka ia akan
menerimanya
sesuai
porsi
yang
dibutuhkannya
dengan
melalui pengamatan dan pemikiran yang dalam, hingga ia dapat mendeteksi
kebenaran
dan
juga
kebohongan
berita
yang
didapatkannya. Namun apabila dalam posisi yang tidak normal, karena suatu hal dan lainnya, maka ia akan terbawa kepada isu-isu yang tidak bisa dipertanggung jawabkan keshahihannya dan ia pun akan menerima berita sesuai dengan kecenderungan akan
apa yang ia butuhkan tanpa mengamatinya dan berpikir
akannya lebih dalam. Kecenderungannya akan satu hal inilah yang akan menjadi penghambat baginya untuk menyaring berita yang didapatinya dan juga menutup mata hatinya untuk dapat mengamati
dan
memikirkannya
lebih
dalam
hingga
akhirnya
tanpa disadarinya, ia telah menerima kabar yang tidak dapat dipertanggung didalamnya, sangat
jawabkan
kebanyakan
menyenangi
keabsahannya. dari
kedekatan
para
penulis
mereka
dengan
Juga atau para
termasuk sejarawan penguasa
ataupun
para
jutawan
dan
memberikan
mereka
pujian
dan
sanjungan diluar batas keawajaran dengan seolah menganggap bahwa apa yang terjadi pada mereka adalah suatu kebaikan secara mutlak sehingga semua peristiwa yang terjadi seolah adalah sesuatu yang pantas diagungkan. Mereka pun menyanjung dan memuji para penguasa tersebut dengan pekerjaan-pekerjaan yang
sebenarnya
sebelumnya demi
tidak
ada
dan
tidak
pernah
dilakukan
menyenangkan hati mereka hingga akhirnya
menyebarlah kabar dan berita-berita bohong ini ke penjuru negeri.
Jiwa
pada
dasarnya
sangat
menyenangi
pujian
dan
manusia pun mencari dunia -baik itu berupa kekuasaan ataupun harta yang berlimpah- dengan Tidak
banyak
orang
yang
segala cara untuk mencapainya. sangat
benar-benar
bijaksana dan berlomba-lomba dalam kebaikan.66
jujur
dan
Dan inilah
yang banyak ditulis oleh banyak sejarawan tentang keluarga para
raja,
baik
kebijaksanaan
dan
juga
kemuliannya
di
berbagai zaman. Untuk mengatasi golongan ini, dengan memisahkan jiwa sejarawan ataupun penulis dari kecenderungan-kecenderungan pribadi
ataupun
dipertanggung
dari
jawabkan
mengikuti dan
juga
isu dari
yang
tidak
faktor-faktor
bisa yang
membuatnya untuk menyelewengkan sejarah itu sendiri dengan menulis sejarah tanpa harus terikat dengan pemikiran yang sedang berkembang, dan juga dengan mengkonsentrasikan diri dalam 66
mengamati
dan
mempelajari
semua
berita
yang
yang
Mukaddimah: Bayanm 261,262. Ibnu Khaldun menyebutkan dua hal yang menjadi permisalah kelompok pertama ini yaitu adanya isu-isu pendapat akan suatu berita dan sejarah dan juga mazhab-mazhabnya dan menggambarkan bahwasannya dua hal ini saling terpisah asatu sama lain. Namun pada kenyataannya, kedua hal ini bermuara pada satu asal sebagaimana yang telah penulis jelaskan. Satu asal ini bermuara atas empat hal lain yang disebutkan Ibnu Khaldun dalam penyebab ketidak akuratannya suatu berita, yaitu: kejujuran sumber berita, keraguan akan kejujurannya, bodoh/tidak mengetahui akan tujuan suatu peristiwa yang terjadi dan juga tidak mengetahui akan adanya intervensi suatu berita dan adanya kebohongan yang ada didalamnya.
didapatkan,
khususnya
yang
diragukan
keabsahannya
baik
karena ada kecenderungan dan kepentingan didalamnya, atau karena
isu
yang
berkembang
atau
hanya
karena
demi
kepentingan satu penguasa tertentu. Kedua; terjadi
karena ketidak
tahuan akan perangkat
aturan yang mempengaruhi fenomena sosial masyarakat yang sedang dipelajarinya sebagaimana yang ada dalam fenomenafenomena bintang, kimia, biologi, binatang, tumbuhan dan banyak lainnya. banyak sejarawan atau penulis yang tidak mengetahui akan perangkat aturan ini dan mereka langsung menulis sejarah tersebut tanpa mengetahui bahwa aturan yang berlaku
menghukumi
berita
yang
mereka
dapatkan
tersebut
dengan suatu kemustahilan. Bisa diambil contoh dengan apa yang dinukil Mas’udi dari raja Iskandar ketika diberitakan bahwa
penghuni
laut
pembangunan kota kepadanya
(syetan
lautan)
turut
membantu
Iskandariah dan juga ketika diberitakan
bagaimana
ketika
diambil
gelondongan
kayu,
ditemukan dibawahnya kotak kaca yang ditenggelamkan di bawah lautan
hingga
ia
bisa
membentuk
rupa
penghuni
lautan
tersebut yang kemudian terlihat dan membentuk rupa loga, dan membantunya dalam pembangunan pilar bangunan. Para penghuni laut
tersebut
kabur
ketika
aku
keluar
menemuinya
dan
memperhatikannya. Namun akhirnya selesai juga pembangunan kota
Iskandariah
sebagaimana
dalam
kisah
panjang
dari
percakapan yang khurafat yang mustahil terjadi... itu karena sesuatu yang tenggelam di dalam air, walaupun ia berada dalam suatu kotak, maka akan menyebabkannya sulit bernafas dengan cara normal hingga tekanan tubuhnya akan panas dan akhirnya ia akan mati. Ia akan kehabisan udara dingin nomal yang diperlukannya untuk mengontrol sirkulasi paru-paru dan
jantung hingga akhirnya menyebabkan kematian.67 Inilah sebab dari kematian orang-orang di tempat pemandian uap dimana mereka
diletakkan
pada
satu
tempat
dimana
udara
dingin
bersikulasi dengan debu dan udara tempat tersebut saja, maka udara
akan
menjadi
menjadi
panas
dan
tidak
mendapat
sirkulasi udara dari luat. Maka sesungguhnya sirkulasi yang ada dapat menyebabkan kematian saat itu juga (mukaddimah: Bayan 263) Untuk mengatasi golongan ini yaitu dengan memberikan para sejarah dan para penulis keilmuan biologi dan segala aturan-aturan yang berlaku padanya dengan mengenyahkan semua faktor
yang
tidak
sejalan
dengan
aturan-aturan
ini.
Seandainya Mas’udi sepakat dan mengetahui ilmu fisiologi dan teknik bernafas dalam diri manusia dan juga binatang, maka bisa jadi ia tidak akan menukil berita mustahil dari raja Iskandar ini. Tidak
ada
pengecualian
bagi
setiap
penulis
ataupun
sejarawan untuk mengetahui keilmuan ini. Karena ilmu biologi atau ilmu yang mempelajari akan fenomena-fenomena alam telah berkembang secara luas pada masa Ibnu Khaldun. dan para pakarnya telah berhasil mengungkapkan banyak aturan-aturan yang mempengaruhi kesatuan alam dalam banyak penelitian dan pembahasan
yang
telah
dilakukan.
Karenanya
tiada
alasan
untuk para penulis dan juga sejarawan untuk tidak mengetahui akan aturan-aturan ini, sebagaimana tidak ada alasan bagi mereka
atas
ternyata
apa
yang
mereka
riwayatkan
atas
kabar
bersebrangan
dengan
kenyataan
yang
ada.
yang Sudah
menjadi kewajiban bagi mereka sebelum menulis penelitian dan pembahasan 67
sejarah
yang
akan
mereka
sampaikan,
Alat untuk menyelam belum diciptakan pada masa Ibnu Khaldun; karenanya akan mustahil ia dikenal pada zaman raja Iskandar Agung sebagiamana yang dikisahkan oleh Mas’udi
untuk
mengetahui hasil-hasil yang telah berhasil diungkap para pakar biologi. Ketiga; aturan
terjadi
yang
karena
ketidak
mempengaruhi
kemasyarakatan
yang
kemasyarakatan
tidak
tahuan
akan
aturan-
fenomena-fenomena
terjadi.
Ini
berjalan
karena
atas
fenomena
suatu
sosial sosial
keinginan
atau
ataupun satu kebetulan, namun ia dipengaruhi oleh aturanaturan yang stabil dan diakui
oleh seluruh masyarakat.
Dalam hal ini Ibnu Khaldun mengatakan: dan satu penyebab terjadinya ketidak akuratan dalam satu berita adalah ketidak tahuan penulis atau sejarawan akan
adat istiadat dan juga
kebiasaan yang berlaku dalam suatu peradaban yangada. Setiap kejadian
yang
terjadi
tentunya
merupakan
implikasi
atas
suatu adat istiadat yang terjadi dan juga lingkungan yang mempengaruhinya. lingkungan memilah
tempat
suatu
Apabila
seorang
suatu
peristiwa,
berita
yang
bisa
pendengar maka
dipercaya
ia
mengetahui akan
dapat
keakuratannya
ataupun berita yang tidak bisa dipertanggung jawabkan sama sekali(Mukaddimah: Bayan, 262)
Namun apabila berkeyakinan
pada satu berita dengan hanya sekedar menukilnya saja dari sumbernya, dimana tidak dipelajari didalamnya pengaruh atas aturan-aturan adat istiadat peradaban yang berlaku dan juga lingkungan sosial kemasyarakatannya, bisa jadi berita yang ia dapatkan tidak dapat diakui keabsahan dan keakuratannya (Mukaddimah: Bayan, 219) Inilah yang sebenarnya telah terjadi. Banyak penulis dan sejarawan yang menuliskan berita nampu tanpa mengetahui aturan-aturan adat istiadat dan peradaban yang berlaku yang mempengaruhi kehidupan bermasyarakat hingga apa yang telah dibahasnya kurang bisa mencapai tujuan yang ingin dicapainya dari keansahan suatu berita, hingga merekapun tanpa sadar menuliskan suatu berita yang menurut aturan yang berlaku
sulit untuk terjadi karena bertentangan dengan
peradaban
yang ada dan juga lingkungan sosial kemasyarakatannya. Bisa diambil contoh dengan berita yang dinukil oleh Mas’udi dan banyak sejarawan dari bani Israel yang mengisahkan bahwa disaay
Musa
menghitung
jumlah
prajurit
yang
ada
pada
peristiwa Tiyyah68 -setelah pembolehan membawa senjata bagi siapapun yang mampu dan berusia diatas dua puluh tahun, ia mendapati jumlah keseluruhan prajuritnya berjumlah 600.000 prajurit atau lebih.69 Namun jumlah ini menurut kenyataan dan aturan yang ada, ternyata melebihi jumlah penduduk yang ada
pada
saat
itu,
hingga
berita
ini
bisa
diragukan
keabsahannya. Sesungguhnya antara Musa dan Israel terdapat jarak empat generasi sebagaimana diungkap oleh para muhaqqiq (peneliti). Ia adalah Musa bin Umran bin Yashar bin Qahats atau Qahits bin Lawy atau Lawa bin Ya’kub; dan ia diberi gelar Israililah sebagaimana yang terdapat dalam Taurat.70 68
Tiyyah adalah suatu masa yang dihabiskan Bani Israil dalam berjuang di bukit Sina dan daerah sekitarnya serta berpindah-pindah dari satu penjuru ke penjuru lainnya Ta‟ihin (berputar-putar kebingungan) sebagaimana yang ada dalam ungkapan yang ada di dalam Al-Qur’an dengan baju besi dan semua perlengkapan mereka. Masa ini berkisar sekitar empat puluh tahun sebagaimana yang di ungkapkan di Al-Qur’an yang dimulai sejak keluarnya Bani Israel dari Mesir dan berakhir hingga mereka menguasai negeri Kan’an. Allah berfirman didalam Al-Qur’an, setelah penggambaran yang indah danmenarik yang terjadi antara Musa dan kaumnya disaat ia memerintahkan mereka untuk memasuki Ardul Muqaddasah (tanah yang suci; Palestina) namun mereka menolaknya karena takut kepada penduduknya (Surat Al Maidah 20-25) Lalu dilanjutkan dengan: Allah berfirman: "(Jika demikian), maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputarputar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu." Surat Al Maidah: 26 69 Mukaddimah: Bayan,220. Bisa jadi Mas’udi telah meyakini keabsahan berita ini sebagaimana yang tertulis pada bagian 37 dari Ashah 12 dari Safaril Khuruj, dijelaskan bahwasannya jumlah parjurit Bani Israel ketika mereka keluar dari Mesir sekitar 600.000 laki-laki, tidak termasuk didalmanya anak kecil. 70 Yang tersebut dalam Taurat adalah Musa bin Amram bin Kehath bin Levi bin Ya’kub. Jadi antara dia dan ya’kub terdapat tiga generasi dan bukannya empat. Tidak ada dalam generasinya yang bernama Yashar sebagaimana yang Ibnu Khaldun katakan. (Lihat bagian 16, 18 dari Ashah 6 dari kitab Safaril Khuruj). Sesungguhnya Yashar (Jitsehar) adalah
Sedang
masa
yang
ada
diantara
keduanya
sebagaimana
yang
dinukil oleh Mas’udi, ia berkata: Israel masuk ke Mesir bersamaan dengan anaknya Asbath dan anak-anak mereka ketika ia
mendatangi
Yusuf
dengan
tujuh
puluh
rombongannya71
merekapun tinggal di Mesir sampai akhirnya mereka keluar bersama Musa As ke Tiyyah. Hingga jarak yang ada ialah 220 tahun.72 Mereka pun berputar ke kerajaan-kerajaan Qibti pada bangsa
Fir‟aun
dan
tidak
mungkin
untuk
menciptakan
satu
bangsa yang besar dalam jangka hanya empat generasi saja dan melahirkan
jumlah
sebanyak
ini
73
,
bila
dilihat
dari
ketentuan yang ada dalam pertambahan jumlah penduduk secara umum.74 Seandainya Mas’udi mengetahui ketentuan yang berlaku dalam fenomena sosial kemasyarakatan, maka kesalahan seperti ini tidak akan pernah terjadi. Kenyataannya,
banyak
penulis
dan
sejarawan
yang
mempunyai banyak alasan untuk tidak mengetahui ketentuanketentuan dan aturan ini. Mereka mempunyai banyak alasan sesuai dengan kesalahan yang telah mereka buat. Ini semua karena sampai pada masa Ibnu Khaldun pun, ilmu ini belum terungkap.
Juga
karena
fenomena-fenomena
sosial
kemasyarakatan belum pernah dipelajari sebelumnya sebagai
salah satu saudara Amram dan bukanlah bapaknya (Lihat bagian 18 dari Ashah 12 dari Safaril Khuruj) dalam bagian inipun disebutkan bahwasannya Lawy (Levi) hidup selama 137 tahun. Sedang Qahats (Kehath) hidup selama 133 tahun, sedang Amran (Amram) hidup selama 137 tahun. 71 Ini sesuai dengan apa yang dikisahkan Taurat (lihat bagian ke 27, Ashah 46, dari Safaru Takwin) 72 tertulis dalam Taurat bahwa masa tinggal mereka di mesir adalah 430 tahun (lihat bagian 40, Ashah 12, Safarul Khuruj). Tidak aneh bila mereka tinggal di Mesir dalam jangka waktu yang panjang ini, karena yang ada antara Musa dan Ya’kub hanya tiga generasi sja. Sedang di Taurat disebutkan bahwasannya kedua bapak pertamanya hidup selama 137 tahun dan sedang yang ketiganya hidup selama 133 tahun. 73 Mukaddimah: Bayan, 220,221 74 Malthus (Pakar ekonomi yang berasal dari Inggris, 1766-1843 dan termasuk pelopor ilmu Demografi atau ilmu pertambahan penduduk) menyimpulkan dari penelitiannya tentang pertambahan jenis dan jumlah penduduk dalam kitabnya Increase
salah
satu
ilmu
positif
penjelasan-penjelasan seginya
dan
juga
yang
yang
mengharuskan
mempengaruhinya
aturan-aturan
yang
adanya
dari
segala
berlaku.
Mereka
mempelajari fenomena-fenomena sosial ini untuk tujuan lain, seperti
halnya
menggambarkan menggambarkan
sekedar
apa
menggambarkan
yang
seharusnya
faktor-faktor
yang
atau
sekedar
dilakukan
ataupun
bisa
merekontruksi
dan
mengubah kepada pembaharuan atau hanya untuk menjadi sekedar cerita yang tertanam dalam hati saja.. juga banyak tujuan lainnya, sebagaimana Ibnu Khaldun mengungkapkannya dalam bab politik aturan
dan dan
perkotaan ketentuan
ataupun
pada
bab
memepengaruhi
khitabah.
fenomena
Disaat
sosial
yang
berlaku tidak terungkap ataupun tidak dikenal, maka tidak dapat dihindari kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan oleh
para
penulis
atau
sejarawan
yaitu
dengan
menerima
berita-berita yang tidak sejalan dengan aturan dan ketentuan yang berlaku. Tidak mungkin melindungi mereka dari kesalahan tersebut kecuali apabila mereka telah mengungkap aturan dan ketentuan ini. Dari sana, seorang penulis atau sejarawan dapat
memahami
lebih
banyak
dan
menyampaikan
dan
juga
memkomparasikan dengan berita yang didapatkanya. Berita yang mereka tulis pun tidak akan bersebrangan dengan landasan dan ketentuan yang ada hingga berita tersebut pun tidak akan dihukumi
dengan
ketidak
akuratan
ataupun
keabsahannya.
Berita yang mereka tulis adalah berita yang bener-benar dan mungkin terjadi pada masa itu dan mereka pun akan lebih berhati-hati akan keakuratan berita yang akan mereka tulis sebagaimana
kehati-hatian
dalam
menulis
sejarah
yang
terkenal. Aturan dan ketentuan dalam suatu masa tidak akan terungkap
kecuali
bila
dipelajari
lebih
dahulu
akan
fenomena-fenomena sosial kemasyarakatan yang berlaku pada masa itu dan menganggapnya sebagai satu ilmu positif, dimana
dibahas
didalamnya
penjelasan-penjelasan
lingkungan
yang
melingkupinya dan juga digambarkan hubungan-hubungan yang mengikat satu dengan lainnya dan juga hasil dari hubungan dan interaksi yang dibuat baik dari kemunculan awal dan juga perkembangan serta pertentangan yang ada didalamnya sesuai dengan perbedaan yang ada dalam setiap masyarakat dan juga setiap masa. Disaat Ibnu Khaldun berkeinginan untuk melepaskan semua penelitian dan pembahasan tentang suatu sejarah dari kabarkabar
kamuflase
dan
kabar
yang
tidak
bisa
dipertanggung
jawabkan, juga menghindari para penulis dan juga sejarawan dari
kesalahan
penulisan
suatu
sejarah,
maka
ia
pun
sebenarnya dengan sendirinya telah mengungkapkan aturan dan ketentuan
yang
kemasyarakatan.
mempengaruhi Dari
fenomena-fenomena
pengamatannya
inilah
sosial
ia
telah
mempelopori ilmu baru yang Ibnu Khaldun sebut sebagai Ilmu peradaban
atau
ilmu
sosial
kemasyarakatan.
Ia
pun
menegaskankan –sepanjang pengetahuan yang ia dapat dan ia ketahui
–
bahwa
belum
ada
seorang
pun
yangmendahuluinya
dalam mengungkapkan ilmu ini. Dalam hal ini,
Ibnu Khaldun mengatakan:
orang-orang
yang mengatakan telah membedakan yang hak dari yang batil dalam penerimaan suatu berita baik dari segi mungkin dan mustahilnya, hendaknya melihat kepada sosial masyarakat yang merupakan satu peradaban. Kita dapat membedakan apa yang terjadi dengan hanya melihat kepada lingkungan masyarakatnya dengan tanpa pertentangan ataupun terlalu berlebih-lebihan dak dapat diketahui apa yang tidak mungkin terjadi pada masa itu. Apabila hal tersebut telah dilakukan, mka itulah aturan dan ketentuan
yang dapatmembuat kita dapat
membedakan
sesuatu yang hak dari yang batil dalam menerima suatu kabar, dapat membedakan suatu kejujuran dari semua kebohongan yang
ada,
dengan
keabsahannya.
keterangan Maka
yang
pada
jelas
saat
dan
itulah
tidak
seolah
diragukan kita
telah
mendengar sesuatu yang telah terjadi pada suatu peradaban yang seolah telah kita kenal dan kita dapat menerimanya dengan penuh kepercayaan sebagaimana kita mungkin pula tidak mempercayainya.
Dalam
mengukur
dibutuhkan
ukuran
standar
satu
keabsahan
ini,
maka
yang
harus
kehati-hatian
dipegang oleh setiap penulis atau sejarawan dalam setiap kali mereka menukil suatu berita dari suatu sumber tertentu. Inilah tujuan awal dari kitab kami (yang dimaksud adalah kitabpertama dari kitab Al Ibr yang lebih dikenal sekarang dengan nama Mukaddimah Ibnu Khaldun). Ilmu ini bagaikan ilmu yang berdiri sendiri.. Ia seolah ilmu yang lahir dari suatu kesimpulan. Selama hidupku, belum kudapatkan seorang pun yang mengungkapkannya... (Mukaddimah: Bayan, 265,266) ***** Faidah yaitu dengan
ini
pula
yang
didapati
dari
ilmu
hadits
melindungi para sejarawan dari kesalahan dalam
menerima suatu berita tentang suatu peradaban yang dihukumi mustahil terjadinya. Hal ini merupakan manfaat yang terjadi secara tidak langsung dan tidak secara hakikatnya, walaupun ini dijadikan penyebab Ibnu Khaldun dalam membidani ilmu baru ini. Sedang manfaat langsungnya atau tujuan hakiki dari semua ini adalah memahami secara mendasar fenomena-fenomena sosial
kemasyarakatan
mengaturnya.
Ini
pun
dan
aturan
berlaku
di
dan
semua
ketentuan bidang
yang
keilmuan;
tujuan utama dan hakiki juga tujuan langsung untuk semua bidang keilmuan adalah sekeadar memahami landasan dasar dari suatu fenomena dan juga mengenal aturan yang ada didalamnya. disamping tujuan secara langsung ini, semua bidang keilmuan
pun mempunyai banyak tujuan lainnya yang berdampak tidak secara langsung. Dalam hal ini, Ibnu Khaldun berpendapat :apabila semua hakikat berkaitan dengan landasan dasar, maka itu
memungkinkannya
keseluruhan mencari dipahami
awaridh
aturan
untuk
mencari
dzatiahnya-
dan
bahwasannya
sesuatu
kebutuhan
ketentuannya)75 yang
yang
utamanya
dengan
dimaksud
mengatur
adalah
ini
semua
(atau dapat bidang
keilmuan . Hasil dari suatu ilmu peradaban berdampak tidak langsung dalam pemberitaan saja (baik berita yang akurat, yang terhindar dari berita yang dibuat-buat atau yang tidak dimungkinkan
terjadinya
melingkupinya)..
dan
dilihat
bahwa
dari
setiap
lingkungan
pembahasannya
yang
berkisar
tentang hakikat dan segala kekhususannya yang mulia (apabila tujuan utamanya adalah memahami landasan dasar dari fenomena sosial dan juga aturan dan ketentuan yang melandasinya; maka inilah yang dianggap sebagai tujuan mulia)76 6.
Perkembangan pandangan
75
Ibnu
dan
fase
Khaldun,
sosial yang
kemasyarakatan
menjadi
landasan
dalam dasar
lihat Tafsir Ibnu Khaldun dengan apa yang dimaksud dengan awaridh Dzatiah di akhir bagian pembahasan ini. 76 Mukaddimah: Bayan, 266,267. Ibnu Khaldun menyebutkan ungkapan ini dalam suatu kalimat yang mengisyaratkan akan penyesalannya akan kelalaian parapemikir sebelumnya yang tidak mempfokuskan diri dalam mempelajari ilmu sosial dengan metode yang benar. Ungkapan ini secara lengkapnya adalah sebagi berikut: namun para orang bijaksana, mungkin mereka mengamati dalam hal tersebut. Namun aku melihatnya sebagai suatu hasil dari adanya pemberitaan saja. Apabila pembahasannnya ada dalam hakikatnya dan pengkhususanya yang mulia, namun hasil yang ada adalah pembenaran akan suatu berita dan ini dalam posisi yang sangat lemah. Karenanya hal ini tidak bisa dianggap. Wallahu A‟lam‟ yang ia maksudkan, bisa jadi para pemikir sebelumnya telah memikirkan penelitian dan pembahasan seperti yang ia pikirkan dalam ilmu sosial ini. Namun hasil yang tampak hanyalah pembenaran akan suatu berita. Dan ini hasil yang sangat lemah posisinya dan tidak layak untuk diungkapkan lebih banyak, maka hasil ini pun dianggap angin lalu dan mereka pun akhirnya tidak menyampaikan pembahasan-pembahasan yangmerupakan pokok masalah ilmu ini dan kekhususannya yang mulia. Penulis telah meringkasnya dari ungkapannya yang asli dengan hanya menjadikannya beberapa kalimat saja. Ia adalah bagian yang berhubungan dengan apa yang penulis ingin tekankan dalam pendapatnya Ibnu Khaldun saja.
penelitiannya
dalam
mempelajari
fenomena
sosial
membedakan
fenomena
kemasyarakatan Salah
satu
unsur
penting
yang
sosial kemasyarakatan denga bidang keilmuan lainnya adalah bahwasannya ia tidak statis dalam satu keadaan. Ia berbeda sesuai dengan perbedaan bangsa dan umat yang asa. Ia pun berbeda dalam masyarakat yang satu bila dilihat dari masa dan zamannya. Mustahil ditemukan dua umat yang benar-benar sama
dalam
pelaksanaan
tatanan aturan
kemasyarakatannya
yang
berlaku,
ataupun
sebagaimana
dalam
mustahil
terjadi bila ditemukan aturan kemasyarakatan yang berstatus quo atau bertahan lama dalam sejarah masyarakat itu sendiri dalam beberapa fase perkembangannya. Kenyataan ini terjadi atas semua bidang kehidupan, baik politik,
ekonomi,
keluarga,
kehakiman
ataupun
berbagai
fenomena-fenomena sosial kemasyarakatan lainnya, bahkan hal ini pun melanda dan
juga
semua yang berhubungan dengan perkara etika
ukuran
baik
dan
buruk,
keutamaan
dan
juga
kebusukan. Apa yang bai di suatu masyarakat, bisa jadi ia adalah hal buruk di masyarakat lainnya. apa yang dianggapnya sebagai suatu kemuliaan dan kebanggaan disatu
masyarakat
tertentu, bisa jadi ia adalah satu kehinaan di masyarakat lainnya. terkadang pula didapati, apa yan dianggap hal yang biasa-biasa saja di suatu bangsa, dianggap sebagai suatu hal yang sangat berbahaya di bangsa lainnya. begitu banyak hukum yang berbeda dilihat dari etika yang berlaku dalam satu umat dalam banyak masa yang berbeda. Inilah yang sangat dipahami oleh Ibnu Khaldun dan ia jadikan
landasan
dasar
dalam
penelitianya
di
keilmuan
sosialnya. Ia pun menegaskan dengan ungkapannya yang jelas: sesungguhnya keadaan alam dan umat-umat dan adat kebiasaan mereka tidak akan berlangsung pada untuk selamanya dan satu
konsep
yang
tetap,
namun
ia
akan
berganti
seiring
bergantinya hari dan zaman dan akan berpindah dari satu keadaan ke keadaan lainnya; demikian pula yang terjadi pada banyak orang, waktu dan juga daerah, sebagaimana hal ini pun berlaku pada semua penjuru, negeri, zaman dan banyak negara. (Mukaddimah: Bayan, 252) Dengan
kekhususan
inilah,
ilmu
sosial
berbeda
tema
dengan keilmuan lainnya. Keilmuan seperti ilmu matematika dan
biologi yang mencakup didalamnnya ilmu hitung, aljabar,
geometri, ilmu ukur, ilmu perbintangan, kimia ataupun ilmu yang menyelidi akan suatu keadaan yang tetap, ia tidak akan berubah dengan berubahnya zaman dan masa. Sedang ilmu sosial mengamati
akan
perubahan
fenomena-fenomena
sosial
yang
berubah-ubah seiring berubahnya tempat dan waktu. Dari sini dapat dipahami, sesungguhnya beban yang di sandang dalam mengamati bidang ilmu yang dilakukan pakar ilmu
sosial
keilmuan
lebih
berat
lainnya;
dibanding
ini
semua
pakar-pakar
dikarenakan
di
bidang
bahwa
untuk
mempelajari fenomena yang selalu berubah akan lebih sulit dibanding hanya mempelajari fenomena yang menetap. Disamping itu
pula,
karena
seorang
mempelajari
fenomena
mempelajari
tujuan
pakar
sosial
dan
ilmu
sosial
tidak
kemasyarakatannya
penyebab
perubahan
hanya
saja
yang
dan
terjadi,
namun juga ia harus mempelajari penyebab dan faktor yang menyebabkan
perkembangan
dan
perbedaan
yang
terjadi
di
setiap masyarakat dan setiap waktu, juga ia harus mengungkap aturan
dan
ketentuan
serta
landasan
dasar
yang
mengatur
perkembangan dan perbedaan ini. Kemudian seorang peneliti ilu sosial harus mengerahkan segala
kemampuan
rencana
dan
terjadi
dengan
dan
konsep yang
kehati-hatiannya
dalam
mengukur
terjadi
saat
dalam
perubahan ini.
Karena
menggagas yang bila
telah yang
pengukuran
yang
dilakukannya
terlalu
berlebihan
atau
mungkinceroboh dalam memahami fenomena sosial kemasyarakatan dan perkembangannya serta plin-plan dalam mempelajarinya, semua itu akan berdampak negatif dan menyebabkan peneliti itu sendiri terperangkap dalam dalam suatu kesalahan fatal serta ia pun akhirnya menyimpang dari tujuan aslinya. Inilah hal
yang
sangat
diperhatikan
oleh
Ibnu
Khaldun
dengan
memberikan arahan kepada para peneliti dengan mengatakan: Pengukuran dan pengisahan akan manusia adalah sesuatu yang umu
dan
sudah
dikenal.
Namun
apabila
ternyata
salah,
hasilnya tidak akan dipercayai ; yang kesemuanya ini akibat kelalaian dan kecerobohan akan maksud asal hingga akhirnya akan
menyelewengkannya
dari
tujuan
awal.
Bisa
jadi
ia
mendengar banyak berita masa lampau, namun ia tidak dapat memahami
seutuhnya
akan
perubahan
yang
telah
terjadi;
kemudian ia mengukur hal tersebut dengan keadaan masa kini hingga yang tampak adalah perbedaan yang sangat mendasar, hingga
akhirnya
pun
ia
terperangkap
dalam
kesalahannya
(Mukaddimah: Bayan, 252,253) Ibnu Khaldun memberikan contoh akan
kesalahan-kesalahan
yang
dilakukan
para
sejarawan
dengan ucapannya: contoh dalam hal ini adalah seperti yang dinukil
oleh
para
sejarawan
Dikisahkan
bahwasannya
sedangkan
pembelajaran
bapaknya yang
ada
tentang
keadaan
adalah pada
seorang masa
ini
Hujjaj. pengajar; termasuk
didalamnya ungkapan dalam mencari kehidupan (mancari nafkah) yang berbeda yang dimaksud pada masa lalu.... mereka tidak mengetahui... sesungguhnya pembelajaran pada awal masa-masa kejayaan Islam dan pada masa kedua daulah sesudahnya tidak bermaksud mencari nafkah. Ia adalah menukil apa yang telah di
dinger
tentang
hukum-hukum
semuamasalah keagamaan
syariah
dan
mempelajari
yang tidak diketahui. Sesungguhnya
pakar nasab dan juga orang-orang pilihan (ahli agama) adalah
orang-orang yang mengetahui sepenuhnya tentang Al Qur‟an dan Sunnah Rasulullah Saw. Dengan semua makna yang ia telah pelajari
secara
manual
bukan
dengan
mempelajari
dengan
maksud mencari nafkah. Karena Ialah (Al-Qur‟an) yang telah diturunkan
kepada
rasul-Nya
kepada
seluruh
umat
dan
dengannya Allah memberikan hidayah-Nya. Islam adalah agama mereka dimana mereka mempertahankannya dengan nyawanya yang menjadi kekhususan bagi umat yang memeluknya dan menjadikan umat
tersebut
semangat
lebih
untuk
mulia
hingga
menyampaikan
akhirmya
risalahnya
mereka dan
begitu
memberikan
pemahaman yang mendalam kepada seluruh umat. Agama ini tidak ditentang oleh para pembesar dan juga tidak dipimpin oleh orang
yang
lemah.
Para
pembesar
dari
kalangan
menyaksikan diutusnya Nabi Allah, Muhammad
sahabat
Saw; begitu pula
para utusan negeri-negeri arab lainnya, hingga mereka pun mempelajari batasan-batasan yang ada di dalam Islam dan juga hukum dan syariah yang ada didalamnya... disaat kedudukan slam
telah
menetap
dan
makin
luas
pengaruhnya
hingga
menembus banyak negara yang berjauhan dan berganti hari demi hari dan makin banyak hukum Islam yang berhasil dijadikan satu
konsep
peristiwa
yang
dan
diambil
kejadian
dari
yang
nash-nash
terjadi
dan
demi
menyikapi
berbeda
setiap
waktunya. Semua hal ini membutuhkan satu perundang-undangan yang menjaganya dan menghindarinya dari collapse.
Bidang
keilmuan pun akhirnya disebarkan dengan proses pembelajaran. Ia pun akhirnya menjadi sumber nafkah dan berbagai maknanya. Para penguasa yang duduk di kursi kesultanan dan kerajaan, membayar sejumlah uang untuk seorang yang mengajari mereka ilmu.
Ia
pun
kemudian
menjadi
profesi
dan
ladang
mencari nafkah, sehingga para petinggi dan raja
untuk merasa
gengsi untuk mempelajarinya dan seolah mengkhususkan ilmu tersebut hanya untuk orang-orang yang lemah penghasilannya
hingga
mereka
bisa
mengajarkannya
dengan
imbalan
yang
setimpal dan ilmu tersebut pun menduduki posisi yang rendah dimata para penguasa dan raja. Sedang bapak dari Hujjaj bin Yusuf adalah seorang penguasa dan orang mulia di kaumnya. Ia memiliki posisi yang tinggi di kalangan Arab dan merupakan pemuka
Quraish
yang
sangat
dihormati,
sepanjang
pengetahuanku. Ia tidak mempelajari Al-Qur‟an sebagaimana yang dilakukan orang-orang pada masanya; sebagai usaha untuk mencari nafkah, ia mempelajarinya sebagaimana para sahabat dan
orang-orang
lakukan
yang
telah
kami
gambarkan
pada
permulaan Islam. (Mukaddimah: Bayan, 254,255) 7.
Metode
penelitian
Ibnu
Khaldun
dan
konsepnya
dalam
Khaldun
terfokus
pada
menyuguhkan suatu kebenaran Konsep
pnelitian
Ibnu
pengamatannya akan Fenomena-fenomena sosial kemasyarakatan khususnya
bangsa-bangsa
masyarakat
didalamnya
yang dengan
bermasalah
dan
kehidupan
mengkomparasikannya
dengan
bangsa yang sama namun dalam masa yang berbeda khususnya masa
sebelumnya
diantara dengan
kedua
bangsa
dan
juga
masa yang
mengamati
tersebut
berbeda
persamaan
serta
yang
tidak
yang
ada
mengkomparasikannya mengalami
masalah
seperti yang dialami bangsa yang sedang ditelitinya itu, namun tidak ada gerakan perubahan yang berarti dan juga mencoba
menyeimbangkan
amati serta
semua
fenomena-fenomena
yang
ia
berpikir akan permasalahan lain dengan tetap
melihat kepada lingkungan yang sesuai dengannya dan juga unsur-unsur pentingnya serta penggambarannya secara umum dan juga pekerjaan yang dilakukan baik oleh per-individu ataupun masyarakat secara keseluruhan serta hubungan yang ada antara satu individu satu dengan yang lainnya dan juga interaksi yang ada diluar itu dan ri fenomena alam yang terjadi; juga
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
perkembangannya
dan
perbedaan yang terjadi sebagaimana adanya perbedaan bangsa dan juga masa. Setelahnya, ia pun menyimpulkan aturan dan ketentuan yang berlaku didalamnya dan yang menyebabkan semua fenomena ini mungkin terjadinya. Dalam
penelitiannya
akan
fenomena-fenomena
sosial
masyarakat, Ibnu Khaldun menggunakan dua fase: yang pertama adalah
pengamatannyanya
secara
psikologis
dan
sejarahnya
atau dengan kata lain adalah dengan mengamati semua materi utama dalam mengumpulkan semua dari
hal-hal
sejarah
yang
yang telah
bisa
bahan dalam penelitiannya
dilihat
terjadi.
ataupun
Sedang
fase
dari
kedalaman
lainnya
adalah
dengan menggunakan akal dalam mengamati kemungkinan yang terjadi
dalam
perubahan
yang
ada
pada
materi
utama
ini
hingga semua ini dapat mengarahkannya pada tujuan utamanya yang diinginkan dalam penelitian ini yaitu mengungkap aturan dan
ketentuan
yang
mempengaruhi
fenomena-fenomena
sosial
yang terjadi. Inilah metode terbaik yang ditempuhnya dalam melakukan penelitiannya; dan inilah metode yang tidak pernah hilang dimakan
zaman
dan
dijadikan
landasan
utama
oleh
para
peneliti ilmu sosial. Sedangkan cara bagaimana ia menyuguhkan semua informasi itu dalam Mukaddimahnya setelah ia menyelesaikan penelitian itu hampir sama dengan kebanyakan peneliti keilmuan lainnya; seperti
halnya
pakar
ilmu
ukur,
dalam
menyuguhkan
pendapatnya; yaitu dengan memperhatikan setiap bagian dari penelitian
dan
pembahasan
serta
menyesuaikannya
dengan
aturan dan ketentuan yang berlaku; sebagaimana yang hal ini dilakukan oleh pakar dan peneliti ilmu ukur dissat mereka mencoba membuat dengan
aturan
seuatu teori, dan
ketentuan
maka mereka mencocokkannya yang
berlaku.
Semua
ini
dilakukannya kenyataan
dengan
yang
cara
terjadi
menerangkan yang
terlebih
kemudian
dahulu
kesemuanya
ini
dirangkum menjadi satu dan dijadikan satu teori baru. Dalam pembahasan akan suatu realita, tidak hanya berlandaskan akan yang
dilihat
terjadi
atau
sehingga
berlandas membenarkan
akan
sejarah
aturan
dan
fenomena
yang
ketentuan
yang
berlaku saja, namun terkadang seorang peneliti diharuskan untuk memberikan pemikiran logisnya akan masalah tersebut untuk meyakinkan pembaca akan suatu ilmu dan teori yang disuguhkannya; disamping itu pula, terkadang ia pun perlu mengaitkannya dengan realita ilmu alam (biologi) ataupun ilmu jiwa (psikologi) apabila ternyata hal tersebut lebih bisa menguatkan teori dan pembahasannya. Sebagai contoh atas itu, dapat dilihat pada bagian : bahwasannya suatu umat apabila
terkalahkan atau
dikuasai
oleh suatu golongan lain, maka ia akan mengalami kepunahan (Mukaddimah: Bayan, 351,352) pembahasan ini dijadikan satu pembahasan utama yang disertai dengan pemikiran logis dan juga aturan dan ketentuan dalam suatu masyarakat khususnya politik masyarakat, lalu darinya diambil satu keterangan dan resumenya (hasil akhirnya) Pembahasan yang
bisa
ini
dimulai
dipertanggung
dengan
jawabkan
keterangan-keterangan yang
diambil
dari
pemikiran-pemikiran logis dan juga dari kenyataan-kenyataan yang terkait dengan ilmu kejiwaan (psikologi) dan juga ilmu alam (biologi) dan juga ilmu binatang dengan mengungkapkan :penyebab akan kesemuanya itu adalah –Wallahu A‟lam- adanya suatu proses kejiwaan dimana masyarakat tersebut akan merasa malas untuk melakukan perintah seorang raja yang menjajahnya dan berusaha menjauh darinya; yang akhirnya mereka menjadi beban
bagi
sesamanya
dan
mereka
pun
akhirnya
kehilangan
harapan dan makin melemahlah reproduksi yang ada di antara
mereka. panjangnya suatu umur adalah dengan adanya harapan yang kuat akan suatu hal
dan juga adanya tindakan dan
semangat untuk merealisasikannya sekuat semangat binatang dalam mempertahankan hidupnya. Namun apabila harapan telah hilang
dengan
adanya
satu
kemalasan
dan
tak
tersisa
sedikitpun semangat untuk beraktivitas dan tak ada keinginan pun
timbuh
konsekuensi
diperkirakan
umurnya
dari
akan
keterjajahannya,
berkurang
dan
maka
bisa
berkurang
pula
penghasilan dan usahanya, sehingga mereka pun akan merasa lemah walau hanya untuk mempertahankan diri karena ia telah dikalahkan oleh rasa keterjajahannya. Maka ia akan menjadi seorang yang kalah di setiap pertarungan yang dihadapinya dan akan menjadi sasaran empuk bagi pesaingnya, baik mereka ternyata
akan
didalamnya... Allah
lah
sesungguhnya
mendapatkan
mereka yang
telah
mungkin
manusia
tujuannya kalah
terlebih
mengetahui
adalah
ataupun dahulu.
rahasia
penentu
tidak Hanya
lainnya.
(khalifah)
bagi
lingkungan hidup yang Allah ciptakan bagi mereka sendiri77 Seorang pemimpin yang dikalahkan dalam kepemimpinannya dan diberhentikan
segala
aktivitasnya,
maka
hasil
yang
ada
adalah datangnya rasa kemalasan dan keengganan dalam berbuat sesuatu
apapun
walaupun
itu
datang
dari
perut
ataupun
hatinya. Ini semua adalah akhlak yang menghiasi manusia. demikian pula yang terjadi pada hewan pemangsa dimana Ia tidak akan menjadi raja atau penguasa bila ia tinggal di kawasan yang dihuni oleh manusia. dari segi inilah, maka
77
Hal ini berdasarkan akan firman Allah Swt tentang Adam dan keturunannya dalam surat Al Baqarah: 30 : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".
umur
manusia
berkurang
dan
menyebabkan
kepunahan
dalam
dirinya. Karena kekal, hanyalah milik Allah semata‟ Lalu
Ibnu
Khaldun
mengakhiri
pembahasannya dengan dalil dan
penelitian
bukti-bukti yang
dan
terlihat
dengan kasat mata juga dengan informasi kesejarahan yang terjadi, dengan mengatakan: inipun terjadi pada masyarakat Persia.
Dimana
pada
zaman
dahulu,
bagaimaha
ia
mampu
menguasai banyak belahan dunia. Disaat pemerintahan mereka berkuasa pada masa berjayanya bangsa arab, jumlah mereka makin hari makin bertambah. Dikisahkan bahwa Saad (maksudnya saad bin Abi Waqash, pemimpin prajurit muslim di perang Persia)
menghitung
jumlah
penduduk
yang
ada
di
Wara‟ul
Madain (saat itu adalah ibukota Persia) dan ia mendapati penduduk sejumlah 173.000, termasuk didalamnya 73.000 kepala rumah
tangga.
jumlah
mereka
Namun
pada
menyusut
saat
dan
kekuasaan
bertinggal
mereka
direbut,
hanyalah
sedikit,
sehingga seolah mereka tidak pernah ada sebelumnya. Jangan menyangka semua ini karena ada suatu kezaliman atas diri mereka atau karena musuh mereka menekan pertumbuhan mereka. Karena kerajaan Islam sepanjang pengetahuanku adalah suatu pemerintahan yang adil. Semua ini terjadi karena memenag sudah menjadi tabiat manusia pada umumnya, apabila mereka sudah merasa dikalahkan, mereka akan menjadi beban bagi yang lain‟ ***** Ibnu
Khaldun
membutuhkan bebarap
suatu
bagian
memandang
bahwasannya
pengantar.
untuk
menyusun
Maka
ia
pengantar
semua
penelitian
harus
menyiapkan
ini
sebelum
ia
memasuki pembahasan utama ataupun memberikan solusi atas pembahasannya, sebagaimana yang Ibnu Khaldun lakukan pada
bab pertama dimana ia membicarakan secara detail tentang realita geografi sebagai kata pengantar atas pembahasannya tentang
pengaruh
lingkungan
geografi
dalam
kehidupan
perorangan ataupun masyarakat; ataupun sebagaimana yang Ibnu Khaldun lakukan di bab keenamnya dimana ia membahas tentang keaneka
ragaman
ilmu
dan
tema-temanya
serta
tujuannya
sebagai pengantar atas pembahasannya tentang undang-undang pendidikan dan segala perkara yang menyangkut ilmu dan dan pengajarannya di berbagai bangsa. Bahasan pada pengantar ini ataupun bahasan pembukaan sebelum memasuki pembahasan initi ini mengisi sebagian besar bab keenamnya yang sekitar tiga perempat dari semua halaman pada bab pertama atau setengah dari semua halaman ;pada bab ketiga. Sedangkan pada ketiga bab
lainnya
(maksudnya
bab
kedua,
keempat
dan
kelima),
jarang didapati pembahasan akan pengantar ini. Semua kejeniusan Ibnu Khaldun dalam ilmu peradabannya tidak tampak dan semua tujuannya akan ilmu tersebut tidak terealisasi apabila tidak membaca dan mengamatinya langsung pada penelitian dan pembahasan utamanya di Mukaddimahnya. Sedang
pembahasan
pembukanya
atau
pengantar,
hanya
menunjukkan sedikit saja, karena disana Ibnu Khaldun hanya menukil sebagian realitas yang terjadi serta mengumpulkan fan
kemungkian
mengamatinya
membuat
lebih
dalam
pandangan-pandangan
pakar
keismpulan dan
akhirnya
menambahkan
lainnya
serta
serta
didalamnya merajihkan
(menguatkan) salah satu diantara pendapat tersebut.... dan seterusnya. 8.
Penelitian
akan
masyarakat
setelah
Ibnu
Khaldun
dan
sebelum Auguste Comte Setelah
munculnya
Mukaddimah
Ibnu
Khaldun,
tidak
didapatkan suatu karyapun yang sejalan dengannya, yang layak
untuk dipublikasikan kepada masyarakat; karena pada umumnya penelitian yang dilakukan setelahnya hanyalah mematangkan konsep
yang
kemudian
telah
ada
mengikuti
bahwasannya
atau
konsep
penelitian
dalam Mukaddimahnya
hanya
yang
yang
menyempurnakannya
ada.
Dari
dilakukan
oleh
sini Ibnu
dan
tampak Khaldun
tetap menjadi yang terdepan dalam hal
pemikiran di bidangnya selama beberapa periode setelahnya. Itu semua karena tidak ada yang daapt menandinginya walaupun mereka
datang
dari
beberapa
periode
setelahnya
sekurangnya empat abad setelahnya mereka tetap
atau
mengikuti
pola pikir Ibnu Khaldun; dan terkadang mereka pun mencoba menyempurnakannya
konsep
dan
mematangkannya;
bahkan
Mukaddimah sendiri pun tetap menjadi referensi utama yang Majhul (tak dikenal) pada banyak penelitian, baik di timur maupun barat. Karena setelahnya
itulah,
kajian-kajian
akan
kemasyarakatan
dimulai kembali dari fase pertamanya
seolah
Mukaddimah tersebut belum muncul. Namun kajian-kajian ini seolah
hanya
berputar
pada
tiga
macam
penelitian
yang
dilakukan para peneliti sebelum Ibnu Khaldun, sebagaimana yang
telah
penulis
jelaskan
sebelumnya,
yaitu:
sekedar
menggambarkan fenomena yang terjadi beradasarkan sejarahnya saja
dengan
tujuan
menanamkan
hal
tersebut
dalam
hati,
menerangkan apa yang seharusnya dilakukan secara idealisnya; ini semua adalah filsafat yang ada dalam peneliti dalam menciptakan
kota
yang
unggul
dalam
khayalan
mereka
berdasarkan atas pikiran mereka. Keadaan terus berlangsung dalam tatanan ini hingga pada abad pertengahan delapan belas, muncullah golongan baru dari penelitian ilmu sosial yang lebih mengarah kepada pemikiran Ibnu Khaldun, namun tetap tidak dapat mencapai apa yang
telah Ibnu Khaldun hasilkan dan belum dapat merealisasikan apa yang telah Ibnu realisasikan sebelumnya. Dua golongan ini bila dilihat dari karya dan penelitian yang ada, dapat dibagi menjadi dua: Golongan pertama adalah yang mempelajari kajian umum yang
mencakup
didalamnya
pengelompokannya.
Namun
akan dalam
sejarah kajian
manusia sejarah
dan hanya
mempelajari satu segi saja yaitu sisi perkembangannya saja. Pembahasan
ini
perkembangan
yang
dilaluinya.
Pembahasan
philosophie pelopornya
mencoba terjadi
de
menguraikan dan
seperti
l‟historie
memeberikan
juga
fase-fase ini
(Filsafat
kesimpulan
faktor-faktor yang
telah
dikenal
dengan
sejarah);
karena
hasilnya
berdasarkan
sejarah yan ada . Tokoh pertama yang mempelopori penelitian dalam hal ini adalah pemikir besar Italia Vico (1668-1744) yang menuangkan penelitiannya dalam bukunya Science Nouvelle (ilmu baru). Dalam penelitian dan pembahasannya dalam bukun ya
tersebut,
banyak
didapati
kajian-kajian
sosial
kemasyarakatan hingga sebagian orang menganggap bahwa buku inilah pelopor
pertama lahirnya
ilmu sosial. Setelahnya,
banyak bermunculan penelitian dalam bidang ilmu sosial in; diantaranya Lessing, Herder dan juga Kant yang berasal dari German;
juga
Condorcet
dan
Voltaire
yang
berasal
dari
Prancis. Penelitian-penelitian
yang
sudah
dilakukan
ini
pada
dasarnya sudah mulai mengarah dan sejalan dengan penelitian yang telah Ibnu Khaldun lakukan sebelumnya. Namun tetap, perbedaan
yang
tampak
antara
keduanya
cukup
banyak,
khususnya dalam dua hal utama. Pertama; karena penelitian Ibnu Khaldun mencakup semua pembahasan akan aspek kehidupan masyarakat,
baik
dari
sisi
perkembangannya
ataupun
kestabilannya. Sedang pada penelitian diatas, hanya terpaku
pada perkembangannya saja. Kedua; karena penelitian yang Ibnu Khaldun lakukan lebih memfokuskan pada pengamatan dan ketajaman analisisnya pada suatu kejadian ataupun peristiwa yang terjad.; sedangkan para pakar filsafat sejarah, mereka telah terpengaruh pada pemikiran sejarah ataupun terpaku pada pendapat-pendapat yang ada sebelumnya. Mereka berusaha untuk
menundukkan
realitas
sejarah
yang
ada
kepada
pemikiran-pemikiran filsafat dan juga oendapat-pendapat yang ada yang
belum diteliti keabsahannya. Merekapun berusaha
mengarahkan
sejarah
yang
ada
diluar
batas
kewajarannya,
dengan mengkotak-kotakkannya pada mazhab yang mereka buat sehingga
memungkinkan
mereka
untuk
mengeluarkan
konsep
teorinya akan perkembangan peradaban manusia yang sesuai dengan mazhab mereka. Sedangkan penelitian yang Ibnu Khaldun lakukan lebih menyeluruh dari mereka dan menempuh metode yang lebih benar dari metode yang mereka tempuh. Golongan kedua adalah yang mempelajari suatu penelitian secara khusus dengan mencoba memberikan solusi dan resume atas setiap penelitian yang dilakukan. Penelitian khusus ini terfokus pada kelompok tertentu yang ada pada suatu fenomena sosial
kemasyarakatan
serta
aturan
dan
untuk
dapat
ketentuan
penelitian-penelitian
inilah,
mengungkap
yang
lingkungan
mengaturnya.
bermunculan
Dari
banyak
ilmu
sosial, yang kesemuanya ini dibagi menjadi empat bagian: 1) dengan
L‟Economie mengambil
mempengaruhi masyarakat
politique
tema
suatu
seperti
yaitu
atau kajian
undang-undang produksi,
ilmu
ekonomi
atas
kekayaan
pengatur
distribusi
dan
akan
politik yang ekonomi
kepemilikan.
Ilmu ini dipelopori oleh sekelompok Physiocrates atau ahli bilogi yang dipimpim oleh Quesnay (1694 – 1774 M), salah satu
dokter
anggota
dari
Louis para
ke
XV.
pakar
Kelompok keilmuan
ini yang
mempunyai ada
di
banyak
Perancis,
seperti Turgot (seorang mentri pada pemerintahan Louis ke XVI),
Mercier
La
Rivière,
Dupon
de
Nemour,
Marquis
de
Mirabeau (Bapaknya adalah orator revolusi Perancis). Selain itu, ilmu ini pun banyak dipelajari oleh para
pemikir dari
Inggris, yang dipimpin oleh tokoh besar dari Skotlandia Adam Smith dan Ricardo. Dari penelitian akan bidang ini, muncul buku-buku
dan
karya
–karya;
Economique (Agenda Quesnay, des
Sociètès
Théorie
de
Politiques
L‟impôr
halnya
L‟Oerdre Naturel et
karya
karya
seperti Merćiere
Turgot
dn
de
juga
Tableau Essentiel
La
Rivière,
yang
menjadi
referensi utama dari semua buku ini adalah An Inquiry into the nature and causes of the wealth of nations karya Adam Smiths78 2)
Falsafah
Qanun
(Filsafat
perundang-undangan),
Muqoddimah Qanun (Pengantar Perundang-undangan), Ruhul Qanun (Ruh Perundang-undangan). Tema adalah
mempelajari
hukum
dan
yang melandasi undang-undang
kajian ini positif
di
berbagai suku bangsa dan di berbagai masa, secara mendetaill dan seimbang untuk dapat mengungkapkan sejarah kemunculan suku bangsa itu sendiri serta penyebab peletakan undangundang
tersebut
juga
mempelajari
hubungan-hubingan
yang
mengikat satu dengan lainnya dan juga yang mengikat kepada fenomena
sosial
pengaruhnya
kemasyarakatan
terhadap
lingkungan
lainnya dan
dan
berapa
keyakinan
besar
masyarakat
yang ada serta perpolitikan negaranya... dan banyak lainnya. Tokoh pertama yang mempelopori kajian ini adalah Montesquieu (1689-1789 M) yang di tuangkan dalam bukunya La‟Esprit des lois. 3) Falsafatus Siyasah (Filsafat Politik) yang mengambil tema yaitu membahas tentang landasar dasar dibuatnya suatu
78
LIhat buku: El Iqtishod As Siyasi, cetakan kelima, hal 67-71
susunan hukum bagi masyarakat. Karya yang terkenal dalam bidang ini adalah Le Contrat Social
yang ditulis oleh Jean
Jacques-Rousseau (1712-1776 M). 4) La Statistique (Ilmu Statistik) yaitu penelitian yang berdasarkan
statistika. Penelitian dalam
bidang ini
dapat dibagi menjadi dua macam: Salah
satunya
Dèmographic
yang
adalah
yang
mengambil
tema
dikenal yaitu
dengan
nama
penelitian
yang
menggunakan konsep statistik (ukur) akan penambahan jumlah penduduk
dan
perkembangannya.
pertambahan
penduduk
Serta
dengan
membandingkan
penambahan
antara
sumber-sumber
produksi penduduk yang ada serta mengungkapkan akan undangundang
umum
pertama
yang
yang
Molthus,
ini
sejak
awal
dibahas
membidani
yang
Kajian
berkaitan
telah
dengan
ilmu
menuliskan
berkaitan
erat
hubungan
tersebut.
adalah
pemikir
banyak
dengan
pertumbuhannya,
tentang
ini
hal
buku
kajian
hingga
Inggris,
tentangnya.
ekonomi
didalamnya
penelitian
Pelopor
kajian
politik
pun
banyak
ini
dengan
fenomena produksi dan kepemilikan. Kedua;
adalah
yang
lebih
dikenal
dengan
nama
La
Statisque Morale (Statistik Moral) yang menyampaikan akan keinginan-keingainan
dalam
fenomena-fenomena
sosial
kemasyarakatan yang bisa diukur, baik secara sejajar (bisa dihitung
secara
pasti);
seperti
femomena
pernikahan
dan
migrasi ataupun yang tidak sejajar (hitungan acak); seperti halnya fenomena kejahatanyang terjadi ataupun fenomena bunuh diri. Kesemuanya ini dipelajari berdasarkan statistik dengan berbagai perbedaan keadaan dan juga masa di berbagai suku bangsa, yang dengannya (dengan hasil statistik yang didapat) diharapkan
dapat
mengungkap
aturan
dan
ketentuan
yang
mempengaruhi pertambahan dan juga penurunan penduduk juga pengaruhnya
diberbagai
aspek
kemasyarakatan
dan
juga
perbedaannya ragam...
di
dan
berbagai
lain
temapat
sebagainya.
dan
masa
Ilmu
ini
yang
beraneka
dipelopori
oleh
Pemikir Belgia Quetélet (1796-1873) dan menyebut ilmu ini dengan sebutan La Physique Sociale (Dasar kemasyarakatan). Penelitian yang
dilakukan Quetélet ini banyak
memberikan
pengaruh yang besar kepada pemikiran-pemikiran setelahnya; sebagaimana
yang
diakui
oleh
Auguste
Comte,
hingga
ia
menganggap Quetélet sebagi Pelopor ilmu Sosial. Pada dasarnya, semua penelitian yang beraneka ragam ini mengarah kepada tujuan yang sejalan dengan penelitian Ibnu Khaldun; walau ada sedikit perbedaan besar dalam dua sisi. Pertama; karena penelitian yang dilakukan oleh Ibnu Khaldun ini adalah penelitian yang menyeluruh dan mencakup semua pokok
pembahasan
solusi
akan
membebaskan
yang
semua
beraneka fenomena
peraturan
dan
ragam
ini
sosial
ketentuan
dan
yang
yang
memberikan ada
dengan
mempengaruhinya
serta menyusun kesemuanya itu secara sistematis; dan ia pun menjelaskan lainnya;
hubungan-hubungan
disaat
yang
mengkat
penelitian-penelitian
satu
dengan
sesudahnya
hanya
mengamati akan fenomena khusus dengan melepaskan kaitannya dengan fenomena lainnya dan menutup pandangan akannya dan juga hubungan yang ada diantara mereka fenomena-fenomena tersebut.
Kedua;
berlandaskan
atas
penelitian
yang
keterfokusannya
dilakukan akan
Ibnu
Khaldun
pengamatan
dan
analisisnya atas suatu kejadian yang telah terjadi, yang semua ini bertujuan untuk mengungkap hal-hal yanmg ilmiah, dan bukan karena tujuan lainnya; namun bila kita melihat terhadap penelitian lainnya, maka kita akan dapati bahwa kebanyakan daripadanya telah mjencampur adukkan sesuatu yang ilmiah
dengan
pemikiran-pemikiran
lainnya
seperti
halnya
pemikiran suatu filsafat atau suatu kepentingan tertentu, hingga
pemikiran
lainnyalah
yang
mendominasi
hasil
dari
penelitian tersebut dan pemikiran filsafat lah yang akhirnya yang
dianggap
mewarnai
penelitian
ini.
Banyak
pula
yang
meneliti keilmuan ini disertai dengan realitas yang terjadi (pragmatis) atau kaerna suatu ukuran tertentu hingga yang tampak adalah suatu keinginan dan gambaran yang seharusnya terjadi dalam penelitian yang sedang dikaji. Demikianlah, Khaldun empat
mampu abad
mengapa
menjadi
lamanya,
ilmu
yang
referensi namun
dibidani
oleh
Ibnu
selama
lebih
dari
banyak
yang
utama
sayangnya,
tak
memahaminya secara utuh. Banyak yang mempelajarinya, namun tak banyak yang dapat menempuh jalan yang sudah ia tempuh dan mengikuti pembahasannya yang menyeluruh kesemua aspek fenomena sosial kemasyarakatan dan juga mengikuti metodenya yang benar dan tujuannya yang sangat mendetail dan juga kesatuan yang ada dari semua pembahasannya. 9. Penelitian Auguste Comte Keadaan masih tetap sama dan tidak berubah sedikitpun, hingga kemunculan Pemikir besar perancis Auguste Comte di pertengahan
abad
ke
sembilan
belas
(1798-1857)
yang
melakukan banyak penelitian penting sebagaimana yang pernah Ibnu Khaldun lakukan dengan menyajikan banyak
pembahasan
yang terperinci dan mendetail Auguste
Comte
tampaknya
berkilblat
kepada
golongan
pertama, yang lebih terkenal dengan penelitian mereka yang disebut Falsafah tarikh (Filsafat sejarah) yang mempelajari peradaban
manusia
dilihat
dari
perkembangan.
Lalu
ia
mematangkan konsep yang ada danmenyempurnakannya dan lalu menghasilkan kesimpulan akhirnya dari pemikiran filsafatnya tersebut
dan
menggunakan
metode
ilmiah
dalam
memberikan
solusi realitasnya sera menggabungkan semua pembahasan dalam satu sub judul yang ia beri nama Dynamique Sociale (Dinamika
sosial) atau yang dikenal juga dengan nama ilmu perkembangan masyarakat. Ia pun berkiblat kepada golongan kedua yang mempelajari suatu penelitian secara khusus pada suatu golongan tertentu dalam suatu fenomena sosial yang ada. Lalu ia menggabungkan satu
dengan
lainnya
mengkolaborasikan melepaskannya
dan
antara
dari
menyempurnakan realitas
dan
ketergantungannya
tema
dan
tujuannya akan
juga dengan
filsafat
dan
kepentingan tertentu dan lalu mempelajari semua permasalahan ini secara ilmiah
atau ia menegaskan bahwa ia menempuh
metode ilmiah ini79, dengan menggabungkan semua pembahasan dalam satu sub
judul yang ia sebut
La statique Sociale
(Statistik sosial) atau ilmu kestabilan masyarakat. Auguste Comte tampaknya berusaha menggabungkan kedua ilmu
ini
(Dinamika
Sosial
dan
Statistik
sosial)
dengan
mengkolaborasikan realitas yang ada diantara keduanya dan menyatukan tujuan dan landasan dasarnya, dan menyatukan dua ilmu ini dalam satu bidang keilmuan yang ia sebut Physique Sociale (Ilmu dasar-dasar kemasyarakatan) dengan meminjam istilah
yang
sering
dipakai
oleh
Quetélet
;
namun
ia
kemudian menamakan ilmu itu seperti yang telah dikenal saat ini
yaitu
La
Sociologie
(Ilmu
Sosial)
atau
ilmu
kemasyarakatan. Semua orang yang mengenal ilmu ini mengira bahwa ialah orang pertama yang membidani kelahiran ilmu ini; mereka tidak mengetahui, bahwa pernah ada seorang Arab yang telah
membidani
kelahiran
ilmu
ini
empat
setengah
abad
sebelumnya. Auguste Comte menyampaikan semua gagasannya ini dalam bukunya yang terkenal yaitu Cours de Philosophie Positive, khususnya
79
ibid
yang
terletak
pada
bagian
pertama
di
jilid
pertamanya dan juga di jilid keemapt, kelima dan keenam dari buku ini. ***** Dengan demikian tampak jelas, bahwasanya ilmu sosial tidak mengalami satu fase dalam kemunculannya sebagaimana bidang
keilmuan
lainnya,
pertama;
yaitu
pada
landasan
dasarnya
abad
oleh
namun
ia
empat
belas,
Pemikir
mempunyai
Arab,
dimana Ibnu
dua
fase;
diletakkan
Khaldun,
dan
kedua; yang mungkin lebih tepat disebut sebagai penghidupan kembali ilmu sosial pada pertengahan abad kesembilan belas oleh Pemikir Perancis, Auguste Comte. Dengan sejalannya fase kedua dengan pendahulunya dalam gambaran ilmu sosial secara umumnya dan inti dari arah dan tujuan yang dicapai, namun sesungguhnya diantara keduanya memiliki
perbedaan
yang
cukup
banyak,
khususnya
dalam
perlu
diperjelas;
sisi
pembahasan secara detailnya Disatu
sisi,
perbedaan
itu
kedua, kedua dari peneliti ini mempunyai posisinya masingmasing dilihat dari penelitian yang telah dilakukannya; sisi ketiga, butuhnya
biografi secara menyeluruh tentang Ibnu
Khaldun, sisi keempat;
perlunya keterangan akan asal muasal
pemikirannya dan siapa yang memunculkan ide tersebut dan siapa yang akhirnya di juluki sebagai pelopor ilmu sosial dan keterangan akan pelopor sebenarnya akan ilmu sosial ini, yang kesemuanya ini membutuhkan pembahasan khusus, hingga darinya bisa di komparasikan antara Ibnu Khaldun dan auguste Comte. Penulis akan mengkomparasikan antara Ibnu Khaldun dan Auguste
Comte
dari
enam
sisi;
penyebab
keduanya
dalam
memunculkan ilmu baru yang berkaitan dengan fenomena sosial
kemasyarakatan,
tema akan kajian yang dilakukan, tujuan,
metode, pembagian dan juga hasil akhir secara umumnya yang berhasil dicapai oleh keduanya. Setiap sisi dari perbedaan yang ada, akan diulas secara mendetail. 10. Penyebab Ibnu Khaldun dan Auguste Comte membidani kajian baru yang berkaitan dengan Fenomena sosial kemasyarakatan Pada dasarnya, baik Ibnu Khaldun maupun Auguste Comte memiliki
sebab
dan
alasan
yang
berbeda
ketika
mereka
membidani ilmu ini. Ibnu untuk
Khaldun
membidaninya
karena
penelitian
sejarah
serta
menciptakan
membebaskan
informasi
kamuflase
keinginan dari
kuatnya
kabar
dan
peralatan
dan
penunjang yang memungkinkannya dengannya seorang peneliti dan juga para penulis ilmu sejarah untuk membedakan dan memilah
sesuatu
sesuatu
yang
yang
bisa
diragukan
dipertanggung
jawabkan
keabsahannya
khususnya
dengan yang
menyangkut tentang kejadian dan peristiwa yangterjadi dalam suatu peradaban manusia. dengan kemampuannya itulah, maka ia akan mampu menjauhi sesuatu yyang
diragukan keabsahannya
sejak awal penelitiannya dan hanya memfokuskan penelitian dan
pengamatan
sejarahnya
pada
informasi
yang
bisa
dipertanggung jawabkan kebenarannya dan yang mungkin terjadi sebagaimana yang penulis telah jelaskan sebelumnya. Sedangkan Auguste Comte cenderung membidani ilmu baru yang berkaitan karena
dengan fenomena
keinginannya
untuk
sosial kemasyarakatan ini
memperbaiki
tatanan
masyarakat
yang ada dan membebaskannya dari faktor-faktor perusak. Ini berdasar pengamatannya bahwasannya masyarakat pada masanya diliputi banyak kerusakan dalam berbagai aspek kehidupannya, dan penyebab utama dari semua ini didasari atas rusaknya
moral (krisis akhlak); sedang kerusakan moral ini muncul karena rusaknya pemikiran dan terhambatnya pemahaman yang benar akannya. Dalam banyak pembahasannya, ia berpendapat bahwasannya masyarakat pada masanya menempuh metode yang sangat
bertolak
memahami
segala
belakang
dari
sesuatunya.
realitas
Menurut
yang
ada
pendapatnya,
dalam manusia
hidup dibawah aturan dan ketentuan alam, maka dalam memahami segala sesuatunya, mereka hendaknya menempuh metode positif. Namun kenyataannya, mereka menempuh metode lain yang Auguste comte
sebut
sebagai
Mode
de
penser
théologico
(Metode
Metafisika) yaitu metode yang memalingkan pemikiran
dari
dasar fenomena yang ada serta aturan yang mempengaruhinya dan
memahami
bahwa
segala
yang
ada
di
muka
bumi
ini
merupakan keinginan Tuhan; maka Inilah yang lebih dikenal dengan metode agama. Sedang keyakinan bahwa segala sesuatu berasal dari kekuatan samar Metafisika yang bersebrangan dengan kenyataan yang ada seperti halnya kekuatan jiwa dalam diri
manusia
tumbuhan;
atau
maka
metafisika.
kekuatan
metode
Kedua
ini
metode
untuk lebih
yang
tumbuh dikenal
sangat
yang
ada
dengan
pada
metode
bertolak
belakang
dengan kenyataan yang ada ini telah meyusup masuk dengan kuat kedalam pemikiran masyarakat pada zamannya dan menjadi referensi penting bagi mereka dalam menafsirkan peristiwa dan
kejadian
penting
yang
dalam
berlangsung,
pemikiran
mereka
bahkan
menjadi
sendiri.
referensi
hingga
dengan
menempuh dua metode inilah, masyarakat tidak mempunyai celah untuk
berpikir
secara
objektif
dalam
sesuatu. Auguste Comte menyebut keadaan
mengamati
segala
ini dengan sebutan
Anarchie mentale (kekacauan akal). Kekacauan akal ini telah menyebabkan munculnya krisis moral dan juga etika, karena dalam pendapat Auguste Comte, semua yang muncul dari suatu kekacauan
pemikiran
hanyalah
kekacauan
moral
dan
etika.
Krisis
moral
kekacauan
di
dan
etika
seluruh
ini
aspek
akhirnya kehidupan
mampu
menimbulkan
masyarakat;
karena
pondasi dasar akan suatu masyarakat adalah moral dan suri tauladan yang baik. Maka dengan rusaknya pondasi yang ada, maka
rusaklah
secara
keseluruhan
masyarakat
yang
ada
di
berbagai aspeknya. Karenanya, kondisi
tidak
masyarakat
ada
yang
jalan
sudah
lain
dalam
demikian
memperbaiki
parahnya
kecuali
dengan memperbaiki pemikiran yang ada. Dengan sudah baiknya pemikiran yang ada, maka akan membaik pula krisis moral yang melanda
yang
berarti
membaik
pula
keseluruhan
aspek
kehidupan masyarakat; karena pemikiran merupakan alat utama dalam
membentuk
masyarakat,
sebagaimana
yang
diungkapkan
oleh Comte: Le mecanisme social repose sur la pensée, c‟està-dire l‟opinion Karena penyebab kerusakan terletak pada kesalahan dalam memahami sesuatu; karena sebagian akan memahaminya dengan satu metode, sedang lainnya akan memahaminya dengan metode yang berbeda, bertolak belakang dengan metode yang pertama; karenanya dengan
tiada
jalan
membandingkan
lain
untuk
diantara
memperbaikinya
kedua
metode
yang
kecuali ada
dan
mengambil yang terbaik diantaranya. Auguste Comte sendiri telah mencoba berbagai cara dalam memperbaiki keadaan ini dan ia menemukan bahwa ada tiga hal yang bisa dilakukan dalam menyikapi keadaan ini: Cara
pertama
mengkombinasikan
kedua
adalah metode
kita yang
berpikir ada
dalam
dengan memahami
sesuatu, sehingga keduanya tidak menjadi saling bersebrangan dalam pikiran masyarakat dan tidak menyebabkan
kekacauan
dalam pemikiran yang dihasilkannya. Cara kedua adalah kita bertindak dan berpikir dengan menggunakan metode positif dalam memahami segala sesuatu dan
membiarkan
masyarakat
memahami
fenomena
menggunakan metode agama-metafisika
yang
ada
dengan
.
Cara ketiga adalah kita bertindak dan berpikir dengan metode agama-metafisika dalam memahami segala sesuatu dan membiarkan
masyarakat
memahami
fenomena
yang
ada
dengan
menggunakan metode positif. Cara pertama yaitu dengan mengkombinasikan kedua metode yang ada dalam memahami sesuatu, sehingga keduanya tidak menjadi
saling
bersebrangan
dalam
pikiran
masyarakat,
menurut August Comte adalah mustahil terjadi bila dilihat dari
realitas
yang
terjadi.
Karena
kita
mengetahui
bahwasannya kedua metode ini sangat bertolak belakang satu dengan lainnya dalam banyak hal. Pertama; metode positif hanya mengamati akan sebab akibat langsung yang terjadi pada suatu fenomena, sedangkan metode agama-metafisika mengamati akan sebab-akibat yang tidak langsung pada suatu fenomena yang terjadi -semuanya ini terjadi karena suatu kehendak Yang
Maha
Kuasa
dengan
kekuatan-Nya
yang
tersamar.
Lalu
metode positif meletakkan suatu keyakinan bahwasannya segala sesuatu telah tunduk pada aturan dan ketentuan yang berlaku, sedang metode lain meyakini bahwa segala sesuatu berjalan sesuai kehendak Tuhan. Disaat metode positif meneliti segala sesuatu demi memahami aturan dan ketentuan yang mengatur kesemuanya, maka metode agama-metafisika lebih menekankan penelitiannya
akan
banyak
hal
namun
tidak
untuk
mencari
aturan dan ketentuannya, karena semuanya telah jelas diatur oelh Yang Maha Kuasa. Dari sini jelas terlihat bahwasannya kedua metode ini saling bersebrangan satu dengan lainnya dan tidak
mungkin
menjadi
satu
menyatukan
dua
mengkombinasikan metode metode
yang ini
dan
utuh dalam
dan
mengabungkan tidak
pikiran
keduanya
mungkin
manusia,
pula
karena
justru hal ini akan menimbulkan kekacauan yang sangat besar.
Sedang
cara
kedua,
yaitu
dimana
kita
bertindak
dan
berpikir dengan menggunakan metode positif dan membiarkan masyarakat memahami fenomena yang ada dengan menggunakan metode agama-metafisika; walaupun hal ini mungkin dilakukan, namun hanya dalam batasan tatanan pemikiran saja, dan tidak dalam
pelaksanaan
keseharian.
Semua
ini
tidak
mungkin
terjadi kecuali apabila pemikiran akan ilmu pasti –seperti halnya
hasil
dan
ketentuan
yang
dicapai
dalam
ilmu
matematika dan biologi- semuanya dihapuskan dari pemikiran masyarakat. karena hasil dan ketentuan ini merupakan bagian dari metode positif yang membantu masyarakat dalam memahami fenomena sosial masyarakat yang terjadi; dimana didalamnya banyak terdapat banyak penjelasan akan sebab dan akibat yang terjadi secara langsung. Namun hal ini mustahil terjadi dan berada diluar kekuatan manusia yang
ada
dan
seandainya
ini
dalam menghapus pemikiran diharuskan
terjadi,
tidak
mungkin masyarakat dipaksakan untuk mem’peti es’ kan ilmu yang sudah didapat sebelumnya sebagaimana pula tidak mungkin mengalihkan pikiran akan hal ini dan juga keinginan dalam mengungkapkan aturan dan ketentuan yang mengatur fenomena yang terjadi. Hasil dari adanya paksaan atas hal ini adalah kekacauan
pemikiran
itu
sendiri
disaat
kita
mencoba
menyelamatkan manusia dari kekacauan pemikiran. Hingga tidak ada lagi yang tersisa kecuali cara yang ketiga,
yaitu
kita
agama-metafisika membiarkan menggunakan terjadi
bertindak
dalam
masyarakat metode
kecuali
dan
memahami
memahami
positif.
apabila
segala
fenomena
Namun
mereka
berpikir
hal
dengan
sesuatu
yang ini
memahami
metode
ada
tidak
fenomena
dan dengan
mungkin sosial
kemasyarakatan dengan metode positif; karena mereka hingga pada masa Auguste Comte telah memahami alam dengan metode positif kecuali fenomena sosial yang terjadi, dimana mereka
memahaminya
dengan
memungkinkan
membuat
metode
agma-metafisika.
masyarakat
memahami
Apabila
fenomena
sosial
kemasyarakatan menggunakan metode positif sebagaimana mereka memahami fenomena lainnya, maka akan ada penyatuan pemikiran dengan menjadikan pemahaman atas segala hal dengan metode yang
satu,
yaitu
metode
positif.
Namun
dalam
membuat
masyarakat dapat memahami fenomena sosial masyarakat dengan metode positif, dibutuhkan dua syarat yang harus dipenuhi: Syarat fenomena
ini
sebagaimana karena
pertama; berjalan
aturan
suatu
memahami
adalah
sebagaimana
dan
ketentuan
kehendak
sesuatu
dengan
ataupun
dengan
menjadikan adanya;
yang
metode
ia
berlaku
suatu positif
fenomeberjalan
dan
kebetulan. berarti
bukan Karena
memahami
aturan dan ketentuan yang berlaku didalamnya; sedang sesuatu yang berjalan dwengan tidak mengikuti aturan yang berlaku, maka mustahil ia dapat dipahami dengan metode positif. Syarat ketentuan
kedua; ini
adalah
dikenal
dengan
manjadikan
masyarakat
hingga
aturan
mereka
dan dapat
memahami fenomena sosial kemasyarkatan ini sesuai dengan batas-batasan yang telah diatur dan ditetapkan oleh undangundang yang berlaku. Pada
syarat
bahwasannya fenomena
hal
sosial
pertama ini
ini,
mungkin
Auguste dipenuhi
kemasyarakatan
yang
Comte
memandang
seutuhnya terjadi,
dalam karena
sesungguhnya fenomena sosial kemasyarakatan merupakan bagian dari fenomena alam; dan semua fenomena alam berjalan sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku dan bukan karena kehendak suatu golongan ataupun suatu kebetulan. Sedangkan pada
syarat kedua, yaitu harus dikenalnya
aturan dan ketentuan ini oleh masyarakat luas, nampaknya hal ini
sulit
untuk
dipenuhi
kecuali
apabila
ada
seorang
peneliti yang berhasil mengungkap aturan dan ketentuan ini.
Namun untuk mengungkap hal ini adalah sesuatu yang tidak mungkin kecuali apabila fenomena sosial kemasyarakatan ini dipelajari
terlebih
dahulu
dengan
menggunakan
metode
positif, dimana ia harus menjelaskan semua landasan dasarnya serta hubungan-hubungan yang mengikat satu dengan lainnya atau pun dengan lainnya hingga menghasilkan suatu kesimpulan akhir dan mendapatkan keterangan akan kemunculan fenomenafenomena dan perkembangannya sesuai dengan perbedaan yang ada disetiap bangsa dan masa. Dengan
mempelajari hal ini semua, akan menghasilkan
perbaikan pemikiran dan penyatuannya; dan dengan perbaikan pemikiran
akan
menghasilkan
perbaikan
etika
akan
perbaikan
etika;
dengan
perbaikan
sosial
bahwasannya
Auguste
menghasilkan
masyarakat. Dari Comte
ini
semua
berkeinginan
dapat
untuk
dipahami,
merealisasikan
perbaikan
sosial
masyarakat hingga akhirnya ia sendiri membidani ilmu ini atau mepelajari
fenomena sosial masyarakat dengan metode
positif
mengungkap
untuk
aturan
dan
ketentuan
yang
mengaturnya. Dari ilmu inilah akhirnya lahir suatu ilmu baru yang
ia
beri
nama
kemasyarakatan).
Physique
Namun
ia
Sociale
melihat
(ilmu
bahwasannya
dasar-dasar tujuannya
dalam mengungkap dasar-dasar kemasyarakatan menyerupai ilmu dalam mengungkap dasar-dasar fenomena alam lainnya; akhirnya ia kembali menamakan ilmu itu dengan nama Sociologie sosial)
yang
merupakan
adalah societas yang
perpaduan
dari
dua
kata;
(ilmu pertama
berasal dari bahasa latin yang berarti
sosial masyarakat; dan kedua adalah Logos yang berasal dari bahasa yunani yang berarti ilmu) *****
Dari semua keterangan ini tampak –baik Ibnu Khaldun dan juga
Auguste
penelitian
Comte-
akan
tentang
pentingnya
fenomena
kemunculan
sosial
ilmu
kemasyarakatan
dan ini.
Keduanya telah melihat bahwa untuk memahami fenomena sosial ini
hanya
dapat
ditempuh
dengan
mengingkap dasar-dasar fenomena
metode
positif
tersebut juga
guna
aturan dan
ketentuan yang mengaturnya. Dari keterangan ini semua pun, dapat dipahami
bahwasannya keduanya mempunyai
andil yang
sangat besar dalam kelahiran ilmu sosial kemasyarakatan. Namun
demikian
ada
dua
hal
berbeda
yang
melatar
belakangi keduanya dalam membidani ilmu baru ini: Pertama; penyebab Ibnu Khaldun membidani kelahiran ilmu baru
ini
kemukakan. akan
tidak
sama
Ibnu
urgensi
dengan
Khaldun
ilmu
penyebab
membidaninya
tersebut
bagi
yang
Auguste
dengan
para
Comte
pertimbangan
sejarawan
ataupun
penulis sejarah hingga mereka dapat memilah informasi yang bisa dipertanggung jawabkan keabsahannya ataupun informasi yang
diragukan
keabsahannya;
berhubungan dengan sejarah yan
khususnya
informasi
yang
berkaitan langsung dengan
fenomena sosial kemasyarakatan yang telah terjadi; selain itu pula Ibnu Khaldun berkeinginan untuk menciptakan suatu alat dan penunjang yang bisa menghindari para sejarawan dan para
penulis
sejarah
dari
kesalahan
yang
biasa
mereka
lakukan (salah dalam menerima suatu berita); sedang Auguste Comte lebih menekankan bahwasannya ia membidani ilmu baru ini dengan pertimbangan bahwasanya kekacauan yang terjadi dalam masyarakat pada zamannya disebabkan adanya kekacauan dalam
pikiran
mereka,
dan
ia
sangat
berkeinginan
untuk
mengubah keadaan tersebut dengan mengubah pemikiran tersebut dan
menjadikan
harmonis.
pemikiran
yang
ada
adalah
pemikiran
yang
Penyebab yang dikemukakan Ibnu Khaldun dalam membidani ilmu baru ini adalah penyebab yang sesuai dengan realitas yang
terjadi.
Ia
mengamati
bahwasannya
banyak
penulisan
sejarah hingga pada masanya, banyak dihiasi dengan banyak kesalahan;
dimana banyak dari kesalahan tersebut bermula
dari ketidak tahuan mereka akan aturan dan ketentuan yang mengatur fenomena-fenomena sosial yang terjadi.
Sedangkan
penyebab yang dikemukakan Auguste Comte dalam membidani ilmu baru ini merupakan penyebab yang penuh dengan imajinasi yang ia
pahami
dari
filsafat
dan
perkembangan pemikiran manusia
pemahaman
khususnya
akan
dari suatu pemikiran yang
berstatus quo. Penyebab ini sangat jauh dari realitas yang terjadi dan bukan hasil dari pengamatannya secara positif dalam memahami realitas yang ada; karena tidak semua orang pada masanya -sebagaimana yang dikemukakan Auguste Comtememahami fenomena alam dengan metode positif; metode ini hanya berlaku bagi sebagian orang yang memperoleh pendidikan dan juga yang mempunyai kesempatan untuk memperdalami ilmu pengetahuan; sebagaimana tidak sebagaimana
yang
dikemukakan
semua orang pada masanya– Auguste
Comte-
memahami
fenomena sosial kemasyarakatan dengan menempuh metode yang bukan
metode
mengatakan
positif,
bahwa
karena
fenomena
kenyataan
sosial
yang
terjadi
kemasyarakatan
banyak
dipahami oleh pemikir pada masanya secara ilmiah dan telah banyak penelitian yang dilakukan berkaitan dengan fenomena sosial
kemasyarakatan
yang
akhirnya
berhasil
mengungkap
aturan dan ketentuan yang mengaturnya.hasil-hasil penelitian ini telah tesebar luas pada masanya. Kedua;
sesungguhnya
Ibnu
Khaldun
mengatakan
suatu
kejujuran disaat ia menjelaskan bahwa belum ada seorang pun yang pernah mempelajari ilmu ini sebelumnya; sedang Auguste Comte
menegaskan
bahwasannya
ialah
orang
pertama
yang
mempelajari ilmu ini secara menyeluruh, disaat Ibnu Khaldun telah mendahuluinya sekitar lima abad sebelumnya dan disaat banyak
pemikir
barat
modern
yang
telah
mempelajarinya
sebelumnya yang dipimpin oleh pemikir Belgia Quetélet dan juga
pemikir
sebagian
dari
mengamati metode
Prancis kelompok
fenomena dari
yang
sosial
positif
kebanyakan
Condercet,
yang pemimpin
dan
Montesquieu.
mempelajari
yang
ilmu
terjadi
sosial
dengan
sanagat
matang
mereka
berhasil
Bahkan ini
menempuh
dan
sempurna;
mengungkapkan
banyak aturan dan ketentuan yang mengatur fenomena sosial kemasyarakatan. Hal ini pun diikuti secara khusus oleh ilmu ekonomi dalam mempelajari fenomena ekonomi masyarakat dengan kemunculan ilmu ekonomi yang dibidani sekolah Visio carte di Prancis dan sekolah Adam Smith ataupun sekolah lainnya di Inggris.
Sebagaimana
pengamatan
akan
hal
inipun
fenomena
sastra
diikuti hingga
dengan
adanya
melahirkan
ilmu
bahasa secara umum dan juga ilmu bahasa sejarahyang dibidani oleh banyak peneliti dan pakar. 11. Tema pengamatan Ibnu Khaldun dan Auguste Comte. Sedang sisi komparasi diantara
keduanya adalah yang
berkaitan denga tema dalam mempelajari ilmu baru ini. Namun tampaknya keduanya –baik Ibnu Khaldun maupun Auguste Comtebersepakat dalam hal ini. Tema
pengamatan
bagi
mereka
berdua
adalah
apa
yang
disebut dengan Fenomena sosial kemasyarakatan atau yang Ibnu Khaldun sering sebut sebagai realitas peradaban. Namun tidak satupun
diantara
mereka
yang
mencoba
untuk
memberikan
definisi atas kata fenomena sosial kemasyaratan ini ataupun menerangkan
kekhususan-kekhususannya
sebagaimana
yang
dilakukan olej pemikir terkemuka Durkheim dalam karyanya Les Règles de la Méthode (kaidah dasar metode kemasyarakatan).
Ibnu Khaldun hanya memberikan beberapa contoh atasnya dalam Mukaddimahnya, dengan mengatakan: karena ia adalah landasan dasar suatu sejarah, maka ia adalah
suatu
masyarakat
berita
atau
yangmerupakan
penyuguhan atas
pun
informasi
peradaban
suatu keadaan
alam
tentang atau
pun
peradaban itu sendiri
seperti halnya bencana, keterputus asaan, fanatisme, penguasaan atas satu masyarakat oleh masyarakat lainnya dan
kemunculan
para
raja
serta
negara
serta
posisi
mereka dimata lainnya, apa yang dilakukan manusia dalam mencukupi kebutuhan hidupnya dalam usaha
dan mencari
nafkah ataupun usaha mereka dalam mencari kehidupan, ilmu
ataupun
kerajinan
serta
semua
kejadian
dan
peristiwa di peradaba itu dengan berbagai keadaannya. Sedangkan Auguste Comte hanya menegaskan bahwasannya tema sosial kemasyarakatan mencakup semua aspek kehidupan kecuali tema-tema yang berhubungan dengan ilmu matematika ataupun ilmu biologi; selain kedua keilmuan ini, maka semua masalah
yang
menyangkut
tentang
manusia
masuk
dalam
pembahasan tema sosial kemasyarakatan. Karenanya pula, ia berpendapat bahwasannya ilmu psikologi bukanlah satu bidan keilmuan
yang
berdiri
sendiri,
karena
pembahasan
dan
fenomena yang ada padanya berkaitan erat dengan fenomena sosial.
Namun
hal
yang
mecakup
didalamnya
permasalahan
tubuh dan semua fungsi-fungsinya serta tugas semua anggota tubuh
dan
tugas
panca
indera,
kesemuanya
masuk
dalam
pembahasan ilmu biologi. Namun tetap banyak pembahasan akan ilmu jiwa atau psikologi membahas akan kehidupan masyarakat dan permasalahan kemasyarakatan, dan pembahasan inilah yang masuk dalam bidang ilmu sosial.
12. Tujuan mempelajari Ilmu Sosial bagi keduanya Tujuan
langsung
dalam
mempelajari
ilmu
ini
pula
disepakati oleh keduanya. Mereka sama-sama ingin mengungkap landasabn dasar dari fenomena sosial kemasyarakatan dan juga aturan dan ketentuan yang berlaku atasnya. Penulis menuliskan kata ‘Tujuan langsung’, karena baik Ibnu
Khaldun
berbeda
Auguste
tujuan
tidak
pada
maupun
Comte
mempunyai
langsungnya,
tujuan
yang
sebagaimana
yang
telah dijelaskan sebelumnya. Ibnu Khaldun mempelajari ilmu ini dengan tujuan akhir agar ia mampu menjadi
alat dan
penunjang dala memperbaiki kabar dan sejarah yang terjadi, sedangkan Auguste Comte mempelajari ilmu ini dengan tujuan akhir
agar
ia
mampu
memperbaiki
masyarakat
dengan
jalan
memperbaiki pemikiran yang berefek pada perbaikan moral. 13. Metode yang digunakan keduanya Mereka berdua pun bisa dibilang sepakat dalam menempuh metode
yang
sama
dalam
mempelajari
fenomena
sosial
kemasyarakatan ini. Mereka memandang bahwasannya metode yang harus diambil dalam mempelajarinya haruslah metode positif yang stabil dan tetap hingga mereka dapat mengamati dan masuk kedalam tema utama tanpa harus terikat dengan pikiran yang statis, walau mereka harus menemukan metode ini selama mereka akhir
mempelajari dari
ilmu
komparasi
ini. yag
Namun
ada
akan
tampak
bahwasannya
dibagian
metode
yang
ciptakan Ibnu Khaldun adalah metode dalam bentuk yang mudah dan fleksibel; sedang metode yang diciptakan Auguste Comte adalah metode inti yang akan sulit dalam mengubahnya suatu saat nanti kecuali bila dilakukan rekontruksi ulang dari keswemuanya itu dengan memakai landasan yang berbeda. 14. Pembagian dalam ilmu ini
Sisi kelima dari komparasi antara Ibnu Khaldun dan juga Auguste Comte adalah dilihat dari pembagian ilmu sosial ini kedalam bagiannya masing-masing. Dalam hal ini, Ibnu Khaldun dan
Auguste
Comet
berbeda
pendapat
dalam
perbedaan
yang
cukup mendasar. Auguste Comte telah membagi ilmu sosial ini kepada dua bagian; bagian pertama yang disebut La dynamique Sociale (dinamika sosial) dan bagian keduanya disebut La statique Sociale (Statistika sosial). Perbedaan yang ada diantara keduanya terletak pada bahwasannya yang pertama atau ilmu Dinamika sosial lebih memfokuskan pada masyarakat manusia secara
global
dan
perkembangannya,
yang
mempunyai
dua
kekhususan. Pertama; mempelajari masyarakat manusia secara global, dan ini mengandung artian bahwasannya ilmu ini tidak mempelajari keseluruhan aspek yang ada secara
mendetail,
namun hanya dibahas secara global saja. Pembahasan tentang masyarakat manusia ini mencakap beberapa susunan aturan dan kaidah dasar seperti halnya politik, kehakiman, ekonomi, etika, agama,,, dan banyak lainnya. ilmu dinamika sosial ini tidak mengamati suatu kelompok masyarakat secara mendetail ataupun secara terperinci, namun hanya dibahas secara umum dan
globalnya
mempelajari menegaskan
saja.
Sedang
perkembangan bahwasannya
mengungkapkan
aturan
masyarakat dalam
kekhususan
masyarakat tujuan
dan
dari
ketentuan
perpindahannya
kedua
adalah
yang
manusia
atau
yang
semua yang
ini
dijalani
adalah oleh
dari satu keadaan kepada
keadaan lainya. Dalam penelitiannya, Auguste Comte memulainya dengan pembahasannya kan bagian pertamanya, Dinamika masyarakat , lalu menghentikan sebagian besar isi pembahasannya untuk kemudian
berpindah
Statistik sosial.
pada
pembahasan
bagian
kedua
yaitu
Sedang
Ibnu
Khaldun,
ia
telah
membagi
tema
pembahasannya kepada beberapa bagian yang mana satu sama lain saling terkait satu dengan lainnya dan membentuk satu kesatuan fenomena sosial kemasyarakatan yang berjalan sesuai dengan
landasan
dasarnya.
Terkadang
ia
menghentikan
pembahasan yang ada didalamnya pada satu bagian tertentu untuk bisa mengamatinya lagi lebih dalam, sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya. Ibnu
Khaldun
sangat
berhati-hati
dalam
mempelajari
setiap satu kelompok masyarakat agar tidak ada pencampur adukan antara kajian perkembangannya dan juga kajian akan sosial kemasyarakatannya; atau apabila dipakai ungkapan yang dipakai oleh August Comte, maka bisa dikatakan bahwasannya Ibnu Khaldun
sangan memperhatikan dan memfokuskan kajiannya
pada setiap kelompok masyarakat dari berbagai aspek fenomena sosialnya antara
yang
ada,
dinamika
baik
sosial
dengan
dan
juga
perpaduan
yang
statistika
harmonis
sosial.
Ibnu
Khaldun telah mempelajari unsur-unsur pentingnya, bagian, fungsi...dan banyak lainny yang merupakan cakupan dalam ilmu statistika, dan pada saat yang bersamaan, iapun mempelajari perkembangan yang ada dalam kelompok masyarakat tersebut dan juga aturan dan ketentuan yang mengatur fenomena yang ada dan
mempengaruhi
perkembangan
yang
terjadi.
Ia
tidak
membedakan antara dinamika sosial ataupun statistiknya dan juga tidak menjadikan satu bagian tersebut sebagai ilmu yang berdiri
sendiri
dari
kesemua
kajian
yang
ia
lakukan,
sebagaimana yang selama ini August Comte lakukan. Ia membagi bagian dalam penelitiannya beradasar atas pembagian fenomena kebeberapa
kelompok
masyarakat,
dimana
setiap
kelompok
masyarakat tersebut terkadang memiliki fenomena yang sejenis dalam
hal
tujuan
ataupun
landasan
dasarnya.
Setiap
Ibnu
Khaldun meneliti dan membahas akan suatu kelompok masyarakat
tertentu,
maka
ia
akan
mengamati
dinamika
sosial
dan
statistiknya secara bersamaan. Dari
sini
dapat
dipahami
sesungguhnya
metode
yang
digunakan IbnuKhaldun lebih baik dari kedua metode yang ada, dimana metode yang digunakan adalah metode yang ilmiah dan dapat
dipertanggung
disayangkan dinamika
akan
sosial
jawabkan
adanya dan
kebenarannya.
pemisahan
statistik
ilmu
sosial
Karenanya
sosial
menjadi
sebagaimana
yang
dilakukan oleh August Comte. Unsur-unsur yang Ibnu Khaldun kemukakan
diantaranya
fenomena
sosial,
fungsinya...dan
banyak hal lainnya yang tercakup dalam kajian dan bahasan ilmu statistik yang mempengaruhi perkembangan yang ada serta mempu
menggambarkan
jalan
perpindahan
dari
satu
keadaan
kepada keadaan lainnya., atau mempengaruhi arah dinamikanya. Arah
dinamika
yang
ada
–atau
perpindahan
suatu
kelompok
masyarakat dari satu keadaan kepada keadaan lainnya- dapat emngubah unsur yang yang
berlaku,
atau
ada dan landasan dasar serta fungsi dengan
kata
lain
ia
mampu
membuat
perubahan besar dalam hal statistiknya. Pemisahan antara dua bagian ini maka adalah buatan semata dan tidak sesuai dengan landasan dasar fenomena sosial kemasyarakatan. Banyak dari pemikir modern yang mendalami
fenomena
sosial kemasyarakatan dengan mengikuti pola pikir Auguste Comte
dalam
bentuk
pembagiannya
mulai
berpaling
dan
mengikuti jalan yang pernah dilalui oleh Ibnu Khaldun dan mengira bahwa merekalah pembaharu keilmuan sosial ini, yang menapaki jalan yang tidak asama dengan jalan Auguste Comte, khususnya
di
berbagai
fenomena
masyarakat
dimana
mereka
mendalami kekhususannya, mereka mulai memasukkan kekhususan tersebut ke dalam kesatuan ilmu sosial sebagaimana halnya ilmu
morfologi.
Namun
kenyataannya,
mereka
bukanlah
pembaharu dan pelopor pertama yang telah menyatukan semua
fenomena
masyarakat
menggambarkan
dalam
yang
terjadi.
pembagian
yang
Mereka ada
hanyalah
dalam
beberapa
pembahasan ilmu ini , baik yang mereka sadari kehadirannya ataupun yang tidak mereka sadari. Karena sesungguhnya metode dan konsep yang mereka tempuh adalah metode dan konsep yang pernah ditempuh sebelumnya oleh Ibnu Khaldun; mereka sama sekali tidak menambahkan sedikitpun sesuatu dalam cakupan ilmu sosial yang ada sekarang ini. 15. Hasil akhir yang dicapai Sedang sisi terakhir dari komparasi antara Ibnu Khaldun dan Auguste Comte adalah yang berkaitan dengan hasil akhir dari penelitian yang dibuat. Sesungguhnya hasil akhir yang didapat oleh keduanya sangat berbeda satu dengan lainnya. Hasil akhir dari pengamatan Augute Comte akan dinamika sosialnya
atau
sisi
yang
berkaitan
dengan
perkembangan
masyarakat dan juga terungkapnya aturan dan ketentuan yang mempengaruhi fenomena yang dinamakannya Loi des trois états (undang-undang tiga keadaan) yang rangkumannya yang berisi bahwasannya
setiap
cabang
dari
semua
cabang
pengetahuan
telah memindahkan pemikiran manusia dalam penalarannya dari pemahaman agama kepada pemahaman metafisika yang semuanya ini berujung kepada penalarannya kepada pemahaman positif. Yang dimaksud August Comte dengan pemahaman agama adalah memahami seluruh fenomena yang berada di bawah kehendak Yang Maha Kuasa diluar dari aturan dan ketentuan yang ada pada fenomena itu sendiri, seperti halnya Tuhan, malaikat dan syetan,
sebagaimana
memahami
fenomena
mengaitkannya kepada Allah ataupun Tuhan yang
dimaksud
August
Comte
dengan
tumbuhan
dengan
tumbuhan. Sedang
pemahaman
metafisika
adalah memahami seluruh fenomena yang ada yang berada pada kekuatan
yang
tersamar
dan
tidak
diketahui
pemiliknya,
sebagaimana memahami fenomena tumbuhan dengan mengaitkannya dengan
kekuatan
untuk
tumbuh
dalam
diri
tumbuhan
itu
sendiri. kedua metode pemahaman ini tidak mengarah kepada pemahaman fenomena itu sendiri ataupun kepada penyebabnya secara langsung ; namun sesungguhnya ia mengarah untuk lebih memahami Penciptanya. Ini semua
bisa dilihat bahwasannya
metode pertama yaitu dengan memahami seluruh fenomena yang berada di bawah kehendak Yang Maha Kuasa diluar dari aturan dan ketentuan yang ada pada fenomena itu sendiri, seperti halnya
Tuhan,
malaikat
dan
syetan;
sedang
yang
kedua
memahami seluruh fenomena yang ada yang berada pada kekuatan yang tersamar dan tidak tampak; keduanya bukanlah pemahaman kepada fenomena yang ada namun hanyalah usaha untuk memahami Pencipta fenomena yang ada dan eksistensinya. Sedang yang August Comte maksud dengan metode positif adalah
memahami
kepada
penyebab
fenomena
yang
langsung
ada
dan
dengan
juga
mengaitkannya
kepada
aturan
dan
ketentuan yang mengaturnya, sebagaimana memahami fenomena pertumbuhan suatu tumbuhan sebagaimana yang diterangkan oleh ahli botani dengan menjelaskan penyebab kimia langsung yang menyebabkan
terjadinya
fenomena
ini
dan
mengembalikannya
kepada aturan dan ketentuan yang ada dan mengaturnya. Setiap fenomena yang ada di setiap fenomena yang ada, dan setiap kelompok masyarakat telah menyiapkan pemahaman seperti dikatakan
ini
dalam
August
pikiran
Comte-
manusia
dengan
–sebagaimana
melalui
tiga
fase
yang yang
berurutan satu dengan lainnya. setiap fenomena baru yang muncul atau kelompok masyarakat batu akan mengalami tiga fase
pemikiran
ini
sebagaimana
yang
telah
dijelaskan
sebelumnya. Aturan
dan
ketentuan
inilah
yang
nantinya
akan
menerangkan perkembangan pemikiran manusia dalam memahami
segala sesuatu. Namun August Comte telah membuatnya sebagai aturan
dan
ketentuan
umum
dalam
perkembangan
masyarakat
secara global dan diberbagai aspeknya, karena itulah hasil akhir
dari
pengamatannya
semua
itu
karena
akan
dinamika
sesungguhnya
bahwasannya
pikiran
adalah
kehidupan
masyarakat
August
pondasi
sosial.
Penyebab
Comte
memandang
dalam
sebagaimana
setiap
telah
aspek
dijelaskan
sebelumnya. Setiap perkembangan datang dan muncul dari suatu pemikirann yang bergema disetiap aspek kehidupan masyarakat dan
setiap
perubahan
yang
terjadi
dalam
kehidupan
bermasyarakat merupakan hasil dari perkembangan pemikiran yang asa. Disaat undang-undang tiga keadaan adalah aturan yang mengatur perkembangan pemikiran manusia, aneh
apabila
undang-undang
tersebutlah
maka tidak
yang
mengatur
perkembangan pemikiran manusia pada umumnya. Mungkin penulis tidak akan membahas banyak tentang undang-undang ini, karena sesungguhnya undang-undang ini memiliki banyak cacat dari berbagai sisinya. Bukanlah sesuatu yang benar –sebagaimana dikatakan oleh August Comte dalam undang-undangnya tersebut- bahwasannya seluruh
manusia
berjalan
pada
satu
rel
yang
sama
dalam
memahami segala sesuatu dan dalam mengamati fenomena dan juga perkembangannnya. Karena suatu pengamatan yang benar menunjukkan
bahwasannya
masyarakat
manusia
berbeda
satu
dengan lainnya dan tidak sama dalam masalah ini; bahkan seluruh manusia saling berbeda bila dilihat dari lingkungan dan persiapan cara berpikirnya dan juga cara memahami semua permasalahan dan juga perkembangan nalarnya dalam memahami fenomena alam. karenanya fase yang dialami satu masyarakat tertentu dalam masalah ini tentu berbeda dengan fase yang dialami oleh masyarakat lainnya.
Bukan pula sesuatu yang benar - sebagaimana dikatakan oleh
August
bahwasannya
Comte setiap
dalam
undang-undangnya
kebenaran
menempuh
tersebut-
jalan
melalui
pemikiran manusia yang dipahami melalui tiga fase yang ia sebutkan. Karena sebagian kebenaran dipahami manusia secara positif dan spontan sebagaimana kebenaran yang ada pada ilmu matematika. Bukan pula sesuatu yang benar - sebagaimana dikatakan oleh
August
Comte
dalam
undang-undangnya
tersebut-
bahwasannya hanya ketiga fase inilah yang selalu ada dalam pikiran
manusia
kenyataannya
dalam
didapati
memahami metode
segala
lain
yang
sesuatu. lebih
Karena
banyak
dan
diikuti oleh manusia masa kini dan masa lalu dalam mengamati fenomena
yang
berpengaruh
kepada
undang-undang,
taklid,
keyakinan, dan juga adat istiadat yang harus dipatuhi oleh masyarakat dan menyerap dalam pikiran manusia dalam memahami alam dan rahasia dibaliknya. Bukan pula sesuatu yang benar - sebagaimana dikatakan oleh
August
Comte
dalam
undang-undangnya
tersebut-
bahwasannya perkembangan fenomena sosial masyarakat hanya dipengaruhi perkembangan
oleh
perkembangan
masalah
pemikiran.
kemasyarakatan
Kenyataannya,
pun
terkadang
dipengaruhi oleh banyak hal lainnya; dan bahkan bisa jadi inilah
yang
terbenar,
bahwasannya
justru
perkembangan
pemikiran di banyak fenomena sosial kemasyarakatan adalah hasil dari perkembangan kehidupan bermasyarakat dan bukan menjadi penyebab. ***** sebagaimana
August
Comte
menyelesaikan
penelitiann
bagian pertama (dinamika sosial) dari dua bagian ilmu sosial
dengan
menghasilkan
dikenal
dengan
undang-undang
undang-undang
umum
tiga
atau
yang
keadaan;
lebih
ia
pun
menyelesaikan penelitian bagian keduanya (statistik sosial) atau
penelitian
masyarakat
yang
dengan
berkaitan
menghasilkan
dengan
kestabilan
undang-undang
umum
suatu atau
yanglebih dikenal dengan nama La solidarité (undang-undang penyatuan);
dimana
fenomena-fenomena
rangkuman
darinya
berisi
bahwasannya
kehidupan masyarakat saling menguatkan
satu dengan lainnya, hingga tugas masing-masing kelompok masyarakat dapat
bersanding secara harmonis walau dengan
tugas yang tidak sejenis; dimana kesatuan ini dimaksudkan untuk menjaga kelangsungan masyarakat itu sendiri. hal ini serupa dengan fungsi tubuh; dimana setiap satu anggota tubuh mempunyai bersanding
fungsi secara
khususnya, harmonis
namun dan
kesemuanya
saling
itu
melengkapi
dapat fungsi
tubuh itu secara keseluruhan hingga keberadaan tubuh itu pun dapat dijaga. Namun
undang-undang
ini
pun
memiliki
banyak
cacat
didalamnya, sebagaimana undang-undang sebelumnya: Bukan sesuatu yang benar - sebagaimana dikatakan oleh August Comte dalam undang-undangnya tersebut- bahwasannya semua
fenomena
melengkapi demikian
satu
kehidupan dengan
harmonisnya
bermasyarakat
lainnya
dan
sebagaimana
dapat
saling
bersanding
dengan
yang
Auguste
Comte
gambarkan. Kenyataannya,
setiap
kelompok
masyarakat
mempunyai
aturan dan undang-undang yang tertulis, namun disamping itu pula mereka memiliki aliran-aliran pemikiran dalam rangka pengembangan yang suatu saat akan mempu menggantikan posisi undang-undang
tersebut.
Pemikiran
perkembangan
ini
tidak
bisa bersanding harmonis dengan undang-undang sebelumnya, juga tidak bisa dikombinasikan; bahkan undang-undang lama
yang
ada
berada
dalam
posisi
yang
sangat
bersebrangan
dengannya; sedang keduanya sama-sama merupakan bagian dari fenomena kehidupan yang ada dan merupakan bagian dari unsurunsur yang ada. Disetiap masyarakat, didapati undang-undang yang tidak sejalan
dengan
merupakan
jalan
suatu
pemikiran
keyakinan
pada
yang
umumnya,
diyakini
namun
dengan
ia
seyakin-
yakinnya merupakan masalah sam‟iyah (hal yang hanya bisa didengar dari generasi ke generasi) sebagaimana kebanyakan undang-undang
yang
ada
dalam
agama.
Namun
disamping
itu
pula, didapati undang-undang lain yang berdiri atas landasan pemikiran pada umumnya dengan posisi yang sana. Dari sini jelas
bahwasannya
bersebrangan,
dua
jenis
karenanya
undang-undang
sulit
untuk
ini
saling
disatukan
dan
disandingkan dengan harmonis; sedang kedua-duanya merupakan bagian dari fenomena kemasyarakatan dan juga bagian dari unsur-unsurnya. Demikianlah. Auguste Comte sendiri mengakui bahwasannya cara berpikirdan memahami sesuatu pada masanya sesungguhnya saling bersebrangan satu dengan lainnya sehingga menyebabkan kekacauan
dan
bermasyarakat.
konflik Lalu
diantara
bagaimana
fenomen
mungkin
kehidupan
membuat
semuanya
berjalan dinamis dan harmonis sebagaimana yang ia putuskan dalam
undang-undangnya
penyatuan
dan
dengan
kedinamisan
mengatakan
merupakan
pondasi
bahwasannya dasar
dari
fenomena sosial bermasyarakat? Dari
sini
tampak
bahwasannya
Auguste
Comte
mengesampingkan penyatuan yang sulit terjadi di semua hasil akhir
dari
penelitian
yang
telah
ia
lakukan,
baik
itu
dinamika sosial ataupun statistik sosial. Penyebab adanya kerapuhan dalam hal ini karena ia tidak dapat membaca kejadian dan peristiwa yang terjadi juga tidak
mengamati realitas dan sejarah yang ada secara mendalam dan secara
akurat;
pendapat
para
pemikiran.
ia
hanya
pemikir
bermodalkan
sebelumnya
filsafat
pada
Pemikiran-pemikiran
dan
masalah
inilah
juga
alam
yang
dan
akhirnya
membelenggunya dan mengikatnya untuk memahami kejadian yang terjadi,
hingga
antara
semua
pendapatnya
tersebut
dan
pengamatan objektif, terdapat jarak yang demikian jauh dan kemudian membatalkan semua undang-undang yang diciptakannya. ***** Sedang Ibnu Khaldun, sesungguhnya ia tidak berusaha untuk
merangkum
suatu
yang
dilakukan
Auguste
kestabilan
peraturan
udang-undang Comte-
dan
tertentu
yang
–sebagaimana
berkaitan
perkembangan
yang
dengan
ada
dalam
masyarakat. Ia hanya mempelajari setiap kelompok masyarakat yang ada pada fenomena sosial masyarakat secara mendalam dan menyimpulkan
hasil
akhir,
buah
dari
pengamatannya
atas
pikiran dan aturan yang berlaku sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Semua undang-undang yang dihasilkan Ibnu Khaldun dan pemikirannya
bersandar
atas
pengamatannya
atas
fenomena
sosial masyarakat pada kelompok-kelompok masyarakat yang ia telah jelajahi ataupun ia ketahui sejarahnya, tanpa harus terikat sebelumnya dengan filsafat yang terpengaruh oleh pemikiran yang statis sebelumnya sebagaimana yang dilakukan oleh
Auguste
Comte.
Dari
sini,
maka
dapat
dipahami
bahwasannya metode yang dipakai adalah metode yang mendekati kepada metode positif ilmiah daripada metode yang dipakai oleh Auguste Comte. Undangf-undang yang dihasilkan oleh Ibnu Khaldun lebih kuat landasannya dan lebih mendekati kepada
realitas
yang
terjadi-
dan
bukan
kepada
undang-undang
kayalan yang dihasilkan oleh Auguste Comte. Namun
banyak
diungkapkan
oleh
dari
Ibnu
pemikiran
Khaldun
dan
adalah
aturan
sesuatu
yang
yang
tidak
masuk akal kecuali pada beberapa kelompok masyarakat yang diamatinya dari suku bangsa Arab, Barbar dan suku bangsa yagn menyerupai keduanya dalam pembentukan dan permasalahan kemasyarakatannya. Bahkan, pada suku bangsa ini pun banyak hal yang tidak dapat diterima oleh akal kecuali beberapa fase khusus –fase yang dimana ia terlibat langsung- dari kesemua fase sejarahnya. Kesalahan yang dilakukan Ibnu Khaldun dalam masalah ini
adalah
banyaknya
kekurangan
dalam
membaca
fenomena
sosial masyarakat. Ia sendiri tidak banyak membaca fenomena yang ada kecuali pada beberapa kelompok masyarakat tertentu dan pada zaman tertentu. Kurangnya pengamatannya inilah yang mempengaruhi
pemikiran
dan
juga
undang-undang
yang
ia
hasilkan dan ia mengira bahwa undang-undang ini mewakili kesemua kelompok masyarakat yang ada pada setiap zaman. Namun sebanding Comte.
kesalahan dengan
Karena
yang
kesalahan
kesalahan
mempengaruhi
sedikit
dihasilkannya
dan
dilakukan yang
yang
masih
dilakukan
Ibnu
pemikiran mungkin
Ibnu
Khaldun
dan untuk
Khaldun oleh
tidak Auguste
lakukan
hanya
undang-undang
yang
diperbaiki
dengan
lebih cermat dalam membaca fenomena masyarakat yang terjadi; sedang
kesalahan
yang
dilakukan
oleh
Auguste
Comte
mempengaruhi keseluruhan pemikiran yang ia lakukan, yang tidak
mungkin
diperbaiki
kecuali
dengan
merekontruksi
kembali pemikiran yang telah ada dengan merombak keseluruhan pemikiran dan mendirikannya kembali dengan landasan yang berbeda.
16. Ibnu Khaldun; bapak ilmu sosial Demikian; disaat pengamatan Ibnu Khaldun akan fenomena sosial
kemasyarakatan
dalam
Mukaddimahnya
sejalan
dengan
tema, tujuan, metode dan landasan dasarnya dengan apa yang disebut dengan ilmu sosial atau ilmu sosiologi sebagaimana telah
dijelaskan
sebelumnya,
serta
belum
ditemukannya
penelitian yang dilakukan pemikir sebelumnya yang memenuhi sifat-sifat
ini,
maka
bisa
dikatakan
bahwasannya
Ibnu
Khaldun adalah pelopor pertama bagi kemunculan ilmu sosial atau yang kini lebih dikenal sebagai bapak ilmu sosial. Hingga pelopornya
tidak
tepat
apabila
adalah
Vico
(1667-1744)
dikatakan oleh sebagaimana
dikatakan
bahwasannya
–sebagaimana
orang Italia ataupun Quetélet
yang
disuarakan
oleh
orang
yang
(1796-1874)
Belgia
ataupun
Auguste Comte (1798-1857) sebagaimana yang diungkapkan oleh orang
perancis.
Namun
pelopor
sebenarnya
adalah
seorang
pemikir Arab yang muncul sebelum mereka semua sekitar empat abad
sebelumnya,
yang
lalu
merumuskan
ilmu
ini
dengan
pondasi yang kokoh dan juga metode yang bisa dipertanggung jawabkan
serta
cakupan
yang
luas
dan
ia
pun
menyusun
pengamatannya ini dengan sistematis dan mengungkap hakikathakitat
yang
sebelumnya.
Ia
belum
pernah
adalah
dicapai
pemikir
besar,
oleh
seorang
Abdurrahman
pun Zaid
Waliyuddin bin Khaldun Hadromy. ***** Bukan hanya kita saja yang mengatakan hal ini, namun demikian pula yang diputuskan oleh para pakar ilmu sosial modern. Diantara mereka: L. Gumplowicz yang mengatakan bahwa banyak hal yang bisa diambil dari pengamatan Ibnu Khaldun
:kami ingin membuktikan bahwasannya ilmu ini datang sebelum Auguste Comte, bahkan sebelum Vico seperti yang diinginkan masyarkat Italia untuk menjadikannya pemikir eropa pertama yang ahli dalam bidang ilmu sosial. Ia muncul dari tangan seorang
muslim
sosial
kemasyarakatan
mempelajarinya mendalam.
yang tema
Karya
bertaqwa
yang
dengan
ini
pernah
dengan yang
mempelajari
akal
yang
fenomena
seimbang.
pendapat-pendapatnya
ditulisnya
itulah
Ia yang
yang
kita
sebut sekarang sebagai ilmu sosial.80 Selain itu pula, S.Colosio mengungkapkan dalam Majalah ‘Monde
Musulman’
di
Perancis
:
sesungguhnya
paham
determinisme (landasan utama dari ilmu sosial ditemukan dan diciptakan oleh Ibnu Khaldun yang hadir sebelum munculnya pakar filsafat positivisme (Auguste Comte).81 Juga Vard, seorang pemikir berkebangsaan Amerika yang mengatakan dalam bukunya, Teori Ilmu Sosial: Mereka mengira bahwasannya yang pertama mengungkapkan paham determinisme dalam kehidupam masyarakat adalah Montesquieu ataupun Vico; padahal Ibnu Khaldun telah mengatakan hal yang sama dan juga mengungkapkan akan aturan dan ketentuan yang mengatur akan fenomena sosial kemasyarakatan, jauh sebelum mereka muncul. Ia mengungkapkan kesemuanya itu pada abad keempat belas. Demikian pula yang dikatakan M. Schmidt dalam bukunya yang diterbitkan pada tahun 1930, Ibn Khaldun; Historian, Sociologist, telah
and
menyuguhkan
Philosopher: ilmu
sosial
Sesunguhnya pada
batasan
Ibnu
Khaldun
yang
belum
dicapai oleh Comte yang muncul pada pertengahan pertama abad kesembilan
belas...
sesungguhnya
para
pemikir
modern
meletakkan dasar ilmu sosial itu dengan mengambil konsepnya 80
Gumplowicz : Ibn Khaldun ein arabischer soziologedes 14 jahrhunderts. In ‘sociologisce essays’, P.P. 201-202 81 S. Colosio: Contribution à L’Ětude D’Ibn Khaldoun (Revue du Monde Musulman XXVI, 1914)
dari Mukaddimah Ibnu Khaldun, yang banyak membantu mereka dalam
memahami
realitas
dan
mengungkapkan
aturan
dan
ketentuan yang berlaku dengan metode yang telah diciptakan oleh seorang jenius yang berasal dari arab yang lahir jauh sebelum mereka muncul, yang telah menyuguhkan ilmu ini lebih cepat dan lebih banyak dibanding mereka82 ***** Memang benar, Ibnu Khaldun belum sepenuhnya benar pada sebagian teori dan aturan yang dihasilkannya -sebagaimana yang penulis akan jelaskan pada bagian selanjutnya- namun, tidak mungkin menunggu seorang suatu
undang-undang
sedikitpun.
secara
Cukuplah
pelopor yang menghasilkan
sempurna
kemuliaan
tanpa
baginya,
ada
karena
ia
cacat mampu
membangun ilmu ini dengan pondasi yang sangat kokoh dengan membentuk metodenya dengan penggambaran yang mudah dicerna; iapun
mengamati
kelompok
setiap
masyarakat.
permasalahan
Hasil
yang
penelitiannya
ada
disetiap
inilah
yang
akhirnya mampu menjadi contoh yang baik bagi yang ingin mengadakan suatu penelitian yang baik. Ia banyak memberikan penjelasan yang kesemuanya itu mendekati arti kesempurnaan. Ibnu
Khaldun
sendiri
dalam
menanggapi
hal
ini,
mengatakan pada akhir Mukaddimahnya: kami berkeinginan kuat untuk selalu tawadhu dengan mengatakan bahwasannya kitab pertama ini adalah benar-benar pengamatan suatu peradaban, dimana kami telah banyak menjelaskan akan semua permasalahan yang ada didalamnya. kami harap siapapun yang muncul setelah kami, yang mempunyai pikiran yang jernih dan kuat, makin mendalami dan mengamati permasalahan yang ada, 82
lebih banyak
N.Schmidt: Ibn Khaldun : Historian, Sociologist, and Philosopher (New York, 1939)
dari yang kami tulis. Apa yang kami hasilkan, bukanlah hasil paling
akhir
dari
penentuan suatu pembahasannya. melengkapi
masalah
yang
tema keilmuan Dan
yang
ada.;
namun
dengan membagi
datang
sesudahnya
permasalahan-permasalahan
yang
ia
hanya
pembahasan-
lah ada
yang
akan
setelahnya,
hingga mampu mencapai kesempurnaan. Bagian kedua Hal yang hadapi Ibnu Khaldun Dalam pengamatannya akan fenomena sosial kemasyarakatan 1. Kurangnya Ibnu Khaldun dalam membaca permasalahan politik dan pembentukan negara Hal terpenting yang diamati dari Ibnu Khaldun dalam pengamatannya
akan
banyak
aturan
dari
fenomena dan
sosial
kemasyarakatan
ketentuan
yang
adalah
dihasilkannya,
khususnya dalam permasalahan politik dan pembentukan negara, tidak
bisa
diterima
dengan
akal
kecuali
bagi
kelompok
masyarakat yang ia amati; yaitu bangsa Arab dan Barbar serta bangsa
yang
menyerupai
permasalahan
keduanya
masyarakatnya;
dalam
bahkan
pembentukan
dalam
dan
bangsa-bangsa
inipun, didapati pernyataan yang tidak dapat diterima oleh akal, kecuali dalam fase-fase khusus yang berkaitan dengan sejarah, yaitu
fase yang mana
ia lihat dan ia
terlibat
didalamnya. Kesalahan permasalahan
yang
politik
dilakukan dan
Ibnu
pembentukan
Khaldun
negara
ini
dalam terjadi
karena kurangnya ibnu Khaldun dalam mengamati dan membaca fenomena yang ada. Ia tidak mengamati dan membaca banyak pada
permasalahan
tertentu inilah
dan
yang
pada
ini,
kecuali
zaman
akhirnya
pada
tertentu.
berimbas
kelompok
masyarakat
Kurangnya
pengamatan
kepada
kurang
diterimanya
aturan dan ketentuan yang telah dihasilkannya; karena ia mengira
bahwasannya
aturan
dan
ketentuan
yang
telah
dihasilkannya global dan mewakili semua kelompok masyarakat yang ada dan setiap zaman yang dilewati. Contohnya dapat dilihat pada pendapatnya bahwasannya kejayaan suatu raja dan negara bergantung pada
fanatisme
dan
461,462),
nasionalisme
rakyatnya
(Mukaddimah:
Bayan,
juga pendapatnya akan keterkaitan agama dengan kuatnya suatu negara dan ekspansinya dengan mengatakan bahwasannya negara yang kuat dikuasai oleh raja yang agung dan yang beragama (Mukaddimah: Bayan 466),juga pendapatnya akan perkembangan negara dan fungsi-fungsinya; dimana ia akan melewati fase primitif,
fase
peradaban
dan
juga
fase
kehancuran
(Mukaddimah: Bayan 485, 486) dan juga pendapatnya tentang masa suatu negara dengan mengatakan bahwasannya masa suatu negara
pada
umumnya
tidak
melebihi
umur
tiga
generasi
manusia atau sekitar seratus dua puluh tahun (Mukaddimah: Bayan, 485,488). Semua pendapatnya ini tidak bisa di adopsi kecuali hanya oleh negara-negara Arab ataupun Barbar di fase sejarahnya; dan ia bukanlah undang-undang umum sebagaimana yang Ibnu Khaldun pikirkan. Telah muncul negara setelah masa Ibnu Khaldun, bahkan sebelumnya, yang merupakan negara besar yang luas dan kuat serta berumur panjang tanpa memasukkan unsur fanatisme ataupun agama dalam kemunculannya ataupun dalam kestabilannya. Begitu pula, telah tumbuh banyak negara -setelah masa Ibnu Khaldun, bahkan sebelumnya- yang tidak menjalankan
fungsi-fungsi
yang
menjadi
kewajiban
suatu
negara tertentu dan mengira bahwasannya umurnya sama dengan negara lainnya, namun ternyata ia hanya berumur pendek dan tidak berumur sebagaimana negara lain pada umumnya.
2. Berlebih-lebihannya Ibnu Khaldun pada penjelasannya pengaruh
lingkungan
geografi
dalam
akan
permasalahan
masyarakat. Ibnu
Khaldun
geografi
mengungkapkan
termasuk
pondasi
yang
bahwasannya penting
lingkungan
dalam
berbagai
fenomena sosial yang ada, hingga ia membuka Mukaddimahnya dengan
pembahasan
akan
masalah
lingkungan
geografi
ini
serta pengaruh-pengaruhnya, bahkan bisa dikatakan ia seolah selalu mengambarkan suatu masyarakat dengan suatu gambaran lingkungan yang digambarkan se-spesifik mungkin. Menurutnya, lingkungan
geografi
turut
menjadi
penyebab
akan
adanya
perbedaan yang terdapat dalam diri manusia; seperti halnya perbedaan warna, bentuk tubuh, kecenderungan, aktivitas dan juga
banyak
emosi.
Ia
sifat-sifat
pun
memandang
baik
secara
fisik
bahwasannya
maupun
lingkungan
secara
geografi
turut berpengaruh besar yang bisa membedakan satu kelompok masyarakat
tertentu
seperti halnya tatanan
kelompok
masyarakat
taklid, adar, ilm pengetahuan,
keluarga,
kecenderungan
dengan
dan
tatanan berbagai
hukum, jenis
lainnya, pemikiran,
politik,
aspek
etika,
kemasyarakatan
lainnya.83 Hal ini pun dilakukan oleh pemikir yang datang jauh setelahnya, seperti halnya yang dilakukann oleh sekelompok pemikir
pada
zaman
modern
yang
dipimpin
oleh
pemikir
Perancis, Montesquieu (1689-1755 M) yang menggambarkan hal yang
sama
dalam
bukunya
L‟Esprit
des
lois.
Dalam
buku
inipun, tampak Montesquieu terlalu berlebih-lebihan dalam menjelaskan akan 83
pengaruh lingkungan geografi
pada suatu
Ibnu Khaldun menyampaikan tema pembahasan ini dalam empat pengantarnya di Bab pertama. Ia membuka pembahasannya dengan menerangkan akan definisi geografi secara umum, sesuai dengan bidang keilmuan yang ada pada zamannya. Lalu ia kemudian menerangkan akan pengaruh lingkungan geografi di berbagai fenomena baik secara individu maupun masyarakat. Lihat hal 275-344, Mukaddimah: Terbitan Lajnatul Bayan.
peradaban hingga akan
adanya
permasalahan
ia menjadikannya sebagai penyebab utama
perbedaan hukum,
suku
aturan
bangsa
dan
dalam
ketentuan,
berbagai
taklid,
adab,
tingkatan peradaban, bentuk pemerintahan, tatanan politik, ekonomi,
peperangan,
kelenggangannya penguasaan.
etika,
serta adanya
Ia
pun
kepadatan
pendudukdan
kebebasan, kemerdekaan dan
mengaitkannya
dengan
munculnya
pertentangan dan konflik demikrasi dalam pembentukan hukum dan
penghapusannya
dalam
jiwa
individu
manusia.
ia
pun
menjadi penyebab akan adanya undang-undang kasta dan undangundang pengasingan dan turunan dengan berbagai fenomenanya, baik
itu
adalah
pengasingan
suatu
kelompok
bangsa
dari
bangsa lainnya ataupun pengasingan para kepala keluarga dari istri-istrinya.84 Mazhab ini pun banyak diikuti oleh pemikir modern masa ini
dalam
ilmu
geografi
manusia,
seperti
pemikir
Jean
Brunhes dalam bukunya La Géographie Humaine, 2 Vols ***** kita
tidak
dapat
mengingkari
bahwasannya
lingkungan
geografi cukup berpengaruh pada kehidupan bermasyarakat dan segala aktifitasnya. Namun akan jadi suatu kesalahan besar apabila
terlalu
berlebih-lebihan
dalam
menerangkan
akan
pengaruhnya melampau batas yang ada, seperti yang dilakukan oleh Ibnu Khaldun, Montesquieu, Jean Brunches ataupun para pengikutnya karena beberapa penyebab: pertama; karena lingkungan geografi tidak akan pernah terealisasi pengaruhnya kecuali bila ada interaksi antara lingkungan 84
geografi
itu
sendiri
dengan
faktor-faktor
LIhat buku L‟Esprit des Lois, karya Montesquieu, hal 14-18, Jilid pertama
kemasyarakatan,
atau
antara
lingkungan
geografi
dengan
persiapan dan aktivitas suatu suku bangsa. Apabila tidak ada pergerakan sedikitpun dalam hal ini, maka lingkungan pun tidak akan mungkin bisa memberikan pengaruh kepada kehidupan bermasyarakat. Ini bisa dilihat dari negara Cina yang sejak dahulu hingga saat kini masih terbilang negara yang cukup kaya
dengan
pernah
pertambangan
mengarahkan
pertambangan
ini
hasil
buminya,
masyarakatnya
ataupun
untuk
menggunakannya
namun
ia
tidak
mengeksploitisr dalam
berbagai
industri lainnya; karena masih banyak faktor dan keadaan lain
yang
bisa
menghidupkan
perindustrian,
pertambangan yang ada hanya dipergunakan untuk
hingga aktivitas
pertanian dan menjadi bagian terpenting dan bisa dikatakan bahwa lingkungan
geografi tidak
begitu
berpengaruh dalam
perkembangan kemasyarakatannya akan ha ini, dan keadaan ini masih terus berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Kedua;
sebagaimana
lingkungan
geografi
berpengaruh
kepada masyarakat dan terkadang menghadapi sisi khusus yang sejalan dengan peristiwa yag terjadi, dapat
mempengaruhi
dan
namun masyarakat pun
menundukkannya
sesuai
dengan
keinginannya. Banyak yang bisa dilakukan masyarakat untuk mengubah
tabiat
lingkungan
geografinya
ataupun
menundukkannya untuk dapat turut kepada keinginannya ataupun meminimalisasi apa yang telah terjadidan membentuknya sesuai dengan keinginan yang ingin dicapainya dalam kehidupan. Seorang terletak
manusia
didalamnya
mampu banyak
membuat jalan
gunung, yang
bukit sesuai
dimana dengan
rancangannya, ataupun mengeringkan lautan dan juga mengubah arah sungai ataupun arah angin, juga menurunkan hujan sesuai dengan keinginannya, ataupun menjadikan padang pasir sebagai lahan pertanian atau menjadikan hutan sebagai suatu kota. Ia mampu melakukan ini semua dengan bantuan alat transportasi
yang cepat dan efisien hingga ia mampu menghasilkan sumber kebutuhan yag diinginkannya dan banyak terdapat di berbagai tempatnya. Dengan hal semacam itulah, ia mampu memuaskan keinginannya serta menguasai lingkungannya sebagaimana yang dapat kita lihat di zaman modern ini. Ketiga; penulis tidak sepakat bahwasannya setiap suku bangsa dapat mempunyai lingkungan geografi yang sama; namun kenyataannya,
sangat
berbeda
tergantung
dari
fenomena
peradaban dan perbedaan perkara kehidupan yang ada. Penduduk wilayah katulistiwa di afrika, bisa disebut sebagai suku bangsa yang primitif, sedang pada satu tempat yang sama, penduduk bangsa Amerika menempati posisi peradaban tertinggi dari semua suku bangsa yang ada dan merupakan dunia baru bagi penduduk modern dan sampai saat ini masih merupakan negara bagi masyarakat yang ingin berperadaban tinggi. 2. Berlebih-lebihannya Ibnu Khaldun pada penjelasannya
akan
pengaruh pemimpin dan hakim dalam urusan masyarakat dan perkembangannya Dalam penyebab
Mukaddimahnya, adanya
perbedaan
Ibnu
Khaldun
perkembangan
tatanan
hukum
dan
menerangkan
masyarakat pergantian
bahwa
adalah
adanya
keluarga
hakim,
dengan adanya kelekatan adat yang ada dalam setiap keluarga dengan adat keluarga sebelumnya, serta adanya kecenderungan yang menurun pada setiap hakim dalam mengikuti taklid ini. Ini semua disebabkan karena keluarga hakim muncul karena adanya suatu adat dan juga suatu taklid yang berbeda dengan adat
keluarga
sebelumnya
dan
juga
taklidnya
sebelumnya.
Karenanya bila seorang hakim berasal satu keluarga yang sama sebelumnya, maka ia akan mengambil tatanan hukum yang sama dengan
sebelumnya;
bahkan
ia
akan
menjaga
golongan
keluarganya dengan adat dan taklidnya agar tidak keluar dari
posisi hakim itu sendiri. karenanya dibutuhkan bila ingin membentuk satu kelompok masyarakat baru, dipimpin oleh hakim yang berbeda hingga berjalan sesuai tatanan yang ada; dan pada saat itulah dimulai fase baru yaitu fase perpindahan dan fase perkembangan dalam suatu peradaban. Dalam hal ini, Ibnu mengatakan: Sebab yang populer dalam pergantian suatu keadaan dan juga
suatu
generasi
adat
adalah
mengikuti
bahwas
adat
suatu
rajanya.
adat
setiap
Sebagaimana
yang
dicontohkan, bahwasannya masyarakat memeluk suatu agama berdasarkan penguasa
agama
bila
pemerintahan, pemerintahan
rajanya.
ingin maka
Keluarga
menguasai ia
sebelumnya,
harus dan
raja
dan
juga
suatu
negara
dan
tunduk
pada
beradaptasi
adat
dengannya;
namun demikian ia tidak boleh melupakan adab generasi sesudahnya; hingga ada percampuran adat yang berbeda dengan adat seebelumnya. Apabila datang suatu negara baru setelahnya dan adatnya kembali berasimilasi dengan adat yang ada di daerah tersebut, maka adat ini pula berbeda dengan adat sebelumnya dalam daerah yang sama, bahkan perbedaan yang ada akan tampak sekali. Tingkatan perbedaan ini akan terus berdatangan hingga akhirnya mencapai suatu penjelasan yang bisa diterima. selama satu kelompok masyarakat masih banyak
raja
dan
penguasa,
terus
ada
sesuai
dengan
sering dikuasai oleh
maka
perbedaan
realitas
adat
yang
akan
terjadi
(Mukaddimah: Bayan, 253) Teori yang dikemukakan oleh Ibnu Khaldun ini mendekati teori
yang
dikemukakan
para
pakar
psikologi
modern
yang
dipimpin oleh Mc Dogel, pemikir yang berkebangsaan Inggris
seperti halnya Tard85,
dan juga sebagian pakar sosiologi yang
berkebangsaan
Perancis,
yang
berhasil
merangkumkan
bahwasannya penyebab berkembangnya suatu masyarakat dilihat dari
aktivitas
pemimpin,
penguasa,
pemikirnya. Mereka mengatakakan
pembaharu
dan
hal ini dengan
bahwasannya dengan adanya pembentukan tatanan mengantarkan kekuatan
masyarakat
analisis
serta
kepada
kekuatan
kekuatan
juga
pandangan baru, akan
berpikir
penalaran
yang
dan
memang
seyogyanya dimiliki oleh masyarakat. Mereka pun akan semakin giat dalam beraktivitas dan semangat dalam mensosialisasikan tatanan baru ini dan membela konsep yang ada padanya dengan menanamkannya memberikan
ke
setiap
mereka
jiwa
individu
keterangan
yang
masyarakat lengkap
dengan
dan
juga
menjelaskan akan banyak manfaat yang didapat bila konsep tersebut dijalankan. Mereka hanya perlu mensosialisasikannya kepada sebagian masyrarakat, dan sebagian masyarakat inilah yang akan menyambungkannya kepada sebagian lainnya; yang dengan
demikian,
diterima
oleh
maka
konsep
masyarakat
dan
dan
pendapat
mereka
dipertimbangkan
dapat hingga
mempunyai kemungkinan untuk menjadi hukum dan aturan yang diakui dengan menghapus hukum dan aturan yang lama. Semua yang tampak pada fenomena masyarakat, baik pergantian hukum ataupun perkembangan yang ada, menurut mereka dilandasi akan dua hal: pertama; karena adanya adanya invention (penemuan dan pembaharuan) serta kuatnya pengaruh, baik dari pemimpin, penguasa, pembaharu dan juga pemikir, sedang kedua; adanya imitation
(imitasi,
mengikuti)
masyarakat
yang
Dengan
ada.
dari
demikian
setiap tampak
bahwasannya
masalah perkembangan masyarakat bergantung kepada 85
individu fenomena
Lihat buku Mc Dogel dalam Ilmu Psikologi social: Introduction to social Psychology dan juga bukunya Tard yang berjudul Lois de l‟imitation
psikologi individu; karena baik prosen
penemuan ataupun
imitasi masih merupakan bagian dari fenomena kehidupan. ***** kita
tidak
bisa
mengingkari
bahwasannya
pemimpin,
penguasa, hakim dan juga pemikir mempunyai pengaruh dalam kehidupan bermasyarakat. Namun besar
apabila
terlalu
akan jadi suatu
berlebih-lebihan
dalam
kesalahan
menerangkan
akan pengaruhnya melampau batas yang ada dan akan menjadi suatu kesalahan besar bila meyakini bahwa merekalah faktor utama
dari
suatu
perkembangan
masyarakat
seperti
yang
dimaksud para pemikir. Karena sesungguhnya, baik pemimpin, penguasa, berhasil
pembaharu dalam
ataupun
pemikir
melaksanakan
tidak
tugasnya
akan
kecuali
masyarakatnya mendukung dan mengikuti apa yang untuk
mereka.
menterjemahkan
Merekalah
kecenderungan
konsep
yang
pernah
sesungguhnya diinginkan
apabila diarahkan
yang
dan
yang
bisa menjadi
peminpin mereka dengan penuh kejujuran. Semua
ini akan muncul pada msayarakt secara keseluruhan. Apabila masyarakat
tidak
didalamnya
terdapat
mereka,
maka
berupa
tatanan
berhasil
bisa
menterjemahkan
kecenderungan jadi
wacana
konsep dan
dan
yang
konsep
dimana
keinginan
pemimpin
ditawarkan
hanyalah
filsafat
individual
yang
bersebrangan dengan perkembangan yang ada dalam masyarakat tersebut atau bisa jadi masyarakat itu sendiri belum siap untuk
berubah
ditawarkan
dan
dan
berkembang
filsafat
yang
sesuai
dengan
konsep
yang
ada,
mereka
hanya
bisa
menyetujuinya saja tanpa praktek, walau bisa jadi konsep yang
ditawarkan
sangat
mulia
Sejarah telah mencatat banyak
dan
bisa
dibilang
filosofi ataupun
ideal.
pembaharu
masyarakat, bahkan para nabi dan rasul; namun banyak ajaran
dan konsep yang mereka tidak bisa diterima sepenuhnya oleh masyarakatnya, walau ajaran dan konsep yangdiajarkan sangat mulia;
walau
tenaga
yang
telah
dikerahkan
dalam
menyeru
kepada ajaran dan konsep yang ditawarkan, namun semua itu tetap
tidak
perubahan
membuat
yang
masyarakat
lebih
baik.
beranjak
Disaat
untuk
makin
menuju
diamati
lebih
mendalam akan keengganan mereka dalam mengikuti jalan dan konsep
yang
telah
ditunjukkan,
maka
makin
bertambahlah
keimanan dalam diri, karena akan didapati bahwasannya dalam masyarakat mereka tidaklah seperti yang tampak dalam kasat mata dalam menerima ajaran yang baik. Jadi dari sini dapat dipahami
bahwasannya
tergantung
kepada
perkembangan
kesuksesan
sosial
seorang
tidak
pemimpin,
hanya
penguasa
ataupun seorang pembaharu; namun ia pun tergantung kepada kesuksesan ditujukan
masyarakat bagi
bahwasannya
dalam
mereka.
orang
yang
menyambut
Dengan
kata
sukses
perkembangan
lain
bukanlah
yang
bisa
dikatakan
para
pemimpin,
penguasa ataupun pembaharu yang menciptakan suatu susunan masyarakat
tertentu,
namun
yang
dikatakan
sukes
dalah
masyarakat yang mampu menciptakan diri mereka dan menerima ajakan
yang
ditawarkan
pada
mereka
untuk
menuju
gerbang
kemajuan. Namun
demikian, pengaruh seorang pemimpin, penguasa
ataupun pembaharu tidak bisa disepelekan dalam akan
perkembangan
masyarakat.
Dengan
usaha
kaitannya
yang
mereka
kerahkan dan juga pengorbanan pikiran mereka untuk selalu memajukan masyarakat, dan juga kuatnya pengaruh mereka serta kuatnya sifat kepemimpinan mereka adalah langkah awal menuju kemajuan
dan
perkembangan
masyarakat
yang
diinginkan;
merekalah yang menebas rintangan yang ada dan mempercepat proses kemajuan masyarakat serta membangun konsep yang ada dengan pondasi yang kokoh serta berjalan dengan masyarakat,
bersatu dan membaur; merekalah yang menambahkan keyakinan pada diri masyarakat bahwa mereka bisa menjadi lebih baik. Penulis mengatakan kata ‘menambahkan’ yang mempunyai arti juga
yaitu
menambah
kesiapan
masyarakat
dalam
menuju
perkembangan dan kemajuan, karena kesuksesan mereka dalam membangun konsep ditentukan pula oleh kesiapan masyarakat dalam menerima dan menterjemahkannya ke dalam sebaik-baik praktek dengan berbagai arahan dan kecenderungan yang muncul sebagai refleksi atas kesiapan
mereka.
4. Tuduhan terhadap Ibnu Khaldun yang terlalu meremehkan bangsa Arab. Ibnu khaldun dalam beberapa bagian kitab Mukaddimahnya, meletakkan
ungkapan-ungkapan
yang
menampakkan
pendapatnya
dan dapat dipahami secara langsung bahwasannya ia meremehkan bangsa Arab dengan mengurangi kemampuan yang dimilikinya. Hal ini –khususnya- tampak pada bagian yang bertutur-turut di bab kedua (dari bagian kedua puluh lima hingga bagian keduapuluh
delapan),
juga
yang
terdapat
pada
bagian
kesembilan dari bab keempatnya. Ungkapan yang dikatakannya adalah sebagai berikut: Bagian
bahwa
bangsa
Arab
sangat
mudah
ditahlukkan
(Mukaddimah: Bayan 453) Bagian bahwa bangsa Arab bila menguasai bangsa lain, maka
bangsa
itu
akan
cepat
terlepas
kembali
dari
kekuasaannya (Mukaddimah: Bayan, 453,455) Bagian bahwa bangsa Arab tidak akan mempunyai pemimpin kecuali dengan menyandang gelar keagamaan; seperti halnya Nabi, Wali atau yang berpengaruh besar pada bidang keagamaan pada umumnya (Mukaddimah: Bayan,456)
Bagian bahwa mengenal
bangsa Arab adalah bangsa yang tidak
politik
dan
pemerintahan
(Mukaddimah:
Bayan,
456,458) Bagian
bahwa
bangunan
yang
didirikan
bangsa
Arab
umumnya cepat rusak (mukaddimah: Bayan, 857, 858) ***** Sebenarnya Ibnu Khaldun tidak bermaksud memakai kata Arab,
seperti
yang
dimaksud
diatas,
yaitu
yang
berarti
bangsa Arab pada umumnya, namun yang ia maksud dengan kata Arab disini adalah A‟rab atau penduduk primitif yang tinggal di pedalaman yang hanya bekerja dengan pekerjaan yang khusus –seperti halnya menggembala onta- dan tinggal di perkemahanperkemahan
dan berpindah dari satu daerah ke daerah lainnya
tergantung dengan kebutuhan yang mereka butuhkan dan juga kebutuhan binatang gembalaan mereka yang merupakan sumber penghasilan utama mereka. Kehidupan mereka tentunya sangat bersebrangan dengan kehidupan masyarakat modern dan penduduk kota. Hal ini dapat dibuktikan dan sudah menjadi realitas kehidupan
yang
Ibnu
Khaldun
sampaikan
dalam
bagian
pembahasan yang memakai kata Arab ini. Dalam
bagian
kedelapan
bab
kedua
dari
kitab
Mukaddimahnya, Ibnu Khaldun mengatakan: dan bagi siapapun yang sumber penghasilannya berasal dari Unta, maka kehidupan mereka adalah nomaden (berpindah-pindah)dan orang yang penuh dengan
kemiskinan.... karenanya, mereka umumnya sangat liar
lebih baruk dari orang-orang modern yang keluar batas dan mereka
bagaikan
hewan
penyerang.
Merekalah
arab;
dalam
artian lainnya, merekalah suku barbar dan juga suku zanatah di Maroko, suku Akras dan Turkiman di Masyriq. Namun Arab justru lebih dari semua itu, karena mereka lebih terpencil
dan lebih primitif karena mereka menyandarkan hidupnya hanya pada Unta saja‟ Ia pun mengatakan pada bagian kesembilan di bab kedua buku Mukaddimahnya,: ‘bagian bahwasannya nasab sesungguhnya ada
pada
orang-orang
dengannya‟.
„itu
liar
karena
dari
mereka
Arab
atau
yang
mengkhususkan
semakna
penghidupan
mereka pada pekerjaan yang tidak jelas, keadaan yang sulit, dan
masyarakat
yang
buruk
yang
terpaksa
mereka
harus
jalani.Kehidupan mereka tergantung pada peternakan unta dan penggembalaannya.
Untalah
yang
membuat
kehidupan
mereka
menjadi liar dikarenakan begitu sulitbya dari menggembala mereka dan perkembang biakannya‟ Ia mengatakan juga di bagian kedua puluh lima bab kedua buku Mukaddimahnya: bagian bahwasannyanya suku arab sangat mudah ditahlukan, itu semua karena tabiat mereka yang liar, suka merampas dan juga bermuka suram; mereka akan merampas apapun yang bisa mereka dapatkan dengan menghindari bahaya, namun mereka pun akan mudah lari kepada persembunyian mereka bila dilawan... Ia pun mengatakan di bagian kedua puluh enam bab kedua buku Mukaddimahnya: suku lain, maka suku
Bagian bahwa suku Arab bila menguasai itu akan cepat terlepas kembali dari
kekuasaannya. Ini semua disebabkan karena suku arab sangat liar yang menerapkan tabiat keliaran dan segala hal yang berkaitan dengannya... tabiat ini bertentangan dengan adanya suatu peradaban. Suatu keadaan yang bagi masyarakat normal biasa, namun bagi mereka, itu adalah suatu petualangan dan suatu keterbalikan. Hal ini tidak bisa didiamkan dan mereka tidak akan terbiasa untuk itu. Sebagaimana halnya batu bagi mereka
hanya
berfungsi
untuk
penyangga
perapian;
karena
tentunya apabila mereka menguasai suku yang berperadaban, mereka
akan
memindahkan
semua
batu
yang
ada
di
dalam
bangunan
dan
akan
melewati
batas
kewajaran
yang
ada;
sebagaimana kayu yang bagi mereka hanya berfungsi sebagai penyangga kemah, maka mereka akan banyak merubuhkan atap dan juga banyak bangunan lainnya yang terbuat dari kayu. Hingga adanya tabiat mereka akan mematikan dan menghancurkan banyak bangunan yang merupakan dasar dari adanya suatu peradaban. Ia berkata di bagian kedua puluh tujuh bab kedua buku Mukaddimahnya:
Bagian bahwa suku Arab tidak akan mempunyai
pemimpin kecuali dengan menyandang gelar keagamaan... ini semua
disebabkan
merupakan
mempunyai
masyarakat
moral
yang
tersulit
liar
untuk
dan
dipimpin
mereka oleh
siapapun... namun dengan datangnya agama yang dibawa oleh rasul ataupun wali, dimana agama tersebut sudah tertanam dalam jiwa, ia akan mampu menghilangkan rasa sombong dalam hatinya dan juga hati masyarakat diantara
mereka,
hingga
dan juga rasa bersaing
masyarakat
pun
akan
lebih
mudah
dipimpin‟ Liar yang dimaksud Ibnu Khaldun disini adalah yang terbentuk karena jauhdari suatu peradaban dan juga tempat hunian
manusia
lainnya,
juga
hidup
dalam
keadaan
sulit;
hingga kehidupannya tidak stabil dan melahirkan generasi yang lemah sesudahnya dan hidup selalu berpindah dari satu tempat ke tempat lain (nomaden). Ia pun mengungkapkan pada bagian kedua puluh delapan bab kedua buku Mukaddimahnya: bagian bahwa suku arab adalah suku yang tidak mengenal politik dan pemerintahan. Semua ini disebabkan karena mereka benar-benar primitif suku
yang
ada
di
muka
bumi
dan
suku
yang
dari semua
sangat
sulit
hidupnya. Mereka tidak membutuhkan banyak hal karena sudah terbiasa dengan kehidupan mereka yang sulit dan sengsara; karenanya pula mereka tidak membutuhkan orang lain. Oleh seba itu, mereka sangat sulit dikendalikan satu sama lainnya
Ia pun mengungkapkan pada bagian kesembilan bab keempat buku Mukaddimahnya:
Bagian bahwa bangunan yang
didirikan
suku Arab umumnya cepat rusak, semua ini disebabkan karena keprimitifan mereka dan kurangnya pengetahuan
mereka akan
masalah bangunan... Wallahu a‟lam... dilain sisi, ini semua disebabkan akan kurangnya perencanaan mereka dalam merancang suatu bangunan... karena mereka selama ini hanya menggembala unta dan tidak pernah memperdulikan air, apakah itu baik atau
buruknya,
pernah
atau
menanyakan
kehidupan
mereka
sedikit
atau
banyaknya;
cara
bercocok
tanam
yang
yang
nomaden,
selalu
juga baik
tidak karena
berpindah-pindah
dengan membawa makanan mereka dari satu daerah ke daerah lainnya.
anginlah
bertiup,
dan
anginlah
mereka
yang
tali
akan
unta
membawa
sebagai
makin
memburuk
mereka
pegangan dalam
kemanapun
mereka;
memilih
ia
dengan
keputusan
ataupun tempat tinggal. Ia pun mengatakan pada bagian kedua puluh satu bab kelima buku Mukaddimahnya: bagian bahwa suku arab adalah orang yang paling tertinggal dalam perindustrian, semua ini disebabkan akan keprimitifan mereka dan jauhnya mereka dari peradaban manusi dan juga dari perindustrian dan sejenisnya, juga
dari
nasrani
orang
-musuh
„ajm
bangsa
dari
bangsa
Romawi-
Masyriq
mereka
ataupun
adalah
orang
suku yang
berkebudayaan dalam peradaban modern dan jauh dari primitif dan peradabannya, bahkan unta yang digembalakan oelh suku Arab
dengan
pandangan
keliarannya
mereka
dan
secara
keprimitifannya,hilang
keseluruhan
dan
mereka
dalam dapat
memimpin mereka dengan baik. Disamping itu pula, Ibnu Khaldun telah mengungkapkan secara langsung akan apa yang ia maksud dengan kata ‘arab’ yang diterangkannya pada bab kedua yang mencakup didalamnya empat bagian yang menggunakan kata ;arab’ sebagaimana yang
telah
dijelaskan;
bahwasannya Ibnu
yang
kesemuanya
Khaldun telah
ini
menjadi
mempelajari dan
bukti
mengamati
bangsa primitif yang kesemuanya ini khusus ia tuangkan pada bab
kedua
dalam
mengungkapkan:
bukunya
Bab
kedua
Mukaddimah,
tentang
sebagaimana
peradaban
primitif
ia dan
kelompok masyarakat yang liar. Ibnu
Khaldun
pun
menyebutkan
dai
akhir
kata
pengantarnya tentang penyebab ia menulis dan meneliti akan suku
bangsa
primitf
ini
dengan
mengatakan:
‘aku
telah
menyuguhan tentang peradaban primif, karena ia lah yang ada terlebih dahulu dari semua peradaban yang adam sebagaimana yang akan kami jelaskan nanti‟ Demikianlah, banyak dari peneliti yang mengkritik akan penggunaan kata ‘Arab’ dalam Mukaddimah Ibnu Khaldun; namun mereka tidak memperhatikan akan apa yang dijelaskan oleh Ibnu Khaldun akan permasalahan ini, bahwa yang ia maksud dengan
kata
menyibukkan
tersebut diri
adalah
dengan
masyarakat
menggembala
dan
primitif yang
yang
memiliki
kehidupan nomaden, yang selalu berpindah dari satu tempat ke tempat
lainnya.
dimaksud
dengan
Para kata
pengkritik ‘arab’
itu
adalah
mengira
bahwa
yang
bangsa
arab
yang
merupakan kebalikan dari ajam (non arab). Salah seorang yang ikut salah dalam kritikan ini adalah Dr Thaha Husein dalam bukunya
‘Falsafah
Ibnu
Khaldun
Al
Ijtimaiyyah’
dan
juga
Muhammad Abdullah Anan dalam bukunya ‘Ibnu Khaldun, hayatuhu wa turatsuhu al fikry‟.
Setelah Dr Thaha Husein mendapatkan
kelemahan, ia pun mencoba menerangkan bangsa arab pada masa
tentang permasalahan
Ibnu Khaldun dan mengatakan: tidak
aneh bila Ibnu Khaldun datang dengan tangan hampa; apalagi ia tinggal di lingkungan keluarga Barbar yang bertentangan dengan bangsa Arab dan yang
telah meruntuhkan Afrika utara
di abad kelima‟
86
Sedang Muhammad Abdullah Anan, setelah
melihat akan pembahasan yang telah dijelaskan sebelumnya, ia memutuskan sesungguhnya dalam pembahasan tersebut terdapat satu hal tentang adanya peremehan dan permusuhan yang besar akan bangsa arab dengan mengatakan: rahasia yang ada dalam pembahasan ini telah dipahami sebagaimana semua ini tampak pada
pendapat
Ibnu
Khaldun
yang
demikian
kerasnya
akan
bangsa arab, walau sebelumnya telah disebutkan bahwasannya ia sendiri aslinya bernasab pada bangsa Arab, walau pada realitasnya, ia banyak berinteraksi dengan lingkungan bangsa Barbar yang telah dibuka negerinya oleh orang Arab sendiri setelah kepada
pertarungan mereka
berbahasa
yang
menganut
dengan
panjang
agam
bahasa
yang
yang
dan
dengan
mereka mereka
mewajibkan
anut
dan
pakai.
juga
Setelah
pertarungan, pertahanan dan proses diplomasi yang panjang, mereka pun akhirnya menjadi negara Islam yang satu dengan tetap tunduk kepada kepemimpinan pemimpin dari bangsa Arab di
Afrika,
Spanyol
hingga
datang
kesempatan
untuk
membebaskan diri dan bangkit kembali. Permusuhan yang ada antara bangsa Arab dan bangsa barbar di
Afrika dan juga
Spanyol sangat terkenal dalam sejarah Islam. Generasi bangsa barbar seolah sudah mewarisi kebencian terhadap bangsa Arab sejak lama. Lalu muncullah Ibnu Khaldun dan berinteraksi dengan lingkungan bangsa barbar ini dengan segala perasaan, adat dan semua
sejarahnya, sebagaimana keluarganya telah
berinteraksi dengan bangsa ini seratus tahun sebelumnya dan berlindung di bawah perlindungan bani Muwahhidin dan juga bangsa
barbar.
Hingga
tak
aneh
darinya akan kekerasan hatinya
apabila
kita
mendengar
pada bangsa Arab.87.
Para
pengkritik itu seolah mencoba mentafsirkan pemahaman mereka 86 87
Falsafah Ibnu Khaldun, terjemah: Muhammad Abdullah Anan, hal 102 Muhammad Abdullah Anan: Ibnu Khaldun, Terbitan kedua, hal 120-121
yang
salah
pada
kata
‘arab’
dan
mengaitksnnya
dengan
kehidupan Ibnu Khaldun dan mengatakan bahwa yang dihasilkan dari
penelitian
adalah
hal
yang
aneh.
Dari
hal
inilah,
sebagian dari mereka berpendapat bahwasannya Ibnu Khaldun berpaham kebangsaan yang bersebrangan dengan bangsa Arab, dan sesungguhnya ia dianggap keluar dari bangsa Arab; sedang sebagian
lainnya
dilakukan
oleh
berpendapat Ibnu
Khaldun
bahwasannya
peremehan
yang
menunjukkan
bahwasannya
ia
bukanlah asli Arab; walau ia mengaku ia berasal dari Arab, namun tabiat darahnya mengalahkan kearabannya,
baik dari
segi pemikiran, dan juga fanatisme kebangsaanya. Namun satu hal yan aneh sekali, bahwa kesalah pahaman ini justru datang dari peneliti arab itu sendiri; sedang banyak peneliti lainnya dari orientalis, Turki bahkan para pendahulu
mereka
memahami
hal
ini
dengan
baik.
Sebagai
contoh, mungkin kita bisa melihat kepada Baron Duceland yang memunculkan terjemahan Mukaddimah Ibnu Khaldun dalam bahasa Perancis pada tahun 1868, ia berkomentar pada pembahasan bagian kedua dari bab dua yaitu bagian yang mengungkapkan bahwasannya Ibnu Khaldun berpendapat bahwasannya generasi arab dalam penciptaannya yang alami. Dalam terjemahnya, ia menambahkan ungkapan: Ibnu Khaldun menggunakan kata „arab‟ dalam pembahasan ini dan juga pembahasan setelahnya yang mengandung arti „suku primitif‟ Ia pun mengatakan dalam penjelasannya akan kata Arab yang
datang
Mukaddimahnya
dalam ini
kamus dengan
yang
menyertai
menuliskan:
Les
terjemahnya Arabes
d‟ibn
Khaloun sont les Arabes nomades (Vol 3 p. 488)(Sesungguhnya arab yang dimaksud Ibnu Khaldun adalah masyarakat primitif dan yang nomaden)’ Hal ini pun diisyaratkan dengan kiasan –walau tidak secara
langsung-
oleh
sejarawan
Turki
Judith
Basha
yang
tidak
menerjemahkan
langsung
kata
dipahami
menerjemahkannya
atab
oleh
dengan
kedalam banyak
‘kabilah
bahasa
turki
orang. arab’
yang
Namun
atau
ia
kabilah
kearaban’. Ia menambahkan kata kabilah yang bila dipami ia akan bermakna bangsa yang primitif dan bukannya bangsa yang berperadaban; dan inilah maksud yang diinginkan oleh Ibnu Khaldun. ***** Dengan Khaldun
demikian,
memakai
sebenarnya
maka
kata
ingin
ia
jelaslah,
‘primitif’ sampaikan-
–dan
pada
secara langsung dan menggantikan
bahwasannya inilah
Ibnu
kata
pembahasan
yang
yang
ada
kedudukannya oleh kata
‘arab’ yang terkadang mempunyai banyak arti
(karena pada
kenyataannya ia tidak bermaksud pada kata ini, namun ia mengandung arti lain menurut definisi katanya) yang pada umumnya ia bermakna bangsa arab.
sehingga pencampur adukkan
artian ini dapat dipahami, dengan memberikan kesempatan bagi seseorang
atau
Muhammad Jamil
lebih
untuk
mengkritiknya.
Dari
sini,
Bihim bila mengatakan: ‘sesungguhnya Ibnu
Khaldun secara tersembunyi telah mengecilkan bangsa primitif dan bukannya bangsa Arab. ini tampak dalam pembahasannya pada empat bagian dengan tema peradaban primitif dan suku bangsa yang liar dan kabilah-kabilahnya; sebagaimana telah jelas dapat dilihat bahwasannya ia sangat menyanjung bangsa Arab dan memujinya juga peradabannya baik yang ada sesudah ataupun sebelum Islam. Namun yang menjadi sumber keraguan adalah karena ia memakai kata „arab‟ yang mempunyai dua artian; maka seyogyanya, arti yang mengarah pada bangsa Arab ditinggalkan karena diluar dari
keinginan pengarang yang
bermaksud diluar arti tersebut dan inilah yang terkadang
dijadikan alasan bagi mereka bahwasannya ia menghina bangsa arab dan menyimpang dari ketentuan yang ada‟
88
Namun penulis tidak sepakat dengan apa yang diungkapkan oleh Muhammad Jamil Bihim yang mengatakan bahwasannya
bisa
jadi Ibnu Khaldun sengaja membuat keraguan sebagai satu batu sandungan
bagi
para
penguasa
di
masyarakat
Maroko
yang
terdiri dari bangsa barbar, karena penulis tidak membaca sedikitpun
dari
keadaannya
yang
perkataan
Ibnu
menunjukkan
Khaldun
akan
dan
juga
kesengajaannya
dari dalam
melakukan hal yang misterius ini demi satu tujuan tertentu. Sebagaimana bahwasannya ia tidak mempunyai pengertian lain dari
kata
yang
dimaksud
‘arab’
sebagaimana
yang
telah
disebutkan, karena ia hanyalah mengandung satu arti yang diambil dari sastra lama.89 Bagian ketiga Ibnu Khaldun Pakar dan pembaharu Ilmu Sejarah 1. Kitab Ibr Peninggalan berharga Ibnu Khaldun adalah buku besarnya tentang sejarah yang ia namakan: Kitabul Ibr wa diwaanul mubtada wal khabar, fi ayyamil „arab wal „ajm wal barbar, wa man „asharahum min dzawi sulthon al akhbar‟ yang sering disingkat dengan dua kalimat saja „kitabul ibr‟ Tulisannya
ini
tercetak
dalam
bentuk
tujuh
jilid
sebagaimana yang diterbitkan oleh penerbit Bulak (dicetak pada tahun 1868 M). Dalam kitab ini mencakup didalamnya Kata 88
Muhammad Jamil Bihim, Al Aruubat wa Syuubiyyat l Haditsah, hal 53,54 Lihat pembahasan akan hal ini dalam dua makalah; pertama makalah Sati’ Al Hasry dalam bukunya ‘Diraasat an mukaddimah Ibnu Khaldun‟ hal 151-168, kedua; tulisan yang ditulis oleh Muhammad Abdul Ghany Hasan di edisi Mei 1961 pada majalah “Majallah‟ dengan tema ’Ibnu Khaldun baina Asy Syairiyyah wa Syuubiyyah wa Tasawwuf‟ 89
pengantarnya
yang
terdiri
atas
satu
jilid
pertama
yang
berisi pembahasan akan fenomena-fenomena sosial, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya; sedang enam jilid lainnya berisi tentang pembahasan akan sejarah. Ibnu Khaldun pun membuat
pembagian
pengantarnya
sebagai
sendiri
dengan
bagian
tersendiri
menjadikan dan
tiga
Kata bagian
lainnya. ia menjadikan kata pengantarnya menjelaskan tentang keutamaan ilmu sejarah dan dan ralat akan kesalahan yang dilakukan
oleh
para
sejarawan;
laku
kitab
pertamanya
menjelaskan tentang peradaban kebutuhan primer akan raja, penguasa, nafkah, kehidupan, industri dan banyak ilmu dengan disertai sebab dan akibatnya (Kata pengantar ini dan jilid pertama
serta
sambutan
penulis
dikumpulkan
menjadi
satu
jilid yang kini lebih dikenal dengan nama Mukaddimah Ibnu Khaldun),
sedang
kitab
kedua
dan
ketiganya
menjelaskan
tentang penelitian-penelitian sejarah secara murni. Pada kitab kedua, ia banyak menjelaskan akan beritaberita tentang Arab, generasi-generasinya, negara-negaranya sejak awal kemunculannya hingga saat ini, didalamnya juga mencakup tentang
negara-negara
yang dikuasai oleh negara
terkenal seperti
Tibet, Suryaniyin, Persia, Bani Israel,
Qibti, Yunani, Romawi,Turki dan Eropa.90 Kitab ini terbentuk atas empat jilid yang diambil dari jilid kedua hingga jilid kelima dari Kitabul Ibr. Ibnu Khaldun memberikan pengantarnya dalam kita ini – sebagaimana yang dilakukan para sejarawan muslim sebelunyadengan
pembahasanya
akan
awal
penciptaan
dan
nasab
dari
setiap kelompok masyarakat yang berbeda, yang ia nukil dari banyak riwayat di masa lampau dan juga israilliyat dan juga apa yang pernah ditulis oleh para sejarawan Yunani Herdath
90
Diungkapkan sendiri oleh Ibnu Khaldun dalam Mukaddimahnya (Bayan 271)
(Hersyius),
walau
semua
itu
tampak
menjadi
sumber
yang
diragukan kebenarannya. Lalu ia melanjutkan pembahasannya tentang sejarah bangsa Arab di masa Jahiliyah, juga Yahudi, Yunani, Persia yang kesemuanya ini banyak ia nukil dari Ibnu Amid Penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya tidak berpengaruh banyak dalam penulisan kitabnya itu, kecuali sebagian kecil saja yang hampir mencapai seperempat dari jilid keduanya. Sedang
sisanya,
yaitu
tiga
perempat
dari
jilid
keduanya (sebagian dari juz dua dan keseluruhan jilid tiga, empat dan lima), ia telah menuliskan semua penelitian dan pengamatannya
akan
negara-negara
Islam
dan
negara-negara
yang berhubungan dengannya pada masa-masa kejayaan Islam. Iapun mengemukakan akan fenomena kemunculan agama Islam dan juga kehidupan Rasulullah Saw, masa khulafau Rasyidin, masa bani Umayyah, masa bani Abbas, sejarah Fathimiah di Maroko dan juga Mesir, bani Qaramithoh, sejarah Andalusia sejak pertama dibuka oleh Islam hingga permulaan kedaulatan bani Ahmar di Gharnathah, kedaulatan Islan di Shaqliah, sejarah kerajaan-kerajaan nasrani di Spanyol, sejarah bani bawiyyah, bani
Sabkatikin,
Turki,
Salajifah,
Perang
Salib
dan
kedaulatan kerajaan-kerajaan di Mesir. Tidak
pernah
terlintas
sedikitpun
dalam
pikirannya
ketika memulai tulisannya itu untuk menulis sejarah akan umat
musli
di
Timur
ataupun
umat
lain
yang
berhubungan
dengannya; atau belum terlintas sedikitpun dalam pikirannya untuk
menuliskan
apa
yang
ia
tulis
dalam
kitab
jilid
keduanya ini. Namun yang dihasilkannya sungguh sejarah yang sanagt menyeluruh pada neara-negara ini, sebagaimana yang pernah
ia
isyaratkan
penulisan kitab ini.
dalam
percakapannya
tentang
fase
Setelah kepergiannya ke Mesir,
Ibnu khaldun kembali
merevisi apa yang pernah ditulisnya lalu mematangkannya dan menambahkan banyak
beberapa
kenyataan
bagian
yang
di
ia
dalamnya.
lihat
sebelumnya ia belum melihatnya
Ia
menambahkan
direferensi;
dimana
sebelumnya, lalu kemudian
menambahkannya lagi dengan sejarah akan fase-fase yang ia lihat selama ia
tinggal dalam
waktu yang cukup lama di
Mesir, dimana ia banyak mendapatkan banyak berita, informasi dan juga akan negara Mesir, Turki hingga pada tahun 794 H. Setelah menuliskan tentang dua negara besar ini, tulisannya terhenti pada saat ia sedang menuliskan halaman pertamanya tentang Tunis pada akhir tahun 783 H, sebagaimana yang ia isyaratkan di tengah percakapannya tentang fase tinggalnya di Mesir Sedangkan kitab ketiganya, ia banyak menuliskan tentang sejarah barbar dan yang termasuk didalmnya seperti Zanatah serta menyebutkan pemimpin dan generasi-generasinya; juga sebagian dari mereka yang tinggal di Maroko khususnya yang duduk di kerajaan dan juga pemerintahan.91 Atau dengan kata lain,
ia
banyak
menulis
pada
bab
ini
tentang
apa
yang
disebut saat ini sebagai Afrika utara, sejak kemunculan suku bangsanya hingga saat dimana Ibnu Khaldun hidup. Buku ini tertulis dalam dua jilid, yaitu jilid keenam dan ketujuh dari keseluruhan kitabul ibr. Ibnu Khaldun memberikan pengantarnya pada kedua jilid ini
–jilid
keenam
dan
ketujuh
dari
kitabul
ibr-
dengan
pembahasannya tentang bangsa Arab dan pengaraban di Maroko; lalu ia kemudian mennjelaskan tentang sejarah barbar serta kabilah dan kelompok barbar yang terkenal seperti Zanatah, Magrawah, Nawata, Mashmuda, Baranis, Kitamah Shanhajah mulai
91
seperti yang diungkapkan oleh Ibnu Khaldun sendiri (Bayan: 271)
dari
masa
lalunya
tentang sejarah
hingga
masa
kininya;
ia
pun
membahas
berdirinya negara-negara besar di Maroko,
dan menerangkan secara ringkas tentang sejarah Murabithin dan
Muwahhidin,
lalu
ia
pun
sejarah negara-negara barbar kedaulan-kedaulatan
yang
menuliskan
banyak
tentang
yang dekat dengan masanya dan
dekat
dengannya
seperti
Bani
Hafsin, Bani Abdul Waf, Bani Maryan dengan melengkapinya dengan banyak permasalahan yang ada didalamnya dan juga halhal penting juga pekerjaan yang ada. Disaat
Ibnu
Khaldun
menuliskan
sebenarnya ia hanya bermaksud Maroko
secara
ringkas
kata
pengantarnya,
menuliskan sejarah tentang
sebagaimana
yang
telah
dijelaskan
sebelumnya. Maka tujuan dari tema yangada pada kitab ketiga ini, maka sama dengan tujuan tema pada awalnya; sedang tema pada kitab kedua merupakan perluasan dari pembahasan dan penambahan dari pembahasan akan tema ini. Sedang
yang
Ibnu
Khaldun
lakukan
selama
ia
menulis
kitab keduanya setelah kepergiannya ke Mesir, sama dengan apa yang ia tulis pada kitab ketiganya, dengan revisi dan juga
adanya
kematangan
konsep
serta
menambah
beberapa
bagian, lalu kemudian memyempurnakannya dengan sejarah akan fase-fase yang di alami Maroko –dimana ia menuliskan semua ini ketika ia tinggal di waktu yang cukup lama di Mesir sekitar 25 tahun lamanya. Kemudian ia menyambungkan lagi dengan
pembahasan
akan
kedaulatan
bangsa
barbar,
dari
sejarahnya pertama hingga tahun 796 H, setelah pembahasan ini sempat terhenti dalam copi pertama yang ditulisnya di tunis
hingga
tahun
783
H,
sebagaimana
hal
dijelaskan sebelumnya.92
92
Lihat akhir paragraph 1 dari bagian ketiga bab pertama
ini
telah
2.
Keoriginalan
dan
pembaharuan
Ibnu
Khaldun
dalam
penelelitian sejarahnya. Penelitian sejarah yang Ibnu Khaldun tulis menampakan keoriginalan dan pembaharuan dalam banyak hal yang semua ini dikarenakan beberapa sebab: Pertama; dalam tulisannya di kitabnya
yang kedua, Ibnu
Khaldun melakukan banyak penelitian ilmiah yang penting ke banyak
karya-karya
menuliskan
tentang
pendahulunya, sejarah
Arab
para
dan
sejarawan
juga
Uslam,
yang
seperti
halnya Ibnu Hisyam bin Ishaq, Waqidy, Balazary, Ibnu Abdul Hakam,
Thabary,
menghindari
Mas’udy
sebagian
dan
dari
Ibnu
mereka
Atsir. yang
Ia
pun
banyak
banyak
menuliskan
sejarah yang dibuat-buat dan mustahil terjadi bila dilihat dari tabiat lingkungan yang ad dan juga dilihat dari aturan dan
ketentuan
peradaban,
hingga
semua
itu
diragukan
keabsahannya dan dihukumu sebagai buku yang penuh keraguan. Ia pun melandasi penelitian-penelitian ini -sebagaimana yang ia
putuskan
dalam
fenomena-fenomena
Mukaddimahnyasosial
dengan
masyarakat
dan
bersandar
pada
metode-metode
penelitian ilmiah serta kehati-hatiannya dalam penelitian sejarahnya.93 Kedua; kitab keduanya dikhususkan pada pembahasan tentang sejarah bangsa Arab dan yang berkaitan dengannya, dengan
pembahasan
sejarah
yang
disandarkan
pada
pengamatannya dan juga pembacaannya yang khusus yang belum dilirik sedikitpun oleh para sejarawan sebelumnya dan juga dengan
merujuk
zamannya,
namun
kepada belum
sebagian samapi
referensi ke
tangan
yang
ada
kita.
pada
Secara
khususnya, ia banyak membahas tentang kedaulatan Islam Shaqliah, 93
sejarah
kelompok
masyarakat
di
di
Andalusia,
Lihat permisalahn tersebut dalam Mukaddimahnya, hal 219, 257, 262, 265 (terbitan ‘Lajnatul bayan’
kerajaan-kerajaan
nasrani
di
Spanyol,
sejarah
kedaulatan
bani Ahmar di Granada. Penelitian yang telah dilakukannya ini memiliki banyak nilai lebih dibanding dengan apa yang ditulis para pemikir di barat pada masa ini. Diantara mereka adalah Dozy yang menggambarkan bahwa riwayat yang berasal dari
Ibnu
Khaldun
tentang
sejarah
nasrani
di
Spanyol
merupakan pengamatan yang sangat jeli, dimana hal ini tidak didapati
dari
penelitian-penelitian
yang
dilakukan
oleh
pemikir kristen barat pada masa pertengahan dan tidak pantas disandingkan penelitian mereka dengan penelitian sekaliber Ibnu Khaldun. Ibnu Khaldun pun memiliki kekhasan untuk tidak sepakat dengan para pemikir dalam menuliskan sejarah negaranegara
ini
dengan
penuh
ketelitian
menghiasi penelitian Ibnu khaldun.
dan
kejelasan
yang
94
Ketiga; ia pun banyak merevisi ulang akan pembahasan khususnya tentang sejarah bangsa barbar yang ditulisnya pada kitab ketiga, yang merupakan bagian terkuat dan teroriginal dimana banyak penelitian akannya di lakukan dan diperbaharui secara bersamaan.. dan merupakan pembahasan yang terbaik dalam pembahasan sejarah yang pernah ada. Ini semua karena kebanyakan
pembahasan
yang
ada
dalam
kitab
inio,
tidak
dinukil dari referensi yang tercetak, namun Ibnu Khaldun sendiri
yang
mengamatinya
secara
mencatat dari sumbernya langsung
langsung
dan
kemudian
disaat ia berinteraksi
dengan kabilah-kabilah barbar yang ada di Maroko. Oleh sebab itulah,
kitabnya
menjadi
referensi
penting
bagi
para
peneliti yang ingin meneliti tentang sejarah negara dan juga suku bangsa dalam masa yang ia tulis. Karena pentingnya dan banyaknya kelebihan dalam kitabnya dari buku-buku sejarah penulis 94
laiinya,
maka
wajar
apabila
kitab
Ibnu
Khaldun
Dozy: Recherches sur l’Histoire et Littérature d’Espagne au MoyenAge, p.60
adalah
kitab
pertama
yang
diterjemahkan
ke
bahasa
Eropa
dengan terjemahan yang utuh. Terjemahan bahasa perancisnya ini telah dipublikasikan di Al Jazair secara utuh selama dua tahun 1925 dan 1927 M. Keempat; Ibnu Khaldun telah menggunakan metode barunya dalam
menyusun
penulisannya,
dan
merupakan
metode
yang
berbeda dengan dengan kebanyakan metode yang digunakan oleh penulis sebelumnyanya, yang menulis tentang sejarah. Pada umunya,
para
penulis
sejarah
Islam
sebelum
masanya,
meletakkan gambarab sejarah yang berurutan sesuai dengan tahun kejadian
dan peristiwa.,
lalu kemudian
dikumpulkan
semua kejadian dan peristiwa pada tahun yang sama, walau tempat peristiwa kejadiannya saling berjauhan serta tidak ada keterkaitan satu kejadian dengan kejadian lainnya; namun Ibnu
Khaldun
mengalihkan
metode
ini
dengan
menggunakan
metode lain yang lebih tepat dan lebih teliti. Ia membagi tulisan-tiulisannya
dalam
beberapa
kitab;
dimana
setiap
kitab terdapat didalamnya bagian-bagain yang saling terpaut satu dengan lainnya dan ia pun membahsa sejarah suatu negara dengan sangat teliti dimulai dari awal kemunculannya hingga kehancurannya, dengan menjaga dan memperhatikan sesuatu yang terpaut dan juga intervensi kejadian dari berbagai negara yang ada. Memang, menciptakan banyaklorang
Ibnu metode
Khaldun ini,
sebelumnya
bukanlah
hal sejak
ini
orang
pernah
abad
pertama
yang
dilakukan
oleh
ketiga
dan
keempat;
seperti halnya yang dilakukan oleh sejarawan seperti Waqidi, Balazary, Ibnu Abdul Hakam Al Masry dan Mas’udy.95
95
Waqidy dalam bukunya Futuhu Misr wa Syam, Balazary dalam karyanya ‘Futuhu Buldan, Ibnu Abdul Hakam dalam karyanya Futuhu Misr wa akhbaruha dan Mas’udi dalam bukunya Murujul Zahab.
Namun
Ibnu
Khaldun
mempunyai
kelebihan
dibanding
pendahulunya yang menggunakan metode ini, dalam penulisan dan penyusunan sejarahnya yang sangat sistematis dan terkait satu
dengan
lainnya,
juga
karena
susunannya
yang
indah,
sebagaimana pula lebih baik dari mereka dari sisi kejelasan dan juga kecermatan dalam pembahasan yang ada di tiap bab fdan juga tema juga rujukan yang ada padanya. 3. Kritikan untuk Ibnu Khaldun dalam ilmu sejarah demikianlah, telah datang pula kritikan untuknya dimana dalam pembahasannya akan kota-kota dalam Kitabul Ibr nya, tidak
sejalan
dengan
metode
yang
digambarkan
oleh
para
sejarawan dalam pengantarnya; ia pun tidak menempuh jalan yang
dianjurkan
dipertanggung keabsahannya.
pada
mereka
jawabkan Ibnu
untuk
dari
Khaldun
membedakan
kabar
hanya
menukil
kabar
yang
yang
diragukan
riwayat-riwayat
yang lemah yang tidak bisa dibuktikan keabsahannya di setiap kritikan sosial. Ia pun tidak memiliki landasan yang dapat dipercaya. Inilah semua kritikan yang dituduhkan oleh Robert Vilent, sejarawan berkebangsaan Inggris dengan mengatakan: apabila kita melihat Ibnu Khadun sebagai seorang sejarawan, maka kita daapt melihat kitab yang lebih baik dari yang ia hasilkam;
namun
apabila
kita
melihatnya
sebagai
peletak
teori dalam sejarah, maka tidak diragukan lagi, ialah pakar disetiap masa dan tempat‟ Bagian keempat Ibnu Khaldun Pakar dan pembaharu seni Auto-Biografi96
96
Biografi seseorang yang ditulisnya sendiri
Ibnu Khaldun sangat mahir dalam bidang seni lainnya yang masih dalam cakupan seni sejarah, yaitu: Auto-biografi atau Biografi seseorang yang ditulisnya sendiri. Namun Ibnu Khaldun masih terbilang sangat terbuka dalam keahliannya ini dibanding
para
sejarawan
arab
dan
muslim
lainnya,
bila
dilihat dari buku tentang riwayat hidupnya yang berjudul ‘At Ta‟rif bi Ibn Khaldun wa rihlatuhu gharban wa syarqan). Memang sudah ada yang mendahului Ibnu Khaldun dalam keahlian ini, baik dari para sejarawan ataupun sastrawan Arab, seperti Yaqut Hamwy dengan karyanya Mu‟jamul Udaba‟, Lisanuddin
bin
Khatib
Mu’ashir
bin
Khaldun
dan
temannya
dalam karyanya ‘Al Ihathah fi akhbar gharnathah‟, dan Hafidz bin Hajar Muashir bin Khaldun dalam bukunya ‘Raf‟ul Ashar‟an qudhat Misr‟ ; namun mereka yang telah menggeluti keahlian ini sebelum Ibnu Khaldun hanya puas dengan biografi yang ringkas, sedangkan Ibnu Khaldun, ia adalah peneliti pertama yang menulis kan auto-biografinya secara luas dan secara terperinci, ia menceritakan apa yang terjadi padanya dan cerita yang menyeluruh akan suatu peristiwa
yang terjadidi
masanya, sejak kelahirannya hingga sebelum kematian datang menjemputnya. Ia menceritakan kesemuanya itu dengan penuh kecermatan menginginkan
seorang
sejarawan
keseluruhan
dari
yang
jujur
suatu
cerita
yang yang
tidak meninggalkan sedikitpun celah akan suatu yang
terjadi
permasalahan
kecuali dimana
menyembunyikannya,
ia
orang
namun
ia
mencatatnya, pada tetap
umumnya
sangat ada.
Ia
peristiwa
hingga
pada
lebih
suka
mengisahkannya.
Dengan
demikian, maka sebagian auto-biografi yang ditulisnya ini masuk ke dalam keahlian seni sejarah lainnya yang dikenal dengan nama ‘Pengakuan’, sebagaimana pengakuan Gazãli dalam bukunya
Al
Munfiz
minad
Dhalal‟
ataupun
Rouseou dalam bukunya “Les Confessions‟
pengakuan
Jack
Demikianlah, tentang
Ibnu
riwayat
Khaldun
hidupnya
tidak
saja,
hanya
namun
ia
menuliskan pun
banyak
menuliskan semua yang berkaitan dengan kehidupannya, baik itu
kejadian,
surat
dan
lembaran-lembaran
qasidah
dan
juga
penting,
khutabh-khutbah,
menggambarkan
keadaan
banyak
masyarakat dan tatanan hukumnya dimana ia berinteraksi, juga menggambarkan keadaan masa dimana ia hidup dengan sebaikbaik deskripsi yang ada, juga membuat biografi orang-orang yang
berkaitan
Dalam
bukunya
diterima
Ibnu
dengan ta‟rif, Khaldun
hidupnya
dalam
akan
didapati
dari
banyak
bukunya banyak
tersebut. surat
sahabatnya
yang
dengan
keseluruhan isinya, dimana terdapat banyak didalamnya syair dan
juga
Khatib
qasidah;
dengan
khususnya
qasidahnya
surat
yang
dari
sahabatnya
memakan
tempat
Ibnu
hampur
seperenam dari keseluruhan bukunya. Juga terdapat didalamnya pernyataan-pernyataan resmi, juga pidato-pidato pertukaran antara ara raja dan sultan, juag pidato Ibnu Khaldun sendiri dan juga pidatonya serta beberapa kalimat yang diucapkannya pada pembukaan majlis Tadris, serta sebagian pengamatan akan dirinya, juga surat-surat dan sayir-syairnya. Dalam buku ini pula mencakup di dalamnya penelitian sejarah yang sangat bernilai tentang berbagai negara, khususnya negara dimana ia menjadi pemuka seperti Maroko bagian bawah, tengah dan juga atas, serta kedaulatan bani Ahmar di Andalusia, dan bani Ayyubin dan Mamalik di Mesir; serta munculnya El Tatar dan juga Mongol serta peperangan mereka di negara-negara Arab. Dalam autu-biografinya ini pun ia banyak menuliskan tentang penggambaran
yang
mendetail
tentang
keadaan
sebagian
masyarakat dengan penggambaran yang gamblang dilihat dari berbagai
sisinya.
Ia
pun
menuliskan
secara
terperinci
tentang keadan buruknya peradilan di Mesir ketika masalah pengadilan dipimpin oleh hakim bermazhab Maliki, juga cara
pertukaran
hadiah
yang
terjadi
diantara
para
raja
dan
pemimpin, serta menggambarkan upacara penyambutan di Istana, cara penulisan surat, edaran dan pernyataan resmi. Demikian pula, mencakup didalamnya tentang biografi penting para ahli politik,
sastrawan
dan
juga
ilmuwan,
baik
dizamannya
ataupun diluar masanya. Dengan kesemuanya ini, Ibnu Khaldun mempersembahkan auto-biografinya: Ta‟rif, yang berisi bukan hanya riwayat hidupnya, namun juga berisi kumpulan penting akan
catatan-catatn
penting
yang
berkaitan
dengan
ilmu
sastra, sejarah dan juga ilmu sosial. Auto-biografinya ini masuk dalam bagian bukunya yang
telah
dijelaskan
sebelumnya.
Ibr
Auto-biografinya
ini
terletak pada seratus halaman dengan ukuran besar di akhir jilid ketujuh dari kitabul Ibr; ia pun menjadikannya sebagai bab yang berdiri sendiri dan tajam lalu dinamakannya Ta‟rif bi
Ibn
Khaldun,
muallif
hadza
kitab.
Ia
menyelesaikan
penulisannya pada tahun 797 H, dengan kata penutupnya, ia berkata: mungkin aku harus menghancurkan sebuah rumah untuk merasa
lebih
kesendirian,
baik,
dengan
terdiam
untuk
mempelajarinya
pada
masa
berselimutkan terus
ini,
masa
dingin
dan
ilmu
dan
menimba yang
putih
tahun
79
(maksudnya 797 H).. Allah telah mengenal kita dengan sebaikbaiknya dan mengulurkan kepada
kita selubung
rahasia-Nya
dan mengakhirkan kita dengan amal yang baik. Maka inilah akhir dari hasil yang kudapatkan..‟. Inilah tulisan yang dicetak pada akhir bukunya Ibr di penerbitan Bulak, Mesir tahun
1878
M.
Lalu
Mukaddimah
Ibnu
Khairiyah,
dengan
diterbitkan
Khaldun
di
pemimpin
catatan
penerbit umumnya
pinggir
Khashab Sayyid
bagi
(penerbit
Umar
husain
Khashab di Mesir), yang muncul sekitar tahun 1322 H. Lalu
Ibnu
Khaldun
menambahkan
pada
tulisannya
itu
sebagian ralat dan pematangan juga penambahal pada fase yang
berkaitan dengan sejarah97
dan kemudian ditambahkan pula
fase terakhir dari kehidupannya, yaitu riwayat Ibnu Khaldun yang telah direvisi dari tahun 797 H hingga akhir tahun 808H, atau beberapa bulan sebelum kematiannya.98 ; hingga bisa dikatakan bahwasannya kebanyakan dari isi buku tersebut adalah
pematangan,
tambahan
dan
juga
kabar
terbaru
yang
mencapai sekitar seratus halaman dalam kertas ukuran besar, atau dengan
kata lain hampir serupa dengan kseseluruhan
halaman buku sebelum ditambahkan,. Dengan mempertimbangkan isi buku yang makin sarat, maka Ibnu Khaldun pun mengnubah judul yang sudah ada dengan judul lain yang menunjukkan akan kesaratan
isi
dan
makna
akan
apa
yang
disampaikan
didalamnya; khususnya keseluruhan fase kehidupannya. Buku itu kemudian diberi judul: Ta‟rif bi Ibnu Khaldun, mualliful kitab wa rihlatuhu gharban wa syarqan. Penulis pun memiliki buku dengan judul Aya sophia juga
Ahmad
Tsalits
di
At
Tsalits
Tub
Qubu
di
perpustakaan
Saraya,
Istambul.
memiliki nilai yang sangat berhargadan juga
Sultan Dua
Ahmad
tulisan
dan At ini
merupakan karya
Ibnu Khaldun. Ia merupakan manuskrip yang dapat dipercaya dari tulisan yang ada, juga paling sempurna dalam mengulas biografi Ibnu Khaldun. tulisan Aya Sophia tercetak dalam cetakan tersendiri, sedang kan tulisannya Ahmad At Tsalits terletak di akhir bukunya Ibr dan masih merupakan bagian darinya. Didalamnya tercakup beberapa tambahan akan tulisan
97
Tambahan penting itu adalah: pertama; bagian panjang yang berisi tentang biografi Ibnu Khatib secara utuh karena kegemilangannya dalam bidang sastra. Tulisan penambahan ini memakan tempat sekitar 60 halaman (halaman 155-215 pada penerbit Lajnatut Ta‟lif wa tarjamah wa nasyrah yang akan diterangkan di bagian setelahnya. 98 Adalah teks yang yang ia kirimkan ke Sultan Abi Abbas melalui Barquq demi membuka jalan bagi keluarga Ibnu Khaldun dan mengizinkan mereka untuk menyusulnya dan pergi ke Mesir. Pembahasan akan hal ini memakan tempat sekitar lima halaman (halaman 249-253 sesuai yang diterbitkan pada penerbit Lajnah Ta‟lif wa tarjamah wa nasr.
yang pernah ia tulis di bukunya Aya Sophia. Didalamnya pun didapati surat yang ditulis oleh Sultan Dzohir Barquq kepada Sultan Abi Abbas Hafsy yang meminta keringanan kepadanya agar mengizinkan anak-anak Ibnu Khaldun dan keluarganya yang lain untuk menyusul Ibnu Khaldun di Mesir. Penerbit
Lajnah
ta‟lif
wa
tarjamah
wa
nasri
lalu
menerbitkan auto-biografinya dengan edisi lengkapnya pada tahun 1951, denganan memberinya judul Ta‟rif bi Ibnu Khaldun wa
rihlatuhu
gharban
wa
syarqan.
Lalu,
mereka
pun
menambahkan padanya kata pengantar sekitar 30 halaman dan juga
referensi
dan
rujukan
sekitar
75
halaman
dimana
terdapat didalamnya banyak catatan pinggir, komentar dan juga penjelasan-penjelasan yang menunjang keakuratan buku ini, hingga keseluruhan halaman buku ini berkisar sekitar 500 halaman dengan kertas ukuran besar. Semua tulisan yang ada
dalam
buku
ini,
baik
pengantar,
catatan
pinggir,
penjelasan tambahan, komentar dan juga yang menerbitkan, merevisi dan mengedit kalimatnya dengan susunan yang indah serta
mengkombinasikannya
dilakukan
oleh
Muhammad
dengan bin
Tawit
aslinya, At
semuanya
Thanji.
Ia
ini
banyak
merujuk kepada manuskrip asllinya, khususnya dua tulisana Aya
Sophia
dan
Ahmad
At
Tsalits
yang
telah
dijelaskan
sebelumnya. Ialah yang telah banyak mengerahkan segala usaha dan tenaganya demi mewujudkan buku ini. Bagian kelima Ibnu Khaldun Pakar dan pembaharu penulisan Bahasa Arab 1. Pembaharuan yang dilakukan Ibnu Khadun dalam penulisan gaya bahasa berbahasa Arab.
Ibnu Khaldun termasuk salah satu sastrawan besar dan pemuka linguistik bahasa Arab serta salah satu pembaharu dalam penulisan gaya bahasa yang ada dalam bahasa Arab. Ia telah banyak menuliskan surat-surat, baik itu surat biasa ataupun
surat
resmi
dan
pemerintahan
sejak
ia
mengemban
tugas sebagai sekretaris rahasia dan pribadi untuk Abu Salim bin Abu hasan, Sultan Maroko bagian atas; hingga ia akhirnya mampu untuk menyusun tulisan dengan gaya bahasa yang baru dan mudah dicerna serta yang menusuk pada realitas yang ada; yang kesemuanya itu dengan ditunjang pula dengan bukti-bukti yang
kuat
dan
keterkaitan
pikiran
satu
paragraf
dengan
lainnya juga dengan susunan yang baik dan cocok. Semua ini terjadi karena ia mahir dalam memilih suku kata ataupun kalimat
dengan
melepaskan
menggunakan
belenggu
sajak
bahasa dan
arab
kata-kata
yang
baik
pemanis
dengan sekedar
basa-basi yang dipakai pada masanya. Pada dasarnya, gaya bahsa yang digunakannya bukanlah gaya bahasa yang
baru; ia
hanya menghidupkan kembali ungkapan-ungkapan arab asli yang populer pada masa kejayaannya sebelumnya. Ia adalah gaya bahasa yang
mudah dicerna dan sering dipakai oleh Abdul
Hamid, penulis pada zaman bani Umayyah dan juga Jafidz, seorang pakar linguistik pada masa bani Abbas. Namun uslub dan gaya bahasa ini menghilang dalam jangka waktu yang cukup lama dan digantikan kedudukannya dengan gaya bahasa yang seadanya dan kurang efiesien yang di berbagai belahan negara Arab; dimana gaya bahasa yang dipakai penuh dengan sajak dan juga kata-kata pemanis yang berari lebih banyak basa-basi yang digunakan dari maksud yang hendak dicapai. Ibnu Khaldun menggambarkan
gaya
bahasa yang dipakai
dengan secara terperinci dengan menganjurkan keada setiap penulis
ataupun
menggunakannya,
yang
berhubungan
sebagaimana
yang
dengan ia
penulisan
katakan
pada
untuk bagian
dimana
ia
mempelajari
pembagian
kalimat
kepada
nudzum
(susunan kata bahasa) dan natsr (syair) di bab keenam dari Mukaddimahnya: para penulis kontemporer telah menggunakan uslub-uslub syair atau natsr yang setara dengannya, untuk mengurangi sajak yang terlalu banyak ataupun terlalu terikat dengannya,
demi
lebih
mengedepankan
tujuan
yang
ingin
dicapai. Natsr ini apabila direnungkan merupakan bagian dari syair
dan
tidak
jauh
berbeda
darinya
kecuali
perbedaan
jumlah kata yang ada didalamnya. para penulis komtemporer tetap
memakainya
memakainya
di
di
berbagai
berbagai
mengkombinasikannya
hal
dengan
pidato yang
kerajaan,dan
mereka
uslub-uslub
sukai,
yang
indah
juga dengan serta
menghapuskan kiasan dan sejenisnya.. khususnya sebagaimana yang dilakukan oleh masyarakat masyriq. Hingga pada masa ini, hampir seluruh pidato kerajaan menggunakan uslub ini. Namun sebenarnya, bila dilihat dari gramatikalnya, pengunaan uslub ini tidak bisa dikatakan benar, sebagaimana apabila kemudian
diamati penggunaan kalimat yang digunakan dalam
menerangkan keadaan mukhatib (orang yang berbicara)
dan
mukhatab(orang yang diajak bicara). Seni natsr ini oleh para pakar linguistik komtemporer dimasukkan dalam cakupan syair. Hingga seyogyanya pidato-pidato kerajaan tidak menggunakan uslub itu, karena umumnya syair digunakan untuk hal-hal yang tidak serius, dan terkadang terlalu berlebih-lebihan dalam menerangkan sesuatu dan banyak menggunakan permisalan serta banyak perumpamaan dan juga kata samar yang kesemuanya itu tidak diperlukan penggunaannya pada sebuah pidato. Dengan memakai uslub ini, maka seseorang yang menggunakan terikat untuk terus memuji raja dan juga berbicara di khalayak umum menggunakan
targhib
dan
tarhib
dimana
hal
itu
tidak
seharusnya digunakan. Pidato kenergaraan yang baik adalah yang memakai uslub sederhana yangtidak menggunakan sajak
dalam cakupannya kecuali dalam batasan tertentu dan dalam waktu tertentu. Dengan mengirimkan tanpa ada beban tertentu lalu
memberikan
setiap
kata
sesuai
dengan
fungsi
dan
keadaannya; karena setiap tingkatan sesungguhnya berbeda. Setiap masing,
tingkatan baik
dan
dalam
tempat
Itnab
mempunyai
(hinaan),
uslubnya
ijaz
masing-
(ringkas),
hazf
(menghapuskan), itsbat (memutuskan), tasrih (terus terang), kinayah
(sindiran),
isyarat
dan
juga
kiasan.
Karenanya
menggunakan syair dalam pidato kerajaan adalah sesuatu yang tidak layak. Para ahli linguistik tidak akan menggunakan hal tersebut kecuali apabila mereka menguasai keadaan yang ada, baik dengan lisan ataupun dalam istana mereka namun dengan tetap memberikan kata sesuai dengan fungsi dan keadaannya. Dengan menggunakan uslub sederhana ini, maka akan mengurangi penggunaan sajak dan sastra yang berlebihan yang memalingkan dari
tujuan
awal
serta
mengikat
seseorang
untuk
memuji
dengan bahasa sajak dan gelar yang dibuat-buat hingga lupa akan apa yang diinginkannya‟ (Mukaddimah: Fahmy, 647,648) Ibnu Khaldun pun banyak menjelaskan permasalahan ini di bagian lainnya, seperti halnya gaya bahasa yang sarat
kata-
kata manis yang dibuat-buat dan banyak membelenggu bentuk penulisan pada zamannya; baik itu sajak, jinas, tauriah, atau sejenisnya, dengan ungkapannya: sesungguhnya muatan dan materi
yang
ada
didalamnya
memalingkan
seseorang
dari
susunan asl dari suatu kalimat dan juga memalingkannya dari faidah
kalimat
aslinya,
hingga
akhirnya
ia
akan
terbuai
dengan segala bentuk kata dan tidak sedikitpun yang tersisa kecuali
hanya
ungkapan-ungkapan
manis
itu
saja.
Inilah
sebenarnya yang banyak terjadi masa ini.99 99
Masalah ini tertuang dalam Mukaddimahnya dengan tema matbu‟ minal kalam wal masnu (yang dicetak dan dibuat dari suatu kalimat) permasalahan ini terletak di bagian keenam yang telah diperbaharui dan
Penulisan dengan gaya bahasa itu tetap berjalan hingga keadatangan
Ibnu
Khaldun.
Iapun
lalu
merubahnya
dengan
menulis dalam setiap penulisannya dengan menggunakan uslub arab
yang
ta‟rifnya
asli. dalam
Ia
mengungkapkan
pembicaraannya
hal
tentang
ini
dalam
tugasnya
buku
sebagai
sekretaris yang banyak menulis surat-surat untuk Sultan Abu Salim di Vas pada tahun 760 H:
Sesungguhnya
surat yang
berasal dariku memakai uslub mursal (uslub sederhana).. aku pada saat itu sendiri yang menggunakan, dan bagi orang lain, hal ini sangat aneh... (Ta‟rif, 70) Walaupun kejelasan, kemudahannya dalam dicerna serta ketinggian
tata
bahasa
yang
dimiliki
uslub
ini,
namun
ternyata hal ini belum menjadi daya tarik sendiri bagi para penulis ataupun pengarang kontemporer pada masa Ibnu Khaldun ataupun yang datang setelah masanya pada abad kelima setelah kematiannya. Ini semua karena mempertahankan tradisi lama yang rumit sangat diagungkan dan merasuk ke dalam pikiran para pengarang ataupun penulis buku, hingga tak ada satupun dari mereka yang mampu untuk mengikuti jejak Ibnu Khaldun dalam menuliskan mempertahankan
karyanya. Mereka tetap bersikukuh untuk gaya
bahasa
mereka
yang
lama
dimana
didalamnya terlalu banyak memakai sajak dan juga rangkaian kata-kata
manis
tak
bermakna,
hingga
dengannya
banyak
mempergunakan kata yang tidak semestinya. Gaya bahasa ini hampir meliputi negara Arab hingga kemudian Mukaddimah Ibnu Khaldun
diterbitkan
di
Mesir
pada
pertengahan
abad
kesembilan belas (1274 H, 1858M) lalu setelah itu mulai dipublikasikan
sedikit
demi
sedikit
di
Beirut
dan
mulai
banyak terpublikasikan di khalayak umum di banyak tempat. Lalu bukunya tersebut mulai dipelajari di banyak lembaga diperbanyak 355)
oleh penerbit Cartmeir (Mukaddimah: Cartmeir, Jilid 3 hal
keilmuan, setelah dimulailah babak kemajuan dan perkembangan pemikiran juga perkembangan bahasa yangberkolaborasi dengan kebudayaan dan sastra Eropa. Mulai saat itulah, para penulis dan pengarang mulai terpengaruh dan mengikuti gaya bahasa yang dipakai oleh Ibnu Khaldun; tak lama setelah itu, gaya bahasa
yang
dipakainya
mulai
merakyat
di
berbagai
segi
penulisan baik itu karangan, pers, pidato, surat dan banyak lainnya, hingga kesemuanya itu seolah kembali kepada masa kejayaan
arab
pertama
kalinya,
dimana
gaya
bahasa
yang
dipakai adalah yang terlepas dari berbagai belenggu bahasa yang ada. Karenanya, sesungguhnya gaya bahasa yang dipakai saat ini adalah merupakan jerih payah Ibnu Khaldun dengan segala tantangan
dan
metodenya.100
Bisa
dikatakan,
bahwasannya
Mukaddimah Ibnu Khaldun tidak hanya memberikan kontribusinya pada bidang keilmuan saja, namun ia pun turut memberikan kontribusinya yang besar pada ilmu sastra. Setiap diamati dan
dipelajari
Mukaddimah
Ibnu
lebih
dalam
Khaldun,
akan maka
tema
keilmuan
akan
banyak
di
dalam
didapatkan
keutamaannya; bahkan hingga bisa membentuk ilmu baru yang disebut dengan nama ilmu sosial; sebagaimana pula dengan kesusastraan yang apabila banyak dipelajari dan di gali dari Mukaddimah Ibnu Khaldun, maka akan mampu menciptakan –atau lebih tepatnya menghidupkan kembali- gaya bahasa arab yang baik dan benar sehingga mampu menjelaskan suatu pemikiran
100
diamati bahwasannya gaya bahasa yang dipakai Ibnu Khaldun telah berpindah kebanyak tulisan; bahkan hingga pada kesalahannya yang ada pada gaya bahasa ini. Contoh dari kesalahan yang dimaksud adalah penggunaan kata La budda (seharusnya), wa inna (dan sesungguhnya), la yatruku syaian illa… ( tidak meninggalkan sesuatu apapun kecuali….)tidah hanya terbatas pada itu saja, namun ia pun menggunakan kata kait wa kait (ddan sebagainya dan sebagainya).: wa hadza amru wa inkaana kaza wa kaza illa annahu kait wa kait (seandainya masalah ini adalah ini dan ini kecuali sesungguhnya ia adalah ini dan ini..)
dengan mudah dan lebih efisien dengan menggunakan pemahaman dan pengungkapan yang baik. Demikianlah; Ibnu Khaldun tidak menggunakan sajak dalam tulisannya; sedang saat itu, sajaklah yang banyak dugunakan. Ia tmenggunakannya hanya pada batasan yang tertentu, seperti ketika
ia
menuliskan
surat
untuk
temannya
mengikuti gaya bahasa yang dipergunakannya.
Ibnu
101
Khatib,
Dan juga ia
mempergunakannya untuk kata pengantar bagi bukunya Ibr memakan temapt
sekitar tujuh halaman.102
yang
Ia menuliskannya
kesemuanya itu dengan sajak yang sangat berat muatannya yang dihiasi dengan kiasan-kiasan juga tahsinat (kata-kata manis) yang dibuat-buat; karena kata pengantar pada sebuah buku umumnya
merupakan
kesempatan
yang
baik
untuk
lebih
mempublikasikan kemampuan seseorang dalam memilih kosa kata dan kemampuannya dalam mempergunakan kata dan kalimat, dan inilah yang ada t yan ada pada masanya yang kesemuanya ini dilakukan untuk
menunjukkan tidak adanya kelemahan dalam
bahasa yang dipakainya dalam bukunya, khususnya karena dalam pengantarnya
ini
mencakup
di
dalamnya
Ihda
(kata-kata
persembahan atas
selesainya suatu buku) yang ditujukanya
kepada: Pertama;
Abu Abbas, Sultan Tunis dan juga kedua;
Abu Faris abdul Aziz, Sultan Maroko bagian atas. 2.
Pembaharuan
Inbu
Khaldun
dalam
kosa
kata
dan
gramatikalnya. Disaat penelitian Ibnu Khaldun dalam fenomena-fenomena sosial telah menghasilkan
banyak pemikiran dan
pandangan
baru, yang kesemuanya ini tidak bisa diungkapkan kecuali dengan
ungkapan-ungkapan
yang
baik
dan
cermat.
Dalam
mengungkapkan kesemuanya itu, dibutuhkan pengunaan kata-kata 101 102
dan
juga
ungkapan
yang
terkadang
memakai
majaz
ataupun
sindiran; karena itulah, agar semua pemikiran dan pandangan tersebut dapat diungkapkan, dipergunakan usul bahasa arab dab
juga
banyak
kosa
kata
yang
tidak
pernah
digunakan
sebelumnya juga banyak kosa kata dan juga ungkapan dalam artian ilmiah yang belum pernah dipakai; walau terkadang tetap dipakai arti aslinya, namun tetap berkaitan dengan kata-kata
yang
mengungkapkan
ada
hal
di
ini
ilmu
dalam
sastra.
pembicaraannya
Ibnu
Khaldun
tentang
ahli
tasawwuf: Lalu mereka mempunyai kesusatraan yang khusus dan juga istilah-istilah dalam banyak kosa kata yang dipakai diantara mereka. Hingga bisa dikatakan bahwasannya susunan kalimat yang dibuat adalah dengan menggunakan kata-kata yang telah dikenal artinya; namun apabil mereka menggunakan kata yang belum dikenal artinya, maka mereka mengungkapkannya dengan kata yang dapat dipahami dan mengarah kepada arti yang dimaksyd (Mukaddimah: Bayan, 1065) Salah
satu
dari
kata
itu
adalah
kata
‘umran‟
(peradaban) yang sering dipakainya dalam masyarakat sosial dan juga ‘Ilmu umran’ ilmu peradaban yang sering dipakainya penelitian fenomena aturan
dimana
illmu
dan
Ashabiyyah‘
ia
banyak
kemasyarakatan
ketentuan
yang
(fanatisme)
mempelajari hingga
dapat
mengaturnya;
yang
berarti
dan
mengamati
mengungkapkan
dan
juga
kekuatan
kata
dan
‘
juga
pertahana para pemula dalam menjaga hubungan kekerabatan dan keterikatan antara individu masyarakat dengan kabilahnya; dan
juga
‘arab‟
yang
bermakan
primitif103...
dan
banyak
lainnya. Bagian keenam 103
ia adalah penggunaan kata dengan sebagain artinya. Penggunaan kata ini sebenarnya sesuai dengan penggunaanya pada tata bahasa kuno
Ibnu Khaldun;Pakar dan pembaharu Dalam penelitian-penelitian tentang sejarah pendidikan dan pengajaran Dan juga psikologi pendidikan dan pengajarannya Dalam Mukaddimahnya pun, Ibnu Khaldun membahas masalahmasalah
sejarah
pendidikan
dan
juga
pengajarannya,
juga
psikologi pendidikan dan pengajaran serta segala hal yang berkaitan dengannya. Semuanya ini dikupas dalam penelitianpenelitiannya
yang
sanagt
original
hingga
para
pemikir
menyamakan posisi penelitiannya tersebut dengan penelitian yang dilakukan oleh para pembaharu ilmu pendidikan dan juga pengajaran dimasa ini. Penelitian ini terletak pada sebagian besar Mukaddimah jilid keenamnya di bab pertama dan juga sepuluh bagian lainnya di akhir bab kelima dan sebagian besar dari pembahasan yang ada di bab enam, yaitu bab yang yang memuat hampir sepertiga isi keseluruhan Mukaddimah. Pada bagian terakhir di bab kelima, ia banyak membahas tentang
mengasah
ketrampilan
mencakup
didalamnya
dan
ketrampilan
perindustrian;
menulis,
membaca
dimana yang
merupakan pondasi dasar dari semua materi yang ada serta sejarah
dan
mendapatkan
urgensinya serta
lebih
dalam
kehidupan;
mempertajamnya
dan
juga
cara
semua
yang
berhubungan dengan ketrampilan ini. Sedang
pada
bab
keenam,
Ibnu
Khaldun
menyuguhkan
tentang sejarah semua ilmu pengetahuan dan juga kesenian dan ketrampilan yang dikenal pada zamannya; bahkan seni sihir, mantera,
rahasia
huruf,
penyembuhan
rohani...dengan
menyebutkan pakar-pakar dalam bidangnya serta
karya yang
mereka buat. Ia pun makin meluaskan pembahasannya dengan menyampaikan sejarah tentang pendidikan dan pengajaran di banyak masyarakat islam di timur maupun di barat, dengan
memberikan pandangan dan pendapatnya dalam mengamati metode yang dijalani oleh tiap kelompok masyarakat dan juga dengan menjelaskan apa yang seharusnya dilakukan dalam mendidik dan memberikan pengajaran kepada tiap masyarakat dalam beberapa fase umurnya, termasuk didalamnya fase anak-anak dan juga fase remaja, hingga dapat dicapai tujuan individu dan juga kemasyarakatan dengan jalan yang mudah, dan juga agar metode yang mereka gunakan sesuai dengan tabiat murid dan juga proses perkembangannya baik dari segi fisik maupun akal. Ibnu Khaldun pun banyak membahas tentang jiwa manusia dan
juga
cara
mengetahuinya
baik
melaui
emosi
ataupun
melalui makan yang tersurat, serta mengetahui hubungannya dengan badan dan fenomena indra yang berkaitan dengannya dalam
penyatuan
serta
pelepasan
yang
ada,
serta
sifat-
sifatnya dalam dua keadaan; bangun dan juga tidur, serta sebagian
sifat-sifat
psikologi
yang
menyimpang
dalam
beberapa kelompok masyarakat tertentu serta tabiat berpikir pada manusia dan juga ia membahas tentang akal percobaan dan prosesterjadinya, kontemporer
dan
serta juga
bagaimana
semua
hal
dapat yang
mendapatkan
berhubungan
ilmu
dengan
psikologi umum dan psikologi pendidikan dan pendidikan dalam beberapa bagian dari kitab Mukaddimahnya, khususnya dalam bagian-bagian
yang
meletakkan
tema-tema
sebagai
berikut:
orang-orang yang mengetahui hal ghaib dengan fitrah dan juga dengan
latihan
tertentu
(Mukaddimah
jilid
keenam,
bab
pertama), Pikiran manusia, memahami kejadian yang terjadi secara
aktif
percobaan manusia
dan dan
hanyalah proses juga
dengan
pikiran,
kejadiannya,
malaikat,
ilmu
ilmu
tentang dalam
mengenal
akal
mengenal
para
nabi,
bahwasannya manusia sangat bodoh; hanya dengan belajarlah ia menjadi pintar (kesemuanya ini enam bagian yang terletak pada bab keenam, yang dihapus penulisannya pada cetakan-
cetakan
lama,
namun
kemudian
percetakan: Lajnah Bayan).
dimunculkan
kembali
pada
Ia pun membahas hal-hal seperti:
Ilmu tasawuf, ilmu tafsir mimpi, ilmu mantiq, ilmu kimia, menggugat suatu filsafat (kelima bagian ini tertletak pada bab keenam) Mungkin tidak banyak yang ditulis akan banyak pandangan serta pendapatnya dalam masalah ini, namun cukuplah bila dilihat
dari
menunjukkan dalam
sebagian
akan
contoh
yang
keoriginalannya
penelitian
yang
telah
dikemukakannya
dan
kemuliaan
dilakukannya
yang
posisinya ini,
yang
kesemuanya ini telah diakui oleh banyak pakar pendidikan dalam masa ini: Salah satu contohnya adalah bagaimana ia menjelaskan akan
cara
belajar
yang
ada
pada
zamannya
dari
berbagai
referensi dan arahan kepada hal tersebut, dengan ungkapannya ayang
ada
pada
bagian
dengan
tema:
cara
terbaik
dalam
mempelajari ilmu pengetahuan dan cara mendapatkan hasilnya (Mukaddimah: Fahmy, 612) Kami
telah
banyak
melihat
para
pengajar
yang
tidak
mengetahui metode mengajar yang baik
di masa kami
berada;
lalu
mereka
menghadirkannya
hanya
memilikinya
dihadapan para
disaat
pelajar di awal
masa
pembelajaran mereka, para pengajar menyuguhkan masalahmasalah
yang
stagnatis
dan
leterlek
dalam
ilmu
pengetahuan lalu kemudian meminta para pelajar untuk mencari
solusinya.
itulah
metode
membebankan
Para
pengajar
pembelajaran
tugas
kepada
tersebut
yang
pelajar
dan
berpikir,
benar,
dengan
lalu
melihat
hasilnya. Mereka mencampur adukkan apa yang pernah ia dapat dari berbagai ketrampilan dan ilmu pada proses pertamanya, sebelum para pelajar dapat memahami inti
dari pelajaran yang ada. Sesungguhnya proses penerimaan suatu ilmu dan juga proses pemahamannya adalah satu proses yang berjenjang. Pada awalnya seorang murid akan sangat lemah dalam memahami secara keseluruhan
akan
pelajaran yang diterimanya. Ia baru bisa memahaminya secara global dengan berbagai contoh-contoh hidup yang ditunjukkan
padanya.
Proses
pemahaman
inipun
lalu
berjalan sedikit demi sedikit dengan kombinasi masalahmasalah
yang
bersangkutan
dengannya
serta
adanya
pengulangan yang terus menerus hingga akhirnya ia mampu memahaminya secara keseluruhan dan kemudian barulah ia bisa mengambil keuntungan dari ilmu yang didapatkannya itu.
Namun
apabila
pada
awalnya
seseorang
hanya
diberikan tujuan dari suatu ilmu, lalu sang pelajar akan merasa kurang paham dan sadar juga merasa jauh dari kesiapan dirinya dalam menerima materi yang ada, lalu ia akan merasa akan sulitnya ilmu itu diterima yang menyebabkan datangnya kemalasan dari dirinya dan menolak
untuk
pengetahuan
itu
menerimanya datang
pada
dan
makin
dirinya,
lama dan
lah
itulah
seburuk-buruknya pembelajaran‟ Ia pun mengungkapkan pada bagian yang sama akan jenjang pemahaman suatu ilmu bagi seorang pelajar: Ketahuilah, sesungguhnya kemahiran seorang pelajardalam memahami
suatu
ilmu
pengetahuan
sangat
bermanfaat
baginya bila semuanya itu dilaluinya secara berjenjang; sedikit demi sedikit; dimana pada awalnya ia menerima suatu masalah dari setiap bab yang ada yang merupakan asal usul dan dasar dari suatu ilmu pengetahuan yang disetai
dengan
banyak
penjelasannya
secara
global.
Kekuatan akalnya pun mengamati dan bersiap materi yang disiapkan hingga kemudian ia dapat memahaminya secara menyeluruh. Pada saat itulah ia bisa dibilang telah memiliki ilmu tersebut, namun masih berupa bagian yang lemah,
karena
tujuan
dari
kesemuanya
ini
adalh
bagaimana ia bisa memahami dan juga mengambil manfaat dari
ilmu
yang
didapat.
memperdalam
ilmu
tersebut
keseluruhan
dari
ilmu
Lalu dan
yang
ia
akan
kembali
benar-benar
memahami
ada
hingga
ia
secara
sendirinya pun mampu menjelaskan dan mengeluarkannya dari keglobalannya dengan menyebutkan pertentangan yang ada dalam keilmuan tersebut hingga ia akhirnya benarbenar menguasai ilmu tersebut dan kuat pondasi yang ia punya
tanpa
meninggalkan
sedikitpun
kesamaran,
keraguan, khilaf dan juga syak dan ia bisa membuka kesulitan yang ada dalam ilmu tersebut hingga ia memang benar-benar
dapat
menguasainya.
Inilah
pembelajaran
yang bermanfaat. Seperti telah dilihat, ia didapatkan dengan tiga kali pengulangan. Namun tidak sedikit yang dapat menguasainya hanya dengan mengulang kurang dari tiga kali sesuai dengan bakat, potensi dan kemudahan yang ada padanya‟ (Mukaddimah: Fahmy, 611) Karena setiap
itulah,
ringkasan
Ibnu
dari
Khaldun
materi
menganggap
yang
ada,
bahwasannya sesungguhnya
pembinasaan proses pembelajaran; naamun justru hal itulah yang
lebih
pembelajaran. banyaknya
sering Ia
digunakan
mengungkapkan
ringakasan
dan
dan hal
rangkuman
dijadikan ini yang
dalam
landasan pembahasan
dihasilkan
suatu ilmu merupakan hambatan dari suatu proses belajar:
dari
Banyak
pemikir
bahwasannya
kontemporer
cara
termudah
yang dan
berpandangan
tercepat
serta
memahaminya suatu ilmu adalah dengan membuat ringkasan dari setiap ilmu termasuk didalamnya meringkas semua permasalahan
yang
ada
serta
bukti-bukti
kuat
yang
menunjangnya, juga meringkas kata atau dengan kata lain memakai sedikit kata namun memiliki banyak interpretasi dalam
menerangkan
pembahasan
yang
ada
dalam
ilmu
tersebut. Namun hal itu justru membuat suatu ilm makin sulit dipahami dengan baik. Bisa jadi ringkasan itu dirangkum
dari
berbagai
rujukan
utama
yang
sangat
banyak dan berjilid-jilid, mencakup di dalamnya banyak permasalahan tafsir ataupun linguistik, yang kesemuanya itu lalu diperkecil lingkupnya untuk mempermudah dalam penghafalannya, sebagaimana yang dilakukan Ibnu Hajib dalam ilmu
Fiqh dan ilmu Ushul Fiqhnya, juga Ibnu
Malik dalam ilmu bahasa Arab, juga Khawanji dalam ilmu mantiq dan banyak lainnya.Namun justru hal itu yang mebinasakan
proses
pembelajaran
karena
disana
ada
korupsi hasil; karena ada sesuatu yang membingungkan bagi pelajar yang pemula dengan harus memahami tujuan dari meteri yang akan disampaikan tanpa ada kesiapan dalam menerimanya, dan inilah sebenar-benarnya proses pembelajaran
yang
buruk.
Karena
dengan
proses
yang
seperti itu, akan membuat pelajar sangat disibukkan untuk
dapat
memahami
setiap
kata
yang
disingkatdan
dirangkum yang kadang memiliki lebih dari satu arti serta
ia
masalah
pun yang
akan
merasa
kesulitan
ada
sebenarnya;
dalam
karena
menemukan
susunan
yang
diringkas dan dipersempit , akan mempersempit pemahaman yang benar pada waktu itu juga. Apabila sudah demikian keadaannya,
maka
hasil
yang
didapat
dari
proses
belajar yang diringkas dan dipercepat itu tidak lain hanyalah
penguasaan
yang
hanya
sedikit
dan
tidak
menyeluruh karena tidak ada proses pengulangan yang representatif merupakan
yang
dan juga pemahaman yang benar yang
landasan
dalam
menguasai
ilmu
secara
keseluruhan.. mereka melakukannya hanya bermaksud untuk mempermudah
dalam
menghapal,
namun
kenyataan
yang
terjadi malah mempersulit dan juga menghambat mereka dalam
menguasai
memanfaatkan
ilmu
ilmu
secara itu
keseluruhan
dengan
dan
juga
sebaik-baiknya.
(Mukaddimah: Fahmy, 610, 611) Karena itulah, proses pembelajaran dengan mempelajari dan mengamati langsung banyak hal dari berbagai referensi yang
ada
juga
mengulanginya
agar
mendapatkan
hakikat
keilmiahan yang ada di dalamnya dengan menggunakan berbagai ungkapan
dan
gaya
bahasa
yang
berbeda
adalah
proses
pembelajaran yang berlaku pada zamannya. Dalam hl ini Ibnu Khaldun mengatakannya di bagian yang bertemakan ‘banyaknya menulis dalam berbagai bidang keilmuan, menghasilkan banyak hal‟: Ketahuilah,
sesungguhnya
yang
memdapatkan
banyak
pengetahuan
ilmu
membuat
manusia dan
ingin
memperoleh
tujuan darinya adalah adanya kecenderungan yang positif untuk dapat menulis dengan mempergunakan banyak istilah dalam proses pembelajarannya dan berbagai macam metode yang ada yang kemudian baik pelajar dan pengajarnya mempresentasikan apa yang telah
didapat dari materi
yang telah dipelajari sebelumnya, dan pada saat itulah maka ia telah mendapatkan hasilnya. Setelahnya seorang pelajar
harus
menjaga
apa
yang
telah
didapatnya
tersebut
baik
secara
keseluruhan
ataupun
secara
globalnya, juga menjaga metode pembelajarannya, karena umur
mampu
industri untuk
untuk
buku,
itu.
menulis
walaupun
Lalu
semua
yang
seseorang
terjadilah
proses
ada
di
semua
mengkhususkannya peringkasan,
dan
memang harus terjadi, namun hasil yang dicapai tidak sama dengan hasil yang bila pembelajarannya ditempuh denga proses manual. Diantara contoh peringkasan ilmu yang
terjadi
adalah
ilmu
fiqh
maliki
dalam
kitab
“mudawwanah104” atau apa yng di tulis dalam banyak buku tentang penjelasan-penjelasan fiqh
seperti kitab Ibnu
Yunus, Al Lakhmy, Ibnu Basyir, Tanbihaat, Muqaddamat, Bayan dan juga Utaibah105... demiakian juga karya-karya Ibnu Hajib. Sesungguhnya dibutuhkan cara untuk dapat memilah metode Qirwaniah dari Qurtuby, Bagdady, Mesir dan metode kontemporer dan juga menguasai akan semua metode ini,
pada saat itulah, ia menduduki peringkat
kedewasaan. Metode ini semuanya membutuhkan pengulangan dalam proses pengajaran dan juga setiap katanya hanya memiliki satu artian saja; hingga
seorang pengajar
diminta
kelimuan
untuk
menyuguhkan
meteri
secara
keseluruhan dengan menawarkan metode-metode yang ada, karena umur hanya mampu menanggung satu metode saja dalam
keseluruhan
pengajar
hanya
sajakepada para 104
proses
mengajarkan
belajar.
Apabila
seorang
masalah-masalah
penting
pelajarma, maka yang terjadi
adalah
Kitab ‘MUdawwanah‟ karya Sahnun adalah referensi ilmu Ushul Fiqh mazhab Maliki, bahkan ialah referensi penting yang ada pada zaman ini (Lihat Mukaddimah, hal 1022, 1025) 105 Kitab Utaibah adalah karya Imam Muhammad bin Ahmad bin Abdul Aziz Utaiby yang meninggal pada tahun sekitar 254 – 255. Ia adalah ulama berkebangsaan Andalusia yang belajar dari Sahnun dan juga lainnya. Kitabnya terkadang disebut pula Mustahrijah karena ia adalah ringkasan yang diambil dari buku pokoknya Waadihah karya Abdul Malik bin Habib, yangmerupakan referensi penting buku mazhab Maliki
kebalikan dari itu semua, karena proses pembelajaran yang ada lebih mudah (Mukaddimah: Fahmy, 609, 610) Proses pembelajaran untuk anak kecil dimana diberikan materi
Al-Qur’an
adalah
proses
dengan
tidak
pembelajaran
memberikan
yang
berlaku
materi pada
lainnya
zamannya,
dimana Ibnu Khaldun mengungkapkan akan hal ini dalam bagian dengan
tema
‘pengajaran
orang
tua
dan
pengajaran di negara-negara Islam‟
perbedaan
metode
setelah sebelumnya ia
menyebutkan banyak metode yang ditempuh oleh setiap negaranegara Islam baik di timur, barat ataupun Andalusia: Qadhi Abu Bakar bin Arabi telah memilih jalan yang asing
dalam
menepuh
proses
belajarnya,
ia
kemudian
mengulangnya dan kemudian menguasainya. Ia mendahului pembelajaran ilmu-ilmu arab dan juga syair dibanding ilmu
lainnya,
sebagaimana
yang
dilakukan
masyarakat
Andalusia. Ia mengatakan: sesungguhnya sayir merupakan diwanul
arab
(pusat
informasi
akan
arab),
dan
ia
menyerukan untuk mendahulukan dalam mempelajarinya dan juga
mendahulukan
keharusan
ilmu
arab
lainnya
sebagai
suatu
untuk menghindari collapsenya bahasa arab
itu. Setelahnya, barulah ia belajar menghitung dan ia terus berlatih
dengannya
hingga
ia mengenal undang-
undang dan kemudian barulah ia mempelajari Al-Qur‟an. Sesungguhnya Al-Qur‟an akan menjadi mudah dipelajari apabila
telah
melewati
fase-fase
pembeljaran
materi
sebelumnya yang telah dijelaskan. Lalu ia pun berkata: wahai
orang-orang
lalai
dari
negeriku,
dengan
menyuruh
seorang
anak
untuk
sesungguhnya
mempelajari
Al-
Qur‟an pada permulaan segala sesuatu, dimana sang anak akan membaca, namun ia tidak memahami apapun darinya;
sehingga
ia akan
terdiam pula apabila ia menemui satu
materi
pentingnya.
Lalu
agama,
lalu
fiqh,
belajar
ushul
hadits
seseorang
dan
untuk
ia
berkata:
lalu
ilmu-ilmunya.
mempelajari
ilmu
berdebat,
lalu
cara
pelajari
dua
Ia
pun
melarang
keilmuan
sekaligus
kecuali apabila si pelajar siap menerima hal tersebut dengan
pemahaman
tinggi.
Inilah
yang
hal
baik
yang
dan
juga
dianjurkan
semangat oleh
yang
Qadhi
Abu
Bakar, dan inilah metode yang baik, walau sayangnya kebiasaan ini tidak berlaku untuknya, karena ialah yang menguasai keadaan. Kebiasaan khusus yang ada adalah mendahulukan
dalam
mempelajari
Al-Qur‟an
demi
mendapatkan berkah dan juga pahala serta menjauhkan anak dari kenakalan masa kecil yang umumnya tidak mau belajar. Karena itulah, mereka mengajarkan Al-Qur‟an. Sebab seorang anak selama dalam masa batu (masa dimana ia masih bisa diukir) ia masih mengikuti aturan yang diberlakukan padanya, namun apabila ia sudah mencapai kedewaan, ia akan menganggap semua itu adalah paksaan dan
bisa
jadi
ia
akan
terbawa
jiwa
mudanya
yang
menyebabkannya ingin menjadi pahlawan di medan perang. Dengan
pemikiran
inilah,
para
orang
tua
mulai
menuliskan kata pada sang anak sejak masa kecilnya dan mengikatnya dengan hukum yang ada dengan mempelajari Al-Qur‟an agar hal tersenbut tidak hilang begitu saja darinya. Apabila seseorang mempunyai keyakinan secara terus proses
menerus
dalam
pembelajaran
mengemban yang
ilmu
diberlakukan
dan
penerimaan
padanya,
maka
bisa dikatakan bahwasannya metode yang ditawarkan Qadhi Abu
Bakar
lebih
masyarakat timur 618, 619)
baik
dari
apa
dan juga barat
yang
ditempuh
oleh
(Mukaddimah: Fahmy,
Ibnu Khaldun pun membahas akan paksaan dalam belajar dengan tema ‘pemaksaan
pada pelajar sangat berbahaya bagi
mereka’: Sesungguhnya
pemaksaan
membahayakan
prose
dalam
belajar
itu
belajar sendiri,
sangat
sebagaimana
halnya apabila seorang anak masih terlalu kecil, karena ia masih buruk dalam menguasai dan memahami sesuatu dengan baik. Apabila orang tua memaksa anaknya atau seseorang dimana ia memiliki kekuasaan atasnya untuk belajar,
maka
mempelajarinya
sang dan
anak
akan
merasa
semangatnya
akan
tertekan hilang
dalam
sehingga
menimbulkan kemalasan dalam dirinya dan mengarahkannya untuk
berbohong
dan
melakukan
perbuatan
buruk.
Ini
semua terjadi karena adanya ketakutan kepada seseorang yang
memaksanya,
mengajarkannya
hingga
tipu
ketakutan
daya
dan
inilah
yang
kesemuanya
akan
akhirnya
menjadi adat dan moral yang akan biasa ia lakukan, hingga rusaklah kemanusiaan dalam dirinya, dimana ia pun termasuk bagian dari masyarakat; dimana seharusnya ia
menjadi
pelindung
baik
bagi
dirinya
atupun
kehidupannya, namun yang terjadi ia menjadi beban bagi orang lain; bahkan menjadi pemalas secara jiwa dalam mendapatkan keutamaan dan juga malas dalam berakhlak baik
maka
hilanglah
mungkindulu
pernah
ia
tujuan miliki
dan dan
kemanusiaannya dan akhirnya ia masyarakat. setiap
umat
tertindas bahkan
Sesungguhnya
dan
akan
yang
merasa
mereka diri
inilah
mereka
hilang
yang
pulaa
rasa
hanya menjadi sampah yang
dipaksa,
merasa
cita-cita
tidak
sendiri.
terjadi
pada
mereka
merasa
memiliki
apapun,
seseorang
teman
apabila seharusnya bisa membaca akan keadaan seperti ini. Aku telah melihat hal semacam ini pada bangsa yahudi yang berimplikasi pada kebobrokan moral mereka, dimana akhirnya mereka di cap oleh setiat masa ataupun setiap individu yang ada dipenjuru dunia ini sebagai pembuat onar, yang lebih dikenal juga sebagai bangsa yang
buruk
sebagaimana
dan
tukang
telah
tipu
kami
daya;
jelaskan
penyebabnya tadi.
adalh
Seyogyanya
seorang pengajar dalam proses pengajaran seorang anak didik
untuk
tidak
berlaku
keras
terhadap
mereka
(Mukaddimah: Fahmy, 119) Bagian ketujuh Tapak kaki Ibnu Khaldun Dalam ilmu hadits Ibnu Khaldun pun terkenal sebagai orang terdepan yang menekuni Ilmu hadits di berbagai jenisnya, walaupun hal ini tidak tersebar secara luas, karena itulah ia tidak disebut sebagai iman, pemuka ataupun pembaharu dalm ilmu ini, namun hanya disebut sebagai orang yang menapakkan kakinya dalam ilmu hadits. Ia banyak mempelajari ilmu ini dalam berbagai buku
hadits,
perhatian
khususnya
besar
di
shahih
Maroko,
muslim
yang
tempat
masih
dimana
Ibnu
menjadi Khalun
dilahirkan, juga Muwatha‟ karya Imam Malik bin Anas yang Ibnu Khaldun pelajari di perguruan tinggi di Mesir. Ia pun mendalami ilmu musthalah hadits dan rijalul hadits serta banyak
mengamati
banyaknya
dalil
musnad-musnad yang
yang
menunjukkan
dibuktikan
akan
hal
dengan
tersebut,
diantaranya: Pertama; dalam auto-biografinya ta‟rif,
ia menyebutkan
banyak guru dan syeikhnya yang mengajarkannya ilmu ini juga
menganggap
bahwasannya
ilmu
hadits
menjadi
pusat
perhatiannya yang besar dalam beberapa fase kehidupannya dan ia
pun
telah
keilmuan
mempelajari
ini,
dan
ia
rujukan
yang
terpenting
mempelajarinya
dari
dalam
ulama-ulama
terkenal dan terdepan di Maroko pada masanya. Ia banyak belajar dari Muhammad bin Saad bin Baral Ansyari akan buku At
Taqassa
li
Ahaditsi
Muwatha‟
karya
Ibnu
Abdul
Barr
(Ta’rif 16); ia pun banyak belajar dari Muhammad bin Jabir bin
Sultan
Al
Qaisy
akan
kitab
shahih
muslim
kecuali
beberapa bagian kecil dari kitab tersebut yaitu pada bab tentang berburu juga mempelajari darinya Muwatha karya Imam Malik dari awal kitab hingga akhirnya, juga shahih bukhari serta
sunan
Nasa‟i.106 Abdussalam
Ia
Ibnu
Daud,
sunan
pun
banyak
mendengarkan
kitab
Muwatha,
akan
Tirmidzi
dan
dari
sedang
juga
sunan
Muhammad Muhammad
bin bin
Abdussalam ini mempunyai buku yang ditulisnya yang berjudul Thuruqu aaliyah „an Abi Muhammad bin Harun bin Thai (Ta’rif 19) ia pun banyak belajar dari Muhammad bin Abdu Muhaimin Al Hadromy dengan cara mendengar dan juga memperoleh Ijazah darinya.107
(Ibnu
Muhaimin
adalah
guru
khusus
bagi
Ibnu
Khaldun dan merupakan pemuka ilmu hadits pada masanya); ia pun banyak mempelajari darinya Muwattha karya Imam Malik, shahih bukhari dan muslim, sunan Abi Daud, sunan Tirmidzi, sunan Nasa‟i dan sunan Ibnu Majah108, serta Muqaddimah Ibnu 106
Ta’rif 18: aku telah mendengar darinya kitab shahih muslim karya ibnu Hujjaj kecuali beberapa bagian kecil darinya yaitu bab tentang berburu, juga kita muwatha dari awal hingga kahirnya dan sebagian besar kitab yang lima. Yang dimaksud kitab yang lima ini sebagaimana yang ia sebutkan pada bagin tentang hadits di Mukaddimahnya (Mukaddimah 10051006: Bayan) Shahih Bukhari dan Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan Tirmidzi, dan Sunan Nasai. Terkadang ia menyebutkan kata ‘musliman’ yang berarti yang dimaksudnya adalah Bukhari, Ibnu Daud, turmudzi dan Nasa’i 107 atau telah diberikan ijazah karena ia telah mempelajari akan apa yang telah didengarnya 108 Ta’rif 20: akupun telah mendengar darinya dan juga mendapatkan ijazah darinya akan kitab yang enam juga kitab muwatha. Dalam Mukaddimah dan
Shalah fi ulumul hadits. Ia pun banyak membaca dari gurunya yang khusus, Muhammad bin ibrahim Abily sebagia dari kitab Muwatha dan aku mendapatkan ijazah secara keseluruhan.109, ia pun banyak mempelajari hadits dari Muhammad bin Muhammad bin Shabag yang merupakan pakar ilmu hadits dan juga rijalul hadits
serta
muwatha
dan
pemuka semua
yang
buku
mengetahui
hadits
banyak
lainnya
akan
(Ta;rif
kitab
45).
Ini
adalah fase pertamanya dimana ia banyak belajar di Tunis. lalu
Ibnu
Khaldun
pun
banyak
menyebutkan
banyak
dari
pembesar ilmu hadits yang ditemuinya di Maroko bagian atas di tengah kesibukannya dalam mengemban tugas dari Sultan Abu Anan. Ia menemui mereka dan mendengar banyak dari mereka. Diantara mereka ada beberapa pembesar ilmu hadits -seperti Abu
Abdullah
Muhammad
bin
Shafar
dan
Muhammad
binHaj
Balfiqi- yang mana ia mendengar dari mereka sebnagain dari kitab Muwatha (Ta’rif 305, 310) Kedua; ia menuliskan dalam Mukaddimahnya, satu bagian akan
ilmu
penting
hadits
diantara
yang bidang
menunjukkan keilmuan
akan
lainnya.
posisinya Ia
pun
yang
banyak
mempelajari buku-buku yang membahas akan ilmu ini.110
Ini
semua karena tidak meninggalkan ilmu ini dari semua sisinya yang ada dan menjelaskannya denga baik dengan referensi dan rujukan penting akannya, serta memberikan pandangannya akan juga biografinya akan gurunya Muhammad bin Jabir bin Qaisy, ia hanya menyebutkan kitab yang lima; karenanya perlu ditambahkan satu lagi, yaitu sunan Ibnu Majah, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang terdahulu yang menjadikan kitab referensi hadits yang enam dan bukan lima. 109 Ta’rif 306: yang dimaksud dengan ijzah secara keseluruhan adalah diberikan ijazah karena ia telah mempelajari kitab secara keseluruhan, walaupun pada hakikatnya ia tidak membaca kesemuanya, namun hanya sebagian darinya; semua ini karena kemampuannya dalam mempelajari kitab secara keseluruhan. 110 Mukaddimah: Bayan, hal 999-1011: kami telah memberikan pandangan dalam bagian ini sekitar dua puluh lima komentar dan pandangan untuk memperjelas maksud dan tujuan Ibnu Khaldun, karena ia menuliskan bagin ini secara global.
buku-buku tersebut dengan analisinya yang sangat kuat. Ia pun banyak mencermati ilmu ini secara ilmiah. Bagian yang membahas ilmu hadits ini telah banyak mendapatkan penambahan penting selama Ibnu Khaldun tinggal di Mesir. Kesemuanya ini menunjukkan akan intensnya akan ilmu hadits dari berbagai aspeknya.
Penambahan
keberadaannya
di
yang
berbagai
dilakukannya tulisannya
ini
yang
pun
diakui
dinukil
oleh
orientalis Kartmeir dalam terbitan yang berbahasa Perancis yang kemudian dicetak pula oleh penerbit: Lajnah Bayan. Ketiga;
dalam
Mukaddimahnya
ditulis
satu
bagian
pembahasan yang sangat panjang yang berkaitan tentang Sang Mahdi yang ditunggu. Pembahasan
itu diperjelasnya dengan
menggunakan hadits-hadits yang berkait dengan pembahasan ini dengan berbagai
macam periwayatannya, hingga
lainnya bisa saling menguatkan hadits
satu dengan
yang lemah; baik
lemah dalam rawi ataupun sanadnya.111 Ini adalah pembahasan yang sangat bernilai yang belum pernah dibahas seorang pun dengan sedemikian mendetailnya sebelum Ibnu Khaldun, dengan keoriginalannya dan juga kekuatan hujjah yang ada padanya, yang kesemuanya ini menunjukkan akan bukti yang kuat akan tapak
kaki
Ibnu
Khaldun
yang
merambah
ke
dalam
bidang
keilmuan hadits. Sesungguhnya tiada seorang pun yang mampu menyamai pembahasan akan ilmu hadits dalam Mukaddimahnya kecuali orang-orang yang memang mengkhususkan dirinya dalam mempelajari ilmu tersebut. Keempat;
dan
bukti
yang
paling
kuat
dari
bukti
sebelumnya bahwasannya Ibnu Khaldun turut menapakkan kakinya 111
Pembahasan ini memakan tempat sekitar dua belas halaman dalam cetakan awal penerbit Lajnah Bayan (Mukaddimah: Fahmy 342, 355) sedang pada penrbit yang sama dengan cetakan terbarunya, ia memakan tempat sekitar dua puluh lima halaman, yang semua itu disertai dengan pandangan dan komentar Ibnu Khaldun dalam setiap permasalah yang ada dalam pembahasan tersebut yang kesemuanya itu mencapai sekitar dua ;puluh lima pandangan (Mukaddimah: Bayan, 725, 746)
dalam merambah keilmuan hadits adalah kiprahnya di Mesir sebagai
guru
hadits
di
sekolah
yang
merupakan
sekolah
terbaik pada saat itu, yaitu sekolah Sharghatmish112. Sedang Mesir pada saat itu dianggap sebagai negara yang paling maju di semua negara islam,baik dari peradabannya ataupun dalam perkembangan
keilmuannya.
Didalamnya
banyak
terdapat
sekolah, perguruan tinggi, perpustakaan, ulama dan pemikir besar
dalam
berbagai
bidang
keilmuan;
diantara
mereka
termasuk pakar hadits, seperti Ibnu Hajar al Asqalany. Tidak mungkin
seorang
Ibnu
Khaldun
bisa
mengajar
di
sekolah
terbaik di negara yang maju, dengan banyak ulama yang banyak pada
saat
itu,
kecuali
apabila
memang
ia
ahli
dalam
bidangnya, khususnya apabila memang tidak ada seorang pun yang mampu dipilih untuk menggantikan posisinya. Kelima;
Ibnu
Khaldun
memilih
kitab
Muwatha
sebagai
materi dalam pelajaran yang diambilnya di sekolah ini. Ia membuka
kelas
dengan
pengantar
pelajaran
yang
berarti, yang merupakan terjemahan dari kitab
sangat
Muwathanya
Imam Malik dengan menerangkan nasabnya, riwayat hidupnya, guru-gurunya,
murid-muridnya
dan
posisinya
diantara
para
ulama pada zamannya. Lalu setelahnya barulah ia menjelaskan semua pembahasan yang ada dalam kitab muwatha tersebut, juga ia
sebutkan
penyebab
mengapa
Imam
Malik
menuliskan
buku
tersebut, dan menjelaskan akan essensi yang ada didalamnya serta metode yang digunakan dalam penulisan buku ini, serta kelebihan dan kekurangan yang ada dalam metode itu. Ia pun juga membahas para ulama yang mempelajari kitab muwatha itu 112
nama ini diambil dari nama yang membangun sekolah ini yaitu Amir Saifuddin Sharghatmish An Nashiry, pemimpin ra’su Nubah yang meninggal sebagai seorang tahanan di Iskandariah pada tahun 759. ia terletak disamping masjid Jami Ahmad bin Tholoun. Ibnu Khaldun menulis nama sekolah ini dengan lam (shalghatmish) dan sebenarnya yang benar adalah dengan ra‟ (sharghatmish). Mungkin bisa jadi ia biasa menyebutnya dengan lam hingga akhirnya ia pun menuliskannya dengan lam juga.
juga, baik di Tunis, Maroko dan juga ijazah yang diberikan kepada
mereka
setelah
mempelajarinya.
Ibnu
Khaldun
menuliskan semua yang ia katakan dalam kelas ini dalam autobiografinya sertaannya
Ta‟rif dalam
yang
menjadi
mengembangkan
bukti
ilmu
kuat
hadits.
akan
keikut
Sesungguhnya
Ibnu Khaldun telah menanamkan ilmu yang bernilai disetiap pendengarnya
yang
hadir
dalam
perkuliahannya,
hingga
ia
sendiri menggambarkan hal ini dengan ungkapanya: aku emban tugasku di perkuliahan itu. Lalu kuamati para pelajar dengan intensnya
yang
kemampuanku
cukup
dalam
tinggi;
hati,
dan
saat aku
itu, telah
aku
merasakan
selamat
dengan
pengamatan khusus tersebut dan juga khalayak umum (Ta‟rif 310) Bagian kedelapan Tapak kaki Ibnu Khaldun Dalam Ilmu Fiqh Maliki Intensnya dalam keilmuan Fiqh mazhab Maliki bin Anas pun tidak lebih sedikit dari intensnya dalam ilmu hadits; bahkan ia terkenal dengan satu bidang ilmu ini lebih dari keterkenalannya dalam ilmu hadits. Hal ini dapat dilihat dari bukti-bukti sebagai berikut: Pertama; dalam auto-biografinya ta‟rif, banyak
guru
menjelaskan
dan
syeikhnya
bahwasannya
yang
ia menyebutkan
mengajarkannya
intensnya
akan
fiqh
dan
Maliki
juga ini
sangat besar dalam beberapa fase kehidupannya. Ia pun banyak mempelajari referensi penting akan ilmu ini, baik dari kitab turats ataupun kontemporer; dan ia pun banyak belajar dari para
ahli
fiqh
Maliki
yang
terkenal
pada
masanya;
sebagaimana ia belajar pada Muhammad bin Saad bin Baral, Muhammad
bin
Jabir
bin
Sultan
Al
Qaisy,
Abu
abdullah
Muhammad
bin
Abdullah
Muhammad
Qasir,
Al
Muhammad
Jayani bin
Al
faqih113,
abdussalam,
Abi
Qasim
Muhammad
bin
Sulaiman As Sathy, Muhammad bin Abdul Muhaimin, Abu abbas Ahmad
Zawawy,
Muhammad
bin
Ibrahim
Abily,
Muhammad
bin
abdullah bin abdu Nur, Muhammad bin Muhammad bin Ibrahim bin Haj Balfiqi114; ia mempelajari dari kesemua nama tersebut dan
juga
dari
selain
mereka
banyak
buku
yang
berkaitan
dengan Fiqh mazhab Maliki, diantaranya Mukhtasar Ibnu Hajib fil fiqh dan penjelasannya yang ditulis oleh Ibnu Abdussalam dan Ibnu Harun yang keduanya merupakan syeikh yang berasal dari Tunis, juga kitab Tahdzib karya Abi Said Al Barada’i, juga mukhtasar mudawwanah dan juga kitab mudawwanahnya itu sendiri karya Sahnun, juga kitab Wadhihah karya Ibnu Habib, Utaibah karya Ataby, Asadiah karya Asad bin Furat serta karya-karya Ibnu Yunus, Ibnu Muharriz Tubisy, Ibnu Basyir, Ibnu Rusy dan kitab-kitab yang langka seperti yang ditulis oleh Abu Zaid. Kedua; ia pun mengkhususkan dalam Mukaddimahnya
dua
bagian yang membahas akan ilmu Fiqh, faraid (atau ilmu waris yang merupakan cakupan dari ilmu fiqh). Pada bagianh pertama ia menjelaskan akan mazhab Imam Malik serta kemunculan dan penyebarannya
,
baik
di
timur
maupun
di
barat
serta
pengikut-pengikutunya serta kitab yang ditulis. Ia membahas bagian ini dengan penggambaran yang membuktikan bahwa ia banyak
mempelajari
hingga
memungkinkannya
113
dan
menganalisa untuk
apa
yang
menjelaskan
ia
pelajari
panjang
lebar
Ia bukanlah orang yang sama dengan Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah bin Malik Al Andalusy Al Jayanu yang dikenal dengan na,ma Ibnu Malik Seorang ahli Nahwu terkenal (600-672). Sesungguhnya Ibnu Malik telah meninggal terlebih dahulu sebelum Ibnu Khaldun lahir sekitar setengah abad sebelumnya. 114 Dalam atuo-boigrafinya, Ibnu Khaldun pun membuat biografi tentang guru-gurunya dalam bidang ilmu ini dan juga keilmuan lainnya.
tentang sejarah mazhab, landasan dasar serta metode yang dipakainya. Ketiga; dan menjadi bukti kuat akan intensnya dalamilmu Fiqh Maliki ini adalah ditunjuknya dirinya untuk menjadi guru fiqhmazhab Maliki di dua sekolah terbaik yaitu Qamhiah dan
Barquqiah;
dan
ia
pun
ditunjuk
untuk
menjadi
hakim
pengadilan mazhab Maliki selama enam kali sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab pertama. Sedang Mesir pada masa itu -sebagaimana telah disebutkan sebelumnya-
adalah negara
terbaik yang penuh dengan peradaban dan juga keilmuan yang didalamnya
banyak
perpustakaan,
dihiasi
ulama
dan
oleh
ahli
banyak
fiqh
dari
sekolah
tinggi,
berbagai
mazhab,
khususnya mazhab Maliki; diantara mereka yaitu: jamaluddin bin
Khair,
Al
Aqfahsy,
Basathy
dan
banyak
lainnya.
pekerjaannya sebagai guru yang mengajar fiqh mazhab Maliki di
sekolah
pengadilan tinggi
tinggi
dan
mazhab
Maliki
secara
akademis.
juga
jabatannya
merupakan Tidak
sebagai
jabatan
mungkin
di
hakim
yang
negara
di
sangat sebesar
Mesir dan juga diantara banyaknya ulamanya, ia bisa memgang dua posisi yang sangat dihormati kecuali apabila memang ia sudah dikenal ahli dalam ilmu ini, khususnya apabila memang di negeri ini belum ada yang memiliki kemampuan melebihi Ibnu Khaldun. ***** Demikianlah. Lisanuddin bin Khatib pernah menyebutkan dalam
bukunya
gharnathah‟115:
yang
berjudul
Sesunggunya
‘Al Ibnu
Ihathah Khaldun
fi telah
akhbari banyak
mengamati dan mengambil pelajaran dari kitab Ibnu Rusyd.
115
penulis menukilnya dari Nufkhi Tib, penerbit Bulak, hal 419
Namun
Ibnu
Khaldun
sendiri
dalam
auto-biografinya
tidak
sedikitpun menyinggung akan hal ini, sedang ia mengerahkan segala daya upaya dalam menuliskan auto-biografinya , bahkan semua surat yang ditujukan untuk teman-temannya pun ia tulis dalam auto-biografinya itu. maka hal yang dapat dibenarkan (rajih) adalah bisa jadi hal itu hanyalah catatan-catatan khusus
yang
terdapat
dalam
kitabnya
yang
tentang Fiqh dari karya Kakeknya Ibnu Rusyd
116
ia
pelajari
dan juga Ibnu
Rusyd Hafid117, yang kesemuanya ini merupakan petualangan ilmiah pada masa mudanya, dan ia mengira hal semacam ini tidak terlaluperlu untuk di tulis dan tidak ada sesuatu yang bisa
dibanggakan
isyarat
darinya,
akannya.
menunjukkan akan
Namun
karenanya biar
ia
mengesampingkan
bagaimanapun,
hal
ini
intensnya dalam mempelajari fiqh Maliki
sejak masa mudanya. Bagian kesembilan Ibnu Khaldun Dan keahliannya dalam bidang keilmuan dan juga kesenian lainnya
116
ia adalah Abu Walid Muhammad bin Ahmad bin Rusyd, yangmerupakan ahli fiqh terkenal mazhabMaliki. Ia mempunyai karya yang berjudu; Al Mukaddamat Al Mumahhadat dan banyak karya lainnya lagi di bidang ilmu Fiqh. Dilahirkan pada tahun 450 H dan wafat pada tahun 520 H (1126). Ia pernah memegang jabatan sebagai hakim dan tugasnya itu berjalan dengan baik. Ia adalah kakek Ibnu Rusyd yang seorang Filosof, atau yang disebut juga Ibnu Rusyd Hafid. 117 Ia adalah Abu Walid Muhammad bin ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Rusyd yang merupakan ahli filosof terkenal dan pakar dalam menerangkan konsep dan pemikiran Aristoteles. Dilahirkan pada tahun dimana kakeknya meninggal atau tepatnya sebulan setelah kelahirannya dan wafat pada tahun 595 H. Disamping kemasyhurannya dalam bidang filsafat dan kedokteran, ia pun merupakan ahli fiqh mazhab Maliki sebagaimana kakek dan bapaknya. Ia memegang jabatan sebagai hakim di Asybiliah pada tahun 565 H, lalu di Cordova selama dua kali,menduduki posisi yang pernah diduduki baik oleh kakek dan juga bapaknya sebelumnya. Ia mempunyai banyak karya dalam ilmu Fiqh, diantaranya yang sangat terkenal BidayatulMujtahid yang telah dicetak di Mesir berkali-kali.
Ibnu Khaldun telah hafal al-Qur’an sejak masa kecilnya, dan ia pun telah mempelajari Qiraat Sab’ah dan juga Qiraat Ya’kub –yang merupakan tiga qiraat tambahan dan pelengkap menjadi qiraat yang sepuluh118- dari Muhammad bin Said bin Baral
Al
Anshari.
Ia
pun
mempelajari
Syatibiah
dalam
memperdalami Qiraat-qiraat tersebut dan juga Aqilah dalam memahami Al-Qur’an. Dalam hal ini, Ibnu Khaldun berkata: setelah
hafalan
membacanya
al-Qur‟anku
dengan
Qiraat
menguat,
Sab‟ah
baik
maka
aku
secara
mulai
satu-satu
ataupun bersamaan119 dengan dua puluh satu kali tamat. Lalu kemudian aku membacanya secara bersamaan dengan satu kali khatam (tamat) lalu aku membacanya dengan qiraat riwayat ya‟kub dengan satu kali khatam dan kemudian aku kombinasikan dengan
riwayat
menyuguhkan
dua
lainnya
qasidah
bersamaan120.
secara Syatiby
Lamiyah
daalm
Ia
pun
qiraat-
qiraatnya (yang kemudian dikenal dengan Syatibiah) dan juga raaiyah
dalam
Aqilah).
Aku
penulisan
(yang
kemudian
mendapatkan
kabar
tentang
dikenal keduanya
dengan dariAbu
abbas Bathranu dan banyak syeikhnya.121
118
Lihat: Fiqh Lughoh hal 118, 119 (cetakan kesembilan) yang dimaksud satu-satu adalah membaca Al-Qur’an keseluruhan ataupun sebagian juz darinya dengan satu riwayat dari salah satu imam qiraat yang tujuh atau sepuluh secara mashur. Sedang yang dimaksud dengan Jam‟u kabir adalah dimana seseorang membaca Al-Qur;an dan ia sudah menguasai tujuh qiraat atau lebih lalu mengkombinasikan diantara semuanya. Sedang apabila ia belum menguasai tujuh qiraat atau lebih, maka hal itu disebut jam‟u shagir dan berbagai sifatnya dengan berbagai hukum yang meliputinya; mulai mubah dan haram dengan berbagai konterversinya sebagaimana yang diulas secara mendetail pada Ghaits Naq‟i 8-10 (Ta’rif 15-16) 120 Qiraat Ya’kub memiliki dua riwayat. Pertama; riwayat Muhammad bin Mutawakkil yang terkenal dengan Ruwais, kedua; riwayat dari Ruh bin Abdul Mu’min Hazly. Inilah yang dimaksud oleh Ibnu Khaldun menyatukan dua riwayat secara bersamaan. 121 Ta’rif 15-16: yang ia maksud adalah Ibnu Baral yang telah mengajarkannya Syatibiyah dan juga Aqilah dan mempelajari qiraat-qiraat terebutdari Abu Abbas Bathrany. Ia mempelajari ini dengan metode talqin (penyampaian langsung pada suatu majlis) karena qiraat harus lah disampaikan langsung melalui lisan dari satu syeikh kepada syeikh 119
Ia pun banyak mengungkapkan di bagian lainnya: Diantara guru-guruku adalah Abu Abbas Ah,ad Zawawy, Imam para Qari di Maroko. Aku telah banyak membaca Al-Qur‟an darinya dengan Jam‟u kabir diantara qiraat-qiraat yang tujuh dengan jalan dan
riwayat
dari
Abu
Amr
Ad
Dany
dan
Ibnu
Suraih
di
akhirnya, yang aku belum sempurnakan(Ta‟rif 19-20) Ilmu Khaldun
pun telah mengkhususkan dua bagian yang
membahas akan ilmu qiraat dan penulisan Al-Qur’an Utsmani yang ia pelajari dengan sangat mendalam (Mukaddimah, 953955, 994-996). Ia pun sangat ahli dalam penulisan Al Qur’an mushaf Utsmani dan menjelaskan perbedaan-perbedaan yang ada antaranya dan mushaf lainnya dengan pandangnnya yang kuat dan kecermatan yang tinggi baik dari sisi ilmiah dan juga sejarahnya dengan ungkapan: „Penulisan
Khat
Arab
(
dengan
memberikan
harakat
ataupun titik) pada permulaan Islam tidaklah secermat hukum penulisan yang ada sekarang, pun tidak terlalu bagus, karena arab saat itu meliputi semua masyarakat primitif, masyarakat liar dan juga sejenisnya. Lihatlah apa
yang
terjadi
dalam
penulisan
Al-Qur‟an,
dimana
penulisan Al-Qur‟an oleh para sahabat, belum ada hukumhukum
penulisannya,
perbedaan pada
yang
menghasilkan
setiap indinvidu
banyaknya
dalam penulisan Al-
Qur‟an tersebut menurut daerahnya masing-masing . Para Tabaiin lalu menghentikan penulisan Al-Qur‟an menurut versi
mereka
dan
dilakukan oleh
kemudian
mengikuti
penulisan
para sahabat demi mendapatkan
yang
berkah
dari sahabat dan juga Rasulullah Saw -sebaik-baiknya manusia yang diciptakan, yang telah menrima wahyu Allah lainnya dan demikian selanjutnya hingga sampai kepada sahabat Rasulullah Saw.
baik
yang
berupa
Kitab
Allah
(Al-Qur‟an)
dan
firman-firman Allah. Mereka menikuti baik itu
juga salah
atau pun benarnya penulisan itu selama penulisan yang mereka ikuti dinisbatkan kepada sahabat Rasulullah Saw. Mereka
mengikutinya
dan
mulai
menetapi
penulisan
tersebut serta mengingatkan para ulama yang ada dalam penulisan yang ada‟ hal semacam ini tidak lepas dari keinginan orang-orang lalai
yang
menguasai
penulisan
huruf
bahasa
arab.
Sesungguhnya apa yang mereka kira menyalahi penulisan mereka dalam penulisan yang resmi bukan sebagaimana yang
mereka
pertimbangan.
pikirkan; Hal
ini
bisa
penulisan yang menambahkan yang menginformasikan
hal
ini dilihat
masih pada
banyak contoh
alif pada kata ‟‟ألاذبحنه122
bahwasannya penyembelihan yang
dikatakan tidak benar-benar terjadi, ataupun pada kata dengan penambahan ya „„ باييد123 yang menginformasikan akan kesempurnaan kekuasaan Tuhan . semuanya ini tidak ada landasan dasarnya kecuali hanya murni nalar yang dimiliki. Mereka melakukannya karena mereka meyakini bahwa dengan demikian merupakan salah satu usaha mereka dalam membersihkan sahabat dari tuduhan atas kekurang perhatian mereka atas penulisan huruf arab dalam Al122
Dalam firman Allah tentang kisah Sulaiman: Dan dia memeriksa burungburung lalu berkata: Mengapa aku tidak melihat hud-hud. Apakah dia termasuk yang tidak hadir? Sungguh aku akan benar-benar mengazabnya dengan azab yang keras atau ألذبحنهbenar-benar menyembelihnya kecuali jika benar-benar dia datang kepadaku dengan alasan yang terang (QS Naml 20-21) namun ayat ini ditulis dalam mushaf utsmani dengan penambahan alif pada kalimat ‘ ‘ال أذبحنهyang juga berarti ‘tidak akan menyembelihnya’. 123 Dalam firman Allah: dan langit itu Kami bangun dengan بايدkekuasaan (Kami) dan sesungguhnya kami benar-benar meluaskannya (QS Adz Dzuriyat 47), namun ayat ini ditulis dalam mushaf utsmani dengan penambahan ya باييدpada kalimat yang juga memiliki arti ‘dengan tangan-tangan (Kami)’
Qur‟an. Para tabi‟in mengira
sesungguhnya penulisan
yang ada sebelumnya sudah sempurna, karenanya mereka menjauhkan tersebut
para
dan
tersebut
sahabat
dari
menisbatkan
dengan
kekurangan
kepada
menyebutkan
mereka
banyak
dari
hal
kesempurnaan
penyebab
akan
perbedaan yang ada karenanya. Namun hal yang mereka lakukan
tidaklah
benar.
penulisan
tersebut
sepenuhnya,
karena
Ketahuilah
sebenarnya penulisan
sesungguhnya
belum
huruf
sempurna
arab
dan
juga
pemberian tanda padanya termasuk salah satu karya yang menjadi satu penghasilan hidup saksikan
sebelumnya.
Karenanya
penulisan adalah hanyalah mutlaknya,
karena
sebagaimana yang aku kesempurnaan
dalam
tambahan dan bukan secara
kekurangan
dalam
penulisan
yang
dihasilkannya tidak berimplikasi kepada agama ataupun kepada
pertentangan;
kehidupan, saling dalil
dan
juga
namun demi
tolong-menolong yang
ada
suatu
agar
padanya
lebih
pada
kepada
peradaban
dapat jiwa
lebih
nafkah
dan
usaha
menanamkan
setiap
individu.
Sesungguhnya Rasulullah saw sendiri adalah seorang yang buta huruf, namun penulisan yang ada tetap sempurna bagi dirinya. Namun melihat kedudukannya yang mulia dan juga menjauhkannya dari hal-hal yang berbau materi yang kesemuanya ini lalu menjadi
nafkah tersendiri dan juga
atas nama peradaban, maka buta huruf bukanlah suatu kesempurnaan bagi kita. Rasulullah sangat dekat dengan Tuhannya,
sedang
kita
harus
saling
tolong
menolong
dalam kehidupan dan demi kehidupan itu sendiri yang merupakan
sumber
nafkah;
hingga
definisi
ilmu
pun,
sesungguhnya merupakan satu kesempurnaan, namun tidak bagi kita (Mukaddimah: Bayan, 952-955)
***** Ibnu pelajari
Khaldun dalam
tidak
menyebutkan
mempelajari
ilmu
buku-buku Tafsir,
yang
juga
ia
tidak
menyebutkan syeikh dimana ia belajar banyak akan ilmu Tafsir ini. Namun, apa yang ia tulis pada bab keenam dari kitab Mukaddimahnya tentang tafsir Qur’an Karim serta berbagai jenis penafsiran Qur’an, serta buku yang membahas akannya serta pandangannya pada setiap penafsiran dalam menjelaskan metode dan isi yang diulasnya secara tajam sangat benarbenar mengesankan. Semua ini menjadi satu bukti bahwasannya ia sangat intens dengan ilmu ini dan tidak kurang dengan keilmuan Al-Qur’an lainnya (Mukaddimah: Bayan, 996 -999) Namun
tafisr
pada
masa
ini,
khususnya
jenis
yang
menggunakan tafsir bin naqli (dengan dalil naqli lainnya atau hadits) yagn menyandarkan penjelasan akan tafsir yang ada dengan atsar para sahabat dan juga tabiin, semuanya ini sangat berkaitan erat dengan hadits. Sedang kita semua sudah dapat
melihat
posisi
dan
intens
Ibnu
Khaldundalam
ilmu
hadits. 2. Teologi Ibnu Khaldun Ibnu Khaldun pun turut membahas akan ilmu tauhid atau yang
dikenal
dengan
nama
ilmu
kalam
dan
segala
yang
berkaitan dengannya dalam perspektif Al-Qur’an dan Sunnah Nabawiyah
dalam
Mukaddimahnya. kalam’,
ia
munculnya
dua
Pembahasan
banyak ilmu
bagian
pertama
mengamati
ini
dan
pembahasannya
dan
dalam
membahas
masalah-masalah
di
kitab
temanya
‘ilmu
akan
permulaan
penting
yang
berkaitan dengan ilmu ini, khususnya masalah keimanan, Islam dan juga sifat-sifat Allah. Ia pun membahas akan kemunculan sekolah-sekolah tinggi yang mengajarkan akan ilmu ini serta
pakar-pakarnya dan juga aliran yang ada dalam setiap sekolah serta
karya-karya
keilmuan
ini.
yang
Sedang
telah
dihasilkan
pembahasan
keduanya
dalam dengan
bidang temanya
‘mengungkapkan tabir tentang mutashabih (lafadz yang tidak bisa
ditafsirkan)
yang
ada
Al-Qur’an,
Sunnah
dan
juga
representasinya di setiap keyakinan berbagai kelompok sunni dan juga mubtadi’ (orang yang suka mengada-ada suatu hukum) ,
ia
banyak
menerangkan
tentang
lafadz
khususnya ayat-ayat dan juga hadits sifat
Allah
yang
secara
zahirnya
mutasyabihat,
mutasyabihat
menunjukkan
tentang
akan
fisik
Allah, seperti halnya firman Allah Swt: (yaitu) Tuhan yang Maha
Pemurah,
yang
bersemayam
di
atas
Arsy,
dan
juga
firman-Nya: Tangan Allah diatas tangan mereka. Tampak Ibnu Khaldun
memandang
Mukaddimah-
-di
tengah
pematangannya
bahwa apa yang ia
akan
jelaskan dan ia
kitab
bahas di
bagian sebelumnya belum cukup untuk menjelaskan akan hakikat ilmu
ini
halnya
dan
permasalahan
perbedaan
para
yang
ulama
ada
dalam
didalamnya, berbagai
seperti
halnya
yang
menyangkut akan keilmuan ini. Karenanya, ia menambahkan satu bagian
pembahasan
kekurangan menjelaskan pembehasan
yang secara
lagi ada
yang di
detail
sebelumnya.
sekiranya pembahasan
sesuatu
Penulis
yang
telah
mampu
melengkapi
sebelumnya tampak
serta
global
menerbitkan
di
kedua
pembahasan ini dalam cetakan yang diterbitkan oleh penerbit Lajnah Bayan, yang man keduanya disertai dengan pandangan serta
komentar
atas
materi
yang
ada
didalamnya
yang
kesemuanya ini termuat dalam tiga puluh halaman (Mukaddimah: Bayan 1035-1063) Kedua pembahasn ini memuat hakikat ilmu tauhid yang sangat bernilai dengan penjelasan akan permasalahan yang ada dalam keilmuan ini. Ia pun banyak merumuskan titik perbedaan yang ada dalam
setiap sekolah dan kelompok yang ada.
Pembahsan
Ibnu
Khaldun
yang
sangat
mendalam
dan
juga
penjelasannya akan banyak kelompok dan aliran yang berbeda dalam
keilmuan
dalam
ini
keilmuan
menunjukkan
ini.
akan
Diakhir
intens
Ibnu
penjelasannya
Khaldun
akan
kedua
pembahasan tentang ilmu tauhid ini, ia menyebutkan bahwa yang
ia
lakukan
hanya
sekedar
pendalamannya
kepada
permasalahan yang ada dalam keilmuan ini dan seandainya ia banyak mengungkapkan kata dalam hal ini, semua ini seolah menunjukkan akan kekurangan ilmu yang disandangnya. Ibnu Khaldun tidak hanya membahas aliran ilmu tauhid ini dalam dua pembahasan tersebut, namun ia juga mengkritik setiap
aliran
didalamnya.
yang
ia
pun
ada
layaknya
banyak
seorang
mengemukakan
dan
Sunnah)
dan
juga
pakar
pendapatnya
tajam disertai dengan banyak bukti dan hujjah al-Qur’an
yang
aqlinya
yang
naqly (dari (berdasarkan
pemikiran logis). ***** Demikianlah, Lisanuddin bin Khatib menyebutkan dalam kitabnya ‘Al Ihathah fi akhbari gharnatha‟
bahwasannya Ibnu
Khaldun meringkas dan mengambil intisari dari karya Imam Fakhruddin
Ar
Razy
yang
berjudul
Muhshal
afkaril
mutaqaddimin wal mutaakhirin, yang berisi tentang ushuluddin (usal usul agama) atau yang dikenal dengan nama ilmu tauhid, juga ilmu kalam. Akhirnya tulisan kitab
asli
Razy
ringkasan
Muhammad Ibnu
Khaldun
tersebut yang
Abdul
di
Anan
yang
menemukan
berisi
perpustakaan
dikemukakan
oleh
copy
dari
ringkasannya
akan
Escorial.
Lisanuddin
Ia
bin
dalah Khatib
sebelumnya; tema ringkasan tersebut adalah Lubabul Mukhsal fi Ushuluddin yang artinya dia menulis buku tersebut yang
merupakan hasil ringkasan dari kitab Muhshal yang di tulis oleh Fakhruddin Ar Razy, yang kemudian pada temanya, ia tambahkan kata ‘Lubab‟. Dibawah ini adalah ungakapan yang dituliskan
oleh
Muhammad
Anan
tentang
Ibnu
Khaldun,
khususnya yang berkaitan dengan masalah ini: Ia adalah penulis kecil dalam ilmu ushul124. Kami telah menemukan bukti akan hal tersebut ditengah penelitian kami
di
perpustakaan
mengumpulkan
banyak
Andalusia. Kami
Escorial kumpulan
di
Spanyol
yang
tulis
dari
karya
menemukan sebuah buku yang berjudul
„lubabul muhshal fi ushuluddin‟ yang ditulis oleh hamba Allah
yang
fakir,
mengharapkan Muhammad
yang
segala
bin
hanya
membutuhkan-Nya,
ampunan-Nya;
Khaldun
al
yang
Abdurrahman
Hadromy,
semoga
bin Allah
mengampuni dosanya dan dosa kedua orang tuanya serta dosa seluruh kaum muslimin. Ibnu
Khaldun
tentang
berkata
kitab
dalam
„Lubabul
Mukaddimahnya Muhshal
fi
penjelasan Ushulddin‟:
sesungguhnya ia mempelajari kitab muhshal -yang ditulis oleh
Imam besar fakhruddin Ibnu Khatin (Fakgruddin Ar
Razy)-dari
guru
dan
juga
syeikhnya
Imam
besar
Abu
Abdillah Muhammad bin Ibrahim Al Abily. Ia berpendapat bahwasannya dalam kitab terebut harus ada sesuatu yang dibuang khususnya sesuatu yang tidak diperlukan, juga ada beberapa hal yang harus ditinggalkan, karena tidak dibutuhkan dalam pembahasannya, juga menambah setiap jawaban dari setiap pertanyaan yang ada. 124
„karenanya
terkadang kalimat ushul pun bisa bermakna ilmu ushul fiqh. Namun kitab yang ditunjukkan bukanlah tentang ushul fiqh, namun lebih berisi tentang ilmu tauhid atau yang lebih dikenal dengan ilmu kalam atau ushuluddin
aku ringkas dan aku perbaiki materi dan juga susunan yang ada padanya. Tak lupa pula aku tambahkan apa yang aku dapat dari perkataan imam besar Nasruddin At Thusy, lalu Alhamdulillah, semuanya sesuai antara lafz dan makna yang dimaksud, serta konsep dan metodenya.... (waraqah/kertas ke 1 -4) Tulisan yang dihasilkannya berkisar enam puluh halaman (kertas) dari kertas berukurab kecil. Ia menuliskannya dengan
tulisan
Ibnu
Khaldun
sendiri,
menggunakan
alphabet Maroko, Ia menuliskan pada akhir tulisannya: ia menyelesaikan ringkasannya pada hari rabu, 29 shafar 752 H. Lalu ia menuliskan penulisnya;
hamba Allah
yang fakir; Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun al Hadromy.125 Arti
dari
kesemuanya
itu
adalah
bahwasannya
Ibnu
Khaldun telah menuliskan buku „lubabul muhshal‟ pada umumrnya yang kesembilan belas. Sangat jelas sekali, inilah tulisan pertamanya yang pernah ia tulis pada umurnya
yang
sangat
seorang
sejarawan
muda
dengan
mengamati
bukti
kehidupan
bahwasannya Ibnu
Khaldun
yang sangat intens dengan ilmu ushul126n dengan sangat mendalam.
125
tulisan Ibnu Khaldun yang hanya satu-satunya ini disimpan di perpustakaan deir Escorial dengan nomor induk 1614 (sedang nomor pada penomoran Ghaziri adalah 1609). Akhirnya tulisannya tersebut di tahkik dan disebar luaskan oleh Lucians Rubio, pakar filsafat di Deir Escorial Malaky. Tulisan inipun dicetak pada masa Abu Hasan Bathtahatun tahun 1952 dengan jumlah halaman 149 halaman. Penerbit menjadikan tulisannya ini sebagai bagian pertama; sedang bagian duanya adalah terjemahannya dalam bahasa spanyol, dengan pengantarnya tentang sejarah ilmu kalam. 126 Yang paling cocok adalah ilmu tauhid atau ilmu kalam atau ilmu ushuluddin. Karena ilmu ushul bisa bermakna ilmu ushul fiqh, sedang ilmu ini adalah ilmu lain yang tidak sesuai dengan buku yang sedang dibahas.
Ibnu Khaldun telah membagi bukunya tersebut ke dalam empat bagian arau topik utama; pertama; tentang sesuatu yang
aksiomatik
(yang
tidak
perlu
berpikir
panjang
akannya), kedua; tentang ilmu pengetahuan, yang diikuti tentang existensi menurut para filosof dan juga ahil kalam (teologist), ketiga; tentang ketuhanan, keempat; tentang sam‟ayat (sesuatu yang hanya didengar). Setiap topik utama ini, dibagi lagi menjadi beberapa bagian. Pembahasan pada buku ini ditutup dengan definisi iman dan kafir, juga imamah, syiah dan jenis-jenisnya; serta ringkasan secara topik
yang
keseluruhan dan tujuan dari setiap
ada
dengan
jelas
dan
susunan
yang
sistematis. Satu
hal
yang
menjadi
catatan
penting,
bahwasannya
karya Ibnu Khaldun „lubabul muhshal‟ adalah satu karya tersendiri
di
alam
ini,
yang
masih
tersimpan
di
perpustakaan Escorial yang dulunya merupakan koleksi dari Zidane, sultan Marakish yang meninggal pada tahun 1627 H. diakhir bukunya tersebut, ditambahkan tulisan tangannya
yang
merupakan
bukti
kuat
dari
Ibnu
Khaldun.127 ***** Demikianlah. Muhamad Abdullah Anan telah mengcopi kitab Ibnu
Khaldun
‘Lubabul
muhshal‟
tiga
halaman.
Pertama;
halaman tema dan judul dari kitab tersebut, kedua; halaman pertama
dari
kitab
tersebut
(kedua
halaman
ini
ditulis
sendiri oleh Ibnu Khaldun) dan ketiga; akhir paragraf dari
127
Muhammad Abdullah Anan, Ibnu Khaldun,I Cetakan kedua, hal 151-153
tulisan Ibnu Khaldun yang ia tulis sendiri juga beserta pandangannya
dan
ringkasan
akan
biografi
penulis
yang
disusun oleh idane, sultan Marakish (lihat halaman 4,5, 153 kitab Anan ini, cetakan kedua) ***** Kitab ini pula menjadi satu bukti akan kemampuan ilmu Khaldun dalam menanggapi permasalahan yang ada dalam bidang keilmuan
ini
dan
berbagai
jenisnya
pengetahuannya dan
usaha
yang
dalam
menyeluruh
dengan
mempelajarinya
serta
mengamati permasalahannya sejak masa mudanya. 3. Ibnu Khaldun dan tasawuf Dalam satu bagain pembahasan di bab keenam dalam kitab Mukaddimahnya, Ibnu Khaldun pun membahas tentang tasawuf. Ia membahas akan definisinya secara bahasa serta kemunculannya dalam agama Islam, juga ulama terkenal dalam bidang ini serta
pandangan-pandangannya.
Ia
pun
membahas
akan
perkembangan ilmu tasawuf, latihan para sufi, metode, dan juga karamahnya. Dalam bagian itupun dibahas akan pandangan para filosofi kontemporer tentang wihdatul wujud, khulul, kasf dan segala hal yang berada jauh di luar nalar dan juga perkataan. Disaat Ibnu Khaldun merevisi ulang tulisannya – didiamannya tambahan
dan
penjelasan Haraqy
di
perbaikan,
Ibnu
dalam
MesirZiat
kitab
ia
banyak
diantaranya
akan
sebagian
maqamatnya
yang
menambahkan yang
ia
bait
yang
pada
beberapa
ambil
dari
dikatakan
zahirnya
seolah
menunjukkan bahwa ia beraliran wihdatul wujud. Penambahan dan perbaikan yang ada ini diterbitkan pula di penerbit Lajanh Bayan (Lihat Mukaddimah: Bayan, 1063-1080, dan lihat
pandangannya atas halaman-halaman ini
yang berkisar sekitar
lima puluh halaman) Pada bagain ini pula, Ibnu Khaldun banyak menggunakan ungkapan-ungakapan aneh dan asing, yang keluar dari mulut para
filosof
dengan
tidak
mempunyai
makna
secara
jelas
hingga seolah dipahami bahwa mereka sengaja mengemukakannya untuk membuat ragu dan meneyembunykan hakikat yang mereka ingin tuju. Ibnu Khaldun
pun banyak meralat dan mengingkari
aliran-aliran yang menyeleweng, khususnya aliran mengatakan Al Ittihad dan Al Hulul. Dalam
muqaddimah
keenam,
di
bab
pertamanya,
Ibnu
Khaldun banyak membahas tentang golongan orang-orang yang mengetahui
akan
hal
gaib,
baik
melalui
fitrah
ataupun
latihan. Ia pun mengkaitkannya dengan tasawuf amali dan para filosofnya dengan berbagai metode, latihan,karamah dan juga perbedaan yang ada antara karamah yang mereka miliki dengan mu’jizat para nabi dan segala hal yang berkaitan dengan hal ini. (Mukaddimah: Bayan, 349, 351, 375-379) Ia pun banyak membahas di bagian ke lima puluh tiga
di
bab ketiga kitab Mukaddimahnya suatu tema hal Fatimy (yang dimaksud
adalah
sang
Mahdi
yang
ditunggu)
dan
pandangan
manusia akannya serta mengungkap tabir yang ada padanya‟ . didalamnya, ia banyak memaparkan pandangan para filosof akan sang Mahdi yang ditunggu, dan juga ia turut membahas akan sebagian aliran,
metode dan keterkaitannya dengan mazhab
Syiah; khususnya dengan aliran al Hulul, Wihdatul wujud, Qutub dan
Abdal. Ia pun melihat keterkaitan mereka dengan
aliran yang sesat yang berasal dari Syiah, yan mengatakan akan ketuhanan para pemimpin mereka serta bersatunya Tuhan kepada diri pemimpin mereka (lihat Mukaddimah: Bayan 737775, dan juga lihat pandangan yang ada padanya yang berkisar sekitar dua puluh pandangan dan jug komentar).
Semua yang telah Ibnu Khaldun paparkan pada pembahasan ini menjadi dalil dan bukti akan kemampuan Ibnu Khaldun dalam mempelajari dan mengamati banyak akan hal ini yang di tambah
juga
dengan
permasalahan
tasawuf
dan
referensi
penting akan ilmu tasawuf ini, serta pakar dalam bidang keilmuan ini. Ia pun banyak memaparkan perbedaan pandangan yang ada antara para filosof serta perbedaan yang ada antara filoso dan juga masalah tasawuf amali serta latihan-latihan yang sering dilakukan mereka, serta metode dan karamahnya. Ia tidak hanya memaparkan ini semua berdasarkan apa yang ia nukil atas pandangan mazhab dan aliran ataupun kisah-kisah atsar, namun ia juga mengkritisi semua yang ia nukil itu dengan pemikiran ilmiahnya, hingga ia bisa memilah kebenaran yang ada padanya serta kebohongan yang menutupinya. Demikian, dan akhirnya tampak pula kitab khusus Tasawuf yang
dikatakan
merupakan
karya
dari
Ibnu
Khaldunyang
berjudul: Syifa‟u saail li tahdibi al masail ta‟lif Abi Zaid Abdurrahman bin Abu Bakar Muhammad bin Khaldun Al Hadromy‟ yang
disebar
Yasu’a;
luaskan
dimana
ia
oleh
turut
Agnatius,
menambahkan
pemimpin beberapa
kelompok pandangan
didalamya yang mengatkan akan penisbatan buku ini kepada Ibnu Khaldun yang ia publikasikan di Sekolah tingi sastra Syarqiah di Beirut. Buku ini pun di publikasikan pada tahun 1958 oleh Muhammad bin Tawit At Thanji, dosen di sekolah teologis
di
Ankarah
(percetakan
Utsman
Yalsin,
Istanbul
1958) dimana ia pun memberikan pengantarnya yang panjang didalamnya yang menegaskan bahwasannya penulis akan buku ini adalah sama dengan yang menulis Mukaddimah; Ibnu Khaldun. terbitan
ini
berkisar
134
halaman
besar, sedang pengantar akannya
dengan
kertas
ukuran
berkisar seratus halaman
dengan penambahan referensi dan daftar isi yang berkisar sekitar enam puluh halaman. Muhsin Mahdi
pun memberikan
catatan
pentingnya
akan
kitab
ini
pada
suatu
makalah
Filsafat berjudul Falsafat tarikh inda Ibnu Khaldun yang muncul
di
Inggris
menyebutkanbahwasannya
pada Abu
tahun
Bakar
At
1957,
dengan
Tathawwani
Salawy
Magriby menyimpan tulisan aslinya hingga pada akhir abad kesembilan
belas
hijriah.
Muhammad
Abdullah
Anan
pun
berbicara akan hal ini dengan ungkapannya: Darul Kutub telah mendapatkan pembicaraan tentang
satu copy dari
manuskrip
seorang Maroko dengan judu; „Syifau Sail li tahdzibil masa il‟ yang berkisar delapan puluh tujuh kertas (174 halaman) yang
dinisbatkan
Abdurrahman
penulisannya
binSyeikh
Faqih
kepada Muhaqqiq
„syeikh
Abu
Musyariq
Zaid Mabrur
Muqaddis Al Marhum Abu Bakar Muahmmad bin Khaldun Hadromy.128 Manuksrip lama
ini menyebutkan
di akhir paragrafnya
bahwasannya ia disempurnakan penulisannya pada bulan Jumadil Ula tahun delapan puluh sembilan, atau setelah wafatnya Ibnu Khaldun sekitar delapan puluh dua tahun. Setelah Dr. Anan menyebutkan judul dan bab yang ada padanya
sebagaimana
yang
ada
pada
pengantarnya,
ia
pun
mengomentarinya dengan ungkapansebagai berikut: Tampak pada kita akan cacat pada
penggambaran yang ada
akan penulisnya, dan apa yang tampak dari gaya bahasa yang
ada
dikemukakan
serta
ungkapan-ungkapan
didalamnya,
sesungguhnya
sebagaimana telah ditegaskan-
khusus kitab
yang ini
merupakan karya
-
Ibnu
Khaldun juga. Walau mereka menyebutkan banyak bukti ydan menegaskan pandangan mereka bahwa buku ini memang dinisbatkan kepada
128
Copy ini disimpan di Darul Kutub dengan nomor 24299
penuli
Mukaddimah;
Ibnu
Khaldun,
juga
gdikeluarkan oleh Aganatius perihal bahwa
yang
ia
temukan
Mukaddimah Ibnu
sama
manuskrip
yan
buku ini dan menganggap
dengan
Khaldun, namun
ada
nash
yang
ada
dalam
penulis menegaskan bahkan
yakin bahwasannya kitab tersebut bukan ditulis oleh Ibnu Khaldum dengan dalil-dalil sebagai berikut: Pertama; banyak perbedaan yang terdapat diantara buku ini dan juga buku Mukaddimah Ibnu Khaldun, baik dari segi pemikiran, gaya bahasa ataupun pemecahan masalah yang ada. Hal ini sudah cukup untuk menjadi bukti kuat bahwasannya pengarang buku ini bukanlah pengarang ynag sama dengan kitab Mukaddimah. Kedua; belum pernah sekalipun buku ini disebut oleh Lisanuddin bin Khatib yang pernah menyebutkan berbagai karya Ibnu Khaldun, juga tidak oleh Ibnu Khaldun sendiri tentang berbagai
karyanya
di
auto-biografinya
‘Ta‟rif‟.
Penulis
yakin bahwasannya Lisanuddin telah menyebutkan semua buku yang ditulis oleh Ibnu Khaldun di Maroko sebelum ia menulis masterpiecenya
Al
Ibr
hingga
tak
sedikitpun
tak
tersisa
bagaimana ia menyebutkan banyak talkhisan, catatan kecil dan juga ringkasan
atas tulisan orang lain yang ditulisnya
sejak masa mudanya; dan juga ibnu Khaldun sendiri pun tidak pernah menyebutkan dalam kitabnya Ibr akan satu tulisannya ini
diantara
semua
tulisan
yang
pernah
ia
buat,
juga
diantara surat-surat yang ia tulis untuk para sahabatnya. Ibr sendiri adalah kitab sejarah akan dirinya sendiri sejak kelahirannya hingga akhir dzulqa’dah 807 H, atau beberapa bulan
sebelum
wafatnya.
Seandaninya
Ibnu
Khaldun
memang
memiliki kitab tasawuf yang berdiri sendiri, maka tentunya ia akan disebutkan diantara seluruh karya yang disebutkan melalui
lisan
Lisanuddin
bin
Khatib
ataupun
disebutkan
sendiri oleh Ibnu Khaldun dalam auto-biografiny Ibr.
Ketiga; sesungunya penulis buku ini pada pengantarnya menjelaskan akan pertentangan dan permusuhan yang terjadi di antara para fakir di Andalusia (maksudnya para filosofi) dan perdebatan
mereka
akan
‘apakah
seorang
sufi
membutuhkan
seorang syeikh yang mengarahkan prilakunya atau ia hanya cukup
untuk
membaca
buku
yang
menulis
tentang
cara
berprilaku yang baik, seperti kitab ‘Ihya Ulumuddin‟ karya Gazãli
ataupun
Ri‟ayah
karya
Muhasiby?
Ia
pun
banyak
membahasa akn fatwa para ulama di Vas akan permasalahan ini. Dilihat dari kata dan kalimat yang ada pada buku ini, maka sebagian ulama seperti halnya Syeikh Razuq dan Abu abbas Al Vasy
memprediksikan
seseorang yang
bahwasannya
penulis
buku
ini
adalah
berhak memberikan fatwa akan permasalahan
ini129.sedang kitab yang ditulisnya ini adalah penjelasan dan juga
perluasan
dari
fatwa
tersebut.
permusuhan yang dibahas oleh penulis abad kedelapan
Pertentangan
dan
terjadi sekitar akhir
hijrah, sebagaimana yang diungkapkan oleh
Syeikh Razuq dalam kitab ‘Iddatul marid‟ dan juga Abu Abbas Al
Vasy
dalam
buku
‘Syarhu
iyah‟130.
Ra‟
Sedang
kita
mengetahui bahwasannya pada abad kedelapan hijriah,
Ibnu
Khaldun sudah tinggal di Mesir dan bukan di Vas; dan tiada seorang pun pada masanya yang menyebutkan, bahkan tidak juga dirinya
sendiri
memberikan
fatwa
yang akan
menyebutkan
bahwa
permasalahan
ini
ia
diminta
disaat
ia
untuk sedang
tinggal di Mesir ataupun yang menyebutkan bahwasannya ia ikut
berbaur
diantara
dalam
para
pertentangan
filosof
Andalusia.
dan
perdebatan
Keseluruhan
yang
hidup
ada Ibnu
Khaldun selama ia tinggal di Mesir pun telah ia rekam dan catat dalam 129
biografinya Ta‟rif dengan penuh kecermatan dan
Nash Fatawa ini ditulis di cetakan revisi ‘Syifaul masail´ di Istanbul. 130 Buku ini berisi tentang qasidah ra’iyah tentang prilaku, karya Abu Bakar Muhammad bin Ahmad Asyarsyi yang wafat pada tahun 685 H
disertai banyak detail dan penjelasannya, sebagaimana hal ini
pun
direkam
dan
dicatat
oleh
para
sejarawan
Mesir
kontemporer seperti Maqrizy dan juga Ibnu Hajar. Keempat; adanya nama Ibnu Khaldun pada permukaan kitab tersebut
bukanlah
bkti
yang
kuat
bahwasannya
ialah
yang
menulisnya. Bisa jadi semua ini satu kesalahan cetak ataupun mungkin disengaja karena ada suatu kepentingan
tertentu;
karena hal ini banyak terjadi di banyak buku-buku Arab, hingga tidak aneh bila ada satu buku yang dinisbatkan kepada Ibnu Khaldun, baik itu karena satu kesalahan ataupun karena disengaja,
dengan
dalil
bahwa
nama
yang
ada
dipermukaan
kitab ini dan semua biografi yang ada didalamnya sesuai dengan nama yang menulis Mukaddimah. Namun hal ini tidak bisa diterima begitu saja, dengan berbagai alasan tentunya. Kelima; dalam lembar utamanya, ditulis satu judul yang seolah
menegaskan
Abdurrahman Mabrur
bin
Muqaddas
bahwa
Syekh
penulisnya
Faqih
AlMarhum
Abu
Al
adalah
Muhaqqiq
Bakar
Al
Muhammad
Abu
Zaid
Musyarik bin
Al
Khaldun
Hadromy. Sedangkan kunyah bapak Ibnu Khaldun bukanlah Abu Bakar, melainkan Abu Abdulla; sedang yang mempunyai kunyah Abu Bakar adalah adalah kakeknya yang kedua. Sedang nama penulis Mukaddimah secara lengkap adalah Abdurrahman bin Abu Abdullah Muhammad bin Muhammad bin Abu Bakar Muhammad. Ibnu Khaldun kunyah
pun Abu
(halaman
menyebutkan Bakar
11-13).
dalam
bahwa banyak
Sehingga
kakek
keduanya
tempat
di
bisa
mempunyai
bukunya
dipahami
dari
Ta‟rif sini
sesungguhnya penulis buku itu adalah anak dari kakek kedua Ibnu Khaldun dan saudara dari kakek pertama dari penulis Mukaddimah,
atau
bisa
dikatakan
ia
adalah
paman
Ibnu
Khaldun, karena baik paman maupun keponakan memang memiliki kesamaandalam nama dan kunyahnya (Abdurrahman Abu Zaid).131 Demikian, Abu Abbas Ahmad bin Yusuf Al Vasy yang wafat pada tahun 1021 H pun turut membahas akan masalah ini dalam dua tempat -ditengah pembahasannya akan qasidah Abu Bakar Muhammad Ibnu Ahmad Asyuraisyi yang wafat pada tahun 685 H (yangmerupakan qasidah tentang mengatakan
bahwasannya
Ibnu
prilaku yang tampak)-
Khaldun
mempunyai
buku
dan yang
dinamakan Sifaul Sail yang ia gambarkan sebagai buku yang menarik.
Namun
ia
pun
menjelaskan
bahwasannya
yang
menulisnya adalah Abu bakar Muhammad bin Khaldun. dari sini, bisa jadi bahwa apa yang dikatakan Abu Abbas ini benar, bahwasannya buku ini ditulis oleh keluarga besar Khaldun yang memiliki kunyah abu Bakar. ***** Demikianlah.
Apa
yang
yang
dibahas
dalam
kitab
Mukaddimah tentang tasawuf telah menjadi bukti akan intens Ibnu Khaldun dalam mempelajari dan mendalami ilmu tasawuf dan permasalahan yang berkaitan dengannya.132
131
dalam satu bagain di auto-biografinya, Ibnu Khaldun menuliskan bahwa kunyah bapaknya adalah Abu Bakar, dengan ungkapannya: ia melepaskan anaknya yaitu bapakku Muhammad Abu Bakar... (Ta‟rif hal 14). Namun ungkapan ini pun dikemukakannya dari pembahasan yang ada di Ta‟rif : ia melepaskan anaknya yaitu bapakku Muhammad bin Abu Bakar... (Ta‟rif hal 14). Ungkapan pertamanya adalah satu bentuk penyelewengan informasi, karena hilangsatu kata didalamnya, yaitu: Ibn, dipenulisannya. Sedang yang terbenar adalah ungkapan yang kedua, karena kunyah bapak Ibnu Khaldun adalah Abu abdullah, sebagaimana yang ia tuliskan di halaman depan kitabnya Ibr yang ia persembahkan kepada Maktabah jami Al Qurawiyyin di Vas, dengan naskah: ‘Qadhi Qudhat, Waliyuddin, Abu Zaid, Abdurrahman bin Syeikh Imam Abu Abdullah Muhammad bin Khaldun Hadramy Maliki’ Ibnu Khaldun pun menegaskan akan pembenaran yang ada dalam naskah ini Lihat halaman 3, cetakan kedua kitab Ibnu Khaldun karya Muhammad Abdullah Anan. 132 Lihat juga makalah yang ditulis oleh Muhammad Abdul Ghani Hasan yang berjudul Syifau Sail di majalah Majallah edisi Mei 1961, halaman 66-67
4. Ibnu Khaldun dan ilmu Ushul Fiqh Dalam
bagian
kelima
belas133
dari
bab
keenam
kitab
Mukaddimahnya, Ibnu Khaldun membahas tentang ilmu Ushul Fiqh dan semua yang berkaitan dengannya, baik dari perdebatan dan perbedaan yang ada dalam ilmu ini. Ia pun banyak membhasa akan empat landasan dasar hukum syar’i; Al-Qur’an, Sunnah, Ijma
dan
qiyas,
dengan
metode
yang
harus
dipenuhi
oleh
setiap mujtahid dalam mengambil istimbat suatu hukum dari landasan
dasar
ini.
Juga
ia
membahas
akan
permulaan
munculnya ilmu ini dan perkembangannya serta referensi dan rujukan penting akan keilmuan ini seperti: Risalah karya Imam Syafii, yang merupakan kitab pertama dalam ilmu ini, dan juga empat kitab lainnya yang ditulis setelahnya; Qiyas karya Dabusy yang merupakan salah satu ulama mazhab Hanafi, Burhan karya haramain, Mustashfa karya Gazãli dan ‘Ahd karya Ibnu Abdul Jabbar. Keempat kitab ini lalu diringkas oleh kedua orang ulama kontemporer; Fakhruddin Ar Razy dengan karyanya Mahshul dan juga Amidy dalam karyanya Al Ahkam. Kedua ringkasan ini mendapat perhatian banyak ulama sehingga kemudian kitab ini pun kembali diringkas dan direvisi ulang sebagaimana kitab pertama yang
diringkas oleh
Sirojuddin
Armawy dalam bukunya Tahshil dan juga Tajuddin armawy dalam bukunya Al Hashil.
Sedang Shihabuddin al Qurafi membuat
ringkasan dari kedua kitab tersebut dengan menambahkan kata pengantar dan juga metode penulisan yang ada pada kitab tersebut yang lalu ia susun dalam suatu buku kecil yang diberi
judul
At
Tanqiihaat;
hal
ini
pun
dilakukan
oleh
Baidhawy dengan buku yang berjudul Al Minhaj. Sedang kitab 133
ini adalah bagian kelima belas dilihat dari terbitan Lajnah Bayan dan bagian keempat belas di penerbit cartmeir seta kesembilan belas di penerbit-penerbit Arab
kedua yaitu kitab Ahkam karya Amidy Ibnu Hajib dalam buku yang
lebih
dikenal
dengan
Mukhtasar
Kabir,
direvisi
dan
diringkas oleh banyak ulama lainnya pada masanya dan juag masa
setelahnya.
Ibnu
Khaldun
pun
banyak
membahasa
akan
perbedaan antara karya-karya yang dihasilkan oleh para ahli kalam (ilmu tauhid) dengan karya-karya yang dihasilkan oleh para ahli fiqih dalam menjabarkan akan ilmu ushul dan juga menerangkan perbedaan antara metoe hanafiah dan juga metode lainnya dalam memecahkan suatu
masalah. Juga
menjelaskan
akan apa yang tampak dari kitab-kitab mazhab hanafi dalam kaitannya dengan ilmu ini, seperti kitab karya Dabusy, atau karya Saiful Islam, Al Bazdawy, dan kitab Bada‟ii karya Ibnu Sa’aty
yang
mencoba
dengan
metode
Amidy
menggabungkan
antara
dalam
yang
bukunya
metode diberi
Bazdawy judul
Al
Ahkam; dan bukunya ini menjadi buku yang yang paling baik dilihat dari krestifitas dan juga inovasinya. Para ulama pada masa itu pun menaruh perhatian yang besar pada kitab ini dan menjadikannya sebagai rujukan penting; baik dalam membacanya ataupun meneliti akannya. Lalu
Ibnu
Khaldun
pun
menjelaskan
akan
perbedaan
pendapat yang ada diantara mazhab fiqih, baik di setiap hukum fiqh yang furu (cabang) atau sebagian arahannya akan sebagian ushuk dan cara istimbatnya seta referensi penting dalam permasalahan ini, seperti kitab Ta‟liqah karya Dabusy, Uyunul Adillah karya Ibnu Qassar, serta Bada‟i karya Ibnu Sa’aty yang meruapan ringakasan dari ilmu ushul fiqh yang juga
menjelaskan
tentang
perbedaan
kalangan ulama fiqh. *****
pendapat
yang
ada
di
Semua
yang
walaupun masih
dibahas
Ibnu
Khaldun
secara global-
pada
bagian
menunjukkan akan
ini
–
intensnya
dalam ilmu ushul Fiqh dan juga segala hal yang berkaitan dengannya, seperti perbedaan pendapat, perdebatan dan juga pengamatan lebih dalam. ***** Demikianlah, Lisanuddin bin Khatib menyebutkan dalam kitabnya Al Ihathah fi akhbar Gharnathah
bahwasannya Ibnu
Khaldun telah menjelaskan secara global akan
ilmu ushul
Fiqh yang ia ambil sumbernya dariku, dan tiada seorang pun yang
melebihi
dengan
kata
kesempurnaan lain
yag
telah
sesungguhnya
ditulisnya.134
Lisanuddin
bin
Atau
Khatib
mempunyai matan yang tersusun sistematis dari Bahru Rijz dalam
ilmu
ushul
Fiqh
dan
bahwa
Ibnu
Khaldun
telah
menjelaskan matan ini, yang kemudian setelahnya banyak punya yang menuliskan penjelasan akan matan ini,namun sebagaimana yang Ibnu Khatib tulis, tak seorangpun setelahnya yang dapat menyamai kesempuraan yang telah dilakukan Ibnu Khaldun. Namun sayangnya matan Ibnu Khatib ini tidak samapui ketangan kita, juga syarah atau penjelasan Ibnu Khaldun akan matan tersebut. Ibnu Khaldun sendiri tidak mengisyaratkan adanya penulisan penjelasan tersebut dalam auto-biografinya Ta‟rif. Hingga yang bisa diambil kesimpulan, sesungguhnya penjelasan
yang
ditulis
Ibnu
Khaldun
ataupun
apa
yang
diucapkan Ibnu Khatib akan Ibnu haldun merupakan catatancatatan kecil yang ia lakukan dalam menafsirkan baitmatan tersebut; yang
kesemuanya ini
merupakan petualang ilmiah
Ibnu Khaldun dimasa mudanya, hingga bisa jadi ia berpikir,
134
dinukil dari penulis dalam Nafhu Thiib, hal 419, terbitan Bukak
hal ini belum layak untuk dipublikasikan ataupu belum ada kebanggaan tertentu atas petualangannya ini, karenanya, ia tidak
mengisyaratkan
akan
adanya
hidupnya. Namun bagaimanapun,
peristiwa
ini
dalam
ini semua menjadi bukti akan
intens Ibnu Khaldun dalam mendalami ilmu Ushul Fiqih sejak masa mudanya. 5. Ibnu Khaldun dan ilmu linguistik Ibnu
Khaldun
sebenarnya
sangat
pakar
dalam
ilmu
linguistik, yangmencakup didalamnya ilmu-ilmu bahasa arab dan juga sastra arab. Ia sangan intens dalam mempelajarinya semasa hidupnya dan mencurahkan hampir sebagian besar waktu dan tenaganya dalam mempelajari ilmu ini dalam setiap fase kehidupannya. Ibnu
Khaldun
menyebutkan
dalam
auto-biografinya
‘Ta‟rif’ bahwasannya ia -sejak mudanya di Tunis ataupundi Maroko-
telah mempelajari banyak referensi penting yang
berkaitan dengan keilmuan bahasa arab; baik dari kaidah dan sastranya.
Iapun
banyak
belajar
dari
banyak
pakar
linguistik. Diantara banyak buku yang dipelajarinya: kitab Tashil
karya
Ibnu
Malik,
Syarhul
hushairy
ala
tashil,
muallaqat, kitabul hamasah lil a‟lam, diwanu abi hatim dan juga
Aghany
yangmerupakan
kumpulan
syir
dan
banyak
buku
syair lainnya. sedang diantara banyak guru yang ia banyak belajar
darinya:
bapaknya,
Muhammad
bin
Saad
bin
Baral,
Muhammad bin Araby Al Hushairy, Ahmad bin Qushar, Muhammad bin Bahr, Muhammad bin Jabir Al Qaisy, Muhammad bin Abdul Muhaimin Al Hadromy, Muhammad bin Ibrahim Al Abily, Abdullah bin Yusuf bin Ridwan Al Maliqi, Ahamad bin Muhammad Adz zawawy dan Abu Abbas Ahmad bin Syuaib. Di akhir bab keenam buku Mukaddimahnya, Ibnu Khaldun menuangkan dua belas bagian pembahasan yang berkisar sekitar
seratus halamanyang berkaitan dengan ilmu linguistik Araby. Ia menjelaskan
hampir keseluruhan cabang keilmuan bahasa
Arab dan juga sastranya juga tema dan perkembanganya. Ia pun menyebutkan banyak buku penting yang ditulis sejak zaman dahulu hingga pada masa kontemporer sekarang ini.; bahkan ia pun menuliskan bahasa ammiyah (pasar) dan syair-syair yang berkaiatn dengannya yang ditulis pada masanya. Ia pun banyak membahas akan Nahwu, bayan, sastra, Natsr, syair, Azjal, Musyihaat,
matan
bahasa
dan
juga
Fiqh
bahasa.
Ia
pun
membahas kemunculan bahasa arab dan perkembangannya, juga pergelutannya dengan bahasa Amminyah (bahasa pasaran) serta adab dan etika bahasa Ammiyah tersebut; ia pun menjelaskan akan syair-syair Al Hilaliah dan
Az Zanatiah dan syair
jenis lainnya yangmerupakan jenis syair Ammiyah ini. Dalam pembahasannya ini, ia pun mengemukakan penelitian penting yang
berkaitan
sastranya
dengan
seperti
ilmu
linguistik
penafsiran
Dzauq
arab
dalam
dan
definisi
juga dan
istilah ahli Bayan, serta mengemukakan artiny dan maknanya yang sesungguhnya ia tidak akan dimiliki oleh orang asing yang
bukan
dimaksudkan
asli
arab.
disini
sesungguhnya
adalah
orang
orang
non
asing
(yang
yang
tidak
arab
berbicara bahasa arab) apabila ia mempelajarinya, ia hanya mendapatkan Arab..
ilmunya
saja
sesungguhnya
dari
bahasa
pakar
adalah
dan
juga
kemampuan
masyarakat yang
bisa
dicapai. Dan sesungguhnya kemampuan berbahasa Arab bukanlah kemampuan yang bisa diciptakan oleh orang arab itu sendiri dan ia tidak hanya cukup untuk dipelajari saja. Kemampuan ini hanya bisa dimiliki apabila ia banyak mengahapl dan kualitasnya dalam memiliki kemampuan ini (Dzauq) tergantung atas kualitas hapalannya. Penjelasan akan kata-kata yang dibuat ataupun
atau
diciptakan
keburukannya.
dan Ibnu
cara
mengetahui
Khaldun
pun
kualitasnya
banyak
membahas
permasalahan ilmu linguistik ini dalam banyak
bagiannya,
seperti: pembagian kalimat kepada nudzum
natsr. Dan
bahwasannya
kualitas
yang
ada
dalam
dan
setiap
kata
ataupun
kalimat tidak akan sama antara nudzum dan natsnya secara bersamaan kecuali sebagian kecil darinya. Ia pun membahas akan
pembuatan
syair
dan
cara
mempelajarinya;
pembuatan
nudzum dan natsr hanyalahpada tatanan kata dan kalimat, dan bukan pada maknanya; sesungguhnya para maratib meralat orang yang
mencoba
mencampur
adukkan
syair.;
ralat
bagi
yangmengatakan bahwa bahasa Arab pada masa ini merupakan bahasa yang di
adopsi dari bani Mudhir dan Humair; dan
sesungguhnya bahasa bani mudhir dan juga bahasa di perkotaan adalah bahasa Ammiyah yang berdiri dengan sendirinya.... dan banyak lainnya. Apa yang ditulisnya dalam setiap pembahasan yang ada bukan hanya bukti akan kemampuannya dalam mempelajari dan menguasai
ilmu
linguistik
arab
saja,
namun
juga
telah
memposisikannya di posisi pakar dah spesialis dalam bidang keilmuan ini. Ini
pun
ditunjang
dengan
tugas
dan
jabatan
yang
diembannya di Maroko bagian bawah, tengah dan juga atas, dimana ia bertanggung jawab dalam pengirimn, penulisan dan juga tanda tangan para raja dan juga menteri. Tugas inilah yang
akhirnya
mengharuskannya
untuk
banyak
membaca
dan
mempelajari ilmu linguistik arab dan juga sastranya; dan tidak ada seorang pun yang bisa sejajar denganya, kecuali mereka yang telah mengkhususkan dirinya dalam mempelajari ilmu ini. Telah dijelaskan sebelumnya pula, bahwasannya Ibnu Khaldun merupakan pemuka dan juga pembaharu dalam penulisan bahasa arab dan semua ini sudah demikian jelasnya hingga wajar
apabila
tiada
seorang
punyang
dapat
menandinginya
kecuali mereka yangmengkhususkan dirinya dalam keilmuan ini.
***** Demikianlah; Lisanuddin bin Khatib telah menyebutkan dalam kitabnya Al Ihathah fi Akhbar Gharnathah bahwasannya Ibnu Khaldun telah menuliskan syarh penjelasan akan kitab Burdah. Yaitu kitab yang berisi akan qasidah-qasidah yang menarik karya Abwashiry dalam puji-pujian kepada rasulullah Saw. Namun Ibnu Khaldun puntidak mengisyaratkan akan adanya penulisan ini dalam auto-biografinya Ta‟rif. Bisa jadi semua ini merupakan petualangan iliahnya di masa muda, hingga ia berpikir
untuk
tidak
menuliskannya
.
namun
biar
bagaimanapun, ini semua menunjukkan akan perhatiannya yang sanagt besar akan sastra Arab sejak masa mudanya. 6. Ibnu Khaldun dan Syair Ibnu beberapa
Khaldun
banyak
qasidah
sejak
memperbaiki masa
Syair
mudanya;
dan
hal
susunan
ini
terus
dilakukannya hingga ia mencapai pertengahan kepala lima dari umurnya
lalu
ia
mulai
menfokuskan
dirinya
akan
bidang
keilmuan dan penulisannya dan ia pun tidak banyak menyusun syair
setelahnya;
kecuali
tiga
qasidah:
pertama;
yaitu
qasidah akan pujian kepada sultan Abu Abbas, Sultan Tunis disaat ia sedang menderita sakit yang dideritanya pada tahun 780 H (sedang Ibnu Khaldun pada saat itu mulai memasuki kepala
lima
dari
dipersembahkan bersamaan
Ibnu
dengan
menyelesaikannya
umurnya), Khaldun bukunya
pada
tahun
kedua;
Qasidah
kepada Ibr 784
sultan
setelah H
dan
yang Ibnu
ia
ketiga;
juga Abbas
selesai qasidah
permintaan maaf yang ditujukan kepada sultan Barquq, akan fatwa
dan
tulisannya
yang
telah
menentangnya pada saat masa-masa
mebuatnya
marah
dan
fitnah Nashiri; qasidah
ini diantarkan oleh Jubany kepada Sultan sekitar pada tahun 792
H,
sebagaimana
hal
ini
ia
jelaskan
dalam
auto-
biografinya: Ta‟rif. Dalam hal ini, Ibnu Khaldun mengisahkan akan fase tugas yang diembannya kepada Sultan Abu Salim di Maroko bagian atas dari tahun 760 – 762 H: Lalu aku menulis syair dan akupun mulai banyak menguasainya (Ta‟rif 70). Ibnu Khaldun pun menyebutkan dalam berbagai kota yang disinggahinya akan contoh dari tujuh Qasidah yang disisinnya pada masa itu. Pertama; akhir
yang
tahun
759
mengeluarkannya
dikirimkan H
dari
kepada
untuk
sultan
memberikan
tahanan
dan
Abu
Anan
maafnya
penjara,
di dan
dengan
ungkapannya: Disetiap malam aku sesali
*
Namun
tak
ada
masapun dapat berempati Ibnu Khaldun menjelaskan bahwasannya qasidah ini sangatlah panjang, sekitar dua ratus bait dan ia tidak menyimpannya, hingga ia hanya menyebutkan lima bait saja darinya.135 Kedua; yang disenandungkan sultan Abu salim pada malam Maulid Nabi tahun 762 H, dengan ungkapannya: Telah kulewati petualangan dan siksaan * masa dan
begitu panjang
jembatan
Ibnu Khaldun menyebutkan qasidah ini yang keseluruhannya memuat sekitar empat puluh tujuh baik (Ta’rif 70) Ketiga; yang
disenandungkan Sultan Abu Salim ketikan
hadiah yang dikirim –Jerapah- dari Sudan sampai kepadanya, dengan ungkapan: Kunyalakan tangan kerinduanku pada sahabatku * 135
inilah qasidah pertama yang disebutkan dalam auto-biografinya Ta‟rif dan ini merupakan qasidahnya yang terlama dari semua qasidah yang disebutkan disini. Dan bisa jadi ini adalah awas syair yang disusunnya. Inilahyang menegaskan bahwa sesungguhnya Ibnu Khaldun telah memulai memperbaiki syair di saat ia sedang mengemban tugasnya bersama Sultan Abu Salim setahun setelahnya. Lihat Ta’rif 67
jantungku
berdetak
akan
keberadaanku Ibnu Khaldun menyebutkan qasidah ini dalam auto-biografinya Ta‟rif sebanyak tiga puluh tuju baik (Ta’rif hal 74) Keempat; yang
disenandungkan oleh mentri Mas’ud bin
Masai, pada hari Idul Fitri tahun 763 H yang dipersembahkan kepada
mentri
Umar
bin
Abdullah,
agar
ia
mengizinkannya
untuk meninggalkan negara, dengan ungkapan: Bahagia dengan puasa yang diterima * Bahagia dengan Eid dimana kaulah yang menerima Ibnu
Khaldun
menyebutkan
keseluruhan
qasidah
ini
yang
berjumlah sekitar tiga puluh bait (Ta’rif hal 77) Kelima;
yang disenandungkan oleh Sultan Gharnatah,
Mahmud bin Yusuf bin Ismail bin Ahmar An Nasry pada maulid nabi tahun 764 H, dengan ungkapan: Lembaga
itu muncul sebelum kemunculanku * Dengan
tetesan
air
mata
ku
isi
kehidupanku Ibnu Khaldun menyebutkan keseluruhan qasidah ini dalam autobiografinya Ta‟rif yang berjumlah sekitar tiga puluh satu bait (Ta’rif hal 85) Keenam;
yang
disenandungkan
oleh
Sultan
Gharnatah,
Mahmud bin Yusuf bin Ismail bin Ahmar An Nasry pada perayaan khitan kedua putranya, dengan ungkapan: Kerinduan tampak bila tak terhalangi ungkapan dan ratapan * Peringatan
akan
mendatangkan
kesatuan
dan ganjaran Ibnu Khaldun menyebutkan keseluruhan qasidah ini dalam autobiografinya Ta‟rif yang berjumlah sekitar tiga belas bait (Ta’rif hal 88, 89)
Ketujuh;
yang
disenandungkan
oleh
Sultan
Gharnatah,
Mahmud bin Yusuf bin Ismail bin Ahmar An Nasry pada pada maulid nabi tahun 765 H, dengan ungkapan: Dia menolak untuk membiasakan karena ragu * Siapa aku yang berkhayal untuk menjadi muslim Ibnu Khaldun menyebutkan keseluruhan qasidah ini dalam autobiografinya Ta‟rif yang berjumlah sekitar tujuh belas bait (Ta’rif hal 89,90) Ibnu
Khaldun
banyak
membahas
fasenya
ketika
ia
meninggalkan Syair untuk lebih terfokus pada keilmuan dan juga penulisan. Tunis
tahun
Setelah ia selesai menulis kitab Ibr di 784,
ia
mengemukakan:
aku
sempurnakan
penulisannya yang kemudian aku persembahkan kepada asalnya (maksudnya sultan Abu Abbas, sultan Tunis). Hal yang membuat sultan iri dan sewot
cukup
atasku adalah karena aku tidak
memujinya. Sedang aku pada saat itu tidak mempedulikan lagi Syair dan aku hanya memfokuskan diri pada bidang keilmuan. Lalu
orang-orang
mulai
berkata:
sesungguhnya
iameninggalkannya sebagai hinaan atas kesultananmu, sedang sebelumnya
ia
banyak
memberikan
pujian
pada
sultan
sebelummu. Aku mengetahui hal ini dari sebagian dari mereka yang
mengatakan
hal
ini
kepada
sultan.
ketika
aku
mempersembahkan buku dengan namanya, aku pun memberikannya senandung qasidah yang memujinya dimana aku sebutkan akan perjalanan hidup dan juga banyak ekspansi yang dilakukannya; dan akupun meminta izinnya untuk meninggalkan dunia syair lalu kulabjutkan dengan pemberian buku ini padanya‟ Ia lalu menyebutkan
sekitar
seratus
bait
dari
qasidahnya,
dibukanya dengan ungkapan: Apakah ada selain pintumu yang bisa diharapkan *
yang
Atau
ada
selain
sayapmu
yang
bisa
permohonan
maafnya
karena
menyimpan cita-cita Lalu
ia
pun
menyebutkan
telah
meninggalkan dunia syair dengan ungkapannya: Kutemukan malamku dalam awal keberanian * Namun
kerendahan datang setiap ia
diinginkan Bait-bait berbenturan dengan kata secara sendirinya * Susunan kata melarikan diri Qawafi mengering136 Lalu Ibnu Khaldun pun menyuguhkan syair lainnya yang ia persembahkan kepeda Abu Abbas dengan ungkapannya: ketika aku pergi meninggalkan daerah militernya di Susah ke Tunis – disaat
aku
masih
tinggal
disana,
aku
mendapatkan
kabar
bahwasannya sultan tertimpa penyakit dalam perjalannya yang namun tak lama kemudian ia sembuh, maka aku menyampaikan padanya qasidah ini. Lalu ia menyebutkan sekitar 30 bait dari Qasidah ini, yang diantaranya: Siang tampak tertawa setelah masamnya * Rahmah
datang
bersembunyi
setelah
penderitaannya137 Di akhir ucapannya tentang finah Nashir (terjadi pada akhir
tahun
791
H)
dengan
ungkapanya:
sesunguhya
Dzahir
(yang dimaksudkan adalah Dzahir Barquq) mencela kami, para ulama fiqh atas fatwa yang menurutnya suatu pengebirian. Kami pun akhirnya benci untuk menuliskan fatwa, namun kami tetap menulisnya sesuai kemampuan, namun sultan masih tetap tidak menerimanyanya, lalu ia pun mencela, khususnya padaku tiba-tiba
ada
seorang
sudan
yang
memebrikan
solusi
agar
menaggalkan kekuasaan yang ada padaku, hingga aku tidak bisa 136 137
Ta’rif 232-241 Ta’rif 241-244
mempimpinnya dan aku dijauhkan darinya. Lalu aku menulis kepada Hubany dengan banyak bait atas apa yang telah aku lakukan dan memintanya untuk mempertimbangkan keputusan yang telah
dibuatnya.
memperdulikan
Namun
aku
ia
untuk
seolah
beberapa
tidak saat,
tahu hingga
dan
tidak
tiba
saat
dimana semuanya kembali normal, dan aku mendapatkan ridha dan kebaikannya (Ta‟rif 331) lalu ia menyebutkan sekitar 65 bait dari Qasidah yang disusunnya, dengan permulaannya: Tuanku, pikiranku selalu indah akanmu
*
Bantuanmu tuk mewujudkan harapanku cukup bagiku ***** Dengan
melihat
kepada
sepuluh
Qasidah
yang
telah
disebutkan Ibnu Khaldun dan merupakan sebagian contoh dari kesemuan
qasidah
yang
ada
dalam
auto-biografinya
Ta‟rif
telah cukup menjelaskan bahwasannya Ibnu Khaldun kembali kepada
tiga
golongan;
diantanya
apa
yang
disebut
dengan
posisi tertinggi dalam kualitas. Dimana dapat dilihat dari Qasidah
yang
dihasilkanya
mempunyai
keidahan
kata,
kelembutan bahasa dan ketinggian makna serta gaya bahasa yang bagus serta susunan syair yang kokoh, yang kesemuanya ini dimasukkan dalam kategori unggul yang jarang dihasilkan oleh
banyak
penyair
Islam;
namun
ini
hanya
sedikit
didapatkan dari syairnya. Lalu turun pada posisi selanjutnya yaitu posisi kata yang tersusun dengan hanya melibatkan ruh syair.
Ini
semua
dapat
dilihat
dari
qasidah-qasidah
terakhirnya yang ia susun pada masa tuanya setelah ia lama meninggalkan syair untuk lebih menfokuskan diri pada bidang keilmuan
dan
yangmenjadi
juga
penegah
penulisan. diantara
dua
Yang
terakhir
posisi
itu.
kita
adalah dapat
melihatnya di bagian terakhir dari apa yang ia hasilkan di auto-biografinya Ta‟rif. Dari berbagai qasidah indahnya yang disenandungkan oleh Sultan Abu Salim bin Abu Hasan Sultan Maroko bagian atas pada malam Maulid Nabi pada tahun 762 H dimana materi isinya mengisahkan akan perjalanan Rasulullah Saw dan juga pujian kepada sultan, yang pengantarnya adalah: Telah kulewati petualangan dan siksaan * begitu panjang masa dan
jembatan
kuterangi hari setiap waktu * tuk tinggalkan hati yang sedih teman hidup berjanji dan pergi * hatiku tertahan kerinduan dan kewajiban kendaran mereka berlalu dan airmataku mengalir * sesak setelahnya
dengan air mata
Darinya pun syair akan mu’jizat Rasulullah Saw dan juga pujian untuknya: Aku memanggilmu dengan keyakinan kau akan menjawabku * Wahai
sebaik-baik
yang
dipanggil
dan
penjawab Kusimpulkan pujianku sesungguhnya kau telah mulia * Dengan mengingatmu pun suatu kebaikan Apa lagi yang dapat kuharapkan dengan kemabukan * Al-Qur‟an
pun
memujimi
dengan
segala
kebaikan Dari berbagai qasidah
yang tidak kurang kualitasnya
dari qasidah sebelumnya, adalah qasidah yang disenandungkan Pangeran Maulid
Muhammad Nabi
pada
bin
Yusuf
suatu
bin
waktu
Ahmar di
dalam
Andalusia,
ungkapannya: Lembaga
peringatan
itu muncul sebelum kemunculanku *
dengan
Dengan
tetesan
air
mata
ku
isi
kehidupanku Aku bersumpah meninggalkan rumahku dan rumah mereka * Membawa hati akan memori mereka tanpaku Kuhentikan senandung sabar yang hilang setelahnya * Kupinta gambaran namun tak dijawab Dalam qasidah ini pun penolakan atas apa yang dilakukan mentri Umar bin abdullah dan memaksanya untuk pindah ke Andalusia: Demi persahabatanku, mereka bersumpah meninggalkan * Tempat
pertahanan
mereka
bila
mereka
kehilanganku Aku tinggal di tempat
tertinggi hingga terlarang *
Hampir Mereka berseri menyambutku Sedang aku menyendiri tak menemui mereka * waktu
ku
ratapi
namun
tak
seorangpun
meralat Diantara
qasidah-qasidah
yang
menengah
kualitasnya,
yang ia kirimkan pada tahun 759 H kepada sultan Abu Anan untuk
meminta
maaf
dan
memohon
agar
melepaskannya
dari
penjara, yang dibuka dengan ungkapannya: Disetiap malam aku sesali * Namun tak ada masapun dapat berempati Cukup kesedihaku tinggal dan pergi * Aku menyaksikan kehilangan diriku Dalam setiap peristiwa, aku terpencil * Selalu datang padaku setiap
pertarungan
Juga ada nada kerinduan didalamnya: Hiburan mereka tidak lain memperkeruh lembaga * Disetiap
malamku
asing Gemerisik angin menambah kerinduanku
dihinggapi
perasaan
Kepada
mereka
dan
menakutkanku
dan
menyenangkanku Diantara qasidah-qasidah yang lemah yang bisa dibilang kacau dalam susunannya, yang terlepas dari jiwa syairnya adalah
qasidah
yang
Ibnu
Khaldun
tulis
setelah
ia
lama
meninggalkan dunia syair. Ia menuliskannya pada tahun 784 H dan mempersembahkannya kepada Sultan Abu Abbas, Sultan Tunis sekaligus memberikan kepadanya
bukunya
Ibr. Qasidah yang
diucapkannya ini tercakup dalam muatan bukunya itu, dengan ungkapan: Ditanganmu perjalanan masa dan penghuninya * Hingga ibr pun kembali karena kemurahan hatinya Halaman biografi tentang banyak peristiwa * Meningkat
dari
yang
global
hinga
mendetail Mulai dari tatabu‟
138
dan amaliq sebagai rahasia
Tsamud
sebelumnya
dan
kaum
Ad
yang
pertama Dalam qasidah inipundidapati pujian bagi sultan: Penghuni pun pergi dengan bakatnya * Memberikan hadiah indah dan membanyak Maha
besar
Allah
yang
telah
menciptakan
makhluknya
yang
dermawan Bagai taman yang tumbuh dengan makmurnya Dalam bait ini pun, tampak beberapa bait yang menunjukkan akan
kelemahan
Ibnu
Khaldun
dalam
syairnya,
seperti
ungkapannya: Penegak Islam dari * Bangsa Mudhir dan Barbar didapatkan
138
plural dari tabi yaitu raja Yaman
Atau ungkapannya: Amirul Mukminin pemimpin kita * Dalam kecenderungan agama dan dunia Inilah Abu Abbas sebaik-baiknya khalifah * Kusaksikan kebiasaannya yang dikenal Memohon bantuan Allah dalam kesulitan * Ia
selalu
tawakkal
atas
pertolongan
Tuhannya Dalam
beberapa
kalimat-kalimat
qasidah
seni
dalam
ini,
ia
menggunakan
berbagai
ilmu,
banyal
sebagaimana
qasidah yang ia persembahkan untuk sultan Tunis disaat ia sembuh dari sakitnya: Penolong agama yang kokoh dengan keinginannya * Mengusir istiqamah tanpa bersebrangan Ia
menggunakan
dua
kalimat
thard
(mengusir)
dan
„aksa
(bersebrangan) yangmerupakan bagian dari ilmu Mantiq. Juga ungkapannya dalam qasidah yang ia kirimkan kepada Barquq, untuk meminta maaf aas fatwa yang membuatnya marah atas penyebarannya: Musuh mengukir peristiwa Ifki * Semuanya dengan cara yang menyakitkan Mereka menginginkanku dalam suasana asing * Dinisbatkan
padaku
semua
urusan
yag
mereka sukai Melempar apapun yang mereka inginkan dari * Kebohongan
yang
mereka
pikir
akan
berhasil Ibnu Khaldun dalam qasidah ini menggunakan kalimat ma‟lul (menyakitkan)
dan
juga
gharib
(asing)
juga
maqbul
(berhasil) yang merupakan kata-kata yang sering digunakan oleh para ahli hadits pada beberapa kelompok yang sering meriwayatkan hadits dari Rasulullah Saw.
Ibnu kualitas
Khaldun terbaik
mengakui dalam
bahwa
dirinya
syairnya;
belum
mencapai
ada
diposisi
syairnya
antara yang terbaik dan yang terburuk, bila dilihat dari karya
syairnya
yang
dihasilkan
pada
masa
kecil
dan
dewasanya. Lalu aku mulai serius mendalaminya, dan akupun mulai menguasainya dan syairku pun terletak antara posisi unggulan dan juga tak terlalu baik. (ta’rif 70) Ibnu Khaldun memandang bahwa sebab buruknya tatanan syairnya adalah karena banyaknya hapalan yang ia lakukan sejak masa mudanya kan syair-syair statis dan lemah. Dalam hal
ini,
ia
mengungkapkan:
suatu
hari,
aku
ingat
bahwa
sahabat kami, Abu Sbdullah bin Khatib (yang ia maksudkan adalah Lisanuddin bin Khatib, mentri kerajaan di Andalusia dari Bani Ahmar; ia mempunyai seseorang yang sangat mahir dalam syair dan juga penulisan. Lalu kukatakan padanya: aku merasa kesulitan dalam menyususn syair setiap aku mencobanya -baik dengan dengan kemampuanku, hapalanku yang baik dan kuat akan Al-Qur‟an dan hadits juga seni linguistik arabdan aku hanya mampu menghapalnya sedikit saja. Lalu entah datang dari mana –Wallahu a‟lam- aku telah mampu menghafal banyak
syair
sebagaimana
ilmiah
aku
mampu
dan
hukum-hukum
menghafal
yang
qasidah-qasidah
tertulis syatiby,
baik yang di kitabnya syatiby kubra dan syatiby sugra
yang
membahas banyak tentang qiraat. Akupun mempelajri dua kitab ibnu Hajib baik dalam bidang fiqh dan juga ushul fiqh, juga kitab Jamal Khuwanji tentang ilmumantiq dan sebagian kitab tashil;
serta
banyak
kitab
tentang
metode
pengajaran
di
majlis. Semuanya aku hapalaku bukan hanya mampu menghafal dengan baik akan Al-Qur‟an, hadits ataupun ilmu lingusitik, namun juga melebihi itu semua. Aku kagum melihat masa yang berlalu, lalu ia berkata: Ya Allah, Engkaulah! Apakah ada
seorang
yang
mampu
melakukan
hal
ini
selain
Engkau?
(Mukaddimah: Fahmy, 661) ***** walaupun
ada
sedikit
masalah
dalam
kedudukan
Ibnu
Khaldun dikalangan para penyair, namun apa yang telah ada cukuplah menjadi bukti akan partisipasinya dalam keilmuan ini walau hanya sedikit dan juga menjadi buktinya bahwa ia tidak meninggalkan ilmu pengetahuan sedikitpun, kecuali ia pun mengetahuinya walau tidak secara mendetail. 7. Ibnu Khaldun dan ilmu Filsafat Dalam
auto-biografinya,
bahwasannya ia
Ibnu
Khaldun
telah belajar dari gurunya
menyebutkan
-yangmempunyai
tempat khusus dihatinya Abu Abdullah Muhammad bin Ibrahim bily- akan ilmu mantiq dan segala ilmu kebijaksanan hidup. Ia mendefinisikan syeikh Abili sebagai guru dari berbagai disiplin ilmu logis (Ta’rif 21,22) Kata ‘ilmu logis’ atau ‘seni kebijaksanaan’ atau ilmu filsafat pada saat itu hanya diucapkan oleh enam kelompok golongan sesuatu
keilmuan; diluar
mantiq,
alam),
matematika dan musik.139
ilmu
uluhiyyat alam,
(Metafisika,
ilmu
astronomi,
atau ilmu
Sedang kalimat ‘kebijaksanaa’ ia
diambil dari kata hikmah, yang juga merupakan penerjemahan
139
Lihat pembahasan bagian ke dua puluh, bab keenam yang dicetak Lajnah Bayan dengan tema: Ilmu Logis dan pembagiannya (hal 1080-1091). Ibnu Khaldun telah membagi ilmu ini menjadi tujuh bagian; karena ia membedakan antara ilmu ukur dan aritmatika, yang keduanya berada dalam kesatuan ilmu matematika. Hingga memungkinkan untuk menjadikan ilmu astronomi menjadi bagian dari ilmu alam, bila ditinjau dengan definisi yang ada sekarang, hingga kesemuanya ini hanya menjadikannya lima bagian saja.
bahasa arab dari kata ‘filsafat’ yang berasal dari kata yunani. (Philosophie du Grec: Pilos=Ami; et sophia =Sagesse) Jelaslah bagi kita,
bahwasannya
Ibnu Khaldun sangat
memperhatikan dan menfokuskan diri pada ilmu logis dan juga filsafat
dengan
metafisika.,
maknanya
karena
yang
akan
khusus
dijelaskan
masa
pula
kini
atau
bagian-bagian
lainnya secara berdiri sendiri dalam menunjukkan posisinya dalam bidang keilmuan lainnya yang masuk dalam cakupan ilmu filsafat pada zamannya. Ibnu Khaldu menyuguhkan akan pembahasan Ilmu Mantiq dan juga filsafat
dengan makna yang telah disebutkan dalam
beberapa bagian pembahasan dalam Mukaddimahnya. Ia menyuguhkannya pada bagian kedua puluh bab keenam140 yang merupakan bagian pembahasan dengan tema: Ilmu Logis dan pembagianya.
Dalam
bagian
ini
banyak
dibahas
akan
ilmu
mantiq dan juga filsafat dengan makna yang dimaksud dan referensi penting akannya baik sejak masa lalu ataupun yang kontemporer, khususnya yang ada di Yunani dan juga di Arab. Sedangkan pembahasan bagiab kedua puluh empat pada bab keenam141, dibahas
hanya kaan
permasalahan,
membahas tema
akan
akan
pembagian,
ilmu
ilmu
sejarah,
Aristoteles dalam ilmu Mantiq
Mantiq.
dan kitab
Didalamnya
faidahnya Organon142
serta karya
dan pembagiannya ilmu Mantiq
dalam buku ini. Ia pun menyebutkan karya-karya Farabi, Ibnu 140
Mukaddimah: Bayan, 1085-1091. namun pada penerbit lain, ia menjadi bagian ketiga belas. Dalam penerbit Lajah Bayan, ditambahkan beberapa komentar dan pandangan serta catatan pinggir yang turut memperjelas ungkapan yang ditulis Ibnu Khaldun juga memperbaiki beberapa darinya. 141 Mukaddimah: Bayan, 1102-1107. namun pada penerbit lain, ia menjadi bagian ketujuh belas. Dalam penerbit Lajah Bayan, ditambahkan beberapa komentar dan pandangan serta catatan pinggir yang turut memperjelas ungkapan yang ditulis Ibnu Khaldun juga memperbaiki beberapa darinya. 142 Nama buku ini adalah Organon yang berasal ari bahasa Yunani. Asal katanya adalah Outil atau alat; yang dimaksud adalah alat yang melindungi pikiran dari suatu kesalahan. Sedang Ibnu Khaldun mengartikannya dengan Nash atau teks. Namuan artian ini kurang tepat (LIhat pandangan no 1560 hal 1104, Mukaddimah; Bayan)
Sina
dan
Ibnu
Rusydi
dalam
ilmu
mantiq
dan
keterkaitan
mereka dengan kitab Organon serta menyebutkan karya-karya kontemporer lainnya. Ibnu Khaldun mempelajari dari mereka semua bahwasannya mereka banyak mempelajari ilmu ini sebagai satu gambaran dan juga satu bentuk dan dialah kemudian yang mempelajari permasalahan akan suatu kejadian dan juga qiyas berdasarkan bentuk dan juga penggambarannya saja, mereka lupa
akan
matiq
secara
materi,
yang
mana
mempelajari
permasalahan akan suatu kejadian dan juga qiyas berdasarkan materi yang ada pada keduanta atau dilihat dari kebenaran unsur
yang
ada
pada
keduanya
dan
kesesuaiannya
dengan
realitas; atau mereka tidakhanya mengarahkan pada sesuatu yang
termudah,
penggambaran
dimana
yang
dari
ada.
mereka
Mereka
lebih
pun
terfokus
lupadan
pada
teralihkan
pandangannya dari kelima buku yang berkaitan dengan ilmu mantiq materi ini yangmerupakan karya Aristoteles; dimana kelima
buku
inilah
yang
merupakan
ajang
penjelas,
perdebatan, seruan, syair dan pemutar balik fakta. Bisa jadi mereka
menganggapnya
menyepelekannya inilah
yang
mudah
hingga
kemudian
mereka
dan menganggapnya tidak ada; padahal hal
terpenting
dalam
satu
keilmuan
(Mukaddimah;
Bayan, 1106). Ibnu Khaldun pun memandang masyarakat pada masanya tidak banyak merujuk kepada kitab-kitab lama, mereka hanya terpaku pada buku-buku kontemporer dalam ilmu
mantiq
‘mereka
mengesampingkannya
melupakan
seolah-seolah
buku-buku tidak
mendalami
terdahulu
pernah
ada,
dan namun
justru itulah yang penuh dengan sari pati akan ilmu mantiq dan paling banyak manfaatnya (Mukaddimah; Bayan, 1107) Sedang pada bagian kedua puluh delapan bab keenam, ia banyak membahas tentang Ilahiyyat atau yang lebih disebut dengan nama Metafisika (Métaphysique du grec: Metata=Après, et Phusika=Phisique)
Dalam bagian tersebut, ia banyak membahas akan tema metafisika,
permasalahan
yang
ada
didalamnya,
buku
Aristoteles yang berkaitan dengannya serta ringkasan Ibnu Sina dalam ilmu ini dalam salah satu bagian dari bukunya Syifa dan juga Najah, serta ringkasan Ibnu Rusydi akan buku tersebut dan juga komentarnya kannya. Juga dibahas diskusi yangterjadi antara Gazãli dan Ibnu Rusydi akan tema ilmu ini dalam tahafutul falsafah karya Gazãli dan juga Tahafutut Tahafut karya Ibnu Rusydi dan juga kitab lain yang ditulis oleh
banyak
ilama
kontemporer
pada
masa
itu.
Didalamnya
banyak dibahas pula akan kolaborasi antara ilmu mantiq dan juga ilmu kalam dalam banyak penelitian kontemporer serta menjelaskan akan bahaya yang akan terjadi dalam kolaborasi ini. Sedang pada bagian lainnya yang lebih panjang di bab keenam, dibahas tema tentang pembatalan rusaknya
orang
yang
menganutnya.
143
filsafat dan juga
Dalam
pembahasan
ini
banyak diterangkan akan penolakan akan filsafat (dikemukakan oleh Aristoteles, Farabi, Ibnu sina, Ibnu Rusydi dan yang sepakat
dengan
mereka)
yang
berpendapat
akan
tingkatan
keberadaan dan akal yang sepuluh, juga tentang ketuhanan atas keumuman atau yang diluar dari kebiasaan, juga pendapat mereka
tentang
kebahagiaan
dan
banyak
lainnya.
dari
kesemuanya ini maka bisa disimpulkan akan rusaknya pandangan para
filosof
dalam
semua
permasalahan
inidan
juga
penyelewengan mereka akan fenomena syariah yang telah ada. Pembahasan
yang
telah
mereka
lakukan
tidak
menghasilkan
apapun kecuali kerusakan pikiran dalam menyusun dalil dan bukti 143
dalam
menghasilkan
penguasaan
dan
kebenaran
dalam
Ia berada dalam bagian kedua puluh lima dalam cetakan-cetakan yang ada (Mukaddimah; Fahmy, 590) dan menjadi bagian ke tiga puluh dua dalam juz keempat di penerbit Lajnah Bayan
menerangkan suatu keterangan. Ini semua karena persyaratan qiyas
dan
juga
susunannya
dalam
aplikasinya
dalam
suatu
hukum dan juga keyakinan sebagaimana yang mereka aplikasikan dalam
pemikiran
logis
mereka
dan
pandangan
mereka
dalam
ilmu-ilmu alam, tidak banyak dipergunakan dan diaplikasikan dalam keilmuan ini, seperti halnya ilmu filsafat, pengajaran dan juga yang sejenisnya. Dengan aplikasi yang sesuai, maka banyaknya dalil dan juga persyaratan yang telah ditetapkan disertai dengan keyakinan dan juga pembenaran dalam dalil dan juga bukti –walaupun tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan- namun inilah qiyas yang benar dan dianggap benar dipandang dari sisi peneliti. Inilah sebenarnya hasil yang logis
dan
keilmuan
ilmiah dan
yang
juga
banyak
dalam
digunakan
mengemukakan
oleh
para
pakar
pandangan-pandangan
mereka., walaupun hasilnya tidak sebaik yang diharapkan; karenanya mengerahkan
seorang
peniti
usahanya
agar
harus tidak
berhati-hati
terjerumus
kepada
dalam satu
kerusakan. Seorang peneliti harus memandang dengan pandangan yang
penuh
dengan
norma
yariat
dengan
banyak
mendalami
tafsir dan fiqh. Dan janganlah seorang pun meneliti ilmu (filsafat) sedikitpun,
namun
ia
apabila
tidak
memiliki
dilakukan,
maka
landasan itulah
ilmu yang
agama akan
mengantarkannya menuju kebinasaan. (Mukaddimah; Fahmy, 596) Dalam bab keenam pula, banyak dibahas akan permasalahan kenabian dan juga para nabi, wahyu, pembagian jiwa manusia dipandang dari kemampuannya untuk mencapai penalaran rohani ataupun mengaetahui hal gaib dengan latihan tertentu ataupun dengan tasawuf.. dan permasalahan lainnya yang berhubungan dengan metafisika dan juga ilmu jiwa (Mukaddimah; Bayan, 345-351, 357-379) *****
Jelaslah dari apa yang telah ditulis oleh Ibnu Khaldun akan Ilmu Mantiq dan juga filsafat yang ia tulis dalam autobiografinya
dan
kemampuannya
juga
dalam
Mukaddimahnya, mengamati
menunjukkan
Mantiq
Shury
akan
(secara
penggambaran) dan juga Mantiq Maddah (secara materi). Ia pun mampu
mengamati
dan
menguasai
filsafat
dan
juga
ilmu
metafisika, walaupun tidak secara menyeluruh. Pandangannya bahwa
filsafat
berbahaya
menyalahi
bagi
syariat
akidah;
Islamiyah
menyebabkannya
dan
tidak
sangat terlalu
mendalaminya secara mendetail, namun ia hanya mempelajari permukaannya saja, yang itupun penuh dengan kehati-hatian yang sangat dengan tujuan untuk menolak pandangan yang ada didalamnya
dan
menjelaskan
segala
hal
yang
terselubung
didalamnya dari kerusakan dan penyelewengan. Dilain sisipun, ia mengakui bahwasannya penelitian tentang filsafat belum tersebar luas di negaranya Maroko, dimana ia dilahirkan dan mulai
mengenal
kemudian
ilmu
filsafat
mengemukakan
pengetahuan,
tidak
dalam
menjadi
pembahasan
hingga fokus
akhir
wajar
apabila
perhatiannya. pada
bagian
Ia
yang
bertemakan: Ilmu Logis dan pembagiannya: Kemudian di Maroko dan Andalusia, disaat angin berkurangnya
ilmu
peradaban mulai terhenti, dan
pengetahuan
dengan
berkurangnya
ilmu
peradaban, menghilanglah ilmu itu (ilmu filsafat) dari kedua negara
ini
kecuali
sedikit
yangmengetahuinya
dengan
pengawadsan ulama sunnah. Kami pun mendapat informasi dari nasyarakat masyriq bahwa sebagian ilmu ini masih ada pada mereka, khususnya di daerahiraqil ajmu dan setelahnya serta setelah
sungai.
memajukan
Mereka
peradaban
masih
mereka
menguasai
dan
juga
ilmu
mengatur
didalamnya (Mukaddimah; Bayan, 1090,1091)
logis
untuk
kebudayaan
***** Lisanuddin Ihathah
fi
bin
Khatib
kitabul
menyebutkan
gharnathah
dalam
bahwasannya
bukunya
Ibnu
Al
Khaldun
mendekati sultan (maksudnya sultan Abu Salim, sultan Maroko bagian atas) dimasa-masa ia mempelajari dan mengamati ilmuilmu
logis;
kedekatan
perkembangan bahwasannya
ilmu Ibnu
kepentingan
yang
mantiq. Khaldun
sultan
sangat
bermanfaat
Pernyataan
mempelajari
Abu
Salim
ini Ilmu
atau
dalam
menunjukkan Mantiq
bisa
untuk
juga
ia
mempelajarinya bersama sultan; disaat itulah Ibnu Khaldun menuliskan
memori-memori
dan
pandangan-pandangannya
dalam
ilmu ini. Namun sayangnya, memori ini tidak sampai kepada kita; Ibnu Khaldun sendiri pun tidak pernah membicarakan akan hal ini dalam auto-biografinya Ta‟rif. Bisa jadi ini semua
disebabkan
karena
iamenganggapnya
hanya
sebagai
petualangan ilmiahnya saja yang belum layak untuk dikenang. Namun bagaimanapun, ini semua menjadi bukti akan intensnya dalam mempelajari ilmu mantiq sejak masa mudanya. 8. Ibnu Khaldun dan ilmu alam Ibnu Khaldun pun mentuguhkan akan penelitiannya akan ilmu
alam
di
beberapa
kota
dalam
Mukaddimahnya
dengan
penggambaran yang sangat jelas yang semua ini menjadi bukti akan kemampuannya dan penguasaannya akan ilmu ini. Ia
banyak
membahas
ilmu
ini
dalam
bab
pertamanya
(sekitar tujuh puluh halaman dari seratus duapuluh halaman Mukaddimah yang diterbitkan oleh penerbit Lajnah Bayan, hal 275-344)
dimana
banyak
diterangkan
didalamnya
akan
penelitian georafis dan alam manusia. Ibnu Khaldun membahas secara
tuntas
tentang
peradaban
yang
ada
di
bumi,
yang
mencakup di dalamnya laut, sungai, ikli,; baik iklim yang
normal
ataupun
tidak
normal,
pengaruh
udara
bagi
pigmen
manusia dan banyak lagi seperti halnya yang berkaitan dengan keadaan manusa, akhlak manusia, perbedaan keadaan peradaban dilihat
dari
terhadap
kesuburan
fisik
dan
manusia
kekeringan
dan
serta
prilakunya.
pengaruhnya
Ibnu
Khaldun
menuliskan permasalah yang berkaitan dengan geografis dengan bersandarkan kepada buku berjudul Almageste karya Baltomous, seorang astronom
yang telah
diterjemahkan kedalam bahasa
arab; dan juga kitabus Syarif Idrisy yang ditulis untuk raja Shaqliah pada masanya; yaitu Roger II (Raja Shaqliah sejak tahun 1101-1154 M) yang kemudian diberi judul sesuai dengan namanya
dan
juga
dikenal
dengan
judul
Nuzhatul
Musytaq.
Kedua buku inilah yangmenjadi referensi dan rujukan penting pada masanya dalam mempelajari ilmu ini; karena didalamnya mencakup
akan
banyak
teori
geografi
dan
juga
teori
astronomi. Ibnu
Khaldun
pun
mneybutkan
dalam
auto-biografinya
Ta‟rif bahwasannya ia telah menuliskan sebuah
penelitian
kepada Timur lang tentang geografi negara Maroko ditengah pertemuannya dengannya untuk pertama kalinya di Damaskus pada tahun 803 H. setelah menggambarkan akan negara Maroko secara lisan kepada Timur lang, Ibnu Khaldun berkata:
Timur
Lang berkata: aku tidak puas dengan ini. Aku ingin engkau menuliskan untukku tentang keseluruhan negara Maroko baik bagian
atas,
tengah
ataupun
bawah;
baik
tentang
pegunungannya, sungai, desa, kota hingga seolah aku bisa melihat semuanya itu. lalu ku katakan padanya, aku akan melakukannya demi untukmu. Lalu akupun lansung menuliskannya setealh kepulanganku dari majlis itu, apa yang dimintanya padaku. Aku tuliskan keseluruhannya secara global dan jelas yang kesemuanya itu dimuat dalam sekitar dua belas buku tulis
dengan
ukuran
pertengahan
(Ta‟rif
370).
Namun
sayangnya, tulisan ini tidak sampai kepada kita. Bisa jadi, itu
karena
apa
yang
ditulisnya
hanya
sekedar
ringkasan
sebagaimana yang telah disebutkan dalam Mukaddimahnya dan juga
Kitabul
Ibr
nya
dalam
penggambaran
negara
Barbar
(Mukaddimah: Bayan 298-302, Ibr jilid 6 hal 98) Sedang pada bagian kedua puluh tiga (Mukaddimah: Bayan 1100-1102,
namun
di
cetakan
lain
adalah
bagian
ke
enam
belas) dari bab keenam Mukaddimahnya, Ibnu Khaldun membahas akan ilmu astronomi. Ia membahas akan ilmu pergerakan secara umu yang mengamati akan pergerakan planet yang tetap juga planet yang bergerak ataupun yang memihak. Ia memberikan bukti akan proses pergerakan menurut bentuk, posisi benda bumi yang ada dengan teropong dan alat-alat yunani ataupun lainnya, juga dengan ilmu Azyaj yang merupakan ilmu ukur berdasarkan perhitungan khusus yang ada pada setiap planet dan juga proses rotasinya...hingga darinya dapat diketahui posisinya
dalam
setiap
waktunya...dan
dengannya
diketahui
bulan, tahun dan sejarah masa lalu.
dapat
Pada bagian kedua puluh lima (Mukaddimah: Bayan 110711008, namun di cetakan lain adalah bagian kedelapan belas) bab
keenam
tentang
kitab
ilmu-ilmu
Mukaddimahnya, alam;
kimia,
Ibnu geologi
Khaldun
membahas
(lapisan
bumi),
biologi, ilmu-ilmu kehidupan (ilmu binatang, ilmu tumbuhan dan ilmu manusia), fisiologi (fungsi tubuh),
Meteorologi
(ilmu cuaca) yang kesemuanya ini berada dalam satu cakupan yang disebut sebagai ilmu alam, yang Ibnu Khaldun sering sebut sebagai ‘ilmu yang membahas akan tubuh dari berbagai sisi, baik yang berkaitan dengan bergerak dan juga diamnya, darinya akan dilihat kepada tubuh langit dan unsur-unsurnya serta yang dihasilkannya dari hewan, tumbuhan, manusia dan juga barang tambang, juga apa yang ada di bumi seperti mata air dan juga gempa, dan apa yang berkaitan dengan cuaca
seperti awan, laut, guntur, halilintar dan banyak lainnya dan juga yang berkaitan dengan permulaan pergerakan tubuh yaitu
jiwa dengan berbagai jenisnya yang ada pada manusia,
hewan dan juga tumbuhan (Mukaddimah; Bayan 1107) Ibnu
Khaldun
pun
menggunakan
dua
bagian
pembahasan
penuh yang sekitar tiga puluh halaman untuk membahas akan satu ilmu yang dikenal bangsa arab dengan nama Alchimie (ilmu kimia) yang merupaka ilmu yang membahas akan proses kejadian emas, perak dan pembuatannya dengan bantuan materi lainnya. Ibnu Khaldun menambahkan dalam satu diantara bagian ini
penjelasan
akan
disertai
dengan
rujukan,
baik
proses
buku
berupa
ini
dan
juga
yang
bisa
dijadikan
kitab
lama
ataupun
penyebarannya referensi
dan
kontemporer.
Ia
punmenukil satu naskah panjang yang diambilnya dari kitab Ibnu Basrun yang merupakan murid terkenal dari Musallamh Al Majrity, syeikh Andalusia dalam ilmu kimia, syimia dan sihir di abad ketiga hijriah dan sesudahnya (Mukaddimah; Fahmy 579). Ibnu Khaldun pun menambahkan pada satu diantara bagian ini akan pengingkaran hasil dari kimia dan pengingkaran atas keberadaannya,
juga
kerusakan
yang
disebabkannya
(Mukaddimah; Fahmy 601) Sedang pada Mukaddimah keenam di bab pertama dan bagian kelima di bab keenam, ia banyak mengungkap akan ilmu penting yang disebut sebagai ilmu biologi yang mengambil tema untuk meningkatkan
jenis
dan
keterkaitan
satu
dengan
laiinya.
Dalam keilmuan ini, ia banyak mengambil landasannya dari teori Darwin dan juga teori Evolutionnistes yang menyatakan bahwasannya peningkatan jenis dan bangsa tertinggi dimulai dari bawahnya.
Karenanya, proses evolusi manusia dimulai
dari kera; yang dengan kata lain ia menyatakan bahwasannya manusia dan kera berasal dari satu asal yang sama namun masih
belum
terungkap
satu
asal
ini
(majhul),
serta
penjelasan
selanjutnya
akan
dua
bab
ini.
Penulis
akan
menggaris bawahi ungkapannya akan peningkatan jenis dan juga kemustahilan satu dengan lainnya serta kesesuaian aturan ini dengan manusia dan juga keterkaitan manusia
dengan kera.
Dalam Mukaddimahnya yang keenam di bab pertamanya, Ibnu Khaldun menulis: Ketahuilah, sesungguhnya Allah telah mengarahkan kita semua dan juga kamu. Aku menyaksikan alam ini yang penuh dengan banyak makhluk, semuanya dengan tugas dan fungsi masing-masing sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku, serta adanya sebab yang musabab, adanya keterkaitan
satu
hal
dengan
hal
lainnya
dan
juga
kemustahilan satu yang ada dengan yang lainnya, namun tidak mengurangi keajaibannya yang ada dan tidak pernah habis
tujuannya.
Aku
mulai
dengan
alam
yang
bisa
dirasakan secara fisik; yaitu alam yang bisa dilihat, bagaimana ada tahapan yang meningkat dari bumi ke air lalu
anginkemudian
lainnya.
setiap
mustahil
untuk
meningkat
api
satu
unsur
menjadi
ataupun
yang
berkaitan ini
siap
tahapan
menurun
satu untuk
berikutnya
yang
menjadi baik
terkadang
mustahil disebagian waktu.... lalu lihat
dengan itu
menjadi
kepada alam
pembentukan bagaimana semuanya ini bermula dari barang tambang lalu tumbuhan lalu hewan yang mengalami proses bertahap; akhir tingkatan barang tambang berkaitan erat dengan awal tingkatan tumbuhan seperti halnya rumput dan sesuatu yang tidak berbiji; sedang akhir tingkatan tumbuhan berkaitan erat dengan
awal tingkatan
hewan
seperti halnya siput darat dan kerang, yang keduanya tidak mempunyai kekuatan kecuali kekuatan meraba. Yang dimaksud
dengan
keterkaitan
adalah
bahwa
akhir
tingkatan
setiap
satu
jenis
merupakan
satu
tanda
kesiapannya secara fitra untuk menjadi awal tingkatan jenis lainnya yang lebih tinggi posisinya. Dunia hewan sangat luas dan sangat beraneka ragam yang kesemuanya ini berakhir dengan tahapan pembentukan manusia yang mempunyai pikiran dan pendapat,
yang merupakan
peningkatan jenis yang diawali dengan
satu
habitat kera
yang mempunyai nalar dan pertimbangan. Namun tingkatan manusia
yang
tingkatan
berpikir
terakhir;
dan
namun
berpendapat baru
ini
tingkatan
bukanlah
pertamanya
(Mukaddimah; Bayan, 352-354) Ibnu Khaldun menjelaskan ungkapannya ini dengan banyak gaya
bahasa
yang
memperjelas
satu
dengan
lainnya
dalam
bagian dari beberapa bagian yang ada pada percetakan Lajnah Bayan, dimana pada bagian kelima bab keenam, ia membuat tema pembahasannya: ilmu kenabian As, dengan ungkapannya: Telah dijelaskan sebelumnya tentang pembahasan tentang wahyu di bagain pembahasan tentang orang yang dapat mengetahui hal gaib. Semua itu karena semua wujud dalam dunianya masing-masing yang sederhana dan tersusun atas bagian alam dari atas dan juga bawahnya yang semuanya berkaitan
dengan
keterkaitan
yang
tidak
berlalu.
Sesungguhnya zat yang berada di akhir setiap daerah dari alam siap untuk berpindah kepada zat yang lebih tinggi; dari bawah ke atas dengan persiapan yang alami, sebagaimana
yang
terjadi
dalam
unsur
fisik
secara
sederhananya; atau juga yang tejadi pada pohon kurma dan juga pohon anggur di akhir tingkatan mereka dari alam tumbuhan dengan siput darat dan juga kerang
dari
alam hewan; atau seperti yang terjadi pada kera yang
berhasil mengumpulkan pertimbangan dan juga nalarnya dengan manusia yang mempunyai pikiran dan pendapat. Ini adalah
persiapan
yang
ada
dalam
kedua
belah
pihak
setiap daerah dari alamnya masing-masing, dan inilah sebenarnya
yang
dimaksud
dengan
keterkaitan
(Mukaddimah; Bayan 982) ***** Bisa jadi yang
menjadikan para peneliti tidak mendebat
pendapat Ibnu Khaldun dalam kemustahilan satu jenis dengan keberadaan jenis lainnya atau pada kesesuain aturan pada manusia
dan
keterkaitannya
alamul
qirdah
(habitat
dengan
kera)
dalam
kera, nash
karena yang
kalimat
ada
telah
dipalingkan disemua cetakan yang ada pada penerbit Lajnah Bayan menjadi alamul qudrah (alam kemampuan) : Dunia hewan sangat luas dan sangat beraneka ragam yang kesemuanya ini berakhir dengan tahapan pembentukan manusia yang mempunyai pikiran dan pendapat, yang merupakan satu peningkatan jenis yang diawali dengan
alam kemampuan
yang mempunyai nalar
dan pertimbangan. Namun tingkatan manusia yang berpikir dan berpendapat tingkatan
ini
bukanlah
pertamanya.
Hal
tingkatan ini
terakhir;
merupakan
namun
baru
pengalihan
yang
buruk dan tidak berarti apapun, bahkan memalingkan diri dari dalil yang ada, dan juga menyembunyikan pandangan penting yang diungkapkan Ibnu Khaldun yang didahului oleh Darwin dan yang sepakat dengannya dari golongan Evolusioner, walau ada beberapa pandangan yang cukup berbeda antara dirinya dengan Darwin cs. Demikianlah,
pikiran
yang
membagi
makhluk
hidup
ke
beberapa tingkatan yang saling terkait satu dengan lainnya; dimana
akhir
suatu
tingkatan
tertentu
akan
menjadi
awal
ditingkatan berikutnya. Pikiran ini bukanlah pikiran yang original dari Ibnu Khaldun. namun sudah pernah ada yang mendahului pikiran ini, banyak dari peneliti Arab dan juga yang sebelumnya mereka mempergunakan dalam pernyataan mereka kata dan ungkapan yang ia gunakan dan membaginya kedalam beberapa bagian, sama seperti yang Ibnu Khaldun katakan. Diantara mereka adalah Aristoteles, Farabi dengan karyanya Araau ahli madinah al fadhilah, Quzwaini dengan karyanya „Ajaibul Makhluqat, Ibnu Tufail dengan karyanya Hay ibnu Yaqdzon, Ibnu Miskawaih dengan karyanya Tahdzibul akhlak wa tathhirul a‟raq dan juga Ikhwan shafa dalam karyanya yang terkenal Rasail Ikhwanu Shafa.144 Namun, pandangan dan pikiran yang dihasilkan oleh Ibnu Khaldun berbeda dengan mereka yang telah disebutkan dalam dua sisi: Pertama; peningkatan bagi mereka hanyalah peningkatan dalam tingkatan makhluk
hidup
saja. Mereka berusaha menyusun dari
terendah
hiingga
tingkatan
tertinggi
dengan
tingkatan yang logis, hingga sebagian darimerka menempatkan gajah, kuda dan lebah, burung beo dan sebagian burung yang cerdik dalam tingkatan yang dekat dengan tingkatan manusia dan
berada
Sedangkan
dalam
tingkatan
peningkatan
yang
tertinggi dimaksud
dalam Ibnu
dunia
hewan.
Khaldun
adalah
peningkatan anggota biologis. Kedua;
belum
ada
seorang
pun
dari
mereka
yang
mengatakan akan kemustahilan satu unsur hidup dengan unsur lainnya. Sedangkan Ibnu Khaldun telah mengungkapkan hal ini dengan
jelas
bahwasannya
tingkatan dapat 144
makhluk
terakhir
dalam
setiap
dibentuk karena ia memustahilkan dirinya
Lihatlah contoh-contoh yang diberikan oleh mereka dalam masalah ini dalam pandangan yang ada dalam Mukaddimah terbitan Lajnah Bayan hal 352355
untuk
dapat
berubah
dan
mencapai
tingkatan
berikutnya,
sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Dengan dua sisi ini, makin mendekatkan pandangan Ibnu Khaldun kepada pandangan Darwin dan pengikutnya dan juga makin menjauhkannya dengan pandang pendahulunya. 9. Ibnu Khaldun dan ilmu matematika Ibnu Khaldun menjelaskan dalam dua bagian yaitu bagian kedua puluh satu dan kedua puluh dua bab keenam145 tentang ilmu matematika. Ia membaginya dalam dua bagian; ‘adadiyyah (ilmu hitung) yang ia bahas penuh pada bagian kedua puluh satu dan juga ilmu ukur yang ia bahas pada bagian kedua puluh dua. Ia lalu membagi ilmu „adadiyyah (hitung) kedalam lima bagian
lainnya;
pertama;
aritmatika,
yaitu
pengetahuan
khusus akan hitungan yang dilihat dari penggabungan atau secara berurutan ataupun perkalian. Inilah yang lalu disebut sebagai hitungan
berurutan. Kedua
hisab
(hitungan) yaitu
praktek penghitungan angka baik dengan penjumlahan ataupun pembagian
(tampak
dalam
permisalan
yang
dicontohkan
sesungguhnya hisab yang ada dalam istilah mereka terbatas pada empat konsep dasar; penjumlahan, pengurangan, perkalian dan
pembagian).
dengan
Ketiga;
mengeluarkan
angka
Aljabar yang
yaitu
tak
suatu
diketahui
pekerjaan sebelumnya
apabila diantara angka yang belum diketahui sebelumnya dan juga
angka
muamalat
yang yaitu
akan
diketahui
pemberian
ada
kaitannya.
hitungan
dalam
Keempat; interaksi
masyarakat; baik itu jual beli, keuangan, zakat dan semua yang
berhubungan
dengan
penghitungan
dalam
interaksi
masyarakat dalam hal yang belum diketahui, telah diketahui, 145
Mukaddimah: Bayan, 1091-1100. namun pada penerbit lain, ia menjadi bagian keempat belas dan kelima belas.
pengurangan, sekarang
kebenaran
sering
dan
disebut
lain
(inilah
yang
tamrinat/
latihan
dari
sebagai
masalah-masalah
yang ada dalam
faraidh
pekerjaan
yaitu
sebagainya
konsep hitungan). Kelima;
menghitung
dalam
menentukan
pembagian bagi yang berhak atas harta warisan. Sedangkan definisi ilmu ukur sebagai pengamtan
atas
ukuran-ukurab, baik ia bersambungan; seperti halnya tulisan, atap dan juga badan, ataupun terpisah seperti angka yang ditunjukkan pada kebutuhan pokok (atau yang berkaitan dengan aturannya); dengan permisalan bahwa setiap segitiga, maka kedua
sisinya
landasan
mempunyai
tiang,
atau
ukuran
yang
bahwasannya
sama
setiap
dua
dan
seperti
garis
seukuran maka tidak akan pernah bertemu walaupun
yang
keluar
dari batas yang telah ditentukan; atau bahwasannya kedua garis yang saling terpotong, maka kedua sisi yang terpotong itu
sama.
Ibnu
Khaldun
menyebutkan
akan
empat
pembagian
dalam ilmu ukur ini; pertama; ilmu ukur umum, kedua; ilmu kur khusus yang mengukur lingkaran dan juga peta, ketiga; seni mengukur bumi, dan keempat Nadzir (pengamatan) ilmu yang menjelaskan mata
dalam
akan sebab-sebab kesalahan dalam indera
mengetahui
proses
terjadinya
suatu
bangunan;
sesungguhnya indra penglihatan berkaitan dengan peta cahaya dari kepala yang menghambat penglihatan secara menyeluruh dan metode penglihatannya, hingga terjadi banyak kesalahan dalam melihat sesuatu yang dekat dan besar dengan sesuatu yang jauh dan kecil; demikian pula dalam melihat hantu kecil dibawah
air,
namun
besar
apabila
ia
melihatnya
secara
langsung di belakang tubuh; juga sebagaimana melihat tetes hujan yang turun dari langit seolah jatuh lurus dan juga kobaran apa yang
ada dan banyak lagi lainnya. hingga jelas,
dari ilmu ini dapat penyebab itu semua dan prosesnya dengan penjelasan dari ilmu ukur.146 Ibnu
Khaldun
tidak
hanya
membatasi
pembahasannya
pada definisi secar global akan bagian ilmu hitung dan ilmu ukur; namun ia juga memberikan contoh dari setiap masalah yang
ada;
yang
kesemuanya
ini
menjadi
bukti
akan
kemampuannya dan penguasaannya akan ilmu ini. Nampak
bahwa
tugas
dan
jabatannya
di
pemerintahan,
keuangan dan juga kehakiman yang diembannya selama ia di Maroko dan juga di Mesir, membuatnya harus mempelajari dan menguasai kelimuan ini. Konsentrasinya akan ilmu ini semakin bertambah disaat ia meyakini bahwasannya ilmu matematika ini mampu membuat orang yang mempelajarinya makin kuat pemikiran dan dan pendiriannya dalam memberikan dali dan menambah daya ingat dan kebijaksanaa dalam setiap permasalahan. Ibnu Khaldun pun menuliskan dalam Mukaddimahnya satu pembahasan dengan tema: Kesenian membuat yang orang yang mempelajarinya makin pintar, khususnya seni menulis dan juga berhitung.
Ia pun mengungkapkan dalam akhir tulisannya: ia
pun lalu mempelajari ilmu hitung, karena dengan menguasai ilmu hitung -jenis yang mengubah angka dengan penambahan dan pembagian, banyak-
yang
membuat
kesemuanya
ini
membutuhkan
bukti
yang
orang yang mempelajarinya terbiasa untuk
memberikan bukti dan pengamatannya (Mukaddimah; Bayan 972). Teori ini banyak dipergunakan oleh semua pakar pendidikan kontemporer. *****
146
Ilmu ini sekarang sudah masuk dalam cakupan ilmu alam
Demikianlah; Lisanuddin bin Khatib menyebutkan dalam kitabnya Al Ihathah fi akhbari Gharnathah bahwasannya Ibnu Khaldun telah menulis buku tentang ilmu hitung; naun Ibnu Khaldun sendiri –sebagaimana kebiasaannya tidak menyebutkan buku-buku kecilnya yang ia anggap sebagai petualangan ilmiah di masa mudanya- tidak mengisyaratkan akan adanya buku ini dalam
auto-biografinya
Ta‟rif.
Namun
bagaimanapun
ini
menunjukkan akan intensnya dalam mempelajari ilmu matematika dan perhatiannya yang mendalam akan ilmu ini sejak masa mudanya. ***** Salah satu kakek Ibnu Khaldun adalah salah satu pakar dalam ilmu matematika dan astronomi; yaitu Abu Muslim Umar bin Khaldun Hadromy yang wafat pada tahun 449 atau tiga abad sebelum
sebelum
kelahiran
mendeskripsikannya termasuk
pemuka
dengan ahli
filsafat,
terkenal
astronomi
dan
Khaldun.
ungkapannya:
Asybiliah
dengan
juga
Ibnu
dan
Hayyan
sesungguhnya pakar
kemahirannya
kedokteran.
Abu dalam
ilmu
ilmu
ukur,
dalam
Sedang
ia
Ibnu
Ashiibaah
memaparkan: Ia termasuk salah satu murid Abu qasim Majrity ayng terkenal dengan ilmu matematikanya. Banyak orang yang mencampur adukkan antara Umar dan Ibnu
Khaldun,
penulis
Mukaddimah.
Sebagian
berpendapat
bahwasannya Penulis Mukaddimah adalah orang yang pakar dalam ilmu
matematika
dan
astronomi.
Namun
pada
kenyataannya,
penulis Mukaddimah hanya memahami ilmu matematika ini dengan pemahaman yang baik, namun belum sampai kepada peringkat pakar yang khusus dalam mempelajari satu bidang keilmuan. Namun
yang
pantas
untuk
mendapatkan
gelar
ini
adalah
kakeknya Abu Muslim Umat bin Khaldun yang meninggal tiga abad sebelum kelahirannya.
10. Ibnu Khaldun dan keilmuan lainnya Disamping semua keilmuan yang telah disebutkan, Ibnu Khaldun pun membahas keilmuan lainnya. Ia pun banyak menulis tentang ilmu pertanian, ilmu pembangunan, ilmu perkayuan, ilmu menjahit, ilmu menenun, ilmu membuat kertas, ilmu lagu, ilmu melahirkan, ilmu khat dan ilmu penulisan (Mukaddimah; Bayan 931-971). Bahkan ia pun menulis tentang kesenian aneh yang masuk melalui mantera, rahasia tersembunyi dan juga rohani seperti ilmu sihir, ilmu jimat, ilmu tenung, ilmu mengetahui
yang
gaib
kerohanian, ilmu dengan
cara
huruf,
latihan
ataupun
bintang, mengeluarkan sesuatu
menghitung
releksi rohani,
dengan unta,
syimia,
dengan
yang gaib
kedokteran
rohani,
kekuatan rabbani, hipnotis, ilmu rahasia
mengetahu rahasia yangtersembunyi dari keterkaitan
huruf, mengeluarkan jawaban dari pertanyaan, mengambil bukti dari
dhamir
dziirja,
yang
mengubah
tersembunyi materi
emas
dengan dan
ketentuan
huruf,
perak....dan
banyak
lainnya. Hal yang sangat mengagumkan akan semua ini adalah ia tidak mempelajari dan membahas kesemuanya
secara
memberikan detail dari setiap pernyataan yang
kilat. Ia ditulisnya
dengan menyebutkan metodenya dan cara pemakaiannya serta mengambil manfaat darinya; dan inilah yang ia lakukan pada ilmu Dziirja, dimana pembahasan akannya termuat dalam empat puluh halaman dan iapun menggambarkan tentang Dziirja Sabti dan menjelaskan secara terperinci akan cara penggunaannya dan mengeluarkan jawaban darinya. 11. Ibnu Khaldun dan bahasa asing Tidak ditemukan dalam auto-biografinya Ta‟rif ataupun dalam
karya-karya
lainnya
yang
menunjukkan
akan
pengetahuannya dalam menguasai bahasa asing. Seandainya ia mengetahui bahasa lain selain bahasa arab, tentunya ia akan menuliskannya dalam auto-biografinya Ta‟rif secara khusus karena
buku
inilah
yang
menjadi
referensi
dan
rujukan
penting dimana ia mengisahkan riwayat hidupnya dan tidak meninggalkan sedikitpun satu aspek yang berkaitan dengan kehidupannya, hingga surat yang untuk sahabat-sahabatnya pun ia cantumkan. Kesimpulan
penulis
sudah
hampir
pada
titik
final,
karena tidak didapati satupun dari karya-karya Ibnu Khaldun yang merujuk akan kemampuan beliau dalam berbahasa asing ataupun
ia
menemukan
rujukan
asing
dan
ia
yang
menterjemahkannya. Yang terjadi adalah adanya dialog antara dirinya
dan
orang
asing
yang
ia
sebutkan
dalam
auto-
biografinya Ta‟rif . Dialog ini terjadi dengan cara saling paham dengan bantuan seorang penterjemah. Semisalnya adalah yang ia katakan pada saat pertemuannya dengan Timur lang: ia lalu memanggil sahabatnya yangmahir Abdul jabbar dari ulama fiqh Hanafi di Khawarzm, ia lalu mempersilakanny duduk untuk menjadi penterjemah diantara kami. (Ta’rif 369). Juga ketika ia berbicara tentang penulisan ataupun kritikan dalam bahasa asing, ia menyebutkan bahwasannya ia dibantu pemahamannya dengan
terjemah.
pengaruh
Misalnya
Bethlehem:
Ia
disaat
adalah
pembicaraannya
bangunan
yang
muli
tentang tempat
kelahiran Isa Almasih. Kaisar membangun di dalamnya bangunan dengan batu bata yang tersusun rapi dan batu besar sebagai penopangnya.
Dihiasi
dan
menjadi
tempat
yang
disayangi.
Diatasnya dipahat gambar kaisar kerajaan dan juga sejarah kerajaan, untuk
mempermudah bagi yang menginginkan dalam
mentahqiq penukilannya dalam penerjemahan orang-orang yang mengetahui akan ilmunya (Ta‟rif 350)
***** Ini
semua
menjadikannya
orang
satu-satunya
di
alam
jenius; ia telah menguasai apa yang ia dapat pelajari dan mencapai hasil apa yang datang padanya dari berbagai ilmu
pengetahuan,
hidupnya kemampuan
dan
banyaknya
dalam
menggoyahkan
dengan
ketergoncangan penderitaan
berbahasa
pikirannya
asing,
untuk
yang
serta namun
dapat
ada
tidak hal
ini
berkenalan
bidang dalam adanya tidak dengan
kebudayaan lain selain kebudayaan Arab. Itulah karunia Allah, diberikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan Allah Maha luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui (QS 5: 54)