HERMENEUTIKA ROMANTIK SCHLEIERMACHER MENGENAI LABA DALAM MUQADDIMAH IBNU KHALDUN Ali Farhan Universitas Airlangga, Jalan Airlangga 4-6, Gubeng, Surabaya Surel:
[email protected]
http://dx.doi.org/10.18202/jamal.2016.04.7005
Jurnal Akuntansi Multiparadigma JAMAL Volume 7 Nomor 1 Halaman 1-155 Malang, April 2016 ISSN 2086-7603 e-ISSN 2089-5879
Tanggal Masuk: 11 Januari 2016 Tanggal Revisi: 10 Februari 2016 Tanggal Diterima: 15 Maret 2016
Abstrak: Hermeneutika Romantik Schleiermacher Mengenai Laba dalam Muqaddimah Ibnu Khaldun. Artikel ini bertujuan untuk meng ungkapkan makna laba dalam pandangan Ibnu Khaldun yang direfleksikan melalui Muqaddimah. Dengan Hermeneutik Schleiermacher, yaitu metode tafsir teks yang berorientasi pada wawasan historis dan psikologis penulis, dapat dipahami bahwa Ibnu Khaldun memaknai laba sebagai; 1) tambahan nilai yang disebabkan karena adanya tambahan nilai produksi, 2) laba dipengaruhi oleh respon permintaan karena ada perubahan harga dan kebutuhan masyarakat, 3) laba harus tercipta dari kerja nyata yang dapat menambah nilai barang atau jasa, 4) keuntungan yang diperoleh secara tidak sengaja merupakan rezeki dari Allah SWT. Abstract: Schleiermacher Romantic Hermenutics on Profit in the Perspective of Ibnu Khaldun. This article aimed to reveal the meaning of profit on Ibnu Khaldun’s thought that had been reflected on Muqaddimah. Shcleiermacher’s Hermeneutic was a text commentation method which is based on historical and pshycological’s author view. By employing this method we found that Ibnu Khaldun described profit as: 1) Value added item that was caused by value added of production, 2) Profit was influenced by demand response of people need, 3) Profit must be generated by real activity that created a value added of goods and services, 4) The accidentally profit was called as rizki from Allah. Kata kunci: Hermeneutika schleiermacher, Tafsir laba, Muqaddimah, Ibnu khaldun
artikel ini akan membahas lebih jauh me ngenai definisi laba dalam pandangan Ibnu Khaldun tersebut. Pada bab kelima Muqaddimah, Ibnu Khaldun membahas mengenai kegiatan ekonomi masyarat pada masa itu dan secara tersirat ia juga memberi perhatian mengenai teori laba. Hal ini ditujukan agar mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai laba bukan hanya dari pemikir-pemikir modern yang berbasis pada pendekatan akuntansi namun juga pemikir Muslim khususnya Ibnu Khaldun. Selama ini laba menjadi sebuah diskusi yang menarik, khususnya dalam bidang ekonomi dan bisnis. Banyak peneliti memberikan definisi yang beragam dalam memaknai laba. Deegan (2004) mendefinisikan laba sebagai “outcomes of applying particu-
Ibnu Khaldun (Abdul-Rahman ibn Mohammad ibn Khaldoun al-Hadhrami 808M) merupakan salah satu ilmuwan muslim yang memiliki perhatian di bidang sosial, khususnya sosiologi, sejarah dan ekonomi. Pada bidang ekonomi, Ibnu Khaldun memberikan sumbangan keilmuan yang besar. Banyak pemikirannya dalam bidang ekonomi yang menjadi pendahulu dibanding para peneliti sesudahnya, seperti hubungan antara pajak, perdagangan dan uang (Al-Leheabi et al. 2013), teori nilai pekerja (Al-Leheabi et al. 2013), dan teori mengenai harga (Al-Leheabi et al. 2013). Laba sebagai bagian dari sebuah aktivitas bisnis juga tidak terpisahkan dalam bahan kajian Ibnu Khaldun. Salah satu karya dari Ibnu Khaldun yang membahas mengenai laba adalah Muqaddimah dimana 61
62
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 7, Nomor 1, April 2016, Hlm. 61-69
lar accounting rules and conventions, many of which are contained within accounting standard”. Mohiuddin (2014) mendefinisikan laba sebagai selisih antara pendapatan yang terealisasi dari transaksi pada periode tersebut dengan biaya-biaya yang terkait. Sementara itu, pandangan yang cenderung kritis disampaikan oleh Maali (2014) bahwa “profit is a social fiction constructed to promote and maintain the interests of particular groups“. Menurut Maali (2014) laba merupakan alat eksploitasi bagi pihak-pihak tertentu dan alat bagi mereka untuk tetap menjaga kepentingannya. Kemudian, Hasan (1983; 2008) menjelaskan bahwa dalam bisnis modern laba merupakan sisa lebih dari pendapatan yang diperoleh dari hasil penjualan produk. Secara umum dapat dipahami bahwa laba merupakan selisih lebih dari pendapatan dan beban usaha. Pemahaman ini sangat sarat dengan pengertian yang akan didapati dari pemahaman ilmu akuntansi, seba gaimana yang disampaikan oleh Simshauser (2013) yang mengatakan bahwa pengertian laba yang didominasi oleh pemahaman laba sebagai rasio dan statistik akuntansi yang menghasilkan nilai sisa yang tersedia untuk pemilik modal merupakan definisi yang diperoleh dari pemahaman atas persamaan tradisional akuntansi. Pemahaman yang demikian menurut Simshauser (2013) tidak mampu menjelaskan mengenai ‘area’ dimana laba dihasilkan. Pengertian laba yang terperangkap dalam paradigma akuntansi seperti itu tidak mampu menjelaskan bagaimana laba itu terbentuk selain hanya dari pemahaman persamaan akuntansi. Lalu bagaimanakah pandangan Ibnu Khaldun mengenai laba dan bagaimana proses Ibnu Khaldun dalam memahami keuntungan sebagai salah satu bagian dari pemikiran ekonominya? METODE Hermeneutika romantik Schleiermacher: sebuah pendekatan analisis teks. Hermeneutika merupakan sebuah ilmu untuk memahami teks (Rahman 2014; Rutt 2006) dan juga dapat diartikan sebagai serangkaian metodologi yang menjadikan makna dari sebuah teks menjadi dapat dipahami atau dapat menerangkan sesuatu yang implisit (tersirat) menjadi eksplisit (tersurat) (Rasool 2013). Pada awal perkembangannya, hermeneutika merupakan metodologi untuk memahami literatur-literatur klasik Yu-
nani (Rasool 2013, Zweck 2008, Rutt 2006), kemudian berkembang menjadi sebuah metodologi untuk menginterpretasikan teksteks injil (Zweck 2008). Seiring kemajuan zaman, hermeneutika tidak hanya digunakan untuk kajian-kajian ilmu teologi, hermeutika dapat dimanfaatkan untuk memahami teks-teks yang sifatnya universal, kejadian, situasi, dan ekspresi. Hermeneutika dapat pula digunakan untuk memahami cara berkomunikasi (Rahman 2014, Rutt 2006, Rasool 2013, Zweck 2008). Perkembangan hermeneutika sebagai sebuah kaidah penafsiran tidak muncul begitu saja. Terdapat banyak filsuf yang bertanggung jawab atas hal ini, antara lain; Friedrich Ernst Daniel Schleiermacher (17681834), Hans–Georg Gadamer (1900-2002), Paul Ricoeur (1913) dan Jacques Derrida (1930) sebagaimana dikutip dari Rasmussen (2002). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan hermeneutika romantik yang digagas oleh Friedrich Ernst Daniel Schleiermacher. Hal ini dilakukan karena metodologi tersebut sesuai untuk analisa dan menemukan jawaban dari masalah yang diangkat dalam penelitian ini. Schleiermacher adalah orang pertama yang mengangkat hermeneutika sebagai sebuah metodologi tafsir teks universal. Dia adalah orang pertama yang melepaskan hermeneutika dari konteks religius (Rahman 2014) yang membuktikan bahwa hermeneutika tidak hanya dapat digunakan dalam tafsir teks-teks agama, namun juga dapat digunakan untuk menafsirkan teks-teks umum non-religius. Bagi Schleiermacher, melalui hermeneutika penulis dapat mengalami ‘empati’ terhadap teks yang artinya memahami teks sebagaimana memahami transfer informasi yang dilakukan antara pendengar dan pembicara dalam sebuah percakapan, sebagaimana yang disampaikan oleh Zweck (2008): “Schleiermacher suggested that through hermeneutics, researchers could develop empathy with text, a relationship similar to what occurs when listeners understand information conveyed by a speaker.” Hermeneutika Schleiermacher menje laskan ada dua aspek penting dalam proses interpretasi, yaitu interpretasi gramatikal dan interpretasi teknikal (Rahmani 2014, Rasmussen 2002, Zweck 2008). Interpretasi gramatikal adalah pemahaman mengenai
Farhan, Hermeneutika Romantik Schleiermacher Mengenai ...
struktur kalimat dan peran kata-kata (Rahmani 2014). Rutt (2006) menjelakan lebih detail bahwa interpretasi gramatikal merupakan sebuah metode memahami teks yang melibatkan pemahaman atas kata-kata dan bahasa. Tiap kata harus memiliki keterkaitan satu sama lain. West (1979) menjelaskan bahwa interpretasi gramatikal ini bertujuan untuk merekonstruksi kembali konteks historis atas kalimat-kalimat tersebut, prosedur analitikal yang demikian ini menurut Schleiermacher dalam Rahmani et al (2014) disebut sebagai hermeneutical circle yaitu proses pemahaman atas komponen-komponen diperoleh melalui pemahaman atas ke seluruhan dan pemahaman atas keseluruhan ini akan dapat dicapat apabila memahami komponen-komponennya. Sementara itu, interpretasi teknikal/interpretasi psikologis merupakan sebuah upaya rekonstruksi gaya, subjektifitas, individualitas, dan keunikan penulis (West 1979). Pada interpretasi psikologis ini terdapat dua tahapan, yaitu tahapan divinatory dan tahapan comparative (Rahmani et al. 2014). Tahapan divinatory merupakan tahapan di mana penafsir mencoba untuk menjadi penulis dan mencoba untuk berpikir dan menemukan dirinya seolah dia adalah penulis itu sendiri, tahapan comparative adalah membandingkan penulis dengan penulis lainnya yang bergerak atau berkarya dalam bidang yang sama (Rahmani et al. 2014). Bentuk interpretasi yang dilakukan Schleiermacher yang berorientasi pada individu dan bersifat introspektif, berwawasan pada masa lalu, memperhatikan aspek rasional dan emosional ini lah yang membuat hermeneuitik Schleiermacher sarat akan gerakan Romantisme sehingga disebut juga dengan hermeneuitik romantik. HASIL DAN PEMBAHASAN Muqadddimah Ibnu Khaldun terbagi dalam enam bab yang membahas mengenai sejarah manusia pada bab satu, peradaban bangsa-bangsa Badui dan Arab pada bab dua, dinasti dan kerajaan pada bab tiga, pemikiran mengenai keuntungan, kerja, dan ekonomi pada bab keempat, kegiatan ekonomi pada bab kelima, dan ilmu pengetahuan pada bab keenam. Muqaddimah dipilih sebagai bahan kajian utama daripada I’tibar yang justru merupakan kitab utama dari Muqaddimah dikarenakan di dalam Muqaddimah, Ibnu Khaldun membahas lebih ba nyak tema meliputi sejarah bangsa-bangsa, dinasti dan kerajaan, ekonomi, hingga ilmu
63
pengetahuan sedangkan I’tibar hanya berfokus pada kajian antropologis dan sejarah bangsa berber (Farida 2006) sehingga pemikiran Ibnu Khaldun mengenai ekonomi tidak dapat diperoleh secara luas sebagaimana dalam Muqaddimah. Interpretasi gramatikal Menjelaskan bahwa interpretasi gramatikal merupakan sebuah metode memahami teks yang melibatkan pemahaman atas kata-kata dan bahasa, tiap kata harus dapat dijelaskan kaitannya di dalam kalimat, kalimat dalam konteksnya pada paragraf, apa yang disampaikan oleh Rutt (2006). Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi dan berkesinambungan. Makna kesinambungan di sini diartikan sebagai kesatuan makna (Sumarlam 2008: 7). Dapat disimpulkan bahwa wacana merupakan keseluruhan informasi yang disampaikan oleh penulis melalui teks (Ali 2010). Berikut merupakan interpretasi gramatikal teks Muqaddimah yang membahas mengenai keuntungan atau laba: Keuntungan bisa juga datang tidak dengan usaha, sebagaimana hujan menumbuhkan tanaman, dan lain sebagainya. Tetapi, se kalipun begitu, alam ini bertindak sebagai pembantu yang tidak bisa membuat apa-apa bila orang tidak bekerja sama dengan dia, sebagaimana nanti diterangkan, Keuntungan-keuntungan itu akan merupakan ‘akumulasi modal’, bila ia lebih dari kadar kebutu h annya, itu disebut ‘rezeki’ (448; 2) Pada paragraf ini, Ibnu Khaldun secara khusus menjelaskan bahwa keuntungan bukan hanya sebagaimana yang didefinisikan oleh Deegan (2004), Maali (2014), dan Hasan (1993, 2008) yang memaknai laba dalam bingkai pemikiran akuntansi. Ibnu Khaldun secara jelas mendefiniskan laba sebagai rezeki hal ini di berdasarkan pada kata rezeki yang dituliskannya diasosiasikan dengan rezeki dalam sabda Rasulullah yang secara tersirat dapat kita pahami sebagai manfaat (utilitas) dan fenomena alam hujan yang membasahi lahan pertanian yang sama sekali lepas dari usaha manusia untuk memperolehnya seperti yang direfleksikan dalam logika akuntansi mengenai laba dan beban. Laba sendiri dalam bahasa arab adalah Ribh yang juga memiliki makna yang
64
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 7, Nomor 1, April 2016, Hlm. 61-69
sama dengan nikmat dan rezeki (Steingass 1840). Pada paragraf kedua di halaman 449, Ibnu Khaldun menjelaskan kembali secara spesifik mengenai laba (keuntungan) yang berkaitan dengan halaman 448 sebagaimana di atas, berikut kutipan pargarafnya: "Ketahuilah bahwa keuntungan diperoleh dari usaha untuk mencapai barang-barang dan perhatian untuk memilikinya. Maka rezeki haruslah dengan usahadan kerja, meskipun cara memperoleh dan mengusahakannya dilakukan dari berbagai segi. Firman Allah; “Maka mintalah rezeki itu dari sisi Allah.”. Usaha untuk memperolehnya tidak lain bergantung pada tujuan dan inspirasi Allah. Segala sesuatu berasal dari Allah. Tetap kerja manusia merupakan keharusan di dalam setiap keuntungan dan penumpukan modal. Ini jelas sekali, misalnya dalam pertukangan, di mana faktor kerja jelas kelihatan. Demikian juga penghasilan yang diperoleh dari pertambangan, pertanian, atau peternakan, karena kalau tidak ada kerja dan usaha maka tidak akan ada hasil atau keuntungan." (449;2) Pada paragraf ini Ibnu Khaldun masih melanjutkan pembahasan rezeki sebagai lanjutan dari halaman sebelumnya yang telah di bahas di atas. Hal ini ditunjukkan dari klausa: Ketahuilah bahwa keuntungan diperoleh dari usaha untuk mencapai barang-barang dan perhatian untuk memilikinya. Maka rezeki haruslah dengan usaha dan kerja, meskipun cara memperoleh dan mengusahakannya dilakukan dari berbagai segi. Firman Allah; “Maka mintalah rezeki itu dari sisi Allah.” Pada klausa tersebut kata ‘rezeki’ merupakan penghubung bagi paragraf sebelumnya yang menjelaskan bahwa keuntungan merupakan bagian dari rezeki. Selanjutnya Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa rezeki yang berasal dari Allah SWT tersebut sekalipun bisa saja diperoleh dengan ‘cumacuma’ sebagaimana hujan, namun lebih utama adalah harus diupayakan melalui kerja. Secara tersirat di sini Ibnu Khaldun
menyampaikan bahwa rezeki (keuntungan) haruslah diperoleh melalui usaha, hal tersebut dijelaskan lebih tegas oleh Ibnu Khaldun pada halaman 460 paragraf ke tiga; "Sudah kita katakan di depan, keuntungan yang dibuat oleh makhluk manusia merupakan nilai yang ditimbulkan dari kerja mereka. Kalau seseorang menyatakan bahwa dia sama sekali tidak mampu bekerja, pasti dia tidak akan memperoleh keuntungan. Nilai yang timbul dari dari kerja seseorang bergantung pada nilai kerja seseorang dan nilai kerja ini sebanding dengan nilai kerja lain dan kebutuhan manusia kepadanya." (460; 3) Dari sini kita dapat mengetahui betapa pentingnya bekerja bagi Ibnu Khaldun. Bekerja bagi Ibnu Khaldun adalah mekanisme terbentuknya nilai. Keuntungan menjadi salah satu hal yang diperoleh dari sana. Hal tersebut diperjelas oleh Ibnu Khaldun sebagaimana yang disampaikannya pada Muqaddimah “Semua atau sebagian besar penghasilan dan keuntungan menggambarkan nilai kerja manusia.” Berdasarkan pada uraian di atas dapat dipahami bahwa keuntungan bagi Ibnu Khaldun haruslah didapat melalui bekerja. Adapun jika keuntungan tersebut hasilnya melebihi nilai yang diharapkan atau didapat dari hal-hal lain diluar kerja maka bisa dikatakan sebagai rezeki dari Allah Swt. Interpretasi psikologis. Interpretasi psikologis merupakan sebuah investigasi bahasa sebagai sebuah ekspresi indivi dual penulis (Aarde, 2013). Sementara itu West (1979) mendefinisikan sebagai upaya rekonstruksi gaya, subjektifitas, individualitas, dan keunikan penulis. Untuk dapat merekonstruksi kembali subjektifitas dan ekspresi penulis awal maka peneliti haruslah memahami latar belakang penulisnya, sejarah, lingkungan sosial, pengalaman, dan latar belakang pendidikannya, sebagaimana yang dikatakan oleh Jung (Lu 2012) bahwa jiwa (kepribadian) merupakan karakter historikal, yang artinya merupakan bentukan dari sejarah di mana psyche (jiwa) itu tinggal, baik searah kulturalnya maupun sejarah pengalamannya. Oleh karenanya pada bagian ini menyampaikan latar belakang sejarah dari Ibnu Khaldun agar dapat diperoleh latar belakang historis dari gagasannya.
Farhan, Hermeneutika Romantik Schleiermacher Mengenai ...
65
Ibnu Khaldun dilahirkan di Tunisia pada 1 Ramadhan 732 H/ 27 Mei 1332 M dengan nama lengkap Waliyuddin Abdurrahman Ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Muhammad ibn al Hasan ibn Jabir Ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Abdurrahim Ibn Khaldun. Keluarganya termasuk salah satu keluarga Andalusia yang berhijrah ke Tunisia pada pertengahan abad ke 7 H. Ibnu Khaldun berasal dari keluarga yang terkenal dan terpelajar. Guru pertamanya adalah ayahnya. Dia belajar membaca Al Quran dan menghafalkannya, mempelajari berbagai macam cara membacanya serta penafsirannya, serta hadist dan fiqh melalui beliau. Kondisi sosial politik di masa kehidupan Ibnu Khaldun tidak kondusif. Banyak terjadi peperangan dan pemberontakan di pelosok kota, kemunduran ekonomi dan berbagai persoalan sosial banyak menjerat kerajaan-kerajaan kecil pada waktu itu. Karir politik Ibnu Khaldun sendiri berawal saat kepergian ayah dan ibunya yang mening gal karena wabah penyakit. Saat itu Ibnu Khaldun yang hendak berhijrah ke Mauritania justru diberikan kesempatan oleh Abu Muhammad ibn Tafrakin pemimpin Tunisia saat itu untuk menjabat sebagai sekretaris pribadi tawanan. Selanjutnya pada tahuntahun berikutnya Ibnu Khaldun menempati berbagai posisi yang berbeda pada banyak wilayah, seperti menjadi Dewan Ulama di Fez pada 755 H, Sekretaris Pribadi Raja, hingga posisi tertinggi yang pernah dia capai Hajib (sebutan bagi seorang penyeleggara semua urusan negara) di Bougie (salah satu bagian kerajaan Tunisia) pada 766 H Sebagai seorang pelaku politik perjalanan karir Ibnu Khaldun sangat dinamis, bahkan tampak terkesan oportunis. Kepindahan-kepindahannya dari satu posisi ke posisi lain pada wilayah yang berbeda diawali dari kedekatan yang dibangunnya lebih dulu dengan para penguasa pada zamannya. Contohnya, kejadian di mana ia diangkat menjadi sekretaris pribadi Raja sebenarnya diawali dari keberpihakannya pada kemenanangan lawan politik Wazir Ibnu Umar yang menjadi raja. Ironisnya, Wazir Ibnu Umar adalah orang yang membebaskannya dari penjara karena Ibnu Khaldun diduga membantu Amir Bougie yang telah menjadi tawanan karena kalah perang.
Demikian pula keberuntungannya menjadi Hajib merupakan ‘berkah’ yang ia terima karena telah bersekutu dengan Amir Bougie di masa lampau. Kepiawaiannya dalam memanfaatkan situasi inilah yang membuatnya dapat bertahan dari kegaduhan politik di masa itu. Hal ini yang kemudian akan mempengaruhi pandangan politiknya dan caranya memandang kegiatan ekonomi dan sosial di kemudian hari1. Memahami Ibnu Khaldun dengan psikoanalisis Jung. Carl Gustav Jung merupakan seorang psikoanalis yang menawarkan sebuah metode analisa psikologi. Bagi Jung, jiwa (kepribadian) merupakan karakter historikal, yang artinya merupakan bentukan dari sejarah di mana psyche (jiwa) itu tinggal, baik searah kulturalnya maupun sejarah pengalamannya (Lu 2012), dia juga menyampaikan bahwa kesadaran mengenai masa lalu merupakan bagian yang tak terpisahkan sebagai bentuk kesatuan psikis manusia dan pemahaman mengenai psyche atau jiwa memerlukan pemahaman mengenai sejarah (Lu 12). Dengan kata lain Jung mengungkapkan bahwa untuk memahami manusia kita harus memahami lebih dahulu masa lalunya, pengalamannya, dan juga lingkungannya di masa lampau, oleh karenanya metodologi psikoanalisis Jung tepat digunakan untuk memahami psikologi Ibnu Khaldun. Jung membagi kepribadian ke dalam dua tipologi dasar; 1) Introversion dan 2) Extraversion dan empat model orientasi; thinking, sensation, intuition, dan feeling yang mana keempatnya dapat berlaku pada karakter atau tipologi introversion maupun extraversion (Franz dan Patron 1987, Wibawa 2009). Extraversion sendiri digambarkan sebagai karakter yang mempunyai perhatian lebih kepada objek, responsif, mudah dipengaruhi dan mempengaruhi lingkungan, orang-orang dengan tipologi extraversion memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan juga senang menempatkan diri mereka ke dalam risiko. Orang-orang extraversion ini sekalipun mempunyai nilai-nilai subjektif namun selalu lebih mendahulukan dunia objektif eksternal mereka, penting bagi orang-orang extraversion untuk memperoleh pengakuan dari orang lain (Franz dan Patron
1 Dirangkum dari buku Biografi Ibnu Khaldun: Kehidupan dan Karya Bapak Sosiologi Dunia, karya
Muhammad Abdullah Enan. Tahun 2013, cetakan ke 1
66
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 7, Nomor 1, April 2016, Hlm. 61-69
1987, Jung 1921). Sedangkan introversion merupakan kebalikan dari extraversion. Jika extraversion cenderung berorientasi pada objek di luar dirinya maka introversion lebih berorientasi kepada apa yang ada di dalam dirinya, faktor-faktor personal secara umum tipologi introversion memiliki kesadaran yang baik terhadap kondisi eksternal namun faktor subjektifitas merupakan faktor pendorong utamanya (Franz dan Patron 1987). Sementara itu, orientasi perspetif thinking, sensation, intuision, dan feeling dijelaskan oleh Franz dan Patron (1987). Thinking berhubungan dengan kecenderungan sese orang dalam menilai sesuatu berdasarkan pada pertimbangan kognitifnya. Sedangkan sensation dijelaskan sebagai persepsi yang dibangun oleh apa yang diperoleh dari panca indera, intuition dijelaskan sebagai persepsi yang dibangun berdasarkan pada intuisi (alam bawah sadar) dan feeling dijelaskan sebagai persepsi yang didasarkan pada penilaian subjektif. Berdasarkan pada perjalanan sejarah nya dan karyanya dalam Muqaddimah dapat dipahami bahwa kepribadian Ibnu Khaldun mengindikasikan bahwa dia termasuk ke dalam extraversion-thinking yang oleh Franz dan Patron (1987) didefiniskan seba gai kepribadian yang telah matang secara intelektual, mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan rasional dan berorientasi pada dunia objektif di luar dirinya. Pemaha man ini dapat diperoleh dari apa yang telah dituliskan oleh Enan (2013) mengenai Ibnu Khaldun yang mengisyaratkan kecende rungan ini yaitu fakta bahwa Ibnu Khaldun adalah seseorang yang akan berpihak pada yang menang apabila kondisi tidak lagi kondusif, Ennan (2013) menuliskan; "Ibnu Khaldun seorang oportunis; dia menangkap berbagai kesempatan dengan menggunakan bermacam sarana dan cara..Tanpa tedeng aling-aling dia menjelaskan kecenderungan ini tanpa menutupinya. Wazir Ibnu Umar membebaskannya dari penjara dan memberikan banyak bantuan kepadanya, tapi begitu melihat kemenangan al Mansur Ibnu Khaldun meninggalkan Wazir." Kondisi politik saat itu yang bergejolak turut mempengaruhi perilaku Ibnu Khaldun untuk dapat tetap memperta hankan dan
bahkan meningkatkan posisinya. Ibnu Khaldun menjadi seorang politisi yang oportunis sebagai sebuah alternatif yang rasional pada masa itu. Ennan (2013) juga menuliskan bahwa kecerdasan, nama besar keluarga, dan kemandirian, karakter dan ambisinya selalu menuntutnya untuk mendapatkan nama besar dan kekayaan. Kecenderungan yang demikian nampaknya muncul dalam Muqaddimah, Ibnu Khaldun menulis: "Masalahnya demikian kita mendapatkan bahwa orang yang mempunyai pangkat dan yang sangat terhormat di dalam segala aspek duniawi penghidupan, lebih mudah dan lebih kaya daripada orang yang tidak berpangkat." (459; 1) "Orang yang tidak memiliki pang kat sama sekali, meskipun berharta, mendapat untung hanya sebesar kekayaan yang dimiliki nya dan sama dengan usaha yang dimilikinya sendiri." (459; 5) "Akibatnya seseorang yang men dambakan pangkat haruslah patuh dan menggunakan sanjung an sebagaimana dikehendaki oleh orang-orang yang berpengaruh dan raja-raja. Jika tidak maka pasti tidak akan memperoleh pang kat. Karenanya kepatuhan dan sanjungan merupakan alasan mengapa orang memperoleh pangkat yang menimbulkan kebahagiaan dan keuntungan. Orangorang kaya dan bahagia sebagian besar telah melampaui kualitas ini. Ba nyak orang yang angkuh dan congkak tidak mengacuhkan pangkat. Akibatnya keuntungan mereka terbatas pada hasil kerja mereka sendiri, dan mereka hidup seadanya dan miskin." (463; 1) Kondisi politik yang penuh intrik di masanya jelas ikut membentuk sudut pandang Ibnu Khaldun mengenai hal ini, Ennan (2013) memberikan contoh yang jelas bahwa pada masa pemerintahan Abu Ennan (758 H) dan Abu Salim (760 H) dua pemimpin yang saat itu pernah memenjarakannya sering menerima permohonan ampun dari Ibnu Khaldun dalam bentuk puisi dan syair. Dengan demikian telah kita pahami bahwa Ibnu Khaldun memililiki kepribadian
Farhan, Hermeneutika Romantik Schleiermacher Mengenai ...
extraversion-thinking. Dia adalah seorang yang objektif dan pragmatis. Seseorang yang rasional, dan didorong pencapaian-pencapaian besar yang dapat diakui oleh orangorang disekitarnya. Lingkungan politik penuh intrik dan keluarga dengan sejarah cemerlang nampaknya memberikan andil besar bagi pembentukan kepribadian Ibnu Khaldun yang tersirat dari perjalanan sejarahnya juga hasil karyanya, demikian pula pada pemikirannya mengenai politik, sosial dan ekonomi. Laba dalam Muqaddimah Ibnu Khaldun Sebagai seorang cendekiawan sekaligus praktisi politik, pandangan ekonomi Ibnu Khaldun khususnya mengenai laba sarat akan nilai-nilai kerja keras sebagaimana pengalaman hidup yang membentuknya dan lingkungan keluarganya yang berisi orangorang ahli. Hal ini kemudian membentuk pandangan Ibnu Khaldun mengenai laba. Fokus utama Ibnu Khaldun mengenai teori pembentukan laba condong kepada nilai tenaga kerja, sebagaimana telah disampaikannya pada Muqaddimah: "Sudah kita katakan didepan, keuntungan yang dibuat oleh makhluk manusia merupakan nilai yang ditimbulkan dari kerja mereka. Kalau seseorang menyatakan bahwa dia sama sekali tidak mampu bekerja, pasti dia tidak akan memperoleh keuntungan. Nilai yang timbul dari dari kerja seseorang bergantung pada nilai kerja seseorang dan nilai kerja ini sebanding dengan nilai kerja lain dan kebutuhan manusia kepada nya." (460; 3) Kerja merupakan faktor penting bagi Ibnu Khaldun sebagai variabel pembentuk nilai (keuntungan). Hal ini karena menurut Ibnu Khaldun apabila tidak ada kerja maka tidak akan ada produksi dan tidak akan ada nilai tambah (keuntungan) yang terbentuk. Dengan demikian dapat pula kita pahami bahwa kerja bagi Ibnu Khaldun adalah kegiatan yang dapat meningkatkan nilai barang atau jasa, karena dari kerja akan ada produksi yang darinya pula akan ada tambahan nilai yang muncul karena kerja, seba gaimana yang disampaikan oleh Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah (50;2): "Dalam pekerjaan lain dari pertukangan pun, nilai kerja harus di
67
tambahkan kepada biaya produksi sebab dengan tidak adanya kerja maka tidak akan ada produksi." Keuntungan atau nilai tambah yang muncul melalui kerja sebagaimana Ibnu Khaldun ini memiliki perbedaan dengan beberapa teori yang ada saat ini, misalkan Chapra (2006) dan Tahir (2010) menjelaskan profit dihasilkan dari sisa lebih atau saving atas produktifitas buruh. Diversifikasi buruh dan spesialisasinya mungkin untuk dilakukan di dalam pasar yang telah teratur, di mana orang-orang dapat melakukan transaksi dan memenuhi kebutuhannya, makin tinggi tingkat spesialisasinya maka makin tinggi pula pertumbuhan kesejahteraannya, Metwally (1997) mengatakan bahwa keuntungan diterima karena adanya kenaikan harga yang disebabkan karena ada kelangkaan. Keratas (2006) dan Vranceanu (2013) menyampaikan bahwa produktifitas yang lebih tinggi dan efisiensi yang maksimum dapat diperoleh melalui perdagangan dan keberanian untuk mengambil risiko atas kerugian dan keuntungan. Pada sebagian peneliti yang telah disebutkan tampak bahwa pengertian mengenai laba dipahami se bagai selisih lebih nilai produksi dan penerimaan (pendapatan) sedangkan hal-hal lain di luar itu tidak dipertimbangkan. Hal yang berbeda diungkapkan oleh Khaldun dimana ia menjelaskan bahwa laba bukan hanya sebatas pada selisih lebih antara nilai produksi dan pendapatan namun juga dipengaruhi oleh berapa besar kebutuhan masyarakat akan produk tersebut. Berapa besar nilai dari produk substitusi atau produk sejenis, dan besaran nilai produksinya sebagaimana yang dia sampaikan dalam Muqaddimah. Nilai yang timbul dari kerja seseorang bergantung pada nilai kerja seseorang dan hal ini sebanding dengan nilai kerja lain dan kebutuhan manusia kepadanya. Dengan kata lain, Ibnu Khaldun ingin menyampaikan bahwa tambahan nilai hasil kerja (Marginal Revenue) berbanding lurus dengan tambahan nilai produksi (Marginal Cost) yang keduanya ini dipengaruhi respon permintaan terhadap perubahan harga (elastisitas permintaan). Oleh karena itu bagi Ibnu Khaldun dengan memperhatikan tingkat permintaan pasar atas barang atau jasa dan maka seorang pengusaha dapat mendapatkan keuntungan yang optimal dengan menentukan tamba
68
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 7, Nomor 1, April 2016, Hlm. 61-69
han biaya dan pendapatan yang dia terima berdasarkan nilai yang terbentuk pada saat tersebut. Hal serupa juga telah disampaikan oleh Yusof (2003) bahwa melalui produksi yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat maka keuntungan yang optimal akan dapat diterima, hal ini karena pada kondisi yang demikian produksi berjalan pada biaya yang lebih efisien. Vranceanu (2013) juga berpendapat bahwa untuk dapat memaksimalkan keuntungan sebuah perusahaan harus berorientasi pada kebutuhan masyarakat, dengan demikian maka kesejahterhaan shareholder dapat tercapai. SIMPULAN Salah satu ilmuwan muslim ternama di bidang ekonomi adalah Ibnu Khaldun dimana ia memiliki kontribusi yang besar dalam ilmu ekonomi. Salah satu topik yang dibahas oleh Ibnu Khaldun adalah pemaknaan keuntungan/laba. Berdasarkan intrepretasi gramatikal yang diperoleh dari buku Mu qaddimah karyanya dapat ditarik kesimpulan bahwa keuntungan (laba) merupakan tambahan nilai yang muncul disebabkan karena adanya usaha yang dilakukan oleh manusia itu sendiri. Ibnu Khaldun menganggap bahwa apabila manusia melakukan usaha/kerja, mereka akan mendapatkan keuntungan yang setimpal pula. Apabila terdapat selisih diantara keduanya, hal tersebut dianggap sebagai rizki dari Tuhan. Selain interpretasi gramatikal, terdapat pula interpretasi psikologis terhadap karakter Ibnu Khaldun itu sendiri dimana ia hidup di zaman yang menuntut adanya usaha keras untuk mendapatkan kehidupan yang baik. Ibnu Khaldun disebut pula se bagai sosok yang oportunis dimana ia akan mendapatkan penghargaan-penghargaan besar dari lingkungannya. Apabila disimpulkan ke dalam pemaknaan laba, pemikiran Ibnu Khaldun memberikan gambaran yang berbeda dengan gambaran dari ilmuwan lainnya. Ilmuwan lainnya hanya menggambarkan laba secara akuntasi, sedangkan Ibnu Khaldun menggambarkan laba sebagai sesuatu yang harus diusahakan dari kerja keras. Laba sendiri dipengaruhi oleh respon permintaan karena ada perubahan harga dan juga kebutuhan masyarakat.
DAFTAR RUJUKAN Al-Leheabi, S.M.Z.M., M.M.Bahjat, A.A. Ramchahi, 2013. The Economic Thought Of Ibn Khaldoun In His ‘Muqaddimah’. World Applied Sciences Journal, Vol. 25, No. 1, hlm. 42-47. Accounting Institute of Certified Public Accouting. 1970. Accounting Principle Board. America. Ahmadie. 2000. “Muqaddimah Ibnu Khaldun”. Pustaka Firdaus. ISBN: 979-541130-6. Jakarta. Aarde, A.V. 2013. “Notes on Progress in Psychological Biblical Hermeneutics in Light of the Festschrift for Wayne G. Rollins”. SBL Annual Meeting Papers, November 2013. Ali, S.W. 2010. “Penanda Kohesi Gramatikal Dan Leksikal Dalam Cerpen ”The Killers” Karya Ernest Hemingway. Skripsi. Program Studi Linguistik. Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Chendroyaperumal, C. 2009. “Profit Theories: Modem and Indian. Department of Management Studies Saveetha Engineering” College, Chennal, India. Deegan, C. 2004. Financial Accounting Theory. McGraw Hill Companies. North Ryde, NSW, Australia. Enan, M.A. 2013. Biografi Ibnu Khaldun: Kehidupan dan Karya BapakSosiologi Dunia. ISBN 978-979-024-341. Cetakan ke 1.Penerbit Zaman. Jakarta. Franz, M.L. dan H. Patron, 1987. “Studies in Jungian Psychology by Jungian Analyst. Daryl Sharp”. ISBN 978-0-91912330-4. Canada. Hasan, Z. 1983. Theory of Profit: The Islamic Viewpoint. J. Res. Islamic Econ., Vol. 1, No. 1, hlm. 3-14. Hasan, Z. 2008. Theory of Profit from Islamic Perspective. Encyclopaedia of Islamic Economics, Vol. 3, hlm. 1-8. Hassan, M.K. dan J.R. Bartkus, 2006. “Ibn Khaldun and Adam Smith: Contributions to the Theory of the Division of Labor and Modern Economic Thought”. University of New Orleans Jung, Carl Gustav. 1921. Keratas, S.C. 2006. Economic Theory of Ibn Khaldun and Rise and Fall of Nations. King, S.G., M. Joshua. dan N Gregory. 2009. “Principle of Microeconomic." (edisi5). Cencage Brain.Australia.
Farhan, Hermeneutika Romantik Schleiermacher Mengenai ...
Lu, K. 2012. “Jung, History and His Approach to Psyche”. Journal of Jungian Scholarly Studies Vol. 8, No. 9, 2012. Maali, B. J. dan Osama. 2014. "Reality and Accounting: The Case for Interpretive Accounting Research." International Journal of Accounting and Financial Reporting, Vol. 4, No. 1, hlm. 155-168 Metwally, 1997. “Economic consequences of applying Islamic principles in Muslim societies." International Journal of Social Enomics. Vol. 24 No. 7/8/9, 1997, pp. 941-957. MCB University. Mohiuddin, G. 2014. Edwards & Bell’s Concept of Profit: An Empirical Analysis on the Basis of Historical Cost and Current Costing”. Journal of Finance and Accounting, Vol. 2, No. 3, hlm. 72-80. Rahmani, A. A. Eghdami, dan R. Eghdami. 2014. “Romantic Hermeneutism or Romanticism Hermeneutic”. Indian Journal of Fundamental and Applied Life Sciences. ISSN: 2231– 6345. Islamic Azad University of Rasht, India. Rasmussen, J. 2002. “Textual interpretation and complexity - radical hermeneutics." The Danish University of Education Department of Educational Sociology. Denmark. Rasool, S. 2013. “What is Hermeneutics. International Journal of Humanities and Religion (IJHR)”. Department of Philosophy, Aligarh Muslim Universty, Aligarh-202 002, India. Rutt, J. 2006. On Hermeneutics. ISSN 11210442
69
Rudkin, K. 2007, “Accounting as Myth Maker”. Australasian Accounting, Business and Finance Journal, Vol. 1, No. 2. Wollongong University. Australia Simshauser, P. dan Ariyaratnam, Jude. 2013. "What is Normal Profit for Power Generation?”. AGL Applied Economic and Policy Research. Working Paper No.38. Sabit, M.T. 2010. “Principles of Sustainable Development in Ibn Khalduns Economic Thought”. Malaysian Journal of Real Estate, Vol. 5, No. 1. Malaysia. Steingass, F. 1840. English-Arabic Dictionary. University of Munich Triyuwono, I. 2006. Perspektif, Metodologi, dan Teori, Akuntansi Syaniah. Grafindo. Jakarta. Yusof, S.A. 2003. “Allocative Efficiency of Profit Maximization: An Islamic Perspective”. Review of Islamic Economics, Vol. 13, hlm. 5-21. Vrenceanu, R. 2013. “Corporate Profit, Entrepreneurship Theory and Business Ethics”. Working paper. Wibawa, M.H. 2009. Watak dan Perilaku Tokoh Utama Dalam Novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Zweck, C. von. Pentland, Wendy. Peterson, Margo. 2008. The Use of Hermeneutics in a Mixed Methods Design. The Qualitative Report, Vol. 13, No. 1, hlm. 116134.