DAFTAR ISI BAB I
PENDAHULUAN ..................................................................................... A. Latar Belakang. ...................................................................................... Ruang lingkup......................................................................................... Tujuan Instruksional Umum ................................................................... Tujuan Instruksional Khusus....................................................................
01 01 01 02 02
BAB II
BAHAN NUKLIR DAN MANFAATNYA ............................................... A. Definisi Bahan Nuklir............................................................................... B. Jenis Bahan Nuklir................................................................................... C. Spesifikasi Elemen Bakar Nuklir ............................................................. D. Reaktor Nuklir dan Instalasi Nuklir Non Reaktor......................................
03 03 06 07 16
BAB III
SAFEGUARDS BAHAN NUKLIR........................................................... A. Sistem Pengendalian dan Pengawsan Bahan Nuklir (SPPBN)................. B. Material Balanced Area (MBA) di Indonesia……………………………
18 18 21
BAB IV
PROTEKSI FISIK BAHAN DAN FASILITAS NUKLIR...................... A. Dasar dan Tujuan Proteksi Fisik............................................................. B. Unsur dan desain Sistem Proteksi Fisik.................................................
22 22 23
BAB V
PERJANJIAN INTERNASIONAL………………………………............ 25 A. Non Proliferation Treaty (NPT), Comprehensive Safeguards Agreement 25 (CSA) dan Additional Protocol (AP). …………………………………. B. Konvensi Proteksi Fisik Bahan dan fasilitas Nuklir, Desain dan Evaluasi 30 Sistem Proteksi Fisik................................................................................
OBYEK INSPEKSI BAHAN NUKLIR DAN PROTEKSI FISIK BAHAN DAN FASILITAS NUKLIR BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Tugas
pengawasan
oleh
Bapeten
dilaksanakan
melalui
tiga
penyelenggaraan program pembuatan peraturan, kegiatan perizinan dan inspeksi. Untuk program kegiatan inspeksi dilaksanakan oleh Inspektur Keselamatan Nuklir BAPETEN. Inspeksi dimaksud salah satunya adalah inspeksi safeguards bahan nuklir. Bahan nuklir selama dimanfaatkan dalam fasilitas nuklir mulai saat lahir yaitu penambangan hingga sampai saat terakhir penyimpanan akhir limbah harus tercatat dalam sistem pembukuan safeguards. Selain memenuhi siatem pencatatan pembukuan bahan nuklir, maka setiap bahan nuklir dalam pemanfaatannya harus dijaga keamanannya dengan penerapan sistem proteksi fisik yang dapat menangkal dari segala kemungkinan pencurian dan sabotase. Kedua upaya diatas dimaksudkan untuk mencegah penyalahgunaan bahan nuklir untuk maksud bukan damai atau untuk pembuatan bom nuklir. Bahan nuklir sebagai objek inspeksi safeguards
diawasi
secara
nasional
oleh
BAPETEN
dan
secara
internasional oleh International Atomic Energy Agency (IAEA).
Inspektur yang melakukan inspeksi khususnya bahan nuklir pada intalasi nuklir dan atau kegiatan riset adalah inspektur keselamatan nuklir bidang safeguards (SG). Inspektur safeguards diangkat dan dapat diberhentikan oleh Kepala BAPETEN.
Ruang lingkup
Modul ini berisi tentang definisi dan jenis bahan nuklir sebagai objek penerapan safeguards bahan nuklir dan penerapan sistem proteksi fisik
1
bahan dan fasilitas nuklir.
Modul ini dibahas secara rinci tentang pengetahuan dasar tentang bahan nuklir jenis dan pemanfaatannya didalam berbagai instalasi nuklir baik reaktor nuklir dan fasilitas daur bahan nuklir, dan penerapan konsep dasar sistem proteksi fisik. Didalam modul ini juga dibahas tentang perjanjian internasional bidang safeguards termasuk proteksi fisik bahan dan fasilitas nuklir.
Tujuan Instruksional Umum
Setelah mempelajari materi ini peserta diharapkan mampu menjelaskan pengertian, jenis dan pemanfaatan bahan nuklir sebagai objek safeguards bahan nuklir dan mengerti dasar dan tujuan proteksi fisik serta mampu menyebutkan unsur dan desain sistem proteksi fisik bahan dan fasilitas nuklir.
Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mempelajari materi ini peserta diharapkan mampu: 1. Menjelaskan Definisi Bahan Nuklir 2. Menyebutkan Jenis Bahan Nuklir 3. Memahami Reaktor Nuklir dan Instalasi Nuklir Non Reaktor 4. Memahami Proteksi Fisik Bahan dan Fasilitas Nuklir 5. Mengerti Dasar dan Tujuan Proteksi Fisik 6. Menjelaskan Unsur dan desain Sistem Proteksi Fisik 7. Mengetahui Perjanjian Internasional Bidang Safeguards 8. Menyebutkan materi Non Proliferation Treaty (NPT), Comprehensive Safeguards Agreement (CSA) dan Additional Protocol (AP). 9. Menyebutkan materi Konvensi tentang Proteksi Fisik Bahan dan Fasilitas Nuklir, Desain dan Evaluasi Sistem Proteksi Fisik
2
BAB II BAHAN NUKLIR DAN PEMANFAATANNYA
A. Bahan Nuklir
Berdasarkan ketentuan umum dalam Undang-undang No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, bahan nuklir didefinisikan sebagai bahan yang dapat menghasilkan reaksi pembelahan berantai atau bahan yang dapat diubah menjadi bahan yang dapat menghasilkan reaksi pembelahan berantai. Dalam arti luas maka bahan nuklir terdiri dari mulai dalam bentuk bahan galian nuklir, bahan bakar nuklir, sampai dengan bahan bakar nuklir bekas. Bahan nuklir yang sering dipakai hanya meliputi 3 (tiga) unsur isotop yaitu uranium, plutonium dan thorium. Bahan nuklir yang terdapat di alam adalah jenis uranium dan thorium, sedangkan jenis plutonium akan dijumpai sebagai hasil dari proses irradiasi didalam reaktor nuklir. Untuk bahan nuklir yang diambil alam akan melalui proses di fasilitas daur bahan nuklir, dengan cara kegiatan penambangan, pemurnian, konversi, pengkayaan, fabrikasi, pemakaian dalam reaktor, olah ulang dan penyimpanan limbah bahan bakar nuklir bekas.
Dari jenis kandungan isotopnya maka bahan nuklir dapat dibedakan dalam bahan sumber dan bahan dapat belah khusus. 1. Bahan sumber, adalah sebagai berikut : a. Uranium yang mengandung isotop 235 atau 233 atau keduanya dalam jumlah sedemikian rupa sehingga perbandingan jumlah isotop tersebut terhadap isotop 238 lebih kecil atau sama dengan 0,0072; b. torium; c. uranium atau torium sebagaimana dimaksud dalam angka 2 butir a dan b dalam bentuk metal, paduan logam, senyawa kismis atau konsentrat; d. bahan-bahan yang mengandung satu atau lebih dari bahan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 butir a. b. dan c. dalam konsentrasi yang ditetapkan oleh BAPETEN ; dan 3
e. bahan sumber lain yang ditetapkan oleh Kepala BAPETEN. 2. Bahan dapat belah khusus adalah sebagai berikut : a. plutonium; b. uranium 233; c. uranium 235; d. uranium yang mengandung isotop 233 atau 235 atau keduanya dalam jumlah sedemikian rupa sehingga perbandingan untuk isotop tersebut terhadap isotop 238 lebih besar dari 0,0072; e. bahan-bahan yang mengandung satu atau lebih dari bahan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 butir a s/d d ; f. bahan dapat belah lain yang ditetapkan oleh Kepala BAPETEN.
Berdasarkan Undang-undang No. 10 tahun 1997, juga dijelaskan tentang lingkup instalasi Nuklir adalah reaktor nuklir; fasilitas yang digunakan untuk pemurnian, konversi, pengayaan bahan nuklir, fabrikasi bahan bakar nuklir dan/atau pengolahan ulang bahan bakar bekas; dan/atau fasilitas yang digunakan untuk menyimpan bahan bakar nuklir dan bahan bakar nuklir bekas, hal ini sama dengan seluruh fasilitas dalam daur bahan nuklir seperti diatas. Dalam hal ini, bahan sumber secara kandungan isotopnya dapat dinyatakan sebagai bahan galian nuklir.
Dalam kegiatan inspeksi bahan nuklir, yang menjadi parameter yang diverifikasi adalah jumlah inventori bahan nuklir, bentuk fisik, lokasi letak bahan nuklir dalam fasilitas, dan jenis kegiatan hanya untuk maksud damai saja dan bukan untuk kegiatan yang mengarah pada pembuatan senjata nuklir. Beberapa istilah atau pengertian/kegiatan dalam pelaksanaan pengendalian dan pengawasan bahan nuklir, antara lain : a. Inventori adalah jumlah dan persediaan bahan nuklir; b. Inventori Buku adalah penjumlahan aljabar bahan nuklir antara inventori fisik terakhir daerah neraca bahan nuklir dan semua perubahan inventori yang terjadi sejak dilakukannya inventori fisik terakhir tersebut. 4
c. Inventori Fisik adalah jumlah seluruh berat batch bahan nuklir yang dapat diukur maupun berdasarkan perkiraan yang ada pada saat tertentu dalam daerah neraca bahan nuklir yang diperoleh berdasarkan prosedur yang telah ditentukan. d. Pelaksanaan Inventori Fisik (Physical Inventory Taking) adalah proses pencatatan semua inventori fisik di dalam suatu daerah neraca bahan nuklir. e. Verifikasi Inventori Fisik (Physical Inventory Verification) adalah
setiap
kegiatan
yang
diselenggarakan
untuk
mengkonfirmasikan catatan operator tentang jumlah bahan nuklir dalam masing-masing batch yang terukur maupun berdasarkan perkiraan yang ada pada saat tertentu di dalam daerah neraca bahan nuklir. f. Bahan nuklir Yang Tidak Dapat Dipertanggungjawabkan (Material Unaccounting For, MUF) adalah perbedaan jumlah antara inventori buku dan inventori fisik. g. Daerah Neraca Bahan (Material Balance Area) adalah daerah di dalam atau di luar fasilitas yang ditetapkan sebagai daerah dimana; 1) jumlah setiap bahan nuklir yang masuk ke dalam atau keluar dari Daerah Neraca Bahan dapat ditentukan ; dan 2) inventori fisik bahan nuklir di setiap Daerah Neraca Bahan, jika dibutuhkan, dapat dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan, agar neraca bahan nuklir untuk keperluan pengawasan BAPETEN. h. Tempat Pengukuran Pokok (Key Measurement Point) adalah tempat dimana bahan nuklir berada dalam bentuk yang dapat diukur untuk keperluan penentuan alur atau inventori bahan nuklir. Tempat Pengukuran Pokok meliputi, tetapi tidak terbatas pada, penerimaan dan pengiriman (termasuk pembuangan terukur) dan tempat penyimpanan di Daerah Neraca Bahan. i. Stratum adalah pengelompokan sejumlah satuan bahan nuklir atau batch yang mempunyai sifat-sifat fisika dan kimia yang sama (misalnya volume, berat, komposisi, isotop, lokasi) untuk mempermudah
pengambilan
cuplikan
secara
stastitik
bagi 5
pengukuran yang diperlukan dalam menentukan dan melaksanakan verifikasi neraca bahan nuklir berikut ketidakpastian. j. Kilogram Efektif adalah satuan khusus yang digunakan dalam pengendalian bahan nuklir. Kuantitas dari Kilogram Efektif diperoleh dengan cara sebagai berikut : 1) untuk plutonium sama dengan beratnya dalam kilogram; 2) untuk uranium dalam pengayaan 0,01 (1%) atau lebih adalah beratnya dalam kilogram dikalikan dengan pangkat dua dari pengayaannya; 3) untuk uranium dengan pengayaan dibawah 0,01 (1%) dan diatas 0,005 (0,5%) adalah beratnya dalam kilogram dikalikan dengan 0,0001; dan 4) untuk uranium deplesi dengan pengayaan di bawah 0,005 (0,5%) atau kurang, dan untuk torium beratnya dalam kilogram dikalikan dengan 0,00005. k. Fasilitas adalah instalasi nuklir atau setiap lokasi yang biasa menggunakan bahan nuklir dalam jumlah yang lebih besar dari 1 kg efektif.
B. Jenis Bahan Nuklir.
Jenis bahan nuklir ditinjau dari kadar pengkayaannya dan yang sering digunakan di bidang nuklir meliputi bahan nuklir deplesi, alam dan diperkaya (enriched). Pengkayaan adalah ratio antara kandungan U-235 terhadap kandungan total U-235 dan U-238.
Bahan nuklir deplesi
merupakan jenis hahan kadar rendah (,0,4%E) dan hasil samping dari proses daur konversi, pengkayaan dan atau proses ulang.nuklir. Uranium alam dihasilkan dari proses penambangan bahan batuan nuklir yang tercadangkan di alam. Produk ini dengan kadar rendah sekitar ~0,7%E dan dapat dinaikkan kadarnya melalui proses di fasilitas pengkayaan (enrichment). Jenis ketiga adalah bahan nuklir diperkaya, dalam hal ini bahan alam yang dimurnikan dan dinaikkan kadar uraniumnya menjadi lebih tinggi sampai dengan kadar yang diinginkan. Sebagai contoh, bahan nuklir untuk keperluan bahan bakar PLTN akan berkisar pengkayaan antara 6
3-8 %, untuk bahan bakar reaktor riset berkisar dari yang pengkayaan rendah (<20%) sampai dengan pengkayaan tinggi (~93%).
Untuk penggunaan dalam riset dan pembuatan isotop radioaktif dapat bervariasi dari berpengkayaan rendah sampai dengan yang berpengkayaan tinggi. Untuk kegiatan pembuatan isotop Mo-99 maka yang diiradiasi adalah jenis bahan nuklir uranium dengan pengkayaan tinggi.
Fisik tipe bahan nuklir yang sering digunakan dalam reaktor nuklir setelah dirakit dapat menjadi bentuk batang (rod) atau bentuk pelat (plate) yang disusun menjadi bundel bahan bakar, seperti ditampilkan dalam gambar 1gambar 7. Sejumlah batang atau bundle/elemen bahan bakar disusun dalam teras reaktor nuklir sebagai bahan bakar pengoperasian reaktor. Sedangkan bahan nuklir yang masih dalam proses baik pemurnian, konversi, dan pengkayaan kebanyakan dalam bentuk curah (bulk) yang dapat berupa gas, cair atau padata kristal/logam.
C. Spesifikasi Elemen Bakar Nuklir
Spesifikasi bahan nuklir yang dipakai dalam batang atau bundel elemen bakar berbeda untuk masing-masing jenis reaktor baik TRIGA maupun MTR. Secara rinci dapat dilihat dalam contoh tabel 1 dan 2 berikut:
7
Tabel 1. Spesifikasi Bahan Bakar untuk Reaktor TRIGA 2000 Bandung
Parameter
Dimensi / Spesifikasi
Tipe elemen bakar
Batang (Rod)
Panjang Keseluruhan
720 mm (28.37 in)
Diameter luar kelongsong
37,5 mm (1.475 in)
Berat keseluruhan
~3,4 kg (~7.5 lb)
Diameter luar bahan bakar
36,4 mm (1.435 in)
Panjang bahan bakar
381 mm (15.0 in)
Komposisi bahan bakar
U-ZrHx atau U-ZrHx-Er
Berat U-235
38 g (8.5 wt-%); 55 g (12 wt-%);
Kandungan Uranium
99 g (20-20)*
Pengkayaan Uranium-235
8,5 wt-%, 12 wt-%, 20 wt-%
Ratio H/Zr
19,75 ± 0.2%
Grafit dan Reflektor:
≈ 1.6
Porositas Diameter
Bagian Atas
Panjang
Bawah
Kelongsong:
20%
20%
Material
36,6 mm (1.43 in)
36,3
Tebal dinding
mm (1.43 in)
Panjang
88,9 mm (3.50 in)
Penyangga
mm (3.50 in)
Bagian
88,9
Jenis SS-304 0,508 mm (0.020 in) 561,3 mm (22.10 in) Jenis SS – 304
8
Tabel 2.
Spesifikasi Bahan Bakar untuk Reaktor RSG-GAS Serpong
Parameter
Dimensi / Spesifikasi
Tipe elemen bakar
Pelat tersusun dalam bundel
Meat: Panjang
600 mm
Lebar
62,75 mm
Tebal
0,54 mm
Komposisi
U3O8-Al Æ U3Si2Al
Berat U-235
11,9 g
Pengkayaan
19,75%
Densitas U
2,96 g/cc
Kelongsong: Tebal
0,38 mm
Lebar
70,75 mm
Panjang
625 mm
Material
AlMg2
Fuel Element/bundle Dimensi (panjang x lebar x 80,5 mm x 7,61 mm x 868,5 mm tinggi) Jumlah pelat dalam bundel
21 pelat. Aluminium
Penyangga dan konstruksi lain
Untuk elemen bakar PLTN adalah tipe batang dan batang-batang tersebut dirangkai dalam bentuk bundle. Tergantung dari spesifikasi desain dari pembuatnya (fabrikan) maka dalam satu bundle ada yang memuat sejumlah 9x9 =91 batang, atau 17x17=289 batang, dlsb.
9
Upper top (SS)
Graphite
Burnable i
72,5 72,5 cm cm
35,6 35,6 cm cm
SS tube Thickness tube 0,7
3,56
10,2 10,2 cm cm
3,7 cm
Lower top (SS)
Gambar 1
Batang Elemen Bakar Reaktor TRIGA
10
Gambar 2 . Batang Elemen Bakar Terinstrumentasi ata ”IFE”
11
Gambar 3 Batang Elemen Bakar Kendali
12
Gambar 4 Teras Reaktor TRIGA Mark
13
Gambar 5 . Pelat Elemen Bakar MTR - RSG GAS
14
Gambar 6 Pelat Elemen Bakar MTR – RSG GAS
15
Gambar 7 Teras Reaktor RSG GAS
D. Reaktor Nuklir dan Instalasi Nuklir Non Reaktor
Menurut definisi dalam Undang-undang No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaga nukliran, Instalasi nuklir meliputi reaktor nuklir, fasilitas pemurnian, konversi, pengayaan, fabrikasi dan atau pengolahan ulang, fasilitas penyimpanan bahan bakar nuklir dan bahan bakar nuklir bekas. Di dalam fasilitas dimaksud disini melakukan kagiatan penggunaan, penyimpanan dan atau kegiatan pengangkutan/ transportasi bahan nuklir.
Di Indonesia beroperasi 7 (tujuh) buah instalasi nuklir. Ketujuh instalasi tersebut dibuat dan dideklarasikan masing-masing sebagai satu Daerah Neraca Bahan Nuklir (Material Balanced Area /MBA) Keseluruhan dari daerah neraca bahan nuklir yaitu 3 (tiga) reaktor nuklir yang ada sekarang adalah reaktor TRIGA Mark Bandung dan Yogyakarta dan reaktor RSG
16
GAS, dan 4 (empat) fasilitas nuklir non reaktor meliputi fabrikasi elemen bakar reaktor riset, fasilitas eksperimen elemen bakar, radiometalurgi, penyimpanan elemen bakar dan elemen bakar bekas.
Inventori dan jenis bahan nuklir yang dikelola oleh masing-masing fasilitas berbeda, sebagian besar bahan nuklir dalam reaktor nuklir adalah bentuk item, sedangkan dalam fasilitas daur bahan nuklir biasanya berupa bahan nuklir bentuk curah (bulk).
Sesuai dengan program internasional yang dikenal dengan RERTR (Reduced Enrichment for Research and Testing Reactor) maka jenis bahan nuklir di Indonesia adalah menggunakan bahan nuklir dengan pengkayaan rendah (Low Enriched Uranium, LEU). Dan hanya ada sebagian kecil bahan nuklir dengan pengkayaan tinggi (Highly Enriched Uranium, HEU) khususnya digunakan dalam pembuatan isotop Mo-99. Kegiatan inspeksi safeguards bahan nuklir dilakukan dengan mempertimbangkan jumlah inventorti dan flow bahan nuklir, fasilitas dengan ”significant Quantity (SQ) lebih tinggi akan diinspeksi lebih intensif (frekwensi dan jenis surveilan) dibanding dengan fasilitas dengan SQ lebih rendah.
17
BAB III SAFEGUARDS BAHAN NUKLIR
A. Sistem Pengendalian dan Pengawsan Bahan Nuklir (SPPBN)
Didalam SK No.13/Ka-BAPETEN-V/1999 tentang SPPBN, dimuat beberapa ketentuan pokok seperti, sebagai berikut :
1. Sebelum melaksanakan SPPBN Pengusaha Instalasi diwajibkan menyampaikan: a. informasi desain pendahuluan untuk fasilitas baru segera yaitu setelah ada pengambilan keputusan untuk membangun fasilitas; b. informasi desain lanjutan untuk fasilitas baru, harus dilakukan segera setelah desain dikembangkan; c. infomasi desain dalam dokumen Design Information Questionnaire (DIQ)
lengkap
untuk
fasilitas
baru
berdasarkan
rencana
pembangunan, dan harus diserahkan kepada BAPETEN paling lambat 9 bulan sebelum pembangunan fasilitas dimulai; c. revisi informasi desain lengkap untuk fasilitas baru berdasarkan desain terbangun, dan dilengkapi paling lambat 9 bulan sebelum penerimaan bahan nuklir yang pertama di fasilitas.
2. Pelaksanaan pertanggungjawaban dan pengendalian bahan nuklir, PI diwajibkan: a. membukukan menyimpan
bahan catatan
secara tentang
kualitatif
dan
pembukuan
kuantitatif, dan
dan
pelaksanaan
pekerjaan; b. mempersiapkan dan menyampaikan pemberitahuan atau laporan kepada BAPETEN; c. merinci persyaratan dasar pengawasan dan data sumber dalam merencanakan fasilitas nuklir baru atau dalam hal terjadi perubahan desain fasilitas yang ada; d. merinci instruksi tertulis mengenai pengendalian bahan nuklir;
18
e. merencanakan dan mengatur tindakan penyelamatan dalam penanganan bahan nuklir; f. menjamin
tidak
terganggunya
alat
pengungkung
dan
alat
pengamatan serta menyimpan dengan baik bekas segel milik Badan Tenaga Atom Internasional maupun BAPETEN.
3. Pada kegiatan Pengiriman dan Penerimaan Bahan nuklir a. Pengiriman bahan nuklir harus menyertakan dokumen pengiriman b. Dokumen pengiriman dikirim ke BAPETEN c. Pengiriman dan Penerimaan Bahan Nuklir dari Luar negeri : Sebelum export & import bahan nuklir, BAPETEN diberitahu ( Spesifikasi, kontener, nama , alamat penngirim, Lokasi & tanggal terakhir diverifikasi , dan Lokasi dan tanggal terjadinya peralihan tanggungjawab).
Inspeksi Safeguards yang dilakukan oleh inspektur BAPETEN ditujukan untuk memenuhi beberapa aspek dengan cara berikut : a. Verifikasi informasi design b. Verifikasi catatan pembukuan & operasi c. Verifikasi kualitatif & kuantitatif inventori bahan nuklir d. Verifikasi integritas pembukuan yang sudah ditetapkan e. Verifikasi integritas containment & surveillance (C/S) f. Verifikasi metode pengukuran yang dipakai
Sistem pelaporan dari Negara pihak perjanjian safeguards CSA yang harus dilaporkan secara regular setiap tahun adalah : a. MBR (Material Balance Report) b. PIL (Physical Inventory Listing) dan c. ICR (Inventory Change Document)
Pelaporan data safeguards dari Indonesia melalui BAPETEN ke IAEA sampai dengan tahun 2004 seperti dalam table berikut:
19
Table 3 . Jumlah dan nomor laporan dari setiap MBA
Material Balance
ICR
PIL
MBR
Total
1 : (130)
6 : (125-127; 2 : (128; 9
Area
(MBA) MBA RIA-
131-133) MBA RIB-
- : (-)
4 : (113-114; 2 : (115; 5 116-117)
MBA RIC-
134)
118)
6 :(116 -117; 7 : (118-120; 2 : (121; 10 122 - 123; 124-127)
128)
129-130) MBA RID-
7 : (109-111; 2 : (112;116)
2 : (113; 8
114 - 115;
117)
118 - 119) MBA RIE-
2 : (44; 49)
MBA RIF-
3 : (50; 54; 4
MBA RIG-
2 : (45; 47)
:
2 : (46; 48)
6
(47-48; 2 : (49; 53)
9
55)
51-52)
- : (-)
2 : (09; 11)
2 : (10; 12)
4
20
Table 2, Jumlah entry dalam masing-masing laporan, contoh untuk laporan tahun 2003.
Material Balance ICR
PIL
MBR
Total
Area (MBA) MBA RIA-
3
551
57
608
MBA RIB-
-
349
63
412
MBA RIC-
51
625
84
709
MBA RID-
76
154
73
227
MBA RIE-
3
188
22
210
MBA RIF-
14
205
64
269
MBA RIG-
-
2
6
8
B. Material Balanced Area (MBA) di Indonesia
Terdapat 7 (tujuh) MBA di Indonesia yang meliputi seluruh instalasi nuklir baik reaktor maupun fasilitas daur bahan nuklir lain, yaitu : 1. MBA RI-A untuk Reaktor Kartini, Yogyakarta. 2. MBA RI-B untuk Reaktor Triga 2000, Bandung 3. MBA RI-C untuk Reaktor GA Siwabessy, termasuk Divisi Produksi Radioisotop RI PT Batan Teknologi, Serpong. 4. MBA RI-D untuk Divisi Elemen Bakar Nuklir, PT Batan Teknologi, Serpong 5. MBA RI-E untuk Instalasi Elemen Bakar Eksperimental, Serpong 6. MBA RI-F untuk Instalasi Radio Metalurgi, Serpong 7. MBA RI-G untuk Interim Storage Facility for Spent Fuel, Serpong
21
BAB IV PROTEKSI FISIK BAHAN DAN FASILITAS NUKLIR
Sistem Proteksi Fisik Bahan Nuklir (SPFBN) adalah suatu kombinasi komponen atau unsur dari fungsi proteksi fisik yang dirancang dan dipasang secara berlapis di suatu fasilitas nuklir. Sistem proteksi dimaksud semakin berkembang bukan hanya melindungi pencurian atau pemindahan secara tidak sah, namun juga sekarang ditujukan untuk melindungi dari potensi sabotase terhadap fasilitas nuklir. Sehingga sistem beruah menjadi Sistem Proteksi Fisik Bahan dan Fasilitas Nuklir (SPFBFN).
Bahan nuklir termasuk bahan yang strategis dan instalasi nuklir juga termasuk fasilitas yang strategis. Oleh karena itu keberadaan mereka perlu dijamin dan diproteksi sebagaimana mestinya karena bahan dimaksud mempunyai potensi resiko trehadap keselamatan pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup. Isu mutakhir tentang potensi penyalahgunaan bahan nuklir untuk pembuatan senjata nuklir dan potensi sabotase fasilitas yang dapat mencemari lingkungan hidup dalam era keamanan global perlu diantisipasi.
A. Dasar dan Tujuan Proteksi Fisik
Tindakan proteksi fisik diutamakan untuk memenuhi dua tujuan yaitu : 1.
Mencegah atau memperkecil kemungkinan terjadinya pemindahan bahan nuklir secara tidak sah dan sabotase bahan nuklir secara tidak sah.
2. Untuk menangkal ancaman yang dihadapi dan melokalisasikan serta menemukan bahan nuklir yang hilang.
Proteksi bahan nuklir dan fasilitas nuklir ditekankan terhadap para pelaku yang dapat terdiri dari berbagai unsur : a) pihak Outsider (Teroris, antinuklir, penjahat), b) Insider (misalnya Pegawai yang merasa tidak puas), dan c) Kolusi dari keduanya
22
Berbagai kegiatan di dalam fasilitas yang mengelola bahan nuklir yang memerlukan proteksi yaitu: a) Proteksi selama penggunaan, b) Proteksi pada penyimpanan, dan c) Proteksi pada pengangkutan dan atau transit.
B. Unsur dan Desain Sistem Proteksi Fisik
Unsur proteksi fisik merupaka kombinasi unsur sarana fisik maupun prosedural yang masing-masing mempunyai fungsi terikat secara terintegrasi, unsur dimaksud antara lain : 1. Deter, tindakan memasang rambu penyeganan 2. Delay, tindakan menunda/menghalangi orang yang tidak berkepentingan masuk ke fasilitas nuklir tempat bahan nuklir digunakan atau disimpan 3. Detect, tindakan mengamati semua perilaku orang yang masuk ke fasilitas nuklir 4. Response, tindakan yang diperlukan bila ada kecurigaan atau gangguan yang dapat menimbulkan pemindahan bahan nuklir secara tidak sah.
Masing-masing unsur proteksi fisik diatas dapat dijelaskan lebih rinci berikut ini. 1. Penghalang Fisik. Penghalang terdiri dari dua yaitu yang bersifat pasif dan aktif.
Penghalang pasif seperti dinding, pagar, pintu, gerbang,
portal, kolam/parit, sistem kunci, dll. Sedangkan penghalang yang bersifat aktif seperti pemakaian asap, buih, cairan dlsb. 2. Alat Pendeteksi atau Sensor dapat berupa sensor intrusi: Vibrasi, Infrared, motion atau CCTV, Alat Detektor : bahan nuklir, logam, bahan peledak. 3. Perespon dapat terdiri dari Penjaga, Satpam, Polisi, Tentara, dan lainlain (anjing, kera)
Didalam SK 02P/Ka-BAPETEN-V-99 tentang Ketentuan Proteksi Fisik Bahan Nuklir, dimuat beberapa hal berikut:
23
1. Kategorisasi Bahan Nuklir Kategorisasi bahan nuklir didasarkan pada resiko potensial untuk pembuatan alat ledak (eksplosif devices) yang biasanya tergantung pada : a. Jenis bahan nuklir, misalnya Uranium dan Plutonium b. Komposisi isotop, misalnya kandungan isotop dapat belah (fisil) c. Betuk fisika dan kimia d. Tingkat kelarutan dan kuantitas bahan nuklir e. Tingkat radiasi. 2.
Kategori bahan nuklir terdiri dari : a. Kategori I b. Kategori II c.
Kategori III (Seperti diuraikan pada Tabel Penggolongan Bahan Nuklir)
3. Pembagian daerah penyimpanan yang menentukan pembedaan prosedur akses “access control” untuk orang/ barang dan termasuk pengaturan prosedur akses untuk orang/barang atau kendaraan, sebagai berikut: a. Daerah Vital b. Daerah Dalam c. Daerah Proteksi
4. Salah satu contoh prosedur akses ke daerah tertentu menggunakan tipe tanda pengenal (bagde), misalnya sebagai berikut : a. Tipe I
: Pegawai di daerah vital
b. Tipe II : Pegawai di daerah dalam c. Tipe III : Pegawai di daerah proteksi d. Tipe IV : Petugas perawatan yg bersifat sementara e. Tipe V : Pengunjung
Dari dokumen desain sistem proteksi fisik yang diterima oleh BAPETEN, dan termasuk program penerapan pelaksanaan proteksi fisik (deteksi, delay, dan respon termasuk pelatihan/ drill ) maka BAPETEN melakukan :
24
1. Evaluasi desain SPF, meliputi peralatan delay, deteksi dan respon, prosedur, SDM. 2. Inspeksi implementasi SPF, selama pengoperasian instalasi nuklir (terprogram). 3.
Evaluasi karena modifikasi desain SPF atau perubahan DBT dan atau fasilitas.
4. Pengawasan latihan (drill) skenario intrusion / sabotase.
25
BAB V PERJANJIAN INTERNASIONAL
Beberapa perjanjian internasional yang terkait dengan bidang safeguards dimana Indonesia telah menjadi Negara pihak, antara lain :
A. Non
Proliferation
Treaty
(NPT),
Comprehensive
Safeguards
Agreement (CSA) dan Additional Protocol (AP).
Pengertian Safeguards secara langsung adalah usaha perlindungan (berdasarkan kamus Inggris Indonesia), sedangkan pengertian secara lebih umum adalah Suatu sistem untuk menjamin pemenuhan terhadap komitmen traktat Pencegahan Penyebaran Senjata Nuklir NPT (Treaty on the Non Proliferation of Nuclear Weapon) Terdapat 3 (tiga) pilar utama yang dimuat dalam regime NPT adalah sebagai berikut : 1. Nuclear Disarmament Pencegahan pengembangan senjata nuklir (nuclear weapon) baik produksi bahan nuklir dan pengembangan teknologinya. 2. Non-Proliferation Kawasan Bebas Senjata Nuklir (KBSN), multinational fuel cycle facility (FCF), dan export/import control, dlsb. 3. Peaceful Uses of Nuclear Energy Pemanfaatan tenaga nuklir untuk tujuan sipil, seperti sebagai pembangkit tenaga listrik, penelitian dan pengembangan (litbang), penggunaan bidang industri dan kesehatan, dlsb.
Didalam dokumen Statute dari IAEA, juga terdapat pengertian khusus untuk Special Fissionable Material terdiri dari Uranium diperkaya (U-233 dan U-235) dan Pu 239, dan Source Material terdiri dari Uranium alam, Uranuim Deplesi dan Thorium seperti telah dijelaskan dalam bab diatas.
26
Sejarah Safeguards di Indonesia 1 Pada
tanggal
14-7-1980,
Indonesia
menandatangani
perjanjian
safeguards dengan IAEA beserta Pengaturan Pelengkapnya, dan dimuat dalam berlaku dalam dokumen INFCIRC/283. Indonesia meratifikasi
Secara nasional
traktat NPT ini kedalam Undang-Undang
Negara No. 8 tahun 1978 tentang Pengesahan Perjanjian mengenai Pencegahan Penyebaran Senjata Nuklir. Dan secara teknis BAPETEN sebagai Badan Pengawas menetapkan pelaksanaan safeguards bahan nuklir yaitu dalam SK Ka. BAPETEN No. 13/Ka-BAPETEN/V/1999 tentang SPPBN. Perjanjian ini dikenal dengan sebutan Safeguards komprehensif atau Comprehensive Safeguards Agreement / CSA. 2 Pada tanggal 29-9-1999, Indonesia menandatangani dan meratifikasi Protokol tambahan dalam INFCIRC/283 add.1
tentang Additional
Protocol to the Safeguards Agreement, dikenal dengan Safeguards diperkuat atau Strengthened Safeguards (SS) 3 Pada tanggal 01-8-2003, Indonesia mulai diakui oleh IAEA sebagai Negara yang telah menerapkan Integrated Safeguards (IS) secara penuh. Sampai tahun 2004, baru empat Negara yang telah dinyatakan menerapakan IS secara penuh yaitu berurutan : Australia, Norwegia, Indonesia, dan Japan.
Secara umum prinsip yang dilakukan secara nasional berkenaan dengan lSafeguards di Indonesia, adalah dengan tujuan untuk mendeteksi secara tepat waktu hilangnya bahan nuklir atau penggunaan bahan nuklir secara tidak sah (dari maksud damai menjadi pembuatan senjata nuklir atau peralatan peledak nuklir lainnya) dalam jumlah yang significant, dan State’s system of accounting for and control of nuclear material (SSAC) merupakan Sistem pertanggungjawaban dan pengendalian bahan nuklir (SPPBN) yang diterapkan secara ketat dan konsisten dalam rangka pemenuhan kewajiban yang disebutkan dalam perjanjian antara Indonesia dan IAEA.
27
Safeguards Diperkuat (Strengthened Safeguards) yang dilontarkan IAEA dan diterima oleh Negara anggota, (sebagian besar telah menandatangani telah menandatangani dan sebagian dari mereka telah meratifikasi, termasuk Indonesia) adalah dengan tujuan untuk menjamin kebenaran (Correctness) dan kesempurnaan (Completeness) deklarasi bahan nuklir, dan merupaka instrumen baru dalam regime Safeguards diperkuat. Dalam hal ini merupakan regime untuk memperoleh data tentang tambahan informasi, dan akses yang lebih luas, serta tindakan administratif yang lebih transparan.
Dokumen IAEA yang telah dikeluarkan adalah INFCIRC 540 tahun 1999, dan dalam dokumen ini terdapat ketentuan bagaimana Negara pihak dalam melakukan pelaporan (deklarasi) dan memberikan akses bagi inspektur IAEA dalam melaksanakan verifikasi lapangan.
Dokumen yang harus dilaporkan secara berkala kepada IAEA meliputi laporan deklarasi hal-hal berikut sesuai format deklarasi yang telah ditetapkan. Format dan isi tersebut sebagaimana dimuat dalam dokumen IAEA INFCIRC/ 540, berurutan sesuai artikel yang cakup, sebagai berikut.
1. Article 2.a(i) Penelitian dan Pengembangan tanpa bahan nuklir a. Berhubungan dengan daur bahan bakar nuklir (yang didefinisikan pada pasal 18) b. Tidak melibatkan bahan nuklir c. Dibiayai dan dikontrol Pemerintah d. Bukan penelitian teoritis dan dasar
2. Pasal 2.a(ii) Informasi kegiatan operasional a. Pemerintah harus menyetujui jenis informasi dan waktu pengiriman b. Format, isi dan prosedur penyampaian informasi berdasarkan pada case by case
28
3. Pasal 2.a(iii) Diskripsi Bangunan di tapak a. “Tapak” berarti 1) Daerah yang didefinisikan dalam design informasi untuk fasilitas 2) Biasanya dibatasi oleh pagar luar 3) Termasuk instalasi yang berdekatan yang berhubungan dengan fasilitas b. “Diskripsi” berarti 1) Penggunaan dan isi 2) Perkiraan ukuran c. Peta tapak lengkap dengan keterangan dan skala
4. Pasal 2.a(iv) Kegiatan lampiran I a) Lampiran I merupakan daftar dari 15 tipe kegiatan yang berhubungan dengan pengkayaan, reaktor dan reprosessing b) Diskripsi dari kegiatan itu sendiri termasuk skala operasi c) Lokasi dan organisasi yang melakukan kegiatan tersebut
5. Pasal 2.a(v) Penambangan U & Th, serta concentration plants a) Lokasi, status operasi dan kapasitas produksi b) Perkiraan semua produksi tiap tahun c) Perkiraan produksi tiap tahun untuk setiap pertambangan atau instalasi
6. Pasal 2.a(vi) Bahan sumber a) Lokasi, jumlah, komposisi dan maksud penggunaan dari uranium dan thorium tidak murni b) Jumlah export untuk maksud non-nuklir c) Jumlah import untuk maksud non-nuklir
7. Pasal 2.a(vii) Bahan yang diexempted a) Jumlah, penggunaan dan lokasi bahan-bahan yang diexempted b) Jumlah, penggunaan dan lokasi bahan-bahan yang “use exempted” yang belum berbentuk non-nuclear end-use 29
8. Pasal 2.a(viii) Limbah a) Limbah tingkat menengah dan tinggi b) Yang mengandung Pu, HEU, atau U-233 c) Safeguardsnya telah dihentikan
9. Pasal 2.a(ix) Export barang yang terdapat pada lampiran II a) Identitas, jumlah, lokasi maksud penggunaan bahan atau alat yang terdapat pada lampiran II untuk tiap export b) IAEA dapat meminta konfirmasi dari negara pengimport c) Pelaporan dilakukan tiap kuartal
10. Pasal 2.a(x) Rencana daur bahan nuklir a) Rencana daur bahan nuklir yang telah disetujui pemerintah b) Termasuk litbang daur bahan secara khusus c) Dalam periode 10 tahun mendatang
11. Pasal 2.b(i) Litbang bahan nuklir yang dilakukan swasta Sama seperti pada pasal 2.a(i) yang dibiayai swasta dan pemerintah harus berusaha untuk mendapatkan informasi
12. Pasal 2.b(ii) Kegiaatan yang diidentifikasi oleh IAEA, sesuai dengan pasal 2.a(iii): a) IAEA dapat meminta informasi mengenai lokasi diluar tapak yang kemungkinan ada hubungannya dengan tapak b) Pemerintah harus berusaha untuk mendapatkan informasi
13. Pasal 2.c. Penjelasan (amplifikasi) dan klarifikasi Atas permintaan IAEA pemerintah harus memberikan penjelasan dan klarifikasi pada informasi yang telah diberikan sesuai dengan safeguards.
30
Tugas inspeksi safeguards oleh BAPETEN merupakan amanat Undangundang Nomor 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran dan juga pemenuhan perjanjian internasional dalam bentuk traktat dan atau konvensi yang telah diratifikasi.
IAEA sebagai badan internasional menetapkan
mekanisme pelaksanaan safeguards regime baik tatacara pelaporan pembukuan safeguards bahan nuklir dan inspeksi ke setiap negara anggota penandatangan perjajnjian. Komprehensif safeguards bahan nuklir dan protokol tambahan merupakan kesatuan universal yang harus diterima oleh negara anggota dalam rangka membuktikan kepatuhannya terhadap traktat internasioanl tentang kelengkapan dan kebenaran semua informasi dan pelaporan
ke
IAEA.
Pembuktian
bahwa
negara
anggota
hanya
menggunakan bahan nuklir untuk maskud damai, tidak ada penyalahgunaan untuk senjata nuklir, dan membuktikan tidak ada kegiatan yang tersebunyi dalam mengembangkan kegiatan kearah senjata nuklir.
B. Konvensi Proteksi Fisik Bahan dan fasilitas Nuklir, Desain dan Evaluasi Sistem Proteksi Fisik.
Indonesia telah menandatangani dan meratifikasi konvensi „Convention on Physical protection of Nuclear Mataerial” pada tahun 1986, dan diratifikasi kedalam Keputusan Presiden No. 49 tahun 1986 tentang Ratifikasi Proteksi Fisik Bahan Nuklir. Dan IAEA menetapkan guide yang dikeluarkan dalam IFCIRC/225 revisi 1 on Physical Protection of Nuclear Material. IAEA sedang
melakukan
amandemen
terhadap
konvensi
tersebut,
dan
berdasarkan pada INFCIRC/225-Revisi 4 tentang Physical Protection of Nuclear Material and Nuclear Facility.
Didalam konvensi ini memuat pasal pokok, antara lain : 1 Menggunakan bahan nuklir untuk maksud damai, baik selama penggunaan, penyimpanan dan atau pengangkutan/transport. 2 Ketentuan proteksi bahan nuklir ini ditetapkan dalam perangkat peraturan nasional dan sesuai konsisten dengan hokum internasional sehingga dapat menjamin selama pengangkutan nuklir secara internasional/ transit. 31
3 Negara pihak tidak mengekspor atau mengimpor bahan nuklir ke atau ari pihak lain kecuali telah mendapat jaminan proteksi sesuai tingkat proteksi yang ditetapkan, 4 Negara pihak tidak mengijinkan transit dalam territorial Negara (airport atau pelabuhan laut) dimana negara yang bukan anggota konvensi. 5 Tingkat proteksi yang dilaksanakan dalam ketentuan ini sesuai dengan katagori bahan nuklir (sebagai fungsi jumlah kuantitas bahan nuklir dan pengkayaan). 6 Tingkat proteksi didesain berdasar tingkat ancaman yang kredibel, dan diutamakan antisipasi terhadap pencurian, perampokan dan pemindahan secara tidak sah.
Implementasi dari keberpihakan Indonesia dalam konvensi ini telah diwujudkan dalam sistem pengawasan BAPETEN. Pemenuhan persyaratan teknis bagi pemanfaat bahan nuklir di Instalasi nuklir diwajibkan dalam peraturan mengikat dalam tingkat Peraturan Pemerintah, dan keputusan Kepala BAPETEN. Persyaratan tersebut menjdai salah satu persyaratan untuk penerbitan izin pemanfaatan bahan nuklir, termasuk sanksi apabila tidak dipenuhinya persyaratan dimaksud. Sehingga menjadi jelas bahwa komitmen Indonesia secara internasional dan juga implementasi di tingkat nasional tentang keamanan dan safeguards bahan nuklir menjadi salah satu unsure penting dalam pengawsan BAPETEN.
Secara regional Indonesia juga sebagai anggota dari SEANWFZ (South East Asia Nuclear Weapon Free Zone) atau Kawasan Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (KBSN-AT) yang dikenal dengan Bangkok Treaty yang telah ditandatangani tanggal 15 Desember 1995. Sepuluh Negara dalam ASEAN telah secara penuh menjadi anggota KBSN-AT ini. Tujuan dari KBSN
adalah
kemungkinan
menjamin
kawasan
pengembangan,
Asia
keberadaan,
Tenggara termasuk
terbebas lalu
dari lintas
pengangkutan senjata nuklir, mengesahkan hak Negara di kawasan terbebas dari pencemaran limbah nuklir, serta mengurangi ancaman dari Negara nuklir yang dapat mengancam kawasan secara keseluruhan.
32
Beberapa perjanjian kawasan bebas senjata nuklir lain juga telah dikembangkan di kawasan seperti Amerika Selatan, Negara Pasifik Selatan, Afrika Tengah. Sejalan dengan arah keinginan internasional maka dihimbau untuk memperluas dan mengembangkan penerapan perjanijian sejenis untuk kawasan lainnya sehingga dunia secara universal dilingkupi kesepakatan damai, terbebas dari senajata nuklir.
33