Daftar Isi
Volume 3 / 2007 20 Remaja Beraksi 22 Pengenalan Sejak Dini 24 Materi Sosialisasi Baru 25 Family Pocilloporidae 26 COREMAP II Pasca UU No. 27/07
29 Down Under Mengelola Terumbu Karang
31 Terumbu Karang Terancam 33 COREMAP II & Media 34 Berita Ringkasan Kegiatan COREMAP II
3
Pengantar Redaksi
4
Wawancara “Dirjen KP3K”
7
Coral Triangle Initiative
9
Reef for Welfare
ISSN : 1907-7416
11 Poster MUNAS 12 Keynote Dirjen KP3K di Munas 14 MUNAS di balik layar 17 Deklarasi Penyelamatan Terumbu Karang 18 Berkeja dengan Hati
BULETIN COREMAP II
Reef for Welfare
Volume 3 / 2007
pengantar redaksi Sosialiasi dan publikasi merupakan kegiatan utama komponen Penyadaran Masyarakat yang kemudian di implementasikan secara terpadu dalam sebuah acara menghasilkan bentuk acara yang meriah dan juga mengesankan. Musyawarah Nasional Terumbu Karang yang baru pertama kali dilakukan seakan menjadi moment yang tidak terlupakan di kwartal ketiga tahun 2007 program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang di Indonesia. Coremap II bersama dengan kepala Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan Pemimpin Lembaga Swadaya Masyarakat berskala nasional dan internasional menegaskan pentingnya persatuan menjaga dan mengelola terumbu karang sebagai bagian dari upaya pengelolaan Pesisir dan Laut Indonesia dalam sebuah deklarasi. Pada saat yang bersamaan, Presiden RI menggugah para pemimpin APEC yang sedang berkumpul di Sydney, Australia untuk bersama-sama menggalan kekuatan menjaga dan melakukan konservasi terumbu karang dalam Coral reef Triangle Initiative (CTI). Jadilah acara yang dikemas lain dari biasanya ini memukau seluruh peserta Munas yang berasal dari pengelola Program Coremap di tingkat Pusat, kemudian 8 propinsi dan 15 kabupaten bersama 500 peserta yang hadir pad acara pembukaan berasal dari berbagai Organisasi. Dalam kaitan dengan acara Munas, sehari sebelum acara pembukaannya, diselenggarakan kegiatan Lomba Cerdas Cermat tingkat SLTA seJabodetabek. Babak Final Lomba Cerdas Cermat yang dilakukan di Seaworld, Ancol Jakarta merupakan babk akhir dari sebuah rangkaian kegiatan seleksi dan sosialisasi. Saran positif dari acara ini adalah agar ditingkatkan menjadi kegiatan berskala nasional di tahun mendatang. Berbagai pembekalan diberikan kepada tenaga penggerak kegiatan kemasyarakatan di lapangan baik untuk wilayah Barat maupun Timur Indonesa juga dilakukan pada kuartal ketiga tahun 2007. Pelatihan pada penanggung jawab komponen pengelolaan berbasis masyarakat, kepada penanggung jawab bidang kelembagaan dan juga komponen Pengawasan (MCS) dilakuan dalam durasi waktu tersebut. Berbagai kegiatan tersebut tentunya menumbuhkan sikap optimisme dalam mencapai menuju tujuan akhir Coremap II.
Redaksi Pelindung:
Syamsul Maarif Penasehat:
Yaya Mulyana Eko Rudianto Penanggung Jawab:
Bulletin Coremap II edisi ketiga menyajikan berbagai informasi yang berkaitan dengan acara Munas Terumbu Karang serta berbagai kegiatan yang terkait lainnya. Selain itu, beberapa rubrik tetap yang sudah mengisi media komunikasi internal ini. Arahan serta masukan terhadap Bulletin Coremap II ini selalu kami harapkan, agar tampilan dan rancangannya lebih informatif.
Elfita Nezon
Segenap redaksi mengucapkan Selamat Idul Fitri 1428 H, Taqobalallahu Minna wa Minkum. Mohon Maaf Lahir & Batin. Selamat membaca.
Miftahul Huda Leonas Chatim Amehr Hakim
Salam Hormat
Redaksi Bulletin COREMAP II
Pemimpin Redaksi:
Aris Kabul Pranoto Staf Redaksi:
Design Grafis:
Pola Grade
Distribusi: Yudha Miasto
Volume 3 / 2007 BULETIN COREMAP II
Wawancara dengan Dirjen KP3K : Prof. Dr. Syamsul Maarif M.Eng
Penyelamatan Terumbu Karang Adalah Kerja Bersama Kondisi terumbu karang Indonesia memang semakin mengkhawatirkan. Ini terlihat dari data yang direlease oleh P2O LIPI menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang yang baik dan sangat baik dari tahun 2005 ke 2007 cenderung menurun dari 31,5 % menjadi 30,6 %. Tentunya, harus ada upaya-upaya yang dilakukan untuk menyelamatkannya, tidak hanya oleh pemerintah, tetapi oleh seluruh stakeholders.
Hal itulah yang secara tegas disampaikan oleh Prof. Dr.Syamsul Maarif, Direktur Jenderal Kepulauan, Pesisir dan Pulau-Pulau kecil pada saat diwawancarai oleh Bayu Dwi Mardana Kusuma, wartawan National Geographic Indonesia yang pada saat itu didampingi oleh staf redaksi buletin Coremap II Leonas Chatim. Wawancara dilaksanakan pada tanggal 24 Juli 2007 diruang kerjanya. Berikut petikan wawancara tersebut, yang dituliskan kembali oleh staf bulletin Coremap II. Bagaimana kondisi terumbu karang Indonesia saat ini, dilihat dari 5 tahun terakhir. Kecenderungannya apakah semakin baik atau semakin buruk. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Coremap dan DKP.
Kondisi terumbu karang Indonesia dalam 5 tahun belakangan ini memang semakin memburuk. Terumbu Karang yang sangat baik hanya sekitar 5 %. Memburuknya kondisi ini ada yang disebabkan oleh faktor alam seperti perubahan iklim, coral bleaching dll., Juga oleh ulah manusia seperti sedimentasi dan pencemaran laut yang disebabkan pengelolaan sumberdaya di kawasan daratan belum memadai, dan praktek perikanan yang merusak seperti penggunaan bom dan bahan beracun. Oleh sebab itu, kita semua harus bekerja keras untuk menyelamatkan sumberdaya penting ini. Bagaimana potensi terumbu karang Indonesia dilihat dari kacamata ekonomi?
Luas terumbu karang Indonesia menurut Tomascik (1997) adalah 85.707 km2 atau 16,5 % dari luasan terumbu karang dunia. Ditambah lagi, Indonesia terletak di pusat terumbu karang dunia yang kita sebut sebagai the Coral Triangle yang memiliki keragaman
BULETIN COREMAP II
Volume 3 / 2007
tertinggi di dunia yang terdiri dari lebih 70 genera dan 450 species. Secara ekonomi, ekosistem terumbu karang dimanfaatkan oleh 94 % perikanan skala kecil, yang terdiri dari 4,5 juta nelayan dan pembudiaya ikan di laut. Belum lagi dihitung potensi ekonominya sebagai sumber biofarmasi dan pariwisata. Adakah contoh hitungan ekonomi mengenai manfaat tersebut?
Perhitungan nilai ekonomi terumbu karang secara nasional sampai dengan saat ini belum tersedia data yang memadai. Namun demikian secara lokal dapat diberian beberapa contoh. Pulau Sebesi di Lampung, misalnya dari terumbu karang yang dimilikinya seluas 60 hektar memberikan nilai ekonomi untuk kegiatan perikanan sebesar Rp. 2 milyar per tahun. Verifikasi yang dilakukan pada tahun 2007, diperkirakan memberikan hasil hitungan yang sama. Untuk kawasan Takabonerate, dengan asumsi pertumbuhan 5 % setahun untuk perkiraan selama tahun, diperoleh Nilai Net Present Value sebesar Rp. 103,43 miliar. Jika tidak dikelola dengan baik, akan mengalami penyusutan sebesar 5 % setahun untuk kegiatan penangkapan ikan, sehingga nilai NPVnya berkurang menjadi Rp. 55 M. Bila dikelola dengan baik dan berkelanjutan akan memberikan nilai peningkatan sebesar 5 % setahun, sehingga diperoleh NPV sebesar Rp. 222,95 miliar. Sebuah perbedaan nilai ekonomi yang luar biasa besarnya. Bagaimana hasil pelaksanaan kegiatan Coremap yang telah dikerjakan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir.
Dalam 5 tahun terakhir ini telah dilaksanakan Coremap tahap I dan tahap II. Tahap I dilaksanakan oleh LIPI dan berakhir pada
tahun 2003 dan Coremap tahap II dimulai pada Tahun 2004 untuk ADB dan 2005 untuk WB. Hasil tahap I adalah tersedianya draft dokumen rencana strategis pengelolaan terumbu karang nasional, dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya terumbu karang di lokasi sasaran, disamping tersedianya data dasar ekologi dan ekonomi di lokasi-lokasi Coremap. Melalui Coremap II, draft strategi nasional tersebut telah ditetapkan dalam bentuk Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan dan saat ini sedang diupayakan unutk ditingkatkan menjadi peraturan presiden. Dalam 3-4 tahun terakhir ini melalui Coremap2 telah dilaksanakan berbagai kegiatan di 5 propinsi dan 15 kabupaten/Kota. Hasil nyata yang diperoleh sementara ini adalah ditetapkannya 8 kawasan konservasi laut daerah di Kota Batam, Kab, Mentawai dan 6 KKLD di Kab. Raja Ampat seluas 900.000 ha, terbentuknya lembaga pengelola sumberdaya terumbu karang di desa-desa coremap 2. Beberapa kegiatan mata pencaharian alternatif telah menunjukkan hasilnya, dibeberapa desa telah berdiri pusat-pusat informasi terumbu karang dan masyarakat telah berhasil menyusun dokumen rencana pengelolaan terumbu karang. Seluruh hasil tersebut, mudah-mudahan secara perlahan akan merubah pola pengeloaan terumbu karang oleh masyarakat dan dalam jangka panjang akhirnya dapat menyelamatkan terumbu karang. Dari hasil kegiatan tersebut, bagaimana implementasi kebijakan pemerintah untuk penyelamatan terumbu karang di Indonesia.
Telah banyak yang dilakukan oleh pemerintah sejak 5 tahun terakhir ini. Dari sisi kebijakan telah terbit SK Menteri Kelautan dan Perikanan No. 38 tahun 2004 tentang Pedoman Umum Pengelolaan Terumbu Karang yang berisikan strategi dan program nasional pengelolaan terumbu karang. Pada bulan Juli 2007 telah disetujui oleh DPR UU Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang antara lain berisikan pengaturan tentang pemanfaatan terumbu karang berkelanjutan dan pelarangan merusak terumbu karang. UU No.31 tentang Perikanan juga berisikan pengaturan tentang konservasi Sumberdaya Ikan melalui konservasi kawasan dan konservasi jenis ikan (termasuk terumbu karang). Pada tataran implementasi telah dilakukan berbagai aktivitas antara lain melalui Coremap 2 yaitu kegiatan penyadaran masyarakat tentang pentingnya terumbu karang, peningkatan kapasitas masyarakat dan lembaganya, mendorong desa-desa coremap menetapkan sebagian kawasan terumbu karang menjadi daerah perlindungan laut, pengembangan sistem pengawasan masyarakat dan penyediaan sarana dan prasarana pengawasan terumbu karang serta pengembangan mata pencaharian alternatif, sehingga tekanan masyarakat terhadap terumbu karang diharapkan semakin berkurang. Sementara itu, untuk kegiatan diluar Coremap telah dilaksanakan juga kegiatan-kegiatan rehabilitasi terumbu karang melalui transplantasi karang dan pembuatan terumbu buatan, pelatihan-pelatihan, pengembangan kawasan konservasi laut serta menjalin kerjasama regional untuk penyelamatan terumbu karang.
Peran pemerintah daerah terhadap penyelamatan terumbu karang sangat besar karena sumberdaya ini berada di daerah dan menurut UU No. 32 tahun 2004 disebutkan bahwa kewenangan pengelolaan sumberdaya laut berada pada pemerintah daerah. Kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah tersebut juga diikuti oleh kewajiban dan melestarikan lingkungannya yang juga secara jelas diamanatkan oleh UU tersebut. Peran yang sangat diharapkan antara lain menyusun rencana strategis dan rencana pengelolaan terumbu karang, menyusun peraturan-peraturan daerah terkait dengan pengelolaan TK, meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat, mengembangkan kawasan konservasi laut tingkat propinsi maupun kabupaten, mengembangkan kegiatan mata pencaharian alternatif dan pengembangan infrastruktur desa. Peran penting lainnya adalah melakukan kegiatan monitoring, controlling dan surveilance guna mengurangi tingkat kerusakan terumbu karang yang diakibatkan oleh kegiatan perikanan yang tidak ramah lingkungan. Apa yang diharapkan DKP terhadap peran masyarakat dalam penyelamatan terumbu karang.
Masyarakat memegang peranan yang sangat penting dalam penyelamatan terumbu karang karena merekalah yang berada dekat dengan sumberdaya tersebut. Oleh sebab itu melalui coremap 2 juga dikembangkan program siswasmas yaitu sistem pengawasan masyarakat terhadap sumberdaya pesisir dan laut di wilayahnya. Pemerintah dalam hal ini lebih pada posisi membantu dalam hal peningkatan kapasitas melalui pelatihan-pelati-
Apa yang diharapkan DKP terhadap peran pemerintah daerah dalam penyelamatan terumbu karang.
Volume 3 / 2007 BULETIN COREMAP II
Indonesia, maka baru sebagian kecil saja wilayah yang dapat ditangani. Kerja bersama semua pihak baik pemerintah, swasta, NGO dan masyarakat sangat diperlukan untuk penyelamatan sumberdaya penting ini. Kawasan KKLD cerita detail idenya dan sudah diterapkan dimana saja dan respon pemerintah daerah dan masyarakat terhadap KKLD.
han dan pendampingan dan penyediaan sistemnya. Masyarakat juga harus menghentikan kegiatan-kegiatan perikanan yang merusak seperti penggunaan bom dan bahan beracun. Adakah cerita sukses kerja bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat serta lembaga lain (NGO) dalam suatu wilayah tertentu.
Cerita sukses kerja bersama berbagai stakeholders dalam suatu wilayah tertentu dapat diceritakan pada dua kawasan yaitu lokasi non Coremap dan lokasi Coremap. Cerita sukses pertama dilokasi non Coremap adalah di kabupaten Berau. Di kabupaten ini cukup banyak NGO yang bekerja bersama-sama pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk mengembangkan kawasan konservasi laut daerah. Pada tahun 2005, melalui SK Bupati Berau No. 31/2005 seluas 1,2 juta ha kawasan laut atau hampir seluruh kawasan perairannya telah ditetapkan menjadi kawasan konservasi laut daerah. Pada saat ini pada kabupaten tersebut telah dibentuk kelembagaan lintas sektor termasuk NGO untuk menyusun strategi dan program untuk pengembangan KKLD tersebut. Sementara itu dibagian lain wilayah Indonesia, tepatnya di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, DKP bersama-sama dengan pemerintah daerah melalui program Coremap, telah melaksanakan berbagai kegiatan penyelamatan terumbu karang. Hasil nyata yang diperoleh antara lain telah ditetapkannya KKLD seluas 50.000 ha, kegiatan perbaikan infrastruktur tingkat desa, dan pembinaan masyarakat dan pengembangan mata pencaharian alternatif oleh NGO lokal. Salah satu mata pencaharian alternatif yang berhasil dikembangkan antara lain pegembangan usaha kerupuk dan dalam waktu dekat akan dikembangkan kegiatan budidaya laut secara terpadu. Apa kendala yang dirasakan oleh pelaksana Coremap dan DKP dalam melaksanakan penyelamatan terumbu karang Indonesia.
Kendala yang dihadapi memang sangat besar. Ada 3 hal utama yang dihadapi antara lain masih rendahnya kesadaran akan pentingnya terumbu karang, lemahnya kapasitas lembaga dan masyarakat serta belum tersedianya perangkat aturan yang memadai. Oleh sebab itu, ketiga hal inilah juga yang menjadi fokus utama program coremap. Tapi satu hal yang perlu dicatat bahwa mengingat luasnya sebaran terumbu karang di
BULETIN COREMAP II
Volume 3 / 2007
Di Indonesia dikenal 2 tingkatan KKL yaitu KKL Nasional dan KKL Daerah atau yang familiar disebut sebagai KKLD. Kawasan Konservasi Laut (KKL) merupakan Kawasan pesisir dan lautan tertentu, termasuk tumbuhan dan hewan di dalamnya, serta bukti peninggalan sejarah dan sosial budaya di bawahnya, dilindungi secara hukum atau cara-cara lain yang efektif, baik sebagian maupun seluruh lingkungan alamnya. Kawasan konservasi laut yang terlindungi dengan baik, secara ekologis memberikan dampak positif dalam bentuk: (1) habitat yang lebih cocok dan tidak terganggu untuk pemijahan induk; (2) meningkatnya jumlah stok induk; (3) ukuran (body size) dari stok induk yang lebih besar; (4) larva dan recruit hasil reproduksi lebih banyak. Sebagai akibatnya, terjadi kepastian dan keberhasilan pemijahan pada wilayah kawasan konservasi laut. Keberhasilan pemijahan di dalam wilayah Kawasan Konservasi Laut dibuktikan memberikan dampak langsung pada perbaikan stok sumberdaya perikanan di luar wilayah kawasan konservasi laut. Sampai saat ini sudah 17 (tujuh belas) kabupaten yang mengesahkan penunjukan KKLD melalui SK Bupati, antara lain: Indramayu, Alor, Pesisir Selatan, Berau, Lombok Timur, Minahasa selatan, Simeulue, Sorong, Kota Baru, Bima, Buton, Bengkayang, Muna, Sorong, Lingga, Raja Ampat, dan Batang. Luasan totalnya + 2,3 juta hektar. Selain itu melalui program COREMAP, diharapkan sebanyak 15 kabupaten/kota akan menunjuk wilayahnya sebagai KKLD. Saat ini, sudah ada 6 KKLD yang ditetapkan, yaitu 1 KKLD di Kabupaten Mentawai, 1 KKLD kota Batam dan 4 KKLD di Raja Ampat dengan total luas sekitar 1 juta ha. Jadi sampai saat ini sudah lebih dari 8,3 juta hektar KKL yang sudah disyahkan Dari data tersebut diatas, terlihat bahwa respons daerah sangat besar, dan terus semakin membesar dengan semakin meningkatnya pemahaman terhadap pentingnya KKL. Oleh sebab itu saya optimis, bahwa target ditetapkannya kawasan konservasi laut seluas 10 juta ha pada tahun 2010, akan tercapai. Pada tingkat masyarakat responsnya juga sangat besar. Sebagai contoh pada desa-desa binaan Coremap, masyarakat telah terdorong untuk mengalokasikan sebagian wilayah perairan desanya untuk ditetapkan sebagai KKL skala kecil yang populer disebut sebagai Daerah Perlindungan Laut (DPL). Masyarakat melalui peraturan desanya menyepakati untuk tidak melakukan kegiatan penangkapan dan kegiatan ekstraktif lainnya di kawasan DPL tersebut. Bayangkan apabila seluruh desa-desa di Indonesia menyisihkan sebagian kawasan terumbu karang, mangrove, padang lamun dan ekosistem lainnya untuk ditetapkan sebagai DPL, maka saya yakin perikanan berkelanjutan yang kita cita-citakan bersama akan terwujud.
Coral Triangle Initiatives on Coral Reefs, Fisheries and Food Security Oleh: M. Eko Rudianto Disarikan dari tulisan background paper CTI oleh Sheldon Cohen dan Abdul Halim Apabila kita searching melalui google akhir-akhir ini dengan menggunakan kata kunci the Coral Triangle Inisiatitives, maka kita akan jumpai puluhan artikel tentang topik tersebut. Utamanya yang bertanggal setelah 10 September 2007, setelah CTI termasuk dalam deklarasi 21 APEC Leaders Sydney, yang ada pada lampiran dibawah judul Action Agenda yang bunyi lengkapnya: Marine and coastal resources Sustainable marine and coastal resources are an integral part of the carbon cycle. We therefore: • welcome the Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries and Food Security which is aimed at enhancing the conservation of marine biological resources. Itulah sepenggal kalimat yang menandai naiknya status the Coral Triangle Initiatives, dari pembahasan tingkat tim kerja menjadi berskala internasional. Kalimat itu memang nonlegally binding, tetapi dideklarasikan oleh 21 kepala negara, tentunya tidak main-main, dan butuh kerja keras untuk menjadikannya kenyataan di lapangan. Kalimat tersebut dapat masuk dalam deklarasi, tentunya tidak terlepas dari upaya keras para champion delegasi RI di APEC Leaders meeting di Sydney, yang dipimpin sendiri oleh Presiden RI, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono. Disamping dibahas pada level SOM, bapak presdien sendiri menyampaikannya dalam pidato pada saat retreat , dan menyampaikannya kepada beberapa kepala negara pada saat pertemuan bilateral.
termasuk kawasan segitiga terumbu karang dimana kebetulan Indonesia berada di pusatnya. MKP saat itu sepakat untuk mendorong upaya tersebut, dan sebagai langkah awal adalah dengan berkirim surat kepada 6 kepala negara yang berada di kawasan The Coral Triangle, termasuk surat kepada Presiden USA dan PM Australia untuk mendapatkan dukungannya.
The Coral Triangle sendiri bukan merupakan sebuah topik bahasan yang baru. Berbagai pihak telah mengidentifikasikannya sebagai kawasan pusat terumbu karang dunia sejak beberapa tahun yang lalu. Mungkin momentum kali ini cukup tepat, sehingga isu ini bisa bergulir ke level yang lebih tinggi dalam waktu kurang dari 3 bulan. Semuanya berawal pada saat pertemuan Menteri Kelautan dan Perikanan dengan The Nature Conservancy. Pada pertemuan tersebut dibahas tentang pentingnya mendorong penyelamatan sumberdaya kelautan
Tim Kerja informal yang terdiri dari Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Ditjen KP3K, Puskita- Setjen DKP, TNC, WWF, CI dan kantor staf khusus Presiden RI Bidang Hubungan Luar Negeri segera bekerja. Disamping merumuskan surat Presiden RI, tim kerja ini jugamenyusun langkah-langkah yang diperlukan agar inisiatif CTI tersebut dapat segera direalisasikan. Akhirnya satu persatu rencana dapat dijalankan. Surat Presiden RI tentang CTI meluncur ke 7 negara, paragraf tentang CTI dalam pidato presiden di APEC Leader meeting berhasil dirumuskan. Termasuk juga upaya keras Dr. Dino Patti Djalal
Volume 3 / 2007 BULETIN COREMAP II
mengkoordinir tim kerja untuk merumuskan kalimat yang akan diusulkan masuk dalam deklarasi APEC Leader. Dan sebagai langkah awal, sejauh ini sudah cukup berhasil. Tinggal lagi kerja keras yang lebih besar menanti untuk terealisirnya inisiatif tersebut.
Apa itu the CORAL TRIANGLE INITIATIVES Sebuah kawasan Coral Triangle (CT) di wilayah Indo-Pasifik, yang memiliki lebih dari 600 jenis karang (lebih dari 75% jenis karang yang telah diketahui), 53% terumbu karang dunia, 3,000 jenis ikan, dan sebaran hutan bakau terbesar di dunia, telah diidentifikasikan oleh para ilmuwan sebagai pusat keanekaragaman dan kelimpahan kehidupan laut di planet bumi. Selain itu, CT menyediakan tempat pemijahan dan perkembang biakan bagi ikan tuna yang menyediakan bahan baku bagi salah satu industri perikanan tuna terbesar dunia. Kawasan yang berbentuk segitiga ini mencakupi seluruh atau sebagian dari wilayah zona ekonomi eksklusif enam negara: Indonesia (bagian tengah dan timur), Timor Leste, Philippines, Malaysia (Sabah), Papua New Guinea, dan Kepulauan Solomon. Sumberdaya hayati laut tersebut, sayangnya berada dalam ancaman dari berbagai sumber seperti: penangkapan ikan berlebih (overfishing), penangkapan ikan secara destruktif, perubahan iklim, dan polusi. Guna membantu melindungi sumberdaya laut dan pesisir tersebut untuk generasi yang akan datang perlu mempercepat pengembangan jejaring kawasan konservasi laut di kawasan coral triangle, dan memformalisasi kerjasama dengan negara-negara lain di kawasan coral triangle yang disebut sebagai the Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries and Food Security. Inisiatif yang untuk selanjutnya disebut sebagai CTI ini diharapkan akan diikuti oleh negara C6 dengan dalam bentuk “Deklarasi Bersama untuk Konservasi dan Pengelolaan Lestari Sumberdaya Laut dan Pesisir Coral Triangle’. Deklarasi tersebut diharapkan dapat dilakukan pada akhir Desember 2008.
BULETIN COREMAP II
Program utama i) penentuan bentang laut (seascapes) prioritas yang cukup luas untuk percontohan pengelolaan yang baik dan berkelanjutan di setiap negara; (ii) pengembangan jejaring kawasan konservasi laut; (iii) pengelolaan perikanan berbasis ekosistem dan pariwisata alam; dan (iv) pengembangan pendanaan yang berkelanjutan, pembangunan kapasitas, dan pelibatan sektor swasta.
Langkah-langkah untuk Merealisasikan CTI Bapak Presiden RI telah mengeluarkan sebuah pesan resmi pada pertemuan kedelapan para pihak pemerintah dalam Konvensi Keanekaragaman Hayati (di Brazil) yang menekankan pentingnya coral triangle. Dalam pertemuan tersebut, Bapak Presiden mengemukakan keinginannya untuk: (i) mempercepat pengembangan jejaring kawasan konservasi laut di kawasan coral triangle, dan (ii) memformalisasi kerjasama dengan negara-negara lain di kawasan coral triangle. Selanjutnya, pada bulan Agustus 2007, Presiden Yudhoyono menulis surat kepada tujuh kepala negara (Philippines, Malaysia, Timor Timur, PNG, Kepulauan Solomon dan juga Australia dan Amerika Serikat) mengusulkan inisiatif Coral Triangle untuk terumbu karang, perikanan, dan ketahanan pangan. Inisiatif tersebut ditargetkan untuk memperoleh komitmen politis tingkat tinggi bersama oleh keenam negara di kawasan ini, didukung oleh komitmen pendanaan internasional yang signifikan.
Sebuah kelompok kerja lintas departemen telah dibentuk untuk merancang rencana aksi jangka pendek CTI. Beberapa usulan rencana aksi ini termasuk: a) Penyusunan elemen-elemen strategis untuk CTI, b) Sosialisasi kepada pemerintah negara lain oleh Deplu, departemen terkait lainnya dan lembaga non-pemerintah yang mendukung CTI, c) Rencana pertemuan tingkat menteri – disekitar waktu pelaksanaan pertemuan COP-13, Desember 2007 di Bali, untuk mempersiapkan draf Deklarasi Bersama yang akan disempurnakan dan ditanda tangani oleh para pemimpin negara-negara coral triangle pada tahun 2008, d) Sebuah pertemuan khusus selama waktu COP-13 untuk meningkatkan penyadartahuan tentang CTI, khususnya dalam kaitannya dengan perubahan iklim, e) pertemuan Kelompok Kerja Perikanan dan Sumberdaya Laut APEC, pada bulan November 2007 di Menado yang juga akan mendiskusikan CTI.
Penutup The Coral Triange Initiatives sejauh ini sudah menunjukkan kemajuan yang luar biasa.Tetapi yang lebih penting lagi adalah bagaimana menjadikan cita-cita tersebut menjadi sesuatu yang nyata. Adanya dukungan politis tingkat tinggi, dan tersedianya pendanaan berkelanjutan untuk menunjang program penyelamatan CT adalah merupakan hal yang harus dicapai. Dalam jangka panjang disamping pusat kanekaragaman hayati dunia ini dapat diselamatkan, sekaligus juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut.
Guna membantu melindungi sumberdaya laut dan pesisir tersebut untuk generasi yang akan datang perlu mempercepat pengembangan jejaring kawasan konservasi laut di kawasan coral triangle, dan memformalisasi kerjasama dengan negara-negara lain di kawasan coral triangle yang disebut sebagai the Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries and Food Security.
Volume 3 / 2007
Munas Terumbu Karang 2007
Reef for Welfare
“Acaranya asyik yach, lain dari biasanya… “ demikianlah ungkapan yang disampaikan oleh beberapa peserta Munas Terumbu Karang yang baru pertama kali diselenggarakan. Perhelatan pembukaan yang berlangsung di Ballroom Krakatau Convention Centre Hotel Mercure, Ancol Jakarta dipadati oleh lebih kurang 500 peserta dari berbagai profesi, sebut saja Birokrat tingkat pusat dan daerah, Peneliti, Polisi, Pengusaha, Akademisi, Aktifis (LSM), Jurnalis, Mahasiswa dan Pelajar serta tidak ketinggalan Masyarakat Umum. Sejenak perhatian para hadirin terfokus pada Acara Munas Terumbu Karang yang mengambil tea “Reef for Welfare” atau Terumbu Karang demi kesejahteraan masyarakat. Volume 3 / 2007 BULETIN COREMAP II
... kehidupan masyarakat pesisir di Maumere bergantung pada hasil sumberdaya daya laut maka program COREMAP II perlu terus didukung ... Rangkaian kegiatan Munas telah dimulai dengan kegiatan workshop kelembagaan, Pertemuan MCS dan TOT Mata Pencaharian Alternatif serta babak final Lomba Cerdas Cermat. Sedangkan acara Munas terdiri dari kegiatan Deklarasi Penyelamatan Terumbu Karang, Pembentukan Masyarakat Terumbu Karang Indonesia (INCRES), Simposium dan Pameran dengan tema Sound of the reef di mana didalamnya menampilkan pameran foto. Munas atau Musyawarah Nasional Terumbu Karang ini memang baru pertama kali dilakukan. Sebelumnya berbagai pertemuan berskala nasional dengan topik tentang terumbu karang sudah sering dilakukan. Namun kali ini, semangat untuk menjaga dan melestarikan terumbu karang dijadikan semangat bersama dengan tujuan mulianya demi kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur PMO/NCU Coremap II dalam konferensi pers yang diselenggarakan setelah acara pembukaan Munas di Hotel Mercure Ancol, Jakarta.
10
BULETIN COREMAP II
Volume 3 / 2007
Acara Munas dengan tema terumbu karang untuk kesejahteraan ini sesuai pula dengan inisiatif yang disampaikan oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono di forum Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) Sydney. Coral Reef Triangle Initiative (CTI) menjadi salah satu agenda “Deklarasi Sydney” yang berisikan tentang perlunya menjaga dan mengamankan potensi terumbu karang dunia yang berpusat di enam Negara termasuk Indonesia. Dirjen KP3K, Syamsul Maarif mengatakan kepada wartawan akan pentingnya bagi Indonesia melakukan upaya yang lebih konkret dalm konservasi terumbu karang salah satunya membentuk tim kerja yang segera menyusun rencana aksi untuk menindaklanjuti usulan tersebut. Pada konferensi Pers tersebut, Dirjen KP3K dan Direktur NCU/PMO Coremap II didampingi oleh Nugie, penyanyi yang juga sekaligus public figure dunia hiburan di Indonesia. Pada kesempatan tersebut, Nugie menyampaikan kepeduliannya terhadap kondisi laut dan juga terumbu karang Indonesia yang kurang diperhatikan. Upaya yang dilakukannya sebagai seorang penyanyi adalah menyampaikan rasa kepeduliannya itu melalui lagu-lagu. Pada acara pembukaan Munas, Nugie menyanyikan dua buah lagu dengan judul “Terumbu Karang” dan “Jangan Ganggu Lautku”, kedua lagu tersebut
September 2007, Buku Terumbu Karang Indonesia dalam perspektif Media Lokasi Raja Ampat dan Sikka, Bulletin, beserta aneka Merchandise Coremap II.
berisikan kritikan pada kita manusia yang masih kurang peduli akan kehidupan di laut.
Pembukaan Munas Pembukaan Munas dihadiri oleh Dirjen KP3K yang mewakili Menteri Kelautan dan Perikanan RI, sedangkan Ibu Menteri Kelautan dan Perikanan, Ibu Ani Numberi menghadiri acara tersebut sebagai tamu kehormatan. Ibu Ani Numberi juga berkenan memberikan piala kepada para pemenang Lomba Cerdas Cermat dan Kontes Innovator Muda. Sementara, Dirjen KP3K yang mewakili Menteri, memberikan sambutan Pembukaan sekaligus memberikan pernyataan pembukaan acara Munas. Direktur PMO/NCU Coremap II menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan Munas juga memberikan materi sosialisasi Coremap II kepada Dirjen KP3K. Materi sosialisasi yang disampaikan adalah sebuah tas yang berisikan Publikasi kegiatan Coremap II berupa sisipan di majalah National Geographic Indonesia terbitan bulan
Acara pembukaan juga dimeriahkan dengan berbagai lagu yang bertemakan tentang ajakan kepada masyarakat untuk menjaga terumbu karang dibawakan oleh Paduan suara yang terdiri dari Pemenang Lomba Cerdas Cermat, Kerabat Konservasi Terumbu Karang, Duta Karang Nasional, Mahasiswa Sekolah Tinggi Perikanan, Nugie dan Group Band Tequilla. Paduan suara memimpin lagu Indonesia Raya, kemudian lagu Mars Terumbu Karang. Sementara Band Tequilla membawakan lagu Cinta Laut Lestar dan sebuah lagu hasil lomba cipta lagu yang diselenggarakan oleh Coremap II Propinsi Sulawesi Tenggara berjudul Lestarikan Terumbu Karang. Selain deretan lagu-lagu, pada acara pembukaan juga ditampilkan Feature Coremap II dalam bentuk film. Keseluruhan acara Munas diiringi dengan pemutaran film dokumenter, liputan langsung acara Munas dan beberapa pesan-pesan singkat di layer lebar (giant screen) melalui ketrampilan multimedia. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan acara dialog Munas yang merupakan
hasil kerjasama antara Coremap II dengan TVRI. Dialog interaktif dengan narasumber Direktur PMO/NCU Coremap II, Kepala P2O LIPI, Kasubdit Polairud POLRI, Wakil dari Pengusaha Wisata Bahari Indonesia, Ketua Conservancy International dan Dekan IPB dipandu oleh moderator dari TVRI, Leni Hadiawaty. Acara ini mengusung tema “Penyelamatan Terumbu Karang” melalui berbagai sector baik keamanan di laut, pengembangan wisata bahari, pengembangan pengetahuan dan pendidikan serta partisipasi masyarakat. Liputan diskusi ini telah ditayangkan secara nasional oleh TVRI pada hari Sabtu, 15 September 2007 pukul 15.30 Wib. Sosialisasi sekaigus pembentukan Masyarakat Terumbu Karang Indonesia atau Indonesian Coral Reef Society (INCRES) dipimpin oleh Dr. Jamaluddin Jompa. Selain sebagai Sekretaris Eksekutif, Dr. Jamal juga menjadi salah satu inisiator pembentuk INCRES. Pembentukan kelompok ini mendapat respon yang sangat positif bagi peserta. Pada kesempatan itu, sekaligus dibentuk Organisasi INCRES yang diketuai oleh Dr. Suharsono, Kepala P2O LIPI. Hampir seluruh peserta berharap, organisasi yang baru dibentuk ini dapat memainkan peran yang lebih substantive dalam menjaga dan merehabilitasi terumbu karang secara berkelanjutan.
Volume 3 / 2007 BULETIN COREMAP II
11
Arah dan Tantangan
Pengelolaan Terumbu Karang
(Keynote Speech pada Munas Terumbu Karang tahun 2007) Oleh: Syamsul Maarif
Kondisi terumbu karang Indonesia sudah sampai pada tahap yang mengkhawatirkan, sehingga upaya penyelamatan terumbu karang sudah sangat mendesak untuk dilakukan. Akar permasalahan yang dijumpai antara lain kurangnya kesadaran, kemiskinan, kebijakan dan strategi yang belum dapat diimplementasikan oleh seluruh stakeholders termasuk masih belum lengkapnya peraturan perundang-undangan. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki garis pantai sepanjang 95.181 km dan jumlah pulau ± 17.504 pulau. Wilayahnya membentang dari Sabang sampai Merauke dan terletak di tiga wilayah waktu. Perairan lautnya meliputi 75% dari seluruh luas wilayah (~ 5.8 juta km2), dengan luas wilayah ZEE di urutan ke-3 di dunia (2.7 juta km2).
12
BULETIN COREMAP II
Volume 3 / 2007
Populasinya merupakan terbanyak ke empat di dunia (~230 juta orang), dan sebagian besar menggantungkan matapencahariannya pada sumber daya kelautan dan perikanan. Sebanyak 297 dari 440 kabupaten /kota dengan ± 7.000 desa berada di wilayah pesisir, sehingga sebenarnya sangat pantas apabila perhatian ke wilayah lautan harus mendapatkan porsi yang lebih besar.
Terumbu Karang yang sehat, baik secara langsung maupun tidak langsung, akan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal disekitarnya, dan bukan tidak mungkin akan meningkatkan kesejahteraan bangsa secara keseluruhan
Indonesia terletak di pusat segitiga karang dunia (The Coral Triangle/CT). Kawasan CT ini mencakupi wilayah zona ekonomi eksklusif enam negara yaitu Indonesia, Timor Leste, Philippines, Malaysia, Papua New Guinea, dan Kepulauan Solomon (negara C6). Kawasan tersebut memiliki sumberdaya hayati laut yang menopang kehidupan lebih dari 120 juta orang serta memberikan manfaat bagi umat manusia di dunia, dengan nilai ekonomis ekosistem pesisir diperkirakan sebesar US$ 2.3 miliar per tahun. Juga merupakan lokasi perkembangbiakan tuna yang menopang industri perikanan tuna terbesar didunia. Namun sayangnya kawasan tersebut saat ini berada dalam ancaman dari berbagai sumber seperti: penangkapan ikan berlebih (overfishing), penangkapan ikan secara destruktif, perubahan iklim, dan polusi. Kondisi terumbu karang Indonesia sudah sampai pada tahap yang mengkhawatirkan, sehingga upaya penyelamatan terumbu karang sudah sangat mendesak untuk dilakukan. Akar permasalahan yang dijumpai antara lain kurangnya kesadaran, kemiskinan, kebijakan dan strategi yang belum dapat diimplementasikan oleh seluruh stakeholders termasuk masih belum lengkapnya peraturan perundang-undangan. Sementara itu tantangan yang dihadapi antara lain otonomi daerah, rendahnya kapasitas pengelolaan, dan terbatasnya data, informasi serta anggaran.
a.
b.
c.
d.
e.
Arah Penyelamatan Terumbu Karang Arah penyelamatan terumbu karang dilakukan melalui: penguatan kapasitas kelembagaan, monitoring kondisi terumbu karang dan sosek masyarakat, MCS, pemberdayaan masyarakat, penyadartahuan, pendidikan, jaringan mitra bahari dan pengembangan kerjasama internasional. Penjelasan secara rinci untuk masing-masing unsur tersebut adalah sebagai berikut:
f.
g.
Penguatan kapasitas kelembagaan: peningkatan kapasitas pengelola mulai dari tingkat nasional sampai tingkat daerah, penyiapan peraturan dan upaya penegakkannya, penyusunan rencana strategis pengelolaan pesisir dan terumbu karang, penetapan kawasan konservasi perairan, serta penyusunan norma, standard, prosedur dan manual pengelolaan terumbu karang. Monitoring Kondisi Terumbu Karang & Sosek. Kegiatan ini sangat penting dilakukan guna mengetahui kondisi terumbu karang di Indonesia dari waktu ke waktu. Termasuk didalamnya kegiatan riset, monitoring kesehatan terumbu karang, kondisi perikanan dan kondisi sosial ekonomi. Juga perlu dilakukan riset tentang TK dan pengelolaan informasi. Monitoring, Controlling & Surveilance. Meliputi kegiatan pembentukan system MCS, pengadaan sarana dan prasarana, pelatihan dan operasi bersama. Pemberdayaan Masyarakat. Meliputi kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat, penyediaan sarana dan layanan social serta pengembangan mata pencaharian alternative. Penyadartahuan. Perlu dilakukan pada semua lapisan masyarakat untuk meningkatkan pemahaman tentang pentingnya terumbu karang. Kegiatannya dapat berupa sosialisasi tatap muka, melalui media elektronik, media cetak, pembangunan pusat-pusat informasi. Juga perlu digalakkan kegiatan-kegiatan yang meibatkan anak-anak muda. Pendidikan. Merupakan kegiatan penyadartahuan yang dilakukan melalui pendidikan formal. Kegiatannya dapat berupa pengembangan materi kurikulum muatan local untuk SD sampai dengan SMA, termasuk melakukan pelatihan terhadap para guru. Jaringan Kemitraan Bahari. Menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi dan stakeholders lainnya untuk
Volume 3 / 2007 BULETIN COREMAP II
13
h.
memperuas jaringan pengelolaan terumbu karang. Kegiatannya dapat berupa pengembangan kebijakan, riset terapan, pendampingan serta pendidikan dan pelatihan. Pengembangan kerjasama internasional. Kegiatannya dapat berupa membangun kerjasama regional, termasuk kerjasama dengan lembaga-lembaga donor untuk memperoleh dukungan program dan pendanaan bagi penyelamatan terumbu karang.
Apa yang Telah Dicapai? Sampai dengan saat ini sudah cukup banyak upaya yang dilakukan, baik oleh DKP, maupun oleh stakeholders lainnya. Namun, karena masih lemahnya sinkronisasi dan koordinasi serta relatif masih kurang dibandingkan dengan laju kerusakan, upaya tersebut masih belum signifikan hasilnya. Kemajuan yang telah dicapai di bidang penguatan kelembagaan misalnya telah ditetapkannya UU No. 31 tentang Perikanan dan UU No. 27/2007 tentang pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil. Kedua
14
BULETIN COREMAP II
Volume 3 / 2007
UU tersebut secara jelas telah mencantumkan system pengelolaan TK yang berkelanjutan, larangan apa saja yang diberlakukan dan sangsi apa saja yang dikenkan, bila larangan tersebut dilanggar. Pada tingkat daerah, sudah terbit beberapa Perda pengelolaan wilayah pesisir yang mengatur tentang pengelolaan berkelanjutan sumberdaya pesisir dan laut. Sementara itu pada tataran teknis juga telah diterbitkan Kepmen No. 38/2004 tentang pedoman umum pengelolaan terumbu karang, dilengkapi dengan pedoman-pedoman pengelolaan pesisir dan terumbu karang. Sementara itu, dalam hal pengembangan kawasan konservasi perairan,sampai dengan saat ini mealui inisiasi Departemen Kehutanan telah ditetapkan sebanyak 7 Taman Nasional Laut, 19 Taman Wisata Alam Laut, 10 Cagar Alam Laut dan 6 Suaka Margasatwa Laut. Sedangkan melalui inisiasi DKP, pemerintah daerah dan masyarakat telah berhasil dikembangkan 17 Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD), 10 Suaka Perikanan dan lebih dari 20 Daerah Perlindungan Laut (DPL). Melalui program COREMAP II send-
Mengingat kondisi dan laju kerusakannya, sumberdaya terumbu karang indonesia mendesak untuk diselamatkan. Upaya penyelamatan tersebut dilakukan dengan caracara peningkatan kapasitas, penyediaan data terumbu karang, MCS dan penegakkan hukum, penyadaran masyarakat serta pemberdayaan masyarakat.
iri, bersama dengan stakeholders lainnya, juga telah berhasil dikembangkan hampir 1 juta Ha Kawasan Konservasi Laut yang di deklarasikan melalui SK Bupati, dan lebih dari 50 lokasi DPL dengan penetapan Perdes. Sehingga, sampai dengan saat ini telah berhasil dikembangkan seluas 8,2 juta ha kawasan konservasi perairan. Untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat dan penyadartahuan, cukup banyak yang dilakukan. Pemberdayaan masyarakat melalui program COREMAP II, memang terkait langsung dengan penyelamatan terumbu karang. Sedangkan untuk kegiatan lainnya, mungkin terkait, namun tidak langsung. Untuk program-program semacam ini kedepan perlu lebih ditingkatkan lagi sinergitasnya.
Apa yang Masih Perlu Dilakukan? Kedepan masih banyak yang perlu dilakukan untuk upaya penyelamatan
terumbu karang. Ada 14 langkah yang disarankan, yaitu: i) penyelesaian peraturan turunan UU, ii) penyusunan peraturan daerah, iii) penyusunan rencana aksi tingkat nasional dan daerah, iv) perluasan peningkatan kapasitas, v) perluasan kawasan konservasi perairan, vi) perluasan pemberdayaan masyarakat, vii) monitoring terumbu karang, viii) sinergi program dan kegiatan antar stakeholders, ix) perluasan kerjasama internasional, x) peningkatan MCS dan penegakkan hukum, xi) peningkatan pendanaan, xii) perluasan penyadartahuan, xiii) pengembangan kurikulum berbasis berbasis kelautan, xiv) pengembangan coral reefs center di Indonesia.
Penutup Mengingat kondisi dan laju kerusakannya, sumberdaya terumbu karang indonesia mendesak untuk diselamatkan. Upaya penyelamatan tersebut di-
lakukan dengan cara-cara peningkatan kapasitas, penyediaan data terumbu karang, MCS dan penegakkan hukum, penyadaran masyarakat serta pemberdayaan masyarakat. Sampai dengan saat ini memang telah cukup banyak yang telah dicapai tetapi masih jauh dari kebutuhan. Oleh sebab itu perlu segera disusun rencana aksi nasional penyelamatan terumbu karang dan memperkuat sinergi pelaksanaannya diantara stakeholders. Apabila seluruh upaya tersebut dilaksanakan secara konsisten dan terus menerus, maka saya yakin suatu saat nanti, sumberdaya yang sangat berharga ini, secara perlahan tapi pasti akan pulih kondisinya. Terumbu Karang yang sehat, baik secara langsung maupun tidak langsung, akan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal disekitarnya, dan bukan tidak mungkin akan meningkatkan kesejahteraan bangsa secara keseluruhan.
Volume 3 / 2007 BULETIN COREMAP II
15
Munas Terumbu Karang 2007,
Dibalik Layar
“Pak tolonglah sementara bapak berhenti mengeluarkan ide, karena kalau bapak terus menerus punya ide baru, kita nggak bisa pulang-pulang nikh ……….” Celetuk salah seorang staf NCU COREMAP II, di saat mentari sudah terbit lagi di pantai Ancol. Itulah sekelumit kejadian yang terjadi di saat akhir persiapan Munas Terumbu Karang 2007. Sebagian staf masih sibuk merapikan stand Coremap 2, sebagian lagi sedang merapikan layer hitam yang merosot karena sobek. Sementara sebagian lagi terjulur disudut ruangan, tertidur kelelahan. Kejadian itu merupakan puncak persiapan Munas Terumbu Karang 2007, setelah berminggu-berminggu menyiapkannya. Kadang pulang tengah malam, dan terkadang malah tidak pulang-pulang. Kantor PMO/NCU Tebet sudah seperti rumah kedua atau bahkan
16
BULETIN COREMAP II
terkadang jadi rumah pertama. Kenapa demikian, karena pada hari-hari kerja, seringkali kita berada di kantor sampai 16 jam, utamanya dihari-hari akhir mendekati pelaksanaan Munas. Semuanya memang berawal sejak bulan Pebruari 2007, saat kita membaca ada kegiatan Munas Terumbu karang 2007 dan Bapak Direktur telah mengingatkan bahwa acara Munas tahun ini harus cukup besar dan mampu menggugah kesadaran orang akan pentingnya penyelamatan terumbu karang. Kami beranggapan bahwa bulan Agustus memang tidak begitu lama, karena
Volume 3 / 2007
hanya berselang 6 bulan dari waktu kita mulai merencanakan. Pihak pengelola program kemudian segera menerbitkan surat keputusan panitia sejak bulan Maret 2007. Panitia beberapa kali menyelenggarakan rapat, tapi belum juga berhasil merumuskan agenda yang akan diadopsi pada saat Munas. Setiap dua orang atau lebih berkumpul, topik Munas mendominasi pembicaraan kami, anehnya setiap orang punya persepsi yang selalu berbeda tentang acara ini. Mungkin karena sudah sering melaksanakan sebuah pertemuan tingkat nasional yang dihadiri oleh Bapak Menteri,
maka setiap konsep atau desain acara disampaikan, menjadi sulit diterjemahkan. Sungguh semakin dekat dengan hari pelaksanaan, semakin tidak dimengerti kemana arah kegiatan ini berlangsung. Namun demikian arahan dan petunjuk serta panduan yang dinamis, selalu dibahas setiap saat secara fokus. Sampai kemudian rapat yang diselenggarakan pada awal Juli menyepakati acara diundur selama dua minggu karena memang kebingungan tersebut semakin menemui jalan buntu. Sampai akhirnya, pada sebuah rapat seminggu kemudian, Bapak Direktur menyatakan bahwa sebaiknya dilakukan acara Munas yang merupakan kombinasi antara pembukaan yang setengah formal dengan sebuah symposium yang serius pada 1 hari sesudahnya. Berbekal pengalaman yang pernah kami lihat diberbagai pertemuan,
baik nasional maupun internasional, dengan cepat dirumuskan rangkaian acara Munas dan secara umum kemudian disetujui oleh Direktur. Pada prinsipnya acara dibagi menjadi dua, yaitu acara pembukaan dan acara minisimposium. Acara minisimposium dirancang seperti biasa, dalam bentuk presentasi dan diskusi, sedangkan acara pembukaan akan dirancang dalam bentuk kombinasi antara pidato, lagu-lagu, talkshow dan penyajian feature dalam bentuk kampanye. Acara Munas juga disepakati untuk dilengkapi dengan pameran terumbu karang dan pameran foto bawah air. Ternyata, ide yang sederhana tidak sederhana dalam implementasinya. Soal lagu misalnya, kami sepakat untuk tidak menghadirkan band karena akan menimbulkan kesan bukan acara Munas, tapi acara hura-hura. Akhirnya diputuskan
akan menyewa penyanyi secara life dan musik pengiringnya direkam. Kesulitan baru muncul karena ternyata juga harus mencari band dan studio rekaman. Tentang ide untuk menghadirkan layar yang tidak statis, tetapi berbentuk multimedia, implementasinya juga tidak semudah yang dibayangkan. Untung saja kami bertemu sekelompok pemuda idealis yang punya visi lingkungan, sehingga mereka bersedia membantu dengan biaya yang relatif murah. Perlahan tapi pasti apa yang dibayangkan mulai menunjukkan bentuknya. Satu persatu yang direncanakan, mulai terlihat hasilnya walau masih perlu perbaikan. Acara setiap saat bergeser, tapi konsep dasar tetap dipertahankan dan mengerucut pada satu bentuk acara yang terbayangkan bentuknya, tapi belum bisa dibayangkan hasilnya.
Volume 3 / 2007 BULETIN COREMAP II
17
Setiap hari tim kreatif berdiskusi, menghasilkan ide-ide baru. Hasil rekaman diperdengarkan, kemudian dikomentari untuk diberi tambahan disana sini. Multimediapun dipresentasikan, dan dengan berbagai penghalusan akhirnya bisa disepakati bentuknya. Demikian juga dengan feature, yang awalnya terasa monoton dan terkesan buru-buru dan terlalu naratif, akhirnya diberi beberapa sentuhan yang minimal membuatnya menjadi lebih menarik. Ide terus mengalir, terkadang sampai lupa waktu. Pulang kerumah jam 10 malam saja, terasa masih sore. Tetapi, kebutuhan untuk istirahat memang harus juga dipenuhi. Belum lagi tugas-tugas pokok lainnya juga mesti diselesaikan. Jadilah hari Sabtu dan Minggu terkadang menjadi hari resmi bekerja juga. Tibalah saat saat terakhir, rapat resmi Munas yang dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 30 September 2007. Cukup banyak pertanyaan-pertanyaa rinci yang masih diawang-awang jawabannya. Padahal hari pelaksanaan sudah semakin mendekat. Apalagi setelah tim kreatif mengunjungi lokasi calon tempat Munas. Semakin banyak hal-hal detail teknis yang perlu segera diputuskan. Salah satunya antara lain bagaimana cara meletakkan satu giant screen di depan dengan dua
18
BULETIN COREMAP II
spanduk berdiri di kanan dan kiri layar. Cukup banyak hambatan teknis yang mesti diatasi. Dan pelajaran yang kami peroleh adalah bahwa ide terkadang memang sangat menarik untuk dibicarakan, tetapi konsekuensi implementasinya mesti juga diperhitungkan. Memasuki minggu terakhir masa persiapan, memang semakin banyak ide yang muncul. Seperti pepatah temanteman dari Indonesia Timur yang sering mengucapkan “tiba masa, tiba akal”, benar-benar kami alami. Satu persatu persoalan teknis, minimal secara rencana sudah terbayangkan bagaimana cara mengatasinya. Tinggal implementasinya, memang harus menunggu di saat h-1. Ada berita mengejutkan yang kami terima pada hari kamis, tanggal 6 September 2007. Kehadiran Bapak Menteri
sepertinya kembali menjadi tidak pasti, karena beliau ada acara lain yang lebih penting. Sempat panitia turun semangat sesaat atas berita tersebut. Untungnya tidak berlangsung lama. Jumlah peserta yang konfirmasi sebanyak lebih dari 500 orang dan peserta pameran yang melebihi jumlah booth tersedia serta tak henti-hentinya Bapak Dirjen KP3K dan Direktur NCU memompa semangat kami, mendorong kami untuk kembali ke semangat militansi yang telah ada sebelumnya. Bahkan, sebagian panitia seakan tidak ingin beranjak pulang ke rumah pada hari Jumat sampai minggunya, untuk sekedar memberikan sentuhan akhir terhadap persiapan panjang tersebut.
Dokumentasi kekayaan bawah laut di Indonesia tidak hanya untuk kepentingan COREMAP, tetapi juga untuk memperkenalkan ekosistem terumbu karang dan asosiasinya ke masyarakat luas yang hingga saat ini ’’belum’’ munculnya photographer bawah air yang handal, untuk disandingkan dengan karya photographer asing.
Volume 3 / 2007
Akhirnya, tibalah hari yang dinanti, tanggal 10 September 2007. Ternyata, panitia tidak bisa berbuat apapun untuk meneruskan persiapan Munas, karena sebagian besar sibuk dengan acaranya masing-masing. Sebagian besar panitia harus ikut serta menyelenggarakan acara final cerdas cermat tingkat SMU se Jabodetabek. Sebagian lagi harus mengorganisir pertemuan TOT Mata Pencaharian Alternatif di hotel lain dan ada juga dua kegiatan lain yang berlangsung bersamaan yaitu pertemuan kelembagaan dan pertemuan MCS. Baru di penghujung senja, kita bisa mulai memasuki ruang Krakatau di Hotel Mercure Convention Convention Centre. Segera semua bekerja menjalankan fungsinya masing-masing. Disudut ada sekelompok kerabat konservasi, finalis cerdas cermat dan mahasiswa/I STP berlatih bernyanyi, ditengah MC dan protocol mencoba mendiskusikan agenda acara. Diluar petugas pameran, berpacu dengan waktu menyiapkan booth-booth pameran, ditengah panitia munas membongkar bahan-bahan sosialisasi untuk diatur dalam sebuah tas yang akan dibagikan. Pokoknya suasananya rame, heboh seperti pasar malam. Namun demikian, semuanya tampaknya dilakukan dengan ringan dan penuh canda tawa. Sedikit ketegan-
gan memang muncul saat rekan-rekan protocol mengusulkan perubahan acara. Tapi kemudian semua dapat diselesaikan dengan negosiasi yang dingin dan bersahabat. Acara gladi resik baru dapat dimulai pukul 22.00, dimana sebagian besar remaja sudah mulai kelelahan (karena peserta cerdas cermat sudah berangkat dari rumah sejak pukul 5 pagi). Layar yang datang terlambat dan sound system yang sempat jebol, memberikan andil terhadap molornya waktu gladi resik yang sejatinya dimulai pukul 19.00 tersebut. Gladi resik pertama sempat menimbulkan rasa was-was, tapi gladi resik kedua, akhirnya membangkitkan optimisme panitia. Apalagi, rekan-rekan penyanyi dari Tequila Band – yang cantik-cantik- tetap setia mengikuti gladi resik sampai akhir. Beralih ke stand pameran yang tampak masih lintang pukang pada pukul 02.00 dini hari, sempat menimbulkan kekhawatiran juga. Perlahan tapi pasti, stand pameran dapat diselesaikan termasuk pameran foto yang walaupun sempat berjatuhan foto-foto indahnya, akhirnya semua dapat selesai sesaat sebelum acara dimulai. Pada pukul 7 pagi, semua selesai dirapikan. Penat dan kantuk, belum juga terasa karena
masih belum melihat hasil kerja keras kami dipresentasikan. Akhirnya, tepat pukul 09.45 acara pembukaan dimulai. Ibu Menteri, Bapak Dirjen KP3K dan P2HP serta 500 an peserta hadir diruangan pembukaan. Agenda yang diawali dengan lagu “Heal The World” nya Michael Jackson melantun merdu mengiringi kehadiran tamu VIP, dilanjutkan dengan koor para remaja yang mendirikan bulu roma dan diakhiri dengan lagu penyelamatan laut dari Nugie dan lagu riang dari dara-dara cantik Tequila Band, menyuguhkan sajian pembukaan Munas yang lain dari biasanya. Tak ada peserta yang keluar masuk ruang pertemuan. Yang ada adalah mereka dengan tekun mengikutinya dengan sesekali bertepuk tangan meriah. Kerja keras dan panjangpun berbuah manis. Seluruh panitia saling memandang terkadang diselingi dengan acungan dua jempol keatas. Rasa penat dan mengantuk hanya baru terasa di malam harinya, tetapi terus terang kami semua puas dan bahagia karena kerja ini mendapatkan apresiasi yang tinggi dari petinggi KP3K dan sebagian peserta yang hadir. Sampai jumpa di Munas Terumbu Karang berikutnya, dan semoga acara ini merupakan awal kebangkitan upaya penyelamatan terumbu karang di seluruh Indonesia.
Volume 3 / 2007 BULETIN COREMAP II
19
Deklarasi Ancol Komitmen Politik Penyelamatan Terumbu Karang Oleh : Dian Fiana R.D.
….. Untuk menyelamatkan terumbu karang Indonesia yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Pemurah, maka Kami segenap masyarakat Indonesia bersamasama dengan Pemerintah dan pihak-pihak terkait lainnya menyatakan komitmen yang kuat untuk : satu …..
Barisan kalimat ini keluar secara tegas dari Drs. Markus Wanma, M.Si - Bupati Raja Ampat yang pada siang hari itu menjadi perwakilan deklarator untuk membacakan ‘Deklarasi Ancol’ pada pembukaan acara Musyawarah Nasional Terumbu Karang tanggal 10 September 2007 yang lalu, pembacaan ini kemudian diikuti oleh penandatangan deklarasi oleh 8 perwakilan deklarator antara lain : Gubernur
20
BULETIN COREMAP II
Papua Barat, Bupati Raja Ampat, Bupati Wakatobi, Bupati Pangkep, Country Director of TNC, Direktur TERANGI, Dekan Fakultas keautan dan Perikanan, IPB dan GAHAWISRI. Selain yang menandatanganinya secara langsung pada acara Munas, deklarasi tersebut juga telah ditandatangani oleh Menteri Perikanan dan Kelautan, Gubernur Kepulauan Riau, Bupati Selayar, Buton dan Natuna. Beberapa LSM seperti
Volume 3 / 2007
WWF Indonesia, National Coordinator Destructive Fishing Watch dan Telapak juga telah ikut serta menyepakati upaya penyelamatan terumbu karang secara bersama. Deklarasi Ancol tersebut diharapkan akan merupakan komitmen politik para stakeholders yang perduli terhadap terumbu karang, dan secara bersama mereka sepakat untuk melaksanakan
langkah-langkah penyelamatan terumbu karang melalui: pengelolaan potensi terumbu karang dengan menerapkan prinsip-prinsip berkelanjutan, berperan aktif dalam melakukan upaya-upaya perlindungan dan pelestarian dan mendorong proses pemantauan, pengawasan dan penegakan hukum atas tindakan-tindakan yang mengancam serta merusak serta mendorong terbangunnya kemitraan dan jaringan kerja dalam kerangka membangun sistem pengelolaan efektif termasuk peningkatan kapasitas kelembagaan dan sumberdaya manusia, serta pengembangan sains dan teknologi.
Bagaimana “deklarasi” ini berproses ? Gagasan ‘deklarasi’ deklarasi penyelamatan terumbu karang Indonesia muncul sebagai akibat dari keprihatinan akan kondisi terumbu karang kita di masa sekarang dan yang akan datang, reaksi yang muncul dari kekhwatiran akan nasib anak cucu kita dimasa mendatang yang tidak akan lagi dapat menikmati keindahan dan keanekaragaman hayati terumbu karang yang menjadi kekayaan Indonesia di mata dunia. Berawal dari keprihatinan tersebut, Menteri Kelautan dan Perikanan melalui surat tertanggal 30 Agustus 2007 yang disebarkan kepada 41 pimpinan lembaga pemerintah dan non pemerintah, untuk menghimbau
Deklarasi Ancol tersebut diharapkan akan merupakan komitmen politik para stakeholders yang perduli terhadap terumbu karang, dan secara bersama mereka sepakat untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan terumbu karang melalui: pengelolaan potensi terumbu karang dengan menerapkan prinsip-prinsip berkelanjutan, berperan aktif dalam melakukan upaya-upaya perlindungan dan pelestarian dan mendorong proses pemantauan, pengawasan dan penegakan hukum
seluruh stakeholders untuk melakukan langkah-langkah kongkrit untuk menyelamatkan sumberdaya penting dan berharga ini dan melanjutkan program-program penyelamatan terumbu karang yang ada dengan bersama-sama dengan Menteri lain terkait, Gubernur, Bupati/Walikota, LSM, perguruan tinggi/lembaga penelitian dan pihak swasta. Dari 41 calon deklarator, 16 deklarator yang telah menandatangani deklarasi tersebut, 6 calon deklarator berkomitmen akan menandatangani dan akan menyusulkan deklarasi kemudian. Diharapkan dalam jangka waktu 2 bulan kedepan, semakin banyak pimpinan lembaga pemerintah untuk ikut serta dalam deklarasi tersebut, sehingga jaringan stakeholders penyelamat terumbu karang akan semakin meluas.
Follow-up Action Salinan naskah deklarasi nantinya akan dibagikan kepada para deklarator serta dipublikasikan kepada masyarakat umum. Sebagai langkah tindaklanjut dan wujud nyata Deklarasi ini, Departemen Kelautan dan Perikanan RI melalui program COREMAP II akan mengajak seluruh stakeholders tersebut untuk bertemu dan membahas tindak lanjut deklarasi tersebut. Bahan awal yang dapat digunakan tentunya adalah KepMen No.38/2004 tentang pedoman umum pengelolaan terumbu karang yang didalamnya terkandung strategi pengelolaan terumbu karang berkelanjutan. Semoga ini adalah awal yang baik untuk lebih cepat lagi menyelamatkan sumberdaya berharga tersebut dan semoga bukan sekedar seruan belaka....
Volume 3 / 2007 BULETIN COREMAP II
21
Catatan Kontes Innovator Muda dan Lomba Cerdas Cermat COREMAP II
Remaja beraksi “Dalam kaitannya dengan upaya pengelolaan terumbu karang, bagaimana dampak dari penangkapan ikan dengan cara mengebom?” salah satu pertanyaan dari Dirjen KP3K, Prof. Syamsul Maarif kepada para peserta Grand Final Lomba Cerdas Cermat Terumbu Karang. Grand Final diikuti oleh empat sekolah yang sudah lolos babak penyisihan dan semifinal. Keempat sekolah tersebut adalah SMA N 26 Jakarta, SMA N 78 Jakarta, SMA N 94 Jakarta dan SMA N 3 Bogor yang sekaligus urutan pemenang lomba cerdas cermat 2007 ini.
Babak final dilaksanakan pada minggu pertama bulan September 2007 di Seaworld Ancol Jakarta. Bentuk pertanyaan pada babak Grand Final dibagi dalam 3 sesi yaitu satu sessi pertanyaan dari Sea World, dilanjutkan dengan sessi pertanyaan kehormatan dari Dirjen KP3K–DKP dan sesi terakhir atau sesi rebutan untuk menentukan pemenang lomba. Sebelumnya pada pertengahan bulan Agustus 2007, melalui bidang pendidikan Program Coremap II, komponen CRITC menyelenggarakan babak final Kontes Innovator Muda (KIM) di Taman Menteng, Jakarta. Tiga sekolah dari propinsi Bali, Bengkulu dan Kupang berhasil mengungguli puluhan usulan penelitian yang masuk ke meja panitia. Ketua LIPI, Prof. Umar Anggara Jeni yang hadir pada saat babak final mengungkapkan kekagumannya pada konsep kerangka berpikir ilmiah yang disampaikan oleh para peserta Kontes Inovator Muda (KIM) ini. Perlunya perhatian yang lebih mendalam dan berkelanjutan terhadap generasi muda yang mencintai bidang ilmu pengetahuan khususnya penelitian di bidang kelautan dan perikanan.
Dalam kegiatan tersebut, beberapa acara yang dilakukan seperti mengenal ekosistem pesisir dan kelautan, mengenal upaya yang dapat dilakukan dalam konservasi terumbu karang dan juga wilayah pesisir seperti menanam mangrove.
22
BULETIN COREMAP II
Volume 3 / 2007
Aksi para remaja pelajar dalam berbagai kegiatan-kegiatan program Coremap II menunjukkan mulai tumbuhnya kepedulian tentang pengetahuan di bidang kelautan lebih khusus terumbu karang.
Banyaknya proposal penelitian yang diterima panitia Kontes Innovator Muda, kemudian 44 sekolah yang mengirimkan konfirmasi keikutsertaan dalam lomba cerdas cermat menandakan minat pelajar dalam mendalami dan mengeksplorasi pengetahuan di bidang kelautan khususnya terumbu karang cukup signifikan. Tentunya minat saja tidak cukup, melainkan perlunya dukungan informasi serta pengetahuan yang menarik yang perlu dikembangkan dan disosialisasikan. Para peserta KIM dan Lomba Cerdas Cermat mengaku mendapatkan pengetahuan tentang terumbu karang, perikanan dan kelautan melalui jaringan internet termasuk informasi tentang Program Coremap II. Selain itu, bukubuku di perpustakaan maupun majalah umum yang memyajikan informasi tentang dunia bawah air. Beberapa diantaranya bahkan menelusuri informasi atau buku-buku dengan terbitan luar negeri (referensi asing).
kelautan, mengenal upaya yang dapat dilakukan dalam konservasi terumbu karang dan juga wilayah pesisir seperti menanam mangrove. Peserta juga diberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan selama dasar untuk melihat alam keindahan bawah laut. Aksi para remaja pelajar dalam berbagai kegiatan-kegiatan program Coremap II menunjukkan mulai tumbuhnya kepedulian tentang pengetahuan di bidang kelautan lebih khusus terumbu karang. Kepedulian ini akan terus menjadi perhatian kita semua baik dunia pendidikan maupun program kegiatan pembangunan lainnya seperti yang dilakukan oleh Coremap II. Bagi Coremap II, untuk mewujudkan misi Coremap II yaitu “Terumbu Karang Sehat Ikan Berlimpah” memerlukan penjelasan berbasis ilmu pengetahuan dan juga pemahaman lebih kritis dan cerdas tentang ekosistem laut termasuk di dalamnya terumbu karang.
Hingga sekarang program Coremap II, melalui bidang pendidikan telah menerbitkan Muatan Lokal Pendidikan Kelautan berbasis Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk tingkat SD. Sedangkan untuk tingkat SMP dan SMA sedang dalam proses penyusunan. Pada kegiatan sebelumnya, aksi para remaja peduli terumbu karang mengikuti kegiatan Duta karang dan Kerabat konservasi. Dalam acara ini kegiatankegiatan dilakukan di lapangan atau luar kelas (outdoor activities). Para peserta yang berasal dari Jakarta dan sekitarnya serta beberapa lokasi Coremap II mendapat ilmu pengetahuan tentang upaya pengelolaan dan konservasi terumbu karang secara langsung di lapangan. Dalam kegiatan tersebut, beberapa acara yang dilakukan seperti mengenal ekosistem pesisir dan
Volume 3 / 2007 BULETIN COREMAP II
23
Perkenalan Semenjak
Dini
Seorang ayah bingung ketika anaknya bertanya “Ayah, terumbu karang itu, hewan atau tumbuhan?”. Ke-esokan harinya sang Ayah menggerutu kepada rekan kantornya karena ia tak dapat menjawah pertanyaan anaknya dan mengeluhkan tentang minimnya informasi dan pengetahuan tentang kelautan apalagi potensi laut di Indonesia.
Program Coremap II memperkenalkan kurikulum Pendidikan kelautan berbasis kompetensi. Sebuah kurikulum pendidikan yang dibahas secara mendalam dan intens dengan Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional dan pihak terkait lainnya.
24
BULETIN COREMAP II
Volume 3 / 2007
Berangkat dari persoalan-persoalan seperti itulah, Program Coremap II memperkenalkan kurikulum Pendidikan kelautan berbasis kompetensi. Sebuah kurikulum pendidikan yang dibahas secara mendalam dan intens dengan Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional dan pihak terkait lainnya. Saat ini, komponen Pendidikan Coremap II yang dimotori oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sedang mensosialisasikan Kurikulum Pendidikan Kelautan tingkat Sekolah Dasar ke sekolah-
Materi yang disampaikan bukan saja memperkenalkan ekosistem yang ada tetapi juga upaya yang dapat dilakukan oleh masyarakat dalam menjaga dan melestarikannya.
sekolah dasar di lokasi Coremap II dan kemudian mengembangkan kurikulum tersebut untuk tingkat SLTP dan SLTA. Mengembangkan Pendidikan Kelautan kepada pelajar di seluruh Indonesia bukanlah pekerjaan yang mudah mengingat pengetahuan tentang kelautan yang terbatas. LIPI memulainya dengan mengumpulkan informasi-informasi tentang sumberdaya hayati dan non-hayati yang ada di dalam laut kemudian menjadikannya materi pendidikan. Materi yang disampaikan bukan saja memperkenalkan ekosistem yang ada tetapi juga upaya yang dapat dilakukan oleh masyarakat dalam menjaga dan melestarikannya. Upaya sosialisasi tentang pendidikan ini terus dilakukan melalui workshop guru sekolah tingkat SD, SMP, SMA dan juga para guru-guru yang akan mengajarkannya. Beberapa workshop dan pelatihan telah dilakukan oleh Coremap II, diantaranya Biak, Selayar, Kepri, Padang, Raja Ampat, Sikka dan Makassar.
Volume 3 / 2007 BULETIN COREMAP II
25
Si Umbu dimana-mana… Oleh: Leonas Chatim
Pada saat berlangsung perhelatan Musyawarah Nasional Terumbu Karang di awal bulan September 2007 yang lalu, Program Coremap II meluncurkan berbagai macam produk sosialisasi. Beberapa produk sosialisasi diantaranya adalah Bulletin Coremap II, Buku Terumbu Karang Indonesia dalam perspektif Media untuk lokasi Raja Ampat dan Sikka, Sisipan tentang Coremap II di majalah bulanan National Geographic Indonesia edisi September 2007, sticker, t-shirt, tas, mini bag, pembatas buku, gantungan kunci, map folder, mug, komik petualangan si umbu, ball point, pin, tempat pensil, balon dan lain sebagainya.
Hampir seluruh media komunikasi dan sosialisasi yang di produksi menampilkan mascot si umbu. Ada yang terselip diantara tumpukan buku-buku atau dokumen yang ada di tiap tas, adapula poster si umbu di beberaa spanduk maupun banner yang terpasang di dalam ballroom ataupun arena pameran. Bahkan visualisasi si umbu dalam bentuk boneka yang bergerak atau seperti layaknya badut si umbu. Bukan hanya itu, Si umbu bahkan ditemani oleh kawannya Si Reefa, sebuah visualisasi boneka si umbu tetapi berpenampilan berbeda atau bahwa berlawanan dengan si umbu.
Media sosialisasi dan publikasi yang diluncurkan oleh Coremap II sangat mendominasi acara yang sedang berlangsung. Banyak peserta menginginkan memiliki semua materi sosialisasi yang dikeluarkan. Namun perlu disadari bahwa produksi media sosialisasi ini terbatas, kemudian akan disebarluaskan juga dalam acara-acara yang akan dilakukan oleh Coremap II di kemudian hari. Untuk itu, tidak semua media sosialisasi dihabiskan pada acara ini saja, melainka beberapa di simpan untuk dipergunakan di kemudian hari. Beberapa jenis media komunikasi merupakan baru diproduksi dan sangat menarik untuk dimiliki. Design dan jenis tiap benda sangat menarik dan juga sangat memperhatikan kegunaannya. Diantaranya sangat berguna untuk kegiatan pendidikan
Acara Munas Terumbu Karang benarbenar dipenuhi dengan berbagai gambar si umbu dimana-mana. Mimik muka si Umbu yang selalu ceria menunjukkan seakan ia turut merasakan kebahagian yang sedang menyelimuti seluruh personel Coremap II.
26
BULETIN COREMAP II
Volume 3 / 2007
bagi para pelajar, seperti ballpoint, tempat pensil, komik, dan lainnya. Selain itu, beberapa benda menyampaikan pesan-pesan penyelamatan atau konservasi terumbu karang seperti tema Munas bahwa Terumbu Karang untuk Kesejahteraan. Kepedulian masyarakat untuk menjaga dan melestarikan terumbu karang diharapkan terus berkembang dan juga dinamis atau tidak berhenti pada satu konsep dan design saja. Melainkan terus dibangun melalui konsep yang ceria, positif dan fokus pada ekosistem terumbu karang.
Seri Pengenalan Karang
Family Pocilloporidae
Oleh : Elfita Nezon & Leonas Chatim
Seri pengenalan jenis-jenis karang disadur langsung dari Buku Pengenalan Jenis-jenis karang di Kawasan Konservasi laut yang dikeluarkan oleh Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau Pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan. Terumbu karang adalah endapan-endapan massif yang penting dari kasium karbonat yang dihasilkan oleh karang (filum Cnidaria, klas Antozoa, ordo Madreporaria = Scleractinia) dengan tambahan dari alga berkapur dan organisme-organisme lainnya yang menghasilkan kalsium carbonat. Binatang karang merupakan makhluk hidup sederhana yang berbentuk tabung dengan mulut di bagian atas dan mulut ini pula berfungsi juga sebagai anus. Mulut dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi sebagai penangkap. Nama karang (coral) diberikan kepada ordo sclerectinia yang anggotanya mempunyai skeleton kapur keras. Ordo sclerectinia dibagi atas kelompok yang membentuk terumbu (reef building) dan kelompok yang tidak membentuk terumbu. Kelompok yang membentuk
terumbu dikenal dengan nama karang hermatipik yang memerlukan sinar matahari untuk kelangsungan hidupnya, dan yang tidak membentuk terumbu dikenal dengan nama karang ahermatipik yang secara normal lhidupnya tidak tergantung pada sinar matahari. Dilihat dari bentuk pertumbuhannya, karang dibedakan menjadi enam kategori utama yaitu: (1) karang bercabang, (brenching); (2) karang padat (massive); (3) karang mengerak (encrusting); (4) Karang Meja (tabulate); (5) karang berbentuk daun (foliose); (6) Karang jamur (mushroom). Berdasarkan struktur geomorphologi dan proses pembentukannya, terumbu karang terdiri atas 4 (empat) tipe terumbu yaitu: (1) Terumbu karang tepi (fringing reef); (2) Terumbu Karang penghalang (barrier reef); (3) Terumbu
karang cincin (atoll); (4) Terumbu karang takat/gosong (patch reef). Bulletin COREMAP 2 memperkenalkan Family Pocilloporidae. Ada spesies yang dibahas yaitu spesies Pocillopora damicornis. Hydropora microconos dijumpai pada kedalaman 1 – 8 meter dengan ciri-ciri memiliki percabangan halus dan tersebar luas pada daerah yang terlindung karang. Pada daerah reef slope bagian atas karang ini akan memperlihatkan percabangan yang padat dan berukuran besar. Umumnya memiliki warna kecoklatan, kehijau-hijauan dan merah muda. Spesies ini mempunyai kemiripan dengan karang Pocillopora verrucosa. Karang ini tersebar di sekitar Laut Merah, peraiaran Indonesia dan sekitar perairan Australia. Habitat sepsies ini umumnya dijumpai di daerah reef flat dan peraiaran dangkal.
Volume 3 / 2007 BULETIN COREMAP II
27
COREMAP II Setelah UU 27/2007
Oleh: M. Eko Rudianto
Setelah berjuang selama tujuh tahun, akhirnya Undang-undang yang khusus mengatur pengelolaan di wilayah pesisir dan puau-pulau kecil akhirnya lahir. Lalu, apa pengaruhnya terhadap program COREMAP II? Penulis, yang kebetulan merupakan anggota tim penyusun naskah UU tersebut, mencoba menguraikan apa pengaruh UU tersebut terhadap Coremap II, termasuk langkah-langkah apa saja yang perlu dilakukan untuk mengantisipasinya.
Undang-Undang No. 27 tahun 2007, diundangkan di Jakarta pada tanggal 17 07 2007, terdiri dari 19 Bab dan 80 pasal. Undang-undang ini jelas mengatur tentang pengelolaan terumbu karang karena ruang lingkup UU ini mencakup wilayah perairan laut sejauh 12 mil, dimana
28
BULETIN COREMAP II
sebagian besar terumbu karang berada. Pada bagian berikut ini akan diuraikan beberapa hal menyangkut UU tersebut dan pengaruhnya terhadap program Coremap 2. Pada awalnya akan dibahas tentang Pasal-pasal UU 27 No.2007 terkait dengan pengelolaan terumbu
Volume 3 / 2007
karang. Kemudian akan didiskusikan implikasinya terhadap program Coremap, dan juga akan dirumuskan rekomendasirekomendasi, agar [program yang sedang berada dipertengahan waktu pelaksanaan ini, minimal dapat menjalankan sebagian yang telah diamanatkan oleh UU tersebut.
Hadirnya UU No.27 tahun 2007 telah memperkuat proses dan praktek pengelolaan yang telah dikembangkan oleh COREMAP II selama ini Pasal-Pasal Terkait
Pasal-pasal UU No 27 tahun 2007 yang terkait langsung dengan pengelolaan dan rehabilitasi terumbu karang antara lain pasal 1 tentang ketentuan umum, pasal 2 tentang ruang lingkup pengaturan, dan pasal 4 tentang tujuan pengelolaan WP & PPK. Selanjutnya pasal 7 sampai dengan pasal 14 yang mengatur tentang perencanaan pengelolaan pesisir, tentu saja sangat berkaitan erat dengan pengelolaan dan rehabiitasi terumbu karang. Kemudian pasal 16 sampai dengan pasal 22 tentang HP3, termasuk juga pasal 28 sd pasal 30 tentang konservasi. Termasuk juga aturan rehabilitasi dan reklamasi yang diatur pada pasal 32 – 34. Kemudian pasal 35 yang secara khusus mengatur tentang larangan. Pasal 36 dan 37 mengatur tentang pengawasan dan pengendalian, dan pasal 41 yang mengatur tentang mitra bahari juga merupakan pasal-pasal yang erat kaitannya dengan Coremap 2, termasuk juga pasal 47 dan 48 tentang pelatihan. Pasal 60 sampai dengan pasal 63 yang mengatur tentang hak masyarakat dan pemberdayaan masyarakat, juga merupakan pasal-pasal yang perlu diperhatikan implikasinya terhadap program Coremap 2.
dan pengendalian sumberdaya terumbu karang yang dilakukan oleh semua stakeholders dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Apa yang tercantum dalam UU ini tidak memberikan implikasi perubahan terhadap program COREMAP II, malahan dia memperkuat program ini. Artinya program ini harus dilakukan secara serius dan benar, karena merupakan implementasi terhadap salah satu sumberdaya pesisir, yaitu terumbu karang. Cantolan hukumnya jelas dan bahwa program Coremap merupakan suatu siklus kegiatan yang lengkap mulai dari perencanaan sampai dengan pengendalian. Tapi, satu hal yang mesti diingat, bahwa program ini hanya bersifat sementara (sekitar 6 tahun, dan maksimal 12 tahun ke depan). Artinya, siklus perencanaan sampai dengan pengendalian yang sudah dikembangkan melalui Coremap II, pada saatnya nanti mesti dilanjutkan oleh masing-masing stakeholders, sesuai dengan amanat UU tersebut.
Bab IV yang terdiri dari 8 pasal tentang perencanaan mengatur kewajiban pemerintah propinsi dan kabupaten/kota untuk menyusun perencanaan pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil. Rencana yang harus disusun meliputi rencana strategis, rencana zonasi, rencana aksi dan rencana pengelolaan. Sementara itu, pada program COREMAP II terdapat kewajiban bagi propinsi/kabupaten/ kota untuk menyusun renstra pengelolaan terumbu karang. Termasuk juga rencana pengelolaan didalam Marine Management Area/Marine Conservation Area/KKLD yang didalamnya juga terdapat rencana zonasi. Rencana Zonasi pada kawasan konservasi ini juga secara jelas diatur dalam pasal 29 UU 27 tersebut. Kondisi tersebut menimbulkan beberapa konsekuensi terhadap program Coremap II yang secara jelas dapat digambarkan melalui penjelasan sebagai berikut: a. Terkait dengan rencana strategis pengelolaan terumbu karang yang akan disiapkan oleh COREMAP II, perlu juga mengantisipasi rencana strategis pengelolaan pesisir dan puau-pu-
Dari penjelasan diatas, secara jelas terihat bahwa hampir seluruh pasal pada UU 27/2007, terkait dengan pengelolaan dan rehabilitasi terumbu karang. Mengingat, luasnya pokok bahasan, maka pada tulisan ini hanya akan dibahas hal-hal yang sangat erat kaitannya saja.
Implikasi UU 27/2007 Terhadap Program COREMAP II Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang apabila dikaitkan dengan Pasal 1 UU 27/2007 adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan
Volume 3 / 2007 BULETIN COREMAP II
29
lau kecil yang akan disiapkan oleh daerah sesuai dengan kewajibannya menurut UU 27/2007. Artinya, hawa nantinya renstra pengelolaan TK harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Renstra pengelolaan pesisir dan laut. b. Mengingat bahwa propinsi/kabupaten/kota nantinya juga akan menyusun perda pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai aturan pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil di tingkat daerah, perlu juga dipertimbangkan sejauh mana pengaruhnya terhadap rencana COREMAP II menyusun Perda Pengelolaan Terumbu Karang. Bagi daerah yang telah sampai ditahap akhir penyusunan Perda, mungkin kita perlu terus mendorong agar ranperda pengelolaan terumbu karang dapat segera ditetapkan menjadi perda. Bagi yang sedang dalam proses, materinya harus dipertimbangkan sedemikian rupa sehingga nantinya tidak bertentangan dengan Perda pengelolaan pesisir. Atau terdapat wacana lain yaitu perdanya tetap perda pengelolaan pesisir,sedangkan pengelolaan terumbu karang cukup diatur dengan Peraturan Gubernur atau peraturan Bupati/Walikota. c. Rencana Zonasi menurut UU No. 27/2007 pasal 10, membagi ruang pesisir menjadi 4 kawasan yaitu kawasan pemanfaatan umum, kawasan konservasi, kawasan strategis nasional dan alur laut. Kawasan konservasi yang dikembangkan oleh COREMAP II dalam bentuk MCA/MMA atau KKLD, mestinya nantinya berada pada kawasan konservasi berdasarkan rencana zona yang dikembangkan melalui UU 27. Diluar itu tentu saja aka nada kawasan konservasi perairan lainnya yang bisa berupa KKP nasional atau KKP lainnya. d. Terkait dengan pengembangan Daerah Perlindungan Laut, apabila DPL tersebut merupakan jaringan DPL yang akan menjadi bagian dari KKLD/MMA, maka otomatis nantinya akan masuk dalam zona kawasan konservasi. Tetapi bagi
30
BULETIN COREMAP II
Secara umum dapat disimpulkan bahwa hadirnya UU No.27 tahun 2007 telah memperkuat proses dan praktek pengelolaan yang telah dikembangkan oleh COREMAP II selama ini. Penyesuaian disana sini memang perlu dilakukan, tetapi secara umum, semangat yang diusung oleh UU tersebut sama dengan implementasinya di COREMAP II. DPL DPL yang berdiri sendiri, penulis berpendapat bahwa dia tidak bermasalah bila terletak pada zona pemanfaatan umum (pada UU 27), karena luasannya yang kecil dan tidak signifikan bila dipetakan pada peta skala 1:100.000. Hanya saja DPL tersebut akan berfungsi lindung pada tingkat desa masing-masing. Dan masih banyak lagi pertanyaan yang bisa didaftarkan untuk melihat konsekuensi UU tersebut terhadap program COREMAP II. Namun demikian, pesan yang paling penting adalah bahwa pihak pengelola Coremap II baik di pusat maupun daerah perlu segera memutuskan kesepakatan-kesepakatan yang perlu diambil, sehingga program yang dijalankan ini memang telah sesuai dengan UU yang baru terbit tersebut. Terkait dengan penetapan kawasan konservasi perairan yang ditargetkan pada wilayah COREMAP II ADB, dan lebih tegas lagi ditargetkan seluas 10 %
Volume 3 / 2007
dari kawasan terumbu karang di wilayah COREMAP II WB, mendapatkan payung hukum yang cukup kuat dengan hadirnya UU 27 ini. Pada pasal 28 ayat 2 disebutkan bahwa sebagian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dapat ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Kawasan konservasi tersebut dapat diusulkan oleh pemerintah daerah, untuk kemudian ditetapkan dengan peraturan Menteri. Seluruh upaya untuk penyelamatan terumbu karang, baik yang dilakukan pada level kebijakan, maupun pada level masyarakat, juga mendapatkan payung hukum yang kuat. Pasal 35 ayat a sampai dengan d secara tegas melarang untuk menambang terumbu karang dan melarang menggunakan peralatan dan metode lain yang merusak. Pelanggaran terhadap hal ini akan memperoleh sanksi pidana yang cukup berat seperti diatur pada pasal 73 ayat 1 a. Hal tersebut, tentunya akan mempermudah upayaupaya sosialisasi dan penyadaran ke-
pada masyarakat,karena tentunya akan meningkatkan semangat kelompok siswasmas dalam menegakkan aturan di wilayahnya masing-masing. Termasuk tentunya, mendorong diselesaikan pelanggaran-pelanggaran hukum untuk diproses lebih lanjut.
berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Oleh sebab itu dalam penyusunan rencana Pengelolaan TK, peran masyarakat harus lebih didorong, seperti yang sudah berjalan disebagian lokasi COREMAP II sampai dengan saat ini.
Hal terakhir yang ingin penulis diskusikan adalah tentang pemberdayaan masyarakat. Kegiatan ini merupakan komponen yang cukup besar pada program COREMAP II. Dalam UU 27,juga secara jelas diatur tentang bagaimana hak, kewajiban dan peran masyarakat. Juga pada pasal 63 secara khusus diatur juga tentang pemberdayaan masyarakat. Walaupun keputusan menteri yang mengatur tentang hal ini belum terbit, upaya-upaya pemberdayaan masyarakat yang dilakukan melalui COREMAP II, tentunya sudah harus disesuaikan dengan norma-norma dan aturan yang diatur dalam UU 27 tersebut. Sebagai contoh pasal 62 misalnya secara tegas menyatakan bahwa masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk
Rekomendasi Berdasarkan analisis tersebut diatas, agar dalam pelaksanaan COREMAP II kedepan telah mengantisipasi hadirnya UU No. 27 tahun 2007 termasuk peraturan-peraturan turunannya, maka penulis merekomendasikan beberapa hal sebagai berikut: a. Menugaskan konsultan terkait untuk menelaah lebih detail tentang implikasi UU 27, 2007 terhadap sasaran, indicator dan kegiatan utama COREMAP II, sekaligus merumuskan usulan-usulan antisipasinya. b. Untuk hal-hal terkait dengan perencanaan seperti telah didiskusikan diatas, pihak PMO/NCU perlu
segera mengambil kebijakan untuk segera ditindaklajuti penerapannya oleh daerah. c. Hal-hal lain yang bersifat memperkuat dan memberikan payung hukum terhadap pelaksanaan COREMAP II, perlu segera dicantumkan dalam pedomanpedoman yang diterbitkan, sehingga pelaksanaan oleh daerah dapat lebih mantap dan berkelanjutan. Secara umum dapat disimpulkan bahwa hadirnya UU No.27 tahun 2007 telah memperkuat proses dan praktek pengelolaan yang telah dikembangkan oleh COREMAP II selama ini. Penyesuaian disana sini memang perlu dilakukan, tetapi secara umum, semangat yang diusung oleh UU tersebut sama dengan implementasinya di COREMAP II. Dengan kata lain boleh dikatakan bahwa sesungguhnya COREMAP II adalah merupakan implementasi dari UU 27/2007, khususnya dalam bidang pengelolaan salah satu sumberdaya pesisir, yaitu terumbu karang.
Volume 3 / 2007 BULETIN COREMAP II
31
Terumbu Karang Yang Terancam Oleh : Ir. Paulus Bou, Msi & Selvi Tebay, Spi, Msi
Manusia yang mestinya ikut menjaga alam yang dititipkan kepadanya oleh anak cucu kita, ternyata juga bisa alpa. Entah karena kebutuhan untuk kehidupan sehari-hari, maupun karena ketidak tahuan. Pada masa lalu cukup banyak masyarakat yang memanfaatkan terumbu karang untuk bahan bangunan maupun untuk dijual sebagai hiasan. Dan apabila ada yang menjual, pasti ada yang ikut membeli 32
BULETIN COREMAP II
Volume 3 / 2007
Mudah-mudahan praktek-praktek tersebut sudah berkurang sekarang, dan bila belum adalah tugas kita untuk mengabarkannya. Desa desa pesisir dan pulau-pulau yang terpencil, mungkin perlu dipenuhi kebutuhannya akan batu-batu bahan bangunan. Kitapun mungkin sudah saatnya untuk berhenti mengoleksi terumbu karang sebagai hiasan rumah kita. Sementara itu, di alampun musuhnya juga cukup banyak. Yang paling menonjol adalah serangan anchataster.
Musuh terbesar Terumbu Karang adalah manusia. Kegiatan manusia menebang hutan dapat mengakibatkan sedimentasi, sehingga terumbu karang mengalami kerusakan karena tertutup lumpur. Pemboman dan penggunaan bahan beracun, juga dapat merusak terumbu karang secara fatal. Biota laut merupakan musuh utama terumbu karang, dan apabila terjadi serangan hebat, maka terumbu karang menjadi tidak berdaya. Apabila keseimbangan alam terganggu, maka jumlah anchataster tersebut akan melimpah dan memangsa terumbu karang. Akibatnya cukup mengenaskan yang dapat mengakibatkan terumbu karang mati dalam waktu cepat. Suhu yang mengalami perubahan ekstrim, akan menyebabkan timbulnya pemutihan karang (coral bleaching). Musuh alami lainnya antara lain bulu babi. Tetapi musuh terbesarnya adalah manusia. Kegiatan manusia menebang hutan dapat mengakibatkan sedimentasi, sehingga terumbu karang mengalami kerusakan karena tertup lumpur. Pemboman dan penggunaan bahan beracun, juga dapat merusak terumbu karang secara fatal. Pencemaran dari industri dan limbah rumah tangga, juga akan membuat terumbu karang merana. Tidak jarang kita menjumpai sampah plastik di sela-sela terumbu karang. Terumbu karang yang terletak di kota-kota besar, umumnya merana karena ini. Upaya bersama perlu segera dilakukan untuk mengurangi tekanan terhadapnya, sehingga titipan anak cucu kita dapat kita serahkan kepada mereka dalam kondisi yang tidak rusak, atau bila memungkinkan, dalam kondisi yang lebih baik lagi.
rang. Dan hal itu pula yang dialami oleh Indonesia, khususnya lokasi COREMAP II di Nias dan lokasi COREMAP II Tsunami di P. Simeuleu. Pada tanggal 26 Desember 2004 dan 28 Maret 2005, wilayah barat laut P. Sumatera terguncang hebat oleh gempa bumi cukup yang dahsyat. Luar biasa akibatnya, terumbu karang yang biasa tersembunyi dibawah permukaan air, kini dapat dinikmati tanpa harus menyelam. Akibat gempa bumi tersebut memang cukup menggetarkan. Alam berusaha untuk menjaga keseimbangannya dengan berbagai akibat yang terkadang mengakibatkan kerusakan. Jangan lagi kita menambahinya dengan perlakuan semena-mena terhadap sumberdaya berharga tersebut.
Walaupun jarang terjadi, gempa bumi juga merupakan factor yang merusak Terumbu ka-
Volume 3 / 2007 BULETIN COREMAP II
33
Coremap II in Media Beberapa artikel tentang terumbu karang yang diterbitkan pada beberapa media cetak dan elektronik dalam periode Juli – September 2007 dicoba dirangkum. Mulai edisi ini, Bulletin Coremap II akan menampilkan kegiatan Coremap II yang disiarkan atau diterbitkan oleh media masa. Trust No 40 Tahun V, terbitan 23-29 Juli 2007 pada rubrik lingkungan menampilkan laporan perjalanan reporternya, Hendra Gunawan ke Batam tepatnya ke Pulau Abang dan Pulau Karas. Artikel ini diberi judul Ikhtiar Melestarikan Jantung kehidupan, di halaman 54-55. Pada edisi ini cover belakang memuat iklan layanan masyarakat Coremap berudul “Menjaga terumbu karang, Anda peduli masa depan umat manusia” Trust No. 45 Tahun V, terbitan 27 Agustus – 2 September 2007, di kolom advertorial menampilkan artikel mengenai komponen pendidikan atau keterlibatan generasi muda dalam menjaga dan melestarikan ekosistem laut menjadi sangat penting. Artikel ini berjudul Membina Pemuda melestarikan terumbu karang di halaman 22-23. Pada edisi ini iklan layanan masyarakat Coremap berjudul “Menjaga terumbu karang, Anda peduli masa depan umat manusia” ditampilkan pada halaman 69. Trust No. 47 Tahun V, terbitan 9 – 16 September 2007, di kolom advertorial menampikan artikel mengenai program philosopi program Coremap II yang peduli akan partisipasi masyarakat. Pada edisi ini juga menampilkan wawancara dengan Dirjen KP3K, Syamsul Maarif, tentang arahan dan kebijakan pengelolaan terumbu karang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat utamanya yang hidup di wilayah pesisir Indonesia. National G e o g ra phic Indo nesia, sisipan edisi September 2007 mengulas isu tentang terumbu karang yang menjadi andalan sektor kelautan untuk masa depan. Dalam sisipan ini, Freddy Numberi, Menteri Kelautan dan Perikanan berkesempatan menceritakan kepeduliannya terhadap laut Indonesia. Lautan Indonesia memiliki kekayaan
34
BULETIN COREMAP II
yang luar biasa baik potensi perikanan maupun sumber daya non-hayati. Namun sangat disayangkan, sikap sebagian besar masyarakat masih mengabaikan hal ini bahkan cenderung tidak mau peduli. Pada sisipan inipun ditampilkan pesona terumbu karnag dan bawah laut perairan Raja Ampat. artikel CoMPAS Kompas, remap II berjudul dari Kupang untuk Terumbu Karang, terbit pada hari Kamis, 13 September 2007 pada kolom pendidikan lingkungan. Artikel ini mengulas tentang perjuangan Kritina dan teman-temannya Jefry Tuan dan Alyan M. Sioh dari SMA Negeri 2 Kupang menjadi juara Kontes Innovator Muda COREMAP II. Kritina mempresentasikan hasil penelitiannya di depan peserta Musyawarah Nasional Terumbu Karang di Ancol tanggal 10 September 2007. Materi presentasi Kritina yang menceritakan tentang kegiatan perusakan terumbu karang di pantai Pasir Panjang, Kota Kupang menggambarkan dilemma pengelolaan terumbu karang di Indonesia. Sebagaimana diinformasikan bahwa sebagian besar kondisi terumbu karang Indonesia belum menggembirakan.
Bisnis Indonesia, artikel Coremap II dengan judul RI bentuk tim kerja guna lindungi terumbu karang, terbit pada hari Rabu, tanggal 12 September 2007. Reportase yang disampaikan oleh wartawan media ini, Aprika R. Hernada, tentang kegiatan Musyawarah Nasional Terumbu Karang yang di buka oleh Menteri Kelautan dan Perikanan dalam hal tersebut di wakili oleh Dirjen KP3K, Syamsul Maarif. Dalam pernyataannya kepada media massa, Syamsul Maarif, mengungkapan rencana Indonesia menindaklanjuti Coral Reef Triangle Initiative yang di
Volume 3 / 2007
sampaikan Presiden RI di acara APEC di Sydney, Australia Harian Umum Pe lita, mengangkat judul DKP focus pada tiga komunitas unggulan di kolom Ekonomi dan Keuangan yaitu tuna, rumput laut dan udang. Mengutip pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi yang menyatakan bahwa sistem perikanan tuna di Indonesia berkembang pesat, dan ketiga produk unggulan tersebut memiliki prospek cerah di pasar dalam negeri maupun luar negeri. Selait itu, DKP pun menyediakan Rp. 60 milliar untuk menyelematkan terumbu karang di Indonesia. Dana tersebut disalurkan dalam berbagai program rehabilitasi terumbu karang (Coremap II) sebagai mana disampaikan oleh Dirjen KP3K DKP, Syamsul Maarif pada acara Munas Terumbu Karang. Metro TV, dalam acara Spesial Dialog dalam mendukung gerakan Save Our Nation, Millenium Development Goal mengusung tema “Terumbu Karang untuk kesejahteraan”, menampilkan Dirjen KP3K-DKP, Syamsul Maarif, dengan pemerhati Kelautan Indonesia, Hasyim Djalal, dan seorang wartawan lingkungan, Tantyo Bangun dengan moderator Prita Laura dari Metro TV. Dialog interaktif ini ditayangkan secara live (langsung) pada tanggal 10 September ‘07 pukul 17.00 Wib.
TVRI, dalam acara Dialog Munas Terumbu Karang dengan tema “Reefs for Welfare”, menampilkan nara sumber Direktur Coremap II, Yaya Mulyana, kemudian Kepala P2O LIPI, Suharsono dan Kasubdit Polairud Polri, Isnarno, dengan moderator Lenny Hadiawati. Dialog ini ditayangkan pada tanggal 14 September ’07 pukul 15.30 Wib.
Segenap keluarga besar COREMAP II
Direktorat Jenderal Kepulauan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan RI Mengucapkan
Selamat Hari Raya
Iedul Fitri 1428 H Taqobalallahu Minna Wa Minkum Taqoballahu Ya Karim Mohon Maaf Lahir dan bathin