Dokumen ini bersifat rahasia, hanya untuk kepentingan advokasi. Mohon untuk tidak disebarluaskan. Untuk kepentingan advokasi, segala yang termaktub dalam dokumen ini boleh dicontoh, dikutip, atau dicopy.
Daftar Isi 1. Tentang Amicus Curiae 2. Contoh Surat Pengantar Amicus Curiae 3. Contoh Format Amicus Curiae
1
TentangAmicus Curiae
atau Pihak Terkait yang Berkepentingan Tidak Langsung Definisi Amicus Curiae dalam Bahasa Latin secara harafiah berarti “Sahabat Peradilan”. Amicus Curiae adalah seseorang, sekumpulan orang atau suatu organisasi, sebagai pihak ketiga yang bukan merupakan pihak dalam suatu perkara, namun memiliki kepentingan atau kepedulian atas perkara itu, lalu memberikan keterangan baik secara lisan maupun tertulis, untuk membantu peradilan yang memeriksa dan memutus perkara tersebut, karena sukarela dan prakarsa sendiri, atau karena pengadilan memintanya. Meskipun keterangan yang diberikan itu dianggap penting oleh si pemberi keterangan, keputusan untuk menerima keterangan tersebut diserahkan sepenuhnya kepada pengadilan. Pada dasarnya Majelis hakim tidak memiliki kewajiban untuk mempertimbangkannya dalam memutus perkara. Sejarah Praktek melibatkan Amicus Curiae ini berasal dari Hukum Romawi. Sejak abad ke-9, praktek ini mulai lazim di negeri-negeri dengan sistem Common Law, khususnya di pengadilan tingkat banding atau pada kasus-kasus besar dan penting. Gagasan yang sama kemudian dipakai dalam acara hukum internasional, terutama dalam kasus-kasus yang berkaitan dengan hak-hak manusia. Belakangan, pelembagaan peran “Sahabat Pengadilan” pun telah diatur oleh negara-negara dengan sistem Civil Law. Sementara untuk Indonesia, amicus curiae belum banyak dikenal dan digunakan, baik oleh akademisi maupun praktisi. Sampai saat ini, baru dua amicus brief yang diajukan di Pengadilan Indonesia: pertama diajukan kelompok penggiat kemerdekaan pers yang mengajukan amicus curiae kepada Mahkamah Agung terkait dengan peninjauan kembali kasus majalah Time versus Soeharto, dan kedua dalam kasus “Upi Asmaradana” di Pengadilan Negeri Makasar, dimana amicus brief diajukan sebagai tambahan informasi untuk majelis hakim yang memeriksa perkara. Peradilan Indonesia di bawah Mahkamah Agung memang tidak memiliki aturan tentang Amicus Curiae, namun Pasal 28 ayat (1) UU No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman berbunyi “Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”. Di sisi lain, “Pihak Terkait yang berkepentingan tidak langsung” yang dilibatkan dalam acara sidang Mahkamah Konstitusi tidak ubahnya Amicus Curiae yang hadir dan didengarkan keterangannya dalam sidang. Pasal 14 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005 menyatakan bahwa Pihak Terkait yang berkepentingan tidak langsung adalah “pihak yang karena kedudukan, tugas pokok, dan fungsinya perlu didengar Keterangannya” atau “pihak yang perlu didengar keterangannya sebagai ad informandum, yaitu pihak yang hak dan/atau kewenangannya tidak secara langsung 2
terpengaruh oleh pokok permohonan tetapi karena kepeduliannya yang tinggi terhadap permohonan dimaksud.” Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa konsep Amicus Curiae telah diadopsi sebagian oleh Mahkamah Konstitusi dalam Peraturannya. Kualifikasi Amicus Curiae tidak harus seorang pengacara, namun memiliki pengetahuan terkait dengan perkara yang membuat keterangannya itu berharga bagi pengadilan. Pihak terkait tidak langsung bisa jadi seorang yang ahli di bidang ilmu tertentu yang memberikan pandangan sesuai dengan keahliannya, misalnya ekonom, ahli statistic, ahli sosiologi, agamawan, dll. Bisa pula seorang saksi yang melihat, mendengar, mengalami sendiri suatu peristiwa. Dan lain-lain. Maksud dan Tujuan Maksud: - Melengkapi data atau memberikan sudut pandang yang berbeda. - Memperkenalkan sesuatu yang baru atau mengingatkan hal-hal yang sebelumnya luput. Tujuan: - Membuat terang suatu persoalan yang kurang jelas atau meragukan, serta meluruskan hal-hal yang diyakini keliru. - Melengkapi pertimbangan hukum, sosiologis, filosofis bagi hakim. Kepentingan Amicus Curiae atau “Pihak Terkait yang Berkepentingan Tidak Langsung” dapat bertindak untuk tiga macam kepentingan: Pertama, untuk kepentingannya sendiri atau kepentingan kelompok yang diwakilinya yang mungkin terpengaruhi oleh putusan perkara, terlepas dari kepentingan parah pihak, agar pengadilan tidak memutus hanya berdasarkan alasan-alasan yang dikemukakan para pihak. Kedua, untuk kepentingan salah satu pihak dalam perkara dan membantu menguatkannya argumennya, agar pengadilan memiliki keyakinan untuk “memenangkan” pihak tersebut atau mengabulkan permohonannya. Ketiga, untuk kepentingan umum. Dalam hal ini Kawan Pengadilan memberikan keterangan mengatasnamakan kepentingan masyarakat luas yang menerima dampak dari putusan tersebut. Bentuk dan Isi Keterangan dapat diberikan baik secara lisan di dalam sidang pengadilan maupun tertulis. Berkas yang diberikan secara tertulis biasanya disebut Amicus Curiae Brief atau Amicus Brief. Isi dari keterangan tersebut bisa merupakan paparan fakta atau data, pendapat ilmiah atau pendapat hukum, kesaksian atau pengalaman pribadi, dan bukti-bukti. 3
Prosedur dan Perijinan Amicus Curiae dapat memberikan keterangannya karena diminta oleh Pengadilan atau karena prakarsa sendiri. Karena tujuannya adalah membantu pemeriksaan, maka keterangan dapat diberikan sejak pemeriksaan dimulai sampai saat sebelum putusan dijatuhkan. DI luar negeri, biasanya terdapat aturan yang mensyaratkan ijin dari pengadilan atau persetujuan dari salah satu pihak atau keduanya agar amicus curiae dapat menyampaikan keterangannya. Di Indonesia, Mahkamah Agung tidak memiliki aturan tentang hal itu dan amicus brief dapat diserahkan secara langsung walaupun tidak ada jaminan akan dipelajari atau dipertimbangkan. Bagi Mahkamah Konstitusi, Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005 menyatakan bahwa Pihak Terkait harus mengajukan permohonan ijin agar keterangannya didengar. Bila dikabulkan, Mahkamah Konstitusi akan mengeluarkan penetapan yang salinannya akan diberikan kepada pihak yang mengajukan permohonan. Namun, Mahkamah Konstitusi tidak memiliki peraturan tentang Pihak Terkait Tidak Langsung yang hanya menyampaikan keterangannya secara tertulis tanpa hadir langsung dalam sidang. Untuk Pengujian UU Penodaan Agama Tim Advokasi Uji Material UU No. 1/PNPS tahun 1965 mengundang keikutsertaan pakar, tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk menyampaikan pandangannya dan memberikan alasan agar UU tersebut dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 sesuai dengan keahlian dan pengetahuan masing-masing, sebagai amicus curiae atau Pihak Terkait yang berkepentingan tidak langsung. Selain argumen, keterangan tertulis harus diawali dengan penjelasan jatidiri dan pernyataan kepentingan atau alasan kepedulian Pihak Terkait (contoh terlampir). Keterangan tetulis dicetak di atas kertas ber-kop (bila ada), dan dicetak 9 (sembilan) rangkap untuk masingmasing Hakim Konstitusi. Keterangan tertulis dikirimkan dengan Surat Pengantar yang dibubuhkan tandatangan Pihak Terkait (contoh terlampir). Kepada Yang Terhormat, Majelis Hakim Konstitusi Pemeriksa Perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jalan Medan Merdeka Barat Nomor 6 Jakarta Pusat 10110 Keterangan tertulis dapat dikirimkan langsung ke Mahkamah Konstitusi. Namun, untuk kepentingan koordinasi, Pihak Terkait mohon memberitahukan Tim Advokasi bila ingin mengajukan keterangan tertulis dan mengirimkannya dahulu ke Tim Advokasi untuk dibahas bersama dan dicocokan dengan permohonan.
4
Pihak dari luar negeri yang berminat memberikan keterangan tertulis dalam Bahasa Inggris, juga sebaiknya mengirimkan naskah keterangan tersebut ke Tim Advokasi sebelumnya agar diketahui dan diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Karena pemeriksaan perkara ini akan dimulai pada tanggal 4 Februari 2010, Pihak Terkait diharapkan untuk menghubungi Tim Advokasi sesegera mungkin, kemudian mengirimkan keterangan tertulis secepatnya, agar Majelis Hakim memiliki lebih banyak waktu untuk mempelajarinya secara menyeluruh dan mendalam. Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi: - Anick H. T. | Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) |
[email protected] |0818.146.354 - Adam Pantouw | Yayasan LBH Indonesia (YLBHI) |
[email protected] | 0818.0824.9082
5
Contoh Surat Pengantar Amicus Curiae Kepada Yang Terhormat, Majelis Hakim Konstitusi Pemeriksa Perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Dengan homat, Saya yang bertandatangan di bawah ini, [nama], dengan ini memohon perkenanan Majelis Hakim Konstitusi untuk menerima keterangan yang saya ajukan secara tertulis, serta mempertimbangkannya dalam memeriksa dan memutus perkara pengujian UU No. 1/PNPS Tahun 1965 tentang Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama terhadap UUD 1945, dengan Nomor Perkara 140/PUUVII/2009. Keterangan ini saya ajukan sebagai “Sahabat Pengadilan” (“Amicus Curiae”/”Friend of the Court”) atau Pihak Terkait Yang Berkepentingan Tidak Langsung. Sebagai narasumber yang berkepentingan dengan perkara secara tidak langsung, Amicus Curiae biasa diterima keterangannya, baik yang diberikan secara lisan di dalam sidang maupun tertulis, untuk membantu peradilan yang memeriksa dan memutus perkara, baik karena sukarela dan prakarsa sendiri atau karena pengadilan memintanya. Praktek ini mulanya lazim di negeri-negeri dengan sistem Common Law, khususnya di pengadilan tingkat banding atau pada kasus-kasus besar dan penting. Gagasan yang sama kemudian dipakai dalam acara hukum internasional, terutama dalam kasus-kasus yang berkaitan dengan hak-hak manusia. Belakangan, pelembagaan peran “Sahabat Pengadilan” pun telah diatur oleh negara-negara dengan sistem Civil Law. Dengan surat ini saya pun memohon ijin agar keterangan tertulis ini dapat diterima dan dipertimbangkan. Tulisan ini saya persiapkan agar dapat menambah pertimbangan dan menguatkan keyakinan Majelis Hakim Konstitusi untuk memutus menerima dan mengabulkan seluruh permohonan Pemohon. Melalui tulisan terlampir, saya akan menunjukkan bahwa UU No. 1/PNPS/1965 memang benar bertentangan dengan [alasan] sebagaimana termuat dalam UUD 1945 dan oleh karena itu perlu dinyatakan tidak mengikat secara hukum demi kelangsungan hidup berbangsa yang [alasan]. Semoga Majelis berkenan menerima dan mempertimbangkannya, mengingat bobot dan dampak luas dari perkara ini. Jakarta, [tanggal] Februari 2010 Dengan hormat, [tanda tangan] [nama]
6
Contoh Format Amicus Curiae “[Judul]” KETERANGAN TERTULIS [Nama] Sebagai Sahabat Pengadilan/Amicus Curiae atau Pihak Terkait yang Berkepentingan Tidak Langsung Pada Perkara Mahkamah Konstitusi Nomor 140/PUU-VII/2009
Pengujian Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
[satu paragraph rangkuman keterangan atau kutipan dari kesimpulan]
Jakarta, Februari 2010
7
i. JATIDIRI DAN KEPENTINGAN PIHAK TERKAIT -
Nama, riwayat singkat pribadi dan/atau latar belakang organisasi. Kepentingan atau kepedulian terhadap perkara. Alasan keterangan perlu diterima dan dipertimbangkan. Alamat surat atau nomor yang dapat dihubungi.
ii. RANGKUMAN KETERANGAN -
Satu halaman rangkuman dari seluruh keterangan
A. [Pendahuluan] B. [Pembahasan] C. [Kesimpulan] iii. Daftar Pustaka iv. Lampiran -
Data, statistik. Surat, Dokumen. Kliping. Dan lain-lain.
Ini sekadar contoh format. Pada dasarnya Amicus Curiae dapat berupa keterangan singkat tentang satu argumen atau pembahasan tentang poin tertentu saja terkait dengan substansi permasalahan. Bisa juga berupa artikel, tulisan lepas, namun bisa dipertanggungjawabkan secara akademis.
8