TINJAUAN YURIDIS TENTANG SYARAT DAN PENERAPAN PENGGUNAAN PERSANGKAAN SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA
BOBY PRASETYA / D. 10109 633
ABSTRAK Hakim dalam memeriksa serta memutuskan suatu perkara perdata selalu berdasarkan pada pembuktian yang merupakan upaya bagi pihak-pihak dalam mendalilkan peristiwa-peristiwa atau haknya untuk mendapatkan kebenaran dan keadilan di pengadilan. Untuk rnembuktikan hak tersebut, maka para pihak mengajukan alat bukti sebagaimana telah diatur datum ketentuan hukum acara perdata. Yakni pasal 164 HIR pasal 284 RBG dan pasal 1866 KUHPerdata. Salah satu alat bukti tersebut adalah alat bukti persangkaan. Persangkaan ialah kesimpulan-kesimpulan oleh undang-undang atau oleh hakim ditariknya dari suatu peristiwa yang terkenal kearah yang tidak terkenah Persangkaan terdiri dari dua macam yakni persangkaan menurut undang-undang dan persangkaan yang tidak berdasarkan Undangundang. Sejauhmana penggunaan persangkaan sebagai alat bukti dalam penyelesaian perkara perdata serta syarat- syaratpenggunaan alat bukti tersebut dan sejauh mana kekuatan pembuktian persangkaan diterapkan oleh hakim dalam penyelesaian perkara perdata, diharapkan dapat berguna bagi pihak - pihak yang berperkara agar mengetahui bahwa Hakim wajib menerapkan alat bukti persangkaan sebagai alat bukti tidak langsung untuk melengkapi alat bukti yang diajukan oleh pihak - pihak dan diharapkan pula dapat berguna bagi hakim dalam menyelesaikan perkara perdata, alat bukti persangkaan dapat diterapkan untuk menambah alat bukti yang diajukan olehpihak-pihakyang berperkara dipengadilan. Kata Kunci : Alat Bukti yang digunakan Dalam Perkara Perdata. I.
yang bersengketa untuk membuktikan
PENDAHULUAN
dalilnya
A. Latar Belakang Meskipun
ketentuan
dalam
masing-masing,
bahwa
sekiranya
misalnya penggugat
HIR/Rbg tidak ditegaskan apa yang
mendalilkan tentang kepemilikannya
dimaksud persangkaan sebagaimana
terhadap suatu unit
dikemukakan
dikuasai oleh pihak tergugat secara
dalam
pasal
1915
KURPerdata sebelumnya; hanya saja
melawan
bahwa, dalam pasal 137 HIR/310
hukum pembuktian bahwa penggugat
Rbg ditemukan penegasan tentang
harus
kapan persangkaan tersebut dapat
tersebut dengan bukti surat misalnya
digunakan sebagai alat bukti.
BPKB (Bukti Pemilikan Kendaraan
Dalam perkara
penyelesaian perdata
suatu
dipengadilan
senantiasa di tuntut bagi pihak-pihak
hukum,
mobil yang
maka
membuktikan
Bermotor),
pemilikannya
kecuali
kepemilikan tersebut
menurut
apabila tidak dapat
dibuktikan melalui BPKB karena 1
penggugat membeli dari pihak yang
saksi, karena alat bukti persangkaan
tertera namanya didalam BPKB,
tersebut
maka
Undang-undang
pembuktian tersebut
dapat
disimpulkan dan
berdasarkan fakta
yang
dilakukan dengan surat perjanjian
terungkap dipersidangan oleh hakim
jual beli antara penggugat sebagai
yuang
pembeli/pemilik kedua dengan pihak
dipersidangan.
pertama/penjual. 1
memeriksa
suatu
perkara
Berdasarkan uraian diatas maka
Jika ada bukti surat seperti
penulis
hendak
mengkaji
dalam
diatas tidak dapat ditunjukkan, maka
tulisan skripsi ini yang berkaitan
bukti tentang kepemilikan mobil
dengan
tersebut
persangkaan
dapat
dilakukan
dengan
syarat
dan
oleh
hakim
nantinya
keterangan-keterangan diatas sumpah
dijatuhkan terhadap suatu perkara
yang
perdata.
dipersidangan
dalam
yang
mengajukan alat bukti saksi, sehingga
dikemukakan
tentang
penggunaan
oleh saksi-saksi tersebut, dijadikan
B. Rumusan Masalah
sebagai alat bukti untuk pembuktian
1. Sejauhmana
dalil
yang
dikemukakan
oleh
penggunaan
persangkaan sebagai alat bukti
penggugat sebagai pemilik mobil
dalam
yang menjadi obyek perkara.
perdata
Oleh karena itu, baik alat bukti surat (terutama otentik) maupun alat
penyelesaian serta
berdiri sendiri untuk membuktikan
hakim
suatu
perkara perdata.
hak
syarat-syarat
2. Sejauhmana kekuatan pembuktian persangkaan
atau
perkara
penggunaan alat bukti tersebut.
bukti saksi masing-masing dapat
peristiwa
putusan
yang
diterapkan
dalam
oleh
penyelesaian
didalilkan, demikian pula pembuktian sebaliknya dalam upaya menyangga
II. PEMBAHASAN
sesuatu peristiwa atau hak yang
A. Syarat
dan
Persangkaan
dikemukakan pihak lawan. Tetapi alat
Sebagai Alat Bukti Kaitannya dengan
bukti persangkaan, tidak dapat berdiri
Bukti-bukti lain
sendiri dan bukan pula diajukan oleh
1
Penerapan
Sebagaimana
pihak-pihak yang berperkara seperti
pada
halnya alat bukti surat dan saksi-
pembuktian
A Pitlo, Pembuktian dan Daluarsa, PT. Intermasa, Jakarta 1978, hlm.,76.
uraian
telahkemukakan
skripsi adalah
ini, tidak
bahwa lain
merupakan upaya pihak-pihak yang berperkara untuk meyakinkan hakim 2
tentang kebenaran dalil atau peristiwa
(bukan persoalan notoir feit), dengan
yang diajukan dipersidangan tersebut,
menggunakan beberapa alat bukti
yang
dapat
yang menurut ketentuan pasal 1866
digambarkan bahwa bila mana si A
KUHPerdata Jo Pasal 164 HIR/Pasal
mendalilkan
284 Rbg sebagai berikut:
in
concretonnya
tanah
pekarangannya
yang dikuasai oleh si B adalah hak
1) Bukti tulisan;
miliknya (hal milik A) yang dikuasai
2) Bukti saksi;
secara melawan hak oleh B maka
3) Bukti persangkaan;
dalil kepemilikan yang dikemukakan
4) Bukti pengakuan;
tersebut harus dibuktikan dengan
5) Bukti sumpah.
menggunakan
alat-alat
bukti,
Ketentuan perundang-undangan
demikian pula sebaliknya apabila
sangat umum menentukan beban
selaku tergugat yang mendalilkan
pembuktian, yaitu seolah-olah hampir
bahwa
secara bersamaan pihak penggugat
tanah
pekarangan
yang
dikuasainya dimaksud, adalah tanah
dan
hak milik berdasarkan jual beli C
feit/peristiwa/fakta,
selaku
dikemukakan
penjual,
tergugat
maka
B
itupun
selaku harus
tergugat
membuktikan sebagaimana
oleh
Abdulkadir
Muhammad bahwa:
membuktikannya dengan berbagai
“Seandainya ketentuan pasal 163
alat bukti pula.
HIR-283
Dengan seorang
demikian,
(dan
1865
KUHPerdata) ini dipegang teguh,
wajib
untuk
maka
fakta-fakta
yang
menimbulkan beban yang sangat
apabila
pihak
memberatkan bagi salah satu pihak
dikemukakannya
dalam
prakteknya
tergugat membantah fakta-fakta yang
yang
disuruh
didalilkan penggugat tersebut, dengan
Sebab
jika
perkataan lain bahwa penggugat tidak
membuktikannya,
dituntut untuk niembuktikan fakta-
menanggung
fakta yang dikemukakannya apabila
Misalnya
pihak
penggugat
tergugat
mengakui/tidak
membantahnya. Fakta-fakta
Pasal
maka
penggugat
membuktikan
Rbg
yang
harus
bisa
membuktikannya. ia
tidak
dapat
ia
akan
resiko dalam
dikalahkan.
soal
warisan
mengajukan
gugatan
terhadap
tergugat,
warisan
belum
bahwa
dibagi
harta
dan
ia
dibuktikan tersebut, adalah fakta-
menuntut bagiannya. Pihak tergugat
fakta yang relevan dengan perkara
mengatakan bahwa ini tidak benar, 3
karena barta warisan sudah dibagi.
hanya semata-mata berisi larangan,
Apabila berpegang teguh pada pasal
tetapi juga meliputi ketentuan yang
163 HIR 183 Rgb, penggugat harus
bersifat
membuktikan harta warisan itu belum
hakim.
dibagi. Padahal jika tidak berpegang
perintah-perintah
Sedangkan
kepada
teori
bebas,
teguh pada pasal tersebut,hakim bisa
menghendaki
membebankan pembuktian kepada
seharusnya tidak terikat sama sekali
tergugat untuk membuktikan bahwa
dengan
harta warisan itu sudah dibagi. Bagi
mengenai
penggugat sudah cukup adil jika
tergantung sepenuhnya pada hasil
dibebankan itu adalah harta warisan
penilaian
dan penggugat adalah ahli waris”.
mempertimbangkan posisi kasus yang
Berdasarkan pembuktian yang
bahwa
ketebtuan
hakim
hukum
beban
pembuktian
hakim
diperiksanya.
positif
dengan
Teori-teori
yang
telah dibebankan kepada para pihak,
dikemukakan di atas, oleh Sudikno
maka
Mertokusumo,2
berikut
ini
dikemukakan
mengemukakan
5
beberapa teori beban pembuktian
(lima) teori berkenaan dengan beban
tersebut
pembuktian, seperti berikut:
seperti bahwa ini:
1. Teori pembuktian yang bersifat
1) Teori negatif;
menguatkan
2) Teori Positif;dan
affirmatif);
3) Teori bebas.
Menurut teori ini, bahwa siapa
Teori adanya
negatif
menghendaki
ketentuan-ketentuan
mengikat
bagi
hakim
yang
yang
belaka
(bloot
mengemukakan
sesuatu
harus membuktikannya dan bukan
didalam
yang
mengingkari
dan
pembuktian, yaitu suatu ketentuan
menyangkalnya.
yang bersifat langganan-langganan
daripada teori ini adalah pendapat
berupa pembatasan bagi kebebasan
bahwa hal-hal yang negatif tidak
hakim didalam meletakkan beban
mungkin
pembuktian kepada pihak-pihak yang
non sunt probanda). Peristiwa
berperkara.
negatif tidak dapat menjadi dasar
Adapun menghendaki
teori adanya
positif,
dan
ketentuan-
ketentuan yang mengikat
hakim,
yaitu suatu ketentuan yang tidak
Dasar
dibuktikan
satu
hak,
hukum
(negative
sekalipun
pembuktiannya mungkin, hal ini 2
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1982, hlm.,111-114.
4
tidaklah penting oleh karena itu
peristiwa-peristiwa khusus yang
tidak dapat dibebankan kepada
bersifat menghalang-halangi dan
seseorang.
bersifat
2. Teori hukurn subyektif
membatalkan. Sebagai
contoh
dapat
dikemukakan
Menwut teori ini suatu proses
misalnya, bahwa kalau penggugat
perdata itu selalu
merupakan
mengajukan tuntutan pembayaran
pelaksanaan hukum sebyektif atau
harga penjualan, maka penggugat
bertujuan
harus
mempertahankan
membuktikan
adanya
hukum subyektif, dan siapa yang
persesuaian kehendak, harga serta
menemukakan
penyerah,
mempunyai
atau
suatu
mengaku hak
harus
sedangkan
tergugat
menyangkal
kalau gugatan
membuktikannya. Dalam hal ini
penggugat dengan menyatakan
penggugat
misalnya terdapat
tidak
perlu
cacat
pada
membuktikan semuanya. Untuk
persesuaian kehendak atau bahwa
mengetahui
peristiwa-peristiwa
hak penggugat itu batal karena
umum
peristiwa-peristiwa
telah dilakukan pembayaran maka
dan
khusus. Yang terakhir ini dibagi
tergugatlah
lebih lanjut menjadi peristiwa
membuktikan.
khusus
Teori mendasarkan pada pasal
yang
menimbulkan
bersifat hak
(Rechtserzeugende
Tatsachen),
yang
harus
1865 BW. Teori ini hanya dapat memberi
peristiwa khusus yang bersifat
jawaban
menghalang-halangi
penggugat didasarkan atas hukum
hak
timbuinya
(Rechtserzeugende
subyektif
apabila
ini
tidak
gugatan
selalu
Tatsachen), dan peristiwa khusus
demikian, misalnya pada gugat
yang bersifat membatalkan hak
cerai.
(Rechtvernictende
Tatsachen).
lainnya ialah bahwa teori ini
berkewajiban
terlalu banyak kesimpulan yang
Penggugat
Keberatan-keberatan
membuktikan adanya peristiwa-
abstrak
peristiwa khusus yang bersifat
jawaban atas persoalan-persoalan
menimbulkan
tentang beban pembuktian dalam
hak.
Sedangkan
tergugat harus membuktikan tidak adanya
peristiwa-peristiwa
dan
tidak
memberi
sengketa yang bersifat prosesuil. 3. Teori hukum obyektif
(syarat-syarat) umum dan adanya 5
Menurut teori ini mengajukan
tentukan
tuntutan hak atau gugatan berarti
pembuktian.
bahwa penggugat minta kepada
pembagian
beban
4. Teori hukum publik
hakim agar hakim menerapkan
Menurut teori ini maka pencari
ketentuan-ketentuan
kebenaran
hukum
suatu
peristiwa
peradilan
merupakan
obyektif terhadap peristiwa yang
didalam
diajukan.
itu
kepentingan publik. Oleh karena
penggugat harus membuktikan
itu hakim harus diberi wewenang
kebenaran dan pada peristiwa
yang lebih besar untuk mencari
yang diajukannya dan kemudian
kebenaran.
mencari
pihak
Oleh
karena
hukum
obyektifnya
Disampingitu
para
kewajiban
yang
ada
untuk diterapkan pada peristiwa
sifatnya hukum publik, untuk
tersebut
membuktikan
harus
siapa
yang
mengemukakan
misalnya adanya
dengan
segala
macam alat bukti. Kewajiban ini
suatu persetujuan harus mencari
harus disertai sanksi pidana. 5. Teori hukum Acara3
dalam undang-undang (hukum obyektif) apa syarat-syarat sahnya
Azas audit et alteram atau juga
persetujuan (Pasal 1320 SW) dan
Azas kedudukan a prosesuil yang
kemudian
sama dan pada para pihak tingkah
memberi
pembuktiannya. Ia tidak perlu
hakim
misalnya membuktikan adanya
pembagian
cacat
berdasarkan kesamaan kedudukan
dalam
persesuaian
merupakan beban
para
disebutkan dalam Pasal 1320 8W.
prosesuil yang sama dan para
Tentang adanya cacat ini harus
pihak membawa akibat bahwa
dibuktikan oleh pihak lawan.
kemungkinan untuk menang bagi
Hakim
para pihak harus sama. Oleh
tugasnya
Azas
pembuktian
kehendak, sebab hal itu tidak
yang
pihak.
asaz
itu
kedudukan
menerapkan hukum obyektif pada
karena
peristiwa yang diajukan oleh para
membebani para pihak dengan
pihak hanya dapat mengabulkan
pembuktian secara seimbang atau
gugatan apabila unsur-unsur yang
patut.
Kalau
hakim
harus
penggugat
ditetapkan oleh hukum obyektif ada. Jadi atas dasar ini hukum obyektif yang ditetapkan dapat di
3
Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata Dalam Teori Praktek Alumni Bandung, 1979 hlm., 122.
6
menggugat
tergugat
perjanjian
jual
mengenai
beli,
maka
olehkemampuan
pihak
tersebut
membuktikannya
dengan
alat-alat
sepatutnyalah kalau penggugat
bukti
membuktikan tentang adanya jual
hukumnya, atau dengan perkataan
beli itu dan bukannya tergugat
lain
yang harus membuktikan tidak
ditolaknya
adanya perjanjian tersebut antara
diajukan kepengadilan, tergantung
penggugat dan tergugat. Kalau
pada kekuatan alat-alat bukti yang
tergugat mengemukakan bahwa ia
diajukan, sehingga hakim majelis
membeli sesuatu dan penggugat,
yang
tetapi bahwa jual bell itu batal
sesuatu perkara akan menjadi yakin
karena
kompensasi,
maka
terhadap sesuatu peristiwa atau hak
tergugat
harus
membuktikan
yang didalilkan, sebagaimana maksud
bahwa ia mempunyai tagihan
ketentuan pasal 162 HIR Pasal 282
kepada
penggugat.
Rbg yang berbunyi bahwa:
dalam
hal
Penggugat
yang
sempurna
bahwa
kekuatan
dikabulkan
suatu
memeriksa
gugatan
dan
atau yang
mengadili
perlu
“Pengadilan Negeri dalam soal
membuktikan bahwa ia tidak
pembuktian dan soal penerima
mempunyai hutang pada tergugat.
atau menolak menerima alat
Kiranya
bukti dalam perkara perdata
ini
sudah
tidak
sepatutnyalah
kalau yang harus dibuktikan itu
hendaklah
memperhatikan
banyalah hal-hal yang positif saja,
aturan pokok sebagai berikut”.
yaitu adanya suatu peristiwa dan
Tentang
aturan
pokok
bukannya tidak adanya suatu
sebagaimana bunyi pasal tersebut
peristiwa. Demikian pula siapa
diatas, tidak lain yaitu ketentuan-
yang menguasai barang tidak
ketentuan yang berhubungan dengan
perlu membuktikan bahwa Ia
beban pembuktian dalam Pasal 163
berhak atas barang tersebut.
HIR/Pasal 283 Rgb, jenis alat bukti
B. Kekuatan Persangkaan
Hukum
Bukti
Dalani
Perkara
dan seterusnya. Dengan
Perdata Seperti telah difahami bahwa berhasil
dalam pasal 164 HIR/Pasal 284 Rgb
tidaknya
demikian,
maka
merupakan kewajiban hakim yang
seseorang
memeriksa dan mengadili perkara
memenangkan perkara perdata di
untuk menilai kekuatan alat bukti
pengadilan,
yang diajukan oleh pihak-pihak yang
sangat
ditentukan
7
berperkara, bahwa apakah alat bukti
alat bukti dan hasil kesimpulan
yang diajukan tersebut mempunyai
Undang-undang dan kesimpulan oleh
kekuatan hukum pembuktian, sebgai
bakim
contoh bahwa didalam penerapan alat
mengadili
bukti saksi misalnya, menurut hukum
dikemukakan
sekurang-kurangnya harus dua orang
Muhammad sebagai berikut :4
yang
memeriksa
dan
perkara,
sebagaimana
oleh
Abdulkadir
saksi karena bila mana pembuktian
“maksud pasal ini melarang
tersebut diajukan hanya satu orang
hakim
saksi, maka kekuatan pembuktian
perkara hanya berdasarkan pada
satu orang saksi tersebut dipandang
persangkaan
sebagai bukan saksi (unus testis
sendiri lepas satu sama lain dan
nullus testis), dengan demikian pula
melarang
bahwa saksi-saksi yang diajukan
putusannya hanya pada satu
sebagai
persangkaan saja”.
alat
bukti
untuk
membuktikan suatu peristiwa atau
Pasal
memutuskan
yang
suatu
berdiri
mendasarkan
yang dimaksud
Oleh
hak, atau menyangga suatu peristiwa
Abdulkadir Muhammad diatas yaitu
atau sesuatu hak, harus merupakan
pasal 172 HIR/Pasal 310 Rbg yang
kesaksian
dirasakan/dialami
menegaskan bahwa:
(misalnya dilihat dan didengar) oleh
“Persangkaan
karena saksi yang diajukan tersebut,
didasarkan
bukan misalnya keterangan yang
perundang-undangan
dibeberkan dipersidangan oleh saksi
dapat diperhatikan oleh hakim
tersebut perkiraan dan hasil informasi
dalam
yang diterima/didengar saksi dan
keputusannya terhadap perkara
orang
apabila
itu apabila persangkaan itu
pembuktian dengan satu orang saksi
berbobot, cermat dan tertentu
didukung dengan alat bukti lainnya
serta bersesuai satu dengan
seperti surat, pengakuan dan lain-lain.
yang lainnya”.
yang
lain,kecuali
Contoh
pada
tidak
ketentuan hanya
memberikan
bahan
Lain halnya dengan pandangan
banding yang dikemukakan diatas,
Wirjono Prodjokoro5 yang menilai
dalam
sebagaian
yang
penerapan
persangkaan
untuk
alat
bukti
membuktikan
sesuatu dalil, bukan merupakan alat bukti yang berdiri sendiri, melainkan
4
Abdulkadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, Alumni, Bandung, 1982 hlm., 163. 5 Wirjono Prodjokoro, Hukum Acara Perdata Indonesia, Sumur, Bandung, 1982, hlm., 116-117.
8
alat bukti persangkaan bukan sebagai
dipergunakan oleb hakim dalam
alat bukti seperti terurai dibawah ini:
penyelesaian
“Oleh
karena
adalah
kesimpulan
maka
dalam
dipakai
persangkaan
hal
sebagai
yang
belaka, ini
yang
alat
bukti
suatu
perkara
belum
pembuktiannya
jelas
dengan
alat
bukti lain”.
sebetulnya bukan persangkaan
Mengingat ketentuan-ketentuan
itu, melainkan alat-alat bukti
berkenaan
lain, yaitu misalnya kesaksian
persangkaan (baik dalam HIR/Rgb
atau surat-surat atau pengakuan
maupun dalam buku IV KUHPerdata)
suatu pihak, yang membuktikan
dan pandangan pakar praktisi hukum
bahwa suatu peristiwa adalah
dibidang
terang
diimplementasikan
ternyata
(peristiwaa).
dengan
alat
itu,
bukti
kemudian kedalam
baru kemudian disimpulkan dan
penyelesaian perkara perdata No.
adanya
92/Pdt.G/2000/PN.PL,
peristiwa
penganggapan
a
ini
adanya
juga
dalam
khususnya
penyelesaian
gugatan
peristiwa b. dan kesimpulan ini
rekonpensi mengenai tuntutan ganti
dapat ditarik oleh Undang-
rugi atas pengrusakan barang pohon
undang atau oleh hakim”.
kelapa milik penggugat rekonpensi
Berdasarkan pada pandangan
yang
dilakukan
oleh
Wirjono, tersebut tampaknya kurang
rekonpensi,
mendapat respon dan pakar hukum
bahwa hakim yang memeriksa dan
lainnya
memandang
mengadili perkara dimaksud tidak
sebagai
alat
bukti,
mengindahkan
penerapan
alat
bukti
alat bukti persangkaan, sekalipun
sendiri
didalam gugatan rekonpensi tersebut
sebagai alat bukti, melainkan harus
telah memenuhi syarat bagi hakim
didukung dengan alat bukti lainnya,
untuk
sebagaimana dikemukakan oleh H.
persangkaan,
Haryanto, SH Hakim Pengadilan
berdasarkan
Negeri Palu menyatakan bahwa:
undang maupun karena kesimpulan
yang
persangkaan sekalipun
masih
persangkaantidak
“Secara persangkaan
berdiri
yuridis harus
formal,
tampak
tergugat
menunjukkan
ketentuan-ketentuan
menggugakan baik ketentuan
alat
bukti
persangkaan Undang-
oleh hakim.
diakui
sebagai alat bukti, yang dapat 9
lain-lain
III. PENUTUP 1. Bahwa salah satu alat bukti didalam penyelesaian perkara perdata, yaitu alat
bukti
dibebankan
persangkaan antara
yang
persangkaan
yang
belum
mempunyai
kekuatan pembuktian sempurna; 2. Bahwa
salah
penerapan alat
satu
contoh
kasus
bukti persangkaan
adalah seperti pembuktian dengan alat
menurut ketentuan Undang-undang
bukti
dan persangkaan menurut kesimpulan
bahwa suatu peristiwa benar-benar
hakim. Pembuktian dengan alat bukti
terjadi, misalnya pengrusakan barang,
persangkaan
kemudian disimpulkan berdasarkan
sendiri
tidak
dapat
sebagaimana
berdiri layaknya
tertulis
peristiwa
yang
membuktikan
pengrusakan
tersebut,
pembuktian dengan alat bukti tertulis
melahirkan peristiwa kerugian sebagai
dengan jenis akta otentik, melainkan
akibat pengrusakan dimaksud, baik
harus terlebih dahulu dipergunakan
kesimpulan yang ditarik oleh Undang-
alat bukti lain seperti surat, saksi dan
undang sendiri maupun kesimpulan oleh
hakim;
10
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-Buku A. Pitlo, Pembuktian dan Daluarsa, PT.Intermasa, Jakarta, 1978. Abdulkadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, Alumni Bandung, 1982. R. Wirjono Projodikoro, Hukum Acara Perdata Indonesia, Sumur Bandung, 1982. Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek Alumni, Bandung, 1979. Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1982. B. Peraturan Perundang-Undangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata
11
BIODATA PENULIS
NAMA
: BOBY PRASETYA
TEMPAT / TANGGAL LAHIR
: PALU, 24 MARET 1986
JENIS KELAMIN
: LAKI - LAKI
AGAMA
: ISLAM
ALAMAT
: Jl. PIMPILIDO NO. 9 A PALU
NO. TELEPON
: 085241458959
12