PERAN USAHA TANI TERNAK AYAM LOKAL PASCA TSUNAMI DI KABUPATEN PIDIE NANGGROE ACEH DARUSSALAM [The Role of Indigeneous Chicken Farm at Post Tsunami in Pidie Regency Nangroe Aceh Darussalam] D. Mardiningsih, T. Ekowati, dan C. N. Azriana
Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang Received June 26,2008, Acepted July 21,2008
ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2006, bertujuan untuk mengetahui peran usaha tani ayam lokal dan potensi perkembangannya dalam usaha meningkatkan kondisi sosial ekonomi peternak pasca tsunami di Nangroe Aceh Darussalam. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode Snowball Sampling, dua puluh (20) orang peternak ayam lokal terpilih sebagai informan dan sebagai Key Person penelitian ini adalah pegawai Dinas Peternakan Kabupaten Pidie. Analisis data menggunakan analisis deskriptif dan analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran usaha ayam lokal pasca tsunami adalah sebagai usaha sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Permintaan daging dan telur ayam lokal pasca tsunami semakin meningkat karena adanya kegiatan ritual keagamaan. Rata-rata pendapatan peternak Rp 391.695 / bulan dengan pemeliharaan rata-rata 35 ekor. Nilai total Eksternal Strategic Factor Analysis Summary (ESFAS) dan Internal Strategic Factor Analysis Summary (ISFAS) untuk sosial adalah 2,77 dan 2,76 sedangkan bidang ekonomi 2,7 dan 2,65. Hal ini menunjukkan daerah ini berada pada posisi yang menguntungkan untuk dikembangkan. Strategi yang digunakan untuk pengembangan usaha ternak ayam lokal adalah strategi pertumbuhan stabilitas.
Kata kunci : Ayam Lokal, Sosial Ekonomi, Pasca Tsunami, SWOT ABTRACT Study have been conducted in June 2006 with the aim was to analyze the role and development potential of indigenous chicken farm in order to increase the social economic of farmer’s condition post tsunami. Qualitatif method by snowball sampling method was used for research and determining the respondents. Tweenty farmers and the official of Animal Husbandry were choosen as a respondents and key persons. Data were analyzed by descriptive and SWOT analysis. Result of research showed that at the post tsunami (i) the role of indigeneous farm was a secondary farmers activity to fulfill the basic needs; (ii) the demand of indigeneous chicken increased due to the religious ritual; (iii) the farmer’s income average was Rp 391.695/month with 35 scale of chickens; (iv) the value of Eksternal Strategic Factor Analysis Summary (ESFAS) and Internal Strategic Factor Analysis Summary (ISFAS) for social aspect were 2.7 and 2.76 respectively, and 2.7 and 2.65 respectively for the economic aspect. The ESFAS and ISFAS value indicated that indigeneous chicken farm was beneficial for farmer’s activity and the stability development was suitable strategy for indigeneous chicken development. Keywords : Indigeneous Chicken, Economics Sociali, Post Tsunam, SWOT
238
J.Indon.Trop.Anim.Agric. 33 [3] Sept 2008
PENDAHULUAN
karena gempa bumi atau letusan gunung api dilaut, sedangkan Tsunami yang terjadi Prpinsi NAD adalah gempa bumi yang berkekuatan tinggi. Pasca Tsunami membuat kondisi sosial ekonomi masyarakat Kabupaten Pidie NAD, khususnya masyarakat petani ternak ayam lokal terpuruk karena jumlah populasi ayam lokal mengalami penurunan sampai 60% dari 3.883.554 ekor menjadi 1.576.343 ekor (Dinas Peternakan Kabupaten Pidie NAD , 2005) Pasca Tsunami membuat kondisi sosial ekonomi masyarakat Kabupaten Pidie menyebabkan produksi dan pemasaran hasil produksi ternak ayam lokal terhambat (lumpuh). Usaha ayam lokal di Kabupaten Pidie NAD umumnya menghasilkan ternak hidup, produk daging ayam segar dan telur. Produk yang dihasilkan dari ayam lokal telah memberikan kontribusi yang sangat besar untuk substitusi kebutuhan telur dan daging di Propinsi NAD (Dinas Peternakan Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam 2005) Menurut Ariiani (1999), industri perunggasan memegang peran penting dalam penyediaan lapangan kerja, penghematan devisa dan dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat. Oleh sebab itu pengembangan ayam lokal perlu ditingkatkan, mengingat biaya produksi ayam lokal relatif murah dan sebagian besar penduduk terbiasa mengusahakan usaha tersebut. Pengembangan usaha ayam lokal diprioritaskan untuk peternakan rakyat karena dinilai teknologinya sederhana, dapat diusahakan secara sambilan, mudah dipelihara masyarakat berpendapatan rendah, cocok untuk skaaala usaha keluarga di pedesaan dan telah tersebar di seluruh pelosok tanah air ( Soehadji, 1993). Bertititk tolak dari keadaan tersebut, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui peran ayam lokal dan potensi perkembangannya dalam usaha meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat pasca tsunami. Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi dan pertimbangan penyusunan kebijakan dalam usaha pengembangan ayam lokal untuk meningkatkan sosial ekonomi peternak.
Propinsi Nanggroe Aceh Darusalam (NAD) terletak di bagian paling ujung pulau Sumatrera yang sekaligus merupakan ujung paling barat dari gugusan Kepulauan Indonesia. Perkembangan usaha peternakan sangat memberikan harapan karena luasnya padang rumput yang tersedia yang tersebar di seluruh daerah. Secara tradisional turun-temurun penduduk setempat mata pencahariannya sebagai petani sekaligus sebagai peternak. Selama ini yang menjadi andalan dari komoditi pertanian di Kabupaten Pidie NAD adalah produk peternakan khususnya ayam lokal yang berbasis pada peternakan rakyat, telah memberikan kontribusi cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan hewani dan menunjang perekonomian rakyat. Menurut Dinas Peternakan Propinsi Nanggroe Aceh Darusalam (NAD) 2004, ayam lokal atau ayam buras biasa disebut ayam kampung merupakan salah satu jenis ternak yang telah dibudidayakan secara umum dan turun temurun di masyarakat pedesaan sehingga telah menyatu dan melekat dengan masyarakat. Minat masyarakat Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam pada budidaya ternak ayam lokal relatif besar karena ayam lokal mumpunyai keunggulan tahan terhadap penyakit dibanding dengan ayam ras Jumlah populasi ternak ayam lokal di Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam 3.883.554 ekor (Dinas Peternakan Kabupaten Pidi , 2004). Ayam lokal yang ada sekarang ini adalah keturunan ayam liar yang tersebar di seluruh dunia (Iswanto, 2002 ). Secara umum ayam lokal tidak lagi memiliki ras tertentu karena perkawinan yang liar yaitu persilangan atau perkawinan ayam yang tidak jelas lagi keturunannya (Thamrin dan Nurrohmah, 2002). Menurut Dinas Peternakan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam 2004, usaha peternakan ayam lokal (buras) di Nanggroe Aceh Darussalam pada umumnya dikelola secara tradisional tetapi ada juga yang dikelola secara semi intensif. Musibah Tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 telah menghancurkan Propinsi NAD dan beberapa daerah lain di belahan bumi. Musibah ini tidak hanya menimbulkan korban jiwa, tetapi juga METODE PENELITIAN telah menghancurkan infra struktur, sarana dan prasarana, lahan pertanian, kelautan dan juga Penelitian ini merupakan studi dengan pendekatan peternakan. Tsunami dikenal sebagai gelombang kualitatif dilakukan di Kabupaten Pidie meliputi pasang ( gelombang laut yang dahsyat) yang terjadi Kecamatan Menendu, Kecamatan Merak Dua,
The Role of Indigeneous Chicken Farm (D. Mardiningsih et al.)
239
Kecamatan Bandar Baru, Kecamatan Simpang Tiga, Kecamatan Kota Sigi, Kecamatan Pidie, Kecamatan Batee dan Kecamatan Trienggadeng, dengan pertimbangan lokasi yang paling parah terkena musibah tsunami dan populasi ayam lokal paling banyak di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebelum tsunami, yakni 3.883.554 ekor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2006. teknik pengambilan sampel menggunakan metode Snowball Sampling, sebagai Key Person adalah pegawai Dinas Peternakan Kabupaten Pidie, dilanjutkan ke petugas peternakan kecamatan, selanjutnya dipilih 20 orang peternak ayam lokal yang terkena musibah tsunami. Data yang diperlukan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara secara mendalam (Depth Interview) dilengkapi dengan observasi lapangan. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait, seperti Dinas Peternakan dan Kantor Badan Pusat Statistik. Kantor Kabupaten dan Kecamatan. Analisis data untuk peran usahatani ternak ayam lokal menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif yaitu memaparkan hasil penelitian sesuai dengan kondisi yang sebenarnya serta memberikan predikat pada variabel yang diteliti sesuai dengan kondisi yang sebenarnya serta memberikan predikat pada variabel yang diteliti sesuai dengan kondisi sebenarnya (Arikunto, 2000). Analisis SWOT digunakan untuk mengetahui permasalahan yang ada dalam usaha pengembangan ternak ayam lokal/buras, baik yang bersifat mendukung maupun yang menghambat keberhasilan usaha. Analisis SWOT dibuat dengan cara mengisi tabel peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan dalam hal beternak ayam lokal sesuai dengan potensi yang ada. Penilaian untuk masing-masing faktor didasarkan atas kondisi eksternal maupun internal dengan melakukan skor untuk mengetahui Eksternal Strategis Factor Analysis Summary (ESFAS) dan Internal Strategis Factor Analysis Summary (ISFAS). Pembobotan untuk masing-masing faktor dengan nilai 0,0-1,0 (0,0 tidak penting, 1 sangat penting) dan penggunaan skala 1-4 (1 tidak baik, 2 cukup, 3 baik dan 4 sangat baik) (Rangkuti, 2000). Dari hasil skor baik ESFAS maupun ISFAS digunakan untuk mengetahui posisi usaha ayam lokal dengan mengacu pada Matrik Eksternal -Internal SWOT.
240
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Pidie Kabupaten Pidie merupakan salah satu dari 20 kabupaten di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dengan luas wilayah 4.160,50 km dan jumlah penduduk 519.417 jiwa. Letak Kabupaten Pidie berbatasan dengan : Sebelah Utara : Selat Malaka Sebelah Selatan : Kabupaten Aceh Barat Sebelah Barat : Kabupaten Aceh Besar Sebelah Timur : Kabupaten Bireun Sebagian besar lahan (81,26%) digunakan untuk hutan, sebagian (15,64%) untuk areal pertanian dan 3,1 % untuk lain-lain (pemukiman, rawa dan danau). Mata pencaharian penduduk di Kabupaten Pidie sebagian besar (78,47%) bekerja di bidang pertanian, peternakan dan perikanan. Tingkat pendidikan penduduk 62 % pada tingkat sekolah dasar (SD 6 tahun) atau yang sederajat. Populasi Ternak di Kabupaten Pidie Menurut Dinas Perikanan, Kelautan dan Peternakan, (2004) terdiri dari ternak sapi 119.041 ekor, kerbau 80.663 ekor, ternak kecil kambing 114.805 ekor dan domba 4.639 ekor, sedangkan ternak unggas, ayam kampung 3.883.554 ekor, ayam ras petelur 14.500 ekor, ayam broiller 26.00 ekor, dan itik 449.468 ekor. Dibanding dengan ternak unggas yang lain pemeliharaan ayam lokal/buras presentasinya paling besar yaitu 79 %. Jumlah ternak ayam lokal di Kabupaten Pidie paska tsunami mengalami penurunan sampai 60% dari 3.883.554 ekor menjadi 1.576.343 ekor namun pada akhir tahun 2005 sudah mengalami peningkatan menjadi 1.634.229 ekor (Dinas Peternakan Kabupaten Pidie NAD, 2005 ) Karakteristik Petani Peternak Berdasarkan hasil wawancara maka peternak yang terpilih dalam penelitian ini 100% termasuk usia produktif. Berdasarkan usia tersebut, kesempatan peternak untuk mengembangkan usaha ayam lokal masih baik, karena kemampuan fisik, pola berfikir maupun bekerja masih dalam kondisi prima. Tingkat pendidikan formal peternak sebagian besar berpendidikan SLTA/sederajat. Hal ini menunjukkan bahwa tingka pendidikan formal yang telah dicapai
J.Indon.Trop.Anim.Agric. 33 [3] Sept 2008
relatif tinggi. Kondisi ini yang menjadikan salah satu indikator kemampuan petani ternak dalam mengadopsi inovasi baru. Tujuh puluh lima persen pekerjaan utama berada pada sektor pertanian. Sedangkan usaha ternak ayam lokal yang dimiliki hanya sebagai usaha sampingan. Sebagian besar (70%) peternak mempunyai pengalaman beternak ayam lokal lebih dari 5 tahun. Hal ini memungkinkan peternak lebih dinamis dan aktif dalam hal menerapkan teknologi. Rata – rata pemilikan ternak ayam lokal sebelum tsunami 50 ekor sedangkan pada saat penelitian 35 ekor terdiri dari starter, grower dan layer. Kecilnya skala usaha ayam lokal baik sebelum maupun sesudah Tsunami disebabkan karena beternak ayam lokal hanya sebagi usaha sampingan. Selain itu kurangnya modal menjadi masalah utama untuk pengembangan usaha. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan A. Setiadi et al. (2006), bahwa masalah utama dalam pengembangan agribisnis peternakan ayam lokal adalah kesulitan dalam memperoleh modal, mulai rentabilitas yang diperoleh terlalu kecil serta rendahnya manajemen agrisnis.
al. (2004), bahwa pemberian pakan dua kali sehari dan variasi bahan pakan untuk ayam lokal yaitu dedak, konsentrat, sisa dapur dan pakan komersial. Menurut hasil penelitian Supriyatna et al. (2006), untuk pertumbuhan ayam lokal umur 12 sampai 20 minggu diperlukan ransum level protein 12%. Upaya pencegahan penyakit yang dilakukan peternak dengan menjaga kebersihan lingkungan, sedangkan vaksinasi ayam dilakukan apabila Dinas Peternakan setempat mengadakan program vaksinasi. Upaya peternak untuk pengembangkan ternak ayam lokal baik sebelum maupun pasca tsunami melalui penetasan secara alami, yakni pengeraman telur oleh induk ayam, telur yang akan dieramkan diseleksi terlebih dahulu kemudian diletakkan ”di umpung manok” (tempat ayam mengeram), biasanya berisi 8 - 12 butir telur tergantung besar kecilnya induk ayam. Pemasaran ayam lokal baik sebelum maupun pasca Tsunami dipasarkan melalui ”muge” atau pedagang keliling yang datang ke desa-desa, namun terdapat pula peternak yang memasarkan langsung ayam ke pasar terdekat. Ayam yang dijual biasanya hanya ayam dara sedangkan induk digunakan untuk mengeramkan telur.
Tata Laksana Pemeliharan Ternak Ayam Lokal. Secara umum ditinjau dari sudut tata laksana pemeliharaan ayam lokal di Kabupaten Pidie masih bersifat semi intensif, dimana ayam pada pagi hari dilepas disekitar pekarangan rumah dan pada sore hari dikandangkan. Kondisi kandang ayam lokal secara umum masih sederhana. Dinding terbuat dari papan dan atap dari daun rumbia, ukuran kandang bervariasi berdasarkan jumlah kepemilikan. Secara umum peternak sudah membuat kandang memenuhi syarat kandang yang baik. Peternak pada umumnya kurang memperhatikan kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan, pakan yang diberikan berupa dedak, pakan jadi 524 yang dicampur dengan limbah dapur rumah tangga seperti nasi, sayur mayur. Pakan jenis ini sudah umum digunakan baik sebelum maupun sesudah tsunami, karena harganya murah dan mudah didapat. Jumlah pakan yang diberikan biasanya diperkirakan sendiri oleh peternak sesuai jumlah ternaknya. Frekuensi pemberian pakan diberikan sebanyak 2 kali sehari yakni pagi hari sebelum dilepas dan sore hari sebelum dikandangkan. Pola pemberian pakan ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Eny Siti et
Peran Sosial Ekonomi Ayam Lokal Pemeliharaan dan usaha ternak secara umum merupakan bagian dari kehidupan masyarakat di Kabupaten Pidie. Membudidayakan ternak sebagai usaha sampingan merupakan tipologi umum sistem peternakan rakyat di wilayah Pidie. Hal tersebut terlihat dari jumlah populasi ayam lokal sebelum tsunami sebanyak 3.883.554 ekor dan merupakan komoditas utama dibandingkan dengan jenis ternak lain. Dengan adanya musibah tsunami tersebut, masyarakat di Kabupaten Pidie pasca tsunami mulai bangkit kembali dengan usaha yang pernah digeluti sebelumnya sebagai salah satu penopang kehidupan keluarga. Hal tersebut terlihat dari perkembangan populasi ayam lokal pada kondisi tahun pertama dan kedua pasca tsunami. Jumlah populasi ayam lokal, di Kabupaten Pidie, setelah tsunami secara umum mengalami peningkatan. Bila dicermati, jumlah populasi ayam lokal disetiap kecamatan mengalami peningkatan populasi berkisar antara 2–4%, kecuali di Kecamatan Trienggadeng, yakni sebesar 31,27%. Peningkatan populasi disetiap kecamatan merupakan hal wajar
The Role of Indigeneous Chicken Farm (D. Mardiningsih et al.)
241
mengingat kondisi awal sebelum tsunami pemeliharaan ayam lokal merupakan salah satu usaha yang digeluti masyarakat. Hal yang menarik dari tipologi masyarakat Pidie adalah adalah cepat bangkitnya motivasi dan semangat masyarakat untuk kembali mengelola usaha ternak ayam lokal. Kondisi ini mengindikasikan bahwa ayam lokal mempunyai peran dalam kehidupan masyarakat Pidie baik peran sosial maupun ekonomi. Gambaran perkembangan populasi ayam lokal pasca tsunami disajikan pada Tabel 1.
Rp 1.137.500,- rata-rata biaya produksi riil yang dikeluarkan dalam beternak ayam lokal selama satu bulan sebesar Rp 140.805,- dengan rincian untuk pakan ternak Rp 81.305,-; tenaga kerja Rp 56.000,- dan obat / vaksin Rp 3.500. Sumber tenaga kerja umumnya dari keluarga sendiri sehingga biayanya menjadi lebih murah. Ayam lokal jantan biasanya dijual dengan harga Rp 50.000,- sedangkan yang betina Rp. 25.000,-. Harga telur ayam lokal berkisar antara Rp. 850 sampai Rp 900 per butir, dan biasanya dipasarkan di warungwarung kopi yang digunakan untuk membuat kopi
Tabel 1. Perkembangan Populasi Ayam Lokal Pasca Tsunami di Kabupaten Pidie Kecamatan
Pasca Tsunami Persentase Peningkatan Populasi Tahun I Tahun II ------------ ekor --------------- % -----Bandar Baru 159.369 162.834 2,17 Batee 79.789 81.789 2,51 Kota Sigli 346.663 363.559 4,87 Meurah Dua 157.230 161.000 2,39 Meureudu 371.432 380.881 2,54 Pidie 299.833 307.493 2,55 Simpang Tiga 124.129 127.752 2,92 Trienggadeng 37.878 49.721 31,27 Jumlah 1.576.343 1.634.229 3,67% Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan, Peternakan Kabupaten Pidie, 2005.
Ayam lokal yang dipelihara oleh masyarakat umumnya digunakan sebagai lauk pauk sehari- hari maupun untuk acara syukuran, hari besar keagamaan, pernikahan baik yang dilakukan dirumah maupun di masjid. Daging ayam lokal sangat digemari karena serat dagingnya yang rapat dan memiliki aroma yang khas. Penggunaan daging ayam lokal untuk acaraacara tersebut sudah dilakukan turun temurun. Kondisi pasca tsunami penggunaan daging ayam lokal semakin meningkat karena sebagian besar penduduk di Kabupaten Pidie sering mengadakan ”kenduri”, sedangkan telur ayam lokal juga menjadi kegemaran masyarakat, selain untuk lauk pauk biasanya telur juga digunakan sebagai tambahan pada saat minum kopi disebut dengan ”kopi boh manok” Peternak ayam lokal di Kabupaten Pidie baik sebelum maupun pasca Tsunami rata-rata menggunakan modal sendiri dalam mengelola usaha ternaknya. Rata-rata modal yang dikeluarkan untuk beternak ayam lokal pasca Tsunami sebesar Rp 1.250.000,- terdiri dari modal untuk kandang dan peralatan Rp. 112.500,- dan modal untuk bibit sebesar
242
”boh manok”, Penerima rata-rata usaha ternak ayam lokal selama satu bulan sebesar Rp. 532.500,- terdiri dari penerimaan penjualan ayam sebesar Rp 375.000,- dan penjualan telur sebesar Rp 157.500,-. Rata-rata pendapatan hasil ternak ayam lokal yang diperoleh peternak selama satu bulan sebesar Rp 391.695,-. Rendahnya pendapatan dari ayam lokal karena skala usaha yang kecil sehingga efisiensi ekonomi menjadi rendah yang berakibat pada biaya usaha menjadi tinggi. Hasil penelitian A.Gusasi dan A. Sadikh (2006), menunjukkan bahwa manfaat dan keuntungan dapat diperoleh pada skala usaha yang lebih besar, semakin besar skala usaha semakin besar tingkat efisiensi. Analisis SWOT Analisis SWOT digunakan untuk mengetahui potensi perkembangan ayam lokal dan strategi yang tepat digunakan dalam usaha meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat pasca tsunami. Berdasarkan hasil analisis SWOT untuk
J.Indon.Trop.Anim.Agric. 33 [3] Sept 2008
mengetahui posisi atau keberadaan usaha ayam lokal nilai skor maka pendekatan yang digunakan adalah dengan Matrik Internal-Eksternal SWOT. Hasil penelitian baik eksternal faktor maupun internal faktor disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Dengan mengetahui peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal dalam analisis social ekonomi peternak ayam local di Pidie maka dapat disusun matrik SWOT. Penentuan posisi usaha di suatu daerah didasarkan pada ringkasan analisis faktor eksternal (ESFAS) dan faktor internal (ISFAS) dengan menggunakan matrik eksternal-internal SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa besarnya nilai ESFAS dan ISFAS bidang sosial adalah 2,77 dan 2,76 sedangkan bidang ekonomi 2,7 dan 2,65. Berdasarkan matrik Eksternal dan Internal SWOT, maka posisi
usaha ayam lokal di daerah Pidie berada pada kriteria pertumbuhan dan stabilitas mengingat nilai skor antara 2 dan 3. Matrik eksternal dan internal SWOT disajikan pada Ilustrasi 1. Total nilai ESFAS dan ISFAS menunjukkan daerah ini lebih dominan berada pada situasi yang menguntungkan, yakni pada bidang V atau merupakan kriteria Pertumbuhan Stabilitas. Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat dikatakan bahwa Pidie merupakan daerah yang memiliki peluang dan kekuatan yang besar untuk pengembangan ayam lokal, sehingga dapat peluang yang ada dapat dimanfaatkan dengan baik. Strategi yang diterapkan adalah pertumbuhan stabilitas yaitu suatu strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi yang telah ditetapkan dengan cara mempertahankan program yang sudah ada dan berusaha meningkatkan kearah
Tabel 2. Eksternal Strategic Factor Analysis Summary (ESFAS) Bidang Sosial dan Ekonomi No 1
2
Faktor Strategis Eksternal a. Peluang Sosial Bibit ayam lokal mudah diperoleh Pemeliharaan lebih mudah Dapat menambah penghasilan Motivasi peternak terhadap penyuluhan tinggi Kesukaan daging dan telur tinggi Hampir setiap keluarga memiliki ayam lokal Total b. Peluang Ekonomi Permintaan ayam lokal tinggi Pasar relatif terbuka Harga bertahan Total a. Ancaman Sosial Pemeliharaan masih tradisional Banyaknya kebutuhan peternak Pasca tsunami Beban sosial ekonomi meningkat Peternak belum mengetahui pasar Sarana dan prasarana peternak untuk Berkumpul banyak yang rusak Jumlah ayam lokal yang dipelihara sedikit Total b. Ancaman Ekonomi Bantuan modal rendah Harga jual ayam dan telur Ayam ras lebih murah Pengalaman keluarga tinggi Total Total peluang dan ancaman sosial Total peluang dan ancaman ekonomi
The Role of Indigeneous Chicken Farm (D. Mardiningsih et al.)
Bobot
Rangking
Skor
0.09 0.1 0.12 0.12 0.08 0.11
3 3 4 3 4 4
0.27 0.3 0.48 0.36 0.32 0.44 2.17
0.19 0.18 0.21
4 3 4
0.76 0.54 0.84 2.14
0.06 0.05 0.07 0.08 0.07
1 1 2 2 2
0.06 0.05 0.14 0.16 0.14
0.05
1
0.05 0.6
0.15 0.14 0.13
1 2 1
0.15 0.28 0.13
1 1
0.56 2.77 2.7
243
Tabel. 3. Internal Strategic Factor Analysis Summary (ISFAS) Bidang Sosial dan Ekonomi No
Faktor Strategis Internal
1
a. Kekuatan Sosial Ayam lokal tahan penyakit Daging dan telur memiliki potensi pasar dan selera sendiri Motivasi peternak tinggi untuk kembali usaha Pengalaman beternak lama Pendidikan formal peternak cukup tinggi Banyaknya peternak ayam lokal Resiko usaha relatif kecil Total b. Kekuatan Ekonomi Jumlah ayam yang dipelihara sedikit Biaya produksi rendah Modal milik pribadi Tenaga kerja dari keluarga Total
2
a. Kelemahan Sosial Pemeliharaan masih tradisional Beternak sebagai usaha sampingan Banyaknya jumlah tanggungan keluarga Kurangnya frekuensi penyuluhan Ayam lokal yang dipelihara Sering untuk konsumsi sendiri Tidak aktifnya kelompok peternak
Bobot
Rangking
Skor
0.08 0.08
3 4
0.24 0.32
0.11 0.09 0.09 0.01 0.08
4 4 3 3 4
0.44 0.36 0.27 0.33 0.32 2.28
0.14 0.15 0.16 0.16
3 4 4 3
0.42 0.6 0.64 0.48 2.14
0.06 0.05 0.06 0.07 0.06
1 1 2 1 2
0.06 0.05 0.12 0.07 0.12
0.06
1
0.06 0.48
0.14 0.13 0.12
1 1 2
0.14 0.13 0.24
Total b. Kelemahan Ekonomi Pengelolaan modal belum terperinci Jumlah yang dijual sedikit Kontribusi pendapatan Dari usaha relatif kecil Total Total kekuatan dan kelemahan sosial Total kekuatan dan kelemahan ekonomi
yang lebih baik dan mengenai sasaran. KESIMPULAN
0.51 2.76 2.65
rata-rata 35 ekor sebesar Rp 391.695,-/bulan. Nilai total faktor eksternal (Eksternal Strategic Factor Analysis Summary/ESFAS) dan faktor internal (Internal Strategic Factor Analysis Summary/ISFAS) untuk bidang sosial adalah 2,77 dan 2,76 sedangkan bidang ekonomi 2,7 dan 2,65. Kondisi ini menunjukkan bahwa usaha ayam lokal berada pada posisi menguntungkan dengan strategi yang diterapkan adalah pertumbuhan stabilitas.
Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa usaha ternak ayam lokal pasca Tsunami bermanfaat sebagai usaha sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga peternak. Pemeliharaan masih bersifat semi intensif. Permintaan akan daging dan telur ayam lokal meningkat karena pada kondisi DAFTAR PUSTAKA pasca tsunami masyarakat sering mengadakan kenduri. Daging dan telur sangat digemari masyarakat sebagai lauk pauk sehari-hari maupun untuk acara Arikunto, S. 2000. Manajemen Penelitian. Edisi Baru PT Rineka Cipta, Jakarta. keagamaan seperti syukuran, pernikahan dan kenduri. Pendapatan rata-rata peternak dengan jumlah ternak A.Setiadi, E. Prasetyo, M. Handayani, S. Gayatri, dan
244
J.Indon.Trop.Anim.Agric. 33 [3] Sept 2008
TOTAL SKOR INTERNAL
4.0
4,0
TOTAL SKOR EKSTERNAL
Tinggi
Kuat
3,0
I Pertumbuhan
3,0 Menengah
IV Stabilitas
2,0
Rendah
Rata-rata
2,0
Lemah 0,1
II Pertumbuhan
III Penciutan
V
VI
Pertumbuhan
Penciutan
Stabilitas
VII
VIII
IX
pertumbuhan
Pertumbuhan
Likuidasi
1,0
Ilustrasi 1. Matrik Eksternal - Internal Analisis SWOT (Rangkuti, 2002)
H. Setyawan (2006). Profil Pengembangan Agribisnis Ayam Buras Pedaging di Kabupaten Kendal Jawa Tengah. (Study Kasus di Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal). Jurnal Sosial Ekonomi Peternakan. Vol. 2 (2) : 103 – 110. A. Gusasi dan M. A. Sadikh (2006). Analisis pendapatan dan efisiensi usaha ternak ayam potong pada skala usaha kecil. Jurnal Agrisistem Vol. 2 (1) : 1-6. Ariani M. (1999). Perspektif pengembangan ayam lokal di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Jilid II. Bogor 1-2 Desember 1998, hal. 700 – 705. Dinas Peternakan Provinsi,NAD. 2004. Profil Pengembangan Usaha Peternakan di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Banda Aceh. Dinas Peternakan Kabupaten Pidie. 2005. Populasi Ternak di Kabupaten Pidie. (Tidak
diterbitkan). E. Supriyatna, L.D. Mahfud dan H. Saputra (2006). Pengaruh level protein ransum saat pertumbuhan terhadap efisiensipPenggunaan protein dan performan awal peneluran pada ayam arab. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis 31 (2) : 111116. Rangkuti, F.2002. Analisis SWOT. Teknis Membedah Kasus Bisnis. Cet-9. Gramedia, Jakarta. Soehadji (1993). Kebijakan Pengembangan Ternak Unggas di Indonesia Pada Pelita VI. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Ternak Ayam Lokal melalui Wadah Koperasi Menyongsong PJP II. Bandung 13-115 Juli 1993. hal 25 – 35 Thamrin, N dan S. Nurrohmah. 2002. Beternak Ayam Buras Intensif. Penebar Swadaya, Jakarta. Tobing, V. 2002. Beternak Ayam Broiler Bebas Antibiotika. PT. Penebar Swadaya, Jakarta.
The Role of Indigeneous Chicken Farm (D. Mardiningsih et al.)
245