CURRENT TREATMENT FOR LUNG CANCER: The Role of Epidermal-Growth-Factor-Tyrosine Kinase Inhibitors C. Suharti Division Hematology-Medical Oncology, Department of Medicine, School of Medicine, Diponegoro University-Dr. Kariadi hospital, Semarang Abstract Lung cancer is the leading cause of cancer-related death, resulting in over 1 million deaths annualy worldwide. Non-small cell lung cancer (NSCLC), the most common subtype, represents 70-80% of lung malignancies. Approximately two-thirds of NSCLC patients have inoperable locally advanced (stage IIIB) or metastatic (state IV) disease at the time of diagnosis and have a 1-year survival rate of less than 20%. In addition, despite surgery significant numbers of patients still relapse with systemic disease and the addition of adjuvant chemotherapy provides a modest 4% increase in overall survival. Chemotherapy for advanced NSCLC is ofen concidered ineffective or excessively toxic. However, meta-analyses have demonstrated that, as compared with supportive care, chemotherapy results in a small improvement in survivals in patients with advanced NSCLC. In addition, randomized studies comparing chemotherapy with the best supportive care have shown that chemotherapy reduces symptoms and improves the quality of life. Over the past decade, a number of new agents have become available for the treatment of metastatic NSCLC, including the taxanes, gemcitabine, and vinorelbine. The combination of one or more of these agents with a platinum compound has resulted in high response rates and prolonged survival at one year in phase 2 studies. Gefitinib is a novel agent designed to target signaling through the epidermal growth factor receptor (EGFR), and has demonstrated clinical benefit in patients with advanced NSCLC after failure of prior chemotherapy. The study of EGFR pathway may provide a tool for patient selection for the first-line EGFR-TKI therapy. The relationship between EGFR expression and clinical outcome is less clear. EGFR gene mutations within exons 18-21 have been reported to correlate with response to EGFR-TKs. Mutationsin EGFR are found more frequency in patients with adenocarcinomas, non-smokers, patients of Asian ethnicity and in females. I. Pendahuluan Kanker paru merupakan penyebab kematian kanker utama, yang secara global mengakibatkan lebih dari satu juta kematian setiap tahunnya. Non- small cell lung cancer (NSCLC) merupakan jenis kanker paru terbanyak (70-80%) (1). Secara histologik kanker paru berasal dari sel induk yang berdiferensiasi menjadi bermacam-macam keturunan sel. Berdasarkan pendekatan terapi, kanker paru dibagi dalam 2 golongan utama, yakni kanker paru jenis sel kecil (SCLC, small cell lung cancer) dan NSCLC. Pada saat diagnosis ditegakkan, kira-kira dua-pertiga penderita kanker paru sudah masuk dalam stadium lanjut lokal (stadium IIIB) atau sudah mengadakan metastasis jauh (stadiun IV). Penderita kanker dalam stadium ini sudah tidak dapat dilakukan tindakan
pembedahan dan mempunyai angka ketahanan hidup 1 tahun kurang dari 20% (2). Selain itu, meskipun telah dilakukan tindakan pembedahan masih cukup banyak penderita yang mengalami kekambuhan dengan penyakit yang sudah menyebar. Pemberian kemoterapi adjuvan akan meningkatkan overall survival sebanyak 4% (3). II. Patologi Terdapat 3 jenis utama NSCLC yakni: (i) adenokarsinoma, (ii) squamous cell carcinoma (iii) dan large-cell carcinoma. Adenokarsinoma merupakan jenis tumor paru yang paling sering ditemukan, meliputi 30%-50% dari kasus, sering terjadi pada bukan perokok atau dulunya perokok, dan merupakan jenis tumor yang sering terjadi pada wanita. Karakteristik adenokarsinoma biasanya berupa lesi kecil di perifer, mempunyai kecenderungan besar untuk metastase ke kelenjar limfe regional maupun tempat yang jauh. Karena lokasi di perifer, jenis tumor ini sering tidak menimbulkan keluhan. Squamous-cell carcinoma meliputi kira-kira 30% dari NSCLC, kebanyakan terdapat pada pria perokok, lokasi biasanya sentral, penyebaran biasanya lokal, sering terjadi kavitasi. Large-cell carcinoma meliputi kira-kira 10%-25% dari semua kanker paru, biasanya berupa lesi besar di perifer, cenderung bermetastase ke kelenjar limfe perifer maupun tempat yang jauh (4). III. Faktor prognosis 1. Stadium. Merupakan faktor prognosis sangat penting bagi tumor paru. Penentuan stadium harus dilakukan menurut metode sistematik dan cermat, agar dapat untuk menyusun suatu rekomendasi terapi yang baik. 2. Status performans dan penurunan berat badan. Status performans diukur menurut skala ECOG (Eastern Cooperative Oncology Group) dan skala Karnofsky. Penderita yang mendapat terapi secara rawat jalan mempunyai ketahanan hidup lebih panjang secara bermakna dibanding penderita yang diobati secara non-rawat jalan. Hal yang sama, penderita dengan kehilangan berat badan >5% dalam waktu 3 sampai 6 bulan terakhir, mempunyai prognosis yang lebih jelek dibanding penderita yang tidak mempunyai penurunan berat badan yang nyata. 3. Faktor prognosis molekuler. Adanya mutasi proto-onkogen ras, khususnya K-ras, mempunyai prognosis yang jelek pada penderita tumor paru stadium IV (4). IV. Terapi Dibedakan tiga macam terapi: • Kuratif: tujuan terapi sembuh, dengan pengangkatan total seluruh massa tumor. • Paliatif: terapi ditujukan untuk massa tumor dan/atau metastasisnya, guna meringankan penderitaan, atau memperpanjang hidup. • Terapi suportif: terapi yang ditujukan pada komplikasi yang sering terjadi seperti anemia, infeksi, trombosis, dsb.
Prinsip terapi tumor paru NSCLC berdasarkan stadium: 1. Penderita yang secara klinik termasuk stadium IA/IB/IIA/IIB, dilakukan tindakan operasi (reseksi tumor). 2. Penderita dengan stadium IV, tidak dilakukan tindakan operasi, kecuali pada penderita dengan metastasis otak yang soliter (sangat jarang). 3. Bagi penderita dengan stadium IIIA/IIIB secara rutin diberikan beberapa jenis modal terapi, namun hingga sekarang masih banyak terdapat kontroversi. Penggolongan stadium sehubungan dengan terapi: Stadium IA/IB/IIA/IIB: (T1-3, N0-1, M0) Tumor dengan diameter ≤ 3cm (T1) - setiap ukuran, maksimum perluasan ke dinding dada, diafragma, pleura mediastinal atau pericardium, tanpa keterlibatan jantung, pembuluh darah besar, trachea, oesofagus, corpus vertebra (T3); maksimal metastasis ke kelenjar limfe peribroncheal dan/atau hilus ipsilateral, termasuk perluasan langsung (N1). Stadium IIIA dan IIIB Stadium IIIA: (T3, N1, M0 atau T1-3, N2, M0) Tumor T3, N1 (lihat stadium I/II) atau tumor T1-3, metastasis ke kelenjar limfe mediastinum ipsilateral atau subcarina (N2). Stadium IIIB: (Setiap T, N3, M0 atau T4, setiap N, M0) Tumor dengan setiap T, metastasis ke kelenjar limfe mediastinum kontralateral, hilus kontra lateral, skalenus ipsilateral & kontralateral, atau supraclavicular (N3), atau tumor dengan setiap ukuran, invasi ke mediastinum, melibatkan jantung, pembuluh darah besar, trachea, esofagus, corpus vertebra, carina, atau terdapat pleural effusion maligna (T4), setiap N (N1 sampai N3). Stadium IV: (Setiap T, setiap N, M1) Tumor dengan setiap ukuran, metastasis ke setiap kelenjar limfe, dan telah terjadi metastasis jauh. Terapi untuk penderita dengan stadium I/II 1. Pembedahan. Reseksi lobus yang mengandung tumor (lobektomi). Kadang perlu dilakukan bilobektomi atau pneumonektomi. Mortalitas akibat lobektomi dan pneumonektomi, berturut-turut 3% dan 7%. 2. Terapi adjuvan Terapi adjuvan (tambahan) adalah terapi yang diberikan bagi penderita kanker yang telah selesai menjalani pembedahan, guna meningkatkan kesembuhan. Terapi ini bisa berupa radiasi maupun kemoterapi. 2.1. Radioterapi adjuvan Studi LCSG (Lung Cancer Study Group) menunjukkan bahwa pemberian radiasi pasca operasi pada penderita dengan squamous-cell carcinoma dan N1-N2 yang telah direseksi, dapat menurunkan risiko kekambuhan dari 20% menjadi 1%, meski tidak memberikan perbaikan pada overall survival. Namun sebaliknya hasil meta-analisis dari sembilan uji klinik acak yang bertujuan menilai manfaat terapi radiasi pasca operasi pada penderita NSCLC menunjukkan adanya peningkatan angka kematian sebesar 21%. Oleh karena itu,
peranan terapi radiasi pasca operasi tetap kontroversial. Meskipun demikian, radioterapi harus dipertimbangkan bagi penderita yang mempunyai risiko tinggi untuk terjadi kekambuhan lokoregional: status penyakit N2, gambaran histologi squamous cell, metastase ke kelenjar limfe bersifat multipel, terdapat perluasan ekstra-kapsular, secara mikroskopis menunjukkan positif tumor pada batas atau dekat batas potongan reseksi) (5) 2.2. Kemoterapi adjuvan Pemberian kemoterapi untuk penderita dalam stadium I/II masih dalam perdebatan. Dua studi prospektif acak, yang melibatkan 488 dan 1.209 penderita (ALPI=, Adjuvant Lung Project Italy) tidak menunjukkan adanya manfaat dari pemberian kemoterapi ini. Studi lain dari IALT (International Adjuvant Lung Cancer Trial) melibatkan 1.867 penderita, secara acak memberikan kemoterapi adjuvan dengan regimen yang berbasis cisplatin atau tidak mendapat terapi sama sekali. Setelah 5 tahun, pada kelompok yang mendapat kemoterapi adjuvan menunjukkan manfaat survival 4.1% (P=0.003), dibanding kelompok yang tidak mendapat terapi sama sekali. Rekomendasi yang ada saat ini, kemoterapi adjuvan tidak dianjurkan pada penyakit dengan stadium I/II (6,7). Terapi bagi penderita stadium I/II yang secara medik inoperabel. Beberapa penderita NSCLC stadium I/II, berdasarkan tingkat stadium bisa dilakukan reseksi, namun mempunyai risiko tinggi karena alasan medik seperti: fungsi kardiopulmonal yang tidak memungkinkan, problem medik lain, usia lanjut, atau menolak tindakan operasi karena alasan pribadi. Pada penderita seperti ini harus diupayakan mengoptimalkan fungsi paru dengan: menghentikan kebiasaan merokok, pemberian bronkodilator, pemberian kortikosteroid, dan antibiotik. Terapi radiasi definitif kadang diberikan meskipun hasilnya tidak sebaik seperti pada pasien yang menjalani prosedur pembedahan. Terapi radiasi ini tetap ditawarkan bagi penderita dengan stadium I/II yang secara medik inoperabel, mengingat harapan sembuh yang masih realistis (4). II.Terapi untuk penderita dengan stadium IIIA/IIIB. Terapi radiasi. Awalnya, penderita NSCLC stadium IIIA atau IIIB pertama kali diberikan terapi radiasi. Namun dengan terapi ini, angka ketahanan hidup jangka panjang yang dicapai hanya sekitar 5%-10%. Terapi radiasi ternyata tidak dapat memberikan kontrol penyakit lokal dengan baik dan cepat terjadi metastasis jauh. Terapi kemoradiasi Dibandingkan dengan terapi radiasi saja, kemoradiasi memberikan hasil yang lebih baik. Kemoradiasi dapat diberikan secara berurutan maupun bersama-sama. Untuk menilai kelebihan terapi kemoradiasi dibanding radiasi saja, analisis dari 6 penelitian yang dilakukan secara acak menunjukkan bahwa kemoradiasi yang diberikan secara berurutan dapat meningkatkan survival, mungkin dihubungkan dengan penurunan timbulnya metastasis. Sedangkan kemoradiasi yang diberikan secara bersama-sama, peningkatan survival dihubungkan dengan peningkatan penekanan tumor lokoregional (8,9). Sesuai rekomendasi yang dianjurkan saat ini, kiranya cukup rasional untuk mempertimbangkan pemberian kemoradiasi yang diberikan secara bersama-sama bagi
penderita NSCLC stadium III (inoperabel), dengan status performans baik (ECOG 0/1) yang tidak mempunyai penurunan berat badan >5% dalam waktu 3-6 bulan terakhir. Terapi neoadjuvan dengan kemoterapi atau kemoradiasi Terapi neoadjuvan adalah terapi yang diberikan sebelum dilakukan pembedahan, bisa berupa kemoterapi, radiasi, atau kombinasi kemoradiasi, dengan tujuan mengurangi masaa tumor, sehingga tumor yang dulunya inoperabel menjadi operabel. Dari beberapa studi fase II menunjukkan bahwa terapi neoadjuvan (kemoterapi / kemoradiasi) dapat meningkatkan resektibilitas maupun survival bagi penderita NSCLC stadium IIIA/IIIB. Suatu studi yang dilakukan pada tumor Pancoast (T3-T4, N0,M0) menunjukkan bahwa pemberian cisplatin/etoposide bersama dengan radiasi (45Gy) sebelum tindakan bedah dapat memberikan angka respon sempurna patologik sebesar 50% dan angka ketahanan hidup 3 tahun sebesar 50%. Meski setelah pemberian terapi neoadjuvan pembedahan menjadi lebih sulit, namun morbiditas maupun mortalitas masih bisa diterima. (4). III.Terapi untuk penderita dengan stadium IV Masih terdapat banyak kontroversi untuk kemoterapi NSCLC stadium IV. Berdasarkan hasil meta-analisis, kombinasi kemoterapi yang paling tua (cisplatin/etoposide), hanya memberikan sedikit efek terhadap survival dibanding terapi suportif saja. Kombinasi cisplatin dengan kemoterapi yang lebih baru (vinorelbin, gemcitabine), memberi peningkatan angka respon dibanding cisplatin sebagai terapi tunggal. Penelitian dari ECOG 1594, membandingkan tiga regimen yang berbasis platinum (gemcitabine / cisplatin, docetaxel / cisplatin, dan paclitaxel/ carboplatin) dibandingkan kontrol (paclitaxel/cisplatin). Hasilnya, semua menunjukkan efektifitas yang sama, tidak ada perbedaan signifikan dalam hal angka respon, median survival, dan 1-year survival (10). Kemoterapi yang sering digunakan pada NSCL Table 1. Comparison of four chemotherapy regimens for advanced NSCLC Outcome according to treatment group Variable
Response (%) Complete R Partial R Stable disease Progressive disease Could not be determined Overall response rate Survival Median (95% CI) (mo) 1 yr (95%CI) (%) 2 yr (95%CI) (%) Median time to progression (95% CI) (mo)
Source: Schiller HJ et al, 2002)
Cisplatin and Paclitaxel (n=288)
Cisplatin and Gemcitabine (n=288)
Cisplatin and Docetaxel (n=289)
Carboplatin and Paclitaxel (n=290)
<1 21 18 49 13 21
1 21 18 40 20 22
<1 17 25 42 16 17
<1 16 23 49 11 17
<1 19 21 45 15 19
7.8 (7.0-8.9) 31 (26-36) 10 (5-12) 3.4 (2.8-3.9)
8.1 (7.2-9.4) 36 (31-42) 13 (7-15) 4.2 (3.7-4.8)
7.4 (6.6-8.8) 31 (26-36) 11 (7-14) 3.7 (2.9-4.2)
8.1 (7.0-9.0) 34 (29-40) 11 (7-14) 3.1 (2.8-3.9)
7.9 (7.3-8.5) 33 (30-36) 11 (8-12) 3.6 (3.3-3.9)
Total (n=1155)
Jenis obat yang sering dipilih untuk terapi kombinasi pada NSCLC: Alkylating agents: Cisplatin, Carboplatin, Ifosfamide Antimitotic agents: Docetaxel, Paclitaxel, Vinblastine, Vinorelbine Antimetabolites: Gemcitabine Topoisomerase inhibitors: Etoposide, Mitomycin, Irinotecan (11). Obat baru yang memberikan harapan: Epidermal-Growth-Factor-Tyrosine Kinase Inhibitors (EGFR-TKIs) EGFR merupakan terapi target yang cukup menarik untuk penderita dengan NSCLC. EGFR berfungsi membentuk bagian dari sinyal yang mengatur proliferasi, invasi, metastasis, angiogenesis dan apoptosis. Pada penderita dengan NSCLC, kebanyakan terdapat ekspresi yang berlebiahn dari EGFR, sehingga obat baru yang dapat menghambat EGFR diharapkan mempunyai potensi terapi pada penyakit ini (thatcher 2005). Salah satu dari obat golongan inhibitor kinase ini adalah gefitinib (ZD1839, Iressa). Studi fase II (IDEAL I dan II: Iressa Dose Evaluation in Lung Cancer), membandingkan dosis Iressa 250 mg dan 500mg. Ternyata, dosis 500mg memberikan efek yang sama dengan dosis 250mg, dengan angka respon sebesar 11%-18% (12). Studi lain (INTACT: Iressa NSCLC Trial Assessing Combination Treatment) membandingkan terapi dengan gefitinib dosis 250 mg dan 500 mg dengan kombinasi kemoterapi (paclitaxel dan carboplatin pada satu penelitian atau gemcitabine dan cisplatin pada penelitian yang lain), vs plasebo. Ternyata penambahan Gefitinib pada kemoterapi tidak meningkatkan survival. FDA (2003), menyetujui gefitinib sebagai monoterapi (bukan kombinasi dengan kemoterapi) untuk NSCLC lokal lanjut atau yang sudah terjadi metastase, setelah gagal dengan kemoterapi yang berbasis platinum dan docetaxel (1315). Studi ISEL (Iressa Survival Evaluation in Lung Cancer) (fase III) membandingkan efek gefitinib sebagai terapi lini ke 2 atau ke 3 dibanding plasebo pada 1129 penderita NSCLC. Hasil studi menunjukkan adanya perbaikan survival untuk Iressa dibanding plasebo, namun perbaikan ini secara statistik tidak bermakna. Namun setelah dilakukan pengelompokan, Iressa terbukti meningkatkan survival secara bermakna dibanding plasebo pada etnik Asia dan kelompok bukan perokok. Selain itu, Iressa memberi perbaikan dalam ORR (objective response rate) dan TTF (time to treatment failure) pada semua populasi (16). Usaha untuk mencari prediktor respon terapi EGFR-TKI Usaha untuk mencari prediktor respon terhadap EGFR-TKIs terus dilakukan. Seperti diketahui bahwa pada penderita dengan NSCLC, mutasi pada domain kinase mempunyai korelasi dengan respon klinik terhadap gefitinib. Skrining terhadap mutasi reseptor diharapkan bermanfaat untuk identifikasi penderita yang kemungkinan bermanfaat dengan terapi EGFR-TKI. Angka kejadian tertinggi mutasi dilaporkan pada penderita wanita, belum pernah merokok, ras Asia atau adenokarsinoma.(17).
Namun korelasi antara status mutasi EGFR-TK dan respon terhadap terapi inhibitor terbukti tidak cukup kuat menggunakan hal ini sebagai tehnik skrining yang bermanfaat dalam klinik. Ternyata, penderita yang tidak menunjukkan mutasi EGFR-TK juga mempunyai respon terhadap terapi EGFR-TKI dan sebaliknya, tidak semua penderita yang mengalami mutasi dapat mencapai respon terapi.(18). EGFR gene amplification kemungkinan merupakan prediktor respon yang kuat untuk terapi EGFR-TKIs pada NSCLC. Korelasi yang kuat telah ditunjukkan antara banyaknya copy gene EGFR (diperiksa dengan FISH/fluorescent in situ hybridisation) dengan sensitivitas terhadap terapi gefitinib pada penderita NSCLC jenis karsinoma bronkoalveolar. Dari 19 penderita dengan FISH EGFR-positif, 22 (63%) menunjukkan respon atau penyakit yang stabil, dibanding 14 (39%) dari 36 penderita dengan FISH EGFR-negatif. Median survival untuk FISH EGFR-negatif 8 bulan, sedangkan untuk FISH EGFR-positif. 18 bulan. (18). Mutasi KRAS sering terjadi pada NSCLC, sebanyak 30% dari penderita, dan nampaknya berhubungan dengan riwayat merokok. Oleh karena mutasi pada domain TK-EGFR lebih sering terjadi pada bukan perokok, maka dipikirkan bahwa mutasi K-ras dan EGFR-TK merupakan dua galur patogenik yang berbeda untuk NSCLC (18). Riwayat merokok telah diidentifikasi sebagai prediktor respon terhadap terapi EGFR-TKI pada NSCLC, namun tidak jelas apakah ini suatu variabel bebas (independen) atau marker pengganti untuk mutasi EGFR/atau K-ras. Studi yang dilakukan oleh kelompok dari Memorial Sloan-Kettering Cancer Center, meneliti kemungkinan menggunakan riwayat merokok sebagai marker pengganti untuk mutasi EGFR-TK (18). Tabel 2. Incidence of EGFR mutations according to smoking history in 127 patients with lung adenocarcinoma. Smoking history (packyears) 0 1-5 6-10 11-24 25-40 41-50 51-75 >75
Incidence EGFR mutations (95%CI) 53% (35-71) 29% (4-71) 50% (19-81) 14% (0-58) 4% (0-22) 8% (0-36) 6% (0-27) 0(0-20)
(Source ref 18.)
Ringkasan Pendekatan terapi tumor paru jenis NSCLC memerlukan kerjasama yang erat dari berbagai disiplin ilmu. Pertimbangan jenis terapi sangat tergantung pada stadium penyakit maupun status performans penderita. Penentuan diagnosis/stadium memerlukan ketrampilan dalam melakukan tindakan bronkoskopi, dan dilakukan secara detail dan sistematis.
Secara garis besar, terapi NSCLC stadium I/II adalah pembedahan (reseksi), bisa berupa lobektomi, bilobektomi, maupun pneumektomi. Untuk penyakit dengan stadium III bisa diberikan terapi radiasi, kemoradiasi, atau pemberian terapi neoadjuvan (kemoterapi/kemoradiasi) preoperatif, yang kemudian disusul tindakan bedah. Untuk penderita dengan stadium IV, terapi yang bertujuan sembuh sudah tidak memungkinkan. Saat ini masih terdapat kontroversi luas dalam pendekatan terapi terutama untuk stadium IIIA/IIIB. Beberapa kemoterapi jenis baru telah banyak dicoba untuk meningkatkan survival, termasuk terapi target, golongan EGFR-TKI. Daftar Pustaka 1.
2. 3. 4. 5. 6.
7. 8.
9. 10. 11. 12. 13.
Belani CP, Pereira JR, von Pawel J, Pluzanska A, Gorbounova V, Kaukel E, Mattson KV, Ramlau R, Szczesna A, Fidias P, Millward M, Fossela F. Effect of chemotherapy for advanced non-small cell lung cancer on patients’ quality of life. Arandomized controlled trial. Lung cancer 2006;53:231-9. Devita VTJ, Hellman S, Rosenberg SA. Cancer principles and practice of oncology. 6th ed. Philadelphia, PA: Lippincott-Raven; 2001. Hotta K, Matsuo K, Ueoka H, Kiura K, Tabata M, Tanimoto M. Role of adjuvant chemotherapy in patients with resected non-small-cell lung cancer: reappraisal with a meta-analysis of randomized controlled trials. J Clin Oncol 2004;22:3360-7. McKenna RJ, Movsas B, Shin DM, Khuri FR. Non-small-cell lung cancer, mesothelioma, and thymoma. In: Pazdur E, Coia LR, Hoskins WJ, Wagman LD, Eds. Cancer management. A multidisciplinary approach. 4th Ed. CMP Healthcare Media. New York 2004: 123-164. Movsas B, Moughan J, Komaki R, et al. Radiotherapy patterns of care study in lung carcinoma. J Clin Oncol 2003;21:4553-4559. Martelli M, Clerici M, Cognetti F, et al. Adjuvant Lung Project Italy/European Organisation for Research Treatment of Cancer-Lung Cancer Cooperative Group Investigators : Randomized study of adjuvant chemotherapy for completely resected stage I,II, or IIIA non-small-cell lung cancer . J Natl Cancer Inst 2003; 95:1453-1461. LeChevalier T, for the IALT Investigators: Result of the randomized International Adjuvant Lung Cancer Trial (IALT): Cisplatin-based chemotherapy (ct) vs no ct in 1.867 patients with resected non-small-cell lung cancer (Abstract). Proc Am Soc Clin Oncol 2003;22:2. Belani CP, Wang W, Johnson DH, et al. Induction chemotherapy followed by standard vs thoracic radiotherapy vs hyperfractionated accelerated radiotherapy for patients with unresectable stage IIIA+B NSCLC: Phase III study of the Eastern Cooperation Oncology Group (ECOG 2597) (Abstract). Proc Am Soc Clin Oncol 2003; 22: 622. Curran WJ, Scott C, Langer CJ, et al. Long term benefits observed in phase III comparison with sequential vs concurrent chemoradiation for patients with unresected stage III NSCLC. RTOG 9410 (Abstract). Proc Am Soc Clin Oncol 2003; 22: 621. Schiller HJ, Harrington D, Belani CP, Langer C, Sandler A, Krook J, Zhu J, Johnson DH. (ECOG). Comparison of four chemotherapy regimens for advanced non-small cell lung cancer. N Engl J Med 2002;346:92-98 Hansen HH, Pappot H. Primary malignant tumors of the lung and pleura. In: Cavalli F, Hansen HH, Kaye SB (Editors). Texbook of Medical Oncology. 3th Ed. London: Taylor and Francis, 2004. 163-180. Thomas DWB, Lynch J, Haserlat SM, Harris PL, Okimoto RA, Brannigan BW, et al. Epidermal growth factor receptor mutations and gene amplification in non-small cell lung cancer: molecular analysis of the IDEAL/INTACT Gefitinib trial.J Clin Oncol 2005;23:8081-91. Baselga J, Yano S, Giaccone G, et al. Initial results from a phase II trial of ZD 1839 (Iressa) as second-and third-line monotherapy for patients with advanced non-small-cell lung cancer. Proc Am Assoc Cancer Res 2001;7 (Suppl):630a.
14. Fukuoka M, Yano S, Giaccone G, Tamura T, Nakagawa K, Douillard J-Y, et al. Multi-institutional randomised phase II trial of gefitinib for previously treated patients with advanced NSCLC. J Clin Oncol 2003;21:2237-46. 15. Kris MG, Natale RB, Herbst RS, Lynch TJ, Prager D, belani CP, et al. Efficacy of gefitinib, an inhibitor of the epidermal growth factor receptor tyrosine kinase, in symptomatic patients with non-small cell lung cancer: a randomised trial. JAMA 2003;290:2149-58. 16. Thatcher N, Chang A, Parikh P, Pereira JR, Ciuleanu T, von Pawel J, Thongprasert S, Tan EH, Pemberton K, Archer V, Carroll K. Gefitinib plus best supportive care in previously treated patients with refractory advanced non-small-cell lung cancer: results from a randomised , placebo-controlled, multicentre study. Lancet 2005;336:1527-37. 17. Giaccone G, Barlesi F. EGFR TKIs in the first line treatment of NSCLC. Signal 2005;6:2-3. 18. ASCO Conference Highlights: Potential markers of response in NSCLC. 41st Annual Meeting of the American Society of Clinical Oncology. Signal 2005;6:12-16.