Subyek : Tugas Individu Mata Kuliah : Management Finance Dosen : Dr. Ir. Noer Azzam Achsani, MS
“CURRENCY WAR” Dampak Kebijakan Fixed Exchange Rate China Terhadap Amerika Serikat (AS)
DISUSUN OLEH : PRASETIYO - P056110923.40E
MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS PROGRAM PASCASARJANA MANAJEMEN DAN BISNIS INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
DAFTAR ISI
1. PENDAHULUAN …………………………………………………………………………………….3 1.1. Latar Belakang .………………………………………………………………………….............3 1.2. Identifikasi Masalah……………………………………………………………………………….4 1.3. Tujuan Penulisan Makalah……………………………………………………………………….5 1.4. Metode Penulisan Makalah………………………………………………………………………5 2. PENETAPAN FIXED EXCHANGE RATE CHINA…………………………………………………..6 2.1. Latar Belakang Penetapan Fixed Exchange Rate .............................................................6 2.2. Kebijakan Ekonomi Politik China …………………………………………………...................9 2.3. Kebijakan Politik Luar Negeri China…………………………………………………..............10
3.
PEMBAHASA DAMPAK KEBIJAKAN FIXED EXCHANGE RATE CHINA TERHADAP AS....12 3.1. Kesenjangan Neraca Perdagangan…………………………………………………..............12 3.2. Menghambat Upaya Pemulihan Ekonomi AS Pasca Krisis 2008 ………………………....13 3.3. Cadangan Devisa dan Pembelian Obligasi AS……………………………………………....14
4. KESIMPULAN..……………………………………………………………………….........................15 5. DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………………..17
2
I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Perang kurs merujuk pada kebijakan yang dilakukan otoritas moneter. Tujuan
utama adalah memerosotkan nilai kurs dengan tujuan membuat produk ekspor menjadi lebih murah dibandingkan dengan kurs mata uang negara lain. Peringatan muncul soal bahaya perang kurs, yang pernah terjadi pada dekade 1930-an saat depresi besar melanda perekonomian AS. Perang kurs yang dilakukan otoritas moneter saat itu menyebabkan pemulihan memerlukan waktu puluhan tahun dan menyengsarakan banyak warga AS dan Eropa. Pada dekade ini, isu perang kurs menguat dan terus menjadi pembicaraan di forumforum IMF dan Bank Dunia. Perang kurs pertama kali dinyatakan oleh Menteri Keuangan Brasil Guido Mantega. Di harian China, People’s Daily, ekonom Li Xiangyang dari Chinese Academy of Social Sciences, penasihat Pemerintah China, menuding AS sebagai pemicu perang kurs. Presiden AS Barack Obama pada bulan Agustus 2010 mencanangkan peningkatan ekspor AS menjadi dua kali lipat. Tujuannya adalah menciptakan lapangan kerja. AS kini mencapai angka pengangguran 9,6 persen atau tertinggi dalam beberapa tahun terakhir. Isu ekonomi menjadi faktor utama yang melemahkan pamor Partai Demokrat AS menjelang pemilu Kongres AS pada November mendatang. AS mengalami defisit terbesar dengan China, sekitar 250 miliar dollar AS per tahun. Presiden Obama dan Menkeu AS Timothy Geithner menekan China agar menaikkan kurs yuan yang kini pada level 6,8 dollar AS per Yuan (Kompas, 2010). Desakan ini dilakukan dengan alasan, China mematok kurs Yuan 40 persen lebih murah dari seharusnya. Hal ini, dalam pandangan AS, mendorong ekspor China yang dituduh mencaplok lapangan kerja di AS.
3
Peningkatan daya saing produk lewat pelemahan kurs dikhawatirkan mendorong perang dagang lewat peningkatan hambatan atas impor. Mark Thoma, ekonom dari University of Oregon, di situs CNN mengingatkan, ”Melihat sinyal sekarang ini, tidak tertutup kemungkinan terjadinya perang dagang.” Dampak tak langsung dari anjloknya kurs dollar AS sudah terlihat berupa kenaikan harga emas, timah, tembaga, kapas, gandum, jagung, minyak, dan lainnya. Hal ini merugikan negara-negara importir pangan dan logam. Pelemahan dollar AS berkorelasi positif dengan kenaikan harga-harga komoditas.
1.2.
Identifikasi Masalah Pemerintah China menjalankan kebijakan keuangannya sebagaimana peran bank.
Ketika rakyat memerlukan jasa simpanan bagi uang mereka, pemerintah China akan mengeluarkan obligasi. Dana hasil penjualan obligasi tersebut akan digunakan untuk membeli obligasi yang dikeluarkan oleh Negara lain, khususnya AS. Dengan Cara ini cadangan kas negara menjadi sangat besar. Saat ini ada dua metode dalam menentukan nilai mata uang, yakni fixed rate dan float rate. Pemerintah suatu Negara dapat melakukan campur tangan dalam menentukan kurs mata uangnya. Beberapa faktor yang mempengaruhi diputuskan untuk fixed rate atau float rate adalah 1. Keterbukaan perdagangan suatu Negara, 2. Foreign exchange reserves yang besar, dimana tergantung cadangan devisa yang dimililki oleh Negara 3. Perkembangan financial suatu Negara Dari ketiga kriteria diatas Pemerintah China memiliki semuanya, dan memilih fixed exchange rate terhadap Yuan. Hal ini karena China kuatir apabila tidak menggnakan fixed rate, China akan menggantungkan kurs Yuan kepada mekanisme pasar. Disisi lain 4
China masih belum yakin bahwa perekonomian domestiknya cukup kuat untuk menopang perekonomian China, sehingga masih terus mengunakan penekanan terhadap nilai mata uang Yuan agar dapat mengandalkan eksport sebagai penopang ekonomi China. Masalah muncul karena kebijakan China mempertahankan dan mengatur mata uangnya dan membatasi nilai tukar Yuan terhadap Dollar Amerika jauh dibawah nilai tukar Yuan sebenarnya. Dari pihak China, mereka tidak ingin terlalu cepat mengapresiasi Yuan kerena mengingat trade off-nya sangat tinggi. Disis lain AS terus menghimbau China agar merevaluasi nilai tukar Yuan dengan alasan nilai tukar Yuan yang rendah menyebabkan ketidakadilan bagi para eksportir Amerika. Hal ini karena barang-barang dari Amerika menjadi lebih mahal dibandingkan barang dari China. Hal ini berdampak langsung pada neraca perdagangan luar negeri Amerika yang minus terhadap China. Efek lainnya menimpa pada lesunya sektor industri dan pengangguran yang meningkat di AS.
1.3.
Tujuan Penulisan Makalah Penulisan makalah ini ditujukan untuk mengkaji bagaimana kebijakan moneter
China dalam bentuk fixed rate, penetapan dan pengaturan nilai tukar Yuan berpengaruh terhadap pertumbuhan neraca perdagangan luar negeri dan pertumbuhan perekonomian Negara yang kuat.
1.4.
Metode Penulisan Makalah Dalam penulisan makalah ini digunakan data-data yang dikumpulkan dan diambil
dari berbagai hasil penelitian, buku-buku, jurnal dan artikel ilmiah. Makalah ini juga diperkaya dengan berita-berita dari media cetak seperti surat kabar dan media online dan media elektronik lainnya.
5
II. PENETAPAN FIXED EXCHANGE RATE CHINA 2.1.
Latar Belakang Penetapan Fixed Exchange Rate Reformasi ekonomi China dimulai setelah krisis ekonomi pada tahun 1988. Peran
Deng Xiaoping dalam dalam melakukan reformasi secara hati-hati, bertahap, pragamatis dan penuh kesabaran dengan menerapkan kebijakan perekonomian atas peras pemerintah yang tetap memegang kendali penuh atas sector fiscal dan moneter dengan system politik otoriter namun juga menitik beratkan kepada promosi dan dukungan yang besar terhadap investasi asing. Sejak saat itulah konggres nasional partai komunis China menetapkan China menganut system ekonomi pasar sosialis dengan reformasi disektor investasi, keuangan, serta perdagangan (David, Lumbanan Tobing, 2005). Pada saat China menganut kebijakan ekonomi “Gaige Kaifang” (kebijakan membuka diri) pada tahun 1980-an, system nilai tukar yang dianut adalah gradualisme. China menetapkan 2 nilai tukar (dual exchange rate mechanism) yang memungkinkan investor bisa menukarkan mata uangnya dengan Yuan pada kurs yang lebih tinggi dibandingkan kurs resmi. Sehingga Yuan mengalami devaluasi untuk mencapai keseimbangan pasar (market equilibrum). Para investor mulai tertarik untuk melakukan masuk dan berinvestasi sehingga cadangan devisa meningkat dengan drastis (Bob Widyantono, 2011). Seiring dengan meningkatnya cadangan devisa, pada tahun 1994 mekanisme 2 nilai tukar dihapus dan diberlakukan hanya satu kurs menjadi fixed exchange rate. Nilai tukar yang ditetapkan adalah 1 USD = 8,321 Yuan, melemah jika dibandingkan dengan pada tahun 1978, yaitu 1 USD = 1,68 Yuan. Pada tahun 1997 dilakukan revaluasi Yuan terhadapa Dollar menjadi 1 USD = 8,28 Yuan, yang diatur cukup stabil hingga Juli 2005 (Wayne M. Morrison, 2009). Kebijakan moneter secara tepat yang diambil oleh Pemerintah China mampu mengangkat perekonomian dan menjadikan China sebagai raksasa baru yang mampu menyaingi dominasi AS. Reformasi ekonomi dan perdagangan tealh merubah China 6
menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia. Kebijakan makroekonomi yang diambil China ini juga mampu membuatnya bertahan selama krisis moneter tahun 2008. China terus melakukan berbagai ekspansi perdagangan yang dituangkan dalam bentuk kerjasama perdagangan dalam bentuk Free Trade Area (FTA) dengan berbagai negara, menanamkan berbagai investasi di banyak Negara seperti Asia, Eropa, Amerika, bahkan di Afrika. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi, liberalisasi perdagangan, dan komitment secara komprehensif saat memasuki WTO tahu 2001, menyebabkan ekspansi besar-besaran pada hubungan dagang antara China dan AS. (Nicholas R. Lardy, 2005). Namun tidak seperti negara lainnya, China tidak mengambangkan nilai tukar uangnya (float exchange rate), namun tetap menganut fixed exchange rate dan mematok nilai Yuan pada kisaran 1 USD = 8,28 Yuan. Untuk mempertahankan nilai tukar ini China memberlakukan batasan dan control atas transaksi modal dan juga melakukan pembelian besar-besaran atass Dollar AS dan asset-aset berharga dalam Dollar AS lainnya. Pada bulan Juli 2005, untuk mengakomodir tekanan dari AS, China menentukan kebijakan perubahan system nilai tukar dari Fixed exchange rate ke floating exchange rate. Namun China tetap menentukan floating exchange rateterkendali dengan menentukan batas toleransi kenaikan dan penurunan terhadap nilai tukar harian yang ditetapkan. Menurut Bank of China, pada bulan Juli 2005 hingga Juli 2009, China telah melakukan revaluasi Yuan sebesar 20% dari 1 USD = 8,28 Yuan menjadi 1 USD = 6,88 Yuan. Setelah dampak krisis moneter 2008, China menghentikan revaluasi Yuan, dan menetapkan nilai tukar Yuan relative konstan pada 1 USD = 6,83 Yuan, yang berlaku sampai dengan Juni 2010. Kebijakan ini diambil China untuk melindungi dan membatasi dampak dari penurunan tajam akibat krisis dalam permintaan global untuk produk-produk China.
7
Pada periode Juni – Desember 2010, China melakukan revaluasi Yuan lagi sebesar 2,9%. Namun kebijakan ini masih dikritik oleh AS, sehubungan lambatnya penguatan nilai tukar Yuan terhadap Dollar AS. Mengingat pesatnya pertumbuhan ekonomi China dalam ekspor dan surplus perdagangan, AS terus mendesak China untuk mempercepat laju reformasi mata uang dan flexibikitas dari Yuan. Banyak anggota konggres AS mendesak Presiden Obama untuk mengambil tindakan lebih aggresif terhadap China, termasuk menuduh China sebagai manipulator mata uang. China melakukan perlawanan terhadap tekanan AS dengan menyebut sebagai bentuk intervensi dan campur tangan AS dalam kebijakan ekonomi dalam negeri China. Selain itu, krisis global membuat China menahan laju penguatan Yuan guna menjaga mata uangnya tetap stabil atas Dollar AS supaya menjaga produk-produk China lebih murah sehingga tetap memiliki daya saing ditengah anjloknya permintaan global (Wayne M. Morrison, 2009). Meskipun terus mendapat tekanan dari AS dan Negara-negara Eropa, selama April 2011 sampai dengan April 2012, China masih terus menjaga nilai tukar Yuan. Pada bulan April 2012 nilai tukar Yuan adalah 1 USD = 6,28 Yuan. Pergerakan nilai tukar Yuan terhadap Dollar AS dapat dilihat pada Gambar 1. Dibawah Gambar 1. Pergerakan Yuan terhadap USD Dalam 1 Tahun Terakhir
Sumber : http://id.rateq.com/chart-graph/CNY 8
2.2.
Kebijakan Ekonomi Politik China China adalah negara sosialis komunis yang menganut system pemerintahan yang
tertutup. The People’s Bank of China merupakan salah satu institusi yang mengkontrol politik dan moneter China. Gubernur bank ditunjuk oleh Partai Komunis China lewat National People’s Congress. Dalam hal ini partai komunis mengkontrol Bank of China, menentukan nilai tukar Yuan, mengatur pemerintahan, politik moneter. Bank of China bukan sekedar bank sentral yang memiliki otonomi sepenuhnya seperti dikenal di dunia moneter pada umumnya. Untuk penetapan fixed exchange rate, Bank of China menggunakan system currency board sendiri seperti yang dilakukan oleh Argentina pada tahun 1990-an. Currency board merupakan aturan dimana bank sentral memegang mata uang asing yang cukup untuk mendukung setiap unit mata uang domestic. Pemerintah China harus memiliki cadangan devisa yang kuat untuk mendukung system fixed exchange rate yang ditetapkan (N. Gregory, Mankiw, 2007) Dengan currency board, China akan mampu terus mematok dan mengontrol nilai Yuan terhadap Dollar AS. Sehingga berapa banyak jumlah Dollar yang dicetak oleh Bank Central AS untuk mendepresiasi nilai Dollar terhadap Yuan, nilai Dollar AS tetap akan lebih tinggi terhadap nilai Yuan. Dengan nilai tukar yang lebih rendah maka harga-harga produk China yang akan diekspor keluar negeri menjadi lebih murah. Penetapan fixed exchange rate China telah menjadi isu politik ekonomi yang banyak diperbincangkan di AS. Para produsen Amerika berlomba-lomba dengan produkproduk murah dari China yang membanjiri pasar Amerika. Menanggapi hal ini AS menginginkan adanya penyesuaian jangka pendek dengan melakukan revaluasi Yuan sehingga ketidakseimbangan neraca perdagangan dapat diatasi dengan cepat. Pemerintah China lebih menekankan pada perubahan structural dan institusional jangka menengah dan jangka panjang. Bagi China tidak mudah untuk melepas penentuan nilai tukar Yuan kepasar karena akan membawa implikasi yang luas pada perekonomian China. 9
Pemerintah China melalui Bank Centralnya tetap mengendalikan sumber daya financial dengan effektif mengalokasikan kesemua sector yang membutuhkan. Semua Bank di China diarahkan oleh Bank Central China agar bagi pelaku ekonomi yang layak kredit (credit worthy), dengan manajemen yang professional agar diberik kredit rendah dengan bunga 5%-6%, sehingga diharapkan kinerjanya mampu menopang pertumbuhan ekonomi China.
2.3. Kebijakan Politik Luar Negeri China Sistem pemerintahan yang tertutup juga sangat berpengaruh dengan strategi politik luar negeri China. Meskipun kekayaan harta dan cadangan devisa yang dimiliki China saat ini begitu besar, dalam bidang politik luar negeri, China tidak mengenal adanya bantuan luar negeri. Bantuan dalam bidang hanya diberikan bila China juga memperoleh keuntungan dari Negara yang dibantu. Seperti bantuan jalan kepada Negara-negara Afrika, sehubungan China memeiliki kepentingan politik untuk dapat akses hasil tambang seperti minyak, biji besi dan tembaga. China saat ini adalah Negara kedua terbesar yang mengkonsumsi minyak, namun tidak banyak melakukan explorasi ladang minyak sendiri, meskipun China sendiri kaya akan minyak bumi. Hal ini karena China masih belum mau mengolah cadangan minyaknya sendiri, guna menjaga situasi apabila cadangan minyak dunia mulai menipis. Sehubungan adanya surplus devisa yang cukup tinggi, strategi politik luar negeri China diarahkan dan diinvestasikan ke Negara-negara Afrika seperti Nigeria, Angola dengan melakukan kesepakatan eksplorasi dan produksi, seta bantuan infrastruktur untuk memperlancar penyaluran barang serta energy dan sumber daya alam lainnya ke China. Investasi juga dilakukan dengan melakukan pembelian terhadap cadangan emas, sehingga harga emas terus meningkat. (Ekonomi China, 2011). David Zweig dan Bi Jianhai dalam buku Foreign Affairs menyatakan bahwa China telah mampu mengadaptasikan politik kebijakan luar negerinya ke dalam strategi pembangunan nasionalnya ke level yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan dikontrol Negara mendorong perusahan-perusahan dalam negeri untuk mencari pasokan 10
sumber energy melalui kontrak dengan negara-negara laiinnya. Pada saat yang sama secara terang-terangan China melalui jalan diplomasi China melakukan perjanjian atau kesepakatan dengan pemerintah Negara-negara tersebut melalui transaksi perdagangan, penghapusan hutang, dan paket bantuan. China juga mencoba melakukan pengendalian perekonomian AS dengan memerikan bantuan selama terjadinya krisis global. Bantuan yang diberikan adalah pembelian obligasi sekuritas AS membuat hutang Amerika ke China menjadi sangat tinggi, yaitu sekitar USD 9 triliun pada 2007. Menurut data terakhir hutang obligasi AS kepada China adalahs sebesar USD 1,16 triliun (US Treasury Dept, 2010)
11
III. PEMBAHASA DAMPAK KEBIJAKAN FIXED EXCHANGE RATE CHINA TERHADAP AS 3.1.
Kesenjangan Neraca Perdagangan AS Hubungan diplomatik antara China dan AS dimulai setelah ditandatanganinya
perjanjian bilateral antara 2 negara pada bulan Juli 1979. Dari data perdagangan yang tercatat di dokumen Treasury AS, volume perdagangan antara China dan AS terus meningkat. Namun AS terus mengalami defisit perdagangan dengan gap yang terus meningkat. Selama 2 dekade terakhir import AS dari China tmbuh lebih cepat daripada ekspor AS ke China. Pada tahun 1990 defisit neraca perdagangan hanya sebesar USD 10 milliar, namun pada tahun 2008 meningkat menjadi USD 266 milliar. Pada tahun 2009 defisit neraca perdagangan AS turun menjadi USD 227 Milliar, dan pada tahun 2010 menjadi USD 273 milliar (Tabel 1.) Tabel 1. Neraca Perdagangan USA dengan China 1980 – 2010 (USD Billion) Year
U.S. U.S. Export Import 1980 3,8 1,1 1985 3,9 3,9 1990 4,8 15,2 1995 11,7 45,6 2000 16,3 100,1 2005 41,8 243,5 2006 55,2 287,8 2007 65,2 321,5 2008 71,5 337,8 2009 69,6 296,4 2010 93,3 365,8 Sumber : U.S. Census Bureau – www.census.gov
U.S Trade Balance 2,7 0,0 -10,4 -33,8 -83,8 -20,6 -232,5 -256,3 -266,3 -226,8 -273,5
Yang menjadi masalah utama dari AS adalah kebijakan nilai tukar Yuan yang masih menggunakan system fixed exchange rate, dimana China masih menolah untuk mengadopsi system nilai tukar berbasis pasar (floating exchange rate). AS memberikan tekanan kepada China agar mau melakukan revaluasi Yuan untuk mengurangi gap deficit perdagangan yang besar antara AS dan China. Disisi lain China tetap enggan melakukan 12
revaluasi dengan alasan untuk melindungi kepentingan perekonomian domestiknya. China menggunakan penekanan pada nilai tukar Yuan untuk menekan budget produksi, sehingga biaya produksi mereka menjadi sangat rendah, dan harga barang-barang mereka juga menjadi sangat murah pula. Dilain pihak, penetapan fixed exchange rate Yuan telah terbukti mampu mebuat China bertahan selama krisis moneter 1997/1998 dan membuat kondisi moneter China stabil bagi pertumbuhan ekonomi sampai tahun 2000. Dan perokonomian China terus tumbuh 10% dari GDPnya dan berlanjut terus hingga 10 tahun kemudian.
3.2.
Menghambat Upaya Pemulihan Ekonomi AS Pasca Krisis 2008 Perekonomian AS mengalami keterpurukan terparah dalam tahun 2009, yakni
mencapai deficit pertumbuhan -6,8%. Lambatnya recovery perekonomian AS ini terjadi karena tingginya tingkat penggangguran yaitu 9,8% jauh lebih , serta tingginya defisit ekonomi perdagangan yang sangat besar. China dengan jumlah penduduk yang sangat besar merupakan peluang pasar ekspor yang sangat baik baik AS. Namun adanya intervensi Pemerintah China dalam menetakan nilai tukar Yuan yang masih undervalued terhadap USD menyebabkan harga-harga barang AS menjadi lebih mahal sehingga kurang kompetitif jika dibandingkan dengan produk-produk buatan China baik dipasar domestic AS, maupun dipasar luar negeri. Hal ini secara langsung menyebabkan banyaknya perusahaan AS yang bangkrut dan tutup karena kalah bersaing dengan produk China. Selain itu banyak perushaan AS yang memindahkan proses produksinya ke China sehubungan dengan dengan biaya produksi yang murah. Hal ini berdampak dengan meningkatnya jumlah pengganguran di AS. Dan pada akhirnya berimbas pada lambatnya proses pemulihan perekonomian AS pasca krisis global 2008.
13
3.3.
Cadangan Devisa dan Pembelian Obligasi AS Perekonomian AS sangat terpukul dengan krisis ekonomi tahun 2008. Hutang
nasional yang dimiliki AS mengalami peningkatan dari tahun ketahuan. Kondisi ini diperparah lagi dengan defisit neraca perdagangan dengan China yang dari tahun ketahun meningkat secara drastis. Menurut Treasury AS, rendahnya simpanan dana tunai yang dimiliki oleh AS menyebabkan AS harus meminjam dana untuk membiayai defisit anggran federal dan kebutuhan modal untuk dapat tetap memiliki pertumbuhan ekonomi yang sehat. Menurut dokumen Treasury AS, China merupakan pemegang saham hutang asing tertinggi buat AS. Pada bulan April 2010 jumlah bond treasury AS yang dimiliki oleh China mencapai USD 900,2 milyar (24,07%). Kemudian disusul Jepang sebesar USD 795,5 miyar (20,66%), dan Inggris sebesar USD 239,9 milyar (Treasury AS, 2010) Surplus neraca perdagangan membuat cadangan devisa China meningkat dari tahun ketahun. Pada Mei 2008 mencapa USD 1,8 trilliun, meningkat drastis menjadi USD 3,04 trilliun pada tahun Maret 2011. Pada bulan Desember 2011 cadangan devisa China mengalami penurunan ke posisi UD 3.18 triliun, dari USD 3.2 triliun per tanggal 30 September sebelumnya. Menurut Bank of
China data terakhir bulan Maret 2012
cadangan devisa China berjumlah $3,305 triliun. Ditengah keterpurukan AS, dan keterlambatannya dalam recovery setelah krisis ekonomi 2008, China telah membuktikan dan menunjukkan dirinya sebagai Negara dengan perekonomian yang kuat dan mampu melampaui krisis. China mencatat pertumbuhan
ekonomi
yang
sangat
mengesankan,
ditengah-tengah
penurunan
perekonomian global.
14
IV. KESIMPULAN Kebijakan politik ekonomi moneter yang diambil China dengan fixed exchange rate menjadi sorotan bagi AS dan negara-negara Eropa. Permasalahan terjadi karena fixed exchange rate terhadap Yuan masih jauh (40%) dibawah nilai pasar (Undervalued). Rendahnya nilai Yuan yang ditetapkan terhadap USD berakibat pada biaya produksi di China jauh lebih murah jika dibandingkan dengan AS. Dan akhirnya berimbas ke hargaharga produk China dengan competitif advantage yang jauh lebih murah jika dibandingkan dengan barang-barang yang dihasilkan perusahaan AS. Murahnya harga barang-barang China di pasar lokal dan AS, menyebabkan peningkatan permintaan akan produk-produk China, sehingga ekspor China ke AS terus meningkat dengan pesat, dilain pihak ekport AS ke China meningkat dengan laju pertumbuhan lebih lambat. Tingginya import barang AS dari China dan kurangnya ekspor AS ke China, menyebabkan timbulnya defisit neraca perdangangan AS. Rendahnya harga barang China menyebabkan banyaknya perusahaan AS yang bangkrut/tutup karena kalah
bersaing dengan produk China. Selain itu banyak
perusahaan AS yang memindahkan proses produksinya ke China sehubungan dengan dengan biaya produksi yang murah. Hal ini berdampak dengan meningkatnya jumlah pengganguran di AS. Dan pada akhirnya berimbas pada lambatnya proses pemulihan perekonomian AS pasca krisis global 2008. Tingginya cadangan devisa (USD 3,035 trilliun, Maret 2012) digunakan oleh China untuk berinvetasi ke AS dalam bentuk pembelian obligasi dan saham-saham sekuritas perusahaan Amerika. Menurut dokumen Treasury AS, China merupakan pemegang saham hutang asing tertinggi buat AS. Pada April 2010 jumlah bond treasury AS yang dimiliki oleh China mencapai USD 900,2 milyar (24,07%). Ditengah keterpurukan AS, dan keterlambatannya dalam recovery setelah krisis ekonomi 2008, China telah membuktikan bahwa penetapan fixed exchange rate dan undervalued Yuan terhadap USD mampu menggerakan perekonomian secara spektakuler
15
dan menunjukkan dirinya sebagai Negara dengan perekonomian yang kuat dan mampu melampaui krisis. Penetapan fixed exchange rate Yuan telah terbukti mampu membuat China bertahan selama krisis moneter 1997/1998 dan membuat kondisi moneter China stabil bagi pertumbuhan ekonomi sampai tahun 2000. Dan perokonomian China terus tumbuh 10% dari GDPnya dan berlanjut terus hingga 10 tahun kemudian.
16
DAFTAR PUSTAKA Ekonomi China, http://balytra.com/2009/12/07/ekonomi-china/ http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/10/20/08282142/Isu.Perang.Kurs.Terus.M enguat http://indonesian.irib.ir/index.php?option=com_content&view=article&id=28294:kilasbalik-perang-mata-uang-cina-dan-as&catid=63:sosial&Itemid=69 http://id.rateq.com/chart-graph/CNY Lardy, R. Nicholas, 2005, Exchange Rate and Monetary Policy in China Mankiw, N. Gregory, 2007. Macroeconomics 6th edition, Worth Pulilsher, New York Morrison, M. Wayne & Labonte, Marc 2009, China Holding of US securities : Implication for US Economy, CRS Report for Conggres Tobing Lumbanan, David, 2005. Kunci Keberhasilan Ekonomi China Pada Masa Pemerintahan Deng Xiaoping. Jurnal Santika Gajah Mada.
17