II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori dan Konsep Dasar Pengembangan Wilayah Pendefinisian wilayah banyak dilakukan untuk keperluan analisa ruang. Dalam menentukan batas-batas wilayah maka dikelompokkan menurut kriteria tertentu. Penentuan batas-batas wilayah menurut Hanafiah (1988) didasarkan pada kriteria : 1. Konsep Homogenitas Wilayah dapat diberi batas berdasarkan beberapa persamaan unsur tertentu, seperti unsur ekonomi wilayah, yaitu pendapatan perkapita, kelompok industri maju, tingkat pengangguran, keadaan sosial politik, identitas wilayah berdasarkan sejarah, budaya dan sebagainya. 2. Konsep Nodalitas Wilayah dibedakan atas perbedaan struktur tata ruang dalam wilayah dimana terdapat hubungan saling ketergantungan yang bersifat fungsional. Keadaan ini dapat dibuktikan dengan mobilitas penduduk, arus faktor produksi, arus barang, pelayanan ataupun arus transportasi dan komunikasi. Hubungan saling keterkaitan ini terlihat pada hubungan antara pusat dan wilayah terbelakang. 3. Konsep Administrasi atau Unit Program Penetapan wilayah ini didasarkan pada perlakuan kebijaksanaan yang seragam, seperti kebijaksanaan pembangunan, system ekonomi, tingkat pajak yang sama dan sebagainya. Pengertian yang ketiga ini memberi batasan suatu wilayah berdasarkan pembagian administrative negara. Jadi suatu wilayah adalah suatu ruang ekonomi yang berada di bawah suatu administrasi tertentu seperti suatu propinsi, kabupaten, kecamatan dan desa. Wilayah seperti ini adalah wilayah perencanaan atau wilayah program. Gunawan (2000), wilayah sebagai metoda klasifikasi menghasilkan tiga tipe wilayah yaitu: 1. Wilayah Formal Wilayah yang mempunyai beberapa persamaan dan kriteria tertentu. Pada mulanya, klasifikasi wilayah formal didasarkan atas persamaan fisik, seperti topografi, iklim atau vegetasi, kemudian berkembang lebih lanjut dengan
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
10
pemakaian kriteria ekonomi; seperti adanya wilayah industri dan wilayah pertanian bahkan mempergunakan kriteria sosial politik 2. Wilayah Fungsional Wilayah yang memperlihatkan adanya suatu kekompakan fungsional, saling tergantung dalam kriteria tertentu. Wilayah fungsional ini terkadang dimasukkan juga sebagai wilayah nodal atau wilayah polarisasi dan terdiri dari unit-unit yang heterogen seperti kota besar, kota-kota kecil dan desa-desa secara fungsional saling tergantung. 3. Wilayah Perencanaan Wilayah ini merupakan kombinasi dari kedua wilayah di atas, yaitu wilayah formal dan fungsional. Dalam wilayah perencanaan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain suatu wilayah harus cukup luas untuk memenuhi kriteria investasi dalam skala ekonomi, harus mampu menunjang industri dengan pengadaan tenaga kerja, persamaan ekonomi, mempunyai sedikitnya satu kota sebagai titik tumbuh dan strategi pembangunan yang sama untuk memecahkan masalah yang sama. Wilayah yang paling banyak digunakan menurut Sukirno dalam Gunawan (2000) adalah wilayah administrasi. Hal ini dikarenakan dua faktor, pertama, dalam melaksanakan kebijakan dan perencanaan pembangunan wilayah diperlukan berbagai badan pemerintah sehingga lebih praktis apabila suatu negara dipilah-pilah menjadi beberapa wilayah ekonomi berdasarkan suatu kaedah administrasi. Kedua, wilayah yang batasnya ditentukan berdasarkan suatu unit pengumpulan data. 2.2. Pengembangan dan Pembangunan Wilayah Rustiadi et al. (2005) mendefinisikan wilayah sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik (tertentu) dimana bagian-bagian dari wilayah tersebut (subwilayah) satu sama lain berinteraksi secara fungsional. Dari definisi tersebut, terlihat bahwa tidak ada batasan yang spesifik dari luasan suatu wilayah. Batasan yang ada lebih bersifat “meaningful” untuk perencanaan, pelaksanaan, monitoring, pengendalian maupun evaluasi. Dengan demikian, batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat dinamis (berubahubah).
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
11
Konsep wilayah yang paling klasik (Hagget, Cliff dan Frey 1977 dalam Rustiadi et al. 2005) mengenai tipologi wilayah, mengklasifikasikan konsep wilayah ke dalam tiga kategori, yaitu : (1) wilayah homogen (uniform/ homogenous region); (2) wilayah nodal (nodal region); dan (3) wilayah perencanaan (planning region atau programming region). Dalam banyak hal, istilah pembangunan dan pengembangan banyak digunakan dalam hal yang sama, yang dalam Bahasa Inggrisnya adalah development,
sehingga
untuk
berbagai
hal,
istilah
pembangunan
dan
pengembangan wilayah dapat saling dipertukarkan, namun berbagai kalangan di Indonesia cenderung untuk menggunakan secara khusus istilah pengembangan wilayah/kawasan dibandingkan pembangunan wilayah/kawasan untuk istilah regional development. Secara umum istilah pengembangan dianggap mengandung konotasi pemberdayaan, kedaerahan, kewilayahan dan lokalitas (Rustiadi et al. 2005). Pengembangan lebih menekankan proses meningkatkan dan memperluas. Dalam pengertian bahwa pengembangan adalah melakukan sesuatu yang tidak dari nol, atau tidak membuat sesuatu yang sebelumnya tidak ada, melainkan melakukan sesuatu yang sebenarnya sudah ada tapi kualitas dan kuantitasnya ditingkatkan atau diperluas. Jadi dalam hal pengembangan masyarakat tersirat pengertian bahwa masyarakat yang dikembangkan sebenarnya sudah memiliki kapasitas (bukannya tidak memiliki sama sekali) namun perlu ditingkatkan kapasitasnya (Rustiadi et al. 2005). Pembangunan menurut Todaro (2000) paling tidak harus mempunyai tiga sasaran utama, yaitu: 1. Meningkatkan ketersediaan dan memperluas distribusi barang-barang kebutuhan pokok, seperti pangan, papan, kesehatan, dan perlindungan. 2. Meningkatkan taraf hidup yaitu, selain meningkatkan pendapatan, juga memperluas kesempatan kerja, pendidikan yang lebih baik dan perhatian yang lebih besar terhadap nilai-nilai budaya manusia yang keseluruhannya akan memperbaiki bukan hanya kesejahteraan material, akan tetapi juga menghasilkan rasa percaya diri sebagai individu maupun sebagai suatu bangsa.
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
12
3. Memperluas pilihan ekonomi dan sosial yang tersedia bagi setiap orang dan setiap bangsa dengan membebaskan mereka dari ketergantungan bukan hanya dalam hubungan dengan orang dan negara lain akan tetapi juga masalah kebodohan dan kesengsaraan manusia. Pembangunan wilayah (regional development) pada hakekatnya adalah pelaksanaan pembangunan nasional di suatu wilayah yang disesuaikan dengan kemampuan fisik dan sosial wilayah tersebut, serta tetap menghormati peraturan perundangan yang berlaku. Karena itu istilah wilayah merupakan hal yang penting untuk didefinisikan secara tegas, terutama dalam menganalisa kegiatan ekonomi di wilayah tersebut. Menurut Sandy (1982) bahwa wilayah sehubungan dengan pembangunan wilayah mempunyai makna sebagai berikut : (a) wilayah yang objektif, maksudnya adalah apabila pewilayahan itu merupakan tujuan akhir, artinya suatu wilayah oleh perencana dibagi kedalam beberapa wilayah pembangunan, (b) wilayah yang subjektif, maksudnya adalah apabila pewilayahan merupakan cara untuk mengenal masalah, tidak lain adalah usaha penggolongan atau klasifikasi. Menurut Hanafiah (1988) bahwa perkembangan beberapa konsep dalam pendekatan pembangunan wilayah perdesaan yang pernah dilakukan antara lain: 1. Pengembangan Kelompok Masyarakat (Community Development) Pengembangan kelompok masyarakat didefenisikan sebagai suatu proses, metoda, program, kelembagaan dan gerakan yang mencakup pengikutsertakan masyarakat dalam menanggulangi masalah yang dihadapi bersama, mendidik dan melatih masyarakat dalam proses mengatasi masalah secara bersama-sama serta mengaktifkan kelembanggan untuk alih teknologi kepada masyarakat. 2. Pembukaan Daerah Baru Pendekatan pembukaan daerah baru kurang mendapat perhatian karena terlalu mahal, meskipun dari sisi yang lain dapat memberikan hasil yang memuaskan. 3. Pembangunan Pertanian Pendekatan ini telah berhasil dalam meningkatkan produksi, tetapi membawa masalah lain seperti adanya polarisasi faktor produksi dan masalah kelembagaan.
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
13
4. Pengembangan Industri Perdesaan Pendekatan keempat ini keberhasilannya sangat diragukan karena tidak adanya kaitan yang jelas antara industri kecil dan industri besar. 5. Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pengembangan Pendekatan ini mengacu pada struktur dan organisasi tata ruang suatu wilayah, maka terdapat suatu daerah pusat (pole of growth) dan wilayah pinggiran (hinterland), yang mempunyai saling ketergantungan secara fungsional. Bagi pembangunan perdesaan peranan pusat-pusat pertumbuhan selain berfungsi sebagai pusat pelayanan, dan pemukiman, juga dapat dilihat sebagai unsur strategis dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan perdesaan. Pengembangan industri kecil termasuk agroindustri yang padat karya di kawasan perdesaan dan peningkatan peran serta masyarakat perdesaan dalam pengambilan keputusan serta pengembangan tatanan kelembagaan yang memadai merupakan unsur-unsur pokok dalam pembangunan desa secara terpadu. Pembangunan pedesaan menurut sebagian kalangan merupakan bagian dari ilmu Pembangunan
Wilayah.
Pembangunan
wilayah
adalah
usaha
untuk
mengembangkan dan meningkatkan hubungan interdependensi dan interaksi antara sistem ekonomi (economic system), manusia (social system) dan lingkungan serta sumberdaya alamnya (ecosystem). Konsepsi pembangunan regional, selain menjamin keserasian pembangunan antar daerah, bertujuan pula untuk menjembatani hubungan rencana pembangunan nasional dan rencana pembangunan daerah (Syahyuti, 2006). Menurut Adjid (1998), dalam mewujudkan pembangunan pedesaan yang tangguh diperlukan strategi restrukturisasi pedesaan yang ditopang oleh eksistensi empat pilar strategi, yaitu : 1. Eksistensi
semua
komponen
sistem
agribisnis
dan
industri
pertanian/perdesaan secara lengkap dipedesaan. Komponen subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi, teknologi dan pengembangan sumberdaya pertanian, komponen subsistem budidaya (usahatani), komponen pengolahan hasil pertanian dan komponen subsistem sarana dan prasarana diupayakan tersedia di lokasi pedesaan.
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
14
2. Wirausaha dan kemitraan usaha yang saling menguntungkan bagi pelaku agribisnis terutama bagi para petani. 3. Iklim lingkungan yang kondusif bagi berkembangnya sistem agribisnis dan industri dipedesaan, dimana sistem pelayanan, pengaturan, pembinaan, pemantauan dan pengendalian yang ditangani secara sistematik, transparan dan dengan semangat debirokratisasi yang konsisten. 4. Terdapatnya gerakan bersama pembangunan agribisnis untuk menumbuh kembangkan
inisiatif
para
pelaku
agribisnis
khususnya
masyarakat
tani/pedesaan. Ada empat jenis pembangunan pedesaan, yaitu 1) yang berdasarkan kepada potensi pertanian, 2) yang multi sektoral, 3) yang memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan, dan 4) yang mengandalkan kepada pelayanan jasa-jasa sosial berupa kesehatan, pendidikan dan lain-lain (Uphoff dan Milton dalam Syahyuti, 2006), Menurut
Anwar
(2000),
pertumbuhan
pembangunan
wilayah
membutuhkan pendekatan multidimensi terutama menyangkut : 1. Peranan teknologi dan produktivitas; 2. Pembangunan sumberdaya, pendidikan, kesehatan dan infrastruktur ekonomi; 3. Pembangunan fisik infrastruktur dan memperhatikan aspek lingkungan hidup; 4. Pembangunan administrasi dan finansial. Selanjutnya Anwar (2000) menambahkan bahwa secara filosofis suatu proses pembangunan dapat diartikan sebagai “upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik”. Di Indonesia dan di berbagai negara berkembang, istilah pembangunan ini lebih berkonotasi fisik artinya melakukan kegiatan-kegiatan membangun yang bersifat fisik, bahkan seringkali secara lebih sempit diartikan sebagai membangun infrastruktur/fasilitas fisik. Pengertian dari pemilihan alternatif yang sah dalam definisi pembangunan diatas diartikan bahwasanya upaya pencapaian aspirasi tersebut dilaksanakan sesuai dengan hukum yang berlaku atau dalam tatanan kelembagaan atau budaya yang dapat diterima.
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
15
Pembangunan dan pengembangan ekonomi lokal harus berbasiskan pada potensi sumberdaya domestik, terutama sektor-sektor primer, seperti pertanian serta sektor-sektor sekunder dan tersier sebagai pendukung, maksudnya setiap wilayah memiliki berbagai fungsi sesuai dengan potensi yang dimilikinya sehingga pengembangan ekonomi lokal mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif dapat tumbuh dan berkembang mendukung aktivitas perkembangan ekonomi lokal. Anwar (2005) menyatakan bahwa pembangunan wilayah harus diarahkan untuk mencapai: (1) pertumbuhan (growth); (2) pemerataan (equity); dan (3) keberlanjutan (sustainability). Tujuan pembangunan pertama yaitu mengenai pertumbuhan, ditentukan sampai dimana sumberdaya langka yang terdiri atas : sumberdaya manusia (human capital), peralatan (man-made resources) dan sumberdaya alam (natural resoource) dapat dialokasikan secara maksimal sehingga dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia dalam meningkatkan kegiatan produktifnya. Terdapat upaya memperpadukan antara kemampuan sumberdaya manusia (human capital) dan pemanfaatan sumberdaya alam dengan ketersediaan sumberdaya alam maupun sumberdaya buatan dengan teknologi dalam rangka memperbesar produktivitasnya. Semakin tinggi tingkat kemampuan sumberdaya manusia yang digambarkan oleh kemampuan penguasaan teknologi yang dipergunakannya, maka semakin besar kemampuan untuk memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia guna mencapai pertumbuhan wilayah yang tinggi. Dalam pembangunan wilayah sudah pasti melibatkan peran serta masyarakat
setempat.
Pemberdayaan
masyarakat
ini
mempunyai
arti
meningkatkan kemampuan atau meningkatkan kemandirian masyarakat, dan tidak hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat tetapi juga pranatapranatanya.
Dalam
rangka
pembangunan
nasional
upaya
pembangunan
masyarakat dapat dilihat dari beberapa sudut pandang. Pertama, penciptaan suasana atau iklim yang memungkinkan masyarakat berkembang. Kedua, peningkatan kemampuan masyarakat dalam pembangunan dalam berbagai bantuan dana, pelatihan, pembangunan prasarana dan sarana baik fisik maupun sosial, serta pengembangan kelembagaan di daerah. Ketiga, perlindungan melalui
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
16
pemihakan kepada yang lemah untuk mencegah persaingan yang tidak seimbang dan menciptakan kemitraan yang saling menguntungkan (Soemodiningrat, 1999). 2.3. Reformasi Pembangunan Pertanian Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di wilayah Indonesia diperuntukkan sebagai lahan pertanian dan hampir 50% dari total angkatan kerja masih menggantungkan nasibnya bekerja di sektor pertanian. Keadaan ini menuntut kebijakan sektor pertanian yang disesuaikan dengan keadaan dan perkembangan yang terjadi di lapangan dalam mengatasi berbagai persoalan yang menyangkut kesejahteraan bangsa (Dillon, 2004). Pembangunan
kawasan
pertanian
memiliki
tujuan
utama
untuk
meningkatkan produksi dan kesejahteraan petani, yang dicapai melalui upaya peningkatan pendapatan, produksi dan produktivitas usaha tani. Selain itu strategi pembangunan pertanian juga diarahkan kepada : (1) penyediaan komoditas pertanian untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri (inward looking), serta berorientasi ke pasar luar (outward looking) untuk memenuhi permintaan ekspor dan
memperoleh
pendapatan
devisa;
(2)
menyempurnakan
kebijakan
pembangunan wilayah pertanian sesuai dengan potensi yang dimilikinya dan memberi apresiasi terhadap pentingnya kemampuan masyarakat daerah dan lokal dalam pengelolaan sumberdaya sosial ekonomi dan lingkungannya melalui pemberdayaan (empowerment) masyarakat pedesaan dan pembangunan pasar finansial yang dapat dijangkau oleh pengusaha lapisan menengah ke bawah di wilayah pedesaan tersebut (Husodo, 2003). Selanjutnya Husodo (2004) mengatakan, desa-desa tidak lagi merupakan komunitas yang berorientasi pada kegiatan pertanian subsisten, tetapi telah berubah menjadi komunitas yang berorientasi komersial. Perkembangan itu positif, dalam arti dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan petani di desa. Dalam usaha pertaniannya banyak yang telah tanggap terhadap permintaan pasar dan memilih komoditas yang secara rasional paling menguntungkan.
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
17
Namun sebagai suatu sistem dinamis, tentunya pengembangan suatu industri mempunyai perilaku tersendiri dan dapat berinteraksi satu sama lainnya, sehingga perlu diidentifikasi berbagai keunggulannya. Keunggulan tersebut meliputi produktivitas produksi, pemasaran, tenaga kerja, pasar dan akses terhadap infrastruktur yang dimiliki oleh daerah suatu wilayah. Secara kumulatif pengembangan usaha akan dapat menciptakan berbagai peluang-peluang yang lebih besar dalam pembangunan dan pengembangan ekonomi lokal, seperti peningkatan produk unggulan daerah, penyerapan tenaga kerja, tumbuhnya industri hulu dan hilir serta aktivitas investor dan sektor jasa baik formal maupun informal (Masril, 2005). Dalam suasana lingkungan strategis yang berubah dengan cepat, penajaman arah kebijakan dan perencanaan bagi reformasi pembangunan pertanian pada masa depan menjadi demikian penting. Dengan mengantisipasi perubahan eksternal maupun internal, visi pembangunan pertanian dapat dirumuskan sebagai pertanian yang menjadi ciri pada era reformasi. 2.4. Pengembangan Perkebunan Karet Tanaman karet memiliki peranan yang sangat besar dalam kehidupan perekonomian Indonesia. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan komoditas penghasil getah ini. Karet tidak hanya diusahakan oleh perkebunanperkebunan besar milik negara yang memiliki areal ratusan ribu hektar, tetapi juga diusahakan oleh swasta dan rakyat. Hingga saat ini diperkirakan luas areal pertanaman karet di Indonesia berkisar 3 juta hektar dan merupakan luas areal pertanaman yang terluas di dunia. Sebagian besar dari luas areal tersebut pengelolaannya kurang memadai, hanya beberapa perkebunan besar milik negara dan beberapa perkebunan swasta saja yang pengelolaannya sudah lumayan. Sementara kebanyakan perkebunan karet milik rakyat dikelola seadanya, bahkan ada yang tidak dirawat dan hanya mengandalkan pertumbuhan alami (Tim Penulis PS, 2009). Akibatnya produktivitas karet menjadi rendah. Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia. Luas areal perkebunan karet di Indonesia telah mencapai 3.262.291 hektar dengan rincian kepemilikan adalah 84,5% merupakan kebun milik rakyat, 8,4% milik swasta dan 7,1% milik negara (Setiawan dan Andoko, 2008).
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
18
Badan Litbang Pertanian (2007) menyatakan bahwa selama lebih dari tiga dekade (1970-2005), areal perkebunan karet di Indonesia meningkat sekitar 1,27% per tahun. Namun pertumbuhan ini hanya terjadi pada areal karet rakyat (± 1,6% per tahun), sedangkan pada perkebunan besar negara dan swasta cenderung menurun. Dengan luasan sekitar 3,3 juta ha pada tahun 2005, mayoritas (85%) perkebunan karet di Indonesia adalah perkebunan rakyat, yang menjadi tumpuan mata pencaharian lebih dari 15 juta jiwa. Dari keseluruhan areal perkebunan rakyat tersebut, sebagian besar (± 91%) dikembangkan secara swadaya murni, dan sebagian kecil lainnya yaitu sekitar 288.039 ha (± 9%) dibangun melalui proyek PIR, PRPTE, UPP Berbantuan, Partial, dan Swadaya Berbantuan. Berbeda dengan tingkat pertumbuhan areal yang relatif rendah, pertumbuhan produksi karet nasional selama kurun waktu 1970-2005 relatif tinggi yaitu sekitar 3,89% per tahun. Hal ini disebabkan terjadi peningkatan areal perkebunan karet rakyat yang menggunakan klon unggul yang produktivitasnya cukup tinggi. Hal ini didukung oleh data yang menunjukkan pertumbuhan produksi tertinggi terjadi pada perkebunan rakyat (4,33% per tahun), sedangkan pertumbuhan produksi perkebunan besar swasta dan negara masing-masing hanya sekitar 3,88% dan 1,77% per tahun. Namun demikian secara umum produktivitas karet rakyat masih relatif rendah (796 kg/ha/th) bila dibandingkan dengan produktivitas perkebunan besar negara (1.039 kg/ha/th) maupun swasta (1.202 kg/ha/th). Hal ini, antara lain, disebabkan sebagian besar (> 60%) tanaman karet petani masih menggunakan bahan tanam asal biji (seedling) tanpa pemeliharaan yang baik, dan tingginya proporsi areal tanaman karet yang telah tua, rusak atau tidak produktif (± 13% dari total areal) (Badan Litbang Pertanian, 2007). Hasil
utama
dari
pohon
karet
adalah
lateks
yang
dapat
dijual/diperdagangkan oleh masyarakat berupa lateks segar, slab/koagulasi ataupun sit asap/sit angin. Selajutnya produk tersebut sebagai bahan baku pabrik Crumb Rubber/Karet Remah yang menghasilkan bahan baku untuk berbagai industri hilir seperti ban, sepatu karet, sarung tangan, dan lain sebagainya. Hasil sampingan dari pohon karet adalah kayu karet yang dapat berasal dari kegiatan
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
19
rehabilitasi kebun ataupun peremajaan kebun karet tua/tidak menghasilkan lateks lagi. Umumnya kayu karet yang diperjual belikan adalah dari peremajaan kebun karet yang tua yang dikaitkan dengan penanaman karet baru lagi. Kayu karet dapat dipergunakan sebagai bahan bangunan rumah, kayu api, arang, ataupun kayu gergajian untuk alat rumah tangga (furniture). Pemanfaatan kayu karet dari kegiatan peremajaan kebun karet tua dapat dilaksanakan bersamaan atau terkait dengan program penanaman tanaman hutan seperti sengon atau akasia sebagai bahan pulp/pembuat kertas. Areal tanam menggunakan lahan kebun yang diremajakan dan atau lahan-lahan milik petani serta lahan-lahan kritis sekitar pemukiman. Sebagai salah satu komoditi industri, produksi karet sangat tergantung pada teknologi dan manajemen yang diterapkan dalam sistem dan proses produksinya. Produk industri karet perlu disesuaikan dengan kebutuhan pasar yang senantiasa berubah. Status industri karet Indonesia akan berubah dari pemasok bahan mentah menjadi pemasok barang jadi atau setengah jadi yang bernilai tambah lebih tinggi dengan melakukan pengolahan lebih lanjut dari hasil karet. Kesemuanya ini memerlukan dukungan teknologi industri yang lengkap, yang mana diperoleh melalui kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi yang dibutuhkan. Indonesia dalam hal ini telah memiliki lembaga penelitian karet yang menyediakan ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi di bidang perkaretan. 2.5. Pengembangan Kawasan Perkebunan Rakyat Dalam pembangunan perekonomian masa mendatang yang berakar pada kerakyatan, peranan penting subsektor perkebunan, dapat pula dilihat dari besarnya tenaga kerja yang terserap didalamnya. Hal ini terjadi karena sistem produksi tanaman perkebunan, khususnya tanaman tahunan, hingga saat ini belum dapat menggunakan peralatan mekanisasi secara penuh. Untuk kegiatan pemeliharaan dan pemanenan berbagai tanaman perkebunan dengan luas 14,8 juta Ha, sebagai contoh, diperlukan tenaga kerja sebanyak sekitar 16,8 juta orang. Apabila setiap rumah tangga memiliki tenaga kerja 4 orang, maka terdapat kurang lebih 67,2 juta jiwa yang menikmati hasil dari usaha bekerja pada subsektor perkebunan. Jumlah ini juga hanya mencakup kegiatan on-farm, dan akan
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
20
semakin bertambah tentunya, bila tenaga kerja pada subsistem tengah dan hilir juga diperhitungkan (Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal, 2004). Kebijakan pengembangan perkebunan diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rakyat melalui pengembangan kawasan ini dengan pengelolaan sumberdaya secara optimal. Oleh karena itu, maka sentra-sentra perkebunan yang sudah ada dan kawasan di setiap kabupaten/kota, atau kecamatan yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi kawasan perkebunan rakyat, sudah saatnya diupayakan untuk ditingkatkan melalui sistem agribisnis. Dengan demikian diharapkan dimasa mendatang, subsektor perkebunan akan mampu memenuhi sendiri kebutuhan dalam negeri dan tidak lagi bergantung pada negara lain, bahkan sekaligus dapat bersaing dengan produk perkebunan dari luar negeri. Pengembangan suatu wilayah menjadi kawasan perkebunan rakyat perlu diarahkan pada peningkatan efisiensi pemanfaatan lahan, khususnya lahan-lahan tidur (yang belum ditanami), gundul, atau kritis karena bekas tebangan yang kemudian ditinggalkan begitu saja tanpa adanya usaha reboisasi. Dalam hal ini, pengembangannya dilakukan dengan cara menghijaukan lahan-lahan tersebut dengan menanami tanaman yang sesuai dengan kondisi lingkungannya, memiliki nilai ekonomi, mudah perawatannya, cepat masa panennya, dan mudah pemasarannya. Dengan demikian tujuan untuk menjaga kelestarian ekosistem kawasan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat atau rakyat sekitarnya dapat tercapai sekaligus dengan baik. Pengembangan kawasan perkebunan rakyat juga dapat dilakukan dengan mengambil secara terbatas areal hutan yang memiliki potensi untuk kawasan perkebunan rakyat dengan luas maksimal 20.000 hektar untuk satu propinsi dan 100.000 hektar untuk seluruh Indonesia, sesuai keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 728/Kpts-ii/1998 tentang Luasan dan Pelepasan Hutan untuk Budidaya Perkebunan. Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah untuk meningkatkan peran serta masyarakat, meningkatkan efisiensi dan produktivitas dalam memanfaatkan sumberdaya alam serta mewujudkan azas pembangunan yang berkelanjutan dalam rangka memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
21
bagi kesejahteraan rakyat. Disamping itu juga harus diperhatikan mengenai kelerengan, ketinggian, curah hujan kedalaman efektif tanah, temperatur sesuai dengan jenis komoditas perkebunan yang akan dibudidayakan serta harus sesuai dengan tata ruang daerah (Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal, 2004). Selanjutya Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal (2004) menambahkan bahwa pengembangan kawasan perkebunan rakyat ini dapat dibedakan menjadi empat tahap, yaitu: tahap pembukaan dan penyiapan lahan kawasan, pembangunan sarana dan prasarana, tahap pemilihan dan penanaman komoditas, dan tahap perhitungan kelayakan ekonomi dan finansialnya. Keempat tahap ini sangat erat hubungannya satu sama lain dalam menunjang keberhasilan proyek pengembangan kawasan perkebunan rakyat ini. Kawasan perkebunan rakyat adalah suatu kawasan yang secara khusus dimanfaatkan untuk kegiatan usaha tanaman tahunan (kopi, tebu, kelapa sawit, teh, empah-rempah, dll) dengan luasan tertentu sebagai pengembangan agribisnis; atau Perkebunan Terpadu sebagai komponen usaha tani yang berbasis pada tanaman pangan, dan hortikultura; atau perkebunan terpadu sebagai komponen ekosistem tertentu seperti kawasan perkebunan rakyat lindung, perkebunan suaka alam, dll; yang berorientasi ekonomi dengan sistem agribisnis berkelanjutan yang berakses ke industri hulu maupun industri hilir. Kawasan perkebunan rakyat dimaksudkan juga suatu kawasan yang dalam pengembangannya banyak melibatkan partisipasi rakyat dan merangsang tumbuhnya investasi dari masyarakat
sekitarnya,
demi
pemberdayaan
ekonomi
atau
peningkatan
kesejahteraan rakyat. Pengembangan kawasan perkebunan rakyat ini harus dapat mendukung upaya untuk mengurangi kesenjangan struktural, spasial, antar-golongan, dan antar generasi, peningkatan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja dan kesempatan berusaha. Hal ini dapat terjadi apabila pengembangannya diarahkan pada: 1). Penyediaan bahan pangan dan obat-obatan melalui pemenuhan kebutuhan lemak
nabati (minyak goreng, santan kelapa), karbohidrat (gula),
minuman penyegar (teh, kopi, cokelat), rempah-rempah (lada, kayu manis), obatobatan (jahe, kunyit, kencur), maupun melalui pengembangan tanaman sela
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
22
pangan di areal perkebunan, 2). Menghasilkan devisa bagi negara dan meningkatkan pendapatan petani, 3). mengembangkan wilayah marginal dan terpencil di pelosok pedesaaan (daerah aliran sungai, pasang surut), dan 4). Menjaga keseimbangan ekosistem dan tata air. 5) Pengembangan Usaha agribisnis Pengembangan kawasan perkebunan rakyat harus dikelola berdasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut: • Masyarakat atau rakyat sebagai pelaku utama dalam pengambilan manfaatnya. • Masyarakat atau rakyat sebagai pengambil keputusan dan menentukan sistem pengusahaan dan pengelolaan yang tepat. • Pemerintah sebagai fasilitator dan pemantau kegiatan. • Kepastian dan kejelasan hak dan kewajiban semua pihak. • Kelembagaan pengusahaan ditentukan oleh masyarakat atau rakyat. • Pendekatan pengusahaan didasarkan pada jenis sumberdaya alam dan keanekaragaman budaya yang ada. (Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal, 2004). Menurut Ditjen Perkebunan (2004), pengembangan kawasan perkebunan rakyat bertujuan untuk mengembangkan dan membina kawasan-kawasan perkebunan rakyat agar menjadi kawasan perkebunan rakyat yang berwawasan agribisnis; meningkatkan peranan kelembagaan Perkebunan, meningkatkan kemampuan usaha agribisnis masyarakat, meningkatkan populasi dan kapasitas produksi di setiap kawasan, dan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan Perkebunan. Penanganannya diarahkan kepada usaha-usaha rehabilitasi dan konservasi lahan, pemanfaatan sumberdaya alam yang diperlukan oleh masyarakat,
peningkatan
pendapatan
masyarakat,
pemenuhan
kebutuhan
masyarakat akan protein nabati, dan kelestarian lingkungan. Sasaran utamanya adalah mengembangkan wilayahwilayah yang berpotensi sebagai sentra-sentra Perkebunan menjadi kawasan perkebunan rakyat yang berorientasi agribisnis.
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/