COST – QUALITY RELATIONSHIP DAN IMPLIKASINYA BAGI PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN Nurika Khalila Daulay Dosen Tetap Fakultas Tarbiyah IAIN - SU Jl. Williem Iskandar Pasar V Medan Estate, 20371 Email:
[email protected]
ﺇﻥ ﺗﻜﻠﻔﺔ ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻢ ﻫﻲ ﺍﻟﻌﻤﻠﻴﺔ ﺍﳌﺴﺘﺨﺪﻣﺔ ﻟﻮﺿﻊ ﻭﺗﺸﻐﻴﻞ ﻧﻈﺎﻡ ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻢ:ﲡﺮﻳﺪ ﻭﺳﻴﻜﻮﻥ ﻛﻞ ﻗﺮﺍﺭ ﰲ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺸﺄﻥ ﻣﻦ.ﰲ ﻛﻞ ﻣﺴﺘﻮﻯ ﻣﻦ ﻣﺴﺘﻮﻳﺎﺕ ﺍﻟﺘﻌﻠﻲ ﺎ ﺍﳊﺼﻮﻝ ﻋﻠﻰ ﺍﳌﻮﺍﺭﺩ ﺗﻜﺎﻟﻴﻒ ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻢ ﺗﺆﺛﺮ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻜﻴﻔﻴﺔ ﺍﻟﱵ ﳝﻜﻦ ﻓﻼ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﺃﻥ ﻧﻮﻋﻴﺔ ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻢ ﰲ ﺍﳉﺎﻣﻌﺎﺕ ﺃﻥ ﻳﻨﻈﺮ ﺇﻟﻴﻪ ﺑﺎﻋﺘﺒﺎﺭﻩ.ﺍﻟﺒﺸﺮﻱ "ﻫﺬﺍ ﻫﻮ ﺟﻬﺪ ﻃﻮﻳﻞ ﻭﻳﺘﻄﻠﺐ ﺍﻟﺘﻐﻴﲑ ﺍﻟﺘﻨﻈﻴﻤﻲ ﻭﺇﻋﺎﺩﺓ. "ﻋﻤﻠﻴﺔ ﺣﻞ ﺳﺮﻳﻊ .ﺍﳍﻴﻜﻠﺔ Abstrak: Biaya pendidikan adalah proses yang digunakan untuk merumuskan dan mengoperasikan sistem pendidikan pada setiap tingkat satuan pendidikan. Setiap keputusan dalam masalah biaya pendidikan akan mempengaruhi bagaimana sumber manusia bisa diperoleh. Kualitas pendidikan di perguruan tidak harus dilihat sebagai sebuah "proses perbaikan cepat". Ini adalah upaya jangka panjang yang membutuhkan perubahan organisasi dan restrukturisasi.
Kata Kunci: Cost-quality relationship, policy, quality, education.
A. Pendahuluan alah satu sumber daya yang dapat menunjang penyelenggaraan pendidikan ialah berkenaan dengan dana. Sumber dana sebagai potensi dalam suatu organisasi penyelenggara pendidikan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kajian administrasi pendidikan. Hal tersebut dapat diidentifikasi dari konsepsi administrasi pendidikan.
S
Fungsi biaya di lembaga pendidikan atau di sekolah pada dasarnya untuk menunjang penyediaan sarana dan prasarana, seperti
234
Nurika Khalila Daulay: Cost – Quality Relationship dan Implikasinya…
tanah, bangunan, laboratorium, perpustakaan, media belajar, operasional pengajaran, pelayanan administratif dan sebagainya. Biaya pendidikan sebenarnya tidak selalu identik dengan uang (real cost), melainkan juga segala sesuatu pengorbanan yang diberikan untuk setiap aktivitas dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan pendidikan.
B. Konsep Dan Teori Pembiayaan Dan Mutu Pembiayaan 1. Sistem Pembiayaan Pendidikan Sistem pembiayaan pendidikan merupakan proses dimana pendapatan dan sumber daya tersedia digunakan untuk memformulasikan dan mengoperasionalkan sekolah. Sistem pembiayaan pendidikan sangat bervariasi tergantung dari kondisi masing-masing negara seperti kondisi geografis, tingkat pendidikan, kondisi politik pendidikan, hukum pendidikan, ekonomi pendidikan, program pembiayaan pemerintah dan administrasi sekolah. Sementara itu terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk mengetahui sesuai tidaknya sistem dengan kondisi negara. Untuk mengetahui apakah sistem tersebut memuaskan, dapat dilakukan dengan cara: i) menghitung berbagai proporsi dari kelompok usia, jenis kelamin, tingkat buta huruf; ii) distribusi alokasi sumber daya pendidikan secara efisien dan adil sebagai kewajiban pemerintah pusat mensubsidi sektor pendidikan dibandingkan dengan sektor lainnya. Setiap keputusan dalam masalah pembiayaan pendidikan akan mempengaruhi bagaimana sumber daya diperoleh dan dialokasikan. Oleh karena itu perlu dilihat siapa yang akan dididik dan seberapa banyak jasa pendidikan dapat disediakan, bagaimana mereka akan dididik, siapa yang akan membayar biaya pendidikan. Demikian pula sistem pemerintahan seperti apa yang paling sesuai untuk mendukung sistem pembiayaan pendidikan. Tanggungjawab pemerintah dalam pembiayaan pendidikan termasuk untuk pendidikan kejuruan dan bantuan terhadap murid. Hal itu perlu dilihat dari faktor kebutuhan dan ketersediaan pendidikan, tanggungjawab orang tua dalam menyekolahkan vs social benefit secara luas, pengaruh faktor politik dan ekonomi terhadap sektor pendidikan.
235
ء ا
إ: Vol. II No. 2 Juli – Desember 2012
Menurut Levin (1987) pembiayaan sekolah adalah proses dimana pendapatan dan sumber daya tersedia digunakan untuk memformulasikan dan mengoperasionalkan sekolah di berbagai wilayah geografis dan tingkat pendidikan yang berbeda-beda. Pembiayaan sekolah ini berkaitan dengan bidang politik pendidikan dan program pembiayaan pemerintah serta administrasi sekolah. Beberapa istilah yang sering digunakan dalam pembiayaan sekolah, yakni school revenues, school expenditures, capital dan current cost. Dalam pembiayaan sekolah tidak ada pendekatan tunggal dan yang paling baik untuk pembiayaan semua sekolah, karena kondisi tiap sekolah berbeda. Setiap kebijakan dalam pembiayaan sekolah akan mempengaruhi bagaimana sumber daya diperoleh dan dialokasikan. Dengan mengkaji berbagai peraturan dan kebijakan yang berbedabeda di sektor pendidikan, kita bisa melihat konsekuensinya terhadap pembiayaan pendidikan, yakni: •
Keputusan tentang siapa yang akan dididik dan seberapa banyak jasa pendidikan dapat disediakan
•
Keputusan tentang bagaimana mereka akan dididik
•
Keputusan tentang siapa yang akan membayar biaya pendidikan
•
Keputusan tentang sistem pemerintahan seperti apa yang paling sesuai untuk mendukung pembiayaan sekolah.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas, ada dua hal pokok yang harus dapat dijawab, yakni: i) bagaimana sumber daya akan diperoleh, ii) bagaimana sumber daya akan dialokasikan pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan/tipe sekolah/kondisi daerah yang berbeda. Terdapat dua kriteria untuk menganalisis setiap hal tersebut, yakni, i) efisiensi yang terkait dengan keberadaan sumber daya yang dapat memaksimalkan kesejahteraan masyarakat dan ii) keadilan yang terkait dengan benefits dan costs yang seimbang. Menurut J. Wiseman (1987) terdapat tiga aspek yang perlu dikaji dalam melihat apakah pemerintahan perlu terlibat dalam masalah pembiayaan pendidikan: • Kebutuhan dan ketersediaan pendidikan terkait dengan sektor pendidikan dapat dianggap sebagai salah satu alat perdagangan dan kebutuhan akan investasi dalam sumberdaya manusia/human capital.
236
Nurika Khalila Daulay: Cost – Quality Relationship dan Implikasinya…
• Pembiayaan pendidikan terkait dengan hak orang tua dan murid untuk memilih menyekolahkan anaknya ke pendidikan yang akan berdampak pada social benefit secara keseluruhan. • Pengaruh faktor politik dan ekonomi terhadap sektor pendidikan Dalam hal pendidikan kejuruan dan industri, M. Woodhall (1987) menjelaskan bahwa di masa lalu pembiayaan pendidikan jenis ini ditanggung oleh perusahaan. Perusahaan memberi subsidi kepada para pekerjanya sendiri. Sekarang peran pemerintah semakin besar dalam pembiayaan ini. Hal itu disebabkan adanya kepentingan ekonomi. Artinya kebijakan ketenagakerjaan, diharapkan dapat meningkatkan kepentingan untuk membagi biaya dan manfaat dari pendidikan ini dengan adil. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pendidikan kejuruan ini adalah: •
Peran pemerintah dalam membiayai jenis pendidikan ini.
•
Perbedaan antara jenis training yang umum dan spesifik
•
Pilihan antara training yang on dan off the job.
•
Keseimbangan antara pembiayaan dari pemerintah dan sektor swasta di pendidikan ini.
•
Pentingnya praktek kerja sebagai kelanjutan dari jenis pendidikan ini.
•
Pembayaran kompensasi selama mengikuti pendidikan ini. Sumber daya yang dialokasikan untuk jenis pendidikan ini.
•
2. Pendekatan Kecukupan (Adequacy Approach) Pengukuran biaya pendidikan seringkali menitikberatkan kepada ketersediaan dana yang ada namun secara bersamaan seringkali mengabaikan adanya standar minimal untuk melakukan pelayanan pendidikan. Konsep pendekatan kecukupan menjadi penting karena memasukkan berbagai standar kualitas dalam perhitungan pembiayaan pendidikan. Sehingga berdasarkan berbagai tingkat kualitas pelayanan pendidikan tersebut dapat ditunjukkan adanya variasi biaya pendidikan yang cukup ideal untuk mencapai standar kualitas tersebut. Analisis kecukupan biaya pendidikan ini telah digunakan di beberapa negara bagian Amerika Serikat untuk mengalokasikan dana pendidikan. Berbagai studi di
237
ء ا
إ: Vol. II No. 2 Juli – Desember 2012
Indonesia telah pula mencoba memperhitungkan biaya pendidikan berdasarkan standar kecukupan. Perhitungan biaya pendidikan berdasarkan pendekatan kecukupan ditentukan oleh beberapa faktor, di antaranya: •
Besar kecilnya sebuah institusi pendidikan.
•
Jumlah siswa.
•
Tingkat gaji guru (karena bidang pendidikan dianggap sebagai highly labour intensive).
•
Rasio siswa dibandingkan jumlah guru.
•
Kualifikasi guru.
•
Tingkat pertumbuhan populasi penduduk (khususnya di negara berkembang).
•
Perubahan dari pendapatan (revenue theory of cost).
3. Klasifikasi Biaya Pendidikan Sekolah tidak bebas dari biaya, karena pendidikan mempunyai nilai monetary (direct and indirect cost). Keseluruhan biaya pendidikan yang digunakan peserta didik untuk membiayai proses belajar mengajar di sekolah selama satu periode anggaran disebut “Total student education cost”. Keseluruhan biaya pendidikan yang digunakan seorang peserta didik di sekolah dapat dikelompokkan atas beberapa jenis biaya pendidikan. Thomas (1971) mengklasifikasikan biaya pendidikan sebagai berikut: a. Direct and Indirect Cost (Biaya langsung dan tidak langsung) Biaya tidak langsung (Indirect cost) ialah biaya yang menunjang siswa untuk dapat hadir di sekolah. Biaya tersebut meliputi biaya hidup, transportasi, dan biaya lainnya. Biaya tidak langsung sulit dihitung karena tidak ada catatan resmi. Berdasarkan alasan praktis biaya ini tidak turut dihitung dalam perencanaan oleh para administrator, perencana, atau pembuat keputusan. Biaya langsung (direct cost) ialah, biaya yang langsung digunakan untuk operasional sekolah. Biaya langsung terdiri atas biaya pembangunan (capital cost) dan biaya rutin (recurrent cost).
238
Nurika Khalila Daulay: Cost – Quality Relationship dan Implikasinya…
Biaya pembangunan (capital cost) ialah biaya yang digunakan pembelian tanah untuk pembangunan ruang kelas, perpustakaan, dan lapangan olah raga, biaya konstruksi bangunan, pengadaan perlengkapan mebelair, biaya penggantian dan perbaikan. Untuk menentukan biaya pembangunan digunakan konsep “capital cost per student place”. Untuk menghitung kebutuhan pembangunan perlu diketahui norma standar kebutuhan ruang sekolah. Norma standar ruang adalah “space norms for individual teaching and non teaching spaces e.g.1.2. sqm per place for classrooms; 0.12 sqm per place e.g.1.2 sqm per place for toilet amenity 10 sqm for headmaster’s room”. (UNESCO,1974, h. 9.) Biaya pembangunan dapat dibagi atas tiga kelompok yaitu untuk siswa di sekolah, asrama siswa, dan tempat tinggal guru. Biaya rutin (recurrent cost), ialah biaya yang digunakan untuk membiayai kegiatan operasional pendidikan selama satu tahun anggaran. Biaya rutin digunakan untuk menunjang pelaksanaan program pengajaran, pembayaran gaji guru dan personil sekolah, administrasi kantor, pemeliharaan dan perawatan sarana dan prasarana. Untuk menghitung biaya rutin yang dibutuhkan seorang siswa per tahun di sekolah digunakan analisis unit cost. Nilai unit cost merupakan nilai satuan biaya yang dikeluarkan untuk memberikan pelayanan kepada seorang siswa per tahun dalam suatu jenjang pendidikan. Unit cost memberikan gambaran tentang besar biaya yang dikeluarkan dan tingkat pelayanan yang diberikan. Menghitung unit cost per siswa yaitu dengan membagi jumlah biaya yang tersedia dalam program anggaran dengan jumlah kredit yang diambil siswa per tahun dari program tersebut. (Fattah, 2006: 26). Biaya program pengajaran per jam ditentukan oleh; (1) gaji guru dan tenaga administrasi; (2) biaya ruang; (3) biaya perlengkapan dan alat; (4) biaya bahan pelajaran. Gaji pegawai, pembayaran gaji seorang pegawai ditentukan atas pangkat, jabatan, pendidikan dan masa kerja. Jumlah gaji yang diterima seorang pegawai minimal dapat memenuhi biaya hidup. Biaya hidup merujuk pada daya beli dari penghasilan yang diterima untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
239
ء ا
إ: Vol. II No. 2 Juli – Desember 2012
Biaya ruang, biaya ini menurut Thomas terdiri dari unsurunsur sebagai berikut: The first is the interst on unpaid debt; the second is the economic cost of the equity; the third is depreciation the annual decrease in value due to the anging of the building. Fourth is the overhead associated with space-heat, light, and power. Fifth is the cost of maintenance. Biaya ruang belajar yang digunakan seorang siswa per tahun secara garis besar dihitung dari biaya penyusutan, biaya overhead, biaya perawatan, yang berlaku pada tahun tersebut. Biaya perlengkapan dan alat pelajaran, menghitung biaya perlengkapan dan alat pelajaran menurut Thomas (1971) didasarkan atas harga barang dan besarnya penyusutan per tahun. Besarnya biaya perlengkapan dan alat pelajaran per tahun diperhitungkan setiap tahun anggaran yang berlaku. b. Social Cost and Private Cost Social cost ialah biaya yang dikeluarkan masyarakat secara langsung dan tidak langsung. Biaya ini, berupa uang sekolah, uang buku, dan biaya lainnya. Biaya tidak langsung seperti pajak dan restribusi, di dalam social cost termasuk private cost. Private cost ialah biaya yang berasal dari rumah tangga termasuk kesempatan yang hilang atau forgone opportunity. Private cost, ialah biaya langsung yang dikeluarkan dalam bentuk uang sekolah, uang kuliah, pembelian buku dan biaya hidup setiap siswa. Biaya tidak langsung merupakan income forgone setelah dikenai pajak. c. Monetary and Non Monetary Cost Biaya pendidikan ini dikelompokkan atas monetary dan non monetary cost. Monetary cost, diartikan sebagai biaya langsung dan tidak langsung yang dibayar oleh masyarakat dan individu. Non monetary cost ialah kesempatan yang hilang karena digunakan untuk membaca buku dan belajar. Uraian tersebut nampaknya sejalan dengan pandangan, bahwa didalam menentukan biaya satuan pendidikan terdapat dua pendekatan, yaitu pendekatan makro dan mikro. Pendekatan makro didasarkan perhitungan pada keseluruhan jumlah pengeluaran pendidikan yang diterima dari berbagai sumber dana kemudian dibagi jumlah murid. Pendekatan mikro didasarkan perhitungan
240
Nurika Khalila Daulay: Cost – Quality Relationship dan Implikasinya…
bidaya alokasi pengeluaran per komponen pendidikan yang digunakan murid. (Fattah, 2006: 26). L.C. Solmon (1987: 53) menyatakan bahwa untuk memahami kualitas pendidikan dari sudut pandang ekonomi diperlukan pertimbangan tentang bagaimana kualitas itu diukur. Dalam hubungan ini terdapat beberapa sudut pandang dlam mengukur kualitas pendidikan yaitu : •
Pandangan yang menggunakan pendidikan (sekolah atau College)
pengukuran
pada
hasil
•
Pandangan yang melihat pada proses pendidikan
•
Pendekatan teori ekonomi yang menekankan pada akibat positif pada siswa atau pada penerima manfaat pendidikan lainnya yang diberikan oleh institusi dan atau program pendidikan
Sudut pandang tersebut di atas, masing-masing punya kelemahnnya sendiri-sendiri, namun demikian pengukuran di atas tetap perlu dalam melihat masalah kualitas pendidikan, yang jelas diakui bahwa masalah peningkatan kualitas pendidikan bukanlah hal yang mudah sebagaimana diungkapkan oleh Stanley J. Spanbauer “Quality improvement in education should not be viewed as a “quick fix process”. It is a long term effort which require organizational change and restructuring”.(Stanley J. Spanbauer J. 1992: 49) Ini berarti bahwa banyak aspek yang berkaitan dengan kualitas pendidikan, dan suatu pandangan komprehensi mengenai kualitas pendidikan merupakan hal yang penting dalam memetakan kondisi pendidikan secara utuh, meskipun dalam tataran praktis, titik tekan dalam melihat kualitas bisa berbeda-beda sesuai dengan maksud dan tujuan suatu kajian atau tinjauan. (http://uharsputra. wordpress.com/artikel/quality-of-education/) 4. Kebijakan Indonesia
Pembiayaan
Pendidikan
di
Isu pembiayaan sekolah menjadi penting jika dikaitkan dengan digulirkannya kebijakan anggaran pendidikan 20% mulai tahun anggaran 2009/2010, baik yang harus disediakan dalam kerangka APBN maupun APBD. Kajian tentang pembiayaan sekolah (school funding) menjadi relevan mengingat sistem pendidikan kita belum menganut asas pembiayaan sekolah secara integral yang berorientasi pada pengembangan aspek kualitas
241
ء ا
إ: Vol. II No. 2 Juli – Desember 2012
sebagai target pembiayaan sekolah. Isu pembiayaan sekolah bermutu (school quality funding) masih dihitung secara minimal, yaitu menyangkut besaran subsidi dari pemerintah untuk tiap siswa pada setiap tingkat satuan pendidikan. Perdebatan yang ramai dibicarakan oleh para praktisi, birokrat, dan politisi di sekitar pembiayaan pendidikan pun baru menyentuh aspek kebutuhan siswa sebagai unit analisnya, belum menghitung kebutuhan institusi sekolah sebagai sebuah pendekatan penjaminan mutu (quality assurance). Agar anggaran pendidikan 20% yang diamanatkan undang-undang dapat diserap secara efisien dan transparan, perlu dipikirkan skema-skema pembiayaan pendidikan dengan menggunakan sekolah sebagai unit analisis, bukan lagi kebutuhan siswa. Dalam analisis satuan biaya pendidikan dasar dan menengah diperkenalkan ragam nomenklatur biaya satuan pendidikan yang dimaksudkan untuk mengetahui rekam jejak kebutuhan pembiayaan siswa per-anak per-tahun, dalam rangka menghitung besaran uang yang harus ditanggung orang tua dan subsidi yang harus disediakan pemerintah. Hasil penelitian tersebut cukup membantu dalam menjelaskan kemampuan orang tua dan pemerintah sebagai kerangka konseptual untuk mengetahui informasi dasar tentang biaya satuan pendidikan (BSP), tetapi sayang tak mampu menjelaskan tentang pembiayaan pendidikan yang berorientasi pada mutu dengan menggunakan sekolah sebagai unit analisisnya. Dalam konteks ini pengalaman Sekolah Sukma Bangsa mungkin dapat menjadi salah satu alternatif untuk mendeteksi pembiayaan sekolah berbasis kualitas, terutama dalam upaya meningkatkan kualitas proses belajar-mengajar. Beberapa studi tentang dampak kualitas sekolah terhadap capaian akademis siswa mengindikasikan pentingnya menciptakan sebuah budaya sekolah yang sehat secara manajemen. Dalam skema pembiayaan pendidikan, keberhasilan siswa dalam paradigma lama selalu bergantung pada kemampuan finansial orang tua dan karakter psikologis siswa serta menafikan kemampuan manajerial dan budaya sekolah (JS. Coleman, 1966). Dalam banyak hal, kementerian pendidikan nasional sejauh ini belum mampu membangun sebuah budaya sekolah yang komprehensif dan visioner pada tingkat sekolah. Karena itu kebutuhan untuk membangun suasana belajar yang positif dan kondusif tidak jarang
242
Nurika Khalila Daulay: Cost – Quality Relationship dan Implikasinya…
belum termasuk dalam komponen dan indikator pembiayaan pendidikan. Padahal jika kita merujuk pada hasil studi lainnya yang dilakukan oleh Rob Greenwald jelas terlihat strategi pembiayaan pendidikan di sekolah sangat berpengaruh terhadap capaian siswa. (Greenwald, 1996). Beberapa peneliti mencoba untuk memecahkan kebuntuan pembiayaan yang berkaitan dengan pembangunan budaya sekolah sebagai bagian dari kebutuhan pokok sekolah dan berkaitan langsung dengan keberhasilan siswa, terutama dengan melihat tren pembiayaan pendidikan secara statistikal. Dengan menggunakan regresi statistikal, terlihat bahwa hubungan capaian akademis siswa dengan budaya sekolah tidak memiliki ikatan yang kuat karena pada prinsipnya siswa memiliki latar belakang budaya dan etnik yang berbeda. Jika hanya mengacu pada indikator kebutuhan siswa perorang per-tahun, rumusan yang muncul biasanya sangat bersifat numerik dan dalam bahasa Eric Hanushek disebut sebagai production-function studies, dalam beberapa hal terlihat hubungan yang tidak selamanya positif antara semakin besar dana yang digunakan dalam proses pendidikan dengan capaian akademis siswa. Kesimpulannya, “There is no strong or systematic relationship between school expenditures and student performance”. (Hanushek, 1989). Pemerintah wajib menetapkan kebijakan pendidikan yang dapat menjamin pemerataan kesempatan, peningkatan mutu, peningkatan relevansi dan efisiensi manajemen. Empat pilar kewajiban penjamin mutu pendidikan tersebut wajib pemerintah jalankan agar mampu menjamin bangsa ini untuk beradaptasi dalam menghadapi tantangan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Salah satu kewajiban pemerintah yang mendukung keempat pilar utama tersebut adalah menetapkan kebijakan dan menyediakan anggaran agar pembaharuan pendidikan nasional dapat terbina secara terencana, terarah, dan berkesinambungan. Dalam hal ini pemerintah juga perlu menetapkan regulasi tentang siapa yang harus menanggung biaya pendidikan, mengingat tanggung jawab pendidikan terletak di tangan orang tua, pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Berkaitan dengan sistem anggaran, hasil studi kepustakaan dari tim Universitas Maryland yang dipimpin
243
ء ا
إ: Vol. II No. 2 Juli – Desember 2012
oleh Dr. James Greenberg menyimpulkan bahwa salah satu indikator sekolah efektif ialah sekolah yang memiliki sumber dana kuat, melakukan investasi berkelanjutan, dan mengalokasikan dana secara efektif. (www.education.umd.edu/k-16/effective Schools. html, /09/2009) Kekuatan sumber dana terletak pada kepastian dan kecukupan sesuai dengan kebutuhan sekolah dapat berkembang dan adaptif terhadap perubahan jaman sehingga menjamin lulusan dalam bersaing dalam kehidupan lokal, nasional dan global. 5. Orang Tua sebagai Sumber Anggaran Yang Kuat Sejarah membuktikan bahwa orang tua siswa merupakan sumber dana yang kuat. Besarnya kekuatan itu menunjukkan daya dalam menopang percepatan pembaharuan pada beberapa sekolah swasta yang telah mampu mengelola mutu sehingga dapat menjadi pengharapan bagi masyarakat berada. Perkembangan ini terjadi sampai tahun 1980-an, dimana di berbagai kota terdapat sekolah swasta tempat berkumpulnya masyarakat berada dengan tingkat partisipasi pembiayaan orang tua siswa yang terus meningkat. Pada era tahun 1990-an dikarenakan semakin tingginya kebutuhan untuk memodernisasi sarana gedung dan mengikuti perkembangan teknologi yang secara massif merupakan kebutuhan siswa dalam berkompetisi, sekolah negeri pun terdorong untuk mengimpun dana masyarakat. Puncaknya terjadi pasca 1997 dengan lahirnya konsep MBS dimana partisipasi pembiayaan pendidikan dari orang tua siswa mengalami peningkatan drastis sehingga jumlah dana yang diserap sekolah negeri favorit mampu menyamai bahkan bisa lebih besar daripada sekolah swasta. Semakin besarnya sumbangan dana masyarakat telah berdampak pada meningkatnya investasi pembangunan gedung, penyediaan sarana, peningkatan kegiatan siswa seperti pembiayaan pengiriman delegasi sekolah pada berbagai perlombaan, pembayaran guru honor, dan peningkatan kesejahteraan guru. Guruguru pada sekolah favorit paling menikmati tingginya dukungan terhadap berbagai keleluasaan anggaran. Besarnya dukungan orang tua siswa pada sekolah tertentu telah melebihi besarnya alokasi anggaran dari pemerintah.
244
Nurika Khalila Daulay: Cost – Quality Relationship dan Implikasinya…
Dari tahun ke tahun harga yang harus dibayar oleh orang tua siswa agar dapat menyekolahkan anaknya menjadi tidak rasional . Hal ini dikarenakan besarnya sumbangan pada awal tahun bisa melebihi dua kali lipat besar gajinya. Di samping itu, semangat menghimpun dana telah melupakan kedekatan pada keluarga dari kelompok orang kurang mampu sehingga sekolah favorit identik dengan sekolah kelompok ’borju’. 6. Reformasi dan Otonomi Daerah Bersamaan dengan meningkatnya upaya sekolah dalam memanfaatkan potensi orang tua siswa sebagai salah satu sumber biaya sekolah, dalam bidang politik bergulir pula reformasi yang menentang kebijakan sekolah dalam menggali dana yang bersumber dari masyarakat. Tekanan itu terus mendorong Negara untuk menyediakan dana anggaran sekurang-kurangnya 20% untuk biaya pendidikan. Pada posisi anggaran Negara yang selalu terbatas, maka logika 20% termasuk gaji dan biaya lainnya menjadi perbincangan nasional yang hangat. Meskipun pada akhirnya keputusan pun dibuat, yang dimaksud undang-undang adalah alokasi 20% anggaran pendidikan itu termasuk gaji. Perkembangan tidak berhenti di situ, tekanan terhadap sekolah agar terus menurunkan peran pembiayaan dari masyarakat terus menguat. Belakangan komponen pembiayaan sekolah yang berasal dari masyarakat malah telah menjadi komoditas politik. Pembatasan bahkan larangan terhadap kewenangan sekolah dalam menghimpun dana dari masyarakat pun terus berkembang. 7. Kebijakan Pembiayaan Sekolah Sistem anggaran sekolah meliputi tiga ranah utama yaitu penyediaan sumber dana, pengalokasian dana, dan pertanggunjawaban penggunaan dana. Standar nasional pendidikan mengatur dengan jelas tentang pengalokasian dana. Pemenuhan standar meliputi tiga indikator pengelolaan anggaran. Efektivitas penganggaran sekolah diukur dengan (1) melaksanakan investasi meliputi penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumber daya manusia, dan modal kerja tetap. (2) menjalankan fungsi biaya operasi meliputi gaji pendidikan dan tenaga kependidikan, tunjangan yang melekat
245
ء ا
إ: Vol. II No. 2 Juli – Desember 2012
pada gaji, peralatan habis pakai, (3) mengelola biaya personal meliputi biaya yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. Pada PP 48 tahun 2008 tentang pasal 4 dinyatakan bahwa biaya investasi dan operasi personalia dan nonpersonalia menjadi tanggung jawab pemerintah atau pemerintah daerah. Pada pasal 9 dan 10 diatur bahwa pendanaan yang diperlukan atas biaya investasi lahan untuk pembiayaan sekolah bertaraf internasional atau berbasis keunggulan lokal dapat bersumber daya masyarakat atau bantuan asing. Sementara tanggung jawab pendanaan oleh pemerintah dan pemerintah daerah adalah mengantarkan sekolah memenuhi standar nasional pendidikan. Juga berinvestasi selain lahan yang bukan program wajib belajar menjadi tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat. Kebijakan di atas telah mempersempit kewenangan sekolah untuk melibatkan dana yang berasal dari masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Penyederhanaan itu setidaknya dampak dari (1) arah kebijakan politik yang lebih berpihak pada pemenuhan opini publik karena (2) masyarakat memandang bahwa harga pendidikan yang ditawarkan sekolah tidak terjangkau oleh kemampuan masyarakat kebanyakan (3) nilai akuntabilitas sekolah menunjukkan bahwa mutu pelayanannya tidak setinggi harganya alias kurang bermutu. Sekolah tidak dapat memberikan kepuasan kepada pelanggannya sehingga pelanggan melawan kewenangan sekolah melalui legislatif. Kondisi saat ini menunjukkan bahwa sekolah tidak memiliki kewenangan yang cukup untuk menggunakan dana dari masyarakat. Sementara itu sumber dana pengganti tidak sebesar sumber dana dari masyarakat. Kondisi ini menjadi beban tersendiri pada sekolah favorit di perkotaan terutama pada daerahnya yang menetapkan kebijakan bebas biaya pendidikan. Keterbatasan biaya pendidikan akan menghilangkan kelompok sekolah unggul. Sehingga percepatan pembinaan siswa dari bebagai daerah semakin menurun karena sekolah tidak memiliki kemampuan untuk meningkatkan keunggulan dalam bidang teknologi, kegiatan kesiswaan, peningkatan mutu kompetensi guru, inovasi pembelajaran, dan kompetisi siswa.
246
Nurika Khalila Daulay: Cost – Quality Relationship dan Implikasinya…
8. Analisis Mutu Pengembangan Pendidikan
Pembiayaan terhadap Kebijakan Pembiayaan
Dalam melakukan analisis keterkaitan biaya dengan kualitas pendidikan, pendekatan yang paling sering dipergunakan para ahli adalah pendekatan fungsi produksi pendidikan (padahal masih ada pendekatan lain yang lebih tepat dalam konteks manajemen kualitas dewasa ini), ini sejalan dengan pendapat Hanushek yang menyatakan “Studies of educational production function (also referred to as input-output analysis or cost-quality studies) examine the relationship among the different inputs into the educational process and outcomes of the process”. (Hanushek dalam George Psacharopoulos (edt), 1987: 33). Dengan demikian, dalam pendekatan ini biaya/cost dipandang sebagai faktor input yang memberi kontribusi pada proses pendidikan dalam membentuk/mempengaruhi kualitas pendidikan (output). Adapun teknik yang dipergunakan dalam analisis ini adalah teknik cost-efectiveness analysis. Teknik analisis cost-efectiveness is a technique for measuring the relationship between the total inputs, or costs, of a project or activity, and its outputs or objectives. (M. Woodhall dalam George Psacharopoulos (edt), 1987: 348). Dalam analisis ini seluruh input diperhitungkan dalam kaitannya dengan output atau dengan keefektifan dalam pencapaian tujuan (output), dan dalam transformasi input ke output tersebut sudah tentu melewati suatu proses (proyek atau aktivitas), sehingga teknik analisis ini melihat pendidikan/sekolah sebagai system dengan komponen-komponen yang terdiri dari Input–Proses–Output. Dengan melihat komponen tersebut, dapatlah difahami bahwa kualitas output tergantung atau ditentukan oleh bagimana kualitas input serta bagaimana mengelola proses dalam kerangka membentuk output. Dalam bidang pendidikan, yang termasuk input dalam konteks pengukuran kualitas hasil pendidikan adalah Siswa dengan seluruh karakteristik personal serta biaya yang harus dikorbankan untuk memperoleh pendidikan/mengikuti sekolah, dan komponen yang terlibat dalam proses pendidikan di sekolah sebagai suatu institusi adalah guru dan SDM lainnya, kurikulum dan bahan ajar, metode pembelajaran, sarana pendidikan, system administrasi, sementara yang masuk dalam komponen output adalah hasil proses pembelajaran yang dapat menggambarkan kualitas pendidikan.
247
ء ا
إ: Vol. II No. 2 Juli – Desember 2012
Dengan melihat unsur-unsur dari komponen tersebut, dapatlah disusun suatu model keterkaitan/hubungan antara Cost dengan Kualitas Pendidikan. Model (model naratif) tersebut menggambarkan hal-hal sebagai berikut : • Siswa/calon siswa yang mau memasuki lembaga pendidikan harus mengeluarkan biaya baik itu biaya langsung maupun tak langsung, yang besarnya tergantung pada pembebanan oleh Lembaga pendidikan dan kondisi ekonomi dimana siswa itu tinggal terutama untuk biaya tidak langsung. •
Dengan masuknya ke lembaga pendidikan, siswa tersebut mengorbankan juga kemungkinan memperoleh pendapatan apabila tidak mengikuti pendidikan (opportunity cost), atau kehilangan pendapatan yang akan diperoleh jika tidak mengikuti pendidikan (earning forgone).
•
Pemerintah sesuai dengan kebijakannya juga memberikan dana kepada lembaga pendidikan baik sifatnya rutin maupun insidental yang besarnya sesuai dengan ketersediaan anggaran emerintah.
•
Disamping itu dalam konteks MBS, kelompok masyarakat/pengusaha dapat memberikan bantuan dana pada lembaga pendidikan sesuai dengan upaya yang dilakukan oleh Komite Sekolah dalam menggalang/menghimpun dana dari kelompok masyarakat.
•
Penjumlahan dari semua dana yang diperoleh oleh lembaga pendidikan atau yang diperhitungkan terjadi merupakan total biaya yang diterima oleh lembaga pendidikan yang bila dibagi dengan jumlah siswa akan diperoleh unit cost/biaya satuan per siswa.
•
Jumlah dana yang diterima oleh lembaga pendidikan pada dasarnya merupakan salah satu komponen pembiayaan pendidikan, dan komponen ini akan menjadi pertimbangan dalam menentukan pembelanjaan yang akan dilaksanakan. Ukuran penerimaan adalah kecukupan, dalam arti apakan dana yang diperoleh akan cukup untuk membiayai kegiatan
248
Nurika Khalila Daulay: Cost – Quality Relationship dan Implikasinya…
pendidikan, sementara itu prinsip yang harus diterapkan dalam membelanjakan adalah efektivitas dan efisiensi. •
Prinsip efisiensi mengandung arti bahwa pembelanjaan dilakukan dengan pengorbanan yang minimal dalam melaksanakan suatu kegiatan pendidikan, sedangkan prinsif efektivitas mengandung makna bahwa pembelanjaan yang dilakukan dapat menjadi upaya yang tepat dalam mencapai tujuan pendidikan
•
Proses pendidikan yang terjadi di lembaga pendidikan pada dasarnya merupakan upaya transformasi input melalui suatu proses untuk menjadi output yang berkualitas sesuai dengan yang diharapkan.
•
Semua lembaga pendidikan mengharapkan output yang dihasilkan mempunyai kualitas yang baik (prestasi hasil belajarnya baik), oleh karena itu proses pendidikan yang dilakukan akan selalu diupayakan pada pencapaian kualitas pendidikan yang baik.
•
Dalam konteks tersebut maka biaya yang dikeluarkan siswa sebagai salah satu sumber pendapatan lembaga menjadi komponen penting yang berperan dalam perwujudan kualitas pendidikan yang baik. Namun demikian hal itu hanya bisa terjadi apabila manajemen pembiayaan pendidikan yang dilakukan oleh lembaga pendidikan memperhatikan efektivitas dan efisiensi dalam penggunaan dananya.
•
Dengan demikian, antara biaya dengan kualitas pendidikan terdapat keterkaitan, namun sifatnya tidak langsung, dalam arti ditentukan oleh bagaimana pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh lembaga pendidikan, dengan demikian besarnya biaya yang dikeluarkan oleh siswa tidak dapat menjadi jaminan bagi kualitas pendidikan yang baik.
Ini menunjukan bahwa Pengelolaan dana pendidikan perlu dilakukan dengan baik melalui langkah-langkah sistimatis sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen. Ini berarti bahwa melihat masalah cost dan kualitas pendidikan aspek manajemen pembiayaan pendidikan perlu diperhatikan dengan seksama, agar terhindar dari pemborosan dimana cost yang besar ternyata tidak berdampak apapun pada kualitas pendidikan.
249
ء ا
إ: Vol. II No. 2 Juli – Desember 2012
9. Membangun Kewirausahaan Sekolah Sebelum jaman Orde Baru, dalam meningkatkan mutu pendidikan berbasis masyarakat kita memiliki kultur gotong royong. Bersamaan dengan berkembangnya SD inpres, gotong royong pun semakin pudar sehingga tingkat partisipasi masyarakat terhadap pembangunan pendidikan formal makin rendah. Partisipasi dalam bentuk lain meningkat lagi tatkala MBS mulai bergulir, kecenderungan ini dihabisi dengan bangkitnya reformasi yang pro rakyat. Kondisi ini lebih parah lagi karena yang disuarakan adalah bebas biaya pendidikan, tanpa memperdulikan seberapa besar dampaknya terhadap penurunan daya adaptasi sekolah terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi global. Pada beberapa daerah terlihat dampak dari kebijakan bebas biaya pendidikan yang ditetapkan. Adanya keterbatasan biaya pendidikan yang kemudian memunculkan gejala apriori dari para pengelola sekolah, yaitu mewujudkan mutu seadanya dengan biaya seadanya. Keterbatasan sumber anggaran seperti saat ini kalau dilihat dari gejala menguatnya tarik ulur dalam proses keputusan politik tentang biaya pendidikan 20% menandakan bahwa anggaran pada tahun-tahun mendatang bukannya akan semakin melimpah. Hukum ekonomi berlaku, semakin banyak yang membutuhkan mengakibatkan sumber daya semakin terbatas. Oleh karena itu, masalah pembiayaan sekolah pada masa depan perlu mendapat perhatian lebih seksama. Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama perlu meningkatkan kesungguhan dalam mengembangkan jiwa kewirausahaan warga sekolah. Langkah ini akan berdampak positif pada sekolah dan bermanfaat bagi warga sekolah secara umum. Tantangan paling berat adalah mengubah budaya berpikir dari budaya menerima sumbangan ke menciptakan uang. Kebijakan ini telah dilaksanakan oleh negara-negara lain. Komisi Eropa sejak tahun 2006 giat mengembangkan
250
Nurika Khalila Daulay: Cost – Quality Relationship dan Implikasinya…
kewirausahaan kepada warga sekolah terutama untuk siswa agar mereka dapat mengembangkan potensi dirinya sehingga sukses dalam bidang finansial. Pemikiran ini diterapkan dari mulai pendidikan dasar sampai perguruan tinggi, “so that education can have a more active role in creating a more entrepreneurial culture in Europe”. (European Union, 2006). Diyakini bahwa keseimbangan dalam meningkatkan jumlah wirausahawan merupakan faktor yang sangat menentukan bagi perkembangan ekonomi. Research suggests that there is a positive correlation between entrepreneurship and economic growth.. Scherrer (2002) merekomendasikan agar kegiatan pengembangan diprioritaskan dalam pengembangan profesi dan teknis pengembangan bisnis skala kecil. Salah satu bentuk usaha adalah mendorong lebih banyak siswa melakukan kerja paruh waktu. Jika Uni Eropa mengembangkan kebijakan khusus dalam mengembangkan kewirausahaan, Indonesia belum banyak berbuat untuk meningkatkan kemandirian sekolah. Pengembangan kewirausahaan di SMK yang juga telah lama dikembangkan belum berhasil mengembangkan budaya usaha produktif yang berorientasi pada jangka pajang. Dalam beberapa kasus malah kewirausahaan diartikan sebagai eksploitasi sumber daya dalam jangka pendek untuk meningkatkan kesejahteraan warga sekolah. Pada indikator kinerja kunci tambahan tenaga kependidikan pedoman penjaminan mutu sekolah bertaraf intenasional dinyatakan bahwa kepala sekolah bervisi internasional, mampu membangun jejaring internasional, memiliki komptensi manajerial, serta jiwa kepemimpinan dan entrepreneurial yang kuat. Pemikiran ini juga terlalu sederhana untuk dikembangkan dalam bentuk operasional yang kokoh sebagai dasar pengembangan budaya kewirausahaan. Permendiknas nomor 39 tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan yang telah menggariskan pentingnya meningkatkan pembinaan kreativitas, keterampilan dan kewirausahaan, antara lain: (a) Meningkatkan kreativitas dan keterampilan dalam menciptakan suatu barang menjadi lebih berguna; (b) Meningkatkan kreativitas dan keterampilan di bidang barang dan jasa (c) Meningkatkan usaha koperasi siswa dan unit produksi. Secara umum upaya meningkatkan kewirausahaan sebagai bentuk peningkatan kemandirian sekolah sampai kini belum
251
ء ا
إ: Vol. II No. 2 Juli – Desember 2012
menjadi gerakan nasional yang ditangani dengan sungguh-sungguh, semua masih dalam bentuk ide dasar. Mewirausahakan birokrasi sekolah dengan meningkatkan kewenangan sekolah untuk mengambil keputusan dalam mendorong kemandirian secara ekonomi perlu dipikirkan lebih lanjut. (David Osborne dan Ted Gaebler, 1996). Model sekolah yang memiliki unit usaha produktif sebagai sumber pendanaan perlu dikembangkan lebih lanjut. Kita melihat ada beberapa sekolah yang memiliki lahan luas yang dapat diusahakan. Pada kasus lain terdapat sekolah yang berkembang di tengah daerah home industri. Namun dikarenakan kurangnya pengalaman warga sekolah dalam berwirausaha sehingga upaya meningkatkan kewirausahaan belum berkembang dengan maksimal. Usaha mengembangkan lembaga bisnis unit kecil sekarang semakin memungkinkan jika sekolah mampu mengembangkan potensi daerahnya yang diintegrasikan pada jaringan pemasaran melalui internet. Hanya saja penanganannya perlu hati-hati. Jangan sampai usaha peningkatan mutu pendidikan kalah oleh kepentingan peningkatan daya ekonominya. C. Penutup Meningkatkan kemandirian sekolah yang utama adalah kemandirian dalam membangun sumber dana yang kuat. Sumber dana itu idealnya berkembang ke arah peningkatan upaya sekolah dalam membangun unit usaha kecil yang dikembangkan dalam sistem sekolah. Arahnya pada perubahan budaya melalui pengembangan pengetahuan dan keterampilan warga sekolah dalam berwirausaha. Jika ini terlambat dikembangkan, maka kita dan seluruh sekolah akan menghadapi kesulitan besar, tidak berdaya membiayai pengembangan mutu karena terbatas anggaran.
KEPUSTAKAAN Buku-Buku: Coleman, JS, (1966). Equality of Education Opportunity. Fattah, Nanang, (2006). Ekonomi dan Pembiayan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Greenwald, Rob, et al, (1996) dalam The Effect of School Resources on Student Achievement, Review of Educational Research.
252
Nurika Khalila Daulay: Cost – Quality Relationship dan Implikasinya…
Hanushek (1987) dalam George Psacharopoulos (edt), Economics of Education: Research and Studies Washington DC, USA: Pergamon Press. Hanushek, Eric, (1989) The Impact of Differential Expenditures on School Performance, Educational Researcher. Osborne, David dan Gaebler, Ted. (1996). Mewirausahakan Birokrasi: Reinventing Government, Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo. Solmon, L.C., (1987) dalam Psacharopoulos, George (edt). Economics of Education: Research and Studies. Washington DC, USA: Pergamon Press. Spanbauer, Stanley J., (1992). A Quality System for Education. Wisconsin ASOC Quality Press. UNESCO,1974. Woodhall, M. (1987) dalam George Psacharopoulos (edt), Economics of Education: Research and Studies (Washington DC, USA: Pergamon Press. Permendiknas Nomor 39 tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan PP 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan. Websites: www. education. umd.edu/k-16/ effective Schools /summary.html, 09/2009 www.education.com/reference/article/Ref_Parents_Financial/ www.education.umd.edu/k-16/effective Schools.html, /09/2009 “Sumber Biaya Sekolah, Profil yang Buram”. http://www.sman2balige.sch.id/jm/index.php?option=com_c ontent&view=article&id=84:sumber-biaya-sekolah-profilyang-buram&catid=1:latest-news&Itemid=79 diakses pada 22 Mei 2010. Baedowi, Ahmad, Direktur Pendidikan Yayasan Sukma, http://www.mediaindonesia.com/read/2008/09/09/28855/68/ 11/Pembiayaan-Sekolah-Berbasis-Kualitas-PengalamanSukma-Bangsa. Sumber: Media Indonesia, Senin, 08 September 2008 13:53 WIB. Pembiayaan Sekolah Berbasis Kualitas (Pengalaman Sukma Bangsa). http://www.averroes.or.id/opinion/pembiayaan-sekolah-
253
ء ا
إ: Vol. II No. 2 Juli – Desember 2012
berbasis-kualitas-pengalaman-sukma-bangsa.html diakses pada 22 Mei 2010. http://uharsputra.wordpress.com/artikel/quality-of-education/ diakses pada 24 Mei 2010.
254