perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
CORPORATE GOVERNANCE, ENVIRONMENTAL PERFORMANCE, DAN ENVIRONMENTAL DISCLOSURE DI INDONESIA
SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh
THEODORA CETY YUSNITA F 0306078
FAKULTAS EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user
2010
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi dengan judul CORPORATE GOVERNANCE, ENVIRONMENTAL PERFORMANCE, DAN ENVIRONMENTAL DISCLOSURE DI INDONESIA
Telah disetujui dan diterima oleh pembimbing untuk diajukan kepada tim penguji skripsi.
Surakarta, 20 Agustus 2010 Disetujui dan diterima oleh Pembimbing
Drs. Djoko Suhardjanto, M.Com (Hons), Ph.D, Ak NIP. 196302031989031006
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Hidup Itu Sesungguhnya Mudah, Jika Kita Mau Berusaha dan Tak Mudah Putus Asa, sebab Segala Usaha Tak Kan Berakhir dengan Sia – sia. . .
Semua Butuh Pengorbanan, dan Terkadang Harus Ada yang Dikorbankan Demi Mendapatkan Sesuatu yang Lebih Baik, karena harus disadari bahwa Tak Ada yang Gratis di Dunia ini. . .
Orang lain boleh menilai apa yang ada pada diri kita maka kita akan memandangnya sebagai sesuatu yang biasa saja, lumrah adanya, karena akan ada kesempatan yang sama bagi kita untuk menilai apa yang ada pada diri orang lain itu. . .
Me – refresh hidup itu tak semudah menekan tombol F5 di Komputer. . .
Saya adalah saya. . .
.... commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya manis ini aku persembahkan kepada: ♥
Ayah dan mama serta semua keluarga, yang selalu mendoakan yang terbaik dalam hidupku
♥
Pak Djoko Suhardjanto, terimakasih buat bimbingannya selama ini
♥
Bagoes Ponco Nugroho, terimakasih buat doa, dan dukungannya
♥
Teman – teman semua tanpa terkecuali, Thanx for All
♥
ALMAMATER: Universitas Sebelas Maret Surakarta
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena anugerah serta ijin-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun dan diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam penyelesaian penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Drs. Jaka Winarna M.Si., Ak., selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Drs. Djoko Suhardjanto, M.Com (Hons), Ph.D, Ak. selaku pembimbing skripsi. Terimakasih banyak Pak Djoko atas semua pengorbanan waktu dan pemikiran, saran, kritik, dorongan dan semangat yang telah banyak membantu penulis. Maaf ya Pak, kalau saya sering banyak tanya dan sering melakukan kesalahan, terima kasih untuk semuanya.☺☻ 4. Bapak-ibu dosen, guru-guru TK, SD, SMP, SMA yang telah memberiku ilmu dan pengetahuan. Terima kasih, sebab tanpa pengorbanan bapak-ibu commit user saya gag akan sampai ”sejauh” ini.to☻
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. KeluargaQ ter – Cinta: Yah, mah. . anakmu dah jadi SARJANA!!! Waktunya aku bahagiain ayah dan mama. . Terlebih makasih buat doa dan dukungannya!!; Mas Avick: Ade’mu dah SE kie!!Hohohoho. . Mbah Kung, Mbah Uti, Mbah Klaten, Pakde, Bude, Om, Bulik, Sepupu2 Aq. .Pokoknya Dora’s Family et al. . .Lihat dibelakang namaq ada SE-nya: Sarjana Ekonomi!!!Hooorrrreeee. . . 6. My Bee (^0^): Bagus Ponco Nugroho ♥. .makasih buat segalanya!!Ayo raih mimpi bersama – sama. . Hahhaiii. . 7. Buat The DjoKo`s Family (Rena, Rini, Udjo, Mb. Shinta, Prima), temen – temen seperjuanganQ. . makasih ya atas saran, kritik, semangat, sharingnya. Senang sekali bisa berjuang bareng kalian. Semoga kita sukses selalu ya. . . 8. Teman-temanku: Rena Rukmita, Rini Trimuharmi, Ichwanul Kamila, Arfira Puspitadewi, Ariane Vita. . .pengen rasanya karaoke, makan, nggosip, curhat, nonton film, makan duren, nge – juice, “nggembel”, jalan – jalan, kapan pun, dimanapun, selalu dengan kalian!!!Gag tau berapa banyak kenangan dan cerita bersama kalian!! Luph U all!! Oiyyaaa. . Magetan – Kediri – Jakarta – Pati – Sukoharjo – Bukittinggi . . bisa jadi rute perjalanan kita selanjutnya. .\(^0^)/ 9. Teman saia yang paling praktis: Boi Apm. .aq gag bakal lupa bu Kartun dan jeans Ijo. Ahhhhaaaii. . 10. Senior DjoKo’ s Family: Sesa, Choir, Asri, Kiki. .makasih y buat bantuan, saran2, serta pengalamannya. .membantu banget teman – teman!! commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11. Davit (EP): terimakasih. . .!!!!oiya. .aeo bersemangat. .\(^0^)/ 12. Dyah & Tyas (Manajemen); Hili (Sahilda ding. .^0^), Ririn, Sekar, dan semua akuntansi 2006 yang gag isa disebutin satu – satu. . Mungkin kita akan
jarang
bertemu,
tapi
selamanya
kita
akan
menjadi
teman!!!Setuju????? 13. Penghuni Fortuna (sekarang bernama: Griya Arimbi) dan penghuni Puri Sanfina: terimakasih. .telah menemaniku 4 tahun ini!! Especially Dhea: Yuu. .ayo maen2 lagiii!!!Miss U. . 14. Buat Pak Timin, Pak Man, Pak Pur, terima kasih buat doa dan bantuannya selama ini. 15. Semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu-persatu yang telah memberikan bantuan pada penulis, terimakasih banyak.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam penulisan ini. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dari pembaca skripsi ini. Semoga amal baik dan bantuan ikhlas yang diberikan kepada penulis mendapatkan balasan yang setimpal dari Tuhan YME. Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Surakarta, Agustus 2010
commit to user
Theodora Cety Yusnita
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAKSI ………………………………………………………............
ii
ABSTRACT ………………………………………………………..............
iii
HALAMAN PERSETUJUAN ……………………………..........................
iv
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………...................
v
HALAMAN MOTTO ……………………………………………...............
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………..............
vii
KATA PENGANTAR ……………………………………………..............
viii
DAFTAR ISI ……………………………………………………….............
xi
DAFTAR TABEL ………………………………………………….............
xiv
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................
xv
BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………................
1
A. Latar Belakang Masalah ………………………………..............
1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………...
5
C. Tujuan Penelitian ………………………………………………
6
D. Manfaat Penelitian …………………………………………......
6
E. Sistematika Penulisan ………………………………….............
7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................
9
A. Landasan Teori……………………….........................................
9
1. Annual Report dan Disclosure (Pengungkapan) …………...
9
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Environmental Disclosure …………………………….........
11
3. Environmental Performance ………………………….........
14
4. Program Penilaian Kinerja Perusahaan (PROPER) ………..
17
5. Corporate Governance……………………………………..
20
B. Kaitan
Corporate
Governance
dengan
Environmental
Performance dan Environmental Disclousre...............................
27
C. Kerangka Konseptual..................................................................
30
D. Pengembangan Hipotesis.............................................................
31
BAB III. METODE PENELITIAN …………………………......................
36
A. Desain Penelitian..........................................................................
36
B. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel....................
36
C. Data dan Metode Pengumpulan Data...........................................
37
D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel...........................
38
E. Metode Analisis Data...................................................................
45
BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ……………..........................
49
A. Statistik Deskriptif.......................................................................
49
B. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan..........................................
60
1. Analisis Regresi Berganda.....................................................
61
a) Pengaruh
Corporate
Governance
Terhadap
Environmetal Performace................................................ b) Pengaruh
Corporate
Governance
Terhadap
Environmetal Disclosure.................................................. commit to user
61
69
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Uji Korelasi............................................................................
76
3. T - test.....................................................................................
80
BAB V. PENUTUP........................................................................................
83
A. Kesimpulan..........................................................................
83
B. Saran....................................................................................
85
C. Keterbatasan.......................................................................
86
D. Rekomendasi.......................................................................
86
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
TABEL
Halaman
2.1
Peringkat Warna PROPER..............................................
19
3.1
Nilai Durbin – Watson…………………………………
46
3.2
Keterangan Persamaan Regresi Berganda.......................
48
4. 1
Populasi dan Klasifikasi Industri ....................................
49
4. 2
Statistik Deskriptif Variabel Dependen...........................
51
4. 3
Statistik Deskriptif Variabel Independen........................
56
4. 4
Hasil Regresi Berganda Tahap I......................................
62
4. 5
Hasil Regresi Berganda Tahap II....................................
70
4. 6
Hasil Uji Korelasi………................................................
76
4.7
Group Statistik.......................................……………….
80
4. 8
Hasil Independent Sample Test………………………...
81
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR
Halaman
2. 1
Struktur Board of Director dalam One Tier System….....
2.2
Struktur Board of Commissioner dalam Board of
23
Director dalam Two Tiers System yang Diadopsi oleh Belanda………………………………………………….. 2.3
24
Struktur Board of Commissioner dalam Board of Director dalam Two Tiers System yang Diadopsi oleh
2.4
Indonesia………………………………………………...
24
Kerangka Konseptual........................................................
30
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
CORPORATE GOVERNANCE, ENVIRONMENTAL PERFORMANCE, DAN ENVIRONMENTAL DISCLOSURE DI INDONESIA ABSTRAKSI Theodora Cety Yusnita F 0306078
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan corporate governance terhadap environmental performance dan environmental disclosure perusahaan peserta Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) serta untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kualitas environmental disclosure dan environmental performance antara perusahaan yang listing dan non-listing di Bursa Efek Indonesia (BEI). Selain itu, penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai hubungan antara environmental performance dan praktik environmnetal disclosure di Indonesia. Corporate governance yang digunakan adalah proporsi dewan komisaris independen, proporsi anggota komite audit yang independen, jumlah rapat dewan komisaris, serta jumlah rapat komite audit. Penelitian ini juga menggunakan ukuran perusahaan, leverage, dan profitabilitas sebagai variabel kontrol. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu annual report perusahaan tahun 2008. Populasi penelitian ini adalah 627 perusahaan peserta Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan. Metode pengambilan sampel yang digunakan yaitu judgment sampling, sehingga diperoleh sampel 80 perusahaan. Dari seluruh sampel yang mengikuti Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan tersebut, diperoleh tingkat kinerja lingkungan hidup perusahaan sebesar 1,5 atau tergolong kategori “Belum Taat”, dan level pengungkapan lingkungan hidup sebesar 27,75%. Pengujian dilakukan dengan menggunakan analisis regresi berganda dan uji korelasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja lingkungan hidup dipengaruhi oleh proporsi komite audit independen (ρ-value 0,023) sedangkan pengungkapan lingkungan hidup perusahaan hanya dipengaruhi oleh ukuran perusahaan (ρ-value 0,038). Penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kinerja lingkungan dengan pengungkapan lingkungan hidup, serta terdapat perbedaan tingkat pengungkapan lingkungan antara perusahaan yang terdaftar dengan perusahaan yang tidak terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Saran yang dihasilkan dari penelitian ini yaitu bahwa pemerintah sebaiknya mendorong perusahaan untuk lebih meningkatkan kinerja lingkungan dan memperhatikan pelaporan kegiatan mereka terkait lingkungan serta menyusun regulasi yang mewajibkan perusahaan untuk melaksanakan kinerja dan pengungkapan lingkungan.
Kata kunci : corporate governance, environmental performance, environmental commitKinerja to user (PROPER) disclosure, Program Penilaian Peringkat
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
CORPORATE GOVERNANCE, ENVIRONMENTAL PERFORMANCE, AND ENVIRONMENTAL DISCLOSURE IN INDONESIAN ABSTRACT Theodora Cety Yusnita F 0306078
The purpose of this study is to examine the effect of corporate governance to environmental performance and environmental disclosure at companies participating Corporate Performance Rating Program and to investigate whether there are differences in quality the environmental performances and environmental disclosures among listed companies and non-listing on the Indonesian Stock Exchange. In addition, this study is to examine information about the relationship between environmental performance and environmental disclosure practices in Indonesia. Corporate governance is proxied by the proportion of independent commissioners, the proportion of independent audit committee members, the number of board meetings, as well as the number of audit committee meetings. This study also uses firm size, leverage, and profitability as a control variable. Data used in this study is the company's 2008 annual report. The sampling method used is judgment sampling, in order to obtain the sample 80 firms. From all these samples, obtained by the level of corporate environmental performance for 1,5 or belonging to the category "Not Devout", and the level of environmental disclosures by 27.75%. This study employed a hypothesis test using multiple regression and correlation test. The results of this study indicate that environmental performance is influenced by the proportion of independent audit committees withρ – value 0.02 . while corporate environmental disclosure is only influenced by company size with ρ – value 0,038. This study also shows that there is a relationship between environmental performances with environmental disclosures, and there are differences in the level of environmental disclosure between listing companies and non listing companies in Indonesia Stock Exchange. The implication is that the regulator should encourage companies should be more increase to environmental performance and concern to report their environmental activities.
Keywords: corporate governance, environmental performance, environmental disclosure, Corporate Performance Rating Program
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
Bab yang pertama ini akan menjelaskan mengenai latar belakang dilakukannya penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika dari penulisan penelitian ini. A. Latar Belakang Menurut OPPapers.com (2008), permasalahan lingkungan hidup telah menjadi bagian dalam kehidupan manusia, bahkan saat ini masalah lingkungan telah menjadi isu global dan penting untuk dibicarakan karena menyangkut kepentingan seluruh umat manusia. Empat puluh tahun terakhir ini telah terjadi perubahan cara pandang dalam melihat masalah lingkungan. Pada tahun 1960an masalah lingkungan hanya dipandang sebagai masalah lokal, pencemaran udara di perkotaan, masalah limbah industri dan sebagainya. Pada tahun 1970an masalah lingkungan dipandang sebagai masalah global seperti hujan asam, kerusakan lapisan ozon, pemanasan global dan perubahan iklim. Pada tahun 1980an timbul kesadaran bahwa masalah lingkungan global dapat mengancam kelangsungan pembangunan ekonomi. Di tahun 1990an munculah kesadaran masyarakat akan perlunya suatu alat analisis yang obyektif untuk menilai kinerja operasional perusahaan terhadap lingkungan. Salah satu isu utama yang mendapat perhatian besar masyarakat dunia adalah pencemaran lingkungan hidup oleh perusahaan industri (OPPapers.com, 2008). Kiernan (2009) menyatakan bahwa sekitar 75 % permasalahan sosial dan commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
lingkungan di dunia ini, baik secara langsung maupun tidak langsung disebabkan oleh aktivitas perusahaan – perusahaan multinasional. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Dunlap dan Scarce (1991) yang menyatakan bahwa dari hasil pooling, publik memandang kegiatan bisnis dan perusahaan sebagai kontributor terbesar terhadap permasalahan lingkungan yang terjadi pada saat ini. Berkaitan dengan permasalahan lingkungan, pada dasarnya kepedulian perusahaan terhadap permasalahan dan upaya pelestarian lingkungan hidup memberikan keuntungan lebih, diantaranya adalah ketertarikan pemegang saham dan stakeholder terhadap keuntungan yang diperoleh perusahaan sebagai akibat dari pengelolaan lingkungan yang bertanggungjawab menurut penilaian masyarakat
(Pflieger,
Fischer,
Hupfer,
dan
Eyerer,
2005).
Melalui
pertanggungjawaban itu pula perusahaan dapat memberikan informasi mengenai sejauh mana telah memberikan kontribusi (kontribusi positif maupun negatif) terhadap kualitas hidup manusia dan lingkungannya (Belkaoui, 2000). Namun, banyak peneliti yang masih mempertanyakan kualitas informasi yang disampaikan dalam pengungkapan kinerja lingkungan (Lindrianasari, 2007). Deegan dan Gordon (1996) menemukan bukti bahwa perusahaan di Australia cenderung mengungkapkan hal – hal yang baik saja dan menahan (withheld) informasi lingkungan yang berpengaruh buruk terhadap image perusahaan. Penemuan ini membuktikan bahwa kualitas pengungkapan itu belum memadai karena tidak adanya kesesuaian antara informasi yang diungkapkan dengan kinerja sesungguhnya (Deegan, 2002; O’ Dwyer, 2003). Ini sejalan dengan penelitian Ingram dan Frezier (1980), Wiseman (1982), Freedman dan Jaggi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(1982), Freedman dan Wasley (1990), Li, Richardson dan Thornton (1997), yang menemukan tidak adanya hubungan yang signifikan dalam pengujian hubungan antara environmental disclosure dengan environmental performance. Hasil di atas kontradiktif dengan hasil penelitian yang dilakukan AlTuwaijri et al. (2003), Pava dan Krauzs (1996), Preston (1980) yang menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara kinerja lingkungan dengan pengungkapan lingkungan perusahaan. Dalam upaya meningkatkan kualitas pertanggungjawaban lingkungan hidup, corporate governance dapat menjadi salah satu kunci untuk mengawasi performance perusahaan. Adanya corporate governance yang baik akan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas perusahaan, sehingga segala aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan environmental performance akan diungkapkan. Hal ini sejalan dengan pendapat Eng dan Mak (2003) yang menyatakan bahwa corporate governance yang baik menjadi salah satu faktor yang memunculkan akuntansi pertanggungjawaban lingkungan hidup. Penelitian yang menguji keterkaitan antara corporate governance terhadap environmental disclosure sudah banyak dilakukan, antara lain penelitian Elipstein dan Freedman (1994), Ho dan Wong (2001), Eng dan Mak (2003), serta Haniffa dan Cooke (2005). Di Indonesia, penelitian untuk menguji keterkaitan antara corporate governance terhadap pengungkapan informasi lingkungan dalam laporan tahunan perusahaan juga sudah banyak dilakukan, antara lain oleh Sembiring (2005), Anggraini (2006), (2009), dan Permatasari (2009).
Novita dan Djakman (2008), Miranti
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Proporsi dewan komisaris independen merupakan variabel yang sering digunakan
untuk
menguji
pengaruh
corporate
governance
terhadap
pengungkapan environmental performance. Penelitian Chen dan Jaggi (1998) menunjukkan terdapat pengaruh positif proporsi dewan komisaris independen terhadap environmental disclosure. Kinerja dan tugas dewan komisaris untuk mengawasi jalannya perusahaan akan efektif bila masing-masing anggota dewan secara aktif hadir dalam pertemuan dewan komisaris (corporate governance guidelines, 2007). Pertemuan ini dilakukan baik secara internal maupun eksternal sesuai dengan kebutuhan dan tujuannya. Keberadaan komite audit dalam suatu perusahaan berfungsi untuk meningkatkan pengendalian dalam perusahaan (Forker, 1992). Dengan adanya komite audit, perusahaan akan lebih meningkatkan kualitas laporan keuangan sehingga pengungkapan dalam annual report akan diperluas sesuai dengan aktivitas perusahaan (Ho dan Wong, 2001). Dalam menjalankan tugasnya, komite audit mengadakan pertemuan minimal 4 kali dalam satu tahun (corporate governance guidelines, 2007). Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kinerja komite audit sehingga hasilnya dapat maksimal. Penelitian ini mengacu pada penelitian Permatasari (2009). Perbedaannya adalah penelitian ini menambahkan pengujian pengaruh corporate governance terhadap
environmental
performance
serta
menguji
hubungan
antara
environmental performance dan environmental disclosure. Hal ini dikarenakan adanya hasil empiris penelitian terdahulu yang masih kontradiktif dan untuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengetahui sejauh mana informasi pengungkapan lingkungan di laporan tahunan perusahaan dalam menjelaskan kinerja lingkungan perusahaan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan corporate governance terhadap environmental performance dan environmental disclosure oleh perusahaan peserta Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER),
yang
direpresentasikan
melalui
proporsi
dewan
komisaris
independen, proporsi anggota komite audit yang independen, jumlah rapat dewan komisaris, serta jumlah rapat komite audit. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kualitas environmental disclosure dan environmental performance antara perusahaan yang listing dan non – listing di Bursa Efek Indonesia (BEI). Selain itu, penelitian ini diharapkan memberikan gambaran terkini mengenai hubungan antara environmental performance dengan praktik environmnetal disclosure di Indonesia. Berdasarkan uraian tersebut di atas, peneliti akan melakukan penelitian dengan judul ”Corporate Governance, Environmental Performance, dan Environmental Disclosure di Indonesia”.
B. Rumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang dan judul penelitian, maka yang menjadi pokok permasalahan adalah: 1. Apakah
corporate
governance
mempengaruhi
environmental
performance? 2. Apakah corporate governance mempengaruhi environmental disclosure? commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Apakah terdapat hubungan antara environmental performance dengan environmental disclosure? 4. Apakah terdapat perbedaan environmental disclosure dan environmental performance antara perusahaan yang listing dan non – listing di Bursa Efek Indonesia?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui apakah implementasi corporate governance berpengaruh terhadap environmental performance perusahaan. 2. Mengetahui apakah implementasi corporate governance berpengaruh terhadap environmental disclosure perusahaan. 3. Mengetahui apakah terdapat hubungan antara environmental performance dengan environmental disclosure perusahaan. 4. Mengetahui apakah terdapat perbedaan environmental disclosure dan environmental performance antara perusahaan yang listing dan non – listing di Bursa Efek Indonesia.
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat termasuk: 1. Dapat memberikan kontribusi terhadap literatur penelitian akuntansi khususnya
mengenai
penerapan
corporate
governance
terhadap
environmental performance dan environmental disclosure perusahaan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Bagi Investor, dapat membantu memberikan gambaran mengenai kinerja perusahaan dengan melihat penerapan corporate governance sehingga dapat mengambil keputusan investasi yang tepat. 3. Bagi Perusahaan, dapat membantu memberikan gambaran tentang kinerja perusahaan, dalam hal ini penerapan corporate governance, sehingga dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan dalam menentukan
keputusan di masa mendatang dan memberikan wacana tentang pentingnya
pengungkapan
sosial
dalam
laporan
tahunan
untuk
memperhatikan lingkungan alam di sekitar perusahaan mereka, dalam rangka menjaga alam dan juga untuk mencapai competitive advantage di dunia bisnis. 4. Bagi akademis, bisa dijadikan referensi dalam penelitian – penelitian selanjutnya disamping sebagai sarana untuk menambah wawasan.
E. Sistematika Penulisan BAB I
:
Pendahuluan Berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II
: Tinjauan Pustaka Bab ini menguraikan tinjauan pustaka yang memuat literatur terkait dengan topik penelitian; kaitan variabel independen dengan
variabel
dependen;
pengembangan hipotesis. commit to user
kerangka
konseptual;
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III
digilib.uns.ac.id
: Metode Penelitian Bab ini berisi tentang desain penelitian; populasi, sampel, dan teknik pengambilan sampel; data dan metode pengumpulan data; variabel penelitian dan pengukurannya; dan metode analisis data yang terdiri dari statistik deskriptif dan pengujian hipotesis.
BAB IV
: Analisis Data Bab ini menguraikan analisis deskriptif data; pengujian hipotesis dan pembahasan hasil analisis.
BAB V
: Penutup Bab ini membahas kesimpulan mengenai obyek yang diteliti berdasarkan hasil analisis data, menjelaskan mengenai keterbatasan penelitian, dan memberikan saran bagi pihak yang terkait, serta rekomendasi bagi peneliti berikutnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Setelah membahas pendahuluan di Bab I. Pada Bab II ini akan menjelaskan mengenai tinjauan pustaka, kaitan corporate governance dengan environmental performance dan environmental disclosure, kerangka konseptual, serta pengembangan hipotesis dalam penelitian ini. A. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka ini menerangkan literatur yang mendasari komponen maupun variabel penelitian. 1. Annual Report dan Disclosure (Pengungkapan) Annual report atau laporan tahunan merupakan media komunikasi bagi manajemen perusahaan untuk memberikan informasi bagi pihak – pihak yang berkepentingan dan merupakan sarana pertanggungjawaban kepada publik atas sumber daya yang dikelolanya (Yustina, 2003). Rockness (1985) dan Wiseman (1982) berpendapat bahwa annual report merupakan media komunikasi utama perusahaan dan biasanya digunakan secara luas oleh perusahaan
untuk
mengungkapkan
pertanggungjawaban
sosial
dan
lingkungannya. Terdapat berbagai definisi mengenai pengungkapan (disclosure). Na’im dan Rakhman (2002) menyatakan bahwa pengungkapan secara sederhana dapat diartikan sebagai pengeluaran informasi. Guthrie dan Matthews (1990), menyatakan bahwa tujuan pengungkapan adalah sebagai commit to user
9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ketersediaan informasi keuangan dan non keuangan berkaitan dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya yang dapat dibuat dalam laporan tahunan perusahaan atau laporan pertanggungjawaban terpisah. Hal ini sejalan dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1 Paragraf Kesembilan yang menyatakan: ”Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri di mana faktor – faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting”. Menurut Suwardjono (2005), secara umum tujuan pengungkapan adalah menyajikan informasi yang dipandang perlu untuk mencapai tujuan pelaporan keuangan untuk melayani berbagai pihak yang mempunyai kepentingan berbeda – beda. Evans dalam Suwardjono (2005) mengidentifikasi tiga tingkat pengungkapan yaitu memadai (adequate disclosure), wajar atau etis (fair or ethical disclosure), dan penuh (full disclosure). Tingkat ini mempunyai implikasi terhadap apa yang harus diungkapkan.
Ada 2 sifat pengungkapan, yaitu: (a) pengungkapan yang didasarkan pada ketentuan atau standar (required/regulated/mandotary disclosure) dan (b) pengungkapan yang bersifat sukarela (voluntary disclosure). Oleh karena sifatnya yang masih sukarela, pada umumnya perusahaan enggan melakukan pengungkapan melebihi peraturan yang ditetapkan. Menurut Hendriksen dan Brenda (2001), ada beberapa alasan yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menyebabkan perusahaan enggan melakukan pengungkapan sukarela yaitu sebagai berikut: 1. Disclosure akan membantu para pesaing dan merugikan pemegang saham. 2. Disclosure yang lengkap akan memberikan keuntungan kepada serikat pekerja dalam hal tawar menawar upah. 3. Adanya keraguan terhadap kemampuan investor dalam memahami kebijakan dan prosedur akuntansi sehingga full disclosure hanya akan menyesatkan. 4. Tersedianya sumber – sumber informasi lain selain annual report yang tersedia dengan biaya yang lebih mahal. 5. Kurangnya pengetahuan tentang kebutuhan investor. Meskipun demikian, pengungkapan sukarela akan tetap dilakukan perusahaan karena manfaat yang diterima melebihi biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan. Perusahaan bersedia melakukan pengungkapan sukarela meski menambah cost perusahaan, untuk memenuhi tekanan masyarakat atau untuk meningkatkan citra perusahaan. Selain itu, pengungkapan tambahan ini diharapkan mampu menanamkan kepercayaan investor dan pihak – pihak yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan tersebut.
2. Environmental Disclosure Ada berbagai cara untuk meraih kepercayaan dari stakeholders dan untuk memperoleh value added bagi perusahaan, salah satunya dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
meningkatan kredibilitas perusahaan melalui pengungkapan sukarela secara lebih luas (Rahayu, 2008). Adapun salah satu jenis pengungkapan sukarela adalah environmental disclosure. Environmental disclosure adalah pengungkapan informasi yang berkaitan dengan lingkungan di dalam laporan tahunan perusahaan (Gray, 1993).
Pengungkapan informasi lingkungan hidup perusahaan bertujuan
sebagai media mengkomunikasikan realitas untuk pengambilan keputusan ekonomi, sosial, dan politis (Hayuningtyas, 2007). Pertanggungjawaban lingkungan hidup juga merupakan respon terhadap kebutuhan informasi dalam kelompok – kelompok yang berkepentingan (interest groups) seperti serikat pekerja, aktivitas lingkungan hidup, kalangan religius dan kelompok lain (Guthrie dan Parker, 1990). Melalui pengungkapan lingkungan hidup pada laporan tahunan, masyarakat dapat memantau aktivitas – aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan dalam rangka memenuhi tanggungjawab sosialnya. Dengan cara demikian, perusahaan akan memperoleh perhatian, kepercayaan dan dukungan dari masyarakat (Brown dan Deegan, 1998). Beberapa bentuk media dapat digunakan oleh perusahaan untuk menyampaikan laporan lingkungan, antara lain seperti annual reports, stand alone environmental reports, dan website. Environmental disclosure merupakan wujud pertanggungjawaban sosial perusahaan (corporate social responsibility) (Hadi, 2006). Zhegal dan Ahmed (1998) mengidentifikasi pelaporan lingkungan meliputi pengendalian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
polusi, pencegahan atau perbaikan terhadap kerusakan lingkungan, konservasi alam dan pengungkapan lain yang berhubungan dengan lingkungan. Pengungkapan informasi lingkungan hidup perusahaan masih bersifat voluntary, unaudited dan unregulated (Mathews, 1984). Di Indonesia, Standar Akuntansi
Keuangan
(SAK)
belum
mewajibkan
perusahaan
untuk
mengungkapkan informasi lingkungan hidup (Suhardjanto, 2008). Seiring dengan banyaknya insiden pencemaran lingkungan yang terjadi akibat aktivitas perusahaan, permintaan masyarakat terhadap pengendalian dampak lingkungan semakin meningkat (Walden dan Schwartz dalam Magness, 2007). Adanya faktor media yang mengangkat masalah pencemaran lingkungan ke publik juga mendorong kebutuhan pengungkapan informasi lingkungan hidup (Brown dan Deegan, 1998). Keinginan masyarakat akan pengendalian dampak lingkungan ini pada dasarnya bertujuan agar social cost yang ditimbulkan akibat pencemaran lingkungan tidak semakin besar. Meningkatnya tuntutan masyarakat sebagai reaksi kepedulian dampak lingkungan memotivasi perusahaan untuk mengungkapkan tanggungjawab lingkungan. Perusahaan perlu mengungkapkan informasi lingkungan hidup untuk membentuk image perusahaan dalam pandangan stakeholder sebagai suatu perusahaan yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan (Ahmad dan Sulaiman, 2002). Menurut Hikmah dalam Kusumawati (2008), latar belakang perlunya pengungkapan lingkungan perusahaan adalah masalah – masalah yang selalu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
muncul karena ketidakpuasan terhadap kebijakan perusahaan terhadap lingkungan alam, dimana untuk meminimalisasi masalah tersebut salah satunya adalah perusahaan harus peduli dengan lingkungan, dan salah satu yang bisa digunakan untuk pengungkapan lingkungan adalah laporan tahunan (annual report). Pentingnya pengungkapan informasi lingkungan (environmental disclosure) berkaitan dengan adanya kontrak sosial (social contact). Kontrak antara perusahaan dengan masyarakat, baik yang sifatnya eksplisit maupun implisit yang timbul karena interaksi perusahaan dengan lingkungan, membawa konsekuensi perusahaan harus bertanggungjawab tidak hanya terhadap kesejahteraan pemegang saham, tetapi juga memiliki tanggungjawab sosial, yaitu tanggungjawab untuk menjaga kelangsungan lingkungan hidup (Belkaoui, 2000).
3. Environmnetal Performance Corporate Social Responsibility (CSR) menurut Draft International Standard ISO 26000 Guidance on Social Responsibility (Lingkar Studi CSR, 2008: 14) adalah: “Responsibility of an organization for the impacts of its decisions and activities on society and the environment, through transparent and ethical behaviour that contributes to sustainable development, health and the welfare of society; takes into account the expectations of stakeholders; is in compliance with applicable law and consistent with international norms of behaviour; and is integrated throughout the organization and practiced in its relationships.” commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sebagai salah satu pendekatan sukarela yang berada pada tingkat beyond compliance, penerapan CSR saat ini berkembang pesat termasuk di Indonesia sebagai respon dunia usaha yang melihat aspek lingkungan dan sosial sebagai peluang untuk meningkatkan daya saing serta sebagai bagian dari pengelolaan risiko menuju sustainability (keberlanjutan) dari kegiatan usahanya (Daniri, 2007). Secara umum International Institute for Sustainable Development (IISD) membagi CSR menjadi 3 aspek utama (Beardsell, 2008), yaitu economic growth, social development, dan environmental protection. Aspek
perlindungan
lingkungan
(Environmental
protection)
merupakan aspek CSR yang paling banyak disorot beberapa tahun terakhir ini. Hal ini terkait dengan banyaknya permasalahan lingkungan yang timbul akibat dari kegiatan operasional perusahaan seperti polusi udara, banjir, tanah longsor, pencemaran air, greenhouse effect serta isu pemanasan global (global warming) (Republika, 2008). Karena itulah, akhir – akhir ini tuntutan dan tekanan kepada perusahaan agar concern terhadap lingkungan semakin meningkat (Elkington dan Thorpe dalam Lingkar Studi CSR, 2008). Perubahan pandangan masyarakat akan keberadaan suatu perusahaan ini juga tergambar dari hasil penelitian Environics International yang menunjukkan hasil penelitian yang menyatakan bahwa sebagian besar dari masyarakat di 23 negara memberikan perhatian yang tinggi terhadap perilaku sosial perusahaan (Gupta, 2003). Selain itu, permasalahan lingkungan hidup juga telah menjadi pertimbangan bankers dan investors saat memutuskan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
untuk memberikan pinjaman atau berinvestasi pada perusahaan (Medley, 1997). Hal ini sejalan dengan penelitian Pfleiger et al. (2005) yang menunjukkan bahwa upaya pelestarian lingkungan oleh perusahaan akan mendatangkan
sejumlah
keuntungan,
diantaranya
adalah
ketertarikan
pemegang saham dan stakeholder terhadap keuntungan yang diperoleh perusahaan sebagai akibat pengelolaan lingkungan yang bertanggungjawab menurut penilaian masyarakat. Lebih lanjut, Ferreira (2004) menyatakan bahwa persoalan konservasi lingkungan merupakan tugas setiap individu, pemerintah dan perusahaan. Terdapat dua hal yang dapat mendorong perusahaan menerapkan kepedulian terhadap lingkungan, yaitu bersifat dari luar perusahaan (external drivers) dan dari dalam perusahaan (internal drivers) (Effendi, 2006). Kategori pendorong dari luar, antara lain: adanya regulasi, hukum, dan diwajibkannya analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal), sedangkan untuk kategori pendorong dari dalam perusahaan terutama bersumber dari perilaku manajemen dan pemilik perusahaan (stakeholders), termasuk tingkat kepedulian/tanggung jawab perusahaan untuk membangun masyarakat sekitar (community development responsibility). Tak bisa dipungkiri, saat ini kesadaran tentang pentingnya upaya pelestarian dan kepedulian terhadap lingkungan memang telah menjadi trend global. Di beberapa negara, kinerja pengelolaan lingkungan (environmental performance) telah dijadikan sebagai salah satu benchmark untuk pemilihan investasi seperti Dow Jones Sustainability Index (DJSI) pada New York Stock commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Exchange, Socially Responsible Investment (SRI) Index pada London Stock Exchange maupun FTSE4Good Index Series pada Financial Times Stock Exchange.
4. Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) Di Indonesia, untuk mendorong perusahaan meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan, dalam beberapa tahun terakhir Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah melaksanakan program lingkungan yang diberi nama PROPER atau Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (Effendi, 2008). Program ini pada awalnya dikenal dengan nama PROPER PROKASIH (Program Kali Bersih). PROPER mulai dikembangkan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup sebagai salah satu alternatif instrumen penaatan sejak tahun 1995. Alternatif instrumen penaatan ini dilakukan melalui penyebaran informasi tingkat kinerja penaatan masing – masing perusahaan kepada stakeholder pada skala nasional. Para stakeholder diharapkan dapat menyikapi secara aktif informasi tingkat penaatan ini, dan mendorong perusahaan untuk lebih meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungannya. Dengan demikian dampak lingkungan dari kegiatan perusahaan dapat diminimalisasi. Dengan kata lain, PROPER merupakan Public Disclosure Program for Environmental Compliance. PROPER bukan pengganti instrumen penaatan konvensional yang ada, seperti penegakan hukum lingkungan perdata maupun pidana. Program ini merupakan komplementer dan bersinergi dengan instrumen penaatan lainnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dengan demikian upaya peningkatan kualitas lingkungan dapat dilaksanakan dengan lebih efisien dan efektif. Prinsip dasar dari pelaksanaan PROPER adalah mendorong penataan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan melalui instrumen insentif dan disinsentif (Benefita, 2010). PROPER merupakan salah satu bentuk kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungan perusahaan sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundangan – undangan. Selanjutnya, PROPER juga merupakan perwujudan transparansi dan demokratisasi dalam pengelolaan lingkungan di Indonesia (Pasaribu, 2009). Penerapan instrumen ini merupakan upaya untuk menerapkan sebagian dari prinsip – prinsip corporate governance (transparancy, fairness, accountability) dan pelibatan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan (KLH, 2008). Untuk memudahkan komunikasi dengan para stakeholder dalam menyikapi hasil kinerja penaatan perusahaan, maka peringkat kinerja perusahaan dikelompokkan dalam lima peringkat warna. Dalam aspek komunikasi, penggunaan peringkat warna akan lebih mudah dipahami dan diingat oleh masyarakat. Penggunaan peringkat warna juga memberikan efek insentif dan disinsentif reputasi bagi masing – masing perusahaan (Rasudin, 2006). Lima peringkat warna yang digunakan mencakup peringkat Hitam, Merah, Biru, Hijau, dan Emas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 2.1 Peringkat Warna PROPER Tingkat Penaatan
Alternatif Peringkat
Lebih dari taat
A
Taat
C
Belum taat
B D E
Efek publikasi diharapkan
yang
Insentif Reputasi
Penghargaan Stakeholder
Disinsentif Reputasi
Tekanan Stakeholder
Terdapat 8 aspek dan 42 karakteristik untuk menilai kinerja lingkungan dengan 5 peringkat: (1) Gold dengan 42 karakteristik, (2) Green dengan 37 karaketeristik penilaian, (3) Blue dengan 19 karakteristik, (4) Red dengan 5 karakteristik, serta (5) Black dengan karakteristik kurang dari 5 (Ja’far, 2006). Delapan aspek PROPER tersebut meliputi: (1) Pencemaran air, (2) Pencemaran laut, (3) Pencemaran udara, (4) Pengolahan limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya), (5) AMDAL/UKL/UPL, (6) Penggunaan sumber daya, (7) Sistem manajemen lingkungan, dan (8) Partisipasi dan hubungan masyarakat. Bagi pemerintah, PROPER dapat digunakan sebagai instrumen untuk mengukur kinerja pengelolaan lingkungan makro yang telah dilakukan di tingkat pusat maupun daerah. PROPER juga dapat menjadi pendorong untuk penerapan sistem basis data modern. Bagi perusahaan, informasi peringkat PROPER dapat digunakan sebagai benchmark untuk mengukur kinerja perusahaan. Sedangkan untuk perusahaan yang berperingkat Hijau atau Emas, PROPER dapat digunakan commit to user sebagai alat untuk mempromosikan perusahaan. PROPER dapat juga
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
digunakan dalam mendorong perusahaan untuk melakukan upaya lebih dari taat, seperti melaksanakan konservasi sumber daya alam atau eco – efficiency. Selain itu bagi investor, konsultan, supplier, dan masyarakat, dapat menjadikan PROPER sebagai balai kliring untuk mengetahui kinerja penaatan perusahaan. PROPER dapat digunakan investor untuk mengukur tingkat risiko investasi mereka. Konsultan dan supplier dapat memanfaatkan informasi kinerja penaatan perusahaan untuk melihat prospek peluang bisnis yang ada. Informasi PROPER dapat menunjukkan tingkat tanggungjawab perusahaan terhadap lingkungan bagi masyarakat di sekitar lokasi kegiatan perusahaan. Menurut Deputi Bidang Pengelolaan B3 dan Limbah B3 Kementerian Lingkungan Hidup (2006), saat ini data PROPER sudah banyak digunakan oleh berbagai pihak untuk mengetahui tingkat kinerja penaatan pengelolaan lingkungan pada perusahaan. Sektor perbankan merupakan pihak yang paling banyak menggunakan data PROPER, selain itu data PROPER juga digunakan oleh beberapa investor yang akan melakukan due – diligence.
5. Corporate Governance Committee Cadbury mendefinisikan Corporate Governance (Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), 2002:1) sebagai: "Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan." commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Menurut Ho dan Wong (2001), corporate governance dipandang sebagai cara yang efektif untuk menggambarkan hak dan tanggungjawab masing – masing kelompok stakeholder dalam sebuah perusahaan dimana transparansi merupakan indikator utama standar corporate governance dalam sebuah ekonomi. Corporate governance diperkenalkan untuk mengontrol masalah agen dan memastikan bahwa manajemen bertindak sesuai dengan harapan para pemegang saham. Selain itu, pengaruh dari corporate governance terhadap pengungkapan informasi sosial perusahaan termasuk environmental disclosure dapat bersifat sebagai tambahan atau pengganti (Ho dan Wong, 2001). Secara umum, corporate governance diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan konsisten dengan peraturan perundang – undangan yang berlandaskan pada beberapa prinsip dasar. Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (2002) sebuah organisasi
profesional
non
pemerintah
(NGO)
yang
bertujuan
mensosialisasikan praktik corporate governance, prinsip – prinsip dasar tersebut antara lain sebagai berikut: 1. Pertanggungjawaban (responsibility). Tanggungjawab perusahaan tidak hanya diberikan kepada pemegang saham tetapi juga kepada stakeholders. 2. Transparansi (transparency). Perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Akuntabilitas
(accountability).
Perusahaan
harus
dapat
mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. 4. Kesetaraan
dan
kewajaran
(Fairness).
Dalam
melaksanakan
kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran 5. Independensi (Independency). Untuk melancarkan pelaksanaan asas tata kelola perusahaan yang baik, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing – masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. Salah satu aspek penting dalam corporate governance adalah Dewan Pengurus Perseroan (Board of Directors). Menurut FCGI (2002), terdapat 2 sistem yang berkaitan dengan bentuk dewan dalam perusahaan, yaitu one tier system (sistem satu tingkat) dan two tiers system (sistem dua tingkat). Sistem satu tingkat dimiliki oleh negara yang menganut sistem hukum Anglo – Saxon. Dalam hal ini perusahaan hanya mempunyai satu dewan direksi yang pada umumnya merupakan kombinasi antara manajer atau pengurus senior (direktur eksekutif) dan direktur independen yang bekerja dengan prinsip paruh waktu (non direktur eksekutif), dimana non direktur eksekutif diangkat karena kebijakan, pengalaman dan relasinya. Negara – negara dengan one tier system misalnya Amerika Serikat dan Inggris.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
General Meeting of the Shareholders (GMoS) Boards of Directors
Executive Director
NonExecutive Director
Gambar 2.1 Struktur Board of Director dalam One Tier System (sumber: FCGI, 2002)
Sementara itu, untuk two tiers system dimiliki oleh negara yang menganut sistem hukum kontinental Eropa. Dalam hal ini perusahaan mempunyai 2 badan terpisah yaitu dewan pengawas (dewan komisaris) dan dewan manajemen (dewan direksi). Tugas dewan direksi adalah mengelola dan mewakili perusahaan dibawah pengarahan dan pengawasan dewan komisaris. Dalam sistem ini anggota dewan direksi diangkat dan setiap waktu dapat diganti oleh dewan komisaris. Dewan direksi juga harus memberikan informasi kepada dewan komisaris dan menjawab hal – hal yang diajukan oleh dewan komisaris. Tugas dewan komisaris utama adalah bertanggungjawab untuk mengawasi tugas – tugas manajemen. Dalam hal ini dewan komisaris tidak boleh melibatkan diri dalam tugas – tugas manajemen dan tidak boleh mewakili perusahaan dalam transaksi – transaksi dengan pihak ketiga. Anggota dewan komisaris diangkat dan diganti dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Negara – negara dengan two tiers system adalah Denmark, Jerman, Belanda dan Jepang. Sebagai akibat penjajahan Belanda sistem hukum di Indonesia mengadopsi sistem hukum Belanda, maka hukum commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perusahaan Indonesia menganut two tiers system untuk sistem dewan dalam perusahaan.
General Meeting of The Shareholders (GMoS)
Board of Commissioner (BoC)
Board of Directors (BoD)
Gambar 2.2 Struktur Board of Commissioner dan Board of Director dalam Two Tiers System yang diadopsi oleh Belanda (sumber: FCGI, 2002)
Menurut Herwidayatmo (2000), Indonesia menganut two tiers system yang berarti bahwa komposisi dewan pengurus perseroan terdiri dari fungsi eksekutif yaitu dewan direksi, dan fungsi pengawasan yaitu dewan komisaris. Berdasarkan kerangka hukum yang ada, fungsi independent directors pada single – boards system dapat direpresentasikan dengan fungsi dewan komisaris pada two – board system. Oleh karena itu, sistem pengawasan yang ada pada perusahan di Indonesia terletak di dewan komisaris.
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Dewan Komisaris Dewan Direksi
Gambar 2.3 Struktur Board of Commissioner dan Board of Director dalam Two Tiers System yang diadopsi oleh Indonesia (sumber: FCGI, 2002)
Menururt Egon Zehnder (dalam FGCI, 2002), dewan komisaris to useryang ditugaskan untuk menjamin merupakan inti dari corporatecommit governance
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Keefektifan peran pengawasan oleh dewan komisaris ini didukung dengan keberadaan komisaris independen dalam komposisi dewan komisarisnya (John dan Senbet, 1998). Keberadaan komisaris independen diatur dalam ketentuan Peraturan Pencatatan Efek Bursa Efek Indonesia (BEI) Nomor I-A tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di Bursa yang berlaku sejak tanggal 1 Juli 2000. Perusahaan yang tercatat di BEI wajib memiliki komisaris independen yang jumlahnya secara proposional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris independen 30% dari jumlah seluruh anggota komisaris. Dalam menjalankan tugasnya, dewan komisaris biasanya mengadakan pertemuan rutin baik itu intenal maupun eksternal dengan pihak lain. Dewan komisaris harus mengadakan rapat minimal sebanyak 4 kali dalam setahun. Hal ini bertujuan agar kelangsungan perusahaan dapat terjaga (corporate govenance guidelines, 2007). Peran pengawasan yang dilakukan dewan komisaris perusahaan di Indonesia belum memadai (Herwidayatmo, 2000). Untuk itu diperlukan suatu komite untuk membantu tugas dan fungsi dewan komisaris yang disebut dengan Komite Audit. Menurut FGCI (2002), komite audit memiliki tugas terpisah
dalam
membantu
dewan
komisaris
untuk
memenuhi
tanggungjawabnya dalam memberikan pengawasan secara menyeluruh. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pada bulan Mei tahun 2000 Bapepam menerbitkan surat edaran kepada para emiten/perusahaan untuk memiliki komite audit. Komite audit sering ditunjukkan sebagai sebuah kesuksesan corporate governance, karena keberadaan
komite
audit
dalam
suatu
perusahaan
berfungsi
untuk
meningkatkan pengendalian dalam perusahaan (Forker, 1992). Komite audit merupakan suatu variabel yang dapat digunakan untuk memonitor kinerja perusahaan dan mempengaruhi keputusan manajer (Menon dan Williams, 1994). Komite audit mempunyai tugas memberikan pendapat profesional yang independen kepada dewan komisaris terhadap laporan atau hal – hal yang disampaikan oleh direksi (Herwidayatmo, 2000). Dalam tugasnya membantu dewan
komisaris
untuk
meningkatkan
akuntabilitas
dan
transparasi
perusahaan, maka komite audit dituntut harus independen. Menurut McMullen (1996), keberadaan anggota komite audit yang independen akan meningkatkan transaparasi komite audit dalam menjalankan tugasnya. Agar tugas dan tanggungjawabnya berjalan dengan baik, komite audit minimal mengadakan rapat 4 kali dalam satu tahun (corporate governance guidelines, 2007). Semakin tinggi proporsi outsider maka pertemuan audit comittee akan semakin sering, dimana hubungan antara komposisi dewan dan frekuensi pertemuan akan merefleksikan monitoring komite audit. Jadi apabila komite audit semakin sering melakukan pertemuan (rapat) maka akan meningkatkan kinerja perusahaan (Menon dan Williams, 1994). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Kaitan Corporate Governance dengan Environmental Performance dan Environmental Disclosure Penerapan
corporate
governance
dipercaya
dapat
meningkatkan
performance perusahaan. Pernyataan ini dapat ditemukan dalam berbagai codes of corporate governance hampir di semua negara (Kusumawati dan Riyanto, 2005). Dey Report (1994) mengemukakan bahwa corporate governance yang efektif dalam
jangka
panjang
dapat
meningkatkan
kinerja
perusahaan
dan
menguntungkan pemegang saham. Selain itu, Salowe (2002) juga menyatakan bahwa implementasi corporate governance menjamin adanya control dan accountability
yang
mendorong efisiensi
dan
peningkatan
performance
perusahaan termasuk kinerja lingkungan perusahaan. Hal ini sejalan dengan penelitian Black, Jang dan Kim (2003); Dwivedi dan Jain (2005) yang menemukan bahwa corporate governance berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Selain terkait dengan performance perusahaan, penerapan corporate governance juga memiliki pengaruh terhadap luas pengungkapan informasi perusahaan (Ho dan Wong, 2001). Yayasan Pendidikan Pasar Modal Indonesia (YPPMI) dan Sinergy Communication (2002) menyatakan bahwa terdapat 2 hal yang menjadi perhatian utama konsep corporate governance. Pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar (akurat) dan tepat pada waktunya. Kedua, kewajiban perusahaan untuk
melakukan
pengungkapan (disclosure) secara akurat tepat pada waktunya dan transparan mengenai semua hal yang berkaitan dengan performance perusahaan (termasuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kinerja mengenai lingkungan hidup). Pernyataan tersebut didukung oleh temuan Khomsiyah (2003) yang menyatakan bahwa semakin baik implementasi corporate governance, maka semakin banyak pula informasi yang diungkapkan oleh perusahaan dalam laporan tahunan. Hal ini sejalan dengan pendapat Eng dan Mak (2003) yang menyatakan bahwa corporate governance yang baik berpengaruh terhadap pengungkapan sukarela (termasuk environmental disclosure) dan menjadi salah satu faktor yang memunculkan akuntansi pertanggungjawaban lingkungan hidup. Penelitian yang menguji keterkaitan antara corporate governance terhadap environmental disclosure sudah banyak dilakukan, antara lain penelitian Elipstein dan Freedman (1994), Ho dan Wong (2001), Eng dan Mak (2003), serta Haniffa dan Cooke (2005). Di Indonesia, penelitian untuk menguji keterkaitan antara corporate governance terhadap pengungkapan informasi lingkungan dalam laporan tahunan perusahaan juga sudah banyak dilakukan, antara lain oleh Sembiring (2005), Anggraini (2006),
Novita dan Djakman (2008), Miranti
(2009), dan Permatasari (2009). Penelitian Haniffa dan Cooke (2005) meneliti pengaruh corporate governance terhadap luas pengungkapan sosial dan lingkungan pada perusahaan di Malaysia, menemukan bukti bahwa terdapat pengaruh positif corporate governance terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan. Hal ini sejalan dengan penelitian Permatasari yang menyatakan bahwa corporate governance yang diproksikan dalam proporsi komisaris independen berpengaruh positif terhadap environmental disclosure pada perusahaan di Indonesia. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Proporsi dewan komisaris independen merupakan variabel yang sering digunakan
untuk
menguji
pengaruh
corporate
governance
terhadap
pengungkapan environmental performance. Rosenstein dan Wyatt (1990) berpendapat bahwa dewan komisaris independen merupakan alat untuk mengawasi perilaku manajemen untuk meningkatkan pengungkapan informasi dalam laporan tahunan perusahaan. Hal ini sejalan dengan penelitian Leftwich (1981); Fama dan Jansen (1983); Chen dan Jaggi (1998); menunjukkan terdapat pengaruh positif proporsi dewan komisaris independen terhadap environmental disclosure. Selain dewan komisaris, keberadaan komite audit dalam suatu perusahaan juga berfungsi untuk meningkatkan pengendalian dalam perusahaan (Forker, 1992). Dengan adanya komite audit, perusahaan akan lebih meningkatkan kualitas informasi sehingga pengungkapan dalam annual report akan diperluas sesuai dengan aktivitas perusahaan (Ho dan Wong, 2001). Terkait dengan environmental disclosure, keberadaan dewan komisaris dan komite audit dalam perusahaan mendukung prinsip responsibilitas dalam penerapan corporate governance yang mengharuskan perusahaan untuk memberikan informasi lebih baik sebagai wujud pertanggungjawaban kepada stakeholders
yaitu
melindungi
para
stakeholders
dari
informasi
yang
menyesatkan, fraud dan insider information yang hanya menguntungkan beberapa pihak (Mintara, 2008).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Kerangka Konseptual Secara garis besar model penelitian ini terdiri dari dua tahap. Tahap pertama menjelaskan pengaruh corporate governance terhadap environmental performance dan environmental disclosure. Tahap kedua menjelaskan hubungan antara environmental performance dengan environmental disclosure. Berikut ini kerangka konseptual yang menggambarkan model penelitian dan hubungan tiap variable dalam penelitian:
Variabel Dependen
Step I
Environmental Performance/ Environmental Disclosure (Y)
Variabel Independen
Corporate Governance: 1. Proporsi komisaris independent (X 1) 2. Jumlah rapat dewan komisaris (X2) 3. Proporsi anggota komite audit yang independent (X3) 4. Jumlah rapat komite audit (X 4)
V. Kontrol: 1. Firm Size 2. Leverage 3. Profitabilitas
Step II
Environmental Disclosure
Environmental Performance
Gambar 2.4 Kerangka Konseptual
D. Pengembangan Hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan untuk menguji implementasi corporate governance (proporsi dewan komisaris independen, proporsi anggota komite audit commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang independen, jumlah rapat dewan komisaris, dan jumlah rapat komite audit) terhadap environmental performance dan environmental disclosure, dengan size, leverage dan profitabilitas sebagai variabel kontrol. Selain itu, pengujian hipotesis juga dilakukan untuk mengetahui hubungan antara environmental performance dan environmental disclosure di Indonesia. Berikut ini merupakan pengembangan hipotesis yang dilakukan: 1. Pengaruh proporsi dewan komisaris independen terhadap environmental performance dan environmental disclosure. Dewan komisaris sebagai puncak dari sistem pengelolaan internal perusahaan memiliki peranan terhadap aktivitas pengawasan (Pound, 1995) dan menentukan kebijakan perusahaan termasuk kaitannya dengan praktik dan pengungkapan kinerja lingkungan perusahaan (Nurkhin, 2008). Berkaitan dengan proporsi dewan komisaris independen, Rosenstein dan Wyatt (1990) berpendapat bahwa dewan komisaris independen merupakan alat untuk mengawasi perilaku manajemen untuk meningkatkan pengungkapan informasi sukarela termasuk environmental disclosure dalam laporan tahunan perusahaan. Ini berarti dewan komisaris independen mempunyai pengaruh besar terhadap keputusan manajemen termasuk dalam pengungkapan informasi lingkungan perusahaan (Szweczky, Uzun, dan Varma, 2004). Hal ini sejalan dengan penelitian Chen dan Jaggi (1998) yang menyatakan bahwa proporsi dewan komisaris independen berpengaruh positif terhadap environmental disclosure. Hasil yang sama juga diperoleh dalam penelitian yang dilakukan oleh Fama dan Jansen (1983), Forker (1992), commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Beasley (2000), Arifin (2002), dan Permatasari (2009). Selain itu, Black et al. (2003) menemukan bahwa semakin besar proporsi dewan komisaris independen akan meningkatkan performance perusahaan. Hal yang sama juga diperoleh dalam penelitian Dwivedi dan Jain (2005). Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis: H1a: Terdapat pengaruh positif proporsi dewan komisaris independent terhadap environmental performance H1b: Terdapat pengaruh positif proporsi dewan komisaris independen terhadap environmental disclosure
2. Pengaruh jumlah rapat dewan komisaris terhadap environmental performance dan environmental disclosure. Sesuai dengan corporate governance guidelines yang ditetapkan 12 September 2007, dewan komisaris harus memiliki skedul atau jadwal rapat tetap dan dapat dilakukan rapat tambahan sesuai dengan kebutuhan serta dilakukan pada saat yang tepat. Rapat ini untuk mengetahui apakah operasi perusahaan telah sesuai dengan strategi dan kebijakan perusahaan termasuk didalamnya terkait pertanggungjawaban lingkungan oleh perusahaan. Seringnya frekuensi pertemuan atau rapat diharapkan mampu meningkatkan peran dewan komisaris sehingga tercipta corporate governance di dalam perusahaan dan meningkatkan environmental disclosure. Penelitian yang dilakukan oleh Brick dan Chidambaran (2007) menunjukkan bahwa semakin banyak frekuensi rapat yang diselenggarakan dewan komisaris maka commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
akan meningkatkan kinerja perusahaan. Hal ini sejalan dengan pendapat Adams (2005) dan Vafeas (1999) yang menyatakan bahwa jumlah rapat dewan komisaris berpengaruh positif terhadap performance perusahaan. Dari uraian tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis: H2a: Terdapat pengaruh positif jumlah rapat dewan komisaris terhadap environmental performance H2b: Terdapat pengaruh positif jumlah rapat dewan komisaris terhadap environmental disclosure
3. Pengaruh proporsi komite audit independen terhadap environmental performance dan environmental disclosure. Komite audit merupakan komponen baru dalam sistem pengelolaan perusahaan. Dari aspek pengendalian, keberadaan komite audit sangat penting dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan termasuk di dalamnya kinerja lingkungan (Effendi, 2005). Keberadaan komite audit independen meningkatkan kualitas control terhadap aktivitas perusahaan (Forker, 1992), termasuk fungsinya dalam meningkatkan kualitas pengungkapan informasi perusahaan (Collier, 1993). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ho dan Wong (2001) bahwa komite audit independen berpengaruh positif terhadap luasnya pengungkapan sukarela yang mana didalamnya mengungkapkan kinerja lingkungan perusahaan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikembangkan hipotesis sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
H3a: Terdapat pengaruh positif proporsi anggota komite audit independen terhadap environmental performance H3b: Terdapat pengaruh positif proporsi anggota komite audit independen terhadap environmental disclosure
4. Pengaruh jumlah rapat komite audit terhadap environmental performance dan environmental disclosure. Komite
audit
memiliki
fungsi
pengawasan
terhadap
operasi
perusahaan termasuk kaitannya dengan praktik dan pengungkapan kinerja lingkungan. Dalam audit committe charter tahun 2005 dinyatakan bahwa semakin banyak rapat komite audit yang dilakukan akan meningkatkan kinerja komite audit. Hal ini menunjukkan bahwa semakin sering komite audit mengadakan rapat maka praktik dan pengungkapan kinerja lingkungan akan semakin baik. Menon dan Williams (1994) yang menyatakan bahwa semakin sering komite audit melakukan pertemuan (rapat) maka akan meningkatkan kinerja perusahaan, termasuk kinerja dan pertanggungjawaban perusahaan terhadap pelestarian lingkungan. Hal ini sejalan dengan penelitian Li, Pike, dan Haniffa (2008) juga menemukan bahwa frekuensi rapat komite audit berpengaruh positif terhadap disclosure. Dari uraian tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis sebagai berikut: H4a: Terdapat pengaruh positif jumlah rapat komite audit terhadap environmental performance commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
H4b: Terdapat pengaruh positif jumlah rapat komite audit terhadap environmental disclosure
5. Hubungan environmental performance dengan environmental disclosure. Perusahaan yang memiliki kinerja lingkungan yang baik dan melakukan pengungkapan yang tinggi memposisikan mereka sebagai perusahaan yang memiliki aktifitas yang berguna dan kualitas pengungkapan ini didorong legitimasi terhadap masyarakat (Preston, 1981). Selanjutnya, Pava dan Krausz (1996) menyatakan bahwa perusahaan yang mengungkapkan tanggungjawab lingkungannya, terbukti memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang tidak mengungkapkan tanggungjawab sosial dan lingkungannya. Hal ini sejalan dengan penelitian Al-Tuwaijri, et al. (2003) yang menyatakan bahwa kinerja lingkungan yang baik akan mendorong dilakukannya pengungkapan yang baik pula. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis sebagai berikut: H5: Terdapat hubungan antara environmental performance dengan environmental disclosure
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
Setelah membahas landasan teori dan pengembangan hipotesis di Bab II, maka pada Bab III akan menjelaskan mengenai desain penelitian, populasi, sampel dan teknik pengambilan sampel, data dan metode pengumpulan data, pengukuran variabel, dan metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini. A. Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian pengujian hipotesis (hypothesis testing) yang bertujuan untuk menguji hipotesis yang diajukan oleh peneliti mengenai pengaruh corporate governance yang diproksikan dalam proporsi dewan komisaris independen, proporsi anggota komite audit yang independen, jumlah rapat dewan komisaris, dan jumlah rapat komite audit terhadap praktik environmental performance dan environmental disclosure serta hubungan environmental performance terhadap environmental disclosure. Menurut Sekaran (2000), pengujian hipotesis harus dapat menjelaskan sifat dari hubungan tertentu, memahami perbedaan antar kelompok atau independensi dua variabel atau lebih.
B. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan peserta Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) tahun 2008 sebanyak 627 perusahaan (Press Briefing PROPER, 2009). commit to user
36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah judgement sampling, dimana sampel yang terpilih akan sangat bergantung pada pemahaman peneliti terhadap karakteristik populasi (Efferin, Darmadji, dan Tan, 2008). Judgement sampling digunakan untuk memilih sesuatu menjadi sampel karena mempunyai “information rich”. Berdasarkan teknik pengambilannya, sampel pada penelitian ini yaitu: 1. perusahaan peserta Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) tahun 2008, baik yang terdaftar maupun tidak terdaftar di Bursa Efek Indonesia, 2. perusahaan yang menerbitkan annual report tahun 2008 dan menyediakan informasi secara lengkap terkait dewan komisaris dan komite audit. Kriteria di atas digunakan karena tidak semua perusahaan peserta PROPER menyediakan informasi yang dibutuhkan, dalam hal ini yang dimaksud adalah annual report tahun 2008 dan informasi terkait corporate governance. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 80 perusahaan. karena
dalam analisis regresi berganda ukuran sampel hendaknya minimal
sepuluh kali variabel dalam penelitian (Sekaran, 2006).
C. Data dan Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diambil dari laporan tahunan perusahaan tahun 2008, hal ini dikarenakan kinerja perusahaan sampel diperoleh berdasarkan data PROPER tahun 2008 (Press Briefing PROPER, 2009). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Laporan tahunan dipilih karena memiliki kredibilitas yang tinggi (Zeghal dan Ahmed, 1999), selain itu laporan tahunan digunakan oleh sejumlah stakeholder sebagai sumber utama informasi yang pasti (Deegan dan Rankin, 1997), dan dapat diakses untuk tujuan penelitian (Woodward, 1998). Data sekunder yang dikumpulkan diperoleh dari jurnal, Indonesia Capital Market Directory (ICMD), situs www.menlh.go.id, www.idx.co.id dan dari situs masing – masing perusahaan sampel.
D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi variabel – variabel penelitian dan pengukurannya. a. Variabel independen 1. Proporsi komisaris independen Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya
yang
dapat
mempengaruhi
kemampuannya
untuk
bertindak
independen atau bertindak semata – mata demi kepentingan perusahaan (Herwidayatmo, 2000). Indikator yang digunakan sesuai dengan penelitian Haniffa dan Cooke (2005), Eng dan Mak (2005), Nurkhin (2008), Miranti (2009), dan Permatasari (2009) yaitu persentase anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan dari seluruh ukuran anggota dewan komisaris perusahaan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Proporsi Komisaris Independen
Komisaris Independen 100% Dewan Komisaris
2. Jumlah rapat dewan komisaris Jumlah rapat dewan komisaris merupakan rapat yang dilakukan antara dewan komisaris dalam suatu perusahaan. Sesuai dengan corporate governance guidelines yang ditetapkan 12 September 2007, dewan komisaris harus memiliki skedul atau jadwal rapat tetap dan dapat dilakukan rapat tambahan sesuai dengan kebutuhan serta dilakukan pada saat yang tepat. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan penelitian Brick dan Chidambaran (2007) dan Permatasari (2008) yaitu jumlah rapat yang dilakukan oleh dewan komisaris dalam waktu satu tahun. Hal ini juga sesuai dengan corporate governance guidelines (2007). 3. Proporsi anggota komite audit yang independen Komite audit independen merupakan anggota komite audit yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata – mata demi kepentingan perusahaan. Indikator yang digunakan adalah persentase anggota komite audit yang berasal dari luar perusahaan dari seluruh ukuran komite audit perusahaan, yaitu sesuai dengan penelitian Forker dan Simon (2001) dan Permatasari (2009).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Proporsi Komite Audit Independen
4.
Komite Audit Independen 100% Komite Audit
Jumlah rapat komite audit Jumlah rapat komite audit merupakan rapat yang dilakukan oleh komite audit dalam perusahaan. Dalam menjalankan tugasnya, komite audit mengadakan pertemuan minimal 4 kali dalam satu tahun (corporate governance guidelines, 2007). Indikator yang digunakan adalah jumlah rapat audit yang diselenggarakan dalam jangka satu tahun, dan sesuai dengan audit committe charter (2005), corporate governance guidelines (2007) dan penelitian Permatasari (2009).
b. Variabel dependen 1. Environmental Performance Environmental performance perusahaan dalam penelitian ini diukur dari prestasi perusahaan mengikuti program PROPER yang menurut Kementerian Lingkungan Hidup (2008) merupakan suatu Public Disclosure Program for Environmental Compliance di Indonesia. Sistem
peringkat
kinerja
PROPER
mencakup
pemeringkatan
perusahaan dalam lima (5) warna, akan diberi skor secara berturut – turut dengan nilai tertinggi 5 untuk warna emas, 4 untuk warna hijau, 3 untuk warna biru, 2 untuk warna merah dan terendah 1 untuk warna hitam (Almilia dan Wijayanto, 2007). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Environmental Disclosure Menurut Al – Tuwaijri et al. (2003), teknik pengukuran lingkungan dapat dibedakan menjadi dua kelompok. Pertama, menggunakan content analysis, yaitu pengukuran beberapa tingkatan dengan mengkuantifikasi pengungkapan lingkungan yang terdapat dalam laporan tahunan perusahaan yang dibagi menjadi beberapa halaman (Gray et al., 2005; Patten, 1995; Guthrie dan Parker, 1989; Patten, 1992), kalimat (Wiseman, 1982; Ingram dan Krazer, 1980), dan kata – kata (Deegan dan Gordon, 1996; Zeghal dan Ahmed, 1990). Teknik pengukuran yang kedua menggunakan disclosure scoring, peneliti mengidentifikasi kemungkinan isu – isu lingkungan, kemudian menganalisis pengungkapan lingkungan dari masing – masing isu dengan menggunakan metode skor yes atau no (atau 1 dan 0) (Al – Tuwaijri et al., 2003). Kelemahan pendekatan yang pertama (content analysis) adalah tingkat subyektifitas yang tinggi dalam mengkuantifikasikan pengungkapan dalam laporan tahunan dan mengandalkan coding yang sangat dipengaruhi selera coder (Inmarc’s News, 2008). Selain itu menurut Suhardjanto (2008:68): “Content analysis is at times more easily identified but it is not considered the best approach. A large numbers of words, sentences, or pages do not always reflect high quality of disclosure”. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan pendekatan disclosure scoring atau yang disebut dichotomous, yaitu jika sebuah perusahaan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengungkapkan item yang terdapat dalam daftar, maka diberi nilai 1, dan 0 jika tidak mengungkapkan (Cooke, 1989). Dalam penelitian ini environmental disclosure diproksikan dengan menggunakan skor pengungkapan lingkungan pada annual report. Skor 1 diberikan pada tiap aspek PROPER yang diungkapkan dalam annual report dan skor 0 untuk item yang tidak terdapat dalam annual report perusahaan sampel tahun 2008.
c. Variabel kontrol Variabel kontrol digunakan untuk melengkapi atau mengontrol hubungan kausalnya supaya lebih baik untuk didapatkan model empiris yang lebih lengkap dan lebih baik (Hartono, 2004). Dalam penelitian ini ada tiga variabel kontrol yang digunakan yaitu firm size (ukuran perusahaan), leverage, dan profitabilitas. 1. Firm Size Size perusahaan merupakan variabel penduga yang banyak digunakan untuk menjelaskan variasi pengungkapan (Miranti, 2009). Hackston dan Milne (1996) menyatakan bahwa perusahaan yang lebih besar melakukan aktivitas yang lebih banyak pula, sehingga memberikan dampak yang lebih besar terhadap lingkungan, sehingga lebih banyak pula shareholder maupun stakeholder yang peduli terhadap program lingkungan yang dijalankan oleh perusahaan. Hal ini sejalan dengan pendapat Cowen, Ferreri, dan Parker (1987) yang menyatakan bahwa perusahaan – perusahaan besar mendapatkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
lebih banyak tekanan untuk mengungkapkan aktivitas sosial dan lingkungan mereka kepada masyarakat. Ukuran perusahaan bisa diukur dengan menggunakan total aktiva, penjualan atau modal dari perusahaan tersebut. Mengacu pada penelitian sebelumnya yaitu Freedman dan Jaggi (2005), Haniffa dan Cooke (2005), Miranti (2009) dan Permatasari (2009), penelitian ini menggunakan total aktiva sebagai dasar ukuran perusahaan. Total aktiva digunakan karena total aktiva berisi keseluruhan aktiva yang dimiliki perusahaan baik current assets maupun non – current assets, sehingga lebih menunjukkan ukuran perusahaan yang sebenarnya. 2. Leverage Leverage merupakan pengukur proporsi atas penggunaan utang untuk membiayai investasi perusahaan (Sartono, 2005). Teori agensi memprediksi bahwa perusahaan dengan
rasio
leverage
yang lebih tinggi
akan
mengungkapkan informasi yang lebih banyak sebab biaya keagenan perusahaan dengan struktur modal demikian akan lebih tinggi (Jensen dan Meckling,
1976).
Sementara
menurut
teori
legitimasi,
manajemen
membutuhkan legitimasi untuk tindakan baik dari shareholder maupun kreditor sehingga cenderung untuk mengungkapkan informasi yang lebih banyak (Haniffa dan Cooke, 2005). Penelitian ini mengadopsi pendekatan Freedman dan Jaggi (2005) dalam mengukur tingakat leverage perusahaan, yaitu menggunakan Debt to Equity Ratio (DER). DER merupakan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perbandingan antara total liabilities dan total equity yang digunakan sebagai pendanaan. Debt to Equity Ratio (DER)
TotalLiabi lities 100% TotalEquit y
3. Profitabilitas Menurut Ullmann (1985), profitabilitas adalah faktor penting dalam menentukan apakah suatu isu sosial mendapat perhatian dari manajemen. Hubungan antara profitabilitas dan pengungkapan merupakan refleksi yang menunjukkan bahwa diperlukan respon sosial untuk membuat perusahaan memperoleh keuntungan. Dengan begitu pengungkapan tanggungjawab lingkungan dipercaya sebagai pendekatan manajemen untuk mengurangi tekanan sosial dan merespon kebutuhan sosial (Hackston dan Milne, 1996). Penelitian ini menggunakan Return on Equity (ROE) sebagai proksi profitabilitas, yang dihitung dengan membandingkan antara pendapatan setelah pajak dengan total ekuitas (Haniffa dan Cooke, 2005). ROE adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan dari modal sendiri perusahaan untuk mengahasilkan keuangan bagi pemegang saham (Riyanto, 2000).
Return On Equity (ROE)
NetIncome 100% TotalEquit y
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
E. Metode Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan statistik deskriptif dan pengujian hipotesis. Pengujian dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS release 17. 1. Statistik Deskriptif Statistik deskriptif terdiri dari penghitungan mean, standar deviasi, maksimum, dan minimum. Analisis ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai distribusi dan perilaku data (Ghozali, 2006).
2. Pengujian Hipotesis Untuk menguji hipotesis, penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda, uji korelasi dan t – test. a. Analisis Regresi Berganda Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis regresi berganda dimana sebelumnya dilakukan clean up data dengan pemenuhan asumsi klasik untuk memastikan bahwa data penelitian valid, tidak bias, konsisten, dan penaksiran koefisien regresinya efisien (Gujarati, 2003). Pengujian asumsi klasik terdiri dari beberapa macam pengujian, meliputi: 1) Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah masalah yang sering muncul dalam analisis regresi terjadi, yaitu dimana terdapat korelasi yang tinggi antar dua atau lebih variabel independen (Harrison dan Tamaschke, 2008; Ghozali, 2006). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pada model yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel bebas. Cara mendeteksi multikolinieritas menurut Ghozali (2006) yaitu: a. Dengan menganalisa matrik korelasi antar variabel bebas. Jika matrik antar variabel bebas mempunyai korelasi yang tinggi (umumnya
diatas
0,90)
maka
terdapat
indikasi
terjadinya
multikolinieritas. b. Dengan melihat colinierity statistic yaitu nilai tolerance dan nilai variance inflation factor (VIF). Secara umum nilai tolerance yang dipakai adalah 0,10 atau sama dengan nilai VIF diatas 10. Jika nilai VIF dibawah 10 maka diantara variabel bebas tidak terdapat indikasi terjadinya multikolinieritas. 2) Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t – 1 (Ghozali, 2006). Untuk mengetahui dan menguji ada tidaknya autokorelasi dalam model analisis regresi, bisa digunakan cara pengujian statistik Durbin Watson (DW). Tabel 3.1 Nilai Durbin – Watson Nilai DW Kurang dari 1,10 1,10 sampai 1,54 1,55 sampai 2,46 2,47 sampai 2,90 Lebih dari 2,91
Kesimpulan Ada autokorelasi Tanpa kesimpulan Tidak ada autokorelasi Tanpa kesimpulan Ada autokorelasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Harrison dan Tamaschke, 2008; Ghozali, 2006). Untuk menentukan heteroskedastisitas dengan grafik scatterplot, titik yang terbentuk harus menyebar secara acak, baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Bila kondisi ini terpenuhi maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2006) 4) Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2006). Untuk menguji data yang berdistribusi normal akan digunakan alat uji normalitas, yaitu One Sample Kolmogorov – Smirnov. Data dikatakan terdistribusi normal jika signifikansi variabel dependen memiliki nilai signifikansi lebih dari 10 %. Data penelitian yang baik adalah yang terdistribusi secara normal. Persamaan regresi berganda untuk pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah: EVPERF = 0 + 1PRODKI+ 2RPTDK+ 3PROKAI+ 4RPTKA+ 4SIZE+ 5LEV+ 5PROF+ e EVDISC = 0 + 1PRODKI+ 2RPTDK+ 3PROKAI+ 4RPTKA+ 4SIZE+ 5LEV+ 5PROF+ e commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 3.2 Keterangan Persamaan Regresi Berganda Simbol ENVPERF ENVDISC PRODKI RPTDK PROKAI RPTKA SIZE LEV PROF e
Keterangan Environmental Performance Environmental Disclosure Proporsi Dewan Komisaris Independen Jumlah Rapat Dewan Komisaris Proporsi Komite Audit yang Independen Jumlah Rapat Komite Audit Ukuran Perusahaan Leverage Profitabilitas Koefisien Regresi Error
b. Uji Korelasi Pengujian hipotesis pada penelitian ini juga menggunakan Spearman – Brown test dan Karl Pearson test untuk mengetahui korelasi (Harrison dan Tamaschke, 2008) antara environmental performance dan environmental disclosure di Indonesia. Apabila p – value dibawah tingkat signifikan 5% maka terdapat hubungan antara environmental performance dan environmental disclosure di Indonesia.
c. T - test T – test digunakan untuk menguji rata – rata atau pengaruh perlakuan dari suatu percobaan yang menggunakan 1 faktor, dimana 1 faktor tersebut memiliki 2 level (Ghozali, 2006). Dalam penelitian ini t – test digunakan untuk mengetahui perbedaan environmental performance dan environmental disclosure antara to Bursa user Efek Indonesia (BEI). perusahaan yang listing dan non –commit listing di
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan menjelaskan mengenai deskripsi data, pengujian hipotesis dan pembahasan hasil pengujian yang telah dilakukan selama penelitian. Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi berganda, uji korelasi dan t – test dengan bantuan program SPSS release 17 untuk sistem operasi windows. A. Deskriptif Data Analisis deskriptif data terdiri dari seleksi sampel dan statistik deskriptif. 1. Seleksi Sampel Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa annual report tahun 2008. Data ini diperoleh dari situs www.idx.co.id dan dari situs masing – masing perusahaan sampel. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan peserta Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) tahun 2008, dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 4.1 Populasi dan Klasifikasi Industri No 1 2 3 4
Sektor Jumlah Pertambangan, Energi dan Migas 183 Manufaktur 220 Agroindustri 209 Kawasan Industri & Jasa Pengolah Limbah 15 Total 627 commit to user
49
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode judgment sampling. Perusahaan yang menjadi sampel adalah perusahaan yang memenuhi beberapa kriteria tertentu yang sudah dijelaskan di Bab III. Berdasarkan teknik pengambilan sampel tersebut, maka jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 80 perusahaan, nama perusahaan sampel dapat dilihat pada Lampiran II. Namun dari 80 perusahaan sampel tersebut, ternyata hanya terdapat 40 perusahaan
yang menyediakan data dan informasi secara
lengkap terkait corporate governance dalam annual report – nya.
2. Statistik Deskriptif Environmental performance sebagai variabel dependen dalam penelitian ini diperoleh dari prestasi perusahaan saat mengikuti program PROPER tahun 2008 yang diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa nilai rerata kinerja lingkungan hidup untuk 40 perusahaan sebesar 3 atau dalam
PROPER termasuk dalam peringkat Biru,
namun berdasarkan keseluruhan sampel yang diambil sebanyak 80 perusahaan reratanya sebesar 1,5 atau 30%. Nilai rerata environmental performance sebesar 1,5 menunjukkan bahwa tingkat kepedulian terhadap lingkungan hidup perusahaan di Indonesia tergolong sangat rendah karena skor total untuk kinerja lingkungan pada penelitian ini adalah 5. Dalam PROPER, skor 1,5 atau 30% mengindikasikan bahwa perusahaan di Indonesia tergolong “Belum Taat” yang berarti bahwa perusahaan telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan, akan tetapi baru sebagian kecil mencapai hasil yang sesuai dengan persyaratan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang – undangan (KLH, 2008). Dari 40 perusahaan dengan skor rerata 1,5, ada 38 perusahaan yang mempunyai skor kinerja di atas rerata sedangkan 2 perusahaan lainnya mempunyai skor kinerja lingkungan di bawah rerata. Nilai minimum 1 untuk environmental performance pada penelitian ini diperoleh PT Ultra Jaya Milk dan PT Charoen Pokhpand Indonesia. Skor 1 atau dalam PROPER termasuk peringkat Hitam, mengindikasikan bahwa perusahaan belum melakukan upaya pengelolaan lingkungan hidup secara berarti, atau secara sengaja tidak melakukan upaya pengelolaan lingkungan sebagaimana yang dipersyaratkan, serta berpotensi mencemari lingkungan. Nilai maksimum atau skor tertinggi environmental performance sebesar 5 atau berperingkat Emas diperoleh PT Indocement. Hal ini menurut Kementerian Lingkungan Hidup, PT Indocement telah melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari yang dipersyaratkan dan telah melakukan upaya 3R (Reduce, Reuse, Recycle), menerapkan sistem pengelolaan lingkungan yang berkesinambungan, serta melakukan upaya – upaya yang berguna bagi kepentingan masyarakat pada jangka panjang.
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Variabel Dependen Variabel Env_Perf Env_Disc
Mean 3 4.03
Min 1 1
commit to user
Max 5 7
St. Deviasi 0.716 1.641
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Environmental disclosure dalam penelitian ini diperoleh dari skor total dari 8 aspek PROPER yang diungkapkan dalam annual report perusahaan. Delapan aspek PROPER tersebut meliputi: (1) Pencemaran air, (2) Pencemaran laut, (3) Pencemaran udara, (4) Pengolahan limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya), (5) AMDAL/UKL/UPL, (6) Penggunaan sumber daya, (7) Sistem manajemen lingkungan, dan (8) Partisipasi dan hubungan masyarakat. Statistik deskriptif pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa rerata tingkat pengungkapan lingkungan hidup pada annual report
sebesar 4,03 untuk 40
perusahaan yang melakukan pengungkapan lingkungan, tetapi berdasarkan keseluruhan sampel yang diambil reratanya sebesar 2,22 atau 27,75%. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat pengungkapan lingkungan hidup pada annual report perusahaan di Indonesia masih sangat rendah karena skor total untuk environmental disclosure pada penelitian ini adalah 8. Dari 40 perusahaan sampel, ada 32 perusahaan yang skor pengungkapan diatas rerata sedangkan 8 perusahaan lainnya mempunyai skor pengungkapan di bawah rerata. Nilai minimum environmental disclosure pada penelitian ini adalah 1 (12,5%) yaitu PT Charoen Pokhpand Indonesia yang hanya mengungkapkan aspek partisipasi dan hubungan masyarakat dalam annual report – nya. PT Charoen Pokhpand Indonesia dalam annual report – nya mengungkapkan, ”Perseroan menyadari bahwa aktivitas usaha dan operasional tidak hanya ditujukan demi menciptakan nilai bagi pemegang saham (shareholder), namun juga harus mampu memberikan manfaat nyata bagi masyarakat (stakeholder). Melalui berbagai program dan kegiatan sosial kemasyarakatan Perseroan selalu menumbuhkan kerja sama dan hubungan yang harmonis dengan masyarakat setempat, terutama di sekitar lokasi operasional.” (AR PT Charoen Pokhpand Indonesia, 2008). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Aspek partisipasi dan hubungan masyarakat ini juga merupakan aspek terbanyak yang diungkapkan dalam annual report perusahaan di Indonesia. Partisipasi dan hubungan masyarakat merupakan aspek dimana perusahaan telah melakukan kegiatan pengembangan masyarakat; perusahaan berperan aktif dalam kegiatan masyarakat disekitar lokasi kegiatan perusahaan; dan perusahaan mempunyai hubungan yang baik dengan masyarakat disekitar lokasi kegiatan perusahaan. Semua perusahaan sampel dalam penelitian ini mengungkapkan aspek partisipasi dan hubungan masyarkat pada annual report perusahaan. Aspek terbanyak kedua yang diungkapkan dalam annual report perusahaan adalah aspek manajemen lingkungan yang diungkapkan oleh 35 perusahaan. Dalam aspek ini perusahaan mempunyai komitmen dan kebijakan lingkungan yang kuat (KLH, 2008), seperti yang dilakukan PT Asahimas Flat Glass yang mengungkapkan, “Perseroan mempunyai komitmen untuk selalu patuh terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, termasuk peraturan di bidang lingkungan hidup. Perseroan telah mengelola limbah padat, cair dan gas baik itu yang merupakan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) maupun non B3 sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.” (AR PT Asahimas Flat Glass, 2008) Nilai maksimum environmental disclosure pada penelitian ini adalah sebesar 7 yaitu oleh PT Timah, PT Semen Gresik dan PT Medco. Hal ini dikarenakan PT Timah dan PT Medco sebagai perusahaan pertambangan serta PT Semen Gresik sebagai perusahaan manufaktur memiliki aktivitas operasi utama yang berhubungan langsung dengan alam sehingga memiliki tanggungjawab yang lebih untuk mengungkapkan kegiatan lingkungan hidup mereka. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Terkait dengan permasalahan lingkungan hidup, pada tanggal 7 – 18 Desember 2009 telah diselenggarakan Konferensi Perubahan Iklim PBB di Kopenhagen, Denmark. Pada konferensi ini, utusan lebih dari 190 negara akan bernegosiasi untuk mencapai kesepakatan baru sebagai pengganti skema Protokol Kyoto yang akan berakhir masa berlakunya pada tahun 2012. Konferensi ini menghasilkan kesepakatan yang disebut “Copenhagen Accord”. Ada beberapa poin penting dalam “Copenhagen Accord” berkenaan dengan lingkungan hidup, diantaranya adalah kesediaan negara – negara peserta konferensi untuk mengurangi emisi gas yang ada (Kompas, 7 Desember 2009). Indonesia sebagai salah satu negara peserta konferensi yang sangat concern dalam hal global warming tentu saja bersedia untuk mengurangi jumlah emisi gas yang dihasilkan dari aktivitas sehari – hari. Hal ini dapat dibuktikan dalam annual report PT Medco yang menyatakan, “Komitmen Medco Energi terhadap pelestarian alam diwujudkan dalam pengembangan proyek – proyek ramah lingkungan, dimulai dengan pabrik LPG yang memproses gas asosiasi dari jumlah volume minyak yang besar yang dipompa dari lapangan Rimau. Sebagai pengganti pembakaran gas (flaring) yang berdampak pada pemanasan global, MedcoEnergi telah membangun pembangkit listrik berbahan bakar gas di tahun 2004. Pembangkit ini merupakan salah satu pembangkit paling ramah lingkungan di Indonesia. Sejak tahun 2006, Perseroan telah memulai pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi. Di tahun 2006 pula, Perseroan memulai konstruksi pabrik ethanol yang menggunakan singkong akar sebagai bahan bakar disamping biogas yang dihasilkan dari limbah pabrik, sehingga mengurangi penggunaan bahan bakar fosil untuk menghasilkan energi yang sama sekaligus mengurangi emisi karbon.” (AR PT Medco, 2008). Aspek dalam PROPER yang sama sekali tidak diungkapkan dalam annual report perusahaan di Indonesia adalah aspek pencemaran air laut. Aspek ini commitlimbah to userdi laut (dumping) yang dimiliki terkait dengan ijin untuk membuang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perusahaan. Hal ini dikarenakan adanya kebijakan pemerintah yang mengizinkan perusahaan untuk membuang limbah di laut menyebabkan tingginya tingkat pencemaran di lingkungan laut (red tide)
Indonesia (Antara, 2010). Efek
terjadinya red tide ini ditunjukkan dengan penurunan kadar oksigen serta meningkatnya kadar toksin yang menyebabkan matinya biota laut, penurunan kualitas air, serta menganggu kestabilan populasi organisme laut. Teknologi pembuangan limbah ke dasar laut (Submarine Tailing Disposal/STD) sebenarnya sudah tidak lagi digunakan oleh perusahaan – perusahaan tambang di luar negeri. Sejumlah pemerintah negara maju melarang perusahaan tambang yang beroperasi di wilayahnya untuk membuang limbah ke dasar laut. Namun, di Indonesia operasi ini masih dilakukan seperti yang dilakukan oleh PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) dan PT Freeport yang membuang limbahnya melalui jalur sungai sehingga banyak pihak yang memprotes kebijakan tersebut dan menuntut pemerintah mengubah kebijakannya terhadap perizinan perusahaan itu (Suara Pembaharuan, 2005). Selain itu, terjadinya kasus pencemaran di Teluk Buyat membuat masyarakat tidak lagi yakin akan keamanan pembuangan limbah ke dasar laut. Kasus pencemaran Teluk Buyat yang dilakukan oleh PT Newmont Nusa Tenggara merupakan bukti bahwa pembuangan tailing ke laut (Submarine Tailing Disposal) telah mengakibatkan pencemaran di Teluk Buyat, Sulawesi Utara. Bahkan hasil survei KLH yang dilakukan pada bulan September 2004 di daerah Tongo Sejorong, Benete dan Lahar, Nusa Tenggara Barat, menunjukkan sekitar 76 – 100% responden nelayan menyatakan bahwa pendapatan mereka menurun commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
setelah PT Newmont membuang tailing – nya ke Teluk Senunu, yang besarnya mencapai 120.000 ton tailing per hari, atau 60 kali besarnya tailing PT Newmont di Teluk Buyat (WALHI, 2004). Pada tabel 4.3 di bawah ini dijelaskan statistik deskriptif dari variabel independen penelitian. Informasi mengenai statistik deskriptif tersebut meliputi: nilai minimum, maksimum, rerata (mean), dan standar deviasi yang dihitung dengan menggunakan alat bantu statistik SPSS release 17. Hasil dari perhitungan tersebut ditampilkan pada tabel 4.3 berikut:
Tabel 4.3 Statistik Deskriptif Variabel Independen Variabel Pro_DKI (%) Rpt_DK (kali / tahun) Pro_KAI (%) Rpt_KA (kali / tahun) Size (juta Rupiah) Leverage Profitabilitas
Mean 45.38 7.98 63.15 9.78 31464000 98.97 18.47
Min Max 20 93 2 33 40 80 2 47 1129852 3547449600 10.2 333 -34.39 77.64
St. Deviasi 0.18234 6.538 0.09694 8.129 662963000 79.052 20.64141
Rerata proporsi dewan komisaris independen adalah 45,38%. Proporsi ini sudah baik karena berdasarkan peraturan yang dikeluarkan oleh Bapepam pada tanggal 1 Juli tahun 2000, menyatakan bahwa proporsi dewan komisaris independen adalah 30% dari total anggota dewan komisaris. Komisaris independen mempunyai peranan penting dalam pengungkapan informasi lingkungan pada annual report. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Ada 2 perusahaan yang mempunyai proporsi dewan komisaris independen sebesar 20%
yaitu PT Pupuk Kujang dan PT Petrokimia, dan hanya ada 1
perusahaan yang anggota dewan komisaris independennya sebanyak 93% yaitu PT Nestle. Proporsi dewan komisaris independen sebesar 20% mengindikasikan bahwa PT Pupuk Kujang dan PT Petrokimia belum menerapkan corporate governance dengan baik karena tidak mematuhi regulasi yang telah ditetapkan oleh Bapepam terkait proporsi dewan komisaris independen. Sementara itu, proporsi dewan komisaris sebanyak 93% pada PT Nestle dapat diartikan bahwa perusahaan telah menerapkan corporate governance dengan baik karena semakin besar proporsi dewan komisaris independen dapat mendorong diterapkannya prinsip tata kelola perusahaan (Corporate Governance) di dalam perusahaan melalui tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi secara efektif serta lebih memberikan nilai tambah bagi perusahaan (Task Force Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance, 2006).
Agar proses pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris berjalan efektif, corporate governance guidelines (2007) menyatakan bahwa minimal dewan komisaris harus mengadakan rapat internal sebanyak 4 kali dalam 1 tahun. Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa rerata frekuensi rapat perusahaan di Indonesia sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu sebanyak 9,78 kali dalam setahun. Namun, terdapat 4 perusahaan yang menyelenggarakan rapat dibawah ketentuan yang ada yaitu PT Asahimas Flat Glass, PT Adaro Energy, PT Ultra Jaya Milk, dan PT INCO, dimana nilai minimum diperoleh PT Asahimas Flat Glass yang hanya mengadakan pertemuan dewan komisaris sebanyak 2 kali commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dalam setahun. Hal ini menunjukkan bahwa masih kurangnya kesadaran perusahaan di Indonesia akan ketentuan yang telah ditetapkan. Pada umumnya perusahaan di Indonesia sudah memenuhi peraturan Bapepam terkait dengan proporsi komite audit independen minimal sebesar 33%. Hal ini terbukti dengan jumlah rerata proporsi komite audit independen perusahaan di Indonesia sebesar 63,15%. Tingginya rerata proporsi komite audit independen mengindikasikan bahwa kualitas kontrol oleh komite audit terhadap aktivitas perusahaan semakin baik (Forker, 1992). Terkait dengan peraturan Bapepam dinyatakan bahwa komite audit independen harus menyelenggarakan rapat internal minimal 4 kali dalam 1 tahun (corporate governance guidelines, 2007). Dari data statistik pada tabel 4.3 di atas masih terdapat perusahaan yang tidak mematuhi ketentuan rapat intern komite audit yaitu PT Kalbe Farma yang mengadakan rapat sebanyak 2 kali dalam 1 tahun. Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa rerata size perusahaan yang diukur dengan total aktiva berjumlah sebesar Rp 31.464.000.000.000,00. Terdapat 15 perusahaan yang memilki jumlah aset di atas rerata dan terdapat 25 perusahaan yang memiliki jumlah aset di bawah rerata. Size perusahaan terbesar diperoleh PT Toyota dengan jumlah aset yang dimiliki Rp 3.547.449.600.000.000,00. Sementara size perusahaan terkecil dimiliki oleh PT Lippo Cikarang dengan jumlah aset sebesar Rp 1.129.852.000.000,00. Selain mengungkapkan besarnya aset yang dimiliki, perusahaan juga mengungkapkan nominal jumlah yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dikeluarkan dalam rangka tanggungjawab lingkungan seperti PT Semen Gresik yang menyatakan dalam annual report – nya, “Kepedulian Perseroan untuk menjaga kelestarian alam termasuk isu pemanasan global maka Perseroan melaksanakan penghijauan melalui penanaman pohon baik yang bersifat produktif maupun non produktif dan biaya yang telah dikeluarkan untuk program tersebut tahun 2008 sebesar Rp 0,6 milyar. Pada akhir tahun 2008 Perseroan mendapat tugas dari Pemerintah untuk menanam pohon sebanyak 500.000 pohon dan ditunjuk sebagai koordinator BUMN menaman pohon di Jatim dan Bali, program tersebut akan diselesaikan paling lambat kwartal 1 tahun 2009.” Selain itu, pengungkapan jumlah nominal yang telah dikeluarkan perusahaan dalam rangka melakukan upaya pelestarian dan kepedulian terhadap lingkungan hidup juga diungkapkan oleh PT Perusahaan Gas Negara secara detail dalam annual report – nya yaitu: Pengelolaan lingkungan berorientasi pada pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan sesuai dengan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) pada dokumen AMDAL maupun UKL-UPL Biaya Pengelolaan Lingkungan Tahun 2008 Uraian A. AMDAL maupun UKL-UPL 1. UKL-UPL Pipanisasi Distribusi Gas Bumi Lampung 2. UKL-UPL CNG Station Pondok Ungu Jawa Barat 3. UKL-UPL Off Take Porong Jawa Timur B. Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan UKL-UPL Stasiun Kompressor Gas Pagar Dewa Sumatera Selatan TOTAL commit to user
Jumlah (Rp) 138.946.500
90.667.500 156.000.000
21.000.000 406.614.000
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sementara itu, dari sisi leverage perusahaan dapat dilihat bahwa rerata perusahaan
di
Indonesia
memiliki
leverage
sebesar
98,97%.
Hal
ini
mengindikasikan bahwa sekitar 98,97% investasi perusahaan dibiayai oleh utang. Pada penelitian ini tingkat leverage terendah sebesar 10,20% dimiliki oleh PT Santos Maleo, sementara tingkat leverage tertinggi sebesar 333% dimiliki oleh PT Pupuk Kujang. Rerata profitabilitas perusahaan sampel pada penelitian ini sebesar 18,47%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kemampuan dari modal perusahaan untuk menghasilkan laba bagi pemegang saham sebesar 18,47%. Profitabilitas tertinggi sebesar 77,64% diperoleh PT Unilever, sedangkan untuk profitabilitas terendah didapat oleh PT Pupuk Kujang sebesar -34,39%. Berdasarkan hasil statistik deskriptif dan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa rerata environmental performance sebesar 3; rerata environmental disclosure sebesar 4,03; rerata proporsi komisaris independen sebesar 45,38%; rerata frekuensi rapat dewan komisaris sebanyak 7,98; rerata proporsi komite audit independen sebesar 63,15%; rerata jumlah rapat komite audit sebesar 9,78; rerata size perusahaan sebesar Rp 31.464.000.000.000,00; rerata leverage sebesar 98,97%; dan rerata profitabilitas sebesar 18,47%.
B. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan 2 pengujian, yaitu dengan menggunakan analisis regresi berganda dan uji korelasi. Selain itu, penelitian ini menambahkan t – test untuk mengetahui apakah terdapat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perbedaan environmental disclosure dan environmental performance antara perusahaan yang listing dan non – listing di Bursa Efek Indonesia. Sebagai prasyarat pengujian regresi berganda dilakukan uji asumsi klasik untuk memastikan bahwa data penelitian valid, tidak bias, konsisten, dan penaksiran koefisien regresinya efisien (Gujarati, 2003). Pengujian asumsi klasik terdiri dari beberapa macam pengujian, meliputi: Normalitas, Multikolinieritas, Autokorelasi, dan Heteroskedastisitas. Penelitian ini telah memenuhi uji asumsi klasik. Hasil pengujian asumsi klasik tersebut dapat dilihat pada lampiran V.
1. Analisis Regresi Berganda Regresi berganda dalam penelitian ini digunakan untuk menjawab rumusan masalah
yaitu
menguji
apakah
corporate
governance
berpengaruh
terhadap
environmental performance dan environmental disclosure perusahaan. Pengujian regresi berganda ini dilakukan dengan metode backward. a) Pengaruh Corporate Governance terhadap Environmental Performance
Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh corporate governance yang direpresentasikan dengan proporsi komisaris independen, jumlah rapat dewan komisaris, komite audit independen, jumlah rapat komite audit, terhadap environmental performance dengan size perusahaan, leverage, dan profitabilitas sebagai variabel kontrol. Berdasarkan hasil pengujian regresi berganda terkait pengaruh corporate governance terhadap environmental performance diperoleh hasil sebagai berikut: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.4 Hasil Regresi Berganda Tahap I Variabel (Constant) Pro_DKI Rpt_DK Pro_KAI Rpt_KA Size Leverage Profitabilitas R Square Adjusted R Square F Sig
Koefisien 1.853 0.611 0.014 2.496 -0.023 0.046 -6.29E-05 -0.004 0.179 0.135 4.044 0.026
t 2.492 0.967 0.468 2.193 -1.730 0.435 -0.040 -0.638
Sig. 0.170 0.340 0.741 0.023* 0.092** 0.721 0.968 0.528
*Secara statistik signifikan pada tingkat 5% **Secara statistik signifikan pada tingkat 10%
Koefisien Determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh variabel independen mampu menerangkan variabel dependen. Setiap tambahan satu variabel independen, maka R2 pasti meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu, untuk jumlah variabel independen lebih dari dua, lebih baik menggunakan koefisien determinasi yang telah disesuaikan yaitu Adjusted R2 ( Ghozali, 2006). Dari tabel 4.4 di atas menunjukkan bahwa nilai R Square (R2) sebesar 0,179 dan Adjusted R Square (Adjusted R2) sebesar 0,135. Berdasarkan nilai Adjusted (R2) tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebanyak 13,5% variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen dan variable kontrol dan sisanya sebanyak 86,5% dijelaskan oleh faktor lain. Dalam tabel tersebut juga menunjukkan nilai F hitung sebesar 4,044 commit to user dengan probabilitas 0,026 (p – value < 0,05). Karena nilai F lebih besar dari 4 dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
probabilitas jauh lebih kecil dari
5% maka model regresi ini menunjukkan
tingkatan yang baik (good overall model fit) sehingga model regresi dapat digunakan untuk memprediksi environmental performance atau dapat dikatakan bahwa proporsi komisaris independen, jumlah rapat dewan komisaris, komite audit independen, jumlah rapat komite audit, size perusahaan, leverage, dan profitabilitas secara bersama – sama berpengaruh terhadap environmental performance (Ghozali, 2006). Berdasarkan
pengujian
hipotesis
yang
telah
dilakukan,
hasilnya
menunjukkan bahwa proporsi komite audit independen berpengaruh terhadap environmental performance sedangkan jumlah rapat komite audit proporsi dewan komisaris independen, jumlah rapat dewan komisaris, size, leverage, dan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap environmental performance. Proporsi komite audit independen berpengaruh (p – value sebesar 0,023) terhadap environmental performance. Hal ini mengindikasikan bahwa peran dan tanggung jawab anggota komite audit independen telah berfungsi sebagai mana mestinya. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan Collier (2003); Menon dan Williams (1994) bahwa keberadaan anggota komite audit yang independen berpengaruh positif terhadap kinerja lingkungan hidup perusahaan. Di Indonesia keberadaan komite audit masih merupakan hal yang relatif baru. Perkembangan komite audit di Indonesia sangat terlambat dibandingkan dengan negara lain, hal ini antara lain disebabkan karena pemerintah baru menetapkan kebijakan tentang pemberlakuan komite audit pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tertentu pada tahun 1999. Selain itu anjuran dari Bapepam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kepada perusahaan yang telah go – public agar memiliki komite audit baru ditetapkan pada tahun 2000. Mengingat pentingnya keberadaan komite audit dalam meningkatkan performance perusahaan, terutama dari aspek pengendalian, maka 33% dari komite audit merupakan pihak eksternal yang independen. Pihak eksternal dipilih karena memiliki pandangan segar dan tidak memiliki hubungan historis dengan perusahaan sehingga kemungkinan kolusi dengan manajemen dapat diperkecil sehingga independensinya dapat dipercaya. Pada penelitian ini, rerata proporsi komite audit independen di Indonesia (sebesar 63,15%) sudah di atas persyaratan minimal yang ditetapkan oleh Bapepem menunjukkan bahwa penetapan komite audit independen dalam perusahaan bukan hanya sekedar untuk memenuhi ketentuan formal dari pemerintah
saja.
Tingginya
rerata
proporsi
komite
audit
independen
mengindikasikan bahwa kualitas kontrol oleh komite audit terhadap aktivitas perusahaan semakin baik sehingga semakin besar proporsi komite audit independen dalam perusahaan semakin baik pula kinerja lingkungan perusahaan. Pada dasarnya komite audit dibentuk guna mencapai tujuan dan mewujudkan peranannya secara efektif. Kesukseskan komite audit tidak hanya ditentukan oleh independensi dan kompetensi saja, tetapi ditentukan pula oleh pola hubungan dan komunikasi. Seperti pendapat yang diungkapkan Carey (1953:680): “There seems to be no doubt that a direct channel of communications between the board (committee) and (external dan internal) auditors is very much to the advantage of all concerned.” commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Komunikasi komite audit biasanya dapat dilakukan dalam bentuk pengamatan, analisis laporan dan rapat (diskusi). Hasil – hasil pengamatan dan analisis terhadap sistem pengendalian manajemen, auditor eksternal dan internal selanjutnya dikomunikasikan dan dibahas langsung dalam rapat komite audit. Hal itu diperlukan agar masalah – masalah penting segera menjadi perhatian bersama untuk ditindak lanjuti. Komite audit dipandang oleh banyak pihak sebagai alat monitoring untuk menghindari kecurangan dalam pelaporan keuangan dan memonitor kinerja manajemen. Komite audit yang melakukan pertemuan secara rutin memungkinkan untuk membahas mengenai penyelesaian pekerjaan, permasalahan yang dihadapi perusahaan dan bersama – sama mencari penyelesaian terbaik untuk perusahaan serta memungkinkan untuk mengevaluasi kinerja lingkungan hidup perusahaan. Namun, meskipun proporsi komite audit independen berpengaruh positif terhadap environmental performance, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah rapat komite audit berpengaruh secara negatif terhadap kinerja lingkungan hidup perusahaan (koefisien = -0,023, dengan p – value sebesar 0,092 signifikan pada tingkat 10%). Hal ini mengindikasikan bahwa tingginya rerata jumlah pertemuan komite audit di Indonesia sebesar 9,78 dimungkinkan hanya untuk mematuhi ketentuan Bapepam yaitu minimal 4 kali dalam setahun karena seringnya frekuensi komite audit melakukan rapat tidak mejadikan fungsi pengawasan komite audit perusahaan semakin baik dan efektif, sehingga seringnya frekuensi rapat komite audit tidak menjamin perusahaan melakukan kinerja lingkungan hidup yang baik. Kondisi ini seperti yang terjadi pada commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PT Charoen Pokhpand Indonesia, dimana dalam setahun frekuensi pertemuan komite auditnya sebanyak 47 kali tetapi memiliki kinerja lingkungan yang buruk dimana dalam PROPER perusahaan mendapat peringkat Hitam. Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan Zahra dan Pearce (1989); Menon dan Williams (1994); Raghunandan, Read, Rama (2001); Bradbury, et al. (2004); Kelley, Koh, Toh (2005). Variabel yang tidak signifikan secara statistik adalah proporsi dewan komisaris independen (ρ – value = 0,340). Hal ini mengindikasikan bahwa peran dan tanggung jawab dewan komisaris independen pada perusahaan di Indonesia belum berfungsi sebagai mana mestinya. Di Indonesia, pengangkatan atau penambahan anggota dewan komisaris yang independen pada kebanyakan perusahaan dimungkinkan hanya sekedar memenuhi ketentuan formal dari pemerintah saja dan tidak dimaksudkan untuk menegakkan corporate governance yang baik di perusahaan tersebut (Gideon, 2006). Hal menarik dapat dilihat berkaitan dengan independensi, terdapat fenomena di Indonesia yang memberikan jabatan komisaris kepada seseorang bukan berdasarkan kompetensi dan profesionalisme namun hanya sebagai penghargaan atau penghormatan (Surya dan Yustiavanda, 2006) sehingga dapat dikatakan, pemilihan komisaris di Indonesia kurang mempertimbangkan intergritas serta kompetensi. Selain itu, hasil ini mendukung survei dari Asian Development Bank yang menemukan bahwa kuatnya kendali pendiri perusahaan dan kepemilikan saham mayoritas menjadikan dewan komisaris tidak independen dan fungsi pengawasan tidak efektif karena timbulnya masalah dalam koordinasi, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
komunikasi, dan pembuatan keputusan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Conet, Marcuss dan Tehranian (2006); Gideon (2006); Feltham dan Pae (2000). Jumlah rapat dewan komisaris (ρ – value = 0,741) tidak mempengaruhi environmental performance. Hal ini bisa dikarenakan rapat yang dilakukan oleh dewan komisaris belum dilakukan secara efektif dan hanya sebagai pelengkap saja. Kebanyakan perusahaan di Indonesia dimungkinkan hanya sekedar memenuhi ketentuan formal dari corporate governance guidelines (2007), dimana dewan komisaris harus memiliki skedul atau jadwal pertemuan tetap dan dapat dilakukan pertemuan tambahan sesuai dengan kebutuhan serta pada saat yang tepat, dan tidak dimaksudkan untuk menegakkan corporate governance di dalam perusahaan tersebut (Permatasari, 2009). Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Vafeas (2003); Brick dan Chidambaran (2007). Size perusahaan memiliki ρ – value sebesar 0,721, hal ini menunjukkan bahwa size perusahaan sebagai variabel kontrol dalam penelitian ini tidak berpengaruh terhadap environmental performance. Hasil ini sejalan dengan penelitian Darmawanti, Khomsiyah, Rika (2004) yang menyatakan bahwa pengaruh ukuran perusahaan terhadap kinerja belum jelas arahnya karena perusahaan besar belum tentu memiliki kinerja lingkungan yang lebih baik dibanding perusahaan kecil dan sebaliknya perusahaan kecil tidak selalu memiliki performance yang lebih rendah dibandingkan perusahaan yang lebih besar. Selain itu, menurut Durnev dan Kim (2003), perusahaan besar dianggap memiliki commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
masalah keagenan yang besar pula sehingga belum bisa mengoptimalkan performance dengan lebih baik. Di Indonesia, ukuran perusahaan tidak memberikan pengaruh bagi kinerja lingkungan hidup perusahaan. Hal ini mungkin disebabkan adanya pandangan perusahaan yang mengangkap belum efektifnya pelaksanaan kinerja lingkungan hidup. Artinya, aktivitas pelestarian dan kepedulian terhadap lingkungan hidup ini belum dianggap sebagai kebijakan yang akan berdampak positif di masa yang akan datang. Selain itu, semakin besar ukuran perusahaan tidak menjamin perusahaan concern terhadap lingkungan karena adanya anggapan bahwa melakukan aktivitas pelestarian lingkungan hidup hanya menambah pengeluaran perusahaan sehingga dapat mengurangi kekayaan dan keuntungan perusahaan (Utama, 2007). Leverage sebagai variabel kontrol memiliki ρ-value 0,968 pada tingkat signifikan 5% sehingga dapat disimpulkan bahwa leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja lingkungan perusahaan. Koefisien leverage pada tabel 4.4 menunjukkan nilai yang negatif. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat leverage maka semakin rendah tingkat environmental performance perusahaan. Perusahaan dengan tingkat ketergantungan terhadap utang yang tinggi cenderung memiliki kinerja lingkungan yang rendah, hal ini dikarenakan utang perusahaan diprioritaskan untuk membiayai operasional perusahaan bukan digunakan untuk melakukan upaya pelestarian lingkungan hidup. Dalam penelitian ini juga ditunjukkan bahwa profitabilitas (ROE) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja lingkungan hidup perusahaan. Hal commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ini ditunjukkan dengan ρ – value ROE sebesar 0, 528 dimana nilai tersebut diatas 0,05. Koefisien negatif yang ditunjukkan dalam tabel 4.4 menunjukkan hubungan yang negatif antara profitabilitas perusahaan dan kinerja lingkungan perusahaan artinya semakin tinggi profitabilitas maka semakin rendah tingkat kepedulian perusahaan terhadap upaya pelestarian lingkungan hidup. Hal ini dikarenakan perusahaan dengan tingkat profitabilitas tinggi tidak menggunakan sebagian profitnya untuk memperbaiki kinerja lingkungan hidup. Selain itu, perusahaan cenderung enggan harus mengeluarkan biaya tambahan untuk melakukan upaya pelestarian lingkungan karena dapat mengurangi laba perusahaan.
b) Pengaruh Corporate Governance terhadap Environmental Disclosure
Hasil analisis regresi berganda pengaruh corporate governance terhadap environmental disclosure bisa dilihat dalam ringkasan tabel 4.5. Dari tabel 4.5 menunjukkan bahwa nilai R Square (R2) sebesar 0,108 dan Adjusted R Square (Adjusted R2) sebesar 0,085. Berdasarkan nilai Adjusted (R2) tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebanyak 8,5% environmental disclosure dapat dijelaskan oleh variabel independen dan variable kontrol dan sisanya sebanyak 91,5% dijelaskan oleh faktor lain. Dalam tabel 4.5 juga menunjukkan nilai F hitung sebesar 4,625 dengan probabilitas 0,038 (probabilitas < 0,05). Karena nilai F lebih besar dari 4 dan probabilitas jauh lebih kecil dari
5% maka model regresi ini menunjukkan
tingkatan yang baik (good overall model fit) sehingga model regresi dapat digunakan untuk memprediksi environmental disclosure atau dapat dikatakan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bahwa bahwa variabel – variabel independen dan kontrol secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja lingkungan hidup (Ghozali, 2006).
Tabel 4.5 Hasil Regresi Berganda Tahap II Variabel (Constant) Pro_DKI Rpt_DK Pro_KAI Rpt_KA Size Leverage Profitabilitas R Square Adjusted R Square F Sig
Koefisien 1.853 1.424 0.054 -1.875 -0.015 0.217 0.010 0.150 0.108 0.085 4.625 0.038
t 2.492 0.965 1.410 -0.648 -0.385 2.151 0.212 1.217
Sig. 0.170 0.341 0.167 0.521 0.703 0.038* 0.833 0.210
*Secara statistik signifikan pada tingkat 5%
Secara parsial, variabel yang berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan lingkungan hidup hanya ada satu, yaitu Ukuran Perusahaan (ρ – value = 0,038), sedangkan untuk variabel proporsi dewan komisaris independen (ρ – value= 0,341), jumlah rapat dewan komisaris (ρ – value = 0,167), proporsi komite audit independen (ρ – value = 0,521), jumlah rapat komite audit (ρ – value = 0,703), leverage (ρ – value = 0,833), dan profitabilitas (ρ – value = 0,210) tidak berpengaruh signifikan karena ρ – valu e > 0,05. Pada variabel proporsi dewan komisaris independen, memiliki nilai ρ – value 0,341 yang lebih besar daripada tingkat signifikansi 5% sehingga commit to user disimpulkan bahwa proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terhadap environmental disclosure perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa peran dan tanggungjawab dewan komisaris independen pada perusahaan di Indonesia belum berfungsi sebagaimana mestinya. Namun hasil penelitian ini dapat diterima mengingat lemahnya praktik corporate governance di Indonesia (Mintara, 2008). Dalam kenyataannya dapat dilihat bahwa tidak ada keharusan bagi perusahaan untuk mengungkapkan tentang kondisi dan struktur corporate governance khususnya yang berkaitan dengan tanggung jawab dan indepedensi dewan komisaris. Hal lain yang juga mendasari adalah meskipun Bapepam telah mengatur jumlah keberadaan komisaris independen, namun dalam praktiknya belum ada mekanisme tentang bagaimana pemegang saham memilih komisaris independen ini, sehingga walaupun dewan komisaris ini telah ada namun tidak diketahui bagaimana penunjukkannya. Kondisi yang demikian masih memperluas kesempatan bagi beberapa pihak untuk melakukan praktik KKN, salah satunya dengan penunjukkan anggota komisaris independen yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan direksi perusahaan. Hal ini akan sangat melemahkan aplikasi corporate governance, karena dengan adanya transaksi dengan orang dalam (insider transaction), penyelewengan (fraud) dan sebagainya akan membawa corporate governance dalam kondisi yang semakin terpuruk dan hal ini akan membawa imbas pada pengungkapan informasi yang menjadi bagian dalam transparansi sebagai salah satu prinsip corporate governance. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Laras (2009), Robert (1992), Davey (1982), dan Ng (1985). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Jumlah rapat dewan komisaris memiliki ρ – value 0,167, ini menunjukkan bahwa jumlah rapat dewan komisaris tidak mempengaruhi environmental disclosure. Hal ini mengindikasikan bahwa peraturan yang ditetapkan belum berjalan baik di Indonesia. Peraturan yang ada hanya dijalankan sebagai formalitas demi menjaga image perusahaan itu sendiri. Kebanyakan perusahaan di Indonesia dimungkinkan hanya sekedar memenuhi ketentuan formal dari corporate governance guidelines (2007), dimana dewan komisaris harus memiliki skedul atau jadwal pertemuan tetap dan dapat dilakukan pertemuan tambahan sesuai dengan kebutuhan serta pada saat yang tepat, dan tidak dimaksudkan untuk menegakkan corporate governance di dalam perusahaan tersebut. Hal ini sejalan dengan penelitian Permatasari (2009) yang menyatakan bahwa jumlah rapat dewan komisaris tidak berpengaruh positif terhadap environmental disclosure di Indonesia. Proporsi komite audit independen dengan ρ – value 0,521 juga tidak berpengaruh terhadap pengungkapan informasi lingkungan hidup perusahaan. Hasil ini konsisten dengan penelitian Suhardjanto (2008) dan Permatasari (2009), karena seharusnya keberadaan komite audit independen mendukung prinsip responsibilitas dalam penerapan corporate governance, yang menekan perusahaan untuk memberikan informasi lebih baik terutama keterbukaan dan penyajian yang jujur dalam laporan tahunan (FCGI, 2002). Sommer (1991) berpandangan bahwa komite audit di banyak perusahaan masih belum melakukan tugasnya dengan baik. Menurut pendapat Sommer, banyak komite audit yang hanya sekedar melakukan tugas-tugas rutin, seperti commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
review laporan dan seleksi auditor eksternal, dan tidak mempertanyakan secara kritis dan menganalisis secara mendalam kondisi pengendalian dan pelaksanaan tanggungjawab oleh manajemen. Penyebabnya diduga bukan saja karena banyak dari mereka tidak memiliki kompetensi dan independensi yang memadai, tetapi juga karena banyak yang belum memahami peran pokoknya (Manao, 1997) Seperti halnya dewan komisaris independen, proses penunjukkan anggota komite
audit
independen
masih
belum
jelas
dan
terbuka,
sehingga
independensinya masih patut diragukan (Yunita, 2008). Sehingga dimungkinkan pemilihan komite audit di Indonesia kurang mempertimbangkan intergritas serta kompetensi. Hal ini tentu saja akan memberikan dampak negatif pada aplikasi corporate governance dan merendahkan kualitas informasi yang diberikan perusahaan
karena
banyaknya
kesempatan
untuk
memanipulasi
dan
mempermainkan data. Jumlah rapat komite audit secara statistik tidak berpengaruh signifikan terhadap environmental disclosure dengan ρ – value sebesar 0,703. Sama halnya dengan rapat dewan komisaris, rapat komite audit belum berfungsi secara maksimal dikarenakan ada kecenderungan bahwa hal tersebut hanya merupakan wujud kepatuhan terhadap aturan saja sehingga rapat yang dilakukan oleh sehingga belum dilakukan secara efektif dan hanya sebagai pelengkap saja. Kebanyakan perusahaan di Indonesia dimungkinkan hanya sekedar memenuhi ketentuan formal dari corporate governance guidelines (2007), dimana komite audit harus memiliki skedul atau jadwal pertemuan minimal 4 kali dalam 1 tahun, dan tidak dimaksudkan untuk menegakkan corporate governance di dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perusahaan tersebut (Permatasari, 2009). Hal ini sejalan dengan penelitian Permatasari
(2009) yang menemukan bahwa tidak terdapat pengaruh positif
jumlah rapat komite audit terhadap environmental disclosure. Dalam penelitian ini juga terdapat tiga variabel kontrol yang juga turut diujikan yaitu firm size, leverage, dan profitabilitas. Variabel kontrol yang pertama yaitu ukuran perusahaan (firm size). Size perusahaan memiliki nilai ρ – value sebesar 0,038 (ρ – value lebih kecil dari pada tingkat signifikansi) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan lingkungan perusahaan. Di Indonesia, rerata size perusahaan yang diukur dengan total aktiva berjumlah sebesar Rp 31.464.000.000.000,00 dimana perusahaan dengan total aktiva yang besar akan memiliki cukup dana untuk berinvestasi pada teknologi dan manajemen lingkungan yang baik sehingga sistem manajemen lingkungan yang baik akan memotivasi perusahaan untuk melakukan pengungkapan demi menjaga reputasi perusahaan. Selain itu, perusahaan besar melakukan lebih banyak aktivitas dan memberikan dampak yang lebih besar. Hal ini membuat stakeholders lebih peduli terhadap environmental disclosure yang dilakukan perusahaan (Cowen et al. dalam Hackstone dan Milne, 1996) sehingga perusahaan besar cenderung mempunyai permintaan informasi yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil (Andrew et al, 1989; Suhardjanto, 2008). Selain itu, menurut Watt dan Zimmerman (1986); Pitts dan Walance dalam Zang et al, (2005), perusahaan besar mendapat perhatian lebih dari media, pembuat keputusan dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
regulasi sehingga mereka akan memperluas praktek disclosure – nya daripada perusahaan yang lebih kecil. Leverage sebagai variabel kontrol memiliki ρ – value 0,833 pada tingkat signifikan 5% sehingga dapat disimpulkan bahwa leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan lingkungan perusahaan. Hasil ini sejalan dengan penelitian Watts dan Zimmerman (1986); Jensen dan Meckling (1976); Marwata (2001); dan Laras (2009) yang menemukan bahwa perusahaan yang memiliki leverage yang tinggi akan mengurangi disclosure perusahaan yang dibuatnya untuk mengurangi sorotan bondholder. Selain itu, Kent dan Chan (1994) menyatakan bahwa kreditur bukan merupakan kelompok stakeholder yang meminta informasi lingkungan hidup. Oleh karena itu, struktur utang tidak memberi pengaruh pada pengungkapan lingkungan hidup. Sementara itu profitabilitas memiliki ρ – value = 0,210 yang lebih besar daripada tingkat signifikasi 5% sehingga disimpulkan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap environmental disclosure. Mengingat budaya yang berkembang di Indonesia yang beranggapan bahwa praktik corporate governance hanyalah merupakan suatu bentuk kepatuhan (conformance) terhadap peraturan atau ketentuan dan bukannya sebagai suatu sistem yang diperlukan perusahaan untuk meningkatkan kinerja (Mintara, 2008), dapat disimpulkan bahwa perusahaan dengan tingkat profitabilitas tinggi tidak menggunakan sebagian profitnya untuk memperbaiki kualitas informasi. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Belkaoui dan Karpik (1989) dalam Anggraini (2006) yang menyatakan bahwa pengungkapan informasi perusahaan justru memberikan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kerugian kompetitif (competitive disadvantage) karena perusahaan harus mengeluarkan biaya tambahan untuk mengungkapkan informasi tersebut. Hasil ini konsisten dengan penemuan riset sebelumnya seperti Cowen, Ferreri Dan Parker (1987), Patten (1991); Hackston Dan Milne (1996); Suda dan Kokubu (1994); Park (1999); Yuliani (2003); Sembiring (2003); Choiriyah (2010) dan Diah (2010). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa profitabilitas yang tinggi dari suatu perusahan tidak menjamin bahwa perusahaan tersebut lebih banyak melakukan pengungkapan lingkungan hidup.
2. Uji Korelasi Uji korelasi Pearson dan Spearman pada penelitian ini digunakan untuk menguji apakah terdapat hubungan antara environmental performance dengan environmental disclosure di Indonesia. Hasil uji korelasi Pearson dan Spearman dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.6 Hasil Uji Korelasi Env_Perf Env_Disc Env_Perf Env_Disc
Pearson Correlation Sig Spearman Correlation
0.335
Sig
0.034*
Correlation is significant at the 0.05 level
commit to user
1
0.349* 0.027* 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dari hasil uji korelasi baik dengan uji Pearson maupun uji Spearman diperoleh hasil ρ – value 0,027 dan 0,034 yang berada di bawah tingkat signifikan 5%. Hasil ini membuktikan bahwa terdapat hubungan positif antara environmental performance
dengan
environmental
disclosure
di
Indonesia.
Hal
ini
mengindikasikan bahwa: (1) perusahaan yang mengungkapkan tanggungjawab lingkungannya terbukti memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan perusahaan yang tidak mengungkapkan tanggungjawab lingkungannya (Pava dan Krausz, 1996; Lindrianasari, 2007); dan (2) perusahaan dengan kinerja lingkungan yang rendah memiliki tingkat pengungkapan lingkungan hidup yang buruk karena umumnya perusahaan tersebut memang memiliki keterbatasan item – item pengungkapan lingkungan hidup (Guthrie dan Parker, 1990). Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Al – Tuwaijri et al. (2003) yang menyatakan bahwa kinerja lingkungan yang baik akan mendorong dilakukannya pengungkapan yang baik pula. Hal ini seperti yang dilakukan oleh PT Bukit Asam, dimana sesuai hasil PROPER tahun 2008 PT Bukit Asam memperoleh peringkat Hijau atau ”Lebih dari Taat” serta mengungkapkan 7 aspek dari 8 aspek PROPER dalam laporan tahunan perusahaan. PT Bukit Asam dalam annual report – nya mengungkapkan, ”Perseroan merupakan perusahaan tambang batubara yang menerapkan metode penambangan terbuka, baik secara continues mining dengan menggunakan BWE system maupun secara konvensional dengan menggunakan Shovel & Truck. Untuk mengurangi dampak kegiatan pertambangan bagi lingkungan dan masyarakat, Perseroan melakukan kegiatan pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan. Parameter indikator sasaran lingkungan yang telah ditetapkan oleh Perseroan pada tahun 2008 adalah sebagai berikut : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
No 1 2
3
4 5
digilib.uns.ac.id
Parameter Melakukan revegetasi lahan (ha) Menjamin Keluaran Air dari Tambang Memenuhi Baku Mutu Lingkungan (BML) sesuai Per Gub Sumsel No. 18 Th 2005 pH TSS Fe Mn Menjamin Kualitas Udara Ambien dan Emisi Udara di Area Tambang dan Sekitarnya Memenuhi Baku Mutu Lingkungan (BML) sesuai Per Gub Sumsel No. 17 Th 2005 SO2 μg/Nm3 CO μg/Nm3 NO2 μg/Nm3 O3 μg/Nm3 Debu μg/Nm3 Penataan Pengelolahan Limbah B3 dari Kegiatan Operasional Sesuai PP No 18 Th 1999 Jo PP No 85 Th 1999 Pemenuhan Provisi Lingkungan Rp/ton
Rencana 2008 110
2008 (Aktual) 181
6-9 <300 mg/lt < 7 mg/lt < 4 mg/lt
6.01 - 7.85 2 – 142 0.018 - 5.76 0.023-0.986
<900 <30.000 <400 <235 <230
40.6 – 405 1.85 – 5153 21.64 – 310 0.15 - 78.6 15 – 217
100
100
Rp2,469/ton
Rp3,969/ton
parameter indikator sasaran lingkungan
Indikator sasaran lingkungan ditetapkan setiap tahun dengan mempertimbangkan penilaian terhadap dampak utama yang muncul akibat kegiatan penambangan serta peraturan lingkungan yang berlaku. Indikator tersebut meliputi kegiatan rehabilitasi daerah bekas tambang, kualitas air, kualitas udara serta pengolahan limbah/sampah dan hydrocarbon”. (AR PT Bukit Asam, 2008) Selain itu, dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang memiliki kinerja lingkungan yang buruk akan semakin tidak mungkin melakukan pengungkapan lingkungan yang lebih luas. Hal ini seperti yang dilakukan oleh PT Charoen Pokhand Indonesia yang memperoleh peringkat Hitam dalam PROPER 2008 dan commit to user hanya mengungkapkan 1 aspek terkait partisipasi dan hubungan masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dalam annual report – nya. Dalam annual report – nya PT Charoen Pokhand Indonesia hanya mengungkapkan, ”Perseroan menyadari bahwa aktivitas usaha dan operasional tidak hanya ditujukan demi menciptakan nilai bagi pemegang saham (shareholder), namun juga harus mampu memberikan manfaat nyata bagi masyarakat (stakeholder). Melalui berbagai program dan kegiatan sosial kemasyarakatan Perseroan selalu menumbuhkan kerja sama dan hubungan yang harmonis dengan masyarakat setempat, terutama di sekitar lokasi operasional. Kegiatan tersebut antara lain adalah Program Orang Tua Asuh yang dimulai sejak pada 1984 dengan 140 anak asuh dan sampai saat ini telah mencapai 2.338 anak yang tersebar di 14 propinsi di Indonesia dengan jenjang pendidikan dari Sekolah Dasar hingga Universitas. Perseroan juga mencetuskan Program Telorisasi dengan mendatangi sekolah – sekolah di seluruh Indonesia untuk mengadakan acara makan telor bersama dengan maksud untuk meningkatkan gizi anak Indonesia. Selain itu, di lingkungan operasional, Perseroan juga mengadakan berbagai kegiatan seperti pengasapan nyamuk demam berdarah, khitanan massal, donor darah, perbaikan rumah ibadah, perbaikan jalan dan perbaikan sekolah.” (AR PT Charoen Pokhand Indonesia, 2008) Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gray et al., 1995; Freedman dan Wasley, 1990; Parker, 1986 yang menyatakan bahwa pengungkapan lingkungan hidup akan banyak dilakukan oleh perusahaan yang memiliki environmental performance yang baik, sehingga hasil penelitian ini dapat menyanggah temuan Li et al. (1997); Wiseman (1982); dan Freedman dan Jaggi (1982) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara kinerja lingkungan dengan pengungkapan lingkungan hidup perusahaan. Namun hasil penelitian ini juga mengindikasikan bahwa perusahaan cenderung mengungkapkan hal – hal yang baik saja dan menahan (withheld) informasi lingkungan yang berpengaruh buruk terhadap image perusahaan commit itu, to user (Deegan dan Gordon, 1996). Selain informasi yang diungkapkan oleh
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perusahaan dalam annual report – nya adalah informasi yang positif mengenai perusahaan (Hartanti, 2003). Fakta ini menunjukkan bahwa pengungkapan lingkungan hidup masih dipandang sebagai suatu alat public relation dan bukan sarana akuntabilitas perusahaan terhadap para stakeholders (Haigh dan Jones, 2006).
3. T – test T – test digunakan untuk menguji apakah kinerja lingkungan hidup dan tingkat pengungkapan lingkungan hidup antara perusahaan yang listing dan non – listing di Bursa Efek Indonesia mempunyai perbedaan signifikan. Karena sampel tidak berhubungan atau berasal dari populasi yang berbeda maka t-test menggunakan independent sample test (Ghozali, 2006). Tabel 4.7 Group Statistik Envr_Perf Envr_Disc
Perusahaan Listing Non - Listing Listing Non - Listing
Mean 3.08 2.93 3,65 4,71
Std. Deviasi 0,845 0,475 1,810 0,994
Dari tabel 4.7 di atas dapat diketahui bahwa rerata environmental performance perusahaan yang terdaftar (listing) di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebesar 3,08 atau lebih tinggi 0,15 jika dibandingkan dengan perusahaan non – listing yang memiliki rerata kinerja lingkungan hidup sebesar 2,93. Namun rerata environmental disclosure perusahaan yang terdaftar (listing) di Bursa Efek commit to user Indonesia (BEI) yaitu sebesar 3,65 menunjukkan bahwa tingkat pengungkapan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perusahaan yang listing di BEI lebih rendah dibandingkan perusahaan non – listing yang memiliki rerata tingkat environmental disclosure sebesar 4,71. Pada tabel 4.8 menunjukkan bahwa F hitung levene test untuk environmental performance sebesar 1,472 dengan probabilitas
0,232, karena
probabilitas > 5% maka dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok populasi tersebut mempunyai variance yang sama. Hasil t – test dengan menggunakan equal variance assumed dan equal variance non assumed juga menunjukkan nilai di atas probabilitas 0,05 yaitu masing – masing dengan probabilitas 0,549 dan 0,481. Jadi dapat disimpulkan bahwa rata – rata environmental performance tidak berbeda secara signifikan antara perusahaan yang terdaftar dan tidak terdaftar di BEI. Tabel 4.8 Hasil Independent Sample Test Levene's Test Equality of Variance
Envr_Perf Equal variance assumed Equal variance non assumed Envr_Disc Equal variance assumed Equal variance non assumed
F 1,472
6,657
Sig 0,232
T - test Equality of Means Sig t (2tailed) 0,605 0,549
0,037
0,711 -2,026
0,481 0,050
-2,392
0,022
Terkait dengan environmental disclosure, dari tabel 4.8 di atas menunjukkan F hitung levene test untuk environmental disclosure sebesar 6,657 dengan probabilitas 0,037, karena probabilitas < 5% maka dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok populasi tersebut mempunyai variance yang berbeda. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Selain itu, diperoleh probabilitas 0,022 pada equal variance non assumed. Hasil ini menunjukkan bahwa rata – rata environmental disclosure berbeda secara signifikan antara perusahaan yang terdaftar dan tidak terdaftar di BEI. Jadi dapat disimpulkan bahwa meskipun tidak terdapat perbedaan kinerja lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan yang terdaftar maupun tidak terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tetapi dalam melakukan pengungkapan lingkungan hidup terdapat perbedaan di antara keduanya, dimana perusahaan yang non – listing cenderung lebih luas dalam mengungkapkan kinerja lingkungan hidupnya dibandingkan dengan perusahaan yang listing di BEI. Hal ini dikarenakan perusahaan non – listing yang kebanyakan kepemilikannya di miliki oleh pihak asing dianggap pihak yang concern terhadap pengungkapan lingkungan hidup perusahaan. Seperti diketahui, negara – negara luar terutama Eropa dan United State merupakan negara-negara yang sangat memperhatikan isu – isu lingkungan seperti, efek rumah kaca, pembalakan liar, serta pencemaran air. Hal ini yang menjadikan dalam beberapa tahun terkhir ini, perusahaan multinasional mulai mengubah perilaku mereka dalam beroperasi demi menjaga legitimasi dan reputasi perusahaan (Simerly dan Li, 2001; Fauzi, 2006). Selain itu, di negara maju seperti halnya di Amerika Serikat terdapat korelasi antara perusahaan dan pasar sehingga perusahaan merasa rugi ketika tidak
peduli
terhadap
lingkungan
dan
tidak
mengungkapkan
kinerja
lingkungannya secara sukarela. Hal ini terjadi karena masyarakat akan menjauhi perusahaan yang dianggap tidak concern terhadap lingkungan hidup (Dewanta dalam Bataviase, 2010).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PENUTUP
Setelah dilakukan analisis hasil pembahasan pada bab IV, maka pada bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan hasil penelitian, saran, keterbatasan dan rekomendasi untuk peneliti selanjutnya. A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat diambil kesimpulan: 1. Dari 80 perusahaan sampel, peringkat kinerja lingkungan perusahaan sesuai dengan hasil PROPER rerata sebesar 1,5 (30%) atau dalam kategori “Belum Taat”. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat kepedulian terhadap lingkungan hidup perusahaan di Indonesia tergolong sangat rendah karena meskipun perusahaan telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan, akan tetapi baru sebagian kecil mencapai hasil yang sesuai dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan. Selain itu, diperoleh juga level of disclosure 2,22 (27,75%) yang menunjukkan bahwa tingkat pengungkapan lingkungan hidup pada annual report perusahaan-perusahaan di Indonesia masih sangat rendah. Perusahaan paling banyak mengungkapkan item partisipasi dan hubungan masyarakat dengan persentase 100%. Item yang sama sekali tidak diungkapkan dalam annual report adalah pencemaran laut. 2. Hasil regresi berganda menunjukkan bahwa terdapat pengaruh corporate governance terhadap environmental performance perusahaan. Variabel commit to user
83
perpustakaan.uns.ac.id
corporate
digilib.uns.ac.id
governance
yang
berpengaruh
terhadap
environmental
performance yaitu proporsi komite audit independen sedangkan yang tidak berpengaruh terhadap environmental performance adalah jumlah rapat komite audit, proporsi komisaris independen, jumlah rapat dewan komisaris, size perusahaan, leverage, dan profitabilitas. 3. Hasil regresi berganda menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh corporate governance terhadap environmental disclosure. Variabel yang tidak berpengaruh terhadap environmental disclosure perusahaan adalah proporsi komisaris independen, jumlah rapat dewan komisaris, proporsi komite audit independen, jumlah rapat komite audit, leverage, dan profitabilitas. Level of environmental disclosure hanya dipengaruhi oleh size perusahaan. 4. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara environmental performance dan environmental disclosure perusahaan di Indonesia. 5. Hasil t – test terkait environmental performance menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan variance yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan kinerja lingkungan antara perusahaan yang terdaftar maupun perusahaan yang tidak terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Namun, hasil t – test menunjukkan
adanya
perbedaan
variance
terkait
environmental
disclosure, hal ini mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan level of environmental disclosure antara perusahaan yang terdaftar dengan perusahaan yang tidak terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Saran Beberapa saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kinerja lingkungan dan pengungkapan lingkungan hidup perusahaan di Indonesia masih sangat rendah. Oleh karena itu, sebaiknya kinerja lingkungan perusahaan dan pengungkapan informasi lingkungan pada annual report harus lebih ditingkatkan. Adanya penyusunan dan penerapan regulasi tentang pengukuran atas dampak sosial perusahaan sebagai bagian dari mekanisme akuntabilitas perusahaan sangat diperlukan. 2. Proporsi komite audit independen mempunyai pengaruh terhadap environmental performance, sebaiknya peran komite audit independen dalam suatu perusahaan harus lebih dioptimalkan agar tingkat kinerja lingkungan hidup perusahaan lebih tinggi. Selain itu, sebaiknya komite audit benar – benar menggunakan rapat audit untuk mengevaluasi dan mengawasi kinerja manajemen sehingga dapat meningkatkan dan memperbaiki kinerja lingkungan perusahaan. 3. Size perusahaan menentukan perusahaan untuk melakukan pengungkapan atau tidak. Oleh karena itu, semakin besar ukuran suatu perusahaan maka selayaknya perusahaan tersebut juga semakin meningkatkan kontribusinya terhadap lingkungan. Sehingga environmental disclosure – nya pun akan meningkat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Keterbatasan Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sampel dalam penelitian ini hanya sebanyak 80 perusahaan sehingga kurang bisa mewakili populasi yang berjumlah 627 perusahaan. 2. Variabel independen corporate governance yang digunakan dalam penelitian ini hanya terbatas pada dewan komisaris dan komite audit independen karena cakupan corporate governance sangat luas seperi meliputi struktur kepemilikan, dewan direksi ataupun keberadaan komite – komite lainnya.
D. Rekomendasi Peneliti
selanjutnya bisa membandingkan
penelitian kinerja dan
pengungkapan lingkungan hidup di Indonesia dengan negara lain seperti, Malaysia, Brunei Darussalam, dll.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, NNN., dan Sulaiman, M. 2004. Environmental Disclosures in Malaysian Annual Reports: A Legitimacy Theory Perspective. IJCM. Vol. 14: 44
Almilia, L.S., dan Wijayanto, Dwi. 2007. Pengaruh Environmental Performance dan Environmental Disclosure terhadap Economic Performance. Proceedings The 1st Accounting Conference 6-7 November 2007.
Al-Tuwaijri, S.A., Christensen, T.E. dan Hughes II, K.E. 2003. The Relations among environmental disclosure, environmental performance, and economic performance: a simultaneous equations approach. Accounting Organizations and Society. Vol. 29: .447-471.
Anggraini, Fr. Reni Retno. 2006. Pengungkapan informasi sosial dan faktorfaktor yang mempengaruhi pengungkapan informasi sosial dalam laporan keuangan tahunan (studi empiris pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar Bursa Efek Jakarta). Simposium Nasional Akuntansi IX Padang
Antara
News. 2010. Pencemaran www.antara.com. 20 Juli 2010
Laut
di
Indonesia
Masih
Audit
Committee Charter. www.ecolab.com/investor/pdf/AuditCommitteeCharter.pdf. September 2009
Tinggi.
2005. 30
Beardsell, Julle. 2008. The influence of CSR disclosure on corporate governance and company performance. SMC Working Paper. ISSN 1662-761X
Belkaoui, A. 2000. Accounting Theory. Thomson Learning: London
Benefita The United Environment. 2010. PROPER (Program Penilaian Peringkat Kinerja Lingkungan Perusahaan). www.benefita.com. view.php?item=pelatihan&id=EM-04. 11 Januari 2010 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Brick E, Ivan, dan Chidambaran N.K.2007. Board Meetings, Committee Structure, and Firm Performance. http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?SSRN_id=11082414. 20 Oktober 2009.
Cooke, T. E. 1989. Disclosure in The Corporate Annual Report of Swedish Companies. Accounting and Business Research. Vol. 19: 113-124
Collier, P. 1993. Factors affecting the formation of audit committees in major UK listed companies. Accounting and Business Research. Vol. 23: 421-430
Corporate Governance Guidelines. www.ecgi.org/codes/documents/cg_guidelines_en.pdf. 2009
30
2007. September
Cowen, S.S., Ferreri, L.B. and Parker, L.D. 1987. The Impact Of Corporate Characteristics On Social Responsibility Disclosure: A Typology And Frequency-Based Analysis. Accounting, Organisations and Society. Vol. 12: 111-22.
Daniri, Achmad. 2008. Standarisasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. http://www.madani-ri.com/2008/01/17/standarisasi-tanggung-jawabsosial-perusahaan-bag-i/. 15 Oktober 2009.
Darwin, Ali. 2004. Penerapan Sustainability Reporting di Indonesia. Konvensi Nasional Akuntansi V, Program Profesi Lanjutan. Yogyakarta, 13-15 Desember.
Deegan, C., dan Brown, N. 1998. The public disclosure of environmental performance information-a dual test of media agenda setting theory and legitimacy theory. Accounting, Auditing and Accountability Journal. Vol. 9: 52–69
Deegan, C., dan Gordon, B. 1996. A Study of the Environmental Disclosure Practices of Australian Corporations. Accounting and Business Research. Vol. 26: 187-199 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Deegan, C., dan Rankin, M. 1997. The materiality of environmental information to users of annual reports. Accounting, Auditing and Accountability Journal. Vol. 10: 562-583
Deputi Bidang Pengelolaan B3 dan Limbah B3 Kementerian Lingkungan Hidup. 2006. Proper sebagai Instrumen Pengukuran Penerapan CSR oleh Perusahaan. www.menlh.go.id. 2 Februari 2010.
Dunlap, Riley, E., and Scarce, Rik. 1991. Environmental Problem and Protection. Public Opinion Quarterly. Vol. 55: 651-672
Effendi, Muh. Arief. 2006. Implementasi Good Corporate Governance Melalui Corporate Social Responsibility. www.muhariefeffendi.wordpress.com. 15 Oktober 2009.
Efferin, S., Darmandji, S.H., Tan, Y.2008. Metode Penelitian Akuntansi: Mengungkap Fenomena dengan Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif. Graha Ilmu
Eng, L.L., dan Mak, Y.T. 2001. Corporate Governance and Voluntary Disclosure. Journal Accounting and Public Policy. Vol. 22: 325-345
Fama, E.F., dan Jensen, M.C. 1983. Separation of Ownership and Control. Journal of Law and Economics. Vol. 26: 301-325
Fauzi, Hasan, 2006. Corporate Social and Environment Perfomance: A Comparative Study Between Indonesian Companies and Multinational Companies (MNCs) Operating In Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Bisnis, Vol.6: 87-100.
Forker, J.J. 1992. Corporate Governance and Disclosure Quality. Accounting and Business Research. Vol. 22: 111-124
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI). 2002. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance). Jilid II:“Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Melaksanakan Corporate Governance (Tata commit to user Kelola Perusahaan)”. http://www.cic-fcgi .org. 5 Juli 2009
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Freedman, M., dan Jaggi, B. 2005. Global Warming, Commitment to The Kyoto Protocol, and Accounting Disclosures by The Largest Global Public Firms from Polluting Industries. The International Journal of Accounting. Vol. 40: 215– 232
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Gupta, Ashok. 2003. Why Should Companies Care. Mid-American Journal of Business. Vol. 18:1
Gray, R., Kouhi, R., and Lavers, S. 1995. Corporate Social and Environmental Reporting: A Review of Literature and A Longitudinal Study of UK Disclosure. Accounting, Auditing, and Accountability Journal. Vol. 8:47 – 77 Guthrie, J. dan Parker, L.D. 1990, “Corporate Social Disclosure Practice: A Comparative International Analysis”. Advances in Public Interest Accounting. Vol. 3: 159-175
Hackston, D., dan Milne, M.J. 1996. Some Determinant Of Social And Environment Disclosures In New Zealand Companies. Accounting, Auditing & Accountability Journal. Vol. 9: 77-108
Hadi, A.S. 2006. Regression Analysis by Example. Forth Edition. A John Willey and Sons, Inc.
Haniffa, R. M., dan Cooke, T. E. 2005. The Impact of Culture and Governance on Corporate Social Reporting. Journal of Accounting and Public Policy. Vol. 24: 391–430
Hendriksen, Eldon. Dan Brenda, M. Van. 2001. Accounting Theory. USA: Mc.Graw – Hill
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Ho, Simon S.M. dan Wong, Kar Shun. 2001. A Study of Relationship Between Corporate Governance Structure and Extent of Voluntary Disclosure. Journal of International Accounting Auditing and Taxation. Vol. 10: 139 – 156
Ikatan Akuntansi Indonesia. 2004. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat
Ingram, R., Krazer, K. 1980. Environmental Performance and Corporate Disclosure. Journal of Accounting Research. Vol. 18:614 – 622 Inmarc’s News. 2008. Pendekatan Content Analysis. www.google.com. 30 Maret 2010. Ja’far, M. 2006. Pengaruh Dorongan Manajemen Lingkungan, Manajemen Lingkungan Proaktif dan Kinerja Lingkungan terhadap Public Environmental Reporting. Simposium Nasional Akuntansi IX Padang
Jensen, M.C., dan Meckling, W.H. 1976. Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Cost, and Ownership Structure. Journal of Financial Economic. Vol. 3:302-360
Kusumawati, N. D., Riyanto, Bambang. 2005. Corporate Governance dan Kinerja: Analisis Pengaruh Compliance Reporting dan Struktur Dewan terhadap Kinerja. SNA VIII
Li, Pike, dan Haniffa. 2008. Intellectual Capital Disclosure and Corporate Governance Structure in UK Firms. Accounting and Business Research. Vol. 38: 137-159
Lingkar Studi CSR. 2008. Pembangunan Berkelanjutan dan Tanggungjawab Sosial Perusahaan. www.csrindonesia.com/data/articles/20080405121322 - a.pdf. 15 Desember 2009.
Mintara, Yunita Heryani. 2008. Pengaruh Implementasi Corporate Governance terhadap Pengungkapan Informasi. Skripsi FE. Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Miranti, Laras 2009. Praktik Penerapan Indonesian Environmental Reporting Index dan Kaitannya dengan Karakteristik Perusahaan. Skripsi FE. Universitas Sebelas Maret. Tidak dipublikasikan. Medley, Patrick. 1997. Environmental Accounting – What Does It Mean to Professional Accountants? Journal of Accounting Auditing & Accountability. Vol. 10: 594-600. Na’im, Ainun., dan Rakhman, F. 2000. Analisis Hubungan Antara Kelengkapan Pengungkapan Laporan Keuangan dengan Struktur Modal dan Tipe Kepemilikan Perusahaan. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol. 15: 70-82
Ng, L. W. 1985. Social responsibility disclosures of selected New Zealand companies for 1981, 1982, 1983. Occasional Paper No. 54
Novita dan Chaerul D. Djakman. 2008. Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap Luas Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial (CSR Disclosure) pada Laporan Tahunan Perusahaan; Studi Empiris pada Perusahaan Publik yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia tahun 2006. Makalah disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi X, Pontianak.
Nurkhin, Ahmad. 2008. Corporate Governance dan Profitabilitas: Pengaruhnya terhadap Pengungkapan Tanggungjawab Sosial Perusahaan (Studi Empiris Pada Perusahaan yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia). www.eprints.undip.ac.id/8038/1/Ahmad_Nurkhin.pdf. 10 April 2010. O’Dwyer, B. 2003. Managerial Perception of Corporate Social Disclosure: AN Irish Story. Accounting, Auditing, and Accountability Journal. Vol. 15: 406 – 436
OPPapers.com. 2008. Audit Lingkungan dan http://www.oppapers.com/essays/Audit-Lingkungan-Dan 177317. 30 Maret 2010
Aplikasinya. Aplikasinya/
Pava, M,. Krausz, J. 1996. The Accossiation Between Corporate Social Responsibility and Financial Performance: The Paradox of Social Cost. to user Journal of Business Ethic. commit Vol.15:321-357
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pasaribu, Sri N. 2009. Program Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) dalam Pengelolaan Lingkungan. http://www.tobapulp.com/index.php? option=com_content&view=article&catid=35:News%20&%20events&id= 100:program-penilaian-peringkat-kinerja-perusahaan-proper-dalampengelolaan-lingkungan&Itemid=57. 23 April 2010.
Permatasari, Novita Diah. 2009. Pengaruh Corporate Governance, Latar Belakang Pendidikan terhadap Environmental Disclosure. Skripsi FE. Universitas Sebelas Maret. Tidak dipublikasikan.
Pflieger, Juli., Matthias Fischer., Thilo Kupfer., dan Peter Eyerer. (2005). The contribution of life cycle assessment to global sustainability reporting of Organization. Management of Environmental. Vol. 16:167-179
Pound, J. 1995. The Promise of The Governed Corporation. Harvard Business Review. Vol. 73: 89-98
Press Briefing PROPER. 2009. www.menlh.go.id. 11 Maret 2010.
Preston, L. 1981. Research on Corporate Social Reporting Directions for Development. Accounting, Organization, and Society. Vol. 6:255-262
Rosenstein, S., dan Wyatt, J.G. 1990. Outside directors, board independence and shareholder wealth. Journal of Financial Economics. Vol. 26: 175-192
Sarumpaet, Susi. 2005. The Relationship Between Environmental Performance and Financial Performance of Indonesian Companies. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol. 7: 89 – 98
Sembiring, Eddy Rismanda. 2005. Karakteristik perusahaan dan pengungkapan tanggung jawab sosial; studi empiris pada perusahan yang tercatat di Bursa Efek Jakarta. Jurnal MAKSI Undip No. 1 Vol 6 Januari 2006.
Sekaran, Uma. 2006. Research Methods for Business. Fourth Edition. John Wiley and Sons Inc commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Suara Pembaruan. 4 Januari 2005. MSM Tak Diberi Izin Buang Limbah ke Laut. http://www.djmbp.esdm.go.id/modules/news/index.php?_act=detail&sub= news_minerbapabum&news_id=436. 20 Juli 2010
Suhardjanto. 2008. Environmental Reporting Practice: An Envidence From Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Bisnis. Vol. 8:33-46
Suwardjono. 2005. Teori Akuntansi: Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Edisi Ketiga BPFE – Yogyakarta
Szewczyk, S.H., Uzun, Hatice., and Varma, Raj. 2004. Board Composition and Corporate Fraud. Financial Analysts Journal. Vol. 60: 34-43
Ullmann, A. 1985. Data in search of a theory: A critical examination of relationships among social performance, social responsibility, and economic performance of U.S. firms. Academy of Management Review. Vol.10:540-557.
Utama, Sidharta. 2007. Evaluasi Infrastruktur Pendukung Pelaporan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan di Indonesia. www.csrindonesia.com/data/articlesother/20071121152745-a.pdf. 19 September 2009
Vafeas, Nikos, 1999, Board meeting frequency and firm performance. Journal of Financial Economics. Vol. 53: 113-42.
Watts, R. L., dan Zimmerman, J. L. 1986. Positive accounting theory: A ten year perspective. The Accounting Review. Vol. 65: 131-156
Wiseman, J. 1982. An Evaluation of Environmental Disclosures Made in Annual Report. Accounting, Organizations and Sciety. Vol. 7:553 – 563
YPPMI Sinergi Communication, 2002. The Essence of good corporate govermance : konsep dan implementasi perusahaan public dan korporasi indonesia. Jakarta : YPPMI Sinergi Communication commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Zeghal, D., dan Ahmed, S.A. 1990. Comparison of social responsibility information disclosure media used by Canadian firms. Accounting, Auditing & Accountability Journal. Vol. 3: 38-53.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user