COPING UP WITH STRESS OF FIRST WIFE EXPERIENCING VIOLENCE OF POLYGAMY NELVA MINA, DONA EKA PUTRI, M.PSI, PSI Undergraduate Program, Faculty of Psychology, 2008 Gunadarma University http://www.gunadarma.ac.id Key words: polygamy, experience, violence, stress ABSTRACT : This study aims to describe how first wife coping up with stress who experiences violence in polygamous family. The research questions posed include what is the violence experienced by the first wife in polygamous families, why violence occurred with the first wife in a polygamous family, how the first wife coped up with violence in polygamous family. The method used in this research is a qualitative method, in the form of case studies. The number of subjects in this study is two people. One of the subjects is a housewife, Javanese of 45 years old. Subject two was a house-wife and run one private hospital. Both subjects experience violence in polygamous family. Data collection techniques used in this research is an interview. The other method used in this study was a non-participant observation where the researcher did not participate in the subjects activities. To collect the data, researcher used a tape recorders, notebooks, interview guidelines and observation guidelines. The results of this study indicate that the violence experienced by the two subjects consisted of several forms, namely physical violence in which the subject was beaten by her husband. The subject of psychological violence was verbal insults, such as yelling. Violence in sex with the two subjects include uncommon way by her husband. In terms of financial matter, the subject experience difficulties in finance because her husband was not fair, while subject two did not have any difficulties with finance because the subject worked. There are similarities and differences in the causes of the violence experienced by the subjects. The similarity is that both subjects experience violence by their husbands. The difference is on the financial matter; the first still asks for money to her need while the second subject does not. To cope up with the problems, first subject was seeking social support. The second subject copes up with her problems by being active to do some exercises in the figtness center. The first and second subjects have in common in dealing with emotional problem. Both choose to be silent, preventing depression by doing activities such as studying, hanging outwith my friends, watching TV, and prayer.
COPING STRES ISTRI PERTAMA YANG MENGALAMI KEKERASAN DALAM KELUARGA POLIGAMI NPM : 10502163 Nama : NELVA MINA Pembimbing : DONA EKA PUTRI, M.PSI, PSI Tahun Sidang : 2008 Subjek : STRES PADA ISTRI PERTAMA YANG, Judul COPING STRES ISTRI PERTAMA YANG MENGALAMI KEKERASAN DALAM KELUARGA POLIGAMI Abstraksi Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara mendalam mengenai coping stress istri pertama yang mengalami kekerasan dalam keluarga poligami. Adapun pertanyaan penelitian yang diajukan adalah bagaimana gambaran kekerasan yang dialami istri pertama dalam keluarga poligami, mengapa terjadi kekerasan terhadap istri pertama dalam keluarga poligami, bagaimana gambaran coping yang dilakukan istri pertama dalam menghadapi kekerasan dalam keluarga poligami. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang berbentuk studi kasus. Subjek dalam penelitian ini berjumlah dua orang dan empat orang significant others. Karakteristik subjek satu adalah seorang ibu rumah tangga,bersuku bangsa jawa dan berusia 45 tahun. Subjek dua adalah seorang ibu rumah tangga dan bekerja di salah satu rumah sakit swasta. Kedua subjek tersebut mengalami kekerasan dalam keluarga poligami. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara dengan pedoman umum, dimana peneliti dilengkapi pedoman wawancara yang sangat umum, yang mencantumkan isu – isu yang harus diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan, bahkan mungkin tanpa bentuk pertanyaan eksplisit. Adapun metode lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi non-partisipan dimana peneliti tidak ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan subjek. Peneliti hanya berfungsi sebagai penonton dan pencatat langsung di mana pencatatan hasil observasi segera setelah pengamatan dilakukan atau ketika pengamatan sedang berlangsung. Iii Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan alat bantu perekam berupa tape recorder, buku catatan, alat tulis, pedoman wawancara dan pedoman observasi. Selain itu, diperlukan suatu teknik pemeriksaan keabsahan data yaitu triangulasi data, pengamat, teori dan metodologis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kekerasan yang dialami oleh ke dua subjek terdiri dari beberapa bentuk, yaitu kekerasan fisik dimana subjek dipukul oleh suaminya. Kekerasan psikologis
dimana subjek sering sekali mengalami perlakuan kasar secara verbal dalam bentuk caci-maki, seperti dikata-katai binatang, bentakan dan nada suara yang tinggi pada saat suami subjek berbicara. Kekerasan dalam berhubungan seks, dimana ke dua subjek sering mengalami hubungan seksual yang tidak wajar yang dilakukan oleh suaminya. Dalam hal ekonomi, subjek satu mengalami kesulitan ekonomi karena suaminya tidak berlaku adil. Sedangkan pada subjek dua, tidak mengalami kesulitan, hal ini dikarenakan subjek bekerja. Terdapat persamaan dan perbedaan dalam penyebab terjadinya kekerasan yang dialami oleh subjek. Persamaannya adalah pada saat ke dua subjek meminta penjelasan tentang pernikahan poligami yang dilakukan oleh suami mereka bisa menjadi penyebab terjadinya kekerasan yang dialami oleh subjek. Perbedaannya adalah, pada subjek satu, di saat subjek meminta uang untuk kebutuhannya. Sedangkan pada subjek dua, rasa cemburu suami terhadap subjek dan pada saat subjek memberitahukan tentang kehamilan dirinya menjadi pemicu kekerasan yang dialami oleh subjek. Problem focused coping yang digunakan pada subjek pertama adalah Seeking Social Support seperti mencoba untuk membicarkan masalah yang dihadapi kepada suaminya, memerintahkan salah seorang untuk mencari tahu, bertemu dengan istri ketiga suaminya untuk mendapatkan informasi tentang kebenaran, meminta pendapat yang berasal dari guru ngaji subjek, dan Planful Problem Solving seperti mencoba untuk mempelajari hal-hal apa yang biasanya memicu kemarahan suami. Semntara Pada subjek kedua problem focus coping yang digunakan adalah Planful Problem Solving seperti berusaha mencari bukti-bukti secara langsung, bertanya kepada suaminya dan Activity Coping seperti berolah raga di sebuah fitness center. Subjek pertama dan kedua memiliki persamaan dalam menangani masalahnya secara emotional focused coping. Persamaan tersebut dengan menggunakan Self iv Controlling seperti memilih untuk diam. Escape Avoidance seperti menyibukkan diri dengan kegiatan seperti mengikuti pengajian, berkumpul bersama teman-teman, menonoton TV yang membuat subjek menjadi lebih tenang. Positive Appresial seperti lebih berpikir positif dan mengambil hikmah, mendekatkan diri dengan Tuhan YME dengan cara lebih meningkatkan ibadahnya. Sementara ada perbedaan pada subjek pertama dalam menangani masalahnya secara emotional focused coping yaitu Turning to religion seperti membaca buku tentang agama, berdo’a, wudhu’ dan berdo’a.
PEN DAHULUAN Kehidupan terkadang menyenangkan, tetapi terkadang menyedihkan bahkan sangat mengecewakan. Setiap individu memiliki gambaran kehidupan yang berbeda-beda. Keadaan seperti yang dijelaskan di atas tidak dapat dipungkiri dari kehidupan, karena setiap individu bersosialisasi dengan individu yang lain. Keluarga dapat berfungsi sebagai tempat yang membuat anggotanya merasa nyaman dan dapat berinteraksi dengan baik, bertukar pikiran, saling mencintai, mendukung dan saling melindungi. Namun demikian, keluarga dapat pula menjadi tempat dimana para anggotanya saling mendominasi, menyakiti, bahkan mengalami penderitaan mendalam, baik secara fisik maupun psikologis. Dalam perkawinan, seorang istri tidak menginginkan dimadu oleh suaminya. Fenomena istri dimadu ada hingga saat ini, dan pernikahan dengan istri lebih dari satu ini disebut dengan pernikahan poligami. Menurut Mulia, M (2004), poligami adalah ikatan perkawinan dimana suami mengawini lebih dari satu istri dalam waktu yang sama. Widanti, (www.suaramerdeka.com) mengatakan, Jaringan Peduli Perempuan dan Anak (JPAA) menolak poligami karena poligami merupakan salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan. Menurutnya, poligami secara psikis akan menyakiti hati para istri dan anak-anaknya. Dampak lainnya, secara ekonomi dimana pendapatan biasanya harus dibagibagi, sedangkan secara politik dalam pengambilan keputusan, perempuan atau istri tidak mempunyai posisi yang sama dengan suami. Dalam lembaran info LBH APIK (Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan), dari segi materi suami yang berpoligami lebih mementingkan istri muda dan menelantarkan istri pertama dan anak anaknya. Fakta di seputar poligami menunjukkan banyaknya penderitaan yang timbul akibat poligami. Dari 58 kasus poligami yang didampingi LBH-APIK selama kurun 2001 sampai Juli 2003 memperlihatkan bentuk-bentuk kekerasan terhadap istri-istri dan anak-anak mereka, mulai dari tekanan psikis, penganiayaan fisik, penelantaran istri dan anak-anak, ancaman dan teror serta pengabaian hak seksual istri. Sementara banyak poligami dilakukan tanpa alasan yang jelas (35 kasus). Realitasnya banyak kasus poligami yang memicu bentuk bentuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) lainnya yang dialami perempuan dan anakanak, meliputi kekerasan fisik, psikis, seksual dan ekonomi; poligami sendiri merupakan bentuk kekerasan dalam rumah tangga yang dilegitimasi oleh hukum dan sistim kepercayaan yang ada di masyarakat (sumber: www.lbh-apik.or.id).
Menurut data statistik Mitra Perempuan tahun 2002 terdapat 226 kasus kekerasan yang dialami oleh 219 perempuan. Sebanyak 34 kasus (15,04%) mengalami kekerasan tunggal, 59 kasus mengalami dua kekerasan sekaligus dan 132 kasus mengalami lebih dari dua kekerasan. Menurut Hardiaman (1999) mengatakan, adapun dampak-dampak tindakan kekerasan dalam rumah tangga dapat berupa perasaan kebingungan, cemas, marah, kesal/sedih, terpaku pada pengalaman traumatik, perasaan ketakutan berhadapan dengan situasi/tempat yang mengingatkannya pada pengalaman buruk yang dialami, perubahan pola makan dan tidur, berbagai keluhan fisik seperti sakit kepala, mual, muntah, nyeri lambung dan lain-lain. Menurut Undang-undang Republik Indonesia, (2004), korban kekerasan memiliki hak antara lain untuk mendapatkan: perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan, pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis. Hal lain adalah penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban, pendamping oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan pelayanan bimbingan rohani. Arivia (dalam Hamidah, 2002) mengatakan, seringkali istri tidak ingin masalah pribadinya diketahui di depan umum, karena ia tidak ingin aibnya diketahui secara terbuka. Rasa bersalah, malu yang menimpa membuatnya lebih baik berdiam diri. Terlebih bila korban merasa terancam jiwanya. Hal ini akan menambah kecenderungan untuk tidak menggunakan kepolisian sebagai sumber informasi dalam melaporkan kejahatan suaminya. Tetapi ada juga yang melaporkan ke lembaga bantuan yang berwenang. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang kekerasan yang dialami oleh istri pertama dalam keluarga poligami dan coping yang dilakukan terhadap kekerasan yang dialaminya. Pertanyaan Penelitian Adapun hal-hal yang akan dikaji adalah sebagi berikut, Bagaimana gambaran kekerasan yang dialami istri pertama dalam keluarga poligami? Mengapa terjadi kekerasan terhadap istri pertama dalam keluarga poligami? Bagaimana gambaran coping yang dilakukan istri pertama dalam menghadapi kekerasan dalam keluarga poligami?
Tujuan Penelitian Tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kekerasan yang dialami istri pertama dalam keluarga poligami, mengetahui terjadinya kekerasan terhadap istri pertama dalam keluarga poligami, mengetahui gambaran coping yang dilakukan istri pertama dalam menghadapi kekerasan yang dialaminya. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis Memberikan informasi kepada masyarakat luas, terutama bagi keluarga mengenai hal-hal yang harus dipikirkan terlebih dahulu sebelum melakukan poligami dengan melihat dampak-dampak yang terjadi setelah terjadinya pernikahan poligami. 2. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat digambarkan sebagai studi pendahuluan tentang bagaimana gambaran kekerasan dan bagaimana gambaran kehidupan seorang istri pertama di dalam keluarga poligami serta dapat berguna bagi penelitian selanjutnya mengenai stres, kekerasan dan poligami. TINJAUAN PUSTAKA Stres Sarafino (dalam Smet, 1994), mendefinisikan stres sebagai suatu kondisi disebabkan oleh transaksi antara individu dengan lingkungan yang menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber-sumber daya sistem biologis, psikologis dan sosial dari seseorang. 1. Jenis-jenis Stres Menurut Atwater (1983), ada 2 jenis stres yaitu: a. Eustress dikenal sebagai stres yang baik (good stress) yaitu stres yang dapat menghasilkan efek positif pada penderitaannya. Menurut Selye ( dalam Atwater, 1983) mendefinisikan Eustress sebagai pengalaman yang menyenagkan dan memuaskan hati. b. Distress dikenal sebagai stres yang buruk (bad stress), apabila orang yang mengeluhkan bahwa dirinya stres biasanya orang mengeluhkan tipe stres ini. Biasanya stres ini menimbulkan akibat yang buruk pada penderitanya.
2. Sumber-sumber Stres Sarafino (1990) membagi sumber stres menjadi tiga jenis, yaitu: a. Peristiwa Katastropik, misalnya bencana alam. b. Peristiwa hidup yang penting, misalnya kehilangan pekerjaan atau kematian orang yang dicintai. c. Keadaan kronis, misalnya hidup di lingkungan yang tidak nyaman 3. Tahap-tahap Stres Hans Seyle (dalam Munandar, 2001), mengamati serangkaian perubahan biokimia, dalam sejumlah organisme yang beradaptasi terhadap berbagai macam tuntutan lingkungan. Rangkaian perubahan ini dinamakan general adaptation syndrome, yang terdiri dari tiga tahapan yaitu: a. Tahap ‘alarm’ (tanda bahaya), yaitu organisme berorientasi terhadap tuntutan yang diberikan oleh lingkungannya dan mulai menghayatinya sebagai ancaman. b. Tahapan resistance (perlawanan), yaitu organisme memobilisasi sumber-sumbernya supaya mampu menghadapi tuntutan. Jika tuntutan berlangsung terlalu lama, maka sumber-sumber penyesuaian ini mulai habis. c.
Tahap exhaustion (kehabisan tenaga).
Coping Menurut Lazarus & Folkman (dalam Smet, 1994), coping adalah suatu proses di mana individu mencoba untuk mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan dengan sumber-sumber daya yang mereka gunakan dalam menghadapi situasi stressful. 1. Tipe-tipe coping Lazarus & Folkman (dalam Fausiah&Widury, 2003) membagi tipe coping menjadi 2, yaitu : a. Problem-focused coping ( Coping yang terpusat pada masalah) Problem-focused coping adalah penanganan stres dengan cara mengurangi, atau memecahkan masalah yang menjadi sumber stres. b. Emotion-focused coping (coping yang terpusat pada emosi) Emotion-focused coping adalah penanganan stres dengan mengendalikan respon emosi yang diakibatkan oleh stressor. Emotion-focused coping lebih menekankan pada usaha untuk menurunkan emosi negatif yang dirasakan ketika menghadapi masalah atau tekanan.
2. Coping Yang Efektif Rutter (dalam Smet, 1994) perlu diketahui, bahwa tidak ada satu pun metode yang dapat digunakan untuk semua situasi stres. Mungkin yang terbaik adalah menggunakan kedua coping tersebut secara fleksibel. Strategi coping yang paling efektif adalah strategi yang sesuai dengan jenis stres dan situasi. Keluarga a. Menurut Sihombing, U (www.depdiknas.go.id/serba_serbi/cbies) Keluarga adalah seorang atau sekelompok orang yang biasanya terdiri dari bapak, ibu, anak, dan anggota keluarga lainnya yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan, yang masing-masing mempunyai seorang yang dianggap/ditunjuk sebagai kepala dan bertanggung jawab atas keberadaannya. Poligami Menurut Istibyaroh (2004), kata polygamy berasal dari bahasa Yunani : Polus = banyak; gamos= perkawinan. Sistem perkawinan bahwa seorang laki-laki mempunyai lebih dari seorang istri dalam suatu saat, atau yang kurang lazim, seorang perempuan mempunyai lebih dari seorang suami dalam suatu saat. 1. Sebab-Sebab Poligami Faktor-faktor yang mempengaruhi poligami menurut Istibyaroh (2004) adalah: a. Fak tor g e ogr af is Montesquieu dan Bon (dalam Istibsyaroh, 2004), menggolongkan poligami secara geografis. Kaum perempuan di Timur mencapai usia baliq lebih dini dan lebih cepat menjadi tua, karena itu laki-laki memerlukan istri yang kedua dan ketiga. b. Masa subur perempuan terbatas Hasrat laki-laki untuk mempunyai anak, serta ketidakinginan untuk menceraikan istrinya yang pertama. c. Menstruasi & Pasca kelahiran Haid bulanan pada perempuan dan juga kelesuan sesudah melahirkan, menempatkan perempuan dan suaminya dalam posisi seksual yang berbeda dan menimbulkan situasi dimana laki-laki cenderung mencari perempuan lain.
d. Fak tor ek onom i Faktor ekonomi juga diajukan sebagai penyebab poligami. Dikatakan bahwa di zaman dahulu, tidak seperti di zaman sekarang, mempunyai banyak istri dan banyak anak adalah menguntungkan laki-laki secara ekonomis. Kaum laki-laki dapat menyuruh para istri dan anaknya bekerja sebagai budak, dan menjual anaknya. e. Lebih banyak perempuan daripada laki-laki Yang terakhir dan yang terpenting dari semua faktor dalam poligami adalah kelebihan jumlah perempuan atas jumlah laki-laki. 2. Dampak – dampak poligami Adapun dampak yang umum terjadi terhadap istri yang suaminya berpoligami (www.theceli.com) yaitu: a. Timbul perasaan inferior, menyalahkan diri sendiri, istri merasa tindakan suaminya berpoligami adalah akibat ketidakmampuan dirinya memenuhui kebutuhan biologis suaminya. b. Suami lebih mementingkan istri muda dan menelantarkan istri pertama dan anakanaknya. c.
Sering terjadinya kekerasan terhadap perempuan, baik kekerasan fisik, ekonomi, seksual maupun psikologis.
d. Dalam masyarakat sering terjadi nikah di bawah tangan, yaitu perkawinan yang tidak dicatatkan pada kantor pencatatan nikah. e. Yang paling mengerikan, kebiasaan berganti-ganti pasangan menyebabkan suami/istri menjadi rentan terhadap Penyakit Menular Seksual (PMS) dan bahkan rentan terjangkit virus HIV/AIDS. Kekerasan Dalam Rumah Tangga Berdasarkan UU nomor 23 (dalam Mitra Perempuan) yang dimaksud kekerasa dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang dapat menimbulkan kesengsaraan atas penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dan lingkup rumah tangga. 1. Bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga
Menurut Djannah (2004), dilihat dari konteks sosial budaya kekerasaan, kekerasaan yang dialami para istri adalah :kekerasaan fisik, kekerasaan psikologis, kekerasaan seksual, dan kekerasaan ekonomi. 2. Sebab- sebab Terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga Penelitian ini menunjukkan adanya empat faktor penyebab kekerasan, yaitu : a. Kemandirian Ekonomi Istri Meiyanti (dalam Djannah, 2002), mengemukakan bahwa ketergantungan istri kepada suami dalam bidang ekonomi karena status istri tidak bekerja merupakan faktor yang mendorong suami bertindak semaunya. b. Pe ke r ja a n Istr i Pekerjaan juga merupakan salah satu faktor penyebab suami melakukan kekerasan terhadap istri. Meskipun pada awalnya semua suami mengizinkan istrinya bekerja. c. Perselingkuhan Suami Dengan Perempuan Lain Perselingkuhan suami dengan perempuan lain atau menikah lagi menjadi salah satu penyebab terjadinya kekerasan dalam perkawinan. d. Campur Tangan Pihak Ketiga Campur tangan anggota keluarga dari pihak suami, terutama ibu mertua, dalam penelitian ini merupakan salah satu penyebab timbulnya kekerasan antara suamiistri. e. Pemahaman Yang Salah Terhadap Ajaran Agama Pemahaman yang salah terhadap ajaran agama merupakan faktor lain yang menyebabkan kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga. f.
Ke b ia sa a n Su a m i Pada beberapa kasus, kekerasan domistik terhadap perempuan timbul dari kebiasaan atau tradisi suami yang terbentuk dari pengulangan tingkah laku secara terus-menerus. METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian Penelitian ini juga menggunakan pendekatan kualitatif dengan bentuk studi kasus. Menurut Yin (1994) studi kasus adalah salah satu metode penelitian ilmu-ilmu sosial. Secara
umum, studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suat u penelitian berkenaan dengan how dan why. Subjek Penelitian 1. Karakteristik Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah istri pertama dari pernikahan poligami yang mengalami kekerasan. 2. Jumlah Subjek Penelitian Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah sebanyak dua orang istri pertama yang mengalami kekerasan dalam keluarga poligami. Tahap-Tahap Penelitian Adapun tahap-tahap persiapan dan pelaksanaan yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini, yaitu : 1. Tahap Persiapan Penelitian Sebelum penelitian dilakukan terlebih dahulu peneliti mengumpulkan alat bantu penelitian yang akan digunkan, lalu setelah itu melakukan pengujian terhadap keabsahan pedoman wawancara dan juga pedoman observasi. Setelah itu peneliti menghubungi subjek penelitian untuk meminta kesediaan dirinya menjadi objekpenelitian dan juga mengatur waktu untuk bertemu. 2. Tahap Pelaksanaan Setelah mendapatkan kesediaan subjek untuk menjadi objek penelitian maka wawancara dilakukan pada waktu dan tempat yang telah disepakati. Setelah data didapatkan peneliti selanjutnya menyalin data yang berupa rekaman hasil wawancara ke dalam bentuk transkrip wawancara (verbatim). Lalu setelah itu peneliti melakukan analisis dan interpretasi data berdasarkan teori yang digunakan. Setelah analisis dan interpretasi selesai peneliti lalu membuat kesimpulan dan saran. Teknik Pengambilan Data Wawancara Menurut Banister (dalam Poerwandari, 1998) wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu.
Observasi Menurut Banister dkk (dalam Poerwandari, 1998), observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut. Alat Bantu Pengumpulan Data Peneliti menggunkan beberapa alat bantu dalam mengumpulkan data, seperti pedoman wawancara, pedoman observasi, alat tulis dan juga alat perekam (tape recorder) Keabsahan dan Keajegan Penelitian Yin (1994) mengajukan empat kriteria keabsahan dan keajengan yang diperlukan dalam suatu penelitian kualitatif, yaitu : 1. Keabsahan Konstruk (Construct Validity) Keabsahan bentuk batasan berkaitan dengan suatu kepastian bahwa yang terukur benar-benar merupakan variabel yang ingin diukur. Patton (dalam Poerwandari 1998) mengemukakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan untuk mencapai keabsahan, yaitu : a. Triangulasi D ata Menggunakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil wawancara, hasil observasi atau juga dengan mewawancarai lebih dari satu subjek. b. Triangulasi Pengamat Adanya pengamatan diluar peneliti yang turut memeriksa hasil pengumpulan data. c. Triangulasi Teori Yaitu penggunaan berbagai teori yang berlainan untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan sudah memenuhi syarat. d. Triangulasi Metodologis Yaitu penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal. Seperti metode wawancara dan metode observasi. 2. Keabsahan Internal (Internal Validity) Keabsahan internal merupakan konsep yang mengacu pada seberapa jauh kesimpulan hasil penelitian menggambarkan keadaan yang sesungguhnya. 3. Keabsahan Eksternal (External Validity) Keabasahan eksternal mengacu pada seberapa jauh hasil penelitian dapat digeneralisasikan pada kasus lain.
4. Keajengan (Realiabiity) Keajengan merupakan konsep yang mengacu pada seberapa jauh penelitian berikutnya akan mencapai hasil yang sama apabila mengulang kualitatif. Teknik Analisis Data Adapun proses analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini akan dianalisa dengan teknik data kualitatif yang diajukan oleh Marshall dan Rossman. 1. Mengorganisasikan Data Peneliti mendapatkan data langsung dari subjek melalui wawancara mendalam (indepth interview), yang mana data direkam dengan tape recorder dibantu alat tulis lainnya. Kemudian dibuatkan transkripnya (verbatim). 2. Pengelompokan Berdasarkan Kategori, Tema dan Pola Jawaban Berdasarkan kerangka teori dan pedoman wawancara peneliti menyusun sebuah kerangka awal analisis sebagai acuan dan pedoman dalam melakukan koding. 3. Menguji Asumsi Atau Permasalahan yang Ada Terhadap Data Pada tahap ini kategori yang telah didapat melalui analisisis ditinjau kembali berdasarkan landasan teori yang telah dijabarkan dalam bab II, sehingga dapat dicocokan apakah ada kesamaan antara landasan teoritis dengan hasil yang dicapai. 4. Mencari alternatif Penjelasan Bagi Data Berdasarkan pada kesimpulan yang telah didapat dari kaitan tersebut, penulis perlu mencari suatu alternatif penjelasan lain tentang kesimpulan yang telah didapat. Sebab dalam penelitian kualitatif memang selalu ada alternatif penjelasan yang lain. 5. Menulis Hasil Penelitian Penulisan analisis data masing-masing subjek yang telah berhasil dikumpulkan, merupakan suatu hal yang membantu penulis untuk memeriksa kembali apakah kesimpulan yang dibuat telah selesai. HASIL DAN ANALISIS Pelaksanaan Penelitian Kegiatan wawancara dan observasi dalam penelitian ini dilakukan mulai tanggal 10 Januari 2007 sampai dengan tanggal 15 Februari 2007. Wawancara dan observasi pada subjek (1) dan (2) dilakukan di kediamannya. Pada penelitian ini, kegiatan wawancara dilakukan hanya satu kali dan observasi dilakukan dua kali pada masing-masing subjek. Oleh
karena itu, untuk mengatasai kekurangan data penelitian, peneliti melakukan tambahan wawancara dengan para subjek melalui telepon sebanyak dua kali. 1. Hasil a. Subjek 1 1) Identitas Subjek Nama / Inisial
:Y
Usia
: 45 Tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir
: Banyumas, 13 Oktober 1962
Suku Bangsa
: Jawa
Agama Anak Ke Pendidikan Terakhir
: Islam : 6 dari 8 bersaudara : SMU
Pekerjaan Usia Perkawinan
: Ibu Rumah Tangga : 24 Tahun
Istri Ke
: 1 dari 3 Istri
Alamat
: Tanah Abang
b . Gam baran umum subjek 1). Pelaksanaan Observasi a) Observasi 1 Hari/Tanggal
: Kamis, 10 Januari 2007
Waktu
: Pukul 11.20 – 15.00
Tempat
: Rumah subjek, Ks. Tubun.
b) Observasi 2 Hari/Tanggal
: Minggu, 21 Januari 2007
Waktu
: Pukul 10.30 – 14.30
Tempat
: Tanah Abang
2). Hasil Observasi a) Setting Peneliti melakukan obesrvasi terhadap subjek sebanyak dua kali. Pertama pada hari Jum’at tanggal 10 Januari 2007 pukul 11.20-15.00 WIB. Peneliti melakukan observasi di kediaman subjek, di daerah Tanah Abang. Dilantai pertama rumah subjek terdapat ruang tamu yang dilengkapi dengan satu set sofa dengan meja yang berkaca, ruang TV yang dilengkapi dengan
sofa, terdapat sebuah ruang makan, dapur, kamar pembantu dan kamar mandi. Observasi dilakukan diruangan kamar anaknya. Observasi kedua pada hari minggu tanggal 21 Januari 2007 pukul 10.30-14.30 WIB. Pada saat observasi kedua, rumah subjek terlihat rapi. Rumah subjek cukup ramai dengan kehadiran saudara-saudara subjek yang pada hari Minggu tersebut bertandang kerumah subjek, dan peneliti berkumpul di ruang TV bersama saudara-saudara subjek, sementara subjek berada di dapur bersama pembantu. b). Subjek Subjek adalah seorang ibu rumah tangga, yang berperawakan tidak terlalu tinggi, dengan badan berisi dan kulit putih. Ketika diwawancarai, subjek menggunakan kemeja berwarna biru berlengan 3/4, dan celana 3/4 berwarna hitam, subjek menggunakan kacamata, dengan membawa HP. Agar lebih santai dan tenang subjek memilih untuk diwawancarai dikamar anaknya. Selama wawancara berlangsung, Subjek menjawab pertanyaan dengan jelas. Sebelum wawancara subjek melaksanakan shalat dzuhur terlebih dahulu. Subjek juga mengeluarkan kata-kata lucu yang membuat peneliti dan anaknya tersenyum. Terkadang nada suara subjek berubah menjadi lebih tinggi, dan tekadang mengec il. Pada saat menceritakan tentang perilaku suaminya yang tidak lagi memperhatikan anak dan istrinya, bibir subjek bergetar dan suara yang terputus-putus, subjek mengeluarkan air mata, menunduk dan menggenggam tangannya. Pada saat wawancara subjek berada dihadapan peneliti, pada saat melakukan kontak mata kepada peneliti, subjek terkadang membuang pandangannya kearah luar ruangan pada saat menceritakan tentang suaminya yang jarang pulang setelah pernikahan ketiganya. c. Wawancara Pelaksanaan Wawancara Hari/ Tanggal
: Jum’at, 19 Januari 2007
Waktu
: 13.00 – 14.30 WIB
Tempat
: Tanah Abang
d. Significant Other 1 1) Identitas Significant Other 1 Nama/Inisial
:N
Usia
: 24 Tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir
: Banyumas, 26 Juli 1982
Suku
: Jawa
Agama
: Islam
Pendidikan
: D3
Pekerjaan
: Karyawati
Hubungan dengan Subjek
: Keponakan
Alamat
: Tanah Abang
2) Wawancara Pelaksanaan Wawancara Hari/ Tanggal
: Minggu, 21 Januari 2007
Waktu
: Pukul 12.30 – 13.15
Tempat
: Tanah Abang
e. Significant Other 2 1). Identitas Significant Other 2 Nama/Inisial
:B
Usia
: 23 Tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir
: Jakarta, 19 oktober 1983
Suku
: Jawa
Agama
: Islam
Pendidikan
: S-1
Pekerjaan
: Karyawati
Hubungan dengan Subjek
: Anak Kandung
Alamat
: Tanah Abang
2) Wawancara Pelaksanaan Wawancara Hari/ Tanggal
: Kamis, 15 Februari 2007
Waktu
: Pukul 14.00-15.00
Tempat
: Cilandak Town Squre
2. Subjek 2 a. Identitas Subjek Nama / Inisial
: MT
Usia
: 30 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir
: Semarang, 19 Mei 1976
Suku Bangsa
: Jawa
Agama
: Islam
Anak Ke
: 1 dari 3 bersaudara
Pendidikan Terakhir
: S1
Pekerjaan
: Karyawan Swasta
Usia Perkawinan
: 5 Tahun
Istri Ke
: 1 dari 2 Istri
Alamat
: Jakarta Timur.
b. Gambaran umum subjek 1). Pelaksanaan Observasi a) Observasi 1 Hari/Tanggal
: Kamis, 18 Januari 2007
Waktu
: Pukul 13.00- 15.00
Tempat
: Rumah Subjek, Cipayung.
b) Observasi 2 Hari/Tanggal
: Senin, 29 Januari 2007
Waktu
: Pukul 10.00-1 2.30
Tempat
: Rumah subjek, Cipayung.
2). Hasil Observasi a) Setting Peneliti melakukan observasi terhadap subjek sebanyak dua kali. Pertama pada hari Kamis tanggal 18 Januari 2007 pukul 13.00-15.00 WIB. Peneliti melakukan observasi di kediaman subjek, di daerah Cipayung, Jakarta Timur. Rumah subjek terdapat kursi yang terbuat dari kayu, di dalam ruang TV terbentang sebuah permadani, terdapat satu kamar mandi, dapur, dua ruang tidur dan halaman belakang. Rumah subjek terlihat sepi, karena hanya ada subjek sendiri. Observasi dilakukan diruang tamu subjek, dengan suasana yang cukup tenang karena jauh dari jalan besar. Subjek terlihat sangat lelah karena subjek selesai bertugas jaga malam.
Observasi kedua pada hari senin tanggal 29 Januari 2007 pukul 10.00-12.30 WIB. Pada saat observasi kedua, rumah subjek terlihat rapi. Susana rumah subjek masih seperti pada observasi pertama, terlihat sepi. b). Subjek Subjek adalah karyawan disalah satu rumah sakit swasta. Subjek berperawakan cukup tinggi, dengan badan kurus dan kuning langsat. Ketika diwawancarai, subjek menggunakan baju kaos tangan panjang dan celana panjang bahan. Pada observasi pertama, subjek dan peneliti memperkenalkan diri satu sama lain, dan berbicara maksud kedatangan peneliti ke rumahnya. Subjek tersenyum dan memperkenalkan diri pada pertemuan pertama. Subjek lebih banyak diam dan tidak berbicara jika peneliti bertanya, setelah pertemuan kedua dan pelaksanaan wawancara, subjek lebih terbuka. Agar lebih santai subjek memilih untuk diwawancarai ruang tamu. Pada saat wawancara berlangsung, menjawab pertanyaan dengan senyuman, setelah dipertengahan wawancara nada suara yang subjek terkadang mengecil dan membesar. Pada saat peneliti mempertanyakan kekerasan yang dialami subjek, subjek berusaha untuk tetap tersenyum dan seketika subjek langsung menundukkan kepala kearah bawah, dengan menyibukkan tangannya untuk meraih sebuah koran dan mengipaskan ke arah mukanya. Pada saat peneliti mempertanyakan kekerasan seksual, subjek terdiam sebentar dan kemudian menjawab pertanyaan yang diajukan peneliti. Mata subjek berkaca-kaca, pada saat subjek berkata “ saya nggak masalah kalau harus dipoligami, tapi tidak dengan keadaan seperti ini”. Subjek juga memegang bagian lehernya seperti memijat secara berlahan ketika membicarakan tentang aborsi yang diinginkan oleh suaminya. c. Wawancara Pelaksanaan Wawancara Hari/ Tanggal Waktu
: Senin, 29 Januari 2007 : 10.00 – 12.30 WIB
Tempat
: Ruang tamu, Cipayung
d. Significant Other 1 1) Identitas Significant Other 1 Nama/Inisial
: ST
Usia
: 29 Tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir
: Surabaya, 20 Juni 1977
Suku
: Jawa
Agama
: Islam
Pendidikan
: S1
Pekerjaan
: Karyawati
Hubungan dengan Subjek : Teman Dekat Alamat
: Cinere
2) Wawancara a) Pelaksanaan Wawancara Hari/ Tanggal Waktu
: Sabtu, 27 Januari 2007 : Pukul 15.00 – 16.00
Tempat
: Rumah Makan, Pasar Minggu.
e. Significant Other 2 1) Identitas Significant Other 2 Nama/Inisial
:L
Usia
: 27 Tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir
: Jakarta, 16 februari 1980
Suku
: Jawa
Agama
: Islam
Pendidikan
: D3
Pekerjaan
Karyawati
Hubungan dengan Subjek : Sepupu Alamat
: Cimanggis.
2) W awanc ar a a) Pelaksanaan Wawancara Hari/ Tanggal
: Kamis, 8 Februari 2007
Waktu
: Pukul 19.00 -20.00
Tempat
: Margo City, Depok.
PENUTUP Kesimpulan Dari hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Gambaran kekerasan yang dialami istri pertama dalam keluarga poligami Dari hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa secara umum kedua subjek mengalami kekerasan secara fisik, psikologis, seksual dan ekonomi.
Kek er as an Fis ik Subjek pertama dan kedua mengalami kekerasan fisik seperti
pukulan,
tendangan, tamparan, serta mengalami keguguran pada subjek pertama dan menggugurkan kandungan pada subjek kedua.
Kekerasan Psikologis Kekerasan psikologis yang dialami kedua subjek adalah subjek medapatkan bentakkan, kata-kata kasar, cacian dan makian.
Kek erasan Ek onomi Kekerasan ekonomi yang dialami pada subjek pertama, subjek merasa keadaaan ekonominya menjadi sulit, uang yang diberikan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehingga subjek menjual barang-barang milikinya untuk menutupi kebutuhan. Sementara pada subjek kedua masalah ekonomi tidak terlalu menjadi suatu masalah karena subjek memiliki penghasilan sendiri.
Kek erasan Seksual Kekerasan seksual pada subjek pertama adalah subjek diusir oleh suami ketika masuk ke kamar, dan pada subjek kedua mengalami hubungan seksual yang tidak wajar.
2. Faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap istri pertama dalam keluarga poligami. Pada kedua subjek kekerasan terjadi karena adanya wanita lain dalam rumah tangga subjek. Kekerasan muncul ketika subjek meminta penjelasan tentang keadaan rumah tangganya yang semakin lama semakin berubah. Keadaan ekonomi yang dialami subjek pertama juga menjadi salah satu pemicu timbulnya kekerasan. Sementara pada subjek kedua kekerasan timbul karena suami memiliki sifat posesif terhadap istri 3. Coping yang dilakukan oleh istri pertama dalam keluarga poligami a. Problem Focused Coping
Kedua subjek berusaha untuk membicarakan dan bertanya langsung kepada suami tentang masalah yang terjadi didalam rumah tangganya, dan berusaha mencari data, bukti-bukti, dan informasi tentang hal kebenaran yang menimpa suaminya. b. Emosional Focused Coping Pada subjek pertama, mencoba untuk mempelajari hal-hal apa yang biasanya memicu kemarahan suami, lebih mencoba untuk mengambil hikmah dari kejadian yang dialaminya, berbagi cerita kepada orang-orang terdekat dan mencari masukkan yang dapat memotivasi, memilih untuk diam, menyibukkan diri dengan kegiatan seperti pengajian, sholat, dzikir, membaca buku dan jalan-jalan bersama teman pengajian. Ketika subjek merasa hatinya tidak tenang subjek lebih memilih berwudu’ dan membaca Al-Qur’an, sehingga subjek merasa lebih kepada Tuhannya. Sedangkan pada subjek kedua, berusaha berpikir positif sehingga membesarkan hati dan lebih melapangkan dada dalam menghadapi pernikahannya. Subjek juga bertukar pikiran dengan temen dan sepupunya sehingga mendapat dukungan dari mereka. Subjek memilih untuk diam, walaupun hal itu tidak menyelesaikan masalah, dan subjek merasa jadi serba salah dan menangis dapat membuat subjek merasa sedikit lebih lega sejenak. Mendekatkan diri kepada Tuhan, sehingga membuat dirinya menjadi lebih sabar dan bisa meredam emosinya. Saran Dari hasil penelitian tentang coping stres istri pertama yang mengalami kekerasan dalam keluarga poligami, maka saran yang diajukan peneliti terhadap penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Disarankan kepada subjek untuk lebih bersabar dan lebih berjiwa besar dalam menghadapi kehidupan berpoligami. Keinginan untuk mempertahankan pernikahan adalah suatu perbuatan yang baik dan mendiamkan suatu masalah tidak menyelesaikan masalah, apalagi masalah yang terjadi sudah menyangkut dengan keterancaman dan nyawa seseorang. Dan tidak ada salahnya dibicarakan secara baik dan kekeluargan. 2. Untuk para istri yang dipoligami diharapkan untuk menanamkan sikap ikhlas, sabar dan lebih berjiwa besar dalam menghadapi kehidupan berpoligami karena kehidupan pasti akan berubah. Apabila kekerasan terjadi dan meningkat diharapkan untuk tidak menganggap hal ini biasa, lebih baik meminta bantuan pada lembaga yang berwenang. 3. Untuk para suami yang melakukan poligami diharapkan dapat berbuat adil, selalu bersikap lebih bijaksana, tidak mengandalakan tindakan agresi yang menimbulkan
suatu kekerasan dan bahkan membuat kehidupan istri menjadi terancam. Dan benarbenar memikirkan secara matang tentang segala dampak dan resiko yang terjadi kedepannya setelah berpoligami. 4. Untuk penelitian selanjutnya, agar dapat mengembangkan penelitian tentang poligami, misalnya kekerasan yang juga dialami oleh istri kedua, ketiga dan seterusnya bukan hanya pada istri pertama.
DAFTAR PUSTAKA Atwater, E. 1983. Psychology Of Adjusment. 2nd: Personal Growth In a Changing World. USA: Precentice Hall
Djannah, F., Rustam, Nurasiah, Sitorus, M., & Batubara, C. 2002. Kekerasan terhadap istri, Yogyakarta: LkiS
Fausiah, F. & Widury J. 2003. Bahan Ajar Mata Kuliah Psikologi Abnormal. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
Hardiaman,A. 1999. Menuju Kem itraan Pemerintah LSM dalam Pencegahan&Penanggulangan Tindakan Kekerasan Terhadap Perempuan. Jakarta: Mitra Perempuan
Hamidah, S. 2002. Sumber Informasi yang Digunakan Oleh Perempuan yang Mengalami Kekerasan Domestik untuk Menyelesaikan Masalah. Jakarta: ISIP
Mulia, M. 2004. Pandangan Islam Tentang Poligami. Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Jender & The Asia Foundation
Munandar, A.S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia Mulia, M. 2004. Pandangan Islam Tentang Poligami. Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Jender & The Asia Foundation Poerwandari, E.K. 1998, Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta: Universitas Indonesia
Smet, B. 1994, Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia
Yin, R. 1994. Case Study Research Design and Method. London: Sage Publication www. depdiknas.go.id/serba _serbi/cbies: Pengertian Keluarga
www.suaramerdeka.com: Jaringan Peduli Perempuan dan Anak
www.lbh-apik.or.id/sm-pers-poligami.htm: Poligami Sebagai Bentuk Kekerasan Yang Paling Nyata
Sarafino, E. P. 1990. Health Psychology, New York: John Willey & Sons, Inc