Journal of Health Promotion and Behavior (2017), 2(3): 258-272
Community Participation In Sanitation Kampung Program, Surakarta Anak Agung Alit Kirti Estuti Narendra Putri1), Hermanu Joebagio2), Dono Indarto3) 1)Masters 2)Faculty
Program in Public Health, Sebelas Maret University of Teaching and Educational Sciences, Sebelas Maret University 3)Faculty of Medicine, Sebelas Maret University
ABSTRACT Background: Indonesia ranks third in the world in the number of people with limited access to sanitation. Surakarta municipality government in collaboration with local drinking water supplier (PDAM) operate Indonesian Urban Water, Sanitation and Hygiene (IUWASH) to overcome sanitation problems in the form of Sanitation Kampung Program in Semanggi Village, Surakarta. This study aimed to review community participation in Sanitation Kampung Program, Semanggi Village. Subjects and Method: This was a qualitative study conducted at RW 23, Semanggi Village, Pasar Kliwon subdistrict, Surakarta, Central Java. Informants were selected purposively for this study comprising 12 community members as key informants, 2 community leaders, head of Sanitation Kampung Program, and 1 environmental health expert as supporting informants, The data were collected by in-depth interview, focus group discussion, and document review. Data credibility was checked by triangulation. The data were analyzed by content analysis. Results: At the beginning of Sanitation Kampung Program planning there were some pros and cons from the community. Some of the community accepted the program but some others refused it due to negative perception that Sanitation Kampung Program would cause bad smell and pollute well water. In order to overcome community refusal toward Sanitation Kampung Program, IUWASH, Surakarta municipality government, and community leaders, carried out socialization, community approach, and study tour to other places. In the end, the community accepted Sanitation Kampung Program. Community members participated the program by providing support for water and sanitation facility development. Community members made use of the water and sanitation facility for daily activities. They also maintained the water and sanitation facility. Conclusion: By developing good and trustable collaboration, community participate in Sanitation Kampung Program from planning, developing, using, and maintenance of the water and sanitation facility. Keywords: water, sanitation, community, participation, program Correspondence: Anak Agung Alit Kirti Estuti Narendra Putri. Masters Program in Public Health, Sebelas Maret University, Jl. Ir. Sutami 36 A, Surakarta 57126, Central Java. Email:
[email protected]. Mobile: +6285643231616. LATAR BELAKANG Permasalahan kesehatan lingkungan merupakan masalah global. Sebagian besar negara miskin dan menengah di dunia memiliki keterbatasan akses air dan sanitasi layak (Gon et al., 2016). Permasalahan ini 258
terjadi di hampir seluruh benua yaitu Asia Tenggara, Asia Timur dan Pasifik, Amerika Latin dan Karibia, Eropa Timur, Timur Tengah dan Afrika (Jeuland et al., 2013). World Health Organization (WHO) memperkirakan sekitar 2.6 milyar penduduk
e-ISSN: 2549-1172 (online)
Putri et al./ Community Participation in Sanitation
dunia hidup dengan sanitasi yang tidak memadai dan risiko kesehatan lingkungan yang buruk (Engel dan Susilo, 2014). Kesehatan lingkungan menjadi prioritas masalah yang masuk dalam agenda dunia melalui Millenium Development Goals (MDGs) yang telah berakhir tahun 2015 dan kemudian dilanjutkan dalam agenda Sustainable Development Goals (SDGs). Dalam agenda SDGs. Masalah sanitasi dan ketersediaan air bersih merupakan tujuan ke-enam agenda kesehatan internasional dengan target utama kelayakan air, sanitasi dan kebersihan (WHO, 2015). Indonesia adalah negara yang menduduki peringkat ketiga dengan jumlah penduduk yang memiliki akses sanitasi terbatas (UNICEF, 2012). Data di Indonesia menunjukkan sekitar 116 juta penduduk masih kekurangan sanitasi yang memadai, 41 juta orang masih buang air besar di tempat terbuka, dan 17% penghuni kawasan kumuh di perkotaan melakukan aktifitas buang air besar tanpa menggunakan jamban (Kemenkes RI, 2011). Provinsi di Indonesia dengan proporsi terendah untuk rumah tangga yang memiliki akses air minum adalah Kepulauan Riau (24.0%), Kalimantan Timur (35.2%), Bangka Belitung (44.3)%, Riau (45,5%), dan Papua (45,7%). Lima provinsi dengan proporsi tertinggi untuk rumah tangga yang memiliki akses air minum adalah adalah Maluku Utara (75.3%), Jawa Tengah (77.8%), Jawa Timur (77.9%), DI Yogyakarta (81.7%), dan Bali (82.0%) (Kemenkes RI, 2013). Meskipun Jawa Tengah menjadi salah satu dari lima provinsi dengan proporsi rumah tangga tertinggi dengan akses air minum, hanya 77% penduduk yang memiliki akses air minum yang layak (Dinkes Jateng, 2014). Permasalahan akses terhadap air bersih di darah perkotaan disebabkan kondisi air tanah yang sudah tidak e-ISSN: 2549-1172 (online)
layak minum dan ketidakmampuan warga untuk mengakses air dari perusahaan air minum atau untuk membeli air kemasan layak minum (Enralin dan Lubis, 2015). Sanitasi lingkungan yang buruk dapat menyebabkan penyakit pada manusia (Cornburn dan Hildebrand, 2015). Beberapa penelitian membuktikan bahwa penyakit infeksi sistem pencernaan seperti diare, kolera dan helminthiasis disebabkan oleh kondisi sanitasi dan air yang tidak memadai (Cairncross et al., 2010; Echazu et al., 2015; Mengel, 2014; Taylor et al., 2015). Selain itu, kondisi air, sanitasi dan kebersihan lingkungan juga berisiko menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak akibat penyakit infeksi, stunting dan anemia (Ngure et al., 2014). Oleh karena dampak kesehatan yang luas dari kondisi sanitasi lingkungan dan ketersediaan air yang layak, maka kesehatan lingkungan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan (Kandou dan Lasut, 2010). Kesehatan lingkungan meliputi ketersediaan air bersih, penggunaan jamban, pengolahan air limbah, pembuangan sampah, dan pencemaran tanah (Kasnodiharjo dan Elsi, 2013). Telah banyak usaha yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan sanitasi di Indonesia (Trisnawati dan Marsono, 2012; Kemenkes RI, 2016a). Program pembangunan sarana sanitasi membutuhan partisipasi masyarakat. Keterlibatan masyarakat secara aktif dari awal pelaksanaan sampai dengan tahap setelah konstruksi, khususnya dalam penggunaan dan pemeliharaan sarana sanitasi, sangat menentukan keberhasilan program. Sehingga sarana sanitasi yang dibangun tetap terpelihara dengan dukungan masyarakat. Pembangunan sarana sanitasi yang dilaksanakan oleh pemerintah selama ini dianggap sebagai proyek pemberian saja karena tidak melibatkan partisipasi masya259
Journal of Health Promotion and Behavior (2017), 2(3): 258-272
rakat secara penuh. Proses perencanaan sampai dengan pembangunan sarana sanitasi seringkali kurang mengakomodasi keinginan dan kebutuhan masyarakat (Sofyan et al., 2016). Wilayah Kota Surakarta masih terdapat kelompok masyarakat yang tergolong berpenghasilan rendah dengan akses sanitasi dan air bersih yang terbatas. Kecamatan Pasar Kliwon, Banjarsari, dan Laweyan, Surakarta, masyarakat banyak yang tidak memiliki akses terhadap air bersih perpipaan. Salah satu strategi untuk mengatasi permasalahan sanitasi di beberapa wilayah secara efektif adalah melalui proyek percontohan. Sejak tahun 2014, pemerintah kota Surakarta dan Perusahaan Daerah Air dan Minum (PDAM) Surakarta bekerjasama dengan Indonesia Urban Water, Sanitation dan Hygiene (IUWASH) untuk mengatasi permasalahan sanitasi di Surakarta melalui Program Kampung Sanitasi di Kelurahan Semanggi (IUWASH, 2014). Program Kampung Sanitasi dikembangkan untuk memberikan model bagi penyediaan air bersih dan pengembangan sanitasi berbasis masyarakat di Indonesia. Program Kampung Sanitasi berlokasi di RW 23, Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon. Kelurahan Semanggi merupakan salah satu daerah kumuh yang terletak di Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta. Program Kampung Sanitasi telah berjalan tiga tahun sejak pertama dicetuskan. Permasalahan lingkungan paling tepat diatasi dengan melibatkan partisipasi seluruh lapisan masyarakat (French, 2007). Tujuan penelitian ini adalah mengkaji partisipasi masyarakat dalam Program Kampung Sanitasi di Kelurahan Semanggi. SUBJEK DAN METODE 1. Desain Studi Penelitian Metode penelitian pada penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan 260
partisipatoris. Waktu pelaksanaan mulai bulan April-Juni 2017 di RW 23 Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta. Wilayah RW 23 Kelurahan Semanggi merupakan lokasi pelaksanaan Program Kampung Sanitasi yang telah dimulai sejak tahun 2014. 2. Instrumen Penelitian Populasi dalam penelitian adalah masyarakat RW 23, Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta. Penelitian yang dilakukan menggunakan teknik purposive sampling. Informan kunci dalam penelitian ini berjumlah 12 informan yang merupakan anggota masyarakat RW 23 Kelurahan. Sejumlah 4 informan pendukung yaitu 2 tokoh masyarakat setempat, 1 Ketua KSM, dan 1 pakar dalam bidang kesehatan lingkungan. 3. Teknik Pengumpulan Data Data dikumpulkan dengan teknik wawancara mendalam, focus group discussion, observasi dan dokumentasi. Wawancara mendalam dan focus group discussion dilakukan untuk memperoleh data tentang persepsi masyarakat terhadap Program Kampung Sanitasi, partisipasi masyarakat dalam Program Kampung Sanitasi, dan keberhasilan serta hambatan Program Kampung Sanitasi di Kelurahan Semanggi. Data wawancara mendalam diperoleh dari 12 informan yang merupakan anggota masyarakat RW 23 Kelurahan Semanggi sedangkan data FGD dilakukan pada 4 informan yang terdiri dari 2 tokoh masyarakat setempat, 1 Ketua KSM dan 1 pakar dalam bidang kesehatan lingkungan. Wawancara mendalam dilakukan selama 15-30 menit untuk masing-masing informan sedangkan FGD dilakukan selama 90-120 menit. Data direkam dengan menggunakan recorder. Teknik observasi digunakan untuk memperkuat data. Observasi yang dilakukan yaitu observasi terhadap kondisi, penge-ISSN: 2549-1172 (online)
Putri et al./ Community Participation in Sanitation
elolaan, penggunaan dan pemeliharaan sarana air dan sanitasi dalam Program Kampung Sanitasi. Dokumen yang diambil dalam penelitian ini yaitu data masyarakat Kelurahan Semanggi dan dokumen foto sarana air dan sanitasi. Penelitian ini telah disetujui kelayakannya melalui surat kelayakan etik No. 423/V/HREC/2017. 4. Uji Kepercayaan Data Keabsahan penelitian dilakukan dengan menggunakan kriteria kredibilitas dan dependabilitas. Kredibilitas penelitian ini dilakukan dengan menggunakan member check dan triangulasi. Member check dilakukan dengan memberikan data, kategori analisis, pembahasan dan kesimpulan pada anggota informan untuk memberikan reaksi dari sudut pandang dan situasi mereka terhadap data yang telah diorganisasikan peneliti. Penelitian menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi teori. Triangulasi sumber dalam penelitian ini yaitu sumber data yang digunakan diperoleh dari data wawancara mendalam, FGD, data observasi dan dokumen. Triangulasi teori pada penelitian ini triangulasi teori dilakukan dengan mengkaji data hasil penelitian dengan teori yang sesuai. Dependabilitas pada penelitian ini menggunakan dependabilitas audit. Peneliti melakukan auditing (pemeriksaan) dengan pembimbing penelitian. Pembiming penelitian sebagai auditor akan menelaah pemanfaatan seluruh data dalam analisis, pengaruh subjektivitas peneliti, penemuan kasus positif dan negatif, serta hambatan dalan penelitian. 5. Pengolahan dan Analisis Data Analisis data penelitian ini dilakukan dengan content analysis. Seluruh data dari hasil wawancara mendalam dan FGD dibuat transkrip secara manual. Kemudian dilakukan coding pada masing-masing transkrip. Setelah itu, dilakukan pengelome-ISSN: 2549-1172 (online)
pokan coding menjadi kategori. Masingmasing kategori yang serupa atau berbeda kemudian ditelaah untuk menentukan kategori utama. Seluruh data, kategori hasil analisis, pembahasan dan kesimpulan kemudian ditelaah keabsahannya dengan triangulasi dan member check. Tahap terakhir yaitu menulis laporan akhir. HASIL 1. Karakteristik Informan Penelitian Karakteristik masyarakat di Kelurahan Semanggi meliputi jenis kelamin, umur, agama, pendidikan dan pekerjaan ditunjukkan pada Tabel 1. Hasil karakteristik masyarakat di Kelurahan Semanggi menunjukkan jumlah penduduk di Kelurahan Semanggi pada bulan Maret 2017 adalah 9,213 kepala keluarga dengan perbandingan jenis kelamin perempuan dan laki-laki yang hampir sama yaitu 17,536 jiwa perempuan (49.7%) dan 17,750 jiwa laki-laki (50.3%). Karakteristik penduduk di Kelurahan Semanggi menurut agama yaitu Islam sebanyak 31,019 orang (87.9%), Kristen 2,550 orang (7.2%), Katholik 1,688 orang (4.8%), Hindu 24 orang (0.8%), Konghucu 5 orang (0.02%) dan tidak ada penganut agama Budha (0%). Menurut kelompok umur karakteristik penduduk di Kelurahan Semanggi pada bulan Maret 2017 yaitu penduduk umur 019 tahun berjumlah 13,194 jiwa (37.4%), umur 20-39 tahun berjumlah 11,603 jiwa (32.9%), umur 40-59 tahun berjumlah 8,162 jiwa (23.1%) umur 60 tahun ke atas berjumlah 2,327 jiwa (6.6%). Mayoritas pendidikan penduduk di Kelurahan Semanggi adalah lulusan SLTA (26.5%), lulusan SLTP (22.4%), saat ini masih bersekolah SD 5,368 jiwa (17.7%), lulusan perguruan tinggi 3,211 jiwa (10.6%), tamat SD 1,936 jiwa (6.4%), tidak tamat SD (10.1%), dan tidak sekolah (6.3%).
261
Journal of Health Promotion and Behavior (2017), 2(3): 258-272
Tabel 1. Karakteristik masyarakat di Kelurahan Semanggi Karakteristik Jenis Kelamin Agama
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Kriteria Laki-laki Perempuan Islam Kristen Katholik Hindu Konghucu 0-19 Tahun 20-39 Tahun 40-59 Tahun ≥ 60 Tahun Tamat SLTA Tamat SLTP Tamat perguruan tinggi Belum tamat SD Tidak tamat SD Tidak sekolah Tidak bekerja Pelajar/ Mahasiswa PNS Pegawai Swasta Wiraswasta Petani Buruh Ibu Rumah Tangga Pensiunan PNS /Purnawirawan
Sebagian besar penduduk bekerja serabutan dengan proporsi pekerjaan kategori lain-lain sebesar 51.3%. Selain itu, penduduk di Kelurahan Semanggi bekerja sebagai pedagang (15.5%), buruh industri (12.8%), buruh bangunan (10.3%), pengangkutan jiwa (5.7%), pengusaha (2.5%), PNS/ TNI/ Polri (0.9%), pensiunan (0.9%), dan petani (0.1%). Informan penelitian terdiri dari 16 orang yaitu 10 orang perempuan dan 6 orang laki-laki. Informan latar belakang suku yang sama yaitu Suku Jawa. Rentang usia informan antara 30-70 tahun. Pekerjaan informan sebagai ibu rumah tangga 7 orang, pensiunan 2 orang, pedagang 2 orang, buruh 4 orang dan PNS 1 orang.
262
n 17,750 17,536 31,019 2,550 1,688 24 5 13,194 11,603 8,162 2,327 8,053 6,820 3,211 5,368 3,082 1,922 6 23 12 26 9 4 3 29 18
% 50.3 49.7 87.9 7.2 4.8 0.8 0.02 37.4 32.9 23.1 6.6 26.5% 22.4% 10.6% 17.7 10.1 6.3 4.6 17.6 9.2 20 6.9 3 2.3 22.3 13.8
2. Kondisi Akses Air dan Sanitasi di Kelurahan Semanggi Sebelum Program Kampung Sanitasi a) Keterbatasan Akses Air Bersih Masyarakat di Kelurahan Semanggi khususnya RW 23 telah lama mengalami keterbatasan akses air dan sanitasi yang layak. Beberapa rumah warga memiliki sumur namun air sumur sudah tidak layak untuk dikonsumsi Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat membeli pada warga yang sudah memiliki saluran air PDAM. “Kan sini untuk sumur tidak bisa Mbak. Karena airnya asin dan kuning. Jadi kalau dipompa bening tapi kalau diendamkan kuning. Penyebabnya karena
e-ISSN: 2549-1172 (online)
Putri et al./ Community Participation in Sanitation
dulu sini pasar besi, ada lapangan untuk bis-bis itu lho. Kalau hujan kan airnya ke tanah jadi airnya kuning karena ada kandungan besi.” ( I 2, I 3) “Sebelum pakai IUWASH itu kan minta-minta, beli, sama tetangga itu kan beli, hitungannya beli. Setiap hari makan minum air minta sama tetangga, tetangga tidak masalah tapi kan situ pajak kan tidak enak. Lebih bagus walapupun seberapa ngasih kas gitu lho. Satu ember kadang Rp 200- Rp 250 gitu. Kalau untuk mandi, nyuci pakai sumur pompa.” (I 1) Pada tahun 1980-an tokoh mayarakat dan warga memiliki inisiatif untuk mengatasi permasalahan air dan sanitasi dengan pembangunan MCK secara swadaya yang terealisasi tahun 1990-an. “Tahun 80 itu kami ada rencana gimana biar masyarakat itu betul-betul tidak seperti orang primitif tho itu maaf, pokoknya bukan orang yang buang hajat seenaknya begitu. Akhirnya ketemu titik temu, akhirnya kami dan tokoh masyarakat mengambil usulan menarik warga per kepala keluarga Rp 500,00 rupiah untuk modal awal membuat MCK di sebelah timur.” (I 13) “Kalau MC lama sejak tahun 91, saat ini sedang diperbaiki itu. Dulu ke MCK untuk membeli air yang buat minum Mbak kan nggak pakai sumur.” (I 3, I 7). b) Keterbatasan Akses Sanitasi Selain permasalahan akses air bersih, masyarakat di Kelurahan Semanggi juga mengalami keterbatasan akses jamban. Sebagian besar masyarakat tidak memiliki jamban. Hanya 1 atau 2 rumah warga yang memiliki jamban. Oleh karena itu, sebagian besar masyarakat di Kelurahan Semanggi buang air besar di MCK yang jumlahnya terbatas dan buang air besar sembarangan di Sungai Bengawan Solo. “Dulu kita mau buang air besar saja susah gitu lho, harus ke kali, misalnya e-ISSN: 2549-1172 (online)
seperti itu. Maksudnya, kalau dulu kan cuman 1 – 2 rumah yang punya dirumah.” (I 4). “Gini Mbak, Kampung Sanitasi itu sebetulnya dulu kami yo ga tahu karena sejak pertama kali di lingkungan RW 23, sejak tahun 80 dulu itu primitif dalam arti perempuan, anak laki, tua, muda semua buang hajat di Sungai Bengawan Solo.” (I 13). “Karena masyarakat kita pada waktu itu masih terbiasa buang air besar di sungai, itu maka meskipun sudah ada MCK swadaya tapi tidak mudah untuk mengubah masyarakat yang tadinya membuang air besar seperti itu terus kemudian sekarang dalam kama. Untuk mengubah itu butuh waktu dan sosialisasi yang terus-menerus gitu Mbak.”(I 8) “MCK swadaya d sana itu tidak bisa menampung kemudian akhirnya larinya ke tanggul, ke sungai, ke sana.” (I 14) c) Air dan Sanitasi Merupakan Masalah Prioritas di Kelurahan Semanggi Kondisi keterbatasan akses air bersih dan sanitasi yang sejak lama tidak layak dinilai masyarakat elurahan Semanggi sebagai prioritas masalah yang perlu diatasi. Tokoh masyarakat di RW 23 Kelurahan Semanggi kemudian melakukan komunikasi ke pemerintah untuk nmemprioritaskan Kelurahan Semanggi apabila ada bantuan terkait sanitasi dan air. “Prioritas Mbak sini , daripada BAB di selokan hehehe, kan dulu pokoknya anak-anak kan BAB diselokan situ banyak. Prioritas, kalau sanitasi prioritas.” (I 5) “Kita-kita sebagai tokoh masyarakat itu punya inisiatif mengumpulkan warga, mengumpulkan tokoh masyarakat dan kita punya orang yang di atas seperti DPR-DPR itu kita ajak bicara dan memohon apabila, apabila ada yang mau bantuin untuk kesehatan masyarakat 263
Journal of Health Promotion and Behavior (2017), 2(3): 258-272
Semanggi, khususnya RW 23 nanti akan diterima oleh masyarakat Semanggi, khususnya RW 23.” (I 14) 3. Persepsi Masyarakat Terhadap Program Kampung Sanitasi di Kelurahan Semanggi. a) Proses Perencanaan Fasilitas Air dan Sanitasi Program Kampung Sanitasi Pemerintah Kota Surakarta dan IUWASH merencanakan pembangunan fasilitas air dan sanitasi di Kelurahan Semanggi pada tahun 2013 melalui Program Kampung Sanitasi. Pada saat awal perencanaan Program Kampung sanitasi di Kelurahan Semanggi, terjadi pro dan kontra masyarakat. Sebagian masyarakat menerima Program Kampug Sanitasi namun sebagian masyarakat yang lain menolak karena persepsi menimbulkan bau dan mencemari air sumur yang ada. “Kebanyakan kan langsung menerima Mbak, di sini kan langsung Pak RT dan Pak RW, jadi warga manut saja yang penting baik gitu.” (I 4). “Banyak masyarakat yang menolak Mbak. Masyrakat memasang spanduk dan 45 orang warga menandatangani bukti penolakan. Warga menolak dengan alasan nanti akan mencemari air sumur yang ada di lingkungan MCK itu khususnya.” ( I 8, I 14). “Karena dulu itu dekat sini ada IPAL besar. Pengelolaan IPAL limbah itu dibuatkan tanggul yang menggrojok ke sungai sehingga mengeluarkan bau nggak enak. Masyarakat memiliki persepsi kalau program ini nanti akan menimbulkan bau.” (I 13) Upaya mengatasi penolakan warga terhadap Program Kampung Sanitasi, IUWASH, Pemerintah Kota Solo, tokoh masyarakat bekerjasama untuk melakukan sosialisasi, pendekatan masyarakat serta studi banding ke daerah lain hingga pada akhirnya masyarakat menerima Program 264
Kampung Sanitasi dilaksanakan di Kelurahan Semanggi. “Jadi masyarakat didekati terus, diajak studi banding. Studi banding ke Jogja, Magelang Di sana ada Kampung Sanitasi.” (I 3). “Tetapi, kami tokoh masyarakat dengan IUWASH meyakinkan pada masyarakat bahwa yang demikian itu tidak akan terjadi karena yang membuat fasilita program sudah ahli sehingga air limbah itu tidak akan merembes ke sumur penduduk. Itu masih pro dan kontra terus Mbak. Terus akhirnya sempat vakum 1 tahun. Kemudian Pak Walikota mengundang Pak RT dan masyarakat ke balai kota. Di sana Pak Walikota memberi arahan-arahan. Dengan arahan itu sudah setuju.”( I 14). “Terus IUWASH kan butuh mitra kerja yaitu LPTP. Nah LPTP juga membentuk mitra kerja yaitu KSM yag diangkat dari masyarakat sekeliling dan dikomando oleh Bapak RT setempat. Akhirnya, dengan demikian pembuatran program MCK itu bisa terealisasi.” (I 8) b) Pembangunan Fasilitas Air dan Sanitasi Program Kampung Sanitasi Meskipun telah dilakukan sosialisasi dan pendekatan masyarakat, beberapa warga masih menolak untuk diberi fasilitas air dan jamban di rumahnya. Pembangunan fasilitas air dan sanitasi dilakukan tenaga teknisi dari LPTP. Beberapa warga ikut membantu meskipun dalam jumlah terbatas. Di tengah proses pembangunan masih ada pro dan kontra di masyarakat sehingga waktu pembangunan fasilitas air dan sanitasi membutuhkan waktu selama 1 tahun. “Orang pun berbeda-beda. Ada lebih dari 3 orang itu diberi fasilitas dari Program Kampung Sanitsi nggak mau, Begitu kita dah terpasang wara tersebut menyesal.” (I 14). e-ISSN: 2549-1172 (online)
Putri et al./ Community Participation in Sanitation
“Yang mendapatkan fasilitas air belum tentu mendapatkan fasilitas jamban tapi yang mendapatkan fasilitas jamban pasti mendapatkan fasilitas air karena jamban itu berkaitan dengan kondisi tanah, tingkat kemiringan. Kalau tanah yang mau dikasih itu lebih rendah daripada MCK, karena kan semua jamban dialirkan ke sana mbak, maka tidak bisa.” (I 8). “Dulu memang dari IUWASH itu menyerahkan pembangunan ke LPTP sehingga masyarakat dan KSM itu cuman mengawal sedangkan yang membanun semua tenaga dari luar. Meskipun demikian, beberapa warga ada yang membanu meskipun jumlah terbatas. (I 3, I 5, I 11). “Saat pembangunan itu hampir mangkrak. Saat penggalian itu terus macet itu Mbak. Kemudiana didemo lagi jadi macet hampir 4 bulan. Kemudian jalan lagi pembangunannya hampir 1 tahun lebih. Jadi total pembangunannya dari awal sampai jadi itu 1 tahun lebih. Akhirnya jadi juga.” ( I 5). 4. Partisipasi Masyarakat Dalam Program Kampung Sanitasi di Kelurahan Semanggi a) Pemanfaatan fasilitas air dan sanitasi Program Kampung Sanitasi Warga memanfaatkan fasilitas air dan sanitasi dari Program Kampung Sanitasi untuk kegiatan sehari-hari. Sedangkan, warga yang tidak mendapatkan fasilitas air dan sanitasi memanfaatkan toilet umum untuk memenuhi kebutuhan air dan aktivitas sehari-hari. “Iya, kalau tidak ada air..saya di sini juga tidak punya sumur kan kalau tidak ada PDAM ya bingung juga Mbak. Lumayanlah saya bisa pakai untuk mandi, untuk cuci piring, untuk masak, untuk cuci baju.Kalau yang punya sumur pompa itu memang cuma untuk minum.” (I7, I9, I 11). e-ISSN: 2549-1172 (online)
“Fasilitas ini mempermudah orang buang air besar. Kan dulunya nggak ada itu susah. Ada 1 di situ kalau antri kan susah selak perutnya sakit. Itu kan kalau ada ini kan terbantu.” (I 1, I 10) b) Perawatan fasilitas air dan sanitasi Program Kampung Sanitasi di rumah warga Masyarakat melakukan perawatan fasilitas air dan jamban secara mandiri maupun dengan kerjabakti. Perawatan fasilitas jamban di rumah dilakukan dengan sistem pengguyuran dengan air panas yang dikoordinasi KSM setiap 2- 3 bulan sekali. Beberapa warga juga melakukan pengguyuran jamban di rumahnya secara mandiri setiap 2 minggu atau 1 bulan sekali atau apabila berbau. “Tidak itu 2 minggu sekali atau sebulan sekali dibersihkan. Caranya dengan digrojok dengan air panas agar kotoran yang menempel dapat mengalir semua gitu. Aturannya seperti itu.” (I 2, I 4). “Nanti kalau ada bau saya merebus air 1 ceret kemudian saya grojokan. Kalau tidak bau ya tidak saya lakukan. Kalau ada penggrojokan bersama-sama 3 minggu sekali ya saya grojok lagi tidak apaapa. Itu untuk mencegah kuman-kuman dan untuk kesehatan anak-anak. (I 6) “Untuk perawatan dengan penggrojokan itu harus bersama-sama. Jadi warga diberitahu KSM ada kerjabakti dan misal jam 9 diguyur serempak.”( I 10) Kebersihan toilet umum merupakan tanggungjawab penjaga toilet yang berjumlah 2 orang yang menjaga secara bergantian. Pengguna toilet umum membayar sesuai tarif yang berlaku pada penjaga toilet. Uang yang dikumpulkan kemudian sebagian disetorkan pada KSM sedangkan sisanya merupakan hak penjaga toilet umum. KSM kemudian mengelola dana kas untuk iuran kegiatan sosial warga dan untuk dana cadangan antisipasi kerusakan 265
Journal of Health Promotion and Behavior (2017), 2(3): 258-272
fasilitas air dan sanitasi di Kelurahan Semanggi. “Kalau toiletnya ada 2 penjaga yang menjaga secara bergantian. Kalau kita merasa kurang bersih maka kita minta tolong pejaga untuk membersihkan” (I 3, I 11). “Kita memberikan kontribusi terhadap RW maupun masing-masing RT untuk program-program meskipun misalnya 1 tahun 1 juta. Selain itu dana digunakan untuk antisipasi nanti kerusakan, kemudian hal segala macam kita selalu ada dana mengendap.” (I 14). “Iya Mbak nanti jam 4 saya gosok kamar mandinya. Kalau tidak, wah kelihatan kotor sekali. Nanti kalau ada yang membayar lebih ya saya kasih kembaliannya. Saya nanti setor Rp 15.000 per hari. Kemudian saya membelikan obat untuk menggosok kamar mandi dan pewangi Rp 60.000 sebulan. Saya rajin membersihkan kamar mandi Mbak, betul.” (I 12). c) Kerusakan Fasilitas air dan sanitasi Program Kampung Sanitasi Sejak mulai digunakan fasilitas air dan sanitasi di rumah warga masih berfungsi dengan baik. Beberapa warga pernah mengalami kerusakan ledeng air pada bagian meteran air. Hal ini dikarenakan meteran air tidak tertutup sehingga terkena hujan dan sinar matahari langsung dan mengeropos. Selain itu, pada awal toilet umum mulai digunakan sumur di toilet umum pernah mengalami kekeringan. Proses pembuatan sumur dilakukan pada musim hujan sehingga saat musim kemarau sumur di toilet umum menjadi kering. “Alhamdulillah lancar, tidak rusak, mudah-mudahan tidak pernah rusak.” (I 1, I 4, I 6) “Meteran itu kan mudah rusak Mbak. Dari IUWASH bisa bantu tapi di depan 266
rumah, sedangkan di depan rumah sering kena panas dan hujan jdi keropos. Pernah akan diberi penutup tetapi membayar sehingga warga tidak mau. Apabila ada kerusakan fasilitas air dan sanitasi warga melaporkan pada petugas KSM. Petugas KSM kemudian akan memperbaiki fasilitas yang rusak. Apabila kerusakan fasilitas diluar kemampuan KSM untuk memperbaiki maka KSM akan melaporkan pada PDAM untuk diperbaiki. “Iya, saya minta ganti nanti tinggal ganti uangnya begitu saja. Ganti sendiri yang membantu Pak Drajat.” (I 9). “Jadi salah satu kita training Mbak. Yang ditraining kan itu dari merawatnya dan juga kebersihannya kan kita di training dari PU lewat IUWASH. Jadi kita ikut training sampai selesai. Makanya begitu dilepas dari IUWASH dan LPTP kita sudah bisa berjalan sendiri. Karena itu ada trainingnya.”( I 14). 5. Peran Pemerintah Terhadap Permasalahan Sanitasi di Kelurahan Semanggi Sejak tahun 2016 Dinas Kesehatan Surakarta mencanangkan Program STBM untuk seluruh kelurahan di Surakarta melalui puskesmas di wilayah Surakarta. Di wilayah Kelurahan Semanggi Program STBM akan diselenggarakan di RW 17 karena masih ada masyarakat yang melakukan buang air besar sembarangan. Kondisi buang air besar sembarangan dikarenakan tidak ada lahan untuk septik tank. Melalui Program STBM diharapkan masyarakat dapat terpicu untuk mengusahakan tempat6 MCK umum yang layak secara swadaya. “Untuk program puskesmas terkait sanitasi tahun ini mulai digalakkan Program STBM di seluruh kelurahan. Di Kelurahan Semanggi, program STBM akan dilaksanakan rencana sekitar Agustus di RW 17 bukan RW 23. Karena, di RW 17 masih ada warga yang melakukan e-ISSN: 2549-1172 (online)
Putri et al./ Community Participation in Sanitation
buang air besar sembarangan. Buang air besar sembarangannya tidak di kali begitu lho Mbak. Warga sudah tidak seperti itu. Tapi yang ada itu di sana WC umum yang belum punya septik tank yang memadai karena tidak ada lahan. Program STBM ini dilaksanakan dengan pemicuan. Jadi dengan pemicuan diharapkan masyarakat mau dengan kesadaran sendiri memiliki keinginan untuk membangun wc yang layak. ”(I 16) 6. Keberhasilan dan Hambatan Program Kampung Sanitasi di Kelurahan Semanggi. Masyarakat menilai Program Kampung Sanitasi telah berhasil berjalan. Masyarakat merasapuas dengan adanya Program Kampung Sanitasi di Kelurahan Semanggi. Fasilitas air dan sanitasi Program Kampung Sanitasi memperbaiki kondisi kampung yang disebut kampung kumuh. Meskipun demikian, tokoh masyarakat merasa belum puas karena masih banyak warga yang belum menerima fasilitas air dan sanitasi di wilayah Kelurahan Semanggi. “Iya berhasil, airnya juga lancar, jambannya juga dimanfaatkan sama yang dekat-dekat sini, kelihatannya juga sangat bermanfaat gitu lho Mbak. Dulu kita sudah dicap kampung merah, kampung kumuh. Tapi sekarang sudah baik dengan program ini.”( I2, I 7, I 11) “Nggih. Dari segi kacamata saya belum Mbak. Karena seluruh warga belum bisa menikmati, baru sebagian. Fasilitas belum bisa dikembangkan. Kalau bisa diperlebar jaringannya.”( I 13) Setelah ada fasilitas air dan sanitasi Program Kampung Sanitasi, masyarakat di Kelurahan Semanggi mengalami peningkatan kesehatan. Sebelum Program Kampung Sanitasi, masyarakat sering mengalami penyakit diare, gatal-gatal dan demam dengue. Namun, setelah Program Kampung
e-ISSN: 2549-1172 (online)
Sanitasi, terjadi peningkatan kesehatan masyarakat di Kelurahan Semanggi. “Kalau buang air besar di sungai itu kan sangat rawan sekali penyakit. Dulu masyarakat kita sering terkena diare dan gatal-gatal. Sekarang alhamdulillah kesehatannya baik sejak ada program dari IUWASH. Penyakit di masyarakat berkurang. Selain itu, dulu demam berdarah itu dulu hampir tiap bulan. Satu RW itu 23 orang. Sekarang sudah berkurang.“ (I 6, I 8, I 14). 7. Harapan Masyarakat Terhadap Kondisi Air dan Sanitasi di Kelurahan Semanggi Masyarakat berharap Program Kampung Sanitasi masih dapat berjalan lancar dan lebih tertata dan rapi. Selain itu, masyarakat juga berharap ada penambahan jumlah warga yang mendapat fasilitas air dan sanitasi di rumah. Harapan masyarakat yang lain yaitu adanya pengembangan faktor ekonomi dan pendidikan. “Ya kalau bisa dibagusin aja. Sini kan tidak punya apa-apa. Ini kan kamar mandinya dikasih jamban. Kamar mandinya kalau bisa dibersihkan lagi, diberi tembok. Mintanya begitu. Pokoknya di bagusin lah, kamar mandinya dibagusin lagi.”( I 9) “Kedepannya memang kita juga sangat berharap bukan hanya sanitasi tapi juga drainasenya, perbaikan jalanjalan yang rusak dan pengembangan ekonomi dan pendidikan.”(I 5, I 8) PEMBAHASAN Karakter masyarakat di Kelurahan Semanggi dengan kepadatan penduduk tinggi serta tingkat pendidikan dan ekonomi rendah mendorong keterbatasan akses air dan sanitasi di Kelurahan Semanggi. Kepadatan penduduk yang tinggi menyebabkan tidak ada lahan untuk membuat fasilitas air dan sanitasi yang layak. 267
Journal of Health Promotion and Behavior (2017), 2(3): 258-272
Menurut penelitian Mazaya (2016) kebiasaan buang air besar sembarangan dipengaruhi oleh kondisi sosial seperti latar belakang pendidikan, pekerjaan dan faktor kemiskinan. Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan kurangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan perilaku hidup bersih dan sehat. Demikian pula tingkat ekonomi yang rendah menyebabkan masyarakat tidak mampu untuk membuat fasilitas air dan sanitasi yang layak di rumah secara mandiri (Akter dan Ali, 2013). Air sumur yang tidak layak konsumsi terjadi karena kontaminasi air tanah dangkal. Penelitian Mahanani et al., (2015) menunjukkan sebagian besar sumur penduduk di wilayah Kecamatan Pasar Kliwon termasuk sumur dangkal sehingga mudah terkontaminasi. Meskipun masyarakat di Kelurahan Semanggi membutuhkan bantuan fasilitas air dan sanitasi namun masyarakat di Kelurahan Semanggi dengan karakteristik tingkat pendidikan dan ekonomi yang rendah tidak dengan mudah menerima Program Kampung Sanitasi. Pada saat perencanaan dan pembangunan fasilitas air dan sanitasi Program Kampung Sanitasi terjadi pro-kontra di masyarakat. Kondisi pro-kontra di masyarakat menggambarkan adanya persepsi positif dan persepsi negatif masyarakat terhadap Program Kampung Sanitasi. Persepsi sosial dalam program merupakan hal penting yang dapat mempengaruhi perubahan perilaku sanitasi masyarakat (Novotny et al., 2017). Persepsi positif masyarakat terhadap Program kampung Sanitasi didorong oleh keinginan untuk mendapatkan fasilitas air dan sanitasi yang layak, aman dan nyaman serta adanya rasa kepercayaan terhadap pemimpin sehingga masyarakat mau ikut menerima program yang telah diterima oleh pemimpin. Sedangkan, persepsi negatif masyarakat terhadap Program Kam268
pung Sanitasi disebabkan adanya pengalaman negatif terkait pembuangan limbah yang menimbulkan bau, perasaan khawatir dampak Program Kampung Sanitasi yang mengkontaminasi air sumur warga, kurangnya kesadaran tentang kebutuhan air dan sanitasi yang layak, ketidakpercayaan terhadap pemimpin serta sifat mengikuti tokoh masyarakat penolak Program Kampung Sanitasi yang menjadi model peran masyarakat. Untuk mengatasi persepsi negatif masyarakat terhadap suatu program diperlukan sosialisasi program yang terusmenerus. Sosialisasi program dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat sehingga dapat menghilangkan persepsi dampak negatif bahwa Program Kampung Sanitasi menimbulkan bau dan kontaminasi dan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kebutuhan fasilitas air dan sanitasi yang layak. Persepsi bau dapat menjadi strategi dalam promosi dan perencanaan program sanitasi (Rheinlander et al., 2013). Sosialisasi dalam bentuk penyuluhan 1 arah seringkali tidak efektif bagi penerima informasi dengan tingkat pendidikan rendah. Studi banding masyarakat dan tokoh masyarakat memiliki pengaruh dalam meningkatkan dukungan masyarakat. Dengan melihat bukti nyata fasilitas air dan sanitasi di daerah lain yang tidak menimbulkan bau dan kontaminasi dapat meningkatkan kepercayaan warga terhadap Program Kampung Sanitasi. Selain sosialisasi dan studi banding, pendekatan dan komunikasi pemimpin, tokoh masyarakat dan masyarakat di Kelurahan Semanggi juga berperan penting untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin masyarakat, membantu memahami kondisi masyarakat dan mencari solusi terhadap permasalahan yang terjadi di masyarakat. Melalui proses sosialisasi, studi banding dan pendekatan e-ISSN: 2549-1172 (online)
Putri et al./ Community Participation in Sanitation
tokoh masyarakat terhadap masyarakat, masyarakat pada akhirnya menerima dan mendukung pelaksanaan Program Kampung Sanitasi di Kelurahan Semanggi. Masyarakat berpartisipasi dengan membantu dan mengawal pembangunan fasilitas sanitasi dan air. Partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan Program Kampung Sanitasi dapat meningkatkan rasa memiliki dan tanggungjawab masyarakat terhadap Program Kampung Sanitasi sehingga dapat mendukung partisipasi masyarakat terhadap Program Kampung Sanitasi secara berkesinambungan. Partisipasi masyarakat tampak dari pemanfaatan dan perawatan fasilitas air dan sanitasi dari Program Kampung Sanitasi. Fasilitas air, jamban dan toilet umum dari Program Kampung Sanitasi bermanfaat untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat. Program sanitasi dapt meningkatkan kesehatan masyarakat dan meningkatkan perilaku hidup sehat (WSP,2013). Fasilitas air dan sanitasi memperbaiki keterbatasan akses air dan sanitasi masyarakat dan meningkatkan kesehatan masyarakat di Kelurahan Semanggi. Partisipasi dalam perawatan fasilitas air dan sanitasi merupakan hal penting untuk menjamin fasilitas air dan sanitasi secara berkesinambungan. Partisipasi masyarakat dapat mendukung pelaksanaan dan kelangsungan program di wilayah desa (Sulaeman et al., 2015). Perawatan jamban oleh masyarakat sesuai dengan petunjuk IUWASH. Masyarakat yang melakukan perawatan jamban komunal secara mandiri, kerjabakti dan berkala menggambarkan bahwa masyarakat telah berpartisipasi dalam perawatan sanitasi. Kegiatan perawatan jamban secara bersama-sama dengan pengelolaan KSM menggambarkan bahwa perawatan sanitasi tetap membutuhkan dukungan KSM dan tokoh masyarakat untuk mengkordinasikan kegiatan perawatan sanitasi secara e-ISSN: 2549-1172 (online)
bersama-sama. Organisasi pengelola dan kerjasama dengan masyarakat merupakan hal penting untuk keberlanjutan program dan menjaga aset (Sapei et al., 2011). Perawatan air dilakukan oleh masyarakat melalui pembayaran biaya air pada PDAM merupakan hal penting untuk menjaga akses air di Kelurahan Semanggi tetap terjaga. Pengelolaan keuangan dapat mendukung kesinambungan fasilitas air dan sanitasi (Olayujigbe, 2016). Selain itu, perawatan air juga dilakukan oleh kelompok swadaya masyarakat yang telah dilatih oleh IUWASH dalam mengoperasikan dan memelihara fasilitas air dan sanitasi. Oleh sebab itu dalam perawatan air dan sanitasi masyarakat telah berpartisipasi namun kerjasama masyarakat, tokoh masyarakat dan KSM tetap dibutuhkan untuk menjaga fasilitas air dan sanitasi Program Kampung Sanitasi. Komite kesehatan sanitasi di tingkat desa memiliki fungsi pemting dalam perencanaan dan aksi kesehatan masyarakat (Srivastava et al., 2013). Perawatan toilet umum yang dilakukan oleh penjaga toilet dan tanggungjawab masyarakat pengguna fasilitas toilet umum dalam membayar sesuai tarif menggambarkan bahwa dalam hal perawatan kebersihan toilet belum ada kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan toilet umum secara mandiri. Hal ini sesuai dengan penelitian Simiyu et al., (2017) yang menunjukkan bahwa kondisi kebersihan fasilitas sanitasi umum dipengaruhi oleh jumlah masyarakat yang menggunakan fasilitas tersebut serta kesadaran masyarakat. Kunjungan pemerintah kota, kunjungan wakil rakyat dari DPRD, bantuan pemerintah serta Program Kampung Sanitasi di Kelurahan Semanggi menggambarkan bahwa pemerintah memprioritaskan wilayah di Kelurahan Semanggi dalam perbaikan akses air dan sanitasi. Keterlibatan Walikota Surakarta dalam mengatasi peno269
Journal of Health Promotion and Behavior (2017), 2(3): 258-272
lakan masyarakat terhadap Program Kampung Sanitasi menggambarkan dukungan pemerintah dalam pelaksanaan Program Kampung Sanitasi. Pemerintah memiliki peran penting dalam menjamin pelaksanaan program sanitasi, bantuan pendanaan dan kerjasama lintas sektor untuk mengatasi masalah sanitasi (Mara et al., 2010). Mengacu pada tujuan Program Kampung Sanitasi untuk memberikan model bagi penyediaan air bersih dan pengembangan sanitasi berbasis masyarakat di Indonesia, maka Program Kampung Sanitasi dapat dinilai berhasil. Hal ini dijelaskan dari hasil penelitian bahwa masyarakat menilai Program Kampung Sanitasi berhasil membantu masyarakat memperoleh akses air dan sanitasi dengan lebih mudah. Selain itu, partisipasi masyarakat mendukung keberhasilan Program Kampung Sanitasi sehingga dapat berkesinambungan hingga saat ini. Hasil penelitian bahwa beberapa KSM dari daerah lain yang mengadakan studi banding di Keluraan Semanggi juga menunjukkan bahwa Program Kampung Sanitasi juga telah berhasil menjadi model penyediaan air dan sanitasi yang layak. Meskipun telah mencapai keberhasilan, tokoh masyarakat dan masyarakat di Kelurahan Semanggi masih memiliki harapan agar fasilitas sanitasi dan air dapat dinikmati di seluruh rumah warga di Kelurahan Semanggi serta harapan untuk perbaikan infrastruktur di lingkungan Kelurahan Semanggi. REFERENCE Akter T, Ali AM (2013). Factors influencing knowledge and practice of hygiene in Water, Sanitation and Hygiene (WASH) programme areas of Bangladesh Rural Advancement Committee. Rural and Remote Heath 14: 1-10.
270
Cairncross S, Hunt C, Boisson S, Bostoen K, Curtis V, Fung ICH, dan Schmidt WP (2010). Water, sanitation and hygiene for the prevention of diarrhoea. International Journal of Epidemiology 39: 193-205. Dinas Kesehatan Jawa Tengah (2014). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2014. Semarang: Dinkes Jateng. Echazú A, Bonanno D, Juarez M, Cajal SP, Heredia, V, Caropresi S, Cimino RO, Caro N, Vargas PA, Paredes G, dan Krolewiecki AJ (2015). Effect of Poor Access to Water and Sanitation As Risk Factors for Soil-Transmitted Helminth Infection: Selectiveness by the Infective Route. Plos One 9(9): 114. Engel S, Susilo A (2014). Shaming and Sanitation in Indonesia: A Return to Colonial Public Health Practices. Development and Change 45(1): 157– 178. Enralin J, Lubis RH (2015). Akses Air Bersih dan Sanitasi Layak pada Masyarakat Permukiman Kumuh Perkotaan. lib.ui.ac.id. Gon G, Méndez MCR, Campbell OMR, Barros AJD, Wood S, Benova I, dan Graham WJ (2016). Who Delivers Without Water? A Multi Country Analysis of Water and Sanitation in the Childbirth Environment, Plos One, 11(8): 1-19. Indonesia Urban Water Sanitation and Hygiene (IUWASH) (2014)USAID Indonesia Urban Water Sanitation and Hygiene Performance Monitoring Plan (PMP) Third Revision, www.iuwash.or.id, Diakses 7 Novemer 2016. Jeuland MA, Fuente DE, Ozdemir S., Allaire MC, dan Whittingtonm D (2013). The Long-Term Dynamics of Mortality Benefits from Improved e-ISSN: 2549-1172 (online)
Putri et al./ Community Participation in Sanitation
Water and Sanitation in Less Developed Countries, Plos One 8(10): 1-17. Kasnodihardjo, Elsi E (2013). Deskripsi Sanitasi Lingkungan, Perilaku Ibu, dan Kesehatan Anak, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 7(9): 415420. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) (2011). Laporan Nasional: Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan. _____ (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. Mahanani YD, Koosdaryani, Sulastoro (2015). Analisis Konstruksi Sumur yang Mempengaruhi Munculnya Bakteri Coli Pada Kecamaatan Pasar Kliwon Kota Surakarta. e-Journal Matriks Teknik Sipil, 81-88. Mara D, sLane J, Scott B, Trouba D (2010). Sanitation and Health. PLoS Med 7 (11):1-7. Mengel MA (2014). Cholera in Africa: New Momentum in Fighting an Old Problem, Royal Society of Tropical Medicine and Hygiene, 108: 391-392. Novotny J, Kolomazníková J, Humnalová H (2017). The Role of Perceived Social Norms in Rural Sanitation: An Explorative Study from InfrastructureRestricted Settings of South Ethiopia. International Journal of Environment Research and Public Health 14(794): 1-17. Olajuyigbe AE (2016). Community Participation and Sustainability Issue: An Evaluation of a Donor-Driven Water Sector in Ikaram Millennium Village Project, Nigeria. Open Journal of Social Sciences 4:90-103. Rheinlander T,Keraita B, Konradsen F, Samuelsen H, Dalsgaard A (2013). Smell: an overlooked factor in sanitae-ISSN: 2549-1172 (online)
tion promotion. Waterlines 32(2): 106-112. Sapei A, Purwanto MYJ, Sutoyo, Kurniawan A (2011). Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Limbah Sistem Komunal Berbasis Masyarakat (Studi Kasus Kelurahan Putat, Kecamatan Tanggulangin Sidoarjo). Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia 16(2): 91-99. Simiyu S, Swilling M, Cairncross S,dan Rheingans R (2017). Determinants of quality of shared sanitation facilities in informal settlements: case study of Kisumu, Kenya. BMC Public Health 17 (68): 1-13. Sofyan I, Soewondo P, Kunaefi TD, dan Handajani M (2016). CommunityManaged Decentralized Sanitation In The Greater Bandung Slum Areas. Asian Journal of Water Environment 3(1): 14-31. Srivastava A, Gope R, Nair N, Rath S, Rath S, Sinha R, Sahoo P, Biswal PM, Singh V, Nath V, Sachdev HPS, Worrall JS, Bidgoli HH, Costello A, Prost A, Bhattacharyya S (2016). Are village health sanitation and nutrition committees fulfilling their roles for decentralised health planning and action? A mixed methods study from rural eastern India. BMC Public Health 16(59): 1-12. Sulaeman ES, Murti B, Waryana (2015). Peran Kepemimpinan, Modal Sosial, Akses Informasi serta Petugas dan Fasilitator Kesehatan dalam Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional 9(4): 353-361. Taylor DL, Kahawita TM, Cairncross S, dan Ensink JHJ (2015). The Impact of Water, Sanitation and Hygiene Interventions to Control Cholera: A Systematic Review, Plos One, 10(8): 1-19.
271
Journal of Health Promotion and Behavior (2017), 2(3): 258-272
Trisnawati A, Marsono BD (2012). Evaluasi Program Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS) di Kota Kediri, ITS Surabaya: Scientific Conference of Environmental Technology IX. UNICEF (2012). Air Bersih, Sanitasi & Kebersihan. UNICEF Indonesia.
272
Water and Sanitation Program (WSP) (2013). Scaling Up Rural Sanitation Impact Evaluation of a Large-Scale Rural Sanitation Project in Indonesia. World Health Organization (WHO) (2015). From MDGs to SDGs: General Introduction.
e-ISSN: 2549-1172 (online)