BAB III KAMPUNG DI KOTA SURAKARTA
Kampung Vertikal di Kota Surakarta merupakan wadah bagi warga Pucang Sawit untuk tinggal di hunian ini. Kota Surakarta secara administrasi terdiri dari 5 kecamatan dan 51 kelurahan. Berdasarkan data dari BPS kota Surakarta, jumlah penduduk kota Surakarta pada tahun
2013 sebesar 563.659 jiwa, dengan Kecamatan
Banjarsari sebagai kota dengan jumlah terbesar yaitu 178.397 jiwa. Kota Surakarta memiliki tingkat kepadatan 11.370 jiwa/km2 , hal ini menjadikan Surakarta sebagai kota dengan kepadatan paling tinggi di Jawa Tengah. Batas-batas kota Surakarta sebagai berikut:
3.1
Timur
: Kabupaten Sukoharjo
Utara
: Kabupaten Karanganyar
Barat
: Kabupaten Boyolali
Selatan
: Kabupaten Sukoharjo
KAMPUNG 3.1.1 Pengertian Kampung Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan hutan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan atau pedesaan. Pemukiman berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian dan tempat kegiatan yang mendukung kehidupan dan penghidupan (UU RI No./1992). Pemukiman didominasi dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal yang dilengkapi dengan sarana prasarana yang mendukung penghidupan di dalamnya. Litografi sebuah kampung di Jawa (1883-1889) kata kampung diambil dari bahasa Portugis yaitu ‗campo‘ yang mempunyai arti tempat perkemahan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
7
7
Kampung merupakan bagian kota (biasanya dihuni orang
Arti Kampung dalam http://kbbi.web.id/kawasan diunduh Agustus 2015
20
berpenghasilan rendah). Kampung merupakan lingkungan tradisional khas dari Indonesia. Hal ini ditandai dengan kekerabatan dan kekeluargaan yang ada didalamnya.
Gambar 3. 1 Suasana Kampung Jagalan, Surakarta Sumber : Dokumentasi Pribadi, Agustus 2015
3.1.2 Karakter Kampung Pada dasarnya, Kampung yang berada di daerah Surakarta masih memelihara prinsip, etika serta tradisi yang diwariskan oleh leluhurnya sejak dahulu. Sikap dalam kehidupan warga. Prinsip tersebut dapat dijabarkan menjadi empat bagian karakter, yaitu karakter sosial, budaya, ekonomi serta lingkungan.
3.1.3 Karakter Sosial Dalam bidang sosial dikemukakan oleh Clifford Geertz untuk menentukan prinsip pergaulan masyarakat jawa, yaitu prinsip kerukunan, prinsip hormat, dan etika keselarasan sosial. Prinsip kerukunan mengatur semua bentuk pengambilan keputusan antara pihak yang sama kedudukannya. Prinsip hormat menentukan hubungan hirarki, dengan demikian menetapkan kerangka bagi segala macam interaksi.
21
3.1.4 Karakter Budaya 8
Menurut KBBI budaya adalah sesuatu yg sudah menjadi
kebiasaan yg sudah sukar diubah. Budaya di kampung juga tercermin dalam prinsip kerukunan serta prinsip hormat.
Gambar 3. 2Prinsip Kerukunan dan Prinsip Hormat Sumber : desanengkelan.wordpress.com, September 2015
Budaya pada bidang arsitektur tercermin dalam bentuk, material, bentuk serta tekstur.
3.1.5 Karakter Ekonomi Pada umumnya masyarakat yang tinggal di kampung adalah masyarakat dengan pendapatan menengah kebawah. Sehingga kebanyakan dari mereka bergantung pada pertanian. Akan tetapi seiring dengan perkembangan zaman dan mengurangnya lahan pertanian masyarakat mulai menggantungkan hidupnya sebagai buruh tani hingga buruh pabrik.
3.1.6 Karakter Lingkungan Lingkungan dalam kampung dibagi menjadi tiga bagian, yaitu lingkugan
permukiman,
lingkungan
produksi
pangan,
serta
lingkungan produksi papan. Selain wujud interaksi tersebut, masyarakat jawa juga erat kaitan dengan interaksi lingkungan secara vertikal dalam seperti kepercayaan dengan leluhur.
8
Arti Budaya dalam http://kbbi.web.id/budaya diunduh Agustus 2015
22
3.2
KAMPUNG VERTIKAL Dalam pendefinisiannya kampung vertikal adalah hunian disuatu tempat yang didominasi oleh masyarakat yang berpenghasilan menengah kebawah seperti memiliki ruang-ruang komunal seperti kampung pada umummnya. Kampung vertikal didirikan keatas dan bangunan memiliki lebih dari satu level. Pada dasarnya kampung menempati tempat yang cukup luas. Seiring dengan menipisnya ruang-ruang kosong maka kampung vertikal ini dapat meminimalisir lahan yang menipis serta dapat menciptakan ruang hijau sebagai mestinya kampung yang sehat.
3.3
STUDI PRESEDEN KAMPUNG VERTIKAL 3.3.1 Invert Pyramid (Budi Pradono) 9
Kampung Vertikal berusaha untuk mempertahankan budaya
dan gaya hidup sudah ditemukan di Kampung tradisional, memungkinkan bagi individu dan keluarga untuk membangun kembali dan merenovasi rumah mereka sendiri dengan tipologi yang berbeda dari pintu, jendela dan partisi, yang merupakan kunci untuk semangat pemukiman. Namun, kampung vertikal adalah tempat tinggal yang jauh lebih berkelanjutan daripada desa horisontal tradisional sebagai struktur dapat menghasilkan energi untuk tempat tinggal, yang biasanya absen dari rumah.(Budi Pradono,2013)
9
Arti kampung vertikal dalam http://cobagonzo.blogspot.co.id/2013/07/inverted-pyramid-verticalkampung.html diunduh Agustus 2015
23
Gambar 3. 3 Kosep Invert Pyramid Budi Pradono Sumber : http://cobagonzo.blogspot.co.id/2013/07/inverted-pyramid-verticalkampung.html
Kampung Vertikal yang menjadi contoh preseden yaitu sayembara kampung vertikal yang diselenggarakan oleh Erasmus Huis dalam acara ―Jakarta Vertical Kampung‖ pada 25 Juni sampai 14 Agustus 2013. Kampung Vertikal ini ditujukan bagi warga masyarakat. Oleh karena itu arsitektur kampung vertikal harus menunjukkan kearifan local dan karakter kampung. Oleh karena itu memungkinkan bagi individu dan keluarga untuk membangun kembali serta merenovasi rumah mereka sendiri dengan tipologi yang berbeda dari pintu, jendela dan partisi, yang merupakan kunci untuk membangun semangat pemukiman. Berdasarkan rancangan dari Invert Pyramid Karya Budi Pradono A. Pengguna Pengguna kampung vertikal ini adalah keluarga dengan pendapatan menengah kebawah. B. Fasilitas Fasilitas yang sangat dibutuhkan kampung vertikal ini adalah ruang berkumpul dan area untuk berolahraga. Sehingga desain ini memberikan terobosan serta wadah bagi warga yang akan ber olahraga yaitu lapangan serta sirkulasi yang memiliki perluasaan untuk tempat berinteraksi seperti yang dilakukan oleh warga kampung horizontal.
24
Gambar 3. 4 Ruang Komunal Sumber : http://cobagonzo.blogspot.co.id/2013/07/inverted-pyramid-verticalkampung.html
Untuk sirkulasi dibutuhkan ruang yang lebar. Hal ini dimaksudkan agar perilaku anak-anak tetap dapat berlangsung. Perilaku yang dimaksud adalah sirkulasi yang dapat dijadikan wadah bermain serta jalan bagi mereka saat melakukan sepedaan keliling kampung.
Gambar 3. 5 Ruang Komunal dan Usaha Sumber : Dokumentasi BPA
Gambar 3. 6 Ruang Olahraga Sumber : Dokumentasi BPA
25
C. Organisasi Ruang Dalam rancangan ini kegiatan hunian secara horizontal dapat dilakukan dalam bentuk kebiasaannya bukan dalam segi fisiknya. Kebiasaan yang dilakukan akan selalu sama sedangkan bentuk fisik bangunan akan selalu berkembang mengikuti perkembangan zaman.
Diagram 3. 1 Pola Hunian Sumber : Dokumentasi BPA
Kaitan dengan berhuni, yang akan dilakukan oleh masyarakat adalah berjualan didekat hunian dan ruas ruas ruang komunal yang berada di sekitar komplek bangunan.
Diagram 3. 2 Karakter kampung Sumber : Dokumentasi BPA
Segi akses parkir secara vertikal juga akan mempertahankan cara masyarakat melakukan parkir, yaitu parkir di dekat hunian mereka. Sehingga dalam rancangan ini parkir akan diberikan beberapa level agar dapat mencapai kebiasaan yang dilakukan masyarakat.
26
Diagram 3. 3 Area parkir Sumber Dokumentasi BPA
3.3.2 Kampung Vertikal (Yu Sing) Kampung pada umumnya menempati lahan yang cukup luas, oleh karena itu sulit untuk menciptakan kampung baru dalam kondisi lingkungan yang semakin padat seperti saat ini. Oleh karena itu, untuk menciptakan kondisi lingkungan dan alam yang lebih baik, daerah terbangun diminimalisir sehingga penciptaan ruang terbuka hijau akan lebih banyak. Kampung Vertikal merupakan wujud pelestarian keberadaan kampung rakyat yang kini kian tergerus oleh kebutuhan zaman modern. Kampung vertikal dapat menjadi salah satu alternatif bagi pertambahan penduduk di masa mendatang dan kebutuhan akan tempat tinggal. Terlebih jika tempat tinggal ini dapat juga difungsikan sebagai penyangga perekonomian rakyat. (Yu Sing. 2011)
27
Gambar 3. 7 Konsep Vertikal Kampung Yu Sing Sumber : http://www.rumahmax.com/images/Upload/SmartHome/Kampung%20Vertikal.jpg
A. Pengguna Pengguna kampung vertikal ini adalah masyarakat serta tamu yang akan menginap, sehingga ada fungsi tambahan yaitu penginapan.
B. Fasilitas Fasilitas yang diberikan pada rancangan ini adalah fasilitas ruang sosial yang berada di titik-titik tiap lantai serta ruang terbuka pada lantai dasar. Sehingga ruang-ruang olahraga juga berada di lantai dasar. Kampung vertikal ini juga dirancang dengan tinggi maksimal 4 lantai dengan lantai dasarnya sebagai ruang terbuka dan parkir.
28
Gambar 3. 8 Suasana Hunian Sumber : Dokumentasi Yu Sing
Gambar 3. 9 Suasana Ruang Terbuka Sumber : Dokumentasi Yu Sing
C. Organisasi Ruang Rancangan kampung vertikal ini menekankan transformasi dari kampung tanpa menghilangkan karakter lokal dan bentuk, warna, material, luas, garis langit, potensi ekonomi, serta kreativitas warga. Hal ini tercermin dari bentuk dan pengelompokan ruang secara vertikal.
Diagram 3. 4 Hubungan ruang vertikal Sumber : Dokumentasi Yu Sing
29
Sehingga dalam rancangan ini tidak didapati kendaraan dapat mencapai lantai atas, hal ini dikarenakan zona parkir hanya diwadahi di lantai dasar tepatnya dibawah bangunan.
Gambar 3. 10 Karakter Bentuk Sumber : Dokumentasi Yu Sing
3.3.3 Karakter yang Diadaptasi Dari pengamatan studi kampung vertikal diatas terdapat karakterkarakter yang dapat dijadikan dasar untuk membuat desain vertikal kampung di Kota Surakarta A. Pelaku Kampung merupakan hunian bagi warga yang memiliki kesetaraan yang memiliki penghasilan dibawah rata-rata, Sehingga Kampung Vertikal ditargetkan untuk pelayanan kebutuhan hunian dari masyarakat berpenghasilan menengah kebawah yang berdomisili di kelurahah Pucang Sawit, Kecamatan Jebres Kota Surakarta. Sasaran penghuni Kampung Vertikal terbagi menjadi 2 golongan yaitu : Masyarakat yang memiliki penghasilan tidak tetap Masyarakat yang memiliki pekerjaan tidak tetap
B. Kegiatan Pada kasus kampung vertikal jenis kegiatan yang berlangsung adalah: Kegiatan bermukim Kegiatan bersosialisasi dan berinteraksi 30
Kegiatan parkir Kegiatan pengelola
C. Struktur Kemasyarakatan Dalam kampung vertikal hubungan kekerabatan sangat kuat. Hal ini dikarenakan hubungan yang mereka jalankan dalam keseharian adalah berdialog dan berkumpul. Aspek ini menjadikan hubungan dari mereka sangat erat dan saling sapa akan terjadi dengan sendirinya. Sehingga dalam prakteknya mereka selalu mengandalkan tetangga. Sebagai contoh apabila rumah si-A mengalami mengundang
kerusakan dan
pada
jaringan
mempercayakan
listrik,
mereka
tetangganya
akan untuk
memperbaikinya. Berbeda dengan keadaan di perumahan atau di kota-kota yang mengandalkan orang-orang yang ada di luar perumahan dan mengandalkan ahli jaringan di kantor. Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa warga kampung memiliki ruang usaha yang harus diberdayakan untuk menghidupi didalam kampungnya.
D. Fasilitas Manurut dua kasus kampung vertikal struktur kemasyarakatan, fasilitas yang dibutuhkan oleh kampung adalah ruang terbuka untuk aktifitas olahraga. Ruang dialog yang diperlukan dalam keterbatasan lahan paling penting adalah ruang olahraga serta ruang bermain anak-anak. Sedangkan ruang berkumpul dalam lingkup ibu atau bapak adalah kampung itu sendiri. Hal ini dilihat dari kebiasaan berkumpul dimana saja tanpa melihat ruangan yang digunakan. Untuk sirkulasi dibutuhkan ruang yang lebar. Hal ini dimaksudkan agar perilaku anak-anak tetap dapat berlangsung. Perilaku yang dimaksud adalah sirkulasi yang dapat dijadikan wadah bermain serta jalan bagi mereka saat melakukan sepedaan keliling kampung. Sehingga kebutuhan fasilitas yang dibutuhkan adalah:
31
Tempat bermain anak Ruang berkumpul pemuda Puskesmas Ruang olahraga
3.4
KAMPUNG DI SURAKARTA Kota Surakarta dikenal sebagai salah satu kota yang dapat merepresentasikan keberadaan pulau Jawa tetapi dalam perkembangannya banyak mengalami permasalahan dalam pembangunan dan perkembangan hunian. Salah satunya adalah penurunan kualitas lingkungan permukiman seiring dengan peningkatan kepadatan penduduk yang terjadi di Kota Surakarta. Kota Surakarta mulai banyak berdiri hunian-hunian liar sebagai akibat dari perpindahan arus kota. Hunian liar ini berdiri karena banyak warga dari luar kota Surakarta melakukan migrasi ke Kota Surakarta. Berdasarkan data yang dimiliki oleh Pemerintahan Surakarta, penyebaran pemukiman kumuh dan padat terletak di kecamatan banjarsari (1.701 unit), Kecamatan Jebres (1.447 unit), Kecamatan Laweyan (819), Kecamatan Pasar Kliwon (2.115), Kecamatan Serengan (530 unit). Pemukiman ini memberikan dampak negatif terhadap keadaan lingkungan di daerah Kota Surakarta. Berdasarkan laporan pendataan dan permukiman Kota Surakarta tahun 2008, keberadaan lingkungan kumuh yang presentasinya paling banyak terdapat di Kecamatan Jebres dan Gandekan. Hampir seluruh bagian kecamatan tersebut adalah wilayah padat penduduk dan kumuh. Pemukiman padat dan kumuh ini terdapat di bantaran sungai Bengawan Solo yang melintasi Kelurahan Pucang Sawit Kecamatan Jebres.
32
3.4.1 Kampung Pucang Sawit Pucang sawit merupakan kelurahan dengan tingkat kepadatan penduduk sangat tinggi.
Gambar 3. 11 Letak Kelurahan Pucang Sawit Sumber: Dokumtasi BPS Surakarta, September 2015
Tabel 3. 1 Angka Pertambahan Penduduk, Kota Surakarta, Tahun 2013 Pddk Tahun 2012
Pddk Tahun 2013
Kecamatan
Angka Pertambahan
n (jiwa)
%
n (jiwa)
%
Penduduk
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Laweyan
97.056
17,79
101.324
17,98
4,30
Serengan
52.998
9,71
54.334
9,64
2,49
Pasar Kliwon 83.353
15,28
85.609
15,19
2,67
33
Jebres
139.101
25,49
143.995
25,55
3,46
Banjarsari
173.145
31,73
178.397
31,65
2,99
Total
545.653
100
563.659
100,00
3,25
Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta, Tahun 2013
Mengacu pada pendapat Clinord (1978) yang mengatakan bahwa penyebab adanya permukiman kumuh yaitu karena adanya pengaruh pertambahan penduduk terutama kepadatannya, sebagai akibat urbanisasi, kemiskinan, kebudayaan dan kemauan politik. Permukiman kumuh yang ada di Kelurahan Pucang Sawit muncul akibat bertambahnya jumlah penduduk yang sebagian besar adalah warga imigran dari berbagai daerah. Jumlah ini terus bertambah namun tidak diimbangi dengan ketersediaan lahan untuk dijadikan permukiman. Ketersediaan lahan yang kurang ini menyebabkan pada pendatang membangun hunian di bantaran sungai Bengawan Solo. Pada dasarnya bantaran sungai Bengawan Solo merupakan kawasan illegal untuk dijadikan permukiman. Ditambah lagi harga lahan semakin hari semakin tinggi juga menjadi salah satu faktor pemukiman kumuh di puncang sawit itu tumbuh. Sementara Kelurahan Pucang Sawit memiliki luasan 57.27 hektar yang di fungsikan untuk hunian. Luasan tersebut harus menampung 13776 orang .
Gambar 3. 12 Kondisi Rumah Di Pucang Sawit Sumber: Dokumtasi Pribadi, September 2015
34
A. Kegunaan Permukiman
di
keluarahan
Pucang
Sawit
mempunyai
kepadatan yang tinggi. Dari aspek kepadatan ini menyebabkan kurangnya pencahayaan dan penghawaan atau dapat disebut kurangnya area terbuka di pemukiman pada tiap hunian di Pucang Sawit. Kondisi ini semakin parah dengan tingkat penghuni yang tinggi, dimana tiap hunian dengan luasan sekitar 30 meter persegi dihuni oleh 5 sampai 7 anggota keluarga. Dari aspek diatas dapat disimpulkan bahwa permukiman Pucang Sawit kurang memiliki pencahayaan dan penghawaan yang dapat memicu menurunnya kesehatan bagi hunian serta penghuninya.
Gambar 3. 13 Kondisi Rumah Sumber: Dokumtasi Pribadi, September 2015
Gambar 3. 14 Fungsi Tambahan Ruang Tamu Sumber: Dokumtasi Pribadi, September 2015
35
Hunian sebagian besar masih satu level atau dapat disebut satu lantai. Pengelompokan ruang dalam tiap hunian rata-rata hanya ada tiga ruang. Dibagi menjadi dapur, ruang tamu serta ruang tidur. Sedangkan tempat MCK dibuat hanya seadanya dan terletak disalah satu tempat secara masal dengan penghuni lainnya. Untuk ruang tamu dapat dikembangkan oleh penghuninya menjadi ruang usaha seperti berjualan makanan kecil hingga toko kelontong. Sedangkan ruang tidur yang sempit digunakan untuk menyimpan semua barang seperti baju hingga kebutuhan pendidikan anak mereka. Ruang tidur juga dapat digunakan sebagai ruang belajar anak dan ruang keluarga saat menonton televisi. Dari segi kegunaannya memiliki potensi masa depan anak sangat memprihatinkan karena fasilitas belajar tidak mendukung. Sehingga tidak heran anak tumbuh hanya sampai SMP bahkan ada yang SD.
Gambar 3. 15 Tempat MCK bersama Sumber: Dokumtasi Pribadi, September 2015
B. Sirkulasi Pada dasarnya jalan memiliki tingkatan tersendiri. Pada kasus pemukiman Pucang Sawit ini ada dua tipe jalan. Pertama Lingkungan adalah jalan yang langsung menghubungkan seluruh perkampungan diwilayah pucang sawit. Jalan kampung ini berukuran kurang lebih 250 meter dan di kanan atau kirinya terdapat parit atau 36
selokan dengan lebar sekitar 0.25 meter. jalan ini dipergunakan oleh warga pucang sawit untuk dilalui pengendara motor , pesepeda dan juga pejalan kaki. Selain itu membentuk fungsi tambahan sebagai akses para penjual mulai dari penjual bakso hingga penjual sayur keliling. Ditambah lagi jalan ini dapat difungsikan sebagai tempat anak-anak bermain bola pada sore hari.
Gambar 3. 16 Jalan Lingkungan Sumber: Dokumtasi Pribadi, September 2015
Yang kedua adalah jalan kampung. Jalan kampung adalah jalan yang menghubungkan gang satu dengan satunya sehingga skala ukuran lebih kecil dibanding dengan jalan lingkungan. Lebar jalan kampung ini berkisar 1 meter dengan selokan berada disalah satu sisinya dan berukuran sekitar 0.25 meter. Jalan jalan ini dipergunakan untuk lalu lalang sepeda motor dan juga pejalan kaki. Pada kasus jalan kampung ini pengendara bermotor tidak bisa menggunakan secara cepat akan tetapi dengan hati hati. Hal ini dikarenakan jalan di penuhi oleh aktivitas anak yang sedang bermain dan para ibu yang sedang mengerjakan pekerjaannya ataupun berdialog dengan tetangganya. Sementara para pemuda berinteraksi dan bersosialisasi di bibir pagar atau sungai. Sehingga pengendara motor dan sepeda hanya mendorong kendaraannya dan saling
37
bersapa dengan tetangga mereka. Ini yang menyebabkan keramah tamahan pada kampung tetap terjaga. Akan tetapi lambat laun jalan kampung juga semakin menyempit karena akses masuk kedalam rumah mengambil badan jalan pada jalan kampung itu. Sehingga keadaan jalan kampung semakin lama semakin kotor. Hal ini dapat dilihat pada gambar 3.4.
Gambar 3. 17 Jalan Kampung Sumber: Dokumtasi Pribadi, September 2015
C. Saluran Drainase Pada kasus warga permukiman Pucang Sawit ini menggunakan got sebagai pembuangan air kotor. Dan hebatnya lagi selain untuk mebuang air kotor juga difungsikan sebagai pembuangan sampah ringan seperti sisa nasi pada piring. Saluran air kotor yang terbuka juga digunakan sebagai tempat mencuci. Ditambah lagi saluran ini juga difungsikan sebagai pembuangan air bekas diterjen. Hal yang ada diatas itu menyebabkan kemacetan pada saluaran air dan lambat laun air yang ada di saluran ini berwarna hitam dan menggenang dan bau taksedap pada saluran ini akan tercium. Sedangkan sistem saluran air kotor yang tertutup hanya dijumpai pada tempat-tempat terbuka atau tempat publik seperti tempat ronda atau di depan salah satu penghuni yang dijadikan
38
sebagai warung. Hal ini dilakukan agar tidak menimbulkan bau dan genangan yang menyebabkan polusi visual.
Gambar 3. 18 Saluran Air Kotor Sumber: Dokumtasi Pribadi, September 2015
Gambar 3. 19 Mencuci dan Limbah Diterjen Sumber: Dokumtasi Pribadi, September 2015
D. Material Permukiman di Kelurahan Pucang Sawit yang padat ini sebagian besar
hunian
memakai
material
pelingkup rumah
menggunakan bahan permanen seperti perkerasan batu bata. Pada sisi pelingkup lantai banyak yang menggunakan semen sebagai alasnya. Dari segi pengatapan mayoritas tetap memakai genteng tanah liat.
39
Gambar 3. 20 Material Pelingkup Hunian Sumber: Dokumtasi Pribadi, September 2015
Gambar 3. 21 Material Pelingkup Hunian Sumber: Dokumtasi Pribadi, September 2015
Gambar 3. 22 Material Lantai Sumber: Dokumtasi Pribadi, September 2015
3.4.2 Rumah Susun Kerkhoff Kota Surakarta memiliki beberapa rumah susun yang baru dibangun atau pun sudah mulai berpenghuni. Salah satu rumah susun yang sudah berpenghuni adalah rusun Kerkhoff. Rusun ini berada di selatan Stasiun
40
Jebres. Rumah susun Kerkhoff termasuk dalam rumah susun sederhana sewa atau sering kita sebut rusunawa.
Gambar 3. 23 Letak Rusunawa Kerhoff Sumber: Dokumtasi BPS, September 2015
A. Kegunaan Rumah susun Kerkhoff ini memiliki ketinggian empat lantai. Lantai dasar berfungsi sebagai tempat parkir, aula untuk pertemuan serta tiga kamar untuk hunian. Kemudian lantai satu sampai dengan lantai empat berfungsi sebagai hunian dengan jumlah 24 kamar di tiap lantainya. Sehingga total jumlah hunian ada 99 hunian. Dengan luasan tiap hunian adalah 20 meter persegi. Didalam tiap hunian terdapat satu ruang tamu, satu ruang tidur, satu kamar mandi, dapur serta ruang untuk jemuran. Dengan ketinggian ruang sekitar tiga meter. Hal ini sangat tidak memungkinkan bila satu hunian difungsikan oleh 3-4 orang. Selain itu hunian mereka juga ditambah
41
dengan warung. Sehingga banyak ruangan yang tidak sesuai standar atau sempit.
Gambar 3. 24 Pintu Masuk Rusunawa Kerhoff Sumber: Dokumtasi Pribadi, September 2015
Dari segi harga sewa bervariasi. Harga paling mahal adalah hunian yang berada paling bawah dan berkurang ditiap lantainya. Untuk fasilitas tambahan hanya ada tempat bermain untuk anak anak. Sedangkan untuk pemuda dan orang tua tidak ada fasilitas pendukung, hanya sebatas untuk pertemuan formal. Untuk ruang ibadah atau mushola juga tidak ada. Penghuni menggunakan masjid yang berada diluar kompleks Rusunawa Kerkhoff.
Gambar 3. 25 Blok Rusunawa Kerhoff Sumber: Dokumtasi Pribadi, September 2015
42
Gambar 3. 26 Tempat parkir Rusunawa Kerhoff Sumber: Dokumtasi Pribadi, September 2015
B. Sirkulasi Rusunawa Kerhoff sangat dekat dengan Stasiun Jebres, dengan itu akses menuju Rusun Kerkhoff tidak susah dan terdapat jalan lingkungan. Hal ini mempermudah bagi para penghuni untuk beraktifitas dan bekerja karena dekat dengan titik transportasi. Selain itu rusun ini juga bersebelahan dengan pasar. Untuk segi sirkulasi dalam rusun kurang memberikan kenyamanan. Hal ini tercermin pada akses berukuran sekitar 1.5m dan itu banyak dipangkas dengan adanya warung di hunian atau
untuk parker sepeda serta untuk
menaruh peliharaan seperti sangkar burung.
Gambar 3. 27 Sirkulasi dalam Rusunawa Kerhoff Sumber: Dokumtasi Pribadi, September 2015
43
Gambar 3. 28 Sirkulasi dan Fungsi tambahannya Sumber: Dokumtasi Pribadi, September 2015
Gambar 3. 29 Fungsi tambah pada blok hunian Sumber: Dokumtasi Pribadi, September 2015
C. Saluran Drainase Drainase pada rusun ini kurang terawat dengan baik. Hal ini karena kepekaan tiap penghuni kurang terjaga. Dimana mereka sebatas mengurusi hunian masing-masing. Sehingga dapat ditemui atap pada penghuni lantai satu bocor.
44
Gambar 3. 30 Saluran Drainase Sumber: Dokumtasi Pribadi, September 2015
D. Material Dalam penggunaan material Rusunawa Kerhoff bagus. Tercermin dari segi penggunaan pembatas yaitu pemakaian tembok serta dalam segi pemakaian lantai menggunakan lantai bukan tegel lagi. Akan tetapi bangunan ini kurang memiliki penghijauan yang cukup karena bangunan ini tandus dan hampir tidak ada pepohonan yang tumbuh dalam lingkup Rusunawa ini. Pada dasarnya di era seperti ini penghijauan bukan langgam dalam sebuah bangunan akan tetapi merupakan keharusan dalam membangun untuk merespon keadaan alam yang sekarang ini.
Gambar 3. 31 Material Pelingkup Sumber: Dokumtasi Pribadi, September 2015
45
Gambar 3. 32 Pembuangan sampah vertikal Sumber: Dokumtasi Pribadi, September 2015
Gambar 3. 33 Tempat bermain anak Sumber: Dokumtasi Pribadi, September 2015
46