8/27/2013
Contribution of CIRAD and partners on participatory /collaborative Land Use Planning research in Indonesia Yves Laumonier and Bayuni Shantiko
The 2nd International Conference of Indonesia Forestry Researchers (2nd INAFOR 2013)
Outline • Introduction • CIRAD in Indonesia • Case 1: Building common vision in Kapuas Hulu Regency • Case 2: Land use modelling and spatial analysis
1
8/27/2013
Situation in tropical area
REDD
APL
Konservasi
KPH
A/R
Source: Pedroni (2009)
History of the variation in land cover and land use types along the tree cover transition in Indonesia • (1990-2000) – Decline of industrial logging, illegal logging taking over on ex logging concessions – Conversion into agricultural land once “timber stock depleted”
• (2000-2010) – Development of forest plantation for pulp and paper industries – Development of oil palm estates (mainly Sumatra and Kalimantan) – Transition from river- to road-based economy
2
8/27/2013
The need of land use planning which support development without degrading environment
How can we establish a fair land use planning and collaborative natural resource management?
CIRAD and partners have done research in that area since 1995 • Forest Inventory Monitoring Project – MoF (1995-2002) • Tanimbar Participatory LUP Project – Birdlife – MoF (2003-2006) • Collaborative LUP Project – CIFOR – MoFFORDA (2010-2014)
3
8/27/2013
Support collaborative process in land use allocation, land use planning and natural resource management
To support institutional development which promoting policy and land-related instrument including community development
Study on new approach toward mitigation of environmental degradation by promoting payment mechanism through payment for environmental services (PES)
Case 1: Building common vision of land use planning (LUP) in forested landscape Kapuas Hulu Regency
4
8/27/2013
Kabupaten Kapuas Hulu is in a development stage. It declared as conservation district in 2003 While development is expected to improve people’ welfare; tension exists between development interest and conservation Future uncertainty – policy intervention and anticipation
• What process can allow multiple needs of land taken into account in land use decision process?
Participatory prospective analysis (PPA) - Analisis prospektif partisipatif •
An applied foresighting approach developed by CIRAD
•
PPA involved group “experts”: district government, local community, customary leaders, private sector, NGOs
•
Identify and analyze variables in participatory way to develop future scenarios
•
Action plan to be integrated with regency planning
5
8/27/2013
8 steps PPA
PPA process and flow
Define system boundary Identify variables Define variables Mutual relationship analysis Identify and select key variables Define the state of key variables Scenario development Follow up and scenario’ action plan
PPA workshop series (May-July 2011) Public consultation at sub-district/ village level -Dec 11 Public consultation at district level (Apr 2011) Workshops and consultations to develop action plan (2011- 2012)
Q: What could be the future of development? Time: 20 years; Geographic boundary: Kapuas Hulu regency
Participatory prospective analysis
6
8/27/2013
Results • 50 Variables • Key drivers: Government policy, use of technology, customary law and wisdom, mindset, participation, education and skills • 4 Scenarios of future development in Kapuas Hulu
Skenario 1 • • •
•
Kebijakan yang berpihak kepada masyarakat dan direncanakan bersama masyarakat Publik berpartisipasi sepanjang proses perencanaan termasuk monitoring dan pengawasan Penggunaan lahan ditentukan mempertimbangkan aspirasi masyarakat dan sinergi antara hukum adat dan hukum nasional Dalam skenario ini, terbukanya akses terhadap pendidikan meningkatkan dan mengubah pola pikir masyarakat untuk menguasai teknologi yang ramah lingkungan
7
8/27/2013
Skenario 2 • Kebijakan pembangunan lemah dan tidak menjawab kebutuhan penting dari masyarakat • Hukum nasional diterima secara luas, lembaga adat dan kearifan lokal mulai luntur; masyarakat adat akhirnya hilang • Penggunaan lahan tidak menggunakan kearifan menyebabkan kerusakan lingkungan dan masyarakat termarjinalkan
Skenario 3 • Konflik di masyarakat meningkat karena para pihak tidak dilibatkan dalam pembangunan • Kemiskinan dan ketimpangan mendorong apatisme publik • Konflik penggunaan lahan meningkat karena lembaga adat lemah dan masyarakat adat terpecah belah
8
8/27/2013
Skenario 4 • Pembangunan dan pertumbuhan melambat karena prioritas kebijakan berubah-ubah mengikuti perilaku oportunis yang mementingkan kelompok • Masyarakat adat dan hukum adat diakui untuk kepentingan pencitraan • Penggunaan lahan dan pembangunan tidak melibatkan partisipasi masyarakat
Action plan Tindakan
Siapa yang melakukan
Kapan akan
Melakukan koordinasi dan Pemerintah, Dimulai sej • Redesign land use pemantapan serta kesiapan untuk masyarakat, plan and allocation melakukan pemetaan ulang pengusaha dan NGO Tindakan Siapa yang melakukan K terhadap peruntukan lahan • Strengthening Harus mengumpulkan aspirasi Kolaboratif Pemda, DPRD, Jangka pen Dengan membuat kesepakatan dari masyarakat mulai dari bersama para pihak berkaitanmasyarakat dan masyarakat dan collaboration among wilayah kawasan pemerintah pengusaha dengansampai kegiatan pembangunan development actors administratif, tepat dan akurat Memaksimalkan fungsi sebagai Pemda Menfasilitasi/mediasi ruang Pemda Siapa melakukan Tindakan pengendaliantara pemanfaatan DPR yang • Recognize community masyarakat denganBuat pihak Investor Masyarakat timlain terpadu melibatkan tim teknis yang Camat Pengusaha pemerintah dan masyarakat melibatkan masyarakat rights setempat social cost dalam Masyarakat setempat Memperhitungkan Tindakan Siapa yangmelakukan Memperhitungkan social cost MasyarakatKapan akan di perencanaan pembangunan • Community Intensifikasi perkebunan karet dengan Masyarakat (poktan) dalam perencanaan menggunakan bibit unggul, pemupukan Pemda (disbunhut) development pembangunan dan pemeliharaan yang benar Swasta Pengembangan teknologi tepat guna Distamben programs (pengembangan PLTMH, pengolahan air Dinas cipta karya bersih, pemanfaatan sumber air untuk perikanan dan pertanian)
Memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup dengan tetap berazaskan kelestarian lingkungan
Energi ramah lingkungan (air terjun, gas dan angin)
Dinas perikanan Dinas pertanian Masyarakat BUMD (swasta) Dinas kehutanan (pemda) dan kementerian kehutanan (BTNBK, BTNDS) Dinas pertambangan dan energi Bappeda
Pelaksanaa setiap tahu
9
8/27/2013
Case 2. Land use modeling and spatial data analysis Proposal for revision of land status map of Kapuas Hulu Regency
Three main components for land use planning (LUP) Accurate and updated information on: • Land cover • Land suitability (soil and slope) • Land status (land allocation)
If land status is not clear for every stakeholders, then land use planning can not be implemented
10
8/27/2013
STATUS LAHAN
KAWASAN HUTAN & PERAIRAN, 2000
Issue related to land use mapping and planning: Scale • Spatial data is not detail enough – Using 1:250.000 map as reference for LUP at regency and sub district level. At the implementation stage, it will be “zoomed” which results inaccurate LUP • Because of spatial data is not accurate at bigger scale, zonation will not fit with topography, hydrography or land cover • Unclear boundary, communities are not involved; GPS points are taken from the map before going to the field, not the opposite • Legal status is unclear
11
8/27/2013
Diingatkan:
Skor Hutan (Dephut)
Kelerengan :
Landai (1)
Erodibilitas tanah:
Rendah (1)
Curam (5) Tinggi (5)
Intensitas curah hujan : Rendah (1) Tingkat kelerengan x 20 = Tingkat erodibilitas tanah
x
15 =
Tingkat intensitas curah hujan x 10 =
Tinggi (5) skor kelerengan skor erodibilitas tanah skor curah hujan
Skor Hutan Hutan Lindung Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Biasa
> 175 125 - 175 < 125
Keterbatasan penggunaan Skor Hutan dalam perencanaan tata guna lahan mendetail tingkat Kabupaten Skor kelerengan: tidak sesuai untuk pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) atau pertanian; ada perbedaan kelas lereng antara Departemen departemen Kehutanan sendiri (BAPLAN, BRLKT) dan instansi lain yang mengurus pengelolaan lahan (PPTA, Departemen Pertanian). Skor tanah: pengelompokan sangat umum hanya menunjukan erodibilitas. Digunakan pada tingkat nasional, tetapi tidak sesuai dengan kondisi lokal dan sekala besar. Skor curah hujan: ditentukan dengan asumsi bahwa curah hujan tinggi berarti erosi tinggi, tapi stasion lokal sedikit sekali
12
8/27/2013
Definisi Skor Hutan harus dan bisa digunakan untuk Perencanaan Tata Guna Lahan yang akurat di skala yang lebih besar
Kelerengan :
DEM dengan peta topografi skala 1:50,000 BAKOSURTANAL
Erodibilitas tanah:
Peta geologi, land unit dan expertise
Intensitas curah hujan : Peta bioiklim (Fontanel and Chantefort; worldclim database)
Beberapa masalah batas ?
13
8/27/2013
Model Elevasi Digital, skala 1:50 000 Kawasan Hutan, skala 1:250 000
FOREST SCORE SKALA 1:50 000
14
8/27/2013
Skor Kehutanan 1:50,000 COLUPSIA dan SKOR skala Kehutanan skala 1:50,000 usulan perubahan fungsi Kawasan Hutan
15
8/27/2013
Conclusion -1 The participatory prospective analysis (PPA) process proved successful in bringing together different stakeholders to view their environment from a very different perspective.
Using PPA and its scenario development, different stakeholders started realizing the need of working together, to collaborate for further actions to make change affecting their future
Conclusion -2 Land use planning and land allocation will be benefited from detail and accurate forestland and water maps (Peta kawasan hutan dan perairan) with a bigger scale In the last three years, CIRAD CoLUPSIA project has been collecting necessary data to prepare land use and land status revision at kabupaten level based on ecology, biology, social economy and cultural data and information
16
8/27/2013
Thank you
17