1
Citra Sita Dalam Serat Sri Rama Candra Ihda Ayu Mursalina Darmoko Sastra Daerah untuk Sastra Jawa, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16424 E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Artikel ini membahas penokohan Sita dalam Serat Sri Rama Candra gubahan Muhammad Fanani dan diterjemahkan oleh Muji Rahayu. Pendekatan dan kerangka konseptual teoritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan objektif karya sastra. Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan citra tokoh Sita dalam Serat Sri Rama Candra. Unsur-unsur karya sastra yang dibahas dalam penelitian ini meliputi alur, tokoh, latar, tema dan amanat. Kata Kunci : Serat Sri Rama Candra, Sita, citra, intrinsik, tokoh dan penokohan.
ABSTRACT This article concerns about the characterization of Sita in Serat Sri Rama Candra by R. M. Sayid which has been editing by Muhammad Fanani and has been translated to Indonesia language by Muji Rahayu. The objective literature theory is used as the analysis method. The purpose of this thesis is to show the image of Sita in Serat Sri Rama Candra. The intrinsic elements, such as plot, characters, setting, theme and moral message are discussed in this thesis. Key words : Serat Sri Rama Candra, Sita, image, intrinsic, character and characterization.
1. Pendahuluan Cerita Ramayana seperti yang kita ketahui merupakan cerita yang memiliki nilai-nilai keteladanan bagi kehidupan manusia di dunia. Selain mengandung nilai teladan yang luhur, di dalam cerita Ramayana juga mengisahkan tentang sebuah kisah cinta antara Rama dan Sita. Zoetmulder (1982; 1496) menegaskan bahwa Ramayana merupakan epos maha agung yang mengisahkan perjalanan hidup Rama yang kaya akan nilai-nilai luhur di dalam jalan ceritanya. Apabila dilihat dari judulnya yaitu Ramayana, jelas bahwa cerita tersebut merupakan cerita yang mengisahkan tokoh Rama dan bukan tokoh yang lainnya yang berperan di dalam cerita, walaupun peran tokoh lain misalnya Sita juga penting dalam membangun ceria
Citra sita dalam serat ..., Ihda Ayu Mursalina, FIB UI, 2014
2
tersebut. Zoetmulder (1982; 1496) menegaskan bahwa Ramayana adalah The story of Rama 'kisah Rama' dan bukan kisah Rama dan Sita. Padahal inti keindahan cerita Ramayana adalah kisah cinta kedua mahluk ini (Zoetmulder 1982: 1496). Menurut Ikram (1980 : 1), di tanah asalnya kisah Rama terdapat dalam berpuluh-puluh bentuk dengan berbagai bahasa daerah; berulang-ulang diolah sejak beberapa abad sebelum Masehi sampai ke zaman modern, diantaranya yang paling terkenal dan dianggap buku ialah Rāmāyana karangan Wālmīki. Proses penceritaan kembali cerita Ramayana dilakukan juga di berbagai negara kedalam berbagai bahasa yang ada di dunia. Indonesia merupakan salah satu negara yang menceriterakan kembali cerita Ramayana dalam bentuk dan versi yang disesuaikan dengan budaya lokal Indonesia. Dalam proses penceritaannya telah melalui berbagai macam media, salah satunya adalah media sastra. Berbagai bentuk penceritaan kembali cerita Ramayana dalam bentuk kakawin Rāmāyana berbahasa Jawa Kuno; Hikayat Sri Rama berbahasa Melayu; Rama Keling, Serat Kanda dan Serat Rama gubahan Yasadipura dalam bahasa Jawa Baru (Ikram,1980: 1). Penceritaan cerita Ramayana yang terus diulang merupakan suatu bentuk ketetarikan umat manusia terhadap cerita tersebut yang di dalam kisahannya megandung nilai keteladanan yang mendalam. Proses penceritaan kembali kisah Ramayana. Bentuk penceritaan kembali kisah Ramayana pada masa lalu terdapat berbagai jenis, salah satunya adalah Rāmāyana Jawa Kuno yang merupakan salah satu jenis dari sebagian besar cerita Ramayana yang ada di dunia. Rāmāyana Jawa Kuno disusun dalam 2830 bait yang dibagi ke dalam 26 pupuh. Keindahan cerita Ramayana menjadikan karya agung ini diceritakan kembali ke dalam berbagai bahasa di dunia, salah satu proses penceritaan kembali cerita Ramayana dari proses penceritaan sebelumnya yaitu Rāmāyana Jawa Kuno adalah ke dalam bentuk karya sastra Jawa baru yaitu Serat Sri Rama Candra yang ditulis oleh R.M Sayid pada tahun 1998. Serat Sri Rama Candra merupakan cerita Ramayana versi Jawa baru yang ditulis pada abad ke 20 yang menggunakan aksara Jawa dan berbahasa Jawa baru. Proses penelitian mendalam pada kisah ini juga banyak diminati oleh peneliti sastra di dunia. Menurut informasi Pudjiastuti (2009:2), para peneliti tersebut adalah Kern pada tahun 1900 menerbitkan edisi kritis Rāmāyana Kakawin, Juynboll pada tahun 1922–1936 membuat terjemahan Rāmāyana Kakawin ke dalam bahasa Belanda. Adapun Hooykaas pada tahun 1955 dan Uhlenbeck pada tahun 1989 membicarakan masalah interpolasi dalam Rāmāyana
Citra sita dalam serat ..., Ihda Ayu Mursalina, FIB UI, 2014
3
Kakawin. Pada tahun 1974, Zoetmulder menyajikan ringkasan cerita dan memberikan ulasan mengenai prototip, waktu penulisan dan pengarang Rāmāyana Jawa Kuna dan Soewito Santoso pada 1980 menyajikan suntingan teks Rāmāyana Kakawin. Menurut Pudjiastuti (2009: 1) antara Ramayana Sanskerta dan Rāmāyana versi Jawa kuno memiliki perbedaan bentuk, khususnya di bagian akhir cerita yaitu pada bagian cerita yaitu saat Sita kembali ke Ayodya. Dalam Ramayana versi Sanskerta setelah berkumpul Sita kemudian berpisah lagi dengan Rama, sedangkan dalam Rāmāyana Jawa Kuno, Sita terus berkumpul bersama Rama. Secara garis besar, di dalam cerita Ramayana menceritakan tentang Rama, seorang putra raja Dasarata di negeri Ayodya yang dalam perjalanan hidupnya selalu dihalangi oleh rintangan dan cobaan. Rama adalah putra yang berbakti kepada orang tua. Suatu ketika saat Rama akan dinobatkan menjadi raja di negeri Ayodya, ibu tiri Rama yang bernama Kekayi menghalanginya. Berbagai cara telah dilakukan oleh Kekayi agar dapat menghalangi Rama untuk dinobatkan menjadi seorang raja. Kekayi ibu dari Barata akhirnya berhasil menghalangi Rama menjadi raja dan mengasingkan Rama ke dalam hutan. Kesengsaraan dan cobaan hidup Rama pun dimulai, Rama dibuang ke hutan dan didampingi oleh Sita dan Laksmana. Setelah beberapa lama tinggal di hutan, kesetiaan Sita mulai diuji oleh dewata melalui Rahwana dari Alengka. Dengan bantuan Anoman serta kegigihan, kesaktian dan keberanian yang dimiliki Rama, Sita dapat kembali ke dalam pangkuan Rama. Pada cerita Ramayana, ada berbagai tokoh penting yang kehadirannya untuk membangun jalannya cerita yaitu, Rama, Sita, Rahwana, Laksmana dan Anoman. Tokoh Sita memegang peranan penting dalam cerita. Peranan tersebut dapat diketahui melaui setiap peristiwa yang secara keseluruhan melibatkan tokoh Sita. Hal yang menarik perhatian penulis pada cerita Serat Sri Rama Candra adalah tokoh Sita. Penelitian-penelitian terdahulu terhadap cerita Ramayana banyak yang telah mengkaji tokoh Rama, Sita, Laksmana dan Rahwana. Dalam penelitian ini penulis tertarik untuk membahas tokoh Sita karena dalam cerita Serat Sri Rama Candra terdapat citra lain yang ada dalam diri Sita yang ingin diungkap penulis dalam penelitian ini. Kata citra dalam bahasa Sansekerta memiliki arti menarik perhatian, unggul, baik sekali, yang menyolok, bercahaya, terang dan lain sebagainya (Monier Williams, 1988: 396). Dalam bahasa Jawa kuna kata citra memiliki arti beraneka warna, berwarna, cemerlang,
Citra sita dalam serat ..., Ihda Ayu Mursalina, FIB UI, 2014
4
perwujudan yang cemerlang atau luar biasa, lukisan, gambar, sketsa dan surat (Zoetmulder, 1995, I: 176). Sudjiman mengemukakan bahwa citra adalah penyajian watak tokoh atau penokohan (1991; 23). Untuk melihat citra Sita dalam Serat Sri Rama Candra maka diperlukan analisis pada unsur intrinsik yang ada di dalam cerita. Dalam bahasa Sansekerta sita berarti warna putih, sejuk, atau dingin sekali (Zoetmulder, 1995: 1105). Pada Ramayana Sansekerta Sita disebutkan sebagai putri Dewi Pertiwi yang ditemukan dan kemudian dianggap anak oleh Raja Janaka dari Kerajaan Manthili (Lal, 1995:32). Sita adalah titisan Dewi Sri, yaitu permaisuri batara Wisnu yang berkewajiban memelihara dunia. Pasangan Rama ini (Sita) harus dibebaskan dengan memusnahkan keangkaramurkaan Rahwana. Perpisahan Sita dan Rama adalah untuk meluruskan jalan bagi Rama dalam tugasnya membangun dunia baru dan untuk memusnakan angkara murka yang digambarkan dalam tokoh Rahwana (Mulyono, 1978 : 58-61). Pudjiastuti (2009: 5) mengemukakan bahwa Sita adalah simbol perempuan utama yang banyak dikagumi orang karena keteguhan hati dan kesetiaannya. Apabila dilihat secara sepintas, Sita merupakan tokoh wanita sederhana yang berbakti terhadap suami (Ikram : 61 ). Dalam budaya Jawa Sita disebutkan sebagai wanita yang setia dan patuh terhadap suami. Pada Serat Sri Rama Candra terdapat gambaran lain yang ditunjukan pada tokoh Sita, yaitu dalam penggambaran Sita yang memiliki hasrat sebagai manusia yang berorientasi pada lahiriah di dalam cerita Serat Sri Rama Candra. Objek penelitian dalam penelitian ini adalah buku Serat Sri Rama Candra. Buku Serat Sri Rama Candra merupakan karya sastra Indonesia lama yang ditulis dengan huruf latin dan berbahasa Jawa baru. Buku Serat Sri Rama Candra merupakan karya sastra yang disunting oleh Muhammad Fanani pada tahun 1997 dan diterjemahkan oleh Muji Rahayu dalam Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1998. Naskah asli Serat Sri Rama Candra berjudul Serat Rama Candra ditulis oleh R.M Sayid di Sala pada abad 19. Upaya dalam proses pelestarian budaya yang dikhususkan pada karya sastra, transliterasi dan terjemahan Serat Sri Rama Candra pun dilakukan oleh pusat pembinaan dan pengembangan bahasa departemen pendidikan dan kebudayaan. Proyek pembinaan buku sastra Indonesia dan daerah tersebut dilakukan pada tahun 1997/1998. Buku Serat Sri Rama Candra merupakan salah satu proyek pembinaan yang dipimpin oleh Atika Sja’rani yang dibendaharai oleh Ciptodigiarto dan Muhammad Jaruki pada bagian sekretaris.
Citra sita dalam serat ..., Ihda Ayu Mursalina, FIB UI, 2014
5
Buku berjudul Serat Sri Rama Candra terdiri atas 260 halaman yang pada penulisannya menggunakan tulisan huruf latin yang merupakan transliterasi dari naskah asli yang berjudul Serat Sri Rama Candra yang berbahasa Jawa baru dan beraksara Jawa. Pada tiap halaman dalam buku, disajikan transliterasi berbahasa Jawa dan dilengkapi dengan terjemahan dalam bahasa Indonesia. Peletakan transliterasi dan terjemahan pada setiap halaman disusun dalam bentuk kolom pada setiap halamannya. Penulisan kata condra yang dilakukan oleh Muji Rahayu dalam pengalihaksaraan pada judul buku adalah untuk mengikuti prosedur transliterasi yang konsisten dalam menuliskan huruf-huruf latin yang sesuai dengan aksara yang tertulis dalam naskah aslinya. Sedangkan untuk keperluan penulisan skripsi ini, kata condra tidak digunakan karena tidak ada dalam daftar kata-kata dalam kamus bahasa Jawa. Oleh sebab itu, untuk keperluan penulisan kata condra tersebut digunakan kata candra dalam penelitian skripsi ini. Hal tersebut dikarenakan penggunakan kata candra tersebut sesuai dengan koteks cerita yang menggambarkan kisah tokoh Rama. Akan tetapi walaupun arti dari judul buku tersebut adalah penggambaran Rama, pada penelitian ini difokuskan hanya pada penggambaran tokoh Sita. Tokoh Sita dalam Serat Sri Rama Candra menjadi penting karena tokoh Sita merupakan tokoh yang menonjol dari konteks karya sastra itu sendiri. Keistimewaan tokoh Sita tersebut dapat dilihat dalam rangkaian peristiwa yang terdapat dalam alur cerita Serat Sri Rama Candra. Penokohan atau citra tokoh Sita yang ditunjukan dalam Serat Sri Rama Candra memiliki perbedaan dari cerita Ramayana yang umumnya memaparkan cerita Ramayana dari tokoh Rama. Berhubungan dengan keistimewaan tokoh Sita dalam Serat Sri Rama Candra ini, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana citra Sita dalam Serat Sri Rama Candra. Tujuan penelitian ini untuk mengungkap penokohan atau citra tokoh Sita yang ternyata berbeda dari cerita Ramayana pada umumnya. 2. Tinjauan Teoritis Sastra adalah alat untuk mengajar yang dapat berupa buku petunjuk, buku instruksi, atau pengajaran (Teeuw; 1984: 21). Di samping itu, sastra memiliki unsur estetik atau keindahan di dalam setiap makna yang tersirat di dalamnya. Abrams mengungkapkan bahwa terdapat beberapa model pendekatan kritis pada karya sastra, pendekatan tersebut dibagi menjadi empat yaitu pendekatan objektif, pendekatan ekspresif, pendekatan mimesis dan pendekatan pragmatik (Teeuw; 1984; 43). Pendekatan
Citra sita dalam serat ..., Ihda Ayu Mursalina, FIB UI, 2014
6
struktural merupakan pendekatan intrinsik, yakni membicarakan karya tersebut pada unsurunsur yang membangun karya sastra tersebut dari dalam. Pendekatan tersebut meneliti karya sastra sebagai karya yang otonom dan terlepas dari latar belakang sosial, sejarah, biografi pengarang dan segala hal yang ada di luar karya sastra (Satoto, 1993: 32). Pendekatan struktural adalah pendekatan yang mencoba menguraikan keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur karya sastra sebagai kesatuan struktural yang bersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh (Teeuw, 1984: 135). Jadi pendekatan struktural adalah suatu pendekatan dalam ilmu sastra yang cara kerjanya menganalisis unsur-unsur struktur yang membangun karya sastra dari dalam, serta mencari relevansi atau keterkaitan unsurunsur tersebut dalam rangka mencapai kebulatan makna. Dalam penelitian ini, penulis mengacu pada pendekatan objektif, pendekatan ini dilakukan dengan menitik beratkan karya sastra itu sendiri. Pendekatan objektif karya sastra dilakukan dengan memusatkan perhatian kepada karya sastra dengan menganalisis keseluruhan aspek intrinsik karya sastra tanpa melihat atau mengikutsertakan analisis unsur luar atau unsur ekstrinsik sastra. Analisis unsur intrinsik yang penulis terapkan dalam penelitian ini, mengacu pada cara kerja dalam menganalisis unsur intrinsik dalam cerita rekaan yang terdapat dalam buku Memahami Cerita Rekaan karangan Panuti Sudjiman pada cetakan kedua tahun 1991. Pada buku tersebut diuraikan bagaimana cara dalam mengkaji cerita rekaan. Langkah-langkah dalam memahami cerita rekaan yang terdapat dalam buku tersebut mencakup bagaimana cara menentukan alur dalam cerita, menentukan tokoh dan penokohan di dalam cerita, menentukan latar di dalam cerita, menentukan tema dan amanat di dalam cerita, pengarang, penyalin, pencerita, sudut pandang komentar pencerita, teknik penceritaan, sswaktu cerita dan waktu penceritaan sampai dengan konvensi-devasi-inovasi dan konvensi dalam cerita. Dalam penelitian ini, karena keterbatasan yang penulis miliki, penulis menganalisis cerita Serat Sri Rama Candra hanya pada unsur alur, tokoh dan penokohan, latar, tema dan amanat saja. Dengan mengetahui alur dalam cerita Serat Sri Rama Candra lebih dahulu, penulis dapat segera menentukan tokoh utama dan tokoh bawahan. Selain itu melalui rangkaian peristiwa di dalam cerita, penulis dapat dengan cepat mendapatkan dan menelusuri karakter tokoh. Dengan demikian, antara karakter tokoh dengan tema dan amanat dapat sinkronis. 3. Metode Penelitian
Citra sita dalam serat ..., Ihda Ayu Mursalina, FIB UI, 2014
7
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis. Metode deskriptif analitis dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis (Ratna, 2007: 53). Pada penelitian ini akan dilakukan analisis terhadap unsure intrinsik dalam cerita Serat Sri Rama Candra yang kemudian akan memunculkan gambaran, penjelasan atau uraian tentang obyek penelitian yang dikhususkan pada tokoh Sita. 4. Pembahasan Cerita rekaan terdiri atas beberapa peristiwa yang membangun sehingga menjadi sebuah kesatuan cerita yang kokoh. Berbagai peristiwa tersebut diurutkan sedemikian rupa hingga menjadikan sebuah kesatuan yang utuh dan dapat dinikmati oleh pembaca (Sudjiman, 1991: 29). 4.1 Alur Alur adalah hubungan sebab akibat yang di dalamnya terdapat keterjalinan antara peristiwa-peristiwa dalam cerita. Kenny dalam Nurgiantoro (2010; 75) mengungkapkan bahwa pada hakikatnya alur atau plot adalah apa yang dilakukan oleh tokoh dan peristiwa apa yang terjadi dan dialami tokoh. Pengantar dalam alur merupakan tahapan pengenalan di awal sebuah cerita. Dalam Serat Sri Rama Candra, perisiwa-peristiwa yang masuk dalam bagian pengantar cerita yang berkaitan dengan Sita. Peristiwa yang berkaitan dengan Sita dalam sebuah pengantar di dalam visualisasi alur adalah saat lahirnya Sita, saat Sita disayembarakan, saat Sita menikah dengan Rama dan saat Sita dibawa ke Ayodya. Rangsangan dalam alur merupakan tahapan munculnya peristiwa yang mengawali timbulnya gawatan di dalam sebuah cerita. Dalam Serat Sri Rama Candra, perisiwa-peristiwa yang masuk dalam di bagian rangsangan yang berkaitan dengan Sita adalah saat Sita mendampingi Rama saat Rama diasingkan ke hutan, saat Sita dihampiri oleh Surpanaka, saat Sita diserang Surpanaka, saat Sita dilindungi Laksmana dari serangan Surpanaka. Gawatan dalam alur merupakan tahapan munculnya tanda-tanda konflik yang ada di dalam sebuah cerita. Dalam Serat Sri Rama Candra, perisiwa-peristiwa yang masuk dalam bagian gawatan yang terkait dengan Sita adalah saat Surpanaka sakit hati karena perbuatan Laksmana, saat Marica menjelma menjadi kijang emas, saat Sita melihat kijang emas, saat Sita meminta Rama untuk menangkap kijang emas, saat Sita dilindungi Laksmana saat Rama mengejar kijang, saat Sita mendengar suara Marica yang menyerupai Rama, saat Sita meminta Laksmana dengan paksa agar segera menolong Rama. Sita yang mendengar teriakan Rama akhirnya cemas dan takut kehilangan Rama, saat Sita
Citra sita dalam serat ..., Ihda Ayu Mursalina, FIB UI, 2014
8
sendirian di hutan dan saat Sita menghadapi bahaya. Klimaks dalam visualisasi alur merupakan tahapan ketika konflik yang ada di dalam cerita mencapai puncaknya. Dalam Serat Sri Rama Candra, perisiwa-peristiwa yang masuk dalam bagian klimaks yang berkaitan dengan Sita adalah saat Sita diculik oleh Rahwana. Sita yang diculik oleh Rahwana kemudian dibawa pergi menuju kerajaan Alengka dengan maksud agar Rahwana dapat memiliki Sita dan menjadikannya permaisuri di Alengka, saat Sita disekap di hutan Asoka, saat Sita selalu menunjukan kesetiaannya setiap kali didekati oleh Rahwana. Leraian dalam alur merupakan tahapan pemecahan masalah dalam konflik yang ada di dalam sebuah cerita. Dalam Serat Sri Rama Candra, perisiwa-peristiwa yang masuk dalam bagian leraian yang berkaitan dengan Sita adalah saat Rama berperang melawan Rahwana untuk merebut Sita dan saat Sita meminta Rahwana untuk segera membunuhnya setelah melihat kepala yang serupa dengan Rama. Selesaian dalam alur merupakan tahapan akhir suatu cerita yang merupakan penyelesaian masalah. Dalam Serat Sri Rama Candra, perisiwa-peristiwa yang masuk dalam bagian selesaian yang berkaitan dengan Sita adalah saat Sita kembali kepada Rama karena perang yang dimenangkan Rama, saat Sita membuktikan kesuciannya dengan masuk ke dalam api, saat Sita semakin bersinar bagai emas yang digosok ketika masuk ke dalam api. Sita akhirnya dapat membuktikan kesuciannya di depan rakyat Ayodya. Alur dalam Serat Sri Rama Candra terjalin dengan rapi dan menunjang penokohan. Cerita tersebut merupakan cerita yang kompleks yang disebabkan oleh banyaknya tokoh dan ragamnya peristiwa. Dalam Serat Sri Rama Candra terdapat alur balikan yang didalamnya terdapat hubungan sebab akibat. Saat peristiwa hilangnya Sita merupakan salah satu bagian cerita di dalam Serat Sri Rama Candra yang menunjukan peristiwa sebab-akibat yang menuju kepada peristiwa pusat. Peristiwa sebab akibat tersebut ditunjukan dalam peristiwa Rama dan Laksmana yang menolak rayuan Surpanaka yang kemudian membuat Surpanaka membujuk Rahwana untuk menculik Sita dan kemudian dijadikan istri karena kecantikannya. Peristiwa pusatnya adalah penculikan Sita yang dilakukan oleh Rahwana yang merupakan sebuah akibat dari penolakan yang didapatkan oleh Surpanaka. Peristiwa tersebut dinamakan peristiwa pusat karena lewat terjadinya peristiwa pusat tersebut karena Rama menghadapi sebuah persoalan. Pola alur balikan dalam Serat Sri Rama Candra sangat jelas. 4.2 Tokoh dan Penokohan
Citra sita dalam serat ..., Ihda Ayu Mursalina, FIB UI, 2014
9
Tokoh dan penokohan merupakan dua unsur yang tidak terlepas dari jalannya sebuah cerita. Fungsi utama dari tokoh dan penokohan dalam suatu cerita adalah sebagai unsur pembangun sebuah cerita. Tokoh dalam cerita rekaan tidak sepenuhnya bebas karena diharuskan relevan dengan kehidupan pembaca. Tokoh cerita menurut Abrams, dalam buku Nurgiyantoro yang berjudul Teori Pengkajian Fiksi (2002: 172) adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecendrungan tertentu sebagai sesuatu yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan. Tokoh menurut fungsinya di dalam cerita dibedakan menjadi dua, yaitu tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh yang memegang peran pimpinan disebut tokoh utama atau protagonis (Sudjiman, 1986: 61). Tokoh protagonis selalu menjadi tokoh sentral dan juga menjadi pusat sorotan di dalam cerita. Kriteria yang digunakan untuk nenentukan tokoh utama bukan melalui frekuensi kemunculan tokoh di dalam cerita, melainkan melalui intensitas keterlibatan tokoh di dalam peristiwa-peristiwa yang membangun cerita. Tokoh protagonis juga dapat ditentukan dengan memperhatikan hubungan antar tokoh di dalam cerita ataupun dengan memperhatikan judul dari suatu cerita sering kali mengungkapkan siapa yang dimaksudkan sebagai tokoh protagonis. Adapun tokoh yang menjadi penentang utama dari protagonis disebut antagonis atau tokoh lawan, tokoh antagonis termasuk juga tokoh sentral. Tokoh Sita di dalam Serat Sri Rama Candra merupakan tokoh sentral protagonis. Tokoh Sita dapat dikatakan tokoh sentral protagonis karena keterlibatannya dalam peristiwaperistiwa yang membangun cerita yang sangat erat. Walaupun frekuensi kehadirannya dalam cerita tidak sebanyak tokoh Rama, tetapi kehadirannyan tidak dapat digantikan dengan tokoh lain. Sejak awal kemunculan tokoh Sita yang mencerminkan pribadi seorang wanita yang kuat hingga akhirnya dipertemukan dan menikah dengan Rama. Keikutsertaannya dalam pengasingan Rama di dalam hutan Dhandaka hingga penculikan dirinya yang dilakukan oleh Rahwana merupakan peristiwa-peristiwa penting yang ada di dalam cerita. Perwatakan yang dimiliki oleh Sita dipaparkan secara dinamis seiring dengan berkembangnya permasalahanpermasalahan yang terjadi pada dirinya. Penggambaran citra yang ditunjukan oleh tokoh Sita dalam Serat Sri Rama Candra adalah sebagai perempuan yang setia, perempuan yang suci, perempuan pemberani, perempuan yang patuh terhadap suami, perempuan yang cantik dan Sita memiliki hasrat yang berorientasi pada lahiriah. Penjelasan mengenain citra tersebut akan dipaparkan sebagai berikut :
Citra sita dalam serat ..., Ihda Ayu Mursalina, FIB UI, 2014
10
a. Sita adalah perempuan yang setia Kata setia dalam bahasa Indonesia memiliki arti berpegang teguh pada janji, pendirian (KBBI, 2008: 1195). Penggambaran citra Sita yang merupakan perempuan setia terlihat dalam bentuk pertahanan diri Sita dari Rahwana, sikap Sita yang demikian menunjukan kesetiaannya pada Rama. Penggambaran citra Sita yang merupakan perempuan setia terlihat pada cara Sita untuk tetap menjaga kesetiaanya, walaupun pada saat itu keadaan fisik Sita sangat lemah. Penggambaran citra Sita yang merupakan perempuan setia terlihat juga pada kuatnya tekad yang dimiliki Sita yaitu dengan tidak akan menyerahkan dirinya kepada Rahwana, walaupun Rahwana mengancam ingin membunuhnya. Bentuk sikap yang dilakukan Sita merupakan salah satu usaha dirinya untuk tetap menjaga kesetiaan dan kesuciannya. Penggambaran lain yang menunjukan bahwa Sita adalah perempuan setia terlihat pada keadaan kondisi fisik sita yang sangat memprihatinkan karena terpisah oleh Rama. Sita hanya dapat memegang kesetiaanya terhadap Rama yang merupakan kekuatan untuk bisa mempertahankan diri di dalam tangan Rahwana. b. Sita perempuan suci Kata suci dalam bahasa Indonesia memiliki arti bersih, dalam arti keagamaan yaitu, seperti tidak kena najis, murni dalam hati atau batin (KBBI, 2008: 1236). Penggambaran citra Sita sebagai perempuan yang suci dapat kita ketahui melalui narasi yang ada di dalam cerita Serat Sri Rama Candra pada halaman 156, 157, 216 dan 119 yang menyebutkan bahwa Sita memang suci. c. Sita adalah perempuan pemberani Kata berani dalam bahasa Indonesia memiliki arti adalah mempunyai hati yg mantap dan rasa percaya diri yg benar dalam menghadapi kesulitan (KBBI, 2008: 200). Pengambaran citra Sita yang merupakan perempuan pemberani ditunjukan pada keberanian Sita kepada Rahwana. Walaupun Sita selalu ditakut-takuti dengan ancaman ataupun rupa buruk yang dimiliki Rahwana, dengan keberanian yang dimiliki Sita tetap berani menolak dengan meminta Rahwana mengembalikannya kepada Rama. Melalui kutipan cerita di halaman 156 dan 157 terlihat jelas penggambaran citra Sita sebagai perempuan pemberani. Sita yang memiliki perangai yang serba halus tetapi tetap memiliki kebeanian untuk tetap setia kepada suaminya. d. Sita merupakan istri yang patuh kepada suami
Citra sita dalam serat ..., Ihda Ayu Mursalina, FIB UI, 2014
11
Kata patuh dalam bahasa Indonesia memiliki arti suka menurut pada perintah (KBBI, 2008: 1032). Penggambaran citra Sita sebagai istri yang patuh terhadap suami terlihat dalam bentuk kepatuhan yang dimiliki Sita kepada Rama walaupun Rama telah meragukan kesuciannya. Di dalam cerita, Rama meminta Sita untuk membuktikan kesuciannya di hadapan rakyat Ayodya, Sita pun menuruti apa yang diinginkan Rama. Hal tersebut merupakan bentuk kepatuhan yang dilakukan istri kepada suami, walaupun Rama meminta sesuatu yang dapat membahayakan diri Sita, Sita melakukannya dengan kerelaan hati.
e. Sita merupakan perempuan yang berparas cantik Kata cantik dalam bahasa Indonesia memiliki arti elok, molek (pada wajah atau muka perempuan), rupawan (KBBI, 2008: 278). Penggambaran citra Sita yang berparas cantik dapat kita ketahui melalui narasi yang ada di dalam cerita. Penggambaran tersebut dapat diketahui melalui narasi cerita pada halaman 119 yang menyebutkan bahwa Sita memiliki kecantikan yang tidak tertandingi oleh siapa pun. f. Sita memiliki hasrat sebagai manusia yang berorientasi pada lahiriah Kata manusia dalam bahasa Indonesia memiliki arti mahluk yang berakal budi (KBBI, 2008: 877). Kata lahiriah dalam bahasa Indonesia memiliki arti tampak dari luar (KBBI, 2008: 771). Tindakan yang berorientasi pada lahiriah dimaksudkan pada tindakan seseorang yang menginginkan sesuatu yang bersifat duniawi. Penggambaran citra Sita sebagai manusia yang berorientasi pada lahiriah ditunjukan pada Sita dengan mudahnya tergoda dengan kijang emas yang merupakan perwujudan dari raksasa (Marica) yang menyamar. Kijang emas yang ada di dalam cerita tersebut dapat diartikan sebagai sebuah godaan duniawi. Dengan Sita yang memiliki hasrat untuk memiliki kijang emas, maka hal tersebut merupakan wujud keinginan Sita yang berorientasi pada lahiriah yang dapat membawanya kepada musibah. Penggambaran citra Sita yang berhasrat sebagai manusia yang berorientasi pada lahiriah ditunjukan dalam tindakan Sita yang tidak memahami Laksmana. Tindakan tersebut merupakan suatu bentuk memuncaknya hasrat manusia yang dimiliki oleh Sita untuk memperoleh keinginan duniawinya. Laksmana yang sedang menjalankan kewajiban yang diberikan Rama untuk menjaga keselamatan Sita dan kemudian dimaki Sita merupakan wujud memuncaknya hasrat Sita sebagai seorang manusia yang khawatir akan kehilangan cintanya (Rama).
Citra sita dalam serat ..., Ihda Ayu Mursalina, FIB UI, 2014
12
Analisis pada tokoh sentral lainnya yaitu Rama dan Rahwana yang ada di dalam cerita Serat Sri Rama Candra yaitu, Rama adalah seorang yang bijaksana. Disamping tokoh-tokoh sentral, tokoh lainn yang hadir di dalam cerita adalah tokoh bawahan. Tokoh bawahan yang terdapat dalam Serat Sri Rama Candra yaitu, Laksmana, Anoman, Wibisana dan Trijatha. Keempat tokoh tersebut pun masuk dalam kategori tokoh andalan. Tokoh andalan merupakan tokoh bawahan yang menjadi kepercayaan tokoh protagonis. Rahwana adalah tokoh raksasa yang sombong karena kekuatan yang dimilikinya. Selain sombong, Rahwana juga memiliki sifat serakah, hal tersebut ditunjukan pada keinginannya untuk mendapatkan Sita dan ingin dijadikannya sebagai istrinya. Rahwana merupakan raksasa yang berwajah menyeramkan, hal tersebut digambarkan di dalam narasi cerita Serat Sri Rama Candra.
5. Kesimpulan Secara umum, orang mengenal bahwa cerita Ramayana merupakan epos terkenal yang berasal dari India. Isi cerita yang terkandung dalam Ramayana sangat kental dengan nilainilai kemanusiaan dan ketuhanan. Serat Sri Rama Candra merupakan salah satu bentuk penceritaan kembali kisah Ramayana versi Jawa baru di tanah Jawa. Nilai-nilai keteladanan yang terkandung dalam buku Serat Sri Rama Candra disampaikan pengrangnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam penelitian pada buku Serat Sri Rama Candra ini, Sita adalah tokoh utama. Analisis yang dilakukan pada penelitian ini dilihat dari tokoh Sita, mulai dari susunan alur, tokoh, latar hingga tema dan amanatnya. Dalam buku Serat Sri Rama Candra, Sita dicitrakan sebagai perempuan yang setia, patuh terhadap suami, suci, pemberani dan cantik jelita. Penggambaran tersebut dapat dilihat dalam proses analisis alur, tokoh dan latar pada tokoh Sita pada bab sebelumnya. Dalam skripsi ini penggambaran citra tokoh Sita dianalisis baik melalui narasi di dalam cerita maupun melalui dialog antar tokoh yang ada di dalam cerita Serat Sri Rama Candra. Di samping memiliki citra sebagai perempuan yang utama, Sita ternyata memiliki tindakan yang mencerminkan hasrat sebagai manusia yang berorientasi pada lahiriah di dalam buku Serat Sri Rama Candra. Hasrat Sita yang berorientasi pada lahiriah itu ditunjukan padaa saat Sita berkeinginan untuk memiliki kijang emas. Kijang emas adalah salah satu bentuk
Citra sita dalam serat ..., Ihda Ayu Mursalina, FIB UI, 2014
13
godaan dunia yang akhirnya membawanya kepada musibah. Penderitaan Sita berakhir dengan adanya kemenangan yang diperoleh Rama saat pertempurannya melawan Rahwana. Sita begitu bahagia karena dapat kembali kepada Rama, akan tetapi Sita sempat kembali merasa kecewa karena Rama menganggap dirinya kotor karena sudah terlalu lama berada di tangan musuh. Oleh karena itu, dengan keberaniannya Sita masuk ke dalam api untuk membuktikan kesuciannya kepada suami dan rakyat Ayodya. Sita yang memang tidak melakukan perbuatan dosa pun terlihat bagai emas yang digosok saat masuk ke dalam api. Bentuk usaha berani mati atau dalam istilah Jawa disebut bela pati yang dilakukan dengan menceburkan dirinya ke dalam api merupakan salah satu bentuk usaha pembuktian dirinya yang memang suci dan siap untuk menjadi permaisuri Rama serta menjadi ibu negara di negeri Ayodya.
Citra sita dalam serat ..., Ihda Ayu Mursalina, FIB UI, 2014
14
DAFTAR REFERENSI I. BUKU Achadiati Ikram. Hikayat Sri Rama. Universitas Indonesia, Jakarta 1980. Budi Darma. Bahasa, Sastra dan Budi Darma. JP BOOKS 2007. Burhan Nurgiantoro. Teori Pengkajian Fiksi (cet. Ke-10). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press 2010. F. X Rahyono. Bothekan (Persembahan untuk Prof. Dr. Parwatri Wahjono). Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 2013. Geertz, Hildred. Keluarga Jawa. Jakarta: Grafiti pers 1982. Heru S Sudjarwo. Wiyono Undung Sumari. Rupa Karakter & Wayang Purwa pertama). Jakarta: Kaki Langit Kencana Prenada Media Group
(cetakan
2010.
Imam Sapardi. Sita: sedjarah dan pengalaman serta nilainja dalam Ramayana Masalah 56 dari Batjaan rakjat; dongeng dan sedjarah. Panjebar Semangat, Universitas Michigan 7 September 2006. Kamala Subramaniam. Ramayana Kanda I—VII. Surabaya : Paramita 2003. Koentjaraningrat. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka 1984. Lal, P. Ramayana (terj. Djokolelono). Jakarta: Pustaka Jaya 1995. Muji Rahayu. Serat Sri Rama Candra. Jakarta: Pusat dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1998. Nyoman Kutha Ratna. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra dari Strukturalisme hingga Post struktualisme Perspektif Wacana Naratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2007. Panuti Sudjiman. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya 1991. Poerbatjaraka. Kepustakaan Djawa. Jakarta: Djambatan 1952.
Citra sita dalam serat ..., Ihda Ayu Mursalina, FIB UI, 2014
15
Prapti Rahayu. Slamet Riyadi. Siti Ajar Ismiati. Endah Sulilantini. Wanita dalam Sastra Jawa Modern. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional 2003. R.M Sayid. Serat Sri Rama Candra. Kebonan Kadipolo III/19. Sala. Sri Mulyono. Wayang dan Karakter Wanita. Jakarta : Haji Masagung, 1989. Subagio Sastrowardoyo. Sekilas Soal Sastra dan Budaya. Jakarta: Balai Pustaka, 1992. Suhardi. Wisnu Subagyo. Arti dan Makna Tokoh Pewayangan Ramayana dalam Pembentukandan Pembinaan Watak (Seri II). Jakarta: Putra Sejati Raya
1996.
Sunardi D.M. Ramayana. Jakarta: Balai Pustaka 2009. Suwaji Bastomi. Seni dan Budaya Jawa. IKIP Semarang Press 1992. S. Prawiroatmojo. Bausastra Jawa – Indonesia. Jakarta: PT Toko Gunung Agung 1957. Teeuw, A. Sastra dan Ilmu Sastra Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya 1984. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Ed. Ke-4). Jakarta: Balai Pustaka 2008. Todorov, Tzvetan. Tata Sastra. Jakarta: Djambatan 1985. Wahyati D Pradipta. Development of Dewi Sita’s Attitude of ‘Silent Rebellion’ From Ramayana Till the Present Day (Paper on The International Ramayana Conference). North Illinois University, Chicago 22 September 2001. W. J. S Poerwadarminta. 1939. Baoesastra Djawa. Groningen Batavia 1939. Yock Fang Liaw. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia 2011. Zoetmulder, P. J. Kalangwan Sastra Jawa Kuno, Selayang Pandang (cetakan pertama). Jakarta : Djambatan 1983. II. MAKALAH I Ketut Subagiasta. Sekilas tentang Wanita dalam Perspektif Agama Hindu (makalah yang diterbitkan dalam Jurnal Mudra, edisi September 2007).
Citra sita dalam serat ..., Ihda Ayu Mursalina, FIB UI, 2014
16
Parwatri Wahyono. Tokoh Perempuan dalam Pewayangan (makalah: untuk Seminar & Pagelaran Wayang Komunitas Wayang Universitas Indonesia di FIB UI Depok, 17 Mei 2008). Titik Pudjiastuti. Sita berperasaan perempuan (Workshop on Old Javanese Ramayana : Texts, Culture and History. ANRC, Gonda Foundation, EFEO, KITLV Jakarta). Jakarta 2009. Turita Indah Setyani. Simbolisme air dalam teks tantu (makalah pada seminar Internasional 2009). III. SKRIPSI Anindita. Citra Laksmana dalam Anak Bajang Menggiring Angin Karya Sindhunata Ramayana Karya P.Lal. (Skripsi Sarjana Fakultas Sastra Universitas
dan
Indonesia, Depok
2012). Ellen Roswita Tunggono. Perbandingan Berntuk Penyajian Beberapa Adegan Cerita Ramayana dalam Bentuk Relief Pada Candi Ciwa Prambanan dan Candi Induk Panataran (Skripsi Sarjana Fakultas Sastra, Depok 1987). Titi Afiati. Cinta Sita kepada Rama dalam Cerita Ramayana. (Skripsi Sarjana, Sastra Universitas Indonesia, Depok 2002).
Citra sita dalam serat ..., Ihda Ayu Mursalina, FIB UI, 2014
Fakultas
17
LAMPIRAN
Gambar 1. Judul Naskah Asli Serat Sri Rama Candra
Citra sita dalam serat ..., Ihda Ayu Mursalina, FIB UI, 2014
18
Gambar 2. Keterangan ama penulis naskah asli Serat Sri Rama Candra
Citra sita dalam serat ..., Ihda Ayu Mursalina, FIB UI, 2014
19
Gambar 3. Isi naskah asli Serat Sri Rama Candra
Citra sita dalam serat ..., Ihda Ayu Mursalina, FIB UI, 2014