ABSTRACT HAYATI. The Progress Status of Regencies/Cities Development in Banten Province Based on Sustainable Development Conceps. Under direction of KUKUH MURTILAKSONO and DIDIT OKTA PRIBADI Sustainable development has been defined as economic and social development that meets the needs of the current generation without undermining the ability of future generations to meet their own needs. Paradigm of sustainable development is a balance of economic grown, social equity and ecology preservation. The purposes of this study were: (1) to study the achievement of social, economic and environmental development indicators, (2) to measure and analyze the differences of social, economic and environmental development, and (3) to determine status of development in 2001, 2005, and 2009 of regencies/cities in Banten Province based on sustainable development conceps. The data was analyzed by using quantitative descriptive, Full Permutation Polygon Synthetic Indicator (FPPSI), Villain and Champbell analysis. FPPSI analysis used 10 (ten) social indicators, 7 (seven) economic indicators and 10 (ten) environmental indicators were selected based on the principles of simplicity, objectivity, scope, quantification, measurement, sensitivity, and time limit. The result showed that the status of development did not increase in urban areas (Tangerang City, Cilegon City) and rural areas (Pandeglang Regency, Lebak Regency, Serang Regency) from 2001 to 2009. Tangerang City and Cilegon City had equitable status in 2001, 2005, and 2009. Pandeglang Regency and Serang Regency had ecology preservation status in 2001, 2005, and 2009 while Lebak had ecology preservation status in 2001 and 2005, but it dropped to unsustainable status in 2009. The status of development that increased only in the peri urban area (Tangerang Regency), it had sustainable development status in 2005, but it decreased to equitable status in 2009 as well as in 2001. Keyword : sustainable, unsustainable, equitable, ecology preservation, regencies/cities
RINGKASAN HAYATI. Perkembangan Status Pembangunan Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Berdasarkan Konsep Pembangunan Berkelanjutan. Dibimbing oleh KUKUH MURTILAKSONO dan DIDIT OKTA PRIBADI. Pembangunan berkelanjutan mengandung makna jaminan mutu kehidupan manusia dan tidak melampaui kemampuan ekosistem untuk mendukungnya. Paradigma pembangunan berkelanjutan melihat pembangunan sebagai keserasian antara keberlanjutan pertumbuhan ekonomi, perkembangan sosial, dan kelestarian lingkungan. Kabupaten/kota di Provinsi Banten memiliki ketimpangan pembangunan sosial ekonomi antar kabupaten/kota sehingga dikenal adanya disparitas antara Banten bagian utara dan Banten bagian selatan. Penelitian tentang ketimpangan ekonomi di Provinsi Banten telah banyak diteliti, terutama dengan menggunakan indikator PDRB. Bagaimana perkembangan pembangunan antar kabupaten/kota di Provinsi Banten jika dilihat dari konsep pembangunan berkelanjutan belum diteliti. Penelitian ini penting dilakukan agar perencanaan pembangunan ke depan dapat disesuaikan dengan kebutuhan suatu wilayah. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mempelajari pencapaian indikator pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan antar waktu dan antar wilayah di Provinsi Banten; (2) mengukur dan menganalisa perkembangan pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan antar waktu dan antar wilayah di Provinsi Banten; dan (3) menentukan status pembangunan antar waktu dan antar wilayah di Provinsi Banten berdasarkan konsep pembangunan berkelanjutan. Penelitian dilakukan di 6 (enam) kabupaten/kota di Provinsi Banten yakni Kabupaten Pendeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, Kota Tangerang, dan Kota Cilegon. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli 2011 sampai Januari 2012. Data yang digunakan berupa data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) yakni (1) Potensi Desa (PODES) tahun 2003, 2005, dan 2008; (2) Banten Dalam Angka tahun 2002, 2006, dan 2010; (3) Servei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2001, 2005, dan 2009. Data yang digunakan terdiri dari 10 (sepuluh) indikator sosial, 7 (tujuh) indikator ekonomi dan 10 (sepuluh) indikator lingkungan yang dipilih berdasarkan prinsip-prinsip pemilihan indikator yaitu kesederhanaan, objektivitas, skop, kuantifikasi, dapat diukur, dan punya batas waktu. Pencapaian indikator pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan dianalisis dengan menggunakan metode kuantitatif desktiptif, pengukuran tingkat perkembangan pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan dilakukan dengan menggunakan metode Full Permutation Polygon Synthetic Indicator (FPPSI), sedangkan status pembangunan berkelanjutan ditentukan berdasarkan gambungan antara metode FPPSI, metode Villain dan Planner Triangle Champbell. Berdasarkan metode tersebut status pembangunan berdasarkan konsep pembangunan berkelanjutan dikelompokkan menjadi: (1) pembangunan berkelanjutan (sustainable development), (2) efisiensi ekonomi dan berkeadilan sosial (equitable), (3) efisiensi ekonomi dan perlindungan lingkungan (viable), (4) berkeadilan sosial dan perlindungan lingkungan (bearable), (5) efisiensi ekonomi
(economy effeciency), (6) berkeadilan sosial (social equity) (7) perlindungan lingkungan (ecology preservation), dan (8) tidak berkelanjutan (unsustainable development). Pembangunan yang tidak berkelanjutan adalah pembangunan yang tidak memenuhi persyaratan baik untuk efisiensi ekonomi, berkeadilan sosial maupun perlindungan lingkungan. Hasil analisis kuantitatif deskriptif terhadap pencapain indikator pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan menunjukkan bahwa masingmasing kabupaten/kota di Provinsi Banten memiliki pencapaian indikator yang berbeda-beda. Secara umum indikator pembangunan sosial yang cenderung mengalami perbaikan dari tahun 2001 sampai 2009 di semua wilayah hanya indikator jumlah rumah tangga yang menggunakan listrik sebagai sumber penerangan. Pada pembangunan ekonomi indikator yang mengalami perbaikan di semua wilayah kabupaten/kota dari tahun 2001 sampai 2009 adalah indikator jumlah PDRB, jumlah PDRB perkapita, jumlah pajak bumi dan bangunan, jumlah pajak bumi bangunan perkapita, dan jumlah pengeluaran perkapita perbulan. Sedangkan pada pembangunan lingkungan, tidak terdapat indikator yang mengalami perbaikan di semua wilayah dari tahun 2001 sampai 2009. Berdasarkan nilai sintetik indikator yang diperoleh melalui analisis FPPSI diketahui perkembangan atau kemunduran pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Banten. Semakin tinggi nilai sintetik indikator pembangunan di suatu wilayah maka semakin maju pembangunan di wilayah tersebut, sebaliknya semakin kecil nilai sintetik indikator pembangunan di suatu wilayah maka semakin tidak berkembang pembangunan di wilayah tersebut. Nilai sintetik indikator pembangunan sosial kabupaten/kota di Provinsi Banten pada tahun 2001, 2005, dan 2009 berturut-turut adalah: Kabupaten Pandeglang 0.021; 0.126; dan 0.111, Kabupaten Lebak 0.042; 0.137; dan 0.126, Kabupaten Tangerang 0.288; 0.423; dan 0.458, Kabupaten Serang 0.160; 0.190; dan 0.275, Kota Tangerang 0.437; 0.660; dan 0.424, Kota Cilegon 0.437; 0.685; dan 0.524. Nilai sintetik indikator pembangunan ekonomi masing-masing wilayah kabupaten/kota di Provinsi Banten pada tahun 2001, 2005, dan 2009 berturut-turut adalah: Kabupaten Pandeglang 0.008; 0.023; dan 0.039, Kabupaten Lebak 0.008; 0.002; dan 0.026, Kabupaten Tangerang 0.278; 0.342; dan 0.494, Kabupaten Serang 0.038; 0.045; dan 0.160; Kota Tangerang 0.464; 0.562; dan 0.633, Kota Cilegon 0.297; 0.301; dan 0.492. Nilai sintetik indikator pembangunan lingkungan masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Banten pada tahun 2001, 2005, dan 2009 berturut-turut adalah: Kabupaten Pandeglang 0.406; 0.483; dan 0.480, Kabupaten Lebak 0.645; 0.513; dan 0.251, Kabupaten Tangerang 0.345; 0.389; dan 0.203, Kabupaten Serang 0.573; 0.417; dan 0.337, Kota Tangerang 0.060; 0.264; dan 0.127, Kota Cilegon 0.136; 0.178; dan 0.173 Status pembangunan di wilayah urban (Kota Tangerang dan Kota Cilegon) dan wilayah rural (Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak dan Kabupaten Serang) di Provinsi Banten tidak meningkat dari tahun 2001 sampai 2009. Status pembangunan di Kota Tangerang dan Kota Cilegon pada tahun 2001, 2005, dan 2009 adalah equitable. Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Serang pada tahun 2001, 2005, dan 2009 memiliki status pembangunan ecology preservation, sedangkan status pembangunan di Kabupaten Lebak pada tahun 2001 dan 2005 adalah ecology preservation namun pada tahun 2009 status pembangunan turun
menjadi tidak berkelanjutan (unsustainable). Wilayah yang mengalami peningkatan status pembangunan di Provinsi Banten adalah wilayah peri urban (Kabupaten Tangerang). Status pembangunan Kabupaten Tangerang pada tahun 2005 adalah pembangunan berkelanjutan (sustainable development), namun selanjutnya pada tahun 2009 status pembangunan turun menjadi equitable seperti status pada tahun 2001. Pada status yang sama, kualitas pembangunan dibedakan berdasarkan nilai sintetik komprehensif. Nilai sintetik komprehensif merupakan luas segitiga Planner Triangle Champbell yang terbentuk antara pilar sosial, ekonomi, dan lingkungan. Semakin luas dan semakin berimbangan segitiga Planner Triangle Champbell tersebut maka semakin mendekati atau berada pada status pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Nilai sintetik komprehensif masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Banten pada tahun 2001, 2005 dan 2009 berturut-turut adalah: Kabupaten Pandeglang 0.000; 0.018; dan 0.008, Kabupaten Lebak 0.017; 0.008; dan 0.006, Kabupaten Tangerang 0.360; 0.382; dan 0.389, Kabupaten Serang 0.138; 0.062; dan 0.182, Kota Tangerang 0.333; 0.450; dan 0.251, Kota Cilegon 0.404; 0.218; dan 0.381. Meskipun nilai sintetik komprehensif Kota Tangerang pada tahun 2005 dan Kota Cilegon tahun 2001 lebih tinggi dibanding dengan Kabupaten Tangerang pada tahun 2005, namun status pembangunan Kabupaten Tangerang pada tahun 2005 lebih tinggi dibanding dengan status pembangunan Kota Tangerang tahun 2005 dan Kota Cilegon tahun 2001 karena pada tahun 2005 wilayah Kabupaten Tangerang lebih memiliki keberimbangan antara pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Kata kunci: sustainable, unsustainable, equitable, ecology preservation, kabupaten/kota