Bait Pertama
(Cintaku) Angin senja begitu halus berhembus. Sore itu, di atas panggung yang terletak di tengah bangunan mal yang terbuka. Tommy sedang melakukan cek sound untuk penampilannya. Deru suara para pengunjung pun mewarnai langitlangit dengan obrolan yang terdengar samar memuja penampilan Tommy pada pertunjukan sebelumnya. Dan ketika Tommy bersiap membuka suara, tepuk tangan penonton pun bergemuruh beberapa saat, lalu menguap dan digantikan oleh suara tunggal Tommy.
Cintaku Ketika cinta, menjadi derita Ikhlas kah hati ini menerima semua? Kubuka hati, terasa sepi Kututup hati, terasa tersakiti
Cintaku jauh pergi Meninggalkan diri ini Aku tak bisa Menahan rasa… Cintaku hilang… Bagaikan lautan tanpa karang Lupakan… S’gala kenangan terindah.
Tommy mengambil nada pelan dibait terakhir, suaranya lurus dan memecah keheningan sore dengan sempurna. Bersamaan dengan lampu-lampu panggung yang tiba-tiba menyala riang dan tepuk tangan kagum dari para pengunjung membuat suasana meriah dalam sekejap. Pertunjukan itu pun berakhir dengan sukses, sama seperti pertunjukan-pertunjukan sebelumnya. “Terima pertunjukan,
kasih.”
kakinya
Ucap mulai
Tommy melangkah
mengakhiri menuruni
panggung, pergerakan tersebut langsung diserbu oleh para pengunjung yang mayoritas perempuan. Mereka langsung 2
menyerbu, saling menyiku, hanya untuk bersalaman, mencubit pipi Tommy yang mulus, atau foto bersama. Tommy terlihat seperti bintang terkenal saja. Petugas keamanan mal yang bertugas langsung menertibkan keributan yang terjadi. Bibir Tommy terusmenerus berucap terima kasih dan tersenyum ramah. Well, mungkin senyum itu yang menjadi obat anarki bagi para penggemarnya. Perlahan suasana mulai terkendali, Tommy menjabat uluran tangan terakhir dari kerumunan di hadapannya, sekarang Tommy dapat bernapas dengan sedikit bebas. Sebelum menyapa para penggemar yang berada di luar lingkaran yang dibuat dari tangan-tangan petugas mal yang saling mengunci satu sama lain, Tommy kembali tersenyum mencuri waktu lebih banyak untuk bernapas. Begitu banyak wajah yang menatapnya dengan riang dan histeris. Diantara itu, banyak pula yang mengeluarkan namanya.
air
Tommy
mata
sambil
hanya
bisa
memanggil-manggil tersenum
melihat
keramahan tersebut. Ketika membuka mulut hendak bicara, dari sudut matanya Tommy melihat ada satu sosok 3
yang mencoba menghampirinya dengan tergesa-gesa dan terlihat sedikit memaksa. Perlahan tubuh besar perempuan tersebut terlihat, rantai tangan para penjaga mal pun terputus tidak kuasa menahan benturan dari tubuh wanita itu. Ketika beberapa pihak keamanan kendak menarik wanita itu keluar. Tibatiba tangan Tommy terangkat mengurungkan niat penjaga keamanan tersebut. “Ini untukmu.” Behel tebal berwarna silver yang menempel pada deretan gigi atas dan bawahnya membuat semua orang tertawa, tetapi tidak dengan Tommy. Dengan lembut tangan Tommy meraih sekuntum mawah merah segar yang dipersembahkan oleh si wanita unik itu untuknya. “Terima kasih cantik.” Ucap Tommy dengan nada merdu sehingga membuat hati siapa saja meleleh saat mendengarnya. Suara Tommy memang sangat menawan, bahkan saat berbicara sekalipun. Riuh iri terdengar dari para pengunjung di sekitarnya. Setelah menyerahkan bunga mawar merah tersebut, wanita unik itu pun berbalik lalu berlari menjauh dengan perasaan dan senyum yang sangat bahagia. 4
Tommy
melangkah
memutar
ke
belakang
panggung yang berbentuk lingkaran itu dengan bantuan para petugas keamanan mal dengan iringan suara teriakan yang masih terdengar ramai .
“Tommy Sebastian.” Langkah Tommy terhenti
setelah melihat bapak Indra Gunawan di hadapannya. “Saya tidak tau bagaimana nasib mal ini kalau tidak ada kamu.” Mereka pun berpelukan akrab untuk beberapa detik. “Mal ini biasanya juga ramai kok, Pak.” Tommy sedikit menundukkan kepalanya ke arah pemilik mal tersebut, mereka pun tersenyum senang. “Ah, bunga mawar merah. Hanya kamu penyanyi di sini yang bisa mendapat sanjungan meriah seperti ini Tom” “Bapak bisa saja, kadang saya juga tidak mengerti dengan mereka, padahal masih banyak suara yang lebih bagus dari saya kan?” Mereka kembali tersenyum bersama. “Kamu berkharisma Tommy, ekspresimu itu membuat semua orang meleleh.”
5
“Terima kasih, Pak.”
Senyuman mereka kini
telah berubah menjadi tawa senang. Tidak lama kemudian beliau memeluk Tommy sekali lagi sebelum pamit dari hadapannya.
Tommy
tersenyum
santun
mengiringi
kepergiannya. Perlahan Tommy melirik jarum kecil yang bergerak normal pada jam tangan berwarna silver yang melingkar dipergelangan tangan kirinya, lalu kepala Tommy mengangguk pelan. “Bunga mawar merah.” Suara yang tiba-tiba terdengar itu sedikit mengagetkan Tommy yang masih fokus dengan waktu di tangannya. “Hei, Mr. Benjamin Roy. Apa kabar?” tangan Tommy menjulur meminta jabatan darinya. “Kau pandai berbasa-basi Tom,” tangan Mr. Benjamin Roy menjabat tangan Tommy dengan tegas. Di usia yang telah berkepala empat beliau masih terlihat sangat gagah, tampan, dan tegap. “Kau pasti sudah tau topik apa yang akan kita bahas.” Lanjutnya dengan nada santai dan sedikit sindiran jail khasnya.
6