EFFECT OF SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURE (SSOP) SOCIALIZATION TO KNOWLEDGE ON SANITATION HYGIENE OF FOOD PROCESSING STAFF AT NUTRITION INSTALLATION OF PROF. DR. W. Z JOHANES HOSPITAL KUPANG Cindy K Dastian 1, Idi Setyobroto 2, Tri Kusuma Agung 3 ABSTRACT
Background : SSOP is a method used by an institution to achieve the specified objectives. SSOP has not been implemented at Nutrition installation of Prof Dr. W. Z Johanes Hospital Kupang, because it is still in the process of preparation. Sanitation hygiene adopted by the hospital is not yet based on good sanitation standard. Objective : To identify effect of SSOP socialization to knowledge of food processing staff at Nutrition Installation of Prof Dr. W. Z.Johanes Hospital Kupang. Method : The study was a quasi experiment with pre test post test design that was undertaken at Prof Dr. W. Z.Johanes Hospital Kupang in February 2012 involving 21 subjects of food processing staff. Result : Knowledge before socialization was moderate (95,2%) and good (4,8%) and after socialization was 100% good. Thus, there was effect of socialization to knowledge of food processing staff. Conclusion: There was effect of socialization on SSOP to knowledge of food processing staff on SSOP at Prof Dr. W. Z.Johanes Hospital Kupang. Keywords: Socialization, Sanitation Standard Operating Procedure, Knowledge, Hygiene, sanitation
1. Students S-1 Department of Nutritional Sciences Faculty of Health Sciences Respati University of Yogyakarta 2. Lecturer Department of Nutrition Ministry of Health Yogyakarta Poltekes 3. Lecturer S-1 Department of Nutritional Sciences Faculty of Health Sciences Respati University of Yogyakarta
1
PENDAHULUAN Dalam mendapatkan makanan yang dapat menunjang pemulihan kesehatan dan tidak membahayakan bagi konsumen perlu adanya suatu usaha penyehatan makanan dan minuman, yaitu upaya pengendalian faktor yang memungkinkan terjadinya kontaminasi yang akan mempengaruhi pertumbuhan kuman dan bertambahnya bahan aditif pada makanan dan minuman yang berasal dari proses pengolahan makanan dan minuman yang disajikan di rumah sakit agar tidak menjadi mata rantai penularan penyakit dan gangguan kesehatan. 1 Proses pengolahan makanan merupakan bagian penting untuk mendapatkan makanan berkualitas dan aman dikonsumsi. Menurut undang-undang pangan No. 7 tahun 1996 sanitasi makanan penting untuk mencegah bahaya yang dapat ditimbulkan oleh berkembang biaknya pathogen dalam makanan, minuman, peralatan dan bangunan yang dapat merusak pangan dan membahayakan manusia. Keamanan pangan merupakan persyaratan yang wajib dipenuhi oleh penyelenggara makanan atau instalasi gizi dalam menyediakan makanan untuk pasien dan konsumen lain. Menurut Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia nomor 75/M-IND/PER/7/2010 tentang cara produksi pangan olahan yang baik (Good Manufacturing Practice (GMP)) bahwa untuk mencegah tercemarnya pangan olahan terhadap cemaran fisik, biologi dan kimia yang dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan manusia maka dalam proses pengolahan makanan wajib menerapkan GMP yaitu pedoman cara memproduksi makanan dengan memperhatikan berbagai aspek sanitasi. Untuk menjamin keberhasilan pelaksanaan GMP diperlukan Sanitation Standard Operating Prosedur (SSOP) yaitu tata cara yang digunakan institusi untuk membantu mencapai tujuan yang diharapkan program GMP.2, 3 Keamanan pada penyelenggaraan makanan yang ada pada RSUD Prof Dr. W. Z Johanes Kupang sangat penting agar makanan yang dihasilkan aman untuk pasien dan konsumen lain. Berdasarkan survey pendahuluan pengolahan makanan belum mengacu pada GMP karena disana GMP masih dalam proses penyusunan. Di instalasi gizi RSUD Prof Dr. W. Z Johanes Kupang penerapan SSOP belum berjalan karena saat ini SSOP masih dalam proses penyusunan. Higiene sanitasi yang diterapkan di instalasi gizi RSUD Prof Dr. W. Z Johanes Kupang diterapkan sesuai dengan pengetahuan tenaga pengolah. Keterlibatan manusia dalam proses pengolahan pangan sangat besar, sehingga penerapan sanitasi pada personil yang terlibat dalam proses produksi makanan harus mendapat perhatian khusus. Menurut UU No. 7 tahun 1996 setiap orang yang bertanggungjawab dalam penyelenggaraan kegiatan atau proses produksi, penyimpangan, pengangkutan dan atau peredaran pangan harus memenuhi syarat sanitasi dan keamanan tenaga pengolah dan juga harus dilakukan pengawasan pemenuhan persyaratan sanitasi. 3, 4
2
METODE PENELITIAN Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu dengan rancangan penelitian one group pretest posttest.
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. W. Z. Johanes Kupang pada bulan Februari 2012.
Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah semua tenaga pengolah makanan di instalasi gizi RSUD Prof. DR. W. Z. Johanes Kupang yang berjumlah 21 orang.
Pengumpulan dan Analisa Data 1. Data primer Data pengetahuan higiene sanitasi, jenis kelamin, umur, pendidikan dan lama kerja tenaga penggolah makanan diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang disusun oleh peneliti. 2. Data sekunder Gambaran umum pengolahan makanan di Instalasi Gizi RSUD Prof. DR. W. Z. Johanes Kupang diperoleh dari informasi ahli gizi yang ada di instalasi gizi. 3. Analisis data menggunakan program compare means SPSS.
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Karakteristik Responden Berdasarkan kuesioner diperoleh data bahwa pengolah makanan di Instalasi gizi RSUD Prof. Dr. W. Z Johanes Kupang sebagian besar terdiri dari perempuan sebanyak 13 orang (61,9%) dan laki-laki sebanyak 8 orang (38,1%). Tenaga perempuan bertugas sebagai tenaga pengolah makanan dan tenaga laki-laki hanya bertugas dalam memasak nasi dan bubur serta sebagai tenaga distribusi untuk mendorong troli. Karakteristik responden berdasarkan umur tenaga pengolah terbanyak berumur antara adalah dari kelompok umur 31 – 40 tahun sebanyak 9 orang (42,9 %), sedangkan untuk kelompok umur 21 – 30 tahun sebanyak 2 orang (9,5%), kelompok umur 41 – 50 tahun sebanyak 6 orang (28,6 %), dan kelompok umur lebih dari 51 tahun 4 orang (19%). Tingkat pendidikan tenaga pengolah di instalasi gizi RSUD Prof. Dr. W. Z Johanes Kupang paling banyak berpendidikan SMA sebesar 81 % (17 orang), yang memiliki latar belakang pendidikan SMP sebesar 4,7% (1 orang), dan yang memiliki latar belakang pendidikan SD sebesar 14,3% (3 orang). Lama kerja kelompok tenaga pengolah yang paling banyak terdapat pada kelompok umur 21-30 tahun yaitu sebanyak 9 orang (42,9%), sedangkan kelompok umur 1-10 tahun sebanyak 7 orang (33,3%) dan kelompok umur 11-20 tahun adalah sebanyak 5 orang (23,8%).
2. Hubungan Tingkat Pengetahuan Higiene Sanitasi Dengan Karakteristik Responden Tingkat pengetahuan tentang hygiene sanitasi tenaga pengolah makanan di instalasi gizi RSUD Prof. Dr. W. Z Johanes Kupang dipenggaruhi karakteristik pengolah makanan. Responden yang digunakan penelitian ini adalah semua pengolah makanan yang bekerja di instalasi gizi RSUD Prof. Dr. W. Z Johanes Kupang sebanyak 21 orang dengan karakteristik meliputi jenis kelamin, tingkat pendidikan, umur, dan lama kerja. Tingkat pengetahuan tenaga pengolah makanan berdasarkan karakteristik sebelum dan sesudah sosialisasi dapat di lihat pada tabel berikut ini : Tabel 1. Tingkat Pengetahuan Pengolah Makanan Berdasarkan Karakteristik Responden Di RSUD Prof. Dr. W. Z Johanes Kupang Tingkat Pengetahuan Karakteristik Sebelum Sosialisasi Sesudah Sosialisasi Cukup Baik Cukup Baik Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jenis kelamin Laki-laki 7 33,3 1 4,8 00 00 8 38,1 Perempuan 13 61,9 00 00 00 00 13 61,9 Umur (tahun) 21 – 30 1 4,8 1 4,8 00 00 2 9,5 31 – 40 9 42,9 00 00 00 00 9 42,9 41 – 50 6 28,6 00 00 00 00 6 28,6 >51 4 19 00 00 00 00 4 19 Lama kerja (tahun) 1 – 10 6 28,6 1 4,8 00 00 7 33,3 11 – 20 5 23,8 00 00 00 00 5 23,8 21 – 30 9 42,9 00 00 00 00 9 42,9
4
Tingkat pendidikan Tamat SMA 16 76,2 Tamat SMP 1 4,8 Tamat SD 3 14,3 Sumber : Data Primer Terolah 2102
1 00 00
4,8 00 00
00 00 00
00 00 00
17 1 3
80,9 4,8 14,3
Tingkat pengetahuan pengolah makanan sebelum sosilalisasi yang mempunyai pengetahuan cukup yaitu jenis kelamin perempuan 61,9 % dan laki-laki 33,1%, untuk tenaga pengolah yang berpengetahuan baik hanya ada 1 laki-laki atau 4,8%, responden yang memiliki tingkat pengetahuan cukup pada kriteria umur 21-30 tahun sebanyak 4,8 %, pada kriteria umur 31-40 tahun sebanyak 42,9%, kriteria umur 41-50 tahun sebanyak 28,6% dan kriteria umur >50 tahun sebanyak 19%, responden yang berpengetahuan baik ada pada kriteria umur 21-30 tahun sebanyak 4,8%, responden yang berpengetahuan cukup dengan lama kerja antara 1-10 tahun sebanyak 28,6%, lama kerja antara 11 – 20 tahun sebanyak 23,8% dan lama kerja antara 21 – 30 tahun sebanyak 42,9%, responden dengan pengetahuan baik mempunyai lama kerja antara 1-10 tahun sebanyak 4,8%, tingkat pendidikan SMA dan berpengetahuan cukup sebanyak 76,2%, tingkat pendidikan SMP sebanyak 4,8%, responden dengan tingkat pendidikan SD sebanyak 14,3%, untuk responden yang mempunyai pengetahuan baik mempunyai tingkat pendidikan SMA sebanyak 4,8%. Setelah dilakukan sosialisasi tenaga pengolah memiliki pengetahuan baik 100% prosentasenya untuk tenaga pengolah perempuan sebanyak 61,9 % dan laki-laki sebanyak 38,1%, responden dengan umur antara 21-30 tahun sebanyak 9,5%, umur 31-40 tahun sebanyak 42,9%, umur 41-50 tahun sebanyak 28,6% dan umur >50 tahun sebanyak 19%, prosentase responden dengan lama kerja 1-10 tahun sebanyak 33,3%, lama kerja 11-20 tahun sebanyak 23,8%, dan lama kerja 21-30 tahun sebanyak 42,9%, prosentase responden dengan tingkat pendidikan SMA sebanyak 80,9%, responden dengan tingkat pendidikan SMP 4,8% dan responden dengan tingkat pendidikan SD sebanyak 14,3%. Pengetahuan yang dimiliki oleh tenaga pengolah makanan yang ada di instalasi gizi RSUD Prof. Dr. W. Z Johanes Kupang dilihat dari hasil kuesioner untuk responden dengan latar belakang pendidikan SMA mempunyai nilai lebih besar dari pada responden yang berpendidikan SMP dan SD. Hal ini sejalan dengan pendapat Notoadmodjo, bahwa pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi dan akan berpengaruh pada pengetahuan seseorang, selain itu penelitian ini juga sejalan dengan pendapat Grossmann, pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang diperlukan untuk pengembangan diri. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin mudah mereka menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi.5, 6 Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik responden mempengaruhi pengetahuan yang dimiliki oleh tenaga pengolah makanan yang ada di Instalasi Gizi RSUD Prof. Dr. W. Z Johanes Kupang, hal ini sesuai dengan pendapat Notoadmodjo, Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pendidikan, informasi, ekonomi, lingkungan, pengalaman dan umur. 5
5
3. Penilaian Good Manufacturing Practice (GMP) di Instalasi Gizi RSUD Prof. Dr. W. Z Johanes Kupang Penilaian dilakukan dengan menggunakan pedoman Peraturan Menteri Perindustrian No. 75/MIND/PER/7/2010 tentang pedoman cara produksi pangan olahan yang baik.3 Hasil penilaian dapat dilihat pada Tabel 2. berikut ini : Penilaian Good Manufacturing Practice di Instalasi Gizi Prof. Dr. W. Z Johanes Kupang Item yang dinilai Nilai Baik Cukup Kurang 1. Lokasi √ 2. Bangunan √ 3. Fasilitas sanitasi √ 4. Peralatan √ 5. Bahan √ 6. Pengawasan dan proses √ 7. Produk akhir √ 8. Karyawan √ 9. Pengemasan √ 10. Penyimpanan √ 11. Pemeliharaan dan program sanitasi √ 12. Distribusi √ 13. Dokumen dan pencatatan √ 14. Pelatihan √ 15. Penarikan makanan √ 16. Pelaksanaan pedoman √ Sumber : Data Primer 2012 Tabel 2. No.
Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa penyelenggaraan makanan di instalasi gizi Prof. Dr. W. Z. Johanes Kupang belum sesuai dengan good manufacturing practice (GMP) yang baik, ini dibuktikan dengan hasil penilaian GMP yang kurang. 3
4. Pengaruh Sosialisasi Sanitation Standart Operating Procedure (SSOP) Terhadap Tingkat Pengetahuan Untuk mengetahui pemberian sosialisasi dapat mempengaruhi pengetahuan dilakukan uji Sample Paired T-Test. Hasil pengujian memiliki nilai rata-rata (mean) pengetahuan tenaga pengolah adalah 47,71 dan setelah diberikan sosialisasi nilai rata-rata (mean) menjadi 56,81. Standar deviasi sebelum sosialisasi 2,813 dan standar deviasi setelah sosialisasi 3,326 dan nilai t hitung sebesar 12,868 dan p value sebesar (0,039) < α (0,05), hasil tersebut signifikan yang berarti terdapat pengaruh sosialisasi tentang Sanitation Standard Operational Procedure (SSOP) pada pengolah makanan di Instalasi gizi RSUD Prof. Dr. W. Z. Johanes Kupang.8 Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sosialisasi mempengaruhi nilai atau skor pengetahuan pengolah makanan di instalasi gizi, hal ini sejalan dengan penelitian Widyawati, tentang pengaruh pemberian konseling terhadap pengetahuan dan praktek hygiene sanitasi penjamah makanan dalam upaya pencegahan penyakit hepatitis, perbedaan penelitian ini menggunakan uji wilcoxon dengan p = 0,000 (p < 0,05) dengan z
6
hitung -3,86 hasilnya signifikan yang berarti terdapat pengaruh serta perubahan pengetahuan setelah diberikan sosialisasi kepada penjamah makanan.6 Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa adanya perubahan tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah sosialisasi dimana terjadi peningkatan yang signifikan dari pengolah makanan tentang personal higiene sebelum dan sesudah dilakukan sosialisasi. Hal ini mendukung hasil penelitian Dominika, Fahik yang menyimpulkan bahwa penyuluhan berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan, personal hygiene, dan selaras dengan penelitian Yuniarti dalam Widyawati bahwa pelaksanaan konseling gizi menunjukkan adanya peningkatan secara bermakna terhadap nilai rata – rata pengetahuan pada kelompok konseling.6, 7
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan a. Tingkat pengetahuan pengolah makanan tentang higiene sanitasi sebelum sosialisasi SSOP adalah cukup (95,2%) dan baik (4,8%). b. Tingkat pengetahuan pengolah makanan tentang higiene sanitasi setelah dilakukan sosialisasi SSOP adalah baik (100%). c. Penerapan Good Manufacturing Practice (GMP) di Instalasi gizi RSUD Prof. Dr. W. Z Johanes Kupang pada saat penelitian ini berlangsung adalah kurang.
Saran a.
Bagi rumah sakit diharapkan untuk lebih memperhatikan dan meningkatkan sarana prasarana yang ada di Instalasi gizi agar meningkatkan mutu makanan yang dihasilkan guna mendukung proses penyembuhan pasien.
b.
Bagi instalasi gizi diharapkan untuk meningkatkan personal hygiene dari tenaga pengolah makanan agar mutu makanan dapat terjaga dengan baik.
c.
Bagi peneliti lainnya diharapkan untuk lebih meneliti variabel lain yang belum diteliti.
7
DAFTAR PUSTAKA (1) Inocencius, S.M. Loe. 2009. Studi Pengetahuan Dan Perilaku Penjamah Tentang Sanitasi Pada Instalansi Gizi RSUD Prof. Dr. W. Z. Johanes. Kupang. Karya Ilmiah Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Departemen Kesehatan Kupang. (2) Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. 1996. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun Tentang Pangan. (3) (Anonim). 2004. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu Dan Gizi Pangan. (4) Hiasinta, Purnawijaya . 2001. Sanitasi, Hiegiene, dan Keselamatan Kerja Dalam Pengolahan Makanan. Yogyakarta : Kanisius. (5) Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta (6) Widyawati, Siska. 2010. Pengaruh Pemberian Konseling Terhadap Pengetahuan dan Praktek Higiene Sanitasi Penjamah Makanan Sebagai Upaya Pencegahan Penularan Virus Hepatitis A Di Kantin Universitas Gadjah Mada. Skripsi Program Studi Gizi Kesehatan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. (7) Dominika, Fahik. 2011. Pengaruh Penyuluhan Tentang Personal Higiene Terhadap Tingkat Pengetahuan Pengolah Makanan Di RSUD Atambua Kabupaten Belu – NTT. Skripsi Program Studi S-1 Ilmu Gizi Universitas Respati Yogyakarta. Yogyakarta (8) Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
8