April 2015
Kontributor Tetap
……………………………………………………………….. Ryan Kiryanto Chief Economist BNI Telp: 0812-1079864 Ruddy N. Sasadara AVP Riset Bisnis & Ekonomi Telp: 0818-955033 Dedi Arianto AVP Investor Relations Telp: 0818-904400 Dr. Emrinaldi Nur DP, SE, M.Si, Akt, CA Regional Chief Economist Wil. Padang Telp: 0812-7602876 Prof. Dr. Bernadette Robiani, MSc Regional Chief Economist Wil. Palembang Telp: 0812-7121223 Prof. Dr. Rina Indiastuti, SE, MSIE Regional Chief Economist Wil. Bandung Telp: 0812-2379092 Dr. Alimuddin Rizal Riva’i Regional Chief Economist Wil. Semarang Telp: 0813-25359081 Dr. Rudi Purwono, SE, MSE Regional Chief Economist Wil. Surabaya Telp: 0815-9407311 Dr. Marsuki, SE, DEA Regional Chief Economist Wil. Makassar Telp: 0878-80999444 Prof. Dr. I Wayan Ramantha, MM, Ak,CPA Regional Chief Economist Wil. Denpasar Telp: 0812-3801880 Dr. Ahmad Alim Bachri, SE, MSi Regional Chief Economist Wil. Banjarmasin; Telp: 0813-55499568 Dr. Agus Tony Poputra, SE, Ak, MM, MA Regional Chief Economist Wil. Manado Telp: 0811-4301999 Dr. Sidik Budiono, ME Regional Chief Economist Wil. Papua Telp: 0812-25784968
Ekonomi Global Ruddy N. Sasadara Riset Bisnis & Ekonomi CINA PESIMIS, PROSPEK PERKEMBANGAN EKONOMI GLOBAL KIAN TIPIS Perekonomian global masih belum berjalan mulus. Sebagai salah satu penggerak ekonomi dunia, Cina hanya mentargetkan perekonomiannya tumbuh pada level 7 persen untuk tahun ini. Setelah tahun lalu target pertumbuhan Cina tidak tercapai, dan hanya berada pada level 7,4 persen. Sementara, bank sentral Eropa, Bank Sentral Eropa (ECB), juga mulai menstabilkan perekonomian kawasan benua biru dengan kebijakan moneter longgar. Tak kurang dari 1,1 triliun euro dikucurkan ECB mulai Maret lalu hingga September tahun mendatang. ECB dengan agresif telah masuk ke pasar obligasi negara-negara Uni Eropa pada tiga hari pertama peluncuran program stimulusnya. Bank sentral AS, The Federal Reserve, masih terus memberi sinyal yang kurang jelas terkait kenaikan suku bunga acuan (the Fed Fund Rate). Tingkat inflasi di AS yang masih belum mencapai target menjadi salah satu sebab ketidakjelasan ini. Bahkan gubernur The Fed, Janet Yellen, pada awal Maret lalu sempat memberi sinyal penundaan kenaikan suku bunga acuan. Menjelang akhir Maret lalu, bank sentral Jepang, BOJ, masih mempertahankan target inflasi tahunan pada 2015 sebesar 2 persen. Hal ini menandakan bahwa bank sentral tidak terburu-buru dalam menaikkan target inflasi dalam waktu dekat. Benua biru Eropa benar-benar mengguyur kawasannya dengan stimulus sebesar 60 miliar Euro per bu-
lannya dalam rangka quantitative easing. Kebijakan ini diharapkan mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi zona Euro hingga level 1,5 persen, sesuai proyeksi bank sentral pada awal Maret lalu. Proyeksi pertumbuhan tersebut lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya bulan Desember 2014 sebesar 1,0 persen. Sedangkan untuk tahun 2016, bank sentral optimis perekonomian akan tumbuh 1,9 persen. Dengan adanya program stimulus ini, dana akan digunakan untuk mengucurkan pinjaman dan investasi baru sehingga memacu pertumbuhan ekonomi di zona Euro dan memastikan tidak akan muncul siklus berbahaya akibat penurunan harga. Implementasi program stimulus ini berhasil mendorong imbal hasil banyak obligasi menjadi di bawah nol. Sementara itu, saat ini benua biru juga sedang menghadapi krisis keuangan Yunani. Sebelumnya, Yunani dikhawatirkan mengalami gagal bayar utang-utangnya ke krediturnya. Kegagalan bayar tersebut dapat membuat Yunani keluar dari Zona Euro dan menimbulkan efek berbahaya bagi stabilitas makro di Eropa. Namun, ECB akhirnya bersedia memberikan dana tambahan lebih dari 1 miliar euro atau setara US$ 1.1 miliar bagi pemberi pinjaman Yunani. ECB setuju menaikkan dana pinjaman darurat dan merupakan yang terbesar dalam satu bulan. Dengan keputusan tersebut, ECB membuat batas dana pinjaman darurat lebih dari 71 miliar euro. Apabila Yunani ingin terlepas dari krisis keuangannya dan mendapatkan akses ke dana talangan, Yunani harus benar-benar memperlihatkan komitmennya terhadap kedisplinan finansial sehingga membuktikan bahwa dirinya layak mendapatkan bantuan. Indeks manufaktur China (PMI) yang
April 2015
dikeluarkan oleh Kantor Statistik Nasional China menunjukkan kenaikan menjadi 50.1 selama bulan Maret. Angka di atas 50 menunjukkan ekspansi, sedangkan di bawah itu artinya sektor manufaktur kontraksi. Hal ini menunjukkan program stimulus yang dilakukan China mulai berdampak dalam mendorong produktivitas di negara dengan kekuatan ekonomi terkuat kedua di dunia itu. Namun demikian, PMI yang dikeluarkan HSBC berada pada angka 49,6 turun dari Februari yang mencapai 50,7. Kedua PMI tersebut sama-sama menunjukkan aktivitas di pabrik, namun perbedaanya HSBC fokus pada small and medium enterprises, sedangkan biru pusat statistik China lebih fokus pada BUMN. Sebelumnya, data Inflasi China pada Februari naik ke level 1,4 persen (yoy). Angka inflasi ini melebihi ekspektasi ekonom dan masih sejalan dengan target pemerintah yang menjaga inflasi dibawah 3 persen pada tahun 2015. Selain itu, Kantor Statistik Nasional China juga melaporkan produksi industri di China tumbuh 6,8 persen year-on-year pada JanuariFebruari 2015, turun dari bulan sebelumnya yang mencapai 7,9 persen. Angka ini lebih rendah dari pada perkiraan ekonom yang disurvei Bloomberg yaitu 7,7 persen. Penjualan ritel tumbuh 10,7 persen didorong oleh peningkatan konsumsi pada hari raya imlek, meskipun masih di bawah perkiraan ekonom di level 11,6 persen dan turun dari 11,8 persen dari tahun lalu. Adapun investasi naik 13,9 persen atau merosot jauh dibandingkan pertumbuhan investasi 17,9 persen pada Januari—Februari 2014. Pelemahan beberapa indikator ekonomi tersebut menunjukkan bahwa kebijakan moneter China kurang menunjukkan hasil. Tekanan atas perekonomian China yang masih
muncul menuntut para pejabat mengambil kebijakan tambahan untuk memacu pertumbuhan. Makin baik dan solidnya perekonomian AS, tidak membuat bank sentral berubah pikiran perihal kenaikan suku bunga. Pernyataan Janet Yellen pada awal Maret lalu, memicu spekulasi pengumuman kenaikan suku bunga akan bergeser dari bulan Juli ke Oktober 2015. Indikator-indikator ekonomi AS menunjukkan negeri paman sam tersebut mengalami perbaikan. Sebelumnya, Departemen Ketenagakerjaan AmerikaSerikat (AS) merilis data inflasi AS (24/3) naik 0.2 persen pada Februari setelah sempat anjlok -0.1 persen pada Januari. Kenaikan ini juga merupakan yang pertama sejak Juni 2014 lalu. Capaian ini melebihi perkiraan ekonom yang sebesar 0.1 persen. Selain itu, penjualan rumah pertama AS yang secara mengejutkan naik 7.8 persen pada Februari terhadap bulan sebelumnya, tertinggi sejak Februari 2008. Data-data yang positif tersebut akan kian mendekatkan Federal Reserve pada keputusan menaikkan suku bunga. Namun demikian, Rencana belanja investasi bisnis di Amerika Serikat (AS) kembali turun memasuki bulan keenamnya berturutturut hingga bulan Februari lalu. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh nilai tukar dolar yang cukup kuat dan permintaan global yang lemah. Jepang masih mempertahankan target inflasi sebesar 2 persen. Gubernur BOJ, Haruhiko Kuroda, bersikeras akan mencapai target inflasi pada tahun fiskal 2015 ini. Konsekuensinya, bank sentral harus meningkatkan program stimulus yang saat ini sudah terbilang cukup besar. Padahal hingga saat ini Inflasi Jepang tidak menunjukkan kemajuan. Inflasi inti konsumer Jepang stagnan di Februari lalu, padahal selama dua tahun terakhir ini nilainya selalu mengalami
peningkatan. Selain itu, data lainnya seperti Pengeluaran rumah tangga turun 2,9 persen dibandingkan tahun lalu, sementara penjualan retail jatuh 1,8 persen. Akibat efek dari peningkatan pajak penjualan tahun lalu, indeks harga konsumer inti stagnan dari tahun lalu, semakin menjauh dari target yang ditetapkan BOJ. Hal ini membuat kebanyakan analis memperkirakan BOJ akan melakukan topup stimulusnya pada bulan Oktober 2015. Namun demikian, pemerintah khawatir pelonggaran yang lebih lanjut lagi dapat mengirimkan Yen ketingkat yang mengkhawatirkan dan memberi dampak negatif bagi pengeluaran rumah tangga dengan meningkatkan biaya hidup. (*) “Ekonomi dunia secara umum belum membaik, sehingga membuat AS yang ekonominya sedang membaikpun terkesan ragu untuk menaikkan suku bunga, karena kuatnya dolar juga mulai berdampak negatif terhadap sektor ekspor AS. Bagi Indonesia, kondisi ini sedikit bisa mengurangi tekanan penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar”
Berita Domestik Ryan Kiryanto Chief Economist KINERJA EMITEN DALAM NEGERI SERTA KESERIUSAN PEMERINTAH DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR Dari sepuluh sektor yang ada dalam Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), kinerja sektor industri dasar dan kimia paling tertinggal secara year to date. Kinerja emiten dari sektor tersebut diperkirakan investor tertekan karena peningkatan beban akibat
2
April 2015
pelemahan rupiah terhadap dolar AS dan kondisi permintaan dan penawaran yang kurang baik. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), sektor industri dasar dan kimia mencatat penurunan paling dalam. Secara year to date, sektor ini terkoreksi 12,57 persen. Disusul sektor infrastruktur yang mencatat kinerja year to date minus 5,69 persen dan sektor pertambangan yang terkoreksi 5,58 persen. Sedangkan dua sektor yang mencatat kinerja tertinggi di atas dua digit adalah sektor perdagangan, jasa, dan investasi yang return year to date sebesar 11,88 persen dan sektor keuangan dengan return year to date 10,82 persen. IHSG sendiri secara year to date mencatat return 4,05 persen. Pelemahan kinerja dari sektor industri disebabkan beberapa hal. Misalnya, untuk subsektor semen, pelemahan terjadi akibat adanya kemungkinan penundaan realisasi dari proyek infrastruktur pemerintah. Selain itu, kinerja yang kurang baik dari subsektor pakan ternak disebabkan pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi belakangan ini. Namun, untuk sektor pakan ternak ini, ke depannya diperkirakan akan membaik. Salah satu faktor pendorongnya adalah meningkatnya permintaan masyarakat menjelang puasa dan hari raya lebaran Idul Fitri. Sementara untuk sektor semen, masih belum menunjukkan perbaikan ke depannya karena secara fundamental kondisinya masih kelebihan penawaran (oversupply). Kinerja sektor industri dasar dan kimia jelas terpengaruh oleh pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Pelemahan rupiah ini sangat memberi pengaru ke kinerja, karena sebagian besar bahan baku emiten diperoleh secara impor. Selain itu, sektor ini juga dipengaruhi kenaikan beban yang ditanggung oleh emiten
dari tahun lalu. Pada 2014 lalu, ada kenaikan biaya bahan baku, tarif listrik, serta kenaikan upah pekerja. Dengan demikian, beban emiten menjadi lebih besar dan beberapa emiten mengalami kerugian akibat beban yang bertambah. Buruknya kinerja sektor industri dasar juga dipengaruhi kinerja emiten subsektor logam, plastik, dan kimia. Selain itu, untuk emiten logam dipengaruhi oleh harga jual produk yang mengalami kesulitan untuk naik karena persaingan yang tinggi. Secara valuasi, sektor ini masih sejalan dengan IHSG yakni dengan price to earning ratio (PER) sekitar 15 kali. Sahamsaham sektor ini valuasinya masih tidak bisa dibilang murah tapi juga tidak mahal, namun sejauh ini masih sejalan dengan pasar. Namun karena bahan baku produksi kebanyakan impor, nilai tukar sedang melemah dan beban di tahun lalu meningkat, sehingga menyebabkan kinerja emiten masih memburuk. Secara tepisah, Bank Indonesia (BI) melakukan penyempurnaan sistem penetapan suku bunga penawaran antarbank, atau yang selama ini dikenal sebagai Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR). Penyempurnaan dilakukan melalui penerbitan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.17/2/PBI/ 2015 tanggal 26 Maret 2015 tentang Suku Bunga Penawaran Antarbank. PBI ini mengatur penetapan bank kontributor yaitu bank yang menyampaikan suku bunga penawaran untuk tenor satu tahun ke bawah, serta mengatur kewajiban bank kontributor untuk meminjamkan rupiah pada tingkat suku bunga yang disampaikan bank tersebut sepanjang memenuhi batasan waktu dan batasan lainnya, seperti jangka waktu dan jumlah nominal peminjaman. PBI ini diharapkan akan meningkatkan kredibilitas
JIBOR sebagai suku bunga acuan pasar untuk tenor satu tahun ke bawah. JIBOR diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi kompleksitas transaksi keuangan karena seluruh pelaku pasar/pelaku ekonomi akan menggunakan suku bunga acuan yang sama untuk setiap tenor. Pembentukan suku bunga acuan pasar uang untuk tenor satu tahun ke bawah juga akan melengkapi imbal hasil (yield) Surat Utang Negara (SUN) yang berjangka waktu 2 sampai dengan 30 tahun, sehingga Indonesia akan memiliki kurva imbal hasil (yield curve) yang lengkap antara over night (O/N) sampai dengan 30 tahun. Kurva imbal hasil yang lengkap sangat penting bagi berjalannya transmisi kebijakan moneter (monetary transmission channel), karena kurva imbal hasil yang lengkap mengandung faktor ekspektasi pasar terhadap arah inflasi, suku bunga, dan prospek ekonomi ke depan. Dengan instrumen pasar yang berkembang dan semakin banyak akan semakin luas pula pilihan bagi investor untuk melakukan diversifikasi portofolio, sehingga akan meningkatkan ketahanan sistem keuangan. Adapun definisi JIBOR seperti diatur dalam PBI ini adalah ―rata-rata dari suku bunga indikasi pinjaman tanpa agunan (unsecured) yang ditawarkan dan dimaksudkan untuk ditransaksikan oleh bank kontributor kepada bank kontributor lain untuk meminjamkan rupiah untuk tenor tertentu di Indonesia‖. JIBOR ditetapkan dalam tenor overnight (O/N), 1 minggu, 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan. Selain itu, memperhatikan Posisi Investasi Internasional (PII) Indonesia mencatat net kewajiban sebesar 419,8 miliar dolar AS (47,2 persen PDB) pada akhir triwulan IV-2014,
3
April 2015
meningkat 1,4 persen dari posisi net kewajiban sebesar 414,2 miliar dolar AS (47,0 persen PDB) pada akhir triwulan III-2014. Kenaikan net kewajiban PII Indonesia tersebut disebabkan oleh meningkatnya posisi Kewajiban Finansial Luar Negeri (KFLN) dan menurunnya posisi Aset Finansial Luar Negeri (AFLN). Kondisi tersebut sejalan dengan surplus transaksi finansial dalam rangka pembiayaan defisit transaksi berjalan di Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Faktor revaluasi negatif akibat penguatan dolar AS tidak terlalu berdampak signifikan pada net kewajiban PII Indonesia, karena meskipun menurunkan nilai aset, namun di sisi lain juga menurunkan nilai kewajiban dengan nilai yang relatif sama. Posisi AFLN Indonesia pada akhir triwulan IV -2014 mengalami penurunan 0,6 persen (qtq) atau sebesar 1,3 miliar dolar AS menjadi 214,2 miliar dolar AS. Penurunan tersebut terutama dipengaruhi oleh meningkatnya transaksi penarikan simpanan sektor swasta pada bank di luar negeri dan faktor revaluasi negatif akibat penguatan dolar AS. Bank Indonesia (BI) memandang perkembangan PII Indonesia sampai dengan triwulan IV-2014 masih cukup sehat dan mencerminkan kepercayaan investor asing terhadap prospek ekonomi Indonesia. Namun demikian, BI terus mewaspadai risiko peningkatan net kewajiban PII terhadap perekonomian. Ke depan, BI berkeyakinan kinerja PII Indonesia akan semakin sehat dengan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial yang ditempuh BI. Disamping itu, terkait Program Nawa Cita (sembilan program harapan) yang berhubungan dengan kualitas infrastruktur untuk meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di
pasar internasional, khususnya menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Agar produktivitas ekonomi dapat berjalan dengan baik, maka pemerintah harus membangun konektivitas nasional, pengadaan transportasi umum yang layak, hingga penguatan investasi. Sementara itu, menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Andrinof A Chaniago, percepatan pembangunan infrastruktur strategis di berbagai sektor menjadi agenda prioritas dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2016. Pada 2015 sebagian besar proyek infrastruktur telah dimulai. Advisor PwC Indonesia Julian Smith mengatakan, seiring dengan bertumbuhnya perusahaan infrastruktur dan investasi di Indonesia akan memacu peningkatan perekonomian di Indonesia. PwC dapat mensinergikan peran pemerintah dan swasta. Diharapkan perusahaan-perusahaan infrastruktur swasta di Indonesia bisa terus berkembang sejalan dengan sektor infrastruktur yang semakin maju. Dengan demikian, dapat turut berkontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut laporan survei Logistics Performance Index (LPI) 2014, peringkat Indonesia ada di posisi 53. Kendati naik enam peringkat dari tahun sebelumnya di posisi 59, namun peringkat Indonesia masih jauh dibanding negara- negara tetangga, seperti Singapura di peringkat 5, Malaysia peringkat 25, dan Thailand peringkat 35. Indonesia hanya berdekatan dengan Vietnam di peringkat 48. Pada distribusi nasional, luas Pulau Jawa hanya 7,2 persen dari wilayah Indonesia, namun diisi 58,6 persen penduduk nasional, dengan infrastruktur irigasi 65,1 persen, jalan 27,3 persen dan air minum 58,4 per-
sen. Sedangkan Pulau Kalimantan yang memiliki luas 32,3 persen, hanya ditempati 5,6 persen penduduk nasional, dengan infrastruktur irigasi 4,4 persen, jalan 14,9 persen dan air minum 5,8 persen. Untuk Papua dan Maluku sendiri, luasnya 25 persen dari total wilayah, penduduknya hanya dua persen. Irigasi 0,2 persen, jalan 4,5 persen dan air minumnya hanya 1,5 persen. Selain itu, dengan berbekal data dari Forum Ekonomi Dunia 2014, Indonesia saat ini tengah mengalami krisis infrastruktur untuk mendukung aktivitas perekonomian nasional. Pada 2016 dibutuhkan keberlanjutan komitmen dari pemerintah pusat dan daerah untuk memudahkan pembangunan infrastruktur hingga mencapai target pemerataan pembangunan di seluruh Indonesia. Pada 2016 pembangunan infrastruktur yang akan diprioritaskan meliputi realisasi pembangunan infrastruktur maritim, energi dan industri. Infrastruktur maritim yang paling utama ada pembangunan tol laut. Sedangkan sektor energi, adalah keberlanjutan pembangunan pembangkit listrik 35 ribu Megawatt, sedangkan industri adalah pembangunan 13 kawasan industri. Pada 2015, pemerintah juga sudah memulai pembangunan infrastruktur penting untuk sektor pangan dan sebagian besar di antaranya sudah terealisasi. Infrastruktur pangan itu seperti dimulainya pembangunan irigasi dan waduk. Pangan ini penting untuk menaikkan pendapatan masyarakat bawah dan mengurangi kesenjangan. Pembangunan infrastruktur dalam arti luas memberikan kepercayaan yang lebih tinggi di mata investor sehingga akan memberikan efek positif bagi valuasi mata uang rupiah. (*)
4
April 2015
Pojok Regional Emrinaldi Nur DP RCE Wilayah Padang POTENSI DAN KONTRIBUSI SEKTOR PERHOTELAN KEPRI PASCA SE NO.11 MENPAN-RB 2014 Dua dasar yang menjadi landasan keluarnya SE Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) No. 11 tahun 2004 tentang Pembata san Kegia tan Pertemuan/Rapat di Luar Kantor adalah adanya upaya peningkatan efisiensi dan efektifitas kerja aparatur negara serta penghematan belanja pegawai telah melahirkan dua klaim yang dengan sudut pandang berbeda. Hasil evaluasi yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) a t a s e fe k t i fi t a s SE t er se bu t menunjukkan bahwa hingga Februari 2015 pihak kementrian telah berhasil menghemat belanja pegawai hingga Rp. 5,1 triliun. Hasil ini tentu saja merupakan pr e st a si si g n i f i k a n d a r i si si penghematan APBN pada saat
kebutuhan penghematan tersebut ditujukan untuk pembangunan infrastruktur dan mencapai berbagai target pembangunan yang tertuang dalam Nawacita. Namun disisi lain, konsekwensi regulasi tersebut bagi pebisnis dibidang hotel dan rumah makan telah menjadi beban bisnis tersediri terutama bagi daerah yang selama ini menjadi destinasi wisata, seperti Provinsi Kepulauan Riau yang merupakan salah satu destinasi wisata nasional. Oleh karenanya menjadi menarik untuk mengukur seberapa besar gerusan dan pergesaran kontribusi sub sektor hotel dan restoran di Kepri pasca berlakunya SE MENPAN-RB tersebut. Hingga 2013, baik sub sektor hotel ataupun sub sektor restoran di Provinsi Kepulauan Riau telah memberikan kontribusi positif atas perkembangan PDRB Kepri. Selama lima tahun tersebut Compound Annual Growth Rate (CAGR) dari tiap sektor menunjukkan pertumbuhan 6,83 persen pada sektor perhotelan dan 7,57 persen pada sektor rumah makan atau restoran, walaupun share dari kedua sub sektor tersebut masih berada di kisaran 1,9 persen dan 1,2 persen. Pada tahun 2013, terlihat
bahwa kontribusi terhadap sub sektor hotel di Prop.Kepri adalah Kabupaten Bintan sebesar Rp 448.950,32 miliar, diikuti oleh Kota Batam sebesar Rp 402.408,62 dan Kota Tanjung Pinang sebesar Rp 64.599,21 miliar. Dimana untuk rumah makan sebagai bagian dari proses destinasi wisata dan berkontribusi pada akomodasi hotel, share terbesar sub sektor restoran Kepri ditahun 2013 diberikan oleh Kota Batam sebesar Rp 164.067,22 miliar, dilanjutkan oleh Kabupaten Bintan sebesar Rp 79.095,41 miliar dan Kota Tanjung Pinang Rp 22.950,37. Tahun 2014, pertumbuhan ekonomi Kepri 2014 yang mencapai 7,32 persen, justru menunjukkan bahwa sektor penyediaan akomodasi dan makan minum sebagai sub sektor gabungan hotel dan rumah makan merupakan lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 11,90 persen, walaupun dengan share hanya 1,88 persen. Tingginya pertumbuhan sektor tersebut ditopang oleh jumlah kunjungan wisman ke Kepri selama 2014. Pada awal tahun 2014 target kunjungan wisman ke Kepri ditetapkan sebanyak 2.032.000 orang
TABEL 1. TARGET DAN REALISASI WISATAWAN KEPRI Kota/Kabupaten P rov. Target 2014 Kepri
Realisasi Nominal 2014
Realisasi 2014 (%)
Target 2015
Pertumbuhan Target 2015
1,400,000
1,454,110
103,87%
1,696,496
21,18%
Tanjung pinang
110,000
97,672
88,79%
121,452
10,41%
Bintan
490,000
320,861
65,48%
389,627
-20,48%
Karimun
120,000
100,782
83,99%
119,266
-0,61%
2,032,000
1,973,425
97,12%
2,326,751
14,51%
Batam
Total Kepri
Sumber. Dinas Pariwisata Kepri
5
April 2015
dan hingga akhir tahun dapat direalisasikan sebesar 97,12 persen atau sebanyak 1.973.425 orang atau t u m b u h 6 , 1 5 p e r se n ( y o y ) . Berdasarkan lokasi, Batam adalah kota dengan realisasi jumlah wisman yang melebihi target, yaitu sebesar 103,87 persen sementara Bintan mengalami realisasi terendah sebesar 65,84 persen. Data ini tidak untuk Kepri tidak dapat menunjukkan pengurangan tingkat hunian hotel a k i b a t SE Me n te ri t e r se b ut , mengingat pencapaian realisasi wisatawan yang pada akhirnya akan memanfaatkan hotel tetap bertumbuh. Dinas pariwisata Kepri menargetkan tahun 2015 diperkirakan akan tumbuh wisatawan sebesar 14,51 persen atau se be sar 2 .3 2 6. 75 1 wi sa ta wan dibanding tahun sebelumnya sebesar 1.973.425 wisatawan. Dimana hal tersebut yang mengindikasikan optimisme pertumbuhan pada sektor penyediaan akomodasi dan makan minum. Analisis mendalam atas efek Surat Edaran No. 11 Tahun 2014, dilanjutkan pada sisi tingkat hunian h ote l. H asil surve i terha da p responden yang dilakukan oleh BI pasca diberlakukannya SE tersebut menunjukkan bahwa total pembatalan pemesanan fasilitas hotel oleh instansi pemerintah sebanyak 77 pemesanan, dengan persentase responden yang menerima pembatalan pemesanan dari instansi pemerintah mencapai 55,6 persen. Harus diakui juga bahwa berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Kepulauan Riau pada Januari 2015, pangsa pasar perhotelan di Batam khususnya tersebar cukup merata antara wisatawan asing, wisatawan domestik ataupun dari kalangan
corporate serta instansi pemerintah. Untuk instansi pemerintah menyumbang pangsa pasar sebesar 18,2 persen. Jumlah tersebut memang tidak terlalu besar namun cukup memberikan kontribusi bagi pendapatan hotel di Batam dan Kepri umumnya. Berdasarkan komposisi tingkatan hotel yang ada, hasil anali si s yang di la kukan BI menunjukkan bahwa hotel bintang 3 merupakan hotel yang paling merasakan dampak dari d i b e r la ku ka n n y a SE t e r se bu t dibanding hotel bintang 4 ataupun dua. Secara agregat, pemberlakuan SE MENPAN-RB tersebut khusus untuk kota Batam telah memberikan tekanan terhadap okupasi hotel, walaupun akumulasi tersebut dinilai tidak terlalu besar mengingat share okupasi yang datang dari pemerintah hanya 18,2 persen, terlebih hotel di Batam saat ini telah mulai menggeser strategi bisnisnya untuk lebih menjadikan wisatawan baik nasional ataupun mancanegara sebagai target bisnis. Khusus untuk hotel yang selama ini menjadikan institusi pemerintah sebagai target utama dari okupasi hotelnya, diakui SE ini sangat memberatkan bahkan berdasarkan survei yang dilakukan BI Kepri, SE tersebut tidak hanya berdampak pada pembatalan pemesanan, namun juga terhadap aspek manajemen dan pemesanan fasilitas yang diukur dari penerimaan perusahaan, tenaga kerja, pangsa pasar (konsumen) dan strategi marketing. Beberapa angin segar memang diberikan oleh Menpan-RB sehubungan dengan masih adanya peluang instansi pemerintah untuk melakukan kegiatan di hotel, namun kegiatan tersebut diatur terutama dalam bentuk seminar, simposium
ataupun sosialisasi serta penyuluhan dan kegiatan lainnya yang didanai oleh pihak ketiga. Namun, rapat oleh PNS tetap tidak dapat dilakukan di hotel, bahkan Menpan-RB secara khusus menyebutkan mereka tengah menggodok petunjuk teknis larangan tersebut. Pernyataan ini secara khusus mengindikasikan bahwa kebijakan efisiensi aparatur negara tetap berjalan, meskipun dengan kerangka yang lebih fleksibel dan aturan yang lebih pasti yang diharapkan tidak merugikan sektor perhotelan. Bagi pihak hotel, aturan Menpan- RB ini harus menjadi starting point untuk dapat mengelola strategi bisnisnya dengan lebih kreatif dan inovatif. (*)
Bernadette Robiani RCE Wilayah Palembang PEMBATASAN EKSPOR TIMAH BABEL Eksportir timah asal Bangka Belitung akan dibatasi per 1 April 2015. Eksportir hanya di perkenankan mengekspor 4.500 ton selama kurun satu bulan. Hasil kesepakatan para eksportir yang digagas Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bangka Belitung, menyepakati kuota ekspor dibatasi untuk mengurangi stok timah di pasar dunia dan menaikkan harga timah. PT Timah yang merupakan BUMN mendapat jatah 2.500 ton, sementara swasta hanya diperkenankan ekspor 2.000 ton. Menurut Ketua Tim Tata Kelola Timah Pemprov Babel, kuota swasta akan dibagi lagi dan akan dihitung berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB). Angka tersebut telah disepakati oleh perwakilan perusahaan dan asosiasi. Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Babel memaparkan bahwa ekspor timah Babel masih mendominasi ekspor non migas Babel
6
April 2015
yang mencapai 82,78 persen dari total ekspor Babel. Negara tujuan utama ekspor timah Babel pada bulan Januari-Februari 2015 adalah Singapura mencapai US$ 136,42 juta (66,72 persen) dari keseluruhan ekspor timah, diikuti Belanda US$ 23, 48 juta (11,48 persen), India US$ 13,14 juta (6,43 persen), Taiwan US$ 10,88 juta (5,32 persen) dan Korea Selatan US$ 8,34 juta (4,08 persen). Kontribusi kelima negara tersebut mencapai 94,03 persen dari total ekspor timah Provinsi Babel. Sepanjang bulan Januari-Februari 2015, ada penurunan ekspor timah sebesar 0,97 persen dari US$ 42,95 juta di bulan Januari menjadi US$ 42,54 juta. Adanya kuota ekspor timah di Babel akan mempengaruhi kinerja perusahaan pertambangan yang eksis di Babel dan perekonomian Babel. Perusahaan pertambangan akan mengurangi produksi dan dalam jangka panjang dapat berdampak kepada penutupan usaha terutama jika harga timah terus menurun. Bagi perekonomian Babel, penurunan kinerja usaha-usaha tambang akan berdampak kepada penurunan pendapatan pajak dan retribusi. Penurunan produksi juga akan berdampak kepada berkurangnya penggunaan faktor-faktor produksi yang akan menyebabkan penurunan pendapatan. Dalam jangka panjang, akan berdampak kepada kondisi sosial ekonomi Babel seperti pengangguran, kemiskinan dan kriminalitas. Menurut Kepada Dinas Pertambangan dan Energi (Kadistamben) Kabupaten Belitung, sampai dengan Februari 2015, dari 168 perusahaan tambang logam yang pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan produksi, hanya 3 perusahaan yang masih beroperasi. Berdasarkan data BPS, sampai dengan Agustus 2014, sektor
pertambangan di Babel mampu menyerap tenaga kerja sebesar 17,50 persen dari total tenaga kerja di sektor ekonomi, setelah sektor pertanian yang sebesar 31,41 persen dan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) yang sebesar 20,45 persen. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa adanya penurunan produksi di sektor pertambangan timah akan berpotensi menambah pengangguran di Babel yang menunjukkan peningkatan selama tahun 2013-2014. Proporsi pengangguran terhadap tenaga kerja di Babel pada tahun 2014 sebesar 5,14 naik dari tahun 2013 yang sebesar 3,53. Penurunan produksi di usaha pertambangan timah akan memperkecil peluang bisnis sektor perbankan. Pemerintah Indonesia, Pemprov Babel, produsen dan eksportir timah, dapat merealisasikan program peningkatan penggunaan timah di dalam negeri dan program hilirisasi, sebagai opsi untuk menekan suplai timah dunia dan meningkatkan harga timah. Upaya meningkatkan produksi dan pengolahan dari sektor non pertambangan seperti Lada, Perikanan dan Kacang Kedelai akan menjadi solusi untuk mengurangi pengangguran di sektor pertambangan.(*)
Rina Indiastuti RCE Wilayah Bandung PEMBATALAN RENCANA PELABUHAN CILAMAYA DI KARAWANG Sejak tahun 2014 era pemerintahan SBY sudah dicanangkan pembangunan pelabuhan Cilamaya di Karawang untuk mengatasi kepadatan lalu lintas pengiriman barang ke Tanjung Priok. Wakil Presiden Republik Indonesia
menyatakan pembatalan pembangunan pelabuhan Cilamaya karena alasan teknis adanya pipa bawah laut PT Pertamina. Solusinya adalah menggeser lokasi pelabuhan ke arah timur antara Subang dan Indramayu yang luas wilayahnya sama dengan Cilamaya dengan target yang dapat direalisasikan tahun 2025. Pada tahun 2014, pemerintah masih tegas akan membangun pelabuhan Cilamaya dengan target tender tahun 2015 ini dengan investasi sampai Rp 10 Trilium sumber APBN. Batalnya pembangunan pelabuhan Cilamaya merupakan berita negatif karena halhal sebagi berikut. Pertama, dry port Cikarang belum dapat mensolusikan pengiriman kargo dan peti kemas yang dibawa ke pelabuhan Tanjung Priok yang kapasitasnya sudah penuh, dan kedua, Karawang saat ini merupakan daerah yang dipilih untuk membangun kawasan industri karena lokasinya strategis berbatasan dengan kabupaten Bekasi, kabupaten Bogor, kabupaten Subang, kabupaten Purwakarta dan kabupaten Cianjur. Saat ini kabupaten Karawang memiliki kawasan industri terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara dengan luas 19.000 Ha. Efek multiplier yang ditimbulkan dari beroperasinya kawasan industri memunculkan industri pendukung dan jasa-jasa pendukung industri manufaktur. Minimal terdapat 18 kawasan industri yang telah beroperasi ditempati banyak perusahaan skala nasional dan internasional, antara lain: pertama, kawasan industri Indotaisei, berlokasi di Kalihurip. Kedua, kawasan industri KIIC dengan area seluas 1200 Ha, berlokasi di Telukjambe. Kawasan industri adalah perusahaan patungan Sinar Mas Tanah dan ITOCHU co Japan. Ketiga, kawasan industri Mitra Karawang dengan area seluas 500 ha, berlokasi di Parungmulya. Keempat, kawasan industri PT Timor Putra Nasional di Kalihurip. Kelima, kawasan industri Kujang Cikampek (KIKC) anak perusahaan PT Pupuk
7
April 2015
Kujang. Mengelola area seluas 140 Ha. Keenam, kawasan industri Surya Cipta berlokasi di Jl Surya Lestari Ciampel. Dan ketujuh, kawasan industri Mitra Karawang berlokasi di Ciampel. Pembatalan pembangunan pelabuhan Cilamaya mungkin akan berpotensi pembatalan realisasi rencana pembangunan kawasan industri baru berlokasi di Kecamatan Telukjambe timur dan Ciampel seluas 770 Ha, di Cikampek seluas 1000 Ha dan kawasan lainnya yang sedianya akan dibangun oleh Pemerintah di Karawang dan Purwakarta dengan anggaran Rp. 4 triliun. Namun, karena Karawang sudah dinilai tepat dan menarik sebagai kawasan industri, pada awal 2015 sudah ada komitmen pembangunan kawasan industri bertaraf internasional Podomoro Industrial park seluas 325 Ha yang rencananya dibangun di awal tahun 2015. Perusahaan yang akan menempati bergerak di bidang otomotif, elektronika, makanan dan minuman. Sebagai kesimpulan adalah bahwa kawasan industri yang telah dan akan di b an gun d i Ka ra wan g te lah m e n c i p t a k a n e f e k m u lt i p li e r berkembangnya industri pendukung dan industri jasa serta penyerapan tenaga kerja. Potensi tersebut sebenarnya memerlukan ketersediaan infrastruktur pelabuhan laut untuk mengiriman kargo ekspor dan impor yang sedianya akan dibangun pelabuhan Cilamaya namun ternyata diputuskan batal dibangun. Selain itu, lalu lintas tol Bandung–Jakarta akan semakin padat seiring dengan meningkatnya pembangunan kawasan industri di Karawang. Pengiriman barang tetap dari dan menuju Tanjung Priok. (*)
Alimuddin Rizal Riva’i RCE Wilayah Semarang KEMELUT PEMBEBASAN LAHAN TELAH USAI, PLTU BATANG SIAP DIBANGUN TAHUN 2015 Berdasarkan studi kelayakan yang ada, ditengarai bahwa masalah utama proyek-proyek besar pemeritah maupun swasta sering terbengkalai masalah ―pembebasan lahan‖. Pembangunan PLTU Batang terkatung-katung juga gara-gara sulitnya pembebasan lahan dan isu lingkungan hidup. Khusus untuk masalah lahan, dari 226 ha lahan yang dibutuhkan masih ada sekitar 19 ha yang belum beres. Namun, menurut Menteri Agraria pada bulan Maret 2015 ini, masalah pembebasan lahan telah selesai 100%, ini artinya Pembangunan PLTU Batang yang dilansir sebagai terbesar seASEAN ini siap untuk dibangun. Kepastian ini berdampak multiplier, setidaknya kekhawatiran kekurangan energi listrik akan teratasi 3 tahun kedepan setelah pembangunan mega proyek ini selesai. Pemerintah Indonesia memperkirakan bahwa kebutuhan energi listrik terus meningkat, baik di pulau Jawa maupun luar pulau Jawa. Oleh karenanya, direncanakan untuk membangun pembangkit listrik, dengan berbagai jenis pembangkit menjadi pilihan seperti: PLTA, PLTU, atau PLT Nuklir, jika yang terahir ini pasti penolakannya sangat tinggi, maka pemerintah memutuskan untuk memilih PLTU yang dianggap ekonomis dan masih ramah lingkungan. Kebutuhan listrik meningkat sekitar 15 persen per tahun. Kalau kondisi ini dibiarkan, maka pada tahun 2018 akan terjadi krisis listrik dan pemadaman bergilir di Pulau Jawa. Kemudian proyek ini dituangkan dalam MP3EI di era Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono, yang saat ini termasuk
prioritas juga di era Pemerintahan Presiden Joko Widodo. Salah satu proyek energi ini adalah pembangunan PLTU Batang di Jawa Tengah. Terpilihnya Kabupaten Batang sebagai lokasi pembangunan sudah melalui seleksi yang mempertimbangkan berbagai aspek, anatra lain: alam, ketersediaan lahan, kemudahan pembebasan lahan, aspek budaya; pertimbangan lingkungan konservasi dan ekonomis. Kementerian ESDM melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah telah melakukan studi di tiga kabupaten: Kendal, Batang, dan Pemalang. Setelah diseleksi maka dipilihlah Batang sebagai tempat untuk membangun PLTU ini. Selain itu, dipilihnya Batang karena garis pantainya stabil serta kedalaman lautnya mencukupi untuk pembangunan pelabuhan sebagai sarana pemasok bahan baku batubara. Sementara untuk Kendal dan Pemalang, calon lokasi hampir seluruhnya milik masyarakat sehingga akan mempersulit pembebasan lahan. Jadi, jika asumsinya studi ini benar maka pilihan lokasi ini sudah tepat, dan tidak menjadi masalah lingkungan lagi dan pelanggaran RTRW lainnya. Meskipun sebelumnya, rencana pembangunan PLTU di Taman Wisata Alam Laut (Ujungnegoro-Roban) mendapat rekomendasi penolakan dari Badan Lingkungan Hidup, Jawa Tengah, namun nampaknya masalah ini sudah terselesaikan. Selanjutnya, pemahaman masyarakat akan dampak lingkungan belum cukup baik, seharusnya mereka diberi pemahaman tentang apa itu PLTU berbahan bakar batubara. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar Batubara merupakan instalasi pembangkit tenaga listrik yang digerakkan oleh mesin turbin. Mesin turbin tersebut diputar oleh uap yang
8
April 2015
dihasilkan melalui pembangkaran batubara. Pemerintah memilih PLTU yang berbasis bahan bakar batubara ini salah satunya adalah karena pertimbangan efektivitas dan efisiensi biaya, sementara dilain pihak para penggiat lingkungan menganggap bahwa batubara akan mencemari lingkungan dari dampak emisi karbon yang dihasilkan. Masalah emisi, pihak perusahaan bisa mengantisipasinya dengan teknologi penanganan limbah karbon dan tentu pemerintah harus mensyaratkan ini, agar lingkungan alam dan manusia tidak berbahaya. Untuk ini selayaknya pihak perusahaan dan pemerintah menjelaskan ini kemasyarakat agar terjadi keyakinan bahwa PLTU ini tidak berbahaya bagi alam dan manusia. Namun, nampaknya penduduk lokal tidak begitu menyoal masalah limbah, kecuali para penggiat lingkungan. Masalah utama keterhambatan pembangunan proyek PLTU-nya justru berkaitan dengan pembebasan lahan. Penduduk yang hingga saat ini masih keberatan hanya tinggal 6 (enam) orang pemilik tanah yang masih menolak (belum bersedia) dengan luas lahan sekitar 19 ha. Setelah melalui mediasi, akhirnya terselesaikan di tahun 2015 ini, hal ini ditegaskan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang, Ferry Mursyidan Baldan, bahwa: permasalahan pembebasan lahan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batang Jawa Tengah sudah selesai (Republika, 12 Maret 2015). Untuk pembebasan lahan ini didasarkan pada pada UU Nomor 2 tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, sehingga proses pembebasan lahan ini dilaksanakan melalui konsinyasi dan dilaksanakan pada bulan Maret 2015 ini. Disisi lain PLN selaku perusahaan
pemerintah yang akan mengelola energi listrik yang akan dihasilkan oleh PLTU Batang ini, sangat berharap bahwa masalah pembebasan lahan ini benar-benar dapat dituntaskan bulan ini, sehingga April 2015 dapat dilaksanakan Ground breaking Selanjutnya, Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sofyan Basir menjelaskan bahwa siap menjalankan proses Ground breaking bulan April 2015, jika masalah lahan sudah terselesaikan. Menurutnya, penyelesaian megaproyek tersebut tidak akan melesat dari target yang dicanangkan, yaitu 2018 mendatang. Proyek dengan luas Lahan hampir 220 hektare (ha) ini diyakini akan berdampak positif bagi lingkungan dan pergerakan industri di Batang. Pembangunan proyek dapat dilakukan tahun 2015 ini, dan diperkirakan selesai tahun 2018 atau awal tahun 2019. Dampak positif yang akan diserap oleh Kabupaten Batang setidaknya adalah perbaikan infrastrukrur seperti: jalan ke dan dari PLTU serta sekitarnya; serta infrastruktur pendukung. Jika, masyarakat Batang tertarik, maka PLTU ini akan menyerap tenaga kerja lokal cukup banyak, baik untuk membangun maupun untuk menjalankan operasional setelah proyek ini selesai yang tentu kelak akan dikelola oleh PT Pembangkit Listrik Jawa-Bali (PJB). Sehingga lowongan pekerjaan akan terbuka lebar bagi masyarakat sekitar. Disisi lain, Batang, Pekalongan Kota dan Kabupaten terkenal dengan indsutri tekstil nya, bukan tidak mungkin akan menjadikan daerah tersebut semakin berkembang industri tekstil disekitar kabupaten-kabupaten tersebut. serta industri lainnya: seperti industri pariwisata (hotel, destiasi wisata alam dan buatan) yang membutuhkan en-
ergi listrik. Secara keseluruhan, harapannya bahwa pembangunan PLTU yang luasnya 226 ha, kapasitas 35.000 MW dan menelan biaya investasi senilai USD $ 4 miliar atau sekitar Rp 48 triliun, berdampak multiplier terhadap kesejahteraan masyarakat dan penduduk sekitarnya, bukan malah menyengsarakan. Untuk kemungkinan dampak negatif, seperti emisi karbon dan emisi lainnya, diharapkan pemerintah membuat regulasi yang diterapkan secara tegas, agar limbah yang dihasilkan tidak merusak alam semesta seperti: biota laut, ikan dan makhluk hidup yang lain disekitar PLTU. Kontrol lingkungan sangat penting, agar pembangunan industri sejalan dengan kepedulian terhadap lingkungan alam itu sendiri. Sementara, persoalan lahan produktif yang terpakai oleh proyek ini, hendaknya pemerintah konsisten untuk mencarikan lahan lain yang juga produktif untuk digarap oleh penduduk yang sudah terbiasa bertani. Jika problema dampak ini teratasi, sangat mungkin PLTU terbesar di Asean ini akan didukung oleh masyarakat secara sukarela, karena dianggap sangat bermanfaat bagi lingkungan dan masyarakat. Tersendatnya pembangunan mega proyek di Indonesia, salah satu factor utamanya adalah masalah pembebasan lahan. Oleh karena itu, pemerintah selayaknya untuk menyiapkan rangkaian studi yang matang, komunikasi dengan antar pemerintahan, lembaga pemerintahan dan masyarakat secara terbuka sebelum rencana ditetapkan, sehingga akurasi perencanan terselesaikan sebelum proyek tersebut di serahkan kepada konsorsium yang akan membangun. Selanjutnya, pemerintah harus pula menyiapkan perangkat legalitas yang kuat untuk mengeksekusi setiap perma-
9
April 2015
salahan lahan ini, jika ada ―rakyat‖ yang nakal bukan berarti pemerintah harus mengikuti ―rakyat‖ nakal tersebut. Sisi lain, Pemerintah juga harus arif dan bijaksana dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan kepentingan rakyat banyak. Selesainya masalahan pembebasan lahan di PLTU Batang ini, membuka harapan cerah bagi kabupaten Batang dan sekitarnya, serta Provinsi Jawa Tengah untuk memiliki pembangkit listrik yang bisa dijadikan sebagai sumber energi listrik bagi pulau Jawa dan sekitarnya. (*)
Rudi Purwono RCE Wilayah Surabaya UPAYA PENGUATAN KINERJA EKSPOR JAWA TIMUR DI TENGAH MELEMAHNYA NILAI TUKAR
Melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar (kurs) beberapa minggu terakhir telah memberikan dampak yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Depresiasi ini berada pada kisaran level Rp 13.000 per US$ cukup memberikan tekanan terhadap perekonomian di dalam negeri termasuk Jawa Timur, provinsi dengan peranan industri pengolahan yang sangat besar. Kondisi ini sangat berpengaruh terutama pada industri pengolahan yang menggunakan bahan baku impor. Melemahnya nilai tukar Rupiah ini secara langsung menaikkan cost of production yang kemudian akan berimbas pada kenaikan harga barang -barang. Hal ini akan berdampak pada purchasing power masyarakat (domestik) dan kinerja ekspor (luar negeri) yang selanjutnya akan menekan neraca perdagangan Jawa Timur. Neraca perdagangan Jawa Timur selama Januari hingga Februari 2015 masih mengalami defisit akibat tingginya ketergantungan terhadap
bahan baku impor sebagai input produksi terutama pada industri pengolahan besar. Sementara itu, defisit neraca perdagangan juga didorong oleh melambatnya ekspor luar negeri seiring masih melemahnya permintaan beberapa negara mitra dagang tujuan ekspor. Nilai Ekspor Jawa Timur bulan Februari 2015 mencapai US$ 1.509,04 juta atau turun sebesar 16,04 persen dibanding ekspor bulan Januari 2015 yang mencapai US$ 1.797,36 juta. Secara kumulatif, nilai ekspor Januari hingga Februari 2015 mencapai US$ 3.306,40 juta atau turun sebesar 0,17 persen dibanding ekspor periode yang sama tahun 2014 yang mencapai US$ 3.312,03 juta. Sementara itu, nilai impor Jawa Timur bulan Februari 2015 mencapai US$ 1.592,41 juta atau turun sebesar 11,71 persen dibanding impor bulan Januari 2015 yang mencapai US$ 1.803,67 juta. Secara kumulatif, nilai impor Januari hingga Februari 2015 mencapai US$ 3.396,07 juta atau turun sebesar 16,07 persen dibanding periode yang sama tahun 2014 yang mencapai US$ 4.046,27 juta. Impor Jawa Timur bulan Februari 2015, menurut golongan penggunaan barang, impor barang konsumsi naik sebesar 6,05 persen, sedangkan barang bahan baku/penolong dan barang modal turun masing-masing sebesar 13,64 persen dan 7,11 persen. Secara kumulatif selama Januari hingga Februari 2015, impor barang konsumsi, bahan baku/ penolong dan barang modal turun masing-masing sebesar 15,25 persen, 15,48 persen dan 21,84 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Menurut kontribusinya, selama Januari hingga Februari 2015 peran impor barang konsumsi, bahan baku/penolong dan barang modal masing-masing sebesar 7,57 persen, 83,57 persen dan 8,86 persen terhadap total impor. Ditengah gejolak nilai tukar Rupiah
terhadap US Dollar yang terus mengalami tren melemah, diperlukan berbagai upaya dalam menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah ke depan sekaligus mengurangi dampak penurunannya yang hingga saat ini masih terjadi. Langkah konkrit untuk penyelamatan nilai tukar sudah dilakukan oleh otoritas keuangan (Bank Indonesia, Kementerian Keuangan & Otoritas Jasa Keuangan) dan kementerian teknis. Maka selanjutnya peran pemerintah provinsi dan kabupaten/kota khususnya di Jawa Timur juga sangat besar untuk memperbaiki fundamental perekonomian daerah guna mengantisipasi berbagai tekanan dari kondisi eksternal. Pelemahan nilai tukar Rupiah dikhawatirkan akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Jawa Timur melalui sisi konsumsi dan perdagangan. Selama ini kontribusi konsumsi domestik terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Timur tergolong sangat tinggi. Pada saat yang sama, tingginya ketergantungan industri pengolahan di Jawa Timur terhadap bahan baku impor menyebabkan pelemahan nilai tukar Rupiah akan meningkatkan besarnya cost of production yang selanjutnya akan mendorong terjadinya kenaikan harga dan menurunkan purchasing power masyarakat (domestik) serta menurunkan competitiveness produkproduk ekspor Jawa Timur di pasar luar negeri. Sementara itu, perdagangan antar pulau yang selama ini menjadi andalan pasar untuk produk Jawa Timur, memungkinkan terjadinya penurunan daya beli seiring masih melemahnya harga komoditas primer di pasaran dunia. Pelajaran yang sangat penting adalah pengembangan industri pengolahan di dalam negeri harus menggunakan bahan baku dari potensi domestik. Peningkatan ekspor menjadi upaya yang terus dipacu untuk mengatasi defisit neraca perdagangan Jawa Timur. Peningkatan ekspor diarahkan
10
April 2015
pada penganekaragaman (diversification) komoditi, meningkatkan jumlah dan mutu barang (standardization), perluasan pasar (traditional and non-traditional market) dan meningkatkan daya saing (competitiveness) melalui penggunaan bahan baku lokal, penurunan logistic cost dan penghilangan rent seeking activities. Selama ini ekspor Jawa Timur didominasi oleh sektor non migas yang berkontribusi lebih dari 90 persen terhadap total ekspor Jawa Timur. Sementara itu, peran dari Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Jawa Timur yang diperkirakan berjumlah lebih dari 5 juta player tersebut terhadap ekspor adalah cukup signifikan. UMKM tersebut dengan bidang usaha yang semakin beragam diantaranya produkproduk makanan dan minuman (mamin), manufaktur, kerajinan, kosmetik, garmen hingga furnitur. Peran UMKM untuk penguatan ekspor terus ditingkatkan. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur melalui Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Pendidikan Pelatihan dan Promosi Ekspor (P3E) Surabaya diharapkan menjadi lembaga profesional yang terus berusaha meningkatkan daya saing UMKM melalui pendidikan, pelatihan, seminar, promosi, informasi dan konsultasi bisnis agar menjadi eksportir tangguh. Peningkatan SDM merupakan faktor penting untuk mengembangkan pengetahuan para pelaku UMKM atau calon eksportir tentang perdagangan internasional. Melihat perkembangan ekonomi dalam beberapa tahun terakhir ini dan komitmen pemerintah provinsi dan 38 kabupaten/kota di Jawa Timur dalam pembangunan infrastruktur, penyederhanaan dan kemudahan perijinan dan peningkatan kualitas pelayanan publik maka secara umum, baik pelaku industri maupun investor
tetap optimis terhadap perekonomian Jawa Timur Tahun 2015.(*)
Marsuki RCE Wilayah Makassar SULSEL MEMPEROLEH DUKUNGAN BESAR DPR RI MEMASUKI ERA LIBERALISASI EKONOMI REGIONAL (MEA)
Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) telah dikenal sebagai Hap Pembangunan Ekonomi terbesar di Indonesia Timur. Posisi Sulsel tersebut sangat mendukung, diantaranya karena pertumbuhan ekonominya selalu diatas rata-rata nasional. Hal tersebut dimungkinkan karena besarnya potensi ekonomi yang ada di daerah ini, mulai dari tingginya potensi sektor unggulan pertanian pangan, perikanan, maupun Usaha Kecil Menengah (UKM), kemudian terus meningkatnya peran sektor industri pengolahan, sektor jasa-jasa dan lembaga keuangan, perbankan khususnya, termasuk jasa-jasa sektor pendidikan dan pariwisata. Begitupun dengan pembangunan infrastruktur di Sulsel terus digenjot pemerintah, seperti proyek kereta api antara Makassar dengan Kota Perepare, pelabuhan laut, hingga kawasan bisnis dan perkantoran sehingga Sulsel dicanangkan dapat menjadi Center Point of Indonesia (CPI). Selama ini, Sulsel selalu mengalami ekspor yang lebih tinggi dari impor, sehingga sumbangan sektor perdagangan internasional cukup signifikan. Termasuk Sulsel merupakan daerah penghubung bagi kawasan timur Indonesia dengan daerah Indonesia lainnya dalam berbagai macam aktivitas ekonomi produktif. Hanya, masalah yang perlu dicarikan solusinya adalah masih terkonsentrasinya aktivitas ekonomi Sulsel, terpusat hanya di Kota Makassar dengan kontribusi sekitar 35 persen dan kabupaten Luwuk. Padahal, provinsi
ini memiliki banyak kabupaten dan kota lain yang potensial yang dapat menjadi pusat-pusat pembangunan, misalnya, Kota Parepare, Barru, Sidrap, atau Bantaeng. Dalam kaitan itu, menurut Ketua Komisi IV DPR RI bidang Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM, BUMN, Investasi, BSN, KPPU, BP Batam dan Badan Perusahaan Kawasan Sabang, pihaknya akan terus mendorong perekonomian Sulsel melalui pengembangan aktivitas berbagai sektor perekonomian lainnya yang dianggap dapat mendukung pembangunan ekonomi di Sulsel. Ditambahkan bahwa faktor sumber daya manusia, jalur dan arus penerbangan, laut dan darat yang pesat, serta pemanfaatan IT yang dinilai tidak kalah dengan provinsi lain di Jawa atau kota besar lainnya di Indonesia. Dorongan dan dukugan tersebut diperlukan terutama dalam rangka menghadapi era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang dimulai pada Desember tahun 2015. Ketua Komisi IV DPR RI, menegaskan bahwa sebelum memasuki era tersebut maka beberapa daerah, diantaranya Sulsel harus mempunyai kemampuan yang lebih baik lagi, sehingga nantinya investor asing yang masuk tidak hanya menjadikan negeri dan daerah ini sebagai tempat untuk mengeksploitasi kekayaan dalam negeri, namun juga dapat mempunyai share dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Sulsel khususnya. Oleh karena itu, dihimbau agar masing-masing bupati, walikota ataupun gubernur untuk melakukan pembatasan atau paling tidak share aktivitas dengan investor, baik untuk urusan pengelolaan pertambangan, perdagangan, pasar maupun produksi kegiatan sektor potensi lainnya Untuk mendorong pembangunan ekonomi Sulsel sebagai Hap Indonesia Timur, Komisi VI DPR RI telah menyetujui penyertaan modal negara sebesar Rp 3 triliun kepada Pelindo IV Makassar untuk membangun Makassar
11
April 2015
New Port. Selain itu, juga mendorong pemenuhan listrik PLN untuk pembangunan di daerah-daerah potensial. Sebab diyakin bahwa daerah dapat berkembang membutuhkan listrik untuk pembangunan industri pertambangan, perumahan, hotel maupun sektor lainnya. Selain itu untuk menyambut MEA, Sulsel diminta pula segera melakukan revitalisasi beberapa pasar tradisional, sehingga tidak tergerus oleh minimarket berjaring internasional yang saat ini semakin menjamur. Tujuannya agar supaya sektor UMKM tidak menjadi korban dari proses modernisasi pasar modern yang semakin menggurita. Dalam kaitan ini Pemerintah Provinsi (Pemprop) Sulsel sudah sepakat bersama DPR RI untuk mengalokasi anggaran revitalisasi pasar tradisional senilai Rp. 9 miliar. Agar dana bantuan tersebut tepat sasaran maka pelaksanaan revitalisasi pasar tradisional akan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing kabupaten melalui pengajuan proposal dan direkomendasikan oleh Pemprov Sulsel. Pemerintah Provinsi Sulsel menyatakan bahwa dorongan dan dukungan Komisi IV DPR RI tersebut sangat berarti karena merupakan dukungan besar atas upaya untuk merealisasikan visi-misi pembangunan yang diusung Pemprop Sulsel. (*)
I Wayan Ramantha RCE Wilayah Denpasar DILEMA KEUANGAN DAERAH DARI SEKTOR PARIWISATA DI BALI-NUSRA Dengan memperhitungkan berbagai potensi dan peran strategis masingmasing wilayah, pemerintah periode sebelumnya melalui program MP3EI menetetapkan enam koridor ekonomi di Indonesia. Bali-Nusa Tenggara di-
jadikan satu koridor dengan tema pembangunan sebagai ―Pintu Gerbang Pariwisata dan Pendukung Pangan Nasional”. Secara lebih terperinci, percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi di daerah ini akan difokuskan pada tiga kegiatan utama, yaitu Pariwisata, Perikanan dan Peternakan. Untuk daerah Bali, awalnya lebih ditekankan dalam kegiatan pariwisata, sedangkan daerah Nusa Tenggara lebih ditekankan perikanan dan peternakan. Hingga tahun 2014 lalu ,perekonomian Bali ditopang oleh tiga sektor utama, yakni Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) yang menyumbang 32,33 persen Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), Pertanian dan Jasa-Jasa yang masing-masing berkontribusi 18,93 persen dan 14,27 persen. Sektor jasa dengan kontribusi pada urutan ketiga tersebut juga terkait dengan industri pariwisata. Sementara di Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT) pada periode yang sama, sektor pariwisata masih menempati urutan ke dua dan ke tiga dalam menyumbang PDRB setempat. Di era pemerintahan sekarang, sektor pariwisata kembali mendapat prioritas untuk dikembangkan, tanpa terkecuali di daerah Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Dengan keanekaragaman budaya yang kita miliki di Indonesia, pemerintah menyadari bahwa masih banyak lagi potensi pariwisata di tanah air yang bisa dikembangkan untuk meningkatkan devisa negara, memacu pertumbuhan ekonomi di daerah dan tujuantujuan lain yang intinya mengarah pada pemerataan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Melalui pengembangan sektor pariwisata, terutama di daerah-daerah, pemerintah ingin mewujudkan salah satu misinya untuk membangun Indonesia dari pinggiran. Namun sayangnya di sisi lain, dengan tujuan yang tidak kalah mulianya, yaitu untuk menghemat Keuangan
Negara, pemerintah melalui Kementerian Penertiban Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MENPAN -RB) mengeluarkan kebijakan melarang Pegawai Negeri Sipil (PNS) melakukan rapat-rapat di hotel. Kebijakan itu konon menurut hitungan BPK-RI hanya dalam dua bulan saja yaitu November dan Desember 2014 kebijakan itu berhasil menghemat keuangan Negara mencapai Rp 5,122 triliun (Bali-Post, 24/3/15). Penghematan itu akan digunakan untuk mendukung program pemerintah, misalnya untuk membangun saluran irigasi baru bagi program penguatan ketahanan pangan, dikembalikan lagi ke daerah untuk dana alokasi khusus bagi perbaikan infrastruktur jalan yang rusak, menambah distrubusi Kartu Indonesia Pintar, dan Kartu Indonesia Sehat. Dulu, sebelum kebijakan itu diberlakukan, keuangan daerah Kabupaten/Kota di Indonesia sangat terdukung oleh tingginya Pajak Hotel dan Restoran yang merupakan sumber utama Pendapatan Asli Daerah (PAD), karena PHR merupakan pajak daerah dengan tarif 10 persen dari penjualan bruto seluruh hotel dan restoran. Kini setelah kebijakan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi (MENPAN-RB) dikeluarkan, pada periode yang sama, PAD di seluruh Kabupaten/Kota, khususnya yang ada di Bali-Nusra mengalami penurunan yang sangat signifikan. Sementara peningkatan dana alokasi khusus dari APBN ke daerah ini belum ada kepastian untuk meningkat. (*)
Ahmad Alim Bachri RCE Wilayah Banjarmasin KOMPLEKSITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA MIGAS BLOK MAHAKAM KALIMANTAN TIMUR
Blok Mahakam merupakan salah satu ladang gas terbesar di Indonesia dengan rata-rata produksi sekitar
12
April 2015
2.200 Million Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD). Cadangan blok ini sekitar 27 Triliun Cubic Feet (TCF). Minyak dan gas merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Dalam pengelolaanya, industri minyak dan gas bumi selain bersifat modal dan padat teknologi juga berisiko tinggi. Namun, perannya sebagai sumber pendapatan negara dalam memenuhi kebutuhan bahan bakar dalam negeri, sumber bahan baku industri dan menciptakan multiplier efek sangat vital untuk pembangunan nasional berkelanjutan (UU Migas pasal 4 ayat 1). Sesuai UU Migas No.22/2001, jika kontrak migas berakhir, pengelolaannya dapat diserahkan kepada BUMN. Untuk Blok Mahakam, Kalimantan Timur akan habis masa kontraknya pada akhir Maret 2017. Pemerintah menjanjikan untuk membuat keputusan pada bulan Februari 2015, segera setelah PT Pertamina menyampaikan proposal pengelolaan. Dengan demikian, Pertamina sangat berharap agar pemerintah dapat memutuskan penetapan Pertamina sebagai pengelola Blok Mahakam segera, agar ada transisi operasi yang cukup. Sebab trend di dunia saat ini perusahaan nasional (National Oil Company/NOC) mendominasi penguasaan sumber daya migas di negaranya, yang bertujuan untuk menjamin ketahanan energi nasional. Penguasaan sumber daya migas nasional oleh Pertamina masih relatif rendah dibandingkan dengan NOC di negara lainnya. Sekarang adalah saat yang tepat untuk memberikan peran lebih besar kepada Pertamina selaku NOC Indonesia. Dengan peningkatan porsi penguasaan sumber daya migas oleh Pertamina, maka akan memberikan arti penting bagi Indonesia dalam menjaga ketahanan energi nasional. Pertamina juga menegaskan komitmen untuk menjaga keberlangsungan operasi pasca pengambilalihan Blok Mahakam, baik
dari sisi operasional maupun isu yang terkait dengan Sumber Daya Manusia (SDM). Pengambilalihan Blok Mahakam oleh Pertamina akan meningkatkan kontribusi para pekerja Indonesia untuk terus melanjutkan pengelolaan blok tersebut di bawah manajemen Pertamina tanpa ada masalah. Sebab itu untuk menjamin kelancaran pengambilalihan, Pertamina kembali mengusulkan agar penetapan Pertamina sebagai pengelola Blok Mahakam dapat segera dilakukan. Disisi lain, Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak juga menyatakan skema besaran saham untuk mengelola migas di Blok Mahakam telah disusun, baik saham yang akan dimiliki pemerintah pusat, daerah, hingga perusahaan nasional. Dari saham yang telah disusun itu, PT Total Indonesia masih memiliki sebanyak 30 persen, sedangkan selebihnya yang 70 persen merupakan saham untuk nasional. Kemudian, dari saham yang 70 persen secara nasional itu akan dibagi lagi, yakni untuk Pertamina sebanyak 51 persen dan untuk pemerintah daerah hanya 19 persen. Selanjutnya dari saham untuk daerah yang hanya 19 persen itu dibagi lagi, untuk Pemprov Kaltim mendapat andil 11,4 persen dan untuk Pemkab Kutai Kartanegara mendapat jatah pengelolaan 7,6 persen. Kemudian dari saham 11,4 persen yang dimiliki Kaltim, Pemprov akan membentuk konsorsium dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama PT Migas Mandiri Pratama dan perusahaan swasta bernama PT Yudistira Bumi Energi (YBE). Intinya skema besaran saham untuk mengelola migas di Blok Mahakam yang lebih menguntungkan akan berdampak pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan peningkatan perkembangan pembangunan daerah sehingga akan berdampak terhadap perkembangan
ekonomi secara keseleruhan dan bersifat jangka panjang untuk Provinsi Kalimantan Timur dan secara umum untuk perekonomian Indonesia. Pengelolaan tersebut juga berdampak positif terhadap perbankan dengan besarnya potensi penyaluran investasi dan dalam mewujudkan sektor Migas di Kalimantan Timur sebagai sektor unggulan. (*)
Agus Tony Poputra RCE Wilayah Manado SIGNIFIKANSI ALOKASI LISTRIK 35.000 MW TERHADAP INDUSTRI PENGOLAHAN SULAWESI UTARA
Masalah listrik Sulawesi Utara (Sulut) turut mendapat perhatian dalam Program Listrik 35.000 MW. Dalam lima tahun ke depan, Sulut akan mendapat sebelas proyek pembangunan pembangkit listrik yang tersebar di beberapa wilayah. Jenis pembangkit listrik yang akan dibangun di Sulut melalui Program 35.000 MW adalah: (1) Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTMH), (2) Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG), dan (3) Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Dari sebelas proyek pembangkit listrik yang akan dibangun, tujuh proyek diantaranya telah memiliki kesiapan lahan. Sebaliknya, empat proyek lainnya masih mengalami masalah dengan lahannya. Proyekproyek yang telah siap lahannya, yaitu sebagai berikut. Pertama, PLTMH Lelipang dengan kapasitas 0,5 M yang akan dikerjakan PLN dengan target selesai tahun 2018. Kedua, PLTMG Tahuna dengan kapasitas 10 MW yang akan dibangun PLN dengan rencana selesai tahun 2018. Ketiga, PLTMH Duminanga dengan kapasitas 0,5 MW yang akan dibangun oleh swasta. Target selesai tahun 2018. Keempat, PLTMH Pidung dengan kapasitas 2,0 MW yang akan dibangun swasta dengan rencana selesai tahun
13
April 2015
2019. Kelima, PLTMH Ranowangko dengan kapasitas 2,2 MW yang diharapkan selesai tahun 2019. Keenam, PLTMH Duminanga dengan kapasitas 3,5 MW dengan target selesai tahun 2017, dan ketujuh, PLTU Sulut Tiga di Kabupaten Minahasa Utara dengan kapasitas 50 MW. Proyek ini ditargetkan selesai 2019. Saat ini, beberapa kegiatan pembangunan pembangkit listrik yang sedang berlangsung di Sulut, yaitu sebagai berikut. Pertama, PLTMG Minahasa Peaker di Minahasa Utara dengan kapasitas 150 M. Proyek ini ditargetkan selesai 2017. Kedua, PLTG Sulabagut di Minahasa Selatan dengan kapasistas 100 MW dengan target selesai tahun 2016. Dan ketiga, PLTU Sulut I dengan kapasitas 25 MW. Proyek ini berlokasi di Bolaang Mongondow Utara dengan target selesai tahun 2018. Dilihat dari sudut pandang kapasitasnya, total daya yang dihasilkan keseluruhan proyek di atas kebanyakan masih digunakan untuk menutup defisit listrik Sulut saat ini. Untuk mendukung pengembangan industri pengolahan di Sulut untuk menjadi salah satu pusat industri di Indonesia, jumlah tersebut belum memadai. Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung yang sedang dalam taraf persiapan, kedepannya akan membutuhkan daya listrik yang besar. Ini perlu menjadi perhatian dalam pengembangan kapasitas listrik di Sulut. Pada dasarnya kemampuan industri pengolahan terkait erat dengan ketersediaan energi listrik. Data Statistik PLN tahun 2013 memperlihatkan bahwa dari 34.205 MW kapasitas listrik terpasang yang dikelola PLN, sebanyak 78,25 persen berada di Pulau Jawa, sebaliknya luar Jawa hanya sebesar 21,75 persen. Disparitas yang tinggi dalam kapasitas listrik tersebut menjelaskan mengapa terdapat kesenjangan yang lebar pada industri pengolahan di Jawa dan luar Jawa.
Dalam rangka mencapai tujuan pemerintah untuk menyebarkan industri pengolahan ke luar Jawa, maka kebijakan alokasi energi listrik yang lebih adil perlu menjadi perhatian penting. Kebijakan ini memiliki nilai strategis karena tidak sekedar masalah keadilan tetapi berkaitan dengan mata rantai pasokan. Daerah luar Jawa kaya dengan sumber daya alam namun tidak didukung oleh keberadaan industri pengolahan di daerah, sementara industri di Jawa kebanyakan terlalu di hilir. Akibatnya, sumber daya alam di luar Jawa diekspor sehingga Indonesia kehilangan banyak nilai tambah dari ―produk antara.‖ Bila melihat rencana alokasi dari program Listrik 35.000 MW, ketimpangan listrik Jawa dan luar Jawa masih akan berlangsung. Dari 35.000 MW yang direncanakan, sebanyak 20.000 MW atau 57,14 persen dialokasikan ke Pulau Jawa, sisanya sebesar 15.000 MW atau 42,86 persen dialokasikan ke luar Jawa. Mengingat daerah di luar Jawa jauh lebih luas dari Pulau Jawa, maka alokasi ini perlu ditinjau kembali dengan memberikan alokasi lebih besar kepada daerah di luar Jawa untuk memperkecil ketimpangan antar wilayah dan meningkatkan nilai tambah industri domestik. Seperti halnya kegagalan Program 10.000 MW yang dicanangkan pemerintah sebelumnya, program listrik 35.000 MW dapat juga mengalami hal yang sama. Faktor penyebab yang menonjol dari pengembangan listrik adalah masalah lahan dan pembiayaan. Untuk mengatasi masalah lahan, pemerintah perlu membuat regulasi yang lebih jelas mengenai lahan bagi kepentingan umum disertai penegakan hukumnya. Sementara masalah pembiayaan, pemerintah dapat menggunakan dana penghematan subsidi Bahan Bakar Minyak untuk mempercepat pembangunan pembangkit listrik. Kegiatan ini juga dapat diakselerasi lewat investasi swasta serta keterlibatan lembaga
keuangan. Melalui percepatan realisasi pembangunan pembangkit listrik disertai pemerataannya, maka upaya penyebaran industri akan dapat berlangsung. Tanpa peningkatan yang signifikan serta pemerataan kapasitas listrik, maka ke depan perekonomian Indonesia akan semakin berat mengingat semakin menipisnya sumber daya alam Indonesia terutama yang tidak dapat diperbaharui. (*)
Sidik Budiono RCE Wilayah Papua KAJIAN RENCANA PABRIK SMELTER DI TIMIKA Sebenarnya pabrik smelter sudah berdiri ± 10 tahun silam, hanya saja belum banyak orang mengetahui. Tahun 1994 PT Freeport Indonesia mengajak Mitsubishi Material Corporation untuk membuat Proyek PT. Smelting. Pabrik PT Smelting ini mengolah material tambang menjadi produk-produk tertentu untuk bahan baku pabrik turunannya. Proyek PT Smelting berada di Gresik, Jawa Timur dengan harapan akan mengolah hasil tambang dari PT Freeport, Timika-Papua dan PT Newmont, Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat. Tahun 2000 dalam Peresmian PT Smelting, Prof. Herbert H. Kellogg dari Universitas Columbia mengatakan ―Sungguh Ini Merupakan Pabrik Abad ke-21 yang belum pernah ada di Indonesia dan satu-satunya di Indonesia‖. Pernyataan ini merupakan kekaguman bahwa pabrik memerlukan tehnologi tinggi, beban (load) yang besar, dan syarat kedisiplinan sumber daya manusia yang tinggi. Inilah tahapantahapan pembangunan PT Smelting, Gresik sebagai berikut: Sedangkan kepemilikan saham PT Smelting adalah: PT Freeport 25,0%, Mitsubishi Material Corp. 60,5%, JX Nippon Minning & Metals Corp. 5.0%, dan Mitsubishi
14
April 2015
Metal Rtm Corp. 9.5%. Jadi pembangunan pabrik smelter ini melewati tahapan dan waktu yang sangat panjang. Pengalaman pembangunan PT Smelting ini menjadi tantangan rencana pembangunan pabrik smelter di Timika, Papua, dimana rencana pabrik dekat dengan bahan baku dari PT Freeport pemasok utama. Rencana pembangunan smelter Timika merupakan agenda Pemerintah Daerah Papua. Adapun persyaratan lahan dan proses pengolahan smelter. Lokasi rencana pabrik smelter harus memenuhi sebagai berikut: luas lahan minimal 25 hektar, lokasi dekat dengan Pabrik Pupuk, menghadap ke laut dan ditunjang infrastruktur yang baik. Sedangkan, pendukung pabrik adalah: Tenaga Listrik, Gas Alam, Oksigen, Air Proses Dan Air Laut sebagai pendingin. Pabrik smelter membutuhkan bahan baku untuk proses produksi yaitu Konsentrat Tembaga, Pasir Silika, Batu Gamping Dan Batu Bara. Sedangkan produk utama pabrik smelter adalah Katoda Tembaga. Produk samping dari pabrik smelter terdiri dari 5 (lima) produk. Produksi Pabrik Smelter akan melewati tahapan teknologi kimia mutakhir, Pengaturan Tanur pada proses smelting. Sedangkan produk utama dan produk samping harus melalui Proses ISA, proses asam dan Proses IPA. Produk akhir dari Proses ISA adalah produk utama, Katoda Tembaga (Cu) 99,99%. Proses selanjutnya adalah proses pabrik asam. Proses pabrik asam menghasilkan produk samping berupa Asam Sulfat (SO2). Proses yang bersamaan dengan proses pabrik asam adalah Proses IPAL. Dalam proses IPAL dihasilkan Gypsum untuk bahan baku pabrik semen. Dalam
TABEL 2. TAHAPAN PEMBANGUNAN PABRIK SMELTER Tahun
Program/Proyek
7 Januari 1996
Pendirian Perusahaan
12 Juli 1996
Peletakan Batu Pertama
31 Agustus 1998
Akhir Tahap Konstruksi
14 Desember 1998
Tahap Uji Coba
5 Mei 1999
Tahap Awal Produksi Komersial (Kapasitas Desain: 200.000 Ton/tahun)
Juli 2000
PT Smelting mendapatkan Ijin Usaha Industri
25 Agustus 2000
Peresmian oleh Presiden Republik Indonesia
10 Juli 2001
Katoda Tembaga Terdaftar di LME Kategori A
11 Januari 2002
Memperoleh sertifikat ISO 9001: 2000
15 April 2014
Akhir Tahap Ekspansi I Pabrik Pemurnian (Kapasitas : 255.000 Ton/tahun)
Agustus 2006
Akhir Tahap Ekspansi II Pabrik Pemurnian (Kapasitas : 270.000 Ton/tahun)
September 2009
Akhir Tahap Ekspansi III Pabrik Pemurnian (Kapasitas : 300.000 Ton/tahun)
September 2014
Memperoleh sertifikat ISO 14001:2004
Sumber: PT. Smelting, 2015
proses IPAL ini dibutuhkan pendinginan, filterisasi sempurna dan pemurnian (cleaning section). Dengan demikian, agar efisien dan tepat guna keseluruhan paket mega proyek ini harus mencakup: Pabrik Smelter itu sendiri, Pabrik Semen, pabrik pupuk, pabrik pemurnian telurida, pabrik pemurnian emas & perak. Sedangkan pembangkit listrik tenaga air (power station) untuk mensuport seluruh pabrik. Nilai keseluruhan investasi diperkirakan mencapai lebih dari Rp 20 Triliun. Jadi berdasarkan pengalaman ini, teknologi tinggi dan manajemen pengelolaan yang baik akan menjadi tantangan besar bagi rencana pembangunan pabrik smelter di Papua. Walaupun dalam hitungan ekonomi pabrik smelter di Timika adalah layak, tetapi rumitnya manajemen dan teknologinya akan
menjadi kendala besar. Belum kendala-kendala lain juga sangat menentukan. Mega proyek ini memerlukan investasi sangat besar sehingga investor akan mempertimbangkan keputusannya dengan cermat. Atmosfir kegagalan masih menghantui pebisnis sehingga investor lebih baik “wait‖ sebagai konsekuensi sikap menghindari risiko ―risk averse‖. Sekali lagi, kasus ini membuktikan bahwa bisnis yang syarat knowledge, pengetahuan dan teknologi benar-benar menjadi ―barrier‖ bagi pemain baru. (*)
15
April 2015
Analisis Pasar Saham & Kinerja BUMN 1 Maret 2015 – 31 Maret 2015 Mayoritas indeks saham kawasan global membentuk pola pergerakan downtrend di bulan Maret ini. Pengecualian terjadi pada indeks saham Nikkei Jepang yang mampu membentuk pola uptrend sendiri di kawasannya. Indeks saham regional bergerak variatif, masing-masing membentuk pola pergerakannya sendiri-sendiri.
INDEKS SAHAM GLOBAL Indeks saham Dow Jones memulai pergerakannya dari titik 18.289 yang merupakan rekor tertinggi sepanjang sejarah memecahkan rekor yang pernah terbentuk pada tanggal 25 Februari lalu. Secara teknikal pola downtrend yang terjadi pada bulan Maret ini merupakan koreksi dari kenaikan harga saham dari yang sebelumnya . Investor melakukan aksi jual untuk merealisasikan keuntungan yang terbentuk. Selain itu, perlemahan juga didorong oleh faktor data ekonomi yang dirilis pada minggu keempat yang kurang baik. Meski sebelumnya ada keyakinan bahwa ekonomi Amerika telah pulih namun ternyata data yang dirilis pada minggu keempat Maret jauh dibawah perkiraan. Data tersebut yakni penjualan rumah yang ternyata hanya tumbuh 1,2% dari perkiraannya 1,7%. Pemesanan barang-barang tahan lama per bulan Februari juga ternyata turun -1,4% yang mana lebih rendah dari perkiraan akan tumbuh 0,2%. Pertumbuhan ini juga lebih rendah daripada bulan Januari yang lalu dimana meningkat 2,8%. Jumlah
pemohon tunjangan pengangguran yang telah ada juga tidak berkurang atau masih sebanyak 2,416 juta orang yang mana lebih tinggi daripada yang diperkirakan akan turun 2,4 juta saja. Berita seputar politik juga kurang menggembirakan dimana mendekati penutupan bulan Saudi Arabia memutuskan untuk memborbadir Yaman dengan bom. Serangan ini berdampak dengan kenaikan harga minyak bumi. Kekhawatiran akan berkurangnya supplai minyak memberikan sentimen negatif bagi pelaku pasar modal di bursa saham. Investor Amerika dan Eropa juga memprediksi laporan emiten pada triwulan pertama tahun ini juga tidak baik. Hal tersebut dikarenakan oleh faktor siklikal dimana kegiatan ekonomi pada kwartal I selalu lebih rendah daripada kwartalkwartal sesudahnya juga faktor situasi ekonomi yang masih suram terutama di Eropa. Hal yang berlainan terjadi di Jepang dimana indeks saham Nikkei bergerak merangkak naik. Kenaikan ini dikarenakan nilai tukar mata uang Jepang yang melemah dibandingkan Dollar Amerika. Melemahnya Yen Jepang merupakan berita baik bagi perekonomian Jepang. Hal tersebut dikarenakan perekonomian Jepang lebih banyak ditopang oleh kegiatan ekspor. Melemahnya Yen Jepang membuat barang-barang buatan Jepang menjadi menarik sehingga dipercaya akan mendorong volume penjualan yang pada akhirnya berdampak positif bagi perekonomian Jepang. Oleh karenanya, perlemahan Yen disambut oleh indeks Nikkei yang
menguat dan menutup pekan ini dengan titik tertinggi.
INDEKS SAHAM DI REGIONAL Indeks saham kawasan regional bergerak variatif dimana tidak ada keseragam pola pergerakan sehingga masing-masing membentuk polanya sendiri. Pola mendatar terjadi pada indeks Hang Seng Hong Kong, pola downtrend dialami oleh indeks saham Thailand Stock Exchange sementara pola penguatan atau uptrend dialami oleh Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Strait Times Singapura. IHSG membentuk pola uptrend meski dalam kisaran yang terbatas dan melalui fluktuasi yang cukup dalam. Demikian juga Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turut membentuk pola uptrend, mengikuti pergerakan mainstream rekan sekawasan. IHSG memulai perjalanan bulan Maret ini dari titik 5.478 dan menutupnya pada titik 5.519 atau menguat sebesar 0,75% atau rekor tertinggi dalam sejarah baru. IHSG juga melalui bulan Maret ini dengan penuh fluktuasi dimana IHSG sempat menyentuh titik tertinggi 5.514 pada tanggal 6 Maret yang merupakan tertinggi sepanjang sejarah. IHSG meninggalkan titik tertinggi dengan mencatat penutupan pada titik 5.369 pada akhir pekan ke empat bulan Maret dan menutup bulan dengan rekor tertinggi baru pada 5.519. Titik terendah bulan ini terjadi terpicu oleh berita dari luar negeri yang menunjukkan data ekonomi ekonomi terbesar dunia, Amerika Serikat, yang ternyata belum membaik.
16
April 2015
Bahkan diduga Ekonomi Amerika terpengaruh perlemahan ekonomi dari benua lain seperti dari Eropa dan Cina. Namun semua kekhawatiran tersebut sirna setelah pemerintah dari Eropa dan Cina berkomitmen untuk selalu memelihara pertumbuhan ekonomi setempat. Komitmen tersebut berupa dikucurkan stimulus ekonomi Bank Sentral Eropa pada pasar modal dan pelonggaran uang muka pembelian properti kedua di Cina oleh pemerintah setempat.
Perbankan Mayoritas saham perbankan menu-
tup bulan Maret pada lini hijau dengan penguatan tertinggi dialami oleh Bank Tabungan Negara (BBTN) yang menguat 17,8% pada bulan ini. Kenaikan BBTN juga diikuti oleh Bank Danamon (BDMN), Bank Negara Indonesia (BBNI), Bank Central Asia (BBCA), Bank Mandiri (BMRI) dan Bank Rakyat Indonesia (BBRI) yang menutup dengan kenaikan 5,7%, 5,5%, 4,2%, 4,0% dan 2,5%. Hanya Bank CIMB-Niaga (BNGA) yang belum mampu ditutup pada harga yang lebih tinggi atau melemah tipis Rp 5 dari harga awal pergerakannya. BBTN memulai perjalanannya dari batas bawah dan setelah BBTN men-
gumumkan laporan keuangan kinerja 2014 saham BBTN terus meninggalkan harga batas bawahnya hingga ditutup dengan kenaikan yang menarik 17,8%. Laporan keuangan BBTN yang dinilai sangat baik dimana para analis melihat beberapa hal telah diperbaikan seperti Net Interest Margin (NIM) yang membaik dari 3Q2014, biaya operasional BBTN juga tumbuh sangat kecil atau hanya 5% dari tahun sebelumnya. Kenaikan ini jauh lebih rendah daripada peers nya. Selain itu, keputusan BBTN menaikan rasio coverage dari kredit yang macet dari 27% di 3Q2014 menjadi 33,9% pada akhir tahun juga diapresiasi oleh para
Dow Jones
FTSE
S&P
Nikkei
17
April 2015
analis. Dengan turunnya suku bunga acuan Bank Indonesia sebesar 0,25% juga dinilai menguntungkan BBTN karena durasi pinjaman BBTN terpanjang daripada bank yang lainnya. Penurunan suku bunga Bank Indonesia akan memberikan perbaikan NIM bagi BBTN. Sehingga BBTN menjadi target pembelian investor dari sektor perbankan. Sektor perbankan masih menjadi sektor pilihan investor di tahun ini karena proyeksi inflasi Indonesia yang akan rendah di tahun ini memberikan peluang penurunan suku bunga acuan kembali oleh BI. Penurunan suku
bunga acuan akan mendorong perbaikan NIM dan kualitas kredit.
Saham sektor infrastruktur menutup bulan Maret ini dengan variatif dimana untuk saham PT Perusahaan Gas Negara (PGAS) dan PT Telekomunikasi Indonesia (TLKM) ditutup pada harga yang lebih rendah daripada awal pergerakannya dengan koreksi 9,4% dan -2,0%. Sementara untuk saham PT Indosat (ISAT) berhasil ditutup pada teritori positif 2,6%.
lalui hutang dalam mata uang asing. Perlemahan Rupiah yang terjadi belakangan ini memberikan petunjuk sektor infrastruktur akan mencatat laba bersih yang kurang baik di tahun ini. Selain lemahnya mata uang Rupiah terhadap Dollar, harga minyak bumi yang masih rendah memberikan sentimen negatif bagi PGAS yang berbasis distributor energi pada perusahaan. Harga minyak bumi yang rendah memberikan alasan bagi pelanggan PGAS untuk menekan harga jual PGAS. Oleh karenanya saham infrastruktur terkoreksi
Emiten sektor ini memiliki eksposur yang besar pada mata uang asing me-
Hal yang dapat meluputkan ISAT dari tekanan jual investor pada bulan
Infrastruktur
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Thailand
Strait Times
Hang Seng
18
April 2015
ini disebabkan proyeksi laporan keuangan ISAT yang baik di tahun 2015. ISAT diperkirakan akan mengumumkan laba bersih yang naik menjadi Rp 122 milyar dari kerugian Rp 365 milyar di tahun 2014. Pada tahun 2014 ISAT mengalokasikan Rp 1,3 triliyun untuk kasus hukum yang membelitnya. Alokasi tersebut dapat dibukukan sebagai pendapatan apabila ISAT tidak mengeluarkannya di tahun ini.
Konstruksi
ditutup melemah -3,7% dan -1,7%.
Pergerakan harga saham sektor konstruksi cukup menarik di bulan Maret ini. Saham konstruksi merupakan saham incaran investor beberapa waktu lalu namun pada bulan ini kompak ditutup negatif yang mana bergerak berlawanan dari IHSG. Koreksi yang cukup dalam terjadi pada beberapa saham konstruksi yakni saham PT Adhi Karya (ADHI) dan PT Pembangunan Perumahan (PTPP) yang melemah -10,3% dan -6,5%. PT Wijaya Karya dan PT Waskita Karya (WSKT)
Penguatan yang berkepanjangan tentunya membuat valuasi saham konstruksi menjadi kurang menarik. Terlebih lagi laporan keuangan PT Adhi Karya (ADHI)yang baru-baru ini diumumkan melaporkan penurunan laba bersih tahun 2014 dari Rp 225,4 milyar pada tahun 2013 menjadi Rp 179,9 milyar. Penurunan laba bersih ini seiiring dengan turunnya pendapatan.
Pergerakan Beberapa Harga Saham Perbankan Closing Price 2-Mar-15 3-Mar-15 4-Mar-15 5-Mar-15 6-Mar-15 9-Mar-15 10-Mar-15 11-Mar-15 12-Mar-15 13-Mar-15 16-Mar-15 17-Mar-15 18-Mar-15 19-Mar-15 20-Mar-15 23-Mar-15 24-Mar-15 25-Mar-15 26-Mar-15 27-Mar-15 30-Mar-15 31-Mar-15 Growth Average Transaction
>> Volume [Thousand]
>> Value [Rp Million] >> PER Valuation Ratio >> PBV
BNI Mandiri 6,850 12,000 6,675 11,900 6,650 11,850 6,675 11,825 6,775 12,100 6,700 11,800 6,750 12,025 6,700 11,875 6,725 11,900 6,750 11,900 6,925 12,000 6,900 11,975 6,950 11,950 7,000 12,200 6,950 12,200 7,000 12,175 7,100 12,075 7,050 12,025 7,100 12,050 7,100 11,950 7,000 12,100 7,225 12,475 5.5% 4.0% 26,313 180,943 12.5 2.3
16,773 201,664 14.6 2.8
BRI 12,950 12,875 12,825 12,850 13,075 12,925 12,875 12,850 12,900 12,750 12,900 12,925 12,975 13,050 12,900 12,900 13,000 13,150 13,125 13,075 13,025 13,275 2.5%
Bank BCA 14,225 14,400 14,425 14,500 14,600 14,375 14,425 14,275 14,200 14,100 14,150 14,100 14,225 14,250 14,325 14,450 14,550 14,625 14,525 14,450 14,500 14,825 4.2%
20,823 270,215 13.5 3.4
13,839 199,302 22.2 4.7
Niaga Danamon 805 4,850 805 4,775 815 4,795 815 4,765 805 4,925 790 4,805 785 4,800 795 4,650 790 4,740 800 4,660 795 4,600 800 4,600 800 4,615 795 4,690 800 4,700 800 4,700 800 4,870 785 5,000 785 4,940 790 5,075 800 5,000 800 5,125 -0.6% 5.7% 1,450,884 1,253 8.6 0.7
2,778 13,401 18.9 1.5
BTN 1,065 1,115 1,140 1,155 1,155 1,120 1,150 1,130 1,145 1,135 1,130 1,130 1,110 1,140 1,130 1,140 1,165 1,205 1,205 1,220 1,225 1,255 17.8% 49,911 57,827 11.9 1.1
IHSG / JCI 5,478 5,475 5,448 5,451 5,515 5,445 5,463 5,420 5,440 5,426 5,435 5,439 5,413 5,454 5,443 5,437 5,448 5,405 5,369 5,397 5,439 5,519 0.7% 4,526,768 5,134 21.4 2.8
19
April 2015
Pertambangan Harga saham sektor pertambangan masih belum beranjak dari zona merah. Pada bulan ini kompak ditutup melemah dengan koreksi terdalam pada saham PT Aneka Tambang (ANTM) sedalam -14,4% diikuti oleh PT Timah (TINS) dan PT Bukit Asam (PTBA) dengan penurunan sedalam 5,5% dan -2,3%. Harga rata-rata bijih besi seperti timah dan nikel pada bulan Maret lebih rendah daripada bulan sebelumnya. Harga rata-rata timah pada pada bulan ini berada USD 17.468 per metrik ton dari USD 18.313. Demikian
juga harga nikel secara rata-rata diperdagangkan USD 13.808 per metrik ton dari USD 14.656. Harga yang rendah ini memberikan impresi bahwa perusahaan pertambangan masih akan membukukan laba bersih yang lemah di tahun ini. Demikian juga harga batabara yang sulit bergerak keatas setelah harga minyak bumi juga masih rendah. Oleh sebab itu harga saham sektor ini masih terkoreksi.
dimana untuk saham PT Wika Beton (WTON), PT Semen Indonesia (SMGR) dan PT Wika Beton (WTON) ditutup terkoreksi -9,3%, -8,4% dan -4,9% daripada awal bulan. Sentimen negatif pada saham semen ini terjadi sejak pemerintah menentukan harga jual semen yang turun. Keputusan pemerintah ini diikuti dengan rendahnya penjualan semen di tahun 2015 sehingga kombinasi harga yang rendah dan volume yang rendah mengakibatkan emiten semen sulit membukukan pendapatan yang bertumbuh baik di tahun ini. Sehingga saham sektor ini menutup bulan Maret melemah. (*)
Industri Dasar Semen Saham sektor ini juga menutup bulan Maret dalam teritori negatif
Pergerakan Beberapa Harga Saham BUMN Berbagai Sektor Closing Price 2-Mar-15 3-Mar-15 4-Mar-15 5-Mar-15 6-Mar-15 9-Mar-15 10-Mar-15 11-Mar-15 12-Mar-15 13-Mar-15 16-Mar-15 17-Mar-15 18-Mar-15 19-Mar-15 20-Mar-15 23-Mar-15 24-Mar-15 25-Mar-15 26-Mar-15 27-Mar-15 30-Mar-15 31-Mar-15 Growth Average Transaction
>> Volume [Thousand] >> Value [Rp Million] >> PER Valuation Ratio >> PBV
INFRASTRUCTURE TLKM ISAT PGAS 2950 4155 5300 2945 4100 5350 2910 4150 5250 2910 4100 5275 2985 4115 5350 2945 4115 5350 2945 4115 5225 2940 4050 5200 2925 4050 5200 2955 4130 5200 2975 4100 5225 2955 4200 5200 2950 4225 5050 2950 4265 5100 2920 4265 5150 2920 4265 5075 2920 4105 4900 2880 4220 4655 2810 4265 4650 2810 4265 4720 2865 4265 4805 2890 4265 4800 -2.0% 2.6% -9.4% 91,806 408 268,224 1,703 19.3 #N/A N/A 4.2 1.7
31,162 157,627 11.2 3.2
WIKA 3630 3595 3545 3515 3505 3425 3485 3445 3455 3405 3400 3390 3530 3580 3600 3560 3515 3450 3400 3355 3410 3495 -3.7% 13,372 46,534 34.9 5.4
CONSTRUCTION ADHI PTPP 3405 4060 3360 3980 3305 3950 3290 3980 3265 3960 3190 3885 3210 3905 3095 3800 3125 3775 3110 3770 3070 3740 3160 3760 3215 3805 3250 3875 3280 3885 3220 3875 3165 3830 3105 3760 3025 3695 3015 3700 3040 3760 3055 3795 -10.3% -6.5% 13,349 42,527 17.0 3.2
13,637 52,219 34.5 7.7
WSKT 1810 1810 1800 1795 1780 1705 1705 1645 1700 1670 1690 1690 1720 1755 1785 1770 1770 1735 1690 1720 1750 1780 -1.7% 40,005 69,403 34.4 6.1
PTBA 11000 11025 10800 10825 10925 10775 10600 10225 10650 10425 10225 10325 10350 10450 10350 10475 10550 10300 10250 10500 10700 10750 -2.3% 2,350 25,000 11.6 2.7
MINING TINS 1005 990 1005 1045 1040 1005 1005 990 995 995 990 990 960 980 960 975 970 930 910 930 960 950 -5.5%
ANTM 1010 1000 995 1005 1000 985 980 970 985 975 955 955 950 955 885 900 890 875 860 855 860 865 -14.4%
12,340 7,287 12,316 6,796 11.5 #N/A N/A 1.3 0.7
SMGR 14900 14825 14875 14900 14950 14750 14700 14450 14375 14225 14400 14500 14250 14400 13800 13525 13425 12875 13000 13450 13550 13650 -8.4% 7,090 99,493 14.5 3.4
CEMENT SMBR 368 367 365 367 365 360 362 357 359 358 356 358 356 357 352 350 349 341 343 346 351 350 -4.9% 5,360 1,918 10.6 1.3
WTON 1395 1385 1375 1375 1345 1315 1360 1355 1335 1320 1305 1300 1315 1310 1310 1295 1275 1235 1200 1200 1225 1265 -9.3% 19,396 25,306 31.5 5.1
20