CIGARETTE ADVERTISING EXPOSURE AND SMOKING BEHAVIOUR AMONG JUNIOR HIGH SCHOOL TEENAGERS AT BANTUL DISTRICT YOGYAKARTA SPECIAL PROVINCE Heni Trisnowati¹ , Yayi Surya Prabandari², Retna Siwi Patmawati3. ¹Prodi Kesehatan Masyarakat Universitas Respati Yogyakarta ²,3Prodi Kesehatan Masyarakat,Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Abstract Background : The high cost of cigarette advertising in the Yogyakarta City leads to a trend of the promotion shift to the rural areas such as Bantul Regency. That age group of 13-15 years generally categorized as teenagers of junior high school age, and they are easily persuaded by advertisement. Objective : The study was aimed to determine the correlation between cigarette advertising exposure and smoking behaviour among teenagers at junior high schools in Bantul District, Yogyakarta Special Province. Methods : This study was an observational analytical research with cross sectional design used to determine the correlation between cigarette advertising exposure and smoking behaviour among teenagers at junior high schools of Bantul District. The population were all pupils at junior high schools in Bantul District. Total sample was 185 pupils from six randomly selected schools. Univariate, bivariate and multivariate analysis were performed to the questionnaire answers. Result : The number of teenagers who had tried smoking was 39.5%, current smoker was 58.9% and susceptible to smoking was 11.6%. The proportion of boys who tried smoking was higher (63.5%) compared to girls (8.6%). The analysis showed that there was a significant correlation between cigarette advertising exposure and smoking behaviour among teenagers at Junior High School in Bantul District (p = 0.00). The main factors associated with teenagers smoking behaviour was the male gender, high leves of cigarette advertising, close friends who smoke, smoking older brother, and parents who pay little attention to their children. Conclusion : Cigarette advertising exposure has a considerable influence on teenagers smoking behaviour at junior high school of Bantul District. The effective of health promotion programs need to be done to overcome the influence of cigarette advertising exposure and appropriate policies needed to restrict cigarette advertising in the vicinity of school areas. Kata Kunci : cigarette advertising exposure, smoking behaviour,teenagers merupakan gaya hidup yang paling sulit dicapai(2).
PENDAHULUAN Penyakit kronis tidak menular (chronic non
Oleh karena itu, banyak yang berpendapat bahwa lebih
communicable diseases), seperti penyakit jantung, penyakit
baik mencegah inisiasi merokok pada saat pertama
paru kronis, kanker, diabetes dan stroke, merupakan
kali(2).
penyebab utama kematian di dunia. Sebanyak 80%
melaporkan bahwa dari 882 siswa SMP yang disurvei
penyakit tersebut terjadi di negara berkembang, yang salah
terdapat 88,8% siswa yang menyatakan bahwa
satu
tembakau.
merokok merupakan masalah anak muda saat ini dan
Penggunaan tembakau, terutama merokok, merupakan salah
di antara 5 teman akrab, yang merokok sebesar 54,3%.
satu penyebab kematian dan kesakitan pada penyakit kronis
Frekuensi perokok remaja terbanyak ditemukan pada
tersebut. Pada tahun 2030, diperkirakan terdapat 10 miliar
kelompok umur 13-15 tahun(4).
penyebabnya
adalah
penggunaan
Selanjutnya,
Quit
Tobacco
Indonesia(3)
Faktor yang mendorong remaja merokok
kematian akibat penggunaan tembakau(1). adalah
Banyak literatur tentang studi berhenti merokok
pengaruh
teman dan
lingkungan,
yang menyatakan bahwa banyak perokok yang mengalami
menghilangkan
kesulitan berhenti, karena keberhasilan berhenti merokok
pergaulan, menambah konsentrasi belajar, ingin diakui
11
kesepian
atau
ketegangan,
alat
dewasa,
mengikuti
idola
dan
orangtua
merokok(5).
Usia
(6)
berhubungan
dengan
inisiasi
dan
Sementara, menurut Prabandari , beberapa faktor yang
prevalensi merokok pada remaja. Semakin muda usia
mendorong remaja untuk berperilaku merokok, adalah :
remaja, semakin besar kemungkinan menjadi perokok
sikap imitasi remaja terhadap orang yang disukai,
reguler dan semakin kecil kemungkinan untuk berhenti
lingkungan sosial remaja seperti lingkungan rumah dan
merokok. Struktur keluarga dengan 2 orangtua lebih
sekolah, dan akses terhadap rokok, sedangkan berdasarkan
protektif terhadap perilaku merokok. Pendapatan
laporan dari QTI
(3)
alasan remaja SMP di Yogyakarta
pribadi juga berhubungan dengan perilaku merokok
merokok adalah ingin mencoba saja sebesar 64,9% dan
pada remaja. Remaja yang berpenghasilan lebih tinggi
karena ajakan teman sebesar 33,3%. Remaja yang ingin
dan memiliki uang cukup banyak akan lebih mudah
mencoba merokok kemungkinan karena pengaruh iklan
membeli rokok, sehingga status merokoknya lebih
atau mencontoh lingkungan remaja yang merokok. Image
tinggi(9).
yang dibentuk dari tema iklan rokok kemungkinan
Faktor lingkungan yang berhubungan dengan
mendorong remaja ingin merokok. Tema iklan rokok di
perilaku merokok pada remaja di antaranya adalah
Indonesia terbagi menjadi 2, yaitu
berkaitan dengan
status merokok orangtua, status merokok anggota
individu dan nilai-nilai sosial . Tema iklan rokok yang
keluarga, status merokok teman sebaya, perilaku dan
berkaitan dengan individu antara lain: merokok untuk
norma teman sebaya, lingkungan keluarga dan kasih
mengontrol emosi atau keseimbangan, melambangkan
sayang keluarga dan teman(9). Faktor perilaku yang
kejantanan, melambangkan petualangan atau kekuatan,
berhubungan dengan status merokok remaja di
sebagai bentuk persahabatan atau solidaritas sosial,
antaranya adalah faktor sekolah(9). Remaja yang
merokok sebagai hal yang menyenangkan, dan merokok
berprestasi bagus dan komitmen yang tinggi terhadap
(6)
(6)
melambangkan wanita modern .
kegiatan belajar di sekolah, memiliki kemungkinan
Faktor demografi dan faktor lingkungan sosial serta
untuk merokok rendah(9). Faktor personal yang
paparan iklan rokok yang dikaitkan dengan perilaku
berhubungan dengan perilaku merokok pada remaja di
(8)
merokok pada remaja . Faktor demografi terdiri dari umur,
antaranya
adalah
perhatian
jenis kelamin, prestasi di sekolah, dan status sosial
kesehatan,
keyakinan
ekonomi, sedangkan faktor lingkungan sosial terdiri dari
kesehatan
akan
bahwa
menghalangi
(concern)
terhadap
merokok
merusak
keinginan
untuk
(9)
kondisi lingkungan keluarga, teman sebaya yang terkait
merokok . Faktor lain yang menyebabkan remaja
dengan status merokok (status merokok dari orangtua,
merokok adalah status merokok saudara yang lebih
status
merokok
(8)
teman
sebaya) .
Hasil
penelitian
tua,
menunjukkan bahwa paparan iklan rokok berhubungan
kontrol
dari
lingkungan
eksternal,
rendahnya kemampuan bersikap asertif, dan tinggal
. Hal senada juga disampaikan
dengan orangtua tunggal (single parent household)(10).
oleh Tyas & Pederson, bahwa perilaku merokok remaja
Sementara, faktor pendorong remaja di Saudi Arabia
berhubungan dengan beberapa faktor psikososial, antara
merokok adalah usia yang lebih tua, tinggal di kos atau
lain: faktor sosiodemografi, faktor lingkungan, faktor
terpisah dengan orangtua, keluarga atau teman yang
dengan perilaku merokok
(8)
adanya
(9)
merokok, dan paparan promosi tembakau(11).
perilaku dan faktor personal . Faktor sosiodemografi yang berhubungan dengan perilaku merokok remaja antara lain
. Pemerintah Kota Yogyakarta mengeluarkan
usia, ras, struktur keluarga, status sosial ekonomi, orangtua
Peraturan Walikota Nomor 26 Tahun 2010 tentang izin
dan pendapatan pribadi.
penyelenggaraan reklame.
12
Hal ini mengakibatkan biaya pemasangan iklan
sendiri oleh peneliti dan diadaptasi dari penelitian
rokok di Kota Yogyakarta 4 kali lebih mahal dibandingkan
Hanewinkel et al.(8).
produk lain. Mahalnya biaya pemasangan iklan di Kota
Populasi dan Sampel
Yogyakarta
berdampak
tempat
Populasi dalam penelitian ini adalah semua
pemasangan iklan ke daerah pinggiran kota (rural area)
remaja SMP di Kabupaten Bantul Daerah Istimewa
seperti
juga
Yogyakarta. Jumlah SMP negeri di Kabupaten Bantul
berkembangnya industri rokok. Hal ini
sebanyak 47 sekolah dan jumlah SMP swasta di
terbukti dengan adanya penggunaan dana hasil cukai
Kabupaten Bantul sebanyak 38 sekolah. Rata-rata
tembakau bukan untuk membantu peningkatan kesehatan
jumlah murid tiap kelas adalah 30 orang. Menurut
masyarakat akibat rokok tetapi dibagi-bagikan kepada dinas
penelitian Prabandari dkk.(15), jumlah remaja laki-laki
yang membutuhkan(12). Sementara, dalam peraturan Bupati
yang merokok karena paparan iklan rokok sebesar 30%
Bantul dijelaskan bahwa tujuan penggunaan dana bagi hasil
dan remaja perempuan sebesar 10%. Jumlah populasi
cukai tembakau adalah untuk pembudidayaan bahan baku,
remaja Bantul yang merokok ini belum diketahui,
penanganan panen dan pascapanen bahan baku, penguatan
sehingga untuk menghitung besar sampel untuk uji
kelembagaan kelompok tani bahan baku untuk industri hasil
hipotesis menggunakan rumus sebagai berikut (16) :
Bantul.
mendukung
pada
Kebijakan
pergeseran
Pemerintah
Bantul
tembakau(13).
z n
Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti di
1 / 2
P1 (1 P1 ) P2 (1 P2 )
billboard iklan rokok. Di jalan utama Kota Bantul serta di
Keterangan : n = besar sampel
wilayah kecamatan juga terdapat beberapa iklan rokok
z1 / 2
= 1,960 (tingkat kepercayaan 95%);
dalam bentuk baliho, umbul-umbul dan spanduk. Lokasi
α β
= tingkat kemaknaan 5% (0,05) = 10% (0,10) karena power of the test
iklan rata-rata dekat dengan sekolah, karena yang menjadi
P
= perbedaan proporsi perokok remaja yang terpapar iklan rokok dan yang tidak terpapar iklan rokok = proporsi perokok remaja SMP yang terpapar iklan rokok (30%) = proporsi perokok remaja SMP yang tidak terpapar iklan rokok (50%)
sasaran iklan adalah remaja. Paparan iklan rokok dapat meningkatkan inisiasi dan perilaku merokok pada remaja (8).
P1
Terkait dengan hal tersebut, perlu diketahui hubungan P2
antara paparan iklan rokok dengan perilaku merokok remaja SMP di Kabupaten Bantul. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
2
( P1 P2 ) 2
daerah Bantul, diperoleh data bahwa di sepanjang jalan lingkar selatan Bantul mudah sekali ditemukan baliho dan
2 P (1 P ) z1
90%)
Dengan menggunakan rumus di atas diperoleh
hubungan paparan iklan rokok dan perilaku merokok pada
jumlah sampel minimal (n) sebesar
remaja SMP di Kabupaten Bantul Daerah Istimewa
meningkatkan kevalidan data, jumlah sampel ditambah
Yogyakarta
25% dari total sampel minimal, sehingga diperoleh
METODE PENELITIAN
jumlah sampel 155. Dengan mempertimbangkan
124. Untuk
analitik
proporsi antara negeri dan swasta, diperoleh 3 SMP
observasional dengan rancangan cross sectional, karena
negeri (86 siswa) dan 3 SMP swasta (69 siswa).
Penelitian
ini
merupakan
penelitian
(14)
.
Pemilihan SMP dilakukan secara acak melalui undian.
dengan
SMP yang terpilih sebagai sampel penelitan adalah
menggunakan kuesioner terstruktur. Kuesioner yang dibuat
SMPN A Bantul, SMPN B Kasihan, dan SMPN C
peneliti hanya melihat kejadian pada satu waktu saja Penelitian
telah
dilakukan
melalui
survei
Sewon. SMP swasta yang terpilih secara acak adalah
13
SMPS A Bantul, SMPS B Kasihan dan SMPS C Imogiri.
tertarik merokok, dan 5 = lain-lain, responden diminta
Setiap sekolah diambil 1 kelas sebagai sampel. Pemilihan
menyebutkan kesannya terhadap iklan rokok yang
kelas
dilihat.
diserahkan
kepada
pihak
sekolah
dengan
pertimbangan operasional penelitian. Pada saat penelitian
Perilaku merokok adalah pernyataan responden
responden yang terpilih adalah kelas VIII dan kelas IX.
tentang kebiasaan merokok atau tidak merokok. Untuk
Total sampel penelitian ini adalah 185 siswa. Jumlah ini
mengetahui responden pernah mencoba merokok
melebihi jumlah sampel minimal yang dihitung sebelum
dengan pertanyaan ”Berapa banyak rokok yang pernah
penelitian (155 siswa).
kamu hisap selama hidupmu?” Jawaban dikategorikan
Variabel Penelitian
menjadi tidak pernah merokok, dan jawaban lain (
Faktor sosiodemografi, yaitu data responden yang
hanya 1, 1-19 batang, 20-100 batang dan lebih dari 100
terdiri dari umur, jenis kelamin, prestasi di sekolah, dan
batang) dikategorikan pernah mencoba merokok.
status sosial ekonomi. Status sosial ekonomi ditanyakan
Sementara, perokok saat ini diukur dengan pertanyaan
melalui jumlah uang saku per bulan, orang yang tinggal
“Seberapa sering kamu merokok saat ini?” dan
dengan responden, pekerjaan orangtua,
reponden
karakteristik
dapat
memilih
jawaban
“saya
tidak
orangtua. Lingkungan sosial, yaitu kondisi lingkungan
merokok”, “kurang dari 1 dalam sebulan”, “1 kali
keluarga dan teman sebaya yang terkait dengan status
dalam seminggu”, “setiap hari”. Responden yang
merokok (status merokok dari ayah, ibu, kakak laki-laki,
merokok paling sedikit 1 bulan sekali dikategorikan
kakak perempuan, kakek, nenek, saudara dan status
sebagai
merokok teman sebaya). Pengetahuan tentang dampak
mengetahui kerentanan (susceptible) merokok pada
rokok terhadap kesehatan, yaitu hal-hal yang diketahui
kelompok tidak pernah merokok diukur dengan
responden tentang bahaya rokok bagi kesehatan. Informasi
melalui pertanyaan “Apakah kamu berpikir akan
ini
yang
merokok dalam waktu dekat?” dan “jika ada temanmu
mempunyai pola jawaban salah diberi kode 1 dan jawaban
yang menawari rokok, apakah kamu akan merokok?”
benar diberi kode 2.
Jawaban dari kedua pertanyaan tersebut adalah “pasti
diperoleh
melalui
kuesioner
pengetahuan
perokok
saat
ini.
Kemudian,
untuk
Paparan iklan rokok adalah tingkat keterpaparan
tidak”, “kemungkinan tidak”, “kemungkinan ya” dan
remaja oleh gambar iklan rokok yang biasa ditemukan, baik
“pasti ya”. Bila kedua pertanyaan tersebut dijawab
melalui media TV, billboard, spanduk, umbul-umbul,
pasti tidak maka dikategorikan tidak rentan merokok(8).
majalah, surat kabar maupun internet. Pilihan jawaban
Analisis Data
dibedakan menjadi 4; pilihan 1 = bila responden tidak
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan
pernah melihat iklan rokok; pilihan 2 = bila responden
secara univariabel, bivariabel dan multivariabel.
jarang melihat iklan rokok ; pilihan 3 = bila responden
Analisis bivariabel menggunakan uji statistik chi
kadang-kadang melihat iklan rokok, dan pilihan 4 = bila
square. Sementara analisis multivariabel menggunakan
responden sering melihat iklan rokok. Responden juga
uji statistik regresi logistik.
diminta untuk menuliskan nama merek rokok tersebut.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Rentang waktunya adalah 1 bulan terakhir. Sementara, untuk kesan responden terhadap gambar iklan rokok,
Jumlah responden laki-laki dan perempuan
pilihan jawabannya adalah 1 = tidak terkesan dan tidak
hampir sama yaitu (43,8% : 56,2%). Nilai raport
tertarik merokok; 2 = tidak terkesan tetapi tertarik merokok;
sebagian besar responden berkisar pada range 6,00-
3 = terkesan tetapi tidak tertarik merokok; 4 = terkesan dan
7,50 (93,0%). Responden pada umumnya tinggal
14
1
bersama orangtua dan orangtua mereka mayoritas bekerja
Jumlah remaja SMP di Kabupaten Bantul yang
sebagai wiraswasta dan buruh. Sebagian besar orangtua
pernah mencoba merokok sebesar 39,5% (73 orang),
responden
mengetahui keberadaan responden (77,8%).
perokok saat ini (current smoker) sebesar 58,9% (43
Umur responden paling banyak pada kelompok usia 13-15
orang), rentan merokok sebesar 11,6% (13 orang).
tahun (88,7%) dan rata-rata jumlah uang saku responden
Proporsi remaja laki-laki yang pernah mencoba
Rp.103.000,- sampai dengan Rp.121.000 per bulan
merokok lebih tinggi (63,5%) dibandingkan dengan remaja perempuan (8,6%).
Tabel 1. Faktor sosiodemografi, lingkungan sosial, tingkat pengetahuan dan perilaku merokok remaja SMP di Bant Perilaku merokok Tidak pernah Pernah Variabel merokok mencoba χ² merokok N % N % Faktor sosiodemografi Jenis kelamin Laki-laki 38 36,5 66 63,5 55,01 Perempuan 74 91,4 7 8,6 Nilai raport (6,00 - 7,50) 41 49,4 42 50,6 9,23 (7,51 - 8,00) 60 67,4 29 32,6 (8,01 - 9,50) 11 84,6 2 15,4 Uang saku (< Rp.172.622,01) 6 60,0 4 40,0 ( Rp.50.166,81 - Rp172.622,01) 82 55,8 65 44,2 8,82 (
15 tahun) 9 45,0 11 55,0 Lingkungan sosial Ayah Tidak merokok 50 58,1 36 41,9 0,22 Merokok 62 62,6 37 37,4 Kakak Laki-laki Tidak merokok 95 63,8 54 36,2 2,66 Merokok 17 47,2 19 52,8 Kakek 0,61
15
p value
0,00
0,01
0,01
0,18
0,69
0,00
0,09
0,13
0,64
0,10
Tidak merokok Merokok Saudara Tidak merokok Merokok Lainnya (orang kos) Tidak merokok Merokok Teman dekat Tidak ada yang merokok Ada yang merokok Tingkat pengetahuan Baik Kurang
102 10
61,8 50,0
63 10
38,2 50,0
0,44
101 11
63,5 42,3
58 15
36,5 57,7
110 2
60,4 66,7
72 1
39,6 33,3
51 61
92,7 46,9
4 69
7,3 53,1
32,05
0,00
54 58
69,2 54,2
24 49
30,8 45,8
3,66
0,06
3,37
0,07
1,00
Paparan Iklan Rokok dan Perilaku Merokok Remaja SMP Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat
dengan perilaku merokok pada remaja SMP di Bantul.
hubungan yang signifikan antara paparan iklan rokok
Seperti dijelaskan pada Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Paparan iklan rokok dan perilaku merokok pada remaja SMP di Kabupaten Bantul 2011 Paparan iklan rokok Tinggi Sedang Rendah Jumlah
Perilaku merokok Tidak pernah Pernah mencoba merokok merokok N % N % 7 29,2 17 70,8 76 61,8 47 38,2 29 76,3 9 23,7 112 60,5 73 39,5
p
χ²
OR (95%CI)
0,000 0,104 Ref
13,93
7,83 (2,46-24,84) 1,99 (0,87- 4.57)
Hasil ini didukung oleh penelitian Botvin et al.
(10)
; Prabandari, dkk.
Azwar
(25)
(15)
; dan Lopez et al.
menunjukkan
bahwa
dilihat, sehingga mampu meninggalkan kesan
Hasil penelitian juga
terhadap orang yang melihatnya. Hal ini sesuai
; Hanewinkel (26)
gambar-gambar iklan rokok tersebut menarik
et al (8, 23);
semakin
tinggi
.
tingkat
dengan pendapat Suparno bahwa iklan yang
paparan iklan rokok, semakin tinggi kemungkinan
menarik
remaja berperilaku merokok. Paparan iklan rokok
perhatian,
tinggi berpeluang 7,83 kali dalam mempengaruhi
melihat, menimbulkan keinginan, menumbuhkan
remaja untuk mencoba merokok dibandingkan
rasa percaya serta merangsang orang untuk
dengan paparan iklan rokok yang rendah. Hal ini
melakukan
sesuai
dengan
penelitian
Hanewinkel
yang
memiliki
5
unsur,
menumbuhkan
setelah
yaitu:
minat
melihat
menarik
orang
iklan
yang
yang
(27)
ditampilkan
. Iklan perusahaan-perusahaan rokok
melaporkan bahwa insiden merokok para remaja
terkenal sebagian besar mengandung kelima unsur
berhubungan dengan meningkatnya paparan iklan
tersebut, sehingga akan merangsang orang yang
rokok sedangkan paparan produk lain (non rokok)
melihatnya untuk merokok.
tidak
menyebabkan
inisiasi
merokok
pada
Sementara, bila merujuk panduan Federal
(23)
Trade
Persentase responden laki-laki yang sering
pengawasan periklanan di Amerika Serikat, bentuk
terpapar iklan rokok lebih tinggi dibandingkan
tampilan iklan dapat juga menyesatkan konsumen
dengan remaja perempuan. Kondisi ini dikarenakan
atau orang yang melihatnya. Berdasarkan panduan
penerimaan remaja
tersebut, dapat dijelaskan bahwa suatu iklan
remaja
.
Commision
(FTC),
salah
satu
badan
laki-laki terhadap iklan rokok lebih tinggi
mengandung misrepresentation (pernyataan iklan
dibandingkan dengan remaja perempuan (Pierce et
yang salah atau menyesatkan) jika pernyataan
al., 1998, 2002; Biener & Siegel 2000; Sergent et
eksplisit atau implisit bertolak belakang dengan
al., 2000 cit. Boyle, et al., 2004). Iklan rokok
fakta atau jika informasi penting yang mencegah
Sampoerna mild paling banyak diidentifikasi benar
terjadinya misleading (penyesatan informasi) dalam
oleh responden perempuan (92,6%) dibandingkan
suatu praktik, klaim, representasi atau kepercayaan
dengan responden laki-laki (88,5). Gambar iklan
yang reasonable tidak dipaparkan,
rokok tersebut lebih menarik bagi responden
konsumen rasional memperoleh kesimpulan yang
perempuan
salah
karena
gambarnya
terlihat
lucu,
atau
menyesatkan.
sehingga
Sementara
menurut
modelnya remaja laki-laki, dan tertera kalimat
Handler, iklan yang menyesatkan adalah iklan yang
“bercelana ketat dahulu, teman bantu lepas
menyampaikan fakta salah, membujuk pembelian
kemudian” yang dari kalimat tersebut dapat
barang yang diiklankan dan bujukan tersebut
melambangkan
merugikan
nilai
kebersamaan
dan
persahabatan.
pembeli
serta
dibuat
atas
dasar
kecurangan atau penipuan(28). Berkaitan dengan hal
Gambar iklan rokok yang sering dilihat
tersebut, iklan yang dibuat oleh perusahaan rokok
responden adalah Djarum super (76,2%) dan
pada umumnya lebih menonjolkan kenikmatan
16 djarum super merupakan merek rokok yang paling
sementara dari rokok tanpa memikirkan dampak
populer di kalangan remaja (97,3%). Iklan rokok
negatif dari rokok, sehingga banyak remaja yang
yang membuat responden terkesan dan tertarik
tertarik untuk mencoba merokok. Hal ini dapat
merokok dengan persentase tertinggi adalah LA
dilihat pada gambar iklan rokok yang pesannya
light (10,7%) dan classmild (10,3%). Tampilan
disampaikan
melalui
berbagai
media
lebih
17
menonjolkan image positif dari rokok, sedangkan
tempat strategis dan mudah dilihat oleh remaja
dampak adiktif atau kecanduan dan dampak negatif
misalnya
rokok tidak dicantumkan secara jelas. Kalaupun
meninggalkan kesan pada remaja yang melihatnya.
dicantumkan tulisannya lebih kecil dibandingkan
Selanjutnya Iklan tersebut juga ditampilkan melalui
dengan gambarnya sehingga fokus responden
berbagai media secara berulang-ulang misalnya
ketika melihat iklan rokok lebih kepada gambarnya
media baliho, billboard, spanduk, umbul-umbul,
yang menarik bukan peringatan kecil yang pada
media televisi, media cetak (majalah, koran), dan
umumnya di bagian bawah gambar iklan rokok.
pesan yang ada di iklan tersebut juga menggunakan
Hal tersebut dapat dipahami karena tujuan iklan
kalimat sederhana dan mudah diingat remaja
perusahaan rokok adalah untuk meningkatkan
bahkan menggunakan bahasa remaja yang terkesan
penjualan
“gaul”. Misalnya “rumput gue lebih asik dari
rokok,
sehingga (30)
mempersuasi sasaran
iklan
berusaha
dekat
sekolah
sehingga
mampu
tetangga”, “ rich taste”, “todays spirit, talk less do
.
Maraknya penayangan iklan menyesatkan
more, dan hilang arah go a head”. Hal ini
disebabkan semakin ketatnya persaingan di antara
menunjukkan semakin tinggi penerimaan remaja
pelaku usaha guna menarik perhatian konsumen
terhadap
dan menipu konsumen. Terdapat beberapa kriteria yang
dapat
dipergunakan
sebagai
promosi
iklan
rokok
kemungkinan
(2)
mencoba merokok lebih tinggi .
standar
Remaja yang memiliki barang bergambar
penentuan informasi iklan menyesatkan yaitu
merek rokok seperti kaos, korek api, ikat pinggang,
penyesatan informasi (misleading), fakta material,
cangkir, dll memiliki kecederungan merokok lebih
konsumen rasional, dan pembenaran terhadap
tinggi dibandingkan dengan yang tidak memiliki
klaim-klaim iklan. Keseluruhan kriteria tersebut
barang bergambar merek rokok. Hasil ini didukung
dapat membantu pemerintah dan lembaga-lembaga
pernyataan Pierce, et al. yaitu mayoritas remaja di
terkait dengan dunia periklanan untuk mengawasi
Amerika
yang
berusia
12-14
tahun
telah
(25)
berbagai tayangan iklan yang terdapat di media
mempunyai iklan rokok favorit
cetak maupun media elektronik sehingga potensi
Kabupaten Bantul terpapar iklan rokok melalui
kerugian yang mungkin dialami oleh konsumen
televisi, majalah, koran dan outdoor yang lokasinya
dapat dihindarkan
(28)
. Remaja SMP di
. Salah satu contoh iklan yang
di pinggir jalan. Hasil penelitian ini menunjukkan
menyesatkan adalah iklan rokok yang mengajak
bahwa sebagian besar responden terpapar iklan
anak-anak untuk merokok baik secara langsung
rokok di pinggir jalan. Ada kecenderungan semakin
maupun tidak langsung(29).
tinggi frekuensi membaca majalah, koran, melihat
Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa
televisi, paparan iklan pinggir jalan, semakin tinggi
responden yang terkesan dan tertarik ketika melihat
perilaku
iklan rokok memiliki kecenderungan mencoba
bivariabel tidak menunjukkan hubungan yang
merokok lebih tinggi dibandingkan dengan remaja
signifikan dari variabel-variabel tersebut. Hal ini
yang tidak terkesan dan tidak tertarik
ketika
disebabkan yang membuat remaja tertarik dengan
tersebut
iklan rokok adalah jingle lagu, tema, cerita, dan
iklan rokok pada
bintangnya, bukan rokoknya(15). Perilaku merokok
melihat
gambar
iklan
rokok.
disebabkan gambar-gambar penelitian
ini
sangat
menarik
Hal
dari
merokok
remaja.
Namun
hasil
uji
aspek
pada remaja berhubungan secara spesifik dengan isi
pewarnaan, tema gambar yang lucu dan kreatif,
atau pesan dalam iklan rokok(8). Sementara,
menggunakan model remaja, dipasang di tempat-
majalah yang biasa menampilkan iklan rokok
18
adalah
majalah
yang
sasarannya
laki-laki,
hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan
sedangkan majalah yang banyak dibaca oleh
bahwa jenis kelamin laki-laki lebih banyak yang
responden adalah majalah remaja dan anak-anak
merokok(15,17-21).
seperti Bobo, Gadis, Aneka, Keren Beken, Gaul dll.
kebersamaan
Kemudian, waktu menonton televisi remaja SMP
dibagikan pada acara pernikahan, pemakaman,
Bantul juga bervariasi, ada yang sepulang sekolah
pertemuan warga dan acara-acara keagamaan(6).
(pukul 13.00-15.00), sore hari pukul 17.00 sampai
Merokok dianggap sebagai hal yang normatif pada
malam pukul 21.00, pagi hari sebelum berangkat
laki-laki
sekolah dan ada juga yang menonton televisi pukul
kejantanan, begitu pula pada remaja laki-laki(6).
22.00, pukul 01.30 sampai pukul 03.00 dini hari.
Remaja yang memiliki teman dekat yang merokok
Merokok
pada
dan
merupakan
laki-laki
budaya
misalnya
melambangkan
rokok
melambangkan
Berdasarkan PP Nomor 19 Tahun 2003
berpeluang 6,33 kali lebih besar untuk berperilaku
tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan, iklan
merokok. Hal ini menunjukkan bahwa adanya
dan promosi rokok dapat dilakukan di media
pengaruh yang begitu besar dari kelompok teman
elektronik pada periode pukul 21.30 sampai dengan
sebaya atau tekanan sosial dari teman-teman
05.00 waktu setempat. Berdasarkan informasi
disekolah maupun di luar sekolah. Selanjutnya
tersebut, kemungkinan remaja yang terpapar iklan
Paparan iklan rokok tingkat tinggi juga mempunyai
rokok melalui televisi bila menonton televisi di atas
hubungan 5,95 kali lebih besar dengan perilaku
pukul 21.00. Stasiun yang paling sering ditonton
merokok remaja. Kriteria paparan iklan rokok
remaja adalah Global Tv, Trans7 dan Trans Tv,
disini
yang menurut pengamatan peneliti, acara pada
disampaikan
adalah
iklan
rokok
yang
pesannya
melalui
media
secara
berulang-
(31)
stasiun tersebut banyak yang sesuai dengan dunia
ulang
remaja seperti film, olahraga, lagu-lagu, dll.
dapat mencapai tujuan spesifik. Artinya ketika
Sementara, menurut
remaja, acara televisi yang
pesan berorientasi pada afeksi sasaran maka
menayangkan iklan rokok adalah paling banyak
membutuhkan pesan yang berdampak emosi(31).
adalah acara olahraga (44,3%), sisanya acara berita,
Remaja yang mempunyai kakak laki-laki merokok
film, reality show, dan komedi. Selanjutnya,
berpeluang 4,26 kali lebih besar untuk berperilaku
Hanewinkel et al.
(23)
. Pesan yang efektif adalah pesan yang
dalam studi longitudinal
merokok. Di lingkungan keluarga kakak laki-laki
paparan iklan rokok dan inisiasi merokok remaja di
dijadikan sebagai figur terdekat yang dicontoh
Jerman
ada
remaja selain ayah. Peran kakak laki-laki lebih
hubungan antara frekuensi melihat televisi dengan
besar dalam mempengaruhi remaja untuk merokok
inisiasi merokok remaja.
daripada ayah kandung. Hasil penelitian ini sesuai
Faktor Utama yang Berhubungan dengan Perilaku Merokok Remaja SMP
dengan yang disampaikan Botvin et al. bahwa
juga
menyatakan
Analisis mengetahui
multivariabel
faktor
utama
bahwa
tidak
digunakan yang
untuk
status
merokok
menyebabkan
saudara
remaja
yang
merokok
(10)
.
lebih
tua
Hal
ini
berhubungan
dimungkinkan keberadaan kakak laki-laki lebih
dengan perilaku merokok remaja. Variabel tersebut
dekat dengan remaja. Hal ini diperkuat oleh
adalah jenis kelamin, karena mempunyai nilai
penelitian Tyas & Pederson(9) bahwa kurangnya
koefisien (β) paling besar. Remaja SMP dengan
relationship ayah dan anak hanya berhubungan
jenis kelamin laki-laki berpeluang 17,00 lebih besar
dengan perilaku merokok remaja perempuan.
untuk berperilaku merokok dibandingkan remaja SMP perempuan. Hal ini sesuai dengan beberapa
Sementara remaja yang orangtuanya tidak
kurikulum sekolah. Bagi pemerintah daerah Bantul
mengetahui keberadaan anaknya, memiliki peluang
diharapkan dapat mengatur ulang penataan iklan
untuk berperilaku merokok 3,13 kali lebih besar
rokok di Kabupaten Bantul khususnya yang dekat
dibandingkan dengan remaja yang orangtuanya
dengan sekolah. Bagi peneliti selanjutnya dapat
mengetahui keberadaan remaja tersebut. Hal ini
melakukan penelitian lanjutan untuk topik yang
merupakan salah satu bentuk dukungan sosial dari
serupa dengan metode yang berbeda misalnya
orangtua yang dapat mencegah remaja mencoba
dengan studi kohort agar dapat diketahui secara
(24)
merokok
.
spesifik penyebab perilaku merokok pada remaja.
KESIMPULAN DAN SARAN Jumlah remaja SMP di Kabupaten Bantul yang pernah mencoba merokok sebesar 39,5%, perokok saat ini (current smoker) sebesar 58,9% dan rentan merokok sebesar 11,6%. Hampir semua remaja
laki-laki
pernah
mencoba
merokok
(63,5%).Terdapat hubungan yang signifikan antara paparan iklan rokok dengan perilaku merokok pada remaja SMP. Remaja yang terpapar iklan rokok tingkat tinggi berpeluang 7,83 kali berperilaku merokok. Faktor utama yang berhubungan dengan perilaku merokok remaja adalah jenis kelamin lakilaki, adanya teman dekat yang merokok, paparan iklan rokok tingkat tinggi, kakak laki-laki merokok, dan karakteristik orangtua yang tidak mengetahui keberadaan anak. Berdasarkan disarankan
hasil
kepada
penelitian
pihak
sekolah
tersebut untuk
memberikan pemahaman kepada orangtua siswa pada saat pembagian rapot bahwa iklan rokok merupakan penyebab perilaku merokok remaja dan rokok mengandung zat adiktif yang menimbulkan kecanduan;
melakukan
pencegahan
perilaku
merokok pada siswa melalui pendidikan kelompok sebaya (peer group education); dan mengubah kesan positif rokok pada remaja laki-laki dengan memberikan mengandung
pemahaman zat
adiktif
bahwa yang
rokok
menyebabkan
kecanduan dan iklan rokok menyababkan remaja berperilaku merokok. Selanjutnya bagi Dinas Pendidikan Kabupaten Bantul diharapkan dapat memasukan program pencegahan merokok pada
DAFTAR PUSTAKA 1.
Pardo, C., Pineros, M., Jones, N.R., Warren, C.W. (2010) Result of Global Youth Tobacco Surveys in Public School in Bogota Colombia, Journal of School Health, 80(3). 2. Pierce, J.P., Distefan, J.M., Hill, D. (2004) Adolescent Smoking. In : Boyle P, Gray, N., Henningfield, J., Seffrin, J., Zatonski, W., eds. Tobacco and Public Health. United stated: Oxford University Press, pp 315-324. 3. Quit Tobacco Indonesia (QTI, 2009) Laporan Hasil Survei Sekolah di Kota Yogyakarta, Center for Bioethics and Medical Humanities & Center of Health Behavior and Promotion FK UGM. 4. World Health Organization, (2010) Global Progress Report on Implemetation Report of The WHO Framework Convention on Tobbacco Control, WHO Document Production Services, Geneva, Switzerland. 5. Sibarani, W., (2008) Dunia Melawan Rokok, Seputar Indonesia, Jumat 4 Januari 2008. 6. Nichter, M., Padmawati, R.S., Danardono, M., Prabandari, Y.S., Nichter, M., (2010) Reading Culture from Tobacco Advertisements in Indonesia, Download dari Tobaccocontrol.bmj.com, 9 Mei 2010 7. Prabandari, Y.S. (2007), Benarkah Paparan Iklan Rokok Dapat Menyebabkan Remaja Tertarik untuk Merokok, Mensana (Informasi Kesehatan dan Media Sehat), Edisi II. 8. Hanewinkel, R., Isense, B., Sargent, J.D., Morgenstern, M., (2010) Cigarrete Adertising and Adolescent Smoking, American Journal of Preventive Medicine, 38 (4);359-366. 9. Tyas, S.L., Pederson, L.L. (1998) Psychosocial Factor Related to Adolescent Smoking: Critical Review of The Literature, Tobacco Control, 7: 409-420, Download dari bmjjournal.com on 9 April 2011. 10. Botvin, G.J., Goldberd, C.J., Botvin, E.M., Dusenbury. L., (1993) Smoking Behavior of Adolescents Exposed to Cigarette Advertising, Public Health Report , Vol 108 (2). 11. Al-Mohammed, H.J., Amin, T.T., (2010) Pattern and Prevalence of Smoking among
20
12. 13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20. 21.
22.
23.
24.
25.
Students at King Faisal University, Al Hassa, Saudi Arabia, Eastern Mediterranean Health Journal, Vol 16 (1). Kompas, (22 Juni 2011), Rp 3,4 Miliar Cukai Tembakau bagi Bantul Peraturan Bupati Bantul No.40 A Tahun 2010, tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemberian Bantuan Sosial Kemasyarakatan kepada Kelompok Tani di Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantul. Aswin, S., (1997) Metodologi Penelitian Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Prabandari, Y.S., Supriyati., Sunggoro, J.A., Al Kaff, RT., 2004, Paparan Iklan Rokok dan Perilaku Merokok, Laporan Penelitian FK UGM, Yogyakarta. Lemeshow, S., Hosmer, D.W., Klar. J., Lwanga, S.K., (1997) Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan, Gadjah Mada Unversity Press, Yogyakarta. Suhardi, (1997) Perilaku merokok di Indonesia (Smoking behavior in Indonesia)Seri Survei Kesehatan RumahTangga. Jakarta, Indonesia: Departemen Kesehatan IndonesiaBadan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Aditama, T.J., (2002) The Smoking Problem in Indonesia, Medical Journal of Indonesia, 11(1), 56-65. Karekla, M., Symeo, A., Tsangari, H., Kapsou, M., Constantinou, M., (2009) Smoking Prevalence and Tobacco Exposure among Adolescents in Cyprus, Europan Journal of Public Health, 19 (6), 655-661. Mackay, S., Ericsen, M., (2010) The Tobacco Atlas,Geneva : Word Health Organization. Center for Disease Control and Prevention (2010), Cigarette Use among High School Student-United States, 1991-2009, Morbidity and Mortality Weekly Report, 59 (26). Loughlin, J.O., Karp, I., Koulis, T., Paradis, G., Difranza, J., (2009) Determinants of First Puff and Daily Cigarette Smoking in Adolencents, American Journal of Epidemiology, 170 (5). Hanewinkel, R., Isensee, B.,Sargent, J.D., Morgenstern, M., (2011) Cigarette Advertising and Teen Smoking Initiation, Official Journal of The American Academy of Pediatrics, 127 (2). Zielinski, B. C., 1999, Restraint from Behavior: How Can Parent Help?Ohio State University Fact Sheet. Azwar, E., (2007) Determinan Perilaku Merokok pada Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh Provinsi Nanggroe
26.
27. 28.
29.
30.
31.
Aceh Darussalam, Tesis Program Pascasarjana UGM, Yogyakarta. Lopez, M.L., Herrero, P., Comas, A., Leijs, I., Cueto, A., Charlton, A., Markham, W., Vries, H.D., (2004) Impact of Cigarette Advertising on Smoking behaviour in Spanish Adolescent as Measured Using Recognition of Billboard Advertising, Europan Journal of Public Health, 14(4) pp 428-432. Suparno, (2004) Marketing Professional, Restu Agung Jakarta. Harianto, D., (2008) Standar Penentuan Informasi Iklan Menyesatkan, Jurnal Equality, Vol 13 (1). Tinarbuko, S., (2002) Haruskah Iklan dilenyapkan?, Nirmana, Vol 4 (2) hal 143157. Vakratsas, D., Ambler, T., (1999) How Advertising Work : What Do We Really Know?, Journal of Marketing, Vol 63 :Pp 2643 Morton, B.G.S., Greene, W.H., Gotllieb, N.H., (1995) Introduction to Health Education and Health Promotion, Waveland Press, Illinois, hal. 264-267