Cidadaun
Penanggung Jawab: José Luís de Oliveira Redaksi: A. Castro, Nuno Hanjan, A. Neves, N. Katjasungkana, Sebatião da Silva, Octavia do Carmo, Rui Viana, Kopral, Edio Saldanha, Nina Marques, Danino da Cunha, Julino Ximenes, TI, Rogério Soares, José C. Marçal. Distribusi: Martinho Viana
Penerbit:
Yayasan HAK
Jl. Gov. Serpa Rosa T-091, Farol, Dili Tel. + 670 390 313323 Fax. + 670 390 313324 e-mail:
[email protected] Dengan dukungan:
Hamutuk Hari’i Nasaun Demokratiko
No. 06, Minggu II, September 2001 CARLOS MAULAKA
l ISI NOMOR INI l
Berita Pemantauan
Hal. 3
Lia Fuan
Hal. 4
Tatoli
Hal. 6
Wakil Rakyat
Menulis Konstitusi
OPINI
Tugas Mendesak Wakil Rakyat Hal. 2
R
Hal. 3 Hal. 3
Siap Menyusun Konstitusi TATOLI
Hal. 4
Kedewasaan Politik Rakyat LIA FUAN
Hal. 4 Hal. 5
Menyampaikan Aspirasi Proses Konstitusional KONSTITUSI
Hal. 5 Hal. 6 Hal. 7 Hal. 7
Konstitusi Dibuat Tiga Hari Konstitusi RDTL 1975 Konstitusi Fiji Konstitusi Indonesia ADVOKASI
Hal. 8
IFET tentang Pemilu
NUG KATJASUNGKANA
Sebuah keluarga di TPS Titilari, Lospalos. ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
l
angkaian proses pemilu 30 Agustus 2001, yang banyak menguras tenaga dan pikiran bangsa ini telah berakhir dengan pengumuman hasilnya. Daftar nama wakil-wakil partai politik dan kandidat independen yang terpilih sudah diumumkan KPI. Dari 88 kursi anggota dewan kostituante, FRETILIN berhasil mengantongi 55 kursi, PD 7 kursi, PSD dan ASDT masing-masing 6 kursi dan sisanya tersebar pada parpol lain, kecuali PDM, PARENTIL dan PTT. Banyaknya kursi yang dimenangkan FRETILIN sebenarnya tidaklah luar biasa. Jauh-jauh hari banyak pengamat sudah menduga hal itu, walau sebenarnya jumlah 55 kursi itu lebih rendah dari target FRETILIN. Fenomena menarik justru terjadi pada Partido Democratico (PD) pimpinan Fernando de Araújo. PD yang adalah partai yang paling belakangan didirikan, berhasil melampaui perolehan kursi UDT, ASDT, dan PSD. Kemenangan FRETILIN disambut hangat para pendukungnya, tetapi sebaliknya malah dikawatirkan sejumlah kalangan. Sesaat sebelum pengumuman hasil akhir, Xanana dalam komentarnya di media mengatakan bahwa ia tidak menginginkan adanya mayoritas mutlak dalam Majelis Kostituante. Pernyataan ini diyakini tertuju kepada FRETILIN, yang waktu itu dipastikan bakal mendominasi keanggotaan Majelis Konstituante. Dengan menjadi mayoritas, FRETILIN dikhawatirkan bakal mengarahkan semua anggota Majelis Konstituante untuk menerima rancangan konstitusi mereka. Menanggapi kekawatiran itu, pimpinan FRETILIN mengatakan bahwa partai ini tidak bersikap eksklusif. FRETILIN adalah partai politik inklusif yang akan membuka diri bagi ide kelompok lain dan menerima siapa saja untuk kerja sama dalam pemerintahaan yang akan dibentuk, asalkan mereka punya kapasitas untuk itu, kata anggota CC FRETILIN Estanislau da Silva kepada Radio UNTAET beberapa hari lalu.
BERITA PEMANTAUAN
Sumpah Majelis Konstituante
l
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
l
Seolah meluruskan persoalan, Direktur Yayasan HAK Aniceto Guterres Lopes kepada Suara Timor Lorosae (08/ 09/01) mengatakan, Seharusnya orang tidak perlu terjebak dalam perdebatan tentang konsep konstitusi yang cenderung dilihat dari mana dan dari siapa datangnya. Tetapi harus melihat baik atau tidaknya konsep yang diusulkan. Apakah konsep konstitusi yang diusulkan FRETILIN itu mengutamakan aspirasi dan kepentingan serta visi seluruh rakyat Timor Lorosae atau tidak, itu yang seharusnya dilihat. Sementara di pihak lain Partido Social Democrata (PSD), melalui wakil presidennya Leandro Isac menawarkan kepada PD untuk membentuk koalisi. Masih belum jelas apa tujuan koalisi ini. Koalisi biasanya dilakukan oleh partai-partai politik untuk membentuk pemerintah atau untuk membentuk oposisi terhadap pemerintah, sementara pemilu ini tidak untuk membentuk pemerintah, tetapi untuk membentuk badan yang membuat konstitusi. Agaknya langkah PSD ini merupakan upaya mengimbangi dominasi FRETILIN atau malah merupakan cara untuk meningkatkan posisi tawar terhadap partai besar itu. Pihak PD sendiri sejauh ini belum menentukan sikapnya dengan jelas. Ada kekhawatiran bahwa ide koalisi diajukan untuk membagi kekuasaan di antara partai, bukan untuk mencapai konstitusi yang baik. Pasalnya, belakangan pimpinan partai tertentu melakukan lobby untuk mendapatkan posisi dalam kabinet transisi kedua yang akan dibentuk oleh kepala pemerintah transisi.Ini biasa dalam politik. Tetapi pada tahap sekarang, fokus harus diarahkan pada pembuatan konstitusi, bukan pembentukan pemerintahan. Karena konstitusi merupakan aturan dasar untuk pembentukan pemerintahan negara merdeka, tegas sejumlah warga Dili kepada Cidadaun. Keprihatinan ini jelas patut diperhatikan oleh partai politik yang mendapatkan kursi di Majelis Konstituante. l Rui Viana ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
l
EDITORIAL l
l
Suara Rakyat Wajib Didengar
Tugas Mendesak BagiW akil Rakyat
P
emilu sudah berlalu dan hasilnya pun sudah kita ketahui. Sebentar lagi mereka yang terpilih akan dilantik sebagai anggota Majelis Konstituante, dan bekerja selama 90 hari untuk merumuskan konstitusi atau landasan kehidupan bernegara. Konstitusi inilah yang akan jadi pegangan bagi rakyat selanjutnya dalam menyusun peraturan, undang-undang dan produk hukum lainnya. Sebuah tugas dengan tanggung jawab yang besar. Anggota Majelis akan duduk berjam-jam menghadapi rancangan, mengikuti perdebatan, menyumbang pendapat dan juga mengajukan usulan. Ada banyak dimensi yang harus dipertimbangkan, ada banyak suara yang harus didengar, dengan satu prinsip bersama: membangun sebuah sistem yang menjamin kesejahteraan dan keselamatan semua orang, serta keadilan dan perdamaian abadi. Karena kerja keras inilah kiranya anggota Majelis Konstitusi, sesuai Regulasi UNTAET No. 2/2001, mendapat hak istimewa, dibebaskan dari semua tuntutan hukum sampai masa kerja Majelis berakhir dan juga mendapat berbagai fasilitas untuk menunjang pekerjaannya. Semoga dengan semua perkecualian dan perlakuan istimewa ini para anggota sepenuhnya sadar bahwa setiap perkataan dan pandangan mereka dalam masa kerjanya akan berpengaruh terhadap nasib dan masa depan orang banyak. Sebagai wakil yang dipilih untuk menyampaikan harapan dan memperjuangkan kepentingan rakyat, sudah sepatutnya para anggota majelis benar-benar menjadikan kepentingan bersama sebagai titik tolak, bukan kepentingan sesaat yang berdasarkan nafsu pribadi atau kelompok semata-mata. Selama pemilihan umum, ada kesan terjadi persaingan memperebutkan kursi di Majelis. Dan para pengamat di media massa maupun warung-warung ramai memberi komentar seolah menonton sebuah pertandingan. Sungguh bahaya kalau proses politik seperti sekarang hanya dianggap permainan atau tontonan, karena yang dipertaruhkan di sana tidak lain adalah nasib orang banyak. Karena itu tidak sepatutnya kita berbicara tentang “menang dan kalah” dalam politik, karena kita berurusan dengan kehidupan nyata, bukan sebuah permainan yang setiap saat bisa dimulai. Dalam pemilihan umum yang lalu pula kita semua melihat keterbatasan sistem perwakilan yang sekarang dipraktekkan di Timor Lorosae. Pemilihan umum tidak lain dari proses menetapkan wakil-wakil yang dipercaya untuk bicara menyampaikan harapan kita dan bekerja merumuskannya menjadi konstitusi. Masalahnya kita tahu bahwa selama dua tahun tidak banyak yang sempat dibicarakan antara calon anggota dengan rakyat. Artinya, sekalipun kita mempercayai para anggota sebagai wakil, belum tentu semua yang kita harapkan dan pikirkan akan dengan sendirinya akan disalurkan. Kita perlu mekanisme berbeda untuk memastikan agar apa yang diharapkan dan dipikirkan rakyat akan menjadi bahan pertimbangan dan diskusi di dalam sidang Majelis. Alangkah baiknya jika Majelis Konstituante bisa membuka ruang bagi rakyat kebanyakan untuk ikut melihat dan bahkan berbicara dalam sidang-sidang mereka, terutama bagi kaum perempuan, anak-anak dan kelompok minoritas lain yang selama berlangsungnya “pertandingan politik” (pemilu), tidak banyak bersuara. Tentu bukan dengan maksud memperlambat proses yang ada, tetapi semata-mata untuk meningkatkan kualitas diskusi, perumusan, dan keputusannya. Sudah sewajarnya jika anggota Majelis sungguh-sungguh membuka pintu untuk mendengar suara orang yang memilih mereka sebagai wakil, berbicara tentang segala hal yang tidak sempat dikonsultasikan sebelumnya, karena berbagai alasan. Inilah makna dari demokrasi sejati, bukan perhitungan kalah-menang dalam “pertandingan merebut kursi majelis”. Suara rakyat wajib didengar, karena mereka yang duduk di dalam Majelis tidak lebih dari wakil-wakilnya. Dengan langkah itu pula, kita dapat menutup lembaran hitam sejarah Timor yang penuh permainan kepentingan sempit dan sesaat, lobby dan kesepakatan di bawah meja, pemenuhan ambisi l Pffu i i i i ! l pribadi dan kelompok, kecurangan dan manipulasi yang akibat-akibatnya sudah kita rasakan bersama. Cidadaun
l Hilmar Farid l
P
emilu sudah selesai, dan hasilnya pun disambut gembira, setidaknya oleh panitia dan peserta. Situasi tegang yang sempat meliputi hari-hari terakhir menjelang pemungutan suara pun langsung mereda. Desas-desus kerusuhan, perkelahian dan keributan lain terbukti tidak benar. Dalam kampanye memang partai-partai sepertinya gigih bersaing merebut suara, kadang dengan mengorek dan mengungkap kekurangan yang lain. Begitulah politik jadinya kalau dianggap sebagai pertandingan atau permainan. Partai-partai politik cenderung bekerja dengan logika menang-kalah, bukan sebagai penyambung aspirasi rakyat. Merasa puas jika bisa mendapat lebih banyak dari yang lain, dan jengkel atau sedih jika belum berhasil. Para pendukung pun ramai bermain di luar arena, yang kadang sampai pada tindak kekerasan terhadap sesama. Secara umum pemilu 2001 ini jauh lebih baik dari apa yang pernah kita alami selama ini. Itu sudah pasti. Tetapi kualitas pemilihan tidak hanya diukur dari jumlah pemilih yang besar dan situasi damai pada hari pemungutan suara. Apalagi kualitas demokrasi. Apa yang kita miliki sekarang baru kulit dari demokrasi, yaitu kebebasan mengungkapkan pendapat, kebebasan berorganisasi dan kebebasan memilih. Masih ada jalan panjang untuk menegakkan kedaulatan dan kekuasaan rakyat, yang merupakan unsur paling dasar dalam demokrasi. Pembentukan Majelis Konstitusi adalah fase berikut dari praktek demokrasi perwakilan. Di sinilah ujian sesungguhnya. Ada beberapa kelemahan dasar sistem perwakilan ini yang ditunjukkan sejarah dunia: l Birokratisasi dan watak otoriter dari administrasi serta para wakil yang terpilih. Dalam pemilu tidak ada ikatan yang jelas antara wakil yang dipilih dengan rakyat yang memilih. Para wakil kemudian lebih sibuk dengan sesama atau urusan birokrasi daripada mendengarkan suara rakyat yang memilihnya. l Tidak adanya kontrol dari rakyat terhadap para wakil atau partai yang mereka pilih. Hubungan antara keduanya hanya terjadi pada saat pemungutan suara, dan selanjutnya para wakil mendapat wewenang begitu besar dan menjauh dari rakyat. l Mekanisme pemilihan pada dasarnya tidak mencerminkan kehendak rakyat, karena rakyat hanya dihitung sebagai deretan angka (jumlah pemilu) ketimbang individu dengan keinginan, harapan dan cita-cita. l Tidak adanya koherensi antara proyek pemilihan dengan program serta praktek para wakil di dalam dewan/majelis. Pemilihan dan kampanye dibuat untuk meraih suara bukan untuk mendengar apa yang sesungguhnya diinginkan rakyat. Dan komunikasi berhenti saat pemilihan selesai. l Terus berubahnya partai dan calon setelah masa pemilihan. Di banyak negara dikenal istilah electoral machine, atau organisasi/partai yang hanya dibentuk untuk merebut suara dalam pemilihan umum. Kandidat pun bergonta-ganti partai hanya untuk mendapatkan tiket ke dewan/majelis, tanpa peduli pendukungnya di partai yang lama.
Pffu i i i i ! l
l
Ketua Pejabat Pemilihan Carlos Valenzuela mengatakan bahwa jumlah suara yang tidak sah dalam pemilu lebih rendah dari jumlah penduduk yang buta huruf.
Jangan gembira dulu, karena yang tahu baca-tulis banyak yang buta politik.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
OPINI l
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Cidadaun
○
○
○
○
○
○
○
○
l No. 06, Minggu II,September 2001 - hal 2
○
○
○
l
○
○
○
○
Kecenderungan sistem itu untuk membenarkan segala ketidakadilan, ketimpangan dan pelanggaran hak asasi manusia dengan dalih bahwa dewan/majelis adalah wakil sejati dari kepentingan rakyat. Padahal pemilihan adalah satu-satunya kesempatan di mana rakyat hanya bisa memilih orang atau tanda gambar tanpa berkesempatan menyampaikan keinginan dan harapannya secara langsung. Kita tentu berharap agar semua itu tidak terjadi, tetapi di sisi lain tidak bisa berlaku naif mempercayakan segala sesuatu kepada majelis yang terpilih. Sistem kontrol dan partisipasi harus segera dibentuk untuk menjamin bahwa segala kelemahan sistem perwakilan itu tidak terulang lagi. Dalam konteks ini anggota majelis ada dalam posisi unik sekaligus penting. Unik karena kewenangannya begitu besar dan menentukan. Penting karena apa pun yang dilakukan sekarang akan berpengaruh pada perkembangan politik selanjutnya. Inilah bedanya politik dengan pertandingan. Di sini kita berharap anggota majelis merenungkan kembali seluruh proses yang membuat mereka terpilih. Seperti kita tahu proses pemilihan berlangsung sedemikian rupa sehingga tidak ada komunikasi cukup antara pemilih dan calon yang dipilih. Susunan calon anggota diserahkan kepada masing-masing partai, dengan asumsi bahwa pemilih pasti akan setuju dengan susunan tersebut. Bagi mereka yang belum sempat melaksanakan kongres, konferensi atau dialog berkelanjutan, tentu asumsi itu harus diperiksa kembali dengan sungguh-sungguh. Artinya, susunan majelis saat ini adalah susunan yang diajukan partai kepada rakyat untuk dipilih. Bukan pilihan rakyat sendiri. Hal ini memang merupakan kelemahan dasar dari sistem perwakilan di mana pun juga. Menyadari persoalan itu sudah sepatutnya anggota majelis coba membuktikan diri sebagai wakil rakyat sejati, dengan berpikir dalam kerangka bangsa yang lebih luas. Secara formal memang mereka menjadi wakil dari partai, tetapi secara esensial mereka diharapkan menjadi wakil dari bangsa ini untuk duduk berunding memutuskan arah perjalanan selanjutnya. Rakyat pun tidak bisa menunggu apa pun yang diputuskan, kemudian menggerutu di belakang jika keputusan majelis tidak sesuai dengan harapan mereka. Sebaliknya justru harus bangkit membantu majelis dengan memberikan masukan, komentar, pendapat dan menyelenggarakan diskusi di kampung yang hasilnya bisa disampaikan kepada majelis. Tentu diperlukan kapasitas pengorganisasian diri agar dalam proses ini orang tidak berjalan semaunya saja. Melihat semua itu maka tugas mendesak bagi para wakil sekarang ini adalah membuka pintu kantor, rumah dan hati masing-masing untuk mendengarkan pendapat dari berbagai kalangan, agar hasil yang dicapai bisa benar-benar memuaskan semua orang, dan mampu membuka jalan menuju demokrasi sejati. l l
Hilmar Farid adalah anggota FORTILOS (Forum Solidaritas untuk Rakyat Timor Lorosae), pengajar sejarah senirupa pada Institut Kesenian Jakarta, Indonesia.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
l
BERITA PEMANTAUAN l
Pengambilan Sumpah Majelis Konstituante
Timor Lorosae resmi memiliki Majelis Konstituante. Sayang upacara pelantikannya kurang khidmat. l l l
T
tol di pinggang berjaga-jaga di depan pintu masuk Gedung Majelis Konstituante. Pemandangan seperti itu tentu membuat heran sebagian para tamu maupun jurnalis. Maklum saja, tentara Amerika Serikat tidak menjadi bagian dari tentara penjaga perdamaian PBB (UN-PKF) yang memang bertugas di Timor Lorosae. Ternyata mereka mengawal empat orang perwira pimpinan rombongan militer Amerika Serikat dari Angkatan Darat, Laut, dan Marinir yang berkunjung ke Timor Lorosae menggunakan kapal induk yang berlabuh di lepas pantai Dili. Tidak lazim bagi acara seperti ini, para perwira itu mengenakan pakaian tempur lorengloreng, bukan pakaian khusus untuk upacara. Uskup Diosis Dili Dom Carlos Filipe Ximenes Belo yang menghadiri upacara ini sempat menghampiri para perwira ini untuk memberikan ucapan turut berduka cita atas terjadinya tragedi pada 11 September lalu. Upacara pengambilan sumpah ini l
BERITA PEMANTAUAN
Siap Menyusun
Konstitusi Timor Lorosae
l
N. KATJASUNGKANA
anggal 15 September 2001 pagi itu petugas polisi sibuk mengatur lalu lintas di sekitar Kantor Pusat UNTAET Dili. Pasalnya pagi itu di salah satu gedung di kompleks itu akan diadakan upacara pengambilan sumpah para anggota Majelis Konstituante. Jalan di belakang kompleks itu pun ditutup untuk umum. Upacara yang rencananya dimulai pukul 10.30 itu mendapat perhatian besar dari media dalam maupun luar negeri. Pemeriksaan untuk memasuki gedung pun dilakukan dengan sangat ketat oleh para petugas Polisi Timor Lorosae. Para hadirin diharuskan menjalani pemeriksaan dengan membuka tas yang dibawa. Maklum banyak pejabat penting menghadiri acara ini seperti para petinggi UNTAET, korps diplomatik, petinggi Gereja, dan bekas pemimpin CNRT seperti José Ramos-Horta dan Kayrala Xanana Gusmão. Tampak pula sejumlah anggota tentara Amerika Serikat bersenjata pis-
Sergio selanjutnya meminta para hadirin untuk bertepuk tangan. Tepuk tangan pun berkumandang dari para hadirin yang memberikan penghormatan dengan berdiri dari tempat duduk masing-masing. Sayang upacara ini kurang khidmat. Padahal ini adalah lembaga negara yang paling terhormat, kata seorang hadirin kepada Cidadaun. Selesai bersumpah, para anggota Majelis Konstituante satu per satu berdiri dari tempat duduknya berjalan ke meja pimpinan sidang untuk membubuhkan tandatangan masing-masing. Begitu selesai penandatangan, para hadirin kembali bertepuk tangan gemuruh. Usai upacara ini para anggota Majelis Konstituante yang umumnya berpakaian bagus itu banyak yang mengabadikan kejadian ini dengan berfoto. Beberapa anggota seperti Mari Alkatiri, Mário Carrascalão (PSD), Isabel Ferreira (UDT), dan Mariano Sabino Lopes (PD) diserbu para jurnalis yang bersemangat mewawancarai atau memotret. Maklum selama upacara berlangsung para jurnalis dikurung di tempat khusus sehingga tidak bisa memotret. Upacara pengambilan sumpah ini disiarkan langsung oleh stasiun televisi publik TVTL. Sayangnya para penonton tidak mendapat informasi tentang apa yang sedang berlangsung di ruang sidang, karena penyiar tidak memberi penjelasan. l
dimulai dengan pemberian pesan-pesan kepada para anggota Majelis Konstituante oleh sejumlah orang yang dianggap mewakili masyarakat biasa Timor Lorosae. Laki-laki dan perempuan berpakian adat tais ini umumnya berpesan agar para anggota tidak melupakan penderitaan rakyat selama perjuangan untuk merebut kemerdekaan. Setelah pesan-pesan itu, dilakukan persembahan Malus dan Buo, yang menurut pembawa acara Gloria de Castro Hall (Kepala Sekretariat Majelis Konstituante), merupakan lambang mediasi. Pengambilan sumpah sendiri dilakukan setelah pidato singkat oleh Administrator Transisi Sergio Vieira de Mello. Pengambilan sumpah ini agaknya tanpa persiapan yang baik. Setelah diumumkan bahwa pengambilan sumpah dimulai, para anggota serentak berdiri. Pembawa acara memberi aba-aba untuk mulai bersumpah, tetapi para anggota Majelis Konstituante terlihat kebingungan. Kemudian terlihat Sekjen FRETILIN Mari Alkatiri dari tempat duduknya berbicara kepada Sergio de Mello di tempat pimpinan sidang. Entah apa yang mereka bicarakan, selanjutnya Presiden FRETILIN Lu Olo membacakan sumpah. Setelah Lu Olo selesai, para anggota yang lain tetap diam. Kemudian Sergio de Mello meminta kepada para anggota untuk berkata, Saya bersumpah. Para anggota pun menyahut mengatakan Saya bersumpah dalam bahasa Portugis.
Saat upacara pelantikan Majelis Konstituante (15/9), Cidadaun menemui sejumlah anggota menanyakan kesiapan mereka menyusun konstitusi. l
l
l
S
ekretaris Jenderal Partido Democrático (PD) Mariano Sabino Lopes, yang terpilih menjadi anggota Majelis Konstituante ketika diwawancara oleh Nina Marques dan José Marçal dari Cidadaun pada saat upacara pelantikan (15/9), mengatakan bahwa pihaknya sedang mengelaborasi ide-ide dasar yang sudah dibicarakan dengan masyarakat pada saat kampanye. Setelah melakukan sumpah (sebagai anggota Majelis Konstituante, Red.) perlu disadari bahwa kita bukan lagi mengatasnamakan kepentingan partai, tetapi setiap orang atas nama rakyat. Jadi bagaimana setiap orang berbicara atas nama rakyat. Untuk itu jangan melihat siapa yang berbicara, tetapi lihatlah apa yang dibicarakan. Bila kita melihat yang dibicarakan baik, kita harus mengembangkannya agar konstitusi yang disusun itu baik, kata bekas Ketua DPP IMPETTU yang dalam acara pelantikan ini tampil gagah dengan jas berwarna coklat. Ketika ditanya tentang pelatihan yang akan diadakan UNTAET untuk anggota Majelis Konstituante, Mariano ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
mengatakan bahwa pelatihan itu tidak perlu karena setiap partai sudah mempersiapkan diri untuk menulis konstitusi. Jika ada pelatihan, ya kami ikut, jika tidak ada, tidak masalah, katanya. Hal senada dikatakan oleh Sekjen PDC Arlindo Marçal. Menurutnya, semua partai termasuk PDC sudah melakukan persiapan untuk menyusun konstitusi. Saya pribadi sudah siap. Hal yang penting, selama ini kita sudah dengar pendapat dari rakyat, sudah ada ceramah-ceramah, seminar-seminar tentang konstitusi, tentang bagaimana membuatnya. Kita sudah dalam suasana membuat konstitusi. Saya sudah siap, dan bukan saya sendiri, bersama teman-teman dari partai lain. Kita tidak lihat partainya, kita mewakili kepentingan nasional, duduk bersama untuk menghasilkan konstitusi yang baik untuk Timor Lorosae, kata pendeta yang dulu aktif dalam perjuangan bawah tanah ini. Anggota Majelis Konstituante wakil Distrik Manufahi, Arao Amaral kepada Cidadaun mengatakan, bahwa dirinya menjalankan dua tugas. Tugas pertama ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Tentara AS bersenjata di Gedung Majelis Konstituante.
tusi, karena FRETILIN ingin merangkul semua anggota Majelis Konstituante dalam penyusunan konstitusi, kata seorang sumber yang enggan disebutkan namanya. Sekarang mereka sedang membuat komisi-komisi berdasarkan masalah yang akan dimasukkan dalam konstitusi. Armando da Silva, Presiden Partai Liberal, yang saat acara pelantikan tampil gagah dengan jas berwarna biru, mengatakan bahwa dirinya sudah siap. Kami sudah mempersiapkan diri untuk berdebat dalam diskusi, dengan ide-ide untuk kami untuk mengembangkan konstitusi Timor Lorosae. Menurut bekas ketua organisasi pemuda Fitun ini, ketika mendirikan partai, pihaknya sudah siap menyumbangkan pemikiran untuk menyusun konstitusi Timor Lorosae. l
membawa aspirasi masyarakat distriknya dan tugas kedua adalah membawa program partai. Dari FRETILIN, ia sudah mendapatkan rancangan (draft). Rancangan ini untuk dipelajari. Bukan bahan yang pasti. Hanya sebagai bahan untuk didiskusikan dalam Majelis Konstituante, kata lelaki yang menghadiri upacara pelantikan mengenakan jas warna coklat itu. Informasi yang diperoleh Cidadaun, setelah pengumuman hasil pemilu FRETILIN menyelenggarakan rapat persiapan penyusunan konstitusi. Rancangan konstitusi yang telah mereka selesaikan beberapa bulan yang lalu dibagikan kepada para anggota Mejelis Konstituante dari partai ini. Rancangan tersebut akan dijadikan pegangan untuk pembahasan di majelis. Tidak akan disodorkan sebagai rancangan konsti○
○
○
○
Cidadaun
○
○
○
○
○
○
○
○
○
l No. 06, Minggu II, September 2001 - hal 3
○
○
l
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
l
LIA FUAN l NUG KATJASUNGKANA
Aspirasi Rakyat
Harus Disampaikan Terus Mejelis Konstituante telah terbentuk. Apakah partisipasi rakyat dalam pembentukan negara merdeka Timor Lorosae sudah selesai? l l l
N
duk dalam badan negara, yang punya wewenang untuk membuat keputusan pada tingkat negara. Inilah yang disebut demokrasi perwakilan, yakni suatu kekuasaan rakyat yang dijalankan oleh wakilwakil rakyat yang dipilih melalui pemilu yang bebas dan rahasia. Demokrasi perwakilan tentu punya kelemahan. Para politisi bisa saja mengobral janji di masa kampanye untuk membuat rakyat memilihnya. Tetapi setelah terpilih, ia tidak akan memenuhi janjinya karena janji-janji tersebut memang tidak realistis. Misalnya saja janji untuk membuat pelayanan kesehatan gratis memang mudah diucapkan, tetapi sangat sulit diwujudkan karena membutuhkan biaya yang sangat besar. Selain itu, mengingat sedikitnya informasi banyak sekali pemilih yang tidak mengetahui program partai-partai politik, dan karena itu menjatuhkan pilihan tanpa pertimbangan yang cukup. Oleh karena itu setelah Majelis Konstituante terbentuk, rakyat yang telah
egara yang sedang kita bentuk sekarang ini adalah negara de mokrasi. Menurut pengertian katanya, demokrasi berarti kekuasaan rakyat. Demokrasi sendiri adalah proses, proses di mana rakyat menjadi berkuasa atas segala hal yang bersangkutpaut dengan kehidupannya, termasuk kehidupannya dalam bernegara. Rakyat berkuasa artinya, rakyatlah yang menentukan. Kita baru saja melewati salah satu cara mewujudkan demokrasi, yaitu pemilu. Dalam pemilu, rakyat memilih siapa-siapa yang mereka anggap cocok untuk mewakili kepentingannya dalam badanbadan negara. Pemilu kali ini untuk memilih wakil-wakil rakyat yang duduk dalam lembaga pembuat konstitusi. Mengapa kita harus memilih wakil kita? Karena penyusunan konstitusi itu tidak bisa dilakukan oleh seluruh rakyat. Prinsip ini berlaku untuk banyak hal lain dalam kehidupan bernegara. Prinsip bahwa rakyat memilih wakil untuk du-
l
Terus bersuara agar konstitusi menjamin kepentingan rakyat. l
memilih wakil-wakilnya harus terus-menerus menyampaikan apa keinginan kita, agar kepentingan dan kebutuhan kita diperjuangkan. Kita bisa menemui langsung para anggota Majelis Konstituante atau menulis surat untuk menyampaikan apa saja yang kita anggap perlu ditulis dalam konstitusi. Ada yang berpendapat bahwa setelah memilih para wakilnya, rakyat cukup menunggu hasil kerja mereka. Kalau pendapat ini diikuti maka demokrasi berhenti pada pemilihan wakil rakyat. Di banyak negeri, pendapat semacam ini memang dominan. Akibatnya, seluruh urusan kenegaraan kemudian menjadi urusan para wakil rakyat saja yang meng-
TATOLI
Keinginan Rakyat
Berikut adalah harapan pada Majelis Konstituante yang dihimpun oleh Nina Marques dan José Marçal dari Cidadaun. l l l
D
untuk kepentingan partai, tegasnya. Menurut pengamatannya, sebagian kandidat membohongi rakyat ketika berkampanye. Sebagian partai politik dan kandidat independen mempunyai program yang sangat bagus yang sangat berkaitan dengan keinginan dan keperluan masyarakat kita. Walaupun ada sebagian partai politik yang hanya membohongi rakyat, dan itu menurut saya sangatlah bodoh. Karena kita hidup di alam kemerdekaan dan kita akan membuat suatu undang-undang yang melindungi dan mengatur kehidupan masyarakat kita. Bagaimana kita akan duduk di Majelis Konstituante dan membuat konstitusi kalau yang kita katakan adalah ketidakbenaran atau sesuatu yang sulit dipercaya. OK lah ini demokrasi, tetapi jangan menggunakan demokrasi untuk membohongi rakyat, tegasnya. Tunjukkan kepada kami rakyat kecil, bahwa Anda dapat berbuat sesuatu untuk negara Timor Lorosae, demikian tantang Helena Gomes, ibu empat anak yang menuntut ilmu pada Jurusan
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
l
ambil keputusan tanpa perlu berkonsultasi dengan rakyat. Maka urusan-urusan penting tersebut akan menjadi monopoli para politisi profesional dan rakyat semakin jauh dari proses pengambilan keputusan semacam itu. Akibat lebih jauh, rakyat menjadi tidak perduli lagi dan tidak mau berpartisipasi dalam urusan politik. Misalnya, di Amerika Serikat yang dikenal sebagai juara demokrasi, rakyat yang mengikuti pemilihan umum tidak pernah lebih dari 50 persen. Agar kita tidak mengulangi pengalaman itu.Kita harus terus-menerus berpartisipasi dalam kehidupan bernegara. Upaya untuk menyalurkan aspirasi mengenai konstitusi adalah salah satunya. l
l
hasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi, berpendapat, Orang-orang yang terpilih dalam Majelis Konstituante harus memberikan pandangan mengenai hak dasar manusia, perekonomian, sistem pemerintahan, pertahanan, dan keamanan, lambang negara, dan mata uang kita. Mengenai nilai-nilai yang mendasari konstitusi, Quintinho Manuel, Wakil Ketua Gerakan Mahasiswa Pro-Demokrasi (GMPD), menegaskan bahwa nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan rakyat Timor Lorosae yang harus dijadikan dasar. Bagian pembukaan dari konstitusi harus berisikan nilai sejarah serta apa yang menjadi tujuan yang hendak dicapai oleh bangsa Timor Lorosae. Kemudian bagian isi konstitusi harus memuat tentang kekuasaan negara, hubungan negara dengan masyarakat, dan pengembangan demokrasi sesuai dengan budaya bangsa Timor Lorosae, lanjutnya. Mengenai ekonomi, menurutnya, konstitusi harus menjamin akses rakyat yang sama dan pemerintah harus melakukan intervensi untuk pengendalian ekonomi. Di bidang politik, harus dijamin partisipasi aktif rakyat bukan hanya pada saat pemilu. Tetapi dalam semua aspek kehidupan politik, rakyat harus dilibatkan terus-menerus, tegasnya. Harapan warga masyarakat tersebut tidak muluk-muluk. Bagi mereka cukup jika para anggota Majelis Konstituante mendengarkan keinginan rakyat yang telah rela menderita selama perjuangan melawan kolonialisme Portugal dan pendudukan fasis Indonesia. l
Sastra Inggris Universitas Nasional Timor Lorosae (UNATIL). Konstitusi itu bukan hanya berlaku satu atau dua hari, tetapi selamanya. Karena itu harus ditulis sesuai aspirasi rakyat. Khusus tentang barlaque, ia berpendapat sebaiknya ada pasal yang mengatur dalam bagian tentang hukum tradisional. Barlaque bukan dihilangkan tetapi disederhanakan, katanya. Sementara Flavio Manuel Lobato, seorang petani kopi Liquiça berharap agar dilibatkan kaum intelektual yang merespons kehendak rakyat. Supaya dalam penyusunan konstitusi dapat dimengerti dengan jelas arti dari konstitusi tersebut. Terutama rakyat kecil yang tidak mengerti apa itu konstitusi, sehingga dalam penyusunan konstitusi harus juga menuangkan aspirasi-aspirasi yang berkembang dan dapat dimengerti, harapnya. Semoga Majelis Konstituante dapat menyusun konstitusi yang baik dan menguntungkan seluruh rakyat , kata Julio Aparicio, Wakil Ketua Senat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNATIL. Ia berharap agar para anggota majelis tidak memasukkan kepentingan pribadi maupun kepentingan golongan. Menurutnya, konstitusi Timor Lorosae harus memuat seluruh hak dan kewajiban warganegara. Termasuk kewajiban untuk mendukung masyarakat secara keseluruhan, menjamin kehidupan dan kesejahteraan seluruh masyarakat. Karena itu ekonomi kerakyatan dan reformasi pertanahan harus masuk dalam konstitusi. Sementara Matias Fernandes, ma-
Harus Memperhatikan
alam menyusun konstitusi, para anggota Majelis Konstituante harus memperhatikan aspirasi rakyat. Demikian pendapat Carlos Almeida Jerónimo, anggota Kepolisian Timor Lorosae. Jangan hanya melihat kepentingan partai, tetapi harus memperhatikan kepentingan nasional, katanya. Untuk meningkatkan kemampuan para anggota Majelis Konstituante, ia berharap agar didatangkan para ahli dari luar negeri yang berkemampuan di bidang penyusunan konstitusi. Budaya Timor Lorosae harus dijadikan dasar dalam penyusunan konstitusi. Tetapi, menurut Jerónimo, kita juga harus mengadopsi dunia sekeliling kita, karena Timor Lorosae itu tidak sendirian. Kita termasuk bagian komunitas internasional, katanya. Pandangan senada dikemukakan oleh Cristina Freitas, reporter TVTL. Wakil-wakil kita yang duduk di Majelis Konstituante harus benar-benar membawa aspirasi rakyat. Jadilah wakil rakyat yang membawa aspirasi rakyat, bukan yang membawa aspirasi partai
l
○
Cidadaun
○
○
○
○
○
○
○
○
l No. 06, Minggu II,September 2001 - hal 4
○
○
○
l
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
l
LIA FUAN l
Membuat Proses Konstitusional Lebih Demokratik
kemungkinan adanya pandangan yang berbeda dan perdebatan terbuka. Struktur majelis itu, dan juga dorongan resmi bagi majelis untuk menjadi badan perwakilan terpilih pertama di Timor Lorosae, akan menghalangi diskusi tentang struktur badan perwakilan itu sendiri. Para anggota yang terpilih kecil kemungkinannya akan mempertaruhkan posisi mereka dalam pemilu yang lain. Selama kampanye pemilihan, partaipartai politik tidak menyediakan banyak informasi mengenai pandangan mereka atas masalah-masalah konstitusional. Sebuah proses demokratik sejati tentu akan memasukkan perdebatan dengan informasi cukup sebelum berlangsungnya pemilihan. Bahwa proses di mana lembaga internasional dan lembaga yang ditunjuk memutuskan bagaimana konstitusi itu ditetapkan, tidak sepenuhnya berlangsung transparan. Wakil Khusus Sekjen PBB tetap memegang keputusan terakhir; dan ada kontradiksi inheren dalam membangun demokrasi melalui proses yang tidak demokratik atau tidak terbuka bagi penyelidikan. Karena itu IFET (Federasi Internasional untuk Timor Lorosae) merekomendasikan lima hal untuk membuat proses konstitusional lebih demokratik. Pertama, konstitusi yang dihasilkan oleh majelis haruslah bersifat interim, atau setidaknya terbuka bagi perubahan melalui proses legislatif. Banyak organisasi Timor Lorosae mengusulkan bahwa konstitusi yang akan dihasilkan harus diikuti
Proses konstitusional harus berlangsung lebih demokratis. Berikut ini rekomendasi federasi internasional organisasi solidaritas Timor Lorosae, IFET. l l l
K
onstitusi adalah landasan bagi pemerintah -- eksekutif, legislatif dan yudisial, yang secara efektif harus mewakili aspirasi seluruh rakyat Timor Lorosae dan menjadi milik mereka, sehingga pemerintah dapat secara efektif melayani rakyat dan rakyat dengan sungguh-sungguh dapat mempercayakan kekuasaan kepada pemerintah. Namun, seluruh proses ini berlangsung terlalu cepat. Jadwal yang ada sekarang lebih melayani keperluan negaranegara anggota PBB dan organisasi politik yang mapan, ketimbang kehendak rakyat Timor Lorosae di tingkat akar rumput, seperti yang diungkapkan oleh Kelompok Kerja Forum NGO mengenai masalah konsistusi dan juga Gereja Katolik Timor Lorosae. Pendidikan kewarganegaraan dimulai terlambat karena UNTAET awalnya gagal berkonsultasi dengan orang Timor mengenai rancangan, sehingga waktu yang tersedia menjadi sangat terbatas ba-
gi bagian amat penting dari proses demokratik ini. Bahkan pada hari pemilihan pun, banyak orang yang tidak mengerti bahwa pemilihan itu adalah untuk memilih anggota Majelis Konstitusi dan/atau fungsi dari majelis itu sendiri. Walau ada aturan dari Wakil Khusus Sekjen PBB untuk membentuk komisi konstitusi di setiap distrik, komisi-komisi ini hanya punya waktu 45 hari untuk mengadakan pendidikan bagi publik yang umumnya buta huruf, tentang masalah-masalah konstitusi yang begitu kompleks, dan sekaligus untuk mendapatkan masukan. Komisi Pemilihan Independen sementara itu terpusat pada mekanisme proses pemilihan, yang biasanya tidak memerlukan perhatian terlalu besar. Aturan-aturan mengenai pemilihan yang sudah diadopsi itu secara potensial akan membatasi pilihan-pilihan bagi Majelis Konstitusi. Keputusan bahwa para pemilih harus memilih partai yang ada (daripada memilih individu atau wakil dari sektor masyarakat) bisa memperkecil l
KONSTITUSI
F.X. SUMARYONO
Dibuat Tiga Hari
Timor Lorosae 25 tahun yang lalu sudah punya konstitusi. Bagaimana penyusunannya? l l l
R
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
misi ini terdiri dari Mau Lear (António Carvarino), Hatta (Hamish Basarewan), Nicolau Lobato, Hélio Pina, dan Mari Alkatiri sebagai koordinator. Mereka semua adalah pemimpin-pemimpin terkemuka FRETILIN. Mari Alkatiri sendiri saat itu adalah pemimpin terpenting ketiga setelah Francisco Xavier do Amaral dan Nicolau Lobato. Waktu tiga hari jelas sangat tidak cukup untuk menyusun konstitusi. Tetapi keadaan saat itu memang sangat mendesak. Selain serangan tentara Indonesia di wilayah barat, menurut tulisan Helen Hill dalam disertasinya pada Monash University (Australia), saat itu timbul desakan dari anggota-anggota pasukan FALINTIL yang bertempur menghadapi Indonesia, agar FRETILIN segera mengumumkan kemerdekaan. Para anggota FALINTIL itu menyatakan bahwa mereka rela mati bertempur demi mempertahankan negara merdeka Timor Leste dan tidak mau jika tanah airnya tetap menjadi wilayah jajahan Portugis. Dalam menyusun konstitusi, komisi ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
l
ini sempat mempelajari konstitusi Portugal dan negeri-negeri bekas jajahannya seperti GuinéBissau, Angola, dan Moçambique. Konstitusi negara-negara Asia tidak mereka lewatkan. Antara lain mereka mempelajari konstitusi Malaysia. Dengan demikian, tidak betul anggapan yang mengatakan bahwa konstitusi República Democrática de Timor Leste adalah tiruan konstitusi Moçambique. Ketika ditanya soal itu, Mari Alkatiri menjawab, Tidak ada, seratus persen kontribusi putra-putra Timor Lorosae. Karena keadaan, komisi penyusun konstitusi tidak mengadakan konsultasi dengan rakyat tentang apa yang perlu Upacara bendera RDTL di Lecidere, Dili, 2001 dimasukkan. Tetapi terbukti bahwa se- karena tidak sesuai dengan keadaan saat mangat dari konstitusi tersebut diper- ini. Masuknya Indonesia menyebabkan juangkan mayoritas rakyat Timor terganggunya proses pemerintahan Lorosae kendati selama berpuluh ta- yang demokratik. Sekarang kita memahun tidak mendapatkan pengakuan in- suki alam demokrasi, FRETILIN meternasional. Perjuangan rakyat selama rasa konstitusi tersebut tidak perlu di24 tahun membuktikan bahwa rakyat tampilkan, karena pada 1975 itu hanya telah menjalankan isi dari konstitusi da- diwakili oleh satu partai. Pengangkatlam bentuk yang lebih nyata. an presiden tidak melalui proses yang FRETILIN sekarang tidak akan me- mengakomodir aspirasi rakyatsecara restorasi Konstitusi RDTL 1975. Se- keseluruhan, kata Mari Alkatiri. l andainya Indonesia tidak menginvasi, konstitusi tersebut akan tetap diubah, Nug Katjasungkana
Konstitusi RDTL DTL yang diproklamasikan pada 28 November 1975 memiliki sebuah konstitusi. Kemerdekaan ini diumumkan secara terburu-buru. Pemerintah jajahan Portugis yang berkali-kali diminta FRETILIN untuk kembali ke Dili guna meneruskan dekolonisasi yang terhenti akibat kup (golpe) UDT 11 Agustus 1975 tak juga menjawab permintaan ini. Sementara tentara Indonesia yang sejak September sudah menerobos perbatasan, jauh memasuki Timor Lorosae. Tanggal 27 November tentara Indonesia telah menduduki wilayah Atabae, kata Mari Alkatiri, yang saat itu adalah orang penting ketiga di FRETILIN, kepada Julino Ximenes dan Augusto Castro dari Cidadaun. Untuk mencegah Indonesia masuk dan menguasai Timor Lorosae, Comite Central FRETILIN memutuskan untuk mengumumkan kemerdekaan. Dalam rangka itu, salah satu tindakan yang diambil adalah membentuk suatu komisi yang bertugas menyusun konstitusi dalam waktu tiga hari. Ko-
proses panjang untuk menentukan bentuk akhirnya. Kedua, majelis tidak perlu terikat pada batas waktu kerja selama 90 hari. Majelis perlu mempertimbangkan temuan-temuan Komisi Konstitusional, berkonsultasi dengan ahli-ahli mengenai konstitusi dari seluruh dunia, dan berurusan dengan urusan legislatif lainnya. Jika majelis memutuskan untuk memperpanjang batas waktu 90 hari tersebut, IFET mendorong Wakil Sekjen PBB untuk menyetujuinya. Ketiga, rancangan konstitusi seharusnya dibahas selama masa kampanye. Namun, masih cukup waktu untuk mengedarkan dokumen seperti itu untuk mendapat umpan balik dan masukan publik, seperti mengadakan pertemuan publik di seluruh negeri. Keempat, upaya khusus harus dilakukan untuk melibatkan pihak-pihak yang terpinggirkan dalam proses ini -seperti masyarakat di luar Dili, penduduk desa dan perempuan. IFET mendesak Majelis untuk memasukkan Piagam Hak Perempuan Timor Lorosae ke dalam konstitusi. Kelima, Partai-partai politik perlu mendorong anggota Majelis untuk mengikuti penilaian individual dan juga masukan dari orang yang memilih mereka, ketimbang menegakkan disiplin partai. Hal ini akan menciptakan pendekatan yang lebih tepat dan dilandaskan pemikiran kuat dalam debat-debat konstitusional, dan mereka yang terpilih akan jauh lebih baik mewakili rakyat Timor Lorosae. l
○
○
○
○
Cidadaun
○
○
○
○
○
○
○
○
○
l No. 06, Minggu II, September 2001 - hal 5
○
○
l
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
l
KONSTITUSI
l
Konstitusi RDTL 1975 Konstitusi RDTL yang disusun hampir 26 tahun lalu itu isinya tidak sempat diketahui oleh banyak orang. Berikut ini adalah rangkumannya, yang ditulis oleh Nug Katjasungkana. l l l
K
onstitusi República Democrática de Timor-Leste (RDTL) terdiri dari 6 bab dan 55 pasal. Dalam bab I Prinsip Umum (20 pasal) disebutkan bahwa RDTL adalah negara yang anti-kolonialis, anti-neokolonialis, dan anti-imperialis yang lahir dari perjuangan rakyat melawan kolonialisme Portugis dan imperialisme. Tujuan negara RDTL adalah menghapuskan struktur kolonial demi menciptakan masyarakat baru yang bebas dari segala bentuk penguasaan dan penghisapan. Bab ini juga menyebutkan bahwa FALINTIL adalah salah satu alat Kekuasaan Negara yang bertanggungjawab mempertahankan kedaulatan negara dan keutuhan wilayahnya dan berkewajiban menyumbang pada rekonstruksi nasional. Dinyatakan bahwa FALINTIL adalah kekuatan yang sungguh-sungguh kerakyatan. Dengan demikian, angkatan bersenjata ini bukan terdiri dari orangorang yang mendapat gaji karena pekerjaannya sebagai tentara. Dasar ekonomi Timor Leste adalah pertanian. Karena itu politik pembangunan RDTL mengutamakan pembangunan pertanian, dengan menganggap bahwa industri adalah faktor penentu pembangunan. Negara RDTL mendukung usaha swasta, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan umum bangsa. Jika ini kita kaitkan dengan program pembangunan yang disebutkan dalam Manual Politik FRETILIN, maka bisa kita bayangkan bahwa perekonomian Timor Leste tulang punggunya adalah koperasi rakyat, baik koperasi produksi maupun koperasi distribusi. Negara menjadi pendukung utama koperasi. Sedang usaha swasta diperbolehkan memasuki bidang-bidang usaha mana saja, asalkan menguntungkan rakyat, dalam arti tidak bertentangan dengan perkembangan koperasi. Mengenai kekayaan alam, disebutkan bahwa semua menjadi milik negara dan negara yang berwenang menentukan pemanfaatan dan pengembangannya. Sementara harta milik negara penjajah, harta milik mereka yang dianggap berkhianat, dan harta yang terabaikan selama perjuangan bersenjata dijadikan milik negara. Yang menarik, bagian prinsip umum menyebutkan bahwa negara berkewajiban: memajukan dan membuat perencanaan ekonomi nasional untuk menjamin pembangunan negeri dan kesejahteraan rakyat; menyelenggarakan pemberantasan buta huruf, ketidak-tahuan, dan mengembangkan kebudayaan sehingga semuanya menjadi alat pembebasan yang tepat; menyelenggarakan sistem sanitasi rakyat; menghargai perempuan sebagai manusia dengan hak dan kewajiban yang sederajat dalam segala kegiatan politik Mengenai agama disebutkan bahwa RDTL menghargai dan menjamin kebebasan berkeyakinan bagi seluruh warganegara. Kekuasaan negara terpisah de○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
ngan Gereja, artinya Negara tidak boleh mencampuri urusan Gereja, dan sebaliknya. Pasal tentang hubungan luar negeri menyatakan bahwa RDTL mengembangkan hubungan persahabatan dan kerjasama dengan seluruh kekuatan demokratik dan progresif di seluruh dunia, yang dianggap sebagai sekutu alamiahnya. Yang dimaksud adalah negara-negara yang asasnya sama dengan RDTL, yaitu anti-kolonialisme, anti-neokolonialisme, dan anti-imperialisme. Selain negara-negara bekas jajahan Portugis, yang termasuk di dalamnya adalah negara-negara dalam kubu sosialis. Dengan negara-negara selain itu, RDTL akan mengembangkan hubungan kerjasama, dengan prinsip saling menghormati kedaulatan, keutuhan wilayah, kesederajatan, dan tidak mencampuri urusan dalam negeri. Bab II konstitusi berjudul Hak dan Kewajiban Warganegara (pasal 21-32). Dinyatakan bahwa setiap warganegara memiliki hak dan kewajiban yang sama tanpa memandang warna kulit, ras, jenis kelamin, etnis, tempat kelahiran, agama, tingkat pendidikan, kedudukan sosial, dan pekerjaan. Artinya di negara RDTL, setiap warganegara berkedudukan sama. Hak-hak warganegara meliputi: kebebasan berpendapat; kebebasan berpikir; kebebasan berkumpul; kebebasan berserikat; kebebasan menyatakan sikap; dipilih dalam pemilu (untuk yang berusia 18 tahun ke atas); mendapatkan pekerjaan; memperoleh pendidikan; kesehatan; tidak ditahan, dipenjara, dijatuhi hukuman tanpa melalui proses hukum yang berlaku pada saat terjadinya perkara. Selain itu ada hak yang sekaligus merupakan kewajiban warganegara, yaitu: ambil bagian dalam proses konsolidasi demokrasi untuk menciptakan sebuah masyarakat baru; memilih dalam pemilu (untuk warganegara berusia di atas 15 tahun); partisipasi dalam revolusi; mempertahankan kedaulatan nasional dan integritas nasional. Khusus mengenai jaminan yang harus diberikan negara, disebutkan bahwa: negara menciptakan kondisi bagi kelangsungan hidup orang jompo, orang cacat, korban perang, dan para keluarga orang yang menjadi korban perang Pembebasan Nasional; negara menjamin tidak diganggunya domisili dan surat-menyurat; negara menjamin warganegara hak untuk membela diri terhadap tuduhan dan dakwaan hukum. Konstitusi juga mengatur tentang pencabutan hak politik warganegara, yaitu jika orang tersebut karena tindakan maupun kelalaiannya menguntungkan kolonialisme, imperialisme, rasisme, regionalisme (kedaerahan), dan kepentingan pribadi. Selain mengatur hak dan kewajiban warganegara, bab ini juga menyebutkan tentang kejahatan yang dianggap paling berat, yaitu pengkhianatan, yang hukum○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Nicolau Lobato (kanan) salah seorang perumus Konstitusi RDTL (1975)
annya disebutkan akan diatur oleh undang-undang khusus. Juga disebutkan bahwa tindakan yang bersifat kontrarevolusioner harus dihukum berat. Bab III berjudul Badan-Badan Negara pasal 33-45). Bab ini menyebutkan bahwa organ tertinggi kekuasaan negara adalah Majelis Rakyat, yang beranggotakan: (a) para anggota Komite Sentral FRETILIN; (b) para menteri dan wakil menteri; (c) para administrator wilayah; (d) para wakil kesatuan militer; (e) dua wakil dari setiap sub-komite wilayah. Majelis Rakyat berwenang: membuat undang-undang dan resolusi; membahas hal-hal mengenai politik dalam dan luar negeri; mengawasi garis-garis politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang ditetapkan FRETILIN; mengubah atau membatalkan langkah-langkah yang diambil oleh badan-badan negara yang lain. Majelis Rakyat dipimpin oleh Presiden RDTL. Majelis bersidang sekali dalam setahun dan bisa mengadakan sidang luar biasa jika diminta oleh Komite Sentral FRETILIN, Presiden, atau oleh sepertiga jumlah anggotanya. Para anggota Majelis Rakyat tidak boleh dikenai tindakan hukum, ditahan atau diadili kecuali dengan persetujuan Majelis Rakyat. Organ kekuasaan legislatif negara terdiri dari: Komite Sentral FRETILIN, Majelis Rakyat; dan Dewan Menteri. Dewan Menteri terdiri dari para Menteri dan Wakil Menteri dan dipimpin oleh Perdana Menteri. Perdana Menteri bertanggungjawab kepada Majelis Rakyat. Dewan Menteri berwenang: memimpin kegiatan berbagai Kementerian; membuat dekrit dan tata tertib untuk menjalankan haknya; menjamin hak dan kebebasan warganegara. Sedang Perdana Menteri berwenang: (a) mengkoordinasikan kegiatan antar Kementerian; (b) mengarahkan Dewan Menteri dan memimpin semua rapatnya; (c) memberikan usul pengangkatan dan pemberhentian Menteri dan Wakil Menteri. Mengenai Presiden RDTL, disebutkan bahwa Presiden RDTL adalah Presiden FRETILIN. Oleh karena itu, jika meninggal, mengundurkan diri, atau tidak lagi menjalankan kewajibannya, maka tugasnya diambil alih oleh Komite Sentral FRETILIN, yang harus memilih penggantinya dalam waktu sesingkatsingkatnya. Berdasarkan pasal inilah, pada September 1978 Komite Sentral FRETILIN memberhentikan Presiden Francisco Xavier do Amaral dan menggantikannya dengan Nicolau Lobato, yang saat itu menjabat sebagai Perdana
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Menteri. Presiden adalah kepala negara dan simbol persatuan nasional, serta mewakili bangsa di dalam maupun luar negeri. Presiden berkewajiban menjalankan konstitusi dan menjamin jalannya organorgan negara. Wewenangnya meliputi: membentuk Kementerian dan menetapkan wewenangnya; mengangkat dan memberhentikan Perdana Menteri, serta mengangkat dan memberhentikan para Menteri berdasarkan usul Perdana Menteri; mengangkat dan memberhentikan Ketua Mahkamah Agung; mengangkat dan memberhentikan Gubernur Bank Timor Leste; membuat dan mengumumkan undang-undang; menyatakan perang dan damai; mengumumkan mobilisasi umum atau mobilisasi sebagian; menerima pengangkatan para wakil diplomatik negara lain; mengangkat dan memberhentikan wakil-wakil diplomatik RDTL di negara-negara lain; memberi pengampunan, amnesti, dan grasi; menyatakan negara dalam keadaan darurat. Bab ini juga menyebutkan bahwa RDTL akan menyelenggarakan pemilu setahun setelah pelaksanaan Kongres FRETILIN pertama. Tetapi karena invasi Indonesia pemilihan umum RDTL ini tidak pernah terwujud sampai sekarang. Selanjutnya, Bab IV mengenai Pembagian dan Pengaturan Administratif terdiri dari dua pasal (46-47) yang menyebutkan bahwa wilayah RDTL secara administratif dibagi dalam Regiões, SubRegiões , Sucos, Povoações, dan Knuas (pasal 46). Wewenang, pengaturan korps administratif ataupun organ-organ administratif lokal lainnya akan ditetapkan dalam undang-undang tersendiri (pasal 47). Ini juga belum terwujud. Bab V mengenai Wewenang Yudisial (pasal 48-51) menyebutkan bahwa fungsi yudisial RDTL dijalankan oleh pengadilan melalui Mahkamah Agung dan pengadilan lainnya. Ketua Mahkamah Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Meskipun begitu, disebutkan bahwa hakim hanya taat kepada undang-undang dan hati nuraninya. Bab terakhir, Bab VII Ketentuan Akhir dan Peralihan mengatur yang bisa mengusulkan perubahan Konstitusi RDTL adalah Komite Sentral FRETILIN. Selain itu ditetapkan bahwa semua undang-undang yang bertentangan dengan konstitusi ini dicabut dan bahwa sebelum bekerjanya Majelis Rakyat, kekuasaan legislatif dijalankan oleh Dewan Menteri. Pasal penutup (55) menyatakan, bahwa konstitusi ini berlaku sejak pukul 0.00 28 November 1975. l
○
○
○
○
Cidadaun
○
○
○
○
○
○
○
○
l No. 06, Minggu II,September 2001 - hal 6
○
○
○
l
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
l
KONSTITUSI
Sejarah
Penguasa militer menggunakan isu penggantian konstitusi sekadar sebagai alat politik. Karena itu rakyat menuntut diadakannya referendum. l l l
S
gulingkan oleh Angkatan Darat. Pemimpin kudeta itu, Letkol Sitiveni Rabuka, menyatakan Fiji sebagai republik dan keluar dari Persemakmuran Inggris. Konstitusi dibekukan dan birokrasi pun diisi oleh orang-orang kepercayaannya. Setelah situasi tidak menentu selama tiga tahun, akhirnya Rabuka menetapkan konstitusi baru yang sangat diskriminatif, karena antara lain melarang orang India di Fiji untuk menduduki jabatan penting pemerintahan. Rabuka menunjuk mantan gubernur jenderal di zaman kolonial sebagai presiden republik. Tekanan dari berbagai pihak, termasuk lembaga keuangan internasional dan donor yang sangat berpengaruh terhadap ekonomi Fiji. Pada tahun 1994 akhirnya Rabuka membentuk Komisi Peninjau Konstitusi yang dipimpin oleh mantan gubernur jenderal Selandia Baru, Sir Paul Reeves, dan beranggotakan wakil dari dua kelompok politik utama di Fiji. Tugas mereka adalah memberi usulan untuk mengubah konstitusi 1990 yang diskriminatif. l
KONSTITUSI
Perjalanan Konstitusi
Sejak kemerdekaannya pada 1945, Indonesia telah mengalami tiga kali pergantian konstitusi. l
S
ebelum memproklamasikan kemerdekaannya, Indonesia telah mempersiapkan konstitusinya. Persiapan ini merupakan hasil perundingan antara pihak pemerintah pendudukan Jepang dengan para pemimpin perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pemerintah Tentara Jepang di Indonesia pada 29 April 1945 membentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Badan beranggotakan 62 orang Indonesia (dan 7 orang Jepang sebagai anggota istimewa) bertugas menyusun konstitusi untuk negara merdeka Indonesia. Badan ini menyelesaikan rancangan konstitusinya yang diputuskan secara bulat pada sidang lengkap tanggal 16 Juli 1945. BPUPKI kemudian digantikan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), yang bertugas membuat persiapan kemerdekaan. Sebelum PPKI menyelesaikan tugasnya, Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pemimpin Indonesia yang didesak oleh kelompok-kelompok pemuda radikal, pada 17 Agustus 1945 membuat proklamasi kemerdekaan se○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
l
pihak. Sehari kemudian rancangan konstitusi disahkan dengan nama Undang-Undang Dasar 1945 oleh Komite Nasional Indonesia Pusat yang juga baru dibentuk. Tiga bulan sesudah proklamasi kemerdekaan, terjadi pergeseran pemerintahan. Kabinet presidensial di bawah pimpinan Presiden Sukarno diubah menjadi kabinet parlementer di bawah pimpinan Perdana Menteri Sutan Sjahrir. Kabinet baru tidak bertanggungjawab kepada Presiden Sukarno, tetapi bertanggungjawab kepada KNIP, yang berfungsi sebagai parlemen. Dengan demikian, kendati sistem pemerintahan menurut UUD 1945 adalah presidensial, dalam prakteknya berlaku pemerintahan parlementer. Proklamasi kemerdekaan Indonesia tidak diakui oleh Belanda yang ingin kembali menguasai Indonesia sebagai koloninya. Pecahlah perang antara Belanda dengan Republik Indonesia. Melalui perundingan-perundingan, tercapai kesepakatan bahwa Belanda akan menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat (RIS). RIS ada○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Fuuk Naruk
l
pemilu Majelis Konstituante. Badan ini bertugas membuat konstitusi baru untuk menggantikan UUDS 1950. Namun setelah bekerja kurang lebih dua tahun dan terjadi perdebatan tanpa mencapai hasil, pada 5 Juli 1959 Presiden Sukarno mengeluarkan keputusan darurat untuk kembali memberlakukan UUD 1945. Dengan keputusan ini, sistem pemerintahan kembali ke presidensial. Pada 1965 terjadi kudeta. Sukarno dijatuhkan oleh Jenderal Soeharto. Pada masa Soeharto yang rezimnya disebut Orde Baru, kekuasaan presiden sangat kuat. UUD 1945 disakralkan, tetapi semangat isinya tidak dilaksanakan. Bahkan pasal-pasalnya dimanipulasi demi kepentingan penguasa Orde Baru. Pada 1998, tuntutan-tuntutan rakyat yang tak bisa dibendung lagi akhirnya membuat Soeharto terguling dari kekuasaannya. B.J. Habibie yang menggantikan Soeharto pada 1999 menyelenggarakan pemilu. Menanggapi tuntutan dari berbagai kalangan, MPR yang terbentuk setelah pemilu ini memutuskan untuk melakukan amandemen terhadap UUD 1945. Rancangan amandemen atas sejumlah pasal telah diajukan dan dibahas. Tetapi hingga Presiden Abdurahman Wahid dijatuhkan oleh DPR dan militer, amandemen masih pada tahap pembahasan. Pada masa Presiden Megawati muncul gagasan tentang pembentukan Komisi Konstitusi. Tetapi belum menjadi keputusan. l
lah suatu federasi, yang terdiri dari Republik Indonesia (yang wilayahnya hanya meliputi Yogyakarta, sebagian Jawa Tengah, dan sebagian Jawa Timur) dengan bagian-bagian lain Indonesia yang berhasil dikuasai oleh Belanda dan dibentuk menjadi beberapa negara bagian (misalnya Negara Indonesia Timur, Negara Madura, dan sebagainya). Pada 14 Desember disahkan konstitusi baru, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat (UUD RIS). Besoknya, Presiden Republik Indonesia Sukarno dipilih menjadi Presiden Republik Indonesia Serikat. RIS dengan konstitusinya tidak bertahan lama. Banyak tuntutan agar negara-negara bagian dibubarkan dan digabungkan ke Republik Indonesia, yang adalah salah satu negara bagian RIS. UUD RIS memungkinkan penggabungan ini. Dengan persetujuan Parlemen RIS, Presiden RIS memutuskan penggabungan negara-negara bagian ke Republik Indonesia dan dengan demikian menjadi satu negara kesatuan. Perubahan tersebut membuat UUD RIS tidak sesuai dengan kenyataan. Parlemen bersama Senat RIS kemudian menyusun konstitusi baru, yang disahkan pada 14 Agustus 1950 dengan nama Undang Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan RI (UUDS 1950). Sistem pemerintahan yang diberlakukan UUDS 1950 adalah parlementer. Pada 1955 diselenggarakan pemilu untuk membentuk parlemen baru yang diberi nama DPR (Dewan Perwakilan Rakyat). Tahun 1956 diselenggarakan
Indonesia l
Chaudry, mengambilalih pemerintahan dengan dukungan sekelompok militer yang menyebut diri Skuadron Perang Kontra-Revolusioner. Pemerintahan mengumumkan situasi darurat, tapi pendukung Speight terus merangsak maju menuntut konstitusi dibatalkan. Kudeta ini sekali lagi mencerminkan pertentangan etnik antara 44% orang keturunan India dan 51% orang etnik Fiji sendiri. Walau kemudian gagal menguasai parlemen dan pemerintahan, tindakan Speight menghidupkan kembali konflik. Di tengah krisis akhirnya dibentuk pemerintahan sementara yang dipimpin PM Laisenia Qarase. Selama berbulan-bulan krisis terus berlanjut sementara pihak yang bertikai memasuki berbagai ronde perundingan. Salah satu keinginan pemerintah saat ini adalah meninjau kembali konstitusi dan membuat rumusan baru. Tetapi reaksi berdatangan dari banyak pihak. Mereka yang bekerja keras menyusun konstitusi 1997 menuntut agar pemerintah sekali ini sungguh-sungguh mendengarkan pendapat rakyat melalui referendum untuk menentukan apakah konstitusi memang perlu diubah. Tuntutan itu mengemuka karena banyak pihak melihat penguasa militer sekarang menggunakan isu mengganti konstitusi sekadar alat politik untuk menciptakan de-stabilisasi dalam pemerintah.l
Tim itu bekerja selama 18 bulan dan menghasilkan laporan setebal 800 halaman dengan 694 rekomendasi. Dalam prosesnya mereka melaksanakan forum diskusi dan konsultasi langsung dengan rakyat, serta menerima pandangan dari kalangan ahli Eropa dan Amerika Utara. Sekitar 800 saran, kesaksian, masukan dan pendapat disampaikan oleh individu, kelompok masyarakat, kelompok keagamaan, organisasi masyarakat serta partai politik. Ahli hukum dari Universitas Pasifik Selatan juga diundang untuk memberi pendapat mereka. Laporan komisi ini akhirnya dikirim kepada komite khusus di dalam parlemen yang mempelajari dan membahasnya selama enam bulan. Hampir semua rekomendasi itu diterima dan diadopsi dengan sedikit perubahan. Konstitusi itu kemudian disetujui oleh parlemen yang didominasi orang Fiji pada bulan Juni 1997 dan direstui Dewan Agung Kepala Suku. Dengan konstitusi ini, Fiji kembali ke demokrasi perwakilan dan memberi ruang bagi semua orang tanpa memandang asal-suku dan agamanya. Tetapi ketenangan itu tidak berlangsung agama. Pertentangan sosial di antara etnik Fiji dan India tak bisa diselesaikan dengan lahirnya konstitusi baru, apalagi setelah terpilihnya Mahendra Chaudry sebagai perdana menteri. Krisis kembali terjadi tahun 2000 ketika George Speight, seorang pengusaha yang disingkirkan di zaman pemerintahan
Konstitusi Fiji ejarah Fiji selama 50 tahun terakhir penuh dengan kisah perebutan kuasa di antara kekuatan-kekuatan politik yang ada. Sejak akhir abad ke-19 Fiji resmi menjadi koloni Inggris, dan selama puluhan tahun dipimpin oleh seorang gubernur jenderal dengan dukungan kepalakepala suku setempat. Baru pada tahun 1970 Fiji menjadi negara di bawah lingkungan Persemakmuran Inggris. Sebuah konstitusi disusun dan disahkan, berdasarkan masukan para ahli yang sempat mengadakan konperensi di London lima tahun sebelumnya. Konstitusi 1970 masih banyak kekurangannya bagi Fiji yang separuh penduduknya adalah orang India. Gejolak terus terjadi dan persaingan di antara kekuatan sosial dan politik semakin tajam. Pada tahun 1987, koalisi Partai Federasi Nasional dan Partai Buruh Fiji berhasil mengalahkan Partai Aliansi yang memegang pemerintahan selama 17 tahun. Namun sebulan kemudian pemerintahan yang baru terpilih itu di-
l
○
○
○
○
Cidadaun
○
○
○
○
○
○
○
○
○
l No. 06, Minggu II, September 2001 - hal 7
○
○
l
○
○
○
○
○
○
○
Lito Exposto ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
l
ADVOKASI l
Demokrasi Bukan
gas pemilihan distrik (District Electoral Officers, DEO), yang semuanya berasal dari luar negeri. Banyak dari mereka kesulitan berkomunikasi dengan staf lokal dan hubungan kerjanya kerap terhambat. Petugas TPS lokal seringkali tidak dilibatkan dalam proses pembukaan dan penutupan TPS, tetapi hanya dipercaya mengurus kegiatan administratif yang repetitif. Banyak pula yang bekerja lebih dari 10 jam tanpa istirahat atau makanan pada hari pemilihan itu. Pemberian tugas untuk mereka sesungguhnya bisa lebih fleksibel atau jumlah mereka ditambah sehingga pemungutan suara pun bisa diproses lebih cepat. Sejumlah kekurangan itu akhirnya menimbulkan kesulitan bagi pemilih. Sejumlah pemilih terdaftar di TPS yang sangat jauh dari tempat tinggal mereka (kadang bahkan di distrik yang berbeda). Orang yang dirawat di rumah sakit atau ditahan di penjara juga kehilangan hak pilihnya karena tidak adanya prosedur pemilihan dan karena adanya aturan untuk memilih di tempat-tempat yang sudah ditentukan Keprihatinan lain terkait dengan kurangnya pendidikan pemilih menjelang pemilihan tersebut. Berdasarkan sejumlah besar wawancara dengan masyarakat yang baru selesai memilih, para pemantau IFET melihat bahwa banyak pemilih, khususnya orang usia lanjut dan perempuan, tidak tahu bahwa pemilihan itu bertujuan memilih anggota Majelis Konstitusi, maupun tujuan dari majelis itu sendiri.
Sekadar Pemilihan
Banyak kelemahan pelaksanaan pemilu. Berikut adalah laporan pendahuluan pemantauan International Federation for East Timor, yang disampaikan dalam konferensi pers bersama Yayasan HAK, 3 September 2001. l l l
F
sabar di bawah terik matahari selama berjam-jam untuk melaksanakan hak pilihnya. Walau hak-hak untuk berkuasa atas diri mereka dirampas selama hampir lima abad, mereka jelas mengerti dan bergerak maju untuk membentuk pemerintahan sendiri. Pemilu adalah bagian kecil namun penting dari proses pembangunan bangsa yang lebih besar. Pemilihan ini akan menghasilkan konstitusi, kemerdekaan dan pemerintahan sendiri. IFET percaya bahwa langkah ini telah dilakukan dengan sukses, tetapi masih ada hambatan-hambatan yang signifikan dalam proses demokratik sejati. Proses pemilu telah berlangsung dengan baik, seperti yang diperlihatkan bahwa jumlah pemilih yang melampaui angka 90%. Kami yakin bahwa kampanye dan proses pemilihan itu sendiri berlangsung bebas dan adil, dan bahwa hasilnya memang mencerminkan kehendak rakyat Timor Lorosae mengenai masalah dan pilihan yang terbatas tersebut. Walau tidak adanya diskusi tentang masalahmasalah konstitusional selama kampanye itu mengecewakan, tetapi partai-partai politik secara umum bertindak santun dan terhormat, dan hanya sedikit pemilih jika memang ada yang mendapat paksaan atau intimidasi. Ini adalah pertanda yang baik bagi masa depan pemilu di Timor Lorosae. Namun, kami khususnya kecewa dengan aspek pembangunan kapasitas karena adanya perbedaan kemampuan yang sangat bervariasi di kalangan petu-
ederasi Internasional untuk Timor Lorosae (IFET, International Federation for East Timor) dibentuk pada 1991. Koalisi kelompok solidaritas Timor Lorosae ini beranggotakan 37 organisasi dari 22 negara. Selama Jajak Pendapat tahun 1999, IFET mengorganisir misi pemantauan internasional dengan 140 relawan dari 24 negara, yang tinggal selama berminggu-minggu di tiap distrik. Walaupun pemilihan Majelis Konstituante kali ini hanyalah satu langkah dalam proses pembangunan bangsa yang panjang, IFET memutuskan untuk mengorganisir sebuah proyek pemantauan dengan mengakreditasi 20 pemantau dari sembilan negara dan melakukan pemantauan di tujuh distrik. Di samping itu IFET juga bekerjasama dengan veteran-veteran proyek pemantauan 1999 yang mendapat akreditasi melalui Free East Timor Foundation (Belanda) dan Osaka East Timor Association (Jepang). Beberapa anggota Lao Hamutuk, sebuah NGO lokal yang mengikuti proses pembangunan bangsa secara dekat selama lebih dari satu tahun, dan anggota Program Pemantauan Sistem Yudisial (Judicial System Monitoring Program), juga bertindak sebagai pemantau IFET.
F.X. SUMARYONO
Pemantauan Pemilihan Pemilihan 30 Agustus lalu dengan tegas memperlihatkan kehendak rakyat Timor Lorosae akan demokrasi dan komitmen mereka untuk melakukan pemilihan. Tua-muda menunggu dengan tenang dan
Pemantauan pada Hari Pemilihan IFET melakukan pemantauan di TPSTPS di distik Dili, termasuk penjara Becora, Bobonaro, Baucau, Covalima, Ermera, Aileu, Lautem dan Viqueque. Para pemantau melaporkan bahwa iklim hari itu sungguh baik, bahwa pemilih tidak merasa diancam dan tidak ada laporan tentang intimidasi pada hari pemilihan itu. Walaupun logistik untuk proses pemilihan itu terlihat cukup untuk menjalankan pemilihan yang bebas dan adil,
Waktu pemilihan menjadi lebih lama dan melelahkan. ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Cidadaun
○
○
○
○
○
○
○
○
l No. 06, Minggu II,September 2001 - hal 8
○
○
○
l
○
○
○
○
○
○
○
○
tetap ada kebingungan di kalangan pemilih yang muncul karena aturan pemilihan terus-menerus diubah. Di sebuah TPS ada perbedaan jumlah kertas suara untuk tingkat nasional dari tingkat distrik sebanyak 26 lembar. Petugas pemilihan distrik misalnya mengatakan bahwa mereka yang tidak terdaftar dapat memilih untuk tingkat nasional saja, walaupun mereka tinggal dan mendaftar di distrik. Pemantau IFET juga melaporkan masalah-masalah yang muncul dari kesalahan-kesalahan dalam database pendaftaran, seperti nama pemilih yang hilang atau didaftarkan di TPS yang berjauhan dari tempat tinggalnya, kadang bahkan di distrik yang berbeda. Pemilih kadang harus pergi ke TPS yang sangat jauh, walau di dekat tempat tinggal mereka juga ada TPS, yang berakibat waktu pemilihan menjadi lebih lama dan melelahkan, dan di beberapa tempat baru berakhir sore hari. Di penjara Becora, hanya 48% dari orang yang sesungguhnya punya hak pilih dapat melaksanakan haknya seperti yang dilaporkan oleh Program Pemantauan Sistem Yudisial. Tidak adanya aturan membuat orang di rumah sakit, orang usia lanjut, orang dengan hambatan fisik dan tahanan penjara, mengalami kesulitan. Para pemilih di TPS yang kami kunjungi umumnya menunggu sekitar 3-4 jam, dan kadang bahkan lebih dari enam jam, karena petugas pendaftaran pemilihan begitu lama dalam proses identifikasi pemilih. Di TPS yang dibantu oleh anggota staf KPI antrean ternyata lebih pendek dan waktu menunggu pun tidak terlalu lama. Di beberapa tempat, para petugas bahkan tidak tahu cara memasang segel kotak pemilu atau amplop; dan dalam beberapa kasus bahkan meminta pertolongan para pemantau. Pada hari pemilihan tidak ada aturan yang dibuat bagi DEO atau staf KPI lokal untuk istirahat makan siang. Di banyak tempat pemilihan, DEO kesulitan berkomunikasi baik dengan staf lokal maupun pemilih karena masalah bahasa. Mengingat keseluruhan dana yang dialokasikan untuk pemilihan ini, pelatihan staf KPI dari Timor Lorosae seharusnya jauh lebih baik. IFET sangat prihatin bahwa rakyat Timor Lorosae hanya punya sedikit kesempatan untuk belajar mengorganisir pemilihan di masa mendatang. Karena itu IFET merekomendasikan lima hal untuk memperbaiki prosedur pemilihan. Pertama, harus ada pelatihan yang lebih baik dan pembangunan kapasitas bagi staf KPI lokal, serta pelatihan lebih baik bagi petugas DEO; kedua, staf internasional harus mampu berbicara dalam bahasa lokal untuk memungkinkan kerjasama yang sungguh-sungguh. Ketiga, daftar pemilih harus lebih sesuai dengan tempat tinggal para pemilih, khususnya di negeri yang penduduknya tersebar dan juga transportasi sangat terbatas. Keempat, harus ada aturan bagi tahanan di penjara, pasien rumah sakit, pemantau nasional, dan seterusnya untuk memilih di luar tempat-tempat yang sudah ditentukan, dan, kelima, harus ada staf yang cukup untuk memeriksa daftar pemilih. l ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○