Presentasi Kasus
CHRONIC KIDNEYS DISEASE (CKD) Diajukan sebagai salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam Universitas Syiah Kuala RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
Oleh:
Berlian Miza Dian Ramadhana Sri Tursina Lailan Savina Wahyu Desriana Putri Hardiyanis Pembimbing: dr. Abdullah, Sp. PD, KGH
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA/BPK DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH 2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya yang telah memberikan kesehatan dan waktu untuk penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas presentasi kasus ini. Adapun maksud dan tujuan pembuatan tugas presentasi kasus yang berjudul “Chronic Kidneys Disease (CKD)” ini adalah untuk memenuhi tugas dalam menjalankan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK-Unsyiah, RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada pembimbing dr. Abdullah, Sp.PD, KGH yang telah membimbing, memberi saran, dan kritik sehingga terselesaikannya tugas ini, juga kepada teman-teman dokter muda yang turut membantu dalam pembuatan tugas ini. Akhirnya Penulis mohon maaf segala kekurangan dalam tulisan ini, kritik dan saran sangat penulis harapkan dari pembaca sekalian untuk kesempurnaan tulisan ini, semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.
Banda Aceh, Januari 2015
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1 BAB II PRESENTASI KASUS ...................................................................... 3 BAB III CHRONIC KIDNEYS DISEASE (CKD) ............................................. 14 3.1 Definisi .................................................................................................. 14 3.2 Anatomi Ginjal ...................................................................................... 14 3.3 Fisiologi Ginjal ..................................................................................... 16 3.4 Epidemiologi ......................................................................................... 17 3.5 Patogenesis ............................................................................................. 18 3.6 Klasifikasi ............................................................................................. 20 3.7 Pendekatan Diagnostik ......................................................................... 21 3.8 Penatalaksanaan .................................................................................... 23 BAB IV KESIMPULAN ................................................................................... 27 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 29
iii
BAB I PENDAHULUAN Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yang luas, yaitu gagal ginjal kronik dan akut. Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat (biasanya berlangsung beberapa tahun), sebaliknya gagal ginjal akut terjadi dalam beberapa hari atau beberapa minggu. Pada kedua kasus tersebut, ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal. Meskipun ketidakmampuan fungsional terminal sama pada kedua jenis gagal ginjal ini, tetapi gagal ginjal akut mempunyai gambaran khas disbanding gagal ginjal kronik.(1) Gagal ginjal kronik atau Chronic Kidneys Disease (CKD) adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml /menit /1,73 m².(2) Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang bersifat irreversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.(3) Di Amerika Serikat, data pada tahun 1995 – 1999 menyatakan insidens penyakit ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk setiap tahunnya, dan angka ini terus meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk per tahun.(3) Penyakit gagal ginjal kronik menurut United State Renal Data System (USRDDS) pada tahun 2009 adalah sekitar 10-13% di dunia. Berdasarkan survei dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan prevalensi penyakit gagal ginjal kronik yang
1
2
cukup tinggi, yaitu sekitar 30,7 juta penduduk. Menurut data PT Askes, ada sekitar 14,3 juta orang penderita gagal ginjal tahap akhir saat ini menjalani pengobatan yaitu dengan prevalensi 433 jumlah penduduk. Jumlah ini akan meningkat hingga melebihi 200 juta pada tahun 2025.(4) Berdasarkan uraian di atas maka perlu penjelasan yang lebih rinci mengenai penyakit ini sehingga diharapkan penduduk di Indonesia dapat melakukan deteksi sedini mungkin agar penatalaksanaan dan prognosis menjadi lebih baik.
BAB II PRESENTASI KASUS I. Identitas Pasien Nama
: Tn. S
Umur
: 55 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: Petani
Agama
: Islam
Ruangan
: Mamplam 1
BB
: 57 kg
TB
: 167 cm
Tanggal Pemeriksaan : 8 Desember 2014 II. Anamnesis
Keluhan Utama Pasien datang dengan keluhan badan terasa lemas sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan badan terasa lemas dan pasien kelihatan tampak pucat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya, pasien mengalami demam, demam bersifat menetap, tidak hilang timbul dan tidak demam tidak bersifat naik turun. Pasien menyangkal adanya demam yang disertai dengan menggigil dan juga menyangkal demam yang disertai keringat banyak. Pasien mengeluh adanya rasa mual yang hebat dan disertai dengan muntah. Muntah berwarna merah disangkal, muntah berwarna hitam disangkal. Muntah berisi makanan, banyaknya muntah sekitar 2 sendok makan. Keluhan ini dirasakan pasien sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan keluar BAK sedikit, terasa ingin BAK sebentar-sebentar namun yang keluar hanya sedikit. BAK tidak disertai rasa nyeri. BAK berwarna kuning kecoklatan. BAK berdarah disangkal pasien, BAK keluar pasir disangkal dan juga pasien menyangkal BAK keluar batu. Selama 3 hari ini, pasien merasa tidak nafsu makan dan kurang dalam mengkonsumsi air minum. Pasien juga mengeluhkan terkadang pada daerah pinggang terasa sakit. Pasien
3
4
mengeluhkan sering cepat terasa lelah bila bekerja, dan pasien menyangkal adanya keluhan sesak saat bernapas. Pasien tidak ada keluhan mengenai BAB. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien belum pernah memiliki riwayat keluhan yang sama. Pasien pernah mengkonsumsi obat yang diberikan Puskesmas yang harus dikonsumsi selama 6 bulan dan pasien mengaku bahwa dulu pasien terkena TB paru yang berobat secara teratur. Pasien menyangkal adanya riwayat darah tinggi (hipertensi) dan menyangkal adanya riwayat sakit gula (Diabetes Mellitus)
Riwayat Penggunaan Obat Pasien belum pernah berobat sebelumnya yang terkait dengan keluhan pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga Pasien menyangkal adanya anggota keluarga pasien yang mengeluh keluhan yang sama. Pasien juga menyangkal adanya anggota keluarga yang memiliki riwayat darah tinggi (hipertensi) dan menyangkal adanya riwayat sakit gula (diabetes mellitus).
Riwayat Kebiasaan Sosial Pasien bekerja sebagai petani.
III. Pemeriksaan Fisik
Vital Sign
Kesadaran
: Compos Mentis
TD
: 110/70 mmHg
N
: 84 x/menit
RR
: 20 x/menit
T
: 36,4 0C
Status Generalis
Kulit
: Berwarna kuning langsat
Kepala
: Normochepali
Mata
: Konjungtiva inferior pucat kanan dan kiri, sklera tidak ikterik, pupil isokor
5
Telinga
: Sekret tidak ada, serumen tidak ada
Hidung
: Tidak ada nafas cuping hidung, sekret tidak ada
Mulut
: Dalam batas normal
Leher
: Peningkatan vena jugular tidak ada, pembesaran kelenjar getah bening tidak ada
Paru-paru Inspeksi
: Tidak adanya jejas di dada, pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri saat diam dan saat bernapas, konfigurasi dada normal, tidak adanya retraksi supraklavikular, tidak ada menggunakan otot bantu napas, dan tidak ada sela iga yang tertinggal saat bernapas.
Palpasi
: nyeri tekan (-/-), simetris dada saat bernapas dan diam (-/-), Stem fremitus dada kanan dan kiri sama
Perkusi
: Sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi
: Vesikuler (+/+), Rhonki (+/+), Wheezing(-/-)
Jantung Inspeksi
: Iktus kordis tidak terlihat jelas
Palpasi
: Iktus kordis teraba di ICS V linea midklavikula sinistra
Perkusi
: batas atas dari jantung di ICS III, batas jantung kanan ICS V di linea parasternal dekstra, batas jantung kiri pada ICS V satu jari di dalam linea midklavikula sinistra
Auskultasi
: Bunyi jantung I > bunyi jantung II, reguler, tidak terdapat murmur.
Abdomen Inspeksi
: Bentuk tampak simetris dan tidak tampak pembesaran, keadaan di dinding perut sikatrik (-), striae alba (-), kaput medusa (-), pelebaran vena (-), kulit kuning (-), gerakan peristaltik usus (-), dinding perut tegang (-), darm steifung (-), darm contur (-), pulsasi pada dinding perut (-).
Auskultasi
: Peristaltik usus normal, bising pembuluh darah (-)
Palpasi
: tidak ada nyeri tekan, Hepar/Lien/Renal tidak teraba
6
Perkusi
: Batas paru-hati relatif di ICS V, batas paru-hati absolut di ICS VI, suara timpani di semua lapangan abdomen. Pinggang: nyeri ketok kostovertebrae tidak ada.
Ekstremitas
: Superior: edema (-/-), pucat (+/+) Inferior : edema (-/-), pucat(+/+)
IV. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Pemeriksaan Lab
Nilai Normal 8/12/2014
Tanggal 10/12/2014
Hb
12-16 gr/dl
6,7
7,1
Ht
37-43%
19
22
30
Leukosit
4000-10000/mm3
9.700
9.800
10.000
Eritrosit
4,2-5,4 jt/µL
2,6
2,6
3,7
Trombosit
150000-
287.000
331.000
323.000
12/12/ 2014 9,0
400000/mm3
Ureum
10-50 mg/dl
269
250
189
Creatinin
0,5-0,9 mg/dl
18,05
15,02
11,04
KGDS
< 200 mg/dl
139
110
121
Cl
90-110 mmol/L
109
97
100
K
3,5-4,5 mmol/L
5,5
4,1
5,0
Na
135-145 mmol/L
131
133
130
Hitung jenis:
0-6/2-6/50-70/20-
3/0/81/10/6
3/0/83/9/5
2/0/82/10/6
E/B/NS/L/M
40/2-8 %
MCV MCH MCHC LED
80-100 fL 27-31 pg 32-36 % < 20 mm/jam
72 26 36 50
-
-
Urinalisa Warna
: kuning kecoklatan
Urobilinogen
: negatif
Bau
: khas urin
Sedimen
Kekeruhan
: tidak ada
Eritrosit
: tidak ada
Protein
: +3
Leukosit
: tidak ada
7
Glukosa
: negatif
Bilirubin
: negatif
Kristal
: tidak ada
Foto Thoraks
Foto Toraks (5 Desember 2014) Kesan:
Cor
: bentuk dan ukuran normal
Pulmo
: corakan bronkovaskular normal, sinus costophrenicus tajam kiri dan kanan
Kesimpulan
USG Abdomen
: cor dan pulmo dalam batas normal
8
V. Diagnosa Kerja 1. Chronic Kidneys Disease 2. Anemia berat No. Masalah
Pengkajian
Rencana
1.
1. Pasien mengeluh BAK
1. Foto polos
Chronic Kidneys Disease
sedikit
abdomen
2. Pasien kurang
2. USG urologi
mengkonsumsi air minum selama 3 hari sebelum masuk rumah sakit
3. Pemasangan cimino 4. Hemodialisa regular
3. Dari hasil pemeriksaan didapatkan:
5. Pemeriksaan darah rutin, ureum,
- Ureum
: 269
kreatinin, elektrolit
- Kreatinin
: 18,05
dan gula darah
- Proteinuria
: +3
sewaktu 4 jam post hemodialisa 6. Balance cairan
9
2.
Anemia berat
1. Pasien mengeluh badan terasa lemas
1. Transfusi PRC sampai dengan Hb
2. Pasien tampak pucat 3. Dari hasil pemeriksaan didapatkan Hb : 5,9
≥ 10 mg/dL 2. Pemeriksaan darah rutin post transfusi
VI. Penatalaksanaan: Tirah Baring Threeway Diet ginjal 1700 kkal + 60 gram protein/hari Hemodialisa regular 2 kali seminggu Transfusi PRC sampai dengan Hb ≥ 10 mg/dL VII. Prognosis Quoad vitam
: Dubia ad bonam
Quoad functionam
: Dubia ad malam
Quoad sanactionam
: Dubia ad malam
VIII. FollowUp Planning dan
Tanggal
Subjektif
Objektif
Assessment
8/12/2014
Pasien
Kes: compos mentis
1. CKD stage V
mengeluh
TD: 130/80 mmHg
2. Anemia berat
demam dan
N
: 90 x/menit
kkal + 60 gr
kurang
RR : 20 x/menit
protein/hari
tidur
T
: 37,6 oC
- Hemodialisa
PF/ Mata
Terapi Th/ - Bed rest - Diet ginjal 1700
:
regular
Conjungtiva pucat
- Balance cairan
(+/+), Sklera ikterik
- Transfusi PRC
(-/-)
1 kolf/hari
T/H/M : dbn Leher : TVJ R-2 Cm H2O, pembesaran
P/
10
KGB (-)
-
Konsul
Thoraks: Ves (+/+)
BTKV untuk
Rh(-/-), Wh (-/-)
pemasangan
Cor: BJ I > BJ II,
cimino
Reguler, Murmur (-)
-
Periksa darah
Abdomen: Bising
rutin, ureum,
Usus (-), soepel,
kreatinin,
Nyeri tekan (-),
KGDS dan
H/L/R tidak teraba
elektrolit post
Ekstremitas:
hemodialisa
ditemukan pucat
-
USG Urologi
pada ektremitas atas dan bawah. 9/12/2014
Pasien
Kes: compos mentis
1. CKD stage V
merasa
TD : 150/90 mmHg
2. Anemia berat
lemas dan
N
tampak
RR : 20 x/menit
pucat.
T
Demam (-)
PF/ Mata
: 76 x/menit
Th/ - Bed Rest
(perbaikan)
- Threeway - Diet ginjal
: 36,5oC
1700 kkal + 60
:
gr protein/hari
Conjungtiva pucat
- Hemodialisa
(+/+), Sklera ikterik
regular
(-/-)
- Balance cairan
T/H/M : dbn
- Transfusi PRC
Leher : TVJ R-2 Cm H2O, Pembesaran
1 kolf/hari P/
KGB (-)
- USG Urologi
Thoraks: Ves (+/+)
- Periksa darah
Rh(-/-), Wh (-/-)
rutin, ureum,
Cor : BJ I > BJ II,
kreatinin,
Reguler, Murmur (-)
KGDS dan
Abdomen: Bising
elektrolit post
Usus (-), soepel,
hemodialisa
11
Nyeri tekan (-), H/L/R tidak teraba Ekstremitas: pucat (-/-), edema (-/-)
10/12/2014
Pasien
Kes: compos mentis
1. CKD stage V
mengeluh
TD : 100/70 mmHg
2. Anemia
badan
N
terasa
RR : 20 x/menit
lemas
T
: 88 x/menit
Th/ - Bed Rest
(perbaikan)
- Threeway - Diet ginjal
: 36,4oC
PF/ Mata
1700 kkal + 60
:
gr protein/hari
Conjungtiva pucat
- Hemodialisa
(+/+), Sklera ikterik
regular
(-/-)
- Balance cairan
T/H/M : dbn
- Transfusi PRC
Leher : TVJ R-2 Cm
1 kolf/hari
H2O, Pembesaran
- Asam folat 3x1
KGB (-)
P/
Thoraks: Ves (+/+)
-
USG Urologi
Rh(-/-), Wh (-/-)
-
Periksa darah
Cor: BJ I > BJ II,
rutin, ureum,
Reguler, Murmur (-)
kreatinin, KGDS
Abdomen: Bising
dan elektrolit post
Usus (-), soepel,
hemodialisa
Nyeri tekan (-), H/L/R tidak teraba Ekstremitas: dbn
12
11/12/2014
Pasien
Kes: compos mentis
1. CKD stage V
mengeluh
TD : 110/70 mmHg
2. Anemia
sulit
N
bernafas
RR : 20 x/menit
dan sulit
T
tidur
PF/Mata:Conjungtiv
: 88 x/menit
Th/ - Bed Rest
(perbaikan)
- Threeway - Diet ginjal
: 36,9oC
1700 kkal + 60 gr protein/hari
a pucat (+/+), Sklera
- Hemodialisa
ikterik (-/-)
regular
T/H/M : dbn
- Balance cairan
Leher : TVJ R-2 Cm
- Transfusi PRC
H2O, Pembesaran
1 kolf/hari
KGB (-)
- Asam folat 3x1
Thoraks: Ves (+/+)
P/
Rh(-/-), Wh (-/-)
-
USG Urologi
Cor: BJ I > BJ II,
-
Periksa darah
Reguler, Murmur (-)
rutin, ureum,
Abdomen: Bising
kreatinin, KGDS
Usus (-), soepel,
dan elektrolit post
Nyeri tekan (-),
hemodialisa
H/L/R tidak teraba Ekstremitas: dbn
12/12/2014
Pasien
Kes: compos mentis
1. CKD stage V
mengeluh
TD : 120/80 mmHg
2. Anemia
demam.
N
: 76 x/menit
RR : 20 x/menit T
: 37,4oC
PF/Mata: Conjungtiva pucat (+/+), Sklera ikterik
(perbaikan)
Th/ - Bed Rest - Threeway - Diet ginjal 1700 kkal + 60 gr protein/hari - Hemodialisa regular
(-/-)
- Balance cairan
T/H/M : dbn
- Transfusi PRC
13
Leher : TVJ R-2 Cm
1 kolf/hari
H2O, Pembesaran
- Asam folat 3x1
KGB (-)
P/
Thoraks : Ves
-
(+/+), Rh(-/-), Wh (-/-)
USG Urologi (hari ini)
-
Periksa darah
Cor : BJ I > BJ II,
rutin, ureum,
Reguler, Murmur (-)
kreatinin, KGDS
Abdomen: Bising
dan elektrolit post
Usus (-), soepel,
hemodialisa
Nyeri tekan (-), H/L/R tidak teraba Ekstremitas: dbn
BAB III CHRONIC KIDNEYS DISEASE 3.1 Definisi Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yang luas, yaitu gagal ginjal kronik dan akut. Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat (biasanya berlangsung beberapa tahun), sebaliknya gagal ginjal akut terjadi dalam beberapa hari atau beberapa minggu. Pada kedua kasus tersebut, ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal. Meskipun ketidakmampuan fungsional terminal sama pada kedua jenis gagal ginjal ini, tetapi gagal ginjal akut mempunyai gambaran khas disbanding gagal ginjal kronik.(1) Gagal ginjal kronik atau Chronic Kidneys Disease (CKD) adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml /menit /1,73 m².(2) Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang bersifat irreversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.(3)
3.2 Anatomi Ginjal Ginjal terletak di dalam ruang retroperitoneum dibagian belakang abdomen atas, didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor). Ginjal pada orang dewasa panjangnya sampai 13 cm, lebarnya 6 cm, dan berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh tubuh. Ginjal dilindungi oleh bantalan lemak yang tebal, dilihat dari segi potongan longitudinal ginjal memperlihatkan dua daerah yang berbeda yaitu korteks dan medulla.(2)
14
15
Medulla terbagi menjadi dari piramid-piramid yang dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papila atau apeks dari tiap piramid membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan bagian terminal dari banyak duktus pengumpul. Tiap tubulus
ginjal
dan
glomerulusnya
membentuk suatu kesatuan yang disebut sebagai nefron. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Dalam setiap ginjal terdapat sekitar satu juta nefron. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowman, kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal. Ginjal divaskularisasi oleh arteri renalis yang merupakan cabang dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebrae lumbal II. Sedangkan vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kava inferior yang terletak di sebelah kanan garis tengah.(3) Saat arteri renalis masuk kedalam hilus, bercabang
arteri
tersebut
menjadi
arteri
interlobaris yang berjalan diantara piramid selanjutnya membentuk arteri
arkuata,
kemudian
membentuk
arteriola
interlobularis
yang
paralel
korteks.
dalam
interlobularis
ini
tersusun Arteri
kemudian
membentuk arteriola aferen pada glomerulus. Glomerulus bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian bercabang membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan disebut peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem portal ini akan dialirkan kedalam jalinan vena selanjutnya menuju vena interlobularis, vena arkuata, vena interlobaris dan vena renalis untuk
16
akhirnya mencapai vena cava inferior. Ginjal dilalui oleh sekitar 1200 mL darah permenit suatu volume yang sama dengan 20 – 25% curah jantung (5000 ml/menit) lebih dari 90% darah yang masuk ke ginjal berada pada korteks sedangkan sisanya dialirkan ke medulla. Sifat khusus aliran darah ginjal adalah otoregulasi aliran darah melalui ginjal arteriol afferent mempunyai kapasitas intrinsik yang dapat merubah resistensinya sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah arteri dengan demikian mempertahankan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus tetap konstan.(3) Ginjal mendapat persarafan dari nervus renalis (vasomotor), saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk kedalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal.(3)
3.3 Fisiologi Ginjal Fungsi
ginjal
yaitu
mengeluarkan
zat-zat
toksik
atau
racun,
mempertahankan keseimbangan cairan, mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, mempertahankan keseimbangan garam-garam
dan zat-zat
lain dalam tubuh,
mengeluarkan sisa
metabolisme hasil akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak. Ada tiga tahapan proses ginjal dalam membentuk urin yaitu.(3) 1. Filtrasi glomerulus Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glomerulus secara relatif bersifat impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup permiabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal atau Renal Blood Flow (RBF) adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG). Gerakan masuk ke kapsula bowman disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowman, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan
17
kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrate dalam kapsula bowman serta takanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloida diatas namun juga oleh permeabilitas di dinding kapiler.(3) 2. Reabsorpsi Zat-zat yang di filtrasi ginjal dibagi menjadi 3 bagian yaitu non elektrolit, elektrolit dan air. Setelah filtrasi, langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.(3) 3. Sekresi Sekresi tubular melibatkan transport aktif molekul-molekul dari aliran darah melalui tubulus ke dalam filtrate. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh (penisilin). Substansi yang secara alamiah dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hidrogen. Pada tubulus distalis, transport aktif natrium sistem karier yang juga terlibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali karier membawa natrium keluar dari cairan tubular, kariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan tubular. Jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan juga sebaliknya. Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan ekstra tubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium).(3)
3.4 Epidemiologi Di Amerika Serikat, data pada tahun 1995 – 1999 menyatakan insidens penyakit ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk setiap tahunnya, dan angka ini terus meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk per tahun.(3) Penyakit gagal ginjal kronik menurut United State Renal Data System (USRDDS) pada tahun 2009 adalah sekitar 10-13% di dunia. Berdasarkan
18
survei dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan prevalensi penyakit gagal ginjal kronik yang cukup tinggi, yaitu sekitar 30,7 juta penduduk. Menurut data PT Askes, ada sekitar 14,3 juta orang penderita gagal ginjal tahap akhir saat ini menjalani pengobatan yaitu dengan prevalensi 433 jumlah penduduk. Jumlah ini akan meningkat hingga melebihi 200 juta pada tahun 2025.(4)
3.5 Patogenesis Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak massa nefron ginjal. Sebagian besar penyakit ini merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral, meskipun lesi obstruktif pada traktus urinarius juga dapat menyebabkan gagal ginjal kronik. Pada awalnya, beberapa
penyakit
ginjal
terutama
menyerang
glomerulus
(glomerulonephritis), sedangkan jenis yang lain terutama menyerang tubulus ginjal (pielonefritis) atau dapat juga menganggu perfusi darah pada parenkim ginjal (nefrosklerosis). Tinjauan mengenai perjalanan umum gagal ginjal kronik dapat diperoleh dengan melihat hubungan antara kebersihan kreatinin dengan laju filtrasi glomerulus (LFG) sebagai persentase dari keadaan normal, terhadap kreatinin serum dan kadar nitrogen urea darah (BUN) karena massa nefron dirusak secara progresif oleh penyakit ginjal kronik.(5) Terdapat dua pendekatan teoritis yang umumnya diajukan untuk menjelaskan gangguan fungsi ginjal pada gagal ginjal kronik. Sudut pandangan mengatakan bahwa semua unit nefron telah terserang namun dalam stadium yang berbeda-beda, dan bagian-bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi tertentu dapat saja benar-benar rusak atau berubah strukturnya. Pendekatan kedua dikenal dengan nama hipotesis Bricker atau hipotesis nefron yang utuh, yang berpendapat bahwa bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur. Namun, sisa nefron yang masih utuh ini sangat berguna untuk menjelaskan pola adaptasi fungsional pada penyakit ginjal yang progresif, yaitu kemampuan untuk mempertahankan keseimbangan air dan elektrolit tubuh kendati LFG sangat menurun.(6)
19
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi structural dan fungsional nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperinfiltrasi yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intra renal yang ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang hal tersebut sebagian diperantarai oleh growth factors β (TGF- β). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas
penyakit
ginjal
kronik adalah albuminuria, hipertensi,
hiperglikemia, dyslipidemia.(6)
, Nefropati
Kompensasi hiperfiltrasi dan hipertofi
Hipertensi sistemik
Berkurangnya jumlah nefron
glomerulosklerosis
Angiotensin II
Kebocoran protein lewat glomerulus
Peningkatan ekspresi growth mediators/inflamasi /fibrosis
Gambar 1. Patogenesis perburukan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronis
20
Pada stadium paling dini, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60% pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik) tapi sudah terjadi peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG dibawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah dan gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas maupun infeksi saluran cerna. Selain itu, juga dapat terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hypervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal atau transplantasi ginjal.(2) 3.6 Klasifikasi Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal, yaitu atas dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat berdasarkan LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumor Kockroft – Gault sebagai berikut:(2) ml (140 − umur) X berat badan mnt LFG ( ) ∗) 1,73 m2 72 X kreatinin plasma (mg) dl *) pada perempuan dikalikan 0,85
21
Tabel 3.1 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit Derajat
Penjelasan
LFG (ml/mnt/1,73 m2
1
Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau
≥ 90
meningkat 2
Kerusakan ginjal dengan LFG rendah
60 – 89
ringan 3
Kerusakan ginjal dengan LFG rendah
30 – 59
sedang 4
Kerusakan ginjal dengan LFG rendah
15 – 29
berat 5
Gagal ginjal
< 15 atau dialisis
Tabel 3.2 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Diagnosis Etiologi Penyakit
Tipe Mayor
Penyakit ginjal diabetes
Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit ginjal non diabetes
Penyakit glomerular, vascular, tubulointerstisial dan kistik
Penyakit pada transplantasi
Rejeksi kronik, keracunan obat (siklosporin/ takrolimus) dan penyakit recurrent serta transplant glomerulopathy
3.7 Pendekatan Diagnostik
Gambaran Klinis Gambaran klinis penyakit ginjal kronik meliputi: a). sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus, infeksi traktur utinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemia, Lupus Eritematous Sistemik (LES) dan lain sebagainya. b). sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic forst, pericarditis, kejang-kejang bahkan sampai koma. c). gejala komplikasinya antara lain hipertensi,
22
anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolic, gangguan keseimbangan elektorit.(2)
Gambaran Laboratorium Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi: a). sesuai dengan penyakit yang mendasarinya. b). penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockroft – Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperlihatkan fungsi ginjal. c). kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolic. d). kelainan urinalisis meliputi proteinuria, leukosoria, cast, isostenuria.(2)
Gambaran Radiologis Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi: a). foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak. b). pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa melewati filter glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan. c). pielografi antegrad dan retrograde dilakukan sesuai indikasi. d). USG ginjal dapat memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, kortkes yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa dan kalsifikasi. e). pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.(2)
Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasif tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis dan untuk mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Biopsi ginjal ini kontraindikasi dilakukan pada keadaan
23
dimana ukuran ginjal yang sudah mengecil (contracted kidneys), ginjal polikistik, hipertensi
yang tidak terkendali, infeksi
perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal napas dan obesitas.(2) 3.8 Penatalaksanaan Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi:(3)
Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition)
Memperlambat perburukan (progression) fungsi ginjal
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal
Perencanaan tatalaksana (action plan) penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya dapat dilihat pada tabel berikut.(3)
Tabel 3.3 Rencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik Sesuai dengan Derajatnya Derajat
LFG
Rencana Tatalaksana
1
≥ 90
Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi pemburukan
fungsi
ginjal,
memperkecil
resiko
kardiovaskular 2
60 – 89
Menghambat pemburukan fungsi ginjal
3
30 – 59
Evaluasi dan terapi komplikasi
4
15 – 29
Persiapan untuk terapi pengganti ginjal
5
< 15
Terapi pengganti ginjal
Terapi Spesifik Terhadap Penyakit Dasar Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya penurunan LFG. Sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasonografi, biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat
24
terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 20 – 30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.(3)
Pencegahan dan Terapi Terhadap Kondisi Komorbid Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien penyakit ginjal kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain, gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obat-obat yang bersifat nefrotoksik, bahan radiokontras atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.(3)
Menghambat Perburukan Fungsi Ginjal Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi glomerulus. Ada dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus ini adalah pembatasan asupan protein. Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG ≤ 60 mL/mnt, sedangkan diatas nilai tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. Protein diberikan 0,6 – 0,8/kgBB/hari, yang 0,35 – 0,50 gr diantaranya merupakan protein nilai biologi yang tinggi. Jumlah kalor yang diberikan 0,6 – 0,8 gr diantaranya merupakan protein nilai biologi tinggi. Dibutuhkan pemantauan teratur bila terjadi malnutrisi, jumlah asupan kalori dan protein dapat ditingkatkan. Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan prtotein. Kelebihan protein tidak disimpan dalam tubuh namun dipecah, selain itu makan tinggi protein yang mengandung ion hydrogen. Berbeda dengan lemak dan karbohidrat pada pasien penyakit ginjal kronik akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran darah, dan tekanan intraglomerulus, yang akan meningkatkan progerisifitas pemburukan fungsi ginjal. Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan asam folat.(2)
25
Terapi
farmakologis
dibutuhkan
untuk
mengurangi
hipertensi
intraglomerulus. Pemakaian obat anti hipertensi disamping dapat bermanfaat untuk memperkecil resiko kardiovaskular juga sangat penting untuk memperlambat pemburukan kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerular dan hipertrofi glomerulus. Beberapa studi membuktikan bahwa pengendalian tekanan darah mempunyai peran yang sama pentingnya dengan pembatasan asupan protein dalam memperkecil hipertensi dan hipertrofi glomerulus. Disamping itu, sasaran terapi farmakologis sangat terkait dengan derajat proteinuria. Saat diketahui secara luas bahwa proteinuria merupakan faktor resiko terjadinya pemburukan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kkronik. Beberapa obat antihipertensi terutama golongan penghambat enzim converting angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme/ACE Inhibitor), melalui berbagai studi telah tebukti dapat memperlambat proses pemburukan fungsi ginjal. Hal ini terjadi melalui mekanisme kerjanya sebagai anti hipertensi dan anti proteinuria.(2) Pencegahan dan Terapi Terhadap Penyakit Kardiovaskular Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal yang penting, karena 40 – 45% kematian pada penyakit ginjal ginjal kronik disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskular adalah pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian dyslipidemia, pengendalian anemia, pengendalian hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit.(2) Pencegahan dan Terapi Terhadap Komplikasi Penyakit
ginjal
kronik
mengakibatkan
berbagai
komplikasi
yang
manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi.(2)
26
Tabel 3.4 Komplikasi Penyakit Ginjal Kronik Derajat 1
Penjelasan Kerusakan ginjal dengan
LFG
Komplikasi
≥ 90
-
LFG normal 2
Kerusakan ginjal dengan
60 – 89 Tekanan darah mulai
penurunan LFG ringan 3
Penurunan LFG sedang
meningkat 30 – 59 Hiperfosfatemia, hipokalsemia, anemia, hiperparatiroid, hipertensi, hiperhomosistinemia
4
Penurunan LFG berat
15 – 29 Malnutrisi, asidosis metabolic, cenderung hyperkalemia, dyslipidemia
5
Gagal ginjal
< 15
Gagal jantung, uremia
BAB IV KESIMPULAN
Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yang luas, yaitu gagal ginjal kronik dan akut. Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat (biasanya berlangsung beberapa tahun), sebaliknya gagal ginjal akut terjadi dalam beberapa hari atau beberapa minggu. Pada kedua kasus tersebut, ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal. Meskipun ketidakmampuan fungsional terminal sama pada kedua jenis gagal ginjal ini, tetapi gagal ginjal akut mempunyai gambaran khas disbanding gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik atau Chronic Kidneys Disease (CKD) adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml /menit /1,73 m². Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang bersifat irreversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya, pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition), memperlambat perburukan (progression) fungsi ginjal, pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular, pencegahan dan terapi terhadap komplikasi, dan terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Terapi farmakologis dibutuhkan untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian obat anti hipertensi disamping dapat bermanfaat untuk memperkecil resiko kardiovaskular juga sangat penting untuk memperlambat pemburukan kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerular dan hipertrofi glomerulus. Beberapa studi membuktikan bahwa pengendalian tekanan darah
27
28
mempunyai peran yang sama pentingnya dengan pembatasan asupan protein dalam memperkecil hipertensi dan hipertrofi glomerulus. Disamping itu, sasaran terapi farmakologis sangat terkait dengan derajat proteinuria. Saat diketahui secara luas bahwa proteinuria merupakan faktor resiko terjadinya pemburukan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kkronik. Beberapa obat antihipertensi terutama golongan penghambat enzim converting angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme/ACE Inhibitor), melalui berbagai studi telah tebukti dapat memperlambat proses pemburukan fungsi ginjal. Hal ini terjadi melalui mekanisme kerjanya sebagai anti hipertensi dan anti proteinuria.
DAFTAR PUSTAKA 1. Braunwald E.,et.al.,”Harrisons's Principles of Internal Medicine", 16th Edition, McGrawHill, USA, 2004. Aisyah J. 2011. Karakteristik Penderita Gagal Ginjal Kronik (GGK) Yang Dirawat Inap di RS Haji Medan Tahun 2009. Skripsi Mahasiswa FKM USU, Medan. 2.
Conchol, M. and Spiegel, D.M., 2005. The Patient with Chronic Kidney Disease. In: Schrier, R.W., ed. Manual of Nephrology Seventh Edition. Philadelphia, USA: Lippincott Williams and Wilkins, 185.
3.
Markum, H.,M.,S., 2003. Perubahan Anatomi dan Fisiologi Saluran Kemih Akibat Penuaan. Pertemuan Ilmiah Tahunan Perkembangan Mutakhir Ilmu Penyakit Dalam. Acta Medica Indonesiana, Volume XXXV Suplement 1.
4.
Suwitra, K., 2006. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Marcellus, S.K., Setiati, S., Edisi keempat. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 570-573.
5.
Brenner, B.M., dan Lazarus, J. M. 2012. Gagal Ginjal Kronik dalam Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Harrison Edisi 13. Jakarta: EGC, 1435-1443
6.
Price, S. A., dan Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Buku II Edisi 6. Jakarta: EGC.
29