M E D I A
I N F O R M A S I
&
E D U K A S I
R S C M
CERITA DARI TIM PERSIAPAN JCI TRIENNIAL SURVEY 2016
EDISI KEDUA 2016
Daftar Isi Pokja
Salam Parandika Salam pembaca
04
QPS : Unit Kerja Mandiri dan Responsif
05
ASC : Langkah Restorasi
06
PCI : Pintunya Aman
08
FMS : Melangkah Maju
09
PFE : Kunci Keberhasilan Pelayanan
Bulan Mei tahun ini terbilang bulan yang istimewa bagi seluruh warga RSCM, dimana semua warga RSCM bersiap menghadapi JCI Triennial Survey pada tanggal 30 Mei sampai 3 Juni 2016. Re-akreditasi yang diselenggarakan setiap tiga tahun akan menilai implementasi standar mutu dan keselamatan pasien. Akreditasi JCI yang dilaksanakan merupakan salah satu peluang bagus bagi seluruh stakeholder untuk meningkatkan mutu pelayanan dan profesional di industri rumah sakit. Melihat pentingnya momen tersebut, maka redaksi mendedikasikan edisi ke-2 Halo Cipto ini sebagai edisi JCI. Dalam edisi ini, redaksi menampilkan langkah perbaikan terhadap temuan pada saat pre re-akreditasi JCI oleh 10 pokja. Tidak hanya mengingatkan standar dan kebijakan dari ke 10 pokja, Redaksi pun menyajikan langkah dan strategi untuk perbaikan dari tiap-tiap pokja. Akhir kata Redaksi mengucapkan selamat membaca, selamat menyambut JCI Triennial Survey tahun 2016. Salam semangat! Redaksi
rscm.co.id
10
Cerita dari Tim JCI RSCM Sedih, gusar, senang, dan pantang menyerah itulah secuil gambaran pokja-pokja di RSCM dalam menghadapi ujian hidup-mati, JCI.
2
12
ACC : Terapkan Good System
14
IPSG : Menuju RS Aman Lewat Standar
15
HRP : Sistem Detail HRP
16
SQE : Resolusi yang Panjang
18
MMU : Menuju MMU yang Lebih Baik
HALO CIPTO
EDISI KEDUA 2016
Halo Cipto Media Cetak Periodik Internal RSCM Terbit Pertama Kali DESEMBER 1999 Pembina Direktur Utama RSCM Direktur Pengembangan & Pemasaran RSCM Pemimpin Redaksi Linda Amiyanti, Skp.MKes
Tim Penyunting Rahajeng Kartika Sari, SKM Bekti Utami Yani Astuti, SKM, M.Kes M. Hatta, SKM, MM.Kes Vera Eka. P Ns. Suwandi, S.Kep Bambang Ariyanto Penerbit Instalasi Promosi Kesehatan Rumah Sakit RSCM Jakarta Alamat Redaksi Instalasi Promosi Kesehatan RSCM Jl. Diponegoro 71 Jakarta Pusat 10430 Kotak Pos 1086 Telp. 62-21 1500135 Pst. 2907 Email:
[email protected]
Pesan Direktur Warga RSCM tercinta, Assalamu’alaikum wr. wb. Sejalan dengan upaya RSCM dalam memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memperoleh jasa perumahsakitan yang paripurna dengan mengutamakan mutu pelayanan dan keselamatan pasien, maka RSCM pun akan melaksanakan re-akreditasi JCI atau triennial yang kedua pada bulan Mei tahun 2016. Tantangan besar untuk tetap mempertahankan akreditasi sudah di depan mata. Akan ada survei untuk menilai kelangsungan proses peningkatan mutu. Sejauh ini Kita sudah berproses dengan memonitoring dan mengevaluasi secara terus menerus untuk menilai implementasi standar JCI. Selain itu, Kita juga sudah berupaya dalam meningkatkan capacity building dan pendidikan kedokteran yang berkesinambungan bagi staf medis untuk meningkatkan kemampuan. Kita juga berupaya untuk bekerja secara safety dengan patuh terhadap standar. Kepatuhan ini tak hanya berdampak bagi RSCM namun bagi pribadi. Kita dapat menambah wawasan dengan sikap konsisten dan bekerja secara profesional. Akhirnya melalui kesempatan ini segenap Direksi RSCM mengucapkan terima kasih kepada seluruh stakeholder untuk senantiasa memberikan kepercayaan dan bersama-sama membangun RSCM. Mari kita sambut JCI Triennial Survey dengan semangat menolong, memberikan yang terbaik..
Direktur Utama RSCM
Dr. dr. C.H. Soejono, SpPD, K-Ger
HALO CIPTO
EDISI KEDUA 2016
3
POKJA
Layanan Aman Tampak perawat sedang melakukan tindakan pemeriksaan sesuai prosedur yang berlaku.
QPS RSCM, Unit Kerja Makin Mandiri dan Responsif Oleh: dr. Hervita Diatri, Sp.KJ (K)
Guna memberi jaminan pada pasien, RSCM menerapkan Quality Improvement and Patient Safety (QPS) dikenal juga dengan Pokja Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP) yang memberdayakan unit mandiri dan responsif.
M
utu rumah sakit disadari bukan semata-mata berawal dari pimpinan tertinggi rumah sakit melainkan justru berasal dari unit-unit kerja. Program penjaminan mutu di RSUP Nasional dr. Cipto Mangunkusumo saat ini lebih bersifat desentralisasi. Masing-masing unit meningkatkan kapasitasnya untuk semakin mandiri bertindak responsif dalam upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien di setiap unitnya. Saat ini, unitunit secara mandiri menentukan dan mengupayakan: Penetapan indikator prioritas berdasarkan data dan kebutuhan. Pengaturan pelaksanaan berbagai program mutu mulai dari orientasi dan peningkatan kapasitas hingga pengembangan sistem pemantauan dan evaluasi. Peningkatan kapasitas dalam pengumpulan data yang valid
4
HALO CIPTO
dan layak untuk menjadi informasi penting. Penyusunan perbaikan berkelanjutan secara mandiri dengan metode Plan-Do-Study-Act (PDSA). Pengelolaan laporan insiden hingga upaya pencegahannya. Penyusunan daftar risiko dan Failure Mode Effect Analysis (FMEA). Penanggung Jawab (PJ) Mutu ditunjuk sebagai penghubung antara program manajemen mutu unit dengan manajemen mutu korporat sehingga proses pemanfaatan data dan informasi yang diperoleh dapat bermanfaat bagi semua. Untuk menjamin pelaksanaan serta untuk lebih menghargai tugas dan fungsinya, PJ Mutu unit kerja dimintakan untuk dapat bekerja dalam taraf penanggung jawab, memiliki penilaian khusus, dan mendapatkan remunerasi khusus sesuai dengan taraf tugasnya. Penghargaan atas semua upaya
EDISI KEDUA 2016
dan pencapaian unit kerja dalam upaya penjaminan mutu di unit kerjanya, maka RSCM Award diberikan bagi unitunit kerja yang memiliki: Kelengkapan resume medik (≥80%). Kontribusi dalam pelaporan insiden (≥80%). Ketepatan waktu pelaporan data indikator unit (≥60%). Ketepatan waktu pelaporan indikator individu (patient care) (≥60%). Minimal dua buah PDSA yang dilaksanakan tuntas dan menghasilkan pembelajaran bagi unit kerja. Tingkat kehadiran PJ Mutu dalam pertemuan berkala (≥60%). Daftar risiko dan FMEA. Performance board. Potret giatnya unit kerja melaksanakan berbagai upaya peningkatan mutu, cermin kerja rumah sakit yang juga giat dalam mutu dan keselamatan pasien.
POKJA
Langkah Restorasi Pokja ASC
Temuan & Perbaikan
Pokja ASC
Oleh: dr. Aries Perdana, Sp.An-K
Pokja ASC tak ingin tertinggal “kereta” dalam kebangkitan RSCM, berbagai langkah dibentuk.
K
ebijakan yang perlu diketahui terkait dengan pokja ASC yang dikenal dengan Pokja Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB) antara lain kebijakan tentang pelaku sedasi, panduan pelayanan sedasi, penilaian dan perencanaan pembedahan serta kebijakan penggunaan alat kesehatan implan. Pelaku sedasi sedang adalah seseorang yang memberikan dan mengawasi sedasi, dilakukan oleh DPJP anestesiologi dan peserta didik yang kompeten, dokter spesialis anak konsultan dan dokter non-anestesiologi yang memiliki pengetahuan dan kemampuan sesuai persyaratan. Pengawasan dan pemantauan sedasi berada dibawah tanggung jawab pelaku sedasi kecuali tindakan sedasi melibatkan praktisi yang berkompeten lainnya yakni dokter anestesiologi. Pelayanan sedasi terdiri dari pelayanan sedasi sedang dan dalam. Setiap tindakan sedasi kecuali sedasi ringan harus melalui proses komunikasi, edukasi termasuk analgesia pasca tindakan dan pemberian informasi serta mendapat persetujuan dari pasien atau keluarga. Pada kasus emergency disesuaikan kondisi saat terjadinya kegawadaruratan medis. Pasien yang akan dilakukan tindakan sedasi harus melalui proses kunjungan pra-anestesi dan penilaian pra-sedasi. Pemantauan layanan sedasi sedang dan dalam, seperti pemantauan tanda vital sebelum, selama dan setelah tindakan dengan NIBP, EKG dan pulse oksimetri. Pemantauan sedasi dilakukan berkesinambungan setiap lima menit selama sedasi. Setelah sedasi pasien akan dipindahkan ke ruang pemulihan didampingi tim pengelola yang memahami kondisi pasien. Pemantauan di ruang pulih dilakukan berkesinambungan setiap 15 menit hingga dikeluarkan dari ruang pulih. Pengeluaran
pasien didasar kriteria skor aldrette, sedangkan pemulangan berdasarkan skor Post anesthetic discharge scoring system (PADSS). Semua proses sedasi sedang dan dalam harus tecatat dan didokumentasikan secara terpisah didalam status sedasi. Prosedur sedasi di RSCM dilakukan di RSCM Kencana, Departemen Radiologi, Departemen Radioterapi, PESC, ERCP, Ruang prosedur gedung A, Departemen gigi dan mulut, Departemen anak, departemen THT dan Instalasi Bedah Pusat. Alat kesehatan implan merupakan objek atau materi dengan tujuan membentuk struktur, memperbaiki fungsi tubuh, menyembuhkan dan mendiagnosis dimana: Sebagian atau keseluruhannya dimasukkan ke tubuh atau orifisium dan ditinggalkan selama minimal 30 hari. Digunakan untuk menggantikan permukaan epitel atau permukaaan lapisan mata dan ditinggalkan selama minimal 30 hari. Memerlukan prosedur pembedahan/ prosedur medik untuk memasukkan dan mengeluarkannya. Alat kesehatan implan masuk kategori “Alat kesehatan implan perlu penelusuran” jika memenuhi salah satu dari tiga kriteria berikut: Kegagalan dari alat dapat berpengaruh pada masalah medis yang serius sesuai klasifikasi kelas III. Alat tersebut sengaja ditinggalkan di dalam tubuh selama lebih dari satu tahun; atau. Alat tersebut adalah penopang kehidupan yang digunakan di luar lingkungan rumah sakit sesuai klasifikasi kelas III. Kematian atau cedera serius terkait alat kesehatan implan harus dilaporkan dengan form insiden report. Pelaporan maksimal 10 hari kerja setelah diketahui dan diserahkan ke KMKK.
Layanan Sedasi Revisi kebijakan, SPO dan IK. Setiap unit kerja memiliki hardcopy revisi kebijakan, SPO dan IK. Unit kerja yang melakukan sedasi harus menyediakan alat dan prasarana sesuai dengan usia dan jenis pelayanan sedasi. Setiap unit kerja melakukan kalibrasi terhadap alat yang digunakan. Setiap unit kerja melengkapi dokumen seperti: asesmen pra sedasi, inform consent, dan lain-lain. Setiap pelaku sedasi harus mampu melakukan bantuan hidup lanjut. Pelaku sedasi memiliki kewenangan klinis dan sertifikat pelatihan sedasi yang masih berlaku. Setiap unit kerja yang melayani sedasi harus memiliki KPI terpilih. Setiap unit kerja yang melayani sedasi harus memiliki obat penawar narkotik, pelumpuh otot, dan flumazenil. Setiap unit kerja yang melayani sedasi harus melengkapi data mobiditas/ mortalitas. Layanan Pembedahan Adanya dokumentasi yang membuktikan perencanaan pembedahan melalui proses asesmen. Adanya laporan pembedahan yang mencakup poin, sebut saja Diagnosis Pra dan Pasca Bedah; Tanggal dan Lama Pembedahan; Tindakan Pembedahan; dan lain-lain. Adanya dokumentasi asuhan pasca bedah untuk kebutuhan segera sesuai pasca bedah. Layanan Implan Revisi kebijakan dan SPO. Unit kerja harus memiliki hardcopy revisi kebijakan dan SPO. Departemen menggunakan alat implan harus memiliki daftar alat implan, alasan pemilihan dan data penelitian. Setiap departemen harus menentukan persyaratan umum staf teknis/ vendor dari luar yang bantu pemasangan implan. Setiap departemen harus memiliki data insiden implant sejak Juni 2015. Setiap departemen harus melakukan monitoring melalui KPI dokumentasi penggunaan implan sesuai SPO.
HALO CIPTO
EDISI KEDUA 2016
5
POKJA
PCI Pintunya Aman Oleh: Ns. Gortap Sitohang, Skep
Apa jadinya jika pasien yang berobat ke rumah sakit malah terinfeksi. Disinilah penting peran pokja PCI. Mereka pun berbenah.
S
etiap rumah sakit perlu memiliki unit yang khusus menangani masalah infeksi. Mengapa? Tanpa penanganan yang baik,
No
Chapter
pasien yang berobat ke rumah sakit akan terkena infeksi. Karenanya Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) atau Prevention
Temuan
and Control of Infections (PCI) sangat diperlukan. PPI bertujuan mengidentifikasi dan mengurangi risiko penularan atau transmisi infeksi di antara pasien, staf, profesional kesehatan, pekerja kontrak, relawan, mahasiswa, dan pengunjung. Keberadaan PPI sesuai dengan kebijakan Menteri Kesehatan Nomor 270/ MENKES/2007. Bagaimana dengan RSCM? Tak tanggung-tanggung rumah sakit rujukan nasional ini telah memiliki pokja yang bekerja layaknya “KPK” dalam hal pengendalian infeksi. Mereka memiliki sistem-sistem yang sudah terintegrasi dan sesuai dengan standar nasional maupun internasional. Pokja PPI RSCM bekerja untuk menjamin keselamatan pasien, petugas, serta semua yang berada di ruang lingkup RS, dan tentunya ini merupakan suatu budaya keselamatan, yang terus dilaksanakan. (berbagai sumber)
Kebijakan Baru
Informasi Umum PCI
Pengertian: Sekumpulan cara yang terukur untuk meningkatkan perawatan terhadap pasien yang berisiko dilakukan oleh semua orang secara bersamasama dalam setiap tindakan 1. BUNDLES PENCEGAHAN IAD 1.1 lakukan kebersihan tangan 1.2 penggunaan alat pelindung diri maksimal 1.3 preparasi kulit dengan chlorhexidine tunggu sampai kering atau waktu 2-5 menit 1.4 pemilihan vena insersi, hindari vena femoral pada pasien dewasa 1.5 lakukan monitoring dan evaluasi setiap hari 1.6 lepaskan jika tidak diperlukan
1
PCI 6: Surveilans Infeksi Rumah sakit
Belum semua petugas mengetahui cara pencegahan infeksi “Bundels HAIs” Ventilator Asociated Pneumonia (VAP), Infeksi Saluran Kemih (ISK), Infeksi Daerah Operasi (IDO), dan Infeksi aliran Darah (IAD)
2. BUNDLES PENCEGAHAN VAP 2.1 lakukan kebersihan tangan 2.2 elevasi tempat tidur 30 - 45 derajat 2.3 penghentian sedasi dan kaji kesiapan ekstubasi setiap hari 2.4 profilaksis pencegahan peptic ulcer jika diperlukan 2.5 profilaksis dvt (deep vein trombosis) jika diperlukan 2.6 perawatan kebersihan mulut dengan clorhexidine 0.2 % dan atau sikat gigi dan air matang pada pasien bayi minimal 3x/hari 3.BUNDLES PENCEGAHAN ISK 3.1 pasang kateter urine sesuai indikasi 3.2 lakukan pembersihan periniel dengan antiseptik seperti clorhexidine sebelum pemasangan kateter urine 3.3 pasang kateter urine dengan teknik steril 3.4 lakukan perawatan perineal rutin 3.5 evaluasi pelepasan keteter sesegera mungkin 3.6 gunakan urine bag dengan close system 4.BUNDLES IDO 4.1 mandi clorhexidine 4% sore hari dan pagi hari 1 hari sebelum operasi 4.2 pemberian antibiotik profilaksis 60 menit sebelum operasi 4.3 jangan lakukan pencukuran kecuali mengganggu operasi 4.4 control gula darah 4.5 menjaga suhu tubuh tetap normal selama pembedahan 4.6 kebersihan tangan 4.7 perawatan luka dengan mempertahankan teknik steril, drasing transparan, edukasi 4.8 pasien, kontrol tepat waktu
6
HALO CIPTO
EDISI KEDUA 2016
INFECTION CONTROL INFECTION (PCI) 11 Standar dan 65 ME Program kepemimpinan dan koordinasi (PCI 1; 2; 3; 4) Fokus dari program (PCI 5; 5.1; 6; 7; 7.1; 7.1.1; 7.2; 7.3; 7.4; 7.5) Prosedur Isolasi (PCI I 8) Teknik pengamanan dan hand hygiene (PCI 9) Integrasi program dng peningkatan mutu dan keselamatan pasien (PCI 10) Pendidikan staf tentang program (PCI 11)
POKJA
No
Chapter PCI 7.1 tentang sterilisasi
2 PCI 7.1 tentang sterilisasi
3
PCI 7.1 Desinfekatan permukaan lingkungan
Temuan masih ada tanggal expired di alat steril, lemari tempat penyimpanan alat berdebu, poches terlalu kecil dapat mengakibatkan kerusakan atau sobek
Informasi Umum PCI
Kebijakan Baru Semua peralatan steril tidak memerlukan tanggal expired date dengan syarat tempat penyimpanan alat bersih bebas dari debu, penyimpanan tidak menumpuk, poches dalam keadaan utuh
10 LANGKAH PEMROSESAN ALAT ENDOSKOPI 1. precleaning: lab endoskopi dengan enzimatik dalam tisu 2. test kebocoran 3. pembersihan manual 4. pembersihan setelah pembersihan 5. manual belum semua petugas memahami 6. inspeksi visual cara pemrosesan alat endoskopi dan 7. desinfeksi tingkat tinggi (dtt) probe endokavitis 8. manual atau automatik 9. pembilasan sesudah dtt 10. pengeringan 11. pelabelan 12. penyimpanan
belum semua petugas memahami desinfektan yang dipakai untuk pembersihan lingkungan
1. Non kritikal seperti perkantoran cukup dengan air 2. Area semi kritikal seperti ruang perawatan, polikinik menggunakan desinfektan clorin/ pemutih 1: 500 3. Ruang critical intensive care, kamar bedah, menggunakan desinfektan clorin/ pemutih 1: 100 4. Area ruang isolasi dan pasien infeksi ESBL, menggunakan desinfektan clorin/ pemutih 1:10 5. Pembersihan dilakukan minimal 1 kali sehari di ruang rawat dan 3 kali sehari diarea berisiko 6. Selain clorin dapat juga menggunakan isopropil alkohol 70% dan quartenery compaine 7. Sebelum pembersihan dengan desinfektan permukaan lingkungan pasien dapat dibersihkan terlebih dahulu dengan air
4
PCI 7.1 Area lingkungan pasien kotor: tempat Pembersihan Pembersihan lingkungan pasien dilakukan setiap hari ruang perawatan dan tidur, meja pasien, monitoring, permukaan setiap shift diarea berisiko spt ICU, ruang isolasi, kamar bedah ventilator, kamar mandi lingkungan pasien
5
PCI 7.1.1 Single use reuse
Belum ada suatu sistem untuk menelusur alat single use reuse jika terjadi infeksi pada pasien
Menambahkan nama pasien, dan rekam medik di formulir monitoring dan di catatan terintegrasi melakukan monitoring pada pasien yang menggunakan alat dengan cara telepon 2x24 jam oleh IPCN -Link dan IPCN
tekanan belum dapat menunjukkan tekanan negatif
Perbaikan magnahelix dan kalibrasi
belum semua mengetahui cara pengukuran tekanan secara manual
6
PCI 8 ruang isolasi
belum semua petugas mengetahui cara perlakuan pasien jika ruang isolasi bertekanan negatif penuh belum semua petugas mengetahui apa saja yang harus diperhatikan di kamar isolasi
INFECTION CONTROL INFECTION (PCI) 11 Standar dan 65 ME Program kepemimpinan dan koordinasi (PCI 1; 2; 3; 4) Fokus dari program (PCI 5; 5.1; 6; 7; 7.1; 7.1.1; 7.2; 7.3; 7.4; 7.5) Prosedur Isolasi (PCI I 8) Teknik pengamanan dan hand hygiene (PCI 9) Integrasi program dng peningkatan mutu dan keselamatan pasien (PCI 10) Pendidikan staf tentang program (PCI 11)
Pengukuran manual fungsi magnahelix dengan menggunakan tisu atau kertas di bawah pintu atau membuka sedikit pintu, jika tisu tertarik kearah ruang anteroom atau kamar pasien artinya tekanan negatif di ruangan pasien sesuai jika ruang isolasi di rumah sakit penuh maka untuk tindakan sementara waktu adalah: pasien di kohort, pasien dipasang masker biasa/ bedah, jika memungkinkan buka jendela, pasang kipas angin mengarah ke arah jendela, pintu kamar pasien selalu tertutup, jika ruangan menggunakan AC untuk sementara AC dimatikan dahulu 1. Alur masuk pasien 2. Tekanan, suhu dan kelembaban dimonitoring setiap hari 3. Petugas menggunakan APD ”masker partikuleit N 95“, kebersihan tangan dan setiap masuk ke ruangan pasien 4. Pintu selalu tertutup 5. Pasien tidak boleh ditunggu oleh keluarga 6. Ketersediaan APD terutama N 95 di anteroom 7. Monitoring kebersihan permukaan lingkungan pasien setiap shift 8. Transfer pasien menggunakan masker bedah dan petugas menggunakan masker N 95
BIJAK KATA
“Coming together is a beginning. Keeping together is progress. Working together is success.” Henry Ford
(Datang bersama adalah awal; menjaga bersama adalah kemajuan; bekerja bersama adalah kesuksesan)
HALO CIPTO
EDISI KEDUA 2016
7
POKJA
Pokja FMS Melangkah maju Oleh: Anggi Ginanjar, SE, MM
FMS senantiasa berbenah. Berbagai langkah dilakoninya. Hanya untuk satu tujuan yakni menciptakan rumah sakit yang profesional.
P
ara pimpinan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo telah berkomitmen untuk menyediakan fasilitas yang aman, berfungsi dan mendukung bagi pelayanan pasien, pendamping pasien, PERMASALAHAN Pihak ke-3 tidak menggunakan alat pelindung diri sesuai standar
Stakeholder parkir disembarang tempat dan tidak menggunakan kartu identitas saat berada di lingkungan RSCM Bahan berbahaya dan beracun yang disimpan tidak pada tempatnya dan tidak selalu memiliki MSDS (Material Safety Data Sheet/ Informasi Data Keamanan Bahan) Rendahnya kepedulian pegawai untuk mengikuti pelatihan atau simulasi dalam keadaan darurat/ bencana Jalur evakuasi yang tertutup oleh barangbarang
staf dan pengunjung, oleh karenanya dibentuklah sebuah kelompok kerja manajemen fasilitas dan keselamatan yang terdiri dari bagian administrasi, bagian teknik pemeliharaan sarana prasarana, bagian asLANGKAH POKJA Melakukan pemantauan dalam bidang pengendalian infeksi, keselamatan dan keamanan sebelum, saat dan sesudah pekerjaan konstruksi dan renovasi dilakukan Menghimbau stakeholder agar parkir di area yang telah disediakan, penyeragaman kartu identitas bagi stakeholder dan peningkatan kerjasama dalam bidang keamanan dengan Polri dan TNI Pembuatan stiker/ pamflet tentang cara penggunaan dan penanganan dalam kondisi darurat untuk 10 besar B3 yang banyak digunakan Menghimbau pegawai untuk selalu mengikuti pelatihan dan simulasi keadaan darurat dan bencana demi keselamatan dan keamanan bersama Melakukan safety patrol dan ronde lapangan untuk mengecek dan memastikan seluruh jalur evakuasi aman dan menghimbau untuk tidak meletakkan barang-barang di area evakuasi
Unit Kerja
Fokus Area
Bagian Administrasi
Keamanan
Unit Sanitasi dan Lingkungan
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Unit Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan Regu Penanggulangan Kebakaran
Keselamatan dan Kebakaran
Unit Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Tim Medis Reaksi Cepat dan Tim Proteksi Radiasi
Kesiapsiagaan Bencana
Unit Fasilitas Medik dan Bagian Aset & Inventaris
Teknologi Medis
Bagian Teknik Pemeliharaan Sarana Prasarana, Unit Sanitasi & Lingkungan dan PPIRS
Utilitas (Gedung/Bangunan, Mekanikal Elektrikal dan Air)
Pokja FMS Tugas, fungsi, dan fokus area Unit kerja Pokja FMS
8
HALO CIPTO
EDISI KEDUA 2016
set & inventaris, unit sanitasi & lingkungan, unit kesehatan & keselamatan kerja, unit fasilitas medik, tim medis reaksi cepat, tim proteksi radiasi, regu penanggulangan kebakaran dan dibantu oleh PPIRS untuk berkoordinasi dan berkolaborasi dalam mengatasi setiap permasalahan yang berkaitan dengan fasilitas dan keselamatan. Pokja manajemen fasilitas dan keselamatan (MFK) atau Facility Management And Safety (FMS) memiliki tugas melakukan penilaian terhadap kemungkinan risiko yang akan timbul dari tidak standarnya suatu praktik atau kondisi untuk kemudian ditindaklanjuti. Informasi-informasi terkait risiko diperoleh oleh Pokja FMS melalui laporanlaporan dari unit kerja, para penanggung jawab gedung, K3, B3, dan lain-lain serta kegiatan telusur mingguan yang dilakukan Pokja FMS. Dengan kata lain hampir 68% temuan sudah selesai ditindaklanjuti Pokja FMS dan dari hasil temuan tersebut dapat diidentifikasi beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya temuan adalah kurangnya kepatuhan dan kepedulian pegawai, peserta didik, vendor dan pengunjung terhadap fasilitas, lingkungan dan keselamatan di tempat bekerja. Langkah Pokja FMS: Bentuk Infection, Safety and Security Control (ISSC). Bekerja sama dengan TNI dan Polri untuk masalah keamanan dan menghimbau seluruh stakeholder tentang masalah parkir dan kartu identitas. Tim dari Unit Sanitasi dan Lingkungan berencana buat stiker/ pamflet tentang cara penggunaan dan penanganan kondisi darurat untuk 10 besar B3 yang banyak digunakan. Ada pepatah mengatakan “Everyone wants to live on the top of the mountain, but all the happiness and growth occurs while you’re climbing it”, kita ingin memiliki tempat kerja yang indah dan aman, tapi tahukan, kebahagiaan dan impian itu hanya bisa terwujud jika kita bersama berusaha mencapainya dan menjaganya. Temuan
Selesai
Sedang Berproses
Belum Terlaksana
Total
Mock Survei
24
11
10
45
Workshop FMS
41
14
3
58
Progress Checking
56
11
9
76
Total
121
36
22
179
Progres total langkah perbaikan yang dilakukan Pokja FMS
POKJA
Kunci Keberhasilan Pelayanan, PFE Oleh: Linda Amiyanti, SKp, MKes & Tim
Edukasi pada pasien dan keluarga dilakukan oleh tenaga kesehatan yang profesional dan memiliki banyak kemampuan komunikasi efektif sehingga penatalaksanaan pelayanan yang hakiki dapat tercapai.
P
asien dan keluarganya yang datang ke rumah sakit tentunya menghadapi berbagai masalah dan tantangan. Sebut saja ia dan keluarga harus menjalani prosedur pengobatan yang terkadang sangat melelahkan. Tak hanya itu. mereka pun perlu memiliki pengetahuan tentang perkembangan terapi dan penyakitnya. Karenanya RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo telah membentuk Pokja Patient and Family Education (PFE) atau dikenal Pendidikan Pasien dan Keluarga (PPK). Pokja PFE merupakan pokja yang memiliki kegiatan untuk memberikan informasi terhadap masalah kesehatan pasien yang belum diketahui oleh pasien dan keluarganya. Hal tersebut perlu diketahui untuk membantu atau mendukung penatalaksanaan medis dan atau tenaga kesehatan lainnya. Edukasi diberikan sejak pasien masuk, selama perawatan sampai dengan pasien pulang dari rumah sakit. Adapun tujuan dari kegitan PFE diantaranya: Agar pasien mengerti dan memahami masalah kesehatan yang ada. Meningkatkan pengetahuan dan atau keterampilan pasien dan keluarga tentang masalah kesehatan yang dialami. Membantu pasien dan keluarga dalam meningkatkan kemampuan untuk mencapai kesehatan secara optimal.
Membantu pasien dan keluarga dalam mengambil keputusan tentang perawatan yang harus dijalani. Agar pasien dan keluarga berpartisipasi dalam proses pelayanan yang diberikan. Pokja PFE memiliki tugas menyusun: Asesmen kebutuhan edukasi pasien. Asesmen kemampuan pasien dalam menerima edukasi. Formulir informasi dan edukasi pasien dan keluarga terintegrasi Materi Edukasi terstandar. Alur pemanggilan dan monev penerjemah. Kualifikasi pemberi edukasi. Dengan berbagai sistem dan perangkat, akhirnya Pokja PFE RSCM berusaha meraih nilai 9. Menurut Linda Amiyanti, SKp, MKes, Ketua Pokja PFE RSCM salah satu caranya dengan melakukan tracer setiap hari guna melihat rekam medis pasien. Kegiatan ini memfokuskan pada formulir informasi dan edukasi pasien dan keluarga yang terintegrasi. Tracer dilakukan di seluruh ruang perawatan yakni ruang rawat jalan dan rawat inap. “Kami melihat kepatuhan dalam mendokumentasikan edukasi yang sudah diberikan, apakah semua form telah terisi dan ceklist telah lengkap. Kami pun memiliki rompi saat menjalankan tugas keliling. Kami akan terus mengembangkan sistem yang sudah ada, dengan tujuan membudayakan PFE di seluruh stakeholder terkait,” jelasnya. (berbagai sumber)
Pernyataan puas pasien dan keluarga setelah mendapatkan edukasi dari tim kesehatan(dokter, perawat, ahli gizi, fisioterapi,dan lain-lain) sehingga pasien dan keluarga merasa yakin membuat keputusan tentang program penatalaksanaan penyakitnya.
HALO CIPTO
EDISI KEDUA 2016
9
REFLEKSI
“Sebaik apapun Direktur kami menjelaskan proses yang terjadi di RS ini, tetapi bila di unit-unit layanan yang merupakan pusat penyediaan layanan tak memahami standar layanan, maka layanan tetap dianggap tidak bermutu dan aman”
CERITA DARI TIM PERSIAPAN AKREDITASI JCI RSCM Oleh: dr. Hervita Diatri, Sp.KJ (K)
Sedih, gusar, senang, dan pantang menyerah itulah secuil gambaran pokja-pokja di RSCM dalam menghadapi ujian hidup-mati, JCI.
addc.org.au
L
10
HALO CIPTO
ebih dari 15 kelompok kerja (pokja) terlibat dalam proses awal akreditasi JCI di RSCM yang saat itu menjadi RS pemerintah pertama yang harus terakreditasi internasional tahun 2013. Sesekali, kegusaran merundung ke-15 pokja itu, saat tim surveior akreditasi JCI menemukan satu demi satu temuan yang harus diperbaiki. Namun demikian, hal itu tak mematahkan semangat pokja-pokja di bawah komando Unit Pelayanan Jaminan Mutu (UPJM) cikal bakal Komite Mutu, Keselamatan, dan Kinerja (KMKK). Semua bangkit dan berusaha untuk menyempurnakannya hingga logo emas
EDISI KEDUA 2016
menghiasi profil RS sejak tahun 2013. “Menjadi RS pemerintah pertama yang terakreditasi internasional bukanlah tantangan yang mudah tentunya,” kenang dr. Hervita Diatri, Sp.KJ (K), Ketua KMKK RSCM. Hervita menjelaskan, pada saat akreditasi pertama di tahun 2013 tim surveior JCI melakukan penilaian pada hasil pencapaian RS selama 4 bulan dan lebih memrioritaskan pada pemenuhan standar RSCM sebagai korporat. Re-Akreditasi JCI & Tantangan Setelah tiga tahun berlalu, RSCM kembali bersiap untuk menjalani reakreditasi JCI. Selain sebagai ketentuan
REFLEKSI
wajib dari standar yang ditetapkan oleh Joint Commission International (JCI), perhelatan ini merupakan bukti nyata bahwa RSCM sesuai visinya untuk memberikan pengalaman istimewa, menyediakan layanan yang “aman dan keselamatan” bagi pasien. Menurut Hervita, di penilaian re-akreditasi 2016 ini, RS akan dinilai kepatuhannya terhadap standar mutu dan keselamatan pasien melalui data satu tahun. “Semakin baiknya pemahaman terhadap standar membuat unit-unit kerja pemilik proses bisnis lebih mudah dalam menyiapkan dokumen kebijakan maupun panduan prosedur, namun, tantangan terbesar adalah kepatuhan implementasi standar tersebut berdasarkan dokumen yang berlaku di RS selama minimal satu tahun,” jelasnya. Tantangan ini dirasakan semakin tidak mudah dengan jumlah staf, peserta didik dan profesi yang sangat banyak dan beragam. Tak hanya SDM, jumlah tempat tidur rawat inap yang mencapai 1.000 buah dan kegiatan layanan rawat jalan yang mencapai 3.000 kasus per hari menambah tingkat kesulitan dalam kepatuhan akan standar yang telah digariskan pihak JCI. Perawatan 21 gedung dengan usia tertua lebih dari 96 tahun, membuat RSCM perlu memberikan perhatian ekstra dalam proses perawatan dan renovasi gedunggedung tersebut untuk keamanan dan kesehatan semua pasien, keluarga, pengunjung, staf dan peserta didik yang ada di lingkungan RS. “Standar re-akreditasi tahun 2016 yang menggunakan standar JCI edisi 5 tidaklah sama, jauh lebih lengkap, dengan banyak parameter yang diatur lebih mendalam. Tidak itu saja, edisi 5 juga akan menilai RSCM sebagai rumah sakit pendidikan utama Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Dua standar baru yang diterapkan untuk menjamin kualitas layanan RS oleh peserta didik (Medical Professional Education) dan penelitian bersubyek manusia (Human Subject Research Program) diharapkan tidak hanya meningkatkan kualitas pendidikan tenaga kesehatan di Indonesia namun juga meningkatkan keterlibatan pasien dan keluarga dalam upaya peningkatan ilmu kesehatan melalui keterlibatan aktif dalam penelitian. Proses re-akreditasi mengajarkan bahwa standar mutu dan keselamatan pasien merupakan kerja rutin dengan upaya perbaikan yang terus menerus dan bukan seperti kegiatan “belajar
rscm.co.id
kebut semalam atau bersih-bersih sesaat saja,” tegasnya. Ke depan proses re-akreditasi akan menilai pencapaian dalam tiga tahun pasca akreditasi tercapai. Siasat Untuk mewujudkan konsistensi itu, RSCM sebagai rumah sakit rujukan nasional terbesar, berusaha mengembangkan budaya paham dan patuh terhadap standar, budaya kerja baik dan berorientasi pada keselamatan untuk semua pemangku kepentingan. Keberadaan re-akreditasi pun memaksa semua lapisan untuk berusaha memenuhi standar dan terus melakukan upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Memang, Berdasarkan survei internal RSCM tahun 2014, jumlah staf yang kurang, pemeliharaan alat yang belum terkoordinir dengan baik, sistem pengamanan bencana yang belum optimal, dan budaya menyalahkan merupakan tantangan besar yang menghambat proses pembudayaan. Melihat kondisi itu, jajaran direksi tidak tinggal diam. Dengan dukungan seluruh manajemen pendukung, pimpinan melakukan penambahan SDM dan pengembangan upaya peningkatan mutu di unit-unit kerja hingga unit terkecil. Namun demikian, hal tersebut tentulah tidak cukup. Rumah sakit dengan proses bisnis utama pelayanan kesehatan juga perlu semakin dikembangkan, tersusun dengan
perencanaan yang matang, terarah, dan terukur. Untuk menanggapi hal tersebut Jajaran Direktorat Medik mengembangkan berbagai alur layanan guna mengindentifikasi proses terapi pasien, sehingga dapat diketahui kelemahan sistem terkait. “Alur tanpa penerapan tentu tak akan menjadi manfaat, oleh karenanya proses edukasi terus menerus harus kita lakukan, hingga menjadi budaya kerja,” tandasnya. Kunci pembudayaan standar yang lain adalah pengembangan kepedulian yang juga merupakan nilai budaya RSCM. Ini salah satu bukti bahwa staf kita telah berubah baik dalam hal kecil maupun hal yang besar.” Proses perubahan yang cepat dan terus menerus, difasilitasi oleh kebijakan direksi dengan pemberian uang muka kerja untuk perbaikan cepat, pembagian tugas yang jelas, dan budaya melapor melalui performance board merupakan bukti lain budaya transparansi di RSCM. Lebih dari 60% unit kerja telah membuat berbagai upaya perbaikan kinerja berkesinambungan melalui plan do study act. Perjalanan masih panjang dan tidak pernah ada kata sempurna yang ada adalah terus berupaya untuk konsisten menerapkan standar dan menjamin peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Karena seluruh warga RSCM berupaya untuk memberikan pengalaman istimewa bagi semua.
HALO CIPTO
EDISI KEDUA 2016
11
POKJA
ACC Terapkan Good System Oleh: Latifah Febrianty, S.Psi dan dr. Shannaz Nadia Yusaryahya, Sp.KK, MHA
bsseputro.blogspot.co.id
Pemberian pelayanan yang berkesinambungan merupakan kewajiban bagi RSCM. Karenanya Pokja Access to Continuity of Care (ACC) RSCM terus berbenah dengan menerapkan sistem terpadu. Lalu seperti apakah sistem itu?
C
ontinuity of care dapat diartikan perawatan yang berkesinambungan. Oleh karenanya Pokja Access to Continuity of Care (ACC) yang juga kita kenal dengan Pokja Akses ke Pelayanan dan Kontinuitas Pelayanan (APK) harus memiliki strategi kesehatan yang efektif sehingga seluruh komponen yang memenuhi syarat untuk bekerja dimodel kesinambungan dalam berbagai pengaturan. Jumlah Bed jumlah bed (tempat tidur) pasien saat ini adalah 1.040 beds, dan tersebar dibeberapa lokasi seperti: Unit Rawat Inap Gedung A, Unit Pelayanan Jantung Terpadu, Ruang Bedah Anak, ICU Dewasa, Kirana, Perinatologi, Kencana, Paviliun Tumbuh Kembang, UPK Luka Bakar, Radio-terapi, IGD, dan Psikiatri. Saat ini IGD tidak lagi merawat pasien boarding dan pasien diobserva-
12
HALO CIPTO
si maksimal delapan jam. Pasien yang telah ditangani kegawatdaruratannya dan dengan kondisi yang stabil dapat langsung dipindahkan ke unit rawat inap. Pasien yang ditransfer ke Unit Rawat Inap Gedung A oleh petugas IGD dan ditempatkan di ruang rawat karena saat ini ruang transisi sudah tidak diberlakukan lagi dan telah diterapkan sistem yang bersifat borderless. Borderless yang dimaksud adalah pasien yang masuk tidak dikelompokkan berdasarkan diagnosis penyakit yang dideritanya. Pemulangan pasien dilakukan sebelum pukul 11.00 WIB tiap harinya. Ruang perawatan pasien di Gedung A dibedakan menurut empat jenis, yaitu: Jenis kelamin pasien. Ruang perawatan infeksi dan non. Ruang perawatan kemoterapi. Usia pasien (anak, dewasa, dan Geriatri).
EDISI KEDUA 2016
Penggunaan Cap Diagnosis Kompleks Saat ini pengisian data mengenai riwayat penyakit pasien rawat jalan ditulis pada formulir Profil Pasien Rawat Jalan (sebelumnya bernama Form Summary List). Dokter mengisi formulir Profil pasien rawat jalan untuk seluruh pasien-pasien rawat jalan, sebelum mengisi form tersebut dokter mengidentifikasi pasien tersebut menderita penyakit kompleks (Hemodialisa, Geriatri, Radioterapi, dan Kemoterapi) atau tidak. Khusus pasien dengan penyakit kompleks, formulir dibubuhkan cap “Penyakit Kompleks” pada bagian atas sebelah kanan formulir profil pasien rawat jalan oleh Dokter. Formulir Profil pasien rawat jalan dimasukkan ke dalam Rekam Medis pasien agar dokter lain mudah mengambil dan me-review data pasien tersebut. Proses pencatatan profil pasien ini harus dievaluasi secara berkala oleh Departemen terkait.
POKJA
Transfer Pasien di RSCM Pasien yang akan dipindahkan dari satu unit pelayanan ke unit penunjang, OK, ruang prosedur, poliklinik, dan atau ke unit pelayanan lain di dalam RSCM/ luar RSCM. Keputusan transfer pasien ditentukan oleh dokter yang merawat pasien dengan persetujuan DPJP. Kriteria kondisi pasien ditetapkan berdasarkan kriteria derajat 0-3, yaitu: Pasien dengan kondisi derajat 0. Pasien dengan Airway, Breathing, Circulation (ABC)/hemodinamik stabil yang dapat terpenuhi kebutuhannya dengan rawat inap biasa. Untuk pasien Psikiatri: hemodinamik stabil, kondisi gaduh gelisah sudah distabilkan di IGD. Pasien dengan kondisi derajat 1. Pasien dengan ABC/ hemodinamik stabil, namun berpotensi menjadi tidak stabil, misalnya pada pasien yang baru menjalani perawatan di HCU/ ICU yang sudah memungkinkan untuk perawatan di ruangan rawat inap biasa. Untuk pasien psikiatri: ada potensi tidak stabil, kondisi gaduh gelisahnya, tapi bisa stabil setelah ditangani di IGD sesuai dengan protap penanganan gaduh gelisah (2x30 menit setelah injeksi harus dirujuk ke psikiatri). Pasien dengan kondisi derajat 2. Pasien dengan ABC yang tidak stabil dan membutuhkan observasi lebih ketat dan intervensi lebih mendalam termasuk penanganan kegagalan satu sistem organ atau pasien yang habis menjalani operasi besar tidak stabil tapi tidak memerlukan bantuan alat pernafasan (pasien urgent). Pasien dengan kondisi derajat 3. Pasien dengan ABC yang tidak stabil yang membutuhkan bantuan pernapasan dan atau dengan kegagalan sistem organ lainnya tak stabil dan memerlukan bantuan alat pernafasan (pasien emergent).
Transfer pasien keluar RSCM Persyaratan petugas pendamping beserta kompetensi petugas dan peralatan yang dibutuhkan:
Derajat 0
Petugas Pendamping Keterampilan Yang Minimal Dibutuhkan 1. Petugas Ambulance Petugas ambulance & 2. Perawat Perawat : BLS Petugas ambulance BLS Perawat BLS & ALS/PPGD
Derajat 1
1. Petugas Ambulance 2. Perawat/Dokter
Derajat 2
1. Petugas ambulance 2. Perawat 3. Dokter
Derajat 3
1. Petugas Ambulance 2. Perawat 3. Dokter
Pasien
Peralatan Utama Ambulance: Oksigen dgn ambubag,
Ambulance: EKG, Oksigen, Suction,Tiang **Untuk pasien gaduh Infus, Infus Pump dengan gelisah didampingi oleh Baterai,Oksimetri,Ambubag, Obat perawat dan atau dokter Emergency, Obat gaduh gelisah yang memiliki sertifikasi penanganan gaduh gelisah Petugas ambulance BLS Perawat: BLS & ALS, PPGD Dokter: BLS & ALS, Ambulance: Oksigen,Suction,Tiang infus,Infus **untuk pasien kebidanan Pump dengan Baterai, Oksimetri didampingi oleh Bidan: BLS Denyut serta Monitor EKG, tensimeter dan Defibrillator, **Untuk pasien gaduh Ambubag, obat obat emergensi, gelisah didampingi oleh Obat gaduh gelisah. perawat dan atau dokter yang memiliki sertifikasi penanganan gaduh gelisah Petugas ambulance BLS Perawat: BLS & ALS, PPGD Dokter: BLS & ALS, Ambulance: Oksigen,Suction,Tiang infus,Infus **untuk pasien kebidanan Pump dengan Baterai, Oksimetri didampingi oleh Bidan: BLS Denyut serta Monitor EKG, tensimeter dan Defibrillator, **Untuk pasien gaduh Ambubag, obat obat emergensi, gelisah didampingi oleh Obat gaduh gelisah. ventilator perawat dan atau dokter portable, yang memiliki sertifikasi penanganan gaduh gelisah
Syarat & Kompetensi Persyaratan petugas pendamping beserta kompetensi petugas dan peralatan yang dibutuhkan:
Pasien Derajat 0
Derajat 1
Derajat 2
Derajat 3
Petugas Pendamping Keterampilan Yang Minimal Dibutuhkan 1. Transporter DAN Transporter, Pekarya atau 2. Pekarya Kesehatan Perawat: BLS ATAU Perawat Transporter atau Pekarya Kesehatan: BLS Perawat atau Dokter: BLS/ 1. Transporter ATAU PPGD Pekarya Kesehatan DAN **Untuk pasien gaduh 2. Perawat/ Bidan atau gelisah didampingi oleh Dokter perawat dan atau dokter yang memiliki sertifikasi penanganan gaduh gelisah 1. Transporter atau Pekarya Kesehatan Petugas ambulance : BLS DAN Perawat: BLS & ALS, PPGD 2. Perawat/ Bidan Dokter : BLS & ALS, DAN Dokter yang berkompetensi **untuk pasien kebidanan penanganan pasien didampingi oleh Bidan: BLS kritis 1. Transporter atau Pekarya Kesehatan Petugas ambulance : BLS DAN Perawat: BLS & ALS, PPGD 2. Perawat/Bidan Dokter : BLS & ALS, DAN dokter yang berkompetensi **untuk pasien kebidanan penanganan pasien didampingi oleh Bidan: BLS kritis
HALO CIPTO
Peralatan Utama Brankar, Kursi Roda
Oksigen, Brankar, Tiang infus, Pompa infus, Pulse Oksimetri, stetoskop, tensimeter, emergency bag Untuk psikiatri dengan brankar dan restrain
Oksigen, suction, Tiang infus, Pompa infus Baterai, Pulse Oksimetri serta monitor EKG, stetoskop, tensimeter dan Defibrillator, Ambubag, emergency bag. Oksigen, suction, Tiang infus, Pompa infus Baterai, Pulse Oksimetri serta monitor EKG, tensimeter dan Defibrillator, Ambubag, Jackson Rees, scoop stretcher, long spine board, emergency bag, Ventilator portable
EDISI KEDUA 2016
13
POKJA
Menuju RS Aman Lewat Penerapan Standar IPSG Oleh: dr. Hervita Diatri, Sp.KJ (K) dan Sukendah, SKM
Rasa aman bagi pasien yang digabungkan dengan budaya yang telah tertanam dianggap sebagai bagian dari solusi untuk menciptakan RS yang profesional dan bermartabat.
14
HALO CIPTO
4 Memastikan operasi dengan lokasi/ sisi, prosedur, dan pasien yang benar. 4.1 Melakukan time out sebelum operasi untuk memastikan lokasi/ sisi, prosedur, dan pasien yang benar. 5 Menurunkan risiko infeksi melalui kebersihan tangan. 6 Mengurangi risiko pasien cedera karena jatuh. Penerapan standar IPSG yang perlu diingatkan kembali adalah: Gelang identitas yang ditetapkan adalah: Merah muda untuk pasien perempuan, Biru muda untuk laki-laki dan Putih untuk pasien ambigu (IPSG 1). Setiap lembar formulir rekam medis pasien harus ada identitas pasien (IPSG 1). Mendokumentasikan penerapan pelaporan nilai kritis (IPSG 2.1). Melakukan hand over saat pertukaran shift (IPSG 2.2). Bukti hand over antar dokter dan antar petugas kesehatan (IPSG 2.2). Ruang rawat yang memberikan obat high alert melalui infus, memiliki panduan cara menghitung cepat cara pemberian obat (IPSG 3). Di ruang rawat yang menyimpan obat high alert, tersedia daftar dan buku panduan obat high alert (IPSG 3). Penandaan lokasi operasi/ tindakan invasif dilakukan oleh dokter operator yang akan melakukan operasi/ tindakan invasif (IPSG 4).
EDISI KEDUA 2016
Pelaksanaan dokumentasi risiko jatuh awal dan ulang (IPSG 6). Dokumentasi pencegahan risiko jatuh dan bukti edukasi pada pasien dan keluarga (IPSG 6). Penanganan risiko jatuh pada neonatus, contoh: pemberian tanda peringatan agar pintu inkubator selalu ditutup, pemantauan yang lebih sering, edukasi cara menggendong yang aman (IPSG 6). Melalui penerapan standar IPSG dan pelaksanaan nilai-nilai budaya, RSCM berkomitmen untuk menjadi rumah sakit yang terstandar internasional, memiliki keunggulan di semua lini, SDM, sistem, dan teknologi. Instalasi PKRS
UNIVERSITAS INDONESIA Veritas, Probitas, Iustitia Est. 1849
1
Identifikasi pasien secara benar
2
Meningkatkan komunikasi efektif
2.1
Meningkatkan pelaporan hasil kritis uji diagnostik
2.2
Melakukan komunikasi serah terima pasien
3
Meningkatkan keamanan penggunaan obat kewaspadaan tinggi
3.1
4
Mengelola penggunaan elektrolit pekat dengan aman
Memastikan operasi dengan lokasi/sisi, prosedur, dan pasien yang benar
4.1
Melakukan time out sebelum operasi untuk memastikan lokasi/ sisi, prosedur, dan pasien yang benar
Menurunkan risiko
melalui 5 infeksi kebersihan tangan
6
Mengurangi risiko pasien cedera karena jatuh
Standar Keselamatan Pasien International Patient Safety Goals (IPSG)
Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) merupakan standar wajib yang harus diterapkan secara penuh
No. PKRS-IPSG/002/rev01/2016/Stk Media promosi ini hasil kerja sama dengan Pokja IPSG Ilstrs & pttn freepic
R
SCM akan memasuki satu lagi babak baru “JCI Triennial Survey 2016”. Kelompok Kerja (Pokja) Sasaran Internasional Keselamatan Pasien (SIKP) atau International Patient Safety Goals (IPSG) bersama unit kerja pemilik proses berupaya menyiapkan kelengkapan dokumen yang distandarkan dan melakukan perbaikan atas temuan-temuan survei JCI sebelumnya. Patient safety is everybody’s business. Patient safety harus menjadi nafas di semua lini pelayanan pasien. Semua insan yang berkaitan dengan pemberian pelayanan pada pasien harus memahami dan menerapkan standar IPSG dengan baik dan benar. Hal ini sejalan dengan komitmen seluruh staf, karyawan, serta peserta didik RSCM untuk memberikan pelayanan yang bermutu dan aman untuk pasien dan keluarga, pengunjung serta masyarakat. Terdapat sepuluh standar yang dijabarkan menjadi 24 (dua puluh empat) elemen pengukuran dalam penerapan IPSG yaitu: 1 Identifikasi pasien secara benar. 2 Meningkatkan yang komunikasi efektif. 2.1 Meningkatkan pelaporan hasil kritis uji diagnostik. 2.2 Melakukan komunikasi serah terima pasien. 3 Meningkatkan keamanan penggunaan obat kewaspadaan tinggi 3.1 Mengelola penggunaan elektrolit pekat dengan aman.
JCI CN.1609
KARS SERT/127/VIII/2015
POKJA
mirrordaily.com
Sistem Detail dari HRP Oleh: Dr.dr. Andri MT Lubis, Sp.OT(K)
Agar terhindar dari tuntutan hukum dan sesuai kaji etik, Pokja Human Subjects Research Programs (HRP) RSCM terapkan sistem yang detail dalam penelitian. Seperti apakah sistem itu?
P
enelitian dengan menggunakan manusia sebagai subyek penelitian di RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo yang dilakukan oleh staf maupun peserta didik harus berpedoman pada butir-butir HRP. Beberpa hal yang masih menjadi temuan terkait penelitian adalah tidak adanya surat ijin penelitian namun penelitian sudah berjalan, Perjanjian Kerja Sama untuk penelitian dengan sponsor/ pihak ketiga, dan berkas penelitian yang tidak lengkap. Kebijakan yang telah kami buat agar para peneliti yang akan melakukan penelitian, dimana RSUP Nasional Dr.
Cipto Mangunkusumo sebagai lahan penelitiannya agar mengurus Surat Keterangan Lolos Kaji Etik (Ethical Clearance) yang dikeluarkan oleh Komite Etik Penelitian Kesehatan FKUI-RSCM. Selanjutnya, apabila penelitian yang dilakukan mendapatkan sponsor/ pihak ketiga agar mengurus Memorandum of Understanding (MoU) dan atau Perjanjian Kerja Sama (PKS) penelitian. Kemudian, segeralah mengurus ijin lokasi penelitian baik penelitian yang mendapatkan sponsor/ pihak ketiga maupun tanpa sponsor, mengajukan surat permohonan ijin penelitian yang ditujukan kepada Direktur Utama. Lengkapi proposal, Surat Keterangan
Lolos Kaji Etik, Informed Consent penelitian dengan bahasa awam, CV tim peneliti, Perjanjian Kerja Sama untuk penelitian dengan sponsor/ pihak ketiga, Sertifikat Good Clinical Practice (GCP)/ Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB) untuk penelitian uji klinik, media informasi dan akses penelitian dapat berupa brosur/ leaflet/ banner, dan lain-lain. Upaya perbaikan selalu terus dilakukan dengan adanya alur penelitian yang jelas, berkoordinasi dengan Komite Etik Penelitian Kesehatan FKUI-RSCM, Bagian Hukum dan Organisasi baik dari RSCM maupun FKUI dalam hal pembuatan Perjanjian Kerja Sama penelitian. Selain itu, dilakukan pula monitoring dan evaluasi penelitian setiap bulannya untuk melihat jalannya penelitian yang sesuai dengan kaidah-kaidah penelitian baik secara etik, keselamatan pasien, dan kesesuaian persyaratan penelitian di RS. Menuju JCI Triennial Survey agar para Principal Investigator (PI) penelitian di semua unit kerja/ Departemen stand by dengan kelengkapan penelitian: Pengajuan etik dan surat ijin etik keluar (termasuk bila ada ijin ulang). Surat ijin penelitian dari Bagian Penelitian. Protokol penelitian. Informed consent penelitian dengan format RSCM yang meliputi butir-butir penjelasan tentang penelitian, prosedur, manfaat, risiko, alternatif, penolakan, perlindungan (asuransi, kompensasi), kontak peneliti. Informed consent penelitian (kosong dan terisi). Kontrak/ Perjanjian Kerja Sama (untuk penelitian yang Sponsor), Bukti peran dan kesesuaian kualifikasi yang terlibat dalam penelitian. Laporan Serious Adverse Event bila ada. Daftar pasien penelitian. Media informasi penelitian yang dapat berupa brosur/ leaflet/ lainnya.
HALO CIPTO
EDISI KEDUA 2016
15
POKJA
Resolusi yang Panjang Pokja SQE Oleh: Diah Anisa Soliha, SKM
Reakreditasi JCI 2016 selayaknya dijadikan momen untuk bersyukur, berkontemplasi dan diwujudkan dengan langkah-langkah konkret. Tak terkecuali Pokja SQE.
R
umah sakit dalam menjalankan misi dan memenuhi kebutuhan pasien membutuhkan tenaga terampil dan memiliki kompetensi. Manajemen dan user menentukan jumlah dan jenis staf yang dibutuhkan. RS melakukan rekruitmen, evaluasi, dan penunjukan staf melalui proses yang terkoordiansi, efisien, dan seragam. Portofolio keterampilan, pengetahuan, pendidikan, dan pengalaman kerja sebelumnya penting dilakukan. Begitu pula pemeriksaan staf medis keperawatan merupakan hal yang mutlak dan harus dilakukan berhatihati. Rumah sakit pun perlu memberikan kesempatan kepada stafnya untuk belajar dan berkembang secara profesional dan pribadi. Karenanya RS perlu memiliki Pokja yang mengatur masalah ini. Mengingat staf medis terlibat dalam proses perawatan dan bekerja secara langsung dengan manusia. RSCM memiliki Pokja Staff Qualifications and Education (SQE), dikenal dengan Kualifikasi dan Pendidikan Staff (KPS). Pokja yang diketuai Diah Anisa Soliha, SKM. melakukan resolusi dalam menyambut reakreditasi JCI 2016. Berbagai perbaikan dilakukan pokja ini. Pokja ini memiliki banyak elemenelemen penilaian. Mulai dari elemen rekruitmen, evaluasi, dokumentasi pegawai, penempatan staf, program pelatihan, akademik, perizinan, dan kredensial. Kebijakan Baru/Revisi Pokja SQE 1. Pedoman Penilaian Kinerja tenaga kesehatan lain sudah dibuat untuk delapan buah profesi yakni:
16
HALO CIPTO
EDISI KEDUA 2016
POKJA
Chapter Standard
SQE.7 ME.1
SQE.8 ME.3
SQE.8.1 ME.2
SQE.8.1 ME.3
SQE.8.2 ME.1
SQE.8.2 ME.4
Upaya yang sudah/sedang dilakukan 1. Orientasi bagi pegawai lama sudah dimulai pada Maret 2016, Anggota staf klinis dan 1. Personal file/ Arsip angkatan pertama untuk pegawai tidak non-klinis baru diberikan tenaga medis, angkatan mengandung informasi orientasi tentang rumah berikutnya untuk Kepala mengenai orientasi yang sakit, tentang unit kerja Unit dan koordinator, atau unit dimana mereka dihadiri oleh pegawai kemudian Perawat, ditugaskan dan tentang 2. Tidak ada dokumentasi kesehatan lain, dan tanggung jawab pekerjaan rencana untuk orientasi tenaga non kesehatan serta setiap penugasan organisasi atau orientasi 2. Saat ini sedang dilakukan khusus tingkat departemen penyusunan Kebijakan, SPO dan Pedoman Orientasi Staf rumah sakit diberi Penyusunan perencanaan Pegawai rumah sakit tidak pendidikan dan pelatihan pelatihan dan Training diberikan pendidikan dan in-service secara terusNeeds Assesment (TNA) pelatihan in-service menerus secara periodik 1.Implementasi pelatihan BHD untuk staf medis, keperawatan dan non medis Pelatihan BHD tidak 2. Implementasi Pelatihan didasarkan pada program Bantuan Hidup Lanjut Tingkat pelatihan yang diakui secara (BHL) berdasarkan yang tepat diberikan internasional rekomendasi dari dengan frekuensi yang pedoman the American cukup untuk memenuhi Hearth Association (AHA) kebutuhan staf 2010 Level pelatihan yang sesuai Menyusun perencanaan tidak disediakan untuk pelatihan dan TNA berkala tenaga keperawatan dan bagi tenaga keperawatan tenaga kesehatan lainnya dan kesehatan lain Sertifikat Pelatihan pegawai diberikan dalam waktu 7 hari setelah pelatihan Tidak ditemukan bukti selesai dilakukan melalui kelulusan bagi pegawai unit kerja dan diteruskan yang mengikuti pelatihan ke Bagian SDM untuk dimasukkan dalam personal file/arsip pegawai Ada bukti yang 1. Implementasi in-house menunjukkan bahwa training untuk reseorang staf lulus sertifikasi BHD untuk pelatihan tersebut pegawai dengan bukti Pegawai tidak dapat kelulusan berupa uji tulis memperagakan tindakan dan uji praktek yang tepat untuk bantuan 2. Tes BHD akan digunakan hidup dasar sebagai salah satu penilaian dalam ronde manajemen dan telusur internal Rumah sakit menyediakan, dan juga korporat program Menyusun program mutu dan keselamatan, Program Kesehatan kesehatan pegawai dan kesehatan pegawai dan pegawai tidak terintegrasi mengintegrasikan ke program keselamatan dalam program mutu dan dalam program mutu dan sebagai respon kebutuhan keselamatan rumah sakit keselamatan rumah sakit mendesak dan tidak mendesak baik secara langsung atau tidak. Rumah sakit mengidentifikasi area potensial kecelakaan kerja dan melaksanakan pengukuran untuk mengurangi risiko
Temuan
Beberapa risiko keselamatan pegawai ditemukan selama konsultasi
SQE.10 ME.1
Proses pemberian kewenangan di rumah sakit harus mencakup kriteria a – e
Ketidaksesuaian dan ketidakjelasan sebagian definisi dari kewenangan klinis.
SQE.11 ME.1
Seluruh staf medis dilakukan monitoring dan evaluasi praktek profesional (OPPE) yang dijelaskan dalam kebijakan dan distandarisasi di departemen/ tingkat pelayanan
Hasil audit klinis tidak dipantau secara konsisten pada semua dokter yang memenuhi syarat
SQE.9.1
Pendidikan staf medis, surat ijin/ registrasi, dan kredensial lainnya sesuai peraturan dan kebijakan rumah sakit telah diverifikasi dan tetap dijaga
Verifikasi keabsahan ke sumber arsip tidak terimplementasi secara menyeluruh
Mengidentifikasi risiko keselamatan pegawai 1. Mengirimkan surat rekomendasi kepada departemen tertentu untuk merevisi pengajuan kewenangan klinis mereka. 2. Melakukan re-edukasi departemen tertentu mengenai kewenangan klinis 1. Mengirimkan umpan balik kepada departemen 2. Mengingatkan semua departemen 3. Meminta semua departemen untuk mengirimkan nama pegawai baru secara teratur 1. Mengirimkan surat verifikasi keabsahan ijazah ke sumber arsip (staf medis, keperawatan, dan kesehatan lain) 2. Verifikasi yang sudah dilakukan - Dokter Umum = 12% - Keperawatan = 81% - Kesehatan Lain = 80%
PIC
Bagian Diklat
Bagian Diklat
Bagian Diklat
Bagian Diklat
Bagian SDM, Unit K3RS & KMKK
K3RS
Komite Medis
Keperawatan
V
V
Kesehatan lain V
Non Kesehatan V
V
V
V
V
V
V
V
V
V (Ijazah dokter umum, spesialis, subspesialis)
V
V
V
V
V
V
V
V
-
-
-
V
V
-
-
V
V
V
-
V
V
V
-
V (tenaga medis yang menduduki jabatan manajerial)
V
V
V
V
V
V
-
V
V
V
-
V
Verifikasi Keabsahan Ijazah Sertifikat Kompetensi SIP dan verifikasinya STR dan verifikasinya SIK dan verifikasinya Surat Tugas dan Uraian Jabatan
Bagian Diklat
Medis
Surat Lamaran CV/Daftar Riwayat Hidup Surat Rekomendasi (dari tempat kerja sebelumnya) Ijazah
Bagian Diklat
Jenis Tenaga
Nama Dokumen
Rincian Kewenangan Klinis Surat Penugasan Klinis Sertifikat Pelatihan BHD dan APAR Sertifikat Pelatihan BHL Sertifikat Pelatihan PPI Sertifkat Pelatihan Terbaru sesuai kompetensi/ uraian tugas Sertifikat Orientasi Penilaian Kinerja
V
V
V
V (Hanya untuk 8 Departemen)
-
-
-
-
V
-
-
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Fisioterapis. Teknisi Lab. Sitogenetik. Terapi wicara. Teknisi gigi. Refraksionis Optisien. Okupasi terapis. Perekam Medis. Radioterapis. 2. Revisi dari sebuah Surat Keputusan Direktur Utama nomor HK.02.04/ XI.3/8866/2016 tentang mobi-
lisasi tenaga keperawatan sudah didistribusikan ke unit kerja. 3. Program “Keroyok arsip pegawai” dimulai di akhir Maret 2016, dilakukan setiap hari Jumat. Perwakilan dari Bagian SDM mendatangi unit kerja untuk meminta kelengkapan personal file atau arsip pegawai. (berbagai sumber)
KMKK & Komite Medis
Bagian SDM
HALO CIPTO
EDISI KEDUA 2016
17
POKJA
Menuju MMU Yang Lebih Baik Oleh: Dra. Yulia Trisna, Apt., M.Pharm
Medication Management and Use (MMU) atau Manajemen dan Penggunaan Obat (MPO) merupakan salah satu bab dalam penilaian akreditasi yang cukup kompleks melibatkan multidisiplin dan multisektor
B
ab ini meliputi tujuh area yang terdiri dari organisasi dan manajemen, seleksi, pengadaan, penyimpanan, peresepan, penyiapan dan peracikan (dispensing), pemberian obat, sampai pemantauan efek obat. Manajemen dan Penggunaan Obat merupakan proses kolaboratif sehingga harus ada persepsi yang sama dan kerjasama yang baik antar profesi dan unit kerja. Aspek-aspek penting dalam proses manajemen dan penggunaan obat yang akan diamati dan dinilai saat survei akreditasi antara lain: Organisasi dan Manajemen Rumah sakit (RS) wajib mematuhi undang-undang dan peraturan yang berlaku di Indonesia dalam mengelola obat. Salah satu peraturan yang wajib diikuti adalah Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di RS. Rumah sakit juga harus membuat kajian minimal setahun sekali mengenai sistem manajemen obat, dimana risiko dan masalah dalam proses pengelolaan dan penggunaan obat diidentifikasi dan dilakukan upaya tindak lanjutnya. Rumah sakit menetapkan penanggung jawab, dalam hal ini Kepala Instalasi Farmasi, untuk mengarahkan dan mengawasi pelayanan farmasi di RS. Referensi/sumber informasi obat harus disediakan oleh RS untuk memfasilitasi tenaga kesehatan dalam memberikan terapi obat yang rasional. Seleksi dan Pengadaan Rumah sakit harus memiliki daftar obat yang disepakati untuk digunakan
18
HALO CIPTO
dalam pelayanan (formularium) dan minimal setahun sekali formularium harus ditinjau/ direvisi. Rumah sakit juga harus mempunyai sistem pengawasan dalam proses pengelolaan dan penggunaan obat. Kesinambungan ketersediaan obat merupakan hal kritis yang disorot dalam standar ini. Penyimpanan Mutu obat harus dijamin terjaga sampai ke pasien. Oleh sebab itu RS harus menyimpan obat sesuai dengan sifat dan stabilitas obat. Khusus obat narkotika dan psikotropika maka pertanggungjawaban penggunaannya lebih ketat untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan. Penandaan (labeling) terhadap obat dan zat yang digunakan untuk membuat obat harus jelas memuat nama zat aktif, konsentrasi, tanggal kadaluarsa, peringatan khusus/ simbol B3. Rumah sakit harus memiliki sistem keamanan untuk mencegah kehilangan obat di seluruh area penyimpanan. Area penyimpanan obat harus diinspeksi secara berkala untuk memastikan obat disimpan secara benar. Untuk obat-obat khusus seperti narkotika, obat penelitian, zat radioaktif, nutrisi dan obat yang dibawa pasien dari rumah, maka RS harus memiliki sistem keamanan penyimpanannya. Ketersediaan obat di troli emergensi menjadi perhatian utama mengingat fungsinya sebagai obat penyelamat hidup, sehingga RS harus memastikan obat dan alat kesehatan di troli emergensi disimpan terkunci dan sesuai dengan jenis dan jumlah yang tertera dalam daftar. Untuk keselamatan pasien pula maka tidak boleh ada obat yang sudah kadaluarsa dan obat yang
EDISI KEDUA 2016
ditarik dari peredaran (recall) disimpan. Obat-obat tersebut harus dipisahkan penyimpanannya sambil menunggu pemusnahan atau pengembalian ke distributor. Peresepan Penggunaan obat pasien sebelum dirawat di RS harus dicatat dalam formulir rekonsiliasi obat. Sebelum menulis resep pertama kali untuk pasien tersebut, maka dokter harus memerhatikan daftar obat yang tercantum dalam formulir rekonsiliasi obat, untuk menjamin kesinambungan penggunaan obat. Formulir rekonsiliasi yang sudah diisi lengkap harus diketahui oleh Apoteker atau Asisten Apoteker sebagai acuan dalam menyiapkan obat. Kewenangan peresepan obat-obat khusus seperti kemoterapi dan anestesi untuk sedasi harus dibatasi hanya kepada dokter-dokter tertentu yang sudah diberi kewenangan melalui Surat Keputusan Direktur Utama RSCM. Instruksi pengobatan ditulis oleh dokter secara lengkap di “Daftar Instruksi Medis Farmakologis” pada “Formulir Instruksi Medis”. Setiap pemberian obat ke pasien harus dicatat oleh perawat pada lembar “Jadwal Pemberian Obat” pada Formulir Instruksi Medis sesuai instruksi dokter. Penyiapan dan Peracikan (Dispensing) Penyiapan dan peracikan obat harus dilakukan di area yang bersih dan aman dengan sarana yang sesuai persyaratan. Tenaga farmasi yang kompeten harus melakukan pengkajian resep sebelum obat disiapkan. Agar pengkajian resep dapat dilakukan secara baik,
POKJA maka tenaga farmasi harus memiliki akses terhadap data klinis pasien dan didukung oleh sumber informasi/ software yang up-todate. Rumah sakit harus menerapkan sistem distribusi obat yang menjamin penyiapan obat secara akurat dan tepat waktu. Setiap obat yang disiapkan untuk pasien harus diberi label identitas pasien (nama dan NRM atau tanggal lahir), nama obat, kekuatan atau konsentrasi, tanggal disiapkan, tanggal kadaluarsa, dan penandaan lain yang diperlukan (misalnya; disimpan pada suhu 2-8oC) Pemberian Rumah sakit menetapkan petugas yang diberi wewenang untuk memberikan obat kepada pasien. Sebelum obat diberikan kepada pasien harus dilakukan proses verifikasi yang meliputi minimal: identitas pasien (nama dan NRM atau tanggal lahir), nama obat, kekuatan/ konsentrasi/ dosis dan rute pemberian). Jika pasien akan menggunakan obat secara mandiri, maka harus diberikan edukasi terlebih dahulu tentang penggunaan obat tersebut secara benar. Jika pasien membawa obat sendiri dari luar RSCM yang akan digunakan selama dirawat di RSCM, maka dokter yang merawat harus mengetahuinya. Jika disetujui dokter untuk digunakan, obat tersebut diserahterimakan kepada perawat/ petugas satelit untuk disiapkan nantinya sesuai waktu pemberian obat. Pemantauan Pemantauan efek obat harus dilakukan secara kolaboratif oleh tim tenaga kesehatan (dokter, perawat, apoteker). Pemantauan meliputi efek terapeutik dan efek obat yang tidak diharapkan (adverse effect). Jika pasien mengalami tanda/ gejala klinis tidak diharapkan yang dicurigai akibat penggunaan suatu obat, maka dokter/ perawat/ apoteker harus mencatatnya di Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT) dan melaporkannya dengan menggunakan Formulir Pelaporan Efek Samping Obat. Formulir yang sudah diisi lengkap dapat diserahkan kepada apoteker farmasi klinik atau satelit farmasi. Rumah sakit harus memiliki sistem pelaporan kesalahan obat (medication error) yang baik dan melakukan tindak lanjut terhadap laporan kesalahan obat untuk memperbaiki sistem pengelolaan dan penggunaan obat di rumah sakit.
Upaya Yang Sudah/ Sedang Dilakukan
Temuan
ME 1: Obat disimpan di bawah kondisi yang sesuai dengan stabilitas produk, termasuk obat-obat yang disimpan di unit perawatan pasien
1. Melengkapi sarfas: AC, termometer terkalibrasi 2. Supervisi dan briefing
1. Masih ada area penyimpanan yang belum memiliki termometer, termometer belum dikalibrasi, AC rusak. 2. AC di ruang penyimpanan obat dimatikan saat pelayanan tutup. 3. Petugas kurang disiplin dalam memantau suhu ruangan/ lemari pendingin obat
1. Unit Kerja yang menyimpan obat 2. Bagian Teknik 3. Unit Fasmed
ME 2: Zat-zat terkontrol (narkotika) dipertanggung-jawabkan secara akurat sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku.
Sosialisasi SPO Pelaporan penggunaan narkotika
Kepatuhan mencatat dan melaporkan sesuai SPO masih rendah
1. Unit Kerja yang melakukan operasi atau tindakan prosedur (IBP, IGD, PJT, Kencana, ULB, CCC, Prosedur PD) 2. Instalasi Farmasi
ME 5: Obat-obat dilindungi dari kehilangan atau kecurian di seluruh rumah sakit
Mengajukan permohonan pengadaan CCTV, access control
Pengadaan masih berproses
1. Bagian Administrasi 2. Unit Layanan Pengadaan
ME 4: Rumah sakit menetapkan dan menerapkan suatu proses bagaimana obat-obat yang dibawa oleh pasien diidentifikasi dan disimpan
Sosialisasi SPO Pengelolaan Obat Yang Dibawa Pasien Dari Luar RSCM
Kedisiplinan petugas menerapkan SPO
1. Instalasi Farmasi 2. Unit Rawat Inap (Gedung A, Kencana), ICU, BCH, Psikiatri ULB
ME 3: Obat emergensi dipantau dan diganti segera setelah penggunaan atau jika kadaluarsa atau rusak
Revisi SPO (masih proses)
SPO revisi terbaru belum disosialisasikan ke seluruh petugas terkait
1. TMRC 2. IF 3. Unit Pelayanan yang memiliki troli emergensi
ME 1: Rumah sakit menetapkan dan menerapkan suatu proses untuk peresepan, instruksi pengobatan dan penyalinannya yang aman di rumah sakit. (link dengan MMU 4.1 ME 1
1. Edukasi cara peresepan yang baik saat orientasi PPDS 2. Integrasi EHR dan sistem IT apotek KF, Kencana, Kirana 3. Revisi SPO Pengisian CPPT
1. Masih ditemukan resep tidak lengkap, menggunakan singkatan/ instruksi yang tidak sesuai standar 2. Integrasi sistem EHR dan IT Apotek KF masih berproses 3. SPO baru belum disosialisasikan
1. Departemen Medik 2. Instalasi Farmasi 3. UMSI 4. URJT 5. Kencana 6. Kirana 7. Gedung A (lantai 1 dan 3)
ME 4: Rekam medik berisi daftar obat-obat yang sedang digunakan pasien sebelum masuk rumah sakit dan informasi ini tersedia untuk petugas farmasi dan tenaga kesehatan lain.
1. Edukasi saat orientasi PPDS 2. Revisi Formulir Rekonsiliasi Obat
Penerapan Rekonsiliasi Obat belum baik: Kelengkapan pengisian: 68% Diketahui oleh farmasi: 19% Jumlah petugas farmasi tidak mencukupi untuk memeriksa semua formulir rekonsiliasi Saat dicek oleh farmasi, form belum diisi oleh dokter
1. Instalasi Farmasi 2. Departemen Medik 3. Unit Pelayanan Rawat Inap
ME 2: Rumah sakit menetapkan dan menerapkan suatu proses yang membatasi wewenang praktik peresepan atau pembuatan instruksi pengobatan
Proses untuk menerbitkan SK Dirut tentang dokter yang diberi kewenangan meresepkan kemoterapi dan obat anestesi untuk sedasi
SK belum terbit
1.Komite Medik 2.Departemen yang memiliki Divisi Onkologi 3.Departemen Anestesiologi
ME 2: Pemberian obat dicatat untuk setiap dosis
1. Bidang Keperawatan melakukan supervisi 2. Edukasi saat orientasi pegawai baru
Kedisiplinan 78% (sampling tahun 2015)
1. Bidang Keperawatan 2. Semua Unit Pelayanan Rawat Inap
ME 1: Obat dibuat dan disiapkan di area yang bersih dan aman dengan teknologi medis, peralatan dan perlengkapan yang sesuai
1. Briefing kepada petugas untuk selalu menerapkan 5R 2. Memperbaiki sarana dan prasarana: cleanroom bertekanan negatif, pemeliharaan sistem tata udara, penggantian HEPA filter, pengadaan BSC
1. 5R belum konsisten 2. Perbaikan cleanroom di CMU2 masih berproses 3. Perbaikan cleanroom bertekanan negatif di gedung A belum diproses
1. Instalasi Farmasi 2. Bagian Teknik
ME 1: Rumah sakit mendefinisikan informasi spesifik dari pasien yang dibutuhkan untuk proses pengkajian resep yang efektif, dan sumber atau ketersediaan informasi ini dapat diakses sepanjang waktu baik ketika farmasi buka atau tutup
1. Telaah resep dilakukan secara elektronik di sistem EHR 2. Proses e-prescribing di URJT yang terintegrasi dengan apt KF
Petugas farmasi belum semuanya dapat mengakses info klinis pasien
1. UMSI 2. Apotek Kimia Farma 3. URJT 4. Kencana 5. Kirana
ME 1: Ada sistem penyiapan obat dan pendistribusian obat yang seragam di rumah sakit. ME 3: Obat-obat di-dispense dalam bentuk yang paling siap utk diberikan.
Melaksanakan Unit Dose Dispensing (UDD) secara bertahap untuk pasien rawat inap
Rekrutmen SDM untuk melakukan UDD belum terealisasi
1. Bagian SDM 2. Instalasi Farmasi
ME 4: Sistem mendukung dispensing yang akurat dan tepat waktu (link dengan MMU 6.1) ME 4: Obat diberikan tepat waktu
1. Briefing petugas untuk disiplin dalam double-checking 2. BTP untuk menjamin ketersediaan PF
Pengembangan modul manajemen logistik farmasi masih berproses
1. UMSI 2. IAL 3. ULP 4. IF 5. BYM
ME 2: Efek obat yang tidak diharapkan dipantau dan didokumentasikan ME 4: Efek yang tidak diharapkan didokumentasikan di dalam rekam medik
SK tentang Dept Farmakologi Klinik sebagai PIC Program MESO
Dokumentasi ESO oleh dokter/ perawat/ apoteker klinik dalam rekam medik tidak konsisten
1. Departemen Medik 2. Unit Pelayanan Medi 3. Departemen Farmakologi Klinik 4. Instalasi Farmasi
ME 4: Rumah sakit menggunakan informasi laporan kesalahan obat dan KNC untuk memperbaiki proses penggunaan obat
Kompilasi laporan medication error dari semua unit di RSCM
Bukti bahwa analisis menyeluruh terhadap laporan medication error belum ada
1. Instalasi Farmasi 2. KMKK
Standar
Unit Kerja Terkait
Temuan dan perbaikan dalam pemenuhan standar MMU
HALO CIPTO
EDISI KEDUA 2016
19
ALBUM
SIMULASI GEMPA
Unit K3RS RSCM yang bekerja sama dengan Basarnas menggelar Simulasi bencana gempa, Kamis (21/04/16). Acara yang diikuti oleh seluruh penanggung jawab gedung dan K3 unit kerja ini dilaksanakan di halaman parkir gedung A.
Pemasaran/ Sulistiowati
MEDICATION SAFETY
Instalasi Farmasi mengadakan Pelatihan Medication Safety. Sebanyak 200 Peserta DPJP dan perawat mengikuti acara yang digelar, Selasa-Jumat (19-22/04/16) di Ruang Kuliah Departemen Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Gedung H. Para peserta tetap antusias sampai akhir acara.
Instalasi Farmasi/Yulia
Workshop of Book Jelang JCI Trennial Survey, Direktorat Pengembangan dan Pemasaran mengadakan Workshop penyelesaian buku/ panduan/ materi untuk Pokja MOI & PFE. Acara ini dilaksanakan di Hotel Lorin Sentul, Bogor, Sabtu-Minggu (16–17/10/16). Humas/Rosita
20
HALO CIPTO
EDISI KEDUA 2016