CCP dan CP Pada Proses Pengolahan
CPO dan CPKO
UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Fungsi dan Sifat hak Cipta Pasal 2 1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak Terkait Pasal 49 1. Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya. Sanksi Pelanggaran Pasal 72 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
CCP dan CP Pada Proses Pengolahan
CPO dan CPKO Dr. Ir. Hesty Heryani, M.Si., IPM Agung Nugroho, S.TP., M.Sc., Ph.D
CCP dan CP Pada Proses Pengolahan CPO dan CPKO Hesty Heryani Agung Nugroho Desain Cover : Dwi Novidiantoko Tata Letak Isi : Cinthia Morris Sartono Sumber Gambar : Sumber Cetakan Pertama: Bulan 2017 Hak Cipta 2017, Pada Penulis Isi diluar tanggung jawab percetakan Copyright © 2017 by Deepublish Publisher All Right Reserved Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau
memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. PENERBIT DEEPUBLISH (Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA) Anggota IKAPI (076/DIY/2012) Jl.Rajawali, G. Elang 6, No 3, Drono, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman Jl.Kaliurang Km.9,3 –Yogyakarta 55581 Telp/Faks: (0274) 4533427 Website: www.deepublish.co.id www.penerbitdeepublish.com E-mail:
[email protected]
Katalog Dalam Terbitan (KDT) HERYANI, Hesty CCP dan CP Pada Proses Pengolahan CPO dan CPKO/oleh Hesty Heryani dan Agung Nugroho.--Ed.1, Cet. 1--Yogyakarta: Deepublish, April 2017. xii, 111 hlm.; Uk:17.5x25 cm ISBN 978-602-401-888-7 1. Klasifikasi Buku
I. Judul No.DDC
KATA PENGANTAR Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq) adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam famili Palmae. Warna daging buahnya ialah putih kuning ketika masih muda dan berwarna jingga setelah buah menjadi matang. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut dengan minyak inti sawit (CPKO). Varietas tanaman kelapa sawit dibedakan atas dua yaitu : (1) berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah yang menyebabkan perbedaan jumlah rendemen minyak kelapa sawit, sehingga diketahui rendemen minyak paling tinggi terdapat pada varietas tenera yaitu mencapai 22 - 24% sedangkan pada varietas dura hanya 16 – 18%, (2) berdasarkan warna kulit buah dari mentah sampai masak. Sifat fisik minyak kelapa sawit adalah tidak larut dalam air sedangkan sifat kimia dari minyak kelapa sawit terjadi reaksi hidrolisa, reaksi penyabunan dan reaksi oksidasi. Minyak sawit mengandung asam lemak jenuh asam palmitat (C16) sekitar (40-46%), kandungan asam lemak tidak jenuh yaitu asam oleat (C 18:1) sekitar (39-45%) dan asam linoleat (7-11%), sedangkan pada minyak inti sawit didominasi oleh asam laurat (46-52%), asam miristat (14-17%) dan asam oleat (13-19%). Penentuan kriteria matang panen sangat penting bagi mutu produk akhir karena terkait dengan tingkat kematangan buah. Kriteria umum yang banyak dipakai adalah berdasarkan jumlah brondolan. Tanaman dengan umur kurang dari 10 tahun, jumlah brondolan kurang lebih 10 butir. Tanaman dengan umur lebih dari 10 tahun, jumlah brondolan sekitar 15-20 butir. Minyak sawit juga memiliki keunggulan dalam hal susunan dan nilai gizi yang terkandung di dalamnya seperti kandungan kolesterol minyak kelapa sawit yang memang rendah (bahkan digolongkan bebas kolesterol), juga mengandung asam lemak tak jenuh yang dapat membantu menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Manfaat minyak sawit di antaranya sebagai bahan baku untuk industri pangan, industri nonpangan, dan sebagai salah satu bahan penghasil biodiesel.
Pada dunia industri manufaktur salah satunya proses produksi CPO dan CPKO di pabrik mengacu pada manajeman pabrik pengolahan terbaik (Good Manufacturing Practices) dan ISO, serta untuk standar kualitas produk mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI). Dalam tata letak dalam pengolahan Crude Palm Oil (CPO) berdasarkan aliran produksi (production
line product atau
product lay out) dengan tipe tata letak pada mesin dan fasilitas produksi menurut prinsip “Machine after machine”, yaitu bahan baku dipindahkan dari satu operasi ke operasi berikutnya secara langsung. Didukung dengan aliran rute bahan baku yang telah dikoordinasikan kepada bagian pengangkut buah saat afdeling dan truk pengangkut membawa TBS ke dalam pabrik. Selain itu, proses pemindahan bahan dapat turut menjaga dan mempertahankan kualitas bahan yang dipindahkan seperti conveyor untuk mempercepat perpindahan dalam jumlah banyak, agar produksi dapat berjalan lebih maksimal. Pengolahan kelapa sawit merupakan salah satu faktor yang menentukan kebehasilan usaha perkebunan kelapa sawit. Hasil utama yang dapat diperoleh ialah minyak sawit, inti sawit, sabut, cangkang dan tandan kosong. Pabrik kelapa sawit (PKS) dalam konteks industri kelapa sawit di Indonesia dipahami sebagai unit ekstraksi crude palm oil (CPO) dan inti sawit dari tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. PKS tersusun atas unit-unit proses yang memanfaatkan kombinasi perlakuan mekanis, fisik, dan kimia. Parameter penting produksi seperti efisiensi ekstraksi, rendemen, kualitas produk sangat penting perananya dalam menjamin daya saing industri perkebunan kelapa sawit di banding minyak nabati lainnya. Perlu diketahui bahwa kualitas hasil minyak CPO yang diperoleh sangat dipengaruhi oleh kondisi buah (TBS) yang diolah dalam pabrik. Sedangkan proses pengolahan dalam pabrik hanya berfungsi menekan kehilangan dalam pengolahannya, sehingga kualitas CPO yang dihasilkan tidak semata-mata tergantung dari TBS yang masuk ke dalam pabrik. Berdasarkan hasil pengamatan teridentifikasi lima Control Point di pabrik pengolahan Crude Palm Oil (CPO) yaitu Continous Sterilizer, Digester, Vacum Dryer, CF Skimmer Height, Dilution Water dan Hot Well Tank, sedangkan pada Critical Control Point teridentifikasi dua yaitu Storage Tank dan Kernel Drying Silo.
ii
Control Point (CP) dan Critcal Control Point (CCP) pada PT tersebut sesuai dengan aliran produksi, yang secara khusus memproduksi CPO dalam jumlah/volume yang besar dan waktu produksi yang cukup lama, maka dari itu segala fasilitas-fasilitas produksi pabrik tersebut diatur sedemikian rupa. Proses produksi lebih diperhatikan agar efisiensi dalam mendapatkan hasil produk lebih baik dengan kualitas yang lebih unggul. Pada pabrik pengolahan Crude Palm Oil (CPO) dan Crude Palm Kernel Oil (CPKO), QC berperan mulai dari tahapan grading/sortasi sampai dengan produk CPO dan CPKO siap untuk dikirim ke konsumen. Berdasarkan sistem jaminan mutu ISO 9000 pada pabrik kelapa sawit, toleransi kehilangan minyak dalam air rebusan adalah maksimum 0,7 % dari kapasitas oleh tandan buah segar per harinya. Faktor kerusakan peralatan-peralatan juga termasuk dalam penyimpangan seperti rusaknya pintu rebusan sehingga kebocoran uap terjadi dan dapat memperpanjang masa perebusan yang mengakibatkan buah terendam lama dalam lori dan minyak yang terikut di dalam air kondensat semakin banyak. Upaya pemecahan masalah tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu pemasukan lori buah mentah dan pengeluaran buah masak harus diperhitungkan dengan cermat, perlu diadakan penyuluhan kepada operator dan karyawan pabrik berupa pengolahan sebelum pelaksanaan kerja terutama dalam penanggulangan kecelakaan kerja dan diusahakan agar tekanan uap di boiler tetap yaitu 19 – 20 kg/cm2. Pola pendekatan produksi bersih dalam melakukan pencegahan dan pengurangan limbah yaitu (1) eleminasi (pencegahan) yang dilakukan dari tahap awal kemungkinan munculnya limbah produksi yaitu pada saat baik pemanenan maupun pengangkutan tandan buah segar (TBS) dari kebun menuju pabrik. (2) Reduce (Pengurangan) dengan melakukan perbaikan serta perawatan peralatan secara berkala, hal ini di lakukan karena pada dasarnya peralatan yang di gunakan pada proses produksi akan mengalami penurunan efektifitas kerja karena adanya aus pada komponen alat maupun kerusakan pada mesin sehingga tidak bekerja secara optimal. (3) Reuse (Penggunaan ulang) pada penanganan limbah padatnya dimana limbah padat tidak dibuang percuma tetapi digunakan kembali untuk proses lainnya dalam kebutuhan industry seperti tandan kosong sawit (TKS),
iii
Sludge, Cangkang dan Serat. (4) Recycle (Daur Ulang) dilakukan pada limbah cair sawit yang terakumulasi pada kolam-kolam pembuangan yang terbagi menjadi dua bagian adalah limbah cair dari proses sterilisasi dan limbah cair proses dari stasiun klarifikasi. (5) Recovery /reclaim untuk mengambil bahan-bahan yang masih mempunyai nilai ekonomi tinggi dari suatu limbah, kemudian dikemballkan ke dalam proses produksi dengan atau tanpa perlakuakn fisika, kimia dan biologi. (6) Treatment and Disposal dengan melakukan treatment pengurangan jumlah Biochemical Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Total Suspended Solids (TSS), minyak dan lemak, amoniak total (NH3-N), pH dan lainnya guna memenuhi baku mutu syarat pelepasan limbah ke lingkungan agar tidak mencemari lingkungan. Kondisi lingkungan kerja yang nyaman akan mempengaruhi pegawai bekerja lebih giat dan konsentrasi menyelesaikan tugas-tugasnya sesuai jadwal. Tanpa lingkungan kerja yang baik maka motivasi, keselamatan dan kesehatan tenaga kerja tidak akan menjadi baik apalagi meningkat. Agar dapat menjaga kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja, UU No.1 tahun 1970 pasal 3 ayat 1 menyatakan bahwa syarat-syarat keselamatan kerja termasuk pengawasan terhadap lingkungan kerja harus dilaksanakan. Sumber potensi bahaya dan potensi bahaya yang dapat menurunkan produktivitas pekerja yaitu faktor teknis (tehnical equipment) berasal atau terdapat pada pekerjaan dan alat kerja, faktor lingkungan kerja yang bersumber dari proses produksi, bahan baku, bahan pembantu dan limbah, faktor manusia berasal dari manusia (tenaga kerja) terutama bila melakukan kerja tidak dalam kondisi fisik dan psikis yang baik. Pada kesempatan ini, Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung sehingga terselesaikannya penyusunan buku ini. Penulis berharap Buku Critical Control Point dan Control Point Pada Proses Produksi CPO dan CPKO, ini dapat menjadi sumber bacaan baik bagi Akademisi, mahasiswa maupun Pelaku usaha serta masyarakat pada umumnya sehingga memiliki pengetahuan mengenai hal-hal penting yang perlu dikaji beserta teknik-
iv
teknik sederhana yang dapat diterapkan untuk mengidentifikasi, mengkaji dan menganalisis aplikasi pengolahan CPO dan CPKO di Industri.
Banjarbaru,
Januari 2017
Penulis
v
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................. i DAFTAR ISI .......................................................................................................... vi DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. x PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 Tanaman Kelapa Sawit ................................................................................ 1 Botani Kelapa Sawit ...........................................................................1 Varietas Kelapa Sawit .........................................................................3 Karakteristik Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti Kelapa Sawit .......................................................................................6 Fraksi-Fraksi Buah Kelapa Sawit .......................................................8 Palm Kernel (Inti Kelapa Sawit) ........................................................9 Keunggulan Minyak Sawit ...............................................................10 Pemanfaatan Minyak Sawit ..............................................................11 Perkembangan Industri Minyak Sawit Indonesia ...................................... 14 Tata Kelola Perkebunan Kelapa Sawit .............................................14 Industri Minyak Sawit Berkelanjutan ...............................................17 Proses Pengolahan CPO (Crude Palm Oil) dari Tandan Buah Sawit ....... 23 Pengangktan TBS ke Pabrik .............................................................23 Stasiun Penerimaan TBS (Tandan Buah Segar) ...............................23 Stasiun Loading Ramp ......................................................................24 Stasiun Perebusan (Sterilizer) ...........................................................25 Stasiun Bantingan (Thressing) ..........................................................29 Stasiun Pelumatan (Digetser) ...........................................................29 Stasiun Pengepressan (Pressing) ......................................................30 Stasiun Klarifikasi (Clarification Station) ........................................31 Stasiun Kernel (Kernel Plant)...........................................................36 Proses Pengolahan Crude Palm Kernel Oil (CPKO) dari Inti Sawit ........ 45 Jembatan Timbang ............................................................................45 Loading Rump ...................................................................................45 Silo Inti .............................................................................................45
vi
Kernel-pressing .................................................................................45 Niagara Filter ...................................................................................45 Tangki Timbun .................................................................................46 KAJIAN ANALISIS DAN SINTESIS ................................................................. 47 Tata Letak Aliran Proses Produksi dan Penanganan Bahan Baku ............ 47 Tata Letak Aliran Proses Produksi Crude Palm Oil (CPO) dan Kernel .............................................................................47 Aliran Rute Bahan Baku ...................................................................52 Peralatan Pemindahan Bahan............................................................52 Penanganan Bahan Baku Selama Proses Produksi Crude Palm Oil (CPO) .....................................................................56 Critical Control Point dan Control Point Pada Proses Produksi CPO ..... 60 CPO Storage Tank ............................................................................60 Kernel Silo Operation .......................................................................61 Sterilizer Operation ..........................................................................62 Digestor Operation ...........................................................................64 CF Skimmer Height ...........................................................................65 Vacuum Dryer Operation .................................................................66 Dilution Water ..................................................................................67 Quality Control Dalam Proses dan Manajemen Produksi ........................ 69 Pengawasan Penganngkutan Tandan Buah Segar (TBS) ke Pabrik ................................................................................69 Sistem Manajemen Produksi ............................................................70 Quality Control (QC) Selama Proses Produksi Crude Palm Oil (CPO) dan PK (Palm Kernel)............................................72 Parameter Uji Produksi Mutu Minyak Kelapa Sawit .......................74 Implementasi Produksi Bersih .................................................................. 80 Konsep Produksi Bersih....................................................................80 Penerapan Produksi Bersih di PT. C .................................................82 Produksi Bersih Dalam Keterkaitan Dengan Prinsip RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) ..................................90 Sistem Manajemen Lingkungan Menurut Standar ISO Seri 14000 .........................................................................................93 Sinergi Sistem Dalam Implementasi.................................................95 Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja ........................... 80
vii
Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja di PT. D ...................................................................................80 Struktur Organisasi Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)..................................................................82 Kaitan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan Produktivitas Pekerja............................................................83 Rambu-Rambu Keselamatan Kerja ..................................................93 Faktor-Faktor Kesehatan Kerja .........................................................94 Sarana Proteksi Kebakaran ...............................................................95 DISKUSI ............................................................................................................... 98 KESIMPULAN ................................................................................................... 100 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 103 GLOSARIUM ..................................................................................................... 106 INDEKS .............................................................................................................. 108
viii
DAFTAR TABEL Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4.
Nilai sifat fisika-kimia minyak sawit dan minyak inti sawit ................... 7 Komposisi asam lemak pada minyak sawit dan minyak inti sawit .......... 8 Tingkat Fraksi Tandan Buah Segar (TBS) ............................................... 8 Implementasi Tata Kelola Perkebunan Kelapa Sawit pada Level Perusahaan ............................................................................................ 14 Tabel 5. Minyak Sawit Sertifikasi Berkelanjutan (CSPO) dalam Minyak Nabati Global Tahun 2013 ....................................................................15 Tabel 6. Peralatan Pemindahan Bahan di PT. A .................................................. 52 Tabel 7. Letak Pendukung Proses Pengolahan. PT. A ......................................... 54 Tabel 8. Standar Mutu kehilangan minyak (Oil Losses) ...................................... 72 Tabel 9. Standar Mutu kehilangan kernel (Kernel Losses) .................................. 72 Tabel 10. Baku mutu limbah cair Industri minyak kelapa sawit........................... 88 Tabel 11. Hasil uji limbah cair pada industri minyak kelapa sawit di PT. C ........ 89 Tabel 12. Keterkaitan 5 standar ISO 14000 dengan check list Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) di PT. C .................................................79 Tabel 13. Sistem manajemen yang telah dilakukan .............................................. 81 Tabel 14. Alat Pelindung Diri (APD) wajib pakai per stasiun .............................. 91
ix
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5.
Penampang melintang buah kelapa sawit ............................................ 2 Produk minyak kelapa sawit dan minyak inti sawit ............................. 3 Varietas Kelapa Sawit .......................................................................... 4 Palm Kernel (Inti Kelapa Sawit) ........................................................ 10 Sistem Tata kelola Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO)..........................................................15 Gambar 6. Perkembangan Produksi Certified Sustainable Palm Oil (RSPO, 2014) ......................................................................................16 Gambar 7. Negara Produsen Certified Sustainable Palm Oil (RSPO, 2014) ...... 17 Gambar 8. Perkembangan luas perkebunan kelapa sawit Indonesia 1980-2015............................................................................................18 Gambar 9. Perkembangan produksi CPO Indonesia 1980-2015 ........................ 18 Gambar 10. Perubahan pangsa Indonesia dalam produksi minyak sawit dunia .. 19 Gambar 11. Penggunaan CPO Indonesia untuk ekspor dan konsumsi domestik ...........................................................................19 Gambar 12. Konsumsi CPO menurut Industri pengguna domestik ..................... 19 Gambar 13. Produksi konsumsi dan ekspor biodiesel Indonesia ......................... 20 Gambar 14. Volume ekspor CPO dan olahan Indonesia...................................... 21 Gambar 15. Komposisi ekspor minyak sawit Indonesia ...................................... 21 Gambar 16. Nilai ekspor minyak kelapa sawit dan turunannya Indonesia .......... 22 Gambar 17. Jembatan timbang (Weighting bridge) ............................................. 24 Gambar 18. Lokasi sortasi (flat from) .................................................................. 24 Gambar 19. Loding Ramp .................................................................................... 25 Gambar 20. Lori ................................................................................................... 25 Gambar 21. Sterilizer ........................................................................................... 26 Gambar 22. Grafik sistem perebusan tiga puncak (tripel peak)........................... 28 Gambar 23. Thessher ........................................................................................... 29 Gambar 24. Digester ............................................................................................ 30 Gambar 25. Scew press ........................................................................................ 30 Gambar 26. Sand Trap Tank ................................................................................ 32 Gambar 27. Vibrating Screen ............................................................................... 32 Gambar 28. Crude Oil Tank ................................................................................. 33 Gambar 29. Oil Tank ............................................................................................ 33 Gambar 30. Vacuum Dryer .................................................................................. 34 Gambar 31. Storage Tank .................................................................................... 35 Gambar 32. Vibrating Screen Sludge ................................................................... 35 Gambar 33. Sludge tank ....................................................................................... 35 Gambar 34. Cake breaker conveyor..................................................................... 37 Gambar 35. Depericarper .................................................................................... 38
x
Gambar 36. Gambar 37. Gambar 38. Gambar 39. Gambar 40. Gambar 41. Gambar 42. Gambar 43. Gambar 44. Gambar 45. Gambar 46. Gambar 47. Gambar 48. Gambar 49. Gambar 50. Gambar 51. Gambar 52. Gambar 53. Gambar 54. Gambar 55. Gambar 56. Gambar 57. Gambar 58. Gambar 59. Gambar 60. Gambar 61. Gambar 62. Gambar 63. Gambar 64. Gambar 65. Gambar 66. Gambar 67. Gambar 68. Gambar 69. Gambar 70. Gambar 71. Gambar 72. Gambar 73. Gambar 74.
Nut polishing drum ........................................................................... 38 Nut silo ............................................................................................. 39 Ripple mill ........................................................................................ 40 LTDS (Light Tenera Dust Separation) ............................................ 40 Claybath ........................................................................................... 41 Kernel silo dryer .............................................................................. 42 Kernel silo bin .................................................................................. 43 Proses Pengolahan Crude Palm Oil (CPO) ...................................... 44 Proses pengolahan minyak inti sawit (CrudePalm Kernel Oil, CPKO) ............................................................................................. 46 Aliran Proses Produksi Pengolahan Tandan Buah Sawit ................. 48 Aliran Proses Produksi CPO di Stasiun Pemurnian CPO (A) .......... 49 Aliran Proses Produksi Kernel di Stasiun Kernel (B) ...................... 50 Bagan alir proses kelapa sawit di PKS ............................................. 51 CPO Storage Tank............................................................................ 60 Kernel drying.................................................................................... 62 Sterilizer ........................................................................................... 63 Digester ............................................................................................ 64 Skimmer height ................................................................................. 65 Vacuum dryer ................................................................................... 66 Dilution water .................................................................................. 67 Hasil Analisa FFA ............................................................................ 75 Reaksi dari hidrolisis minyak ........................................................... 75 Hasil analisa bilangan peroksida ...................................................... 76 Proses dan hasil analisa bilangan iodin ............................................ 77 Reaksi penetapan bilangan iodin ...................................................... 78 Alat Tintometer ................................................................................ 78 Proses analisa moisture dan impurities ............................................ 79 Perawatan salah satu mesin .............................................................. 83 Threser ............................................................................................. 84 Penampungan TKS sementara ......................................................... 85 Sludge (lumpur) ................................................................................ 85 Fat Fit Tank ...................................................................................... 87 Fat Fit Recovery Pond ..................................................................... 88 Guide RSPO ..................................................................................... 92 Hasil check list dari Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) di PT. C ...............................................................................76 Struktur Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja PT. D .................................................................................................83 Alat pelindung muka ........................................................................ 84 Kegiatan operator pada saat melepas engsel lori ............................. 85 Letak panel operator Tippler ............................................................ 86
xi
Gambar 75. Gambar 76. Gambar 77. Gambar 78. Gambar 79. Gambar 80. Gambar 81. Gambar 82.
Letak panel operator Tippler pada bagian depan ............................. 86 Ear plug ............................................................................................ 88 Rambu keselamatan bahan korosif ................................................... 88 Masker kimia .................................................................................... 89 Tag Out ............................................................................................. 93 APAR powder .................................................................................. 95 APAR pasir ...................................................................................... 95 APAR hydran ................................................................................... 96
xii
PENDAHULUAN Tanaman Kelapa Sawit Botani Kelapa Sawit Salah satu dari beberapa tanaman golongan palma yang dapat menghasilkan minyak adalah kelapa sawit. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq) adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam famili Palmae. Warna daging buahnya ialah putih kuning ketika masih muda dan berwarna jingga setelah buah menjadi matang (Ketaren, 2008). Dalam dunia botani semua tumbuhan diklasifikasikan untuk memudahkan dalam identifikasi secara ilmiah. Metode pemberian nama ilmiah (Latin) ini dikembangkan oleh Carolus Linnaeus (Pahan, 2008). Taksonomi tanaman kelapa sawit (palm oil) dalam sistematika tanaman menurut Mangoensoekarjo dan Semangun (2005), diklasifikasikan sebagai berikut : 1.
Divisi
: Spermatophyta
2.
Sub divisi
: Angiospermae
3.
Kelas
: Monocotyledoneae
4.
Ordo
: Palmales
5.
Famili
: Palmaceae
6.
Sub famili
: Cocoideae
7.
Genus
: Elaeis
8.
Spesies
: Elaeis guineensis Jacq.
Tanaman kelapa sawit mempunyai akar tunggang pada waktu tumbuhan keluar dari biji. Selanjutnya akar tunggang tersebut mati dan diganti dengan akarakar serabut serta terus-menerus disusun sehingga merupakan anyaman yang rapat dan tebal. Akar yang tumbuh lurus ke dalam tanah panjangnya mencapai 8 meter sedangkan yang mendatar dapat mencapai 16 meter (Ismail, 1987). Biji kelapa sawit berkeping tunggal, sehingga akarnya adalah serabut. Perakarannya sangat kuat. Akar tua yang tetap kuat dan tetap utuh tidak membusuk sekalipun telah mati (Syamsulbahri, 1996).
1
Besarnya batang berdiameter 20-75 cm, dan diperkebunan umumnya 45-60 cm, bahkan pangkal batang bisa lebih besar lagi pada tanaman tua. Biasanya batang adalah tunggal (tidak bercabang) kecuali yang abnormal. Tinggi batang bisa mencapai 20 m lebih, umumnya diperkebunan 15-18 m (Sianturi, 1991). Daun kelapa sawit menyirip dan pinggiran tangkai daun berduri. Setiap tahunnya daun kelapa sawit keluar sebanyak 20-24 helai. Banyaknya sirip dari Daun-daun normal antara 80 sampai 120 lembar. Daun-daun tanaman kelapa sawit melengkung ke bawah dan jika tidak dipangkas merupakan penghalang bagi proses penyerbukan sehingga pembentukan buah kurang sempurna (Ismail, 1987). Bunga kelapa sawit berumah satu. Pada satu batang terdapat bunga jantan dan bunga betina yang letaknya terpisah pada tandan bunga yang berbeda. Sering kali terdapat pula tandan bunga betina yang mendukung bunga jantan (hermaprodit) (Setyamidjaja, 1998). Buah sawit berukuran kecil antar 12-18 gr/butir yang duduk pada bulir. Setiap bulir terdiri dari 10-18 butir bergantung pada kesempurnaan penyerbukan. Beberapa bulir bersatu membentuk tandan. Buah sawit yang dipanen dalam bentuk tandan disebut dengan tandan buah sawit (Naibaho, 1998). Lama proses pembentukan buah, dari saat terjadinya penyerbukan sampai matang, dipengaruhi oleh keadaan iklim. Selama buah kelapa sawit masih muda, yaitu umur 3 – 4 bulan, buah kelapa sawit tersebut masih berwarna ungu. Setelah itu, warna kulit buah dari ungu secara berangsur-angsur menjadi merah kekuningkuningan. Pada saat ini terjadi pembentukan minyak pada daging buah. Cangkang dan inti merupakan biji kelapa sawit. Di dalam biji terdapat embrio yang panjangnya 3 mm dan berdiameter 1,2 mm berbentuk silindris. inti merupakan cadangan makanan bagi pertumbuhan embrio yang dapat dilihat pada Gambar 1 (Nurhidayati, 2010).
Gambar 1. Penampang melintang buah kelapa sawit
2
Berbeda dengan jenis tanaman penghasil minyak lainnya, kelapa sawit menghasilkan dua (2) jenis minyak; yang kedua-duanya bisa diproses dan diolah menjadi aneka jenis produk turunannya. Buah kelapa sawit merupakan buah yang kaya dengan minyak. Dalam tandan buah sawit yang dipanen, terdiri dari kulit dan tandan (29%), biji atau inti sawit (11%), dan daging buah (60%) (Nurhidayati, 2010). Proses pengepresan (i) daging buah sawit akan menghasilkan minyak sawit kasar (crude palm oil,CPO) dan (ii) inti sawit akan menghasilkan minyak inti sawit kasar (crude palm kernel oil, CPKO) yang dapat dilihat pada Gambar 2.
(i)
(ii)
Gambar 2. Produk minyak kelapa sawit dan minyak inti sawit
Varietas Kelapa Sawit Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang telah dikenal. Varietasvarietas tersebut dapat dibedakan berdasarkan morfologinya. a) Varietas berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah yang dapat dilihat pada Gambar 3, beberapa varietas kelapa sawit diantaranya Dura, Pisifera, Tenera dan Macro carya yang deskripsinya sebagai berikut : 1. Dura Ciri-ciri:
- tempurung tebal (2 - 8 mm) - tidak terdapat lingkaran serabut pada bagian luar tempurung - daging buah relatif tipis, yaitu 35 - 50% terhadap buah - kernel (daging biji) besar dengan kandungan minyak rendah - dalam persilangan, dipakai sebagai pohon induk betina.
3
2. Pisifera Ciri-ciri:
- ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada - daging buah tebal, lebih tebal dari daging buah Dura - daging biji sangat tipis - tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis lain dan dipakai sebagai pohon induk jantan.
3. Tenera Ciri-ciri:
- hasil dari persilangan Dura dan Pisifera - tempurung tipis (0,5 - 4 mm) - terdapat lingkaran serabut di sekeliling tempurung - daging buah sangat tebal (60 - 96% dari buah) - tandan buah lebih banyak, tetapi ukurannya relatif lebih kecil).
4. Macro carya Ciri-ciri:
- tempurung tebal sekitar 5 mm - daging buah sangat tipis.
Perbedaan ketebalan daging buah kelapa sawit menyebabkan perbedaan jumlah rendemen minyak kelapa sawit yang dikandungnya. Rendemen minyak paling tinggi terdapat pada varietas tenera yaitu mencapai 22 - 24%, sedangkan pada varietas dura hanya 16 – 18% (Fauzi, 2008).
Gambar 3. Varietas Kelapa Sawit
4
b) Varietas berdasarkan warna kulit buah Berdasarkan warna kulit buah, beberapa varietas kelapa sawit diantaranya varietas Nigrescens, Virescens dan Albescens yang deskripsinya sebagai berikut : 1. Nigrescens Warna buah muda : ungu kehitam-hitaman Warna buah masak : jingga kehitam-hitaman 2. Virescens Warna buah muda : hijau Warna buah masak : Jingga kemerahan, tetapi ujung buah tetap hijau 3. Albescens Warna buah muda : hijau Warna buah masak : Kekuning-kuningan dan ujungnya ungu kehitaman 4. Varietas Unggul Varietas unggul kelapa sawit dihasilkan melalui prinsip reproduksi sebenarnya dari hibrida terbaik dengan melakukan persilangan antara tetua-tetua yang diketahui mempunyai daya gabung berdasarkan hasil pengujian progeni dengan mengikuti prosedur seleksi Reciprocal Reccurent Selection (RSS). Tetua yang digunakan dalam proses persilangan adalah Dura dan Pisifera. Varietas Dura sebagai induk betina dan Pisifera sebagai induk jantan (Yan Fauzi et al., 2002). Berdasarkan tipe buah yang abnormal, dikenal juga jenis kelapa sawit poissoni dan diwakkawakka yang mempunyai dua lapisan daging buah yang menyelimuti buah utama. Lapisan daging buah ini merupakan perkembangan dari androecium bunga betina dan didalamnya kadang-kadang dijumpai struktur yang sifatnya mirip dengan cangkang dan kernel (Pahan, 2006). Buah kelapa sawit tenera memiliki sebuah inti atau kernel yang mengandung minyak inti sawit yang dikelilingi oleh perikarp. Perikarp tersusun oleh tiga lapisan yaitu endokarp yang keras (cangkang), mesokarp yang berserat dan mengandung minyak sawit (CPO) dan eksokarp (lapisan luar yang berlapis lilin) (Adiputra, 2003). Buah kelapa sawit termasuk buah batu yang memiliki bagian-bagian sebagai berikut:
5
1. Eksokarp Eksokarp atau kulit luar yang keras dan licin. Ketika buah masih muda, warnanya hitam atau ungu tua atau hijau. Semakin tua, warnanya berubah menjadi oranye merah atau kuning oranye. 2. Mesokarp Mesokarp atau sabut. Diantara jaringan-jaringannya ada sel pengisi seperti spons atau karet busa yang sangat banyak mengandung minyak (CPO), jika buah sudah masak. 3. Endokarp Endokarp atau tempurung. Ketika buah masih muda, endokarp memiliki tekstur lunak dan berwarna putih. Ketika buah sudah tua, endokarp berubah menjadi keras dan berwarna hitam. Ketebalan endokarp tergantung pada varietasnya. Contohnya, varietas dura memiliki endokarp sangat tebal, sedangkan varietas pisifera sangat tipis, bahkan tanpa endokarp. 4. Kernel Kernel atau biji atau inti. Inti dapat disamakan dengan daging buah dalam kelapa sayur, tetapi bentuknya lebih padat dan tidak berisi air buah. Kernel mengandung minyak (CPKO) sebesar 3% dari berat tandan, berwarna jernih, dan bermutu sangat tinggi (Sastrosayono, 2003). Biji kelapa sawit (kernel) terdiri dari 3 bagian: a) Kulit biji (Spermodermis) disebut cangkang (sheel). b) Tali pusat (Funiculus). c) Inti biji (Nucleus seminis). Didalam inti inilah terdapat lembaga atau embrio yang merupakan calon tanaman baru (Risza, 1994). Karakteristik Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut dengan minyak inti sawit (CPKO) (Rondang, 2006). Minyak sawit yang terkandung dalam sel-sel serat adalah sekitar 20–24% dari berat tandan sawit, sedangkan minyak inti sawit sekitar 2–4 % (Salunkhe, 1992). Berikut karakteristik
6
dari beberapa sifat fisika-kimia dari minyak sawit dan minyak inti sawit yang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai sifat fisika-kimia minyak sawit dan minyak inti sawit Sifat Bobot jenis Indeks bias pada 40°C Bilangan Iod Bilangan penyabunan
Minyak sawit 0,900 1,4565 – 1,4585 46 – 48 196 – 206
Minyak inti sawit 0,900 – 0,903 1,495 – 1,415 14 – 20 224 – 254
Sumber :Kataren, 2005.
Sifat-sifat dari minyak kelapa sawit pada umumnya dipengaruhui oleh temperatur. Beberapa sifat fisik yang telah diketahui adalah sebagai berikut : 1. Sifat fisik yang paling jelas adalah tidak larut dalam air. Hal ini disebabkan karena adanya asam lemak berantai karbon panjang dan tidak adanya gugus polar. 2. Minyak kelapa sawit berwarna kuning. Berikut dijabarkan sifat kimia dari minyak kelapa sawit antara lain adalah : a) Pada reaksi hidrolisa, minyak akan diubah menjadi asam lemak dan gliserol. Hidrolisa ini terjadi karena adanya air atau kelembaban tinggi. b) Penambahan sejumlah basa akan terjadi reaksi penyabunan. Jumlah asamlemak bebas dalam minyak tidak diinginkan karena akan mempengaruhi kualitas minyak. c) Bila terjadi kontak dengan sejumlah oksigen, akan terjadi reaksi oksidasi yang akan menyebabkan minyak berbau tengik (Yoeswono, 1996). Minyak sawit mengandung asam lemak jenuh asam palmitat (C16) sekitar (40-46%), kandungan asam lemak tidak jenuh yaitu asam oleat (C 18:1) sekitar (39-45%) dan asam linoleat (7-11%), sedangkan pada minyak inti sawit didominasi oleh asam laurat (46-52%), asam miristat (14-17%) dan asam oleat (13-19%). Kandungan asam lemak dalam kedua jenis minyak tersebut disajikan pada Tabel 2.
7
Tabel 2. Komposisi asam lemak pada minyak sawit dan minyak inti sawit Asam Lemak Asam kaprilat Asam laurat Asam miristat Asam palmitat Asam stearat Asam oleat Asam linoleat
Minyak Kelapa Sawit (%) 1,1 – 2,5 40 – 46 3,6 – 4,7 39 – 45 7 – 11
Minyak Inti Sawit (%) 3–4 46 – 52 14 – 17 6,9 – 9 1 – 2,5 13 – 19 0,5 – 2
Sumber :Kataren, 2005.
Fraksi-Fraksi Buah Kelapa Sawit Penentuan kriteria matang panen sangat penting bagi mutu produk akhir karena terkait dengan tingkat kematangan buah. Kandungan minyak maksimal dengan mutu yang baik hanya akan terjadi pada saat buah benar-benar dalam keadaan matang. Penentuan kriteria matang panen yang berbeda akan menghasilkan mutu buah yang berbeda pula. Panen sebaiknya dilakukan pada saat buah berumur 15-17 minggu karena selain sudah menurunnya kadar lemak, juga tidak terjadi peningkatan asam lemak bebas (Seto, 2001). Berikut beberapa tingkatan atau fraksi dari TBS yang dipanen yang disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan fraksi TBS tersebut, derajat kematangan yang baik adalah jika tandan-tandan yang dipanen berada pada fraksi 1, 2, dan 3 (Fauzi, 2008). Tabel 3. Tingkat Fraksi Tandan Buah Segar (TBS) Fraksi 00 0 1 2 3 4 5
Jumlah brondolan Tidak ada, buah berwarna hitam 1 –12,5% buah luar membrondol 12,5 –25% buah luar membrondol 25 –50% buah luar membrondol 50 –75% buah luar membrondol 75 –100% buah luar membrondol Buah dalam juga membrondol, ada buah yang Busuk
Tingkat kematangan Sangat mentah Mentah Kurang matang Matang I Matang II Lewat matang I Lewat matang II
Sumber : Fauzi, 2008.
8
Pada saat ini, kriteria umum yang banyak dipakai adalah berdasarkan jumlah brondolan. Tanaman dengan umur kurang dari 10 tahun, jumlah brondolan kurang lebih 10 butir. Tanaman dengan umur lebih dari 10 tahun, jumlah brondolan sekitar 15-20 butir. Namun, secara praktis digunakan kriteria umum yaitu pada setiap 1 Kg tandan buah segar (TBS) terdapat dua brondolan. Palm Kernel (Inti Kelapa Sawit) Inti terdapat didalam biji kelapa sawit yang telah dilapisi tempurung. Dalam satu buah terdapat satu biji yang mengandung inti. Bentuk inti sawit bulat padat atau agak gepeng berwarna coklat hitam yang dapat dilihat pada Gambar 4. Inti sawit mengandung lemak, protein, serat dan air. Terdapat variasi komposisi inti sawit dalam hal padatan non minyak dan non protein. Bagian yang disebut Extractable nonprotein yang mengandung sukrosa, gula pereduksi dan pati (Nurhidayati, 2010). Inti kelapa sawit atau palm kernel merupakan buah tanaman kelapa sawit yang telah dipisahkan dari daging buah dan tempurungnya serta selanjutnya dikeringkan. Kernel merupakan bagian terpenting kedua setelah mesokarp karena dari inti inilah akan dihasilkan PKO sebagai produkunggulan kedua setelah CPO. Inti ini mengandung minyak yang warnanya jernih, dan kualitas minyak inti lebih baik jika dibandingkan dengan kualitas minyak daging buah (mesocarp). Hanya saja kandungan minyaknya lebih sedikit dibanding dengan kandungan minyak daging buah. Kandungan minyak yang terkandung di dalam inti kering sekitar 44 - 53 %. Minyak inti sawit atau CPKO (Crude Palm Kernel Oil) banyak digunakan sebagai bahan baku pada berbagai industri pangan dan non pangan. Minyak inti sawit sangat baik digunakan dalam industri, misalnya industri pembuatan minyak margarine (Nurhidayati, 2010). Pada pemakaiannya, lemak yang terkandung di dalam inti sawit (disebut minyak inti sawit) di ekstraksi dan sisanya atau bungkilnya yang kaya protein dipakai sebagai bahan makanan ternak. Bungkil inti sawit di inginkan berwarna relatif terang dan nilai gizi serta kandungan asam aminonya tidak berubah.Pada suhu tinggi inti sawit dapat mengalami perubahan warna. Minyaknya akan lebih gelap dan sulit dipucatkan. Suhu tertinggi pada pengolahan minyak sawit adalah pada perebusan, yaitu sekitar 130 °C. Suhu kerja maksimum dibatasi setinggi itu
9
untuk menghindarkan terlalu banyak inti yang berubah (Nurhidayati, 2010).
Gambar 4. Palm Kernel (Inti Kelapa Sawit)
Keunggulan Minyak Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman yang cukup tangguh, terutama bila terjadi perubahan musim. Berbeda dengan tanaman penghasil minyak nabati lainnya, tanaman kelapa sawit dapat menghasilkan dua jenis minyak sekaligus, yaitu minyak kelapa sawit dan minyak inti sawit. Berbagai hasil penelitian mengungkapkan bahwa minyak sawit memilki keunggulan dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Beberapa keunggulan minyak sawit antara lain sebagai berikut (Susanti, 2015) : 1.
Tingkat efisiensi minyak sawit tinggi sehingga mampu menempatkan CPO menjadi sumber minyak nabati termurah.
2.
Penggunaannya sangat luas, di antaranya minyak goreng, shortening, dan margarin.
3.
Sebagai sumber energi yang baik.
4.
Dengan karakteristik unik yang dimilikinya, terutama dalam hal potensi kandungan vitamin E dan karotenoid, serta tidak mengandung asam lemak trans, berbagai penelitian telah banyak menunjukan bahwa penggunaan minyak sawit dalam bahan makanan berpengaruh positif bagi kesehatan tubuh.
5.
Mengandung antioksidan alami (tokoferol dan tokotrienol). Telah banyak penelitian dilakukan untuk membuktikan bahwa tokoferol dan tokotrienol dapat melindungi sel-sel dari proses penuaan dan penyakit degeneratif seperti atherosclerosis dan kanker.
6.
Komposisi asam lemak seimbang dan mengandung asam lemak linoleat sebagai asam lemak esensial.
7.
Produktivitas minyak sawit tinggi yaitu 3,2 ton/ha, sedangkan minyak kedelai, lobak, kopra, dan minyak bunga matahari masing-masing hanya 0,34; 0,51; 0,57; dan 0,53 ton/ha.
10
8.
Sifat intercgeable-nya cukup menonjol dibanding dengan minyak nabati lainnya karena memiliki keluesan dan keluasan dalam ragam kegunaan baik di bidang pangan maupun nonpangan.
9.
Sekitar 80% dari penduduk dunia, khususnya di negara berkembang masih berpeluang meningkatkan konsumsi perkapita untuk minyak dan lemak terutama minyak yang harganya murah (minyak sawit).
10. Terjadinya pergeseran dalam industri yang menggunakan bahan minyak bumi ke bahan yang lebih bersahabat dengan lingkungan yaitu oleokimia yang berbahan baku CPO, terutama di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa Barat. Minyak sawit juga memiliki keunggulan dalam hal susunan dan nilai gizi yang terkandung di dalamnya. Kadar sterol dalam minyak sawit relatif lebih rendah dibandingkan minyak nabati lainnya yang terdiri dari sitosterol, campesterol, sigmasterol, dan kolesterol. Dalam CPO, kadar sterol berkisar 360-620 ppm dengan kadar kolesterol hanya sekitar 10 ppm atau sebesar 0,001% dalam CPO. Bahkan, dari hasil penelitian dinyatakan bahwa kandungan kolesterol dalam satu butir telur setara dengan kandungan kolesterol dalam 29 liter minyak sawit. Minyak sawit dapat dikatakan sebagai minyak goreng nonkolesterol (kadar kolesterolnya rendah).Selain kandungan kolesterol minyak kelapa sawit yang memang rendah (bahkan digolongkan bebas kolesterol), juga mengandung asam lemak tak jenuh yang dapat membantu menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Minyak kelapa sawit juga mengandung karoten (sumber vitamin A) yang berfungsi sebagai bahan obat antikangker dan karoten daterofenol untuk bahan pengawet yang meningkatkan kemantapan minyak terhadap oksidasi (mencegah bau tengik). Kandungan lainnya adalah tokoferol sebagai sumber vitamin E yang dapat melindungi kulit dari oksidasi dan oleokemikal seperti asam lemak, metil ester, lemak alkohol, asam amino, dan gliserol yang dapat digunakan sebagai bahan baku minyak makan (margarin, minyak goreng, butter, dan minyak untuk pembuatan kue-kue) (Susanti, 2015).
Pemanfaatan Minyak Sawit Manfaat minyak sawit di antaranya sebagai bahan baku untuk industri pangan, industri nonpangan, dan sebagai salah satu bahan pengahsil biodiesel (Susanti, 2015).
11
1.
Minyak sawit untuk industri pangan Kenyataan menunjukan bahwa banyak pelaku industri dan konsumen yang cenderung menyukai dan menggunakan minyak sawit. Dari aspek ekonomis, harganya relatif murah dibandingkan minyak nabati lain. Selain itu, komponen yang terkandung di dalam minyak sawit lebih banyak dan beragam sehingga pemanfaatannya juga beragam. Dari aspek kesehatan yaitu kandungan kolesterolnya rendah. Saat ini telah banyak pabrik pengolah yang memproduksi minyak goreng dari kelapa sawit dengan kandungan kolesterol yang rendah. Minyak sawit yang digunakan sebagai produk pangan dihasilkan dari minyak sawit maupun minyak inti sawit melalui proses fraksinasi, rafinasi, dan hidrogenesis. Produk CPO Indonesia sebagian besar difraksinasi sehingga dihasilkan fraksi olein cair dan fraksi stearin padat. Fraksi olein tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik sebagai pelengkap minyak goreng dari minyak kelapa. Sebagai bahan baku untuk pangan, minyak sawit digunakan antara lain untuk bahan-bahan berikut: minyak goreng, margarin, butter, vanaspati, shortening dan bahan untuk membuat kue-kue. Keunggulan minyak sawit sebagai bahan pangan dibandingkan minyak goreng lain antara lain, mengandung karoten yang diketahui berfungsi sebagai anti kanker dan tokoferol sebagai sumber vitamin E. Di samping itu, kandungan asam linoleat dan linolenatrnya rendah sehingga minyak goreng yang terbuat dari buah sawit memiliki kemantapan kalor (heat stability) yang tinggi dan tidak mudah teroksidasi. Oleh karena itu, minyak sawit sebagai minyak goreng bersifat lebih awet dan makanan yang digoreng dengan menggunakan minyak sawit tidak cepat tengik. Produk turunan minyak sawit untuk industri pangan selain minyak goreng kelapa sawit, dapat juga dihasilkan margarin, shortening, vanaspati (vegetable ghee), ice creams, bakery fats, instans noodle, cocoa butter extender, chocolatedan coatings, specialty fats, sugar cofectionary, biskuit cream fats dan filled milk. Sementara itu, dari produk turunan minyak inti sawit dapat dihasilkan cocoa butter subtitute, specialty fats, ice cream, coffee whitener/cream, sugar confectionary, biscuit cream fats, filled mild, dan
12
imitation cream. Berikut adalah beberapa keunggulan minyak sawit pada aplikasinya untuk keperluan pangan: a) Produk pangan yang terbuat dari bahan minyak sawit akan mempunyai keawetan yang lebih baik karena minyak sawit sangat stabil terhadap proses ketengikan dan kerusakan oksidatif lainnya. b) Minyak sawit memiliki kecenderungan untuk mengalami kristalisasi dalam bentuk kristal kecil sehingga mampu meningkatkan kinerja creaming jika digunakan pada formulasi cake dan margarin. c) Kandungan asam palmitat minyak sawit sangat baik untuk proses aerasi campuran lemak gula, misalnya pada proses baking. d) Minyak sawit baik digunakan untuk membuat vanaspati, atau vegetable ghee, yang mengandung 100% lemak nabati; bisa digunakan untuk subtitusi mentega susu dan mentega coklat. e) Roti yang diproduksi dengan shortening dari minyak sawit mempunyai tekstur dan keawetan yang lebih baik. f)
Minyak sawit juga banyak dipakai untuk produksi krim biskuit, terutama kandungan padatan dan titik lelehnya yang cukup tinggi.
2.
Minyak sawit untuk industri nonpangan Kandungan minor dalam minyak kelapa sawit berjumlah kurang lebih 1%, antara lain terdiri dari karoten, tokoferol, sterol, alkohol, maupun fosfolipid. Kandungan minor tersebut menjadikan minyak kelapa sawit dapat digunakan sebagai bahan baku dalam industri farmasi. Oleokimia adalah bahan baku industri yang diperoleh dari minyak nabati, termasuk diantaranya adalah minyak kelapa sawit dan minyak inti sawit. Produk utama minyak yang digolongkan dalam oleokimia adalah asam lemak, lemak alkohol, asam amino, dan gliserin (Fauzi, 2008).
3.
Minyak sawit sebagai bahan pengahsil biodiesel industri pengolahan minyak sawit menghasilkan fraksi olein dan stearin. Fraksi stearin sebagai sumber yang tepat untuk dijadikan bahan baku pembuatan biodiesel karena fraksi stearin memiliki bilangan setana lebih besar. Biodiesel dibuat melalui suatu proses kimia yang disebut transesterifikasi dimana gliserin dipisahkan dari minyak nabati. Biodiesel ini
13
dapat langsung digunakan pada mesin diesel tanpamemerlukan modifikasi mesin, karena biodiesel ini mempunyai sifat fisik dan sifatkimia yang hamper sama dengan bahan bakar diesel konvensional (Sari, 2005). Perkembangan Industri Minyak Sawit Indonesia Tata Kelola Perkebunan Kelapa Sawit Perkebunan kelapa sawit di Indonesia dikelola dengan mengacu pada prinsip-prinsip manajemen/kultur teknis yang disesuaikan dengan kondisi lokal (tailor made) dan kebijakan tata kelola pembangunan perkebunan secara keseluruhan. Seluruh mata rantai proses produksi memiliki standar proses dan output yang disajikan pada Tabel 4. Pada mata rantai proses produksi TBS (mulai dari
penanaman,
pemeliharaan,
pemanenan)
mengacu
pada
manajemen
perkebunan terbaik (Good Agriculture Practices) dan ISO. Pada proses produksi CPO di PKS (CPO mill) maupun industri hilir minyak sawit juga mengacu pada manajeman pabrik pengolahan terbaik (Good Manufacturing Practices) dan ISO. Untuk standar kualitas produk mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) (PASPI, 2016). Tabel 4.
Implementasi Tata Kelola Perkebunan Kelapa Sawit pada Level Perusahaan Level Perusahaan
Good Agriculture Practices Good Manufacturing Practices ISO 9001 (Quality Management System) ISO 14000 (Environmental Management Standar) ISO 26000 (Corporate Social Responsibility) SMK 3 (Sistem Manajemen Kesehatan Kerja) ISPO/ RSPO (Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan) Good Corporate Governance Standar Nasional Indonesia (SNI) Klasifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Sumber : PASPI, 2016.
14
Tata kelola perkebunan kelapa sawit berkelanjutan Indonesia mulai dari level
kebijakan,
industri
dan
level
perkebunan
diintegrasikan
dan
diimplementasikan dalam satu sistem yang bernama Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). ISPO memiliki tujuh prinsip dapat dilihat pada Gambar 5. 7. Peningkatan usaha yang berkelanjutan
1. Sistem perizinzn dan manajemen perkebunan
6. Pemberdayaan kegiatan ekonomi masyarakat
2. Penerapan pedoman teknis budidaya dan pengolahan kelapa sawit
5. Tanggung jawab sosial komunitas
3. Pengelolaan dan pemantauan lingkungan
Sumber : PASPI, 2016. Gambar 5. Sistem Tata kelola Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO)
Pengujian tingkat pelaksanaan tata kelola perkebunan ditingkat perusahaan dilakukan secara periodik melalui penilaian/sertifikasi seperti SMK 3, Klasifikasi Perkebunan, SNI, Sertifikasi ISO, Good Corporate Governance dan Sertifikasi ISPO/RSPO. Sejak diberlakukan tahun 2008 sampai dengan bulan Juli 2014 sekitar 5 persen dari minyak sawit yang diperdagangkan secara internasional merupakan minyak sawit berkelanjutan yang telah tersertifikasi disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Minyak Sawit Sertifikasi Berkelanjutan (CSPO) dalam Minyak Nabati Global Tahun 2013 Volume (juta ton) Jenis Minyak Nabati Sawit Kedelai Rapeseed Bunga Matahari Inti Sawit Kacang Tanah Biji Kapas
Belum Tersetifikasi Berkelanjutan 50.7 45.63 23.66 16.9 6.76 6.76 5.07
Tersertifikasi Berkelanjutan 11.13 0 0 0 0 0 0
Subtotal 61.83 45.63 23.66 16.9 6.76 6.76 5.07
15
Kelapa Zaitun Total
3.38 1.69 160.55
0 0 11.13
3.38 1.69 171.68
Sumber: PASPI RSPO, 2014.
Dengan demikian, minyak sawit merupakan satu-satunya minyak nabati dunia yang telah memiliki dan melakukan sertifikasi berkelanjutan, sedangkan minyak nabati dunia lainnya belum ada yang tersertifikasi (PASPI, 2016).
Pertumbuhan produksi minyak sawit berkelanjutan yang tersertifikasi (CSPO) menunjukkan perkembangan yang relatif cepat dapat dilihat pada Gambar 6. Pada tahun 2008 volume produksi CSPO masih sekitar 0.6 juta ton, tahun 2014 meningkat menjadi sekitar 11 juta ton atau meningkat sekitar 18 kali dalam tempo enam tahun (PASPI, 2016).
Sumber : PASPI, 2016. Gambar 6. Perkembangan Produksi Certified Sustainable Palm Oil (RSPO, 2014)
Perlu dicatat data CSPO tersebut, masih mencerminkan sebagian dari volume produksi minyak sawit yang sedang melaksanakan tata kelola berkelanjutan perkebunan kelapa sawit. Sebagian besar masih dalam proses penilaian untuk sertifikasi. Dengan demikian tidak benar implementasi tata kelola perkebunan kelapa sawit berjalan lambat. Juga tidak benar produksi minyak savvit berkelanjutan tersertifikasi tidak bertumbuh. Sebaliknya pertumbuhan produski CSPO relatif cepat. Berdasarkan data RSPO (2014), produksi minyak sawit berkelanjutan tersertifikasi (CSPO) dari Indonesia ternyata lebih besar dibandingkan dari negara lain yang dapt dilihat pada Gambar 7. Hampir 50 persen dari CSPO dunia berasal
16
dari Indonesia. Posisi kedua adalah dari Malaysia, kemudian disusul dari Papua New Guinea dan Guatemala.
Gambar 7. Negara Produsen Certified Sustainable Palm Oil (RSPO, 2014)
Perlu dicatat bahwa data CSPO dari Indonesia tersebut masih hanya mencakup data RSPO dan belum data dari ISPO. Selain itu, juga belum memperhitungkan volume produksi dari perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit yang sedang proses sertifikasi, baik melalui ISPO maupun RSPO. Jika data-data tersebut diperhitungkan (karena secara realitas sudah memenuhi sustainable) maka volume produksi CSPO dari Indonesia tersebut pasti lebih besar lagi (PASPI, 2016). Kementerian Pertanian sedang melakukan percepatan implementasi ISPO termasuk untuk perkebunan sawit rakyat Di targetkan tahun 2020 sekitar 80 persen perkebunan kelapa sawit Indonesia sudah memperoleh sertifikasi tata kelola perkebunan kelapa sawit berkelanjutan ISPO (PASPI, 2016). Industri Minyak Sawit Berkelanjutan Perkebunan kelapa sawit Indonesia di tahun 1980 meningkat dari sekitar 300 ribu Ha menjadi sekitar 11 juta Ha di tahun 2015 yang dapat dilihat pada Gambar 8.
17
Sumber : Kementrian Pertanian, 2014. Gambar 8. Perkembangan luas perkebunan kelapa sawit Indonesia 1980-2015
Pada tahun 1980 produksi CPO meningkat dari sekitar 700 ribu ton menjadi 31 juta ton di tahun 2015 dapat dilihat pada Gambar 9.
Sumber : Kementrian Pertanian, 2014. Gambar 9. Perkembangan produksi CPO Indonesia 1980-2015
Pertumbuhan produksi CPO Indonesia yang begitu cepat merubah posisi Indonesia pada pasar minyak sawit dunia. Pada tahun 2006, Indonesia berhasil menggeser Malaysia menjadi produsen CPO terbesar dunia dan pada tahun 2015 pangsa Indonesia mencapai 53 persen dari produksi CPO dunia, sedangkan Malaysia berada diposisi kedua dengan pangsa 33 persen dapat dilihat pada Gambar 10.
18
Sumber : Oil Word, 2015. Gambar 10. Perubahan pangsa Indonesia dalam produksi minyak sawit dunia
Produksi minyak sawit Indonesia sebagian besar ditujukan untuk ekspor, hanya sekitar 20-25 persen yang digunakan untuk konsumsi domestik dapat dilihat pada Gambar 11.
Sumber : BPS, 2015. Gambar 11. Penggunaan CPO Indonesia untuk ekspor dan konsumsi domestik
Konsumsi domestik tersebut, mencakup untuk industri oleofood, oleokimia, detergen/sabun dan biodiesel dapat dilihat pada Gambar 12.
Sumber : BPS, 2014. Gambar 12. Konsumsi CPO menurut Industri pengguna domestik
19
Sejak tahun 2011 Indonesia telah mendorong hilirisasi minyak sawit di dalam negeri melalui tiga jalur hilirisasi yakni jalur hilirisasi industri oleofood, jalur hilirisasi industri oleokimia dan jalur hilirisasi biofuel. Tujuannya selain meningkatkan nilai tambah juga mengurangi ketergantungan Indonesia pada pasar CPO dunia. Jalur hilirisasi biofuel dikaitkan dengan kebijakan mandatori biodiesel dari B-S (2010), B-10 (2012), B-15 (2014) dan B-20 (2016). Jalur ini bertujuan selain untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor bahan bakar minyak fosil juga mengurangi emisi dari bahan bakar minyak (BBM fosil) dari hasil wawancara dengan GAPKI. Untuk merealisasi kebijakan mandatori tersebut, produksi biodiesel berbasis minyak sawit (FAME: fatty acid methyl ester) ditingkatkan baik untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun untuk ekspor yang dapat dilihat pada Gambar 13.
Sumber : PASPI, 2016. Gambar 13. Produksi konsumsi dan ekspor biodiesel Indonesia
Volume ekspor minyak sawit Indonesia mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan produksi. Tahun 2008 ekspor minyak sawit Indonesia baru mencapai 15 juta ton, meningkat menjadi 26 juta ton (setara CPO) pada tahun 2015. Peningkatan volume ekspor minyak sawit Indonesia juga disertai dengan perubahan dalam komposisi produk ekspor dari hasil wawancara dengan GAPKI. yang dapat dilihat pada Gambar 14.
20
Sumber : PASPI, 2016. Gambar 14. Volume ekspor CPO dan olahan Indonesia
Kebijakan hilirisasi minyak sawit di dalam negeri telah berhasil memperbaikai komposisi ekspor masyarakat Indonesia dari dominasi minyak mentah menjadi dominasi minyak sawit olahan dari hasil wawancara dengan GAPKI. Jika tahun 2008 ekspor minyak sawit Indonesia sekitar 53 persen masih berupa minyak sawit mentah tahun 2015 berubah menjadi 70 persen sudah dalam bentuk minyak sawit olahan yang dapat dilihat pada Gambar 15.
Sumber : PASPI, 2016 Gambar 15. Komposisi ekspor minyak sawit Indonesia
Ekspor minyak sawit Indonesia menghasilkan devisa yang penting bagi perekonomian nasional. Kontribusi ekspor CPO dan produk turunannya sangai penting dan menentukan neraca perdagangan sektor non migas khususnya maupun perekonomian secara keseluruhan. Nilai ekspor CPO dan produk turunannya mengalami peningkatan dari USD 15,4 miliar (2008) meningkat
21
menjadi USD 21,6 milliar (2011) kemudian karena penurunan CPO dunia, turun menjadi USD 18,6 miliar (2015) yang dapat dilihat pada Gambar 16.
Sumber : PASPI, 2016. Gambar 16. Nilai ekspor minyak kelapa sawit dan turunannya Indonesia
Besarnya nilai ekspor minyak sawit tersebut merupakan net ekspor yang terbesar untuk ukuran satu kelompok iti dalam perekonomian Indonesia. Devisa hasil ekspor minyak sawit tersebut dari sudut pandang pembangunan juga lebih berkualitas dan berkelanjutan karena (1) dihasilkan dari kebun-kebun sawit pada 190 Kabupaten di Indonesia, (2) sekitar 42 persen disumbang oleh sawit rakyat, (3) komposisi produk olahan hasil hilirisasi domestik makin besar dan (4) dihasilkan dengan kreatifitas pelaku perkebunan dan tidak menggunakan subsidi dari pemerintah dari hasil wawancara dengan GAPKI.
22
Proses Pengolahan CPO (Crude Palm Oil) dari Tandan Buah Sawit Pengolahan kelapa sawit di pabrik bertujuan untuk memperoleh minyak sawit yang berkualitas baik. Proses tersebut berlangsung cukup panjang dan memerlukan kontrol yang cermat, dimulai dari pengangkutan tandan buah segar (TBS) atau brondolan dari tempat pengumpulan hasil (TPH) ke pabrik sampai dihasilkan minyak sawit dan hasil sampingnnya. Pada dasarnya ada dua macam hasil olahan utama TBS di pabrik, yaitu minyak sawit yang merupakan hasil pengolahan daging buah dan minyak inti sawit yang dihasilkan dari ekstraksi inti sawit. Secara ringkas tahap-tahap proses pengolahan TBS sampai dihasilkan minyak diuraikan sebagai berikut : Pengangktan TBS ke Pabrik TBS yang baru dipanen harus segera diangkut ke pabrik karena harus segera diolah dan tidak boleh melebihi delapan jam setelah panen. Buah yang tidak segera diolah akan mengalami kerusakan. Pemilihan alat angkut yang tepat dapat membantu mengatasi kerusakan buah selama pengangkutan. Jadwal kedatangan alat angkut ke lokasi panen dan pabrik harus diatur sedemikian rupa agar sesampainya dikebun, tandan yang harus diangkut sudah tersedia. Alat angkut yang dapat digunakan dari perkebunan ke pabrik, di antaranya lori, traktor gandengan atau truk (Susanti, 2015). Stasiun Penerimaan TBS (Tandan Buah Segar) Stasiun penerimaan TBS (Tandan Buah Segar) terdiri atas 2 yakni (Susanti dan Rahmadani, 2015) : 1) Jembatan Timbang (Weighting Bridge) Penimbangan bertujuan untuk mengetahui produktivitas kebun sehingga memerlukan
data
berat,
asal
kebun,
bagian,
blok.
Setiap
truk
yangmengangkut TBS ke pabrik ditimbang terlebih dahulu di jembatan timbang (Weighting Bridge) untuk memperoleh berat sewaktu berisi (bruto) dan sesudah dibongkar (tarra). Selisih antara brutto dan tarra adalah jumlahTBS yang diterima di PKS (netto). Selain TBS, pada jembatan timbang dilakukan juga penimbangan terhadap pengiriman CPO dan inti
23
sawit, janjang kosong, fiber, dan pupuk untuk afdeling kebun. Jembatan timbang (Weighting bridge) dapat dilihat pada Gambar 17.
Gambar 17. Jembatan timbang (Weighting bridge)
2) Buah yang telah ditimbang kemudian masuk ke stasiun sortasi (flat from),yang bertujuan untuk melakukan proses sortasi dan grading terhadap bahan baku yang tersedia setiap harinya, serta sebagai evaluasi proses pemanenan yang ada pada kebun. Dimana luas areal lokasi sortasi ini 50 cm x 30 cm, setelah dilakukan sortasi maka selanjutnya buah akan dimasukan ke dalam loading ramp.Lokasi sortasi (flat from) ini dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18. Lokasi sortasi (flat from)
Stasiun Loading Ramp Buah yang telah selesai ditimbang, dibawa ke loading ramp dan dituang ke tiap-tiap bays dari loading ramp, kemudian diisikan kedalam lori-lori yang berkapasitas ± 20 ton TBS dengan cara membuka pintu bays yang diatur dengan sistem pintu hydraulic menggunakan elektromotor yang berfungsi untuk membagi ke dalam lori (tempat buah). Loading Ramp dapat dilihat pada Gambar 19.
24
Gambar 19. Loding Ramp
Fungsi loading ramp adalah: 1) Tempat menampung TBS dari kebun sebelum diproses. 2) Mempermudah pemasukan TBS kedalam lori. 3) Mengurangi kadar kotoran dan untuk memisahkan kotor-kotoran seperti pasir dan kerikil dan sampah yang terikut. Lori merupakan alat yang berfungsi sebagai penampung buah yang jatuh dari loading ramp dan wadah untuk merebus TBS. Lori berbentuk keranjang balok dengan sejumlah lubang pada tiap sisi yang berfungsi untuk menyebarkan steam yang masuk pada saat perebusan.Untuk mempermudah pengakutan lori pada bagian depan dan belakangnya terdapat bentuk silinder sebagai penyangga link chain dari hosting crank. Masing – masing lori dihubungkan dengan rantai untuk mempermudah penarikan. Kapasitas lori 5 ton, dengan ukuran lori panjang 2600 mm, lebar 1700 mm dan tinggi 1865 mm (Susanti dan Rahmadani, 2015). Lori dapat dilihat pada Gambar 20.
Gambar 20. Lori
Stasiun Perebusan (Sterilizer) Setelah lori penuh berisi TBS, kemudian ditarik dengan menggunakan capstand dan selanjutnya dimasukkan ke dalam sterilizer, yaitu bejana uap tekan 25
yang digunakan untuk merebus buah. Rebusan adalah bejana uap bertekanan yang digunakan untuk merebus TBS dengan uap (steam) (Susanti dan Rahmadani, 2015). Sterilizer dapat dilihat pada Gambar 21.
Gambar 21. Sterilizer
Lori buah dimasukkan ke dalam stasiun perebusan untuk direbus dengan tujuan : 1) Menurunkan kadar air dalam daging buah. Air yang ada di dalam buah akan menguap akibat pengaruh panasyang tinggi pada proses sterilisasi. Penurunan kadar air sangat penting dalam pengolahan pendahuluan dalam bejana pengaduk (digester) karena mempermudah serat buah terurai antara satu dengan yang lainnya. 2) Menghentikan aktifitas enzim Sebelum dinonaktifkan buah kelapa sawit mengandung lipase dan oksidase yang terus bekerja dalam buah. Dalam hal ini enzim lipase bertindak sebagai katalisator dalam pembentuk peroksida yang kemudianberubah menjadi gugus aldehid dan keton. Senyawa terakhir ini jika dioksidasi lagi akan membentuk asam lemak bebas. Untuk menghentikan aktifitas enzim tersebut maka harus dilakukan perebusan minimal pada temperatur 50ºC. 3) Pelepasan buah dari tandannya. Di dalam buah terdapat zat-zat polisakarida yang bersifat sebagaizat perekat yang akan terhidrolisa dan pecah menjadi monosakarida yang lain. 4) Melunakkan daging buah (pericarp) Pericarp yang telah direbus menjadi lunak dan hal ini mempermudah proses pengempaan. Pericarp ini mudah terlepas dari biji karena ketahan mekanis dari ikatan antara pericarp dengan biji akan menurun sehingga bagian mesocarp
26
dan biji dapat dilepas satu sama lain di bagian digester dan akan terpisah sempurna di bagian depericarper. 5) Mempersiapkan biji untuk memperoleh inti biji Kadar air dalam cangkang akan berkurang dengan adanya proses pemanasan dan mengakibatkan elastisitas terhadap benturan saat pada pemecahan biji berkurang. Siklus
perebusan
TBS,ditambah dengan
adalah waktu
waktu untuk
yang
diperlukan
memasukan lori
untuk
merebus
ke rebusan dan
mengeluarkannya. Proses perebusan dilakukan dengan sistem 3 puncak, dimana puncak pertama dan kedua bertujuan untuk memberikan tekanan kejut sehingga buah lepas dari tandan serta membuat udara di rebusan agar pemanasan pada masa tahap optimum (temperatur tercapai). Puncak ketiga bertujuan untuk mematang buah dan melunakan daging buah. Waktu yang digunakan untuk perebusan adalah 90 menit, sedangkan waktu untuk satu siklus perebusan 110 – 20 menit. Tahapantahapan yang dilakukan dalam perebusan tripel peak (Susanti dan Rahmadani, 2015) : 1.
Persiapan perebusan. Setelah lori-lori dimasukkan kedalam rebusan, pintu ditutup, kran-kran inlet steam, exhaust dan kondensat ditutup.
2.
Deaerasi Inlet steam dibuka dan kran kondensat dibuka untuk membuang udara-udara yang ada didalam rebusan selama 3 – 5 menit.
3.
Puncak 1 Kran kondensat ditutup, inlet steam dibuka sampai mencapai tekanan 1,5 kg/cm2. Setelah tekanan tercapai, kran inlet steam ditutup dan kran kondensat dibuka hingga tekanan mencapai 0 kg/cm2.
4.
Puncak 2 Kran kondensat ditutup dan kran inlet steam dibuka hingga mencapai tekanan 2,0 kg/cm2. Setelah mencapai tekanan 2,0 kg/cm2 kran inlet steam ditutup dan kran kondensat dibuka hingga mencapai tekanan 0,5 kg/cm2.
5.
Puncak 3 Kran kondensat ditutup dan kran inlet steam dibuka hingga mencapai tekanan 2,8 – 3,0 kg/cm2. Setelah mencapai tekanan tersebut,semua kran ditutup dan
27
ditahan selama 45 menit, kemudian kran exhaust dibuka dan setelah mencapai tekanan 1,0 kg/cm2, kran kondensat dibuka hingga mencapai tekanan 0 kg/cm2.
Gambar 22. Grafik sistem perebusan tiga puncak (tripel peak) 6.
Pengeluaran lori Pintu rebusan dibuka dan lori-lori dikeluarkan dengan menggunakan bantuan capstand . Faktor – faktor yang mempengaruhi proses perebusan : - Tekanan uap dan lama perebusan Tekanan dan lamanya waktu perebusan sangat penting karena mempengaruhi hasil perebusan dan efisiensi pabrik sendiri. Apabila tekanan dan waktu perebusan tidak cukup dapat menyebabkan beberapa kerugian, yaitu: 1) Buah kurang masak, sebagian brondolan tidak lepas dari tandan (unstriped bunch) yang menyebabkan kerugian minyak dalam janjangan kosong bertambah. 2) Pelumatan pada digester tidak sempurna, yaitu sebagian dagingbuah tidak lepas dari biji sehingga mengakibatkan proses pengempaan tidak sempurna dan mengakibatkan kerugian minyak pada fibre. 3) Ampas (fibre) basah yang menyebabkan pembakan dalam ketel uap tidak sempurna. sedangkan apabila perebusan terlalu lama dapat menyebabkan : 1) Buah
menjadi
memar,
kerugian
minyak
dalam
air
rebusan
(kondensat),dan janjangan kosong bertambah. 2) Merusak mutu minyak dan inti.
28
Stasiun Bantingan (Thressing) Pembantingan atau Perontokan buah (thressing station) adalah proses pemisahan brondolan dari janjang buah kelapa sawit setelah dari sterilizer dengan menggunakan mesin threser. TBS yang telah direbus kemudian di angkat dengan menggunakan hoisting crane untuk dituang kedalam hopper (bagian dari threser). Tandan yang telah direbus dimasukkan kedalam threser yang berputar sehingga tandan buah rebus dibanting. Adanya bantingan maka buah akan terlepas dari janjangannya. Buah yang keluar dari kisi-kisi jatuh ke dalam conveyor under kemudian ditransfer ke digester. Janjangan kosong yang tidak lolos pada jeruji karena ukuranya, akan keluar melalui bagian depan threser yang terbuka dan jatuh kesuatu conveyor untuk ditransfer menuju cacahan (incenerator). Kapasitas padathresser ini 25-45 ton, dengan lama proses pemipilan berkisar 1 menit (Susanti dan Rahmadani, 2015). Alat Thessher dapat dilihat pada Gambar 23.
Gambar 23. Thessher
Stasiun Pelumatan (Digetser) Digester merupakan sebuah tabung silinder berlapis dan mempunyai as putar yang dilengkapi dengan pisau pengaduk. Pisau-pisau ini dibuat bersilang antara satu dengan yang lainnya agar daya aduk pisau ini cukup besar dan letak pisau dibuat miring, sehingga buah yang diaduk turun naik agar proses pelumatan menjadi lebih sempurna serta membuat pericarp pecah dan terlepas daribijinya. Di dalam proses digester sebagian telah terjadi pemisahan antara cairan dengan padatan sehingga membentuk adonan. Alat ini berfungsi untuk melumatkan Loose Fruit sebelum diproses didalam mesin screw press. Tujuan pelumatan ini adalah membuka daging buah (mesocarp), sehingga mempermudah dalam proses
29
pengempaan (pressing ) (Susanti dan Rahmadani, 2015). Digester dapat dilihat pada Gambar 24.
Gambar 24. Digester
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses pengadukan ini (Susanti dan Rahmadani, 2015) : 1) Minyak yang terbentuk dalam proses pengadukan harus dikeluarkan karena jika minyak dan air tersebut tidak dikeluarkan maka akan bertindak sebagai bahan pelumas sehingga gaya gesekan akan berkurang dimesin press. 2) Digester harus selalu penuh atau sedikitnya ¾ dari kapasitas digester. Hal ini dilakukan agar terjadi penekanan buah didalam digester untuk masuk ke dalam screw press sehingga akan terjadi pengepresan yang sempurna. Stasiun Pengepressan (Pressing) Stasiun pengepresan melakukan pengambilan minyak seoptimal mungkin. Pengepresan dilakukan di dalam alat scew press yang dilengkapi dengan 2 buah ulir berlawanan arah dengan tekanan 50 – 60 kg/cm2. Scew press dapat dilihat pada Gambar 25.
Gambar 25. Scew press
30
Akibatnya dengan adanya tekanan lumatan dari digester yang masuk ke scew press akan terperas dan mengeluarkan minyak yang dikeluarkan melalui oil gutter dan dialirkan ke sand trap tank, sedangkan nut dan fibre dari screw press dikirim ke cake breaker conveyor pada Kernel Recovery Station untuk diteruskan ke sparating colomb untuk di olah menjadi inti sawit. Ekstrak crude oil dari mesin screw press kemudian ditambahkan dengan kondensat sebagai dilution water. Campuran crude oil dan dilution water ini dinamakan diluted crude oil (DCO). Dilution water yang ditambahkan berfungsi untuk mempermudah proses pemisahan antara crude oil dengan sludge pada Clarification Station (Susanti dan Rahmadani, 2015). Stasiun Klarifikasi (Clarification Station) Crude oil yang berasal dari condensate tank masih mengandung kotoran dari daging buah seperti lumpur, air dan lain-lain. Keadaan ini menyebabkan penurunan mutu CPO, maka untuk mendapatkan CPO yang memenuhi standar diperlukan pemurnian CPO tersebut. Proses clarification station terdiri dari (Susanti dan Rahmadani, 2015) : 1) Oil Gutter Minyak yang keluar dari mesin Press akan mengalir melalui pipa yaitu Oil Gutter. Oil Gutter ini akan membawa minyak yang keluar dari mesin Press menuju ke Sand Trap Tank. 2) Sand Trap Tank Minyak yang berasal dari screw press selanjutnya di-press di sand trap tank untuk menahan pasir ke COT sebelum di-press pada clarifier station.Sand trap tank dapat dilihat pada Gambar 26.
31
Gambar 26. Sand Trap Tank
3) Vibrating Screen Fungsi dari vibrating screen adalah untuk menyaring minyak (crude oil) dari serabut, ampas dan pasir yang dapat mengganggu proses pemisahan minyak. Vibrating screen yang digunakan bertipe double deck (dua kali penyaringan) dengan saringan pertama 20 mesh dan saringan terakhir 40 mesh yang selanjutnnya dialirkan ke COT. Vibrating screen dapat dilihat pada Gambar 27.
Gambar 27. Vibrating Screen
4) Crude Oil Tank (COT) Minyak dari Vibrating Screen akan ditampung di Crude Oil Tank. Fungsi tangki ini adalah untuk mengendapkan zat-zat yang tidak larut dalam minyak yang lolos dari Vibrating Screen. Agar minyak tidak membeku dan tidak terikat dengan padatan yang masih ada maka di alirkan suhu panas melalui pipa Steam dengan suhu antara 90-95 °C.Crude oil tank dapat dilihat pada Gambar 28. 32
Gambar 28. Crude Oil Tank
5) Continuous settling tank Minyak dalam tank ini masih bercampur dengan sludge (lumpur, air dan kotoran lainnya). Di sini, minyak dipisahkan dari sludge berdasarkan perbedaan berat jenis (minyak berada di bagian atas). Minyak bersih dari continuous tank dialirkan ke top oil tank, sedangkan sludge dialirkan ke sludge tank. 6) Oil Tank Oil tank ini merupakan tangki untuk peyimpanan minyak setelah pengendapan di Clarifier. Minyak yang berada di dalam Oil Tank masih mengandung sedikit kotoran-kotoran yang perlu untuk dihilangkan. Oleh karena itu minyak di dalam Oil Tank dipanaskan dengan suhu 80-90 °C. Oil tank yang dapat dilihat pada gambar 29.
Gambar 29. Oil Tank
7) Vacuum Dryer
33
Vaucum dryer ini berfungsi untuk mengeringkan minyak pada kondisi vacuum melalui proses pengkabutan agar kadar airnya lebih rendah, untuk memudahkan proses pengkabutan temperatur minyak dijaga berkisar antara 90 0C – 95 0C, kevacuuman di dalam vacuum dryer berkisar antara -75 sampai dengan -76 bar, karena apabila kondisi vacuum terlalu tinggi maka minyak akan terikut dalam uap air sedangkan apabila kondisi kevacuuman terlalu rendah maka kadar air (moisture) pada minyak akan tinggi.Vaucum dryer yang dapat dilihat pada Gambar 30.
Gambar 30. Vacuum Dryer
8) Storage Tank Minyak dari vacuum dryer, kemudian dipompakan ke storage tank (tangki timbun). Minyak yang dihasilkan dari daging buah berupa minyak yang disebut Crude Palm Oil (CPO). Kapasitas masing – masing tangki adalah 2000 ton dengan temperatur 45-55 0C dengan tujuan agar tidak cepat beku. Storage tank dapat dilihat pada Gambar 31.
34
Gambar 31. Storage Tank
9) Vibrating Screen Sludge Fungsi dari vibrating screen sludge hampir sama vibrating screen, tetapi digunakan untuk menyaring sludge yang masih mengandung kotoran-kotoran padat. Vibrating screen sludge yang digunakan bertipe single deck (satu kali penyaringan) dengan saringan 30 mesh. Selanjutnya dipompakan ke sludge tank.Vibrating screen sludge dapat dilihat pada gambar 32.
Gambar 32. Vibrating Screen Sludge
10) Sludge Tank Sludge yang telah tersaring dari vibrating screen sludge dan masih mengandung minyak ditampung dalam sludge tank untuk sementara sebelum dipompakan ke sand cyclone. Sludge dipanaskan pada suhu 95º C dengan menggunakan steam coil. Sludge tank dapat dilihat pada Gambar 33.
Gambar 33. Sludge tank
11) Sand Cyclone
35
Pada sand cyclone, pasir yang terikut pada sludge dari sludge tank dipisahkan dengan rutin setiap 15 menit. Pasir yang terpisahkan jatuh ke bawah dan ditampung dengan sand collecting tank. Sludge yang bersih keluar dari bagian atas dan dialirkan ke Buffer tank untuk didistribusikan ke sludge centrifuge. 12) Buffer Tank Sludge yang keluar dari sand cyclone ditampung sementara kedalam balance tanksebelum didistribusikan ke 6 unit sludge centrifuge. Balance tank ditempatkan pada posisi tinggi agar memudahkan pengaliran sludge, sehingga sludge pada centrifuge selalu dalam keadaan penuh. 13) Sludge Centrifuge Sludge centrifuge berfungsi untuk memisahkan minyak yang masih terdapat pada sludge. Dengan adanya gaya gerak vertikal sentrifugal maka minyak akan terkumpul ditengah dan akan mengalir ke reclaimed oil tank yang kemudian dipompakan ke COT tank untuk didaur ulang, sedangkan sludge akan keluar melewati nozzle dan keluar dari sludge centrifuge menuju sludge pit. 14) Sludge Pit Sludge yang keluar dari centrifuge dialirkan ke sludge pit untuk ditampung sementara dan sebelum dialirkan kembali ke kolam limbah. Minyak pada lapisan atas meluap melalui skimmer dan dialirkan ke COT tank untuk didaur ulang, sedangkan sludge turun melalui under flow menuju bak sludge pit kedua sebelum dialirkan menuju sediment pond. Stasiun Kernel (Kernel Plant) Kernel plant ini berfungsi untuk memproses campuran ampas (fibre) dan biji (nut) yang ke luar dari screw press diproses untuk menghasilkan Inti sawit (kernel) sebagai hasil produksi yang siap di pasarkan dan cangkang (shell) serta fibre sebagai bahan bakar boiler. 1.
Pemecahan Ampas Kempa di Cake Breaker Conveyor Ampas kempa yang keluar dari screw press terdiri dari serat dan biji yang masih mengandung air yang tinggi dan berbentuk gumpalan. Oleh karena itu dipecah dengan alat pemecah cake breaker conveyor, kemudian
36
ampas akan di angkut menuju fibre cyclon. Untuk mempermudah pemecahan gumpalan ampas dan terbentuknya ampas yang memenuhi standar sebagai bahan bakar pada ketel uap, maka di lakukan pemanasan cake breaker conveyor yang mempuyi suhu90-95 0C sehingga air pada ampas akan berjalan dengan sempurna yang menyebabkan kadar air pada ampas akan turun dan mudah diproses lebih lanjut pada depericarper (Nurhidayati, 2010). Cake breaker conveyor dapat dilihat pada Gambar 34.
Gambar 34. Cake breaker conveyor
2.
Pemisahan Ampas dan Biji di Depericarper Depericarper adalah suatu alat tromol tegak dan panjang yangujungnya terdapat blower pengisap serta fibre cylone. Depericarper berfungsi untuk memisahkan ampas dan biji serta membersihkan biji dari sisa – sisa serabut yang masih melekat. Ampas dan biji yang masih akan terpisah dalam cake breakar conveyor kemudian masuk ke depericarper. Dalam depericarper ampas kering (fibre) yang beratjenisnya lebih ringan dari biji akan terhisap oleh blower untuk di salurkan ke fiber cydone, kemudian di tampung ke dalam instansi ketel uap untuk dijadikan bahan bakar pada ketel uap sedangkan biji (nut) yang berat jenisnya lebih besar akan jatuh ke nut polishing drum (Nurhidayati, 2010). Depericarper dapat dilihat pada Gambar 35.
37
Gambar 35. Depericarper
3.
Drum Pemolis di Nut Polishing Drum Nut
Polishing
Drum
adalah
suatu
drum
kerangka
berputar
yangmempunyai plat-plat yang dipasang miring pada dinding bagian dalam dan pada asnya. Alat ini berfungsi membersihkan sisa ampas yang masih ada di dalam kernel. Nut yang sudah bersih masuk ke conveyor dan di antar ke nut transfort fan. Nut transfort fan akan menghisap nut dan dihantarkan ke nut silo sedangkan batu/ kotoran lain akan jatuh karena berat jenisnya lebih besar (Nurhidayati, 2010). Nut Polishing Drum dapat dilihat pada Gambar 36.
Gambar 36. Nut polishing drum
4.
Pemanasan Biji di Nut Silo Biji yang ada di nut transport fan akan dibawa ke nut silo, tempat penyimpanan kernel sementara, untuk dikeringkan dengan uap panas, 38
pengeringan ini bertujuan untuk memudahkan pemecahan biji dan terlepasnya inti dari cangkang. Selain itu pemanasan ini juga untuk mengurangi kadar air inti. Nut silo berbentuk segi empat dan bagian bawahnya berbentuk kerucut segi empat (Nurhidayati, 2010). Di bagian bawah kerucut segi empat terdapat nut feeder sebagai umpan masuk ke dalam ripple mill.Nut silo ini dapat dilihat pada Gambar 37.
Gambar 37. Nut silo
5.
Pemecahan Biji di Ripping Machine (Ripple Mill) Dari nut silo, nut akan jatuh kedalam alat pemecah nut. Ripple mill merupakan alat yang berfungsi untuk memecah nut dengan cara penggesekan dimana dalam alat tersebut dilengkapi dengan rotorbar yang berbentuk pipa yang berjumlah 46 buah untuk masing-masing ripple mill. Ripple mill terbagi menjadi 3 buah berdasarkan ukuran dari nut tersebut yaitu besar, sedang dan kecil. Prinsip kerja dari alat ini adalah nut yang masuk dari nut silo, dijatuhkan ke dalam rotorbar dengan kecepatan 626 rpm, dimana nut-nut tersebut akan ditekan sehingga menjadi terpisah antara cangkang dan intinya dan akan digiling, kemudian jatuh pada CM conveyor dan diangkut menggunakan alat CM elevator(Nurhidayati, 2010). Ripple mill ini dapat dilihat pada Gambar 38.
39
Gambar 38. Ripple mill
6.
Pemisahan Inti dan Cangkang (phenoumetic separator) Pemisahan kernel dengan cangkang yang telah dipecah dilakukan dengan pemisahan kering dan pemisahan basah. Pemisahan kering dilakukan dengan Light Tenera Dust Separation (LTDS). LTDS merupakan alat yang berfungsi untuk memisahkan antara kernel, nut dan fiber yang masih terikut selama proses pengolahan. Untuk LTDS kadar losses yaitu 1%. Prinsip yang digunakan dalam LTDS ini adalah dengan diberikannya angin oleh fan, sehingga dapat memisahkan antara cangkang, fiber dan nut. LTDS ini dapat dilihat pada Gambar 39. LTDS terbagi menjadi 2 yaitu: a) LTDS I, yang dimana masih banyak terdapat fiber halus b) LTDS II, yang dimana cangkang kasarnya cukup banyak dan fiber rendah
Gambar 39. LTDS (Light Tenera Dust Separation)
40
Pada pemisahan basah dilakukan dengan claybath. Claybath merupakan bak lumpur yang berisi CaCO3, air dan abu.Alat ini berfungsi untuk memisahkan cangkang dan inti yang berasal dari LTDS II. Prinsip yang digunakan pada claybath ini adalah memisahkan antara cangkang dan nut dengan campuran dengan bantuan putaran. Penambahan CaCO3 dimana sebelumnya dipastikan stirrer telah dijalankan. Jalankan motor penggerak vibrating screen, jalankan pompa sirkulasi larutan untuk mengisi cyclone tempat pemisahan, pastikan umpan selalu dalam keadaan konstan dan kapasitas pompa sirkulasi agar disetting secukupnya untuk menghindari turbelensi pada bak pemisahan. Claybath ini dapat dilihat pada Gambar 40.
Gambar 40. Claybath
Langkah – langkah pemisahan cangkang dengan kernel yang dilakukan adalah sebagai berikut (Nurhidayati, 2010) : a) Nut yang telah dipecah di Ripple mill diangkut ke LTDS I dengan bantuan elevator. Dengan bantuan hisapan udara (Blower), fraksi yang lebih ringan yaitu serabut, cangkang halus dan debu akan terhisap ke atas sedangkan fraksi berat yaitu cangkang kasar dan inti akan jatuh ke grading drum. b) Pada grading drum dilakukan pemisahan cangkang kasar dan kernel. Pada tahap ini inti bulat akan masuk ke LTDS II dan kemudian melalui kernel transfort fan, kernel akan dikirim ke kernel silo. Sedangkan kernel pecah dan cangkang kasar akandibawa oleh conveyor 41
ke clay bath. c) Di dalam clay bath akan terjadi pemisahan antara inti dengan cangkang melalui proses pengapungan dengan menggunakan caulin. Claybath adalah cairan yang berat jenisnya diantara beratjenis cangkang dan kernel. Berat jenis kernel lebih rendah dari pada berat jenis cangkang sehingga kernel akan terapung dan cangkang akan tenggelam. Pada claybath berat jenis larutan yang digunakan adalah 1,15 – 1,18. Dengan bantuan conveyor, kernel pecah yang telah terpisah dari cangkang akan dibawa ke LTDS II, lalu dibawa ke kernel silo. 7. Kernel silo dryer Kernel silo dryer merupakan alat yang berfungsi dalam pemasakan dengan menggunakan steam, bertujuan agar nut mudah untuk dipecah, untuk mendapatkan kadar air kernel sesuai standar yaitu kecil dari 8%. Prinsip yang digunakan adalah pemberian steam pada silo dryer dengan suhu berkisar antara 90-95 °C dimana waktu penahanan kernel adalah 14-15 jam (Nurhidayati, 2010). Kernel silo dryer ini dapat dilihat pada Gambar 41.
Gambar 41. Kernel silo dryer
8.
Kernel Silo Bin Kernel silo bin merupakan tempat untuk penyimpanan kernel sebelum dikirim/dipasarkan. Kernel storage berbentuk silinder terbuat dari plat aluminium berbentuk lengkung disambung dan melingkar keatas. Kernel storage memliki sebuah fan agar uap air yang terkandung dalam inti dapat keluar dan tidak menyebabkan kondisi dalam storage lembab, yang kemudian menyebabkan timbulnya jamur pada inti. Inti dari kernel silo diangkut ke
42
kernel storage menggunakan screw conveyor dan pneumatic conveyor serta kernel elevator. Didalam gudang inti kelembaban udara tidak boleh lebih dari 70% (Nurhidayati, 2010). Gambar kernel silo bin dapat dilihat pada Gambar 42.
Gambar 42. Kernel silo bin
43
Gambar 43. Proses Pengolahan Crude Palm Oil (CPO)
44
Proses Pengolahan Crude Palm Kernel Oil (CPKO) dari Inti Sawit Adapun
tahap-tahap
proses
pengolahan
minyak
inti
sawit
yaitu
(Nurhidayati, 2010) : Jembatan Timbang Kernel yang dihasilkan dari pabrik kelapa sawit (PKS) pertama-tama ditimbang di stasiun penimbangan untuk mendapatkan berat gross dan di bongkar di stasiun pengumpulan kernel. Setelah dibongkar truk ditimbang kembali untuk mendapatkan berat netto kernel. Saat bahan baku berupa inti sawit (Palm kernel) diterima kemudian diambil sampel oleh petugas laboratorium untuk diuji kadar air, kadar minyak dan kadar kotorannya sesuai dengan kesepakatan diawal kontrak antara pihak perusahaan dengan pihak PKS Loading Rump Inti sawit dimasukkan keselokan penampungan sementara yang dilakukan oleh bagian bongkar muat (Loading Rump). Dari parit penampungan inti sawit (Palm Kernel) dibawa dengan conveyor menuju bak penampungan sementara. Pada bak penampungan inti sawit disaring untuk dipisahkan dari bahan material (besi, batu, paku dan plat besi) yang ikut dalam tumpukan inti sawit. Silo Inti Inti sawit (Palm Kernel) diangkut dengan menggunakan elevator menuju ke silo (tempat penampungan berbentuk kerucut berfungsi sebagai tempat menyimpaninti sawit). Kemudian, dari silo inti sawit dialirkan ke hopper (tempat penampungan inti sawit di dalam pabrik sebelum ke mesin pres). Kernel-pressing Inti sawit (Palm Kernel) lalu masuk ke mesin fipress (mesin yang berfungsi untuk mengepres inti sawit menjadi bungkil kelapa sawit). Minyak inti sawit hasil dari fipress dan secondpress masuk ke dalam selokan penampungan dialirkan masuk ke bak penampungan lalu di saring di niagara filter. Niagara Filter Pada Niagara filter dilakukan pemisahan minyak kasar dengan ampas sehingga diperoleh minyak bersih siap ke tangki timbun. Dari niagara filter minyak inti sawit masuk ke tangki penampungan sementara, setelah proses 45
produksi berjalan selama 24 jam, minyak kelapa sawit di dalam tangki diukur (setiap jam 8 pagi) lalu dialirkan ke tangki penampungan yang lebih besar untuk dijadikan stok. Bungkil kelapa sawit hasil dari fipress dialirkan ke mesin secondpress (untuk mengambil sisa minyak yang masih ada). Bungkil kelapa sawit hasil dari pengepresan secondpress dialirkan ke selokan penampungan, denganmenggunakan ulir, bungkil kelapa sawit tersebut dimasukkan ke gudang bungkil yang berada di sebelah pabrik produksi. Agar bungkil kelapa sawit tidak terlalu panas sebelum masuk ke gudang, bungkil tersebut di semprot dengan air. Tangki Timbun Crude Palm Kernel Oil (CPKO) yang telah dimurnikan kemudian langsung disalurkan ke storage tank. Untuk penimbunan sementara CPKO sebelum dikirim ke pabrik pengolahan selanjutnya atau di eksport ke luar negeri. Untuk lebih jelas, proses pembuatan CPKO dapat dilihat pada Gambar 44.
Gambar 44. Proses pengolahan minyak inti sawit (CrudePalm Kernel Oil, CPKO)
46
KAJIAN ANALISIS DAN SINTESIS Tata Letak Aliran Proses Produksi dan Penanganan Bahan Baku Tata Letak Aliran Proses Produksi Crude Palm Oil (CPO) dan Kernel Pada dunia industri manufaktur, tata letak secara nyata mempunyai peran penting dalam meningkatkan kapasitas produksi terutama menyangkut efisiensi waktu, tempat, dan biaya. Perancangan tata letak meliputi pengaturan tata letak fasilitas-fasilitas operasi dengan memanfaatkan area yang tersedia untuk penempatan mesin-mesin, bahan-bahan perlengkapan untuk operasi, dan semua peralatan yang digunakan dalam proses operasi (Apple, 1990). Pabrik kelapa sawit memiliki mesin dan peralatan yang digunakan untuk kelancaran produksi. Sebagian besar peralatan dan mesin yang digunakan untuk proses produksi yaitu jenis mesin otomatis. Mesin dan peralatan dioperasikan oleh operator disetiap masing-masing panel control. Studi kasus pada PT. A merupakan salah satu pabrik kelapa sawit yang menerapkan tata letak dalam pengolahan Crude Palm Oil (CPO) berdasarkan aliran produksi (production line product atau product lay out). Tipe tata letak pada mesin dan fasilitas produksi PT. A diatur menurut prinsip “Machine after machine”, yaitu bahan baku dipindahkan dari satu operasi ke operasi berikutnya secara langsung. Menurut Gaspersz (2004) aliran produksi secara kontinu, menggunakan mesin yang melakukan proses produksi secara otomatis dengan bagian-bagian mesin yang berkerja secara langsung. Operator mesin hanya perlu melakukan pengontrolan dan pengecekan secara berkala. Tujuan utama dari tipe tata letak yang diterapkan oleh PT. A adalah mengurangi proses pemindahan bahan yang jauh (yang juga akhirnya berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan) dan memudahkan para pekerja PT. A dalam melakukan pengawasan di dalam aktifitas produksinya. PT. A mengolah tandan buah segar untuk diambil minyak dan intinya. Minyak mentah atau crude palm oil (CPO) dan inti (kernel) yang dihasilkan dari pabrik merupakan produk setengah jadi. PT. A memiliki kapasitas terpasang 45 ton/jam dengan rata-rata jam produksi adalah 24 jam/hari. Aliran proses produksi
47
CPO dan kernel yang ada di PT. A terdiri 3 aliran yaitu dapat dilihat pada Gambar 45, 46 dan 47 berikut. TBS
Jembatan Timbangan
Grading
Loading Ramp FFB Hooper
FFB Crusher
Continous Strelizier(CP1)
Thresher Empty Bunch Press pH Coocker
Digester(CP2) Screw Press
Stasiun Pemurnian CPO
Stasiun Kernel
B B B Sawit Gambar 45. Aliran Proses Produksi Pengolahan Tandan Buah B A
48
A
Stasiun Pemurnian CPO
Sand Trap Tank
Vibrating Screen
Crude Oil Tank
Distributing
Sludge Tank
Continous Clarifier Tank Re cyc le
Sand Cyclone
Oil Purifier Dilution Water (CP5)
Buffer Tank
Lig Phase
Decanter
Wet Oil Tank
Vacum Dryer (CP4)
Storage Tank
Heavy Phase Solid Sludge PIT Gambar 46. Aliran Proses Produksi CPO di Stasiun Pemurnian CPO (A)
49
B
Stasiun Kernel
Cake Brake Conveyor(CBC) Fibre Depricarper
Fibre
Nut Polishing Drum
Destoner
Fibre
Nut Silo
Boiler
Ripple Mill
Light Tenera Dry Separator(LTDS) 1
Cangkang
Light Tenera Dry Separator(LTDS) 2
Cangkang
Hydrocyclone
Cangkang
Kernel Silo
Kernel Bunker Gambar 47. Aliran Proses Produksi Kernel di Stasiun Kernel (B)
50
Daya saing minyak sawit di pasaran internasional sangat dipengaruhi oleh produktivitas dan kualitas dari segi efisiensi teknologi pengolahan sehingga pengoperasian pabrik kelapa sawit memiliki standar pabrik yang dapat dilihat pada Gambar 48. TBS Jembatan Timbang JJK ke lapangan Loading Ramp Uap
Condensate
Sterilizier(CP1) Thesser
Hooper
Loose fruits
Incinerator
Digester(CP2)
Abu Janjang
Screw Press
Ampas Press
Minyak
Depericarper
Vibrating Screen
Biji
Air Panas
Polishing Drum
Crude Oil Tank Uap
Nut Silo
Clarifier Tank Sludge+Oil
Nut Cracker
Sludge Tank
Pure Oil Tank Pneumatic Separating column
Oil Purifier Cangkang
Caly Bath Kernel+Cangkang
Sludge Separator/ Decanter
Vacum Dryer (CP4) Cangkang
Boiler
Kernel Silo (CCP2)
Effulent
20 kg/cm2
Steam
Kernel (JKS)
CPO (MKS) (CCP1)
Power House
B.P Vessel Steam (3-4 kg cm2) (CP5)
Sumber : Pahan, 2008 Gambar 48. Bagan alir proses kelapa sawit di PKS
Uap ke proses pengolahan
51
Aliran Rute Bahan Baku Kelapa sawit yang diambil berasal dari kebun sendiri, buah yang setelah dipanen oleh bagian kebun akan dibawa menggunakan geladak dorong dan ditaruh di tepi jalan. Buah yang berada di tepi jalan akan langsung di naikkan ke truk pengangkut. Bagian pemanenan yang ada di kebun mengkoordinasikan kepada bagian pengangkut mengenai waktu dan pada afdeling yang melakukan pemanenan. Truk pengangkut akan datang dan membawa kelapa sawit lalu di masukkan ke dalam pabrik. Peralatan Pemindahan Bahan Penentuan peralatan yang tepat dalam melakukan proses pemindahan bahan dapat turut menjaga dan mempertahankan kualitas bahan yang dipindahkan. Jenis peralatan pemindahan ada bermacam-macam jenisnya dari yang sifatnya permanen seperti conveyor dan ada yang fleksibel. Peralatan pemindahan di PT. A pada masing-masing bagian produksi bisa dilihat pada Tabel 6 berikut. Tabel 6. Peralatan Pemindahan Bahan di PT. A No. 1. 2.
Dari Kebun Truk
Ke Timbangan Grading
Alat pemindah Truk Manual
Bahan TBS TBS TBS (Sesuai Kriteria) TBS (Sesuai Kriteria))
3.
Grading
Loading Ramp
Manual
4.
Loading Ramp
FFB Hooper
Distributing Conveyor
5.
FFB Hooper
FFB Crusher
Discharge Conveyor
6.
FFB Crusher
Continous Steriliezer
Feeder Conveyor
7.
Continous Steriliezer
Thresher
SFB Conveyor
TBS (Rebusan)
8.
Thresher
Ph Coocker
MPD 1
Buah brondolan siap Press
9.
Thresher
Bunch Press
Empty Bunch Conveyor
Tandan kosong
10.
Ph Coocker
Digester
MPD 2
11.
Digester
Press
Gravitasi
TBS (Sesuai Kriteria) TBS (Sesuai Kriteria)
Buah brondolan siap press Buah brondolan siap press
52
No.
Dari
12.
Press
13. 14.
Sand Trap Tank Vibrating screen
15.
Crude oil tank
16.
Continous Clafier Tank
18. 19. 20.
Continous Clafier Tank Sludge tank Sand Cyclone Buffer Tank
21.
Decanter
22.
Wet Oil tank
17.
23.
Oil purifier
Ke Sand Trap Tank Vibrating Screen
Alat pemindah
Bahan
Pompa/Pipa
Minyak kasar
Pompa/Pipa
Minyak kasar
Crude oil tank
Pompa/Pipa
Minyak kasar
Continous Clafier Tank
Pompa/Pipa dan distributing pembagi minyak
Minyak kasar hasil penyaringan
Wet Oil tank
Gravitasi
Minyak kasar hasil pengendapan
Sludge tank
Gravitasi
Sludge
Sand Cyclone Buffer Tank Decanter Crude Oil Tank Oil purifier
Pompa/Pipa Pompa/Pipa Gravitasi
Sludge & minyak Sludge & minyak Sludge & minyak
Pompa/Pipa
Minyak
Pompa/Pipa
CPO
Vacum drayer& Pompa
CPO
Storage tank
Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa pemindahan bahan pada PT. Subur Agro Makmur sebagian besar menggunakan peralatan mesin, hal ini dikarenakan efisiensi waktu dan energi serta peralatan untuk mempercepat perpindahan dalam jumlah banyak, agar produksi dapat berjalan lebih maksimal. Selain stasiun utama sebagai inti proses pengolahan, sebuah PKS memerlukan dukungan stasiun penunjang dalam mendukung kelancaran operasional. Letak pendukung stasiun pada proses pengolahan PT. A disajikan pada Tabel 7.
53
Tabel 7. Letak Pendukung Proses Pengolahan. PT. A No.
Nama
1.
Main Office
Gambar
Letak Dekat perumahan dan pabrik, karena mempermudah semua karyawan untuk mengurus semua kegiatannya.
2.
Pabrik
Pertengahan kebun, karena untuk membuat semaksimal mungkin biaya pengangkutan TBS dari kebun ke pabrik.
3.
Workshop
Dekat gudang di depan, karena mempermudah petugas untuk mengambil alat-alat atau bahan digudang untuk digunakanan maintenance dan memlihara atau mencegah terjadinya kerusakan sebelum proses pengolahan dan memperbaiki alat apabila ada yang rusak.
4
Gudang alat-
Dekat workshop di depan, karena
alat dan
mempermudah memasukkan alat
bahan kimia
apabila datang dari truk dan mempermudah pengambilan barang oleh maintenance.
54
No.
Nama
5.
Laboratorium
Gambar
Letak Dekat administrasi pabrik, stasion proses, storage tank, dan limbah, karena lab sebagaiquality control(QC) yang mengambil sampel pada stasion proses, limbah, dan storage tank untuk menjaga kualitas mutu yang di input data ke administrasi.
6.
Water Treatment Plant
Dekat pabrik dan waduk, karena pengolahan air berasal dari waduk yang menjadi kebutuhan utama pabrik dalam pengolahan kelapa sawit.
7.
Boiler
Di belakang stasion proses atau terpisah dari stasion proses, karena bioler merupakan sumber energi yang di distribusikan untuk kebutuhan proses.
55
No.
Nama
Gambar
Letak
8.
Storage Tank
9.
Effeluent
Di belakang stasion boiler dan kurang lebih 200 m jarak ke waduk, karena untuk menghindari tercemarnya waduk dari limbah dan untuk tidak menggangu konsentrasi karyawan dalam pengolahan yang di timbulkan bau dari limbah.
10.
Apar (Alat Pemadam Api Ringan)
Di tempat yang bisa menimbulkan api sepeerti lab, fanel, workshop, dan lain.
Di depan pabrik, karena mempermudah dalam pemuatan CPO ke truk untuk pengeriman CPO tersebut.
Penanganan Bahan Baku Selama Proses Produksi Crude Palm Oil (CPO) Penanganan tandan buah segar dari kebun, yaitu diambil dari kebun dan dibawa menggunakan truk. Sesampainya di pabrik TBS akan ditimbang lalu di grading untuk menentukan TBS yang masuk kriteria produksi dan tidak. TBS yang masuk kriteria kemudian akan dialirkan ke FFB Crusher seteleah itu dilairkan dengan feeder conveyor kesetasiun perebusan continous sterilizer. Perebusan dilakukan dengan pemanasan TBS hingga temperatur 100-110 0C, tekanan 1 atm dan waktu 90 menit dengan steam yang berasal dari stasion bioler. 56
Buah kelapa sawit yang telah direbus dibawa ke bagian Theresher dengan menggunakan Sfb conveyor sebagai alat bantu. Pada stasiun ini buah kelapa sawit beserta janjangannya yang sudah mengalami proses perebusan tadi akan mengalami pemipilan (pembantingan) untuk melepaskan brondolan dari janjangannya. Proses pemipilan (pembantingan) ini terjadi akibat tromol berputar pada sumbu mendatar yang membawa TBS ikut berputar sehingga membantingbanting TBS tersebut dan menyebabkan brondolan lepas dari janjangannya, pembantingan janjangan ini didasarkan kepada berat janjangan itu sendiri. Pada bagian dalam thresher dipasang besi-besi perantara sehingga membentuk kisi-kisi yang memungkinkan brondolan keluar dari thresher. Brondolan yang keluar dari bagian bawah thresher dialirkan menggunakan MPD 1 untuk menuju pH coocker. pH cooker ini berfungsi untuk pemasakan ulang mempermudah pada saat di digester dengan suhu 80-90oC. Setelah dari pH coocker akan masuk kedalam digester melalui MPD 2. Sementara janjang kosong yang keluar dari belakang thresher dialirkan oleh empty bunch conveyor menuju bunch press yang bertujuan mengolah tandan kosong menjadi pupuk untuk kebun. Brondolan yang telah lepas dari janjang pada bagian thresher kemudian diangkut kebagian pencacahan dan pengadukan (digester). Digester merupakan sebuah alat yang sering juga disebut sebagai ketel aduk yang terdiri dari bejana vertikal yang dilengkapi dengan lengan pencacah (pisau-pisau
pengaduk)
dikendalikan oleh motor listrik untuk mempersiapkan bahan agar lebih mudah dikempa oleh press dengan kerugian minyak yang sekecil-kecilnya. Setelah mengalami pencacahan dan pengadukan, brondolan dikeluarkan dari bagian bawah digester menggunakan gravitasi untuk masuk ke press yang berada dibawah digester untuk dikempa. Tujuan pengempaan adalah mengekstraksi CPO dari rondolan yang telah cacah dengan oil losses dan nut pecah minimum pada ampas press (press cake). Penambahan air panas selama proses pengempaan sangat penting, hal ini dilakukan untuk pengenceran (dilution), sehingga fiber hasil dari mesin kempa tidak terlalu rapat. Karena jika massa fiber terlalu rapat maka akan dihasilkan cairan dengan viskositas tinggi yang akan menyulitkan proses pemisahan sehingga mempertinggi kehilangan minyak. Jumlah penambahan air berkisar 10-
57
15% dari berat tandan buah segar yang diolah dengan temperatur 90 0C. Dari hasil pengepressan menghasilkan Crude oil dan Press Cake yang berupa fiber dan nut.Crude oil
yang dihasilkan akan ditampung di Sand Trap Tank dengan
penambahan hot water,agar pemisahan pasir dan serat-serat yang terdapat dalam crude oil dapat berjalan dengan baik. Pada Station Pressing cairan yang keluar dari alat kempa terdiri dari campuran minyak, air dan padatan bukan minyak (NOS = non oil solid). Untuk memisahkan minyak dari fase lainnya perlu dilakukan dengan proses pemurnian yang disebut dengan klarifikasi. Minyak tersebut perlu segera dimurnikan dengan maksud agar tidak terjadi penurunan mutu akibat adanya reaksi hidrolisis dan oksidasi. Minyak yang telah keluar dari Press berupa oil, sludge, air dan pasir kemudian dialirkan ke Sand Trap Tank. Sand Trap Tank berfungsi untuk mengurangi jumlah pasir dalam minyak yang akan dialirkan keayakan, dengan maksud agar ayakan terhindar dari gesekan pasir kasar. Alat ini bekerja berdasarkan gravitasi yaitu mengendapkan padatan, di mana yang mempunyai berat jenis yang lebih berat yaitu pasir akan turun ke bawah dan terendapkan. Cairan yang keluar dari alat kempa terdiri dari campuran minyak, air, dan sludge. Stasiun pemurnian bertujuan untuk memurnikan CPO dari kotorankotoran tersebut. Minyak kasar diperoleh dari hasil pengempaan perlu dibersihkan dari kotoran, baik yang berupa padatan, sludge, maupun air tujuan dari pembersihan atau pemurnian minyak kasar yaitu agar diperoleh minyak dengan kualitas sebaik mungkin dan dapat dipasarkan dengan harga yang layak. Minyak yang dihasilkan dari pengempaan dialirkan menuju vibrating screen untuk disaring agar kotoran berupa serabut kasar tersebut dialirkan menuju crude oil tank (COT). Minyak kasar yang tertampung di crude oil tank dipanaskan hingga mencapai temperatur 90-95 0C untuk memperbesar berat jenis antara minyak, air dan sludge sehingga dapat membantu proses pengendapan, minyak dari COT kemudian dikirimkan ke tangki pengendap (continuous clarifier tank/CCT) yang dibantu alat distributing untuk membagi minyak ke continuous clarifier tank.
58
Di dalam continuous clarifier tank, minyak kasar terpisah menjadi minyak dan sludge karena adanya proses pengendapan. Dari continuous clarifier tank , minyak selanjutnya dikirim ke wet oil tank, sedangkan lumpur dikirim ke sludge tank. Sludge merupakan fase campuran yang masih mengandung minyak. Pada PKS, sludge diolah lagi untuk dikutib kembali minyak yang masih terkandung didalamnya. Sludge dari sludge tank dialirkan ke sand cyclone untuk memisahkan pasir sama sludge dan minyak. Setelah itu Sludge akan dimasukkan ke buffer tank untuk penampungan sementara sebelum masuk ke decanter. Setelah sludge masuk ke decanter untuk pemisahan sludge sama minyak yang kemudian dimasukkan kembali ke COT. CPO selanjutnya akan dipindahkan kembali ke Oil purifier untuk menghilangkan kotoran yang masih ada pada minyak, lalu dialirkan ke vacum drayer untuk mengurangi kadar air pada minyak. Setelah itu di CPO ditampung pada storage tank.
59
Critical Control Point dan Control Point Pada Proses Produksi CPO Critical Control Point (CCP) adalah suatu titik, tahap atau prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya (Hazard) dapat dicegah, dihilangkan atau dikurangi sampai batas yang diterima. Critical Control Point (CCP) tergantung dari Lay-out unit pengolahan, alur proses, peralatan, bahan tambahan, formula, dan program sanitasi. Control Point (CP) adalah suatu titik, tahap atau prosedur dimana faktor-faktor biologis, kimiawi maupun fisik dapat dikendalikan. Faktor Biologis yaitu pengendalian suhu/waktu, pemanasan dan pemasakan, pendinginan dan pembekuan, pengendalian pH, penambahan garam/pengawet, pengeringan, pengemasan, pengendalian sumber pembersihan dan sanitasi. Kimiawi yaitu pengendalian sumber, pengendalian produksi, dan pengendalian pelabelan. Fisik yaitu pengendalian sumber, pengendalian produksi dan pengendalian lingkungan. Pada proses pengolahan tandan buah sawit menjadi CPO (Crude Palm Oil) diidentifikasi sebagai titik kendal kritis (CCP) adalah CPO storage tank dan kernel silo operation, sedangkan pada batas kritis (CP) yaitu sterilizer operation, digestor operation, CF skimmer height, vacuum dryer operation, dan dilution water. CPO Storage Tank CPO Storage Tank adalah tempat penyimpanan minyak CPO (Crude Palm Oil) sementara, sebelum mengalami pengolahan lebih lanjut yang disimpan dalam tangki yang dapat dilihat pada Gambar 49.
Gambar 49. CPO Storage Tank
CPO Storage Tank merupakan tahapan terakhir proses pembuatan CPO (Crude Palm Oil) yang termasuk Critical Control Point (CCP), karena apabila 60
terjadi penyimpangan pada saat proses berlangsung akan menimbulkan bahaya terjadinya kontaminasi zat besi dari tangki penyimpanan apabila bagian dalam tangki tidak dilapisi dengan lapisan pelindung yang cocok (Poku, 2002). Tangki
penyimpanan
minyak
dipakai
sebagai
penampungan
atau
penimbunan minyak produksi dengan dilakukan pengukuran minyak produksi harian. Tangki penyimpanan berbentuk silinder di permukaan tanah yang didalamnya dilengkapi dengan pipa pemanas berbentuk spiral, dan pada bagian atas terdapat lubang untuk pengukuran dan lubang penguapan air. Tangki penimbunan minyak sawit memiliki kapasitas antara 500-3000 ton. Pemantauan yang dapat dilakukan adalah pemantauan persyaratan tangki penyimpanan sebagai penimbunan CPO yang baik (Mangoensoekarjo, 2003) adalah : 1.
Kebersihan tangki dijaga, khususnya terhadap kotoran dan air
2.
Jangan mencampur minyak berkadar ALB (Asama Lemak Bebas) tinggi atau minyak kotor dengan minyak berkadar ALB rendah atau bersih
3.
Membersihkan tangki dan memeriksa pipa-pipa uap pemanas, tutup tangki, dan alat-alat pengukur.
4.
Memelihara suhu sekitar 50 °C (40 – 60 °C)
5.
Pipa pemasukan minyak harus terbenam ujungnya dibawah permukaan minyak.
6.
Melapisi dinding tangki dengan damar epoksi (hanya untuk minyak sawit bermutu tinggi).
Tindakan koreksi yang dapat dilakukan apabila bahaya sudah tidak dapat dikendalikan adalah dengan cara mempertahankan temperatur penyimpanan minyak CPO dalam tangki sekitar 50 °C (40 – 60 °C) untuk mencegah pemadatan dan fraksinasi (Poku, 2002). Kernel Silo Operation Kernel yang sudah terpisah dari cangkang dan masih mengandung 12% air dimasaukkan ke silo pengering (kernel dryer) untuk diturunkan kandungan airnya hingga mencapai 7%. Jika kandungan air tinggi pada inti akan mempengaruhi nilai penjualan, karena jika kadar air tinggi maka asam lemak bebas (ALB) juga tinggi. Pada Kernel Silo ada 3 tingkatan yaitu atas 70 derajat celcius, tengah 60 derajat, bawah 50 derajat celcius. Pada sebagian pabrik kelapa sawit (PKS) ada
61
yang menggunakan sebaliknya yaitu atas 50 °C, tengah 60 °C, dan bawah 70 °C. Penurunan kadar air ini bertujuan untuk menonaktifkan kegiatan mikroorganisme sehingga proses pembentukan jamur atau proses kenaikan asam laurat (lauric acid) dapat dibatasi pada saat kernel disimpan (Pahan, 2008). Kernel silo dapat dilhat pada Gambar 50.
Gambar 50. Kernel drying
Kernel silo merupakan tahapan pengeringan kernel yang termasuk Critical Control Point (CCP), karena apabila terjadi penyimpangan pada saat proses berlangsung akan menimbulkan bahaya terjadinya kontaminasi minyak yang menyebabkan pembentukan jamurdan kadar minyak yang diperoleh rendah. Pemantauan yang dapat dilakukan dengan mengatur temperatur pengeringan tidak boleh kurang atau lebih dari yang ditetapkan. Jika temperatur kurang maka kadar air inti sawit masih tinggi sehingga mikroorganisme dalam inti sawit akan hidup sehingga akan menyebabkan pembentukan jamur,sebaliknya jika temperatur terlalu tinggi akan menyebabkan sulitnya memperoleh minyak pada inti sawit karna kebanyakan air didalamnya (Pahan, 2008). Sterilizer Operation Sterilizer memiliki bentuk panjang 26 m dan diameter pintu 2,1 m. Dalam sterilizer dilapisi wearing plat setebal 10 mm yang berfungsi untuk menahan steam, dibawah sterilizer terdapat lubang yang gunanya untuk pembuangan air kondesat agar pemanasan didalam sterilizer tetap seimbang. Dalam proses perebusan minyak yang terbuang ± 0,7%. Dalam melakukanproses perebusan diperlukan uap untuk memanaskan sterilizer yang disalurkan dari boiler. Uap
62
yang masuk ke sterilizer 2,8 – 3 kg/cm2, 140°C dan direbus selama 90 menit. Sterilizer dapat dilihat pada Gambar 51.
Gambar 51. Sterilizer
Sterilizer operation merupakan salah satu proses awal pembuatan CPO (Crude palm Oil) yang termasuk Control Point (CP), karena apabila terjadi penyimpangan pada saat proses berlangsung akan menimbulkan bahaya terjadinya kehilangan minyak dalam kondensat semakin tinggi, kandungan minyak dalam tandan kosong semakin tinggi karena terjadi penyerapan minyak oleh tandan kosong akibat terdapatnya rongga-rongga kosong dan mutu minyak sawit akan semakin menurun ditandai dengan penurunan nilai DOBI akibat perebusan yang berlebihan. Pemantauan yang dapat dilakukan adalah pengaturan isi lori agar buah disusun penuh sesuai kapasitas desain alat, melakukan deaerasi atau pembuangan udara dari sterilizer dilakukan dengan cara membuka pipa inlet, deaeration valve dan atau condensate valve. Udara dibuang dengan cara memasukkan uap secara cepat sehingga terjadi pencampuran antara uap dan udara. Karena udara lebih berat, maka udara akan turun ke bawah dan dibuang melalui deaeration valve atau melalui pipa kondensat. Deaeration akan berlangsung pada saat pembuangan air kondensat selama sistem perebusan berlangsung. Selain itu, pengaturan waktu perebusan dengan efisiensi ekstraksi minyak perlu diperhatikan karena perebusan tandan buah segar membutuhkan waktu dalam penetrasi uap hingga ke bagian buah yang paling dalam. Penetrasi uap semakin cepat apabila tekanan uap semakin tinggi sehingga lama perebusan yang menjadi penentu dan yang berpengaruh terhadap efisiensi ekstraksi dan mutu minyak.
63
Digestor Operation Digestor merupakan bejana yang dilengkapi dengan alat perajang dan pemanas untuk mempersiapkan bahan agar lebih mudah dikempa dalam screw press. Bejana dilengkapi dengan beberapa pasang lengan atau pisau pengaduk sehingga buah yang diaduk di dalamnya menjadi hancur karena diremas akibat gesekan yang timbul antara sesama buah dan diantara massa remasan dengan pengaduk serta dinding ketel. Tujuan peremasan adalah meremas buah sehingga daging buah lepas dari biji dan menghancurkan sel-sel yang mengandung minyak, agar minyak dapat diperas sebanyak-banyaknya pada pengempaan berikutnya. Digestor dapat dilihat pada Gambar 52.
Gambar 52. Digester
Digestor operation merupakan salah satu tahapan proses pembuatan CPO (Crude palm Oil) yang termasuk Control Point (CP), karena apabila terjadi penyimpangan pada saat proses berlangsung akan menimbulkan bahaya terjadinya kehilangan minyak dalam ampas akan tinggi dan kerusakan mutu minyak akibat pemanasan yang berlebihan karena merangsang terjadinya proses oksidasi. Pemantauan yang dapat dilakukan adalah pemantauan dalam penggunaan digester harus disesuaikan dengan kapasitas screw press agar tidak terjadi perubahan massa aduk yang dapat berakibat pada penurunan efisiensi ekstraksi. Digester yang penuh akan memperlama proses pengadukan dengan tekanan lawan yang kuat sehingga perajangan sempurna. Ketinggian buah dalam digester akan menimbulkan tekanan di dasar digester semakin tinggi dan tahanan lawan terhadap pisau semakin tinggi dan pemecahan kantong minyak serta pemisahan serat dengan serat lainnya akan semakin sempurna. Apabila tidak terisi penuh maka buah tidak terajang dengan sempurna dan dapat menyebabkan kehilangan 64
minyak dalam ampas akan tinggi. Pengisian yang tidak sempurna sering terjadi pada saat awal pengoperasian pabrik, hal ini dipaksakan akibat kekurangan persediaan bahan bakar. Selanjutnya, untuk menghindari kerusakan minyak dapat dilakukan pemantauan dengan pengaturan suhu panas yang dimasukkan dalam digester. Suhu yang dikehendaki adalah 90 °C dengan alasan bahwa pada suhu tersebut minyak sudah mencair dan mudah keluar dari kantong – kantong minyak, sedangkan yang masih berbentuk emulsi akan pecah menjadi minyak dan cairan lainnya. Semakin tinggi suhu digester maka perajangan akan semakin baik, memperingan kerja screw press dan mengurangi biji yang pecah. CF Skimmer Height Fungsi Skimmer dalam Continous Settling Tank (CST) adalah untuk membantu mempercepat pemisahan minyak dengan cara mengaduk (stirring) dan memecahkan padatan serta mendorong lapisan minyak yang mengandung lumpur (Sludge). Temperatur yang cukup (95 °C) akan memudahkan proses pemisahan ini. Prinsip bejana bertekanan diterapkan dalam mekanisme kerja di Continous Settling Tank (CST) sesuai alur proses produksi pabrik kelapa sawit. Skimmer height dapat dilihat pada Gambar 53.
Gambar 53. Skimmer height
Skimmer height merupakan salah satu tahapan yang termasuk Control Point (CP), karena apabila terjadi penyimpangan pada saat proses berlangsung akan menimbulkan bahaya banyaknya minyak yang terikut ke sludge karena pengaturan CST yang terlalu dalam, sedangkan pengaturan yang terlalu dangkal akan memperlambat pengutipan minyak dan dapat mengakibatkan CST menjadi penuh (mengurangi kapasitas kerja pemisahaan minyak). Pemantauan yang dapat
65
dilakukan adalah pengaturan skimmer yang disesuaikan dengan ketinggian minyak di Continous Settling Tank (CST) (max 60 cm dari ketinggian minyak) dan mempertahankan suhu tetap 95 °C membantu mempercepat pemisahan minyak. Vacuum Dryer Operation Vacuum dryer adalah bejana vacuum udara bertekanan 760 mmHg yang berfungsi untuk mengeringkan (mengurangi kandungan air) dalam minyak. Pada proses pengeringan minyak, minyak disemprotkan kedalam vacuum drier. Uap air yang terbentuk akan masuk ke kondensor (pendingin), kemudian dialirkan ketempat penampungan. Minyak yang jatuh kebagian bawah vacuum drier telah memiliki kadar air yang sangat rendah (kurang dari 0,2%). Minyak ini kemudian dialirkan ke tangki timbun. Selama disimpan di dalam tangki timbun, minyak terus dipanasi dengan suhu 60°C agar keadaannya tetap cair. Minyak yang berada dalam tangki timbun sudah siap dijual sebagai minyak kasar (crude oil) (Setyamidjaja, 2006). Vacuum dryer dapat dilihat pada Gambar 54.
Gambar 54. Vacuum dryer
Vacuum dryer operationmerupakan salah satu tahapan proses pembuatan CPO (Crude palm Oil) yang termasuk Control Point (CP), karena apabila terjadi penyimpangan pada saat proses berlangsung akan menimbulkan bahaya terjadinya peningkatan asam lemak bebas dan penurunan kualitas minyak. Pemantauan yang dapat dilakukan adalah pengaturan (1) Suhu minyak, dimana pemisahan air atau bahan mudah menguap semakin efektif bila suhu minyak semakin tinggi. (2) Kehampaan udara, dimana bahan lebih mudah menguap apabila dalam keadaan hampa udara. Kehampaan udara tergantung dari kemampuan steam injector atau
66
pompa vacuum, juga dipengaruhi fluktuas debit minyak masuk. (3) Pengaturan kapasitas alat, dimana semakin tinggi kapasitas alat yang sama maka penguapan air semakin lambat dan menghasilkan minyak yang bermutu jelek (Naibaho, 1996). Dilution Water Dilution water adalah air pengencer yang berasal dari hot water tank. Penambahan dilutionwater dilakukan setelah minyak diekstraksi dengan perbandingan antara air dan minyak kasar (1:1). Menurut Naibaho (1996) bahwa jumlah air pengencer yang dianjurkan adalah sebanding dengan jumlah minyak yang terdapat dalam cairan (crude oil), yaitu harus sesuai dengan norma yang ditetapkan oleh setiap Pabrik Kelapa Sawit (PKS). Dilution water dapat dilihat pada Gambar 55.
Gambar 55. Dilution water
Dilution watermerupakan salah satu tahapan yang termasuk Control Point (CP), karena apabila terjadi penyimpangan pada saat proses berlangsung akan menimbulkan
terjadinya
peningkatan
kandungan
air
cake
sehingga
mengakibatkan (1) pemecahan cake yang lebih sulit dalam cake breaker conveyor (CBC), (2) semakin tinggi kandungan air ampas, maka kalor bakarnya akan semakin menurun yang dapat memperkecil kapasitas dan efisiensi boiler, (3) pemeraman biji yang berkadar air yang tinggi dalam silo biji akan lebih lama dan dapat menyebabkan penurunan efisiensi ekstraksi biji yang lebih rendah. Selain itu, terjadi kerusakan mutu minyak, yaitu derajat bleachability yang jelek yang dapat diketahui dari nilai DOBI yang menurun. Pemantauan yang dapat dilakukan adalah pemberian air pengencer dilakukan dengan cara menyiram cake dalam
67
press-an dari atas bagian tengah atau di chute screw press dan jumlah air pengencer yang diberikan tergantung pada suhu air pengencer. Tindakan koreksi yang dapat dilakukan apabila bahaya sudah tidak dapat dikendalikan adalah dengan melakukan pengawasan terhadap pemanasan air dalam hot water tank dan mengatur jumlah air pengencer yang digunakan akan berpengaruh terhadap waktu retensi (retention time) dalam Continous Settling Tank (CST) yang sangat penting artinya dalam efisiensi pemisahan minyak dan kualitas minyak.
68
Quality Control Dalam Proses dan Manajemen Produksi Pada saat ini, kualitas bukan hanya dimaksudkan pada produk akhir saja, tetapi teliputi semua aspek teknis dan manajemen sejak awal suatu produk diproses hingga barang tersebut habis dan tidak terpakai lagi oleh konsumen. Kualitas adalah hal untuk mendapat sesuatu yang diinginkan dalam kesempatan pertama setiap waktu. Setiap proses harus menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan yang diinginkan. Sehingga diperlukan sistem yang dapat mengontrol setiap tahap proses tersebut. Penanganan produk yang baik akan membantu usaha mempertahankan mutu produk yang baik. Pengetahuan tentang komposisi dan sifat produk serta faktorfaktor yang mempengaruhi kerusakan minyak kelapa sawit akan sangat bermanfaat untuk menanganai produk secara tepat. Untuk menghindari kerusakan minyak maka perlu dilakukan pengendalian pada setiap kegiatan yang mempengaruhi kerusakan minyak. Kualitas produk yang dihasilkan ditentukan dari beberapa kegiatan pokok yang harus diperhatikan, diantaranya adalah mengawasi sistem panen dan transportasi. Pengawasan Penganngkutan Tandan Buah Segar (TBS) ke Pabrik Panen perlu mendapat pengawasan yang efektif karena perlakuan kurang baik dapat menyebabkan luka pada daging buah dan pembusukan buah. Hal ini akan menurunkan kualitas produk yang dihasilkan. Pengangkutan buah yang tidak segera dilakukan (restan) juga salah satu faktor yang mengurangi mutu buah yang akan diolah. Oleh sebab itu, perlu dibuat suatu ketetapan yang harus dipenuhi, yaitu buah harus sampai di PKS paling lambat 24 jam setelah panen. Penerimaan buah di loading ramp harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak terjadi penimbunan di pelataran yang memungkinkan terjadi luka pada buah akibat penggusuran dengan alat berat (loader). Pengawasan pengangkutan oleh kebun yang kurang mendapat perhatian sering mengakibatkan buah tercampur dengan pasir yang berbahaya bagi operasional PKS. Pengangkutan yang menempuh jarak terlalu jauh akan mempertinggi derajat kelukaan buah yang dapat mempengaruhi kualitas minyak yang dihasilkan.
69
Sistem Manajemen Produksi Perubahan kualitas minyak selama proses dipengaruhi oleh sistem pengolahan dan peralatan yang digunakan. Sistem pengolahan yang tidak dikelola dengan baik akan menghasilkan produk yang berkualitas rendah dan daya saing yang rendah. Faktor yang perlu diperhatikan untuk proses produksi agar tidak mempengaruhi kerusakan minyak diantaranya adalah menghindari pemakaian uap kering pada perebusan buah, menghindari pemakaian uap langsung pada stasiun pemurnian, menghindarkan pemanasan yang berlebihan di unit pengolahan dan mengendalikan penimbunan. Uap kering mempunyai temperatur lebih tinggi dibandingkan uap jenuh pada tekanan yang sama. Pemakaian uap kering pada perebusan buah akan menyebabkan proses oksidasi pada asam lemak tidak jenuh atau senyawa yang terkandung dalam minyak dan membentuk polimer yang sulit diserap pada proses pemucatan. Produksi uap yang rendah sering menimbulkan pemanasan dalam proses pengolahan. Oleh karenanya, produksi uap yang rendah mendorong operator untuk memanaskan cairan minyak dengan uap panas kering secara terbuka. Pemanasan dengan cara ini akan menyebabkan minyak kembali teremulsi yang mempersulit pengutipan minyak. Pemanasan uap langsung sering dilakukan pada COT dan sludge tank, walaupun tidak diperkenankan. Perlu diperhatikan bahwa oksidasi sangat mudah terjadi pada stasiun pemurnian karena didalam cairan tersedia logam pro-oksidan. Usaha peningkatan efisiensi ekstraksi dapat dilakukan dengan pemberian panas pada alat pengolahan seperti pada screw press. Hal ini bertujuan untuk membantu dalam pengeluaran minyak dari daging buah serta memanaskan air pengencernya. Keadaan ini sebenarnya menyebabkan terjadinya oksidasi pada minyak. Demikian juga halnya pada digester yang dipanasi pada temperature 100-110 °C dapat menyebabkan penggosongan minyak, mengingat kehadiran oksigen pada saat itu. Kegagalan penurunan kadar air pada minyakdengan alat vacuum dryer sering diatasi dengan menaikkan temperature pada oil tank yang
70
dapat menyebabkan penurunan kualitas minyak yang dihasilkan. Hal ini perlu dihindari agar kualitas minyak dapat dipertahankan. Standarisasi
pada
tangki
angkut
perlu
dilakukan
karena
dalam
pengangkutan, banyak truk tangki yang terlibat dan sulit melakukan pengawasan selama perjalanan. Pada alat angkut, perlu dilengkapi dengan alat pemanas dan pengontrol temperatur jika jarak pelabuhan jauh dari PKS. Pemanasan minyak pada tangki timbun PKS yang jaraknya jauh dari pelabuhan biasanya dilakukan pada temperatur tinggi dengan memperhitungkan bahwa minyak tersebut tiba di tangki pelabuhan pada temperatur di atas titik cair. Kualitas minyak dalam penimbunan dipengaruhi oleh cara penimbunan dan kondisitangki timbun. Untuk mencapai hasil yang baik, diperlukan pengaturan penimbunan. Pengaturan temperatur minyak sawit yang akan dipompakan ke truk tangki berkisar 50-55 °C. Kualitas minyak kelapa sawit (MKS) dan inti kelapa sawit (IKS) dipengaruhi oleh sistem panen yang diberlakukan. Kriteria matang panen yang bervariasi akan menyebabkan perbedaan kualitas MKS dan IKS. Pemanenan yang sesuai dengan norma-norma panen tidak akan menimbulkan pengaruh negative terhadap kualitas Penyimpangan akan selalu terjadi sehingga menyebabkan penurunan kualitas seperti pengutipan brondolan yang kotor serta pemotongan buah mentah. Dengan demikian, kualitas TBS yang diterima di pabrik tidak akan mendukung usaha peningkatan kualitas produk akhir yang dihasilkan seperti asam lemak bebasa yang tinggi. Manajemen menetapkan kualitas produk yang dapat dihasilkan oleh pabrik dengan tenaga kerja yang sudah ada dan dapat mengatasi apabila terjadi penyimpangan produk. Dalam pencapaian kualitas yang dihasilkan, perlu dipertimbangkan nilai ekonomis yang menyangkut efisiensi pengolahan, perubahan kapasitas oleh pabrik, dan manajemen pelaksanaannya. Produk Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel (PK) yang dihasilkan ditampung sementara dalam tangki penyimpanan yang siap didistribusikan ke konsumen. Dengan kualitas produk yang biasanya menjadi parameter konsumen yaitu kadar asam lemak produk, kadar kotoran yang ada dalam produk.
71
Quality Control (QC) Selama Proses Produksi Crude Palm Oil (CPO) dan PK (Palm Kernel) Quality Control (QC) berperan untuk menganalisis dan mengontrol tiap tahapan proses yang terjadi dan membandingkannya dengan standar yang ditetapkan dalam suatu produk. Hasil analisa yang dilakukan oleh laboran pada laboratorium QC dilaporkan setiap hari kepada Asisten QC. Laporan tersebut kemudian dilaporkan kembali kepada manager untuk selanjutnya dikirim ke pusat. Pada pabrik pengolahan Crude Palm Oil (CPO) dan Crude Palm Kernel Oil (CPKO), QC berperan mulai dari tahapan grading/sortasi sampai dengan produk CPO dan CPKO siap untuk dikirim ke konsumen. Dalam setiap tahapan proses produksi dilakukan berbagai analisa yang dilakukan oleh QC sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan guna mengetahui sejauh mana keoptimalan jalannya proses guna mendapatkan produk sesuai standar yang ditetapkan. Standar mutu yang ditetapkan untuk standar kehilangan minyak (Oil Losses) disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Standar Mutu kehilangan minyak (Oil Losses) Minyak terhadap TBS TBS diolah %OER Brondolan dijanjang kosong Janjang kosong Fibre Nut Final effluent TOTAL Sludge ex centrifuge Sumber : PT. B, 2010.
Target Budget Budget 0,05 0,30 0,58 0,05 0,42 1,40 0,28
Selanjutnya standar mutu yang ditetapkan untuk standar kehilangan kernel (Kernel Losses) disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Standar Mutu kehilangan kernel (Kernel Losses) Kernel terhadap TBS %KER Brondolan dijanjang kosong Fibre cyclone LTDS TOTAL Sumber : PT. B, 2010.
Target Budget 0,03 0,12 0,04 0,03
72
Berdasarkan sistem jaminan mutu ISO 9000 pada pabrik kelapa sawit, toleransi kehilangan minyak dalam air rebusan adalah maksimum 0,7 % dari kapasitas oleh tandan buah segar per harinya. Dengan kondisi kerja atau proses : Tekanan
= 2,8 – 3 kg/cm2
Masa rebus tiga puncak
= 90 – 110 menit
Temperatur
= 110 °C – 130 °C
Pada kondisi kerja dengan tekanan 3 kg/cm2, suhu 130 °C dan waktu 90 menit, untuk proses perebusan dengan sistem tiga puncak, kehilangan minyak telah melewati batas yang normal yaitu sebesar 0,7 %, namun perebusan telah mencapai hasil yang optimum dan sempurna yaitu berondolan sudah dilepas dari tandannya. Hal ini dapat dilihat pada proses selanjutnya dimana buah akan mudah terpipil, pengmpaan pada screw press sempurna sehingga kehilangan minyak pada stasiun ini semakin kecil. Selain itu minyak dapat mudah dipucatkan dan menghasilkan minyak yang kandungan asam lemak bebas (ALB) rendah sehingga dapat menghasilkan meningkatnya rendemen minyak. Pada proses pemisahan cangkang dan kernel pada conveyor juga semakin mudah. Dengan demikian keuntungan pada perusahaan semakin besar. Inilah sebabnya pabrik pengolahan kelapa sawit menggunakan tekanan 2,8 – 3 kg/cm2, waktu 90 – 110 menit pada suhu antara 110 – 130 °C untuk merebus tandan buah segar. Faktor kerusakan peralatan-peralatan juga termasuk dalam penyimpangan seperti rusaknya pintu rebusan sehingga kebocoran uap terjadi dan dapat memperpanjang masa perebusan yang mengakibatkan buah terendam lama dalam lori dan minyak yang terikut di dalam air kondensat semakin banyak. Selain itu, kerusakan roda lori yang disebabkan oleh tersisanya air kondensat di dalam rebusan membuat buah terisolasi oleh air kondensat,sedangkan faktor teknis yang menyebabkan penyimpangan ini terjadi adalah konsumsi uap dari BPV (Back Preassure Level) tidak memenuhi standar yang diinginkan yang diakibatkan oleh dropnya uap di stasiun loading, kerja sama yang kurang terkoordinir antara stasiun loading ramp dan sterilizer serta perbaikan dan penggantian peralatan yang rusak kurang mendapatkan perhatian dari bengkel. Upaya pemecahan masalah tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu pemasukan lori buah mentah dan pengeluaran buah masak harus
73
diperhitungkan dengan cermat, perlu diadakan penyuluhan kepada operator dan karyawan pabrik berupa pengolahan sebelum pelaksanaan kerja terutama dalam penanggulangan kecelakaan kerja dan diusahakan agar tekanan uap di boiler tetap yaitu 19 – 20 kg/cm2 . Pada
Setiap
evaluasi
dicantumkan
penyimpangan
yang
terjadi,
penyebabnya, apakah keadaan tersebut sering berulang dan pada kondisi yang bagaimana agar mempermudah proses pengendalian kualitas. Hal ini dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam melakukan perbaikan peralatan, proses, bahan baku, bahan pendukung, desain dan pengolahan. Maka dengan perencanaan yang baik, adanya keterpaduan transpor buah ke pabrik dan penerimaan buah di pabrik, sumber daya manusia yang berkualitas dan peralatanperalatan dalam kondisi baik akan memberikan manfaat dan keuntungan bagi pabrikyaitu meningkatkan rendemen minyak yang diperoleh. Parameter Uji Produksi Mutu Minyak Kelapa Sawit 1. Kandungan Asam Lemak Bebas atau Free Fatty Acid (FFA) Analisis
FFA merupakan analisis
yang menunjukkan sejumlah
kandungan asam lemak bebas dalam minyak yang rusak karena peristiwa oksidasi atau hidrolisis. Dalam reaksi hidrolisis menurut Ketaren (1986), minyak atau lemak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Semakin banyak asam lemak bebas yang terdapat dalam suatu minyak maka akan mengakibatkan ketengikan dalam minyak tersebut yang akhirnya berpengaruh terhadap rasa dan bau dalam minyak. Parameter ini yang menentukan jumlah asam lemak bebas yang terkandung dalam suatu sampel minyak yang dapat dilihat pada Gambar 56. Asam lemak bebas merupakan asam-asam lemak yang tidak berikatan. Pada minyak yang dihasilkan dari minyak kelapa sawit, asam lemak bebas dihitung sebagai asam palmitat. Asam palmitat merupakan asam lemak jenuh yang memiliki jumlah atom C16.
74
Gambar 56. Hasil Analisa FFA
Metode yang digunakan adalah dengan melakukan titrasi asam-basa menggunakan titran basa Sodium Hidroksida (NaOH) dan indikator Phenolphtalein (PP), dimana titik akhir titrasi ditandai dengan timbulnya warna merah jambu. Banyaknya asam lemak bebas sebanding dengan berat basa (dalam gram) yang dibutuhkan untuk menyabunkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 100 gram minyak. Menurut Ketaren (1986), reaksi dari hidrolisis minyak serta penetapan asam lemak bebas secara titrimetri yang dapat dilihat pada Gambar 57.
Gambar 57. Reaksi dari hidrolisis minyak
75
2. Bilangan Peroksida atau Peroxide Value (PV) Analisis PV (Peroxide Value) digunakan untuk menetukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Peroksida dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan yang dapat dilhat pada Gambar 58.
Gambar 58. Hasil analisa bilangan peroksida
Besarnya bilangan perioksida didasarkan pada pengukuran konsentrasi peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk pada diawal oksidasi lemak. Miliekivalen peroksida per kilogram lemak ditentukan dengan titrasi iodometri. Bilangan peroksida ini bersifat dinamis sehingga perlakuan khusus harus diterapkan dalam menangani sampel yang dianalisis. Tingginya bilangan peroksida menjadi indikator tengiknya suatu lemak. Bilangan peroksida dapat bernilai kecil karena oksidasi sedikit terjadi atau karena konsentrasi peroksida telah berkurang. 3. Bilangan Iodin atau Iodine Value (IV) Bilangan iodin menunjukkan besarnya tingkat ketidakjenuhan asam lemak yang menyusun minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh mampu mengikat iodin dan membentuk senyawaan yang jenuh. Banyaknya iodin yang diikat menunjukkan banyaknya ikatan rangkap. Semakin banyak ikatan rangkap asam lemak tidak jenuh dalam suatu minyak maka semakin banyak juga iodin yang diikat. Angka iodin dinyatakan sebagai banyaknya gram iodin yang diikat oleh 100 gram minyak atau lemak nilai free fatty acid berbanding
76
terbalik dengan nilai iodin value yang dapat dilihat pada Gambar 59. Semakin rendah %FFA, semakin tinggi nilai IV, sebaliknya semakin tinggi nilai %FFA semakin rendah nilai IV. Minyak goreng yang baik adalah yang memiliki nilai IV tinggi, jadi semakin rendah % FFA kualitas minyak goreng semakin baik.
Gambar 59. Proses dan hasil analisa bilangan iodin
Penentuan bilangan iodin biasanya menggunakan cara Hanus, Kaufmann dan Wijs. Perhitungan bilangan iodin dari masing-masing cara tersebut adalah sama yaitu berdasarkan atas prinsip titrasi. Pereaksi halogen berlebih ditambahkan pada contoh minyak atau lemak yang akan diuji, lalu setelah reaksi sempurna kelebihan pereaksi ditetapkan jumlahnya dengan cara titrasi. Metode yang digunakan adalah titrasi iodometri dengan penambahan indikator amilum sebagai penanda titik akhir titrasi ketika titrat sudah berwarna kuning. Penambahan amilum akan merubah warna larutan menjadi hitam dan titik akhir titrasi dicapai ketika titrat berubah warna dari hitam menjadi putih. Reaksi penetapan bilangan iodin dapat dilihat poda Gambar 60.
77
Gambar 60. Reaksi penetapan bilangan iodin
4. Warna (Colour) Analisa warna berguna mengukur warna pada sampel minyak maupun lemak yang dapat dilihat pada Gambar 61.
Gambar 61. Alat Tintometer Zat warna dalam minyak terdiri dari dua golongan yaitu : 1. Zat warna alamiah Zat warna alamiah terdiri dari α dan β karoten, xantofil, klorofil dan antosianin. Zat warna ini menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan dan kemerah-merahan. 2. Warna akibat oksidasi dan degradasi komponen kimia yang terdapat dalam minyak 78
Warna gelap pada minyak disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol. Dalam Ketaren (1986) disebutkan bahwa warna cokelat pada minyak terjadi karena reaksi molekul karbohidrat dengan gugus pereduksi seperti aldehid serta gugus amin dari molekul protein yang disebabkan karena aktivitas enzim-enzim seperti fenol oksidasi, polifenol oksidasi dan sebagainya. Untuk keperluan industri dan pemakaian secara umum pengukuran warna pada minyak dilakukan dengan menggunakan alat tintometer. Warna pada minyak dapat diketahui dengan membandingkan warna contoh dengan warna standar. 5. Air dan Pengotor (Moisture and Impurities) Analisis moisture digunakan untuk menentukan nilai kandungan zat menguap dalam minyak, yaitu jumlah zat/bahan yang menguap pada suhu 130 °C, termasuk didalamnya air serta dinyatakan sebagai berkurangnya berat apabila sampel dipanaskan pada suhu 130 °C. Terdapat dua metode yang digunakan yakni metode hot plate dan oven yang dapat dilihat pada Gambar 62.
Gambar 62. Proses analisa moisture dan impurities
Penetapan kadar air pada minyak dan lemak dapat ditentukan dengan berbagai cara yaitu : 1. Cara Hot Plate Cara hot plate dapat digunakan untuk menentukan kadar air dan bahan lain yang menguap yang terdapat dalam minyak dan lemak. Cara tersebut dapat digunakan untuk semua jenis minyak dan lemak termasuk emulsi seperti mentega serta minyak kelapa dengan kadar asam lemak bebas yang tinggi.
79
Untuk minyak yang diperoleh melalui ekstraksi dengan pelarut menguap cara tersebut tidak bisa digunakan. 2. Cara Oven Terbuka Cara oven terbuka digunakan untuk lemak hewani dan nabati tetapi tidak dapat digunakan untuk minyak yang mengering (drying oils) atau setengah mengering (semi drying oils). 3. Cara Oven Hampa Udara Cara oven hampa udara dapat digunakan untuk semua jenis minyak dan lemak kecuali minyak kelapa dan minyak yang sejenis yang tidak mengandung asam lemak bebas lebih dari 1%. Implementasi Produksi Bersih Konsep Produksi Bersih Konsep Cleaner Production dicetuskan oleh United Nation Enviromental Program (UNEP) pada bulan Mei 1989. UNEP menyatakan bahwa Cleaner Production merupakan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif, terpadu dan diterapkan secara kontinu pada proses produksi, produk, dan jasa untuk meningkatkan eko-efisiensi sehingga mengurangi resiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan (Purwanto, 2005). Menurut Purwanto (2005) secara singkat produksi bersih memberikan dua keuntungan : 1. Meminimalkan terbentuknya limbah sehingga dapat melindungi kelestarian lingkungan hidup. 2. Efisiensi dalam proses produksi, sehingga dapat mengurangi biaya produksi. Sebagai suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif, produksi bersih memberikan keuntungan dan manfaat antara lain (Purwanto, 2005) : 1. Menghemat dalam pemakaian bahan baku 2. Mengurangi biaya pengelolaan limbah 3. Mencegah terjadinya kerusakan lingkungan 4. Mengurangi bahaya terhadap kesehatan dan keselamatan kerja 5. Meningkatkan daya saing produk
80
6. Meningkatkan image yang baik terhadap perusahaan Pola pendekatan produksi bersih dalam melakukan pencegahan dan pengurangan limbah yaitu dengan strategi 1E4R (Elimination, Reduce, Reuse, Recycle, Recovery/Reclaim) (Purwanto, 2005). 1. Elimination (Pencegahan) Elimination adalah upaya untuk mencegah timbulan limbah langsung dari sumbernya, mulai dari bahan baku, proses produksi samapai produk. 2. Reduce (Pengurangan) Reduce adalah upaya untuk menurunkan atau mengurangi timbulan limbah pada sumbernya. 3. Reuse (Pakai ulang/penggunaan kembali) Reuse adalah upaya yang memungkinkan suatu limbah dapat digunakan kembali tanpa perlakuan fisik, kimia dan biologi. 4. Recycle (Daur ulang) Recycle adalah upaya mendaur ulang limbah untuk memanfaatkan limbah dengan memprosesnya kembali ke proses semula. 5. Recovery/Reclaim (Pungut ulang/ambil ulang) Recovery/reclaim adalah upaya mengambil bahan-bahan
yang masih
mempunyai nilai ekonomi tinggi dari suatu limbah, kemudian dikembalikan ke dalam proses produksi dengan atau tanpa perlakuan fisik, kimia dan biologi. Tingkatan terakhir dalam pengelolaan lingkungan adalah pengelolaan dan pembuangan limbah apabila upaya produksi bersih sudah tidak dapat dilakukan : a) Treatment (Pengolahan) Treatment dilakukan apabila seluruyh tingkatan produksi bersih telah dikerjakan, sehinggan limbah yang masih ditimbulkan perlu untuk dilakukan pengolahan agar buangan memenuhi batu mutu lingkungan. b) Disposal (Pembuangan) Disposal limbah bagi limbah yang telah diolah. Beberapa limbah yang termasuk dalam kategori berbahaya dan beracun perlu dilakukan penanganan khusus. Tingkatan pengolahan limbah dapat dilakukan berdasarkan konsep produksi bersih dan pengelolaan limbah sampai dengan pembuangan (Weston dan Stuckey,
81
1994). Penekanan dilakukan pada pencegahan atau minimalisasi timbulan limbah dan penolahan maupun penimbunan merupakan upaya terakhir yang dilakukan bila uapaya dengan pendekatan produksi bersih tidak mungkin untruk diterapkan (Purwanto, 2005). Penerapan Produksi Bersih di PT. C Beberapa aspek berkaitan dengan produksi bersih yang telah di terapkan di PT. C sesuai dengan pola pendekatan produksi bersih dalam melakukan pencegahan dan pengurangan limbah antara lain adalah : 1. Elimination (Pencegahan) Eleminasi atau pencegahan tentunya dilakukan dari tahap awal kemungkinan munculnya limbah produksi yaitu pada saat baik pemanenan maupun pengangkutan tandan buah segar (TBS) dari kebun menuju pabrik. Untuk masalah pemanenan pastinya dilakukan oleh orang kebun yakni tenaga kerja pemanenyang artmya dari pihak proses produksi harus menentukan dan memberi tahu orang yang berada di bagian kebun tentang criteria TBS yang sesuai dengan permintaan pabrik. Tidak hanya cukup itu saja, upaya eliminasi juga di lakukan dengan memberlakukan peraturan dan sangsi berupa denda pengurangan/pemotongan
netto jika terdapat buah yang busuk, buah
pasir, tandan kosong dan juga buah kurang matang, buah matang serta buah kurang matang yaitu
sebesar tidak lebih dari 2%. Rumus denda
pengurangan/pemotongan netto pada PT. C terdapat pada Tabel 3. Buah yang di panen di kebun akan di kumpulkan oleh para petani panen pada tempat tertentu untuk kemudian di angkut oleh truk pengangkut buahdan di bawa ke pabrik untuk di proses. Proses loading atau muat buah dari tempat tempat penumpukan buah ke dalam truk dilakukan dengan meminimalkan kerusakan/luka pada buah. Krani angkut diberikan penjelasan secara intensif bagaimana cara loading yang tepat sehingga meminimalkan bantingan maupun tusukan pada buah sehingga kerusakan/ buah luka dapat diminimalisir karena jika buah sawit terdapat luka maka enzim akan sangat cepat untuk bereaksi dan pada akhirnya akan meningkatkan kadar asam lemak bebas Crude Palm Oil (CPO).
82
Krani angkut (Truk Pengangkut) di wajibkan untuk memakai jaring penahan pada atap truk guna mencegah jatuhnya buah pada saat distribusi dari kebun ke pabrik, walaupun dengan cara tersebut tidak mencegah sepenuhnya terjadi ceceran/jatuhnya buah akan tetapi cara tersebut mencerminkan perhatian perusahaan dalam meminimalkan limbah. 2. Reduce (Pengurangan) Salah satu upaya produksi bersih dalam meningkatkan efisiensi produk adalah dengan melakukan perbaikan serta perawatan peralatan secara berkala, hal ini di lakukan karena pada dasarnya peralatan yang di gunakan pada proses produksi akan mengalami penurunan efektifitas kerja karena adanya aus pada komponen alat maupun kerusakan pada mesin sehingga tidak bekerja secara optimal. Pentingnya dilakukan perawatan dan perbaikan secara berkala ini dapat mencegah turunnya efektifitas kerja mesin sehingga mampu selalu bekerja pada kondisi optimumnya yang dapat dilihat pada Gambar 63.
Gambar 63. Perawatan salah satu mesin
PT. Cmenerapkan maintenant di setiap hari kerja dengan menyisihkan waktu khusus stiap mulai produksi yaitu pada pagi hari. Para pekerja pada masing-masing station juga diwajibkan untuk mengecek dan membersihkan alat-alat yang di gunakan dalam prosesproduksi sehingga dapat mengurangi resiko kerusakan alat pada waktuproduksi berlangsung. Peningkatan/penurunan penerimaan tandan buah segar (TBS)berakibat pada banyak atau sedikitnya berpengaruh
pada
bahan
efektifitas
kerja
baku yang diolah yang akhirnya mesin
dan
efesiensi
produksi.
Meningkat/menurunnya pasokan TBS di pengaruhi oleh berbagai taktor
83
misalnya saja produktivitas, faktor cuaca, maupun teknis sehingga buah yang dihasilkan oleh kebun jumlahnya bervariasi. 3. Reuse (Penggunaan ulang) Pendekatan konsep reuse pada industri ini terlihat pada penanganan limbah padatnya dimana limbah padat tidak dibuang percuma tetapi digunakan kembali untuk proses lainnya dalam kebutuhan industri. Penanganan limbah padat di PT. C meliputi beberapa hal antara lain adalah : a. Tandan Kosong Sawit (TKS) Tandan Kosong Sawit (TKS) adalah hasil samping dari proses thresing dimana tandan buah segar (TBS) yang masuk alat threser akan di lepaskan buahnya (berondolan) dari tandanya sehingga berondolan di kirim ke stasiun press dan TKS di buang sebagai hasil samping. Therser dapat dilihat pada Gambar 64.
Gambar 64. Threser
Menurut Harisandi (2009) sebelum dibuang atau diaplikasikan ke lahan sebenarnya TKS masih di press untuk mendapatkan minyak yang masih terkandung didalamnya sekitar 1-3%. Minyak tersebut meresap dari proses sterilisasi dimana di berikan tekanan 3 bar yang mengakibatkan minyak keluar dari buah dan meresap ke tandannya. Akan tetapi di mill PT. C ini pengepresan ulang tidak dilakukan karena alat yang dibutuhkan tidak tersedia sehingga industri ini kehilangan produk mentahnya sebesar 1-3 % dari setiap proses produksi. Setelah di Press TKS dengan menggunakan gaya gravitasi tersebut secara otomatis jatuh ke elevetor dan kemudian dijatuhkan ke tempat penimbunan sementara TKS untuk kemudian dibawa
84
ke kebun dan ditimbun untuk digunakan sebagai pupuk. Penampungan TKS sementara dapat dilihat pada Gambar 65.
Gambar 65. Penampungan TKS sementara
b. Sludge Sludge adalah hasil samping industri lumpur yang di hasilkan dariproses pengolahan CPO ini masih mengandung mineral-mineral seperti N,Ca, Mg, Fe dan S yang berguna untuk kesuburan tanah sehingga tidak dibuang begitu saja tetapi di manfaatkan kembali ke lahan untuk di jadikanpupuk atau bahkan di jual kepada masyarakat setempat yang berminat. Sludge yang dihasilkan oleh PT. C yang dapat dilihat pada Gambar 66.
Gambar 66. Sludge (lumpur)
c. Cangkang dan Serat Cangkang dan serat juga merupakan hasil samping dalam industri Crude Palm Oil (CPO) ini, keduanya dihasilkan dari proses pengolahan minyak dan pembentukan kernel, tetapi dalam hal ini cangkang dan serat tidak bisa dikatakan sebagai limbah balikan dapat dikatakan sebagai bahan
85
baku penunjang karena cangkang dan serat di gunakan sebagai bahan bakar boiler. Serat
dan
cangkang
yang
terbentuk
dari
proses
dialirkan
melaluikonveyor untuk mengisi bahan bakar pada boiler sebagai bahan bakarpembangkitnya
(waste
to
product).
Untuk
fiber
75%
dan
cangkanghanya 25%. Fiber dan cangkang tersebut langsung dialirkan ke boiler setelah lepas dari kernel station maka formulasi perbandingan tersebut tidak dapat sesuai dengan yang diinginkan oleh karenanya pada PT. C ini ada satu pekerja yang ditugaskan khusus membuka lubang conveyor tempat aliran cangkangke boiler agar persentasi antara fiber dan cangkang yang masuk ke boiler sesuai dengan yang diinginkan. Hal ini tidak efektif yang seharusnya dapat dilakukan oleh sebuah mesin otomatis. 4. Recycle (Daur Ulang) Proses daur ulang dilakukan pada limbah cair sawit yang terakumulasi pada kolam-kolam pembuangan. Limbah cair yang di hasilkan di industri ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu : a. Limbah cair dari proses sterilisasi Limbah
cair
dari
sterilisasi
ini
ditimbulkan
dari
proses
pengerukan/pengeluaran TBS dari sterilizer yang dimana mengandung minyak bercampur air yang merembes keluar dari buah sebelum dilakukan pressing. Limbah tersebut di alirkan melalui selokan yang berujung kepada fatfit tank (tanki penampungan minyak) yang berfungsi untuk menampung minyak rembesan sebelum dialirkan ke stasiun klarifikasi untuk di murnikan. b. Limbah Cair Proses Limbah ini dihasilkan dari stasiun klarifikasi yang bertugas memurnikan minyak dari sludge dan air. Pada limbah cair proses, meskipun telah melewati stasiun klarifikasi tapi tidak sepenuhnya limbah yang di hasilkan merupakan limbah 100%, tetapi masih terdapat minyak yang terkandung di dalamnya. Limbah dari stasiun klarifikasi di alirkan langsung ke kolam limbah untuk diolah lebih lanjut. Limbah pada kolam pertama (mixing pond) merupakan kolam limbah cair yang relatif pekat dibanding
86
kolam lainnya karena masih mengandung banyak minyak yangterakumulasi dari proses klarifikasi sebelumnya sehingga dalam waktutertentu minyak tersebut di tank kembali dengan menggunakan pompa keFat Fit Tank untuk kembali dimurnikan di stasiun klarifikasi dan di ambil minyaknya (recycle) sehingga dengan ini di maksudkan minyak yang terbuang menjadi seminimal mungkin. Fat Fit Tank dapat dilihat pada Gambar 67.
Gambar 67. Fat Fit Tank
5. Recovery /reclaim Recovery/reclaim adalah upaya mengambil bahan-bahan yang masih mempunyai nilai ekonomi tinggi dari suatu limbah, kemudian dikemballkan ke dalam proses produksi dengan atau tanpa perlakuakn fisika, kimia dan biologi. Pada proses klariflkasi yakni untuk melakukan proses penjernihan yang dihasilkan dari proses press. Selanjutnya Crude Oil dipompakan ke Continus Sentling Tank (CST) guna memisahkan antara minyak, sludge dan pasir halus dengan menggunakan prinsip perbedaan berat jenis. Sludge yang dihasilkan dari Continus Sentling Tank (CST) yang masih mengandung minyak maksimum 12% kemudian menuju Sludge tank, Buffer Tank dan kemudian separator akan masuk kepipa yang menuju ke Fat Fit Recovery Pond. Fat Fit Recovery Pond dapat dilihat pada Gambar 68.
87
Gambar 68. Fat Fit Recovery Pond
6. Treatment and Disposal Limbah yang telah melewati kolam pertama (mixing pond) akan dialirkan ke kolam-kolam lainnya untuk dilakukan treatment pengurangan jumlah Biochemical Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Total Suspended Solids (TSS), minyak dan lemak, amoniak total (NH3-N), pH dan lainnya guna memenuhi baku mutu syarat pelepasan limbah ke lingkungan agar tidak mencemari lingkungan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Baku mutu limbah cair Industri minyak kelapa sawit Kadar maksimum Beban pencemaran (mg/L) maksimum (Kg/ton) BOD 250 3,0 COD 500 3,0 TSS 300 1,8 Minyak dan lemak 25 0,063 Nitrogen total (sebagai N) 45 0,125 NH3 20 3 pH 6,0-9,0 debit limbah cair maksimum 2,5 m /ton produk minyak kelapa sawit Parameter
Sumber : Baku mutu limbah cair keputusan Mentri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-51/MenLH/10/1995.
Parameter utama dalam standar mutu limbah cair industri minyak kelapa sawit disajikan pada Tabel 10 didasarakan pada teknologi terbaik yang tersedia di Indonesia. Baku mutu ini harus digunakan untuk seluruh industri minyak kelapa sawit. Berikut adalah hasil uji limbah cair pada industri minyak kelapa sawit di PT. C yang disajikan pada Tabel 11.
88
Tabel 11. Hasil uji limbah cair pada industri minyak kelapa sawit di PT. C Parameter Jumlah zat padat tersuspensi Kebutuhan oksigen kimiawai Minyak dan lemak Amoniak total (NH3N) BOD pH Sumber : PT. C, 2011
Satuan mg/L
Hasil pengujian
Sfesifikasi metode
250
APHA, 2540 – D
500
APHA, 5220 – C
mg/L mg/L
300
SNI 06-6989.10-2004
25
SNI 06-6989.30-2005
mg/L mg/L
45 20
SNI 06-2503-1991 SNI 06-1140-1989
mg/L
Badan air/sungai akan selalu menanggung beban pencemaran, apabila setiapindustri yang membuang limbahnya tidak sesuai persyaratan/baku mutuyang telah ditetapkan, namun dari hasil uji limbah minyak kelapa sawit pada PT. Chasilnya
menunjukkan
bahwa
angka
BiochemicalOxygen
Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Total Suspended Solids (TSS), total amoniak (NH3) minyak dan lemak masih dalam standar baku mutu yang ditetapkan. Limbah yang mengandung kadar minyak yang sangat sedikit atau tidak melebihi baku mutu iimbah cair iadustri minyak kelapa sawit akan di proses pada effluent station untuk di stabilkan dan di olah sedemikian hingga menurunkan kadar zat berbahaya seperti amonia, asam borat, nitrit dan senyawa organik untuk kemudian bisa di alirkan atau di lepas ke lingkungan. Perhitungan desain produk volume Instalnsi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) PT. C diuraikan sebagai berikut : Ketentuan umum : Retention Time (Rt) limbah diurai di dalam kolam ± 100 hari Kolam berbentuk persegi, maka Volume kolam = P x L x T 1. Mixing pond
: 45 x 40 x 3 = 5.400 m3
2. Cooling pond 1 & 2
: 25 x 15 x 4 = 1.500 m3 x 2 = 3.000 m3
3. Acid pond 1 & 2
: 25 x 15 x 4 = 1.500 m3 x 2 = 3.000 m3
4. Primary anaerobic pond 1 & 2
: 50 x 30 x 4 = 6.000 m3 x 2 = 12.000 m3
5. Secoundary anaerobic pond 1 & 2 : 50 x 30 x 4 = 6.000 m3 x 2 = 12.000 m3
89
6. Aerobic pond
: 50 x 30 x 4 = 6.000 m3
7. Aeration pond
: 30 x 20 x 4 = 2.400 m3
8. Sedimentation
: 30 x 20 x 4 = 2.400 m3
Jumlah
: 46.200 m3
Volume air limbah PMKS di PT. C :
Kap. Pabrik 45 ton/jam
Volume air limbah per jam
Volume air limbah per jam (16 jam mengolah) : 16 x 24,75 m3 = 396 m3
Volume air limbah per 100 hari
: 55% x 45 ton = 24,75 m3/jam : 100 x 396 m3 = 39.000 m3
Volume kolam limbah PMKS PT. C = 46.200 m3 Untuk kapasitas pabrik 45 ton/jam, Rt
= 46.200/396 = 39.600 m3
Bersdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa volume kolam limbah PMKS PT. C telah memenuhi syarat untuk kapasitas pabrik 45 ton tandan buah segar (TBS)/jam. Produksi Bersih Dalam Keterkaitan Dengan Prinsip RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) The Roundtable onSustainable Palm Oil (RSPO) sebuah inisiatif global,multi pihak mengenai minyak sawit berkelanjutan. Anggota RSPO dan pesertadalam aktifitas
mereka
berasal
dari berbagai
latar belakang yang
berbeda, termasuk diantaranya perusahaan perkebunan kelapa sawit, perusahaan manufaktur dan pengecer produk minyak sawit. A Non-Governmental Organization (NGO) lingkungan hidup dan sosial berasal dari negara-negara menghasilkan atau menggunakan minyak sawit. Tujuan utama RSPO adalah "mendorong pertumbuhan dan penggunaan minyak sawit berkelanjutan melalui sawit berkelanjutan melalui kerjasama didalam rantai penyedia dan membuka dialog antara stakeholder-nya” (RSPO EB, 2007) Prinsip dan kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan disyahkan pada bulan November 2005, diterapkan melalui tahap percobaan selama 2 tahun dari tanggal pengesahan (RSPO EB, 2007). Ada delapan prinsip yang menjadi bagian penting RSPO yang membuatnya manjadi bagian yang tak terpisahkan dari manajemen produksi bersih (Panduan, 2006) yaitu :
90
1.
Komitmen terhadap keterbukaan Para produsen (growers) kelapa sawit memberikan informasi lengkap kepada para pengambil keputusan dalam bahasa dan bentuk yang sesuai, dan secara tepat waktu, agar dapat berperan serta dengan baik dalam pengambilan keputusan.
2.
Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku Penggunaan lahan untuk kelapa sawit tidak mengganggu hak-hak hukum atau adat pengguna lain, tanpa perserujuan sukarela mereka yang diberitahukan sebelumnya.
3.
Perencanaan
manajemen
untuk mencapai
kelayakan
ekonomi
dan
keuangan jangka panjang Produktivitas dan kualitas jangka panjang optimal hasil panen dan produkproduk dicapai melalui praktik-praktik agronomi, pengolahan dan manajemen dan praktek-praktek produsen dan pabrik pengolah cukup optimal untuk mempertahankan produksi minyak sawit yang bermutu tinggi. 4.
Digunakannya praktik usaha yang baik oleh para produsen dan pabrik pengolah Praktik-praktik mempertahankan dan jika memungkinkan meningkatkan, kesuburan tanah berada pada tingkat yang dapat menjamin hasil yang banyak dan berkelanjutan. Praktek-praktik ditujukan pada penjagaan mutu dan ketersediaan air permukaan dan air tanah. Hama, penyakit, gulma, dan spesies pengganggu lain dapat dikendalikan dengan baik dan penggunaan bahan kimia dilakukan secara optimal atas dasar teknik Manajemen Hama Terpadu serta aturan keselamatan dan kesehatan kerja dilaksanakan.
5.
Tanggung jawab lingkungan hidup dan konservasi sumber daya alam serta keanekaraeaman hayati Dilakukan penilaian mengenai dampak lingkungan kelapa sawit yang ditanam, baik positif maupun negatif, dan hasilnya dimasukkan ke dalam perencanaan manajemen serta dilaksanakan dalam prosedur operasional. Limbah dimusnahkan. didaur ulang, dinianfaatkan kembali dan dibuang dengan cara yang raniah lingkungan dan ramah sosial dan memaksimalkan efisiensi penggunaan energi dan penggunaan energi yang terbaharukan.
91
6.
Pertimbangan yang bertanggung jawab para karyawan dan perorangan serta masyarakat yang terkena dampak dari produsen dan pabrik pengolah Menilai dampak sosial. baik positif maupun negatif, dari kelapa sawit yang ditanam dan diolah, dan memasukkan hasilnya ke dalam perencanaan manajemen dan dilaksanakan dalam tatacara operasional. Terdapat metode yang terbuka dan transparan untuk melakukan komunikasi dan konsultasi antara produsen (growers) dan/atau pabrik pengolah, masyarakat setempatdan pihak-pihak lain yang terkena dampak atau berkepentingan. Terdapat sistem yang disepakati bersama dan terdokumentasi untuk menangani keluhan dan ketidaksetujuan, yang dilaksanakan dan diterima oleh semua pihak.
7.
Pengembangan perkebunan baru yang bertanggung jawab Melakukan penilaian dampak sosial dan lingkungan yang menyeluruh dan melibatkan semua pihak sebeIum melakukan penanaman atau operasi baiu, uiau mempenuas perkebunan yang sudah ada, dan hasilnya dimasukkan ke dalam perencanaan, manajemen dan operasi.
8.
Komitmen terhadap peningkatan sinambung di bidang kegiatan utama Produsen (grower) secara rutin memantau dan mengkaji ulang kegiatankegiatan mereka dan mengembangkan serta melaksanakan program keria vane memungkinkan peningkatan nyata dan sinambung dalam operasioperasi utama. Guide RSPO yang terlihat hampir di setiap ruangan dapat dilihat pada Gambar 69.
Gambar 69. Guide RSPO
Bergabungnya PT. C sebagai salah satu anggota RSPO maka segala kriteria industri yang menjadikan syarat sebagai anggota RSPO harus di jalankan sehingga secara otomatis peningkatan kualitas dalam produksi bersih akan
92
terus meningkat seiring dengan salah saiu prinsip dari RSPO itu sendiri yaitu melakukan Continous Improvement. Sistem Manajemen Lingkungan Menurut Standar ISO Seri 14000 Dalam satu dasawarsa terakhir ini kebutuhan akan suatu sistem standardisasi semakin dirasakan urgensinya. Hal ini mendorong organisasi Intemasional di bidang standardisasi yaitu International Organization for Standardization (ISO) mendirikan Strategic Advisory Group on Enviroment (SAGE) yang bertugas meneliti kemungkinan
untuk
mengembangkan
sisiem
standar lingkungan.
SAGE memberikan rekomendasi kepada ISO untuk membentuk panitia teknik (TC) yang akan mengembangkan standar yang berhubungan dengan manajemen lingkungan. Pada tahun 1993, ISO membentuk panitia teknik TC 207 untuk menunuskan sistem standardisasi bidang lingkungan. Hasil kerja panitia TC 207 kemudian dikenal sebagai standar ISO seri 14000 (Kuhre, 1995) dalam (Haryanto, 2009). Dalani menjalankan tugasnya menurut (Haryanto, 2009), ISO/TC 207 dibagi dalam enam sub komite (SC) dan satu kelompok kerja (WG) yaitu : Sub-komite 1, SC-1 : Sistem Manajemen Lingkungan (SML) Sub-komite 2, SC-2 : Audit Lingkungan (AL) Sub-komite 3, SC-3 : Pelabelan Lingkungan (Ekolabel) Sub-komite 4, SC-4 : Evaluasi Kinerja Lingkungan Sub-komite 5, SC-5 : Analisis Daur Hidup Sub-komite 6, SC-6 : Istilah dan Definisi Kelompok Kerja 1, WG-1 : Aspek lingkungan dalam Standar Produk. Pada akhir tahun 1996 panitia teknik TC 207 telah menerbitkan lima standar dalam (Haryanto, 2009), yaitu : 1. ISO 14001 (Sitem Manajemen Lingkungan-Spesifikasi dengan Panduan untuk Penggunaan) 2. ISO 14004 ( Sistem Manajemen Lingkungan - Pedoman umum atas Prinsipprinsip, sistem dan teknik pendukungnya). 3. ISO 14010 (Pedoman Umum Audit Lingkungan-Prinsip-prinsip Umum Audit Lingkungan).
93
4. ISO 14011 (Pedoman Untuk Audit Lingkungan-Prosedur Audit LingkunganAudit Sistem Manajemen Lingkungan). 5. ISO 14012 (Pedoman untuk Audit Lingkungan - Kriteria Persyaratan untuk menjadi Auditor Lingkungan). Standar ISO seri 14000 terbagi dalam dua bidang yang terpisah yaitu evaluasi organisasi dan evaluasi produk. Evaluasi organisasi terbagi dari 3 sub sistem yaitu sub sistem manajemen lingkungan, audit lingkungan dan evaluasi kinerja lingkungan. Evaluasi produk terdiri dari sub sistem aspek lingkungan pada standar produk, label lingkungan dan asesmen daur hidup (Hadiwiardjo, 1997) dalam (Haryanto, 2009). Pada dasarnya ISO 14000 adalah standar manajemen lingkungan yang sifatnya sukarela tetapi konsumen menuntut produsen untuk melaksanakan program sertifikasi tersebut. Pelaksanaan program sertifikasi ISO 14000 dapat dikatakan sebagai tindakan proaktif dari produsen yang dapat mengangkat citraperusahaan dan memperoleh kepercayaan dari konsumen. Dengan demikian maka pelaksanaan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) berdasarkan Standar ISO Seri 14000 bukan merupakan beban tetapi justru merupakan kebutuhan bagi produsen (Kuhre, 1995) dalam (Haryanto, 2009). Dampak positif terbesar terhadap lingkungan kiranya adalah pengurangan limbah berbahaya. Sertifikasi ISO mensyaratkan program-program yang akan menurunkan penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya dan limbah berbahaya. Adapun manfaat utama dari program sertifikasi ISO 14000 antara lain (Kuhre, 1995) dalam (Haryanto, 2009): 1. Dapat mengidentifikasi, memperkirakan daan mengatasi resiko lingkunganyang mungkin timbul. 2. Dapat menekan biaya produksi dapat mengurangi kecelakaan kerja dapat memelihara hubungan baik dengan masyarakat, Pemerintah dan pihak-pihak yang peduli terhadap lingkungan. 3. Memberi jaminan kepada konsumen mengenai komitmen pihak manajemen puncak terhadap lingkungan. 4. Dapat mengangkat citra perusahaan, meningkatkan kepercayaan konsumen dan memperbesar pangsa pasar.
94
5. Menunjukkan ketaatan perusahaan terhadap Peraturan Perundang - undangan yang berkaitan dengan lingkungan. 6. Mempermudah memperoleh izin dan akses kredit bank. 7. Dapat meningkatkan motivasi para pekerja. Pada PT. C pengakuan/sertifikat tentang sistem manajemen lingkungan menurut standar ISO 14000 ini belum ada. Sinergi Sistem Dalam Implementasi 1. Keterkaitan antara 8 prinsip Roundtabk on Sustainable Palm Oil (RSPO) dengan strategi 1E4R (Elimination, Reduce, Reuse, Recycle, Recovery/Reclaim). Dalam 8 prinsip Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), masingmasing
prinsip
terbagi
dalam
bebarapa
kriteria.Masing-masing
criteriamempunyai beberapa indikator. Untuk menentukan seberapa besar persentaseyang telah dilakukan untuk memenuhi 8 prinsip dalam RSPO mengenaiminyak sawit berkelanjutan maka harus dilakukan check list satu persatumulai dari 8 prinsip yang terbagi dalam beberapa kriteria, kemudian masing-masing kriteria memiliki indikator. Mengacu dari hasil check list sesuaidengan persentase yang telah ditetapkan sebelumnya maka persentase darikriteria yang dihasilkan pada PT. C disajikan dalambentuk grafik pada Gambar 70.
95
Gambar 70. Hasil check list dari Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) di PT. C
76
Pada Gambar 47dapat dilihat bahwa dari prinsip 1 sampai dengan pnnsip 8 memiliki nilai indikator dan kriteriayang berbeda-beda yang disebabkan oleh perbedaan pembagian bobot dan tingkat pemenuhan terhadap indikator, kriteria dan prinsip yang di terapkan di PT. C. Nilai yang diambil dalam analisis ini adalah berupa persentase tertinggi yaitu 100%, yang dibagi dengan 8 prinsip, kemudian dibagi lagi menjadi beberapa kriteria serta beberapa indikator. Dari seluruh indikator dijumlahkan sesuai dengan kriteria, kemudian masing-masing kriteria dijumlahkan berdasarkan prinsip dan dikalikan dengan persentase per prinsip sehingga didapat persentase penerapan per prinsip. Persentase dari semua prinsiptersebut dijumlahkan sehingga PT. C mendapatkan nilaisebesar 68,71% yang telah diterapkan, yang artinya ada sekitar 31,29% yang belum diterapkan. Dalam 31,29% yang belum diterapkan tersebut tentunyaberkaitan pula pada konsep produksi
bersih
yaitu
1E4R
(Elimination,
Reduce,Reuse,
Recycle,
Recovery/Reclaim) yang belum diterapkan di PT. C. Pada beberapa kriteria ditemukan beberapa nilai bobot 0%yang terkait dengan sistem Social and Environmental Impact Assessement (SEIA) dikarenakan di PT. C belum memenuhi kriteriatersebut. 2. Keterkaitan 5 Standar International Organization for Standardization (ISO) 14000 dengan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) di PT. C Pada dasarnya ISO 14000 adalah standar manajemen lingkungan yang sifatnya sukarela tetapi konsumen menuntut produsen untuk melaksanakan program sertifikasi tersebut. Pelaksanaan program sertifikasi ISO 14000 dapat dikatakan sebagai tindakan proaktif dari produsen yang dapat mengangkat citra perusahaan dan memperoleh kepercayaan dari konsumen.
Pada akhir tahun
1996 panitia teknik TC 207 telah menerbitkan lima standar (Haryanto, 2009). Pada sinergi sistem dalam implementasi ini, lima standar ISO 14000 tersebut di hubungkandengan RSPO yang tujuan utamanya adalah untuk "mendorong
pertumbuhan dan penggunaan minyak sawit berkelanjutan
melalui kerjasama didalam rantai penyedia dan membuka dialog antara stakeholder-nya" (RSPO EB. 2007), maka sinergi antara standar ISO 14000
77
dengan hasil dari check list 8 prinsip RSPO di PT. C dapat dilihat pada Tabel 12. Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa masing-masing lima standar ISO 14000 di check list kembali dengan setiap prinsip RSPO. Setiap standar ISO yang mempunyai sinergi dengan setiap prinsip dari RSPO diberikan nilai sesuai dengan hasil check list yang dilakukan sebelumnya pada RSPO di PT. C.Masing-masing kolom yang bersinergi diberikan tingkatan warna mulai dari pnnsip 1 sampai 8. Sinergi yang ada pada kolom 1 sampai dengan 8 dijumlahkan pada masing-masing standar ISO 14000 dengan catatar apabila terdapat sinergi yang terisi pada kolom yang sama, maka nilai bobot tersebut tidak termasuk dalam penjumlahan baris berikutnya. Kemudian total dari 5 standar ISO 14000 dijumlahkan, sehingga didapatkan nilai sebesar 61,52%. Untuk mengetahui seberapa besar persentase sinergi yang terjadi antara 5 Standar ISO 14000 dengan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) formulasi yang diterapkan adalah total sinergi dari 5 standar ISO 14000 dengan 8 kriteria RSPO dibagi dengan implementasi pencapaian prinsip pada semua indikator RSPO (%) yaitu sebesar 89% yang berarti bahwa terjadi sinergi sebesar angka tersebut, yang merupakan kinerja pencapaian sangat baik dari suatu implementasi perusahaan dalam penerapan produksi bersih (Cleaner Production). Hal ini berarti (100-89)% atau sebesar 11% masih perlu diperbaiki. Kondisi ini akan berdampak sangat signifikan bila mana di follow up sesuai standar oleh perusahaan.
78
Tabel 12. Keterkaitan 5 standar ISO 14000 dengan check list Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) di PT. C Prinsip RSPO (8 prinsip) 5 strandar ISO 14000 1. ISO 14001 (Sistem Manajemen Lingkungan Spesifik Dengan Panduan Untuk Penggunaan) 2. ISO 14004 (Sistem Manajemen Lingkungan-Oedoman Umum Atas Prinsip-Prinsip, Sistem Dan Teknik Pendukungnya) 3. ISO 14010 (Pedoman Umum Audit LingkunganPrinsip-Prinsip Umum Audit Lingkungan 4. ISO 14011 (Pedoman Untuk Audit LingkunganProsedur Audit Lingkungan-Audit Sistem Manajemen Lingkungan) 5. ISO 14012 (Pedoman Untuk Audit Lingkungan-Kriteria Persyaratan Untuk Menjadi Auditor Lingkungan) TOTAL
Prinsip 1
Prinsip 2
Prinsip 3
Prinsip 4
Prinsip 5
Prinsip 6
Prinsip 7
Prinsip 8
9,93%
7,50%
9.82%
7,50%
9,82%
7,50%
Total
9,93%
10,99%
7,21%
3,57%
29,27%
9,82%
10,99%
12,5%
12,5%
0% 61,52%
Sumber: Data diolah, 2012.
79
Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja di PT. D Menurut Citra Widya Education (CWE), manajemen adalah suatu proseskegiatan
yang
terdiri
atas
perencanaan,
pengorganisasian,
pelaksanaan,pengukuran dan tindak lanjut yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang telahditetapkan dengan menggunakan manusia dan sumber daya yang ada. Sistem manajemen adalah rangkaian kegiatan manajemen yang mengaturdan saling
berhubungan
untuk
mencapai
tujuan
yang
telah
ditetapkan.
Sistemmanajemen kesehatan dan keselamatan kerja merupakan bagian dari manajemensecara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggungjawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagipengembangan,penerapan,
pencapaian,
pengkajian,
dan
pemeliharaan
kebijakan K3 dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman. efesien dan produktif (CWK, 2008 ). Tujuan dan sasaran penerapan SMK3 adalah menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja, menciptakan
tempat
kerja
yang
aman
terhadap
kebakaran,
peledakan
dankerusakan yang pada akhirnya akan melindungi investasi yang ada serta membuat tempat kerja yang sehat, dan menciptakan efisiensi dan produktivitas kerja karena menurunnya biaya kompensasi akibat sakit atau kecelakaan kerja. Perhatian terhadap kesehatan pekerjaan pada mulanya lebih menekankan pada masalah keselamatan kerja yaitu perlindungan pekerjaan dari kerugian atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan berkaitan dengan kerja. Kemudian seiring dengan perkembangan industri, perusahaan mulai memperhatikan kesehatan pekerja dalam arti luas yaitu terbebasnya pekerjaan dari kesakitan fisik maupun psikis (Mondy et al., 1993). Pengabaian aspek keselamatan dan kesehatan kerja dalam suatu proses produksi/industri akan dapat menurunkan kinerja dan bahkan mengakibatkan kerugian yang dampaknya bukan saja bagi pengusaha tetapi juga para pekerjanya.
80
Kondisi lingkungan kerja yang nyaman akan mempengaruhi pegawai bekerja lebih giat dan konsentrasi menyelesaikan tugas-tugasnya sesuai jadwal. Keberhasilan peningkatan kinerja menuntut instansi mengetahui sasaran kinerja. Jika sasaran kinerja ditumbuhkan dari dalam diri karyawan akan membentuk suatu kekuatan diri dan jika situasi lingkungan kerja turut menunjang maka pencapaian kinerja akan lebih mudah (Mangkunegara, 2005).Beberapakegiatan yang telah dilakukan PT. D dalam menerapkan SMK3 didalam perusahaannya disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Sistem manajemen yang telah dilakukan No
Sistem manajemen
1
Perencanaan
2
Pengorganisasian
3
Pelaksanaan
4
Pengukuran
5
Tindak lanjut
Kegiatan yang dilakukan Penyusunan Instruksi Kerja (IK), merencanakan untuk menghasilkan produk ramah lingkungan, lingkungan kerja yang bersih, menerapkan SMK3. MembuatstrukturorganisasiP2K3,mengkordinasikan kepada seluruh pihak terkait tentang penerapan SMK3 baik kepada pemerintah maupun pekerja. Menerapkan IK pada setiap proses produksi, membuat dan memasang rambu-rambu keselamatan dan jalur evakuasi di setiap area, melakukan pelatihan dan simulasi bila terjadi kebakaran, memberikan pengarahan kepada pekerja untuk menerapkan K3 di area tempat kerja khususnya penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). MeJakukan pelaporan inspeksi lingkungan dan K3 setiap 1 bulan sekali, mendeskripsikan masalah / temuan yang tidak sesuai dengan kaidah K3. Melakukan rekomendasi dan perbaikan serta penanganan pada masalah yang ditemukan dilinpkungan kerja khususnya mengenai K3.
Sumber : PT. D, 2011
Produktifitas dan daya saing yang tinggi dari perusahaan salah satunya dapat tercapai karena tenaga kerja yang produktif secara stabil. Untuk mencapai itu maka keselamatan dan kesehatan tenaga kerja merupakan faktor penting bagi perusahaan. Banyak faktor yang dapat meningkatkan keselamatan dan kesehatan tenaga kerja diantaranya adalah lingkungan kerja yang baik. Tanpa lingkungan kerja yang baik maka motivasi, keselamatan dan kesehatan tenaga kerja tidak akan menjadi baik apalagi meningkat. Agar dapat menjaga kesehatan dan 81
keselamatan lingkungan kerja, UU No.1 tahun 1970 pasal 3 ayat 1 menyatakan bahwa syarat-syarat keselamatan kerja termasuk pengawasan terhadap lingkungan kerja harus dilaksanakan. Pengawasan lingkungan kerja adalah serangkaian kegiatan pengawasan dari semua tindakan yang dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan atas pemenuhan pelaksanaan peraturan perundang-undangan atas objek pengawasan lingkungan kerja.Untuk mendukung usaha ini maka perlu sekali mempelajari, memahami dan menerapkan pengetahuan tentang Pengawasan K3 Lingkungan Kerja.Tanpa ada pengawasan maka tujuan K3 akan sulit tercapai. Struktur Organisasi Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Organisasi adalah suatu kerja sama sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan dan mau terlibat dengan peraturan yang ada. Salah satu organisasi yang bergerak dibidang SMK3 adalah Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3). Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) adalah badan pembantu ditempat kerja yang merupakan wadah kerja sama antar pengusaha dan pekerja untuk mengembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif dalam penerapan keselamatan dan kesehatan kerja. Tugas P2K3 adalah memberikan saran atau pertimbangan baik diminta maupun tidak kepada pengusaha atau pengurus mengenai masalah keselamatan dan kesehatan kerja. Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) di PT. D bertugas untuk membina keselamatan pekerjadalam melakukan proses produksi, membuat instruksi kerja, melakukan inspeksi kebakaran, dan menjaga lingkungan agar kecelakaan kerja dapat diminimalkan. Struktur P2K3 PT. D dapat dilihat pada Gambar 71.
82
Ketua Sekretaris P2K3
Seksi inpeksi
Seksi P3K
Seksi pelatihan
Seksi P2K
Saranan dan prasarana
Anggota
Pengurus P3K
Anggota
Ketua P2K
Anggota
Petugas P3K
Anggota pemadam kebakaran
Petugas P3K
Shif 1
Petugas peran kebakara n
Shif 2
Gambar 71. Struktur Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja PT. D
Kaitan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan Produktivitas Pekerja PT. D dalam mencapai tujuan keselamatan dan kesehatan kerja melaksanakan kewajibannya dengan mendefmisikan kebijakan umum suatu perusahaan didalam hal keselamatan kerja. Salah satu kebijakan yang dibuat yaitu adanya pembuatan Instruksi Kerja (IK) disetiap stasiun produksi, laboratorium maupun kantor. Instruksi Kerja (IK) memuat hal-hal yang menjadi dasar dalam pengoprasian atau melaksanakan kegiatan kerja yang akan dilaksanakan karyawan/pekerja. Instruksi Kerja (IK) berisi tentang tujuan tiap stasiun produksi, ruang lingkup tiap stasiun, cara kerja/ pengoprasian alat tiap stasiun dan sarana dan alat kerja yang dipergunakan di setiap stasiun.
83
Sumber potensi bahaya dan potensi bahaya yang dapat menurunkan produktivitas pekerja dapat dikategorikan sebagai berikut: 1. Faktor teknis (tehnical equipment) Faktor teknis yaitu potensi bahaya yang berasal atau terdapat pada pekerjaan dan alat kerja. Potensi bahaya yang disebabkan faktor teknis dapat berupa potensi bahaya proses produksi yaitu potensi bahaya yang ditimbulkan oleh jenis kegiatan, peralatan dan bahan yang dipakai dalam proses produksi seperti pengelasan, pembubutan dan lain-lain. Cara penanggulangan terhadap sumber bahaya yang berasal dari faktor teknis, PT. D melakukan perbaikanperbaikan apabila terjadi kerusakan alat. Pemeliharaan alat-alat produksi tersebut dilakukan seminggu sekali yaitu pada hari senin, dengan tujuan agar mesin tahan lama,mengurangi
biaya perbaikan dan mencegah terjadinya
kecelakaan kerja akibat alat-alat yang rusak. Pengelasan dan pembubutan dilakukan oleh orang-orang yang ahli dibidangnya, selama melakukan kegiatan pengelasan dan pembubutan digunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang dapat melindungi diri khususnya mata dari api hasil pengelasan. Gambar APD untuk pengelasan dapat dilihat pada Gambar 72.
Gambar 72. Alat pelindung muka
2. Faktor lingkungan kerja (environment) Faktor lingkungan kerja yaitu potensi bahaya dalam lingkungan kerja yang bersumber dari proses produksi, bahan baku, bahan pembantu, limbah dan lain-lain. Potensi bahaya yang disebabkan faktor lingkungan dapat berupa Potensi bahaya ergonomik dan potensi bahaya proses produksi. Potensi bahaya proses produksi yaitu potensi bahaya yang disebabkan oleh proses produksi,
84
misalnya pada minyak CPO yang tercecer dilantai dapat mengakibatkan lantai menjadi licin sehingga pekerja yang melewati lantai tersebut dapat terpeleset dan terluka.Kecelakaan tersebut dapat mengakibatkan produktivitas pekerja menurun. Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di PT. D melakukan penanggulangan kecelakaan kerja dengan cara menaburkan fiber kering, fiber tersebut digunakan untuk menyerap bekas-bekas minyak yang tercecer sehingga lantai tidak licin lagi. Cara pembersihan minyak yang tercecer di stasiun pemurnian dan pembantingan/perontokan yaitu dengan cara menyiram lantai dengan air kemudian dibersihkan dengan menggunakan sapu yang berasal dari pelepah daun kelapa sawit. Setiap karyawan/pekerja diwajibkan membersihkan area tempat bekerja sebelum dan sesudah melakukan proses produksi agar lingkungan bersih, dan resiko kecelakaan dapat diminimalkan. Potensi bahaya ergonomik yaitu potensi bahaya yang terjadi akibat penerapan aspek ergonomik yang keliru seperti penggunaan alat yang tidak sesuai dengan bentuk tubuh, pengaturan sikap dan cara kerja yang kurang baik dan beban kerja yang berlebihan. Penerapan ergonomik yang baik di akan mampu meningkatkan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja sekaligus meningkatkan produktivitas kerjanya (Sutjana dan Putu, 2006). Cara kerja pada tempat panel operator alat Tippler yang digunakan bisa dibilang kurang ergonomik karena operator banyak melakukan gerakan untuk mengoprasikan panel operator dan melepaskan engsel lori. Letak Operator Tippler dapat dilihat pada Gambar 73 dan 74.
Gambar 73. Kegiatan operator pada saat melepas engsel lori
85
Gambar 74. Letak panel operator Tippler
Pada Gambar 75 menunjukkan kegiatan operator Tippler yang sedang melepas enggellori pada bagian depan Tippler, sedangkan pada Gambar 58 menunjukkan letak tempat operator yang terletak dibagian belakang Tippler. Cara kerja tersebut tidak efektif dan efisien karena banyak membuang waktu dan tenaga, sehingga mengakibatkan produktivitas pekerja kurang optimal. Cara kerja dapat menjadi lebih efektif dan efisien apabila tempat panel operator Tippler yang digunakan diganti dengan menambahkan panel kontrol seperti pada Gambar 59 hanya saja peletakkannya disebelah bagian kirinya.
Gambar 75. Letak panel operator Tippler pada bagian depan
Sistem penempatan pekerja yang dipasang secara bergilir/rooling dalam kurun waktu yang telah ditentukan pada setiap stasiun memberikan keuntungan dan kerugian tersendiri. Keuntungan yang dirasakan yaitu setiap pekerja dapat mengoperasikan semua alat-alat yang ada disetiap stasiun dan mengindari rasa bosan/jenuh dalam mengopersaikan alat. Kerugiannya dapat dilihat dari segi aspek ergonomik yang tidak dapat diterapkan. Penggunaan alat-alat yang terdapat disetiap stasiun berbeda-beda, maka bentuk badan dan beban
kerja
86
tidak dapat disesuaikan dengan alat kerja akibat sistem bergilir/rooling pada setiap stasiun. Cara kerja yang tidak efisien, efektif serta tidak ergonomik dapat ditanggulangi dengan cara menggunakan sistem yang dimana semua panel operator semua alat diletakkan disebuah ruangan kontrol panel yang bisa digerakkan secara otomatis yang dilengkapi dengan CCTV untuk memantau keadaan dan proses produksi. 3. Faktor manusia (human error), Faktor manusia yaitu potensi bahaya yang berasal dari manusia (tenaga kerja) terutama bila melakukan kerja tidak dalam kondisi fisik dan psikis yang baik. Potensi bahaya yang disebabkan faktor manusia dapat berupa Potensi bahaya fisik (physical hazard), potensi bahaya kimia (chemical hazard), potensi bahaya biologis (biological hazard) dan Potensi BahayaPsiko Sosial. Potensi bahaya fisik (physical Hazard) yaitu potensi bahaya yang ditimbulkan oleh kebisingan, radiasi, getaran, dan temperature ekstrim. Manusia normal mampu mendengar suara berfrekuensi 20 - 20.000 Hz dansangat sensitif pada frekuensi antara 1000 sampai 4000 Hz. Tingkat kebisingan yang terus menerus dan dipaksakan, bisa merusak pendengaran karena dapat mematikan fungsi sel-sel rambut dalam sistem pendengaran. Tempat kerja yang bising dan penuh getaran bisa mengganggu pendengaran dan keseimbangan para pekerja. Baku mutu di lingkungan kerja yang diisyaratkan oleh Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep 51/MEN/1999 tanggal 16 April 1999 yaitu 85 dBA (Sasongkoet al., 2000 dalam Chaeran, 2007). Ketulian akibat kebisingan terus menerus di tempat kerja dapat dicegah/dihindari dengan cara mewajibkan setiap pekerja yang memasuki wilayah produksi untuk memakai penutup telinga/ear plug. Pengukuran tingkat kebisingan pada setiap perusahaan sangat perlu dilakukan agar mengetahui frekuensi kebisingan yang ada ditempat kerja tersebut. Tujuan dari pengukuran yang dilakukan adalah untuk membandingkan frekuensi suara yang dihasilkan alat-alat produksi dengan frekuensi getaran suara yang dapat direspon oleh telinga manusia, sehingga perusahaan dapat menetapkan standar alat untuk
87
pelindung telinga.Pekerja/karyawan PT. D selain menggunakan earplug sebagai penutup telinga juga menggunakan kapas, padahal penggunaan kapas untuk menyumbat telinga memiliki resiko apabila tidak bisa dikeluarkan dari telinga.
Kejadian
tersebut
dapat
memberikan
dampak
yang
buruk
bagikesehatan misalnya mengakibatkan ketulian, sebaiknya hal tersebut dicegah daripada menimbulkan hal yang merugikan. Earplug dapat dilihat pada Gambar 76.
Gambar 76. Ear plug
Potensi bahaya kimia (chemical hazard) adalah bahaya yang terjadi akibat bahan kimia yang masuk kedalam tubuh melalui pernapasan, kulit, dan mulut (tertelan). Potensi bahaya kimia banyak ditemukan dilaboratorium karena banyak bersinggungan dengan bahan-bahan kimia seperti alkohol, KOH, NaOH, serta bahan kimia yang berbahaya lainnya. Pencegahan kecelakaan kerja akibat potensi bahaya kimia yang dilakukan di PT. D yaitu dengan cara memasang rambu-rambu keselamatan pada bahan kimia yang berbahayadan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). Gambar rambu-rambu keselamatan dapat dilihat pada Gambar 77.
Gambar 77. Rambu keselamatan bahan korosif
88
Pada Gambar 77 menunjukkan bahwa bahan kimia tersebut bersifat korosif/tidak bisa bersentuhan dengan kulit. Tanda tersebut memberikan peringatan kepada karyawan/pekerja untuk berhati-hati dalam inenggunakan bahan kimia dan tidak menyentuhnya secara langsung. Penggunaan APD yang baik dan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dapat mengurangi resiko kecelakaan kerja khususnya dilaboratorium. Potensi bahaya biologis (biological hazard) adalah potensi bahaya yang ditimbulkan oleh kuman penyakit yang terdapat diudara (virus, jamur, bakteri) atau serangga, TBC, hepatitis dan AIDS. Pencegahan terhadap penyakit yang menyebar diudara dapat dilakukan dengan mewajibkan penggunaan masker sebagai alat pelindung diri (APD). Udara atau asap yang dihirup berlebihan dapat mengakibatkan penyakit karena diudara banyak terdapat virus dan jamur yang tak nampak oleh mata. Sumber potensi bahaya oleh uap di tempat panel operator Tippler yang digunakan sekarang apabila lama kelamaan menghirup uap tersebut maka pernapasan pekerja dapat terganggu, karena uap dari TBS yang telah masak ketika mengenai wajah ketika sedang mengoperasikan Tippler di panel pengontrol. Cara untuk mencegah terhirupnya uap panas tersebut maka perlu digunakan masker saa sedang mengopersikan Tippler. Masker dapat dilihat pada Gambar 78.
Gambar 78. Masker kimia
Potensi bahaya psiko sosial adalah potensi bahaya yang terjadi akibatmental tenaga kerja yang kurang baik seperti penempatan tenaga kerja yangtidak sesuai dengan bakat, minat dan kepribadian, hubungan antar manusiakerja yang kurang baik dan kurang keterampilan akibat kurangnya pelatihan. Penempatan pekerja di PT. D yang dilakukan secara bergilir/rooling
89
dapat memberikan peluang tempat kerja atau posisi pekerja tidak sesuai dengan minat dan bakat pekerja. Keadaan yang demikian dapat membuat pekerja tidak bergairah
untuk
melaksanakan
pekerjaan
sehingga menimbulkan
perasaan malas. Hal tersebut dapat mengakibatkan kurangnya konsentrasi dalam bekerja sehingga berakhir dengan kecelakaan. Berikut Alat Pelindung Diri (APD) wajib pakai per stasiun yang disajikan pada Tabel 14.
90
Tabel 14. Alat Pelindung Diri (APD) wajib pakai per stasiun No
Area
1 2
Stasiun Penerimaan buah Stasiun Loading Ramp
3
Stasiun Perebusan
4 5
Stasiun Pembalik
6 7 8 9 10 11 12 13
Stasiun Pemipilan StasiunPencacahan& Pengempaan Stasiun Pemumian Stasiun Pengolahan inti Kelapa Sawit Stasiun Pengolahan Air Bersih Stasiun Ketel Uap Stasiun Pembangkit TenagaListrik Stasiun Pengolahan Air limbah Stasiun Pengiriman
APD wajib pakai Helm, savety shoes, baju kerja. Helm, savety shoes, baju kerja Helm, sarung tangan, ear plug, savety shoes, baju kerja, masker Helm, savety shoes, baju kerja Helm, sarung tangan, savety shoes, baju kerja Helm, savety shoes, baju kerja
Jumlah Pekerja
APD yang digunakan
5 orang 4 orang
Helm, savety shoes, baju kerja Helm, savety shoes, baju kerja Helm, sarung tangan, ear plug, savety shoes, baju kerja Helm, savety shoes, baju kerja Helm, sarung tangan, savety shoes, baju kerja
2 orang 3 orang 2 orang 2 orang
Helm, savety shoes, baju kerja,
Helm, savety shoes, baju kerja Helm, savety shoes, baju kerja
2 orang
Helm, savety shoes, baju kerja,
2 orang
Helm, savety shoes, baju kerja,
Helm, savety shoes, baju kerja,
2 orang
Helm, savety shoes, baju kerja,
Helm, sarung tangan kulit, savety shoes, baju kerja, masker, ear plug Helm, savety shoes, baju kerja, masker, ear plug Helm, savety shoes, baju kerja,sarung tangan karet, Helm, savety shoes, baju kerja,
4 orang 2 orang 2 orang 2 orang
Helm, sarung tangan kulit, savety shoes, baju kerja, masker,earplug, kaca mata Helm, savety shoes, baju kerja, masker, earplug Sarung tangan karet, masker Helm, savety shoes, baju kerja
91
14
Laboratorium
15
Bengkel
16
Gudang
Helm, sarung tangan, savety shoes, baju kerja, masker, kaca mata pelindung Helm, sarung tangan, savety shoes, baju kerja, masker, kaca mata pelindung Helm, sarung tangan, savety shoes, baju kerja, masker
4 orang
Helm, savety shoes, baju kerja, masker
4 orang
Helm, sarung tangan, savety shoes, baju kerja, masker, kaca mata pelindung
2 orang
Helm, savety shoes, baju kerja
Sumber : PT. D, 2011
92
Rambu-Rambu Keselamatan Kerja Rambu keselamatan kerja biasa disebut decals, adatah suatu tanda yang memberikan informasi tentang perintah, larangan. bahaya, dan petunjuk yang sering digunakan ditempat kerja. Bahan decals harus terbuat dari bahan yang tahan karat, seperti : aluminium, tembaga, pita pvc dan vinyl. Penempatan ramburambu harus jelas keliatan, supaya pekerja atau orang yang masuk daerah kerja dengan cepat dan mudah melihat dan membacanya. Di PT. D rambu-rambu tersebut diletakkan diatas didinding disetiap stasiun proses produksi agar pekerja dapat melihat dan mentaati rambu-rambu yang telah dipasang. Rambu-rambu yang dipasang biasanya berupa perintah untuk menggunakan APD di setiap stasiun atau pun larangan merokok. Lock Out digunakan apabila kita akan memblokir atau mematikan sumber listrik utama kemesin/peralatan listrik maka kita harus mengunci panel pengaman tersebut (pengaman/sakelar dalam keadaan off) tujuannya untuk mencegah orang yang tidak berwenang menyalakan secara sengaja atau tidak sengaja. Tag Out merupakan sebuah kartu untuk memberi peringatan kepada pekerja lain untuk tidak mengoprasikan peralatan, pengaman dan mesin tersebut. Adapun peringatan tersebut adalah : jangan dihidupkan dalam perbaikan, jangan dibuka jangan dioperasikan. Kartu tersebut harus berisi peringatan, nama yang bekeria departemen, nama mesin dan problemnya dan cantumkan kapan mulai d selesai kerja. Setiap perbaikan alat pada PT. D selalu mencantumkan out agar para pekerja yang lain tidak mengoprasikan peralatan yang sedangrusak. Peralatan yang telah diperbaiki atau pun yang telah dibersihkan ditulis pada tag out kapan diperbaiki atau dibersihkan dan kapan perbaikan dan pembersihan yang akan datang sehingga perawatan dan pembersihan alat dapat dikontrol dan kecelakaan kerja dapat ditanggulangi. Salah satu contoh Tag Out dapat terlihat pada Gambar 79.
Gambar 79. Tag Out
93
Faktor-Faktor Kesehatan Kerja Pada pencapaian kinerja karyawan diperlukan program keselamatan dan kesehatan kerja, dengan fungsi : (1) melindungi karyawan terhadap kondisi yang membahayakan keselamatan dan kesehatan kerja, (2) membantu penyesuaian mental/fisik karyawan sehingga karyawan sehat dan produktif, (3) membantu tercapainya dan terpeliharanya derajat kesehatan fisik dan mental serta kinerja karyawan setinggi-tingginya. Dapat disimpulkan bahwa dengan diperhatikannya kesehatan karyawan selama bekerja merupakan salah satu faktor penting dan memiliki pengaruh yang positif yang mendukung agar kinerja karyawan meningkat (Suma’mur, 1996). Menurut Swasto (2011) ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan kerja antara lain: 1. Kondisi lingkungan tempat kerja Kondisi ini meliputi: a. Kondisi Fisik Berupa penerangan, suhu udara, ventilasi ruangan tempat kerja, tingkat kebisingan, getaran mekanis, radiasi dan tekanan udara. b. Kondisi Fisiologis Kondisi ini dapat dilihat dari konstruksi mesin/peralatan, sikap badan dan cara kerja dalam melakukan pekerjaan, hal-hal yang dapat menimbulkan kelelahan fisik dan bahkan dapat mengakibatkan perubahan fisik tubuh karyawan. c. Kondisi Khemis Kondisi yang dapat dilihat dari uap gas, debu, kabut, asap, awan, cairan dan benda padat.
d. Mental Psikologis Kondisi ini meliputi hubungan kerja dalam kelompok/teman sekerja, hubungan kerja antara bawahan dan atasan dan sebaliknya, suasana kerja, dan lain-lain. Dari beberapa pengertian kesehatan kerja di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kesehatan kerja adalah kondisi di mana para karyawan terbebas dari berbagai penyakit fisik dan emosional yang disebabkan olehpekerjaan yang dilakukannya.
94
Sarana Proteksi Kebakaran Sarana proteksi kebakaran adalah sarana yang dipergunakan untuk kebakaran yang terjadi di perusahaan. Pemasangan Sarana proteksi Kebakaran di PT. D bertujuan sebagai pertolongan pertama apabila terjadi kebakaran di PT. D. Proteksi kebakaran dipasang disetiap stasiun baik itu yang berada dipabrik maupun dikantor. Ada 3 jenis proteksi yang digunakan di PT. D diantaranya Alat Pemadam Api Ringan (APAR) pasir, APAR powder dan APAR hydran. Proteksi tersebut digunakan sesuai dengan kebakaran yang terjadi apakah kebakaran besar ataupun kebakaran kecil. Kebakaran yang kecil biasanya yang digunakan adalah APAR pasir atau APAR powder karena api yang kecil dapatditangani dengan menggunakan APAR pasir maupun APAR powder. Apabilakebakaran kecil yang terjadi dipadamkan dengan menggunakan APAR hydran maka hanya akan membuang-buang biaya saja karena APAR hydran digunakan untuk jenis kebakaran yang besar. Alat Pemadam APi Ringan (APAR) dapat dilihat pada Gambar 80, 81, dan 82.
Gambar 80. APAR powder
Gambar 81. APAR pasir
95
Gambar 82. APAR hydran Setiap seminggu sekali dilakukan pengecekan APAR dengan tujuan untuk mengetahui kondisi APAR sehingga APAR selalu dalam kondisi baik dan berisi. Kecelakaan bisa dihindari dengan mengurangi penyebab kecelakaan, pencegahan kecelakaan dapat dilakukan dengan cara menyakinkan diri bahwa pada saat bekerja dalam keadaan/kondisi aman, menghindari berkembangnya kondisikondisi yang tidak aman, belajar dan menghormati batas-batas dari berbagai jenis kerja, jangan mencoba atau mengoperasikan peralatan yang belum tahu cara menggunakannya, bertanya kepada atasan mengenai instruksi-instruksi dalam penggunaan setiap peralatan, memperhatikan rambu-rambu peringatan, memakai pakaian kerja dan perlengkapannya sesuai kondisi tempat kerja dan mengenali situasi kerja apabila baru bekerja pada situasi tersebut. Perhitungan Zerro Accident di PT. D yang diuraikan sebagai berikut : Rumus
: 1.000.000 jam kerja Jumlah Naker x jam kerja
Jumlah total Naker
: 143 orang (Mei 2011) 129 orang (Agustus 2011)
Jam kerja
: 7 jam
Zerro accident
= =
Zerro accident
= =
1.000.000 134 𝑥 7 1066 𝐻𝐾 26 𝐻𝐾
= 41 jam kerja/bulan (Mei, 2011)
1.000.000 129 𝑥 7 1107 𝐻𝐾 26 𝐻𝐾
= 1066 HK
= 1107 HK
= 42,57 atau 43 jam kerja/bulan (Agustus, 2011)
Perhitungan zerro Accident tersebut menggunakan data jumlah karyawan pada bulan Mei2011 dan bulan Agustus 2011. Dari perhitungan tersebut terlihat hasil yang berbeda yaitu pada bulan Mei jamkerja yang hilang sebanyak 41 jam kerja dalam 26 hari kerja dengan jumlah pekerja sebanyak 134 orang sedangkan 96
pada bulan Agustus kehilangan jam kerja sebanyak 42,57 atau 43 jam kerja dalam 26 hari kerja dengan jumlah pekerja sebanyak 129 orang. Perhitungan tersebut menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah pekerja maka semakin kecil peluang kehilangan jam kerja sedangkan semakin sedikit jumlah pekerja maka semakin besar peluang untuk kehilangan jam kerja. PT. D menetapkan tingkat kecelakaan maksimal 8 kasus/2 bulan, menetepkan target Hari Tanpa Kecelakaan Kerja (HTKK) 2 bulan (Zerro Accident) dan hari kerja yang hilang (HKH) 20 hari/2 bulan untuk mencapai sasaran dalam menerapkan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
97
DISKUSI Dalam teknologi pengolahan berbasis kelapa sawit, penentuan Critical Control Point (CCP) dan Control Point (CP) merupakan bagian dari implementasi HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) pada agroindustri kelapa sawit. Critical Control Point (CCP) adalah suatu titik, tahap atau prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya (Hazard) dapat dicegah, dihilangkan atau dikurangi sampai batas yang diterima. Sementara untuk Control Point (CP) adalah suatu titik, tahap atau prosedur dimana faktor-faktor biologis, kimiawi maupun fisik dapat dikendalikan. Diskusi yang ditetapkan mengacu pada metode learning by doing, yang lebih mengembangkan materi training/praktek. Pada diskusi yang bersifat learning by doing, Penulis bertindak sebagai seorang Trainer kepada Mahasiswa/i serta Peserta training lainnya. Pengembangan materi di arahkan pada penguasaan berbagai hal seperti: 1. Penguasaan instrumen, khususnya pada pabrik pengolahan CPO dan CPKO. 2. Pemahaman SOP penggunaan instrumen dengan baik. 3. Mengetahui instrumen yang menjadi CCP utama dan yang berikutnya. 4. Mengetahui CP yang utama dan yang berikutnya. 5. Memahami bahaya signifikan dari masing CCP dan CP. 6. Memahami cara menentukan batas kritis dari masing-masing CCP dan CP. 7. Mampu melakukan monitoring dengan prinsip 5W + 1H. 8. Mampu melakukan aksi koreksi dari hasilmonitoring yang telah dilakukan. 9. Selanjutnya dapat melakukan verifikasi untuk keberlanjutan pada siklus berikutnya. 10. Meningkatkan kemampuan terkait GMP (Good Manufacturing Practices), dimulai dari tahap proses, penyimpanan, kalibrasi peralatan, kontrol penggunaan bahan-bahan kimia, pemeliharaan dan kontrol adanya kontaminasi dari bahan kimia melalui upaya peningkatan desain stasiun kerja dan sebagainya.
98
11. Peningkatan pemahaman terkait Good Hygienic Practices 12. Memahami
dan
mematuhi
semua
peraturan
yang
ditetapkan
pemerintah/kebijakan pemerintah. 13. Memahami cara mengatasi kendala serta mampu membuat perencanaan projek secara berkelanjutan. Umumnya dalam penentuan CCP sangat tergantung dari Lay-out unit pengolahan, alur proses, peralatan, bahan tambahan, formula, dan program sanitasi. Pada bagian CP, faktor Biologis yaitu pengendalian suhu/waktu, pemanasan dan pemasakan, pendinginan dan pembekuan, pengendalian pH, penambahan garam/pengawet, pengeringan, pengemasan, pengendalian sumber pembersihan dan sanitasi. Kimiawi yaitu pengendalian sumber, pengendalian produksi, dan pengendalian pelabelan. Fisik yaitu pengendalian sumber, pengendalian produksi dan pengendalian lingkungan. Tujuan training untuk meningkatkan kualitas SDM terkait pengetahuan, pemahaman dan keterampilan para Peserta/target/sasaran (selain Mahasiswa juga Karyawan, Direktur, Manager). Obyeknya seorang atau sekelompok orang. Sasarannya untuk memberikan pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan kepada target sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
99
KESIMPULAN Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) menduduki posisi penting disektor pertanian umumnya dan sektor perkebunan khususnya yang merupakan tanaman industri penting penghasil CPO (Crude Palm Oil) dan CPKO (Crude Palm Kernel Oil). Minyak sawit memiliki keuntungan yaitu menjadi sumber minyak nabati termurah karena efisiensi dan produktivitas yang tinggi dengan kandungan gizi minyak kelapa sawit lebih unggul daripada minyak nabati lainnya. Minyak sawit dapat dimanfaatkan di berbagai industri sebagai bahan baku di industri pangan, industri kosmetik, farmasi dan telah dikembangkan sebagai salah satu bahan bakar alternatif yaitu biodiesel. Tanaman kelapa sawit mempunyai bentuk daun majemuk menyirip berwarna hijau tua dan pelapah berwarna sedikit lebih muda dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam. Bagian akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah, samping dan terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi, Bagian bunga jantan berbentuk lancip dan bunga betina berbentuk lebih besar dan mekar yang letaknya terpisah pada tandan bunga yang berbeda sehingga memiliki waktu pematangan berbeda pula karena sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bagian buah sawit terbentuk dari beberapa bulir yang bersatu membentuk tandan dengan warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah kekuning-kuningan. Tanaman kelapa sawit akan menghasilkan tandan buah segar (TBS) yang dapat dipanen pada saat tanaman berumur 3 atau 4 tahun. Proses pembentukan buah dari saat terjadinya penyerbukan sampai matang, yaitu umur 3 – 4 bulan, buah kelapa sawit tersebut masih berwarna ungu. Kemudian warna kulit buah dari ungu secara berangsur-angsur menjadi merah kekuning-kuningan. Pada saat ini terjadi pembentukan minyak pada daging buah. Kandungan asam lemak bebas dalam minyak akan meningkat sesuai dengan fase kematangan buah. Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80% perikarp dan 20% buah yang dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam perikarp sekitar 34 – 40%. Ciri tandan matang siap panen adalah sedikitnya ada 5 buah yang lepas/jatuh dari tandan yang beratnya kurang dari 10 kg atau sedikitnya ada 10
100
buah yang lepas dari tandan yang beratnya 10 kg atau lebih. Tanaman dengan umur kurang dari 10 tahun, jumlah brondolan kuran lebih 10 butir dan tanaman dengan umur lebih 10 tahun, jumlah brondolan sekitar 15-20 butir. Berdasarkan hasil pengamatan teridentifikasi lima Control Point di pabrik pengolahan Crude Palm Oil (CPO) yaitu Continous Sterilizer, Digester, Vacum Dryer, CF Skimmer Height, Dilution Water dan Hot Well Tank, sedangkan pada Critical Control Point teridentifikasi dua yaitu Storage Tank dan Kernel Drying Silo. Control Point (CP) dan Critcal Control Point (CCP) pada PT tersebut sesuai dengan aliran produksi, yang secara khusus memproduksi CPO dalam jumlah/volume yang besar dan waktu produksi yang cukup lama, maka dari itu segala fasilitas-fasilitas produksi pabrik tersebut diatur sedemikian rupa. Proses produksi lebih diperhatikan agar efisiensi dalam mendapatkan hasil produk lebih baik dengan kualitas yang lebih unggul. Jenis pengujian umum yang dilakukan oleh Quality Control (QC) pada pabrik pengolahan Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel ((PK) dimulai dari grading/sortasi, sterilization station, pressing station, nut and kernel station, clarification station, boiler station, WTP station, effluent station sampai pada loading sheed. Untuk menjamin kualitas produk yang dihasilkan oleh pabrik CPO dan PK sangat ditekankan pada beberapa hal yang menjadi tanggung jawab manajemen diantaranya sistem kualitas, pengawasan proses serta tindakan perbaikan dan pengawasan terhadap kualitas minyak dan inti sawit. Implementasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) sebesar 68,71% diperoleh dari hasil check list yang dilakukan dari delapan prinsip beserta kriteria dan indikator-indikator
yang menjadi bagian penting RSPO, sehingga
membuatnya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari manajemen produksi bersih (Cleaner Production). Keterkaitan 5 standar International Organization for Standardization (ISO) 14000 dengan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang diterapkan dengan total sebesar 61,25%. Implementasi pencapaian prinsip pada semua indikator RSPO sebesar 89% yang berarti bahwa terjadi sinergi sebesar angka tersebut, yang merupakan kinerja pencapaian sangat baik
101
dari suatu implementasi perusahaan dalam penerapan produksi bersih (Cleaner Production). Dalam meningkatkan Sistem Mnanajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) serta untuk menanggulangi kecelakaan pada saat kerja dapat diterapkan pada stasiun-stasiun tertentu dengan frekuensi suara dan udara yang cukup tinggi, sehingga lebih diperketat untuk penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) seperti ear plug dan masker agar lebih optimal dalam implementasi SMK3.
102
DAFTAR PUSTAKA Apple JM. 1990. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Edisi Ketiga. ITB. Bandung. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Statistik Indonesia 1990-2014. Jakarta. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Indonesia 1993-2015. Jakarta. [CWK] Citra Widya Education. 2008. Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Citra Widya Education. Bekasi. Chaeran M. 2007. Kajian Kebisingan Akibat Aktifitas Di Bandara Studi Kasus Bandara Ahmad Yani Semarang. Program Magister Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro. Semarang. Fauzi, Y. 2008. Kelapa Sawit : Budi Daya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran.Cetakan 24. Penebar Swadaya. Jakarta. Ismail AH. 1987. Kelapa Sawit. Langsa Gaspersz V. 2004. Production Planning And Inventory Control. PT. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta. Hadiwiardjo, Bambang, 1997. ISO 14001- Panduan Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan. Gramedia. Pustaka Utama. Jakarta. Haryanto A. 2009. Sistem Manajemen Lingkungan Menurut Standar ISO 14000. Ahmad239haryanto.wordpress.com/sistem-manajemenlingkungan [diakses pada 14 Februari 2012). Kementrian Pertanian RI. 2014. Statistik Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia 2013-2015. Kementrian Pertanian RI. Jakarta. Ketaren S. 2008. Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Ketaren S. 2005. Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Kuhre, W.L., 1995. ISO 14001 Certification Environmental Management System. Prentice Hall, NJ. USA. Mangoensoekarjo S dan H. Semangun. 2005. Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Mangoensoekarjo S. 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit.Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Mangkunegara AP. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.PT Remaja Rosdakarya. Bandung. Mondy R.W., Noe R.M., Premeaux S.R. 1993. Human Resource Management (5rded.), Massachusetts, Allyn and Bacon. Naibaho P. 1998. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Penelitian Kelapa Sawit. Medan. Naibaho PM. 1996. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.
103
Nurhidayati R. 2010.Analisa Mutu Kernel Palm Dengan Parameter Kadar ALB (Asam Lemak Bebas), Kadar Air Dan Kadar Zat Pengotor Di Pabrik Kelapa Sawit Pt. Perkebunan Nusantara-V TandunKabupaten Kampar. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Pekanbaru. Oil World. 2015. Oil Word Statistic 2009-2015. ISTA Mielke GmBh. Hamburg. Pahan I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Cetakan Keempat. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. Pahan I. 2008. Panduan Lengkap kelapa Sawit. Edisi Keenam. Penerbit Swadaya. Jakarta. Panduan D. 2006. Prinsip dan kriteria RSPO untuk produksi minyak sawit berkelanjutan. www.rspo.org.pdf [diakses pada 7 Januari 2012). PASPI. 2016. Mitos dan Fakta Industri Minyak Kelapa Sawit Indonesia dalam Isu Sosial Ekonomi dan Lingkungan Global. Edisi kedua. Bogor. ISBN : 978-602-74377-1-5. Poku K. 2002. Small-scale palm oil processing in Africa. FAO agricultural services bulletin N°148, FAO, Roma. Purwanto. 2005. Penerapan Produksi Bersih Di Kawasan Industri. Makalah Seminar Penerapan Program Produksi Bersih Dalam Mendorong Terciptanya Kawasan Eco Industrial Di Indonesia. Rondang T. 2006. Buku Ajar Teknologi Oleokimia. Fakultas Tekhnik Universitas Sumatera Utara. Medan. RSPO EB. 2007. Sistem Sertifikasi RSPO. www.scaleup.or.id. [diakses pada 16 Juli 2012]. RSPO. 2014. Rountable on Sustainable Palm Oil. Impact Report 2014. Setyamidjaja D. 2006. Kelapa Sawit. Kanisius. Yogyakarta. Setyamidjaja D. 1998. Budidaya Kelapa Sawit. Kanisius. Yogyakarta. Salunkhe DK. 1992. World Oilseeds, Chemistry, Technology and Utilization. Published by Van Nostrand Reinhold. NewYork. Sari YM. 2005. Potensi Minyak Kelapa Sawit (CPO) Sebagai Biodiesel Alternatif Pengganti Minyak Solar Di Provinsi Riau. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Riau. Sasongko DP, Hadiyarto A, Sudharto P hadi, Asmorohadi Nasio, Subagyo A. 2000 Kebisingan Lingkungan. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Suma’mur. 1996. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. PT. Toko Gunung Agung. Jakarta. Seto S. 2001. Pangan dan Gizi. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sianturi HSD. 1991. Budidaya Kelapa Sawit. FP USU. Medan. Sutjana, Putu ID. 2006. Hambatan Dalam Penerapan K3 Dan Ergonomi Di Perusahaan. Fisiologi Fakultas Kedokteran Program Magister Ergonomi Fisiologi Kerja Program Pascasarjana. Universitas Udayana. Susanti. 2015. Modul Pembelajaran Pengolahan Kelapa sawit. Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan. Universitas Pendidikan Indonesia.
104
Susanti D dan Rahmadani. 2015. Penganalisaan Standard Industri Cpo Dankernel Di Pt Sinar Sawit Lestari Damuli. Laporan Praktik Kerja Lapang. Universitas Negeri Medan. Swasto, Bambang. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia. UB Press. Malang. Syamsulbahri. 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan. UGM-Press. Yogyakarta. Weston, NC, Stuckey DC. 1994. Cleaner Technologies and The UK Chemical Industry. Trans.IchemE, 72, 91-101
105
GLOSARIUM APAR APD BOD
Brondolan CCP
Capstand
Claybath
Cleaner Production COD
Conveyor
COT
CPO
CP
Depericaper
Fat Fit Tank Fiber Fiber Cyclone
Alat Pemadam Api Ringan Alat Pelindung Diri Biochemical Oxygen Demand. Kuantitas oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme aerob dalam menguraikan senyawa organik terlarut Buah kelapa sawit yang terlepas dari janjangan Critical Control Point . Suatu titik, tahap atau prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya (Hazard) dapat dicegah, dihilangkan atau dikurangi sampai batas yang diterima Alat yang berfungsi untuk penarikan lori dari Rail Track ke bawah Loading maupun penarikan lori masuk dan keluar dari Transper carriage Salah satu alat yang berfungsi untuk memisahkan antara kernel dan shell dari cracked mixture (sistem LTDS) dengan menggunakan campuran air, kalsium karbonat untuk proses pemisahannya Upaya penanganan pencemar secara preventif Chemical Oxygen Demand. Kapasitas air untuk menggunakan oksigen selama penguraian senyawa organik terlarut dan mengoksidasi senyawa anorganik seperti amonia dan nitrit Suatu mekanisme untuk melakukan pemindahan barang atau material selama pengolahan di PKS secara terus-menerus Crude Oil Tank. Berfungsi untuk mengendapkan partikel-partikel yang tidak larut dan lolos dari ayakan getar Crude Palm Oil. Minyak kelapa sawit (MKS) dari daging buah yang merupakan produk utama PKS Control Point . Suatu titik, tahap atau prosedur dimana faktor-faktor biologis, kimiawi maupun fisik dapat dikendalikan Alat yang berfungsi untuk memisahkan antara biji (nut) dengan serabut/ampas/fiber sehingga biji yang keluar dari drum depericaper benar-benar bersih dari serabut/ampas/fiber Bak penampungan terhadap kadar minyak dan air yang tercampur Serat dari bahan berupa komponen yang membentuk jaringan memanjang yang utuh Alat untuk menghisap fiber yang ringan menuju fuel conveyor sebagai bahan bakar untuk unit boiler 106
Hydrocyclone Human error ISO 14000 Loading Ramp LDTS Oil Gutter
Pericarp PKO Physical Hazard PKS Polishing Drum RSPO
Screw Press
SMK3 TBS Thresher TSS
Vacuum Dryer Vibrating screen
Alat pemisah cangkang dan kernel Potensi bahaya yang berasal dari manusia Standar Internasional tentang Sistem Manajemen Lingkungan Tempat pembongkaran TBS yang dikirim dari kebun ke Apabrik untuk dilakukan sortasi Light Tenera Dust Saparating yang berfungsi untuk memisahkan cangkang dan kernel Berfungsi untuk menampung dan mengalirkan minyak Crude Oil hasil dari pemisahan minyak dalam digester Cangkang atau jaringan yang mengelilingi biji, sebagai pelindung embrio Palm Kernel Oil. Minyak yang dihasilkan dari inti kelapa sawit Potensi bahaya yang ditimbulkan oleh kebisingan, radiasi, getaran dan lain-lain Pabrik Kelapa Sawit Alat yang brerfungsi sebagai pembersih serabut yang masih melekat pada Nut Roundtable on Sustainable Palm Oil. Suatu Organisasi dunia yang memprioritaskan konsep minyak sawit lestari sebagai sarana perbaikan berkelanjutan antar pemegang kekuasaan (stakeholder) dengan masyarakat maupun lingkungan. Alat pengepresan terhadap brondolan (cake fiber) yang sudah homogen dan memisahkan minyak dari cake fiber untuk mendapatkan rendemen yang maksimal serta menghasilkan nut pecah yang minimal Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Tandan Buah Segar. Tandan buah yang masih utuh Tempat pelepasan brondolan dari tandan Total Suspended Solid. Padatan yang tersuspensidi dalam air berupa bahan-bahan organik dan an organik yang dapat disaring dengan kertas millipore berpori-pori 0,45µm Alat untuk mengeringkan minyak sehingga kadar airnya menjadi sekitar <0,25% Tempat pemisahan minyak dari pengotor
107
INDEKS A APAR, 95, 96, 108 APD, 81, 84, 88, 89, 90, 91, 93, 108 Asam kaprilat, 8 Asam laurat, 8 Asam linoleat, 8 Asam miristat, 8 Asam oleat, 8 Asam palmitat, 8, 74 Asam stearat, 8 B Brondolan, i, 8, 9, 23, 28, 29, 71, 109 C Cangkang, iv, 2, 40, 85, 109 Control Point (CP), 60, 63, 64, 65, 66, 67 CPKO, 1, i, 3, 6, 46 CPO, 1, i, ii, iii, 3, 5, 6, 9, 10, 11, 12, 23, 31, 34, 44, 60, 61, 63, 64, 66, 71, 72, 82, 85, 106, 108 Critical Control Point (CCP), 60, 62 D DOBI, 63, 67 Dura, 3, 4, 5 E Elimination, 81, 82, 95, 77 F
K Kelapa sawit, i, ii, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 10, 11, 12, 13, 23, 26, 29, 45, 46, 61, 65, 69, 71, 74, 88, 89, 91, 92, 85, 102, 108, 109 Kesehatan kerja, 91, 80, 82, 83, 94, 95 Keselamatan kerja, iv, 80, 82, 83, 93 M Moisture and Impurities, 79 P Peroxide Value (PV), 76 Pisifera, 3, 4, 5 Produksi bersih, iii, 80, 81, 82, 83, 90, 92, 77, 78, 104 Q Quality Control (QC), 72 R Recovery/Reclaim, 81, 95, 77 Recycle, iv, 81, 86, 95, 77 Reduce, iii, 81, 83, 95, 77 Reuse, iii, 81, 84, 95, 77 Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), 95, 76, 77, 78, 79 S Serat, iv, 85, 86, 108 Sludge, iv, 35, 36, 65, 85, 87 SMK3, 80, 81, 82, 109
Free Fatty Acid (FFA), 74 T I Instruksi Kerja (IK), 81, 83 Iodine Value (IV), 76 ISO 14000, 94, 95, 77, 78, 79, 105, 109
Tandan Buah Segar (TBS), ii, iii, 9, 23, 82, 84, 90 Tandan Kosong Sawit (TKS), iii, 84 Tenera, 3, 4, 40, 109
108
W Warna (Colour), 78
Z Zerro Accident, 96, 97
109
PROFIL PENULIS Dr. Ir. Hesty Heryani, M.Si., lahir 20 Juni 1967 di Kotabaru, Kalimantan Selatan. Staf Pengajar di Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat. Penulis menyelesaikan studi terakhir di Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB tahun 2002 (Dr, Teknologi Industri Pertanian). Pada Oktober 2016, Penulis memperoleh Sertifikasi Insinyur Profesional (IPM) untuk BK. Industri Pertanian. Riset dengan pendanaan DP2M Kemenristekdikti yang pernah Penulis peroleh seperti Hibah Kompetensi (2008-2009) dengan judul The Potency of The Borneo Exotic Fruits for The Medical Active Compounds, Riset MP3EI (2013-2014) dengan judul Pengembangan Reaktor Untuk Produksi Bioenergi Berbasis Generasi Kedua Kelapa Sawit, Riset Unggulan Perguruan Tinggi (RUPT) selama 3 tahun (2014-2016) dengan judul Inovasi untuk Pembangunan Inklusif Berbasis Komoditas Unggulan Lahan Basah Menuju Pengembangan Industri Inti Di Daerah. Penulis juga sebagai anggota tim terlibat pada Hibah Kerjasama Luar Negeri dan Publikasi Internasional(2015-2017) dan saat ini sudah berlangsung untuk tahun kedua dengan judul Exploring The Scientific Evidences of The Uses of Carica papaya as Jamu and Vegetable and Establishing a Validated Quantification Method. Riset bersama dimana Penulis sebagai Ketua Tim di bawah Koordinasi LPPM Universitas Lambung Mangkurat bersama Balitbangda Prov. Kalsel (2012) dengan judul Perencanaan Revitalisasi Kawasan Sentra Produksi/Sentra Agribisnis di Kalimantan Selatan, dengan BAPPEDA Kabupaten Kotabaru, Kalsel (2011) dengan judul Penyusunan Master Plan Terminal AgribisnisMagalauKabupatenKotabaru Kalimantan Selatan. Penulis pernah menulis beberapa buku diantaranya Buku Referensi yang berjudul Keutamaan Gula Aren dan Strategi Pengembangan Produk Tahun 2016, Buku Ajar Biokimia Tanaman dari Program Semi-Que IV Tahun 2002, buku dengan judul Peran Sumberdaya dalam Pengembangan Agroindustri di Banua dengan Memperhatikan Kearifan Lokal Menyongsong Universitas Lambung Mangkurat sebagai Research University (BukuOrasiIlmiah, Dies Natalis Unlam ke 48, tahun 2006), buku Dokumen Perencanaan Profil Investasi dan Pemanfaatan CD/CSR (2009) serta pengalaman selaku Editor Prosiding Seminar Nasional FKPTPI 2015. Pada April 2017, Penulis mendapatkan PATEN BIASA dari Kementerian Hukum dan HAM dengan Judul Reaktor untuk Produksi Biofuel dari Tandan Kosong dan Pelepah Kelapa Sawit.
110
Agung Nugroho, lahir di Karanganyar, Jawa Tengah, 19 Juli 1983. Sejak tahun 2008 menjadi dosen pada Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Universitas Lambung Mangkurat di Banjarbaru. AgungNugroho, memperoleh gelar sarjana di Institut Pertanian Bogor (2005) pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, dan kemudian memperoleh Master dan Doktor di Sangji University, Republik Korea pada bidang Produk Bahan Alam. Penulis telah banyak melakukan penelitian pada bidang bahan alam tumbuhan, meliputi ekstraksi, isolasi dan identifikasi fitokimia, HPLC kuantifikasi, uji bioaktivitas, serta formulasi dan pengendalian mutu produk-produk berbasis bahan alam. Produk berbasis kelapa sawit juga menjadi salah satu fokus penelitiannya. Sampai saat ini, lebih dari 25 artikel seputar analisis dan pemanfaatan bahan alam telah penulis publikasikan pada jurnal ilmiah internasional. Pengalaman dari beberapa penelitian dan publikasi di bidang bahan alam telah dirangkumnya menjadi sebuah buku ajar yang berjudul Teknologi Bahan Alam.
111
112