1|Antologi UPI
Volume
Edisi No.
Juni 2016
CARTOON FILM UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SPEAKING DI SEKOLAH DASAR Icmi Nurhasna Putri¹, Charlotte Ambat Harun², Titing Rohayati³ Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini didasari oleh kenyataan bahwa kemampuan speaking dalam bahasa Inggris siswa kelas IV di SD Alam Pelopor Bandung perlu untuk ditingkatkan. Hampir seluruh siswa masih segan bahkan tidak berani melakukan kegiatan speaking karena kurangnya ide untuk disampaikan dan kurangnya perbendaharaan kosa kata dalam bahasa Inggris. Penggunaan media cartoon film dalam pembelajaran speaking diharapkan akan menggali pengetahuan siswa, agar siswa memiliki penambahan vocabulary dan melakukan kegiatan speaking dengan baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang proses pembelajaran speaking di kelas IV SD Alam Pelopor Bandung dengan menggunakan cartoon film dan untuk memperoleh gambaran tentang hasil belajar siswa kelas IV SD Alam Pelopor Bandung dalam pembelajaran speaking dengan menggunakan cartoon film. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan desain penelitian Kemmis dan Mc. Taggart. Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga siklus. Pelaksanaan tindakan dalam setiap siklus dilakukan tiga kali secara bertahap. Analisis data dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 1) proses pembelajaran speaking siswa dengan menggunakan media cartoon film yang digunakan melalui 3 tahapan yaitu controlled practice, guided practice, dan free activities mengalami peningkatan pada setiap siklusnya 2) hasil belajar kemampuan speaking siswa pada Siklus I: 49, Siklus II: 67,5 dan Siklus III:79,5. Dengan demikian, penulis merekomendasikan kepada rekan-rekan terutama kepada guru untuk menggunakan media cartoon film sebagai solusi dalam pembelajaran Bahasa Inggris khususnya pembelajaran kemampuan speaking. Kata Kunci : cartoon film, kemampuan speaking, penelitian tindakan kelas, sekolah dasar, pembelajaran bahasa inggris di Indonesia.
¹penulis penanggungjawab ²penulis penanggungjawab
Icmi Nurhasna Putri¹, Charlotte Ambat Harun², Titing Rohayati³ Cartoon Film untuk Meningkatkan Kemampuan Speaking di Sekolah Dasar | 2
CARTOON FILM TO IMPROVE SPEAKING SKILL IN ELEMENTARY SCHOOL ABSTRACT The background of this research is based on the fact that grade IV of Alam Pelopor Bandung Elementary School speaking skill needs to be improved. Most of them were still unwilling or they even did not want to speak English because of the lack of ideas to be expressed as well as their English vocabulary. The use of cartoon film as media in teaching speaking is expected to explore students’ knowledge, so that they might improve their vocabulary and speak them up. The aims of this research are to find out about speaking learning process in grade IV of Alam Pelopor Bandung Elementary School by using cartoon film as well as the results of students of grade IV of Alam Pelopor Bandung Elementary School speaking skill. This is a classroom action research with Kemmis and Mc.Taggart design. This research consists of three cycles. The actions in every cycle were done three times phase by phase. Based on the result of the research that 1) learning speaking process by using cartoon film through 3 steps of controlled practice, guided practice, and free activities is improved in every cycle, 2) the average value of the students’ speaking skill are increased, in Cycle I: 49, Cycle II: 67,5 and Cycle III: 79,5. Thus, it is recommended to colleagues, especially teachers of Elementary Schools to use cartoon film media as one of the solution in teaching and learning English especially speaking skill. Keyword : cartoon film, speaking skill, classroom action research, elementary school, english language course in Indonesia.
3|Antologi UPI
Volume
PENDAHULUAN Pendidikan bahasa Inggris termasuk pendidikan yang sulit jika diajarkan pada masyarakat di Indonesia. Hal ini dikarenakan bahasa Inggris adalah bahasa asing di Indonesia. Bahasa Inggris bukan bahasa pertama yang dipelajari oleh siswa. Maka dari itu, perlu adanya pendidikan dalam mempelajari bahasa Inggris. Di Indonesia, kesadaran akan pentingnya pendidikan bahasa Inggris dapat dikatakan kurang padahal pembelajaran bahasa Inggris sangat dibutuhkan untuk mengimbangi pesatnya perkembangan zaman di era globalisasi. Salah satu kemampuan yang harus dikuasai dalam pembelajaran bahasa Inggris oleh siswa adalah speaking. Kemampuan speaking atau berbicara adalah salah satu kemampuan bahasa sebagai media komunikasi. Berkomunikasi adalah salah satu usaha yang dilakukan oleh masyarakat untuk menghasilkan teks lisan dan atau tulisan. Dengan merealisasikan empat keterampilan yang ada dalam pembelajaran bahasa Inggris, masyarakat dapat menciptakan suatu yang diinformasikan atau berupa wacana. Dengan demikian, penerapan bahasa Inggris mengarahkan masyarakat untuk mengembangkan keterampilanketerampilan dalam bahasa Inggris dan mampu menciptakan wacana berbahasa Inggris sebagai alat komunikasi pada literasi tertentu dalam kehidupan bermasyarakat. Nyatanya, tidak akan mudah untuk siswa dapat mengungkapkan pikiran secara spontanitas. Komunikasi lisan yang efektif dalam melaksanakan interaksi sosial harus memerhatikan ketepatan dalam penggunaan bahasanya. Artinya, dalam menggunakan bahasa lisan, harus memerhatikan kapan, dimana, dan bagaiaman kita akan ¹penulis penanggungjawab ²penulis penanggungjawab
Edisi No.
Juni 2016
melakukan kemampuan berbicara. Hal ini disebabkan karena dalam melaksanakan kemampuan berbicara kesesuaian serta ketepatan bahasa yang diungkapkan sesuai dengan situasi dan kondisi yang saat itu dihadapi. Maka dari itu, kemampuan berbicara dianggap sulit karena sewaktu-waktu seseorang harus berfikir dan berbicara dalam waktu yang bersamaan (Richards & Renandya, 2002; Pinter, 2006). Berdasarkan hasil observasi yang penulis lakukan di SD Alam Pelopor Bandung, siswa kelas IV sudah baik dalam penerapan listening. Sebagian siswa di kelas IV masih kurang mampu mengikuti kegiatan tersebut. Hal tersebut dikarenakan siswa malas melakukan kegiatan speaking. Pembelajaran yang dilakukan dengan pengantar bahasa Inggris ini belum bisa direspon secara optimal oleh siswa. Hal ini terjadi karena masih belum beraninya para siswa berkomunikasi dengan bahasa Inggris serta masih kurangnya ide untuk disampaikan. Bahkan sebagian siswa masih memiliki perbendaharaan kosa kata yang rendah maka siswa tidak dengan cepat merespon guru dalam menggunakan bahasa lisan. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan dirasa monoton dan kurang menarik karena tidak adanya media yang mendukung serta menjadi titik ketertarikan siswa terhadap kegiatan tersebut. Pada dasarnya kemampuan speaking adalah kemampuan yang harus dipahami setelah kemampuan listening. Akan tetapi, pada siswa di Indonesia kemampuan speaking tidak mudah. Siswa tidak hanya mendengarkan dan langsung bisa meniru apa yang diucapkan oleh orang lain dalam bentuk bahasa Inggris tanpa adanya kebiasaan dalam menggunakan kemampuan speaking. Cameron (2001, hlm.41) menjelaskan bahwa kegiatan speaking sangat
Icmi Nurhasna Putri¹, Charlotte Ambat Harun², Titing Rohayati³ Cartoon Film untuk Meningkatkan Kemampuan Speaking di Sekolah Dasar | 4 diperlukan, maka dari itu diharuskan untuk berhati-hati dan banyak dukungan dari berbagai macam bentuk, tidak hanya dukungan untuk pemahaman, akan tetapi dukungan untuk menghasilkan suatu produk. Dengan menggunakan cartoon film sebagai media pembelajaran dapat menjadi dasar siswa mendapatkan suatu ide untuk disampaikan. Cartoon film memiliki hubungan yang dekat dengan siswa usia sekolah dasar. Oleh sebab itu, melalui cartoon film dapat menjadi dasar siswa mendapatkan ide untuk disampaikan dan dapat meningkatkan kemampuan speaking. Cartoon film merupakan media yang cukup unik. Media ini merupakan kombinasi dari audio dan visual. Dengan menggunakan media audiovisual, bahan ajar yang disajikan akan lebih lengkap dan optimal. Dalam memperoleh informasi melalui indera, komposisi yang paling banyak diperoleh oleh seseorang yaitu secara visual dengan jumlah 75%. Hal ini menunjukkan bahwa melalui media audiovisual komposisi informasi yang akan di dapatkan oleh siswa pada saat pembelajaran lebih dari 75% karena ditambah komposisi secara audio yaitu sebanyak 16%. Dengan begitu, media pembelajaran dalam bentuk audiovisual dapat dikatakan optimal jika diterapkan dalam pembelajaran untuk siswa (Hernawan dkk, 2007). Cartoon sebagai media yang dapat membuat siswa tertarik dalam pembelajaran, mendorong keterampilan berbahasa, memotivasi siswa, serta dapat memunculkan kepercayaan diri siswa. Pembelajar bahasa tingkat rendah dapat mencapai peningkatan kemampuan bahasa melalui paparan kartun secara signifikan. Selain itu, pembelajaran melalui cartoon film dapat membuat pandangan untuk siswa, maksudnya siswa dapat menghubungkan antara materi pembelajaran dengan minat dan
hobinya seperti penggunaan gambar, musik, dan memberikan imajinasi tentang ide yang akan dituangkan (Prayogi, 2013; Haque, 2013). Langkah-langkah pembelajaran speaking dengan menggunakan media cartoon film dirancang oleh peneliti yang mengacu kepada pendapat Scott dan Ytreberg (1990, hlm.37) yang mengatakan bahwa “terdapat 3 (tiga) tahapan yang dapat memudahkan siswa dalam melaksanakan kegiatan speaking yaitu controlled practice, guided practice, dan free activities”. Dalam melaksanakan pembelajaran speaking harus dilakukannya tahapan-tahapan pembelajaran karena mengingat bahasa Inggris adalah bahasa asing yang sulit untuk siswa. Dengan tahapan-tahapan tersebut siswa dapat akan lebih mudah dalam melakukan kegiatan speaking. METODE Penelitian dilaksanakan di SD Alam Pelopor Bandung pada kelas IV dengan jumlah 20 siswa. Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Kemmis dan Mc.Taggart. Penelitian ini dilaksanakan sebanyak tiga siklus dan tiga tindakan pada setiap siklusnya. Penelitian ini dilaksanakan dengan mengacu kepada empat komponen penting yaitu perencanaan, pelaksanaan pembelajaran, pengamatan, dan refleksi (Kunandar, 2008). Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lembar observasi siswa dan guru, lembar wawancara, catatan lapangan, dan kamera. Dalam melakukan analisis, peneliti menggunakan analisis data kualitatif dan kuantitatif. Untuk menganalisis data kualitatif, data diperoleh dari hasil observasi, wawancara, catatan lapangan, dan
5|Antologi UPI
Volume
dokumentasi yang berkaitan dengan peristiwa yang terjadi pada saat pembelajaran berlangsung. Sedangkan data kuantitatif, diperoleh dari hasil belajar siswa yaitu evaluasi pada setiap siklus. Dalam evaluasi, terdapat 2 (dua) aspek dalam penilaian speaking, yaitu pronunciation dan vocabulary. Masingmasing aspek memiliki 3 (tiga) kriteria, dimana setiap kriteria memiliki skor tertentu. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian dilaksanakan dalam 3 siklus yaitu siklus I, siklus II dan siklus III dan setiap siklus terdiri dari tiga tindakan. Pelaksanaan tindakan dalam siklus diasumsikan sebagai tahapan-tahapan pembelajaran speaking karena pada tindakan 1 dan tindakan 2 kegiatan pembelajaran speaking merupakan tahapan pembelajaran untuk melatih kemampuan speaking siswa. Sedangkan, pada tindakan 3 merupakan tahapan akhir dalam pembelajaran speaking dengan dilaksanakannya evaluasi pembelajaran. Dalam pelaksanaan siklusnya, peneliti memberi tema yang berbeda pada setiap siklus. Tema tersebut menjadi materi atau topik yang akan dipelajarai oleh siswa. Peneliti mendeskripsikan semua hasil tindakan yang telah dilaksanakan, menganalisis, serta merefleksi sesuai dengan data-data yang telah diperoleh dari intrumen-instrumen yang sudah dipersiapkan pada setiap siklusnya. Siklus I Kegiatan speaking yang dilakukan pada siklus I mengacu pada tema Things in the Bedroom. Perencanaan pembelajaran pada tindakan 1 ini yaitu siswa dapat menyebutkan sekurangkurangnya 5 (lima) kosa kata mengenai things in the bedroom dan menentukan letak benda yang ada pada gambar. Perencanaan pembelajaran pada tindakan 2 yaitu siswa dibagi menjadi berpasangan untuk melakukan exchange ¹penulis penanggungjawab ²penulis penanggungjawab
Edisi No.
Juni 2016
story. Sebelumnya peneliti telah memberikan pertanyaan-pertanyaan seputar benda-benda di kamar tidurnya. Pada kegiatan ini, peneliti menerapkan guided practice sebagai tahapan berbicara kedua. Perencanaan pembelajaran pada tindakan 3 yaitu siswa menggambarkan kamar tidurnya dan letak benda-benda yang ada dikamar tidurnya. Setelah itu, siswa menceritakan hasil gambarnya kepada orang lain. Selain menyebutkan benda apa saja yang mereka miliki, pada kegiatan retell picture ini siswa menceritakan letak benda-benda di kamar tidurnya. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terdapat temuan-temuan pada proses pembelajaran pada siklus I. Hampir semua siswa tidak menjawab dan tidak ada yang mengangkat tangan, hal ini disebabkan oleh pengaruh tampilan cartoon film yang kurang jelas, masih terdapat siswa yang tidak mengulang kosa kata karena mereka tidak fokus dan mengobrol dengan temannya. Pada kegiatan picking paper tidak ada siswa yang mengangkat tangan pada saat peneliti menawarkan siswa untuk melakukan picking paper. Hal ini disebabkan oleh banyak siswa yang menganggap bahasa Inggris itu sulit, maka dari itu siswa ketakutan pada saat harus menjelaskan gambar dengan menggunakan bahasa Inggris serta kurangnya motivasi dari peneliti. Selain melakukan kegiatan picking paper, siswa dibagi menjadi berpasangan oleh peneliti untuk melakukan kegiatan exchage story. Masih banyak siswa yang bertanya karena merasa kebingungan untuk melanjutkan kalimat secara lisan. Pada kegiatan akhir, masih banyak siswa yang mengalami kebingungan dan kesulitan mengenai apa yang harus mereka katakan karena siswa harus memperhatikan kesesuaian gambar dan ucapan pada saat menjelaskan gambar. Siswa menganggap bahasa Inggris itu
Icmi Nurhasna Putri¹, Charlotte Ambat Harun², Titing Rohayati³ Cartoon Film untuk Meningkatkan Kemampuan Speaking di Sekolah Dasar | 6 sulit sehingga perlu waktu lebih untuk berfikir terlebih dahulu. Dengan melakukan evaluasi di tindakan 3, peneliti mendapatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran speaking di siklus I. Data hasil belajar siswa dalam pembelajaran speaking pada siklus I terdapat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran Speaking pada Siklus I No
Nama Siswa
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
AAS AMA AMY ADSG AZF FDN F FRN HAZ LAR MRM MR NNH NS RAS
16. 17. 18. 19.
RKP RA TP TAP
20.
ZNP
Aspek yang dinilai Pronunciation Vocabulary (20 – 60) (20 - 40) 20 30 40 40 40 30 20 20 20 20 40 30 20 30 20 20 20 30 20 30 20 20 20 20 20 30 20 20 20 20 30 20 30 20 30 20 20 20 30 Jumlah Rata-rata
Skor 60 80 70 40 40 70 50 40 50 50 40 40 50 40 20 50 50 50 40 50 980 49
Siklus II Kegiatan speaking yang dilakukan pada siklus II mengacu pada tema Things in the Livingroom. Perencanaa pembelajaran pada tindakan 1, tindakan 2, dan tindakan 3 sama seperti perencanaan yang dilakukan pada siklus I. Hanya saja pada perencanaan di siklus II ini dipadukan dengan hasil refleksi di siklus I. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terdapat temuan-temuan pada proses pembelajaran pada siklus II. Pada saat melakukan tanya jawab siswa semangat mengangkat tangan karena
sudah termotivasi dengan penggunaan bintang prestasi. Hampir seluruh siswa mengulang dengan baik dan jelas kosa kata yang diucapkan oleh peneliti. Disamping itu, respon siswa terhadap kegiatan picking paper dan exchange story di siklus II sangat tinggi. Siswa menunjukkan sikap antusias pada saat peneliti memulai kegiatan picking paper dan exchange story. Ketika menentukan letak benda yang ada pada gambar, masih terdapat siswa yang melakukan penjelasan letak kurang tepat. Hal ini karena siswa lupa bagaimana menyusun kalimat dalam menentukan letak benda. Kemampuan speaking siswa pada kegiatan exchange story lebih baik karena mereka pernah melakukan hal yang sama sebelumnya walaupun masih terdapat beberapa siswa yang harus dibimbing penuh oleh peneliti. Berbeda dengan kegiatan exchange story pada siklus I, pada kegiatan exchange story di siklus II kondisi kelas sulit terkondisikan dibandingkan pada siklus I. Hal ini terjadi karena siswa yang sudah melakukan exchange story diperbolehkan untuk langsung istirahat. Kegiatan istirahat dilakukan oleh siswa di kelas sebelah, hal ini membuat banyak siswa yang bolakbalik keluar masuk kelas bahkan bermain bulu tangkis di dalam kelas. Pada saat melakukan kegiatan menggambar, sebagian siswa mengeluh bosan terhadap kegiatan menggambar. Hal ini terjadi karena kurangnya motivasi dan waktu yang diberikan terbatas. Dengan melakukan evaluasi di tindakan 3, peneliti mendapatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran speaking di siklus II. Data hasil belajar siswa dalam pembelajaran speaking pada siklus I terdapat pada tabel 4.2.
7|Antologi UPI
Volume
Edisi No.
Tabel 4.2 Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran Speaking pada Siklus II No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Nama Siswa AAS AMA AMY ADSG AZF FDN F FRN HAZ LAR MRM MR NNH NS RAS RKP RA TP TAP ZNP
Aspek yang dinilai Pronunciation Vocabulary (20 – 60) (20 - 40) 40 30 60 30 60 30 20 30 40 20 40 40 40 30 40 20 40 30 40 20 40 20 20 30 40 30 40 20 20 20 40 30 40 30 40 30 60 30 40 30 Jumlah Rata-rata
Skor 70 90 90 50 60 80 70 60 70 60 60 50 70 60 40 70 70 70 90 70 1350 67,5
Siklus III Kegiatan speaking yang dilakukan pada siklus III mengacu pada tme Things in The Kitchen. Perencanaa pembelajaran pada tindakan 1, tindakan 2, dan tindakan 3 sama seperti perencanaan yang dilakukan pada siklus I dan siklus II. Hanya saja pada perencanaan di siklus III ini dipadukan dengan hasil refleksi di siklus II. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terdapat temuan-temuan pada proses pembelajaran pada siklus III. Hampir seluruh siswa mengangkat tangan dan mau menjawab pertanyaan. Peneliti dengan mudah mengingatkan aturan kepada siswa. Aturan yang telah dibuat oleh peneliti membuat kegiatan picking paper dan exchange story berjalan dengan lancar tanpa masalah. Bahkan semangat dan antusias siswa lebih tinggi dibandingkan pada siklus sebelumnya. Pada kegiatan exchange story siswa dengan cepat berlatih dan menghadap ¹penulis penanggungjawab ²penulis penanggungjawab
Juni 2016
peneliti untuk di tes. Hal ini menunjukkan bahwa siswa telah mampu melakukan kegiatan exchange story dengan baik karena sudah terbiasa melakukan hal tersebut. Pada kegiatan akhir, seperti pada tindakan 3 di siklus sebelumnya siswa diminta untuk menggambarkan bendabenda yang sesuai dengan tema. Kegiatan menggambar pada siklus III ini direspon sangat baik oleh siswa. Seluruh siswa semangat menggambar benda-benda yang ada di dapurnya karena peneliti memberi motivasi akan memilih gambar terbaik. Kepercayaan diri siswa meningkat cukup tinggi, hampir seluruh siswa dapat mendeskripsikan gambar dengan baik dan menjelaskan letak benda-benda sesuai dengan gambar yang telah dibuatnya. Dengan melakukan evaluasi di tindakan 3, peneliti mendapatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran speaking di siklus II. Data hasil belajar siswa dalam pembelajaran speaking pada siklus I terdapat pada tabel 4.3. Tabel 4.3 Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran Speaking pada Siklus III No
Nama Siswa
1. AAS 2. AMA 3. AMY 4. ADSG 5. AZF 6. FDN 7. F 8. FRN 9. HAZ 10. LAR 11. MRM 12. MR 13. NNH 14. NS 15. RAS 16. RKP 17. RA 18. TP 19. TAP 20. ZNP Jumlah Rata-rata
Aspek yang dinilai Pronunciation Vocabulary (20 – 60) (20 - 40) 40 30 60 40 60 40 20 40 40 40 60 40 40 40 40 30 60 40 60 30 20 40 40 30 40 30 60 20 20 30 40 30 40 30 60 30 60 30 60 30
Skor 70 100 100 60 80 100 80 70 100 90 60 70 70 80 50 70 70 90 90 90 1590 79,5
Icmi Nurhasna Putri¹, Charlotte Ambat Harun², Titing Rohayati³ Cartoon Film untuk Meningkatkan Kemampuan Speaking di Sekolah Dasar | 8 Dalam proses pembelajaran penelitian ini dilaksanakan dalam 3 tindakan. Tindakan yang dilakukan dianggap sebagai tahapan dalam pembelajaran speaking. Pembelajaran menggunakan media cartoon film dalam pembelajaran speaking dilakukan pada setiap tindakan 1 dan tindakan 2 dalam setiap siklus yang dilaksanakan dalam tiga tahapan pembelajaran speaking yaitu controlled practice, guided practice, dan free activities. Tahapan free activities dilaksanakan di setiap akhir kegiatan yaitu pada tindakan 3. Tahapan pada tindakan 3 ini dilakukan sebagai kegiatan pembelajaran untuk mengevaluasi kemampuan speaking siswa terhadap materi yang telah dipelajari pada tahapan sebelumnya. Hasil penelitian berdasarkan evaluasi yang dilakukan membuktikan bahwa penggunaan media cartoon film dapat meningkatkan proses pembelajaran dan hasil belajar siswa kemampuan speaking di sekolah dasar. Peningkatan proses pembelajaran dalam pembelajaran speaking dapat dilihat pada peningkatan proses pembelajaran pada grafik 4.1. Grafik 4.1 Peningkatan Proses Pembelajaran Speaking Siswa 9
8,85
8 7 Rata-rata Kelas
Pembahasan Media pembelajaran yang menarik merupakan salah satu faktor pendukung keberhasilan siswa dalam pembelajaran. Pembelajaran dengan menggunakan media yang menarik akan menciptakan keberhasilan siswa dalam belajar. Penerapan media cartoon film dalam pembelajaran tentunya memberikan dampak yang positif terhadap aktivitas dan kemampuan siswa dalam melakukan kegiatan speaking. Siswa dapat menyebutkan kosa kata, melanjutkan kalimat secara lisan dengan jelas, dan menjelaskan secara jelas mengenai letak suatu benda. Penggunaan media cartoon film memiliki banyak keuntungan dalam hal menarik perhatian siswa sebelum pembelajaran. Bahrani dan Sim (dalam Haque, 2013) memaparkan bahwa pembelajar bahasa tingkat rendah dapat mencapai peningkatan kemampuan bahasa melalui paparan kartun secara signifikan. Lanjutnya, menurut Prayogi (2013) menjelaskan bahwa “Cartoon sebagai media yang dapat membuat siswa tertarik dalam pembelajaran, mendorong keterampilan berbahasa, memotivasi siswa, serta dapat memunculkan kepercayaan diri siswa”. Secara umum penggunaan media cartoon film dalam pembelajaran bahasa Inggris khususnya kemampuan speaking mengalami peningkatan secara bertahap dari siklus ke siklus. Berikut akan diuraikan pembahasan sekaitan dengan rumusan masalah yang peneliti rumuskan pada bab pertama. Pembahasan secara jelas akan diuraikan mulai dari proses pembelajaran kemampuan speaking dengan menggunakan cartoon film dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran speaking setelah melakukan pembelajaran dengan media cartoon film, juga akan dibahas mengenai persamaan dan perbedaan penelitian dengan penelitian sebelumnya yang dipandang relevan.
7,2
6
6,95 6,4
6,25
5,7
5 Baik
4 3
Cukup
3,2
Kurang
2,67
2 1
1,1
0 Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3 Pelaksanaan Siklus
9|Antologi UPI
Volume
Adapun peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran speaking dapat dilihat pada peningkatan nilai rata-rata hasil belajar siswa pada grafik 4.2.
Edisi No.
Juni 2016
49. Pada siklus II rata-rata nilai yaitu 67,5. Sedangkan pada siklus III rata-rata yaitu 79,5. DAFTAR PUSTAKA
Grafik 4.3 Peningkatan Rata-rata Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran Speaking 79,5
80 70
Haque, S. (2013). Using Cartoons For English Language Teaching In Bangladesh: Progress, Problems And Possibilities. Journal of the Institute of Modern Languages World., 85–95.
67,5
Rata-rata Kelas
60 50
49
40 30 20 10 0 Siklus 1
Siklus 2
Siklus 3
Pelaksanaan Siklus
Rata-rata Hasil Kemampuan Speaking Siswa
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, temuan, analisis, dan refleksi yang sudah dilaksanakan pada siklus I, siklus II dan siklus III tentang penggunaan media cartoon film dalam pembelajaran speaking kelas IV SD Alam Pelopor Bandung diperoleh kesimpulan bahwa melalui penggunaan cartoon film dalam pembelajaran speaking dapat meningkatkan proses pembelajaran dan hasil belajar siswa. Pada proses pembelajaran menunjukkan peningkatan yang cukup memuaskan. Berdasarkan grafik 4.1 proses pembelajaran membaik tentunya didasari oleh peningkatan indikator-indikator yang dicapai oleh siswa selama prose spembelajaran berlangsung. Selain itu, peningkatan dalam hasil belajar siswa ditunjukkan dengan ratarata nilai pada setiap siklusnya. Pada siklus I memperoleh rata-rata nilai yaitu ¹penulis penanggungjawab ²penulis penanggungjawab
Cameron, L. (2001). Teaching Languages to Young Learners. New York: Cambridge University Press.
Hernawan, dkk. Pembelajaran. PRESS.
(2007). Media Bandung: UPI
Kunandar. (2008). Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. Pinter, A. (2006). Teaching Young Language Learners. New York: Oxford University Press. Prayogi, N. (2013). Improving Student’s Speaking Ability By Using Cartoon Film. Skripsi program sarjana pada Universitas Surabaya. Surabaya: Tidak diterbitkan. Richards, J.C. & Renandya, W.A. (2002). Methodology in Language Teaching. New York: Cambridge University Press. Scott, W. A & Ytreberg, L. H. (1990). Teaching English to Children. (edisi pertama). New York: Longman Group Inc.