CADANGAN KARBON PADA PERTANAMAN KARET (Hevea brasiliensis) DI PERKEBUNAN KARET BOJONG DATAR PTP NUSANTARA VIII KABUPATEN PANDEGLANG BANTEN
LIA CESYLIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR SEKOLAH PASCA SARJANA BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Cadangan Karbon pada Pertanaman Karet (Hevea brasiliensis) di Perkebunan Karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2009
Lia Cesylia NRP P052070201
ABSTRACT
LIA CESYLIA. Carbon Stock at Rubber Plantation (Hevea brasiliensis) Bojong Datar Rubber Estate PTP Nusantara VIII at Pandeglang District Banten. Supervised by HARIYADI and ARIEF HARTONO. This research had been done at rubber plantation (Hevea brasiliensis) PTP Nusantara VIII Bojong Datar Rubber Estate at Pandeglang District. Data of biomass, rubber trees carbon, offals carbon, and soil carbon were collected by destructive method.Harvesting had been done to 30 selected rubber plants. Design of rubber trees biomass model started with choosing some different equalization models. This study was aimed to observe the biomass and carbon potential. The result showed that the assessment model could be built following formula Y=a+bD+cD2 for biomass and Y=a+bD+cD2 for carbon potential. Alometric equation for estimate carbon is Y=101.72-2.783D+0.07077D2 (R2=70,50%). and the alometric equation for estimate Y=419-16.9D+0.322D2 (R2=75,30%), The greatest biomass potency from rubber plant was found at the stem parts (51,42%), then followed by branch (21,95%), root (8,49%) and the smallest in leaf (7,79%). The highest carbon content is in stem (52,62%), then followed by branch (26,15%), root (11,92%) and the smallest in leaf (9,31%). The result of calculation shows that all of carbon stocks at PTP Nusantara VIII Bojong datar Rubber Estate Pandeglang District Banten is 128.834,35 Tons. Keywords: Biomass, carbon, rubber
RINGKASAN
LIA CESYLIA. Cadangan Karbon Pada Pertanaman Karet (Hevea brasiliensis) di Perkebunan Karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten. Dibimbing oleh HARIYADI dan ARIEF HARTONO. Tanaman karet memiliki peranan yang besar dalam kehidupan perekonomian Indonesia Tanaman karet tidak hanya diusahakan oleh perkebunanperkebunan besar milik negara yang memiliki areal ratusan ribu hektar, tetapi juga diusahakan oleh swasta dan rakyat. Perkebunan karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII salah satu diantaranya yang mengusahakan tanaman karet sebagai komoditi utamanya. Tanaman karet merupakan salah satu produk unggulan di perkebunan karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten dengan luasan areal sebesar 3.292,47 ha. Dari kegiatan perkebunan tersebut tidak jarang mengakibatkan unsur yang terbuang, terutama pada saat pemanenan, terutama unsur yang tersimpan dalam bentuk biomassa tanaman. Salah satu unsur tersebut adalah karbon. Maka dari itu perlu diadakan penelitian untuk penduga biomassa dan karbon di perkebunan karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengkaji potensi cadangan karbon pada perkebunan karet pada umur yang homogen, (2) Membangun persamaan Allometrik untuk menduga biomassa dan kandungan karbon pada tanaman karet pada umur yang homogen di perkebunan karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten, dan (3) Menghitung nilai manfaat karbon tanaman karet di perkebunan karet Bojong datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten. Penelitian dilakukan pada bulan November 2008 – Maret 2009. Pengumpulan data biomassa, karbon tanaman karet, serasah dan tanah dilakukan dengan metode destruktif. Penebangan tanaman karet dilakukan terhadap 30 tanaman dengan kisaran diameter kisaran antara 26.1 cm sampai 36.8 cm dan kisaran tinggi 13,5 m sampai 17,6 m. Pembuatan model biomassa dan karbon tanaman karet diawali dengan pemilihan beberapa persamaan allometrik dengan menggunakan variable bebas yang sama pada beberapa persamaan model yang berbeda. Variabel-variabel bebas yang digunakan antara lain adalah diameter setinggi dada (D), tinggi total pohon (H), tinggi bebas cabang (Hb), kuadrat diameter dan tinggi total (D2H). Hasil penelitian menunjukan bahwa potensi biomassa tegakan karet di perkebunan karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten adalah sebesar 96,73 ton/ha dan cadangan karbon sebesar 39,13 ton/ha. Proporsi biomassa tertinggi terdapat pada bagian batang yaitu sebesar 51,42%, kemudian diikuti oleh bagian cabang sebesar 21.95%, Daun 11,26% dan bagian terkecil yaitu daun yaitu sebesar 8,17%. Sejalan dengan proporsi biomassa, maka proporsi karbon tertinggi juga terdapat pada bagian batang yaitu sebesar 52,62%, hal ini menunjukan bahwa dari total karbon yang dikandung oleh tanaman, 52,62% jumlah karbon tersebut terdapat dibagian batang, dan sisanya terdapat di cabang sebesar 26,15%, akar sebesar 11,92% dan karbon pada bagian daun sebesar 9,31%. Hasil analisis laboratorium potensi biomassa dan cadangan karbon
serasah pertanaman karet di perkebunan karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten menunjukan bahwa biomassa yang dihasilkan adalah sebesar 8,53 ton/ha, sedangkan cadangan karbon sebanyak 1,47 ton/ ha. Hasil analisis laboratorium potensi cadangan karbon tanah di pertanaman karet kebun bojong datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten sebesar 292 ton/ha.
Penelitian menghasilkan persamaan allometrik Y=419-16.9D+0.322D2 (R2=75,30%) untuk model penduga biomassa dan Y=101.72-2.783D+0.07077D2 (R2=70,50%) untuk penduga karbon tanaman karet di Perkebunan karet PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten. Nilai ekonomi karbon tanaman karet di perkebunan karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten dengan luasan areal 3.292,47 ha adalah Rp.59.466.030.281,dengan rata-rata per ha adalah Rp.18.124.357,-.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
CADANGAN KARBON PADA PERTANAMAN KARET (Hevea brasiliensis) DI PERKEBUNAN KARET BOJONG DATAR PTP NUSANTARA VIII KABUPATEN PANDEGLANG BANTEN
LIA CESYLIA
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul Tesis
Nama NIM
: Cadangan Karbon pada Pertanaman Karet (Hevea brasiliensis) di Perkebunan Karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten : Lia Cesylia : P052070201
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Hariyadi, M.S. Ketua
Dr. Ir . Arief Hartono, M.Sc. Agr. Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S.
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S,
Tanggal Ujian: 20 Agustus 2009
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan Syukur penulis panjatkan keHadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya, Sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul: Cadangan Karbon pada Pertanaman Karet (Hevea brasiliensis) di Perkebunan Karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Hariyadi, M.S sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr.Ir. Arief Hartono, M.Si. Agr, sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, kritikan dan arahan kepada penulis hingga penyelesaian tesis ini. Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan untuk pelengkap tesis. Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, M.S selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan serta teman-teman Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Angkatan 2007 yang telah memberikan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini. Ibunda Ellin Roslaeni dan Ayahanda Agung Royani S yang telah memberikan pembelajaran moral dan spiritual. Suami tercinta Peny Surya untuk cinta dan kasih serta kesabaran dan ketulusannya, dan untuk calon buah hatiku tercinta yang telah membuat semuanya menjadi indah serta adik Firda dan keluarga besar atas segala dukungan material, doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat
Bogor, Agustus 2009
Lia Cesylia
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 23 September 1980 di Bandung. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Ellin Roslaeni dan Agung Royani S. Pada tahun 1998 penulis lulus dari SMUN 21 Bandung dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan tinggi diploma tiga di Universitas Padjadjaran Fakultas Sastra jurusan Sastra Jepang , pada tahun 1999 penulis memasuki program diploma tiga Universitas Padjadjaran Fakultas Pertanian jurusan Kehutanan, pada tahun 2002 penulis melanjutkan program ekstensi di Universitas Winaya Mukti Jurusan Manajemen Hutan, dan pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan Program Pasca Sarjana pada Program Studi Pelestarian Sumberdaya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ..........................................................................................
i
DAFTAR TABEL .................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................
v
I. PENDAHULUAN ................................................................................
1
1.1 Latar Belakang
....................................................................
1
1.2 Kerangka Pemikiran . ....................................................................
2
1.3 Perumusan Masalah .....................................................................
3
1.4 Tujuan Penelitian .........................................................................
3
1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................
3
II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................
5
2.1 Sistem Budidaya Karet. .................................................................
5
2.2 Karbondioksida. ............................................................................
5
2.3 Sumber dan Siklus Karbon. ..........................................................
6
2.4 Biomas ..........................................................................................
7
2.5 Model Penduga Biomas dan Kandungan Karbon .........................
9
2.6 Bahan Organik Tanah (BOT) ........................................................
10
2.7 Diameter Pohon.............................................................................
10
2.8 Clean Development Mechanism (CDM) .......................................
11
2.9 Protokol Kyoto dan Mekanisme Perdagangan Karbon .................
11
III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Letak Geografis .............................................................................
13
3.2 Fisiografi, Geologi, Topografi dan Tanah.....................................
13
3.3 Iklim ..............................................................................................
14
i
IV. METODOLOGI PENELITIAN ......................................................
16
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................
16
4.2 Bahan dan Alat Penelitian .............................................................
16
4.3 Variabel yang Diamati ..................................................................
16
4.3.1 Variabel Tanaman .............................................................
17
4.3.2 Variabel Serasah................................................................
17
4.3.3 Variabel Tanah ..................................................................
17
4.4 Prosedur Penelitian........................................................................
17
4.4.1 Prosedur Pengukuran di Lapangan ...................................
17
4.4.2 Prosedur Pengukuran di Laboratorium .............................
21
4.5 Model Keeratan Hubungan Kandungan Karbon & Biomas .........
23
4.6 Nilai Manfaat Karbon ...................................................................
24
4.7 Pengolahan & Analisis Data .........................................................
25
4.8 Pemilihan Model ...........................................................................
25
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................
28
5.1 Model Penduga Biomassa dan Karbon Tanaman Karet ...............
28
5.2 Model Penduga Biomassa dan Karbon Total ................................
32
5.2.1 Model Penduga Biomassa Total Tanaman Karet ................
32
5.2.2 Model Pendugaan Cadangan Karbon Tanaman Karet ........
34
5.2.3 Model Pendugaan Hubungan Karbon dengan Biomassa ...
36
5.3 Biomassa dan Cadangan karbon Serasah .......................................
37
5.4 Cadangan Karbon Tanah ................................................................
38
5.5 Nilai Manfaat Karbon ....................................................................
39
VI. KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan ...................................................................................
40
6.2 Saran..............................................................................................
40
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
41
ii
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Hasil analisis laboratorium dan perhitungan biomassa serta kandungan karbon beberapa bagian tanaman karet .............................
29
2. Persamaan alometrik untuk penduga biomassa total tanaman karet di perkebunan karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten pada beberapa penerapan variabel bebas.....................................................................................................
33
3. Persamaan alometrik model penduga karbon total tanaman karet Di perkebunan karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII Banten pada beberapa penerapan variabel bebas ......................................................
35
4. Proporsi karbon terhadap biomassa tanaman karet di perkebunan karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten ..................................................................................................
37
5. Potensi kandungan karbon dan biomassa serasah di areal perkebunan karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten ...............................................................................
38
6. Cadangan karbon tanah pada beberapa kedalaman di perkebunan karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten ..................................................................................................
iii
39
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Bagan alir kerangka pemikiran ......................................................
2
2. Pengukuran Diameter at The Breast High (DBH). ........................
18
3. Pengukuran tinggi pohon ...............................................................
18
4. Desain plot contoh di lapangan ......................................................
19
5. Pembuatan plot di lapangan ...........................................................
19
6. Penebangan contoh pohon terpilih (a), Pemotongan sortimen menurut bagian batang, cabang dan daun ......................................
20
7. Pengeringan sampel (a dan b) ........................................................
21
8. Penimbangan sampel (a), cawan porselen sebagai media untuk menyimpan sampel untuk proses pemanasan ................................
22
9. Contoh sortimen batang untuk analisis laboratorium (a), Pengambilan contoh dan untuk analisis laboratorium (b) ..............
23
10. Pembuatan sub plot untuk pengambilan sampel tanah (a), Pengukuran kedalaman tanah 0-20, 20-40, 40-60 untuk pengambilan sampel (b) .................................................................
23
11. Rata-rata bobot basah dari setiap bagian tanaman karet ................
28
12. Kadar air rata-rata dari setiap bagian pohon ..................................
30
13. Karbon Rata-rata dari Setiap Bagian Pohon ..................................
30
14. Hasil analisis kadar biomas rata-rata..............................................
31
15. Persamaan alometrik untuk pendugaan biomas total pada tanaman karet di perkebunan karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten............................................... ..
34
16. Persamaan alometrik untuk pendugaan karbon total pada tanaman karet di perkebunan karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII Banten ................................................................... ...
iv
36
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Diameter, tinggi dan kadar karbon dan kadar biomas plot I di lokasi penelitian PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten ............................................................................................
45
2. Diameter, tinggi dan kadar karbon dan kadar biomas Plot II di lokasi penelitian PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten ............................................................................................
46
3. Diameter, tinggi dan kadar karbon dan kadar biomas plot III di pokasi Penelitian PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten ............................................................................................
47
4. Kadar air dan c-organik setiap bagian tanaman karet ....................
48
5. Analisis regresi biomas dengan diameter .......................................
49
6. Analisis regresi karbon dengan diameter .......................................
53
v
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pemanasan global (global warming) merupakan isu yang sedang marak dibicarakan, global warming yaitu kenaikan temperatur muka bumi secara perlahan-lahan yang disebabkan oleh efek rumah kaca dan berakibat pada perubahan iklim global. Perubahan iklim tersebut disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan tersebut merupakan sumber utama gas rumah kaca (KLH, 2004). Gas karbondioksida (CO2) adalah Gas Rumah Kaca (GRK) yang paling utama
menyebabkan
terjadinya
pemanasan
global,
diantaranya
adalah
pembakaran bahan bakar minyak (BBM) dalam pabrik dan kendaraan bermotor, GRK yang lain misalnya metan (CH4) yang dihasilkan dari tempat pembuangan akhir sampah, sawah dan ternak, serta CFC yang banyak dihasilkan dari pendingin ruangan. Salah satu alternatif yang dapat ditempuh adalah upaya untuk meningkatkan emisi karbon di udara, salah satu cara adalah mengembalikan kondisi lahan hutan alam yang rusak sehingga mampu menyerap gas rumah kaca secara optimum, karena hutan merupakan salah satu peyerap CO2 yang cukup besar. Tanaman-tanaman di dalam hutan menggunakan CO2 dalam proses fotosintesis dan menghasilkan oksigen (O2) dan energi, sebagian energi tersebut tersimpan dalam bentuk biomassa tanaman. Fungsi hutan tersebut akan mengurangi gas-gas rumah kaca di atmosfer (MacDicken, 1997). Hampir 50% dari biomassa tersusun atas karbon (Brown, 1997). Dengan demikian pendugaan biomassa hutan dapat juga digunakan untuk menduga banyaknya karbon yang diserap oleh hutan. Biomassa adalah total bahan organik hidup di atas tanah dan di bawah permukaan tanah yang meliputi tanaman, palem, anakan tanaman serta kemampuan tumbuhan bawah dan serasah yang dinyatakan sebagai berat kering oven persatuan area (Brown, 1997). Dengan demikian pengukuran terhadap biomassa tanaman dapat digunakan untuk menduga serapan karbon yang diserap
2
oleh suatu areal hutan per satuan luas dan yang terambil akibat adanya pengelolaan hutan. Tanaman karet seperti halnya tanaman hutan mampu mengolah CO2 sebagai sumber karbon yang digunakan untuk fotosintesis, oleh karena itu, tanaman karet mampu menggantikan tanaman hutan dalam penyerapan CO2. Secara alami gas CO2 diproses oleh vegetasi tanaman termasuk karet melalui fotosintesis dan menghasilkan oksigen, oleh karena itu, tanaman karet berperan sebagai salah satu komponen pengelolaan lingkungan dan pengurang efek pemanasan global. 1.2 Kerangka Pemikiran Pemanasan global
Peningkatan jumlah akumulasi CO2 di udara
Pengukuran cadangan karbon di dalam biomassa tanaman Perkebunan karet
Karbon dalam tanaman
Karbon dalam tanah
Prediksi kemampuan tanaman karet dalam menyimpan karbon
Estimasi perhitungan nilai manfaat karbon
Gambar 1. Bagan Alir Kerangka Pemikiran
3
1.3 Perumusan Masalah Tanaman karet memiliki peranan yang besar dalam kehidupan perekonomian Indonesia. Tanaman karet tidak hanya diusahakan oleh perkebunan-perkebunan besar milik negara yang memiliki areal ratusan ribu hektar, tetapi juga diusahakan oleh swasta dan rakyat. Total luas perkebunan karet di Indonesia hingga saat ini berkisar 3 juta hektar lebih, terluas di dunia. Malaysia dan Thailand yang merupakan pesaing utama Indonesia memiliki luas lahan yang jauh di bawah jumlah tersebut. Perkebunan karet PTP Nusantara VIII salah satu diantaranya yang mengusahakan tanaman karet sebagai komoditi utamanya. Tanaman karet merupakan salah satu produk unggulan di PTP Nusantara VIII diantaranya Provinsi Banten dengan luasan areal sebesar 3.292,47 ha. Dari kegiatan perkebunan tersebut tidak jarang mengakibatkan unsur yang terbuang, terutama pada saat pemanenan, terutama unsur yang tersimpan dalam bentuk biomassa tanaman. Salah satu unsur tersebut adalah karbon, tentulah keadaan ini sangat mengkhawatirkan karena semakin banyak karbon yang terlepas ke udara akan semakin membuat lapisan selubung bumi menjadi panas dan lama kelaman akan berdampak terhadap pemanasan global, dari perumusan masalah di atas maka dapat dirumuskan 9 Bagaimanakah potensi cadangan karbon tanaman karet pada umur yang homogen di PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten. 9 Bagaimana pendugaan biomassa kandungan karbon pada tanaman karet pada umur yang homogen di PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten. 9 Berapa besar nilai manfaat karbon tanaman karet di PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten.
1.4 Tujuan Penelitian 9 Mengkaji potensi cadangan karbon pada perkebunan karet pada umur yang homogen.
4
9 Membangun persamaan Allometrik untuk menduga biomassa dan kandungan karbon pada tanaman karet pada umur yang homogen di PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten. 9 Menghitung nilai manfaat karbon tanaman karet di PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten.
1.5 Manfaat Penelitian Diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar perhitungan bagi kegiatan pengelolaan tanaman karet. Dalam penelitian ini
dapat diketahui besarnya
serapan potensi karbon oleh perkebunan karet, dan dapat diketahui seberapa besar nilai ekonomi tanaman karet dari serapan karbon.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Budidaya Karet Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan jenis tanaman yang berasal dari Brasil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan karet alam dunia. Sebagai penghasil lateks, tanaman karet merupakan satu-satunya tanaman yang dikebunkan secara besar-besaran dibandingkan tanaman lain yang juga menghasilkan getah. Tanaman karet merupakan tanaman yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi tanaman karet dewasa mencapai 15-25 m. Batang tanaman ini bisanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi dan di atas. Daun karet berwarna hijau pada masa pertumbuhan, namun berubah menjadi kuning kemerahan jika akan rontok. Biasanya tanaman karet mempunyai jadwal kerontokan daun pada setiap musim kemarau. Sistem budidaya karet umumnya dilakukan dengan pola monokultur dan sistem agroforestry. Sistem monokultur adalah budidaya karet yang dilakukan dengan menggunakan satu jenis tanaman dalam suatu luasan tertentu. Sedangkan system agroforestry adalah
budidaya karet dengan menggunakan tanaman lain
diantara tanaman pokok, yang dapat berupa padi, palawija, sayuran dan bahkan tahunan. Sistem ini dianggap sebagai sistem penggunaan lahan yang berorientasi sosial, ekonomi dan ekologi dengan bentuk pemanfaatan lahan secara optimal pada suatu tapak di dalam dan atau di luar kawasan yang mengusahakan produksi biologi berdaur pendek dan berdaur panjang (komoditi kehutanan dan pertanian) berdasarkan kelestarian dan untuk kesejahteraan masyarakat, baik diusahakan secara serentak, maupun berurutan (rotasi) sehingga membentuk tajuk berlapislapis (Lal, 1995).
2.2 Karbondioksida Karbondioksida (CO2) terdapat pada atmosfer bumi dalam kepekatan 0,03% (Cornnell dan Miller, 1995). Walaupun CO2 mempunyai kepekatan yang rendah tetapi CO2 memerankan peran yang penting dalam iklim bumi. Radiasi sinar matahari yang masuk mengandung panjang gelombang yang berbeda-beda
6
tetapi pada saat masuk ke permukaan bumi sebagian besar energi diubah menjadi radiasi infra merah. Karbondioksida merupakan penyerap infra merah yang sangat kuat dan sifat ini membantu mencegah radiasi infra merah meninggalkan bumi, dengan begitu karbondioksida dapat mengatur suhu permukaan bumi. Menurut Fardiaz (1992) pengaruh rumah kaca terbentuk dari interaksi antara CO2 atmosfer yang jumlahnya meningkat dengan radiasi sinar matahari. Kira-kira sepertiga dari sinar yang mencapai permukaan bumi akan di refleksikan kembali ke atmosfer. Sebagian besar sisanya akan diabsorpsi oleh benda-benda seperti batu karang dan benda lainnya. Sinar yang di absorbsi tersebut akan diradiasi kembali dalam bentuk radiasi infra merah dengan panjang gelombang lebih panjang dari sinar tampak yang dapat dirasakan sebagai panas jika bumi menjadi dingin.
2.3 Sumber dan Siklus Karbon Pada dasarnya karbon bersumber dari kegiatan antropogenik dan alami. Sumber utama karbondioksida (CO2) adalah bahan organik yang terjadi akibat tindakan mikroorganisme, penebangan hutan, respirasi oleh hewan, tumbuhan dan manusia serta pembakaran bahan api. Kegiatan antropogenik seperti industri, penggunaan bahan bakar fosil, dan transformasi lahan diantaranya penebangan, pembukaan lahan dan kebakaran hutan secara besar-besaran merupakan sumber emisi karbon maupun gas-gas rumah kaca lainnya (Soedomo, 2001). Pengurangan konsentrasi karbon di atmosfer dapat terjadi melalui proses fotosintesis oleh tanaman atau tumbuhan hijau daun. Fotosintesis didefinisikan sebagai proses pembentukan gula dari dua bahan sederhana yaitu CO2 dan air (H2O) dengan bantuan klorofil dan cahaya matahari sebagai sumber energi. Fotosintesis merupakan asimilasi zat karbon, dimana zat-zat organik CO2 dan H2O diubah menjadi molekul C6H12O6 dengan bantuan energi cahaya matahari dan klorofil (Gardner et al. 1991). Pada areal konversi yang mengalami degradasi lahan pengurangan emisi karbon dapat dilakukan dengan penanaman kembali (perkebunan, agroforestri, reforestrasi dan aforestrasi) sehingga emisi karbon tanah yang meningkat dapat ditangkap kembali melalui proses fotosintesis (Brown et al. 1993)
7
Jumlah CO2 yang berada di atmosfir, sebagian besar diserap oleh permukaan laut dan disimpan dalam bentuk karbonat, sisanya diserap oleh tanah dan tumbuhan. Namun kenyataannya, di areal pertanian CO2 yang diserap oleh tanaman tidak seimbang dengan CO2 yang dilepaskan oleh tanah akibat deforestasi dan alih fungsi lahan. Kondisi ini terjadi sebagai akibat terjadinya oksidasi humus yang relatif cepat yang akhirnya akan melepaskan CO2 kembali ke atmosfir. Dalam sistem tanaman, makin banyak biomassa hijau, makin banyak fotosintesis dan makin banyak CO2 atmosfir dirubah atau dikonversi menjadi glukosa (C6H12O6). Fotosintesis didefinisikan sebagai proses pembentukan gula dari dua bahan baku sederhana yaitu karbon dioksida dan air dengan bantuan klorofil dan cahaya matahari sebagai sumber energi (Gardner et al. 1991). Persamaan sederhana dari proses fotosintesis adalah sebagai berikut : Cahaya 6CO2 + 6H2O
C6H12O6 + 6O2 klorofil
Proses fotosintesis terdiri atas tiga tahapan yaitu (1) Absorbsi cahaya dan retensi energy cahaya, (2) konversi energi cahaya ke potensi kimia dan (3) stabilisasi dan penyimpanan potensi kimia. Proses ini diawali dengan penyerapan cahaya oleh molekul klorofil di dalam tanaman, molekul tereksitasi menjadi energi dan elektron yang ditingkatkan untuk level energi yang lebih tinggi (Gardner et al. 1991). 2.4 Biomassa Biomassa adalah jumlah total dari materi organik tanaman yang hidup di atas tanah yang diekspresikan sebagai berat kering tanaman per unit areal (Brown, 1993). Biomassa dapat digunakan dalam dasar perhitungan bagi kegiatan pengelolaan dan pembinaan hutan. Hal ini diakibatkan oleh adanya anggapan bahwa hutan merupakan sink dari karbon. Jumlah stok biomassa tergantung pada terganggunya atau tidaknya permudaan alam dan peruntukan hutan (IPPC, 1995). Brown dan Gaton (1996), menambahkan bahwa biomassa hutan dapat memberikan dugaan sumber karbon pada vegetasi hutan, sebab 50% dari
8
biomassa adalah karbon. Biomassa dapat dapat diukur dari biomassa di atas permukaan tanah (Above Ground) dan di bawah permukaan tanah (Below Ground). Biomassa atau bahan organik merupakan suatu bagian yang dapat dipergunakan sebagai sumber energi untuk kegiatan fotosintesis. Biomassa disusun terutama oleh senyawa karbohidrat yang terdiri dari elemen karbon, hydrogen, dan oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis tanaman (White and Plaskett, 1981).Jumlah total biomassa tumbuhan bertambah karena tumbuhan menyerap CO2 dari udara dan mengubah zat tersebut menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis. Laju peningkatan biomassa disebut produktifitas primer bruto. Hal ini tergantung pada luas daun yang terkena sinar matahari, intensitas penyinaran, suhu dan ciri-ciri jenis tumbuhan masing-masing. Sisa dari hasil respirasi yang dilakukan disebut produksi primer bersih. Lebih lanjut disebutkan bahwa jumlah biomassa di dalam hutan adalah hasil dari perbedaan antara produksi melalui fotosintesis dengan konsumsi melalui respirasi dan proses penebangan (Whitten et al., 1984) Biomassa tegakan hutan dipengaruhi oleh umur tegakan hutan, sejarah perkembangan vegetasi, komposisi dan stuktur tegakan (Lugo dan Snedaker 1974, dalam Kusmana, 1993). Faktor iklim, seperti curah hujan dan suhu merupakan faktor yang mempengaruhi laju peningkatan biomassa tanaman (Kusmana, 1993). Suhu tersebut berdampak bagi proses biologi dalam pengambilan karbon oleh tanaman dan penggunaan karbon dalam aktivitas decomposer (Mudiyarso et al. 1999). Sato dan Madgwiick (1982) juga menyebutkan bahwa suhu dan curah hujan merupakn faktor-faktor iklim yang berpengaruh dangat penting terhadap biomassa, parameter umur dan kerapatan tegakan, komposisi dan struktur tegakan serta kualitas tempat tumbuh juga mempengaruhi besarnya biomassa. Makin tinggi suhu udara akan menyebabkan kelembaban udara relatif semakin berkurang. Kelembaban udara relatif bisa mempengaruhi laju fotosintesis. Hal ini disebabkan udara yang relatif tinggi akan memiliki tekanan udara uap air parsial yang lebih tinggi dibanding dengan tekanan udara parsial CO2 akan memudahkan uap air berfusi melalui stomata. Akibat selanjutnya adalah laju fotosintesis akan menurun (Loveless, 1987). Lebih lanjut dijelaskan bahwa semakin tua tanaman jumlah daunnya akan semakin banyak sehingga
9
proses fotosintesis akan lebih besar atau dengan kata lain penyerapan CO2 oleh daun dari udara akan semakin besar. Biomassa merupakan berat bahan organik suatu organisma per satuan unit area pada suatu saat, berat bahan organik umumnya dinyatakan dengan satuan berat kering (dry weight), atau kadang-kadang dalam berat kering bebas abu (Chapman, 1976). Berat kering total hasil panen tanaman budidaya terjadi akibat penimbunan hasil asimilasi bersih CO2 sepanjang musim pertumbuhannya. Walaupun konsentrasi CO2 di atmosfer kecil (0,03%) tetapi 85-92% berat kering tanaman berasal dari pengambilan CO2 dalam fotosintesis (Gardner et al. 1991). Biomassa disusun terutama oleh senyawa karbohidrat yang terdiri atas elemen karbon, hydrogen dan oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis tanaman. Biomassa dibedakan menjadi dua kategori yaitu biomassa di atas permukaan tanah dan biomassa di bawah permukaan tanah Cintron dan Novelli (1984) dalam Kusmana (1993) Model biomassa mensimulasikan penyerapan karbon melalui proses fotosintesis dan penghilangan karbon melalui respirasi. Penyerapan karbon bersih disimpan dalam organ tumbuhan. Fungsi dan model biomassa dipresentasikan melalui persamaan dengan tinggi dan diameter tanaman (Boer and Ginting, 1996, Johnsen et al., 2001). Model penduga kandungan karbon dapat diduga melalui persamaan regresi Allometrik dari biomassa tanaman yang didasarkan pada fungsi dari diameter tanaman
(Johnsen, 2001). Beberapa penelitian yang menduga
kandungan karbon melalui persamaan regresi Allometrik telah ditentukan, antara lain adalah Hilmi (2002) yang telah membangun model karbon, dimana kandungan karbon tanaman merupakan fungsi dari diameter dan atau tinggi tanaman, dan fungsi dari biomassa tanaman dengan menggunakan persamaan regresi allometrik. Demikian juga seperti yang dilakukan Onrizal (2004), menduga kandungan karbon dan fungsi biomassa tanaman pada hutan kerangas dengan menggunakan peubah diameter dan atau tinggi tanaman.
2.5 Model Penduga Biomassa dan Kandungan Karbon Hutan Model adalah rangkuman atau penyederhanaan dari suatu sistem (Hall and Day, 1976), sehingga hanya faktor-faktor dominan atau komponen yang relevan
10
saja dari masalah yang dianalisis yang diikutsertakan yang menunjukkan hubungan langsung dan tidak langsung dalam pengertian sebab akibat (Jorgensen, 1988, Gran et al, 1997). Sedangkan permodelan adalah pengembangan analisis ilmiah dengan beberapa cara, yang berarti bahwa dalam memodelkan suatu ekosistem akan lebih mudah dibandingkan dengan ekosistem sebenarnya (Hall & day, 1976). Sementara itu, sistem adalah suatu kumpulan dari bagian-bagian (komponen) yang berinteraksi menurut proses tertentu (Gazperz, 1992, Odum, 1992). Produksi biomassa merupakan model proses yang ditetapkan secara khusus melalui keseimbangan antara karbon yang diambil melalui proses fotosintesis dan proses kehilangan karbon melalui respirasi. Karbon yang merupakan produk dari produksi biomassa yang dibentuk dikurangi dengan total yang hilang melalui jaringan akar halus, daun, dan cabang, serta karena penyakit, sisanya tergabung dalam struktur dan tersimpan di dalam tanaman. Penyerapan air dan elemen penting lainnya akan berpengaruh terhadap keseimbangan karbon dan pengalokasian karbon (Raymond et al, 1983, Johnsen et al, 2001b) Model biomassa mensimulasikan penyerapan karbon melalui proses fotosintesis dan penghilangan karbon melalui respirasi. Penyerapan karbon bersih disimpan dalam organ tumbuhan. Fungsi dan model biomassa dipresentasikan melalui persamaan dengan tinggi dan diameter tanaman (Boer & Ginting, 1996, Kusmana, 1993, 1997, Johnsen et al, 2001b).
2.6 Bahan Organik Tanah (BOT) BOT umumnya ditemukan di permukaan tanah dan jumlahnya sekitar 35% saja (Hardjowigeno, 2003). Akan tetapi peranannya dalam tanah sangat besar baik secara langsung maupun tidak langsung, hal ini erat kaitannya dengan fungsi BOT terhadap sifat fisik, kimia dan sifat biologi tanah. Reijntjes et al. (1992) mengemukakan bahwa fungsi BOT diantaranya sebagai penyimpan unsur hara yang secara perlahan akan dilepaskan ke dalam larutan air tanah dan disediakan untuk tanaman bahan organik baik di dalam maupun di atas tanah dan juga melindungi dan membantu mengatur suhu dan
11
kelembaban tanah. BOT juga dapat meningkatkan daya sangga tanah (Kasno et al, 2003).
2.7 Diameter Tanaman Diameter merupakan salah satu parameter tanaman yang mempunyai arti penting dalam pengumpulan data tentang potensi hutan untuk keperluan pengelolaan. Mengukur diameter berarti mengukur panjang garis antara dua titik pada sebuah lingkaran melelui titik pusat lingkaran. Karena keterbatasan alat, seringkali pengukuran diameter dilakukan melalui pengukuran keliling (K), yang kemudian dikonversi ke diameter (D), dengan menggunakan rumus yang berlaku untuk lingkaran, yaitu D=K/π. Diameter setinggi dada merupakan ukuran yang lazim dalam menentukan diameter tanaman berdiri. Selain pengukurannya paling mudah, diameter setinggi dada juga mempunyai korelasi yang kuat dengan parameter tanaman lainnya seperti luas bidang dasar (LBDS) dan volume batang. Di Indonesia diameter setinggi dada diukur pada ketinggian batang 1,30 meter dari permukaan tanah (Departemen Kehutanan, 1992) dalam Robi Budiman (2000). 2.8 Clean Development Mechanism (CDM) CDM merupakan salah satu mekanisme yang memungkinkan negaranegara maju untuk mengimplementasikan proyek yang bisa menurunkan atau menyerap emisi di negara berkembang, dimana kredit penurunan emisi yang dihasilkan nantinya dimiliki oleh negara maju tersebut. Selain tujuan membantu negara maju dalam memenuhi target penurunan emisi, mekanisme CDM ini juga bertujuan untuk membantu negara berkembang dalam mendukung pembangunan berkelajutan. CDM diharapkan dapat mendorong munculnya proyek-proyek ramah lingkungan yang terbukti dapat menurunkan emisi Gerakan Rumah Kaca (GRK) di negara berkembang. Namun untuk dapat turut mengembangkan proyek CDM, negara yang bersangkutan, baik negara maju ataupun negara berkembang, harus lebih dahulu meratifikasi Protokol Kyoto. Hingga saat ini Indonesia, difasilitasi
12
oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan departemen Luar Negeri sedang berupaya agar Protokol Kyoto dapat segera diratifikasi.
2.9 Protokol Kyoto dan Mekanisme Perdagangan Karbon Dampak perubahan iklim secara perlahan mulai mempengaruhi kehidupan di berbagai belahan dunia. Berbagai upaya dilakukan untuk menstabilkan konsentrasi GRK di atmosfer. Kesepakatan berbagai negara maju untuk mengurangi emisi kemudian diwujudkan dengan Protokol Kyoto. Protokol ini merupakan dasar bagi Negara-negara industri untuk mengurangi emisi gas rumah kasa gabungan mereka, paling sedikit 5 % dari tingkat emisi tahun 1990 menjelang periode 2008 sampai 2012. Di dalam protokol tersebut juga di atur mengenai mekanisme kerjasama antar negara maju dan negara berkembang dalam pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan bersih . CDM dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada Negara berkembang yang tidak wajib mereduksi emisi agar berperan dalam pengurangan GRK (Murdiyarso, 2003). Melalui
Protokol
Kyoto
Negara-negara
dapat
menyatukan
gudang
penyimpanan karbon yang berkembang seiring dengan afforestration dan reforestation
semenjak
tahun
1990
menuju
target
pengurangan
emisi.
Perdagangan emisi memiliki potensial untuk menjadi sarana yang paling efektif biayanya untuk mengurangi emisi GRK dan protokol menyediakan untuk pertukaran emisi antara Negara-negara Annex B untuk mencapai target-target mereka. Berdasarkan hal tersebut, maka penyimpanan karbon di hutan harus dapat diperdagangkan dalam sebuah system pertukatran emisi-emisi. Jual beli itu dalam bentuk sertifikat, yaitu jumlah emisi para pelaku perdagangan akan diverifikasi oleh sebuah badan internasional atau badan lain yang diakreditasi oleh badan tersebut. Reduksi Emisi Bersertifikat (RES) atau Certified Emission Reduction (CER) inilah yang diperjualbelikan dalam sebuah pasar internasional, RES itu dinyatakan dalam ton karbon yang direduksi. Sekarang perdagangan ini sudah berjalan melalui implementasi patungan (Joint Implementation). Hampir semua Negara di Amerika Latin yang berhutan sudah mennerapkan niaga karbon seperti Brazil, Costarica, Guetemala, Argentina, dan Meksiko. Sedangkan untuk
13
perdagangan dengan negara berkembang dalam Protokol Kyoto ada mekanisme khusus yang disebut Clean Development Mechanism (Soemarwoto, 2001). CDM merupakan suatu mekanisme yang memungkinkan Negara maju melaksanakan kegiatan investasi pengurangan emisi GRK di Negara berkembang dan membuka peluang bagi Negara berkembang untuk memaksimumkan manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan dari pelaksanaan kegiatan investasi tersebut. Menurut Protokol Kyoto kegaiatan yang diperbolehkan untuk kegiatan CDM hanya yang masuk kategori afforestrasi dan reforestrasi. Menurut Protokol Kyoto, afforestrasi adalah konversi lahan bukan hutan menjadi hutan dimana lahan tersebut sudah merupakan hutan sejak 50 tahun yang lalu, sedangkan reforestrasi adalah penghutanan kembali lahan yang sudah tidak merupakan hutan sebelum tahun 1990. Penegrtian lahan menurut Protokol Kyoto adalah areal yang luasnya minimal 0,05-1,0ha yang ditumbuhi tanaman dengan tingkat penutupan tajuk kurang dari 10%-30% dan tingginya secara potensial tidak kurang dari 2-5m. Sedangkan bagi Indonesia pengertian lahan adalah areal yang luasnya kurang dari 0,25ha yang ditumbuhi tanaman dengan tingkat penutupan tajuk kurang dari 30% dan tinginya secara potensial kurang dari 5m. Toman dan Cazorla (2001) menerangkan bahwa Protokol Kyoto secara resmi menyatakan keterlibatannya pada Negara-negara industry guna mengurangi emisi gas rumah kaca yang banyak sampai 5% dibandingkan dengan tingkat pada tahun 2008-2012. Untuk mencapai sasaran ini dengan biaya serendah mungkin bagi negara-negara yang punya komitmen pada reduksi itu, protokol menciptakan dua mekanisme, penjualan emisi gas rumah kaca dan CDM. CDM merupakan mekanisme penurunan emisi pengganti bagi Joint Implementation. Peran CDM bukan hanya dalam mitigasi GRK, seperti yang tertera dalam Artikel 12 dari Protokol Kyoto, tujuan CDM adalah: 1. Membantu Negara berkembang yang tidak termasuk dalam Negara Annex I
untuk
melaksanakan
pembangunan
yang
berkelanjutan
serta
menyumbnag pencapaian tujuan utama Konvensi Perubahan Iklim, yaitu menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca dunia pada tingkat yang tidak mengganggu sistem iklim global.
14
2. Membantu Negara-negara Annex I atau negara maju dalam memenuhi target penurunan jumlah emisi negaranya. Mekanisme CDM memungkinkan Negara Annex I untuk menurunkan emisi GRK secara lebih murah dibandingkan dengan mitigasi di dalam negerinya sendiri (domestic action). Oleh karenanya, CDM beserta dengan dua mekanisme lainnya dikenal sebagai mekanisme fleksibilitas (flexibility mechanisms). Dalam pelaksanaan CDM, komoditi yang diperjualbelikan adalah reduksi emisi GRK tersertifikasi yang biasa dikenal dengan CER (Certified Emission Reduction). CER ini diperhitungkan sebagai upaya Negara Annex I dalam memititigasi emisi GRK dan nilai CER ini setara dengan nilai penurunan emisi yang dilakukan secara domestic dan karenanya dapat diperhitungkan dalam pemenuhan target penurunan emisi GRK Negara Annex I seperti yang disepakati dalam Annex B Protokol Kyoto. Neagara-negara berkembang berpotensi sumberdaya hutan yang besar seperti Indonesia sangat potensial di dalam perdagangan karbon ini. Hutan yang lestari akan bernilai jual tinggi dibandingkan dengan hutan yang beresiko terhadap kebakaran, berdasarkan kesepakatan dunia internasional, harga karbon bervariasi antara US$0,4-28/ton karbon/ha. Untuk beberapa tingkat luasan, pasar kredit karbon telah ada di USA dan beberapa proyek kehutanan yang didesain untuk mengurangi emisi karbon telah berjalan. Sebagai contoh, sebuah kelompok peralatan elektik telah mendirikan Utilithtree Carbon Company yang telah berinisiatif terlibat dalam proyek mengurangi karbon di beberapa tempat (Hoover et al. 2000). Dalam sektor kehutanan, kegiatan yang diizinkan untuk di ajukan dalam proyek CDM adalah kegiatan aforestasi dan reforestasi, merupakan pencegahan terhadap deforestasi tidak dapat diajukan dalam skema CMD. CDM Kehuatanan bukan dimaksudkan untuk menurunkan emisi pada sumbernya tetapi untuk menyerap GRK dari atmosfer. Hingga saat ini, CDM Kehutanan dibatasi hanya digunakan dalam Periode Komitmen I (2008 sampai 2012).
15
III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
3.1
Letak Geografis dan kondisi Fisik Lokasi penelitian terletak di Kabupaten Pandeglang Banten, Jalan raya
Saketi Malimping. Lahan perkebunan karet yang digunakan sebagai objek penelitian ini merupakan lahan milik PTP Nusantara VIII, dengan Luas Areal (Ha) Konsesi 2008 sebesar 3.292,47 Ha . Secara geografis PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten terletak pada 105°37’44,4’’ BT - 106° 24’ 54’’ BT dan 5°53’ 16.8’’ LS - 7° 0’ 54’’ LS.
3.2
Fisiografi, Geologi, Topografi dan Tanah Provinsi Banten berada pada ketinggian 0 s/d 1,778m dpl dengan topografi
bervariasi dari datar (30,65%), landai (47,65%), bergelombang (16,01%), agak curam (5,20%) sampai curam (0,49%).
Jenis batuan (geologi) terdiri dari
endapan, vulkan, batu liat, tuf batuan vulkan, intermedier dan basis sedangkan jenis tanahnya adalah Podsolik merah kuning (typic hapludult). Dengan pH Tanah 4,9 - 5,6, sedangkan teksturnya adalah Liat. Topografi wilayah Perkebunan Karet PTP Nusantara VIII Banten berkisar pada ketinggian 126 - 175 m dpl dpl. Berombak dan bergelombang, dan dengan drainase agak cepat. 3.3
Iklim Iklim wilayah Banten sangat dipengaruhi oleh Angin Monsun (Monsoon
Trade) dan Gelombang La Nina atau El Nino. Saat musim penghujan (Nopember - Maret) cuaca didominasi oleh angin Barat (dari Sumatera, Samudra Hindia sebelah selatan India) yang bergabung dengan angin dari Asia yang melewati Laut Cina Selatan. Agustus), cuaca didominasi oleh angin Timur yang menyebabkan wilayah Banten mengalami kekeringan yang keras terutama di wilayah bagian pantai utara, terlebih lagi bila berlangsung El Nino. Temperatur di daerah pantai dan perbukitan berkisar antara 22º C dan 32º C, sedangkan suhu di pegunungan dengan ketinggian antara 400 –1.350 m dpl mencapai antara 18º C –29º C.
16
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di lahan pertanaman karet Bojong Datar Banten perkebunan PTPN VIII Kabupaten Pandeglang Banten yang dilaksanakan pada bulan November 2008 – Maret 2009, meliputi Survey lapangan, pengukuran di lapangan dan analisis di Laboratorium Tanah Departemen Tanah Fakultas Pertanian IPB, Laboratorium Kimia Tanah Departemen Pertanian Universitas Padjadjaran, dan Laboratorium Kimia Kayu Fakultas Kehutanan IPB.
4.2 Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh sortimen dari tanaman karet yang meliputi sortimen batang, cabang, daun, serasah dan contoh tanah. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari peralatan pembuatan petak ukur di lapangan ( tali rafia, patok, pita meter, f-brunton, golok), peralatan pengukuran sampel tegakan untuk biomassa ( kantong plastik, amplop coklat, chain saw, timbangan kasar, lakban, stiker label), peralatan untuk mengambil sampel tanah (cangkul, meteran, sekop, golok). Sedangkan alat yang digunakan di Laboratorium meliputi cawan porselen, tanur listrik, labu ukur, oven.
4.3 Variabel Yang Diamati 4.3.1 Variabel Tanaman Variabel tanaman yang diamati adalah semua tanaman yang masuk ke dalam plot contoh, tanaman karet yang diamati berumur homogen yaitu 25 tahun, kemudian diukur diameter dan Tinggi tanaman. Pengamatan dilakukan sebanyak 3 buah plot dan dari masing-masing plot dipilih sebanyak 10 tanaman , 10 tanaman tersebut ditebang dan dipisahkan menurut bagian-bagiannya, batang, cabang daun dan akar, kemudian diukur berat basah (fresh weight) tanaman berdasarkan bagian batang, cabang, daun dan akar.
17
a. Batang Pada bagian batang diukur diameter pada titik pemotongan batang, menimbang berat basah total dan berat basah sampel, dan mengambil sampel sebanyak ± 300 gram dimasukan ke dalam plastik sampel dan diberi kode. b. Cabang Pada bagian cabang menimbang berat basah total bagian cabang, dan mengambil sampel sebanyak ± 300 gram dimasukan ke dalam plastik sampel dan diberi kode. c. Daun Pada bagian daun menimbang berat basah total , dan mengambil sampel daun sebanyak ± 300 gram dimasukan ke dalam plastik sampel dan diberi kode. d. Akar Pada bagian akar menimbang berat basah total , dan mengambil sampel akar sebanyak ± 300 gram dimasukan ke dalam plastik sampel dan diberi kode. 4.3.2 Variabel Serasah Semua serasah yang masuk kedalam sub plot petak pengamatan (0.5 x 0.5 m) ditimbang berat basahnya dan diambil sampelnya sebanyak ± 300 gram dimasukan ke dalam plastik dan diberi kode. 4.3.3 Variabel Tanah Pengambilan contoh tanah dilakukan dengan tiga kedalaman yang berbeda yaitu 0-20 cm, 20-40 cm, dn 40-60 cm sebanyak tiga kali ulangan pada plot yang sama. Tiga lapisan yang berbeda tersebut untuk melihat lapisan mana yang paling banyak mengandung kadar karbonnya.
4.4 Prosedur Penelitian 4.4.1 Prosedur Pengukuran di Lapangan Pengukuran kandungan karbon pada tanaman diawali dengan pengambilan sampel biomassa yang dilakukan secara survey. Pengukuran yang dilakukan meliputi pengukuran diameter batang setinggi dada (DBH) dan tinggi tanaman. Diameter tanaman merupakan panjang garis lurus yang menghubungkan dua titik pada garis lingkaran luar tanaman dan melalui titik pusat penampang
18
melintang suatu tanaman. Pengukuran diameter tanaman dilakukan pada ketinggian 1,3m dari permukaan tanah atau. Alat ukur yang digunakan adalah pita meter. (Gambar 2). Sedangkan tinggi tanaman ditentukan dengan menggunakan alat ukur tinggi tanaman f-brunton, tinggi yang diukur adalah tinggi bebas cabang dan tinggi total tanaman (Gambar 4). Pengukuran ini dilakukan pada plot yang telah dibuat pada lahan perkebunan karet.
Gambar 2. Pengukuran Diameter at The Breast High (DBH)
Gambar 3. Pengukuran tinggi tanaman Pengambilan contoh vegetasi dilakukan dengan metode acak purposif (sampling purposif) dengan menggunakan petak contoh berupa bujur sangkar
19
berukuran 100 x 20 m untuk vegetasi berupa tanaman, dan petak contoh berukuran 0,5 x 0,5 untuk pengambilan serasah dan contoh tanah. Penentuan plot pada tanaman karet di lapangan dilakukan menurut metode Hairiah, et. al., (2001) dalam Yulyana (2005) 100 m
20 m
2 x (0,5 m x 0,5 m)
Gambar 4. Desain plot contoh di lapangan Keterangan : Luas Plot 20 m x 100 m, Sub Plot 2 x (0,5 m x 0,5 m)
Pembuatan plot sebanyak tiga buah pada afdeling II, III, dan IV, pembuatan sub plot sebanyak enam buah yang berukuran 0,5m x 0,5m dilakukan untuk pengukuran contoh serasah dan contoh tanah.
p
Gambar 5. Pembuatan plot di lapangan
20
Tanaman karet sebanyak 10 tanaman yang terpilih dalam setiap plotnya kemudian ditebang. Setelah contoh tanaman ditebang, bagian tanaman dipisahkan dan ditimbang berat basahnya menurut bagian batang, cabang dan daun. Setelah penimbangan setiap bagian tanaman diambil contoh ujinya dan selanjutnya dianalisis di laboraturium. Perhitungan biomassa ini dimaksudkan untuk mengetahui kandungan karbon pada tanaman karet dengan membuat model pendugaan Allometrik equation yang melibatkan diameter batang dan tinggi tanaman. Umumnya biomassa tanaman ditentukan secara tidak langsung melalui persamaan Allometrik yang disusun untuk menduga biomassa tanaman. Plot dibuat sebanyak tiga buah dengan ukuran 20m x 100m (Gambar 2.), dalam masing-masing plot diletakan tiga buah sub plot berupa kuadran berukuran 2 x (0,5m x 0,5m) untuk pengambilan tumbuhan penutup tanah dan serasah, dan pengambilan contoh tanah untuk pengukuran kadar karbon tanah. (Gambar 10) .Tanaman yang masuk ke dalam setiap plot diukur diameter dan tinggi, kemudian dilakukan penebangan pada contoh tanaman terpilih sebanyak 10 tanaman tiap plotnya (Gambar 6a). Setelah tanaman ditebang, setiap bagian tanaman yaitu batang, cabang dan daun dipisahkan menurut bagiannya masing-masing. (Gambar 6b). Dan dihitung berat basah dari batang, cabang, daun, dan akar, kemudian diambil sampelnya ± 300gr.
a.
b.
Gambar 6. Penebangan contoh tanaman terpilih (a), Pemotongan sortimen menurut bagian batang, cabang dan daun.
21
4.4.2 Prosedur Pengukuran di Laboratorium a. Penentuan Biomassa di laboratorium Penentuan biomassa di laboratorium mengacu pada pedoman dari FORDA dan JICA (2005). Setiap sampel dikeringkan pada suhu 850C selama 48 jam untuk kayu dengan diameter kurang dari 10 cm, lalu ditimbang untuk memperoleh berat kering sampel. Jika diameter sampel lebih dari 10 cm, maka pengeringan dilakukan selama 96 jam. (Gambar 7 )
a.
b.
Gambar 7. Pengeringan sampel (a dan b). Rumus penentuan Biomassa di laboratorium menurut pedoman FORDA dan JICA adalah sebagai berikut:
TDW =
SDW xTFW .......(kg ) SFW
Keterangan: TDW: berat kering total (total dry weight,kg) TFW:berat basah total (total fresh weight,kg) SDW:berat kering sampel (sample dry weight,kg) SFW:berat basah sampel (sample fresh weight,kg)
b. Penentuan Karbon Tanaman Karet
Penentuan kadar karbon dilakukan dari setiap sortimen batang, cabang, daun, akar, serasah dilakukan dengan berbagai tahapan sebagai berikut: Setiap bagian
22
dari batang, cabang, daun, akar dan serasah masing-masing ditimbang sebagai berat basah sampel, kemudian masing-masing ditimbang sebanyak ± 300 gram. Masing-masing contoh tersebut kemudian dikeringkan pada oven 85° C selama 96 jam, sampai beratnya konstan. Kemudian digiling dan diambil contohnya sebanyak 1 gram. Contoh tersebut kemudian dipanaskan dalam oven 105° C selama 24 jam. Contoh tersebut kemudian ditimbang beratnya sebagai berat kering mutlak (misalnya a gram). Selanjutnya contoh tersebut dimasukan kedalam alat mofel dipanaskan pada suhu 700° C selama 2 jam. Kemudian ditimbang beratnya (misalnya b gram).
a.
b.
Gambar 8. Penimbangan sampel (a), Cawan porselen sebagai media untuk menyimpan sampel untuk proses pemanasan (b).
Kadar karbon dapat dihitung dengan rumus:
C organik contoh =
1− b x 100%.........................( Hariyadi, 2005) a
Jumlah kandungan ( cadangan) karbon setiap bagian tanaman dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Kadar C =
Berat basah total x berat ker ing contoh x kadar C organik contoh Berat basah contoh
...........................................................................(Hariyadi, 2005)
23
b.
a.
Gambar 9. Contoh sortimen batang untuk analisis laboratorium (a), Pengambilan contoh daun untuk analisis laboratorium (b).
c.
Penentuan Karbon Tanah
Variabel Tanah yang diukur adalah kandungan karbon organik ( Corganik), pengukuran karbon tanah menggunakan metode walkley and Black.
a.
b.
Gambar 10. Pembuatan sub plot untuk pengambilan sampel tanah (a), Pengukuran kedalaman tanah 0-20 cm, 20-40 cm ,40-60 cm untuk pengambilan sampel (b).
4.5 Model Keeratan Hubungan Kandungan Karbon dan Biomassa
Model keeratan hubungan antara kandungan karbon dengan biomassa dibuat untuk tegakan tanaman karet, model hubungan dibuat berdasarkan pada fungsi bahwa karbon=f (biomassa). Fungsi hubungan ini dibangun melalui
24
persamaan regresi sederhana. Dari model hubungan yang dibangun akan diketahui tingkat keeratan antara kandungan karbon dengan biomassa.
4.6 Nilai Manfaat Karbon
Pendekatan perhitungan nilai manfaat karbon pada tegakan karet di perkebunan karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten menggunakan system silvikultur intensif yaitu: (1)
menghitung jumlah kandungan karbon yang terdapat dalam: (a) tegakan karet (akar, batang, cabang dan daun), (b) serasah atau bahan yang terdapat dipermukaan tanah, (c) di dalam tanah tempat tumbuh tegakan karet.
(2)
menentukan harga karbon per ton yang telah dikonversi dengan suku bunga yang berlaku di negara-negara maju rata-rata 6% pertahun (Pirard 2005 dalam Gusti 2007).
Harga jual karbon dalam penelitian ini di
dasarkan pada harga CER permanen (certified emission reduction) yang diambil dari harga proyek karbon energi yaitu 15, 18 dan 21 USD/ton C dan masing-masing dikalikan dengan suku bunga 6%. Sehingga harga karbon yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 3,79, 4,55, dan 5,31 USD/ton C ( 1USD= Rp. 10.250). (3)
Menghitung nilai manfaat karbon dengan mengalikan jumlah keseluruhan kandungan karbon per satuan luas dengan harga karbon per ton Formula perhitungan nilai manfaat karbon adalah sebagai berikut: TJC = JCTK + JCN + JCT NPC = TJC x HC x LAK dimana, TJC
= total jumlah penyerapan karbon pada pembangunan tanaman karet (ton/ha C).
JCTK = jumlah karbon pada tegakan karet (akar, batang, cabang, dan daun) (ton/ha C). JCN
= jumlah karbon pada serasah atau nekromassa dipermukaan tanah dari tegakan karet (ton/ha C).
JCT
= jumlah karbon yang terdapat dalam tanah dari tegakan karet
25
(ton/ha C). NPC
=
Nilai manfaat penyerapan karbon dari pembangunan tanaman karet (Rp).
HC
= harga karbon dalam skema perdagangan karbon menurut skenario CER sementara, yaitu harga karbon CER permanen yang dikonverasi dengan suku bunga negara-negara maju sebesar 6% (Rp/ton C, 1 USD = Rp.10.250).
LAK = luas areal pembangunan tanaman karet (ha).
4.7 Pengolahan dan Analisis Data
Pendugaan model matematik hubungan antara biomassasaa dan karbon dengan diameter dan tinggi tanaman karet menggunakan Uji Regresi , program statistic SPSS 15, MINITAB 14 dan Microsoft Excel 2003.
4.8 Pemilihan Model
Model yang dipilih berdasarkan pada kriteria sebagai berikut: a. Kesesuaian terhadap fenomena b. Sifat keterandalan model
Koefisien determinasi (R2) mendekati 100%, berati data semakin terandalkan. R2 =
JKR ×100% JKT
Apabila nilai R2 mendekati 100%, bearti data semakin terandalkan.
Variasi
(S2),
yaitu
tingkat
keanekaragaman
data
dengan
menggunakan rumus: s
2
∑ xi =
2
− (∑ xi ) 2 / n n −1
Model yang dipilih adalah model yang memiliki variasi terkecil. Koefisien determinasi terkoreksi (R2 ajusted = R2a) Koefisien determinasi terkoreksi adalah koefisien determinasi yang sudah dikoreksi oleh derajat bebas dari jumlah kuadrat sisa (JKS) dan jumlah kuadrat total (JKT) dengan rumus sebagai berikut:
26
R 2 adj =
⎡ n −1 ⎤ JKS / (n − p ) = 1 − (1 − R 2 ) ⎢ ⎥ JKT / (n − 1) ⎣n − p⎦
Dimana p adalah banyaknya parameter dalam regresi (termasuk βθ), dan n adalah banyaknya objek (kasus) yang dianalisis. Kriteria uji R2 adjusted sama dengan kriteria R2. c. Uji keabsahan model Uji keabsahan model (model validation) bertujuan untuk melihat kemampuan model dalam menduga sekelompok data baru (yang tidak diikutsertakan dalam pembentukan modelnya). Prosedur yang dipakai dalam penelitian ini adalah prosedur uji keabsahan prosedur Jackknife yang dikembangkan oleh Quenouille dan Tukey (Efron, 1979). Langkahlangkah pengujiannya sebagai berikut: 1.Hilangkan kasus pertama dari set data untuk pendugaan model. 2.Tentukan pendugaan model berdasarkan (n-1) data sisanya (selain kasus pertama). 3.Tentukan penduga dari peubah tak bebas kasus pertama berdasarkan penduga model yang diperoleh dari langkah kedua. 4.Ulangi langkah 1 sampai 3 untuk seluruh kasus yang ada sampai kasus yang ke-n. ˆ adalah penduga bagi Yi, yaitu penduga peubah tak bebas dari Apabila Yi
kasus ke-I yang diperoleh dengan memakai penduga model berdasarkan (n-1) tanpa kasus ke-I, maka dari n kasus yang ada akan dapat diperoleh n ˆ terhadap Yi, yaitu: buah simpangan Yi ˆ , untuk i=1,2,…n ei= Yi- Yi
dari n buah ei ini dapat ditentukan: mi=(ei/Yi)x100%, untuk i=1,2,…n selanjutnya, apabila di = (mi)2, maka akan dicari: n
MSPE = ∑ di 2 / n i =1
27
⎡⎛ n ⎤ ⎛ ⎛ n ⎞2 ⎞ ⎞ 2 ⎢ ⎜ S d = ∑ di − ⎜ ⎜ ∑ di ⎟ ⎟ / n ⎟ / (n − 1) ⎥ ⎜ ⎟ ⎟ ⎢⎜ ⎥ ⎝ ⎝ i =1 ⎠ ⎠ ⎠ ⎣⎝ i =1 ⎦ 2
CVd = Keterangan
Sd x100% d : MSPE = Mean Square Predicted Error S2D
= variasi
CVd
= koefisien varian
Model akan semakin baik apabila memiliki MSPE dan CVd yang semakin kecil. Atas dasar ini, maka nilai MSPE dan CVd selanjutnya dipakai sebagai kriteria dalam menentukan tingkat keabsahan dari model-model yang dicobakan. Uji keabsahan model merupakan uji yang terakhir dilakukan dalam pemilihan model yang terbaik dan sekaligus juga untuk menentukan cara pendekatan terbaik dalam pemecahan masalah dalam penelitian ini, selain faktorfaktor kekonsistenan dalam penerimaan model tertentu pada setiap kali membangun model, kepraktisan pemakaian model dan kemudahan mendapatkan modelnya.
28
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Perhitungan kandungan karbon pertanaman karet di perkebunan karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten didekati dengan kajian cadangan (stock) karbon dalam ekosistem tanaman karet. Perhitungan cadangan karbon meliputi pembuatan model penduga biomassa dan karbon tegakan karet, dan perhitungan cadangan karbon seluruh tegakan tanaman karet, karbon serasah dan karbon tanah dari ekosistem pertanaman karet.
5.1 Model Penduga Biomassa dan Karbon Tanaman Karet
Proses pemilihan model diawali dengan pemilihan beberapa persamaan Allometrik dengan menggunakan variable bebas yang sama pada beberapa persamaan allometrik dengan menggunakan persamaan model yang berbeda. Variabel-variabel bebas yang digunakan antara lain diameter setinggi dada (D), tinggi total tanaman (H), tinggi bebas cabang (Hb) dan kuadrat diameter dan tinggi total (D2H). Hasil pengukuran dari tiga buah plot masing-masing
sebanyak 10
tanaman dengan jumlah 30 tanaman dilakukan secara destruktif pada tegakan karet berdiameter 26.1 cm 36.8 cm dan kisaran tinggi 13,5 m sampai 17,6 m memberikan beberapa informasi bobot basah rata-rata dari 3 buah plot sebanyak 30 tanaman sesuai dengan bagian-bagian tanaman. (gambar 11) .
Gambar 11. Rata-rata bobot basah dari setiap bagian tanaman karet
29
Di samping sifat fisik dalam bentuk bobot basah beberapa bagian tanaman karet, berdasarkan hasil analisis di laboratorium melalui pengambilan sampel bagian-bagian tanaman di lapangan memberikan informasi tentang persentase karbon sampel, bobot kering (biomassa), dan kandungan karbon bagian tanaman sehingga dapat diketahui proporsi sebaran biomassa dan karbon tanaman pada setiap bagian tanaman (Tabel 1). Tabel 1. Hasil analisis laboratorium dan perhitungan biomassa serta kandungan karbon beberapa bagian tanaman karet
No
Bagian Tanaman
1 2 3 4
Batang Cabang Daun Akar
Persentase C-organik sampel (%)
Proporsi Biomassa dari Total (%)
41,31 36,21 46,02 42,74
51,42 21,95 8,17 11,26
Proporsi Karbon dari Total (%) 52,62 26.15 9.31 11,92
Proporsi biomassa dari total merupakan persentase besarnya biomassa pada suatu bagian tanaman dibandingkan dengan biomassa total tanaman. Proporsi biomassa tertinggi terdapat pada bagian batang yaitu sebesar 51,42%, kemudian diikuti oleh bagian cabang sebesar 21.95%, akar 11,26% dan bagian terkecil yaitu daun sebesar 8,17%. Sejalan dengan proporsi biomassa, maka proporsi karbon tertinggi juga terdapat pada bagian batang yaitu sebesar 52,62%, hal ini menunjukan bahwa dari total karbon yang dikandung oleh tanaman, 52,62%
jumlah karbon tersebut
terdapat dibagian batang, dan sisanya terdapat di cabang sebesar 26,15%, akar sebesar 11,92% dan karbon pada bagian daun sebesar 9,31%. Proporsi karbon dari total merupakan persentase besarnya serapan karbon pada suatu bagian tanaman dibandingkan dengan serapan karbon tanaman total. Kandungan karbon tanaman dipengaruhi langsung oleh persentase kandungan karbon sampel dan biomassa tanaman karena kandungan karbon tanaman merupakan perkalian antara biomassa dan persentase kandungan karbon sampel hasil analisis laboratorium, adapun persentase kandungan karbon bagian tanaman terhadap biomassa merupakan perbandingan antara jumlah karbon yang diserap oleh bagian tanaman terhadap biomassa bagian tanaman tersebut.
30
Hasil analisis laboratorium menunjukan bahwa kadar air semua bagian tanaman terbesar terdapat pada bagian batang sebesar 27,75% diikuti oleh akar yaitu sebesar 23,58% kemudian diikuti oleh bagian cabang sebesar 20,84% dan bagian kadar air terkecil terdapat dibagian daun yaitu sebesar 15,67 yaitu sedangan kadar karbon, persentase Biomassa, dan Persentase Karbon terbesar terdapat pada bagian batang. Terlihat pada gambar 12. Hasil analisis kadar karbon menunjukan bobot tertinggi pada bagian batang, diikuti bagian cabang, daun dan akar tertera pada gambar 13.
Gambar 12. Kadar air rata-rata dari setiap bagian tanaman
Gambar 13. Karbon rata-rata dari setiap bagian tanaman Kandungan biomassa atau berat kering pada setiap bagian tanaman karet disajikan pada gambar 14. Bagian tanaman yang digunakan untuk menentukan kandungan biomassa adalah batang, cabang, akar daun dan daun. Biomassa total adalah
31
total biomassa bagian dikandung oleh seluruh bagian yang diteliti. Kandungan biomassa digunakan sebagai data untuk menentukan kandungan karbon, dan penentuan model penduga biomassa dengan diameter, dan tinggi tanaman.
Gambar 14. Hasil analisis kadar biomassa rata-rata
Hasil analisis laboratorium menyatakan bahwa persentase biomassa ratarata terbesar dari data sebanyak 30 tanaman karet adalah biomassa batang, diikuti biomassa cabang, biomassa akar dan persentase terkecil adalah biomassa daun yaitu sebesar 16,97%. Kandungan biomassa batang berkaitan erat dengan hasil produksi tanaman yang didapat melalui proses fotosintesis yang umumnya disimpan pada batang, karena batang pada umumnya memiliki zat penyusun kayu yang lebih banyak dibandingkan dengan bagian tanaman yang lain. Zat penyusun kayu tersebut menyebabkan bagian rongga sel pada batang akan menjadi lebih besar. Sedangkan daun umumnya tersusun oleh banyak rongga stomata yang menyebabkan struktur daun menjadi kurang padat, sehingga kurang berat. Biomassa atau bahan organic pada umunya hanya memiliki kisaran sebesar 3-6%. Menurut White dan Plaskett (1991) kisaran biomassa pada daun adalah sekitar 6%.
5.2 Model Penduga Biomassa dan Karbon Total
Pengambilan sampel tanaman karet dilakukan secara destruktif dengan menebang tanaman dan menghasilkan persamaan allometrik biomassa dan karbon
32
tanaman karet, persamaan tersebut merupakan hubungan antara biomassa atau karbon pada tiap bagian tanaman dan diameter ataupun tinggi total. Model penduga biomassa dan karbon menggunakan pendekatan diameter, tinggi, dan gabungan diameter san tinggi total hingga suatu model dari tiap bagian tanaman karet dapat terpilih. Pembuatan model diawali dengan pemilihan beberapa persamaan Allometrik dengan menggunakan variable bebas yang sama pada beberapa persamaan model yang berbeda, variable tersebut adalah: Diameter setinggi dada (D), tinggi bebas cabang (Hb), tinggi total (H) dan kuadrat diameter dan tinggi total tanaman (D2H). Model yang terbaik dari suatu persamaan yang menggunakan variable bebas tertentu akan dipilih untuk menduga biomassa dan kandungan karbon tanaman karet. Semakin besar koefisien determinasi atau koefisien determinasi terkoreksi maka model akan semakin baik, sebaliknya semakin kecil standar deviasi model maka model akan dikatakan lebih baik dari model lainnya.
5.2.1
Model Penduga Biomas Total Tanaman Karet
Model penduga biomassa tanaman karet di perkebunan karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten dibangun berdasarkan pada hubungan antara biomassa pada masing-masing bagian tanaman yaitu batang, cabang, daun dan akar. Untuk menduga biomassa total tanaman karet maka dilakukan pengukuran, penebangan, penimbangan hingga analisis laboratorium pada bagian batang, cabang, daun dan akar untuk mendapatkan bobot basaah, bobot kering, kadar air, dan kandungan C-organik. Berdasarkan pendugaan biomas total dengan menerapkan berbagai pilihan variable bebas, maka secara ringkas dapat disajikan beberapa persamaan allometrik sebagaimana disajikan pada tabel 2. Tabel 2 menyajikan model penduga hubungan biomassa total dengan diameter (D), tinggi total (H), tinggi bebas cabang (Hb) dan kuadrat diameter dan tinggi total (D2H).
33
Tabel 2. Persamaan allometrik untuk penduga biomassa total tanaman karet di perkebunan karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten pada beberapa penerapan variabel bebas pR2 value CVd 69.90% <0.001 7.639
Persamaan
Y=105+3.32D Y=419-16.9D+0.322D2 2
Y=-1269+145D-4.85D +0.0547D
75.30% <0.001 8.078 3
76.90% <0.001 8.683
Y=-141+102lnD
68.00% <0.001 7.711
Y=127.7+e0.0157D
69.80% <0.001 7.739
Y=39.65D0.483
68.10% <0.001 7.713
Y=100+3.82D-2.62Hb
70.40% <0.001 7.273
Y=446-22.2D+0.40 D2+29.1Hb-3.7 Hb2
76.30% <0.001 8.700
Y=- 967+103D-3.57D2+0.0418D3+113Hb-26.8Hb2+2.09Hb3
77.30% <0.001 9.318
Y=-179+117 lnD-9.5lnHb
68.50% <0.001 7.307
0.0177 D - 0.0101 Hb
Y= 125.2e Y= 34.1D
0.540
0.0371
70.10% <0.001 7.464
-Hb
68.40% <0.001 7.407
Y=-182+11 lnD-9.8lnHb+3.6lnH
68.50% <0.001 7.249
Y= 152.2e+ 0.0178 D - 0.0100 Hb - 0.00049 H
70.10% <0.001 7.483
Y= 33.78D0.536 Hb- 0.0378 H0.009
68.40% <0.001 7.383
Y=372-4.86D+1.55Hb-9.45H+0.00838D2H
74.40% <0.001 8.276
-0.0188 D + 0.0076 Hb - 0.0404 H + 0.000035 D2H
Y=395.4e
73.30% <0.001 8.485
Keterangan: Y=Karbon (kg) D=Diameter (cm) H=Tinggi total (m) Hb=Tinggi bebas cabang (m) R2=Koefisien determinasi, CVd=Koefisien Varian D2H=Kuadrat diameter dan tinggi total(cm3)
Tabel 2 menunjukan bahwa penduga biomassa total tanaman karet dengan menggunakan variable bebas diameter tanaman memiliki nilai koefisien determinasi tertinggi (R2=75,30%) dengan nilai koefisien varian terkecil (8,078). Dengan demikian persamaan allometrik terbaik yaitu model kuadratik yang dapat digunakan untuk menduga biomassa total tanaman karet di perkebunan karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten adalah Y=419-
34
16.9D+0.322D2. Persamaan allometrik penduga biomassa tanaman karet dengan menggunakan variable bebas diameter disajikan pada gambar 15.
Y=419-16.9D+0.322D2 R2=75.30% n=30
220.0
210.0
200.0
190.0
180.0 27.5
30.0
32.5
35.0
Diameter Gambar 15. Persamaan allometrik untuk penduga biomassa total pada tanaman karet di perkebunan Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten Berdasarkan nilai koefisien determinasi yang terbesar dan nilai koefisien varian yang terkecil maka persamaan allometrik yang dipilih untuk menduga biomassa tanaman karet yaitu Y=419-16.9D+0.322D2, maka biomassa tanaman karet di perkebunan karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten dapat dihitung. Hasil perhitungan menunjukan bahwa total biomassa tanaman karet di lahan perkebunan Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten adalah 96,73 ton/ha, sehingga cadangan biomassa tanaman karet di
perkebunan Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten
Pandeglang Banten dengan luasan areal 3.292, 47 ha adalah 318.480,62 ton. 5.2.2
Model Penduga Karbon Total Tanaman Karet
Kandungan karbon tanaman karet merupakan hasil antara perkalian bobot kering dan persentase kandungan karbon sampel, sedangkan kandungan karbon total menginformasikan jumlah karbon total yang diserap setelah melalui proses
35
fotosintesis yang meliputi serapan karbon pada bagian batang, cabang, daun dan akar. Model penduga karbon total tanaman sama seperti pada prosedur pemilihan persamaan allometrik biomassa total tanaman karet, maka dapat dipilih model persamaan penduga kandungan karbon total pada masing-masing variable bebas sebagaimana disajikan pada tabel 3. Tabel 3. Persamaan allometrik untuk penduga karbon total tanaman karet di perkebunan Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten pada beberapa penerapan variabel bebas pvalue CVd R2 69.50% <0.001 11.819
Persamaan
Y=32.851+1.6481D Y=101.72-2.783D+0.07077D2 2
Y=-390.7+44.55D-1.438D + 0.01595D
70.50% <0.001 11.055 3
71.10% <0.001 11.261
Y=-90.85+50.952lnD
68.60% <0.001 11.941
Y=46.06e0.0194D
69% <0.001 12.015
Y=10.64D0.601
68.3% <0.001 12.201
Y=29.7+1.95D-1.59Hb
70.20% <0.001 11.962 2
2
Y=92.3-2.88D+0.0759D +5.0Hb- 0.79Hb
71.00% <0.001 11.628
Y=-381+60.6D-1.94D2+0.0212D3- 140Hb+35.9Hb2-3.03Hb3
72.30% <0.001 11.328
Y=-116+61.0lnD-6.51lnHb
69.40% <0.001 12.323
0.0225 D - 0.0160 Hb
Y=44.26e
69.50% <0.001 12.319
Y=8.16D0.706Hb- 0.0673
68.90% <0.001 12.544
Y= - 126 + 56.6 ln D - 7.24 ln Hb + 9.3 ln H
70.20% <0.001 12.323
Y = 42.9e0.0211 D - 0.0169 Hb + 0.00518 H
69.80% <0.001 12.319
Y=7.38D0.659Hb- 0.0750H0.098
69.80% <0.001 12.319
Y=81.9+0.06D-0.84Hb-1.42H+0.00170D2H
71.30% <0.001 11.325
0.0053 D - 0.0093 Hb - 0.0121 H + 0.000015 D2H
Y=70.80e
70.20% <0.001 11.622
Keterangan: Y=Karbon (kg) D=Diameter (cm) H=Tinggi total (m) Hb=Tinggi bebas cabang (m) R2=Koefisien determinasi, CVd=Koefisien Varian D2H=Kuadrat diameter dan tinggi total(cm2)
36
Tabel 3 menunjukan bahwa penduga karbon total tanaman karet dengan menggunakan variable bebas diameter tanaman memiliki nilai koefisien determinasi tertinggi (R2=70.50%) dengan nilai koefisien varian terkecil (11,055). Dengan demikian persamaan allometrik terbaik yaitu model kuadratik yang dapat digunakan untuk menduga karbon total tanaman karet PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten adalah Y=419-16.9D+0.322D2. Persamaan allometrik penduga biomassa tanaman karet dengan menggunakan variable bebas diameter disajikan pada gambar 15.
Y=101.72-2.783D+0.07077D2 R2=70.50% n=30
90.0
85.0
80.0
75.0 27.5
30.0
32.5
35.0
Diameter Gambar 16. Persamaan allometrik untuk penduga karbon total pada tanaman karet di perkebunan karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupeten Pandeglang Banten.
Berdasarkan persamaan allometrik yang dipilih yaitu Y=101.722.783D+0.07077D2 maka biomassa tanaman karet di perkebunan karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten dapat dihitung. Hasil perhitungan menunjukan bahwa total karbon tanaman karet di lahan PTP Nusantara VIII Provinsi Banten adalah 39,13 ton/ha, sehingga cadangan karbon tanaman karet di perkebunan karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten dengan luasan areal 3.292, 47 ha adalah 128.834,35 ton C.
37
5.2.3
Model Penduga Hubungan Karbon dengan Biomassa
Potensi karbon pada tanaman karet dapat dipresentasikan oleh biomassanya. Berdasarkan data biomassa dan kandungan karbon setiap bagian tanaman diketahui bahwa hubungan keduanya adalah linear positif, yaitu kandungan karbon meningkat secara linear seiring dengan meningkatnya biomassa tanaman. Model hubungan antara antara karbon dengan biomassa didekati dengan menggunakan model penduga C=a+bW. Persamaan allometrik penduga karbon dengan biomassa yaitu C=2.115+0.393W (R2=62.30). Berdasarkan persamaan allometrik model penduga hubungan karbon dengan diameter dan
biomassa dengan diameter pada tanaman karet PTP
Nusantara VIII Kabupaten pandeglang Banten dapat diketahui proporsi karbon yaitu sebesar 28,25%, disajikan pada tabel 5. Tabel 4. Proporsi karbon terhadap biomassa tanaman karet di perkebunan karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII Banten Biomassa (ton/ha)
Karbon (ton/ha)
% Karbon
97.437,2
38.365,6
28,25
Proporsi karbon yang diduga dari biomassa adalah sebesar 28,25%, hasil penelitian ini berbeda dengan Brown (1996) yang melaporkan bahwa 50% dari biomassa adalah karbon. Sedangkan hasil penelitian Mudiyarso dan Wasrin (2000) di lahan karet Rantau Pandan, Jambi menyebutkan bahwa 45% dari biomassa total adalah karbon dan secara umum kandungan karbon terhadap biomassa berkisar sekitar 41-54% (IPCC,1996). Hasil penelitian Yulyana (2005) pada tanaman karet di Bengkulu Utara menunjukan bahwa 16,63-20,96% dari biomassa adalah karbon terikat. Hasil penelitian Hilmi (2003) di lahan hutan mangrove, Indragiri Hilir Riau menunjukan bahwa 19-47% dari biomassa adalah karbon terikat, hasil penelitian Onrizal (2004) pada hutan kerangas Kalimantan Selatan menunjukan bahwa 19-27% dari biomassa adalah karbon terikat. 5.3 Biomassa dan Cadangan Karbon Serasah
Hasil analisis laboratorium potensi biomassa dan cadangan karbon serasah pertanaman karet di perkebunan karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten menunjukan bahwa biomassa yang dihasilkan
38
adalah sebesar 8,53 ton/ha sehingga potensi karbon yang dihasilkan oleh perkebunan karet kebun bojong datar dengan luasan areal 3.292,47 ha adalah sejumlah 28.084,77 ton, sedangkan cadangan karbon sebanyak 1,47 ton/ ha sehingga cadangan karbon serasah di perkebunan karet Bojong Datar dengan luas areal 3.292,47 ha adalah sejumlah 4.839,93 ton, disajikan dalam tabel 6. Tabel 5. Potensi kandungan karbon dan biomassa serasah di areal perkebunan karet Bojong datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten Plot I II III rata-rata
(kg/plot) 0.03 0.04 0.04 0.04
Karbon (kg/ha) 1200 1600 1600 1466.67
(ton/ha) 1.2 1.6 1.6 1.47
Biomassa (kg/plot) (kg/ha) (ton/ha) 0.18 7200 7.2 0.25 10000 10 0.21 8400 8.4 0.21 8533.33 8.53
Serasah terbentuk dari daun-daun yang gugur maupun cabang-cabang yang mengering, mati dan jatuh ke permukaan tanah. Serasah memberikan masukan bahan organik ke tanah melalui proses dekomposisi. Jumlah masukan bervariasi tergantung dari jenis tanaman dan musim. Pada musim kemarau beberapa tanaman cenderung lebih banyak menggugurkan daunnya dari pada musim penghujan. Tanaman karet termasuk jenis yang menggugurkan daun pada musim kemarau. Pada saat pengukuran dilakukan merupakan musim peralihan sehingga serasah tidak banyak dijumpai. 5.4 Cadangan Karbon Tanah
Hasil analisis laboratorium potensi cadangan karbon tanah di pertanaman karet perkebunan Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten sebesar 292 ton/ha, sehingga potensi karbon tanah perkebunan karet dengan luas areal 3.292,47 ha adalah 961.401,24 ton. Dari sampel yang diambil pada kedalaman 0-20, 20-40, 40-60 cm menunjukan bahwa kandungan karbon terbesar terdapat pada lapisan teratas yaitu lapisan 0-20 cm. Kandungan karbon lapisan tanah bagian atas lebih tinggi daripada lapisan tanah di bawahnya diduga karena masukan bahan organic dari luar tanah banyak terkumpul dipermukaan tanah, selanjutnya bahan organic akan mengalami dekomposisi dan mineralisasi dari bahan organik tanah (BOT),
39
mineral tanah dan dari pemupukan memasuki pool hara tersedia dalam tanah. Hairiah dan Mudiyarso (2000) menyatakan bahwa tingginya ketersediaan hara dipermukaan tanah menyebabkan banyak akar tanaman tumbuh dilapisan atas sehingga sebaran karbon menjadi lebih banyak. Berat jenis (Bj) tanah dalam penelitian di pertanaman karet perkebunan Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Banten diasumsikan 1 g/cm3. Tabel 6. Cadangan karbon tanah di perkebunan karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten Lokasi
C-org (%) 1.41 1.39 1.58 Rata-rata
Plot I Plot II Plot III
Berat Tanah (Kg/ha) 2x105 2x105 2x105
C tot (kg/ha) 282.000,00 278.000,00 316.000,00 292.000,00
C tot (ton/ha) 282 278 316 292
5.5 Nilai Manfat Karbon
Harga jual karbon dalam penelitian ini di dasarkan pada harga CER (certified emission reduction) permanen yang diambil dari harga proyek karbon energi yaitu 5,31 USD/ton C ( 1USD= Rp. 10.250).
Cara menghitung nilai
manfaat karbon mengalikan jumlah keseluruhan kandungan karbon per satuan luas dengan harga karbon per ton. Nilai total jumlah penyerapan karbon pada pembangunan tanaman karet adalah sebesar 333 ton/ha C . Adapaun
Nilai
manfaat penyerapan karbon dari pembangunan tanaman karet di Perkebunan PTP Nusantara
VIII
Rp.59.673.903.338,-.
Kabupaten
Pandeglang
Banten
adalah
sebesar
40
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Potensi biomassa tegakan karet di pertanaman karet perkebunan karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten adalah sebesar 96,73 ton/ha, sehingga dengan luas areal 3.292,47 ha cadangan biomassa di pertanaman karet perkebunan Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Banten adalah sebesar 318.480,62 ton, sedangkan cadangan karbon sebesar 39,13 ton/ha,sehingga cadangan karbon untuk luasan areal tanaman karet seluas 3.292,47 ha adalah sebesar 128.834,35 ton C. Persamaan allometrik yang telah berhasil dibangun untuk menduga potensi Biomassa total tanaman karet di perkebunan karet kebun Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten dengan variabel bebas diameter adalah Y=419-16.9D+0.322D2 (R2=75,30%), sedangkan untuk penduga cadangan karbon adalah Y=101.72-2.783D+0.07077D2 (R2=70,50%). Nilai ekonomi karbon tanaman karet di perkebunan karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten dengan luasan areal 3.292,47 ha adalah Rp.59.466.030.281,- dengan rata-rata per ha adalah Rp.18.124.357,-.
6.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lain untuk mengetahui persamaan alometrik tanaman karet dengan umur yang heterogen atau umur homogen yang berbeda, sehingga dapat diketahui
perbedaan besarnya serapan karbon yang dapat
diketahui dari berbagai umur tanaman karet.
41
DAFTAR PUSTAKA
Boer, R, N. Ginting. 1996. Greenhouse Gases Emission and Uptake by Indonesian Forest. Training Workshop on Greenhouses Gases Mitigation Option and Economic Limitation Seminar. (18-19 Desember 1996). Jakarta. Brown, S, Hail, C.A.S, Kanbe, W, Raich, J, Trexler, M.C, Woomer, P. 1993. Tropical Forest: Their past, present, and potential future role in the terrestrial carbon budget. J. water, air, and soil polution. 70:71-91. Brown, S, Gaston. 1996. Estimates of biomass density for tropical forest. In: Levine, J.S. (Ed.). Biomass burning and global change. Vol. 1: 133-139. MIT Press. Cambridge. Brown, S. 1997. Estimating Biomassa and biomassas Change of Tropical Forest. A Primer. FAO Forestry Paper. 134. FAO. Rome. Budiman, R. 2000. Membandingkan Sampling Error dan Efisiensi Relatif Metode Point Sampling Terhadap Metoda Petak Ukur Lingkaran Konvensional Dalam Pendugaan Volume Tegakan Hutan Tanaman Pinus. Universitas Winaya Mukti. Bandung. Chapman, S. B. 1976. Methods in plant ecology.2nd edition. Blackwell Scientific Publisher. Oxford. 145-120 p. Cornnel, D.W, Miller, D.J. 1995. Kimia dan Ekotoksilogi Pencemaran. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Efron, B. 1979. Bootstrap methods: another look at the jackknife. The annals of Statistics 7 (1): 1-26. Fardiaz, S. 1992. Polusi udara air dan udara Bogor. Kanius. Hlm 24-27. Forda,
JICA. 2005. Manual Biomass survey and http://www.cffmp.org/pdf/manual/biomass.pdf. [2 Mei 2006].
analysis.
Gardner, F.P, R.B. Pearce, R.L. Mitchell 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta. Penerbit UI. Press. 478p. Gusti. 2007. Model Pendekatan Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Melalui Sistem Silvikultur Intensif Dalam Skema Perdagangan Karbon. [Disertasi]. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Hairiah, K, Arifin, J, Prayogo, C, Widianto, Sunaryo, 2001. Prospek Agroforestry Berbasis Kopi sebagai Cadangan Karbon. Agroteksos.
42
Hairiah, K, S.R. Utami, B. Lusiana, M. Van Noordwijk. 2002. Neraca Hara dan Karbon dalam Sistem Agroforestri. Bahan Ajaran ASB 6. World Agroforestry Centre, ICRAF South East Asia. Bogor. Hall, A.S.C, J.WE. Day. 1976. Ecosystem modeling in theory and practice: an introduction with case histories. John Wiley and Son. New York. Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta. Hariyadi. 2005. Kajian Potensi Cadangan Karbon Pada Pertanaman Teh dan Berbagai Tipe Penggunaan Lahan di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Kecamatan Nanggung-Kabupaten Bogor. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hilmi, E. 2003. Model Penduga Kandungan Karbon Pada Kelompok Jenis Rhizophora spp. Dan Briguiera spp. Dalam Tegakan Hutan Mangrove (Studi Kasus Indragiri Hilir, riau). [Disertasi]. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Hoover CM, Bidsey RA, Heath LS, Stout SL. 2000. How to estimate carbon sequestration on small forest tract. J For. 98(9):13-19. IPCC. 1995. Greenhouse Gas Inventory Reference Manual. IPCC WGI Technical Support Unit, Hardley Center, Meteorology Office, London Road, Braknell, RG 122 NY, United Kingdom. IPCC. 1996. Revised 1996 IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories:Reference Manual. Paris. France. Johnsen, C.M, I.C. Viera, D.J. Zariah, J. Frizano, dan A.H. Johnson. 2001. Carbon and nutrient storage in primary and secondary forest in Eastern Amazonia. Forest Ecology and Management. 147 (2001): 240-252. Kasno, A, D. Setyorini, Nurjaya. 2003. Status c-organik lahan sawah di Indonesia. Dalam Kearifan Pendayagunaan Sumberdaya Tanah sebagai Aset Utama Peningkatan Kemampuan Pembangunan Daerah. Prosiding Kongres Nasional VIII Padang; 21-23Juli2003. Padang:Himpunan Ilmu Tanah Indonesia.hlm 481-483. KLH. 2004. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2004 Tentang Pengesahan Kyoto Protocol atas Konvensi Kerangka Kinerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim. Kementrian Lingkungan Hidup. Jakarta. 79p. Kusmana, C. 1993. A Study on Mangrove Forest Management Base on Ecologycal Date in East Sumatera Indonesia [Disertasi]. Kyoto University. Kyoto.
43
Lal, R, 1995. Sustainable Management of Soil Resources in the Humid Tropics. United Nation University Press, Tokyo. Loveless AR. 1987. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik. Jakarta. PT. Gramedia. Lugo AE, Snedaker SC. 1974. The Ecological of Mangrove. Ann. Rev. Ecol. & Syt. 5 : 39-64. MacDicken, K.G. 1997. A Guide to Monitoring Carbon Storage in Forestry and Agroforestry Projects. Winrock International Institute for Agricultural Development. Arlington. Mudiyarso D, Van Noordwijk M, Suyanto A. 1999. Modeling Global Change Impact on the Soil Environtment. Bogor. IC-SEA Report No. 6 Biotrop GCTE/ Impacts Center for Southeast Asia (IC-SEA). Mudiyarso, D. 2003. CDM: Mekanisme Pembangunan Bersih. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. 228p. Onrizal. 2004. Model Penduga Biomassa dan Karbon Tegakan Hutan Kerangas di Taman Nasional Danau Sentarum, Kalimantan Barat. [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Priyadarsini, R. 1999. Estimasi model C (Karbon-stock), masukan bahan organik dan hubungannya dengan populasi cacing tanah pada sistem wanatani. Program Pascasarjana, Universitas Brawijaya, Malang, 76pp. Raymond, A, T.L. Philips. 1983. Evidence for an upper carboniferous mangrove community. Task for Vegetation Science J. 8: 19-29. Reijntjes, C, B. Haverkort, waters-bayer.1992. Pertanian Masa depan: Pengantar untuk Pertanian berkelanjutan dengan Input Luar Rendah.Y. Sukoco, Penerjemah, Kanisius, Yogyakarta. Satoo T, Madgwick HAI. 1982. Forest Biomass. Martinus Publisher. Soedomo, M. 2001. Pencemaran Udara. Bandung. Penerbit ITB Press. Soemarwoto, O. 2001. Atur Diri Sendiri Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup. Yogyakarta. Gajah Mada University Press. Toman M, Cazorla M. 2001. The Clean Development Mechanism. A Primer. www.weathervane.rff.org. [17 November 2001]. White PL, Plaskett GL. 1981. Biomass as Fuel Scotland: Academic Press.
44
Whitten AJ, Anwar DJ, Hisyam N. 1984 The Ecologycal of Sumatra. Gajah Mada University Press. Yulyana, R, 2005. Potensi Kandungan Karbon Pada Pertanaman Karet (Hevea brasiliensis) Yang Disadap (Studi Kasus di Perkebunan Inti Rakyat Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Utara) [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lampiran 1. Diameter, Tinggi dan Kadar Karbon dan Biomas Plot I di Lokasi Penelitian PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten No D (cm) Hb (m) H (m) Cb (kg) Cc (kg) Cd (kg) Ca (kg) CT (kg) Bb (kg) Bc (kg) Bd (kg) Ba (kg) 1 29.0 4 15 39.96 22.99 8.39 10.35 81.68 93.53 57.37 17.05 23.61 2 29.3 4.2 15.5 42.12 23.42 7.67 10.42 83.63 106.40 57.89 17.28 23.93 3 27.7 3 14.2 42.80 24.35 7.22 10.02 84.38 100.95 62.32 15.42 23.14 4 28.2 3.7 15.4 39.19 21.99 7.86 10.17 79.20 106.82 61.63 15.88 23.68 5 31.8 4.2 16.5 43.90 24.17 7.56 10.08 85.71 103.37 63.03 16.91 23.46 6 27.8 3 14 38.68 22.31 7.19 10.05 78.23 91.22 63.15 16.29 23.10 7 32.6 4.5 14.5 49.17 21.25 7.99 10.22 88.62 113.55 56.97 17.74 23.78 8 28.0 3.5 15 41.26 18.48 7.93 9.28 76.94 92.86 57.41 17.28 22.43 9 28.9 3.5 15 42.25 21.55 7.06 9.37 80.23 109.17 60.05 15.00 23.08 10 34.9 4.5 17 52.11 25.05 8.52 9.30 94.99 118.36 63.95 19.81 23.13 Keterangan : D=diameter, Hb=tinggi bebas cabang, H=tinggi total, Cb=karbon batang, Cc=karbon cabang, Cb=karbon daun, Ca=karbon akar CT=karbon total, Bb=biomas batang, Bc=biomas cabang, Bb=biomas daun, Ba=biomas akar, BT=biomas total
BT (kg) 191.55 205.51 201.82 208.01 206.76 193.77 212.04 189.99 207.31 225.26
Lampiran 2. Data Diameter, Tinggi dan Kadar Karbon dan Biomas Plot II di Lokasi Penelitian PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten No D (cm) Hb (m) H (m) Cb (kg) Cc (kg) Cd (kg) Ca (kg) CT (kg) Bb (kg) Bc (kg) Bd (kg) Ba (kg) BT (kg) 1 28.3 3.5 15 39.03 20.12 7.36 10.00 76.51 101.35 60.07 16.09 23.35 200.86 2 28.7 3.8 14.4 38.35 23.48 7.76 10.13 79.73 98.88 66.03 15.76 23.84 204.52 3 26.1 3 14 38.08 20.73 6.83 9.83 75.48 95.89 60.85 15.88 22.57 195.20 4 36.8 4.5 17.6 54.10 21.25 9.79 10.22 95.36 132.09 62.96 20.44 23.20 238.70 5 31.3 3.9 15.5 38.90 20.28 7.60 9.56 76.35 101.01 61.95 15.47 23.60 202.04 6 35.3 5 17.3 51.36 21.38 7.79 9.51 90.04 122.53 60.29 16.36 23.16 222.35 7 31.8 4.4 15.8 46.94 22.54 6.50 9.59 85.57 106.27 59.15 15.15 22.56 203.13 8 31.2 4 14.1 48.48 23.81 6.90 10.14 89.33 115.03 59.78 14.99 23.55 213.36 9 29.1 3.5 15 44.37 21.91 7.28 10.13 83.69 109.95 60.39 17.00 23.67 211.01 10 28.8 3 13.5 40.28 22.40 7.03 9.58 79.28 98.54 60.67 14.78 22.90 196.90 Keterangan : D=diameter, Hb=tinggi bebas cabang, H=tinggi total, Cb=karbon batang, Cc=karbon cabang, Cb=karbon daun, Ca=karbon akar CT=karbon total, Bb=biomas batang, Bc=biomas cabang, Bb=biomas daun, Ba=biomas akar, BT=biomas total
Lampiran 3. Data Diameter, Tinggi dan Kadar Karbon dan Biomas Plot III di Lokasi Penelitian PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten No D (cm) Hb (m) H (m) Cb (kg) Cc (kg) Cd (kg) Ca (kg) CT (kg) Bb (kg) Bc (kg) Bd (kg) Ba (kg) BT (kg) 1 33.5 4.5 16.6 49.13 23.40 6.59 10.11 89.24 113.76 59.85 15.26 23.31 212.17 2 31.3 3.8 15.3 46.21 20.42 8.23 10.12 84.99 106.84 57.77 16.72 22.80 204.13 3 31.2 4 15 48.12 19.02 7.60 9.98 84.72 108.98 58.40 15.95 23.36 206.69 4 32.5 4.5 13.6 40.28 22.22 8.65 9.74 80.89 113.02 64.63 18.23 22.19 218.07 5 30.9 3.5 15.5 42.62 22.17 7.94 10.63 83.37 101.50 62.03 17.77 23.90 205.19 6 30.8 4 15 42.71 21.47 8.89 10.38 83.44 99.37 61.78 20.75 24.19 206.08 7 33.7 4.5 16.7 46.64 20.80 10.13 10.25 87.83 106.67 59.76 21.42 24.16 212.01 8 33.2 4.7 16 44.17 21.22 8.18 10.31 83.88 117.27 60.87 18.06 23.98 220.18 9 34.2 4.9 16.3 50.89 22.02 7.19 9.76 89.87 118.30 58.78 16.18 24.06 217.33 10 32.8 4.5 15.5 42.76 22.16 8.66 10.88 84.47 104.28 58.78 18.56 24.48 206.10 Keterangan : D=diameter, Hb=tinggi bebas cabang, H=tinggi total, Cb=karbon batang, Cc=karbon cabang, Cb=karbon daun, Ca=karbon akar CT=karbon total, Bb=biomas batang, Bc=biomas cabang, Bb=biomas daun, Ba=biomas akar, BT=biomas total
48 Lampiran 4. Kadar aira dan c‐organik setiap bagian tanaman karet
No. pohon 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
KA KA KA batang cabang daun (%) (%) (%) 27.55 21.07 16.01 28.53 20.05 17.10 28.87 19.47 14.55 27.39 21.36 17.23 27.55 21.36 17.10 25.47 21.80 16.41 28.87 21.51 16.96 29.53 19.19 15.61 27.71 19.62 16.01 25.79 20.92 15.34 26.26 19.62 15.47 28.87 21.36 14.55 28.53 21.21 16.55 25.63 23.15 14.03 28.37 19.90 15.61 29.37 20.63 17.23 29.53 21.36 15.61 27.71 21.07 16.82 27.71 19.33 14.55 29.37 20.63 17.37 29.70 21.80 14.03 27.23 21.07 15.87 25.79 20.63 14.55 25.94 21.07 14.55 29.20 20.34 15.21 25.31 21.51 15.74 29.37 19.19 14.29 28.53 21.07 15.87 26.90 22.85 15.07 25.79 21.21 14.68
KA c‐org akar batang (%) (%) 25.94 42.7 25.79 39.6 25.47 42.4 24.84 36.7 23.76 42.5 23.92 42.4 22.10 43.3 22.70 44.4 23.76 38.7 23.30 44.0 22.70 38.5 23.15 38.8 24.84 39.7 23.76 41.0 23.92 38.5 22.55 41.9 23.61 44.2 22.25 42.1 24.38 40.4 22.25 40.9 22.25 43.2 24.38 43.3 22.85 44.2 23.00 35.6 22.25 42.0 22.55 43.0 24.84 43.7 23.15 37.7 24.07 43.0 23.15 41.0
c‐org cabang (%) 40.1 40.5 39.1 35.7 38.3 35.3 37.3 32.2 35.9 39.2 33.5 35.6 34.1 33.7 32.7 35.5 38.1 39.8 36.3 36.9 39.1 35.4 32.6 34.4 35.7 34.8 34.8 34.9 37.5 37.7
c‐org daun (%) 49.2 44.4 46.8 49.5 44.7 44.1 45.0 45.9 47.1 43.0 45.7 49.3 43.0 47.9 49.1 47.6 42.9 46.0 42.8 47.5 43.2 49.2 47.7 47.4 44.7 42.8 47.3 45.3 44.4 46.7
c‐org akar (%) 43.8 43.5 43.3 42.9 42.9 43.5 43.0 41.3 40.6 40.2 42.8 42.5 43.6 44.1 40.5 41.1 42.5 43.0 42.8 41.8 43.4 44.4 42.8 43.9 44.5 42.9 42.4 43.0 40.6 44.5