C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabe berasal dari Amerika Tengah dan saat ini merupakan komoditas penting dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Hampir semua rumah tangga mengkonsumsi cabe setiap hari sebagai pelengkap dalam hidangan keluarga sehari-hari. Konsumsi cabe rata-rata sebesar 4,6 kg per kapita per tahun. Permintaan yang cukup tinggi dan relatif kontinu serta cenderung terus meningkat memberi dorongan kuat masyarakat luas terutama petani dalam pengembangan budidaya cabe. Berbagai alternatif teknologi yang tersedia serta relatif mudahnya teknologi tersebut diadopsi petani merupakan rangsangan tersendiri bagi petani. Disamping itu produktivitas cabe sangat tinggi dan waktu yang dibutuhkan untuk penanaman relatif singkat, sehingga nilai ekonomi cabe cukup tinggi. Dalam kondisi yang menguntungkan, cabe merupakan pilihan utama bagi petani di banyak wilayah termasuk di Kabupaten Cianjur. Tetapi di satu sisi dengan sangat intensifnya peningkatan produksi cabe di saat-saat tertentu sering menyebabkan anjloknya harga cabe di pasaran. Hal ini karena permintaan cenderung tetap dalam jangka pendek sementara produksi melimpah. Informasi suplydemand yang tidak akurat atau bahkan belum menjadi orientasi petani cabe menyebabkan keseimbangan pasar sering terganggu. Karakteristik cabe yang perisable menyebabkan fluktuasi harga cabe sangat tinggi dari waktu ke waktu. Kemerosotan harga hingga mencapai tingkat yang sangat tidak ekonomis sering harus diterima petani karena tidak mempunyai pilihan lain kecuali harus menjual secepatnya dengan harga murah. Kabupaten Cianjur merupakan salah satu produsen cabe yang cukup potensial karena kondisi tanah dan wilayah yang sangat mendukung. Produksi cabe dari Cianjur sebesar 200.420 ton atau sebesar 57,18% dari total produksi Jawa Barat. Sebagaimana yang terjadi secara umum, problem komoditas cabe di Cianjur menyangkut fluktuasi harga yang selalu menjadikan kekhawatiran petani. Strategi mengurangi resiko dan ketidakpastian dalam pengembangan komoditas cabe yang dimaksudkan untuk lebih meningkatkan daya simpan dan nilai tambah perlu disiapkan dan ini dapat dilakukan dengan kerjasama berbagai pihak. Industri pengolahan cabe dapat menjadi Iternatif usaha yang diandalkan dalam mengatasi permasalahn rutin yang terjadi pada komoditas cabe tersebut. Pembuatan bubuk cabai, memperpanjang daya simpan, serta mempermudah penanganan baik dalam pengangkutan maupun penggunaannya. Dalam pembuatan bubuk cabai, bahan dasar diutamakan dari jenis cabai merah keriting. Peran
investor
sebagai
penyedia
modal
dapat
ditingkatkan
dalam
pengembangan
agroindustri cabe sementara petani sebagai suplier bahan baku cabe. Kerjasama kemitraan sebagai pola alternatif dapat dikembangkan dalam upaya tersebut. Tepung cabe kering terutama banyak dimanfaatkan sebagai bubuk murni pelengkap bumbu masakan instan seperti mie atau bihun. Disamping itu dalam bentuk kemasan botol atau alumunium foil mulai dikembangkan.
1.2. Tujuan Kajian berikut dimaksudkan untuk melakukan analisi finansial pengembangan di masa mendatang baik dilihat dari aspek teknis, ekonomis, maupun sosial.
II. PROSPEK PEMASARAN Konsumsi cabe dalam bentuk tepung atau bubuk semakin meningkat dengan berubahnya selera masyarakat yang semakin menghendaki bentuk makanan slap hidang. Perkembangan konsumsi tepung cabe sejalan dengan semakin berkembangnya makanan instan seperti mie, bihun dan nasi goreng. Disamping itu juga semakin banyak digunakan di rumah makan besar sebagai bumbu pelengkap hidangan. Bubuk cabe juga mulai dipasarkan lewat swalayan dengan kemasan khusus. Dalam perdagangan internasional bubuk cabe semakin berkembang oleh karena jangkauan pasar yang semakin jauh. Pasar global semakin memungkinkan perdagangan cabe antar negara, dan ini tidak mungkin dilakukan dalam bentuk segar. Prospek pasar bubuk cabe masih terbuka luas, baik di dalam negeri maupun luar negeri (ekspor). Berkembangnya industri makanan di Indonesia merupakan peluang bagi pemasaran bubuk cabai di dalam negeri. Hal yang penting diperhatikan dalam usaha bubuk cabai adalah perencanaan skala produk yang akan diusahakan dan saat tepat dalam penjualan untuk memperoleh harga yang balk.
III. PROSES PEMBUATAN TEPUNG CABAI Bubuk cabai merah dibuat dari cabal merah yang telah dikeringkan. Proses pengolahan dari cabai segar menjadi bubuk cabal melalui tahapan sebagai berikut : 1. Sortasi Sortasi (pemilihan) dilakukan untuk memilih cabal merah yang balk, yaitu tingkat kemasakannya di atas 60%, sehat dan fisiknya mulus (tidak cacat) 2. Pencucian Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan sisa-sisa pestisida. Pencucian dilakukan sampai bersih dan tangkai cabai dibuang. 3.
Pembelahan Pembelahan dilakukan
sebelum
pengeringan.
Tujuannya
untuk
mempercepat
waktu
pengeringan. Pada waktu melakukan pembelahan, sebaiknya menggunakan sarung tangan plastik agar terhindar dari rasa pedas. 4.
Blanching Cabai merah yang telah bersih direndam dalam air panas yang hampir mendidih (90 °C) dan telah diberi kalsium metabisulf atau atrium bisufit 2 g/l air (0,2%) selama ± 6 menit. Setiap kilogram cabai dibutuhkan air panas ± 1,51. Kemudian cabai diangkat dan dimasukan ke dalam air dingin, sehingga proses pemanasan terhenti. Cabai ditiriskan dan selanjutnya siap dikeringkan. Tujuan blanching untuk mempercepat waktu pengeringan, mencegah browning dan memperpanjang daya simpan. Selain itu juga untuk mencegah cabal menjadi keriput dan warna tidak kusam akibat proses pengeringan.
5.
Pengeringan Setelah di-blanching cabal siap dikeringkan. Proses pengeringan dapat dilakukan dengan cara :
•
Pengeringan alamai
•
Pengeringan Buatan
Pada pengeringan alami, cabai dijemur selama ± 8 – 10 hari dengan panas matahari. Apabila cuaca kurang balk, pengeringan relatif lama (12 – 15 hari). Cara ini biayanya cukup murah, tetapi kelemahannya sangat tergantung pada cuaca dan dapat mengakibatkan turunnya kualitas
cabal
keying
yang
dihasilkan.
Guna
mempercepat
waktu
pengeringan
serta
meningkatkan kualitas cabai, pengeringan dilakukan dengan pengering buatan (oven) pada suhu 60 °C selama 10 – 15 jam. Pada tahap ini suhu alat pengering harus diperhatikan jangan sampai melebihi 60°C. Saat pengeringan, bahan sebaiknya dibolak-balik setiap 3 – 4 jam agar keringnya merata. Pengeringan dapat diakhiri apabila kadar air telah mencapai 7 – 8 % atau bila cabai merah kering sudah mudah dipatahkan. Penyusutan berat sekitar 50 – 60%, yaitu dari 30 kg cabai segar akan dihasilkan 4 – 5 cabai keying. 6. Penggilingan Cabai merah yang sudah kering dihaluskan dengan menggunakan alap penepung (gilingan) sehingga diperoleh bubuk cabai merah selain gilingan dapat juga digunakan blender (rumah tangga), gilingan kopi atau mesin giling khusus bubuk cabal yang biasanya digunakan untuk keperluan industri menengah keatas.
IV. Analisis Finansial 4.1. Parameter − Kapasitas produksi 13,5 kg bubuk cabai/hari (skala rumah tangga) Hari kerja dalam 1 bulan = 25 hari Harga cabai merah segar = Rp. 5.000,-/kg Sumber : Petani cabai Jawa Barat) −
Harga jual bubuk cabai = Rp. 18.500,-/kg (sumber : produsen bubuk cabai dari Cimanggis Bogor dan Swalayan)
−
Produksi bubuk cabai perbulan : 25 hari kerja @ 13,5 kg/hari = 337,5 kg/bulan Kebutuhan bahan baku cabai merah = 30 kg/hari = 750 kg/bulan
- Pembiayaan usaha berasal dari modal sendiri dan pinjaman bank. Struktur pendanaan mengikuti struktur yang umum berlaku yakni 35% berasal dari modal sendiri dan 65% dari pinjaman bank. Bunga pinjaman diperhitungkan 18% (kredit invetasi) dan 21% (kredit modal kerja). - Pajak usaha diperhitungkan sesuai aturan yang bersifat progresif (pajak progresif) dengan ketentuan bahwa pajak dari laba usaha hingga sebesar 25 juta rupiah adalah sebesar 10%, sisaan berikutnya hingga sebesar 50 juta rupiah dikenakan sebesar 15%, dan sisaan berikutnya dikenakan sebesar 30%. 4.2. Investasi Sarana Produksi Investasi sarana yang diperlukan meliputi bangunan untuk proses produksi, mesin penggiling cabe, bak penyimpan, dan peralataan penunjang lainnya. Kebutuhan investasi untuk produksi dengan skala usaha 30 kg bahan baku cabe/hari sebesar Rp. 3.467.625,4.3. Biaya Operasional Yang dimaksud biaya operasional mencangkup biaya yang habis dalam sekali penggunaan dan diperhitungkan setiap tahun, meliputi biaya bahan baku cabe segar, bahan kimia, bahan pengemasan, listrik, bahan bakar, dan tenaga kerja. Total kebutuhan biaya opersional setiap tahun sebesar Rp 68.497.625,Total modal awal yang diperlukan Rp. 11.233.775,00 meliputi modal investasi sebesar Rp. 3.467.625.,00 dan modal kerja selama 3 bulan sebesarRp. 7.766.150,00. Dengan struktur pendanaan 65 : 35, maka dana pinjaman yang diperlukan sejumlah Rp. 7.301.953,75. 4.4. Proyeksi Keuntungan Usaha pengolahan tepung cabe baru akan memberikan keuntungan mulai tahun kedua. Proyeksi laba rugi industri pengolahan cabe skala 30 kg bahan baku per hari disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Proyeksi Laba Rugi Pada Produksi Tepung Cabai No.
Uraian
A.
Penerimaan
1.
Produksi Tepung Cabai Harga Jual (Rp/kg) Penjualan (Rp) Total Penerimaan
Tahun 1
Tahun 2
Tahun 3
Tahun 4
Tahun 5
(Rp.)
(Rp.)
(Rp.)
(Rp.)
(Rp.)
4.050.00
4.050.00
4.050.00
4.050.00
4.050.00
18.500.00
18.500.00
18.500.00
18.500.00
18.500.00 74.925.000.0 0 74.925.000.0 0
74.925.000.0 74.925.000.0 0 74.925.000.0 0 74.925.000.0 0 0
74.925.000.0 74.925.000.0 0 74.925.000.0 0 74.925.000.0 0 0
68.497.625.0 68.497.625.0 0 0 324.569.00 243.427.28
68.497.625.0 68.497.625.0 0 0 162.284.85 81.142.43
B.
Biaya Produksi
C.
Bunga Pinjaman
68.497.625.0 0 1.465.791.60
D.
Pembayaran Pokok
5.498.788.75
E.
Laba Sebelum Pajak
F.
Pajak Penghasilan
-537.205.35 0.00
450.791.25
450.791.25
5.652.014.05 5.733.156.47 565.201.41
573.315.65
450.791.25
450.791.25
5.814.298.90 5.895.441.33 581.429.89
589.544.13
G.
Laba Bersih
-537.205.35
5.086.812.65 5.159.840.83
5.232.869.01 5.305.897.19
H.
Akumulasi Laba
-537.205.35
4.549.607.30 9.709.448.12
14.942.317.1 20.248.214.3 3 3
4.5. Kelayakan Investasi Berdasarkan perhitungan lima tahun dan tingkat suku bunga 21% per tahun diperoleh nilai NPV sebesar Rp 5.080.400,73. Keuntungan usaha sebelum pajak per tahun (mulai tahun kedua) berkisar mulai dari Rp 5.652.014,05 hingga Rp 5.895.441,33. Industri tepung cabe cukup toleran terhadap perubahan suku bunga. Nilai IRR yang relatif tinggi yakni sebesar 109,6% menunjukan bahwa usaha ini relatif tidak banyak terpengaruh oleh gejolak suku bunga perbankan. Masa pengembalian modal dapat dicapai dalam waktu 1,82 tahun. 4.6. Analisis Analisis sensitivitas digunakan untukl melihat pengaruh perubahan berbagai variabel usaha terhadap indikator kelayakan investasi. Dalam kajian ini sensitivitas dilakukan terhadap (a) Kenaikan biaya investasi sebesar 10%, (b) Kenaikan biaya variabel sebesar 10%, (c) Penurunan produksi tepung cabe sebesar 10%, dan (d) Penurunan harga jual tepung cabe sebesar 10%. Dari hasil analisis sensitivitas, seperti yang diringkaskan pada Tabel 5, terlihat bahwa jika terjadi perubahan variabel usaha, yang disebabkan karena terjadinya kenaikan biaya investasi industri tepung cabe ini masih menunjukan indikator kelayakan yang cukup baik. Namun usaha industri tepung cabe sangat sensitif apabila terjadi kenaikan biaya produksi sebesar 10%, penurunan produk tepung cabe sebesar 10% dan penurunan harga jual tepung cabe sebesar 10%.
Tabel 2. Analisis Sensitivitas Usaha Industri Tepung Cabe. NILAI KRITERIA
Kondisi
Biaya Investasi Biaya Variabel
Normal
Naik 10%
Naik 10%
Produksi Turun
Harga Jual
10%
Turun 10%
1. NPV (df 21 %)
5.554.209,04
5.957.289,80
-9.000.000
-
-
2. IRR
109,6
121,2
-
-
-
3. BC ratio
3,24
3,56
(-0,50)
-
-
4. ROI
132,14
149,23
-
-
-
1,75
-
-
-
5. Payback Periode 1,82 (Tahun)
V. PELUANG BAGI INVESTOR Industri tepung cabe dapat dilakukan dengan skala besar maupun kecil. Industri skala kecil dapat dikelola sebagai industri rumah tangga dengan skala usaha sekitar 10 kg bahan cabe segar per hari, sedangkan skala besar dapat mencapai ribuan kilogram per harinya. Semakin besar skala usaha tingkat keuntungan cenderung semakin tinggi karena semakin efisiennya penggunaan faktor-faktor produksi. Peluang investor dalam kegiatan industri dapat bergerak dalam bentuk industri besar-besaran secara mandiri atau kerjasama dengan pengrajin rumah tangga atau kedua bentuk sekaligus.
Dalam bentuk industri besar yang mandiri dapat dilakukan dengan kemitraan dengan petani penanam cabe. Investor berperan dalam penyediaan modal dan menampung hasil cabe sesuai dengan kesepakatan, sedangkan petani bertanggungjawab dalam penanaman cabe. Kemitraan dengan pengrajin rumah tangga dapat dilakukan misalnya investor menyediakan dana investasi dan modal kerja (biaya operasional) dan memasarkan hasil, sedangkan pengrajin tepung cabe rumah tangga melakukan processing pembuatan tepung cabe. Bahan baku cabe segar diperoleh sendiri oleh petani dari bebas atau dapat juga disediakan investor.