perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HUBUNGAN PEMBERIAN EKSTRAK DAUN SENDOK (Plantago major L.) TERHADAP HITUNG EOSINOFIL DARAH TEPI PADA MENCIT Balb/C MODEL ASMA ALERGI
SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
SISILIA FITRIA PURNANINGRUM G 0007158
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
i
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul: Hubungan Pemberian Ekstrak Daun Sendok (Plantago major L.) Terhadap Hitung Eosinofil Darah Tepi pada Mencit Balb/C Model Asma Alergi
Sisilia Fitria Purnaningrum, G0007158, Tahun 2010 Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Hari Selasa, Tanggal 13 Juli, Tahun 2010
Pembimbing Utama Nama : RP. Andri Putranto, dr., M.Si. NIP : 19630525 199603 1 001
………………………………
Pembimbing Pendamping Nama : Martini, Dra., M.Si. NIP : 19571113 198601 2 001
………………………………
Penguji Utama Nama : Sri Hartati H, Dra., Apt., SU . NIP : 19490709 197903 2 001
………………………………
Anggota Penguji Nama : Ipop Syarifah, Dra., M.Si. NIP : 19560328 198503 2 001
………………………………
Surakarta, …………………….
Ketua Tim Skripsi
Dekan FK UNS
Muthmainah, dr., M. Kes. NIP. 19660702 199802 2 001
Prof. Dr. H. AA. Subijanto, dr., MS. NIP. 19481107 197310 1 003 ii
commit to user
3
perpustakaan.uns.ac.id
PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, Juli 2010
Sisilia Fitria Purnaningrum G0007158
3
commit to user
digilib.uns.ac.id
4
perpustakaan.uns.ac.id
ABSTRAK Sisilia Fitria Purnaningrum, G0007158, 2010. Hubungan Pemberian Ekstrak Daun Sendok (Plantago major L.) terhadap Hitung Eosinofil Darah Tepi pada Mencit Balb/C Model Asma Alergi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Tujuan Penelitian: Mengetahui hubungan pemberian ekstrak daun sendok terhadap hitung eosinofil darah tepi pada mencit Balb/C model asma alergi. Metode Penelitian: Eksperimental laboratorik dengan post test only control group design menggunakan 40 ekor mencit Balb/C jantan, dibagi dalam 5 kelompok. Sensitisasi hewan coba hari ke-0 dan 10 dengan 0,15 cc ovalbumin (OVA) dalam Al(OH)3 secara intraperitonial, dilanjutkan hari ke-15, 17, 19, 21 dan 23 dengan OVA secara aerosol selama 20 menit serta hari ke-16, 18, 20, 22 dan 24 dengan sigaret secara aerosol. Hari ke-25 mencit diambil darahnya dari ekor, kemudian dilakukan penghitungan eosinofil dengan apusan darah perwarnaan Wright Giemsa pada 5 lapang pandang. Data dianalisis dengan Uji Kruskal Wallis menggunakan program SPSS for Window Release 16.0. Tingkat kemaknaan digunakan p<0,05. Hasil Penelitian: Hitung eosinofil darah tepi kelompok kontrol 3,25 ± 1,83 sel, asma alergi 5,5 ± 3,74 sel, antihistamin 2,25 ± 1,98 sel, daun sendok 1 mg/mencit 5,25 ± 4,2 sel dan daun sendok 2 mg/mencit 3 ± 2,56 sel. Tidak ada perbedaan hitung eosinofil kelompok kontrol dengan daun sendok 1 mg/mencit (p=0,457), begitu juga antara hitung eosinofil kelompok daun sendok 1 mg/mencit dengan antihistamin (p=0,200). Simpulan Penelitian: Tidak ada hubungan pemberian ekstrak daun sendok terhadap hitung eosinofil darah tepi pada mencit Balb/C model asma alergi (p>0,05). Kata kunci : asma alergi, daun sendok, eosinofil
4
commit to user
digilib.uns.ac.id
5
perpustakaan.uns.ac.id
ABSTARCT Sisilia Fitria Purnaningrum, G0007158, 2010. Corellation between Daun Sendok (Plantago major L.) Extract with Eosinophyll Peripheral Blood Count on Balb/C Mice Asthma Allergic Model, Faculty of Medicine, Sebelas Maret Univesity, Surakarta. Objective: To understand relationship between daun sendok extract with eosinophyll peripheral blood count on Balb/C mice asthma allergic model. Methods: Experimental laboratoric with post-test only control group design using 40 Balb/C male mice, divided into five groups. Sample was sensitized by 0,15 cc ovalbumin (OVA) in Al(OH)3 on day-0 and day-10 intraperitoneally, continued in day-15, 17, 19, 21 and 23 with OVA aerosolly in 20 minutes, also continued in day-16, 18, 20, 22 and 24 with cigaret aerosolly. In day-25, blood sample was collected from tail , the eosinophyll count was conducted using cell counter after staining a blood smear using Wright Giemsa in 5 view fields. Data analyzed using SPSS for Window Release 16.0. Statistically significant p<0,05. Results: Eosinophyll peripheral blood count in control group 3,25 ± 1,83 cells, asthma allergic 5,5 ± 3,74 cells, anti-histamine 2,25 ± 1,98 cells, 1 mg/mice daun sendok extract 5,25 ± 4,2 cells, and 2 mg/mice daun sendok extract 3 ± 2,56 cells. There is no significant difference between control group with daun sendok 1 mg/mice group in eosinophyll count (p=0,457), same as in eosinophyll count between daun sendok 1 mg/mice group with anti-histamine (p=0,200) . Conclusion: There is no corellation between daun sendok (Plantago major L.) extract with eosinophyll peripheral blood count on Balb/C mice asthma allergic model (p>0,05).
Keyword : asthma allergic, daun sendok, eosinophyll
5
commit to user
digilib.uns.ac.id
6
perpustakaan.uns.ac.id
PRAKATA Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Pemberian Ekstrak Daun Sendok terhadap Hitung Eosinofil Darah Tepi pada mencit Balb /C Model Asma Alergi” Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan pengarahan, bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu perkenankanlah dengan setulus hati penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. A.A. Subiyanto, dr., MS. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Muthmainah, dr., M. Kes. selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 3. RP. Andri Putranto, dr., M.Si. selaku Pembimbing Utama yang telah meluangkan waktu dalam membimbing penulis dalam rangka penyelesaian skripsi ini. 4. Martini, Dra., M.Si. selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan banyak bimbingan dan masukan kepada penulis. 5. Sri Hartati H, Dra., Apt., SU. selaku Penguji Utama yang telah berkenan menguji sekaligus memberikan banyak saran dan koreksi bagi penulisan skripsi ini. 6. Ipop Syarifah, Drs., M.Si. selaku Penguji Pendamping yang telah berkenan menguji dan memberikan saran yang berarti bagi penulis. 7. Diding. H. Prasetyo, dr., M.Si. selaku Koordinator Tim Penelitian yang dengan penuh kesabaran meluangkan waktu dan tenaga dalam membimbing, mengarahkan, mengkoreksi, memberi saran, dan nasehat kepada penulis dalam penelitian untuk menyelesaikan skripsi ini. 8. Semua pihak yang telah memberikan bantuan secara langsung maupun tidak langsung sehingga terselesaikannya skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu kedokteran pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Surakarta, Juli 2010
Sisilia Fitria Purnaningrum.
6
commit to user
digilib.uns.ac.id
7
perpustakaan.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman PRAKATA
vi
………….......................................................................... DAFTAR ISI
vii
....................................................................................... DAFTAR TABEL
ix
…............................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ DAFTAR LAMPIRAN
xi
........................................................................ BAB I
PENDAHULUAN
1
................................................................. A. Latar Belakang Masalah
1
.................................................. B. Perumusan Masalah
4
......................................................... C. Tujuan Penelitian
4
............................................................. D. Manfaat Penelitian
4
........................................................... BAB II LANDASAN TEORI
5
............................................................. A. Tinjauan Pustaka
5
............................................................... 1. Imunologi Asma
5
Alergi................................................ 2. Daun Sendok.................
9
..............................................
7
commit to user
digilib.uns.ac.id
8
perpustakaan.uns.ac.id
3. Eosinofil
15
...................................................................... 4. Hewan Coba Model
16
Asma............................................ B. Kerangka Pemikiran
19
.......................................................... 1. Kerangka Berpikir Konseptual
19
................................... 2. Kerangka Berpikir Teoritis
20
.........................................
21
C. Hipotesis ............................................................................. BAB III METODE PENELITIAN
22
.....................................................
22
A. Jenis penelitian
22
................................................................. B. Lokasi Penelitian
22 22
............................................................. C. Subjek Penelitian
23 23
............................................................. D. Teknik Sampling
23 25
............................................................. E. Identifikasi Variabel Penelitian ........................................
27 28 29
F. Skala Variabel
30
................................................................. G. Definisi Operasional Variabel Penelitian ........................ H. Penentuan Dosis Perlakuan ............................................. I. Rancangan Penelitian
8
commit to user
digilib.uns.ac.id
9
perpustakaan.uns.ac.id
...................................................... J. Alat dan Bahan Penelitian ............................................... K. Alur Kerja Penelitian ........................................................ L. Teknik Analisis Data ....................................................... BAB IV HASIL PENELITIAN
31
........................................................... A. Hasil Penelitian
31
................................................................
34
B. Interpretasi Hasil ............................................................. BAB V PEMBAHASAN
35
................................................................... BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
39
..................................................
39
A. Simpulan
39
.......................................................................... B. Saran ................................................................................ DAFTAR PUSTAKA
40
...........................................................................
9
commit to user
digilib.uns.ac.id
10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Kandungan Kimia dan Efek Farmakologi Daun Sendok .......... 14 Tabel 4.1. Rata-rata Hitung Eosinofil Darah Tepi (sel/5 lp) pada Mencit Balb/C masing-masing Kelompok Perlakuan ................................ 32 Formatted: Font: Italic
Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Uji Mann-Whitney (a=0,05) antar Kelompok..
10
commit to user
34
Formatted: Font: Not Bold
11
perpustakaan.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Tanaman Daun Sendok (Plantago major L.)....................
12
Gambar 2.2. Skema kerangka berpikir ….………….............................
19
Gambar 3.1. Eosinofil. …..………………………….............................
25
Gambar 3.2. Sensitisasi Hewan Model Asma….....................................
26
Gambar 3.3. Skema Rancangan Penelitian………..……………...........
27
Gambar 3.4. Alur Kerja Penelitian.........................................................
29
Gambar 4.1. Eosinofil dengan perbesaran 400x pada K1......................
31
Gambar 4.2. Eosinofil dengan perbesaran 400x pada K2......................
31
Gambar 4.3. Eosinofil dengan perbesaran 400x pada K3....................
31
Gambar 4.4. Eosinofil dengan perbesaran 1000x pada K3.....................
31
Gambar 4.5. Eosinofil dengan perbesaran 1000x pada K4.....................
32
Gambar 4.6. Eosinofil dengan perbesaran 1000x pada K5.....................
32
Gambar 4.7. Histogram hitung eosinofil darah tepi mencit Balb/C ...... .
33
11
commit to user
digilib.uns.ac.id
12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian dan Pengambilan Sampel (Ethical Clearance) Lampiran 2. Surat Keterangan Hasil Ekstraksi Lampiran 3. Analisis Data Lampiran 4. Nilai Konversi Dosis Manusia ke Hewan Lampiran 5. Foto Alat dan Bahan dalam Penelitian Lampiran 6. Foto Kegiatan Penelitian Lampiran 7. Jadwal Penelitian
Comment [PJM1]:
BAB I
12
commit to user
13
perpustakaan.uns.ac.id
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Istilah alergi pertama kali dikemukakan oleh Von Pirquet pada tahun 1906, yang pada dasarnya mencakup baik respon imun berlebihan yang menguntungkan seperti yang terjadi pada vaksinasi, maupun mekanisme yang merugikan (Kresno, 2001) sehingga menimbulkan kerusakan jaringan tubuh (Baratawidjaja, 2000). Dalam 20-30 tahun terakhir terjadi peningkatan dalam angka kejadian alergi (Kresno, 2001). Bahan yang menyebabkan alergi biasa dikenal sebagai alergen. Alergen yang masuk tubuh akan ditangkap oleh fagosit, diprosesnya lalu dipresentasikan ke sel T helper 2 (Th2). Sel Th2 akan melepas sitokin yang merangsang sel B untuk membentuk imunoglobulin E (IgE). Imunoglobulin E akan diikat oleh sel yang memiliki reseptor untuk IgE seperti sel mast, basofil dan eosinofil. Bila tubuh terpajan ulang dengan alergen yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat IgE pada permukaan sel mast yang menimbulkan degranulasi sel mast. Degranulasi tersebut mengeluarkan berbagai mediator antara lain histamin, prostaglandin dan leukotrien (Baratawidjaja, 2007; Abbas and Litchman, 2009) Apabila reaksi alergi terlokalisasi di bronkiolus maka akan timbul asma (Sherwood, 2001). Di dunia, penyakit asma termasuk 5 besar penyebab kematian - yaitu mencapai 17,4%. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),
13
commit to user
digilib.uns.ac.id
14
perpustakaan.uns.ac.id
hingga saat ini jumlah pasien asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 2025. Sementara di Indonesia, penyakit ini masuk dalam sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian. Hasil penelitian International Study on Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) pada tahun 2005 menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi penyakit asma meningkat dari 4,2% menjadi 5,4%. Diperkirakan prevalensi asma di Indonesia 5% dari seluruh penduduk Indonesia, artinya saat ini ada 12,5 juta pasien asma di Indonesia (DAI, 2009). Asma adalah suatu kondisi inflamasi kronis di saluran pernapasan yang ditandai dengan terjadinya kesulitan bernafas. Gejala asma antara lain adalah sesak nafas, mengi, dada terasa berat dan batuk. Penyakit saluran pernafasan ini mengganggu kualitas hidup penderitanya (GINA, 2008). Sel yang muncul pada proses inflamasi adalah limfosit, sel plasma, eosinofil dan sel mast. Eosinofil banyak ditemukan disekitar tempat terjadinya reaksi imun yang diperantarai IgE, yang berkaitan dengan alergi (Mitchell dan Cotran, 2007; Shin et al., 2009). Banyaknya eosinofil serta produknya berhubungan dengan keparahan reaktifitas saluran nafas (Rahardjo et al., 2009). Perjalanan penyakit yang panjang merupakan ciri khas penyakit asma dan keadaan hipereaktivitas bronkus yang menyertai penyakit ini memaksa untuk dilakukan tindakan pengobatan yang memerlukan waktu lama (Solomon, 2005).
14
commit to user
digilib.uns.ac.id
15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Penggunaan bahan alam sebagai obat cenderung mengalami peningkatan dengan adanya isu back to nature dan krisis berkepanjangan yang mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat terhadap obat-obat modern yang relatif lebih mahal harganya. Obat bahan alam juga dianggap hampir tidak memiliki efek samping yang membahayakan. Pendapat itu belum tentu benar karena untuk mengetahui manfaat dan efek samping obat tersebut secara pasti perlu dilakukan penelitian dan uji praklinis dan uji klinis. Salah satu jenis tanaman obat yang banyak dimanfaatkan masyarakat adalah daun sendok (Plantago major L.), daun urat atau ki urat (Sugiyarto et al., 2006 ; Panggabean et al., 2001). Ekstrak daun sendok
(Plantago mayor L.) memiliki berberapa
aktivitas biologi seperti antihistamin, antialergi, antiinflamasi, antiasma, penghambat
lipooksigenase,
antagonis
kalsium,
NF-kB-Inhibitor,
penghambat sintesis prostaglandin, imunomodulator, dan vasodilator (Duke, 2010). Berbagai kegunaan ini menyebabkan daun sendok digunakan dalam berbagai obat tradisional (Sugiyarto et al., 2006). Dengan mempertimbangkan bahwa pemberian ekstrak daun sendok memiliki efek antialergi, antihistamin, dan antiinflamasi penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai fungsi anti alergi yang terkandung dalam ekstrak daun sendok pada mencit Balb/C model asma alergi terhadap jumlah eosinofil darah tepi sebagai petandanya. B.
Formatted: Indent: Hanging: 0,95 cm, Numbered + Level: 1 + Numbering Style: A, B, C, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 0,32 cm + Tab after: 0 cm + Indent at: 0,95 cm
Perumusan Masalah
15
commit to user
16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Adakah hubungan pemberian ekstrak daun sendok terhadap hitung eosinofil darah tepi pada mencit Balb/C model asma alergi?
C.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pemberian
Formatted: Indent: Hanging: 0,95 cm, Numbered + Level: 1 + Numbering Style: A, B, C, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 0,32 cm + Tab after: 0 cm + Indent at: 0,95 cm
ekstrak daun sendok terhadap hitung eosinofil darah tepi pada mencit Balb/C model asma alergi.
D.
Formatted: Indent: Hanging: 0,95 cm, Numbered + Level: 1 + Numbering Style: A, B, C, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 0,32 cm + Tab after: 0 cm + Indent at: 0,95 cm
Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi ilmiah mengenai pengaruh pemberian ekstrak herba daun sendok terhadap hitung eosinofil darah tepi pada mencit Balb/C model asma alergi. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk penelitian lebih lanjut mengenai pemanfaatan ekstrak herba daun sendok sebagai obat anti asma alergi.
BAB II
16
commit to user
Formatted: Indent: Left: 0,95 cm, Hanging: 0,32 cm, Numbered + Level: 2 + Numbering Style: 1, 2, 3, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 1,9 cm + Tab after: 2,54 cm + Indent at: 2,54 cm, Tabs: Not at 2,54 cm Formatted: Indent: Left: 0,95 cm, Hanging: 0,32 cm, Numbered + Level: 2 + Numbering Style: 1, 2, 3, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 1,9 cm + Tab after: 2,54 cm + Indent at: 2,54 cm, Tabs: Not at 2,54 cm
17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
LANDASAN TEORI
A.
Formatted: Indent: Hanging: 0,95 cm, Numbered + Level: 1 + Numbering Style: A, B, C, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 0,32 cm + Tab after: 0 cm + Indent at: 0,95 cm, Tabs: Not at 0,95 cm
Tinjauan Pustaka 1. Imunologi Asma Alergi Alergi adalah suatu keadaan hipersensitivitas yang diinduksi oleh pajanan terhadap suatu antigen tertentu yang menimbulkan reaksi imunologi yang berbahaya pada pajanan berikutnya (Dorland, 2002). Alergi merupakan akuisisi reaktivitas imun spesifik yang tidak sesuai terhadap bahan-bahan lingkungan yang dalam keadaan normal tidak berbahaya (Sherwood, 2001). Reaksi alergi diperantarai oleh IgE, tetapi sel B dan sel T memerankan peranan yang penting dalam perkembangan dari antibodi (Anand, 2010). Alergi dapat menyerang setiap organ tubuh terutama kulit, saluran pencernaan, dan saluran pernafasan (Tanjung dan Yunihastuti, 2006). Apabila reaksi alergi terlokalisasi di bronkiolus maka akan timbul asma (Sherwood, 2001). Saat ini telah dibuktikan bahwa asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan beberapa sel, menyebabkan pelepasan mediator yang dapat mengaktivasi sel target saluran napas sehingga terjadi bronkokonstriksi, kebocoran mikrovaskular, edema, hipersekresi mukus dan stimulasi refleks saraf (Rahmawati, 2003). Respon awal, ditandai dengan vasodilatasi, kebocoran vaskular, dan spasme otot polos, yang biasanya muncul dalam rentang waktu 5 hingga 30 menit setelah terpajan oleh suatu alergen dan menghilang 5 17
commit to user
18
perpustakaan.uns.ac.id
setelah 60 menit. Kedua, reaksi fase lambat, yang muncul 2 hingga 8 jam kemudian dan berlangsung selama beberapa hari. Reaksi fase lambat ini ditandai dengan infiltrasi eosinofil serta sel peradangan akut dan kronis lainnya pada jaringan dan disertai dengan penghancuran jaringan dalam bentuk kerusakan epitel mukosa (Mitchell dan Cotran, 2007). Reaksi dimulai dengan pajanan awal terhadap antigen tertentu (alergen) yang ditangkap oleh Antigen Presenting Cell (APC), diproses lalu dipresentasikan ke sel T CD4+. Sel T CD4+ dapat berdiferensiasi menjadi dua sel efektor, yaitu sel CD4+ Th1 dan sel CD4+ Th2. Ketidakseimbangan antara sel CD4+ Th1 dan sel CD4+ Th2 merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit imunologi, termasuk penyakit alergi (Baratawidjaja, 2004). Sel CD4+ Th1 menghasilkan interleukin-2 (IL-2), interferon-g ( IFN-g ), tumor-necrosis factor (TNF), dan menghasil sel yang berperan dalam respon imunitas tipe lambat (Anand, 2010; Kresno, 2001). Pada asma, alergen merangsang induksi sel T CD4+ tipe Th2. Sel T CD4+ tipe Th2 selanjutnya mensekresikan IL- 3, IL-5, dan GM-CSF yang akan mengaktifkan eosinofil dan memperpanjang ketahanan hidup eosinofil. Selain itu juga di produksi IL-13 yang menyebabkan diproduksinya IgE oleh sel B (Kresno, 2001). Sel B berperan sebagai faktor pertumbuhan sel mast, serta merekrut dan mengaktivasi eosinofil. Selanjutnya antibodi IgE berikatan pada reseptor Fc berafinitas tinggi
18
commit to user
digilib.uns.ac.id
19
perpustakaan.uns.ac.id
yang terdapat pada sel mast dan basofil bersiap untuk menimbulkan hipersensitivitas pada pajanan berikutnya (Abbas and Litchman, 2009). Pajanan ulang terhadap antigen yang sama mengakibatkan pertautan-silang pada IgE yang terikat sel dan memicu suatu kaskade sinyal intrasel sehingga terjadi pelepasan beberapa mediator (Mitchell dan Cotran, 2007). Mediator fase awal mencakup leukotrien (C4, D4, dan E4), prostaglandin (D2, E2, dan F2α), histamin, platelet-activating factor, dan triptase sel mast. Leukotrien merupakan produk inflamasi yang dihasilkan dari jalur lipoksigenase. Leukotrien C4, D4, dan E4 merupakan mediator
sangat
kuat
yang
menyebabkan
bronkokonstriksi
berkepanjangan, peningkatan permeabilitas vaskular, dan peningkatan sekresi musin. Dua kejadian yang pertama juga diperparah dengan adanya histamin serta prostaglandin D2, E2, dan F2α yang dihasilkan dari jalur siklooksigenase (Mitchell dan Cotran, 2007). Platelet-activating factor berperan dalam menyebabkan agregasi trombosit dan pembebasan histamin dari granula. Triptase sel mast menginaktifkan peptida yang menyebabkan bronkodilatasi normal (Maitra dan Kumar, 2007). Reaksi awal ini kemudian dikuti oleh fase lanjut yang didominasi oleh rekrutmen leukosit jenis basofil, neutrofil dan eosinofil. Mediator sel mast yang berperan dalam rekrutmen sel radang ini adalah faktor kemotaktik eosinofilik dan neutrofilik serta leukotrien B4 yang berperan untuk merekrut dan mengaktifkan eosinofil dan neutrofil. Interleukin 4
19
commit to user
digilib.uns.ac.id
20
perpustakaan.uns.ac.id
dan IL-5, yang berfungsi untuk memperkuat respons sel CD4+ Th2 dengan meningkatkan sintesis IgE serta kemotaksis dan proliferasi eosinofil. Platelet-activating factor yang merupakan faktor kemotaktik kuat untuk eosinofil bila terdapat IL-6. Faktor nekrosis tumor berperan dalam meningkatkan molekul perekat (adhesion molecules) di endotel vaskuler serta di sel radang (Maitra dan Kumar, 2007). Kedatangan leukosit ditempat degranulasi sel mast menimbulkan dua efek : (1) sel ini kembali mengeluarkan serangkaian mediator yang mengaktifkan sel mast dan memperkuat respon awal, dan (2) sel ini menyebabkan kerusakan epitel yang khas pada serangan asma (Maitra dan Kumar, 2007). Eosinofil sangat penting pada fase lanjut. Selain faktor kemotaksis sel mast terdapat peran kemokin lain dalam kemotaksis eosinofil yang dihasilkan oleh sel epitel bronkus aktif, makrofag dan otot polos jalan nafas. Eosinofil yang menumpuk menimbulkan beragam efek. Ragam mediator eosinofil sama banyaknya dengan yang dimiliki oleh sel mast dan meliputi major basic protein (MBP) dan protein kationik eosinofil ( eosinophil cationic protein, ECP), yang bersifat toksik terhadap sel epitel. Peroksidase eosinofil menyebabkan kerusakan jaringan melalui stres oksidatif. Eosinofil aktif juga mengandung leukotrien yang berlimpah, tetutama leukotrien C4, serta platelet activating factor. Oleh karena itu, eosinofil dapat memperkuat dan mempertahankan respons
20
commit to user
digilib.uns.ac.id
21
perpustakaan.uns.ac.id
peradangan tanpa pajanan lebih lanjut ke antigen pemicu (Maitra dan Kumar, 2007). Prinsip pengobatan pada asma adalah dengan cara mencegah ikatan alergen dengan IgE, mencegah penglepasan mediator inflamasi oleh sel mast, dan mengurangi inflamasi (Sundaru dan Sukamto, 2007).
2. Daun Sendok (Plantago major L.) a. Sinonim Daun sendok dikenal dengan nama Plantago major L., tetapi juga disebut Plantago asiatika L. atau Plantagodepressa Willd (IPTEKnet, 2010).
b. Klasifikasi Dalam taksonomi tumbuhan, daun sendok diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom
: Plantae- Plants
Subkingdom
: Tracheobionta – Vascular plants
Superdivision
: Spermatophyta – Seed plants
Division
: Magnoliophyta – Flowering plants
Class
: Magnoliopsida – Dicotyledons
Subclass
: Asrteridae
Ordo
: Plantaginales
Family
: Plantaginaceae - Plantain family
21
commit to user
digilib.uns.ac.id
22
perpustakaan.uns.ac.id
Genus
: Plantago L. - Plantain
Species
: Plantago major L.
(USDA, 2010).
c. Nama daerah Sunda
: Ki urat, ceuli, c. uncal
Jawa
: Meloh kiloh, otot-ototan, sangkabuah, sangkuah, sembung otot, suri pandak
Sumatera
: Daun urat, daun urat-urat, daun sendok, ekor angin, kuping menjangan
Minahasa
: Torongoat
(Panggabean et al., 2001)
d. Nama asing China
: Che qian cao
Vietnam
: Ma de, xa tien
Belanda
: Weegbree
Inggris
: Plantain, greater plantain, broadleaf plantain, rat's tail plantain, waybread, white man's foot
German
: Breitwegerich
Portugis
: Tanchagem-maior
Spanyol
: Llantén común
(McKenzie, 2007)
22
commit to user
digilib.uns.ac.id
23
perpustakaan.uns.ac.id
e. Deskripsi 1). Habitus
:
Daun sendok merupakan gulma di perkebunan teh dan karet, atau tumbuh liar di hutan, ladang, dan halaman berumput yang agak lembab, kadang ditanam dalam pot sebagai tumbuhan obat. Tumbuhan ini berasal dari daratan Asia dan Eropa, dapat ditemukan dari dataran rendah sampai ketinggian 3.300 m dpl. Tumbuhan obat ini tersebar luas di seluruh dunia. 2). Batang
:
Tumbuh menahun, tumbuh tegak, tinggi 15 - 20 cm. 3). Daun
: Daun tunggal, bertangkai panjang, tersusun dalam roset
akar. Bentuk daun bundar telur sampai lanset melebar, tepi rata atau bergerigi kasar tidak teratur, permukaan licin atau sedikit berambut, pertulangan melengkung, panjang 5 - 10 cm, lebar 4 9 cm, warnanya hijau. Daun muda bisa dimasak sebagai sayuran. 4). Bunga
:
Perbungaan majemuk rapat tersusun dalam bulir yang panjangnya sekitar 30 cm, kecil-kecil, warna putih. Berbunga dari bulan Mei sampai September. Bunga-bunga hermaprodit. 5). Buah
: Buah lonjong atau bulat telur, berisi 2 - 4 biji.
23
commit to user
digilib.uns.ac.id
24
perpustakaan.uns.ac.id
6). Biji
: Bentuk biji elips, panjang 1-1,5 mm, coklat tua hingga
hitam. Biji matang dari bulan Juli hingga Oktober. 7). Akar
: Akar serabut, warna putih
f. Perbanyakan dan penanaman Perbanyakan dapat dilakukan secara vegetatif dan melalui biji. Benih dapat tetap hidup selama 60 tahun di dalam tanah. Mereka memiliki periode dormansi satu sampai beberapa bulan, yang dapat rusak oleh penyimpanan kering pada suhu 5 °C selama beberapa minggu atau pada 20 °C selama beberapa bulan. Perkecambahan yang terbaik pada temperatur 25-30 °C, dan fotoperiodik panjang (16 jam) (Sugiyarto et al., 2006).
Gambar 2.1. Tanaman Daun Sendok (Plantago mayor L.) Gambar diambil dari : (IPTEKnet, 2010) kiri dan (Heinen, 2007) - kanan
24
commit to user
digilib.uns.ac.id
25
perpustakaan.uns.ac.id
g. Kandungan kima dan efek farmakologi Daun Plantago mayor L. mengandung 3,4 dihydroaucubin, 6’0-beta-glukosylaucubin, apigenin, apigenin-7-glukoside, aucubin, baicalein, benzoic-acid, catalpol, fumaric-acid, hydroxycinnamicacid, hispidulin, luteolin, neo-chlorogenic-acid, nepetin, oleanolicacid, plantagoside, dan scutellarin, sedangkan bijinya mengandung 9-hydroxy-cis-11-octadecanoic-acid, aucubin, choline, fat, fiber, lignoceric-acid, linoleic-acid, linolenic-acid, oleic-acid, plantease, dan protein. Bunganya mengandung asperuloside. Untuk seluruh bagian dari tumbuhan daun sendok mengandung allantoin, acetoside, adenine, alkaloid, ascorbic-acid, aucubin, baicalin, cafeic-acid, chlorogenic-acid, cinnamic-acid, citric-acid, d-glukose, emulsin, ferulic-acid, geniposidic-acid, glucoraphenine, indicaine, invertin, lfructose, loliolid, luteolin-7-0-beta-d-glucoside, luteolin-7-0-beta-dglucuronide, mucilage, p-coumaric-acid, p-hydroxy-benzoic-acid, phenolcarbonic-acid, plantagic-acid, plantagonine, planteolic-acid, potassium-salts,
resin,
rhamnose,
saccharose,
salicylic-acid,
sitosterol, sorbitol, succinic-acid, sulforaphene, syringic-acid, syringin, tannin, tyrosine, tyrosol, ursolic-acid,dan
vanillic-acid
(Duke, 2010). Dalam daun sendok kandungan yang paling banyak adalah mucilage (88%), tanic acid (44%), aucubin (66%), allantoin (33%) dan alkaloid (33%). Untuk kandungan kimia yang lain distribusinya hampir merata (Gotfredsen, 2010).
25
commit to user
digilib.uns.ac.id
26
perpustakaan.uns.ac.id
Efek farmakologi dari beberapa kandungan kimia daun sendok dapat dilihat pada tabel di bawah ini, Tabel 2.1. Kandungan Kimia dan Efek Farmakologi Daun Sendok No. Kandungan kimia 1. 2.
allantoin ascorbic-acid
3.
adenine
4.
ferulic-acid
5. 6.
aucubin apigenin
7.
baicalein
8.
baicalin
9.
cafeic-acid
10.
chlorogenic-acid
11.
linolenic-acid
Efek farmakologi antiinflamasi, Immunostimulant antialergi, antiasma, antihistamin, antiinflamasi, antispasmodik, asthma preventive, antagonis kalsium Analgesic, angiotensin-receptorblocker , beta-adrenergic receptor blocker antigranulositopeni, diuretik, vasodilator antiinflamasi, penghambat sintesis prostaglandin, immunostimulant antiedemik, antiinflamasi antialergi, antihistamin, antiinflamasi, antagonis kalsium, penghambat IL-6, penghambat protein kinase C, penghambat TNFalpha, penghambat NF-kB-, vasodilator penghambat lipoksigenase, antialergi, antiasthma, antihistamin, antiinflamasi, penghambat siklooksigenase, 17-betahydroxysteroid dehydrogenaseInhibitor antiagregan, antialergi, antianafilaksis, antiasma, antihistamin, antiinflamasi antihistamin, antagonis kalsium, antiinflamasi, antiprostaglandin, penghambat lipoksigenase, antispasmodik, antileukotrin antihistamin, antiinflamasi, antileukotrien, Immunostimulant, penghambat leukotrien, penghambat lipooksigenase antiinflamasi, anthistamin, antialergi, penghambat lipooksigenase, antagonis kalsium, NF-kB-Inhibitor, penghambat sintesis prostaglandin
26
commit to user
digilib.uns.ac.id
27
perpustakaan.uns.ac.id
12.
mucilage
13.
oleanolic-acid
14. 15.
oleic-acid tannin
16.
ursolic-acid
cancer-preventive, hypocholesterolemic antiPGE2, antiinflamasi, antileukotriene, penghambat siklooksigenase, immunomodulator, NF-kB-Inhibitor, penghambat sintesis prostaglandin antiinflamasi, antileukotriene-D4 penghambat siklooksigenase, penghambat lipooksigenase antihistamin, antiinflamasi, penghambat siklooksigenase, Immunomodulator, penghambat lipooksigenase
(Duke, 2010)
3. Eosinofil Eosinofil adalah granulosit dengan nukleus berlobus dua dan granula reflaktil yang cukup besar yang berwarna merah tua dengan pewarnaan asam eosin. Eosinofil mengandung beberapa enzim menginaktifkan mediator-mediator peradangan, juga mengandung histaminase. Jumlah normal eosinofil adalah 0 sampai 700 sel permikroliter (Sacher, 2004). Eosinofil disimpan sebagai persediaan dalam sumsum tulang dan marginal dalam vaskuler. Eosinofil mempunyai komponen jaringan yang prominen, terutama dalam jaringan ikat di bawah epitel seperti saluran nafas (Baratawidjaja, 2000). Eosinofil secara khusus ditemukan ditempat radang sekitar terjadinya infeksi parasit atau sebagai bagian reaksi imun yang diperantarai oleh IgE, yang berkaitan khusus dengan alergi (Mitchell dan Cotran, 2007).
27
commit to user
digilib.uns.ac.id
28
perpustakaan.uns.ac.id
4.
Hewan Coba Model Asma Penelitian epidemiologi dan penyelidikan klinis sangat penting demi majunya pengetahuan dan manajemen penyakit. Namun, isu-isu etik sering menjadi pembatas dalam melakukan studi klinis. Akibatnya, hewan model telah dikembangkan untuk mempelajari patogenesis penyakit, termasuk faktor genetik, untuk menentukan jalur patogenesis penyakit dan menyarankan terapi yang tepat. Hewan model dari asma telah banyak digunakan untuk menguji mekanisme penyakit, aktivitas berbagai gen dan jalur seluler, dan untuk memprediksi keselamatan obat baru atau bahan kimia sebelum digunakan dalam studi klinis. Mencit model asma meniru banyak kejadian yang terjadi pada manusia dengan asma, termasuk hiperreaktivitas jalan napas, dan radang saluran nafas (Shin et al., 2009; Nials and Uddin, 2008). Mencit model asma alergi menawarkan banyak keuntungan jika dibandingkan dengan penggunaan hewan lainnya (Nials and Uddin, 2008). Imunoglobulin E adalah antibodi alergi utama pada mencit, membuat spesies ini cocok untuk penyelidikan mengenai peran faktor imunologi humoral dalam perkembangan penyakit asma alergi. Lebih jauh, mencit model asma memberikan kesempatan untuk mengetahui mekanisme rinci dari reaksi alergi terhadap sitokin, growth factors, dan cell surface markers. Kemudahan dalam pemuliaan dan periode
28
commit to user
digilib.uns.ac.id
29
perpustakaan.uns.ac.id
kehamilan pendek juga menjadi keuntungan tambahan (Shin et al., 2009). Mencit model Balb/C adalah jenis yang paling banyak digunakan karena kemampuannya dalam menunjukkan respon imunologi, terutama respon akibat dominasi Th2, IgE, AHR dan eosinofilia saluran nafas (Shin et al., 2009). Terdapat dua jenis model mencit asma alergi, yaitu model asma akut dan asma kronis (Nials and Uddin, 2008). a.
Model asma alergi akut Mencit tidak spontan mengalami asma, sehingga untuk mengetahui proses yang mendasari penyakit ini, sebuah reaksi buatan seperti asma harus diinduksi dalam saluran nafasnya. Mencit model alergi akut terhadap alergen inhalasi telah banyak digunakan untuk menjelaskan mekanisme yang mendasari respon kekebalan dan peradangan yang terjadi pada penyakit asma. Sifat mencit model inflamasi akut dapat dipengaruhi
oleh pilihan
strain mencit, alergen yang digunakan, dan proses sensitisasi. Strain mencit yang banyak digunakan adalah mencit jenis Balb/C, sedangkan alergen yang banyak digunakan adalah ovalbumin (OVA) dengan alumunium hidroksida (Al(OH)3) sebagai adjuvannya (Nials and Uddin, 2008). Model asma alergi disebut akut jika pemaparan terhadap alergen dilakukan kurang dari 1 bulan.
29
commit to user
digilib.uns.ac.id
30
perpustakaan.uns.ac.id
b.
Model asma alergi kronis Mencit model asma alergi kronis dibuat dengan cara memaparkan alergen saluran nafas dalam jumlah yang lebih rendah dalam jangka waktu 12 minggu dan adjuvan tidak selalu diperlukan. Paparan alergen kronis pada mencit sekarang tampaknya menjadi model pilihan untuk mempelajari peran jenis sel yang spesifik dan sitokin inflamasi, mediator yang terlibat dalam proses peradangan kronis serta, beberapa perubahan struktural saluran nafas karena kasus asma yang banyak terjadi di klinis adalah jenis asma kronis (Nials and Uddin, 2008).
30
commit to user
digilib.uns.ac.id
31
perpustakaan.uns.ac.id
B.
Kerangka Pemikiran 1. Kerangka Berpikir Konseptual
Gambar 2.2. Skema kerangka berpikir
31
commit to user
digilib.uns.ac.id
32
perpustakaan.uns.ac.id
2.
Kerangka Berpikir Teoritis Alergen yang berupa ovalbumin masuk ke dalam tubuh mencit kemudian ditangkap oleh Antigen Presenting Cell (APC). Antigen tersebut diproses dan dipresentasikan ke sel Th0 CD4+ yang kemudian akan berdeferensiasi menjadi sel CD4+ Th2 dan CD4+ Th1. Aktivasi dari sel CD4+ Th2 akan mensekresikan IL- 3, IL-5, dan GM-CSF yang akan mengaktifkan eosinofil dan memperpanjang ketahanan hidup eosinofil. Interleukin-13 yang dihasilkan sel CD4+ Th2 juga akan merangsang pematangan sel B menjadi sel plasma yang menghasilkan Ig E. Imunoglobulin E tersebut akan berikatan dengan sel mast. Jika ada paparan ulang antigen yang sama maka akan terjadi pertautan silang pada Ig E yang terikat sel mast. Hal ini akan memicu suatu kaskade sinyal intrasel dan infulks Ca2+ sehingga terjadi proses degranulasi dari sel mast yang akan melepaskan mediator inflamasi. Mediator tersebut antara lain histamin, faktor kemotaksis untuk eosinofil, triptase sel mast, sitokin (IL-1, IL-4, IL-5, IL-6, dan TNF), dan mediator lipid (leukotrien C4, D4, dan E; prostaglandin D2 dan PAF). Mediator-mediator tersebut akan menyebabkan reaksi inflamasi yang disebut sebagai asma. Reaksi inflamasi yang terjadi pada asma antara lain bronkokonstriksi, kebocoran mikrovaskular, edema, hipersekresi mukus dan perekrutan sel-sel radang, salah satunya eosinofil. Kandungan kimia daun sendok memiliki berbagai macam efek farmakologis di antaranya antialergi, antiinflamasi, antihistamin,
32
commit to user
digilib.uns.ac.id
33
perpustakaan.uns.ac.id
penghambat
lipooksigenase,
penghambat
sintesis
prostaglandin,
antagonis kalsium dan penghambat IL-6. Berikut tabel beberapa kandungan kimia daun sendok dengan efek farmakologis yang ditimbulkannya: No. Efek farmakologi
Kandungan kimia
1.
antagonis kalsium
2.
antiinflamasi
3.
antihistamin
4.
penghambat siklooksigenase penghambat lipoksigenase
linolenic-acid, ascorbic-acid, apigenin, cafeic-acid allantoin , ascorbic-acid, ferulicacid, aucubin, baicalein, baicalin, chlorogenic-acid, linolenic-acid, ursolic-acid, cafeic-acid, oleanolicacid, oleic-acid ascorbic-acid, apigenin, baicalein, baicalin, chlorogenic-acid, linolenicacid, ursolic-acid, oleic-acid, cafeicacid linolenic-acid, oleanolic-acid, ursolic-acid, tannin cafeic-acid, linolenic-acid, oleanolicacid, ursolic-acid, tannin, baicalein, chlorogenic-acid apigenin
5.
6.
penghambat IL-6 Dengan
efek tersebut
diharapkan
daun
sendok
mampu
memperbaiki keadaan pada peristiwa asma alergi yang ditandai dengan penurunan eosinofil darah tepi.
C. Hipotesis Ada hubungan pemberian ekstrak daun sendok dengan hitung eosinofil darah tepi pada mencit Balb/C model asma alergi.
33
commit to user
digilib.uns.ac.id
34
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A.
Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik, dengan post test only control group design.
B.
Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
C.
Subjek Penelitian Subjek penelitian berupa 40 ekor mencit Balb/C jantan dengan berat badan + 20 gram, dan berumur 6-8 minggu.
D.
Teknik Sampling Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Sampel merupakan data numerik. Besar sampel indipenden (tidak berpasangan) untuk menaksir perbedaan rerata antara 2 populasi ditentukan berdasarkan rumus:
Keterangan: n1 : besar sampel kelompok 1 n2 : besar sampel kelompok 2 Zα : nilai pada distribusi normal standar untuk uji dua sisi pada tingkat kemaknaan α. Misalnya 1,96 untuk α = 0,05 s : simpang baku pada dua kelompok d : tingkat ketepatan absolut dari beda rerata (Arief, 2009).
34
22
commit to user
digilib.uns.ac.id
35
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam penelitian ini, subjek dibagi menjadi 5 kelompok. Karena insiden asma yang belum diketahui maka dianggap s = d. Berdasarkan rumus di atas, didapatkan jumlah subjek masing-masing kelompok sebagai berikut: n1 = n2 = 2 [Zα]2 n1 = n2 = 2 [1,96 ]2 n1 = n2 = 2 [ 3,8418] n1 = n2 = 7,6832 ó n = 8 Jadi tiap kelompok minimal terdiri dari 8 ekor mencit Balb/C. Pada penelitian kali ini kami menggunakan 8 ekor mencit Balb/C jantan. E.
Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel bebas : ekstrak daun sendok 2. Variabel terikat : hitung eosinofil darah tepi 3. Variabel perancu a. Dapat dikendalikan : Genetika, umur, makanan, berat badan b. Tidak dapat dikendalikan : Variasi kepekaan mencit terhadap suatu zat
F.
Skala Variabel 1. Ekstrak daun sendok : skala nominal 2. Hitung eosinofil darah tepi : skala rasio
G.
Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel bebas: ekstrak daun sendok Ekstrak daun sendok didapatkan dari herba tanaman daun sendok yang dikeringkan, dihaluskan, dan diekstraksi dengan
35
commit to user
digilib.uns.ac.id
36
perpustakaan.uns.ac.id
menggunakan cairan penyari etanol 70 %. Daun sendok kering diperoleh dari Merapi Farma, Jl. Kaliurang Km. 21,5 Desa Hargobinangun,
Pakem,
Yogyakarta.
Ekstraksi
dilakukan
di
Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gajah Mada (LPPT-UGM) dengan menggunakan metode perkolasi. Dosis ekstrak daun sendok yang aman bagi manusia adalah 50 mg/KgBB/hari - 100 mg/kgBB/hari. Sehingga dosis ekstrak daun sendok yang diberikan pada mencit dengan berat 20 gram adalah 50 mg/KgBB/hari = 0,05 mg/gr BB/hari 500 mg/KgBB/hari = 1 mg/20grBB/hari 100 mg/KgBB/hari = 0,15 mg/gr BB/hari 500 mg/KgBB/hari = 2 mg/20grBB/hari Jadi eksrak daun sendok yang dibutuhan selama percobaan, (1+2)mg x 8 x 15 = 360 mg. Ektrak dibuat dalam konsentrasi 30gr dalam 600 ml aquabides (50mg/1ml). Ektrak di encerkan dengan aquadest dengan perbandingan 1:5. Dengan mempertimbangkan bahwa lambung mencit telah terisi makanan dan minuman maka daun sendok yang diberikan terhadap mencit ialah 0,1 ml untuk dosis 1 mg/20grBB/hari dan 0,2 ml untuk dosis 2 mg/20grBB/hari. Ekstrak daun sendok diberikan pada hari ke-10 sampai hari ke-24.
36
commit to user
digilib.uns.ac.id
37
perpustakaan.uns.ac.id
2. Variabel terikat : hitung eosinofil darah tepi Darah mencit diambil dari ekor mencit, kemudian dilakukan hitung jumlah sel eosinofil secara manual menggunakan hapusan darah dengan metode pan-optic stainning “Wright Giemsa”. Hapusan
darah dicat
dengan Wright dan sebagai pengganti buffer dipakai cat Giemsa yang telah diencerkan dengan larutan penyangga, lalu diperiksa tiap zona hapusan
darah
dibawah
mikroskop
dengan
perbesaran
400x
(Gandasoebrata, 2001). Jumlah eosinofil dihitung per 5 lapang pandang. Penghitungan dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Berikut gambar eosinofil di bawah mikroskop.
Gambar 3.1. Eosinofil Gambar diambil dari : (Anonim, 2010) kiri dan (Stern, 2001) kanan H.
Penentuan Dosis Perlakuan 1.
Pemberian anti histamin generasi III Antihistamin generasi III yang digunakan dalam penelitian ini adalah Telfast® 120 mg yang mengandung Fexofenadine. Faktor konversi manusia (dengan berat badan ± 70 kg) ke mencit (dengan
37
commit to user
digilib.uns.ac.id
38
perpustakaan.uns.ac.id
berat badan ± 20 gr) adalah 0,0026 (Suhardjono, 1995). Sehingga dosis yang diberikan kepada mencit 120 x 0,0026 = 0,312 mg ≈ 0,3 mg Dalam penelitian ini dosis anti histamin yang diberikan ialah 0,1 ml/mencit/hari, sehingga pelarut yang diperlukan: 120/0,3 x 0,1 = 40 ml 2.
Sensitisasi hewan model asma Langkah kerja untuk membuat mencit model asma alergi dilakukan sesuai skema berikut:
Gambar 3.2. Sensitisasi hewan model asma
Untuk membuat model asma alergi pada mencit maka mencit Balb/C jantan disensitisasi intraperitoneal (i.p) pada hari ke-0 dengan 0,15 cc ovalbumin (OVA) dalam Alumunium hidroksida [Al(OH)3] /mencit dari 2,5 mg OVA yang dilarutkan pada 7,75 ml Al(OH)3. Pemaparan ini diulangi lagi pada hari ke-10. Pemaparan OVA aerosol (50 mg OVA dalam 5 ml aquades) dengan nebulizer kecepaan 6 L/menit selama 20 menit diberikan pada hari ke-15, 17, 19, 21 dan 23. Pemaparan dengan sigaret
38
commit to user
digilib.uns.ac.id
39
perpustakaan.uns.ac.id
aerosol merek Lodjie (50 mg tembakau rokok dalam 5 ml aquades) selama 20 menit diberikan pada hari ke-16, 18, 20, 22 dan 24. Mencit diterminasi pada hari ke-25. I.
Rancangan Penelitian
Gambar 3.3. Skema Rancangan Penelitian Keterangan : S = jumlah mencit yang digunakan sebagai sampel K1 = kelompok kontrol K2 = kelompok asma alergi K3 = kelompok asma alergi + antihistamin generasi III dosis 0,3 mg/ mencit / hari K4 = kelompok asma alergi + ekstrak daun sendok dosis 1 mg/ mencit/ hari K5 = kelompok asma alergi + ekstrak daun sendok dosis 2 mg / mencit / hari E1 = Jumlah eosinofil darah tepi kelompok kontrol E2 = Jumlah eosinofil darah tepi kelompok asma alergi E3 = Jumlah eosinofil darah tepi kelompok asma alergi + antihistamin generasi III dosis 0,3 mg/ mencit / oral / hari E4 = Jumlah eosinofil darah tepi kelompok asma alergi + ekstrak daun sendok dosis 1 mg / mencit / oral / hari E5 = Jumlah eosinofil darah tepi kelompok asma alergi + ekstrak daun sendok dosis 2 mg/ mencit/ oral/ hari
39
commit to user
digilib.uns.ac.id
40
perpustakaan.uns.ac.id
J.
Alat dan Bahan Penelitian 1.
2.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian a.
Kandang hewan coba dengan ukuran 30x20x10 cm
b.
Sonde
c.
Spuit injeksi 1 ml
d.
Nebulizer
e.
Mortir
f.
Pengaduk larutan
g.
Tabung ukur dengan volume 10 ml dan 40 ml
h.
Timbangan elektrik Mettler Toledo
i.
Gelas objek
j.
Deck glass
k.
Mikroskop cahaya Olympus
Bahan penelitian a.
Ovalbumin
b.
Ekstrak herba daun sendok
c.
Antihistamin III Telfast® (Fexofenadine dosis @ 120mg)
d.
Rokok Lodjie
e.
Al (OH)3
f.
Aquades
g.
Pakan mencit BR 1
h.
Darah tepi mencit yang diambil dari ekor
i.
Cat Wright dan Giemsa
40
commit to user
digilib.uns.ac.id
41
perpustakaan.uns.ac.id
K.
Alur Kerja Penelitian 1.
Kandang mencit disiapkan. Setiap satu kandang berisi 1 kelompok mencit.
2.
Mencit diadaptasikan dengan lingkungan selama 7 hari.
3.
Empat puluh ekor mencit dikelompokkan secara acak menjadi 5 kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 8 ekor mencit.
4.
Setelah 24 jam pada akhir pemaparan, semua mencit dideterminasi untuk dilakukan pengambilan sampel darah dari ekor mencit. Darah dibuat apusan darah. Selanjutnya apusan darah dicat menggunakan Wright Giemsa, kemudian diamati di bawah mikroskop. Mencit Balb/ C Adaptasi mencit (7 hari) Sensitisasi Mencit
K1 Kontrol 8 ekor
K2 Asma alergi 8 ekor
K4 Asma alergi + daun sendok 1mg/mencit/hr 8 ekor
K3 Asma alergi + AH III 0,3mg/mencit/hr 8 ekor
Terminasi Hari ke-25 Hitung Eosinofil Darah Tepi Analisa Data Gambar 3.4. Alur Kerja Penelitian 41
commit to user
K5 Asma alergi + daun sendok 2 mg/mencit/hr 8 ekor
digilib.uns.ac.id
42
perpustakaan.uns.ac.id
L.
Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji ANOVA dan dilanjutkan dengan LSD Post Hoc Test menggunakan program SPSS. Uji ANOVA dipilih karena penulis ingin menguji perbedaan rata-rata pengaruh yang terjadi pada 5 kelompok perlakuan. Adapun syarat yang harus dipenuhi pada uji ANOVA adalah data merupakan data numerik, varians data homogen, sampel berupa kelompok independen, dan data terdistribusi normal. Jika syarat tersebut tidak terpenuhi maka dilakukan uji alternatif non-parametrik yaitu uji Kruskal Wallis.
42
commit to user
digilib.uns.ac.id
43
perpustakaan.uns.ac.id
Formatted: Centered, Indent: Left: 0 cm, First line: 0 cm, Tabs: 0 cm, Left + Not at 0,95 cm
BAB IV HASIL PENELITIAN
A.
digilib.uns.ac.id
Hasil Penelitian Preparat apusan darah tepi dari masing-masing mencit Balb/C dibuat menggunakan pengecatan Wright Giemsa. Darah diambil dari ekor mencit. Preparat diamati dengan mikroskop cahaya menggunakan perbesaran 400 kali. Eosinofil dihitung jumlahnya setiap 5 lapang pandang. Hasil pengamatan preparat diperlihatkan pada gambar berikut :
Gambar 4.1. Eosinofil dengan perbesaran 400x pada K1
Gambar 4.2. Eosinofil dengan perbesaran 400x pada K2
Gambar 4.3. Eosinofil dengan perbesaran 400x pada K3
Gambar 4.4. Eosinofil dengan perbesaran 1000x pada K3
43
commit to user
Formatted: Font: Bold, Indonesian Formatted: Indent: Left: 0 cm, Hanging: 0,95 cm, Numbered + Level: 1 + Numbering Style: A, B, C, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 0,63 cm + Tab after: 0 cm + Indent at: 1,27 cm Formatted: Indent: First line: 0,63 cm, Tabs: Not at 0,95 cm
xliv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
Gambar 4.5. Eosinofil dengan perbesaran 1000x pada K4
Gambar 4.6. Eosinofil dengan perbesaran 1000x pada K5
Setelah dilakukan penelitian hitung eosinofil darah tepi pada mencit Balb/C didapatkan peningkatan rata-rata hitung eosinofil pada kelompok asma alergi. Pemberian antihistamin menurunkan hitung eosinofil darah tepi
Formatted: Font: Not Bold, Indonesian Formatted: Font: Not Bold, Indonesian Formatted: Font: Not Bold, Indonesian
begitu juga pada kelompok daun sendok dosis 1 mg/mencit dan kelompok daun sendok dosis 2 mg/mencit. Data hitung eosinofil masing-masing kelompok ditunjukkan pada tabel 4.1.
Formatted: Font: Bold, Indonesian
Tabel 4.1 Rata-rata Hitung Eosinofil Darah Tepi (sel/5 LP) pada Mencit Balb/C masing-masing Kelompok Perlakuan
Formatted: Indent: Left: 0,96 cm, Hanging: 2,06 cm, Line spacing: single, Tabs: Not at 0,95 cm
Kelompok
Rata – rata ± SD
K1 K2 K3 K4 K5 (Sumber : Data Primer, 2010)
3,25 ± 1,83 5,5 ± 3,74 2,25 ± 1,98 5,25 ± 4,27 3 ± 2,56
Keterangan: K1 : Kelompok kontrol K2 : Kelompok asma alergi K3 : Kelompok asma alergi + antihistamin generasi III K4 : Kelompok asma alergi + daun sendok dosis 1 mg/mencit/hari
xliv
commit to user
Formatted Table Formatted: Line spacing: single Formatted: Line spacing: single Formatted: Line spacing: single Formatted: Line spacing: single Formatted: Indent: Left: 0,95 cm, First line: 0,04 cm, Line spacing: single Formatted: Left Formatted: Left, Indent: Left: 1,27 cm, First line: 0,63 cm Formatted: Left
xlv
perpustakaan.uns.ac.id
K5 : Kelompok asma alergi + daun sendok dosis 2 mg/mencit/hari
digilib.uns.ac.id
Formatted: Left, Indent: Left: 1,9 cm, Hanging: 0,63 cm, Line spacing: Double
Histogram rata-rata hitung eosinofil darah tepi mencit Balb/C pada tiap-tiap kelompok perlakuan ditunjukkan pada gambar 4.3. Formatted: Indent: First line: 0 cm
Formatted: Centered
rata-rata hitung eosinofil
kelompok perlakuan
Gambar 4.7. Histogram Rata – Rata Hitung Eosinofil Darah Tepi Masingmasing Kelompok Perlakuan
B.
Intepretasi Hasil Data yang diperoleh kemudian diuji menggunakan software program SPSS for Windows Release 16.0. Perhitungan menggunakan uji Kruskal-Wallis untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rerata lebih dari dua kelompok. Hasil uji Kruskall-Wallis menunjukan p = 0,297 yang berarti tidak didapatkan perbedaan yang bermakna (p > 0,05) pada kelompok perlakuan. Untuk mengetahui perbedaan
xlv
commit to user
Formatted: Indent: Left: 0,95 cm, Hanging: 2,54 cm, Line spacing: single
Formatted: Indent: Left: 0 cm, Hanging: 0,95 cm, Numbered + Level: 1 + Numbering Style: A, B, C, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 0,63 cm + Tab after: 0 cm + Indent at: 1,27 cm Formatted: Font: Not Bold, Font color: Auto, Indonesian Formatted: Font: 12 pt, Not Bold, Indonesian Formatted: Balloon Text, Indent: First line: 0,95 cm, Tabs: Not at 0,95 cm
xlvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kemaknaan masing-masing kelompok, maka analisis dilanjutkan dengan Post Hoc Test yaitu uji Mann-Whitney. Dari Uji Post Hoc didapatkan perbedaan yang bermakna hanya pada
Formatted: Font: Italic, Indonesian
kelompok I dengan kelompok III (p = 0,049). Sedangkan untuk kelompok yang lain tidak bermakna. Hasil analisis statistik antar kelompok perlakuan dapat diringkas dalam tabel berikut ini : Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Uji Mann-Whitney (a=0,05) antar Kelompok Kelompok P Kemaknaan K1-K2 0.243 Tidak Bermakna K2-K3 0.049 Bermakna K2-K4 0.791 Tidak Bermakna K2-K5 0.184 Tidak Bermakna K3-K4 0.200 Tidak Bermakna K3-K5 0.632 Tidak Bermakna K4-K5 0.266 Tidak Bermakna (Sumber : Data Primer, 2010)
xlvi
commit to user
Formatted: Font: Not Bold, Indonesian Formatted Table Formatted: Indonesian
Formatted: Indent: Left: 0 cm, First line: 0 cm
xlvii
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V PEMBAHASAN
digilib.uns.ac.id
Formatted: Centered, Indent: Left: 0 cm, First line: 0 cm, Line spacing: Double, Tabs: 0 cm, Left + Not at 0,16 cm + 1,59 cm Formatted: Font: Bold, Indonesian
Asma adalah suatu kondisi inflamasi kronis di saluran pernapasan yang ditandai dengan terjadinya kesulitan bernafas. Gejala asma antara lain adalah sesak nafas, mengi, dada terasa berat, dan batuk (GINA, 2008). Sel yang muncul pada proses inflamasi adalah limfosit, sel plasma, eosinofil dan sel mast. Eosinofil banyak ditemukan di sekitar tempat terjadinya reaksi imun yang diperantarai IgE, yang berkaitan dengan alergi (Mitchell dan Cotran, 2007; Shin et al., 2009). Bahan yang menyebabkan alergi biasa dikenal sebagai alergen. Alergen yang digunakan berupa OVA yang dipaparkan secara inhalasi. Menurut Baratawidjaja (2004) alergen yang masuk akan didegradasi oleh APC menjadi peptida – peptida untuk selanjutnya dipresentasikan pada sel limfosit T CD4+. Pada penelitian ini didapatkan peningkatan jumlah eosinofil darah tepi pada kelompok asma (Tabel 4.1), meskipun secara statistik tidak bermakna jika dibandingkan kelompok kontrol (p=0.243) (tabel 4.2), sedangkan pada penelitian Meidawati (2010) dengan petanda asma hitung eosinofil bronkus didapatkan perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol dan asma (p=0,000). Hal ini terjadi karena petanda asma alergi tidak hanya hitung eosinofil darah tepi saja. Hasil penelitian Meidawati (2010) dapat dimungkinkan karena reaksi alergi sering bersifat lokal dan jarang bereaksi sistemik. Hal ini didukung oleh pendapat
xlvii
35
commit to user
xlviii
perpustakaan.uns.ac.id
Sumadiono (2001) yang menyatakan bahwa eosinofil merupakan sel yang terutama terdapat di jaringan. Jumlah eosinofil pada darah merupakan refleksi keseimbangan antara produksi dari sumsum tulang dan rekruitmen ke jaringan dan bukan jumlah total pada tubuh. Eosinofil berada pada darah tepi hanya sementara dengan waktu yang relatif pendek (Egesten and Malm, 2001). Distribusi dan pelepasan eosinofil dipengaruhi oleh beberapa sistem kontrol. Eosinofil diproduksi oleh sumsum tulang, kemudian setelah 2-6 hari eosinofil yang matang akan meninggalkan sumsum tulang dan berada di sirkulasi darah tepi selama 6-12 jam, kemudian akan menuju jaringan selama beberapa hari. Untuk setiap sel eosinofil yang ditemukan di darah tepi terdapat sekitar 100-1000 eosinofil pada jaringan yang berbeda (Sumadiono, 2001). Daun Sendok (Plantago major L.) berpotensi untuk dikembangkan sebagai antiasma jika ditinjau dari kandungan yang terdapat di dalamnya seperti ascorbicacid, apigenin, baicalein, baicalin, chlorogenic-acid, linolenic-acid, ursolic-acid, oleic-acid, dan cafeic-acid. Hasil penelitian memperlihatkan ekstrak daun sendok dosis 1 mg/mencit dapat menurunkan jumlah eosinofil darah tepi (tabel 4.1) tapi penurunan ini tidak bermakna secara statistik (tabel 4.2) (p = 0.791) dibandingkan kelompok asma. Penurunan jumlah eosinofil tersebut dimungkinan akibat adanya kandungan yang dimiliki oleh daun sendok seperti ascorbic-acid, yang menurut Duke (2009) memiliki fungsi sebagai antihistamin dan antagonis kalsium. Efek antagonis kalsium ini akan menghambat proses degranulasi sel mast, sehingga pelepasan mediator inflamasi seperti histamin, leukotrien, dan prostaglandin terhambat yang selanjutnya akan dapat menurunkan jumlah eosinofil darah tepi.
xlviii
commit to user
digilib.uns.ac.id
xlix
perpustakaan.uns.ac.id
Selain itu di dalam daun sendok terdapat linolenic-acid, oleanolic-acid, ursolicacid, dan
tannin yang mampu menghambat proses lipooksigenase dan
siklooksigenase. Allantoin, ferulic-acid, aucubin, baicalein, baicalin, chlorogenicacid, dan oleic-acid yang trekandung di dalamnya juga diketahui mempunyai efek anti inflamasi (Duke, 2009). Hal tersebut menyebabkan jumlah eosinofil darah menurun. Pada kelompok perlakuan dengan antihistamin generasi III (fexofenadine) menunjukkan adanya penurunan rata-rata hitung eosinofil darah tepi (tabel 4.1) yang bermakna dibandingkan kelompok asma alergi (p = 0.049) (tabel 4.2). Dewoto (2007) menyatakan antihistamin bekerja melalui kompetisi dengan histamin untuk menduduki reseptor histamin pada sel. Dengan kompetisi histamin ini menyebabkan perekrutan eosinofil dapat dihambat sehingga terjadi penurunan jumlah eosinofil darah tepi. Jumlah eosinofil kelompok yang diberikan antihistamin lebih sedikit (tabel 4.1) dibandingan kelompok yang diberi ekstrak daun sendok dosis 1 mg/mencit, tetapi pebedaan ini tidak bermakna (p = 0.200) (tabel 4.2). Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun sendok dapat menurunkan hitung eosinofil darah tepi sebanding dengan antihistamin generasi III (fexofenadine). Pada kelompok daun sendok dosis 1 mg/mencit dengan dosis 2 mg/mencit tidak didapatkan perbedaan bermakna dalam menurunkan hitung eosinofil (p = 0.266) (tabel 4.2). Hasil ini menunjukkan ekstrak daun sendok dosis 1 mg/mencit memiliki kemampuan yang tidak jauh berbeda dengan ekstrak daun sendok dosis 2 mg/mencit dalam menurunkan jumlah eosinofil. Namun jumlah eosinofil pada
xlix
commit to user
digilib.uns.ac.id
l
perpustakaan.uns.ac.id
kelompok asma alergi dengan daun sendok dosis 2 mg/mencit lebih rendah jika dibandingkan jumlah eosinofil pada kelompok asma alergi dengan daun sendok dosis 1 mg/mencit sehingga masih diperlukan uji dosis yang lebih besar untuk mendapatkan dosis daun sendok yang bermakna dalam menurunkan eosinofil darah tepi pada asma alergi model akut. Proses asma akut yang terjadi pada mencit Balb/C penelitian ini kemungkinan menjadi salah satu faktor penyebab diperolehnya hasil yang tidak bermakna . Peningkatan jumlah eosinofil sistemik yang cukup bermakna biasanya didapatkan pada penyakit asma yang sudah berjalan kronis (Bosquet, 1990). Disamping itu perlu dipertimbangkan adanya keterbatasan dan kelemahan dalam cara penghitungan eosinofil yang dilakukan secara manual dan hanya menggunakan 5 lapangan pandang saja.
l
commit to user
digilib.uns.ac.id
li
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN Formatted: Left
A.
Simpulan Tidak ada hubungan pemberian ekstrak daun sendok terhadap hitung eosinofil darah tepi pada mencit Balb/C model asma alergi (p>0,05).
Formatted: Justified, Indent: Hanging: 0,95 cm, Numbered + Level: 1 + Numbering Style: A, B, C, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 0,32 cm + Tab after: 0 cm + Indent at: 0,95 cm, Tabs: 0,95 cm, Left + Not at 0 cm Formatted: Font: Not Bold, Indonesian
B.
Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan petanda asma alergi yang lain. 2. Perlu dilakukan uji dosis daun sendok yang lebih besar untuk mengetahui dosis yang bermakna dalam menurunkan eosinofil darah tepi pada mencit model asma akut. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan mencit model asma kronis.
li
commit to user
Formatted: Justified, Indent: Hanging: 0,95 cm, Numbered + Level: 1 + Numbering Style: A, B, C, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 0,32 cm + Tab after: 0 cm + Indent at: 0,95 cm, Tabs: 0,95 cm, Left + Not at 0 cm