LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENCELUPAN III
PENCELUPAN KAIN T/C DENGAN ZAT WARNA DISPERSI-BEJANA METODA 2 BATH 2 STAGE CONITUE VARIASI NaCl dan SUHU THERMOSOL
Disusun Oleh :
Kiki Bayu Murti
0702007
Noerma Rachamniar
10020050
Fani Miftah Rizkiyah
10020053
Lilis Kurnia
10020055
Jakariya Nugraha
10020067
Dosen
: M. Ichwan AT. MS.Eng
Asisten
: Ana Sumpen Priyatna
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TEKSTIL BANDUNG 2013
PENCELUPAN KAIN T/C DENGAN ZAT WARNA DISPERSI-BEJANA METODA 2 BATH 2 STAGE CONITUE VARIASI NaCl dan SUHU THERMOSOL
I. MAKSUD DAN TUJUAN 1.1 Maksud Menelup kain kain t/c dengan zat warna dispersi-bejana metoda 2 bath 2 stage conitue variasi nacl dan suhu thermosol 1.2 Tujuan Mendapatkan hasil celupan yang menghasilkan efek warna kontras, ketuaan warna baik, ketahanan gosok dan cuci baik.
II. TEORI DASAR 2.1. Serat Kapas Serat kapas merupakan serat alam dengan komposisi selulosa, pektin, zat-zat yang mengandung protein, lilin dan abu. Selulosa merupakan polimer linier yang tersusun dari kondensasi molekul-molekul glukosa.
Derajat polimerisasinya sekitar 10.000 dengan berat molekul 1.580.000. Selulosa mengandung
gugus hidroksil yaitu 1 gugus promer dan 2 gugus sekunder. Dalam hal
morfologi serat penampang membujur serat kapas berbentuk pipih seperti pita terpilin. Penampang melintangnya berbentuk seperti ginjal yang terdiri dari : kutikula, dinding primer, lapisan antara, dinding sekunder dan lumen.
2.1.1. Sifat Fisika Serat Kapas Warna serat kapas tidak betul-betul putih. Biasanya sedikit berwarna krem. Kekuatan serat / bundelnya adalah 70.000 sampai 96.700 pon / inci persegi. Dalam keadaan basah, kekuatannya akan bertambah. Mulurnya sekitar 4-13% dengan rata-rata 7%.
Keliatan (toughness) adalah ukuran yang menunjukkan kemampuan suatu benda untuk menerima kerja. Kekakuan (stiffness) adalah daya tahan terhadap perubahan bentuk atau perbandingan kekuatan saat putus dengan mulur saat putus. Moisture Regain serat kapas pada kondisi standar adalah 7-8,5%. Berat jenis serat kapas berkisar 1,50-1,56. Indeks bias serat kapas yang sejajar sumbu serat 1,58. Sedangkan yang tegak lurus adalah 1,53.
2.1.2. Sifat Kimia Serat Kapas Tahan kondisi penyimpanan, pengolahan, dan pemakaian normal. Rusak oleh oksidator dan penghirolisa. Rusak cepat oleh asam kuat pekat dan rusak perlahan oleh asam encer. Sedikit terpengaruh oleh alkali, kecuali larutan alkali kuat yang menyebabkan penggelembungan serat. Larut dalam kuproamonium hidroksida dan kuprietilen diamin. Mudah terserang jamur dan bakteri dalam keadaan lembab dan hangat.
2.2. Serat Poliester Serat poliester merupakan suatu polimer yang mengandung gugus ester dan memiliki keteraturan struktur rantai yang menyebabkan rantai-rantai mampu saling berdekatan, sehingga gaya antar rantai polimer poliester dapat bekerja membentuk struktur yang teratur. Serat ini dibuat dari asam tereftalat dan etilena glikol.
n HOOC
COOH + n HOCH CH OH
OH
OC
H + (2n-1) H O
COO(CH ) O n
Asam Tereftalat
Etilena Glikol
Poliester
Reaksi pembentukan polyester
2.2.1. Sifat fisika Serat Poliester Berat jenis polyester adalah 1,38 g/cm3. Kekuatan tarik serat polyester sekitar 4.5 – 7.5 g/denier, sedangkan mulurnya berkisar antara 25 % sampai 75 %. Serat poliester berbentuk silinder dengan penampang melintang bulat. Pada kondisi standar, yaitu RH 65 2 % dan suhu 20 oC 1 % moisture regain serat polyester hanya 0.4 % sedangkan RH 100 % moisture regainnya mencapai 0.6 % - 0.8 % Derajat kristalinitas adalah faktor penting untuk serat poliester, karena derajat kristalinitas serat sangat berpengaruh pada serap zat warna ,mulur, kekuatan tarik, stabilitas dimensi serta sifat-sifat lainya. Serat poliester tahan terhadap panas sampai pada suhu 220 oC, diatas suhu ini akan mempengaruhi kekuatan, mulur, dan warnanya menjadi kekuningan. Suhu 230-240 o
C menyebabkan poliester melunak, suhu 260 oC menyebabkan poliester meleleh.
Poliester memiliki sifat elastisitas yang baik dan ketahanan kusut yang baik.
2.2.2. Sifat Kimia Serat Poliester Poliester tahan asam lemah meskipun pada suhu mendidih, dan tahan asam kuat dingin. Polieater tahan basa lemah tapi kurang tahan basa kuat. Poliester tahan zat oksidator, alkohol, keton, sabun, dan zat-zat untuk pencucian kering. Polieater larut dalam meta-kresol panas, asam trifouroasetat-orto-clorofenol.
2.3. Zat Warna Dispersi Zat Warna dispersi adalah zat warna yang kelarutannya dalam air sedikit sekali dan merupakan larutan dispersi. Zat warna tersebut digunakan untuk mewarnai serat-serat tekstil yang hidrofob. Menurut struktur kimianya zat warna dispersi merupakan senyawa azo atau antrakinon dengan berat molekul yang kecil dan tidak mengandung gugusan-gugusan pelarut. Dalam perdagangan zat warna dispersi merupakan senyawa-senyawa aromatik yang mengandung gugusan-gugusan hidroksil atau amina yang berfungsi sebagai donor atom hidrogen untuk mengadakan ikatan dengan gugusan-gugusan karbonil dalam serat, nama-nama
zat warna dispersi dalam perdagangan antara lain ; Celliton, Dispersol, Setacyl, Artysil, Cibacet, dll. Pencelupan suhu tinggi (heat temperature) adalah pencelupan dalam larutan celup dengan menggunakan tekanan, sehingga dapat diperoleh suhu yang tinggi yaitu sekitar 120–130 0C. Pada pencelupan suhu tinggi dapat digunakan zat-zat warna dispersi yang ketahanan sinar lebih baik dan sukar menguap, tetapi hanya terserap sedikit pada pencelupan dibawah 100 0C. Dengan pencelupan suhu tinggi tidak akan terjadi pengurangan kekuatan serat selama suasana larutan netral atau sedikit asam, tetapi kerusakan bisa saja terjadi karena kemungkinan adanya sisa-sisa alkali sewaktu proses pemasakan, oleh karena itu pencucian setelah proses pemasakan sangatlah perlu dilakukan, kemudian dibilas dengan air yang mengandung asam asetat untuk memastikan bahwa tidak ada alkali yang tertinggal. Untuk zat warna dispersi celupan rata dapat menggunakan suhu 120 0C, sedangkan zat warna dispersi yang kurang dapat memberikan celupan yang kurang rata dapat menggunakan suhu 130 0C. Beberapa contoh zat warna dispersi yang dapat digunakan pada temperatur yang tinggi antara lain : Dispersol fast yellow GR
(C.I. Disperse Yellow 39)
Dispersol fast yellow A
(C.I. Disperse Yellow 1)
Dispersol fast Crimson B
(C.I. Disperse red 13 )
Duranol Red X8B
(C.I. Disperse Red 11)
Duranol violet RN
(C.I. Disperse violet 11)
Duranol Blue G
(C.I. Disperse Blue 26)
2.4. Zat Warna Bejana Zat warna Bejana merupakan salah satu zat warna yang telah lama dipergunakan orang untuk mewarnai serat-serat tekstil. Semua zat warna bejana tidak larut dalam air dan tak mungkin digunakan untuk mencelup apabila tidak dirubah dahulu struktur molekulnya. Dengan pertolongan suatu reduktor senyawa tersebut dibejanakan menjadi bentuk leuko yakni bentuk zat warna bejana yang tereduksi yang akan larut dalam larutan alkali. Senyawa leuko tersebut mempunyai substantivitas erhadap selulosa sehingga akan mencelupnya.
Dengan perantaraan suatu oksidator atau dengan oksigen dari udara, bentuk leuko yang tercelup dalam serat tersebut akan teroksidasi kembali kebentuk semula yakni pigmen zat warna bejana. Senyawa-senyawa leuko mempunyai warna-warna yang lebih muda dan berbeda dengan warna pigmen aslinya. Senyawa leuko zat warna bejana golomgam indigoida berwarna kuning muda dan larut dalam alkali lemah, sedangkan dari golongan antrakwinon berwarna lain yang lebih tua dan hanya larut dalam larutan alkali kuat. Zat warna bejana mempunyai affinitas terhadap serat tekstil oleh karena kemungkinan terjadinya ikatan hidrogen dan ikatan sekunder yakni gaya-gaya Van Der Walls dengan serat. Oleh karena itu molekul-molekul zat warna bejana harus merupakan molekul yang planar dan kompleks meskipun tidak harus linier. Adapun cara-cara pencelupan zat warna bejana seperti terlihat pada bagan berikut ini Cara
Suhu
molekul
Affinitas
Kerataan
Tahan luntur
Ik
50 oC
Kecil
Kecil
Baik
Sedang
IW
60 – 70 oC
Kecil
Kecil
Baik
Sedang
IN
80 oC
Besar
Besar
Jelek
Bagus
INsp
90 – 100 oC
Besar
Besar
Jelek
Bagus
III. PERCOBAAN 3.1 Alat dan Bahan a. Alat-alat yang digunakan:
Mesin padder
Mesin stenter
Mesin thermosol
Perlengkapan gelas
b. Bahan yang digunakan:
Kain T/C
3.2 Fungsi Zat
Zat warna Dispersi
: Mencelup bahan poliester
Zat warna Bejana
: Mencelup bahan kapas
Zat anti migrasi
: mencegah migrasi zat warna saat fiksasi
Na2S2O4
: untuk mereduksi zat warna bejana menjadi leuko
NaOH
: pemberi suasana alkali saat proses reduktor
NaCl
: membantu penyerapan zat warna
H2O2
: merubah leuko bejana menjadi zat warna bejana
CH3COOH
: pemberi suasana asam padalarutan zat warna dispersi
Teepol
: larutan sabun
3.3 Skema Proses
3.4 Resep a. Resep Pencelupan I
II
III
Zat warna Dispersi
10 g / l
Zat warna Bejana
10 g / l
IV
V
Zat anti migrasi
5g/l
Na2S2O4
5g/l
NaOH
2g/l
NaCl
0.5 g/ l
10 g / l
20 g / l
30 g / l
-
210°C
180°C
H2O2 CH3COOH
pH 5.6
WPU
70%
Suhu Thermosol
180°C
210°C
210°C
3.5 Cara kerja
Persiapan bahan
Pembuatan larutan celup zat warna disperse
Padding I zat warna disperse
Kain dikeringkan dan di fiksasi dengan thermosol
Kain didinginkan
Pembuatan larutan celup zat warna bejana
Padding II zat warna bejana
Kain dikeringkan dan didingnikan
Padding III pereduksian zat warna bejana menjadi leuko bejana dan pencucian reduksi untuk zat warna disperse
Proses fiksasi dengan steaming suhu 120°C
Kain dibilas, dicuci oksidasi dan cuci sabun kemudian dikeringkan
Kain dievaluasi
3.6 Data Pengamatan a. Data uji ketahanan luntur warna terhadap gososkan No
1
Uji Penggosokan Gosok Kering
Gosok Basah
Penodaan Warna
Penodaan Warna
1 (biru)
1 (Biru)
2
3 (Biru)
1 (Biru)
3
1 (Biru)
1 (Biru)
4
1 (Biru)
1 (Biru)
5
1 (biru)
1 (Biru)
b. Data uji ketahanan luntur warna terhadap pencucian No
Uji Pencucian penodaan warna Poliester
Kapas
1
4
4/5
2
4
4/5
3
4
4/5
4
4
4/5
5
4
4/5
c. Data uji ketuaan warna No
Ketuaan Warna kontras
IV.
1
5
2
4
3
4
4
4
5
5
PEMBAHASAN Pencelupan ini adalah mencelup kaian campuran polyester kapas (T/C) dengan zat warna disperse bejana. Tetnunya zat warna yang diharapkana adalah disperse untuk mencelup polyester dan bejana untuk kapas. Namun zat warna bejana juga mempunyai kemampuan untuk mencelup bagian polyester, sehingga jika itu terjadi akan terjadi
staining pada bagian polyester. Untuk meminimalisasinya ditambahkan dengan zat wanti migrasi, supaya bisa menghambat migrasi dari bejana. Pencelupan inipun dilakukan dengan metode 2 bath-2 stage secara simultan atau continue. Zat warna yang pertama diabsorbikan adalah zat warna dispersi (merah) kedalam polyester dengan proses padding. Kemudian dilanjutkan dengan drying dan difikasasi. Pemfiksasian zat warna disperse ini dilakukan dengan cara thermosol suhu yang divariasikan yaitu 180°C dan 210°C. dari hasi akhir pencelupan kain yang dilakukan pemfiksasian suhu lebih tinggi terlihat tidak terlalu kontras. Denga kata lain warna dari zat warna disperse (merah) lebih dominan. Berikut adalah grafik nilai ketuaan warna kontras yang diuji secara visual oleh mata manusia.
Grafik Ketuaan Warna Kontras
Nilai ketuan warna kontras
6 5 4 3
Series 1
2 1 0 Resep 1
Resep 2
Resep 3
Resep 4
Resep 5
Pengujian ini dilakukan dengan member rangking dari nilai 1 sampai 5. Semakin besar nilai maka semakin baik ketuaan warna kontras yang diuji, begitupun sebaliknya. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, resep yang dilakukan fiksasi teromosol suhu 210°C kekontrasan warnanya kurang daripada yang lain. Warna merah dari disperse lebih dominan. Ini disebabkan oleh suhu optimum dari fiksasi termosol ini tidak berbanding dengan fiksasi dari zat warna bejana yang difiksasi oleh proses steaming pada suhu 120°C. sehingga warnanya yang terserap tidak sebanding. Inipun didukung dengan resep 1 dan 5 yang menggunakan suhu termosol 180°C (lebih kecil) nilai ketuaaan warna kontrasnya lebih besar karena tidak begitu terlihat warna dominan. Sehingga
kemungkinan suhu termosol optimum untuk disperse bejana yang menggunakan fiksasi termosol untuk disperse dan steaming untuk bejana adalah 180°C. Asumsi berikutnya adalah komposisi polyester dari serat campuran ini lebih banyak daripada kapasnya. Namun asumsi ini bisa dipatahkan dengan data yang ditunjukan diatas. Dimana dari untuk membantu penyerapan zat warna bejana sudah bisa ditam/bahkan elekrolit. Dan dalam variasi nya, resep yang ditambahkan elekrolit adalah no 1 hingga 4. Namun tetap saja pemberiaan elekrtolit tidak terlalu terlihat dari h asil yang didapatkan. Dan yang menarik adalah pada variasi resep no 5. Resep no 5 tidak ditambahkan dengan elektolit, namun dapat mendistribusikan penyerapan zat warna bejana cukup optimum kekapas. Kemungkinan ini terjadi bukan karena pengaruh dari elektorlit, tetapi karena zat warna disperse yang teradsobsi ke dalam serat oleh proses fiksasi termosol sebanding dengan zat warna bejana yang teradsorbsi juga kedalam serat. sehingga menghasilkan warna yang sebanding dan didapatkan warna kontras (tidak ada warna dari salah satu jenis zat warna yang dominan). Kemudian dilakukan padding kedua yaitu padding zat warna bejana. Zat warna yang digunakan adalah indigo. Zat warna bejana yang berwarna biru. Dilanjutkan dengan proses pengeringan dan padding III yaitu proses perubahan zat warna bejana menjadi leuko bejana sekaligus pencucian reduksi untuk zat warna disperse. Kemudian pengoksidasiaan zat warna bejana hingga pencucian. Dari hasil yang didapat, ada bintik-bintik biru pada permukaan kain. Ini disebabkan oleh penggunaan zat warna bejana jenis indigo yang tidak larut. Sehingga untuk melarutkannya agak sulit. Kemungkinan pada saat pelarutan zat warna indigo ini tidak larut sempurna, masih ada serbuk-serbuknya. Sehingga serbuk-serbuk zat warna bejana menempel pada permukaan kain yang kemudian terlihat seperti bintik-bintik. Pada pengujian selanjutnya dilakukan pengujian ujiketahanan lntur terhadap gosokan dan terhadap cucian. Berikut adalah grafiknya
Grafik TLW terhadap gosokan 3.5 nilaia TLW gosokan
3 2.5 2
Gosok Basah
1.5
Gosok Kering
1 0.5 0 Resep 1 Resep 2 Resep 3 Resep 4 Resep 5
Grafik TLW terhadap pencucian 4.6 nilai tlw terhadap pencucian
4.5 4.4 4.3 4.2
Kapas
4.1
Poliester
4 3.9 3.8 3.7 Resep 1
Resep 2
Resep 3
Resep 4
Resep 5
Pada grafik TLW gosok terliaht nilainya kecil. Ini menungjukan bahwa kain yang dihasilakan ketahanan gosoknya kurang. Namun yang terlihat pada kain kapas putih penodaan warna adalah dari warna biru. Seperti sudah disebutkan sebelumnya bahwa warna biru adalah warna dari zat warna bejana sedangkan warna merah dari disperse sehinggu diharapkan menghasilkan efek warna kontras ungu. Dari pernyataan diatas menunjukan bahwa zat warna bejana ini tidak tahan gosok. Ini bisa dikarenakan penggunaan zat warna bejana adalah zat warna bejana biasa bukan zat warna bejana larut. Dimana zat warna biasa ketahanan gosokannya lebih kecil daripada zat warna bejana larut. Sedangkan zat warna disperse yang berwarna merah tidak terlihat penodaannya
pada kapas putih. Ini menunjukan bahwa ketahanan gosokannya lebih tinggi daripada bejana. Sedangkan untuk hasil uji TLW terhadap pencucian, cenderung baik. Karena nilai yang ditunjukan pada staining scale (skala penodaan warna) untuk kapas putih 4 dan polyester putih 4/5. Ini disebabkan oleh kedua zat warna ini bersifat hidrofil atau tidak larut dalam air.
V.
KESIMPULAN Penggunan suhu optimum fiksasi termosol adalah 180°C dan penambahan elektrolit tidak terlalu membantu penyerapan zat warna bejana. Juga zat warna Bejana indigo TLW terhadap gosokannya lebih kecil.
VI.
DAFTAR PUSTAKA
Munandar, Adi dkk : Pencelupan Kain Poliester – Kapas Menggunakan Zat Warna Dispersi – Bejana Sistem Kontinu. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil. Bandung 2003
Junianto, Adrian dkk : Pencelupan Kain Poliester/Kapas Dengan Zat Warna Dispersi-Bejana Metoda 1 Bath 2 Stage. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil. Bandung 2011
Abdul Rohman, Husen dkk : Pencelupan Poliester-Kapas Dengan Zat Warna Dispersi-Reaktif Cara Exhaust. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil. Bandung 2011